Pendekar Bego 9
Pendekar Bego Karya Can Bagian 9
Pendekar Bego Karya dari Can Sesungguhnya apa yang diucapkan Ong It sin adalah kata kata sejujurnya. Tapi begitu mendengar perkataan itu, paras muka keempat orang itu kontan berubah hebat, pertama tama Goan tianglo yang menjadi mendongkol lebih dahulu, sambil mendengus ia segera melancarkan sebuah pukulan kedada Ong It sin- "Hey, apa apa an kau..." Teriak Ong It sin terperanjat. Tapi baru sampai tengah jalan, angin pukulan yang dilancarkan Goan tianglo telah menghantam dadanya. "Tunggu sebentar" Terdengar Tay tianglo mencegah. "jangan dibunuh, mari kita tanyai dirinya lebih dulu" Tentu saja pukulan dahsyat tersebut tidak bersarang didada Ong It sin, akan tetapi ketika termakan oleh angin pukulan yang amat dahsyat tersebut tubuhnya segera terdorong sejauh tujuh delapan langkah kebelakang, kemudian karena tak mampu mempertahankan diri, akhirnya ia roboh terjengkang ke atas tanah. Baru saja pantatnya mencium tanah, sepasang lengan Goan tianglo telah dibentangkan, bagalkan seekor burung elang anak muda itu segera ditubruknya. Sama sekali tidak terlintas ingatan untuk menghindar dalam benak Ong It sin, tahu tahu bahunya terasa kencang dan ia sudah kena dicengkeram oleh Goan tianglo segera diangkat ke tengah udara. Berhubung sepasang kakinya tidak menempel tanah sekuat tenaga Ong It sin menjejak kesana kemari. Paras muka Goan tianglo segera berubah menjadi keren, bentaknya. "Kalau kau berani sembarangan bergerak. jangan salahkan kalau sekali hantam kubunuh dirimu" Kalau berganti di waktu biasa, apalagijika watak bodohnya kambuh, Ong It sin pasti tak mau tunduk malah mungkin akan berteriak teriak keras. Tapi sekarang ia tak berani berbuat demikian, sebab ia sempat berpikir seandainya ia sampai mati terbunuh ditangan Goan tianglo, niscaya urusan yang diserahkan Be Siau soh kepadanya tak akan bisa dilaksanakan lagi... oleh karena itu dia menghela napas panjang dan berdiri tak berkutik lagi. Goan tianglo masih juga mencengkeram tubuhnya kemudian tegurnya kembali. "Mengapa kau mengaco belo bicara tidak karuan untuk membohongi kami...?" "Aku tidak bohong, akupun tidak ngaco belo, kalau misalnya kalian anggap perkataan itu bohong." "Apa sangkut pautnya urusan ini dengan Ik tianglo?" Bentak Goan tianglo semakin gusar. "Ik tianglo yang bicara sendiri kepadaku, waktu aku sampai disini, ia belum mati" "Masa ia mengatakan kalau perampasnya adalah Sai siujin mo?" "Yaa, waktu itu aku bertanya kepadanya, siapakah yang telah merampas anak itu dia bilang Say siujin mo" Sementara itu ketiga orang tianglo lainnya telah maju mendekat, slang tianglo lantas bertanya. "Mungkin perkataan yang diucapkan Ik tianglo menjelang ajalnya tidak jelas, dan bangsat ini tidak mendengar dengan tepat, maka ia bicara sembarangan disini" "Betul" Sambung Tay tianglo. "Say siujin mo sudah mati dikerubuti oleh pelbagai jago lihay dari dunia yang sudah mati mana mungkin bisa hidup kembali?" Ong It sin menjadi tidak tahan, segera timbrungnya dengan suara keras. "Aaah... kalian tahu apa? Menurut orang persilatan Ciong lam su shia sudah mati, padahal belakangan ini mereka berempat telah membakar habis perkampungan keluarga Li yang tersohor namanya diwilayah cuanpak..." "Dimana letak perkampungan keluarga Li, aku tak pernah mendengarnya?" Ejek Tay tianglo dengan mata melotot. "Hmm... apa lagi benteng Khekpo kalian itu akupun lebih lebih tak pernah mendengar" Paras muka Tay tianglo berubah membesi, telapak tangannya langsung diayunkan kemuka dan.. "Plok", pipinya sudah kena ditampar keras keras. Ong It sin berpekik nyaring, darah kental meleleh keluar membasahi ujung bibirnya. Meskipun pukulan tersebut tidak terlalu keras toh pukulan tersebut cukup membuat pipi Ong It sin berubah menjadi bengkak besar. Dalam keadaan demikian Ong It sin merasa yaa Cemas yaa marah, segera teriaknya. "Kalian manusia manusia tak tahu aturan, siaupocu kalian telah hilang, bukannya dicari jejaknya malahan mencari gara gara ditempat ini denganku." "Hmm... hmm... sekarang juga aku akan berangkat ke benteng Khekpo, hendak kujumpai pocu kalian dan ingin kulakukan kejadian ini kepadanya akan kulihat apa yang bisa ia katakan?" Mendengar perkataan itu empat orang tianglo tersebut saling berpandangan sekejap akhirnya Goan tianglo lepas tangan dan menurunkan Ong It sin ke atas tanah. Setelah itu mereka berempatpun berbisik bisik merundingkan masalah tersebut. Waktu itu Ong It sin sedang mendongkol, ia sama sekali tidak mempedulikan apa yang sedang dirundingkan keempat orang tianglo tersebut, ia hanya ribut dengan kemangkelan dalam hatinya. Lewat sesaat kemudian, Goan tingnlo baru putar badannya sambil bertanya. "Sewaktu kau tiba disini tadi bukankah Ik tianglo belum mati? Hati hati kamu yaa, kalau bertemu dengan poocu kami nanti harap jangan memutar balik kembali duduknya persoalan" "Si telur busuk baru memutar balikkan pembicaraan" Teriak Ong It sin dengan mata melotot. "Baik kalau begitu ikutilah kami pulang ke benteng Khekpo" Berbicara sampai disitu ia lantas bersuit nyaring suaranya keras dan tajam hingga berkumandang sampai ketempat yang jauh sekali. Tak lama setelah suara pekikan tersebut, terdengar suara derap kaki kuda berkumandang datang, keras dan nyaring sekali suaranya, seperti ada belasan ekor yang lari mendekat bersama sama. setelah rombongan itu sampai dihadapan mereka, Goan tianglo baru berseru. "Hayo naik kuda kita harus melakukan perjalanan siang malam untuk kembali ke benteng Khekpo" Setelah melakukan perjalanan selama tiga hari akhirnya pagi itu sampailah mereka didepan sebuah bukit dengan pepohonan yang lebat, dipimpin Goan tianglo, mereka langsung menerjang masuk ke atas bukit tersebut. Bukit itu tinggi rendah tak menentu, sama sekali tak ada jalan setapak yang bisa dilewati, setelah melakukan perjalanan sekitar setengah jam, akhirnya sampailah mereka di depan sebuah pintu gerbang besar dan tinggi yang memancarkan sinar keemas-emasan. Pintu itu sesungguhnya terbuat dari tembaga lantaran digosok sampai mengkilap maka sepintas lalu pintu itu mirip sekali seperti terbuat dari emas murni. Delapan orang busu bersenjata tombak panjang berdiri dikedua belah sisi pintu gerbang, mereka rata- rata berwajah keren dan bertubuh tegap keren sekali tampangnya. cukup menyaksikan kesemuanya itu, Ong It sin telah dibuat termangu mangu jadinya. Pintu gerbang itu tingginya mencapai dua kaki dengan lebar tujuh depa, entah berapa banyak tenaga manusia yang telah dikerahkan untuk membuat pintu sebesar itu. Baru pertama kali ini Ong It sin menjumpai pintu tembaga sebesar ini, sebelum itu jangankan melihatnya, bahkan mimpipun tak pernah membayangkan sampai kesitu. Ketika mereka berlima tiba didepan pintu, para busu bersenjata tombak itu segera mendorong pintu tersebut ke samping. Tampaknya pintu tembaga itu berat sekali, karena beberapa orang busu yang tinggi besar itupun harus mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk mendorong pintu tadi. Suasana dalam ruangan dibalik pintu gerbang itu terasa amat seram dan serius, sedemikian seramnya membuat orang tak berani berbicara keras keras. Tak lama kemudian, pintu gerbang itu sudah terbuka dua tiga depa, beberapa orang busu itu segera menyingkir ke samping, sementara keempat orang tianglo itu dengan mengempit Ong It sin segera melangkah masuk ke dalam ruangan- Setelah masuk ke balik pintu, dihadapan mereka terbentang sebuah tanah lapang yang luas, tanah lapang itu dibagi atas lima depa sebagai satu petak, dan petak demi petak diberi alas batu berwarna abu abu, luas seluruhnya mencapai dua hektar lebih. Dihadapannya merupakan sebuah atap batu yang terdiri dari dua puluh anak tangga, diatas tangga batu merupakan sebuah lapangan kecil, selewatnya tanah lapang kecil itu baru merupakan sederet bangunan rumah yang megah. Selama tinggal diperkampungan keluarga Li dulu Ong It sin selalu menganggap perkampungan milik pamannya sebagai bangunan paling megah, akan tetapi bila dibandingkan dengan benteng Khekpo sekarang hakekatnya perkampungan keluarga Li ibarat seorang perempuan desa yang menyelipkan sekuntum bunga disanggulnya, sekalipun cantik namun sederhana, sebaliknya benteng Khekpo ibaratnya seorang putri keraton, bukan cantik saja bahkan kelihatan megah. Ong It sin masih termangu memandang sekelilingnya, ketika Goan tianglo mendorong tubuhnya untuk maju terus kedepan dalam sekejap mata mereka sudah menaiki tangga batu itu. Baru tiba didepan gedung mewah itu bunyi tambur yang berat dan dalam berkumandang dari arah dalam. Tambur itu berbunyi sebanyak tujuh kali kemudian sekalipun sudah berhenti suaranya masih mengaung kencang disekelilingnya membuat hati orang terasa bergetar keras. Ketika bunyi tambur berhenti, Goan tianglo ikut pula berhenti, katanya sambil berpaling. "Pocu telah bersiap-siap menjumpai kita, kalau bicara nanti kau musti tahu diri, mengerti??" Ong It sin yang bodoh bukan seorang penakut, sikapnya sekarang bukan disebabkan keder oleh keadaan tapi ia dibuat kesemsem oleh suasana dalam Khekpo yang angker itu. Maka jawabnya amat menghormat. "Yaa, aku tahu" Berluma mereka naiki anak tangga batu, dan menyeberangi tanah lapang kecil, dimana tampaklah dua baris busu bersenjata lengkap berdiri dikedua sisi tanah lapang. Menanti mereka sudah tiba dimuka pintu, dua orang manusia cebol yang berwajah aneh dan selama ini berdiri ditepi pintu, buru buru maju ke muka serta membukakan pintu untuk mereka. Paras muka Goan tianglo berempat berubah makin tegang, tiba tiba mereka berbisik. "Agaknya Pocu sangat terburu buru kita musti berhati hati" Secara beruntun mereka berlima melangkah masuk kedalam ruangan istana... Megah sekali ruangan itu, permadani kulit monyet emas yang berkilauan hampir menutupi setiap permukaan lantai, tapi suasananya amat hening dan tidak kedengaran sedikit suarapun. Ki si kau atau monyet berbulu emas adalah sejenis binatang aneh yang langka sekali, untuk menangkap seekor saja sudah sulitnya bukan kepalang, apa lagi seluruh permukaan lantai dilapisi oleh kulit monyet emas, entah kulit dari berapa ekor monyet yang telah dipergunakannya? Ong It sin mencoba untuk mendongakkan kepalanya dan memeriksa keadaan disekelilingnya, nyatanya bukan cuma lapisan lantai saja yang dipenuhi oleh kulit monyet emas, bahkan setiap benda baik itu tiang penyanggah ruangan, wuwungan rumah kursi meja pokoknya setiap benda yang berada dalam sekeliling ruangan memancarkan sinar keemas- emasan. Ruangan ini luas sekali, disisi setiap tiang penyanggah ruangan berjejerlah beberapa buah kursi, diatas kursi itu duduk pula manusia baik laki laki maupun perempuan, baik tinggi atau pendek, pokoknya jumlah itu sedemikian banyaknya sehingga sulit buat Ong It sin untuk mengingat ingat raut wajah mereka satu persatu. Pada ruang paling belakang tersedia sebuah kursi yang terbuat dari emas murni, waktu itu masih kosong dan tak ada yang menempatinya. Jangan dilihat jumlah manusia yang berada dalam ruangan mencapai tujuh delapan orang, tapi sejak awal sampai kini tak kedengaran sedikit suarapun, coba kalau tidak ada orang yang duduk disitu, Ong It sin pasti akan mengira ruangan itu adalah sebuah ruangan kosong. Goan Tianglo membawa Ong It sin berjalan masuk kedalam ruangan, mereka berhenti kurang lebih tujuh delapan depa didepan kursi emas itu. "Trang... Trang... trang" Tiba tiba berkumandang suara genta yang amat nyaring, empat orang bocah cilik muncul dari pintu samping, keempat orang bocah itu semuanya mengenakan kopyah emas dan jubah yang terbuat dari serat emas pula sehingga dari jauh tampak berkilauan- "Waah... hebat betul pocu dari benteng Khekpo" Pikir Ong It sin. "dari kursinya yang terbuat dari emas, baju anak buahnya yang tersebut dari emas pula, kalau bukan orang kaya, dia pasti manusia yang menyerupai dewa." Terbayang akan Khekpo pocu, tanpa terasa pemuda itu terbayang kembali akan Be Siau soh, dari Be Siau soh diapun teringat kembali malam syahdu yang dilewatkannya bersama gadis itu, ia mulai termenung melamun dan pikirannya melayang entah sampai dimana. Ditengah keheningan, tiba tiba terdengar seseorang mendehem, suara deheman itu datangnya dari balik pintu, bukan saja suaranya keras pun amat berwibawa. Serentak semua orang bangkit berdiri sedang keempat orang bocah tadi secara terpisah telah berdiri dikedua belah sisi kursi emas. Sebodoh bodohnya Ong It sin, waktu itu diapun tahu kalau pocu dari benteng Khekpo segera akan munculkan diri. Dengan mata yang terbelalak besar dia awasi ke depan dia ingin tahu suami Be Siau soh yang dicintainya itu sesungguhnya lelaki macam apa. Tanpa berkedip pemuda itu awasi terus kearah pintu samping diapun sempat mendengar suara langkah kaki yang berat dan kasar berkumandang memecahkan kesunyian. Sedemikian beratnya langkah kaki itu hampir saja membuat setiap orang dapat merasakan getaran akibat langkah tadi. Ong It sin merasakan hatinya makin tegang, tiba tiba ia merasa ada sinar emas memancar keluar dari balik pintu, sinar emas itu sangat tajam dan menyilaukan mata untuk sesaat membuat sepasang matanya tidak sanggup dipentangkan kembali. Berulang kali Ong It sin musti mengucak matanya, akhirnya ia dapat melihatjuga kalau sinar emas itu berasal dari pantulan pakaian yang dikenakan seseorang. Jelas pakaian itu bukan dibuat dari benang emas, karena pantulan sinarnya entah beberapa kali lipat lebih hebat dari pantulan sinar dari pakaian yang dikenakan keempat orang bocah itu. Belum pernah Ong It sin menjumpai pakaian seaneh ini, tiba-tiba ia merasa takut lagi denyutan nadinya bertambah cepat, tanpa sadar peluh dingin membasahi tubuhnya. Dalam pada itu orang tadi sudah masuk ke dalam ruangan dan berdiri didepan kursi emasnya. serentak segenap hadirin memberi hormat sembari berseru. "Salam hormat untuk Pocu" "Ehmm" Orang itu menyahut, sinar matanya lantas dialihkan kearah Ong It sin. Ternyata ketika semua orang membungkukkan badan untuk memberi hormat tadi, hanya Ong It sin seorang yang tetap berdiri tegak. oleh karena itu ia tampak menyolok sekali. Sementara itu Ong It sin pun telah melihat jelas raut wajah orang itu, ternyata dia kurus sekali, baju emas yang dipakainya terlampau kedodoran sehingga makin dilihat orang itu kelihatan makin lucu. Serta merta Ong It sin memperhatikan pula tampang wajahnya, mula-mula ia tampak rada tertegun kemudian sambil menuding wajah orang tadi tiba-tiba ia tertawa cekikikan. Dalam bayangan semula, pemuda itu mengira Pocu dari benteng Khekpo pastilah seorang yang berwajah lebar bertelinga besar bertampang keren dan berwibawa sehingga siapapun akan merasa keder dan menaruh hormat kepadanya. Tapi kenyataannya sekarang sedemikian kurusnya Khekpo pocu itu sehingga pada hakekatnya menyerupai sebuah bambu, apa lagi melihat tampangnya, ia merasa sedemikian gelinya hingga tergelak gelak tertawanya. Rupanya pocu itu berkepala botak. panca inderanya hampir mendapat satu sama lainnya, alis matanya amat jarang dan terputus putus, alis sebelah kiri amat tebal dan alis sebelah kanan tipis, hidungnya seperti gunung yang kena dibom, amblek ke dalam, dagunya sempit dan bibirnya tebal seperti congor babi, matanya kecil macam mata tikus telingannya besar seperti kipas yang lagi menggape gape. Padahal seringkali Ong It sin mengeluh akan tampangnya yang jelek. apa lagi kalau sedang bercermin di air, pemuda itu seringkali merasa kecewanya bukan main. Tapi sekarang, bila dia harus dijajarkan dengan pocu itu, tiba tiba saja pemuda itu merasa wajahnya berubah jadi setampan janoko. Ditengah keheningan yang sedang mencekam seluruh ruangan, gelak tertawa Ong It sin kedengaran nyaring sekali, bahkan hampir cuma suara tertawanya saja yang kedengaran- Tentu saja tak seorang manusiapun yang tahu kenapa secara tiba tiba Ong It sin tertawa tergelak, lebih lebih tidak mengerti kenapa ia tertawa dalam suasana begini. seketika itujuga paras muka setiap orang berubah hebat. Pocu dari benteng Khekpo sendiripun mula mula agak tertegun, kemudian, tanpa mengucapkan sesuatu apapun ia duduk dikursinya. Ong It sin masih juga tidak menyadari kalau suara tertawanya barusan telah mengagetkan semua orang sampai paras mukanya berubah, ia tak ambil peduli, diapun tak pernah berpikir sampai kesitu. Begitu dilihatnya pocu itu duduk dikursinya, pemuda itu malah maju beberapa langkah, kemudian sambil menuding wajah pocu katanya. "Jadi kau adalah pocu dari benteng Khekpo?" "Benar" Jawab pocu dengan suara dalam. "Haaahh... haaahhh... haaahhh..." Ong It sin malah tertawa tergelak sampai terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya dan air mata sampai ngerocos keluar ia tertawa terus tiada hentinya. Ong It sin betul-betul tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia tidak menyangka kalau wajah pocu itu seperti begini, apalagi kalau mengamati bibirnya yang macam congor babi, ia lantas teringat babinya tempo dulu waktu makan dedak. Tak selang beberapa saat kemudian, tiba tiba ia merasa dalam ruangan yang begitu lebar cuma dia seorang yang tertawa, matanya coba celingukan kesana kemari, ketika dilihatnya semua orang sedang memandangnya dengan wajah tegang, otomatis ia tak mampu tertawa lebih jauh. Dengan terhentinya tertawa itu, maka suasana dalam ruanganpun pulih kembali dalam keheningan, bahkan kali ini dibalik keheningan terasa pula suasana yang begitu seram dan mengerikan. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bikin bulu kuduk orang pada berdiri saja. Ong It sin kembali menggosok gosok matanya, ia masih belum juga mengerti kenapa semua orang memandangnya dengan tegang, diapun tak tahu kejadian apakah yang telah berlangsung disana? Suasana hening tersebut tidak berlangsung terlalu lama, tiba-tiba terdengar Pocu itu bertanya. "Goan tianglo, siapa kah orang sinting itu?" Kalau suara deheman serta langkah kakinya tadi kedengaran begitu keras sampai menggoncangkan seluruh ruangan, maka pertanyaan tersebut diajukan dengan lirih seperti orang yang barusakit parah. Ong It sin membuka mulutnya, hampir saja ia tertawa tergelak lagi. Tapi dengan sikap yang hormat Goan tianglo telah menjawab. "Sobat ini she Ong bernama It sin, orang inilah yang telah diserahi hujin untuk merawat siau pocu" Pocu mengangguk pelan, kembali dia berpaling dan memandang kearah Ong It sin, tanyanya. "Dimanakah bocah itu, sekarang dia masih berada dimana?" "Ketika kuhantar bocah itu pulang ke benteng Khekpo, ditengah jalan Ik tianglo telah merampasnya" Sahut Ong It sin Tampaknya pocu itu sama sekali tidak mengetahui peristiwa yang terjadi, mendengar perkataan itu dia menjadi kebingungan, buru buru serunya. "Sekarang Ik tianglo berada dimana?" Sambil menjatuhkan diri berlutut Goan tianglo menjawab. "Ik tianglo merampas siaupocu dengan maksud hendak berkhianat ia hendak menyandera siaupocu untuk memaksa pocu menuruti permintaannya tapi sewaktu kabur tadi telah terjadi lagi suatu peristiwa, Sahabat Ong lebih jelas dalam persoalan ini" "Peristiwa apa lagi yang telah terjadi?" Buru buru pocu bertanya. "Ia telah berjumpa dengan Say siujin mo" Jawab Ong It sin. "dia bersama anak buahnya mati terbunuh, sedang bocah itu dilarikan manusia iblis berkepala singa" Begitu berita tersebut tersiar keluar, hampir bersama waktunya semua orang yang berada dalam ruangan berseru tertahan. Tapi hanya sebentar saja semua telah pulih kembali dalam keheningan yang luar biasa. Tampak pocu berdiri dengan gelisah lalu duduk kembali dengan tak tenang, suaranya kedengaran bertambah panik. "Sekarang Say siujin mo berada dimana?" "Hmm Siapa yang tahu? coba aku tahu kemana perginya, sejak tadi aku telah mengejarnya, buat apa aku datang kemari untuk menjumpai dirimu!" Sekali lagi pocu bangkit berdiri lalu berjalan ke depan Waktu itu Goan tianglo berempat masih berdiri disamping Ong It sin, tapi ketika dilihatnya pocu menghampiri mereka, serentak keempat orang itu mengundurkan diri ke belakang, sedang semua orang yang duduk disekitar sanapun ikut bangkit berdiri. suasana dalam ruangan segera tercekam dalam ketegangan luar biasa. Ong It sin sedikitpun tidak merasa takut apa lagi setiap kali memandang wajah pocu yang diibaratkan seperti "kentut" Itu, hampir meledak suara tertawa. Pocu berhenti lebih kurang dua tiga depa didepan Ong It sin lama sekali ia tidak berbicara, kemudian setelah menghela napas katanya setengah berbisik. "Apakah... apakah kau telah berjumpa lagi dengan Be Siausoh?" Pertanyaan itu diajukan dengan penuh perasaan sedih dan murung, membuat Ong It sin merasa kasihan dan simpatik kepadanya. "Aku..." Hanya sepatah kata saja yang mampu dia katakan, sebab ucapan selanjutnya serasa sukar untuk meluncur dari mulutnya. Ia memang telah bertemu lagi dengan Be Siau soh, dirumah batu itu, bahkan mengadakan pula hubungan yang syahdu dimalam itu... tapi, bagaimana mungkin ia dapat mengucapkannya keluar? Mana mungkin dia bisa menceritakan adegan mesrah yang ia lakukan dengan Be Siausoh kepada orang lain, apa lagi terhadap bekas suaminya? Maka dari itu, setelah mengucapkan sepatah kata ia segera terhenti di tengah jalan dan tidak kembali. Keadaan pocu waktu itu seperti anak kecil, dicengkeramnya tangan Ong It sin kencang kencang, pemuda itu dapat merasakan tangannya sedingin es... Ong It sin pada dasarnya memang seorang pemuda yang jujur, apa lagi menghadapi seraut wajah yang begitu gelisah dan penuh permohonan, ia merasa tak tega untuk membohonginya. Maka setelah termenung sebentar, sahutnya. "Aku... aku telah bertemu lagi dengannya" "Dimana? Kapan? cepat beritahu kepadaku, cepat beritahu kepadaku " Seru pocu makin gelisah. "Kejadian itu berlangsung beberapa hari berselang, dalam sebuah rumah batu dipuncak bukit, aku sendiripun tidak tahu apa nama bukit itu?" Mendadak Pocu mendongakkan kepalanya lalu berteriak. "sudah kalian dengar belum perkataannya? Kenapa tidak segera pergi mencarinya?" Hadirin yang jumlahnya hampir mencapai seratus orang itu saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun, karena Ong It sin hanya mengatakan "Dalam sebuah rumah batu dipuncak bukit", tidak diterangkan apa nama bukit itu dan dimana letaknya, padahal jumlah bukit didunia tak terhitung jumlahnya, kemana mereka musti pergi? Sementara semua orang masih merasa serba salah Ong It sin telah berkata lagi sambil menghela napas. "Kalian tak usah pergi mencarinya lagi" Meskipun sebelum bertemu dengan pocu, dia setelah membayangkan pocu itu sebagai orang yang berwibawa, meskipun setelah berjumpa ia merasa pocu itu bertampang seperti "kentut", tapi sekarang ia merasa pocu itu tak lebih hanya sejenis dengannya, terkena penyakit mala rindu. "Kenapa tak usah mencarinya? tanya pocu. "Ia telah pergi, kalau bisa ditemukan, aku pergi mencarinya" Tiba tiba pocu melepaskan genggamannya lalu mundur selangkah, teriaknya dengan keras. "Hei, mau apa kau pergi mencarinya?" Selama ini dia selalu berbicara dengan suara lembut, suara cemas, gelisah dan memohon. sedikitpun tidak menunjukkan tampangnya sebagai seorang pocu yang disegani banyak orang. Tapi bentakannya kali ini sungguh amat nyaring, sedemikian kerasnya hampir saja membuat Ong It sin jatuh pingsan- Menyorong sinar setajam sembilu dari matanya, sinar tajam itu menatap wajah Ong It sin lekat lekat. Ong It sin berusaha keras untuk mengendalikan perasaannya, lalu jawabnya agak tergagap. "Aku... aku mencarinya... aku mencarinya lantaran..." "Lantaran kenapa? Hayo jawab" Bentak Pocu semakin melotot. Buru buru Ong It sin menggoyangkan tangannya berulang kali. "Aku mencarinya... bukan-.. bukan lantaran apa apa, aku... aku cuma kepingin bertemu dengannya" Tiba tiba Pocu menghela napas panjang, katanya. "Ia cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, siapa yang menjumpainya tentu menyukainya, kau ingin menemuinya akupun tidak menyalahkan dirimu, cuma... dapatkah kau menceritakan pengalamanmu selama bertemu dengannya? Siapa tahu dari ceritamu itu aku bisa menemukan sedikit petunjuk tentang jejaknya " Seketika itu juga merah padam selembar wajah Ong It sin seperti babi panggang ujarnya tergagap. "Soal ini... soal ini sulit untuk dibicarakan aku... aku tak bisa memberitahukannya kepadamu" "Kenapa tak boleh memberitahukan kepadaku. Apakah diantara kalian berdua telah terjalin hubungan cinta kasih?" Ucapan itu sama artinya dengan mengorek rahasia hati Ong It sin, begitu mendengar perkataan tersebut kontan saja jantungnya berdegar makin keras, mukanya jadi merah padam dan untuk sesaat dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Sekalipun mulutnya bungkam dalam seribu bahasa dan tidak mengucapkan sepatah katapun, tapi dari sikapnya itu dengan mengetahui bahwa ia telah mengakui kebenarannya. Sepasang mata pocu terbelalak semakin lebar, begitu tajam sorot matanya membuat Ong It sin tak berani beradu pandangan dengannya. Tiba-tiba saja pocu itu pelan-pelan mengangkat tangannya ketengah udara, diantara gerakan tangan tersebut ujung bajunya segera memancarkan sinar emas yang amat menyilaukan mata. Dalam sekejap mata Ong It sin merasa dihadapan matanya telah bertambah dengan lima buah jari tangan yang kurus kering menyeramkan, diantaranya jari telunjuk serta jari tengahnya tertuju ke bagian sepasang matanya, jarak dengan matanya cuma tinggal beberapa inci. Tak terlukiskan rasa kaget dan ngeri Ong It sin menghadapi ancaman musuh tersebut, buru- buru serunya. "Hai, apa apaan kau ini? Jangan coba main mengancam yaa, ketahuan akupun seorang jago lihay kelas satu, aku tidak akan membiarkan orang lain mempermainkan diriku seenaknya" Sekalipun berulang kali dia menderita kekalahan ditangan orang lain, tapi ia masih belum juga mengerti kalau sinenek telah membohonginya, sampai detik itu dia masih mengira dirinya sebagai seorang jago silat kelas satu. Pocu tidak menggubris ocehannya itu, dengan suara yang dingin menyeramkan ia berkata. "cepat katakan, apa saja yang kalian lakukan dalam perjumpaan itu? Kalau tidak kau jawab, janganlah salah kalau kuculik dulu sepasang biji matamu" Ong It sin melongo, ditatapnya wajah Pocu dengan sinar mata bodoh, ia tidak menyangka sang Pocu yang berwajah seperti kentut, dan sikapnya yang demikian gelisah, kini dapat mengucapkan ancaman yang buas dan mengerikan itu. "Tidak!! aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu" Kata Ong It sin tetap sambil gelengkan kepalanya. "Tidak menjawab?" Dengan geramnya Pocu menggerakkan jari tangan lebih kedepan, Ong It sin segera merasakan datangnya segulung desingan angin dingin yang menyerang sepasang matanya, dalam satu singkat membuat matanya tak mampu dipentangkan dan tubuhnya secara beruntun mundur kebelakang. Dalam waktu singkat ia sudah mundur sejauh lima-enam langkah lebih. Akan tetapi ketika tubuhnya sudah mundur hingga punggungnya menempel diatas tiang, kelima buah jari tangan tersebut masih juga mengancam didepan matanya. Ong It sin mulai panik, dengan ketakutan ia berteriak. "Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu, aku tidak akan bicara, sekalipun kau bunuh diriku, aku pun tak akan menjawab" Pocu sama sekali tidak menggubris teriakan teriakannya itu, ancaman terhadap matanya malah kian lama kian mendekat. Pada saat itulah Goan tianglo segera maju kedepan sambil memberi hormat, katanya. "Pocu, ada laporan" "Soal apa?" Tanya pocu sambil berpaling. Goan tianglo maju ke depan dan membisikkan sesuatu kesamping telinganya. kemudian pocu mengangguk berulang kali dan pelan-pelan menarik kembali ancamannya. Pada saat itulah, dari luar ruangan berkumandang suara genta, menyusul seseorang berseru nyaring. "Say siujin mo dari bukit Ciong lay san datang menjumpai pocu" "Silahkan masuk" Jawab pocu sambil menengadah. Meskipun suaranya tidak kasar tapi amat nyaring dan menggelegar di udara, sehingga diluar ruanganpun dapat terdengar suaranya yang begitu nyaring seperti gulungan arus disungai tiang kang. Gelak tertawa nyaring berkumandang dari luar ruangan, suara tertawa itu tak kalah kerasnya sehingga seluruh ruangan bergetar keras dan atap atap ruangan yang berwarna emas ikut berbunyi gemerutukan. Pocu itu mundur kembali ke depan kursi singgasananya lalu duduk. Dalam sekejap mata dari depan pintu ruangan muncullah seorang lelaki bertubuh kekar yang mengenakan baju panjang terbuat dari kulit singa, suara tertawa masih juga berkumandang diangkasa membuat siapapun merasa telinganya menjadi sakit. Orang itu mempunyai rambut berwarna kuning, rambutnya berikal dan panjang bahu, hidungnya mancung ke dalam, bibirnya tebal dan mukanya amat bengis. Begitu tiba didepan pintu ruangan, dia memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu tegurnya. "Siapakah diantara kalian menjadi pocu disini?" Dari atas kursi emasnya Pocu menjawab. "Silahkan duduk saudara, kau telah menculik putraku, kini datang ke benteng Khekpo seorang diri, aku pikir kedatanganmu tentu dengan sesuatu maksud bukan?" Dengan sinar mata yang tajam orang itu memandang sekejap ke ruang tengah, lalu jawabnya dengan dingin. "Saudara memang tidak malu menjadi pimpinan disini, ternyata tanpa diterangkanpun kau telah menduga maksud kedatanganku" Sambil berkata tangannya lantas diayun ke depan sebuah kursi yang berada enam tujuh depa dihadapannya segera terhisap oleh tenaga dalamnya dan melayang ke depan tubuhnya. Siang tianglo tertawa dingin, tiba tiba ia maju selangkah sambil menekan punggung kursi itu dengan sepasang tangannya, kursi itu segera berhenti bergerak. "Mana ada peraturan tamu mengambil kursi sendiri?" Jengeknya dingin. Dalam menghisap kursi dari tempat kejauhan tadi jelas orang itu hendak mempamerkan ilmu silatnya yang tinggi, tapi setelah ditahan oleh Siang tianglo, orang itu menjadi naik darah, diam diam ia menambahi lagi tenaga hisapannya. Sambil tertawa dingin, kelima jari tangannya yang sedang menghisap itu tiba tiba ditolak ke depan dari sebuah serangan menghisap kini ia merubahnya menjadi sebuah serangan tolakan yang maha dahsyat. Siang tianglo telah menyadari bahwa yang dihadapinya sangat lihay, sejak tangannya menahan punggung kursi tadi ia sudah waspada, kesiap siagaannya tak pernah mengendor barang sedikitpun juga. Ia cukup tahu siapa kah manusia yang bernama Say siujin mo. dalam dunia persilatan dia masih terhitung salah seorang gembong iblis yang disegani orang banyak. sekalipun sudah lama dikabarkan mati, tapi kemunculannya kembali di benteng Khekpo, apa lagi kedatangannya yang seorang diri itu pasti ditunjang dengan tujuan tertentu. Sementara ia masih mempertahankan kursi itu dengan waspada tiba tiba terasa olehnya segulung tenaga besar menerjang diatas kursi itu dan dari kursi langsung menerjang ketubuhnya, iapun merasakanpula dibalik tenaga serangan yang keras terbawa hawa lunak. jelas suatu ancaman yang serius. Siang tianglo sangat terperanjat, buru buru hawa murninya disalurkan kedalam telapak tangan untuk melakukan perlawanan- Masih mendingan kalau ia tidak mengerahkan tenaganya, semakin besar tenaga murninya yang disalurkan ke dalam telapak tangan, semakin besar pula daya tolak yang memancar dari balik kursi itu, akhirnya Siang tianglo tidak kuat menahan diri, ia lepas tangan dan.. "Blang pukulan itu menghajar telak diatas dadanya. Dengan sempoyongan Siang tianglo terdorong mundur sejauh dua langkah, wajahnya pucat pias seperti mayat, jeritnya tertahan "Kiu thian to..." Hanya tiga patah kata yang diucapkan, dadanya terasa amat sakit dan ia muntah darah segar. Orang itu tertawa dingin, begitu musuhnya berhasil dijengkangkan kebelakang, tangannya kembali menggape kemuka, kursi itu lantas melayang hadapannya dan serta merta diapun duduk diatas kursi itu dengan wajah sinis. Sewaktu terluka tadi, Siang tianglo sempat menjeritkan tiga patah kata, sekalipun teriaknya tidak lengkap. tapi rata- rata semua jago yang hadir dalam ruangan mengetahui bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu sakti Kiu thian to sou kang. Kepandaian tersebut merupakan sejenis kepandaian yang menyelimuti aliran lurus maupun sesat. Itulah yang diandalkan Say siujin mo dimasa lampau, cuma saja ketika itu kepandaiannya belum berhasil mencapai puncak kesempurnaan ketika ia dikerubuti orang banyak. Padahal dibawah kerubutan para jago dari pelbagai perguruan, Say siujin mo berhasil dihantam jatuh ke dalam Ciong lay san, tapi nyatanya sekarang bukan saja ia masih segar bugar bahkan melukai pula Siang tianglo dengan kepandaian andalannya... Atas terjadinya peristiwa itu, maka semua orang pun dapat mengambil dua kesimpulan, yakni pertama Say siujin mo belum mati setelah terjatuh kedalam jurang tempo hari kedua Say siujin mo sekarang bukan gadungan karena hanya dia seorang yang sanggup mempergunakan ilmu Kiu thian to soukang yang merupakan kepandaian andalannya. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sekejap mata semua orang dibuat terkesima atas kehadirannya, semua orang bungkam dalam seribu basa dan tidak berani berkutik lagi. Hanya Ong It sin seorang yang tak dapat tenang, apalagi bila teringat perbuatan Say siujin mo yang telah membakar habis perkampungan keluarga Li, tiba-tiba hawa amarah berkobar dalam dadanya. "Hei bajingan tua" Segera teriaknya "permusuhan apa yang terikat antara kau dengan perkampungan Li keh Ceng? kenapa kau bakar rumahku itu dan membunuh orang secara keji?" Orang itu berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong It sin dengan pandangan dingin, namun ia tidak melakukan sesuatu gerakanpun. Secara tiba tiba Ong It sin merasakan antara dada dan lambungnya terasa diserang angin dingin lalu tiga buah jalan darahnya terasa sakit sekali. Rasa sakit itu sukar ditahan, seperti ada tiga bilah pedang tajam yang menembusi tubuhnya. Lama kelamaan rasa sakit itu kian bertambah hebat, akhirnya pemuda itu berkaok kaok, sambil memegang bagian tubuhnya yang sakit dia bergulingan kesana kemari, peluh dingin membasahi sekujur tubuhnya. Goan tianglo mendengus dingin, dia lantas maju ke depan dan menendang jalan darah Khi hay hiat ditubuh pemuda itu. Setelah ditendang, Ong It sin merasa rasa sakitnya seketika hilang lenyap. cepat cepat ia melompat bangun, wajahnya amat pucat dan napasnya kedengaran agak tersengkal. Dalam pada itu, pocu dari benteng Khekpo telah berkata sambil tertawa dingin. "Ilmu silatmu benar-benar bisa disejajarkan dengan Say siujin mo tapi aku tahu kau bukan Say siujin mo yang asli katakan mengapa kau mencatut nama besarnya?" Ucapan tersebut sungguh amat aneh dan diluar dugaan kontan saja semua jago dibikin tertegun. "Kalau memang betul betul mempunyai ketajaman mata yang luar biasa" Jawab orang itu dingin. "rasanya mungkin kau turut ambil bagian dalam peristiwa pengerubutan dibukit Ciong lay tempo hari" "Selamanya benteng Khekpo tak pernah mencampuri urusan dunia persilatan, kami tak mau terlibat dalam pertikaian apapun, cuma saja... Say siujin mo pernah mendatangi benteng Khekpo bukan cuma sekali, akupun pernah mencoba sendiri kepandaian silatnya, tentu saja penyaruanmu tak akan mengelabuhi mataku" Orang itu segera tertawa terbahak bahak. "Haaahh... haaahh... betul, aku memang bukan Say siujin mo yang asli, tapi akupun bukan bermaksud mencatut namanya... Say siujin mo yang dulu pernah mati, kebetulan rambutku berwarna emas pula maka akupun menyebut diriku sebagai Say siujin mo. Dari dulu sampai sekarang toh banyak orang mempunyai nama yang sama apa salahnya kalau akupun mempergunakan nama yang sama?" "oooh rupanya begitu..." Kata pocu setelah berhenti sejenak ia melanjutkan. "sudah lama aku berpisah dengan putraku, bila kau mempunyai suatu permintaan harap segera disampaikan aku pasti akan memenuhi semua harapanmu itu" "Haaahhh... haaahhh... haaahh... yaa, putramu memang menarik dan menyenangkan, kalau diberi umur yang pendek memang hal ini terlalu sayang sekali" Iblis itu memang aneh, bukan persyaratan yang diajukan, ia malah menggantikan hal-hal yang lain, meski demikian semua orang dapat memahami juga maksud dibalik ucapan tersebut. Paras muka Pocu kontan berubah hebat. Ong It sin sendiripun merasa amat terkejut setelah mendengar ucapan itu, segera bentaknya. "omong kosong, dia kan sehat dan kuat, siapa bilang kalau umurnya pendek...?" Mendengar perkataan itu, Say siujin mo kembali berpaling dan memandang kearahnya. Sesungguhnya Ong It sin masih ingin mengucapkan beberapa patah kata lagi tapi teringat rasa sakit yang dideritanya tadi akibat serangan orang itu, maka begitu dilihatnya Say siujin mo berpaling kearahnya, serta merta ia kabur lebih dulu dan menyembunyikan diri dibalik sebuah tiang besar. Khek po pocu tertawa paksa katanya kemudian. "Yaa, apa yang dikatakan Sahabat Ong memang betul, anakku tak pernah menderita sakit mana mungkin ia bakal mati muda?" Say siujin mo tertawa seram. "Heeeh... heeeh... heeeh... panjangkah umurnya atau pendekkah umurnya, semua ini tergantung pada keputusan sendiri" "Lebih baik kau tak usah berbicara putar kayun, bila membutuhkan sesuatu lebih baik katakan saja secara langsung" "Baik" Setelah berhenti sejenak. pelan-pelan iblis itu berkata "Aku membutuhkan pedang Hu si ku kiam." Sekali lagi paras muka Khekpo pocu berubah hebat sementara semua orang dalam ruanganpun menjadi gaduh dan saling berbisik, hanya sebentar kemudian suasana pulih kembali dalam keheningan, hanya Ong It sin seorang yang merasakan denyut nadinya berdetak lebih cepat. Hanya dia seorang yang tahu kalau pedang mestika itu telah dibawa kabur oleh Be Siau soh, kemudian sewaktu ada dirumah batu pedang itu diserahkan pula kepadanya dengan pesan agar pedang itu diserahkan kepada anaknya bila sudah dewasa nanti. Siapa yang tidak berdebar kalau secara tiba tiba mendengar bahwa pedang yang diperebutkan itu sesungguhnya ada di dalam sakunya? Secara lamat lamat Ong It sin mulai merasakan sesuatu, ia mulai merasa bahwa pedang antik itu bukan cuma sebilah senjata mestika saja, dibalik kesemuanya itu sudah pasti mempunyai kegunaan lain yang lebih berharga lagi. Tapi apakah kegunaannya? ia sendiripun tidak tahu. Ketika itu tangannya menekan terus didepan dadanya dengan gelisah, seakan akan dia merasa kuatir sekali jika pedang Hu si ku kiam tersebut secara tiba tiba akan terbang melayang. Pada dasarnya semua orang memang tidak menaruh perhatian kepadanya, tentu saja mereka lebih lebih tak menyangka kalau pedang antik Hu si kiam yang dihebohkan sesungguhnya berada dalam saku pemuda tolol yang sama sekali tak berilmu itu. Dipihak lain Khekpo pocu telah berkata sambil tertawa getir. "Kedatangan anda sangat tidak kebetulan, pedang antik tersebut sudah lama tidak berada di tanganku lagi" Mendengar jawaban tersebut, Say siujin mo kontan bangkit berdiri, lalu sambil memberi hormat katanya. "Kalau begitu aku mohon diri lebih dulu" Belum sampai lima langkah ia berjalan tampak bayangan manusia berkelebat lewat, tahu tahu Goan tianglo, Ik tianglo dan Tay tianglo telah menghadangjalan baginya. "Tunggu sebentar" Seru Khekpo pocu pula. Terpaksa Say siujin mo harus berhenti katanya. "Kalau toh engkau tidak berniat sungguh sungguh untuk membicarakan persoalan ini, apa gunanya aku tetap tinggal disini? Tapi kalau ingin menahanku secara paksa... haaahhh... haaahhh... haaahhh... bukan aku omong besar, benteng khekpo bakal ketimpa bencana besar" Khekpo pocu segera tertawa. "Jangan terburu napsu saudara, apa yang kukatakan barusan jika bohong, biarlah Thian mengutuk diriku" Katanya. Sekarang say siujin mo baru tertegun, sambil memutar badannya dia berseru. "Pedang mestika Hu si kiam merupakan benda mestika yang turun temurun dalam benteng Khekpo, jika dikatakan sudah terjatuh ke tangan orang, aku betul betul merasa tidak percaya, apakah kau bisa menerangkan dengan lebih jelas lagi?" Khekpo pocu menghela napas panjang. "Aaa... maaf, persoalan ini tidak baik diketahui orang luar, tapi kau musti percaya bahwa semua perkataanku adalah sejujurnya, pedang antik tersebut benar benar sudah tak ada didalam benteng lagi, jika kau mau barang lain, apapun yang kau minta pasti akan kupenuhi harapanmu itu" Bagi pendengaran Ong It sin, syarat yang diajukan Khekpo pocu memang cukup baik. Akan tetapi, Say siujin mo tetap menggelengkan kepalanya berulang kali rambutnya yang berwarna kuning emas ikut bergoyang keras membuat tampangnya kelihatan bertambah menyeramkan Dengan wajah yang tidak sabar ia berseru. "Aku datang kemari hanya khusus untuk mendapatkan pedang antik Husi ku kiam, lain tidak" Suaranya keras dan nyaring, seakan-akan ia tidak merasa jeri atau takut menghadapi kerubutan. Siang tianglo kembali maju selangkah, teriaknya keras keras. "Say siujin mo, sebagai seorang jago lihay dalam dunia persilatan, tidakkah kau merasa bahwa perbuatanmu menyandera seorang anak kecil adalah suatu perbuatan terkutuk yang memalukan?" Say siujin mo tertawa seram. "orang bilang, untuk menang tak malu menggunakan siasat, apalagi setelah pedang antik Hu si kiam itu terjatuh ketanganku, siapakah yang berani mengucapkan kata kata tersebut kepadaku" "Say siujin mo Bukan cuma melulu pedang Hu si kiam saja dapat membawamu mencapai tujuan, kau musti menemukan pula sarungnya yang asli, karena pedang tanpa sarungpun tak berguna. Kenapa kau musti menyusahkan seorang anak kecil?" Say siujin mo tidak berbicara apa- apa, tapi begitu ucapannya selesai, sambil tertawa dingin ia lantas merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah benda. Sambil angsurkan benda itu kedepan ia berseru. "coba kalian lihat, benda apakah itu?" Kalau didengar dari nada pembicaraan itu, seakan akan benda yang dibawa keluar pastilah sebuah benda mustika yang dlinginkan orang banyak. Dengan perasaan ingin tahu Ong It sin segera ikut menengok kedepan, ternyata benda itu bukan lain adalah sebuah sarung pedang yang berwarna hitam pekat. Sarung pedang itu entah buatan tahun berapa, keadaannya sudah rusak dan jelek sekali, sekalipun dibuang dipinggir jalan belum tentu orang akan memungutnya, tapi Say siujin mo telah memegangnya dengan begitu sayang. Bukan sekali ini Ong It sin menyaksikan benda tersebut, ketika berteduh dalam kuil tempo hari diapun menyaksikan sarung antik itu dibawa oleh seorang lelaki setengah umur yang dikiranya patung kuil, kemudian dia baru tahu kalau patung itu ternyata adalah manusia. Dalam sangkaan Ong It sin, sarung pedang itu pasti rongsokan dan tak ada nilainya, maka ia menjadi geli setelah dilihatnya Say siujin mo menganggap benda itu sebagai barang mestika. Makin dipikir ia merasa makin geli sehingga akhirnya meledakiah gelak tertawanya, tapi itu tidak berlangsung lama, sebab ia segera merasakan bahwa dalam ruangan yang begitu besar, hanya dia seorang yang tertawa. Meskipun bodoh Ong It sin dapat pula merasakan sesuatu yang tak beres, ia temui semua orang disekitar sana tak ada yang menggubris suara tertawanya, tapi sinar mata mereka semua ternyata ditujukan keatas sarung pedang kuno dan kumal itu. Untuk sesaat lamanya suasana dalam ruangan berubah menjadi amat hening sekali, sedemikian heningnya sehingga andai kata ada sebuah jarum yang terjatuhpun dapat kedengaran pula . Tak lama kemudian, dengan suara yang sangat aneh Khekpo pocu berbisik. "Aaah... itulah cian nian liong siau... sarung pedang yang kau pegang adalah sarung naga berusia seribu tahun..." Menyusul bisikan dari sang pocu, semua hadirinpun ikut bergumam keempat buah kata itu hingga suasana dalam ruangan menjadi gaduh dan ramai sekali... Ong It sin hanya bisa menyaksikan kejadian itu, dengan perasaan tertegun, ia sama sekali tidak mengetahui benda macam apakah sarung naga berusia seribu tahun itu, diapun tidak tahu kenapa pocu serta sekalian orang memandang begitu serius atas sebuah sarung pedang kumal. Pelan pelan Pocu bangkit berdiri, tangannya lantas diangkat keatas dan suasanapun berubah menjadi hening kembali. Selangkah demi selangkah Khekpo pocu maju kedepan, sementara semua orang jago lainnya ikut pula menggeserkan badannya mengambil posisi, seketika itu juga suasana menjadi tegang. Say siujin mo masih tetap tenang, seakan-akan ia tidak merasa kalau suasana dalam ruangan telah mengalami perubahan, setelah tergelak katanya. "Pocu, sekarang kau musti mengerti bukan apa sebabnya aku menghendaki pedang mustika Hu si ku kiam milikku itu?" Khekpo pocu masih tidak menjawab, malah ia semakin maju kedepan. Jangan dilihat tubuhnya yang kurus kering macam gala bambu yang sedang berjalan, ternyata langkah kakinya amat mantap dan sangat bertenaga, ditambah pula mimik wajahnya yang keren dan serius kesemuanya itu menambah seramnya dia. Lima enam depa dihadapan Say siujin mo, ia baru menghentikan langkahnya dan berdiri mengambil ancang ancang. Rupanya waktu itu Say siujin mo baru menyadari kalau keadaan tidak menguntungkan, dia lantas bangkit dan memperhatikan keadaan disekelilingnya... Ternyata seluruh jago yang hadir dalam ruangan telah membentuk posisi mengurung yang mengepungnya ditengah arena. Say siujin mo amat terperanjat, segera tegurnya dengan suara dalam. "Hei pocu, beginikah caramu melayani tamu?" "Tinggalkan sarung naga berusia seribu tahun itu kepadaku, kami pasti tak akan menyalahkan engkau" Kata Khekpo pocu pelan. Mula mula Say siujin mo agak tertegun setelah mendengar perkataan itu menyusul kemudian ia lantas tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tak kusangka didunia terdapat kejadian semacam ini, sungguh lucu, sungguh menggelikan, tak nyana aku datang untuk menuntut pedang antik Husi kiam, belum saja benda itu kudapatkan, sekarang kau malah menuntut sarung naga berusia seribu tahun dariku... lucu, betul betul amat lucu" "Ketahuilah sahabat, sekarang kau hanya seorang diri dalam benteng ini, mampukah kau menerjang kelaur dari kepungan kami?" Ejek Khekpo pocu ketus. sekali lagi Say siujin mo tertawa seram. "Haaah... haaah... haaah... mampukah aku lolos dari sini atau tidak. sampai sekarang masih menjadi satu pertanyaan besar,jika aku menjumpai sesuatu yang tak beres disini maka kaupun pasti akan putus keturunan..." Khekpo pocu tertegun, rupanya sejak mengetahui munculnya sarung naga berusia seribu tahun ia telah melupakan kejadian tersebut, setelah diingatkan seribu kembali sekarang ia baru teringat kembali kalau anaknya masih berada ditangan lawan Dalam pada itu Ong It sin telah dibuat terbelalak dengan mulut melongo oleh kejadian yang berlangsung dalam ruangan itu. Untuk sesaat lamanya dia tidak habis mengerti kejadian apa yang telah berlangsung disitu, tapi ada satu hal dipahami olehnya, yakni jika Say siujin mo diganggu maka selembar nyawa anak Hok pasti akan terancam bahaya. Hok ji atau anak Hok adalah nama yang ia berikan buat siau pocu, karena selama tiga bulan berdiam dikota Kay koan yan hubungannya dengan pocu itu sudah akrab sekali, karena tak tahu musti memberi nama apa, maka akhirnya diapun memanggilnya sebagai anak Hok seperti apa yang digunakan oleh inang pengasuhnya. Sekarang, ketika dilihatnya pocu itu hendak menyusahkan Say siujin mo, ia menjadi amat panik segera teriaknya. "Pocu, apakah kau sudah tidak menginginkan nyawa si bocah itu lagi...?" Padahal Khekpo pocu adalah seorang yang selalu dihormati orang, belum pernah ia diperlakukan secara kasar dan kurang ajar seperti apa yang dialaminya sekarang. Sambil mendengus tangannya lantas diayun ke depan, entah gerakan apa yang digunakan tahu tahu muncul segulung desingan tajam yang meluncur kedepan- Ong It sin tidak tahu kalau desingan angin tajam itu tertuju kearahnya, karena jaraknya waktu itu dengan sang pocu masih terpaut dua tiga kaki, maka ketika mendengar suara desingan, dengan mata yang dibelalakkan lebar pemuda itu malah celingukan kesana kemari mencari sumber dari suara tersebut. Tiba tiba jalan darah ciau keng hiat nya menjadi kaku dan segenap tenaganya musnah tak berbekas, tidak ampun tubuhnya terdorong mundur selangkah dan roboh terjengkang ke tanah. Melihat Ong It sin roboh, paras muka Say siujin mo segera berubah sangat hebat. Padahal antara Ong It sin dan Say siujin mo tidak mempunyai ikatan apa apa, semestinya tertotoknya anak muda itu tak ada hubungannya sama sekali dengan gembong iblis itu. Tapi lantaran Ong It sin ditotok oleh Khekpo pocu lantaran menasehati sang pocu agar jangan menyalahi Say siujin mo, maka iblis itu pun segera menarik kesimpulan bahwa musuhnya memang bermaksud hendak menyusahkan dirinya. Say siujin mo berani mendatangi benteng Khekpo seorang diri tentu saja hal ini disebabkan siaupocu masih berada ditangannya, dalam perkiraan gembong iblis itu, Khek po pocu pasti tak berani menyusahkan dirinya. Apalagi ketika Khekpo pocu menyatakan bahwa apapun yang diminta segera akan dipenuhi keadaan seperti itu boleh dibilang sangat menguntungkan posisi Say siujin mo. Tapi setelah ia mengeluarkan sarung naga berusia seribu tahun, keadaanpun mengalami perubahan yang besar. Segenap jago lihay dari benteng Khekpo telah mengurungnya rapat rapat, Khekpo pocu sendiri pun tidak takut lagi kepadanya bahkan berniat untuk merampas sarung naga berusia seribu tahun itu ini semua membuatnya menjadi tertegun dan sama sekali diluar dugaan. Maka sambil tertawa berat ia berkata. "Pocu, apakah kau hendak menyusahkan diriku?" Mencorong sinar tajam dari balik mata Khekpo pocu, ditatapnya sarung naga berusia seribu tahun di tangan Say siujin mo itu tajam tajam kemudian katanya. "Tinggalkan sarung naga berusia seribu tahun itu kau boleh tinggalkan benteng ini dengan selamat" Terkejut juga Say siujin mo menghadapi kenyataan tersebut, dengan segala kemampuan ia berusaha untuk menenangkan hatinya, kemudian sambil tertawa dingin ia berkata. "Tadi, bukankah kau mengatakan bahwa pedang antik Hu si kiam sudah tidak berada dibenteng Khekpo lagi kalau memang pedang tersebut sudah tidak kau miliki, apa pula gunanya sarung rongsokmu seperti ini?" "Pedang antik Hu si kiam memang tidak berada di benteng Khekpo, tapi setelah sarung naga berusia seribu tahun itu kumiliki, asal kukerahkan segenap kekuatan Khekpo untuk mencari kembali pedang antik Hu si kiam tersebut, aku rasa hal ini bukan suatu pekerjaan yang menyulitkan" "Hmm... Sekalipun sarung naga seribu tahun kau dapatkan, mesti pedang antik Hu si kiam kau temukan kembali, tapi kau bakal kehilangan anak kandungmu. tidakkah kau rasakan bahwa hal ini sangat tidak menguntungkan bagimu?" Khekpo pocu kembali agak tertegun, kemudian sepatah demi sepatah katanya. "Sudah beberapa generasi pedang antik itu berada dalam benteng Khekpo, nenek moyang kami telah berpesan agar dengan segala daya upaya mencari sampai ketemu sarung naga seribu tahun itu maka setelah ada kesempatan baik sekarang,jika kusia siakan dengan begitu saja, kemana aku musti taruh mukaku terhadap leluhur kami dialam baka?" Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, Say siujin mo telah berteriak aneh, tiba tiba badannya melejit ke tengah udara, sepasang telapak tangannya berputar kencang dan sebuah pukulan dahsyat dilontarkan ke arah itu. "Plaaang..." Dengan kerasnya pukulan itu menghajar atap rumah bangunan tersebut. Dalam waktu singkat atap dan tiang berjatuhan ke bawah dengan menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Gerakan dari Say siujin mo itu boleh dibilang amat cepat, tapi gerakan tubuh para jago lainpun tidak terhitung pelan, baru saja tubuh Say siujin mo melompat keatas, ada enam tujuh orang yang menyusul pula dari belakang. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Begitu mencapai di atas atap. serentak keenam tujuh orang itu melepaskan pukulan bersama ke bawah dengan suatu jalinan kerja sama yang sangat rapat. Sungguh hebat hasil dari pukulan gabungan itu, selapis jaring besar yang tak berwujud segera tercipta ditengah udara. Sebetulnya Say siujin mo sedang melambung ke tengah udara, tampaknya ia bermaksud menjebolkan atap rumah untuk kabur dari situ, tapi pukulan gabungan dari keenam tujuh orang itu membuat tubuhnya segera terhenti di tengah udara. Setinggi tingginya ilmu silat yang dimiliki, tidak mungkin bagi tubuhnya untuk berdiam terlalu lama diudara, maka sesaat kemudian badannya terperosok kembali ke bawah. Pada saat yang bersama an Khekpo pocu melompat ke atas, ketika mencapai bawah kaki say siujin mo, ujung bajunya lantas dikebaskan keatas gulung tenaga pukulan yang amat hebat dengan cepat menghantam ke udara... Sentakan nyaring memecahkan kesunyian, enam tujuh orang yang berada diatas atap telah melancarkan kembali pukulan yang kedua. Dalam waktu singkat muncullah dua gulung tenaga yang menggencet tubuh Say siujin mo dari atas dan bawah, sekarang gembong iblis itu baru kaget, buru buru sepasang lengannya direntangkan kesamping, telapak tangan kanannya dihadapkan keatas sedang telapak tangan kirinya menghadap kebawah, ditengah bentakan nyaring angin pukulan segera dilontarkan keluar. Seandainya dia hanya melawan Khekpo pocu seorang, mungkin pertarungan itu akan berakhir dengan seri, tapi sekarang bukan hanya pocu seorang yang musti dilawan, dari ataspun muncul pula enam tujuh orang jago lihay, hal ini membuat posisi menjadi gawat. Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Sejengkal Tanah Percik Darah Karya Kho Ping Hoo Tiga Dara Pendekar Siauwlim Karya Kho Ping Hoo