Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bego 19


Pendekar Bego Karya Can Bagian 19


Pendekar Bego Karya dari Can   Sebagaimana diketahui, pedang Hu si ku kiam dan sarung pedang Cian nian liong siau merupakan benda benda mustika yang diidamkan oleh setiap orang, apalagi sekarang ditambah pula dengan kitab pusaka Sang yang kiam hoat, benda benda tersebut cukup membuat menetesnya air liur mereka semua.   Untuk menghindari pertumpahan darah dengan kawanan jago persilatan lainnya, merekapun ingin menghindari pertanggung jawabannya kepada si dewa cebol, diaturlah siasat licin itu untuk membawa Ong It sin berdua menyingkir dari incaran orang banyak.   Asal mereka sudah jauh dari keramaian kemudian secara diam diam membunuh Ong It sin berdua, bukankah mustika tersebut otomatis akan terjatuh ditangan mereka.   Bila ilmu pedang Sang yang kiam hoat telah mereka pelajari, saat itulah seluruh dunia akan berada dibawah kekuasaan mereka berempat belas...   Itulah sebabnya untuk melaksanakan rencana tersebut, siluman perempuan berambut putih berusaha membaiki mereka, umpaknya.   "Yaa... didunia ini tak ada orang lain yang lebih jujur dari pada Sahabat Ong! padahal kami semua sebenarnya adalah orang baik, para manusia rendahlah yang telah menyebarkan berita yang menuduh kami jahat dan kejam, tapi kami tak takut, emas murni tak takut dibakar, lama kelamaan toh orang persilatan akan tahu dengan sendirinya kalau kami ini baik atau jahat."   Ong It sin manggut manggut.   "Akupun berpendapat demikian"   Sahutnya "kita sebagai manusia, kenapa harus menjadi orang jahat, bukan menjadi orang baik? Tampaknya kalian memang sudah difitnah orang, sebab jika kalian benar benar adalah sekelompok orang jahat, tak mungkin pada malam ini kalian bersedia membantuku untuk meloloskan diri dari ancaman bahaya, inilah bukti yang paling nyata!"   Puji sanjung dari si anak muda itu kontan saja membuat wajah keempat belas orang siluman dari tujuh selat itu berubah menjadi merah padam karena jengah, timbul pula rasa malu dihati masing masing.   Pada saat itulah tiba tiba Ong It sin teringat akan tiga jago dari Tiong lam pay buru buru tanyanya lagi.   "Apakah selanjutnya kalian masih akan berkelahi lagi dengan ketiga orang jago Tiong lam pay itu?"   "Ay sian telah berpesan agar kami jangan bertarung lagi"   Jawab Tiang bi lo yau.   "tentu saja kami harus menjual muka kepadanya Ong It sin menjadi sangat girang setelah mendengar perkataan itu, serunya.   "Kalian benar benar orang baik!"   Sementara pembicaraan masih berlangsung, secara beruntun mereka telah melewati enam tujuh buah bukit.   Saat itulah pelan pelan Be Siau soh sadar kembali dari pingsannya.   Ia merasa tubuhnya sedang dibopong orang dan terasa nyaman sekali.   Pada mulanya dia masih mengira dirinya menjadi tawanan orang, diam diam ia telah menyiapkan sebatang jarum bercun untuk menusuk lengan orang, akan tetapi ketika diketahuinya orang itu tak lain adalah Ong It sin, buru buru ia membatalkan niatnya.   Sementara ia masih terheran heran, mendadak terdengar olehnya suara dari Tiang bi lo yau berkumandang tak jauh dari sana.   "Sahabat Ong, kami telah mendapatkan sebuah gua yang kering dan bersih, cepatlah kemari!"   Mendengar suara itu, Be Siau soh segera mengenalinya sebagai suara Tiang bi lo yau, pemimpin dari Jit sia cap si yau, diam diam merasa terkejut sekali.   Apalagi setelah melirik kesamping dan ditemukan keempat belas siluman itu lengkap berada di sana, hatinya semakin tercekat.   "Aduh celaka empat belas siluman itu komplotan semuanya berada disini... apa yang telah terjadi?"   Setelah termenung sejenak, pikirnya lebih jauh.   "Jangan jangan kami sudah terjatuh ke tangan komplotan siluman tersebut...?"   Yang dimaksudkan sebagai kami sudah barang tentu dia dan Ong It sin. Pada saat itulah Ong It sin telah mengiakan, sambil menghampiri siluman perempuan berambut putih ia berkata.   "Tampaknya kalian bersaudara betul betul berniat membantuku, budi kebaikan ini entah bagaimana caranya kubalas dikemudian hari?"   "Membantu orang adalah pekerjaan yang paling menggembirakan, apalah artinya bantuan sekecil ini? Sahabat Ong, kau tak usah terlalu memikirkannya dihati"   Setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh.   "Mari kita percapat langkah kita, jangan biarkan Tiang bi sian toako menunggu terlalu lama!"   Be Siau soh dapat mengikuti semua pembicaraan itu dengan amat jelasnya, dengan cepat ia dapat mengambil kesimpulan apa gerangan yang sesungguhnya telah terjadi. Pikir dihati.   "Sudah pasti Ong toako dibodohi mereka lagi. Hmm! Manusia macam empat belas siluman itu mana mungkin suka menolong orang lain? SUdah pasti tujuannya adalah untuk mencuri pedang Hu si kiam, sarung Cian nian liong siau dan kitab pusaka Sang yang kiam hoat. Dengan kekejaman mereka berempat beals itu berarti keselamatan jiwa kami berdua amat terancam. Aku tak boleh membongkar dulu rencana busuk mereka, lebih baik berlagak pilon saja sambil menunggu kesempatan baik untuk menghancurkan rencana mereka itu!"   Berpikir sampai disitu, ia lantas memejamkan kembali matanya pura pura belum sadar.   Begitulah, diiringi empat belas siluman dari tujuh selat, sampailah Ong It sin didalam sebuah lembah yang bentuknya menyerupai sebuah buli buli...   didasar lembah itulah gua tersebut terletak Ketika Ong It sin dengan membopong Be Siau soh masuk ke dalam gua tersebut, Tiang bi lo ya telah melapisi permukaan tanah dengan selembar kain baju, katanya.   "Sahabat Ong, cepat baringkan nona Be disitu jangan biarkan dia masuk angin!"   "Aaah, mana boleh kugunakan bajumu sebagai alas tidur?"   Seru Ong It sin tertegun.   "Dengan segala tulus hati aku ingin bersahabat denganmu"   Ucap Tiang bi lo yau dengan wajah serius.   "apakah cuma persoalan sekecil inipun aku tak boleh memberikan kepadamu? Sobat Ong jangan jangan kau masih menganggap kami sebagai orang jahat?"   Ong It sin yang jujur tak sanggup menangkap perkataan lawan terpaksa ia berseru berulang kali"   "Aaah...! Mana, mana..."   Sambil berkata ia lantas membaringkan tubuh Be Siau soh diatas alas pakaian tersebut. Untuk melenyapkan kecurigaan musuhnya, cepat cepat Tiang bi lo yau memberi tanda kepada teman temannya sambil berkata.   "Beristirahatlah kalian diluar gua, biar lohu dan Ciu Kiu koh yang berjaga disini"   Sebab ia berkata dia lantas membuat api unggun dimulut gua tersebut.   Yang dimaksudkan sebagai Ciu Kiu koh tak lain adalah siluman perempuan berambut putih, ia merupakan otak dari komplotan tersebut, sudah barang tentu bisa dipahami pula maksud hati dari pemimpinnya.   Maka dengan sikap yang serius dia berjaga dimulut gua, gayanya yang serius dan bersungguh sungguh membuatnya mirip seorang malaikat perempuan.   Melihat sikap siluman-siluman itu, Ong It sin merasa berlega hati.   Kewaspadaan dan rasa was was yang semula masih menyelimuti hatinya, kontan saja tersapu lenyap dari dalam hatinya.   Ia mencoba memeriksa denyutan nadi Be Siau soh; ternyata detak jantungnya normal, hanya anehnya gadis itu masih tetap berada dalam keadaan tidak sadar, karena tak tahu apa yang harus diperbuat, pemuda itu menghela napas dan duduk termenung disisinya.   Angin berhembus kencang diluar gua membawa udara yang sangat dingin, tapi suasana dalam gua itu sangat hangat karena disitu ada api unggun yang memberikan kehangatan.   Ong It sin adalah seorang manusia yang sama sekali tidak berakal setelah menaruh kepercayaan kepada keempat belas siluman dari tujuh selat tersebut, maka dia pun tidak menaruh curiga lagi terhadap mereka.   Apalagi sesudah melakukan perjalanan seharian penuh, badan yang penat membuat pemuda itu segera tertidur pulas.   Baru saja terlelap tidur nyenyak, mendadak didengarnya Be Siau soh berbisik.   "Ong toako, cepat bangun! Jangan sampai tertidur..."   Waktu itu Ong It sin sudah tertidur pulas ketika dibangunkan oleh Be Siau soh, dengan kaget ia membuka matanya lalu bersiap siap untuk berteriak. Dengan cepat Be Siau soh menutup mulutnya dengan tangan, kemudian bisiknya.   "Jangan berteriak, jika kau sampai menjerit maka nyawa kita berdua bakal musnah disini!"   Selapis rasa tidak percaya segera menghiasi wajah si anak muda itu. Dengan cepat Be Siau soh berbisik kembali.   "Kau sudah tertipu oleh keempat belas siluman dari tujuh selat, jangan dianggap mereka benar benar ingin bersahabat denganmu, tujuan mereka tak lain adalah untuk merampas kotakmu itu mengerti?"   Ong It sin membungkam diri, tapi dari sorot matanya dapat diketahui kalau ia masih sangsi. Tentu saja Be Siau soh dapat menangkap suara hati pemuda itu, ia menjadi sangat gelisah.   "Apakah kau tidak percaya kepadaku?"   Akhirnya ia berseru. Ong It sin kuatir gadis itu marah kepadanya, buru buru dia berkata.   "Siau soh, kau suruh aku berbuat apa?"   "Ong toako, dengarlah perkataanku"   Ucap Be Siau soh dengan suara lembut.   "jika Tiang bi lo yau menyerbu kedalam gua nanti dan melancarkan serangan kepada kita, maka kau jangan sungkan sungkan lagi terhadap mereka, cakar orang orang itu dengan jari sakti Sin siancimu itu!"   Ong It sin masih saja setengah percaya setengah tidak, pikirnya.   "Bukankah Tiang bi lo yau baik sekali kepada kami? masa secara tiba tiba bisa timbul niat jahatnya kepada kami?"   Malahan ia beranggapan bahwa gadis itu terlalu banyak curiga.   Sekalipun demikian diapun mau tak mau harus berjaga juga, untuk membuktikan apakah dugaan dari Be Siau soh itu benar atau tidak, iapun lantas berpura-pura mendengkur.   Jangan dilihat dia itu bodoh, ternyata gayanya untuk berpura pura cukup meyakinkan suara dengkurannya yang keras dapat terdengar sampai tempat kejauhan.   Mendengar suara dengkuran itu, Tiang bi lo yau dan Pek huat li yau saling berpandangan sekejap sambil tertawa, maksudnya saat yang dinantikan telah tiba.   "Untuk mencegah segala kemungkinan yang tak diinginkan"   Ujar Tiang bi lo yau.   "lebih baik panggil lo sam dan lo su untuk bersama sama masuk ke dalam gua, beritahu kepada mereka agar bekerja sama secara baik! Sedangkan sisanya berjaga jaga di mulut gua"   Tampaknya siluman perempuan berambut putih ini sangat mengagumi lotoanya, ia berbisik.   "Toako, kau memang hebat!"   "Jangan kuatir, bila berhasil nanti, kau adan aku berhak untuk menggunakannya terlebih dahulu"   Tak lama kemudian, siluman perempuan berambut putih Ciu Kiu koh telah muncul kembali sambil membawa segenap saudara saudaranya. Kepada Tok gan yau (siluman bermata tunggal) dan Toa tau yau (siluman berkepala besar) ujar Tiang bi lo yau.   "Apakah perkataanku sudah disampaikan oleh ji moay kepada kalian berdua...?"   Dua orang itu segera mengangguk. Tiang bi lo yau segera berpesan lebih jauh "Persiapkan segenap senjata tajam kalian bila sasaran sampai kabur, siapa teledor dialah yang harus bertanggung jawab."   Serentak para siluman menyumbat mulut gua tersebut rapat rapat.   Tiang bi lo yau dengan membawa siluman perempuan berambut putih, siluman bermata tunggal dan siluman kepala besar segera menyerbu masuk ke dalam gua.   Tiang bi lo yau berjalan dipaling muka, kurang lebih setengah kaki kemudian dari sasarannya dia memanggil dengan lirih.   "Sobat Ong! Sobat Ong!"   Walaupun sudah dipanggil berulang kali, ternyata ia tidak menjawab. Melihat itu, siluman perempuan berambut putih segera menutup mulutnya sambil tertawa "Toako, kau terlalu banyak curiga!"   Katanya. Tiang bi lo yau tidak menjawab perkataan itu, ia segera memberi tanda, serentak para siluman itu mengambil posisi masing masing dan menggerakkan senjatanya siap membacok. Tiba tiba Ong It sin bergumam.   "Siau soh, Siau soh, kita tak akan dibunuh oleh para siluman bukan...?"   Seruan itu segera membuat keempat orang siluman itu menjadi terperanjat, serentak mereka mundur selangkah kebelakang. Tapi sesudah menggeliat sebentar, Ong It sin membalikkan badannya dan tertidur kembali. Kontan saja Tiang bi lo yau mendamprat.   "Maknya, sialan, aku masih mengira bocah keparat ini telah sadar tak tahunya cuma lagi bermimpi!"   Serentak mereka berempat bergerak maju kembali, senjata mereka yakni sebuah tombak untuk Tiang bi lo yau, sebilah golok besar dari siluman bermata tunggal, sebuah seruling baja dari Ciu Kiu koh siluman perempuan berambut putih dan sebuah Sam kiat kun dari siluman berkepala besar segera diayunkan kembali siap melepaskan serangan.   "Sobat Ong!"   Kata Tiang bi lo yau dengan suara lirih.   "jangan kau salahkan kalau lohu berhati kejam, siapa suruh kalian membawa mustika yang tak ternilai harganya? Nah, selamat jalan!"   Selesai berkata, diiringi desingan suara yang amat tajam, keempat buah senjata itu segera diayunkan bersama ke bawah.   Diantara berkelebatnya cahaya golok dan bayangan seruling, dua kali jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan keheningan, dua sosok bayangan tubuh segera berguling diatas tanah.   Yang tewas bukan Ong It sin dan Be Siau soh, melainkan siluman bermata tunggal serta siluman berkepala besar.   Mereka sudah terhajar oleh jarum beracun ekor lebah yang dilancarkan oleh Be Siau soh.   Sementara Tiang bi lo yau serta siluman perempuan berambut putih pun kena dihantam oleh tenaga pukulan Ong It sin sehingga tubuhnya mencelat keluar dari gua itu.   Perubahan yang terjadi ini sungguh diluar dugaan siapapun, bahkan mimpi pun Tiang bi lo yau dan siluman perempuan berambut putih tak pernah menyangka.   Sejak awal sampai akhir mereka selalu menganggap Ong It sin sebagai manusia paling tolol di dunia ini, sedang Be Siau soh mereka anggap masih tak sadarkan diri, dalam keadaan demikian maka untuk merenggut nyawa mereka berdua akan lebih gampang daripada mengambil barang dari dalam saku sendiri.   Siapa tahu, ternyata dua orang sasaran mereka telah melakukan persiapan yang cukup matang.   Setibanya diluar gua, Tiang bi lo yau segera berteriak mencaci maki dengan suara lantang.   "Dua orang laki perempuan anjing, tak nyana kalian berani menggunakan siasat untuk membunuhi losam dan losu... Hmm! Dendam berdarah ini segera akan kami tuntut balas!"   Be Siau soh tertawa cekikikan.   "Huuuh...! Kau bicara jangan terlalu tekebur, untuk merobohkan kami disaat masih tertidur nyenyak saja kalian tak mampu, apalagi setelah mendusin dari tidur seperti sekarang ini, itulah berarti saat kematian untuk kalian telah tiba!"   "Bila tahu diri, cepat persembahkan pedang Hu si ku kiam dan kitab pusaka Sang yang kiam hoat tersebut kepada kami, seru siluman perempuan berambut putih dengan nyaring, bukan saja kami bersedia mengampuni jiwa kalian, bahkan mengijinkan pula kepada kalian berdua untuk mempelajari bersama isi kitab pedang tersebut"   "Masalah kalian tidak berniat untuk membalaskan dendam bagi kematian adik angkatmu?"   "Asal kalian berdua mau menyerah, aku si nenek menjamin tak akan mengganggu seujung rambut kalianpun!"   "Bisa dipercaya tidak perkataanmu itu?"   "Kalau kurang percaya, kenapa tidak bertanya sendiri kepada Tiang bi lo yau?"   Be Siau soh lantas berpaling ke arah Tiang bi lo yau, kemudian tanyanya.   "Apakah kau pun setuju dengan janjinya itu?"   Tiang bi lo yau tak tahu kalau nona tersebut mempunyai tujuan lain, ia segera mengangguk.   "Yaa, aku setuju!"   Be Siau soh segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalian hendak membohongi siapa dengan ucapan tersebut? Kalau dendam sakit hati dari saudara sendiripun bisa dilepaskan, dimana pula letak kepercayaan kalian?"   "Betul manusia manusia itu memang terlalu keji,"   Kata Ong It sin.   "andaikata kau tidak membangunkan aku dari tidur tadi, mungkin selembar jiwaku sudah melayang ditangannya"   Sekarang Tiang bi lo yau baru tahu kalau urusan telah digagalkan oleh Be Siau soh, saking geramnya dia sampai menggertak giginya kencang kencang.   "Perempuan lonte, jadi kau yang merusak rencana baikku? Rekan rekan dengarkan semua, apa pun yang harus kita korbankan, pada malam ini juga kita harus singkirkan lonte ini dari muka bumi"   Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Para siluman segera berteriak keras, ada tiga empat orang diantaranya segera menyerbu kedalam gua dengan garangnya.   Be Siau soh tertawa dingin, tangannya segera diayunkan ke depan, belasan betang jarum beracun ekor lebah dengan membawa kerlipan cahaya tajam langsung meluncur ke depan.   Dua orang siluman yang bergerak masuk lebih dulu itu adalah Lak ci yau (siluman berjari enam) The In wan serta Hui tui yau (siluman kaki terbang) Ong Kong cu.   Belum sampai setengah kaki mereka menyerbu ke dalam gua, masing masing sudah terhajar telak oleh sambitan jarum beracun itu, diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, kontan saja mereka roboh binasa.   Dengan demikian dari empat belas siluman yang ada, kini tinggal sepuluh orang yang masih hidup.   Betul kawanan siluman itu bertekad ingin membalas dendam, akan tetapi setelah menyaksikan kelihayan dari jarum beracun itu, keder juga hati mereka.   Siluman perempuan berambut putih Ciu Kiu koh segera berkata.   "Lonte busuk ini terlampau keji, kita hadapi saja mereka berdua dengan serangan senjata rahasia pula"   "Betul, betul!"   Seru semua siluman lainnya "Menggunakan senjata rahasia memang merupakan suatu tindakan yang sangat tepat kata Hek sim yau (siluman hati hitam) Pek Kiu hong "tapi dalam gua itu terdapat sudut mati, tempat itu tak mungkin bisa dicapai oleh senjata rahasia kita, jika kita musti menyerang dari tempat luar, bisa sia sia belaka usaha kita itu"   "Lantas apa pendapatmu lo kiu?"   Tanya Tiang bi lo yau kemudian.   "Menurut pendapat siaute, lebih baik kita gunakan asap lebih dulu untuk paksa mereka keluar dari gua tersebut, kemudian baru menyambit mereka dengan senjata rahasia, aku yakin kedua orang bangsat itu pasti tak akan sanggup untuk menghindarkan diri"   "Hebat, hebat, suatu usul yang sangat hebat"   Tiang bi lo yau sambil manggut manggut "selama ini aku dan ji moay selalu mempunyai banyak akal, tak nyana akal lo kiu jauh lebih hebat dari kami semua"   Maka merekapun membagi tugas untuk melaksanakan rencana keji itu...   Tak lama kemudian kawanan siluman itu telah mengumpulkan ranting dan dahan kering dari sekitar sana, mereka menumpuk bahan bakar dimulut gua lalu membakarnya, setelah itu dengan pukulan telapak tangan, dahan dahan yang sudah terbakar itu dikirim masuk kedalam gua.   Dalam keadaan begini, Ong It sin serta Be Siau soh betul betul terjepit, mereka mulai batuk batuk karena napasnya sesak.   Kedua orang itu mulai sadar bahwa tempat ini sudah tak bisa dipertahankan lebih lama lagi.   "Siau soh, apa daya kita sekarang?"   Tanya Ong It sin. Be Siau soh yang biasanya banyak akal sekarang menjadi gelagapan juga dibuatnya.   "Siau soh, bagaimana kalau aku menerjang keluar lebih dulu?"   Usul pemuda itu sambil membusungkan dadanya. Be Siau soh sendiripun sadar bahwa tempat ini sudah tak bisa dipertahankan lagi maka ujarnya.   "Begini saja. Kau melindungi aku didepan sedang aku melancarkan serangan dengan jarum meracun ekor lebah dari belakang, yang paling penting ketika menerjang keluar nanti adalah melindungi tubuh kita sendiri, mengerti?"   "Aku tahu!"   Dalam pada itu asap tebal telah menggulung masuk ke dalam gua bagaikan amukan gelombang, para siluman itu mengira siasat mereka pasti akan mendatangkan hasil yang diharapkan, caci maki dan seruan seruan tekebur sudah terdengar.   Siapa tahu pada saat itulah, mendadak Ong It sin dan Be Siau soh menerjang keluar dari balik gua dengan garangnya.   Suasana menjadi kalut dan gelagapan, dalam keadaan tidak menyangka, sambitan senjata rahasia dari Be Siau soh segera melukai kembali tiga orang siluman.   Itupun serangan dilancarkan dengan membabi buta karena sepasang matanya tak sanggup dipentangkan, coba kalau serangan dilancarkan dengan mata terbuka, niscaya akan lebih banyak lagi korban yang berjatuhan.   Ong It sin yang berada dibarisan terdepan dengan cepat menjadi sasaran pula bagi musuh musuhnya.   Pelbagai senjata rahasia beterbangan kian kemari meluncur kearah tubuhnya.   Meskipun ia tak pandai bersilat, namun ayunan tangannya yang mengawur mendatangkan juga tenaga pukulan yang maha dahsyat, sebagian besar senjata senjata rahasia itu berhasil dipukul rontok olehnya.   Sekalipun ada juga satu dua diantaranya menghajar diatas badannya, itupun tidak meninggalkan luka apa apa, sebab tubuhnya saat itu lebih keras daripada baja.   Kenyataan ini semakin memecahkan nyali tujuh orang siluman lainnya yang masih hidup.   Tiang bi lo yau segera berteriak keras.   "Saudara saudara sekalian, tak usah menghambur hamburkan senjata rahasia dengan percuma, hadapi mereka dengan senjata tajam!"   Senjata berduri yang terbuat dari baja asli itu khusus merupakan senjata tajam penjebol tenaga dalam, diiringi desingan tajam ia langsung membacok tubuh Ong It sin.   Tampaknya si anak muda itu segera akan terluka diujung senjatanya.   Untuk disaat yang kritis Be Siau soh menariknya ke belakang sambil membentak.   "Tiang lo bi yau, sambutlah sebuah tusukan jarum beracun ekor lebahku ini!"   Jarum beracun ekor lebah merupakan salah satu dari tiga macam senjata rahasia terhebat didunia persilatan, Tiang lo bi yau cukup mengenali akan kehebatannya, dengan perasaan terkesiap buru buru ia membuyarkan serangan sambil menghindar ke samping.   Dengan begitu, maka serangannya yang tertuju ke tubuh Ong It sin pun menyambar tempat kosong.   Menghadapi ancaman semacam itu, naik pitam juga Ong It sin dibuatnya, sambil mementangkan jari tangannya ia menubruk ke depan sambil bersiap siap melakukan cengkeraman.   Dengan perasan tercekat Tiang lo bi yau segera melompat mundur ke belakang untuk menghindarkan diri.   Tok ciok yau (siluman bertanduk tunggal) Gan Yau membentak keras, dengan ruyung bajanya dia hantam bahu Ong It sin keras keras.   ooooooo O d w Oooooooo "Braaak...!"   Serangan tersebut bersarang telak dibahu lawan.   Tapi kenyataannya, bukan saja serangan itu tidak berhasil melukai musuhnya, malahan daging hidup yang tumbuh diatas kepalanya kena dicengkeram oleh Ong It sin dengan Sin sian ci nya yang amat tajam itu, darah segar segera bercucuran membasahi sekujur tubuhnya.   Karena kesakitan ia menjerit keras, sepasang kakinya menendang alat kelamin pemuda itu.   Sebodoh bodohnya Ong It sin, dia juga tahu kalau alat kelamin adalah bagian yang mematikan ditubuh orang.   Dengan perasaan gugup tangan kanannya segera ditarik kebelakang keras keras.   Sungguh mengerikan akibatnya, bukan saja daging hidup diatas kepala siluman itu terbelah robek, bahkan sewaktu jari sin sian ci tersebut menyambar lewat dari kening kirinya, biji matanya segera tersambar pula hingga robek.   Ia menjerit keras, saking sakitnya pucat pias wajahnya, segenap tenaganya terasa punah dan otomatis tendangannya juga tidak mendatangkan hasil apa apa.   Tiang pit yau (siluman berlengan panjang) Cho Heng membentak keras, sepasang lengannya direntangkan, kemudian dengan jurus ji liong ciu cu (sepasang naga berebut mutiara) secepat kilat ia mengorek sepasang mata Ong It sin.   Menghadapi sambaran tangan musuh, serta merta Ong It sin miringkan kepalanya untuk menghindar.   Gagal mengorek mata orang, Tiang pit yau merubah serangannya menjadi cengkeraman.   "Breet...!"   Ia sambar pakaian kumal anak muda itu hingga robek.   Ketika kelima jari tangannya menyentuh lengan musuh, ia segera merasakan tangannya seperti mencengkeram diatas batu cadas, segulung tenaga pantulan yang keras membuat kelima jari tangannya tergetar patah menjadi beberapa bagian.   "Bocah goblok, kau berani melukai dua orang saudaraku?"   Bentak Tiang bi lo yau amat gusar.   Diiringi kilatan cahaya perak, senjata durinya langsung menusuk ke depan berulang kali.   Beberapa luka segera timbul ditubuh Ong It sin betul hanya luka luar, akan tetapi cukup membuat pemuda tersebut bermandi darah segar.   Tiang bi lo yau ikut terkesiap juga melihat hasil yang dicapainya, dalam sangkaannya semula, serangan tersebut tentu akan membinasakan lawannya, siapa tahu hanya luka luar yang diderita pemuda itu.   Yang paling memusingkan kepalanya adalah sambitan sambitan jarum beracun dari Be Siau soh, dalam waktu singkat ia telah kehilangan kembali dua orang rekannya yakni siluman perut besar dan siluman bungkuk.   Kini, dari empat belas siluman yang semula hidup ada enam orang sudah tewas dan dua orang terluka parah.   Yang belum terluka sekarang adalah siluman tua beralis panjang, siluman perempuan berambut putih, siluman berhati hitam, siluman berpunggung baja, siluman berkaki panjang dan siluman orang lautan.   Melihat anak buahnya banyak yang jatuh korban, Tiang bi lo yau makin kalap, ia menitahkan rekan rekan untuk menyerang lebih ganas lagi...   Be Siau soh mulai gelisah, tiba tiba teriaknya;   "Ong toako, cepat pergunakan pedang Hu si kiammu itu!"   Ong It sin mencabut keluar pedang Hu si kiam dari dalam kotak, tapi karena tak tahu cara penggunaannya maka dia hanya menggerakkannya kesana kemari secara ngawur.   Pedang Hu si kiam memang sebilah pedang mustika yang luar biasa hebatnya, serentetan cahaya merah dengan cepat memancarkan ke empat penjuru, sinar berkilauan yang memancar keluar dari ujung pedangnya itu ternyata mencapai tujuh depa panjangnya.   Kawan siluman itu menjadi ketakutan setengah mati, buru buru mereka menyingkir ke samping untuk menyelamatkan diri.   Hanya siluman berhati hitam Pek Kiu hong yang tak mau mundur ia terlalu kesemsem dengan pedang tersebut, meski kemudian ia mundur juga dengan hati terkesiap, sayang tindakannya itu terlambat setindak, tubuhnya segera tersambar hingga kutung menjadi dua bagian.   Darah segar dan kutungan badan segera berhamburan ke empat penjuru, keadaannya betul betul mengerikan.   Mula mula kawanan siluman itu agak tertegun menyusul kemudian sambil menjerit kaget mereka melarikan diri terbirit birit meninggalkan tempat itu.   Sekalipun pedang Hu si ku kiam, sarung pedang Cian nian liong siau serta kitab pusaka Sang yang kiam hoat merupakan benda benda mustika yang besar sekali daya tariknya, mereka tak berani untuk memikirkannya kembali.   Bahkan siluman bertanduk tunggal Gan Yan yang terluka parah pun tak sampat ditolong.   Menyaksikan keadaan luka yang diderita Gan Yan, serta biji matanya yang melotot keluar itu, timbul rasa sesal dihati Ong It sin, ia lantas bertanya kepada Be Siau soh;   "Kau punya obat luka luar?"   Be Siau soh mengira pemuda itu hendak mengobati luka sendiri, buru buru jawabnya.   "Ada!"   Sambil memberikan sebuah botol warna hijau kepada pemuda itu, katanya lagi.   "Ong toako, inilah bubuk Ban ing seng cian san yang amat mustajab, mari kuobati lukamu itu"   "Tidak aku bukan ingin mengobati lukaku sendiri"   Jawab Ong It sin sambil menyambut botol obat itu.   "apalah artinya luka sekecil ini bagiku? Aku hendak menghentikan darah yang mengalir ditubuh sahabat she Gan ini, kalau dia sampai mati, tentu sedih pula hatiku!"   Paras muka Be Siau soh segera berubah sambil menarik muka katanya.   "Kau bilang apa? Kau hendak menggunakan obatku untuk menyembuhkan lukanya?"   "Apa tak boleh?"   "Tidak!"   Jawab Be Siau soh sambil merampas kembali botol obat itu.   "kau toh tahu kalau mereka hendak mengobati musuh besar..."   "Siau soh, tak apa kan berbuat sosial?"   Saking mendongkolnya alis mata Be Siau soh sampai berkenyit, serunya dengan gusar.   "Kau tahu, apa akibatnya bila lukanya itu diobati?"   "Masakah dia akan membunuhku untuk membalas dendam?"   "Kau anggap manusia manusia cecunguk semacam ini bisa membalas budi? Setelah sembuh dengan lukanya nanti, bukan cuma mata kananmu saja yang bakal dicukil, mata kirimu pun bisa jadi akan dicukil pula, malahan besar kemungkinan akupun tak akan dilepaskan."   Belum habis dia berkata, siluman bertanduk tunggal yang berbaring ditanah itu sudah berseru dengan penuh kebencian.   "Lonte busuk, tak nyana kau begitu memahami akan diri kami, hmm! Bila ada kesempatan, akan kucincang tubuhmu menjadi berkeping keping."   Ong It sin yang mendengar perkataan itu segera mengerutkan dahinya. Sedangkan Be Siau soh segera tertawa katanya.   "Nah, bagaimana dengan perkataanku? Sudah kau dengar sendiri bukan...?"   Ong It sin manggut manggut.   "Apakah kau masih ingin mengobati lukanya?"   Tanya gadis itu lagi.   "Kalau dia mau membalas dendam, maka itu adalah urusan belakangan, sekarang..."   Saking mendongkolnya, sebelum si anak muda itu sempat menyelesaikan kata katanya Be Siau soh telah membanting botol obat itu ke atas tanah, teriaknya.   "Kau tak usah banyak bicara lagi, kalau ingin menolong dirinya, sana tolonglah sendiri!"   Sambil melengos, dia tidak memandang si anak muda itu lagi.   Ong It sin gelengkan kepalanya berulang kali, dipungutnya botol obat itu kemudian membubuhkan bubuk Ban ing seng cian san tersebut diatas luka siluman bertanduk tunggal, malahan dia merobek pula bajunya untuk membalut luka tersebut.   Siluman bertanduk tunggal meski ganas, ia bukan seorang yang bodoh, semula dia mencaci maki pemuda itu lantaran dalam anggapannya pihak lawan tidak berniat sungguh sungguh untuk menolongnya, melainkan cuma berniat untuk menggodanya saja, sebab sebodoh bodohnya orang tak nanti dia akan melakukan perbuatan seperti ini.   Siapa tahu Ong It sin betul betul goblok nya macam kerbau, apa yang diucapkan ternyata benar benar dilakukannya, sudah barang tentu siluman bertanduk tunggal tak akan menampik kebaikan itu.   Itulah sebabnya sewaktu Ong It sin membubuhkan bubuk obat itu diatas lukanya, dia hanya berdiam diri belaka.   Parah sekali luka dideritanya itu, untuk mengobati luka luka tersebut, Ong It sin telah menghabiskan semua isi botol itu.   Sudah tahu habis, ternyata Ong It sin mengembalikan juga botol kosong Itu kepada Be Siau soh, tak heran kalau gadis itu segera membuangnya jauh jauh sambil mengomel.   "Buat apa menyimpan botol kosong"   Ong It sin menjadi tersipu, ia sedikit merasa tidak enak karena telah menghabiskan obat miliknya. Sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu siluman bertanduk tunggal sudah melompat bangun sambil berseru.   "Selama gunung nun hijau, air sungai tetap mengalir, kita jumpa lagi lain waktu"   "Berhenti!"   Hardik Be Siau soh. Mendengar bentakan itu, siluman bertanduk tunggal menjadi terkesiap, bukan berhenti dia malahan mempercepat larinya kabur meninggalkan tempat itu. Be Siau soh tak mau berdiam disini ia segera menyusul dari belakangnya...   "Siau soh!"   Cepat cepat Ong It sin menarik tangannya.   "kalau bisa mengampuni orang, ampunilah, biar dia kabur!"   Dengan mangkel Be Siau soh melirik sekejap kearahnya, kemudian berkata.   "Kalau ingin menjadi orang baik, suatu hari kau pasti akan menderita kerugian besar"   Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Ong It sin tidak ambil peduli perkataan itu, malahan katanya.   "Kalau menderita rugi, orang baru akan maju, aku percaya kalau menderita kerugian adalah suatu kejadian yang jelek"   Be Siau soh menjadi teringat kembali akan perbuatannya dimasa lalu yang selalu merugikannya, tapi pemuda itu tak pernah menunjukkan rasa dendam atau benci kepadanya, diam diam ia menjadi agak menyesal.   Cepat cepat ia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya.   "Ong toako, sekarang fajar sudah hampir menyingsing, mengapa kita tidak meninggalkan saja lembah ini?"   "Baik!"   Maka berangkatlah kedua orang itu meninggalkan lembah tersebut.   Ketika sinar matahari sudah muncul di angkasa, sampailah kedua orang itu disuatu bukit.   Be Siau soh diam diam memperhatikan si anak muda itu, ketika dilihatnya ia berpakaian dekil, berambut kusut, persis seperti seorang pengemis, timbul perasaan iba dalam hatinya.   "Siau soh!"   Tiba tiba Ong It sin berkata.   "jika aku berhasil membalaskan dendam bagi ayahku mari kita mencari sebuah tempat yang indah, membangun sebuah rumah dan hidup bersama disana. Aaaa... waktu itu, dihalaman luar rumahku akan kuberi pagar bambu, didalam pagar bambu kutanam bebungaan, Siau hok Siau liok bermain petak. Siau siu, Siau si mengejar kupu kupu, aku bertani, kau bertenun, ooh... sungguh tenang kehidupan seperti itu! sukakah kau dengan kehidupan semacam ini?"   "Siau liok siau siu? Darimana datangnya mereka?"   Be Siau soh berpura pura tidak mengerti.   "Tentu saja anakmu dan anakku!"   "Kau yakin kalau aku akan melahirkan anak untukmu...?"   Tanya gadis itu sambil cemberut.   "Kemarin bukankah kau telah berkata: '...bahkan seluruh tubuhku menjadi milikmu...' mau mungkir lagi?"   Dugaan pemuda itu memang benar pikiran gadis itu memang kembali berubah.   Ia sudah terbiasa hidup senang dan mewah, mana mungkin mau hidup sederhana ditempat yang terpencil? Kemarin, ia dapat berkata demikian karena ia sedang terpengaruh oleh emosi.   Ambil contoh saat ini, dengan kecantikan wajahnya yang harus berjalan mendampingi seorang pemuda jelek yang dekil dan miskin, apakah pasangan ini serasi? Ia merasa hal tersebut hanya akan menurunkan derajat sendiri saja...   Tentu saja kata-kata tersebut tak dapat dia ucapkan kepada si anak muda itu, karena dia pasti akan sedih bila mengetahuinya.   Lagipula gadis itu memang mempunyai suatu rencana tertentu, dia harus bertindak dengan lebih berhati hati.   Sebab itulah sambil tertawa manis, katanya.   "Tajam amat daya ingatmu!"   "Urusan sepenting ini, mana mungkin bisa kulupakan?"   Sementara itu, mendadak dari hadapan sana muncul seorang sastrawan berusia setengah umur.   Sastrawan itu mengenakan jubah panjang berwarna hijau dengan langkah tubuh yang sangat ringan, sebilah pedang tersoren diatas punggungnya.   Ong It sin segera kenali kembali sastrawan itu sebagai sahabat karib pamannya yang bernama Long tiong tay hiap (pendekar dari zhucuan) Coa Thian tam.   Coa Thian tam pernah memuji mujinya setinggi langit, karena itu Ong It sin menaruh kesan yang sangat mendalam terhadapnya, maka ketika berjumpa dengannya, ia segera berteriak dengan gembira.   "Coa tayhiap!"   Mendengar teriakan itu, Coa Thian tam segera berhenti, lalu ujarnya cepat.   "Maaf kalau aku tidak dapat mengingat kembali siapakah dirimu?"   "Coa tayhiap, masa kau lupa? Si dewa perak Li Liong kan pamanku...!"   "Oooh, kiranya Ong lote, sungguh kebetulan sekali, aku memang sedang mencari jejakmu kesana kemari"   "Ada urusan apa kau datang mencariku?"   "Lote, masih ingatkah kau dengan perkataanku tempo hari, aku hendak memperkenalkan kau dengan seorang paderi lihay"   Ternyata Ong It sin tidak memberikan reaksi yang cukup hangat, dia cuma menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Aaah, aku kan sudah bilang, aku enggan menjadi seorang hwesio!"   Serunya.   "Menjadi muridnya toh belum tentu musti mencukur rambut menjadi seorang hwesio"   Ong It sin segera menggaruk garuk kepalanya sambil tertawa bodoh, ujarnya.   "Kalau tidak disuruh menjadi seorang hwesio sih urusan ini boleh dirundingkan kembali, cuma aku sangat bosoh, malah Ay loko sewaktu mengajarkan satu jurus silat kepadaku pun belum pernah berhasil kuyakinkan secara baik"   "Siapakah Ay loko itu?"   Be Siau soh segera menimbrung.   "Coa tayhiap, pernahkah kau mendengar tentang seseorang yang bernama Dewa cebol?"   "Tentu saja,"   Jawab Coa Thian tam dengan terkejut.   "konon orang ini punya selera humor yang tinggi!"   "Nah, orang itulah yang dimaksudkan oleh Ong toako!"   "Oooh... sungguh besar amat rejeki Ong lote!"   Ketika berbicara sampai disini, mendadak timbul kecurigaan dalam hatinya, ia merasa Be Siau soh yang begini cantik kenapa bisa melakukan perjalanan bersama seorang bocah dungu semacam Ong It sin? Karena ingin tahu, dia lantas bertanya.   "Kalau begitu nona adalah..."   Sebelum ia sempat menyelesaikan kata katanya, Ong It sin telah memperkenalkan "Dia adalah... adikku, Be Siau soh, nona Be!"   Sebetulnya hendak mengatakan dia sebagai calon istrinya, tapi lantaran Be Siau soh mencubit pantatnya secara tiba tiba maka terpaksa dia harus merubahnya menjadi adik.   Sudah barang tentu keadaan itu tidak terlepas dari penglihatan Coa Thian tam.   Selain itu, diapun lantas teringat kalau Be Siau soh adalah putrinya si kelabang hitam Be Ji nio, sudah cukup tersohor kekejamannya dalam dunia persilatan.   Tapi iapun merasa tidak mengerti, kenapa perempuan cabul yang licik dan keji ini bisa tertarik kepada Ong It sin yang ketolol tololan itu...? "Sudah pasti ada suatu sebab tertentu yang membuat ia bersedia mendekati pemuda itu."   Demikian ia berpikir. Belum sempat ia menyelidiki sebab musababnya tiba tiba terdengar Be Siau soh berkata sambil tertawa merdu.   "Coa tayhiap kau membawa rangsum...?"   Agaknya ia merasa lapar sekali. Buru buru Coa Thian tam mengeluarkan rangsum kering dan dibagikan kepada Ong It sin serta Be Siau soh untuk mengisi perut.   "Aduh mak, kering begini rangsumnya?"   Seru Be Siau soh lagi dengan kening berkerut.   "mana mungkin aku bisa menelannya?"   "Biar kucarikan air untukmu"   Seru Ong It sin dengan cepat.   "kalau dimakan dengan air tentu tidak akan seret lagi"   Seusai berkata dia lantas putar badan dan meninggalkan tempat itu untuk mencari air.   "Hey tolol amat kamu ini"   Teriak Be Siau soh "kalau tidak kau bawa tempat air ini, dengan apa kau akan ambil air tersebut?"   "Waah... aku memang tolol"   Seru Ong It sin sambil menepuk batok kepala sendiri.   "harap Coa tayhiap jangan mentertawakan"   "Tiada orang yang tidak tolol didunia ini, apa yang perlu ditertawakan...?"   Sahut Coa Thian tam.   Setelah menyambut tempat air itu, Ong It sin segera berlalu dari situ.   Menanti bayangan tubuh dari Ong It sin sudah lenyap dari pandangan mata, Be Siau soh baru menghampiri Coa Thian tam, sambil mengangsurkan rangsum kering itu kepadanya, dia berkata.   "Coa tayhiap, kau tak usah sungkan sungkan, hayo terimalah pemberianku ini..."   Dari tingkah laku orang, Coa Thian tam tahu kalau gadis itu sedang berusaha untuk merayunya agar masuk perangkap. Sebagai seorang lelaki sejati, sudah barang tentu tidak mudah Coa Thian tam jatuh terpikat olehnya, buru buru dia menyahut.   "Aku tidak lapar..."   Be Siau soh segera tertawa cekikikan.   "Lantas sampai kapan kau baru akan merasa lapar?"   Tanyanya. Sepatah kata dengan dua arti, sungguh merupakan suatu tantangan untuk bermain cinta yang merangsang hati. Diam diam Coa Thian tam mengerutkan dahinya menyaksikan tingkah laku gadis tersebut, pikirnya.   "Perempuan siluman, kau berani merayu aku?"   Buru buru dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya.   "Nona Be, coba lihatlah, Ong lote telah membawakan air untukmu...!"   Gerakan tubuh Ong It sin benar benar cepat sekali, secepat sambaran kilat dia lari mendekat kehadapan mereka berdua.   "Coa tayhiap"   Katanya sambil tertawa haha hihi.   "coba kau lihat, bagaimana dengan ilmu meringankan tubuhku?"   "Baru berpisah berapa waktu, kau betul betul sudah peroleh kemajuan yang pesat sekali"   Be Siau soh kontan melotot sekejap kearahnya.   "Goblok! Mempamerkan diri didepan orang pintar, apakah kau tidak malu ditertawakan oleh tayhiap?"   "Coa tayhiap bukan manusia semacam itu, dia tidak akan mentertawakan aku..."   Buru buru Ong It sin menjawab sejujurnya. Be Siau soh segera mendengus dingin.   "Hmm... rupanya kalian adalah sahabat karib!"   Serunya. Ia lantas melengos kearah lain dan tidak memandang kearah mereka lagi. Ong It sin menjadi tertegun, dia mengira kedatangannya terlalu lambar, maka buru buru kantong air itu diserahkan kepadanya seraya berkata.   "Siau soh air ini bersih dan segar sekali, kalau tidak percaya cobalah sendiri... Kalau menurut suara hati Be Siau soh, dia ingin sekali cepat cepat pergi meninggalkan kedua orang itu, tapi diapun merasa enggan untuk melepaskan pedang mustika Hu si ku kiam dengan begitu saja, maka pikirnya dihati: Kalau hendak pergi meninggalkan mereka, aku harus menunggu sampai ia berhasil mendapatkan mustika itu lebih dulu... yaa untuk mewujudkan keinginanku ini, aku harus baik baik bersikap kepadanya, jangan ia keburu menaruh kecurigaan kepadaku"   Berpikir sampai disitu dengan suara manja sengaja dia berkata.   "Hmm! Siapa suruh kau tidak cepat cepat pulang kembali, bikin hati orang merasa kuatir saja"   "Kau menguatirkan diriku?"   Tanya Ong It sin. Ditatapnya sekejap pemuda itu dengan penuh rasa mesrah, kemudian jawab si gadis.   "Aku kuatir kalau kau sampai berjumpa lagi dengan kawanan siluman tersebut, jika barang barangmu sampai dirampas kan berabe?"   "Jangan kuatir"   Jawab Ong It sin dengan penuh rasa terima kasih.   "sekalipun aku tak pandai bersilat, kalau tak bisa menangkan mereka, toh aku masih bisa kabur?"   "Kalau kau bisa berbuat demikian, sia sia saja aku menguatirkan dirimu tadi!"   Perempuan ini memang pandai sekali merayu, kata katanya selalu lebih manis daripada gula. Tiba tiba Ong It sin merasa tidak sepantasnya untuk mendiamkan Coa Thian tam seorang diri, maka buru buru ia berkata.   "Coa toako, suhu yang hendak kau perkenalkan kepadaku itu tinggal dimana?"   "Tidak terlalu jauh letaknya disini, dalam sebuah kuil kuno diatas puncak bukit Hadankorli!"   "Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang juga"   "Sekarang juga berangkat memang lebih baik, cuma apakah nona Be bersedia untuk mengiringi perjalanan kita ini?"   "Tak maupun terpaksa harus mau"   Jawab Be Siau soh.   "masa aku mau ditinggal seorang diri ditengah perbukitan yang terpencil seperti ini?"   "Kalau memang demikian, hayolah kita berangkat sekarang juga"   Maka sambil bergerak cepat, Coa Thian tam berjalan lebih dulu dipaling depan. Sedangkan Ong It sin dan Be Siau soh mengikuti dibelakangnya.   "Ong toako, bisa dipercayakah temanmu itu ditengah jalan Be Siau soh bertanya.   "Coa toako adalah seorang pendekar besar kalau diapun tak bisa dipercaya, maka didunia ini tak ada yang bisa dipercaya lagi"   Setelah berhenti sejenak, diapun bertanya.   "Kau menaruh curiga kepadanya?"   "Itulah penyakit lamaku, suka menaruh curiga kepada orang yang barusan kukenal, tapi kalau kau memang berkata demikian, akupun merasa hatiku lebih lega lagi"   Mereka bertiga meneruskan perjalanannya dengan cepat menuju ke arah depan.   Dalam satu hari, mereka telah melewati sembilan bukit tiga belas lembah, dan sampailah diatas bukit Hek mao po.   Sementara perjalanan sedang dilangsungkan, tiba tiba dari belakang sebatang pohon besar muncul seorang pemuda tampan yang berwajah putih bersih.   Sambil menunjukkan sekulum senyuman aneh, pemuda itu menghadang jalan pergi mereka, kemudian menegur.   Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Siau soh, akhirnya kau berhasil kutemukan kembali!"   Seraya berkata ia siap maju ke depan untuk memeluk tubuhnya. Ketika Be Siau soh mengenali orang itu sebagai Sangkoan Bu cing yang pernah mempermainkan dirinya, kontan saja ia berkerut kening.   "Sudah ditemukan lantas kenapa? Bukakah kua sudah bilang kalau aku telah tua?"   "Waktu itu aku sedang terpikat oleh beberapa ekor siluman rase sehingga lupa daratan, padahal kaulah yang kucintai... aku telah bertekad bila berhasil menemukan dirimu, maka kita akan kembali keperkampungan Bwe lim ceng untuk menikah... tahun ini kau berusai dua puluh empat tahun, dibandingkan dengan aku masih lebih muda tiga tahun tujuh bulan, kalau kau saja sudah tua, bukankah akupun sudah menjadi kakek tua...?"   Sebetulnya Be Siau soh enggan mempedulikan dirinya, tapi pada dasarnya Sangkoan Bu cing memang memiliki wajah yang tampan dan membuat orang merasa senang dengannya, ditambah lagi dia pandai merayu, hal mana kontan saja membuat semua kemendongkolan gadis tersebut tersapu lenyap hingga tak berbekas lagi.   Sekalipun perasaannya sudah mulai tergerak, namun diluaran ia masih juga berlagak marah, katnaya;   "Hmmm...! Siapa yang mau percaya dengan perkataan setanmu itu...?"   Sangkoan Bu cing segera mengangkat sumpah, katanya.   "Jika aku berani mempunyai pikiran jahat atau tidak tulus kepadamu, biar aku dikutuk mati mengenaskan!"   Buru buru Be Siau soh menutupi mulutnya, lalu mengomel.   "Siapa suruh kau bersumpah dihadapanku?"   "Kalau tidak begitu, sekalipun kukorek keluar hatiku, belum tentu kau suka mempercayainya?"   Diam diam, Be Siau soh memperbandingkan dia dengan Ong It sin, akhirnya setelah termenung sekian lama, ia putuskan untuk menerima kembali pernyataan cinta dari pemuda ganteng ini. Dengan suara lirih dia lantas berbisik.   "Kau tak usah bersumpah lagi, aku percaya dengan perkataanmu!"   Kalau begitu, berpisahlah dengan mereka.   "Apakah kau masih akan mengincar sesuatu benda? Apakah kau belum mau melepaskannya sebelum berhasil mendapatkannya?"   Tanya Sangkoan Bu cing dengan wajah tertegun.   "Kau memang pintar sekali, sekali tebak lantas berhasil menduganya, betul pedang mustika Hu si ku kiam dan sarung pedang Cian nian liong siau memang masih berada ditangan sitolol itu"   "Aaah...! Apalah artinya sebilah pedang bobrok bila dibandingkan dengan seorang gadis ayu yang cantik jelita dan genit seperti kau? Lebih baik tak usah diurusi pedang bobrok itu lagi"   Sengaja Sangkoan Bu cing merayu.   "Tampaknya sekarang kau benar benar telah mencintaiku..."   Kata Be Siau soh.   "cuma pedang itu adalah mustika didunia, seorang tolol tak pandai bersilat macam diapun sanggup mengobrak abrik empat belas siluman dari tujuh selat, apalagi ditangan orang berilmu? Inilah kesempatan yang sangat baik untuk kita, bagaimana jika kau tunggu dulu sampai aku berhasil mendapatkan benda itu lebih dulu?"   "Siau soh, kekasihku kalau tidak berhasil yaa sudahlah jangan terlalu dipaksakan!"   Bisik Sangkoan Bu cing lembut. Semakin pemuda itu berkata demikian semakin bernapsu Be Siau soh ingin mendapatkan pedang mustika tersebut. Dengan suara dalam ia berpesan.   "Tunggulah aku ditengah jalan sana!"   Selesai berbisik, ia sengaja berseru dengan suara keras.   "Meskipun Ong toako bukan seorang lelaki berwajah tampan, tapi hatinya baik sekali, aku tak akan tertipu lagi olehmu... selamat tinggal...!"   Selesai berkata, ia lantas melompat ke hadapan Ong It sin.   Semenjak melihat kemunculan Sangkoan Bu cing, Ong It sin sudah merasakan hatinya sangat tidak tenang, dia kuatir Be Siau soh akan meninggalkan dirinya lagi.   Siapa tahu bukan saja gadis itu tidak pergi mengikuti pemuda tampan itu, sebaliknya malahan menampik ajakannya.   Betapa terharunya dia setelah mendengar perkataan si nona yang menolak ajakan Sangkoan Bu cin secara tegas tegas itu.   Saking girangnya, tanpa ragu ragu lagi dirangkulnya Be Siau soh kedalam pelukan kemudian berseru.   "Kau baik sekali..."   Ong It sin memang bodoh dan tak pandai berbicara, ia tak dapat mengutarakan isi hatinya itu dengan kata kata.   Sekuat tenaga Be Siau soh meronta dari pelukannya, tapi tak berhasil melepaskan rangkulannya yang kuat itu, dengan mencibirkan bibirnya ia lantas berseru.   "Ong toako apakah kau tahu kalau disini masih ada orang lain...?"   Sesudah mendengarkan perkataan itu, Ong It sin baru melepaskan rangkulannya.   Ketika berpaling ke arah Coa Thian tam, ternyata pendekar dari Zhucuan ini tahu diri juga sambil bergendong tangan ia sedang memandang awan diangkasa dan berlagak seakan akan tidak melihatnya.   Meski begitu, merah juga selembar wajah Ong It sin karena jengah, dengan suara lirih ia berbisik.   "Coa toako, mari kita berangkat!"   "Siapakah orang itu?"   Tanya Coa Thian tam kemudian.   "Orang ini adalah kenalan kami dulu, kalau dibicarakan mungkin Coa toako pun merasa tak terlalu asing, sebab dia adalah putra Bwe hoa kiam khek Sangkoan Ceng yang bernama Sangkoan Bu cing!"   "Konon bocah itu adalah seorang lelaki hidung bangor, tampaknya memang tak salah kata orang"   Ucap Coa Thian tam lagi.   Seraya berkata, dia melanjutkan kembali perjalanannya menuju kedepan...   oooOdwOooo Menjelang magrib, sampailah mereka di depan sebuah kuil kuno yang sudah lama tak berpenghuni.   Untuk mengisi perut, Coa Thian tam memburu dua ekor kelinci dan tiga ekor ayam alas.   Dengan mengumpulkan ranting kering, mereka pun memanggang hasil buruan itu ditengah ruangan kuil.   Ketika bersantap, ternyata secara diam diam Be Siau soh telah menyisihkan separuh bagian ayam panggang dan sebuah paha kelinci.   Melihat itu, Ong It sin segera bertanya.   "Buat apa kau menyisihkannya? Besok Coa toako kan bisa memburu lagi untuk kita"   Be Siau soh mengerling sekejap ke arahnya, kemudian menjawab.   "Belakangan ini setiap menjelang tengah malam, perutku selalu terasa amat lapar, maka aku perlu menyisihkannya untuk mengisi perut bilamana perlu... kau masih belum cukup?"   "Oooh... tidak, tidak, sudah cukup!"   Sahut Ong It sin sambil menggoyangkan tangannya berulang kali. Rembulan telah muncul dari balik awan sinar yang redup menyinari seluruh permukaan tanah. Tiba tiba Ong It sin menuding ke arah kotak besi itu sambil berkata.   "Coa toako tahukah kau apa isi kotak besi yang selalu kubawa bawa ini...?"   Baru habis ia berkata, buru buru Be Siau soh mengerling kepadanya berusaha mencegah pemuda itu bicara lebih lanjut, tapi karena tak sempat lagi, terpaksa dengan gemas ia mencubit paha pemuda itu.   Ong It sin berkulit tebal, sekalipun cubitan itu tidak terasa sakit, toh ia memandang keheranan juga kepadanya sambil bertanya;   "Siau soh mengapa kau mencubit diriku?"   Be Siau soh tahu kalau si tolol ini sama sekali tak berotak, maka jawabnya.   "Aku menyaksikan ada seekor laba laba hendak menggigitmu, kau tahu jika sampai tergigit laba laba tersebut, kau bisa mampus"   Ketika Ong It sin berpaling, betul juga, diatas tanah memang benar benar tergeletak seekor laba laba yang telah mampus, dengan begitu kecurigaannya pun lenyap tak berbekas. Sementara itu Coa Thian tam telah menjawab.   "Sudah sejak pertama kali tadi aku merasa keheranan, mengapa kau selalu membawa bawa kotak besi yang tampaknya sangat berat itu, kalau lote bersedia memberitahukan kepadaku tentu saja akan kudengarkan dengan gembira"   Dengan bangga Ong It sin berkata.   "Kau tahu dalam kotak ini bukan saja berisikan sebilah pedang Hu si ku kiam dan sarung pedang Cian nian liong siau, lagi pula terdapat pula se   Jilid kitab pusaka Sang yang kiam hoat!"   Sambil berkata, ia lantas membuka penutup kotak besi itu.   Sebagai salah seorang dari Ih lwe su eng (empat orang gagah dari dalam jagad), sudah barang tentu Coa Thian tam cukup mengetahui akan berharganya beberapa macam benda tersebut iapun tahu bahwa satu macam saja dari benda itu sudah dapat membuat orang tergiur, apalagi tiga macam benda mustika berada bersama dalam satu kotak, tak heran kalau hatinya merasa terkejut sekali.   Ia menerima angsuran pedang itu diloloskan dari sarungnya, cahaya merah yang menusuk pandangan segera memancar keempat penjuru.   "Pedang bagus! Pedang bagus!"   Pujinya. Setelah mempermainkannya sebentar, ia mengembalikan pedang berikut sarungnya itu kepada Ong It sin. 00ooodwooo-00   Jilid 18 DENGAN wajah penuh kegembiraan ia menyerahkan pula kitab pusaka Sang yang kiam hoat itu kepadanya untuk dilihat.   Coa Thian tam adalah seorang jago pedang yang termashur dalam dunia persilatan, setelah membaca kitab itu ia segera terpesona dibuatnya hingga untuk sesaat lamanya menjadi lupa daratan.   Yaa, hakekatnya jurus serangan yang tercantum dalam kitab itu memang amat lihay, tak heran kalau ia menjadi kesemsem dibuatnya.   Ong It sin yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa geli, serunya dengan cepat.   "E-eh... jangan jangan diapun seorang tolol seperti aku?"   "Jangan urusi dia, mari kita tidur!"   Kata Be Siau soh sambil menarik ujung bajunya.   Selesai berkata dia lantas berbaring dilantai.   Ia berbaring dengan sepasang kakinya setengah terbuka setengah tertutup, gayanya yang cukup merangsang ini segera membuat Ong It sin menjadi melamun tak karuan.   Tiba tiba terdengar Be Siau soh bertanya.   "Kuil ini ada setannya atau tidak?"   "Jangan kuatir, aku akan tidur disisimu!"   Seru Ong It sin.   "Jangan, kita bisa ditertawakan oleh Coa tayhiap"   "Bagaimana baiknya?"   "Letakkan pedangmu disisiku, dengan senjata ditangan, aku tak akan takut!"   "Aaah... aku memang betul betul amat tolol, kenapa aku lupa dengan pedang mustika ini?"   Setelah menerima pedang Hu si ku kiam dan sarung pedang Cian nian liong siau tersebut, Be Siau soh segera menggenggamnya ditangan dan memejamkan kembali matanya.   Waktu itu, Coa Thian tam sedang mengembalikan kitab pusaka Sang yang kiam hoat tersebut kepada Ong It sin, kedengaran pemuda itu segera berkata.   "Coa toako, simpan saja dulu disakumu, beberapa hari lagi kau baru kembalikan kepadaku!"   Be Siau soh yang belum tertidur menjadi mendongkolnya bukan kepalang, pikirnya.   "Ia betul betul seorang yang tolol, mustika macam apapun seakan akan tiada harganya ditangannya, ia betul betul menjengkelkannya!"   Sekalipun mendongkol juga tak ada gunanya, sebab bagaimanapun juga tak mungkin baginya untuk menghalangi niat pemuda itu apalagi merampasnya, diam diam ia menghela napas panjang.   "Aaai... yaa sudahlah!"   Ia bergumam.   Tak lama kemudian, Ong It sin dan Coa Thian tam telah tertidur nyenyak pulas sambil bersandar didinding.   Ketika yakin kalau kedua orang itu sudah pulas, diam diam Be Siau soh merangkak bangun, ia bermaksud untuk mencuri kitab pusaka Sang yang kiam hoat itu dari tangan Coa Thian tam.   Sayang kitab itu sudah disimpan Coa Thian tam dalam sakunya.   Tiba tiba dari luar kuil berkelebat lewat sesosok bayangan manusia, kemudian terdengar seseorang menegur dengan suara dalam.   "Siau soh, pedang mustika itu telah berhasil kau dapatkan?"   "Sudah!"   Jawab Be Siau soh sambil memperlihatkan pedang mustika Hu si ku kiam berikut sarungnya. Orang itu bukan lain adalah Sangkoan Bu cing, segera pemuda itu berseru kembali.    Pembakaran Kuil Thian Loksi Karya Kho Ping Hoo Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini