Ceritasilat Novel Online

Kesatria Baju Putih 14


Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Bagian 14


Kesatria Baju Putih Karya dari Chin Yung   Toan pit Lian mengangguk.   "sekarang engkau harus menjelaskan kepada gadis itu, dan..."   Toan Hong Ya memandang Toan wie Kie seraya melanjutkan.   "Perkenalkan gadis itu kepada kakakmu itu, siapa tahu mereka berjodoh."   "Ya."   Toan pit Lian tersenyum.   "Setelah itu, bawa gadis itu ke ruang khusus untuk menemuiku"   Pesan Toan Hong Ya.   "Ya, Ayah."   Toan pit Lian mengangguk.   "sekarang kalian boleh pergi menemani gadis ilu,"   Ujar Toan Hong Ya. Toan pit Lian mengangguk lagi, lalu mengajak Toan wie Kie pergi menemui Gouw sian Eng. Betapa herannya Gouw sian Eng ketika melihat Tayli Kongcu datang bersama seorang pemuda tampan yang berpakaian mewah.   "Kongcu..."   Panggil Gouw sian Eng.   "sian Eng"   Tayli Kongcu duduk, kemudian memperkenalkan kakaknya.   "Dia adalah Tayli Thaycu, kakakku."   "oh?"   Gouw sian Eng terkejut dan cepat-cepat memberi hormat.   "Thaycu, terimalah hormatku"   Toan Wie Kie atau Pangeran Tayli itu segera balas memberi hormat sambil tersenyum lembut. senyuman itu begitu mempesona dan menawan hati, sehingga membuat hati, Gouw sian Eng berdebar-debar.   "Namaku Toan wie Kie. Kau cukup memanggil namaku, jangan memanggilku Taycu"   Ujar Pangeran Tayli dengan mata berbinar-binar. Kelihatannya hatinya sangat tertarik pada gadis itu.   "Mana boleh?"   Gouw sian Eng menundukkan kepala.   "Tentu saja boleh,"   Sahut Toan pit Lian sambil tersenyum. Tayli Kongcu itu tahu bahwa hati mereka berdua sudah saling tertarik.   "Kalau begitu, aku... aku panggil Kakak Kie saja,"   Ujar Gouw sian Eng dengan wajah agak kemerah-merahan.   "Bagus"   Toan Wie Kie tertawa gembira.   "Jadi akupun harus memanggilmu... Adik Eng."   "Memang harus begitu"   Sela Toan Pit Lian sambil tersenyum dan menambahkan.   "Engkau pun harus memanggilku Kakak Lian"   "Ya."   Gouw sian Eng mengangguk.   "ohya, bolehkah aku pergi menjenguk Cie Hiong?"   Tanyanya.   "Sian Eng, aku harus minta maaf kepadamu,"   Ujar Toan Pit Lian.   "sebab..."   "Kenapa Kakak Lian minta maaf kepadaku?"   Gouw sian Eng tercengang. "Apakah Cie Hiong tidak berada di sini?"   "Dia memang tidak berada di sini,"   Sahut Toan wie Kie sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Karena itu adikku minta maaf kepadamu."   "Kenapa..."   Gouw sian Eng mengerutkan kening.   "Kakak Lian membohongiku?"   "Sian Eng"   Wajah Toan pit Lian ke merah-merahan.   "Terus terang, aku memang pernah bertemu Tio Cie Hiong bersama seorang pengemis dekil. Dia mahir meniup suling dan kepandaiannya sangat tinggi. Aku kalah bertanding dengannya. Ketika aku dan kedua pengawalku pulang ke mari, kebetulan melihat engkau bertempur dengan orang-orang berpakaian hitam. setelah menolongmu, barulah aku tahu, bahwa engkau mau ke markas pusat Kay Pang untuk menemui Tio Cie Hiong, karena itu.."   "oooh"   Gouw sian Eng manggut-manggut.   "Kakak Lian membohong iku ke mari dengan tujuan agar cie Hiong ke mari, bukan?"   "Ya."   Toan pit Lian mengangguk tersipu.   "Kalau begitu..."   Gouw Sian Eng menatapnya dalam-dalam.   "Jangan-jangan kakak Lian telah jatuh hati padanya"   "Adikku memang telah jatuh hati pada Tio Cie Hiong,"   Sahut Toan wie Kie sambil tersenyum.   "Kakak,.."   Toan pit Lian cemberut.   "Aku tahu, Kakak pun telah jatuh pada sian Eng. Tadi kakak memandangnya dengan mata berbinar-binar, bukan?"   "Eh?"   Wajah Toan wie Kie bersemu merah.   "Engkau berani menggoda kakakmu?"   "Kenapa tidak mengaku saja?"   Toan pit Lian tersenyum geli.   "Aku..."   Toan wie Kie tergagap. kemudian memandang Gouw sian Eng seraya bertanya.   "Engkau ingin sekali menemui Tio Cie Hiong, apakah engkau rindu sekali padanya?"   "Memang rindu sekali,"   Jawab Gouw sian Eng jujur.   "sudah sekian tahun kami berpisah, tentunya aku merindukannya."   "Apakah engkau suka padanya?"   Tanya Toan wie Kie tegang, karena khawatir gadis itu akan menjawab "Ya".   "Aku memang suka padanya."   Gouw sian Eng mengangguk.   "Pada waktu itu kami masih kecil, kini dia dan aku telah dewasa, lagi pula belum bertemu..."   "Aaakh..."   Mendadak Toan wie Kie menghela nafas.   "Kecewa nih"   Goda Toan pit Lian.   "Adik,.."   Toan wie Kie menggeleng- gelengkan kepala.   "Terus terang,"   Ujar Gouw sian Eng sungguh-sungguh.   "Pada waktu itu, dia pun suka sekali padaku. Namun ayahku bilang, dia cuma menganggapku sebagai adiknya sendiri Lagi pula pada waktu itu, aku hanya merasa suka..."   "Jadi..."   Toan wie Kie mulai berlega hati.   "Bukan mencintainya?"   "Pada waktu itu aku masih kecil, bagaimana mungkin..."   Wajah Gouw sian Eng tampak kemerah- merahan.   "Mengerti soal cinta?" "sian Eng,"   Toan pit Lian tertawa.   "   Kalau begitu, kakakku punya harapan"   "Harapan apa?"   Tanya Gouw sian Eng heran.   "Cinta..."   Sahut Toan pit Lian, namun keburu diputuskan oleh Toan wie Kie yang wajahnya telah semerah kepiting rebus.   "Adik, jangan omong sembarangan"   "Sian Eng"   Toan pit Lian memberitahukan.   "Kakakku telah... jatuh hati padamu lho"   "Adik"   Tegur Toan wie Kie.   "Kok engkau tidak bisa diam dan dari tadi menyerocos terus?"   "Tidak apa-apa."   Gouw sian Eng tersenyum.   "ohya, Kakak Lian, kenapa engkau dan kedua pengawalmu ke Tionggoan?"   "Ayah mengutus kami pergi untuk mengundang sok Beng Yok ong ke mari, tapi..."   Toan Pit Lian menggeleng-gelengkan kepala dan wajahnya tampak murung.   "sungguh di luar dugaan, sok Beng Yok ong telah meninggal."   "Untuk apa sok Beng Yok ong diundang ke mari?"   Gouw sian Eng tercengang.   "ibu kami menderita penyakit aneh,"   Jawab Toan wie Kie sambil menghela nafas panjang.   "Tabib istana bilang, ibu kami hanya dapat disembuhkan oleh sok Beng Yok ong yang di Tionggoan, maka ayah mengutus adikku dan kedua pengawal itu ke sana."   "oh? Kalau begitu, kini harus bagaimana karena sok Beng Yok ong telah meninggal?"   "Entahlah."   Toan wie Kie menggeleng-ge-lengkan kepala.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Mungkin ibuku tidak bisa sembuh lagi."   "Aaakh.."   Gouw sian Eng menarik nafas panjang. Ternyata gadis itu tidak tahu kalau Tio Cie Hiong mengerti tentang ilmu pengobatan, bahkan boleh dikatakan sok Beng Yok ong adalah gurunya.   "ohya"   Toan pit Lian teringat sesuatu.   "Ayah menyuruh kami membawamu pergi menemuinya"   "oh?"   Gouw sian Eng tercengang. Kenapa Toan Hong Ya ingin menemuinya? Karena itu ia bertanya.   "   Kenapa Hong Ya (Raja) ingin bertemu denganku?"   "Tentunya ingin membicarakan sesuatu,"   Sahut Toan Pit Lian sambil tersenyum-senyum.   "Mari ikut kami ke ruang khusus menemui ayah kami"   Gouw sian Eng mengangguk, lalu mengikuti mereka ke ruang khusus. sungguh di luar dugaan, ternyata Toan Hong Ya telah duduk di situ.   "Hong Ya"   Ucap Gouw sian Eng sambil memberi hormat.   "Terimalah hormatku"   "Ha ha"   Toan Hong Ya tertawa gembira. Begitu melihat Gouw sian Eng, ia sudah merasa suka padanya.   "Duduklah"   "Terima kasih, Hong Ya"   Gouw sian Eng duduk, begitu pula Toan wie Kie dan adiknya.   "Terlebih dahulu kuucapkan maaf kepadamu"   Ujar Toan Hong Ya. "Sebab Pit Lian telah membohongimu.   "   "Itu tidak apa-apa."   Gouw Sian Eng menundukkan kepala, karena Toan Hong Ya terus menatapnya.   "Engkau sudah berkenalan dengan wie Kie, putraku?"   Tanya Toan Hong Ya mendadak.   "sudah."   Gouw sian Eng mengangguk.   "Dia putraku yang baik, tapi..."   Toan Hong Ya menghela nafas.   "   Hingga kini masih tidak mau menikah, alasannya belum bertemu gadis yang cocok."   Wajah Toan wie Kie langsung memerah.   "   Karena itu..."   Lanjut Toan Hong Ya sambil memandang Gouw sian Eng.   "Aku jadi pusing memikirkannya. Lagi pula ibunya sedang sakit, namun dia masih belum bertemu gadis idaman hatinya."   "Ayah"   Sela Toan pit Lian sambil tersenyum.   "Kakak sudah bertemu gadis idaman hatinya."   "oh? siapa gadis itu?"   Tanya Toan Hong Ya cepat.   "Gadis itu adalah sian Eng."   Toan pit Lian memberitahukan. Tadi "ketika aku memperkenalkan mereka..."   "Adik, jangan omong sembarangan di hadapan ayah"   Tegur Toan wie Kie.   "Ha ha"   Toan Hong Ya tertawa.   "Di hadapan ayah memang tidak boleh omong sembarangan. pit Lian, engkau sedang omong sembarangan atau omong sesungguhnya?"   "Ayah, aku omong sesungguhnya."   Toan pit Lian melirik kakaknya sambil tersenyum-senyum.   "Bagus Bagus"   Toan Hong Ya manggut-manggut.   "Tapi untuk sementara ini aku belum bisa berbuat apa-apa, sebab kedua belah pihak masih harus saling mengerti, dan itu membutuhkan waktu."   "Ayah..."   Wajah Toan wie Kie memerah, begitu pula wajah Gouw sian Eng. Namun mereka berdua bergirang dalam hati.   "ohya"   Toan Hong Ya menatap putrinya.   "   Engkau harus ingat akan nasihatku, cinta jangan dipaksa Kalau Tio Cie Hiong sudah ke mari, dan ternyata dia tidak menaruh hati padamu, janganlah engkau kecewa atau timbul rasa benci terhadapnya"   "Ya, Ayah"   Toan pit Lian mengangguk.   "Nah, sekarang kalian boleh beristirahat,"   Ujar Toan Hong Ya. Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng segera memberi hormat, lalu bersama-sama meninggalkan ruang khusus itu. sedangkan Toan Hong Ya menuju kamarnya, sekaligus memberitahukan kepada istrinya tentang Gouw sian Eng.   "Kalau begitu..."   Wajah sang Ratu, tampak agak berseri.   "   Mumpung aku masih hidup. cepat- cepatlah menikahkan mereka"   "sabar"   Ujar Toan Hong Ya.   "Mereka berdua baru saling jatuh hati, belum sating jatuh cinta. Maka masih membutuhkan sedikit waktu..."   "Aaakh..."   Sang Ratu menghela nafas.   "Aku keburu mati"   Ujarnya. "Engkau tidak akan mati, percayalah"   Ujar Toan Hong Ya menghibur.   "Aaaakh..."   Sang Ratu menghela nafas lagi.   "Penyakitku ini..."   Di halaman istana Tayli yang indah itu, tampak dua orang sedang menikmati bunga-bunga beraneka warna yang memekar segar. Mereka berdua adalah Toan wie Kie dan Gouw sian Eng. wajah masing-masing kelihatan cerah ceria.   "Adik Eng"   Toan wie Kie menatapnya lembut.   "Sudah beberapa hari engkau berada di sini, bagaimana kesanmu terhadapku?"   Tanyanya.   "Baik sekali,"   Sahut Gouw sian Eng sambil menundukkan kepala.   "oh?"   Toan wie Kie tampak girang, kemudian bertanya lagi.   "Adik Eng, bagaimana perasaanmu terhadapku?"   "Bagaimana perasaanmu terhadapku, itulah perasaanku juga,"   Jawab Gouw sian Eng dengan suara rendah.   "Adik Eng, benarkah itu?"   Tanya Toan wie Kie sambil menggenggam tangannya erat-erat.   "Ng"   Gouw sian Eng mengangguk, perlahan.   "Terima kasih, adik Eng"   Ucap Toan wie Kie. Mendadak terdengarlah suara tawa cekikikan, dan kemudian muncul Toan pit Lian memandang mereka dengan menyengir.   "Asyiiik"   Godanya.   "Begitu mesra kalian, cuma beberapa hari sudah saling mencurahkan isi hati masing-masing"   "Adik Kok engkau begitu nakal?"   Tegur Toan wie Kie sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Bagaimana mungkin Tio cie Hiong akan jatuh hati padamu?"   Toan pit Lian langsung cemberut.   "   Kakak Kie"   Ujar Gouw sian Eng sambil tersenyum geli.   "   Kakak Lian sudah cemberut, nanti dia menangis lho"   "Eh?"   Toan pit Lian melotot.   "Engkau sudah berani menggodaku?"   "siapa suruh engkau menggoda kami duluan?"   Sahut Toan wie Kie.   "Wuaah"   Toan pit Lian tertawa.   "Belum apa-apa sudah membela dia, kini sudah punya sian Eng, tidak menyayangi adik sendiri lagi"   "Adik,.."   Toan wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.   "Cuma bergurau, Kak"   Toan pit Lian tersenyum, lalu memandang Gouw sian Eng seraya berkata sungguh-sungguh.   "Kini kalian berdua sudah saling mencinta, maka apabila Tio Cie Hiong ke mari, engkau jangan ikut dia pulang, tetap tinggal di sini saja"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Tapi,.."   Gouw sian Eng kelihatan ragu.   "Cie Hiong akan memberitahukan pada ayah dan kakekmu,"   Ujar Toan wie Kie dan melanjutkan.   "Jadi mereka bisa tenang, dan engkaupun bisa tenang tinggal di sini."   "Aku...."   Gouw sian Eng menundukkan kepala.   "Adik Eng"   Toan wie Kie menatapnya lembut.   "Engkau boleh memperdalam kepandaianmu di sini, aku akan mohon kepada guruku." "oh?"   Gouw sian Eng tampak tertarik.   "   Kakak Kie, bolehkah aku tahu siapa gurumu?"   "Guruku adalah sin san Lojin (orang Tua Kipas sakti)."   Toan wie Kie memberitahukan.   "oooh"   Gouw sian Eng manggut-manggut.   "Pantas engkau selalu membawa sebuah kipas, ternyata adalah senjata andalanmu"   Toan wie Kie tersenyum.   "Aku sudah biasa memegang kipas, maka kalau tidak memegang kipas rasanya tidak enak."   Katanya.   "Kakak Lian"   Tanya Gouw sian Eng.   "Bolehkah aku tahu siapa gurumu?"   "   Guruku adalah Ang Kin sianli (Dewi selendang Merah),"   Jawab Toan pit Lian memberitahukan.   "Pantas ada sehelai selendang melingkar di badanmu"   Gouw Sian Eng tersenyum dan menambahkan.   "Hati-hati, jangan sampai selendang itu melilit leher Cie Hiong"   "Bagaimana mungkin selendangku mampu melilit lehernya?"   Sahut Toan Pit Lian sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Dia berkepandaian sangat tinggi..."   "Kalau dia ke mari, aku ingin berkenalan dengannya. Mungkin juga aku ingin menjajal kepandaiannya,"   Ujar Toan Wie Kie tertarik.   "Dia memperoleh julukan Pek Ih Sin Hiap, tentunya bukan hanya julukan kosong."   "Kakak Kie, terus terang, dia memang luar biasa. Ketika masih kecil, dia sudah memberi petunjuk kepadaku mengenai ilmu pedang,"   Ujar Gouw Sian Eng.   "oh?"   Toan Wie Kie kurang percaya.   "Benarkah itu?"   "Benar."   Gouw Sian Eng mengangguk.   "Sian Eng, cara bagaimana engkau bertemu dia?"   Tanya Toan Pit Lian mendadak.   "Dia pernah bekerja di rumahku..."   Jawab Gouw Sian Eng dan menutur tentang Tio Cie Hiong.   "Jadi ketika masih kecil, dia sudah dicap sebagai anak sakti?"   Toan Pit Lian terbelalak.   "Ya."   Gouw sian Eng mengangguk.   "Maka kini dia berkepandaian tinggi, itu tidak mengherankan."   "Aku menjadi penasaran,"   Ujar Toan Wie Kie sambil tersenyum.   "ingin tahu berapa tinggi kepandaiannya."   "Paling juga terjungkal ditangannya."   Sahut Toan Pit Lian.   "Itu justru akan membuatku tidak merasa penasaran lagi,"   Ujar Toan Wie Kie sambil tersenyum.   "ohya."   Tiba-tiba Toan Pit Lian berseru girang.   "Bagaimana kalau kita berlatih bersama?"   Toan Wie Kie dan Gouw Sian Eng mengangguk.   Mereka bertiga lalu berlatih bersama sambil tertawa riang gembira.   Bab 28 Ulat aneh Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im sudah tiba dinegeri Tayli yang makmur, damai dan indah panoramanya.   Akan tetapi, mereka berdua sama sekali tidak menikmati keindahan panorama tersebut, melainkan terus memacu kuda masing-masing menuju istana Tayli.   Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di depan istana Tayli yang sangat megah dan indah.   Begitu mendengar nama Pek Ih Sin Hiap Tio Cie Hiong, salah seorang pengawal langsung masuk ke dalam untuk melapor.   Tak seberapa lama kemudian, pengawal itu sudah kembali lalu mengantar Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im ke dalam menuju ruang khusus.   "Silakan masuk"   Ucap pengawal istana itu.   "Terima kasih"   Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im berjalan ke dalam.   Mereka melihat seorang lelaki berusia lima puluhan duduk di kursi kebesaran, mengenakan jubah kuning emas bersulam sepasang naga, juga memakai topi emas.   Sudah bisa diduga, lelaki itu adalah Toan Hong Ya, maka Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im segera memberi hormat.   "Tio cie Hiong dari Tionggoan memberi hormat pada Hong Ya"   Ucap pemuda itu. Toan Hong Ya menatap Tio Cie Hiong dengan penuh perhatian. Begitu tampan pemuda Tionggoan ilu, pantas Toan Pit Lian jatuh hati padanya Pikirnya dan kemudian tertawa-tertawa .   "   Kalian berdua duduklah"   Ucapnya. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im duduk, Toan Hong Ya memandang Lim Ceng Im dan berkata.   "   Engkau pasti putra Ketua Kay Pang yang di Tionggoan. Ya, kan?"   "Benar, Hong Ya."   Lim Ceng Im mengangguk.   "Maaf Hong Ya, kedatangan kami...."   Sebelum Tio Cie Hiong menyelesaikan ucapannya, Toan Hong Ya sudah menyela.   "sebelumnya aku harus minta maaf, sebab putriku telah menimbulkan suatu urusan di Tionggoan"   "Tidak salah,"   Sahut Lim Ceng Im.   "Dia telah menyandera Gouw sian Eng, maka kami ke mari minta kebijaksanaan Hong Ya"   "sebetulnya dia tidak menyandera gadis itu"   Toan Hong Ya tersenyum.   "cuma mengajaknya mengunjungi negeri Tayli yang kecil ini."   "Tapi dia telah meninggalkan sepucuk surat ancaman."   Lim Ceng Im memberitahukan.   "se-sungguhnya itu bukan surat ancaman, melainkan surat undangan yang tak resmi."   Toan Hong Ya menjelaskan.   "Dia khawatir Tio Cie Hiong tidak mau ke mari, sehingga terpaksa menggunakan akal yang tak terpuji itu."   "sekarang Gouw sian Eng berada di mana?"   Tanya Lim Ceng Im.   "Tenang"   Toan Hong Ya tersenyum.   "sebentar lagi dia akan ke mari bersama-sama putra dan putriku."   "Hong Ya"   Ujar Tio cie Hiong mendadak.   "Maafkanlah akan kekasaran adikku ini, sifatnya memang begitu"   "Tidak apa-apa."   Toan Hong Ya tertawa.   "sifat putrikupun begitu, karena aku terlampau memanjakannya .   "   "Hong Ya, bolehkah kami bertemu sian Eng?"   Tanya Tio Cie Hiong sopan.   "Tentu saja boleh. Aku sudah bilang barusan, dia akan ke mari bersama putra dan putriku,"   Jawab Toan Hong Ya sambil tertawa lagi. "sungguh di luar dugaan, kedatangan gadis itu justru membuat semarak suasana di istana ini."   "oh?"   Tio cie Hiong tercengang.   "   Kenapa begitu?"   "   Karena dia dan putraku sudah saling mencinta."   Toan Hong Ya memberitahukan.   "syukurlah"   Ucap Lim Ceng Im dengan wajah berseri.   "   Kalau begitu, kami harus mengucapkan selamat kepada Hong Ya."   "Terima kasih Terima kasih..."   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sahut Toan Hong Ya sambil tertawa gembira.   "ohya Bolehkah aku bertanya sesuatu kepada Hong Ya?"   Tanya Tio Cie Hiong.   "Boleh."   Toan Hong Ya mengangguk.   "   Engkau ingin bertanya apa, tanyalah Aku pasti menjawab."   "   Kenapa Hong Ya mengutus Tayli Kongcu ke Tionggoan?"   Ternyata ini yang ditanyakan Tio Cie Hiong.   "   Untuk mengundang seorang tabib di Tionggoan, tapi tabib itu sudah meninggal."   Toan Hong Ya menghela nafas.   "Justru ada satu yang di luar dugaan."   "Hal apa?"   Tanya Lim Ceng Im.   "Putriku bertemu dia."   Toan Hong Ta memandang Tio cie Hiong.   "Dia sangat tertarik padanya. Ketika menuju pulang ke mari, tanpa sengaja malah menyelamatkan Gouw sian Eng. Disaat itulah timbul akal busuknya..."   "Tayli Kongcu menyelamatkan sian Eng?"   Tanya Tio Cie Hiong heran.   "Ya."   Toan Hong Ya mengangguk dan menutur tentang kejadian itu sesuai dengan apa yang diceritakan putrinya.   "oooh"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Setelah gadis itu sampai di istana, barulah putriku menjelaskan, kemudian dia pun memperkenalkan gadis itu kepada kakaknya,"   Ujar Toan Hong Ya memberitahukan.   "Tak terduga, putraku dan gadis itu malah saling jatuh hati."   "Hong Ya"   Tanya Tio Cie Hiong.   "siapa yang menderita sakit di dalam istana ini?"   "istriku,"   Jawab Toan Hong Ya sambil menghela nafas.   "Sudah setengah tahun lebih istriku menderita penyakit aneh."   "Penyakit aneh?"   Tio Cie Hiong mengerutkan kening.   "Bagaimana keanehan penyakit itu?"   "Aaakh..."   Toan Hong Ya menghela nafas lagi.   "Kalau lapar, tubuh istriku pasti menggeliat-geliat. seusai makan lalu tidur, makannya banyak sekali, tapi tubuhnya justru makin kurus."   "oh?"   Tio Cie Hiong mengerutkan kening lagi.   "Tabib istana terus-menerus memeriksanya dengan cermat..."   Lanjut Toan Hong Ya.   "Namun tidak mampu mengobatinya, bahkan tidak berani sembarangan memberikan obat. setelah itu, tabib istana pun bilang, hanya seorang tabib di Tionggoan yang mampu mengobati istriku. Karena itu, aku mengutus putriku bersama dua pengawal istana ke Tionggoan untuk mengundang tabib itu ke mari, tapi tabib itu telah meninggal..." "Hong Ya siapa tabib di Tionggoan itu?"   Tanya Tio Cie Hiong.   "Tabib itu sok Beng Yok ong."   Sahut Toan Hong Ya memberitahukan. Lim Ceng Im langsung memandang Tio Cie Hiong. sedangkan Tio Cie Hiong hanya manggutmanggut setelah mendengar nama tabib itu.   "Hong Ya"   Ujar Tio Cie Hiong kemudian.   "Aku juga mengerti sedikit tentang ilmu pengobatan, bolehkah aku memeriksa sang Ratu?"   "oh?"   Toan Hong Ya menatapnya dalam-dalam. Namun ia tidak percaya kalau Tio Cie Hiong mampu mengobati istrinya. Pada saat bersamaan, muncullah Tayli Kongcu bersama Tayli Thaycu dan Gouw sian Eng. Ketika melihat Tio Cie Hiong, terbelalaklah Gouw sian Eng.   "Engkau... kakak Hiong?"   Seru gadis itu girang.   "Adik sian Eng"   Panggil Tio Cie Hiong girang.   "Kakak Hiong"   Gouw sian Eng berlari menghampirinya.   "Kakak Hiong...."   "Adik sian Eng"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Engkau sudah besar, bahkan kini sudah mempunyai kekasih."   "Kakak Hiong..."   Wajah Gouw sian Eng langsung memerah.   "Adik sian Eng"   Tio Cie Hiong tersenyum lagi.   "Aku turut gembira karena engkau sudah mempunyai kekasih"   "   Kakak Hiong"   Wajah Gouw sian Eng memerah lagi, kemudian memperkenalkan Toan wie Kie.   "ini Pangeran Tayli, namanya Toan wie Kie."   "selamat bertemu, Pangeran"   Ucap Tio Cie Hiong sambil menjura.   "Ha ha"   Toan wie Kie tertawa gembira.   "saudara Tio, jangan memanggilku Pangeran, panggil saja namaku"   "Baiklah."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Ngmm"   Toan wie Kie manggut-manggut setelah memperhatikan Tio Cie Hiong.   "Pantas adikku tertarik padamu, ternyata engkau begitu tampan dan lembut pula"   Katanya.   "   Kakak"   Wajah Toan pit Lian langsung memerah.   "   Jangan menggodaku"   "Engkau sendiri yang mengaku, kok sekarang malah diam saja?"   Goda Toan wie Kie sambil tersenyum. sementara Lim Ceng Im diam saja, tapi hatinya panas bukan main. Karena Toan Hong Ya berada di situ, maka ia tidak berani mencaci Tayli Kongcu.   "Adik sian Eng"   Ujar Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Ayah dan kakekmu sangat mencemas kanmu, maka, mari ikut kami pulang keTionggoan"   "saudara Tio"   Sahut Toan wie Kie memberitahukan.   "Dia belum mau pulang ke Tionggoan, sebab ingin memperdalam kepandaiannya di sini."   "Oh?"   Tio Cie Hiong memandang Gouw sian Eng.   "Adik sian Eng, benarkah begitu?"   "Ng"   Gouw sian Eng mengangguk malu-malu. "   Kakak Hiong, kalau begitu, mari kita pulang saja"   Ajak Lim Ceng Im mendadak.   "Pengemis dekil"   Sahut Toan pit Lian.   "jangan begitu cepat mengajak kakakmu pulang"   "   Kenapa?"   Lim Ceng Im melotot.   "   Engkau berani melarangnya culang ke Tionggoan?"   "Adik Im, jangan kurang ajar"   Tegur Tio Cie Hiong.   "Hm"   Dengus Lim Ceng Im.   "Kakak Hiong"   Tanya Gouw sian Eng heran.   "siapa dia?"   "Engkau tidak kenal?"   Tanya Tio cie Hiong heran. Gouw sian Eng menggelengkan kepala.   "Dia bernama Lim Ceng Im, putra Lim Peng Hang ketua Kay Pang"   Ujar Tio Cie Hiong.   "   Kakak Hiong"   Gouw sian Eng tertegun.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Aku pernah dengar dari ayah, bahwa ketua Kay Pang punya seorang putri...."   "Dia kakakku,"   Sahut Lim Ceng Im cepat.   "ooh"   Gouw sian Eng manggut-manggut.   "Aku pernah bertemu kakaknya,"   Sambung Tio Cie Hiong.   "   Kakaknya lemah lembut, tidak seperti dia."   "   Kakak Hiong, mari kita pulang ke Tionggoan"   Ajak Lim Ceng Im lagi.   "saudara Lim"   Toan wie Kie tersenyum.   "Jangan cepat-cepat pulang ke Tionggoan, menginap beberapa malam dulu di sini"   "Adik Im"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Aku masih harus memeriksa penyakit sang Ratu."   "oh?"   Lim Ceng Im mengerutkan kening.   "saudara Tio"   Toan wie Kie tampak girang tapi ragu.   "Engkau mengerti ilmu pengobatan?"   "Mengerti sedikit,"   Jawab Tio Cie Hiong merendah.   "Kakak Hiong"   Ujar Gouw Sian Eng.   "Kalau begitu, coba obatilah sang Ratu"   "baik,"   Tio Cie Hiong manggut-manggut. Di saat bersamaan, tampak dua dayang berlari-lari menghampiri mereka, kemudian berlutut di hadapan Toan Hong Ya.   "Hong Ya"   Lapor kedua dayang itu.   "Sang Ratu kumat lagi..."   "Haaah?"   Toan Hong Ya mengerutkan kening dan segera lari ke kamar sang Ratu.   "Saudara Tio, mari ikut kami"   Ajak Toan Wie Kie.   Tio Cie Hiong mengangguk, lalu bersama Lim Ceng Im mengikuti Toan Wie Kie menuju kamar Toan Hong Ya.   Ketika memasuki kamar tersebut, Tio Cie Hiong melihat beberapa dayang di dalam.   Tiba-tiba kening Tio Cie Hiong berkerut sambil menatap salah seorang dayang.   Sedangkan Toan Hong Ya sibuk merangkul istrinya yang menggeliat-geliat di lantai.   Toan Wie Kie dan adiknya hanya saling memandang, tidak tahu harus berbuat apa.   "Kakak Hiong"   Tanya Gouw sian Eng.   "Bisa-kah engkau menyembuhkan sang Ratu?"   "Mudah-mudahan"   Sahut Tio Cie Hiong sambil memperhatikan sang Ratu. Ternyata sang Ratu terus-menerus menggeliat-geliat. Mulutnya terbuka lebar dan mengeluarkan lendir. Wajahnya kekuning-kuningan, tubuhnya kurus kering dan rambutnya agak jarang karena sering rontok.   "Kakak Hiong"   Bisik Lim Ceng Im merinding.   "Sang Ratu mengidap penyakit apa?"   "Akan kujelaskan nanti"   Sahut Tio Cie Hiong.   sementara tampak dua dayang telah menyiapkan berbagai macam makanan.   sang Ratu langsung bersantap.   dan tak lama semua makanan itu telah habis di santap beberapa orang, namun sang Ratu bisa menyantapnya sampai habis.   setelah itu, sang Ratu kelihatan mengantuk.   Toan Hong Ya menggendong ke tempat tidur, sekaligus membaringkannya.   "Aaakh..."   Keluh Toan Hong Ya.   "cie Hiong, begitulah penyakit yang diderita istriku. sang-gupkah engkau mengobatinya?"   "Hong Ya"   Jawab Tio Cie Hiong.   "Aku sudah tahu penyakit apa yang diderita sang Ratu."   "oh?"   Toan Hong Ya terbelalak.   "   Engkau belum memeriksanya, kok sudah tahu penyakit apa yang diderita istriku?"   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Dari gerjala-gejala penyakitnya itu aku sudah mengetahuinya .   "   "Kalau begitu..."   Tanya Toan Hong Ya penuh harap.   "Engkau sanggup mengobatinya?"   "Mudah-mudahan, Hong Ya,"   Jawab Tio Cie Hiong.   "saudara Tio"   Ujar Toan wie Kie.   "Tolonglah obati ibuku"   "Pek Ih sin Hiap"   Toan pit Lian menatapnya.   "Aku... aku mohon sudilah engkau mengobati ibuku"   "Aku mengerti ilmu pengobatan, tentunya harus menolong siapa pun,"   Ujar Tio Cie Hiong sambil mendekati sang Ratu yang terbaring di tempat tidur. Tio Cie Hiong terus memperhatikannya, kemudian manggut-manggut.   "Bagaimana, Cie Hiong?"   Tanya Toan Hong Ya.   "Apakah engkau bisa menyembuhkannya?"   "Mudah-mudahan"   Tio Cie Hiong mengangguk.   "   Kalau aku terlambat datang beberapa hari, sang Ratu pasti tidak akan tertolong lagi, akan mengalami kematian yang sangat mengerikan. seandainya sok Beng Yok ong berada di sini, juga tidak bisa menolong sang Ratu."   "   Kenapa?"   Tanya Toan Hong Ya heran.   "sebab untuk meramu obat, membutuhkan waktu belasan hari."   Tio cie Hiong memberitahukan. "sedangkan sang Ratu hanya dapat bertahan beberapa hari, maka tidak punya waktu untuk menolongnya."   "cie Hiong..."   Toan Hong Ya memandangnya.   "Kalau begitu, engkau bisa menyembuhkan istriku?"   "Kalau tidak kebetulan memiliki semacam Iweekang, tentunya aku tidak bisa menolong sang Ratu,"   Sahut Tio Cie Hiong dan melanjutkan.   "saudara Kie, tolong turunkan ibumu ke bawah"   "Ya."   Toan wie Kie menurut, lalu segera menggendong sang Ratu ke lantai.   "Tolong didudukkan"   Ujar Tio Cie Hiong.   Toan wie Kie menurut lagi.   setelah sang Ratu didudukkan di lantai, Tio Cie Hiong pun duduk bersila di belakang sang Ratu, lalu sepasang telapak tangannya di tempelkan di punggung sang Ratu, sekaligus mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kangnya.   Toan Hong Ya dan lain menyaksikannya dengan perasaan tegang, terutama Lim Ceng im, yang khawatir Tio Cie Hiong tidak dapat menyembuhkan sang Ratu.   Bukankah itu akan mempermalukan mereka berdua.   Beberapa saat kemudian, sepasang telapak tangan Tio Cie Hiong mulai mengeluarkan kabut putih bagaikan uap air mendidih, sedangkan badan sang Ratu terus bergetar- getar.   Entah berapa lama kemudian, wajah sang Ratu yang kekuning-kuningan itu kelihatan mulai segar, dan pakaian sang Ratu telah basah oleh keringat.   sementara Toan Hong Ya dan lainnya menyaksikan itu dengan mata terbelalak, tapi mereka semua sudah mulai berlega hati.   Perlahan-lahan Tio Cie Hiong melepaskan sepasang telapak tangan dari punggung sang Ratu, lalu bangkit berdiri sambil tersenyum.   "sang Ratu sudah sembuh,"   Ujarnya memberitahukan.   "Apa?"   Toan Hong Ya kelihatan tidak percaya.   "Begitu cepat?"   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk. Pada saat bersamaan, sang Ratu pun bangkit berdiri dengan wajah segar dan berseri "Ibu"   Seru Toan wie Kie dan adiknya sambil mendekati sang Ratu.   "Nak..."   Saking girang sang Ratu pun terisak-isak.   "Ibu... ibu telah merasa nyaman dan segar."   "lbu..."   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Toan pit Lian langsung mendekap di dada sang Ratu.   "Nak"   Sang Ratu tersenyum lembut sambil membelainya.   sementara Toan Hong Ya terus memandang Tio Cie Hiong dengan kagum.   Diam-diam iapun mengambil keputusan akan menjodohkan putrinya dengan Tio cie Hiong.   Gouw sian Eng pun kagum sekali pada Tio Cie Hiong, sedangkan Lim Ceng Im memandang Tio Cie Hiong dengan penuh cinta kasih.   "Terima kasih, Cie Hiong"   Ucap Toan Hong Ya sambil memegang bahu Tio Cie Hiong "Aku tidak menyangka engkau masih belia tapi ilmu pengobatanmu sungguh luar biasa."   "Hong Ya"   Tio Cie Hiong tetap merendah.   "Ilmu pengobatanku tidak luar biasa, aku hanya mengerti sedikit."   "Cie Hiong"   Toan Hong Ya tersenyum-se-nyum. "Aku kagum sekali kepadamu."   "Terima kasih atas pujian Hong Ya"   Ucap Tio Cie Hiong dan mendadak badannya bergerak ke arah salah seorang dayang.   sudah barang tentu mengejutkan Toan Hong Ya dan lainnya.   Tio Cie Hiong memegang lengan dayang itu, kemudian menariknya duduk di lantai.   la pun duduk bersila di belakang dayang itu.   "Kakak Hiong..."   Lim Ceng Im tercengang.   "Apa yang hendak kau lakukan terhadap dayang itu?"   Tio Cie Hiong tidak menyahut, melainkan segera menempelkan sepasang telapak tangannya dicunggung dayang itu dan mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kangnya.   semua orang yang berada di situ terbelalak.   Mereka sama sekali tidak tahu kenapa Tio Cie Hiong berbuat begitu? Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong melepaskan sepasang telapak tangannya daricunggung dayang, lalu bangkit berdiri sambil memandang dayang itu dengan tajam.   "Kenapa engkau mengorbankan dirimu untuk itu?"   Tanya Tio Cie Hiong sambil menggelenggelengkan kepala.   "Padahal engkau gadis yang lembut, namun hatimu kok begitu jahat?"   Semua orang terheran- heran akan pertanyaan Tio Cie Hiong. Kemudian mereka memandang dayang itu dengan penuh tanda tanya.   "Hong Ya"   Dayang itu berlutut di hadapan sang Raja.   "Aku tidak berhasil, bunuhlah aku?"   "Apa?"   Bukan main herannya Toan Hong Ya. la menatap dayang itu lalu memandang Tio Cie Hiong.   "Hong Ya"   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Dialah pelakunya."   "Pelakunya?"   Toan Hong Ya bingung.   "Maksudmu?"   "Dia yang menyebarkan penyakit itu pada sang Ratu,"   Ujar Tio Cie Hiong sambit menggelenggelengkan kepala.   "Apabila aku terlambat datang, seisi istana ini akan ketularan penyakit itu.   "   "Haah?"   Bukan main terkejutnya Toan Hong Ya dan putra putrinya.   "Penyakit itu bisa menular?"   "Ya"   Tio Cie Hiong mengangguk dan menghela nafas.   "Tapi dayang itu pun pasti mati."   "siangji"   Toan pit Lian menghampiri dayang yang masih berlutut itu dengan wajah dingin.   "Aku begitu baik dan sayang kepadamu, tapi kenapa engkau tega melakukan itu terhadap ibuku?"   "Kongcu"   Dayang itu terisak-isak dengan air mata meleleh.   "Bunuhlah aku"   Toan pit Lian menatapnya dingin, lalu per-lahan-lahan mengangkat sebelah tangannya siap membunuh dayang tersebut.   "   Jangan bunuh dia"   Seru Tio cie Hiong mencegah.   "   Kenapa?"   Tanya Toan Pit Lian. "Dia melakukan itu sudah pasti ada sebab musababnya. Tanyalah dia dan cukup menghukumnya saja"   Sahut Tio Cie Hiong.   "siangji Kenapa engkau begitu jahat ingin membunuh ibuku?"   Tanya Toan Pit Lian. Mendadak dayang itu mendongakkan kepala menatap Toan Hong Ya dengan penuh dendam, kemudian ujarnya sepatah demi sepatah.   "Beberapa tahun lalu, Hong Ya pernah menghukum mati seorang pemuda. Hong Ya masih ingat itu?"   "Beberapa tahun lalu aku pernah menghukum mati seorang pemuda?"   Gumam Toan Hong Ya sambil mengerutkan kening.   "siapa pemuda itu?"   "Pemuda itu saudara kandungku."   Jawab dayang itu dengar air mata berderai-derai.   "sejak kecil kami sudah yatim piatu. saudaraku itu sangat menyayangiku, dia... dia selalu berkorban demi diriku pula. Beberapa tahun lalu, aku menderita sakit keras. Karena tidak punya uang membeli obat, maka saudaraku itu terpaksa mencuri. Tapi tertangkap. Hong Ya begitu kejam menjatuhkan hukuman mati kepadanya..."   "Apa?"   Toan Hong Ya terbelalak.   "jadi engkau adik kandung pemuda itu?"   "   Ya."   Dayang itu mengangguk.   "Aku pun nyaris mati, untung muncul seorang tua menolongku, kemudian orang tua itu membawaku ke daerah Miauw. setelah itu aku kembali lagi di Tayli, lalu melamar menjadi dayang di istana ini."   "Aaakh..."   Toan Hong Ya menghela nafas panjang.   "Aku menyesal sekali telah menghukum mati saudara kandungmu"   "Menyesal?"   Dayang itu tertawa dingin.   "Dia... dia saudara kandungku satu-satunya Dia meng-urusiku dengan penuh kasih sayang Dia mencuri uang dikarenakan demi diriku pula Tapi akhirnya dia malah dihukum mati, maka aku harus balas dendam"   "siangji"   Toan pit Lian terbelalak.   "Ternyata engkau adiknya. Ayahku memang menyesal sekali. Pada waktu itu, ada yang melapor bahwa saudaramu itujuga memperkosa, maka...."   "Kakakku tidak memperkosa Itu fitnah"   Teriak dayang itu.   "Setelah menghukum mati kakakmu, barulah kami tahu kakakmu telah difitnah orang."   Ujar Toan pit Lian sambil menatapnya iba.   "Ayahku segera menyuruh beberapa pengawal istana menangkap orang itu, tapi orang itu telah kabur."   "Orang itu berbadan gemuk kan?"   Tanya dayang itu mendadak.   "Ya."   Toan Hong Ya mengangguk.   "Dia... dia ingin memperistriku, tapi aku dan kakakku menolak. Pada suatu malam, dia datang ingin memperkosa ku, tapi kepergok oleh kakakku, maka kakakku memukulnya hingga babak belur...."   Dayang itu memberitahukan.   "Mungkin karena itu...."   Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala.   "   Orang itu memfitnah kakakmu"   "Hong Ya"   Dayang itu menundukkan kepala.   "Kini aku telah tertangkap, Hong Ya boleh menghukum mati diriku." "Maaf, Hong Ya"   Ujar Tio Cie Hiong mendadak.   "Bolehkah aku turut bicara sebentar?"   "silakan"   Sahut Toan Hong Ya cepat.   Tio Cie Hiong mendekati dayang itu.   Dayang tersebut mendongakkan kepalanya.   Tio Cie Hiong menatapnya dengan lembut sambil tersenyum.   Tatapan yang lembut itu membuat dayang tersebut seakan bertemu kembali dengan kakaknya (Bersambung ke Bagian 18)   Jilid 18 "Engkau bernama Siang Ji kan?"   Tanya Tio Cie Hiong.   "Ya."   Siang Ji mengangguk.   "Aku menolong mu justru menghendakimu hidup, kenapa engkau malah ingin dihukum mati?"   Tanya Tio Cie Hiong lembut.   "Sudah ketahuan aku yang melakukan itu, tentunya Hong Ya tidak akan mengampuniku,"   Siang Ji menghela nafas.   "Percayalah"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Hong Ya tidak akan menghukum mati dirimu."   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Benar."   Sahut Toan Hong Ya.   "Oh?"   Siang Ji tercengang.   "Siang Ji"   Toan Pit Lian tersenyum.   "ibuku sudah sembuh, tentunya ayahku tidak akan menghukummu.   "   "Terima kasih, Hong Ya"   Ucap Siang Ji.   "Terima kasih, Kongcu"   "Siang Ji"   Toan Pit Lian tersenyum lagi.   "Seharusnya engkau berterima kasih pada.... Cie Hiong."   "Terima kasih kakak Cie Hiong"   Ucap Siang Ji terisak.   "Engkau... engkau sangat baik dan selembut kakakku."   "Kalau begitu...."   Tio Cie Hiong menatapnya lembut dan penuh kasih sayang.   "Anggaplah aku kakakmu"   "Kakak...."   Mendadak Siang Ji bangkit berdiri, kemudian mendekap di dada Tio Cie Hiong sambil menangis terisak-isak.   "Adik yang baik"   Tio Cie Hiong membelainya bagai seorang kakak.   "jangan menangis, senyumlah"   Toan Hong Ya, sang Ratu dan lainnya menyaksikan itu dengan penuh rasa haru, begitu pula Lim Ceng Im dan Toan Pit Lian. Mereka tidak menyangka Tio Cie Hiong memiliki kasih sayang terhadap sesama.   "Siang Ji"   Ujar Toan Hong Ya mendadak.   "   Karena aku pernah melakukan kesalahan terhadapmu, maka mulai hari ini engkau kuangkat sebagai putriku dengan gelar Siang Ji Kongcu."   "Haahi..?"   Siang Ji terperangah.   "Siang Ji"   Bisik Tio cie Hiong.   "   Cepatlah engkau berlutut mengucapkan terima kasih kepada Hong Ya dan Ratu"   Siang Ji mengangguk, lalu segera berlutut di hadapan Toan Hong Ya dan sang Ratu.   "Terima kasih Hong Ya Terima kasih Ratu"   Ucapnya terisak-isak saking gembira. Toan Hong Ya tersenyum.   "Kok masih memanggil Hong Ya dan Ratu? Harus panggil Ayah dan Ibu"   "Ayah Ibu..."   Panggil Siang Ji.   "Bangunlah Nak"   Toan Hong Ya tertawa gembira.   "Ya, Ayah"   Siang Ji bangkit berdiri Toan wie Kie dan adiknya segera mendekati Siang Ji dengan wajah berseri. Siang Ji pun segera memanggil.   "Kakak,.."   "Adik"   Toan wie Kie memegang bahunya sambil tersenyum.   "   Engkau tidak akan senakal Pit Lian, kan?"   "Eh Kak,"   Toan pit Lian melotot, kemudian menggenggam tangan Siang Ji erat-erat.   "Adik"   "   Kakak"   Siang Ji tersenyum dengan air mata bercucuran saking terharu.   "Nah Urusan ini telah beres,"   Ujar Toan Hong Ya sambil memandang Tio Cie Hiong.   "ohya, kenapa engkau tahu bahwa Siang Ji yang melakukan itu?"   "   Ketika aku memasuki kamar ini, aku melihat nadi di kening Siang Ji bergerak-gerak. Lagipula wajahnya agak kekuning-kuningan, maka aku sudah menduga dia yang memelihara ulat aneh itu."   Ujar Tio Cie Hiong menjelaskan.   "Ulat aneh?"   Toan Hong Ya mengerutkan kening.   "Ulat aneh apa?"   "sebetulnya Ratu tidak menderita penyakit apa pun, tapi di dalam perutnya terdapat ulat aneh yang berasal dari daerah Miauw."   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Ulat aneh itu hidup di dalam perut Ratu, menghisap sari makanan dan energi di dalam tubuh Ratu, maka tubuh Ratu menjadi kurus kering. setahun kemudian, ulat itu akan berkembang biak di dalam perut Ratu. setiap malam, tiba ulat-ulat itu akan merayap ke luar dari mulut Ratu lalu masuk ke dalam mulut orang lain. setelah itu, Ratu pasti mati secara mengerikan."   "Ha a a h?"   Toan Hong Ya merinding, begitu pula yang lain.   "Setelah Ratu mati, Siang Ji pun ikut mati."   Tambah Tio Cie Hiong.   "sebab dia si pemelihara ulat aneh itu,tadi harus mati juga."   "Aaakh..."   Toan Hong Ya menghela nafas.   "   Untung engkau keburu sampai di sini, kalau tidak..."   "Perut kita pasti berisi ulat aneh itu,"   Sambung Toan pit Lian sambil tertawa. Tayli Kongcu girang karena kehadiran Tio Cie Hiong, lagipula pemuda itu telah menyelamatkan ibunya.   "cie Hiong"   Toan Hong Ya menatapnya kagum.   "Dari mana engkau belajar ilmu pengobatan?"   "sok Beng Yok ong,"   Jawab Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Dua tahun aku ikut beliau untuk belajar ilmu pengobatan."   "Pantas..."   Toan Hong Ya manggut-manggut.   "Semua ini memang sudah merupakan takdir,"   Ujar Tio Cie Hiong.   "   Kalau tidak memiliki semacam Iweekang, aku pun tidak akan sanggup menyembuhkan Ratu." "saudara Tio, Iweekang apa yang kau miliki itu?"   Tanya Toan wie Kie mendadak.   "Pan Yok Hian Thian sin Kang,"   Jawab Tio Cie Hiong jujur.   "Iweekang tersebut mengandung hawa yang (Panas) maka menggunakan Iweekang itulah aku memusnahkan ulat aneh di dalam perut Ratu."   "Oooh"   Toan wie Kie manggut-manggut dan makin kagum terhadap Tio Cie Hiong.   sedangkan Toan pit Lian terus meliriknya dengan mata berbinar-binar.   Itu tidak terlepas dari mata Lim Ceng Im, namun sungguh mengherankan, kali ini ia tidak merasa panas terhadap Tayli Kongcu, sebaliknya malah memakluminya.   sebab gadis mana yang tidak akan tertarik pada Tio Cie Hiong yang begitu tampan, lemah lembut, mahir ilmu silat, ilmu sastra dan ilmu pengobatan.   Diam-diam ia pun merasa bangga tapi merasa gelisah pula, karena kalau Tio Cie Hiong pemuda mata keranjang, kelak pasti punya istri banyak.   Akan tetapi, ia yakin Tio Cie Hiong bukan pemuda semacam itu.   Hari ini, suasana di ruang dalam istana itu kelihatan agak lain.   sebab para pengawal istana berbaris rapi di situ, tampak pula seorang rahib berdiri disisi Toan Hong Ya, hadir juga sang Ratu, Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya.   Berselang beberapa saat kemudian, muncullah Tio Cie Hiong bersama Lim Ceng Im.   suasana itu membuat mereka berdua tercengang.   setelah memberi hormat kepada Toan Hong Ya dan sang Ratu, barulah mereka duduk.   "cie Hiong"   Ujar Toan Hong Ya sambil tertawa.   "Mari kuperkenalkan Rahib ini adalah Hian Teng Taysu. Beliau adalah Kek su (Guru silat) dalam istana."   Tio cie Hiong segera bangkit berdiri sekaligus memberi hormat pada rahib itu.   "omitohud"   Ucap Hian Teng Taysu, kemudian menatap Tio Cie Hiong dalam-dalam.   "Kita memang berjodoh bertemu di sini."   Tio Cie Hiong hanya tersenyum, namun merasa heran kenapa Toan Hong Ya mengundangnya datang di ruang itu.   "cie Hiong, aku suka sekali akan ilmu silat."   Ujar Toan Hong Ya memberitahukan.   "Maka hari ini aku mengadakan pertandingan persahabatan, yakni Hian Teng Taysu akan bertanding denganmu."   "Hong Ya"   Tio Cie Hiong mengerutkan kening.   "   Lebih baik dibataskan pertandingan persahabatan ini."   "Kenapa?"   Tanya Toan Hong Ya.   "Hong Ya, aku datang bukan ingin bertanding dengan Koksu di sini. Lagi pula aku pun tidak mau bertanding,"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Ujar Tio Cie Hiong.   "omitohud"   Ucap Hian Teng Taysu.   "Aku dengar engkau berkepandaian tinggi, karena itu, aku ingin mohon petunjuk."   "Taysu..."   Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.   "Untuk apa kita harus bertanding?"   "Untuk menambah pengetahuanku mengenai hal ilmu silat,"   Sahut Hian Teng Taysu.   "Maka kuharap engkau tidak akan mengecewa kanku"   "Taysu..."   "saudara Tio"   Ujar Toan wie Kie sambil tersenyum.   "Aku memang ingin sekali menyaksikan kepandaianmu, maka janganlah engkau menolak" "Itu hanya merupakan pertandingan persahabatan saja,"   Sambung Toan Pit Lian sambil memandangnya .   "Kakak Hiong"   Bisik Lim Ceng Im.   "Jangan mempermalukan Tionggoan"   "Adik Im"   Tio Cie Hiong menatapnya.   "Engkau pun menghendaki aku bertanding dengan Taysu itu?"   "Ya."   Lim Ceng Im mengangguk dan melanjutkan.   "Itu demi menjaga nama baik Tionggoan. Kalau engkau tidak bertanding, maka akan mempermalukan seluruh kaum pesilat Tionggoan."   "Aaakh..."   Tio Cie Hiong menghela nafas, namun kemudian manggut-manggut.   "Baiklah"   Katanya.   "omitohud"   Hian Teng Taysu tersenyum, lalu berjalan mantap ke tengah-tengah ruang tersebut, dan berdiri di situ sambil memandang Tio Cie Hiong. Pemuda itu bersikap apa boleh buat melangkah ke situ, lalu berdiri di hadapan Hian Teng Taysu.   "Aku tuan rumah, engkau boleh menyerang duluan,"   Ujar Hian Teng Taysu sambil menghimpun Iweekangnya.   "Maaf, Taysu"   Sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.   "Aku tidak pernah menyerang duluan terhadap siapa pun."   "omitohud Kalau begitu, aku akan menyerang duluan"   "silakan, Taysu"   "   Hati- hati"   Hian Teng Taysu memperingatkan Tio Cie Hiong kemudian badannya bergerak dan langsung menyerang.   sungguh dahsyat serangannya, Tio Cie Hiong tidak menangkis, melainkannya hanya berkelit menggunakan Ilmu Langkah Kilat, maka seketika ia menghilang dari hadapan Hian Teng Taysu, sehingga rahib itu menyerang tempat kosong.   Hian Teng Taysu terkejut.   la tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong memiliki ginkang yang begitu tinggi.   sudah barang tentu membuatnya penasaran, dan tanpa melihat langsung menyerang ke belakang.   Tio Cie Hiong berkelit lagi, namun Hian Tong Taysu menyerangnya bertubi-tubi.   Tak terasa pertandingan sudah melewati belasan jurus, tetapi Tio Cie Hiong sama sekali tidak menangkis atau balas menyerang, hanya berkelit saja.   "omitohud Kenapa engkau cuma berkelit? Tangkislah seranganku"   Ujar Hian Teng Taysu.   Tio Cie Hiong serba salah, sebab kalau ia merobohkan rahib itu, tentunya akan membuat rahib itu malu.   Begitu banyak pengawal istana menyaksikan pertandingan itu, lagi pula kedudukan Hian Teng Taysu sebagai Kok su (Guru silat istana), jadi Tio Cie Hiong tidak ingin mempermalukannya.   Mendadak timbul suatu ide dalam hatinya, dan seketika wajahnya pun berseri.   Ketika Hian Teng Taysu menyerangnya, ia menangkis dengan kibasan lengan bajunya.   Daaar Terdengar suara benturan.   Hian Teng Taysu terhuyung-huyung beberapa depa ke belakang, dan di saat itu pula tampak Tio Cie Hiong terhuyung-huyung ke belakang.   la sengaja berbuat begitu agar Hian Teng Taysu tidak mendapat malu.   "omitohud"   Ucap Hian Teng Taysu.   "Terima-kasih..."   Hian Teng Taysu tahu tentang itu, begitu pula Toan Hong Ya, kedua putra putrinya, Lim Ceng Im dan Gouw sian Eng.   Namun para pengawal istana sama sekali tidak mengatahuinya.   Mereka menganggap Tio Cie Hiong bertanding seri dengan Hian Teng Taysu.   "Taysu sungguh berkepandaian tinggi"   Ujar Tio Cie Hiong sambil memberi hormat dan tersenyum.   "omitohud Engkau memang berkepandaian tinggi dan bijaksana, aku kagum dan salut padamu,"   Ucap Hian Teng Taysu setulus hati.   "sama-sama Taysu."   Tio Cie Hiong tersenyum.   Usailah pertandingan itu, Toan Hong Ya makin bertambah kagum pada Tio Cie Hiong, begitu pula Toan Pit Lian.   Pagi ini di halaman istana Tayli, tampak beberapa orang sedang menikmati keindahan bungabunga yang beraneka warna dan baru memekar.   Mereka adalah Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya.   "saudara Tio"   Ujar Toan wie Kie sambil tersenyum.   "Aku sungguh kagum akan kepandaianmu, sudikah engkau memberi sedikit petunjuk kepadaku?"   "saudara Kie, jangan terlampau merendah"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Aku bicara sesungguhnya,"   Tambah Toan wie Kie.   "saudara Tio, bagaimana kalau kita bertanding beberapa jurus?"   "Itu...."   Tio Cie Hiong tampak ragu.   "Kakak Hiong, layanilah dia beberapa jurus"   Sela Gouw sian Eng.   "Kalau tidak, dia pasti penasaran sekali."   "Baiklah."   Tio cie Hiong mengangguk.   "Terima kasih"   Toan wie Kie girang bukan main.   "senjataku kipas, silakan saudara Tio mengeluarkan senjata"   "saudara Kie, aku akan melayanimu dengan tangan kosong saja,"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Baik,"   Toan wie Kie manggut-manggut.   "saudara Tio, hati-hati Aku akan mulai menyerang"   "Silakan"   Ucap Tio Cie Hiong.   Toan wie Kie mulai menyerangnya dengan kipas, itulah Bu Ceng san Hoat (Ilmu Kipas Tanpa Perasaan).   Ilmu kipas tersebut terdiri dari dua belas jurus, merupakan ilmu andalan sin san Lojin, guru Toan wie Kie.   Maka dapat dibayangkan betapa lihainya ilmu kipas itu.   Toan pit Lian agak terperanjat.   la tidak menyangka kakaknya langsung menyerang Tio Cie Hiong dengan ilmu kipas itu.   Akan tetapi, kemudian ia terbelalak karena melihat Tio Cie Hiong menangkis serangan itu dengan kibasan lengan baju, setelah itu ia melihat lagi jari telunjuknya menyentil, sehingga membuat kipas Toan wie Kie jadi miring.   Toan wie Kie penasaran sekali.   la segera menutup kipasnya sekaligus menyerang Tio Cie Hiong dengan totokan.   Tio Cie Hiong tampak tersenyum dan segera memutarkan badannya, sehingga ujung kipas Toan wie Kie menotok tempat kosong.   selain penasaran, Toan wie Kie bertambah kagum dan tidak habis pikir.   Bagaimana Tio Cie Hiong bisa berkepandaian begitu tinggi, padahal usianya lebih muda dari usianya.   "Hiyaaat"   Pekik Toan wie Kie sambil menyerang.   Kali ini ia mengeluarkan jurus yang paling lihay dan ampuhi yaitu jurus Hai Lang soh Ngai (ombak Menyapu Daratan).   Bukan main dahsyatnya jurus tersebut.   Bahkan gurunya pernah berpesan, apabila tidak dalam bahaya, tidak boleh mengeluarkan jurus tersebut.   Tapi Toan wie Kie justru mengeluarkan jurus itu lantaran saking penasaran.   "Kakak,.."   Seru Toan pit Lian kaget.   Dia sama sekali tidak menyangka kalau kakaknya akan mengeluarkan jurus itu.   Tio Cie Hiong pun terkejut menyaksikan serangan maut tersebut, namun ia tetap berdiri diam di tempat.   Ketika ujung kipas itu hampir menyentuh badannya, mendadak ia berkelit menggunakan Kiu Kiong san Tian Pou, sekaligus mengibaskan lengan bajunya.   Melilit dan menyentak, tahu-tahu kipas itu telah berpindah ketangannya.   Toan wie Kie berdiri mematung di tempat.   Tio Cie Hiong tersenyum sambil mendekatinya.   "Maaf, saudara Kie"   Ucap Tio Cie dan mengembalikan kipas itu kepadanya.   "   Kepandaianmu sungguh tinggi"   "Aaakh..."   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Toan wie Kie menghela nafas.   "Aku memang tak tahu diri, sudah tahu engkau berkepandaian luar biasa, tapi masih mengajakmu bertanding."   "saudara Kie"   Tio Cie Hiong tersenyum lagi.   "jurus itu sangat ganas dan mematikan, maka kalau tidak dalam keadaan bahaya, janganlah engkau mengeluarkannya."   "   Guruku telah berpesan demikian, tapi..."   Toan wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.   "Ha ha ha"   Mendadak terdengar suara tawa, kemudian tampak sosok bayangan berkelebat ke situ.   "Guru"   Seru Toan wie Kie girang.   "Guru..."   Seorang tua berdiri di situ, tangannya memegang sebuah kipas baja, menatap Tio Cie Hiong dengan mata tak berkedip. usianya tujuh puluhan.   "Anak muda Apakah engkau Pek Ih sin Hiap?"   Tanya orang tua itu "Julukan itu kosong belaka, cianpwee"   Sahut Tio Cie Hiong sambil memberi hormat.   "Ha ha Engkau jangan merendahkan diri Aku sudah tahu kalau engkau yang menyembuhkan Ratu dan mengalahkan Hian Teng Taysu."   Ujar orang tua itu dan tertawa lagi.   "saudara Tio"   Toan wie Kie memperkenalkan.   "Beliau sin san Lojin (orang Tua Kipas sakli), guruku."   "oooh"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Pek Ih sin Hiap"   Sin san Lojin menatapnya lagi.   "Engkau sungguh hebat, hanya beberapa jurus kipas muridku telah pindah ke tanganmu Karena itu... tanganku menjadi gatal"   "cianpwee...."   Tio Cie Hiong tahu, bahwa orang tua itu ingin mengajaknya bertanding.   "Hi hi Hi"   Mendadak terdengar suara tertawa nyaring yang cekikikan, dan sosok bayangan berkelebat ke situ. Ternyata seorang nenek, yang dibadannya tampak melingkar sehelai selendang.   "   Orang tua pikun Muridmu telah dipecundang orang, kenapa engkau masih berani bilang tanganmu gatal?"   "Ha ha ha"   Sin san Lojin tertawa gelak.   "   Kukira gadis mana yang muncul, tidak tahunya engkau, nenek peot"   "   Orang tua pikun, pipimu ingin ditampar selendangku?"   Nenek itu melotot.   "Guru"   Panggil Toan Pit Lian sambil tersenyum.   "   Kapan guru ke mari?"   "   Gurumu memang genit, ke mana aku pergi dia pasti ikut."   Sahut sin san Lojin sambil menyengir kearah nenek itu. Ternyata nenek itu Ang Kin sianli (Dewi selendang Merah), guru Toan Pit Lian.   "Huh"   Dengus Ang Kin sianli.   "siapa ikut engkau? Dasar tak tahu malu"   "Yang tak malu tuh siapa?"   Sahut sin san Lojin sambil tertawa gelak, kemudian memandang Tio Cie Hiong.   "Pek Ih sin Hiap aku mau bertanding."   "cianpwee...."   Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.   "Pek Ih sin Hiap. orang tua pikun itu begitu tak tahu diri. Hajar saja dia sampai terka ing- kaing seperti anjing"   Ujar Ang Kin sianli.   "Biasanya yang terkaing- kaing itu anjing betina sedangkan aku lelaki, bagaimana mungkin terkaing- kaing?"   Ujar sin san Lojin dan menyengir lagi.   "Guru"   Toan wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.   "sudahlah, jangan terus ribut dengan guru adikku"   "Guru"   Ujar Toan pit Lian sambil tersenyum.   "jangan ribut lagi"   "Hm"   Dengus Ang Kin sianii.   "Huh"   Sin san Lojin juga ikut mendengus, lalu memandang Tio Cie Hiong seraya berkata.   "Pek Ih sin Hiap. mari kita bertanding beberapa jurus Kalau engkau tidak mau, aku pasti akan mati penasaran"   "Pek Ih sin Hiap Bikin dia mampus saja"   Seru Ang Kin sianii.   "Nenek Peot Kalau aku mati, engkaulah yang paling berduka"   Sahut sin san Lojin, yang kemudian berkata kepada Tio Cie Hiong.   "Pek Ih sin Hiap. hati-hati Aku mau mulai menyerang"   "Cianpwee..."   Akan tetapi, sin san Lojin sudah mulai menyerangnya.   Apa boleh buat Tio Cie Hiong terpaksa melayaninya.   Ang Kin sianii menyaksikan pertandingan itu dengan penuh perhatian.   Walau di serang bertubi-tubi, Tio cie Hiong hanya berkelit dan sekali-kali mengibaskan lengan bajunya.   Bukan main penasarannya sin san Lojin, kemudian dia mengerahkan seluruh tenaganya menyerang Tio Cie Hiong.   oleh karena itu, Tio Cie Hiong terpaksa balas menyerangnya.   Tak terasa pertandingan mereka sudah melewati puluhan jurus.   Mendadak Sin san Lojin menyerang Tio cie Hiong dengan beberapa totokan.   Tio cie Hiong tidak berkelit, sehingga ujung kipas itu berhasil menohoknya.   "Ha ha ha"   Sin san Lojin tertawa terbahak-bahaki sebab telah berhasil menotok jalan darah di pinggang Tio Cie Hiong. Menurut dugaannya, totokannya itu akan membuat Tio Cie Hiong lumpuh dan tak mampu bergerak lagi.   "   Kepandaian cianpwee memang hebat sekali."   Ucap... Tio Cie Hiong sambil memberi hormat.   "Haaah..."   Bukan main terkejutnya sin san Lojin, karena Tio Cie Hiong masih bisa bergerak. Ternyata Tio Cie Hiong mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang untuk melindungi bagian pinggangnya, maka totokan itu tidak membuatnya lumpuh.   "Hi h H i"   Ang Kin sianii tertawa cekikikan. Meskipun ia sudah tua, tapi suara tawanya masih nyaring dan merdu seperti anak gadis.   "orang tua pikun, engkau sudah kalah"   Sin san Lojin diam. sepasang matanya memandang Tio Cie Hiong lekat-lekat, lama sekali barulah membuka mulut.   "Engkau... engkau telah berhasil mencapai tingkat Kim Kong put Hoay Cih sin (Kebal Terhadap senjata Tajam Dan Totokan)?"   "Aku belum mencapai tingkat itu, Cianpwee."   Jawab Tio Cie Hiong jujur.   "Tapi kenapa...?"   Sin san Lojin terheran- heran.   "Aku mengarahkan Iweekangku untuk melindungi bagian pinggang, maka diriku tidak akan terjadi apa-apa walau tertotok."   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Bukan main"   Sin san Lojin menggeleng-gelengkan kepala.   "   Engkau betul-betul Pendekar sakti"   "Rasakan"   Ang Kin sianli tertawa.   "   Cari penyakit sendiri"   "Hm"   Dengus sin san Lojin.   "Biar bagaimana pun, aku masih berani bertanding dengan dia sebaliknya engkau cuma berani tertawa Dasar nenek peot yang pengecut"   "Aku tidak sebodoh engkau, mau cari penyakit"   Sahut Ang Kin sianli dan tertawa lagi.   "   Nenek peot"   Sin san Lojin melotot.   "   Kenapa engkau terus-menerus tertawa? Jangan-jangan engkau sudah sinting"   "Hi h i"   Ang Kin sianli tertawa cekikikan.   "   Orang tua pikun, lihatlah pakaianmu"   "Pakaianku kenapa?"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sin san melihat pakaiannya. seketika juga wajahnya berubah pucat pias, karena pakaiannya terdapat tujuh buah lubang.   "Haah..."   "Maaf, Cianpwee"   Ucap Tio Cie Hiong.   Ketika diserang bertubi-tubi oleh sin san Lojin, ia terpaksa mengeluarkan ilmu ciptaannya, yaitu Bit Ciat sin Ci (Jari sakti Pemusnah Kepan-daian).   Namun Tio Cie Hiong mengendalikan Iweekangnya, agar tidak memutuskan urat penting di tubuh sin san Lojin, hanya melubangi pakaiannya saja.   "Pek Ih sin Hiap"   Sin san Lojin tertawa gelak sambil menjura.   "Aku mengaku kalah"   "Hi h i"   Ang Kin sianli tertawa cekikikan lagi.   "Nan, sudah terkaing- kaing seperti anjing"   "Nenek Peot Kalau engkau berani, bertan-dinglah dengan dia"   Sahut sin san Lojin.   "Baik"   Ang Kin sianli manggut-manggut.   "   Cianpwee.."   Tio Cie Hiong mengerutkan kening.   "Pek Ih sin Hiap"   Ang Kin sianli tersenyum.   "Aku ingin memperlihatkan ilmu selendang ku, harap engkau sudi memberi sedikit petunjuk"   "oooh"   Tio cie Hiong menarik nafas lega.   "Maaf, bagaimana mungkin aku bisa memberi petunjuk kepada sianpwee?"   "Nenekpeot"   Mendadak sin san Lojin tertawa terkekeh.   "Engkau sudah tua, tidak pantas merayu anak muda Yang harus merayunya adalah muridmu yang cantik jelita itu, bukan engkau yang sudah peot" "orang tua sialan"   Bentak Ang Kin sianli.   "pakaianmu telah dilubangi Pek Ih sin Hiap. perlukah aku melubangi pakaianmu lagi?"   "Jangan ah"   Sahut sin san Lojin menggodanya.   "Nanti kelihatan lho"   "Engkau..."   Ang Kin sianli melotot, namun wajahnya yang sudah keriput itu tampak kemerahmerahan. Berselang sesaat barulah ia mengarah pada Tio Cie Hiong dan berkata.   "Pek Ih sin Hiap. aku akan mempertunjukkan ilmu seledang-ku"   "cianpwee..."   Tio Cie Hiong ingin mengatakan, bahwa ia tidak mampu memberi petunjuki namun Ang Kin sianii sudah mulai menggerakkan selendangnya.   Gerakannya lemah gemulai tapi penuh mengandung tenaga lunak, Tio Cie Hiong menyaksikannya dengan penuh perhatian, sedangkan sin san Lojin menyaksikannya dengan mulut ternganga lebar, sekali-sekali ia pun tampak tersenyum getir.    Perangkap Karya Kho Ping Hoo Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong Raja Silat Karya Chin Hung

Cari Blog Ini