Ceritasilat Novel Online

Bukit Pemakan Manusia 7


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 7


Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung   Tiba-tiba si nona tertawa.   "Aku percaya kepadamu, kalau begitu katakan saja semua yang kau ketahui.!"   Baru saja dia akan menjawab, mendadak timbul kewaspadaan didalam hatinya dengan bersungguh2 katanya kepada sinona.   "Nona, sesungguhnya cerita ini adalah suatu peristiwa tragedi yang penuh dengan kesedihan, nona, tak ada gunanya kau mengetahui akan peristiwa ini, apalagi menyinggung kembali peristiwa tersebut hanya akan membangkitkan kembali rasa sedih di dalam hatiku."   "Benarkah demikian?"   Tukas si nona dengan kering berkerut. Sun Tionglo menghela napas sedih, katanya.   "Nona, aku telah memberi janji kepadamu sekarang akupun telah memberi jaminan kepada sinona, cepat atau lambat pada suatu ketika aku pasti akan memenuhi janjiku ini..."   "Kalau begitu yaa sudahlah !"   Ujar si nona sambil menggigit bibirnya kencang-kencang. Setelah berhenti sebentar, katanya lebih jauh.   "Cuma kau jangan lupa, kau hanya punya waktu tiga hari lagi menjadi tamu agung disini"   Terima kasih atas peringatanmu nona, aku sudah mengerti."   "Apa rencanamu kemudian ?"   Tanya si nona dengan wajah bersungguh-sungguh. Sun Tionglo segera tertawa.   "Nona harus tahu, kemungkinan-kemungkinan apa yang bakal kulakukan ?"   Buat seorang sastrawan lemah yang sama sekali tak berkepandaian apa-apa macam aku ini, selain menuruti takdir, apa pula yamg masih bisa kulakukan."   "Sun kongcu, aku harap buku-buku yang pernah kau baca itu bukan cuma pernah dibaca secara sia-sia belaka !"   Tukas sinona dengan perasaan tak senang.. Sun Tionglo sengaja berlagak seakan-akan tidak mengerti serunya kemudian.   "Nona, apa maksud dari perkataanmu itu ? Apakah kau bisa memberi penjelasan? Aku benar-benar tidak mengerti !"   "Kalau banyak buku yang dibaca, seharusnya makin banyak persoalan yang dipahami, bila banyak persoalan yang diketahui, tentu saja mampu untuk membedakan mana orang baik dan mana orang jahat bagaimana pendapat kongcu tentang hal ini?"   Tanya si nona.. Sun Tiong lo segera tertawa.   "Aku tidak mengerti dengan perkataan dari nona itu, seperti misalnya urusan yang baru saja terjadi, andaikata nona menaruh curiga, terpaksa akupun akan mengesampingkannya, setelah sampai harinya baru kuberi penjelasan lebih jauh."   "Bagaimana kalau begini saja"   Kata si nona tiba-tiba sambil mengerdipkan matar "bila aku mengangguk dan kongcu juga mengangguk, aku memahami maksudmu itu, sebaliknya jika kongcu menggelengkan kepalanya, aku juga percayai bagaimana?"   Berbicara sampai disitu, tanpa menunggu jawaban dari pemuda itu lagi dia lantas mengangguk lebih dulu, kemudian sambil mementangkan sepasang matanya yang jeli dia awasi wajah Sun Tiong lo tanpa berkedip.   Dengan sekulum senyuman menghiasi bibirnya, Sun Tiong lo juga segera mengangguk.   "Kalau begitu akupun menjadi lega"   Kata si nona merdu. Setelah berhenti sebentar, dia berkata lagi.   "Cuma, sekalipun begitu kau juga harus mempunyai persiapan ?"   Baru saja Sun Tiong lo hendak menjawab, Beng Seng telah mengetuk pintu dan masuk ke dalam, serunya.   "Nona, cengcu kami ada urusan penting yang hendak dibicarakan dengan nona !"   Dengan kening berkerut dan wajah tak senang, si nona berseru.   "Ada urusan apa ? Apakah musti dibicarakan sekarang juga ?"   Pada saat itulah dari sisi telinga Nona itu berkumandang suara bisikan seseorang dengan ilmu menyampaikan suara.   "Nona, mengapa kau tidak maju ke depan untuk melakukan pemeriksaan? Coba lihat, di belakang jendela dalam kamar baca ini ada sesosok bayangan manusia yang sedang menyadap pembicaraan kita, orang ini sudah tiba cukup lama, tenaga dalamnya juga lihay sekali, harap nona suka berhati-hati !"   Kebetulan sekali, Beng Seng juga sedang menjawab ketika itu.   Mendadak mencorong sinar aneh dari balik mata si nona, dia memandang sekejap ke arah wajah Sun Tiong lo dengan sorot mata penuh tanda tanya.   Tapi sikap Sun Tiong lo acuh, seakan-akan sedang memikirkan sesuatu, seperti juga ia tak tahu akan gerak gerik dari si nona.   Setelah termenung beberapa saat lamanya, si nona pun berkata.   "Baiklah, kau boleh pergi duluan, sebentar aku datang !"   Dengan amat menghormat Beng Seng mengiakan lalu beranjak pergi meninggalkan dari tempat itu. Sepeninggal pelayan tua Beng Seng, si nona baru berkata kepada Sun Tiong lo.   "Barusan, apa yang sedang kau pikirkan ?!"   Sun Tiong lo berlagak seakan-akan tidak mendengar perkataannya itu, wajahnya masih tetap kaku tanpa emosi Nona itu segera mengerutkan dahinya, mendadak dia membalikkan badan dan langsung menerjang ke mulut jendela dibelakang ruang baca tersebut.   Khong It-hong yang menyembunyikan diri di luar jendela, sama sekali tidak menyangka sampai kesitu, tentu saja diapun tak sempat untuk menghindarkan diri.   Begitu mengetahui siapa yang berada disitu dengan wajah sedingin salju nona itu segera menegur.   "Khong It-hong, sebenarnya apa maksudmu?"   Merah padam selembar wajah Khong It-hong karena jengah.   "Adik Kim, apa pula yang kau maksudkan?"   Ia balik bertanya.   "Sejak kapan kau pulang ke gunung?"   Bentak si nona lagi.   "Barusan saja!"   Nona itu segera mendengus.   "Memangnya kau sudah kehilangan sukma-mu diluar jendela dari kamar baca ini?"   "Adik Kim, apa pula maksud perkataanku itu."   Khong It hong balik bertanya sambil berkerut kening.   "Jika kau tidak kehilangan sukmamu disitu, kenapa baru pulang gunung bukannya suruh orang memberi kabar kepadaku, sebaliknya dengan sikap macam maling mencuri dengar pembicaraan orang diluar jendela?"   Khong lt-hong memang tidak malu disebut seorang manusia yang licik dan banyak akal nya, setelah tertawa sahutnya.   "Aaaah... rupanya adik Kim salah paham!"   "Apanya yang salah paham?"   "Adik Kim, sesungguhnya kejadian ini memang merupakan suatu kesalahan paham, ketika siau heng pulang gunung, tak seorang manusiapun yang kujumpai, ketika aku mengitari ruang belakang untuk menuju ke loteng kediamanmu dan bermaksud untuk membuat kau merasa terkejut bercampur dengan girang."   "Kejutnya memang ada."   Tukas si nona.   "cuma girangnya telah berubah menjadi mendongkol!"   Sekulum senyuman manis masih menghiasi ujung bibir Khong It hong, katanya.   "Adik Kim, dapatkah kau memberi kesempatan pada siau heng untuk menyelesaikan kata-kataku."   "Cukup, aku tak sudi mendengarkan perkataanmu lagi!"   Lalu si nona sambil membanting daun jendela itu keras-keras. Walaupun daun jendela sudah tertutup kembali, namun suara Khong It-hong manis juga berkumandang.   "Adik Kim, paling tidak kau harus percaya bahwa siau heng bukanlah dewa, aku tidak mengira kalau pada malam ini adik Kim sedang mempunyai janji dengan seorang teman diruang bacanya Beng cengcu.."   Mendengar perkataannya pemuda itu makin lama semakin ngelantur tidak karuan, si nona menjadi naik darah, segera tukasnya.   "Memangnya hal ini tak boleh?"   Khong It liong segera tertawa keras.   "Haaah.... haaah... haaaah ... adik Kim mengapa kau berkata demikian? Siau heng tak bermaksud apa-apa, akupun tidak bermaksud untuk menyadap pembicaraan kalian, kejadian ini cuma suatu kesalahan paham, mengenai...."   "Kuanjurkan kepadamu, kurangi permainan licikmu dihadapanku"   Sekali lagi sinona menukas dengan suara dalam.   "setiap kali kau pulang gunung, tak pernah ketinggalan Chin hui hou pasti kau cari lebih dulu, sedang mengenai penjelasanmu soal menyadap pembicaraan kami hmmm! perbuatanmu itu hanya suatu tindakan yang berlebihan."   Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Khong It hong menghela nafas panjang katanya.   "Kalau toh adik Kim tidak memberi kesempatan kepada siau heng untuk memberi penjelasan, terpaksa siau-heng akan turut perintah. Cuma.,.harap adik Kim ketahui, dengan hati riang gembira siau heng pulang ke rumah, sebetulnya aku ingin melepaskan rinduku kepadamu, tapi kini..."   "Cukup banyak yang sudah kudengar, lebih baik kurangi sedikit perkataanmu."   Tukas si nona dengan cepat.   "Baik, baik, Siau heng tak akan berbicara lagi, setelah berhenti sebentar, lanjutnya lagi.   "Oooh benar, adik Kim ! Dapatkah aku berkenalan dengan sahabat yang berada di dalam kamar baca ? siapakah dia ? Siapa namanya ?"   "Besok toh kalian bakal bertemu sendiri, buat apa musti kuperkenalkan pada saat ini ?"   Tiba tiba Sun Tiong lo berkata.   "Aku yang muda adalah Sun Tiong-Io, boIeh aku tahu siapa nama besar saudara ?"   Begitu mendengar jawaban dari Sun Tiong Io dengan cepat Khong It-hong mendorong kembali daun jendela itu, lalu sahutnya.   "Aku bernama Khong It hong...."   Belum habis dia berkata, tiba-tiba si nona telah mengayunkan tangannya..   "Blaam..!"   Daun jendela itu segera dibantingnya keras-keras hingga menutup kembali.   "Memang tidak salah namamu Khong It-hong, tapi bukan caranya untuk sembarangan menongolkan kepalanya lewat jendela untuk bertemu dan berbicara dengan orang, tata kesopanan dari manakah yang telah kau pelajari itu ?"   Paras muka Khong It hong, waktu itu tak sedap dipandang, mukanya merah padam seperti babi panggang, bibirnya pucat menahan emosi nya, sedangkan sinar matanya memancarkan cahaya kehijau-hijauan yang mengandung kebencian, cuma sayang terpisah oleh daun jendela sehingga mereka yang berada dalam ruangan tidak sempat melihatnya.   Api kegusaran serasa membakar seluruh perasaan Khong It hong, setelah mendengus dingin teriaknya.   "Nona Kim, beginikah sikapmu terhadap diriku ?!"   Entah mengapa, ternyata si nona juga tak dapat mengendalikan kobaran api amarahnya, dengan lantang dia menyahut.   "Kalau aku tidak bersikap demikian kepada mu, lantas aku musti bersikap bagaimana ?!"   "Nona Kim, kau paham akupun paham !"   "Aku tidak paham"   Tukas si nona dengan gusar.   "beginilah sikapku terhadap setiap manusia yang bermain sembunyi semacam cucu kura-kura."   Khong Ithong segera mendengus berulang kali, tanpa banyak berbicara lagi ia tinggalkan tempat itu dengan langkah lebar.   Didengar dari langkah kakinya, Sun Tiong lo segera mengerti kalau Khong It-hong sebenarnya belum jauh meninggalkan tempat itu maka dia sengaja memandang sekejap kearah si nona, kemudian dengan kening berkerut katanya.   "Nona, kau telah menyinggung perasaannya."   "Hmm..! Toh dia sendiri yang mencari gara-gara !"   Sahut si nona samoil mendengus.   "Nona, apa sih kedudukannya didalam bukit ini? Dan apa pula hubungannya denganmu ?"   Si nona memandang sekejap wajah Sun Tiong lo, kemudian tanyanya.   "Kenapa kau menanyakan persoalan ini ?"   "Tampaknya dia sudah menaruh curiga kepada siau-seng, oleh karena itu...."   "Siapa suruh dia memikirkan yang bukan-bukan?"   Tukas si nona, Sun Tiong lo menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Dari nada pembicaraannya itu, dapat kudengar kalau dia sangat memperhatikan diri nona"   Katanya.   Nona itu tidak menjawab, sedangkan wajahnya yang dinginpun belum lagi luntur.   - ooo0dw0ooo- BAB SEPULUH SUN TIONG LO pun melanjutkan kembali kata katanya "Selama beberapa hari ini, sudah pasti aku akan bertemu muka dengannya, maka sudilah kiranya nona memberi petunjuk kepadaku tentang asal usul dan kedudukannya."   Jawaban si nona sangat datar.   "Dia adalah putra adik angkat ayahku, juga merupakan murid dari ayahku !"   Sun Tiong lo memandang lagi wajah si nona kemudian tanyanya.   "Cuma dua macam kedudukan ini saja ?"   "Memangnya belum cukup ?"   Sun Tiong lo tertawa.   "Menurut pandanganku, sobat Khong bukan cuma mempunyai dua macam kedudukan saja!"   Sinona segera menggerling sekejap kearah Sun liong lo, kemudian serunya.   "Memangnya kau lebih mengerti daripada aku sendiri ?"   Sekali lagi Sun Tiong lo tertawa.   "Aku bisa menangkap hal itu dari nada ucapannya, dan dapat melihat..."   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Dapat melihat apa ?"   Tukas sinona sebelum Sun Tiong lo menyelesaikan kata-katanya.   "Aaaah, aku rasa lebih baik tak usah kukata kan, pokoknya sahabat Khong mempunyai kedudukan yang istimewa sekali !"   Setelah berhenti sebentar dan tertawa, dia melanjutkan kembali kata katanya.   "Barusan Beng Cengcu telah menitahkan Beng Seng untuk datang mengundang kehadiran nona, nona..."   "Aku ingin bertanya dulu sampai jelas, apa yang kau maksudkan dengan lebih baik tidak usah dikatakan itu?"   Tukas sinona dengan wajah dingin membesi. Sun Tiong lo segera mengangkat bahunya, baru saja dia hendak menjawab, sinona berkata lagi.   "Dalam hal apakah kedudukan Khong It hong kau katakan sangat istimewa?"   Sekulum senyum masih tersungging di bibir Sun Tiong lo, ujarnya pelan: Secara diam diam sobat Khong telah menyadap pembicaraan nona dengan diriku kemudian perbuatannya diketahui nona, tetapi ia malah berani mengatakan, tidak seharusnya nona berbuat demikian padanya, oooohhh, besar benar nyali orang ini".   "Sekalipun dia adalah murid ayahmu, tidak mungkin kedudukannya lebih tinggi dari nona apa lagi dia sudah melakukan kesalahan tetapi nyatanya sambil mendengus dan menggubris nona, dia telah pergi dari sini.."   "Cukup!"   Tukas sinona dengan suara dalam.   "aku melarang kau untuk melanjutkan kata-katanya itu."   Sun Tiong lo segera memperlihatkan sikap apa boleh buat, katanya kemudian.   "Adalah nona sendiri yang memaksa aku untuk menjawab, kalau tidak aku tak akan mengucapkan kata-kata seperti itu!"   Si nona tidak menjawab, sambil membalikkan badan ia beranjak keluar dari kamar baca dan menuju ke ruang tengah, sementara Sun Tiong lo mengiringinya dengan senyuman dikulum.   Setelah masuk kedalam ruangan, nona itu menghampiri Beng Liau huan, seraya berjalan tegurnya.   "Ada urusan penting apa..."   "Khong sauhiap telah pulang"   Sahut Beng Liau huan.   "Hanya persoalan ini ?"   Beng Liau huan manggut-manggut.   "Orangnya mah tidak kujumpai, maka dari itu..."   Si nona menjadi tertegun.   "Kalau toh kau tidak menyaksikan kedatangannya, dari mana bisa kau ketahui kalau dia sudah pulang ?"   "Kulihat dari sikap maupun cara berbicara Chin Congkoan.... tak nanti dia akan berbuat demikian andaikata..."   "Hmm, aku sudah tahu"   Tukas sinona sambil mendengus dan mengulapkan tangannya. Setelah berhenti sejenak, kepada Beng Seng perintahnya.   "Kau keluar dan undang Chin Hui hou kemari !"   Beng Seng mengiakan dan segera berlalu. - ooo0dw0ooo-   Jilid 8 SEPENINGGAL Beng Seng, Sun Tiong lo juga berkata kepada Bau ji.   "Saudara Sun, kita juga harus pulang ke loteng impian ?"   Bau ji mengerti, rupanya Sun Tiong lo ingin meminjam alasan tersebut untuk meninggalkan ruang tengah agar tidak menyaksikan keadaan Chin Hui hou yang bakal runyam, maka dia pun manggut- manggut dan segera beranjak.   "Siapapun dilarang pergi !"   Mendadak sinona membentak keras. Bau ji segera mengerutkan alisnya, baru saja akan berbicara, Sun Tiong lo telah memberi tanda agar jangan bersuara. Si nona yang kebetulan melihat hal itu segera mengerling sekejap kearahnya, lalu berkata.   "Ehmm... tampaknya kau memang pandai sekali merasa kuatir bagi orang Iain !"   Tiba-tiba Beng Liau huan berseru setelah memutar sepasang biji matanya sebentar.   "Nona, bolehkah lohu menjamu kedua orang Sun kongcu ini diruang baca sana?"   Si nona berpikir sebentar, lalu mengangguk.   "Baiklah, selesai urusan disini aku masih ada persoalan yang hendak dibicarakan dengan dirimu ?"   Beng Liau huan mengiakan, kepada Sun Tiong lo dan Bau ji segera katanya.   "Apakah kalian berdua bersedia memberi muka ?"   Sebetulnya Sun Tiong lo hendak menampik, mendadak ia saksikan Beng Liau huan dengan membelakangi sinona sedang memberi kode kepadanya dengan wajah serius dan gelisah. Maka dengan cepat dia merubah keputusan nya seraya berkata.   "Dengan senang hati ku terima tawaran cengcu, silahkan !"   Maka mereka bertiga segera beranjak dan menuju keruang baca. Baru saja Sun Tiong lo menutup pintu, Beng Liau huan telah berbisik.   "Lebih baik biarkan saja pintu itu terbuka, pertama kita bisa ikut mendengarkan apa yang dibicarakan nona, kedua bila kita hendak membicarakan rahasia juga tidak kuatir ketahuan orang ?"   Tergerak hati Sun Tiong lo setelah mendengar perkataan itu, belum lagi dia berbicara, Beng Liau huan telah berbisik lebih lanjut.   "Sudah lama lohu menunggu kesempatan seperti ini, kongcu, cepat duduk disamping lohu, ada rahasia besar yang hendak lohu sampaikan kepadamu serta minta pertolonganmu untuk menyelesaikannya ?"   Sun Tiong lo tertegun, dia segera berpaling dan memandang kearah Bauji. Dengan cepat Bau ji beranjak, bisiknya sambil menuding kepintu ruangan.   "Aku akan berjaga ditepi pintu !"   Sambil berkata ia lantas menuju kesamping pintu dan bersiap siaga dengan kewaspadaan Sun Tiong lo mengerutkan dahinya, lalu kata nya kepada Beng Liau huan.   "Cengcu, kau ada petunjuk apa ?"   "Rahasia sebesar ini tak berani kusampaikan dengan kata-kata, untuk menjaga segala sesuatu yang tak diinginkan semalam dengan pertaruhan jiwa aku telah beberkan rahasia ini didalam se   Jilid kitab, sekarang kitab ini akan kuserahkan kepada kongcu, asal kau telah membaca kitab itu, segala sesuatunya akan menjadi terang."   Selain itu, dalam kitab aku juga sertakan barang lain, bila kongcu telah memahami keadaan dan berhasil kabur dari bukit ini, harap kongcu suka menghantar barang itu ke..."   "Cengcu, begitu percayakah kau kepadaku??"   Tukas Sun Tiong lo dengan cepat. Beng Liau-huan tertawa.   "Betul lohu sudah tak berkepandaian apa-apa, namun sepasang mataku belum kabur, kong cu sepantasnya merupakan seorang enghiong dari jaman sekarang !"   Sun Tiong lo mencoba untuk memperhatikan wajah Beng Liau- huan, dia saksikan meski paras muka cengcu itu serius sama sekali tidak terlintas keragu raguan. Maka setelah termenung dan berpikir sebentar, dia bertanya lagi dengan nada menyelidik.   "Apakah cengcu yakin kalau aku bisa memahaminya."   Dengan serius Beng Liau huan menukas.   "Bila kongcu mengatakan dirimu tak pandai bersilat lagi, hal ini sungguh keterlaluan sekali!"   "Apa maksud cengcu berkata begitu?"   Seru Sun Tiong lo dengan kening berkerut.   "Kongcu, tegakah kau menyaksikan lohu berdua hidup sengsara, dan tersiksa sepanjang masa di bawah tekanan orang !"   Mencorong sinar tajam dari balik mata Sun Tiong lo, segera diapun balik bertanya.   "Darimana pula cengcu bisa berkata kalau aku pasti dapat lolos dari bukit ini ?"   "Kongcu berilmu silat tinggi, tenaga dalammu telah mencapai puncak kesempurnaan mau keluar masuk bukit ini sesungguhnya gampang seperti membalik tangan, siapa pula yang sanggup menghalangi jalan pergimu ?"   "Cengcu, apakah kau tak merasa terlalu memuji diriku?"   Seru sang pemuda sambil berkerut kening. Dengan serius Beng Liau huan menggeleng. Kongcu, sudah lohu katakan, sepasang mata ku belum melamur!"   Sun Tiong lo termenung dan berpikir sebentar, kemudian katanya "Apakah cengcu memberi batas waktu tertentu bagi persoalan yang kau perintahkan itu!"   Agak tertegun Beng Liau iman setelah mendengar ucapan itu, dia segera makin merendahkan kata-katanya.   "Apakah kongcu masih belum berniat meninggalkan bukit ini ?"   Tergerak hati Sun Tiong lo, segera sahutnya.   "Maksudku seandainya begitu..."   Beng Liau huan salah mengartikan maksudnya, dia segera mengangguk sambil bertanya.   "Dari sekian banyak orang yang berada dibukit ini, kecuali lohu berdua yang merupakan manusia setengah mati, cuma nona seorang yang terhitung orang baik, kongcu..."   Merah padam selembar wajah Sun Tiong lo, tukasnya.   "Cengcu telah salah mengartikan maksudku."   "Tidak !"   Tukas Beng Liau-huan dengan wajah serius.   "andaikata lohu menjadi kongcu, pasti akan ku ajak nona pergi meninggalkan tempat terkutuk ini."   "Sekali lagi kukatakan, harap cengcu jangan salah mengartikan duduknya persoalan!"   Nyatanya Beng Liau huan tetap kukuh dengan pendiriannya, dia berkata dengan bersungguh-sungguh.   "Tiada sesuatu yang disalah artikan, seharusnya kongcu pergi sambil membawa serta nona membawanya pergi jauh meninggalkan tempat ini, dari pada membiarkan ia terjerumus ke tangan manusia manusia serigala yang berhati kejam !"   Sun Tiong lo segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian katanya.   "Ayahnya adalah sancu bukit ini, sedang dia adalah putri kesayangan Sancu, siapa yang berani mengusiknya ?!"   Beng liau-huan segera menggelengkan kepalanya berulangkali, katanya lagi.   "Kongcu, kau adalah seorang anak sekolahan, tentunya kau juga tahu bukan apa yang disebut sebagai.   "Dekat gincu ikut menjadi merah, dekat tinta ikut menjadi hitam ? sekali pun nona berwatak baik, namun kalau dibiarkan bergaul terus dengan manusia manusia laknat, maka lama kelamaan akan berpengaruh juga wataknya, apakah kongcu tega menyaksikan dia terjerumus dalam keadaan semacam itu ?!"   Sun Tiong memandang sekejap wajah Beng Liauhuan, kemudian katanya.   "Cengcu, kau belum menjawab pertanyaanku..."   Beng Liau huan melirik sekejap ke arah Bau ji, kemudian katanya "Sekaiipun kongcu sudah bulatkan tekad, apa salahnya kau menitipkan nona kepada Sun kongcu itu..."   Sekali lagi Sun Tiong lo merasakan hatinya tergerak, selanya dengan cepat.   "Cengcu, mengapa tidak kau jawab dulu pertanyaanku?"   "Sancu mempunyai seorang keponakan yang merupakan pula murid kepercayaannya, orang ini tak lain adalah orang she Khong yang barusan lohu bicarakan dengan nona, orang ini licik, busuk, keji dan tak berperi kemanusiaan.   "Selama banyak tahun, lohu selalu berusaha mengamati gerak gerik mereka, tampaknya Sancu berniat untuk menjodohkan putri kesayangannya itu kepada orang she Khong, padahal nona orangnya baik dan berbudi luhur, kalau sampai hal ini menjadi kenyataan..."   "Soal itu mah harus tergantung juga pada-nona sendiri."   Tukas Sun Tiong lo. Beng Liau huan mulai kelihatan panik bercampur gelisah, serunya dengan cepat.   "Kongcu, kenapa kau begitu bodoh? Nona sudah terlalu lama tinggal diatas gunung, dalam sepuluh tahun saja belum tentu ia bisa berjumpa dengan orang-orang lain kecuali orang-orang yang menghuni disini, padahal hampir semua manusia yang ada disini rata-rata adalah manusia buas yang berhati busuk, bayangkan saja nona bisa memilih yang mana?"   "Oleh sebab itu, Khong It hong secara otomatis menjadi orang disiplin, bukan lohu sengaja mengadu domba, berbicara soal ilmu silat, tenaga dialam serta tampang muka, Khong It hong cuma bisa dibilang dengan terpaksa masih mampu untuk mendampingi nona..."   "Bukankah hal ini sangat baik ?"   Tukas Sun Tiong lo. Beng Liau huan sudah mulai agak mendongkol tanpa terasa diapun mempertinggi suaranya sambil berseru.   "Kongcu, lohu ingin bertanya kepadamu, di dalam memilih calon istri, kongcu lebih mementingkan soal lemah lembutnya dan tata kesopanannya ataukah letih mementingkan soal paras muka serta besarnya mas kawin ?"   "Tentu saja memilih soal lemah lembutnya, budi kejujurannya serta tata kesopanannya."   "Coba kauIihat, sifat orang she Khong itu jauh lebih keji daripada ular serta kala jangking beracun."   "Cengcu, aku lihat kau terlalu menguatirkan keadaan orang."   Ucap Sun Tiong lo sambil tertawa.   "coba bayangkan saja, Sancu bukit ini benar-benar seorang manusia sembarang, andaikata orang she Khong itu benar benar berhati busuk seperti ular berbisa, bertindak tanduk buas seperti harimau, memangnya Sancu..."   "Dia adalah harimaunya, dan Khong It-hong, adalah serigalanya."   Tukas Beng Liau-huan. Sekali lagi Sun Tiong lo tertawa.   "Sebuas-buasnya harimau, dia tak akan melalap anaknya sendiri, tentu cengcu pernah dengar akan perkataan ini bukan ?"   Dengan gusar Beng Liautniart memandang sekejap ke arah Sun Tiong lo, kemudian katanya dengan suara rendah dan berat.   "Betul, sebuasnya harimau tak akan melalap anaknya sendiri, tetapi jika sudah dipelihara oleh harimau, maka anaknya juga pasti akan menjadi buas seperti induk harimau, kecuali kongcu memang berharap nona menjadi manusia berwatak harimau dan serigala kalau tidak!"   Sun Tiong lo segera menepuk nepuk bahu Beng liau-huan, kemudian ujarnya lembut.   "Cengcu. harap kau jangan emosi dulu, sekalipun aku bersedia meluluskan permintaan cengcu, hal ini juga tergantung kepada nona sendiri bersedia untuk mengikuti aku apa tidak"   Beng liau-huan menatap Sun tiang lo tajam, lalu katanya.   "Soal ini tergantung pada kongcu seorang!"   "Dari manakah kau bisa mengatakan kalau tergantung aku seorang?"   Tanya Sun Tiong lo agak tertegun tampaknya. Beng liau-huan mengerutkan dahi, katanya.   "Kongcu benar-benar tidak mengerti ataukah sudah tahu pura-pura bertanya?"   Sun Tiong lo gelengkan kepalanya berulang kali.   "Kalau aku sudah tahu, mengapa harus pura bertanya?"   Ia balik bertanya.   "Oooh ... masakah kongcu belum dapat merasakan kalau nona sudah menaruh hati kepadamu?"   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Menaruh hati apa?"   Kata Sun Tiong lo tercengang.   "dia.... dia..."   "Setiap orang yang naik ke bukit ini, paling banter dia hanya mendapat kesempatan untuk menjadi tamu agung selama tiga hari disini"   Ucap Beng Liau-huan.   "tapi ia telah melanggar kebiasaan tersebut kepadamu sedangkan loteng impian juga merupakan tempat kediaman pribadinya, dihari-hari biasa selain dua orang yang boleh kesitu, siapa saja dilarang mendekati tapi diapun memberikan tempatnya kepadamu."   "Cengcu, dihari hari biasa dua orang yang manakah yang diijinkan memasuki loteng impian?"   Beng Liau huan memandang sekejap ke arah nya, lalu tegasnya sambil tersenyum.   "Kongcu, mengapa kau ajukan pertanyaan ini?"   "Aaah, aku cuma bertanya seadanya saja."   Sahut Sun Tiong lo dengan wajah memerah. Sambil tertawa Beng Liauhuan gelengkan kepalanya berulang kali, ucapnya.   "Jika kau tidak menaruh perhatian kenapa musti mengajukan pertanyaan itu? Kalau sudah ditanyakan, itu berarti kau memang menaruh perhatian khusus."   Sun Tiong lo menjadi jengah sekali, sambil tertawa rikuh katanya.   "Aaah, terserah apa pun yang dikatakan cengcu."   Beng Liau huan segera tertawa, setelah termenung sebentar katanya.   "Orang yang diijinkan naik keatas loteng impian, selain Sancu pribadi, yang seorang adalah..."   "Apakah Khong It hong?!"   Tukas Sun Tiong lo. Beng liau huan segera manggut-manggut.   "Ya, benar memang manusia bedebah yang berhati kejam itu!"   Sun Tiong lo tidak berkata lagi, dia hanya membungkam sambil termenung. Beng liau-huan segera berkata lagi.   "Kong cu, tahukan kau bahwa selama ini belum pernah nona membawa orang mengunjungi loteng Hian ki lo, apa lagi memberikan petunjuk kepada seseorang jalan yang mesti dilewati untuk melarikan diri!"   "Sebenarnya semua hal tersebut sudah sepantasnya dia lakukan!"   Ujar Sun Tiong lo hambar.   "Kongcu, sebenarnya kau maksud apa?"   Sekali lagi Beng Liauhuan berusaha mancing.   "Cengcu, untung saja aku masih ada waktu beberapa hari lagi sebelum pergi, bagaimana kalau kita bicarakan persoalan ini beberapa hari lagi?"   Dengan perasaan apa boleh buat Beng liau huan menghela nafas panjang, dan sahutnya.   "Yaa, terserah pada kongcu sendiri!"   Berbicara sampai disitu, dia lantas mengambil keluar se   Jilid kitab dari sakunya, dalam kitab itu terselip sepucuk surat dan diangsurkan kepada Sun Tiong lo sambil katanya.   "lnilah titipan dari lohu, harap kongcu bersedia untuk menerimanya."   Sun Tiong lo menerima kitab tersebut tanpa dilihat lagi benda tadi dimasukkan kesakunya. Saat itulah dari luar ruangan tengah kebetulan terdengar Beng seng sedang berseru.   "Chin cong koan telah datang, apakah nona masih ada perintah yang lain.?"   Agaknya sinona gelengkan kepalanya maka terdengar Beng Seng berkata lagi.   "Tolong tanya nona, majikan hamba..."   "Ada dikamar baca, pergilah kau untuk melayaninya!"   Tukas si nona dengan cepat.   Menyusul kemudian terdengar suara langkah kaki Beng Seng bergema mendekati kamar baca itu.   Dikala Beng Seng masuk kedalam kamar baca, dari ruang tengah kebenaran sedang terdengar suara pembicaraan dari Chin Hui hou.   Terdengar Chm Hui hou dengan sikap yang sangat menghormat sedang berkata kepada si nona.   "Ada apa nona mengundang kehadiran hamba?"   Kemunculan Chin Hui hou agaknya si nona sudah melihat bekas luka diatas wajah-nya, dia lantas menegur.   "Kau terluka?"   "Yaa, hamba jatuh terjerembab ke atas tanah, mukaku kena gesek batu sehingga terluka..."   "Oooh ......kenapa bisa terjerembab ketanah?"   Dengan kepala tertunduk sahut Chin Hui hou.   "Hamba dipukul roboh oleh Sun kongcu..."   "Aaaah! Sun kongcu yang mana...?"   Seru si nona sambil menjerit kaget.   "Sun kongcu yang menyerbu keatas bukit itu!"   Si nona segera mendengus.   "Hmm ! apa sebabnya kau kena dirobohkan olehnya?"   "Masing-masing pihak ingin mencoba ilmu silat, maka kamipun membuat sebuah garis lingkaran seluas satu kaki, siapa yang keluar dari garis lingkaran itu akan dianggap kalah, hamba..."   "Kau kalah?"   Bentak si nona dengan gusar. Chin Hui hou segera menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Tidak, hamba menang!"   Sahutnya.   "Chin Hui hou, aku lihat nyalimu makin lama semakin besar, kau berani membohongi aku?"   ""Hamba tidak berani membohongi nona."   Si nona segera mendengus dingin.   "Hmm! Kalau toh kau kena dihantam sampai keluar garis, bahkan terluka lagi?, kenapa kau dikatakan menang?!"   "Selama pertarungan ini dilangsungkan Sun tongcu yang satunya bertindak sebagai saksi, kami telah berjanji pertarungan ini cuma terbatas saling menutul dilarang melukai, kalau tidak maka orang yang terluka itu di anggap sebagai pemenang."   Mendengar jawaban tersebut kontan saja sinona cekikikan, dan serunya.   "Sudahlah terang mereka bermaksud untuk mempermainkan dirimu, tak tahunya kau malah termakan oleh jebakan mereka!"   Chin hui hou sengaja berbicara terus terang hal ini disebabkan karena dia memang berniat untuk main licik, maka setelah mendengar ucapan dari sinona, dengan cepat dia tunjukkan muka rikuh dan minta belas kasihan, dan katanya.   "Ya, siapa bilang tidak, cuma sayang aku tak dapat memahami kelicikan mereka saat itu!"   Setelah terkejut tertawa tadi, sinona sudah merasa menyesal sekali, maka dalam kata-kata inilah dia mengumbar hawa amarahnya.   "Hmm ! Kau sebagai seorang congkoan dari bukit ini, seharusnya juga tahu akan peraturan dari bukit kita ini, selamanya peraturan kita pegang teguh, mengapa kau sekarang berani beradu kepandaian dengan Sun kongcu sebagai tamu agung kita. Apakah dalam pandanganmu sudah tiada peraturan lagi.   "Sebenarnya hamba tidak berani berbuat demikian, adalah Sun kongcu yang menjadi saksi yang berkata kalau urusan ini adalah urusan pribadi, lagi pula saling mengukur ilmu silat juga tidak terhitung seberapa..."   "Sun kongcu adalah tamu agung kami"   Bentak si nona dengan marah.   "apa pun yang dia katakan, boleh saja dia utarakan, tapi tidak demikian dengan kau. Apakah urusan pribadi yang dikatakan Sun kongcu juga merupakan urusan pribadimu ?"   "Hamba tahu salah!"   Si nona segera mendengus, kembali katanya.   "Bila Sancu telah pulang nanti, ia akan membereskan sendiri persoalan ini, sekarang aku hendak menanyakan lagi suatu masalah yang lain, tapi kuperingatkan dulu kepadamu, kau harus menjawab sejujurnya!"   "Baik hamba tak berani berbohong!"   Si nona segera mendengus dingin, katanya.   "Khong lt-hong telah pulang, tahukah kau?"   Sahut Chin hui hou sambil diam dianm menggigit bibirnya kencang kencang.   "Hamba tahu!"   "Kenapa tidak kau laporkan kedatangannya itu padaku?"   Teriak si nona dengan gusar.   "Tadi hamba telah datang kemari, maksudku adalah untuk melaporkan kejadian ini kepada nona, tapi Sun kongcu yang nyerbu bukit itu menghalangi hamba, katanya nona dan seorang Sun kongcu yang satu sedang membicarakan soal penting didalam kamar buku..."   "Maka dari itu kau lantas mengundurkan diri dari ruangan ini ?"   Bentak si nona dengan suara dalam.   "Benar!"   Jawab Chin Hui hou dengan hormat.   "hamba tidak berani mengganggu ketenangan nona."   "Sejak kapan sih kau berubah menjadi seorang pengecut yang bernyali kecil?"   Chin Hui-hou tidak menjawab, dia hanya menundukkan kepalanya dan tidak berbicara maupun bergerak. Dengan demikian, si nona pun tidak berhasil memegang titik kelemahan Chin Hui hou dalam peristiwa ini, maka dia berkata lagi.   "Besok pagi, kau temani lagi kedua orang Sun kongcu untuk berjalan jalan ke bukit sebelah depan, ingat ! Kau harus melayaninya seperti tamu agung, jika sampai terjadi suatu peristiwa lagi, hmm ! Hmm !"   Dengan suara menghormat Chin Hui hou mengiakan.   "Baik nona, cuma hamba kuatir besok tak bisa menemani Sun kongcu berdua !"   "Berhakkah kau mengucapkan kata kata semacam itu?"   Teriak si nona dengan mata melotot.   "Nona, kau tidak tahu, barusan Khong ya memerintahkan kepada hamba, agar besok pagi..."   "Tutup mulut!"   Bentak si nona dengan suara dalam.   "Chin Hui hou ! Kau harus tahu, Bukit ini adalah bukit kepunyaan keluarga Mo, aku adalah nona dari keluarga Mo, selama sancu tidak ada, akulah orang yang berhak memberi perintah..."   Belum habis perkataan itu diucapkan Khong It liong dengan wajah sedingin es telah masuk dalam ruangan tengah. Begitu melangkah masuk dalam ruangan, dia lantas menegur.   "Adik Kim, tidak seharusnya kau berkata demikian !"   "Kalau tidak dikatakan begini, lantas apa yang harus kukatakan?"   Seni si nona dengan mata dingin.   "Adik Kim, bukannya kau tidak tahu, selama beberapa tahun belakangan ini, setiap kali san cu sedang pergi, semua urusan dibukit ini diserahkan kepada siau heng, segala sesuatunya siau henglah mengambil keputusan, tampaknya untuk kali inipun tiada pengecuaIiannya bukan."   Kata Khong It hong dingin.   "Khong It hong memang betul ayahku sedang keluar rumah, dikala yang memegang kekuasaan, tapi setiap kali kau selalu diberi perintah lewat surat, apakah kali ini kau juga mendapat perintah surat..?"   Khong It hong tertawa seram.   "Adik Kim, rupanya kau sedang menggoda aku, masa kau lupa, dikala Sancu pergi hari ini, siau heng belum lagi kembali kegunung, mana mungkin sancu bisa menyerahkan lencana San leng kepada siauheng ?"   "Oooh....kalau begitu, kali ini kau tidak memiliki lencana San leng bukan ?"   "Yaa, tidak ada !"   Si nona segera tertawa dingin.   "Lantas atas dasar apakah kau hendak memerintah bukit kali ini?"   Ejeknya.   "Tadikan sudah siau heng katakan, semuanya ini adalah peraturan yang sudah terbiasa suatu kebiasaan, otomatis selamanya juga akan berlangsung begitu!"   "Benarkah demikian?"   Ejek sinona sambil tertawa dingin. Kong lt hong juga tertawa dingin.   "Siauheng tidak melihat sesuatu yang tidak leluasa atau melanggar kebiasaan!"   Mencorong sinar tajam dari balik matanya si nona, sepatah demi sepatah dengan serius, dia bertanya.   "Khong It hong apakah kau adalah anggauta bukit kami?"   Khong It hong mengerutkan dahinya paras-mukanya juga makin lama makin tak sedap dilihat, serunya.   "Siauheng adalah murid san cu, dan lagi akupun ponakannya, dan tentu saja aku adalah anggota dari bukit ini!"   Si nona segera mendengus dingin.   "Kalau begitu aku ingin bertanya kepadamu peraturan lebih besar, atau kebiasaan lebih besar, atau lencana San leng yang lebih besar?"   "Tentu saja Sanleng merupakan benda yang paling besar dan paling tinggi!"   Sahut Khong-It hong tanpa berpikir panjang lagi. Si nonapun segera mendengus marah, dengan cepat dia merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan sebatang lencana San leng yang ber warna emas, dan bentaknya.   "Khong It hong, kau kenal dengan benda ini?"   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Baik Khong It hong maupun Chin hui hou sama-sama dibuat melongo sesudah menyaksikan benda tersebut, tetapi mereka tidak berani berayal lagi buru buru sahutnya hormat.   "Hamba menjumpai San leng!"   Seraya berkata kedua orang itu bersama-sama menjatuhkan diri berlutut keatas tanah. Si nona menggertak giginya kencang kencang: lalu kepada Chin Hui hou serunya.   "Chin Hui hou segera bunyikan Genta emas!"   Begitu mendengar ucapan "membunyikan genta emas", Chin Hui hou menjadi pucat pias seperti mayat, saking takutnya dia sampai melongo dan termangu-mangu. Beberapa saat kemudian dia baru berkata dengan suara gemetar.   "Nona ijinkan hamba... hamba untuk mengucapkan bebe...beberapa patah kata !"   Sementara itu muka Khong It hong telah berubah menjadi pucat kehijau-hijauan, dengan suara mendongkol dan gemetar serunya.   "Chin Hui hou, bila kau berani mintakan ampun kepadaku, hatihati dengan selembar jiwa anjingmu dikemudian hari!"   "Khong It hong!"   Teriak si nona dengan suara dalam.   "berada dihadapan lencana Kim Ieng kau berani bicara sembarangan? Hmr! Kau terlalu menghina kewibawaan lencana San leng ini, kau anggap nona tak berani menghukum kau ?"   "Nona Kim, lebih baik lagi jika hari ini kau bunuh sekalian aku orang she Khong!"   Seru Khong It hong sambil tertawa dingin. Chin Hui hou yang berada disampingnya segera berseru.   "Sauya, buat apa kau musti nekad ?"   Khong It hong segera mendengus dingin.   "Hmm!Jika kau tak berani dengan nona Kim lebih baik tak usah banyak bacot !"   Sementara itu si nona sudah mencak mencak karena gusar, bentaknya sekali lagi.   "Chin Hui hou, kau berani membangkang perintah?"   Chin Hui hou segera menundukkan kepalanya rendah-rendah.   "Nona, harap redakan dulu hawa amarahmu, bila genta emas dibunyikan delapan orang Tiang lo pasti akan berkumpul diruangan ini untuk menunggu petunjuk, coba bayangkan nona, bagaimana pertanggungan jawabmu nanti terhadap tianglo berdelapan ?"   "Soal itu adalah urusan nonamu sendiri, kau tak usah banyak bertanya!"   Bentak si nona dengan marah.   "Nona, Sancu sendiripun andaikata tidak menjumpai persoalan besar yang penting dan serius, dia tak akan berani mengganggu tianglo berdelapan, tapi sekarang dalam marahnya saja nona akan membunyikan genta emas itu."   "Chin Hui hou!"   "hardik si nona.   "jika kau berani membangkang perintahku lagi, segera kubunuh dirimu !"   Dengan perasaan apa boleh buat pelan-pelan Chin Hui hou bangkit berdiri lalu mengundurkan diri dari ruangan itu.   Khong It hong tetap berlutut diatas tanah, sinar matanya memancarkan cahaya berapi-api mukanya tampak menyeringai menyeramkan.   Sesaat kemudian suara genta oerbunyi bertalu-talu dan menggema diseluruh bukit.   Waktu itu, Sun Tiong lo yang berada di dalam kamar baca sedang memberi tanda kepada Bau-ji untuk meninggalkan sedikit celah pada pintu, kemudian sambil mendekati Beng Liau huan tanyanya dengan suara lirih.   "Cengcu, ke delapan orang tianglo tersebut adalah manusia ada dalam bukit ini ?"   "Mengenai soal itu, lohu telah mencatatnya dengan jelas dalam kitab kecil itu, cuma lohu tidak menyangka kalau didalam gusarnya, nona telah membunyikan genta emas dan mengumpulkan delapan orang tianglo."   "Bagaimanakan tenaga dalam yang dimiliki delapan orang tianglo itu ?"   Tanya Sun Tiong-lo lagi.   "Kecuali Sancu, tiada seorang manusia pun yang sanggup menandingi mereka...."   "Apakah cengcu tahu tentang nama mereka"   Kembali Sun Tiong lo bertanya dengan kening berkerut. Beng Liau huan segera menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Selama belasan tahun, lohu hanya sempat bertemu dua kali dengan mereka, pertama kali adalah pada malam perkampungan keluarga Beng kami ini dihancurkan, kedua kalinya adalah pada hari Tiong ciu delapan tahun berselang !"   "Apakah mereka baru munculkan diri setiap hari Tiong ciu ?"   Sekali lagi Beng Liau huan menggelengkan kepalanya.   "Tidak, tempo hari hanya secara kebetulan saja, kebetulan waktu itu malam Tiong ciu, San cu belum pulang, dibukit ini telah kemasukan jago lihay yang hendak mencuri barang mestika, para huhoat penjaga bukit serta para congkoan tak sanggup menahan diri, maka...."   "Berapa orang jagokah yang terlibat dalam pencurian mestika waktu itu..?"   "Beng Liau huan berpikir sebentar, kemudian menjawab.   "Mereka berlima !"   "0ooh...berapa orang huhoat penjaga bukit dan congkoan yang bertugas hari itu ?"   "Semuanya dua belas orang !"   Sun Tiong lo manggut2, katanya kemudian.   "Kalau begitu, ilmu silat yang dimiliki kelima orang tamu tak diundang itu lihay sekali?"   "Ya, mereka adalah Pi-an-say-ngo-ciat (lima manusia ampuh dari pinggir perbatasan) yang tersohor namanya dalam dunia persilatan itu!"   Mendengar nama itu, paras muka Sun Tiong lo berubah, katanya.   "Ngo-ciat bukan termasuk manusia bengis yang berperangai jahat, masa mereka datang kemari untuk mencari mestika ?"   "Setelah kejadian itu lohu baru tahu kalau putra tunggal loji dari Ngo ciat telah dibekuk orang, pihak lawan meninggalkan surat yang menitahkan kepada mereka untuk menukar bocah itu dengan seratus biji buah aneh dari bukit ini, maka..."   "Dengan tingkat kedudukan serta nama besar yang dimiliki Ngociat seharusnya mereka langsung mencari si penculik tersebut."   "Sayang. pihak lawan sangat lihay, cara kerjanya amat rahasia dan sukar lagi untuk menduga siapa orangnya, dimana tempat tinggalnya karena itu terpaksa mereka harus naik gunung, untuk meminta buah aneh itu, merekapun menerangkan bila orang itu sudah menampakkan diri, mereka pasti tak akan menyerahkan buah aneh itu kepada mereka, sebab tujuan mereka hanyalah untuk memakai buah tersebut sebagai umpan guna membekuk para manusia terkutuk itu."   "Ehmm... cara kerja Ngo ciat memang tak lepas dari tindak tanduk seorang enghiong dan mungkin lantaran perundingan itu tidak mendatangkan hasil dalam keadaan tak berdaya, Ngo ciat terpaksa harus naik ke gunung untuk mencuri buah aneh itu !"   "Yaa, memang begitulah kenyataannya."   "Akhirnya apakah Pian say ngo ciat kena dibekuk oleh delapan orang tianglo tersebut?"   Tanya Sun Tiong lo dengan kening berkerut. Beng Liau huan menghela nafas panjang.   "Aaaii... ngo ciat memang jago jago yang hebat, ketika terkurung mereka berikan perlawanan yang gigih sekali, ketika pertarungan berdarah sudah berlangsung setengah harian, tapi harapan untuk memperoleh buah aneh itu hilang dan kemungkinan untuk lolos juga tak ada, merekapun bunuh diri untuk mengakhiri hidupnya !"   Sun Tiong lo menghela nafas panjang.   "Aaaii... rupanya begitu, sungguh teramat sayang."   Katanya. Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan.   "Cuma dengan kemampuan delapan orang tianglo itu untuk mengerubuti ngo ciat, meski ngo ciat mati secara gagah, namun dari sinipun dapat diketahui kalau kepandaian yang dimiliki delapan orang tianglo itu sungguh amat dahsyat." - ooo0dw0ooo- BAB SEBELAS BARU SAJA Beng Liau huan hendak menjawab, dari balik celah pintu sudah berkumandang suara pembicaraan yang sangat nyaring. Suara itu bergema bagaikan guntur yang membelah bumi ditengah hari bolong.   "Pat tek pat lo mendapat perintah lonceng emas datang berkumpul, silahkan Kim leng memberi perintah !"   Menyusul kemudian terdengar suara nona bergema.   "Silahkan Tiong lo untuk memeriksa Kim leng !"   Jawaban dari Tiong lo amat cepat.   "Lohu terima perintah!"   Suasana dilain ruangan itu hening untuk beberapa saat, menyusul kemudian suara dari Tiong lo berkumandang lagi.   "Yaa, Kim-leng ini memang benar Kim leng asli cari perguruan kami, lohu sekalian siap menunggu perintah."   Suara si nona pun berubah menjadi jauh lebih halus dan lembut, katanya kemudian.   "Pat-lo, silahkan duduk untuk berbincang-bincang!"   Delapan orang kakek itu mengiakan dan sama-sama duduk. Sementara itu, Sun Tiong lo telah berbisik kepada Bau-ji.   "Baik-baik menjaga pintu ini, jangan sampai bersuara, aku akan mengintip ke sana!"   "Dari sinipun dapat mendengar pembicaraan mereka, kenapa harus menyerempet bahaya?!"   Cegah Bau ji. Sun Tiong-lo gelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya.   "Aku harus berusaha untuk mengenali paras muka mereka semua !"   Baru selesai ucapan tersebut, Sun Tiong-lo telah menyelinap keluar dari dalam kamar baca.   Dari sikap si nona yang begitu menaruh hormat kepada delapan orang kakek tersebut, dia menduga ilmu silat yang dimiliki ke delapan orang kakek tersebut pasti lihay sekali, dia tak berani mengintip dari belakang pintu ruangan, maka diam-diam dia menyelinap melalui belakang pintu tersebut.   Tatkala dia sudah melingkari ruangan dan tiba di sebelah kanan untuk mencari tempat persembunyian, kebetulan dari dalam ruangan itu sedang berkumandang suara dari si nona.   Terlihat si nona sedang menuding ke arah Khong It-hong dan berseru dengan suara keras.   "Sekarang, tiba saatnya bagimu untuk memberi penjelasan kepada delapan tianglo !"   Dengan sangat berhati-hati sekali Sun Tiong-lo mengintip ke dalam ruangan, dia hanya menyaksikan sepasang bahu dan bagian atas tubuh Khong It-hong serta empat dari delapan kakek itu, sementara empat yang duduk di sebelah kanan cuma tampak bayangan punggungnya saja.   Meski demikian, empat orang kakek di sebelah kiri yang dapat terlihat itu pun sudah cukup menggetarkan perasaan Sun Tiong-lo.   Empat oranp itu memakai baju dengan dandanan yang sama, satu-satunya perbedaan hanyalah pada lencana emas yang tergantung di atas dada masing-masing orang.   Pada lencana emas itu terteralah huruf-huruf yang berbeda, yakni Iiong, siau, Jin, Ay, Tak bisa di sangkal lagi, tulisan pada lencana emas yang dikenakan empat kakek disebelah kanan yang tidak nampak paras makanya itu adalah Kim, Gi, Hoo dan Peng.   Dengan cepat Sun Tiong-lo mengingat baik-baik paras muka emnat orang kakek yang berada disebelah kiri itu, sedangkan terhadap tanya jawab yang sedang berlangsung sama sekali tidak tertarik.   Maka diam-diam diapun menyelinap kesebelah kiri ruangan untuk mengintip paras muka dari empat orang kakek yang duduk disebelah kanan itu.   Benar juga, tulisan yang tertera diatas lencana emas yang dikenakan keempat orang kakek itu adalah Sim, Gi, Hoo dan Peng.   Setelah melihat jelas paras muka ke delapan orang kakek itu Sun Tiong lo merasakan hatinya tergerak, diam-diam diapun tersenyum.   Kini paras muka kedelapan orang tlonglo itu sudah diingat olehnya, maka pemuda itupun dapat mengikuti tanya jawab yang sedang berlangsung itu dengan lega hati.   Saat itu, kebetulan Khong It hong sedang menjawab.   "lt hong tak ingin banyak menyangkal..."   Tapi sebelum ucapan tersebut selesai, kakek liong dari antara delepan kakek itu sudah membentak dengan suara dalam.   "Tutup mulut!"   Setelah berhenti sebentar katanya lebih lanjut.   "Khong It-hong, dihadapan Kim leng, di hadapan lohu bersaudara, kau menyebut apa kepada dirimu?"   Diam-diam Khong It hong menggertak giginya menahan diri, kemudian sahutnya.   "Hamba tak ingin banyak membantah."   Kakek Liong mendengus gusar, kembali tukasnya.   "Khong lt hong, dengarkan baik-baik, berada dibawah perintah Kim leng, persoalannya bukan kau bersedia membantah atau tidak, melainkan kau wajib dan harus patuh!"   Khong It hong merasakan sekujur badannya menggigil keras, sambil mengigit bibir serunya.   "Hamba mengaku salah, tidak membantah toh boleh saja bukan ?"   Pada saat itulah si nona baru mendengus dingin, kepada kakek Tiong. katanya.   "Kakek Tiong, sekarang tentunya kau telah menyaksikan segala sesuatunya dengan mata kepala sendiri bukan ?"   "Benar!"   Sahut kakek Tiong seraya menjura.   "berada di hadapan Kim-leng, lohu bersaudara pasti akan memberikan keputusan yang adil."   Si nona kembali mendenguar katanya.   "Sekarang Sancu masih ada dan kebetulan saja baru pergi keluar tapi Khong It-hong sudah berani menghina Kim leng, memandang rendah Pat-lo, andaikata ia sampai memegang kekuasaan suatu saat, bagaimana jadinya nanti?"   Kakek Tiong kembali mengiakan segera ujarnya kepada Khong Ithong dengan suara dalam.   "Khong It-hong, kau mengaku salah ?"   Knong It-hong kembali mendengus dingin.   "Kakek Tiong telah memperingatkan kepada hamba tadi,dihadapan Kim leng, apalagi dihadapan Pat lo, sekalipun hati hamba terasa terhina dan banyak alasan yang hendak kukemukakan, tapi apa pula gunanya ?"   "Lohu pasti akan memberi kesempatan kepadamu untuk memberi penjelasan menurut suara hatimu!"   Jawab kakek Tiong sambil tertawa dingin. Kakek Liau segera menyambung pula.   "Sekalipun nona memegang lencana Kim leng, kau berharap mendapat kesempatan untuk berbicara!"   Dengan wajah menyeringai dan mata memancarkan sinar gusar dan dendam, Khong It hong melotot sekejap ke arah si nona, kemudian katanya.   "Ucapan Pat lo memang benar, tapi hamba bersedia melepaskan kesempatan tersebut !"   "Kenapa ?"   "Hamba tak dapat mengaku ?"   Kata Khong lt hong sambil tertawa seram.   "Khong It hong"   Ujar Kakek Tiong sambil berkerut kening- "besar amat nyalimu dan tajam benar selembar mulutmu!"   "Heeh... heeehhh.... heeehh... tapi semuanya adalah kenyataan,dan kenyataan memang lebih menang daripada sanggahan."   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Kakek Tiong menjadi teramat gusar, segera bentaknya.   "Hayo bicara, kau harus mengutarakan semua kenyataan itu dengan sejelas-jelasnya!"   Khong It hong memandang sekejap kearah lencana Kim leng yang berada ditangan nona kemudian katanya.   "Harap pat lo maklum, dengan lencana Kim-leng diacungkan diudara, hamba mana berani berbicara!"   Mendengar ucapan tersebut, si nona menjadi mendongkol dia sudah bersiap siap untuk menyimpan tanda leng pay itu dan mengajak Khong It hong berdebat, tapi pada saat itulah mendadak ia mendapat bisikan lirih sekali yang segera membatalkan niat nona itu untuk menyimpan kembali lencananya.   Menyusul kemudian, dengan senyuman dikulum si nona berkata kepada Khong lt hong dengan nada mengejek.   "Kau memang sangat pintar, rupanya kamu sengaja memancing kemarahanku agar aku menyimpan kembali lencana Kim leng tersebut, kemudian kaupun akan mempergunakan ketajaman lidahmu untuk memutar balikkan keadaan, hmm...! Jangan mimpi"   Mendengar perkataan itu paras muka Khong it hong berubah hebat, belum sempat dia berbicara sinona lelah berseru dengan lantang.   "Dimana Chin hui hou?"   Chin hui hou segera mengiakan dan menjatuhkan diri berlutut diatas tanah. Dengan suara dalam sinona membentak.   "Ceritakan semua apa yang kau alami dan saksikan dengan sejujurnya."   Sekalipun Chin hui hou sangat berpihak kepada Khong it hong namun dia tidak berani membangkang perintah Kim leng, apalagi hadir delapan tianglo di situ, dia semakin tak berani membohong lagi, terpaksa semua yang diketahuinya dibeberkan sejujurnya.   Ketika Chin Hui hou telah selesai berkata, sinona baru berpaling kearah delapan tianglo sambil berkata.   "Tolong tanya Pat lo, apakah ucapan dari Chin Hui-hou ini bisa dipercaya ?"   Kakek Tiong segera menjura, sahutnya.   "Apa yang dikatakan Chin Hui hou memang persis seperti apa yang dikatakan nona, tentu saja dapat dipercaya !"   Tapi sinona segera menggelengkan kepala nya berulang kali, ujarnya dengan serius.   "Tidak, aku harus membuat Khong It hong mengakuinya dengan hati yang takluk !"   Pada saat itu sifat bengis Khong It-hong sudah jauh berkurang, tidak menanti sinona bertanya kepadanya, dia telah menjawab.   "Hamba mengakui semua kenyataan tersebut, cuma..."   "Hmm ! Kali ini kau sudah mengakui bahwa semua kejadian itu benar?!"   "Yaa, cuma hamba masih ada hal lain yang perlu disampaikan !"   Dengan wajah membesi sinona segera berpaling kearah kakek Tiong, tanyanya.   "Apakah Pat lo masih butuh mendengarkan pengakuannya menurut versi yang dia karang sendiri ?"   Dengan gusar kakek Tiong memandang wajah Khong It hong sekejap, lalu sahutnya.   "Nona, lohu sekalian merasa bahwa hal ini sudah tidak penting lagi, apa yang sudah kami dengar, rasanya sudah lebih dari cukup !"   Si nona segera manggut-manggut, katanya kemudian.   "Kalau memang begitu, pat lo telah menjatuhkan vonis bahwa Khong It-hong bersalah?"   Kakek Tiong mengiakan. Si nonapun bertanya lagi.   "Untuk dosa serta kesalahan yang telah dilakukannya itu, dan hukuman apakah yang akan dijatuhkan kepadanya?"   Kakek Tiong saling berpandangan sekejap dengan ketujuh orang kakek lainnya, lalu.   "Lohu rasa, Khong It hong sudah sepantasnya kalau dijebloskan keruang siksa tingkat yang delapan belas untuk bekerja keras selama seratus hari lamanya!"   Sinona termenung dan berpikir sebentar dan sambil mengacungkan lencana Kim leng nya diapun berseru.   "Kcputusan telah dijatuhkan, diharap kakek Tiong membawa siterhukum menuju ketempat penyiksaan!"   Setelah berhenti sebentar, dia berkata.   "Jika urusan disini telah selesai, di pergilah Pat lo kembali ke istana Sinkiong!"   Delapan orang kakek itu segera mengiakan. Mendadak Khong Ithong berteriak keras.   "Nona Kim bersekongkol dengan musuh dari luar..."   Kakek Tiong mendengus dingin, jari tangan nya segera di ayunkan kemuka dan menotok jalan darah bisu ditubuh Khong It hong, Dengan marah kakek Siau berkata pula.   "Itulah yang dinamakan mencari penyakit buat diri sendiri, ayoh cepat menggelinding dari sini dan turut lohu bersaudara pergi ketempat hukuman!"   Paras muka Khong It hong berubah pucat pias bagai mayat, sambil berdiri dari tanah, dengan gemas dia melotot sekejap kearah si-nona dan tanpa berpaling lagi dia berjalan keluar Iebih dulu dari ruangan.   Delapan orang kakek itu segera memberi hormat kepada sinona, kemudian baru mengundurkan diri dari ruangan.   Sepeninggal delapan orang kakek itu, dengan sinar mata setajam sembilu sinona baru--melotot kearah Chin Hui hou, katanya.   "Chin Hui-hou, sekarang tiba giliranmu !"   Chin Hui hou mendekam diatas tanah tak berani berkutik selama ini, dia tak pernah mendongakkan kepalanya.. Ketika mendengar perkataan itu, dengan badan menggigil karena ketakutan serunya.   "Nona, ampunilah jiwaku..."   "Hayo bicara !"   Bentak nona dengan suara dalam.   "dari mana datangnya luka diatas mukamu itu?!"   Chin Hui hou tak berani berayal lagi, secara ringkas dia lantas menceritakan apa yang telah dialaminya.. Mendengar cerita tersebut, sinona segera mendengus dingin, katanya.   "Didalam persoalan ini kau juga tak akan lolos dari hukuman berat..."   Kemudian dengan nada berubah, katanya.   "Tidak sampai berapa hari lagi Sancu akan pulang, selama beberapa hari ini, kau harus lebih berhati-hati."   Chin Hui hou mengiakan berulang kali, Maka sinonapun menyimpan kembali lencana Kim lengnya, lalu sambil mengulapkan tangannya dia membentak.   "Enyah kau dari sini, cepatlah kau panggil kemari "Kim poo cu!"   Mengetahui kalau dirinya mendapat pengampunan, Chin hui hou menjadi girang sekali, dengan cepat dia mengundurkan diri dari ruangan dan buru buru berlalu dari sana.   Sementara itu Sun Tiong lo sudah balik ke-kamar baca, kepada Bau ji dia lantas berkata.   "Toako, tunggu aku disini, siaute akan pergi dahulu sebentar.   "Kau akan pergi kemana Iagi?"   Tanya Bau ji dengan tertegun. Sun Tionglopun segera gelengkan kepalanya berulang kali dan katanya.   "Toako, sekarang kau jangan bertanya dulu. lain kali, siaute pasti akan menerangkan lebih jelas lagi kcpadamu."    Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pendekar Kembar Karya Kho Ping Hoo Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini