Bukit Pemakan Manusia 37
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 37
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung Melihat kejadian itu, Lok Siang berseru sambil menggertak gigi kencang kencang. "Orang she Sun, didalam peristiwa pada maIam ini, aku dan dua bersaudara Cho yang melaksanakan perbuatan ini, sedangkan anggota peternakan kami hanya melaksanakan perintah saja, aku harap..." Belum habis dia berkata, Sun Tiong-lo sudah menukas lebih dahulu. "Bila ada persoalan lebih baik dibicarakan dalam ruangan tengah saja !" Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Lok Siang harus memutar kudanya dan berjalan balik. Dari balik kegelapan, kembali terdengar orang membentak keras. "Orang she Lok, apakah kau masih merasa berat hati untuk turun dari kudamu ?" Terpaksa Lok Siang melompat turun dari kudanya, sedang semua orang yang lain pun satu per satu melompat turun dari kuda dan mengikuti dibelakang majikannya. Wajah semua orang murung dan sayu, langkah mereka pun tampak berat seperti dibebani dengan benda seberat ribuan kati. Sementara itu, si jago merah yang membakar kamar tamu sudah padam, bangunan pun telah porak poranda, suasana dalam peternakan tersebut terasa jauh lebih gelap dan suram, Sun Tiong- lo berjalan di paling belakang, sambil berjalan dia berseru. "Kalian dengarkan baik-baik, barangsiapa mencoba untuk melarikan diri ditengah jalan, jangan salahkan kalau kubunuh dia secara keji" Baru selesai dia berkata, mendadak tampak sesosok bayangan hitam melejit keluar dari rombongan dan melarikan diri ke tempat ke gelapan dengan kecepatan tinggi. Tampaknya kepandaian silat yang dimiliki orang itu cukup tinggi, gerakan tubuhnya cepat bagaikan sambaran kilat, dalam sekejap mata dia sudah ke balik kegelapan sana. Disaat bayangan tubuhnya hampir tak nampak itulah, suara bentakan nyaring berkumandang dari balik kegelapan tembok. "Sudah diberitahu jangan kabur, kau masih nekad juga sekarang jangan salahkan kalau aku bertindak keji, salahmu sendiri mencari kematian buat diri sendiri !" Menyusul selesainya perkataan itu, jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang memecahkan keheningan. Sun Tiong-lo mendengus dingin, sekali lagi dia membentak keras. "Apabila diantara kalian ada yang masih belum percaya, silahkan saja untuk mencoba melarikan diri !" Sejak peristiwa itu, sudah ada dua orang yang tewas ditangan lawan, kejadian mana kontan saja menciutkan hati semua orang dan tak satupun yang berani mencoba untuk melarikan diri lagi. Tak selang beberapa saat kemudian semua orang sudah sampai di ruang tengah, anehnya baru saja mereka mulai melangkah ke dalam ruangan, ruang tengah yang semula gelap kini menjadi terang oleh cahaya lentera. Menyaksikan hal ini, Lok Siang menghela napas panjang, sekarang dia baru tahu kalau orang lain telah mengatur segala sesuatunya secara sempurna, bahkan bisa jadi gerak gerik mereka sudah diawasi semua secara ketat, tidak heran kalau tindakan mereka menderita kegagalan total... Sesudah masuk kedalam ruangan, Lok Siang baru melihat bahwa para jago yang dianggap nya sudah mati terbakar tadi, sebagian besar diantaranya kini sudah muncul disitu. Tak terasa dia menundukkan kepalanya rendah-rendah, kemudian menyingkir kesisi. Mendadak dia merasa apa yang dilihatnya seperti ada sesuatu yang tak beres, betul juga diantara kawanan jago dalam ruangan itu tampak pula Sun Tiong lo berada disitu. Dengan cepat dia berpaling Iagi ke arah pintu dengan perasaan terkesiap, apa yang di-lihat? Ternyata Sun Tiong lo yang lain baru saja langkah masuk ke dalam ruangan. Dengan cepat dia berpikir sejenak, akhirnya Lok Siang menyadari apa gerangan yang telah terjadi. Tak heran kalau rencana yang diatur secara sempurna itu, kini menderita kegagalan total. Tak heran pula kalau diantara kawanan jago tersebut tidak nampak Hau ji, rupanya Hou-ji telah berperan sebagai Sun Tiong-Io yang bergabung dalam rombongan, sedangkan Sun Tiong lo yang sebenarnya justeru melindungi semua orang secara diam-diam. Untung saja ia berbuat demikian kalau tidak mungkin para jago tak akan lolos dari bencana kebakaran tersebut malam itu. Sesudah dilakukan pemeriksaan yang jelas, Lok Siang pun menuturkan kejadian tersebut dengan jelas. Ternyata dia adalah anak buah Mao Tin-hong, setelah menerima perintah rahasia, dia lalu mengambil keputusan untuk menghadapi para jago dengan siasat api. Sun Tiona-lo juga tidak banyak membuang waktu, dia hanya memunahkan ilmu silat yang dimiliki Lok Siang, kemudian setelah memberi peringat kepada anak buah lainnya, mereka baru memilih kuda bagus untuk meneruskan perjalanan. OoodwooO SETELAH memasuki daerah Biau, Hou-ji pun pulih kembali dengan raut wajah aslinya. Kim-sah-cay merupakan sebuan dusun berkebudayaan bangsa Han yang letaknya paling dekat dengan wilayah Biau. Karena banyak yang berkawin campur antara bangsa Han dengan suku Biau, disekitar tempat itupun tumbuh serumpun suku campuran baru yang hidup berkelompok disana. Bagi orang-orang bangsa Han yang hendak naik ke gunung. dusun ini merupakan pos terakhir, segala kebutuhan bisa dibeli secara lengkap disitu, bahkan terdapat pula dua rumah penginapan yang khusus untuk menampung tamu-tamu dari luar daerah. Sun Tiong-lo berdiam disebuah rumah penginapan yang paling bersih. Setelah melakukan berapa kali perundingan mereka pun mulai membuat daftar barang kebutuhan sehari-hari yang menitahkan kepada pemilik rumah penginapan untuk mempersiapkannya. Dalam keadaan begini, kuda-kuda tersebut sudah tak ada gunanya lagi, kendatipun di wilayah Biauw masih bisa digunakan tapi jalan gunung yang terbentang sejauh dua tiga ratus li itu sulit ditembusi dengan menunggang kuda, terpaksa mereka tinggalkan binatang-binatang tersebut disana! Malam Itu, disebuah ruangan tamu yang agak besar, mereka melakukan perundingan tentang langkah selanjutnya setelah naik keatas gunung. Jangan dilihat Sangkoan Ki dan Lak-yu sudah lama mengikuti Mao Tin-hong, ternyata mereka belum pernah berkunjung ke wilayah Biau. Malahan sebaliknya Mo Ciau-jiu yang hafal dengan jalanan disekitar situ. Rupanya semasa masih muda dulu, Mo Ciau jiu seringkali mengikuti orang tuanya berkunjung ke wilayah Biau, bahkan pernah memperisteri seorang gadis suku Biau, ia mempunyai seorang putera dan seorang putri, puteranya tewas digigit ular, sedang puterinya di bawa pulang ke daratan Tionggoan. Waktu itu puterinya sudah berusia lima belas tahun. Oleb sebab itu, ketika Sun Tiong-lo bertanya dimanakah letak gua Pek-hoa-tong tersebut, Mo Ciau-jiu segera menjawab. "Aku tahu, bahkan sepanjang jalan menuju kemari, aku telah membuatkan sebuah peta." Sambil berkata dia mengeluarkan peta tersebut dan dibentangkan dihadapan orang banyak. Peta itu dibuat sangat sederhana, pertama karena Mo Ciau jiu sudah banyak tahun tidak pernah berkunjung lagi ke wilayah Biau, sehingga dia membuat peta itu hanya berdasarkan daya ingatan saja, Kedua, tujuan mereka adalah gua Pek Hoa-tong, maka tempat lainpun tak dilukiskan. Sambil menuding kearah suatu tempat di-atas peta. Mo Ciau jiu berkata. "Disinilah terletak gua Pek hoa tong itu!" Sun Tiong lo mencoba untuk mengamati peta tersebut beberapa saat lamanya, kemudian berkata. "ltu berarti kita harus melalui empat lima buah perkampungan suku Biauw terbesar sebelum bisa mencapai tempat tujuan?" "Benar, yang paling menjengkelkan adalah sewaktu melalui perkampungan terakhir dimana yang menghuni suku Biau berleher panjang!" "Ooooh, berbahaya?" "Suku tersebut merupakan suku yang paling buas dan kejam diantara suku suka Biau lainnya." Dengan kening berkerut Nona Kim segera bertanya. "Mungkinkah bagi kita untuk berjalan agak memutar?" Mo Ciau jiu menggeleng. "Tempat dimana suku Biau berleher panjang berdiam persis berada dikedua belah sisi jalan gunung yang harus kita lalui, tempat mereka mencapai puluhan Iie lebarnya, jadi bagaimana pun kau berputar, tak mungkin bisa menghindari daerah mereka. -oo0dw0oo- Jilid 40 SUN TIONG LO berpikir sejenak, kemudian tanyanya. "Apakah Mo tayhiap mempunyai suatu cara untuk mengatasi keadaan seperti ini ?" "Wilayah Biau kekurangan garam, orang-orang suku Biau gemar dengan benda yang berwarna-warni, asal kita menyediakan bendabenda tersebut, enam tujuh bagian kita bisa melalui dari tempat tersebut dengan aman, tapi ada kalanya keadaan tersebut terkecuali !" "Paling banter kita terjang dengan kekerasan, apa yang perlu dirisaukan lagi?" Sela Bau ji tidak sabar. Dengan wajah bersungguh-sungguh Mo Ciau jiu berkata lagi. "Walaupun kita dapat mengandalkan kepandaian silat kita untuk melompat dan berlarian, namun senjata tulup dan lembing mereka tak boleh dipandang enteng, apalagi jumlah mereka pun sangat banyak!" "Bila ada diantara kita yang kurang berhati-hati hingga melukai atau membunuh salah seorang anggota mereka, bisa jadi seluruh anggota suku akan muncul untuk melakukan penyerangan bersama, dalam keadaan begini, kendatipun kepandaian silat yang kita miliki sangat baik pun, jangan harap bisa meloloskan diri dari sana dengan selamat." "Kalau begitu, soal ini tak bisa diperhitungkan dari sekarang." Sela Hou ji. Mo Ciau jiu tertawa. "Tidak begitu, lohu sudah mempunyai rencana bagus untuk mengatasi hal semacam ini" Tiba-tiba Sun Tiong lo teringat kembali dengan ucapan Mo Ciau jiu ketika masih berada diatas perahu berlayar delapan. Sementara ia mendengar Mao Tin hong sedang kabur menuju ke wilayah Biau, dia telah mengatakan kalau jalan kesana merupakan jalan kematian baginya. Maka anak muda itu berseru. "Mo tayhiap, sewaktu berada diperahu berlayar delapan, kau pernah bilang kalau kaburnya Mao loji ke wilayah Biau merupakan jalan kematian baginya, dan sekarang kau bilang sudah mempunyai persiapan untuk menghadapi keadaan ini, apakah..." "Benar" Tukas Mo Ciau jiu. "lohu pernah menduga, bila berada dalam keadilan kepepet maka bajingan tua itu akan kabur ke wilayah Biau, oleh sebab itu aku telah mempersiapkan sebuah langkah kematian dan sekaranglah saatnya untuk menggunakan hal ini" "Saudara Mo" Seru Sangkoan Ki sambil berseru tertahan. "bukan lohu menaruh curiga kepadamu, yang jelas sebelum peristiwa ini belum pernah ada oraag yang tahu kalau bajingan Mao bakal pergi ke wilayah Biau, bahkan dia sendiripun belum pernah mempunyai rencana untuk lari kewilayah Biau. "Kemudian, setelah dipojokkan oleh keadaan dan tiada pilihan lain baginya, dia baru menuju kewilayah Biau bersama siluman perempuan tersebut, saudara Mo pun baru tahu kejadian ini belum lama, bagaimana mungkin kau bisa mempersiapkan langkah ini jauh sebelumnya?" Mo Ciau jiu memandang sekejap kearah Sang koan Ki, kemudian berkata pelan. "Benar, ada satu hal yang tidak saudara sekalian dan Sangkoan tayhiap ketahui, sebelum berangkat memenuhi janjinya di telaga Tong-ting tempo hari, Mao loji telah mengutus lohu untuk mewakilinya melakukan suatu pekerjaan. "Beruntung sekali lohu sudah berdiam diwilayah Biau sejak kecil, sehingga aku segera mengetahui kalau dia sedang bersiap sedia hendak mempersiapkannya didalam wilayah Biau, itulah sebabnya lohu baru mempersiapkan langkah selanjutnya disana." "Kau disuruh mempersiapkan apa sih ?" Tanya Sangkoan Ki. Mo Ciau jiu tertawa. "Maaf, lohu tidak bersedia memberi keterangan kepadamu" Walaupun terbentur batunya, ternyata Sang koan Ki sama sekali tidak menjadi gusar, kembali dia berkata. "Apakah benda yang kau persiapkan itupun sudah dibawa oleh bajingan tua she Mou itu ?" "Tidak!" Jawab Mo Ciau jiu dingin. "dia tidak sempat lagi untuk mengambilnya." Berbicara sampai disitu, tiba-tiba Mo Ciau jiu menyaksikan Hou ji seperti hendak bersuara diapun seakan-akan sudah dapat menduga apa yang hendak di bicarakan oleh Hou ji, maka kembali dia berkata. "Justru karena dia tidak berkesempatan lagi untuk mengambilnya, maka lohu pun enggan untuk membicarakan tentang persoalan ini !" "Apakah benda tersebut dapat dipakai untuk mencelakai orang ?" Tanya Bau-ji pula secara blak-blakan. "Tentu saja, bahkan besar sekali kemampuannya untuk mencelakai orang," Katanya. Mendadak Sun Tionglo seperti memahami akan sesuatu, dia segera berseru pula. "Mo Tayhiap, apakah benda itu telah punah?" Mo Ciau-jiu manggut-manggut. "Tatkala aku memperoleh laporan rahasia dari saudara Kang, saudara Thio dan saudara Cukat, aku segera memusnahkan benda itu, bahkan seketika itu juga bersama saudara Ban dan saudara Thia berangkat menuju ke Bukit Pemakan Manusia. "Asal benda itu sudah musnah, memang paling baik jangan diterangkan lagi." Kata Sun Tiong-lo kemudian sambil tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak dan memandang sekejap semua rekannya, kembali dia menambahkan. "Mungkin Mo tayhiap bersedia untuk menerangkan tentang persiapan yang kau lakukan?" "Yaa, tentu saja harus kukatakan, disaat kita akan sampai ditempat kediaman orang-orang suku Biau berleher panjang, ada orang yang akan menyambut kita ditengah jalan, ini merupakan salah satu petunjuk jalan yang lohu siapkan..." "Apakah petunjuk jalan ini mempunyai hubungan yang baik dengan kepala suku Biau berleher panjang ?" Tanya Sangkoan Ki dengan kening berkerut. Mo Ciau-jiu segera menggelengkan kepalanya berulang kali "Aku rasa tidak, cuma petunjuk jalan itu pasti mempunyai cara yang baik agar kita semua dapat menembusi tempat tersebut." "Apakah cuma begini saja yang kau maksudkan sebagai persiapan itu..?" Sekali lagi Mo Ciau-jiu tertawa. "Tentu saja masih ada yang lain, hanya saja sebelum aku berjumpa lagi dengan si petunjuk jalan itu, sehingga tidak bisa kuduga sampai dimanakah taraf persiapan vang telah mereka lakukan, maka saat ini aku tak dapat memberi keterangan lagi kepada kalian semua." Oleh karena dia sudah menerangkan begini, sudah barang tentu semua orangpun merasa mempunyai semangat menghadapi musuh yang sama sehingga sekalipun tiada persiapan maupun bantuan penunjuk jalan, mereka toh harus menembusi wilayah Biau juga untuk mencapai gua Pek hoa tong. Karenanya tiada orang yang banyak berbicara lagi. Pokok pembicaraan pun segera berganti, kini mereka membicarakan barang-barang yang harus mereka persiapkan. Terhadap persoalan inipun Mo Ciau jiu sudah membuat persiapan yang matang, dia se gera menyerahkan sebuah daftar. Sun Tiong lo segera melakukan penelitian secara amat cermat, akhirnya dia beranggapan bahwa Mo Ciau jiu memang seorang manusia yang punya maksud, sebab barang yang dipersiapkan menurut daftar tersebut bukan cuma komplit bahkan luar biasa. Terutama sekali catatan dibalik daftar yang memuat pula beberapa buah lentera Khong heng leng, garam, gula, kain cita dan laia sebagai nya boleh dibilang semuanya merupakan benda-benda yang tak boleh kekurangan diwiIayah Biau. Mereka serahkan daftar tersebut kepada pemilik rumah penginapan, sambil tersenyum pemilik rumah penginapan memberitahukan kepada mereka bahwa segala sesuatunya dapat di persiapkan esok siang, saat itulah mereka dapat segera berangkat. Dengan perasaan lega, para jago pun bersantap dan kemudian kembali ke kamarnya masing-masing untuk beristirahat. Siapa tahu Mao Tin hong yang sudah mereka pandang enteng itu ternyata tidak ambil diam belaka, akhirnya... Pemilik rumah penginapan muncul dengan membawa daftar yang diserahkan para jago kepadanya serta sekeping uang emas, sambil tersenyum ramah dia langsung berjalan menuju kekamar tempat para jago berdiam diri. Siapa tahu, disaat kakinya sedang melangkah ke tengah halaman mendadak paras muka nya berubah dan menunjukan wajah bangga campur menyeringai licik. Dengan cepat dia kembali kekamar tidurnya dihalaman belakang dan diam-diam membuka pintu ruangan. Didalam ruangan sudah terdapat seseorang yang sedang menantikan kedatangannya, cepat-cepat dia mengunci kamarnya dan berjalan menuju keruang kegelapan. Di ruang itu terdapat lentera, lentera diletakkan diatas meja, disisi meja duduklah seseorang dia tak lain adalah Mao Tin-hong. ^oodeoo^ SEBELUM berbicara pemilik rumah penginapan tertawa lebih dulu, dia serahkan daftar tersebut kepada Mao Tin hong, kemudian serunya. "Segala sesuatunya memang persis seperti apa yang diduga oleh majikan." Mao Tin-hong tertawa, katanya sambil menerima daftar tersebut. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Lo-Ceng. inilah jasa yang luar biasa darimu." Pemilik rumah penginapan itu she Ceng bernama Bun-keng, dulunya adalah seorang perampok ulung dari wilayah Tin lam. Mao Tin hong pernah menyelamatkan selembar jiwanya. Sedang Mao Tin-hong waktu itu masih merupakan seorang pendekar besar yang berjiwa jujur dan gagah. Semenjak peristiwa ituIah, Ceng Bun keng sudah berbakti kepada Mao Tin hong. Tatkala Mao Tin hong berangkat ke gua Pek hoa tong untuk berjumpa dengan si iblis perempuan itu, dia meninggalkan Ceng Bun keng di kota Ciru sah cay untuk membuka usaha penginapan, waktu itu dia memang membuka usaha sejujurnya. Ketika Mao Tin hong menderita luka parah dan kabur dari gua Pek hoa tong, dia bersembunyi didalam rumah penginapan milik Ceng Bun-keng ini untuk merawat lukanya. Kemudian setelah lukanya sembuh dan untuk mengawasi si iblis wanita tersebut, dia mengajak Ceng Bun-keng merundingkan persoalan itu sampai mendalam. Alhasil Ceng Bun keng ditinggalkan selamanya disitu sambil meneruskan usahanya membuka penginapan. sungguh tak nyana pada saat seperti ini, dia dapat memegang pesanan yang amat besar. Kejadian seperti ini, tentu saja tak pernah terduga olehnya, apalagi Sun Tiong lo sekalian sudah barang tentu mereka semakin tidak menduga lagi. Sementara itu Ceng Bunkeng sedang bertanya. "Majikan, menurun pendapatmu apa yang harus kita lakukan sekarang ini..." Selesai memeriksa isi daftar tersebut, Mao Tin hong berkata. "Kita mempunyai banyak tempat untuk dipakai sebagai tempat turun tangan !" "Betul, harap majikan turunkan perintah !.." Mao Tin hong tertawa. "Pertama-tama soal garam, mereka meminta garam bataan, dan kau boleh menggunakan benda lain yang berbentuk bata yang di luarnya dilapisi dengan bubuk garam yang tebal sekali dengan demikian mereka tak akan menemukan penyakit dibalik benda tersebut." "Yaa betul" Seru Ceng bun keng sambil tertawa. "sesampainya di Korawa (kepala suku-Biau berleher panjang) dan mereka mengetahui akan keadaan tersebut, sudah pasti orang-orang tersebut akan di kejarnya hingga terjerumus dalam lembah lembah berecun hee...hee..heeh..." Mao Tin hong menuding lagi kearah kain cita serta lentera tersebut, kemudian berkata lagi. "Bukankah benda-benda ini lebih gampang lagi untuk disulap menjadi benda rongsokan ?" "Tak usah kuatir majikan aku mempunyai cara untuk mengatasinya!" Sambil tertawa kembali Mao Tin hong menunjuk kearah beberapa buah lentera Khong beng teng tersebut, kemudian berkata lagi. "Bun keng, sedangkan mengenai permainan ini, apa ideemu?" Dengan kening berkerut Ceng bun keng segera menyahut. "Benda benda tersebut tak bisa dipalsukan, kotak besi dengan lempengan tembaga di sekelilingnya di tambah pula dengan lilin besar yang bisa memancarkan cahaya tajam sampai tempat kejauhan..." "Apakah kau tidak mempunyai akal untuk merubahnya?" Tukas Mao Tin hong cepat. Ceng bun keng termenung sambil memutar otak beberapa saat lamanya, kemudian sahutnya sambil menggeleng. "Apakah majikan bersedia untuk mengajarkan kepadaku?" Mao Tin hong mengangkat bahu, tertawa. "Kotak besi dan lempengan tembaganya memang tak bisa dipalsukan tapi sumbu lilin itu." "Betul" Teriak Ceng bun keng sambil mengerdipkan matanya berulang kali. "bila di tukar dengan barang yang bermutu jelek, sekilas pandang orang tak akan menduga sampai kesana." "Tidak begitu!" Kata Mao Tin-hong sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. "bukankah barang palsupun dapat bersinar pula?" Ceng Bun-keng menjadi berdiri bodoh, sahutnya dengan perasaan tidak habis mengerti. "Benar, benar, betapa pun baik atau jelek nya mutu lilin, bila disulut memang pasti bersinar." Mao Tin-hong segera mendengus "Maksudku adalah..." Kembali Ceng Bun-keng salah mengartikan maksudnya, dia segera menukas lagi. "Apakah majikan hendak menggunakan barang palsu untuk ditukar dengan barang yang asli ? Kalau sampai begitu, sinarnya pasti tak akan terlalu terang." "Tidak, harus yang bersinar terang, bahkan sinar tersebut harus kuat sekali." Kata Mao Tin bong mengernyitkan alis matanya yang cacad. Ceng Bun-keng semakin dibikin tidak habis mengerti. "Apakah kita harus memasang dengan lilin putih yang paling baik?" Tanyanya. "Betul! Kita harus menggunakan yang paling terang." Sahut Mao Tin-hong sambil mengangguk. Ceng Bun-keng semakin kebingungan "Mereka minta enam buah lentera yang bila disulut bersama akan terbentuk sebuah lingkaran cahaya yang bisa menerangi daerah se luas setengah li lebih hingga ulat dan binatang kecil sukar menyembunyikan diri, sebab suku Biau paling percaya tahayul, mereka akan mengira cahaya mana sebagai Halilintar..." Sambil menyeringai seram, Mao Tin-hong berseru sambil bertepuk tangan berulang kali. "Betul ! BetuI ! Nama yang bagus sekali, Halilintar... betul, memang halilintar !" Ceng Bun-keng berdiri termangu-mangu di sisi arena, untuk beberapa saat lamanya dia tak tahu harus bagaimana menjawab perkataan tersebut.. Tak lama kemudian, Mao Tin-hong telah menempelkan mulutnya disisi telinga Ceng Bun keng dan membisikkan sesuatu kepadanya. Kemudiah tampak Ceng Bun-keng terkejut lalu berseru, katanya kemudian sambil menganggukkan kepalanya berulang kali. "Suatu rencana yang amat bagus, benar-benar sebuah rencana yang amat bagus nya, hanya majikan seorang yang dapat menemukan cara sebagus ini." Mao Tin hong tertawa seram. "Bun-keng, mereka yang tak tahu keadaan yang sebenarnya pasti akan menyulut lentera tersebut dengan begitu saja, akibatnya akan terjadi serentetan suara keras yang menggetarkan bumi diiringi percikan bunga api ke-mana-mana, jenazah akan musnah tak berwujud dan orang suku Biau itu pasti akan mempercayai cahaya mana sebagai Halilintar..." "Tentu, tentu" Ucap Ceng Ban keng tertawa. "kalau bukan halilintar, mana mungkin bisa bercahaya begiu tajam ? Kalau bukan Halilintar, mengapa manusia hidup bisa berubah menjadi musnah hingga tak berbekas ? Bagus sekali! Tepat sekali !" Kembali Mao Tin hong tertawa seram. "Pada saat ituIah Ketua Korawa pasti akan menyembah berulang kali diatas tanah kemudian ssmbil berisak tangis akan melakukan persembahan untuk dewa api, setelah itu mereka akan melakukan serbuan secara besar-besaran terhadap orang-orang itu dan melakukan pembunuhan secara besar-besaran." Mendadak Ceng Bun keng berkata. "Majikan, andaikata sampai terjadi hal begini, kemungkinan besar gua Pek hoa tong akan menjadi sasaran yang pertama!" "Betul, memang inilah yang kukehendaki!" Seru Mao Tin hong sambil manggut-manggut. "Oooh, apakah majikan sudah mempunyai persiapan lain?" "Tentu saja, sekembalinya aku kesana, akan mulai kulatih sepasukan yang tangguh, asalkan pasukan besar suku Korawa sudah melakukan penyerbuan secara besar-besaran, maka aku pun akan mengenakan siasat barisan terpendam untuk mengepung mereka semua..." Mendengar uraian mana, tanpa terasa Ceng Bun-keng menyela. "BiIa suku Biau sedang melakukan serbuan, mereka akan lakukan seperti air laut yang sedang pasang, setelah menyambar sejauh mungkin, maka mereka pun akan mundur teratur siasat barisan terpendam apa sih yang majikan persiapkan? Masa kehebatannya sanggup untuk mengurung mereka semua ?" "Kau tak usah kuatir!" Kata Mao Tin hong sambil tertawa seram. "untuk menuju ke gua Pek hoa tong hanya terdapat sebuah jalan masuk saja, padahal ke dua sisinya merupakan tebing yang tinggi dengan permukaan yang licin, bila ada orang yang memasuki lembah tersebut, maka mereka hanya bisa mundur dari situ apabila melalui jalanan satu-satunya yang tersedia !" Ceng Bun-keng lantas manggut-manggut. "Yaa, yaa, itulah dia, rencana dari majikan memang luar biasa sekali" Tetap orang gemar disanjung tidak terkecuali pula Mao Tin hong sendiri, sambil tertawa, kembali dia berkata. "Di saat orang-orang Kurawa tersebut terkurung, maka sarang suku leher panjang mereka sudah diduduki oleh pasukan terpendamku, kemudian akan kulakukan operasi secara besar- besaran, mereka yang bisa kumanfaatkan akan kupakai, sementara mereka yang tak mau tunduk akan kusikat sampai lenyap." Agaknya Ceng Bun keng telah memahami maksud yang sesungguhnya dari Mao Tin hong, dia lantas berkata lagi. "Yaa betul! asalkan suku Biau berleher panjang dapat ditundukkan tidak sampai setahun kemudian delapan gua enam belas benteng yang berada di wilayah Biau akan menjadi barang dalam saku kita, pada saat itulah majikan akan menjadi pemimpin yang sebenarnya dari seluruh wilayah Biau..." Mao Tin-hong tersenyum. "Memang begitulah keinginanku, bila sampai demikian..." Berbicara sampai disitu, dia lantas menepuk bahu Ceng Bun-keng sambil menambahkan. "Bun-keng, pasir emas yang tiada habisnya didulang itu akan kuserahkan kepengurusannya kepadamu, sedangkan obat-obatan dan kulit yang tiada terhitung jumlahnya juga akan ku serahkan kepadamu untuk mengaturnya, kemudian kita kumpulkan mereka yang tercerai berai, bersahabat dengan para enghiong..." Dengan wajah berseri Ceng Bun keng segera menukas. "Majikan, besar amat ambisimu rupanya kau hendak melalap seluruh dunia ?" "Setiap lelaki yang berhasil mendapatkan hak dan kekuasaan seperti ini, mereka pasti akan berbuat demikian, tidak terkecuali pula dengan diri sendiri." "Terus terang saja, hamba bersedia menjadi penuntun kuda sambil membawa lentera !" Seru Ceng Bun keng amat tertarik. "Aaah, perkataan apakah itu..." Tegur Mao Tin hong serius. "Bun keng, kau bukan pembawa jalan, kau adalah salah seorang arsitek yang merupakan pahlawan pembangun negara baru, setiap orang memang harus memiliki cita-cita yang tangguh dan asal ada cita cita, entah cita cita itu biasa saja atau muluk, orang boleh bebas melakukannya." Begitu pula halnya dengan Mao Tin hong dan Ceng bun keng sekarang, merekapun sedang terjerumus didalam cita-cita yang muluk. Namun kalau berbicara sesungguhnya, andaikata apa yang diharapkan Mao Tin hong bisa terjadi sebagaimana yang direncanakan, maka tak sulit bagi mereka untuk mewujudkan cita- citanya itu. Begitulah, selesai berunding mereka berdua pun berangkat tidur. Besok mendekati tengah hari, Ceng Bun keng dengan membawa tiga orang anak buahnya telah membelikan semua barang keperluan yang dipesan oleh para jago tersebut menurut catatan dalam daftar dan dikirim kedalam kamar. Ceng bun keng segera menyerahkan barang dengan perasaan gembira. Ceng Bun-keng memang tidak malu disebut sebagai orang yang sangat berpengalaman, ternyata permainan busuk yang dilakukan olehnya itu sama sekali tidak berhasil ditemukan oleh Mo Ciau jiu yang berpengalaman luas maupun Sangkoan Ki yang berotak licik. Setelah dihitung, diperiksa dan diserahkan barang-barang pesanan mana, Ceng Bun-keng pun bertanya. "Tuan, barang-barang ini tak sedikit jumlahnya, boleh aku tahu kemanakah kalian hendak pergi ?" Tentu saja mereka tak dapat mengungkapkan tempat tujuannya secara berterus tarang, maka sahut Sangkoan Ki dengan cepat. "Kami akan melewati daerah yang dihuni suku Biau berleher panjang, melewati gua Pek hoa tong dan menuju ke tengah alas sana untuk mencari obat-obatan !" Dengan wajah serius Cang Bun-keng berkata kemudian. "Oooh, rupanya kek koan sekalian hendak mencari obat-obatan, kalau begitu dalam daftar seharusnya dicantumkan pula benda- benda seperti sekop, cangkul..." "Rombongan kami terbagi menjadi dua bagian" Sela Sangkoan Ki dengan cepat. "rombongan pertama sudah berangkat lebih dulu masuk gunung dengan membawa peralatan berat itu, sedangkan kami hanya mempersiapkan rang sum saja, jadi tak usah membawa lagi..." Belum selesai dia berkata, Ceng Bun keng telah manggut- manggut sambil tertawa. "Oooob, rupanya begitu !" Sementara itu, Mo Ciau-jiu telah mengambil sebuah anak panah dari kotak panah, kemudian berkata. "Sungguh indah sekali buatan anak panah ini, tak nyana kalau disini terdapat ahli ukir-ukiran yang begitu hebat !" Ceng Bun-keng tertawa. "Terus terang saja kek-koan, benda-benda tersebut merupakan hasil kerajinan tangan dari suku Biau!" "Oooh... rupanya begitu!" Seru Mo Ciau-jiu. Kemudian setelah meletakkan kembali anak panah tersebut ke tempatnya, kembali dia berkata. "Tian-tang (pemilik penginapan), dalam daftar yang kuberikan kepadamu kemarin masih terdapat kekurangan beberapa macam barang, kini waktu yang tersedia tidak banyak lagi, apakah kau masih dapat membantuku untuk melengkapinya ?" "Coba kau sebutkan macam barangnya kek koan, aku harus tahu dulu sebelum dapat menjawab" "Tali otot kerbau dua ikat, belerang dua kati, dupa dua kati, pisau belati tiga atau lima puluh bilah, tentunya benda-benda tersebut ada yang menjualnya bukan ?" Ceng Bun-keng berpikir, lalu ujarnya. "Kalau barang barang yang lain sih gampang dicari, cuma tali otot kerbau tersebut..." "Tali otot kerbau merupakan benda yang tak bisa tertinggal untuk kami." Tukas Mo Ciau jiu cepat. "berapapun harganya tidak menjadi soal !" "Masalahnya bukan soal harga." Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kata Ceng Bun-keng sambil tertawa. "asal barang tersedia, masa aku akan sembarangan meminta harga tinggi ? Begini saja, aku akan mencarinya bagimu, apabila berhasil kudapatkan kek koan tak usah senang, bila gagal..." Mo Ciau-jiu segera mengambil sepuluh tahil perak dan disodorkan ke tangannya. "Kau harus mendapatkannya, terimalah uang pembayaran untuk tali otot kerbau tersebut, kalau kurang akan kutambah nanti bila lebih anggap saja sebagai uang kecil buat pelayan pelayananmu !" Setelah menerima uang, sambil tersenyum Ceng Bun keng segera beranjak pergi. Baru saja Ceng Bun keng berlalu, Hou ji telah buka suara sambil bertanya. "Mo tayhlap, buat apa kau memesan tali otot kerbau sebanyak itu?" Mo Ciau jiu segera tertawa. "Hou-hiap, tehnik yang jitu tak boleh diwariskan orang lain, maaf kalau lohu harus jual mahal dulu !" Oleh karena Mo Ciau jiu telah berkata demikian, sudah barang tentu Hou-ji tidak banyak bertanya lagi. Sekali lagi mereka mengecek barang kebutuhan yang diperlukan lalu di masukkan ke dalam buntalan. Tengah hari itu, disaat mereka sedang bersantap siang, Ceng Bun keng muncul kembali. Rupanya semua barang yang dibutuhkan telah didapat semua, tentu saja Mo Ciau jiu menjadi sangat gembira. Pada saat itulah, Ceng Bun keng bertanya. "Kek koan sekalian tolong tanya siapakah diantara kalian yang bertindak sebagai pemimpin..." "Dialah orangnya!" Kata Sangkoan Ki sambil menuding ke arah Sun Tiong lo. Dalam waktu sekejap Sun Tiong lo telah berubah menjadi sebagai majikan muda dari para saudagar obat-obatan, tentu saja hal ini merupakan hasil dari perundingan mereka, itulah sebabnya Sun Tiong-lo bertanya. "Ciangkwee, ada urusan apa mencariku ?" "Aah, hanya urusan kecil, tapi sangat penting pula artinya" "Ooh, kalau begitu harap kau utarakan." Dengan amat sungkan Ceng Bun-keng berkata. "Siau loji hanya ingin bertanya. apakah persiapan kalian sudah cukup matang ? Sebab perjalanan khek koan kali ini cukup jauh mana berbahaya lagi, konon bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk menembusi daerah yang dihuni oleh Kurawa." "Tempat apakah yang dimaksudkan sebagai Kurawa itu?" Tanya Sun Tiong lo berlagak pilon. "Bukan tempat. Kurawa adalah nama dari kepala suku Biau berleher panjang !" "Yaa, betul!" Kata Sun Tiong lo kemudian sambil manggut- manggut. "suku Biau dari kelompok ini memang cukup buas!" "Apakah kek koan mempunyai tenaga pengangkut untuk membawa begitu banyak barang?" Sun Tiong lo mengerti, yang dimaksudkan sebagai tenaga pengangkut oleh pemilik rumah penginapan itu bukan kerbau atau kuda melainkan kuli panggul, khususnya daerah Shoa tang dari suku Biau, pengangkut barang yang utama bukan kereta atau binatang, melainkan pekerja kasar yang terdiri dari lelaki kekar. Pemuda itu memandang sekejap ke arah tiga buah bungkusan besar yang tergeletak ditanah kemudian menyahut. "Tidak ada, kami memang ingin memohon bantuanmu untuk memecahkan masalah ini." "Beginilah keadaannya, sebelum segalanya terjadi siau loji perlu berbicara lebih dulu, tenaga kasar sih ada, cuma mereka hanya bisa membawakan barang kalian sampai dijurang Hui ing kian saja...!" Sun Tiong lo kurang begitu tahu tentang nama-nama tempat diwilayah Biau, tanpa terasa dia berpaling kearah Mo Ciau jiu. "Apakah Hui-eng kian terletak ditepi perbatasan dengan wilayah yang dihuni suku Biau berleher panjang ?" "Yaa, benar." Ceng Bun kian mengangguk. "Hui engkian adalah sebuah jembatan gantung yang menghubungkan dua daerah tebing yang terjal, selewatnya jembatan gantung tersebut maka orang akan tiba diwilayah yang dihuni orang-orang suku Biau berleher panjang, selama ini para pekerja yang kasar tersebut tak berani menyeberangi jembatan gantung itu." "Mengapa demikian ?" Meski sudah tahu, Mo Ciau jiu masih saja pura-pura bertanya. Dengan wajah serius Ceng Bunkeng berkata "Pertama, yang dimaksudkan sebagai jembatas gantung itu sesungguhnya merupakan sebuah jembatan yang terdiri dari seutas rantai besi yang panjangnya mencapai tiga puluh enam kaki. jembatan mana merupakan satu-satunya jembatan yang menghubungkan daerah yang dihuni orang orang suku Biau rambut panjang dengan orang- orang suku Biau leher panjang. "Padahal para pekerja kasar itu hidup menderita dan penuh percobaan, mereka hanya mengandalkan tubuh yang kekar dengan tenaga yang besar belaka, kalau disuruh menyeberangi jembatan gantung tersebut, tentu saja mereka tidak memiliki kepandaian sebesar itu, mereka tak mampu untuk menyeberanginya. "Kedua, Kurawa dari suku Biau berleher panjang tidak kenal aturan, ada kalanya dia memang bisa diajak bicara, tapi ada kalanya dia enggan menjual muka kepada siapa pun, salah-salah mereka akan membunuh orang semaunya sendiri, oleh sebab itu..." "Baiklah" Tukas Mo Ciau jiu dengan cepat. "kalau begitu kita pakai jeram Hui eng-kian sebatas tapal batas !" Ceng Bun keng manggut-manggut kembali. "Baiklah, kita tetapkan dengan sepatah kata ini, berapa banyak pekerja kasar yang kek khoan butuhkan ?" "Bagaimana kalau lima orang ?" Tanya Mo Ciau jiu. Ceng Bun keng segera berkerut kening. "Tiga orang pun sudah cukup, oagkos yang mereka minta tidak kecil..?" Mo Ciau jiu segera tertawa. "Kami tidak mempersoalkan berapa yang harus dibayar, kalau dua orang lebih banyak berarti mereka bisa bekerja sambil bergilir, otomatis mereka pun bisa berjalan lebih cepat lagi, ditambah pula kita sudah ada rombongan yang membuka jalan lebih dulu." "Oooh, betul, betul, kek koan memang pandai sekali, lima orang pekerja kasar terlepas makan yang dibebankan kepada kek koan, setiap orang minta sepuluh tahil perak, sedangkan siau loji mendapat keuntungan setahil seorang, tentunya kau tidak merasa keberatan bukan..?" Mo Ciau-jiu segera terawa terbahak. "Haah haa haa tidak banyak! kapan orang-orang itu baru siap?" "Dalam setengah jam mendatang mereka sudah akan siap, siau Ioji akan mencarikan delapan dan terserah kek koan akan memilihnya sendiri, perangai serta tindak tanduk dari para pekerja kasar itupun merupakan jaminan dari penginapan kami!" "Ciangkwee, kau memang pandai berdagang." Seru Mo Citu ji kemudian sambil menepuk bahu Ceng Bun keng. "baiklah, kita tetapkan demikian saja." Ceng Bun keng segera mohon diri dan berlalu, betuI juga dalam setengah jam kemudian dia sudah muncul dengan membawa delapan orang lelaki biau yang kekar. Dalam sekilas pandangan saja Mo Ciau jiu dapat mengenali kalau pekerja-pekerja kasar itu merupakan suku Biau berdarah campuram, setengah berdarah bangsa Han dan setengah lagi berdarah suku Biau. Ternyata Ceng Bun keng tidak berbohong, ia menerangkan. "Mereka adalah bangsa Han yang dilahirkan oleh ibu suku Biau, selain kekar dan berotot, wataknya pun baik sekali, bahasa Han maupun bahasa Biau mereka kuasah penuh, adat istiadat kedua suku pun dipahami benar, mereka akan menyenangkan kalian semua sepanjang jalan." Mo Ciau jiu manggut-manggut. "Cara kerja ciankwee memang luar biasa sekali, sungguh membuat orang merasa kagum!" Sambil berkata, Mo Ciau jiu mengeluarkan lima puluh tahil perak dan diserahkan kepada pemilik rumah penginapan itu seraya berkata. "Inilah ongkos mereka, harap kau terima!" Tapi Ceng Bun keng menggelengkan kepala sambil berkata. "Lebih baik kek khoan memilih orang lebih dahulu sebelum membicarakan soal lain." Mo Ciau jiu memandang sekejap kearah Sun Tiong lo, sianak muda itu pun berkata. "Lebih baik Mo tua saja yang memilih, aku tahu tak bakal salah..." Maka Mo Ciau jiu memilih lima orang diantaranya sementara tiga orang lainnya mengundurkan diri. Mo Ciau-jiu kembali meminta kepada Ceng Bun-keng menerima lima puluh tahil perak itu, namun Ceng Bun kent menggeleng dan cuma menerima dua puluh tahil perak, kemudian ujarnya dengan suara nyaring. "Kalau membeli barang memang harus di-bayar kontan, tapi menurut aturan memakai tenaga pekerja, empat bagian saja yang boleh diterima sebagai uang muka, setelah sampai ditempat tujuan, enam bagian lainnya baru di serahkan kepada para pekerja kasar itu untuk dibawa pulang..." Usaha dagang seperti ini, boleh dibilang adil sekali dan sama sekali tiada usaha bermaksud untuk menipu. Para jago pun tidak berkata apa-apa lagi, mereka semua pada memuji kejujuran dari Ceng Bun keng. Apa yang harus dikerjakan semua, maka para jago pun mulai melanjutkan perjalanan. Semua barang bawaan mereka, kecuali senjata tajam dan senjata rahasia, diserahkan semua kepada para pekerja kasar itu untuk membawanya, kemudian berangkatlah rombongan tersebut menelusuri jalan gunung. Belum lagi sepertanakan nasi lamanya mereka berangkat. Mao Tin hong dan Ceng Bun-keng telah melakukan perundingan rahasia lagi. Tempat yang digunakan sebagai tempat perundingan pun masih berada diruang ranasia dalam gedung Ceng Bun keng, suara pembicaraan mereka lirih sekali. Pertama-tama Mao Tin hong yang bertanya dulu. "Sudah selesai kau kerjakan?" Ceng Bun keng tidak menjawab, sambil tertawa dia bertepuk tangan, dua orang lelaki suku Biau segera muncul dengan membawa sebuah buntalan besar. Kedua orang itu adalah dua orang suku Biau yang tidak terpilih tadi. "Buka buntalan itu!" Ceng Bun keng segera memerintahkan. Ketika buntalan itu dibuka, ternyata isinya adalah kain cita serta barang berhiasan yang dibeli para jago untuk diberikan kepada kurawa sebagai hadiah. Sambil tersenyum bangga Mao Tin hong berkata. "Bagaimana caramu uituk menukar benda-benda tersebut...?" Ceng Bun keng tertawa. "Setelah mereka periksa isinya dan dibungkus kembali, maka dengan mudah sekali kami telah menukarnya dengan benda lain" "Benda apakah yang kau tukar dengan barang-barang ini ?" Dengan bangga Ceng Bun keng tertawa terkekeh-kekeh. "Majikan, mimpi pun kau tak akan menduganya, apa yang menjadi pantangan suku Biau hamba pun menukar benda tersebut dengan pantangan mereka, tanggung Kurawa akan naik pitam setelah melihatnya." Mao Tin hong tertawa terbahak-bahak. "Haah... haah... haah... haah... bagus, bagus sekali, Bun keng, inilah jasa besarmu !" Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh. "Selain itu, lentera dan garam bata ..." "Majikan tak usah kuatir" Tukas Ceng Bun keng. "Kurawa mempunyai Halilintar dan guntur yang bisa dilihat dan didengar, diam bakal mempunyai benda yang bisa membersihkan kulit tubuh mereka yang bau itu...." Perkataan tersebut kontan saja membuat Mao Tin hong mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. Dua orang lelaki suku biau itu belum mengundurkan diri, dalam gembiranya Mao Tin-hong segera berkata. "Barang-barang didalam bungkusan ini tak ada gunanya, hadiahkan saja kepada dua orang-orang anak jadah tersebut!" Ceng Bun keng ingin mencegah perkataan tersebut, tapi perkataan "anak jadah" Dari Mao Tin hong sudah terlanjur diutarakan, paras muka kedua orang lelaki suku Biau itu kontan berubah hebat, sepasang tangannya di kepalkan kencang-kencang. Ceng bun keng segera melotot sekejap ke-arah dua orang suku Biau itu, kemudian bentaknya. "Ambil dan bagi untuk kalian berdua, ayo cepat pergi !" Dua orang lelaki suku Biau itu tidak memberikan pernyataan apaapa, sambil membopong buntalan tersebut mereka segera berlalu. Sepeninggal dua orang lelaki suku Biau itu, Ceng Bun keng baru berbisik. "Majikan, mereka mengerti bahasa Han, mereka paling benci kalau ada orang memaki mereka sebagai anak jadah !" "Ooob, rupanya mereka pun mempunyai pantangan tersebut, aku malah tidak tahu." Oleh sebab nasi sudah menjadi bubur, Ceng Bun-keng juga tak dapat berbuat apa apa lagi. Mao Tin hong segera mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, ujarnya. "Didalam melaksanakan tugas kali ini, tiada orang ketiga yang tahu, kau memang bekerja amat bagus." "Majikan kau tidak tahu, kelima orang pekerja kasar serta dua orang yang barusan berlalu itu hampir rata-rata memiliki kepandaian hebat, kalau dihitung mereka masih termasuk muridku, hamba telah berpesan, ditengah jalan nanti mereka harus memberi pelajaran yang berat lebih dulu terhadap lawan." Mao Tin hong makin merasa bangga lagi, katanya kemudian. "Kalau begitu, kawanan keparat tersebut sudah pasti akan mampus dalam perjalanan ini." "Ya. betul ! Mungkin bisa pergi tak akan kembali lagi." Sambung Ceng Bun-keng ketawa. Mao Tin hong segera manggut-manggut, katanya. "Sebenarnya lohu dapat menghabisi mereka semua sewaktu berada dipeternakan kudanya Lok Siang, sayang aku berbuat teledor dengan melupakan seorang Hou-ji, sehingga akibatnya usahaku mengalami kegagalan total." "Sekarang, hmmm! Dapat kuduga meskipun kepandaian silat mereka lebih hebat, kecerdasan mereka lebih hebat pun tak akan mereka menyangka akan terjadinya berbagai perubahan tersebut, begitu peristiwa mana mulai berlangsung maka keadaan pun akan terlihat nyata." Berbicara sampai disitu, dia seolah-olah melihat para jago telah terkurung diwilayah Biau dan satu persatu mesti terbunuh secara mengenaskan, oleh sebab itu ucapannya terhenti ditengah jalan dan tertawa terkekeh-kekeh. "Majikan, kapan kau hendak berangkat ?" Bisik Ceng Bun keng tiba-tiba dengan suara lirih. Mao Tin liong berpikir sebentar, kemudian sahutnya. "Aku pikir lebih baik berangkat sekarang juga, kuatirnya kalau sampai tak bisa menyusul mereka" "Hamba telah mempersiapkan semua barang kebutuhan majikan, kini tinggal menanti perintah dari majikan saja" "Baik, mari kita berangkat" Kata Mau Tin-hong kemudian sambil bangkit berdiri. Ceng Bun keng pun buru-buru turut bangun, kemudian katanya. "Hamba akan suruh mereka untuk mengambil barang"barang tersebut." Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Banyakkah barangnya?" Ceng Bun keng menggelengkan kepalanya. "Tidak banyak." Jawabnya. "bahan makanan minuman ditambah berapa buah lentera Khong beng teng dan lima batang lilin untuk lampu!" Mao Tio hong segera manggut-manggut. "Jikalau begitu mari kita mengambil barang-barang itu dan kau boleh menghantarku sampai di depan sana, sebab sepanjang jalan aku masih ada persoalan yang mungkin akan dibicarakan denganmu, dari pada kelupaan nanti." "Tentu saja... tentu saja." Sahut Ceng Bun keng dengan hormat. "Hamba memang bermaksud untuk menghantar majikan sampai dikota Gin sik cay..!" Mao Tin hang menggelengkan kepalanya. "Tidak usah, setelah lewat kota Kim sah cay kau boleh segera pulang." "Terserah perintah majikan." Sembari berkata, mereka berdua segera berangkat menuju kearah depan... Setelah mengambil barang, oleh sebab mereka telah bersantap siang mereka pun segera berangkat. Ceng bun keng memanggil dua orang kepercayaannya sambil berpesan beberapa patah kata, kemudian dengan menemani Mao Tin hong segera berangkat. Kim sah cay sudah dilewati sejauh tiga puluh lima li lebih, kini terbentang jalan gunung beralas batu sepanjang dua puluh Ii, tempat ini merupakan jalan raya penghubung Kim sah cay dengan Gin sik cay, daerah yang sepi dari pengunjung, meski sulit untuk ditempuh namun sama sekali tidak berbahaya. Selewatnya jalan raya sepanjang dua puluh li ini, orang bersikap halus dan sopan, tidak mengusik gadis suku Biau atau kelewat tidak tahu aturan, biasanya mereka akan sampai di tempat tujuan dengan aman. "Tapi, setelah melalui Gin-sik cay dan melangkah menuju ke gua Tiok hoa biau, orang harus lebih berhati-hati lagi, sebab mulai saat itu yang berlaku hanya undang undang suku Biau, bukan hukum bangsa Han.." Waktu itu, Sun Tiong-lo sekalian telah berhasil melewati Gin sik cay dengan selamat. Antara Gin sik cay dengan Tiok hoa biau masih terdapat lagi sebuah daerah seluas dua puluh li yang sama sekali tak ada manusianya, meski suku Biau belum maju alam pemikirannya, namun mereka memegang teguh atas kepercayaan serta adat istiadat mereka. Daerah seluas li yang sama sekali tak berpenghuni itu merupakan pula daerah "bentrokan" Yaag sering dipakai untuk daerah pertarungan antar suku, maka anggota suku yang sama sekali tak ada urusan mereka tak akan melewati daerah tersebut barang selangkah pun, tak heran kalau tempat tempat semacam ini merupakan tempat yang paling baik bagi bangsa Han untuk menyembunyikan diri. Sekarang telah permulaan kentongan pertama, Sun Tiong lo sekalian sedang beristirahat melepaskan lelah. Mao Tin-hong dan Ceng Bun-keng justeru menjadi tamu terhornat dari kepala suku Biau di Gin sik-cay, hal ini disebabkan Ceng Bun keng mempunyai hubungan yang erat dengan kepala suku tersebut... Namun daya pengaruh dari Ceng Bun keng pun hanya mencapai Gin sik cay saja, selewatnya dua puluh li wilayah tak bertuan tersebut, dia tak berani menjamin akan selamat apabila menjumpai urusan. Begitu langit terang tanah, Sun Tiong lo dan rombongan telah berangkat kembali menuju ke arah Tiok hoa biau, sedangkan Mao Tin heng dan Ceng Bun keng telah tiba ditempat yang dipakai San Tiong lo sekalian untuk beristirahat semalam. Ditempat itu masih ditemukan bekas tenda, ditemukan juga abu bekas api ungun. Selesai memeriksa benda-benda itu, Ceng Bun keng segera berkata. "Majikan, barusan mereka masih berada di sini, sekarang mungkin sudah memasuki kota yang dikuasai suku Tiok hoa biau" Mao Tin hong manggut-manggut, agaknya dia tak terlalu memperhatikan hal tersebut. Ceng Bun-keng yang menyaksikan kejadian itu segera berpikir tanpa terasa. "Majikan, apa yang sedang kau pikiritan ?" Mao Tin hong tidak menjawab, dia masih saja termenung sambil berpikir keras. Ceng Bun-keng segera berjalan mendekat, kemudian menegur lagi. "Apakah majikan merasa tidak mempunyai keyakinan untuk melampaui daerah yang dihuni suku Tiok hoa biau?" Mao Tin hong segera menggeleng. "Tidak, persoalan itu sih tak akan terlalu menyusahkan aku" "Lantas apakah yang menjadi beban pikiran majikan ?" Tanya Ceng Bun keng ddngan perasaan tidak habis mengerti. Mao Tin hong menghela napas panjang, sesudah memandang sekejap sekeliling tempat itu, dia menuding ke arah sebuah batu cadas yang berada tak jauh disana sambil berkata. "Mari, mari, mari Bun-keng ! Mari kita duduk sambil berbincangbincang. untung saja musuh kita baru masuk ke wilayah Tiok hoa- biau, tak mungkin mereka bisa meninggalkan tempat tersebut dengan mudah, kita tak usah kuatir tak berhasil menyusul mereka." "Tentu saja." Sahut Ceng Bun-keng cepat. "sekalipun mereka dapat meninggalkan tempat itu dengan selamat, paling tidak hal ini akan terjadi besok tengah hari !" Sementara itu, Mao Tin hong sudah duduk diatas batu, kemudian katanya lagi. "Oya, masa akan begitu ?" Ceng Bun-keng manggut-manggut. "Yaa, daerah yang dikuasai suku Tiok-hoa-biau mencapai ratusan li lebarnya, tiga puluh li dari pusat kota merupakan rawa-rawa yang berkabut racun, orang harus berjalan menghindari rawa-rawa itu, kendati pun perjalanan mereka itu kemungkinan besar dapat dilakukan dengan lebih cepat pun paling tidak juga esok pagi baru dapat meninggalkan daerah tersebut!" Mao Tio-hong segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya dengan cepat. "Dengan tenaga dalam yang dimiliki Sun Tiong-lo sekalian, aku kuatir kalau tempat tersebut dapat dilewati dengan cepat ?" "Majikan" Dengan cepat Ceng Bun keng menggelengkan kepalanya pula berulang kali. "jangan lupa kalau mereka menyaru sebagai rombongan pencari obat-obatan, mana mungkin perjalanan bisa dilakukan terlalu cepat ?" "Aaaah, betul! Betul ! Aku telah melupakan akan hal ini" Seru Mao Tin hong kemudian. Ceng Bun keng kembali tertawa. "Majikan, kau masih ada pesan apa lagi ?" Mao Tin hong menghela napas panjang: Aaaai, Bun keng, sejak berpisah dua puluhan tahun sudah lewat, selama ini aku tak pernah datang menengokmu, selama inipun kita tak pernah berhubungan kabar, bagaimanakah perasaan dan pendapatmu tentang diriku ini?" "Hamba tidak mempunyai pendapat atau perasaan apa-apa, tapi hamba tahu kalau majikan harus berlari menyingkir dengan bersusah payah dan penuh penderita!" "Aah, tak kusangka Bun keng kalau kau begitu mengetahui tentang diriku." Seru Mao Tin hong sambil memukul paha sendiri. "Itulah sebabnya tatkala majikan mengirim perintah secara tiba- tiba dan menitahkan hamba untuk mengantar lencana kemala Pek hoa giok hu ke gua Pek hoa tong, hamba tak berani menunda lagi dan segera pergi melaksanakannya" "Ehmmm, betul, cara kerjamu memang sangat baik, aku telah bertemu muka dengan wan-cu!" Ceng Bun keng manggut-manggut. "Hamba pun sudah tahu akan hal ini." Katanya. "hamba hanya bisa mengucapkan semoga majikan dan cubo bisa berbahagia selalu sepanjang masa." "Bagus sekali, tak nyana kalau jalan pemikiranmu begitu teliti dan sempurna" Ucap, Mao-Tin hong tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak, Mao Tin-hong mengalihkan sorot matanya ke tempat kejauhan sana, kemudian katanya lagi. "Seandainya setiap anak buahku seperti kau semua, hari ini aku pun tak usah kabur ke wilayah Biau yang gersang dan terpencil ini aaai... kalau dibicarakan sungguh menggemaskan hati !" Ceng Bun keng tak dapat menjawab pertanyaan tersebut, terpaksa dia hanya membung kam diri dalam seribu bahasa. Mao Tin hong memandang sekejap ke arahnya, lalu berkata lebih lanjut. "Bun-keng, tahukah kau selama dua puluhan tahun ini aku telah berhasil membangun suatu karya besar yang tiada terhingga besarnya di daratan Tionggoan ? sedemikian luasnya kekuasaanku sehingga hampir saja menjadi seorang Bulim Bengcu yang menguasai seluruh jagad !" "Majikan gagah perkasa dan cerdas tentu taja kedudukan tersebut pantas untuk kau duduki." Kata Ceng Bun keng dengan hormat. Mao Tin-hong mendengus. "Hmmm. siapa tahu oleh penghianatan-penghianatan dari anak buahku, segala sesuatunya ludas dan lenyap tak berbekas." "Dimanakah bajingan-bajingan itu sekarang?" "Yang sudah mampus tak usah dibicarakan, sedang yang hidup sudah kau saksikan semua." Ucap Mao Tin-hong dingin. Ceng Bun keng menjadi tertegun. "Apakah orang she Sun dan..." Sebelum perkataan itu selesai diucapkan, Mao Tin hong telah menukas lebih dulu. "Tiga orang pemuda yang kau jumpai adalah musuh besarku, Bun keng ! Aku tidak ingin mengelabui dirimu. siapa sih diantara manusia-manusia yang berkelana dalam dunia persilatan tidak mempunyai musuh besar ? kejadian semacam ini toh lumrah ?" "Tapi gadis itu merupakan putri angkatku tak nyana kalau dia mempercayai perkataan orang dan terpikat oleh benih cinta buta sehingga akhirnya akupun dikhianati, bentengku yang tangguh dan kuat bagaikan baja pun dipersembahkan kepada orang lain dengan begitu saja." "Sementara si tua bangka tersebut sebenarnya adalah kakak misanku, sebenarnya dia amat rudin sehingga hidupnya sengsara, akulah yang menyelamatkan jiwanya serta memelihara dirumah, apa mau dibilang dia tua orang nya tidak tua hatinya, ternyata secara diam-diam mengincar biniku..." "Majikan, mengapa tidak kau katakan sedari tadi ? Tahu begini, aku tak tak akan membiarkan mereka memasuki daerah Biau dalam keadaan hidup..." Ucap Ceng Bun-keng dengan keras. Mao Tin hong mengulapkan tangannya mencegah dia berkata lebih jauh, kemudian ucapnya lagi. "Sedangkan kakek bungkuk tersebut bernama Mo Ciau jiu, sebetulnya dia adalah orang kepercayaanku, setiap perkataannya selalu kuturuti, siapa tahu akhirnya dia toh menghianati aku juga." "Lima orang lainnya merupakan sobat karib yang paling kupercayai, mereka bernama Lak yu, sayang berhubung peraturanku amat ketat, diam-diam dia telah bersekongkol dengan musuh yang membuat aku tak mampu berkutik dan tancapkan kaki lagi didaratan Tionggoan" Dengan penuh perasaan dendam Ceng Bun-keng mendengus. "Majikan, yang sudah lewat biarkan saja lewat, hari depan masih bisa dikejar, kawanan manusia laknat yang menghianati dirimu itu tak akan bisa hidup bebas meninggalkan daerah Biau, sekalipun mereka dapat lolos dengan selamat, hamba pun..." "Tidak, aku harus membunuh mereka dengan tanganku sendiri!" Seru Mao Tin hong sambil mengulapkan tangannya. Ceng Bun keng segera mengiakan dan tidak berbicara lagi. Sementara itu, Mao Tin hong telah berkata lagi sesudah berhenti sejenak. "Kini, aku sudah dipaksa untuk kabur ke wilayah Biau, Bun keng, aku merasa benar-benar sudah dipojokkan dan tak mampu untuk kabur kelain tempat lagi!" "Tidak majikan." Ceng Bun keng menggeleng "didalam sana masih terdapat Cubo dengan kekuasaan yang tanpa tandingan, sedangkan di-luar masih ada hamba yang bisa menggunakan uang untuk mencari tenaga, selanjutnya dunia persilatan masih tetap menjadi milik majikan!" Mao Tin hong menghela napas panjang. "Aaaii... ambisiku sekarang sudah mendekati saat padam, aku sudah menjadi seorang penakut." "Apa yang majikan takuti? Hamba tidak percaya kalau musuh memiliki kemampuan..." "Sekalipun musuh lebih ganas, belum tentu aku bisa kalah dengan mereka, mengapa aku harus takut kepada orang-orang itu?" Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Pendekar Tongkat Liongsan Karya Kho Ping Hoo