Pendekar Bego 13
Pendekar Bego Karya Can Bagian 13
Pendekar Bego Karya dari Can Tampaklah emapt titik sinar putih tiba tiba muncul dari balik hutan sana dan melayang datang dengan kecepatan tinggi. Mengikuti cahaya putih yang kian lama kian bertambah besar itu, suara aneh yang membendung di udarapun kian lama kian bertambah hebat. Sepintas lalu suara aneh tersebut seperti suara serombongan hwesio yang sedang liam-keng, begitu hiruk pikuk sehingga membuat orang terasa mengantuk sekali. Ong It sin memperhatikan pula sekeliling tempat itu, ia jumpai sinar tajam yang muncul dari empat penjuru itu tiba tiba berhenti dengan sendirinya setelah berada dua tiga kaki dihadapannya. Sekarang Ong It sin baru bisa melihat bahwa sinar tajam yang muncul dari empat penjuru itu ternyata adalah empat buah lentera. Yang membawa keempat buah lentera tersebut adalah empat orang manusia berbaju putih. Empat orang manusia berbaju putih itu mempunyai wajah yang aneh dengan sinar mata setajam sembilu, tampaknya mengerikan sekali sehingga membuat bulu kuduk anak muda itu pada berdiri. Setibanya dihadapan Ong It sin keempat orang itu berhenti sambil menghentikan pula gumamnya. Diamatinya anak muda itu sekejap, kemudian salah seorang diantara keempat orang itu menegur. "Engkoh cilik, bersediakah engkau memberi petunjuk jalan buat kami? Atas kebaikanmu itu kami pasti akan merasa berterima kasih sekali" Orang yang berbicara itu mempunyai suara yang tak sedap didengar, begitu keras dan kaku membuat perasaan orang menjadi tak enak. "Aneh betul orang ini" Ong It sin segera membatin. "aku sendiri saja tidak tahu sekarang berada dimana mereka malah bertanya kepadaku... apa tidak lucu?" Dari potongan muka yang bermata cekung dan berhidung mancung jelas menunjukkan bahwa mereka bukan orang-orang suku Han. Tak heran kalau logat suaranya amat tak sedap didengar. Kembali terdengar salah seorang diantara keempat orang itu bertanya. "Kami hendak menuju kelembah Cong cu kok, jalanan manakah yang harus kami lewati?" Begitu mendengar nama lembah "Cong cu kok", kontan saja Ong It sin merasakan hatinya bergetar keras. "Apa? Kalian hendak pergi ke lembah Cong cu kok?" Serunya tertahan. "mau apa kalian ke situ?" "Kami hendak menyambangi Li popo!" Terbayang kembali akan kematian Li popo, yang mengenaskan, sekalipun ia telah mendamprat dan menggebuknya, tak urung timbul juga rasa sedih didalam hatinya. "Aaai... kalian berempat tak usah ke situ lagi" Katanya kemudian sambil menghela napas. "Li popo sudah tidak didunia lagi" "Apa? Ilmu silat Li popo tiada tandingannya di kolong langit, mana mungkin ia sudah tiada lagi didunia ini?" Seru keempat orang itu dengan wajah tertegun. "Tak usah banyak bertanya lagi" Ong It sin ulapkan tangannya. "aku sedang bersedih hati karena kematian popo yang mengenaskan itu, buat apa kalian ribut terus menerus?" "Lantas apa hubunganmu dengan Li popo?" Tanya keempat orang itu sambil melompat maju beberapa langkah. "Dia adalah nenek luarku, ibu dari ibuku!" "Aaah...! Itupun tak apa!" Seru keempat orang itu sambil melompat lebih kedepan. "sekalipun Li popo tidak berhasil ditemukan, bertemu denganmu pun sama saja. Majikan kami justru sedang bertanya Li popo tentang perjanjiannya pada enam belas tahun berselang, kalau memang Li popo sudah meninggal dunia lebih baik kau saja yang memberikan pertanggung jawabnya" Ucapan itu membuat Ong It sin tertegun kembali pikirnya. "Waaah... semua orang mengatakan aku bodoh tak tahunya empat orang ini jauh lebih goblok dariku, jangankan aku tak pernah berjumpa dengan nenekku itu, sekalipun selama ini aku bersama dengan nenekpun masa kejadian pada enam belas tahun berselang bisa kuketahui? Siapa pula yang mengetahui majikan kalian itu manusia macam apa dan janji apa pula yang telah dibuat?" Karena berpikir demikian, sambil melotot kearah keempat orang itu, diapun menegur. "Perjanjian apakah yang kalian maksudkan? Kenapa aku tidak tahu?" "Hei, bukankah dia adalah ibunya ibumu? Itu berarti kau adalah anaknya putrinya, mana mungkin tidak tahu?" "Betul, aku betul betul tidak tahu" Tukas Ong It sin tak sabar. "aku sendiripun belum lama bertemu dengan nenek, tapi dia telah mati dengan begitu saja. Padahal sebelum ketemu, aku masih tidak tahu kalau di dunia ini aku masih mempunyai seorang nenek!" "Nah, kata kata semacam itu baru mirip seperti suatu perkataan. Enam belas tahun berselang, majikan kami telah berangkat ke luar perbatasan untuk mencari Kwang tong tay hiap Ong Tang thian..." Betapa terkejutnya Ong It sin ketika secara tiba tiba orang itu menyinggung soal nama ayahnya, karena tak kuasa menahan emosinya, dia segera menjerit keras. "Siapakah majikan kalian?" Orang itu menjadi kaget setelah mendengar jeritan dari Ong It sin, sebetulnya dia ingin bercerita lebih jauh, tapi karena teriakan itu merekapun saling berpandangan tanpa berbicara lagi. "Hayo bicara!" Teriak Ong It sin dengan perasaan gelisah. "siapakah majikan kalian? Mau apa dia pergi ke luar perbatasan untuk mencari ayahku pada enam belas tahun berselang?" "Oooh... jadi Ong Tang thian adalah ayahmu? Aku sendiri pun tak tahu ada urusan apa majikan kami pergi mencarinya" Kata orang itu cepat. "kalau memang Li popo telah mati, maka lebih baik kau ikuti kami untuk menghadap majikan kami saja, bagaimana? Kau bersedia bukan?" Barang siapa yang menghadapi peristiwa tanpa ujung dan pangkalnya ini, tak nanti mereka akan bersedia untuk memenuhi keinginan lawan. Tapi pertama berhubung Ong It sin adalah seorang manusia yang jujur, kedua berhubung ia tak pernah punya tempat tinggal tetap dan sudah terbiasa mengikuti ajakan orang, dan ketiga karena ia mendengar bahwa majikan dari keempat orang ini kenal dengan ayahnya, timbullah niatnya untuk mencari sebab sebab kematian dari ayahnya. Maka mendengar tawaran tawaran itu, Ong It sin segera manggut manggut. Agaknya keempat orang itu tidak menyangka kalau urusan bakal selesai dengan begitu mudah, sambil memegang lentera untuk menerangi wajah pemuda itu, merekapun berseru. "Harap ikutilah kami!" Ong It sin memperhatikan pula lentera lawan dengan seksama, ia merasa lampu itu seperti terbuat dari salju, sehingga sinar yang terpancar keluar dari lentera itu begitu dingin dan suram, menimbulkan suatu perasaan aneh baginya. Ong It sin ingin menarik kembali perkataannya karena seram, tapi sebagai seorang lelaki sejati dia merasa tak baik untuk menjilat kembali perkataan yang keluar. Maka ketika keempat orang itu berjalan ke depan, diapun mengikuti di belakangnya. Semalam suntuk mereka berjalan terus tanpa berhenti, hingga pada keesokan harinya terdengarlah suara air yang amat keras berkumandang dari balik bukit sana, ternyata mereka telah tiba ditepi sebuah sungai yang besar sekali. Sungai besar itu lebarnya hampir mencapai tiga puluh kaki lebih, dan juga arusnya sangat deras, gelombang besar yang menumbuk di atas batu karang segera memercikkan bunga air yang memancar jauh kemana mana. Seingat Ong It sin, sejak dilahirkan sampai sekarang belum pernah ia menjumpai sungai sebesar ini, dia mulai menjadi ragu ragu, akan diajak ke manakah dirinya oleh keempat orang itu? Ketika tiba ditepi sungai, keempat orang itupun segera berhenti. "Bagaimana cara kita untuk menyeberangi sungai ini?" Tanya Ong It sin kemudian. "Kita tak perlu menyeberangi sungai ini!" Sambil menyahut orang itu mengeluarkan sebuah sumpritan dari sakunya dan segera memperdengarkan suara pekikan yang sangat aneh. Tak selang beberapa saat kemudian, dari atas batu muncul sebuah rakit yang meluncur datang dengan kecepatan luar biasa, dalam waktu singkat rakit itu sudah berada semakin dekat dengan tempat mereka berada. Saat itulah ia menyaksikan seorang laki laki kekar seperti sebuah pagoda berdiri dengan badan setengah telanjang dan membawa sebuah jangkar yang besar sekali. Sedemikian besarnya jangkar itu paling tidak juga berbobot dua ratus kati lebih. Ketika rakit sudah dekat dengan tempat mereka berada tiba tiba ia melemparkan jangkar besar itu keatas daratan. "Cring...!" Dengan menimbulkan suara gemerincing yang memekikkan telinga, jangkar besi itu segera menancap dalam dalam diatas sebuah rakit yang sedang mengalir mengikuti arus itupun segera berhenti. Sampai rakit itu berhenti, Ong It sin baru dapat menghembuskan napas lega. Sekarang baru terlihat olehnya bahwa kecuali laki-laki kekar itu, diatas rakit masih ada seorang lainnya lagi. Cuma saja orang itu berbaring diatas rakit dengan tubuhnya ditutup oleh selimut bulu kambing yang sangat tebal, hanya kepalanya saja yang muncul dari balik selimut tersebut. Ketika Ong It sin mengamati wajah orang itu, dia baru merasa terperanjat karena orang itu pada hakekatnya bukan seorang manusia hidup. Orang itu berwajah pucat keabu-abuan dengan sepasang mata yang amat cekung, sekalipun sepasang matanya terbuka lebar tapi biji matanya sama sekali tak berkutik. Kepalanya kurus kering tak kelihatan ada sedikit dagingpun, hakekatnya seonggokan tengkorak manusia yang tinggal kulit pembungkus tulang... Dengan hati terkejut Ong It sin berteriak keras. "Hei, siapakah orang itu?" "Dia adalah majikan kami!" Jawab keempat orang itu berbareng. Ong It sin segera menarik napas dingin dari gerak gerik yang dilakukan keempat orang itu, dapat diketahui olehnya bahwa mereka memiliki ilmu silat yang luar biasa hebatnya, jika orang ini adalah majikan mereka maka tak bisa disangkal lagi, kepandaian yang dimiliki tengkorak itu pasti tak terlukiskan hebatnya. Ong It sin tertawa getir, lalu bisiknya "Eeh... eeh... apakah majikanmu masih bisa bernapas?" "Huus! Jangan sembarangan bicara sobat" Bentak orang itu cepat. "hayo maju dan menjumpai majikan kami!" Empat orang itu segera mengempit Ong It sin ditengah dan tanpa banyak berbicara lagi membawanya melompat ke atas rakit. Setibanya diatas rakit tersebut, keempat orang itu segera menjatuhkan diri berlutut dihadapan manusia macam tengkorak itu sambil berkata. "Majikan, dalam lembah Cong cu kok telah terjadi perubahan, Li popo telah tewas!" Sebenarnya manusia tengkorak itu berbaring dengan wajah pucat dan mata yang terpejam rapat, akan tetapi setelah mendengar perkataan itu, kontan saja sepasang matanya terbelalak lebar lebar dan memperdengarkan seruan tertahan. Kembali empat orang itu berkata kembali. "Lapor majikan, walaupun Li popo telah mati tapi secara kebetulan kami telah bertemu dengan cucu luarnya Li popo, sekarang kami telah membawanya datang menjumpai dirimu!" Sekali lagi manusia tengkorak itu berseru tertahan, seakan-akan kecuali suara "Aah!" Dia tak mampu mengucapkan kata yang kedua lagi. Salah seorang diantaranya segera menuding ke arah Ong It sin sembari berkata. "Silahkan kau periksa majikan, dialah cucu luar Li popo yang kami maksudkan itu... Pelan pelan orang itu memalingkan kepalanya. Sewaktu kepalanya berpaling itu, tubuhnya yang diselimuti dengan kulit kambing itu sama sekali tidak berkutik sama sekali, seakan akan hanya kepalanya saja yang bergerak. Bahkan kepala berpaling, tulang tengkuknya memperdengarkan suara gerutuk yang amat nyaring, seakan akan tulang tersebut setiap saat dapat menjadi patah dan hancur. Ong It sin adalah seorang pemuda yang berhati baik, ketika dilihatnya orang itu sakit bahkan sambil memaksakan diri untuk berpaling sehingga tulang tengkuknya berbunyi gemerutukan, ia merasa sangat tak tega, sambil maju menghampiri orang itu dan berjongkok di sisinya agar orang itu bisa melihat dengan lebih jelas lagi, katanya. "Jika kau merasa terlalu payah untuk berpaling lebih baik jangan kau gerakkan tubuhmu!" Baru selesai perkataan itu, tahu-tahu sinar matanya telah beradu pandangan dengan sinar mata orang itu. Kontan saja jantung berdenyut lebih keras, ia merasa orang itu memiliki sinar mata yang lebih tajam dari sembilu. Begitukah sinar mata dari seseorang yang menjelang saat ajal? Jelas tidak mungkin! Sementara ia masih terperanjat, tiba tiba orang itu telah menjulurkan tangan kirinya dari balik selimut berkulit domba itu. Tampaklah tangannya yang kurus kering seperti lidi, kelima jari tangannya seperti kuku setan langsung mencengkeram lengan si anak muda itu... Merasakan dirinya kena dicengkeram, mendadak sontak Ong It sin menjerit aneh sekeras kerasnya. "Bagus, bagus sekali, Ong Tang thian, sudah datangkah kau?" Tegur orang itu dengan suara yang parau dan dalam. "Hei sobat! Kau salah sangka..." Buru buru Ong It sin berseru. "aku bukan Ong Tang thian, aku bernama Ong It sin, Ong Tang thian adalah ayahku!" Kulit wajah orang itu kembali bergetar keras lalu menunjukkan sikap kebingungan. "Kau... kau bukan Ong Tang thian?" Bisiknya keheranan. "kau adalah putranya? Lantas dimanakah ayahmu?" Sebenarnya maksud kedatangan Ong It sin kesitu adalah ingin mencari tahu tentang sebab kematian yang menimpa ayahnya, tapi sekarang terbukti bahwa orang itu tidak tahu kalau ayahnya telah mati, itu berarti pula bahwa harapannya kembali akan meleset. Berpikir demikian, sekuat tenaga dia berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman kelima jari tangan orang itu, tapi sayang tangan orang tersebut jauh lebih keras daripada japitan braja, sekalipun ia telah berusaha dengan sekuat tenaga, maksudnya itu belum juga berhasil. Karena kehabisan daya, Ong It sin pun berkata. "Ayahku telah meninggal dunia!" "Apa? Sudah mati... sudah mati...?" Jerit orang itu dengan suara parau. "ia telah mati di tangan siapa?" Ong It sin menghela napas panjang. "Aaai... sampai sekarang pun aku masih belum tahu, tapi agaknya seperti salah satu diantara empat jago lihay dari partai Tiong lam. Tapi ada orang yang memberitahukan pula kepadaku bahwa dibalik kesemuanya masih terbanyak liku likunya, maka aku pingin bertanya kepadamu apakah kau tahu..." Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sampai ditengah jalan mendadak teringat olehnya bahwa orang sama sekali tidak tahu kalau ayahnya sudah mati, sudah barang tentu tidak akan tahu juga kalau ayahnya telah mati ditangan siapa, maka perkataan selanjutnya pun segera ditelan kembali. Orang itu mendengus lalu menarik tangannya ke belakang sehingga tubuh Ong It sin terbetot lebih maju ke depan. Kini wajah Ong It sin tinggal selisih beberapa depa saja dari wajah si manusia tengkorak tersebut tentu saja hal mana membuat hatinya menjadi bergidik dan ketakutan setengah mati. "Kalau Ong Tang thian sudah mati, lantas bagaimana dengan nasib istrinya Li Hong?" Tanya orang itu. Pertanyaan tersebut segera menimbulkan kembali rasa sedih dalam hati Ong It sin katanya. "Ibuku mati duluan daripada ayahku, bagaimanakah tampang wajahnya aku sendiripun tidak teringat lagi" "Bagus sekali, Li popo dan Ong Tang thian sekalian telah mati semua, kalau begitu kotak mustika tersebut pasti berada dalam sakumu bukan?" Baru pertama kali ini Ong It sin mendengar ada orang menyebut nama "Li Hong" Dia lantas menduga itulah nama kecil ibunya. Rasa sedih kembali menyelimuti wajahnya setelah merenung sejenak katanya. "Kotak? Kau maksudkan kotak yang didalamnya berisikan lukisan pemandangan alam itu?" "Benar, benar!" Buru-buru orang itu mengangguk. "Kotak itu... " Sebetulnya ia hendak mengatakan bahwa kotak itu berada ditangan Be Siau soh, tapi ia segera teringat peringatan dari sang nona yang melarangnya untuk mengatakan kepada orang lain bahwa mereka saling mengenal. Tentu saja diapun tak bisa mengatakan kalau kotak itu berada ditangannya jika mereka berdua pun tidak saling mengenal. Maka setelah termenung, diapun berkata lagi. "Kotak itu tak ada ditempatku!" Mencorong sinar kebuasan dari balik mata orang itu, kelima jari tangannya yang mencengkeram lengannya itu mendadak dikendorkan. Tapi sebelum Obng It sin sempat mundur ke belakang, kelima jari tangannya telah bergerak maju kembali kemuka sambil mencengkeram tenggorokan anak muda itu. Kena dicekik lehernya, Ong It sin merasakan napasnya menjadi sesak. Ia tahu jika cekikan orang itu dilanjutkan niscaya tubuhnya akan mati kaku karena putus napas. "Hei... hei... apa apaan kau?" Teriaknya kemudian dengan suara keras. "Hmmm...! Jangan kau anggap aku hanya ada sebuah lengan yang bisa digerakkan, maka kau berani bicara bohong kepadaku!" "Aneh betul orang ini" Pikir Ong It sin dalam hatinya. "aku toh tidak mengganggu apa apa kepadamu, malah sebaliknya justru kau yang lagi mencekik leherku, kenapa kau mengatakan aku yang menganiayaimu Orang ini betul betul orang yang tak tahu aturan didunia ini." "Siapa yang berbohong kepadamu?" Serunya kemudian dengan suara penasaran "aku berbicara dengan sejujurnya!" "Baik, anggap saja memang tidak berada ditanganmu, tapi tentunya kau tahu bukan benda itu berada di tangan siapa? Hayo cepat katakan kepadaku!" Sambil berkata kelima jari tangannya mencekik semakin keras. Seketika itu juga Ong It sin merasakan kepalanya menjadi pusing tujuh keliling dan matanya berkunang kunang, hampir saja ia kehabisan napas dan hendak menyebutkan nama Be Siau soh. Untung nama tersebut belum sempat disebutkan, karena pada saat itu juga ia mendengar suara tertawa merdu dari Be Siau soh sedang berkumandang dari belakang tubuhnya. "Hei lotiang!" Terdengar gadis itu berseru dengan suaranya yang amat merdu. "kenapa kau musti marah marah? Persoalan apa sih yang menyebabkan kau ingin mencekik engkoh cilik ini sampai mampus? Hei, kalian berlima! Kenapa kalian hanya berdiam diri saja?" Laki-laki yang menjadi pemimpin rombongan itu segera membentak. "Nona manis, kalau urusan tidak menyangkut dirimu, lebih baik kau menyingkir saja" "Walaupun engkoh cilik itu tidak kukenal tapi aku lihat dia adalah seorang yang jujur dan baik hati" Kata Be Siau soh kembali "bila ia pernah berbuat kesalahan kepada lotiang damprat sajalah dengan beberapa patah kata, buat apa kau musti bersikap begitu kejam terhadap seorang engkoh cilik yang jujur?" Sungguh amat sedih Ong It sin ketika mendengar Be Siau soh mengatakan bahwa ia tidak kenal dengannya, apa yang hendak diucapkan pun segera tertelan kembali. Dengan suara keras dia hanya bisa berteriak. "Aku tidak tahu, aku tidak tahu! Kotak itu tidak berada ditanganku, benar benar tidak berada ditanganku!" Pelan pelan orang itu mengendorkan cengkeramannya, tapi tidak melepaskan sama sekali cengkeramannya pada Ong It sin, sementara biji matanya berputar dan dialihkan ke arah tepi pantai. Dengan susah payah Ong It sin pun mengalihkan pula sorotan matanya ke arah pantai, dimana ia jumpai Be Siau soh yang cantik sedang berdiri disitu dengan manisnya. Waktu itu ia sedang tertawa manis kepada laki laki kekar itu sembari berkata. "Apakah rakit kalian ini akan berjalan menuju ke hilir? Untuk memperlancar perjalananku, bersediakah kalian menghantar diriku?" Laki laki itu tidak menjawab, sebaliknya berpaling dan memandang ke arah manusia bertampang tengkorak. Dengan suara parau manusia tengkorak itu segera berkata. "Tahukah kau, siapa kami?" "Maaf jika aku tidak kenali orang, tapi laki-laki kekar ini sepertinya adalah Cuan tong ki pah (raja bengis raksasa dari Cuan tong) Siang pit lo han (Lo han berlengan baja) Yap Kiu!" Ketika mendengar disebutkannya nama orang itu, laki laki kekar yang bercambang itu segera berseru tertahan. "Bukanbkah kalian berempat adalah Pek si su siong (empat manusia bengis keluarga pak) yang berasal dari lembah Cian sui kok ditepi Tibet dan anak murid dari Lui kun bun?" Kembali Be Siau soh bertanya. Empat orang manusia berbaju putih itu segera tertawa seram. "Heehh... heehhh... heeehhh... nyonya cilik, tajam benar sepasang matamu, tolong tanya siapa nama nyonya cilik..." "Aku adalah keponakan perempuan dari Khek po pocu, dari keluarga Be..." Kata Be Siau soh dengan nyaring. Manusia bertubuh tengkorak itu kembali menggerakkan sepasang biji matanya untuk memperhatikan gadis tersebut. Sebaliknya Ong It sin yang mendengar bahwa Be Siau soh bicara seenaknya saja tapi seakan akan tidak berbohong, tak tahan lagi segera mendengus dingin. Dalam pada itu, Be Siau soh dengan sepasang matanya yang tajampun sedang mengamati manusia itu lekat lekat. =oood-wooo= Jilid 12 SEKALI pandangan saja ia telah tahu kalau manusia lemas yang seakan akan sudah mampus itu sesungguhnya memiliki tenaga dalam yang amat sempurna. Maka ia berkata kembali. "Aku ingin menumpang rakit kalian untuk menyebrang, apakah saudara mengijikan permohonanku ini?" Lama sekali manusia tengkorak itu memperhatikan wajah Be Siau soh tanpa berkedip tak lama kemudian baru menjawab. "Masih ada sebuah urusan lagi yang belum kuselesaikan, untuk sementara waktu rakitku ini tak akan berangkat, apakah kau bersedia untuk menunggu sesaat lagi?" OodOwOoo Be Siau soh segera tertawa, sahutnya. "Rakit ini milikmu, tentu saja kapan kau hendak berangkat, akupun mengikuti kehendakmu, apa salahnya kalau menunggu sebentar lagi!" Setibanya diatas rakit, dia lantas bergendong tangan sambil berdiri dengan santainya seakan akan peristiwa apapun yang bakal terjadi disana sama sekali tiada sangkut paut dengannya, dan hadirnya dia disitu tak lebih hanya ingin menumpang belaka. Agaknya manusia tengkorak itu memperhatikan pula gerak gerik Be Siau soh sekian lamanya, kemudian ia memberi tanda kepada keempat orang manusia berbaju putih itu. Empat orang tersebut segera mengerti maksud majikan dan pelan pelan maju kedepan. Sepintas lalu, keempat orang itu seperti sedang berjalan seenaknya, tapi sekejap kemudian mereka telah mengepung Be Siau soh ditengah kepungan. Tapi Be Siau soh seperti sama sekali tak merasakan hal itu, bahkan melirik sekejap kearah merekapun tidak. Menunggu empat orang manusia berbaju putih itu sudah mengepung Be Siau soh ditengah kepungan, manusia seperti tengkorak itu baru bertanya kepada Ong It sin. "Kau pasti mengetahui kalau kotak itu berada dimana, hayo cepat katakan kepadaku!" Ong It sin merasakan jantungnya berdebar keras, tanpa sadar ia berpaling kearah Be Siau soh. Akan tetapi gadis itu sedang berdiri sambil mendongakkan kepalanya memandang awan yang bergerak diangkasa. Menyaksikan kecantikan gadis itu, tanpa terasa Ong It sin teringat kembali dengan kenangan syahdunya, hal mana semakin membuat pemuda itu tak tega untuk mengatakan bahwa kotak mustika itu berada ditangannya karena ia kuatir hal mana justru akan mencelakai jiwa gadis tersebut. "Aku... aku tidak tahu kotak itu sesungguhnya berada dimana!" Manusia seperti tengkorak itu segera mendengus sinis, lalu sambil tertawa dingin katanya lagi. "Jika kau tak mau mengatakannya, berarti kau sedang mencari penyakit buat diri sendiri?" "Aku kan tidak kenal denganmu, kenapa aku musti mencari pula penyakit diri sendiri?" Teriak Ong It sin kemudian dengan suara keras. Sekalipun ia jujur, tapi desakan demi desakan yang dihadapinya, membuat pemuda itu lama kelamaan habis juga kesabarannya. Orang itu tertawa dingin dengan suara yang mengerikan, lengan kanannya segera diayunkan ke udara dan siap mencengkeram batok kepala anak muda itu. Padahal Ong It sin hanya berada lima enam depa dihadapannya, dengan tercengang pemuda tersebut mengawasi tangan lawan yang berada dikepalanya itu, kemudian berpikir. "Permainan setan apa lagi yang sedang dilakukan orang ini? Apa pula maksud orang ini dengan merentangkan cakarnya di udara? Apakah dia hendak melepaskan senjata rahasia? Tapi dimanakah senjata rahasianya..." Sementara ia sedang celingukan kesana kemari untuk mencari senjata rahasia yang mungkin akan tertuju kearahnya, mendadak terasalah segulung tenaga hisapan yang sangat kuat menghisap tubuhnya sehingga ia terperosok maju tiga langkah. Dengan bergesernya tiga langkah ke depan, maka praktis ia sudah berada tepat dihadapan manusia aneh berwajah tengkorak. Orang itu menggerakkan lengannya ke depan dan... "Kraak! kraak!" Diiringi bunyi gemerutuk yang sangat nyaring, tahu tahu lengan tersebut sudah menjulur setengah depa lebih panjang ke udara. Adegan aneh semacam ini segera membuat Ong It sin menjadi tertegun dengan mata terbelalak, belum sempat ia bertindak sesuatu, tahu tahu pinggangnya sudah dicengkeram oleh kelima jari tangan orang itu dan cekalnya erat erat. Ong It sin merasa kaget bercampur kesakitan, teriaknya berulang kali dengan suara keras. "Lepaskan aku! Lepaskan aku!" "Jawab dulu kotak itu berada dimana?" Sambil berseru kelima jari tangannya itu mencengkeram lebih keras lagi hingga menusuk dalam dalam keperut Ong It sin. Pemuda itu kesakitan setengah mati, peluh dingin membasahi sekujur tubuhnya, karena tak tahan akhirnya ia menjatuhkan diri berlutut keatas tanah. Seketika itu juga ia merasa lambungnya seakan akan digigit oleh beribu ribu ekor ular berbisa, sakitnya bukan kepalang. Tapi pemuda itu masih tetap membandel, kembali teriaknya. "Aku... aku tidak tahu..." Cengkeraman orang itu makin bertambah kencang, kini sepasang mata Ong It sin sudah melotot besar karena kesakitan, ia tidak dapat berbicara lagi kecuali menjerit jerit dengan suara aneh. Sejak dilahirkan dari dalam rahim ibunya belum pernah ia merasakan siksaan seperti ini. Dengan mata melotot menahan geram sekali lagi orang itu membentak keras. "Hayo bicara, benda itu berada dimana?" Saking sakitnya nafas Ong It sin sudah terengah-engah, dalam keadaan begini sekalipun dia ingin mengucapkannya pun percuma saja, karena ia benar benar tak bertenaga lagi. Disaat yang kritis inilah, Be Siau soh dengan suaranya yang merdua telah menimbrung dari samping. "Aku lihat sobat ini amat jujur, sekalipun kau menyiksanya lebih jauh aku rasa sekali berkata tak mungkin ia benar benar tak tahu, apa gunanya kau menyiksanya terus menerus dengan cara semacam itu...?" Dengan mata melotot dan tertawa dingin tiada hentinya manusia aneh itu berseru. "Kalau kau enggan untuk numpang rakitku ini lebih baik cepat angkat kaki saja dari sini" "Baik, aku akan segera pergi!" Jawab Be Siau soh tanpa berpikir panjang lagi. Sambil berkata ia mendongakkan kepalanya dan menengok manusia berbaju putih dihadapannya itu. Tapi ketika sinar matanya saling berbenturan dengan sorot mata si laki laki berbaju putih yang membetot sukma itu, tubuhnya langsung bergetar keras hingga tertegun untuk sesaat lamanya. Tapi dengan cepat gadis itu berkelebat pergi secara cepat hembusan angin puyuh dan meluncur lewat dari sisinya. Empat orang manusia berbaju putih itu sebenarnya berdiri disekeliling Be Siau soh sambil melakukan pengepungan, tadi secara mudah gadis itu berhasil lolos dari kepungan, bahkan melewati samping manusia baju putih itu dan kabur ketepi rakit. Sebenarnya empat orang manusia berbaju putih itu sudah bersiap siap untuk melakukan pengejaran, mereka segera urungkan niat tersebut ketika menyaksikan Be Siau soh telah berada ditepi rakit hal ini menunjukkan bahwa mereka tak akan melakukan pengejaran andaikata gadis itu hendak meninggalkan tempat itu. Pada saat keempat orang manusia berbaju putih itu menghentikan langkah kakinya, tiba tiba Be Siau soh ikut pula berhenti, menyusul kemudian sambil putar badan sepasang telapak tangannya diayunkan ke belakang. Dalam waktu singkat terdengarlah suara dengungan yang amat nyaring tapi aneh bergema memenuhi angkasa... Rupanya gadis itu telah melepaskan lima batang jarum kelabang yang berbentuk segi tiga meluncur kedepan dan menyerang keempat orang manusia berbaju putih itu. Sementara sebatang lainnya langsung meluncur ke arah manusia aneh seperti tengkorak tersebut. Jangan dilihat kelima batang senjata rahasia itu dilancarkan sambil memutar badan namun ketepatan sasarannya ternyata mengagumkan. Dari sini dapat diketahui bahwa kepandaiannya didalam melepaskan senjata rahasia memang telah mencapai puncak kesempurnaan Menghadapi ancaman senjata rahasia yang sangat lihay itu, baiklah empat orang manusia berbaju putih itu, mereka mencak mencak sambil mengebaskan ujung bajunya dengan maksud memukul mundur senjata rahasia tersebut... Sedangkan manusia aneh yang berbaring diatas rakitpun telah membentak keras, kelima jari tangannya yang mencengkeram tubuh Ong It sin segera mengendor, kemudian sebuah pukulan dilepaskan untuk merontokkan jarum kelabang tersebut. Dimana angin pukulan berhembus lewat jarum kelabang itu segera kena disapu mencelat keudara. Menggunakan kesempatan yang sangat baik itu, Be Siau soh segera merendahkan tubuhnya sambil mundur kebelakang Ong It sin, setelah itu ia sambar pinggang anak muda itu dan melompat kembali kedepan. Betul ilmu melepaskan senjata rahasia yang dimiliki Be Siau soh sangat lihay, tapi dalam waktu yang bersamaan ia cuma bisa melepaskan lima batang senjata rahasia sekaligus. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Coba kalau diatas rakit cuma lima orang saja, maka dengan aman sentausa ia bisa membawa Ong It sin kabur dari situ dengan selamat. Sayangnya kecuali laki laki tengkorak dan keempat orang berbaju putih itu, disitu masih hadir seorang laki laki lagi bertenaga raksasa yakni Yap kiu. Yap kiu tidak kebagian senjata rahasia kelabang dari Be Siau soh, maka dalam tertegunnya ketika melihat nona itu siap melompat ke tepi pantai, dengan membawa Ong It sin, kontan saja ia membentak keras, lalu menubruk ke depan dengan hebatnya. Telapak tangannya yang besar seperti kipas itu dalam waktu singkat melancarkan tiga buah serangan berantai. Pada dasarnya Siang pit lo han (Lo han bertenaga sakti) Yap Kiu memang memiliki tenaga alam yang luar biasa, sekalipun ilmu silatnya hanya biasa biasa saja, namun kekuatannya itu terhitung pula sebagai seorang jago berkepandaian tinggi. Ketika masih muda itu, ia pernah berjumpa dengan seorang manusia sakti yang tertarik sekali dengan kekuatan tenaganya, karena itu ia mewariskan serangkaian ilmu pukulan yang hebat kepadanya. Sayang sekali otak Yap Kiu agak bebal, sekalipun ia sudah melatihnya pulang pergi rangkaian ilmu pukulan itu selalu gagal dikuasahi dengan baik Bahkan pada akhirnya ia melupakan seluruh kepandaian tersebut, hanya teringat satu gerakan saja. Gerakan itu bernama Thian sang ci sam kong (tiga sinar dari langit) jika digunakan maka dalam udara segera akan muncul tiga buah perubahan yang membingungkan orang. Dengan mengandalkan satu jurus serangan inilah, ia berhasil mengangkat namanya dalam dunia persilatan. Begitulah, sambil melompat ke depan Yap Kiu segera melancarkan serangan tentu saja jurus serangan yang ia pergunakan adalah jurus tiga sinar dari langit tersebut. Be Siau soh segera merasakan tibanya sesosok bayangan tubuh yang tinggi besar dengan membawa gulugan angin puyuh yang maha dahsyat. Gadis itu terkejut, apalagi ketika berhadapan dengan tiga buah tangan yang menyerang datang secara berbareng, karena tak tahu bagaimana musti bertindak, akhirnya ia berkelit kesamping lalu melompat keluar. Untung gadis itu berkelit dengan cepat, sebab baru saja mereka berhasil lolos dari kepungan, segera terasalah tekanan hawa pukulan yang sangat kuat berhembus lewat dari belakang. Ketika serangannya mengenai sasaran kosong, Yap Kiu segera kehilangan keseimbangan tubuhnya, serangan yang dilancarkan bukan saja gagal ditarik kembali, malah tubuhnya ikut terjengkang kedepan. Pukulan tersebut dengan membawa tenaga yang kuat sekali langsung menghantam tubuh laki-laki tengkorak yang berbaring diatas rakit itu. Sebodoh-bodohnya Yap Kiu, ia dapat pula menyaksikan keadaan yang tidak beres, segera teriaknya keras-keras. "Hei. Cepat tangkis pukulanku!" Laki-laki tengkorak itu menggerakkan lengannya yang ceking dan menyambut datangnya ancaman tersebut dengan kelima jari tangannya yang kurus tinggal kulit pembungkus tulang itu. "Blaang...!" Ketika sepasang telapak tangan saling beradu, Yap Kiu menjerit keras tubuhnya yang besar seperti kerbau itu terlempar ke udara dan... "Plung!" Tercebur ke dalam air. Padahal arus sungai amat deras sekali, coba kalau Yap Kiu tidak bertindak cekatan dengan menyambar tepi rakit tersebut niscaya tubuhnya sudah terbawa arus. Sekalipun demikian, bukan suatu pekerjaan yang gampang baginya untuk merangkak naik keatas rakit dalam waktu singkat. Be Siau soh tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik itu, ia segera menjejakkan kakinya keatas rakit dan melompat naik keatas daratan... "Kejar mereka!" Manusia aneh itu segera menjerit keras. "Sreet! Sreet! Sreet" Bayangan putih berkelebat lewat, empat orang manusia berbaju putih itu beruntun naik ke darat melakukan pengejaran, dalam keadaan begini mereka tidak menggubris teriakan-teriakan dari Yap Kiu lagi. Be Siau soh dengan membawa Ong It sin kabur secepat- cepatnya meninggalkan tepi sungai. Ketika didengarnya suara para pengejarnya makin lama semakin mendekat, mendadak ia berhenti sambil memutar tubuhnya, kemudian membentak. "Cukup! kalian jangan mengejar lagi!" Tampak salah seorang diantara empat manusia berbaju putih itu berkata dingin sambil memegang sebatang jarum kelabang. "Perempuan sialan, rupanya kau sejalan dengan si kelabang beracun Be Ji nio! Hayo cepat ikut kami pulang ke rakit" Be Siau soh tertawa manis. "Ooh, kalian baru tahu toh kalau kelabang beracun Be Ji nio adalah ibuku, tapi siapa sih orang yang berbaring diatas rakit itu?" "Tak usah banyak bicara," Bentak empat orang berbaju putih itu dengan wajah berubah. Be Siau soh tertawa dingin. "Kalian tak usah berlagak sok, memang kalian berempat manusia baju putih termashur di wilayah sebelah barat, tapi siapakah yang mengira kalau keempat manusia tersohor di barat rela menjadi budaknya seorang manusia tengkorak yang mengalami jalan api menuju neraka hingga bergerakpun tak mampu" "Tutup mulut!" Bentak empat orang itu dengan gusar. "Kenapa? Memangnya aku salah berbicara?" Ejek Be Siau soh ketus. Empat orang manusia berbaju putih itu saling berpandangan sekejap lalu untuk sesaat lamanya tak mampu berkata apa apa. Sepasang mata Be Siau soh memang cukup tajam, apa yang dia katapun memang benar betul manusia aneh yang berbaring diatas rakit itu memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi, tapi karena mengalami jalan api menuju neraka, separuh tubuhnya menjadi kaku dan tak mampu berkutik lagi. Bahkan kecuali kepala serta lengan kanannya, hampir sebagian besar tubuhnya tak mampu berkutik. Maka ketika empat orang manusia berbaju putih itu menunjukkan perubahan diatas wajahnya, Be Siau soh segera tahu bahwa dugaannya tidak meleset, dengan cepat ia berkata lagi. "Sungguh aneh sekali, kalau bicara dari tenaga dalam yang kalian miliki, seharusnya tidak lebih rendah dari orang yang menguasahi kalian tapi lucunya kalian toh bersedia juga untuk takluk kepada orang yang tak punya kepandaian hampir seimbang apa ini tidak aneh namanya?" Agaknya keempat orang manusia berbaju putih itu tergerak oleh ucapan Be Siau soh, mereka menghela napas panjang lalu katanya. "Aaai... apa yang kau ketahui? Dia..." "Aaah! Kenapa kalian musti takut dengannya?" Tukas Be Siau soh cepat. "memangnya andaikata kalian pergi, ia bisa melompat bangun untuk mengejar kalian? Hmm... kalau kamu berempat masih saja sudi menjadi budaknya habis sudah nama baik kalian dimasa lalu" Empat orang manusia berbaju putih itu saling berpandangan sekejap lalu salah satu diantaranya manggut manggut. "Yaa, betul juga perkataannya!" "Betul, kia memang tak usah takut kepadanya" Sambung yang lain. "Yaa, masa ia bisa mengejar kita semua?" Sambung dua orang lainnya. Dari pembicaraan keempat orang itu, dapat diketahuilah bahwa mereka sudah tertarik oleh ucapan gadis tersebut. Tapi pada saat itulah tiba tiba dari arah rakit berkumandang datang suara teriakan si manusia aneh yang tak sedap didengar itu. "Jika kalian berempat berani menghianati aku, akan kusuruh kalian rasakan siksaan yang paling berat sehingga ingin mati tak bisa ingin hiduppun menderita!" Mendengar ancaman tersebut, empat orang manusia berbaju putih itu menjadi tertegun, lalu salah seorang diantaranya berkata sambil menggigit bibir. "Lebih baik kita kembali dulu ke rakit untuk membunuhnya!" "Jangan! Jangan, kita jangan sekali kali kembali lagi kesitu" Kata tiga orang rekannya dengan cepat. "lebih baik kita mendaki keatas bukit dan melontarkan dua buah batu besar ke arah rakitnya asal ia sudah mampus hingga bencana dikemudian hari tersingkirkan, kita dapat hidup dengan bebas merdeka" Karena usul ini disetujui semua orang, maka keempat orang manusia berbaju putih itupun tidak lagi menggubris Be Siau soh, tapi berlarian menuju keatas puncak tebing. Be Siau soh yang melihat beberapa patah katanya berhasil mengurungkan niat keempat orang itu untuk menangkapnya, bahkan menimbulkan juga niat mereka untuk memberontak, hatinya merasa sangat bangga, hingga terbahak-bahaklah dia karena kegirangan. Dari arah rakit masih kedengaran teriakan teriakan keras dari manusia aneh itu, bila diperhatikan dengan seksama maka bisa didengar teriakan tersebut berupan anjuran kepada Yap Kiu agar cepat naik keatas rakit dan menjalankannya pergi meninggalkan tempat itu, sebab sebentar lagi keempat orang manusia berbaju putih itu akan melemparkan batu besarnya untuk menenggelamkan rakit mereka. Untung Yap Kiu berhasil juga untuk merangkak naik keatas rakitnya. Pada saat itulah sebuah batu besar seberat ratusan kati telah didorong kebawah dari atas tebing. "Blaang!" Batu besar itu tepat membentur rakit dan menimbulkan lubang amat besar, pancaran air sungai segera berhambutan keempat penjuru. Tapi pada saat yang bersamaan itu juga, Yap Kiu berhasil menaikkan jangkar, sambil berputar putar rakit itu meluncur ke bawah mengikuti bergeraknya arus air. "Plung! Plung! Plung!" Menyusul kemudian beberapa buah batu besar berjatuhan ke sungai bagaikan hujan gerimis. "Hayo cepat kabur!" Tiba tiba Be Siau soh menarik tangan Ong It sin untuk diajak kabur. "kalau tidak, keempat orang itu tentu akan mendatangkan kesulitan untuk kita!" Karena ditarik, serta merta Ong It sin pun ikut kabur, ke depan. Dalam waktu singkat mereka sudah berbelok suatu tikungan bukit dan berhenti disitu. Dengan naapas terengah engah Ong It sin memandang wajah Be Siau soh, kemudian katanya. "Kee... kenapa... kenapa kau menolong aku lagi...?" Be Siau soh tersenryum manis, wajahnya kelihatan bertambah cantik hingga mempesonakan hati Ong It sin. Tapi ucapan dari Be Siatu soh segera mendatangkan kembali rasa bergidik didasar hati pemuda itu, hampir saja bulu kuduknya bangun berdiri.q Terdengar gadis itu berkata bregini. "Untung kau tidak mengatakan kalau kotak tersebut berada ditanganku, coba kau mengaku kepada mereka, sekarang kau sudah mampus oleh jarum kelabang yang lihay" Ong It sin menjadi tertegun untuk sesaat lamanya, beberapa waktu kemudian ia baru berkata. "Kau... kau tega untuk turun tangan membunuh diriku?" "Lucu benar perkataanmu itu" Be Siau soh tertawa cekikikan. "kenapa aku tak tega?" "Aku... aku dengar orang sering berkata... semalam menjadi suami istri..." Belum habis perkataan itu diucapkan, paras muka Be Siau soh telah berubah hebat meski ia tidak sampai mengucapkan sepatah katapun, namun cukup membuat anak muda itu tak berani melanjutkan kembali kata katanya. Ong It sin betul betul tidak habis mengerti kenapa Be Siau soh yang biasanya begitu lemah lembut, dalam sekejap mata telah berubah menjadi begitu menakutkan, terpaksa ia cuma menghela napas dan tidak berani berkata-kata lagi. Sekulum senyuman kembali menghiasi wajah Be Siau soh katanya lagi. "Tapi aku tahu kau sangat jujus, kata kata semacam itu tak nanti akan kau katakan kepada mereka..." Ong It sin tertawa getir, katanya kemudian. "Aku... aku telah serahkan pedang mustikamu kepada orang lain kejadian itu amat menyesalkan hatiku sekarang kau telah berpesan kepadaku agar jangan mengatakan soal itu kepada orang lain, mana aku berani mengatakannya kepada orang" "Bagus sekali tapi aku toh pernah melarangmu untuk menyinggung kembali kejadian pada malam itu, kenapa kau begitu berani untuk menyinggungnya kembali barusan? Apakah kau tidak kuatir aku turun tangan keji kepadamu?" Sekali lagi Ong It sin menghela napas panjang. "Nona Be, kau... kau tak bisa menyalahkan diriku" Bisiknya. "sebelum berkenalan denganmu, aku selalu hidup dalam kemurungan dan ketidak gembiraan tapi semenjak... yaa itulah peristiwa yang tak akan kulupakan untuk selamanya, setiap kali kupejamkan mataku aku lantas menjumpai bayanganmu dalam lubuk hatiku, aku jadi teringat kepadamu, rindu kepadamu..." Ketika berbicara sampai disitu, paras muka anak muda itu kontan berubah menjadi merah padam, ia tak tahu bagaimana harus melanjutkan kata katanya. Be Siau soh dapat menangkap bahwa ucapan tersebut muncul dari dasar hatinya, hal mana segera menggetarkan pula perasaannya. Sambil menepuk bahu Ong It sin, ujarnya kemudian. "Sudah, jangan bersikap bodoh! Mungkin aku adalah perempuan pertama yang pernah kau jumpai, maka kau berkesan demikian coba kalau berkenalan dengan beberapa orang gadis lagi, tentu kesanmu akan jauh berbeda..." "Tidak, tidak mungkin akan berubah" Bisik Ong It rsin sambil menatap wajah Be Siau soh tajam-tajam. "kecuali kau, aku tak akan tertarik lagi oleh perempuan yang manapun.t "Hmm! Apanya yang baik denganku ini?" Dengus si nona. "aku kejam, berhati busuk dan gemar membunuh orang, bahkan nenekmu pun tewas ditanganku, apakah kau tidak mermbenci diriku?" "Aku... aku hanya takut kalau kau..." "Cukup!" Tukas Be Siau soh sambil ulapkan tangannya, kemudian sambil alihkan pembicaraan ke soal lain ia bertanya lebih jauh. "sekarang, kau bermaksud hendak ke mana?" "Aku sendiripun tak tahu kemana harus pergi Aku ingin membalaskan dendam sakit hati ayahku, tapi siapakah musuh besarku pun tidak kuketahui, mana mungkin bisa membalas dendam? Maka aku ingin... aku ingin..." "Kau ingin apa?" Dengan memberanikan diri Ong It sin berkata. "Aku ingin... ingin berada bersamamu, tapi... tapi aku takut kau menolak!" Dengan sepasang biji matanya yang jeli Be Siau soh menatap wajah Ong It sin lekat lekat, perasaan hatinya telah dibikin kalut oleh perkataan sang pemuda yang bodoh tapi jujur itu. Setelah tertegun sesaat lamanya, ia baru berkata. "Boleh saja bila kau ingin mengikuti diriku..." Baru saja ia berbicara sampai disitu, tiba tiba Ong It sin telah berteriak teriak penuh kegiranan. Sebagaimana diketahui, Ong It sin memang betul betul mencintai Be Siau soh, rasa cintanya kepada gadis itu boleh dibilang telah mendarah daging tapi ia cukup memahami keburukan wajahnya serta ketololan dirinya, ia merasa tak pantas untuk mendampingi gadis cantik tersebut. Maka ketika Be Siau soh mengabulkan permintaannya untuk melakukan perjalanan bersama, hal ini telah diterima olehnya sebagai suatu berita kegirangan yang amat besar. "Oooh... kau... kau terlalu baik!" Buru buru serunya. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kau jagnan keburu gembira, perkataanku belum selesai kuucapkan" Kata Be Siau soh. "boleh saja kalau kau ingin mengikutiku, tapi kau harus menuturi semua perkataanku, misalnya kalau aku berkata timur, maka tak boleh membantah barat. Sanggupkah kau untuk melakukannya?" "Tentu saja dapat!" Jawab Ong It sin tanpa berpikir panjang lagi. "Eeeh... kalau memberi kesanggupan jangan kelewat cepat, pikirkan dulu masak masak" Kembali Be Siau soh berseru "misalkan saja kusuruh kau membunuh seseorang yang tidak kau kenal, bersediakah kau untuk melakukannya tanpa membantah?" Bergetar keras seluruh badan Ong It sin, sepasang matanya terbelalak dlebar lebar dan untuk sesaat lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Mimpipun ia tak menyangka kalau Be Siau soh bisa mengajukan pertanyaan yang demikian sulit kepadanya. Ketika mendengar kalau Be Siau soh mengabulkan permintaannya tadi, ia merabsa gembira sekali, waktu itu yang dipikirkan olehnya hanya bagian yang indah dari gadis tersebutr Tapi sekarang, setelah mendengar ucapan yang terakhir itu ia jadi tbergidik dan merasa ngeri, segala keseraman dan kejelekan gadis itu tersiar keluar semuanya. Yaa, seandainya Be Siau soh menyuruhnya membunuh seseorang yang tiada sangkut pautnya dengannya, bahkan kenalpun tidak, apa pula yang musti dia lakukan? Pemuda itu jadi tertegun dan berdiri melongo seperti patung. oooOdeOooo Setelah lewat agak lama, Be Siau soh baru berkata sambil tertawa manis. "Jangan kuatir, aku tak akan menyuruh kau untuk melakukan perbuatan semacam itu" Senyuman dari Be Siau soh itu ibaratnya hembusan angin musim semi yang mendatangkan kesejukan bagi siapapun juga. Buru-buru Ong It sin berkata. "Nona Be, aku sudah tahu semenjak dulu bahwa kau adalah seorang yang baik sekali." Be Siau soh tertawa pedih. "Jangan kau katakan aku baik" Ucapannya. "padahal aku sendiripun tahu kalau aku adalah seorang perempuan yang jahat sekali" "Sekalipun kau pernah melakukan kejahatan, itupun karena kau mempunyai kesulitan sendiri" Ujar Ong It sin dengan wajah serius. "aku percaya, watak aslimu bukanlah demikian, jalan pemikiranmu pun tidak begitu jahat..." Sesungguhnya Be Siau soh cukup mengetahui kejahatan dan kebusukan hatinya, akan tetapi setelah mendengar perkataan itu, tanpa disadari sepasang matanya menjadi basah oleh air mata. Bahkan ia sendiripun tak tahu kenapa ia bisa melelehkan air mata, sudah barang tentu iapun tak ingin menangis dihadapan Ong It sin. Maka sambil berpaling ke arah lain, buru-buru ujarnya. "Sudahlah, jangan bicara yang bukan bukan lagi, memangnya aku tak tahu dengan keadaanku sendiri?" "Kau mungkin tidak mengetahui akan dirimu sendiri, tapi orang melihatmu dari samping jauh akan lebih jelas, aku bisa berkata demikian, karena aku menyorotmu dari samping!" Be Siau soh tidak berbicara lagi, ia hanya berjalan sambil menundukkan kepalanya, sementara dalam hati pikirnya. "Sekalipun apa yang diucapkan Ong It sin cuma kata- kata bodoh tapi memang masuk diakal juga, apakah aku benar-benar tidak tahu akan watakku yang sebenarnya?" Makin dipikir ia merasa hatinya semakin kebingungan, hingga tanpa terasa ia membayangakan kembali semua perbuatan yang pernah dilakukannya dahulu Usianya tahun ini tidak terlalu besar, paling baru dua puluh tahunan, tapi pengalamannya sudah amat banyak hingga sukar dihitung dengan jari. Tapi yang paling tak terlupakan olehnya adalah kejadian dimana ia dan ibunya kena dikerubuti oleh belasan orang jago jago lawan yang hebat mengakibatkan mereka ibu dan anak harus berpisah. Dengan membawa luka yang parah, ia berhasil kabur ke sekitar benteng Khek poo yang kemudian ditolong oleh Khek po pocu. Waktu itu ia baru berusia tiga belas tahun, tapi ia telah bertekad untuk membuat ilmu silat yang dimilikinya jauh lebih lihay dari ibunya, jauh lebih hebat dari musuh musuhnya dan jauh lebih ampuh dari siapapun juga... Sebab itulah ketika ia berada dalam benteng Khek po dengan segala semacam rayuan dan pancingan, ia mendekati sang pocu yang pada akhirnya diapun meracuni istri pocu hingga mati. Setelah kematian sang istri pocu, maka iapun mempersembahkan diri untuk dijadian istri pocu yang berikutnya. Kemudian beberapa tahun berikutnya, dengan tipu daya ia minta pocu agar mewariskan ilmu silat kepadanya, sudah barang tentu tak sedikit kepandaian sakti yang berhasil dipelajarinya. Tapi, sekalipun ia telah mempelajari banyak kepandaian, dengan dasar tenaga dalam yang cekak tak mungkin ia bisa menarik banyak manfaat dan keuntungan. Akhirnya ia berhasil mengetahui sebuah rahasia besar dalam benteng Khek po yakni benteng tersebut tersimpan sebuah mustika yang berupa sebilah pedang Hu si siu kiam. Ia berusaha untuk menyelidiki kegunaan dari pedang sakti tersebut, namun pocu tidak bersedia menjawab, maka menggunakan suatu kesempatan yang baik, iapun mencuri pedang mestika tersebut, lalu dengan membawa anaknya yang diperoleh dengan sang pocu kabur dari benteng. Ketika sedang kabur itulah secara kebetulan ia berjumpa dengan Ong It sin yang ketolol tololan itu... Teringat kembali kejadian romantis dalam rumah batu itu, Be Siau soh mulai merenung sendiri. "Apakah aku telah mencintai pemuda jelek ini? Kalau tidak mengapa malam itu aku serahkan tubuhku kepadanya? Ah, tak mungkin aku mencintainya... tentu aku berbuat demikian karena rasa terima kasihku kepadanya telah memelihara anakku... tapi, tidak mungkin hal itu disebabkan oleh alasan sederhana ini!" Makin berpikir ia merasa semakin kalut, dan tak tahu bagaimana musti memecahkannya. Dengan mulut terbungkam, merekapun melanjutkan perjalanannya ke depan... Menanti hari sudah semakin gelap, Be Siau soh baru mendongakkan kepalanya memandang kegelapan yang menyelimuti seluruh jagad, ia merasa hatinya semakin murung hingga tanpa terasa menghentikan perjalanannya. Ong It sin dengan cepat ikut pula berhenti. Pelan pelan Be Siau soh berpaling lalu katanya. "Aku hendak pergi ke bukit Thian san sebelah utara, tempat itu sangat jauh letaknya dari sini, meski kita sudah berada di wilayah barat sekarang, tapi perjalanan masih amat jauh mau ikutkah kau kesitu?" "Jangankan baru bukit Thian san sekalipun hendak ke langit barat aku juga ikut" Jawab pemuda itu dengan tegas. Be Siau soh menatap wajah pemuda itu lekat lekat agaknya ia seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi oleh karena hatinya sangat kalut, maka tak sepatah katapun sanggup ia utarakan. Yaa, seandainya pemuda yang berada dihadapannya adalah seorang pemuda tampan yang menawan hati meski dengan terputus putus mungkin saja dia akan mengutarakan suara hatinya. Tapi sekarang yang berada dihadapannya hanya seorang pemuda ketolol tololan yang berwajah jelek lagi dungu, bagaimana mungkin isi hatinya bisa terutarakan? Maka sambil menghela napas panjang, ia melanjutkan kembali perjalanannya ke depan. Malam itu bulan bersinar dengan terangnya dibalik kegelapan yang menyelimuti angkasa, terpercik sinar keperak perakan yang menerangi jagad. Sampai jauh malam, sepasang muda mudi itu masih berjalan juga menembusi hutan lebat. Suatu ketika, tiba tiba Be Siau soh mengendus bau hengus dibalik hembusan yang menyambar lewat. Sebagai seorang gadis yang cekatan dan cukup berpengalaman, dengan cepat ia merasakan sesuatu yang tak beres, sambil menghentikan langkahnya ia memandang ke depan. Betul juga, nun jauh didepan sana lamat lamat tampak sinar api yang berkedip kedip dibalik kegelapan. "Didepan situ ada orang, mari kita jalan berputar saja!" Bisiknya. Sambil menggandeng tangan Ong It sin cepat cepat ia berbelok kesamping lain. Tapi belum jauh mereka berjalan, didepan sana kembali muncul sinar api unggun, menyusul kemudian gadis itu mencoba berputar beberapa kali, tetapi hasilnya tetap serupa semua. Dalam keadaan demikian, betul Be Siau soh tak ingin menimbulkan urusan tapi toh memancing pula rasa ingin tahunya, dengan sangat berhati hati iapun berjalan ke depan dan menghampiri api unggun tersebut. Tak lama kemudian, ia sudah berada satu kali lebih lima enam depa dari api unggun tersebut. Tapi mereka tidak menemukan sesosok bayangan manusiapun di sekeliling api unggun itu. Mereka berdua segera menyembunyikan diri di belakang sebatang pohon besar sambil mengintip ke depan. Be Siau soh segera berkerut dahi, sesudah termenung sejenak sambil menuding keatas pohon ia berbisik. "Hayo kita memanjat keatas pohon saja!" Dalam soal kepandaian silat Ong It sin memang angkat tangan, tapi kalau soal naik pohon atau mendaki bukit, dia memiliki kepandaian yang bisa diandalkan. Maka dengan suatu gerakan yang cepat ia memanjat keatas pohon tersebut. Dengan pepohonan yang rindang, tubuh mereka berdua segera tertutup sama sekali dari penglihatan orang. Ong It sin yang waktu itu duduk sangat dekat dengan Be Siau soh, segera mengendus bau harum semerbak yang sukar dilukiskan dengan kata kata. Apa lagi ketika rambut Be Siau soh membelai diatas wajahnya membuat jantungnya berdebar keras sekali entah apa saja yang dipikirkan olehnya waktu itu. Agaknya Be Siau soh merasakan pula keanehan pemuda itu, ia berpaling dan memandang sekejap kearahnya. Tampak olehnya Ong It sin dengan wajah yang merah padam sedang memandang terpesona kearahnya, entah apa saja yang sedang dilamunkan pemuda itu... Sebenarnya Be Siau soh hendak menegurnya tapi setelah berpikir sejenak, ia batalkan niat tersebut setelah menghela napas panjang semua perhatian pun dialihkan kembali dibawah sana. Ia tahu ditengah hutan lebat semacam ini ternyata terdapat begitu banyak api unggun, itu berarti pasti ada sesuatu yang tak beres ditempat tersebut. Betul juga, tak lama kemudian terdengarlah suara langkah kaki manusia berkumandang datang dari kejauhan sana, lalu tak lama kemudian telah muncul didepan mata. Orang itu adalah seorang perempuan berbaju putih yang berambut amat panjang, ia mempunyai paras muka yang cantik jelita, namun siapapun yang memandangnya pasti akan menimbulkan perasaan ngeri dan seram. Setibanya ditepi api unggun perempuan itu memasukkan seonggok ranting kayu ke dalam api unggun tersebut hingga membesar kobaran apinya. Perempuan itupun berdiri ditepi api unggun tanpa bergerak lagi, seakan akan ia telah berubah menjadi sebuat patung secara tiba tiba. Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo