Pendekar Bego 31
Pendekar Bego Karya Can Bagian 31
Pendekar Bego Karya dari Can Sebelum kabur dengan suara keras dia menyumpah. "Bocah keparat she Ong, lohu bersumpah akan membalas dendam sakit hati ini tunggu saja tanggal mainnya!" Dalam waktu singkat, bayangan tubuhnya sudah lenyap ditempat kejauhan sana. Ong It sin pun memimpin semua orang turun dari bukit itu, ketika sampai didusun Beng bersaudara dengan memimpin para penduduk suku Cawa muncul disepanjang jalan menyambut kedatangan mereka. Apalagi ketika orang orang suku Biau itu mendapat tahu kalau kota Tok coa sia sudah musnah dan Thian tok tay ong melarikan diri mereka semakin kegirangan lagi Beng Jit Ciong segera maju sambil mengucapkan selamat ujarnya. "Ong lote dan nona Bwe benar benar merupakan tuan penolong dari suku kami mulai hari ini kami akan mengingat selalu jasa dari kalian berdua itu?" "Yaa, kami pasti akan mengukir wajah kalian sebagai tanda peringatan" Demikianlah hari ini Ong It sin berdua sebagai tamu agung dari segenap rakyat suku Cawa. Keesokan harinya, mereka bermaksud untuk meninggalkan tempat itu, tapi tuan rumah tidak membiarkan mereka pergi. Karena kehabisan daya, terpaksa Ong It sin bersama Bwe Leng soat dan Bwe Yau meninggalkan surat pada malam harinya dan diam diam meninggalkan tempat itu. Ketika Ong It sin dan kedua orang gadis itu pergi meninggalkan dusun tersebut, di bawah sinar rembulan tampak sesosok bayangan manusia munculkan diri dari balik kegelapan malam. Orang itu berperawakan tinggi besar dan berwajah pucat seperti patung pualam, sepasang alis matanya panjang bagaikan pedang dengan sebuah jubah putih yang bersulamkan gambar ular. Dia bukan lain adalah Thian tok Tay ong Hek lian Jin yang merupakan pemilik dari kota ular beracun. Sejak sarangnya dihancurkan oleh Ong It sin, mahluk tua itu sama sekali tidak pergi meninggalkan bukit Ko li koan san, dia sedang menunggu kesempatan untuk membunuh suku Cawa yang berada disitu, terutama sekali keluarga dari dua bersaudara Beng. Ketika menyaksikan bayangan punggung dari Ong It sin bertiga telah lenyap dibalik kegelapan sana, sambil tertawa dia lantas melayang turun ke tengah halaman rumah. Waktu itu kepala suku Beng sedang bercakap cakap dengan lima orang didalam ruang tengah, kadangkala tergema pula suara gelak tertawa yang amat riang. Terdengar seorang pemuda jangkung sedang berkata pada waktu itu. "Ayah, aku telah mengambil keputusan, besok aku akan mengangkat Ong tayhiap sebagai guru dan belajar ilmu darinya" Kepala suku Beng segera tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Beng Min, walaupun semangatmu sungguh mengagumkan, tapi caramu berpikir terlalu kekanak kanakan..." "Aku lihat Ong tayhiap sangat ramah, bila ananda memohon kepadanya, siapa tahu jika Ong tayhiap bersedia mewariskan dua tiga jurus kepadaku..." Seru Beng Min dengan tidak puas. Saat itulah terdengar suara seorang kakek yang lain berkata. "Aku rasa jalan pemikiranmu itu mungkin sukar untuk diwujudkan, kemarin aku dapat melihat, setelah persoalan disini selesai, mereka akan segera pulang ke daratan Tionggoan, andaikata mereka mau berdiam satu setengah hari saja disini, hal ini sudah lebih dari cukup, bayangkan saja, bagaimana mungkin dia mempunyai waktu untuk memberi pelajaran lagi kepadamu?" OoOd-wOoo "Ji siok, suku kita tak ada yang pandai bersilat" Kata Beng Min. "apa daya kita seandainya mahluk tua beracun itu muncul kembali di tempat kita?" Yang disebut sebagai Ji siok itu adalah Beng Jit Ciong. Ketika mendengar perkataan itu, mula mula hatinya merasa bergetar keras, kemudian sambil tertawa tergelak sahutnya. "Kota ular beracun sudah musnah, jago dari kota itupun sudah banyak yang mampus sekalipun mahluk tua itu datang lagi untuk mencari gara gara, asal kita gunakan segenap kekuatan yang kita miliki, belum tentu harus takut kepadanya!" Lim Hoa yang selama ini tidak berbicara apa apa, mendadak turut menimbrung. "Disekeliling tempat ini, kita sudah mempersiapkan panah panah berantai yang ujung panahnya beracun, bila ada sesuatu yang tak beres, tanda bahaya akan segera dibunyikan, jika mahluk tua itu hendak menyerbu masuk dengan mengandalkan ilmu silatnya, kita bisa saja menghadapinya dengan berondongan panah panah beracun, sekalipun dia itu seorang malaikat, rasanya sulit juga untuk meloloskan diri dari kematian..." Mendengar perkataan itu, semua orang segera bersorak memuji. "Siasat bagus... siasat bagus..." Siapa tahu belum habis ucapan tersebut disampaikan, mendadak dari depan ruangan muncul sesosok bayangan manusia, kemudian terdengar orang itu berkata. "Meskipun siasat itu bagus, sayang tak bisa dipergunakan lagi sekarang..." Dengan perasaan terperanjat semua orang berpaling, begitu tahu kalau orang itu adalah Thian tok tay ong Hek lian jin, kontan saja semua orang merasakan hatinya bergidik. Kepala suku Beng memang tak malu menjadi seorang pemimpin, hanya sejenak kemudian ia telah menjadi tenang kembali, tegurnya kemudian. "Hek lian sia cu, tak nyana kau bersedia untuk mengunjungi tempat kami, setelah datang mengapa tidak duduk dulu?" Thian tok tay ong tertawa seram. "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... tidak perlu" Sahutnya. "selesai bekerja, lohu masih harus berangkat kebukit Long sia san" "Urusan apakah yang kau selesaikan disini?" Tegur kepala suku Beng dengan kening berkerut. Thian tok tay ong mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, suara tertawanya itu penuh mengandung rasa dendam benci dan kebuasan. Selesai tertawa seram, katanya dengan dingin. "Tuan kepala suku, kau lagi berlagak pilon? Ataukah benar benar goblok...?" "Aku tidak mengerti dengan maksud perkataanmu itu!" "Kalau toh tayjin tidak mengerti, tampaknya terpaksa lohu harus membuka kartu!" Kepala suku Beng bukannya tidak mengerti sejak kemunculan mahluk tua beracun itu, dia sudah tahu kalau iblis itu datang dengan membawa maksud tidak baik. Cuma dia pun ada tujuannya dengan berlagak pilon tersebut, yaitu berusaha untuk mengulur waktu. Maka dengan suara lantang kembali kepala suku Beng berkata. "Lohu memang bodoh dan tak mengerti maksudmu, kenapa sia cu tidak buka kartu saja?" Paras muka Thian tok tay ong berubah menjadi amat berat, katanya. "Hari ini lohu baru tahu kalau nyali tayhin betul betul tidak kecil..." "Kalau nyali tidak kecil, mau apa kau?" "Bagaimana kalau aku membuka kartu..." "Silahkan..." "Lohu datang untuk menuntut balas bagi kematian ketiga ribu orang anggota kota ular beracunku!" "Apakah kau yakin kalau usahamu itu akan berhasil?" "Lohu tak pernah melakukan perbuatan yang tidak meyakinkan!" "Aaah, belum tentu demikian!" Jengek kepala suku Beng sambil tertawa dingin. "Tayjin masih mempunyai kemampuan apa untuk mencegah usaha lohu melakukan pembantaian?" Kepala suku Beng berkerut kening, sahutnya. "Meskipun lohu tidak mempunyai kemampuan apa apa, tapi tidak takutkah kau terhadap Ong sauhiap dan nona Bwe?" Mendengar perkataan itu, Thian tok tay ong segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... lohu mengira tayjin masih mempunyai kemampuan hebat apa lagi rupanya kau menggantungkan diri pada kemampuan lelaki perempuan yang masih berbahu tetek itu, hehhhmm... hehhhmm...!" Kepala suku Beng melirik sekejap ke luar ruangan, kemudian katanya. "Kau jangan keburu merasa bangga lebih dulu, siapa tahu kalau orang itu sudah berada disekitar tempat ini! Heeehhh... heeehhh... heeehhh... apa akibatnya bila berani menyalahi Ong sauhiap, aku rasa tentunya kau cukup mengerti bukan?" Sesungguhnya Thian tok tay ong baru berani menampakkan diri karena dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan Ong It sin bertiga telah pergi meninggalkan tempat itu, seharusnya dia sudah tak perlu menguatirkan apa apa lagi sekarang. Tapi semacam reaksi yang secara otomatis muncul dari dalam hatinya, membuat gembong iblis tersebut mau tak mau celingukan sendiri kesana kemari. Tapi yang dilakukan olehnya sekarang tak lebih hanya suatu tindakan yang dilakukan dalam sekejap saja. Ketika teringat olehnya kalau orang lain mungkin sudah berada tiga lima puluh li dari situ, kebuasan dan kebengisannya segera muncul kembali di atas wajahnya, sambil tertawa dingin dia berseru. "Kepala suku, kau tak usah mempergunakan Ong It sin si bocah keparat itu sebagai bahan untuk menakut nakuti lohu, jika kau sampai berpendapat demikian, maka perhitunganmu itu keliru besar!" "Maksudmu dia tak akan mampu menangkan dirimu?" "Berbicara terus terang, lohu adalah panglima perang yang pernah kalah di tangannya" "Lantas atas dasar apa kau berani mengatakan kalau perhitunganku ini keliru besar?" "Teorinya sederhana sekali, air yang jatuh tak dapat menolong api yang dekat!" Mendengar perkataan itu, tanpa terasa kepala suku Beng menjadi tertawa "Hek lian sia cu, mungkin kau tidak tahu kalau Ong sauhiap dan Bwe lihiap sekarang sedang bertamu disini?" "Hmm... kau tak akan bisa membohongi lohu" "Apakah aku perlu untuk mengundang kedatangannya?" "Aku rasa tidak perlu!" "Kenapa?" "Sebab orang sudah pergi tanpa pamit!" Begitu ucapan tersebut diutarakan, kontan saja segenap orang yang berada dalam ruangan menjadi terperanjat. "Aku tidak percaya!" Seru kepala suku Beng. "Kenapa tidak kau utus putramu untuk memeriksanya lebih dulu?" Kepala suku Beng segera menitahkan putranya untuk pergi ke kamar Ong It sin, alhasil dalam kamar itu tidak dijumpai orang yang dicari, tapi dimeja tertinggal sepucuk surat. Ketika membuka surat itu dan membaca isinya, paras muka anak kepala suku Beng berubah menjadi pucat pias, ternyata surat itu bertuliskan demikian. "Kepala suku Beng: Sudah cukup lama kami berada di wilayah Biau, entah bagaimana keadaan didaratan Tionggoan selama ini? Oleh karena kota ular beracun telah punah, maka terpaksa kami harus pergi tanpa pamit, harap kau bisa memakluminya... 00ooo-d^w-ooo00 Jilid 29 KEPALA suku Beng sungguh merasa putus asa setelah membaca isi surat tadi, dia baru sadar kalau selembar jiwanya benar benar terancam oleh mara bahaya. Thian tok Tay ong segera tertawa seram, katanya kemudian. "Nah, tayjin, sekarang sudah tahu jelas bukan keadaan yang ada didepan mata sekarang? Jangan salahkan jika lohu akan melakukan pembantaian secara besar besaran untuk membasmi segenap anggota sukumu!" Agaknya kepala suku Beng tak bisa berkata apa apa lagi, dengan cepat dia semakin kalang kabut. "Lohu bukan manusia yang takut mati, jika kau berani berbuat keji, maka kaupun tak akan bisa hidup amat didunia ini" "Apa gunanya menyumpah orang?" Seru Thian tok tay ong sambil mengangkat bahu. "apalagi kami orang hek to sudah terbiasa hidup diujung golok, siapa yang bisa menjamin suatu kematian yang tenang bagi diri sendiri? Lebih baik, jangan kau pergunakan kata kata semacam itu untuk menakut nakuti diriku" Beng Min dan Beng Cok yang mendengar ucapan tersebut menjadi naik pitam, mereka segera meloloskan goloknya sambil bersiap sedia melakukan terkaman ke depan. Sedangkan kepala suku Beng dan Beng Jit ciok juga telah meloloskan kampak dari dinding serta menyerahkan goloknya kepada Kim Hoa untuk turut serta dalam pertarungan itu. Thian tok tay ong tertawa seram, dengan kening berkerut serunya mengerikan. "Bagus, akan kubunuh kalian berlima lebih dulu, kemudian baru menyusul yang lain" Sepasang cakarnya segera direntangkan dan digetarkan ke udara, dalam waktu singkat bayangan cakar segera memancar ke empat penjuru dan mengurung kelima orang itu. Mendadak terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan, pertama tama Beng Cok yang terkena dicengkeram lebih dulu tepat pada ubun ubunnya, dengan kepala hancur ia tewas dalam keadaan mengerikan. Menyusul kemudian, Kim Hoa juga turut menjadi korban dan tewas dalam keadaan menyeramkan. Thian tok tay ong segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram dengan bangganya, dengan suara keras dia berseru. "Jika kalian berani memusuhi lohu, maka keadaan ini tak ubahnya seperti telur diadu dengan batu, dalam satu gebrakan saja aku sanggup membunuh tiga orang!" Sudah barang tentu apa yang diucapkan olehnya bukan kata kata mengibul, sebab didalam kenyataan dia memang memiliki kemampuan semacam itu. Beng Jit Ciong segera tampil ke depan, serunya dengan gagah. "Lohu bersedia untuk merasakan kelihayanmu itu!" Rasa gusar dan heran menyelimuti paras muka Thian tok tay ong yang serius, pikirnya kemudian. "Heran kenapa sikap bangsat tua ini dapat berubah menjadi begini? Apakah dia benar benar memiliki semangat untuk menghadapi kematian seperti pulang kerumah?" Ingatan tersebut hanya melintas sebentar didalam benaknya, kemudian dengan serius dia berkata. "Kalau toh kalian ingin cepat cepat mati, lohu akan segera menyuruh kalian merasakan kehebatanku..." Begitu selesai berkata, bagaikan pusingan angin puyuh dia sudah menggulung tiba. Dalam waktu singkat, seluruh angkasa bagaikan diliputi oleh berpuluh puluh ribu buah cakar setan yang bersama sama menyergap tenggorokan kepala suku Beng, Beng Jit Ciong dan Beng Min. Tapi pada saat ujung jari tangan Thian tok tay ong hampir menyentuh ditubuh ketiga orang itulah, mendadak ia merasakan jari tengah dan jari telunjuknya amat sakit seperti tersengat jarum, buru buru ia memeriksa jari tangannya... Ternyata diujung jari tangan itu masing masing telah tertancap sebatang duri yang kecil sekali. Siapakah orang itu? Kalau dilihat dari kemampuan orang itu untuk melukai orang tanpa menimbulkan suara dapat diketahui kalau tenaga dalam yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang luar biasa... Jangan jangan Ong It sin si bocah keparat itu telah balik kembali? Belum hilang ingatan tersebut, tiga sosok tubuh manusia telah berdiri didepan pintu. Ternyata mereka adalah Ong It sin beserta dua orang gadis she Bwe. Tak terlukiskan betapa kaget dan takutnya dia setelah melihat kejadian ini, tanpa banyak bicara dia lantas mengebaskan ujung bajunya, kemudian menerjang ke atas langit langit dan melarikan diri dari situ. "Orang she Ong!" Teriaknya dengan lantang. "lohu akan menjumpai dirimu lagi di daratan Tionggoan" Suara itu makin lama semakin kecil dan akhirnya sama sekali tak terdengar lagi. Berhasil meloloskan diri dari kematian, kepala suku Beng bertiga merasa amat berterima kasih sekali. "Apakah Ong tayhiap telah pergi...?" Beng Jit Ciong lantas menegur. Sebenarnya dia ingin bertanya mengapa pemuda itu balik lagi setelah pergi? Dengan nada minta maaf kata Ong It sin. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aaai... di daratan Tionggoan, sebenarnya kami masih mempunyai banyak urusan, karena itu tak bisa berdiam terlampau lama disini..." "Soal ini kami sudah tahu" Tukas kepala suku Beng. "tapi apa sebabnya pula Ong tayhiap bisa balik kembali ke sini?" "Ia merasa curiga karena sewaktu keluar dari pintu gerbang, seakan akan terdengar suara tertawa dingin" Kata Ong It sin sambil menunjuk ke arah Bwe Leng soat. "meski waktu itu tidak terasa sekali, tapi kemudian adik Soat merasa gelagat makin lama semakin tak beres, kami lantas menduga duga apakah mungkin mahluk tua itu telah bersembunyi disekitar sini kemudian datang mencari balas? Andaikata hal ini sampai terjadi, bukankah hal ini akan mengerikan sekali maka buru buru kami memburu kemari, sayang keadaan tetap terlambat, Kim Hoa dan Beng Cok telah tewas juga ditangan gembong iblis itu." "Yaa, mungkin inilah suratan takdir yang telah menentukan nasib mereka, untuk berterima kasih saja tak sempat, masa kami akan menyalahkan Ong tayhiap?" Sementara itu, Beng Jit Ciong telah menitahkan Beng Min untuk mengundang orang guna membereskan jenasah Beng Cok dan Kim Hoa. Karena terjadinya peristiwa ini, maka Ong It sin bertigapun terpaksa harus tinggal selama tujuh hari disitu. Selama tujuh hari ini, segala sesuatunya berjalan dengan tenang dan aman. Ong It sin belum juga merasa lega hati bersama Bwe Leng soat segera dilakukannya pemeriksaan yang seksama disekeliling tempat itu, tak lama mereka yakin betul kalau iblis tua itu sudah meninggalkan wilayah Biau, mereka baru mohon diri. Suatu hari, sampailah Ong It sin bertiga disebuah jalan raya yang menghubungkan kota Kung beng. Sepanjang tiada hentinya mereka menyaksikan lelaki berbaju merah yang melarikan kudanya cepat cepat melakukan perjalanan. Menyaksikan keadaan tersebut, Ong It sin lantas berpikir. "Mungkinkah dalam dua bulan yang teramat singkat ini daya pengaruh dari Ki thian kau telah membentang sampai diwilayah ini." Tapi ingatan lain segera melintas pula di dalam benaknya. "Aaah, mungkin saja mereka hanya segelintir anggota Ki thian kau yang secara kebetulan saja melewati tempat ini... kenapa harus kurisaukan sekali?" Karenanya dia lantas tidak memikirkan hal itu didalam hati. Bwe Leng soat maupun Bwe Yau juga enggan menyinggung masalah tersebut, mereka hanya menyimpan soal tadi didalam hati saja. Tiba di kota Kun beng, matahari telah terbenam. Merekapun mencari sebuah rumah penginapan untuk beristirahat. Kata Ong It sin kemudian. "Perjalanan yang kita lakukan hari ini cukup melelahkan, kita harus memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik baiknya untuk minum arak sampai puas" "Engkoh Sin, rupanya kau ingin meloloh kami sampai mabuk?" Seru Bwe Leng soat sambil mengerling sekejap kearahnya. "Bila adik Soat berkata begitu, baiklah kita masing masing memesan semangkuk daging sapi masak angsio saja!" Bwe Yau tidak setuju, katanya. "Aah, jangan begitu, tindakan begini berarti menyalahi perut sendiri, aku lebih suka mabuk..." "Adik Yau" Kata Bwe Leng soat dengan suara dalam. "tahukah kau, dia berniat melalap tubuh kita bila kita sudah diloloh sampai mabuk nanti?" "Cepat atau lambat dia toh suami kita, sekalipun dia ingin mencicipi kehangatan tubuh kita juga tak menjadi soal!" Bwe Leng soat segera mengeling sekejap kearahnya, kemudian serunya. "Aaah, kalau aku sih ogah!" Walaupun dia berkata demikian, tubuhnya selangkah demi selangkah menuju ke rumah makan. Diatas loteng tersebut, hanya ada enam tujuh tempat saja yang berisi tamu. Mereka bertiga lantas memilih tempat duduk yang dekat dengan jendela... Ketika mendongakkan kepalanya, Bwe Leng soat menyaksikan pelayan berbaju putih itu sedang kasak kusuk bersama orang yang sedang duduk dibelakang kasir, entah apa yang sedang mereka bicarakan, tapi sorot matanya berulang kali dialihkan kearah mereka bertiga. Ong It sin yang menyaksikan sang pelayan belum juga datang, lama kelamaan menjadi tak sabar, dengan gusar dia lantas memanggil. "Hei, pelayan, cepat kemari!" Pelayan berbaju putih itu buru buru berjalan mendekat dengan senyuman yang dibuat buat, katanya sambil membungkukkan badannya memberi hormat. "Khek koan hendak memesan sayur apa?" "Disini ada sayur apa saja yang paling lezat?" "Banyak sekali, misalnya ayam masak kecap, daging masak kecap, Ang sio bak, tahu masak daging, ikan leihi masak tausi..." Ia masih hendak berkata lebih jauh. "Cukup, cukup" Tukas Ong It sin. "sediakan saja beberapa macam sayur itu" "Araknya?" "Sediakan setengah kati arak Li ji ang!" Pelayan itu segera mengiakan dan berlalu untuk menyediakan alat untuk bersantap. Bwe Yau masih tetap melayangkan pandangannya keluar jendela, sedangkan Ong It sin mengawasi tamu tamu yang sedang bersantap dalam ruangan loteng rumah makan itu. Mendadak diatas loteng itu bertambah dengan dua puluhan orang jago persilatan. Mereka duduk berkelompok kecil dan tersebar disekeliling tempat duduk Ong It sin Suasana menjadi hiruk pikuk suara minta arak memesan sayur bercampur aduk tak karuan. Ong It sin tidak begitu memperhatikan, dia mengira orang orang itu adalah kawanan jago persilatan yang kebetulan saja mampir disana. Tak lama kemudian pelayan telah datang menghidangkan arak dan sayur, semua hidangan masih panas dan menyiarkan bau yang harum. Ong It sin memenuhi cawan kedua orang gadis itu dengan arak, kemudian sambil mengangkat cawan sendiri, katanya. "Adik Soat, adik yau, bagaimana kalau kita keringkan secawan arak...?" Belum sampai arak tersebut diteguk, Bwe Leng soat telah berbisik lirih. "Tunggu sebentar engkoh Sin!" "Ada apa adik Soat?" Ong It sin tertegun Dengan wajah serius Bwe Leng soat berkata. "Aku rasa rumah makan ini sedikit ada mencurigakan, lebih baik kita bertindak lebih berhati hati" Berbicara sampai disini, dia lantas melepaskan sebatang tusuk konde perak dan ditusukkan kedalam cawan arak tersebut... Ketika tusuk konde tersebut ditarik keluar, ternyata benda berwarna perak itu telah berubah menjadi hitam pekat. Semua orang menjadi amat terperanjat sehingga tanpa terasa berteriak keras. "Ada racun!" Sementara itu, sang ciankwee yang berada dibelakang meja kasir pun kelihatan kaget bercampur gugup, tapi hanya sekejap kemudian ia telah menunjukkan wajah yang menyeringai seram. "Bocah keparat" Katanya kemudian. "tak kusangka kalau kau begitu cekatan, cuma setelah kalian berada dalam rumah makan kami, hal ini sama artinya dengan memasuki pintu gerbang kui bun kwan, jangan harap bisa keluar dari sini dalam keadaan selamat!" Tak bisa disangkal lagi, tempat ini merupakan sebuah rumah makan gelap...! Mendengar ucapan itu, Ong It sin segera tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... hanya mengandalkan rumah makanmu ini, kalian kira mampu untuk membelenggu kami?" Dari bawah meja kasir sang ciangkwee tersebut mengeluarkan sebilah golok besar, kemudian katanya. "Jika kau tidak percaya, silahkan untuk mencoba coba!" Dalam waktu singkat semua tamu yang berada didalam rumah makan itu telah meloloskan senjatanya dan bersiap sedia disekeliling situ tampaknya pihak lawan telah mempersiapkan diri dengan sebaik baiknya... Ong It sin segera berkerut kening, tegurnya kemudian. "Siapa yang menjadi pentolannya?!" Dibelakang meja kasir segera terbuka sebuah pintu ruangan, dari situ muncul seorang kakek berambut merah, beralis mata kuning dan bermata hijau, dia mengenakan sebuah jubah panjang yang beraneka warna. Sambil melompat keluar, serunya dengan ketus. "Lohu yang membuka rumah makan ini, atau boleh dibilang lohu lah pentolannya, bocah muda, sudah mengerti sekarang?" Ong It sin hanya termenung sebab dia belum bisa mengingat ingat siapa gerangan kakek tersebut. Sebaliknya Bwe Leng soat segera berseru dengan kening berkerut. "Hm...! Hanya mengandalkan kau sam si ok sang (saudagar bengis berwarna tiga) Ciang Ban kim?" Diam diam agak terperanjat juga hati Ong It sin setelah mengetahui kalau lawannya adalah seorang gembong iblis yang bernama besar didalam dunia persilatan. Sam si ok sang Ciang Ban kim segera tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... selama malang melintang didalam daratan Tionggoan, hampir setiap jago baik dari golongan hitam maupun putih pada tunduk kepada diriku..." "Huuh, kalau memang jago kenamaan, mengapa masih kau gunakan cara licik macam begitu?" Merah padam selembar wajah si Saudagar bengis berwarna tiga Ciang Ban kim karena jengah, serunya kemudian dengan gusar. "Budak sialan, kau tahu apa? selamanya lohu tak sudi untuk turun tangan sendiri, aku hanya mendapat pesan dari seorang sahabat tuaku untuk membekuk kalian bertiga, itulah sebabnya terpaksa kami harus menggunakan sedikit tipu muslihat!" "Oooh... rupanya begitu" Kata Ong It sin. "akupun lagi merasa heran, kita tak punya dendam atau perselisihan apa apa, mengapa kau berniat untuk mencelakai kami?" ..Ada bagian yang hilang.. Setelah berhenti sebentar dia lantas bertanya. "Siapakah sobat lamamu itu?" "Dia tak lain adalah Thian tok tay ong Hek lian Jin, konon kota Tok coa sianya sudah kalian punahkan? Berdiri sebagai seorang teman sudah sepantasnya bila lohu membalaskan dendam baginya" "Sekarang usaha licik kalian mengalami kegagalan total apa pula yang hendak kau katakan lagi?" "Aku masih tetap akan merenggut nyawamu!" Sam si ok sang Ciang Ban kim menegaskan. "Takutnya kau punya keinginan tapi tenaga kurang!" "Jangan dianggap setelah menjadi muridnya kuil Sian gwan si dan Koan tiau kek maka kalian pandang remeh setiap orang? Setiap saat lohu dapat membekuk kalian semua" Sambil berkata selangkah demi selangkah dia berjalan menuju kedepan meja kasir sementara sinar matanya seperti sengaja tak sengaja melirik sekejap kearah sebuah tombol rahasia diatas dinding. "Hati hati kalau ada angin besar yang menyambar lidahmu!" Seru Ong It sin kemudian. Saudagar bengis berwarna tiga Ciang ban kim segera tertawa dingin, jengeknya. "Jika tidak percaya, lohu akan segera membekuk dirimu..." Belum habis berkata, tangannya telah menekan ke atas tombol rahasia diatas dinding tersebut. Asal tangannya menekan tombol itu, niscaya Ong It sin bertiga akan terjebak oleh alat rahasia dan jatuh ke dasar tanah. Siapa tahu, belum sampai jari tangannya menyentuh tombol, setitik bayangan merah telah menyambar datang dengan kecepatan luar biasa, kemudian... "Blam!" Terjadi ledakan keras yang diikuti dengan memancarnya cahaya api keempat penjuru. Walaupun Sam siok sang Ciang Ban kim berhasil melarikan diri dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna, tak urung bajunya turut terbakar juga sehingga hangus sebagian. Sebaliknya para penjahat lainnya banyak yang tak sempat menyelamatkan diri jeritan jeritan ngeri bergema memecahkan keheningan, tak sedikit diantara mereka yang tewas atau terluka. Pada saat itulah Ong It sin dan kedua orang gadis itu sudah melompat keluar lewat jendela. Tak selang berapa saat kemudian, seluruh bangunan rumah itu sudah hancur berantakan dan ambruk ketanah. Dengan suara lirih Ong It sin berbisik. "Kota Kun beng sia ini tak bisa didiami lagi, hayo kita berangkat melanjutkan perjalanan!" Dalam kegelapan malam yang mulai mencekam seluruh jagad, berangkatlah ketiga orang itu meninggalkan kota Kun beng. Sepanjang perjalanan mereka tempuh dengan kecepatan luar biasa... Suatu ketika tiba tiba Ong It sin bertanya. "Adik soat, aku ingin menanyakan dua hal kepadamu!" "Dua hal yang mana?" "Dari mana kau bisa tahu kalau didalam arak tersebut ada racunnya?" "Begitu masuk kedalam rumah makan tadi, aku telah menyaksikan pelayan tersebut kasak kusuk dengan sang kasir, aku lantas menduga kalau mereka mempunyai niat busuk, sejak saat itulah aku sudah memperhatikan dengan seksama, begitu kulihat disitu bertambah dengan dua puluhan orang tamu yang datang berbondong bondong, aku semakin curiga lagi, sebab hal ini tidak lazim terjadi, hingga kewaspadaanku pun tanpa terasa kutingkatkan..." Setelah mendengar penjelasan tersebut, Ong It sin baru memahami akan duduknya persoalan, maka diapun bertanya lebih lanjut. "Lantas kenapa kau melancarkan serangan maut terhadap Sam si ok sang secara tiba tiba dengan melepaskan sebutir peluru Siau gi tan? Apakah dengan mengandalkan kepandaian asli, kita tak akan mampu untuk mengalahkan dirinya?" "Dugaanmu itu keliru besar, bila bangsat itu tidak mempunyai suatu keyakinan, tak nanti akan mengucapkan kata kata seperti itu, jika tombol rahasia diatas dinding tersebut sampai dia pencet, niscaya kita semua akan terperangkap oleh alat jebakannya?" "Bagaimana cara menemukan hal ini?" "Bangsat itu sendiri yang memberitahukan hal tersebut kepadaku!" "Enci Soat, kau jangan bergurau," Seru Bwe Yau. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "semenjak keluar dari kamarnya, bangsat itu mengobrol cerita yang panjang dan tiada habisnya, kapan sih dia memberi tahukan hal itu kepadamu?" Bwe Leng soat memutar biji matanya lalu menjawab. "Sekalipun dia tidak memberitahukan kepadaku dengan mempergunakan kata kata, tapi matanya telah memberitahukan hal itu kepadaku!" OodoOoowo "Apa maksud dari ucapanmu itu?" Tanya Bwe Yau. "Begitu keluar dari pintu, seperti sengaja tak sengaja matanya telah melirik kearah tombol rahasia diatas dinding tersebut" "Darimana kau bisa tahu kalau benda itu adalah sebuah tombol rahasia...?" Tanya Ong It sin. "Gampang sekali alasannya, seandainya diatas dinding tersebut bukan dipasang alat rahasia yang sanggup untuk menjebak kita, mengapa dalam suasana seperti itu, ia tidak menengok ke arah lain?" Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh. "Ketika rumah makan itu ambruk, bukankah kita telah menemukan sebuah ruangan batu yang dalam sekali didalam tanah?" Setelah mendapat keterangan tersebut Ong It sin pun tak bisa bertanya lagi. Bersamaan itu pula, dia merasa kagum sekali atas ketelitian serta kecerdasan dari Bwe Leng soat. "Sekarang, kita sudah tahu kalau mahluk tua beracun itu mempunyai komplotan disepanjang jalan yang siap mencelakai kita setiap saat" Kata Bwe Leng soat lagi pula cara kerja mereka amat licik, bila kita sampai bertindak teledor maka besar kemungkinan kita semua akan terkena oleh jebakannya. "Enci Soat, bagaimana pula menurut pendapatmu?" Tanya Bwe Yau. "Untuk menghindari pelbagai kesulitan yang tidak diinginkan, lebih baik kita menyaru saja" Ong It sin yang pertama tama menyatakan persetujuannya lebih dahulu malah sambil menuding kearah hutan pohon siong ditepi jalan, katanya. "Tempat ini paling baik kalau digunakan sebagai tempat untuk menyaru...!" Seraya berkata dia lantas masuk lebih dulu ke dalam hutan itu diikuti oleh Bwe Yau dan Bwe Leng soat dibelakangnya. Ketika muncul kembali dari dalam hutan, mereka telah berubah menjadi tiga orang sastrawan berusia pertengahan. Malam itu mereka telah tiba dikota tian gi, waktu itu senja telah menjelang tiba. Untuk menghindari perhatian orang, Ong It sin sekalian hanya mencari sebuah rumah makan yang kecil. Meski rumah makan itu kecil, namun hidangannya amat lezat. Sambil mengangkat cawan araknya, Bwe Leng soat berkata. "Bagaimana kalau kita jangan minum lagi setelah menghabiskan cawan yang terakhir ini?" "Tidak bisa, aku harus menghormati tiga cawan arak lebih dulu kepadamu, kau jangan berusaha menghindarkan diri" Sementara mereka sedang ribut, dari depan pintu telah berjalan masuk seorang lelaki berkaki panjang. Dia mengenakan sepatu rumput dengan kepalanya mengenakan topi lebar terbuat dari anyaman bambu. Dilihat dari dandanannya itu, dapat diketahui kalau dia adalah seorang jago persilatan yang baru saja melakukan perjalanan jauh. Bwe Yau tidak begitu menaruh perhatian, tapi Ong It sin dan Bwe Leng soat menjadi terperanjat sekali. Ternyata kedua orang itu mengenali siapakah lelaki berkaki panjang itu, dia tak lain adalah Sin heng tay poo (pangeran berkaki sakti) Thay Lip. Ong It sin ingin menyapa, tapi segera dicegah oleh Bwe Leng soat sambil berbisik. "Tunggu sebentar, ada orang datang!" Ong It sin segera mendongakkan kepalanya, betul juga, didepan pintu rumah makan itu telah muncul empat orang kakek berbaju merah. Begitu melihat kemunculan keempat orang itu, paras muka Sin heng tay poo Thay Lip segera berubah hebat. Dia bangkit berdiri secara tiba tiba dan siap meninggalkan tempat itu... Sayang keempat orang kakek berjubah merah itu telah menghadang didepan pintu. Terdengar salah seorang kakek bermata besar berkepala singa dan berambut awut awutan itu tertawa dingin tiada hentinya, kemudian menegur. "Sahabat Thay, secara beruntun kau telah berhasil menghindari kejaran tujuh kelompok jago jago kami tak malu kalau dirimu mendapat julukan sebagai si kaki sakti, cuma... bagaimanapun kau berusaha untuk menghindarkan diri, jangan harap bisa meloloskan diri dari pengawasan perkumpulan kami, sekarang apakah kau masih ingin kabur lagi" Sin heng tay poo Thay Lip mendongakkan kepalanya dan berkata dengan suara hambar. "Aku tak lebih hanya seorang prajurit tak bernama didalam dunia persilatan, entah ada urusan apa perkumpulan kalian mengutus begitu banyak jago lihay untuk menghadang jalan pergi dari aku orang she Thay?" "Benar, hal ini mengherankan sekali" Pikir Ong It sin. "walaupun Sin heng tay poo memiliki sepasang kaki sakti yang bisa berjalan cepat, namun ilmu silatnya biasa saja kenapa pihak Ki thian kau enggan melepaskannya dengan begitu saja?" Sementara dia masih termenung, seorang kakek bercodet telah berkata dengan lantang "Kau tak usah berlagak pilon lagi, bukankah kau hendak berangkat ke wilayah Biau untuk menyampaikan kabar kepada Ong It sin?" Begitu ucapan tersebut diutarakan, tiga orang sastrawan berusia pertengahan yang berada disamping mereka menjadi amat terperanjat. Sin heng tay poo Thay Lip pun tidak menyangka kalau musuhnya akan berterus terang kepadanya, hingga ia tak bisa menghindarkan diri lagi setelah tertegun sejenak, katanya kemudian dengan gusar. "Sekalipun demikian, mau apa kau?" Kakek bercodet itu tertawa dingin tiada hentinya. "Tidak apa apa, kami hanya mendapat perintah dari kantor pusat untuk membekukmu dan mengirimnya ke bukit Leng sia san." "Hmm! hanya mengandalkan kalian Ciong lay su koay?" Dengus Sin heng tay poo dingin. "Ciong lay su koay?" Dengan cepat Ong It sin menjadi teringat kembali siapa gerangan keempat orang kakek itu, ternyata mereka adalah pencoleng pencoleng keji yang sudah banyak melakukan kejahatan dan pembunuhan brutal... Sementara ia teringat akan hal itu, kakek bermata besar itu sudah berkata lagi. "Kenapa? Memangnya lohu bersaudara masih belum sanggup untuk mengundang dirimu?" Sin heng tay poo Thay Lip gusar sekali biji matanya berputar sekejap ke sekeliling tempat itu, dengan cepat ia berhasil menemukan rencana bagus untuk melarikan diri dari situ, dengan suara dalam segera sahutnya. "Tentu saja, tentu saja..." Dibibir ia berkata demikian, kakinya segera bergeser dengan cepat melompat keluar dari pintu samping rumah itu. Tindakan yang dilakukannya itu boleh dibilang cepat sekali. Sayangnya, meski dia cepat, dua orang diantara Ciong lay su koay telah menduga sampai kesitu, dengan cepat mereka melompat ke depan dan menghadang jalan perginya sambil berseru. "Sobat Thay, buat apa musti terburu napsu? Percuma kalau ingin kabur sekarang" Tiba tiba Sin heng tay poo Thay Lip merasakan datangnya segulung tenaga pukulan yang sangat kuat menerjang dadanya, dengan gugup dia menghindarkan diri ke belakang. Entah dia sudah terdesak hebat atau karena timbul akal cerdiknya, ternyata Thay Lip telah menyembunyikan diri ke belakang ketiga orang sastrawan berusia pertengahan itu. Dengan suara lantang salah seorang dari ketiga orang sastrawan tersebut segera berkata kepada Sin heng tay poo Thay Lip. "Aku lihat cara berbicaramu sopan santun maju mundur tahu adat, jelas merupakan seorang Kuncu sejati, bagaimana kalau duduk sambil minum arak bersama?" Sin heng tay poo Thay Lip tahu kalau jalan mundurnya sudah tertutup, sesudah sangsi sebentar, diapun duduk dan menerima cawan arak itu. "Baiklah kuturuti permintaan anda!" Katanya. Sekali teguk dia menghabiskan isinya sampai habis kering, lagaknya santai, seakan akan dia sudah melupakan mara bahaya yang sedang mengancam didepan matanya itu. Agaknya ketiga orang sastrawan berusia pertengahan itu amat menggemari sikapnya itu, dengan cepat mereka memesan sayur dan arak lagi. Dalam pada itu, Ciong lay su koay juga mulai merasa lapar sekali, mereka tak berani bertindak dengan gegabah lagi, akhirnya keempat orang itupun memesan sayur dan arak. Sebab, pertama Sin heng tay poo tidak bermaksud untuk melarikan diri, kedua ketiga orang sastrasan berusia pertengahan itu pun dia tidak akan mampu melindungi keselamatan lawannya, maka dengan tenang merekapun turut makan minum. Siapa tahu, ketika selesai bersantap, ketiga orang sastrawan berusia pertengahan itu lantas menitahkan kepada pelayan untuk membuat rekening, setelah itu mereka mengajak Sin heng tay poo Thay Lip untuk melakukan perjalanan bersama. Sudah barang tentu Sin heng tay poo Thay Lip menerima tawaran itu dengan senang hati. Walaupun demikian, diapun merasa rada kuatir, sebab Ciong lay su koay adalah perampok perampok yang membunuh orang tanpa berkedip, andaikata ketiga orang sastrawan ini sampai menjadi korban, bagaimana jadinya? Berpikir demikian, ia menjadi sangsi, tapi salah seorang dari sastrawan berusia pertengahan itu segera menarik ujung bajunya sambil berbisik lirih. "Sobat, mari kita pergi! Malam ini kita harus berbincang bincang sampai pagi..." Karena tak bisa melepaskan diri dari cengkeraman orang, maka Sin heng tay poo Thay Lip terpaksa harus mengikuti dibelakang mereka untuk berjalan keluar dari rumah makan itu. Belum sampai beberapa langkah, tiba tiba terdengar Ciong lay su koay membentak keras dengan sorot mata bengis. "Sahabat Thay, berhenti kau!" Walaupun Thay Lip ingin berhenti, namun sepasang kakinya sudah tidak menuruti perkataannya dan melanjutkan langkahnya menuju ke depan sana. Terdengar sastrawan berusia pertengahan itu berkata. "Sobat, hubunganmu sungguh luas sekali banyak benar orang yang hendak mengajakmu pergi! Cuma, bukankah kau telah meluluskan permintaan kami lebih dulu untuk berkunjung kerumah kami? Maka kaupun tak usah mempedulikan orang lain lagi" Ucapan itu tak bisa disangkal lagi merupakan jawaban yang diturunkan kepada orang orang itu. Tak heran kalau Ciong lay su koay menjadi naik pitam! sambil membentak keras mereka menerjang ke depan dengan kecepatan luar biasa. Seorang menggerakkan tangannya untuk mencengkeram tubuh Sin heng tay poo sedangkan seorang yang lain menghajar punggung sastrawan berusia pertengahan. Pada detik yang terakhir itulah, mendadak terjadi suatu peristiwa yang sama sekali di luar dugaan... Si kakek bercodet Im Hu dan sikakek berkepala singa Si Siau thian bersama sama mendengus tertahan, bukannya berhasil dengan serangannya, malahan mereka kena digetarkan balik kebelakang dengan darah yang bergolak keras dalam dadanya. Kenyataan ini segera membuat keempat orang siluman itu berdiri termangu mangu macam orang bodoh. Terutama sekali siluman pertama Kakek Kuntilanak Ong Liau dan siluman kedua Kakek berusus dingin Ciang Pia hoo sebagai penonton, mereka tidak berhasil melihat dengan jelas bagaimana caranya kedua orang rekannya terluka. Dari sini dapat diketahui bahwa kesemuanya ini merupakan hasil karya dari ketiga orang sastrawan berusia pertengahan itu. Sementara sikakek bercodet Im Hu dan si kakek berkepala singa Si Siau thian telah mengatur napasnya untuk menekan pergolakan darah didalam dadanya, setelah itu teriaknya keras keras. "Lotoa, lojin, mari kita susul ketiga orang pelajar rudin itu!" "Apakah kalian tidak salah melihat," Kata Kakek Ciang Pia hoo. "Kami berdua kena dipentalkan oleh sastrawan jangkung itu, masa bisa salah? Belum pernah kami dengar ada manusia macam begitu dalam dunia persilatan, hayo kita kejar, coba lihat manusia macam apakah dirinya itu..." "Baik!" Tanpa banyak berbicara lagi mereka segera berangkat meninggalkan rumah makan itu dengan kecepatan luar biasa. Dalam anggapan mereka, Sin heng tay poo dan ketiga orang pelajar rudin itu sudah pasti telah pergi jauh, maka setibanya didepan rumah makan, dengan cepat mereka celingukan kesana kemari. Mendadak terdengar seorang menegur. "Hei, sobat apakah kalian sedang mencari aku?" Dengan terkejut keempat orang siluman itu membalikkan badannya. Ternyata ketiga orang sastrawan tersebut bersama Sin heng tay poo Thay Lip sedang menanti kedatangan mereka dirumah sebelah, bahkan waktu itu mereka sedang memandang kearahnya dengan sinar mata yang sinis dan penuh rasa hina. Kakek kuntilanak Ong Liu segera maju kedepan dan sahutnya. "Betul, kami memang sedang mencari kalian semua!" Seorang sastrawan setengah baya yang bertubuh kurus kecil segera mendengus. "Hmm, ada urusan apa mencari kami?" "Dihadapan orang lebih baik jangan berbohong, katakan siapa nama kalian!" "Kami bukan anggota persilatan, juga tidak melakukan jual beli tanpa modal, buat apa musti bercakap cakap dengan pentolan penyamun macam kalian itu?" Begitu mendengar perkataan tersebut, Ciong lay su koay segera melototkan matanya bulat bulat dengan wajah amat gusar. Si kakek bermuka codet Im Hu paling berangasan orangnya, ditatapnya sastrawan kecil itu lekat lekat, kemudian bentaknya. "Pelajar rudin, rupanya kau sudah bosan hidup!" "Memangnya kau berani bertindak semena mena terhadap kami?" Jengek sastrawan itu sambil tertawa dingin. Kakek bercodet itu segera maju ke depan, teriaknya keras keras. "Kau tak usah berkentut terus dihadapan kami, lihat saja kami akan menjagal kalian ditengah jalan..." Dengan cepat dia meloloskan sebilah pisau kemudian menerjang ke depan dan menusuk dada sastrawan setengah umur yang bertubuh ceking dan kecil itu. "Losam, jangan sembarangan, bisa mengagetkan pihak petugas keamanan..." Cegah siluman pertama keras keras. "Lotoa, kau maksudkan jangan memakai senjata tajam?" Seru si kakek bercodet sambil menarik kembali senjatanya. "Betul lebih baik kita seorang bereskan seorang, itulah lebih praktis dan bagus!" Baru selesai dia berkata, sastrawan yang jangkung itu sudah melotot dengan matanya yang tajam, kemudian ujarnya sambil tertawa dingin. "Kalau toh kau merasa begitu yakin dengan kemampuanmu, mengapa tidak terima tantangan kami? Cuma tempat ini kurang cocok untuk dipakai sebagai tempat pertarungan, mari kita berpindah tempat saja" Mimpipun siluman pertama itu tak mengira kalau tantangannya diterima lawan dengan begitu saja, tanpa terasa ia menjadi tertegun. "Waah... jangan jangan musuhku ini cukup tangguh?" Demikian dia berpikir. Sudah barang tentu mustahil baginya untuk menarik diri lagi, maka katanya sambil tertawa dingin. "Kalau begitu kita berjumpa ditanah pekuburan diluar kota sana. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Baik, kami akan berangkat selangkah lebih duluan!" Ciong lay su koay tak bisa berbicara apa apa lagi, maka siluman pertama pun memberi tanda kepada rekan rekannya seraya berkata. "Mari kita berangkat, tidak kuatir mereka bisa kabur ke atas langit..." Selesai berkata merekapun berangkat meninggalkan tempat itu, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap tak berbekas. Sepeninggal keempat orang siluman itu, Sin heng tay poo Thay Lip segera menjura kepada ketiga orang sastrawan berusia pertengahan itu sambil ujarnya. "Aku Thay Lip mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan saudara sekalian sayang aku masih ada urusan penting yang harus segera dilaksanakan, lagipula persoalan itu menyangkut keselamatan dunia persilatan, oleh sebab itu terpaksa aku musti mohon diri lebih dulu." Sin heng tay poo Thay Lip sudah bersiap siap meninggalkan tempat itu, tapi segera dicegah oleh si sastrawan jangkung. "Thay tayhiap" Demikian katanya. "tadi kudengar kau hendak pergi ke wilayah Biau untuk mencari Ong It sin, apa benar ada kejadian semacam ini...?" "Benar!" "Aku lihat, kau tak usah pergi lagi!" "Kenapa?" Tanya Sin heng tay poo terkejut. "Sebab sekarang ia sudah tidak berada di situ lagi, setelah melenyapkan kota ular beracun, mereka telah berangkat meninggalkan tempat tersebut...!" "Oooh, kemana aku harus mencari dirinya?" Seru Sin heng tay poo Thay Lip kemudian dengan sedih. "Mungkin dia sudah pulang ke daratan Tionggoan, oleh sebab itu Thay tayhiap tak usah mencarinya lagi" "Thay tayhiap" Timbrung sastrawan ceking itu mendadak. "ada urusan penting apakah sehingga kau begitu terburu buru untuk menemukan dirinya...?" Sin heng tay poo ragu sejenak, kemudian katanya berterus terang. "Ketua Ki thian kau Be Siau soh telah berhasil melatih Hu si jit si Ngo heng sin kang, dengan mengandalkan kepandaiannya itu dia telah menyerbu ke kuil Siau lim si dan menculik Thian yan serta Thian ci hweesio dengan tujuan merajai dunia persilatan, sekarang dia telah mengutus orang untuk menyebar undangan ke pelbagai aliran dan partai dengan perintah untuk melaporkan diri ke markas besarnya di bukit Long cia san pada bulan Toan yang, kalau tidak, mereka akan dilenyapkan dari muka bumi" Sastrawan jangkung itu segera berkerut kening, serunya. "Oooh... telah terjadi peristiwa semacam ... Pengetahuan kami benar benar amat cetek!" Sembari berkata dia lantas membawa semua orang menuju ke tanah pekuburan di luar kota. "Selain itu masih ada kabar apa lagi?" Tanya sastrawan ceking itu kemudian. "Konon Ay sian Cu Lian ci dan Say siu hun dim juga telah ditangkap dan disekap mereka" Sastrawan jangkung itu tampak terperanjat sekali setelah mendengar perkataan itu dengan cepat dia mencengkeram lengan Sin heng tay poo sambil pekiknya. "Sungguhkah perkataanmu itu?" Walaupun cengkeraman itu dilakukan dengan sambil lalu, namun kekuatannya hebat sekali, seketika itu juga sin heng tay poo Thay Lip menjadi kesakitan setengah mati, peluh dingin bercucuran membasahi sekujur tubuhnya. "Aku... aku... sama sekali... titi... tidak bohong..." Sahutnya tergagap. "Toako, kau tidak kuatir melukai Thay tayhiap?" Sastrawan ceking itu segera memperingatkan. Buru buru sastrawan jangkung itu mengendorkan tangannya, kemudian bertanya. "Sakit tidak?" "Oooh... tidak tidak!" Sementara perbincangan masih berlangsung, mereka sudah tiba di tengah pekuburan diluar kota. Waktu itu dalam amat larat, kentongan ketiga pun sudah menjelang tiba... Ciong lay su koay bagaikan setan gentayangan berdiri seram dibawah sinar rembulan yang redup. Ketika menyaksikan kedatangan musuh musuhnya, Ya siau siu Ong Liau si siluman pertama dari Ciong lay su koay itu segera tertawa seram, kemudian tegurnya. "Kalian benar benar memegang janji sekarang sebutkan dulu siapa nama kalian!" "Kau kuatir setelah mati mata tak meram jengek sastrawan jangkung itu sinis. "Omong sembarangan" Bentak Ya siau siu dengan gusar. "lohu tak pernah membunuh manusia tak bernama!" "Jadi kau memaksa aku untuk memberitahukan?" "Hmmm. memangnya lohu sedang bergurau?" Dengan kening berkerut sastrawan jangkung itu lantas berkata. "Boleh saja diberitahukan kepadamu, tapi akupun mempunyai suatu pantangan" "Apa pantanganmu itu?" "Barang siapa salah mengetahui namaku, maka dia harus mampus dalam keadaan mengerikan" Dengan geramnya Ya siau siu Ong Liau mendongakkan kepalanya dan tertawa seram "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau betul betul amat tekebur... juga besar nyalinya, laporkan namamu soal mati atau tidak, sebentar kau bakal tahu sendiri jawabannya!" Tiba tiba paras muka sastrawan jangkung itu berubah menjadi dingin seperti es dengan sinar mata yang mengerikan dia berseru dalam dalam. "Aku she Ong bernama It sin, sudah kau dengar jelas?" Begitu mendengar nama tersebut, paras muka Ciong lay su koay segera berubah hebat serunya hampir berbareng. "Huuh... tampang macam itupun mengaku sebagai Giok bin sin liong (naga sakti berwajah pualam) Ong It sin?" Kali ini giliran sastrawan jangkung itu menjadi tertegun, pikirnya kemudian. "Apakah didalam dunia persilatan telah muncul kembali seorang jago yang bernama Giok bin sin liong Ong It sin?" Ketika Ya siau siu melihat musuhnya nampak tertegun, dia lantas menganggap lawannya adalah Ong It sin gadungan hatinya semakin lega dengan mata memancarkan sinar tajam katanya kemudian. "Sobat, tahukah kau kalau Giok bin sin liong Ong It sin adalah ahli waris dari Leng mong sinceng? Wajahnya tampan sekali..." Mendengar perkataan itu, si sastrawan jangkung itu kembali berpikir. "Oooh, rupanya yang dinamakan Giok bin sin liOng Itu adalah diriku sendiri!" Berpikir demikian, dia lantas berkata. "Kalau begitu, jelas kami punya nama yang sama, tapi memang tak sedikit orang didunia ini yang nampaknya nama sama, setelah mampus nanti, silahkan kalian ingat baik baik kalau kalian telah mampus ditangan Ong It sin!" Ciong lay su koay bertambah gusar, rasa was was yang semula menyelimuti hati mereka segera lenyap tak berbekas, terutama si kakek bercodet yang memang buas dan kejam sedari tadi ia memang sudah berniat untuk membunuh orang. Mendadak dia melompat ke depan kemudian bentaknya. "Bajingan laknat, kalian memang pantas untuk dibunuh, serahkan nyawa kalian!" Sepasang kepalannya diayunkan ke depan, deruan angin dahsyat yang amat kencang segera menggulung ke muka. Tampaknya ia bertekad untuk membunuh musuhnya dalam sekali gebrakan, maka serangan tersebut dilancarkan dengan sepenuh tenaga, bukan saja pukulannya berat, lagipula buas, ganas dan jitu. Aneh sekali, meski pukulan itu amat dahsyat, dalam kenyataannya serangan itu tak berhasil mengenai tubuh lawannya, malah seujung rambut pun tak terjawil olehnya. Puluhan gebrakan kemudian, serangan dari si kakek bercodet itu makin lama semakin lemah. Akhirnya, dia membentak keras, golok yang terselip dipinggangnya segera dicabut keluar. Si kakek bercodet ini sesungguhnya memang merupakan seorang jago golok yang amat lihay, dia memiliki serangkaian ilmu golok yang hebatnya bukan kepalang. Selama ini, belum pernah ada seorang jago persilatanpun yang sanggup menahan dua puluh jurus serangannya, itulah sebabnya dia menjadi latah, angkuh dan memandang remeh kepada orang lain. Sayang keadaan yang dihadapinya hari ini berbeda, sekalipun begitu turun tangan ia telah mengulurkan kepandaian andalannya toh hasilnya tetap nihil. Masih untung musuhnya masih sungkan kepadanya, kalau tidak, akibatnya benar benar sukar dibayangkan dengan kata kata. Makin bertarung sikakek bercodet itu semakin ketakutan, butiran keringat jatuh bercucuran membasahi tubuhnya, sekarang dia baru sadar kalau musuhnya terlampau tangguh. Dalam sekejap mata puluhan gebrakan kembali sudah lewat. Lama kelamaan Ong It sin bosan sendiri menghadapi musuhnya yang garang itu dengan sebuah pukulan yang sangat aneh, dia hajar dada kakek bercodet itu. Belum sempat menjerit kesakitan, gembong iblis itu sudah mencelat kebelakang dan tewas seketika itu juga. Menyaksikan rekannya tewas, sikakek bermata besar kepala singa itu membentak keras kemudian dengan garangnya menubruk ke depan. Ia bersenjatakan sepasang roda emas Jit gwat kim lun, dengan menciptakan lapisan cahaya emas yang amat tebal, langsung dia kurung sekujur tubuh musuhnya. "Suatu serangan yang amat bagus," Seru Ong It sin. Tanpa sangsi lagi, telapak tangannya diayunkan kemuka melancarkan sebuah pukulan dahsyat. Ditengah hembusan angin puyuh yang menderu deru, roda emas Jit gwat kim lun itu segera terlepas dari cekalan dan mencelat ke udara. Keadaan dari kakek kepala singa ini lebih mengenaskan lagi, satu gebrakan belum dilewatkan dia sudah menjerit ngeri sambil muntah darah segar tubuhnya mencelat kebelakang dan tewas seketika itu juga. Dengan terjadinya peristiwa ini, Ya siau siu dan Leng cong siu menjadi keder dan pecah nyalinya. Ya siau siu Ong Liu telah bersiap siap maju ke depan untuk beradu jiwa, tapi segera dicegah oleh si kakek berusus dingin Ciang Pia hoo. "Lotoa, jangan tak tahu diri!" Nasehatnya. "sekalipun ilmu silatmu lebih hebat dari pada losam dan losu, tapi sampai dimana kau bisa menolong keadaan ini?" "Lantas bagaimana menurut pendapatmu?" Tanya Ya siau siu dengan wajah amat sedih. "Sudah lumrah bila menderita kalah di suatu medan perang, apalagi yang bisa kita lakukan sekarang? Lebih baik tunggu saja keputusan musuh terhadap nasib kita" "Loji, mengapa kau dapat mengucapkan kata kata yang tidak tahu malu sama sekali itu?" "Sebagai seorang lelaki sejati, harus bisa melihat keadaan, sekalipun kau tidak setuju lotoa, akupun tak bisa berbuat banyak" Agaknya Ya siau su juga tahu kalau keadaan yang dihadapinya sekarang amat tidak menguntungkan posisinya, bila dia berani bertindak gegabah maka bisa jadi akan berakibat lenyapnya Ciong lay su koay dari permukaan bumi. Akhirnya setelah mempertimbangkannya beberapa waktu, dia merasa ucapan dari loji memang ada benarnya juga, maka diapun lantas menundukkan kepalanya dan tidak berbicara lagi. Sesungguhnya Ong It sin sendiripun sama sekali tidak berniat untuk melakukan pembasmian terhadap lawannya, melihat pihak musuh sudah tidak melancarkan serangan lagi, diapun lantas berkata. "Semua akibat ini merupakan hasil perbuatan dari kalian sendiri, jangan salahkan kalau aku orang she Ong bertindak keji. Untung saja kalian masih tahu diri, asal kalian tidak menyerang lagi, akupun bersedia untuk mengampuni jiwa kalian berdua" "Terima kasih banyak" Ucap si Kakek berusus dingin Ciang Pia hoo. "selama bukit nan hijau, air tetap mengalir, budi kebaikanmu ini suatu ketika pasti akan kubayar" Sehabis berkata, dia lantas membalikkan badan dan siap berlalu dari situ. Baru saja mereka menggerakkan tubuhnya, seorang sastrawan bertubuh ceking telah membentak keras. "Tunggu sebentar!" Serentak Ya siau siu dan Leng cong siu berseru bersama. "Apakah ucapan dari Ong tayhiap tidak berlaku?" "Setiap perkataan dari toako kami selalu dipegang dengan teguh, siapa bilang kalau tidak berlaku?" "Lantas apa maumu?" Seru Ya siau siu cepat. "Apa yang dikatakan toako ku barusan?" "... dia bilang, bersedia mengampuni dua lembar nyawa kami, apakah perkataan ini keliru?" "Kata kata itu mah tidak keliru, cuma kami toh tidak berjanji untuk tidak memunahkan ilmu silat kalian?" Mendengar ucapan tersebut, terbungkamlah kedua orang siluman itu, sekujur badan merekapun mulai gemetar keras. Menyaksikan mimik wajah mereka yang mengenaskan, Ong It sin menjadi tak tega, katanya cepat. Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo