Pedang Karat Pena Beraksara 2
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 2
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D Besok. pihak Bu tong pay akan mengirim orang-orangnya kesana, mengapa dirinya tidak berlagak pilon dengan mencarinya diperusahaan An-wan piaukiok lebih awal dari waktu yang di tetapkan? Andaikata suasana kedua belah pihak berubah menjadi tegang paling tidak ia bisa bertindak sebagai penengah. Dasar memang tak berpengalaman Wi Tiong-hong merasa jalan pemikirannya itu bagus sekali. Hari makin larut malam, pelayan telah datang mengantar lentera, Wi Tiong hong segera berpesan untuk mengantar hidangan malamnya kekamar, selesai bersantap dia memadamkan lampu, naik keatas pembaringan dan mulai bersemedi. Entah berapa waktu sudah lewat, ketika pikirannya sudah mulai semakin kosong dan melupakan segala-galanya, mendadak ia seperti merasakan sesuatu yang tak beres. Kewaspadaannya segera ditingkatkan ia merasa seperti ada orang yang berhenti didepan jendela kamarnya. Wi Tiong hong sangat terkejut, untung dia sedang bersemedi itupun hanya muncul karena perasaan tak enak, bukan sebab dia mendengar suatu gerakan suara yang mencurigakan. Coba kalau dia tidak memusatkan perhatiannya. sudah pasti tak akan disadarinya akan kehadiran orang itu. Ditinjau dari segi kemampuan orang tersebut sewaktu menjalankan tanpa menimbulkan suara apapun, bisa diketahui kalau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya jelas berada jauh diatas kepandaiannya. Tapi siapakah orang itu, mengapa dia mengintip dirinya. Berpikir demikian tak tahan lagi dia mendongakkan kepalanya, tampaklah ada sepasang mata yang jeli memang sedang mengawasinya tanpa berkedip... Mendadak sepasang mata yang jeli itu lenyap tak berbekas, seakan akan orang itu merasakan sesuatu dan berlalu dari sana. Sementara Wi Tiong-hong sedang keheranan tiba tiba terdengar Thio Kun kai yang berada dikamar sebelah membentak keras. "Siapa disitu?" Menyusul terdengar suara jendela dibuka orang rupanya mereka sudah melompat keluar melewati jendela . Sekarang Wi Tiong hong baru tahu rupanya orang itu melenyapkan diri karena menemukan kalau Thio Kun kai yang berada dikamar sebelah belum tidur. Berbareng dengan menggemanya suara bentakan dari Tio Kun kai, dari kamar lain terdengar lagi suara si nona berbaju merah yang melompat keluar dari jendela sambil meloloskan pedangnya. "Ji ko, siapa yang datang?" Bentaknya nyaring. "Entahlah, barusan kulihat ada bayangan manusia berkelebat lewat diluar jendela, tapi orang itu sudah kabur dengan cepat" "Apakah jiko tak lihat jelas siapakah dia ? Mungkin pencoleng dari perkumpulan Thi pit-pang?" "Huuuh... kalau cuma Thi pit pang saja mah tak nanti mereka bisa memilik ilmu gerakan tubuh yang begitu lihay." "Hmm... kalau begitu sudah pasti dia adalah orang yang diundang untuk membantu mereka, besok. kalau tak diberi sedikit pelajaran niscaya dia akan menganggap partai Bu tong adalah sebuah partai yang bisa dipermainkan dengan seenaknya." Sesudah mendengar tanya jawab itu, wi Tiong hong pun berpikir. "Mungkin orang itu benar benar untuk menyelidiki gerak gerik mereka dan sama sekali tiada sangkut pautnya dengan diriku." Maka diapun tidak menggubris lagi, sambil memejamkan mata, ia melanjutkan lagi semedinya. Keesokan harinya, ketika Wi Tiong hong bangun dari tidurnya dia baru menemukan diatas meja dekat jendela tertera secarik kertas panjang. Ketika diambil, maka terbacalah beberapa huruf diatas kertas itu yang berbunyi. "Fajar menyingsing keluar dari kota, jangan membuang waktu lagi." Ditinjau dari gaya tulisannya yang lembut dapat diduga kalau tulisan itu ditulis oleh orang perempuan. Wi tiong hong menjadi tertegun, kemungkinan besar kertas itu ditulis oleh orang yang mengintipnya semalam. Tapi, ia baru pertama kali ini terjun kedunia persilatan kecuali Ting ci kang yang dikenal kemarin, dalam dunia persilatan tak ada yang dikenal lagi, padahal ia janji padanya untuk bertemu tengah hari nanti, mustahil dia meninggalkan surat yang meminta kepadanya untuk meninggalkan kota pagi ini. Terutama sekali sepasang biji mata yang mengintipnya semalam amat jeli, jelas tidak mirip Ting ci-kang, lantas siapakah orang itu ? Mengapa dia menganjurkan pergi keluar kota? Jangan-jangan dia salah kamar? Kertas surat itu seharusnya ditujukan buat Thio Kun kai yang berada dikamar sebelah ? Dia masukkan kertas itu kedalam saku, membuka pintu kamarnya, tampak sang pelayan sedang datang membawa air untuk mencuci muka, terdengar pelayan itu menegur sambil tertawa: "Siang kong, mengapa tidak tidur lebih lama lagi ? Sekarang, hari masih amat pagi." "Aku punya janji dengan seorang temanku, sekarang juga akan keluar ... ." Selesai membersihkan muka, Wi Tiong-hong keluar dari penginapan dan sarapan disebuah warung pinggir jalan. Waktu itu hari masih pagi, banyak toko masih tutup, orang yang berlau lalangpun amat sedikit. Sejak kecil Wi Tiong hong dibesarkan diatas gunung, dia sudah terbiasa bangun pagi tidak diketahui olehnya kalau orang kota memang sudah biasa bangun lambat. Sebenarnya dia bermaksud untuk langsung menuju ke perusahaan An wan piaukiok untuk mencari Tiang Toako, tapi setelah menyaksikan keadaan dijalan raya hatinya menjadi agak sangsi. Dia menyesal kenapa tidak menunggu agak lama lagi didalam rumah penginapan. Berjalan menelusuri jalan raya, akhirnya sampailah dia disebuah persimpangan jalan, tampak ada segerombol manusia sedang berkerumun di tepi jalan melihat keramaian. Karena merasa heran dia ingin tahu, tanpa terasa dia berjalan menghampiri pula tempat ke ramalan itu. Ternyata ada seorang pengemis yang memakai celana butut dan bertelanjang dada sedang duduk diatas tikar sambil meneguk arak dari dalam buli-bulinya. Disamping pengemis itu terletak sebuah tabung bambu sebesar mangkuk yang panjangnya empat depa, tabung bambu itu di kat dengan seutas tali rami yang hitam dan kasar. Tampaknya tabung bambu itu sudah terlalu lama menyembol pada punggungnya sehingga tubuh tabung itu telah berkilat tajam. Wi Tiong hong tidak mengerti apa sebabnya banyak orang mengerumuni pengemis tersebut baru saja akan pergi, mendadak dari sisi tubuh pengemis itu terdengar suara "Kook .." Seperti suara mengokok seekor binatang, dia menjadi heran dan ingin tahu, sehingga tanpa terasa segera berhenti kembali. Dalam pada itu, pengemis tersebut telah meletakkan buli-bulinya ke lantai, kemudian sambil menjilat sekeliling bibirnya, ia berpaling sambil berkata. "Tadi engkau toh sudah minum seteguk ? kenapa engkau menjerit-jerit terus ? Arak ini baru kudapat semalam, diminum seorang diripun tak cukup, masa mesti dibagi dua dengan kau" Pengemis itu berusia empat puluh tahunan, mukanya penuh cambang dua dengan yang berbintik-bintik penuh codet bekas luka, pada leher bagian kanan tumbuh bisul sebesar bakpao sedangkan dadanya penuh dengan bulu berwarna hitam. Wi Tiong Hong tak tahu siapa yang sedang di ajak bicara oleh orang itu, sebaliknya orang yg berkerumun disekeliling tempat itu sudah tertawa tergelak karena geli. Baru selesai pengemis itu berbicara. "koookk koookkk..." Kembali bergema suara nyaring. sekarang wi Tiong hong dapat mendengar dengan jelas bahwa suara itu berasal dari dalam tabung bambu tersebut, hal ini membuat hatinya semakin keheranan. Pengemis itupun berkerut kening lalu sambil memandang tabung bambu itu ia berseru. "Hei, Lo sam. Bila kau bersikeras ingin minum baiklah. akan kuberi tapi hanya, ooh setegukan saja, jangan banyak-banyak yaa.. " "Koookkk... " Dari balik tabung bambu itu kembali berkumandang suara mengokok yang keras. "Baiklah" Ujar pengemis itu sambil tertawa. "akan kupersilahkan kau untuk keluar." Rupanya mulut tabung itu disumbat dengan segumpal kain kumal, sambil berkata, pengemis itu segera mencabut keluar sumbatan itu dari tabungnya. Begitu penyumbat ditarik keluar, pelahan muncul ah seekor kepala ular berwarna warni yang berkepala segi tiga dari dalam tabung itu, lidah nya yang berwarna merah dan bercabang itu menjulur keluar dan bergerak klan kemari sepanjang empat lima inci, keadaan maupun bentuknya mengerikan sekali. Wi Tiong-hong baru terperanjat setelah menyaksikan binatang itu, dari paman yang tak dikenal namanya, ia pernah mendengar tentang perihal ular ular berbisa, dia tahu bila ular berkepala segi tiga, maka dapat dipastikan kalau ular itu adalah seekor ular berbisa. Ular itu berpanca warna dengan besar badannya selengan bocah, kepalanya saja hampir sebesar kepalan dengan sisik yang berkilauan, bisa dibayangkan betapa berbisanya binatang itu. Setelah menjulurkan kepalanya keluar dari tabung, dengan sorot mata yang menggidikkan ular itu mengawasi sang pengemis, lalu... "Koookkk" Kembali dia mengokok. Pengemis itu lantas menepuk-nepuk kepala ular itu, sementara tangan kanaanya mengambil buli-buli berisi arak. menekankan ibu jarinya dimulut buli buli dan menuangkan setetes arak ke mulut ular itu. Tampaknya dia kuatir menuang kelewat banyak, maka ibu jarinya dipakai untuk menahan arak yang mengalir kelewat deras itu. Tampaknya ular berbisa itu sudah terbiasa minum arak. lidahnya menggulung-gulung seperti menikmati arak tersebut dengan penuh kenikmatan, ternyata tak setetes arakpun yang tertumpah dari mulutnya. Hanya dua tegukan kemudian, pengemis itu telah menyimpan kembali buli-buli araknya. "cukup, cukup, sudah hampir habis buli-buli ini." Serunya. "biarlah yang masih tersisa untukku." Agaknya ular itu masih ingin minum lebih banyak lagi, ketika buli buli itu disimpan kembali oleh majikannya, lidah yang merah dan bercabang itu segera menjilati sisa arak yang bertumpah di ibu jari pengemis tadi. Pengemis itu segera menepuk nepuk kepala ularnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya mengalihkan buli buli arak itu ke tempat lain, kemudian dia tak ambil perduli apakah jari tangannya sudah ternoda oleh liur ular atau tidak, dia segera memasukkannya ke mulut dan menghisapnya dalam-dalam. Hampir tumpah Wi Tiong-hong saking muaknya, namun penonton yang lain malahan tertawa terbahak-bahak. Sehabis menghisap ibu jari sendiri, pengemis itu, berkata lagi kepada sang ular. "coba lihat kali ini betul betul sudah kehabisan arak. hayo cepat kembali kedalam tabung, kita akan mencari teman untuk minta sokongan uang untuk arak. mencari tambahan arak barulah merupakan persoalan yang sebenarnya.." Ternyata ular itu memang penurut sekali, dia benar-benar menarik badannya kembali ke-dalam tabung. Pengemis itu mengambil kembali penyumbatnya dan menyumbat mulut tabung bambunya, setelah itu sambil menggeliat bangun berdiri. Penonton yang mendengar kalau pengemis itu akan minta uang segera membubarkan diri dan berlalu cepat-cepat dari situ. Tiba-tiba sorot mata pengemis itu, dialihkan kewajah Wi Tiong hong, katanya kemudian. "Siang kong bagaimana kalau kau menyumbang uang arak untuk kami berdua...?" Dari kata-kata yang halus dan penuh sopan santun Wi Tiong hong segera mengerti kalau dia bukan pengemis sembarangan, segera tangannya merogoh kedalam saku dan mengeluarkan sekeping perak yang beratnya mencapai lima tahil lalu diangsurkan kedepan. Beberapa orang penonton yang menyaksikan pemuda itu mengeluarkan uang seberat lima tahil perak untuk diberikan kepada seorang pengemis, kontan saja mereka jadi terbelalak dengan wajah tertegun Perlu diketahui pada masa itu uang berharga sekali, satu mata uang tembaga saja dapat membeli satu dua biji bakpau, tiga mata uang tembaga bisa membeli setengah kati gandum maka sekalipun memberi satu mata uang tembaga buat seorang pengemis pun sudah berlebihan apalagi lima tahil perak Siapa tahu pengemis itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali setelah menimang-nimang berat uang perak itu, katanya segera. "Aaah, ini baru empat tahil tujuh rence. lima tahilpun tak sampai, masa engkau hendak mengandalkan empat tahil tujuh rence ini untuk mencari teman? Aku tahu, dalam saku siang-kong paling tidak masih ada dua puluh delapan tahil perak. bila dibagi rata maka seharusnya kau memberi tambahan delapan sampai sepuluh tahil perak lagi, tapi kaupun tak usah kuatir, asal mau menderma buat aku si pengemis, tanggung banyak keuntungan yang bakal kau raih." Seraya berkata telapak tangannya masih dijulurkan kemuka dan sama sekali tak berniat untuk menarik kembali. Ibaratnya singa membuka mulut lebar-lebar, belum pernah rasanya ada pengemis yang menentukan berapa tahil perak yang harus didermakan orang kepadanya. Wi Tiong hong sudah tahu kalau dia bukan pengemis sembarangan, maka katanya sambil tersenyum. "Aku sih tidak mengharapkan kebaikan apa apa, tak ada salahnya bila kita bersahabat saja." Dari sakunya dia lantas mengeluarkan lagi sekeping uang perak sebesar sepuluh tahil dan diserahkan ketangan pengemis itu. Para penonton disekitar arena menjadi semakin terbelalak malah diam-diam mereka berpikir. "Bocah muda ini, betul betul tolol, masa uang sebanyak itu diberikan semua untuk seorang pengemis?" Berbeda dengan sang pengemis, setelah menerima uang dengan wajah berseri dia manggut-manggut lalu berseru. "Siang kong, kau memang berjiwa sosial, seorang anak sekolahan bisa berjiwa besar seperti ini, benar-benar sesuatu yang luar biasa" Berbicara sampai disitu, dia lantas menggulung tikar bututnya dan dijapit dibawah ketiak lalu sambil mengambil tabung bambu bambu tersebut, serunya sambil berpaling. "Lo-sam, mari kita mencari arak" Tanpa mengucapkan terima kasih lagi kepada Wi Tiong-hong, dia lantas berajak pergi meninggalkan tempat itu. Diantara penonton yang berkerumun disitu, segera terdengar seseorang berseru: "Engkoh cilik, kau telah tertipu, pengemis pemain ular begitu tak pantas ditolong, coba lihat, setelah mendapat uang, tanpa berterima kasih dia sudah kabur dengan begitu saja." Seorang buka suara, yang lain pun ikut-ikutan: "Betul, aku lihat orang itu pasti seorang penipu yang ulung, karena sudah terbiasa mengakali orang dengan tipu muslihat licik, maka ia sengaja menipu orang-orang jujur. Engkoh cilik, rupanya kau belum keluar rumah ? Setelah kena ditipu sekali, semoga saja lain kali lebih berpengalaman lagi." Paras muka Wi Tiong-hong berubah menjadi merah jengah sesudah mendengar kata- kata itu, sambil tertawa dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi, sementara dari belakang sana ia masih mendengar orang menuduhnya sebagai seorang pemuda ingusan yang tolol. Akhirnya sampailah pemuda itu dijalan raya sebelah timur. Perusahaan An Wan piaukiok terletak disebuah gedung yang amat luas, didepan pintu tampak sepasang singa batu yang berdiri angker di kedua belah sisi pintu gerbang. Diatas pintu gerbang sebelah kiri tergantung sebuah papan nama yang terbuat dari tembaga putih, diatas papan nama tadi tertera empat huruf besar yang berbunyi. "An-Wan PIAU KIOK" Tulisan itu berkilauan terang karena tiap hari digosok bersih, hal mana menambah keangkeran, tempat itu. Dibalik pintu sebelah kiri terletak sebuah bangku panjang, dua orang lelaki berpakaian ringkas sedang duduk disana. Wi Tiong hong berjalan mondar mandir sejenak untuk memeriksa keadaan sekeliling tempat itu, kemudian diapun menaiki undak-undakan batu didepan gedung. Salah seorang diantara dua orang lelaki yang sedang duduk dibangku panjang itu segera bangkit berdiri tatkala dilihatnya Wi Tiong hong mendekatinya, sambil manggut tegurnya. "Engkoh cilik, kau hendak mencari siapa?" Buru-buru wi Tiong hong menjura sambil menjawab. "Aku hendak mencari Ting ci kang, Ting Toako" Lelaki itu memperhatikan sekejap seluruh badan Wi Tiong hong akhirnya sorot mata itu berhenti diatas pedang berkarat yang tergantung dipinggangnya, dengan suara dingin ia menegur. "Ada urusan apa kau datang mencarinya?" Wi Tiong hong belum berpengalaman, dia baru saja terjun ke dalam dunia persilatan, tentu saja tidak diketahui pula kalau situasi disana kurang menguntungkan. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Apalagi kawanan Tang cu jiu dari perusahaan pengawalan barang itu, mana sudi mereka memandang sebelah mata tarhadap pemuda ingusan yang membawa pedang berkarat? Mendengar pertanyaan itu, dia lantas menjawab. "Aku diundang kemari oleh Ting-toako, hanya tak diketahui dia berada dimana sekarang, tolong lo ko bersedia memberi kabar kedalam.." Lelaki itu kurang percaya kalau Wi Tiong-hong seorang yang diundang oleh perkumpulan Thi-pit-pang, sekali lagi pemuda itu diawasinya dari atas sampai kebawah, kemudian baru bertanya lagi. "Engkoh cilik, kau she apa ?" Dari dalam sakunya Wi Tiong-hong mengeluarkan sebatang pena baja dan diangsurkan ke depan seraya menjawab. "Aku Wi Tiong hong, Ting toako telah mengundang atas kedatanganku kemarin, nah inilah tanda pengenal yang dia serahkan kepada kami." Setelah menyaksikan pena baja itu, lelaki tersebut baru tertegun, tapi sikapnya juga otomatis menjadi lebih sopan dan menaruh hormat, Lelaki kedua yang selama ini banyak duduk melulu serentak bangkit berdiri, kemudian sambil tertawa katanya. "Ting tayhiap berada didalam, silahkan sauhiap duduk didalam, Thio-longo, cepat masuk dan memberi kabar." Lelaki yang pertama tadi segera mengiakan dan beranjak masuk dengan langkah cepat. Wi Tiong hong pun beranjak masuk kedalam gedung itu. Tak lama kemudian, tampak Ting ci-kang telah muncul dari dalam ruangan dengan langkah lebar, serunya sambil tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh ... haaahhh ... haaahhh ... , saudara Wi, benar kau sudah sampai disini " "Ting toako " Sapa Wi Tiong hong pula. Ting ci kang segera menggandeng tangannya mengajak masuk sambil katanya. "cepat masuk dan duduk didalam, mari kuperkenalkan beberapa orang teman kepadamu." Dia melangkah masuk keruang kiri dimana terdapat sebuah ruang tamu kecil. Pada waktu itu sudah ada tiga orang sedang duduk berbincang disana, melihat kedatangan mereka berdua, serentak orang-orang itu bangkit berdiri. Sambil tertawa Ting ci kang memperkenalkan "Dia adalah saudara cilik yang baru kukenal Wi Tiong hong adanya..." Kemudian diapun menunjuk kearah seorang kakek bermuka merah berbaju biru yang duduk dikursi utama sambil memperkenalkan. "Saudara ini adalah congpiautau dari perusahaan An wanpiau kiok Beng Kian hoo" Lalu menunjuk pula kearah seorang lelaki berperawakan sedang dengan wajah yang putih sambil menambahkan. "Dan saudara ini adalah wakil congpiautau perusahaan An wan piaukiok, Cuan im nu (gendewa penembus awan) Li Goan tong" Akhirnya menujuk kearah seorang lelaki berperawakan pendek dan ceking sambil berkata. "Dan dia adalah pelindung hukum dari perkumpulan Thi pit pang, Ko Thian seng ( bintang penembus langit) Lo Hang" Wi Tiong hong segera menjura kearah tiga orang itu sambil mengucapkan beberapa patah kata merendah, kemudian Ting Ci kang menariknya agar duduk disampingnya. Beng kiam hoo memandang sekejap ke arah Wi tiong hong, lalu ujarnya sambil tersenyum. "Wi siauhiap masih muda lagi tampan, tenaga dalamnya sempurna lagi, entah kau berasal dari perguruan mana?" Wi Tiong hong mencoba untuk mengawasi Congpiautau keluaran Siauw-lim-pay ini, dia disaksikan orang itu berusia sudah 50 tahun mukanya merah segar, semangatnya berkobar-kobar, sepasang keningnya menonjol amat tinggi, sekilas pandangan saja dapat diketahui kalau dia adalah seorang jago yang berkepandaian tinggi. Tapi, dalam sekilas pandangan saja dia dapat, mengetahui kalau tenaga dalamnya telah mencapai puncak kesempurnaan, ketajaman mata macam ini boleh dibilang luar biasa sekali. Buru buru dia menjura seraya berkata. "Congpiautau terlalu memuji, guruku adalah Thian goan." Sambil mengelus jenggotnya yang memutih, sengaja tak sengaja Beng Kian ho melirik sekejap kearah Ting ci Kang, kemudian sambil tertawa manggut-manggut. "Oooh ... rupanya Wi-siauhiap adalah murid Thian goantootiang, dari Bu tong pay, maaf, maaf?" Perlu diketahui, Thian goan cu tak lain adalah kakak seperguruan Thian Yancu, ketua partai Bu tong pay saat ini merupakan salah seorang dari Bu-tong-sam-loo (tiga tua dari Bu-tong), tingkat kedudukannya didalam partai tinggi dan amat terhormat. Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, konon dimasa mudanya dulu Thian Goan cu berasal dari perguruan kaum sesat, kemudian entah mengapa dia telah mengangkat ci yang cinjin dari Bu tong pay sebagai guru nya. Oleh karena dia memiliki dua macam kepandaian dari aliran sesat maupun lurus, tak heran kalau ilmu silatnya sangat lihay dan merupakan pemimpin dari Bu-tong sam loo, hanya saja tosu ini bersifat hambar, tak suka mencampuri urusan partai dan sepanjang tahun berpesiar ditempat luaran. Hanya suatu ketika, pada tiga puluh tahun berselang, entah bagaimana ceritanya seorang anggota Bu tong pay telah melukai murid Tiang pek Hekpek siang mo (sepasang iblis hitam putih dari bukit Tiang pek san), didalam gusarnya Hekpek siang mo telah menyerbu ke Bu tong pay, tapi kebetulan berjumpa dengan Thian Goan cu. Hanya mempergunakan satu jurus ilmu pedang, tosu itu telah berhasil menggetar lepas senjata yang dipergunakan sepasang iblis tersebut. Mulai detik itulah orang persilatan baru tahu kalau kepandaian silat yang dimiliki Thian Goan cu dari Bu tong pay telah mencapai puncak kesempurnaan tapi ada pula yang mengatakan kalau jurus pedang yang digunakannya itu bukan berasal dari aliran bu- tong pay. Betul atau tidak cerita tersebut, tentu saja hanya dia seorang yang tahu, sebab baik ilmu pukulan, ilmu telapak tangan maupun ilmu pedang aliran Bu-tong pay lebih mengutamakan kelembutan untuk menaklukkan kekerasan . ... Sementara itu, ketika Ting Ci kang mendengar kalau Wi Tiong hong adalah murid Thian Goan Cu, tanpa terasa lagi dia mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak- bahak. "Haaahh ... haaahhh..,. saudara Wi, jadi kau adalah anggota Bu-tong pay? Waah, kalau begitu kebetulan sekali." Wi Tiong hong adalah seorang pemuda yang amat cerdas, dilihat dari nada ucapan Ting Cikang tersebut, ia telah mendenga rada tak senang dibalik ucapan tersebut, maka buru buru katanya. "Ting Toako salah paham, ilmu silat siaute berasal dari insu, namun bukan berarti aku adalah anggota Bu tong pay." "Wi-sauhiap. aku rasa kau pasti sudah tahu bukan akan perselisihan perkumpulan kami dengan pihak Bu tong pay?" Tegur Ko thian seng Lo Liang dengan dingin. "Saudara Wi, saudara Lo ini, adalah pelindung hukum perkumpulan kami" Kata Ting Ci kang sambil tertawa bergelak. Wi Tiong hong segera menjura lagi kepada Lo Liang. kemudian baru ujarnya. "Setelah siaute berpisah dengan toako kemarin, aku baru tahu kalau antara perkumpulan anda dengan pihak Bu tong pay telah terjadi kesalahan paham padahal Siaute merata cocok sekali dengan toako itulah sebabnya dengan lancang siaute telah datang lebih awal, karena tak lain ... tak lain." Ketika berbicara sampai disitu, dia baru teringat kalau dirinya tak lebih hanya seorang pemuda ingusan yang baru terjun kedunia persilatan ucapannya saja tak dipercaya orang, mana mungkin bisa melerai perselisihan orang lain? Untuk sesaat wajahnya berubah menjadi merah padam dan ia tak sanggup untuk melanjutkan kembali kata-katanya. Bab-04 Ketua Perkumpulan pena baja Mendengar perkataan itu, Seng Lo Liang segera tertawa, ujarnya dengan cepat, Kalau begitu Wi siauhiap kemari untuk membantu pangcu kamu....?" Warna selembar wajah Wi Tiong-hong berubah makin merah lagi lantaran amat jengah. "Soal ini...." Ting Ci-kang kuatir anak muda itu mendapat malu, maka sambil tertawa tergelak ujarnya. "Maksud kedatangan saudara Wi amat mengharukan hatiku, cuma kedatangan orang2 Bu-tong-pay adalah bermaksud untuk mencari balas, aku rasa tak mungkin persoalan ini dapat diselesaikan hanya dengan sepatah dua patah kata saja." "Bagaimanakah duduk persoalannya yang sesungguhnya tidak Siaute ketahui, apakah Ting Toako bersedia untuk menerangkannya sedikit kepadaku?" Sambil tertawa getir Ting Cikang menggeleng, "Aaaai... siapa yang tahu?" Katanya. "hakekatnya peristiwa ini merupakan peristiwa pembunuhan yang penuh diselubungi teka-teki, walaupun Siau-siang sudah melakukan penyelidikan selama banyak waktu, itupun hanya kuketahui delapan belas anggota perusahaan Ben-Lipiau klok dari kota Ciu ciu pimpinan Kan-kunjiu (tangan jagad) Siauw Beng-san telah tewas dibunuh orang dekat ruang Sikjin tian. Diantara mayat yang ditemukan ternyata salah seorang di antaranya adalah mayat pelindung hukum perkumpulan kami Thi jiau tonglong (Belalang bercakap baja) Lu Yun cun. Konon semua korban tewas pada bagian yang mematikan seperti terluka oleh tusukan pena baja, padahal disekitar wilayah Kanglam hanya siau heng seorang yang menggunakan pena baja. Kan kun jiau Siau Beng san merupakan murid pertama dari Bu tong pay. maka pihak Bu-tong pay pun lantas menuduh siau heng lah yang telah melakukan pembunuhan berdarah itu, aaai, untung saja Beng loko bersedia menjadi saksiku..." Baru saja bicara sampai disitu, kembali nampak seorang lelaki berjalan masuk sambil membawa selembar kartu undangan, katanya. "Bwee hoa kian (pedang bunga sakura ) Tio kun kai serta Sak jiu ing eng (gadis cantik bertangan keji) Tio Man datang berkunjung." Beng Kian hoo segera bangkit berdiri seraya mengulapkan tangannya. "Undang mereka masuk." Ting Ci kang pun segera bangkit berdiri kemudian bersama Beng Kian hoo beranjak keluar dari ruang tamu, sementara cuan im nu Li Goan-tong, Ko thian-seng Lo Liang serta Wi Tiong hong mengikuti dibelakang kedua orang tersebut. Tampak Bwe hoa kiam Thio Kun kai mengenakan jubah panjang berwarna hijau dengan sebilah pedang tersoren dipmggang, sepasang matanya memandang deatas dengan sikap yang angkuh. Dibelakang adalah Lak-jiu im-eng Thio Man yang mengenakan pakaian ringkas berwarna hijau dia menyandang pedang pada punggungnya wajah yang berbentuk kwaci itu dilapisi oleh hawa dingin yang menggidikkan hati. Beng Kian hoo dan Ting ci-kang berdiri di depan pintu gerbang menyambut kedatangannya. Pertama-tama Beng Kian hoo yang menjura lebih dulu sambil berkata. "Kedatangan Thio tayhiap berdua kerumah kami sungguh membuat aku merasa amat bangga." Kemudian diapun memperkenalkan kedua belah pihak sambil katanya. "Tong lote, kedua orang ini adalah Swee hoa kiam Thie thayhiap dan Thio lihiap dari Bu-tong samseng (tiga orang gagah dari Butongpay)" Kemudian katanya pula. "Saudara ini adalah sobat baikku, ketua partai Thi pit pang dari wilayah Kanglam Ting ci kang." Segera menjura kedua orang itu seraya berkata. "Sudah lama kudengar nama besar dari bu tong sam eng, sungguh beruntung siaute dapat menjumpainya hari ini." Dengan pandangan dingin bwee hoa kiam Thio kun kay memperhatikan lawannya sekejap lalu dengan suara tertawa dingin. "Hmm... heeehh... heeehee rupanya kaulah Ting pangcu dari perkumpulan Thi-pit-pang, bila Bu tong pay masih berada dalam pandangan mata kau Ting Pangcu, tak nanti kau akan membinasakan semua anggauta perusahaan Ban li piaukiok secara keji." Begitu berjumpa muka ia telah mendamprat Ting Ci kang dengan kata-kata yang tajam dan tak sedap didengar. Paras muka Ting Ci kang masih tenang seperti tak pernah terjadi apa2 dia tertawa tergelak, "Haaahhh . .. haaahh setelah Thio tayhiap berdua datang berkunjung kemari, sebodoh-bodohnya aku orang she Ting juga pasti akan memberi pertanggungan jawab kepadamu. Nah, silahkan kalian berdua masuk dulu untuk minum teh." Wi Tiong hong yang melihat kejadian itu diam-diam merasa sangat kagum, pikirnya. "Ting toako memang tak malu untuk disebut seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, baik sikap maupun caranya berbicara benar-benar sangat luwes dan halus bersopan santun." Bwee hoa kiam Thio Kun kai tertawa dingin, dengan kepala didongakkan dia masuk ke dalam ruangan. Secara beruntung Beng Kian hoo memperkenalkan pula Cuan in tiu Li Goan tong, Ko- thian seng Lo liang dan wi Tiong hong, kemudian semua orang mengambil tempat duduk dan pelayanpun datang menghidangkan air teh. Melihat tamunya sudah hadir semua, Beng-Kian hoo kembali menitahkan orang untuk mempersiapkan perjamuan. Tak lama kemudian arak dan sayur telah dihidangkan diatas meja semuanya merupakan hidangan pilihan. Beng Kian hoo mempersilahkan Bwee hoa-kiam dan adiknya menempati kursi utama, kemudian disusul wi Tiong hong. Ting Ci kang dan Lo Liang berlima, sedangkan Beng Kian hoo dan Cuan im nu Li Goan tong sebagai tuan rumah sibuk melayani tamunya. Setelah meneguk beberapa cawan arak, Bwee hoa kian Thio kun kai mulai tak tahan, dia segera bangkit berdiri dan menjura kepada Beng Kian hoo, katanya. "Kami berdua merasa banyak banyak terima kasih sekali atas hidangan serta perjamuan yang Congpiautau selenggarakan buat kami, cuma kedatangan kami berdua adalah dalam rangka mencari tahu siapakah pembunuh keji dari kakak seperguruan kami yang telah mati terbunuh, bila Congpiautau hendak mengemukakan sesuatu, ditinjau silahkan saja diutarakan keluar." "Ketika kakak seperguruan kalian kau-kunjiu Siau tayhiap masih hidup dulu, siaute pernah beberapa kali bersua muka dengannya" Ucap Beng Kian hoo sambit menjura, "tak nyana Bian li-piaukiok telah tertimpa musibah dan kedelapan belas orang pengikutnya telah tewas terbunuh. dalam suasana tenang yang sudah lama melanda dunia persilatan, peristiwa ini boleh dibilang amat mengejutkan sekali, semua umat persilatan turut berduka cita atas kematian mereka..." Berbicara sampai disini, dia lantas berpaling dan memandang sekejap kearah Ting Ci kang, kemudian melanjutkan. "Ting lote sendiri pun khusus datang kemari untuk menyelidiki latar belakang terbunuhnya pelindung hukum perkumpulan Thi pit pang, siBelalang bercakar baja Lu Yaw. cun, suhu di ruang Sik jim tian, siapa tahu partai anda telah menaruh kesalahan paham terhadap apa yang di lakukan pihak Thi pit pang, bahkan berkata hendak mencari Ting lote untuk membuat perhitungan..." Dengan kening berkerut, Lak jiu im eng tertawa dingin, tukasnya. "Siapa hutang uang harus bayar uang, siapa membunuh orang harus bayar nyawa apakah kami tidak perbolehkan membalas dendam bagi kematian delapan belas orang anggota Bau-li- piaukiok yang telah mati terbunuh itu ...?" "Apa yang dikatakan Lihiap memang benar, siapa telah membunuh orang dia harus membayar dengan nyawa pula, dan sepantasnya bila kau membuat perhitungan dengan pembunuh itu. Tapi aku kuatir kalau dalam peristiwa ini telah terjadi kesalahan paham, itulah sebabnya sengaja ku undang kehadiran kalian berdua untuk membicarakan persoalan ini secara baik-baik daripada kedua belah pihak harus saling gontok-gontokan tanpa sesuatu alasan yang kuat." Mencorong sinar tajam dari balik mata Bwe hoa kiam Thio kun kai, katanya kemudian. "Beng Congpiautau, maaf bila aku hendak mengucapkan beberapa patah kata yang kurang sedap didengar,perkumpulan Tit Pit pang tak lebih hanya merupakan suatu perkumpulan kecil dalam dunia persilatan, masih jauh kalau dibilang ingin mengajak damai Bu tong pay, apalagi membegal barang membunuh orang sudah merupakan suatu kenyataan, maka aku harap Beng Congpiautau sebagai seseorang yang bernama baik dimata umum lebih baik melepaskan diri dari persoalan ini saja." Mendengar ucapan yang menghina perkumpulan Tit Pit pang ini kontan saja pelindung hukum dari Tit Pit pang, Ko thian seng Lo-Liang menjadi naik pitam. Sebaliknya Ting Ci kang masih tetap tenang seperti sedia kala, malah ujarnya sambil tersenyum. "Aku bersedia untuk mendengarkan pernyataan seperti yang disinggung oleh Thio tayhiap barusan." Lakjiu im eng Thio Man mendengus dingin. "Hmm, Ting pangcu toh jauh lebih jelas dari pada kami, buat apa sudah tahu pura-pura bertanya lagi." "Ucapan nona memang benar, mungkin lantaran luka pada semua korban terletak pada bagian tubuh yang mematikan mulut lukapun sebesar totokan pena baja maka kau menganggap hal ini sebagai suatu bukti yang jelas. Hanya saja, ada satu hal yang belum kupahami, toh dalam wilayah Kang lam yang begini luas bukan hanya Siaute seorang yang menggunakan pena baja, siapa tahu..." Belum selesai ucapan itu diutarakan, Lakjiu im eng Thio Man telah menukas. "Orang She Ting, sungguh memalukan kau. Sebagai seorang ketua suatu perkumpulan besar ternyata tak berani mengakui perbuatan yang telah kau lakukan sendiri." Ting Ci kang tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh .... baaahhh .... haaahhh .,. kalau aku merasa pernah berbuat, pasti akan ku ketahui" "Bagus sekali" Seru Lakjiu im-eng dengan penuh kebencian "jika, mana barang itu? Bawa keluar dan perlihatkan kepadanya, kita lihat apa yang dikatakannya." Tio Kun kai mendengus dingin, dari sakunya dia mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dan diserahkan kepada Beng Kian hoo. serunya "Beng Congpiautau, Coba kau periksa benda ini." Beng Kian hoo, menerima bungkusan itu dan dibukanya ternyata isinya adalah sebilah pena baja sepanjang lima inci, diatas pena itu terukir sebuah lingkaran dalam lingkaran tercantum sebuah huruf yang berbunyi "Kang" Ting Ci kang memang bermata tajam dalam sekilas pendangan saja ia telah mengenali pena baja itu sebagai barang miliknya. Bila diatas pena itu tercantum huruf "Ting maka benda itu dipakainya dengan sebagai tanda pengenal seorang ketua perkumpulan Thi-pit-pang, tapi benda itu mencantum kan huruf "Kang" Berarti senjata tersebut biasanya digunakan sebagai senjata atau senjata rahasia. Bentuk pena itu sesungguhnya sama hanya diantara kedua benda itu berbeda dalam huruf, dalam hal ini orang lain tak akan mengerti. Itulah sebabnya dia menjadi tertegun setelah menyakslkan pena baja tersebut, pikirnya kemudian. "Sudah jelas ada orang telah mencuri pena bajaku dengan tujuan menfitnah diriku, hm.... sayang persoalan ini takkan sampai menyusahkan aku orang she Ting." Berpikir demikian, dia lantas manggut-manggut kearah Bwee-hoa-kiam berdua. "Yaa, betul, pena baja itu memang milikku." Katanya. Tiba-tiba Bwee hoa kiam Thio Kun kai tertawa terbahak bahak, "Hahahh... haaahhh... haaahh..jika Ting pangcu bersedia mengakui, hal ini akan lebih baik lagi, pena baja itu justru kudapatkan disamping tumpukan mayat yang berserakan dalam ruang Sik jin tian tersebut." Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ting Ci-kang kini tertawa tergelak pula "Aku orang she Ting memang selalu bersifat terbuka, asal benda itu milikku, pasti akan ku-akui, tapi orang2 Ban-li piaukiok bukan mati di tanganku, siapakah yang telah melakukan perbuatan keji ini, aku orang she Ting percaya, suatu ketika persoalan ini pasti akan menjadi terang dan jelas." "Tapi ada satu hal ingin kukemukakan, dengan kepandaian silat yang kumiliki, apakah aku sanggup untuk membunuh suhengmu, sekalian delapan belas orang secara bersama sama ? Mana aku orang she Ting bisa berbuat demikian, maka dengan pengalaman yang kumiliki masa tak kupahami teori penghilangan jejak setelah melakukan pembunuhan? Bodoh sekali bila pena bajaku ini sengaja kutinggal ditempat kejadian." Mendengar sampai disana, semua orang menghembuskan napas panjang. Bwee hoa kiam dan Lakjiu im eng juga tertegun dibuatnya setelah mendengar ucapan tadi. Beng Kiam ho segera membungkus kembali pena baja itu dan diserahkan kembali ketangan Thio Kun kai, kemudian sambil tertawa tergelak dia berkata. "Nah, disinilah letak kesalahan pahaman yang kumaksudkan tadi, ketika Siau-tayhip sekalian mengalami musibah diruang Sikjin tian tempo hari, kalau dihitung saatnya adalah tiga hari sebelum hari Tiong Ciu." "Haaahhh... haaahhh... siaute sengaja mengundang kalian berdua datang kemari menerangkan kejadian tersebut." "Berapa hari sebelum hari Tiong Ciu, kebetulan siaute baru pulang dari kota Hang-ciu, ketika lewati Thiau-bok, Tinglote telah menahanku untuk menginap di rumahnya dan berpesiar bersama-sama, malah malamnya Ting lote mengajakku untuk menginap di kuil Kay san si di atas gunung, bersama kami hadir juga Si cu suheng." "Oleh karena itu siaute berani menjamin kalau orang yang telah membunuh Siau- tayhiap sekalian bukanlah Ting lote, melainkan orang lain" Yang dimaksudkan sebagai "Sip cu suheng" Tak lain adalah Sip cu taysu yang bertugas dalam ruang Lo han tong di kuil Siau lim si, cukup berdasarkan hal ini, bisa diketahui kalau apa yang dikatakannya bukan cuma isapan jempol belaka." Lakjiu im eng segera memandang sekejap kearah Bwee hoa kiam, kemudian ujarnya. "Jiko, bagaimana menurut pendapatmu?" Thio Kun kie berkerut kening dan termenung beberapa saat lamanya kemudian katanya. "Beng congpiautau berani menjamin akan hal ini, sudah barang tentu ucapan itu boleh dipercaya, aku lihat lebih baik menunggu sampai kedatangan para suheng dari angkatan Keng lebih dulu baru membicarakan persoalan ini lebih lanjut." Ketika Beng Kiang-hoo menyaksikan kesalahan paham dipunahkan, ia merasa gembira sekali, segera dia ambil poci arak dan memenuhi sendiri cawan Thio-kun-kiu. Ting Ci- kang dan cawan sendiri, kemudian sambil tertawa tergelak ujarnya. "Thio tayhiap. Ting lote, orang kuno menggunakan cawan arak sebagai pelenyap kecurigaan, kali ini siaute ingin menghormati kalian dengan secawan arak untuk menghilangkan pula kecurigaan kalian, nah, aku tak sungkan-sungkan lagi, mari, mari, kita keringkan cawan ini." Selesai berkata dia lantas mengangkat cawan dan siap untuk menghabiskan isi cawan tersebut. Mendadak Ting Ci kang mencengkeram pergelangan tangan Beng kian hoo sambil berseru. "Beng loko, harap tunggu sebentar..." Belum habis dia berkata, Bwee hoa kiam Thio Kun kai telah membanting cawan arak itu ketanah, kemudian sambil berkerut kening dia melompat bangun, bentaknya. "Orang she Beng, cara kerjamu benar2 amat keji dan memalukan." Cawan telah pecah dan isi cawan berhamburan ketanah, seketika itu juga terdengarlah suara desisan nyaring muncul dari lantai, jelas arak itu mengandung racun yang amat keji. Dengan perasaan terkesiap buru2 Beng Kian-hoo menundukkan kepala dan memeriksa isi cawan sendiri, ternyata arak yang berada didalam cawannya juga berwarna hitam pekat dan mengandung racun yang teramat keji. Teko arak diletakkan diatas meja, bahkan semua orang telah meneguknya tadi tanpa terjadi suatu kejadian apa apa, mengapa tanpa sebab araknya bisa berubah menjadi sepoci arak beracun. Kendatipun Beng Kian hoo adalah seorang jago kawakan yang berpengalaman luas dalam dunia persilatan, tak urung dibikin gelagapan juga sehingga tak mampu berbuat apa-apa. "Soal ini,.." Matanya terbelalak lebar, Lakjiu im eng serentak meloloskan pedangnya, kemudian sambil berkerut kening bentaknya. "Beng Kian hoo, rupanya kau telah bersekongkol dengan Thi pit pang untuk membegal barang kawalan dan membunuh orang, rupanya kau hanya seorang tukang tadah belaka? hmm tak kusangka seorang tukang tadahpun menggunakan merek perusahaan An wan piaukiok untuk menutupi jejaknya...? Kalau benar punya kepandaian, mari kita beradu kepandaian secara jujur,janganlah menggunakan arak beracun untuk mencelakai orang, kalau perbuatan semacam itu mah bukan terhitung perbuatan seorang enghiong." Paras muka Beng Kian hoo menjadi pucat pias seperti mayat, dia masih memegangi cawan araknya sendiri dengan wajah kebingungan kemudian katanya. "Apa maksudmu berkata demikian?" Dengan sorot mata berkilat, Bwee-hoa kiam Thio-Kun-kai tertawa keras. "Kini bukti sudah didepan mata,apakah kau mau mungkir lagi ? Dari sini dapatlah diketahui kalau apa yang kau katakan tadi, tak lebih hanya kata kata bohong belaka." "Tadi, kita semua telah minum arak yang berasal dari poci ini, sedang poci inipun berada di atas meja tanpa dipindahkan siapapun, kalau di bilang aku orang she Beng bermaksud jahat dan ingin mencelakai kalian, mengapa pula siaute hendak meneguknya lebih dulu ? Coba kalau saudara Ting tidak menghalanginya dengan cepat, yang bakal keracunan lebih dahulu sudah pasti aku sendiri." Perkataan ini memang benar dan masuk diakal, mana ada orang yang ingin meracuni diri sendiri lebih dahulu sebelum meracuni orang lain?" Tapi, Thio Kun kai enggan menerima alasan tersebut, dia lagi diapun tidak percaya sambil, mendengus dingin katanya. "Enak benar kalau berbicara, kalau kau minum obat penawarnya lebih dahulu, tentu saja kau tak bakal mati karena keracunan." Ting Ci kang segera bangkit berdiri, katanya. "Harap kalian berdua jangan marah lebih dulu, aku lihat peristiwa ini sangat mencurigakan." Tapi belum habis dia berkata, Lakjiu ini eng telah membentak dengan penuh kegusaran. "Perkumpulan Thi pit pang tak lebih hanya gerombolan penyamun belaka, orang she Ting, hari ini nonamu tak akan mengampuni kau dengan begitu saja" Ujung pedangnya yang memancarkan cahaya ke-hijau2an langsung ditusukkan ke tubuh Ting Ci kang. Dengan cekatan Ting Ci-kang mundur setengah langkah, ia tidak membalas, sambil goyangkan tangan serunya. "Thio lihiap, sekalipun kau enggan melepaskan siaute, paling tidak duduknya persoalan ini harus kau selidiki dulu sampai jelas... ." "Hmmm, sekalipun kau berbicara sampai lidahmu busukpun nona akan tetap akan membunuhmu lebih dulu sebelum berbicara." Ia telah memperoleh warisan ilmu pedang dari Bu tong-pay, begitu serangan yang pertama mengenai sasaran kosong, ujung pedangnya segera digetarkan dan menciptakan kembali serentetan cahaya perak sebesar cawan arak, kemudian secepat kilat menusuk ke dada kiri Ting Ci kang. Tusukan ini selain cepat juga ganas, angin serangannya menderu-deru. Tapi baru saja ancaman tersebut sampai ditengah jalan, tahu2 senjatanya kena dijepit orang. Itulah perbuatan dari wi Tiong hong yang duduk disebelah kiri Ting-Cu kang, tak seorang pun yang melihat caranya dia turun tangan tahu2 saja pedangnya gadis itu sudah dijepitnya dengan jari tengah dan jari telunjuknya. "Nona, setiap persoalan lebih baik dibicarakan secara baik2 saja, buat apa mesti mempergunakan kekerasan?" Bujuknya. Sekuat tenaga Lak-jiu-im-eng berusaha untuk membetotnya, namun tidak berhasil melepaskan diri dari cengkereman lawan, ia baru tertegun dan segera mendongakkan kepalanya. Ternyata orang yang menjepit ujung pedangnya adalah seorang pemuda tampan berusia dua puluh tahun, kenyataan ini membuat hatinya semakin gusar. Ketika selesai mengucapkan kata-kata itu, wi Tiong-hong segera mengendorkan pula jepitannya dan melepaskan ujung pedang tersebut. Lakjiu im eng segera membentak keras. "Bajingan cilik, rupanya kaupun seorang benggolan dari Thi pit-pang, baik, akan nona jagal dirimu lebih dulu" Pedangnya membentuk gerakan setengah busur, kemudian cahaya tajam berkilauan dan ujung pedang tersebut ditusukkan kearah tenggorokan si anak muda itu. Sejak kecil Wi Tiong hong memang melatih ilmu pedang ji gi kiam hoat, tentu saja dia menguasai inti sari dari jurus ilmu pedang itu, tak heran kalau diapun mengetahui bahwa jurus serangan yang digunakan gadis itu bernama Ci cui sengcu (melempar betu menjadi mutiara) Diam-diam ia lantas berpikir "Aku sama sekali tiada dendam sakit hati denganmu, tetapi begitu turun tangan kau telah melancarkan serangan sekeji ini, perbuatanmu betul-betul terlampau buas." Dengan membuang tubuh bagian atasnya ke belakang, dia menggerakkan tangan kanan dan menjepit lagi ujung pedang lawan dengan ujung jari telunjuk dan jari tengahnya. "Aku bukan anggota perkumpulan Thi pit-pang, harap nona jangan salah paham." Ujarnya sambil mendongakkan kepala. Ia belum pernah bercakap-cakap dengan seorang gadis, selesai berkata sepasang pipinya telah berubah menjadi merah padam karena jengah. Lakjiu imseng semakin naik darah, apa lagi dia memang seorang yang berangasan, melihat dua kali serangannya kena dijepit jari pemuda itu, keningnya makin berkerut, dengan sinar mata tajam diawasinya pemuda itu tanpa berkedip, sementara hawa pembunuhan menyelimuti seluruh wajahnya. Sekuat tenaga dia mencabut kembali pedangnya, lalu sambil menuding dengan ujung pedangnya ia berseru sambil tertawa dingin. "Bajingan cilik, nonamu tak ambil perduli siapakah kau, cepat loloskan pedangmu, nonamu ingin tahu sampai dimanakah kehebatan dari ilmu silat yang kau miliki." Sementara itu. Ting Ci kang telah menarik lengan wi Tiong hong sambil berbisik, "Saudara cilik, disini tak ada urusanmu." Beng Kian hoo berteriak pula keras-keras. "Harap kalian berdua menghentikan pertarungan, dengarkan dulu sepatah kata dariku." "Orang she Beng" Bentak Lak-jiu im eng," Nanti aku akan membuat perhitungan pula dengan kalian." Sekonyong-konyong ia berpaling, lalu membentak keras. "Bajingan cilik, apa gunanya kau mengundurkan diri dari situ? Jika kau tak segera meloloskan pedangmu, jangan salah kalau nona merenggut selembar nyawamu." Mencorong pula sinar mata tajam dari balik mata Ting Ci kang, katanya "kalian berdua datang kemari karena mencari aku Ting Ci-kang, mengenai adanya racun dalam arak sudah jelas dibalik kejadian ini ada hal-hal yang tak beres, mumpung kira semua masih berkumpul disini, maka lebih baik hal ini harus kita buat terang dulu duduknya persoalan kemudian baru membicarakan soal lain, tapi bila nona memang bersikeras hendak bertarung, silahkan saja turun tangan, aku orang she Ting takkan berpeluk tangan belaka." Dalam keadaan gusar, Lakjiu itu eng sama sekali tak ambil perduli terhadap seruan tersebut bahkan memandang sekejap kearahnyapun tidak, dengan wajah hijau membesi, serunya dengan penuh kegusaran. "Nona tak ambil perduli terhadap urusan lain, hei, bajingan cilik, berani tidak menerima tantanganku ?" Makian demi makian yang dilancarkan dengan penggunaan kata "bajingan cicik" Itu amat menusuk pendengaran orang,jangankan manusia yang terdiri dari darah daging, sekalipun manusia yang terdiri dari tanah liatpun lama kelamaan dibuat gusar pula. Dengan wajah merah membara, Tiong-hong segera berteriak lantang. "Kenapa tidak berani? cabut pedang yaa cabut pedang,jangan kau anggap aku jeri kepadamu." "Kalau tidak jeri hayo menggelinding keluar." "Saudara wi, hal ini tiada sangkut pautnya dengan dirimu" Seru Ting Ci kang cemas. "Tidak" Kata Wi Tiong hong membandel. "dia menantang aku untuk turun tangan, maka hari ini SiaUte memberi pelajaran yang sebaik-baiknya kepada orang ini ...." Seraya berkata dia lantas maju ke muka dengan langkah lebar. -oooOOooo- "CRING ..," Sebilah pedang berkarat yang sama sekali tidak bersinar telah diloloskan dari sarungnnya, kemudian sambil mengangkat kepalanya dia berkata. "Kau hendak bertarung dengan cara bagaimana ?" Selapis hawa napsu membunuh telah menyelimuti wajah Lak jiu im eng, serunya sambil menggertak gigi. "Nona menginginkan selembar nyawamu " Ia memang termashur karena kekejiannya, begitu selesai berkata pedangnya segera digerakkan melancarkan sebuah tusukan kilat kedepan. Sebelum kejadian sekarang, wi Tiong hong belum pernah bertarung dengan siapapun, dia hanya tahu sebelum pertarungan ia mesti membuka pertahanan diri lebih dahulu. Jurus pertama dari ilmu pedang ji gi kiam hoat adalah giok hu tiau thian (lempengan pualam menghadap langit), ujung pedangnya menghadap ke udara dengan tangan kiri melindungi dada, maksudnya adalah sungkan dan memberi hormat-kepada musuhnya, setelah itu ujung pedang mana baru menuding kemuka dan mulai melancarkan serangan. Sudah barang tentu jurus pambukaan ini cuma jurus tipuan belaka, seharusnya bila gadis itu teliti maka dari jurus pembukaan itu dia akan segera mengetahui kalau jurus itu merupakan pemulaan dari ilmu pedang ji gi Kiam hoat, atau dengan perkataan lain pemuda itupun berasal dari Bu-tong pay. Dalam keadaan begini mestinya Lakjiu Im-eng akan membatalkan serangannya dan mencari tahu keterangan yang sejelasnya. Siapa tahu Lakjiu im eng adalah seorang yang berangasan, apalagi apa saat ini dia berhasrat untuk menembusi dada pemuda itu dengan tusukan pedang nya, tentu saja dia tak ambil perduli terhadap semua persoalan tersebut, begitu Wi Tiong hong membuka serangan, Lak jiu im eng telah melepaskan sebuah tusukan kilat. Wi Tiong hong sama sekali tidak berani berayal tangan kirinya membuka gerak tipuan, lalu pedangnya ditusuk ke muka menyongsong datangnya ujung pedang lawan. Suatu peristiwa aneh segera terjadi. Tatkala ujung pedang Lakjiu im eng menusuk sampai diseparuh jalan, mendadak senjata itu miring ke samping, serta merta pergelangan tangan kanannya yang memegang pedang jadi kena tersampok miring oleh gerakan tangan kiri wi Tiong hong. Dengan terjadinya keadaan tersebut, maka pertahanannya menjadi sama sekali terbuka, dadanya menjadi tanpa perlindungan lagi. Dengan begitu, ketika ujung pedang wi Tiong hong meluncur ke depan, senjata itu langsung mengancam dadanya. Wi Tiong hong sama sekali tak menyangka kalau gadis itu secara tiba-tiba bisa membuyarkan serangan ditengah pertarungan bahkan membuka dadanya dari perlindungan, apakah dia memang menginginkan agar dadanya kena tertusuk? Pertarungan yang dilangsungkan olen kedua orang itu sama sama dilakukan dengan kecepatan tinggi, seandainya pedang tersebut benar-benar menembusi dada gadis itu, niscaya didunia ini akan kehilangan seorang Lakjiu im seng, tapi julukan Lakjiu hoa (tangan keji penghancur bunga) pasti akan terjatuh kepundak wi Tiong hong. Bab-05 Jurus pedang aneh Sedemikian cepatnya peristiwa itu berlangsung, hampir saja semua orang tak sempat melihat jelas apa yang telah terjadi, menanti apa yang terjadi dapat dilihat, pedang berkarat di tangan Wi Tiong hong telah menempel diatas dada nona itu. Bwee hoa kiam Thio Kun kai menjadi terkejut sekali. Beng Kian hoo dan Ting Cing kang juga sama-sama merasa terperanjat. Siapapun tak sempat untuk turun tangan mencegahnya, tiada pula yang berteriak untuk menghentikan gerakan itu. Padahal Wi Tiong hong sendiripun tidak jelas, ketika pedangnya ditusuk ke depan tadi, tiba tiba pihak lawan membuka sama sekali pertahanannya, hal ini membuat hatinya turut terperanjat buru buru dia menggetarkan pergelangan tangannya ke bawah sambil membuyarkan serangan, sebisanya dia menarik kembali senjatanya itu. Lakjin im eng menyangka anak muda itu berniat untuk mempermainkan dirinya dihadapan orang banyak, dari malu dia menjadi gusar. Maka begitu rasa kagetnya menjadi hilang kembali bentaknya keras-keras. "Nona akan beradu jiwa denganmu" Suaranya menjadi parau karena gusar, tubuhnya melejit ke muka dan "Sreet sreet, sreet," Cahaya pedang berkilauan secara beruntun dia lancarkan serangkaian serangan yang membabi buta. Menghadapi keadaan seperti ini, Wi Tiong hong tak berani gegabah, buru-buru dia menggerakkan pedangnya untuk mematahkan setiap ancaman yang tertuju kearahnya. Tapi diapun cukup mengerti, walaupun pedang berkarat miliknya kelihatan jelek seperti barang rongsok, padahal merupakan sebilah pedang yang tajamnya bukan kepalang, padahal dia tak ada ikatan dendam atau sakit hati apa-apa dengan gadis itu, tentu saja dia enggan memapas kuntung senjata lawan, itulah sebabnya dia hanya menangkis serangan lawan dengan punggung pedang. Betul ilmu pedangnya hebat, tetapi bagaimanapun juga pertarungannya kali ini baru dilakukan untuk pertama kalinya, soal pengalaman menghadapi musuh masih cetek, dan lagi dia pun musti berhati-hati jangan sampai memapas kuntung senjata lawan, otomatis kesemuanya itu menjadi semacam belenggu baginya. Tujuh delapan gebrakan kemudian ia sudah dibikin agak repot dan gelagapan. Tentu saja keadaan semacam itu bukan berarti ilmu silatnya masih belum mampu menandingi Lakjiu im eng, bila baru terjun kearena untuk pertama kalinya, tak urung pasti mengalami keadaan yang seperti itu. Sebaliknya Lak-jiu-im eng menyerang semakin gencar, pedangnya berputar kekiri kekanan dengan amat dahsyatnya. Ditengah serangan yang bertubi tubi, terdengar gadis itu mendengus dingin. "Hmmm ... Bajingan cilik, rupanya kau hanya mempunyai kepandaian secetek itu, lepas tangan" Tiba-tiba permainan ilmu pedangnya diper-gencar, sreet, sreet, sreet... Secara beruntun dia melepaskan tiga jurus serangan dahsyat. Betul juga, termakan oleh ketiga buah serangan si nona yang amat gencar itu, seketika itu juga wi Tiong hong kena terdesak sehingga mundur sejauh dua langkah. "Cri ng..." Ditengah bentakan yang amat nyaring, tiba2 terjadi benturan nyaring yang memekikkan telinga, lalu menyusul sebilah pedang mencelat sejauh tiga kaki dan terlepas dari cekalan. Tatkala bayangan manusia itu berpisah, maka tampaklah wi Tiong hong yang "Berilmu tak seberapa" Itu masih memegang pedang berkaratnya yang mirip barang rongsok itu. Sebaliknya Lakjiu im eng berdiri dengan tangan kosong belaka, pedangnya telah terpental dari cekalannya. Semua peristiwa l u berlangsung dalam sekejap mata, untuk sesaat Lakjiu im eng termangu-mangu belaka. Pedang Pusaka Thian Hong Karya Kho Ping Hoo Pendekar Tongkat Liongsan Karya Kho Ping Hoo Sejengkal Tanah Percik Darah Karya Kho Ping Hoo