Ceritasilat Novel Online

Pusaka Gua Siluman 17


Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 17



Tadinya Im-Yang Thian-Cu dan Pek Mao Lojin yang menyaksikan tangan merah dari Siok Ho, saling pandang.

   "Kiranya kakek tua Kun-lun menurunkan kepandaiannya kepada bocah itu,"

   Kata Im-Yang Thian-Cu kagum. Mereka tidak memperhatikan Han Sin. Akan tetapi, setelah melihat kelakuan aneh dari Han Sin, Im-Yang Thian-Cu lalu menarik muridnya dan menyuruh Kwee Cun Gan mencari orang untuk mengantar pulang pemuda ini lebih dulu.

   Liem Hoan lalu menarik tangan anaknya diajak pergi dari situ untuk dirawat. Semua orang mengira Han Sin sudah bersikap aneh itu karena luka-lukanya mendatangkan demam. Tak seorangpun, kecuali Lee Ing, yang tahu bahwa Han Sin sedikitpun tidak demam dan bahwa ia tadi bersikap demikian dengan sungguh-sungguh dan sewajarnya!

   "Dia.... dewiku... betul berada di sini.!"

   Han Sin masih berkata seperti orang mengigau ketika Liem Hoan menarik anaknya ini keluar dari Lian-bu-koan.

   Memang hanya Han Sin saja yang tahu bahwa dia tadi telah ditolong lagi oleh gadis cantik seperti dewi kahyangan yang pernah mengobatinya itu. Ketika ia tadi menghadapi Tok-ong Kai Song Cinjin dengan tangan kosong dan nyawanya seolah-olah berada di telapak tangan Tok-ong, ia berdoa kepada "dewinya"

   Untuk membantunya, dan memang telah terjadi hal yang amat aneh. Tadinya ia terlempar dari atas panggung, mengira bahwa ia terkena pukulan Tok-ong. Akan tetapi kemudian ia tahu bahwa ia terlempar dari panggung sama sekali bukan oleh pukulan lawannya, melainkan ada tenaga ajaib yang memang menolong dan menyeretnya sehingga ia terluput dari pukulan Raja Racun itu. Setelah tadi ia melihat munculnya gadis itu, baru Han Sin merasa yakin bahwa tadi ia telah dibantu secara ajaib oleh kesaktian "dewi"

   Itu!

   Akan tetapi lain orang tidak tahu dan mereka sudah mencurahkan perhatian kepada pertandingan terakhir yang menentukan ini, sudah melupakan sikap aneh dari Han Sin. Hanya seorang saja yang menaruh perhatian khusus akan sikap itu dan kini orang itu memandang ke arah Lee Ing dengan penuh selidik. Orang ini adalah Tok-ong Kai Song Cinjin. Sebagai seorang sakti, Tok-ong sudah menaruh dugaan bahwa tadi ketika ia hendak membunuh Han Sin, rencananya gagal karena mungkin sekali Han Sin ditolong orang sakti.

   Gadis inikah orang sakti itu? Teringat pula Tok-ong akan tokoh aneh yang mengacau gedung Auwyang-Taijin, menyaru sebagai patung setan. Ini pulakah orangnya? Tak masuk di akal sekali. Masa seorang gadis semuda ini dapat memiliki kepandaian setinggi itu? Oleh karena bantahan hatinya sendiri ini, Tok-ong mengalihkan perhatiannya dan kini ia memperhatikan jalannya pertempuran antara muridnya dan murid Kun-lun-pai itu. Ia mengerutkan keningnya. Benar-benar Auwyang Tek terdesak hebat, terkurung oleh sinar pedang yang berkilauan seperti gulungan sinar perak itu. Pedang itu memang hebat sekali, lemas ringan dan ampuh. Siok Ho sendiri girang bukan main, juga kagum mempergunakan pedang pusaka yang ia pinjam dari gadis muda jenaka itu.

   "Bagus! Hantam terus! Ganyang terus sampai mampus!"

   Lee Ing berteriak-teriak sambil tertawa-tawa dan bertepuk tangan, nampaknya gembira sekali melihat Siok Ho mendesak Auwyang Tek yang menjadi sibuk setengah mati. Kegembiraan gadis ini menulari orang-orang Tiong-gi-pai yang juga menjadi girang melihat jago mereka mendesak musuh. Sorak-sorai bergemuruh membesarkan semangat Siok Ho.

   Auwyang Tek betul-betul kewalahan menghadapi terjangan-terjangan jago muda Kun-lun-pai ini. Semua pukulan Hek-tok-ciaug yang ia lakukan sebagai pembalasan, dapat dipunahkan oleh Siok Ho dengan pukulan-pukulan Ang-sin-jiu Sementara itu, pedang pusaka yang menyambar-nyambar laksana seekor naga benar-benar membuat Auwyang Tek mati kutu. Ia mulai main mundur, mengandalkan dua sarung tangannya untuk menangkis atau mengelak. Semua bubuk hitam yang tadi ia ulas-ulaskan ke sarung tangan itu sudah "pindah"

   Ke ujung pedang, disedot oleh besi sembrani. Sama sekali Auwyang Tek tak dapat membalas serangan lawan dan agaknya kekalahan baginya hanya tinggal soal waktu saja.

   Tiba-tiba terjadi perobahan yang aneh. Kalau tadi Auwyang Tek bergerak cepat untuk menghindarkan diri dari kurungan sinar pedang Siok Ho yang bergulung-gulung, sekarang putera menteri itu bergerak lambat-lambat saja, akan tetapi anehnya, setiap gerakannya merupakan kunci yang mematikan serangan lawan. Malah lebih dari itu, hanya dengan gerakan kaki mundur maju saja Auwyang Tek sudah berhasil mulai melakukan serangan-serangan balasan yang ampuh. Seolah-olah Auwyang Tek telah menemukan cara baru untuk menghadapi Siok Ho, atau seolah-olah pemuda itu mengeluarkan ilmu simpanannya yang lihai.

   Semua orang terkejut dan terheran-heran. Bahkan Pek Mao Lojin dan Im-Yang Thian-Cu yang berilmu tinggi, hanya bisa menduga-duga saja sambil nemandang ke arah Tok-ong Kai Song Cinjin. Pendeta Tibet itu kelihatan anteng, duduk tenang dan tekun seperti orang bersamadhi sambil matanya tajam menatap ke atas panggung. Dua orang tokoh itu hanya bisa menduga bahwa Tok-ong yang mempergunakan ilmunya membantu Auwyang Tek. Akan tetapi oleh karena andaikata membantu, bantuan itu tidak kelihatan dan tidak terbukti, mereka tak dapat berbual sesuatu, hanya memandang ke arah pertempuran dengan hati khawatir.

   Memang tidak salah dugaan Pek Mao Lojin dan Int-Yang Thian-Cu. Ketika melihat keadaan muridnya terdesak dan berbahaya, Tok-ong Kai Song Cinjin tentu saja tidak mau tinggal diam. Beberapa kali Auwyang-taijin melirik ke arahnya dengan wajah khawatir, akan tetapi Raja Racun itu hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu ia mengeluarkan ilmunya yang hebat.

   Biarpun ia duduk diam tidak bergerak dari tempatnya, biarpun bibirnya tidak kelihatan bicara, hanya bergerak sedikit saja, namun ia telah membantu muridnya. Hal ini hanya terasa oleh Auwyang Tek sendiri yang dalam kesibukannya mendengar suara gurunya, berbisik-bisik di dekat telinganya menyuruh ia tenang dan selanjutnya memberi petunjuk-petunjuk untuk menghadapi pedang lawan.

   Tok-ong Kai Song Cinjin adalah seorang tokoh ilmu silat yang memiliki kepandaian tinggi dan pengetahuan luas sekali. Boleh dibilang semua cabang ilmu silat ia kenal baik, di antaranya Kun-lun Kiam-hoat (Ilmu Pedang Kun-lun) pernah ia selidiki dan pelajari sehingga ia dapat mengetahui dasarnya. Maka sekarang melihat permainan pedang Siok Ho, setelah lewat puluhan jurus ia dapat mengenal pula dasar-dasar dan rahasianya. Maka dengan Ilmu Hoan-im-sin-kang (Tenaga Sakti Pindahkan Suara) ia membisikkan ke telinga muridnya semua gerakan-gerakan yang perlu dilakukan untuk mengimbangi permainan Siok Ho.

   Inilah sebabnya mengapa tiba-tiba keadaan menjadi berobah, sekarang malah makin lama gerakan-gerakan Auwyang Tek makin mantap dan teratur, mendesak Siok Ho dengan pukulan-pukulan Hek-tok-ciang! Biarpun Siok Ho selalu dapat menangkis dengan Ang sin-jiu dan menangkis dengan pedang, namun gerakan Siok Ho sekarang terbatas karena langkah-langkah dan gerakannya selalu tertutup seakan-akan Auwyang Tek sudah mengetahui ke mana ia hendak bergerak! Kini fihak Auwyang-Taijin bernapas lega, malah ada yang bersorak-sorak, sedangkan fihak Tiong-gi-pai memandang dengan muka pias dan bingung penuh kegelisahan.

   Tiba-tiba terdengar Auwyang Tek berseru bingung.

   "Bagaimana, suhu....?"

   Gerakannya tidak karuan dan sebentar lagi putera menteri ini bergerak-gerak seperti orang menari bingung, ilmu silatnya kacau balau tidak karuan! Apa yang terjadi? Ternyata bahwa telinga Auwyang Tek mendengar dua macam suara, kalau tadi suara Tok-ong Kai Song Cinjin berbisik-bisik di telinga kirinya, adalah sekarang pada saat yang Sama ada suara lain berbisik-bisik di telinga kanannya! Celakanya, suara yang terdengar di telinga kanannya itu bicara berbisik bisik tidak karuan, memberi petunjuk-petunjuk yang sama sekali berlawanan dengan petunjuk suara Tok-ong di telinga kirinya. Tentu saja Auwyang Tek menjadi bingung.

   Bagaimana ia tidak akan menjadi bingung kalau mendengar suara di telinga kiri.

   "Melangkah mundur dua tindak!"

   Lalu pada saat itu juga mendengar suara di telinga kanan.

   "Maju terus dua tindak!"

   Dengan suara yang keras? Mendengar dua suara yang berlainan, keduanya dekat benar dengan telinganya. membuat Auwyang Tek bingung dan pening kepala, apa lagi setelah suara di telinga kanannya itu tiba-tiba dengan nada mengejek menyakitkan hati! Dalam keadaan kacau balau itu. Auwyang Tek tak dapat mengelak lagi ketika ujung pedang Siok Ho membabat dan "brett...!"

   Bajunya di bagian punggung sobek sampai lebar. Untung tadi ia masih ingat untuk menyampok pedang itu, kalau tidak tentu kulit dagingnya ikut robek!

   Yang paling kaget melihat perobahan ini adalah Tok-ong Kai Song Cinjin. la maklum bahwa ada orang mengacaukan bantuannya pada Auwyang Tek. Cepat ia menengok ke arah rombongan Tiong-gi-pai. Di antara rombongan itu, orang-orang yang paling pandai hanyalah Pek Mao Lojin dan lm-Yang Thian-Cu. Akan tetapi dua orang ini duduk dengan muka tak bergerak, hanya memandang ke atas panggung dengan wajah berseri akan tetapi mata membayangkan keheranan besar. Juga mereka ini tidak mengerti mengapa terjadi hal-hal aneh dalam pertandingan itu.

   Akhirnya seperti orang diingatkan, Tok-ong menengok ke arah gadis muda yang duduk menyendiri. Wajah Kaja Racun ini tiba- tiba menjadi pucat, matanya berapi-api ketika ia melihat Lee Ing tertawa-tawa sambil bibirnya berkemak-kemik! Tak salah lagi, gadis itulah yang mengirim suara dari jauh mengacaukan Auwyang Tek dengan Ilmu Mengirim Suara Dan Jauh (Coan-ini-jim-bit)!

   "Orang-orang Tiong-gi-pai berlaku curang! Serang dan bunuh semua pemberontak ini!"

   Tiba-tiba Kai Song Cinjin memberi tanda dengan seruan keras. Memang sebelum pertandingan pibu dimulai, Auwyang-Taijin sudah mengatur siasat yang amat curang dan busuk. Kalau fihaknya menang dalam pibu, tidak akan terjadi apa-apa, akan tetapi kalau kalah, sudah diatur untuk menangkap atau membunuh semua orang Tiong-gi-pai! Tok-ong begitu melihat ada orang pandai membantu Siok Ho, dapat menduga bahwa muridnya akan kalah, maka ia mendahului dan memberi aba-aba menyerang.

   Mendengar teriakannya itu tidak hanya semua orang yang duduk di rombongan Auwyang-Taijin yang bangkit menghunus senjata, bahkan dari luar lian-bu-koan berbondong-bondong masuk banyak perwira dengan senjata di tangan, siap untuk mengeroyok dan menggempur musuh! Adapun Tok-ong Kai Song Cinjin sendiri melompat ke depan Lee Ing. terus menyerang sambil membentak.

   "Pengacau cilik, kau mengandalkan apamu berani main gila di depan pinceng?"

   Lee Ing tertawa.

   "Setan gundul, siapa sih takut padamu maka kau membuka mulut besar?"

   Pukulan atau lebih tepat hawa pukulan Tok-ong tiba dan Lee Ing dengan enaknya menggerakkan tubuh yang sekaligus melayang ke kiri.

   "Brakk!"

   Bangku yang tadi diduduki gadis itu hancur berkeping-keping bagaikan dihantam palu besar!

   "Memukul bangku, cucuku pun bisa!"

   Lee Ing mengejek sambil membuat gerakan menari di depan kakek gundul itu.

   Kai Song Cinjin menjadi makin marah, la menyerang terus sambil mengerahkan tenaga Iweekangnya. Kini ia dapat menduga siapa yang tadi membantu Liem Han Sin meluputkan diri dari pukulan-pukulan. Tentu gadis yang aneh dan lihai ini. Sungguhpun hal itu nampaknya tidak masuk di akal, namun menjadi kenyataan. Buktinya sekarang dengari tarian-tarian aneh gadis ini mempermainkannya dan mengelak dari semua pukulannya, seakan-akan pukulan-pukulan seperti Hek-tok-ciang, Coa-tok-sin-ciang dan Ngo-tok-kun yang serba beracun itu dianggap ringan dan main-main saja.

   Akan tetapi, Tok-ong Kai Song Cinjin adalah seorang sakti yang tingkat kepandaiannya sukar diukur lagi sampai bagaimana tingginya. Dia bukan seorang yang boleh dibuat main-main. Melihat gerakan-gerakan aneh dari Lee Ing, gerakan yang ia tidak mengenal sama sekali, ia mengeluarkan geraman keras menggetar untuk -melumpuhkan tenaga dalam gadis itu dan berbareng ia melakukan dorongan keras dengan kedua tangan menggunakan pukulan jarak jauh.

   Lee Ing biarpun belum banyak pengalamannya kalau dibandingkan dengan Tok-ong, namun berkat kepandaian sakti yang ia warisi, dapat berlaku waspada dan maklum bahwa serangan ini tak boleh dibuat main-main. Terhadap gerengan kakek itu ia mengeluarkan suara ketawa nyaring untuk melawannya, kemudian karena ingin coba-coba iapun mendorong dengan kedua tangannya ke arah Kai Song Cinjin.

   Hebat sekali pertemuan dua tenaga raksasa itu. Tenaga Kai Song Cinjin hebat bukan main, Iweekangnya sudah matang dan untuk masa itu kiranya tidak banyak orang dapat, melawan tenaganya. Akan tetapi Lee Ing telah mewarisi ilmu aneh yang luar biasa, pula ia telah makan tiga buah sian-li yang telah ratusan tahun umurnya. Di dalam tubuhnya mengalir hawa lm-Yang murni yang amat kuat, apa lagi ditambah oleh latihan-latihan ilmu silatnya yang aneh.

   Menghadapi dorongan tenaga Tok-ong Kai Song Cinjin, tubuhnya terpental ke belakang seperti daun kering tertiup angin. Akan tetapi ia masih tertawa-tawa dan turun ke atas tanah kurang lebih empat tombak di belakangnya. Sebaliknya, biarpun ia hanya mundur dua langkah, Tok-ong Kai Song Cinjin merasa dadanya sesak seakan-akan dorongannya tadi bertemu dengan bukit baja dan tenaganya membalik.

   Akan tetapi Lee Ing tidak memperdulikannya lagi. Gadis ini melihat betapa orang-orang Tiong-gi-pai dikeroyok dan maklum bahwa biarpun di situ ada Pek Mao Lojin dan Im-Yang Thian-Cu yang lihai dan sukar didekati oleh para perwira, akan tetapi kalau pertempuran diteruskan, orang-orang Tiong-gi-pai akhirnya akan kalah, la menggunakan kesempatan ketika tubuhnya terlempar jauh karena gelombang tenaga hawa pukulan Tok-ong Kai Song Cinjin tadi, terus saja ia menyerbu dan merobohkan empat orang pengeroyok Kwee Cun Gan, sambil berseru.

   "Paman Kwee, kau dan kawan-kawanmu larilah, biarkan aku menahan mereka!"

   Kwee Cun Gan kagum bukan main melihat ketangkasan gadis ini.

   "Kawan-kawan, mundur semua!"

   Teriaknya dengan keras, mengajak kawan-kawannya melarikan diri.

   Akan tetapi desakan fihak Auwyang-Taijin membuat perintah ini sukar dilaksanakan. Auwyang-Taijin sendiri, sesuai dengan rencana siasat, secara diam-diam telah pergi menyelamatkan diri ke dalam begitu mendengar aba-aba Tok-ong tadi. Pertempuran antara Auwyang Tek dan Siok Ho sudah selesai. Dengan sebuah tendangan kilat Siok Ho membuat Auwyang Tek terlempar ke bawah panggung di mana ia segera ditolong dan dibawa masuk oleh anak buahnya. Siok Ho lalu mengamuk ketika melihat kawan-kawannya dikeroyok. Pedang pinjamannya berkelebatan menimbulkan sinar bergulung-gulung yang merobohkan banyak orang.

   Pek Mao Lojin dan Im-Yang Thian-Cu sudah dikeroyok pula oleh Yokuto dan Manimoko, dibantu pula oleh beberapa orang perwira. Orang-orang Tiong-gi-pai lainnya sudah terseret dalam pertempuran hebat dan mati-matian. Terdengar teriakan-teriakan dan pekik kesakitan, orang-orang terjungkal mandi darah.

   "Saudara-saudara Tiong-gi-pai, larilah sebelum terlambat!"

   Terdengar pula Lee Ing berseru keras. Tubuhnya berkelebat lenyap mendekati Siok Ho. Pemuda ini yang sedang enak membabat dengan pedang pinjamannya, tahu-tahu merasa dirinya ditarik ke tempat aman, pedangnya sudah pindah tangan dan terdengar suara halus,

   "Saudara Siok Ho yang baik, sudah terlalu banyak kau membunuh orang. Keselamatanmu sendiri terancam, lekas kau lari!"

   Siok Ho menoleh dan melihat Lee Ing sudah memegang pedang pusaka itu, kemudian terlihat gadis itu menggerakkan pedangnya. Sekali bergerak saja enam orang pengeroyok roboh dan luka-luka sehingga yang lain menjadi kaget dan gentar.

   Pek Mao Lojin dan Im-Yang Thian-Cu, harap mundur dan melindungi saudara-saudara Tiong-gi-pai melarikan diri!"

   Kata pula Lee Ing sambil melompat mendekati tempat dua orang tokoh ini bertempur. Dua kali tubuhnya berkelebat dan terdengar suara nyaring sampai dua kali ketika pian kelabang di tangan Mo Hun dan tongkat burung di tangan Kui Ek terpental kena tangkisan pedang Lee Ing.

   Pek Mao Lojin tertawa.

   "Mataku yang tua sudah lamur, tidak melihat seorang muda yang sakti. Setelah orang seperti kau di sini, apa lagi gunanya kakek-kakek lemah seperti kami? Im-Yang Thian-cu, mari pergi!"

   Selain merasa tidak ada gunanya untuk melanjutkan pertempuran dengan orang-orang kerajaan karena salah-salah oleh kaisar mereka bisa dicap pemberontak-pemberontak, juga dua orang kakek ini melihat betapa pentingnya mereka melindungi orang-orang Tiong-gi-pai pergi dari situ. Di antara tiga puluh orang lebih anggauta Tiong-gi-pai sudah ada delapan orang yang roboh tewas dan di antaranya malah Kwee Tiong sudah menggeletak mandi darah. Pemuda yang amat marah ini sudah mengamuk hebat dan sudah merobohkan banyak lawan. Akan tetapi akhirnya ia harus mengakui keunggulan dua orang pengeroyok utamanya, yaitu Manimoko dan Yokuto. la roboh terkena bacokan pedang panjang dari jago-jago Jepang itu!

   "Celaka..!"

   Pek Mao Lojin berseru ketika melihat muridnya roboh terguling! Dengan gerakan cepat sekali ia melompat dan sekali menggerakkan kedua tangan ia berhasil membuat Manimoko dan Yokuto mundur terhuyung, lalu ia menyambar tubuh muridnya. Bersama Im-Yang Thian-Cu, kakek botak ini lalu membuka jalan darah dan melindungi Kwee Cun Cian dan kawan-kawannya keluar dari kepungan.

   "Tok-ong Kai Song Cinjin tak tahu malu!"

   Teriak Lee Ing.

   "Kalah pibu lalu mengeroyok, apa ini namanya orang gagah? Benar-benar pengecut hina dina! Kalau benar laki-laki, keroyoklah aku, jangan orang-orang Tiong-gi-pai!"

   Akan tetapi sambil berkala demikian, Lee Ing selalu melindungi orang-orang Tiong-gi-pai dari belakang, merobohkan setiap orang yang hendak mengejar.

   "Tar-tar-tar!"

   Mo Hun menyambarkan pian kelabangnya ke arah leher Lee Ing.

   "Oho, ini si pemakan bangkai muncul lagi!"

   Kata Lee Ing sambil menangkis dengan pedangnya dan.... pian itu lengket saja di situ! Mo Hun membetot keras dan tiba-tiba Lee Ing menggerakkan pedangnya dan sinar hitam menyambar ke arah Mo Hun berbareng dengan terlepasnya pian.

   Sinar hitam itu adalah bubuk beracun yang tadi melengket pada ujung pedang, dari sarung tangan Auwyang Tek ketika bertempur melawan Siok Ho tadi. Mo Hun gelagapan, tidak saja ia diserang sinar hitam, juga ia diserang oleh piannya sendiri. Ia pikir lebih berbahaya sinar hitam yang tidak diketahui apa itu, maka ia mengelak sambil merobohkan diri, dan tak dapat mencegah lagi ujung cambuk kelabangnya sendiri yang menyambar mukanya. Ia masih dapat miringkan kepalanya dan ini baik sekali karena hanya telinga kirinya saja yang robek, bukan mukanya! Darah mengalir dan daun telinganya terasa perih sekali. Tok-ong Kai Song Cinjin dan Ma-thouw Koai-tung Kui Ek, juga jago-jago lain segera menyerbu untuk mengeroyok Lee Ing.

   "Tangkap.....!"

   Mo Hun berteriak, mulutnya menyeringai kesakitan.

   "Dia itu puteri Souw Teng Wi....! Tangkap dia...!"

   Seruan ini menyelamatkan Kwee Cun Gan dan kawan-kawannya, karena mendengar bahwa gadis muda itu adalah puteri Souw Teng Wi, semua orang membalik dan beramai mengepung Lee Ing, dan orang-orang Tiong-gi-pai mendapat kesempatan untuk menyelamatkan diri. Beberapa orang penjaga yang berusaha menghadang mereka, mana bisa melawan orang-orang gagah ini, apa lagi di situ terdapat Pek Mao Lojin dan Im-Yang Thian-Cu?

   Lee Ing sendiri yang tadi sudah merasai kehebatan pukulan Tok-ong Kai Song Cinjin, tidak berani memandang rendah kepada musuh besar ini. Apa lagi sekarang di samping Tok-ong, masih terdapat banyak sekali orang-orang pandai seperti Mo Hun, Kui Lk, dan lain-lain. Pula, perwira-perwira dan pengawal-pengawal istana mulai berdatangan. Tidak akan ada gunanya melawan, pikirnya. la hanya menghendaki dapat bertempur satu lawan satu dengan musuh besarnya, Tok-ong Kai Song Cinjin. Akan tetapi pada saat seperti itu tak mungkin ia dapat berhasil membalas dendam ayahnya kepada Raja Racun itu.

   Karena tidak ingin membunuh banyak orang yaug tak dikenalnya, Lee Ing hanya menggunakan kelincahannya untuk mengelak ke sana ke mari di antara keroyokan banyak lawan itu sambil menabas putus banyak senjata dengan pedangnya, la maklum bahwa kalau ia dekat dengan Tok-ong, sukar untuk lolos, apa lagi sekarang Tok-ong menyerukan pengepungan yang lebih rapat, la selalu menjauhkan diri dari Tok-ong dan hal ini mudah baginya setelah Lian-bu-koan itu penuh orang. Setelah Lee Ing memperhitungkan bahwa orang-orang Tiong-gi pai sudah lari jauh, ia berseru,

   "Tok-ong, biar aku titip kepalamu itu di lehermu dulu. Lain kali aku datang mengambilnya!"

   Tok-ong Kai Song Cinjin marah sekali karena tidak berhasil mendekati gadis itu.

   "Hadang dia! Jangan boleh lari! Serbu, kepung.!"

   Akan tetapi siapa dapat mencegah gadis itu pergi? Setiap orang yang berani mencoba-coba untuk menghadang, segera roboh dengan tulang kaki patah-patah! Dengan kecepatan yang mengagumkan, gadis itu sudah dapat menyelinap di antara para pengeroyoknya dan melarikan diri ke luar, la terus dikejar, namun tanpa kesukaran apa-apa Lee Ing dapat meninggalkan para pengejarnya dan lari ke luar kota. Tok-ong membanting-banting kaki dan menyumpah-nyumpah.

   "Tolol semua!"

   Makinya.

   "Kalau tidak terhalang oleh kalian babi-babi tiada guna, pinceng sendiri bisa mengejar dan menangkapnya!"

   Kalau Tok-ong memaki-maki marah merasa kecewa dan juga malu sekali terhadap Auwyang-Taijin bahwa dia tidak bahasil membasmi semua orang Tiong-gi-pai maka di lain fihak Kwee Cun Gan dan kawan-kawannya yang sudah berhasil melarikan diri ke hutan, juga menderita kesedihan besar. Ternyata ada sembilan orang anggauta Tiong-gi-pai tewas, di antaranya Kwee Tiong! Pemuda gagah ini biarpun sudah tertolong oleh Pek Mao Lojin dan dibawa lari, namun luka-lukanya amat parah dan ia tak tertolong lagi. Dapat dibayangkan betapa sedihnya hati Kwee Cun Gan. Perkumpulannya terancam, banyak kawan tewas dan kini tidak aman lagi berada di tempat itu.

   "Tidak ada lain jalan. Kita harus ke utara dan menggabungkan diri dengan Raja Muda Yung Lo. menanti saat baik untuk menghancurkan durna-durna jahat itu,"

   Kata Kwee Cun Gan setelah pemakaman jenazah Kwee Tiong diurus beres, disaksikan oleh semua anggauta Tiong-gi-pai, juga Pek Mao Lojin dan lin-Yaug Thian-Cu hadir dalam upacara pemakaman.

   "Sudahlah, sudah cukup kiranya pinto mengotorkan tangan, mencampuri urusan dunia. Pinto minta permisi Kwee sicu dan betapapun juga, pinto tidak menyesal telah membantu pergerakanmu yang memang mulia,"

   Kata lm-Yang Thian-Cu sambil menarik napas panjang.

   Kwee Cun Gan menjura dalam ke arah Im-Yang Thian-Cu.

   "Totiang telah banyak menolong karni, dan tanpa bantuan totiang, kiranya Tiong-gi-pai telah terbasmi di Lian-bu-koan. Terima kasih dan selamat jalan, totiang, mudah-mudahan kelak kita saling bertemu pula."

   "Han Sin, apakah kau masih belum ingin ikut dengan pinto mencari perdamaian abadi?"

   Im-Yang-Thian-cu menengok ke arah muridnya. Han Sin sudah sembuh dari lukanya, kini kelihatan sehat dan segar, la berlutut di depan gurunya dan berkata dengan suara dan wajah bersungguh-sungguh,

   "Suhu, harap maafkan kalau teecu terpaksa belum dapat ikut. Pula, teecu merasa bahwa perdamaian abadi tidak ada gunanya kalau hanya dapat dirasakan oleh diri sendiri saja, seperti halnya kebahagiaan takkan ada artinya kalau hanya dimiliki oleh beberapa gelintir orang saja. Perdamaian abadi baru timbul kalau pengacau dan perusuh, penindas manusia dan pemeras rakyat kecil sudah terganyang habis! Bagaimana hati ini bisa damai kalau mata melihat rakyat diperas habis-habisan oleh kaum durna? Tidak, suhu. Teecu hendak melanjutkan perjuangan, membantu Tiong-gi-pai, membantu Raja Muda Yung Lo, dan kelak kalau perdamaian dan kebahagiaan sudah dimiliki oleh semua orang, terutama rakyat kecil bukan orang-orang besar seperti Menteri Auwyang dan kaki tangannya, baru teecu suka ikut dengan suhu."

   Im-Yang Thian-Cu mengerutkan kening.

   "Agaknya kaulah yang betul, muridku. Sesukamulah, lanjutkan perjuanganmu. Adapun aku sendiri... ah, untuk apa semua itu....? Untuk apa.....?"

   Tosu itu menggeleng-geleng kepalanya dengan muka sedih, lalu pergi dari situ tanpa bicara apa-apa lagi, kepalanya masih digeleng-gelengkan dan elahan napasnya terdengar.

   Pek Mao Lojin juga minta diri.

   "Lohu juga mau melanjutkan perantauan,"

   Katanya kepada Kwee Cun Gan.

   "senang sekali dapat membantu kalian dan biarpun aku kehilangan murid, namun dia tewas sebagai seorang gagah, seorang pahlawan yang berjuang demi kebenaran dan untuk memusuhi pengaruh-pengaruh jahat yang menindas rakyat. Yang baik-baik saja menjaga diri agar kalian dapat sampai di utara dengan selamat. Kelak apa bila tiba saatnya, pasti lohu tidak segan-segan untuk membantu lagi."

   Kakek botak ini dengan mulut tersenyum-senyum seperti biasa lalu pergi dari situ tanpa menghiraukan ucapan terima kasih dari Kwee Cun Gan.

   "Kalau kita semua ke utara untuk membantu Raja Muda Yung Lo, sebaiknya kita jangan datang dengan tangan kosong. Menurut keterangan Pek-kong-Sin-kauw Siok-taihiap dahulu, raja muda di Peking sudah membuat persiapan-persiapan untuk memperkuat kedudukan berhubung dengan makin meluasnya pengaruh para dunia. Kaisar Thai Cu agaknya tidak menghiraukan puteranya itu karena hasutan para durna, maka menurut dugaanku, kelak akan terjadi perebutan kedudukan. Sudah tentu kalau terjadi hal itu, kita akan memihak utara, karena kita tahu bahwa Raja Muda Yung Lo yang paling bijaksana dan tepat untuk memimpin rakyat, ke arah kemakmuran. Oleh karena itu, kita harus bekerja, sebelum ke utara, kita harus menghubungi orang-orang kang-ouw di selatan ini, memberi dorongan semangat kepada mereka agar jangan sampai masuk perangkap Auwyang Kansin (Menteri Korup Auwyang). Dengan demikian, mereka tidak akan dapat dibujuk oleh Tok-ong dan kelak dapat diharapkan bantuan mereka."

   Semua orang memuji buah pikiran Kwee Cun Gan ini. Memang Kwee Cun Gan mempunyai bakat menjadi pemimpin serta memiliki kecerdikan dan pemandangan luas.

   "Siauwte bersiap sedia melakukan petunjuk suheng."

   Kata Siok Ho kepada Kwee Cun Gan yang ia anggap suheng (kakek seperguruan).

   "Juga saya bersiap menanti perintah paman Kwee."

   Kata Liem Han Sin dengan penuh semangat. Yang lain-lain juga meniru kesanggupan dua orang muda itu. Kwee Cun Gan mengangkat tangan menyuruh semua orang diam.

   "Kita semua sekarang telah menjadi orang-orang buronan, tentu fihak Auwyang Kansin tidak mau tinggal diam saja dan sekali kita dilihat, tentu akan ditangkap sebagai pemberontak-pemberontak. Oleh karena itu, di selatan ini kita sudah tidak dapat bergerak bebas lagi. Berbahaya sekali kalau kita masih berkeliaran di sini. Oleh karena itu hanya sute Oei Siok Ho dan Han Sin yang tepat untuk menemui tokoh tokoh kang-ouw di selatan dan mengajak mereka bersama-sama membantu gerak an Raja Muda Yung Lo kalau saatnya sudah tiba. Dua orang ini selain muda, juga berkepandaian tinggi dan kiranya lebih mudah menjaga diri. Yang lain-lain secara berpencaran, mengajak kawan-kawan. sehaluan untuk bersama mengadakan persiapan. Akan tetapi yang kemarin ikut ke Lian-bu-koan, harus mengungsi ke utara."

   Demikianlah Kwee Cun Gan mengatur kawan-kawannya.

   Siok Ho dan Han Sin diberi tugas menghubungi orang-orang kang-ouw. Dua orang muda ini akan Melakukan perjalanan ke selatan, kemudian mengambil jalan memulai, seorang melalui barat dan seorang timur, untuk menyusul ke utara.

   "Jangan lebih dari enam bulan melakukan perjalanan ini,"

   Kata Kwee Cun Gan.

   "dan di dalam waktu itu apa bila kalian mendengar tentang pergerakan dari utara sudah dimulai, jangan membuang waktu, terus kalian menyusul kami untuk bersama-sama membantu Raja Muda Yung Lo."

   Agak berat hati Liem Hoan melepas puteranya, akan tetapi oleh karena puteranya pergi melakukan tugas mulia ia merelakan harinya, hanya memesan agar puteranya dapat menjaga diri baik-baik dan berhati-hati.

   "Gadis puteri Souw-taihap itu hebat, aku akan girang dan bangga kalau kelak kau bisa berjodoh dengan dia,"

   Kata Liem Hoan sebagai penutup.

   Merah wajah Han Sin la juga sudah mendengar tentang puteri Souw Teng Wi, gadis muda yang tadinya ia kira Kwan lm Pouwsat, akan tetapi ternyata seorang gadis yang berkepandaian tinggi itu. Juga mendengar bahwa sekarang Kwee Cun Gan dan lain lain angganta Tiong-gi-pai lama termasuk ayahnya sendiri, mengenal gadis itu sebagai Souw Lee lng yang dulu diculik oleh Toat-beng-pian Mo Hun. Memang tak dapat disangkal Iagi bahwa hati Liem Han Sin sekaligus jatuh cinta kepada gadis ini. Akan tetapi ia menjadi ragu-ragu kalau mengingat betapa mesra dain rukun agaknya hubungan antara Lee Ing dan Siok Ho!

   Setelah segalanya dirundingkau masak-masak, rombongan Tiong-gi-pai dibubarkan dan masing-masing mulai melakukan perjalanan sendiri-sendiri. Kwee Cun Gan berdua Liem Hoan langsung menuju ke utara untuk menghadap Raja Muda Yung Lo dan memberi laporan. Liem Han Sin dan Oei Siok Ho, dua orang muda gagah perkasa itu bersama dengan yang lain, malah menuju ke selaian. Mereka sudah bersepakat untuk mengambil jalan sendiri-sendiri ke selatan. Siok Ho hendak menghubungi orang-orang gagah di sepanjang Sungai Kan-kian sedangkan Han Sin hendak melakukan perjalanan di sepanjang Sungai Siang kian terus ke barat. ke Bukit Ta-liang san.

   Liem Han Sin berjalan seorang diri keluar dari wilayah Nanking menuju ke selatan, la berjalan dengan tenang dan sunyi. pikirannya masih penuh dengan bayangan gadis lincah jenaka yang telah menguasai hatinya, Souw Lee Ing. Di samping ini, juga ia merasa amat penasaran karena sebegitu jauh belum juga ia dapat membalaskan sakit hati atas kematian dua orang saudara perempuannya yang dibunuh oleh Auwyang Tek.

   "Aku harus belajar lagi,"

   Pikirnya.

   
Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"harus memperdalam ilmu silatku yang ternyata masih amat rendah. Aku harus berlatih keras, pertama-tama untuk dapat mengatasi Auwyang Tek, ke dua kalinya..."

   Jalan pikirannya berhenti dan terbayanglah ia kepada Lee Ing yang menurut orang-orang Tiong-gi-pai memiliki kepandaian yang amat tinggi! Ia harus dapat mengimbangi Lee Ing!

   "Siapa tahu,"

   Pemuda itu melanjutkan lamunannya.

   "siapa tahu dalam perjalanan menghubungi orang-orang kang-ouw ini aku akan bertemu dengan orang sakti yang suka menurunkan kepandaiannya kepadaku...."

   Akan tetapi hatinya menjadi gelisah kecewa kalau ia teringat akan Oei Siok Ho. Pemuda itu hebat, tampan sekali dan ilmu silatnya juga tinggi, lebih tinggi dari padanya. Bagaimana ia mampu bersaing dengan Siok Ho? Melihat sikap Lee Ing ketika meminjamkan pedang kepada Siok Ho, sudah dapat dilihat bahwa gadis itu suka kepada Siok Ho. Dia sendiri tidak melihat hal ini karena ketika terjadi ia masih pingsan. Akan tetapi kawan-kawan di Tiong-gi-pai yang tiada habisnya bicara tentang Lee Ing, mengatakan demikian. Bagaimana dengan Siok sendiri? Pemuda itu hanya tersenyum dengan wajahnya yang ganteng, tidak mau memberi komentar apa-apa.

   Hanya kata Siok Ho kepadanya.

   "Saudara Han Sin, kita bukan apa-apa kalau dibandingkan dengan nona Souw. Kepandaiannya sepuluh kali lebih menang dari kita."

   Anehnya, Siok Ho nampaknya tidak begitu memperhatikan Lee Ing, malah kelihatan jemu dan tidak senang kalau ada orang bicara penuh pujian terhadap gadis puteri Pendekar Besar Souw Teng Wi itu! Cemburu ataukah memang tidak ada perhatian? Masih sukar bagi Han Sin untuk menerkanya.

   Saking asyiknya melamun sambil berjalan perlahan, pemuda ini tidak merasa bahwa semenjak tadi ada orang mengejarnya dari belakang. Baru setelah orang itu dekat, ia mendengar gerakannya dan menoleh. Berubah wajah Han Sin dan ia cepat mencabut kipas dan pitnya. Sepasang senjata ini adalah senjata suhunya. Im-Yang Thian-Cu meninggalkan sepasang senjatanya kepada muridnya ini untuk bekal dalam perjalanan karena senjata pemuda ini telah rusak oleh Tok-ong Kai Song Cinjin.

   Pengejarnya bukan lain orang, adalah Ma-thouw-Koai-iung Kui Ek! Kakek bermuka burung ini menyeringai penuh ejekan, nampaknya girang sekali karena ia berhasil mendapatkan seorang buronan yang cukup berharga. Memang tidak salah dugaan Kwee Cun Gan, Menteri Auwyang menjadi marah sekali mendengar bahwa orang-orang Tiong-gi-pai dapat meloloskan diri. Pembesar ini segera memberi perintah kepada orang-orangnya untuk melakukan pengejaran dan mengerahkan sejumlah besar tentara penjaga keamanan. Juga menteri yang berhati palsu ini melapor kepada kaisar bahwa gerombolan pemberontak bernama Tiong-gi-pai dipimpin oleh Kwee Cun Gan telah membunuh banyak perwira. Kaisar yang mendengar laporan ini tentu saja memberi ijin untuk membasmi gerombolan itu.

   Tok-ong Kai Song Cinjin mengerahkan pembantu-pembantunya, melakukan pengejaran secara berpencar. Dia sendiri segera mengejar ke utara karena Tok-ong maklum bahwa orang-orang Tiong-gi-pai mengandalkan pengaruh Raja Muda Yung Lo untuk memusuhi fihak Menteri Kerajaan Beng.

   Akan tetapi Kui Ek dan Mo Hun berpikir lain. Dua orang ini suka membantu Menteri Auwyang hanya karena mereka ingin memperoleh kedudukan mulia dan kemewahan hidup belaka, berlindung di bawah kewibawaan kaisar. Akan tetapi kalau pemerintah Beng-tiauw akan berperang dengan Raja Muda Yung Lo misalnya, mereka tentu merasa enggan untuk membantu. Bagi mereka, tidak ada pikiran sedikitpun tentang tata negara dan tidak berfihak kepada siapapun. Pokoknya asal dapat hidup senang dan siapa yang dapat menjamin kesenangan dialah yang akan mereka bantu.

   Akan tetapi kalau sampai harus bermusuhan dengan raja muda di utara yang kabarnya didukung oleh orang-orang gagah di utara nanti dulu. Itu terlalu berbahaya! Maka keduanya tidak mengejar ke utara agar jangan sampai berganti musuh dengan tokoh-tokoh utara. Mo Hun melakukan pengejaran ke timur sedangkan Kui Ek ke barat. Mereka juga hendak melanjutkan kesenangan mereka merantau, karena di kota raja sudah tidak ada apa-apa lagi. Kalau orang-orang Tiong-gi-pai sudah pergi semua, ada apa lagi sih harus tinggal di kota raja?

   Inilah sebabnya maka Kui Ek secara kebetulan dapat bertemu dengan Han Sin. Tentu saja kakek bermuka burung itu girang sekali karena terbuka kesempatan baginya utnuk membuat jasa dan menerima pahala dengan menangkap Liem Han Sin, seorang tokoh Tiong-gi-pai yang sudah dicap pemberontak-pemberontak, la sudah melihat sendiri kepandaian pemuda ini ketika melawan Tok-ong Kai Song Cinjin, karenanya ia memandang rendah.

   "Aha, murid lm-Yang Thian-Cu! Kebetulan sekali, agaknya sudah nasibmu untuk mati dalam usia muda setelah kau terlepas dari tangan Tok-ong!"

   Kata Kui Ek tertawa-tawa dan menggoyang-goyangkan tongkatnya. Liem Han Sin sama sekali tidak kelihatan takut, malah bibirnya menyungging senyum mengejek.

   (Lanjut ke Jilid 17)

   Pusaka Gua Siluman (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 17

   "Kukira siapa, tidak tahunya Ma-thouw Koai-tung Kui Ek yang kemarin dulu keok dalam pibu oleh suhu."

   Mendengar kata-kata ini dan melihat senjata kipas dan pit di tangan pemuda itu. Kui Ek menjadi marah sekali. Panas hatinya karena diejek tentang kekalahannya melawan Im-Yang Thian-Cu.

   "Bagus, sekarang kau muridnya yang harus membayar hinaan itu!"

   Serunya dan cepat sekali tongkatnya sudah digerakkan menyerang kepala Han Sin.

   Tentu saja pemuda itu tidak berani berlaku lambat. Cepat ia mengelak dan balas menyerang dengan pit di tangan kanannya. Pemuda ini pernah bertanding melawan Tok-ong, sama sekali tidak gentar biarpun nyawanya terancam bahaya maut, apa lagi sekarang hanya melawan Kui Ek. Biarpun tingkat kepandaian Kui Ek memang lebih tinggi darinya, namun pemuda yang gagah berani ini sama sekali tidak menjadi jerih. Dengan sepenuh tenaga ia mengerahkan kepandaiannya, mati-matian melawan Ma-thouw Koai-tung Kui Ek. Ketabahan dan kenekatan pemuda ini banyak membantunya, membuat gerakan-gerakannya jauh lebih cepat dan berbahaya sehingga Kui Ek sendiri terpaksa berlaku hati-hati menghadapi lawan yang tabah ini.

   "Gurumu saja sudah payah melawanku, apa lagi kau!"

   Kui Ek sengaja mengejek untuk membuyarkan pencurahan perhatian (konsentrasi) lawannya yang benar-benar ulet itu. Akan tetapi Han Sin sama sekali tidak terpengaruh, bahkan la tiba-tiba mengibaskan kipasnya ke arah muka lawan, tubuhnya menyelinap di bawah tongkat yang menyambar-nyambar, terus maju sambil "memasukkan"

   Pitnya mencoba menotok lambung lawannya. Kui Ek terkejut dan cepat ia membanting tubuhnya ke belakang, menggunakan tongkatnya yang ditekan pada tanah untuk melambung lagi dan berjungkir balik ke belakang. Hanya dengan cara begini ia dapat menyelamatkan diri. Bukan main marahnya Ma-thouw Koai-tung Kui Ek. Serangan tadi hampir saja mencelakakannya. Kalau sampai lambungnya terkena totokan tadi, amat boleh jadi ia akan roboh!

   "Bangsat cilik lihat pembalasanku!"

   Teriak Kui Ek dan tongkatnya menyambar ganas. Tongkat yang ujungnya dipasangi kaitan itu kini bergerak dengan cepat dan kuat, membuat Han Sin repot menangkis dan mengelak. Sebentar saja Han Sin yang memang kalah tinggi tingkatnya, hanya mampu mempertahankan diri saja. Kui Ek mulai lagi dengan ejekan-ejekannya sambil mendesak terus dengan pukulan pukulan mautnya.

   Han Sin dalam kerepotannya dan Kui Ek dalam kesombongannya itu tidak dapat melihat adanya seorang gadis yang baru datang dengan gerakan yang cepat sekali, Gadis ini adalah Lee Ing. Setelah menolong orang-orang Tiong-gi -pai melarikan diri dari kepungan Tok ong Kai Song Cinjin dan kawan-kawannya. Lee Ing segera meninggalkan Nanking hendak mencari ayahnya di utara. Akan tetapi kalau ia teringat akan sikap Han Sin, ia menjadi tidak enak sekali. Pemuda itu menganggapnya seorang dewi, menganggapnya Kwan lm Pouwsat, benar benai menggelikan dan juga mengharukan.

   Ia harus menemui pemuda itu, pemuda yang berjiwa gagah perkasa, dan membuktikan bahwa dia bukan seorang dewi kahyangan, melainkan seorang gadis biasa. Sikap yang diperlihatkan oleh Han Sin ketika menghadapi Tok-ong, benar-benar sikap seorang pemuda gagah perkasa yang menjamah hati nurani gadis ini. Lee Ing paling menghargai kegagahan, dan sikap Han Sin memang sikap seorang ksatria, membuat gadis itu tertarik sekali dan timbul rasa suka dan simpati. Maka ia merasa tidak enak kalau pemuda itu mendewi-dewikan dia. Di samping ini, iapun hendak memancing keterangan dari Han Sin tentang ayahnya.

   Ketika orang-orang Tiong-gi-pai meninggalkan hutan ternpat persembunyian mereka, Lee Ing yang bersembunyi di luar hutan menjadi terheran-heran melihat Siok Ho dan Han Sin menuju ke selatan, tidak seperti lain-lain kawan yang menuju ke utara. Lee Ing juga maklum bahwa orang-orang gagah ini tentu akan menggabungkan diri dengan pemerintah di utara, maka ia merasa heran mengapa dua orang pemuda ini malah berangkat ke selatan, la segan untuk muncul karena setelah apa yang ia lakukan di Lian-bu-koan, tentu ia menjadi pusat perhatian dan pujian, dan hal ini Lee Ing paling benci. Ia datang ke Nan-king hanya untuk mencari ayahnya dan untuk membalas dendam kepada Tok-ong, yang lain ia tidak perduli. la membantu Tiong-gi-pai adalah perserikatan yang membela ayahnya.

   Ketika ia melihat Siok Ho dan Han Sin berjalan ke selatan, ia diam-diam mengikuti mereka. Diam-diam gadis remaja ini membuat perbandingan. Benar-benar dua orang muda yang hebat, sama-sama gagah perkasa dan keduanya tampan. Akan tetapi Lee Ing tetap saja lebih terpikat oleh Siok Ho, pemuda yang gerak-geriknya halus dan ganteng sekali itu. Di luar tahunya dua orang muda itu, Lee Ing terus mengikuti mereka dengan diam-diam dan gadis ini menjadi merah mukanya, jengah dan malu kepada diri sendiri yang sebagai seorang gadis membanding-bandingkan dua orang pemuda!

   Akan tetapi di persimpangan jalan, dua orang pemuda itu berpisahan, Siok Ho ke timur dan Han Sin ke barat. Lee Ing menjadi bingung. Hatinya ingin ia mengikuti Siok Ho, akan tetapi pikirannya menyuruhnya menemui Han Sin. Sampai lama ia berdiri di persimpangan jalan, sebentar memandang ke timur, sebentar ke barat. Hatinya bimbang sekali dan ia belum dapat mengambil keputusan harus menyusul siapa setelah dua orang muda itu tidak kelihatan bayangannya lagi.

   Tiba-tiba gadis itu melompat dan menyelinap di balik rumpun karena telinganya yang tajam pendengarannya itu mendengar tindakan orang dari jauh. Benar saja, tak lama kemudian kelihatan kakek bertongkat burung berlari-lari cepat. Lee Ing terkejut melihat bahwa kakek ini adalah Ma-thouw Koai-tung Kui Ek Sampai di persimpangan jalan Kui Ek ragu-ragu sebentar lalu membelok ke kanan, ke arah barat ke mana Han Sin tadi melanjutkan perjalanannya.

   Tentu saja Lee Ing mengkhawatirkan Han Sin yang akan menghadapi bencana kalau sampai tersusul oleh kakek ini. Akan tetapi, gadis ini tidak segera mengejar, menanti sampai beberapa lama untuk melihat apakah selain Kui Ek tidak ada orang lain lagi yang melakukan pengejaran terhadap dua orang muda itu. Akhirnya, setelah yakin bahwa tidak ada musuh lain, ia lalu mengejar ke barat dan melihat betapa Kui Ek seperti dugaannya, telah mendesak Han Sin dengan tongkat burungnya yang lihai. Gadis ini dengan marah hendak turun tangan, akan tetapi ia mendapatkan pikiran lain dan membalikkan tubuh, menyelinap di belakang batang pohon lalu melompat dengan gerakan seringan burung walet ke atas pohon di atas tempat dua orang itu bertempur.

   Sementara itu, Han Sin makin terdesak, tongkat Kui Ek makin hebat mengurungnya dan agaknya sebentar lagi pemuda itu tentu akan roboh. Wajah Han Sin penuh keringat, demikian pula leher dan kedua lengannya, akan tetapi biarpun ia sudah lelah sekali, biarpun napasnya sudah agak terengah-engah, sepasang matanya masih bersinar penuh keberanian dan gerakan sepasang senjatanya masih dahsyat dan berbahaya. Mau tidak mau di dalam hatinya Kui Ek terpaksa memuji kegagahan pemuda ini. Juga ia merasa penasaran sekali. Masa dia tidak mampu merobohkan lawan muda ini dalam tiga puluh jurus?

   Dengan gemas Kui Ek merobah ilmu silatnya. Sekarang ia menggunakan tangan kanan saja untuk mainkan tongkatnya menyerang lawan, sedangkan tangan kirinya melakukan serangan-serangan pula dengan pukulan dahsyat. Ternyata Kui Ek telah mengeluarkan ilmu tongkatnya yang paling dahsyat, seperti yang ia mainkan ketika ia menghadapi Im-yang Thian-cu. Ia selalu menyerang dengan pukulan maut, mempergunakan ujung tongkat sehingga pemuda itu tidak sempat membalas, dan pukulan-pukulan tangan kirinya disertai tenaga Iweekang sepenuhnya sampai angin pukulannya menyambar-nyambar dan membuat baju Han Sin berkibar.

   "Kalau dalam sepuluh jurus kau tidak jatuh, biar aku orang she Kui dianggap kalah saja!"

   Kata Kui Ek mengejek sambil memperhebat serangannya Han Sin sampai terhuyung-huyung ke belakang karena sambaran angin serangan lawannya benar-benar hebat tak tertahankan.

   "Celaka,"

   Pikir Han Sin. kali ini aku tewas...!

   Akan tetapi tiba-tiba wajahnya berseri dan matanya bersinar, terdengar ia menjawab.

   "Begitukah? Baik, mari kita menghitungnya!"

   Kui Ek benar-benar kagum.

   Pemuda itu sudah terdesak hebat. Baru terkena sambaran angin pukulann saja sudah terhuyung ke belakang dan kiranya dalam satu dua jurus takkan kuat menahan serangannya, namun masih dapat menjawab dengan nada menantang! la mengirim pukulan pertama setelah tongkatnya membuat gerakan melingkar tiga kali di atas kepala sendiri, lalu meluncur ke arah kepala, Han Sin dengan dahsyat.

   Pukulan ini disebut Rajawali Menyambar Ular Laut, hebatnya bukan main. Kalau Han Sin menangkis, tentu kipas atau pitnya yang dipakai menangkis akan hancur berikut lengan dan pundaknya karena di dalam pukulan ini tersembunyi tenaga Iweekang yang dahsyat dan jauh lebih kuat dari pada tenaga pemuda itu. Kalau hendak mengelak, tidak mungkin karena semua jalan keluar sudah dihadang oleh tangan kiri Kui Ek yang siap mengirim pukulan maut!

   Akan tetapi hebatnya, Han Sin malah berkata lagi.

   "Jurus ke satu...."

   Dan mengibaskan kipasnya ke arah ujung tongkat yang menyambar sambil mengajukan kaki dan merendahkan tubuh, menikam dengan pitnya ke arah lutut lawannya, la menangkis berbareng menyerang!

   Kui Ek hampir tertawa terbahak melihat kenekatan pemuda yang dianggapnya amat tolol ini. Menangkis saja tak mungkin kuat, bagaimana masih dibarengi dengan serangan pula? Sebelum pemuda itu tahu akan kesalahannya, kepalanya pasti sudah hancur! Akan tetapi tiba-tiba ia terpaksa menelan kembali ketawanya, malah hampir ia berseru kaget ketika merasa tongkatnya itu terpental mundur oleh kibasan kipas Han Sin. Ini sama sekali tidak disangka-sangkanya dan ia terpaksa mencelat mundur untuk meluputkan diri dari tusukan pit di lututnya. Hebat sekali, pikirnya.

   Bagaimana pemuda ini tiba-tiba jadi sekuat itu? Kibasan kipas tadi malah lebih kuat dari pada kibasan Im-yang Thian-cu! Kenapa baru sekarang pemuda itu mengeluarkan ilmunya? Ataukah hanya kebetulan saja?

   Kui Ek penasaran sekali, tak mungkin pemuda ini tiba-tiba saja berobah menjadi orang yang bertenaga Iweekang kuat sekali. Tentu ada apa-apa yang tidak beres, la memutar tongkatnya dan menyerang lagi, lebih dahsyat dari pada tadi. Kini tongkatnya menghantam ke arah lambung Han Sin dari arah kiri. Batu karang saja akan hancur agaknya oleh pukulan ini, apa lagi lambung manusia dari kulit daging! Datangnya saja sudah membawa angin dingin dan amat mengerikan.

   Akan tetapi, pemuda itu memandang dengan mata tidak berkedip, sedikitpun tidak memperlihatkan rasa takut, malah ia tersenyum-senyum sambil berkata lagi,

   "Jurus ke dua.!"

   Memang hebat pemuda ini. Tidak saja ia tidak takut, bahkan ia menghitung serangan lawan dan pukulan tongkat itu ia tangkis dengan pitnya di tangan kiri. Hampir saja Kui Ek menarik kembali pukulannya saking heran dan gelinya. Agaknya pemuda ini sudah miring otaknya, pikirnya. Bagaimana pukulan tongkat sehebat yang ia lakukan itu, hendak ditangkis dengan sebatang pit kecil? Akan tetapi karena penasaran mengingat serangannya yang pertama tadi, ia malah melanjutkan pukulannya dengan pengerahan tenaga sekuatnya.

   "Traakkl"

   Tongkat itu terpental dan Kui Ek melompat mundur sampai tiga langkah. Mukanya pucat sekalil Ia memandang kepada Han Sin yang berdiri tersenyum-senyum di depannya seperti orang melihat setan di tengah hari. Bagaimana mungkin ini? Tongkatnya yang kuat itu tertangkis oleh pit Han Sin menjadi terpental seakan-akan bertemu dengan bukit baja! Dari mana pemuda itu tiba-tiba memperoleh tenaga sehebat itu?

   Kalau memiliki tenaga seperti ini, mengapa tadi terdesak dan baru sekarang mempergunakannya? Kalau memang pemuda itu memiliki tenaga seperti itu, tentu tadi-tadi ia sudah kalah! Kui Ek benar-benar tidak mengerti. Ia memandang kepada tongkatnya, tidak ada apa-apa yang aneh. Apa tiba-tiba ia kehilangan tenaganya? Merasa ragu-ragu akan diri sendiri, Kui Ek mengayun tongkatnya ke kiri. Terdengar suara keras dan batu karang pecah berhamburan.

   "Eh, Kui Ek, apa kau sudah berubah ingatan? Batu tidak apa-apa kau pukul?"

   Han Sin menegur. Kui Ek makin-tidak mengerti. Tenaganya masih baik, la mengeluarkan suara menggeram lalu menyerang lagi, kini lebih cepat dan lebih hebat dari pada tadi.

   "Jurus ke tiga!"

   Han Sin menghitung terus sambil menangkis atau menyampok dengan seenaknya ke arah ujung tongkat, akan tetapi tiap kali ia menangkis, tongkat Kui Ek pasti terpental kembali. Kui Ek terus menyerang dan Han Sin terus menangkis sambil menghitungi jurus dan sepuluh kali Kui Ek dibikin terheran-heran karena tongkatnya selatu kena ditangkis, juga karena sampai telapak tangannya sendiri pecah-pecah kulitnya dan berdarah sedangkan pemuda itu segar bugar berdiri di depannya tanpa mengganti langkah atau berpindah tempat. Hal yang ajaib telah terjadi dan ini terlalu hebat bagi Kui Ek.

   "Sudah sepuluh jurus dan kau harus mengaku kalah, Kui Ek,"

   Kata Han Sin.

   "Aku melihat setan....!"

   Kui Ek menggerutu, memutar tubuhnya dan... lari pergi dari tempat itu, dikejar oleh suara ketawa Han Sin. Kui Ek tidak mendengar kata kata Han Sin perlahan.

   "Sayang, kalau dengan tenagaku sendiri, tak mungkin kubiarkan tikus busuk itu melarikan diri!"

   "Kita bukan Giam lo-ong. tak baik mencabut nyawa orang lain!"

   Terdengar suara halus dan tahu-tahu Lee Ing sudah berdiri di depan Han Sin. Pemuda ini memandang penuh kekaguman, kemudian ia menjatuhkan diri berlutut dan berkata,

   "Berkali-kali aku menerima pertolongan lihiap hingga aku masih dapat bernapas sampai saat ini, entah bagaimana aku dapat membalas budi itu."

   Lee Ing tersenyum.

   "Saudara Han Sin, kalau kau tidak nemandang aku sebagai seorang dewi atau bersikap sungkan-sungkan seperti ini, aku sudah senang. Orang-orang segolongan seperti kita ini, tolong-menolong sudah jadi kebiasaan dan sewajarnya, mengapa kau membikin aku menjadi malu dan tidak enak saja. Harap kau suka berdiri, kita bicara seperti kawan sendiri."

   Han Sin bangkit berdiri mengangkat muka menatap wajah gadis itu penuh kekaguman, juga mukanya menjadi merah, entah mengapa ia merasa sungkan-sungkan dan malu sekali.

   "Nona memiliki kepandaian tinggi seperti Kwan Im Pouwsat, memiliki kemuliaan seperti seorang dewi, bagaimana aku berani mengangkat diri sejajar dengan nona dan mengaku Segolongan?"

   Katanya perlahan sambil menarik napas panjang. Biarpun mulutnya bilang begitu, di dalam hatinya pemuda itu merasa sedih dan menyesal sekali mengapa ia tidak dapat mengimbangi kepandaian nona yang telah menundukkan hatinya ini!

   Lee Ing cemberut, pura-pura marah.

   "Saudara Liem, belum pernah selama hidupku bertemu dengan orang yang begitu pandai memuji seperti kau. Kalau aku tidak yakin bahwa kau. seorang pemuda jujur, tentu kuanggap semua pujianmu ini bujukan-bujukan belaka! Eh, saudara Han Sin, apa kau tidak suka menganggap aku seperti orang biasa dan sebagai kawan saja?"

   Han Sin menjadi gugup.

   "Tentu saja..."

   Jawabnya cepat.

   "tentu saja aku suka sekali. Agaknya aku yang bodoh dan tidak berharga ini sedang dikasihani oleh Thian sehingga menemukan nasib begini baik. Menjadi sahabatmu, nona? Aduh, tentu saja aku senang sekali! Kalau saja aku bisa berbuat sesuatu untukmu, katakan saja, aku siap melakukan perintahmu "

   Wajah Lee Ing menjadi merah, apa lagi ketika ia melihat betapa sepasang mata pemuda itu memandangnya, mata yang memandang mesra, penuh kasih, penuh kekaguman. Ahh, mengapa bukan mata Oei Siok Ho yang memandang seperti itu kepadanya? He, mengapa teringat kepada Siok Ho lagi? Lee Ing mencela diri sendiri dalam hatinya.

   "Saudara Han Sin, aku memang sengaja mencarimu untuk minta tolong sedikit saja...."

   "Katakan lekas, aku siap melakukannya!"

   Lee Ing tersenyum geli melihat sikap pemuda ini, betapapun juga sikap ini menyenangkan hatinya.

   "Aku tidak minta kau melakukan sesuatu, hanya minta keterangan tentang ayahku, mungkin kau mengetahui di mana sebetulnya ayahku dan bagaimana keadaannya?"

   "Aku mendengar bahwa kau adalah puteri Souw-taihiap, pahlawan yang gagah perkasa itu, nona. Semenjak dahulu aku sudah merasa kagum sekali kepada Souw-taihiap, seorang pejuang rakyat perkasa yang rela dimusuhi para menteri dorna, rela dikejar demi membela rakyat. Pantas saja kau ini puterinya dan...."

   "Setop! Kau mulai memuji-muji lagi, bagaimana sih? Aku tanya tentang dia, dan kau memuji-muji saja!"

   Han Sin cepat-cepat menjawab.

   "Maaf nona. Maafkan aku yang bicara menurutkan perasaan hati. Sebetulnya aku sendiri juga tidak begitu mengerti jelas apa yang telah terjadi dengan Souw-taihiap. Menurut yang kudengar dari kawan-kawan di Tiong-gi-pai, Souw-taihiap telah berhasil diselamatkan dan kini berada di utara. Akan tetapi, agaknya tempatnya itu tersembunyi karena tak seorangpun yang mengetahui. Hal inipun tidak aneh karena banyak orang memusuhi Souw-taihiap, malah banyak orang kang-ouw yang berusaha mendapatkannya karena pengkhianat-pengkhianat macam Auwyang-taijin menjanjikan hadiah besar sekali bagi siapa yang dapat menangkap Souw-taihiap, hidup atau mati. Tentu saja tempatnya itu disembunyikan dan dirahasiakan oleh raja muda di utara."

   Lee Ing mendengarkan dengan penuh perhatian, kemudian mengangguk-angguk.

   "Terima kasih atas keteranganmu ini, saudara Han Sin. Bagaimanapun juga, kalau mengetahui bahwa ayah tidak berada di tangan musuh, hatiku sudah menjadi lega. Aku akan menyusul dan mencari ke utara."

   "Akupun sedang menuju ke Peking!"

   Seru Han Sin gembira sekali mendengar gadis itu hendak pergi setujuan dengan dia.

   Lee Ing mengerling dan tersenyum mengejek.

   "Hemm, menurut pendapatku, kau sekarang ini tidak sedang menuju ke utara, melainkan ke selatan, saudara Han Sin!"

   Han Sin sadar akan kesalahannya bicara, maka ia cepat-cepat menyambung,

   "Aku memang akan menyusul kawan-kawan ke utara, hanya aku bertugas untuk menghubungi orang-orang gagah di sepanjang Sungai Hsiang-kang, terus ke Bukit Ta-liang-san untuk mencari kawan-kawan satu haluan dan memperingatkan orang-orang gagah agar mereka jangan sampai terbujuk membantu menteri-menteri durna di Nan-king."

   Lee Ing mengerutkan kening.

   

Siluman Gua Tengkorak Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gila Dari Shantung Karya Kho Ping Hoo Siluman Gua Tengkorak Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini