Bukit Pemakan Manusia 5
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 5
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung Kata sinona sambil tertawa. "Ooh....lantas bisa mengakibatkan apa lagi?" Kembali nona itu tertawa. "Bisa berakibat apa, soal itu harus dicoba lebih dulu baru bisa diketahui." Sun Tiong-lo segera menggeleng. "Kalau didengar cara nona berbicara, lebih baik jangan dicoba saja." Entah apa maksud sinona yang sesungguhnya, mendadak ia berhenti diatas tangga dan berkata. "Untuk diberitahukan kepadamu juga tak. menjadi soal, di hari-hari biasa, misalnya sekarang, sekalipun sampai terjatuh paling-paling hanya terguling saja kebawah dan tak akan sampai menimbulkan ancaman jiwa." "Tapi bila malam hari telah tiba, atau tak ada orang yan membawa jalan, sebaliknya masuk sendiri ke dalam loteng Hiankilo ini, belum lagi naik ke atas tangga, mungkin jiwanya sudah melayang !" "Oooh....!" Sun Tiong lo berseru tertahan, dia mencoba mendepak depakkan kakinya ke atas lantai, kemudian melanjutkan. "Yaaa, untuk menjaga datangnya pencuri memang hal ini tepat sekali..." Ketika menyelesaikan kata-katanya itu, si nona sudah naik ke atas loteng. menyusul kemudian Sun Tiong lo dan Bau ji juga tiba di atas loteng. Mendadak dari arah belakang berkumandang suara getaran yang keras sekali, ketika mereka berpaling ternyata anak tangga itu sudah lenyap tak berbekas. Bukan cuma anak tangga itu saja yang hilang, bahkan pintu gerbang dimana mereka masuk tadipun kini sudah tertutup rapat. Sun Tiong lo segera berpura-pura tidak mengerti, serunya kepada si nona. "Hei,apa yang telah terjadi? Kita sudah terkurung didalam loteng ini, bukankah..." "Aku berbuat demikian untuk lebih berhati hati saja" Tukas si nona sambil menerangkan "aku tak ingin ada orang yang datang mengganggu kita selagi kita melihat bukit diatas loteng nanti, maka sengaja kututup pintu loteng tersebut !" "Oooh kiranya begitu, sungguh mengejutkan hatiku !" Nona itu segera mendengus dingin. "Hm ! Andaikata nyalimu hanya sekecil itu, mana mungkin berani mendatangi bukit pemakan manusia?" Sun Tiong lo tidak membantah atsu mendebat lagi, sinar matanya segera dialihkan ke atas loteng itu, kemudian bertanya dengan nada keheranan dan tidak habis mengerti. "Tolong tanya nona, dimanakah letak miniatur tersebut ?" Belum lagi si nona menjawab, Bau ji telah berkata pula dengan suara dalam. "Nona, ruangan loteng ini kosong melompong tanpa sesuatu benda apapun, sebetulnya apa tujuan menipu kami mendatangi tempat semacam ini?" Nona itu tidak menjawab pun tidak menggubris, dia langsung berjalan menuju ke arah dinding disebelah depan sana. Sungguh aneh sekali, ketika nona itu akan membentur dengan dinding tadi, tiba-tiba dinding sebelah selatan terbuka secara otomatis, disana terlihat sebuah pintu gerbang, ke dalam ruangan itulah sinona itu berjalan. Sun Tiong lo dan Bau ji saling bertukaran pandangan sekejap, kemudian merekapun turut masuk kedalam. Tempat itu adalah sebuah ruangan yang sangat luas, tiada jendela tiada lubang hawa sehingga suasana sangat gelap sekali. Agaknya si nona itu sudah melakukan persiapan, dengan cepat dia membuat api dan memasang dua buah lentera disitu. Kedua lentera tersebut yang satu tergantung disebelah kiri yang lain tergantung disebelah kanan, tengahnya terdapat sebuah miniatur tanah perbukitan yang panjangnya tiga kaki dengan lebar dua kaki, disekelilingnya tanda-tanda, jumlahnya mencapai delapan belas pasang lebih, setelah memasang lentera tersebut, nona itu segera duduk dikursi goyang diunjung ruangan sana, katanya. "lniJah miniatur yang paling jelas menggambarkan seluruh bagian dari tanah perbukitan ini, termasuk juga tempat-tempat berbahaya yang pernah kukatakan tadi, kalian musti memperhatikannya secara teliti dan mengingatnya baik baik !" Maka Sun Tiong-lo dan Bau-ji segera memusatkan seluruh perhatiannya untuk memperhatikan miniatur tersebut. Tapi setelah meneliti dengan seksama, tak urung terkesiap juga kedua orang itu dibuatnya. Ternyata diatas bukit pemakan manusia hanya ada dua jalan lewat saja, yang pertama adalah jalan masuk lewat pintu depan, sedang yang lain berada dibelakang gunung, jalan masuknya saja sudah cukup berbahaya, jalan keluarnya ternyata berlipat ganda lebih berbahaya lagi. Tanpa terasa kedua orang itu mendongakkan kepalanya dan saling berpandangan, sementara itu si nona telah berkata lagi. "Menurut peraturan yang berlaku disini, hanya waktu satu jam yang tersedia bagi tamu agung untuk melihat miniatur ini, maka kalian harus cepat melihat dan mengingat-ingatnya sehingga bermanfaat dikemudian hari." Mendengar perkataan itu, Sun Tiong lo segera tertawa. "Nona tidak bisakah kau memberi waktu yang lebih lama lagi kepada kami?" Pintanya. "Sayang aku tak bisa meluluskan permintaanmu itu." Si nona segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Nona, mengapa pelit amat sih kau ini?" "Mau percaya atau tidak terserah kepadamu, pokoknya satu jam kemudian diatas loteng ini akan terdengar suara keleningan, saat itu pintu loteng akan terbuka dan anak tangga secara otomatis." "0ooh .... andaikata secara tidak kebetulan pintu ruangan rahasia ini tertutup maka apa yang terjadi?" Seru Sun tiong lo "Jika dinding ini tertutup maka ruangan ini akan tertutup dari udara luar, jika sehari semalam kemudian orang yang berada dalam ruangan ini akan mati lemas dan tidak bisa tertolong lagi!" Sun Tiong lo mengerutkan dahinya rapat rapat, dan kemudian katanya. "Seandainya terkurung di ruangan luar yang tak ada barangnya itu." "Maka dia akan mati mengenaskan !" Tukas sinona. "0oh .. apakah dia juga akan mati lemas" Si nona menggeleng. "Tidak, dia akan mati tercincang di kala tubuhnya lemas dan lelah karena kehabisan tenaga. Mendengar perkataan itu, satu ingatan lantas melintas dalam benak Sun Tiong-lo. "Lelah?" Serunya. "aku tidak mengerti dengan apa yang di maksudkan oleh nona?" Nona itu mengerling sekejap kearah Sun Tiong-lo, kemudian ujarnya. "Dengan kecerdasanmu itu, masa kau tak bisa menebaknya sendiri?" Sekali lagi Sun Tiong lo merasakan hatinya bergerak, tapi diluaran ia berkata lagi. "Kalau suatu urusan yang tiada wujudnya, mana mungkin bisa di tebak orang?" Si nona tersenyum, tiba-tiba ia bertanya. "Aku cuma merasa heran, mengapa kau menanyakan tentang persoalan semacam ini ?" Sun Tiong lo gelengkan kepalanya menunjuk kan perasaan apa boleh buat, katanya. "Yaaa, apa salahnya untuk bertanya sambil menam bah pengetahuan." Nona itu mendengus dingin. "Hm dengan bicarakan waktu berlalu dengan percuma, lebih baik lihatlah miniatur itu dengan seksama." Sun Tiong lo memperhatikan Bau ji sekejap, ketika dilihatnya pemuda itu sedang memusatkan semua perhatiannya untuk memperhatikan semua bentuk dari pegunungan itu, diam-diam dia lantas mengangguk. Kepada si nona katanya, dengan serius. "Sekarang, aku berpendapat lebih baik lagi kalau tidak melihat miniatur tersebut !" Nona itu tampak terkejut setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan cepat. "Apa maksudmu dengan ucapan tersebut ?" Sun Tiong lo menghela napas panjang, katanya. "Aku cuma seorang manusia lemah saja, membunuh ayampun tak punya tenaga, sekali pun mengenali letak bukit itu juga belum tentu bisa melarikan diri !" Dengan cepat nona itu melompat bangun, serunya. "Apakah sampai sekarang kau masih mengatakan tak pandai berilmu silat ?" "Tiaak bisa yaa tidak bisa, kenapa musti dibedakan antara tadi dan sekarang ?" Seru Sun Tionglo tertegun. Nona itu mendengus dingin, secepat kilat kepalannya segera diayunkan ke depan menghantam dada Sun Tiong lo. Serangan itu dilancarkan lebih dulu, kemudian baru berseru. "Kalau begitu, sama artinya dengan kau menunggu untuk dihajar oleh bogem mentahku." Tahu-tahu kepalan tersebut sudah meluncur datang didadanya, dengan kaget bercampur gugup Sun liong lo menutupi kepalanya dengan tangan, lalu teriaknya. "Jangan keras-keras, aku..." Sementara itu Bauji sudah meluncur ke hadapan Sun Tiong lo dengan kecepatan tinggi, secara kebetulan sekali dia menerima datangnya pukulan dari nona itu, kemudian dengan wajah penuh kegusaran dia melotot kearah si nona sambil berteriak. "Jika kau ingin berkelahi, biar aku saja yang menemanimu !" Ketika Bauji menerjang kedepan sambil menghadang dihadapannya tadi, nona itu sudah menarik kembali serangannya sambil mundur, mendengar perkataan itu dia lantas tertawa dingin. "Heeehhh, .. ,heeeeh memangnya kau anggap dirimu itu hebat ?" "Kalau memang begitu, kenapa kita tidak mencoba-coba ?" Tantang Bau-ji sambil tertawa dingin pula. Dengan pandangan sinis nona itu melirik sekejap kearahnya, kemudian katanya lagi. "Jangan kau anggap sewak tu menerjang naik ke gunung secara beruntun bisa melukai delapan orang, maka kau anggap dirimu itu hebat, terus terang saja kuberitahukan kepadamu, orang-orang yang berhasil kau lukai itu tak lebih cuma prajurit tak bernama di bukit ini! " "Mungkin ucapanmu itu benar!" Kata Bau ji, kemudian sambil menuding ke arah si nona terusnya. "cuma kamu sendiri apakah seorang prajurit tak bernama atau bukan, juga harus dibuktikan, berani bertarung denganku?" Kali ini nona itu tidak menjadi marah, malahan sebaliknya tertawa, katanya. "Kalau ingin bertarung lain waktu masih ada waktu, sekarang yang penting melihat miniatur itu lebih dulu..." "Aku sudah selesai melihat." Tukas Bau ji "maka masih ada cukup waktu untuk tertamng me lawan mu !" Nona itu mengerutkan dahinya, kemudian melirik sekejap ke arah Sun Tiong lo, tak sepatah katapun yang diucapkan. Sun Tiong lo pura-pura tidak melihat, malahan sambil membalikkan badarnya dia berjalan menuju ke arah miniatur tersebut. Si nona yang menyaksikan itu benar-benar marah sekali, sambil mencibirkan bibirnya dia melotot kearah pemuda itu. Kebetulan pula Sun Tiong-lo sedang bergumam pada waktu itu. "Yaa, memang harus memperhatikan miniatur ini dengan seksama, semut saja ingin hidup apalagi aku mempunyai alasan untuk tidak mati, asal ada kesempatan hidup, kesempatan tersebut memang harus digunakan secara baik 2 !" Bau-ji yang melihat nona itu sama sekali tidak berkata apa-apa, segera serunya. "Nona, silahkan!" Sekujur tubuh nona itu gemetar keras, mendadak sambil mendepakkan kakinya ke tanah dia berseru. "Kau sungguh teramat keji!" Entah ucapan itu sebetulnya ditujukan pada siapa?" Ketika selesai berkata, tubuhnya segera berkelebat dan menerjang keluar dan ruang rahasia itu. Sun Tionglo dan Bauji saling berpandangan sekejap, Bauji segera bergeser keluar ruangan tapi dalam sekejap mata suasana disitu sudah hening, bayangan tubuh dari nona itu sudah lenyap tak berbekas. Tanpa terasa Bauji menjerit kaget, Mendengar itu Sun Tiong lo menyusul keluar ruangan dimana sinar matanya memandang tampak mulut loteng sudah terbuka tapi dengan cepat menutup kembali. Kemudian terdengar suara dari nona itu berkumandang yang datang dari arah bawah. "Aku hendak memperingatkan kepada kalian dua bersaudara, bila mendengar suara keleningan harus segera turun dari loteng, waktu itu mulut loteng dan anak tangga akan muncul dengan sendirinya, jika sampai terlambat sudah pasti kalian akan mampus, waktu itu jangan salahkan kalau aku tidak memberitahu kepada kalian." Sekalipun nona itu berlalu dengan hati yang gusar, akan tetapi dia rupanya masih meng-khawatirkan hal itu. Menggunskan kesempatan ketika pintu loteng belum tertutup rapat seluruhnya, dengan cepat berseru. "Kuucapkan banyak terima kasih atas kebaikan nona, sampai waktunya aku pasti tak akan melupakan nasehatmu itu?" Selesai berkata kedua orang bersaudara itu segera kembali lagi kedalam ruang rahasia untuk memperhatikan kembali miniatur tersebut. Sambil menuding sebuah daerah berawa-rawa, Sun Tiong lo lantas berkata. "Toako, agaknya tempat ini letaknya pating: dekat dengan mulut bukit, jika mengikuti miniatur ini, asal kita sudah menyeberangi daerah berawa-rawa ini kemudian menyeberangi lagi sebuah hutan lebar, maka jalan keluar itu akan terlihat !" Bau ji segera menggeleng, katanya. "Jite, sekarang belum bisa mengambil kesimpulan begini, kita harus melihat keadaan medannya lebih dulu baru bisa diputuskan !" Sun Tiong lo manggut-manggut. "Toako, apakah kau sudah hafal dengan bentuk miniatur ini?" Tanyanya kemudian. "Yaaa, sudah teringat semua !" Sun Tiong lo segera tertawa. "Menggumakan kesempatan baik ini, bagaimana kalau kita berunding dulu tentang jalan yang dilewati bila akan kabur nanti ?" "Mungkin tempat ini diawasi pula oleh orang lain ?" Kembali Sun Tiong lo tertawa. "Toako, apakah kau tidak memperhatikan, loteng ini bukan saja dinding, lantai dan langit langitnya terdiri dari baja murni, bahkan sedikit lubang hawapun tidak nampak !" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oooohh makanya barusan jite sengaja mengirim suara kepadaku untuk mencari gara-gara dengannja agar nona itu pergi karena marah.?" "Benar!" Sun Tiong lo mengangguk. "dalam loteng lmpian, semuanya terdapat pintu rahasia, tempat itu tidak cocok untuk membicarakan sesuatu yang penting, maka baru aku memaksamu untuk melakukan tindakan tersebut !" "Jite, apakah kau ada persoalan penting yang hendak di bicarakan denganku?" Walaupun Sun Tiong-lo percaya bahwa tak mungkin ada orang yang menyadap pembicaraan mereka disitu, tak urung dia merendahkan juga suaranya sembari berkata. "Toako, menurut perhitungan lusa pagi kau sudah harus kabur dari tempat ini, apakah toako sudah mempunyai persiapan atau rencana tertentu ... ." Bau-ji segera menggeleng. "Tidak ada !" Katanya. Setelah berhenti sejenak, dia meneruskan. "Cuma ada satu hal yang aku merasa agak keheranan." "Soal apa?" "Aku sedang merasa heran dengan perintah dari guru, apakah dia suruh aku datang ke-bukit pemakan manusia ini adalah untuk...." Tiba-tiba Sun Tiong-lo bertepuk tangan sambil tersenyum, tukasnya dengan cepat. "Toako, persoalan itu juga yang membuat siaute merasa bingung dan tidak habis mengerti." Bau ji tidak berkata lagi, ia hanya mengerutkan kening sambil termenung. - ooo0dw0ooo- BAB KE TUJUH SETELAH termenung beberapa saat lamanya, kembali Sun liong lo berkata. "Toako, siaute merasa suhu kita berdua sudah pasti bukan tanpa alasan untuk mengirim kita kemari, tentu tujuannya bukan mencoba kepandaian silat dan kecerdasan kita saja!" "Akupun berpendapat demikian, tapi..." Mendadak seperti memahami akan sesuatu, Sun Tiong lo berkata kembali . "Betul, toako! Mungkinkah kita sengaja diutus kemari untuk membongkar rahasia Bukit pemakan manusia ini ? Maka kita baru diutus hampir pada saat yang bersamaan datang kesini ?" Bau-ji berpikir sebentar, kemudian katanya. "Seandainya begitu, apa pula yang bisa kita peroleh didalam tiga hari yang teramat singkat itu?" Sun Tiong-lo segera manggut-manggut. "Betul, bila ingin membongkar rahasia ini didalam waktu tiga hari saja..." Mendadak dia menghentikan ucapannya sambil mengerdipkan matanya berulang kaii. "Ji-te, api kah kau berhasil memikirkan sesuatu?" Tanpa terasa Bau ji segera bertanya. Sun Tionglo cuma termenung sambil membungkam dalam seribu bahasa, Bauji tahu dia pasti sedang memikirkan suatu persoalan yang sangat serius maka dia tidak bertanya lagi kuatir memecahkan perhatian serta konsentrasinya. Lewat beberapa saat kemudian, Sun Tiong lo baru berkata. "Toako, barusan siaute sedang memikirkan berbagai kemungkinan tapi semuanya tidak bisa dipakai, satu-satunya yang masuk diakal cuma alasan yang barusan kita kemukakan itu!" "Maksudmu kedatangan kita untuk memecahkan rahasia yang menyelimuti bukit ini..." Sambil mengangguk Sun Tiong-Io menukas. "Yaa, cuma satu-satunya hal itu saja yang bisa dikatakan masuk di -akal...." "Tapi balik dengan perkataan tadi, apalah artinya tiga hari yang teramat singkat itu ? Apa yang bisa kita lakukan selama beberapa hari yang teramat singkat itu?" "Siaute mempunyai suatu pendapat, tentang bagaimana menurut pendapat toako?" Bau-ji memandang sekejap ke arah Sun Tiong lo, kemudian tanyanya. "Pendapat yang bagaimana ?" "Yang diartikan dengan menjadi tamu agung selama tiga hari, aku percaya suhu kita belum pernah mengalami kejadian semacam ini, karena itu kemungkinan besar mereka juga tidak tahu tentang peraturan tersebut." "Kemudian, sekalipun suhu kita mengetahui akan peraturan tersebut, didalam pemikiran kedua orang tua itu persoalan tersebut sudah pasti tidak tak akan menyusahkan kita berdua." Bau ji segera bertepuk tangan dan berseru. "Betul, kalau bukan Jite menyinggung persoalan itu, mungkin sampai sekarang aku masih tak mengerti, Jite, peraturan menjadi tamu agung selama tiga hari ini apa sangkut pautnya dengan kita?" "Apakah toako ingin mengerti?" Tugas Sun-Tionglo sambil tertawa. Bau ji-turut tertawa pula. "Pepatah kuno mengatakan "Kalau perkataan tidak diucapkan tak akan tahu, kayu tidak ditembus tak akan berlubang, kuali tak dilubangi, sepanjang masa takkan bocor! setelah kau singgung tadi, kini aku paham sekali!" Tiba-tiba paras muka Sun Tiong lo berubah menjadi amat serius, dan katanya. "Toako, kalau begitu kita harus membicarakan bagaimana cara kita untuk melarikan diri." "Hei, melarikan diri apa lagi yang hendak kita rencanakan sekarang..?" Seru Bau ji tercengang. Sun Tiong lo tahu kalau Bau ji telah salah mengartikan katanya, maka dia berkata. "Toako, bila waktu untuk menjadi tamu sudah habis, kita toh harus melarikan diri ?" Bau ji manggut-manggut. "Tentu saja, cuma kita kan sudah bertekad untuk tidak pergi meninggalkan tempat ini..." "Tidak pergi toh cuma diketahui kita berdua saja" Tukas Sun Tiong lo cepat. "Tapi terhadap setiap orang yang berada disini, kita harus menanamkan suatu keyakinan bahwa kita sudah pergi dan sedang melarikan diri, dengan begitu rencana kita baru akan berhasil dengan sukses." Setelah diberi penjelasan, Bau ji baru mengerti, dia lantas manggut-manggut. "Betul, kita memang harus membuat suatu rencana yang cukup matang didalam hal ini." "Apakah toako mempunyai rencana ?" Bau-ji menggeleng. "Tidak ada, pokoknya kita harus bermain petak bersama mereka diatas bukit ini !" Tapi dengan serius Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Toako, kita tak boleh bermain petak !" "Kenapa ? Apakah kau mempunyai cara lalu yang lebih bagus lagi ?" Seru Bauji tidak habis mengerti. Sun Tiong lo manggut-manggut. "Mereka jauh lebih memahami keadaan di tempat ini daripada kita, siaute yakin setiap tempat yang kemungkinan besar bisa dipakai untuk menyembunyikan diri pasti sudah diketahui mereka dengan sejelas-jelasnya, mereka tak akan melepaskan kita dengan begitu saja!" Bau ji berpikir sebentar, lalu mengangguk "Yaaah, hal ini sudah jelas sekali." Sesudah berhenti sejenak, diapun bertanya. "Jite menurut pendapatmu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Agaknya Sun Tiong lo sudah mempunyai rencana yang cukup matang, sahutnya kemudian. "Ketika toako naik keatas bukit ini untuk pertama kalinya tadi, apakah mereka itu telah memberitahukan suatu peraturan kepada toako?" Bauji berpikir sebentar lalu bertanya. "Apakah kau maksudkan batas waktu yang ditentukan setelah melarikan diri?" "Betul, karena waktu yang paling berbahaya buat kita seluruhnya selama tiga hari." "Jite, apakah kamu percaya dengan segala omongan setan itu?" Seru Bauji sambil menggelengkan kepala. "Tentu saja ucapan tersebut tak boleh dipercaya dengan begitu saja." "Nah, itulah dia, seandainya kita percaya pada perkataan mereka dan munculkan dirinya retelah lewat masa yang ditentukan, mereka pasti akan mempergunakan segala macam cara untuk mencelakai kita sampai mati!" "Kemungkinan kesitu tentu ada." "Bukan mungkin lagi, tapi sudah pasti demikian!" Tukas Bau ji lagi dengan cepat. Sun Tionglo mengerutkan dahinya dan kemudian berkata. "Cara pemikiran siaute dengan toako, paling tidak harus saling ada perhubungan!" "Apakah jite hendak mencobanya?" Tanya Bau-ji dengan perasaan tidak mengerti. Ucapan tersebut dengan cepat menimbulkan satu ingatan didalam benak Sun Tiong lo dan katanya kemudian. "Bagaimana kalau begitu saja, toako berada di tempat kegelapan, sedangkan siaute secara terang-terangan." Sambil menggeleng Bau ji segera menukas. "Jite, persoalan ini bukan masalah untuk bermain-main, kuanjurkan kepadamu lebih baik mempertimbangkan dulu secara masak-masak !" Sun Tiong lo tertawa, katanya. "Toako tak usah kuatir, kalau siaute berani muncul secara terang-terangan berarti aku pasti mempunyai kekuatan untuk melindungi keselamatan jiwaku sendiri, memangnya kau ingin mampus ?" "Apalagi kita adalah bertujuan untuk membongkar rahasia yang menyelimuti bukit ini, jika satu dari dalam satu dari luar kita turun tangan bersama, selain bisa saling membantu, juga bisa membuat musuh menjadi kebingungan dan curiga." "Misalnya saja kita berhasil menemukan suatu rahasia dan perlu untuk dilakukan penyelidikan, waktu itu siaute akan sengaja menimbulkan gara-gara untuk menarik perhatian mereka, bukankah toako bisa turun tangan secara diam diam ?" "Ketika persoalannya sudah terselidik, mereka pasti tak akan bisa berkata apa-apa lagi, sekalipun menemukan sesuatu yang mencurigakan, mereka juga tak akan menduga sampai diri toako." "Bila satu dibelakang satu dimuka, satu dengan terangan yang lain main sembunyi, aku yakin mereka pasti akan dibikin kebingungan dan gugup, asal mereka sudah mulai panik, itu berati akan sangat bermanfaat sekali bagi usaha penyelidikan kita." Bauji berpikir sebentar, lalu katanya. "Ucapan ini memang sangat masuk diakal, cuma juga keliwat berbahaya." "Jangan kuatir toako." Hibur Sun Tiong lo. "siaute pasti dapat melewati semua mara bahaya itu dengan selamat!" Tapi Bauji masih belum lega juga, katanya lagi. "Bagaimana kalau kita rundingkan kembali persoalan ini ?" Dengan cepat Sun Tiong lo menggeleng. "Toako, waktu sudah amat mendesak, persoalan ini harus segera diputuskan." Serunya. "Apa salanya kalau kita berkerja dari kegelapan saja ?" Kata Bau ji dengan kening berkerut. Sekali lagi Sun Tiong lo gelengkan kepalanya berulang kali. "Toako tak boleh terlalu pandang rendah Sancu dari bukit ini, bila ada satu diluar dan satu didalam, maka orang yang berada diluar itu bisa mengaturkan segala sesuatunya bagi orang yang berada dibalik kegelapan.." "Aaai... sudahlah. kalau jite memang begitu yakin dengan kemampuanmu, akupun tak akan menghalangi lagi!" Sun Tiong lo tertawa. "Tak usah kuatir toako" Katanya. "siaute ucapkan sepatah kata tekabur, bilamana sampai terjadi suatu pertarungan maka jangan harap orang orang diatas bukit.. pemakan manusia ini bisa menghalangi kepergian siaute !" Bauji segera merendahkan suaranya sambil berkata. "Jite tadi kau anjurkan kepadaku agar jangan terlalu pandang enteng sancu dari bukit ini, sekarang mengapa kau malah memandang enteng dirinya? Padahal semenjak menyerbu kemari, aku memang berhasrat untuk menjajal kemampuannya." Belum habis dia berkata, Sun Tiong lo telah menukas. "Siaute sama sekali tidak berniat untuk memandang rendah rendah dirinya, harap toako jangan kuatir!" Bau ji memandang sekejap ke arah Sun Tiong lo, kemudian dengan nada yang bermaksud dalam pesannya. "Jite, jangan lupa, kita masih ada dendam sakit hati sedalam lautan yang belum dibalas!" "Dendam berdarah ayah dan ibu mana berani siaute lupakan." Jawab Sun Tiong lo dengan serius. "Kalau memang begitu bagus sekali, entah dikemudian hari jite akan berdiam disini secara terang terangan atau secara menggelap, pokoknya kau musti berhati-hati, jangan sampai aku merisaukan keselamatan jiwamu!" "Baik, siaute pasti berusaha untuk menghadapinya dengan waspada dan hati-hati." Tiba-tiba Bau ji menghela napas. "Ada suatu pertanyaan, sudah lama sekali ingin kutanyakan kepada jite." Katanya. "Katakanlah saja toako!" "Apakah jite percaya bahwa manusia berkerudung yang kuceritakan kemarin benar benar telah mempergunakan tenaga pukulannya yang maha sakti untuk memaksa pedang ibuku menusuk tubuh ayah?" "Siaute mempercayainya penuh!" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Jawab Sun-Tiong lo tanpa berpikir panjang lagi. "Apakah disebabkan aku berkata demikian?" Tanya Bauji sambil menatap saudaranya tajam. Dengan cepat Sun Tiong lo menggeleng "Bukan, bukan cuma karena perkataan dari toako saja". "Jadi karena masih ada alasan lainnya?" "Toako, masih ingatkah kau sewaktu siaute jatuh pingsan diluar jendela ruangan waktu itu?" Bau ji menghela napas dan mengangguk "Yaa, selama hibup aku tak akan melupakan-nya!" "Walaupun siaute jatuh tak sadarkan diri, meski mata tak bisa melek dan tubuh tak bisa bergerak, tapi hatiku mengerti dan telingaku bisa mendengar, sekarang tentunya sudah paham bukan." Bau ji segera manggut-manggut. "Kalau begitu akupun merasa lega!" Setelah berhenti sebentar, kembali ujarnya. "Cuma akupun meluluskan jite, cepat atau lambat aku pasti akan menangkap manusia berkerudung itu, kemudian menyuruhnya menceritakan sendiri akan semua kejadian tersebut kepadamu?" "Toako, tidak perlu berbuat demikian!" Kata Sun Tiong lo sambil menggenggam tangan Bauji erat-erat. "Perlu! aku hendak menyuruh dia berlutut didepan kuburan ayah dan toanio, kemudian baru dia menceritakan semua kejadian tersebut agar arwah yang telah tiada itu bisa beristirahat dengan tenang di alam baka." "Terima kasih toako!" Bisik Sun Tiong lo sambil menunduk. Mendengar perkataan itu, Hau ji malah menjadi tertegun, serunya. "Kita adalah saudara seayah, mengapa kau musti berterima kasih kepadaku?" Mendadak Sun Tiong lo mendongakkan kepalanya, dengan air mata membasahi matanya dia menyahut. "Siaute berterima kasih atas panggilan toako terhadap ibuku." "0ooh..... kiranya begitu" Bauji lantas tertunduk. "sudah sepantasnya kalau aku berbuat demikian" Setelah berhenti sebentar dengan agak murung dia berkata lagi. "Aku merasa agak heran, persoalan antara ayah dengan ibuku dulu sesungguhnya..." "Toako, bagaimana kalau untuk sementara waktu kita jangan membicarakan dulu persoalan tersebut ?" Tukas Sun Tiong lo Bauji menghela napas panjang. "Aaaaaai, aku tahu bagaimanakah perasaan jite, cuma ada sepatah kata harus kuutarakan juga, masih ingatkar jite, berapa usia kita sewaktu berjumpa untuk pertama kalinya dulu ?" "Tentu saja aku masih ingat, toako tujuh tahun dan siaute lima tahun." "Jite, percayakah kau dengan kesimpulan yang diambil oleh seorang bocah berusia tujuh tahun ?" Sun Tiong lo menjadi tertegun. "Hal ini tergantung pada persoalan apakah itu" Katanya. "Masalah yang menyangkut ibunya !" "Seharusnya bisa dipercaya" Kata Sun Tiong lo dengan serius. "sebab dalam perasaan seorang anak, orang tua adalah paling agung." Bau ji memandang sekejap kearah Sun Tiong lo, kemudian katanya. "Kalau memang jite berkata demikian, akupun tak akan banyak bicara." Sun Tiong-lo tidak berbicara apa-apa, karena itu terpaksa Bau ji juga termenung. Kebetulan sekali bunyi keliningan telah menggema, pintu ruangan terbuka kembali dan anak tangga pun muncul secara otomatis. "Toako, kita harus pergi dari sini!" Kata Sun Tioaglo kemudian memecahkan keheningan. Diluar loteng, congkoan Chin Hui-hou dengan wajah dingin telah menunggu. Bauji sama sekali tidak mengubrisnya, sedangkan Sun Tiong Lo segera menegur. "Congkoan, ada urusan apa kau berdiri menanti disini?" "Lohu mendapat perintah dari nona untuk menemani kalian berdua berkunjung ke seluruh tanah perbukitan kami!" Jawab Chin Hui hau dengan ketus. "Oooh kemana si nona itu?" Dengan mendongkol dan gemas Chin Hui-hou segera menjawab. "Nona adalah seorang terhormat, bukan khusus petunjuk jalan untuk kalian!" "0oh... kalau begitu Congkoan adalah seorang petugas yang khusus menghantar tamu mengelilingi bukit?" Chin Huihau menjadi terbungkam, sekalipun ia merasa gusar sekali juga tak mampu berbuat apa-apa. Dengan cepat Sun Tiong lo berkata lagi. "kalau memang begitu, harap congkoan datang lagi setengah jam kemudian di loteng impian-aku dan Sun heng sudah amat lelah sekali sehabis melihat miniatur tersebut!" Chin Hui hou segera mendengus. "Maaf seribu kali maaf, Lohu cuma punya waktu sekarang saja, selewatnya setengah jam, aku masih ada urusan dinas lain yang harus di selesaikan aku tak bisa menunggu terlalu lama lagi" Sun Tiong lo juga mendengus. "Hmm...! congkoan anggap dalam setengah jam kita bisa mengelilingi seluruh tanah perbukitan ini ?" Chin Hui hou segera gelengkan kepalanya sambil tertawa licik, jawabnya. "Bila ingin menjelajahi seluruh tempat, sepuluh hari baru bisa diselesaikan !" Sun Tiong lo juga tertawa licik, katnya cepat. "Kalau begitu, congkoan bersedia untuk menemani kami selama setengah jam saja?" "Lohu tidak pernah berkata demikian !" "Tegasnya saja berapa lama congkoan bisa menemani kami ?!" "Selama kami masih menjadi tamu agung kami, berapa lama kalian suruh lohu menemani, lohu akan menemani berapa lama pula !" Sun Tiong lo segera tertawa. "Nah, itulah dia, bagaimanapun juga dalam setengah jam toh tak akan terselesaikan. .?" Rupanya Chin Hui-hou sudah memahami ucapan dari Sun Tiong lo tersebut, maka dengan cepat dia menyambung. "Bukan begitu maksudku, bila kalian tak mau pergi sekarang juga, terpaksa lohu akan pergi menyelesaikan persoalan lainnya, pokoknya kalau kalian tak mau pergi sekarang, lohu tak punya waktu lagi." "Yaaa....yaaaa,. .. orang bilang kalau sudah menjadi budak orang memang musti bekerja sungguh-sungguh, congkoan memang rajin sekali," Sindir Sun Tiong lo sekali lagi. Chin Hui-hou tertawa seram . "Heeeeh... heeehhh....kau tak usah menyindir, rajin atau tidak adalah urusanku sendiri, kau tak usah turut campur !" Sun Tiong lo balas tertawa dingin. "Congkoan juga jangan lupa, menemani tamu agung berjaIanjalan juga merupakan salah satu tugasmu !" Belum sempat Chin Hui hou mengucapkan sesuatu, Sun Tionglo telah berkata lebih jauh. "Pokoknya aku sudah mengambil keputusan begini, sampai waktunya nanti kunantikan lagi kedatangan Congkoan." Selesai berkata, dia lantas berpaling kearah Pau ji sambil serunya lantang. "Sun heng, bagaimana kalau kita kembali dulu ke loteng impian untuk beristirahat ?" "Bagus sekali" Seru Bau ji sambil mengangguk. "silahkan saudara Sun-heng." Dua bersaudara itu sambil saling menjura segera berlalu dari situ tanpa menggubris diri Chin Hui hau lagi. Menyaksikan kesemuanya itu, Chin Hui hou benar-benar merasa mendongkolnya bukan kepalang, sambil menggertak gigi menahan emosi, sumpahnya kepada bayangan punggung Sun Tiong lo yang telan pergi menjauh itu. "Anjing keparat, nantikan saja nanti, kalau aku tidak mencingcang tubuhmu menjadi berkeping-keping." Belum habis perkataan itu, mendadak dari belakang tubuhnya terdengar suara si nona sedang menegur dengan suara sedingin es. "Chin congkoan, begitu bencikah kau terhadapnya?" Chin Hui hou merasa terperanjat sekali setelah mendengar perkataan itu, buru-buru dia membalikkan badannya dan menjura dengan penuh rasa hormat, katanya. "Nona harap maklumi makhluk keparat itu benar-benar menggemaskan sekali!" "Ooh.... sampai dimanakah menggemaskan nya-itu?" Tanya si nona sambil tertawa dingin. Walaupun Chin Hui hou dapat mendengar bahwa ucapan dari si nona itu mengandung nada yang tak enak, tapi ia tak punya akal lain untuk menghindari keadaan tersebut, terpaksa sambil menggigit bibirnya kencang kencang katanya. "Bila nona dapat mendengar apa yang dia katakan kepada hamba, kau pasti akan memahaminya!" Nona itu segera mendengus dingin. "Hmm! Kau anggap aku tak mendengarnya!" "Kalau memang nona sudah mendengar dengan jelas, tentunya kau tak akan menyalahkan hamba jika sampai memakinya sebagai anjing cilik !" Bantah Chin Hui hou makin berani. "Chin congkoan !" Seru Nona itu dengan wajah dingin "Ucapan yang manakah kau anggap tak sedap di dengar?" - ooo0dw0ooo- Jilid 6 "MlSALKAN saja dia sengaja menyusahkan hamba dengan menyuruh hamba balik kembali setengah jam kemudian..." "Dia adalah tamu agung" Tukas si nona dengan suara dalam. "sancu juga sudah mengeluarkan peraturan, dia sama sekali tidak bersalah !" Buru-buru Chin Hui-hou berkata lagi. "Dia memakiku sebagai budak orang yang bekerja rajin, bukankah kata kata ini merupakan suatu penghinaan terhadap diri hamba, bagaimana pula dengan hal ini ?" "Mengapa tidak kau anggap ucapan tersebut sebagai angin yang berlalu ? Apakah harus dipersoalkan terus?" Jawab sinona dingin. Chin hui-hou menjadi berdiri bodoh, untuk beberapa saat lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Kembali nona itu mendengus dingin dan berkata. "Aku tahu, kau membencinya, karena kau disuruh melayaninya minum arak, maka kau menyimpannya persoalan ini dihati, kau mendendamnya dan ingin membalas idendam itu padanya, Hmmm! Chin hui-hou, aku peringatkan padamu, kau jangan mencoba melanggar akan peraturan lagi!" Hampir meledak dacia Cnin hui ho karena dongkolnya, tapi dia berusaha keras untuk mengendalikan perasaannya dengan sikap rasa hormat katanya. "Baik, hamba akan mengingatnya selalu!" Sepatah demi sepatah nona itu berseru. "Setengah jam kemudian, pergilah keloteng impian dan menantikan perintah dari tamu agung!" Kali ini seluruh badan Chin Hui-hou seperti mau meledak, biji matanya hampir saja melotot keluar, tapi sebisanya dia simpan semua perasaan tersebut didalam hatinya. Dengan tertawa yang dipaksakan katanya kemudian dengan suara amat lirih. "Baik, baik-hamba akan turut perintah !" Nona itu menatapnya sekejap, kemudian berkata. "Sekali lagi kuberitahukan kepadamu, sebelum pergi meninggalkan bukit ini, Sancu telah berbincang-bincang dengan Sun kongcu, dia berpesan agar Sun kongcu menunggu sampai dia pulang gunung, mengertikah kau..." Mendengar perkataan itu, Chin Hui-hou baru merasa amat terperanjat serunya tertahan. "Nona, sungguhkah telah terjadi peristiwa ini ?" "Kau bilang apa...?!" Bentak si nona de ngan mata melotot dan penuh kegusaran. Buru-buru Chin hui hou membungkukkan badannya meminta maaf, katanya dengan cepat. "Berhubung kejadian ini diluar dugaan, hamba telah salah tingkah, hamba harap nona sudi memaafkan dosaku!" Nona itu mendengus dingin. "Hmm ! Kau juga tahu bagaimana watak Sancu, juga tahu bagaimana jalan pemikirannya, siapa tahu Sun kongcu akan mendapatkan pandangan istimewa dari Sancu? jika sampai begitu..." "Baik baik... hamba mengucapkan banyak atas petunjuk dari nona" "Tak usah banyak bicara lagi", seru si nona sambil tertawa dingin. "Lebih berhati hatilah sikapmu mulai sekarang." Setelah berkata, nona itu membalikkan badan dan kembali kekamarnya. - ooo0dw0ooo- "CHIN CONG KOAN apakah semuanya itu hanya pohon siong saja disitu?" Terdengar Sun Tiong lo bertanya sambil menunjuk ke sebuah hutan disebelah kanannya. Sekarang, mau tak mau Chin Hui hou harus bermanis muka, sahutnya sambil berkata. "Betul, semuanya pohon siong !" Sun Tiong lo segera berkerut kening, kemudian katanya lagi. "Chin congkoan, mungkinkah lantaran pengaruh dari tanah, maka..." Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kongcu memang pintar, tempat itu memang kurang begitu gampang untuk ditumbuhi!" "Dibelakang hutan itu mungkin terletak rawa-rawa bukan ?" "Benar, setelah melewati daerah rawa rawa dan membelok pada suatu tebing yang terjal orang akan sampai dimulut bukit sebelah belakang sana ?" "Apakah dari sini ada jalan yang tembus dengan rawa-rawa tersebut...?" Tanya Bau ji sambil menuding hutan pohon siong yang gundul itu. Chin Hui hou segera menggeleng. "Tiada jalan lain, jika ada orang ingin melarikan diri melalui jalan ini maka dia harus menyeberangi rawa-rawa tersebut, teringat pada lima tahun berselang, ada juga dua orang yang kabur lewat sana, tapi kemudian..." Berbicara sampai disitu, mendadak ia berhenti berbicara dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya. "Bagaimana kemudian ?" Tanya Bau ji tanpa terasa. Chin Hui hou segera tertawa terkekeh-kekeh. "Dua orang sahabat itu tak perlu merepotkan lohu lagi, heeeeehh... heeeehh..." "Oooooh, maksud congkoan, mereka tewas dirawa-rawa tersebut ?" Tanya Sun Tiong lo. Dengan gaya kucing menangisi tikus, Chin Hui hou menghela napas panjang, kemudian katanya. "Siapa bilang tidak ? Hutan pohon yang gundul itu sangat beracun, rawa-rawa itu lebih beracun lagi, kecuali kalau orang itu adalah dewa yang bisa berjalan sejauh beberapa li tanpa menginjak tanah." Orang ini benar-benar licik dan keji, ternyata ia berhenti sampai ditengah jalan dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya. Dengan cepat Sun Tiong lo mengalihkan pembicaraannya kesoal lain, katanya. "Tampaknya jalan ini hanya sebuah jalan mati ?" Chin Hui hou yang licik ternyata tidak menjawab, malahan dia menutup mulutnya rapat-rapat. Dengan kening berkerut Bau ji berkata. "Lebih baik kita balik saja, coba kita lihat sebelah kanan dari belakang bukit tersebut !" . "Tidak, lebih baik kongcu sekalian melihat-lihat dulu jalan tembusan disekitar sini !" Kali ini Chin Hui hou otomatis membuka suaranya memberi saran. Sun Tiong lo segera tertawa. "Pentingkah itu bagi kami ?" Katanya, Chin Hui hou juga tertawa. "Pokoknya lohu tak akan menyuruh kongcu melakukan perjalanan dengan sia-sia !" "Haaahh... haaaahh... kalau begitu bagus sekali, harap congkoan suka menemani kami !" Maka Chin Hui hon berjalan didepan, Bau ji ditengah dan Sun Tiong lo dibelakang segera berjalan mendekati jalan keluar bukit tersebut. Setelah berbelok-belok, mulut bukitpun berada didepan mata. Sebuah jeram yang sangat dalam menghadang jalan pergi mereka, jeram itu delapan sembilan belas kaki lebarnya, sekalipun seorang jago kelas satu dari dunia persilatan juga jangan harap bisa melewati jeram ini dengan ilmu meringankan tubuhnya. Dari tepi jeram tersebut sampai dimulut bukit jaraknya tinggal setengah lie, dan lagi merupakan sebuah jalan lurus. Sambil menuding jalan lurus tersebut, Sun Tiong lo lantas bertanya. "Chin congkoan, dibalik jalan lurus tidak adakah terdapat jebakan-jebakan yang berbahaya?" Chin Hui hou segera tertawa terkekeh-kekeh. "Menurut dugaan kongcu?" Ia balik bertanya. Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Masalah ini bukanlah masalah yang boleh ditebak secara sembarangan !" Katanya. Sekali lagi Chin Hui-hou tertawa terkekeh-kekeh. "Bila lohu mengatakan tak ada, kongcu tentu tak percaya, padahal ada atau tidak lohu sendiripun tak tahu, sebab selama belasan tahun belakangan ini..." "Belum pernah ada orang yang berhasil kabur melewati jeram berbahaya ini bukan ?" Sambung Sun Tiong lo. Chin Hui hou segera terkekeh dengan seramnya. "Heeeeehh,heeeeehhhh, kongcu memang sangat pintar, tak heran Sancu bisa memandang serius kepadamu ?" Sun Tionglo tertawa. "San cu berjanji denganku untuk berbincang-bingcang lima hari kemudian, apakah congkan tahu akan soal ini ?" Chin Hui hou segera tertawa dingin. "Jangan lupa kongcu, lohu adalah congkoan dari tanah perbukitan ini." Serunya. "Benar benar, lagi pula merupakan seorang Congkoan yang paling berkuasa !" Sambung Sun Tiong lo Chin Hui hou tidak menjawab ucapan tersebut, sebaliknya sambil menunjuk ke arah jeram dihadapannya, dia berkata. "Kongcu, mengapa tidak kau tanyakan bagai mana caranya menyeberangi jeram ini ?" Sun Tionglo gelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya. "Aku toh tak lebih cuma seorang manusia lemah yang membunuh ayampun tak mampu, apa gunanya menanyakan soal itu?" Chin Hui hou mengerling sekejap ke arah Sun Tiong lo, kemudian sambil berpaling ke arah Bauji, katanya. "Kau pernah menyerbu masuk ke dalam bukit ini dengan kekerasan, aku pikir kepandaian silat yang kau miliki tentu luar biasa sekali, tolong tanya sanggupkah kau melompati jeram ini dengan sekali lompatan mencapai jarak sejauh delapan sembilan belas kaki ?" Bau ji mengerling sekejap kearahnya dan sama sekali tidak mengucapkan separah katapun. "Tolong tanya apakah congkoan mampu ?" Sun Tiong lo segera balik bertanya. Chin Hou menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya. "Bila lohu bisa memiliki ilmu meringankan tubuh selihay itu, wah, hal ini tentu saja lebih baik lagi." Sun Tiong lo segera tertawa, katanya kembali. "Congkoan, konon yang memangku tugas pemburu terhadap tawanan adalah congkoan . ." "Benar, lohu dan Kim Poo Cu yang tugas dalam pekerjaan ini !" Tukas Chin Hui lo hou. "Tak ada yang lain?" "Kongcu, apakah kau lupa dengan apa yang pernah lohu katakan kepadamu?" "Oooh, maaf ! Akulah yang teledor !" Setelah berhenti sejenak lanjutnya. "Kalau memang orang yang bertugas mengejar tawanan hanya congkoan dan sobat Kim, sedang congkoan mengaku tak akan sanggup menyeberangi jeram ini, maka tentunya sobat Kim lah yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu." Chin Hui hou segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh.. ,, - haaahhh .... ,haaahhh lagi-lagi kongcu keliru besar." Katanya. "Meskipun Kim Poo cu memiliki sejenis tenaga dalam yang amat sakti, tapi kalau suruh dia melompati jeram ini, mungkin sekalipun dibunuh tak akan mampu." "Aaah,...! Kalau memang begitu, aku menjadi benar-benar tak habis mengerti !" "Apakah yang tidak kau pahami ?" "Andaikata orang yang melarikan diri itu berhasil melewati jeram tersebut, bukankah kalian berdua cuma bisa memandang dia melarikan diri tanpa sanggup berbuat apa-apa." "Benar" Chin Hui hou mengangguk. "cuma sayang selama banyak tahun, belum pernah kujumpai kasus semacam ini!" Sun Tiong lo segera gelengkan kepalanya berulang kali, katanya. "Tak bisa melewati jeram tersebut adalan urusan lain, jika aku adalah sancu tempat ini..." Dia sengaja menghentikan ucapannya itu dan tidak dilanjutkan kembali. Chin Hui hou juga tidak bertanya, seakan-akan dia sudah mempunyai sesuatu yang bisa diandalkan. Pada saat itulah, tiba tiba Bau ji berkata. "Tidak ada yang bisa dilihat lagi, lebih baik kita pulang untuk beristirahat saja." Tampaknyo Chin Hui hou seperti mengandung maksud lain, dengan cepat katanya. "Bila kau bersedia mendengarkan anjuranku, lebih baik perhatikan lagi keadaan medan di sekeliling tempat ini, sebab kau tidak semujur Sun kong cu ini, kau hanya mempunyai batas waktu selama tiga hari saja." "Kalau tiga hari lantas kenapa" Jengek Bau ji dingin. Chin Hui hou segera tertawa, katanya. "Hari ini sudah berlalu sehari..." Sesudah berhenti sebentar, kembali dia bergumam. "Waktu sedetik lebih berarti daripada emas setahil, emas setahil belum tentu bisa membeli waktu sedetik !" Bau ji segera mendengus dingin. Hemm. kata kata tersebut memang sebuah kata yang indah, sayang sekali muncul dari mulut seorang manusia semacam kau. sayang sayang!" Chin Hui hou segera tertawa, serunya. "Kata-kata yang indah adalah tetap kata yang indah, perduli amat ucapan tersebut muncul dari mulut siapa?" Pada saat itulah mendadak Sun Tiong lo ju ga menghela nafas panjang sambil menggumam. "Aaai sayang, sayang...!" Chin Hui hou jadi tertegun, lalu tanyanya. "Apa yang kongcu sayangkan?" "Sayang aku cuma seorang sastrawan yang lemah dan tidak mengerti akan ilmu silat !" Chin Hui hou segera melototkan matanya benar-benar, serunya kemudian dengan nyaring. "Bila kongcu mengerti akan ilmu silat, lantas apa yang kau lakukan?" "Silahkan congkoan memperhatikan keadaan disekeliiing tempat ini..!" Ujar Sun Tiong lo sambil menuding kedaerah sekeliling tempat itu. Dengan mata tajam Chin Hui hou segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian tanyanya lagi. "Buat apa melihat kesemuanya lagi." "Apakah congkoan melihat adanya seseorang ?" Chin Hui hou segera tertawa. "Disini sama sekali tak ada orang lain, tentu saja tak seorang manusiapun yang kelihatan!" Sun Tiong lo segera mengangguk. "Nah, itulah dia ! Saat ini kecuali aku dan Sunheng serta Congkoan, disini sama sekali tak ada orang keempat, seandainya aku mengerti ilmu silat, bukankah saat ini merupakan suatu kesempatan yang paling baik buat kami ?" Chin Hui hou menjadi tertegun dan berdiri dengan perasaan tidak habis mengerti. Sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Sun Tiong lo telah berkata lebih jauh. "Waktu itu, aku dan Sun-heng bisa bekerja sama untuk membunuh congkoan, kamipun tak usah kuatir perbuatan ini sampai ketahuan orang lain, kemudian dengan mempergunakan rotan yang dibuat tali menyeberangi jeram ini, bukankah dengan begitu kami akan segera dapat meloloskan diri dari bukit ini ?" Bau ji tidak memahami tujuan dari ucapan Sun Tiong lo tersebut, dengan cepat dia menyambung. "Benar, Sunheng, mengapa kita tidak mencobanya ?!" Paras muka Chin Hui hou segera berubah hebat, mendadak dia melompat mundur sejauh beberapa kaki dari situ. Sun Tiong lo tertawa getir, sambil gelengkan kepalanya dan mengangkat bahu dia berkata lagi kepada Bauji. "Sun-heng, jangan lupa aku tak hanya seorang sastrawan lemah yang sama sekali tak berguna." Bau ji segera berkerut kening, sedangkan paras muka Chin Hui hou juga pelan-pelan pulih kembali menjadi tenang. Sesaat kemudian Sun Tiong lo berpaling ke-arah Chin Hui hou dan menegur sambil tertawa. "Congkoan, apakah barusan kau merasa takut?" Sesungguhnya sampai detik itu jantung Chin-Hui hou masih berdebar keras, tapi diluaran jawabannya dengan ketus. "Omong kosong, sekalipun- kongcu mengerti ilmu siiat, lohu juga tak bakal menjadi jeri!" "Oooh, sungguhkah itu?" "Tentu saja sungguh!" Jawab Chin Hui holt sambil menunjukkan senyuman paksa. "Bagaimana kalau kita coba?" Tentang Sun-Tionglo. "Sun-heng kesempatan ini tidak boleh disia-siakan, hayo kita turun tangan!" Kata Bau ji. Mendadak Chin hui hou mundur lagi sejauh delapan depa, segenap tenaga dalamnya di him pun untuk bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan. Sun Tiong lo tidak menjawab, diapun cuma tertawa getir belaka seperti sedia kala. Senyum getir itu segera melegakan debaran jantungnya Chin hui hou yang sudah menegang selama ini, dia pura-pura berlagak tertawa lebar, kemudian katanya. "Kong cu memang tak malu menjadi seorang anak sekolahan, ternyata pandai juga kau ini menggertak orang." Siapa tahu secara tiba-tiba Sun Tiong lo maju dua langkah kemuka, dan lalu dengan serius katanya. "Chin hui hou, apakah kau menganggap aku benar benar tak pandai bersilat?" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sekali lagi Chin Hui hou merasakan jantung nya berdebar keras, tapi dengan nada menyelidik kembali dia bertanya. "Kongcu, jangan bergurau terus? Lebih baik kita sudahi gurauan ini sampai disini saja !" Sun Tiong-lo segera mendengus dingin. "Hm! Siapa yang sedang bergurau denganmu?" Setelah berhenti sejenak pada Bau ji serunya. "Sun heng, cepat hadang jalan mundurnya !" Bau-ji mengiakan, dengan cepat dia melompat kemuka aan menghadang ditengah satu-satunya jalan mundur yang ada disana. Sekarang, paras muka Chin Hui hou baru berubah hebat, serunya dengan tergagap. "Kongcu, kau... kau...kau sungguhan ?" "Menurut kau?" Sun Tiong-lo balik bertanya sambil mengawasi lawannya itu dengan lekat-lekat. Dengan segala kemampuan yang ada Chin hui hou berusaha untuk mengendalikan rasa-kaget dan gugup di dalam hatinya, kemudian katanya. "Aku tebak kongcu hanya bermaksud untuk bergurau saja, apa lagi kongcu memang tidak mengerti ilmu silat, selain dari pada itu sekalipun pihak kami sangat menuruti kemauan tamu agungnya." "Darimana kamu bisa tahu kalau aku tidak mengerti ilmu silat?" Tukas Sun Tiong lo. Chin hui-hou segera tertawa paksa. "Ketika kongcu masuk ke atas bukit ini bukankah kau mengatakan tidak mengerti akan ilmu silat." - ooo0dw0ooo- BAB DELAPAN SUN TIONG LO segera tertawa terbahak-bahak. "Haaaah....haaaaahh..... percayakah kau dengan perkataanku ?!" Chin Hui hou menjadi berdiri bodoh, paras mukanya sekarang telah berubah menjadi amat tak sedap. Saat itulah Bau ji berseru. "Luheng, buat apa kita musti banyak berbicara lagi dengannya ? Hayo turun tangan dan bereskan saja orang ini !" Sun Tiong lo kembali menatap Chin Hui hou lekat-lekat, kemudian tertawa ter-bahak2. "Haaaahh... haaaah Chin Hui hou, kau tidak menyangka bakal terjadi perubahan semacam ini bukan ?" Sementara itu dengan matanya yang liar Chin Hui hou berusaha untuk memperhatikan sekeliling tempat itu, tampaknya dia sedang berusaha untuk mencari akal guna melarikan diri dari kepungan tersebut. Sambil menuding kearah jeram dihadapan nya, Sun Tiong lo berkata. "Kau hendak ter jun sendiri kedalam jurang itu, ataukah musti merepotkan diriku yang turun tangan ?" Setelah berada dalam keadaan begini, Chin Hui hou baru sadar bahwa dirinya sedang terjebak. Sambil menggigit bibir, segera serunya dengan suara lantang. "Dengarkan anjing-anjing cilik, sekalipun kalian menyerangku berdua, belum tentu aku bakal menderita kalah, sekalipun lohu tidak beruntung mati di tangan kalian, maka kalian berduapun jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dengan selamat..." "Chin Hui-hou" Kata Sun- Tiong-lo sambil tertawa. "dengan rotan sebagai tali bukankah kami masih bisa menyeberangi jurang ini dengan selamat ?" Mendengar perkataan itu, Chin Hui hou segera tertawa seram. "Heeeehh.... heehh.... heeehh....kalian pasti bermimpi disiang hari bolong, sekalipun bisa menyeberangi jurang ini, jangan harap kau bisa keluar dari mulut bukit ini dengan selamat asal. Kalian berani melangkahi tempat itu maka kalian akan mati tanpa tempat kubur, kalau tidak, silahkan saja dicoba sendiri !" Pada saat itulah secara tiba-tiba Sun Tiong lo bertepuk tangan sambil tertawa tergelak, serunya. "Chin congkoan, kali ini mau tak mau kau mengakui juga secara terus terang !" Mendengar perkataan itu, Chin Hui hou menjadi tertegun, lalu serunya tergagap. "Kau... kau...jadi kau sedang bergurau..." Sun Ting lo tertawa terpingkal-pingkal, serunya. "Congkoan, aku tak lebih cuma seorang sastrawan yang lemah tak berkepandaian apa-apa, kalau bukan cuma bergurau saja, kenapa pula aku tidak turun tangan dengan segera? apa pula gunanya kuulur waktu sekian lama?" Sekarang Chin Hui hou baru bisa menghembuskan napas lega, katanya kemudian. "Hmm, kuanjurkan kepadamu untuk jangan bergurau lagi secara begitu brutal dikemudian hari!" Sun Tiong lo segera tertawa. "Gurauan semacam ini masa digunakan untuk kedua kalinya?" Katanya. Chin Hui hou tak sanggup menjawab apa-apa, maka semua kemarahannya segera dilampiaskan kepada Bauji, katanya. "Aku lihat kau tentunya ingin turun tangan secara bersungguhsungguh bukan?" Bau-ji masih belum tahu permainan busuk apakah yang sedang dipersiapkan Chin Hui hou, maka dia tidak menjawab pertanyaan congkoan tersebut, sebaliknya sambil membalikkan badannya purapura sedang melihat pemandangan alam disekeliling tempat itu. Agaknya rasa benci Chin Hui hou terhadap Sun Tiong lo sudah merasuk sampai ke tulang sumsum, tapi berhubung Sun Tiong lo dilindungi oleh nonanya, lagipula ada perintah rahasia dari Sancu- nya, maka dia dibuat sama sekali tak berkutik. Sebaliknya terhadap Bau ji dia tidak menaruh rasa kuatir apa- apa, apalagi setelah dipermainkan oleh Sun Tiong lo sehingga hampir saja nyalinja pecah kontan saja semua rasa dendam, benci dan marahnya itu dilampiaskan ke atas diri Bau ji. Cuma waktu itupun Bau ji sebagai tamu agung. Buktinya, dia tak berani melanggar peraturan sancunya secara terang-terangan, maka biji matanya berputar kian kemari, akhirnya dia mendapat sebuah siasat licik yang boleh dibilang-amat busuk. Pelan-pelan dihampirinya Bau ji, katanya. "Sun kongcu, sudah hampir sehari semalam kita saling berkenalan tetapi aku belum tahu siapakah nama kongcu, apakah aku boleh tahu nama kongcu...." "Aku tidak punya nama!" Jawab Bau ji dan sambil membalik badannya, melotot gusar. Chin hui hou tertawa terkekeh-kekeh. "Kongcu, anak yatim piatu yang tidak punya marga memang banyak didunia ini, tapi kalau tak punya nama rasanya tak pernah ada." Ucapan ini sangat tidak enak didengarnya tentu saja Bau ji memahaminya. Maka dengan geramnya pemuda itu maju kemuka, dan serunya dengan keras. "Anjing laknat, rupanya kau mau dihajar?" Sambil berseru, telapak tangan kanannya segera diayunkan ketengah udara siap untuk melancarkan serangan. Mendadak Chin Hui hou melayang mundur sejauh dua tangkah, kemudian serunya. "Tunggu sebentar, apakah kongcu benar-benar ingin turun tangan?" "Benar," Sahut Bau ji marah. Chin Hui hou segera membusungkan dadanya, kemudian berseru. "Lohu tak akan membalas, mau pukul silahkan pukul !" Bauji menggertak giginya menahan emosi, telapak tangan kanannya berulang kali hendak diayunkan kebawah, tapi niatnya tersebut dibatalkan. Chin Hui hou tertawa seram, serunya. "Dewasa ini kongcu masih merupakan tamu agung dari Sancu kami, maka sekalipun lohu memiliki kepandaian silat yang sanggup mencabut nyawa kongcu juga percuma saja, sebab semua kepandaian itu tak sanggup kugunakan." Bau-ji tak kuasa menahan diri lagi, dia segera menukas. "Manusia laknat, kalau ingin turun tangan boleh saja kau turun tangan, bila sancu menegur nanti, aku boleh memberi kesaksian kalau pertarungan ini terselenggarakan atas dasar sama-sama setujunya !" Chin Hui hou segera mencibirkan bibirnya. "ltu kan kata kongcu, tanpa saksi..." "Kita boleh meminta Sunkongcu untuk menjadi saksi kita." Sela Bau ji lagi sambil menuding ke arah Sun Tiong lo. Diam-diam Chin Hui hou merasa sangat gembira, tapi diluaran dia berlagak keberatan, katanya sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. "Meskipun boleh saja suruh Sun kongcu menjadi saksi, tapi lohu tak bisa mengajukan permohonan ini kepada kongcu tersebut !" Bau-ji yang berangasan segera menukas. "Kau tak usah memohon langsung kepadanya," Sesudah berhenti sebentar, dia berpaling ke arah Sun Tiong lo, kemudian ujarnya. "Sun heng, apakah kau bersedia membantuku?" Ternyata jawaban dari Su long lo juga tepat sekali. "Boleh saja bila inginkan bantuanku, tapi sebagai seorang saksi harus bertindak adil, cuma bila cuma kongcu seorang yang minta bantuan menjadi saksi, rasanya hal ini menjadi timpang dan kurang menunjukkan suatu keadilan." Dengan cepat Chin Hui hou berseru. "Seandainya kongcu bersedia, lohupun ingin memohon bantuan dari kongcu!" Sun Tionglo memandang sekejap ke arah Bau ji, kemudian memandang pula kearah Chin-Hui hou, setelah itu katanya. Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo