Ceritasilat Novel Online

Pusaka Gua Siluman 18


Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 18



"Mengapa begitu? Apakah di utara kekurangan orang gagah?"

   Dengan muka sungguh-sungguh Han Sin memberi penjelasan kepada nona yang agaknya tidak mengerti sama sekali tentang keadaan pemerintahan.

   "Begini nona. Biarpun tadinya Kaisar Thai Cu adalah pahlawan rakyat Cu Goan Ciang yang berjuang mengusir Bangsa Mongol bersama dengan ayahmu, akan tetapi setelah menjadi kaisar menjadi amat lemah, Kekuasaan di istana boleh dibilang berada dalam tangan menteri durna seperti bangsa Auwyang-taijin itu. Oleh karena itu sudah dapat diramalkan bahwa rakyat yang tertindas takkan mau menerima begitu saja. Dulu rakyat berjuang mati-matian mengusir penjajah untuk membasmi kaum penindas dan penghisap, sekarang biarpun yang memegang kekuasaan bangsa sendiri, namun segala macam penindas harus pula dibunuh tanpa memilih bulu! Coba saja bayangkan, siapa yang takkan marah melihat pahlawan besar seperti ayahmu itu dikejar-kejar seperti seorang pengkhianat? Coba kau tengok keadaan rakyat tani, lalu bandingkan dengan kedudukan para pembesar macam Auwyang-taijin. Padahal dahulu yang berjuang mati-matian melawan penjajah Mongol adalah anak-anak para petani itu, bukan orang-orang macam Auwyang-taijin! Sekarang sinar terang kelihatan memancar dari utara. Pangeran atau Raja Muda Yung Lo adalah seorang pemimpin besar yang selalu mengangkat penghidupan rakyat kecil. Kepada beliau kita menyerahkan nasib, juga kepada beliau kita hendak menyerahkan tenaga membantu usaha merobohkan musuh rakyat. Oleh karena perjuangan kita selalu berdasarkan kerakyatan, maka sekarang pun aku diberi tugas untuk menghubungi orang-orang gagah di dunia kang-ouw untuk membantu kalau kelak tenaga mereka dibutuhkan."

   Lee Ing inengangguk-angguk biarpun ia hanya mengerti setengah-setengah saja. Persoalan yang dikemukakan oleh Han Sin tadi terlampau sulit dan ruwet baginya. Akan tetapi ia amat kagum dan menganggap pemuda itu. benar-benar seorang gagah yang jarang keduanya.

   "Apa kau sudah yakin bahwa orang-orang gagah di dunia kang-ouw mau membantu?"

   Tanyanya.

   Han Sin mengerutkan keningnya.

   "Hal itu masih amat diragukan. Orang-orang berkepandaian tinggi seperti Tok-ong Kai Song Cinjin, Toat-beng-pian Mo Hun, Ma-thouw Koai-tung Kui Ek dan sebangsanya, biarpun mereka itu tokoh-tokoh kang-ouw yang terkenal, masih mau menjual diri kepada menteri-menteri durna. Tentu saja segala sesuatu itu ada yang membantu ada yang menentang."

   Tiba-tiba terdengar suara keras dan dari depan nampak debu mengepul. Ketika Lee Ing dan Han Sin memandang penuh perhatian, ternyata Ma-thouw Koai-tung Kui Ek nampak berlari-lari seperti orang ketakutan, menyeret tongkatnya dan lewat di dekat mereka tanpa menoleh. Di belakangnya kelihatan debu mengepul tinggi, akan tetapi debu ini bergerak cepat ke depan, mengejar Kui Ek!

   "Bocah aneh.....!"

   Kata Lee Ing perlahan.

   Han Sin yang pandang matanya masih tertutup debu tidak melihat apa-apa, menjadi heran. Akan tetapi setelah gulungan debu yang bergerak itu datang dekat, iapun melihat bahwa di dalam gulungan debu itu memang terdapat orangnya, seorang bocah laki-laki paling banyak dua belas tahun. Bocah ini memakai pakaian aneh berwarna merah, kepalanya gundul, matanya benar-benar seperti gundu.

   Tangannya memegang sebuah gelindingan surung yang patah sebelah rodanya. Karena ia menyurung gelindingan yang rodanya sudah patah sebelah, maka mainan nu menimbulkan debu yang bergulung tinggi. Tentu saja hal ini sudah aneh sekali, kalau bocah biasa paling-paling membuat debu mengepul sedikit, tidak seperti ini. Bocah itu berlari cepat dengan kedua kakinya yang telanjang, sambil bersungut-sungut.

   "Kalau tidak kau ganti gelindinganku, biar lari ke laut akan kukejar kau!"

   "Adik kecil, kalau roda gelindinganmu rusak, mana kubikin betul!"

   Han Sin berkata. Pemuda ini merasa kasihan melihat bocah itu dan entah mengapa, ia ingin menghibur dan menolongnya. Tentu saja ia sama sekali tidak mengira bahwa Kui Ek tadi lari ketakutan karena bocah ini!

   Lee Ing yang lebih tajam pandangan matanya, hanya tersenyum dan menoleh kepada Han Sin.

   "Kau memang berhati mulia."

   Bocah itu berhenti berlari, menatap wajah Han Sin dengan alis berkerut. Setelah berhadapan muka baru Han Sin tercengang melihat sinar mata yang amat tajam dan luar biasa dari bocah itu, sama sekali tidak seperti pandang mata kanak-kanak.

   "Kau bisa membikin betul? Nih!"

   Anak itu memberikan gelindingannya kepada Han Sin. Han Sin menerima gelindingan itu dan menahan seruan kaget dan heran, la tadinya mcngira bahwa gelindingan itu tentu gelindingan kayu seperti biasa barang permainan kanak-kanak, akan tetapi gelindingan ini ternyata terbuat seluruhnya dari pada besi! Roda besi patah-patah mana bisa ia membikin betul? Sementara bocah itu, seakan akan tidak melihat sinar kebingungan di mata Han Sin, terus berkata sambil merengut,

   "Kakek muka ayam itu menyebalkan sekali Gelindinganku dia injak. Kumaki dia, dia memukul dengan tongkat. Aku menangkis dan gelindinganku rusak terpukul oleh tongkatnya. Baiknya ada kau orang baik yang bisa membikin betul gelindinganku, kalau tidak tentu aku tak mau sudah dan terus mengejarnya sampai dapat."

   Dari bingung. Han Sin menjadi kaget sekali mendengar omongan itu. Tidak bohongkah anak ini? Mungkinkah anak yang masih belum dewasa ini mampu menangkis pukulan tongkat Ma-thouw Koai-tung Kui Ek?

   "Lekas bikin betul! Katanya mau membikin betul, kok hanya ditimang-timang saja?"

   Anak itu menegur Han Sin yang menjadi makin bingung.

   Akhirnya dengan muka merah Han Sin mengembalikan gelindingan itu sambil berkata.

   "Menyesal sekali, aku tidak bisa. Kukira tadi gelindingan kayu, tidak tahunya gelindingan besi. Aku tidak bisa bikin betul."

   "Kalau tidak becus, kenapa tidak dari tadi-tadi bilang?"

   Anak itu menegur dengan mulut merengut.

   "Kau juga menyebalkan seperti si muka burung!"

   Karena merasa sudah salah janji, biarpun hatinya mendongkol kena dimaki oleh seorang bocah, Han Sin diam saja. Akan tetapi bocah itu agaknya tidak puas kalau hanya memaki. Diangkatnya gelindingan yang bergagang panjang itu, lalu disodokkan ke perut Han Sin!

   "Eh. adik kecil, jangan kau kurang ajar!"

   Seru Han Sin yang menjadi gemas juga. Akan tetapi karena yang menyerang hanya anak kecil, tentu saja ia merasa enggan untuk melawan, maka ia hanya menggeser kaki ke pinggir, mengelak sambil tangannya menyampok gagang gelindingan.

   Tak dinyana tak dikira, gagang gelindingan itu ditarik kembali dan dari samping mendorong lagi mengenai paha Han Sin yang tiba-tiba merasa pahanya kaku dan sakit sekali. Kagetlah ia, cepat-cepat ia mengerahkan Iweekang ke arah paha untuk menahan dorongan keras itu dan menarik kakinya. Tetap saja ia terdorong sampai terhuyung huyung ke belakang! Dengan mata terbelalak heran, terkejut, dan kagum tercampur marah Han Sin memandang bocah itu setelah dapat berdiri tegak.

   "Bocah kepala besar, kau ini anak siapa begini tidak tahu aturan?"

   Lee Ing membentak sambil melangkah maju mendekati anak itu, Anak laki-laki itu menengok, gerakannya cepat sekali. Melihat yang menegurnya seorang gadis jelita yang mengerutkan kening, dia mengeluarkan suara ketawa aneh.

   "Aduh cantiknya! Paman tentu senang melihatmu. Hayo kau ikut aku bertemu dengan paman, biar aku diberi hadiah!"

   Katanya menyeringai, matanya yang besar itu berputaran.

   Merah wajah Lee Ing.

   "Bocah gelandangan, kotor sekali pikiran dan mulutmu!"

   Bentaknya dan tangannya digerakkan untuk menjewer telinga anak itu.

   Akan tetapi Lee Ing juga kecele seperti Han Sin tadi karena memandang rendah. Jewerannya biarpun dilakukan dengan gerakan tangan cepat sehingga tahu-tahu jari tangannya sudah dekat dengan telinga anak itu, namun dengan gerakan aneh anak itu masih dapat menyelamatkan telinganya dan jari tangan Lee Ing hanya menyentuh kulit daun telinga sedikit saja.

   "Eh, kau melawan? Nona manis kalau melawan ditawan saja, kata paman!"

   Kata bocah nakal itu. Gagang gelindingannya digerakkan dan tiga serangan beruntun merupakan totokan-totokan lihai mengancam jalan darah di tubuh Lee Ing!

   "Anak iblis, jangan main gila!"

   Kini Lee Ing benar-benar marah. Sekali tangannya bergerak. gelindingan itu dapat dirampasnya dan ditekuk patah lalu dilempar ke atas tanah.

   "Cialat (celaka)! Kiranya lihai amat....l"

   Bocah itu berseru sambil mengambil langkah seribu, lari secepatnya ke barat.

   "Anak setan, sebelum minta ampun, jangan harap dapat lari pergi!"

   Lee Ing mengejar. Juga Han Sin ikut mengejar dengan hati tertarik sekali. Belum pernah selama hidupnya ia melihat seorang bocah berusia dua belas tahun selihai bocah ini. Bocah yang aneh sekali dan berkepandaian tinggi. Tentu orang tuanya memiliki kepandaian luar biasa, atau mungkin juga gurunya, pikir Han Sin. Dia sedang melakukan tugas menghubungi orang-orang pandai di selatan untuk kelak diajak membantu meruntuhkan kekuasaan yang menindas rakyat. Siapa tahu kalau dari bocah ini, ia bertemu dengan tokoh-tokoh sakti yang akan dapat membantu kelak.

   "Bocah setan, ini terima kembali gelindinganmu!"

   Teriak Lee Ing sambil melemparkan gagang gelindingan yang tadi dipungutnya ketika melakukan pengejaran. Gagang gelindingan itu meluncur seperti anak panah melayang di atas kepala yang gundul pelontos itu dan menunjam ke bawah menancap di atas tanah depan anak itu! Lee Ing melakukan perbuatan ini untuk menakut-nakuti bocah itu agar tidak berlari terus. Akan tetapi anak itu benar-benar luar biasa.

   "Benar-benar gouwsu (berbahaya)!"

   Terdengar ia berseru. Lain orang akan jatuh tersungkur kalau berlari terus menumbuk gagang gelindingan yang sudah tertancap seperti batang pohon di depannya. Akan tetapi tubuh anak itu mencelat ke atas dan jauh ke depan seperti seekor kijang melompat, setibanya di tanah kembali ia mengenjot tubuhnya melompat-lompat jauh ke depan. Dengan cara begini ia dapat melompat seperti kijang, meloncati semak-semak dan jurang dan sebentar saja lenyap dari pandangan mata!

   "Nona Souw....., jangan lukai dia....!"

   Han Sin mencegah ketika melihat Lee Ing menyambar sebuah batu kecil dengan maksud hendak menimpuk bocah itu dengan batu. Lee Ing menunda niatnya dan memandang heran.

   "Bocah setan masih kecil sudah jahat, apa lagi kelak kalau sudah dewasa, kalau tidak sekarang diberi hajaran supaya takut, kelak sudah terlambat,"

   Omel gadis ini yang merasa tidak puas akan cegahan Han Sin tadi.

   "Anak itu masih begitu kecil sudah lihai sekali, tentu dia anak atau murni orang sakti. Aku sedang bertugas menghubungi orang-orang pandai, bukankah ini kesempatan baik sekali?"

   Lee Ing mengangguk-angguk.

   "Betul juga katamu itu. Mari kita susul dia!"

   Han Sin menoleh ke kanan kiri, akan tetapi anak tadi sudah tidak kelihaian bayangannya.

   "Dia cepat sekali, sudah menghilang..."

   Katanya kecewa.

   "Biarpun cepat, masa kita tak dapat mengejarnya? Dia tadi lari ke sana,"

   Kata Lee Ing sambil menudingkan telunjuk kirinya. Han Sin memandang dan melihat bahwa di luar hutan terdapat lembah hijau Sungai Yang-ce kiang terbentang luas dan kelihatan segar kehijauan. Di sana-sini terdapat rawa tertutup gerombolan pohon yang merupakan hutan-hutan, ada yang kecil dan banyak pula yang lebat. Lembah hijau penuh rumput itu terletak di tengah-tengah, dan di beberapa bagian kelihatan air Sungai Yang-ce-kiang yang mengalir tenang dan megah.

   "Dia tadi lari ke jurusan hutan di sebelah kiri lembah rumput hijau itu, mari kita lekas susul, akupun ingin berkenalan dengan guru atau orang tuanya,"

   Kata Lee Ing.

   Dua orang muda ini lalu berlari cepat menuju ke tempat itu. Akan tetapi ilmu lari cepat Lee Ing jauh lebih menang dari pada Han Sin. Biarpun Han Sin mengerahkan semua tenaganya, tetap saja tertinggal. Lee Ing menoleh ke belakang dan sengaja memperlambat larinya agar Han Sin dapat menyusulnya, akan tetapi Han Sin yang merasa khawatir takkan dapat mengejar anak itu, berkata,

   "Nona Souw, kau teruslah. Kejar dia dulu jangan sampai kehilangan jejaknya. Aku menyusul di belakangmu!"

   Lee ing mengangguk dan sekali tubuhnya melesat, ia telah berada jauh di depan dan sebentar lagi ia sudah menghilang di dalam hutan lebat itu. Han Sin kagum bukan main, menggeleng-geleng kepala dan menarik napas panjang.

   "Hebat.... hebat sekali dia... mana aku patut di sampingnya?"

   Kata-kata terakhir ini keluar dari bibirnya ketika pemuda ini teringat akan kata-kata ayahnya yang ingin sekali mengambil Lee Ing sebagai mantunya.

   "Dia cantik jelita seperti bidadari, dia sakti seperti dewi... Han Sin... Han Sin.... kau tolol sekali merindukan dia. Seperti si gila merindukan bulan...."

   Tiba-tiba hati pemuda ini menjadi sedih sekali. Akan tetapi ia segera teringat akan tugasnya dan cepat ia lari mengejar.

   Sementara itu, dengan kepandaiannya yang luar biasa serta keringanan tubuhnya, cepat sekali Lee Ing melakukan pengejaran memasuki hutan lebat itu. Akan tetapi ia tidak melihat bayangan bocah aneh itu, juga tidak melihat jejaknya. Hutan yang liar dan luas itu penuh pohon-pohon besar dan kelihatannya sunyi menyeramkan, tidak kelihatan tanda-tanda ada manusia pernah menginjaknya. Lee Ing penasaran, Tidak mungkin matanya menipunya.

   Biarpun tadi ia tidak mengejar dan berhenti untuk bicara dengan Han Sin, namun jelas betul ia melihat bocah gundul itu berlari masuk ke hutan ini. la terus maju dan mencari-cari. Kemudian Lee Ing yang cerdik itu melompat naik ke atas pohon, terus merayap ke puncaknya dan berdiri di atas cabang yang paling tinggi. Bagaikan seekor burung besar ia berdiri tegak, kepalanya menonjol keluar antara daun-daun hijau dan ia memandang ke sana ke mari.

   Usahanya berhasil. Dari puncak pohon ini ia melihat samar-samar genteng rumah di depan, di pinggir hutan ini sebelah barat Tentu di sana rumah si gundul kurang ajar tadi, pikirnya. Ketika ia hendak melompat turun, tiba-tiba pandang matanya tertarik oleh empat bayangan orang yang bergerak cepat sekali dari belakang. Lee Ing menanti sampai bayangan-bayangan itu datang dekat. Dari jauh sukar mengenal muka mereka.

   Hanya seorang yang berlari di tengah nampaknya berpotongan tubuh yang sudah dikenalnya. Ketika mereka sudah datang dekat, dengan heran sekali Lee Ing melihat bahwa orang yang berlari di tengah itu bukan lain adalah Liem Han Sin. Akan tetapi keheranannya berkurang bahkan terganti kemarahan ketika ia melihat betapa kedua tangan Han Sin dipegangi oleh dua orang yang berlari di kiri kanannya. Jelas bahwa Han Sin merupakan seorang tawanan.

   Lee Ing sudah gatal-gatal tangannya hendak menerjang dan menolong Han Sin, akan tetapi melihat cara tiga orang itu berlari, Lee Ing tidak berani berlaku sembrono. Mereka itu ternyata adalah orang-orang berilmu tinggi dan andaikata dia turun tangan, bagaimana kalau mereka menyerang Han Sin? Kenyataan bahwa mereka menawan Han Sin dan tidak melukainya menjadi bukti bahwa mereka itu tidak bermaksud buruk, la memandang dengan penuh perhatian kepada tiga orang yang menawan Han Sin dengan hati agak lega karena mereka itu ketiganya bukanlah anggauta kaki tangan Auwyang-taijin.

   Orang pertama yang berlari di depan adalah seorang perempuan muda, berwajah manis dan berpakaian indah, usianya paling banyak dua puluh lima tahun, tangan kanan memegang pedang dan tangan kiri memegang gendewa kecil. Gerak-gerik dan cara ia berdandan menandakan bahwa wanita ini adalah seorang pesolek dan genit. Dua orang yang memegangi lengan Han Sin di kanan kiri adalah dua orang laki-laki berusia tiga puluhan, bertubuh tinggi besar dan sikapnya kasar. Seorang memegang ruyung dan seorang lagi di pinggangnya tergantung sepasang senjata gembolan yang kelihatannya berat.

   Melihat cara mereka berlari, Lee Ing dapat mengetahui bahwa wanita itu kepandaiannya paling tinggi di antara mereka, sedangkan dua orang laki-laki kasar itu juga bukan orang sembarangan, cara mempergunakan ilmu lari cepat tidak kalah oleh Han Sin. Setelah tiga orang itu lewat, Lee Ing cepat melayang turun dari atas pohon dan diam-diam melakukan pengejaran. Tepat seperti dugaannya, tiga orang itu membawa Han Sin menuju ke rumah yang tadi terlihat gentengnya dari atas pohon.

   Setelah dekat Lee Ing menjadi makin terheran-heran Rumah itu terletak di pinggir hutan dan dikelilingi tembok tebal, akan tetapi tidak terlalu tinggi Dari luar tembok kelihatan bangunan yang indah dan di tengah-tengah kelompok rumah itu terlihat bangunan loteng yang bentuknya seperti menara. Pohon-pohon berbuah tumbuh di belakang tembok dan tempat itu benar-benar menyenangkan dan enak ditempati.

   la melihat mereka membawa Han Sin memasuki pintu gerbang yang segera ditutup kembali. Pintu gerbang merah terbuat dari pada besi yang amat kuat. Lee Ing menanti sebentar lalu menyelinap ke samping, berdiri di luar tembok dan berpikir-pikir apa yang harus dilakukannya.

   Di atas tembok yang mengelilingi bangunan itu terdapat gambar-gambar orang yang lucu dan sudah jelas bahwa penggambarnya tentu seorang bocah. Tentu bocah gundul kurang ajar itu yang menggambar, pikir Lee Ing.

   Selagi ia berdiri memandangi gambar corat-coret di tembok itu, tiba-tiba ia mendengar suara orang dari balik tembok. Lee Ing hendak bersembunyi akan tetapi sudah tidak keburu lagi karena dari balik tembok melompat dua orang laki-laki dengan senjata di tangan. Segera ia mengenal dua orang yang tadi memegangi lengan Han Sin, dua orang laki-laki tinggi besar yang kelihatan kasar dan kuat. Orang yang pertama memegang ruyung dan yang ke dua memegang sepasang gembolan.

   "Betul tajam pandang mata Ciong-kongcu, gadis ini benar cantik jelita!"

   Kata si pemegang gembolan sambil tertawa menyeringai memperlihatkan gigi yang besar-besar dan kuning. Sebal dan jijik Lee Ing melihatnya, akan tetapi juga ia menjadi geli dan hampir tak dapat menahan ketawanya. Siapakah yang mereka maksudkan dengan Ciong-kongcu? Apakah si gundul itu yang mereka panggil kongcu? Dengan senyum mengejek Lee Ing memandang pada dua orang itu.

   "Kalian ini pringas-pringis (menyeringai kuda) seperti monyet mau apakah?"

   Tegur Lee Ing yang merasa makin sebal melihat dua orang itu hanya

   tersenyum-senyum sambil memandang kepadanya secara kurang ajar.

   Dua orang itu saling pandang.

   "Galak, kok?"

   Kata si pemegang gembolan.

   "Bunga indah tentu berduri, kuda baik tentu liar, gadis cantik tentu galak dan sukar didekati. Ini ucapan Ciong-siauw-ya (Tuan Muda Ciong) dan ternyata cocok sekali. Ha-ha-ha!"

   Kata si pemegang ruyung.

   "Loheng (kakak tua), kita mendapat tugas mencobanya. Marilah!"

   Kata si pemegang ruyung pula dan tiba-tiba ia menggerakkan senjatanya menyerang Lee Ing sambil berkata.

   "Awas, nona manis, jangan sampai kulitmu yang halus lecet oleh ruyungku!"

   Lee Ing marah sekali. Cepat ia mengelak, akan tetapi sepasang gembolan orang ke dua sudah menyambar dari atas dengan gerakan yang dahsyat dan amat berbahaya. Dalam sekejap mata saja Lee Ing sudah dikurung dan didesak hebat oleh dua orang itu yang biarpun sikapnya main-main akan tetapi ternyata serangannya sungguh-sungguh dan tidak boleh dipandang ringan. Tentu saja Lee Ing tidak gentar biarpun kepandaian dua orang itu memang betul-betul lihai sekali dan memiliki ilmu silat yang sifatnya ganas dan aneh. Akan tetapi ia menjadi marah dan mengambil keputusan untuk memberi hajaran kepada dua orang yang sama kurang ajarnya dengan bocah gundul tadi.

   "Kalian mau coba-coba? Boleh!"

   Sinar berkilauan membuat dua orang itu terkesiap dan silau ketika Lee Ing mencabut pedangnya yang tipis dari pinggangnya.

   Dua orang itu mendesak maju lagi dengan serangan-serangan mereka yang ganas. Lee Ing tertawa perlahan, tubuhnya mencelat dan berkelebat cepat sekali, disusul dengan gerakan-gerakannya yang luar biasa. Dua orang itu mengeluarkan seruan kaget, senjata mereka diputar cepat dan kacau karena mereka sudah dibikin bingung oleh gerakan pedang Lee Ing. Alangkah kaget hati mereka ketika mereka tak dapat lagi menggerakkan senjata yang telah menempel pada pedang nona itu Ditarik-tarik sekuat tenaga, didorong-dorong bagaimanapun juga, senjata-senjata itu tidak dapat terlepas..

   "IImu siluman....!"

   Si pemegang gembolan sudah berteriak kaget dan ketakutan, mukanya sudah berubah pucat. Juga si pemegang ruyung nampak takut-takut dan ngeri.

   Lee Ing tertawa lagi, kaki kanan dan tangan kirinya bergerak ringan dan... dengan teriakan-teriakan kesakitan dua orang itu terpental ke belakang sampai menubruk tembok, sedangkan senjata-senjata mereka tetap menempel pada pedang Lee Ing! Dengan kepala benjol-benjol dan tubuh sakit semua, dua orang itu merayap bangun, memandang ke arah Lee Ing dengan mata terbelalak dan mulut celangap, kemudian seperti mendapat komando, mereka melompat ke atas tembok.

   "Dia siluman....!"

   Terdengar lagi si pemegang ruyung berseru. Dapat dibayangkan betapa takut hati mereka ketika ruyung dan gembolan itu terbang mengikuti dan memukul punggung dan kepala mereka. Si pemegang ruyung terpukul kepalanya oleh ruyungnya sendiri sampai benjol sebesar telur angsa, sedangkan si pemegang gembolan terpukul punggung dan kepalanya dari kiri kanan sampai pipinya bengkak-bengkak sebesar gembolannya sendiri! Mereka mengaduh-aduh sambil berlari-lari terus ke dalam.

   Tentu saja kalau tadi ia mau, dengan mudah la dapat membunuh dua orang lawannya itu, akan tetapi Lee Ing tidak menghendaki hal ini. Pertama karena ia memang tidak mempunyai permusuhan sesuatu dengan penghuni rumah itu, kedua kalinya dan ini yang terutama, Han Sin berada di tangan mereka. Dia harus menyelamatkan dulu pemuda itu.

   Lee Ing menyimpan kembali pedangnya dan tanpa ragu-ragu ia melompat ke atas tembok dan terus melompat ke dalam, la melihat taman yang indah dan melalui sebuah lorong kecil ia berlari terus menuju ke ruangan depan yang lebar. Rumah itu amat indah dan mewah, perabot-perabotnya juga serba indah. Benar amat mengherankan di tempat sesunyi itu terdapat sekelompok rumah yang indah ini.

   Ruangan depan sunyi saja dan Lee Ing dengan berani maju terus melalui sebuah pintu, memasuki ruangan tengah. Ruang tengah ini lebih luas dari pada ruang depan, lantainya mengkilap dan dindingnya dihias lukisan-lukisan indah.

   Begitu Lee Ing memasuki ruang ini, ia berdiri terpaku keheranan. Ia melihat Han Sin berdiri, baru saja bangkit dari bangkunya melihat ia masuk. Yang duduk berhadapan dengan pemuda ini ada tiga orang. Seorang laki-laki berusia empat-puluh lima tahun, tinggi kurus berjenggot pendek dan matanya yang melotot lebar serupa benar dengan mata bocah gundul tadi.

   Orang ke dua adalah seorang pemuda berusia kurang dari tiga puluh tahun, mukanya panjang dan matanya liar agak kekuningan kulit mukanya, sedangkan orang ke tiga adalah wanita yang menawan Han Sin. Selain tiga orang ini, juga bocah gundul tadi duduk di pojok, menghadapi meja penuh makanan dan agaknya tidak memperdulikan kedatangan Lee Ing karena sedang makan dengan lahapnya. Juga di depan meja Han Sin dan tiga orang itu terdapat hidangan-hidangan.

   "Nona Souw, kita berada di rumah orang-orang segolongan. Tuan rumah ini adalah Sin-jiu Ciong Thai, orang gagah nomor satu di lembah Sungai Yang-ce-kiang. Ciong-hujin (Nyonya Ciong) ini juga seorang wanita gagah yang sudah terkenal dengan julukan Bu-eng-sin-kiam (Pedang Sakti Tanpa Bayangan) tokoh Go-bi-pai. Saudara ini adalah adik Ciong-enghiong bernama Ciong Sek."

   Orang yang diperkenalkan itu hanya memadang tajam kepada Lee Ing, sama sekali tidak berkata apa-apa dan juga tidak berdiri menyambut. Sikap mereka dingin saja, hanya Ciong Sek memandang dengan mata liar penuh taksir! Lee Ing yang baru saja turun di dunia kang-ouw, mana mengenal nama-nama ini? Berbeda dengan Han Sin yang sudah sering kali menjelajah dunia kang-ouw bersama suhunya, ia mengenal nama-nama ini biarpun baru sekarang bertemu muka.

   Nama Sin-jiu Ciong Thai adalah nama yang sudah tersohor. Seperti dapat diduga dari julukannya, yaitu Sin-jiu atau Tangan Sakti, tokoh kang-ouw ini adalah seorang ahli silat tangan kosong yang tangguh. Selain ilmu silatnya, juga ia terkenal sebagai seorang aneh dari golongan hek-to (jalan hitam), seorang yang tidak berpartai, tidak tunduk kepada siapapun juga dan berwatak aneh.

   Ilmu silatnya juga termasuk ilmu silat hitam, atau ilmu silat yang diwarisi dari golongan Sia-pai (Golongan Jahat) biarpun lihai dan aneh sekali akan tetapi tidak dihargai oleh orang-orang kang-ouw partai besar seperti Kun-lun-pai atau Go-bi-pai. Sudah lama Sin-jiu Ciong Thai tidak pernah muncul di dunia kang-ouw dan hal ini terjadi semenjak ia kehilangan isterinya.

   Ciong Thai yang terkenal ganas dan kejam itu hampir gila ketika isterinya yang ia cinta meninggal dunia, meninggalkan seorang anak laki-laki yang sudah berusia sepuluh tahun. Akhirnya, atas bujukan adiknya, Ciong Sek, ia menikah lagi dengan seorang wanita muda cantik dan gagah, yaitu Bu-eng-sin-kiam Giam Loan.

   Karena Giam Loan memang cantik dan genit, dahulunya sebelum menjadi isteri Ciong Thai sudah merupakan seorang perempuan liar, maka sebentar saja Ciong Thai terjatuh di bawah pengaruhnya. Apa lagi memang isteri barunya ini jauh lebih muda dari padanya. Celakanya, adiknya Ciong Sek juga seorang pemuda yang tidak sehat jiwanya sehingga pemuda ini tidak malu-malu dan tidak sungkan-sungkan lagi untuk mengkhianati kakaknya dan melakukan perhubungan yang tidak senonoh dengan Giam Loan, iparnya sendiri! Hal ini terjadi hampir secara berterang, dan Ciong Thai tidak bisa berbuat apa-apa! Ia terlalu takut dan terlalu sayang kepada isterinya yang muda, takut kalau ditinggal pergi.

   Yang paling buruk nasibnya adalah Ciong Swi Kiat, putera Ciong Thai, bocah gundul itu. Ia tidak diperhatikan lagi, tidak mendapat pendidikan yang baik, dan ayahnya hanya memperhatikan makan pakaiannya saja, asal cukup makan cukup pakaian, sudah! Tidak mengherankan apa bila anak itu tumbuh besar dan menjadi rusak. Tidak saja amat nakal, juga kurang ajar dan meniru segala perbuatan dan sikap tidak baik dari ayah dan pamannya, juga dari dua orang anak buah atau murid pamannya yang bernama Thio San dan Ho Kai Reng yaitu dua orang yang tadi mengeroyok Lee Ing.

   Demikianlah keadaan penghuni rumah mewah itu secara singkat telah dituturkan dan sekarang kembali kita menengok keadaan Lee Ing yang menghadapi mereka. Melihat sikap dingin pemilik rumah, apa lagi mengingat sambutan tuan rumah yang menyuruh orang mengeroyoknya, Lee Ing tersenyum mengejek mendengar Han Sin memperkenalkan mereka.

   "Liem-twako (kakak Liem). kau bilang tuan rumah sekeluarga adalah orang-orang segolongan dan orang-orang gagah, akan tetapi jelas mereka itu tidak pandai menyambut tamu. Masa begitu datang mengerahkan dua ekor anjingnya untuk menggigit tamunya. Laginya, kau datang dengan tangan dicengkeram, apa kau masih bisa bilang mereka itu pandai menerima tamu?"

   Dengan matanya Han Sin memberi tanda supaya Lee Ing menghentikan bicaranya dan jangan bersikap demikian, namun mana gadis ini mau menurut? Tadi melihat Han Sin diseret orang, hatinya sudah panas, lalu ditambah lagi dengan pengeroyokan dua orang terhadap dia, sekarang melihat sikap tuan rumah yang dingin itu membuat ia cukup mendongkol.

   "Liem twako, aku tidak ingin berkenalan dengan mereka dan kalau kau sudah selesai dengan. urusanmu, mari kita melanjutkan perjalanan!"

   Kata pula Lee Ing sambil memandang ke arah Han Sin. Aneh sekali, mendengar ucapan Lee Ing itu Han Sin cepat-cepat berdiri menghadapi tuan rumah sambil menjura dan berkata penuh hormat,

   "Ciong-enghiong, harap kau sudi memaafkan, nona Souw masih terlalu muda dan terburu nafsu. Kalau dianggap bersalah, biarlah siauwte yang akan menanggung hukumannya...."

   
Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Akan tetapi kata-katanya tidak diperdulikan orang karena tiba-tiba tuan rumah, yaitu Ciong Thai, menggerakkan tubuhnya dan "brakkkk!"

   Bangku yang ia duduki amblas ke dalam tanah sampai dua dim lebih! Hebat sekali pengerahan Iweekang untuk memberatkan tubuh ini. Lantai itu keras, akan tetapi kaki bangku dari kayu toh dapat amblas sebegitu dalamnya! Di lain saat Ciong Thai sudah melompat dan berdiri di depan Lee Ing, matanya yang besar-besar itu melotot dan sinarnya seperti sepasang mata lembu tersorot lampu.

   "Bocah sombong! Apakah setelah mengalahkan dua orang itu kau anggap tidak ada orang berani melawanmu? Mari, mari, kita coba-coba, Kau boleh membunuh aku kalau kau mampu!"

   Setelah berkata demikian, Ciong Thai berdiri dengan dua kaki dipentang dan tubuh sedikit membongkok.

   "Ciong-enghiong, jangan! Nona Souw bukan lawanmu, dia lihai sekali, kau akan celaka....!"

   Kembali Han Sin mencegah dan Lee Ing yang mendengar ini menjadi terheran-heran dan juga tidak puas. Mengapa dalam kata kata ini agaknya Han Sin mengkhawatirkan keselamatan Ciong Thai?

   "Nanti mati, sekarang juga mati, apa bedanya? Nona, aku sudah mendengar bahwa kepandaianmu tinggi sekali, coba kau terima doronganku hendak kulihat sampai di mana tingginya ilmumu!"

   Kata Ciong Thai sambil melangkah maju dan mendorongkan kedua lengannya dengan telapak tangan di depan.

   Lee Ing tersenyum mengejek.

   "Siapa sih takut menghadapi Sin jiu (Tangan Sakti)?"

   Dengan secara sembarangan iapun mendorongkan kedua lengannya menyambut dorongan lawan.

   Terjadilah adu kepandaian yang hebat dan yang membuat semua orang memandang dengan bengong, kagum dan tegang. Bagi orang yang belum tinggi Iweekangnya, kalau mengadu tenaga saling mendorong dengan dua pasang tangan yang menempel. Akan tetapi ketika Lee Ing mendorongkan kedua lengannya ke depan, tenaganya yang merupakan hawa murni dari dalam tubuhnya telah menjadi hawa pukulan yang menyambar ke depan dan bertemu dengan hawa pukulan yang timbul dari dorongan Ciong Thai. Dalam jarak setengah meter, dua pasang lengan itu terhenti dan keduanya mengerahkan tenaga untuk mengalahkan lawan dengan hawa pukulan dari jauh.

   Begitu merasa benturan tenaga pukulan yang kuat dari depan. Lee Ing sudah maklum bahwa lawannya ini benar-benar tangguh sekali, jauh lebih tangguh dari pada orang-orang yang pernah ia hadapi seperti Mo Hun, Kui Ek, atau Lui Siu Nio-nio! Sebaliknya, begitu bertemu dengan hawa pukulan tangan gadis itu, diam-diam Ciong Thai terkejut bukan main. Belum pernah selama hidupnya ia menghadapi seorang lawan yang masih begini muda namun sudah memiliki tenaga sehebat ini, hampir tak mungkin dapat dipercaya.

   "Hebat....!"

   Terdengar ia berseru sambil melompat mundur cepat sekali dan jauh. Mukanya penuh peluh namun ada sinar gembira.

   "Betul hebat dan aku mengaku kalah tenaga, akan tetapi mari kita coba coba mengadu ilmu silat!"

   Kata Ciong Thai sambil menerjang maju, kini gerakannya cepat bukan rnain, tahu tahu ia telah mengirim serangkai pukulan secara bertubi-tubi dan sambung-menyambung!

   "Nona Souw, dia tidak bermaksud jahat...!"

   Kembali Han Sin berseru, merasa khawatir kalau nona itu akan mencelakai tuan rumah.

   Mendengar ini, Lee Ing mendongkol. Sudah jelas tuan rumah ini yang tiada hujan tiada angin menyerang dan mendesak dia, mengapa Han Sin malah hendak mencegahnya memberi hajaran? Padahal pemuda itu sudah ditawan oleh fihak tuan rumah. Benar-benar Lee Ing tidak mengerti dan ia cepat mempergunakan kepandaiannya menghadapi rangkaian serangan yang sungguh tak boleh dipandang ringan itu. ilmu silat tangan kosong dari Ciong Thai benar-benar aneh gerakannya, dan tidak mengecewakan kalau dia dijuluki Sin-jiu (Si Tangan Sakti).

   Akan tetapi kali ini ia ketemu batunya. Ilmu silat yang dimainkan oleh Lee Ing lebih aneh lagi, mirip gerakan-gerakan orang mabuk atau orang gila! Benar benar Ciong Thai belum pernah bertemu dengan ilmu silat seperti ini.

   "Hemmm, kau menderita luka hebat, kematian sudah di depan mata masih banyak lagak?"

   Tiba-tiba terdengar Lee Ing berseru sambil melompat mundur.

   Ciong Thai berdiri dan kelihatann lemas, menarik napas panjang lalu kembali ke tempat duduknya semula dan tiba-tiba saja isterinya menangis terisak-isak! Ciong Thai menggeleng geleng kepala, juga Ciong Sek kelihaian berduka sekali. Tentu saja Lee Jng menjadi terheran-heran.

   "Ciong-enghiong, sudah siauwte katakan tadi bahwa kepandaian nona Souw tinggi bukan main. Kiranya kalau nona Souw sudi membantu, urusanmu ini dalam sekejap mata saja dapat dibikin beres."

   Mendengar ucapan ini, Ciong Thai berdiri menatap wajah Lee Ing dengan sinar mata penuh pertanyaan dan harapan di balik linangan air mata, kemudian dengan menundukkan muka ia berjalan masuk tanpa berkata apa-apa. Isterinya juga sudah menyusut air mata dan tanpa berkata apa-apa mengikuti suaminya masuk pula ke dalam.

   Ciong Sek juga berdiri, memandang kepada Lee Ing penuh kekaguman juga penuh harapan, akan tetapi mulutnya juga tidak berkata apa-apa, lalu dia masuk ke dalam menyusul kakak dan iparnya. Tinggal Ciong Swi Kiat bocah gundul itu yang duduk bengong, la tadi menyaksikan penandingan antara ayahnya dan nona itu dan kini ia memandang kagum bukan main.

   Tadinya bocah ini mengira bahwa di dunia hanya ayahnya yang paling hebat dan tidak ada yang akan dapat menangkan ayahnya. Baru sekarang ia melihat orang yang dapat menandingi ayahnya dan orang itu hanya seorang gadis muda! Memang Ciong Thai amat mengabaikan anaknya ini sehingga boleh dibilang-bocah ini tidak pernah tahu apa-apa, tidak diberi tahu tentang segala sesuatu.

   Pendidikan satu-satunya dari Ciong Thai hanyalah ilmu silat yang ia ajarkan kepada puteranya itu sewaktu-waktu. Kalau saja ia lebih memperhatikan nasib anaknya, tentu ia akan melihat bahwa sebetulnya bocah ini memiliki bakat yang besar sekali.

   "Nona selain cantik juga lihai, cocok sekali dengan paman...."

   Bocah gundul itu berkata sambil matanya terbelalak memandang Lee Ing.

   "Swi Kiat, masuk kau...!"

   Terdengar seruan nyonya Ciong. Swi Kiat bocah gundul itu meleletkan lidah memandang ke arah dalam, akan tetapi agaknya ia sudah biasa dengan perintah dan teguran ibu tirinya yang tidak boleh dibantah, maka ia-pun bangkit berdiri dan masuk setelah melempar kerling dan senyum main-main ke arah Lee Ing.

   Melihat ini timbul rasa kasihan dalam hati Lee Ing terhadap bocah itu. la sudah dapat menduga sebagian besar dari keadaan anak ini. Akan tetapi pada saat itu ia lebih memperhatikan Han Sin yang dianggapnya bersikap aneh sekali. Begitu melihat di situ tidak ada orang lain lagi, Lee Ing segera membuka mulut menegur,

   "Liem-twako, kau ini bagaimana sih...?"

   Tanpa disadari, sekarang Lee Ing tidak lagi menyebut saudara Liem, melainkan menyebut twako (kakak), sebutan yang membuat hati Han Sin berdebar bangga dan girang.

   "Dan kulihat orang she Ciong itu menderita luka dalam atau racun yang amat hebat, mengapa sikapnya begitu aneh dan apa pula artinya segala tangis-tangisan tadi?"

   "Duduklah, nona Souw. Memang amat membingungkan kalau kau belum mendengar duduk perkaranya. Tadipun aku sendiripun bingung sebelum mendengar penuturan mereka."

   Lee Ing duduk menghadapi Han Sin dan pemuda itu mulai menuturkan pengalamannya semenjak tadi berpisah dengan nona ini. Ketika mereka berdua mengejar Ciong Swi Kiat si bocah gundul. Han Sin sudah mempunyai dugaan bahwa bocah itu tentulah anak atau murid orang sakti. Oleh karena ia sedang bertugas menghubungi dan menarik bantuan orang-orang sakti di daerah selatan, maka ia mencegah Lee Ing melukai bocah itu, kemudian ia mengejar Lee Ing yang jauh meninggalkannya. Ketika ia memasuki hutan lebat, tiba-tiba muncul Bu-eng-sin-kiam Giam Loan dan dua orang pembantunya, yaitu Thio Sam dan Ho Kai Beng. Tiga orang ini mengambil sikap mengancam, akan tetapi Han Sin tenang-tenang saja.

   "Siapa kau dan mengapa kau berani sekali menghina Ciong-kongcu?"

   Bentak Ho Kai Beng yang memegang gembolan dengan muka galak. Han Sin dapat menduga bahwa mereka ini tentulah kawan-kawan bocah gundul tadi, maka ia menjura sambil menjawab,

   "Kalau sam-wi (tuan bertiga) maksudkan anak kecil gundul tadi, siauwte mengharap banyak maaf. Justeru siauwte hendak menemui sam-wi untuk menghaturkan maaf dan memberi penjelasan agar jangan timbul salah mengerti. Siauwte Liem Han Sin murid Im-yang Thian-cu dan siauwte datang ke daerah ini sengaja hendak mencari persahabatan dengan orang-orang gagah di daerah selatan."

   "Siapa mau bersahabat dengari kau?"

   Ho Kai Beng yang berangasan membentak dan sepasang gembolannya bekerja, menyerang dada dan kepala Han Sin dengan hebat!

   (Lanjut ke Jilid 18)

   Pusaka Gua Siluman (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 18

   Han Sin kaget sekali. Serangan itu hebat benar. Baiknya ia sudah siap dengan kipasnya, maka cepat ia mengelak sambil mengebutkan kipas menangkis. Serangan Ho Kai Beng gagal, cara baik-baik,"

   Kata Han Sin karena memang sesungguhnya ia tidak menghendaki pertempuran dan permusuhan.

   Akan tetapi tanpa menjawab, saking penasaran, Ho Kai Beng menyerang terus secara bertubi-tubi, mendesak Han Sin. Dua orang temannya hanya berdiri menonton saja. Karena serangan-serangan orang kasar ini memang berbahaya dan tidak boleh dipandang ringan, Han Sin terpaksa melakukan perlawanan dengan sepasang senjatanya. Dia juga masih muda, tentu saja dia tidak bisa mengalah terus-terusan, apa lagi terhadap lawan yang memiliki kepandaian tinggi. Di lain saat mereka sudah bertempur seru.

   "Kai Beng, berhenti!"

   Tiba-tiba Bu-eng sin-kiam Giam Loan berseru keras dan benar-benar suaranya berpengaruh sekali karena si pemegang gembolan itu cepat melompat mundur dan menahan sepasang senjatanya Han Sin juga tidak mau mendesak, hanya bersiap sedia sambil memandang tajam kepada wanita muda berwajah manis yang kini melangkah maju menghadapinya.

   "Kau murid Im-yang Thian-cu?"

   Tanya wanita itu, suaranya halus akan tetapi sikapnya keren.

   "Mau apa kau memasuki daerah ini?"

   Han Sin menjura dan berkata.

   "Aku adalah utusan Tiong-gi-pai untuk mencari hubungan dengan orang-orang gagah di daerah selatan yang tidak sudi menyaksikan rakyat ditindas oleh menteri-menteri durna."

   Giam Loan menatap tajam dan penuh perhatian kepada wajah pemuda yang gagah dan tampan itu. Mata bersinar-sinar dan alisnya berkerut, akhirnya ia berkata.

   "Bagus, kalau begitu mari kau bertemu dengan suamiku, Sin-jiu Ciong Thai. Sudah pernah mendengar namanya?"

   Han Sin terkejut. Tentu saja ia sudah pernah mendengar nama ini, yang pernah disebut-sebut oleh gurunya sebagai seorang tokoh Hek-to yang berilmu tinggi, tokoh Ching-pai (Partai Bersih) maupun Sia-pai (Partai Kotor) yang berilmu tinggi, sebaiknya jangan sampai terpengaruh oleh Tok-ong Kai Song Cinjin dan mengabdi kepada durna-durna, pikir Han Sin. Biarpun dalam faham kepartaian berbeda faham, namun dalam mengabdi bangsa dan rakyat harus satu hati.

   "Kebetulan sekali,"

   Jawabnya.

   "sudah lama siauwte mendengar nama besar Ciong-enghiong disebut-sebut oleh suhu. Tentu saja siauwte suka sekali menghadap untuk memberi hormat."

   Demikianlah, Han Sin lalu diajak masuk ke dalam hutan. Thio Sam dan Ho Kai Beng memegang kedua lengannya di kanan kiri atas perintah Giam Loan. Diperlakukan begini, Han Sin tidak membantah karena selain maklum bahwa ia menghadapi orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, juga ia percaya bahwa andaikata terjadi apa-apa dengan dirinya. tentu "Dewi Pelindungnya."

   Yaitu Souw Le Ing, tidak akan berpeluk tangan.

   Di sepanjang jalan ia telah mendengar sedikit tentang keadaan lokoh besar lembah Yang-ce-kiang itu dan ketika ia bertemu dengan Ciong Thai sendiri, ia segera memberi hormat dan berkata,

   "Siauwte Liem Han Sin menghaturkan hormat kepada Ciong-enghiong dan membawa salam dan hormat para sahabat dari Tiong-gi-pai."

   Ciong Thai mengangguk dan mempersilahkan duduk tamunya itu sambil mendengar bisikan-bisikan isterinya yang bicara di dekatnya perlahan sekali. Mereka berdua memandang kepada Han Sin penuh perhatian, kemudian Ciong Thai berkata.

   "Liem-hiante dari Tiong-gi-pai datang ke sini ada keperluan apakah? Sepanjang ingatanku, kami belum pernah berhubungan dengan Tiong-gi-pai."

   Han Sin lalu menceritakan bahwa setelah menjadi kaisar di Nan-king, pahlawan dan pejuang rakyat Cu Goan Ciang lalu menjadi lemah dan mudah dipengaruhi para menteri durna sehingga nasib rakyat tidak lebih baik dari pada ketika dijajah oleh pemerintah Mongol. Juga menteri-menteri durna itu memusuhi orang-orang gagah bekas pejuang, malah pahlawan besar Souw Teng Wi juga diperlakukan secara keji dan tidak adil.

   "Oleh karena itu, demi penderitaan rakyat, Tiong-gi-pai dibentuk dan didirikan untuk membasmi para durna. Sayang sekali para menteri durna itu kedudukannya amat kuat, malah sekarang dibantu oleh orang-orang seperti Tok-ong Kai Song Cinjin, Toat-beng-pian Mo Hun, Ma-thouw Koai-tung Kui Ek, dan lain lain. Siauwte mendapat tugas dari Tiong-gi-pai untuk menghubungi orang-orang gagah termasuk Ciong-enghiong, mohon bantuan semangat, kalau mungkin tenaga apa bila kelak tiba masanya kekuasaan yang menindas rakyat itu ditentang."

   Selanjutnya Han Sin lalu menceritakan apa yang lelah terjadi, tentang bentrokan-bentrokan antara orang-orang menteri durna dan Tiong-gi-pai.

   "Malah sekarang siauwte datang bersama puteri pahlawan besar Souw Teng Wi, sayangnya tadi terpisah dari siauwte (saya yang muda),"

   Demikian kata-kata penutup Han Sin.

   Ciong Thai memberi isyarat kepada kedua orang pembantunya. Thio Sam dan Ho Kai Beng.

   "Keluarlah kalian, sambut kedatangan puteri Souw Teng Wi dan coba sarnpai di mana kelihaiannya."

   Setelah dua orang itu pergi keluar, ia berkata kepada Han Sin.

   "Tidak ringan apa yang kau minta itu, apa lagi di sana ada Tok-ong Kai Song Cinjin yang bukan tidak berkepandaian dan berpengaruh. Akan tetapi kami tidak akan keberatan memenuhi permintaanmu asalkan ada imbangannya. Kamipun sekarang ini sengaja mengundangmu ke sini dari dalam hutan untuk minta pertolonganmu. Apakah kau suka membantu kami?"

   "Tentu saja siauwte suka membantu asal siauw-te dapat dan urusannya tidak berlawanan dengan kebenaran,"

   Jawab Han Sin dengan suara tetap.

   "Akan tetapi siauwte yang muda dan dangkal kepandaian, bagaimana bisa menolong Ciong-enghiong yang memiliki ilmu kepandaian tinggi?"

   Ciong Thai menarik napas panjang "Kau ndak tahu, Liem-hiante. Sebetulnya aku, isteriku dan adikku, semua menderita luka hebat sekali akibat pukulan Pek-kong-sin-ciang. Kalau tidak mendapat obatnya, dalam waktu lima hari lagi kami takkan tertolong lagi...."

   Han Sin terkejut bukan main, apa lagi ketika melihat wajah tuan rumah, adiknya, dan isterinya nampak berduka sekali. Bukan hanya ia kaget mendengar hal hebat ini, terutama sekali kaget dan heran mengapa orang-orang berkepandaian tinggi seperti mereka ini sampai bisa dilukai orang dan kalau mereka saja kalah, dia sendiri bisa berbuat apakah?

   "Dalam suatu pertengkaran, kami telah kesalahan tangan membunuh seorang pemuda yang kami sama sekali tidak sangka adalah calon mantu Pek-kong-sin-ciang Bu-lohiap. Setelah hal ini terjadi baru kami tahu. Kami menyesal dan pergi minta maaf kepada Bu-lohiap, akan tetapi anak perempuannya itu tidak mau memberi maaf. Terjadi pertempuran dan kami akhirnya dilukai oleh pukulan Pek-kong-sin-ciang yang lihai Sekarang Liem-hiante lewat di sini, benar-benar ini kehendak Thian bahwa kami tidak harus mati sekarang "

   "Ciong-enghiong, siauwte memang pernah mempelajari sedikit ilmu silat dari suhu, akan tetapi siauwte sama sekali tidak pernah belajar ilmu pengobatan. Bagaimana siauwLe bisa tolong?"

   "Pek-kong-sin-ciang adalah pukulan mengandung racun yang amat berbahaya dan kiranya selain Bu-lohiap sendiri, tidak dapat diobati lagi. Bu-lohiap adalah seorang yang menjunjung tinggi patriot rakyat, oleh karena ini Liem-hiante sebagai anggauta Tiong-gi-pai kalau suka pergi kepadanya dan mintakan obat untuk kami, tentu akan dapat menolong nyawa kami.

   Han Sin mengangguk-agguk. Sekarang ia mengerti maksud tuan rumah ini. Dia disuruh menghadap Bu-lohiap (pendekar tua she Bu) untuk mintakan obat tiga orang ini! Pekerjaan yang mudah, pikirnya dan pula, setelah di sini terdapat pendekar tua she Bu yang jauh lebih lihai dari pada tiga orang ini, sungguh kebetulan sekali. Tanpa mereka mintapun ia ingin pergi menemui pendekar tua itu untuk menyampaikan pesan Tiong-gi-pai! Cepat ia menyanggupi permintaan Ciong Thai.

   Pada saat itu muncullah Souw Lee Ing seperti telah diceritakan di bagian depan. Mendengar penuturan Han Sin ini, Lee Ing mengangguk-angguk dan tahulah ia kini mengapa Han Sin bersikap demikian aneh.

   "Ah, kiranya begitukah? Orang-orang itu memang menderita luka hebat dan tinggal menunggu mati, akan tetapi mengapa sikap mereka masih begitu angkuh dan aneh? Benar-benar memualkan perut!"

   Akhirnya Lee Ing berkata.

   "Nona Souw, memang demikianlah sikap orang orang kang-ouw, selalu aneh. Kalau mereka ini sudah demikian aneh, apa lagi orang tua she Bu itu. Oleh karena itu, aku yang bodoh merasa khawatir juga menghadapinya dan kalau seandainya kau sudi, aku sangat mengharapkan bantuanmu untuk menyertaiku mendatangi orang tua she Bu itu."

   Suara Han Sinn terdengar penuh permohonan dan sinar matanya memandang penuh harap.

   Lee Ing tersenyum, lalu menarik napas panjang.

   "Aku sendiri sih, tidak tertarik oleh urusan perang segala macam. Akan tetapi karena Tiong-gi-pai amat membela nama baik ayahku, pula mengingat persahabatan kita, biarlah kali ini aku menemanimu ke rumah orang she Bu itu. Apa. kau sudah tahu di mana rumahnya?"

   Pada saat itu, Thio Sam dan Ho Kai Beng muncul membawa senjata masing-masing. Mereka datang dan berdiri tegak di depan Han Sin dan Lee Ing. Melihat mereka. Lee Ing tertawa mengejek dan berkata,

   "Apa kalian muncul untuk menerima gebukan-gebukan lagi?"

   "Tidak, nona. Kami diperintah untuk mengantar ji-wi ke rumah Bu-lohiap,"

   Jawab Ho Kai Beng penuh hormat sambil menjura di depan Lee Ing.

   Lenyap sikapnya yang keras tadi dan kini ia takluk betul-betul kepada Lee Ing. Han Sin sendiri sampai heran melihat hal ini, karena ia tahu betul bahwa dua orang pembantu keluarga Ciong itu berkepandaian tinggi dan berwatak galak. Akan tetapi mendengar kata-kata sindiran Lee Ing, ia dapat menduga bahwa mereka tentu sudah menerima hajaran dari nona ini. Makin kagumlah ia terhadap Lee Ing yang belum ia ketahui sampai di mana kehebatan ilmu kepandaiannya.

   "Mari kita pergi agar urusan lekas beres!"

   Kata Lee Ing berdiri dari bangkunya.. Berangkatlah mereka keluar dari rumah itu dan dapat dibayangkan keanehan watak tuan rumah yang sama sekali tidak muncul untuk mengantar orang-orang yang hendak mencari obat guna menolong mereka!

   Siapakah sebetulnya yang disebut Pck-kong-sin-ciang Bu-lohiap dan mengapa terjadi permusuhan antara dia dengan keluarga Ciong? Mari kita melihat keadaan pendekar tua ini yang sebetulnya adalah seorang tokoh besar yang sangat terkenal di daerah selatan, merupakan seorang di antara tokoh-tokoh nomor satu di selatan.

   Kurang lebih dua puluh lima li jauhnya dari Lembah Yang-ce-kiang itu, di sebelah utara Telaga Tung-ting, terdapat sebuah dusun nelayan dan di sinilah tempat tinggal Pek-kong-sin-ciang yang bernama Bu Kam Ki. Tokoh ini memang seorang nelayan, hidup sebagai nelayan miskin, akan tetapi terkenal sebagai seorang sakti yang berwatak aneh. Dia hidup di dusun itu bersama seorang anak gadisnya bernama Bu Lee Siang yang sudah berusia tujuhbelas tahun, seorang gadis remaja yang biarpun tidak berapa cantik, bertubuh langsing dan berkepandaian tinggi.

   Selain anak perempuannya, juga di situ terdapat beberapa orang nelayan kasar yang menjadi pembantu dan pelayan. Melihat keadaan mereka yang amat sederhana, orang takkan mengira bahwa kakek itu, juga anaknya, malah pelayan-pelayannya pula, adalah orang-orang berilmu silat tinggi yang sukar dicari bandingannya di wilayah itu.

   Bu Kam Ki memang sengaja hidup sederhana setelah dahulu, belasan tahun yang lalu, ia gagal dalam usahanya mengguncangkan pemerintah Mongol yang ketika itu masih amat kuat. Oleh karena memang ia berjiwa patriot, biarpun ia bersembunyi dari kejaran pemerintah Mongol, diam-diam ia selalu memperhatikan dan ketika pemerintah Mongol roboh, kakek ini mengadakan pesta besar di rumahnya, mengundang semua tetangganya!

   Bu Lee Siang gadis berkepandaian tinggi yang semenjak kecilnya hidup sebagai seorang gadis nelayan, berjiwa sederhana dan tidak banyak tingkah. Oleh karena itu ia menerima dengan senang hati ketika ayahnya mencalonkan ia sebagai isteri seorang pemuda nelayan pula bernama Lai Seng, seorang pemuda yang jujur dan cukup tampan. Setelah hidup sederhana sebagai nelayan miskin. Bu Kam Ki yang dahulunya amat terkenal di dunia kang-ouw, melihat betapa penghidupan rakyat kecil jauh lebih bersih dan murni dari pada penghidupan orang-orang kota dan bangsawan-bangsawan berikut pembesar-pembesarnya.

   la maklum bahwa kalau puteri tunggalnya menjadi isteri seorang nelayan sederhana, puterinya itu akan mengalami hidup sederhana namun tenteram, damai, dan penuh kebahagiaan sejati. Tidak seperti kehidupan wanita-wanita bangsawan dan kaya raya di kota-kota yang hidupnya tidak sewajarnya lagi, penuh kepalsuan dan nafsu duniawi. Agaknya memang sudah takdirnya akan terjadi keributan, pada suatu hari nelayan muda Lai Seng yang sedang membetulkan jala di pinggir Telaga Tung-ling, tiba-tiba ditegur oleh suara halus seorang wanita.

   "Aku mau menyewa perahumu berkeliling di telaga, bisakah kau mengantarkan dan sewanya berapa?"

   Lai Seng mengangkat muka dan melihat seorang wanita cantik manis berpakaian indah berdiri tegak memandangnya dengan senyum dikulum dan kerling mata menyambar tajam. Sekali pandang Lai Seng tahu bahwa wanita ini tentu orang kota, dapat dilihat dari bibirnya yang diberi cat merah dan alisnya yang ditambahi warna hitam, mungkin dengan angus dari pantat kwali.

   "lni perahu nelayan untuk mencari ikan, nona, tidak disewakan. Bukan perahu pesiar,"

   Jawab Lai Seng tidak acuh lagi sambil melanjutkan pekerjaannya menambal jala yang pecah.

   "Apa salahnya? Mencari ikan berarti mencari uang, menyewakan perahu juga mendapat uang. Aku berani membayar lima tail untuk berputar-putar selama dua tiga jam. Setelah kau mengantarkan aku putar-putar, kau masih banyak waktu mencari ikan, bukan? Malah, kalau kau mau. kau boleh sekalian menjala ikan, aku ingin menonton. Wanita itu mengeluarkan uang lima tail dan melemparkannya di depan Lai Seng.

   Tergerak hati pemuda nelayan ini. Uang lima tail sungguh tidak mudah ia dapatkan. Dan lagi, kalau sambil mengantar wanita pesolek ini putar telaga ia masih boleh menjala ikan, lumayan juga, la perlu mendapatkan hasil lebih banyak, perlu mengumpulkan uang setelah hari pernikahannya makin mendekat, kurang lima bulan lagi.

   "Jadilah, akan tetapi perahuku buruk, harap nona jangan menyesal dan mencela nanti."

   Ia mengantongi uang itu lalu membersihkan perahunya.

   Ketika ia mempersilahkan nona itu menaiki perahunya, ia melihat nona itu melompat dengan gerakan seperti burung walet saja ringannya. Mengertilah ia sekarang mengapa nona ini melakukan perjalanan seorang diri. Kiranya seorang wanita kang-ouw, yang memiliki kepandaian. Ia tidak heran sama sekali karena dia sendiri juga banyak mendapat petunjuk tentang ilmu silat dari calon mertuanya, bahkan tunangannya adalah seorang gadis yang memiliki ilmu silat luar biasa tingginya.

   Betul saja dugaannya ketika nona itu duduk di atas perahunya, ia melihat pedang tergantung di bawah baju. Akan tetapi Lai Seng tidak curiga atau takut, karena biarpun ia seorang nelayan miskin, melihat pedang dan ilmu silat bukan hal baru baginya.

   Siapakah wanita ini? Bukan lain dia adalah Bu-eng-sin-kiam Giam Loan, isteri Ciong Thai yang amat genit dan cabul. Wanita ini memang sering kali berpelesir ke tempat-tempat indah dan kadang-kadang ditemani oleh adik iparnya, Ciong Sek yang selain menjadi adik ipar juga menjadi kekasihnya. Giam Loan dan Ciong Sek memang cocok sekali, seperti keranjang dengan sampahnya. Mereka berpesiar dan kalau sudah merasa bosan satu kepada yang lain, lalu mencari jalan masing-masing, mencari hiburan sendiri-sendiri.

   Demikianlah, selelah kenyang berpesiar berdua di Telaga Tung ting, kmi Ciong Sek pelesir di dalam sebuah perahu bersama dua orang wanita penyanyi, sedangkan Giam Loan keluyuran mencari korban baru. Akhirnya ia melihat Lai Seng, pemuda nelayan yang beriubuh sehat kuat, kulitnya agak kecoklatan karena setiap hari terbakar matahari, pemuda sederhana yang cukup tampan sehingga menggerakkan hari Giam Loan yang kotor.

   Tadinya perahu Lai Seng yang ditumpangi dan disewa oleh Giam Loan itu nampak bergerak tenang dan biasa saja, ke sana ke mari di antara perahu-perahu yang berada di telaga itu. Akan tetapi, kurang lebih satu jam kemudian, terdengar ribut-ribut dari perahu itu. Lai Seng berdiri di kepala perahu dan mengeluarkan suara keras.

   "Tak tahu malu! Siapa sudi menurutkan kehendakmu yang kotor? Kau mau memaksa saja mengandalkan apa sih? Kau kira aku takut? Hayo kuantar kau mendarat dan minggat dari perahuku, uang kotormu boleh kau bawa lagi!"

   Ternyata bahwa setelah berada di perahu, Giam Loan mencoba untuk membujuk pemuda nelayan itu, merayu dan memikatnya. Akan tetapi kali ini ia bertemu dengan batu karang yang kuat. Lai Seng menolak keras, mula-mula dengan halus dan bersifat mengingatkan agar wanita cabul itu tidak melanjutkan usahanya yang menjijikkan. Akan tetapi ketika Giam Loan dengan tak tahu malu malah mengeluarkan ancaman bahwa kalau Lai Seng menolak akan dibunuhnya, Lai Seng tak dapat menahan kemarahannya lagi, la lalu memaki-maki dan cepat mendayung perahunya ke pinggir.

   

Siluman Gua Tengkorak Karya Kho Ping Hoo Pendekar Kelana Karya Kho Ping Hoo Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono

Cari Blog Ini