Pendekar Bego 2
Pendekar Bego Karya Can Bagian 2
Pendekar Bego Karya dari Can "Kalau engkau berani cerewet lagi, ku usir kau dari perkampungan ini" Ong It sin betul betul tak berani bersuara lagi tapi ia menggerutu tiada habisnya dengan suara lirih, jelas pemuda itu merasa tak puas dengan perlakuan pamannya. Sejak awal sampai akhir Coa Thiau tam hanya mengamati diri Ong It sin, rupanya dia merasa tertarik sekali dengan pemuda itu, cuma Ong It sin tak pernah menggubris perhatiannya itu. "Bukankah empat sesat dari Ciong lay telah mati." Kata Li Liong keheranan. "masa ada orang yang mencatut nama mereka? Hmm, kalau benar demikian itu, berarti mereka bukan manusia baik baik dalam dunia persilatan ..................." "suhu, akan rasa persoalan tidak sesederhana yang suhu kira, kita sudah kehilangan lima orang jago tangguh " "Apa?" Begitu Jin Peo berseru, dengan amat terkejut Li Liong berteriak keras. Jin Poo ambil keluar buntalan kecil itu dan di lempar ketanah hingga buntalan itu terbuka, katanya. "suhu, periksalah sendiri" Li Liong segera tundukkan kepalanya, tampaklah selembar kulit manusia yang masih bernoda darah tercecer ketanah, ia masih bisa mengenali kulit kulit manusia itu, apalagi yang berada dipaling atas adalah kulit mukanya Lu Giok hong "Bagaimanakah potongan muka pendatang-pendatang tak diundang itu?" Tanya Li Liong kemudian dengan paras muka berubah. "soal ini harus ditanyakan kepada It sin lote, sebab hanya It sin lote seorang yang menyaksikan kejadian itu" Li Liong sebera alihkan pandangan matanya kearah Ong Itsin. "Cepat katakan" Bentaknya. Ong It sin rada sangsi sebentar. "Kaa....kalau kukatakan .... aku tidak kau usir dari perkampungan ini bukan?" Serunya kemudian. Li Liong betul-betul dibuat menangis tak bisa tertawa tak dapat oleh tingkah laku keponakannya . "Hayo cepat katakan" Terpaksa ia membentak lagi. "macam apakah potongan wajah ke empat orang itu" "Dikatakan empat sesat, tapi yang kujumpai hanya tiga orang, seorang perempuan berambut panjang yang telah membinasakan dua bersaudara Lu, meskipun gerak geriknya menyeramkan tapi waktu tertawa....aduh mak cantiknya .... masih ada dua orang lagi konconya, mereka adalah dua orang laki laki berbaju putih, sebenarnya mereka juga hendak bunuh diriku, tapi lantas aku pandai berbicara dan lagi kata kataku pandai menyenangkan hati orang, maka jadi tidak dibunuh" Hawa amarah yang menggelora dalam dada Li Liong sungguh meluap. tegasnya dengan mata melotot. "Tak usah membicarakan kata kata yang tak penting, apa lagi yang mereka katakan?" "Kata mereka, sebelum tengah malam besok di dunia ini tak akan terdapat perkampungan Li keh ceng lagi, mereka suruh aku .... suruh aku cepat-cepat tinggalkan perkampungan ini daripada setelah mereka lakukan pembantaian dalam Li keh ceng itu aku ikut mati konyol." Li Liong benar-benar tak tahan mendengar perkataan semacam itu, sebelum Ong It sin menyelesaikan kata- katanya, dia sudah membentak. "Tutup mulutmu" Ong It sin tertegun, sekalipun dia lantas membungkam toh bisiknya kembali. "bukankah engkau yang suruh aku berbicara?" Li Liong hanya bisa tertawa getir menghadapi ketololannya keponakannya, kepada rekannya dia lantas berseru. "saudara Coa, harap jangan kau tertawakan ketololannya" "Tidak"sahut Coa Thian tam. "dia polos dan lagi jujur. Inilah bakat yang bagus untuk belajar silat. saudara cilik Bersediakah engkau menjadi muridnya seorang tokoh sakti?" "Menjadi murid seorang tokoh sakti?" Ulang Ong It sin dengan wajah termangu. Coa Thian-tam segera berpaling kearah Li Liong sambil berkata. "Ada seorang tokoh sakti dari golongan Buddha telah berpesan kepadaku untuk mencarikan seorang murid ....." Belum habis dia berkata, ketika Ong It sin sudah gelengkan kepalanya berulang kali. "ogah ogah Aku ogah jadi hwesio Aku pingin kawin nantinya, aku tak mau digunduli kepalaku" Sebenarnya Li Liong bermaksud menegur dirinya lagi sebab pemuda itu ikut sembarangan menimbrung dihadapan coa tayhiap. tapi setelah dipikir kembali ia merasa tak ada gunanya menegur pemuda tolol itu, maka laki-laki tersebutpun hanya membungkam belaka. "Tokoh sakti dari golongan Buddha itu belum tentu akan memaksa muridnya ikut jadi hwesio" Coa Thiat tam kembali menerangkan sambil tertawa. "kau bisa kawin dikemudian hari, kaupun tak perlu hidup dalam biara. Yang penting harus jujur, polos dan memiliki bakat yang baik untuk belajar ilmu silat" "seandainya binatang itu bisa memperoleh kesempatan sebaik ini, pada hakekatnya kejadian ini ibaratnya sekali melangkah sudah mencapai di langit" Kata Li Liong. "sayang gobloknya sudah tak ketolongan lagi, aku kuatir dia tak akan mampu mewujudkan keinginan tokoh sakti itu" "Aaah. Belum tentu demikian" Yaa, meskipun suasana sudah diliputi ketegangan, meski mara bahaya telah mengancam ternyata kedua orang itu tidak memperdulikan kelima lembar kulit manusia yang tergeletak ditanah itu, sebaliknya malah membicarakan persoalan lain. Jin Poo berusaha menahan diri, tapi lama kelamaan dia tak tahan juga, tiba-tiba dia berseru. "Suhu, empat sesat dari Ciong lay ....." Sebelum perkataan itu dilanjutkan, Li Liong sudah menukas lebih dulu "Aaah ..... sekumpulan manusia bangsa kurcaci buat apa musti dipikirkan dalam hati? Lakukan perondaan seperti biasa, dan buang jauh jauh kelima lembar kulit manusia itu" Jin Poo buru-buru mengiakan, dia lantas memungut kembali buntalan itu dari lantai seraya pikirnya. "Aaah... Tak mungkin kalau yang datang cuma manusia sebangsa kurcaci, dua bersaudara Lu bukan manusia tempe yang tak berdaya apa-apa, toh mereka mampus secara mengerikan ....?Aaai... entah apa yang dipikirkan suhu?" Akan tetapi Li Liong telah memerintahkan demikian, tentu saja dia tak berani banyak bicara lagi. Sambil memutar badan dia melayang kembali ke tepi telaga, kemudian sambil melotot sekejap ke arah Ong It sin hardiknya. "Hayo kita pergi dari sini" Apa yang dipikirkan Ong It sin pada waktu itu justru merupakan kebalikan daripada yang dipikirkan Jin Poo, ketika dilihatnya Li Liong sama sekali tidak terpengaruh oleh berita tersebut, segera disangkanya ilmu silat yang dimiliki pamannya amat lihay, sehingga peristiwa itu tak dipikirkan dalam hatinya. Dengan penuh kegembiraan buru buru katanya. "Jin toako, andaikata orang itu benar benar datang kesini, mungkinkah paman takut kepada mereka?" Mula mula Jin Poo agak tertegun, menyusul kemudianjawabnya. "Aku kira suhu tak bakal ketakutan" Mendengar itu, Ong It sin lantas berteriak. "Paman, surat yang kau suruh aku sampaikan ke Thian siong peng telah kusampaikan, seandainya waktu pulang tidak ketimpa hujan deras, sejak tadi tadi aku sudah tiba dikampung" "Pergi Pergi Pergi" Tukas Li Liong tak sabar seraya ulapkan tangannya berulang kali. Ong It sin benar benar merasa tersinggung, tapi tak berani berbuat apa-apa, maka dengan mulut membungkam pemuda itu berlalu dari sana. Sepeninggal Ong It sin sekalian, coa Thian tam dan Li Liong baru saling berpandangan sekejap. tiba tiba paras muka mereka berubah jadi amat serius, tanpa mengucapkan sepatah katapun kedua orang itu segera kembali ke dalam pesanggrahan. Dalam pesanggrahan itu masih hadir pula seorang yang lain, orang itu bertubuh kurus kering dan lagi pendek. sepasang matanya cekung, sepintas lalu mirip seseorang yang sudah tiga tahun menderita sakit parah potongannya mengenaskan sekali. -000d-w000- Jilid 2 MESKI demikian, sepasang matanya memancarkan cahaya yang menggidikkan hati, membuat siapapun sadar bahwa mereka sedang berhadapan dengan seorang jago silat yang memiliki tenaga dalam amat sempurna. Orang itu tersohor sekali namanya dalam dunia persilatan, dia adalah adik seperguruan dari ketua Tiong lampay, jago nomor dua dalam partai Tiong lam yang disebut orang Ping sin (Dewa penyakitan) Ou Wi Hi. Ketika dilihatnya kedua orang itu masuk kedalam, dia lantas berseru dengan lembut. "Bagaimana? Dari sini terbuktilah sudah bahwa kabar yang kudengar bukan cuma kabar isapan jempol belaka" "Tapi sungguh mengherankan. Mengapa mereka pilih perkampungan Li keh ceng sebagai korban yang pertama?" Ujar coa Thian tam. "Yaa, sudah barang tentu hal ini dikarenakan Li keh ceng mempunyai nama besar tersohor dalam dunia persilatan andaikata mereka berhasil menghancurkan perkampungan Li keh ceng, bukankah seluruh dunia akan ikut mengetahui peristiwa ini?" Si dewa perak Li Liong merenung sebentar lalu berkata. "Jadi menurut pendapat saudara ou, say siu-jin mo si mahluk tua itu bukan saja tidak mampus setelah jatuh kedalam jurang tempo hari, bahkan ilmu silat yang dimiliki sekarang jauh lebih lihay daripada tempo dulu? Waah..... kalau benar begitu, peristiwa ini betul betul merupakan suatu malapetaka bagi dunia persilatan kita. Tapi yang aneh lagi para pendatang itu mengakui Ciong lay su shia. Padahal ke empat manusia sesat dari Ciong lay kan sudah mati tercincang puluhan tahun berselang? Masa mereka bisa bangkit kembali dari liang kubur." Ou Wi Hi manggut manggut. "Yaa, empat sesat dari Ciong lay yang dulu memang sudah mati tercincang, tak mungkin mereka akan bangkit kembali dari liang kubur, tapi siapa tahu kalau belakangan ini say siau sin mo telah menerima empat orang murid lagi yang dinamakan juga Ciong lay su shia? Hal ini kan bisa terjadi bukan?" Mendengar perkataan itu baik Li Liong maupun coa Thia-tam sama sama mengangguk. "Kalau begitu, say sin lo koay terlalu pandang remeh perkampungan Li keh ceng ku ini" Kata Li Liong kemudian dengan ramah. "hmm, buktinya dia tidak tampil sendiri dihadapanku. sebaliknya cuma mengutus murid-muridnya saja." "Aku dengar makhluk tua itu tersohor karena licik dan banyak tipu muslihatnya" Kata Coa Tay-tam. "siapa tahu kalau ia sengaja berbuat demikian agar kita semua tidak mempersiapkan diri? saudara Ou, mengirim berita dengan burung cui nip dari perguruanmu terkenal karena cepatnya bagai mana kalau kita kabarkan dulu berita ini kepada suhengmu dan mengundang kedatangannya ke perkampungan Li keh ceng?" "Baik" Ou Wi Hi menganguk tanda setuju. "andaikata ia segera berangkat, sebelum senja besok hari dia sudah akan sampai disini. Menurut perkataan yang disampaikan si empat sesat, rupanya mereka bersiap sedia melakukan pengacauan pada esok malam" Sembari berkata, tangannya lantas digerakkan ke depan ...... "Ciit ciit" Kicauan burung memecahkan kesunyian, seekor burung kecil, bewarna hijau pupus terbang keluar dari balik ujung bajunya setelah berputar satu kali dari ruangan itu, dengan kecepatan yang luar biasa burung itu menerobos jendela dan lenyap ditengah kegelapan. Sepeninggal burung itu, Ou Wi Hi berkata lagi. "Seandainya mereka berempat sudah datang ada baiknya jika Li cengcu menyambut kedatangan mereka dengan tata cara persilatan baru dirundingkan kembali tindakan selanjutnya." Dengan wajah yang murung Li Liong berjalan untuk balik diruang itu, ancaman yang disampaikan Ciong lay sushia sungguh bikin pikirannya jadi kusut. Begitulah, setelah berunding sekali lagi cara cara menghadapi musuh tangguh, ketiga orang itu mengambil kesimpulan bahwa andai kata say siu jin mo si mahluk tua itu belum mati, bahkan ilmu silat yang dimiliki beberapa kali lipat lebih dahsyat dari kepandaiannya sebelum terjatuh ke dalam jurang, peristiwa itu benar benar merupakan suatu bencana besar yang mengancam keselamatan jiwa seluruh umat persilatan pada umumnya dan kesempatan jago jago yang tinggal dalam perkampungan Li keh ceng pada khususnya. Sementara itu, sepeninggalnya dari telaga tadi buru-buru Ong It sin kembali ke kamarnya untuk ganti pakaian dan naik ke pembaringan untuk beristirahat. Setelah mengalami pelbagai kejadian yang menegangkan hati, anak muda itu merasa terlampau penat, hingga begitu menempel di tempat pembaringan, ia lantas tertidur lelap. Entah berapa lama ia sudah tertidur, tiba tiba suara pekikan nyaring dan jeritan kaget menyadarkan kembali dari tidurnya, pemuda itu mula mula masih segan antuk membuka matanya dan cuma menggeliat saja. Mendadak tubuhnya terasa panas sekali, lagi pula diantara jeritan-jeritan manusia itu diiringi pula suara gemerutuk yang nyaring. Dengan keheranan Ong It sin segera membuka matanya. Tapi begitu matanya terbuka, pemuda itu menjerit kaget, ternyata kobaran api telah menjilat-jilat dari empat penjuru, sebagian besar ruang kamar yang ditempatinya telah terjilat oleh bola api. Tak terkirakan rasa kaget Ong It sin, buru buru ia melompat bangun seraya berteriak. "Kebakaran Kebakaran" Beberapa teriakan kemudian, ia menangkap pula teriakan orang lain yang senada, dari luar ruangan, jelas semua orang sudah tahu kalau telah terjadi kebakaran, hanya dia sendiri yang mengetahui paling belakang. Waktu itu pintu kamar sudah terjilat api, dia lari ke samping jendela dan membukanya dengan paksa. Ketika jendela itu terbuka, asap hitam yang tebal segera menyusup masuk ke dalam ruangan udara jadi sesak. matanya jadi pedas hingga mengucsrkan air mata, tak tahan lagi dia terbatuk-batuk. Sekuat tenaga ia menekan bingkai jendela dan melompat keluar, lalu bergelinding di tanah sebelum melompat bangun. Menunggu ia sudah berdiri kembali, apa yang kemudian terlihat membuat dia jadi melongo. Sejauh pandangannya memandang, kecuali asap tebal dan kobaran api yang terlihat, hampir boleh dibilang tidak tampak sesuatu apapun. Ong It sin lari terbirit ke depan, dari sana muncul pula beberapa orang yang sedang menyelamatkan diri dari kobaran api. "Hei, apa yang terjadi? Apa yang terjadi?" Tanya Ong It sin ingin tahu. Tapi beberapa orang itu tidak menggubris pertanyaannya, mereka malah meneruskan larinya kedepan. Dalam keadaan begini terpaksa Ong It sin hanya bisa ikut kabur dibelakang mereka. Beberapa langkah kemudian, dari balik asap tebal tiba tiba terdengar suara Li Liong yang nyaring bagaikan geledek berkuman-dang datang. "Mulut lembah belum tertutup kobaran api, jangan terlampau pikiran soal harta, cepat kabur ke sana" Sekalipun berada dibalik hiruk pikuknya suara teriakan orang dan kobaran api, ternyata seruan Li Liong masih kedengaran nyaring. Mendengar teriak itu Ong It sin jadi terperanjat. "Aduh celaka" Serunya. "jangan jangan seluruh perkampungan sudah dimakan api?" Dalam keadaan demikian, tak seorangpun yang menggubris seruan itu, sekalipun ada yang mendengar, belum tentu ada yang menjawab pertanyaannya tadi. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Akhirnya dengan membawa luka terbakar di beberapa bagian tubuhnya, pemuda itu sampai juga dimulut lembah dengan selamat. Ditengah tanah lapang yang luar di depan mulut lembah, telah berkumpul beratus ratus orang mereka semua adalah anggota keluarga perkampungan Li keh ceng. Ong It sin coba berpaling ke belakang ia lihat kobaran api dalam lembah masih menjilat-jilat dengan dahsyatnya, asap hitam yang telah membumbung tinggi ke angkasa, malahan dari atas dinding tebing di sekeliling lembah itu tiada hentinya melayang turun gumpalan gumpalan api yang membara: Pemuda itu coba untuk mengamatinya dengan lebih seksama, akhirnya ia melihat secara lamat lamat ada sesosok bayangan manusia yang sedang melemparkan gumpalan api dari tiap penjuru tebing itu. Seperti telah diketahui, perkampungan Li keh-ceng dibangun di dalam sebuah lembah yang dikelilingi bukit curam, dengan demikian, apabila ada orang yang melemparkan api dari atas tebing otomatis api itu terjatuh ke dasar lembah, padahal disekitar tempat itu tidak banyak terdapat sumber air, dengan sendirinya begitu terjadi kebakaran, api sukar dikendalikan dan perkampungan Li keh ceng pun sukar pula diselamatkan dari bahaya kebakaran. Waktu itu, meski orang yang berkumpul dimulut lembah Li hu kok berjumlah banyak. akan tetapi tak seorangpun yang buka suara, ditengah keheningan yang mencekam sekeliling tempat itu hanya gelak tertawa seram berkumandang dari atas tebing, suara itu mengerikan membuat bulu kuduk orang pada bangun berdiri. Tiba-tiba dari puncak tebing sebelah timur menggema suara bentakan nyaring dari Li Liong. "Kurcaci dari mana yang berani mencari gara-gara disini?" Sekalipun bentakan tersebut berkumandang dari atas tebing yang tinggi, namun suaranya tetap menggelegar bagaikan guntur yang membelah bumi, membuat telinga merasa amat sakit. "Waaahh....waaahh....rupanya memang betul betul mereka yang memusnahkan perkumpulan Li keh ceng" Gumam Ong It sin kemudian. Sementara itu, manusia masih mengalir keluar tiada habisnya dari kubangan api, sedangkan keempat orang murid Li Liong sedang memimpin kawanan manusia itu mengungsi dari tempat bencana. Ong It sin membaurkan dirinya diantara para pengungsi, tak seorangpun yang menaruh perhatian khusus kepadanya. Setelah mengikuti beberapa li jauhnya, pemuda itu kembali berpaling kebelakang, ia lihat asap hitam yang mengepul dari dalam lembah telah menciptakan gumpalan awan hitam yang membeku di langit, segera pikirnya. "Aaaai .... Entah bagaimana nasib paman sekarang? Beliau sedang bertempur melawan orang orang jahat itu di tebing sebelah timur . Eeeeh, kenapa aku tidak kesana?" Ia tak berpikir betapa rendahnya ilmu silat yang dimilikinya, diapun tak mau tahu apakah tebing curam itu dapat didaki atau tidak, malahan tak pernah terlintas dalam benaknya apa gunanya ia menuju kesitu dengan dasar ilmu silat yang begitu rendah? Tapi pada dasarnya pemuda itu memang tolol, apa yang dipikirkan segera dilakukan dengan cepat, tanpa banyak berbicara lagi ia tinggalkan rombongan pengungsi itu dan kabur keatas tebing. Selang sesaat kemudian, ia sudah berada dibawah tebing sebelah timur, ketika pemuda itu menengok ke atas, terlihatlah pamannya si Dewa Perak Li Liong sedang melangsungkan pertarungan seru melawan perempuan berambut panjang itu Dilihat dari keadaan yang tertera didepan mata, agaknya perempuan berambut panjang itu sudah terdesak di bawah angin, terbukti sambil bertempur ia mundur terus tiada hentinya. Sementara Li Liong, sambil membentak penuh kemarahan, bagaikan hembusan angin topan dia mengejar terus dari belakangnya. -00000d-w00000- ONG IT SIN merasa sangat tegang, dengan sepasang mata yang terbelalak lebar dia awasi terus jalannya pertarungan itu Tiba-tiba ia merasa tubuhnya ditepuk orang, tapi Ong It sin sedang memandang terpesona jalannya pertarungan, cepat dia mengigos kesamping sambil mengomel. "Hei, jangan tepuk tepuk aku, sana menyingkir jauh-jauh ......" Baru selesai perkataan itu ketika kakinya mendadak ditangkap orang lantas ditarik kebelakang. "Bluuuk...." Tak ampun lagi tubuhnya terjerembab keatas tanah. Ong It sin memang sudah terbiasa dipermainkan orang, sekalipun terjerembab ketanah, ternyata ia tidak ambil perduli, cepat- cepat pemuda itu merangkak bangun. Entah sejak kapan munculkan diri, tahu tahu di hadapannya telah berdiri seorang manusia yang aneh sekali. Orang itu mempunyai kepala yang besar, badannya cebol dan rambutnya bewarna kuning berombak. rambut itu panjang dan terurai sebahu, hidungnya besar mulutnya lebar, cambang yang memenuhi mukanya juga bewarna kuning, sehingga tak bisa di tebak berapa umurnya. "Hei....siapa kau?" Tegur Ong It sin sambil meraba pantatnya yang sakit. Pada saat itulah Li Liong dan perempuan berambut panjang yang sedang bertarung telah turun dari puncak tebing. Begitu tiba dibawah tebing, dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat perempuan berambut panjang itu berkelebat mendekat. Manusia aneh berkepala besar itu segera menarik tangan Ong It sin, kena disambar tangannya tak bisa dicegah lagi anak muda itu melayang diudara dan terjatuh kedalam semak belukar lima kaki di sampingnya. Begitu mencium tanah, badannya tak bisa bergerak lagi, Ong It Sin tahu bahwa jalan darahnya sudah tertotok. Dia mencoba untuk menyalurkan tenaga dalamnya untuk membebaskan jalan yang tertotok itu, sayang ilmu silatnya terlampau cetek. tentu saja hawa murni yang dimilikinya terlampau lemah, dalam keadaan demikian jangankan melepaskan diri dari pengaruh totokan, untuk berkutikpun tak mampu. Ong It sin amat gelisah, dia ingin meronta tapi tak mampu, saat itulah manusia aneh berkepala besar berambut kuning itu munculkan diri disampingnya, lalu menyeringai aneh..Sekujur badan Ong It sin gemetar keras, bulu kuduknya pada bangun berdiri, ia tak tahu siapa gerangan manusia aneh berambut kuning itu, dan dari mana ia datang. Sementara itu bentakan bentakan nyaring makin menggema semakin dekat perempuan berambut panjang itu didepan dan si dewa perak Li Liong berada di belakang kedua orang itu melintas lewat dengan cepatnya. Bila ditinjau dari keadaan tersebut jelaslah sudah kalau Li Liong berada diatas angin sebab dia lah yang mengejar perempuan berambut panjang itu. Dengan membawa hembusan angin tajam orang itu berkelebat lewat dari atas semak dimana Ong It sin bersembunyi, selisih jarak antara kedua orang waktu itu adalah satu kaki lima enam depa. Suatu ketika, tiba-tiba Li Liong berpekik nyaring, tubuhnya menyusup maju beberapa depa lebih cepat, kemudian sepasang lengannya dibentangkan, bajunya yang mentereng segera memancarkan kilat dan cahaya perak yang menyilaukan mata, benar-benar tak malu dia disebut si Dewa Perak. Bersamaan dengan menggelegarnya sepasang tangan, hembusan angin puyuh menderu-deru, ketika telapak tangan kirinya didorong ke muka, angin pukulan yang tajam segera menyambar lewat. Buru-buru perempuan berambut panjang itu berpaling, betapa terperanjatnya ketika melihat Li-Liong sudah berada di udara. Dalam keadaan demikian, cepat-cepat dia menggelinding kesamping untuk menghindarkan Dengan menghindarnya perempuan itu, serta merta pukulan tangan kiri Li Liong bersarang di sasaran yang kosong "....Blaang..."sebuah liang yang sangat dalam segera muncul di permukaan tanah. Cepat perempuan berambut panjang itu berpaling kembali, hatinya semakin tercekat ketika dilihatnya Li Liong telah semakin perpendek selisih jaraknya menjadi lima enam depa belaka, ia semakin tancap gas, perempuan itu berusaha keras meloloskan diri dari cengkeraman musuh. Paras muka Li Liong tampak angker dan penuh kegusaran, tiba-tiba bentaknya lagi. "Bajingan pelepas api, mau kabur kemana kau?" Sepuluh jari tangannya dipentangkan lebar-lebar, desingan tajam memekikkan teliaga, dengan membawa deruan angin puyuh serangan itu menyambar keatas bahu perempuan itu Kebetulan waktu itu mereka hanya barada empat lima kaki dari tempat persembunyian Ong It-sin dan manusia aneh berkepala besar itu, maka semua peristiwa itu dapat diikuti pemuda tersebut dengan jelas. Meskipun kungfu yang dimiliki Ong It sin cetek sekali, sebodoh bodohnya dia toh mengetahui juga bahwa pamannya si dewa perak Li Liong sedang berada diatas ingin, sungguh gembira hatinya. Akan tetapi, dikala sepasang tangan Li Liong sudah hampir menyentuh bahu perempuan berambut panjang itu, tiba tiba perempuan itu berdiri kaku. Padahal serangan yang dilancarkan si dewa perak sudah hampir menempel di atas bahunya, bisa di bayangkan apa yang akan terjadi jika serangan itu bersarang telak. Namun Li Liong tak berani gegabah sebab belum pernah ia jumpai cara bertarung yang digunakan perempuan itu, dia kuatir dibalik kekakuan badannya terdapat serangan serentak serangannya di batalkan ditengah jalan. Menyaksikan kejadian itu, Ong It-sin jadi melongo, dia tak tahu kenapa perempuan berambut panjang itu mandah diserang. Bukan Ong It sin sendiri yang heran, sekalipun Li Liong juga dibuat termangu-mangu saking tercengangnya. Sejak kedudukannya meningkat dalam dunia persilatan, Li Liong sudah jarang sekali berkelahi dengan orang, meski demikian pengalamannya dalam pertarungan dengan musuh cukup matang. Tapi sepanjang pengalamannya, belum pernah ia jumpai musuh yang mandah diserang dikala ancaman sudah menempel dibajunya seketika itu juga pelbagai ingatan lantas berkecamuk dalam benakaya. "Mungkinkah dia mengenakan pakaian pelindung badan yang tak mempan diserang? Atau mungkinkah dia sengaja berbuat demikian agar rekan-rekannya yang bersembunyi disekiarnya tempat itu mempunyai kesempatan untuk menyergap diriku?"demikian pikirnya dihati. Makin dipikir ia makin curiga, akhirnya diputuskan untuk membatalkan serangannya itu, sekalipun ujung jarinya sudah menempel diatas bahu lawannya yang kaku. Untung tenaga dalamnya sudah mencapai taraf menyerang dan menarik kembali kekuatannya menurut jalan pikiran. Bukan saja serangan yang meoggunakan tenaga sebesar tujuh bagian itu bisa ditarik kembali, bahkan bersamaan itu pula badannya menghindar kesamping, lalu setelah berputar setengah lingkaran dia menyelinap ke hadapan perempuan itu. Tapi begitu sampai dihadapan perempuan itu, kembali Li Liong tertegun, sebab perompuan itu masih juga berdiri kaku, bahkan dari mimik wajahnya yang diliputi kemarahan serta sinar matanya yang memancarkan kebuasan mencerminkan perasaan apa boleh buat. Jangankan Li Liong adalah seorang tokoh sakti sekalipun seorang bocah yang baru belajar silatpun akan mengetahui bahwa perempuan berambut panjang itu telah tertotok jalan darahnya setelah meninjau mimik wajahnya tersebut. Si dewa perak Li Liong makin tertegun, rasa heran yang menggelitik perasaannya sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata. Selama ini perempuan tersebut dikejarnya dengan ketat, ketika badannya melambung sambil melancarkan serangan dengan jurus sing seng sui tek (sepasang bintang rontok ke tanah) itulah tiba-tiba perempuan berambut panjang itu berdiri kaku. Dari sini bisa diketahui bahwa perempuan itu bila benar- benar tertotok jalan darahnya, maka ia pasti tertotok pada keadaan demikian. Li Liong cukup yakin kalau ketajaman pendengarannya boleh diandalkan, tapi untuk kali ini dia merasa terkecoh, sebab bukan saja ia tak tahu kalau disekeliling sana ada orang malah diapun tak tahu serangan itu sejak kapan di lancarkan. Seharusnya ia merasa gembira sebab perempuan itu sudah tertotok dan mati hidupnya berada ditangannya. Akan tetapi Li Liong tidak gembira, malah justru murung dan kesal sekali. Ia tahu orang yang menotok jalan darah perempuan berambut panjang itu berilmu tinggi, padahal sampai sekarang belum diketahui bagaimanakah tampang wajahnya. Mendingan kalau dia seorang sahabat sebaliknya kalau orang itu adalah musuhnya? Bukankah akibat yang bakal terjadi sukar dibayangkan .? Begitulah, dengan perasaan cemas bercampur was-was si Dewa perak menjura ka empat penjuru seraya berkata. "Sobat dari manakah yang telah membantu diriku? Aku sangat terimakasih sekali. Bersediakah engkau menampakkan diri?" Perkataan itu sudah diulangi sampai dua kali, tapi suasana disekeling tempat itu tetap hening, sedikit suarapun tak kedengaran. Akhirrya setelah mengetahui babwa penantiannya hanya sia-sia belaka, Li Liong menghela napas panjang. "Aaai.... aku tahu bahwa engkau adalah seorang tokoh sakti dari dunia persilatan, akupun tahu gerak gerikmu ibaratnya Naga sakti yang kelihatan kepala tak kelihatan ekornya, aku merasa kagum dan berterima kasih sekali atas bantuan yang kau berikan. Yaa, bila sobat tak sudi menampakkan diri, akupun cuma bisa menahan rasa kecewa dalam hati" Habis berkata kembali ia menunggu beberapa saat lamanya, tapi setelah dilihatnya suasana disekeliling sana tetap hening, maka ia lantas mencengkeram tubuh perempuan berambut panjang itu dan berlalu dari situ. Cepat sekali gerakan tubuh si dewa perak Li Liong, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan. Baru saja Li Liong lenyap dari pandangan mata, manusia aneh berkepala besar itu segera melompat bangun dan menyepak tubuh Ong It sin keras-keras. Sebenarnya Ong It sin hanya bisa berbaring dalam semak belukar tanpa bisa bergerak atau pun bersuara. Tapi setelah disepak oleh manusia aneh berkepala besar itu, sambil berseru tertahan dia lantas melompat bangun dari atas tanah. Sesudah berdiri, pemuda itu hanya bisa memandang manusia aneh berkepala besar itu dengan termangu, ia tak tahu apa yang harus dilakukan, dia pun tak ada maksud untuk melarikan diri. Menyaksikan keadaan anak muda itu, manusia aneh berkepala besar tersebut segera tertawa cekikikan. "Heeehhh....heeehhh....heeehhh....bocah bandel, kau tidak merasa takut kepadaku ?" "Takut sih takut" Jawab Ong It sin kemudian sambil garuk garuk kepalanya yang tak gatal. "cuma setelah kupikir kembali rasanya tak ada sesuatu yang patut kutakuti" "Kenapa tidak takut? Engkau tahu nyawamu berada dalam cengkeremanku." Seperti diketahui Ong It sin itu ketolol tololan tapi jujur polos dan lugu apa yang dipikirkan dalam benaknya kadang kala justru berlawanan dengan jalan pikiran manusia pada umumnya. Bagi sementara orang yang berotak waras mungkin perkataan dari manusia aneh itu mendatangkan perasaan menggidikkan bagi yang mendengar, tapi bagi pendengaran Ong It sin, bukan saja dia tak takut malahan perkataan itu mendatangkan rasa geli baginya tergelaklah dia ketolol- tololan. "Hei, apa yang kau ketawakan?" Tegur manusia aneh berkepala besar itu setelah tertegun sebentar. "Aku geli karena kau adalah orang tolol yang pernah kujumpai selama ini, coba bayangkan mati hidup manusia berada di tangan Thian, dari mana kau bisa mengatakan kalau nyawaku berada di tanganmu? Hopo tumon? Hiiiihh .....hiiihhh....hiiihhh." Manusia aneh itu mendengus dingin. "Hmm Coba kau lihat batang pohon besar itu" Serunya. Seraya berkata, telapak tangannya lantas melakukan gerakan seperti membacok . "Ceees" Segulung desingan angin tajam segera menyambar ke muka. "Blaaamm... " Sedetik kemudian, pohon besar yang batangnya sebesar pelukan itu roboh dengan membawa suara keras. Memang pohon itu tumbuh ditepi semak belukar, tapi jaraknya paling sedikit juga masih ada dua tiga kaki, sekalipun masih banyak jago lihay yang pernah dijumpai Ong It sin selama berada di Li keh ceng, tapi kepandaian silat sedahsyat itu boleh dibilang belum pernah ditemuinya . "sudah kau lihat belum?" Tegur manusia aneh itu "Lihatnya sih sudah lihat, aaa yaa, kungfu mu memang lihay sekali " Dia tak tahu bagaimana harus memuji kelihayan ilmu silat lawannya, maka diucapkannya kata kata tinggi sekali untuk menunjukkan betapa kagumnya dia. "Nah, kalau sudah tahu itu lebih baik lagi" Ujar manusia aneh itu. "bila kau ingin kubunuh, maka perbuatan itu bisa kulakukan seperti kubunuh seekor semut, bukankah hal ini menunjukkan pula kalau nyawamu berada di tanganku" Setelah menyaksikan kelihayan ilmu silat musuhnya, Ong It sin berdiri kaku tanpa berkutik bukan lantaran terkejut oleh kehebatan musubnya tapi karena terpesona dan kagum. Tiba tiba ia jadi sangat gembira setelah mendengar perkataan akhir dari manusia aneh itu, ia tertawa terbahak bahak. "Hei, apa lagi yang kau tertawakan?" Seru manusia aneh itu sambil molotot besar. "Tadi kukatakan kau ini tolol, ternyata kau memang betul-betul tolol, coba bayangkan, dendam sakit hati apakah yang terikat antara kau dengan aku? Meski ilmu silatmu tinggi, dapatkah kau binasakan diriku?" "Kalau toh kau tak bisa bunuh aku, bagaimana mungkin nyawaku bisa berada ditanganmu?" Mendengar jawaban dari anak muda itu, manusia aneh berambut kuning tersebut hanya bisa berdiri termangu- mangu karena tertegun, ditatapnya Ong It sin dengan sinar mata tajam, sesaat kemudian ia baru menghela napas panjang. Ong It sin tidak tahu apa sebabnya manusia aneh itu menghela napas, disangkanya orang itu merasa tersinggung karena berulang kali ia maki dirinya sebagai orang tolol. Maka hatinya jadi tak tega, cepat-cepat serunya lagi. "Padahal engkau tidak terlalu tolol, masih banyak orang yang lebih tolol darimu, cuma ........ heeehh....heeehhh... heeehhh....tentu saja ketololanmu juga termasuk lumayan" Sebetulnya dia bermaksud untuk menghibur manusia aneh itu, dasar memang tolol ternyata bicara pulang pergi tetap menuduh pihak lawan sebagai orang goblok, tak heran kalau manusia aneh itu tertawa terbahak-bahak karena gelinya. Ia lantas menepuk-nepuk bahu Ong It sin, kemudian didorongnya dengan sepenuh tenaga. Termakan oleh dorongan manusia aneh itu, Ong It sin tak mampu berdiri tegak lagi, tak ampun tubuhnya melayang ke udara dan bergerak ke depan seperti terbang. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba tubuhnya berhenti sendiri Begitu dapat berdiri, pemuda itu segera berpaling, tapi manusia aneh berambat kuning itu sudah lenyap tak berbekas. Setelah termenung beberapa saat lamanya, Ong It sin teringat kembali kalau perkampungannya kebakaran dan semua anggota perkampungan sedang mengungsi, dia segera berpikir. "suasana dikampung tentu kalut sekali, buat apa aku berdiri melongo disini? sedikit banyak harus kubantu mereka agar lolos semua dari mara bahaya" Memang begitulah watak Ong It Sin, dia tak pernah mengangan angankan sesuatu, tapi setiap ada ingatan melintas dalam benaknya, maka apa yang dipikir itu segera dilaksanakan. Demikianlah, ketika ingatan tersebut melintas dalam benaknya, anak muda itu segera berangkat. Kurang lebih setengah li kemudian, disuatu persimpangan jalan tiba tiba muncul seseorang dengan gerakan yang amat cepat, orang itu berlarian sambil mengempit dua sosok manusia. Begitu berhadapan, Ong It sin segera kenal orang itu sebagai Long tiong tayhiap Coa Thian-tam salah seorang dari It lwesu eng yang pernah dijumpainya dipesanggrahan kemarin malam. Dua orang yang berada dalam kempitan coa Thian tam itu mengenakan baju serba putih muka, rambut serta alis matanya berwarna kelabu hingga tampangnya kelihatan sangat mengerikan. Ong It sin juga kenal dengan kedua orang itu, sebab mereka bukan lain adalah dua orang manusia putih yang pernah ditemui dalam kuil bobrok kemarin malam. Sungguh gembira hatinya setelah mengetahui kalau dua orang manusia berbaju putih itu tertawa, ia maju menyongsong seraya berseru. "Coa tayhiap. kedua orang ini adalah anggota Ciong lay sushia, rupanya mereka berhasil kau tangkap" Perkataan itu tiba-tiba terhenti ditengah jalan, karena ia saksikan pakaian coa Thian tam pada bagian bahu kirinya tercabik-cabik tak karuan hingga terlibat bahunya, bahkan diatas bahunya itu dengan jelas tertera sebuah bekas telapak tangan yang berwarna putih kelabu. Air muka Coa Thian tam juga tidak kelihatan berseri karena berhasil menangkan pertarungan, malah sebaliknya dia tampak layu, mukanya pucat bahkan penuh diliputi perasaan heran dan tidak habis mengerti. Melihat kesemuanya itu, Ong It sin termangu. "Coa tayhiap.." Katanya kemudian. "ilmu silatmu sungguh hebat, kedua orang ini memang pantas dijatuhkan hukuman mati" Sementara itu, Coa Thian tam telah menghentikan pula gerakan tubuhnya ketika berjumpa dengan Ong It sin. Tapi anehnya, selama Ong It sin merangkaikan sejumlah kalimat yang bertele-tele, Coa Thian-tam hanya berdiri termangu, seakan-akan semua perkataan itu tak pernah didengar olehnya. Menunggu Ong It sin telah menyelesaikan kata-katanya, dia baru berkata. "Ong lote, ketika aku bertarung melawan mereka berdua, tanpa disengaja bahuku terkena pukulan beracun yang amat jahat, jika luka itu tidak cepat dirawat maka bisa mengakibatkan bibit bencana yang amat besar dikemudian hari" Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Yaa, memang musti dirawat" Ong It sin manggut- manggut seperti memahami keadaan orang itu. Coa Thian tam lantas melepaskan kempitannya dan ....."BluukBluuks" Dua orang manusia berbaju putih itu terbanting ke tanah. Sambil menuding dua orang itu berkatalah Coa Thian tam. "Ong lote, tolong sampaikan kepada Li cengcu, katakanlah berhubung aku terluka dan buru-buru musti merawat lukaku itu, maka tak sempat aku mohon diri kepadanya, harap ia jangan marah. Kedua orang ini bukan aku yang taklukkan, tapi aku yakin dari tubuh mereka dapat kita ungkap banyak persoalan tolong lote suka menghantar mereka berdua untuk diserahkan kepada Li cengcu" Mendengar keterangan itu, Ong It sin merasa terkejut bercampur gembira, selama hidup belum pernah ada orang yang mempercayai dirinya dengan menyerahkan tugas sebesar ini kepadanya, detik itu juga Ong It sin merasa dirinya seolah olah sudah menjadi seorang manusia "Vip" Seorang manusia nomor satu di dunia ini "Aku .... aaah... aku... baiklah" Katanya kemudian agak gugup "merawat luka memang paling penting, serahkan saja kedua oraag itu kepadaku" Sementara dan masih gelagapan, Coa Thian-tam telah menjejakkan kakinya ke tanah lalu melayang pergi dari situ. Menunggu Ong It sin mengutarakan kata kata yang terakhir, Coa Thian tam sudah lenyap dari pandangan mata, dalam keadaan begini terpaksa anak muda itu membungkam sambil garuk garuk kepalanya. Tiba tiba dan teringat sesuatu, cepat matanya mengerling sekejap dua orang manusia baju putih yang tergeletak di tanah itu, kemudian sambil menuding ke arah mereka makinya "Kamu berdua memang kurang ajar, tak tahu diri, tidak punya aturan Hmm, coba bayangkan, berapa banyak uang dan tenaga yang harus dikeluarkan untuk membangun perkampungan Li keh ceng itu, tapi kalian ....Huuuh. Perkampungan semegah itu kalian bakar sampai habis. Perbuatan semacam ini memang pantas dijatuhi hukuman mati, memang pantas dibunuh sampai mati" Ong It sin itu orangnya jujur dan polos, manusia seperti dia memang tidak pandai memaki orang, setelah dia maki kedua orang itu "pantas dibunuh sampai mati" Tiba tiba dirasakan kalau makian itu terlalu berlebihan, maka buru- buru tambahnya lagi. "Kalau sampai ada yang mati terbakar, perbuatan kalian baru pantas dibunuh mati, tapi kalau tidak . heehm, hukuman apa yang pantas yaa ? oh iya kalau tidak sampai ada yang mati, maka kalian pantas digebuk . yaa..yaa... memang pantas digebuk" Seraya berkata dia awasi dua orang manusia bar baju putih itu tajam-tajam. Dalam pada itu, dua orang manusia berbaju putih yang tertotok itu cuma bisa memutar mutar biji matanya yang kelabu sambil mengawasi gerak gerik Ong It sin, mereka tak bisa bergerak juga tak bisa berbicara. Dalam keadan demikian, keadaan dari dua orang manusia berbaju putih itu jadi kelihatan aneh dan menyeramkan. sebetulnya Ong It sin agak ngeri berhadapan dengan mereka, tapi begitu teringat kalau Coa tayhiap telah menyerahkan tanggung jawab yang barat kepadanya, rasa takut segera itu lenyap. "Hayo jawab Mengapa kalian bakar perkampungan Li keh ceng sampai menjadi abu?" Coa Thian tam sebenarnya hanya memerintahkan pemuda itu untuk serahkan kedua orang manusia berbaju putih itu kepada si dewa perak Li Liong tapi Ong It sin sekarang berlagak sok pintar, dia mulai membentak-bentak kepada kedua orang itu. Berulang kali dia ulangi bentakannya itu namun tiada jawaban, tentu saja kedua orang manusia berbaju putih itu tak bisa menjawab, sebab jalan darah mereka masih tertotok. Terutama Ong It sin makin lama semakin keras tapi akhirnya ia segera mengerti, cepat diketuknya kepala sendiri lalu bergumam. "Aku ini memang pikun, kalau jalan darah mereka tertotok, tentu saja ke dua orang itu tak dapat bersuara baiklah, akan kucoba untuk membebaskan dulu jalan darahnya" Setelah maju selangkah, dia lantas berjongkok disamping kedua orang itu, tapi anak muda itu kembali garuk garuk kepalanya sambil termenung. Sekarang dia baru ingat kalau kepandaiannya amat cetek. dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang, mana mungkin bisa membebaskan jalan darah orang lain? Untuk sesaat dia jadi termangu dan tak tahu apa yang musti dilakukan. Tangannya sebentar menepuk ke kanan sebentar menabok kekiri, mula mula dengan tenaga yang enteng, akan tetapi ketika dilihatnya orang berbaju putih itu sama sekali tidak berkutik, Ong It-sin segera menambahi tenaganya jadi berlipat lipat kali lebih besar, tapi hasilnya .....? sekalipun sudah berusaha dengan sekuat tenaga, jalan darah yang tertotok itu belum juga terbebaskan. Melihat hasilnya mengenaskan, pemuda itu bukannya mengomel diri sendiri sebaliknya malah menegur orang berbaju putih itu. Tiba-tiba ia menuding ujung hidung orang berbaju putih itu sambil memaki. "Hei, kamu ini Kenapa tidak kau buka jalan darahmu yang tertotok? kau toh sudah tahu semua badanmu sudah kutaboki? oh .Jangan-jangan kau takut kuhajar dirimu sampai babak belur, maka sekarang pura pura berbaring seperti orang mati." Sambil memaki, ujung hidung orang berbaju putih itu dipencetnya keras keras. Ketika perkampungan Li keh ceng terbakar dengan hebatnya tadi, si Dewa perak Li Liong dan Coa Thian tam masing masing tampilkan diri untuk menyambut kedatangan musuh. Bila Li Liong berhadapan dengan perempuan berambut panjang maka Coa Thian tam berhadapan dengan dua orang manusia berbaju putih itu. Tapi nyatanya, tenaga dalam yang dimiliki dua orang manusia berbaju putih itu betul-betul sangat hebat, ditambah pula jurus serangan yang mereka gunakan sangat tangguh dan kerja sama mereka luar biasa ketatnya. Dalam keadaan begini sekalipun Coa Thian tam berilmu tinggi, lama kelamaan ia jadi kewalahan juga sehingga akhirnya terdesak dibawah angin. Keadaan bertambah runyam setelah bahu Coa Thian tam terhajar telak oleh pukulan beracun yang dilepaskan dua orang musuhnya. Dengan susah payah ia memperhatikan diri, keadaannya kini bertambah gawat untunglah disaat yang paling berbahaya tiba-tiba dua orang manusia berbaju putih itu berdiri tak berkutik. Coa Thian tam sangat kaget dan tercengang, setelah diteliti kemudian, barulah diketahui olehnya, kalau dua orang manusia berbaju putih itu sudah tertotok jalan darahnya. Kejadian itu sangat mencengangkan Coa Thian tam, seperti juga rasa cengang yang dialami Li Liong ketika musuhnya tiba-tiba tertotok. Waktu itu dia mengucapkan juga kata-kata yang bernada terima kasih, tapi tak ada yang memperdulikan, akhbirnya dengan membawa pelbagai kecurigaan dia mengempit dua orang menusia berbaju putih itu kembali ke perkampungan Li keh ceng, dimana ia telah berjumpa dengan Ong It sin ditengah jalan. Ditinjau dari segala sesuatunya yang serba misterius, dapat diketahui bahwa orang yang menotok jalan darah mereka adalah seorang tokoh sakti yang maha tangguh, dan jalan darah mereka yang tertotok pasti jalan darah yang istimewa. Andai kata Ong It sin saat itu merupakan seorang ahli jalan darah, belum tentu dia akan tahu jalan darah apakah yang sudah tertotok pada diri manusia berbaju putih itu. Siapa tahu, justru ketika kena ujung hidung orang berbaju putih itu secara kebetulan jari tangannya menyentuh jalan darah yang membebaskan pengaruh totokannya, kontan saja sambil mendengar orang berbaju putih itu bangun terduduk. Berada dalam kendaan begitu, ternyata Ong It sin masib belum tahu kalau bahaya telah mengancam keselamatan jiwanya, malahan sambil menuding orang itu, dia tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh....haaahhh .... haaahhh....coba kau lihat, bukankah perbuatanmu itu arak kehormatan kau tampik arak hukuman kau terima? begitu kumaki kau pura pura mampus, kini kau lantas bangun ....." Sebelum ucapan itu selesai diutarakan keluar, orang berbaju putih itu sambil tetap duduk ditanah segera mengebaskan ujung bajunya kedepan... "sreeet...." Segulung desingan angin tajam yang sangat kuat segera menyapu ke tubuh Ong It sin. Kedatipun ujung bajunya tidak menyentuh tubuh si anak muda itu, tapi begitu termakan oleh deruan angin tajam itu Ong It sig segera terpental sejauh satu kaki lebih dan terjerembab diatas tanah, untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup merangkak bangun. Orang berbaju putih itu jadi melongo, agaknya ia tak menyangka kalau musuhnya begitu tak becus hingga sebuah sapuan saja cukup menbuat badannya terpental. Tiba tiba ia melompat bangun lalu menghampiri rekannya, secara beruntun dia tepuk tubuh rekannya sebanyak tiga kali, maksudnya dengan tepukan itu dia hendak membebaskan jalan darahnya yang tertotok, tapi apa hasilnya? orang berbaju putih yang satu itu masih tetap berbaring di tanah tanpa berkutik, Orang berbaju putih itu semakin tertegun, secara beruntun dia tepuk kembali beberapa buah jalan darah ditubuh rekannya, malah kali ini dia sudah menepuk sebanyak tujuh delapan kali, tapi hasilnya tetap nihil, orang berbaju putih itu tetap tidak berkutik. Dalam keadaan begini, tiba-tiba orang itu seperti teringat akan sesuatu, paras mukanya yang berwarna kelabu menjadi berseri, ia berpaling dan menatap ke arah Ong It sin. Waktu itu Ong It sin baru saja dapat bangkit berdiri, ia merasa kepalanya masih pusing tujuh keliling dengan mata yang berkunang kunang. Siapa tahu begitu dia berdiri tegak. matanya jadi kabur dan orang berbaja putih itu sudah berdiri dihadapannya. Ong It sin tertegun, tahu tahu dadanya terasa sakit sekali, ternyata didanya sudah dicengkeram oleh orang berbaju putih iiu. "Hei, lepaskan tanganmu lepaskan aku" Teriak Ong It sin gelagapan. "aku toh tidak hutang uang kepadamu, kenapa kau tangkap diriku?" "Cepat bebaskan jalan darah saudaraku yang masih tertotok" Hardik orang berbaju cutih itu dengan suaranya yang dingin menggidikkan hati. "Yaaa....yaaa....tapi lepaskan dulu diriku" Teriak Ong It sin lagi. "kalau aku tidak kau lepas bagaimana mungkin aku bisa membebaskan jalan darah?" Orang berbaju putih itu hanya tertawa dingin tiada hentinya, begitu seramnya suara itu membuat Ong It sin bergidik hingga bulu kuduknya pada berdiri Tangannya lantas digetarkan, tubuh Ong It sin diangkatnya seperti burung elang mencengkeram anak ayam lalu setibanya dihadapan orang berbaju putih yang lain, dia membentak. "Cepat bebaskan jalan darahnya" Walaupun Ong It sin sudah berdiri ditanah, tapi dadanya secara lapat lapat masih terasa amat sakit gerutunya. "Sialan Kamu toh membutuhkan tenaga untuk membebaskan jalan darahnya, kalau orang membutuhkan bantuan orang lain maka tidak seharusnya bersikap begitu bengis. Hmm tentu kau bukan orang baik, yaa pasti kau bukan orang baik" Sambil mengerut, tangannya lantas digerakkan untuk menghajar sekujur badan orang berbaju putih itu, tapi walaupun sudah diusahakan sekian lama toh tidak mendatangkan hasil apapun jua. Orang berbaju putih itu jadi sangat marah. "Bocah busuk," Teriaknya. "kalau kau tidak bebaskan jalan darah saudaraku, Hmm Tubuhmu akan kucincang menjadi beberapa bagian" Sekali lagi mengkirik sekujur badan Ong It sin setelah mendengar ancaman tersebut. "Jangan keburu napsu jangan keburu napsu entah bagaimana, ternyata kali ini aku ....aku tidak berhasil membebaskan jalan darahnya." "Hmmm. .... hmmm... tak usah berlagak pilon, bagaimana caramu tadi untuk membebaskan jalan darahku?" Ong It sin mengerdipkan matanya berulang kali, lalu serunya. "ohh .... kau maksudkan itu? Tadi aku memaki dirimu, maki kau pura pura mampus, maki kau malas dan tak mau bangun, tiba tiba saja kau melompat bangun dari tanah" "Aaaah ..... Kentut busuknya makmur maki orang berbaju putih itu dengan mata melotot. "Mana? Mana ada kentut busuk? Tapi kenyataannya memang begitu, masa aku disuruh mengatakan lainnya?" Bantah Ong It Sin. "tapi kalau kau tak percaya juga, aku punya akal untuk membuat kau percaya, coba kumaki juga orang itu, mari kita lihat apakah dia akan melompat bangun atau tidak ?" Sudah tentu orang berbaju putih itu tidak percaya kalau totokan jalan darah bisa dibebaskan hanya dengan makian belaka, akan tetapi iapun tak berani memastikan kalau perkataan Ong It sin yang ketolol tololan itu bukan suatu kenyataan. Untuk sesaat dia jadi tertegun dan membungkam diri dalam seribu bahasa. Dalam pada itu, Ong It sin sudah menghampiri orang berbaju putih yang lain dan menuding ujung hidungnya sambil memaki. "Hei, kalau engkau masih juga berpura pura mampus, aku yang bakal jadi korban kau dengar tidak? Kakakmu barusan bilang bila kau tak mau bangun lagi maka tubuhku akan dicincang jadi dua bagian aduh mak Bayangkan sendiri kalau badanku sampai terbelah jadi dua satu bagian mendapat sebuah tangan dan sebuah kaki, mau ambil sumpit tak bisa, mau ambil mangkuk tak dapat, mana mungkin aku bisa bersantap? Lagipula kalau badan ikut dibelahjadi dua, semua isi perut akan berhamburan keluar . aduh mak. aku bisa konyol Hayo cepat bangun Hayo cepat bangun" Membayangkan betapa ngerinya kalau badan sampai dibelah jadi dua bagian, tanpa sadar Ong It-sin menekan pula ujung hidung orang berbaju putih itu. Ketika ujung hidungnya tertekan beberapa kali, otomatis jalan darah yang tertotokpun bebas dengan sendirinya, orang berbaju putih itu segera melompat bangun. Ong It sin jadi girang sekali menyaksikan kejadian itu cepat-cepat ia putar badannya sambil berteriak. "Coba lihat, coba lihat, begitu kumaki dirinya dia ....." Belum habis kata-kata itu diucapkap. tiba-tiba orang berbaju putih yang lain melompat ke belakangnya dan sekali dia tendang, tepat diatas pantat pemuda itu. Ong It sin menjerit aneh, termakan oleh tendangan itu tubuhnya mencelat keudara, begitu tinggi tubuhnya melambung hingga mencapai dua kaki lebih. Dari atas memandang kebawah, pemuda itu merasa segala sesuatunya berubah jadi kecil, dia jadi ngeri sampai- sampai sukmanya terasa melayang tinggalkan raganya. Pada dasarnya memang dia tak pandai ilmu meringankan tubuh, ketika tubuhnya mulai meluncur kebawah, hatinya semakin gugup hingga menjeritlah anak muda itu seperti babi mau disembelih. Tiba-tiba dua orang berbaju putih itu bergerak ke bawahnya, ketika tubuh Ong It Sin sudah berada tujuh delapan kaki dari permukaan tanah, kedua orang itu masing masing menyambar sebuah kaki anak muda itu. Dari balik mata kedua orang itu masing-masing memancarkan sinar buas yang menyeramkan, begitu kaki Ong It sin tertangkap. masing-masing lantas bergerak ke arah yang berlawanan. Seandainya hal ini sampai terjadi, niscaya tubuh si anak muda itu akan terbelah jadi dua bagian. Tapi.. .. baru saja kedua orang itu bergerak mundur kearah yang berlawanan tiba-tiba mereka merasakan dibawah iga kirinya kesemutan. Keadaan tersebut persis seperti keadaan yang mereka alami ketika bertarung melawan Coa Thian-tam, waktu kemenangan sudah di depan mata, tahu-tahu iganya jadi kesemutan. Dengan perasaan yang kaget dan gusar cepat kedua orang itu mengerahkan hawa murninya, sayang keadaan sudah terlambat, tahu-tahu badannya sudah menjadi kaku dan tak mampu berkutik lagi. 0dw0 DENGAN kakunya tubuh kedua orang itu, maka Ong It sin jadi tergantung diudara dengan kepala dibawah kaki diatas. Cepat-cepat tangannya menekan permukaan tanah, lalu sepasang kakinya meronta dengan sekuat tenaga. Begitu terlepas dari cengkeraman dia segera jumpalitan diudara dan turun keatas bumi. "Alhamdullilah, untung kalian menyambut badanku dari bawah" Serunya sambil menghembuskan napas lega,"Kalau tidak. waah Pasti tubuhku akan terjatuh ke tanah dan kepalaku paling sedikit akan bertambah dengan beberapa bisul besar" Yaa, dasar tolol, ternyata pemuda itu tidak mengetahui kalau sedetik sebelumnya ia sudah berada di ambang kematian. Ketika pemuda itu menengadah kembali dan dilihatnya kedua orang itu masih berdiri kaku dihadapannya, dia jadi keheran heranan. "Hei. permainan apa lagi yang sedang kalian lakukan?" Tegurnya kemudian. Rasa gusar yang berkobar dalam dada dua orang berbaju putih itu sukar dilukiskan dengan kata-kata, sayang mereka tak bisa bersuara, maka matanya saja yang mendelik besar. Ong It sin berjalan kehadapan mereka berdua, setelah diamatinya sekejap kedua orang itu, dia lantas berseru. "Hei, apakah kamu berdua berpura-pura mampus lagi?" Ia dorong bahu kedua orang itu. "Bluukk Bluuukk" Tahu- tahu dua orang itu roboh terjengkang ke tanah dengan posisi tetap kaku, bukan saja tidak berkutik, merekapun tidak bersuara. Ong It sin sebera tertawa terbahak bahak. "Haaaahhh... .haaahhh....haaahhh... .tampaknya kalian memang sengaja menyerahkan diri untuk diberi hukuman?" Jari tangannya sudah hampir menekan ujung hidung kedua orang berbaju putih itu ketika secara tiba-tiba ia teringat akan sesuatu. "Tidak. mereka tidak bisa dilepaskan Waktu kubebaskan jalau darah mereka tadi, yang satu telah menendang pantatku dan yang lain mengebutkan ujung bajunya mengakibatkan aku terlempar jauh. Kalau sekarang kubebaskan pula totokan mereka, padahal mereka dalam posisi duduk. waah ....penderitaan yang kualami pasti lebih hebat lagi. Lebih baik tunggu sampai bertemu dulu dengan paman" Begitu keputusan diambil, dia lantas mengempit kedua orang itu dan meneruskan perjalanannya ke depan. Meskipun ilmu silatnya cetek. tenaga kasar masih dimilikinya, maka tanpa membuang banyak tenaga kedua orang itu dapat diangkut pergi. Beberapa li kemudian, tibalah anak muda itu di sebuah tikungan bukit, dari kejauhan tampak asap hitam yang tebal masih membumbung ke angkasa, sementara para anggota perkampungan sudah tercerai berai kemana-mana, ada yang menyelamatkan diri ada pula yang mengungsi ketempat lain Yang masih tetap tinggal diperkampungan Li-keh ceng saat itu rata-rata adalah jagoan berilmu tinggi, mereka semua dengan wajah marah sedang memperbincangkan kebakaran tersebut, malah ada pula yang masih mencaci maki tiada habisnya. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo