Ceritasilat Novel Online

Bukit Pemakan Manusia 42


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 42


Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung   Berdasarkan dari dugaan itu, Mao Tin hong menganggap dalam loteng itu pasti ada penghuninya, dan penghuni dalam loteng itu sudah pasti adalah seorang Tokoh persilatan yang sudah lama mengasingkan diri dari keramaian dunia.   Berpikir sampai disini, Mao Tin hong benar-benar tidak berani masuk, dia hanya bisa berdiri termangu-mangu diluar perkampungan saja.   Tapi setelah berpikir lebih Ianjut, dia berpendapat kalau dia harus memasuki bangunan loteng itu.   Oleh karena sekarang dia sudah terpojok sehingga maju tak bisa mundurpun tak dapat, hanya ada satu jalan ini saja yang dapat ditempuh, maka sambil menghimpun tenaga dalamnya bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, dia memasuki perkampungan tersebut dengan berhati-hati sekali.   Pintu perkampungan yang lama sudah rusak, kini telah diganti dengan dua lembar pintu baru.   Ke dua lembar pintu baru itu terbuat dari kayu, hal mana menambah kecurigaan dan kesangsian dalam hatinya, dia tidak habis mengerti manusia macam apakah pemilik perkampungan tersebut.   Sudah berapa tombak dia memasuki perkampungan itu, namun tiada yang menghadang, tiada yang menegur, suasana masih tetap sunyi-senyap tak kedengaran suara apa-apa.   Tapi justru makin sepi suasananya, makin berhati-hati dia melangkah ke daIam.   Tiba dipintu loteng, pelan-pelan dia mendorong pintu tersebut ke belakang.   Dalam dugaannya semula, pintu loteng itu pasti tertutup rapat- rapat, tapi bagaimana kenyataannya ? Hanya sekali dorongan pelan saja, pintu itu sudah terbuka lebar.   Mao Tin hong berkerut kening, kemudian setelah berpikir sejenak akhirnya dia melangkah masuk ke dalam.   Demi keselamatan sendiri disamping menyelidiki keadaan dalam bangunan loteng itu, Mao Tin hong telah mengambil keputusan untuk memasukinya, maka setelah melangkah ke dalam dia segera menegur.   "Adakah seseorang disini ?"   Didalam dugaannya, tak mungkin ada orang yang akan menjawab pertanyaannya itu, sebab entah siapakah pemilik bangunan loteng itu dan apa maksudnya membangun disana, yang pasti dia tak ingin berjumpa dengan orang luar.   Sebagaimana diketahui, dia masuk setelah sepasang laki- perempuan itu masuk, berarti sepasang laki perempuan itu bisa jadi telah mengetahui jejaknya dan melaporkan hal ini kepada pemilik bangunan loteng itu, sedang pemilik bangunan loteng itu tentu akan memandang dirinya sebagai musuh.   Siapa tahu apa yang kemudian terjadi sama sekali diluar dugaannya, baru selesai dia berbicara, suara jawaban sudah terdengar berkumandang.   Jawaban itu muncul dari atas loteng.   "Mao sancu, silahkan naik ke loteng !"   Begitu mendengar suaranya, Mao Tin hong segera mengetahui siapa yang sedang berbicara, seharusnya dia tak perlu kuatir terhadap orang ini, tapi anehnya sekujur badannya bergetar keras begitu mendengar teguran mana.   Sementara Mao Tin hong masih tertegun, suara dari atas loteng telah berkumandang kembali.   "Bagaimana? Apakah Mao sancu tak mau memberi muka?"   Terpaksa Mao Tin hong harus menenangkan gejolak perasaannya, kemudian menyahut.   "Kukira siapa, ternyata Su nio dan.."   Su nio? Betul, orang yang berada diloteng itu memang Su nio dari bukit pemakan manusia dulu, dari sini dapat disimpulkan kalau lelaki yang berada bersamanya tak lain adalah Khong It-hong Baru saja Mao Tin hong menyebutkan nama "Su-nio", dari atas loteng lantas berkumandang lagi seruan dingin.   "Mao sancu, selirmu Su-nio yang dulu sudah lama mampus, yang berhadapan muka dengan sancu sekarang adalah aku, aku she nona dari keluarga Mo!"   Ucapan "aku she Mo"   Dan "nona dari keluarga Mo"   Ini bagi Mao Tin-hong boleh dibilang jauh lebih mengejutkan dan mengerikan hatinya ketimbang kemunculan Sun Tiong lo secara tiba-tiba dihadapan matanya.   Dari balik matanya memancar keluar sorot mata ketakutan untuk sesaat sulit baginya untuk menjawab pertanyaaan tersebut.   Tapi "Su nio", bukan, yang benar adalah nona Mo sudah berkata lagi.   "Sancu, bila dugaanku tak salah, tampaknya kau sedang ketakutan ?"   "Sunio, siapa suruh kau mengacau belo? Siapa bilang kalau kau she Mo ?"   Mau Tin hong berkerut kening. Nona Mo segera tertawa.   "Kalau ayahku sendiri yang bilang, masa hal ini bisa salah ?"   Sahutnya kemudian. Sekali lagi Mao Tin hong merasakan hatinya terkesiap.   "Ayahmu? Omong kosong, masa kau tahu siapa ayahmu ? Dia berasal dari marga apa ?"   Kembali nona Mo mendengus dingin.   "Sudahlah orang she Mao. percuma saja sandiwaramu itu, terus terang saja kukatakan kepadamu, pembunuhan berdarah dari keluarga Mo dan penghinaan serta aib yang pernah kuterima akan kutuntut balas kepadamu sekarang juga !"   Diam-diam Mao Tin-hong menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian katanya.   "Baiklah, terserah apapun yang hendak kau ucapkan, tapi akupun harus mengatakan pula kepadamu secara terus terang, kau tidak she Mo, Mo Kiau jiu bukan ayahmu !"   Pelan-pelan nona Mo menampakkan dirinya dari tempat persembunyiannya, kemudian setelah tertawa dingin kemudian dia berkata.   "Aneh, aku toh belum pernah memberitahukan kepadamu kalau ayahku adalah Mo Kiau jiu ? Darimana kau bisa tahu?"   Sekali Iagi Mao Tin hong dibikin tertegun, tapi dengan cepat dia berkata lagi.   "Sekalipun kau tak pernah mengatakannya, namun aku hanya kenal dengan seorang saja yang she Mo."   "Cuuuh ..."   Nona Mo mendesis penuh amarah "mengapa tidak kau katakan bahwa cuma Mo Kiau jiu seorang yang mempunyai ikatan saat ajalmu !"   Mao Tin hong memutar sepasang biji matanya, memandang sekejap kesana kemari, mendadak dia mengalihkan pembicaraan ke soal lain katanya.   "Jangan kita persoalkan dulu masalah tersebut Su nio, lohu ingin berjumpa dulu dengan pemilik loteng ini !".   "Dengarkan baik-baik, aku bernama nona Mo."   Hardik nona Mo dengan marah. Tiba-tiba Mao Tin hong melototkan sepasang matanya bulat- bulat, lalu bentaknya.   "Budak sialan, kau anggap aku sudah tak mampu membunuhmu sekarang juga ?"   Nona Mo tertawa dingin pula.   "Betul, aku tahu apa yang sedang kau pikir kan dalam hatimu, sekarang bukankah kau ingin mencari dulu siapa gerangan pemilik loteng! ini kemudian baru membekukku disaat aku sedang tidak siap."   "ltu menurut pendapatmu."   Tukas Mao Tin hong.   "seandainya aku tak ingin melepaskan dirimu, betapapun cerdiknya kau dan Khong It hong, waktu itu memangnya bisa kabur dari cengkeramanku ?"   Mendengar ucapan mana Nona Mo segera tertawa terkekeh- kekeh.   "Heeehh... heeeh... wah, wah. wah. kalau begitu kau memang orang yang saleh bajik dan bijaksana !"   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan kembali dengan suara keras.   "Mao Tin hong. nonapun ingin memberitahukan kepadamu secara terus terang, Khong It hong berada didalam loteng ini cuma sayang..."   Mao Tin hong sengaja berlaku laping dada, katanya kemudian sambil tertawa.   "Sudahlah, anggap saja kau memang nona Mo. sekarang undanglah pemilik loteng agar munculkan diri."   "Asal kau dapat memasuki loteng ini, seperti apa yang telah kukatakan tadi, akan ku undang kau untuk naik ke atas loteng !"   Kata nona Mo pula sambil tartawa lebar.   "Ooooh..."   Mao Tin hong mendongakkan kepalanya dan mulai memperhatikan keadaan disekeliling bangunan loteng tersebut.   Perabot dalam loteng itu amat sederhana tapi segala sesuatunya teratur sangat rapi.   Anak tangga berada disebelah kanan pintu masuk dan melingkar ke atas hingga berhenti diatas loteng sebelah kiri, oleh sebab itu bawah loteng terbentang sebuah ruangan meja baja yang antik, dibelakang meja merupakan sebuah bangku panjang.   Di sebelah kanan meja baja terdapat sebuah patung sastrawan yang terbuat dari kayu, tingginya seperti manusia biasa dan sedang duduk sambil membaca buku.   Disebelah kiri meja baja merupakan sebuah lampu duduk dengan lilin yang masih utuh, namun belum disulut.   Pada dinding ruangan terdapat lukisan-lukisan orang kenamaan.   Di sebelah kanan ruangan, kecuali terdapat anak tangga yang melingkar pada bagian depan, dibagian belakang terdapat sebuah almari buku yang sangat besar, selain itu terdapat pula sebuah rak antik yang diletakkan dekat dinding berseberangan dengan pintu masuk..   Mao Tin hong mencoba untuk memperhatikan anak tangga melingkar tersebut, nampaknya bukan terbuat dari dari kayu namun semuanya terbuat amat indah dan artistik.   Mao Tin hong berdiri di pintu masuk bawah loteng yang tak jauh letaknya dari loteng bagian atas, dia hanya sempat melihat bagian kiri dan kanannya, sedangkan bagian atasnya sama sekali tidak terlihat.   Walaupun demikian dia dapat melihat tiga bagian Iainnya, disebelah samping berupa jendela, dibalik pintu tentu saja kamar tidur atau mungkin juga kamar baca atau kamar tamu.   Kalau dilihat dari keadaan bangunan tersebut, tampaknya tiada jebakan apapun.   Sementara dia masih termenung, nona Mo telah berkata lagi.   "Bagaimana? Apakah segala sesuatunya telah terlihat jelas?"   Mao Tin hong segera tertawa.   "Ehmm, boleh dibilang tempat ini merupakan sebuah loteng yang cukup indah."   Baru saja dia selesai berkata, Nona Mo telah mengucapkan katakata yang menggidikkan hati.   "Benar, tentu saja boleh dibilang sebuah loteng yang sangat indah, tapi aku pikir lebih cocok kalau tempat ini dinamakan uang raja akhirat atau sarang naga gua harimau, sebab nama tersebut jauh lebih cocok!"   Mao Tin hong segera mendengus dingin.   "pengetahuan lohu sudah cukup luas, gertak sambalmu itu tak akan bisa membuat hatiku keder."   "Tentu saja"   Nona Mo segera menimpali lagi dengan suara amat dingin.   "Itulah sebabnya silahkan Mao Toa sancu naik keatas loteng!?"   Saat ini Mao Tin hong sudah cukup berpengalaman, tentu saja dia tak sudi tertipu dengan begitu saja, sambil tertawa dingin tiada hentinya dia menggeleng, lalu sambil menunjuk kearah kursi dibelakang meja katanya.   "Lohu sudah letih, tolong kau sampaikan kepada pemilik loteng ini agar dia saja yang turun sendiri!"   Mendadak nona Mo tertawa cekikikan "Haaah... haaahh... betul- betul seorang pemberani, beginikah macam Sancu dari Bukit pemakan manusia?"   Walaupun panas hatinya namun Mao Tin hong masih berusaha untuk menahan sindiran tersebut, dengan cepat dia tertawa hambar.   "Sudah, terserah apa pun yang hendak kau katakan, pokoknya lohu akan menunggu kedatangan pemilik loteng disini saja"   Selesai berkata dia lantas melangkah kedepan dan menuju kebelakang meja baca itu. Mendadak nona Mo berseru lagi sambil tertawa terkekeh-kekeh.   "Mao sancu, beranikah kau duduk dikursi itu?"   Disaat dia mengucapkan perkataan tersebut persis disaat Mao Tin hong hendak duduk.   Kontan saja iblis tua ini terkesiap dan segera menghentikan langkahnya didepan patung arca diatas meja baca tersebut.   Nona Mo yang berada diambang loteng segera mengalihkan pokok pembicaraannya setelah menyaksikan keadaan tersebut "Loteng ini penuh jebakan dan ancaman bahaya maut, seandainya aku tidak bermaksud baik-baik melayani sancu, setiap saat aku dapat membuat sancu mampus seketika, kau tak percaya ? segera akan kutunjukkan kepadamu !"   Begitu selesai berkata, mendadak nona Mo menuding kearah pintu loteng yang sedang terpentang itu.   Mau tak mau Mao Tin hong mengalihkan sorot matanya dari tubuh nona Mo kearah pintu loteng tersebut.   Akan tetapi pintu loteng itu masih terbuka lebar dan sama sekali tiada perubahan apapun.   Melihat hal ini, Mao Tin hong segera tertawa terbahak-bahak.   "Haahh... haaahh... cukup, cukup sudah Su nio, permainan macam ini belum mempan untuk membohongi diriku."   Siapa tahu belum habis dia berkata, mendadak...   "Blaamm.!"   Kedua belah pintu loteng itu seakan-akan dikendalikan oleh sukma gentayangan tahu-tahu sudah menutup kembali secara otomatis.   Berubah hebat paras muka Mao Tin hong, buru-buru dia kabur menuju kearah jendela, tapi orang yang berada diloteng itu sudah berkata lagi.   "Terlambat sudah, sekarang segala sesuatunya sudah terlambat..."   Dibawah loteng terdapat tiga buah jendela, meskipun tidak berada dalam keadaan terbuka, namun dilihat dari bentuk ukiran kayunya yang begitu tipis, bagaimana mungkin dapat menghaIangi Mao Tin hong yang berilmu tinggi untuk meloloskan diri dari kurungan..."   Akan tetapi dikala ucapan "Terlambat"   Bergema disisi telinga Mao Tin hong, tiba-tiba saja dari atas jendela diketiga sisi ruangan tersebut telah meluncur jatuh benda yang segera menutupi rapat daun jendela tersebut, dengan demikian keadaan menjadi tertutup rapat.   Begitu pintu dan daun jendela sudah tertutup rapat, suasana diatas ruang lotengpun berubah menjadi gelap gulita.   Saat ini Mao Tin hong benar-benar keder dan pecah nyalinya, tubuhnya segera menyelinap ke depan, dan berdasarkan daya ingatan nya ketika memasuk pintu gerbang tadi, dia mencoba untuk meraba pintu kayu tersebut.   Apa yang kemudian tertera olehnya membuat gembong iblis ini semakin terkesiap, siapa bilang pintu tersebut terbuat dari kayu? Yaa siapa yang bilang? Apa yang tersentuh ternyata tak lain adalah pintu gerbang yang terbuat dari baja asli.   Kalau toh pintunya sudah begini, tak bisa disangkal lagi demikian pula dengan daun jendelanya.   Mao Tin hong benar-benar merasa amat menyesal, tapi kalau nasi sudah menjadi bubur, apa pula gunanya menyesal? Tiba-tiba nona Mo yang berada diatas loteng berseru kembali.   "Suasana dalam loteng gelap gulita dan bukan tempat yang cocok untuk menerima tamu, meski kau harus mati, aku akan membunuhmu ditempat yang terang benderang, agar kau mati tanpa menyesal, kemarilah pasang lentera. Begitu ucapan "pasang lentera"   Bergema, benar-benar ketemu setan disiang hari bolong, lampu lentera yang berada di tepi meja baca tersebut secara otomatis telah menyulut sendiri sehingga suasana dalam ruangan berubah menjadi terang benderang.   Nyali Mao Tin hong yang begitu besarpun tak urung dibikin terperanjat juga setelah menyaksikan kejadian ini, tanpa terasa dia mundur selangkah dari posisi semula.   Nona Mo yang berada diatas loteng kembali menyindir.   "Sayang sekali sancu agak terlambat untuk mundur dari situ, sekarang kau sudah tiada jalan lagi untuk mengundurkan diri dari tempat ini."   Sambil mengigit bibir menahan diri, Mao Tin hong segera berseru.   "Perempuan celaka, kau anggap dengan mengandalkan pintu baja dan daun jendela baja, maka kau sudah sanggup untuk menghalangi kepergian sancu?"   "Ooh, tentu saja tidak, loteng yang kau tempati sekarang seluruhnya terbuat dari baja asli."   Jawaban nona Mo ternyata jauh hebat.   Mao Tin hong menjadi berdiri bodoh setelah mendengar perkataan ini, sekarang dia mu lai menyesali diri sendiri, dia menyesal mengapa hari ini dia telah melakukan perbuatan bodoh.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Nona Mo tidak berdiam sampai disitu saja, kembali dia berkata: Mao Sancu, sebenarnya kau hendak naik ke atas loteng atau tidak...?"   Dalam keadaan seperti ini bagaimana mungkin Mao Tin hong bersedia menaiki loteng tersebut lagi? Sudah barang tentu pertanyaan dari nona Mo ini tidak memperoleh jawaban.   Maka nona itupun mendengus dingin berulang kali, kemudian tahu-tahu bayangan tubuhnya-sudah lenyap dari pandangan.   Lewat beberapa saat kemudian, nona Mo baru kedengaran berbicara lagi.   "Mao sancu kalau toh kau tak berani menaiki loteng ini, maka majikan pemilik loteng inipun tak nanti akan turun untuk bertemu dengan kau, maaf akupun tak bisa menemani kau lebih jauh, terpaksa aku akan membiarkan kau berada seorang diri dibawah loteng."   "Sebelum berpisah, memandang pada hubungan kita selama banyak tahun, aku perlu mengucapkan beberapa hal kepadamu, moga-moga saja kau dapat mempergunakan waktu senggang ini untuk memikirkannya, tapi jika kau segan untuk mendengarkan lebih baik anggaplah perkataanku ini sebagai angin berlalu !"   Setelah berhenti sejenak nona Mo menghela napas dan berkata lebih jauh.   "Pertama, disekitar ruang bawah loteng itu terdapat racun jahat, racun itu tak berwarna maupun berbau atau berasa, orang yang kena cunan pun tak akan merasakan gejala apa-apa, oleh sebab itu kuanjurkan kepadamu jangan sembarangan menyentuh semua barang yang berada disini.   "Ke dua, didalam ruang bawah loteng ini tiada bahan makanan, tapi untung sekali masih ada air yang mengalir disini, jadi kau bisa memakai air itu untuk menghilangkan dahaga, cuma apakah air tersebut beracun atau tidak, maaf kalau aku tak dapat memberi penjelasan kepadamu."   "Ke tiga, kau tak boleh berbaring di atas tanah, mengapa tak boleh silahkan kau tebak sendiri atau kalau tidak silahkan kau berbaring untuk mencoba sendiri, tanggung kau pasti akan mengerti dengan segera."   "Ke empat, lentera dan lilin terbatas sekali persediaannya disini, walaupun sudah di sulut sekarang namun kau tak boleh memadamkannya, kecuali kau dapat memadamkan lentera tersebut tanpa menimbulkan setitik asap pun.   "Ke lima, kau jangan lupa kalau setiap waktu setiap detik masih ada aku yang selalu ingin membunuhmu untuk membalas dendam, oleh sebab itu kau harus selalu menjaga semangat dan kekuatanmu untuk bersiap-siap menghadapi sergapanku.   "Nah, ke lima hal yang sederhana itu sudah kuutarakan, asal Mao sancu belum melupakan kata kataku ini. mungkin kau masih mempunyai peluang untuk keluar dari loteng ini dengan selamat, selamat tinggal !"   Begitu perempuan itu mengatakan hendak pergi, dia lantas berkelebat pergi dan lenyap dari pandangan.   Sekarang Mao Tin hong berada seorang diri di ruang bawah loteng, perasaannya waktu itu benar-benar tidak dapat terlukiskan dengan kata-kata.   Yang paling merisaukan perasaan gembong iblis tua ini tak lain adalah perkataan dari nona Mo barusan, ucapan tersebut membuat manusia laknat yang licik dan jahat ini mulai gelisah dan tak tenteram perasaannya.   Sambil tetap berdiri tak bergerak dari posisi semula, dia memutar otaknya dan memikirkan terus ke lima persoalan tersebut.   Menurut keterangan, seantero bangunan bawah loteng ini telah dipolesi dengan racun, teringat keadaan ini tanpa terasa Mao Tin- hong menggunakan cahaya lentera yang redup disekeliling tempat ini untuk memperhatikan dengan seksama setiap sudut, meja maupun lantai yang berada disana.   Akan tetapi ia tidak berhasil menemukan sesuatu perbedaan disitu, tapi dia tak mau percaya dengan begitu saja, sebab andaikata racun tersebut benar-benar tidak terendus, tidak berwarna dan tidak berbau, sudah barang tentu dia tak dapat menemukannya.   Diruang bawah loteng tiada bahan makanan, perkataan ini tak bakal salah tapi dibilang disitu terdapat sumber air minum, teringat akan hal ini seketika itu juga Mao Tin-hong merasakan lapar dan dahaga sekali.   Kalau tak dapat berbaring untuk beristirahat sejenak di sini bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Bukankah ini berarti dia harus berdiri terus hingga selamanya ? Tetapi dalam keadaan tanpa air tanpa makanan, sampai berapa lamakah dia mampu mempertahankan diri ? Yang paling membuat Mao Tin hong tidak tenang dan keheranan adalah mengapa lilin tersebut tak boleh padam ? Apakah takut asap lilin akan menyambar bila lilin tersebut padam ? Apakah asap lilin tersebut amat beracun ? Makin dipikir dia merasa semakin ketakutan dan hatinya pun makin lama semakin tidak tenang.   Yang lebih aneh lagi adalah dia yang belum lama berdiri disitu, ternyata tubuhnya terasa letih sekali, kalau bisa dia ingin sekali duduk dikursi empuk dan tidur sebentar.   Tapi lelah yang dialaminya sekarang cukup beralasan, karena dia sudah kabur seharian penuh tanpa makan atau minum, sepasang kakinya belum pernah berhenti atau beristirahat barang sekejap pun, bayangkan saja bagaimana mungkin tidak lelah? Perasaan dahaga, lapar lelah dan panik membuat kelopak matanya mulai terasa berat sekali dan ingin saling berkatup.   Hal ini tak boleh sampai terjadi, sekalipun tak tahanpun harus dipertahankan dengan segala kemampuan, tentu saja diapun tak dapat berdiri mematung terus menerus, maka diputuskan untuk berjalan-jalan disekitar sana.   Namun baru saja dia akan melangkah maju mendadak dalam benaknya terlintas kembali peringatan tentang "Racun yang meIiputi seluruh permukaaan", cepat-cepat niat tersebut di urungkan kembali.   Waktupun sedetik demi sedetik berlaIu, dia benar-benar sudah tak mampu menahan diri lagi, dalam keadaan begini dia mulai teringat untuk berjalan jalan melalui tempat yang pernah dilalui sebelumnya.   Maka dengan amat berhati-hati dia mulai menelusuri jalan semula didalam ruang loteng.   Kurang-ajar, siapa yang memasak Ang sio bak ditengah malam buta seperti ini? Bau harum yang mudah membuat orang lapar ini berhembus lewat diudara dan menerpa lubang hidung Mao Tin hong, langsung masuk kedalam rongga dadanya.   Sambil menelan air liur dia mendongakkan kepalanya, tak salah lagi, bau harum "Ang sio bak"   Tersebut berasal dari arah loteng, langsung berhembus dari atas kebawah.   Biasanya hanya koki termashur yang bisa membuat hidangan seharum ini, tiba-tiba saja Mao Tin hong teringat kalau Su nio adalah seorang tukang masak yang amat lihay, apalagi membuat Ang siok bak seperti ini harum dan lezatnya bukan main.   Sekali lagi dia membasahi bibirnya sambil menelan air liur, banjir saja air liurnya meleleh keluar saking laparnya.   DaIam keadaan beginilah tiba-tiba dari atas loteng berkumandang suara seseorang tua lagi parau.   "Ambilah arak Mao tay yang paling wangi !"   Menyusul suara sahutan dari Su nio, terdengar suara botol arak diletakkan di meja serta suara cawan yang terbentur dengan botol arak, Kini Mao Tin hong mengerti, diatas loteng tentu terdapat sebuah ruangan yang pintunya tidak tertutup, oleh sebab itu semua suara yang berasal dari atas serta bau harum arak dan Ang sio bak dapat torendus dari bawah.   Tiba-tiba saja Mao Tin hong membalikkan badan kemudian menuju ke arah anak tangga loteng dengan langkah lebar.   Namun setibanya didepan tangga, tiba-tiba saja dia berhenti lalu menampar mulut sendiri sekeras-kerasnya, setelah itu membalikkan badan dan kembali ketempat semula.   Diam-diam ia menyumpahi diri sendiri yang hampir saja terperangkap gara-gara menuruti hawa napsu.   Dia hanya tahu gusar kepada sendiri dan menampar mulut sendiri keras-keras, tapi dia lupa kalau pintu ruangan diatas loteng belum tertutup, maka dari atas terdengar suara Khong It hong sedang bertanya dengan keheranan.   "Suhu, suara apakah itu ?"   Sebelum gurunya Khong It hong menjawab, nona Mo sudah mencela lebih dulu.   "Bodoh, apa lagi yang kau tanyakan ? Sudah pasti Mao loji sedang menampar diri sendiri."   "Aku tidak percaya !"   Nona Mo segera mendengus.   "Hmm... katanya saja kau pernah menjadi murid kesayangan si setan tua itu, mengapa kau masih belum memahami wataknya ? Sudah pasti bau harum hidangan disini telah memancing napsunya sehingga dia hendak melangkah naik kemari, tapi ditengah jalan rupanya dia menyadari kesilafannya yang hampir saja membuatnya terjebak, maka diapun menampar mulut sendiri !"   "Aah, aku tetap tidak percaya, kau toh tidak menyaksikan kejadian tersebut dengan mata kepala sendiri ?"   Seru Khong It-hong dengan cepat. Menyusul kemudian, terdengar suara tua dan parau tadi kembali berkumandang.   "It hong, kau memang betul-betul goblok, tapi yang dikatakan si budak benar, memang demikianlah keadaannya !"   Setelah suasana hening sejenak, terdengar nona Mo berkata pula.   "Tampaknya si tua bangka itu sukar masuk It-hong, tutup saja pintu itu !"   Benar juga, bersama dengan selesainya perkataan itu, terdengar suara pintu itu ditutup orang. Diam-diam Mao Tin-hong menghembuskan napas penuh kesesalan, pikirnya kemudian.   "Ooh, Thian ! Aku benar-benar sangat beruntung, hampir saja aku masuk perangkap, tampaknya tempat yang paling berbahaya berada di atas loteng tersebut, maka itulah si budak berusaha keras memancingku naik ke loteng."   "Hmm. Mao loji sudah menjadi siluman manusia, bagaimana mungkin bisa tertipu oleh akal muslihat budak busuk semacam kau ? Siapa apa yang dia lukiskan tentang ruang dibawah loteng ini hanya gertak sambal belaka ?"   Berpikir sampai disitu.   diapun menemukan sebuah akal, lalu sambil menghimpun tenaga dalamnya dia mengebaskan tangannya keatas permukaan tanah, lapisan debu yang menempel disitu segera menyambar keman-mana.   tak selang berapa saat kemudian dia sudah tiba di belakang meja baca.   Memandang kursi dibelakang meja baca itu dia tertawa dingin tiada hentinya, kemudian dengan ilmu Leng siu si wu ( menghisap benda diudara kosong) disedotnya kursi tadi sehingga terbalik, kemudian dia mengebaskan tangannya menyapu bersih permukaan kursi sebelum duduk diatasnya.   Pada mula pertama duduk dikursi itu, hatinya masih berdebar keras karena kuatir terjadi suatu perisitwa, akan tetapi setelah dilihat nya tiada perubahan atau gerak-gerik yang terjadi, Mao Tin hong baru merasa lega sambil tertawa geli dia lantas bangkit berdiri dan berjalan menuju kearah sumber air.   Diendusnya air yang menetes keluar lewat situ, terasa air itu memang mengandung sesuatu bau.   tapi setelah dipikirkan lebih seksama disimpulkan kalau air tersebut tak lain bau lembab tanah belaka.   Kendatipun demikian, dia tak berani bertindak gegabah, sambil mendongakkan kepalanya dia mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekeliling sana.   Apa yang kemudian terlihat, membuatnya dia tertawa bangga.   Rupanya dia telah menyaksikan se   Jilid kitab kuno terletak diatas meja baca, dibalik kitab itu terdapat dua batang batas buku yang terbuat dari gading gajah.   Sebagaimana diketahui gading bisa dipakai untuk mencari tahu adakah sesuatu benda mengandung racun atau tidak, dengan tangan kemudian dimasukkan kedalam air.   Setelah dicoba dan dicoba berulang kali, terlihat kalau air itu sana sekali tidak mengandung racun.   Senyum lebar mulai menghiasi wajah Mao-Tin hong, dia telah mengambil keputusan setelah meneguk beberapa teguk air, dia akan beristirahat diatas kursi, tapi sebelum tidur dia harus melakukan beberapa buah pekerjaan lebih dulu.   Diambilnya sebuah teko tembaga yang terletak dimeja dan diam- diam dibawanya menuju kemulut anak tangga, kemudian setelah meletakannya disitu, dia balik sambil tersenyum.   Teko tembaga tersebut diletakkan persis di mulut anak tangga, dengan demikian bila ada orang turun dari loteng dan orang itu bertindak kurang waspada niscaya kakinya akan terperosok masuk kedalam teko tembaga tersebut.   Suara terbenturnya teko oleh kaki akan segera menyadarkan dia dari tidurnya dengan sendirinya diapun tak sampai tersergap oleh serangan lawan.   Sekembalinya kekursi kembali, satu ingatan melintas dalam benaknya.   "Aah, tidak bisa begini kalau lentera itu tetap berada dalam keadaan terang benderang berarti orang yang berada diloteng bisa melihat teko tembaga tersebut yaa, betul. lentera itu harus dipadamkan, aku harus melakukannya begitu setelah minum air, kemudian memadamkan lentera dan beristirahat sebentar. Begitulah, dengan mengikuti keputusan yang diambilnya sendiri, dia melakukan segala sesuatunya dengan cepat dan ternyata segala sesuatunya dapat berjalan dengan lancar kecuali air yang diminum terasa rada aneh, tiada sesuatu yang mencurigakan. Soal air pun dia telah menduganya sejak semula, karena sebelumnya ia sudah memeriksa air tadi dengan seksama. Setelah memadamkan lentera, diapun berbaring diatas meja dengan santai. Tapi... tiba-tiba saja dia merasakan sesuatu yang tidak beres, mengapa kepalanya terasa berat, pusing dan seperti mengantuk sekali. Karena lapar ? Tidak tidak benar demikian. Sekarang dia baru mulai menduga jangan-jangan dibalik air yang diteguknya tadi ada hal-hal yang kurang beres, diapun mengerti bahwa ketidak beresan itu terletak dalam soal apa sebab gading hanya bisa dipakai untuk mengetes ada tidaknya racun, tapi tak dapat dipakai untuk mengetahui apakah air tersebut mengandung obat pemabut atau tidak. Walaupun demikian Mao Tin hong sangat mengerti tentang obat pemabok itu, sebab dialah yang ahli membuat obat pemabok seperti ini. Seperti apa yang dikatakan sebagai Su Nio, obat pemabok yang tidak berwarna, tidak ber bau maupun berasa seharusnya dengan tenaga dalam yang dimilikinya, dia mampu mendesak obat pemabok tersebut ke suatu bagian dari perutnya sebelum obat itu mulai bekerja, kemudian mendesak nya keluar melalui pori-pori tubuhnya. Tapi kali ini dia tak sanggup berbuat demikian, alasannya karena obat tersebut adalah obat yang sengaja dia ciptakan karena dulu dia mendapatkan bahwa obat pemabuk biasa mempunyai ciri semacam ini, itulah sebabnya dia sengaja menciptakan obat pemabuk yang tak bisa dipunahkan bila tidak menelan obat penawarnya. Makin lama kepalanya terasa makin berat, lebih berat sekali.. ^oodwoo^ Sun Tiong lo serta Bau ji, Hou ji serta nona Kim sekalian serta Jin-jin dan sekalian dayangnya yang melakukan pengepungan akhir nya berjumpa satu dengan lainnya ditepi kolam. Masing-masing rombongan telah melakukan pencarian yang teliti dan seksama disetiap jengkal tanah yang berada disekeliling situ, akan tetapi bayangan tubuh dari Mao Tin hong belum juga ditemukan. Untuk memecahkan teka-teki ini rasanya hanya ada satu jalan saja, yakni didalam keadaan terdesak Mao Tin hong menjadi nekad dengan memasuki wilayah yang diliputi kabut beracun. Pertama-tama Jin jin yang berkata lebih dulu, ujarnya kepada Sun Tiong lo.   "Ji sauhiap, tampaknya dia telah memasuki wilayah kabut beracun...!"   Sebelum Sun Tiong lo sempat menjawab, Mo Kiau jiu telah berkata pula.   "Wancu, menurut pendapat lohu, belum tentu demikian keadaannya..."   "Oooh, kalau begitu bagaimanakah menurut pendapat Mo tayhiap?"   Tanya Jin jin.   "Wancu sudah cukup lama berpisah dengan bajingan tua she Mao ini. mungkin kau belum begitu jelas memahami watak serta perbuatan dari bajingan tua ini. menurut apa yang kuketahui sebelum keadaan benar-benar menjadi buntu, mustahil bajingan tua itu akan mencari kematian buat diri sendiri!"   Jin jin tertawa.   "Mo tayhiap kau tidak tahu, walaupun wilayah kabut beracun penuh dengan ancaman mara bahaya sehingga setiap orang yang kurang teliti bisa mengakibatkan kematian tapi aku percaya dia pasti mempunyai cara untuk mengatasi ancaman tersebut !"   "Jadi menurut pendapat Wancu, didalam wilayah kabut beracun tersebut masih terdapat daerah yang aman ?"   Tanya Sun Tionglo sambil berpaling kearah Jin-jin. Jin jin segera mengangguk.   "Benar, walaupun aku tidak mengetahui keadaan yang sesunguhnya, tapi kalau berbicara tentang hal ini..."   "Maksud Wancu, kau hanya mengetahui ada kemungkinan tersebut namun tidak mengetahui secara lebih mendalam ?"   Sela Mo Kiau-jiu dengan cepat.   "Betul ! Tiada orang yang pernah memasuki daerah tersebut, tapi aku masih ingat ketika mendiang ayahku masih hidup dulu, tanpa sengaja beliau pernah pun berkata, meskipun daerah tersebut penuh dengan ancaman bahaya maut, bukan berarti suatu daerah yang mematikan.."   Mo Kiau jiu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Lohu mengerti sekarang.   "kalau toh demikian adanya, lohu berani memastikan bajingan tua she Mao itu sudah pasti tak akan memasuki wilayah berkabut beracun itu untuk menyerempet ancaman bahaya maut..."   "Tapi kenyataannya kepungan kita yang begitu ketatpun tidak berhasil menemukan jejaknya."   Seru Jin jin dengan kening berkerut. Mendadak Mo Kiau jiu seperti menyadari akan sesuatu, dengan wajah berubah hebat dia segera menyela.   "Tahukah wancu, apakah ditempat ini terdapat tempat lain yang bisa dipakai olehnya untuk meloloskan diri?"   "Hal ini tak mungkin bisa terjadi"   Jin jin segera menggelengkan kepalanya berulang kali. Mo Kiau jiu tersenyum.   "Bukankah wancu pernah berkata tadi bahwa didalam wilayah daerah berkabut racun itu besar kemungkinan ada daerah yang aman. Jin jin segera mengangguk.   "Ya. kemungkinan ini memang ada, tapi hal terhebat hanya dapat dijumpai sukar diminta apalagi siapakah yang bisa begitu kebetulannya. Sekali lagi Mo Kiau jiu menyela.   "Lohu justru mengetahui suaru tempat yang termasuk daerah kabut beracun, tapi tempat itu justru merupakan tempat-yang paling aman diwilayah kabut beracun itu, siapa tahu secara kebetulan bajingan tua she Mao itu kabur kesitu."   "Ooooh, kalau begitu mari kita segera berangkat ke sana."   Seru Sun Tiong lo. Jin jin yang pintar segera dapat menangkap ucapan dibalik ucapan tersebut, katanya dengan cepat.   "Mao tayhiap maaf kalau aku ingin numpang bertanya mengapa kau bisa begitu hapal dengan deerah sekitarnya tempat ini ?"   "Wancu!"   Sahut Mo kiau-jiu sambil menundukkan kepalanya rendab-rendah.   "seharusnya aku masih termasuk setengah orang suku Biau."   "Kendatipun Mo tayhiap berasal dari suku Biau, tapi kecuali kau pernah berkunjung ke mari, kalau tidak mustahil kau bisa mengenal dengan begitu jelas tentang kebun pek hoa wan ku ini ?"   Mo Kiau jiu memandang sekejan kearah Sun Tiong lo, sementara mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa. Dengan perasaan keheranan Sun Tiong lo segera bertanya.   "Mo tayhiap, kesulitan apa sih yang kau hadapi?"   Mo Kiau jiu menghela napas panjang.   "Aai, ada satu hal sudah lama sekali lohu rahasiakan..."   Sangkoan Ki yang telah kehilangan tenaga dalamnya segera berteriak sesudah mendengar perkataan itu.   "Bagus sekali, rupanya persoalan apa pun telah kau rahasiakan, kalau toh begitu mengapa tidak kau utarakan secara blak-blakan sekarang..?"   Dengan gusar Mo Kiau jiu melotot sekejap ke arah Singkoan Ki, kemudian tidak menggubris dirinya lagi. Sikap Sun Tiong-Io amat tenang, pelan-pelan ia berkata.   "Seandainya Mo tayhiap merasa ada sesuatu yang kurang leluasa untuk diutarakan, lebih baik tak usah dibicarakan lagi."   Mo Kiau jiu menggeleng.   "Bukan masalah leluasa atau tidak, hanya persoalan ini sudah berlangsung banyak tahun yang silam, bukan cuma panjang ceritanya lagi pula tiada artinya sekarang, aku hanya akan membicarakan soal yang terpenting saja"   "Kalau memang ingin diucapkan, cepat-cepatlah disampaikan."   Tidak tahan Sangkoan Ki menyela. Kembali Mo Kiau jiu melotot sekejap ke arah Sangkoan Ki, kemudian baru ujarnya.   "Dulu, oleh karena suatu persoalan, aku pernah berdiam selama dua tahun didalam wilayah kabut beracun ini dan mendirikan suatu bangunan aneh untuk seseorang."   Mendengar ucapan ini, dengan penuh curiga Jin jin segera berseru.   "Ah, mata ada kejadian semacam inl? lalu... bagaimana cara Mo tayhiap memasuki daerah kebun beracun itu ?"   Mo Kiau jiu tertawa jengah.   "Masalah bagaimana caraku dapat melalui tempat kalian dengan selamat sampai di wilayah kabut itu, untuk sementara tak usah kita bicarakan tapi lohu berjanji setelah berhasil menangkap Mao Tin hong nanti, pasti akan kubeberkan semua cerita ini sejelas- jelasnya."   Jin-jin memang seorang wanita yang berjiwa besar, dia segera mengangguk.   "Baik, kita tetapkan dengan sepatah kata ini."   Mo Kiau jiu manggut-manggut, katanya lebih jauh.   "Didalam perkampungan yang kubangun itu terdapat sebuah bangunan loteng yang sangat istimewa, rahasia ini dibilang hanya diketahui oleh lohu ayah dan anak berdua."   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Di manakah anakmu ?"   "Oooh, dahulu dia pernah berdiam di Bukit pemakan manusianya bajingan atau she Mao, sekarang..."   "Mo tayhiap, apakah putrimu adalah Su Nio ?"   Seperti menyadari sesuatu Sun Tiong-lo segera berseru. Mo Kiau jiu menundukkan kepalanya semakin rendah.   "Yaaa, benar memang dia, anak yang bernasib jelek."   "Dia dan Khong It hong telah kabur dari bukit pemakan manusia, sampai sekarang kabar beritanya tidak diketahui."   Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan mata berkedip dia melanjutkan.   "Mo tayhiap kau maksudkan putrimu juga tahu tentang bangunan loteng itu ?"   "Ya, dia tahu bahkan memiliki sebuah peta jalan."   Sun Tiong lo tidak berbicara lagi, tapi dia justru sudah memahami duduknya persoalan. Setelah termenung beberapa saat, Jin jin bertanya pula secara tiba-tiba.   "Mo tayhiap, menurut pendapatmu, mungkin kah Mao Tin hong telah melarikan diri ke bangunan tersebut ?"   Pelan pelan Mo Kiau jiu mengangguk.   "Seandainya nasibnya sedang baik, kemungkinan tersebut tetap ada."   Sambil menggertak gigi Bau ji berseru.   "Mari berangkat kita lihat apakah dia memang benar-benar disitu, Mo tayhiap harap membawa jalan."   Mo Kiau jiu tidak menolak, sambil manggut-manggut dia beranjak pergi lebih dulu. Maka kawanan jago lainnya segera mengikuti pula dibelakang mereka. Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, Mo Kiau jiu segera berhenti sambil berkata.   "Nah, sudah sampai, selewatnya jalan setapak tersebut akan terlihat perkampungannya"   "Ehmm"   Sun Tiong lo mengangguk.   "hari sudah terang tanah, sebelum fajar menyingsing lebih baik kita kepung perkampungan ini rapat-rapat, tapi kalian jangan terlalu menyerempet bahaya, lebih baik penggeledahan dilakukan setelah terang tanah nanti"   "Semua orang mengangguk dan menelusuri jalan setapak tersebut mendekati bangunan rumah itu. Sun Tiong lo, nona Kim, Jin jin dan Mo Kiau jiu berjalan di depan, menanti semua orang telah mengurung bangunan rumah itu, tiba tiba Mo Kiau jiu menarik ujung baju Sun Tiong lo sambil berkata.   "Ji sauhiap, harap ikut aku sebentar, ada persoalan yang hendak kubicarakan denganmu."   Sm Tiong lo mengangguk dan mengikuti Mo Kiau jiu menyingkir dari situ. Nona Kim ingin turut ke situ namun Jin jin segera menghalanginya segera berkata.   "Nona mereka ada persoaIan pribadi yang hendak dibicarakan.   "Persoalan pribadi ? Masa kaum lelaki pun mempunyai persoalan pribadi ?"   Tanya nona Kim agak tertegun. Jln Jin segera tertawa cekikikan.   "Tentu saja ada, persoalan pribadi kaum pria, mungkin masih jauh lebih banyak ketimbang wanita."   Dengan perasaan tidak habis mengerti nona Kim menggeleng, kemudian diliriknya sekejap Sun Tiong lo yang berada disisinya dengan matanya yang jeli.   Sementara itu, Sun Tiong lo telah memandang sekejap sekeliling tempat itu, setelah yakin kalau tak ada orang yang mengikuti, dia lantas berbisik.   "Mo tayhiap kau ada urusan apa?"   Dengan suara setengah berbisik Mo Kiau-jiu berkata.   "Ji sauhiap, sekarang didalam loteng itu ada orangnya."   "Ooh, darimana kau bisa tahu?"   "Segenap bangunan loteng ini terbuat dari baja murni dengan bagian luarnya diberi lapisan batu-batu sebagai bahan untuk mengelabuhi orang, kini semua pintu dan jendela berada dalam keadaan tertutup, hal ini menunjukkan kalau didalam bangunan loteng tersebut ada orangnya."   Sun Tiong lo segera manggut-manggut.   "Dapatkah Mo tayhiap menduga siapa gerangan yang berada disitu.?"   "Kemungkinan besar bajingan tua she Mao, cuma bisa jadi pula..?"   "Bisa jadi pula putrimu serta Khong It hong?"   Sambung Sun Tiong lo dengan cepat sebelum pihak lawan menyelesaikan katakatanya. Mo Kiao jiu segera mengangguk.   "Benar, delapan sampai sembilan puluh persen pasti putriku, sebab bajingan tua she Mo tidak kenal dengan rahasia bangunan loteng ini, apa lagi putriku pun tiba tiba lenyap dari peredaran dunia persilatan."   "Mo-tayhiap, selain daripada itu masih ada satu kemungkinan lagi.."   Sela Sun Tiong lo untuk kesekian kalinya.   "Ooya? Apa yang ji sauhiap maksudkan?"   "Kemungkinan besar putrimu dan Khong It-hong tiba lebih duluan disana, dan sekarang secara kebetulan Mao Tin hong sampai pula ditempat ini, padahal putrimu bukan tandingan bajingan Mao apalagi kepandaian silat dari Khong It hong pun sudah punah..."   Berubah hebat paras muka Mo Kiau jiu setelah mendengar ucapan tersebut, dia segera berseru.   "Maksud jt sauhiap, bajingan tua Mao telah berhasil menangkap putriku dan memaksanya untuk memberikan semua rahasia bangunan loteng ini?"   Sun Tiong lo manggut-manggut.   "Yaa, bagaimana pun juga kita mesti berpikir dahulu ke hal-hal yang jeleknya"   Untuk beberapa saat lamanya Mo Kiau jiu menbungkam dalam seribu bahasa, dia tidak tahu apa lagi yang mesti diucapkan. Sambil tersenyum Sun Tionglo segera menghibur.   "Mo tayhiap tak usah kuatir, sebentar bila fajar telah menyingsing, boanpwe akan perintahkan agar semua orang bertindak dengan berhati-hati, bila didalam loteng itu hanya terdapat putrimu dan Khong It hong..."   Ucapan tersebut makin tidak melegakan Mo Kiau jiu segera selanya kembali.   "Andaikata apa yang dikatakan Ji sauhiap benar, putriku sudah ditawan bajingan Mao dan dipaksa untuk berkomplot dengannya memusuhi kalian, apa pula yang harus kita lakukan ?"   Sekali lagi Sun Tiong lo menghibur.   "Mo tayhiap tak usah kuatir, boanpwe akan berusaha keras untuk melindungi keselamatan putrimu !"   Mo Kiau-ju menundukkan kepalanya dan tidak berbicara lagi, rupanya diapun sadar bahwa masalah telah berkembang sejauh itu, terpaksa segala sesuatunya biar diatur oleh nasib tapi walaupun demikian kenyataannya, diapun ingin berjuang untuk terakhir kalinya demi putri kesayangannya itu.   ^oo^dw^oo^ Pelan-pelan Mao Tin hong sadar dari tidurnya, dia dapat pula bergerak, cuma sekujur tubuhnya lemas seolah-olah sama sekali tak berkekuatan, diapun tak mampu mengerahkan sedikit tenaga pun.   Sedang dihadapan matanya berdiri seseorang, sewaktu diamati lebih seksama, ternyata orang itu adalah Khong It hong.   Dengan cepat Mao Tin hong melompat bangun, sayang sekali tiba-tiba saja kepalanya terasa pening.   telinganya amat sakit.   matanya berkunang-kunang dan seluruh tulang belulangnya seperti pada copot.   Dalam keadaan begini terpaksa dia duduk kembali.   Sambil tertawa seram Khong It-hong berkata.   "Sancu, bagaimana kita harus saling menyebut sekarang?"   Seperti dahuIu, tanpa menyebutmu sebagai Gi-hu atau guru atau sancu saja"   "Nyali anjingmu betul-betul amat besar!"   Dengus Mao Tin hong penuh amarah. Kembali Khong It hong tertawa seram.   "Orang she Mao, kau keliru, nyaliku lebih besar dari harimau, anjing itu makhluk macam apa? Kalau aku tak bernyali harimau, bagai mana mungkin aku berani berbicara secara begini denganmu?"   "Anggap saja kau memang hebat. hmm."   Mao Tin hong menggigit bibir kencang-kencang sambil menahan emosi. Khong lt hong tertawa terkekeh-kekeh.   "Sudahlah tak usah marah, dengan kecerdasan mu, bukan saja sekarang tak boleh marah bahkan harus menjawab pertanyaanku dengan sopan dan jujur, tentunya kau sudah memahami maksudku bukan ?"   Tergerak hati Mao Tin hong sesudah mendengar ucapan tersebut, cepat dia berseru.   "Aku tidak begitu mengerti !"   Katanya. Tiba-tiba Khong It hong menghela napas panjang, katanya lebih jauh.   "Aaah kadangkala nasib manusia memang dapat berubah menjadi sangat jelek, dahulu Mao sancu, begitu pintar dan cekatan persoalan apa saja segera diketahui dengan jelas bila disinggung tapi sekarang, mengapa kebebalan otakmu seperti kayu balok saja ?"   Sambil berusaha keras menahan hawa amarah yang membara. Mao Tin hong berkata.   "Bila kau ingin berbicara, utarakan saja dengan berterus lerans."   Atau kalau tidak, lebih baik jangan banyak mulut!"   "Oh seharusnya sancu mengerti, kau telah menelan obat pemabuk buatanmu sendiri, bila tiada obat penawarnya maka kau tak akan sadar, dan sekarang kau dapat sadar kembali, tentu hal ini disebabkan kau telah menelan obat penawarnya."   Mao Tin hong tertawa dingin.   "Betul, aku memang sudah menelan obat penawar bahkan kau yang memberikan kepadaku. Khong It hong segera tertawa terbahak-bahak.   "Haaaahh... hhaaahh bukankah hal tersebut sudah betul ?"   "Betul sekali Iagi."   Mao Tin hong tertawa dingin.   "aku rasa belum tentu demikian, aku ingin bertanya kepadamu, kalau toh kau sudah memberi obat penawar kepadaku dan menyadarkan kembali diriku, mengapa pula secara diam-diam kau mencekokkan pil pelemas tulang kepadaku ?"   Khong It-hong tertawa licik, diseretnya sebuah kursi dan duduk didepan Mao Tin hong, mereka dipisahkan oleh meja baca tersebut sehingga mirip sekali sepasang teman lama yang saling bertemu. Setelah duduk pelan-pelan Khong It hong baru berkata.   "Sancu, kau amat lihay, ternyata kau dapat menduga kalau aku telah memberi pil pelemas tulang kepadamu !"   Mao Tin hong mendengus tanpa menjawab. Kembali Khong It hong berkata.   "Padahal sancu, itu belum terhitung seberapa, aku mempunyai obat penawarnya !"   "Bagus sekali !"   Mau tak mau Mao Tin hong harus membuka suara.   "berikan obat penawarnya kepadaku."   Dengan hormat sekali Khong It hong mengiakan, kemudian katanya lagi sambil tertawa.   "Sancu, adilkah bila aku berbuat begini ?"   Tak terlukiskan rasa mendongkol Mao Tin-hong menghadapi keadaan seperti ini, saking gemasnya dia sampai menggertak gigi tiada hentinya.   "Khong It hong, aku telah memberi pelajaran kepadamu tapi kau malah yang menghadapiku, malah mengatakan tidak adil, sekarang aku ingin bertanya kepadamu, sesungguhnya apa maksud tujuanmu ?"   "Betul, betul, memang seharusnya kau bertanya secara demikian"   Khong It hong segera bertepuk tangan keras-keras.   "sancu maksud tujuanku sangat sederhana yaitu merepotkan sancu untuk mengadakan pertukaran secara adil denganku !"   Mao Tin-hong seperti enggan banyak berbicara, dia hanya berkata singkat.   "Teruskan !"   Sambil tertawa cekikikan Khong It hong berkata.   "Aku sudah kehilangan tenaga dalamku, sancu, untuk melepaskan keleningan harus dicari orang yang mengikat keleningan tersebut, inilah sebabnya aku pingin mempergunakan obat penawar dari pil pelemas tulang itu dengan kepandaian silatku yang telah punah..!"   "Aku tak dapat memenuhi keinginanmu itu"   "Oooh... sancu enggan melakukannya atau benar-benar tak mampu melakukan ?"   Mao Tin hong tertawa getir.   "Au tak mampu melakukan bukannya enggan melakukan, coba bayangkan saja seluruh tubuhku lemas tak bertenaga, bagaimana mungkin hawa murniku bisa dihimpun untuk menembus jalan darahmu."   Belum selesai dia berkata, Khong lt hong sudah berkata pula.   "Itu mah bukan soal penting, asal kau menyetujui akan kuberikan dengan segera obat penawarnya dan akupun bisa memperoleh kembali tenaga dalamku untuk membantu menembusi jalan darahku."   Mendengar perkataan ini, diam-diam Mao Tin hong tertawa kegirangan, namun diluarnya dia tetap berkata sambil tertawa dingin.   "Heee... heeeh... heeeh... kau anggap aku akan percaya ? Kau akan memberi obat penawarnya kepadaku? Memangnya kau tidak kuatir ?"   "Tidak kuatir... tidak kuatir, ada kalanya kita memang meski percaya dengan musuh, seperti apa yang sedang kuhadapi sekarang."   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata Iebih jauh.   "Tentu, saja, agar Sancu bersedia untuk membantuku dengan sepenuh tenaga, sebelum sancu menelan pil penawar racun itu, aku mohon agar sancu bersedia meneIan dulu sebutir pil Kiu-yang wan!"   Mendadak Mao Tin hong melompat bangun, kemudian bentaknya dengan penuh kegusaran.   "Sesungguhnya berapa banyak obatku yang telah kau curi?"   "Haaah... haah... haaah... tidak banyak, tidak banyak, cuma tiga macam itu saja"   "Manis sekali perhitunganmu, bila kutelan Kiu-yang wan tersebut, api racun yang membara akan membuat tenaga dalamku berlipat ganda hingga poan hiat mu bisa kutembusi, tapi aku sendiri..."   Khong It hong tahu apa yang hendak diucapkan Mao Tin hong sambil menggelengkan kepalanya dia menyela.   "Tidak usah terburu napsu Sancu, aku pasti akan menyerahkan obat pemunahnya untukmu!"   Mao Tin hong mendengus.   "Hmm, sampai waktunya tenaga dalamku sudah tak mampu menyamai keadaanku sekarang.   "Betul sekali."   Dia berkata, kembali Khong It hong menyela.   "Harap sancu jangan lupa, sekarang kau sama sekali tak bertenaga mengapa tidak sancu pikirkan, biarpun tenaga dalammu berkurang tiga bagian, toh jauh lebih baik daripada tak berkekuatan lagi."   Mendengar sampai disitu, Mao Tin hong segera duduk kembali dan menghela napas.   "Aaai. bila harimau masuk kota, anjingpun berani menganiaya..."   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Khong lt hong tertawa terkekeh-kekeh tiada hentinya tanpa menjawab. Dengan wajah serius Mao Tin hong segera berseru.   "Tidak! Aku tak mau melakukannya, sebab keadaan tersebut jauh lebih sengsara daripada mati.."   Sambil menggelengkan kepalanya sekali lagi Khong It hong menukas.   "Keliru sancu, kau keliru besar, pepatah bilang asal hayat masih dikandung badan, janganlah gampang menyerahkan dengan begitu saja, saperti misalnya aku, kalau aku ambil keputusan pendek sejak dulu, bukankah aku sudah-mati lama sekali ?"   Tergerak hati Mao Tin hong setelah mendengar perkataan itu, dengan cepat dia mengambil keputusan, tapi diapun cukup sadar kalau kelicikan Khong It hong tidak berada dibawahnya maka dia sengaja mendengus dan tidak berbicara lagi..   Tampaknya Khong It hong tak ingin mengulur waktu lebih lama lagi, dia berkata lagi.   "Bagaimana sancu ? Aku sedung menantikan jawabanmu !"   Pelan-pelan Mao Tin hong mendongakkan-kepalanya, kemudian dengan lagak seakan-akan apa boleh buat dia menyahut.   "Baiklah, bawa kemari obatnya."   Khong It hong tertawa terbahak-bahak.   "Sancu mungkin kau sangat dahaga bukan? Obatnya sudah kusiapkan termasuk airnya."   Berbicara sampai disitu, dia membalikkan badan dan naik keatas anak tangga, rupanya di situ telah dipersiapkan air dan botol obat, botol obatnya terdiri dari dua macam, tak dapat disangkal lagi, yang satu berisi obat penawar untuk pil pelemas tulang, sedang yang lain berisikan pil Kiu yang wan.   Pertama-tama dia membuka dulu botol porselen yang berisikan pil Kiu yang wan, kemudian mengambil sebutir pil sebesar kacang kedelai yang berwarna merah darah dan diletakkan bersama diatas meja baca bersama airnya.   Kemudian setelah mundur dua langkah, katanya lagi sambil tertawa licik.   "Silahkan minum obat sancu!"   Dengan tangan yang terkulai lemas Mao Tin hong memaksakan diri untuk menggerakan tangan kirinya mengambil pil itu, kemudian baru mengambil cawannya.   Dalam keadaan sekujur badan tak bertenaga ternyata tangannya gemetar keras sehingga pil itu tergelinding jatuh keatas meja.   Ketika pil itu menggelinding jatuh kebawah meja, buru-buru Mao Tin hong memungutnya dengan tangan kanan, kemudian setelah dilihat sekejap lagi, dia menghela napas dan melemparkan pil tersebut kedalam mulutnya.   Menyusul kemudian dia mengambil air dingin dan meneguknya sampai habis, bahkan kemudian membuka mulutnya lebar-lebar dan diperlihatkan kepada Khong It hong.   Khong It bong tertawa licik, sengaja dia menggelengkan kepalanya sembari berkata.   "Sancu, buat apa kau mesti berbuat demikian? Masa aku tidak percaya kepada sancu?"   Kemudian setelah berhenti sejenak dan tertawa seram, dia berkata lagi.   "Sancu, sekarang kau harus miuum obat penawar untuk pil pelemas tulang itu, kali ini aku akan mengambilkan air teh untukmu, harap kau tunggu sebentar aku segera akan turun kembali. Mao Tin hong menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Khong It hong, sebentar kita akan bekerja dimana?"   "Menurut pendapat sancu?"   Khong It hong balik bertanya sambil mengerdipkan matanya berulang kali. Bila kau tidak kuatir membangunkan Su Nio..."   "Dia sedang tidur amat nyenyak, mungkin umuk beberapa saat mendatang dia tak akan mendusin!"   Kata Khong It hong sambil mengangkat bahu. Mao Tin hong mendengus berat-berat.   "Hmm, telah kuduga, andaikata kau tidak berbuat sesuatu dengannya, mustahil kau berani bersikap begini berani kepadaku. Khong It hong tidak menanggapi persoalan itu. dia hanya berkata begini.   "Sancu. harap kau tunggu sebentar, tempat ini jarang didatangi manusia, cocok sekali sebagai tempat bersemedi."   Mao Tin hong tidak berbicara lagi, dia memperhatikan Khong It bong naik ke atas anak tangga.   Belum lama setelah bayangan tubuh Khong It bong lenyap dari pandangan, sambil menggunakan sisa tenaga yang dimilikinya Mao Tin hong mengambil keluar sebutir pil berwarna merah dari antara jepitan tangannya dan cepat-cepat dimasukkan ke dalam saku.   Barusan, rupanya dia tidak sungguh-sungguh menelan pil Kiu yang wan tersebut, melainkan memanfaatkan kesempatan dikala pil itu menggelinding di meja, tangan kanannya segera mengeluarkan sebutir mutiara kecil berwarna merah yang sama bentuknya dengan obat itu untuk mengibuli lawannya.   Kendatipun Khong It hong licik dan banyak tipu muslihatnya, toh ia terkecoh juga.   Sebenarnya Mao Tin hong hendak memakai alasan demi kelancaran bersemedi nanti, dia hendak menipu Khong lt hong membawanya ke atas loteng.   siapa tahu Khong It hong cukup berhati-hati sehingga tidak terperangkap oleh tipu musIihatnya.   Selang beberapa saat kemudian, Khong It hong baru nampak muncul sambil membawa-sebuah cawan berisi air teh dan segera diserahkan kepada Mao Tin-hong.   Mao Tin hong cukup memahami maksud hati Khong It-hong, rupanya dia sengaja mengulurkan waktu agar pil Kiu yang wan yang di telannya itu keburu bekerja lebih dulu.   Padahal Mao Tin-hong tidak sungguh-sungguh menelan pil itu, maka ia dapat bersikap tenang sekali, walaupun diluarnya dia berpura pura seperti tidak tahan oleh daya kerja obat itu! Setelah menerima air teh dan obat penawar pil pelemas tuIang, kail ini Mao Tin hong bekerja cepat, tidak perduli air teh itu masih panas atau tidak, sekaligus menelan pil itu dan meneguk air tehnya.   Menyaksikan hal tersebut sambil tertawa Khong It hong berkata kepada Mao Tin hong.   "Sancu, ada satu hal lupa kuberitahukan kepadamu."   Aku pun sudah tahu kalau kau sudah lupa mengatakan persoalan apa..."   Sahut Mao Tin hong sambil tertawa seram pula.   "Ooh, bagus sekali, kali ini sancu telah bersikap cerdik, tolong tanya perkataan apakah yang sudah lupa kukatakan padamu tadi."   Mao Tin hong tertawa.   "Kau lupa memberitahukan kepadaku kalau didalam pil Kiu-yang wan tersebut telah ditambah lagi dengan obat-obatan lain, sehingga di dalam bersemedi nanti aku berani melakukan suatu tindakan lain, maka setelah kau mati maka akupun tak dapat hidup lebih jauh, bukankah begitu ?"   "Betul, betul. betul sekali "   Khong It hong segera bertepuk tangan sambil memuji.   "Sancu memang tetap seorang sancu, bagaimanapun juga aku harus mengagumi dirimu !"   Sambil tersenyum Mao Tin hong menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Tidak, akulah yang seharusnya kagum kepadamu, coba bayangkan dengan kepandaian silat dan kecerdikanku ternyata aku dapat menerima kau sebagai murid kesayanganku, menganggap kau sebagai orang kepercayaanku bahkan menganggap kau sebagai anak angkatku, tapi akhirnya kau toh sebagai manusia berhati serigala yang tak mengenal budi, Khong It hong, coba bayangkan, bagaimana mungkin aku tidak kagum kepadamu ?"    Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini