Ceritasilat Novel Online

Kesatria Baju Putih 12


Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Bagian 12


Kesatria Baju Putih Karya dari Chin Yung   Kim siauw suseng tersenyum, kemudian berbisik-bisik di telingannya.   "oooh"sam Gan sin Kay manggut-manggut.   "   Kakek pengemis"   Tio cie Hiong tertegun.   "Adik Ceng im adalah cucu?" "   Ayahnya adalah anakku, tentunya dia adalah cucuku,"   Sahut sam Gan sin Kay tertawa.   "   Kakek pengemis"   Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum, namun wajahnya tampak agak kemerah-merahan.   "   Aku sudah bertemu cucu perempuan Kakek pengemis yang bernama Im Ceng"   "Apa?"   Sam Gansin Kay terbelalak.   "Cucu perempuan cuma...."   "   Kakek"   Lim Ceng Im mengedipkan sebelah matanya lagi.   "Im Ceng tuh Kakakku...."   "   Kakakmu?"   Mata sam Gan sin Kay terbelalak makin lebar.   "Pengemis bau"   Sela Kim siauw suseng.   "Dasar sudah pikun, cucu perempuanmu itu adalah Im Ceng, kakaknya Ceng im"   "Im Ceng... Ceng Im..."   Gumam Sam Gan Sin Kay.   "ohi dia Cie Hiong, cucu perempuanku itu sangat brengsek, nakal dan liar. Dia juga sangat kurang ajar padaku dan pada ayahnya."   Tio Cie Hiong terperangah, karena sam Gan sin Kay terus mencaci Im Ceng. Berselang sesaat barulah ia membuka mulut.   "   Kakek pengemis Im Ceng adalah gadis yang lemah lembut."   Tio cie Hiong memberitahukan.   "Aku sudah bercakap-cakap dengan dia di rumah hartawan Tan."   "oh?"   Sam Gan sin Kay menatap Lim Ceng Im.   Lim Ceng Im cuma tertawa menyengir, membuat sam Gan sin Kay melotot.   Tio Cie Hiong terheran- heran ketika menyaksikan tingkah laku mereka yang ganjil itu.   Tapi ia sama sekali tidak bercuriga dan memikirkan keganjilan itu.   "   Kakek pengemis"   Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.   "Yang nakal adik Im ini, sedangkan kakaknya sangat ramah dan lemah lembut."   "cie Hiong...."   Sam Gan sin Kay tertawa terpingkal-pingkal lalu bertanya.   "Benarkah Pek Ih Mo Li adalah kakakmu?"   "Benar."   Tio cie Hiong mengangguki "Dia memang kakak kandungku."   "Kalau begitu, kedua orang tuamu adalah...."   Sam Gan sin Kay menatapnya dengan mata tak berkedip.   "Ayahku adalah Hui Kiam Bu Tek-Tio It seng, ibuku adalah sin Pian Bi jin-Lie Hui Hong, dan Pek Ih Mo Li adalah Tio suan suan, kakakku."   "Yah Ampun"   Ucap sam Gan sin Kay.   "Ternyata engkau putra teman baik Peng Hang Nak..."   "Tapi...."   Wajah Tio Cie Hiong berubah murung.   "   Kenapa?"   Sam Gan sin Kay menatapnya heran.   "   Kakakku telah mati di tangan Empat Dhalai Lhama Tibet itu"   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Aaakh..."   Sam Gan sin Kay menghela nafas panjang.   "Kalau begitu, kenapa tadi engkau tidak pergi mengejar mereka?"   "Aku harus memeriksa luka kakek pengemis dan paman sastrawan,"   Jawab Tio Cie Hiong.   "ooh"   Sam Gansin Kay manggut- manggut girang. "   Kakek"   Sela Lim Ceng Im memberitahukan.   "Kini dalam rimba persilatan telah muncul sam Mo Kauw. Aku telah bertempur dengan para anggota Sam Mo Kauw tersebut, Kakak Hiong muncul menolongku."   "Benar."   Sam Gan sin Kay menggeleng-ge-lengkan kepala.   "Kauwcu sam Mo Kauw adalah Bu Lim sam Mo, kini rimba persilatan telah dibanjiri darah."   "cie Hiong"   Kim siauw suseng menatapnya kagum.   "   Hanya engkau yang mampu menyelamatkan rimba persilatan."   "Betul Betul"   Sambung sam Gan sin Kay sambil tertawa.   "Dulu aku sudah bilang, engkau pasti akan menjadi seorang pendekar yang gagah dan berhati bajik, Nah, kini sudah terbukti."   "cie Hiong"   Ujar Kim siauw suseng memberitahukan.   "Empat Dhalai Lhama itu telah bergabung dengan Bu Lim sam Mo. Mereka berempat sering membunuh kaum pesilat dari golongan putih .   "   "ohya"   Sambung sam Gan sin Kay teringat sesuatu.   "Partai Siauw Lim dan Butong telah diserang...."   "oh?"   Tio Cie Hiong terkejut.   "Bagaimana keadaan kedua partai itu?"   "Ratusan hweeshto siauw Lim mati terbunuh, sedangkan Hui Khong TaysU, ketua siauw Lim terluka parah. Kalau tidak muncul siauw Lim sam Tiang lo (Tiga Tetua siauw Lim), mungkin partai siauw Lim telah musnah,"   Jawab sam Gan sin Kay, sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Kami berdua menerima informasi bahwa sam Mo Kauw pergi menyerang partai Butong, maka kami segera ke sana. Namun di sana telah terjadi pertempuran dahsyat. Puluhan murid Butong telah mati, It Hian Tejin pun terluka. Kami berdua segera turun tangan membantu, kami bertarung dengan ke-empat Dhalai Lhama itu dari gunung Butong san sampai di sini. Kepandaian mereka berempat sungguh hebat. Untung Bu Lim sam Mo belum muncul."   "Aku yakin...."   Sela Kim siauw suseng.   "Bu Lim sam Mo telah berhasil mempelajari ilmu silat peninggalan Pak Kek siang ong, kepandaian mereka kini...."   "Kita berdua sudah kewalahan menghadapi Empat Dhalai Lhama Tibet, bagaimana mungkin menghadapi Bu Lim sam Mo?"   Sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.   "sialan tuh padri keparat, rimba persilatan telah kacau begini, namun dia malah bersembunyi entah di mana?"   Tio Cie Hiong tahu jelas tentang Lam Hai sin Ceng, namun tidak memberitahukan, karena ia telah berjanji pada padri sakti.   "Cie Hiong"   Ujar sam Gan sin Kay.   "Tuturkanlah pengalamanmu selama ini"   Tio Cie Hiong mengangguki kemudian menutur semua pengalamannya, Bu Lim Ji Khie mendengarkannya dengan mata terbelalak.   "jadi... dua tahun engkau belajar ilmu pengobatan pada sokBeng Yok ong?"   Tanya sam Gan sin Kay.   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguki "Tapi... dia telah mati di tangan penjahat."   "   Engkau pun telah makan buah Kiu Yap Ling che?"   Tanya Kim siauw Suseng dengan mata terbelalak lebar. "Ya."   "Pantas lweekangmu begitu tinggi"   Kim siauw suseng manggut-manggut.   "ohya"   Tio cie Hiong memberitahukan.   "Aku juga bertemu Thian Thay siansu, bahkan setengah tahun aku tinggal bersamanya."   "Haaah? Apa"   Mulut Bu Lim Ji Khie ternganga lebar.   "engkau tinggal bersama Thian Thay siansu yang dianggap Budha hidup itu?"   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguki "sungguh beruntung engkau"   Sam Gan sin Kay menghela nafas.   "Puluhan tahun lampau, aku ingin bertemu siansu itu, namun aku tidak berjodoh maka tidak berhasil menemuinya."   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "ohya"   Mendadak Tio Cie Hiong mengeluarkan suling kumala dan diperlihatkan pada Kim siauw suseng.   "Paman sastrawan kenal suling kumala ini?"   "Haah?"   Kim siauw suseng terperangah ketika melihat suling kumala tersebut.   "Itu... itu suling kumala pusaka, tidak mempan dibacok. sudah puluhan tahun aku mencari suling itu, tapi tidak berhasil menemukannya. sungguh tak disangka, kini malah berada di tanganmu. Engkau memperoleh suling kumala pusaka itu dari mana?"   "Hadiah dari TOk Pie sin wan."   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Aku berhasil mengobati penyakit anehnya, maka dia menghadiahkan suling kumala ini kepadaku,"   "ooh"   Kim siauw suseng manggut-manggut.   "Dan mana dia memperoleh suling kumala itu?"   "Belasan tahun lalu, dia menemukan suling kumala ini di dalam Goa Angin puyuh, kemudian dia tinggal di Goa itu."   "   Engkau memang berjodoh dengan suling kumala itu."   "Paman sastrawan"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Kalau Paman sastrawan menyukai suling kumala ini, akan kuhadiahkan kepada Paman sastrawan saja."   "Terima kasih"   Ucap Kim siauw suseng, lalu menggelengkan kepala.   "Nak, aku tidak berjodoh dengan suling kumala itu Lagi pula aku sudah memiliki suling emas, jadi tidak membutuhkan suling kumala itu. simpanlah baik-baik suling kumala itu, jangan sampai hilang"   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguki "ohya"   Sam Gan sin Kay teringat sesuatu.   "Cie Hiong, engkau harus segera ke siauw Lim dan Butong untuk menolong Hui Khong Taysu dan it Hian Tejin, sebab ketua itu menderita luka parah."   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk dan bertanya.   "Kakek pengemis, bagaimana dengan partai lain?"   "Hm"   Dengus sam Gan sin Kay dingin.   "Partai-partai lain langsung menyerah tanpa mengadakan perlawanan.   "   "Kakek"   Ujar Lim Ceng Im memberitahukan.   "Aku ikut Kakak Hiong." "   Tapi....   "sam Gan sin Kay mengerutkan kening.   "Ayahku telah memperbolehkan aku berkelana."   Lim Ceng im tersenyum.   "Kakek tidak perlu khawatir"   "Kalau begitu, kami berdua akan ke markas pusat saja."   Sam Gan sin Kay memberitahukan.   "   Kakek pengemis Kalau tidak salahi Im Ceng telah ke markas pusat Kay Pang. Kalau Kakek pengemis bertemu dia, tolong sampaikan salamku padanya"   Pesan Tio Cie Hiong dengan wajah agak kemerah-merahan.   "oh?"   Sepasang bola mata sam Gan sin Kay berputar-putar, kemudian bertanya sambit tersenyum.   "Bukankah engkau boleh titip langsung salammu pada Ceng im?"   "Ceng im tidak kembali ke markas pusat Kay Pang...."   "sama saja,"   Sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa.   "Kakek pengemis tidak sudi menyampaikan salamku kepada Im Ceng?"   Tio Cie Hiong tampak kecewa.   "Baik Baik"   Sam Gan sin Kay manggut-manggut.   "   Aku pasti menyampaikan salammu kepadanya."   "Terimakasih, Kakek pengemis"   Ucap Tio cie Hiong dengan wajah berseri.   "Ceng Im"   Sam Gan sin Kay melototinya.   "   Engkau sungguh keterlaluan"   "Pengemis bau"   Kim siauw suseng tersenyum.   "Itu pasti ada sebabnya."   "Benar."   Sam Gan Sin Kay manggut-manggut.   "Pasti ada sebabnya, namun tetap keterlaluan."   Tio Cie Hiong terbengong- bengong, sama sekali tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Ketika itu ia mendadak teringat sesuatu.   "Kakek pengemis"   Tanyanya.   "Tahukan Kakek pengemis siapa yang mengubur kedua orang tuaku di Pek In Tia?"   "Mereka adalah Hui Khong Taysu, It Hian TOjin dan Tai Hun Lojin."   Sam Gan sin Kay memberitahukan.   "oooh"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Baiklahi"   Ujar sam Gan sin Kay.   "Aku dan sastrawan sialan harus segera ke markas pusat Kay Pang."   "Kakek pengemis, jangan lupa sampaikan salamku kepada Im Ceng"   Pesan Tio Cie Hiong.   "Pasti kusampaikan,"   Sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa g elaki lalu bersama Kim siauw suseng melesat pergi. sayup,sayup masih terdengar suara seruannya.   "Ceng Im... Im Ceng...."   Seruan itu seakan menyadarkan Tio Cie Hiong, bahwa Ceng Im adalah Im Ceng, tapi Tio cie Hiong tidak berpikir ke situ.   "Herah"   Gumam Tio Cie Hiong.   "Kakekmu kelihatannya tidak bisa membedakan kalian kakak beradik,"   "Kakek sudah pikun,"   Sahut Lim Ceng im sambil tersenyum. "Pikun?"   Tio Cie Hiong menggeleng- gelengkan kemala dan menambahkan.   "Mudah-mudahan kakekmu tidak akan lupa menyampaikan salamku pada Im Ceng"   "   Kalau dia lupa, aku pasti menyampaikan kepadanya."   Lim ceng Im tersenyum lagi.   "ohya, Kakak Hiong Kita ke mana dulu? Ke siauw Lim atau Bu Tong?"   "siauw Lim"   "   Kalau begitu mari kita berangkat" -ooo00000ooo- Keempat Dhalai Lhama pulang ke istana Thian Mo dengan menderita luka parahi mereka berempat duduk dengan wajah meringis-ringis.   Tak lama muncullah Bu Lim sam Mo, mereka bertiga menatap Empat Dhalai Lhama itu dengan kening berkerut-kerut.   (Bersambung keBagian 15)   Jilid 15 "Bu Lim Ji Khie berhasil melukai kalian?"   Tanya Tang Hai Lo Mo.   "Bukan Bu Lim Ji Khie."   Dhalai Lhama jubah merah memberitahukan.   "Padahal Bu Lim Ji Khie telah terluka, tapi...."   "Kenapa?"   Tanya Thian Mo.   "Mendadak muncul Pek Ih Sin Hiap"   Sahut Dhalai Lhama jubah kuning.   "Kepandaiannya sungguh tinggi...."   "Dia berhasil melukai kalian berempat?"   Tanya Tang Hai Lo Mo seakan tidak percaya.   "Ya."   Dhalai Lhama jubah hijau mengangguk.   "Dia berhasil melukai kami."   "oh?"   Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening.   "Benarkah kepandaiannya begitu tinggi?"   "Benar."   Dhalai Lhama jubah merah memberitahukan.   "Dia hanya mengibaskan lengan bajunya...."   "oh?"   Thian Mo tampak terkejut.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Hanya dengan kibasan lengan baju sudah melukai kalian berempat hingga sedemikian parah?"   "Ya."Dhalai Lhama jubah merah mengangguk dan memberitahukan.   "Lweekangnya sangat tinggi, begitu pula ginkangnya."   "Heran"   Gumam Tang Hai Lo Mo.   "Dia sebetulnya murid siapa? Tidak mungkin murid Lam Hai Sin ceng."   "Itu memang tidak mungkin."   Ujar Te Mo.   "Sebab kepandaiannya masih di atas Bu Lim Ji Khie, lagipula sudah sekian lama Lam Hai sin Ceng tiada kabar beritanya."   "Lam Hai sin Ceng pun tidak akan menerima murid,"   Sela Thian Mo.   "Kini muncul Pek ih sin Hiap yang berkepandaian begitu tinggi, sudah barang tentu merupakan rintangan kita."   "Benar."   Tang Hai Lo Mo manggut-manggut.   "Maka dia harus segera dilenyapkan."   "Perlukah kita bertiga turun tangan?"   Tanya Thian Mo. "Belum waktunya untuk kita bertiga turun tangan,"   Sahut Tang Hai Lo Mo, kemudian memandang Ku Tek cun yang duduk diam dari tadi.   "   Engkau sudah berhasil mempelajari ilmu hitam itu?"   "sudan, guru,"   Sahut Ku Tek Cun.   "Kalau begitu, sudah waktunya pula engkau pergi melenyapkan Pek Ih Sin Hiap itu,"   Ujar Tang Hai Lo Mo.   "Ya, guru."   Ku Tek Cun mengangguk.   "ingat"   Pesan Thian Mo.   "Kali ini engkau tidak boleh gagal lagi, jangan mempermalukan kami bertiga"   "Ya, guru."   Ku Tek cun mengangguk lagi.   "Tek cun"   Tang Hai Lo Mo menatapnya tajam.   "Engkau boleh melenyapkannya dengan akal busuk apa pun."   "Ya, guru."   Ku Tek Cun tersenyum.   "Murid pasti membunuhnya."   "Kalian berempat...,"   Ujar Tang Hai LoMopada keempat Dhalai Lhama.   "Harus membutuhkan waktu berapa lama menyembuhkan luka dalam kalian itu?"   "Kira-kira dua tiga bulan,"   Sahut Dhalai Lhama jubah merah.   "Kalau begitu, mulai sekarang kalian berempat boleh beristirahat untuk mengobati luka kalian itu,"   Ujar Tang Hai Lo Mo.   "Terima kasih, Kauwcu"   Ucap keempat Dhalai Lhama dan mengundurkan diri dari situ.   "Tek Cun"   Panggil Tang Hai Lo Mo.   "Ya, Guru,"   Sahut Ku Tek Cun cepat.   "   Engkau harus ingat, biar bagaimana pun engkau harus dapat melenyapkan Pek Ih sin Hiap itu"   Pesan Tang Hai Lo Mo.   "Ya, Guru."   Ku Tek Cun mengangguk.   "Nah Engkau boleh pergi melaksanakan tugasmu itu,"   Ujar Tang Hai Lo Mo.   "Ya, guru."   Ku Tek Cun memberHormat, lalu melangkah pergi meninggalkan istana Thian yang kini merupakan markas sam Mo Kauw. Tio cie Hiong dan Lim Ceng im telah tiba di Biara siauw Lim. Beberapa hweeshio menyambut kedatangan mereka dengan sikap was-was.   "Maaf"   Ucap Tio Cie Hiong sambil menjura.   "   Kedatangan kami telah mengganggu kalian"   "omitohud"   Salah seorang hweeshio berusia hampir setengah abad mendekati Tio Cie Hiong.   "Kalian datang mau menemui siapa?"   "Kami ingin bertemu Hui Khong Taysu,"   Jawab Tio Cie Hiong.   "Maaf Ketua kami sedang beristirahat."   Hweeshio itu memberitahukan.   "Jadi tidak bisa menemui siapa pun."   "Hweeshio tua"   Lim Ceng im tidak sabaran, kemudian memperkenalkan diri "Ayahku adalah Lim Peng Hang ketua Kay Pang, sam Gan sin Kay adalah kakekku."   "omitohud"   Hweeshio itu terkejut. "Pemuda ini...?"   "Namaku Tio Cie Hiong...."   "Dia adalah Pek Ih sin Hiap."   Lim Ceng Im memberitahukan.   "   Omitohud"   Hweeshio itu terbelalak.   "   Hweeshio tua, kakekku yang menyuruh kami ke mari untuk mengobati Hui Khong Taysu."   Ujar Lim Ceng Im.   "   Cepatlah antar kami menemui beliau"   "   Omitohud Harap kalian berdua tunggu sebentar, aku harus melapor dulu."   Hweeshio itu memberitahukan lalu segera ke dalam, sedangkan beberapa hweeshio lain masih berdiri menghadang ke depan.   "Huh"   Dengus Lim Ceng Im.   "Bertingkah amat para hweeshio di sini, kalau tidak ingat kakek yang menyuruh ke mari, aku pasti mengajakmu pergi saja."   "Adik Im"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Menghadapi segala apa pun, haruslah bersabar. Lagi pula kita pun harus mentaati peraturan di sini."   "Kakak Hiong, aku... aku menurut."   Lim Ceng im tersenyum.   "Nah, barulah adikku yang baik,"   Tio Cie Hiong tertawa kecil. Berselang beberapa saat, hweeshio itu sudah keluar dengan wajah berseri dan berkata.   "   Omitohud Mari ikut aku ke dalam"   "terima kasih"   Ucap Tio cie Hiong. Mereka berdua lalu mengikutHweeshio itu ke dalam. sungguh luas biara siauw Lim itu, entah berapa kali menikung dan membelok, barulah sampai di ruang semadi.   "   Lapor pada ketua"   Ujar hweeshio itu di pintu ruangan.   "Mereka sudah datang."   "Silakan masuk"   Terdengar suara sahutan dari dalam ruangan itu, namun suara itu terdengar lemah sekali.   "Masuklah"   Ujar hweeshio itu "Terima kasih"   Ucap Tio Cie Hiong lalu berjalan ke dalam. Lim Ceng im mengikutinya dari belakang. seorang hweeshio tua duduk bersila di dalam ruangan. wajahnya tampak pucat pias, dan sekali-sekali meringis pula.   "Taysu..."   Panggil Tio Cie Hiong.   "Kalian duduklah"   Ujar Hui Khong Taysu dengan suara lemah. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im duduk dHadapan ketua siauw Lim itu. Tio Cie Hiong terus memandangnya dengan penuh perhatian.   "sam Gan Sin Kay menyuruh kalian ke mari untuk mengobatiku?"   Tanya Hui Khong Taysu sambil memandang mereka.   "Ya."   Sahut Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im serentak. kemudian Lim Ceng Im menunjuk Tio Cie Hiong dan menambahkan.   "Dia yang akan mengobati Taysu."   "oh?"   Hui Khong Taysu menatap Tio Cie Hiong ragu.   "Taysu"   Lim Ceng im tersenyum. "Dia Tio Cie Hiong...."   "ooh"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Hui Khong Taysu manggut-manggut.   "Julukannya Pek Ih sin Hiap kan?"   "Benar."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Itu hanya julukan kosong."   "omitohud"   Hui Khong Taysu tersenyum.   "Mau merendah berarti berisi, berisi memang harus merendah."   "Terima kasih atas nasehat Taysu"   Ucap Tio Cie Hiong.   "Taysu, bolehkah aku memeriksa Taysu?"   "omitohud silakan"   Hui Khong Taysu mengangguk. Tio Cie Hiong mulai memeriksa ketua siauw Lim. setelah beberapa saat kemudian barulah ia membuka mulut.   "Tidak apa-apa."   Tio Cie Hiong tersenyum dan sekaligus mengambil dua butir obat, lalu diberikan kepada Hui Khong Taysu.   "Makanlah obat ini, dalam waktu tiga hari Taysu pasti sembuh"   "oh?"   Hui Khong Taysu masih tampak ragu.   "Taysu jangan ragu"   Lim Ceng Im memberitahukan.   "Dia belajar ilmu pengobatan pada sok Beng Yok ong."   "omitohud"   Hui Khong Taysu segera memasukkan kedua butir obat itu ke dalam mulutnya, dan tanpa dengan air ditelannya kedua butir obat tersebut.   "Taysu harus menghimpun lweekang,"   Ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.   "Aku akan membantu Taysu dengan lweekang ku."   "omitohud"   Hui Khong Taysu mulai menghimpun lweekangnya untuk mengobati luka dalamnya.   Tio Cie Hiong menggeserkan, badannya ke belakang Hui Khong Taysu, lalu sepasang telapak tangannya ditempelkan pada punggung hweeshio tua itu, sekaligus mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang.   Hui Khong Taysu terkejut, karena merasakan adanya hawa hangat mengalir ke dalam tubuhnya.   Namun ia pun bergirang dalam hati, sebab hawa hangat itu justru akan membantunya menyembuhkan luka dalamnya.   Berselang beberapa saat kemudian, Tio Cie Hiong melepaskan tangannya.   Hui Khong Taysu pun berhenti menghimpun lweekangnya sambil membuka matanya.   "omitohud"   Wajah Hui Khong Taysu sudah tidak begitu pucat lagi.   "Terima kasih Lweekang- mu sungguh tinggi sekali"   "Seharusnya aku yang berterima kasih kepada Taysu,"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Kenapa?"   Hui Khong Taysu tercengang.   "Karena Taysu yang mengubur kedua orang tuaku di Pek In Tia."   Tio cie Hiong memberitahukan.   "omitohud"   Hui Khong Taysu memandangnya lembut.   "Ternyata engkau putra almarhum Hui Kiam Bu Tek dan almarhumah sin Pian Bi jin"   "Betul, Taysu."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Tapi kakakku pun telah mati."   "siapa kakakmu?"   Tanya Hui Khong Taysu. "Pek Ih Mo Li."   Tio cie Hiong memberitahukan.   "Kakakku pun mati di tangan Empat Dhalai Lhama Tibet."   "omitohud Dhalai Lhama jubah kuning yang melukaiku. Kalau ketiga paman guruku tidak muncul, mungkin aku telah mati. oh y a...."   Hui Khong Taysu ingin minta tolong kepada Tio Cie Hiong untuk mengobati ketiga paman gurunya, tapi merasa tidak enak membuka mulut.   "Taysu"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Bukankah siauw Lim sam Tianglo juga terluka?"   "Ya."   Hui Khong Taysu mengangguk.   "Maukah Taysu mengantar kami menemui sam Tiang lo?"   Tanya Tio Cie Hiong dengan maksud mengobati ketiga Tetua siauw Lim.   "   Omitohud Baiklah"   Hui Khong Taysu bergirang dalam hati, lalu mengajak Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im ke ruang dalam.   sesampainya di pintu ruang dalam, Hui Khong Taysu tidak langsung masuk.   melainkan melongok ke dalam.   Begitu pula Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im.   Mereka melihat tiga hweeshio berusia lanjut sedang duduk bersila, tangan saling menempel, ternyata ketiga Hweeshio berusia lanjut itu saling membantu mengobati luka dalam masing-masing dengan lweekang.   "Taysu"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Aku akan membantu ketiga tetua itu."   "   Omitohud"   Hui Khong Taysu manggut-manggut.   Tio Cie Hiong berjalan masuk.   lalu duduk di belakang salah seorang tetua, dan menempelkan sepasang telapak tangannya pada punggung tetua itu.   Berselang beberapa saat kemudian, barulah ia melepaskan tangannya.   Begitu pula ketiga tetua itu, bahkan mereka lalu membuka matanya.   "   Omitohud"   Siauw Lim sam Tiang lo tampak terkejut ketika melihat Tio Cie Hiong duduk di situ.   "Engkau yang membantu kami tadi?"   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "   Omitohud"   Siauw Lim sam Tiang lo memandangnya kagum.   "   Lweekang apa yang kau pergunakan tadi?"   "Pan Yok Hian Thian sin Kang."   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "   Omitohud"   Siauw Lim sam Tiang lo manggut-manggut.   "   Hanya engkau yang mampu menghadapi Bu Lim sam Mo."   "Paman guru"   Hui Khong berjalan masuk dengan wajah berseri.   "Dia adalah Pek Ih sin Hiap, namanya Tio Cie Hiong."   "   Omitohud Hui Khong, engkau juga sudah sembuh?"   "Ya, Paman guru."   "omitohud Dengan munculnya Pek Ih sin Hiap, maka rimba persilatan pun akan selamat."   "Maaf, Tetua Aku mau mohon diri"   Ucap Tio Cie Hiong karena tidak mau mengganggu ketenangan ketiga tetua itu.   "Engkau memiliki ilmu Penakluk iblis, siapa yang mengajarmu?"   Tanya siauw Lim sam Tiang lo mendadak.   "Thian Thay siansu,"   Jawab Tio Cie Hiong jujur. "   Omitohud omitohud...."   "Maaf, Tetua Aku mohon diri"   Ucap Tio cie Hiong.   "   Omitohud"   Siauw Lim Tiang lo manggut-manggut. Hui Khong Taysu, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im meninggalkan ruang dalam itu, kemudian Tio Cie Hiong berpamit.   "Maaf, Taysu Kami mau mohon diri karena masih harus ke Gunung Butong."   "   Omitohud"   Hui Khong Taysu manggut-manggut.   Tio cie Hiong dan Lim Ceng im segera berangkat ke Gunung Butong.   Bebetapa hari kemudian mereka sudah tiba di gunung itu Bisa begitu cepat tiba karena mereka menggunakan ginkang.   Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im berdiri di depan sam Cing Koan.   Tak berapa lama kemudian, beberapa tosu dengan pedang di tangan menghampiri mereka.   "Maaf"   Ucap salah seorang dari mereka.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Ada urusan apa kalian berdua datang ke mari?"   "Namaku Lim Ceng Im, ayahku adalah ketua Kay Pang, kakekku adalah sam Gan Sin Kay."   Lim Ceng Im memperkenalkan diri "Kakek yang menyuruh kami datang ke mari untuk mengobati It Hian Tojin."   "oooh"   Tosu itu manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong.   "Pemuda ini...."   "Dia Pek Ih sin Hiap,"   Sahut Lim Ceng Im.   "oh?"   Tosu itu tampak terkejut.   "Maaf, maaf Mari ikut aku ke dalam"   Tosu itu berjalan ke dalam. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im mengikutinya dari belakang. Tak lama mereka sudah sampai di sebuah ruangan, yang di situ tampak seorang Tosu tua duduk dengan wajah pucat pias.   "Lapor pada Ketua"   Tosu itu memberitahukan.   "Cucu sam Gan Sin Kay dan Pek Ih sin Hiap berkunjung."   "oh?"   It Hian Tojin memandang mereka berdua.   "Silakan duduk"   Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im duduk dHadapan it Hian Tojin. setelah mereka duduk, It Hian Tojin menghela nafas panjang.   "Kalau sam Gan Sin Kay dan Kim siauw suseng terlambat datang, mungkin Partai Butong telah musnah."   "Kakekku dan kakek sastrawan bertempur dengan Empat Dhalai Lhama, mereka berdua terluka...."Lim Ceng Im memberitahukan.   "oh?"   It Hian Tojin terkejut bukan main.   "Bagaimana keadaanBu Lim Ji Khie?"   "Tidak apa-apa,"   Sahut Lim Ceng Im sambil melirik Tio Cie Hiong.   "Dia yang menolong kakekku dan kakek sastrawan."   "oh?"   It Hian Tojin.   "siapa pendekar muda ini?"   "Dia Pek Ih sin Hiap, namanya Tio Cie Hiong."   Lim Ceng Im memperkenalkan. "ooooh"   It Hian Tojin manggut-manggut, kemudian menghela nafas.   "   Aku telah terluka dalam...."   "   Kakek menyuruh kami ke mari untuk mengobati Tojin"   Lim Ceng Im memberitahukan.   "   Engkau mahir ilmu pengobatan?"   Tanya It Hian Tojin kurang percaya.   "Dia."   Lim Ceng Im menunjuk Tio Cie Hiong.   "Pek Ih sin Hiap"   It Hian Tojin menatapnya seraya bertanya.   "Engkau mahir ilmu pengobatan?"   "   Hanya mahir sedikit."   Tio Cie Hiong tersenyum, lalu memeriksa It Hian Tojin dan kemudian manggut-manggut.   "Tidak apa-apa."   It Hian Tojin diam. Kelihatannya dia masih ragu akan ilmu pengobatan Tio Cie Hiong. oleh karena itu Ceng Im sebera memberitahukan.   "Dua tahun lebih dia belajar ilmu pengobatan kepada sokBeng Yok ong."   "oh?"   It Hian Tojin terkejut.   "Memang benar."   Tio Cie Hiong mengangguk dan kemudian memberikannya sebutir obat.   "Luka dalam Tojin tidak begitu parah, makanlah obat ini, dalam waktu beberapa hari Tojin pasti sembuh."   "terima kasih"   Ucap It Hian Tojin dan langsung makan obat tersebut.   "Tojin tidak usah berterima kasih padaku, sebaliknya aku malah harus berterima kasih kepada Tojin,"   Ujar Tio cie Hiong.   "Lho?"   It Hian Tojin tercengang.   "   Kenapa?"   "Bukankah Tojin telah mengubur kedua orang tuaku di Pek In Tia?"   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Jadi engkau putra almarhum Hui Kiam Bu Tek dan almarhumah sin Pian Bijin?"   It Hian Tojin terbelalak.   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk dan menambahkan.   "Pek Ih Mo Li adalah kakakku, tapi... dia telah mati di tangan Empat Dhalai Lhama."   "Aaakh"   It Hian Tojin menghela nafas.   "Kini rimba persilatan sudah mulai kacau, sebab muncul sam Mo Kauw."   "Kauwcunya adalah Bu Lim sam Mo."   Ujar Lim Ceng Im.   "Ya."   It Hian Tojin manggut-manggut.   "   Ke-lihatannya Bu Lim sam Mo ingin menguasai rimba persilatan."   "Jangan khawatir, Tojin"   Lim Ceng Im tersenyum.   "Kakak Hiong dapat menghadapi Bu Lim sam Mo."   "oh?"   It Hian Tojin menatap Tio Cie Hiong dalam-dalam.   "Benarkah itu?"   "Mudah-mudahan"   Jawab Tio Cie Hiong.   "Syukurlah"   Ucap It Hian Tojin.   "Maaf"   Ucap Tio Cie Hiong sambil bangkit berdiri "Kami mau mohon diri"   It Hian Tojin manggut-manggut lalu mengantar Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im sampai di depan sam Cing Koan.   Bab 25 Tayli Kongcu (Puteri Tayli) Kini Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im mulai melakukan perjalanan kembali ke markas pusat Kay Pang.   Dalam perjalanan ini, Tio Cie Hiong sering melamun.   "Kakak Hiong...."   Lim Ceng Im tersenyum.   "Kenapa engkau sering melamun?"   "Aku... aku...."   Tio Cie Hiong menghela nafas.   "Kakak Hiong, mari kita duduk beristirahat sejenak di bawah pohon"   Ajak Lim Ceng Im. Tio cie Hiong mengangguk. Mereka berdua lalu duduk beristirahat di bawah sebuah pohon rindang. setelah duduk- Tio Cie Hiong terus memandang lurus ke depan.   "Kakak Hiong"   Lim Ceng Im tersenyum geli.   "Engkau sedang merindukan kakakku ya?"   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Kenapa engkau begitu merindukannya?"   Tanya Lim Ceng Im sambil memandangnya dengan mata berbinar-binar.   "Aku... aku...."   Tio Cie Hiong menundukkan kepala.   "Jangan begitu, Kakak Hiong"   Lim Ceng Im tersenyum.   "Aku khawatir engkau akan menderita sakit rindu."   "Adik Im"   Tio Cie Hiong mengerutkan kening.   "Bagaimana menurut pendapatmu?"   "Maksudmu mengenai apa?"   Lim Ceng Im terheran- heran karena pertanyaan Tio Cie Hiong tiada ujung pangkalnya.   "Apakah...."   Wajah Tio Cie Hiong tampak kemerah-merahan.   "Dia telah menerima salamku?"   "   Kakak ku pasti sudah menerima salam mu."   "Adik Im, apakah... dia juga sedang merindukanku?"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Percayalah"   Sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum.   "Dia pasti rindu pada mu juga."   "Kok engkau begitu yakin?"   Tio cie Hiong menatapnya.   "Aku adiknya, tentu tahu bagaimana sifatnya."   Lim Ceng Im tersenyum lagi dan menambahkan.   "   Kalau tidak menyukaimu, tidak mungkin dia mau bercakap-cakap denganmu, kan?"   "Ng"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Tapi... kenapa dia tidak berpamit kepadaku ketika mau pergi?"   "Mungkin... dia merasa malu,"   Sahut Lim Ceng Im dengan hati berbunga-bunga karena Tio Cie Hiong begitu merindukan Im Ceng dirinya juga.   "   Ketika mau pergi, dia menitip salam kepadaku untukmu."   "oh?"   Wajah Tio Cie Hiong berseri. "   Kalau begitu... dia pasti juga jatuh hati padaku."   "Benar."   Lim Ceng Im mengangguk, namun mendadak ia mengerutkan kening sambil memandang ke depan.   Ternyata ia melihat seorang pemuda tampan menghampiri mereka.   siapa pemuda tampan itu? Tidak lain Ku Tek Cun.   la mendekati Tio Cie Hiong sambil tersenyum-senyum, sedangkan Lim Ceng Im terus menatapnya.   "saudara Tio"   Panggilnya.   "oh, saudara Ku"   Tio Cie Hiong sebera bangkit berdiri "Apa kabar?"   "Baik,baik saja,"   Sahut Ku Tek Cun sambil tertawa gembira.   "Tidak disangka kita akan bertemu di sini ohya, siapa saudara ini?"   "Dia Ceng Im, putera Lim Peng Hang, ketua Kay Pang."   Tio Cie Hiong memperkenalkan.   "ooohl"   Ku Tek Cun segera menjura.   "selamat bertemu, saudara Lim"   Lim Ceng Im balas menjura, namun tidak mengucapkan sepatah kata pun, melainkan terus menatapnya dengan kening berkerut.   sebetulnya Ku Tek Cun ingin mengerahkan ilmu hitamnya terhadap Tio Cie Hiong, namun ia tahu Lim Ceng Im terus-menerus mengawasinya, maka ia tidak berani melaksanakan niatnya.   la pun ingin melancarkan serangan mendadak terhadap Tio Cie Hiong, namun khawatir Lim Ceng Im akan menyerangnya pula.   Karena itu, ia terpaksa menunggu kesempatan lain.   "Maaf, saudara Tio Aku harus pamit"   Ucapnya sambil tersenyum.   "Kok cepat? Kita masih belum mengobrol,"   Sahut Tio Cie Hiong heran.   "Aku masih ada urusan lain, sampai jumpa"   Ku Tek Cun segera meninggalkan mereka. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im duduk kembali, namun kening Lim Ceng Im terus berkerut.   "   Eh?"   Tio Cie Hiong heran.   "   Kenapa engkau?"   "Kakak Hiong Engkau punya suatu dendam dengan orang itu?"   Lim Ceng Im balik bertanya.   "Tidak."   Tio cie Hiong menggelengkan kepala.   "   Kakak Hiong"   Lim Ceng Im menatapnya.   "   Engkau kenal dia di mana?"   "Dia putra almarhum Hong Lui Kiam Khek...."   Tio Cie Hiong memberitahukan, sekaligus menutur tentang dirinya pernah bekerja di Puri Angin Halilintar.   "Pada waktu itu engkau masih kecil."   Ujar Lim Ceng Im seusai mendengar penuturan itu.   "Phang Ling Hang menganggapmu sebagai adik, lagi pula dia telah mencintai Ku Tek Cun dan kini Phang Ling Hang sudah tiada. Tapi kenapa dia...."   "Memangnya ada apa?"   Tanya Tio Cie Hiong heran.   "   Kakak Hiong, engkau tidak memperhatikan sorot mata dan gerak-geriknya?"   Tanya Lim Ceng Im.   "Tidak."   "sorot matanya penuh hawa membunuh, sedangkan gerak-geriknya seakan ingin menyerangmu secara mendadak."   Lim Ceng Im memberitahukan "Maka aku terus-menerus meng awasinya .   " "Ha ha ha"   Tio Cie Hiong tertawa.   "Kakak Hiong"   Lim Ceng Im mengerutkan kening.   "Aku serius nih Jangan tertawa"   "Adik Im, tidak baik terlampau banyak curiga,"   Ujar Tio Cie Hiong sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "   Kakak Hiong"   Lim Ceng Im menghela nafas.   "   Engkau sangat jujur dan hatimu polos, maka tidak tahu akan kelicikan orang."   "Adik Im"   Tio Cie Hiong memandangnya.   "Aku tidak punya dendam apa pun dengan dia, kenapa dia ingin membunuhku?"   "sorot mata dan gerak-geriknya memang begitu, apa sebabnya dia ingin membunuhmu, aku pun tidak habis pikir,"   Sahut Lim Ceng Im menambahkan.   "   Kakak Hiong, apabila engkau bertemu dia lagi, haruslah hati-hati"   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "   Kakak Hiong"   Lim Ceng Im mengalihkan pembicaraan.   "   Ketika engkau bertempur dengan para anggota sam Mo Kauw dan Empat Dhalai Lhama, engkau bergerak begitu cepat. sebetulnya gerakan apa itu?"   "itu adalah Kiu Kiong san Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat),"   Sahut Tio Cie Hiong lalu berpikir sejenak.   "Adik Im...."   "Ya."   "Kepandaianmu masih belum begitu tinggi. Ketika melawan para anggota sam Mo Kauw, engkau kewalahan. oleh karena itu, aku ingin mengajarmu Kiu Kiong san Tian Pou."   "Terima kasih, Kakak Hiong"   "Setelah engkau menguasai Ilmu Langkah Kilat, engkau pasti bisa meloloskan diri kalau bertemu lawan berkepandaian tinggi. Tapi engkau harus ingat satu hal."   "Hal apa?"   "Aku ingin mengajarmu Ilmu Langkah Kilat, bukan karena engkau adik Im Ceng,"   Ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.   "Kalaupun engkau bukan adiknya, aku tetap mengajarmu."   "Kenapa?"   "Karena sejak pertama kali kita bertemu, aku sudah menyayangimu seperti adik sendiri Jadi engkau jangan salah paham, aku mau mengajarmu Ilmu Langkah Kilat itu bukan lantaran engkau adalah adik Im Ceng"   Tio Cie Hiong menjelaskan.   "Terima kasih, Kakak Hiong"   Lim Ceng Im tersenyum.   "Nan, perhatikan baik-baik gerakanku"   Tio Cie Hiong bangkit berdiri dan berjalan ke depan beberapa depa, kemudian badannya mulai bergerak. Lim Ceng Im pusing menyaksikannya, maka bagaimana mungkin ia dapat mengikuti gerakangerakan itu? "   Kakak Hiong Aku tidak bisa melihat jelas gerakan-gerakanmu"   Serunya sambil menggelenggelengkan kepala. Tio Cie Hiong tidak menyahut, bahkan masih terus bergerak. Berselang sesaat barulah ia berhenti, lalu mendekati Lim Ceng Im.   "Engkau sudah menyaksikan gerakan-ge-rakanku bukan?"   "Ya. Tapi... aku tidak bisa melihat secara jelas." "Aku tahu itu."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "   Lihatlah permukaan tanah itu, aku telah meninggalkan bekas kakiku di situ."   Lim Ceng Im memandang ke permukaan tanah itu. Dilihatnya ratusan jejak kaki.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "   Ikuti jejak kakiku itu"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Aku akan memberi petunjuk kepadamu."   "Ya."   Lim Ceng Im berjalan ke sana, kemudian bergerak mengikuti jejak-jejak kaki tersebut. Kalau Lim Ceng Im melakukan kekeliruan, Tio Cie Hiong langsung memberi petunjuk.   "Adik Im Kau mundur dulu, baru maju."   Lim Ceng Im menurut. Kemudian Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "sekarang engkau harus ke kiri, baru ke depan dan harus mundur."   Tio Cie Hiong memberi petunjuk lagi. Berselang beberapa saat kemudian, barulah Lim Ceng Im dapat bergerak tanpa melakukan kekeliruan lagi.   "Bagus"   Seru Tio cie Hiong sambil tersenyum.   "Apakah engkau sudah hafal gerakan-gerakan itu?"   "Ya."   Lim Ceng Im mengangguk, lalu mendekati Tio Cie Hiong.   "Bagaimana? Apakah sudah lumayan?"   "Memang sudah lumayan."   Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian menghapus jejak-jejak kakinya itu, dan setelah itu mendadak bergerak lagi.   "   Kakak Hiong"   Lim Ceng Im terbelalak.   "   Gerakan- gerakan itu masih ada kelanjutannya?"   "Ya."   Sahut Tio Cie Hiong, lalu menghentikan gerakannya.   "Adik Im, ikutilah lagi jejak-jejak kakiku"   "Ya."   Lim Ceng Im mulai bergerak lagi mengikuti jejak-jejak kaki Tio cie Hiong.   Apabila Lim Ceng Im melakukan gerakan yang salah, Tio Cie Hiong segera memberi petunjuk.   Berselang beberapa saat kemudian, Lim Ceng Im sudah mengusai semua gerakan itu walau masih agak lamban.   "terima kasih, Kakak Hiong"   Ucap Lim Ceng Im sambil duduk beristirahat di bawah pohon. Tio Cie Hiong hanya tersenyum. Mendadak Lim Ceng Im memandangnya seraya berkata.   "   Ketika bertempur dengan mereka, engkau hanya mengibaskan lengan baju. Apakah tidak ada jurus-gurus lain?"   "Tidak ada."   Tio cie Hiong menggeleng-ge-lengkan kepala.   "Jadi engkau hanya bisa mengibaskan lengan baju?"   Lim Ceng Im terbelalak. Kelihatan ia masih kurang percaya.   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "   Kalau begitu...."   Wajah Lim Ceng Im berseri.   "   Engkau harus menciptakan semacam ilmu."   "oh?"   Tio Cie Hiong tampak tertarik.   "Kalau tidak. bagaimana engkau menghadapi Bu Lim sam Mo kelak?"   Lim Ceng Im memandangnya .   "Benar juga."   Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Tapi aku tidak mempunyai senjata...."   "   Kakak Hiong"   Lim Ceng Im memberitahukan.   "Bukankah suling kumala itu senjatamu"   "Benar."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "   Kenapa aku lupa?"   "Nan engkau boleh menciptakan ilmu suling kumala,"   Ujar Lim Ceng Im serius.   "Ng"   Tio Cie Hiong mengangguk.   lalu duduk bersila dan memejamkan matanya.   Tak seberapa lama kemudian, di depan mata Tio Cie Hiong mulai muncul berbagai macam jurus ilmu pedang, yakni ilmu Pedang Hong Lui Kiam Kun Hoat (Ilmu Pedang Angin Halilintar), Tu Hun Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pengejar Roh), Toat Beng Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pencabut Nyawa), sam Ciat Kun Hoat (Tiga Jurus Tongkat Maut) dan Tah Kauw Hoat (Ilmu Tongkat Pe-mukul Anjing).   Terakhir muncul gerakan-gerakan aneh, yakni gerakan-gerakan monyet putih dari puncak gunung Thian san.   Makin lama gerakan-gerakan itu makin nyata, sehingga sepasang tangan Tio Cie Hiong ikut bergerak.   Lim Ceng Im terbelalak ketika menyaksikan gerakan-gerakan tangan Tio cie Hiong, sebab gerakan-gerakannya sangat aneh.   Namun ia diam saja, sama sekali tidak berani mengganggu.   sementara sepasang tangan Tio Cie Hiong masih terus bergerak.   Berselang beberapa saat kemudian, barulah ia berhenti dan membuka matanya.   "Adik Im"   Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.   "Aku teiah berhasil menciptakan semacam ilmu yang menggunakan suling kumala."   "oh?"   Wajah Lim Ceng Im berseri.   "   Cobalah perlihatkan kepadaku"   "Baik,"Tio Cie Hiong mengangguk lalu bangkit berdiri "Adik Im, berdiri agak jauh"   Lim Ceng Im segera mundur beberapa depa.   sedangkan Tio Cie Hiong sudah mengeluarkan suling kumalanya, lalu mulai bergerak laksana kilat.   Tampak suling kumaianya berkelebat ke sana ke mari, bahkan mengeluarkan suara ngung-ngungan pula.   Dengan mulut ternganga lebar Lim Ceng Im menyaksikannya, sebab ia sama sekali tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong mampu menciptakan ilmu suling kumala yang begitu lihay dan hebat.   setelah Tio Cie Hiong berhenti, Lim Ceng im segera bertepuk tangan sambil menghampirinya .   "   Kakak Hiong"   Ucap Lim Ceng im dengan wajah ceria.   "Aku mengucapkan selamat pada mu. sebab engkau telah berhasil menciptakan semacam ilmu yang tanpa tanding."   "Adik Im"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Jangan mengatakan tanpa tanding, aku malu mendengarnya .   "   "Kakak Hiong, engkau sudah memilih nama yang tepat untuk ilmu itu?"   Tanya Ceng Im mendadak.   "Belum."   Sahut Tio Cie Hiong.   "Pikirlah nama yang tepat untuk ilmu itu"   Desak Lim Ceng Im. Tio Cie Hiong berpikir, lama sekali barulah ia membuka mulut sambil tertawa gembira.   "Akan kunamai... Gouw Siauw Bit Ciat Kang Hoat (Ilmu Suling Kumala Pemusnah Kepandaian)." "Kok aneh sekali kedengarannya?"   Lim Ceng Im terbelalak.   "Ilmu suling Kumala yang kuciptakan ini terdiri dari tujuh jurus, dan setiap jurusnya pasti dapat memusnahkan kepandaian pihak lain."   Tio Cie Hiong menjelaskan.   "Maka kunamai Tujuh Jurus Ilmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian."   "ooh"   Lim Ceng Im manggut-manggut.   "Nama jurus-jurus itu?"   "Belum ada."   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Kalau begitu...."   Lim Ceng Im memandangnya.   "Engkau perlihatkan sejurus demi sejurus, biar aku yang memberikan nama Bagaimana?"   "terima kasih"   Ucap Tio Cie Hiong, kemudian mempertunjukkan jurus pertama, setelah itu ia bertanya.   "Harus menamai apa jurus ini?"   "Ketika engkau mempertunjukkan jurus itu, terdengar suara ngung-ngungan, maka jurus itu harus dinamai... San Pang Te Liat (Gunung Runtuh Bumi Retak) bagaimana?"   "Bagus,"   Sahut Tio Cie Hiong.   "sekarang jurus kedua."   Tio Cie Hiong mempertunjukkan jurus kedua dan Lim Ceng Im menyaksikannya dengan mata terbelalak.   "Bagaimana?"   Tanya Tio Cie Hiong setelah berhenti.   "   Harus dinamai apa jurus kedua itu?"   "Hai Lang Thau Thau (ombak Laut Menderu-deru),"   Sahut Lim Ceng Im.   "   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tepat."   Tio Cie Hiong tertawa gembira, kemudian mempertunjukkan jurus ketiga.   "Cian Im Giok siauw (Ribuan Bayangan guling Kumala)"   Seru Lim Ceng Im. Tio Cie Hiong tersenyum dan mempertunjukkan jurus keempat, Lim Ceng Im pun berseru.   "Hoan Thian Coan Te (Membalikkan Langit Memutarkan Bumi)"   Berselang beberapa saat kemudian, Tio Cie Hiong telah usai mempertunjukkan ketujuh jurus Ilmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian, dan Lim Ceng Im pun telah memberi nama jurus-jurus tersebut.   "   Kakak Hiong"   Lim Ceng Im menatapnya kagum.   "Bukan main hebat dan lihaynya Ilmu suling Kumala mu"   "Itu atas usulmu,"   Sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum lembut.   "   Kakak Hiong, itu merupakan ilmu menggunakan senjata, jadi engkau masih belum memiliki ilmu pukulan tangan kosong,"   Ujar Lim Ceng Im memberitahukan.   "Alangkah baiknya engkau menciptakan ilmu pukulan juga, sebab selama ini engkau hanya mengibaskan lengan baju."   "Ngmm"   Tio Cie Hiong mengangguk, lalu kembali duduk bersila sekaligus memejamkan matanya. Berselang sesaat, ia membuka matanya sambil tersenyum dan berkata.   "Adik Im, aku telah berhasil menciptakan beberapa gerakan tangan kosong, tapi...."   "   Kenapa?"   "Itu menggunakan jari telunjuk."   "oh?" "Adik Im, aku akan kuperlihatkan,"   Ujar Tio Cie Hiong.   Wajah Lim Ceng Im langsung berseri dan segera mundur beberapa depa.   Tio Cie Hiong mulai bergerak berdasarkan Kiu Kiong san Tian Pou, kemudian mengibaskan lengan bajunya, dan menyentil dengan jari telunjuknya.   Lim Ceng Im menyaksikan gerakan-gerakan itu dengan mulut ternganga lebar karena kagum.   Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio cie Hiong berhenti sambil tersenyum.   "Wuah"   Seru Lim Ceng Im.   "   Hebat sekali"   "Adik Im"   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Ilmu tangan kosong itu akan kunamai Bit ciat sin ci."   "Bit ciat sin ci (Jari sakti Pemusnah Kepandaian)?"   Lim Ceng Im tampak melongo.   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Sebab aku menggunakan jari."   "Ngmm"   Lim Ceng Im manggut-manggut.   "   Kalau begitu, aku yang menamai jurus jurus itu."   "Bagus."   Tio Cie Hiong tertawa gembira.   "Akan kuperlihatkan sejurus demi sejurus."   Lim Ceng Im mengangguk. Kemudian Tio Cie Hiong mulai bergerak dan tampak jari telunjuknya berkelebatan ke sana ke mari.   "Man Thian sing sing (Bintang-Bintang Bertaburan Di Langit)"   Seru Lim Ceng Im. Tio Cie Hiong melanjutkan jurus kedua, kemudian Lim Ceng Im pun berseru lagi sambil bertepuk tangan.   "Hong siau Yun Hang (Angin Berhembus Awan Bergerak)"   Tio Cie Hiong memperlihatkan jurus ketiga, keempat sampaijurus ketujuh dan Lim Ceng Im terus berseru memberi nama kepada jurus-jurus itu.   "Jit Goat siang Tui (Matahari Dan Bulan saling Berkejaran)"   "cian ci soh Te (Ribuan Jari Menyapu Bumi)"   "...."   Seru Lim Ceng Im dan berkata setelah Tio Cie Hiong usai mempertunjukkan jurus-jurus tersebut.   "   Kakak Hiong, engkau memang hebat sekali Calon seorang maha guru, kelak engkau pasti bisa mendirikan sebuah perguruan."   "Adik Im"   Tio Cie Hiong tersenyum sambil duduk di bawah pohon.   "Aku sama sekali tidak berniat itu"   "   Kakak Hiong, Bit Ciat sin ci itu berjumlah berapa jurus?"   Tanya Lim Ceng im mendadak.   "Adik Im...."   Tio Cie Hiong menatapnya heran.   "engkau tidak menghitung tadi?"   "Tidak."   Lim Ceng im menggelengkan kepala.   "Bit Ciat sin ci berjumlah tujuh jurus."   Tio Cie Hiong menjelaskan.   "   Namun kakiku bergerak sesuai dengan Kiu Kiong san Tian Pou."   "ooh"   Lim Ceng Im mengangguk. "Pantas gerakanmu secepat kilat Kakak Hiong, aku yakin engkau tiada tanding di kolong langit kelak"   "Adik Im"   Tio Cie Hiong tersenyum sambil memberitahukan.   "seteiah membuat perhitungan dengan Empat Dhalai Lhama dan Bu Lim sam Mo, aku ingin hidup tenang dan damai di suatu tempat terpencil."   "Kenapa?"   "Aku sudah jemu akan rimba persilatan."   "Bagaimana dengan kakakku?"   "Tentunya..."   Sahut Tio Cie Hiong dengan wajah agak kemerah-merahan.   "Kalau dia mencintaiku, tentunya dia akan ikut aku hidup tenang di tempat terpencil."   "Tentu Tentu...."   Lim Ceng Im menundukkan kepala karena keterlepasan omong.   "Maksudku dia tentu mau ikut Kakak Hiong tinggal di tempat terpencil."   "Adik Im"   Tio Cie Hiong menghela nafas.   "Engkau bukan dia, dan dia bukan engkau. Jadi engkau jangan memastikan itu"   "Kakak Hiong...."   Lim Ceng Im menatapnya mesra, tapi Tio Cie Hiong tidak memperhatikannya .   "Adik Im"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Aku ingin meniup suling."   "Bagus Bagus"   Wajah Lim Ceng Im berseri.   Tio Cie Hiong meniup suling kumalanya, dan seketika terdengarlah alunan suara suling yang sangat merdu, menggetarkan kalbu dan menyentuh hati.   Lim Ceng Im terus mendengarkan.   Wajahnya tersirat cinta kasih yang sangat dalam, sehingga tanpa sadar ia menaruh kepalanya di bahu Tio Cie Hiong.   sedangkan suara suling mengalun makin menggetarkan kalbu.   Ternyata Tio Cie Hiong mencurahkan seluruh rasa cintanya terhadap Im Ceng melalui suling kumalanya.   Pada waktu bersamaan, mendadak muncul tiga orang.   Salah seorang dari mereka seorang gadis berwajah cantik, Namun dandanan mereka agak aneh, maka dapat diketahui bahwa mereka bertiga bukan orang Tionggoan.   Tampak pula sehelai selendang panjang melingkar di leher dan di badan gadis itu Mereka bertiga lalu berdiri dHadapan Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im, maka segeralah Lim Ceng im menggeserkan kepalanya dari bahu Tio Cie Hiong.   Tio Cie Hiong melihat kehadiran mereka di situ, tapi ia masih terus meniup sulingnya.   sedangkan gadis itu terus memandangnya dengan mata berbinar-binar dan wajah berseri-seri.   Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya.   Ketika ia memasukkan suling itu ke dalam bajunya, mendadak terdengar suara tepukan tangan.   Ternyata gadis itu yang bertepuk tangan.   Dua lelaki berusia lima puluhan itu juga memandang kagum pada Tio Cie Hiong.   "sungguh menyentuh hati suara sulingmu Aku kagum sekali,"   Ujar gadis itu sambil tersenyum manis.   Begitu menyaksikan senyuman manis gadis itu, Lim Ceng Im langsung membuang muka, namun kemudian memandang Tio Cie Hiong.   Kelihatannya ia ingin tahu bagaimana ekspresi wajahnya.   la berlega hati, sebab wajah Tio Cie Hiong tidak memperlihatkan ekspresi apa pun.   "suara sulingku kedengaran biasa-biasa saja,"   Sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.   "   Engkau merendah,"   Gadis itu juga tersenyum. "Aku ke mari justru karena mendengar suara sulingmu. Terus terang, suara sulingmu sungguh menggetarkan kalbu. Itu pertanda engkau mahir sekali meniup suling."   "terima kasih atas pujian Nona"   Ucap Tio Cie Hiong. Gadis itu memang cantik sekali, tapi Tio Cie Hiong kelihatan tidak tertarik, namun tetap berlaku sopan dan ramah.   "Padahal di tempatku juga terdapat peniup suling yang ulung, namun masih kalah jauh dibandingkan denganmu,"   Ujar gadis itu sambil tersenyum lagi.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Maaf, karena aku sangat tertarik dan kagum akan kemahiranmu meniup suling, maka aku mohon sudilah kiranya engkau meniup sekali lagi"   "Tidak boleh"   Sahut Lim Ceng Im cepat.   "Eh?"   Gadis itu memandang Lim Ceng Im sambil tersenyum.   "Aku bertanya kepadanya, kenapa engkau yang menyahut?"   "Dia Kakak Hiong ku Kenapa aku tidak boleh menyahut?"   Lim Ceng Im melotot.   "   Engkau pengemis dekil, tapi kenapa begitu galak?"   Gadis itu tertawa.   "   Walau aku pengemis dekil, ayahku ketua Kay Pang"   Lim Ceng Im memberitahukan sambil bertolak pinggang .   "oooh"   Gadis itu manggut-manggut.   "Ternyata aku sedang berhadapan dengan putra ketua Kay Pang Aku tahu, Kay Pang di Tionggoan sangat tersohor"   "   Engkau siapa?"   Tanya Lim Ceng Im.   "Aku Putri Tayli, namaku Toan Pit Lian,"   Sahut gadis itu "Bolehkah aku tahu nama kalian berdua?."   Lim Ceng Im dan Tio Cie Hiong sama sekali tidak menyangka kalau gadis itu Tayli Kong cu.   Tayli merupakan sebuah negeri kecil di luar Tionggoan, namun negeri itu sangat makmur dan rakyatnya senantiasa hidup tenang, damai dan sejahtera, karena raja Tayli merupakan raja yang bijaksana, juga berkepandaian tinggi.   "Namaku Lim Ceng Im,"   Sahutnya sambil menjura.   "Dia...."   Tayli Kongcu melirik Tio Cie Hiong seraya bertanya.   "Adalah kakakmu?"   "Dia bernama Tio Cie Hiong, kami... memang kakak adik,"   Jawab Lim Ceng im.   "   Engkau marga Lim, dia marga Tio."   Tayli Kongcu mengerutkan kening.   "Kok bisa jadi kakak beradik?"   "Almarhum ayahku teman baik ayahnya, maka kami boleh dikatakan kakak adik, Tio Cie Hiong memberitahukan, namun ia sama sekali tidak memberi Hormat pada Tayli Kongcu itu. Tayli Kongcu Toan pit Lian tersenyum-senyum.   "oh ya, sudikah engkau meniup suling sekali lagi?"   "pokoknya tidak boleh"   Sahut Lim Ceng im cepat.   "Lho?"   Tayli Kongcu terheran- heran.   "   Kenapa dari tadi engkau melarang dia meniup suling untukku?"   "Kenapa dia harus meniup suling untukmu?"   Lim Ceng Im melotot.   "Karena aku sangat tertarik dengan suara suling itu"   Ujar Tayli Kongcu sambil tersenyum lagi.   "Tertarik akan suara sulingnya atau ketampanannya?"   Tanya Lim Ceng Im mendadak dengan wajah tidak senang. "Eeh...?"   Wajah Tayli Kongcu memerah.   "Adik Im"   Tegur Tio Cie Hiong halus.   "Jangan berlaku kurang ajar, dia berasal dari Negeri Tayli, jadi engkau jangan merendahkan adat istiadat Tionggoan. Lagipula secara tidak langsung akan mempermalukan Kay Pang."   Lim Ceng Im tampak cemberut setelah mendengar teguran Tio Cie Hiong.   "Lho?"   Tayli Kongcu menggumam.   "Kok anak lelaki juga bisa cemberut?"   "Ada urusan apa dengan engkau?"   Tegur Lim Ceng Im ketus.   "Adik Im"   Tio Cie Hiong menjelaskan dengan sabar.   "mereka datang dari Negeri Tayli yang begitu jauh, maka aku harus mengabulkan permintaannya. Karena kita ini orang Tionggoan, boleh dikatakan sebagai tuan rumah."   Akhirnya Lim Ceng Im mengangguk setelah mendengar ucapan Tio Cie Hiong.   "Terima kasih,"   Ucap Toan Pit Lian.   Tio Cie Hiong mulai meniup, Toan pit Lian mendengar dengan penuh perhatian, begitu pula Lim Ceng Im dan kedua lelaki itu.   suara suling itu mengalun merdu, halus, dan menggetarkan kalbu.   sehingga, tanpa sadar Tayli Kongcu melepaskan selendangnya, lalu mulai menari mengiringi suara suling itu.   Tayli Kongcu menari lemah gemulai.   selendang di tangannya juga meliuk-liuk lemas, menambah indahnya tarian itu.   Tio Cie Hiong menyaksikannya dengan kagum.   Begitu pula Lim Ceng Im, meski merasa panas pula dalam hati, sebab Tio Cie Hiong terus memandang Tayli Kongcu sedangkan Tayli Kongcu pun mengerling ke arahnya.   Beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong menghentikan tiupan sulingnya.   "   Engkau memang pandai sekali meniup suling, membuat perasaanku terhanyut entah ke mana,"   Ujar Tayli Kongcu sambil tersenyum.   "tarian Kongcu juga sungguh indah,"   Cuji Tio Cie Hiong.   "Hm Hm Hmmm"   Lim Ceng Im mendehem beberapa kali.   "   Adikmu itu agak aneh sifatnya,"   Tukas Tayli Kongcu sambil tertawa kecil.   "Kelihatannya dia tidak begitu senang akan kehadiranku di sini."   "sifatnya memang begitu,"   Ujar Tio cie Hiong tersenyum.   "Tapi Hatinya baik sekali...."   "Kakak Hiong,"   Potong Lim Ceng im cepat.   "Mari kita pergi"   "Tunggu"   Tayli Kongcu menahan mereka.   "   Kenapa engkau menahan kami?"   Tanya Lim Ceng im tidak senang.   "ingin menanyakan sesuatu,"   Ujar Toan pit Lian, lalu memandang Tio cie Hiong.   "   Engkau mahir meniup suling, karena itu aku pun yakin engkau berkepandaian tinggi. Ya, kan?"   "Ya."   Jawab Lim Ceng Im cepat.   "Kepandaian-nya memang tinggi sekali, maka memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap."   "Pek Ih sin Hiap?"   Tayli Kongcu manggut-manggut. "   Engkau memang pantas memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap."   "Hh... itu hanya julukan kosong,"   Gumam Tio Cie Hiong sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Karena engkau berkepandaian tinggi, aku ingin bertanding denganmu..."   Ujar Tayli Kongcu mendadak. matanya menatap pada wajah Tio Cie Hiong.   "   Kongcu"   Salah seorang lelaki itu tampak terkejut.   "sebelum berangkat ke Tionggoan, Baginda sudah berpesan pada kami untuk menjaga Kongcu, agar tidak membuat onar di Tionggoan"   "Aku tidak membuat onar, hanya ingin bertanding dengan Pek Ih sin Hiap ituJadi kalian berdua tidak usah kuatir"   Kilah Tayli Kongcu.   "Kongcu, sebaiknya jangan"   "Kalian berani melarangku?"   "Hamba tidak berani"   Jawab kedua orang lelaki itu yang ternyata para pengawal istana Tayli.   "Tio Cie Hiong"   Tayli Kongcu menatapnya dalam-dalam.   "Tentunya engkau sudi bertanding dengan aku, kan?"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Kita tidak usah bertanding, aku mengaku kalah saja,"   Ujarnya kemudian.   "Kakak Hiong"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tegur Urn ceng Im tampak tidak senang.   "Kenapa engkau harus mengaku kalah? Hajar saja Kongcu tak tahu diri itu"   "Adik Im...,"   Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.   "Bagaimana?"   Tanya Tayli Kongcu.   "Engkau takut bertanding dengan aku?"   "Kongcu"   Tio Cie Hiong menghela nafas.   "Kita tidak bermusuhan, kenapa harus bertanding?"   "Pertandingan persahabatan, bukan untuk saling membunuh,"   Sahut Tayli Kongcu sambil tersenyum lembut.   "sebab aku ingin menjajal berapa tinggi kepandaian Pek Ih sin Hiap."   "Kakak Hiong, tidak perlu berbasa-basi dengan dia, hajar saja"   Desak Lim Ceng Im, merasa panas ketika menyaksikan senyuman lembut itu diarahkan pada Tio Cie Hiong.   "Eh?"   Dengus Tayli Kongcu.   "Pengemis dekil, kenapa engkau begitu galak seperti perempuan cerewet"   "Hm"   Dengus Lim Ceng Im.   "   Kalau engkau menantangku, aku akan menghajarmu sampai lari terbirit-birit ke negeri Tayli"   "oh, ya?"   Tayli Kongcu tersenyum lagi, lalu memandang Tio cie Hiong.   "   Kalau tidak berani bertanding dengan aku, berarti engkau telah mempermalukan kaum pesilat Tionggoan"   Tio Cie Hiong berpikir sejenak. dan kemudian perlahan menganggukkan kepala.   "Baik, mari kita bertanding"   "Senjataku adalah selendang ini, mana senjatamu?"   Tanya Tayli Kongcu.   "Aku akan melayanimu dengan tangan kosong,"   Ujar Tio cie Hiong.   "silakan Kongcu menyerang"   "Baiklah"   Tayli Kongcu manggut-manggut sambil tersenyum. "Hati-hati, aku akan mulai menyerang"   Tayli Kongcu mengebutkan tangan dengan cepat.   seketika selendangnya melayang lemas ke arah tubuh Tio cie Hiong.   Tio cie Hiong tidak berani memandang rendah pada Tayli Kongcu, sebab ia tahu orang itu memiliki Iweekang tinggi.   Kalau tidak, mana mungkin Tayli Kongcu menggunakan selendang itu sebagai senjatanya? sepertinya selendang itu dibuat dari bahan khusus, tidak akan putus terbacok senjata tajam apa pun.   Ketika ujung selendang hampir menyentuh badan Tio Cie Hiong, seketika pemuda ini bergerak menggunakan "Ilmu Langkah Kilat"   Untuk menghindar.   Akan tetapi sungguh di luar dugaan, selendang itu pun mengikuti bayangannya.   Karena itu, Tio Cie Hiong terpaksa melesat ke atas, kemudian berjungkir balik di udara.   Tio cie Hiong melayang turun dengan ringan.   Tayli Kongcu sempat memandangnya dengan kagum, namun ia tidak melanjutkan serangannya.   "   Kenapa engkau cuma berkelit?"   Tanya Tayli Kongcu.   "Takut akan melukaiku...?"   "Huh Dasar tak tahu malu"   Dengus Lim Ceng Im yang menyaksikan pertarungan itu. Tayli Kongcu mengerutkan kening, tapi kemudian tersenyum seraya berkata.   "Pengemis dekil, jagalah mulutmu Itu akan merendahkan nama baik Kay Pang, lho"   "Adik Im"   Tegur Tio Cie Hiong halus.   "Tidak baik berlaku kurang ajar."   "Hm"   Dengus Lim Ceng Im sambil membanting-banting kaki.   "Eh?"   Tayli Kongcu keheranan menyaksikannya.   "Pek Ih sin Hiap, adikmu itu sungguh aneh, bisa membanting-banting kaki, seperti perempuan saja"   "Dia memang begitu."   Tio cie Hiong tersenyum geli.   "Bahkan wajahnya pun sering memerah."   "oh?"   Tayli Kongcu tercengang, lalu berkata pada Tio Cie Hiong.   "   Engkau harus menyambut seranganku, jangan cuma berkelit saja"   "Kakak Hiong"   Teriak Lim Ceng Im.   "serang dia dengan Bit Ciat sin Ci" (Bersambung ke Bagian 16)   Jilid 16 Tio Cie Hiong menggeleng kepala.   "Kita tidak punya dendam apa pun dengan dia, kenapa aku harus menyerangnya dengan Biat Ciat Sin Ci (Jari Sakti Pemusnah Kepandaian)?"   "Dia... dia genit sekali"   Seru Lim Ceng Im.   "Apa?"   Mulut Tayli Kongcu ternganga lebar.   "Aku genit sekali?"   "Engkau memang genit terhadap kakak Hiong, dasar Putri Tayli tak tahu diri"   "Maaf"   Salah seorang pengawal menyela.   "Engkau tidak boleh menghina Kongcu kami, Kongcu kami sangat dimuliakan di Negeri Tayli." "Tapi di sini Tionggoan"   Sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum dingin. Pengawal itu tampak tersinggung. Wajah mereka berubah memerah.   "Kalian diam saja"   Tegur Tayli Kongcu.   "Ya, Kongcu."   Pengawal itu langsung diam.   "Bagaimana?"   Tayli Kongcu menatap Tio Cie Hiong.    Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung

Cari Blog Ini