Pusaka Gua Siluman 15
Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 15
"Hmm, hmm, kau memang keras kepala. Jangan kau kira bahwa aku sebagai gurumu memberi semua nasihat ini karena aku seorang pengecut dan penakut. Kalau perlu, aku lidak takut menghadapi Kai Song Ciujin. Akan tetapi. apa gunanya? Han Sin. kau sudah kuceritakan tentang riwayatku dahulu, dan kau harus insaf bahwa hidup ini selalu diintai oleh karma Sekali aja kau lengah, kau akan diseret ke dalam roda karma dan balas-membalas akan terus berlangsung tiada habisnya. Dua orang saudara perempuanmu tewas di tangan Auwyang Tek. siapa tahu kalau kalau dahulu mereka memang hutang nyawa kepadanya? Kalau sekarang kau membalas sampai Auwyang Tek tewas di tanganmu, apa kau kira kelak kau lidak akan membayar kembali? Muridku, kau tahu betapa sayangku kepadamu, kalau kau menurut padaku, mari kau ikut aku memasuki hidup suci, melepaskan diri dari pada ikatan karma dan hidup bahagia.."
Suara lm Yang Thian Cu terdengar terharu.
Han Sin memegang tangan suhunya dengan khidmat.
"Ampunkan teecu. suhu. Sungguhpun teecu dapat melihat akan maksud mulia dari suhu, namun teecu belum sanggup menjalani hidup demikian. Pertama-tama, teecu akan selalu dikejar-kejar oleh arwah enci Kui lan dan Siang Lan yang menuntut balas sebelum teecu berhasil menewaskan Auwyang Tek. kedua kalinya, ayah hanya mempunyai anak teecu seorang. Kiranya teecu tidak akan tega hati menjadi anak puthauw (tidak berbakti), meninggalkan ayah dan memutuskan keturunan Liem..."
"Huh! Perempuan lagi? Kau bahkan mempunyai pikiran untuk mendapatkan keturunan? Untuk beristeri.!"
"Kalau ayah menghendaki, untuk menyambung keturunan..."
Jawab Han Sin yang menjadi merah mukanya.
"Ahh, omong kosong belaka! Celakalah kalau kau nanti sampai bertemu dengan wanita yang dapat merampas hatimu. Celaka, hidupmu akan lebih terikat oleh karma, kau takkan bebas lagi. Celaka...."
Han Sin yang sudah pernah diceritai gurunya tentang riwayat gurunya ketika masih muda. maklum mengapa suhunya itu anti wanita, maka ia diam saja.
"Sudahlah, kau serahkan saja kepada nasib. Kau siap-siap, aku hendak membuka jalan darah-mu dan menjalankan hawa murni supaya dapat memperkuat bagian yang terluka."
Han Sin lalu duduk bersila dengan diam seperti orang bersamadhi, dan Im-Yang Thian-Cu mengeluarkan pit (alat tulis) dari ikat pinggangnya. Kemudian tosu itu menggerakkan pit, menotok beberapa jalan darah di tubuh muridnya.
Lee Ing yang sejak tadi mengintai, menjadi makin kagum terhadap Han Sin, akan tetapi ia mendongkol kepada Im-Yang Thian-Cu yang menjelek-jelekkan kaum wanita. Betapapun juga ketika tosu ini mengeluarkan pit dan menotok, ia memperhatikan dengan seksama, lalu gadis ini tersenyum mengejek. Dia sendiri ketika di dalam gua telah mempelajari cara menotok tingkat tinggi yang luar biasa istimewanya maka melihat cara tosu itu mempergunakan pit-nya, ia tersenyum. Masih jauh dari pada sempurna, pikirnya. Akan tetapi tentu saja ia tidak mau memperlihatkan diri dan terus menjadi penonton tersembunyi.
Tiba-tiba Lee Ing mendengar suara aneh dari pondok. Juga Im-Yang Thian-Cu yang memiliki pendengaran tajam, mendengar juga, la menghentikan usahanya mengobati muridnya lalu berkata.
"Kau tetap memusatkan pikiran dan hati agar peredaran darahmu kuat, aku mendengar sesuatu dan hendak menengok ayahmu."
Secepat kilat tosu itu berkelebat dan lari ke arah pondok. Lee Ing kagum melihat gerakan tosu yang masih cepat sekali itu. segera iapun melesat dengan diam-diam mengikuti Im-Yang Thian-Cu karena iapun ingin tahu apa yang terjadi di dalam pondok di mana tadi ia mendengar suara ayah Han Sin berkeluh kesah.
Akan tetapi di dalam pondok tetap gelap, dan Lee Ing melihat Im-Yang Thian-Cu mengejar sesosok bayangan di belakang pondok itu. Bayangan itu tadinya hendak melarikan diri akan tetapi tiba-tiba ia membalik dan menyerang Im-Yang Thian-Cu yang membentak marah.
"Siapa kau dan apa maksud kedatanganmu seperti maling?"
Bayangan itu menunda serangannya lalu menjawab.
"Orang-orang Tiong-gi-pai, harap kalian memberikan Souw Teng Wi kepadaku, baru aku mau pergi dan takkan mengganggu Tiong-gi-pai lagi..!"
Ketika Lee Ing memperhatikan, ternyata bayangan itu adalah seorang wanita setengah tua yang masih nampak cantik sekali, di punggungnya terikat sebuah alat tetabuhan khim sedangkan tangannya memegang setangkai bunga terbuat dari pada emas murni Kalau Lee Ing masih menduga-duga siapa adanya wanita ini yang hendak merampas ayahnya, adalah Im-Yang Thian-Cu tiba-tiba terhuyung dan tidak tetap berdirinya seperti orang yang tiba-tiba menjadi lemas kakinya. Ia,terhuyung maju mendekati wanita itu dan dari mulutnya keluar kata-kata yang bukan seperti suaranya sendiri,
"Siu-moi..., kaukah ini...?"
Wanita itu nampak terkejut sekali.
"Can-su-heng jadi kau di sini.....?"
terdengar isak tertahan dan dua orang itu saling mendekati, Im-Yang Thian-Cu memegang pundak wanita itu yang menjatuhkan kepala ke atas dada tosu ini sambil menangis!
"Can suheng.... kau benar-benar kejam.... dua puluh lima tahun aku selalu menanti dan kau.... kau tak pernah muncul, tiada berita."
"Siu Nio, kau lihat pakaianku, kau lihat aku baik-baik, apa kau kira aku sendiri tidak menderita? Penderitaan batinku lebih besar dari padamu... Marilah kita bicara di lain tempat, tak baik kalau dilihat orang lain."
Setelah berkata demikian, Im-Yang Thian-Cu menggandeng lengan wanita itu dan keduanya lalu pergi dari situ.
Tentu saja Lee Ing bengong terlongong menyaksikan adegan yang romantis dari kakek setengah tua dan wanita itu. Gadis yang mengintai ini matanya sampai terbelalak dan mulutnya ternganga saking herannya, akhirnya ia tertawa sendiri karena merasa lucu. Setelah itu ia lalu berlari kembali ke tempat Han Sin duduk bersila tadi karena entah mengapa, sejak melihat Han Sin diobati oleh gurunya secara kurang sempurna, ia ingin sekali menolong pemuda itu.
"Gurunya bertemu dengan kekasih lama, melupakan keadaan muridnya,"
Kata Lee Ing dalam hati dan ia tertawa lagi seorang diri kalau mengingat bagaimana seorang tosu yang wajahnya selalu muram dan merengut itu ternyata mempunyai seorang kekasih dan ternyata dahulunya seorang pemuda yang romantis.
Setelah tiba di tempat di mana Liem Han Sin masih duduk bersila sambil meramkan mata dan mengatur pernapasan, Lee Ing menjadi bingung. Bagaimana caranya untuk menolong pemuda ini? Ia maklum bahwa luka pemuda ini tidak berat lagi dan dengan beberapa totokan membuka jalan darah yang penting di beberapa tempat, pemuda itu akan sembuh dengan cepat. Tak perlu aku memperkenalkan diri, pikirnya.
Tentu saja Han Sin menjadi kaget sekali ketika tiba-tiba merasa punggungnya ditotok orang. Ia tidak mendengar ada orang datang. Ketika ia menengok, ia menjadi makin kaget dan terheran-heran karena di depannya sudah berdiri seorang gadis yang luar biasa cantik jelitanya. Selama hidupnya biarpun di dalam mimpi, belum pernah ia melihat seorang gadis begini menarik. Han Sin menjadi demikian terpesona sampai ia duduk bengong, tak kuasa lagi menggerakkan bibir untuk bertanya kecuali memandang dengan mata tak berkedip.
Alangkah lebar dan tajamnya mata itu, pikir Lee Ing yang menjadi bingung juga menghadapi sinar mata yang penuh kekaguman dan pertanyaan itu. Biarpun ia seorang gadis yang tabah dan tidak pemalu, akan tetapi entah mengapa kali ini ia menjadi malu dan gugup menghadapi pandang mata pemuda ini. la memeriksa keadaan Han Sin di bawah sinar bulan dengan cara mengelilingi pemuda itu, dan Han Sin hanya mengikuti semua gerakannya dengan pandang mata masih seperti orang gagu.
"Aku datang untuk membantumu menyembuhkan luka dalam dadamu,"
Akhirnya Lee Ing berkata perlahan lalu kedua tangannya bekerja cepat sekali melakukan tiga kali totokan ke arah dada, leher dan punggung.
Han Sin memang sedang terpesona dan mendengar ucapan itu, ia percaya penuh, maka tidak mengelak. Andaikata ia tidak percaya dan mencoba mengelak sekalipun, tak ada gunanya, karena gerakan Lee Ing itu luar biasa cepatnya sampai bagi Han Sin tak kelihatan lagi, tahu-tahu tiga bagian tubuhnya sudah kena tertotok. Mula-mula ia merasa bagian yang tertotok itu panas sekali, dan rasa panas mengalir di seluruh tubuhnya, lalu berkumpul di dada yang terluka, menimbulkan rasa hangat yang perlahan-lahan mengusir rasa sakit dan linu yang selama ini terasa olehnya di bagian yang dulu terpukul oleh Hek-tok-ciang!
Han Sin merasa girang, heran dan terkejut. Masa ada seorang gadis muda memiliki ilmu demikian saktinya, melebihi gurunya? Cepat ia mencari gadis itu dengan pandang matanya, akan tetapi ternyata gadis itu sudah lenyap dari situ tanpa ia ketahui kapan perginya. Han Sin bangun berdiri, mencari-cari pandang matanya, namun sia-sia saja karena Lee Ing sudah bersembunyi di balik pohon-pohon dan mengintai ke arah pemuda itu sambil tersenyum geli.
Tak mungkin dia manusia, Han Sin berpikir. Kalau manusia biasa, masa bisa bergerak begitu cepat dan bisa mengobati lukanya secara demikian luar biasa? Pula seorang manusia biasa tidak mungkin begitu cantik. Tentu dia seorang bidadari, seorang dewi dari kahyangan! Berpikir demikian, tak terasa pula Han Sin menjatuhkan diri berlutut dan berdongak memandang ke arah bulan. Mulutnya mengeluarkan kata-kata perlahan.
"Teecu telah berdosa besar, karena tidak tahu entah siapa yang tadi turun menolong teecu, Kwan Im Pouwsat yang menyamai, ataukah Dewi Bulan sendiri, maka teecu tidak menyambut dengan hormat. Mohon ampun sebesarnya. Dan teecu menghaturkan terima kasih atas pertolongan yang selama teecu bernapas takkan teecu lupakan!"
Han Sin sampai lama berlutut dan memberi hormat ke arah bulan!
Tentu saja Lee Ing menjadi geli sekali hatinya, hampir saja ia tertawa terkekeh kalau tidak cepat-cepat ditahannya. Betapapun geli hatinya, ia merasa terharu juga, la lalu melompat pergi dari situ. Pemuda baik, pikirnya, gagah perkasa dan berhati bersih, la sudah banyak bertemu dengan
pemuda-pemuda yang dari pandang mata kepadanya saja sudah-memperlihatkan sifatnya. Sebagian besar laki-laki yang memandangnya tentu memiliki sinar mata yang sama, penuh nafsu dan gairah. Akan tetapi tidak demikian dengan pemuda ini, biarpun sinar matanya membayangkan kekaguman, namun bersih dari pada nafsu buruk. Begitu pula sinar mata Siok Ho. Lee lng merengut. Lagi-lagi ia teringat akan Oei Siok Ho!
Kemudian ia teringat akan maksud kedatangannya di hutan itu. Menyelidiki di mana adanya ayahnya. Ia hendak kembali kepada Han Sin akan tetapi kalau ia teringat bagaimana Han Sin menganggapnya sebagai dewi kahyangan, ia tidak tega mengecewakan hati pemuda itu. Kembali ke pondok? Ah, tak perlu, pikirnya. Mengapa ia begitu pelupa? Wanita cantik tadi juga datang untuk menyelidiki perihal ayahnya, la dapat bertanya kepada Im-Yang Thian-Cu dan kalau memang wanita itu datang dengan maksud buruk terhadap ayahnya, ia akan sekalian mewakili ayahnya membereskan wanita itu!
Mudah saja baginya menemukan Im-Yang Thian-Cu dan wanita itu yang sedang bercakap-cakap tak jauh dari pondok itu.
"Tak mungkin, Siu-moi, tak mungkin usulmu itu dilaksanakan. Selain kita sudah tua, juga kau lihat, aku sudah menjadi seorang tosu. Kau sendiri sudah menjadi ketua Hoa-lian-pai yang dihormati. Apa akan kata orang-orang kang-ouw kalau kita melanjutkan perjodohan kita? Tentu hanya akan menjadi buah tertawaan belaka."
"Akan tetapi, suheng. Kau tahu betapa puluhan tahun aku menderita Juga kau sendiri menderita. Sekarang kita telah bertemu kembali kau hendak menolak untuk bersatu. Apakah kau tidak cinta lagi kepadaku dan tidak akan bahagia hidupmu kalau kita berdua melewatkan masa tua sampai datang saat kembali ke alam baka?"
Im-Yang Thian-Cu menakik napas panjang.
"Kau cukup tahu betapa besar cintaku kepadamu, sekarangpun masih sebesar dulu, akan tetapi sekarang perasaanku itu sudah berubah sifatnya. Kau tentu tahu bahwa orang-orang seperti kita ini lebih mengutamakan nama baik dari pada cinta atau kebahagiaan hidup, lebih menghargai nama baik dari pada nyawa. Apa artinya kita hidup kalau nama kita menjadi ejekan orang-orang. Apa artinya kita hidup bahagia dan berdekatan kalau kita menjadi bahan tertawaan orang? Apa lagi bagi kau, ketua Hoa-lian-pai. Tidak Siu-moi, tidak mungkin!"
Wanita itu mengerutkan kening, diam tak bergerak kemudian terdengai ia berkata dengan isak tertahan.
"Memang kau yang betul, suheng. Seperti biasanya, kau selalu yang betul. Aku.... aku...."
"Kau terlalu menurutkan nafsu hati. Sumoi, kau tadi bilang hendak mencari Souw Teng Wi, apa pula maksudmu?"
"Hendak kubunuh dia dan kubawa kepalanya!"
Jawab wanita itu yang bukan lain adalah Lui Siu Nio-nio, ketua Hoa-lian-pai yang lihai.
Im-Yang Thian-Cu nampak kaget.
"Ayaaa! Kalau lain orang yang hendak kau bunuh, aku masih tidak ambil pusing. Akan tetapi Souw Teng Wi? Sumoi, tidak tahukah kau bahwa dia itu seorang patriot sejati dan yang dikagumi oleh banyak orang gagah di dunia ini? Mengapa kau hendak membunuhnya?"
"Dia telah membunuh suami muridku dan muridku itu, Hui ouw tiap Yap Lee Nio, menangisi aku supaya membalas dendam. Bukankah sudah sewajarnya kalau seorang guru membela muridnya?"
Im-Yang Thian-Cu membanting-banting kakinya.
"Sumoi, perasaan hatimu yang terlalu halus kadang-kadang membuat kau bertindak menurutkan nafsu belaka. Kalau tidak demikian, tak sampai dahulu kau membunuh kakakmu sendiri. Sekarang kau hendak mengulangi lagi kesalahanmu yang dulu-dulu. Dahulu kau membunuh saudara karena cintamu kepadaku, sekarang kau hendak membunuh seorang patriot besar hanya untuk menurutkan hati sayang kepada muridmu."
"Hemm, dengan mengingatkan aku akan peristiwa dahulu, bukankah itu sama dengan membuka kekejamanmu sendiri, suheng? Kau tahu aku membunuh saudaraku karena cintaku kepadamu, namun kau pada saat terakhir ini tetap menolak untuk hidup bersamaku. Sudahlah, biar urusanku kuurus sendiri, kau tak usah turut campur. Hanya barangkali kau dapat memberi tahu, di mana adanya Souw Teng Wi sekarang ini."
"Kau takkan berhasil surnoi, malah mungkin sekali waktu kau akan tergelincir karena maksud ini. Souw-taihiap sudah berada di utara, dilindungi oleh Raja Muda Yung Lo dan berdekatan dengan orang-orang gagah."
"Begitukah? Kita sama lihat saja nanti! Sudah, suheng, kita berpisah di sini untuk bertemu kembali di akhirat!"
Dalam mengucapkan kata-kata terakhir ini, sedu-sedan naik dari dada wanita itu.
Im Yam Thian-Cu mengangkat tangan kanan ke atas lalu berkata lirih,
"Sumoi, untuk kenangan terakhir, untuk bekal aku menghadapi hidup yang penuh derita, untuk kupakai sebagai obor dalam perjalanan ke alam akhir kelak, maukah sekali lagi kau.. menurunkan khim itu dan mainkan lagu kenangan kita?"
Hening sejenak, Lui Siu Nio-nio nampak ragu-ragu, mulutnya yang ditarik keras hendak menolak, namun sinar matanya yang menatap Im-Yang Thian-Cu penuh rasa kasih itu membuat ia menarik napas panjang menurunkan khimnya dan berkata.
"Can-suheng, kau benar-benar orang aneh, bertindak sebaliknya dan berlawanan dengan suara hatimu...."
Setelah berkata demikian, wanita itu lalu mainkan jari-jari tangannya pada tali senar alat tetabuhan itu. Maka terdengarlah lagu berirama merdu sekali, berdendang keluar dari khim yang dimainkan oleh tangan ahli itu. Sungguh aneh dan janggal bahwa dalam hutan liar itu terdengar suara khim demikian indahnya, pada malam hari lagi.
Im-Yang Thian-Cu berdiri tak bergerak seperti patung, matanya menatap ke arah depan, tak terbatas dan jauh membawa dirinya ke dunia lamunan. Kalau orang berada dekat di depannya, akan nampak betapa dua mata tosu ini menjadi basah dengan air mata. Lui Siu Nio-nio tenggelam dalam permainannya yang penuh perasaan. Suara binatang-binatang kecil yang tadinya memenuhi hutan itu. menjadi sunyi dan hening seolah-olah semua binatang ikut mengagumi lagu merdu ini. atau memang mereka takut oleh suara yang asing ini.
Akhirnya suara khim berhenti. Namun Im-Yang Thian-Cu masih berdiri tegak tak bergerak. Bahkan ketika terdengar suara Lui Siu Nio-nio terisak,
"Selamat tinggal, Can-suheng..."
Masih juga tosu itu diam tak bergerak.
Adapun Lee Ing ketika tadi mendengar bahwa wanita ini adalah Lui Siu Nio-nio ketua Hoa-lian-pai dan guru Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio, tahulah dia mengapa wanita itu mencari ayahnya. Timbul kegemasan dalam hatinya, akan tetapi ketika ia tadi hendak bergerak turun tangan memberi hajaran kepada wanita yang memusuhi ayahnya karena membela kematian Siang-pian Kai-liong Sim Kang, membatalkan niatnya karena ikut terharu oleh pemandangan di bawah, melihat pertemuan antara dua orang kekasih yang agaknya terpaksa harus berpisahan dan bertemu setelah terlambat itu. Juga hati Lee Ing terharu oleh suara khim yang memang amat merdu itu. Timbul hati sayang dan kasihan terhadap wanita ini, sungguhpun wanita ini memusuhi ayahnya.
Lui Siu Nio-nio meninggalkan tempat itu cepat-cepat dan di jalan ia menyusut air matanya. Terbayang semua peristiwa dua puluh lima tahun yang lalu, ketika itu ia masih seorang gadis remaja puteri yang cantik jelita menjadi pujaan banyak pemuda. Dia puteri seorang tokoh kang-ouw, Lui Tee San yang menjadi tokoh besar di puncak Ta-pie-san, seorang sakti yang hidup bertiga dengan dua orang anaknya, Lui Cin puteranya dan Lui Siu Nio puterinya. Selain dua orang anak ini juga ia mempunyai seorang murid yang amat dikasihinya, Can Hoat yang sekarang menjadi Im-Yang Thian-Cu.
Di antara tiga orang muda ini, tentu saja kepandaian Lui Cin yang paling lihai atau boleh dibilang seimbang dengan kepandaian Lui Siu Nio, sedangkan Can Hoat kepandaiannya kalah tinggi. Watak Lui Siu Nio amat keras dan biarpun ayahnya membujuk padanya untuk memilih seorang di antara pemuda yang telah datang meminang, pemuda-pemuda hartawan, pemuda-pemuda bangsawan dan tidak kurang pemuda-pemuda kang-ouw, namun Siu Nio tetap menolak. Apa sebabnya? Tak lain karena Siu Nio jatuh hati kepada suhengnya sendiri. Can Hoat! Mereka saling mencinta dan menyatakan perasaan itu hanya melalui sinar mata. Akan tetapi di dalam pandang mata ini mengandung seribu macam bahasa pernyataan cinta kasih yang mendalam, yang sekaligus mengikat janji tanpa kata-kata.
Melihat kekerasan kepala puterinya yang usianya sudah cukup masak untuk memasuki pintu pernikahan itu, Lui Tee San yang sudah tua jatuh sakit sampai membawanya ke lubang kubur. Di ambang kematiannya, ia berpesan kepada puteranya untuk menjodohkan Siu Nio kepada seorang pemuda kang-ouw, putera seorang sahabatnya.
Akan tetapi, setahun setelah tokoh itu meninggal dunia, Siu Nio tetap menolak bujukan kakaknya untuk menikah, malah secara terang-terangan mengaku bahwa ia hanya mau menikah dengan Can Hoat! Dapat dibayangkan betapa marahnya hati Lui Cin. Ia menduga bahwa Can Hoat telah main gila, berlaku tak patut terhadap adiknya, ia mendatangi Can Hoat, dimaki-maki sebagai seorang yang tak kenal budi, sebagai seorang pelanggar susila. Kemudian dalam marahnya ia menghajar Can Hoat. Pemuda ini tentu akan tewas dihajar oleh Lui Cin kalau saja Siu Nio tidak cepat datang menolong.
Saking marahnya melihat pemuda kekasihnya disiksa oleh kakaknya, Siu Nio mencabut pedang dan menyerang kakaknya sendiri. Kepandaian mereka seimbang dan Lui Cin tidak menduga bahwa adiknya akan menyerang sungguh-sungguh maka ia tidak melawan dan akibatnya.... pedang adiknya amblas memasuki dadanya dan mencabut nyawa dari tubuhnya! Siu Nio telah membunuh kakaknya sendiri dalam membela kekasihnya!
Can Hoat adalah seorang pemuda yang perasa sekali. Ketika tadi dimaki-maki, ia mandah saja karena merasa salah, maka dipukul dan disiksapun oleh suhengnya ia tidak melawan. Sekarang, melihat Siu Nio membunuh Lui Cin, kagetnya bukan main dan ia merasa menyesal sekali. Ia menubruk mayat Lui Ciu, menangis sedih lalu minggat dari situ.
Hatinya kecewa sekali karena Siu Nio, wanita satu-satunya di dunia yang- dicintainya, ternyata telah membunuh kakak sendiri hanya untuk membela kekasih! Can Hoat menyesal dan bersumpah selamanya takkan mendekati wanita. Inilah sebabnya mengapa ia selalu membenci wanita. Ia merantau, memperdalam ilmu silatnya sampai akhirnya ia menjadi tosu bernama lm-Yang Thian-Cu dan memiliki kepandaian yang amat tinggi.
Di lain fihak, Lui Siu Nio-nio ternyata juga setia dalam cinta kasihnya, semenjak ditinggalkan kekasihnya ia tidak mau menikah, selalu menanti datangnya Can Hoat, bahkan setelah ia mendirikan perkumpulan Hoa-lian-pai, ia menyuruh anak buahnya mencari-cari Can Hoat. Hasilnya sia-sia belaka karena di dunia sudah tidak ada lagi orang bernama Can Hoat, sudah berganti dengan lm-Yang Thian-Cu yang saina sekali tidak dikenalnya. Demikianlah riwayat singkat dari dua orang tokoh itu yang sekarang terbayang kembali di depan mata Lui Siu Nio-nio ketika wanita ini meningalkan Ini-Yang Thian-Cu sainbil menangis.
Tiba-tiba ia merasa pundaknya disentuh orang. Ketika ia memandang, ia melihat di depannya telah berdiri seorang gadis cantik sekali yang tersenyum-senyum manis kepadanya.
"Lui Siu Nio-nio, perlahan dulu,"
Kata gadis itu dengan suara merdu. Gadis ini adalah Lee Ing yang sengaja mengejarnya untuk berbicara tentang ayahnya.
"Kau siapakah dan apa maksudmu menghadang perjalananku?"
Tegur Lui Siu Nio-nio ketus. Memang wanita ini adalah seorang ketua perkumpulan besar yang dihormati, biasanya ia amat disegani. Sekarang ada seorang gadis muda berdiri di depannya dengan senyum-senyum, tentu saja ia tidak senang.
"Lui Siu Nio-nio, aku bernama Souw Lee Ing dan aku sengaja menyusulmu, hanya untuk menyatakan bahwa kau tidak boleh mengejar-ngejar Souw Teng Wi karena apa yang kau lakukan itu adalah hal yang salah sama sekali."
Lui Siu Nio-nio melengak.
"Apa maksudmu? Apamu Souw Teng Wi itu."
"Dia ayahku."
Ketua Hoa-lian-pai teringat akan cerita muridnya.
"Ehh, jadi kau inikah yang menjadi gara-gara semua itu sampai matinya suami muridku? Kau bocah tak kenal budi. Kau sudah ditolong oleh Sim Kang dari batu karang, akan tetapi balasmu malah menyuruh bapakmu yang gila membunuh Sim Kang, malah Sim Hong Lui juga hampir tewas. Kemudian kau mempermainkan muridku, Yap Lee Nio. Benar-benar kau seorang yang kurang ajar. Sekarang kau berani menghadangku untuk mencegah aku membunuh bapakmu yang gila itu?"
"Ssttt, nanti dulu. Sabar dan tenanglah, jangan buru-buru marah-marah dan memaki-maki orang tidak karuan. Lui Siu Nio-nio, biarpun aku lebih muda, akan tetapi aku merasa kasihan kepadamu, karena itulah aku sengaja mengajakmu bicara secara damai. Apakah kau tahu mengapa ayahku sampai membunuh bajak laut Sim Kang itu? Kau mau mendengar sebabnya? Nah, dengarlah baik-baik. setelah kau mendengar penuturanku nanti, terserah kepadamu apa yang akan kau lakukan."
"Hemm, kau boleh bicara. Cepat, jangan bikin aku kehilangan kesabaranku!"
Lui Siu Nio-nio membentak.
"Lui Siu Nio nio, apakah kau sudah tahu bahwa suami muridmu, Sim Kang yang terbunuh mati oleh ayah itu adalah seorang bajak laut yang jahat dan anaknya, Sim Hong Lui, malah lebih jahat dari pada ayahnya?"
Lee Ing mulai bicara hendak membela ayahnya.
"Jadi bajak atau apapun juga ada sangkut-paut apa dengan kau dan ayahmu? Kau dan ayahmu sudah ditolong oleh Sim Kang, menjadi tamu di perahunya, mengapa kau dan ayahmu malah membalas pertolongannya dengan pembunuhan? Bocah, jangan bikin aku kehilangan kesabaran. Aku tidak biasa membunuh orang muda yang lemah, akan tetapi sekali turun tangan kau akan menyesal!"
"Aduh galaknya!"
Lee Ing masih saja berjenaka.
"Nah dengarlah baik baik. Keputusan yang kau ambil setelah kau mendengar penuturanku tergantung dari sifat dan kepribadianmu. Memang benar bahwa aku telah ditolong oleh Sim Kang dari batu karang dan aku menjadi tamunya di perahu bajaknya. Juga ayah menjadi tamunya, sungguhpun aku masih belum tahu mengapa ayah bisa berada di perahu bajak. Kemudian aku tahu bahwa Sim Kang mempergunakan ayah untuk memperkuat kedudukannya. Ayah sedang menderita sakit lupa ingatan, maka mudah saja Sim Kang menipunya. Setelah aku berada di perahu, baru aku tahu akan semua itu, bahkan aku tahu pula bahwa Sim Kang hendak membawa ayah ke selatan, hendak diserahkan kepada para durna di Nan-king atau lebih lepat hendak dijualnya! Bukankah itu jahat sekali?"
Lui Siu Nio-nto mengerutkan alisnya.
"Pandangan orang tentang itu memang tidak sama. Mungkin Sim Kang memang menganggap Souw Teng Wi betul-betul seorang pemberontak yang harus diserahkan kepada pemerintah."
"Bukan itu saja, pai-cu yang baik. Selain pengkhianatan yang hendak dilakukan oleh Sim Kang, juga Sim Hong Lui mempunyai maksud keji terhadap aku, baiknya ada ayah yang melindungi-ku. Setelah itu, mereka itu ayah dan anak masih menggunakan siasat busuk hendak meracuni ayah sampai mati, kemudian hendak memaksa aku menjadi isteri Sim Hong Lui. Nah, kalau ayah mengamuk sampai membunuh Sim Kang dan anak buahnya. dan berusaha pula membunuh Sim Hong Lui, apakah kau masih hendak menyalahkan ayah dan aku?"
Kening ketua Hoa-lian-pai makin berkerut dan matanya memandang penuh selidik ke arah wajah gadis muda yang bicara dengan lancar di depannya ini. Wajah yang cantik jelita, segar dan terbuka, sama sekali tidak membayangkan watak pembohong. Lui Siu Nio-nio menjadi ragu-ragu.
"Hemmmmm, tidak demikian kalau menurut keterangan Sim Hong Lui. Sangat berlainan, sebaliknya malah...."
"Tentu saja! Mana ada maling mengaku? Apa lagi orang macam Sim Hong Lui yang berwatak rendah. Pai-cu sebagai ketua perkumpulan besar harap suka berpemandangan tajam jangan mudah tertipu oleh manusia macam dia!"
Lui Siu Nio-nio tersenyum dingin.
"Bocah bermulut lancang, masih hijau macam engkau ini masih hendak memberi nasihat kepadaku? Apa kau anggap aku macam orang yang suka bersikap sewenang-wenang? Hayo kau ikut aku menemui Lee Nio dan anaknya, biar diadukan keteranganmu dan keterangan Hong Lui. Siapa benar siapa salah akan ketahuan."
Lee Ing cemberut. Tidak disangkanya wanita ini demikian keras hati sehingga percuma saja ia bicara sejak tadi. Selain ia tidak mempunyai banyak waktu untuk berurusan dengan Lui Siu Nio-nio, Hui-ouw-tiap ataupun Sim Hong Lui, ia juga dapat menduga bahwa kalau diadu keterangan, tentu saja akhirnya ketua Hoa-lian-pai ini akan lebih percaya kepada cucu muridnya sendiri. Apa lagi kalau diingat betapa ia telah mempermainkan Hui-ouw-tiap dan menelanjanginya untuk menukar pakaian. Agaknya ketua Hoa-lian-pai ini belum mendengar tentang itu, atau Yap Lee Nio tentu malu bercerita kepada siapapun juga bahwa dia, Hui-ouw-tiap yang sudah terkenal di dunia kang-ouw, sampai dipermainkan dan ditelanjangi oleh seorang gadis muda dan hijau.
"Lui Siu Nio-nio, soal mana yang lebih benar antara penuturanku dan keterangan Sim Hong Lui menurut pendapatmu, terserah kepadamu untuk menyelidiki dan hal itu bukan urusanku. Aku sudah memberi keterangan demi kebaikanmu sendiri, kau percaya atau tidak terserah. Akan tetapi mengajak aku pergi bersamamu untuk diadu keterangan dengan Hong Lui? Terima kasih, selain tidak ada waktu, juga terus terang saja aku tidak sudi bertemu muka dengan pemuda bangsat itu. Nah, selamat berpisah. Hoa-lian Pai-cu, mudah-mudahan saja kau dapat merobah niatmu mencari ayah."
Lui Siu Nio-nio sebagai seorang ketua perkumpulan besar, biasanya setiap kata-katanya merupakan perintah dan selalu ditaati orang. Sekarang ia memberi perintah kepada gadis muda ini untuk ikut dengannya, bukannya ditaati malah dibantah dengan ucapan yang penuh nasihat-nasihat untuknya. Tentu saja ia menjadi marah sekali.
"Berhenti!"
Serunya keras.
Akan tetapi, Lee Ing tetap berlenggang meninggalkan tempat itu, jalannya lambat saja dan seenaknya. Ia hanya menengok dan memberi senyum manis, seakan-akan seruan Lui Siu Nio-nio dianggapnya sebuah kelakar saja. Malah sambil tersenyum manis Lee Ing mengeluarkan saputangan sutera dan menyusuli peluh di jidatnya tanpa memperdulikan seruan Lui Siu Nio-nio.
"Bocah berkepala batu, berhenti kau!"
Sekali lagi Lui Siu Nio-nio membentak, suaranya melengking tinggi penuh hawa khikang. Biasanya, kalau ia membentak dengan pengerahan tenaga khikang
(Lanjut ke Jilid 15)
Pusaka Gua Siluman (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 15
seperti ini, seorang lawan tangguh sekalipun akan menjadi gentar dan terpengaruh oleh wibawanya yang kuat sekali. Akan tetapi, Lee Ing malah tertawa, menengok dan melambaikan saputangannya seperti orang menggoda.. Kedua kakinya tidak berhenti melangkah, malah jalannya menjadi lenggang-kangkung. Memang Lee Ing masih muda dan berwatak jenaka, kadang-kadang timbul pula sifat kekanakan dan suka mempermainkan orang.
"Setan cilik, kau mencari celaka!"
Lui Siu Nio-nio berseru keras dan tangan kirinya bergerak perlahan. Tiga Sinar putih meluncur seperti cahaya kilat ke arah tiga bagian tubuh Lee Ing, tepat mengancam jalan darah. Inilah Lian-hwa-ciam (Jarum Teratai) yang amat lihai dari ketua Hoa-lian-pai itu. Dia sudah memiliki kepandaian tinggi sekali dalam ilmu melepas jarum ini dan semua gerakan jarum-jaruninya selalu mengarah jalan darah lawan, la merasa yakin bahwa serangannya dengan Lian-hwa-cian ini pasti akan merobohkan gadis puteri Souw Teng Wi itu.
Memang serangan Lui Siu Nio-nio ini hebat sekali. Kelihatannya hanya tiga gulung sinar putih yang menyerang, akan tetapi untuk mengelak dari serangan ini tak mungkin karena jalannya senjata rahasia itu cepat sekali, selain ini, setiap sinar mengandung tujuh batang jarum halus dan apa bila ditangkis, jarum-jarum ini dapat berpencaran dan menyerang penangkisnya secara liar dan beterbangan!
Akan tetapi tanpa menengok sedikitpun, Lee Ing melakukan gerakan-gerakan ke belakang dengan saputangan yang tadi ia pakai menyusuri peluh, dan.... semua jarum yang jumlahnya dua puluh satu batang iiu kena digulung dan di "tangkap"
Oleh saputangan tadi! Karuan saja hal ini sama sekali di luar dugaan Lui Siu Nio-nio sampai ia berdiri melengak beberapa detik lamanya Siapa dapat menyangka seorang gadis muda seperti Lee Ing mampu menerima serangan Lian-hwa-ciam yang bagi banyak orang pandai merupakan jarum-jarum maut, apa lagi secara demikian mudah?
Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan menghambur-hambur jarummu, kalau kehabisan kau tidak bisa menjahit lagi. Nih, kukembalikan!"
Lee Ing mengejek dan saputangannya dikebutkan. Jarumnya itu kini melayang cepat ke arah Lui Siu Nio-nio dengan kecepatan yang tidak kalah oleh sambitan Lui Siu Nio-nio tadi. Ketua Hoa-lian-pai itu terkejut sekali. Dia seorang ahli am-gi (senjata gelap), tentu saja ia dapat menghadapi. Tetapi jarum itu datangnya beterbangan ke seluruh tubuh, tak mungkin dapat ditangkap semua. Oleh karena itu, Lui Siu Nio-nio hanya melompat ke samping mengelak. Kemudian dua kali melompat ia sudah menyusul Lee Ing dan dua orang wanita itu kini saling berhadapan.
"Eh, kiranya kau memiliki sedikit kepandaian juga. Pantas saja kau berani bersikap sombong. Bagus, anak Souw Teng Wi, hayo kau cabut senjatamu. Setelah kau memperlihatkan kepandaianmu yang lumayan, aku tidak malu lagi bertanding denganmu."
Lee Ing tersenyum.
"Kau sudah tua dan aku masih muda, sudah sepatutnya kalau kau bersenjata dan aku tidak. Aku tidak ingin bertanding denganmu, akan tetapi karena kau berkeras hendak mencelakakan ayahku, baik kau coba dulu anaknya ini."
Lui Siu Nio-nio marah sekali. Belum pernah ada orang berani memandang rendah kepadanya, apa lagi hanya seorang gadis muda seperti ini. Tentu saja ia tidak sudi untuk menggunakan senjatanya melawan seorang gadis muda yang bertangan kosong.
"Kau sombong perlu dihajar!"
Bentaknya dan tubuhnya bergerak.
Gerakan Lui Siu Nio-nio cepat bukan main sampai hampir tidak kentara, akan tetapi tahu-tahu ia sudah melangkah maju dan kedua tangannya menampar dari kanan kiri ke arah muka Lee Ing. Biarpun Lee Ing telah mewarisi ilmu yang aneh dan sakti dari Bu-beng Sin-kun, akan tetapi dia kurang pengalaman dan dibandingkan dengan Lui Siu Nio-nio, tentu. saja dia kalah jauh sekali dalam hal latihan dan pengalaman. Menghadapi gerak cepat yang dilakukan oleh Lui Siu Nio-nio ini, mana dia sanggup mengelak? Untuk menangkispun sudah tidak ada waktu lagi dan....
"plak! piak!"
Kedua pipi gadis itu sudah kena ditampar oleh ketua Hoa-lian-pai.
Untuk kedua kalinya Lui Siu Nio nio kaget dan terheran-heran. Menurut patut, tamparan itu akan membuat gadis itu terguling atau setidaknya kesakitan karena tidak banyak orang yang dapat menahan tamparan tangannya.
Akan tetapi anehnya, Lee lng sama sekali tidak bergeming malah merahpun tidak pipinya. Sebaliknya, Lui Siu Nio-nio merasa telapak tangannya pedas sekali seakan-akan bukan pipi berkulit halus yang ditamparnya tadi melainkan papan baja yang keras! Untuk beberapa detik ketua Hoa lian-pai ini berdiri terpaku seperti tidak percaya kepada perasaannya sendiri. Akan tetapi segera sebagai orang pandai ia menyadari bahwa ia telah berhadapan dengan seorang gadis muda yang berkepandaian tinggi. Tanpa ragu-ragu lagi ia lalu mencabut senjatanya yang istimewa, Hoa-lian Sin-kiam, pedang yang bentuknya seperti bunga teratai emas.
"Keluarkan senjatamu!"
Tantangnya karena betapapun juga, mengingat akan kedudukannya, Lui Siu Nio-nio masih merasa malu dan sungkan untuk menyerang gadis itu tanpa memberi kesempatan mengeluarkan senjatanya.
Lee Ing tadinya marah sekali ketika ditampar. Baiknya ia telah memiliki sinkang yang luar biasa di dalam tubuhnya, berkat latihan-latihannya menurut petunjuk coretan-coretan Bu-beng Sin kun di dalam Gua Siluman Ketika tadi tamparan Lui Siu Nio nio menyambar, ia mengerahkan tenaga dalam melindungi pipinya sehingga tidak sampai terluka. biarpun ia masih merasakan pedasnya bekas tangan lawan tangguh ini. Akan tetapi ketika ia melihat ketua Hoa-lian-pai ini mencabut senjata aneh dan tidak terus menyerang, kemarahannyapun lenyap. Lee Ing seorang gadis yang gembira dan perasa, ia dapat mengetahui bahwa wanita di depannya ini tidak jahat dan masih sungkan melawannya.
"Sudah kukatakan tadi bahwa aku yang muda sudah sepatutnya mengalah sedikit kepadamu. Kalau kau berkeras hendak berkelahi, majulah, aku tidak takut akan senjatamu yang bagus itu."
"Kau sendiri yang minta, jangan bilang aku terlalu menghina yang muda!"
Kata Lui Siu Nio-nio, sekarang ia sama sekali tidak berani memandang rendah kepada gadis muda itu. Ia menggerakkan tangan kanannya dan Hoa-lian Sin-kiam itu tergetar, kembang dan dua langkai daunnya bergerak-gerak seperti setangkai bunga teratai tertiup angin dan daun-daun lebar di kanan kirinya bergerak seperti diraba ombak. Kemudian senjata aneh ini meluncur ke depan dan sekaligus, kembang dan daun-daun itu menyerang ke arah tujuh jalan darah di tubuh Lee Ing secara bertubi-tubi dan cepat sekali.
"Hebat...!"
Lee Ing berseru memuji dan terpaksa ia mengeluarkan langkah-langkah aneh yang ia pelajart dari dalam Gua Siluman. Tiba-tiba tubuhnya seperti orang mabok terhuyung-huyung atau seperti orang gila menari-nari tidak karuan akan tetapi... ternyata semua serangan Hoa-lian-Sin-kiam di tangan Lui Siu Nio nio dapat dielakkan dan sedikitpun tidak menyentuh ujung bajunya!
"Aneh sekali ilmu silatmu....!"
Lui Siu Nio-nio tak tertahan lagi berseru setengah memuji setengah ragu-ragu karena melihat gerakan-gerakan nya, apa yang diperlihatkan oleh Lee Ing itu sukar disebut ilmu silat, begitu kacau tidak karuan sampai tubuhnya sendiri terhuyung-huyung. Namun semua serangannya gagal! Ia masih tidak percaya dan mengirim lagi gelombang serangan dengan senjatanya itu sampai tujuh kali beruntun. Setiap serangan mempunyai tujuh tikaman, maka gelombang ini berarti empat puluh sembilan jurus mengurung tubuh Lee Ing dari semua jurusan seakan-akan ia dikeroyok oleh belasan orang lawan yang berpedang lihai.
Hebat bukan main ilmu silat yang dimainkan oleh Lui Siu Nio nio ini. la telah mengeluarkan Ilmu Pedang Hoa lian sin Kiam-hoat yang paling tinggi karena penasaran tak dapat mengalahkan gadis itu. Jarang ada orang sanggup menghadapi gelombang serangan ini. Lagi-lagi Lee Ing mengeluarkan langkah-langkahnya yang luar biasa. Gadis ini terhuyung-huyung seperti mau jatuh, bahkan kadang-kadang terjengkang atau terdorong ke kanan kiri sampai tubuhnya hampir rebah di tengah, kedua lututnya membuat gerakan pletat-pletot tidak karuan, kadang-kadang kakinya meloncat loncat seperti bocah menari kegirangan, kadang kadang berjongkok dengan kedua kakinya bergerak maju mundur. Semua ini ia selingi seruan-seruan kecil seperti.
"aduh! lihai sekali! aya!"
Dengan suara yang nyaring berpengaruh.
Kali ini benar-benar Lui Siu Nio nio terheran-heran. Selama hidupnya belum pernah ia mengalami hal seperti ini. Sudah ratusan kali ia berhadapan dengan lawan, di antaranya banyak-pula yang tangguh-tangguh, akan tetapi ia harus akui bahwa belum pernah ia melihat lawan seperti gadis muda ini. Gerakan-gerakan mengelak seperti lakunya seorang badut atau seorang gila ini saja sudah aneh sekali karena selalu dapat mengelak serangan Hoa-lian Sin-kiam. Akan tetapi yang lebih aneh lagi, setiap kali daun atau bunga Hoa-lian Sin-kiam itu berhasil mendekati tubuh Lee Ing dan hampir melukainya, dengan seruan "aya!"
Atau "aduuhh!"
Itu saja, senjatanya seperti tertolak mundur dan tidak berhasil melukai lawan yang muda dan aneh ini!
Lui Siu Nio-nio teringat akan cerita ayahnya dahulu, bahwa di barat terdapat semacam ilmu yang mendekati ilmu sihir, yaitu bentakan-bentakan yang mengandung tenaga tersembunyi. Pernah juga ia menjumpai tokoh-tokoh yang pandai Ilmu Sai-cu-hokang (Auman Singa), bahkan ia sendiri sudah mempelajari dan menyalurkan tenaga melalui Iweekang yang mengisi bunyi alat tetabuhan khimnya. Akan tetapi suara-suara semua ini hanya mengandung getaran yang mempengaruhi semangat dan debaran jantung lawan saja, tidak mendatangkan tenaga tersembunyi yang dapat menangkis senjata seperti yang dilakukan oleh gadis ini.
Mungkinkah gadis semuda ini sudah memiliki ilmu tinggi itu? Karena makin khawatir dan penasaran kalau-kalau ia takkan mampu menangkan gadis ini, Lui Siu Nio-nio cepat menggerakkan tangan dan tahu-tahu alat tetabuhan khim yang berada di punggung telah berada di tangan kanannya, sedangkan senjata Hoa-lian Sin-kiam sudah pindah ke tangan kirinya. Senjata khim ini jangan sekali-kali dipandang ringan dan jangan dikira hanya merupakan alat tetabuhan belaka. Sebetulnya khim ini merupakan senjata istimewa dari Lui Siu Nio-nio, maka ke manapun ia pergi, selalu ia bawa. Malah kalau dibandingkan dengan pedangnya Hoa-lian Sin-kiam yang aneh, senjata khimnya ini lebih lihai lagi.
Hal ini terasa oleh Lee Ing ketika khim itu menyambar ke arahnya. Hebat bukan main hawa pukulan yang mendahului senjata luar biasa ini. Lee Ing maklum dari sambaran hawa pukulan ini bahwa senjata ini di tangan lawannya merupakan senjata hebat yang berbahaya dan selalu mendatangkan pukulan maut. Gadis ini mulai menjadi marah. Sudah terang ia mengalah sejak tadi, bahkan empat puluh sembilan jurus lawannya hanya ia elakkan dan tangkis saja tanpa balas menyerang. Mengapa ketua Hoa-lian-pai ini tak tahu diri malah mengeluarkan senjata khim yang ampuh dan berbahaya?
Akan tetapi ia tak dapat berpikir-pikir lagi karena harus mencurahkan perhatiannya kepada senjata lawan. Khim itu sekarang bergerak mengurung dirinya dan... mengeluarkan bunyi aneh sekali, mengaung-ngaung seperti ada ribuan ekor lebah terbang mengelilinginya! la merasa anak telinganya sakit, hatinya ngeres dan kepalanya pening mendengar suara ini, suara yang sebetulnya ditimbulkan oleh angin yang meniup senar-senar khim sehingga mengeluarkan suara aneh itu ditambah dengan tenaga khikang yang dikeluarkan oleh Lui Siu Nio-nio!
Hemm, orang ini harus diberi tahu rasa, pikir Lee Ing. Tiba-tiba ia mengeluarkan bentakan nyaring dan panjang mengerikan, bukan seperti suara manusia. Inilah pengerahan khikang yang amat tinggi, yang ia pelajari di dalam Gua Siluman, dan ilmu ini disebut "Jeritan Si Gila". Mendengar suara ini lemah seluruh urat syaraf dan kaku rasanya semua buku tulang Lui Siu Nio-nio. Selagi ia mengerahkan seluruh Iweekangnya untuk melawan pengaruh yang mengejutkan ini, tiba-tiba tangan Lee Ing bergerak menampar ke arah khim dengan kekuatan yang tak pernah terbayangkan oleh Lui Siu Nio-nio.
"Traaaaangggg! !"
Suara keras ini disusul oleh suara putusnya senar-senar khim dan Lui Siu Nio-nio terhuyung mundur. Ketika wanita yang amat kaget dan heran ini memandang, ternyata bahwa alat tetabuhan khim yang disayangnya itu telah putus semua senarnya! Benar-benar hebat sekali tamparan Lee Ing tadi dan Lui Siu Nio-nio menjadi pucat. Kini ia mengakui bahwa ternyata gadis ini kepandaiannya luar biasa sekali dan ia tidak akan dapat melawannya. Sampai lama saking herannya ia menjadi bengong, berdiri tak bergerak seperti patung memegangi khimnya yang sudah rusak.
"Kau terlalu mendesakku, terpaksa diberi tahu rasa sedikit. Kuharap saja kau bisa merobah niatmu mencari ayah, karena selain fihak muridmu yang salah juga tak mungkin kau dapat menangkan ayah."
Sebelum sempat menjawab. Lui Siu Nio-nio melihat gadis itu berkelebat pergi dan lenyap dari situ dengan gerakan yang sukar dipercaya cepatnya. Ia hanya bisa menarik napas dan menggendong lagi khimnya yang sudah rusak senarnya, berkali-kali menarik napas panjang lagi sambil berkata seorang diri.
"Dunia sudah berobah banyak. Ada bocah berkepandaian sehebat itu sampai aku tidak tahu. Kalau tidak karena Lee Nio, setelah pertemuanku dengan Can-suheng dan kekalahanku dari bocah ini, tentu aku lebih baik bersembunyi di Ta-pie-san."
Kembali ia menarik napas panjang dan berlalu dari situ dengan langkah perlahan, kepala tunduk, kening berkerut, sikap seorang wanita yang kecewa, putus asa, dan sudah mulai tua.
Adapun Lee Ing yang pergi meninggalkan tempat itu, tentu akan langsung menyusui ayahnya ke Peking utara kalau saja ia tidak teringat bahwa akan diadakan pibu antara fihak Tiong-gi-pai dan fihak Auwyang-taijin, dan ia tahu bahwa dalam pibu itu tentu Siok Ho akan maju menjadi jago. Ia tidak tega meninggalkan pemuda itu menjadi jago menghadapi orang-orangnya Auwyang-taijin yang ia tahu banyak yang lihai dan keji. Kalau saja tidak ada pemuda ini, kiranya Lee Ing sudah pergi menyusul ayahnya. Akan tetapi bayangan Siok Ho selalu tak terlupakan olehnya, dan ia benar-benar merasa khawatir kalau pemuda itu akan mendapat celaka dalam pibu. Maka ia menunda kepergiannya mencari ayahnya untuk menonton pibu itu lebih dulu. Cinta telah mencengkeram hati Lee Ing.
Cinta pertama yang penuh keanehan bagi Lee Ing, karena gadis itu sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dirinya, yaitu dengan perasaan hatinya. Ia tidak mengerti apakah ia mencinta pemuda Siok Ho yang tampan, peramah dan gagah itu. Hanya ia tahu bahwa bayangan pemuda itu tak pernah lenyap dari ingatannya, bahwa setiap kali ia mengenangnya mukanya terasa panas karena malu dan jengah, dan berbareng hatinya merasa bungah dan berdebar aneh. Akan tetapi yang sudah jelas baginya, hatinya tidak merelakan pemuda itu terancam bahaya!
Lian-bu-kwan adalah sebuah gedung megah yang sengaja didirikan oleh Menteri Auwyang Peng dan tentu saja mendapat persetujuan kaisar yang memang suka akan kegagahan dan ilmu silat. Tadinya Auwyang Peng mendirikan gedung megah ini dengan alasan untuk memajukan ilmu silat dan memelihara perkembangan ilmu menjaga diri nasional ini. Akan tetapi akhirnya gedung itu ternyata dipergunakan untuk markas para kaki tangannya, yang dikumpulkan dengan maksud mengganyang semua musuh-musuh durna itu, di antaranya Tiong-gi-pai.
Di gedung inilah diadakan pertemuan-pertemuan, perundingan dan latihan-latihan. Di gedung ini pula para musuh diundang untuk diajak pibu, dan entah sudah berapa banyak musuh yang tewas dalam pibu di gedung ini. Oleh karena biarpun dari luar kelihatan mentereng dan megah, di sebelah dalamnya Lian-bu-kwan ini nampak serem dan angker, seperti rumah-rumah jagal.
Gedung itu terdiri dari empat buah kamar yang mengurung sebuah ruangan kosong yang amat luas. Di tengah ruangan ini terdapat sebuah panggung yang biasa dipergunakan untuk adu kepandaian silat, tingginya hanya satu meter. Di sekeliling panggung ini disediakan bangku-bangku untuk tempat duduk para penonton atau rombongan-rombongan dari kedua fihak. Pilar-pilar yang terdapat di ruangan itu diukir indah, ukiran liong (naga) dan hiasan lain yang terdapat hanyalah lampu-lampu gantung dan tirai-tirai sutera. Di pojok disediakan sebuah rak tempat menaruh senjata di mana terdapat delapan belas macam senjata dalam jumlah yang cukup banyak.
Pada hari itu, pagi-pagi sekali Lian-bu-kwan sudah penuh orang. Kaki tangan Auwyang-taijin sudah sibuk mengatur segala sesuatu untuk keperluan pibu. Bangku-bangku sudah dibersihkan dan berturut-turut datang jago-jago dari kota raja seperti Toat-beng-pian Mo Hun, Ma-thouw Koai-tung Kui Ek. Manimoko, Yokuto, dan beberapa orang panglima komandan pengawal. Paling akhir datanglah Menteri Auwyang Peng sendiri, dikawal oleh puteranya, Auwyang Tek yang berjalan dengan penuh lagak, dan Tok-ong Kai Song Cinjin hwesio Tibet yang merupakan orang nomor satu dalam barisan jago-jago yang dipergunakan Auwyang Peng. Mereka lalu mengambil tempat duduk di sebelah kanan panggung luitai, di baris depan duduk Auwyang-taijin sendiri bersama Kai Song Cinjin, Auwyang Tek, dan Toat-beng-pian Mo Hun, di belakang Mo Hun duduk Ma-thouw Koai-tung Kui Ek, dua orang jago Jepang dan para panglima lain.
Tak lama kemudian datanglah rombongan Tiong-gi-pai yang terdiri dari Kwee Cun Gan, Kwee Tiong, Pek Mao Lojin. Itn-yang Thian-cu, Liem Han Sin, Liem Hoan, ayah Han Sin, dan beberapa orang anggauta Tiong-gi-pai. Juga kelihatan Oei Siok Ho yang berjalan dengan langkah tenang dan wajahnya yang tampan sekali itu berseri-seri. Juga Kwee Tiong yang berjalan di sebelah pamannya, nampak gagah dan ganteng. Han Sin juga sudah banyak sembuh setelah diobati oleh "dewi bulan"* dan sekarang ikut datang dengan penuh semangat. Pemuda yang gagah ini tidak menjadi jerih, malah ia bersedia untuk berpibu sekali lagi melawan Auwyang Tek untuk mengadakan pertandingan revance (ulangan)!
Dengan adanya tiga orang pemuda yang ganteng dan gagah ini, rombongan Tiong-gi-pai nampak bersemangat dan hati Kwee Cun Gan menjadi besar. Apa lagi di situ terdapat Pek Mao Lojin dan (Im-yang Thian-cu yang tadinya tidak mau ambil perduli, kiranya menjadi tidak tega juga membiarkan muridnya pergi lagi ke sarang musuh yang berbahaya.
Oleh karena di situ terdapat Auwyang-taijin yang bagaimanapun juga adalah seorang menteri, pembesar tinggi yang diangkat oleh kaisar, Kwee Cun Gan dan yang lain-lain memberi hormat selayaknya. Hanya Pek Mao Lojin dan Im-yang Thian-cu sebagai tokoh-tokph kang-ouw, hanya mengangguk saja kepada pembesar itu.
Sebaliknya, karena maklum bahwa orang-orang Tiong-gi-pai ini mendapat kepercayaan dan sokongan Raja Muda Yung Lo di utara. Menteri Auwyang juga memperlihatkan sikap agung, balas mengangguk dan dengan tangannya mempersilahkan mereka mengambil tempat duduk di deretan bangku sebelah kiri panggung luitai. Auwyang Tek yang menjadi juru bahasa rombongannya, segera berdiri dan melompat ke atas panggung menghadapi Kwee Cun Gan dan kawan-kawannya lalu berkata, suaranya nyaring, nadanya sombong,
"Kwee Cun Gan, bagus sekali kau sudah memenuhi undangan kami dan agaknya kau telah mendatangkan rombonganmu yang lengkap! Fihak Tiong-gi-pai selama ini tiada hentinya mengadakan permusuhan dengan kami orang-orang pemerintah. Hanya karena mengingat bahwa kalian termasuk orang-orang kang-ouw yang tidak saja mendapat simpati dari kaisar sendiri yang suka kepada orang-orang gagah, akan tetapi juga boleh dibilang segolongan dengan kawan-kawan kami, maka selama ini kami hanya melayani pertandingan pibu kecil-kecilan saja. Tidak nyana sekali fihak Tiong-gi-pai menganggap kami sebagai musuh dan sifat pibu lenyap menjadi permusuhan. Oleh karena itu, agar permusuhan ini tidak berkepanjangan dan berlarut-larut, menurut kehendak ayahku menteri yang mulia, hari ini diadakan pibu terakhir yang merupakan keputusan siapa yang dinyatakan menang dan siapa kalah. Harap kalian menentukan berapa kali pertandingan diadakan dan yang lebih banyak menderita kekalahan dinyatakan kalah dan harus tunduk dan memenuhi permintaan yang menang."
Kwee Cim Gan berdiri dari bangkunya dan berkata, suaranya lantang dan tegas.
"Sebelum kami menerima usul ini, harap jelaskan dulu seandainya fihak kami kalah bagaimana dan kalau fihakmu yang kalah lalu bagaimana?"
Auwyang Tek mengangkat hidungnya dengan lagak sombong.
"Kami adalah orang-orang pemerintah yang mengerti aturan, tentu saja untuk itu diadakan peraturan sesuai dengan keadilan. Karena kalian kami anggap membikin rusuh, maka kalau kalian kalah, kalian harus pergi dari kota raja dan jangan menginjakkan kaki lagi di sini, jangan memperlihatkan diri lagi, karena kami lalu akan menangkap kalian secara resmi sebagai pemberontak-pemberontak. Sebaliknya kalau kalian yang menang, kalian boleh tinggal di kota raja dan kami takkan menganggap kalian sebagai musuh, malah kalau kalian suka, kami bersedia memberi kesempatan kepada kalian mencari kedudukan sebagai hamba pemerintah."
"Aduh, semua orang kota memang pandai sekali bicara,"
Terdengar Im-yang Thian-Cu mengeluh. Kakek ini yang biasanya tidak suka bicara, merasa pening mendengarkan begitu banyak kata-kata.
Biarpun bernada sombong, kata-kata Auwyang Tek itu memang cukup baik dan dapat diterima. Agaknya Menteri Auwyang memang bersikap hati-hati dan kali ini berusaha mengalahkan fihak Tiong-gi-pai untuk dapat mengusir mereka dari kota raja tanpa banyak menyinggung perasaan, yaitu dalam sebuah pibu vang disertai taruhan. Bagi Kwee Cun Gau tidak ada pilihan lain kecuali menerima usul atau taruhan ini.
"Boleh, dan pertandingan hendak diatur bagaimana?"
Tanyanya.
"Diatur seorang lawan seorang, berapa orang jagomu boleh kau ajukan, asal jumlahnya ganjil, jangan genap. Boleh tiga atau lima atau tujuh,"
Jawab Auwyang Tek yang mengandalkan banyak kawan.
Kwee Cun Can lalu menoleh kepada kawan-kawannya. Sudah terang bahwa Kwee Tiong, Oei Siok Ho dan Liem Han Sin mengajukan diri, dan di situ masih ada Pek Mao Lojin yang sambil tertawa menyanggupi menjadi seorang calon, akan tetapi ketika Kwee Cun Gan hendak minta bantuan lm-yang Thian-cu, ia menjadi ragu-ragu. Han Sin maklum akan perasaan ketua Tiong-gi-pai ini karena memang semua orang sudah tahu akan watak suhunya yang aneh, maka ia cepat menghampiri gurunya dan berkata perlahan,
"Suhu harap suka memperkuat kedudukan kita, hitung-hitung untuk membela teecu dan terutama sekali membela kebenaran."
Im-yang Thian-cu cemberut dan menarik napas panjang.
"Di sana ada Kai Song Cinjin, siapa yang kuat melawannya? Biarpun kita maju semua, tidak mungkin bisa mengalahkan Tok-ong."
"Suhu, tentang itu jangan khawatir. Pibu diadakan seorang lawan seorang, biarlah kita memakai siasat 'Jiai mereka mengajukan jago-jagonya dulu, nanti kalau Kai Song Cinjin yang keluar, teecu yang akan maju melawannya!"
Semua orang kaget, juga lm-yang Thian-cu menatap wajah muridnya dengan heran. Han Sin lalu berbisik-bisik sambil tersenyum.
"Apa suhu lupa akan siasat Sun Pin ketika menghadapi Ban Koan?"
Mendengar ini, lm-yang Thian-cu mengangguk dan semua orang menyatakan kekagumannya atas kecerdikan, terutama keberanian pemuda itu.
Sun Pin dan Ban Koan adalah dua orang tokoh yang dalam cerita kuno diceritakan sebagai dua orang tokoh yang bermusuhan, masing-masing memimpin barisan. Sun Pin terkenal sebagai tokoh budiman dan cerdik bukan main, adapun Ban Koan biar cerdik, mempunyai hati jahat. Yang dimaksud oleh Liem Han Sin tentang siasat Sun Pin adalah ketika Sun Pin memberi nasihat kepada seorang raja yang bertaruhan mengadu lomba kuda-kudanya. Demikian siasat Sun Pin.
"Lawanlah kuda terbaik lawan dengan kuda nomor tiga, kuda lawan yang nomor dua dengan kuda terbaik, dan kuda lawan nomor tiga dengan kuda, nomor dua kita. Dengan demikian kita akan kalah sekali menang dua kali."
Demikian pula Han Sin hendak menjalankan siasat ini. Karena Tok-ong Kai Song Cinjin sudah terang tidak ada lawannya, biar dia saja mengorbankan diri menghadapi hwesio itu dan kalah, akan tetapi dengan demikian ia memberi kesempatan gurunya dan Pek Mao Lojin untuk mencari kemenangan dari lawan-lawan yang lain. Setelah bermufakat dengan kawan-kawannya, Kwee Cun Gan lalu berkata kepada Auwyang Tek,
"Kami mempunyai lima orang jago dan biarlah pibu ini diatur seorang lawan seorang sampai lima kali. Yang mendapat kemenangan sampai tiga kali berarti menang!"
Auwyang Tek tertawa girang.
"Bagus, kita siapkan jago masing-masing!"
Pemuda ini sudah merasa pasti akan menang, karena di fihaknya ada Tok-ong Kai Song Cinjin, ada Toat-beng-pian Mo Hun, Ma-thouw Koai-tung Kui Ek dan dua orang jago Jepang. Takut apa? Pasti menang.
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo