Pendekar Bego 34
Pendekar Bego Karya Can Bagian 34
Pendekar Bego Karya dari Can Berada dalam keadaan demikian, dia lantas berpikir. "Sangkoan Bu cing saja sudah sedemikian sukarnya dihadapi, entah bagaimana pula lihaynya Be Siau soh si perempuan cabul itu?" Begitu pikirannya bercabang, cahaya pedang dari Sangkoan Bu cing memancar makin dahsyat, Sreet, sreet, sreet, secara beruntun dia lancarkan beberapa buah bacokan yang memaksa jago cebol ini terdesak mundur berulang kali. Waktu itu, hawa napsu membunuh di dalam dada Sangkoan Bu cing telah berkobar, dengan cepat dia memburu ke depan sambil menyusulkan sebuah serangan dengan jurus Hua hun im yang (memisahkan antara im dan yang). Pedangnya bagaikan naga sakti yang keluar dari samudra, segera membabat kearah pinggang lawan. Seandainya serangan ini sampai mengenai sasarannya, niscaya pinggang si dewa cebol akan terbabat kutung menjadi dua bagian. Akan tetapi, Si dewa cebol adalah seorang yang sangat berpengalaman dalam menghadapi pelbagai pertarungan besar maupun kecil, cepat cepat pedangnya disilangkan didepan dada sambil memutar badannya kencang kencang, dalam waktu singkat serentetan cahaya hijau memancar ke depan menyambut datangnya serangan tersebut. Gerakan yang dilakukan kedua orang itu sama sama cepatnya, begitu saling menyentuh, mereka segera berganti jurus lagi. Dewa cebol membentak keras, pedangnya kembali menusuk dengan serangkaian serangan dahsyat. Keder juga hati Sangkoan Bu cing menghadapi ketangguhan musuhnya, dia sama sekali tidak menyangka kalau si dewa cebol berhasil menghindarkan diri dari ancaman dahsyatnya itu. Padahal dari tujuh ratus ilmu Hu si jit si dia baru belajar enam jurus belaka, dan sekarang secara beruntun dia telah menggunakan jurus jurus Kay thian pit tee (membuka langit menutup tanah), Sian kan coan kun (memutar balikkan putaran dunia), Gi san to hay (merontokkan bukit menyumbat samudra), Gwat leng seng han (Bulan dingin bintang sepi) dan Hua hun im yang (memisahkan antara im dan yang) lima jurus serangan, seandainya dia telah mengeluarkan jurus keenam yakni Yang kong bu ciau (sinar sang surya memancar ke jagad) namun gagal menangkan lawannya, itu berarti habis sudah riwayatnya. Walaupun hatinya sedang berpikir, gerakan pedangnya sama sekali tidak berhenti. Si Dewa cebol segera merasakan panca warna yang gemerlapan dari pedang lawan amat menyilaukan mata, sementara hawa pedangnya menyayat badan, bagaimanapun juga dia merasa serangan musuhnya kali ini sukar ditahan olehnya... Buru buru pedangnya dirubah menjadi dua titik cahaya hijau langsung menyerang sepasang mata lawan, seandainya pinggangnya kena ditebas nanti, maka pihak lawanpun pasti akan kehilangan sepasang matanya. Waktu itu, Sangkoan Bu cing sedang gembira karena serangannya hampir berhasil mengancam musuhnya, ia tidak menyangka kalau musuhnya bakal bertindak demikian. Dalam keadaan begini, ia tak berani melanjutkan serangannya lagi, buru buru dia membalikkan tangannya lalu mundur beberapa langkah ke belakang untuk meloloskan diri. Kendatipun demikian, di atas dada si dewa cebol Cu Lian ci toh tersambar juga sehingga pakaiannya menjadi robek. Dia memang kalah, apalagi kalah ditangan seorang pemuda, tanpa mengucapkan sepatah katapun dengan wajah murung ia melompat turun dari atas panggung. Saat itulah sekulum senyuman baru menghiasi ujung bibir Sangkoan Bu cing. Keangkuhannya pun segera pulih kembali kepada para jago yang berada dibawah panggung, dia berseru dingin. "Siapa lagi yang akan datang memberi petunjuk?" Mendadak dari antara kerumunan orang banyak berkumandang suara bentakan keras yang amat tak sedap didengar. "Bu cing anakku, kau betul betul seorang anak yang tidak berbakti, perbuatanmu hanya merusak nama baik keluarga Sangkoan saja, ayoh cepat bertobat dan kembali kejalan yang benar..." Semua orang menjadi terperanjat dan mengalihkan sorot matanya ke arah mana berasalnya teriakan itu... Tampak seorang kakek kurus kering berbaju hitam bergerak dengan kecepatan tinggi, kulitnya hitam bagaikan besi, tubuhnya tinggal kulit pembungkus tulang, namun sepasang matanya memancarkan cahaya tajam yang sangat menggidikkan hati. "Aaah, dia adalah Bwe hoa kiam kek..." Terdengar ada orang menjerit tertahan. Memang tak salah, orang ini adalah Bwe hoa kiam kiek (jago pedang bunga Bwe) Sangkoan Tin. Walaupun dia berwatak aneh, namun tindak tanduk serta perbuatannya sama sekali tidak melanggar asas kebenaran. Setiap umat persilatan tahu bahwa wakil ketua pertama dari perkumpulan Ki thian kau sekarang, Sangkoan Bu cing adalah anaknya jago tua itu. Apa akibatnya dari pertemuan antara ayah dan anak ini? Tanpa terasa semua orang mengalihkan sinar matanya ke arah mereka berdua. Mula mula Sangkoan Bu cing agak tertegun, menyusul kemudian tegurnya dengan dingin. "Ayah, mau apa kau kemari? Urusanku tak perlu kau campuri" Bwe hoa kiam kek sama sekali tak menyangka kalau anaknya begitu tak berperasaan apalagi ditegur dihadapan umum, hal mana membuat kakek tersebut menjadi malu sekali. Dengan wajah membesi, dia segera melompat naik keatas panggung, kemudian sambil menuding ke depan dampratnya. "Kau... kau anak durhaka, moga moga disambar geledek! Apa kau bilang barusan...? Aaah, benar, aku teringat sekarang, kau bilang aku tak usah mencampuri urusanmu? Heeehh... heeehh... heeehh... tampaknya bulumu sudah pada tumbuh, maka tidak kau pandang sebelah matapun terhadap bapakmu sendiri..." Sangkoan Bu cing segera berkerut kening, lalu katanya lagi dengan suara ketus. "Tua bangka, kau sudah pikun, makin hidup makin pikun, lebih baik mampus saja cepat cepat. Mengapa tidak kau pikirkan tempat apakah ini? Kau anggap dirimu boleh mengacau seenaknya? Hmm... para hu hoat, seret tua bangka celaka ini dan lempar keluar dari sini" Begitu mendengar perkataan tersebut, kontan saja paras muka Bwe hoa kiam kek berubah hebat, sambil melotot penuh kegusaran dia berteriak keras keras. "Anak durhaka, anak celaka... kau binatang yang tidak berbakti, berani betul menyumpahi bapak sendiri, laknat, kau harus dibunuh!" Tidak menunggu para petugas menggelandangnya pergi dari situ, ia telah meloloskan pedangnya, kemudian sambil menciptakan tujuh kuntum bunga bwee langsung menusuk ke perut Sangkoan Bu cing. Paras muka Sangkoan Bu cing telah berubah menjadi hijau membesi, sambil menangkis datangnya serangan itu, serunya. "Tua bangka, kau masih ketinggalan jauh sekali..." "Criiing!" Ditengah dentingan nyaring, pedang ditangan Sangkoan Tin tahu tahu sudah mencelat ke udara. Tak terlukiskan rasa gusar Bwe hoa kiam kek menyaksikan kejadian itu, bentaknya. "Binatang laknat, cepat bunuhlah aku!" "Hmm, kau anggap aku tidak berani? Coba kalau tidak kuatir dibicarakan orang banyak, sedari dulu sudah kubunuh dirimu!" "Kenapa?" Tanya Bwe hoa kiam kek Sangkoan Tin tertegun. "Kenapa musti pakai tanya segala? Apakah tak bisa kau pikirkan dari namaku ini?" "Namun itu ibunya yang beri, apa sangkut pautnya?" Kembali Sangkoan Bu cing tertawa dingin "Heeehh... heeehh... heeehh... tahukah kau, apa sebabnya ibu memberi nama tersebut kepadaku?" Bwe hoa kiam kek menggeleng. "Hal ini disebabkan karena sepanjang hari kau cuma tahu soal ilmu silat melulu" Teriak Sangkoan Bu cing. "kau membuatnya murung dan tak senang hati setiap hari dia bilang ia membencimu... sebab itu aku diberi nama Bu cing (tak berperasaan)!" Bwe hoa kiam kek menjadi gusar sekali. "Begitu ibunya begitu anaknya, binatang, bedebah... locu harus memberi pelajaran kepadamu!" Seraya berkata dia lantas mengayunkan telapak tangannya menampar wajah pemuda itu keras keras. Sangkoan Bu cing menjadi naik darah ketika wajahnya kena ditempeleng keras, sambil tertawa seram pedangnya segera digetarkan ke depan... Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, ulu hati Bwe hoa kiam kek telah tertembus pedang putranya sendiri hingga tembus ke punggungnya... Kontan saja suasana disekitar panggung menjadi gempar. Perbuatan Sangkoan Bu cing mencaci maki bapaknya sendiri kemudian membunuh Bwe hoa kiam kek Sangkoan Tin segera menimbulkan kemarahan khalayak ramai. Teriakan teriakan segera bergema memecahkan keheningan. "Bantai saja manusia laknat itu!" "Cincang saja bajingan yang durhaka itu hingga tubuhnya hancur berkeping" Rombongan manusia yang sedang kalap bagaikan gulungan ombak samudra menerjang keluar dari barak sebelah barat dan menerjang ketengah panggung... Serentak para pelindung hukum dari Ki thian kau berteriak cepat, mereka segera membentuk suatu barikade yang tangguh untuk membendung datangnya para penyerbu. Sambil tertawa seram Tee leng kun meloloskan pula pedangya, lalu bentaknya keras keras. "Barang siapa berani merusak peraturan yang telah ditetapkan, jangan salahkan kalau lohu akan membunuhnya ditempat!" Bila berganti orang lain, mungkin saja ancaman itu akan mendatangkan hasil. Tapi orang orang itu adalah sekelompok jago berjiwa ksatria, demi membela keadilan dan kebenaran mereka rela berkorban, tentu saja tekad mereka tak mungkin bisa dicegah oleh gertak sambel dari Te leng kun. ooo0dw0ooo Tampaknya suatu pertempuran massal tak dapat dihindari lagi... Sementara itu, tokoh tokoh utama dari kedua belah pihak telah saling menampilkan diri. Yang seorang adalah Thian hiang siansu Bwe Leng soat, sedangkan yang lain adalah Be Siau soh dari Ki thian kau. Bagi Bwe Leng soat, oleh karena Giok bin sin liong Ong It sin yang berangkat ke lembah Im hong kok untuk meminjam bola inti es belum kembali, maka dia merasa wajib untuk menenangkan para jago agar tak sampai terjatuh korban dengan percuma Sebaliknya Be Siau soh merasa setiap langkah yang disusunnya belum sempat dikembangkan, bila terjadi pertarungan massal, niscaya kekuatannya akan mengalami kerugian besar, hal mana tidak menguntungkan bagi usahanya untuk mencamplok dunia persilatan. Itulah sebabnya Thian hian siansu dengan pertimbangannya sendiri segera meminta kepada para jago agar tenang dan kembali ke tempatnya masing masing. Sedangkan Be Siau soh juga menggunakan kesempatan itu memperingatkan kepada anak muridnya agar jangan bertindak secara gegabah. Dengan demikian, suatu badai pertumpahan darah yang mengerikan pun dapat diredakan kembali. Sementara itu, Sangkoan Bu cing telah menggunakan kesempatan itu untuk menitahkan orang agar menyingkirkan jenasah ayahnya Bwe hoa kiam kek Sangkoan Tin dari atas panggung, setelah itu ujarnya kepada Be Siau soh. "Kaucu, sekarang apakah pertandingan masih akan dilanjutkan?" Be Siau soh segera tertawa terkekeh kekeh. "Sangkoan lote! Apa yang barusan terjadi tak lebih hanya sebuah selingan, lanjutkan saja! Jangan bertindak ada kepalanya tanpa ekornya..." Sambil tertawa genit, dia mengerling sekejap dengan kerlingan mautnya... Sangkoan Bu cing seperti memperoleh dukungan moril, dengan cepat semangatnya berkobar kembali, dia segera membungkukkan badannya memberi hormat. "Hamba turut perintah!" Kemudian sambil berpaling kearah barak sebelah barat, dia berseru. "secara beruntun aku telah berhasil mengalahkan si dewa cebol, masih ada siapa lagi yang hendak memberi petunjuk?" Nadanya sinis dan sikapnya pongah sekali. Cing hoa loni dari partai Cing shia pay yang pertama tama tak tahan, segera bentaknya keras. "Hu kaucu, kau terlalu sombong dan tidak pandang sebelah matapun terhadap orang lain. Baik, meski pinni merasa bukan tandinganmu, ingin kucoba sampai dimanakah kelihayanmu itu" Perlu diketahui, diantara ketua partai yang ada dewasa ini, kedudukan Cing hoa loni boleh dibilang paling tinggi, selain itu ilmu pedang Cing hoa kiam hoat dari partai Cing shia juga terhitung ilmu pedang yang lihay... Berbicara yang sesungguhnya, diantara sekian banyak jago persilatan yang hadir dalam arena saat ini, hanya beberapa orang saja yang sanggup bertarung melawan Sangkoan Bu cing. Sebenarnya Thian hiang siancu Bwe Leng soat ingin mencegah nikou itu untuk maju, tapi sebelum dia sempat buka suara, Kim liong lojin yang berada disampingnya telah mendahului dengan suara dalam. "Biarkan loni itu maju! Betul dia memang bakal kalah, namun tak akan ada bahaya yang bakal mengancam jiwanya..." Mendengar perkataan itu, Bwe Leng soat menjadi tertegun, serunya kemudian dengan nada keheranan. "Yaya, mengapa kita harus membiarkan dia maju untuk bertarung, kalau toh akhirnya bakal kalah?" "Budak bodoh, kenapa kau menjadi pikun?" Seru Kim liong lojin cepat. "kita sengaja berbuat demikian toh bertujuan untuk mengulur waktu saja..." Sesudah mendengar penjelasan itu, Bwe Leng soat menjadi sadar dan mengerti. Sementara pembicaraan masih berlangsung Cing hoa loni telah melompat naik ke atas panggung Lui tay. Jangan dilihat usianya sudah lanjut, ternyata gerakan tubuhnya masih tetap gesit dan lincah. Sangkoan Bu cing segera menjura katanya "Nikou tua, kau tidak cerdik, sudah setua ini, buat apa mesti mencari penyakit buat diri sendiri?" "Omintohud, Sangkoan sicu begitu yakin dengan kepandaian silat yang kau pelajari sedang kebetulan sekali pinni juga mempunyai watak tak puas kepada orang lain, maka aku hendak menjajal sampai dimanakah taraf kepandaian yang kau miliki itu" Sangkoan Bu cing mengerutkan dahinya rapat rapat, kemudian dengan agak gusar dia berseru. "Kalau memang kau belum menitikkan air mata sebelum melihat peti mati apalagi yang mesti ditunggu? Hayo, loloskan pedangmu" Segulung hawa pedang yang sangat dingin segera menyambar kedepan dengan kecepatan luar biasa. Cing hoa loni sama sekali tidak menyangka kalau Sangkoan Bu cing sama sekali tidak memakai aturan persilatan, begitu bilang menyerang lantas menyerang, tahu tahu sekilas cahaya panca warna telah meluncur ke depan alis mata nikou tua itu. Cing hoa loni memang tak malu disebut sebagai seorang tokoh silat yang sempurna dalam ilmu pedang, toyanya diputar dan Sreet...! dia sudah melejit ke tengah udara dengan gerakan bangau putih meluncur ke angkasa... Menyusul kemudian dia bertekuk pinggang sambil jumpalitan, kini kepalanya berada di bawah dengan kaki di atas. Entah sedari kapan, toya yang berada di tangannya itu telah berubah menjadi sebilah pedang panjang yang berbentuk aneh, bagaikan kilatan cahaya bianglala langsung membabat ke bawah. Setiap orang dapat melihat bahwa serangan itu dilancarkan dengan kekuatan yang mengerikan. Dibawah ancaman yang demikian dahsyatnya ini, siapapun tak akan berani melayani secara gegabah. Sangkoan Bu cing amat terkesiap, sambil tertawa segera serunya lantang. "Keparat tak nyana kau si nenek peyot juga memiliki kepandaian sedahsyat ini" Sambil berkata, pedangnya disambar kembali ke depan dengan disertai kilauan cahaya panca warna yang amat menyilaukan mata. Blaam, blaam, blam! serentak ledakan keras bergema ditengah angkasa. Tampaknya pemuda itu memang selalu berusaha untuk memaksa lawannya menerima serangan dengan keras lawan keras. Jurus Lok siu kek yang digunakan Cing hoa loni barusan belum pernah meleset selama ini, dia mengira Sangkoan Bu cing tentu akan dipecundangi olehnya. Siapa tahu meskipun tiga gebrakan sudah lewat, kedua belah pihak sama sama tetap tangguh. Tanpa terasa Cing hoa loni menghembuskan napas dingin, ditambah lagi tubuhnya memang masih berada ditengah udara, kini dalam keadaan hawa murninya membuyar, tak bisa disangkal lagi sebuah serangan dahsyat segera akan menyumbat begitu mencapai tanah. Apa yang bisa dilakukannya sekarang? Terpaksa sambil menggertak gigi dia melayang turun ke bawah. Agaknya Sangkoan Bu cing telah memperhitungkan sampai ke situ, sepasang matanya mengawasi ke tengah udara dengan tajam. Begitu menyaksikan Cing hoa loni melayang turun, pedangnya segera digetarkan menusuk ke ulu hati lawan. Dengan kepandaiannya yang luar biasa, sergapan ini boleh dibilang mematikan. Sekalipun Cing hoa loni memiliki jurus serangan untuk menjaga diri, rasanya sulit juga baginya untuk meloloskan diri dari ancaman maut tersebut... Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aaai, habis sudah riwayatnya!" Keluh para jago dengan perasaan pedih. Untunglah di saat yang kritis itu tampak bayangan manusia berkelebat lewat kemudian serentetan cahaya merah yang amat menyilaukan mata secara aneh memunahkan serangan mematikan tersebut. Dengan demikian Cing hoa loni baru berhasil meloloskan diri dari ancaman maut tersebut. Paras mukanya yang penuh berkerut itu berubah menjadi merah membara, katanya dengan pedih. "Aaai... tampaknya aku si nenek memang sudah tua Nona Bwe, tugas memusnahkan kaum iblis ini tampaknya harus diserahkan ke tangan kalian anak anak muda" Ketika mengucapkan kata kata tersebut, wajahnya kelihatan jauh lebih tua sepuluh tahun. "Cianpwe" Ujar Thian hiang siancu Bwe Leng soat kemudian. "Setiap orang dapat menyaksikan betapa lihaynya ilmu silat yang kau miliki, ketahuilah bila pihak lawan tidak pernah melatih ilmu Ngo heng sin kang serta Hu si jit si, tak nanti ia sanggup untuk menghindarkan diri dari serangan dahsyatmu itu" Sekulum senyuman segera menghiasi wajah Cing hoa loni, katanya. "Nona Bwe, terima kasih atas hiburanmu, loni tak akan melupakan untuk selamanya." Selesai berkata dia lantas masukkan kembali pedangnya ke dalam tongkat, dan melayang balik ke bawah panggung. Dalam pada itu, Sangkoan Bu cing dengan sepasang matanya yang cabul sedang mengawasi wajah Thian hiang siancu tak berkedip, terhadap kepergian Cing hoa loni ternyata ia tidak menaruh perhatian sama sekali. Bwe Leng soat menjadi gusar sekali menyaksikan tingkah laku musuhnya itu, segera tegurnya. "Hei, apa apaan kau ini? Tampangmu macam belum pernah ketemu dengan koh nay naymu saja" Sangkoan Bu cing segera menyadari akan kekhilafannya, cepat cepat dia berkata. "Nona, kau bilang apa?" 000ooodwooo000 Jilid 32 BWE Leng soat kembali berkerut kening, dia mana mendongkol juga geli, bentaknya lagi. "Kalau tidak mendengar ya sudahlah!" Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Aku masih ingin bertanding ilmu pedang" "Kau bisa mendapat petunjuk ilmu silat dari Koan tiau kek, hal ini merupakan suatu kebanggaan bagiku" Rupanya waktu itu Sangkoan Bu cing sedang menyusun rencana jahat, pikirnya di hati. "Perempuan ini jauh lebih tangguh dari pada Be Siau soh, apalagi kalau dibandingkan si kelabang hitam Be Ji nio, bila aku berhasil membekuknya... Oooh betapa nikmatnya kugerayangi tubuhnya, lalu kucicipi kehangatan tubuhnya." Berhubung dalam hatinya timbul niat jahat, lebih lebih menyadari akan kelihayan ilmu silat lawan, maka dia bertekad hendak mempergunakan kepandaian yang sesungguhnya untuk membekuk gadis itu. Sambil tersenyum manis dia lantas berkata. "Dapatkah kita sertakan lagi dengan sebuah syarat lain?" "Syarat apa?" "Bila kau menang, aku akan menjadi suamimu, bila aku yang menang kau akan menjadi istriku!" Belum habis ucapan tersebut diutarakan, sambil menarik muka Bwe Leng soat telah membentak keras. "Kentut busuk, kau bedebah, anjing laknat manusia berhati binatang, tak usah banyak berbicara lagi cepat lancarkan seranganmu!" Sangkoan Bu cing sama sekali tidak menggubris dampratan itu, malahan sambil tertawa cengar cengir katanya. "Nona Bwe, kau adalah seorang gadis lemah sedang aku adalah seorang lelaki sejati mana boleh kulancarkan serangan lebih dulu?" Dengan cepat Thian hiang siancu Bwe Leng soat berpikir didalam hatinya. "Walaupun ilmu Hu si jit si yang dimiliki bangsat ini termasuk ilmu pedang kuno yang amat lihay, namun ilmu pedang Hui pau nu tau (air terjun menggulung dahsyat) dari koan tiau kek kamipun terhitung suatu ilmu pedang tingkat tinggi yang sangat lihay, bila aku tak mengambil kesempatan yang baik ini, mungkin tipis harapannya untuk menang..." Berpikir sampai disitu, tanpa berpikir pajang lagi dia lantas mendengus dingin. "Hmm... kau yang berkata sendiri... jangan salahkan kalau aku akan bertindak kejam. Sambutlah ketiga jurus seranganku ini" Sambil memutar pedangnya sebuah bacokan segera dilancarkan. Seketika itu juga seluruh angkasa diliputi oleh cahaya merah yang berkilauan. Deruan angin puyuh bagaikan kilat meluncur ke muka dan menyambar semua benda yang dijumpainya. Sangkoan Bu cing segera tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... nona Bwe, kalau toh kau menjadi burung hong yang menari, biar aku menjadi naga yang sedang terbang..." Tubuhnya bergeser tiga depa ke samping, lalu pedangnya disertai kilauan panca warna yang gemerlapan, dengan cepat melepaskan serangkaian bacokan kilat. "Air terbang membasahi kemala!" Bentak Thian hiang siancu Bwe Leng soat tiba tiba. Lapisan cahaya berwarna merah itu segera menimbulkan suara ledakan keras yang menggelegar, bayangan cahaya yang menyelimuti seluruh angkasa itu segera meluncur kedepan bagaikan butiran butiran air yang muncrat. Inilah jurus ketiga dari ilmu pedang Hui pau na tiau kiam hoat, sebuah serangan maut yang paling diandalkan Biau lam sinni dari Lam hay Koan tiau kek. Dalam penggunaan jurus pedang ini, Bwe Leng soat telah meyakinkan selama banyak waktu, maka kematangannya boleh dibilang sudah mencapai ke tingkatan yang luar biasa. Sangkoan Bu cing terperanjat sekali, dengan cepat dia melompat ke samping untuk menghindar. Bersama waktunya ketika melompat ke samping ia gunakan jurus Sian kan coan kun dari ilmu Hu si jit si untuk membabat tubuh lawan. Diantara kilauan cahaya tajam yang berwarna warni, segera berkumandang suara pekikan nyaring. "Bagus sekali!" Bentak Bwe Leng soat, sambutlah jurus jurus Siang tong sui oh (pusaran air berpusing), Keng to pek an (gulungan ombak memecah ditepian) dan Hay siau thian keng (gelombang samudra mengejutkan langit) tiga jurus seranganku ini!" Pada saat yang bersamaan secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan berantai yang maha dahsyat. Pedang mestikanya dengan membawa desingan tajam yang membelah angkasa, ibaratnya gelombang dahsyat yang menjebolkan tanggul langsung menggulung kedepan tiada habisnya. Beratus orang manusia baik dibawah panggung maupun diatas panggung sama sama dibikin berdiri kaku seperti patung, mereka terbelalak lebar dengan mulut melongo, napasnya memburu, seakan akan menyaksikan suatu adegan yang menegangkan syaraf. Mendadak... Sangkoan Bu cing mendengus tertahan. Dengusan tersebut bagaikan binatang buas yang terluka saja... rupanya ia sudah dikalahkan. Bagaimana kalahnya? Sedikit yang dapat menyaksikan, tapi Bwe Leng soat mengerti hal ini bukan dikarenakan ilmu pedang Hu si jit si tak sanggup melebihi ilmu pedang aliran Lam hay Koan tiau kek. Melainkan pihak lawan belum menguasahi penuh ilmu sakti itu sehingga kedahsyatannya belum bisa mencapai sebagaimana mustinya. Apalagi Be Siau soh memang sengaja merahasiakan satu jurus diantaranya dan tidak diajarkan kepadanya. Iga Sangkoan Bu cing tertusuk telak oleh sambaran pedang Bwe Leng soat, dengan wajah pucat pias dia berdiri kaku, hatinya benar benar kecewa sekali. Keadaannya pada saat ini pada hakekatnya seperti seekor ayam jago yang kalah bertarung. Bwe Leng soat segera tertawa hambar, katanya. "Hu kaucu, terima kasih banyak atas petunjukmu!" Walaupun Sangkoan Bu cing seribu kali merasa berat hati, dalam keadaan demikian terpaksa dia harus menyingkir juga dari situ, katanya sambil tertawa getir. "Akulah yang berilmu rendah, hanya membikin nona mentertawakannya saja, cuma pemberianmu tadi suatu ketika pasti akan kukembalikan" "Sialan, sulit amat orang ini dihadapi" Pikir Bwe Leng soat. Tapi diluar dia berkata sambil tersenyum. "Soal itu mah lebih baik kita bicarakan kemudian hari saja, dunia ini amat luas, perubahannya juga sangat banyak, siapa tahu perubahan dikemudian hari?" "Peduli bagaimanapun juga, asal kau masih hidup didunia ini dan aku belum mati, kesempatan selalu ada" Selesai berkata, dia lantas mengundurkan diri dari situ. Dalam pada itu, puluhan orang anggota Ki thian kau yang berbaju merah telah bekerja keras mengangkut arak dan menyiapkan cawan. Kepada Be Siau soh yang ada dibelakang panggung, Bwe Leng soat segera berseru. "Kaucu, kenapa kau mesti menyuruh aku menanti terlalu lama?" Baru selesai dia berkata, sesosok bayangan hitam telah melompat naik keatas panggung, Be Siau soh, kaucu dari perkumpulan Ki thian kau. Setelah memperhatikan sekejap tubuh Thian hiang siancu Bwe Leng soat dari atas sampai kebawah, katanya kemudian. "Kau memang berwajah cantik jelita tak heran kalau It sin loteku bisa berubah hati." "Kaucu" Tegur Bwe Leng soat dengan wajah membesi. "jangan berbicara sembarangan, dulu dia amat mencintaimu, cintanya kepadamu amat mendalam, tapi kau telah menghianatinya bahkan melarikan Hu si ku kiam miliknya, yang berubah hati bukan dia melainkan kau!" Be Siau soh tertawa licik, katanya. "Tak kusangka cinta kasih kalian sekarang seperti aku dulu, Ehmmm... tampaknya dia telah menceritakan segala sesuatunya kepadamu" "Tentang soal ini aku tidak menyangkal" "Menurut kau dapatkah aku berbaik kembali dengannya?" Diam diam Bwe Leng soat menyumpah hati "Perempuan ini benar benar tak tahu malu, perkataan macam apapun bisa dia utarakan" Sekalipun dalam hati menyumpah, dimulut kembali dia berkata. "Hal ini tergantung pada dirimu sendiri mungkin dengan mengandalkan kecantikanmu, kau masih dapat memikatnya kembali" Sambil tertawa Be Siau soh segera manggut manggut. "Akupun berpendapat demikian" Katanya "cuma sekarang ada kau disisinya, aku rasa hal ini agak sulit!" "Benarkah begitu...?" Sebenarnya dia hendak mengatakan mengapa tidak kau bunuh diriku lebih dulu? Tapi kemudian kata kata tersebut diurungkan. Tiba tiba dengan kening berkerut Be Siau soh berkata lagi. "Heran, kenapa hari ini hanya dia seorang yang tidak nampak munculkan diri di sini?" Sudah barang tentu Bwe Leng soat tak akan mengatakan secara jujur kepadanya kalau Ong It sin sedang pergi ke lembah Im hong kok untuk meminjam bola inti es Peng pok ciu. Maka setelah memutar biji matanya sebentar, diapun menjawab. "Engkoh Sin jauh sebelum peristiwa ini berlangsung telah sampai disini, mungkin saja pada saat ini dia sudah berada di dalam markas besarmu sana..." Mendengar perkataan itu, Be Siau soh menjadi amat terperanjat, segera pikirnya. "Celaka! Jika ia sampai melepaskan api untuk membakar markas besar, bisa berabe jadinya!" Tapi kemudian ia berpikir lebih jauh. "Aaah... tak mungkin, bila ia benar benar telah pergi ke markas besarku, masa budak ingusan ini akan berterus terang mengatakannya kepadaku? Sudah pasti dia lagi menggunakan siasat licik untuk menipuku, agar pikiran dan perasaanku menjadi kalut tak karuan" Oleh karena dia mempunyai anggapan demikian, maka rasa terkejut yang semula melintas diatas wajahnya pun segera lenyap tak berbekas. Dengan cepatnya pula dia pulih kembali dalam ketenangan, katanya. "Dalam markas besarku itu penuh dengan alat jebakan serta persiapan yang matang, semoga saja dia jangan ke sana" Dengan cepat kedua orang itu sama sama memutar otak dan beradu kecerdikan, masing masing pihak dengan mengandalkan kecerdasan otaknya serta ketajaman mulutnya untuk saling merobohkan dan saling mengalutkan pikiran lawan. Terdengar Bwe Leng soat berkata. "Pepatah mengatakan, yang datang tidak bermaksud baik, yang bermaksud baik tak akan datang, setelah Engkoh Sin datang kesitu, memangnya dia musti menguatirkan segala macam alat jebakan dan persiapan yang kau atur di tempat itu?" "Legakah hatimu membiarkan dia menyerempet bahaya seorang diri?" Jengek Be Siau soh. "Tahu dia tahu pula aku, jika kita sudah saling percaya mempercayai, sudah barang tentu aku tak perlu kuatir" Tiba tiba dia merasa bila keadaan semacam ini dilangsungkan lebih jauh, keadaannya sama sekali tidak menarik, maka katanya kemudian dengan suara dingin. "Lebih baik kita kembali kesoal yang pokok saja, berbicara melulu tak ada gunanya, mengapa kita tidak selesaikan dengan jalan bertarung saja...?" Be Siau soh segera memberi tanda dengan tangannya seraya mencegah. "Sekarang tengah hari sudah tiba, inilah saatnya untuk bersantap siang, nona Bwe, kalau ingin beradu kekuatan, paling tidak juga harus kau tunggu setelah aku bertindak sebagai seorang tuan rumah yang baik" Mendengar perkataan itu, dengan cepat Bwe Leng soat berpikir didalam hatinya. "Bagaimanapun juga, mengulur waktu merupakan tugas yang terutama dalam penampilanku sekarang, mumpung ada kesempatan untuk berbuat demikian, mengapa tidak kumanfaatkan dengan begitu saja...?" Berpikir sampai disitu, tanpa berpikir lebih jauh lagi, dia lantas menyahut. "Baiklah, setelah perjamuan nanti, kita baru tentukan siapa yang lebih kosen diantara kita berdua" Selesai berkata, dia lantas melayang turun dari atas panggung. Dalam pada itu, Be Siau soh telah berpaling kearah barak sebelah barat, kepada para jago yang berkumpul disitu, katanya dengan suara lantang. "Para ciangbunjin, para enghiong dan hohan sekalian, dalam menyelenggarakan pertemuan pada hari ini, apakah penyelenggaraan ini akan berjaga atau berbuat dosa kepada kalian semua, hingga dewasa ini masih belum bisa ditentukan, cuma bagaimanapun juga, umat persilatan yang ada didunia ini sesungguhnya bersumber satu, setelah kalian semua bersedia untuk berkunjung ke lembah Jit hwe kok ini, paling tidak aku sebagai tuan rumah tempat ini harus menunjukkan sedikit baktiku sebagai tuan rumah yang baik. Betul perkumpulan kami tak bisa menyiapkan hidangan yang serba lezat dan enak, tapi hanya sedikit hidangan yang kasar dan arak jelek yang dapat kami siapkan, harap bisa menggembirakan pula hati kalian semua. Nah, pertama tama pun kaucu akan menghormati dulu para ciangbunjin dan para enghiong hoo han sekalian dengan secawan arak, semoga kalian semua selalu sehat wal afiat..." Selesai berkata dia lantas meneguk habis isi cawannya sampai kering... Sejak memasuki lembah Jit hwe kok tersebut, dalam hati kecil para jago telah timbul perasaan was was yang amat tinggi mereka kuatir kalau dalam arak ada racunnya maka semua orang menjadi ragu ragu dan tak berani meneguk habis arak tersebut. Menyaksikan kejadian ini Be Siau soh segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak. "Haaahh... haaahh... haaahh... rupanya kalian takut kalau aku mencampurkan obat beracun kedalam arak kalian? haaahh... haaahh... kenapa tidak kalian buktikan sendiri?" Dengan cepat dia menitahkan anak buahnya untuk mendatangi meja perjamuan para jago dan masing masing pihak menuang tiga cawan arak dari pocu yang ada disitu kemudian diteguk sampai habis, betul juga, mereka sama sekali tidak menampakkan gejala keracunan. Setelah menyaksikan hal ini semua orang baru merasa lega dan meneguk habis isi cawan masing masing. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tay gi siansu dari Siau lim pay masih belum bisa mempercayai ucapan lawan, dengan cepat dia minta kepada Sin san gi in untuk memeriksa sayur dalam meja dengan jarum perak. Ketika kemudian terbukti kalau hidangan yang ada disitu sama sekali tak beracun, mereka baru makan minum dengan perasaan lega. Pada saat yang hampir bersamaan, semua orang sedang berpikir didalam hatinya. "Heran, mengapa kali ini pihak Ki thian kau bisa bersikap tulus ikhlas dan jujur seperti ini?" Malahan Cing hoa loni yang selamanya jarang minum arakpun, kali ini turut menghabiskan tiga cawan arak. Setelah perjamuan mendekati penyelesaian, Ki thian kaucu Be Siau soh dengan membawa sekulum senyuman licik berkata. "Saudara sekalian, kini makan sudah kenyang, minum sudah mabuk, aku rasa inilah saat yang paling tepat untuk mempertimbangkan usul kami agar kalian bersedia menggabungkan diri dengan perkumpulan kami!" Mendengar perkataan itu, paras muka semua jago jago segera berubah menjadi amat hebat. Kim liong lojin Bwe Hoa poh segera menyahut dengan suara yang dingin seperti es. "Be Kongcu, apakah kau tidak merasa bahwa ucapan itu terlalu berlebih lebihan?" "Tentu saja, cuma... bagaimanapun juga kami tetap akan berusaha keras untuk memaksa kalian agar menggabungkan diri dengan perkumpulan kami..." "Seandainya kami semua tidak bersedia untuk memenuhi keinginanmu, apa pula yang hendak kau lakukan? Bukankah ucapanmu itu sama seperti orang bodoh yang lagi mengigau?" Kembali senyuman licik menghiasi ujung bibir Be Siau soh, katanya kemudian. "Aku rasa, kalian tak akan bisa mengambil keputusan lagi dengan semau hati sendiri" Diam diam Kim liong lojin merasa terkejut sekali, serunya kemudian setelah termenung sejenak. "Apakah kau hendak mengandalkan kepandaian silatmu yang sangat lihay itu untuk menguasahi kami semua?" "Sekarang aku sudah tidak perlu menggunakan apa apa lagi, ilmu silat juga tidak, kekerasan juga tidak!" Lantas apa maksud dari perkataannya itu? Dengan cepat satu ingatan melintas didalam benak Kim liong lojin, dia masih ingat sebelum perjamuan dimulai tadi, perempuan itu sama sekali tidak mempunyai keyakinan apa apa, malahan berbicara sesumbar pun tak berani, apa sebabnya sikap perempuan itu berubah seratus delapan puluh derajat setelah mereka selesai bersantap dan minum arak? Jangan jangan dibalik hidangan itu ada sesuatu yang tak beres? Berpikir sampai disini tak tahan lagi dia lantas bertanya. "Apakah kau telah melakukan suatu permainan busuk didalam sayur dan arak yang kau hidangkan untuk kami?" Be Siau soh tertawa tergelak gelak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tampaknya Bwe ciangbunjin tidak terhitung seorang yang pikun, tepat sekali, kalian telah terkena racun tak berwujud dari Thian tok tay ong, kini kamu semua telah keracunan hebat" "Aku tidak percaya..." Seru Pek lek to To hu Hiong dengan wajah sangsi. "Jika kalian semua tidak percaya, mengapa tidak mencoba untuk mengatur napas dan coba dibuktikan apa benar sudah keracunan atau tidak..." Mendengar ucapan tersebut, para jago segera mencoba untuk mengatur pernapasan mereka betul juga, segera terasa peredaran darah mereka tersumbat dan tenaga yang dimilikinya sama sekali tak mampu untuk dikerahkan kembali. Hanya Bwe Leng soat seorang yang sama sekali tidak menunjukkan gejala keracunan. Dalam kejut dan kagetnya para jago menjadi kehilangan pegangan, masing masing orang lantas bertanya kepada Sin san gi in. "Apa yang sebenarnya telah terjadi?" Padahal Sin san gi in (Tabib pertapa dari bukit Sin san) ini telah melakukan pemeriksaan yang seksama terhadap setiap macam sayur dan arak yang berada disitu dan terbukti bahwa semua hidangan tiada racunnya, kenapa sekarang terbukti kalau mereka semua telah keracunan? Sebenarnya apa yang telah terjadi? Dengan wajah keheranan dan tidak habis mengerti, dia lantas bertanya kembali. "Be kaucu, setiap bahan beracun yang ada didunia ini bisa lohu buktikan dan temukan secara mudah, tapi hari ini lohu tidak berhasil menemukan gejala adanya racun didalam hidangan yang ada disini, sebenarnya apa yang telah terjadi? Dimanakah letak racun itu?" "Mengenai persoalan ini ada baiknya kalau kau tanyakkan sendiri kepada Hek lian Jin dari perkumpulan kami" Sahut Be Siau soh. Selesai berkata, dia lantas menunjuk ke arah seorang kakek bertubuh tinggi besar yang berdiri disampingnya. Ketika Bwe Leng soat mendongakkan kepalanya, maka tampaklah kakek tersebut tak lain adalah Thian tok Tay ong Hek lian Jin yang berhasil melarikan diri dari kota ular beracun, tak heran kalau racun yang digunakan olehnya begitu lihay. Namun si Tabib pertapa dari bukit Sin san tidak puas sampai disitu saja ia lantas berseru. "Aku ingin tahu, mengapa racun yang kau lepaskan terhadap kami, bisa lolos dari pemeriksaan lohu? Apa yang sebenarnya telah kau lakukan...? Tolong berilah keterangan" Thian tok tay ong memandang lekat lekat musuhnya, setelah itu dia berkata. "Lohu sama sekali tidak melemparkan racun tersebut dalam sayur maupun dalam arak yang dihidangkan" "Lantas mengapa kau bisa menyebabkan semua orang menjadi keracunan hebat..." "Tak ada salahnya bila kuberitahukan hal ini sekarang, sesungguhnya hal ini merupakan salah satu rencana yang telah kami susun secara baik. Sewaktu aku mendapat tahu akan kehadiranmu dalam pertemuan ini segera kusadari bahwa meracun sayur dan arak sama sekali tak ada gunanya, sebab toh akhirnya tak akan terhindar dari pemeriksaanmu yang seksama, oleh karena itu di saat yang terakhir aku telah merubah rencana semula, yakni kuberikan racun tadi di dalam dasar mangkuk tempat hidangan yang manis manis, sementara diatasnya diberi benda yang tidak gampang meleleh bila bertemu dengan panas. Ketika kau melakukan pemeriksaan tadi, racun tersebut belum lagi melumer, menanti kau menyelesaikan pemeriksaanmu racun itu baru melumer dan menyerap kedalam hidangan, itu pula sebabnya kalian semua menjadi keracunan hebat. Nah, penjelasanku ini cukup memuaskan kalian semua bukan?" Setelah mendengar perkataan itu, si Tabib pertapa dari bukit Sin san baru menghela napas sedih, katanya. "Cara kerja serta tindakanmu benar benar hebat, keji dan cerdik, bagaimanapun juga lohu merasa kagum sekali, cuma... kalau suruh aku menyerah kalah, jangan bermimpi disiang hari bolong..." Belum selesai dia berkata, mendadak terdengar suara parau lainnya berseru memuji. "Lu tayhiap, kau memang tak malu kalau disebut sebagai seorang lelaki sejati!" Ucapan mana bukan berasal dari barak sebelah barat. Dengan suara lantang Be Siau soh segera membentak keras. "Siapa disitu?" "Omintohud, lolap adalah anggota dari agama Buddha" Jelas jawaban tersebut berasal dari seorang pendeta. Betul juga, dari mulut lembah Jit hwe kok sebelah depan sana, tiba tiba muncul seorang pendeta dan seorang nikou yang sedang meluncur tiba dengan kecepatan luar biasa. Kepandaian silat yang dimiliki kedua orang pendeta itu betul betul luar biasa sekali, dalam waktu singkat mereka telah tiba ditengah lapangan yang memisahkan barak sebelah barat dengan barak sebelah timur. Thian yan siansu dan Thian ci siansu dari partai Siau lim segera mengenali siapa gerangan kedua orang ini, dengan wajah berseri karena kegirangan mereka segera berseru. "Oooh... rupanya Ih lwe seng telah datang, kami benar benar akan tertolong..." Thian hiang siancu Bwe Leng soat buru buru maju pula ke depan menyambut kedatangan gurunya berdua, malahan dia segera melaporkan kalau para jago telah keracunan hebat semuanya. Leng mong sin ceng segera bertanya. "Ke mana perginya muridku Ong It sin?" Dengan ilmu menyampaikan suara Bwe Leng soat berbisik. "Dia sedang pergi ke lembah Im hong kok untuk meminjam bola ini es Peng pok ciu, tak lama kemudian dia pasti telah kembali kemari" Leng mong sin ceng tampak agak terperanjat, serunya dengan cepat. "Apakah Ciok yong li sin juga telah menggabungkan diri dengan perkumpulan Ki thian kau?" "Yaa, benar, kami telah mendapatkan laporan yang bisa dipercaya, konon orang itu sedang bertugas pula didalam perkumpulan Ki thian kau" "Sin ni" Kata Leng mong sin ceng kemudian. "tampaknya kita harus mengalami dahulu pertarungan ini sebelum bisa terbang kembali kelangit..." "Kalau memang begitu apa lagi yang kau tunggu? Too heng boleh segera menolong mereka yang terluka, biar pin ni yang menghadapi Ki thian kaucu tersebut" Begitu selesai berkata, dia lantas melayang naik keatas panggung lui tay. Sementara itu, sejak mengetahui akan kehadiran Ih lwe ji seng (sepasang malaikat dari jagad) Be Siau soh meloloskan pedang Hu si ku kiam miliknya untuk bersiap siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan. Terdengar Biau si sinni berkata. "Be kaucu, gara gara ambisimu untuk menguasahi seluruh dunia persilatan dan memerintah jagad kau telah melakukan tindakan yang keji dan busuk terhadap umat persilatan, apakah kau tidak merasa bahwa perbuatanmu itu amat keterlaluan? Apakah kau tidak menyesal terhadap para jago yang ada didunia ini?" Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan "Apalagi jika sesuatu yang diusahakan dengan kelicikan dan kebusukan sekalipun kau berhasil menguasahi seluruh jagad apakah hal itu bisa berlangsung dengan langgeng?" Dengan Be Siau soh menjawab. "Ucapan yang tak sedap didengar itu hanya cocok kalau dikatakan kepada seorang bocah yang baru berumur tiga tahun, bila ada orang menganggap aku telah menggunakan siasat busuk untuk menguasahi jagad, dia toh boleh saja menggunakan siasat busuk pula untuk menghadapi diriku." Oleh ucapan tersebut, Biau si sinni menjadi terbungkam dan tak bisa berkata apa apa lagi, selang sejenak kemudian pendeta itu baru berbisik. "Omintohud, kalau toh sicu bersikeras hendak mengandalkan kepandaian silat dan siasat licik untuk menaklukkan seluruh kolong langit, terpaksa sinni juga harus meminta petunjuk ilmu silatmu" Be Siau soh segera berkerut kening, hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya, dia membentak keras. "Memangnya kau anggap aku takut kepadamu?" Pergelangan tangannya segera digetarkan, dengan jurus Kay thian pit tee (membuka langit menutup bumi) dia maju ke depan dengan suatu gerakan yang cekatan, kemudian selapis cahaya pedang yang tajam dan tebal secepat kilat menyambar ke depan menusuk ke ulu hati pendeta perempuan tersebut... Dengan cekatan Biau si sinni berkelit ke samping untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut, kemudian katanya. "Sicu, kau benar benar berangasan..." Mendengar peringatan itu, Be Siau soh segera sadar kembali akan kesalahannya, dia lantas berpikir. "Betul, menghadapi jago lihay seperti ini aku memang tak boleh berbuat terlampau berangasan..." Berpikir sampai disitu, dengan cepat dia memusatkan seluruh perhatiannya menjadi satu, menyusul kemudian jurus kedua Sian kan coan kun (memutar balikkan jagad) dilancarkan. Seketika itu juga, tampak cahaya panca warna memancar ke empat penjuru dan menyelimuti angkasa. Kelihayannya benar benar menggetarkan hati siapapun juga yang menyaksikannya. OodeoO Biau si sinni merasa terkesiap juga menghadapi ancaman musuhnya yang amat dahsyat itu, pikirnya kemudian. "Rupanya dia telah berhasil mempelajari ilmu Ngo heng sin kang yang maha dahsyat itu, tak heran kalau ambisinya untuk menguasahi seluruh jagad begitu besar" Dengan suatu kecepatan yang luar biasa, nikou tua itu segera meloloskan pedang Liu ing kiam miliknya. Dengan enteng dia maju ke depan, merendahkan tubuhnya dan melancarkan sebuah babatan, kemudian tangan kirinya didorong ke depan dengan jurus Hwe long tiap (gulungan ombak bersusun) untuk membentuk satu lingkaran busur, diiringi desingan angin tajam yang memekikkan telinga, serangan tersebut segera dilontarkan ke depan secara bertubi tubi. Be Siau soh melototkan sepasang matanya besar besar, dengan marah dia membentak keras. "Nikou tua bangsat... kau sendiripun tidak terhitung seorang pendeta yang penuh welas asih!" Ditengah pembicaraan itu, dia telah melancarkan serangan dengan jurus yang ketiga dan jurus keempat. Sementara itu Bwe Leng soat yang menonton jalannya pertarungan itu dari tepi arena, dapat melihat bahwa tenaga dalam yang dimiliki Be Siau soh memang jauh lebih tangguh beberapa kali lipat bila dibandingkan dengan kemampuan dari Sangkoan Bu cing. Tapi dia sama sekali tidak menguatirkan keselamatan gurunya sebab dia tahu bahwa gurunya telah berhasil melatih diri hingga mencapai taraf tubuh Kim kong yang kebal terhadap pelbagai senjata, bahkan kalau dibandingkan dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang masih jauh lebih hebat beberapa tingkat... Didalam anggapannya, sekalipun belum tentu bisa meraih kemenangan, paling tidak juga tak akan menderita kekalahan. Tapi, ketika keseratus delapan jurus yang digunakan Biau si sinni untuk melancarkan serangan telah habis digunakan ternyata Be Siau soh belum juga kena dirobohkan. Lama kelamaan kehebatan pendeta perempuan itu makin merosot dan tak bisa seperti tadi lagi. Keadaan tersebut bukan saja ditemukan olehnya, bahkan para jago yang berkumpul disana maupun pihak musuhpun merasakan ada sesuatu yang tak beres dalam arena pertarungan itu. Tanpa terasa, Thian hiang siancu Bwe Leng soat menjadi gugup bercampur panik kepada Leng mong sin ceng segera serunya "Su pek, apakah siluman perempuan itu bisa menggunakan ilmu sesat?" Sementara itu Leng mong sinceng telah membagikan obat penawar racun kepada semua jago yang keracunan, mendengar pertanyaan itu, segera sahutnya dengan cepat. "Nona keliru besar bila beranggapan demikian, Be Siau soh sama sekali tidak pandai menggunakan ilmu sesat..." "Kalau begitu, pastilah suhu sudah lanjut usia sehingga daya tahannya makin merosot..." "Juga bukan lantaran persoalan itu, bagi seseorang yang telah mencapai tingkatan tubuh Kim kong, hawa murninya bisa keluar tanpa henti hentinya, atau dengan perkataan lain, kekuatan tersebut bisa dipakai tanpa suatu pembatasan" "Kalau memang begitu, aku menjadi semakin tidak habis mengerti lagi..." "Persoalannya adalah terletak pada pedang Hu si ku kiam yang dipakai oleh Be Siau soh itu" "Apakah pedang itu mempunyai kekuatan yang luar biasa?" "Bukan begitu saja, bahkan pedang Hu si ku kiam itupun dapat mengeluarkan tenaga magnit yang bisa digunakan untuk mengendalikan gerakan pedang musuhnya, bagaimanapun lihaynya tenaga dalam seseorang bila sudah berhadapan dengan senjata itu, maka kepandaian tersebut seolah olah menjadi kehilangan kemampuannya menguasahi lawan, masih untung saja dia tidak mempelajari ilmu pedang Sang yang kiam hoat, kalau tidak, keadaannya pasti akan bertambah berabe" "Mengapa?" Leng mong sinceng mengalihkan sorot matanya keatas panggung Liu tay, tak sempat memberi penjelasan lagi, dia mengebaskan ujung jubahnya dan tahu tahu sudah melompat naik keatas panggung Lui tay sambil serunya dengan lantang. "Sinni, kau boleh beristirahat dulu, biar lolap yang mencoba sampai dimanakah kehebatan dari ilmu pedang Be kaucu" Menggunakan kesempatan itu, Biau si sinni segera melompat mundur dari arena pertarungan, sahutnya. "To heng, kau harus berhati hati terhadap kekuatan sakti yang terpancar keluar dari senjata Hu si ku kiam tersebut, hampir saja sinni terkecoh oleh kehebatan itu" "Soal ini lolap sudah tahu, tapi hanya muridku seorang yang dapat mematahkan kekuatan tersebut" Ucapan ini seketika itu juga membuat Bwe Leng soat menjadi bingung dan tidak habis mengerti. Tapi Biau si sinni seperti menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia berbisik. "Omitohud!" Be Siau soh sendiripun dibuat tidak habis mengerti, diam diam pikirnya. "Hwesio tua ini lagi mengaco belo tak karuan, mana mungkin si murid dapat mematahkan seranganku sebaliknya gurunya malah tak mampu, yaa, pasti ia lagi mengigau" Berpikir sampai disitu, dia lantas tertawa senang, katanya. "Wahai hwesio gede, kedengarannya kau mempunyai kepandaian yang sangat hebat, aku harap kau jangan seperti nikou tua tersebut, begitu tak becus dan tak mampu apa apa" Selesai berkata secara beruntun dia melancarkan tiga buah bacokan berantai. Namun Leng mong sinceng menghadapinya secara gesit dan lincah, bukan saja melayaninya dengan tangan kosong belaka, bahkan selalu menghindarkan diri dari ancaman langsung. Sekalipun demikian, keadaannya malah jauh lebih baikan. Cuma saja, pertarungan yang lebih mengandalkan pertahanan daripada serangan ini benar benar merugikan tenaganya. Dua kali gebrakan kemudian, gerak gerik hwesio tua itu sudah tidak selincah dan segesit permulaan tadi lagi. Menyaksikan keadaan tersebut, semua jago yang ada ditempat itu menjadi kebat kebit tak karuan, rata rata mereka menunjukkan perasaan cemas dan bercampur kuatir. Sebab seandainya Ih lwe ji seng sampai tak mampu untuk menghadapi kehebatan lawan, maka akibatnya sukar untuk dilukiskan dengan kata kata. Berbeda dengan para anggota Ki thian kau mereka menjadi kegirangan setengah mati, malah sorak sorai yang gegap gempita mulai berkumandang memecahkan keheningan. Seketika itu juga Be Siau soh merasa bangganya bukan kepalang, sambil tertawa cekikikan katanya. "Wahai hwesio tua, kenapa kau tidak melakukan serangan balasan? Apakah kaupun merasa sayang untuk membunuh seorang gadis cantik seperti diriku ini?" "Perkataan apa itu?" "Omintohud" Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Seru Leng mong sinceng kemudian. "bagaimanapun juga kau adalah seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, mengapa mulutmu begitu kotor dan tak tahu sopan santun?" Be Siau soh segera tertawa cekikikan. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku sih tidak terbiasa untuk berbicara secara sopan santun, dihadapan murid berlagak sok serius dan suci, padahal... apa yang sedang dipikirkan dalam hati, siapa tahu? Daripada sok berlagak serius, kan lebih baik berterus terang apa adanya..." Belum habis dia berkata, semua orang anggota Ki thian kau yang berada disekitar sana telah bersorak sorai dengan gegap gempita. Sementara Ki thian kaucu Be Siau soh berlagak dengan angkuhnya diatas panggung, mendadak dari luar lembah Jit hwee kok berkumandang datang suara pekikan yang amat nyaring. Begitu mendengar suara pekikan tersebut, hwesio tua itu segera merasakan hatinya menjadi lega. "Li sicu" Katanya kemudian. "apakah kau tidak merasa perkataanmu itu diutarakan kelewat awal?" Be Siau soh segera tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Ih lwe ji seng tak lebih hanya begitu saja, mulai sekarang pun kaucu sudah sepantasnya kalau disebut sebagai manusia nomor wahid dikolong langit..." "Hmmm, ucapan seekor katak dalam dasar sumur..." Mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara ejekan yang sinis. Dengan terperanjat Be Siau soh berpaling ke belakang... Entah sejak kapan diatas panggung telah bertambah dengan seorang pemuda tampan yang berbaju biru. Pemuda itu sama sekali tidak menggubrisnya, kepada Leng mong sinceng ia memberi hormat seraya berseru. "Tecu menjumpai suhu!" "Apakah tugasmu telah kau laksanakan dengan baik?" Tanya Leng mong sin ceng kemudian. Mula mula pemuda itu agak tertegun, namun ketika sorot matanya saling bertemu dengan Bwe Leng soat, dia baru mengerti apa yang ditanyakan gurunya, buru buru dia menyahut. "Walaupun mengalami banyak rintangan untung saja semuanya dapat berhasil dengan sukses" "Bagus sekali, sekarang kau boleh menggunakan ilmu pedang Sang yang kiam hoat untuk bertarung dengannya" Begitu selesai berkata dia lantas melayang turun lebih dahulu dari atas panggung. Sementara itu, Be Siau soh telah memperhatikan diri Ong It sin dari atas sampai ke bawah, dia merasa perawakan tubuhnya masih tegap seperti sedia kala, nada suaranya juga tak berubah, satu satunya yang berubah hanya raut wajahnya. Pada hakekatnya dia tak bisa dibilang seorang lelaki tampan yang belum pernah dijumpainya selama ini. Yang lebih hebat lagi adalah sikap maupun cara kerjanya, dari seorang yang bego kini telah berubah menjadi pintar sekali. Sementara dia masih tertegun dan termangu... Ong It sin telah merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebuah topeng kulit manusia, kemudian dikenakan diatas wajahnya, dengan cepat dia berubah kembali menjadi seorang manusia bertampang jelek sekali, bermulut seperti babi, hidung pesek, mata melotot, tulang kening menonjol, betul betul jeleknya bukan kepalang. Tapi tak lama kemudian dia telah melepaskan topeng kulit manusia itu dan pulih kembali kedalam wajah yang sebenarnya. Bila dibandingkan kedua hal tersebut, maka antara tampang yang jelek dan tampang yang bagus seakan akan terpisah oleh suatu selisih jarak yang besar sekali. Makin dilihat Be Siau soh merasa makin senang, akhirnya berseru dengan manja. "Adik Sin, rupanya waktu itu kau mengenakan topeng kulit manusia, kau benar benar menipuku habis habisan" "Ayahku yang mengenakan topeng tersebut diatas wajahku, jangankan kau, aku sendiripun tidak tahu!" "Yaa, kalau kuketahui sedari dulu, tentu keadaannya akan jauh lebih baik lagi" Seru Be Siau soh cepat cepat. Mendengar perkataan itu, tanpa terasa Ong It sin segera menyingkir dengan sinis. "Tapi tentunya tak akan berubah ambisimu untuk menguasahi seluruh jagad bukan?" Be Siau soh mengerling sekejap kearahnya lalu menjawab. "Tampaknya kau seperti amat memahami gerak gerikku?" "Buat apa musti dibicarakan lagi?" "Sekarang aku telah berhasil meraih suatu keuntungan kecil yakni mendirikan perkumpulan Ki thian kau, bersediakah kau bersikap seperti dulu lagi dan membantu usahaku sepenuh hati?" Mendengar perkataan tersebut, Ong It sin segera tertawa: Melihat itu, dengan kening berkerut Be Siau soh berseru manja. "Apakah kau tidak bersedia?" "Aku mah tidak mempunyai kepandaian sehebat itu" Jawab Ong It sin hambar. "selain itu tujuan perkumpulan kalian..." "Tujuan dari perkumpulan kami adalah menguasahi seluruh dunia persilatan dan menghindar segala macam pertikaian yang tidak diperlukan, apakah tujuan itu tidak betul?" "Lebih baik jangan berbicara seenaknya sendiri, ucapan saja manis ingin menghindari pertikaian yang tak ada gunanya padahal perbuatanmu busuk melakukan kebrutalan dan kemesuman dimana mana, kalau orang lain suka kedamaian maka kau lebih suka melumuri dunia persilatan dengan darah segar... hmmm, bila tujuan dari perkumpulan kalian adalah berbuat demikian, aku yang pertama tama tak akan berpeluk tangan belaka membiarkan kau bertindak semena mena..." Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo