Bukit Pemakan Manusia 4
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 4
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung Seru Yan Tan-hong sambil menuding Pauji. Dengan suara dalam manusia berkerudung itu segera menukas. "Bocah itupun merupakan anak dari Sun Pek gi, tentu saja lohu harus membunuhnya!" "Anjing laknat." Sumpah Yan Tan-hong. Belum lagi ucapan itu selesai di ucapkan, manusia berkerudung itu kembali menukas. "Tutup mulutmu ! Sekali lagi lohu terangkan Aku bukanlah seorang manusia yang suka membunuh, akan tetapi anak haram dari Sun Pek-gi ini tak bisa dibiarkan hidup, sedangkan kalian berduaaa..." Sengaja ia menarik kata yang terakhir itu sampai panjang sekali, kemudian setelah terhenti sejenak, dia baru melanjutkan. "Lohupun bersedia memberi kesempatan hidup untuk kalian berdua, asal bocah itu mau diserahkan kepadaku kemudian pergi mengikuti lohu, maka lohu jamin sejak kini..." "Anjing laknat, kau jangan bermimpi di siang hari bolong" Bentak Yan Tan hong dengan kalap. "aku..." "Hong-ji, tutup mulutmu!" Bentak Yan Sian po sambil melotot sekejap ke arah putrinya dengan gusar. "segala sesuatunya aku yang akan menyelesaikannya bagimu!" Setelah berhenti sejenak, Yan Sian-po lantas berpaling kembali ke arah manusia berkerudung itu, kemudian ujarnya. "Kaupun tak usah banyak berbicara lagi, karena aku sudah memahami maksud hatimu sekarang aku masih mempunyai beberapa persoalan yang ingin kutanyakan lebih dulu, apakah kau bersedia untuk menjelaskannya dengan terang ?". "Boleh saja" Sahut manusia berkerudung itu sambil tertawa. "persoalan apa saja yang hendak kau ajukan dan perduli kalian ibu dan anak mau menyerah atau membangkang, asal lohu mengerti serta memahami masalahnya pasti akan ku jawab secara jelas!" "Dalam beberapa patah kata pembicaraan yang berlangsung dengan Sun Pek gi tadi, aku dapat menarik kesimpulan bahwasanya ia sama sekali tidak mengirim undangan ke bukit Han san, apakah..." Sambil tertawa seram manusia berkerudung itu segera menukas . "Nenek Yan, jalan pikiran mu terlalu seksama juga, betul ! Sun Pek-gi memang tidak mengirim undangan untuk kalian, lohu lah yang telah mengirimkan sepucuk undangan buat kalian !" Yan Sian-po segera tertawa dingin. "Kalau begitu, segala gerak gerik Sun Pek gi telah kau pahami dengan amat jelas ?" Serunya. Kembali manusia berkerudung itu mengangguk. "Benar, seorang kepercayaan lohu telah ku selundupkan ke dalam keluarga itu sebagai mata-mata !" "Aku ingin tahu siapakah nama orang itu?" Manusia berkerudung itu berpikir sebentar, kemudian sahutnya :"Orang itu she Kwan bernama Kwa Cun seng !" "Sungguhkah perkataanmu itu ?" Seru Yan Sian po dengan sepasang- mata melotot besar. "Kau toh tidak kenal dengannya, apa beda nya perkataanku yang jujur dengan bohong bagimu ?" "Nama orang itu begitu dikenal, karena itu mau tak mau aku musti curiga atas kebenarannya." Sebaliknya Yan Tan hong merasa nama Kwan Cun seng tersebut agaknya tidak terlalu asing, karena itu dengan kening berkerut ia lantas termenung beberapa saat lamanya. Mendadak dia berseru. "lbu, dalam dunia persilatan agaknya terdapat seorang manusia yang bernama demikian!" Yan sian po sengaja mengiakan, dia lantas berpaling seakan akan mau bertanya, padahal menggunakan kesempatan itu bisiknya dengan ilmu menyampaikan suara. "Kau harus ingat baik baik nama orang, siapa tahu akan sangat berguna dikemudian hari. Begitu selesai berpesan, dia lantas berpaling lagi kearah manusia berkerundung itu sambil bertanya. "Apakah aku boleh mengajukan pertanyaan lagi ?" Manusia berkerudung itu tidak menjawab , dia manggut-manggut berulang kali. Yan sian po memandang sekejap kearah dua orang manusia dibelakang manusia berkerundung itu, kemudian katanya. "Kelihatannya selain kedua orang pembantumu itu. Kau masih mempunyai pembantu lainnya?" Manusia berkerundung itu segera mendengus, tukasnya. "Didalam melaksanakan setiap rencana, aku selalu bergerak sesudah rencana itu matang, sekalipun ditempat ini hanya ada lohu dan dua orang anak buahku yang menyaru sebagai kalian ibu dan anak, itupun sudah lebih dari cukup, aku tak perlu mempersiapkan yang lain lagi!" Tertawalah Yan sian po sesudah mendengar perkataan itu katanya. "Ucapanmu sih memang enak kedengarannya, tapi, dengan mengandalkan kemampuan dari kedua orang anak buahmu itu, apakah mereka sanggup menandingi kehebatanku ?" "Tentu saja mereka bukan tandinganmu" Sahut orang berkerudung itu. "tapi untuk menangkan putrimu, aku rasa seorang pembantuku saja sudah mampu untuk menghadapi kalian, sedang yang seorang lagi bisa melakukan pembantaian terhadap si anak jadah tersebut!" Mendadak Yan sian po seperti teringat akan sesuatu, tiba tiba katanya lagi. "Rupanya kau memang seorang musuh yang sangat lihay, bolehkah aku berunding dahulu dengan putriku?" Ternyata sikap si orang berkerundung itu cukup supel, segera jawabnya dengan cepat. "Silahkan, lohu selalu menantikan jawaban kalian !" Yan sian po segera berpaling kearah putri nya, lalu katanya. "Hong ji, malam ini tipis sekali harapan kita bertiga untuk lolos dari tempat ini, menurut pendapatku, toh Sun Pek gi sudah mati dan kita berdua telah dituduh sebagai pembunuhnya, noda ini sekalipun mencebur di dalam sungai Huang ho juga tak usah menjual nyawa demi si bocah itu lagi. Belum habis kata kata tersebut diucapkan, Yan Tan Hong telah menukas dengan perasaan terperanjat. "lbu, mengapa kau berkata begitu..." Sementara Yan Tan hong sedang berteriak dengan perasaan kaget, menggunakan kesempatan itu Yan sian po berkata lagi dengan ilmu menyampaikan suara. "Hong ji, bila ibu secara tiba tiba membentak gusar nanti, kau harus segera bertindak menurut keadaan, saat itu boponglah Pau ji dan kaburlah dari sini secepat-cepatnya, tak usah kau perdulikan ibu lagi, ingat baik baik pesanku ini !" Selesai mengucapkan perkataan itu, tidak memperdulikan bagaimanakah tanggapan dari Yan Tan hong, dengan suara berat dan dalam ia segera berseru lantang. "Aku rasa tindakan ini merupakan suatu tindakan yang paling tepat, serahkan bocah itu kepadaku !" Sembari berkata dia lantas maju kedepan dan merampas Bau ji dari tangan Yan Tan hong. Sesudah mendengar bisikan dari ibunya lewat ilmu menyampaikan suara, seketika itu juga Yan Tan hong merasa hatinya menjadi sangat tegang, ketika Bau-ji terampas, serta merta dia maju untuk merampas kembali, dalam keadaan seperti ini, tindakannya itu sedikitpun tidak kaku atau seperti lagi berpura-pura. Begitulah dengan agak tegang bercampur cemas gadis itu berusaha untuk merampas kembali anaknya. Tapi Yan sian po segera mendorong putrinya kebelakang, kemudian sambil menyeret Bau ji, serunya kepada lelaki berkerundung itu. "Nih, kuserahkan bocah ini kepadamu !" Lelaki berkerudung hitam itu mengiakan, dia lantas menggape ke arah perempuan yang menyaru sebagai Yan sian po dibelakangnya itu seraya berseru. "Ji nio, sambutlah bocah keparat itu dan bawa pergi lebih dulu dari sini !" Ji nio yang menyaru sebagai Yan sian po segera mengiakan dan melompat maju kedepan. Pada saat ituIah, mendadak Yan Sian po menuding kearah Ji nio dengan tongkatnya seraya membentak. "Tunggu sebentar... lihat serangan!" Berbareng dengan ucapan "Tunggu sebentar" Hal mana membuat Ji nio menjadi tertegun. Sementara ia masih tertegun, jarum Han-seng ciam yang berada di dalam tongkat bambu itu segera menyembur keluar, segumpal cahaya hitam yang menyilaukan mata seketika itu juga menyelimuti daerah seluas satu kaki lebih, dalam keadaan demikian mana mungkin buat Ji nio untuk meloloskan diri? Menanti lelaki berkerudung itu mengetahui kalau terjebak dan bersiap-siap memberikan bantuan, keadan sudah terlambat, diiringi lolongan kesakitan yang memilukan hati Ji nio, perempuan itu roboh terkapar ke tanah, lalu setelah berkelejit beberapa kali, tewaslah orang itu dalam keadaan mengenaskan Menggunakan kesempatan itu, Yan sian po segera mengibaskan tangan kirinya, dan tubuh Bauji segera mencelat ke udara dan meluncur kearah belakang tubuhnya, dengan tepat sekali telah di terima oleh Yan Tan hong. Begitu menerima tubuh Pau ji, Yan tan hong segera membalikkan tubuhnya dan kabur menuju kearah sebelah kanan. Orang berkerudung hitam itu menjadi naik pitam, bentaknya dengan penuh kegusaran. "Nenek Yan, adalah kau sendiri yang ingin cari mampus, jangan salahkan kalau lohu akan bertindak keji kepada kalian!" Yan sian po mendengus dingin. "Hmm! Jika kau punya kemampuan, tunjukkan dahulu wajah aslimu biar aku tahu macam apakah tampangmu itu!" Orang berkerudung itu menggigit bibirnya menahan rasa mangkel dan mendongkol yang berkecamuk didalam benaknya, dia lantas berpaling kearah perempuan yang menyaru sebagai Yan tan hong itu, kemudian serunya lantang. "Su nio, kau susul perempuan rendah itu dengan anak jadahnya, bunuh mereka tanpa ampun, cepat!" Setelah memberi perintah, orang berkerudung itu segera menyelinap maju ke depan dan menerjang kearah Yan sian poo, sementara Su nio menggerakkan badannya mengejar kearah Yan Tan hong, bahkan pedang mestika yang semula masih tersoren kini telah lepas. Mendadak Yan sian po menggerakkan tubuhnya menghadang didepan Su nio tongkat bambunya diayunkan kearah dan Su nio seraya memandangnya dengan pancaran sinar mara berapi-api, serunya dengan suara yang berat. "Jika kaupun ingin mampus, silahkan untuk maju ke depan !" Orang berkerundung hitam itu mendengus marah, tubuhnya segera meluncur kembali ke depan dan mengayunkan telapak tangannya melancarkan sebuah nukulan dahsyat. Yan sian po juga mendengus, sekuat tenaga dia sambut datangnya ancaman tersebut. "Blaamm...!" Ketika kedua gulung angin pukulan itu bertemu menjadi satu dan menimbulkan ledakan keras, tubuh Yan sian po segera tergetar mundur sejauh lima langkah, sebaliknya orang berkerundung hitam itu hanya mundur sejauh tiga langkah. Diam-diam Yan sian po merasa terperanjat sekali, sekarang dia baru sadar bahwa tenaga dalam yang dimiliki manusia berkerundung itu benar-benar jauh lebih sempurna daripada kemampuannya. Sementara itu Su nio telah dipaksa untuk berputar sejauh tiga kaki lebih sebelum melakukan pengejaran. Orang berkerundung itu selalu menghalangi niat Yan sian po untuk menghalangi pengejaran tersebut, ketika Yan Sian po masih sibuk menerjang keluar, perempuan tadi sudah pergi jauh sekali, dalam keadaan begini sekalipun dia berniat untuk menghalangi perbuatan orang itu juga percuma. Sementara itu, Yan Tan-hong sudah melarikan diri kesisi kanan hutan yang lebat, untuk menyusul perempuan itu jelas sudah tak mungkin lagi, maka sedikit banyak Yan Sian-po pun merasa agak lega. Dengan sorot mata yang tajam orang berkerudung itu memandang sekejap kearah Yan Sian-po, tiba-tiba teriaknya kepada Su-nio. "Lepaskan Liu seng-lui (geledek bintang kejora), cegat jalan pergi perempuan rendah itu dari hutan !" Mendengar ucapan tersebut, Su-nio segera mengiakan dan mengayunkan telapak tangannya berulang kali, empat lima batang peluru api yang memancarkan cahaya hijau segera meluncur ketengah hutan dan meledak, dalam waktu singkat hutan itu berubah menjadi lautan api. Dengan terbakarnya hutan tersebut, maka tiada jalan lagi bagi Yan Tan hong untuk melarikan diri lagi, ketika dia berpaling ke belakang dan dilihatnya ilmu meringankan tubuh Sunio yang mengejar kearahnya itu lebih sempurna daripada dirinya, sadarlah dia jalan untuk melarikan diri sudah tertutup baginya. Dengan cepat Yan Tan hong segera mengambil keputusan sambil menahan rasa sedih dihatinya, dia berkata pada Bau ji dengan wajah yang serius. "Nak, kau harus melarikan diri sendiri, entah kemanapun kau akan pergi yang penting adalah kabur dari tempat ini, kini aku ada pesan beberapa kata, perhatikan baik baik." "Pertama, jika berhasil lolos berusahalah mencari letak Kim lam hu, kemudian pergilah kekota Kilam dan carilah Yan Tin lam dari perusahaan ekspedisi Sam seng piaukiok sebab dia adalah pamanmu!" "Kedua, setelah berjumpa dengan orang itu tunjukkan batu kemala yang tergantung diatas lehermu itu padanya, maka dia akan segera mengenali dirimu, kemudian ceritakan semua kisah kejadian ini pada dirinya." "Ketiga kau adalah seorang she Sun, ini tidak bakal keliru, ayahmu dibunuh oleh orang berkerudung tadi, untuk menuntut balas dendam dan mencari tahu belakang dari kejadian ini, kau harus mencari orang yang bernama Kwa cun seng itu, sebab hanya dia yang mungkin tahu akan persoalan ini." "lbu dan nenek jika masih hidup, paling banter setengah tahun lagi pasti akan menuju ke Ki lam untuk mencarimu, seandainya dalam setengah tahun ini kami tidak datang, itu berarti ibu dan nenek pun ikut menjadi korban keganasan orang berkerudung itu." "Soal pembalasan dendam dikemudian hari tergantung kepada kemampuanmu seorang, kau harus baik baik berlatih ilmu, setelah dewasa nanti carilah guru yang pintar dan berlatihlah yang rajin, dan sekaraag cepatlah melarikan diri, cepat! Harus cepat." Sambil berkata Yan Tan-hong segera me nurunkan putranya dari bopongan, airmatanya tak terbendung jatuh bercucuran bagai hujan deras, tapi akhirnya dia memperkeras hatinya dan menurunkan Pau ji dari dukungan. Dari sakunya dia mengambil seluruh uang yang dimilikinya dan dimasukkan ke dalam saku Pau-ji, katanya lagi. "Bila kau adalah anak sayang mama, cepat lah kau lari dari sini, makin jauh larimu makin baik !" Jangan dilihat Pau-ji baru berusia tujuh tahun, ternyata ia cukup mengetahui akan keadaan yang sedang dihadapinya, dia tidak menangis, hanya ujarnya kepada YanTan hong. "lbu, aku pasti akan menantikan kedatangan mama dan nenek di Ki lam, mama tak usah kuatir !" Yan Tan hong mengiakan, baru saja akan meninggalkan beberapa pesan lagi, terdengar suara langkah kaki Su nio sudah dekat, maka Yan Tan-hong segera mendorong Pau-ji agar kabur dari situ, sementara dia sendiri segera membalikkan badannya untuk rnenyongsong kedatangan Su Nio. Pau-ji telah kabur, seorang diri kabur ke sana kemari tanpa tujuan yang menentu. -ooo0dw0oooKETIKA mendengar sampai disitu, Sun Tiong lo memandang sekejap kearah Pau ji, lalu tanyanya. "Jadi kau benar benar telah berhasil melarikan diri dari cengkeraman jahat mereka ?" Pauji memandang sekejap kearah Sun Tiong lo, lalu sahutnya. "Andai kata tidak berhasil lolos dari cengkeraman mereka, mana mungkin aku bisa menjumpai dirimu lagi pada malam ini ?" Sun Tiong lo segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, sesudah termenung sebentar katanya. "Kemudian, apakah kau pergi ke Ki-lam?" "Tidak !" Bau-ji menggeleng. "aku tak pernah berkunjung ke kota tersebut...." "Lantas darimana kau tahu kalau ibu dan nenekmu telah mati terbunuh ditangan manusia berkerudung itu ?" Tukas Sun Tiong lo lebih lanjut. Bau-ji mendesah sedih, katanya. "Seandainya kau tidak menukas, tentunya aku sudah menceritakan kesemuanya itu dengan jelas." Sun Tiong lo menundukkan kepalanya rendah-rendah. "BaikIah! lanjutkan kisahmu itu!". Baru saja Bau ji hendak melanjutkan ceritanya, mendadak Sun Tiong lo menggoyangkan tangannya sambil berbisik. "Ssstt! Ada orang bersembunyi di luar loteng sedang menyadap pembicaraan kita...." Padahal bisikan dari Svn Tiong lo itu cukup lirih, kenyataannya orang yang bersembunyi di luar itu masih bisa mendengar juga, belum selesai Sun Tiong lo mengucapkan kata kata nya, dia telah menukas. "Oooooh! Rupanya kalian adalah saudara seayah lain ibu, kuucapkan selamat pada kalian karena bisa bersua kembali ditempat ini" Bau ji segera melompat bangun dan siap membentak marah, tapi Sun Tiong lo telah berkata lebih dulu sambil tertawa. "Nona, nengapa tidak masuk kedalam untuk berbincang bincang sambil duduk?" Bau-ji pun sudah mendengar pula kalau suara pembicaraan orang yang berada ditempat kegelapan itu adalah suara seorang nona, tapi siapakah nona itu? Meski demikian ia merasa tidak puas dengan nona itu. Baru saja dia akan membuka suara, nona yang bersembunyi ditempat kegelapan menyahut "sekarang hari sudah amat malam, kurang leluasa untuk masuk kedalam kamar lelaki, apalagi kau juga belun tentu menyambut kedatanganku dengan bersungguh hati, ada persoalan lain, lebih baik kita bicarakan besok pagi saja!" "Nona, sudah berapa Iama kau menyembunyikan diri ditempat kegelapan sana ?" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pau-ji segera menegur. Bukan menjawab nona itu malahan balik bertanya. "Untuk apa kau menanyakan soal itu?" "Kami dua bersaudara apakah bakal saling mengakui masih merupakan suatu tanda tanya besar, karena itu setiap patah kata yang kami bicarakan pada malam ini tak boleh diketahui oleh siapapun juga, apa lagi orang luar ." Nona itu segera mendengus dingin, tanyanya. "Hmm ! sekarang aku sudah tahu, mau apa kau ?" "ltulah sebabnya aku ingin sekali berjumpa dengan nona !" Kata Pau-ji dengan kening berkerut. Nona itu segera tertawa lebar. "Saudaramu itu pernah berjumpa denganku, bila kau ada kecurigaan silahkan..." Tapi sebelum nona itu menyelesaikan kata-katanya, Pau-ji telah menukas lagi dengan marah. "Nona! sebetulnya kau bersedia untuk masuk sendiri ataukah harus menunggu sampai-aku yang mempersilahkan kau untuk masuk kedalam ruangan ini?" Kembali nona itu mendengus dingin. "Hmmm ! besar bacotmu, kalau memang mampu, silahkan saja keluar sendiri dan coba lah untuk mengundangku masuk kedalam Bau-ji tertawa dingin, lalu dengan langkah lebar berjalan menuju kepintu ruangan. Tapi Sun Tiong lo segera turun tangan menghalanginya, ia memberi tanda lebih dulu kepada Pau ji dengan kerlingan mata, setelah itu baru katanya. "Bagaimana kalau urusan ini serahkan saja padaku untuk menyelesaikannya?" Tidak menunggu jawaban dari Pau ji, sam bil tersenyum dia lantas berkata lagi. "Dia tidak tahu kalau nona adalah putri kesayangan dari Sancu bukit ini, bila ada kesalahan harap nona jangan marah padanya!" Nona itu segera tertawa cekikikan. "Lucu amat kau ini! setelah urusannya diserahkan kepadamu, apakah kau menganggap persoalan ini bisa kau selesaikan dengan begitu saja? Betul ia tak tahu siapakah aku, sekalipun tahu juga aku tak bakal aku tak bakal menyalahkan dirimu." "Hmm......! Atas dasar apa kau harus membantu dirimu?" Sun Tiong lo tetap tersenyum, sahutnya. "Berhubung tanpa disengaja nona telah mendengar rahasiaku dengan rahasianya, maka nona mempunyai suatu kewajiban untuk membantu diri kami berdua !" Nona itu tampak termenung beberapa saat lamanya, kemudian dia baru berkata lagi. "Mengingat kau pandai sekali berbicara, ku luluskan permintaan itu, bantuan apa yang harus saya berikan ?" Semua rahasia yang berhasil nona dengar pada malam ini sebelum mendapat persetujuanku dan persetujuannya, dilarang untuk disampaikan kepada pihak keempat, dan janji ini harus kau tepati untuk selamanya !" Mendengar perkataan itu, nona tersebut segera tertawa cekikikan. "Baik, kululuskan juga permintaanmu itu, cuma akupun punya syaratnya juga !" Belum sempat Sun Tioag lo berbicara, dengan suara berat dan dalam Bau ji membentak. "Sekalipun kau adalah putri kesayangan dari Sancu tempat ini, seharusnya kaupun harus tahu bahwa mencuri dengar pembicaraan orang, mengatai orang dibelakang yang bersangkutan adalah suatu perbuatan yang benar benar tidak tahu sopan." "Mencuri dengar saja sudah tidak benar, menyimpan rahasia apa yang didengar sudah semestinya menjadi kewajibanmu, sekarang kau masih punya muka untuk mengajukan syarat, aku ingin bertanya kepadamu..." "Aku pun bisa memberitahukan kepadamu", bentak nona itu pula. "sebelum berbicara kamu mesti berpikir dulu dengan sejelasnya, bukit ini adalah bukit kami, nonamu suka berada dimana, hal itu adalah hak ku, apa lagi loteng impian ini adalah tempat kediamanku yang sebenarnya. "Bila kau mempunyai rahasia yang tak bisa diberitahukan pada orang lain, maka kau harus melihat jelas lebih dahulu tempatnya sebelum dikatakan mengapa musti lari ketempat orang lain baru menceritakan rahasia itu?" "Dengan dasar sikapmu yang kurang sopan serta ucapanmu yang ngaco seenaknya, pada hakekatnya kau tidak pantas tinggal bersama Sun kong cu di atas loteng impian ini, besok akan kusuruh orang untuk memindahkan dirimu ketempat lain!" Makin mendengar ucapan itu, Bauji tambah dongkol, baru saja dia akan bersuara, tiba tiba Sun Tiong lo telah berbisik dengan ilmu menyampaikan suara: Toako, jika urusan kecil tak bisa di tahan, urusan besar terbengkalai aku tidak tahu mau apa kau mendatangi bukit ini, tapi kau harus tahu bahwa kedatangan siaute ini mengandung maksud maksud tertentu yang tak boleh sampai gagal, dapatkah toako mengurangi sedikit kata katamu?" Ketika mendengar Sun tiong lo menyebut dirinya sebagai toako, Bauji merasa terkejut girang bercampur sedih, terhadap permintaan dari Sun Tionglo pun tak tega untuk menampik maka ia lantas manggut-manggut. Diam-diam Sun Tiong lo menghela nafas panjang, kemudian serunya kepada nana yang berada diluar loteng. "Nona, apa saja syarat-syaratmu?" Tampaknya nona itu masih tetap merasakan gusar dan dongkol terhadap Bauji, serunya. "Aku sedia meluluskan permintaanmu dan pasti akan kulakukan tapi aku tidak meluluskan permintaannya..." Sambil tertawa Sun Tiong lo menukas. "Kalau begitu jawaban dari nona, maka nonalah yang nakal, urusanku dengan urusannya toh berkaitan antara yang satu dengan lainnya, bila nona berkata demikian bukankah hal ini sengaja hendak mempersulit diriku?" Mendengar kata-kata tersebut, nona itu segera tertawa lebar, tiba tiba ia balik bertanya. "Kalau dilihat dari sikapmu ketika aku datang untuk pertama kalinya tadi, bukankah kau juga hendak mempersulit aku ?" Terhadap ruangan yang tidak nampak bayangan manusianya itu, Sun Tiong lo segera menjura, katanya. "Bagaimana kalau aku yang muda maaf ?" "Baiklah !" Nona itu segera tertawa,"memandang diatas wajahmu, kusudahi persoalannya itu sampai dismi cuma..." "Terima kasih banyak atas kesediaan nona untuk menyimpan rahasia kami." Tukas Sun Tiong lo dengan cepat. "cepat atau lambat budi kebaikan itu pasti akan mendapat balasan. Kembali nona itu tertawa cekikikan. "Lebih baik janganlah bermain sandiwara semacam itu, aku toh menyampaikan syarat-syarat yang harus kau penuhi untuk minta kepada ku agar menyimpan rahasia tersebut!" "Yang kumaksudkan sebagai kebaikan yang pasti mendapat balasan juga tidak meliputi syarat yang kau ajukan, pokoknya nona harus mengerti, entah apapun syaratmu itu,mau tak mau terpaksa aku harus meluluskannya juga!" "Beghu pentingkah rahasia kalian itu?" Sun Tiong lo manggut-manggut. "Yaaa, sedemikian pentingnya sehingga salah-sedikit saja, bisa jadi akan menebakkan kematian kami tanpa liang kubur !" "Nona itu menjadi serius juga setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian. "Kalau begitu akupun tak akan mengajukan pertanyaan apa apa, selain itu aku pun pasti akan menutup rahasia kalian itu rapat rapat." "Nona, ksu boleh mengajukan syarat apapun biIa kamu bersedia menyimpan rahasia kami baik-baik, selama hidup aku tak akan melupakannya kembali..." Nona itu segera tertawa. "Syaratnya sederhana sekali, yaitu..." Mendadak dia berhenti sebentar kemudian bisiknya lirih. "Chin hui-hou datang melakukan pengontrolan, ada persoalan kita bicarakan besok saja, beri tahu pada engkoh yang ke tolol tololan itu, selanjutnya bila ingin membicarakan soal rahasia musti lebih berhati hati, jangan lupa kalau dinding kamarpun bertelinga, nah aku pergi dulu." Seusai berkata suasana menjadi hening. Sun tiong lo dan Pauji juga dengan cepat naik keatas pembaringan untuk tidur, dengan jelas mereka mendengarkan suara Chin hui-hou yang melakukan pemeriksaan sekejap di sekeliling loteng impian, kemudian dengan suatu gerakan yang ringan iapun berlalu dari sana. - ooo0dw0ooo- BAB KE ENAM HARI INI ADALAH HARI PERTAMA Sun Tiong lo bersaudara menjadi tamu agung dari bukit pemakan manusia. Tengah hari itu, hidangan yang lezat telah disiapkan diatas loteng impian, bahkan dihantar sendiri oleh Chin hui hou dan Kim poo cu. Setelah sayur dan arak dihidangkan dengan senyum dibuat-buat Chin hui ho berkata. "Apakah kalian berdua masih ada pesan?" Pau-ji mendengus dan segera melengos ke-tempat lain pura-pura tak mendengar. Sebaliknya dengan agak supel Sun tiong lo berkata. "Cong koan apakah kau tak makan sedikit?" Chin hui hou tertawa seram dan lalu gelengkan kepalanya berulang kali. "Lohu sudah bersantap!" "Ooooh! jika begitu bagaimana kalau merepotkan Cong koan untuk mengundang Beng seng si tua itu sebentar?" Chin hui hou segera berkerut kening, dan katanya. "Kong-cu bila kau ada urusan katakan saja, lohupun sama saja dapat melakukannya." Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala nya berulang kali. "Kurang leluasa, kurang leluasa!" Katanya. "ketika semalam aku menyuruh congkoan melayani aku minum arak, kemudian konon Cong koan harus menerima hukuman dan siksaan akibat dari kejadian itu, kejadian tersebut membuat aku tak bisa tidur semalam suntuk, karena itu aku tak berani merepotkan dirimu lagi sekarang..." Mendengar perkataan itu, paras muka Chia Hui hou segera berubah menjadi merah padam kaya kepiting rebus, serunya dengan cepat. "Darimana kongcu mendengar tentang persoalan ini ?" Sun Tiong lo memandang sekejap ke arah Kim Pocu, lalu jawabnya. "Sobat Kim yang menceritakan kepadaku." Dengan sorot mata yang amat gusar Chin Hui hou melotot sekejap ke arah Kim Po cu, kemudian bentaknya. "Mau apa kau masih berdiri saja disitu? Pulang!" KimPocu menunddukkan kepalanya rendah-rendah, lalu dengan langkah lebar segera berlalu dari situ. Tapi baru saja orang itu keluar dari pintu ruangan, Sun Tiong lo telah berkata kembali. "Chin congkoan, sahabat Kim tanpa sengaja mengucapkan kata kata itu, tidak seharusnya mengatakannya langsung kepada congkoan, sekarang sobat Kim..." Sambil tertawa Chin Hui hou segera menukas. "Tak usah kuatir kongcu, dia cuma seorang pesuruh, tak akan berani dia bersikap apa apa kepada kongcu!" Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya seraya berkata. "Congkoan keliru, aku dapat melihat kalau congkoan senang marah kepada sobat Kim, karena kuatir congkoan akan menghukum sobat Kim setelah ini maka sengaja kumintakan ampun baginya !" Chin Hui hou segera mendengus dingin. "Hmmm ! peraturan tempat ini harus ditegakkan sebagaimana mestinya dan melarang dan melarang siapa saja untuk melanggarnya, kalau memang dia memiliki keberanian untuk berkata demikian kepada kongcu, tentu saja ia punya kepandaian juga untuk menerima hukum sebagaimana yang diterapkan dalam peraturan bukit kami!" Paras muka Sun Tiong lo segera berubah lalu serunya. "Chin cong koan" Seandainya sahaoat Kim sampai menerima siksaan sedikitpun jua, aku akan menyangkal kalau kau telah berkata demikian kepada Congkoan, kalau tak berdaya silahkan kita buktikan bersama sampai waktunya nanti!" Paras muka Chin cong koan berubah hebat sekali, bentaknya. "Orang she Sun, jangan lupa, terhitung hari ini kau cuma ada kesempatan hidup lima hari" "Paling tidak, lima dan setengah" Tukas Tiong lo. "Jangan lupa, ketika aku sedang melarikan diri, setengah hari kemudian kau baru berhak untuk melakukan pengejaran!" Saking gusarnya Chin cong koan sampai tak sanggup berkata apa apa lagi, sambil mengebaskan ujung bahunya dia lantas berlalu dari situ, sepeninggal Chin cong koan, dengan cepat Sun Tiong lo membuka seluruh daun jendela dan pintu yang berada diatas loteng impian. Bau-ji berkerut kening setelah menyaksikan kejadian itu, dengan perasaan tidak habis mengerti serunya. "Jite, kau kegerahan?" Sambil tertawa Sun Tiong-lo menggeleng. "Siaute tidak kegerahan, aku berbuat demikian karena ada urusan penting yang hendak dibicarakan dengan toako..." Bau-ji masih juga tidak mengerti, dia lantas bertanya. "Kalau memang begitu, tidak sepantasnya kalau, kau buka semua pintu dan daun jendela!" Sun Tiong-lo segera merendahkan suaranya, ia berbisik: I'Kejadian semalam adalah suatu pelajaran yang baik sekali buat kita, ucapan si nona sebelum pergi yang mengatakan bahwa "di atas dinding ada telinga" Memang tepat sekali, bila kita membuka semua jendela dan pintu, coba kita lihat saja siapa yang bisa terlepas dari pengawasan kita berdua!" Setelah mendengar keterangan itu, Bau-ji mengerti, dia segera tertawa jengah. "Saudara, kau memang cerdik !" Pujinya. Sun Tiong lo tertawa, sambil menuding hidangan dimeja, dia berkata lagi. "Toako, mari kita sembari bersantap sembari berbincang !" Bau ji manggut-manggut, maka dua bersaudara itupun duduk saling berhadapan muka. Pertama-tama Sun Tiong lo yang buka suara lebih dulu, katanya. "Toako, pembicaraan kita semalam belum lagi selesai telah diputuskan oleh nona itu." Bau ji manggut-manggut, selanya. "Sun-te, sebelum kulanjutkan kisah ceritaku tentang pengalaman dimasa lampau, terlebih dulu ingin kutanyakan satu hal kepadamu, apakah jite masih menaruh curiga terhadap asal usul dari toakomu ini?" Sun Tiong lo segera menggeleng. "Toako, tempo dulu siaute sendiripun banyak sekali mengalami penderitaan dan siksaan, andaikata paman Lu Cu peng itu tidak mempertaruhkan jiwa raganya untuk menolongku, sedari dulu aku sudah tewas di tangan musuh kita." "Menurut paman Lu, sebelum ayah ia pernah mengucapkan beberapa patah kata, diantaranya ada sepatah kata yang menyangkut tentang diri toako. ayah bilang kemungkinan besar kau adalah anaknya." Dari perkataan itu, tanpa terasa Bau ji teringat kembali kejadian dimasa lalu, sambil menggertak gigi menahan gejolak emosi didalam hatinya, ia berkata. "Jite, bukannya aku berani mengeritik atau mengata-ngatai ayah, kalau memang ayah berpesan demikian kepada orang lain, ketika ibu dan nenekku menjumpainya, mengapa ia bersikeras menyangkal akan kejadian tersebut ?" Sun Tiong lo segera menghela nafas panjang. "Aaai... toako, akupun bertanya begitu kepada paman Lu, kata paman Lu, waktu itu dia juga bertanya demikian kepada ayah." "Lantas apa kata ayah" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tukas Bau ji dengan gelisah. Sun Tiong lo menundukkan kepalanya rendah2. "Kata paman Lu, ayah sendiripun baru memahami tentang persoalan ini setelah bibi Yan menusuk tubuhnya tapi bibi menjerit kepada ibunya bahwa dia tidak membunuhnya." "Paman Lu berkata lagi, bukan saja ayah memahami kalau toako kemungkinan besar adalah anaknya. malah ayah sudah tahu siapakah itu Lok hun-pay tersebut." Pau ji menjadi tertegun setelah mendengar ucapan itu selanya. "Kenapa bisa muncul lagi sebuah lencana Lok hun pay tersebut?" Suara Sun Tiong lo beruban agak emosi dan katanya. "Kalau dibicarakan sesungguhnya amatlah panjang, tetapi ringkasnya saja,. Lok hun pay adalah melambangkan tanda pengenal dari seseorang di dalam dunia persilatan, barang siapa menerima lencana ini maka seluruh keluarganya akan mati terbunuh oleh pemiliknya lencana tersebut!" "Ketika ayah telah menyebar surat undangan dan mengundang para sobat untuk mercsmikan gedung barunya pada bulan delapan tanggal lima belas, ayahpun menerima kiriman sebuah lencana Lok hun pay, pada lencana tersebut diterangkan bahwa ayah sekeluarga akan dibantai paca bulan delapan tanggal lima belas pada kentongan ketiga tengah malam" "Siapakah Lok hun pay itu?" Tanpa terasa Bau ji kembali menukas, Sun Tiong lo menghela nafas panjang. "Aaaai! siapakah orang itu, hingga kini belum ada yang tahu, cuma toako. kita harus mencarinya sampai ketemu, sebab dialah yang telah membunuh keluarga kita berdua !" Seakan akan menyadari akan sesuatu, Bau ji lantas berseru. "Jite, orang berkerundung hitam yang kujumpai bersama ibu dan nenek pada malam itu, mungkinkah merupakan Lok hun pay tersebut ? Dia telah mengaku bahwa ayah dan..." "Yaa, kemungkinan besar memang orang itu" Tukas Sun Tiong lo dengan cepat. Setelab berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Setelah menerima lencana itu, sesungguhnya ayah telah membuat persiapan, kemudian bentrokan yang terjadi antara nenek toako dan bibi Yan menyebabkan ayah salah menduga bahwa merekalah Lok Hun pay." "Yaa, aku sekarang memahami sudah.... " Seru Bau ji sambil mendepakkan kakinya. Tapi belum selesai dia berkata, mendadak Sun Tiong Lo menggoyangkan tangannya mencegah ia berkata lebih jauh. Menyusul kemudian dari arah tangga loteng muncul seorang nona yang cantik, binal tapi berterus terang, setibanya diatas loteng, nona itu memandang sekejap kearah pintu dan jendela yang terbuka lebar-lebar itu, keinudian serunya lagi. "Tidak kusangka kalian berdua adalah seorang yang mengerti tentang seni!" Bau ji tidak memahami arti sesungguhnya dari ucapan itu, dahinya segera berkerut. Sun Tiong lo telah beranjak sambil tertawa, sapanya. "Selamat Pagi !" "Pagi." Nona itu berkerut kening, lalu tersenyum. "Sekarang sudah jam berapa? Masa masih pagi?!" Sun Tiong lo sengaja melihat cuaca sejenak kemudian berkata. "Seharusnya sih masih pagi, kan belum..." "Yaaa, betul ! Kan belum sampai tengah malam?!" Sambung si nona sambil mendengus. Sun Tiong lo tertawa. "Nona pandai bergurau, silahkan duduk." Nona itu memandang sekejap kearah Sun-Tiong lo dan Bau-ji, kemudian menarik sebuah kursi dan duduk. "Nona, silahkan bersantap!" Kata Sun Tiong lo sambil menunjuk kearah sayur dan arak. Nona itu menggeleng. "lni toh bagian dari kalian berdua, aku sudah bersantap." "Nona !" Bau ji segera menegur dengan kening berkerut. "ada urusan apa kau datang ke mari?" "Kenapa? jika tidak ada urusan lantas tidak boleh kemari?" "Aku tidak seperti saudaraku yang pandai berbicara, kami sedang bersantap, bila kau ada urusan silahkan disampaikan, bila tak ada urusan silahkan pulang!" Nona itu tidak menjadi marah, sebaliknya malahan balik bertanya. "Pulang? Kau suruh aku pulang ke mana?" "Tentu saja pulang ke tempat tinggal nona!" Nona itu segera tersenyum. "Bagus sekali, tetapi apakah kamu tahu kalau loteng impian adalan tempat tinggalku?" Bau-ji menjadi terbungkam dan tak mampu berkata apa apa lagi. Sun Tiong-lo segera tersenyum, katanya. "Nona, harap kau bersedia memaafkan saudaraku itu, ketika berpisah semasa masih kecil dulu, sampai sekarang kita baru bisa bersua lagi, sedikit banyak tentu saja ada pula kata-kata diantara saudara yang hendak diutarakan...." Belum habis dia berkata, nona itu sudah menukas. "Ooo, apakah yang dimaksudkan sebagai kata-kata diantara saudara itu ?!" Sambil menggigit bibir Bau ji segera berseru. "Yang dimaksudkan dengan kata-kata diantara saudara adalah persoalan diantara kami berdua yang akan dikatakan kepada yang lain tanpa diketahui orang lain...." Nona itu seakan-akan baru merasa mengerti akan maksudnya, sambil tertawa dia lantas berkata. "Ooo... maaf kalau begitu, aku mengira kemarin semalam suntuk ditambah hari ini setengah harian sudah lebih dari cukup buat kalian untuk berbincang-bincang siapa tahu..." "Nona, sekarang kau sudah tahu bukan kalau pembicaraan kami belum selesai? Nah silahkan!" Tukas Bau ji tidak sabar. Siapa tahu nona itu masih juga menggeleng. "Sekali lagi aku harus minta maaf kepadamu, lebih baik "kata- kata diantara saudara"mu itu disimpan saja sampai malam nanti baru dibicarakan lagi." "Sekarang aku masih ada urusan yang lebih penting lagi hendak dibicarakan dengan kalian berdua, sebetulnya urusan ini bisa saja ditunda, cuma sayang akupun sedang repot dan cuma ada waktu sekarang ini saja." Bauji segera mendengus. "Hmm. Nona, kamu menganggap urusan itu penting, belum tentu kami bersaudara juga berpendapat demikian." Bila perangai si nona itu sedang baik, pada hakekatnya dia lebih baik dari pada seorang Siau mitou, sekalipun Bauji menggunakan kata yang kurang sedap didengar untuk menjawab pertanyaannya, namun gadis itu masih tersenyum saja. Di tengah senyuman itu, pelan-pelan dia beranjak seraya berkata. "Apa yang kau ucapkan mungkin saja benar, anggap saja aku banyak urusan, baik, aku akan mohon diri lebih duIu, akan kulihat setelah kalian menyelesaikan "kata-kata diantara saudara" Dapatkah dengan selamat meninggalkan bukit Pemakan manusia ini!" Ditengah pembicaraan tersebut, dia sudah berjalan menuju keluar pintu. Dengan cepat Sun tiong lo menghadang di-depan pintu, lalu serunya sambil tertawa. "Nona, bersediakah kau untuk duduk sebentar." Nona itu mengerdipkan matanya, lalu. "Sebenarnya aku mau duduk tapi engkohmu yang berwatak kurang baik itu terus menerus bermaksud mengusir tamu, aku tak akan mempunyai muka setebal itu untuk tetap disini!" "Kalau nona memang sependapat lain, maka tindakanmu itu justru merupakan suatu penampikan atas maksuk baikku!" Nona itu menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan perasaan yang tidak habis mengerti. "Apa maksud perkataan mu itu?" "Tolong tanya nona, sejak permulaan sampai akhir aku toh tidak pernah mengucapkan kata-kata yang bermaksud mengusir tamu?" Nona itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Yaa, kau memang tidak berkata apa-apa." Sun Tiong-lo segera tertawa, serunya lagi. "ltulah dia, kalau cuma lantaran perkataan dari kakakku saja nona lantas mengambil keputusan untuk pergi dari sini, tolong tanya bagi diriku apakah tindakan tersebut bisa dibilang sopan dan cukup memberi muka ?" Nona itu segera tersenyum. "Anggap saja kau pandai berbicara !" Setelah berhenti sebentar, sambil mengerling sekejap kearah Bau ji, katanya lagi. "Kau suruh aku tinggal disini, tentu saja boleh, tapi kau musti menasehati dulu engkoh mu yang berwatak berangasan itu agar jangan mengucapkan kata-kata yang menusuk pendengaran." - ooo0dw0ooo- Jilid 5 "TENTU saja!" Sahut Sun Tiong-lo sambil manggut-manggut. "aku percaya engkohku pasti tak akan berkata apa-apa lagi" "Oya ...?" Nona itu berseru. Dengan sorot matanya yang jeli dia memandang sekejap ke arah Bau-ji, kemudian duduk kembali di tempat semula. Bau-ji agak mendongkol akan tetapi berhubung Sun Tiong lo telah berkata begitu, diapun tidak berkata apa-apa lagi, maka dengan mulut membungkam dia menyantap hidangannya. Setelah nona itu duduk, Sun Tiong-lo kembali berkata. "Tolong tanya nona, kau ada petunjuk lagi ?" "Hei, dapatkah kau menukar panggilan itu dengan sebutan lain?" Tegur si nona dengan kening berkerut. Sun Tiong lo berseru tertahan, dia lantas meninju kepala sendiri dan berseru. "Yaa, aku memang tidak seharusnya bersikap begini, hingga sekarang ternyata aku belum sempat menanyakan nama dari nona, harap nona sudi memaafkan, kini..." "Kini baru teringat untuk bertanya" Sela si nona dingin..Dengan nada minta maaf Sun Tiong lo berkata. "Jika aku telah membuat suatu keteledoran harap nona suka memaafkannya." Kembali si nona itu mendengus. "Hmm... cukup." Tukas-nya. "lebih baik kau tak usah menanyakan namaku lagi, panggil saja nona kepadaku." "Aaah... ini mana boleh terjadi?" Seru Sun Tiong lo sambil menggeleng. "siapa tidak tahu dia tidak bersalah, nona..." "Lebih baik kita agak sungkan juga!" Kembali si nona menukas, Bau-ji yang berada disampingnya menjadi tak sabar, segera serunya dengan suara lantang. "Belum pernah kujumpai nona seperti kamu ini, tadi masih menyuruh orang mengganti panggilan, sekarang ketika orang ingin mengetahui namamu, kau malah berubah pikiran lagi, terhitung apaan itu?" "Lantas apa pula maksudmu berkata demikian?" Bentak si nona dengan mata melotot. Baru saja Bau ji akan membuka suara, Sun Tiong lo segera mengerdipkan mata kearahnya sambil menukas. "Maksudnya kau adalah si nona dari bukit Pemakan manusia !" Setelah berhenti sejenak, tidak memberi kesempatan lagi kepada nona itu untuk buka suara, ia telah berkata lebih jauh. "Kalau memang nona bersikeras demikian, tentu akupun tak bisa berkata apa-apa lagi, sekarang aku ingin bertanya kepada nona, ada tujuan apa tengah hari ini nona berkunjung ke loteng impian ini ?" Sahut si nona dengan dingin. "Untuk menunjukkan keadilan para tamu agung yang akan melarikan diri, bukit kami telah menyusunkan suatu persiapan bagi kalian, karena persiapan itulah aku datang kemari untuk membicarakannya denganmu." "Oooh ... tolong nona bersedia memberi petunjuk!" "Bukit kami mempunyai medan yang cukup ganas dan berbahaya, jalan gunungpun penuh dengan persimpangan yang berliku-liku, ada jeram Ihkian, ada pasir mengambang, ada air kematian adapula air beracun serta aneka tempat berbahaya lainnya. "Oleh sebab itu, setiap tamu agung yang bersiap-siap hendak melarikan diri, selama masa masih menjadi tamu agung dia berhak untuk mendapatkan keterangan yang jelas tentang medan di dalam bukit kami ini, sehingga memberi setitik harapan untuk hidup bagi mereka !" Saat itu, Bau-ji telah mendengar pula tentang seriusnya persoalan itu, ia lantas meletakkan kembali mangkuknya ke meja. Dengan sikap yang tenang Sun Tiong-lo kembali bertanya. "Jadi nona khusus datang kemari untuk memberi petunjuk kepada kami berdua akan tempat di sekitar bukit ini?" "Memangnya masih ada persoalan yang lain?!" Sun Tiong-lo segera tertawa. "Jangan marah dulu nona, aku bisa berkata demikian karena hatiku merasa amat berterima kasih sekali." Setelah mendengar perkataan itu, paras muka si nona yang dingin dan kaku itu pelan-pelan baru berubah menjadi agak hangat. "Didalam memberi petunjuk kepada kalian ini, aku bagi menjadi dua hal, pertama akulah yang akan menemani kalian menyelusuri tanah perbukitan untuk meninjau langsung keadaan medan, kedua aku akan menghantar kepada kalian untuk melihat miniaturnya." "Maksud nona, kita akan meninjau miniatur dari keadaan bukit di sekitar tempat ini seperti dengan yang aslinya?" Tiba tiba Sun Tiong- lo menukas. "Benar!" Nona itu mengangguk. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "apakah kau merasa kurang percaya?" Sun Tiong-lo segera tertawa dan menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aaah! Masa aku berani tidak percaya?" Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Aku mempunyai suatu permintaan dapatkah nona meluluskannya?" "Hnm! Kalau sudah tahu kalau permintaan mu itu tidak seharusnya diajukan, kau anggap aku bisa meluluskannya?" Sun Tiong-lo tidak memperdulikan ucapan dari nona tersebut, kembali ujarnya. "Kami dua bersaudara ingin sekali memeriksa mimatur bukit tersebut lebih dulu, kemudian baru merepotkan nona untuk menghantar kami untuk mengunjungi tempat itu satu persatu." Si Nona berpikir sebentar, kemudian menyahut. "Baiklah, kululuskan permintaanmu itu, sekarang bersantaplah lebih dulu, sebentar aku akan menyuruh Kim Poo-cu untuk mengundang kalian ..." Seusai berkata nona itu segera beranjak dan meninggalkan ruangan itu. Ketika kakinya sudah hampir melangkah ke luar dari pintu ruangan, mendadak dia berhenti seraya berpaling, ujarnya kepada Bau ji. "Kau yang menjadi engkohnya tidak semujur si adik, kau hanya akan menjadi tamu agung kami selama tiga hari, oleh sebab itu kau harus perhatikan miniatur itu dengan bersungguh hati, aku harap kau bisa menanggapi petunjuk ku ini dengan serius !" Bau ji tak menjawab, dia hanya mendengus dingin. Nona itupun mengernyitkan alis matanya sambil mendengus, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun segera turun dari loteng. Menanti nona itu sudah iauh, Sun liong lo segera berkata kepada Bau-ji. "Toako, ada suatu persoalan aku lupa untuk menanyakan kepadamu." Bau ji segera mendongakkan kcpalanya, setelah memandang wajah Sun Tiong lo sekejap katanya. "Persoalan apa ?" "Tentunya kedatangan toako keatas bukit ini bukannya ada suatu maksud tertentu bukan?" Bau ji segera mengangguk. "Betul, aku sedang melaksanakan tugas!" Mendengar jawaban itu, satu ingatan lintas melintas dalam benak Sun tiong lo. "Melaksanakau tugas? Toako sedang melaksanakan tugas siapa?" Tegurnya ingin tahu. Bau ji tidak langsung menjawab, dia mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kearah Sun Tiong lo, kemudian balik bertanya. "Dan kau? mau apa kau mendatangi bukit pemakan manusia ini?" "Kalau dibicarakan mungkin toako sendiri pun tidak percaya" Bisik Sun Tiong lo. "Siaute sendiripun tidak tahu mau apa datang kemari." "Aaaah mana mungkin? Masa kau tak tahu?" Bauji berseru tertahan dengan wajah kurang percaya. "Betul, siaute sendiripun sedang melaksanakan perintah dari suhu untuk mendatangkan bukit pemakan manusia, sedangkan mau disuruh apa aku kemari, suhu tidak menjelaskan didalam surat perintahnya, maka siaute rasa sekalipun kukatakan belum tentu toako akan mempercayainya!" Bau-ji segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, dia tidak berkata apa-apa lagi. "Toako, kau datang kemari. ." "Jite.." Tukas Bau-ji," Suhu kita berdua memang benar-benar sangat aneh, aku sendiripun hanya mendapat surat perintah untuk memasuki bukit ini, sedangkan mau apa dan disuruh berbuat apa aku sendiripun kurang begitu tahu!" Sun Tiong-lo menjadi berdiri bodoh, dia gelengkan kepalanya berulangkali duduk dibangku dan termenung. Bau-ji memandang sekejap hidangan sayur dan arak di meja, kemudian katanya. "Jite, bersantaplah dulu!" Dengan mulut membungkam kedua orang bersaudara itu segera bersantap, belum lagi selesai Kim Poo cu sudah muncul di depan pintu ruangan loteng. Maka dua bersaudara itupun segera beranjak dan mengikuti dibelakang Kim Poo cu ke luar dari ruangan loteng. Mendadak Sun Tiong lo berkata. "Sobat Kim, bolehkah kuajukan sebuah pertanyaan kepadamu ?" Dengan dingin Kim Poo cu memandang sekejap waiah Sun Tiong lo, lalu sahutnya. "Nona telah berpesan, apapun yang ingin kalian tanyakan silahkan untuk ditanyakan sendiri kepada nona !" Sun Tiong Io segera tertawa. "Pertanyaan yang ingin kuajukan kepadamu itu hanya kau seorang yang bisa menjawabnya. Kim Poo cu segera mendengus dingin. "Hmm ! Mulai sekarang persoalan apapun aku tidak tahu, lebih baik jangan kau tanyakan kepadaku." Sun Tiong lo tidak menyerah sampai disitu saja, kembali dia mencoba untuk memancing. "Pertanyaan yang kuajukan adalah tugas apa yang dipikul sobat Kim didalam kampung ini." "Aku tidak tahu." Kim Poo cu tetap mendengus dingin. Berkata sampai disitu dia lantas mempercepat langkahnya dan tidak memperdulikan Sun Tiong Io serta Bau-ji lagi. Melihat itu Bauji mengerutkan dahi kencang-kencang, lalu bisiknya pada Su Tiong-lo. "Jite, buat apa kau musti bersikap demikian? Apalah gunanya menyusahkan kaum rendah macam mereka ?" Sun Tiong lo segera tersenyum. "Kau tidak tahu toako, apa yang kulakukan ini cuma bermaksud untuk menyelidiki saja." Mendadak Kim Poo cu berhenti sambil berpaling kearah Sun Tiong lo, serunya dengan garang. "Kuperingatkan kepadamu, lebih baik jangan mengusik aku terus menerus!" Seakan akan tidak terjadi sesuatu apapun, dengan tenang Sun Tiong lo berkata. "Akupun peringatkan kepadamu, kalau sedang berbicara denganku, lebih baik kau tidak tunjukkan sikap semacam itu." Kim Poo cu segera mengepal kepalannya kencang-kencang, sambil maju dua langka ke muka serunya. "Kau berani sekali mengurusi sikap dan gerak-gerik lohu, Tapi sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, sambil membusungkan dada Sun Tiong lo telah berseru pula. "Kaupun harus mengerti sekarang aku adalah tamu agung dari bukit kalian ini, berbicara selangkah lebih kebelakang, paling banter ketika aku gagal melarikan ciri dari bukit pemakan manusia ini, hanya sebuah jalan kematian yang kuhadapi." "Bila seseorang tak dapat terhindar dari kematian, juga tiada kesempatan untuk memperoleh kehidupan, tiada persoalan yang menakutkan lagi baginya, kalau tidak percaya hayolah turun tangan untuk mencobanya sendiri." Paras muka Kim Poo cu berubah menjadi hijau membesi, sambil menggertak gigi menahan diri, sampai lama sekali dia baru bisa berkata dengan penuh kebencian. "Hutang ini akan lohu perhitungkan pada saat kau melarikan diri nanti, hati hati saja pada waktunya nanti!" Kontan saja Sun Tiong lo mendengus dingin. "Hmm .. .. ! Lebih baik kau jangan mimpi" Kim po cu tidak berbicara lagi, sambil membalikkan badan dengan gemas ia berlalu dari situ dengan langkah lebar. Dalam waktu singkat mereka sudah tiba di depan sebuah ruangan besar sambil menuding ke arah ruangan itu. "dalam ruangan tersebut bukan saja hadir si nona, Beng lo cengcu yang kakinya cacadpun hadir didekat perapian dengan kursi berodanya itu. Pertama-tamanya Sun Tiong lo menghampiri Beng lo cengcu lebih dahulu, sambil tersenyum dan menjura katanya. "Orang tua, baik baikkah kau?" Beng Liau huan segera tertawa. "Baik-baiklah kongcu !" Setelah berhenti sejenak, sorot matanya di alihkan ke wajah Bau ji, kemudian lanjutnya. "Dari Beng Seng kudengar semalam ditempat ini telah kedatangan lagi seorang kongcu yang kebetulan berasal dari satu marga dengan kongcu bahkan memiliki ilmu silat yang sangat lihay, apakah..." Belum habis dia berkata, sambil tersenyum Sun Tiong lo telah berseru kepada Bau ji. "Sun heng, cepat kemari dan menjumpai Beng lo cengcu!" Ketika menyerbu ke dalam bukit dan akhir nya tertangkap musuh, Bau ji langsung dihantar ke loteng impian, pada hakekatnya ia belum pernah berkunjung ke ruangan besar itu, tentu saja diapun belum pernah berjumpa dengan Beng lo cengcu. Maka ketika didengarnya orang itu adalah cengcu ddari perkampungan ini, kontan saja dia mendengus. "Hmmm! Aku lagi segan bergerak, juga enggan bersahabat dengan manusia-manusia semacam itu !" Sun Tiong-lo tahu, Bau ji tentunya telah salah paham, dia pasti mengira Beng lo-cengcu tersebut berasal dari sekeluarga dengan pemilik bukit ini, tapi dihadapan sinona tentu saja dia tak dapat memberi penjelasan, terpaksa dia cuma tersenyum saja kepada Beng lo-cengcu. Beng Liau huan sama sekali tidak memperlihatkan rasa tak senang hati, malah ujarnya kepada Bau ji. "Tolong tanya kong cu ini?" Dengan nada tak senang hati Bau ji segera berseru dengan suara lantang. "Aku toh sudah berulang kali mengatakan bahwa aku tak ingin bersahabat dengan semua manusia yang berada disini, maka apabila tiada sesuatu kepentingan, lebih baik kurangi saja kata katamu." Beng Liau huan mengerutkan dahinya rapat-rapat, dia lantas memutar kursi rodanya dan menyingkir kesamping serta tidak bicara lagi. Dengan langkah lebar Bau ji menghampiri sinona, kemudian tegurnya dengan lantang. "Dimanakah miniatur itu berada?" Nona mengerdipkan matanya, kemudian mendesah. "Heran, kenapa orang ini selalu mengumbar napsunya, memang dianggapnya dia hebat?" "Nona!" Seru Bau-ji sinis. "aku datang kemari bukan untuk mendengarkan kritikanmu, miniatur..." Agaknya nona itu sungguh merasa mendongkol, sambil mendengus dingin ia lantas membalikkan badan dan berlalu dan situ, sambil berjalan gumamnya. "Hmm, kenapa orangku betul-betul tak tahu diri?" Mendadak Bau-ji melompat kedepan dan menghadang di hadapan nona itu, serunya. "Nona, mau kemana kau?" "Membawa kau melihat miniatur dari tanah perbukitan disini!" Bau ji tidak berbicara Iagi, dia segera menggeserkan tubuhnya dan menyingkir kesamping. Pada saat itulah si nona berseru kepada Sun Tiong lo. "Lebih baik kau bisa menasehati engkohmu" Mendengar ucapan tersebut, paras mukanya Sun Tiong lo segera berubah hebat, dengan cepat tukasnya. "Nona, harap kau bisa memegang janji!" Nona itu mula-mula agak tertegun, menyusul kemudian serunya. "Setelah melihat miniatur nanti, aku ingin berbicara empat mata denganmu." "Baiklah, setiap saat engkau boleh bercakap cakap dengan aku." Sun tianglo menganggukkan kepalanya sambil tertawa. Nona itu kembali melirik sekejap ke arah Sun Tiong lo lalu membalikkan badan dan berjalan menuju kepintu belakang ruang besar itu. Sun Tiong lo dua bersaudara segera mengikuti dibelakangnya dan mengikuti nona itu memasuki sebuah loteng kecil. Loteng itu bernama "Hian ki", kelihatannya merupakan tempat yang terpenting dalam bukit tersebut. Dilihat dari bagian luarnya, loteng itu seperti tiada sesuatu keistimewaan apapun, tak jauh berbeda dengan bangunan lainnya, tapi setelah Sun Tiong lo berdua memasuki pintu gerbang loteng itu, mereka baru sadar bahwa keadaan tidak benar. Semisalnya saja loteng impian dimana mereka tinggal sekarang, bangunannya mana megah dan mentereng, jauh lebih hebat daripada loteng Hian ti lo ini, dasar lantainya juga terbuat dari papan jati. Tapi dasar lantai dari loteng Hian ki loini ternyata terbuat dari baja asli, ditinjau dari hal ini saja sudah dapat diketahui bahwa loteng ini merupakan tempat yang paling penting dari seluruh tanah perbukitan tersebut. Sesudah menyaksikan kejadian itu, sikap Sun Tiong lo masih tetap santai seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apapun, sebaliknya Bau ji segera berkerut kening, kemudian mendengus dingin. Mendengar itu, Nona tersebut segera berhenti, tegurnya. "Apakah kau merasa ada sesuatu bagian yang kurang enak ?" Bau ji memandang sekejap ke permukaan lantai yang terbuat dari baja itu, lalu menjawab. "Benar, aku merasa agak benci dengan lantai baja ini !" Nona itu segera mendengus dingin. "Hmm! Asal setiap kali kau datang ke loteng Hian ki lo ini selalu ditemani oleh orang kami, papan baja tetap adalah papan baja, lantai ini seperti juga lantai yang lain, tak bisa memakan manusia!" Bau ji tidak memberi tanggapan apa apa, sebaliknya Sun Tiong lo segera berseru tertahan. "Hmm Makanya aku lagi heran, sewaktu berjalan ditempat ini kenapa suaranya itu bisa aneh, rupanya terbuat dari baja asli!" Nona itu mengerling sekejap ke arahnya, kemudian berseru. "Kelihatannya kau mempunyai bakat untuk bermain sandiwara...hebat sekali!" Sembari berkata demikian, nona itu melangkah maju dan menaiki anak tangga yang berada di sudut ruangan sana. Anak tangga disitu tidak terhitung banyak, semuanya berjumlah dua puluh empat buah, setiap anak tangga terdiri dari lapisan baja yang beberapa inci tebalnya, tapi yang aneh disisi kiri maupun kanan anak tangga itu ternyata tiada pegangannya. Maka Sun Tiong lo segera melangkah naik keatas anak tangga itu dengan sangat berhati-hati, sambil naik katanya. "Kalau begini modelnya, sungguh berbahaya sekali, seandainya sampai terpeleset, bukankah besar kemungkinannya orang bakal tergelincir jatuh kebawah ?" "Mungkin bukan cuma tergelincir dan berguling ke bawah saja." Drama Gunung Kelud Karya Kho Ping Hoo Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo