Bukit Pemakan Manusia 39
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 39
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung "Oooh, bagaimana kalau tenaganya diperbanyak?" Dengan cepat Kepala suku menggeleng. "Apa gunanya? jalanan itu lebarnya dua kaki, di singkirkan kekiri juga menyumbat jalan, begitu pula kearah kanan, kecuali kalau memiliki tenaga yang dahsyat seperti Dewa agung yang bisa meledakkan batu itu sehingga hancur berkeping-keping!" Lo hoa biau sengaja berkerut kening, kemudian ujarnya. "Kepala suku sekembali aku dari gua Pek-hna tong nanti, pertama-tama akan kugunakan lengan kiriku untuk mempersembahkan Dewa agung disini, bila jalanannya kurang lebar, mungkin Dewa agung akan melimpahkan kemarahannya kepada kami." Kepala suku itu tak takut langit tidak takut bumi, tetapi dia takut sekali dengan batu berbentuk kepala manusia yang tingginya beberapa kaki itu, di atas batu besar ttu terdapat tonjolan batu lain seperti telinga besar, dari sinilah munculnya asal usulnya dewa bertelinga besar itu. Mendengar ucapan dari Lo hoa biau tersebut, terutama tentang kemungkinan marahnya sang dewa, paras muka kepala suku itu kontan saja berubah hebat Melihat hal mana, Lo hoa biau menjadi gembira setengah mati, segera ujarnya lagi. "Bukankah dukun kalian memiliki kemampuan yang luar biasa ? Dia pasti punya akal" Sang dukun menjadi melongo, ucapan tersebut benar-benar membuatnya mati kutu dan ketakutan setengah mati. Akhirnya dengan mata yang gugup dia celingukan ke sana ke mari, jelas kalau hatinya sedang kalut. Tampaknya kepala suku menganggap ucapan tersebut masuk diakal kepada sang dukun segera serunya. "Kau pernah berkata kalau memiliki kepandaian yang biasa seperti Dewa agung, Nah sepantasnya bila kau yang melaksanakan pekerjaan ini.." Sang dukun hanya berdiri bodoh, untuk beberapa saat lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Dengan cepat Lo-hoa-biau mendekati dukun itu, kemudian bisiknya. "Sstt, Han kek she Sun itu mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk membantumu mari ikut aku, asal dia bersedia membantumu urusan pasti beres, cuma setelah itu kau harus menuruti perkataannya!" Dukun itu menjadi sangat gembira, bersama Lo hoa biau mereka menghampiri Sun Tiong lo. Dua orang itu segera berunding dengan suara rendah, akhirnya dukun itu memperoleh janji dan merasa, bukan saja ia tidak rnengganggu Sun Tiong Io sekalian bahkan bahkan sikapnya malah sangat menaruh hormat. Sesudah mendapat petunjuk dari Lo hoa biau, Dukun itu kembali ke samping kepala sukunya dan berkata. "Aku akan melakukannya, tengah malam nanti harap kepala suku dan segenap rakyat kita datang menyaksikan kelihayanku!" Tengah malam itu, semua rakyat suku Biau berleher panjang telah berkumpul. Dukun itu sambil membawa sebuah tongkat pendek berwarna putih, yang sebenarnya cuma sepasang kayu biasa melompat dan menari di seputar batu raksasa itu bagaikan orang gila, sebentar tertawa sebentar menangis dia bersandiwara terus. Bahkan sambil memainkan peranannya, tiada hentinya dia memandang kearah Lo hou biau sambil menunggu tanda darinya. Mereka telah berjanji, bila Lo hoa biau bangkit berdiri maka dia akan menuding kearah batu cadas raksasa tersebut dengan kayu putihnya, sedangkan kejadian selanjutnya bukan urusan nya karena semuanya sudah diaturkan orang lain. Begitulah dalam mencak-mencak nya macam orang kesurupan, mendadak dia melihat Lo-hoa biau memberi kode rahasia. Serentak dia berhenti menari, kemudian sambil memicingkan matanya dia berlagak seakan-akan sedang berdoa untuk memohon kekuatan sakti dari para dewa. Padahal dia sedang menantikan kode rahasia berikutnya dari Lo hoa biau, dia kuatir salah waktu dalam adegannya. Mendadak Lo hoa biau bangkit berdiri ! inilah kode rahasia yang sedang dinanti-nantikan. Cepat si Dukun menjerit sekeras-kerasnya, kemudian tongkat ditangan kirinya ditudingkan ke arah batu cadas tersebut. Menyusul kemudian kayu ditangan kanannya turut ditudingkan ke arah batu cadas yang berada dikejauhan. Segenap rakyat suku Biau berleher patjang segera membelalakkan matanya lebar-lebar sambil mengawasi semua gerak gerik dukunnya. Kekuatan sakti . .. kekuatan sakti ... kekuatan sakti yang tiada taranya. Terdengar dua kali ledakan dahsyat yaag menggetarkan seluruh jagad, bersamaan dengan digetarkannya sepasang tongkat dikiri kanan tangan dukun itu ledakan keras bergema. Lalu setelah ledakan tersebut lewat, batu cadas raksasa yang selama ini menyumbat jalan pun turut hilang lenyap hingga tak berbekas... Maka sorak sorai yang gegap gempita pun berkumandang memecahkan keheningan, semua orang makin menganggap dukunnya maha sakti dan melebihi dewa. Tentu saja sang dukun itu seorang yang mengetahui keadaan yang sesungguhnya, rasa terima kasih dan hormatnya kepada Sun Tiong lo pun semakin berlipat ganda. - ooo0dw0ooo- Jilid 42 ANCAMAN bahaya kini telah hilang, habis gelap terbitlah terang dengan aman sentausa Sun Tiong lo sekalian bersama Lo hoa biau dan Tarsi, Saila melanjutkan perjalanannya meninggalkan suku Biau berleher panjang. Selewatnya gua suku Biau berleber panjang mereka akan sampai di gua Pek hoa tong. Diantara ke dua wilayah tersebut terbentang wilayah seluas dua puluh li yang merupakan daerah tak bertuan. Sun Tioig-lo sekalian bersama Lo hoa biau semua tahu, sejak kini mereka benar-benar telah menginjak jalan mati hidup yang penuh dengan ancaman bahaya yang sebenarnya, mereka harus bertindak dengan sangat berhati-hati. Maka didaerah tak bertuan itulah mereka beristirahat sambil merundingkan rencana selanjutnya. ^oooOdwOooo^ BANGUNAN berloteng yang megah dan indah, berdiri kokoh dibalik sebuah bukit. Siapapun tak akan menyangka kalau diwilayah suku Biau yang terpencil terdapat bangunan yang begitu megah dan mewahnya. Padahal bangunan tersebut hanya sebagian dari sebuah kompleks bangunan besar, tapi oleh karena disinilah terletak pusat dari seluruh bangunan tersebut, maka dari sini pula cerita ini dimulai... Kentongan pertama baru menjelang, cahaya lentera menerangi bangunan berloteng tersebut. Sebuah meja berkaki delapan yang terbuat dari kayu cendana dikelilingi oleh beberapa buah kursi yang beralaskan kasur dengan sulaman yang indah. Duduk di sebelah kiri adalah pemilik kebun Pek hoa wan. sesungguhnya dia adalah gembong iblis wanita yang hatinya tidak begitu jahat dan cara kerjanya tidak begitu kejam. Jin Jin, siiblis wanita ini hanya berpandangan dan berjiwa agak sempit saja. Duduk dikursi sebelah kanan adalah Mao Tin hong, bajingan tengik yang berhati busuk dan buas. Bi kui, sipelayan wanita duduk di samping Jin Jin sambil membawa poci berisi arak Pek-hoa liok. Mao Tin hong, menggerakkan tangan kirinya untuk menerima cawan kemala tersebut, setelah menghirup setegukkan, dia meletakkan cawannya kemeja dan menundukkan kepalanya sembari menggeleng, helaan napaspun berkumandang memecahkan keheningan. "Hei, mengapa kau?" Jin Jin segera menegur setelah memandang sekejap wajah Mao Tin-hong. Kin sikap Jin Jin telah berubah, dia pun jauh lebih sopan, luwes dan tahu diri. Mao Tin hong masih saja menundukkan kepalanya rendah- rendah. "Aaah... Tidak mengapa, hatiku saja yang terasa kacau." Ia menyahut lirih. "Gara-gara Sun Tiong-lo lagi ?" Kata Jin Jin. Pelan-pelan Mao Tin-hong mendongakkan kepalanya, lalu berkata. "Yaa, dia bersama musuh tangguh dalam jumlah yang banyak telah berhasil melewati suku Biau berleher panjang semalam." Jin Jin baru merasakan seriusnya persoalan sesudah mendengar ucapan tersebut, katanya. "Ya mereka sudah seharusnya sampai disini" "Aku dapat melewati perintang tanpa mengalami hambatan atau gangguan apapun karena akan membawa lencana kemalamu, tapi tidak demikian dengan mereka, namun dalam kenyataannya mereka dapat melampaui wilayah yang dikuasai suku Biau berleher panjang tanpa menghadapi hambatan atau rintangan apa saja, kejadian sungguh membuat hati orang tidak tenteram." "Oh, jadi menurut anggapanmu suku Biau berleher panjang tentu akan menghalangi mereka?" Kembali Mao Tin-hong menggeleng. "Aku tidak berkata demikian, namun paling tidak sepantasnya bila mereka menjumpai banyak kesulitan lebih dahulu sebelum tiba di sini." "Ehm. dari sini dapat dibuktikan kalau orang she Sun tersebut benar-benar memiliki kemampuan yang hebat!" Sekali lagi Mao Tin-hong menghela napas panjang. "Ya, tentu saja, sepanjang jalan aku telah peroleh banyak kabar berita tentang dirinya dan semua kabar tersebut membuat hati orang merasa terkejut." Katanya kemudian. "Mengapa tidak kau kemukakan kepadaku?" Perintah Jin Jin sembari berkerut kening. "Setiap kau pulang kemari, tentunya melalui kota Kim-sah Cay bukan? Apakah kau kenal dengan Ceng Bun keng yang mengusahakan rumah penginapan itu? Bagaimana menurut pendapat mu tentang dirinya..." Jin Jin segera tertawa. "Dia amat jujur dan hidup sederhana selama banyak tahun, namun aku tak tahu kalau dia adalah anggota dunia persilatan!" Diam-diam Mao Tin hong terkejut. "Tepat sekali perkataanmu dia memang seorang jagoan Bu lim yang sangat lihay dimasa lampau !" Kembali Jin Jin tertawa, ia dapat melepaskan kehidupannya sebagai seorang anggota persilatan dan hidup menyepi ditengah desa yang terpencil, aku memujinya sebagai orang yang cukup pintar." "Betul!" Mao Thin hong manggut-manggut, ketika aku pulang kemari kali ini, dalam rumah penginapannyalah aku menginap, dahulu aku pernah bersua satu kali dengannya, maka diapun tidak merahasiakan identitasnya lagi terhadap diriku" "Lantas mengapa dia hidup mengasingkan diri di kota Kim sah cay yang terpencil ini?" Mao Tin hong segera menggeleng. "Dia alasan yang biasanya menbuat orang persilatan hidup mengasingkan diri, pertama karena pikirannya tak bisa terbuka sehingga ingin mengundurkan diri dari keramaian dunia kedua dipaksa atau dipojokkan oleh musuh besar sehingga terpaksa harus hidup mengasingkan diri." "Oh, tidakkah mungkin ada atasan yang ketiga?" "Mungkinkah masih ada alasan yang ketiga?", Mao Tin hong balik bertanya sambil berkerut kening. "Siapa bilang tak ada" Sambung Bi kui li atau si pelayan cepat "semisalnya saja mendapat perintah dari seseorang untuk hidup mengasingkan diri, padahal secara diam-diam mengawasi seseorang atau menyelidiki sesuatu, toh kejadian semacam ini sesuatu yang wajar" Terkesiap juga Mao Tin hong setelah mendengar perkataan ini, tapi dia berlagak seakan-akan hal itu menang wajar, sahutnya. "Yaa, benar! Kemungkinan semacam ini memang ada." "Tuan!" Bi kui li segera mendengus. "bukan kemungkinan semacam ini memang ada, tetapi memang demikianlah keadaan yang sebenarnya." Mao Tin hong berusaha keras untuk mengendalikan gejolak perasaan kaget dan ngeri didalam hatinya lalu berkata. "Mengapa kau bisa sedemikian yakin?" Bi kui li tertawa cekikikan. "Tuan, kau tak usah berlagak pilon lagi, majikan dan budak sudah semenjak dulu tahu kalau Ceng bun keng adalah orangnya tuan, dulu dia sengaja ditempatkan di kota Kim sah cay, tujuannya tidak lain adalah untuk mengawasi majikan!" Mao Tin hong memang tidak malu disebut manusia licik yang banyak akal muslihatnya, walaupun rahasianya dibongkar terang- terangan oleh Bi kui li, ternyata paras mukanya sama sekali tidak berubah jadi memerah, malah ujarnya kemudian sambil tertawa. "Dia bukan orangku, oleh karena aku pernah menyelamatkan selembar jiwanya, dia rela tinggal di wilayah Biau untuk selamanya." "Aku tak ambil perduli, aku hanya ingin tahu ada persoalan apakah sehingga secara mendadak kau menyinggung tentang dirinya ?" Mao Tin-hong menghela napas panjang. "Aaai, dia telah meninggal dunia, tewas di tangan Sun Tiong-Io..." "Sungguh ?" Paras muka Jin Jin berubah hebat sesudah mendengar perkataan itu. "Masa aku bohong ?" Mao Tin-hong menunjukkan wajah yang tak kalah seriusnya. "Apa sebabnya orang she Sun membunuh dirinya ?" Tanya Jin Jin lagi sambil berkerut kening. "Kalau dibicarakan kembali seharusnya kesalahannya Ceng Bun- keng sendiri, dia tahu kalau kali ini aku sedang kabur kewilayah Biau untuk menghindari musuh tangguhku, rupanya timbul niatnya untuk membalas budi dulu secara diam-diam tanpa sepengetahuanku. "KebetuIan sekali Sun Tiong lo sekalian tinggal di rumah penginapannya setelah tiba di Kim sah cay, ketika ia disuruh mempersiapkan barang keperluannya, secara diam-diam ia telah bermain setan dengan benda-benda tersebut. "Garam diganti dengan obat pemutih, kain warna warni berubah warna, aku tahu akan maksudnya agar semua kepala suku menganggap Sun Tiong lo sebagai penipu dan mengusirnya keluar dari wilayah Biau..." "Bila kejadian ini benar-benar berlangsung bisa disimpulkan kalau sifat Ceng Bun keng terlampau keji dan buas !" "Bagaimana maksud perkataanmu ini ?" Mao Tin hong berlagak seakan-akan tidak mengerti. "Sebagai anggota suku Biau, kami paling benci dengan segala manusia penipu, garam kalau bukan garam, kain warna warni ternyata bukan kain warna-warni, bukan hanya penipu bahkan menghina orang, bayangkan saja bagaimana mungkin orang she Sun itu dapat meninggalkan wilayah Biau dalam keadaan hidup" "Aaaah, betul! Kenapa aku tidak berpikir sampai seserius itu..." Jin Jin mengerling sekejap ke arahnya tanpa memberi tanggapan apapun... sebaliknya Bi kui li segera berseru dengan suara dingin. "Tuan, selanjutnya kau harus ingat dan hapal diluar kepala terhadap pantangan-pantangan tersebut!" Mao Tin heng segera merasa kalau persoalan tersebut sangat tidak menguntungkan baginya, ia harus mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, maka ujarnya. "Bagaimana pun juga, selanjutnya aku toh tak akan beribut dengan siapa pun, bila dapat hidup lebih lanjut pun sudah lebih dari cukup" Tatkala mengucapkan perkataan tersebut, sikapnya menunjukkan keramahan yang besar, bahkan kepalanya pun turut ditundukkan rendah-rendah. Begitu dia menunduk Bi kui li dan Jin jin segera saling bertukar pandangan dengan cepat. Maka Bi-kui-li pun berkata lagi. "Majikan, apakah perlu menambah arak ?" "Tak usah, pergilah tidur." Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Jin Jin menggeleng. Bi kui li mengiakan, dia letakkan teko arak ke meja kemudian mengundurkan diri. Setelah kepergian Bi kui-li, dengan nada bersungguh hati Jin Jin berkata. "Tin hong, apakah semalam orang she Sun dan rombongannya baru melewati daerah yang dihuni orang-orang suku Biau berleher panjang?" Mao Tin-hong tak dapat meraba apa maksud Jin Jin mengajukan pertanyaan tersebut, terpaksa sahutnya. "Mereka telah berhasil melampauinya, jadi semestinya saat-saat ini sudah memasuki daerah Pek-hoa-tong." "Sebenarnya Cang Bun keng mati ditangan siapa ?" Kembali wanita itu bertanya. Tergerak hati Mao Tin hong sesudah mendengar ucapan tersebut, secara licik dia berkata pula. "Aku tidak menyaksikan peristiwa tersebut dengan mata kepala sendiri, aku tak berbicara secara sembarangan tapi yang pasti ada sangkut pautnya dengan orang she Sun tersebut." "Oh ! Tin-hong, aku ingin bertanya kepadamu, apa rencanamu yang sesungguhnya terhadap orang she Sun tersebut ? Diselesaikan secara baik-baikan atau kau baru puas bila berhasil membunuhnya ? Katakan saja kepada ku secara berterus terang." "Sewaktu masih berada di telaga Tong-ting ou, bukankah sudah kujelaskan tentang persoalan ini ?" Mao Tin hong segera menunjukkan sikap tidak mengerti. "Lain dulu lain sekarang, toh jalan pemikiran manusia seringkali dapat berubah-ubah." "Jalan pemikiranku tak akan berubah. aku dapat bersua kembali denganmu hal ini sudah merupakan suatu keberuntungkan yang di limpahkan Thian untukku, bila aku dapat menemanimu sepanjang masa, tiada ambisi terhadap duaia persilatan bukankah hal ini jauh lebih berbahaya daripada apa pun jua ?" Sekilas perubahan aneh menghiasi wajah Jin Jin, ujarnya lagi. "Tin hong, aku hendak mengajukan satu pertanyaan lagi kepadamu, tapi kau harus menjawab dengan sejujurnya." "Tentu saja aku akan menjawab dengan jujur." Jin Jin berpikir sebentar lalu ujamya. "Tin hong, dengarkan baikbaik, tiada manusia yang tak pernah bersalah di dunia ini, watak manusia memang gemar yang baru, seringkali berubah-ubah, kalau hanya berubahnya saja tak menjadi soal, tapi kalau berubah menjadi tak benar, sepantasnya kalau kita dapat merubah kesalahan tersebut ke jalan yang benar. "Sekarang, aku berharap kau dapat melupakan semua perkataan yang pernah kita bicara kah selagi berada di telaga Tong ting-ou tempo bari, anggap saja hal tersebut itu seolah-olah tidak pernah terjadi, anggap pula saat inilah kita baru bersua kembali..." "Mengapa harus demikian?" Tanya Mao Tin hong keheranan. "Bila kau bersedia mendengaikan lebih lanjut, maka segala sesuatunya akanlah menjadi terang" Ujar Jm Jin serius "sikapku terhadapmu maupun cara kerjaku setelah ini, semuanya tergantung kepada jawabanmu yang akan kau utarakan sebentar, dan hal ini amat penting, aku harap kau suka mengingatnya baik-baik?" "Baik, akan kuingat selalu perkataanmu itu, tak akan kulupakan kembali." Jin Jin tertawa. "Kalau begitu, ceritakanlah kepadaku semua perbuatan dan peristiwa yang telah terjadi semenjak kau meninggalkan aku di Telaga Tong ting ou hingga kau tiba kembali kembali kemarin cuma kau jangan mencoba untuk membohongi aku." "Tin hong, sekali lagi kuulangi, semua perkataan yang pernah kau ucapkan selagi berada di telaga Tong ting ou, kita anggap tidak pernah ada, anggap saja tidak pernah terjadi, kau mengerti bukan?" Tentu saja Mao Tin hong mengerti, ucapan dari Jin Jin ibarat memberi peringatan kepada dirinya, meski dia sudah meninggalkan telaga Tong Ting ou lebih dahulu, namun semua peristiwa yang kemudian terjadi di ketahui olehnya dengan jelas. Itulah sebabnya dia baru berkata demikian kepadanya dan menganggap perkataan yang pernah dibicarakan sewaktu berada di telaga Tong Ting Ou tempo hari tak masuk hitungan atau dengan perkataan lain, seandainya dia mempunyai pandangan yang lainpun tak jadi soal asalkan saja dia mengaku terus terang. Tapi mana mungkin Mao Tin hong berani mengutarakan semua perbuatannya termasuk menanam bahan peledak didalam perahu, usahanya mencelakai Sun Tiong lo sepanjang jalan serta perbuatannya membunuh Ceng Bua-keng untuk menghilangkan saksi? Selain daripada itu, diapun mempunyai tujuan lain, dia masih ingin untung-untungan, menurut anggapannya hal ini disebabkan Jin Jin terlampau memahami tentang wataknya maka dengan menggunakan tipu muslihat, perempuan itu berusaha untuk mengungkap semua latar belakang perbuatannya. Oleh karena itu, setelah berpikir sejenak, dia menuturkan kembali semua perkataan yang pernah diutarakan dulu hanya disana sini dilakukan sedikit perubahan. Jin Jin menundukkan kepala-nya rendah-rendah, ia nampak seperti sangat menderita. Selang berapa saat kemudian, Jm Jin mendongakkan kepalanya lagi sambil memandang kearah Mao Tin hong. lalu katanya. "Tin hong, kali ini pun tidak masuk hitungan. aku berharap kau bersedia memberitahu kan hal hal yang lebih segar saja" Cukup, bagi Jin Jin yang berulang kali selalu memberi kesempatan kepada Mao Tin hong. "Untuk mempertahan harga dirinya, Iama keIamaan hal ini bisa Mao Tin hong mengungkapkan hal yang sejujurnya. Siapa tahu Mao Tin hong memang berwatak jelek, ia belum saja mau merubah caranya berbicara. Akhirnya dengan wajah sedingin es, Jin Jin berkata. "Bagus sekali, kalau begitu aku ingin mengajukan pertanyaan kepadamu..." "Tanyakan saja, asal kuketahui pasti akan kuungkapkan." "Manakala kau tak bermaksud membunuh Sun Tiong lo, mengapa setelah aku dan Bi kui serta sekalian anak buahku meninggalkan peralu besar tersebut, kau telah memuat perahu tersebut dengan bahan peledak?" Mao Tin hong tertegun, tapi dengan cepat katanya. "Tujuanku untuk meledakkan perahu itu tak-lain agar mereka tak dapat mencariku ke wilayah Biau" Paras muka Jin Jin berubah semakin tak sedap dipandang, ia tertawa dingin lalu serunya. "Bagaimana pula penjelasanmu dengan surat yang kau tinggalkan dalam ruang perahu untuk Sun Tiong lo dan racun jahat yang kau poleskan diatas kertas surat tersebut ?" Mao Tin hong mati kutunya, dia tak sanggup menjawab dan cuma membungkam seriba bahasa. Jin Jin segera berkata lebih jauh. "Bagaimana pula penjelasanmu tentang meracuni kuda dirumah penginapan serta peristiwa dipeternakan milik Liok Siang ?" Mao Tin hong mulai duduk tak tenang, kepalanya ditundukkan semakin rendah, tapi rasa benci dan dendamnya pun semakin bertambah-tambah. Setelah mendengus dingin kembali Jin Jin berseru. "Bagaimana pula dengan penjelasanmu tentang perundingan rahasia yang terjadi dalam ruang rahasia kota Kim sah cay, dimana kau memberi petunjuk kepada Ceng Bun keng untuk melakukan pelbagai tindakan ?" Waktu itu bukan saja Mao Tin hong tidak menyesal atau malu atas kejadian tersebut dia malah merencanakan suatu idee yang jauh lebih keji dan buas. Tampaknya Jin Jin belum habis berkata, ia menyambung lebih jauh. "Membinasakan Ceng Bun-keng didepan wilayah Tiok hoa-tong, mengapa sih hatimu begitu kejam dan tak berperi kemanusiaan ?" Mendadak Mao Tin hong mendongakkan kepalanya kemudian berseru. "Siapa yang berkata demikian ?" Jin Jin menatap lekat-lekat, kemudian berkata. "Tiga orang budak dari Cang Bun keng tak segan-segan mengangkat sumpah berdarah yang paling berat dengan maksud membalaskan dendam bagi kematian Ceng Bun keng, peristiwa ini sudah tersebar luas di seluruh wilayah Biau !" Wanita itu menerangkan "Tapi apa sangkut pautnya kejadian tersebut denganku ?" Mao Tin hong berlagak bodoh. Mendadak Jin Jin melompat bangun, kemudian sambil berjalan menghampiri Mao Tin-hong, serunya. "Ucapan "anak jadah" Mu yang kau ucapkan tanpa sengaja serta tindak tandukmu yang aneh telah memaksa Lo hoa biau serta kedua orang budak lainnya menguntil kau dan Ceng Bun keng secara diam-diam. "Dengan mata kepala sendiri mereka saksikan kau melakukan perbuatan keji itu, oleh sebab kejadian inilah mereka lantas mengangkat sumpah darah yang paling berat bagi suku Biau kami untuk menuntut balas, kemudian setelah membakar jenazah Ceng Bun keng, mereka menyusulmu hingga kemari !" "Dimana orangnya sekarang ? Suruh mereka keluar, aku bersedia diadu dengan mereka !" Ucapan mana kontan membuat Jin Jin menjadi tertegun lalu termenung beberapa saat lamanya. "Jangan-jangan dia memang benar-benar terfitnah ?" Siapa tahu belum habis ingatan tersebut melintas lewat, tiba-tiba Jin-jin merasakan dibawah teteknya terasa sakit sekali, menyutul kemudian sekujur tubuhnya tak bisa berkutik Iagi. Dengan cepat dia sadar, Mao Tin hong telah turun tangan secara tiba-tiba menotok jalan darahnya. Kendatipun dia tak mampu berkutik, mulutnya masih dapat berbicara serunya kemudian dengan penuh kebencian. "Mao Tin hong, kau manusia anjing yang berhati serigala, mengapa tidak kau bayangkan kalau dirimu sedang berada dalam Pek hoa wan ku? Berani benar kau turun tangan sekeji ini." Mao Tin hong tertawa. "Tak perlu gelisah. kesemuanya ini merupakan hasil dari perbuatanmu sendiri, kau anggap lohu sudah melupakan kejadian dulu? Huuh Coba kalau kau tak mencelakai aku dulu hingga tiap kali aku tak mampu melebihi orang lain, mana mungkin aku akan mengalami keadaan seperti apa yang kuhadapi sekarang!" "Mau apa kau sekarang?" Bentak Jin Jin kemudian Mao Tin hong tidak menjawab, sambil tertawa dia berjalan menuju kesamping meja. ^ooodwooo^ PERTAMA-TAMA dia membuka laci kecil tersebut untuk mengeluarkan kitab pusaka, kemudian sambil diperlihatkan kepada Jin Jin, katanya. "Perempuan rendah, sekarang locu akan memeriksa kitab ini dengan sebaik-baiknya, kemudian dengan mempergunakan ilmu barisan untuk mengurung mampus orang she Sun beserta begundal-begundalnya, dan akhirnya aku akan menghukum kau bersama Bi kui si budak sialan itu!" Jin Jin tertawa seram. "Heehhh... heedweh... hehh...Mao Tin hong, kalau begitu silahkan saja kau nikmati kitab tersebut, sehalaman demi sehalaman periksalah dengan seksama, aku tanggung selesai membaca kitab itu, kau akan merasa puas sekali!" Sambil mendengus dingin, Mao Tin hong membuka halaman pertama dari kitab tersebut. Tapi apa yang kemudian terlihat memburu paras mukanya berubah hebat, cepat-cepat dia membalikkan halaman berikutnya, tak lama kemudian dia sudah membanting buku itu ke tanah lalu menghampiri Jin Jin dengan penuh kegusaran. Ternyata kitab tersebut telah berubah menjadi se Jilid kitab tanpa kata alias kertas putih biasa. Sambil menuding kearah Jin Jin, Mao Tin hong membentak dengan amat gusarnya. "Perempuan rendah keturunan anjing, mana kitab pusaka itu?" Jin Jin segera tertawa terbahak-bahak. "Haah... haah... haah... bukankah kitab yang berada ditanganmu itu adalah kitab pusaka?" Mao Tin hong teramat gusar, sambil mendengus dia menampar wajah Jin Jin keras-keras, makinya. "Perempuan anjing, sekali lagi locu peringatkan padamu, bila kau tak mau mengatakan dimanakah kitab pusaka tersebut kau simpan sehingga membangkitkan kemarahan locu, hmm, locu bersumpah akan membuatmu mati tak bisa, hiduppun tak dapat hingga kau menderita setengah mati." Jin jin menggertak giginya kencang-kencang kemudian berseru dengan nada dendam. "Mao Tin hong, anggap saja aku memang buta sehingga membukakan pintu untuk bajingan seperti kau, sekarang kau masih memiliki kepandaian apa lagi? Keluarkan saja semuanya kalau mengharapkan kitab pusaka itu.... Hmm! jangan bermimpi disiang bolong!" "Baik!" Dengus Mao Tin-hong. "locu akan menyuruh kau rasakan kenikmatan terlebih dulu!" Begitu seusai berkata, dia lantas turun tangan dan secepat silat menotok delapan buah jalan darah penting disekujur badaa Jin jin. Menyusul kemudian katanya sambil tertawa seram. "lnilah cara yang dinamakan jit cian-coan im meh hoat, siapa saja yang memperoleh pendidikan dengan cara ini akan merasakan penderitaan yang luar biasa, jangankan kau si perempuan tengik, sekalipun lelaki yang berotot kawat tulang besi pun tak bakal tahan. "Sebentar, bila kau benar-benar sudah merasa tak tahan, mohonlah kepada locu untuk melepaskan dirimu, mengingat kita pernah tidur sepembaringan dan hidup bersama selama banyak tahun, bisa jadi akan kuberi sebuah kesempatan bagimu. "Cuma kalau kau hanya merengek belaka mah tak ada gunanya, kau harus menyebutkan dahulu dimana kitab pusaka tersebut kau simpan kalau tidak Locu pun tak akan memperdulikan kau. Aku pun akan turun tangan sendiri untuk melakukan pencarian !" Waktu itu, Jin Jin sudah merasakan sekujur badannya amat sakit bagaikan dicincang dengan pisau, katanya kemudian dengan suara yang gemetar. "Mao Tin-hong, kan boleh melototkan sepasang matamu, tapi jangan harap aku bersedia memberitahukan hal tersebut kepadamu !" Rasa sakit, linu, kaku, kejang, dan gatal saling menyusul datangnya menyiksa sekujur tubuhnya, bahkan datangnya beruntun tiada henti hentinya, akan tetapi Jin Jin masih tetap menggertak gigi menahan diri, merintih pun tidak. Mao Tin-hong yang menyaksikan kejadian tersebut segera merasakan hatinya tergerak. Pelbagai pikiran segera berkecamuk dalam benaknya, dia berusaha untuk memecahkan kejadian yang sedang dihadapinya sekarang. Sebab dia cukup mengetahui akan kekejaman dirinya sekarang, jangan lagi Jin Jin hanya seorang perempuan lemah, sekalipun seorang lelaki yang terdiri dari otot kawat tulang besi pun pasti akan meraung-raung kesakitan. Namun ketika diperiksanya kembali keadaan Jin Jin, dia semakin terkesiap lagi. Walaupun pada waktu iiu Jin Jin sama sekali tidak merintih ataupun jerit kesakitan, akan tetapi sekujur badannya gemetar keras, keadaannya sungguh mengenaskan tapi selewatnya beberapa waktu, dia seperti dapat mengendalikan kembali rasa sakit akibat siksaan mana, bahkan menunjukkan sikap seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apapun. Bukan saja semua penderitaan dan siksaan yang semula menghiasi wajah Jin Jin hilang lenyap tak berbekas, malahan dia memandang ketus kearah Mao Tin hong sambil tertawa. Senyuman mana semakin menggidikkan perasaan Mao Tin hong,setelah tertawa dingin, Jin jin mulai berkata. "Percuma saja bila kau ingin menyiksa diriku, dengan cara apapun tidak bakal mempan. Mao Tin hong! Kau hanya bisa membunuhku dikala aku tidak bertenaga untuk memberikan perlawanan, tapi bila kau mengharapkan aku bertekuk lutut dan menerima ancamanmu... huh! Lebih baik tak usah bermimpi di siang hari bolong." "Baik, membunuh ya membunuh, kau anggap locu tak berani menghabisi nyawa anjingmu?" Seru Mao Tin hong dengan gemas. Sambil berkata telapak tangannya segera di ayun kan keatas siap menghantam batok kepala Jin jin. Perempuan itu sama sekali tak gentar, makin ditatapnya wajah lawan dengan pandangan yang dingin dan angkuh. Tiba-tiba Mao Tin hong menarik kembali telapak tangannya kemudian berkata. "Bila aku bunuh dirimu dengan begini saja, hmm, mengenakkan bagi dirimu! Locu akan menahanmu kemudian menyiksamu secara perlahan-lahan, mungkin kau sudah lupa betapa keji dan buasnya kau menyiksa aku dimasa lalu..." Jin jin tidak mengucapkan sepatah kata pun dia hanya tertawa dingin tiada hentinya. Selangkah demi selangkah Mao Tin hong maju kedepan menghampiri Jin Jin kemudian menggerayangi tubuhnya dan akhirnya dia menekan di atas nadi Jin Jin sambil mencoba beberapa waktu. Tak lama kemudian dia tertawa seram sembari berkata. "Walaupun aku tidak mengetahui dengan dasar apakah kau dapat melawan siksaan dari pemotongan nadiku, namun aku telah mencoba kalau seluruh jalan darah didalam tubuhmu memang benar-benar tertotok. "Begini pun ada baiknya juga, sekarang musuh tertahan didalam barisanmu itu dan belum mampu menyerbu masuk kemari, mumpung masih ada kesempatan locu harus menikmati kehangatan tubuhmu lebih dahulu, sekarang aku sudah tak mampu untuk menggunakan ilmu Soh-li-tay hoat untuk mencelakai orang lain, sedangkan locu justeru sudah banyak tahun mempelajari ilmu sakti untuk membalas dendam kepadamu, sekarang aku akan membuatmu tersiksa sepanjang masa, hidup tak bisa matipun tak dapat." Begitu selesai berkata, dia membalikkan badan dan menutupi semua pintu dan jendela baru berada disekitar ruangan, kemudian membopong Jin jin keatas pembaringan gading dan ... "Breet!" Merobek pakaian yang dikenakan. Sekarang Jin jin baru takut, dia benar-benar merasa ketakutan setengah mati. Sesungguhnya dia dapat melawan siksaan dari ilmu pemotong nadi tadi. karena sejak lama dia telah melatih ilmu Ban-mo-im-lek, sehingga siksaan dan penderitaan dari otot mau pun tubuh bagian luar dapat diatasi olehnya. Tapi disaat lelaki perempuan melakukan senggama, dimana hawa panas yang dan hawa dingin Im berpadu, maka disaat itulah bersatunya segenap kekuatan dan hawa tubuh dari ke dua jenis manusia tersebut. Betapa pun sempurnanya tenaga dalam seseorang, didalam keadaan demikian tak dapat lagi untuk mengendalikan diri. Sekarang Jin jin tak mampu mengeluarkan ilmu Im kangnya, ini berarti dia tak berdaya untuk melindungi keadaan dirinya, bila Mao Tin hong menggunakan ilmu Hian im kang untuk mencelakainya, niscaya keadaan nya akan sangat mengenaskan. Dalam keadaan tak berdaya seperti ini, niscaya hawa murni Goan im nya akan muntah keluar, bila Goan im sampai muntah keluar, tenaga dalamnya akan turut punah bukan saja wajahnya akan berubah hebat, tubuhnya pun akan ikut tersiksa sehingga tak karuan bentuknya. Sayangnya, kendatipun kenyataan dapat berubah menjadi begini namun ia tak berdaya untuk mencegah, Hanya cemas saja pun tak akan bisa membantu banyak, dalam keadaan seperti ini dia segera memperoleh sebuah cara menyerempet bahaya yang sangat bagus. Setelah tertawa seram katanya kemudian. "Mao Tin-hong, Bersediakah kau untuk mendengarkan dahulu sepatah dua patah kata ku?" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bersedia, apakah kau hendak memberitahukan tempat penyimpanan kitab pusaka itu ?" Sahut Mao Tin hong sambil tertawa seram. Jin Jin segera mendengus dingin. "Hmm ! Kalau soal itu mah jangan bermimpi pada siang hari bolong..." Sekali lagi Mao Tin hong tertawa seram. "Heeh... heeeh... heeh... kecuali masalah tersebut, lebih baik soal yang lain tidak usah dibicarakan Iagi, sekarang locu hanya ingin merasakan nikmatnya kehangatan tubuhmu, soal lain tak perlu dibicarakan lagi." Sembari berkata, dia mulai turun tangan melepaskan pakaian sendiri. Hancur lebur perasaan hati Jin-jin pada saat ini, seandainya Mao Tin hong mulai meraba bagian tubuhnya yang terlarang itu, dia sadar bahwa dirinya tak akan mampu menguasai diri lagi, akibatnya tak akan terlukiskan lagi dengan kata-kata. Sekarang Jin jin tahu bahwa banyak berbicara itu tidak ada gunanya, dia memutar biji matanya dan sebuah akal bagus melintas dalam benaknya, dia merasa paling baik jangan sampai mati, maka setiap cara harus dicoba lebih dulu. Maka dengan cepat perempuan itu berseru. "Jangan dipandang kita berdua telah saling bermusuhan sekarang, tapi dalam melakukan perbuatan ini, paling baik kalau ada kerja sama diantara kedua belah pihak, kalau tidak, kegembiraan yang diperoleh sepihak apalah artinya ?" "Mari, kau cukup menepuk bebas jalan darah pada pinggangku saja sehingga pinggulku dapat bergerak, kau pun tak usah kuatir aku tak bakal main setan denganmu, tapi justeru dengan demikian maka kegembiraan yang kita peroleh sewaktu "bermain" Hati akan bertambah kenikmatannya, bagaimana ?" Merdengar ucapan mana, Mao Tin-hong jadi tertegun dan segera menghentikan pekerjaannya. Dia mulai merenungkan arti dari perkataan Jin-jin tersebut, sebenarnya apa maksud dan tujuannya ? Ditatapnya kemudian wajah Jin Jin lekat-lekat, dia merasa Jin Jin dalam keadaan telanjang bulat sangat menawan hati, bukan begitu saja, bahkan wajahnyapun menunjukkan perasaan gembira. Ini jelas ada yang tak beres, jelas hal ini menunjukkan ada bagian yang tak beres. Mao Tin-hong yang licik segera merasakan ketidak beresan tersebut, ia merasa pasti ada hal-hal yang tidak benar dengan perempuan itu, terutama dengan ucapannya yang terakhir. Menurut rencananya semula, ia hendak menghisap lebih dulu tenaga Goan Im milik Jin Jin agar tenaga dalam yang dimiliki perempuan itu sama sekali punah, kemudian dengan berbagai macam siksaan dia akan memaksa perempuan itu untuk mengatakan dimanakah kitab pusakanya disimpan. Tapi secara tiba-tiba dia mendengar perkataan tersebut, kemudian menyaksikan pula kegembiraan Jin Jin, seolah sangat berharap ia dapat melakukan hal tersebut baginya, sebagai seorang manusia yang pernah tertipu satu kali, sudah barang tentu dia harus bertindak lebih berhati-hati sekarang. Akhirnya setelah memutar otak sekian waktu dia mengambil sebuah keputusan. Setelah tertawa seram, katanya. "Ooh... benarkah kau ingin mencari kenikmatan bersamaku dalam permainan ini ?" "Sesungguhnya permainan semacam ini harus dikerjakan dua orang bersama-sama dengan demikian kenikmatannya baru luar biasa, memangnya aku salah berbicara?" Jin jin tertawa. Mao Tin hong mendengus dingin. "Hmmm, maaf ! walaupun kau mempunyai kegembiraan untuk berbuat demikian, sayangnya locu. Justeru tidak mempunyai keasyikan untuk berbuat demikian kau anggap locu mudah tertipu oleh siasatmu? Hmm jangan harap locu akan memenuhi keinginanmu itu !" "Coba lihat rupanya kau memang banyak curiga! Kau tahu oleh karena aku sudah terjatuh ketanganmu dan mengerti bahwa cepat atau lambat aku bekal mampus, tidak pantas kah kucari kenikmatan dan kegembiraan menjelang saat ajal ku..." Mao Tin hong segera meludah ke atas tanah, kemudian menukas. "Setelah menikmati kegembiraan kemudian merenggut nyawa locu? Hmmmmm ..sekarang tiada kesempatan sebaik ini lagi bagiku, enyah kau kebawah!" Sembari berseru, dia lantas menghajar tubuh Jin jin sehingga terguling jatuh dari atas pembaringan gading. Menyusul kemudian dengan penuh amarah dia membuka pmtu kamar dan keluar dari sana. Baru saja Mao Tin hong melangkah keluar, Jin jin seperti baru bangkit kembali dari kematian, dia menghembuskan napas panjang. Diam-diam ia bersyukur atas keberuntungan sendiri keberuntungan diri yang dapat memanfaatkan kesempatan baik tersebut dengan sewajarnya, ditambah lagi Mao Tin hong memang dasarnya banyak curiga, sekarang adanya ibarat burung yang pernah dibidik orang, sedikit gerakan saja telah membuatnya panik. Namun cara ini hanya menggertak orang berapa saat dan tak mungkin bertahan kelewat lama, dia harus segera mencari akal lain. Sekarang dia hanya berharap Bi kui dapat melihat gelagat yang kurang baik dan menyembunyikan diri, agar Mao Tin hong tak mampu untuk membekuknya. Seandainya hal ini terjadi, bisa jadi dia masih ada harapan untuk melarikan diri. Tentu saja Jin Jin pun tahu kalau cara menotok jalan darah dari Mao Tin hong ini tak mungkin bisa dibebaskan totokan jalan darah pada sepasang kakinya. Asalkan sepasang kakinya dapat digerakan serta merta harapannya untuk melarikan diri pun akan bertambah besar. Oleh sebab itu, Jin Jin telah melimpahkan segenap pengharapannya kepada Bi Kui. Dikala dia sedang berpikir dengan perasaan kalut dan gelisah waktu itu Mao Tin hongpun sedang menjelajahi semua tempat tinggal orang-orang yang berada dalam kebun Pek hoa wan untuk menemukan jejak Bi Kui. Bi Kui merupakan orang kepercayaan dari Wancu, sedangkan dalam Pek hoa wan tersebut telah berlaku suatu peraturan semenjak tempat tersebut didirikan, yakni segenap anak buahnya tak boleh ada seorang lelakipun. Betul didalam wilayah Pek hoa tong, lelaki suku Biau jauh lebih banyak ketimbang perempuannya, namun tak seorang lelaki suku Biau pun yang berani melangkah masuk kedalam kebun Pek hoa wan,hal mana menyebabkan daerah sekitar lima li dari kebun Pek hoa wan bebas dari kaum lelaki. Itulah sebabnya Bi Kui bukan hanya orang kepercayaan Jin Jin saja, diapun terhitung congkoan dari kebun Pek hoa wan, dia mempunyai dayang-dayang khusus untuk melayani kebutuhannya. Jin jin mencintainya, ia berikan suatu daerah dalam Pek hoa wan yang disebut Pek ho kek untuk tempat tinggal Bi Kui, maka begitu meninggalkan Jin jin. Mao Tin hong langsung menuju ke bangunan Pek ho kek. Apa yang dilihat selain sejumlah dayang, ia tak berhasil menjumpai bayangan tubuh Bi Kui Pek bo kek tersebut. Ketika ditanyakan kepada para dayang, ada yang mengatakan Bi Kui sedang memetik bunga di kebun, ada pula yang mengatakan setengah jam berselang Bi Kui pergi ke gua Cing swan tong untuk menyeduhkan air teh bagi majikannya. Kebun bunga maupun gua Cing swan tong terletak disatu jalanan yang sama, orang harus melalui kebun bunga lebih dulu kemudian baru mendaki ke bukit untuk mencapai gua Cing swan tong, maka Mao Tin hong segera menuju kesana. Dalam kebun bunga, ia temukan keranjang bunga milik Bi Kui. Sambil manggut-manggut, dia melanjutkan perjalanannya mendaki ke atas bukit. Tak salah lagi, Bi Kui tentu meninggalkan-keranjang bunganya di kebun bunga untuk menuju ke gua Cing-swan-totig, betul ia temukan botol perak untuk menyeduh air teh, akan tetapi bayangan tubuh Bi Kui tak dijumpai, Mao Tin hong segera berkerut kening. Diperiksanya botoI perak itu dengan seksama, ternyata botol itu sudah penuh berisi air dingin, hal ini membuktikan kalau Bi Kui telah kemari, bahkan baru saja masih berada di sana, sebab botol perak itu masih terasa hangat. Namun tak sesosok bayangan manusia pun yang jumpai disitu, sesungguhnya apa yang telah terjadi ? "Geledah!" Dengan cepat Mao Tin-hong mengambil keputusan di hati. Perlu diketahui gua Cing swan tong terletak diatas bukit Cing swan-san. Bukit ini menjadi termasbur oleh karena di sltu terdapat sumber mata air yang berhawa dingin. Bukit Cing swan tong meliputi daerah seluas tiga li, tidak termasuk tinggi ataupun luas, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, Mao Tin hong hanya membutuhkan waktu sepertanak nasi saja untuk menjelajahi bukit tersebut. Tiada bayangan manusia yang ditemukan kesitu, apalagi bayangan dari Bi Kui. "Heran, kemana larinya Bi Kui ?" Tanpa te rasa bajingan ini mulai berpikir. Cepat dia balik kembali ke sumber mata air dalam gua Cing swan tong, namun botol perak diatas batu, kini sudah lenyap tak berbekas. Tanpa berpikikir panjang, secepat sambaran petir Mao Tin hong meluncur kembali menuju ke kebun bunga. Ternyata dugaannva tidak meleset, keranjang bunga dikebun itupun sudah hilang lenyap. Mao Tin hong tertawa sendiri, dia menduga Bi Kui tentu berlalu karena urusan pribadinya, gara gara ia terlampau terburu-buru napsu dan tidak menunggu lebih lama, alhasil perjalanannya sia-sia belaka. Maka secepatnya dia balik kembali ke tempat tinggal Jin jin. Waktu itu jin jin masih terkapar diatas tanah tak berkutik barang sedikitpun jua. Di tinjau dari hal ini, maka dapat di simpulkan Bi Kui belum sampai disitu, sekarang jika dia bukan berada di Pek ho kek untuk merias bunga, sudah pasti sedang berada di dapur untuk menyeduh air teh. Mao Tin hong menyusul kedapur lebih dulu, botol perak memang berada diatas meja, sedangkan diatas tungku nampak air sedang dimasak. Mao Tio hong tertawa, ia berangkat ke Pek bo kek. Setelah berada di dalam ruangan, ia jumpai budak Li hoa sedang merias bunga kedalam pot. "Li hoa, mana Bi Kui?" Mao Tin hong menegur. "Congkoan sedang berada di kamar kecil." Jawab Li Hoa dengan sikap yang hormat. "Berada di kamar kecil" Berarti sedang "berhajad", Mao Tin hongpun manggut-manggut, tentu saja kurang leluasa baginya untuk menyusul ke tempat semacam itu, ia putuskan untuk menanti hingga Bi Kui selesai dengan buang hajadnya. Siapa tahu tunggu punya tunggu, yang di tunggu belum nampak juga, akhirnya habis sudah kesabaran Mao Tin hong segera perintahnya kepada Li Hoa. "Eei, cepat kau suruh dia keluar, ada urusan penting hendak kubicarakan dengannya." Li Hoa mengiakan dengan hormat, kemudian menuju ke kamar kecil disamping ruangan. Diketuknya pintu kamar kecil itu beberapa kali, siapa tahu suasana tetap hening meski sudah diketuk berulang-ulang, namun tiada sedikit suara pun yang berkumandang. Mao Tin hong segera menyadari ketidak beresan disitu. ia mendorong Li hoa menendang pintu ruangan keras-keras. "Blaammm !" Pintu ruangan terbuka, namun tidak nampak bayangan tubuh Bi Kui, sedang jendela belakang terpentang lebar. Dalam keadaan demikian, Mao Tin hong tidak usah berpikir panjang lagi, cepat dia melejit ke udara dan meluncur balik ke tempat tinggal Jin Jin. Jin Jin yang sebenarnya tertotok jalan darahnya dan tergeletak tak berkutik di tanah kini sudah tak nampak batang hidungnya lagi. Mao Tin hong meraung penuh kegusaran, dia mengejar keluar. Baru melangkah kembali dia tertegun. Kemana dia harus pergi ? Ke mana larinya Jin jin dan Bi Kui ? Pek-hoa wan begitu luas, sekalipun dia pernah menjelajahi seluruh daerah tersebut dulu, tapi selisih banyak tahun, sulit baginya untuk mengenali daerah tersebut satu per satu. Cukup bagi Jin-Jin dan Bi Kui untuk menyembunyikan diri di suatu tempat, namun baginya sudah merupakan pekerjaaan setengah mati untuk menemukan jejak mereka. Membayangkan sampai disitu, makin meluap hawa amarah yang membara dalam dada Mao Tin hong akhirnya sambil menggertak gigi dia memutuskan untuk melakukan tindakan secara keji. Sesungguhnya dia memang tak bermaksud menetap di wilayah Biau, justru karena dipojokkan oleh keadaan, sedang hanya Jin Jin seorang yang dapat melindunginya, terpaksa ia merat kemari. Namun dibicarakan yang benar, sebenarnya dia lebih berhasrat untuk mengincar kitab pusaka orang. Sekarang musuh tangguh telah semakin mendekat, posisinya makin berbahaya, namun ia cukup tahu akan kelihayan barisan Siu gun toh tin, ditambah pula dengan berbagai tempat jebakan dalam Pek hoa-tong, jangan toh manusia burungpun sukar untuk menembusi tempat tersebut. Kini dia sudah memuruskan untuk melaksanakan rencana k^j'nya, dia akan melakukan penggeledahan selangkah demi selangkah mulai dari tempat kediaman Jin jin, dia harus menemukan kitab pusaka tersebut serta Jin jin dan Bi Kui. Walaupun sifatnya hanya untung-untungan, siapa tahu dalam gugupnya untuk melarikan diri, Jin jin tak sempat lagi untuk membawa kabur kitab pusaka yang disembunyikan itu? Seandainya demikian, cepat atau lambat kitab pusaka itu pasti akan terjatuh ke tangannya. Kini seluruh tempat tinggal Jin jin telah digeledah dengan teliti. Diantaranya termasuk pula almari, lantai-lantai, bantal maupun kasur. Alhasil tidak dijumpai kitab pusaka tersebut. Setelah mendengus dingin, dia segera menitahkan pelayan untuk membunyikan-genta emas. Bergetarnya suara genta emas disambut segenap pelayan dari Pek hoa wan dengan penuh tanda tanya, serentak mereka berkumpul semua didepan ruangan Jin Jin: Terhadap kawanan dayang itu, Mao Tin-hong membentak dengan suara keras. "Diantara kalian, siapa yang tahu ke mana perginya Wancu serta Bi Kui." Tiada yang menjawab, semua dayang menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bagus sekali." Mao Tin hong tertawa seram. "tampaknya kalian semua amat setia terhadap majikan, hmm. kesetiaan kalian sangat mengagumkan Iohu, cuma kalian harus tahu, hal mana tak akan bermanfaat untuk kalian sendiri, percaya atau tidak terserah, tapi lohu punya cara untuk menyuruh kalian berbicara sejujurnya !" Setelah berhenti sejenak, dia membentak lebih lanjut. "Li-hoa, keluar !" "Ada apa?" Li-hoa muncul dari barisan. "Kemana larinya Jin Jin dan Bi Kui ?" Bentak Mao Tin-hong sambil menyeringai seram. Li hoa segera menggeleng. "Budak benar-benar tidak tahu..." "Heeehh... heehh... heeehh... kau adalah orang kepercayaan Bi Kui, adalah orang kepercayaan Jin jin, aku tak percaya kalau kau tak tahu kemana mereka telah kabur! Baik, bila kau enggan menjiwab, lohu akan memaksamu untuk berbicara!" Selangkah demi selangkah dia maju mendekat, kemudian menotok jalan darah Li Hoa. Sambil mengempit tubuh Li hoa menuju ke kamar tidur Jin jin. kembali ia berseru kepada kelompok dayang diluar. "Tak ada manfaatnya bagi kalian untuk membungkam, dengarkan baik-baik, locu akan menggeledah seluruh Pek hoa wan ini, setiap kali menggeledah satu tempat, aku akan bertanya sekali kepada kalian." "Bila kalian tahu tapi enggan menjawab, tak apa! Sebab hal itu justru akan merugikan kalian sendiri, Lohu akan membakar habis semua tempat yang telah ku geledah, lalu membakar kamu semua dalam keadaan hidup-hidup !" Ancaman ini sungguh teramat keji, kawanan dayang itu menjadi panik dan ketakutan setengah mati. Begitu habis berkata, Mao Tin hong mengebaskan tangan kanannya ke depan, sebutir pe luru segera meluncur ke dalam kamar Jin jin dan meledak, api dengan cepat berkobar dan membakar semua benda yang berada disekeliIingnya. Api yang membakar kelambu cepat merembet ke tempat lain, seluruh kamar segera berubah menjadi lautan api. Mao Tin-hong memang iblis berhati kejam, walaupun dia menotok jalan darah Li hoa sehingga tak mampu berkutik, namun dia tidak menotok jalan darah bisunya. Begitu kebakaran berkobar di dalam kamar tersebut, Li Hoa segera menjerit-jerit minta tolong. Suaranya yang memilukan hati dan menyayat perasaan ini sungguh mengerikan sekali, pucat pias paras muka segenap dayang lainnya yang berkumpul diluar kamar. Mao Tia-hoi.g berbuat sangat licik, sementara api berkobar diatas pembaringan Li hoa justru diletakkan tak jauh dari pintu belakang, jaraknya dengan kobaran api itu masih ada satu kaki Iebih, jadi untuk beberapa waktu api tak akan sampai merambat ke tubuhnya. Tapi justru karena hal demikian Li hoa malah menjerit-jerit minta tolong. "Baik, bila kau bersedia menerangkan kepergian Jin jin dan Bi Kui, lohu pun bersedia menyelamatkan jiwamu !" Bentak Mao Tin- hong kemudian dengan suara lantang. "Budak benar-benar tidak tahu," Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pekik Li hoa memilukan hati. Mao Tin hong mendengus dingin. "Hahaha, bagus sekali, kalau begitu jangan salahkan aku kalau membiarkan tubuhmu terjilat api dan mati hangus !" Li Hoa benar-benar pecah nyalinya, dia menangis meraungraung, teriaknya kemudian dengan suara memelas. "Oooh, cici cici sekalian yang baik, tolonglah aku ! Bila kalian mengetahui jejak majikan segera katakanlah kepadanya, api sudah mendekati pada sisi tubuhku, ooooh... cici sekalian, tolonglah aku... tolong lah aku..." Mao Tin-bong memperhatikan kawanan dayang tersebnt dengan pandangan dingin, ia saksikan dayang dayang tersebut tertunduk dengan wajah pucat pias, tubuhnya gemetar keras, namun tak seorangpun yang bersuara. Menyaksikan hal mana, dia memutar biji matanya sambil berpikir sejenak lalu bentaknya kepada Li Hoa. "Tampaknya nasibmu memang jelek, api segera akan menghanguskan seluruh tubuhmu, coba kau lihat ! Cici-cici mu yang kau anggap saudara sendiri di hari biasa, sekarang pada membungkam diri, tak seorang pun diantara mereka yang bersedia menolongmu..." Isak tangis dan jeritan pilu Li Hoa semakin menjadi-jadi, seperti orang kalap ia berteriak. "Oooh... cici sekalian, itu mohon belas kasihan kalian... tolonglah aku... selamatkanlah jiwaku.... ooooooh... cici semua, api semakin mendeketiku, ooh, tolong, toIong." Tiada seorang pun yang menjawab, kawanan dayang itu masih saja membungkam diri. Mao Tin bong sangat mendongkol dia mendengus lalu serunya. "Li Hoa, lebih baik pasrah pada nasib ! Mereka tak akan menolongmu tampaknya bagi mereka lebih penting setia kepada Jin jin dari pada menyelamatkan jiwamu, sekarang hanya satu jalan bagimu untuk menyelamatkan diri, cepat katakan dimana Jin jin telah menyembunyikan diri !" "Budak sudah bilang, budak tidak tahu, budak benar-benar tidak tahu." Mao Tin hong tertawa makin seram. "Tak apa, lohu toh tidak memaksamu harus mengaku, mau menjawab atau tidak, terserah" "Tapi api ini... api ini... aah..." Li Hoa menjerit semakin pilu. Rupanya api sudah mulai membakar daerah disekitar kakinya. Betul kakinya belum terbakar, namun hawa panas yang menyengat badan telah menggarang tubuh Li Hoa sehingga tak sanggup menahan diri lagi, tubuhnya tak mampu berkutik sedang hatinya ketakutan setengah mati, tat terlukiskan bagaimana menderitanya dia sekarang. Mao Tin-hong segera membentak keras. "Orang pertama yang menjadi korban adalah Li Hoa, tapi orang kedua, orang ketiga adalah kalian semua kecuali ada diantara kalian yang mau menjawab kemana kaburnya Jin Jin dan Bi Kui, kalau tidak..." Api telah membakar sepatu dan kaos kaki Li Hoa, dayang itu mulai menjerit kesakitan suaranya yang memilukan hati bagaikan jeritan setan ditengah malam buta, menyayat hati, mendirikan bulu roma orang, membuat ucapan Mao Tin hong segera terputus. Bukannya beriba hati atas kejadian mana, Mao Tin hong malah mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak. Api memang tak kenal belas kasihan, dalam waktu singkat sekujur tubuh Li Hoa telah tertelan oleh kobaran api yang semakin membara, jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang lagi untuk terakhir kalinya, setelah itu suasana menjadi hening, sepi... hanya suara api yang berkobar saja memecahkan keheningan. Para dayang menundukkan kepalanya rendah-rendah, air mata bercucuran membasahi wajah mereka. Seorang rekan mereka telah tewas secara mengenaskan tewas dihadapan mereka sendiri. Mendadak Mao Tin-hong membentak lagi dengan suara menggeledek. "Sekarang, kalian harus mengikuti lohu menuju ke pagoda Pekbo- kek..." Di bawah ancaman, kawasan dayang itu tak berani membangkang, mereka segera mengikuti di belakang Mao Tin hong. Setibanya di Pek bo-kek, dengan suara lantang Mao Tin hong berseru kembali. "Thian hiang, Im kiok, kalian berdua keluar." "Tuan" Dengan suara gempar Thian hiang dan Im Kiok memohon. "budak benar-benar tak tahu dimanakah majikan berada, bila kami tahu. masa kami tidak mengaku? Apa lagi setelah di utarakan pun belum tentu majikan menghukum mati kami, sedang kalau tidak mengaku...." "Betul..." Tukas Mao Tin hong. "begitu juga dengan lohu, bila kalian bersedia menjawab, bukan saja lohu akan membebaskan kalian, bahkan akan kuberi hadiah besar, sebaliknya kalau tetap tak mau menjawab, terpaksa hanya jalan kematian yang tersedia!" "Tuan, kami benar-benar tidak mengetahui tentang hal ini..." Rengek Thian hiang ketakutan. Mao Tin hong mendengus dingin. "Lohu tidak ambil perduli, pokoknya kalian berdua masuk!" Im Kok memandang Thian hiang, baru saja Thian hiang hendak beranjak, Im Kiok segera menghalanginya. Mao Tin hong menyaksikan kejadian tersebut segera menegur. "Ada apa? Im Kiok, apakah kau hendak menyampaikan sesuatu?" "Benar. aku hendak berbicara!" Lm Kiok mengangguk. Mao Tin hong segera manggut-manggut. "Ada hubungan dengan tempat persembunyian Jin-Jin?" Kembali Im Kiok mengangguk. "Benar, bersediakah kau mendengarkannya?" "Tentu saja bersedia!" Mao Tin-hong tertawa. "Tapi aku punya syarat." Ucapan mana disambut Mao Tin hong dengan kerutan dahi. "Apapun syarat yang kau ajukan, lohu pasti akan mengabulkan." Akhirnya dia berkata. "Hmm! Hatimu jauh lebih beracun daripada kalajengking, setelah persoalan ini lewat melepaskan kami dalam hidup pun sudah merupakan sesuatu yang luar biasa, kalau dibilang kau hendak melaksanakan syarat mana, haaya setan yang percaya." "Ooh... jadi maksudmu aku harus berjanji?" "Apa gunanya berjanji? Aku minta kau segera melaksanakannya,saat ini juga." Ucap Im Kiok keras. Mao Tin hong segera tertawa dingin. "Heeeh... heeehh... heeehh... besar amat nyalimu...!" Tegurnya. Im Kiok sedikitpun tidak merasa takut. "Paling banter aku mengalami nasib yang sama seperti enci Li hoa, mampus terbakar! Apa yang mesti harus kutakuti !" Bila orang tidak takut mati, siapapun tak dapat mengapa-apa kan dia, maka Mao Tin hong segera merubah taktiknya. "Baik, utarakan syaratmu itu!" "Sewaktu majikan dan congkoan berlalu, dia lewat pesanggrahan Im-sui-siau-ci, kebetulan aku sedang menyapu disitu maka aku mengetahui arah kabur dari majikan dan congkoan..." "Tak usah banyak bicara, katakan saja kemana mereka telah kabur..." Sepasang Pendekar Kembar Karya Kho Ping Hoo Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo