Pedang Karat Pena Beraksara 26
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 26
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D Kata Cho Kiu moay sambil membereskan rambutnya yang kusut. "Tak lama setelah kau pergi, Kiam-cu menduga orang-orang dari selat Tok-seh sia pasti tak akan melepaskan kau dengan begitu saja maka Buyung congkoan diperintahkan dengan membawa enam belas orang jago pedang pita hijaunya mengikutimu secara diam-diam." Wi Tiong hong yang mendengar perkataan tersebut, diam-diam merasa menyesal, dia tak menyangka maksud baik orang lain telah di tanggapi secara negatif olehnya, bahkan dia telah menuduh mereka hendak mengincar benda mestika tersebut. Terdengar Cho Kiu-moay berkata lebih jauh. "Tapi orang yang menguntit dibelakangmu secara diam-diam masih ada orang-orang dari Lam hay bun serta Thian sat bun. Oleh sebab Buyung congkoan merasa tidak bermaksud jahat terhadap dirimu maka diapun tidak menampakkan diri. Kemudian, kau berpisah dengan mereka dan melanjutkan perjalanan seorang diri, sebetulnya orang-orang dari Lam hay bun dan Thian sat bun menguntit dibelakangmu sampai sejauh berapa puluh li, mungkin karena dianggapnya sudah tak ada urusan lagi, maka mereka pun berlalu sendiri-sendiri. Siapa sangka, baru saja kau berjalan sejauh belasan li lagi, tiba-tiba keracunan hebat dan roboh tak sadarkan diri." "Apakah Buyung congkoan yang telah menyelamatkan aku ?" Tak tahan Wi Tiong hong menimbrung. "Padahal Buyung congkoan sudah mengetahui kalau Sah Thian yu mengikutinya sepanjang jalan, dia lantas menyuruh seorang jago pedangnya yang berperawakan mirip dengan kau untuk memancing meraka ke arah lain, tapi disaat Sah Thian-yu berhasil dipancing pergi itulah kau ditemukan jatuh pingsan ditepi jalan. Buyung congkoan segera memerintahkan dua orang jago pedangnya untuk menghantarmu secara diam-diam kemari, kemudian dia pun memerintahkan kepada jago pedang yang berperawakan seperti kau uatuk berperan menjadi dirimu, dan pura-pura tergeletak tak sadar disana, orang itulah yang kemudian dibawa pergi oleh orang-orang Tok seh- sia." (Paukiam suseng Buyung Siu sesungguhnya membawa enam belas orang jago pedang, setelah berlangsungnya pertarungan sengit dan sewaktu jumlahnya dihitung ia mengatakan tiada yang berkorban, namun jumlah anggotanya telah berobah menjadi tiga belas orang, rupanya satu telah menyaru sebagai Wi Tiong hong dan dua yang lain melindungi Wi Tiong hong asli menyingkir ke situ dengan begitu sekarang telah menjadi jelas duduk persoalannya). Sementara itu, Wi Tiong hong telah berkata. "Kalau toh Buyung congkoan hendak menolongku, mengapa dia harus menyuruh orang lain untuk menyaru sebagai diriku? Bila rahasia penyaruannya sampai ketahuan, bukankah orang itu akan mengorbankan selembar jiwanya dengan percuma ?" Cho Kiu moay tertawa. "Orang igtu bisa menyaru sebagai dirimu, sudah barang tentu dibalik kesemuanya itu masih ada alasan lain, tindakan ini merupakan usul dari kiamcu kami, kau akan mengetahui dengan sendirinya dikemudian hari. Sedang mengenai orang yang dikirim itu, bukan saja perawakannya mirip sekali dengan dirimu, ilmu menyaru mukanya juga lihay sekali. Kendatipun Sah Thian-yu adalah orang licik yang banyak tipu muslihatnya, belum tentu dia bisa membedakan mana yang asli dan mana yang palsu, terutama sekali kelihayan ilmu silatnya, dalam kelompok pendekar pedang berpita hijau, dia boleh dihitung sebagai jagoan kelas satu, aku yakin tugas yang dilakukan olehnya saat ini pasti dapat dilaksanakan dengan sukses." "Aku telah terkena racun jahat yang amat hebat, nonakah yang telah menyembuhkan racun tersebut?" Cho Kiu moay tertawa rendah. "Kalau dibicarakan yang sebenarnya, seharusnya kaulah yang telah menyelamatkan jiwaku!" "Aaah nona suka bergurau." "Sama sekali tidak bermaksud untuk bergurau, bukan saja kau telah menyelamatkan diriku, bahkan menolong pula dua orang jago pedang berpita hijau lainnya, malah banyak sekali anggota Ban kiam hwee yang menantikan pertolonganmu!" Semakla mendengar penjelasan tersebut Wi Tiong hong semakin keheranan dibuatnya, ia segera bertanya: "Nona apa maksudmu berkata begitu?" "Racun jahat yang bersarang dalam tubuhmu disembuhkan oleh Lou bun si tersebut, hanya saja berhubung kau keracunan kelewat dalam hingga sampai sekarang baru mendusin. Aku bersama dua orang jago pedang berpita hijau yang menghantarmu kesinipun telah dicelakai orang tanpa kami sadari, kami telah terkena racun yang bersifat agak lamban cara kerjanya, untung ada Lou bun si tersebut sehingga racun mana berhasil kami punahkan. Barusan kamipun mendapat berita lewat burung merpati dikabarkan kalau orang-orang yang berada di bukit Plt bu san pun sudah terkena racun jahat, racun tersebut hanya bisa dipunahkan dengan Lou bun si tersebut." "Masa Hwecu kalian juga kena racun tersebut?" Cho Kiu moay melirik sekejap kearahnya, kemudian tersenyum. "Tampaknya Wi sauhiap kalian sangat menguatirkan keselamatan dari Kiam cu kami?" "Walaupun aku baru pertama kali ini berjumpa dengan Hwecu kalian, namun tindak tanduk hwecu kalian maupun cara berbicaranya yang begitu halus dan menarik telah menanamkan suatu kesan yang mendalam bagiku." Berkilat tajam sepasang mata Cho Kiu moay setelah mendengar perkataan itu, bisiknya lirih: "Mungkinkah ini yang dinamakan saling tertarik dan mengagumi? sesungguhnya kiamcu kami menaruh kesan yang mendalam sekali terhadap Wi sauhiap." "Kalau memang banyak dari anggota perkumpulan kalian keracunan, sedangkan aku pun telah sembuh kembali, mari sekarang juga kita kembali ke bukit Pit bu-san, persoalan seperti ini tak boleh ditunda-tunda lagi..." "Tidak bisa." Cho Kiu moay menggelengkan kepalanya berulang kali. "paling tidak kita harus berdiam selama dua hari lagi disini, lusa kita baru bisa berangkat." "Mengapa demikian ?" "Sebab aku harus menunggu beberapa orang lagi di tempat ini." "Bukankah banyak dari anggota perkumpulan kalian yang keracunan dan menunggu pengobatan ?" "Tidak menjadi soal, racun yang bersarang di tubuh mereka hanya racun bersifat lambat, dalam tiga hari mendatang tak akan sampai bekerja, jadi kalau pun kita berangkat sekarang juga, ini pun tidak akan mendatangkan manfaat apa-apa..." Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh: "Setelah keracunan hebat, hingga sekarang kondisi badanmu masih belum pulih kembali seperti sedia kala, lebih baik tidurlah dulu sambil memulihkan kekuatan!" Selesai berkata, dia lantas menepuk bebas jalan darah di ke empat buah anggota badan Wi Tiong hong, kemudian membalikkan badan dan berlalu dari sana. Wi Tiong hong berpaling kembali diatas pembaringan, betul juga kaki dan tangannya masih terasa berat, benaknya terasa kosong dan pening, tanpa sadar ia tertidur nyenyak. Entah berapa saat kemudian, pelan-pelan Wi Tiong hong sadar kembali dari tidurnya, ia mendengar ada orang sedang berbicara dengan suara rendah diluar pintu sana. "Nona, jawaban dari Huan congkoan telah datang, dalam dua hari mendatang ia sudah akan datang disini." "Aku mengerti." Suara dari Cho Kiu-moay terdengar. Kemudian terdengar pula orang itu berkata lagi: "Barusan hamba berhasil menemukan ada orang yang sedang berjalan bolak-balik disekitar tempat ini, gerak-gerik orang tersebut sangat mencurigakan." "Sekarang kita sudah berganti dandanan semua dan tidak akan memancing perhatian orang lain tak usah menggubris mereka, biarkan saja orang-orang itu berlalu lalang." "Baik!" Orang itu mengiakan. Kemudian suasana disekitar tempat itupun berubah menjadi hening kembali. Tak selang beberapa saat kemudian, terdengar lagi suara langkah kaki yang ramai berkumandang mendekati tempat tersebut. Kemudian pintu dibuka orang dan muncul seorang gadis berbaju kembang dengan ikat kepala kain hijau yang membawa sebuah baki kayu. sekalipun gadis itu memakai pakaian sederhana dengan dandanan seorang nona dusun, namun wajahnya amat bersih dan cantik, kulit mukanya yang putih nampak bersemu merah, benar-benar raut wajah seorang gadis dusun yang menggiurkan hati. Semula Wi Tiong-bong mengira Hek-bun kun Cho Kiu-moay yang masuk kedalam, setelah menyaksikan kemunculan gadis dusun tersebut, dia malah tertegun dibuatnya, buru-buru dia bangun akan duduk. Gadis dusun itu membelalakkan sepasang matanya yang bulat besar, kemudian agak tersipu dia berkata: "Rupanya aku telah mengusik ketenangan tidur siangkong !" Suara yang merdu merayu bagaikan burung nuri yang sedang berkicau, sangat menarik hati. Wi Tiong-hong melompat turun dari pembaringan, lalu menjawab sambil tersenyum: "Nona jangan berkata begitu, aku sudah mendusin sedari tadi, memang sudah waktuku untuk bangun." "Tempat ini hanya merupakan sebuah dusun kecil, segalanya jelek dan sederhana, mungkin siangkong tidak bisa tidur nyenyak? Nona Cho berpesan, siangkong baru sembuh dari sakit, sudah seharusnya beristirahat lebih banyak !" Dari nada pembicaraan nona dusun itu, Wi Tiong-hong menduga kalau dia adalah putri dari tuan rumah, maka katanya sembari menjura: "Terima kasih banyak nona, aku telah sembuh sama sekali" Nona dusun itu meletakkan baki tersebut ke meja, kemudian katanya lagi sambil tersenyum: "Bubur ini disiapkan nona Cho sebelum pergi meninggalkan tempat ini, katanya setelah siangkong mendusin, dipersilahkan untuk menghabiskan bubur tersebut !" "Apakah nona Cho telah pergi ?" Nona dusun itu menutupi bibirnya sambil tertawa cekikikan "Nona Cho dan ke dua orang paman itu sudah pergi berapa lama, dia bilang masih ada urusan yang hendak diselesaikan siangkong diharapkan beristirahat dengan tenang sambil menunggu kedatangannya di sini " "Dia masih berkata apa lagi ?" Gadis dusun itu miringkan kepalanya sambil berpikir sebentar, kemudian baru berkata. "Nona Cho berkata pula, tempat ini berjarak hanya berapa puluh li dari bukit Pit-busan, di dalam satu-dua hari ini siangkong tak usah menggunakan hawa murni kalau tidak terpaksa sekalipun ada orang yang datang, kau disuruh beristirahat saja dikamar dan tak usah keluar." Berbicara sampai disitu sambil tertawa kembali dia menambahkan: "Padahal asal siangkong tinggal disini, tentu saja kau tak usah mengeluarkan tenaga, justeru karena aku takut ke dua orang engkohku terlalu kasar bila ditugaskan melayanimu, maka aku sengaja turun tangan untuk melayani siangkong sendiri, tentunya siangkong tak akan sampai marah-marah kepadaku bukan?" Diam-diam Wi Tiong hong merasa kegelian apabila setelah mendengar nona dusun itu salah mengartikan Cing khi atau hawa murni menjadi hawa amarah. Tentu saja rasa geli tersebut tak sampai diutarakan keluar, buru-buru serunya: "Perkataan nona terlalu serius, aku sudah cukup merepotkan kalian, masa berani marah kepadamu ?" "Asal siangkong tidak suka marah-marah, akupun mherasa lebih lega." Kata nona dusun itu lembut." Oya, buburnya hampir menjadi dingin, mumpung masih hangat silahkan siang-kong santap dulu, aku masih ada urusan yang harus diselesaikan." "Silahkan nona !" Tiba-tiba sepasang pipi nona dusun itu berubah menjadi merah, katanya dengan lirih: "Panggil saja aku Soat-ji, siangkong jangan menyebut nona-nona terus, kurang enak didengar." Selesai berkata, dengan kepala tertunduk buru-buru dia meninggalkan ruangan. Wi Tiong-hong melirik sekejap ke arah meja, diatas baki terlihat semangkuk bubur, di tambah empat macam sayur. Sudah semalaman suntuk dia tak mengisi perut, dan perutnya memang sudah lapar, maka tanpa sungkan-sungkan lagi dia melahap hidangan tersebut hingga ludas. Selesai makan, diapun mulai membayangkan kembali ucapan dari Cho Kiu-moay semalam, katanya gadis itu masih akan menunggu beberapa orang lagi disana. Kemudian dia pun teringat kalau segenap anggota Ban-kiam hwee telah terkena racun jahat yang bersifat lamban, tapi nona itu harus menunggu samnai besok baru berangkat, apa sebenarnya yang terjadi ? Sudah pasti di balik kesemuanya itu ada hal- hal yang serius. Kini, dia meninggalkan pesan agar dirinya menetap disitu sambil menunggu kedatangannya, dalam keadaan demikian tampaknya dia pun harus menunggu sampai kedatangannya. Berpikir demikian dia lantas duduk bersila diatas pembaringan dan mulai mengatur pernapasan. Siapa tahu begitu hawa murninya dicoba, Wi Tiong hong segera merasakan meski seluruh bagian tubuhnya sudah dapat ditembusi namun hawa murninya belum pulih kembali keseluruhannya, hal ini membuat hatinya menjadi amat terkejut. "Heran, racun keji apakah yang bersarang didalam tubuhku? Mengapa bisa begitu hebat?" Dia mana tahu kalau dirinya tanpa disadari telah terkena racun keji yang paling lihay dari lawannya. Perlu diketahui pihak lawan melepaskan racun secara diam-diam, sesungguhnya mempunyai dua macam perhitungan Pertama, bertujuan untuk membekuknya sehingga bila racun itu mulai bekerja, dia telah sampai disitu dan memberi obat penawagrnya. Ke dua. siandainya sampai ditolong orang lain, tanpa obat pemunah darinya, sekalipun tertolong juga percuma karena racun itu tak akan bisa dipunahkan dengan obat lain kecuali obat penawarnya yaug dibuat secara khusus. Siapa tahu, ketika Wi Tiong hong keracunan dan jatuh tak sadarkan diri, secara kebetulan ia telah bertemu dengan Buyung Siu, kemudian oleh dua orang jago pedang berpita hijau dia dikirim ke sebuah dusun yang terletak hanya kira-kira jaraknya dua tiga puluh li saja. Itulah sebabnya dia menjadi keracunan bila karena tidak segera memperoleh penolongan. Kendatipun akhirnya dia ditolong oleh Lou bun si yang dapat memunahkan berbagai macam racun di dunia ini, namun racun tersebut sudah terlanjur menyusup ke dalam isi perutnya hingga amat mengitari hawa murninya, hal inilah yang menjadi penyebab utama mengapa tenaga dalamnya tak bisa segera menjadi sembuh. Sementara itu, Wi Tiong hong yang sedang mengatur napas, mendadak mendengar suara seruan nyaring dari luar rumah sana: "Omitohud !" Suara tersebut amat keras dan menggetarkan telinga, suaranya juja berat dan dalam, tanpa terasa Wi Tiong hong menjadi tertegun, karena suara itu amat dikenal olehnya. Pada saat itulah, terdengar suara Soat-ji sedang menegur. "Lo suhu, mau apa kau ?" "Omitohud, pinceng datang untuk mencari derma." Mendadak Wi Tiong hong teringat akan seseorang, dia segera berseru tertahan dihati: "Aaaah. hweesio itu adalah Lohan baja Khong-Seng taysu !" "Sekalipun kau hanya bermaksud mencari derma, toh tidak sopan memasuki rumah orang dengan semaunya sendiri ?" Kembali Soat-ji berseru keras. oooOooooooOooo "Li-SicU, apakah kau berada dirumah seorang diri ?" "Siapa bilang kalau cuma aku seorang ? Bukankah engkohku berdua masih berada di sawah menanam sayur ?" "Li sicu, apakah ruangan masih ada orang lain?" Tanya Thi Lo-han lagi. Tampaknya sembari berkata hwesio itu masih saja celingukan kesana kemari. "Hei, apa-apaan sih kau hwesio tua? Apa yang sedang kau lihat? Ayo cepat keluar." Suara Soat-ji kembali berkumandang. "Li sicu tak usah takut, pinceng pasti akan pergi dari sini." "Hmmm, siapa sih yang takut kepadamu? Kalau cuma seorang hwesio tua yang sedang mencari derma mah tak akan kutakuti !" "Apakah didalam rumah masih ada orang ?" "Tentu saja ada." Suara Soat-ji masih tetap nyaring. "dia adalah engkohku, karena badannya kurang enak maka dia sedang tidur, kau jangan mengganggu ketenangannya." Mendengar sampai disitu, Wi Tiong-hong kembali berpikir: "Mungkinkah yang ditanyakan Thi Lohan adalah kamar yang sedang kutempati ini?" Sementara itu Thi Lohan sudah bertanya lagi: "Bukan perempuan bukan ?" Soat-ji segera tertawa cekikikan lagi: "Masa kau masih pakai tanya lagi? Lantas menurut pendapatmu engkoh itu laki atau perempuan?" "Li sicu, bolehkah pinceng menengok kakakmu yang sedang tak enak badan itu?" Kembali Thi Lohan berkata. "Hei, tampaknya kau sedang mencari orang?" "Perkataan dari li-sicu memang tepat sekali Pinceng memang sedang datang mencari orang!" "Apakah kau sedang mencari engkohku ?" "Mana mungkin pinceng akan mencari kakak li-sicu?" "Kalau memang begitu tak usah kau lihat lagi." "Bila orang yang berada didalam kamar benar-benar adalah kakakmu, pinceng segera akan angkat kaki dan tak bakal mengusik li sicu lagi." "Baiklah, kalau begitu lihatlah sendiri dan kemudian segera pergi dari sini." "Ooo, tentu saja." Wi Tiong-hong yang mendengarkan pembicaraan tersebut menjadi amat panik, pikirnya: "Kepandaian silat yang dimiliki Thi lohan Khong Beng hwesio sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, seandainya berada dihari-hari biasa tentu saja aku tak usah jerih terhadapnya, tapi sekarang.... tenaga dalamku belum pulih kembali, bisa jadi bukan tandingannnya." Tiba-tiba terdengar Soat ji berteriak dari luar pintu: "Koko, hwesio tua ini hendak menengokmu kau tak usah bangun, tiduran saja disana." Karena nona dusun itu telah berkata demikian, terpaksa Wi Tiong-hong harus berbaringan, dia mencoba untuk meraba pinggangnya untuk mencari pedang tersebut, namun tak ada disana, rupanya sudah diambil Cho Kiu-moay dan disimpan ditempat lain. Pada saat itulah pintu kamar terbuka. Thi-lohan Khong beng hwesio dengan sepasang tangannya merangkap di depan dada telah berdiri di depan pintu. Tapi dia hanya memandang sekejap kearahnya, seakan-akan tidak kenal, sorot matanya memandang sekejap ke seluruh ruangan lalu mengundurkan diri dari situ. "Omitohud, pinceng telah mengganggu ketenanganmu." Ujarnya pelan. Wi Tiong hong yang menyaksikan kejadian tersebut tnetjadi sangat keheranan, sudah jelas hwesio itu kenal dengannya, tapi mengapa pula dia berlagak seakan-akan tidak kenal? Ditutup kembali pintu kamarnya, kemudian bertanya: "Lo siansu, sebenarnya siapa sih yang kau cari?" "Pinceng sedang mencari seorang nona yang bergaun hitam." Mendengar itu Wi Tiong hong segera berpikir: "Ooh, rupanya Thi lohan sedang mencari Cho Kiu moay." Baru saja dia berpikir sampai disitu, terdengar Soat-ji telah berseru tertahan. Sebenarnya Thi lohan sudah siap akan pergi, tapi seruan tertahan Soat-ji segera menghentikan kembali langkahnya. "Apakah li sicu pernah berjumpa dengan nona berbaju hitam itu?" Tanyanya cepat. Seandainya Soat ji mengatakan tidak tahu, urusan tentu akan menjadi beres, apa mau di kata ia justru malah balik bertanya. "Lo suhu, ada urusan apa kau mencari nona berbaju hitam itu?" "Yang bermaksud mencarinya bukan pinceng seorang, bila li sicu melihat kemanakah dia pergi, harap kau suka memberi keterangan yang sejelasnya kepadaku." "Lo suhu, apakah nona berbaju hitam yang hendak kau cari itu membawa sebilah pedang yang berpita berwarna kuning..." "Perkataan dari li sicu memang tepat sekali yang hendak pinceng cari adalah perempuan tersebut." Soat ji segera tertawa cekikikkan. "Ooh, kalau begitu nona Cho yang kau cari." Serunya kemudian. "Yaa, betul, betul sekali! Dia adalah nona-Cho apakah li sicu kenal dengannya?" Soat ji tertawa ringan. "Nona Cho justru tinggal dirumah kami ini." Serunya cepat. Tak terlukiskan rasa gembira Thi lohan Khong beng hweesio setelah mendengar perkataan itu. dengan cepat dia berseru. "Dimanakah orangnya sekarang?" "Dia sedang pergi, tapi tak lama akan balik kembali kemari, silahkan duduk dulu Lo suhu, sebentar dia akan kembali". Thi-lohan Khong beng hwesio mendengus berat, betul juga dia menurut dan segera duduk. "Lo suhu, kau tak usah sungkan-sungkan" Kata Soat ji lagi. "silahkan duduk diatas kursi saja, tanah disini amat lembab, bila kelamaan duduk disitu, kau bisa terserang penyakit." Sebenarnya gadis itu bermaksud baik, siapa tahu Thi lohan Khong beng hwesio hanya duduk bersila ditanah tanpa berkutik, menggubris pun tidak. Melihat hal ini, Soat-ji segera bergumam: "Aneh betul si hwesio gemuk ini, ada kursi dia tak mau. malahan sukanya duduk disudut pintu yang berlumpur? Betul-betul manusia yang berwatak sangat aneh." Rupanya Thi lohan Khong beng hwesio tidak bermaksud baik, dia hanya duduk disudut pintu sambil tidak berkutik, asal Cho Kiu moay melangkah masuk agaknya dia berniat untuk melancarkan sergapan secara tiba-tiba. Sementara itu Wi Tiong hong terpaksa hanya duduk diatas pembaringan sambil mengatur napas karena ia temukan tenaga dalamnya belum pulih kembali seperti sedia kala. Untuk beberapa saat lamanya suasana dalam rumah gubuk itu menjadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun. Dari arah dapur terdengar suara Soat-ji mencuci beras, mencuci sayur lalu terdengar kuah dinaikkan ke anglo, dan seperminum teh kemudian, baru kedengaran suara langkah kaki bergema lagi diluar pintu rumah. Menyusul kemudian terdengar seseorang menegur dengan suara yang parau tapi penuh tenaga: "Adakah orang di dalam ?" Wi Tiong-hong merasakan hatinya tergerak, ia dapat mengenali suara tersebut sebagai suara si Naga tua berekor botak To Sam-seng. Soat-ji segera meletakkan tempat berasnya ke tanah, lalu tak sempit mengeringkan sepasang tangannya lagi, buru-buru dia lari menuju keluar dan bertanya: "Empek tua, ada urusan apa kau?" "Kau seorang diri di rumah ini ?" Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kedengaran si Naga tua berekor botak menegur. "Heran." Soat-ji segera agak tercengang. "mengapa sih pertanyaan semacam itu yang kalian selalu tanyakan? Hei empek tua lebih baik aku saja yang bertanya kepadamu, apakah kau pun sedang mencari seorang nona yang memakai baju hitam ?" Naga tua oerekor botak nampak agak tertegun, kemudian serunya: "Nona cilik darimana kau bisa tahu ?" "Aku mendengar hal ini dari mulut seorang hwesio gendut." Seru Soat-ji sambil tertawa. "Aaah, dia adalah Khong-beng taysu, dimana ia sekarang ?" "Dia hendak mencari nona Cho, aku pun memberitahu kepadanya kalau nona Cho tinggal dirumah kami ini tapi sekarang lagi keluar karena ada urusan, dia bilang mau menunggu kedatangannya disini." "Lantas dimanakah orangnya ?" Katanya. Soat ji tertawa cekikikan, sambil menuding ke depan serunya: "Coba kau lihat, bukankah suhu gemuk itu sedang duduk disitu ?" Naga tua berekor botak maju selangkah ke depan lalu berpaling, dia jumpai Thi Lohan sedang memejamkan matanya sambil duduk bersila disudut ruangan sana meski sudah mendengar suara pembicaraannya, namun ia sama sekali tidak bergerak, seakan-akan semedinya sedang mencapai pada puncaknya. Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, dia segera menghampiri Thi-lohan itu dan bertanya: "Taysu, bagaimana keadaanmu ?" Thi lohan masih tetap membungkam dalam seribu bahasa, seakan-akan sama sekali tidak mendengar teguran tersebut, bahkan kelopak matanya pun sama sekali tidak bergerak. Naga tua berekor botak To Sam-seng adalah seorang jago kawakan yang berpengalaman luas didalam dunia persilatan sekilas pandangan saja dia sudah tahu kalau jalan darah hwesio tersebut sudah ditotok orang, maka sambil menghampiri pendeta tersebut dia lantas menepuk tubuhnya dua kali. "Aaaah, empek tua, jangan kau tepuk tubuhnya." Cegah Soat-ji dengan cepat, "tampaknya si suhu gendut itu sedang tertidur nyenyak !" Secara beruntun si Naga tua berekor botak sudah menepuk tubuh Thi lohan dua kali, namun masih belum berkutik juga, kenyataan tersebut membuat dia sangat keheranan. Dengan perasaan penasaran dia mengayunkan kembali telapak tangannya sambil menepuk beberapa buah jalan darah pentingnya. Siapa tahu usahanya inipun sama sekali tidak mendatangkan hasil apa-apa... Sekarang dia baru sadar kalau Thi lohan telah bertemu dengan seorang jago yang amat lihay, rupanya jalan darahnya sudah kena di totok orang dengan suatu ilmu menotok yang khusus. Berpendapat demikian, tanpa terasa dia tertawa seram, tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya, lalu menatap wajah Soat ji tajam-tajam, tegurnya dengan suara dalam. "Siapa yang telah menotok jalan darah Khong beng taysu? Ayo lekas menjawab!" Wi Tiong hong yang berada di dalam kamar segera menangkap nada suara naga tua ber ekor botak yang kurang beres, dia tahu Soat ji tidak pandai ilmu silat, jangan jangan gadis itu akan menderita kerugian yg amat besar. Berpikir demikian, dia segera melompat turun dari pembaringan, mendekati pintu ruangan lalu mengintip keluar. Tampak si naga tua berekor botak telah mengayunkan telapak tangannya sambil menghampiri si nona dusun tersebut. Dengan ketakutan Soat ji mundur selangkah ke belakang, kemudian berpaling dan menengok sekejap ke arah kamar sendiri, setelah itu baru ujarnya: "Empek tua, mengapa sih kau begitu galak? Ssttt, ..jangan kelewat berisik, kakakku sedang tak enak badan perlu beristirahat dengan tenang, kau jangan mengganggunya." "Lohu ingin bertanya kepadamu, siapakah yang telah menotok jalan darah Khong beng taysu??" Soat ji segera membelalakkan matanya lebar-lebar seraya menggelengkan kepalanya berulang kali: "Tidak ada, bukankah dia duduk tenang disitu? Dia sendiri yang duduk disitu, aku tidak melihat ada orang yang mengusiknya." "Hmm, sudah banyak tahun lohu berkelana di dunia persilatan, kau anggap aku bisa dibohongi oleh seorang bocah perempuan macam dirimu itu?" Jengek si Naga tua berekor botak dingin. "apakah Cho Kiu-moay sedang bersembunyi didalam ruangan dan menotok jalan darahnya secara diam-diam ?" Sembari berkata, dengan wajah menyeringai seram dia mendesak maju selangkah lebih ke depan. Kali ini Soat ji tidak mundur lagi, jarak kedua orang itu hanya selisih satu depa saja. Dengan suara yang gagah perkasa ia berseru. "Benar-benar tak ada orang disini, tadi aku pun telah memberitahu kepadanya, nona Cho sebentar akan kembeli, apakah dia hendak menunggunya di sini, malah kuambilkan sebuah kursi untuknya." "Tapi si hwesio gendut itu cuma mendengus dan sama sekali tidak menggubris perkataanku bahkan duduk bersila dlatas tanah, padahal tanah ditempat kami ini lembab sekali, bila kelewat lama duduk di tanah bisa terserang penyakit." Belum habis nona dusun itu berbicara, Naga tua berekor botak telah mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. Tapi, disaat dia membuka mulutnyha lebar-lebar sambil tertawa tergelak itulah, mendadak Soat-ji mengayunkan tangannya dan sebutir pil kecil berwarna hitam segera meluncur masuk kedalam mulutnya. "Lohu sungguh... uuuhh....aaah . .." Baru berbicara sepatah kata, mendadak dia merasa ada sebuah pil meluncur masuk ke dalam mulutnya kemudian menggelinding lewat tenggorokkannya, maka diapun "Uuh" Dan menelan pil tadi ke dalam perut. Setelah itu dia baru berseru tertahan, mencorong sinar tajam dari balik matanya telapak tangan kanannya diayunkan ke udara dan tampaknya siap dibacokkan ke atas tubuh Soat ji yang berdiri di hadapannya. Tapi dia memang seorang manusia licik yang banyak tipu muslihatnya, dia belum tahu pil racun apakah yang telah tertelan olehnya, sudah barang tentu dia pun enggan turun tangan secara sembarangan. Telapak tangan kanannya hanya membuat suatu gerakan untuk menakut-nakuti saja, kemudian bentaknya nyaring: "Budak licik, kau telah melemparkan benda apa kedalam mulut lohu..." Soat ji bertepuk tangan sambil tertawa cekikikan. "Horeee, ... ternyata kau betul-betul tertawa tergelak, dugaan nona Cho memang tepat sekali!" Gadis dusun itu seperti tak menyadari kalau bahaya maut sedang mengancamnya, seandainya cakar maut dari Naga tua berekor botak itu benar-benar diayunkan ke bawah, niscaya batok kepala Soat ji itu sudah akan muncul lima buah lubang besar. Paras muka Naga tua berekor botak berubah menjadi seram sekali, kembali ia membentak: "Sudah kau dengar belum pertanyaan yang lohu ajukan ?" "Dengarnya sih sudah dengar, tentu saja pil beracun yang telah kulemparkan kedalam mulutmu tadi ?" Naga tua berekor botak sungguh merasa gusar sekali, serunya sambil menahan geram: "Budak cilik- tahukah kau bahwa selembar nyawamu berada ditangan lohu ?" Gertaknya. Soat-ji sedikitpun tidak merasa takut, malahan dia sempat tertawa amat manisnya. "Sakalipun kau bacok aku sampai mati juga percuma toh obat penawarnya tidak berada disakuku. Oyaaa, empek tua, tahukah kau kalau selembar jiwa tuamu itu sudah berada di tangan nona Cho ?" Kata perempuan itu. Kalau menuruti adatnya, si Naga tua berekor botak ingin sekali bacok mampus nona tersebut, tapi apa yang dikatakan lawan memang benar, selembar jiwa tuanya sekarang memang sudah berada didalam cengkeraman orang lain. Oleh sebab itu terpaksa tanyanya sambil menahan sabar: "Budak cilik, pil beracun apakah itu ?" Tiba-tiba Soat-ji mencibirkan bibirnya sambil mengomel. "Kau memanggil aku sebagai budak cilik terus menerus, kau anggap aku bersedia memberitahukan kepadamu ?" "Lantas lohu mesti memanggil apa padamu?" Soat-ji tertawa cekikikan. "Aku toh tidak menyuruh kau memanggilku sebagai nenek, tapi caramu memanggil harus Iebih sopan sedikit, panggil ah aku sebagai nona, toh bukan sesuatu yang sulit bukan ?" Wi Tiong hong yang mendengarkan pembicaraan tersebut, diam-diam merasa kegelian, pikirnya. "Untuk menyelamatkan selembar jiwanya, walaupun harus memanggil si nona sebagai nenek pun, sudah pasti si Naga tua berekor botak itu akan melakukannya !" Sementara itu, Naga tua berekor botak telah berkata. "Baiklah, lohu akan memanggil nona kepadamu" "Kalau dilihat tampangmu yang begitu mengenaskan, baiklah, akan kuberitahukan kepadamu, obat beracun itu milik nona Cho yang sengaja ditinggalkan kepadaku, dia sudah menduga kalau ada seorang hwesio gendut, seorang naga tua berekor botak dan seorang tosu tua yang kebanci-bancian bakal datang kemari untuk mencarinya, dia berpesan kepadaku, bila kau sedang membuka mulutnya lebar-lebar sambil tertawa nanti, pil tersebut harus kulemparkan kedalam mulutmu..." "Lohu tidak pingin tahu soal tersebut, aku hanya ingin tahu pil beracun apakah itu ?" "Eeeeh, buat apa sih mesti panik? Toh kau tak bakal segera mampus seketika ?" Walaupun amarah yang membara didalam dada Naga tua berekor botak itu sudah mencapai pada puncaknya, namun sekilas senyuman licik masih sempat menghiasi ujung bibirnya, dia berkata kemudian: "Apakah nona Cho meninggalkan suatu pesan kepadaku ?" Orang ini benar-benar licik dan pintar, dari nada pembicaraan Soat-ji barusan dia sudah tahu kalau kesehatan badannya tak akan terganggu sekalipun telah menelan pil beracun: "Dugaanmu memang benar sekali" Kata Soat ji sambil tertawa. "nona Cho berkata, pil beracun miliknya itu baru akan bekerja dan mencabut nyawa korbannya setelah lewat dua belas jam." "Waktu itu seluruh daging dan tulangmu akan membusuk dan hancur, kemudian larut menjadi segumpal darah kental ... hi ih, kalau dibicarakan sungguh membuat perut orang terasa mual, lebih baik jangan dibicarakan lagi." Tanpa terasa berubah hebat selembar wajah Naga tua berekor botak itu katanya kemudian: "Nona masih belum menyampaikan kepadaku, pekerjaan apakah yang dipesankan nona Cho untuk kulaksanakan?" "Aaah, benar. Hampir saja aku malupakan hal ini, Nona Cho berkata, dia suruh kau melakukan dua pekerjaan, pertama kau diharuskan memancing datang si tosu tua yang kebanci-bancian itu..." "Ke dua?" "Persoalan ke dua tidak kuketahui, dia bilang kau harus menunggunya disini." "Baik, lohu akan segera melaksanakannya." "Eeeh, tunggu dulu," Seru Soat-ji tiba-tiba dengan paras muka berubah. "aku harus mengambil sesuatu barang lebih dulu." Sesuai berkata, buru-buru dia berlari masuk kedalam ruangan belakang..." Wi Tiong-hong yang selama ini mengikuti jalannya peristiwa tersebut sungguh merasa keheranan setengah mati, dia tak habis mengerti, mengapa si nona dusun yang sama sekali tak pandai berilmu silat itu dapat menundukkan Naga tua berekor botak sehingga takluk seratus persen? Tak selang beberapa saat kemudian, tampak Soat-ji masuk kembali kedalam ruangan sambil membawa enam buah pedang pendek yang amat tajam, dia letakkan pedang pendek itu berjajar diatas meja dengan gagang pedangnya di biarkan tertinggal diluar meja. Bab-53 Kemudian dia membalikan badan sambil membuat gerakan mengukur arah dengan pintu depan rumah tersebut, akhirnya dia berjalan ke depan dengan lemah gemulai sambil menghitung jaraknya. Selesai dengan pekerjaan tersebut, dia baru berpaling dan ujarnya sambil tertawa: "Inilah kepandaian yang diajarkan nona Cho kepadaku sebelum berangkat tadi, aku benar-benar kuatir sekali apakah cara ini bisa kulakukan atau tidak?" Naga tua berekor botak tidak mengetahui apa yang sedang dikatakan nona tersebut, terpaksa dia hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, sementara sepasang matanya mengawasi gerak-gerik gadis itu dengan pandangan yang licik. Setelah kembali ke sisi meja Soat-ji berkata. "Nah, aku sudah siap sekarang, kini kau boleh memanggil si tosu tua tersebut, cuma kau harus ingat, tosu tua tersebut harus kau pancing untuk mendekati pintu rumah tersebut. Sekarang Wi Tiong hong mengerti apa gerangan yang akan terjadi. Naga tua berekor botak juga mengerti jelas. Dilihat dari gerakan tersebut, jelaslah sudah kalau si Naga tua berekor botak diwajibkan memancing Ma koan lojin dari Hong sau untuk mendekati pintu gerbang rumah, kemudian si nona pun akan melemparkan pedang pendek tersebut ke arah tubuh Ma koan tojin. Pada hakekatnya rencana yang sedang diatur nona dusun itu seperti gurauan belaka, bayangkan saja betapa lihaynya kepandaian silat yang dimiliki Ma koan tojin, sekalipun seorang jago senjata rahasia yang ternamapun tak akan mampu melukainya dengan bidikan enam bilah pedang pendek, apalagi seorang nona dusun yang sama sekali tak pandai bersilat? SELAIN ITU, SOAT-JI juga berdiri disamping meja, diatas meja jelas terlihat ada lima bilah pedang pendek, siapakah yang tak akan meningkatkan kewaspadaannya setelah melihat senjata tersedia dimeja. Jangan lagi Ma koan tojin yang akan muncul disitu, sekalipun orang tersebut hanya seorang jago biasa pun tidak sulit rasanya untuk meloloskan diri dari ancaman. Bukankah Soat-ji hanya seorang gadis dusun yang sama sekali tak pandai bersilat? Apalah gunanya ilmu menyambit pedang yang diajarkan Cho Kiu moay sebelum pergi tadi? Naga tua berekor botak memandang sekejap kearah pedang pendek tersebut, kemudian tanya dengan suara menyeramkan. "Nona, apakah kau hendak mengandalkan keenam bilah pedang ini untuk melukai Ma koan toyu ?" "Siapa bilang aku hendak melukainya?" Bantah Soat ji sambil berpaling kesamping, "aku hanya bermaksud untuk menakut-nakuti." Mendengar perkataan itu, si Naga tua berekor botak segera tertawa dingin. "Nona, kau anggap dengan keenam bilah pedang tersebut, kau sudah dapat menakut- nakuti orang? Aku rasa cuma anak yang berusia tiga tahun yang bisa kau takut-takuti !" Perkataan ini memang benar, sudah cukup lama Ma koan tojin malang melintang di dalam dunia persilatan, sudah cukup banyak pertarungan besar yang pernah dialami olehnya, dengan mengandalkan ke enam bilah pedang pendek tersebut, bagaimana mungkin dia bisa menakut-nakuti dirinya ? Soat-ji segera cemberut, ujarnya. "Bisa menakut-nakuti orang atau tidak, kau tak usah mencampurinya, yang penting adalah tugasmu memancing dia datang kemari, suruh dia berdiri depan pintu rumah, asal pekerjaan tersebut sudah selesai kamu kerjakan, berarti urusanmu sudah beres." Perkataan ini memang benar, bagaimanapun juga si Naga tua berekor botak memang tidak bersungguh hati hendak membantunya, dia terpaksa melakukan pekerjaan tersebut karena sudah dicekoki pil beracun, masalah bisa menggertak Ma koan tojin dari bukit Hong san atau tidak, pada hakekatnya sama sekali tiada sangkut pautnya dengan dia. Naga tua berekor botak tertawa dingin lalu berjalan keluar dari rumah, dia segera mendongakkan kepalanya sambil, berpekik nyaring. Dia memang tak malu disebut sebagai naga tua, pekikan panjangnya itu sangat nyaring dan membumbung ke angkasa, persis seperti seekor naga yang sedang berpekik. Tak selang lama setelah dia berpekik, nyata dari arah selatan sana, dari arah jalan kecil yang membentang lurus kemuka, mendadak muncul empat lima sosok bayangan manusia. Empat orang yang berjalan di depan adalah jago-jago pedang berpita hitam yang mengenakan seragam berwarna hitam pula. Dibelakang ke empat orang itu, mengikuti seorang tosu tua yang berbaju kuning, dengan membawa sebuah Hud-tim (senjata kebutan) dia bergerak mendekat dengan gerakan enteng. Sepasang mata tosu tua itu tajam bagaikan kilat, keningnya tinggi dengan mulut lebar, wajahnya amat seram dan menampilkan kelicikan, dia tak lain adalah wakil congkoan terbaru dari pasukan pendekar pedang berpita hitam perkumpulan Ban-kiam hwee, Ma koan tojin dari bukit hong-san. Dari kejauhan sana dia sudah menyaksikan si Niga tua berekor botak To Sam-seng berdiri dibawah atap rumah gubuk, menanti ia sudah mendekat barulah memberi hormat sambil menegur. "Saudara To, apakah kau berhasil menemukan sesuatu ?" "Nona Cho berada didalam sana." Kata naga tua berekor botak dengan cepat. Dia sudah dicekoki obat beracun, tentu saja ia tak berani berbicara terus terang, karenanya terpaksa dia harus mengikuti perintah dari Soat-ji dengan memancing Ma koan tojin memasuki rumah tersebut. Begitu selesai berkata, tak sampai Ma-koan tojin mengajukan pertanyaan, ia telah membalikkan badan menuju kedalam ruangan. Sesungguhnya kedatangan Ma-koan tojin sekalian kesitu adalah untuk melaksanakan perintah guna menemukan Cho Kiu moay, maka begitu mendengar orang yang dicari berada disana, sepasang matanya kontan membelalak lebar, serunya tanpa terasa: "Dimanakah orangnya ?" Menyaksikan si Naga tua berekor botak tidak menjawab pertanyaannya malahan beranjak masuk kedalam ruangan, tanpa terasa dia pun mengikuti dibelakangnya masuk pula kedalan pintu terdengar seorang perempuan berseru lantang: "Bagus sekali, suruh dia berhenti disana dan jangan sembarangan bergerak !" Sebenarnya Ma-koan tojin adalah seorang yang banyak curiga, ketika dia mengikuti si Naga tua berekor botak masuk ke dalam rumah gubuk tadi, ia sudah merasa curiga sekali karena secara tiba-tiba Naga tua berekor botak itu menyelinap ke samping. Tapi setelah mendengar bentakan suara, dia toh berhenti juga sambil menengok kearah mana datangnya seruan itu. Perlu diketahui waktu itu sudah mendekati tengah hari, cahaya matahari diluar sana sedang bersinar dengan teriknya, sementara ruangan dalam rumah gubuk gelap gulita Ma-koan tojin yang masuk dari luar, tentu saja harus berhenti sebentar sebelum bisa melihat keadaan dalam ruangan tersebut dengan lebih jelas lagi. Begitu sinar matanya dialihkan kesamping, segera terlihat olehnya seorang gadis berikat kepala hijau sedang duduk dibelakang meja disisi kiri dari ruangan. Di atas meja, berderet enam bilah pedang pendek dengan gagang pedangnya tertinggal di luarnya, waktu itu sepasang tangan si nona telah menggenggam dua bilah pedang pendek sambil melakukan gerakan hendak menyerang ke arahnya. Sebagai seorang jagoan yang berilmu tinggi, tentu saja Ma koan tojin tidak memandang sebelah matapun terhadap kedua belah pedang pendek di tangan Soat-ji tersebut, tapi dia toh merasa tercengang juga oleh sikap maupun gerak-gerik dari Naga tua berekor botak tersebut, dengan kening berkerut segera tegurnya. "Saudara To, sebenarnya apa yang terjadi?" Naga tua berekor botak tertawa getir. "Khong beng taysu telah ditotok jalan darahnya, ehm, ehm sedang siaute pun kena... kena... dicekoki pil beracun oleh.... oleh nona ini." Hampir saja dia akan menyebut kata budak, untung dia segera teringat akan keadaan sendiri dan buru-buru mengganti sebutan tersebut menjadi sebutan nona. Hampir saja Ma koan tojin tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dia tak menyangka kalau Thi lohan Khong beng taysu dan Naga tua berekor botak yang sudah berpuluh tahun lamanya malang melintang dalam dunia persilatan ternyata dipecundangi oleh seorang nona cilik yang baru berusia delapan sembilan belas tahun. Dengan sorot mata yang menyeramkan dia menengok kearah Soat-ji, kemudian tanyanya. "Diakah orangnya..." "Tosu tua!" Tiba-tiba Soat ji berteriak keras. "aku akan memantek kau diatas papan pintu, lihat pedang !" Dua bilah pedang pendek yang berada di tangannya itu mendadak diayunkan kearah Ma koan tojin. Wi Tiong hong yang mengintip dari balik celah pintu kamar, dapat menyaksikan adegan tersebut dengan jelas, dia pun dapat menyaksikan gerak serangan dari Soat ji yang sama sekali tak berbentuk sama sekali itu tanpa terasa dia berpekik dihati: "Aduuh celaka!" Daya serangan dari kedua bilah pedang pendek itu meski cukup gencar, namun arah sasarannya tak tepat, pedang pendek yang semula dilemparkan dengan posisi lurus, setibanya ditengah jalan mendadak yang satu miring ke-kiri sedangkan yang lain miring ke kanan, lalu terbang kemuka secara menyilang. Ma koan tojin sama sekali tak memandang sekejap mata pun terhadap datangnya serangan tersebut, malah sambil menjengek sinis, ujung baju sebelah kirinya dikibaskan kedepan mengarah kedua bilah pedang pendek itu. Tapi begitu kebasan itu dilakukan Ma koan tojin yang berpengalaman segera merasakan sesuatu yang tak beres. Tatkala sepasang pedang pendek yang menyilang datang dan hampir mendekati tubuhnya itu, mendadak dari tubuh senjata mana menimbulkan suara dengungan yang teramat nyaring, cahaya pedang pun menjadi bertambah kuat secara tiba-tiba. Tampaknya nona kecil itu sudah merupakan seorang jagoan lihay yang menguasai ilmu pedang dari seluruh dunia saja, ternyata kedua bilah pedang pendek itu bisa dikendalikan olehnya mengikuti suara hati kecilnya. Bahkan pada mula melancarkan serangan, dia telah memperhitungkan segala sesuatunya dengan jelas, disaat pedang pendek hampir mendekati tubuh lawan inilah, tenaga dalam yang dipancarkan ke dalam tubuh senjata tersebut baru benar-benar menyebar keluar. Pada hakekatnya kejadian ini merupakan sesuatu yang mustahil bisa terjadi. Dalam waktu yang amat singkat itulah, Ma koan tojin merasakan datangnya ancaman bahaya maut tersebut, tapi sayang keadaan sudah terlambat. Hawa murni yang dikebaskan keluar melalui kebutan ujung bajunya begitu dahsyat, namun nyatanya kebasan mana tidak berhasil menggeserkan sepasang pedang Soat-ji yang sedang meluncur datang. "Cri t . ." Dengan cepat ujung pedang tersebut menembusi ujung baju itu dan mata pedangnya melukai pula pergelangan tangan Ma koan tojin. Tak terlukiskan rasa kaget Ma koan tojin dalam menghadapi keadaan seperti ini, dalam gugupnya buru-buru dia mengayunkan tangan kirinya, sedangkan sang tubuh sama sekali tak sempat menghindarkan diri. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Took" Tookk" Di ringi dua kali benturan nyaring, cahaya tajam berkilauan didepan mata, tahu-tahu dua bilah pedang pendek yang meluncur tiba dalam gerak menyilang itu satu dari kiri yang satu dan kanan telah menancap di atas dinding pintu. Tidak! Yang lebih tepat lagi adalah menancap di kedua belah sisi batok kepala Ma koan tojin, jaraknya tak lebih hanya beberapa hun dari tenggorokannya. Dalam keadaan seperti ini, pada hakekatnya Ma koan tojin sama sekali tak bisa menggerakkan tengkuknya lagi, sebab apabila dia menggerakkan kepalanya, niscaya lehernya bakal tersayat oleh mata pedang itu. Kejadian tersebut kontan saja membuat Wi Tiong hong maupun si naga tua berekor botak menjadi tertegun dan berdiri dengan mata terbelalak besar, hatinya bergidik dan jantungnya berdebar keras. Mereka sama sekali tak menyangka kalau Ma koan tojin dari bukit Hong-san yang berilmu tinggi bisa terpantek diatas pintu rumah dengan begitu mudah. Sudah puluhan tahun lamanya Ma koan tojin termashur dalam dunia persilatan tapi kali ini dia telah terpantek di atas pintu oleh lemparan dua bilah pedang lawan, kejadian semacam ini pada hakekatnya baru dialaminya untuk pertama kali ini, dia benar-benar tak berani menggerakkan kepalanya lagi. Namun dia tidak menyerah sampai di sini saja, secepat kilat tangannya digerakkan siap mencabut keluar pedang pendek tersebut. Sambl tertawa cekikikan Soat-ji segera berseru: "Tosu tua lebih baik begini saja, jangan mencoba untuk bergerak dari posisi itu !" Sementara dia mengancam, sepasang tangannya telah menyambar pula kedua bilah pedang pendek yang ada dimeja secepat kilat, kemudian kedua bilah senjata itupun dilontarkan kedepan dengan cepatnya, menyusul kemudian dia menyambar lagi dua bilah pedang yang lain dan dilontarkan pula ke udara. Empat bilah pedang pendek dengan dua batang membentuk satu kelompok segera meluncur kedepan dalam bentuk menyilang. "Tok tok! Tok tok!" Empat kali benturan nyaring bergema di udara, tahu-tahu sepasang tangan Ma koan tojin yang hendak dipakai untuk mencabut pedang tersebut telah terpantek pula diatas pintu oleh keempat bilah pedang tadi. Semua peristiwa ini berlangsung dalam waktu sekejap, pergelangan tangan Ma koan tojin yang tersayat oleh mata pedangpun sekarang baru mulai mengucur darah kental. Waktu itu si Naga tua berekor botak sudah dibikin terkesiap dan ketakutan oleh kelihayan nona tersebut. Mimpi pun dia tak menyangka kalau si nona kecil yang berdandan sebagai gadis dusun ini memiliki kepandaian silat yang begini dahsyat, untuk beberapa saat dia hanya berdiri tertegun disamping tanpa bergerak sedikitpun juga. Soat-ji menghembuskan napas panjang, kemudian setelah bertepuk tangan dan tertawa ringan, katanya: "Bagus sekali kepandaian ini, ternyata aku benar-benar mampu untuk memantek sitosu tua itu diatas pintu sehingga sama sekali tak mampu untuk berkutik lagi !" Setelah lehernya dipantek dengan dua bilah pedang, lalu sepasang tangannya juga dipantek diatas pintu, Ma-koan tojin benar-benar tak mampu untuk berkutik lagi. Sebagai seorang manusia yang pada dasarnya memang berotak licik dan banyak tipu muslihatnya, bukan marah oleh ulah si nona, dia malahan tertawa terbahak-bahak, serunya kemudian dengan suara yang bernada dalam. "Saudara To bagus amat perangkap yang kalian persiapkan ini sungguh tak nyana kalau pinto bakal tertipu oleh akal muslihatmu ini..." "To heng, persoalan ini tiada sangkut pautnya dengan siaute." Buru-buru si Naga tua berekor botak menyangkal. "Akulah yang suruh dia memancing kedatanganmu kemari." Sela Soat-ji dengan cepat, "dia telah menelan sebutir pil beracunku, tentu saja semxua perkataanku harus dituruti olehnya. "Nona licik!" Seru Ma koan tojin dengan seramnya. "hanya mengandalkan enam bilah pedang terbang, ternyata kau mampu menguasai pinto, kepandaianmu ini benar-benar luar biasa sekali." Soat-ji segera berseru setelah mendengar pujian itu dengan senyum manis dikulum ujarnya. "lnilah kepandaian yang diajarkan nona Cho kepadaku!" "Mana nona Cho? Pinto datang kemari untuk mencari dia" "Bersabarlah menunggu sebentar dia segera akan kembali kesini." "Apa yang hendak kau lakukan terhadap pinto?" "Menanti sampai kembalinya nona Cno, dia tentu akan membebaskan dirimu." Sementara itu. ke empat jago pedang berpita hitam yang bertugas meajaga diluar ruangan mulai curiga, karena sejak Ma koan tojin masuk kedalam ruangan tersebut, hingga kini belum juga ada suara maupun kedengaran teriakannya, tak tahan meraka lantas melongok ke dalam ruangan itu. Begitu melongok, mereka baru mengetahui kalau wakil congkoan nya telah dipantek hidup-hidup diatas pintu rumah. Dalam terkejutnya ke empat orang itu segera saling memberi tanda, kemudian.. Cring ! Cri ng ! Cri ng ! serentak mereka meloloskan senjatanya dan siap menerjang masuk ke dalam ruangan rumah. Sambil bertolak pinggang Soat ji segera membentak nyaring: "Berhenti, tiada urusan dengan kalian ditempat ini, mau apa kamu berempat ?" Ke empat orang jago pedang berpita hitam itu merasakan pancaran sinar tajam mencorong keluar dari balik sepasang matanya yang bulat besar, kewibawaan yang besar membuat orang-orang tak berani beradu pandangan lebih jauh, tanpa sadar mereka menghentikan langkah perjalanannya. "Nona, apa maksudmu berbuat demikian ?" Akhirnya salah seorang diantara ke empat jago pedang pita hitam itu menegur. "Apa maksudmu ?" "Nona, tahukah kau siapa orang yang kau pantek di atas pintu rumah itu ?" "Siapakah dia ?" "Dia adalah wakil congkoan pasukan pedang berpita hitam dari perkumpulan Ban kiam hwee !" "Apakah kalian pun anggota Ban-kiam hwe?" Soat ji bertanya kurang percaya. "Tentu saja kami adalah anggota Ban-kiam hwee" "Masa kalian masih merupakan anggota Ban kiam hwee ?" "Siapa bilang tidak ?" Sahut jsso pedang itu dengan gusarnya. "Kalian telah menghianati perkumpulan Ban kiam hwee, secara diam-diam meracuni Kiamcu sendiri hmmm . .. sudah berbuat demikian masih tak malunya mengakui dirinya sebagai anggora Ban kiam hwee..?" Ke empat orang jago pedang itu saling berpandangan dengan wajah tertegun, kemudian terdengar orang itu berkata lagi. "Hei, apa yang sedang kau igaukan ?" "Hmmm, kalian tidak keracunan ?" Soat ji mendengus. "Tidak." "Anggota jago pedang berpita hitam yang ada tidak keracunan semua bukan ?" "Tentu saja tidak" "Nah, itulah dia, kalau toh kalian jago pedang berpita hitam tidak keracunan, bagaimana mungkin para jago pita hijau dibawah pimpinan congkoan pita hijau bisa keracunan semua? Mengapa pula Kiamcu serta ke empat dayangnya bisa keracunan pula ?" "Siapa yang berkata demikian ?" Seru jago pedang tersebut dengan tubuh bergetar keras. "Bukankah dalam perkumpulan kalian terdapat seorang nona yang bernama Hek bun kun Cho-Kiu moay? Semalam dia tinggal dirumah kami, dialah yang menyampaikan hal tersebut kepadaku, aku rasa tak bakal salah lagi." Jago pedang itu dibikin setengah percaya setengah tidak, kembali ia bertanya. "Dimana nona Cho sekarang ?" "Dia sedang keluar, tapi sebengtar lagi akan kembali kesini." Kembali ke empat jago pedang berpita hitam itu saling berpandangan sekejap, kemudian diwakili oleh orang tadi, dia berkata lagi: "Apa lagi yang dikatakan nona Cho?" Soat-ji segera tertawa. "Nona Cho bilang ... ." Dia sengaja menarik perkataan yang terakhir panjang-panjang sementara biji matanya yang jeli melirik sekejap ke arah Ma koan tojin yang terpantek diatas pintu, kemudian baru lanjutnya: "Dalam peristiwa kali ini, dimana Kiam Cu kalian beserta para jago pedang berpita hijau diracuni orang, terdapat hal-hal yang luar biasa, bisa jadi di dalam tubuh perkumpulan Ban kiam hwee memang terdapat penghianatnya, tapi kalian jago pedang berpita hitam sudah sepuluh tahun lebih berbakti kepada Ban kiam hwee..." "Di hari-hari biasa kalian begitu setia dan berbakti untuk partai, mustahil kalau ada orang yang berhianat atau sengaja bersekongkol dengan orang-orang luar, oleh sebab itu hanya Ma-koan tojin dari bukit Hong san, Thi lohan dan Naga tua berekor botak bertiga saja sebagai anggota baru yang pantas dicurigai..." Meski tubuhnya terpantek diatas pintu sehingga tak mampu berkutik, namun Ma-koan tojin bisa mendengarkan pembicaraan tersebut dengan jelas sekali. Selesai mendengar ucapan mana, kontan saja dia melotot besar dan berteriak dengan gusar. "Berani amat Cho Kiu-moay menuduh aku dengan kata-kata yang bukan-bukan ?" Soat-ji segera mencibir. "Memangnya aku salah berkata ? Hmmm, menurut enci Cho. kalian bertiga semuanya orang jahat, terutama sekali kau, jahatnya bukan kepalang dan ahli sekali dalam mencelakai orang secara licik. Dan kalian bertiga pula yang telah meracuni Kiam-cu kali ini." Dari ketiga orang tersebut hanya si Naga tua berekor botak seorang yang telah menelan pil beracun, dengan cemas dia lantas berseru. "Tuduhan ini benar-benar membuat hatiku penasaran, karena siaute sama sekali tidak mengetahui akan peristiwa tersebut." "Hmm, masa kau tidak tahu? Diantara kalian bertiga, hanya kau seorang yang pandai menggunakan obat pemabuk, bukan demikian?" "Meskipun siaute pandai menggugnakan obat pemaibuk, namun racuhn yang mengeram adalah racun yang bekerjanya lambat selama hidup siaute tak pernah menggunakan racun." Bantah naga tua berekor botak cemas. Soat-ji tertawa cekikikan. "Nah, sudah kalian dengar belum? Racun berdaya kerja lambat yang mengeram dalam tubuh Kiamcu kalian pun diketahui olehnya, heeh... hee... heeh... setan baru percaya kalau kau tidak turut serta didalam menyusun rencana busuk itu, makanya encie Cho suruh aku mencekoki pil beracun yang paling jahat di dunia ini untukmu seorang." Kini ke empat jago pedang berpita hitam baru agak percaya dengan perkataan mana, namun semuanya tetap membungkam dalam seribu bahasa. Sambil menyeka keringat naga tua berekor botak kembali berseru: "Bukankah kau mengatakan nona Cho hendak menyuruh aku melaksanakan persoalan? Bila persoalan telah selesai kulakukan maka kau akan memberi obat penawarnya ?" "Benar, mungkin persoalan kedua yang harus kau lakukan adalah membuat pahala untuk menebus dosa." Naga tua berekor botak menghembuskan napas panjang. Sakit Hati Seorang Wanita Karya Kho Ping Hoo Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo