Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bego 29


Pendekar Bego Karya Can Bagian 29


Pendekar Bego Karya dari Can   "Kalau tahun lalu mah sudah dimulai, tahun ini agak sedikit terlambat, mungkin hari ini atau besok penarikan upeti itu baru akan dimulai..."   Ong It sin manggut manggut, katanya kemudian.   "Sejak pihak kota ular beracun menarik upeti kepada rakyat gunung, pernahkah terjadi penentangan atau perlawanan?"   "Dalam beberapa tahun pertama memang pernah terjadi peristiwa semacam itu, tapi para penentang tak seorangpun yang mampu mempertahankan batok kepalanya, oleh sebab itu beberapa tahun belakangan ini tak seorangpun yang berani melawan!"   "Kenapa para kepala suku tak mau menghimpun massa untuk melakukan perlawanan"   "Persoalan ini pernah dirundingkan, meskipun ular ular beracun tidak sampai membuat kami keder, namun terhadap jago jago persilatan yang berilmu tinggi, terus terang saja kami agak kewalahan!"   "Aku mempunyai kemampuan untuk membunuh orang orang jahat itu, cuma bersediakah kalian untuk menentang kekuasaan mereka?"   Mendengar perkataan itu, Beng Jit Ciong menjadi sangat gembira, dia pernah menyaksikan kelihayan ilmu silat yang dimiliki Ong It sin berdua, maka katanya.   "Jika kalian berdua bersedia memberi bantuan, suku kami tentu akan merasa sangat berterima kasih sekali"   "Dalam hal ini kita perlu menjaga rahasia, kenapa tidak kau undang kepala suku itu untuk datang berunding?"   "Baik, lohu segera akan berangkat ke rumahnya, maaf!"   Selesai berkata ia lantas mohon diri dan berlalu.   Dalam ruangan, Kim Hoa menggantikan kedudukan tuan rumah untuk menemani tamunya berbincang bincang.   Sungguh tak disangka perempuan dari suku asing ini lancar sekali dalam penggunaan bahasa Han.   Maka pembicaraanpun bisa dilangsungkan dengan amat santai dan riang...   Menggunakan kesempatan itu, Ong It sin dan Bwe Leng soat menanyakan pula sekitar adat istiadat suku Cawa, saat itulah mereka baru tahu kalau gadis gadis suku Cawa Han lebih suka kawin dengan bangsa Han daripada dengan bangsa lain.   "Kenapa?"   Tanya Ong It sin keheranan.   "Sebab suku kami sangat menaruh hormat terhadap orang orang bangsa Han..."   Jawab Kim Hoa.   "Seandainya hendak kawin dengan seorang dari suku Cawa Han, pinangan harus diajukan secara terus terang? Ataukah melewati mak comblang?"   Dengan pandangan tercengang Kim Hoa segera memandang kearahnya, lalu berseru "Ong siangkong, apakah kau... kau sudah tertarik dengan nona dari suku kami?"   Ong It sin kuatir terjadi kesalah pahaman, buru buru sangkalnya.   "Oooh... tidak, aku tidak bermaksud demikian! Apalagi... aku sudah mempunyai calon istri"   Karena kuatir Kim Hoa tidak percaya, dia lantas menuding kearah Bwe Leng soat. Kim Hoa memandang sekejap ke arah Bwe Leng soat, kemudian pujinya.   "Kalian memang benar benar pasangan sejoli yang sangat ideal sekali...!"   Setelah berhenti sebentar, katanya lagi.   "Kalau bangsa Han yang melamar, jika dipakai perantara Mak comblang, maka hal ini malah terasa canggung, cara yang paling tepat adalah menggunakan siasat pura pura dagang, sedangkan barang dagangannya harus terdiri dari pupur, gincu, jarum dan benang. Biasanya jika pedagang semacam ini muncul maka para gadis dan perempuan muda akan berkerumun untuk membeli barang dagangan, nah pada saat itulah si pria bisa menggunakan seleranya untuk memilih calon istri.   "Jika cocok dengan pilihannya, sore itu kau boleh datang ke rumahnya dengan membawa sedikit hadiah kecil, sudah pasti keluarganya akan menyambut kedatanganmu dengan senang hati.   "Cuma suku kamipun mempunyai suatu adat, yakni kalau naik ranjang tak boleh lepas sepatu, bila ada orang berani melanggar pantangan ini, bisa jadi teman akan menjadi lawan, malahan kadangkala bisa bertengkar hingga pisaupun turut bicara!"   "Wouw, untung saja kami tidak melanggar pantangan tersebut"   Seru Bwe Leng soat sambil menjulurkan lidahnya.   Pada saat itulah, tiba tiba berkumandang suara derap kaki kuda yang ramai, kemudian dari balik pintu gerbang muncul dua ekor kuda.   Penunggang kuda itu selain Beng Jit Ciong tampak juga seorang kakek berambut putih.   Kim Hoa juga melihat kedatangan mereka, segera serunya.   "Toako benar benar telah datang!?"   Beng Jit Ciong segera memperkenalkan kepala suku itu kepada semua orang ternyata kepala suku itu bernama Beng Sam wi.   Meskipun usianya sudah lanjut, tapi semangatnya masih segar, keren dan berwibawa.   Setelah duduk, Beng Jit Ciong segera memerintahkan semua pelayannya untuk mengundurkan diri, tinggal Kim Hoa seorang yang berada disitu.   Dikala Beng Sam wi bertemu dengan Ong It sin dan Bwe Leng soat, dengan cepat wajahnya menampilkan keragu raguannya.   Sebenarnya dia mengira dua orang jago itu adalah kakek atau nenek yang hebat, tak tahunya kedua orang itu adalah muda mudi yang masih muda belia.   Dengan cepat pikirnya.   "Bocah ingusan yang masih berbau tetek macam mereka, mana mungkin bisa dibebani tugas besar?"   Maka kata kata sambutan meriah yang semula telah dipersiapkan segera diurungkan semua, tak sepatah katapun yang dia katakan.   Sementara itu Beng Jit Ciong telah berkata "Toako, dalam dua tiga hari mendatang, pihak kota ular beracun pasti akan mengutus orang lagi untuk menarik pajak, apa rencanamu? Silahkan diutarakan"   Sahut Beng Sam wi dengan kening berkerut.   "Aku rasa sebelum persoalan meyakinkan lebih baik jangan bertindak secara sembarangan, apalagi menggunakan nyawa suku kami sebagai barang mainan!"   Jelas dia bukan seorang manusia yang gampang percaya kepada omongan orang lain. Beng Jit Ciong menjadi tak senang hati setelah mendengar perkataan itu, katanya.   "Toako, barusan kau masih bilang hendak melakukan perlawanan secara besar besaran terhadap pihak kota ular beracun, sekarang kenapa kau berubah pikiran?"   "Lain tadi lain sekarang..."   Agaknya Beng Jit Ciong dapat menangkap maksud hati yang sebenarnya dari kepala suku itu, segera katanya.   "Toako, apakah kau tidak percaya kalau Ong siangkong dan Bwe lihiap adalah jago jago silat yang berilmu tinggi?"   Dibongkar rahasia hatinya, Beng Sam wi menjadi tersipu sipu dibuatnya cepat ujarnya.   "Bukannya aku tak percaya kepada temanmu itu, cuma pengaruhnya bisa besar sekali"   "Lantas bagaimana menurut maksud toako"   "Kalau bisa aku ingin menyaksikan dulu kepandaian silat yang dimiliki sobatmu itu, kemudian baru mengambil keputusan."   Mendengar permintaan tersebut, Beng Jit Ciong menjadi serba salah dibuatnya. Ong It sin yang mendengar ucapan itu segera tertawa terbahak bahak.   "Haaahh... haaahh... haaahh... pendapat kepala suku memang tepat sekali!"   Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling kearah Bwe Leng soat seraya berkata.   "Tampaknya kita musti memperlihatkan kejelekan!"   "Biar aku saja yang membuka acara dan kau menutup acara nanti!"   Begitu selesai berkata gadis itu segera melayang keatas pohon besar lebih kurang dua puluh kaki dari ruangan sambil katanya dengan senyuman dikulum.   "Akan kuperlihatkan ilmu meringankan tubuh lebih dulu, kemudian baru berlatih pedang"   Setelah sepasang kakinya mencapai puncak ranting pohon itu, sambil tertawa pedangnya segera diputar kencang kian kemari menciptakan serentetan cahaya tajam.   Dalam waktu singkat tubuhnya sudah menerobos kian kemari disekitar pohon itu dengan tubuh yang enteng seperti burung walet, kemudian tahu tahu dia sudah berdiri kembali dihadapan mereka dengan pedang tersoren didalam sarung.   Ketika Beng Sam wi dan Beng Jit Ciong mengalihkan sinar matanya kearah pohon itu, dengan cepat kedua orang itu berdiri tertegun dengan mata terbelalak dan mulut melongo.   Ternyata pohon besar itu sudah berubah bentuknya menjadi bulat telur bagus potongan itu seakan akan dikerjakan oleh seorang ahli gunting yang cekatan.   Tanpa terasa kedua orang kakek itu menghela napas panjang, gumamnya.   "Aaai... pada hakekatnya jauh lebih cepat daripada burung!"   "Itu mah masih belum terhitung seberapa"   Kata Bwe Leng soat.   "ilmu silat yang dimiliki engkoh Ong berapa kali lipat lebih hebat daripada kepandaianku!"   "Adik Soat, pandai benar kau mengibul"   Seru Ong It sin sambil tertawa lebar.   "Lohu bersaudara ingin sekali dapat menyaksikan kehebatan ilmu silat dari sauhiap!"   Pinta Beng Jit Ciong.   "Baiklah, kalau begitu akan kudemonstasikan ilmu pukulan!"   Kebetulan diatas langit ada tiga ekor burung manyar sedang terbang rendah, pemuda itu segera mengayunkan jari tangannya ke udara, tiba tiba saja ketiga ekor burung itu terjatuh ke bawah.   Ong It sin segera mengayunkan kembali telapak tangannya, ketika burung burung itu hampir mencapai tanah, tahu tahu mencelat kembali ke udara dan terhisap kedalam genggamannya.   Pemuda itu segera meraba tubuh burung burung itu, aneh sekali, ternyata burung burung manyar itu segar kembali dan segera terbang meninggalkan telapak tangannya.   Selama hidup dua bersaudara Beng itu belum pernah menyaksikan kelihayan ilmu silat semacam ini, kontan saja mereka mengagumi berulang kali.   Sebenarnya Ong It sin tak ingin terlalu memperlihatkan kehebatan ilmu silatnya, tapi Beng Sam wi ngotot minta didemonstrasikan ilmu pukulan...   Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Ong It sin mendekati sebatang pohon seraya berkata.   "Akan kugunakan pohon ini sebagai sasaran, bila pukulan tidak mencapai sasaran nanti, harap suka dimaafkan!"   Selesai berkata dia lantas mengayunkan kepalannya dan melancarkan tiga buah pukulan.   "Duuuk! Duuuk! Duuuk!"   Tiga kali pukulan bersarang telak diatas pohon dan menimbulkan tiga buah lubang yang dalam sekali.   Setelah kenyataan menunjukkan bahwa sepasang muda mudi itu berilmu tinggi, maka Beng Sam wi tidak ragu ragu lagi, dia segera menghimpun segenap anggota sukunya untuk bersama sama bangkit dan melawan kekuasaan Tok coa sia.   Ujar Ong It sin kemudian.   "Aku minta kalian suka merahasiakan kejadian hal ini kepada siapa saja, sebab jika rahasia ini sampai bocor, bisa jadi pihak Tok coa sia urung mengirimkan utusannya, kalau mereka sampai menunggu kepergian kami, wah saat itulah kalian bakal semakin runyam!"   "Tentu saja kami tak akan begitu bodoh!"   Sahut dua orang she Beng bersama. Serapat rapatnya rahasia ditutup, akhirnya akan bocor juga, apakah kalian tidak takut rahasia ini sampai bocor keluar.   "Untung saja orang yang mengetahui kejadian hari ini tidak banyak jumlahnya, asal mereka dilarang keluar dari rumah, urusan kan beres?"   "Ehmm... memang cara itu bagus sekali"   Kata Ong It sin. 0oo0d0w0oo0   Jilid 27 SETELAH berpikir sebentar ujarnya lagi.   "Tapi alangkah baiknya jika aku dan adik Soat menyaru sebagai anggota suku kalian, dengan begitu rahasia kami baru tak akan sampai ketahuan orang!"   "Bagus, memang cara itupun bagus sekali"   Beng Sam wi segera setuju. Menanti Ong It sin berdua telah berganti pakaian, mereka baru bertanya lagi.   "Menurut kebiasaan ditahun tahun lalu, para utusan dari Tok coa sia akan mulai menarik upetinya dari mana?"   "Biasanya dari dusun kami!"   Sahut Beng Sam wi.   "Kalau begitu, kami akan menanti disitu"   Tak lama setelah mereka tiba dirumah kepala suku, benar juga, dari atas bukit muncul serombongan manusia, empat orang yang berjalan dipaling depan adalah Su coa long kun.   Begitu sampai ditempat tujuan, tanpa sungkan sungkan mereka langsung masuk ke dalam ruang tengah.   Dengan gaya yang sok Kim coa longkun langsung maju ke kursi kebesaran ditengah ruangan, tapi ketika dilihatnya tiada hidangan yang dipersiapkan, dengan tak senang hati ia lantas menegur kepada kepala suku.   "Apakah uang upeti sudah dipersiapkan?"   Beng Sam wi pura pura tertegun, lalu serunya.   "Kau bilang apa?"   "Aku bilang, bagaimana dengan uang pajak yang harus dibayar oleh suku kalian?"   "Selama beberapa tahun ini, semua tabungan suku kami telah ludas di tangan kalian ibaratnya tahu yang di pres, ampasnyapun sudah mengering, darimana datangnya uang yang bisa dipersembahkan lagi kepada kalian?"   Dengan gusar Kim coa long kun segera menggebrak meja, teriaknya.   "Kurang ajar jadi kalian berani tidak bayar pajak?"   Belum sempat Beng Sam wi menjawab, seorang pemuda yang berada disampingnya telah menimbrung.   "Kau toh bukan kaisar atau pemerintah yang sah, atas dasar apa kami harus menyerahkan uang kami kepada kalian?"   Rupanya ucapan tersebut semakin menggusarkan Kim coa longkun, dengan geramnya dia berteriak.   "Bocah keparat, tampaknya kau sudah bosan hidup?"   Beng Sam wi yang berada disisinya sengaja menjura sembari katanya lagi.   "Longkun, aku lihat lebih baik kau menasehati kepada majikan kalian agar membatalkan saja niatnya untuk menarik pajak kepada kami, lagi pula gading ular yang dikirim setiap tahunnya ke pelbagai daerah juga telah mendatangkan keuntungan yang sangat besar, apalah gunanya memeras kami orang orang miskin?"   Belum selesai ucapan itu diutarakan, Thi coa Longkun Ong Eng telah mengayunkan telapak tangannya hendak menampar.   "Kentut busuk!"   Teriaknya. Tapi sebelum tamparan itu mengena di wajah Beng Sam wi, pemuda yang berada disampingnya telah menangkis tangan dari Ong Eng tersebut. Melihat itu, Thi coa Longkun segera mengejek.   "Makanya aku jadi heran, kenapa kau si tua bangka berani membangkang terhadap perintah kami, rupanya diantara suku kalian ada juga seorang jagoan silat"   "Benar!"   Sahut pemuda itu sambil tertawa seram.   Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "kami memang pulang kemari setelah belajar ilmu, kami tak akan mengijinkan kalian memeras suku kami"   Kontan saja keempat orang Coa Longkun itu tertawa terbahak bahak, ejeknya.   "Bocah keparat yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, kau anggap dengan kepandaian silat kucing kaki tigamu itu sudah bisa berlagak sok jagoan. Masih selisih jauh!"   Siapa tahu pemuda lain yang berkulit hitam dan berusia lebih tua-an tertawa dingin tiada hentinya, kemudian berseru.   "Hei, kalau omong besar apa tidak takut lidahnya kesambar petir?"   Thi Coa Longkun sudah tak kuasa menahan diri dia telah bersiap siap untuk turun tangan. Tapi Hui Coa Longkun segera berbisik.   "Diluar sana telah berkumpul beribu orang suku Cawa, untuk merontokkan kegagahan mereka, lebih baik kita unjuk gigi dilapangan sebelah depan saja"   Thi Coa Longkun segera manggut manggut, sambil tertawa dingin katanya kemudian.   "Bocah keparat, beranikah kau berduel melawan pun Longkun?"   "Mau bertarung satu lawan satu ataukah empat melawan satu?"   Tantang sipemuda berkulit hitam. Dengan sombong Thi coa longkun berkata.   "Untuk membereskan seorang cecunguk macam kau seorang saja sudah lebih dari cukup, kenapa musti empat lawan satu?"   "Kalau begitu bagus sekali!"   Dengan cepat semua orang menuju ketanah lapang gunung. Setelah semua orang memasang posisi, pemuda kecil berkulit putih tadi segera melompat kedalam arena sambil katanya.   "Untuk membereskan bedebah semacam ini, buat apa musti merepotkan dirimu?"   Sementara itu Thi Coa longkun telah mengganti ular bersisik besinya dengan ular yang lain, tapi ia tidak mempergunakannya begitu turun tangan sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan ke arah pemuda kecil berkulit putih itu.   Meskipun dalam serangan ini ia tidak sertakan tenaga penuh, tapi ketika terjadi bentrokan kekerasan, sepasang bahu pemuda putih itu tampak bergetar keras.   Hal ini menandakan kalau tenaga dalam yang dimiliki pemuda itu masih berada dibawah kepandaian Thi Coa longkun.   Melihat itu, Ong Eng merasa lega hati, sambil tertawa terbahak bahak segera ujarnya.   "Bocah keparat, kau sanggup menerima delapan bagian tenaga pukulanku, tak heran kalau kau sombong, rasain sebuah pukulanku lagi!"   Hawa murninya segera dihimpun ke dalam lengan kanannya, kemudian sebuah pukulan dilepaskan ke depan.   Tapi kali ini dengan cekatan pemuda berkulit putih itu berhasil menghindarkan diri ke samping.   Menyaksikan serangannya mengenai sasaran yang kosong, Thi coa longkun menjadi naik darah, teriaknya.   "Hmmm! Dengan andalkan kepandaian serendah inipun berani bermusuhan dengan Tok coa sia!"   OoooOoooo Serangkaian pukulan dahsyat segera dilontarkan ke depan meneter musuhnya habis habisan, terasa angin pukulan menderu deru. Melihat itu, sipemuda berkulit putih tadi berpikir.   "Tak heran kau berani berbuat kejahatan, rupanya kau memang memiliki sedikit kepandaian!"   Maka dibawah perlindungan hawa murni Toa boan yok sinkang, dia mulai melancarkan serangan serangan balasan yang maha dahsyat.   Kedahsyatan dari serangan itu tampaknya sama sekali diluar dugaan Kim Coa Longkun sekalian, membuat mereka jadi tertegun untuk sesaat lamanya.   Sementara itu Thi coa long kun sudah dibikin kalang kabut tak karuan, sekarang ia sudah tak sanggup melancarkan serangan lagi, apa yang bisa dilakukan hanya repot menyelamatkan diri.   Sementara itu ketiga puluhan orang lelaki baju putih yang datang dari kota Tok coa sia hanya berdiri dengan mata buas dan wajah menyeringai seram.   Kejut dan marah telah menyelimuti seluruh benak Thi coa long kun yang berada di tengah arena, jurus serangannya makin lama semakin kacau, apalagi dia hanya memburu mencari kemenangan, ini membuat pertahanannya semakin diabaikan.   Dengan begitu, maka titik kelemahan dibagian dadanya menjadi terbuka sama sekali.   "Losam, jangan lupa dengan pertahanan sendiri!"   Teriak Hui coa long kun Wan Hiong memperingatkan rekannya.   Sayang teriakan tersebut sudah terlambat.   Tampak pemuda ceking berkulit putih itu secara beruntun telah menggetarkan jari tangannya sebanyak tiga kali.   Desingan angin tajam menderu deru dan membelah angkasa.   "Sreet! Sreet! Sreet!"   Tiga desingan angin serangan langsung menyergap jalan darah Ki bun hiat, Jit kan hiat dan Hu ciat hiat ditubuh Ong Eng.   Seketika itu juga Ong Eng mendengus tertahan, tubuhnya bagaikan sebuah pagoda besi yang ambruk, begitu mencium tanah tewaslah dia seketika itu juga.   Sengaja pemuda ceking berkulit putih itu mengatur napasnya yang memburu lalu berseru.   "Maaf! Maaf!"   Gin coa long kun Ouyang Si memburu ke depan dan memeriksa napas rekannya, pada waktu itulah dia baru menyadari kalau Ong Eng sudah tidak bernapas lagi, dengan gusar dia lantas membentak.   "Bocah keparat, sungguh keji serangan itu!"   "Apakah tidak kau lihat bahwa rekanmu itu amat bernapsu untuk membunuhku? Sekarang, mangapa pula kau menyalahkan diriku?"   Seru pemuda ceking berkulit putih itu lagi dengan napas tersengkal. Sekalipun agak kasar, ucapan ini memang amat beralasan sekali dan masuk diakal. Gin coa longkun Ouyang Si dengan senyum tak senyum lantas berseru.   "Sobat, ilmu silat yang kau miliki tidak lemah, aku perlu memohon petunjuk darimu!"   "Jangan, aku sudah letih, biar suhengku saja yang akan menggantikan diriku!"   Sahut si pemuda ceking sambil menggoyangkan tangannya.   "Hmm! Setelah membunuh orang, kau masih ingin mundur dengan aman sentausa? Tak akan gampang itu!"   "Tidak bisa jadi, didalam melancarkan ketiga buah totokan tadi aku telah mempergunakan hampir segenap tenaga yang kumiliki sekarang keadaanku sudah payah sekali."   Mendengar ucapan tersebut, Gin coa long kun Ouyang Sin bertambah girang, dia menganggap keberuntungan ini dengan cepat dapat diraih olehnya.   Maka tanpa membuang waktu lagi dia langsung menerjang dan sekaligus melancarkan tujuh buah pukulan dan tiga buah tendangan berantai...   Kontan saja si lelaki ceking itu kena didesak sampai mundur terus berulang kali, teriaknya keras keras.   "Hei, sebetulnya kau mengerti soal peraturan dunia persilatan atau tidak..."   "Berkaok kaok apa kau? Locu akan bunuh dirimu!"   Teriak Gin coa long kun Ouyang Si dengan gusar.   Ketika dilihatnya pemuda ceking berkulit putih itu tidak melancarkan serangan balasan, dia bertambah tekebur dan jumawa.   Beng Sam wi yang berada di samping arena menjadi gelisah sekali, kepada pemuda berkulit hitam yang ada disisinya, dia lantas berbisik.   "Cepat kau menggantikan kedudukan rekanmu itu!"   Kelihatan sekali betapa gelisah dan cemasnya kepala suku Cawa ini... Akan tetapi, pemuda jangkung berkulit hitam itu malahan acuh tak acuh jawabnya.   "Kepala suku yang terhormat, kau tak usah kuatir..."   Belum habis dia berkata, mendadak pemuda ceking berkulit putih yang sedang berlarian di tengah arena itu tidak bersuara lagi, sambil membalikkan badan tiba tiba ia melancarkan sebuah totokan...   Mimpipun Gin coa longkun tidak menyangka kalau secara tiba tiba pihak lawan bisa menyerang dengan ancaman selihay itu, kali ini dia benar benar terkecoh oleh tipu muslihat lawannya.   "Criiing!"   Diantara deruan angin tajam, tahu tahu segulung desingan angin tajam telah menyergap diatas tubuh bagian atasnya.   Dalam gugup dan gelisahnya, buru buru dia menarik dada dan lambungnya ke belakang dan menghindarkan diri dari ancaman nya terhadap pusar wan tian itu.   Kendatipun reaksi tersebut dilakukan cukup cepat, toh dia terluka parah juga oleh serangan musuh.   "Uaaak!"   Dia segera memuntahkan darah segar. Hui coa longkun buru buru maju ke depan dan membopong tubuh Gin coa longkun, setelah itu serunya.   "Kalian menghadang dibelakang, toako lindungi aku dan kita terjang menuju ke benteng Gan cay!"   Bagaikan baru sadar dari impian, lelaki berbaju putih itu serentak membentak keras lalu menerjang ke depan.   Sedangkan Kim coa longkun Lei Beng dan Hui coa longkun Wan Hiong segera menerjang keluar dari pintu benteng.   Tampaknya kawanan iblis itu berniat untuk melarikan diri dari tempat itu.   Tak tahan Beng Sam wi lantas berteriak keras.   "Rekan rekan sesuku, jangan biarkan mereka kabur dari sini!"   Begitulah, ketika Kim coa longkun Lei Beng yang melindungi Hui coa longkun sambil membopong Gin coa longkun sedang menyerang ke luar benteng, mendadak terdengar suara bentakan gusar menyusul bergemanya hardikan nyaring.   Kim coa longkun merasa amat kaget, buru buru dia kabur menuju kearah hutan sambil berteriak penuh rasa dendam.   "Kami pasti akan membalas dendam atas sakit hati ini..."   Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak sesosok bayangan manusia telah melayang turun dihadapannya dan menghadang jalan perginya.   "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... kenapa kalian cuma mengurusi adikmu saja tanpa menggubris rekan yang lain? Masa ini adil?"   Tanpa terasa Kim coa long kun dan Hui coa long kun segera menghentikan langkah tubuhnya, setelah itu berkata.   "Kepandaian silat yang kau miliki betul betul lihay sekali, apakah kau hendak membunuh pula kami berdua?"   Pemuda jangkung berkulit hitam itu segera tertawa terbahak bahak.   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... memangnya kau anggap masih bisa kabur dari sini dalam keadaan selamat?"   Kim coa longkun menjadi gusar sekali setelah mendengar ucapan lawan yang dianggapnya jumawa itu. Sedangkan Hui coa long kun segera memutar sepasang biji matanya, lalu membentak pula.   "Kami akan adu jiwa denganmu!"   Dua orang itu segera melepaskan ular beracun yang berada diatas leher mereka, kemudian menyerang bersama ke arah musuhnya.   "Kurang ajar"   Bentak sang pemuda.   Secepat kilat sepasang telapak tangannya dibacok kebawah melepaskan serangan dahsyat.   sungguh dahsyat ancaman itu, ular bersisik emas dan ular beracun bersayap yang tak mempan dibacok dengan pedang atau golok itu tahu tahu sudah terpapas kutung pinggangnya dan mampu seketika itu juga.   Kim coa longkun Lei Beng serta Hui coa longkun Wan Hiong segera menjerit kaget, kemudian cepat cepat mengundurkan diri sejauh beberapa depa ke belakang.   Mereka sama sekali tidak mengira kalau kedua orang pemuda tersebut memiliki kepandaian yang sedemikian lihaynya, bagaikan bola yang kehabisan hawa, mereka terkulai lemas sekali, keadaannya persis seperti ayam jago yang kalah bertarung.   Setelah suasana hening untuk sesaat, Kim coa longkun Lei Beng baru berkata lebih dulu.   "Seandainya kau benar benar ingin bertarung dengan orang yang berilmu tinggi, mengapa tidak menantang guru kami saja?"   Pemuda jangkung berkulit hitam itu segera tertawa dingin.   "Hmmm... memangnya kau anggap aku takut?"   "Kalau kau tidak takut, mengapa tidak melepaskan kami untuk pulang ke gunung?"   "Lebih baik jangan menghitung swiepoa dengan seenaknya sendiri, orang sih akan kulepas, tapi bukan kau!"   Mendengar perkataan itu, Kim coa longkun menjadi tertegun dan membungkam dalam seribu bahasa. Sedangkan Hui coa longkun segera berseru.   "Kalau begitu aku yang hendak kau lepas?"   Kembali pemuda jangkung berkulit hitam itu menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Kau juga tidak mendapat bagian!"   Sementara pembicaraan berlangsung, tampak kawanan lelaki berbaju putih itu sudah melarikan diri keatas gunung dengan keadaan yang kocar kacir tak karuan.   Tubuh mereka penuh berlepotan darah dan tinggal beberapa orang saja, berarti yang lihay sudah tewas diujung pedang musuh...   Ketika orang orang itu menyaksikan Kim coa longkun berdua belum pergi, tentu saja orang orang itu menjadi keheranan setengah mati.   Pada waktu itulah terdengar pemuda jangkung berkulit hitam itu berkata dengan suara lantang.   "Yang kulepaskan adalah mereka, sedang kalian berdua harus tetap tinggal disini"   Ketika Kim coa longkun menyaksikan harapan mereka untuk melarikan diri sudah semakin menipis, tiba tiba timbulkan sifat buasnya, dengan cepat dia merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan tiga bilah pisau terbang, kemudian secepat sambaran kilat disambitkan ke depan.   "Lihat saja kelihayan longkunmu!"   Serunya sambil menyeringai menyeramkan.   Tiga bilah pisau terbang itu dengan membawa selapis cahaya biru yang amat menyilaukan mata segera menyambar kedepan.   Tak bisa disangkal lagi, pisau terbang itu sudah pasti telah dipolesi dengan racun yang ganas.   Pemuda jangkung berkulit hitam itu menjadi naik darah, dengan suara menggeledek segera bentaknya.   "Kurang ajar betul, kau tak boleh diampuni!"   Tubuhnya melayang kedepan, meski serangan dilancarkan belakangan ternyata bersarang dipunggung Kim coa longkun lebih duluan.   Bayangkan saja betapa dahsyatnya serangan yang menghantam ditubuh lawan itu, tak ampun lagi Kim Coa Longkun menjerit kesakitan kemudian roboh terkapar dan tewas seketika itu juga.   Dengan begitu dari empat orang Coa Longkun, dua orang telah tewas dan seorang lagi terluka parah.   Tinggal Hui Coa Longkun Wan Hiong seorang yang masih segar bugar, meski begitu semangat tempurnya hampir punah tak berbekas.   Dengan suara lirih dan penuh diliputi rasa kuatir, orang itu lantas berseru.   "Tentunya kau tak akan melancarkan serangan keji terhadap seseorang yang sudah tak bertenaga untuk melawan bukan?"   "Hmm, hitung hitung anggap saja kau memang tahu diri"   Setelah berhenti sebentar, terusnya.   "Walaupun aku tak akan membunuhmu, tapi kau tak bisa memperoleh kebebasan untuk bergerak!"   Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Suatu totokan kilat dengan cepat merobohkan pula jagoan dari kota ular beracun itu.   Semua peristiwa ini kontan saja membuat beberapa orang lelaki berbaju putih yang berhasil melarikan diri itu menjadi ketakutan setengah mati, tanpa disadari mereka telah menjatuhkan diri berlutut diatas tanah dan mohon ampun.   Pada saat itulah, si kepala suku Beng Sam wi telah muncul pula ditempat itu.   Serentak kawanan lelaki berbaju putih itu berseru sambil merengek rengek.   "Kepala suku Beng, harap kau orang tua bersedia mengampuni selembar jiwa kami, kau toh tahu, urusan memungut pajak ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan kami!"   "Kalau begitu cepat enyah dari sini!"   Bentak kepala suku Beng.   "lain kali jangan mencoba coba untuk mengacau tempat kami lagi"   Bagaikan mendapat pengampunan besar, beberapa orang lelaki berbaju putih itu segera melompat bangun dan melarikan diri terbirit birit meninggalkan tempat itu.   Beng Sam wi segera menitahkan orang untuk menggotong pergi Hui Coa Longkun dan Gin Coa Longkun.   Dan pertarungan pun untuk sementara waktu telah berakhir.   Sementara itu semua rakyat suku Cawa yang berada dikota itu, baik yang lelaki yang perempuan, yang tua maupun yang muda sama sama bergembira ria menyambut kemenangan tersebut, terutama sekali dua bersaudara Beng.   "Toako!"   Terdengar Beng Jit berseru "pilihanku ini tidak jelek bukan?"   "Dari mana aku bisa tahu kalau kepandaian yang dimiliki Ong sauhiap serta Bwe lihiap sebenarnya sedemikian hebatnya?"   Ong It sin yang menyaru sebagai pemuda jangkung berkulit hitam itu segera berkata.   "Lebih baik kalian jangan keburu gembira, besar kemungkinan Thian tok tay ong akan menyergap tempat kita pada malam nanti!"   "Lantas apa yang harus kita lakukan?"   Tanya Beng Sam wi dengan kening berkerut.   "Yang kami takuti justru bila dia tidak datang!"   "Tapi, apa baiknya bila dia datang kemari?"   Sela Beng Jit.   "Kami akan pergunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk menghancurkan sarangnya, asal benteng kota ular beracun itu dimusnahkan sudah pasti gembong iblis tua itu akan memindahkan markasnya ke tempat lain, selain daripada itu, tindakan ini justru mempemudah usaha kami untuk menyerang kota ular beracun itu"   "Ong sauhiap, kau akan menghadapinya dengan cara apa?"   "Lebih baik bawalah segenap suku kalian berikut binatang peliharaan dan barang barang yang berharga untuk keluar dari desa ini dan menyembunyikan diri di suatu tempat, besok, kalian baru kembali lagi ke mari...!"   "Ooh... jadi kalian berdua hendak mempergunakan kesempatan ini untuk menyerbu ke dalam kota ular beracun?"   Tanya Beng Sam wi seperti baru menyadari akan sesuatu.   "Dugaan kepala suku memang tepat sekali"   "Apakah kalian berdua membutuhkan pembantu?"   "Kami hanya membutuhkan dua puluhan orang lelaki muda yang kekar untuk membawakan sejumlah batu belerang dan bahan peledak,"   "Baik, segala sesuatunya akan lohu laksanakan dengan segera"   Kata Beng Sam wi tanpa berpikir panjang lagi.   "Lebih baik lagi kalau kau pilihkan dua orang kepala regu untuk diperkenalkan dulu kepadaku, agar sampai waktunya aku bisa memberi petunjuk kepada mereka"   Beng Sam wi berpikir sebentar, kemudian menitahkan orang untuk mengundang kedatangan dua orang lelaki kekar, setelah itu katanya.   "Mereka adalah putraku yang keempat dan kelima yang masing masing bernama Beng Min dan Beng cu, bila sauhiap ada perintah katakan saja kepada mereka"   Ong It sin manggut manggut sebagai tanda puas, kemudian berjanji akan masuk ke bukit pada permulaan kentongan malam nanti.   Selain daripada itu, diapun melakukan sedikit persiapan didalam dusun itu, agar Thian tok tay ong bisa datang dan masuk perangkap.   oooodeoOoooowio Malam sudah semakin kelam, udara bersih tak berwarna, cahaya rembulan bersinar menerangi seluruh jagad.   Diatas jalan bukit yang menghubungkan tanah perbukitan dengan daerah pegunungan Ko li kan san muncul dua titik cahaya hitam yang sedang bergerak mendekat.   Kedua orang itu adalah muda mudi berpakaian ringkas.   Yang dipaling depan adalah seorang pemuda berusia dua puluh tiga, empat tahunan yang berwajah tampan dan memakai pakaian ringkas berwarna hitam dengan mantel dari kulit macan.   Dibelakangnya mengikuti seorang gadis cantik jelita bak bidadari yang baru turun dari kahyangan.   Sungguh cepat sekali gerakan tubuh dari kedua orang itu, tak selang beberapa saat kemudian sampailah mereka diatas puncak bukit itu.   Sebuah hutan yang amat lebat muncul di depan mata dan menghadang jalan pergi mereka.   Pada waktu itulah, si gadis berkata.   "Engkoh Sin, kenapa tidak nampak kota ular beracun itu?"   "Bila tempat itu sangat gampang ditemukan, tak akan kota ular beracun dianggap sebagai sebuah tempat yang misterius..."   Setelah berhenti sebentar, kembali dia melanjutkan.   "Kawanan pencoleng itu seringkali masuk keluar bukit, berarti ada jalan rahasia yang seringkali mereka pergunakan..."   Baru selesai dia berkata, tiba tiba si nona itu berteriak dengan penuh kegembiraan.   "Coba lihat, bukankah disitu ada sebuah jalanan?"   Ketika pemuda itu berpaling ke arah yang ditunjuk, maka tampaklah ditepi sebuah bukit karang tampak muncul sebuah jalanan yang luasnya tiga jengkal.   Tanpa sangsi lagi kedua orang itu segera melanjutkan perjalanannya menelusuri jalan setapak itu.   Jalan setapak itu meski menembusi pula ke tengah hutan, tapi jelas dibuat manusia, sepanjang perjalanan tidak dijumpai hadangan hadangan apapun.   Sementara mereka sedang melanjutkan perjalanannya, mendadak terdengar suara langkah kaki yang sangat ramai berkumandang datang dari arah depan sana.   Pemuda itu segera menarik tangan si gadis dan menyusup masuk ke tengah hutan.   Baru saja mereka menyembunyikan diri, tampak sepasukan lelaki berbaju putih telah bermunculan dengan kecepatan luar biasa.   Sinar rembulan terasa redup sekali, tapi secara lamat lamat masih dapat dilihat bahwa pemimpin dari pasukan itu adalah seorang kakek berambut putih yang berperawakan kekar.   Kakek itu mengenakan jubah halus berwarna putih dengan ikat pinggang lebar serta kepala mengenakan kopiah kaisar, sudah jelas orang itu adalah Thian tok tay ong.   Ditinjau dari setiap langkah kakinya yang mencapai dua tiga kaki jauhnya, dapat diketahui bahwa kakek tersebut memiliki tenaga dalam yang luar biasa sempurnanya.   Seandainya orang lain, mungkin hati mereka sudah dibikin keder setelah menyaksikan kelihayan kakek itu, dan pasti akan membatalkan niatnya untuk melanjutkan perjalanan.   Tapi muda mudi yang menyembunyikan diri dibalik hutan itu malah saling berpandangan sambil tertawa, suatu senyuman yang penuh arti.   Menunggu rombongan itu sudah lewat, si nona baru berbisik dengan suara yang nyaring.   "Engkoh Sin, aku benar benar merasa kagum sekali atas kemampuanmu untuk menduga segala sesuatu yang belum terjadi!"   Ternyata pemuda itu bukan lain adalah Ong It sin yang namanya sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan itu. Ong It sin segera tertawa terbahak bahak, setelah mendengar perkataan itu.   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... adik Soat, rupanya kau bukan berbicara menurut suara hatimu"   Tak perlu dikenalkan lagi, sinona itu sudah barang tentu adalah Bwe Leng soat, jagoan dari Koan tiau khek. Terdengar gadis itu berkata lagi.   "Kau bilang lain dimulut lain dihati"   "Tentu saja kalau kau memang kagum sekali, kenapa tidak memeluk aku dan memberi satu ciuman?"   Dengan cepat Bwe Leng soat baru menyadari kalau dia sedang digoda oleh kekasihnya.   Maka sambil berpura pura ngambek dia melompat keluar dari hutan sambil mengomel "Ciiss tak tahu malu, masa menempeli muka sendiri dengan emas? Siapa sih yang bilang kau hebat?"   Buru buru Ong It sin melompat keluar pula dari dalam hutan, kemudian sambil menghadang dihadapannya dia berseru.   "Adik Soat, kenapa sih kau ini?"   "Aku mau pulang ke dusun!"   "Kenapa? Apakah kau tidak turut aku pergi ke kota ular beracun untuk menolong Bwe Yau?"   "Hayo bilang dulu, kau suruh aku... anu... tidak?"   "Tidak, tidak... sekarang biar aku saja yang... anu... Seraya berkata gadis itu lantas dipeluk dan diciumnya dengan penuh kemesrahan. Dengan tersipu sipu Bwe Leng soat melepaskan diri dari pelukan kekasihnya dan berlalu lebih dulu dari situ. Buru buru Ong It sin menyusul pula dibelakangnya. Tak lama kemudian mereka sudah keluar dari hutan itu, didepan mata terbentanglah tiga buah bukit yang berdiri dalam posisi segitiga. Di tengah tengah antara ketiga buah bukit itu tampak sebuah lembah yang luas, pada mulut selat tadi terpancanglah sebuah batu besar yang diatasnya tertera tiga huruf besar, tulisan itu berbunyi.   "TOK COA SIA"   Dibawah batu cadas itu berjongkok dua orang lelaki berbaju putih yang menyoren golok rupanya mereka sedang asyik bermain judi.   Alat judi yang mereka pergunakan sederhana sekali, yakni tiga biji batu sebesar kelengkeng.   Ong It sin yang menyaksikan kesemuanya itu, segera berbisik dengan lirih.   "Adik Soat, tunggulah sebentar disini, biar kubekuk dulu kedua orang itu."   Sembari berkata, dia lantas mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan seenteng kapas tahu tahu menyelinap ke belakang tubuh kedua orang lelaki berbaju putih itu.   Rupanya kedua orang penjaga itu mengira Thian tok tay ong yang keluar lembah tak mungkin balik dalam waktu singkat, maka dengan memberanikan diri mereka bermain judi disana.   Siapa tahu secara diam diam telah muncul seseorang dibelakang tubuh mereka.   Dalam pada itu, silelaki kurus bermuka kuda itu sudah kalah banyak, dengan penuh bernapsu dia mengeluarkan sekeping uang perak seberat lima tahil sambil berseru.   "Chiu lojin, locu akan mempertaruhkan semua uang itu yang kumiliki ini, kau berani tidak?"   Chiu lojin adalah pemenang, dia sudah hampir mengorek semua tabungan yang dimiliki lelaki bermuka kuda itu, tentu saja dia enggan untuk menyerempet bahaya, maka ujarnya.   "Huan Tiang kang, aku lihat lebih baik kita sudahi sampai disini saja Kalau ingin mendapatkan kembali modalmu, kita bertaruh lagi dikemudian hari, siapa tahu kalau nasibmu waktu itu jauh lebih mujur?"   Huan Tiang kang atau si lelaki bermuka kuda itu segera menunjukkan wajah tak senang hati.   "Huuuh, sedari tadi aku sudah tahu kalau kau tidak akan memiliki keberanian tersebut"   Belum habis dia berkata, dari belakang tubuhnya telah terdengar suara orang berbicara.   "Kalau dia tak mau bertaruh, biar aku saja yang akan bertaruh denganmu!"   Dengan cepat Huan Tiang kang berpaling ke belakang, segera terlihatlah seorang pemuda tampan yang sangat asing berdiri di situ.   Mungkin lantaran sudah terpengaruh oleh kekalahan yang menumpuk, tanpa bertanya lagi siapa gerangan pemuda tersebut, dia lantas berseru dengan kegirangan.   "Siangkong, kau hendak bertaruh apa?"   "Mempertaruhkan segala sesuatu yang kalian miliki!"   Huan Tiang kang menjadi semakin gembira dia lantas mengeluarkan kembali lima tahil peraknya sebagai modal.   Kiranya dia masih belum menangkap maksud lain dibalik perkataan dari lawannya itu Berbeda dengan Chin loji, dia segera merasakan kalau gelagat tidak beres.   Sambil tertawa dingin segera tegurnya.   "Sobat, apa yang kau katakan tadi?"   "Aku bilang, aku hendak mempertaruhkan segala sesuatu yang kalian miliki, sekarang tentunya sudah terdengar jelas bukan?"   Chin loji berkerut kening.   "Yang kumiliki sekarang hanya uang kontan, selain itu tidak kumiliki apapun juga!"   "Masih!"   Jawab Ong It sin.   "nyawa anjingmu dan rekanmu itu!"   Chin loji dan Huan Tiang kang segera mundur sejauh tiga jengkal kebelakang, kemudian sambil tertawa dingin serunya.   "Sobat, kalau itu mah tak nanti bisa kau menangkan!"   "Siapa bilang begitu?"   Bentak Ong It sin.   Belum selesai perkataan itu diucapkan, secepat sambaran kilat dia telah melancarkan sebuah pukulan dahsyat.   Tatkala kedua orang itu melihat datangnya sambaran cakar yang memenuhi angkasa, dengan perasaan tercekat mereka segera kabur kebelakang.   Jeritan ngeri yang menyayat hati segera berkumandang memecahkan keheningan, tahu tahu tubuh mereka sudah tergeletak ditanah dalam keadaan tak bernyawa lagi.   Selesai membereskan kedua orang itu, Ong It sin baru berseru.   "Adik Soat, mari kita masuk kedalam!"   Dua sosok bayangan tubuh dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat langsung menerjang masuk kedalam lembah.   Itulah sebuah lembah yang luas, dalam dan sangat lebar, aneka macam bunga dan jamur yang tak terhitung jumlahnya memenuhi seluruh permukaan tanah...   Dikejauhan sana terdapat air terjun dan disepanjang jalan tampak selokan yang membentang jauh keluar lembah situ.   Sebuah bangunan benteng yang amat tinggi dan besar berdiri dengan angkernya dibalik kegelapan.   Dengan langkah yang sangat berhati hati Ong It sin dan Bwe Leng soat bergerak kedepan mendekati bangunan benteng itu, tak lama kemudian sampailah mereka dibawah kaki benteng tersebut.   Dinding benteng itu tingginya mencapai tiga kaki, dengan suatu lompatan kilat kedua orang itu segera naik keatas...   Dari situ maka tampaklah jelas semua pemandangan didalam bangunan kota tadi...   Ternyata bangunan rumah yang berada didalam benteng itu persis seperti bangunan rumah ditempat lain hanya saja diantaranya banyak terdapat rumah kecil berbentuk bulat bagian atasnya dengan empat penjuru penuh dengan pintu.   Suasana amat hening, sepi dan tak nampak seekor ular beracun pun yang berkeliaran disana.   Dari suhunya Ong It sin pernah mendapat tahu bahwa jenis ular yang terdapat di dalam kota ular beracun ini mencapai hampir tiga ribu macam, diantaranya hanya dua macam yang paling beracun yakni sejenis ular yang ekornya bisa berbunyi serta sejenis lagi yang bagian kepalanya belang belang.   Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kedua jenis ular beracun itu seringkali berdiam didalam tempat tempat lembab ditengah hutan.   Tapi kini mereka berada di kota ular beracun, berarti keadaannya pasti berbeda, siapa tahu kalau ular ular beracun itu berdiam dalam rumah rumah kecil dekat selokan tersebut? Ong It sin tak berani gegabah, dengan cepat dia mengambil sebutir batu dan segera disentilkan ke muka.   Tatkala batu itu hampir menyentuh di atas atap rumah, mendadak dari balik bangunan rumah tersebut berkumandang serentetan suara yang sangat aneh.   Dalam waktu singkat dari empat penjuru pintu pintu bangunan rumah itu bermunculan beribu ribu buah kepala sambil mengeluarkan desisan suara yang mengerikan sekali.   Menyaksikan kesemuanya itu, Bwe Leng soat merasa bergidik sekali hatinya, dengan cepat dia berbisik.   "Engkoh Sin, betul betul menakutkan sekali kawanan ular beracun itu...   "Jangan takut, kita kan membawa belerang yang merupakan benda yang paling disenangi kawanan ular, apalagi yang musti kau kuatirkan?"   "Maksudmu, kita akan melanjutkan perjalanan untuk memasuki kota ular beracun ini?"   "Tentu saja, kalau dugaanku tidak salah sarangnya Thian tok tay ong sudah pasti berada ditengah kota, kemungkinan besar Bwe Yau terkurung disitu!"   "Aaah, mana mungkin? Coba kau lihat bangunan rumah ditempat ini kecil kecil mana mungkin Thian tok tay ong bisa menempati bangunan seperti ini?"   "Tentu saja dia tak akan tinggal disini coba lihat kedepan sana!"   Ujar Ong It sin sambil menuding kearah beberapa titik cahaya lampu ditengah kegelapan sana.   Ketika Bwe Leng soat memandang kedepan sana maka terlihatlah dibalik kegelapan sana lamat lamat tampak bangunan yang megah sekali, dengan suara dalam ia lantas berbisik.   "Paling tidak masih ada dua li jauhnya"   "Hayo berangkat?"   Kedua orang itu segera berangkat menelusuri bangunan kecil itu menuju kedepan sana.   Tak lama kemudian sampailah kedua orang itu ditengah kota, ternyata disekeliling bangunan rumah itupun terdapat sebuah sungai yang mengelilinginya.   Diatas bangunan kota, terlihat ada empat orang lelaki berbaju putih yang sedang melakukan perondaan.   Dengan suatu gerakan yang sangat cepat Ong It sin dan Bwe Leng soat menyusup lebih ke depan, ternyata keempat orang itu tak sempat menemukan jejaknya, maklum kepandaian silat yang dimiliki Ong It sin berdua memang sudah mencapai pada puncaknya.   Ong It sin dan Bwe Leng soat memang berilmu tinggi, meski begitu mereka tak berani mengusik penjaga penjaga itu, maka dengan menelusuri kaki kota, mereka menyusup menuju ke arah tempat kegelapan.   Setelah sampai disuatu tempat yang tak mungkin bisa dicapai oleh penglihatan para penjaga itu, mereka baru memberi tanda dan melompat naik ke atas dinding kota tersebut.   Ternyata bangunan rumah yang berada di dalam kota itu sangat megah dan penuh dengan bangunan keraton yang indah.   Dengan cepat Ong It sin melompat turun ke dalam kota disusul Bwe Leng soat dibelakangnya, kemudian dengan sangat berhati hati mereka menyusup lebih ke dalam lagi.   Tak lama kemudian sampailah mereka didepan sebuah bangunan berloteng yang sekeliling tempat itu penuh dengan aneka bunga mawar, diatas bangunan rumah tadi terpancang sebuah papan nama yang bertuliskan Bi kui lo (loteng bunga mawar).   Sementara kedua orang itu masih mengamati keadaan disekitar tempat itu dengan seksama, mendadak dari atas serambi muncul seorang kakek yang berperut besar.   Langkah kaki kakek itu berat, mantap dan cepat sekali, jelas merupakan seorang jago tangguh dari kota ular beracun.   Buru buru kedua orang itu menyembunyikan diri dibalik bunga mawar yang lebat.   Dalam sekejap mata, kakek gemuk bermuka perak, beralis tipis, bermata kecil dan bermulut lebar dengan bibir yang tebal itu telah tiba dibawah bangunan loteng.   Mendadak dari atas loteng bergema suara tertawa lengking yang penuh bernada jalang, menyusul kemudian seseorang menegur.   "Si supek gemukkah disitu?"   Dari suaranya tadi, Ong It sin berdua segera mengetahui kalau orang itu tak lain adalah si mawar beracun Hong Hian Kim yang sedang dicari cari. Ong It sin segera berpikir.   "Tidak kusangka kalau kakek gemuk itu adalah seperguruannya Thian tok tay ong, heran, kenapa belum pernah kudengar akan kejadian ini?"   Sementara itu, si kakek gemuk itu sudah tertawa terbahak bahak.   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh Hiang kim, sudah banyak tahun tak pernah bersua muka, tak kusangka kau lebih licik daripada dulu, mengapa tidak kau bayangkan, selama suhumu tidak berada dirumah selain lohu siapa lagi yang berani mendatangi ruang tidurmu ditengah malam buta begini?"   Rupanya si kerbau tua ini bermaksud datang kesitu untuk melalap daun! Daun jendela diatas loteng itu segera terbuka, lalu muncullah tubuh si bunga mawar beracun. Sambil tertawa cabul sahutnya.   "Aaah, belum tentu begitu siapa tahu kalau diatas lotengku sekarang sudah ada si pipi putih yang berada didalam pelukanku."   Sambil berkata dia lantas mengayunkan kesepuluh jari tangannya. Mula mula kakek gemuk itu agak tertegun menyusul kemudian ia segera tertawa tergelak.   "Hiang kim manis, woow... tampaknya makin hari kau bertambah menawan hati..."   Tanpa banyak membuang waktu, dia segera menerobos masuk lewat samping dayang yang menjaga pintu dan langsung menuju ke atas loteng.   Menyusul kemudian, bayangan tubuh dari si bunga mawar beracun Hong Hiang kim juga turut lenyap dibalik jendela.   Inilah suatu kesempatan yang sangat baik untuk membekuk si bunga mawar beracun dan memaksanya untuk menunjukkan tempat Bwe Yau disekap.   Ong It sin merasa girang sekali, dia lantas bangkit berdiri dan siap menyerbu ke dalam.   "Tunggu sebentar!"   Tiba tiba Bwe Leng soat mencegahnya. Ong It sin menjadi tertegun, tapi sebelum mengucapkan sesuatu, Bwe Leng soat telah menekan bahunya sambil berbisik lagi.   "Cepat berjongkok, ada orang datang!"   Sekali lagi Ong It sin berjongkok sambil menengok kedepan, benar juga dari arah depan sana telah muncul dua orang kakek berjubah putih.   Yang seorang bertubuh kekar sedangkan yang lain bertubuh kurus dan kecil.   Waktu itu terdengar si kakek kekar itu sedang berkata.   "Loji, benarkah kau melihat Pek tau ang (kakek berkepala putih) Liok Siong leng si setan tua itu juga kemari?"   "Memangnya aku membohongi dirimu?"   Jawab si kakek kurus itu. Dari balik mata kakek bertubuh kekar itu segera memancarkan sinar cemburu yang sangat tebal kemudian gumamnya.   "Aku tidak percaya, sore ini Hiang kim telah berjanji dengan kita berdua, mana mungkin dia mengadakan janji lagi dengan si setan tua itu...?"   "Aku berpendapat begitu... sudah pasti si setan itu mengandalkan kedudukannya datang kemari sebagai tamu yang tak diundang..."   "Lantas bagaimana dengan kita?"   "Menurut pendapatmu, lotoa?"   "Kita berlagak saja seperti tak tahu, kita langsung naik loteng, sekalipun ribut apa pula yang bisa dilakukan Thian ong terhadap kita berdua?"   Kedua orang ini mempunyai sesuatu yang bisa dianggap sebagai pegangan, dari sini bisa dilihat kalau dia bukan manusia sembarangan.   "Bagus!"   Seru kakek ceking itu.   "aku sangat setuju!"   Seusai berkata merekapun langsung menyerbu keatas loteng. Setelah kedua orang itupun lenyap dibalik tangga, Bwe Leng soat yang bersembunyi dibalik bunga baru berbisik.   "Engkoh Sin, bagaimana kita sekarang?"   "Tentu saja naik keloteng untuk membekuk mereka!"   "Baik, kalau begitu mari, kita lakukan sekarang juga!"   Kedua orang itu segera melompat keluar dari tempat persembunyiannya dan melayang naik keatas loteng.   Tak lama kemudian, sampailah mereka di depan kamar tidurnya sibunga mawar beracun Ketika itu dari dalam ruangan tadi berkumandang suara tertawa jalang serta pembicaraan dari beberapa orang lelaki.   Terdengarlah salah seorang diantaranya sedang berkata.   "Kau si tua bangka celaka, makin tua makin menjadi rupanya, maknya, sekarang masih menjadi katak buduk merindukan bulan... masa sebagai supek berani menggerogoti daun muda! Huuh apakah kau tidak malu kalau sampai ditertawakan orang?"   Menyusul kemudian terdengar si kakek kepala putih Liok Siong ling menyahut dengan nada tak senang hati.   "Cinta tak pernah membedakan tua atau muda, lagi pula apa hubungannya moayhumu dengan dirinya? Tahu tidak?"   "Tentu saja hubungan guru dan murid!"   Jawab si kakek ceking.   "Kalau memang begitu, bukankah ucapanmu barusan ibaratnya kentut... hmm! Apalagi kalau dihitung soal tingkatan, kau Cho Kit dan Cho Siong masih terhitung Ciu tay ya nya!"   Dengan nada tak senang hati, dua bersaudara Kho berseru lagi: Terlepas dari persoalan itu, kami datang karena diundang oleh nona Hiang kim, sedang kau si setan tua, datang kemari atas dasar apa?"   Si kakek kepala putih Liok Siong leng segera tertawa dingin tiada hentinya.   "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... dari mana kau bisa tahu kalau aku bukan datang karena untuk memenuhi janji?"   Cho Kit dan Cho Siong menjadi agak tertegun, beberapa saat kemudian dia baru berkata.   "Aku tidak percaya kalau nona Hiong kim bisa tertarik dengan tampangmu itu!"   "Tidak percaya?"   Seru si kakek kepala putih sambil membenahi rambutnya yang beruban.   "kenapa tidak kalian tanyakan secara langsung kepada tuan rumah?"   Tanpa terasa Cho Kit dan Cho Siong segera berpaling ke arah si bunga mawar beracun dengan nada bertanya. Si Bunga mawar beracun segera maju ke muka sambil tertawa terkekeh kekeh, katanya.   "Sudahlah, kalian tak usah cemburu, mari kalian sama sama menjadi tamu kehormatanku, terhadap kalian bertiga aku tak ada yang menolak, siapa yang enggan main bersama yaa sudahlah, pokoknya besok aku sudah pulang kekota Si ciu"   Setelah mendengar perkataan itu, dua bersaudara Cho segera terbungkam dalam seribu bahasa, sebaliknya si kakek kepala putih segera membantah serunya.   "Mestikaku, kau mana boleh berbuat demikian?"   "Kenapa tidak boleh? Dalam kehidupan masyarakat banyak terdapat lelaki yang disebelah kiri merangkul istri disebelah kanan merangkul gundik, mengapa aku tak boleh di kiri memeluk suami dikanan merangkul gendak?"   Betul betul suatu ucapan yang mengejutkan! Ong It sin mengira, ketiga orang itu pasti akan keberatan.   Siapa tahu, sama sekali diluar dugaan, ternyata ketiga orang itu membungkam dalam seribu bahasa, itu berarti keputusan telah diambil...   Sebenarnya Ong It sin akan segera menyerbu kedalam, tapi Bwe Leng soat segera berkata.   (((halaman.49-52 hilang))) sandiwara hidup yang sedang berlangsung dalam kamar menjadi terperanjat sekali setelah menyaksikan kejadian itu.   Terutama sekali Cho Kit, saking gugupnya dia segera melompat ke tengah udara siap menyongsong datangnya ancaman dan musuh tangguh.   Siapa tahu tubuhnya itu justru menubruk diatas jendela kayu yang ada didalam ruangan.   Seharusnya, dengan kepandaian silat yang dimilikinya itu, jangankan baru jendela kayu, sekalipun ada jendela besi juga tak akan dapat melukainya.   Tapi entah mengapa, ketika Ciu tay ya dari kota ular beracun ini menumbuk diatas jendela, seperti kayu lapuk saja, begitu membentur dia lantas roboh dan binasa.   Mungkin kena angin duduk? Si kakek kepala putih Liok Siong leng juga merasa terperanjat sekali, karena dalam keadaan bugil, buru buru dia menyambar celananya dan melarikan diri terbirit birit.   Ong It sin tidak menghalangi kepergiannya.   Cho Siong juga segera manfaatkan kesempatan itu turut kabur dari tempat itu.   Tapi dalam gugupnya dia telah salah mengambil celananya si bunga mawar beracun.   Untung saja badannya memang ceking, meski agak dipaksakan toh celana itu terpakai juga.   Bayangkan saja bagaimana jadinya bila ada seorang lelaki yang kabur sambil mengenakan celana perempuan.   Bwe Leng soat dan Ong It sin tak dapat menahan rasa gelinya lagi, mereka segera tertawa terbahak bahak.   Dari kejauhan sana terdengar suara Cho Siong sedang berteriak dengan penuh kegusaran.   "Bocah keparat, jangan merasa bangga dulu, sebentar Ciu tay yamu pasti akan membuat kalian berkaok kaok!"   Dengan demikian, didalam ruangan itu tinggal si bunga mawar beracun Hong Hiang kim seorang yang belum kabur, dengan tubuh telanjang ujarnya kemudian kepada Ong It sin.   "Aku kira siapa, ternyata Ong sauhiap dan Bwe Lihiap..."   Dia seperti hendak berbicara lagi, tapi Bwe Leng soat segera menukas dengan ketus.   "Hong tongcu, lebih baik kenakan dulu pakaianmu aku hendak berbicara dengan kau"   "Seluruh bagian tubuhku sudah kalian lihat, memakai baju atau tidak toh tak ada bedanya lagi?"   "Tidak bisa!"   Bentak Bwe Leng soat sambil menarik muka.   "jika kau tidak mengenakan pakaianmu, terpaksa aku akan bertindak kasar!"   Rupanya si bunga mawar beracun Hong Hiang kim cukup mengetahui akan kelihayan lawannya, dari lemari pakaian dia lantas mengambil sebuah pakaian tidur dan dikenakannya.   Walaupun dia telah mengenakan pakaian tidurnya, didalam kenyataan tak jauh berbeda dengan tidak mengenakan pakaian.   Ternyata baju itu tipis sekali sehingga hampir semua bagian tubuhnya dapat terlihat dengan jelas.   Dengan nada tak senang hati Bwe Leng soat berseru kembali.    Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini