Pendekar Bego 11
Pendekar Bego Karya Can Bagian 11
Pendekar Bego Karya dari Can Lega benar hati si nenek setelah mendengar perkatan itu, katanya kemudian. "Kalau begitu kotak peninggalan ayahmu juga masih ada?" "Tentu saja ada" Sahut Ong It sin sambil menepuk dada sendiri. Sekali lagi si nenek menghembuskan napas lega, sekarang ia baru bisa bertanya dengan suara tenang. "selama beberapa bulan ini kemana saja kau telah pergi" "Sulit untuk membicarakan persoalan ini dengan sepatah dua patah kata saja" Sahut Ong It sin sambil tertawa getir. "selama beberapa bulan terakhir, aku selalu bergerak diantara kota Wa koan yau dengan benteng Khekpo" Si nenek tertegun, sekali lagi pasti mukanya berubah menjadi amat tak sedap dipandang, serunya tertahan. "Benteng Khekpo? Apa hubunganmu dengan benteng Khekpo?" "Aaai... sekarang aku sudah tiada hubungan apa apa lagi dengan mereka" Bisik pemuda itu sedih. Dengan sinar mata curiga si nenek mengawasi wajah Ong It sin tajam tajam, sebaliknya pemuda itu hanya mengurusi hatinya yang sedih dan gundah, ia tidak ambil peduli apakah sinar mata si nenek menyeramkan atau tidak... Selang beberapa saat kemudian, si nenek kembali berpikir. "Selama banyak tahun, sibecah tolol ini tak mampu melakukan pekerjaaan apa apa, asal dia belum berkunjung ke lembah cong cu kok. rasanya akupun tak usah terlalu mencurigai dirinya..." Berpikir sampai disini, pelan-pelan paras muka si nenek berubah menjadi lembut kembali katanya kemudian. "Baik, kalau toh kau belum sampai di lembah cong cu kok, mari kita berangkat sekarang juga" Sesudah berhenti sebentar, ia menambahkan lagi "Sudah beberapa bulan lamanya nenekmu mengutus Li Ji untuk mencarijejakmu kalau sampai sekarang kau belum datang juga, ia pasti akan merasa gelisah sekali" "Tapi aku tak tahu dimanakah letak lembah cong cu kok itu, akupun tak tahu bagaimana caranya sampai disitu, bersediakah engkau untuk melakukan perjalanan bersama- sama aku?" "Kali ini aku akan melakukan perjalanan bersamamu" Kemudian ia berpaling dan membisikkan sesuatu kepada keempat orang laki-laki itu, tapi karena suaranya teramat lirih, pada hakekatnya Ong It sin tak sempat mendengar dengan jelas apa saja yang mereka bicarakan. Cuma, sehabis mengucapkan kata kata itu, empat orang laki laki tersebut segera mengiakan dan mengundurkan diri dari situ. "Mari, sekarang kita boleh berangkat" Ajak si nenek kemudian. Dia putar badan dan berangkat menuju ke arah barat laut, buru buru Ong It sin mengikuti dibelakangnya. Empat lima ratus li sudah ditempuh tanpa terasa, tiga haripun sudah lewat dengan begitu saja, tapi mereka belum juga sampai ditempat tujuan. Dalam tiga hari ini tempat tempat yang mereka lewati kebanyakan adalah tempat tempat yang sepi dan jauh dari keramaian manusia, jangankan sesosok manusia, binatangpun tidak kelihatan. Ong It sin merasa sangat gelisah, setiap harinya ia hampir bertanya sampai seribu kali lebih tapi si nenek selalu membungkam dalam seribu bahasa. Ketika senja menjelang tiba pada hari ketiga didepan sana muncullah serentetan bayangan gunung yang puncaknya diliputi salju dibawah timpaan cahaya senja tampak suatu pemandangan yang sangat indah. Diam diam Ong It sin berpikir dalam hatinya. "Yang dimaksudkan sebagai lembah cong cu kok tentu letaknya ada diatas gunung, kalau dilihat dari deretan pegunungan didepan sana, agaknya tempat itulah tujuan kami?" Selama beberapa bulan ini ia sudah bertanya sampai pecah bibirnya, ia tahu bahwa si nenek tidak akan menjawab pertanyaannya, maka persoalan ini pun hanya dipikirkan dalam hati, dia enggan untuk menanyakannya secara langsung. Ketika hari sudah mulai gelap si nenek berhenti melakukan perjalanan, Ong It sin mengira seperti hari-hari biasa, mereka akan mencari tempat untuk beristirahat, maka sambil menghembuskan napas panjang anak muda itu lantas duduk melepaskan lelah. ooooOd-wOoooo Jilid10 SIAPA tahu baru saja ia duduk, si nenek telah membentak keras "Bangun!" "Kenapa? Masa kita tak akan beristirahat?" Tanya Ong It sin dengan wajah termangu. "Bangun dulu, coba lihat! Di depan sana seperti ada orang, sudah kelihatan?" Dengan perasaan berat hati Ong It sin bangkit berdiri lalu menengok ke depan, betul juga, kurang lebih setengah li didepan sana tampak kilatan cahaya api, rupanya ada orang membuat api unggun didepan sana, dipinggir api unggun tampak seorang manusia duduk tak berkutik. "Sudah kelihatan belum?" Tanya si nenek kembali. "nah, kau boleh maju kedepan dan coba tanyalah siapakah dia!" "Baik!" Ong It sin manggut manggut. Sambil mengiakan dengan langkah lebar dia maju kedepan, tak lama kemudian sampailah pemuda itu kurang lebih dua tiga kaki ditepi api unggun itu. Semula orang yang duduk ditepi api unggun itu duduk terpekur sambil menundukkan kepala, ketika Ong It sin mendekatiinya serentak ia mendongakkan kepalanya sambil mengawasi pemuda itu tajam tajam. Ong It sin segera berteriak kaget, dibawah pancaran sinar api unggun, tampaklah orang itu bukan lain adalah sahabat karib ayahnya dimasa masih hidup dulu. Siapa lagi dia kalau bukan Li Ji! Mencorong sinar tajam dari balik mata Li Ji ditatapnya wajah Ong It sin sekian lama, lalu mengucak matanya seakan-akakn ia tidak percaya kalau apa yang terlihat merupakan suatu kenyataan. Tapi setelah mengucak matanya, bagaikan segulung hembusan angin ia langsung menubruk kearah Ong It sin. Si anak muda itu hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu tahu dadanya terasa kencang dan ia sudah kena dicengkeram oleh tangan Li Ji yang kuat. Setelah mencengkeram baju Ong It sin, Li Ji segera tertawa terbahak bahak, serunya. "Rupanya kau... haaahhh... haaahhh... haaahhh... rupanya kau... haaahhh... haaahhh... haaahhh..." Merinding juga tubuh Ong It sin menghadapi tingkah laku orang itu, buru buru teriaknya. "Paman Li Ji siok, lepaskan tanganmu!" "Kenapa aku musti lepaskan tangan? Kalau aku lepas tanga kau tentu kabur, dan bagaimana aku nanti.Kini kau sudah kutangkap kembali, aku merasa sangat gembira, haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau betul betul rejeki nomplok bagiku, kalau orang lagi hok-ki maka rejeki akan datang dengan sendirinya!" Sambil berseru dia menghembuskan napas panjang, seolah olah keberhasilannya untuk menemukan kembali diri Ong It sin membuat hatinya merasa amat lega. Menyaksikan ulah paman Li yang terus menerus tertawa, Ong It sin merasa betul betul dibikin tertawa tak bisa menangispun sungkan, katanya kemudian. "Ji-siok, setelah berjumpa denganku, mengapa kau tampak begitu gembira?" "Tentu saja gembira" Jawab Li Ji sambil tertawa. "coba bayangkan sendiri, apakah kau anggap nenekmu akan berlaku baik kepada orang lain? Ia menitahkan diriku untuk mencarimu, kalau aku tak berhasil menemukanmu, lantas bagaimana tanggung jawabku nanti, siapa tahu kau datang dari langit, sekarang aku dapat menyelesaikan tugasku dengan baik" Ong It sin ikut tertawa pula. Aku bukan datang dari langit, aku sampai disini karena mengikuti seorang teman. Ooo... kau punya teman? Dimana? Biar kuusir dia pergi dari sini ! Boleh saja, biar kupanggil temanku itu, si nenek... si nenek... Ong It sin langsung saja berteriak keras. Begitu mendengar siapa yang dipanggil pemuda itu, tiba tiba saja Li Ji mundur dengan sempoyongan, sekalipun tak sampai roboh terjengkang toh wajahnya telah berubah menjadi pucat pias seperti mayat. Ong It sin menjadi keheranan menyaksikan keadaan pamannya, ia membatalkan teriakannya dan buru buru bertanya. "Paman Ji siok, kenapa kau?" Li Ji tak sanggup berbicara lagi, sebaliknya suara dari si nenek telah berkumandang dari belakang si anak muda itu. "Tak usah kau pedulikan dia, tempo hari dia pernah berhutang kepadaku, maka setelah bertemu sekarang ia kuatir aku menagih hutang kepadanya, tak heran kalau ia ketakutan setengah mati" "Ooo... kiranya begitu, Li Ji-siok kau tak usah takut, si nenek adalah sahabatku, jika kau memang hutang kepadanya, sekalipun agak lambat bayarannya juga tak mengapa, kenapa kau musti ketakutan macam tikus ketemu kucing?" Li Ji betul betul merasa serba salah terpaksa dengan suara gemetar ia berkata. "Si nenek... tak nyana kita akan bertemu kembali!" "Itulah yang dinamakan kalau sudah bermusuhan, jalan didunia terasa sempit masa kau tidak tahu" "Yaa, yaa, benar, benar jalan kita memang terlalu sempit" Sambil berkata ia mundur terus kebelakang, kurang lebih tujuh delapan langkah kemudian mendadak ia putar badan dan kabur terbirit birit dari situ. Sekalipun gerakan tubuh Li Ji amat cepat, tapi gerakan tubuh si nenek jauh lebih cepat lagi darinya. Terdengar si nenek memperdengarkan jeritan aneh, sepasang lengannya direntangkan dan tubuhnya melejit keudara. Bagaikan seekor burung aneh dalam waktu singkat ia telah menghadang dihadapan Li Ji. Melihat jalan perginya terhadang Li Ji menjerit keras dan memutar tubuhnya untuk kabur kearah lain. Tapi baru kabur beberapa langkah, si nenek kembali melayang turun dari angkasa dan menghadang didepan mata. Dalam waktu singkat Li Ji sudah menerjang ke kiri menubruk ke kanan, empat arah delapan penjuru telah diterjang semua, tapi kearah manapun ia pergi bagaimanapun ia melompat, bergulingan, memukul atau menendang, jalan kepergiannya selalu terhadang oleh nenek tersebut. Kurang lebih setengah jam kemudian, cuasa semakin gelap, diantara sinar bintang yang redup Ong It sin menyaksikan ada dua sosok bayangan manusia sedang berkelebat dengan lincahnya ke sana ke mari, sekalipun amat menawan hati, sayang sulit untuk membedakan mana Li Ji dan mana si nenek. Akhirnya terdengar sinenek berteriak keras: Li Ji, kalau kau mencoba untuk kabur terus, jangan salahkan kalua aku tidak akan berlaku sungkan sungkan lagi kepadamu. Baru habis perkataan dari si nenek, Li Ji benar benar menghentikan gerakan tubuhnya. Si nenek segera maju ke depan, tangannya digerakkan kedepan dan menekan bahu Li Ji Paras muka Li Ji tampak makin lama semakin pucat mengerikan hingga ditengah kegelapan tampak mengerikan sekali. Ong It sin segera maju menghampiri mereka katanya: Ji siok, sudah kukatakan tadi, nenek itu adalah sahabat karibku... Tapi sebelum dia menyelesaikan kata katanya, sinenek telah membentak keras. Menyingkirlah kau dari sini, aku ada persoalan hendak dibicarakan dengan dirinya. Nenek, sekalipun ia berhutang kepadamu, tidak pantas kalau kau bersikap begitu galak kepadanya, sesungguhnya dia hutang apa? Dengan gusar sinenek berpaling lalu teriaknya. Kalau kau banyak urusan lagi, jangan salahkan kalau aku tak akan melakukan perjalanan bersamamu, ayoh cepat menyingkir dari sini ! Ong It sin gelengkan kepalanya berulang kali. Aaai... susah juga menjadi orang baik, ya sudahlah, terserah bagaimana caramu mau menagih kepadanya, cuma Li Ji-siok tidak usah kuatir, orang yang ditakdirkan berumur panjang tentu akan selamat dari segala bencana Begitulah, sambil mengoceh terus ia mundur beberapa langkah dari tempat itu. Sinenek dan Li Ji sama sekali tidak menggubris dirinya, sambil menekan bahu Li Ji kuat kuat, sinenek membentak lagi: Cepat katakan bagaimana caranya memasuki lembah Ciong cu kok? Sebesar kacang kedelai peluh yang mengucur keluar dari tubuh Li Ji, sahutnya tergagap Aku... aku... aku tak akan bicara! Sinenek segera menyeringai seram, coba Ong It sin ikut menyaksikan wajahnya yang mengerikan itu, dia pasti akan ketakutan setengah mati. Li Ji bersin beberapa kali, keder juga hatinya menghadapi sinenek yang mengerikan itu. Kedengaran sinenek kembali berkata: Li Ji, meskipun ilmu silatmu terhitung hebat, tapi kau adalah seorang setan bernyali kecil yang takut mampus, benar bukan?" "Benar, benar, aku adalah seorang setan yang bernyali kecil yang takut mampus...!" Li Ji kedengaran agak gemetar. "Bagus sekali, nah setan bernyali kecil, sekarang boleh kau katakan bagaimana caranya memasuki lembah Ciong cu kok?" "Aku... aku tidak bisa mengatakannya, aku benar benar tak bisa mengatakannya!" Ong It sin merasa geli dan mangkel juga menyaksikan kejadian itu, Li Ji pernah berkata bahwa dia adalah jago nomor satu di wilayah perbatasan pemuda itupun pernah membuktikan sendiri sampai dimanakah kelihayan ilmu silatnya tapi tak disangka kalau tabiatnya begitu tak becus persis seperti gentong nasi. Timbul perasaan memandang rendah dihati Ong It sin, karenanya diapun tak ingin mencampuri urusan si nenek lagi. Kedengaran si nenek berkata lagi. "Kau harus memberitahukannya kepadaku, sebab jika tidak kau katakan maka aku akan segera merenggut nyawamu!" "Jangan, jangan bunuh aku, biar kujawab, biar kujawab!" Li Ji segera menjerit jerit ketakutan. Baik, aku tak akan membunuhmu, tapi kau harus memberi keterangan yang jelas! Untuk memasuki lembah Ciong cu kok, setiap orang harus melewati tiga buah pos penjagaan yang dijaga oleh jago-jago lihay, disamping itu orangpun harus mengetahui kode rahasianya, setelah ketiga pos penjagaan itu dapat dilampaui orang baru bisa tiba dilembah Ciong cu kok. Setelah berhenti sejenak, dia lantas menuding kearah Ong It sin seraya katanya lagi: Dan dia... dia... dia punya nenek yang berdiam dalam lembah tersebut. "Sudah tak usah omong kosong, katakan kepadaku apakah ketiga buah kata sandi itu!" "Aku... aku tidak... baik aku bicara kata pertama adalah: Hujan salju sedang turun diluar perbatasan. Kata kedua adalah: Pemandangan alam wilayah Kanglam indah permai sedang kata ketiga adalah: Salah memilih jodoh hati terasa berduka. "Hmm...! ketiga patah kata itu tidak karuan artinya, masa dipakai kata sandi?" Seru sinenek sambil mengerutkan dahinya. Itu... itu kan cuma kata sandi, aku sendiri juga tidak mengerti apa artinya. Si nenek manggut manggut, sementara Li Ji sudah ketakutan setengah mati sehingga dua baris giginya saling beradu satu sama lainnya. Lewat sesaat kemudian, si nenek baru berkata lagi. "Seandainya kulepaskan tekanan dari atas bahumu, maka apa yang hendak kau lakukan "Aku segera akan angkat kaki pulang ke pesisir Lam hay dan selama hidup tidak akan menginjakkan kaki di wilayah perbatasan lagi" Si nenek segera tertawa dingin. "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... dimulut enak saja kau berkata demikian padahal dalam hati kau berpikir lain, setelah aku pergi nanti bukankah kau akan potong jalan untuk pergi kelembah Ciong cu kok guna memberi laporan lebih dulu? Betul tidak?" Li Ji tertawa getir. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Si nenek, kalau aku punya nyali, tak nanti orang lain akan memanggilku sebagai si setan bernyali kecil!" "Hmm... aku tahu kau tak akan berani, sana pergi!" Ketika tangannya melepaskan tekanan pada bahu Li Ji, sengaja nenek itu mengerahkan tenaganya untuk didorong kemuka. Ilmu silat yang dimiliki Li Ji memang tidak lemah, ia sama sekali tidak terjengkang oleh tenaga dorongan si nenek, malah sebaliknya memanfaatkan tenaga dorongan itu tubuhnya segera melompat ke depan. Lompatan itu mencapai dua tiga kaki jauhnya, begitu mencapai permukaan tanah ia lantas berkelebat ke muka, dalam waktu singkat tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Menunggu Li Ji telah berlalu, Ong It sin baru berkata sambil tertawa lebar. "Orang itu memang sangat aneh, betulnya dia hutang apa denganmu? Kenapa setiap kali menjumpai dirimu, dia lantas ketakutan setengah mati...?" Pelan pelan si nenek berpaling, sinar mata yang tajam dan berwarna hitam kebiru-biruan memancar keluar dari balik matanya, dengan dingin ia berkata. "Ia telah hutang selembar nyawa manusia denganku" Ong It sin sangat terperanjat, sambil bodoh segera serunya lirih. "Nenek, pandai amat kau bergurau!" Si nenek tidak menanggapi perkataan dari Ong It sin lagi sesudah termenung sejenak berkata. "Tahukah kau kenapa aku membawamu mengunjungi lembah Ciong cu kok?" Eeei... aneh benar kamu ini, bukankah kau hendak mengajak aku untuk menjumpai nenekku? Kenapa kau malah bertanya kembali kepadaku... Kejujuran Ong It sin sungguh bikin pusing si nenek, untuk sesaat lamanya ia tak sanggup berbicara lagi. Setelah termangu sekian lama akhirnya ia berkata lagi. "Kalau kau sudah tahu, itu lebih bagus lagi. lembah Ciong cu kok terletak didepan sana kita harus berjalan malam besok pagi bisa sampai di tempat tujuan" "Baiklah bagaimanapun juga aku memang sudah terbiasa berjalan dijalan gunung, sekalipun melakukan perjalanan ditengah malam buta juga tak menjadi soal" Ketika ia baru saja menyelesaikan kata katanya lengan kanannya terasa kencang dan tahu-tahu sudah ditangkap oleh si nenek. Ia lantas merasakan angin kencang berhembus lewat dari kedua belah sisi telinganya, sepasang kaki bahkan tak pernah menempel ditanah, ia sudah diseret oleh si nenek untuk melakukan perjalanan cepat kedepan sana. Ong It sin merasa sedang berjalan diantara mega tebal dalam hati ia lantas berpikir: Entah sampai kapan kepandaian silatku baru bisa mencapai ketingkatan seperti ini? Kalau aku bisa berlari cepat, oooh... tentu menyenangkan sekali. Tampaknya pemuda itu melupakan sesuatu dia lupa kalau sinenek adalah seorang jago yang amat dahsyat, bahkan sampai jagoan macam Li Ji yang terhitung luar biasa pun keok dihadapannya. Jangankan baru membawanya seorang diri sekalipun harus menuntun seekor kerbau dungu, kecepatan gerak sinenek tak akan jauh lebih lambat dari gerakan larinya sekarang. Tanpa terasa fajarpun menyingsing, gerak lari sinenek pelan-pelan makin mengendor. Pada saat itulah Ong It sin baru berkesempatan untuk menyaksikan keadaan sekeliling tempat itu, rupanya mereka sudah berada diatas bukit dengan tebing yang terjal dan pemandangan alam yang sangat indah menawan. Tak lama kemudian merekapun tiba ditepi sebuah air terjun yang amat besar, gemuruh air yang deras serasa memekikkan telinga orang Air terjun itu luasnya dua kaki airnya mengalir kebawah melalui sebuah jeram, di atas jeram terlintaslah sebuah kayu kecil yang menghubungkan topi sebelah sini dengan pantai seberang. Si nenek berjalan ketepi jeram itu, lalu berhenti. Dengan suara lantang ia berteriak. "Aku hendak berkunjung kelembah Ciong cu kok, harap saudara bersedia memberi petunjuk jalan lewat bagi kami berdua!" Ong It sin memandang kedepan, tapi tak seorangpun yang kelihatan, sementara dia masih sangsi tiba tiba dari atas sebuah pohon besar didepan sana melompat turun sesosok bayangan "Cring!" Ketika toyanya menutul diatas batu besar segera menimbulkan suara yang nyaring. Kalau didengar dari gemerincingnya suara itu, dapat diketahui bahwa toya itu terbuat dari baja asli. Orang itu berusia lima puluh tahunan, kaki kanannya sudah kutung dan tubuhnya teramat kurus kering. Dengan sinar mata tajam ia mengawasi Ong It sin berdua sekejap, kemudian tanyanya lagi Bagaimanakah suhu udara diluar perbatasan "Salju sedang turun dengan derasnya diluar perbatasan!" Sinenek segera menjawab. "Aaah...!" Orang itu berseru tertahan lalu serunya. "silahkan, silahkan masuk!" Toyanya lantas dicukil ke atas tumbuhan rotan yang melintang diatas jeram tersebut, rotan tersebut segera mencelat keatas. Ong It sin masih belum tahu apa kegunaan rotan itu tahu tahu bahunya sudah disambar orang dan ia telah dibawa si nenek melompat ketengah udara. Dengan suatu lompatan yang enteng si nenek melejit ke udara dan melayang turun persis diatas rotan tersebut. Karena rotan tersebut sedang dilontarkan si kaki tunggal kearah depan, maka dengan menutul diatas rotan yang sedang berayun itu, tubuh si nenek segera melejit kembali keatas udara dan melayang turun ditepi jeram sebelah depan. Baru tiba dipantai seberang, orang itu telah memberi hormat sambil berseru. "Silahkan berangkat ke sebelah barat, setelah melewati sebuah selat sempit kalian akan disambut oleh orang lain" "Terima kasih atas petunjukmu" Sahut si nenek. Dengan membawa Ong It sin, berangkatlah si nenek itu menuju kedepan. Tak lama kemudian mereka sudah melewati sebuah selat sempit dan tiba di sebuah tanah lapang yang luas diatas tanah lapang tadi penuh dengan menancap pisau-pisau yang tajam, setiap tempat kosong mencuatlah sebuah pisau, dengan demikian susah bagi orang untuk melaluinya. Dihadapan tanah lapang tersebut, duduklah seorang perempuan berusia setengah umur. Ong It sin yang menyaksikan keadaan tersebut, dengan wajah menunjukkan rasa ngeri segera berseru. "Bagaimana... bagaimana caranya kita melewati tempat ini ? ?" "Lebih baik kita jalan mengitari tanah lapang ini saja ! !" Sebelum mereka berlalu dari sana, perempuan setengah umur yang berada didepan situ telah berseru. "Apakah kalian berdua datang dari Kanglam ? Bagaimana keadaan diwilayah sana?" "Pemandangan alam wilayah Kanglam indah dan permai" Sinenek segera menyahut. "Kalian berdua adalah..." "Engkoh cilik ini adalah orang yang hendak dijumpai oleh Popo!" Sahut sinenek cepat. "kata kata sandi yang kami katakan toh sudah betul, kenapa kau masih saja merasa curiga" Perempuan setengah umur itu tidak berbicara lagi, dia lantas bangkit berdiri dan menginjak sebuah batu cadas yang berada disisinya, batu itu segera tenggelam kedalam tanah dan bersamaan itu pula, lapangan penuh pisau tajam itupun lenyap tak berbekas. "Hayo cepat berangkat!" Bentak sinenek kemudian. Ong It sin tak berani berayal, buru buru dia lari menyeberangi tanah lapang tersebut. Setibanya dihadapan perempuan setengah umur itu, ia mengawasi sekejap kedua orang tamunya kemudian berkata. "Harap kalian berdua melanjutkan perjalanan menuju kesebelah barat..." Si nenek mengiakan dan melanjutkan kembali perjalanannya menuju kesebelah barat, tapi baru beberapa langkah, tiba tiba perempuan setengah umur itu membentak lagi. "Tunggu sebentar!" Si nenek berhenti, tapi ia tidak memalingkan kepalanya. "Aku ingin tahu apakah kau kenal seorang iblis perempuan berhati keji yang amat termashur didunia persilatan sebagai Cio hu tian hun li bu siang (setan gunung perempuan penggantung sukma)? sekarang dia berada dimana?" Tanya perempuan setengah umur itu. Baru saja kata kata tersebut selesai diucapkan, tiba tiba terdengar si nenek mendengus lalu dengan suatu kecepatan yang luar biasa meluncur ke belakang. Berada ditengah udara, ujung bajunya diayunkan berulang kali, desingan angin tajam segera menerjang ke arah perempuan setengah umur itu... Serangan yang dilancarkan si nenek ini boleh dibilang cepatnya luar biasa. Tapi perempuan setengah umur itu sudah bersiap siaga semenjak mengucapkan kata kata tersebut tadi, begitu serangan tiba, badannya segera menjatuhkan diri ke belakang, lalu... "Cring!" Sebilah pedang panjang dengan menciptakan sekilas cahaya yang menyilaukan mata menyambar keluar. Babatan pedang itu langsung ditujukan ke atas ujung baju dari si nenek yang sedang menyambar datang itu. "Sreet...!" Diiringin desingan angin tajam, ujung baju sebelah kiri dari si nenek segera tersayat hingga robek. Serangan itu tidak berhenti sampai disana saja tiba tiba dengan membawa kilatan cahaya tajam sekali lagi membacok ujung baju sebelah kanan si nenek. Tapi pada saat itulah tiba-tiba ujung baju si nenek menggulung ke atas dan membelenggu pedang yang sedang membacok itu. Betapa terkejutnya perempuan setengah umur itu menyaksikan senjatanya kena ditangkap lawan buru-buru ia membetotnya dengan sekuat tenaga sayang usahanya itu tidak berhasil. Pada saat itulah suatu totokan jari tangan si nenek telah disentil kedepan, desingan angin tajam langsung menerjang ke depan. Dalam keadaan demikian seandainya perempuan setengah umur itu melepaskan pedangnya mungkin ia masih dapat menyelamatkan diri dari ancaman bahaya maut itu. Sayang semua perhatiannya sedang terkejut untuk menarik kembali pedangnya, sedikit gerakannya menjadi lambat tahu tahu serangan dahsyat itu sudah menghajar diatas lengannya. Dengan sempoyongan ia mundur setengah langkah ke belakang baru dia akan melakukan usaha penyelamatan diri si nenek telah melontarkan kembali telapak tangannya ke depan pedang yang dibelenggu dengan ujung bajunya itu disertai desingan angin tajam langsung meluncur ke depan. Termakan oleh gulungan angin dahsyat ini, perempuan setengah umur itu makin tak sanggup mempertahankan diri, ia makin sempoyongan. Sebuah tendangan kilat yang tepat menghajar dipinggangnya membuat perempuan setengah umur itu mencelat dan jatuh terkapar ditanah dengan wajah meringis. Si nenek memburu ke depan, pedangnya langsung disambar dan ditusukkan ke dada lawan. Perempuan setengah umur itu menjerit keras "Kau..." Hanya sepatah kata yang sempat diucapkan, sebab pada waktu itulah dadanya sudah tertusuk dan darah segar berhamburan kemana-mana. Ia mengejang keras sambil mengerang kesakitan, hanya sebentar ia meronta ronta dan akhirnya ia tak berkutik lagi, tewas dalam keadaan mengerikan... Semua kejadian ini berlangsung sekejap mata, sejak si nenek melompat kebelakang sampai menusuk dada musuhnya, boleh dibilang semuanya terjadi dalam beberapa detik. Ong It sin tak bisa berbuat banyak kecuali berdiri tertegun dengan mata terbelalak dan mulut melongo, untuk sesaat ia tak tahu apa yang musti dilakukan. Lewat lama sekali, anak muda itu baru berseru. "Nenek, mengapa kau bunuh orang ini, apa salahnya perempuan setengah umur ini??" Dengan suatu getaran tangannya, si nenek mematahkan pedang ditangannya itu menjadi beberapa bagian lalu membuang kutungan pedang tersebut keatas tanah, setelah itu sambil memutar badan ia baru berkata dengan nada dingin. "Orang ini adalah seorang manusia keji, aku telah mewakili nenekmu untuk membunuhnya!" "Oooh... kalau begitu pastilah dia yang bernama Setan gantung perempuan penggantung nyawa itu?" Tanya Ong It sin. Paras muka sinenek segera berubah hebat tiba tiba bentaknya dengan keras. "Tutup mulutmu, kalau lain kali kau berani mengucapkan nama ini lagi, jangan salahkan kalau kubunuh dirimu!" Diam-diam Ong It sin merasa keheranan ia merasa sejak pertemuannya untuk kedua kalinya dengan sinenek, rupanya sikap sinenek jauh lebih galak lagi daripada keadaan semula. oOo Akan tetapi, sebagai seorang pemuda yang sudah terbiasa dipermainkan orang, ia tidak merasa terlalu sedih atau tersinggung oleh bentakan tersebut karenanya ketika si nenek marah marah dia pun sambil menjulurkan lidahnya tidak berkata apa apa lagi. Dalam pada itu si nenek telah mengebutkan ujung bajunya kedepan, segulung angin tajam segera menggulung tubuh mayat perempuan setengah umur itu dan melemparkannya ke balik semak belukar. Kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun si nenek melanjutkan kembali perjalanannya kedepan, terpaksa Ong It sin mengikuti dibelakangnya. Lima empat li kemudian fajar telah menyingsing dan matahari memancarkan sinar keemas emasannya ke empat penjuru mendadak si nenek menghentikan langkah kakinya. Ternyata mereka telah tiba dibawah sebuah tebing curam yang tingginya mencapai lima kaki, diatas tebing tersebut terdapat sebuah bangunan rumah, sebagian kecil rumah tadi berada di luar tebing itu. Setibanya dibawah tebing, si nenek lantas berteriak dengan suara lantang. "Kami berdua datang kemari untuk mengunjungi Li popo, harap saudara bersedia memberi petunjuk jalan!" Ketika perkataan itu sudah diulangi sebanyak dua kali, dari balik jendela rumah muncullah batok kepala seseorang. Orang itu mempunyai wajah berbentuk Yen yan rin, kenapa dikatakan demikian? Oleh karena separuh wajanya berwarna merah dan separuh lagi berwarna putih oleh karena mukanya terdiri dari warna merah putih yang amat menyolok inilah maka tampangnya jadi tak sedap dipandang. Itu masih mendingan jika bentuk mukanya bagus, sayangnya muka orang itu gemuk tidak gemuk, bengkak tidak bengkak, sepintas lalu seperti orang yang kena beri beri cuma penyakit beri-berinya mampir diatas wajah, matanya kecil dengan bibir tebal seperti congor babi, jeleknya betul betul sukar dilukiskan dengan kata kata. Senang sekali Ong It sin menyaksikan tampang jelek orang itu, tanpa terasa ia tertawa cekikikan. Selama ini dia selalu mengira tampangnya terhitung paling jelek didunia tapi kalau dibandingkan dengan tampang orang itu, maka rasa-rasanya secara mendadak saja tampangnya berubah jadi ganteng dan menarik hati. Begitu tawanya meledak, orang yang berada diatas jendela itu segera menghela napas tanyanya. "Tahukah kalian mengapa aku menghela napas" Suaranya parau seperti gembrengan rongsokan, membuat orang yang mendengarnya menjadi tak nyaman dihati. Baru saja Ong It sin hendak menjawab, si nenek telah mendahuluinya sambil berseru. "Kalau salah memilih jodoh, hati merasa berduka" Orang itu segera tertawa terbahak bahak, dengan suaranya seperti katak buduk lagi berteriak ia berseru. "Haaah... haaah... haaah... silahkan naik ke atas, oh tunggu, harap tunggu sebentar" Sambil berkata tangannya dikeluarkan dari jendela dan menekan ke bawah seakan-akan muncul segulung tenaga yang sangat kuat tiba-tiba menekan ke bawah. Bersamaan itu pula, dari balik matanya segera memancar keluar sinar tajam yang dingin dan menggidikkan hati. Seketika itu juga si orang yang bertampang jelek itu kelihatan lebih keren dan berwibawa, membuat orang tak berani pandang hina dirinya. "Siapakah aku? Tahukah kau?" Kata orang itu pelan- pelan. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Maaf jika aku si nenek tak dapat mengenalimu sebelum ini aku belum pernah berjumpa dengan kau, dari mana aku bisa tahu siapakah kau ini" "Aah... belum tentu" Si nenek tertawa paksa, kembali katanya "Hei kenapa kau berkata demikian? Andaikata aku pernah bertemu denganmu, kenapa aku tak berani mengenalinya?" "Kalau kau mengatakan pernah bertemu denganku maka akupun akan bertanya kepadamu dimana kita pernah saling bertemu, kalau kau telah mengutarakannya, maka dengan sendirinya asal usulmupun segera akan kuketahui, bukankah begitu?" "Aku si nenek hanya bisa beberapa jurus ilmu silat kasaran saja adapun kedatanganku kemari adalah karena mendapat pesan dari seseorang untuk menghantar engkoh cilik ini untuk menjumpai Li popo, kau harus tahu bahwa engkoh cilik ini adalah cucu luarnya Li popo" Orang itu segera berseru tertahan dan menarik kembali telapak tangannya yang menekan kebawah. Si nenek segera menutulkan ujung kakinya ke tanah dan dengan membawa Ong It sin melompat naik ke atas tebing. Sekalipun harus membawa tubuh seseorang, ternyata gerakan tubuh si nenek sewaktu melompat naik keatas tidak menjadi lambat barang sedikit pun, setelah berada beberapa kaki tingginya, kembali ujung kakinya menutul diujung batu yang mencuat keluar dan sekali lagi tubuhnya melayang sejauh tujuh delapan depa ke udara. Dalam lima enam kali lompatan saja, ia telah berada diatas puncak tebing tersebut, sedangkan orang itu pun sudah keluar dari balik rumah batunya. Orang itu mempunyai tubuh yang tinggi besar, tapi separuh bagian tubuh bagian atasnya panjang dan tubuhnya bagian bawahnya pendek, sepasang kakinya pendek sekali hingga tampak seperti mahluk yang aneh sekali bentuk tubuhnya. Selangkah demi selangkah orang itu berjalan ke hadapan si nenek, kemudian katanya. "Setiap orang yang hendak menuju lembah Ciong cu kok harus mencobakan dulu ilmu silatnya denganku, sebab kalau tenaga dalamnya cetek sekali, maka kesanapun hanya mengantar kematian belaka, aku rasa kalian pasti sudah tahu bukan dengan peraturan ini?" "Ooh, rupanya begitu, tapi tahukah kau siapakah engkoh cilik ini...?" Sambil memutar biji matanya, manusia berwajah merah putih itu memperhatikan Ong It sin beberapa kejap. Ong It sin merasakan sepasang mata orang itu memecahkan cahaya yang menggidikkan hati, baru beberapa kejap saja diperhatikan, ia sudah merasakan hatinya bergidik dan bulu romanya pada bangun berdiri. "Aku datang kemari untuk menjumpai popoku kenapa musti mencoba ilmu silat segala?" Teriaknya kemudian. Manusia Yen yang bin tertawa terbahak bahak sahutnya. "Kau hendak menjumpai popomu di lembah Ciong cu kok? Haaahhh... haaah... haaahhh... aku rasa jika kau maju beberapa langkah lagi, segera akan kau temui nenekmu itu!" Sambil berkata secara tiba tiba ia melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke depan. Walaupun dalam hati kecilnya Ong It sin selalu menganggap dirinya sebagai seorang jago nomor satu dalam dunia persilatan, tapi begitu bertarung melawan orang lain, maka ia selalu yang menderita kerugian besar... Dasar goblok, ia tidak menyangka kalau kekalahan tersebut disebabkan ilmu silatnya yang terlampau cetek, dia malah menganggap musuh yang ditemuinya selama ini adalah jago jago yang berilmu lihay sekali sehingga ia sebagai seorang jagoan kelas satu dalam dunia persilatanpun harus mengakui kehebatan lawan. Sebab itulah ketika si Yen yang bin melancarkan serangannya, buru buru ia memasang kuda kuda untuk menyambut datangnya ancaman tersebut, siapa tahu belum lagi kuda kudanya dipasang, segulung angin pukulan yang maha dahsyat sudah keburu menggulung tiba. Seketika itu juga Ong It sin merasakan matanya menjadi gelap, kepalanya pusing tujuh keliling dan tubuhnya terjengkang ke tanah. Si nenek yang berada disampingnya, segera berteriak aneh, tiba tiba ia maju ke depan sambil melepaskan sebuah pukulan dahsyat untuk menyambut datangnya ancaman lawan. Bersamaan itu pula lengan kirinya berkelebat ke depan mencengkeram bahu Ong It sin, demikian pemuda itu tak sampai terjengkang keatas tanah. "Blaaang...!" Benturan keras terjadi, akibat dari benturan telapak tangan antara sinenek melawan si wajah merah putih, dengan sempoyongan tubuh Yen yang bin tergetar mundur selangkah kebelakang. Tapi itupun belum dapat menegakkan tubuhnya secara beruntun dia harus mundur tiga langkah lagi sebelum akhirnya benar benar dapat berdiri tegak. Sebaliknya si nenek tetap berdiri tegak ditempat semula. Kenyataan tersebut amat mencengangkan Yen yang bin, cepat-cepat ia menjura seraya berkata. "Tenaga dalam yang kau miliki sangat hebat, silahkan kau masuk ke lembah Ciong cu kok tapi bocah muda ini tak boleh ikut" "Hei, kau yang salah menduga, engkoh cilik ini benar benar adalah cucu luarnya Li popo, keponakan dari Gin sin Li Liong, putranya Kwang tong tayhiap Orang Tang thian!" Orang itu hanya berdiri termangu mangu, rupanya ia tak dapat mengambil keputusan. Mendadak dari balik ruangan batu berkumandang suara tepuk tangan yang amat nyaring. Buru buru orang itu berseru. "Harap kalian berdua tunggu sebentar, dari dalam lembah telah datang kabar, coba kutanyakan dulu bagaimana perintah dari Li popo" Kemudian tanpa menunggu jawaban dari si nenek dan Ong It sin lagi ia maju ke dapam ruangan batu dan menutup rapat rapat pintunya. Begitu masuk ke dalam ruangan, segera terdengarlah seorang perempuan berkata. "Li popo berpesan..." Ucapan selanjutnya dari perempuan itu lirih sekali sehingga tidak dapat terdengar dari luar dengan jelas. Sekalipun demikian, ketika patah kata dari perempuan tadi segera membuat tubuh Ong It sin bergetar keras dan hampir saja melompat ke udara saking kagetnya. Selembar wajahnya yang jelek seketika berubah menjadi merah padam persis seperti babi panggang. Kepalanya menjadi pusing tujuh keliling dan hampir saja ia roboh terjengkang ke atas tanah. Suara yang lembut dan halus itu seakan akan mengandung suatu daya tarik yang besar sekali suara tersebut seakan akan sudah menarik perhatian dari pemuda itu hampir saja membuat jiwanya terlepas dari raganya, kecuali suara dari Be Siau soh, siapa lagi yang bisa mendatangkan pengaruh sebesar itu bagi Ong It sin? Dalam pusingnya, pemuda itu seakan akan seperti melihat Be Siau soh sedang duduk dihadapannya sambil menggape gape dihadapannya. Tapi baru saja ia hendak menerjang ke muka badannya tak dapat berdiri tegak dan segera jatuh terjengkang keatas tanah. Kebetulan pada waktu itu si nenek sedang memusatkan seluruh perhatiannya untuk mendengarkan pembicaraan yang sedang berlangsung dalam ruangan batu itu, betapa terkejut ia ketika secara tiba-tiba menyaksikan Ong It sin terjengkang keatas tanah dengan wajah merah padam seperti orang kesurupan. "Hei, kenapa kau?" Segera tegurnya. Ong It sin sama sekali tidak merasa kesakitan meskipun jatuhnya cukup kasar, sambil merangkak bangun ia bergumam tiada hentinya. "Siau soh, ada dimana kau?" "Hei, apa itu Siau soh? Kau kena senjata rahasia?" Bentak si nenek dengan marah. Tentu saja si nenek tidak menyangka kalau manusia semacam Ong It sin pun pernah merasakan malam syahdu bersama gadis cantik, dia mengira yang disebut Siau soh itu adalah sejenis senjata rahasia. Ong It sin menjadi kebingungan sendiri karena mendengar sebutan senjata rahasia, ia menjadi tertegun lalu tertawa getir. Kebetulan si muka merah putih baru keluar dari rumah batu itu, serta merta Ong It sin menerjang masuk ke dalam ruangan itu, tapi perbuatannya ini segera dihalangi oleh si muka Yen yang bin. Dengan wajah tegang dan napas tersengkal sengkal Ong It sin berseru keras. "Siapa... siapa yang barusan berbicara denganmu dalam ruangan ini...? si... siapakah dia?" Yen yang bin tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya mengawasi Ong It sin dengan mata melotot, lama sekali baru ujarnya. "Li popo mengundang kalian masuk, bahkan tak usah melewati jeram seratus kaki dan tebing seribu golok lagi, kalian dipersilahkan masuk lewat lorong rahasia nah ikutilah aku!" Sehabis berkata ia putar badan dan masuk kembali ke dalam ruangan batu itu. Buru-buru Ong It sin menerjang masuk ke dalam ruangan batu itu, tapi disana tak ada seorang manusiapun. "Hei, kemana perginya perempuan yang mengajakmu berbicara dalam ruangan ini tadi?" Kembali Ong It sin berseru. Yen yang bin tidak berkata apa-apa, sebaliknya si nenek sambil mengerutkan dahinya berpikir. "Kenapa dengan bocah muda ini? Sudah edan barangkali? Kenapa hanya mendengar suara perempuan saja ia menanyakan terus menerus?" Si nenek mana tahu kalau suara perempuan itu bagi Ong It sin adalah suatu urusan yang luar biasa, mana ia tahu kalau pemuda itu tak dapat melupakan pengalaman syahdunya pada malam itu. Yen yang bin telah menggeserkan sebuah meja batu dan menyingkap sebuah ubin batu, muncullah sebuah gua didalamnya, hanya gua itu gelap sekali sehingga sukar untuk melihat keadaan didalam sana. Orang itu mengangkat sesuatu dari balik gua tadi hingga berbunyi gemerincing, kemudian katanya lagi: Gua ini berhubungan langsung dengan lembah Ciong cu kok, dan hanya dihubungkan dengan seutar rantai saja, sekalipun tidak gampang untuk menuruninya tapi jauh lebih gampang daripada melewati jeram seratus kaki dan bukit seribu golok, nah silahkan kalian berdua untuk menuruninya. Ong It sin segera berpikir lagi. "Sudah pasti Be Siau soh masuk lewat lorong rahasia ini... Ia sudah tak kanti untuk menunggu lebih lama lagi, tidak menunggu orang itu menyelesaikan kata-katanya ia sudah siap melompat masuk kedalam gua tersebut. Si Nenek segera memburu kedepan sambil mencengkeram bahunya, lalu bentaknya. "Hei, hati-hati sedikit, kalau sampai terpeleset, memangnya kau anggap masih bisa hidup dengan selamat ???" Ong It sin tertegun, lalu berpikir. "Betul juga, kalau sampai terpeleset pasti habis sudah riwayatnya... tapi bukankah Siau soh juga turun lewat tempat ini, waah... dia juga pasti berbahaya sekali keadaannya!" Karena berpikir demikian, buru-buru teriaknya ke dalam gua itu dengan suara keras. "Hei, kau harus berhati hati!" Sekali lagi si nenek dibikin bingung oleh tingkah polah Ong It sin macam orang gila itu, segera bentaknya dengan suara rendah. "Hei, kau tak usah sinting, biar kau bawa sana hayo jangan bersuara lagi!" Ong It sin tak berani berkata lagi. Maka si nenekpun mencepit tangan Ong It sin dengan jari jari tangannya kemudian melompat masuk ke dalam gua tersebut. Baru beberapa kaki mereka meluncur masuk ke dalam gua itu, batu karang yang berada diatas kepala mereka telah ditutup kembali seperti sedia kala. Walaupun si nenek adalah seorang jago yang berilmu tinggi, tapi dalam keadaan demikian sedikit banyak menjadi tegang juga hatinya sebab andaikata pihak lawan hendak menyelakainya jelas ia sudah terjebak sekarang. Untung dua perminum teh kemudian, pemandangan gelap disekeliling tempat itu berangsur hilang dan lamat- lamat sinar terang mulai memancar di mana-mana. Tiba-tiba si nenek menghentikan daya luncurnya ke bawah seraya berbisik. "Setibanya dilembah nanti, kau tak boleh bicara sembarangan, mengerti? Segala sesuatunya aku yang menghadapinya" Apa yang dipikirkan Ong It sin sekarang hanyalah soal Be Siau soh, jangankan menjawab, bahkan apa yang diucapkan si nenekpun sama sekali tidak diketahui olehnya. Sementara itu cahaya yang menerangi sekeliling lorong makin lama semakin terang, akhirnya sepasang kaki si nenek mencapai kembali diatas permukaan tanah. Dimulut gua berdirilah dua orang bocah perempuan yang sedang menantikan kedatangan mereka begitu kedua orang itu munculkan diri, bocah perempuan itu segera berkata. "Harap kalian berdua suka mengikuti aku, Li popo siap menjumpai kalian berdua dalam hutan bunga..." Si nenek mengiakan dan bersama Ong It sin berjalan mengikuti dibelakang dua orang bocah itu. Begitu keluar dari gua, bukan saja Ong It sin segera menjerit kaget, si nenek pun ikut terperanjat. Ternyata diluar gua adalah sebuah lembah kecil yang luasnya mencapai beberapa hektar. Pemandangan dalam lembah itu sangat indah dengan rumput hijau bagaikan permadani, aneka bunga tumbuh disana sini, binatang buas hidup berdampingan secara damai disana, hakekatnya tak ubahnya seperti sorga laka. Disudut timur lembah itu, dekat dinding tebing yang terjal berdirilah lima enam buah bangunan rumah yang indah dan mewah Ong It sin tarik napas panjang panjang, lalu gumamnya. "Ooh... suatu tempat yang sangat indah, memang paling enak kalau bisa hidup ditempat senyaman ini!" Ketika mendengar gumaman tersebut, dua orang bocah perempuan yang membawa jalan itu segera berpaling dan sama sama memandang sekejap ke arahnya. Menyaksikan bocah bocah perempuan itu memandangnya dengan mata terbelalak besar dan wajah yang menarik hati, Ong It sin segera tertawa kepadanya, tapi dengan hambar dua orang bocah itu segera melengos ke arah lain. Tak lama kemudian mereka berempat sudah melewati selat sempit itu dan tiba disuatu sungai kecil yang melintang dihadapan mereka, beratus-ratus ekor ikan emas yang berwarna merah berenang dalam sungai itu dengan tenangnya. Diseberang sungai adalah sebuah lembah, dalam lembah itu penuh tumbuh aneka bebungaan. Sudah banyak kebun bunga yang dijumpai Ong It sin tapi belum pernah ia jumpai kebun bunga sebesar ini, apalagi sekarang sedang berbunga semua hingga kelihatan sangat indah sekali. Setelah menyebrangi sungai kecil itu, dua orang bocah perempuan itu segera berseru. "Li popo, tamunya telah datang!" Dari balik hutan bunga sana segera berkumandang suara sahutan seseorang dengan suara yang serak dan tua. "Bawa mereka kemari" Dua orang bocah perempuan itu segera menggape kepada si nenek berdua, lalu sambil menunjuk ke depan katanya. "Li popo ada dalam hutan bunga sebelah depan sana, harap kalian masuk sendiri!" Sesungguhnya Ong It sin memang tidak tahu kalau ia masih mempunyai seorang nenek didunia ini tentu saja terhadap neneknya itupun tidak mempunyai kesan apa-apa. Sekarang terbukti sudah bahwa neneknya juga tidak menaruh kesan yang mendalam kepada cucu luarnya, kalau tidak, masa neneknya tidak munculkan diri untuk menyongsongnya setelah tahu kalau cucunya datang dari tempat yang jauh? Si nenek sementara itu sudah mengiakan, sambil menyambar tubuh Ong It sin dia melompati sungai kecil itu. Tak lama kemudian diatas sebuah batu besar berbentuk aneh diantara dua buah pohon bunga mereka jumpai seorang perempuan tua yang sedang duduk bersila. Nenek itu duduk membelakangi mereka sehingga yang tampak hanya bayangan tubuhnya serta rambutnya yang berwarna putih, ia membawa sebuah tongkat berliuk liuk berwarna hitam. Meskipun tahu kalau ada orang datang, ternyata ia sama sekali tidak berkutik barang sedikitpun juga. Ong It sin dan si nenek sudah berada lima enam kaki dibelakang perempuan tua itu tapi ia masih belum juga menggerakkan tubuhnya. Lama kelamaan Ong It sin menjadi tertegun sambil berpaling segera tegurnya. "Nenek, apakah dia adalah nenekku?" Si nenek tidak menjawab, dia hanya mendehem beberapa kali. Mendadak perempuan tua itu berkata. "Kalau kudengar dari suara dehemanmu itu, agaknya kau adalah Sam gan hek yau hu (perempuan siluman hitam bermata tiga) yang termashur namanya dimasa lalu, benar bukan?" Mendengar nama itu, paras muka si nenek berubah hebat tapi suaranya masih tetap tenang. "Kau keliru besar" Sahutnya. "aku bernama si nenek dan bukan perempuan siluman hitam bermata tiga seperti yang kau katakan itu" Pelan pelan perempuan tua yang duduk bersila itu memutar badannya menghadap kearah mereka. Buru-buru Ong It sin mengalihkan sinar matanya ke depan, dia ingin tahu macam apakah neneknya itu. Perempuan tua itu mempunyai paras muka yang lebar dengan telinga yang besar sekali, muka semacam itu bersifat kelaki lakian, persis seperti wajah pamannya Li Liong. Tapi yang membuat Ong It sin merasa terperanjat adalah sepasang mata Li popo yang belalak tapi hanya berwarna putih kelabu, rupanya dia adalah seorang buta. Terdapat Li popo tertawa dingin lalu katanya. "Sekalipun mataku buta, hatiku tidak buta, sewaktu muda dulu, apakah kau juga bernama si nenek?" "Tentu saja tidak!" Jawab si nenek. "sewaktu masih muda dulu, orang menyebutku Hian ih sian cu (dewi berbaju hitam), selamanya bergerak disepanjang wilayah Kanglam, karena itu Li Popo mungkin belum pernah mendengar namaku, sebaliknya engkoh cilik ini adalah cucu luarmu, aku membawanya kemari tanpa maksud apa-apa, harap kau jangan menaruh curiga kepadaku!" OoOdwOoo Li Popo tidak bersuara lagi, ia mendongakkan kepalanya dan mengawasi sinenek dengan sepasang matanya yang berwarna kelabu itu, seakan-akan ia merasa gemas kenapa matanya menjadi buta sehingga tak dapat melihat manusia macam apakah yang berada di hadapannya sekarang. Lewat sesaat kamudian, ia baru menghela nafas panjang, katanya kemudian pelan-pelan. "Ong It sin, kau telah datang?" Sebenarnya Ong It sin mengira neenknya pasti akan memeluknya dan menangis tersedu sedu setelah bertemu dengannya. Siapa tahu, pertemuan ini berlangsung dalam suasana yang serba dingin dan kaku, hal ini membuatnya amat tersipu-sipu. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Yaa, aku telah datang!" Sahutnya. "Coba kemarilah, akan kuraba dirimu!" Ong It sin menjadi panik dan ragu-ragu, ia segera berpaling dan memandang sekejap ke arah si nenek. Si nenek segera memberi tanda kepadanya, maka pelan pelan dengan perasaan berat dan enggan Ong It sin maju ke depan. Ketika ia sampai dihadapan Li popo, mendadak nenek itu menggerakkan tangan kanannya dan mencengkeram pergelangan tangannya. Ong It sin merasakan tangan Li popo dingin sekali bagaikan es, ia lebih-lebih terperanjat lagi setelah kena dicengkeram olehnya, hampir saja ia melompat mundur karena ketakutan. Tapi baru saja dia meronta, Li popo telah menancapkan toyanya ke tanah lalu dengan tangannya yang dingin mulai meraba raba wajahnya. Ong It sin merasakan kulit wajahnya hampir saja menjadi beku saking dinginnya terkena rabaan tangannya itu. Dengan suara gemetar teriaknya berulang kali. "Cepat lepas tangan... cepat lepas tangan, jangan raba diriku cepatlah lepas tangan..." Tapi Li popo seakan akan tidak mendengar teriaknya itu, dengan tangannya yang dingin seperti tangan mayat ia masih meraba terus diwajah Ong It sin, bahkan merabanya pelan pelan. Dalam keadaan seperti ini, Ong It sin merasakan bulu romanya pada bangun berdiri ia merasa dirinya seakan akan berada dalam pintu neraka... Menanti Li popo telah menarik kembali tangannya, Ong It sin baru menghembuskan napas lega. Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Li popo telah memaki lagi dengan penuh kemarahan "Kenapa tampangmu persis seperti binatang itu?" Ong It sin tertegun, dia tak tahu kenapa Li popo mendampratnya dengan kata kata tersebut, mendadak... "Plak" Sebuah tempelengan keras sudah bersarang dipipi kirinya. Mimpipun Ong It sin tidak menyangka kalau neneknya bukan mengucapkan kata kata yang lembut dan mesrah perjumpaan itu sebaliknya malah menempeleng dirinya, karena tidak bersiap sedia tubuhnya segera roboh terjengkang ke atas tanah. Tidak enteng tempelengan dari Li popo itu, buktinya setelah roboh ke tanah Ong It sin merasakan telinganya mendengung keras, kepala pusing tujuh keliling dan matanya berkunang kunang, untuk sesaat lamanya ia tak sanggup merangkak bangun dari atas tanah. Terdengarlah si nenek segera berteriak dari samping. "Hei, kalian cucu dan nenek bisa berjumpa, seharusnya pertemuan ini dirayakan dengan meriah, kenapa kau malah menampar wajahnya?" "Aaah, kau tahu apa?" Teriak Li popo dengan marah. Setelah berhenti sebentar terusnya. "Ketika putriku ingin kawin dengan binatang tersebut, aku sudah bilang bahwa dia mati atau hidup tak perlu datang mencari diriku lagi. Hmm... hmmm... kini mereka suami istri berdua sudah mampus, yang masih hidup adalah binatang kecil ini, dan sekarang ia malah datang mencariku, kalau tidak digebuk, memangnya aku musti sayang bangsat cilik...? Huuh, mendingan kalau tampangnya mirip putriku, siapa tahu, justru tampanya seratus persen seperti binatang tersebut, kenapa hatiku tidak jengkel?" Sebodoh bodohnya Ong It sin, sekarang ia tahu sudah bahwa Binatang kecil yang dimaksud Li popo adalah dia, sedangkan yang dimaksud sebagai binatang adalah ayahnya. Sebagaimana diketahui sejak kecil Ong It sin sudah kehilangan ibunya, tidak terlalu dalam kesannya terhadap ibunya itu, tapi berbeda dengan ayahnya, ia mempunyai kesan yang mendalam sekali kepada ayahnya itu. Maka begitu mengetahui kalau Li popo mencaci maki ayahnya sebagai binatang kontan saja amarahnya memuncak, dengan gusar teriaknya. "Hei, siapa yang bilang aku datang mencarimu? Kau jangan sembarangan berbicara!" "Hmm, binatang kecil kau masih tidak mengaku?" Teriak Li popo tak kalah gusarnya. "kalau kau bukan datang untuk mencariku, mau apa kau datang kemari?" Hampir saja Ong It sin akan mencaci maki dengan kata kata kotor, untung dia masih teringat bahwa jelek helek begitu pihak lawan adalah neneknya, tentu saja ia tak boleh memakinya secara sembarangan. Maka sambil menahan rasa gusarnya dia berkata. "Bukankah kau sendiri yang mengutus Li Ji datang ke wilayah Shu chuan untuk mencariku? Kau anggap aku sudi datang sendiri kemari untuk mencarimu?" Sambil berkata ia lantas meronta dari atas tanah dan bangkit berdiri... Kemarahan Li popo benar-benar memuncak, dengan geram ia berteriak keras. "Bagus, binatang kecil! Kalau kau masih terus ngotot berbicara begini, jangan salahkan kalau kubunuh dirimu" Sambil berteriak ia sambar kembali toya besi dan siap diayunkan keatas batok kepala anak muda itu. Ong It sin amat terperanjat buru-buru ia menggulingkan tubuhnya kesamping untuk menghindarkan diri. Untung saja ayunan toya itu berhasil dihindari, dengan napas tersengkal pemuda itu segera berseru "Si nenek hayo kita pergi dari sini saja, tampaknya orang ini... Orang ini bukan nenekku, pasti ada kekeliruan" "Tidak, tak mungkin ada kekeliruan" Sahut si nenek "justru karena ibumu bersikeras hendak kawin dengan ayahmu, maka sampai sekarang nenekmu masih jengkel, ini tak bisa disalahkan. Hayo cepat memberi hormat kepada dia orang tua, tanggung tak akan ada urusan lagi" Ong It sin gelengkan kepalanya berulang kali sambil berseru. "Tidak, tidak!" Sambil berkata ia mulai celingukan kesana-kemari ia sangat berharap Be Siau soh bisa munculkan diri disana dan dia akan mengajak gadis itu untuk bersama-sama meninggalkan tempat itu. Dengan gemas si nenek melotot sekejap ke arah Ong It sin, tiba-tiba dia menuding kearah saku Ong It sin. Mula-mula si anak muda itu tidak mengerti apa yang sedang dimaksudkan si nenek, tapi setelah si nenek menunjukkan gerakan tangan yang membuat persegi empat pemuda itu segera memahami apa yang dimaksudkan. Buru-buru ia mengeluarkan kotak persegi itu dari sakunya dan berseru dengan lantang. "Akupun tak akan berbicara banyak lagi, hanya saja sebelum meninggalnya ayahku menerahkan kotak ini kepada seorang sahabatnya dengan pesan agar setelah dewasa nanti, kubawa kotak ini datang ke lembah Cong cu kok, nah sekarang kau boleh ambil kembali kotak ini" Ong It sin mengulurkan tangannya dan menyodorkan kotak tersebut dari tempat kejauhan, tapi hanya sekali menggapekan tangannya, segulung angin dingin segera berhembus lewat dan tahu tahu kotak di tangan Ong It sin sudah terlepas dan meluncur ketangan Li popo. Begitu Li popo menerima kotak tadi, si nenek segera menunjukkan tanda tanda tangan. Dengan suatu gerakan yang tanpa menimbulkan sedikit suarapun si nenek menggerakkan tubuhnya maju beberapa depa kedepan, begitu cepatnya gerakan tersebut hakekatnya seperti setan yang bergerak lewat. Sekalipun tanpa menimbulkan suara, rupanya Li popo seperti merasa ada orang yang tiba tiba menghampirinya. Pendekar Dari Hoasan Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo