Ceritasilat Novel Online

Bukit Pemakan Manusia 17


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 17


Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung   "Siau liong, kau memang hebat, kali ini aku benar benar sudah mengerti."   Sun Tiang lo juga tertawa terkekeh-kekeh.   "Betul engkoh Siau hou, kita segera pergi !"   "Benar, kita mesti berangkat ke dusun Yang liu cim, kita harus melakukan kembali taktik seperti yang kita lakukan barusan!"   Sun Tiong lo melirik sekejap ke arah Siau Hou cu, kemudian katanya.   "Berbicara yang sebenarnya, semakin dekat kita berada disekitar mereka, semakin tak mereka sangka tempat persembunyian kita, cuma kitapun tak boleh bertindak kelewat gegabah, semua hal mesti dilakukan dengan berhati hati,"   Siau Hou cu tertawa cekikikan, sambil memungut tongkat penggebuk anjingnya ia bilang.   "Legakan saja hatimu, mereka tidak akan mampu untuk menangkap kita berdua!"   Sun Tiong lo memandang sekejap tongkat penggebuk anjing milik Siau Hou cu, lalu katanya tiba-tiba.   "Engkoh siau-hou, aku masih teringat dengan ucapan dari si pengemis tua, kau dan perkumpulan pengemis tiada hubungan apa- apa lagi, kalau memang demikian, mengapa kita berdua tidak bertukar pakaian saja ?"   Siau Hou cu berpikir sebentar, lalu serunya dengan gembira.   "Benar, mari kita percepat langkah kita menuju ke dusun Yangliu- cun, kita berganti pakaian disitu saja !"   Seusai berkata, mereka berdua segera menghimpun tenaga dalamnya dan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk meluncur ke depan sana.   - ooo0dw0ooo- Dusun Yang liu cun termasuk sebuah kota yang cukup ramai, sebab kota kecil ini merupakan urat nadi perdagangan dan merupakan persimpangan jalan menuju ke ibu koka, itulah sebabnya banyak saudagar yang berhenti disitu dan suasana amat ramai.   Dalam kota Yang liu cun terdapat delapan buah penginapan empat diantaranya terhitung rumah penginapan yang cukup besar, sedangkan empat sisanya merupakan penginapan kecil Menjelang fajar, Siau Hou Cu dan Siau liong baru tiba di dalam dusun tersebut.   Siau Hou cu segera menarik tangan Siau liong sembari berkata.   "Mari kita mencari rumah penginapan dulu, cari yang kecil saja tapi mesti kelas yang lumayan !"   Dalam persoalan seperti ini, Sun Tiong lo boleh dibilang belum pengalaman, ia merasa apa yang diucapkan Siau Hou cu pasti tak salah maka merekapun memasuki sebuah rumah penginapan yang memakai merek Hongan.   Dengan potongan Siau Hou cu macam pengemis, tentu saja bukan suaiu pekerjaan yang mudah cari kamar, untung dia melakukan perjalanan bersama Sun Tiong lo, sehingga sang pelayan baru berani menganggapnya sebagai tamu.   Baru saja mereka masuk ke kamar, Siau Hou cu telah berseru kepada pelayan penginapan.   "Hei, Siau ji ko, apakah disini terdapat toko penjual pakaian?"   Pelayan ini memperhatikan Siau Hou cu sekejap, kemudian sahutnya. Siau Hou cu memang pandai bermain sandiwara, sebelum berbicara ia tertawa dulu, kemudian dengan wajah memerah katanya.   "Benar, aku sudah berapa tahun meninggalkan rumah sehingga tampangku berubah menjadi begini rupa, untung saudaraku ini bersedia mengembara kemana mana untuk mencari jejakku, sebelum sampai dirumah, tentu saja aku tak boleh berdandan seperti ini lagi ..."   Tak usah dilanjutkan kata kata itupun sang pelayan sudah mengerti, katanya sambil tertawa.   "Hambapun sedang keheranan tadi, hamba heran Kongcu-ya tidak bertampang seorang pengemis, kenapa dandanannya macam begitu, rupanya begitulah kejadiannya, cuma kongcu-ya .. sekarang hari masih pagi ..."   Sebelum pelayan itu menyelesaikan kata-katanya, Siou Hou cu sudah merogoh dalam saku nya mengeluarkan sekeping uang perak, lalu sambil diangsurkan pada si pelayan, katanya.   "Siau jiko, terimalah sedikit uang ini untuk membeli arak, sekalian tolonglah mengetuk pintu toko, ambilkan empat stel pakaian yang cocok dengan potongan badan kami berdua."   Orang kuno bilang: Asal punya uang, setan pun bisa diperintah, Apalagi pelayan itu hanya seorang manusia biasa yang masih kemaruk oleh harta, sambil menerima pemberian itu buru-buru dia mengundurkan diri dari situ.   Tak selang beberapa saat kemudian, dia telah muncul kembali dengan membawa enam stel pakaian, Siau Hou-cu segera memilih dua diantaranya, setelah membayar dan ganti pakaian, ia baru berkata sambil tertawa.   "Siau-Iiong, kau jangan keluar dulu, tunggulah aku, aku hendak menyelesaikan dulu suatu persoalan penting."   Sun Tiong-lo memandang ke arah siau Hou cu tanpa berkata- kata, sedangkan Siau Hou-cu segera berlalu sambil tertawa.   Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, dengan riang gembira Siau Hou-cu muncul kembali, setelah menutup pintu kamar dan duduk disamping Sun Tiong lo katanya dengan suara lirih.   "Kita tak jadi tinggal di penginapan ini, mari kita pindah ke penginapan yang lain saja, sekarang juga berangkat !"   "Ganti penginapan ? Aku duga kau hendak berada dalam satu penginapan dengan Yan Tan hong bukan ?"   "Kau memang hebat sekali Siau-liong."   Seru Siau Hou cu sambil mengacungkan jempolnya "tepat sekali dugaanmu itu, mari kita berangkat."   Dan setelah memanggil pelayan dan memberi persen mereka pun pindah ke rumah penginapan yang memakai merek "Yong hoa"   Yang namanya keren, ternyata perabotnya juga berkwalitet nomor satu.   Dalam penginapan Yong hoa terdapat dua buah ruangan dengan halaman yang tersendiri satu bernama Yu lu sedangkan lainnya bernama Ya wan.   Dalam ruang Yu lu sudah terisi tamu maka Siau Hou cu pun memesan ruangan Ya wan.   Antara ruang Yu lu dengan Ya wan hanya dipisahkan oleh selapis dinding pekarangan.   Dengan cepat Sun Tiong lo tahu kalau tamu yang menginap di ruang Yu lu sekarang sudah pasti adalah Yan Tan hong dengan kedua orang dayangnya.   Dan setelah pemilik rumah penginapan pergi Siau Hou ca segera menutup pintu kamar dan menarik Sun Tiong lo memasuki ruangan sebelah kiri, lalu dengan suara lirih dia berkata.   "Siau liong"   Kamar yang berada disebelah kita adalah kamar dari pangcu perempuan iiu, suara pembicaraan mereka agak besar, bila kita menempelkan telinga diatas dinding, maka apa yang mereka bicarakan kita dengar dengan jelas!"   Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Lebih baik aku tidur dikamar sebelah kanan saja"   Katanya.   "aku tak mau mendengarkan perkataan orang!"   Mendengar perkataan itu, Siau Hou cu menjadi tertegun.   "Orang persilatan bilang, jika ingin mengetahui rahasia orang, lebih baik pasang telinga menyadap pembicaraan orang, Siau liong,jangan lupa mereka adalah musuh kita, apa yang mereka bicarakan sembilan puluh persen pasti merugikan kita berdua!"   "Tentu saja"   Kata Sun Tiong lo sambil mengangguk "tapi apalah gunanya kalau kita hanya mendengarkan belaka?"   Siau Hou cu segera berpikir sebentar, tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya sambil bertanya kepada Sun Tiong lo.   "Siau liong, bersediakah kau untuk menangkap mereka dan menanyai hal ini sampai jelas?"   "Tentu saja bersedia"   Jawab Sun Tiong lo tanpa berpikir panjang.   "tapi mudahkah untuk melakukan hal ini?"   "Mudah sekali"   Siau Hou cu tertawa cekikikan.   "aku sanggup untuk melakukannya, sekarang mari kita tidur dulu, bila sudah bangun nanti dan makan sampai kenyang, kutanggung kau pasti berhasil dengan sukses.."   Sun Tiong io memandang sekejap kearah Siau Hou cu, lalu mengangguk.   "Baiklah, kalau begitu kau boleh tidur disini. Sedang aku tidur dikamar lain."   Siau Hou cu tertawa, dia lantas melepaskan sepatunya dan menanggalkan pakaian untuk tidur.   Sebaliknya Sun Tiong Jo berjalan menuju kekamar sebelah kanan, sesudah melepaskan sepatu, dia duduk bersila diatas pembaringan dan menggunakan kesempatan itu untuk bersemadi menghimpun kembali tenaga dalamnya.   - ooo0dw0ooo- BAB KEDUA PULUH EMPAT SAMPAI tengah hari kemudian, Siau Hou cu baru bangun dari tidurnya.   Baru saja dia akan bersuara untuk memanggil Sun Tiong lo, mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, karena gegabahnya hampir saja nama Siau liong diucapkan dan nyaris rencana mereka mengalami kegagalan total....   Pelan pelan dia lantas turun dari pembaringannya dan mengenakan sepatu, mendadak dari kamar sebelah dia mendengar ada orang sedang bercakap-cakap.   "Kalian begitu banyak orang, apa lagi terbagi menjadi tiga rombongan, masa kabar beritapun tidak didapat, malah si kakek terbang yang jauh diluar perbatasan berhasil membuat pahala."   Begitu mendengar nama Hui siu, atau kakek terbang di singgung, Siau Hou cu segera merasakan jantungnya itu berdebar keras, apa lagi setelah mendengar ucapan "membuat pahala,"   Hampir saja jantungnya melompat keluar. Pada saat itulah, dari kamar sebelah segera terdengar suara dari Ang Beng liang.   "Pangcu, kalau toh Ku Gwat cong sudah terjatuh ketangan Sui siu, hal ini membuktikan kalau dugaan hamba yang mengatakan bahwa dua orang yang berada ditepi api unggun di-tengah hutan semalam adalah dua orang setan cilik itu tidak salah lalu..."   "Sekalipun tidak salah lantas kenapa? Toh kosong melompong hasilnya...?"   Kata sang pangcu dengan dongkol. Ang Beng liang segera mengiakan berulang kali.   "Dua orang setan cilik itu tampaknya jauh lebih licik daripada Ku Gwat cong, tapi setelah Ku Gwat cong tertawan, aku rasa persoalan ini lebih mudah untuk diselesaikan sudah pasti dia mengetahui akan jejak dari kedua orang setan cilik ini!"   Sang pangcu kembali mendengus dingin.   "Hmm, kau memang pintar sekali, memangnya hanya kau sendiri yang bisa berpikir demikian dan orang lain tak dapat menduga sampai ke situ?"   Dampratnya.   Kata-kata yang amat pedas ini kontan saja membuat Ang Beng liang untuk beberapa saat lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.   Siau Hou cu yang berada dikamar sebelah menjadi amat gelisah, dengan cepat dia memburu kekamar sebelah kanan, kemudian sambil membuka pintu ruangan suaranya lirih.   "Siau liong, Siau liong, barusan aku..."   Tiba-tiba dia menjumpai kalau Sun Tiong lo sudah tidak berada didalam kamarnya, hal ini membuatnya menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya.   Pada saat itulah pintu ruangan dibuka orang dan Sun Tiong lo berjalan masuk dari halaman tengah.   Baru saja Siau Hou cu akan berbicara, Sun Tiong lo telah menggelengkan kepalanya berulang kali, lalu menariknya menuju kekamar sebelah kanan.   Siau Hou cu tak dapat menahan sabarnya lagi, segera bisiknya dengan lirih.   "Suhu sudah keluar perbatasan kini beliau kena ditangkap..."   "Tak usah panik lebih dulu"   Tukas Sun Tiong lo sambil menggelengkan kepalanya.   "akupun sudah mendengar akan hal itu, tapi aku tidak percaya..."   Jawaban ini segera membuat Siau Hou cu menjadi tertegun, lalu dengan kening berkerut katanya.   "Kau tak percaya? Apakah berita ini palsu."   "Beritanya sih tidak palsu,"   Sambung Sun-Tiong lo kembali.   "tetapi kemungkinan orang nya yang palsu, cobalah pikir, pangcu perempuan ini dengan membawa begitu banyaknya jago liehaypun tidak sanggup menemukan kita berdua dengan kemampuan yang dimiliki oleh suhu, mana mungkin dia bisa kena di tangkap lawan?"   Siau Hou cu mengerdipkan matanya berulang kali setelah mendengar perkataan ini, untuk beberapa saat lamanya dia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Kembali Sun Tiong lo merendahkan suaranya, dan lalu berkata lagi.   "Apakah kan lupa dengan ke enam belasnya, orang pengemis tua di kota Tong ciu tempo hari? Nah, kejadiannya kan sama!"   Siau Hou cu merasa perkataan ada benarnya juga, maka dia segera manggut-manggut.   "Ya benar juga perkataanmu itu, masa suhu bisa ditangkap dengan begitu mudah!"   "Engkoh Siau hou"   Kata Sun Tiong lo kemudian sambil tertawa.   "aku rasa kita perlu menggantikan sebutan sehari hari kita, dari pada terjadi hal hal yang tak diinginkan!"   Siau Hou cu segeralah mengangguk, dengan merendahkan suaranya dia berkata.   "Yaa, ucapanmu itu memang benar, ketika baru bangun dari tidur tadi, hampir saja aku memanggil namamu Siau liong!" - ooo0dw0ooo- SUN TIONG LO tersenyum.   "MuIai sekarang, lebih baik kita jangan mempergunakan sebutan siau liong atau Siau hou lagi"   Katanya.   "baiknya kupanggil toako kepada mu dan kau memanggil saudara atau jite kepadaku, dengan begitu, kita boleh memanggil dengan suara keras tanpa mesti menguatirkan perhatian orang lain..."   Siau Hou cu segera tertawa, sahutnya sambil manggut-manggut "Begitupun baik juga, tadi kau telah keluar?"   "Yaa, Ang Beng liang dan Tan Tiang hoa telah datang, maka aku mesti selalu waspada."   Sahut Sun Tiong lo sambil menunjuk kearah halaman sebelah depan, .   Sicu Hou cu tidak berbicara lagi, sedang diam-diam ia menggerutu kepada diri sendiri mengapa tidur seperti orang mati.   Sejak tengah hari tadi mereka belum bersantap, kini malampun sudah menjelang tiba, tak heran kalau kedua orang itu merasa amat lapar.   Baru saja Siau Hou cu hendak mengatakan kepada Sun Tiong lo agar suruh pelayan mengirim makanan ke dalam kamar, mendadak dari kamar sebelah kedengarannya suara dari Tan Tiang hoa telah bergema lagi.   "Hamba telah mengirim orang untuk memeriksa setiap penginapan yang berada disini, namun tidak berhasil menemukan kedua orang setan cilik itu, pangcu, menurut pendapatmu lebih baik kita menunggu semalam disini ataukah melanjutkan perjalanan lebih jauh..."   "Tunggu saja disini"   Sambung pangcu dengan dingin.   "beritahu kepada mereka, sebelum kentongan pertama nanti suruh mereka menantikan perintahku dibelakang dua batang pohon kui di kiri mulut masuk dusun ini, jejak mereka harus dirahasiakan!"   Mendengar perkataan itu, seperti memahami akan sesuatu Tan Tiang-hoa segera menyahut.   "Dugaan pangcu menang lihay sekali, betul bocah keparat itu pasti akan berkunjung ke sana ! "   Yan pangcu mendengus dingin.   "Hmm, kebun Cui liu wan yang dulu kini telah berubah menjadi puing-puing yang berserakan. kalau kau tak tahu akan hal ini, maka hal ini merupakan persoalan yang serius, aku tak lebih hanya melakukan apa adanya saja ."   Selanjutnya yang terdengar adalah suara sahutan dari Tan Tiong hoa. Dengan kening berkerut Sun Tiong lo segera bertanya kepada Siau Mou cu.   "Toako, tempat macam apakah Cui liu wan itu?"   Dengan cepat Siau Hou cu menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Siapa tahu"   Sahutnya.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "jite, apakah tidak kau dengar pembicaraan mereka, tempat itu adalah sebuah tempat yang terbengkalai dan tinggal puing yang berserakan."   "ltukan keadaan sekarang."   Tukas Sun Tiong-lo setelah memandang sekejap kearah Siu Hou cu.   "dulunya sudah pasti tempat itu merupakan sebuah kebun bunga yang sangat indah."   "Aah, buat apa kita memperdulikan persoalan itu, toh kita tak akan pergi kesana !"   "Tidak, aku akan pergi kesana untuk melihat keadaan!"   Ujar Sun Tiong lo sambil menggeleng kan kepalanya berulang kali.   Diam-diam Siau Hou cu merasa gelisah, dia benar-benar tidak mengetahui tempat macam apakah Cui liu wan tersebut, tapi dia pernah mendengar tentang dusun Yang liu cun ini dari sipengemis tua dan tahu kalau tempat ini erat hubungannya dengan Sun Tiong lo.   Tapi, diapun hanya memahami akan persoalan ini saja, itupun dia sempat menyadapnya ketika berada di kuil Kwan ya bio di kota Tong ciu karena pura-pura tidur, ketika itu Cui Tong belum datang dan kebetulan saja pengemis tua tersebut membicarakannya.   Dia masih teringat dengan jelas, pengemis tua itu pernah berkata kalau Sun Tiong lo adalah keturunan keluarga Sun dari dusun Yang liu-cun tersebut, sedang pangcu perempuan tersebut sekarang juga telah menduga kalau dia dan Sun Tiong lo kemungkinan akan berkunjung ke Cui liu wan yang tinggal puing berserakan hal ini membuatnya semakin sadar kalau Cui liu wan kemungkinan besar adalah tempat tinggal Sun Tiong lo dimasa lalu.   Karena pendapat inilah maka sengaja dia menjawab dengan hambar dan mengucapkan kata kata seperti ..   "   Toh kita tak akan kesana."   Siapa tahu, Sun Tiong lo pun berhasil menangkap sesuatu yang tidak beres dibalik perkataan itu sehingga bersikeras hendak ke sana.   "Pergi kesananya memang tak menjadi soal, persoalannya sekarang adalah pihak lawan telah mengirimkan jago-jago lihaynya ke sana, bila mereka bersikeras hendak ke situ, bukan kah hal ini sama artinya dengan menghantar kematian sendiri?"   Berpikir sampai disitu, Siau Hou cu segera berkata dengan suara yang lirih.   "Jite, kau toh sudah tahu bahwa pihak lawan mengirimkan jago- jago lihaynya ke situ malam ini, kalau kita bersikeras ke sana, bukankah hal ini..."   "Toako, mengapa kita tidak berangkat sekarang juga?"   Tukas Sun Tiong lo dengan cepat.   Siau Hou cu cukup mengetahui watak dari Sun Tiong lo, tahu kalau tak mungkin bisa menghalangi niatnya itu, dan lagi pergi sekarang jauh lebih kecil resikonya daripada pergi malam nanti, maka dengan cepat dia mengangguk.   "Baik"   Katanya.   "aku setuju kalau berangkat sekarang tapi kita mesti mengisi perut dulu !"   Sun Tiong lo manggut sambil tertawa.   Maka Siau Hou cu segera memanggil pelayan untuk memesan dua mangkuk bakmi, setelah bersantap kenyang dan memberikan pakaian, mereka siap meninggalkan kamar.   Mendadak dari balik pintu tampak seseorang mengintip kedalam, dengan suara keras Siau Hou cu segera berteriak.   "Hei, siapa disitu ? Ditengah hari begini celingukan dimuka kamar tidur orang ?"   Seorang kakek berbaju emas segera berjalan masuk dari luar balaman, ternyata dia adalah Tan Tiang hoa. Dengan suara yang berat Tan Tiang hoa berkata dari luar halaman.   "Tolong tanya saudara, apakah disini ada se orang kongcu dari marga Sun ?"   Baru saja Siau Hou cu hendak mengatakan tidak ada, Sun Tiong lo telah berseru.   "Ada, aku she Sun, ada urusan apa?"   Sambil berkata Sun Tiong lo memberi tanda kepada Siau Hou cu. Siau Hou cu segera manggut-manggut dan membuka pintu berjalan keluar ruangan. Tan Tian Hoa hanya melirik sekejap ke arah Siau Hou cu, kemudian cepat-cepat serunya lagi sambil menjura.   "Oooh, .. salah orang, maaf kalau lohu telah mengganggu ketenangan kalian!"   Sembari berkata dia telah membalikkan badan dan berlalu dari tempat itu dengan langkahnya yang Iebar. Diam-diam Sun Tiong lo lantas berbisik kepada Siau Hou cu.   "Toako, mari kita pergi sekarang juga."   Setelah berada dijalanan, siau Hou cu segera menyikut Sun Tiong lo sambil berkata.   "Jite kesemuanya ini merupakan keteledoranku, kalau hanya berganti pakaian tanpa berubah muka, lantas apa gunanya?"   "Masa wajah seseorang pun dapat dirubah?"   Tanya Sun Tiong lo sambil tertawa, Siau Hou cu mengangguk.   "Mengapa tak bisa dirubah, apakah kau tak pernah mendengar tentang ilmu merubah wajah?"   Katanya. Sun Tiong lo menggelengkan kepalanya berulang kali, mendadak dia berbisik.   "Memancing setan masuk ke dalam rumah... waah, rupanya ada orang yang sedang menguntil di belakang kita"   "Oya? Jite, apakah perlu kita permainkan mereka? Aku rasa ditengah hari begini, mereka pasti akan merasa segan untuk turun tangan, mari kita mencari akal...."   "Toako, mengapa kita tidak mengikuti siasat dari pangcu perempuan itu dengan memancing mereka datang ke Cui liu wan!"   Bisik Sun Tiong lo dengan lirih. Mendengar perkataan itu, Siau Hou cu menjadi tertegun.   "Jite, tempat itu sudah pasti sepi, terpencil, mana tak ada orang lagi, sudah pasti tak akan menguntungkan bagi kita semua..."   Sun Tiong lo cuma tertawa saja tanpa menjawab, malah langkah kakinya lebih cepat.   Siau Hou cu terpaksa harus mendampingi di sampingnya dengan mempercepat langkahnya.   Luas Yang liu cun ternyata cukup lebar, untuk mencapai ujung kota mereka membutuhkan waktu setengah harian lamanya, dari kejauhan sana sudah terlihat kedua batang pohon kui yang besar itu.   Dengan suara lirih Sun Tiong lo berbisik.   "Tampaknya orang yang yang menguntil di belakang kita, semakin lama semakin banyak jumlahnya."   "Biar saja, makin banyak toh semakin baik bagaimanapun kita kan sudah terlanjur sampai disini."   Sahut Siau Hau-ji sambil melirik sekejap kearah Sun Tiong-lo. Kembali Sun Tiang lo tertawa.   "Toako, masih ingatkah kau dengan kitab kecil yang ditinggalkan suhu kepada kita?"   "Dalam keadaan begini kau menyinggung kembali soal kitab itu, apalah artinya ?"   Sun Tiong lo seperti merasa bangga sekali, dengan cepat sahutnya.   "Pada halaman pertama dari kitab kecil itu bukankah tertuliskan "Untuk mengetahui asal usulmu, lewati dulu Bukit pemakan manusia"   Toako, sekarang kita sudah tak usah repot-repot lagi !"   Tergerak hati Siau Houcu setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian.   "Kau mempunyai pendapat apa ? Sun Tiong-lo tertawa.   "Buat apa kita mesti mencari yang jauh dengan menyia-nyiakan yang dekat ? Aku mempunyai suatu akal yang jauh lebih baik lagi !"   Siau Hou-cu sendiripun bukan seorang manusia yang bodoh, dengan cepat dia dapat memahami maksud dari Sun Tiong lo itu, katanya kemudian segera.   "Kau ingin berbuat apa ? Membekuk orang-orang yang mengejar di belakang kita itu ?"   "Ehmm, bukankah cara ini bisa menghemat banyak tenaga kita?"   Sun Tiong-lo melirik sekejap ke arah Siau Hou cu. Siau Hou-cu segera menggelengkan kepala nya berulang kali.   "Menghemat betul menghemat, cuma kuatir hanya ada sementara persoalan memang bisa dihemat, tapi persoalan lain justru semakin bertambah banyak"   "Mana bisa?"   Kata Sun Tiong lo sambil tersenyum "Mengapa tidak?"   Setelah berhenti sejenak, Siau Hou cu berkata lebih jauh.   "Siau liong, mengapa kau tidak berpaling dan melihat jelas lebih dulu keadaan di belakangmu!"   Tentu saja Sun Tiong Io mengerti arti dari pada perkataan dari Siau Hou Cu itu, kembali dia tertawa.   "Apakah engkoh Siau Hou cu takut jumlah mereka yang kelewat banyak?"   "Kau tidak takut? "   Siau Hou cu balik menatap sekejap wajah Sun Tiong lo. Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala.   "Tidak. aku tidak takut, apa lagi aku.."   ""Percaya tidak kau, pada saat ini perempuan yang mereka sebut sebagai pangcu itu sudah pasti telah mendapat laporan dari anak buah nya dan sekarang lagi berangkat kemari ,.,."   "Aku percaya, dan justru aku berharap akan kedatangannya."   Jawaban ini kontan saja membuat Siau Hou cu tertegun.   "Kau mengharapkan kedatangannya?"   Dia berseru, Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh.   "Mungkin kau masih belum memahami maksud dari perkataanku ltu, dengan mengandalkan kepandaian silat yang dimiliki kita berdua, untuk menghadapi Tan Tiang hoa mungkin saja masih bisa, tapi kalau ditambah dengan Ang Beng liang..."   "Sekalipun ditambah lagi dengan beberapa orangpun tidak menjadi persoalan!"   Seru Sun Tiong lo. Siau Hou cu melirik sekejap ke arah Sun Tiong lo, kemudian katanya lagi.   "Siau-liong, apakah kau mempunyai keyakinan?"   "Seharusnya ada, cuma aku belum pernah mencobanya !"   "Aaai... apa arti dari perkataanmu itu ?"   "Engkoh Mau Hau,"   Kata Sun Tiong-lo sambil mengerdipkan matanya yang besar.   "selama setahun belakangan ini aku sudah belajar banyak sekali..."   Belum habis ia berkata, Siau Hou cu telah menukas lagi.   "Soal ini aku tahu, cuma ragu dalam setahun yang begitu singkat, sampai dimanakah keyakinan yang berhasil kau raih !"   "Kepandaianku itu memang belum pernah kucoba, akan tetapi menurut perkataan Kwik Wangwee, aku menjadi seorang jago lihay yang tiada tandingannya didunia ini !"   Siau Hou cu mengerdipkan matanya berulang kali, dan ia pun tidak berbicara lagi. Maka Sun Tiong-lo segera berkata lebih jauh.   "Aku rasa bagaimanapun juga pada suatu ketika toh mesti mencari seseorang untuk mencobanya...."   Siau Hou cu segera tertawa getir tukasnya.   "Oleh karena itu kau bertekad hendak mempergunakan gembong gembong iblis itu untuk mencoba kepandaianmu ?"   Sun Tiong-lo segera menggeleng.   "Bukan cuma mencoba saja, melainkan masih ada alasan lainnya."   "Oooh... apakah alasanmu itu !!"   "Pangcu perempuan itu menyebut dirinya sebagai Yan Tan hong, tapi anehnya semenjak muncul sampai sekarang, wajahnya selalu ditutupi oleh kain cadar putih sehingga tak dapat dilihat raut wajah sebenarnya..."   "Heran, mengapa kau ingin menyaksikan raut wajahnya?"   Seru Siau Hou cu dengan kening berkerut.   "Sebab aku mempunyai suatu perasaan yang penting sekali."   Jawab Sun Tiong lo serius.   "Ooh... coba kau terangkan!"   "Ketika aku berumur lima tahun dulu pernah berjumpa satu kali dengan Yan Tan hong, akupun pernah mendengar pembicaraannya tapi Yan Tan hong yang sekarang bersuara lain, wajahnyapun tak terlihat jelas, oleh karena itu..."   "Pentingkah persoalan ini?"   Tukas Siau Hou cu kemudian menjadi mengerti.   "Yaa, penting sekali, sebab mendiang ayahku tewas tertusuk oleh pedang Yan Tan hong!"   Dengan wajah serius Siau Hou cu berpikir sebentar, kemudian jawabnya.   "Waah, itu mah berbeda!"   Selesai berkata, ia kembali menundukkan kepalanya dan termenung beberapa saat lamanya, kemudian melanjutkan.   "Siou liong, kalau memang demikian, hari ini kita mesti bikin kekacauan besar-besaran"   "Bagaimana caranya?"   Mendadak Siau Hou cu berpaling dan memandang sekejap ke belakang, kemudian katanya.   "Sekarang orang she Ang itu belum datang, Tan Tiang hoa juga belum datang, lebih baik kita percepat gerakan tubuh kita setibanya di depan kedua batang pohon kui tersebut dan menyelinap ke belakang pohon, hal itu pasti akan memancing mereka untuk makin dekat."   "Kemudian kau dari timur aku dari barat, kita bersama sama menghadang jalan mundurnya secara tiba-tiba, sedikit berbicara banyak bekerja, jangan bunuh orang tapi kita ringkus mereka secepatnya dengan mempergunakan suatu ilmu khusus, bagaimana menurut pendapatmu?"   Sun Tiong-lo segera manggut-manggut.   "Baik, kita lakukan begitu saja !"   Sahutnya. - ooo0dw0ooo- Nona Kim yang dibuat terpesona karena mendengar penuturan dari Sun Tiong-lo itu, mendadak menyela.   "Kau tak usah menceritakan lagi kisah pertarunngan dalam Cu liu-wan tersebut."   "Ooooh, mengapa ?"   Tanyanya ingin tahu.   "Tentunya kalian berhasil menangkan pertarungan itu bukan ?"   Ucap nona Kim dingin.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Darimana nona bisa tahu kalau kemenangan berada dipihak kami bukan mereka ?"   "Kalau tidak, mana mungkin kau bisa sampai di Bukit Pemakan Manusia ini ?"   Katanya. Sun Tiong-lo segera tersenyum.   "Ooooh, rupanya begitu !"   Katanya.   "Pada dasarnya memang begitu !"   Sambung nona Kim cepat dengan suara dingin. Dan setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia bertanya lagi.   "Apakah keinginanmu berhasil tercapai ?"   "Keinginan ? Keinginan apa yang nona maksudkan...."   Sun Tionglo tidak memahami apa yang dimaksudkan nona Kim itu.   "Menyingkap kain kerudung si pangcu tersebut ?"   Kata nona Kim lagi. Sun Tionglo segera mengangguk.   "Yaa, aku berhasil memenuhi keinginanku itu !"   Jawabnya kemudian. Bergerak juga hati nona Kim setelah mendengar perkataan itu, cepat ia tanyanya.   "Apakah dia adalah Yan Tan hong ?"   Sun Tiong-lo menarik napas panjang-panjang, kemudian mengangguk.   "Betul memang dia !"   Nona Kim segera mengerling sekejap ke arahnya sambil menyambung.   "Tidak bisa disangkal lagi, kau pasti telah membunuhnya."   "Tidak, aku tak dapat membunuhnya?"   Tukas Sun Tiong lo sambil mengelengkan kepalanya. Tampaknya jawaban ini sama sekali diluar dugaan nona Kim.   "Mengapa demikian?"   "Dia adalah ibu kandung Bauji toako, dan lagi diapun..."   "Yaa, betul! kau tak boleh membunuhnya, tapi kaupun tak boleh berpeluk tangan?"   "Tapi akhirnya dia berhasil melarikan diri"   Bisik Sun Tiong lo dengan kepala tertunduk. Nona Kim menjerit kaget, serunya tertahan.   "Haah, mengapa bisa begitu?"   Sun Tiong lo segera tertawa getir "Waktu itu pengalamanku masih cetek, jalan darahnya saja yang kutotok, siapa tahu ia telah berhasil melatih ilmu Hwee khi sin kang- (ilmu sakti hawa membalik), rupanya jalan darah yang tertotok berhasil diterjang bebas sebelum melarikan diri!"   Mendengar hal itu. Nona Kim segera merasakan hatinya bergetar keras, rupanya lagi tanpa sadar.   "Bagaimana dengan Tan Tiang hoa serta Ang Beng liang ?"   "Aku telah memunahkan kepandaian silat mereka dan melepaskannya pergi...!"   "Tidak kau tanyakan latar belakang sehingga terjadinya ikatan dendam tersebut?"   Tanya si nona berkerut kening.   "Sudah, namun tak banyak yang ia ketahui"   "Sekalipun hanya setitik terang yang berhasil ditemukan, pelanpelan toh bisa diselidiki sampai tuntas..."   "Sekarang tak usah diselidiki lagi"   Tukas Sun Tiong lo.   "aku sudah tahu dengan jelas kisah terjadinya perselisihan hingga mengakibatkan terikatnya dendam kesumat itu"   "Oooh, lantas karena apa?" - ooo0dw0ooo- Karena mabuk oleh arak sehingga ayahku melakukan sesuatu perbuatan salah yang tidak disadari oleh dia sendiri !"   "Oooh, maksudmu terhadap Yan Tan-hong?"   "Benar !"   Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lebih lanjut dengan wajah serius.   "Cuma itu menurut anggapanku dimasa lalu, sedang kini..."   "Kini berbeda?"   Sela sinona.   "Yaa, kini berbeda"   Sun Tiong lo mengangguk dengan wajah keren dan serius.   "sekarang aku baru tahu kalau apa yang kubayangkan dahulu sesungguhnya keliru, ayahku bukan mati dibunuh Ji-nio, bahkan Ji-nio dan ibunya jauh hari sebelumnya telah tewas lebih dulu !"   Nona Kim berpikir, kemudian katanya.   "Tampaknya kata-kata tersebut pernah ku dengar dari kakakmu."   "Ehmm, betul ! Dan itupun sudah berhasil nona sadap pada malam itu."   Nona Kim segera mengerling sekejap kearahnya, kemudian berkata lagi.   "Tapi, apakah perkataan dari kakakmu itu dapat dipercaya ?"   "Tentu saja dapat dipercaya !"   Nona Kim segera menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Seandainya aku yang menghadapi kejadian seperti itu, aku tak akan percaya dengan begitu saja akan perkataannya !"   "Dengan kedudukan nona sekarang, tidak seharusnya kau berkata demikian !"   Tegur Sun Tiong lo dengan kening berkerut. Merah padam selembar wajah nona Kim karena jengah, buru- buru serunya sambil cemberut.   "Aku toh berkata demi kebaikanmu ?"   "Aku amat berterima kasih kepadamu !"   Melihat pembicaraan menjurus dalam suasana yang serba kaku, buru buru nona Kim mengalihkan pembicaraannya ke soal lain, tanyanya kemudian.   "Mana kakakmu ?"   "Sudah pergi !"   Nona Kim menjadi terperanjat setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan cepat.   "Tengah hari besok baru merupakan saatnya untuk melarikan diri, mengapa dia . ." - ooo0dw0ooo-   Jilid 20 HAL itukan menurut peraturan kalian sedang kakakku tidak ada keharusan untuk taat dengan peraturan kalian itu!"   "Tampaknya sifat berangasanmu pada malam ini cukup besar!"   Tegur nona Kim nada marah. Mendadak Sun Tiong lo tertawa, katanya.   "Harap nona maklum, sebab saat ini lagi membicarakan musibah yang menimpa ayahku..."   Nona Kim segera tertawa kembali, selanya kemudian.   "Sudahlah, persoalan juga telah dibicarakan, kau tak usah merasa kesal lagi ..."   "Apakah nona sudah tiada persoalan yang ingin diketahui lagi?"   Sela Sun Tiong lo selanjutnya.   "Tidak ada, kau tak usah kuatir, aku dapat memegang janji dengan sebaik-baiknya!"   Sun Tiong lo tertawa.   "Padahal aku bukannya kuatir nona akan menceritakan kisah ini pada orang lain!"   Katanya.   "Oooooh, sungguh ?"   "Benar"   Nona Kim segera tertawa dingin, lalu sambil bangkit berdiri katanya.   "Ucapan ini kau ssndiri yang mengutarakan kalau sampai terjadi apa apa jangan kau salahkan aku lagi ..."   "Sampai sekarang, apakah nona masih ada waktu untuk mengurusi urusan orang lain ?"   Terkesiap nona Kim setelah mendengar perkataan itu, katanya.   "Apa maksudmu mengucapkan kata kata seperti itu?"   "Nona tak mengerti?"   Sun Tiong lo tertawa.   "Tentu saja aku tidak mengerti!"   Kembali Sun Tiong lo tertawa, katanya.   "Kalau begitu aku perlu mengingatkan dirimu kemudian sambil bangkit berdiri katanya.   "Aku harap nona jangan lupa dengan apa yang telah nona bicarakan dengan Su nio dalam loteng Hian ki lo, tentu saja sebelum kentongan pertama tadi, kaupun menyaksikan Su nio dan orang she Khong itu melarikan diri tanpa mengejarnya...."   Nona Kim berdiri bodoh, sambil menatap wajah anak muda itu serunya agak tergagap.   "Kau...kau... kau mengetahui semuanya.."   "Bila tak ingin diketahui orang lain, kecuali kalau diri sendiri tidak berbuat"   Sela Sun Tiong Io. Nona Kim segera duduk kembali keatas kursi, kali ini dia tidak berbicara lagi. Pada saat itulah Sun Tiong lo berkata lagi.   "Nona ada satu hal entah pantas tidak kalau kubicarakan dengan dirimu?"   Nona Kini masih saja menundukkan kepala nya rendah-rendah tanpa menjawab.   "Nona, harap kau suka menjawab pertanyaanku im?"   Seru Sun Tiong lo lagi sambil menatapnya tajam-tajam. Mendadak Nona Kim mendongakkan kepalanya, sambil memancarkan sinar mata setajam sembilu, dia berseru.   "Jangan mimpi bila kau sanggup menggertak aku !"   "Sejak kecil keluargaku tertimpah musibah hingga hidup berkelana untuk membalas dendam, sebaliknya sejak kecil nona diculik sampai tak kenal siapakah orang tua sendiri, kalau dibicarakan sesungguhnya cukup mengenaskan, mengenaskan mengapa aku mesti mengancam nona?"   "Kalau toh kau sudah mengetahui segala sesuatunya, maka akupun tak akan mengelabuhi dirimu lagi"   Kata nona Kim dengan kening berkerut.   "berbicara terus terang, terhadap semua perkataan yang diucapkan Su-nio itu, aku masih belum dapat mempercayainya dengan begitu saja"   Sun Tiong lo berkerut kening, lalu katanya.   "Mengapa begitu?"   Noaa Kim gelengkan kepalanya berulang kali.   "Sulit untuk dikatakan alasannya, mungkin kejadian ini datangnya terlalu tiba tiba!"   Sun Tiong lo segera berpikir sebentar, lalu ujarnya.   "Nona, dapatkah kau menjawab beberapa buah pertanyaanku?"   "Boleh saja, asal persoalan itu kuketahui..."   "Pada setahun berselang, pernahkah Su-nio meninggalkan bukit ini?"   Tukas sang pemuda. Nona Kim segera menjawab.   "Dia baru setengah tahun tinggal dibukit ini!"   Tergerak hati Sun Tiong lo setelah mendengar perkataan itu, tanyanya kemudian.   "Dahulu dia tinggal di mana?"   "Su nio sering mengatakan perkampungan keluarga Mo begini begitu, aku rasa..."   Mendengar jawaban itu, hati Sun Tiong lo kembali tergerak, katanya cepat.   "Apakah perkampungan keluarga Mo yang berada dibawah kaki bukit Wusan...?"   Nona Kim berpikir sejenak, lalu mengangguk. Mungkin saja benar, berapa kali dia pernah membicarakan tentang pemandangan alam di bukit Wu-san denganku ! Tiba tiba Sun Tiong-lo mendengus dingin.   "Hmm, rupanya benarbenar dia !"   "Dia? Dia kenapa?"   Nona Kim tertegun.   "Masih ingatkah kau, sewaktu kakakku berjumpa denganku diloteng ini, dia pernah bilang pada malam ayahku tertimpa musibah, di tengah jalan Yan sian po dan putrinya telah berjumpa dengan manusia berbaju emas...."   "Ya, betuI, memang dia pernah bercerita demikian."   Sekali lagi Sun Tiong lo mendengus dingin.   Ketika itu nona bersembunyi dibalik kegelapan dan bisa mendengar semua cerita dengan jelas, bukankah kakakku pernah berkata bahwa manusia kerudung berbaju emas itu telah mempersiapkan Yansian po dan Yan Tan hong gadungan?"   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Waktu itu si anak Manusia berbaju emas itu telah menyebut Yan sian po dan Yan Tan-hong gadungan sebagai Ji nio dan Su nio, padahal Ji nio telah tewas ditangan Yan sian po asli, sebaliknya Su nio..."   Nona Kim segera memahami apa yang dimaksudkan segera tukasnya.   "Mungkin saja hal itu hanya merupakan suatu kebetulan saja!"   "Bukan, bukan suatu kebetulan"   Sun Tiong lo menggeleng.   "nona siu adalah su-nio, dan dia pula si Yan Tan hong gadungan yang pernah kubekuk, aku berani berkata sekarang kalau hal ini tak bakal salah lagi!"   "Bukti, mana buktinya?"   "Nona, tentunya kau masih ingat bukan ada orang telah memasuki istana Pat tek sin kiong..."   "Aku sudah tahu kalau orang itu adalah kau!"   Tukas nona Kim. Sun Tiong lo manggut-manggut.   "Benar, orang itu adalah aku, cuma aku telah mempergunakan sejenis obat untuk merubah bentuk wajahku saja, namun Su nio yang ada perhatian ternyata dapat mengenaliku dalam sekilas pandangan saja."   "ltulah sebabnya secara diam diam ia mencampuri arak dengan racun, maksudnya hendak meracuni aku sampai mati, setelah usahanya gagal dia baru sadar kalau akibatnya luar biasa, itulah sebabnya dia lantas menghianati Khong It hong dengan membocorkan seluruh rahasianya..."   "Kalau toh kau sudah tahu bahwa dia adalah Yan Tan hong gadungan, mengapa kau biarkan dia melarikan diri?"   Tukas si nona. Sun Tiong lo segera menghela napas panjang.   "Aaai, tadinya aku hanya curiga, tapi sekarang aku baru mendapatkan buktinya !"   "Mengapa secara tiba tiba kau bisa menemukan bukti?"   Nona Kim tidak habis mengerti.   "Nona yang memberitahukan kepadaku!"   "Aku?"   Nona Kim tertegun.   "kapankah kuberikan bukti tersebut kepadamu? Dan apa buktinya?"   Perkampungan keluarga Mo di bawah kaki bukit Wu-san..   "Mengapa dengan perkampungan keluarga Mo?"   Nona Kim masih saja tidak habis mengerti.   "Tempat itu merupakan tempat yang harus kukunjungi."   Nona Kim segera menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Setelah melarikan diri dari sini, aku rasa dia tak akan balik lagi ke perkampungan keluarga Mo !"   Sun Tiong lo segera mengerling sekejap nona itu, kemudian sambil merendahkan suaranya tiba tiba ia berkata.   "Tentang asal usul nona..."   "Aku tetap menaruh curiga dan akan kuselidiki dengan seksama sebelum mengambil keputusan !"   "Nona terus terang kukatakan kepadamu, aku sudah mulai curiga terhadap sancu!"   Kata pemuda itu dengan serius. Nona Kim tidak berkata apa-apa, dia sedang berpikir keras. Suara pembicaraan Sun Tiong lo semakin lirih, lanjutnya.   "KaIau toh Su nio adalah selir kesayangan Sancu, aku percaya, Sancu pasti mengetahui tentang persoalan keluargaku, kan aku rasa sudah sewajarnya bila kutuntut suatu keadilan darinya, oleh karena itu kuputuskan..."   "Kuanjurkan kepadamu agar suka mempertimbangkan dulu persoalan ini masak-masak sebelum melakukannya!"   Tiba-tiba nona Kim menukas.   "Jangan-jangan nona mempunyai pendapat lain?"   "Sebelum aku berhasil mengetahui dengan jelas asal usulku yang sebenarnya, siapapun jangan harap bisa melakukan sesuatu tindakan yang tidak menguntungkan Sancu!"   "Nona, apakah kau hendak memaksa aku,"   Seru Sun Tiong lo dengan kening berkerut.   "Kau harus mempertimbangkan yang baik."   Diam-diam Sun Tiong lo termenung sambil berpikir keras, lalu dengan serius katanya.   "Dalam hal ini maaf kalau aku tak dapat memenuhi harapanmu."   "Tapi kaupun tak dapat berbuat seenaknya !"   "Aaah, omong kosong, masa urusanku sendiri tak bisa kuputuskan menurut kehendak hatiku sendiri..."   Belum habis dia berkata, mendadak Sun Tiong lo seperti merasakan sesuatu, dengan cepat dia menghentikan perkataanku."   "Nona Kim tidak merasakan apa apa, ternyata dia ngerocos terus.   "Pokoknya aku bilang begitu tetap begitu, kalau tidak percaya coba sajalah sendiri!"   Baru saja dia selesai berkata, tahu-tahu Sancu telah berdiri didepan pintu. Karena peristiwa ini munculnya secara tiba-tiba, serentak nona Kim melompat bangun dengan wajah terkejut. Sambil tersenyum terdengar Sancu bertanya.   "Anak Kim, persoalan apakah yang membuat kau ribut dengan Sun kongcu...?"   Nona Kim tak dapat menjawab, dalam paniknya dia segera berkata terus terang.   "Dia kenal dengan Su nio !"   Tapi begitu ucapan tersebut diutarakan nona Kim segera merasa amat menyesal, tapi nasi sudah menjadi bubur, kata yang sudah di utarakan mustahil bisa ditarik kembali.   Ketika mendengar perkataan itu, Sancu nampak agak terkejut, dia segera berpaling kearah, Sun Tiong lo sambil berseru.   "Ooh, benarkah kongcu kenal dengan selir ku itu ?"   Ternyata dia mengakui Su nio sebagai selir nya, entah apa tujuan dibalik pengakuan itu? Tampaknya pada saat itu Sun Tiong lo sudah mengambil keputusan, tanpa bermaksud untuk merahasiakan lagi sahutnya sambil tertawa.   "Betul, aku kenal dengan Su nio !"   Sepasang alis mata Sancu berkenyit, tapi sebentar kemudian telah pulih kembali seperti sedia kala, pelan-pelan dia melangkah masuk kedalam ruangan. Dia duduk dihadapan Sun Tiong lo, lalu tanyanya lagi.   "Di manakah kongcu telah berkenalan dengan selirku itu? Lohu siap mendengarkannya."   Sun Tiong lo memandang sekejap kewajah nona Kim, tampak gadis itu sedang duduk disitu dengan wajah yang dengan wajah gugup bercampur bimbang, untuk sesaat seperti tak tahu apa yang mesti dilakukan.   Hal ini segera menggerakkan hatinya, ia lantas berpikir.   "Kalau toh aku sudah mengambil keputusan untuk menyelidiki persoalan ini sampai jelas melalui mulut Sancu she Mo ini, mengapa tak sekalian menyertakan soal nona ini sehingga masalahnya menjadi jelas dan tuntas...?"   Berpikir sampai disitu, dia lantas menjawab.   "Aku sudah berapa kali berjumpa dengan Su nio, cuma sayang setiap kali dia muncul dengan mengenakan kain kerudung, cuma suatu kali tanpa discngaja dia telah memperlihatkan wajah aslinya..."   "Oooh, sungguh aneh, masa ada kejadian seperti ini?"   Tukas Mo Sancu sambil berseru tertahan. Sun Tiong lo segera tertawa dingin.   "Tidak, sedikitpun tidak aneh, karena peristiwa ini ada sebab sebabnya..."   "Oya? Tolong kau jelaskan?"   "Pada setahun lebih berselang ini, dia telah membawa Tan Tiang hoa dan Ang Beng liang mendatangi Kebun sayur keluarga Lau diutara ibu kota untuk membekuk aku."   "Kemudian pada setengah tahun berselang, diapun membawa anak buahnya lagi untuk mengejar dan berusaha menangkap aku di kota Tong ciu, tetapi kemudian kain kerudungnya kena dicopot orang ketika berada dikebun Cui Iiu wan di kota Yang liu cu.."   Ketika berbicara sampai disitu, Sun Tiong lo sengaja menghentikan kata katanya sambil menantikan reaksi dari Mo San cu.   Siapa tahu Mo Sancu cukup tenang, dan lagi perubahan perasaan senang, marah, kaget atau takutnya sukar dijumpai diatas wajahnya.   Diam-diam Sun Tiong mendengus dingin, kembali katanya lebih lanjut.   "Cuma selir kesayangan dari Sancu itu bukan muncul dengan wajah serta nama aslinya, melainkan menyamar sebagai Yan Tan hong, Yan lihiap yang telah mati banyak tahun."   "Kongcu kenal dengan Yan lihiap ?"   Sela Mo Sancu.   "Yan lihiap adalah ibu kandung kakakku, Ji-nio ku !"   Jawab Sun Tiong lo dingin.   "Oooh, lantas siapakah kakakmu itu ?"   "Dia adalah orang yang telah menyerbu masuk keatas Bukit Pemakan manusia itu !"   Oooh, lantas siapakah ayahmu ?"   Sun Tiong lo mendengus dingin, ketika dia menyebutkan nama Sun Pak gi, belum habis ucapan tersebut diutarakan, Mo Sancu telah melompat bangun dengan wajah kaget bercampur tercengang.   Sewaktu melompat bangun, wajah Mo sancu segera menampilkan perasaan kaget, tercengang terkesiap dan sedih.   Sambil menuding kearah Sun Tiong Io, sampai lama kemudian dia baru berseru.   "Apa hubunganmu dengan Sun Pak gi ?"   "Dia adalah mendiang ayahku !"   Mo sancu segera membelalakan matanya lebar-lebar.   "Apakah ibumu bernama Wan Pek In ?"   Serunya. Mendengar nama ibunya disinggung kembali, Sun Tiong lo merasa amat sedih.   "Benar !"   Jawabnya.   Mo sancu segera maju kedepan, lalu dengan emosi menjulurkan tangannya untuk memegang sepasang lengan Sun Tiong lo kencang-kencang.   Sun Tiong lo sama sekali tidak berkelit tapi secara diam diam hawa murninya telah dihimpun untuk melindungi badan, dia telah bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan bilamana Mo Sancu sampai melakukan tindak yang tak senonoh maka...   Ternyata Mo sancu tidak berniat untuk mencelakai Sun Tionglo, malahan dengan sepasang mata memerah dia mengguncangguncangkan sepasang lengan Sun Tiong-lo dengan emosi, tanyanya dengan gelisah.   "Katakan, cepat katakan, bagaimana jalannya peristiwa sehingga adik Pak-gi suami-isteri menemui ajalnya ?!"   Dan sun Tiong-lo berkerut kening, diliriknya sekejap sepasang tangan Mo sancu, lalu katanya.   "Sancu, dapatkah kau kendorkan dahulu sepasang tanganmu sebelum melanjutkan perbincangan ini !"   Katanya. Merah padam selembar wajah Mo sancu setelah mendengar teguran itu, cepat-cepat dia mengendorkan sepasang tangannya.   "Aaaah, maaf, maaf hiantit, aku sungguh kelewat emosi...."   Sikap Sun Tiong lo sangat mantap, tukasnya.   "Harap Sancu suka menarik kembali luapan emosimu itu dan aku minta untuk sementara waktu Mo sancu tak usah merubah sebutan maupun hubungan, terhadap segala sesuatu peristiwa yang berkembang secara mendadak, aku tak akan pernah mempercayainya dengan begitu saja !"   Mo sancu menjadi tertegun, lewat berapa saat kemudian ia baru berkata.   "Apakah Hiantit masih tidak percaya dengan kedudukan pamanmu ini ..?"   Sun Tiong-lo sendiri sebetulnya diliputi pula oleh kobaran emosi, akan tetapi dia masih berusaha keras untuk mengendalikannya.   "Sancu, terus terang saja kukatakan, aku teIah menganggap nona Siu itu sebagai sunio, dialah orang yang telah menyaru sebagai Yan lihiap di masa lalu, dialah manusia laknat yang menjadi utusan lencana Lok hun pay !"   "Tapi kini sancu mengakui dia sebagai selir kesayanganmu oleh karenanya aku merasa amat curiga sekali terhadap diri Sancu, maka terhadap semua perkataan yang sancu ucapkan aku tak akan mempercayai dengan begitu saja."   Mo sancu segera berkerut kening, lalu manggut-manggut.   "Yaa benar, hal ini memang tak bisa salahkan bila Hiantit menaruh curiga kepadaku, seperti juga persekongkolan antara Khong It hong dan perempuan laknat yang berlangsung secara tiba-tiba, membuat empekpun menjadi gugup dan tak habis mengerti."   Sun Tiong lo segera tertawa dingin.   "Mo sancu!"   Katanya.   "kau tak perlu memberi penjelasan kepadaku tentang persekongkolan antara Khong It hong dengan Su- nio yang telah menghianati dirimu, akupun tidak mempunyai kepentingan untuk mengetahui sebab musababnya."   Tapi terhadap tingkah laku selir Sancu telah memimpin begitu banyak jago untuk mengejar-ngejar aku dalam dunia persilatan, seakan-akan belum merasa puas bila aku tidak disingkirkan dari muka bumi ini, mau tak mau Sancu harus memberi suatu penjelasan yang memuaskan hatiku!."   Pelan-pelan Mo Sancu memejamkan matanya rapat-rapat, kemudian duduk kembali. Beberapa saat kemudian, dengan suara yang lembut dan halus Mo Sancu berkata.   "Empek tidak salahkan jika Hiantit (keponakan) mempunyai jalan pikiran begitu, suatu peristiwa yang terjadinya secara mendadak, kadangkala membuat orang merasa curiga."   Setelah berhenti sebentar dan termenung, dia menyambung kembali kata katanya lebih jauh.   "Begitu saja, entah bagaimanapun curiganya hiantit kepada empek, empek akan berusaha keras untuk membersihkan diri dari sega ia kecurigaanmu itu, suatu ketika duduknya persoalan pasti akan menjadi jelas dengan sendiri nya."   "Sekarang, yang pertama-tama empek kabulkan permintaan hiantit adalah secepatnya menangkap kembali perempuan rendah itu, bila ia sudah berhasil dibekuk, maka segala sesuatunya akan menjadi jelas dengan sendirinya, tapi kini ada beberapa hal penting harus diselesaikan dulu." - ooo0dw0ooo- BAB KEDUA PULUH LIMA "OOOH, APAKAH MASIH ada persoalan yang jauh lebih penting dari pada membekuk kembali su-nio ?"   Sela sun Tiong-lo. Mo sancu segera manggut-manggut.   "Yaa, ada. Apakah Hiantit bersedia untuk mendengarkan ?"   Sun Tiong-lo segera mendengus dingin.   "Hmmm, sudah banyak tahun aku selalu menanti, mengapa tak bisa menunggu berapa saat lagi ?"   Mo sancu melirik sekejap kearah Sun Tiong lo, lalu sambil menghela napas dia menggelengkan kepalanya berulang kali. Menyusul kemudian, katanya kepada Nona Kim.   "Anak Kim, pergilah sebentar keloteng Hian ki lo, dalam gudang harta terdapat sebuah kotak kemala, ambillah benda itu kemari dan sekalian suruh orang menyiapkan air teh dan hidangan kecil."   Nona Kim memandang sekejap kearah Sun-Tiong lo, lalu memandang sekejap pula kearah Mo Sancu, kemudian dia baru mengiakan dan berlalu dari situ. Sepeninggalan nona Kim, Mo Sancu baru bertanya lagi kepada Sun Tiong lo.   "Mana Bau ji?"   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Waktu itu Sun Tiong lo sudah mengambil suatu keputusan maka sahutnya berterus terang "Kakakku masih berada dibukit ini, bilamana perlu dia akan munculkan diri untuk bertemu Sancu!"   Mo Sancu segera menghela napas panjang.   "Aaai, tampaknya hiantit telah menganggap empek sebagai pemilik lencana Lok hun pay?"   "Sancu memang cerdas, aku memang mempunyai pandangan demikian."   Mendadak Mo Sancu mendongakkan kepala nya lalu menghela napas panjang, katanya.   "Sekarang, apapun yang di katakan hiantit, empek benar-benar tak dapat menjelaskan, aku pun tak bisa membantah apa-apa."   "Terserah apapun yang di ucapkan Sancu, yang pasti aku tak akan merubah jalan permikiranku!"   Mendengar perkataan itu, Mo Sancu segera tertawa.   "Betul-betul keras kepala"   Serunya.   "tidak malu menjadi putra kesayangan dari adik Pak gi."   Setelah berhenti sejenak, sorot matanya di alihkan ke wajah Sun Tiong lo dan mengamati nya beberapa saat, kemudian tanyanya lebih jauh.   "Kalau begitu perkataan hiantit yang mengatakan tidak mengeiti ilmu silat merupakan suatu tipuan belaka ?"   "Untuk menyelidiki jejak musuh, aku harus menggunakan otak untuk menghadapinya, hal mana bukan terhitung suatu tipuan !"   "Oooh, sekarang hiantit berani bertanya langsung tentang peristiwa lama dengan empek, tentunya kau sudah merasa memiliki suatu kemampuan yang tak perlu takut kepada orang lain bukan ?"   "Demi menemukan jejak musuh, aku mesti memasuki sarang harimau, mengapa aku mesti memikirkan lagi soal takut ?"   Jawab Sun Tiong lo dengan wajah serius.   "Bagus, bagus sekali ! Betul-betul suatu ucapan yang tepat sekali ...   "   Kata Mo sancu sambil bertepuk tangan. Kemudian setelah berhenti sebentar, tanyanya lagi.   "Kalau memang begitu, mengapa kau tidak undang Bau-ji agar kita berbincang-bincang bersama ?"   "Aku rasa pada saat ini masih belum perlu."   Sahut Sun Tiong-Io sambil tertawa dingin.   "Sebentar, bila budak Kim telah datang dengan membawa kotak kumala itu, hiantit akan memahami asal usul empekmu yang sebenarnya serta bagaimanakah hubunganku dengan ayah dan ibumu, tentu saja pada waktu itu kau tak akan mencurigai empek lagi !"   "Oleh karena itu empek usulkan lebih baik undang serta Bau-ji agar kita bisa berbincang bersama sama, apa lagi kalau toh hiantit tidak ada yang ditakuti, apa pulu yang mesti kau takutkan sakarang ?"   Sun Tiong lo berkerut kening, dia termenung belaka tanpa menjawab. Mo sancu segera bertanya lagi.   "Ketika ayah dan ibumu menemui musibah waktu itu hiantit berusia berapa tahun ?"   "Lima tahun !"   Jawabnya.   "Bagaimana caramu sehingga bisa lolos dari kejaran para penjahat itu?"   "Lu Cu peng yang menyelamatkan jiwaku!"   Paras muka Mo Sancu segera berseri setelah mendengar perkataan itu, ujarnya kemudian.   "Aaah, benar, hampir saja empek melupakan hal itu, sekarang Lu Cu peng berada dimana? Dulu, sewaktu empek dan ayahmu masih sering berkelana didalam dunia persilatan suatu kami berhasil menolong Cupeng sehingga kami bertiga mengikat diri sebagai saudara..."   Sun Tiong lo segera teringat akan sesuatu, tanpa terasa serunya dengan cepat.   "Apakah Sancu adalah Ang liu cengcu yang angkat nama bersama ayahku dimasa lalu dan disebut orang persilatan Hui thian sin hong, Sin si poan (Naga sakti terbang diangkasa, pena penentu mati hidup) Mo Tin hong, empek Mo?"   "Aaah, akhirnya hiantit teringat juga dengan diri empekmu !"   Sorak Mo sancu sambil bangkit berdiri.   Kali ini giliran Sun Tiong lo yang menjadi tertegun, sampai setengah harian lamanya dia masih tak sanggup mengucapkan perkataan apa pun.   Walaupun ketika ayah ibunya mati dibunuh dia baru berusia lima tahun, bukan berarti pada waktu itu dia tidak tahu apa-apa.   Sejak kecil dia sudah sering mendengar ayah, ibu serta pamannya Lu Cu peng kalau nyatanya masih mempunyai seorang kakak angkat yang bernama Mo Tin hong.   Kemudian, entah apa sebabnya, ayahnya dengan Mo Tin hong telah putus hubungan.   Dia masih ingat dengnn jelas sekali, ayahnya pernah bilang dua tahun sebelum dia dilahirkan, untuk terakhir kalinya ayahnya masih berjumpa dengan Mo Tin hong sewaktu dalam perkampungan Ang liu ceng diselenggarakan suatu perjamuan.   Tapi sejak itu, konon tak lama kemudian datang kabar yang mengatakan kalau perkampungan Angliuceng secara tiba-tiba berubah menjadi sebuah perkampungan kosong, waktu itu ayah, ibu dan Lu Cu peng telah berkunjung sendiri kesana untuk membuktikan kebenaran berita itu.   Kemudian kenyataan membuktikan walau apa yang tersiar dalam dunia persilatan memang benar, dalam perkampungan itu tidak dijumpai seorang manusia pun.   Sejak detik itulah, didalam dunia persilatan tak pernah terdengar kabar berita tentang Mo Tin-hong lagi.   Siapa tahu hari ini, setelah dia menjadi dewasa, tanpa disangka telah berjumpa dengan Mo Tin hong diatas Bukit Pemakan Manusia, yang lebih istimewa lagi, hampir saja mereka telah berubah menjadi musuh buyutan.   Berpikir sampai disisu, tanpa terasa lagi Sun Tiong lo segera bergumam.   "Tidak mungkin, hal ini tidak mungkin ter jadi, hal ini tak mungkin bisa terjadi !"   Agaknya Mo Tin hong dapat memahami apa yang dimaksudkan Sun Tiong lo dengan perkataan itu, dia segera menghela napas panjang.   "Apakah Hiantit masih juga tak mempercayai asal usul dari empekmu ini ?"   Pelan-pelan Sun Tiong lo berhasil juga mengendalikan gejolak perasaan hatinya, dan lambat laun diapun menjadi tenang kembali, ujarnya kemudian.   "Aku dilahirkan agak lambat sehingga tak sempat berkenalan dengan empek Mo, tapi setiap kali kudengar ayah ibuku membicarakan tentang empek Mo, mereka selalu memuji setinggi langit, sedang Sancu ?"   Mo Tin hong tertawa getir, tukasnya dengan cepat.   "Apakah dikarenakan sebutan dari Bukit Pemakan Manusia ini, maka Hiantit mempunyai sudut pandangan yang berbeda tentang empekmu ?"   "Apakah hal ini tidak benar ?"   Katanya.   "Apakah hiantit tahu duduk persoalan yang sebenarnya?"   Tanya Mo Tin hong. Kembali Sun Tiong-lo tertawa dingin.   "Bagaimana pandangan umat persilatan terhadap Bukit Pemakan Manusia, aku rasa Sancu pasti pernah mendengarnya apalagi terhadap watak dari Sancunya sendiri, tak usah ditanya kan pun hal ini sudah jelas sekali !"   Untuk kesekian kalinya Mo Tin hong tertawa getir.   "Apakah hiantit pernah mendengar dari ayahmu tentang perkampungan Ang liu ceng milik empek ?"   "Pernah sih pernah cuma tak begitu jelas.."   Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi.   "Tunggu sebentar sancu terhadap keaslian Sancu sebagai empek Mo atau bukan, hingga kini ini beIum bisa dipastikannya, oleh karena itu dalam sebutan, aku harap Sancu tetap menuruti peraturan yang berlaku..."   Sementara itu nona Kim telah muncul kembali sambil membawa kotak kemala. Mo Tin hong segera berkata cepat.   "Beberapa macam benda yang tersimpan di dalam kotak kemala itu cukup untuk membuktikan kedudukan dari empek yang sebenarnya."    Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo Pendekar Tongkat Liongsan Karya Kho Ping Hoo Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini