Ceritasilat Novel Online

Si Rajawali Sakti 17


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 17



Tanya Cu Yin.

   Kian Ki menghela napas panjang "aku masih belum tahu ke mana aku akan pergi. Setelah kegagalan kita, aku tidak berani pulang ke kota raja dan di kota-kota besar aku tentu akan dikejar-kejar alat pemerintah sebagai seorang buruan. Aku ingin sekali memperdalam ilmu-ilmuku agar kelak aku dapat membalas kekalahan ini dengan cara lain. Aku ingin menjadi Raja Kangouw dan mengerahkan seluruh kekuatan dunia kangouw untuk menentang Kerajaan Sung!"

   Dia menghela napas lagi.

   "Sayang guruku yang terakhir, Thian Beng Siansu, telah meninggal dunia. Siapa lagi yang dapat memperdalam ilmuku?"

   "Ah, yang dapat memperdalam ilmumu yang sudah hebat itu kiraku hanya la seorang saja, yaitu Ketua Beng-kauw, kongcu."

   "Hemmm, Beng-kauw? Aku pernah Mendengar bahwa Beng-kauw merupakan perkumpulan rahasia yang aneh dan juga jarang ada orang luar dapat mendekati, siapakah ketuanya yang kau maksudkan itu, Yin-moi?"

   "Ketuanya bernama Co Sai, berjuluk Coat-beng-kwi (Setan Penyabut Nyawa) dan kabarnya belum pernah ada orang yang mampu menandingi ilmu-ilmunya. Kukira hanya dialah yang dapat membimbingmu untuk menguasai ilmu yang tak terkalahkan, Kongcu."

   "Bagus! Aku ingin berjumpa dan belajar ilmu dari Coat-beng-kwi Co san. Apakah engkau mengenalnya, Yin-moi.?"

   "Aku sendiri belum pernah bertemu dengannya, Kongcu... Akan tetapi guruku Hwa Hwa Moli, adalah sahabat baiknya. Kabarnya Coat-beng-kwi itu seorang duda dan mempunyai seorang anak perempuan akan tetapi selirnya banyak sekali, merupakan raja tanpa mahkota di dunia hitam dan semua orang takut kepadanya. Bahkan para pendekar sekalipun tidak berani sembarangan mencampuri urusannya dan merasa lebih aman untuk menjauh dan tidak mempunyai perkara dengan Beng-kauw."

   "Wah, kedengarannya hebat sekali. Apa engkau tahu di mana adanya Coa beng-kwi? Aku ingin menghadap dia dan minta diberi pelajaran ilmu yang lebih tinggi "

   "Menurut keterangan su-bo (Ibu guru), Pegunungan Beng-san terdapat sebuah bukit yang disebut Hek-kwi-san (Bukit Setan Hitam), di sanalah tempat tinggal Coat-beng-kwi Co Sai bersama anak buah beng-kauw yang terkenal. Mereka itu ahli menggunakan jebakan-jebakan, senjata-senjata rahasia yang aneh, penggunaan racun-racun, dan ditambah lagi ilmu sihir dari para pemimpinnya, yaitu murid-murid Coat-beng-kwi. Karena itu, tidak ada orang berani mendekati tempat itu dan menurut cerita guruku, siapa yang berani mendaki Bukit Setan Hitam bahkan bertemu maut!"

   "Hemmm, aku tidak takut. Aku akan pergi ke sana menghadap Coat-beng-kwi Co Sai! Untuk mendapatkan ilmu yang paling tinggi, aku tidak takut mempertaruhkan nyawaku."

   "Sudah bulat benarkah tekadmu itu, Chou Kongcu?"

   "Sudah, memang lebih baik mati kalau aku tidak mampu mencapai cita-citaku menjadi Raja Kangouw!"

   Cu Yin tertawa dan merangkul pemuda yang menjadi kekasihnya itu."

   Kau tidak perlu berkorban nyawa, Kan Ada aku di sini yang akan menemani mengantarmu sampai dapat bertemu dengan Ketua Beng-kauw."

   Kian Ki menjadi girang sekali dan dia sudah melupakan kesedihan hati yang dideritanya tadi. Mereka lalu melanjutkan perjalanan dengan cepat menuju pergunungan Beng-san.

   Pegunungan Beng-san amat luas, memiliki banyak bukit besar kecil tak terhitung banyaknya. Di antara bukit-bukit itu terdapat Bukit Hek-kwi-san (Bukit Setan Hitam) yang merupakan bukit menyeramkan yang ditakuti orang. Apalagi orang biasa, bahkan pemburu binatang buas yang paling gagah sekalipun merasa ngeri dan tidak berani mencoba untuk berburu binatang di sekitar bukit itu apalagi mendaki lerengnya. Sudah banyak orang yang terkenal gagah berani dan tangguh mencoba untuk mendaki, Hek-kwi-san dan akibatnya mereka tewas dalam keadaan mengerikan. Tentu saja tidak ada setan hitam yang berada di bukit itu seperti yang didongengkan penduduk sekitar Pergunungan Beng-san.

   Akhirnya semua orang mengtahui bahwa yang menguasai bukit menyeramkan itu adalah Beng-kauw, sebuah perkumpulan yang masih belum banyak dikenal. Beng-kauw (Agama Terang) merupakan sebuah aliran atau kepercayaan yang sebetulnya sudah kuno sekali yang di dunia barat dikenal sebagai Manichaeism atau Agama dari Mani. pendirinya adalah putera seorang bangsawan bernama Mani (tahun + 200), penduduk Ekbatana (Persia atau Iran). Pada mulanya Manichaeism merupakan pencampuran dari berbagai agama dan begitu diperkenalkan oleh Mani, banyak pihak yang menentang.

   Bahkan Mani sendiri akhirnya ditangkap oleh Kasta Magians dan dibinasakan. Pemerintah Persia pada waktu itu berusaha untuk membasmi Agama Mani, namun tak berhasil sepenuhnya. Para pengikutnya melarikan diri dan menyebarkan aliran baru ini ke pelbagai negara, di antara menyebarkannya ke India dan Cina. Akan tetapi, setelah disebarkan di Cina, agama itu disebut Beng-kauw (Agama Terang). Mula-mula memang mengandung pelajaran yang baik, karena inti pelajarannya adalah bahwa Terang adalah Kebajikan dan Geap adalah kejahatan. Setiap anggota Beng-kauw dianggap sebagai duta Terang untuk memerangi Gelap atau menggunakan kebajikan untuk memerangi kejahatan. Namun karena agama ini selalu dicurigai dan dimusuhi para penganut agama lain, maka timbul dendam kebencian dan akhirnya para pemimpinnya mempelajari pelbagai ilmu, dari yang tergolong putih sampai yang hitam. Agama ini mengalami kejayaannya tersebar luas sampai abad ke tiga belas, kemudian hancur karena selain mendapat tentang banyak pihak, juga berubah menjadi aliran sesat yang penuh dendam.

   Beng-kauw yang berada di Hek-kwi-san hanya merupakan sisa pengikut Beng-kauw yang kecil saja. Anggautanya tidak lebih dari seratus orang dan perkumpulan ini bukan lagi merupakan duta terang yang memerangi kegelapan atau orang-orang yang mengutamakan kebajikan menentang kejahatan. Mereka merupakan orang-orang aneh yang terkadang berlawanan dengan pendapat umum, bahkan banyak melakukan perbuatan sesat yang sama sekali bertentangan dengan pelajaran Beng-kauw sendiri!

   Pada waktu itu, Beng-kauw telah mendirikan perkampungan yang cukup mewah dan kuat di puncak Hek-kwi-san. Bukit itu memiliki tanah yang subur dan tanaman-tanamannya diatur sedemikian rupa sehingga tampak indah. Namun di ballik keindahan ini mengandung bahaya maut yang amat mengerikan kalau adao rang luar berani memasuki daerah itu. banyak jebakan dan perangkap yang berbahaya. Akan tetapi di dekat puncak terdapat kebun-kebun yang subur, ditanami sayur-sayuran untuk dimakan, pohon-pohon buah, bahkan tanaman obatan. Di puncaknya didirikan perkampungan dan sebuah rumah besar berada di tengah-tengah rumah-rumah yang kecil tempat tinggal ketuanya.

   (Lanjut ke Jilid 17)

   Si Rajawali Sakti (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 17

   Ketua Beng-kauw pada waktu bernama Co Sai berjuluk Coat-beng kwi. Dia seorang duda, berusia sekitar enam puluh tahun. Perawakannya sedang saja namun masih tegak dan tegap. Apalagi melihat wajahnya masih belum ada keriput tanda ketuaan, bersih dari kumis dan jenggot, ditambah sepasang matanya yang tajam mencorong, dia tampak masih tampan dan lebih muda daripada usianya yang enam puluh tahun. Coat-beng-kwi Co Sai ini memiliki ilmu silat aliran Beng-kauw yang amat hebat. Ilmu silat itupun merupakan perpaduan dari ber bagai aliran ilmu silat, diperpadukan dan dikembangkan menjadi ilmu yang amat dahsyat. Apalagi dicampur dengan ilmu sihir dan kekuatan dari daya-daya rendah yang berasal dari roh-roh sesat.

   Co Sai yang sudah menduda selama beberapa tahun karena ditinggal mati istrinya yang menderita sakit parah dan menurut kepercayaan mereka jadi sebagai "tebusan"

   Ilmu-ilmu hitam yang dipelajari Co Sai, mempunyai seorang anak perempuan. Anak itu bernama Co Kim Lian, kini telah menjadi seorang gadis berusia delapan belas tahun yang berwajah cantik, wataknya liar dan galak namun memiliki kecerdikan luar biasa, juga aneh karena terkadang muncul watak yang amat baik akan tetapi terkadang pula amat jahat.

   Ketua Beng-kauw ini dalam kedudukannya iya dibantu oleh seorang muridnya yang telah mewarisi sebagian besar ilmu kepandaian Coat-bengkwi. Bahkan dia pula yang menggantikan gurunya meiatih ilmu silat kepada semua anggauta Beng-kauw. Murid ini, berusia sekitar dua puluh lima tahun, bernama Gu Kian. Tubuhnya tinggi kurus, wajahnya tampan, bermata tajam dan mulutnya selalu terhias senyum sinis seperti orang memandang rendah atau mengejek. Pemuda ini amat mencinta Co Kim Lian yang menjadi sumoi nya (adik seperguruannya) dan agaknya Coat-beng-kwi merestui karena ketua ini mengharapkan Gu kian kelak selain menjadi mantunya, juga akan menggantikannya memimpin Beng-kauw.

   Akan tetapi agaknya cinta di hati Kian tidak mendapat sambutan Kim Lian. Gadis ini suka kepada Gu Kian akan tetapi rasa sukanya hanya rasa suka seorang adik kepada seorang kakak. Hal yang terkadang membuat pemuda merasa kecewa sekali. Juga Co Sai merasa prihatin melihat betapa puterinya jelas tidak memperlihatkan tanda mencinta Gu Kian. Akan tetapi guru dan murid ini keduanya maklum benar bahwa mereka tidak mungkin dapat memaksakan keinginan mereka kepada Kim Lian. Gadis ini memiliki kekerasan hati yang tidak dapat ditundukkan oleh siapa pun Sekali ia menolak, sampai mati pun tidak akan mau menerimanya. Juga mereka tidak mungkin dapat menggunakan ilmu sihir atau obat yang membuat gadis itu jatuh cinta kepada Gu Kian. Gadis itu sudah menguasai semua ilmu sihir dan obat serta racun sehingga kalau mereka menggunakan cara itu, Kim Lian pasti mengetahuinya dan akibatnya sukar dibayangkan.

   Gadis itu tentu akan marah sekali, mungkin akan memusuhi ayah dan suhengnya (kakak seperguruannya), kalau bisa juga ia akan minggat atau bahkan bunuh diri! Karena itulah maka Co Sai dan Gu Kian bersabar sambil mengharapkan agar kelak gadis itu akan dapat jatuh cinta kepada Gu Kian. Satu-satunya upaya pemuda itu, seperti dianjurkan gurunya, adalah bersikap sebaik mungkin kepada sumoinya.

   Pada suatu pagi Coat-beng-kwi Co-sai duduk di ruangan depan rumahnya yang besar dan cukup mewah, ditemani oleh Kim Lian dan Gu Kian. Mereka bertiga membicarakan tentang pemberontakan Pangeran Chou Ban Heng yang gagal.

   "Ayah, sampai sekarang aku masih merasa heran, mengapa ayah tidak membantu salah satu pihak, pihak pejuang yang setia kepada Kerajaan Chou atau pihak Kerajaan Sung?"

   Tanya Kim Lian pada ayahnya.

   "Hemmm, apa untungnya kita bantu satu pihak? Dahulu, Kerajaan Chou tidak pernah mengakui Beng-kauw, kini, para pendukung Kerajaan Sung malah orang-orang yang menamakan mereka pendekar dan mereka itu juga meremehkan kita. Heheh, biar saja mereka saling gempur sampai keduanya binasa!"

   "Suhu, teecu (murid) mendengar bahwa Kaisar Sung Thai Cu merupakan penguasa yang bijaksana, yang dapat menerima semua pihak untuk bekerjasama. Apakah tidak baik kalau kita mendukung pemerintah Sung?"

   Tanya pula Gu Kian kepada gurunya.

   "Huh, apa artinya kebijaksanaan. Kalau kita membantu Kerajaan Sung dan mereka baik kepada kita, itu yang namakan kebijaksanaan? Hemmm, lebih beruntung kalau tidak mencampuri pertentangan dan perebutan kekuasaan itu. Bagi kita, makin kacau keadaan masyarakat, makin baik dan menguntungkan. Biar rakyat kehilangan kepercayaan kepada Kerajaan Sung dan sisa pengikut kerajaan Chou, maka mudah bagi kita untuk mempengaruhi rakyat yang akan mendukung Beng-kauw!"

   Sementara itu, di kaki Bukit Setan Hitam itu, Ang-hwa Niocu Lai Cu Yin Chou Kian Ki berdiri dengan sikap ragu. Kian Ki hendak mendaki bukit itu, tetapi Cu Yin melarangnya,

   "Jangan bertindak sembarangan, Chou kongcu (Tuan Muda Chou),"

   Kata wanita.

   "Tempat ini sungguh berbahaya, aku mendengar cerita guruku bahwa banyak perangkap dipasang dan kalau sampai luka maka luka itu mengandung racun dan dapat menewaskan."

   "Habis, lalu apa yang harus kita lakukan? Bukit ini tampak begitu sepi, jangan-jangan Beng-kauw telah berpindah tempat."

   "Tidak mungkin. Lihat di atas itu. bukankah semua tanaman demikian rapi dan jelas merupakan tempat yang diatur dengan baik? Kalau ditinggalkan tentu bengkalai dan penuh tanaman liar. Biar kucoba mengirim berita ke sana melalui suara."

   Setelah berkata demikian, Lai Cu Yin mengumpulkan seluruh tenaganya, dan hawa sakti yang bergerak dari bawah pusarnya mendorong suaranya sehingga terdengar melengking dan mengandung getaran kuat sehingga terdengar dari jauh.

   "Yang mulia Locianpwe Co Sai, mohon diperkenankan saya, Ang-hwa Niocu Lai Cu Yin, murid Subo Hwa Hwa Moli di Ang-hwa-san, menghadap Locpanpwe,"

   Terdengar gema suara lengkingan lalu sunyi, tidak ada jawaban. Cu Yin tidak putus asa, setelah menanti sejenak ia mengulangi teriakannya tadi, lalu menunggu jawaban.

   Kemudian ia mengulangi lagi. Setelah permohonan itu diulang tiga kali, tiba-tiba dari arah atas meluncur enam batang anak panah, dua orang masing-masing diserang tiga batang anak panah yang meluncur dengan cepat menuju tubuh mereka. Pelepas anak panah itu tentu mahir sekali karena tiga batang anak panah yang datang meluncur bertubi-tubi itu tepat mengarah tenggorokan, ulu hati, dan pusar! Akan tetapi dua orang muda itu dengan mudah cepat mengelak sehingga tiga batang anak panah Itu meluncur di samping tubuh mereka dan tidak mengenai sasaran. Kemudian dari atas tampak belasan orang berpakaian abu-abu dipimpin seorang gadis dan seorang pemuda yang berjalan di depan.

   "Kongcu, jangan melawan dengan kekerasan,"

   Bisik Cu Yin.

   "Tapi mereka tadi menyerang untuk membunuh."

   Bantak Kian Ki.

   "Tidak, kurasa itu hanya menguji karena aku mengaku murid Subo Hwa Hwa Moli. Kalau mereka nanti menawan kita, harap menyerah dan ikut saja, jangan melawan. Percayalah, mereka tidak akan mau mencelakai murid Subo Hwa Hwa Moli."

   Biarpun hatinya merasa penasaran, Kian Ki terpaksa mengangguk karena dia memang amat membutuhkan bantuan orang sakti agar tercapai cita-citanya, yaitu menjadi Raja Kangouw! Pemuda dan gadis yang keduanya mengenakan pakaian serba putih dengan hiasan sulaman merah itu kini berlari turun seperti terbang saja. Belasan orang anggauta Bengkauw yang berpakaian serba abu-abu tertinggal jauh walaupun mereka juga lari. Setelah tiba di depan Cu Yin dan Kian Ki, mereka berhenti dalam jarak sekitar tiga tombak dan pasangan ini saling berpandangan dengan sinar mata penuh selidik. Yang datang memimpin anak buah Bengkauw itu adalah Go Kim Lian dan Gu Kian. Pandangan mata Kim Lian mengamati Kian Ki penuh perhatian, sedangkan Gu Kian memandang kepada Cu Yin Lai Cu Yin mendahului memberi hormat, mengangkat kedua tangan depan dada sambil tersenyum dan berkata.

   "Maafkan kalau kami berdua mengganggu ketenangan Cu-wi (Anda sekalian). Kami mohon agar diperkenankan menghadap Locianpwe Co Sai, Ketua Bengkauw."

   "Engkau yang bernama Lai Cu Yin dengan julukan Ang-hwa Niocu murid Hwa Hwa Moli?"

   Tanya Gu Kian.

   "Benar,"

   Jawab Cu Yin sambil tersenyum manis.

   "Aku Lai Cu Yin murid subo Hwa Hwa Moli, dan ini adalah Chou Kain Ki, putera mendiang Pangeran Chou Ban Heng. Kami berdua mohon agar diperkenankan menghadap Locianpwe Co Sai, Ketua Bengkauw. Siapakah Ji-wi (Anda berdua)?"

   Yang menjawab pertanyaan itu Co Kim Lian.

   "Aku puteri Ketua Bengkauw, namaku Co Kim Lian. Ini murid ayah, Suheng Go Kian, Sebetulnya, menghadap ayah bukanlah hal yang mudah dan biasanya tanpa panggilan ayah tidak ada yang boleh mengganggunya. Akan tetapi, aku tahu bahwa Hwa Hwa Moli adalah sahabat ayah, maka engkau boleh menghadap asal tidak berbuat macam-macam! Dan dia ini hemmm, benarkah engkau ini putera Pangeran Chou Ban Heng yang baru-baru ini gagal merebut kekuasaan dari Kaisar Sung?"

   Gadis itu menatap tajam wajah Kian Ki. Kian Ki juga menentang pandangan mata gadis remaja yang manis itu dan menjawab.

   "Benar, aku Chou Kian Ki adalah putera mendiang Pangeran Chou Ban Heng yang gugur dalam memperjuangkan bangkitnya Kerajaan Chou dirampas oleh pengkhianat Chou Kuang Yin yang kini menjadi Kaisar Sung pertama. Aku ingin menghadap Ketua Beng kauw, harap diberi kesempatan dan kabulkan."

   "Kiam Lian menoleh kepada Gu Kian dan berkata dengan nada suara seorang atasan kepada bawahannya.

   "Su-heng, kurasa dua orang ini cukup memenuhi syarat untuk dibawa menghadap Ayah."

   "Akan tetapi, Sumoi, bagaimana kalau Suhu memarahi kelancanganku menghadapkan tamu di luar kehendak Suhu?"

   "Biar aku yang bertanggung jawab! Mari, Chou Kian Ki dan engkau Lai Cu Lin, kalian berjalan bersamaku dan jaga langkah kalian agar mengikuti jejakku."

   Gadis itu lalu mulai mendaki bukit, diikuti oleh Kian Ki dan Cu Yin. Mereka berdua dengan hati-hati dan teliti mengikuti jejak kaki gadis puteri Ketua Beng kauw itu karena mereka maklum bahwa salah langkah sedikit saja dapat menimbulkan bahaya maut bagi mereka. Gu Kian dan para anak buah Bengkauw mengiringkan dari belakang, tentu dengan maksud berjaga-jaga agar dua orang muda itu tidak melakukan hal-hal akan merugikan Bengkauw. Ketika mendengar bahwa tamu yang tidak diundang datang untuk menghadap padanya, mula-mula Beng-kauw-cu (Ketua Bengkauw) merasa terganggu dan marah. Akan tetapi Kim Lian yang datang melapor bersama Gu kian di depan ayahnya, segera menjawab.

   "Harap ayah tidak menjadi marah tadinya, aku juga menolak mereka yang ingin menghadap ayah tanpa dipanggil akan tetapi setelah mereka mengaatakan siapa mereka, terpaksa aku mengantar mereka menghadap dan kini sudah menunggu di luar."

   "Hemmm, siapa mereka yang membuat engkau terpaksa memenuhi permintaan mereka?"

   Tanya Coat beng-kwi Co Sai dengan suara bengis. Biarpun terkesan bengis dan berwatak aneh, namun penampilan ketua Bengkauw ini sama sekali tidak menyeramkan. Dia seorang tua berusia sekitar enam puluh tahun, mukanya bersih tanpa jenggot kumis, dan tampan dengan sepasang mata yang memandang tajam.

   "Ayah, yang pemuda bernama Chou Kian Ki dan dia adalah putera mendiang Pangeran Chou Ban Heng yang memberontak terhadap Kerajaan Sung. Adapun yang wanita bernama Ang-hwa Niocu Lai Cu Yin, murid dari Hwa Hwa Moli Ang-hwa-san."

   Mendengar disebutnya Hwa Hwa Mol, Co Sai tampak berubah cerah dan segera berkata, 'Bawa mereka menghadap!"

   Melihat ketua itu menggerakkan tangan memberi isarat kepada Kim Lian Gu kian untuk pergi meninggalkan ruagan itu, mereka lalu keluar dari ruangan.

   Setelah tiba di luar, Kim Lian berkata kepada Kian Ki dan Cu Yin bahwa mereka diperkenankan memasuki ruangan dimana ayahnya telah menunggu. Kemungkinan ia sendiri mengantar mereka berdua masuk, sedangkan Gu kian menanti di luar. Murid ini tidak berani masuk dia tidak disuruh masuk gurunya tadi Ketua Bengkauw telah mengisarat agar dia keluar. Akan tetapi Lian yang selalu manja dan tahu ayahnya tidak akan marah kepada dengannya tenang mengantar kedua tamu itu masuk. Sebelum melangkah ambang pintu ia berbisik kepada melangkah agar berlutut di depan ayahnya. Kian Ki dan Cu Yin memasuki ruangan dan oleh Kim Lian di bawa menghampiri seorang laki-laki tua yang duduk dengan gagahnya.

   "Ayah, inilah mereka, Chou Kian dan Lai Cu Yin!"

   Kata Kim Lian Cu? perkenalkan. Cu Yin segera menjatu diri berlutut dan biarpun sebenarnya enggan, namun mengingat akan kebutuhannya, Kian Ki juga menjatuhkan diri berlutut. Kim Lian berdiri di belakang mereka.

   "Locianpwe, terimalah salam guru saya Hwa Hwa Moli!"

   Kata Cu Yin dengan hormat.

   "Heh-heh, Hwa Hwa Moli itu hidup? Gurumu itu dulu adalah kekasihku, sayang ia tidak mau menikah dengan aku dan memilih menjadi perawan tua sampai sekarang. Apakah ia baik-baik sehat?"

   "Subo dalam keadaan baik-baik dan sehat, Locianpwe."

   "Locianpwe, saya Chou Kian Ki memberi hormat kepada Locianpwe."

   "Hemmm, engkau putera Pangeran Chou Ban Heng yang gagal dalam pemberontakannya terhadap Kaisar Sung? Dia bahkan gugur dalam usahanya itu? Lalu, engkau anaknya sekarang ada maksud apa datang menghadap kami?"

   "Locianpwe, maksud saya menghadap Cianpwe adalah untuk mohon belas kasihan Locianpwe agar Locianpwe sudi memberi petunjuk dan pelajaran ilmu silat kepada saya. Saya membutuhkan ilmu silat yang tinggi untuk dapat membalas dendam atas kematian ayah saya."

   Ketua Bengkauw mengerutkan alisnya Lalu memandang kepada Cu Yin dan bertanya.

   "Dan engkau, Lai Cu Yin, apa keperluanmu ikut menghadap di sini. Apakah engkau murid Hwa Hwa juga ingin belajar ilmu dariku?"

   "Saya akan berbahagia sekali Locianpwe sudi mengajarkan ilmu pada saya. Akan tetapi saya tidak berani merimanya sebelum Subo mengijinkan. Saya datang menghadap hanya untuk mengantar Chou Kongcu menghadap cianpwe."

   "Hemmm, apakah hubunganmu Cou Kian Ki ini?"

   Tanya Coat-beng-Co Sai dengan sinar matanya yang corong seperti menembus dan menjenguk isi hati wanita itu. Akan tetapi, Ang-hwa Niocu Lai Yin cukup tenang dan tangkas menghadapi pertanyaan yang tiba-tiba itu.

   "Saya ikut membantu perjuangan mendiang Pangeran Chou Ban Heng dan sekarang menghambakan diri untuk memohon Chou Kongcu dalam usahanya membalas dendam."

   Ketua Bengkauw itu mengerut alisnya dan berpikir sejenak, agar mempertimbangkan permintaan Kian tadi. Kian Ki dan Cu Yin menanti! dengan jantung berdebar tegang. Mereka tahu bahwa kakek itu adalah seorang yang selain sakti jaga memiliki watak aneh sekali, bahkan terkadang dapat bertindak kejam.

   Coat-beng-kwi Co Sai menggelengkan kepalanya lalu tiba-tiba dia berkata.

   "Wah, tidak bisa, tidak bisa! Engkau Lai Cu Yin mengingat akan gurumu Hwa Hwa Moli, engkau boleh tinggal dan bermain-main di sini asalkan tidak membuat ulah. Akan tetapi engkau Chou Kian Ki, engkau harus pergi meninggalkan tempat ini. Aku tidak bisa mengajarkan ilmu kepadamu!"

   Tentu saja Kian Ki menjadi kecewa dan penasaran sekali.

   "Akan tetapi, Locianpwe...."

   Kakek itu tiba-tiba menggerakkan tangan kirinya ke arah Kian Ki. Pemuda itu terkejut dan hampir saja dia mengerahkan tenaga saktinya untuk melindungi diri, akan tetapi dia teringat akan pesan Cu Yin agar tidak memperlihatkan bahwa dia telah memiliki tenaga sakti yang amat kuat berkat gemblengan mendiang Thlan Beng Siansu. Maka dia membiarkan dirinya dilanda angin pukulan yang dahsyat sehingga tubuhnya terlempar sampai dua tombak dan jatuh ke lantai ruangan itu.

   Cu Yin menjerit dan segera meloncat ke dekat Kian Ki, membantunya bangkit. la merasa khawatir sekali melihat betapa wajah pemuda itu menjadi pucat sekali dan perlahan-lahan ada warna kelabu pada wajahnya.

   "Sekali aku bilang pergi tidak boleh dibantah lagil"

   Kata Coat-beng-kwi Co Sai. Tiba-tiba Kim Lian menghampiri ayahnya dan suaranya lantang ketika ia berseru.

   "Ayah, perbuatan ayah ini sungguh keliru dan tidak adil"

   Di dunia ini agaknya hanya Co Kim Lian yang berani menyalahkan Ketua tidak adil dan keliru. Akan tetapi yang menyalahkannya adalah puteri tunggal yang amat disayang nya, maka rasa marah itu hanya membuat mukanya menjadi merah sekali seperti udang direbus.

   "Anak bodoh! Mengapa engkau mengatakan aku keliru dan tidak adil?"

   Kim Lian mengeluarkan sebuah botol kecil dari ikat pinggangnya, membuka tutup botol kecil dan mengeluarkan butir pil merah, menghampiri Kian Ki yang dipapah oleh Cu Yin dan dibawa duduk lagi di atas kursi.

   "Nih, telan pil ini dan engkau tidak akan mati."

   Diberikannya pil itu Kian Ki yang menerimanya dan segera menelannya. Sebentar saja rasa nyeri dadanya menghilang. Setelah memberi obat penawar racun akibat pukulan itu, Kim Lian kini berdiri di depan ayahnya dengan mulut cemberut dan sikapnya menantang dan manja.

   "Ayah keliru! Ayah mengatakan tidak mau berpihak dengan adanya permusuhan antara Kerajaan Chou dan Kerajaan Sung, akan tetapi sekarang ayah memukul putera dari mendiang Pangeran Chou Ban Heng! Berarti ayah membela Kerajaan Sung. Bukankah hal itu bertentangan dengan perkataan ayah sendiri dan karena keliru dan salah?"

   Coat-beng-kwi Co Sai cemberut juga, tetapi dia lalu menghela napas panjang "Baiklah dalam hal ini aku telah terburu nafsu. Akan tetapi kenapa engkau mengatakan aku tidak adil?"

   "Tentu saja ayah tidak adil. Yang datang tanpa diundang ada dua orang, Itu Chou Kian Ki dan Lai Cu Yin akan tetapi mengapa ayah hanya memukul Chou Kian Ki saja? Apakah ayah tidak berani memukul Lai Cu Yin karena murid Hwa Hwa Moll? Atau barangkali ayah tidak mau memukulnya karena seorang wanita cantik?"

   Diserang dengan kata-kata seperti Itu, muka ketua Bengkauw itu menjadi merah. Dia marah sekali akan tetapi menghadapi puterinya yang hanya satu ini, dia seperti mati kutu. Dia hanya melontarkan kemarahannya melalui makian,

   "Kim Lian! Engkau anak gila.....!"

   

   "Tentu aku mewarisinya dari ayahku"

   Jawab gadis itu berani dan tiba-tiba Ketua Bengkauw itu tertawa bergelak seolah mendengar ucapan yang amat lucu.

   "Hoa-ha.-ha-ha! 'Bagus, engkau mewarisi sesuatu dari ayahmu! Dengarlah, anak tolol, aku memukul pemuda karena aku tidak mau menerimanya sebagal muridku."

   "Kembali engkau keliru, ayah, kekeliruanmu yang ini besar sekali."

   "Eh-eh, berani engkau lagi-lagi mengatakan aku salah, anak setan?"

   Agaknya saking marahnya, Ketua Bengkauw yang wataknya aneh itu lupa bahwa kalau Kim Lian anak setan, maka dia yang menjadi setannya.

   "Tentu saja aku berani karena memang ayah keliru. Ayah mengajar silat kepada murid-murid yang berasal dari orang biasa. Sekarang ada pangeran yang bercita-cita menegakkan kembali Kerajaan Chou minta menjadi murid, ayah malah menolak? kalau Chou Kian Ki menjadi murid ayah kalau kelak dia berhasil membangun kembali Kerajan Chou dan menjadi kaisar, berarti ayah menjadi guru kaisar. Bahkan kalau dia gagal menjadi kaisar dirinya dikenal sebagai seorang pangeran pejuang. Apakah ayah tidak akan bangga kalau dikenal sebagal guru seorang pahlawan pejuang yang gagah perkasa?"

   Coat-beng-Kwi termenung mendengar ucapan puterinya. Seorang seperti dia itu, dalam segala hal memperhitungkan untung ruginya. Setelah dia renungkan dia dapat membayangkan bahwa kalau dia menerima Chou Kian Ki sebagai murid, ruginya tidak ada sama sekali. Akan tetapi untungnya sudah jelas seperti digambarkan puterinya tadi. Dia kini mandang kepada Chou Kian Ki yang sudah duduk kembali mendengarkan perdebatan antara-ayah dan anak itu dengan penuh harapan. Diam-diam dia girang bahwa gadis remaja cantik itu rnembelanyal Bukan hanya memberi obat penawar yang manjur sehingga kini dia tidak merasakan lagi bekas serangan hawa pukul beracun tadi, akan tetapi juga dengan gigih menganjurkan ayahnya untuk menerima dia sebagal murid.!

   "Chou Kian Ki, sudah bulat benarkah tekadmu untuk menjadi muridku?"

   Coa beng kwi bertanya sambil menatap wajah pemuda itu.

   "Saya sudah bertekad untuk berguru kepada Locianpwe!"

   Kata Kian Ki dengan suara mantap.

   "Hei, Chou Kian Ki, kenapa engkau menyebut ayahku masih locianpwe? harusnya engkau menyebut suhu kepada gurumu!"

   
Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tiba-tiba Kim Lian menegur.

   Mendengar, ini Kian Ki menjadi girang sekali dan dia segera menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu, beri hormat dan berseru.

   "Suhu, (murid) menghaturkan hormat!"

   Coat-beng-kwi mengerutkan alis memandang kepada puterinya, akan tetapi Kim Lian balas memandang dan tersenyum manis. Kakek Itu menghela panjang lalu rnernandang. kepada Kian Ki yang masih berlutut.

   "Hemmm, anak setan"

   Kembali memaki puterinya.

   "Chou Kian Ki, bangkit dan duduklah kembali, mulai sekarang engkau harus menaati semua perintah dan petunjukku."

   "Terima kasih, Suhu."

   Kata Kian Ki dengan girang, lalu dia bangkit dan duduk kembali di atas kursi.

   "Sebelum aku dapat mengajarkan ilmu kepadamu, Kian Ki, aku perlu mengetahui lebih dulu dari siapa engkau belajar silat dan sampai di mana tingkat kepandaianmu."

   Kian Ki teringat akan nasehat Cu Yin agar dia tidak mengaku telah memiliki Ilmu silat tinggi dan tenaga sakti yang amat kuat, maka dia berkata.

   "Teecu pernah dilatih oleh mendiang Suhu Hong san Siansu Suhu."

   "Hemmm, Hongsan Siansu Kwee Cin Lok ketua Hong san pai itu? Kalau begitu, tentu Ilmu silatmu tidak rendah dan engkau tentu sudah menguasai Thai-lek-jiu darinya."

   "Apa yang teecu pelajarl masih amat dangkal. Suhu."

   Kata Kian Ki.

   Tiba-tiba Lai Cu Yin berkata.

   "Maaf, Locianpwe. Saya kira Chou Kongcu ini merendahkan diri saja. Saya tahu benar bahwa dia memiliki ilmu silat yang cukup tinggi sehingga saya sendiri tldak mampu menandinginya? Hanya tenaga saktinya yang agaknya masih perlu mendapat tambahan. Saya mendengar dari Subo bahwa Locianpwe memiliki Ilmu simpanan yang mengangkat nama besar Locianpwe. yaitu Coat-beng Tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa) Kalau Locianpwe mengajarkan ilmu itu kepada Chou Kongcu, maka tentu dia akan menjadi murid yang akan membanggakan hati Locianpwe."

   Kalau orang lain yang berani mengusulkan dia mengajarkan ilmu simpanan itu, mungkin saja Coat-beng-kwi menjadi marah. Akan tetapi ucapan Cu Yin itu agaknya membuat dia gembira dan bangga karena Hwa Hwa Moli juga mengagumi ilmunya yang dahsyat itu.

   "Ha-ha-ha, engkau pintar bicara mengapa agaknya engkau amat membela dan membantu Chou Kian Ki, Cu Yin, Ha ha, aku tahu, dia ini putera paneran dan tampan, tentu engkau sangat mencintanya, bukan?"

   Cu Yin melihat betapa Kim Lian tiba-tiba menoleh dan memandang padanya dengan sinar mata mengandung kemarahan. Sebagal seorang wanita yang banyak pengalaman, tahulah ia bahwa agaknya puteri Ketua Bengkauw itu menyukai Kian Ki sehingga ucapan ayahnya tadi membuat ia merasa cemburu kepadanya.

   "Locianpwe, saya hanya seorang yang mendukung dan membela Kerajaan Chou dan karena Chou Kongcu merupakan pewarisnya, maka tentu saja saya selalu Siap untuk membela dan mendukungnya."

   "O, begitukah? Akan tetapi, untuk menerima pelajaran ilmu Coat-beng Tiok ciang sama sekali tidaklah mudah. Bahkan Kim Lian dan Gu Kian juga belum cukup kuat untuk mempelajarinya. Karena itu, aku harus mengukur dulu sampai di mana tingkat kepandaian Kian Ki, baru akan kupertimbangkan apakah dia cukup kuat menerima ilmu itu. Kalau tidak cukup kuat, dia boleh mempelajari ilmu-ilmuku yang lain yang tidak seberat Coat-beng Tok-ciang."

   "Akan tetapi kalau Locianpwe yang mengujinya dengan pukulan seperti tadi, amat berbahaya bagi keselamatan Kongcu!"

   Bantah Cu Yin berani.

   "Hemmm.. tidak perlu aku sendiri yang mengujinya."

   Kata Coat-beng-lalu dia berkata kepada puterinya.

   "Kim Llan, panggil Gu kian ke sini!"

   "Ayah, biar aku saja yang menguji Chou Suheng (Kakak seperguruan) kata Kim Lian , tanpa ragu lagi menyebut suheng kepada Kian Ki. Permintaan gadis ini wajar saja karena dalam ilmu kepandaian silat, tingkatnya tidak lebih rendah dari pada tingkat Gu kian.

   "Tidak, kalau engkau yang menguji tentu kedua pihak akan merasa sungkan dan pertandingan ujian Itu hanya pura-pura saja "

   Kata Coat beng-kwi

   "Panggil Gu Kian ke sini!"

   Kim Lian tidak membantah lagi karena ucapan ayahnya tadi tepat sekali menebak isi hatinya. Ia tertarik merasa suka sekali kepada pemuda putera pangeran itu sehingga kalau ia yang menguji, tentu ia akan berpura-pura mengalah agar pemuda bangsawan itu lulus ujian! Maka ia segera keluar dan tak lama kemudian Ia kembali memasuki ruangan tamu yang amat luas itu bersama Gu kian. Pemuda ini segera berlutut di depan gurunya, menanti perintah.

   "Gu kian, Chou Kian Ki ini akan diterima menjadi murid dan untuk mengetahul sampai di mana tingkat kepandaiannya, engkau harus mengujinya. Tidak mengapa kalau sampai engkau melukainya, akan tetapi jangan membunuhnyal"

   Di dalam hatinya, sejak semula Gu Kian merasa tidak suka kepada Chou Kian Ki karena dia melihat betapa agaknya sumoinya, yaitu Kim Lian, tertarik kepada putera pangeran Itu. Apalagi kini mendengar bahwa gurunya akan menerima pemuda itu sebagal murid, hatinya semakin panas, penuh Iri dan cemburu. Maka, mendengar bahwa dia diharuskan menguji Kian Ki dan boleh melukai asalkan tidak membunuh, dia merasa girang sekali. Dia akan menghajar dan membuat pemuda Itu jerih lalu memilih pergi dari situ.

   "Baik, Suhu. Kapan dan di mana teecu harus mengujinya?"

   "Sekarang dan di sini juga, ini cukup luas untuk melakukan pertandingan silat."

   "Apakah teecu boleh menggunakan senjata ataukah hanya dengan tangan kosong, Suhu?"

   Tanya Gu Kian.

   Tiba-tiba Klm Lian yang menjawab ketus.

   "Gu Suheng, engkau ini bagaimana sih? Suhu menyuruh engkau menguji seorang saudara seperguruan kita bukan disuruh menyerang seorang musuh. Tentu saja dengan tangan kosong tidak menggunakan senjata!"

   "Ha-ha-ha, Kim Lian berkata benar. Mulailah, Gu kian dan engkau, Kian Ki bersiaplah engkau menghadapi serangan Gu kian. Tentu saja engkau juga harus melawan, ingin kulihat apakah engkau mampu menandingi Gu kian."

   Kata Coa beng-kwi.

   "Baik, Suhu."

   Gu kian dan Kian Ki menjawab hampir berbareng. Mereka ia melangkah ke tengah ruangan Itu, di ikuti pandang mata Coat-beng-kwl dan Kim Lian.

   Cu Yin juga memandang dengan senyum senang karena ia teiah Ikut mendorong Coat-beng-kwi sehingga Kian Ki berhasil menjadi murid ketua Bengkauw yang lihai Itu. Ia tidak khawatir melihat Kian Ki akan diuji Gu Kian karena ia yakin akan kehebatan Ilmu.kepandaian putera pangeran Itu. Gu Kian pasti tidak akan mampu melukai Kian Ki Yang mampu mengalahkan Kian Ki mungkin hanya Coat-beng-kwi saja. Tadi pun, ketika Coat-beng-kwi menyerang dengan pukulan jarak jauh, ia tahu benar bahwa Kian Ki menuruti nasehatnya dan tidak mengerahkan sin-kang untuk melindungi diri sehingga dapat terluka. Kalau dia menggunakan sin-kangnya pasti pukulan Coat-beng-kwi itu dapat di tangkisnya.

   Ketika dua orang pemuda Itu saling berhadapan, Kian Ki melihat betapa sinar mata Gu Kian mencorong penuh kebencian. Tahulah dia bahwa murid utama Coat-beng-kwl ini tidak suka, bahkan benci kepadanya. Tentu saja dia tidak menjadi takut. Dia bahkan harus waspada, maklum bahwa Gu kian dapat menjadi seorang musuh yang berbahaya. Sebabliknya ketika Gu Kian melihat betapa Kiam Ki memandangnya dengan mulut tersenyum mengejek, dia menjadi semakin marah. Biarpun aku tidak boleh membunuhnya aku akan membuat dia terluka parah demikian pikirnya.

   "Chou Kian Ki sambutlah serang Ini!"

   Dia membentak dan begitu menyerang dia menggunakan jurus pilihan mengerahkan semua tenaganya sehingga serangan Itu dahsyatnya bukan main. angin pukulan menyambar kuat ke arah Kian Ki. Akan tetapi Kian ki dengan tenang sekali namun cepat mengelak lalu dari samping dia menggunakan telapak tangan mendorong ke arah kepala lawan.

   "Dukkk!"

   Gu Kian menangkis dengan kuat dan pertemuan kedua lengan itu membuat keduanya tergetar. Diam-diam Gu Kian terkejut karena dia merasa betapa lengan lawannya itu kuat sekali Dia maklum bahwa lawannya ternyata memiliki tenaga yang kuat. dapat mengimbangi tenaganya sendiri. Dia menjadi penasaran sekali dan segera menghunjamkan serangan-serangan kilat yang berbahaya kepada Kian Ki. Pemuda ini mengimbanginya, mengelak, menangkis berbalik menyerang dengan tamparan atau tendangan sehingga terjadi pertandingan yang seru sekali. Tiga orang itu memandang kagum. Terutama sekali Kim LIan. Gadis benar-benar kagum kepada Kian Ki. sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa Kian Ki benar-benar telah memperlihatkan kegagahannya, mampu menandingi Gu Kian. Padahal, gadis itu tahu bahwa kepandaian Gu Kian hebat setingkat dengan kepandaiannya sendiri dan pada masa Itu, sukar mencari yang mampu menandinginya.

   Akan tetapi ternyata Kian ki dapat menandingi Gu Kian, baik dalam hal kecepatan maupun tenaga. Semua serangan yang dilakukan Gu Kian dapat dielakkan atau ditangkis nya dengan baik dan sebaliknya dia dapat membalas dengan serangan-serangan yang membuat Gu Kian tampak kerepotan untuk menghindari diri atau menangkis. Bahkan sudah tiga kali tamparan dan tendangan Kian Ki menyerempet tubuhnya. Tidak merobohkannya akan tetapi cukup membuat dia terhuyung. Saking kagumnya, Kim Lian berdecak dan memuji. Mendengar suara kekaguman Kim Lian ini, Gu Kian rnenjadi semakin marah dan dia mengeluarkan seluruh jurus simpanannya dan mengerahkan seluruh tenaganya. Namun tetap saja dia tidak mampu mendesak Kian Ki.

   Sebetulnya, hal ini tldaklah aneh. Kian Ki telah menerima pelajaran ilmu silat dari Hongsan Siansu Kwee Cin Lok almarhum dari Kanglam Sinkiam Kwan In Su dan Im Yang Tosu, dan semua ilmu ini masih diperhebat oleh gemblengan Thian Beng Siansu almarhum, pada waktu mana Kian Ki menyedot dan menerima pengoperan tenaga sakti dari empat orang sakti itu. Kalau Kian Ki mau menggunakan tenaga saktinya, agaknya dia dapat merobohkan Gu Kian dalam waktu yang tidak terlalu lama.

   Akan tetapi dia membatasi tenaganya sehingga pertandingan Itu berlangsung seimbang sampai dari lima puluh jurus! Coat-beng-kwi yang sejak tadi perhatikan, diam-diam merasa geram. Agaknya Hongsan 5iansu sudah mewariskan seluruh kepandaiannya kepada Chou Kian Ki, pikirnya. Pemuda itu benar-benar hebat, bukan hanya dapat menandingi Gu Kian. bahkan kini mulai dapat mendesaknya. Akan tetapi kalau Kian Ki belum dapat mengalahkan Gu Kian, tentu saja dia belum mau mengajarkan ilmu simpanannya Coat-beng Tok-ciang karena kalau hal itu dia lakukan, tentu menimbulkan iri dalam hati Gu Kian, juga akan berbahaya bagi Kian Ki sendiri kalau dia belum memiliki sinkang yang cukup kuat, lebih kuat dari sinkang yang dikuasai Gu Kian.

   Gu Kian sudah kehabisan akal. jurus simpanan telah dia keluarkan, semua tenaga sinkang telah dia kerahkan namun tetap saja dia tidak dapat mengalahkan Kian Ki. Bahkan kini dia mulai terdesak karena serangan balasan Kian Ki amat cepat dan kuatnya. Dalam keadaan terdesak, Gu Kian khawatir kau dia sampai roboh di tangan pemuda bangsawan itu. Dia akan malu sekali terutama di depan Kim Lian yang dicintanya dan yang diharapkannya menjadi jodohnya kelak. Berpikir demikian, Gu Kian menjadi nekat. Tiba-tiba dia melangkah mundur, lalu menerjang maju degan tubuh direndahkan dan kedua telapak tangannya mendorong ke depan, ruas lengan kanannya mengeluarkan bunyi "krek-krek!"

   Dan itulah tandanya bahwa dia mengerahkan ilmu pukulan Hek-in Tok-ciang. Dari kedua telapak tangannya mengepul uap hitam. Hek-in Tok-ciang (Tangan Beracun Awan Hitam) ini hebat bukan main. Biarpun tidak sehebat Coat-beng Tok-ciang yang mematikan, pukulan ini juga mengandung racun berbahaya yang dapat membuat luka dalam bagi lawani

   "lhhhhh.....!!"

   Klm Lian menjerit karena ia sendiri juga menguasai ilmu Itu yang Ia tahu amat berbahaya bagi Kian Ki. Akan tetapi. Kian Kl juga menekuk kedua lututnya sehingga tubuhnya merendah, lalu dia mendorongkan kedua telapak tangannya menyambut. Dia menggunakan ilmu Thai-lek-jiu (Tangan Bertenaga Besar) yang dia pelajari dari mendiang Hongsan Siansu, akan tetapi tentu saja tenaga saktinya jauh lebih kuat dibandingkan tenaga mendiang Hongsan Siansu. Kalau dia mengerahkan seluruh sinkangnya, akan berbahayalah bagi keselamatan nyawa Gu Kian. Kian Ki yang ingin mendapatkan ilmu yang tinggi dari Coat beng kwi, tentu saja tidak mau menggunakan seluruh tenaga yang akan dapat membunuh Gu Kian. Dia membatasi tenaganya, akan tetapi lebih kuat daripada tenaga sakti Gu, yang sudah dia ukur dan ketahui tingkatnya ketika tadi berulang kali mengadu tenaga.

   "Wuuuttttt..... desssssir Dua terapak tangan itu bertemu dan akhirnya, tubuh Gu Kian terdorong ke belakang sampai tujuh langkah! Akan tetapi Kian Kl juga terdorong mundur tiga langkah. Tentu saja Kian Kl sengaja biarkan dirinya mundur tiga langkah. Karena maksudnya hanya agar tampak bahwa dia lebih unggul sedikit dibandingkan Gu Kian sehingga akan pantas menerima pelajaran Coat-beng Tok-ciang yang dia idamkan dari Coat-beng-kwi. Wajah Gu Kian menjadi pucat. Dia merasa terkejut, penasaran dan marah. Apalagi ketika dia mendengar Kim Lian bertepuk tangan dan berseru.

   "Lihat, ayah Chou Suheng dapat mengalahkan Gu Suheng Dia pantas menerima pelajaran ilmu tertinggi dari ayah!"

   Akan tetapi watak Coat-beng kwi memang aneh. Tadinya dia yang ingin tahu apakah Kian Ki cukup tangguh dan kuat untuk menerima pelajaran ilmu yang berat darinya. Kini, melihat betapa Kian Ki dapat menandingi, bahkan mengalahkan Gu Kian, muridnya yang dia banggakan, dalam hatinya timbul penasaran! Gu Kian yang merasa malu karena kalahkan Kian Ki, kekalahan adu tenaga yang jelas tampak karena dia mundur tujuh langkah sedang Kian Ki hanya mundur tiga langkah, sudah mencabut siang-to (sepasang golok) dari punggungnya.

   "Suhu, perkenankan teecu menguji dengan senjata!"

   Sebelum Coat-beng-kwi menjawab Kim Lian mendahului bangkit dan menudingkan telunjuknya ke arah muka Gu Kian.

   "Gu Suheng, apaKah engkau malu? Engkau disuruh ayah untuk menguji Ilmu silat Chou Suheng dan dalam pertandingan tadi sudah jelas bahwa engkau kalah dalam segala-galanya. Kalah cepat, kalah tangguh, dan kalah tenaga dalammu. Setelah menguji kalah sepatutnya engkau melaporkan kepada ayah bahwa Chou Suheng pantas menerima pelajaran tertinggi dari ayah. engkau malah menuruti kemarahan iri hati, kini hendak menggunakan senjata Begitukah sikap seorang tokoh Beng-kauw yang disegani orang?"

   Menghadapi serangan kata-kata dari Kim Lian, Gu Kian tidak bicara, hanya menunduk dan salah tingkah. Kini mendengar Coat beng-kwi berkata.

   "Kian Ki, engkau ternyata cukup kuat dan patut menjadi muridku. Akan tetapi, aku menjadi penasaran melihat murid mendiang Hongsan Siansu dapat mengalahkan muridku. Maka, biar aku yang menguji sendiri sampai di mana kehebatanmu. Bersiaplah!"

   Ketua Bengkauw itu kini bangkit dari kursinya.

   "Ayah, bukankah ujian yang dilakukan Suheng sudah cukup?"

   Seru Kim Lian khawatir.

   "Kim Lian, engkau anak kecil, jangan ikut-ikutan"

   Ayahnya membentak dan Kim Lian cemberut manja.

   Cu Yin yang juga merasa khawatir akan keselamatan kian Ki, segena berkata.

   "Maaf, Locianpwe. Chou Kongcu datang menghadap Locianpwe adalah untuk mohon diberi pelajaran ilmu, karena kami yakin bahwa Locianpwe memiliki kesaktian yang amat hebat. Kalau Chou Kongcu merasa lebih lihai daripada Locianpwe, pasti dia tidak akan mohon bimbingan Locianpwe. Locianpwe sudah menerimanya sebagai murid, bagaimana sekarang Locianpwe akan turun tangan sendiri? Kalau sampai dia tewas di tangan Locianpwe, apakah hal ini tidak akan menodai nama besar Locianpwe yang terhormat?"

   Muka kakek itu berubah merah matanya melotot memandang Cu Yin "Bocah perempuan! Kalau tidak ingat bahwa engkau ini murid Hwa Hwa Moli ucapanmu Itu menjadi alasan cukup ku untuk membunuhmu. Siapa akan membunuh Chou Kian Ki yang sudah kuterima menjadi muridku? Aku hanya ingin menguji kekuatannya, apakah cukup untuk menerima ilmu Coat-beng Tok-ciang, Kian Ki, bersiaplah engkau, sambut pukulanku ini "

   Kakek itu dengan gerakan ringan cepat sekali melompat ke depan Kian Ki, lalu memukul dengan dorongan kanannya. Angin pukulan dahsyat nyambar ke arah dada Kian Ki. Pemuda ini cepat menyambut dan mengerahkan sinkangnya dan menggunakan kedua tangannya untuk menyambut dengan dorongan pula.

   "Syuuuttt..... dessss.....!'!."

   Pertemuan kedua tenaga itu seolah mengguncang seluruh ruangan. Kian Ki mengerahkan tenaga yang lebih kuat daripada ketika ia menyambut pukulan yang dilontarkan Gu Kian tadi. Akan tetapi tetap saja membatasi tenaganya, tidak mengerahkan seluruhnya. Akibat benturan dua tenaga sakti yang amat kuat itu, tubuh Kian Ki terdorong mundur lima langkah akan tetapi dia tidak roboh. Akan tetapi Coat-beng-kwi juga merasa betapa tubuhnya terguncang. Hal ini menunjukkan bahwa pemuda itu telah memiliki tenaga yang cukup kuat, jawh lebih kuat daripada tenaga Gu Kian dan sudah cukup kuat untuk mempelajari ilmu Coat-beng Tok-ciang.

   Ketua Bengkauw itu mengangguk-ngguk, diam-diam dia merasa kagum dan girang karena benar seperti yang katakan puterinya tadi, murid barunya ini akan semakin mengangkat nama besarnya di dunia persilatan. Dia jauh lebih dapat diandaikan daripada Gu Kian, apalagi dia adalah keturunan keluarga Kerajaan Chou!

   "Bagus, engkau telah lulus dari ujian, Kian Ki. Mulai sekarang, engkau kuberi pelajaran iimu-imuku yang paling tinggi."

   Kian Ki merasa girang sekali dan menjatuhkan diri berlutut di depan Coat-beng-kwi.

   "Terima kasih. Suhu. Teecu akan menaati semua petunjuk Suhu"

   Cu Yin ikut gembira, apalagi ketika ia diperbolehkan tinggal di perkampungan Bengkauw sebagai pengikut atau pelayan Chou Kian Ki. Yang merasa penasan iri hati, dan marah yang terpendam adalah Gu Kian. Dia merasa benci kepada Kian Ki, akan tetapi karena gurunya sudah menerima pemuda bangsawan itu menjadi murid, pula karena dia tahu bahwa Kian Ki memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, maka dia hanya menyimpan dendam kebenciannya dalam hati. Coat Kim Lian juga merasa senang karena dara remaja ini diam-diam tertarik kepada Chou Kian Ki. Akan tetapi ia juga tidak senang bahwa Cu Yin diperbolehkan ayahnya tinggal di situ. Mulai hari itu, Kian Ki dlgembleng oleh Coat-beng-kwi, dan karena dia telah dasar yang amat kuat, bahkan sinkangnya tanpa diketahui Coat-beng kwi sendiri telah mencapai kekuatan yang bahkan tidak kalah dibandingkan degan slnkang Ketua Bengkauw itu, maka dia dapat menguasai ilmu-ilmu itu dengan mudah.

   Pagi Itu udara di puncak Bukit Cemara di Pegunungan Cin-ling-san amat cerah. Matahari pagi mulai memancarkan cahayanya yang keemasan gemilang, memngunkan alam dari tidurnya. Halimun yang semalam menyelimuti bumi perlahan-lahan meninggalkan bumi, terbawa angin dan perlahan membubung ke atas seolah disedot sinar matahari. Kedinginannya yang lembab meninggalkan embun-embun bergantungan di ujung daun-daun dan rerumputan. Alangkah indah dan mendatangkan kebahagiaan menyambut hari baru dengan menikmati keindahan alam yang serba, baru itu. Bukan keindahan yang diulang-ulang dan dikenang, karena keindahan, yang disimpan dalam ingatan untuk diulang-ulang menjadi lapuk.

   Dan jauh di bawah bukit terdengar suara sapi menguak dan kambing mengembek, pertanda bahwa fajar telah berganti pagi dan para penggembala menggiring hewan ternak mereka keluar dari kandang menuju ke padang rumput. Rumah-rumah di bagian bawah, di dusunan yang hanya tampak genteng saja dari puncak, mulai tampak mengepulkan asap, pertanda bahwa para ibu sibuk di dapur, menjerang air untuk membuat minuman penghangat atau yang mempunyai persediaan, tidaknya membuat bubur untuk keluarga nya.

   Di atas puncak Bukit Cemara itu, di depan sebuah pondok sederhana namun bersih, duduk Thai Kek Siansu di atas sebuah batu bundar yang lebar dan rata permukaannya. Di situlah sering kakek itu duduk bersamadhl atau menikmati keindahan yang terbentang di depannya, dikelilingi puncak-puncak bukit di urungan itu, dan lembah-lembah yang kehijauan. Biasanya dia hanya duduk seorang diri saja, tertelan dalam kebesaran alam, menjadi bagian dari semua keindahan alam itu. Akan tetapi pada hari ini, di depannya, juga di atas sebuah batu yang rata permukaannya, duduk Si Han Lin. Pemuda itu baru saja datang di puncak itu pada waktu fajar tadi, menunggang burung rajawali yang kini bertengger di atas pondok, tampaknya beristirahat setelah melakukan penerbangan jauh dan melelahkan. Sejak menghadap gurunya pada waktu fajar tadi, setelah menjerang air dan membuatkan air teh untuk gurunya, Han Lin duduk di depan gurunya dan dia menceritakan semua pengalamannya, tentang pemberontakan dan perang itu. Setelah dia selesai bercerita, Thai Kek Siansu menghela napas panjang.

   "Ya Tuhan, betapa menyedihkan mendengar cerita tentang perang! Perang merupakan puncak kekejaman manusia apalagi perang saudara, bunuh membunuh dalam puncak nafsu kebencian antar bangsa sendir"l Padahal, manusia adalah mahluk termulia di antara semua mahluk hidup, yang dikaruniai hati akal pikiran sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, diberi kebebasan untuk memilih. Melihat sifat-sifat yang mulia dan paling baik antara segala mahluk, dapat dimengerti bahwa Yang Maha Kuasa menghendaki agar manusia menjadi pemimpin dunia menjadi pengatur dunia, dan hidup sebagai manusia menjadi pembantu kekuasaan Tuhan, menjadi penyalur berkat dunia seisinya. Akan tetapi celaka, nafsu-nafsu daya rendah menguasai manusia meracuni hati akal pikiran sehingga jadilah segala macam bentuk kejahatan dan kekejaman di antara manusia sendiri. Betapa menyedihkan.....!"

   "Suhu, teecu juga yakin bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu di dunia tentu mempunyai maksud yang baik."

   "Tentu saja. Han Lin. Tiada satu ciptaanNya yang tidak ada manfaat semua yang tampak di dunia ini, hasil ciptaan Tuhan, semua itu bermanfaat. Lihat saja, adakah sesuatu yang tidak ada manfaatnya bagi yang lain? Bahkan tanah pun bermanfaat secara mutlak, batu-batu, pasir dan semua barang yang disebut barang mati tak bergerak itu ada manfaatnya. Sarnpah yang dianggap paling rendah tingkatnya itupun bermanfaat bagl pupuk. Lalu kini yang hidup namun tak bergerak seperti tumbuh-tumbuhan. Semua tumbuh-tumbuhan itu berguna bagi yang lain, bahkan menghidupkan!. Bayangkan saja kalau tidak ada, tumbuh-tumbuhan yang perlu untuk dimakan manusia, dimakan binatang, dan untuk keseimbangan alam. Kalau ada tumbuh-tumbuhan yang pada saat sekarang ini belum diketahui manfaatnya hal itu hanyalah karena manusia belum menemukan manfaatnya, akan tetapi akan datang saatnya manfaatnya ditemukan. Kemudian mahluk hidup bergerak seperti binatang. Adakah binatang yang tidak ada manfaatnya? Sedikitnya bermanfaat sekali bagi manusiai Bahkan ada yang dimanfaatkan air susunya, kulitnya,

   dagingnya, tulangnya! Semua ada manfaatnya, Karena itu, alangkah menyedihkan kalau manusia hidup yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi manusia atau mahluk lain! Setiap orang manusia berkewajiban untuk membantu terputarnya kesejahteraan bagi dunia seisinya. Maka perang merupakan perbuatan yang amat terkutuk dari segolongan manusia dan sudah pasti sekali Tuhan tidak menghendakinya."

   "Suhu, mengapa banyak manusia jadi jahat? Mengapa manusia saling rebut kekuasaan, harta, dan sebagainya?"

   "Karena pada umumnya kita manusia selalu mengejar kesenangan dunia, Han Lin. Apapun yang diperebutkan, baik kekuasaan, harta benda, wanita dan bahkan memperebutkan kebenaran sekalipun semua yang diperebutkan itu kita anggap sebagal sumber kesenangan. Kita selalu Ingin memiliki semua itu, kalau semua itu untuk kita, menjadi milik klta. Maka terjadilah perebutan yang menimbulkan kekejaman dan bunuh membunuh karena kebencian. Kita lupa bahwa segala suatu yang terdapat di dunia ini adalah milik Tuhan! Bahkan diri kita masing-masing ini pun milik Tuhan! Kalau Sang pemilik hendak mengambil kembali mlliknya, termasuk diri kita, siapa yang dapat mencegahnya? Keluarga kita, isteri dan anak-anak kita, semua Itu milik Tuhan. Kita hanya mempunyai, hanya pengakuan saja sebagai punya kita, akan tetapi pada hakekatnya adalah milik Tuhan semata! Demikian pula harta benda, kedudukan, dan sebagainya. Semua itu merupakan anugerah atau pemberian dari Tuhan yag harus kita syukuri dan kita pergunakan sesuai dengan kehendaknya, yaitu dengan jalan mempergunakan semua anugerah itu demi kesejahteraan sesama manusia. Kita tidak boleh terikat dengan semua itu, karena sesungguhnya semua itu hanya dipinjamkan saja kepada kita oleh Tuhan sebagai pemilik tunggali."

   Biarpun dulu Han Lin pernah mendengar pengertian itu, namun ucapan gurunya itu merupakan pupuk dalam sanubarinya, menambah kekuatan iman dan kepasrahan hatinya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

   "Suhu, apa yang Suhu maksudkan dengan mempergunakan semua anugerah demi kesejahteraan sesama manusia?"

   "Han Lin, anugerah Tuhan kepada kita dapat berupa kepandaian, kedudukan tinggi. tenaga kuat, kekayaan, dan sebagainya. Sepatutnya kita mensyukuri semua itu dengan cara menjadi penyalur berkat anugerahNya itu Yang berlebihan kepandaian, menyalurkannya kepada yang membutuhkan kepandaian, yang berkeduduk tinggi juga menyalurkannya demi kepe tingan mereka yang perlu dilindungi demikian pula yang kuat menyalurkan kekuatannya dengan membela yang lemah dan perlu dibela, yang berkelebihan kekayaan dapat menyalurkannya untuk menbantu mereka yang miskin dan membutuhkannya, dan selanjutnya. Dengan demikian, maka para penyalur berkat karunia Tuhan Itu menjadi pembantu-pembantu Tuhan yang baik dan patut menerima karunia Itu."

   "Akan tetapi, Suhu. Banyak orang mengeluh, mengatakan bahwa apa yang dapat mereka salurkan kepada orang lain kalau mereka sendiri tidak memiliki kepandaian, kedudukan, atau kekayaan, hidup mereka itu lemah, seperti misalnya seorang kakek atau nenek yang miskin bodoh?"

   Thal Kek Slansu tersenyum lebar sehingga tampak giginya yang masih lengkap dan putih bersih. Sepasang matanya yang bersinar lembut berseri.

   "Pertanyaan itu memang masuk akal. Apakah hanya orang berpangkat, orang kuat, orang pandai, dan orang kaya saja yang menjadi penyalur berkat Tuhan, arti menjadi pembantu Tuhan? Tentu saja tidak, Han Lin. Seorang nenek tua yang tidak terpelajar, lemah, dan miskin sekalipun dapat menyalurkan berkat Tuhan, yaitu melalui sikap terhadap sesama manusia. Sikap yang tulus, jujur dan bijak, ramah dan manis budi, merupakan pemberian yang jauh lebih berharga daripada emas. Apa artinya dapat memberi emas kepada orang lain akan tetapi pemberian itu disertai sikap yang mengejek, marah, dan menghina? Akan tetapi tanpa pemberian apa pun Juga, setiap orang akan merasa senang menerima sikap ramah dan manis budi. Sikap yang inipun merupakan berkat Tuhan menandakan adanya sentuhan Kasih dalam hati nenek tua itu."

   "Suhu, teecu mohon dijelaskan tentang Kasih yang Suhu maksudkan, yang menyentuh hati sanubari nenek miskin itu. Mengapa teecu melihat bahwa Kasih seperti yang Suhu maksudkan itu jarang sekali tampak berada di hati manusia. Teecu melihat lebih banyak kebencian menghuni hati manusia daripada Kasih."

   

Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Si Teratai Merah Karya Kho Ping Hoo Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini