Bukit Pemakan Manusia 13
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 13
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung "Ampun ..., ampun . .. jangan digebuk lagi aku toh sudah menggelinding keluar? Aaai ...kasihan betul dengan gadis cantik itu, entah sampai kapan kita baru akan bersua lagi dalam impian? Oooh . .. maklumlah, suhuku memang berhati keras bagai baja, dia paling gemar mengganggu orang yang lagi pacaran." Mendengar obrolan muridnya yang makin lama makin melantur, tidak tahan lagi pengemis tua itu segera tertawa terkekeh. "Kau betul betul pengemis tak becus, kehebatanmu cuma melantur belaka padahal waktu benar-benar ketemu nona cakep, belum lagi didekati tangan sudah gemetar muka sudah merah, mulut tidak bisa membuka... betul-betul memalukan." "Bukan begitu suhu" Kata sang pengemis cilik sambil terkekeh kekeh. "aku cuma kuatir, kalau nona itu sampai lengket dengan kita macam permen karet, waah... bisa lebih mengerikan daripada rambut yang ada kutunya." "Hmm, sudah, kau tutup dulu bacot kecilmu" Tukas pengemis tua itu kemudian sambil mendengus. "cepat kau bopong bocah itu, bopong saja dengan kulit kambing hitam, kita mesti buru-buru kabur dari sini." Kali ini pengemis cilik itu penurut sekali, dengan cepat dia telah menyelesaikan pekerjaannya, sedangkan pengemis tua itupun telah melemparkan orang yang tak sadarkan diri tadi kebelakang papan nama kuil Kwan ya-bio diatas pintu gerbang tersebut. Setelah itu sambil merogoh keluar dua keping perak yang baru diperolehnya dari orang berbaju perak itu, ia bergumam. "Anggap saja kau lagi mujur, baiklah uang ini buat kau hidup lebih jauh...." Selesai berkata, kedua keping perak itu segera dilemparkan pula ke belakang papan nama. Kemudian setelah mengikat karung goninya ke belakang punggung dan mengempit tongkat penggebuk anjingnya bersama pengemis cilik itu mereka melompat keluar dari kuil itu dan lenyap dibalik kegelapan sana. Suasana menjadi hening, sepi... kentongan ke empat telah tiba. Tiba-tiba dari empat arah delapan penjuru sekitar kuil Kwan ya hio bermunculan puluhan sosok bayangan manusia. Ternyata mereka adalah siorang berbaju perak beserta manusia berkerudung hitam anak buahnya. Ketika orang berbaju perak itu menyaksikan undak-undakan batu itu telah kosong tak bermanusia, sambiI mendepak-depakan kakinya ketanah, ia mendengus penuh rasa dongkol. Pada saat itulah kembali tampak cahaya emas berkelebat lewat, tahu tahu di atas undak-undakan kuil Kwan ya bio telah bertambah dengan seorang mannsia yang tinggi besar berbaju emas yang mengenakan kain kerudung muka berwarna kuning emas pula. Kain kerudung mukanya rapat sekali sehingga yang nampak hanya sinar matanya yang tajam, Manusia berbaju emas itu segera mendengus dingin, tanpa berpaling tegurnya. "Bagaimana? orangnya sudah kabur bukan?" "Benar" Jawab orang berbaju perak itu dengan sikap yang serius dan menaruh hormat. "hamba benar-benar pantas untuk mati!" Orang berbaju emas itu mendengus dingin, sambil menunjuk ke arah mangkuk gumpil yang tak sempat dibawa oleh pengemis tua itu, dia berkata. "Bagaimanapun juga, sudah cukup lama kau berkelana dalam dunia persilatan, pelbagai badai dan kejadian besar pernah kau jumpai, kenapa kali ini bisa salah melihat? Masa lambang si makhluk tua yang begitu termashur pun tidak bisa kau kenali ?" Orang berbaju perak itu hanya menundukkan---kepalanya tanpa mengucapkan sepatah katapun, agaknya dia tak berani bersuara lagi. Tiba tiba manusia berbaju emas itu tertawa, kembali dia berkata dengan nada yang jauh lebih lembut. "Padahal kejadian inipun merupakan suatu kemujuran bagimu, seandainya kau berhasil mengenalinya, dengan wataknya, sekarang sudah pasti kau tak bisa berdiri lagi dihadapanku !" Orang berbaju perak itu merasa sangat tidak puas setelah mendengar perkataan itu, katanya. "Penghinaan dan sakit hati pada hari ini hamba bersumpah pasti akan kubalas suatu waktu, siapa tahu kalau dikemudian hari hamba akan bersua lagi dengannya dalam dunia persilatan ?" "Lebih baik urungkan saja niatmu itu?" Jengek manusia berbaju emas itu sambil tertawa dingin. "sepanjang hidupmu jangan harap kau bisa mengusik seujung rambutnya, maka ku anjurkan kepadamu, andaikata kau sampai bersua lagi dengannya dikemudian hari, lebih baik milihlah jalan yang lain, daripada mencari kematian untuk diri sendiri, hayo berangkat." Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari sana. Manusia berbaju perak dan puluhan orang manusia berkerudung hitam itu segera mengikuti dibelakangnya tanpa mengucapkan sepatah katapun juga. Dalam waktu singkat mereka telah lenyap dikejauhan sana. Tempat ini masih tetap di kota Tong-ciu, tepatnya didepan kuil Kwan-ya-bio. Kejadiannya berlangsung pada suatu siang hari pada lima tahun kemudian, waktu itu kuil Kwan ya bio telah berubah sama sekali, karena kuil tersebut telah dijual kepada sebuah yayasan pencari derma pada dua tahun berselang hingga bangunan kuil itu dirombak dan di bangun lagi dengan amat megahnya. Dcngan bangunan yang megah seperti itu, tentu saja para pengemis tak dapat tinggal dalam kuil itu lagi, sekarang mereka hanya bisa berdiri dibawah kuil tanpa bisa masuk keruang dalam. - ooo0dw0ooo- Bab kesembilan belas TAPI pihak yayasan pencari dermapun tidak melupakan para kaum miskin itu, tiap bulan tiga tanggal tiga, bulan enam tanggal eram, mereka selalu membagikan dermanya untuk mereka. Hari ini kebetulan adalah bulan enam tanggal enam, oleh karena itu sejak fajar sampai mendekati tengah hari, para pengemis berbaris memanjang bagaikan naga didepan kuil Kwan ya-bio, dengan tertib mereka menanti giliran nya untuk mendapatkan derma. Tengah hari tepat, pihak panitiapun mulai membagikan uang dan pakaian untuk para fakir miskin itu. Pada saat inilah, dari belakang kuil Kwan ya-bio muncul dua orang manusia, seorang tua yang lain muda, yang seorang memakai baju dekil sedangkan yang lain mengenakan pakaian bersih. Yang memakai baju dekil adalah pengemis tua yang rambutnya awut awutan tak karuan tangan kirinya memegang mangkuk gumpil sedang tangan kanannya memegang tongkat bambu yang kecil dan panjang. Bocah yang berpakaian bersih itu berusia sepuluh tahun, rambutnya disisir rapi, bajunya biru dan baru, ia mengenakan sepatu yang bersih dan kaos kaki berwarna putih. Waktu itu sibocah sedang memegang ujung baju sipengemis tua itu sambil cemberut. Sedang pengemis tua itu tertawa terkekeh-kekeh dengan wajah berseri, seakan-akan baru-saja menemukan sekeping uang perak yang besar. Setibanya dibelakang dinding kuil kwan ya bio sebelah kanan, pengemis tua itu berhenti. Kepada bocah cilik itu katanya sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Segera kita akan berpisah, jangan lupa semua perkataan yang kupesankan kepadamu tadi, sebentar aku..." Bocah itu menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menukas. "Aku ingin mengikuti dirimu saja" "Tidak boleh" Tukas pengemis tua itu sambil menggeleng. "garagara kau, sudah lima tahun aku tidak keluar rumah untuk memintaminta, sekarang tanganku sudah gatal, perutku juga sudah gatal, penyakit lama sudah mulai kambuh bagaimanapun juga toh tak akan merenggut jiwa tua ku hanya gara gara kau bukan?" "Tapi aku ingin menemanimu untuk meminta-minta" Rengek bocah itu seperti mau menangis. "Huuh, tak ada semangat" Damprat sipengemis tua sambil melotot besar-besar. "aku minta-minta karena sudah berhutang kepada Cousu ya, hutang ini mesti kubayar lunas, sedang kau... hutangpun tidak, kenapa mesti ingin meminta-minta? Ngaco belo tidak karuan!" "Aku tidak perduli, pokoknya aku tak mau pergi dari sini..." Pengemis tua itu segera menyandarkan tongkat bambunya ke dinding kuil dan berhenti, kemudian sambil memegangi bahu bocah itu katanya. "Baiklah, gunakan kesempatan ini nian kita bicara blak-blakan, selama lima tahun, aku pengemis tua telah mencucikan tulangmu, mengganti semua persediaan otot mu menembusi jalan darah jin meh dan tok meh dalam tubuhmu bahkan semua tenaga murniku sudah kuberikan kepadamu, apa lagi yang belum cukup? Benda apa lagi yang kau inginkan dariku sipengemis tua?" Jilid 15 - ooo0dw0ooo- AKU tak mau apa-apa, aku hanya mau kau !" Jawab bocah itu sambil mengerdipkan matanya yang besar. Kembali pengemis tua itu tertawa. "Semuanya telah kuberikan kepadamu, hanya aku tak bisa diberikan kepadamu !" Bocah itu segera mengerdipkan matanya berulang kali, air mukanya berubah, matanya turut menjadi merah, agaknya sebentar bakal menangis. Melihat itu, si pengemis tua tersebut menjadi tak tega, sambil menghela napas katanya kemudian. "Nak bukankah aku telah memberitahukan kepadamu, aku sipengemis tuapun punya banyak musuh, sekarang mereka telah menemukan diriku, betul masih ada beberapa hari aku mesti membuat persiapan? itulah sebabnya aku tak dapat membawa serta dirimu lagi !" "Tapi, kau toh membawa Siau-hou!" Sambung bocah itu cepat dengan wajah cemberut. Begitu menyebut "Siau-hou" Dihadapan mereka telah bertambah satu orang, dia tampaknya masih berumur tujuh delapan belas tahun, tetapi perawakannya jauh lebih tinggi daripada pengemis tua itu. Begitu kekar pemuda itu ibarat seekor harimau buas dari atas bukit, diapun memakai baju butut dengan sepatu rumput, rambutnya kusut, tapi wajahnya ganteng. Begitu dia menampakkan diri, bocah itu segera menubruk keatas badannya sambil mengadu. "Engkoh Siau-hou, dia tidak mau aku lagi, mau toh kau bilangkan untukku ?" Siau-hou segera tertawa terkekeh kekeh. "Kau bernama Siau liong dan aku bernama Siau hou, tiap kali orang membicarakan soal kita berdua, pasti mereka bilang . "Eeh, itu Liong hou kenapa, tak pernah ada yang mengatakan: Eeeh... itu Hou liong kenapa, kenapa.... maka bicara yang sebetulnya kedudukan mu lebih tinggi dari pada aku, kau naga dan aku cuma harimau, maka menghadap persoalan semestinya kau yang busungkan dada, tegakkan badan dan sampai ketimur pergi ketimur, sampai barat menuju ke barat, sebagai lelaki sejati semestinya orang yang menggantungkan dirimu, masa kau yang menggantungkan orang lain ? Kan malu..." Bocah itu berpikir sebentar, lalu berkata. "Tapi engkoh Siau hou, aku suka dengannya." "Tentu saja kau suka dia" Tukas Siau hou lagi sambil tertawa. "akupun tahu kalau kaupun suka padaku, cuma Siau liong, kau mesti tahu, kau suka kepada kami adalah satu persoalan, kau mesti menempuh jalan mu sendiri adalah persoalan lain, sebagai anak yang pintar, aku percaya kau pasti paham dengan perkataanku ini !" Setengah mengerti setengah tidak, bocah itu termenung beberapa saat lamanya. Sambil tertawa cekikikan, kembali Siau-hou berkata. "Hei, Siau-liong ! begini saja, sekarang kau turuti perkataannya dan kita berpisah dulu sementara waktu, tapi aku berjanji, menanti kau sudah berumur lima belas tahun, kita bersua lagi disini, mau bukan ?" "Siau hou ko, benarkah itu?" Siau-liong mendongakkan kepalanya. "Asal kau bersedia menuruti perkataannya pada hari ini, menanti bulan enam tanggal enam dikala kau berumur tujuh belas tahun nanti, aku pasti akan menantikan kedatangan mu disudut dinding kuil sebelah kanan belakarg sana !" Sekulum senyuman segar tersungging diujung bibir Siau liong yang mungil, katanya kemudian. "Baik, cuma dia mesti ikut !" Pengemis tua itu turut tertawa cekakakan. "Jangan kuatir," Katanya. "asal aku belum mampus, pasti datang pada waktunya." Siau liong berpikir sebentar tiba tiba ia bertanya. "Berapa umurku tahun ini ?" Pengemis tua ini memandang sekejap kearah Siau hou, dan Siau hou segera menjawab. "Tahun ini kau berumur sepuluh, termasuk shio naga !" "Wah ... aku mesti menunggu tujuh tahun lagi?" Teriak Siau liong dengan mulut ternganga. "Betul, apa kau tak pernah mendengar orang berkata kepada teman atau sanak kerabatnya: Oh, waktu berlalu dengan cepat, tanpa terasa tujuh tahun sudah lewat.." Dengan perasaan apa boleh buat, Siau liong segera manggutmanggut. "Baiklah, aku pasti akan menanti selalu." Siau hou tertawa, dia baru berpaling kearah pengemis tua itu sambil berkata. "Suhu, Kwik wangwee telah tiba!" Pengemis tua itu mengiakan, sambil ulapkan tangannya dia lantas berkata pada Siau hou. "Pergilah dengan tugasmu, selesai dengan persoalan nanti kita bertemu lagi ditempat lama." Siau hou manggut-manggut, lalu sambil memeluk Siau liong katanya. "Siau liong, kita berjumpa tujuh tahun lagi, entah apapun yang kau lakukan setelah ini, jangan lupa dengan permainan yang suhu ujar kan kepadamu itu, mesti dilatih setiap hari, siang malam melatihnya dengan tekun, tapi hati-hati, jangan beritahu siapa saja!" Siau liong manggut-manggut. "Aku akan menuruti perkataan Siau Hou cu, akupun akan selalu menantikan kedatanganmu." Siau hoa menggigit bibirnya sambil menurunkan Siau liong, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun dia membalikkan bakan dan kabur dari situ ... Sekalipun demikian, namun tak bisa mengelabui si pengemis tua yang sedang mengawasi tanah, ketika Siau hou cu menurunkan Siau liong tadi, ada dua tetes air mata telah jatuh ke tanah. Pengemis tua itu segera menggosok hidung-nya menahan rasa sedih dihati, kemudian sambil menarik tangan siau liong ji, katanya. "Mari kitapun pergi, pergi berbaris, kalau tidak, kita tak akan kebagian pakaian dan uang." Sambil berkata, pengemis tua itu mengambil kembali tongkat bambunya dan berbelok kekuil belakang. Tiba disana, ternyata kedatangan pengemis tua dan Mau liong ji telah terlambat, papan nomor sudah menunjukkan angka ke duaratus sembilan puluh empat, sedang yang masih antri ada enam orang, menurut peraturan, sekali pun turut antri juga percuma. Tatkala pengemis tua itu mengajak siau liong berbaris, hal ini segera mengejutkan Dermawan saleh dari panitia derma tersebut, Kwik Seng tiong, Kwik wangwee yang berdiri diafas pintu kuil. Tatkala nomor urut mencapai tiga ratus, uang telah habis terbagi, pakaianpun ikut habis, pengemis tua itu segera berteriak keras keras. "Eeh . .. masih ada dua orang, masih ada dua orang." Dengan kening berkerut, panitia umat itu segera maju seraya menegur. "Teman miskin, tidakkah kau saksikan nomor yang tergantung sudah mencapai angka tiga ratus? itu berarti sudah tidak akan dibagikan derma lagi..." Tapi pengemis tua itu segera berseru. "Tapi kami berdua kan belum kebagian? Sudi lah kau orang tua berbaik hati, gantungkanlah dua angka lebih baik, biar aku yang akan mengguntungkan angka tersebut" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hei, sudah setua ini, tahu urusan tidak?" Bentak panitia itu dengan wajah dingin. Pada saat itulah dari arah kuil Kuan ya hio telah muncul "Liong tua" Toako dari kaum pengemis yang dihormati anggotanya, Liong tua toako ini berumur empat puluh tahunan, berwajah kekar dan hitam pekat seperti sebuah pagoda baja. Sambil berjalan mendekat, katanya kepada pengemis tua itu. "Hei, kau datang dari mana?" "Aku datang dari Shoa tang, jauh perjalanan yang telah kutempuh" Sahut pengemis tua itu sambil tertawa tawa. "Ooh .. tak heran kalau kau tidak tahu dengan peraturan kami disini, kalau begitu kuberitahukan kepadamu, tempat ini hanya membagikan tiga ratus nomor saja, tak boleh kurang, tak boleh lebih, dan sekarang sudah pas angka nya maka tak bisa ditambah lagi, mengerti." "Mengerti sih mengerti, tapi bagaimana dengan kami?" Tanya pengemis tua itu seperti mau menangis. Dengan kening berkerut sahut Liong tua toako itu. "Sobat tua, aku adalah Liong tua untuk daerah sekitar tempat ini, aku dapat memahami kesulitanmu, tapi akupun tak bisa menyuruh pihak panitia melanggar kebiasaan demi kau, dan lagi akupun tidak punya muka sebesar itu, begini saja, biarlah bagian yang kuperoleh itu ku berikan untuk kalian ayah dan anak berdua.." Tentu saja pengemis tua ini enggan untuk menerima bagian orang lain, sebab bila sampai diterimanya, bukankah berarti semua rencana yang telah disusunnya itu akan berantakan? Oleh karena itu segera tukasnya. "Liong tao lotoa, kau jangan salah paham, kami bukan ayah dan anak, juga bukan guru dan murid, dia adalah seorang anak yatim piatu, hanya kuketahui kalau dia she Sun, sudah lima tahun ikut aku, bagaimanapun juga aku tak bisa membiarkan dia seorang bocah yang begitu baik mengikuti jejakmu sebagai peminta-minta, kalau tak percaya, coba kau perhatikan kami berdua, apakah..." Walaupun ucapan tersebut belum selesai di utarakan, namun rupanya sudah menarik perhatian Kwik Wangwee, kedengaran Kwik Wang wee telah menyela dari samping. "Sobat tua, siapa namamu ?" Begitu Kwik Wangwee buka suara, panitia amal itu segera menjilat pantat dan turut berkata pula kepada pengemis tua itu. "Hei, tua bangka, rejeki telah datang, Kwik Wnngwee ini adalah orang kaya nomor satu ditempat ini, juga merupakan seorang dermawan yang saleh, asal jawabanmu berkenan di hatinya.." Kwik Wangwee meski kaya, rupanya paling segan mendengar kata kata umpakan, tiba tiba tegurnya dengan kening berkerut. "Hei, orang she Thio, kalau aku sedang menanyai orang, lebih baik kau jangan turut menimbrung, kalau caramu suka menukas, sampai kapan orang baru bisa menjawab? Kalau toh pekerjaan sudah selesai, kaupun boleh pergi beristirahat !" Karena ketanggor pada batunya, dengan wajahnya yang tersipu sipu panitia orang she Thio itu segera mengundurkan diri dari sini, Kepada Liong-tau toako itupun Kwik wangwe berkata. "Kaupun boleh pergi dari sini !" Liong-tau toako itu segera memberi hormat kepada Kwik Wangwe dan berlalu dengan langkah lebar. Menanti semua orang sudah pergi, pengemis tua itu baru tertawa terkekeh kekeh seraya berkata. "Tuan Wangwe, kalau aku si pengemis tua tidak melaporkan nama juga tak apa bukan ?" "Baik, baik, aku tak akan menanyakan soal namamu lagi." Sahut Kwik Wangwe sambil tertawa. "Terima kasih banyak . ..." Kwik Wangwee mengalihkan sinar matanya memperhatikan sekejap tubuh Siau-liong-ji, ka tanya. "Betulkah bocah cilik she Sun ini adalah seorang anak yatim piatu ?" Kembali pengemis tua itu tertawa. "Wangwee, harap kau tahu, lima tahun berselang aku berhasil menemukannya diwilayah Shoa tang, dia tak tahu dimana rumahnya dan anak siapa, hanya diketahui dia dari marga Sun, sekalipun bukan anak yatim piatu, sekarang juga telah menjadi anak yatim piatu" Mendengar itu. Kwik Wangwee menghela napas panjang. "Aaaai.... betul juga perkataanmu itu, cuma aku lihat bocah ini tidak mirip seorang pengemis, aku rasa kalau dibiarkan mengikuti dirimu terus..." "Wangwee, terus terang kukatakan kalau bisa aku benar-benar ingin sekali bertemu dengan seorang Dermawan yang saleh yang mau menerima bocah ini, bayangkan saja, kalau mengikuti aku terus, nantinya dia mana bisa ber hasil besar?" "0ooh... sungguhkah perkataanmu itu?" "Tuan Wangwee!" Kata pengemis itu dengan wajah serius," Kalaukau tidak percaya, silahkan carikan orang tua angkat buat bocah ini, kalau aku si pengemis tua sampai mengucapkan dua patah kata, anggaplah aku bukan dilahirkan oleh ayah ibuku" Dengan kepala tertunduk Kwik wangwee ter menung dan berpikir beberapa saat lamanya, lewat sejenak kemudian, rupanya wangwee itu sudah mengambil keputusan, katanya lagi. "Apakah bocah ini mengerti tulisan?" "Kenal sih kenal, cuma tidak terlalu banyak" Sahut pengemis tua itu sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Semisalnya aku bersedia untuk menerima-nya .. ." Belum habis perkataan itu diutarakan, dengan wajah berseri pengemis tua itu telah berkata kepada Siau liong ji. "Nak, kenapa tidak kau ucapkan terima kasih? Cepat memberi hormat kepada tuan wang wee !" "Eeeh ... nanti dulu, harap tunggu sebentar, biar aku selesaikan dulu perkataanku." Cegah Kwik wangwee "Wangwe tak usah kuatir." Tukas pengemis tua itu cepat, mulai sekarang bocah ini sudah menjadi milikmu, dia bernama Siau liong, dan mulai detik ini aku sudah tak akan mengurusi nya lagi !" Selesai berkata, pengemis tua itu segera melepaskan tangan Siau liong ji, menggape-gape kan tangannya, dan sambil membalikkan badan, dia kabur menuju ke balik kerumunan orang banyak. Sejak saat itulah Siau liong ji telah menjadi kacung cilik dalam gedung hartawan Kwik, tentu saja dalam pandangan orang lain, dia seperti mencapai langit dalam sekali melangkah saja. Ketika sudah berada dalam kerumunan orang banyak pengemis tua itu baru diam diam membesut air matanya. Kalau dibilang ia tak punya perasaan terhadap Siau liong, hal ini tak masuk diakal, cuma perasaan tetap tinggal perasaan, dia meninggal kan Siau liong itu untuk melakukan pekerjaan lain baru merupakan persoalan yang terpenting. Suasana disekeliling kuil hari ini sungguh ramai sekali, berada ditengah kerumunan orang banyak, pengemis tua itu tak mampu menggunakan kepandaiannya, maka dia meski berjalan pelan-pelan untuk bertemu dengan Siau hao ji. Berputar kekiri, membelok kesanan, akhirnya orang yang berjubel makin berkurang tanpa terasa dia sampai dijalan sebelah barat, mendadak ia mendongakkan kepalanya dan menunduk kembali, kemudian sambil berbelok, ia menuju kearah lorong kecil. Sambil berjalan, dalam hati berpikir. "Aaai... dunia ini serasa begitu sempit, kenapa mesti bersua lagi dengan orang ini? Tampaknya keparat itu telah melihat kehadiranku moga-moga saja dia memang pikun dan tidak mengenali diriku lagi!" Baru saja berpikir sampai disitu, mendadak dari belakang punggungnya sudah terdengar ada orang berkata. "Jalan ini buntu!" Pengemis tua itu berlagak seperti tidak mendengar apa-apa, dia melanjutkan terus perjaIanannya. Kemudian orang dibelakang itu berkata lagi. "Ku tayhiap, harap berhenti dulu!" Dalam keadaan begini terpaksa pengemis tua itu tidak bisa berlagak tuli lagi, pelan-pelan ia membalikan badan. Tapi sambil berlagak tidak kenal, katanya. "Maaf kalau aku sipengemis tua tidak mengenali dirimu kau..." Orang tua itu segera tertawa terkekeh-kekeh mendadak ia melemparkan sekeping uang perak kedepan kaki pengemis tua itu, kemudian menukas. "Sekeping uang perak untuk dua jawaban, ini peraturan!" Ternyata si orang ini adalah simanusia berbaju perak yang pernah dijumpainya pada malam bersalju lima tahun berselang. Malam itu, simanusia berbaju perak itu menutupi sebahagian mukanya dengan kain kerudung, sedangkan hari ini sama sekali tidak di tutupi apa-apa.. Kalau malam itu dia mengenakan pakaian ringkas berwarna perak, maka hari ini dia memakai jubah lebar berwarna perak pula. Ternyata orang berbaju perak itu memiliki paras muka yang cukup tampan, hanya sayang dari atas alis matanya sebelah kanan sampai telinga sebelah kanan terdapat sebuah codet bekas bacokan golok yang memanjang, kulit muka yang tidak merapat membuat wajahnya kelihatan menyeringai seram... Sekarang, pengemis tua itu sudah tak dapat berlagak terus, dengan wajah dingin seperti salju dia lantas menegur. "Oooh ... rupanya kau." Mencorong sinar buas dari balik mata orang berbaju perak itu, katanya tiba tiba. "Aku tahu kalau Ku tayhiap pasti masih teringat akan diriku, sejak berpisah lima tahun sudah lewat, baik-baikkah Ku tayhiap selama ini ?" "Kenapa kau bertanya melulu? Apakah kau datang untuk bertanya belaka ...!" Tukas pengemis tua itu dingin. "Aku datang untuk Cui Tong yang sebetulnya Lu Cu peng serta bocah she Sun itu." Pengemis tua itu tertawa hambar. "Lohu tidak kenal dengan mereka !" Orang berbaju perak itu manggut manggut. "Soal ini aku percaya, cuma pada malam bersalju lima tahun berselang toh kau yang telah menolong mereka dari kuil Kwan ya bio, maka hari ini akupun terpaksa harus menagih orang itu darimu !" "Ooh ... seandainya aku tak ada orangnya?" "Terpaksa Ku tayhiap mesti memaafkan, aku akan mati dirimu !" "Laporkan dulu siapa namamu?" Seru pengemis tua itu dengan kening berkerut "Ku tayhiap toh memiliki sepasang mata yang sakti? Konon siapa saja yang menutupi wajah-nya dengan kain kerudung, asal ada sedikit luang kosong, kau dapat menebak asal usulnya, aku adalah orang yang berkerudung pada malam itu. "Tahu orangnya tahu mukanya sukar tahu hatinya" Tukas pengemis tua itu cepat. "Hm, kau adalah manusia berbaju perak pada malam itu dan kaupun tak akan lolos dari ketajaman mataku, tapi sekarang aku sedang menanyakan siapa namamu?" Sambil, menggigit bibir orang itu menyahut. "Gin-ih-siusu Kim Kiam khek (sastrawan berbaju perak jago pedang emas).. Belum habis perkataan itu, sipengemis tua itu telah menukas. "Oooh.. rupanya kaulah Pit It kiam yang selama sepuluh tahun terakhir ini termashur dalam dunia persilatan?" "Betul, itulah saya!" "Pit lt-kiam, andaikata kau masih ingat dengan suasana pada malam itu, maka tentu-nya kau masih ingat dengan perkataan Tongkeh kalian bukan? Kuanjurkan kepadamu lebih baik pergi saja dari sini, dari pada menyesal sepanjang masa!" Agak tertegun juga Pit li kiam setelah mendengar perkataan itu, tampaknya dia itu sudah tak ingat lagi perkataan apakah yang dimaksudkan lawan. Dengan cepat pengemis tua itu mengingatkannya: Walaupun ucapan Tan Tiang ho amat takebur, namu dia masih merupakan seorang manusia yang tahu diri, dengan mengandalkan kemampuanmu inginkan batok kepala aku ini si pengemis tua ...Hm, masih terlampau jauh." Pit It kiam segera tertawa seram. "Heeeh... heeh... orang she Ku, kembali kau keliru besar, Tan Tiang hoa tak lebih cuma salah satu perkumpulan dibawah pimpinan Sancu kami, dia masih belum berhak menjadi seorang tangkeh." Pit It-kiam tanpa sengaja telah membocorkan rahasia besar, begitu ucapan diutarakan dia menjadi menyesal setengah mati. Sebaliknya si pengemis tua itu nampak ter peranjat sekali setelah mendengar perkataan itu. Kim ih tok-siu (kakek beracun baju emas) Tan Tiong hoa yang begitu termashur dan menggetarkan dunia persilatan ternyata hanya seorang congkoan belaka, lalu siapakah Sancu mereka itu?" Begitu ingatan tersebut melintas lewat, dia mendapat sebuah akal bagus, katanya kemudian kepada Pit It kiam sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Pit It kiam, turutilah nasehat lohu, lebih baik kau cepat cepat menyelamatkan dirimu sendiri !" Pit It kiam mendengus dingin. "Aku orang she Pit tidak percaya kalau kau sanggup membunuh aku !" Kembali pengemis tua itu melanjutkan sambil tertawa. "Kau pintar, sejak lohu melakukan sesuatu kesalahan dimana yang lalu, sejak saat itu pula aku telah bersumpah tak akan membunuh orang lagi, tentu saja sekarangpun aku tak akan membunuhmu !" "Orang she Ku, dengan mengandalkan kepandaian silatmu itu jangan harap bisa membinasakan diriku !" Seru Pit It-kiam amat gusar. Pengemis tua itu tertawa, rupanya dia mak sudkan lain dengan perkataannya itu, kembali dia melanjutkan. "Sekarang, kau sudah dapat dipastikan akan mati, kenapa aku pengemis tua mesti banyak bertingkah? Barusan kau telah membocorkan rahasia perkumpulanmu, aku pikir sekalipun kau tidak ingin matipun hal ini merupakan sesuatu yang teramat sulit!" Dengan suara dalam Pit It kiam segera membentak. "Ketika aku orang she Pit datang ke kota Tong-ciu, orang lain tak ada yang tahu.." Pengemis tua itu segera tertawa terkekeh-kekeh. "Heeh... heeeh... ucapanmu itu memang benar, tapi ada s e s e o r a n g y a n g j u s t r u t e r k e c u a l i , P i t I t k i a m , s i a p a y a n g t e l a h m e n g i r i m m u k e m a r i ? A p a k a h d i a t i d a k d a p a t m e n g u t u s o r a n g l a i n p u l a u n t u k kMeenmdeanrgia?r "p erkataan itu Pit It kiam berubah hebat, tak terasa dia berpaling kebelakang. Ternyata di belakang tubuhnya tak nampak sesosok bayangan manusiapun menantikan dia berpaling lagi, ternyata pengemis tua itupun sudah lenyap tak berbekas, kejadian ini kontan saja membuat Pit It kiam mencak mencak karena gusar, hampir meledak rasa dadanya. Lorong itu adalah sebuah lorong buntu, terkecuali kabur dengan melewati dinding pekarangan rumah, mustahil pengemis tua itu bisa menemukan jalan yang lain. Pit It kiam enggan berlepas tangan dengan begitu saja, sepasang kakinya segera menjejak ke tanah untuk melakukan pengejaran Tapi, pada saat itulah dari arah belakang telah kedengaran seseorang berseru. "Pit tongcu harap berhenti!" Begitu mendengar suaranya Pit It kiam segera tahu siapa orangnya, hancur lebur perasaannya saat itu juga, terpaksa dia melayang ke tanah, kemudian sambil membungkukkan badan memberi hormat, katanya. "Hamba siap menerima perintah!" Orang itu mendengus dingin. "Hmm.. ! Pit tongcu, dengakkan kepalamu!" Paras muka Pit It kiam berubah hebat, tapi dia tetap menundukkan kepalanya rendah. "Hamba...." Belum habis perkataan itu, dengan tidak sabaran orang itu menukas lagi. "Aku suruh kau mendongakkan kepalamu, harap kau segera mendongakkan kepalamu, coba perhatikan baik baik siapakah lohu !" Padahal pit It-kiam sudah tahu siapa gerangan orang itu, tapi dibawah perintah yang keras, terpaksa dia mesti mendongakkan kepalanya. Orang inipun mengenakan pakaian berwarna emas, cuma perawakannya kurus kecil, jelas bukan Tan Tiang-hoa. Sementara itu orang tersebut sudah mendengus sambil menegur. "Sudah melihat jelas !" Dengan sikap sangat menghormat Pit It kiam membungkukkan badan sambil memberi hormat. "Hamba tidak tahu kalau Hu pangcu yang telah datang." Orang itu masih tetap tidak membiarkan Pit It kiam menyelesaikan kata-katanya, sekali lagi dia menukas. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Coba kau perhatikan lebih sesama lagi Lohu adalah Hu-pangcu (wakil ketua), tak bakal salah bukan?" Ucapan tersebut membuat Pit li kiam kelabakan setengah mati dan tak tahu bagaimana mesti menjawab, terpaksa dia hanya membungkam diri dalam seribu bahasa. Sambil tertawa terkekeh-kekeh, orang berbaju emas itu berkata lebih jauh. "Kau telah membocorkan rahasia bukit kita, menurut peraturan kau harus dijatuhi hukuman mati, apa lagi yang kau katakan ?" Dengan ketakutan buru-buru Pit It kiam menyahut. "Hamba sama sekali tidak sengaja, hanya secara kebetulan saja berjumpa dengan Ku Gwat cong, dan lagi teringat dengan dendamku pada lima tahun berselang, maka tanpa sengaja, aku telah..." "Peraturan perkumpulan harus dilaksanakan dengan tegas, percuma saja kau banyak berbicara !" Bentak orang berbaju emas itu lantang. Pit It kiam segera berkerut kening, tapi dengan cepat wajahnya pulih kembali seperti sedia kala, ujarnya kemudian. "Apakah hamba dapat berbuat pahala untuk menebus kesalahan ini?" "Hm.... apakan hukiman yang lohu jatuhkan padamu kurang adil." Jengek orang yang berbaju emas itu sambil tertawa dingin. Untuk kesekian kalinya Pit It kiam berkerut kening, tetapi sekuat tenaga dia berusaha untuk menekan pergolakan perasaan hatinya, kembali ujarnya. "Ang Hu paugcu, hamba mendapat tugas khusus dari pangcu untuk kemari, sekarang hambapun perlu melaporkan semuanya tugas yang hamba lakukan pada kongcu pribadi, sekalian akan kulaksanakan hukuman dihadapannya." "Di terangkan kepada lohu pun sama saja!" Tukas Ang Hu pangcu dengan suara dalam. Habis juga kesabaran Pit It kiam, dengan suara menentang dia berteriak keras. "Hamba bukan berniat melarikan diri dari hukuman, tapi minta keringanan hukuman juga bukan permintaan berlebihan, Hu pangcu, sekalipun kau merasa senang setelah dapat membunuh aku, rasanya juga tak perlu begitu bernapsunya!" "Pit It kam!" Bentak Ang Hu pangcu amat gusar. "kau berani membocorkan rahasia perkumpulan kita, menurut peraturan harus dijatuhi hukuman mati, sedang lohu hanya melaksanakan tugas belaka, ini urusan dinas diharap kau mengerti." "Heeh... heeeh..." Pit It kiam menjengek sinis. "maksud hati Suma Ciau sudahlah jelas, orang jalan pun tahu..." Ang Hu pangcu segera menyeringai seram, teriaknya amat gusarnya. "Pit It kiam amat besar nyalimu, rupanya kau memang ada maksud untuk menghianati perkumpulan.. jika tidak kenapa kau begitu berani mencemooh lohu? Baik, kalau begitu, lohu ingin saksikan sampai di manakah kepintaran ilmu pedangmu." Seraya berkata, dengan langkah lebar dia segera berjalan mendekati Pit It kiam. Oleh karena itu, dalam waktu singkat Pit It-kiam dapat merasakan untung ruginya maka sambil tersenyum kembali ujarnya. "Ang hu pangcu, bolehkah hamba berkata beberapa patah kata." Ang hu pangcu mendengus dingin. Sepasang alis mata Pir It kiam segera berkerut, bekas bacokan itu pun memancarkan cahaya merah, ini menandakan kalau dia sudah dilipiti hawa marah yang membara, juga merupakan pertanda sebelum dia melancarkan serangan untuk membunuh orang. Cuma saja, Pir It kiam cukup mengetahui posisinya sendiri berbicara soal kedudukan, dia memang masih kalah dibandingkan Ang hu pangcu, berbicara soal kepandaian silat dan tenaga dalam, dia lebih kalah setingkat dari lawannya. Apa lagi pada saat ini Ang hu pangcu telah memergoki dia sedang membocorkan rahasia perkumpulan, seandainya dia benar- benar membunuhnya, sekalipun hal ini dilaporkan, pangcu juga tak bakal menegur atau menyusahkannya. "Katakan saja apa yang hendak kau ucapkan, lohu ingin mendengarkan belaka." Wauaupun dia menyatakan akan mendengarkan, namun langkahnya sama sekali tidak berhenti.. setindak demi setindak dia maju ke depan. Agaknya Pit It-kiam dapat menebak maksud hati lawannya itu,selangkah demi selangkah pula dia mundur terus ke belakang, sambil mundur katanya lebih jauh. "Ketika hamba berjumpa dengan Ku Gwat cong tadi, telah berhasil hamba selidiki persoalan yang diwanti-wantikan oleh pangcu pada waktu itu, oleh karena itu, hamba telah mempergunakan Kiam leng coan sim (Lencana pedang menyampaikan surat) untuk memberi laporan kepada pangcu..." Berbicara sampai, disini, Pit It kiam sengaja berhenti sebentar untuk menyelidiki sikap lawannya. BetuI juga, Ang hu pangcu segora menghentikan langkahnya, dia seperti nampak agak takut setelah mendengar perkataan itu. Mendapat angin, Pit It kiam segera berkata lebih jauh. "Ang hu pangcu, sekarang apakah kau bersedia untuk menggusur hamba pulang dahulu kemarkas kemudian baru menerima hukuman" "Dari mana aku bisa mempercayai perkataanmu itu?" Dengus Ang Hu pangcu ketus. "Jika aku berbohong belaka, bukankah hamba sama halnya dengan mengantar diri masuk perangkap?" Ang Hu pangcu berpikir sebentar, kemudian katanya. "Persoalan itu sudah lenyap dan hilang selama beberapa tahun, kalau di bilang kau berhasil menemukannya pada saat ini, apakah hal tersebut tidak terlalu kebetulan?" Pit It kiam segera tertawa. "Hal ini rasanya tidak jauh lebih kebetulan dari pada kemunculannya Hu pangcu di sini bukan?" Jengeknya. Diam-diam Ang Hu pangcu termenung dan berpikir berapa saat lamanya, kemudian ia bertanya. "Darimanakah sumber berita itu?" Pit It kiam segera menggelengkan kepalanya sambil tertawa, jawabnya pelan. "Hu pangcu, itulah satu satunya pelindung keselamatan bagi hamba sekarang, kita toh sama-sama sudah bukan anak kecil lagi, tentunya cukup tahu bukan, bagaimana melindungi diri secara baikbaik." Ang Hu pangcu tertawa seram. "Heeh... heeh... heeh... Pit It kiam, kau pun seharusnya mengerti, seandainya hal ini memang benar, hari ini juga Kiam leng dari pangcu sudah akan sampai disini!" "Tentu saja" Kata pit It kiam sambil mengangguk. "menurut perkiraan hamba, besok lencana Kim leng dari pangcu pasti sudah sampai disini, cuma segala sesuatunya masih memerlukan penampilan hamba pribadi untuk memberikan laporannya!" Agaknya Ang Hu pangcu sudah memperoleh siasat bagus, dia lantas manggut-manggut. "Bagus sekali. Kalau begitu lohu akan menantikan kedatangan Kim leng dari pangcu, nah ikutilah aku !" Pit It kiam segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya. "Harap Hu pangcu menentukan waktu dan tempat pertemuan saja, sampai saatnya hamba pasti akan datang" "Pit It kiam." Kata Ang hu pangcu sambil tertawa. "oleh karena kau-kata kebetulan berhasil menemukan jejak dari persoalan itu, maka kau baru berhasil mendapatkan pengecualian, tapi bukan berarti kau sudah bebas sama sekali" "Tentang soal ini, hamba cukup mengetahuinya, cuma menurut peraturan perkumpulan, pada saat ini hamba masih bebas merdeka tanpa ikatan apa-apa, hambapun wajib melakukan tugas dari pangcu ini dengan sepenuh tenaga..." Ang-hu pangcu mendengus dingin, agaknya dia merasa apa boleh buat, ujarnya kemudian. "Hmm... Tampaknya kau hapal sekali dengan peraturan dalan perkumpulan kita. Baik, aku tinggal dirumah penginapan Tong keh, jangan lupa, besok tengah hari. setelah waktu bersantap siang, bila kau tidak datang menghadap berarti kau ada maksud untuk berhianat..." "Semenjak empat tahun, berselang hamba sudah tahu kalau Hu pangcu amat memperhatikan hamba, dan sudah kuduga kalau hari seperti ini pasti akan datang juga maka hamba tak akan sampai membiarkan diri hamba masuk perangkap!" "Lihat saja, lohu toh masih mempunyai banyak waktu," Jengek Ang hu pangcu sambil tertawa sinis. "Hamba akan selalu berhati-hati, baik-siang malam, hari bulan dan tahun hamba akan selalu waspada!" Ang hu pangcu mendengus dingin, dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari situ dengan langkah lebar. Menanti bayangan tubuh orang sudah lenyap tak berbekas, Pit It kiam baru menyeka butiran keringat yang membasahi jidat seraya menghembuskan napas panjang, kemudian biji matanya berputar kesana kemari dan menggelengkan kepala berulang kali, rasa gelisah bercampur cemas membayangi wajahnya. Diapun cukup tahu, sekalipun dia telah mengucapkan kata-kata bohong yang memaksa musuh bebuyutannya Ang Beng liang terpaksa harus mengurungkan niat jahatnya kepadanya, tapi dengan adanya peristiwa ini maka posisi nya menjadi semakin berbahaya. Esok dengan cepatnya akan tiba, terkecuali kalau didalam jangka waktu ini dia berhasil mendapat bantuan atau memproleh pengampunan dari pangcu, kalau tidak, maka nasib yang tragis sudah pasti akan dialaminya. Pit It kiam tidak ingin berkhayal dengan mengharapkan bantuan dari langit, maka satu-satunya jalan yang bisa di tempuh olehnya sekarang adalah berusaha untuk mendapatkan pengampunan dari pangcunya, maka tanpa berayal lagi dia lantas lari menuju ke mulut gang. Ketika masih ada tiga langkah sebelum mencapai mulut gang, mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, sayang baru saja itu ingatan melintas di dalam benaknya, tahunya jalan darah di atas sepasang bahu dan jalan darah bisunya sudah ditotok orang. Kemudian munculah Ang Hu pangcu dengan wajah menyeringai seram, dia berdiri dihadapannya dengan wajah sinis, dan kemudian dengan menggunakan suara yang hanya bisa didengar oleh Pit It kiam seorang, katanya. "Pit It kiam kau harus mengerti, bukan cuma sehari ini saja lohu ingin membunuhmu, keponakanku itu hanya sedikit tertegun saja, tapi kau telah turun tangan keji kepadanya, dan kemudian kau memberi pula dosa yang besar kepadanya membuat ia ternoda sepanjang masa... Hmm! Pit It kiam, lohu teramat benci padamu, kalau bila aku ingin melahap dagingmu dan menghirup darahmu, aku hendak menyayat kulitmu, kemudian membakarnya agar menjadi abu!" Kini segenap tenaga dalam yang dimiliki Pit it kiam telah punah, walaupun ada mulut juga sukar di buat bicara hanya codet di atas wajahnya saja yang bersinar terang dan matanya memancarkan sinar buas. Ang hu pangcu tertawa terkekeh-kekeh, dari sakunya dia mengeluarkan sarung tangan khusus yang segera dikenakan. Kemudian sambil memperlihatkan sarung tangan itu dihadapan Pit kiam, katanya sambil menyeringai seram. "Sekalipun apa yang kau katakan tentang persoalan itu adalah suatu kenyataan, lohu juga akan menjagal dirimu lebih dulu, cuma kau tak usah kuatir, lohu tak akan mempergunakan ilmu dan kepandaian khasku untuk membinasakan dirimu!" Sembari berkata, Ang beng liang telah memasang sarung tangan tadi ditangan kanannya sekarang Pit It kiam dapat melihat dengan jelas, itulah sebuah sarung tangan khusus yang dilapisi lima buah cakar serigala yang kuat seperti baja dan tajam bagaikan kaitan. Sekali cengkeram, Ang beng liang telah mencakar wajah Pit It kiam,yang tampan itu, kemudian katanya. "Bukankah pangcu amat menyukai tampangmu ini. Sekarang, akan kulihat apakah dia masih menyukainya lagi atau tidak ?" Ketika cengkeraman itu diperkeras, diatas wajah Pit It kiam segera muncul lima buah bekas darah memanjang dan dalamnya beberapa inci, seketika itu juga paras muka Pit It kiam-yang tampan berubah menjadi hancur tak karuan lagi bentuknya. Menyusul kemudian, tangan Ang Beng liang diayunkan berulang kali seperti orang memukul tambur, kepala, muka dan dada Pit lt- kiam seketika itu juga hancur tak berbentuk lagi, kulitnya mengelupas semua, darah segar jatuh bercucuran membasahi seluruh tanah. Ang Beng liang menyeringai seram, sekali lagi tangannya diayunkan ke depan dan menghantam empat lima kali, sepasang lutut sepasang sikut Pit It kiam segera hancur remuk tak berbentuk lagi, sedang orangnya sudah jatuh tak sadarkan diri karena kesakitan. Ang Beng liang tertawa bangga, terhadap Pit It kiam yang tergeletak tak sadarkan diri itu katanya. "Lohu akan menyuruh kau mati karena kehabisan darah, silahkan penderitaan tersebut dirasakan sebelum mampus nanti!" Selesai berkata begitu dia cengkeram tubuh Pit It kiam dan membawanya kedalam gang buntu itu, kemudian melayang masuk kerumah orang, meletakkan tubuh Pit It kiam ditumpukkan kayu, membebaskan jalan darahnya dan berlalu dari sana. Sekarang Pit lt-kiam dapat bersuara namun tidak sanggup mengucapkan sepatah katapun, bisa membuka matanya namun tidak dapat ia melihat apa apa, juga bisa bergerak tapi tak tertenaga. Darah mengalir terus tiada hentinya, luka yang dideritanya cukup parah, apalagi dibulan enam yang panas menyengat badan begini, paling banternya setengah jam lagi, malaikat elmaut pasti akan datang merenggut selembar jiwanya. Pada saat itulah mendadak melayang masuk sseseorang kedalam rumah itu, kemudian dengan menggunakan selimut yang tebal untuk membungkus Pit It kiam diam-diam berlalu pula dari sana. - ooo0dw0ooo- KWIK WANGWEE sedang menuding sebuah gudang yang besar dihadapannya dan berkata kepada siau liong ji sambil tertawa. "lnilah gudang buah, berkeranjang keranjang buah disimpan dalam gudang ini siap dibuat sari buah dan manisan, atau biasanya di kirim pula ke daerah lain." Dengan sikap mengerti tak mengerti Siau liong ji manggut- manggut. Kwik Wangwee segera menepuk kepalanya sambil berkata lagi. "Usaha ini sudah kulakukan tiga generasi mulai sekarang kau adalah pegawai yang akan mengawasi gudangku ini, tak usah kuatir, barang disini tak akan dicuri orang, tapi mesti ada orang yang menjaganya." Kwik wangwee memandang sekejap lagi ke arahnya, kemudian sambil membelai kepalanya dan berkata dengan lembut. "Kertas jendela dalam gudang banyak yang sudah hancur, sekalipun ditambal baik-baik belum tentu bisa menahan kucing dan anjing yang akan masuk kedalam, terutama sekali nyamuk dan lalat yang menjemukan, semuanya ini mesti kau perhatikan baik-baik" Sekarang Siau liong ji baru mengerti, rupanya tugas yang diberikan kepadanya adalah mengusir kucing, menggebuk anjing, apalagi nyamuk dan lalat, sejak kecil Siau liong ji benci dengan binatang binatang itu. Sementara dia masih termenung, Kwik wangwee segera berkata sambil tertawa. "Siau liong, aku lihat kau bukan bocah sembarangan, suatu hari kelak, kau pasti akan berhasil mencapai kedudukan yang tinggi, bagaimana kuberi nama "Tiong lo" Kepadamu?" Diam-diam Siau liong ji merasa terkesiap, bukankah hal ini merupakan suatu kebetulan? setelah berpikir sejenak, dia pun manggut-manggut tanda setuju dengan nama "Sun Tiong lo" Itu. Saat itulah Kwik Wangwee berkata lagi. "Letak kamar bacaku tentu sudah kau ketahui bukan? Nah, aku ijinkan kepadamu untuk meminjam buku dalam kamar bacaku, kalau hendak bersantap pergilah kedapur depan sana kita makan bersama, setiap bulan aku mendapat uang gaji, uang itu boleh ditanamkan dalam usahaku, sehingga bila suatu ketika kau hendak pergi, aku dapat memberikan uang dan keuntunganmu itu kepadamu, siapa tahu kalau ada keuntungannya kelak." Siau liong ji ... aah, tidak, Sun Tiong lo manggut-manggut tanda menyetujui. Kwik Wangwee tidak berkata apa apa lagi dia segera pergi meninggalkan tempat itu. Semenjak hari itu, Sun Tiong lo pun menjadi penjaga gudang, selain makan tidur, mengusir kucing dan anjing, kerjanya hanya membaca buku. Padahal setiap hari antara kentongan kedua sampai kentongan kelima, dia selalu duduk bersemedi untuk melatih ilmunya. Sesungguhnya pengemis tua Ku Gwat cong adalah seorang jagoan yang luar biasa sekali didalam dunia persilatan dia tak lain adalah Koay kay (pengemis aneh) yang disebut orang sebagai jago piling aneh dikolong langit... Berbicara soal tingkat kedudukan dan usia nya, Ku Gwat cong boleh dibilang termasuk dalam jagoan angkatan tua, diantara sekian banyak jago tua angkatannya, hanya tinggal tiga orang saja yang masih hidup. Pengemis aneh ini memang cukup aneh, setelah membawa pergi Siau liong, ternyata selama lima tahun ia tak pernah mengajarkan satu jurus gerak seranganpun kepadanya... Walaupun demikian, dia mengajarkan suatu ilmu semedi yang cukup aneh kepadanya. Sun Tiong lo baru berumur sepuluh tahun, bagaimanapun juga dia masih terhitung seorang kanak kanak, kanak kanakpun mempunyai jalan pikiran kanak kanak, kalau ingin mengurung nya terus didalam gudang, hal ini bukanlah su atu pekerjaan yang sangat mudah. Tapi selama berada disini, kecuali duduk dalam gudang atau kursi, dia tak pernah keluar rumah, lagipula dia tidak pernah kenal dengan siapapun, maka tiada orang pula yang diajaknya bermain. Tapi hal ini tidak menjadi soal baginya. sebab dia mempunyai cara yang paling ideal untuk menghilangkan waktu. Setiap kali ada waktu senggang, dia lantas membaca buku sambil berbaring, itulah se Jilid buku aneh, buku yang ditinggalkan Ku Gwat cong kepadanya, isi buku itu sudah hafal di luar kepala, tapi gambar yang tercantum dalam kitab itu sama sekali tidak dipahami olehnya. Kini, diapun sambil berbaring membaca buku sambil makan buah yang memang tersedia dalam gudang tunggu pengiriman, maka sambil membaca, dia makan buah, lalu bijinya da sambit keluar lewat jendela. Dibalik jendela merupakan sebuah lorong delapan sepuluh tahun tak pernah ada yang lewat disana, sedangkan daun jendela telah rusak, diluar jendela sana terdapatlah sebuah lubang, yang cukup besar. Waktu berlalu cepat, dalam waktu singkat Sun Tiong-lo sudah mencapai dua belas tahun. Malam itu. kentongan kedua baru saja lewat. Sun Tiong-lo baru saja menyelesaikan latihan tenaga dalamnya, Mendadak terdengar suara anjing menggonggong tiada hentinya, menyusul kemudian "bluuuk !" Sebuah benda berat terjatuh didalam lorong sempit di belakang gudang. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Waktu itu Sun Tiong-lo baru saja memadamkan lampu dan berbaring, dengan cepat dia melompat bangun dan duduk, dengan jelas ia mendengar ada benda terjatuh dalam lorong tadi, namun sampai sekian lama belum juga kedengaran suara berikutnya. Sesaat kemudian baru terdengar suara ujung baju terhembus angin. Sun Tiong lo segera membaringkan diri lagi dan pura-pura tidur pulas, meski matanya terpejamkan namun telinganya dipasang baik baik untuk mendengarkan gerak gerik disana. Diatas dinding pekarangan seperti ada suara orang, malah tiga orang jumlahnya, terdengar salah seorang diantaranya berkata. "Lo lak, bagaimana? Apakah kau temukan bayangan tubuh keparat itu...?" Yang dipanggil sebagai Lo lak segera menjawab. "Tampaknya tidak berada disini, mari kita mencari di tempat lain !" "Lak te, bukankah dibawah sana terdapat tanah datar?" Seorang yang lain segera berseru. "Aaah.... benar, coba kutengok !" Pencoleng itu ternyata benar-benar melompat turun ke dalam lorong sempit tersebut. Tapi tak lama kemudian dia sudah melompat balik keatas dinding pekarangan seraya menyumpah. "Sialan, dibawah sana adalah sebuah gedung buah, mari kita cari ditempat lain saja." "Kalau begitu keparat itu tak mungkin akan bersembunyi disini" Kata orang pertama tadi, dia terluka parah, tak mungkin bisa kabur ter lalu jauh, mari kita menggeledah ditempat ini" Tak lama kemudian terdengar ke tiga orang pejalan malam itu berlalu dari sana. Beberapa waktu kemudian, dari arah lorong sempit itu baru kedengaran ada suara, kemudian dari balik lubang dibelakang jendela tampak sesosok bayangan hitam menerobos masuk ke dalam, kakinya tepat menginjak diatas pembaringan karena kehilangan keseimbangan badannya, dia roboh terguling. Dengan cekatan Sun liong lo melompat turun dari atas ranjang, menutup jendela dan hendak memasang lampu. Tapi tamu tak diundang yang terkapar di atas pembaringan itu segera mencegah. "Jangan memasang lampu, harap jangan memasang lampu, aku bukan orang jahat..." Sun Tiong lo sama sekali tidak takut, juga tidak menuruti perkataan orang itu, dia memasang lampu kemudian memperhatikan wajah orang tadi dengan sepasang matanya yang besar dan jeli. Dengan cemas orang itu segera berseru. "Adik cilik, aku adalah seorang pengawal barang yang bertemu dengan musuh besarku, mereka bertiga mengerubuti aku seorang aku tak tahan dan kena dibacok kakiku, untung bisa kabur sampai disini, jika kau menyulut lampu...." Belum habis dia berkata, Sun Tiong lo telah memadamkan lampu lentera itu seraya berkata. "Kau seperti orang baik-baik, akan kupadamkan dan mendengarkan penuturan selanjutnya." "Aku she Cui bernama Tong dengan nama kecil Cu hoa" Orang itu menerangkan "aku adalah Sam-lok piautau dari perusahaan pengawalan barang Pat tat piaukiok, sebutannya saja piautau, padahal sesungguhnya cuma seorang Tang cu ji !" "Apa sih yang disebut Tang cu jiu itu?" Tiba-tiba Sun Tiong lo bertanya keheranan. Cui Tong tertawa getir. "Artinya anak buah, atau pelayan kerjanya hanya memasang kereta, mengambil barang kebutuhan, membongkar peti dan jaga malam, pokoknya semua kerja kasar adalah pekerjaan ku" "Oooh... kalau begitu kau lebih mengenaskan nasibnya dari pada aku...." Kata Sun Tiong lo. Sekali lagi Cui Tong tertawa getir. "Adik kecil, asal kita masih bisa makan dengan menggunakan tenaga sendiri, hal ini masih tidak terhitung mengenaskan katanya, Sun Tiong lo tidak berbicara lagi, dibalik kegelapan sepasang matanya yang besar dan jeli itu memancarkan sinar tajam, keadaan ini seketika itu juga membuat Cui Tong merasa amat terperanjat. Seandainya Sun Tiong-Io bukan seorang anak kecil belaka, Cui Tong pasti akan mengira dirinya telah bertemu dengan seorang jago lihay dari dunia persilatan. Tentu saja mimpipun Cui Tong tak akan menyangka kalau bocah penjaga gudang yang berada dihadapannya sekarang tak lain adalah majikan kecil yang ditolongnya tujuh tahun berselang, sedangkan Sun Tiong-lo sendiri sama sekali lidak kenal dengan Cui Tong. Waktu itu dia masih terlalu kecil, apalagi dalam lelap tidur yang nyenyak, ketika terjadi peristiwa dirumahnya dan dia ditolong orang, kesemuanya itu tidak diketahui olehnya bila pengemis tua tersebut tidak menceritakan hal ini kepadanya. Ketika dia bertanya siapakah yang telah menyelamatkannya, pengemis tua itu tak pernah mau berbicara, malah berpesan kepadanya sebelum kepandaian silat yang dimilikinya mencapai tingkatan yang luar biasa, rahasia asal usulnya tak boleh dibocorkan. Walaupun antara majikan dan pembantu tidak saling mengenal, namun Thian telah mengaturkan pertemuan yang tak terduga ini, sekalipun kali ini harus berpisah lagi, namun di kemudian hari mereka sudah tahu tempat untuk mencarinya. Begitulah, dalam keragu-raguan Cui Tong menuturkan kembali pengalaman yang baru saja menimpa dirinya. "Tahun berselang, ketika aku mengikuti Tay piautau mengawal barang-barang ke kota Tay-awan, di luar perkampungan keluarga Sik telah menderita musibah, untung saja kepandaian silat Toa- piautau lihay sehingga kawanan perampok itu kena dipukul mundur, siapa tahu hari ini aku telah berjumpa lagi dengan mereka." "Parahkah luka diatas kakimu itu ?" "Cukup parah, tapi tak menjadi soal, aku membawa obat luka yang terbaik, asal bisa beristirahat barang dua hari, niscaya luka ini akan sembuh dengan sendirinya, cuma..." Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya Sun Tiong-lo telah menukas lebih dulu. "Kalau begitu beristirahat saja dalam gudang ini, tak akan ada yang menayai dirimu, aku akan persiapkan tempat bagimu, sekalipun musuh-musuhmu itu akan berdatangan kembali, belum tentu dia dapat menemukan dirimu, tak usah khawatir." Apa yang telah dikatakan ternyata dilakukan Sun Tiong-lo dengan cepat, diatas tumpukan karung-karung buah kering tingginya hampir mencapii langit-langit gudang itu dia siapkan sebuah tempat bagi Cui Tong untuk beristirahat, bahkan membimbingnya naik ke atas. Satu hari, dua hari, akhirnya luka diatas paha Cui Tong sudah sembuh enam tujuh bagian. Tentu saja paling baik kalau dia bisa beristirahat beberapa hari lagi, tapi Cui Tong seperti diburu-buru waktu, dia telah memberitahu kepada Sun Tiong lo bahwa kentongan pertama malam nanti, dia pergi akan meninggalkan tempat itu. Namun dasar kanak kanak, Sun Tionglo bersikap agar Cui Tong mengajarkan semacam kepandaian dulu kepadanya, hal ini tentu saja amat menyusahkan Cui Tong, sebab kepandaian silat semacam apapun mustahil bisa dipelajari dalam waktu singkat. Apalagi sejak majikannya menjumpai musibah, Cui Tong sudah menaruh perasaan benci terhadap ilmu silat, namun Sun Tiong lo yang masih polos ini adalah penolongnya, dia tak ingin mencelakai bocah itu, maka dia bertekad tak akan mengajarkan kepandaian apapun, walau hanya setengah jurus. Akan tetapi Sun Tiong lo mendesak terus menerus, dalam keadaan apa boleh buat, akhirnya timbul suatu ingatan dalam benak Cui Tong, bulan enam adalah musim lalat berkembang biak, tibatiba saja ia menemukan sebuah cara yang baik menangkap lalat dan nyamuk. Ia lantas memberitahukan kepada Sun Tiong lo agar memesan sepasang sumpit baja sepanjang dua depa pada tukang besi, dikatakan sumpit itu hendak dipakai untuk menjepit lalat dan nyamuk yang menjengkelkan itu. Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo