Bukit Pemakan Manusia 6
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 6
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung "Jadi kalian berdua sama sama memohon kepadaku untuk bertindak sebagai saksi dalam hal ini?" Chin Hui hou maupun Bau ji segera bersama sama mengiakan Sun Tionglo tertawa, katanya kemudian. "Atas kepercayaan kalian berdua kepadaku, baiklah, akan kuturuti kehendak kalian itu!" Untuk kesekian kalinya Chin Hui hou merasa girang sekali. Bau-ji segera berkata kepada Chin Hui hou. "Orang she Chin, sekarang kita boleh mulai turun tangan!" "Tunggu sebentar!" Kata Chin Hui hou sambil menggeleng. "Sebelum pertarungan dimulai, lohu hendak mengucapkan beberapa patah kata lebih dahulu." "Hmm ! darimana datangnya begitu banyak kata-kata busukmu." Dengus Bauji. Chin Hui hou tertawa seram. "Sekarang, walaupun sudah ada saksi mata tetapi bagaimanapun juga kongcu adalah tamu agung kami, selain daripada itu, pertarungan inipun merupakan urusan pribadi, sedang waktu kongcu kabur nanti baru urusan dinas." "Oleh karena itu urusan pribadi tak boleh sampai mengganggu urusan dinas, maka didalam pertarungan pribadi kali ini, masing masing tak boleh menggunakan senjata tajam dan senjata rahasia, tapi cuma boleh menggunakan kepalan dan kaki." "Dengan kepalan dan kaki, itu lebih bagus lagi," Seru Bau ji sambil tertawa dingin. Sesudah berhenti sebentar, dengan suara dingin tanyanya lagi. "Kau masih ada perkataan lain lagi yang hendak disampaikan?" "Masih ada satu persoalan lagi, yakni bagaimana caranya untuk menentukan siapa menang siapa kalah?" Baru saja Bau ji akan menjawab, Sun Tionglo telah mendahului sambil berkata. "Chin congkoan bisa berkata begitu, tentunya kau sudah punya rencana bagus, mengapa tidak diutarakan?" Chin Hui hou memandang sekejap ke arah Sun Tionglo, setelah itu baru ujarnya. "Lohu tidak mempunyai rencana apa-apa, cuma dalam pertarungan yang akan berlangsung kali ini, ada baiknya jika kita batasi sampai saling menutul saja, sebab bagaimana pun juga Sun kongcu tetap merupakan tamu agung kami." Sun Tiung lo berpikir sebentar, lalu berkata. "Bolehkah aku mengajukan satu usul ?" "Tentu saja boleh !" Jawab Chin Hui hou sambil tertawa. "Lebih baik kita membuat lingkaran seluas satu kaki ditanah yang masing-masing berselisih jarak, kemudian kalian boleh bertarung di dalam lingkaran tersebut, selain dilarang melukai lawannya, barang siapa yang dipaksa keluar dari lingkaran dialah yang kalah, yang melukai orang juga dianggap kalah !" Chin Hui hou melirik sekejap kearah Bau ji, lalu katanya "Kongcu, apakah kau setuju dengan usul tersebut ?" Bau ji berkerut kening, baru saja akan menjawab, tiba-tiba dari sisi telinganya terdengar suara dari Sun Tiong lo sedang berkumandang. "Toako, cepat kau luluskan persyaratan tersebut !" "Baik, aku tidak menolak !" Bauji segera mengiakan dengan suara lantang. Kembali Chin Hui hou tertawa. "Kalau memang begitu, terpaksa lohu juga harus menyetujuinya juga...." Katanya. "Kalian berdua harus ingat, dilarang melukai orang, .." Seru Sun Tiong lo lagi dengan wajah serius. "Melukai orang atau tidak, kita menentukan dengan cara apa..." Tanya Chin Hui hou. "Pokoknya apabila panca indra dan tubuh bagian luar dimanapun jika tampak luka atau-merah membengkak maka hal ini akan dianggap sebagai terluka, dan orang tersebut harus dianggap kalah." Mendengar perkataan itu, diam-diam Chin-hui hou merasa girang sekali, tetapi dasar tua keladi makin tua makin jadi, kelicikan orang ini benar-benar luar biasa. Kembali dia bertanya dengan lantang. "Andaikata sepasang lengan yang membengkak atau menjadi hijau membiru, apakah ini pun musti dianggap bagai terluka!" Sun Tiong lo segera menggeleng. "Aku toh sudah menerangkan tadi, jikalau cuma tangan yang membengkak menghijau, tentu saja tidak bisa dianggap sebagai terluka!" Chin hui hou menjadi girang, dan serunya. "Kalau begitu, bagus sekali!" Seraya berkata ia lantas mengambil sebiji batu tajam dan segera membuat lingkaran. Lingkaran tersebut luasnya mencapai satu kaki lima jengkal, berarti lebih lebar dari pada apa yang ditentukan semula. Sambil tertawa Sun tiong Io lantas berkata. "Waaah... tampaknya congkoan bernapsu sekali untuk bertarung, sampai-sampai menunggu sebentar iagipun tak sabar." "Aaaah... siapa bilang begitu?" Sangkal Chin hui-hou cepat-cepat dengan lantangnya. "Kongcu telah bersedia menjadi saksi, lohu tak berani merepotkan kongcu untuk turun tangan membuat lingkaran tersebut, maka..." "Maka congkoan pum bersedia untuk membantu?" Sambung Sun Tiong lo kemudian. Chin hui-hou tertawa. "Ini mah termasuk tugas, bukannya masalah bantu membantu." Tiba-tiba Sun Tiong lo menarik muka, kata-nya. "Bukankah sudah kita janjikan jikalau lingkaran itu cuma satu kaki dua jengkal luasnya, kenapa kau membuat seluas satu kaki lima jengkal? Dan sebenarnya apa maksudmu itu!?" Dengan berlagak seakan-akan tidak habis mengerti, Chin Huihou balas berseru. "Disini tidak ada alat pengukur, darimana kau bisa tahu kalau lingkaran ini luasnya satu kaki lima jengkal ?" Pelan-pelan Sun Tiong lo menggeleng katanya. "Aku sih tidak keberatan untuk menganggap benar lingkaran yang dibuat itu, cuma bagaimanapun juga toh congkoan adalah salah seorang yang terlibat dalam peristiwa itu ? Rasanya tidak pantas bukan bila kau juga yang membuat lingkaran tersebut ?" Mendengar perkataan itu, diam-diam Chin Huihou menyumpah didalam hatinya. "Anjing kecil, sialan kau ! siapa suruh kau banyak mencampuri urusan orang?" Meski begitu, diluar dia tetap bersikap tenang, sahutnya. "Oya,... lohu telah lupa akan hal ini, maaf, maaf kalau begini aku telah berbuat salah !" "Nah begitu baru benar" Seru Sun Tiong lo sambil tertawa. "sekarang, akulah yang akan membuat lingkaran tersebut!" Seraya berkata, dengan alas sepatunya dia menyeka lingkaran yang telah dibuat tadi, kemudian dengan mempergunakan batu runcing sekali lagi membuat sebuah lingkaran. Kali ini, lingkaran tersebut luasnya cuma satu kaki saja, melihat itu dengan kening berkerut Cbin Hui hou segera memprotes. "Kongcu, apakah lingkaran ini tidak terlampau kecil?" "Oooh kalau begitu berapa besarkah baru bisa dihitung sebagai besar?" "Bukankah kongcu tadi sudah bilang, luas lingkaran tersebut harus satu kaki dua jengkal." "Congkoan" Tukas Sun Tiong lo lagi. "bukankah sudah kau katakan tadi, disini tak ada alat pengukur, apa yang terlukis kita anggap lukisan itu benar?" Chin Hui hou segera terbungkam, tak sepatah katapun yang bisa diucapkan keluar ..Lama kemudian dia baru bisa termenung. "Sungguh aneh sekali kejadian ini, ilmu Han pok ciang yang kumiliki baru bisa menunjukkan kehebatannya dari jarak satu kaki dua jengkal kedepan secara kebetulan sekali anjing kecil ini membuat lingkaran seluas satu kaki ?" "Jangan-jangan anjing kecil ini tahu akan kepandaian silat serta tenaga dalam yang kumiliki? Tapi, hal ini mana mungkin ? Aaaaaah... mungkin kebetulan saja dia berbuat begitu !" Sementara dia masih merenungkan persoalan itu, Sun Tiong lo juga manfaatkan kesempatan tersebut untuk berbisik kepada Bau ji. "Keparat tua ini memiliki kepandaian silat yang sangat liehay, selain itu juga pernah melatih ilmu Han pok ciang yang liehay, itulah sebabnya sengaja siaute membuat sebuah lingkaran seluas satu kaki agar kehebatan ilmu pukulannya itu tak bisa digunakan sebagaimana mestinya." "Jika toako bertarung melawannya nanti, hati-hati dengan kuku tajam diujung kesepuluh jari tangannya, sebab kuku tersebut sangat beracun, siaute tidak tahu kepandaian apa yang dimiliki toako sekarang, untuk keamanannya saja, lebih baik kau kerahkan tenaga khikang untuk melindungi badan." Bauji melirik sekejap kearah Sun Tinoglo lalu manggut-manggut tanda mengerti. Kebetulan sekali Chin Hui hou melihat hal itu, tanpa terasa ujarnya kepada Sun Tiong lo. "Kongcu, apa maksudmu yang sebenarnya?" "Apanya yang kau maksudkan ?" Sun Tiong lo pura pura berlagak pilon dan tak mengerti. "Barusan aku lihat dia sedang manggut-manggut kepada diri Kongcu, apa maksudnya manggut-manggut tersebut ?" Sun Tiong lo segera tertawa. "Betul, Sun kongcu memang sedang manggut-manggut, dia berbuat demikian karena minta ijin kepadaku untuk mulai turun tangan, apakah salah perbuatannya itu?" Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Chin hui hou berkata. "Asal kongcu adil...." Belum habis ucapan itu, Sun tianglo sudah menukas dengan nada yang tak senang hati. "Chin cong koan, setelah mengucapkan perkataan itu, kau harus minta maaf!" Dalam keadaan demikian, terpaksa Chin hui-hou haruslah mengendalikan hawa amarahnya yang berkobar, katanya kemudian. "Baik-baik, anggap saja aku salah bicara, harap kongcu sudi memaafkan!" Sun Tiong lo masih melotot sekejap lagi ke-arahnya sebelum katanya kemudian. "Harap kalian berdiri ditengah lingkaran tersebut, asal kaki masih menginjak digaris lingkaran ini masih dianggap belum keluar dari garis.!" Maka Bauji dan Chin Hui hou segera melangkah masuk ke dalam garis lingkaran dan mengambil ancang-ancang. Walaupun garis lingkaran tersebut seluas satu kaki saja, akan tetapi setelah kedua belah pihak sama sama masuk kecalam lingkaran selisih jarak diantara mereka masih-ada delapan jengkal lebih, sehingga siapapun tak akan mampu untuk menjawil badan orang dengan uluran tangannya. Dengan cepat kedua orang itu mengerahkan tenaga dalamnya dan bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan..Waktu itulah Sun Tionglo telah berkata kembali "Ketika aku bertepuk tangan nanti, berarti pertarungan bisa segera dimulai" Kedua orang itu sama-sama mengangguk, dengan tenang merekapun bersiap-siap menunggu bunyi tepukan tangan. Sun Tionglo memandang sekejap kearah Chin Hui-hou, kemudian memandang pula ke arah Bauji, setelah itu baru serunya dengan lantang-- "Aku harap kalian berdua ber-siap2!" Menyusul ucapan tersebut, tangannya segera bertepuk satu kali sebagai pertanda dimulai nya pertarungan. Anehnya, meski tanda dimulainya pertarungan telah dibunyikan, namun dua orang yang saling berhadapan muka dalam lingkaran garis masih belum bergerak sedikitpun juga. Menyaksikan hal itu, diam-diam Sun Tiong Io manggut-manggut, tapi iapun merasa amat terkejut. Dia manggut-manggut karena kedua belah pihak sama-sama berpengalaman dan cukup mampu mengendalikan diri, diapun mengerti, disaat masing-masing pihak tidak mengetahui dalam tidaknya tenaga lwekang yang dimiliki lawan, memang lebih baik bertahan daripada melancarkan serangan secara membabi buta. Yang membuat hatinya terkejut adalah, meski ia sudah berkumpul hampir sehari semalam dengan Bau ji, tapi berhubung banyak persoalan yang dibicarakan sampai-sampai dia tak sempat membicarakan tentang hal kepandain silat. Oleh karen itu dia tidak tahu sampai dimanakah taraf kepandaian silat serta tenaga dalam yang dimiliki Bau ji, apalagi setelah dia mengetahui asal usul Chin Hui hou yang sebenarnya, mau tak mau dia menjadi kuatir juga bagi keselamatan kakaknya. Dalam pada itu, dua orang manusia yang berada dibalik garis lingkaran sudah mulai bergerak maju ke depan. Cuma kedua belah pihak sama-sama melakukan tindakan tersebut dengan amat berhati-hati, oleh sebab ini merekapun hanya bergeser dengan mengitari garis lingkaran tersebut. Dengan seksama Sun Tiong lo mencoba untuk memperhatikan keadaan didalam arena, tiba-tiba alis matanya bergerak-gerak dan sekulum seryuman segera menghiasi ujung bibirnya. Rupanya ia telah menemukan banyak sekali titik kelemahan dibalik posisi pertahanan dari Chin Hui hou, betul kepandaian silat yang dimilikinya amat hebat, tenaga dalamnya juga amat sempurna, tapi entah mengapa titik kelemahan banyak terdapat dalam pertahanannya. Dia yakin seandainya tenaga dalam yang dimiliki Bauji seimbang dengan tenaga dalam yang dimilikinya, seharusnya dia bisa melihat kelemahan-kelemahan tersebut. Tapi, setelah ditunggunya sekian lama tanpa menyaksikan Bau ji melancarkan serangan, sekali lagi alis matanya berkenyit, dari situ dia lantas mengambil kesimpulan bahwa Bauji belum melihat titik kelemahan yang ada dalam sistim pertahanan dari Chin Hui hou tersebut. Tanpa terasa sinar matanya dialihkan kembali kearah Bauju dengan cepat perasaan hati nya menjadi tenang kembali. Sekalipun Bau ji tidak berhasil menjumpai titik kelemahan yang ada dalam sistim pertahanan dari Chin Hui hou, namun sistim pertahanan Bau-ji sendiripun tidak terpadat titik kelemahan. Menurut pengamatannya delapan puluh persen si anak muda itu dapat menangkan pertarungan tersebut. Rupanya Chin Hui hou telah sertakan tenaga nya sebesar sepuluh bagian, dalam keadaan begitu Bauji tak berani bertindak gegabah, dia pun menyongsong datangnya ancaman dengan tenaga yang besar pula. Bisa dibayangkan andaikata bisa terjadi benturan kekerasan dalam garis lingkaran satu kaki, menang kalah mungkin akan segera ditentukan. Pada detik terakhir sebelum tenaga pukulan kedua belah pihak saling membentur, mendadak Chin hui-hou membuyarkan serangannya dan bergeser mundur, kemudian telapak tangannya yang kiri, dari arah kanan bergerak menuju kesebelah kiri dan membacok bahu kiri serta lengan Bau ji dengan ganas dan buas. Perubahan ini selain terjadi amat cepat dan luar biasa, keji dan berbahaya pula. Siapa tahu Bau ji sudah mengadakan seksama diwaktu Chin hui hou bergerak mundur tadi, Bau ji telah berputar kesamping kiri, lalu kaki kanannya melangkah dengan gaya tujuh bintang, lengan kanannya digetarkan dan menolak telapak tangan kiri Chin hui-hou. Dalam keadaan ini, posisi Chi hui hou menjadi separuh bagian menghadap Bau ji, dengan cepat lengan kanan Bauji mementalkan tapak tangan kiri lawan, kemudian sikutnya menyodok ke belakang menumbuk iga kanan musuh. Chin Hui-hou yang menyaksikan akal liciknya gagal, apalagi setelah merasakan telapak tangan kirinya kena dipentalkan oleh Bau ji, dengan cepat dia sadar kalau gelagat tidak menguntungkan, untuk mundur setengah langkah guna menghindari serangan itu tak sampai lagi, tak ampun sikut lawan menyodok telak diatas iganya. Walaupun dibilang ia cukup cekatan untuk mundur ke belakang tapi iga adalah bagian tubuh yang lemah dan tak boleh kena tersodok, tak ampun ia berseru tertahan dan mendur ke belakang dengan sempoyongan tapi masih belum keluar dari lingkaran Bau ji tentu saja enggan memberi kesempatan kepada lawannya untuk mengatur napas, tiba-tiba sepasang telapak tangannya didorong ke depan dengan menggunakan tenaga pukulan sebesar sembilan bagian. Belum lagi Chin Hui hou berdiri tegak, tubuhnya sudah terpental ke belakang oleh pukulan itu. Dengan cepat badannya melayang keluar dari garis lingkaran, walaupun ia berniat untuk meronta sayang sudah tak bertenaga Iagi.. "Blaaam,..," Tak ampun tubuhnya terpental dan jatuh terbanting lebih kurang satu kaki diluar lingkaran itu, kulit muka sebelah kirinya terpapas oleh hancuran batu kerikil sehingga terluka dan mengucurkan darah. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pada saat itulah Sun Tiong lo segera berteriak keras. "Berhenti! pertarungan telah selesai, aku akan mengumumkan bahwa Chin Cong koan adalah pemenangnya !" Waktu itu, Bau ji sudah mendapat kontak batin dengan Sun Tiong lo, maka dia berpura-pura menarik muka sambil bertanya. "Sun-heng, adilkah keputusanmu itu ?" "Tentu saja adil !" Jawab Sun Tiong lo pura-pura tidak mengerti. Sambil menuding Chin Hui hou yang sedang merangkak bangun dari atas tanah, seru Bau ji. "Saudara Sun, seandainya matamu belum buta, tentunya kau dapat melihat dengan jelas bukan kalau aku belum keluar dari garis lingkaran? Kini yang terjatuh diluar lingkar itu adalah dia bukan aku,kenapa kau mengatakan aku yang kalah?!" Sun Tiong lo segera tertawa. "Saudara, apakah kau lupa dengan janji kita semuIa?" "Janji apa?" "Selama pertarungan berlangsung dilarang melukai orang, barang siapa melanggar hal ini orang yang terlukalah yang akan dimenangkan sebagai pemenang." "Ooooh..." Bau-ji berseru tertahan, dan kemudian sambil mendepakkan kakinya ketanah ia berseru. "aku lupa.... aku benar benar sudah lupa, kalau tidak ... aaaai." Dalam pada itu Chin hui hou sudah merangkak bangun dari atas tanah, dengan kemarahan yang berkobar-kobar serunya kepada Sun tiong lo. "Pandai benar kalian berdua bermain sandiwara !" Sun Tionglo tidak menyangkal malahan katanya sambil tertawa. "Chin congkoan, rupanya kau sudah mengetahui kalau aku sedang bermain licik untuk membohongi mu!?" "Hmm.... Lohu toh bukan seorang anak yang berusia dua tahun, memangnya bisa kau tipu mentah-mentah?!" Teriak Chin hui hou dengan geramnya sambil menggigit bibir. Sekali lagi Sun Tiong lo tertawa. "Bukan begitu maksudku, yang benar toh aku telah bersungguh hati menjadi seorang saksi yang adil." Dengan geramnya Chin hui hou melotot sekejap kearah Sun tionglo dan katanya. "Lohu tidak percaya, seandainya dia yang terluka, kau akan berdiam diri belaka." Sun Tiong lo segera berlagak seakan-akan dia tertegun dan tidak habis mengerti. "Congkoan, aneh benar perkataanmu itu, andaikata Sun heng yang terluka, sudah barang tentu aku akan menyatakan dirinya sebagai pemenang, selain berbuat begitu, apa pula yang bisa kulakukan lagi?!" Chin Hui hou segera mendengus dingin. "Hmm! bagaimanapun juga, sekarang lohu sudah mengerti, makin kau berkata begitu, hal mana menunjukkan kalau kau pasti mempunyai tipu musiihat!" Sun Tiong lo segera tertawa terbahak-bahak sambil berkeplok tangan. "Haaahhh ...haaahhh... haaahhh congkoan memang tak malu disebut seorang manusia yang hebat!" Chin Hui hou mengerutkan dahinya makin kencang, kembali ia berkata lagi. "Kau tak usah mengucapkan kata kata yang bernada ejekan lagi, seandainya lohu hebat, tak nanti aku akan termakan oleh tipu muslihatmu itu, lingkaran kecil inipun tak akan menyusahkan diriku." Sun Tiong lo mengerdipkan matanya berulang kali. "Maksudku, beruntung sekali congkoan yang terluka...." Dia berkata. "Andaikata dia yang terluka, mau apa kau?" Tukas Chin Hui hou dengan mata melotot. Sun Tiong lo tertawa. "Gampang sekali, sekembalinya dari sini nanti bila nona kalian bertanya maka aku akan menyangkal telah manjadi saksi, atau mungkin aku pun akan menambahi dengan sepatah dua patah kata, sudah pasti akan tercipta sebuah cerita yang menarik sekali!" Mendengar perkataan itu, Chin Hui hou menjadi naik pitam sehingga mukanya merah membara dan matanya berapi api. Sampai lama kemudian, dia baru bisa mengucapkan sepatah kata. "Kau... kau...!" Sun Tiong lo tertawa terbahak-bahak. "Haaah... haahh... kenapa dengan aku?" Ejeknya segera. "Hati-hati kau lain waktu!" Ancam Chin Hui hou sambil mendepakkan kakinya berulang kali. Sun Tiong lo mendengus, dengan serius ka-tanya. "Chin congkoan, dengarkan baik baik, kali ini kau yang telah mencari urusan dengan kami, kau toh tahu kalau Sancu kalian sudah ada peraturan yang ketat, tapi demi melampiaskan rasa mangkel yang terpendam didalam hati, kau tak segan-segan menggunakan akal licik." "Betul aku adalah seorang sastrawan lemah yang tidak mengerti akan ilmu silat, tapi berbicara soal kecerdasan, kau masih selisih jauh dibandingkan dengan diriku, maka aku telah mempergunakan siasat melawan siasat untuk memberi pelajaran kepadamu! "Jika kau tidak puas, tidak apalah sebentar bila bertemu dengan nona kalian nanti, atau menunggu setelah Sancu kalian kembali, kita boleh berbicara secara blak-blakan, coba suruh dia yang menentukan siapa benar siapa salah!" Chin Hui hou menjadi berdiri bodoh, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun ia membalikkan badan dan berlalu dari situ dengan langkah lebar. Belum berapa puluh langkah dia pergi, Sun-Tionglo telah berseru kembali. "Chin congkoan, begitu beranikah kau pulang seorang diri dengan meninggalkan kami disini?" Hampir meledak dada Chin Hui hou saking gusarnya, tapi diapun tak bisa berbuat apa-apa. Bau ji dan Sun Tiong lo saling berpandangan sekejap, kemudian sambil bergandengan tangan mereka beranjak dari situ. Sepanjang jalan, mereka berdua bergurau dan bercanda sendiri, hakekatnya mereka tidak menggubris Chin Hui hou yang berada di belakang tubuhnya itu. -ooo0dw0oo- Dengan wajah serius Chin Hui hou berdiri didepan seorang pemuda, sikapnya menghormat sekali. Pemuda itu memakai baju berwarna hitam bermantel hitam dan mempunyai selembar wajah yang putih. Selain muka dan giginya, boleh dibilang pemuda itu berwarna serba hitam. Ketika itu dengan suara yang dingin dan kaku pemuda itu sedang berkata. "Lanjutkan !" Chin Hui hou mengiakan, dengan hormat dia berkata. "Akhirnya hamba kena dipukul sehingga terpental keluar dari garis lingkaran !" Pemuda itu mendengus dingin "Hmm! Apakah kau tidak mempergunakan ilmu Han pok ciang ?" "Garis lingkaran itu cuma satu kaki, padahal tenaga dalam yang hamba miliki sekarang..." Tidak menunggu Chin Hui hou menyelesaikan kata-katanya, pemuda itu telah menukas. "Lima tahun sudah lewat, tiada kemajuan apa-apa yang bisa kau capai, betul-betul goblok !" "Selanjutnya hamba pasti akan berlatih dengan lebih rajin lagi!" Ujar Chin Hui hou sambil membungkukkan badan memberi hormat. "Apakah nona mengetahui akan hal ini ?" Tanya sang pemuda dengan mata melotot. Chin Hui hou menjadi sangsi dan tidak menjawab. "Apakah kau mengidap penyakit ?" Tegur sang pemuda dengan kening berkerut. Chin Hui-hou segera tertawa getir. "Hamba tidak melaporkan kejadian ini kepada nona." Sahutnya. "Kenapa?" "Oooh, kongcu, sampai matipun hamba tidak berani mengatakannya keluar !" Keluh Chin Hui-hou sambil menghela napas sedih. "Katakan saja berterus-terang!" Perintah pemuda itu dengan suara dalam. "bila ada urusan, akulah yang akan bertanggung jawab !" "Semenjak kedatangan Sun Tionglo si anjing kecil itu, nona tampak agak berubah..." Mencorong sinar marah dari balik mata pemuda itu, bentaknya secara tiba-tiba. "Chin Hui-hou, kau mencari mampus ?!" Gemetar keras sekujur badan Chin Hui hour dengan menunjukkan sikap patut dikasihani, katanya. "Kongcu harap maklum, bukankah tadi sudah hamba katakan bahwa hamba tak berani berbicara apa adanya." "Baik, lanjutkan perkataanmu itu, bila ucapanmu memang ada dasarnya, telah kukatakan tadi aku akan bertanggung jawab untukmu, apa yang telah kukatakan tentu tak akan kuingkari dengan begitu saja, cuma kalau sampai kau berani bicara sembarangan hmmm..." "Kongcu, sekalipun hamba bernyali besar juga tak akan berani berbicara sembarangan!" Buru-buru Cnin Hui hou berseru. "Katakan secara langsung, tak usah berputar-putar kayun lagi !" Seru pemuda itu kemudian. "Pada malam itu juga nona telah mengirimnya keatas loteng impian dan membiarkan si anjing kecil rudin itu berdiam disana, sejak waktu itu hamba sudah merasa curiga sekali !" "Lebih kurang pada kentongan kedua, tiba-tiba nona naik keatas loteng seorang diri, kongcu, waktu itu si pelajar rudin she Sun masih ada diruang tengah dan minum arak bersama Beng loji." "Yaa, sudah pasti dia pergi ke sana untuk mengambil barangnya yang tertinggal," Sela pemuda itu. Chin Hui hou tertawa licik, kemudian menggelengkan kepalanya berulang kali. Tiba-tiba pemuda itu mencengkeram pergelangan tangan Chin Hui hou dan membentak dengan suara dalam. "Bukan? Darimana kau bisa tahu kalau bukan?" Kena dicengkeram pergelangan tangannya, Chin Hui hou merasakan tulang pergelangan tangannya sakit seperti mau patah, sambil menahan sakit kembali serunya. -ooo0dw0oo- Jilid 7 "KONGCU, lepas tangan, hamba akan segera membeberkan keadaan yang sebenarnya !" Pemuda itu segera mengendorkan tangannya lalu berkata. "Cepat katakan kau toh juga mengerti dengan tabiatku!" Chin Hui-hou tak berani berayal, dia lantas berkata. "Nona setelah masuk ke dalam loteng impian, tidak keluar lagi, menanti pelajar rudin itu sudah selesai minum arak dan kembali ke loteng impian untuk beristirahat nona masih berada didalam!" Paras muka si pemuda yang sebenarnya pucat pias tak berdarah itu, kini berubah menjadi semakin menakutkan bahkan diantara warna pucat terselip warna kehijau-hijauan yang menyeramkan, keadaan itu tak ada bedanya dengan setan gantung hidup. Dengan mencorong sinar hijau dari balik matanya dia berseru. "Waktu itu kau berada dimana ?" "Aku sedang melayani si anjing rudin itu minum arak !" Mendengar perkataan itu, sang pemuda menjadi tertegun. "Kentut !" Makinya kemudian. Buru-buru Chin Hui-hou memberi penjelasan "Yaa, jika kukatakan tak seorangpun yang percaya, tapi sesungguhnya perintah ini datangnya dari sancu sendiri !" Pemuda itu menjadi berdiri bodoh, setelah mengerdipkan matanya berulang kali, katanya. "Masa ada kejadian seperti ini ? Coba kau teruskan !" "Untuk menyelidiki keadaan yang sebenar nya dari pelajar rudin ini, diam diam kukuntit diam-diam dari belakangnya, karena itulah aku baru tahu kalau sinona berada diatas loteng impian lebih dahulu." "Berada dalam loteng itu, mula-mula mereka tidak memasang lampu, setelah berbicara sekian lama, diselingi tertawa cekikikan dari nona, akhirnya mereka baru memasang lentera." Mencorong sinar bengis dari balik mata pemuda itu, tukasnya secara tiba-tiba. "Sejak anjing kecil itu naik ke loteng, sampai lentera itu dipasang, berapa lama sudah lewat?" Chin Hui-hou berpikir sejenak, kemudian sahutnya. "Lebih kurang sepertanak nasi lamanya!" Dengan penuh kemarahan dan rasa benci yang meluap, pemuda itu menyumpah. "Perempuan rendah yang tak tahu malu !" Setelah berhenti sejenak, ujarnya kepada Chin Hui hou. "Teruskan ceritamu !" "Baik, kemudian secara tiba tiba hamba mendengar suara pintu loteng berbunyi, lalu nona keluar dari sana dan kembali ke belakang, itulah kejadian yang berlangsung pada malam anjing kecil itu datang kemari." "Apa pula yang telah terjadi hari ini ?" "Tengah hari tadi, nona telah berkunjung ke loteng impian ketika kembali lagi ke gedung belakang, dia lantas menitahkan kepada Kim Poo-cu untuk menghadap ke ruang tengah sesudah anjing-anjing kecil itu bersantap." "Ada urusan apa ?" Sengaja Chin Hui hou menghela napas panjang. "Aaaa... nona membawa anjing anjing kecil itu berkunjung ke loteng Hian ki lo !" Katanya. Agak tertegun si anak muda itu setelah mendengar perkataan itu, serunya cepat. "Aaaah... masa terjadi peristiwa semacam ini ? Mereka....mereka..." Diam-diam Chin hui hou merasa girang sekali sesudah menyaksikan sikap pemuda itu dan sambungnya. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Katanya dia hendak menemani anjing kecil itu untuk melihat miniatur dari bukit kita!" "Oooh..." Pemuda itu berseru tertahan, sesudah berpikir sebentar, lanjutnya. "yaa .... Mungkin saja begini." Dengan cepat Chin hui hou menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya. "Kongcu, apakah kau lupa selanjutnya nona juga menitahkan hamba untuk mengajak anjing anjing kecil itu mengitari seluruh tanah perbukitan, kalau memang sudah melihat miniaturnya, buat apakah pula?" "Betul, perkataanmu memang masuk diakal" Sela pemuda itu. "sudah pasti mereka mempunyai suatu hubungan rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain!" Chin Hui hou menghela napas panjang. "Aaaa .... harap kongcu maklum, setelah menunjukkan gejala yang serba mencurigakan ini, masih beranikah hamba membicarakan soal terlukanya diri hamba ini kepada nona? seandainya kau tidak percaya, sebentarhamba akan pergi mencoba, tanggung bukan saja nona tak akan membelai diri hamba, sebaliknya justru akan memberi pelajaran dan peringatan kepada diriku!" Pemuda itu mengerutkan alis matanya kencang-kencang, kemudian berkata. "Cin Hui hou, kalau begitu cobalah pergi melapor kepadanya" Setelah berhenti sejenak, kembali ia berkata. "Kepulanganku kali ini diketahui siapa lagi?" Chin Hui hou menggelengkan kepalanya berulang kali. Dengan cepat pemuda itu berbisik lagi. "Simpan rahasia ini baik, aku hendak melakukan penyelidikan secara diam diam! Nah..! sekarang kau boleh pergi!" Dengan riang gembira Chin hui hou beranjak pergi, dia bersyukur karena siasat liciknya berhasil. Sepeninggalan Chin hui hou, pemuda itupun menggerakkan tubuhnya meninggalkan tempat itu, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. - ooo0dw0ooo- BAB SEMBILAN PERJAMUAN malam yang diselenggarakan pada malam ini boleh dibilang merupakan suatu perjamuan yang istimewa. Tempatnya didalam ruangan tengah perkampungan keluarga Beng, tamu dan tuan ru mah berjumlah empat orang. Tuan rumahnya adalah Beng Liau-huan dan nona, sedang tamunya tentu saja Bauji dan Sun Tiong lo. Pelayan yang melayani arak selama perjamuan adalah Beng Seng, perjamuan berlangsung dengan riang gembira. Sikap Bauji juga mengalami banyak perubahan, sekalipun dalam sepuluh pertanyaan yang diajukan dia hanya menjawab tiga empat buah, namun sikapnya terhadap orang lain tidak sedingin semula. Dalam perjamuan tersebut, sambil tertawa nona itu bertanya pada Sun Tiong lo. "Kongcu, setelah melihat keadaan dari tanah perbukitan tersebut, bagaimanakah perasaanmu ?" Sun Tiong lo tertawa. "Bukit ini boleh dibilang sangat berbahaya dan mengerikan sekali" Sahutnya. Sesudah berhenti sejenak, lanjutnya. "Cuma belum bisa dibilang benar-benar dapat makan manusia !" Nona itu cuma berseru pelan dan tidak bicara lagi. Beng Seng yang berada disisinya segera menyela. "Kongcu, mengertikah kau kenapa bukit ini dinamakan Bukit Pemakan Manusia ?!" Sun Tionglo menggelengkan kepalanya berulang kali. "Justeru aku ingin mengajukan pertanyaan ini kepada nona !" Katanya. Beng Seng memandang sekejap ke arah si nona, akhirnya dia batalkan niatnya untuk berbicara. Saat itulah Beng Liau-huan segera berkata. "Bolehkah lohu mengajukan satu pertanyaan kepada Kongcu ?" "Silahkan cengcu !" Kata Sun Tiong lo dengan sungkan. Dengan wajah serius dan bersungguh-sungguh Beng Liau huan berkata. "Sekarang kongcu sudah memahami peraturan tempat ini terhadap tamu dari luar, dikala batas waktu kongcu menjadi tamu agung di tempat ini sudah habis dan harus melarikan diri nanti, ada harapankah bagi kongcu untuk kabur dari sini dengan selamat, terutama setelah kau saksikan apa adanya di atas bukit ini ?" Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya. "Aku tidak lebih cuma seorang sastrawan, jangankan bukit ini memang berbahaya sekali, sekalipun aku diperbolehkan pergi dengan begitu saja belum tentu aku mampu untuk menyeberangi jeram tersebut dengan begitu saja." "Oooh... kalau begitu, setelah batas waktu kongcu menjadi tamu agung telah habis, apa rencana kongcu selanjutnya ?" Sun Tiong lo segera menghela napas panjang. "Aaaii... mungkin terpaksa menunggu tibanya saat kematianku !" "Seandainya benar-benar begitu, bukankah kongcu benar-benar akan di lalap oleh bukit ini !!!" Kata Beng Liau huan dengan kening berkerut. Sun Tiong lo menggelengkan kepalanya berulang kali ujarnya. "Bukit tak bisa makan manusia, tapi samudra dapat menelan manusia, seandainya aku benar-benar harus mati setelah batas waktuku menjadi tamu agung disini habis, maka kematianku itu di sebabkan oleh sekawan manusia jahat, dengan bukitnya sendiri sama sekali tak ada sangkut pautnya." "Kongcu, kau menuduh ayahku adalah orang jahat?!" Tegur sinona dengan kening berkerut. Dengan wajah serius Sun tionglo berkata. "Bila aku bicara terus terang nanti, diharap nona jangan marah, terus terang saja ayahmu adalah manusia yang amat jahat, bahkan merupakan pemimpin dari sekawanan manusia jahat dia adalah gembong iblis pembunuh manusia!" Mendengar perkataan itu, sinona segera bangkit berdiri dari tempat duduknya, dan dengan suara dalam serunya. "Besar benar nyalimu, sungguh berani mengucapkan kata-kata seperti itu ... !" Sun Tionglo tertawa. "Jangan marah dulu nona, terlebih dulu aku mohon maaf kepadamu nona dan lagi, nonapun jangan lupa, sekarang aku masih tamu agung dari bukit kalian!" Nona itu mendengus. "Sekalipun begitu, pantaskah kau memberi keritikan terhadap tuan rumahnya ?" "Aku rasa ini sudah seharusnya !" Jawab pemuda itu sambil tertawa hambar. Nona itu segera mencibirkan bibirnya, dengan tidak senang hati dia berseru. "Seharusnya begitu ? Kenapa ?" Sun Tiong lo tertawa. "Kalau toh diduiia ini terdapat tuan rumah yang menghormat tamunya sebagai tamu agung lebih dulu, kemudian setelah lewat batas waktunya menjegal tamu agungnya dengan sekehendak hati, maka sudah sepantasnya jika di dunia inipun terdapat tamu agung yang makan makanan tuan rumah, minum minuman tuan rumah, tapi mencaci maki pula tuan rumah." Mendengar ucapannya yang mencampur baurkan antara kata "tuan rumah" Dengan "tamu agung" Itu, lama kelamaan nona itu menjadi geli sendiri sehingga akhirnya tertawa cekikikan. Setelah tertawa, berkatalah nona itu. "Pandai benar kau berbicara, bagaimana kalau kita jangan mempersoalkan masalah ini lagi ?" Sun Tiong lo juga turut tertawa. "Betul, sekarang adalah waktunya untuk bersantap, kita memang tidak boleh berbicara lagi!" Maka semua orangpun mulai bersantap dan tidak berbicara apaapa lagi. Senda gurau antara Sun Tiong lo dengan si nona, serta sebutan mereka yang menggunakan istilah "kita" Dengan cepat membuat se orang pemuda yang bersembunyi diluar jendela menjadi mendongkol setengah mati hingga dadanya hampir saja meledak. Selesai bersantap dan air teh dihidangkan dengan supel nona itu berkata kepada Sun Tiong lo. "Kongcu, masih ingatkah kau akan satu persoalan?" Sun Tiong lo menggelengkan kepala berulang kali. "Sayarg daya ingatanku jelek sekali, tolong nona suka mengingatkannya kembali." Dengan mata melotot nona ini mendelik sekejap kearah Sun Tiong lo, kemudian serunya. "Hei, kau benar-benar tidak ingat, ataukah pura-pura berlagak tidak ingat?!" "Harap nona mdi memaafkan, aku benar benar kelupaan!" "Hmm! Agaknya kau tidak ada urusan lagi yang hendak dibicarakan denganku sekarang?" Mendengar perkataan tersebut, dengan cepat Sun Tiong lo memahami kembali maksud perkataan dari nona itu, cepat dia tertawa. "Aaah . .. tidak, tidak, nona, sekarang aku sudah teringat kembali..." "Kalau begitu katakan sekarang, atau lebih baik kita berpindah tempat saja ?" Dengan sorot matanya Sun Tiong lo memperhatikan nona itu sekejap, ketika dilihatnya nona itu memang berminat untuk berganti tempat, maka sahutnya. "Yaa... urusan ini memang menyangkut urusan pribadi, aku berharap kita bisa berganti tempat saja!" Nona itu pura-pura termenung sejenak, kemudian diapun mengangguk "baiklah!" Kepada Beng liau huan katanya kemudian: Beng cengcu, tolong pinjam sebentar kamar baca dari cengcu itu, boleh bukan?" Tentu saja Beng Liau huan tidak berani menampik, sahutnya. "Aaaah, nona terlalu sungkan, biar lohu suruh Beng Seng membersihkannya lebih dulu." "Tidak usah merepotkan Beng Seng, aku hanya pinjam sebentar saja." Seraya berkata dia lantas beranjak dan meninggalkan tempat itu.... Sun Tiong lo sendiriput dengan cepat mengerling sekejap kearah Bau-ji, lalu setelah meminta maaf kepada Beng Liau huan, denganmengikuti di belakang nona berjalan menuju kesebuah ruangan disebelah kanan ruangan tengah. Beng Liau huan tidak tahu apa yang terjadi, memandang bayangan punggung dari Sun Tiong lo, tiba-tiba gumamnya. "Mata yang jeli memang pandai memilih mana yang enghiong, sancay, siancay !" Dengan sikap acuh tak acuh Bauji mendengus dingin. "Hmm, saudara Sun memang enghiong, tapi mata sinona itu belum tentu jeli...!" Katanya. Beng Liau huan memandang sekejap kearah Bauji, kemudian katanya . "Kongcu, kau berasal dari mana ?" Pokok pembicaraan telah dialihkan ke masalah lain, tampaknya dia bermaksud untuk mengajak Bau ji berbincang-bincang. Sekarang Bau Ji sudah mengetahui kedudukan yang sebanarnya dari Beng Liau huan dengan pelayannya, oleh karena itu sikapnya terhadap Beng Liau huan saat ini juga jauh berbeda sekali. Mendengar pertanyaan tersebut, dia lantas menjawab. "Aku tinggal di ibu kota !" Beng Liau huan tertawa kembali ujarnya. "Jika kongcu bersedia memaafkan kecerobohan lohu, ingin sekali lohu mengajukan satu pertanyaan lagi !" "Aaaah, mana aku berani, bila cengcu ada pertanyaan, silahkan saja diutarakan." Beng Liau huan memandang sekejap kesekeliling tempat itu, kemudian sambil merendahkan ucapannya dia bertanya. "Karena soal apakah kongcu berkunjung ke atas bukit ini ?" "Soal ini...." Sepasang alis Bau ji segera berkenyit kencang. Dia benar-benar merasa tak mampu untuk melanjutkan perkataannya, diapun merasa tak bisa tidak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan Beng Liau huan kepadanya itu, maka setelah mengucapkan kata "soal ini", ia menjadi terhenti dan selama beberapa saat lamanya tak sanggup melanjutkan kembali kata- katanya. Beng liau huan adalah seorang jago kawakan yang sudah lama melakukan perjalanan didalam dunia persilatan tentu saja dia pun dapat mengetahui kesulitan orang, maka dengan perasaan minta maaf katanya. "Lohulah yang salah, tidak seharusnya mengajukan pertanyaan yang menyusahkan diri kongcu." Belum habis dia berkata, Bau ji telah menyambung. "Aku datang kemari untuk beradu untung!" Jawaban ini sama sekali diluar dugaan Beng Liau huan, untuk beberapa saat dia sampai tertegun dibuatnya. "Adu untung apa?" Bau jl tertawa. "Ada orang yang hilang disini, aku bertanggung jawab untuk menemukannya kembali, sudah setahun lamanya seluruh dunia persilatan kujelajahi tanpa hasil, kata teman, kemungkinan besar orang itu berada dibukit pemakan manusia...." "Siapakah nama orang yang sedang kongcu cari itu?" Tanpa terasa Beng Liauhuan bertanya lagi. Mendengar perkataan itu, satu ingatan dengan cepat melintas didalam benak Bau ji, sahutnya kemudian. "Orang itu she Kwan aku rasa cengcu tak akan kenal dengannya !" Beng Liauhuan segera tertawa getir.. "Sudah puluhan tahun lamanya lohu berdiam disini, tidak sedikit orang yang pernah ku jumpai selama ini, ada yang temanku, ada pula yang merupakan musuh lohu, karena itu aku berniat untuk menanyakan nama dari orang yang sedang dicari kongcu itu. "Apakah ada yang she Kwa ?" Sela Bau ji. Beng liau huan segera menggeleng "Maaf, tidak banyak orang yang berasal dari marga itu, seandainya ada, lohu pasti akan teringat selalu!" Dengan perasaan kecewa Bau ji berseru tertahan lalu tidak berbicara apa-apa lagi. Terdengar Beng Liau huan kembali bertanya. "Apa hubungan kongcu dengan sahabat Kwa itu? "Dia adalah seorang bekas anak buah mendiang ayahku!" Jawab Bau ji tanpa berpikir panjang lagi. "Aaah !" Beng liau huan segera berseru kaget. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "kalau begitu ayahmu juga seorang bu lim!" Sambil menggeleng Bau ji menukas. "Bukan, mendiang ayahku adalah seorang sekolahan." "Ooh... kalau begitu, sahabat Kwa juga seorang manusia yang tidak mengerti akan ilmu silat?" Kembali Bau-ji menggeleng. "Tidak, orang ini memiliki kepandaian silat yang sangat luar biasa" Sahutnya. Beng Liau-huan segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian ujarnya. "Dapatkah kongcu memberitahukan kepada ku, ada urusan apa kau hendak mencarinya?" "Benda-benda wasiat milik mendiang ayah ku disimpan ditempatnya." "Ooooh tidak aneh kalau kongcu sampai menyerempet bahaya berkunjung kebukit ini" Kata Beng Liauhuan sambil tertawa. Sesudah berhenti sebentar, lanjutnya. "Mula-mula lohu mengira masih bisa mem-bantu mu, siapa tahu . .. terpaksa aku meminta maaf." "Aaaah... tidaklah menjadi soal," Kata Bauji sambil tertawa. "aku percaya cepat atau lambat suatu hari nanti orang itu pasti dapat kutemukan kembali!" Beng Liau huan memandang sekejap ke arah Bau-ji, kemudian dengan mengandung maksud lain katanya. "Lohu dengar ketika menyerbu ke atas bukit ini kongcu kena ditangkap dan tinggal di sini sebagai tamu agung, itu berarti kepandaian silat yang kongcu miliki lihay sekali..." "Tidak terhitung-lihay-" Tukas Bau-ji. "kalau tidak, tak nanti aku sampai kena ditangkap!" Beng liau-huan mengerutkan dahinya, kemudian berkata. "Maaf lohu akan banyak-berbicara, bila batas waktu kongcu menjadi tamu agung telah habis, kau harus kabur dari sini, apakah kau sudah mempunyai sesuatu rencana untuk melarikan diri dari tempat ini ?" Satu ingatan segera melintas dalam benak Bau-Ji, katanya. "Aku sama sekali belum melakukan persiapan apa-apa" Setelah berhenti sejenak, dengan suara rendah terusnya. "Apakah cengcu hendak memberi petunjuk kepadaku ?" Beng Liau huan menggeleng sambil menghela nafas sedih, sahutnya. "Lohu tak lebih hanya seorang manusia cacad yang tak berguna, seandainya aku mempunyai cara yang bagus, buat apa aku mencuri hidup sampai sekarang? Apalagi belasan tahun belakangan ini..." Mendadak ia berhenti berbicara dan mengalihkan sinar matanya keluar pintu ruangan. Waktu itu Bau-ji duduk disisi pintu ruangan, melihat itu diapun turut berpaling ke sebelah kanan. Ternyata Congkoan Chin Hui hou entah sedari kapan sudah berdiri disana dengan wajah menyeramkan. Bauji segera mendengus dan melengos ke arah lain, dengan langkah lebar Chin Hui hou segera melangkah masuk ke dalam. Ia berhenti pada lebih kurang tiga jengkal dihadapan Beng Liau huan, kemudian dengan suara dalam serunya. "Beng cengcu, apakah kau tidak merasa sudah terlalu banyak berbicara?" "Lohu justru ucapanku terlampau sedikit." Jawab Beng Liau huan sambil mengelus jenggot. Chin hui hou mendengus dingin. "Beng cengcu, lohu nasehati dirimu lebih baik bersikaplah cerdik sedikit, jangan menganggap ada orang yang menyanggah dirimu dari belakang, maka kau boleh berbicara secara sembarangan dan ketahuilah bencana itu datangnya dari banyak mulut!" "Beng liau huan, apakah kau masih mendendam terhadap peristiwa dimasa lalu?" Seru Chin hui hou dengan alis mata berkernyit dan sinar mata memancarkan cahaya buas. Beng Liau-huan melotot besar. "Sekalipun demikian, mau apa kau?" "Heeeeh .. :, heehh .., . heeehh Beng Liau huan, kau tahu bukan saat ini Sancu tidak berada diatas bukit?!" "Sebelum meninggalkan bukit ini, sancu telah berbicara lama sekali denganku, dia bilang hendak pergi meninggalkan bukit dan lebih kurang puluhan hari kemudian baru kembali, jadi tak usah kau peringatkan lagi kepadaku." "Kalau begitu, kau harus lebih mengerti lagi, bila melanggar peraturan bukit dalam saat seperti ini adalah suatu peraturan yang paling berbahaya sekali !" Beng Liau huan mendesis sinis. "Memangnya congkoan berani membunuh diriku? "ejeknya. "Heehh....heeh....heeh... lohu tidak mempunyai hak untuk melakukan perbuatan tersebut, tapi masih ada orang lain yang sanggup untuk melakukannya." "Mengapa congkoan tidak berkata langsung kepada nona." Tukas Beng Liau huan. Chin Hui hou tertawa sinis, tukasnya pula. "Menurut pendapatmu, apakah nona mirip seseorang yang bisa membunuh orang?" Mendengar perkataan itu, Beng Liau huan merasakan hatinya bergerak, kemudian katanya. "Lalu siapa yang bisa? Lebih baik suruh dia untuk mencobanya di hadapanku !" Chin Hui hou tidak langsung menjawab perkataan itu, cuma dengan sepasang-sinar mata yang sukar dilukiskan dengan katakata- memandang sekejap ke arah Beng Liau huan, kemudian setelah tertawa. "Baik-silahkan cengcu-mundur ke belakang." Sejak tadi Bau ji sudah merasa tidak leluasa menyaksikan sikap maupun tindak tanduk dari Chin Hui-hou, dengan-suara-dingin- segera serunya keras. "Kau hendak ke mana?" Mendengar teguran tersebut Chin Hoi hau merasa tertegun, kemudian dengan kening berkerut sahutnya. "Apakah kau sedang bertanya kepada lohu ?" Bau ji mendengus dingin. "Yaa kongcu mu memang sedang bertanya kepadamu." Chin Hui hou segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. "Haahh..., haah....hah.. kau bertanya lohu akan kemana? Hahh. .haahh...haahh.... memangnya kau berhak untuk mengajukan pertanyaan tersebut ?" "Kongcumu setelah berani bertanya tentu saja merasa berhak untuk mengajukan pertanyaan itu !" Mencorong sinar buas dari balik mata Chin Hui hou, serunya. "Orang she Sun, kau anggap dirimu itu seorang pemimpin dari bukit ini !" Bau-ji sama sekali tidak menanggapi ucapan tersebut, sebaliknya malahan berkata. "Chin Hui hou, kongcumu hanya akan memberitahukan kepadamu, sekarang nona kalian sedang berada dibelakang dan merundingkan sesuatu dengan Sun kongcu tersebut." Perasan Chin Hui hou segera tergerak setelah mendengar perkataan itu selanya. "Kenapa pula kalau begitu?" "Itu berarti, pada saat ini ada baiknya kau jangan mengusik nona "kalian itu!" Chin Hui hou tidak menyangka kalau Bau-ji bisa mengucapkan kata kata seperti itu, untuk sasaat lamanya dia tak tahu-bagaimana harus menjawab perkataan tersebut. Sementara dia masih kebingungan terdengar Bau ji berkata lagi setelah tertawa dingin. "Apalagi kongcu mu memang ada persoalan hendak dibicarakan dengan dirimu!" Menggunakan kesempatan ini Chin Hui hou segera memutar kemudi mengikuti hembusan angin, katanya dengan cepat. "Katakan, kau ada urusan apa?" Seraya berkata dia lantas mengambil bangku dan duduk, betul juga, ia tidak berani mengusik nonanya. Bauji melirik sekejap kearahnya, kemudian berkata. "Sore tadi, bukankah kita berjalan jalan di bukit bagian belakang?" "Benar, memang bukit bagian belakang!" "Besok pagi pagi, kongcu mu hendak melakukan pemeriksaan dibukit sebelah depan, kali ini kita harus bisa menjelajahi seluruh tanah perbukitan itu dan kau akan tetap sebagai petunjuk jalannya, aku minta kau jangan melupakannya." Mendengar perkataan itu, Chin Hui hou segera mendengus dingin. "Maaf, besok aku tak dapat menemani!" Sahutnya. Sengaja Bauji melototkan sepasang matanya bulat-bulat, kemudian berseru. "Kalau memang begitu, katakan sendiri kepada nona." Chin Huihou sama sekali tidak menjadi takut, malahan dia tertawa terkekeh. "Heehh....heehh.. .heehh....aku kuatir kali ini nona tak bisa mencampuri urusan ini lagi." Bau ji tertawa dingin. "Kau bersedia pergi atau tidak, atau nonamu bisa mencampuri urusan ini atau tidak, semua nya adalah persoalan kalian sendiri, pokoknya kongcumu telah memberitahukan kepadamu, bila besok tak ada yang jadi petunjuk jalan..." "Kalau tak ada yang menjadi petunjuk jalan, mau apa kau?" Sela Chin Hui hou. Bau ji mendengus dingin. "Kongcumu bisa berbuat apa, lihat saja sampai waktunya nanti !" Chin Hui hou segera tertawa lebar. "Kalau memang begitu, kita buktikan saja setelah sampai pada waktunya nanti, maaf, aku tak bisa menemani lebih jauh." Di tengah pembicaraan tersebut, sekali lagi Chin hui hou bangkit berdiri dan beranjak dari ruangan tersebut. Dengan sorot mata yang tajam Bau ji awasi bayangan punggungnya Chin hui hou sehingga lenyap dari pandangan mata, dia merasa sikap orang tersebut pada malam ini sangat istimewa sekali. Agaknya Beng liau huan juga telah melihat kalau gelagat tidak beres, menanti bayangan tubuhnya dari Chin hui hou sudah lenyap dari pandangan matanya dia baru berbisik kepada Bauji. "Sun kongcu, tidakkah engkau melihat kalau tindak tanduk keparat itu kiranya agak mencurigakan?" "Yaaa, tampaknya dia seperti mempunyai tulang punggung baru yang menunjang dirinya dari belakang!" Sahut Bau ji dengan kening berkerut kencang. Dengan nada yang semakin merendah, Beng Liau huan berbisik kembali. "Sun kongcu, ada satu hal lupa lohu kemukakan karena semula merasa tidak penting, tapi seandainya tua bangka she Chin itu benar-benar sudah memiliki tulang punggung baru, maka lohu bisa menduga siapakah orang itu !" Ketika dilihatnya sikap Beng Liau-huan berubah menjadi serius sekali, Bau ji segera dapat merasakan juga berapa seriusnya persoalan itu, dengan memperendah pula dia bertanya. "Siapakah orang itu?" "Kakak angkatnya nona, dia adalah murid paling tua dari Sancu bukit ini, konon merupakan keponakan angkat dari Sancu sendiri !" "Oooh... siapakah nama orang ini? Apakah kekuasaannya jauh diatas kekuasaan nona?" "Orang ini she Khong bernama It hong, kepandaian silat dan tenaga dalam yang dimilikinya sudah mendapat seluruh warisan langsung dari sancu, kehebatannya memang jauh diatas kepandaian nona, lagipula hatinya kejam, buas dan tidak berperi kemanusiaan!" Setelah berhenti sejenak, terusnya. "Oleh karena dia adalah murid tertua dari Sancu, lagipula masih terhitung keponakan Sancu sendiri, ilmu silatnya juga sangat lihay, maka sejak beberapa tahun berselang, tiap kali Sancu pergi meninggalkan bukit karena ada urusan, kekuasaan yang palingbesar- diatas-bukit inipun diserahkan kepadanya." "Tapi, bagaimanapun juga, sikapnya terhadap nona tentunya tak berani sewenang-wenang bukan?" Tanya Bauji. "Bagaimanakah keadaan yang sebenarnya tak seorang manusiapun yang tahu tapi menurut pengamatan lohu selama banyak-tahun--belakangan ini, aku rasa ada kemungkinan-besar Sancu ingin menjodohkan nona kepada Khong It hong." "Oooh... begitukah jalan ceritanya ? Sungguh membuat hati orang merasa tidak habis mengerti." Tukas Bauji dengan wajah yang tertegun. Beng Seng yang berdiri di samping segera menimbrung pula dengan suara rendah. "Apanya yang perlu diherankan. Sancu ada minat untuk menjodohkan nona kepada Khong It-hong, mesti belum diucapkan secara terang-terangan, tapi diam-diam agaknya masing-masing pihak sudah setuju, baik nona mau pun Khong It-hong sendiri juga mengetahui akan hal ini." Sesudah berhenti sejenak, kembali ujarnya. "Bagaimanakah watak serta perangai dari orang she Khong tersebut ?" "Seperti apa yang telah telah lohu katakan tadi, orang ini berhati kejam, buas dan tidak berpenkemanusiaan !" "Apakah nona tidak salah memilih orang?" Tanya Bauji dengan kening berkerut. Beng Seng segera menghela nafas panjang. "Aaaai....nona berwatak halus berbudi dan lagi cerdik, cuma saja....cuma saja..." Ia tak dapat melukiskan kesulitan yang sedang dihadapi nonanya, maka sampai setengah harian lamanya dia masih tak mampu untuk me lanjutkan kembali kata-katanya itu. Terdengar Beng Liau huan berkata pula. "Pertama, nona terpengaruh oleh desakan ayahnya. kedua, wajah Khong It hong terhitung lumayan juga, kecuali dengan mata kepala sendiri ia saksikan kebuasan, kekejian dan kebusukan sifat orang itu, rasanya memang sulit untuk menemukan kejahatan serta kebusukan-nya itu. "Hal ini ditambah lagi semenjak kecil nona sudah hidup di bukit yang terpencil kecuali Khong It hong seorang, boleh dibilang dia tak pernah bertemu dengan pemuda tampan lain-nya, lama kelamaan tentu saja tak bisa dihindari akan tumbuh rasa cinta dalam hatinya, atau tegasnya saja sikap nona selama ini hanya terpengaruh belaka di lingkungan keadaannya." Bau ji termenung beberapa saat lamanya. kemudian bertanya lagi. "Sampai dimanakah kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki orang she Khong itu ?" Beng Liau huan menggelengkan kepalanya berulang kali. "Susah untuk dibicarakan." Katanya. "berbicara dengan kepandaian silat yang kumiliki dahulu, paling banter aku cuma bisa bertahan lima puluh gebrakan saja, sekalipun kukerahkan segenap kepandaian silat yang kumiliki untuk melangsungkan pertarungan mati hidup, paling banyak juga masih bisa bertahan sepuluh gebrakan lagi !" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Bau ji merasakan hatinya tergerak, cuma ia tidak berbicara apa- apa lagi. Saat itulah Beng Seng kembali berkata. "Sun kongcu kemungkinan besar dugaan majikanku itu benar, seandainya Khong Ithong tidak secara tiba tiba kembali ke gunung, sekali pun Chin Hui hou bernyali lebih besarpun, dia tak akan berani mengucapkan perkataan seperti tadi itu." "Oooh... kalau memang orang she Khong itu sudah kembali ke gunung, kenapa tidak tampak dia munculkan diri ?" Tiba-tiba Beng Liau huan berseru tertahan, dia segera berpaling ke arah Beng Seng seraya berkata. "Kau cepat ke belakang dan undang nona kemari, katakan kalau aku ada urusan penting hendak dibicarakan dengannya." Beng Seng dapat memahami maksun hati tuannya, dengan cepat dia mengangguk. "Benar, benar, kalau tidak cepat cepat ke sana, bisa jadi akan mengakibatkan keadaan yang lebih fatal!" Selesai berkata dia lantas lari menuju ke belakang. Dibelakang ruangan itu terdapat sebuah kamar baca yang biasanya hanya digunakan oleh Beng Liau huan pribadi, ketika itu nona sedang duduk berhadapan dengan Sun Tiong lo sambil berbincang bincang, kedua belrh pihak saling bergurau dengan sikap yang amat santai, seakan-akan berhadapan dengan teman lama saja. Cuma sayang selama ini mereka bicarakan tidak lebih hanya merupakan kata-kata ringan saja yang sama sekali tidak penting. Sesudah berlangsung sekian lama, akhirnya nona baru mengalihkan pokok pembicaraan ke soal yang sebenarnya, dia berkata. "Sekarang, sudsh sepantasnya kalau kuaju-kan beberapa buah syarat kepadamu." Sun Tiong lo tertawa. "Nona berbudi luhur, berjiwa kesatria dan gagah perkasa, Apakah nona tidak merasa bahwa untuk menjaga rahasia saja harus mengajukan pertukaran syarat adalah perbuatan seorang anak kecil ?" Nona itu tertawa. "Anak kecil atau orang dewasa, apalah bedanya. Sekali lagi Sun Tiong lo tertawa. "Maaf kalau mengucapkan kata-kata yang lebih berani lagi seandainya nona tetap bersikeras untuk mengajukan syarat untuk menjaga rahasia tersebut, maka perbuatan nona ini pada hakekatnya merupakan suatu ancaman dan juga merupakan suatu perbuatan curang yang ingin memanfaatkan keadaan orang!" "Sekalian demikian apakah tidak boleh?" Dengan perasaan apa boleh buat Sun Tiong-lo mengangkat bahunya. "Kalau nona tetap berkata demikian, akupun tidak bisa berbuat apa-apa lagi" "Nah kalau begitu tentunya kau sudah siap mendengarkan syaratku bukan?" Kata si nona sambil tersenyum. "Ehmm, silahkan kau ucapkan!" Si nona itu melirik sekejap ke arah Sun Tiong lo, kemudian katanya. "Syaratku sederhana sekali, aku hanya ingin tahu keadaan yang lebih jelas lagi !" Sun Tiong lo mengeruikan alis matanya rapat-rapat, kemudian berkata. "Keadaan yang sebenarnya rumit sekali, terus terang saja kurasakan nona, ada sementara persoalan bahkan aku sendiri tak memahami." "Jadi kau tetap enggan untuk berbicara?" Kata si nona dengan wajah serius. Dengan wajah serius pula Sun Tiong lo menggelengkan kepalanya berulang kali. "Walaupun aku tak berani mengatakan sangat memegang janji, tapi selamanya akupun enggan untuk mengingkari janji !" Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo Mustika Gaib Karya Buyung Hok