Ceritasilat Novel Online

Pusaka Gua Siluman 20


Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 20



"Nona Souw....."

   "Eh, saudara Han Sin, kau kenapakah?"

   Lee Ing terkejut dan heran mendengar suara pemuda itu tergetar. Sayang ia tidak dapat melihat wajah pemuda itu yang memandang ke arah dia dengan muka sebentar merah sebentar pucat.

   "Nona Souw yang mulia, entah bagaimana aku kelak dapat membalas budimu. Biarlah di dalam penghidupan yang akan datang kelak aku menjelma menjadi kuda atau anjing untuk dapat melayanimu."

   Pada masa itu, ucapan seperti kalimat terakhir ini memang sering digunakan orang di Tiongkok. Orang-orang semua percaya akan kelak akan kembali (reincarnation) maka untuk menyatakan terima kasih atas hutang budi, orang berjanji kelak akan menjelma menjadi kuda atau anjing untuk membalas budi.

   "Aku.... aku tidak butuh kuda, biar di lain penjelmaan sekalipun. Apa lagi di dalam hutan malam-malam gelap seperti ini. kuda untuk apa sih?"

   Lee Ing berjenaka, sama sekali tidak tahu bahwa pemuda di depannya itu bicara dengan sepenuh hatinya dan dengan sungguh-sungguh sekali.

   "Anjing juga tidak butuh?"

   Tanya Han Sin penuh harap.

   "Aku biasanya tidak suka anjing, biar di lain penjelmaan juga tidak suka, akan tetapi sekarang aku akan lebih merasa girang kalau kau berobah menjadi anjing karena binatang itu biasanya pandai sekali mencari jalan kalau kita kehilangan jalan. Eh, Liem twako, kau ini apa sudah kemasukan siluman di hutan ini? Kok bicara tentang anjing dan kuda segala macam. Lebih baik lekas kita berusaha mencari jalan keluar kalau tidak kita akan terpaksa bermalam di dalam hutan bergelap-gelap!"

   "Nona Souw, kau mengganggap aku main-main. Biarlah aku bersumpah, dalam penghidupan sekarang aku akan bersetia kepadamu sampai mati, setia melebihi anjing atau kuda."

   "Sudahlah, gelap-geap kau bicara aneh-aneh, membikin bulu tengkukku meremang semua. Lihat, tuh di sana nyala api yang nampak lagi."

   Han Sin memandang ke depan dan benar saja, nyala api yang aneh itu nampak lagi. Cepat mereka menuju ke tempat itu, nyala api itu maju terus dan mereka menjadi amat girang ketika mendapat kenyataan bahwa nyala api itu membawa mereka ke jalan atau lorong di hutan itu yang mereka lalui tadi ketika ke rumah Bu Kam Ki!

   Setelah mengikuti nyala api itu beberapa lama, tiba-tiba apinya padam dan mereka mendapatkan kenyataan bahwa mereka telah berada di depan rumah keluarga Ciong. Terhyata api tadi sengaja menjadi petunjuk jalan bagi mereka.

   "Agaknya Ciong-enghiong sudah tahu bahwa kita berhasil maka dia sengaja memberi petunjuk jalan kepada kita,"

   Kata Han Sin. Lee Ing diam saja dan mengikuti pemuda itu memasuki halaman rumah. Akan tetapi Han Sin menjadi ragu-ragu ketika di depan pintu ia disambut oleh Ciong Thai, Giam Loan, dan Ciong Sek yang berdiri dengan muka pucat dan lesu. Dengan penuh gairah Ciong Thai bertanya.

   "Bagaimana, Liem-hiante? Berhasilkah? Maukah Bu-lohiap menolong kami?"

   "Bu lohiap telah demikian baik hati untuk menolong nyawa sam-wi (saudara bertiga) dan telah memberikan obat itu kepadaku."

   Jawab Han Sin, agaknya tak senang hatinya karena orang yang ditolongnya itu datang-datang menanyakan kepentingan dan kebutuhan sendiri dan sama sekali tidak perduli orang lain yang setengah mati mencari obat.

   "Bagus sekali! Aku sudah menduga kalau kau yang pergi pasti berhasil! Mana obat itu, Liem-hiante?"

   Ciong Thai segera menghampiri Han Sin dengan wajah girang, juga Giam Loan melompat dekat sambil tersenyum senyum manis, sedangkan Ciong Sek tertawa lebar. Ketiga orang yang tadinya muram seperti lampu kehabisan minyak sekarang berseri-seri mendapat tambahan minyak baru.

   "lni obatnya."

   Han Sin menyerahkan bungkusan tiga buah itu yang cepat diterima oleh Ciong Thai dan langsung dibagikan kepada isteri dan adiknya, seorang sebungkus. Bukan main girangnya hati Ciong Thai, la merangkul Han Sin dan pemuda ini merasa betapa lehernya menjadi basah oleh air mata jago Lembah Yang ce ini. Hati pemuda yang baik ini seketika menjadi lemas dan lenyaplah rasa mendongkolnya tadi, terganti rasa terharu.

   "Thio Sam! Kai Beng, Lekas siapkan pesta penghormatan bagi Liecm-taihiap dan lihiap!"

   Secara mendadak Ciong Thai menyebut taihiap (pendekar besar) kepada Han Sin dan lihiap (pendekar wanita) kepada Lee Ing, Kemudian ia menarik lengan Han Sin sedangkan Giam Loan menarik lengan Lee Ing. diajak ke ruangan dalam yang lebih lebar dan diterangi oleh banyak lilin besar yang penuh hidangan! Orang telah menanti kedatangan mereka dan siap menyambut dengan pesta!

   Akan tetapi Lee Ing masih bersikap kaku, dengan sekali renggut saja ia telah melepaskan lengannya dari tarikan Giam Loan Akan tetapi nyonya muda itu tidak menjadi tak senang, malah sambil tersenyum ramah ia membungkuk-bungkuk mempersilahkan Lee Ing jalan dulu ke ruang dalam. Karena melihat Han Sin telah berjalan masuk, terpaksa Lee Ing juga mengikutinya. Kalau menurutkan perasaan hatinya, ia lebih suka segera meninggalkan rumah orang-orang ini pada malam itu juga, biar malam dingin gelap.

   Entah mengapa, di dalam hatinya Lee Ing amat tidak suka kepada tiga orang ini, terutama sekali Giam Loan. Akan tetapi, kejengkelannya berkurang ketika ia melihat Ciong Swi Kiat, bocah gundul mata gede itu sudah menanti di dalam ruangan itu, berdiri di sudut dengan sikap seperti seorang pelayan. Kebalikan dari orang tuanya, bocah ini mendatangkan rasa kasihan dalam hati Lee Ing.

   "Taihiap dan lihiap tentu lelah dan lapar setelah melakukan perjalanan jauh dan tugas berat, silahkan makan sekedarnya dan minum arak sebagai penghormatan dan ucapan terima kasih kami,"

   Kata Ciong Thai mempersilahkan dua orang muda-mudi itu yang kini diperlakukan seperti dua orang tamu agung.

   Sibuklah tuan rumah melayani dua orang itu dibantu oleh Thio Sam dan Ho Kai Beng yang sudah agak sembuh dari luka-lukanya. Juga Ciong Swi Kiat tadinya bantu melayani, akan tetapi melihat anak itu kadang-kadang memandang ke arah masakan dengan mata melotot dan mulut komat kamit kadang-kadang menelan ludah, Lee Ing lalu menarik tangannya disuruh duduk ikut makan minum.

   Ciong Thai hanya tersenyum saja melihat ini, akan tetapi mata Lee Ing yang tajam dapat melihat kilat mata kemarahan terpancar keluar dari sepasang mata Giam Loan yang biasanya genit dikerling ke arah Han Sin itu. Dengan secara terbuka sekali nyonya muda yang genit itu melempar senyum dan kerling tajam, mengajak main mata kepada Han Sin. Hal ini saja sudah mempertebal rasa tak suka dalam hati Lee Ing.

   Dengan gaya dibuat-buat Ciong Sek menuangkan arak dari guci ke dalam cawan Han Sin dan Lee Ing, lalu berdiri menjura dan mengangkat cawannya sendiri setelah ia dengan sikap hormat memberikan cawan-cawan yang diisinya tadi kepada Han Sin dan Lee Ing.

   "Ji-wi yang sudah menolong nyawa siauwte dari bahaya maut, harap sudi menerima penghormatan siauwte dengan secawan arak ini!"

   Matanya menatap wajah Lee Ing dengan penuh kekaguman dan senyumnya senyum memikat, akan tetapi biarpun wajah pemuda ini tampan juga, dalam pandang mata Lee Ing yang membencinya nampak seperti muka monyet cengar-cengir.

   "Sudah terlalu banyak aku minum,"

   Katanya mencela dan hendak menolak akan tetapi melihat Han Sin tanpa ragu-ragu minum araknya, iapun lalu meneguknya habis. Arak yang disuguhkan oleh tuan rumah memang enak, manis dan harum.

   "Akupun tidak mau ketinggalan. Ji-wi yang mulia harap sudi minum secawan arak penghormatanku!"

   Kata Giam Loan sambil tersenyum- senyum, lalu cepat-cepat ia menuangkan arak dari sebuah guci putih ke dalam cawan Lee Ing dengan cepat, kemudian iapun menuangkan arak ke dalam cawan di depan Han Sin. la mengambil cawan-cawan itu dan menyodorkan kepada Lee Ing dan Han Sin. matanya basah memandang Han Sin dan bibirnya yang merah itu tersenyum memikat.

   Ingin Lee Ing menampar cawan itu, akan tetapi sebagai tamu tentu saja ia dapat menahan hatinya, hanya menolak dan berkata,

   "Sudah cukup, aku tidak mau minum lagi. Sekarang kau yang menawarkan arak, nanti tentu suamimu lagi! Apa orang kira kami ini gentong arak yang bisa begitu saja diisi arak sampai sepenuhnya?"

   Kata Lee Ing setengah marah setengah berkelakar, dan tidak mau menerima cawan yang disodorkan oleh Giam Loan.

   "Lihiap apakah tidak sudi menerima penghormatan sebagai tanda terima kasih dari seorang yang telah lihiap tolong nyawanya?"

   Kata-kata ini dikeluarkan oleh Giam Loan dengan suara sedih dan mata nyonya muda ini telah pula menitikkan air mata. Namun Lee Ing tetap tidak mau menerima.

   "Nona Souw, tak baik menolak penghormatan orang. Lagi pula, tambah satu dua cawan saja sih apa artinya? Hitung-hitung kita ikut merayakan keluarga Ciong yang hari ini terbebas dari kematian berkat kebaikan hati Bu-locianpwe."

   Kata Han Sin yang sudah menerima cawannya.

   Lee Ing mengerutkan kening, lalu menyambar cawan itu dari tangan Giam Loan dan berkata kepada Han Sin.

   "Biarlah aku sekali lagi menurut, akan tetapi setelah minum-minum arak sampai mabok kita harus segera melanjutkan perjalanan meninggalkan tempat ini. Kalau kau tidak mau kau boleh tinggal selamanya di sini, aku akan pergi sendiri!"

   Han Sin terkejut. Tidak mengira bahwa gadis itu akan marah sekali seperti itu. Ia -tidak tahu betapa hati Lee Ing sudah panas melihat lagak Giam Loan yang genit dan melirik-lirik Han Sin sambil tersenyum tak tahu malu.

   "Cici. mengapa memaksa nona ini minum Pek-in-ciu? Kalau dia tidak mau, sudahlah jangan dipaksa!"

   Tiba-tiba terdengar Ciong Swi Kiat berkata.

   "Tutup mulutmu!"

   Giam Loan membentak.

   "Swi Kiat, jangan mencampuri urusan orang tua!"

   Ciong Thai juga menegur puteranya.

   "Pek-in-ciu? Arak apakah ini?"

   Tanya Lee Ing sambil bergantian memandang wajah tiga orang di depannya. Lee Ing memang belum pernah mendengar tentang arak Pek-in-ciu (Arak Awan Putih). Hatinya yang penuh kecurigaan merasa tidak enak, menyangka arak itu dicampuri racun. Cepat tangan kirinya mencabut sebuah peniti perak dan dicelupkannya ke dalam cawan. Akan tetapi peniti itu tidak berubah hitam, tanda bahwa di dalam arak tidak ada racunnya, juga arak itu baunya harum biasa saja.

   Ciong Thai tertawa.

   "Harap lihiap jangan curiga. Disebut Pek-in-ciu oleh karena kesempurnaan arak istimewa ini terdapat dari hawa awan putih. Membuatnya adalah menjemur arak ini di waktu udara terang dan awan putih memenuhi angkasa raya. Arak ini baik sekali dan sudah puluhan tahun usianya! Mari kita minum!"

   Han Sin sudah mengangkat cawannya ke mulut, dan Lee Ing menjadi merah mukanya karena ia merasa malu juga sudah memperlihatkan keraguan dan kecurigaan. Diapun sudah mengangkat cawannya. akan tetapi tiba-tiba ia menunda lagi dan menoleh karena mendengar suara di jurusan jendela.

   "Tahan, jangan diminum arak itu!"

   Terdengar suara dari luar jendela dan muncullah kepala.... Bu kam Ki dari balik jendela. Wajah kakek itu nampak sungguh sungguh dan marah.

   "Arak Pek-in-ciu akan membikin kalian mabok. Dasar orang-orang muda hijau mana bisa menghadapi bangsat-bangsat seperti keluarga Ciong?"

   "Bu-locianpwe... arak ini tidak apa-apa..."

   Kata Han Sin karena dia sendiri tadi melihat Lee Ing telah memeriksa arak itu.

   "Bodoh, coba suruh Ciong Thai dan bininya minum arak iiu. Hayo!"

   Akan tetapi di luar dugaan, ketika melihat munculnya orang tua ini. Ciong Thai, Giam Loan, dan Ciong Sek sudah menuangkan bungkusan obat yang dibawa Han Sin tadi ke dalam cawan arak mereka lalu meminumnya sekali teguk. Melihat ini, Lee Ing hendak menghalangi, kalau betul mereka hendak meracuninya tak pantas mereka diberi obat, pikirnya.

   "Biarkan saja mereka minum obat!"

   Bu Kam Ki mencegah melihat Lee Ing bergerak. Setelah minum obat, Ciong Thai tersenyum menghadapi Bu Kam Ki.

   "Bu-lohiap benar-benar hendak membusukkan nama kami. Arak Pek-in-ciu memang arak keras dan mungkin sekali jiwi taihiap ini akan mabuk meminumnya. Akan tetapi apa salahnya itu? Mereka tidak akan binasa!"

   Lee Ing sudah menaruh lagi cawan araknya ke atas meja. Juga Han Sin mulai curiga, karena kalau hanya memberi hormat untuk pernyataan terima kasih, mengapa harus menggunakan arak yang dapat memabokkan orang? la lalu teringat akan sinar mata Ciong Sek yang penuh gairah dan kecabulan kalau pemuda itu memandang kepada Lee Ing, dan diam-diam Han Sin mengeluarkan keringat dingin. Benar-benarkah dia telah dikhianati oleh orang-orang yang telah ditolong nyawanya ini? Betulkah ucapan Bu Kam Ki bahwa tiga orang ini bukanlah manusia-manusia yang patut ditolong dan dijadikan sekutu? Sementara itu, mendengar omongan Ciong Thai, Bu Kam Ki tertawa bergelak. Tubuhnya bergerak dan dengan ringannya ia telah melompat ke dalam ruangan itu.

   "Ha-ha-ha, orang she Ciong! Puteramu yang kau sia-siakan ini jauh lebih berharga dari pada kau, maka dia tadi mencegah binimu menyuguhkan Pek in-ciu. Memang betul arak ini hanya memabokkan, akan tetapi apa kau kira aku tidak pernah mendengar bagaimana kalian menggunakannya? Berapa banyaknya gadis-gadis tak berdosa yang menjadi korban arakmu ini di tangan adikmu Ciong Sek? Dan berapa banyak pula pemuda-pemuda vang jatuh oleh binimu karena arak ini? Hemmm. Ciong Thai. kau ini mengaku gagah akan tetapi tak lain hanya seekor kura-kura yang bodoh, membiarkan adik dan bini rnencoreng arang di mukamu, melumuri kotoran pada namamu. Dengan menyuguhkan arak kepada dua orang muda ini, kalian hanya hendak menghormati? Ha-ha-ha, anak kecil seperti anakmu inipun sudah dapat mengerti maksud-maksud jahat adik dan binimu!"

   Lee Ing marah bukan main. Ia menyambar cawan itu dan sekali tangannya, bergerak, isinya telah muncrat menyerang muka tiga orang keluarga Ciong. Hanya Ciong Thai yang dapal mengelak, sedangkan Giam Loan dan Ciong Sek yang tadi merasa terkejut dan takut, merasa muka mereka ditusuk-tusuk jarum ketika tetesan-tetesan arak itu nengenai kulit muka. Mereka bertiga terkejut dan seperti mendapat komando. mereka melompat dan melarikan diri dari pintu belakang. Menghadapi seorang Bu Kam Ki atau seorang Souw Lee Ing saja mereka takkan menang. apa lagi kalau kakek dan gadis ini maju bersama! Lee Ing hendak mengejar, akan tetapi Bu Kam Ki mencegah.

   "Tak perlu dikejar, nona. Merekapun akan mampus dalam tiga han lagi oleh pukulanku kemarin dulu. Obat yang dibawa dan diminum mereka tadi hanya bubuk gandum vang tidak ada artinya. Aku sudah dapat menduga bahwa mereka akan berlaku khianat maka aku sengaja diam-diam datang pula ke sini."

   "Jadi tadipun kau orang tua vang memberi petunjuk jalan dengan nyala api?"

   Tanya Lee Ing sambil tersenyum.

   "Kau cerdik, lebih cerdik dari pada Liem-sicu ini."

   Kakek itu tertawa bergelak.

   "Bu-locianpwe, saya melakukan kewajiban dengan sungguh hati, datang menghadap locianpwe dengan penuh kejujuran hati, mengapa locianpwe menipu saya dengan memberikan obal palsu?"

   Han Sin memprotes dengan kening berkerut. Pemuda ini wataknya gagah dan jujur, tentu saja tidak suka akan segala perbuatan yang tidak terus terang dan segala macam tipu-tipuan.

   "Orang muda, hatimu terlalu baik, karenanya kadang-kadang lemah. Terhadap orang orang macam mereka, bagaimana kau suka memberi obat? Kecuali kalau mereka mau memenuhi syaratku. Sekarang, tinggal kau yang memenuhi janjimu untuk datang ke rumahku dan memenuhi permintaanku."

   "Yang locianpwe maksudkan, datang ke rumah locianpwe?"

   "Tentu, apa kau sudah melupakan janjimu?"

   Han Sin diam saja, melirik ke arah Lee Ing. Bagi dia sendiri, tentu saja ia tidak menaruh keberatan untuk mengunjungi rumah kakek itu, apa lagi dia memang sudah berjanji hendak mengunjunginya. Akan tetapi mengajak Lee Ing sekali lagi keluyuran melalui hutan di tengah malam, benar-benar membuat hatinya tidak enak sekali.

   "Kakek tua, kau cerewet benar, bawel seperti nenek-nenek!"

   Lee Ing mencela, hatinya mendongkol.

   "Masa sudah malam lagi gelap kau menyuruh kami melalui hutan belukar itu? Biarpun rumahmu tidak berapa jauh, setidaknya pada tengah malam baru akan sampai di sana. Kalau kau ada perlu dengan Liem-twako, katakan saja di sini apa sih salahnya?"

   "Kau ini masih ada hubungan apakah dengan orang muda ini maka turut-turut mencampuri urusan?"

   Kakek Bu itu membentak tak senang.

   Ditegur begini, muka Lee Ing menjadi merah dan ia gelagapan, tak tahu bagaimana harus menjawab. Memang kalau dipikir-pikir, ia sih tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Liem Han Sin kecuali sebagai teman seperjalanan! Melihat keadaan gadis ini serba salah dan gelagapan, Han Sin cepat menjawab pertanyaan ini.

   "Bu-locianpwe, nona Souw hanyalah teman baik dan penolongku, tidak ada hubungan apa-apa. Akan tetapi karena nona Souw sudah banyak menolongku, tidak berani aku membikin dia repot lagi. Maka yang diusulkannya tadi memang betul, harap locianpwe suka menyampaikan di sini saja apa yang dapat saya lakukan untuk locianpwe."

   Bu Kam Ki adalah seorang tokoh kang-ouw yang berwatak aneh, juga ia terlalu perduli akan aturan-aturan yang mengikat kebebasan seseorang. Oleh karena itu, iapun tidak ragu-ragu dan tidak sungkan-sungkan lagi untuk menyampaikan niatnya dengan kata-kata.

   "Liem Han Sin, kau murid Im-Yang Thian-Cu dan anggauta Tiong-gi pai, benar amat cocok dengan keluargaku. Oleh karena itu, mengingat akan pengutaraanmu tadi bahwa kau belum beristeri dan belum bertunangan, maka aku mengambil keputusan untuk menarik kau sebagai jodoh anak perempuanku. Bu Lee Siang."

   Saking kaget dan bingungnya mendengar usul yang sama sekali tidak disangkanya ini, Han Sin sampai berdiri bengong tak dapat menjawab, hanya memandang bengong kepada kakek itu.

   Tiba-tiba Lee Ing tertawa cekikikan, menutupi mulutnya dengan tangan akan tetapi tetap saja suara ketawanya membanjir keluar tak dapat dicegah lagi. Han Sin menoleh dan kini memandang kepada Lee Ing, tidak bengong lagi melainkan penuh permohonan tolong dalam pandang matanya. Juga Pek-kong-sin-ciang Bu Kam Ki menoleh dan memandang kepada gadis itu, akan tetapi dengan pandang mata marah.

   "Hi-hi-hi, sudah kuduga... sudah kuduga...!"

   Kata Lee Ing menahan ketawanya sambil memandang pemuda itu.

   "Apa yang kau duga? Apa yang kau ketawai?"

   Bu Kam Ki membentak marah kepada Lee Ing.

   Sejak tadi Lee Ing selalu bersikap dan bicara kasar kepadanya, akan tetapi sebagai seorang tokoh besar dunia kang-ouw, ia sudah biasa dengan sikap yang aneh-aneh, maka ia tidak mengambil perduli. Akan tetapi sekarang, ia berada dalam keadaan sungguh-sungguh dan ia merasa tidak senang kalau ada orang mentertawainya. Kalau Bu Kam Ki tidak mengerti mengapa gadis itu tertawa. adalah Han Sin yang sekarang teringat akan kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu di dalam hutan, dalam gelap-gulita tadi tentang gadis dan janda kembang!

   Memang benar gadis ini telah dapat menduga bahwa Bu Kam Ki tentu akan minta dia menerima pinangannya menjadi jodoh anaknya, gadis yang belum menikah akan tetapi sudah janda kembang itu karena ditinggal mati oleh tunangannya. Bagaimana Lee Ing bisa tahu? Benar-benar ajaib sekali gadis pujaannya, gadis yang sekaligus merampas hatinya, yang tiada keduanya di dunia ini. Kawin dengan puteri Bu Kam Ki? Tidak, biarpun dengan seorang bidadari dari kahyangan sekali, ia tak mau menikah setelah dalam hidupnya ia bertemu dengan seorang dara seperti Lee Ing! Bukankah tadi di dalam gelap ia telah bersumpah akan bersetia sampai mati kepada Lee Ing? Bagai mana dia bisa menikah dengan orang lain?

   "Maaf, Bu-lecianpwe. Bukannya saya tidak menghargai budi kecintaan dan kepercayaan locianpwe kepada saya, akan tetapi tentang perjodohan..."

   Angin malam yang menerobos masuk dari jendela membuat lilin-lilin di dalam ruangan itu bergerak-gerak apinya sehingga wajah Bu Kam Ki sukar dilihat, tertutup bayangan yang bergerak-gerak. Akan tetapi mendengar suaranya mudah diduga bahwa ia marah sekali. Tadi ia sudah marah karena merasa ditertawai oleh Lee Ing, sebelum ia mendapat jawaban dari Lee Ing tentang apa yang diketawainya. sekarang Han Sin secara terang-terangan menolak mentah-mentah pinangannya!

   "Ingat janjimu, orang muda.."

   "Saya masih ingat baik-baik locianpwe. Saya bersedia memenuhi permintaan locianpwe untuk urusan yang dapat saya lakukan, bukankah demikian? Dan perkara perjodohan, betul-betul saya tidak sanggup melakukan. Kalau urusan lain yang locianpwe minta, biar kerja keras dan jalan jauh kiranya masih akan dapat saya lakukan."

   "Jangan plintat-plintut bicara di hadapanku, tahu? Bukankah tadi kau bilang bahwa kau belum punya isteri atau tunangan, berarti kau masih bebas? Sekarang, aku hendak menjodohkan kau dengan anakku, apa halangannya maka kau menolak? Hayo katakan apakah anakku kurang cantik? Kurang pandai?"

   Benar-benar kakek itu sudah marah.

   Mendengar ucapan ini, kembali Lee Ing tertawa kecil. Sekali lagi naik darah dalam kepala Bu Kam Ki. Kalau gadis itu tertawa di saat lain, masih tidak mengapa, akan tetapi pada saat itu benar-benar suara ketawa ini merupakan minyak bakar dalam api menyala.

   "Kau ketawa lagi ada apakah, monyet betina?"

   "Lutung tua. ketawa atau menangis tidak dikenakan pajak, siapa melarang? Kau yang ditolak pinanganmu boleh menangis sepuasmu, aku yang melihat kelucuan ini boleh ketawa sesukaku, kau mau apa? Orang lain yang menolak pinanganmu kok kau marah-marah kepadaku, apa kau sudah sinting?"

   "Bocah sinting! Apa kau tidak tahu bicara dengan siapa, berani kurang ajar seperti itu?"

   Bu Kam Ki melangkah maju, kedua lengannya sudah gemetar karena ia menahan-nahan nafsunya hendak memukul. Kalau tidak ingat bahwa Lee Ing hanya seorang gadis muda yang sebaya dengan anaknya, tentu tadi-tadi ia sudah menjatuhkan tangan besi.

   "Tua bangka!"

   Suara Lee Ing sekarang juga terdengar sungguh-sungguh dan ketus sekali.

   "Aku bicara dengan Pek-kong-sin-ciang Bu Kam Ki, seorang tua bangka yang mengaku-aku sebagai bekas pahlawan, bekas patriot bangsa pembela rakyat yang gagah perkasa dan budiman, akan tetapi ternyata setelah tua menjadi seorang yang tak tahu malu, mengandalkan kepandaian untuk menindas orang lain dan tidak saja menjatuhkan tangan maut kepada keluarga Ciong yang belum diketahui kesalahannya, akan tetapi juga memaksa seorang pemuda menjadi mantunya. Cih, tak tahu malu betul!"

   Kemarahan hati Bu Kam Ki tak dapat ditahannya lagi. Kalau yang memakinya itu seorang yang sederajat atau setingkat, kiranya ia yang biasanya berwatak jujur tentu akan mempertimbangkan ucapan itu. Akan tetapi yang menegur dan memakinya sekarang hanya seorang gadis muda, ini penghinaan sebesar-besarnya!

   "Bocah tak tahu aturan, kau agaknya sudah bosan hidup!"

   Bu Kam Ki melompat maju hendak menyerang.

   "Jangan, Bu locianpwe.....!"

   Han Sin juga melompat, menghadang dan mencegah kakek itu turun tangan.

   "Mengapa pula kau menahanku? Dia apamu?"

   "Bu....bukan apa apa, dia... dia penolongku."

   "Kalau begitu minggir! Dia boleh menolongmu, akan tetapi telah menghinaku!"

   Secepat kilat Bu Kam Ki menerobos ke samping tubuh Han Sin, menerjang Lee Ing. Akan tetapi gadis itu sudah melompat mundur mencari tempat lega karena tempatnya tadi di dekat meja, sempit sekali.

   "Jangan, locianpwe...!"

   Han Sin mencegah lagi.

   "Kau akan kalah...!"

   
Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Pemuda ini yang sudah menyaksikan kepandaian Lee Ing, tidak merasa ragu-ragu lagi bahwa gadis sakti ini tentu akan menang kalau sampai terjadi pertempuran, sungguhpun ia juga sudah dapat menduga akan kelihaian kakek ini. Kata-kata terakhir ini begitu saja terloncat dari mulutnya seperti ketika Lee Ing hendak bertanding melawan Ciong Thai. Di dalam hatinya sudah terdapat kepercayaan penuh bahwa gadis pujaannya ini memiliki kesaktian seperti Kwan Im Posat dan karenanya tidak terkalahkan!

   Mendengar ini, mana Bu Kain Ki mau percaya? Ia mengeluarkan suara ketawa dingin, lalu menerjang terus sambil memukul dengan Pek-kong-siu-ciang. Diterangi cahaya api lilin, pukulan itu mendatangkan sinar putih yang menyilaukan ketika tangan itu meluncur seperti kilat menyambar ke arah tubuh Lee Ing. Biarpun mewarisi kepandaian sangat tinggi. Lee Ing hanya seorang gadis muda yang belum banyak pengalaman. Apa lagi dia masih muda, darahnya masih panas dan keberaniannya berlebih-lebihan sampai ia kurang berhati-hati.

   Biarpun dari nama julukan kakek ini ia dapat menduga bahwa lawannya adalah ahli dalam ilmu Iweekang dan memiliki ilmu pukulan yang berbahaya, namun menghadapi pukulan Pek-kong-sin-ciang ini ia tidak menjadi gentar sama sekali, malah iapun menggerakkan tangan kanan mendorong ke arah pukulan lawannya itu, sedangkan tangan kirinya dibengkokkan dengan aneh ke atas seperti bukan gerakan ilmu silat. Padahal menurut ilmu silat yang ia pelajari dari Gua Siluman, gerakan ini adalah gerakan serangan yang amat lihai, disebut Si Gila Memuja Bulan!

   "Werrr! Werrr!"

   Dua macam hawa pukulan dari dua orang itu menyambar dan saling bertemu dengan kekuatan yang dahsyat sekali. Pek-kong-sin-ciang Bu Kam Ki melongo setelah ia dapat mengerahkan tenaga dalamnya untuk menahan keseimbangan tubuhnya yang menjadi terguncang oleh pertemuan tenaga yang hebat Sebagai seorang kang ouw yang ulung dan sudah banyak sekali pengalamannya, tentu saja sudah pernah ia bertemu dengan lawan tangguh, akan tetapi selama hidupnya baru sekali inilah ia bertemu dengan seorang gadis muda sebaya anaknya yang tidak saja dapat menahan pukulan jarak jauhnya Pek-kong-sin-ciang. malah dapat membuat kedudukan kakinya terguncang! Dan yang terutama sekali membuat ia melongo adalah melihat gerakan pukulan gadis itu yang amat aneh dan lucu, selama hidupnya belum pernah ia menyaksikannya. Inilah yang hebat dan membuatnya tercengang, oleh karena Bu Kam Ki adalah seorang tokoh di dunia persilatan serba bisa. Semenjak mudanya kakek ini tiada hentinya mempelajari ilmu silat maka boleh dibilang segala macam ilmu silat dan cabang yang manapun juga ia mahir, atau sedikitnya tentu ia dapat mengenalnya. Akan tetapi ilmu pukulan yang diperlihatkan gadis tadi, dengan tangan kiri membengkok aneh ke atas, benar benar belum pernah ia melihatnya.

   "Hemmm, kau boleh juga. Siapa namamu?"

   "Namaku souw Lee Ing, kau kakek tua tanya-tanya nama ada apa sih?"

   "Hush, kurang ajar kau! Apa kau kira dengan sedikit kepandaianmu kau bisa membikin aku takut? Lihat serangan!"

   Kembali Bu Kam Ki menyerang, karena penasaran kini ia melakukan pukulan-pukulan berat, berganti-ganti dari jarak jauh dan dekat sehingga angin menyambar-nyambar dan terputar-putar ke arah gadis itu. Setidaknya jauh lebih lihai dari pada tokoh-tokoh seperti Mo Hun atau Kui Ek kalau tak boleh dibilang setingkat dengan kepandaian Tok-ong Kai Song Cinjin. Pukulan Pek-kong-sin-ciang benar-benar mengandung angin pukulan yang dahsyat.

   Kalau di fihak Lee Ing kagum, di fihak Bu Kam Ki tak dapat dilukiskan lagi kekagetannya ketika melihat gadis itupun membuat beberapa gerakan aneh, terhuyung-huyung dan meloncat ke sana ke mari sambil menggerakkan kedua tangannya dengan kacau-balau. Akan tetapi dari sepasang lengan gadis itu menyambar hawa pukulan yang demikian hebat sehingga semua pukulan, baik dari jarak jauh maupun jarak dekat, terpental kembali! Lima pukulannya yang dilepas secara bertubi-tubi seperti menubruk benteng baja dan terpental kembali Inilah hebat! Orang yang dapat menghadapi pukulan-pukulannya tadi seperti yang dilakukan oleh gadis ini, demikian mudah dan sederhana, kiranya jumlahnya dapat dihitung dengan jari tangan.

   "Lihai juga! Bocah, kau murid siapakah?"

   Tanya Bu Kam Ki dengan muka berobah merah karena pertanyaannya ini merupakan pengakuan bahwa ia tidak dapat mengenal permainan silat gadis itu.

   Sambil bertolak pinggang Lee Ing menjawab.

   "Kakek ompong! Mau tahu guruku? Namanya Bu Beng (Tiada Nama), bertahta di Yu-beng-te-hu (Istana Akhirat) di kota Kui-bun-koan (Kota Iblis). Puas?"

   Wajah Bu Kam Ki makin menjadi pucat saking marahnya. Jelas gadis ini mempermainkannya dan terlalu memandang rendah kepadanya. Tentu saja ia tidak tahu bahwa biarpun secara main-main, gadis itu telah membuat pengakuan, karena gurunya memang bernama Bu-Beng Sin-Kun dan tempat tinggalnya di dalam Gua Siluman.

   "Yau-hu (siluman betina)! Kau benar-benar tidak memandang mata kepada Pek-kong-sin-ciang Bu Kam Ki. Kau jaga baik-baik pukulanku ini!"

   Setelah berkata demikian, kakek itu menggerak-gerakkan kedua tangannya, diputar-putar di depan dada sampai semua pergelangan lengan mengeluarkan bunyi "kretek... kretek!"

   Dan kulit lengannya nampak putih berminyak.

   Setelah itu ia lalu membanting kedua kakinya di atas lantai sambil berseru "aaahhhh!"

   Dan..... sepasang kakinya itu amblas ke dalam lantai sampai dua dim lebih. Kemudian ia memandang tajam ke depan, siap melakukan pukulannya. Inilah ilmu pukulan yang disebut Pek-in-ki-san (Awan Putih Naik Gunung) yang merupakan inti dari Ilmu Silat Pek-kong-sin-ciang ciptaannya sendiri. Pek-in-ki-san ini merupakan serangan yang terdiri dari dua pukulan, pertama menghantam bagian bawah tubuh lawan sedemikian rupa sehingga jalan satu-satunya bagian lawan untuk menghindarkan diri hanya melompat ke atas. Kemudian pukulan susulan, yaitu bagian "ki-san"

   Atau naik gunung dilakukan dengan memukul ke arah lawan yang sedang meloncat. Dalam keadaah meloncat tentu saja kedudukan lawan tidak kuat, sedangkan dua pukulan ini dilakukan dengan tenaga Pek-kong-sin-ciang maka dapat dibayangkan betapa dahsyat dan berbahayanya.

   Namun reaksi yang diperlihatkan oleh Lee Ing di luar dugaan dan tidak kalah anehnya. Melihat orang mengerahkan tenaga Iweekang sepenuhnya sampai lantai tempat kaki berpijak menjadi amblas ke bawah. Lee Ing mengeluarkan suara ketawa aneh sekali dan.. gadis itu mendadak menjatuhkan diri, duduk di atas lantai dengan kedua kaki dilonjorkan ke depan, kemudian kedua tangannya ia sodorkan dalam sikap menyembah.

   Kelihatannya memang aneh dan menggelikan, akan tetapi inilah gerakan yang disebut Si Gila Menyembah Matahari, suatu pecahan dari Ilmu Silat Si Gila Merindu peninggalan Bu-Beng Sin-Kun. Dalam gerakan ini terkandung tenaga Iweekang yang dahsyat dan gaib.

   Pek-kong-sin-ciang Bu Kam Ki ketika melakukan pukulan pertama tertumbuk kepada tenaga tak terlihat yang meniup dari gerakan dua tangan gadis yang menyembah itu sampai terpental kedua kepalan tangannya yang melakukan gerakan mendorong. Ia kaget setengah mati bercampur rasa heran, akan tetapi melihat gadis itu kini berjungkir balik dengan kepala di bawah dan kaki di atas, kembali ia melakukan pukulan sebagai lanjutan pukulan pertama. Kali ini pukulannya dilakukan agak ke atas, sedianya untuk memukul lawan yang melakukan pembelaan diri secara melompat.

   Akan tetapi oleh karena pembelaan diri Lee Ing tadi lain dari pada yang lain, malah sekarang gadis itu berjungkir-balik, tentu saja pukulan ini menuju ke arah kedua kaki gadis itu yang menjulang ke atas seperti dua batang rebung (bambu muda). Pukulan ini hebatnya bukan kepalang tidak kalah oleh yang pertama dan kaki orang lain pasti akan patah-patah atau remuk terkena hawa pukulan ini.

   Lee Ing menggerak-gerakkan kedua kakinya seperti orang menendang bola, atau seperti anak bayi bermain-main dengan kaki. Akan tetapi inipun bukan gerakan biasa karena dari kedua kakinya menyambar tendangan yang hebat. Sekali lagi Bu Kam Ki terkejut dan pukulannya terpental, bahkan tubuhnya sampai doyong ke belakang hampir terpental! la cepat melompat dan kiranya lantai yang tadi amblas sekarang makin dalam lubangnya sampai kakinya tadi amblas sebatas lutut.

   Terdengar Lee Ing tertawa aneh sekali lagi dan gadis inipun melompat dan berdiri seperti biasa. Bekas kedua tangannya menabok lantai tadi juga kelihatan berlubang kurang lebih satu dim dalamnya. Ternyata hebat juga pengaruh pukulan Bu Kam Ki, akan tetapi kalau dilihat betapa lubang yang dibuat oleh kedua kaki kakek itu jauh lebih dalam, dapat dinilai bahwa dalam mengadu tenaga lweekang yang sakti tadi, ternyata gadis itu masih menang setingkat.

   "Kau siluman wanita! Katakan dulu siapa gurumu, dari partai mana kau sebelum aku melanjutkan mengadu nyawa denganmu! Aku tidak akan malu-malu lagi untuk mengeluarkan seluruh kepandaianku melihat bahwa kau adalah seorang lawan setingkat."

   Sejak tadi Han Sin berdiri bengong melihat pertandingan yang dalam pandangannya amat aneh itu, akan tetapi yang ia tahu merupakan pergulatan mati-matian maka dapat dibayangkan betapa gelisah hatinya. Ingin ia mencegah pertandingan ini, kalau bisa ia akan menolong Lee Ing dan kalau perlu mengorbankan nyawanya untuk nona yang dicintainya ini, akan tetapi tentu saja ia merasa berat kalau syarat pertolongan itu dia harus menikah dengan gadis lain!

   "Bu lo-enghiong, nona Souw adalah puteri tunggal Souw Teng Wi Taihiap! Harap maafkan dan sudahi pertempuran ini!"

   Akhirnya ia berteriak dengan hati gelisah sekali. Bu Kam Ki nampak kaget sekali mendengar ini seperti disengat kalajengking. Matanya terbelalak lebar kemudian tertawa terbahak-bahak.

   "Ha-ha-ha-ha! Titian Maha Adil! Souw Teng Wi mempunyai puteri seperti ini, benar-benar ini kurnia Thian. Memang seorang pahlawan besar seperti dia patut sekali di anugerahi puteri segagah ini. Ha-ha-ha, nona muda, kalau belum bertempur belum saling mengenal, ini memang kebiasaan orang- orang gagah. Kenyataan bahwa kau memang bersalah dalam hal ini. Ayahmu seorang pahlawan bangsa yang tiada keduanya. Dan kau seorang gadis muda yang tiada keduanya pula di dunia ini. Kepandaianmu benar-benar hebat dan mengagumkan. Sudahlah, aku si tua bangka memang terlalu memikirkan kepentingan sendiri, terlalu ingin melihat anakku mendapat jodoh seorang pemuda gagah. Lamunan kosong belaka, tidak melihat kebodohan dan keburukan rupa anak sendiri. Sudah, Liem-sicu, maafkan saja aku orang tua yang sudah pikun. Soal perjodohan kucabut kembali, namun aku tetap kelak dapat kau harapkan bantuanku dalam perjuangan membantu Tiong-gi-pai, tentu saja kalau aku masih hidup pada waktu itu."

   Setelah berkata demikian, sekali berkelebat Bu Kam Ki menghilang keluar dari rumah, lenyap ditelan gelap malam.

   Lee Ing menarik napas panjang.

   "Hebat.... Bu-lohiap itu kepandaiannya tinggi dan lihai sekali. belum tentu kalah oleh Tok-ong Kai Song Cinjin."

   "Menurut suhu, Pek-kong-sin-ciang memang merupakan seorang di antara tokoh besar yang sekarang sudah jarang sekali muncul. Malah suhu pernah berkata bahwa sekarang setelah Tok-ong memperlihatkan diri, ada harapan tokoh yang lain juga memperlihatkan diri. Masih ada dua orang tokoh lain yang tingkatnya kelas satu akan tetapi suhu sendiri belum pernah berjumpa, yang satu bernama Tok-pi Sin kai (Pengemis Sakti Tangan Satu) dan seorang lagi berjuluk Im-kau Hek-mo (Iblis Hitam dari Akhirat)! Mereka ini kata suhu adalah orang orang aneh yang sukar sekali diajak urusan."

   Lee Ing tertarik sekali "Hemm, tak kusangka di dunia begitu banyak orang sakti."

   "Betapapun saktinya, tiada yangm dapat mcelawanmu, nona Souw"

   "Bisa saja kau memuji. Aku ini apa, sih? Eh, Liem twako, kau tadi mengapa menolak? Bukankah enak sekali ditarik mantu, gadisnya cantik dan lihai, mertuanya sakti. Mau pilih yang bagaimana lagi?"

   Han Sin menghela nafas dan berkata sungguh-sungguh.

   "Kau tahu, nona, jangankan baru puteri Bu lohiap, biar bidadari dari kahyangan sekalipun aku tetap akan menolak. Hati, cinta kasih....... bahkan jiwa ragaku sudah bukan milikku lagi, sudah kuserahkan untuk bersetia sampai mati... Lupakah kau akan sumpah dan janjiku di dalam hutan gelap tadi?"

   Lee Ing meniup dengan mulutnya dan semua lilin di ruangan itu padam, keadaan menjadi gelap sekali, gelap gulita tidak kelihatan apa-apa.

   "Hayo kita pergi, jangan mengacau yang bukan-bukan. Kita lanjutkan perjalanan, aku tidak senang di tempat ini."

   "Malam-malam begini?"

   "Biar malam! Sekarang sudah lewat tengah malam, sebentar lagi juga datang pagi yang terang."

   "Baiklah, hanya aku khawatir kita akan kehilangan jalan lagi."

   "Lebih baik aku bermalam di hutan dari pada di rumah ini. Hayo!"

   Keluarlah dua muda-mudi itu dari rumah keluarga Ciong dan hal ini mudah dilakukan karena di luar rumah dipasangi lampu gantung. Hati Han Sin makin melekat kepada gadis yang luar biasa itu, akan tetapi makin dipikir makin sedihlah dia karena tidak ada harapan. Gadis ini demikian lihai dan sakti, dia mana ada harga menjadi sisihannya? Paling-paling menjadi pengagumnya selama hidup. Akan tetapi, mendapat kesempatan bersama menghadapi segala pengalaman berhaya, sudah merupakan hal yang amat membahagiakan hatinya.

   Menjelang pagi mereka masih berada di dalam hutan. Lembah Sungai Yang-ce di wilayah ini ternyata banyak hutannya, hutan yang besar dan liar. Pagi itu hawanya dingin sekali menusuk tulang, namun bagi muda-mudi seperti Han Sin dan Lee Ing yang memiliki kepandaian tinggi, tentu saja serangan hawa dingin ini bukan apa-apa. Dengan gembira mereka berjalan terus melalui sebuah lorong kecil yang jarang sekali dilalui manusia.

   "Ada orang menggantung diri di sana!"

   Tiba-tiba Han Sin berseru sambil menuding ke kiri. Lee Ing menoleh dan benar saja, di sebelah kiri kelihatan seorang gadis menggantung lehernya sendiri dengan sehelai ikat pinggang sutera yang diikatkan pada dahan pohon besar yang tinggi.

   "Hemmmm, seperti pernah kulihat mukanya,"

   Kata Lee Ing sambil mengikuti Han Sin yang sudah melangkah maju ke jurusan itu.

   "Benar, dia Bu Lee Siang!"

   Kaget hati Han Sin. Benar saja gadis yang mengambil keputusan pendek itu adalah Lee Siang, puteri Bu Kam Ki.

   "Dia masih hidup, mari kita tolong!"

   Kata Han Sin.

   Lee Ing mengerutkan keningnya.

   "Dia sudah mengambil keputusan sendiri, ditolong juga apa

   (Lanjut ke Jilid 20)

   Pusaka Gua Siluman (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 20

   artinya? Kecuali kalau kau menikah dengan dia dan selalu berada di sampingnya, baru dia tidak ada kesempatan menggantung diri. Kalau tidak, sekarang ditolong besok bisa menggantung leher sendiri lagi."

   Akan tetapi Han Sin yang besar perikemanusiaannya itu tidak memperdulikan kata-kata Lee Ing dan cepat melompat ke atas, memutuskan ikat pinggang yang mengikat leher Lee Siang, kemudian tanpa sungkan-sungkan lagi ia memondong tubuh gadis itu ke bawah dan membaringkannya di atas rumput. Pada kulit leher yang putih bersih itu nampak tanda merah bergurat bekas ikatan tali sutera. Baiknya belum lama gadis ini menggantung diri, sebentar saja napasnya sudah mulai berjalan lagi. Akan tetapi ketika Han Sin menengok, ternyata Lee Ing sudah pergi darin situ! Lee Siang membuka matanya perlahan, nampak terheran lalu menoleh ke kanan kiri. Ketika ia melihat Han Sin berjongkok di dekatnya, ia kaget sekali.

   "Di....di mana aku....?"

   Tanyanya lemah.

   "Engkau masih hidup, nona. Harap tenang dan sabar, segala hal dapat diurus beres, mengapa mesti mengambil jalan gelap?"

   Akan tetapi Lee Siang melompat kaget mendengar ini.

   "Jadi kau.. kau yang menolongku? Setelah apa yang kau lakukan kepadaku.. setelah kau menghinaku, menghancurkan hatiku, mendatangkan malu besar sampai aku tak sanggup hidup lagi, sekarang kau masih hendak merintangi aku mengambil jalan gelap? Aku mampus kau perduli apa?"

   Nona itu kelihatan marah sekali.

   Han Sin gelagapan disSrang dengan kata-kata ini.

   "Eh-heii. nanti dulu, nona. Apakah kesalahanku? Aku menghina bagaimana dan mengapa membikin malu? Apa kau tidak keliru?"

   "Orang berhati kejam! Kau masih berpura-pura lagi? Kau menolak pinangan ayah, berarti kau, menolak aku! Tanpa alasan pula! Dan ayah tidak berdaya memaksamu karena... karena siluman wanita itu....! Untuk apa aku hidup setelah menerima penghinaanmu ini tanpa dapat membalas?"

   "Ah, kau keliru, nona. Aku sama sekali tidak menolak karena aku benci kepadamu atau kupandang rendah. Sama sekali bukan tidak ada alasan.:

   "Kau belum beristeri belum bertunangan, namun kau menolak!"

   "Betul, akan tetapi jiwa ragaku sudah ada yang punya! Sungguhpun orang ini belum tentu mencintaiku, namun selama hidupku aku hanya mencinta seorang wanita saja."

   Bu Lee Siang nampak tercengang.

   "Eh, kenapa kau tidak memberi tahu ayah secara terus terang untuk mencegah ayah menggunakan paksaan yang memalukan? Apakah..... apakah wanita itu siluman betina yang datang bersamamu?"

   Han Sin hanya mengangguk. Tiba-tiba Lee Siang mengeluarkan suara aneh, setengah tertawa setengah menangis, lalu pergi dari situ.

   "Kalau begitu kau tidak menghinaku, aku tak perlu mati. Bukan kau saja laki-laki di dunia ini!"

   Han Sin menarik napas panjang. Untung gadis itu dapat sadar dan membatalkan niatnya yang buruk, la menoleh ke sana ke mari tetapi tetap saja tidak nampak Lee Ing. Memang ada baiknya Lee Ing tidak berada di situ, pikirnya karena kalau tadi ada Lee Ing, kiranya tak semudah itu ia mengaku di depan puteri Bu Kam Ki bahwa ia hanya meminta Lee Ing seorang.

   "Nona Souw....!"

   Teriaknya memanggil. Tiada jawaban.

   "Adik Lee Ing..!"

   Ia memanggil lagi.

   Tetap sunyi, tiada jawaban gadis itu, hanya kicau burung hutan yang menjawabnya. Apa boleh buat, ia berjalan terus melanjutkan perjalanannya tadi, keluar dari hutan. Setelah keluar dari hutan itu, ia melihat Lee Ing, berdiri menghadapi matahari pagi sambil bersilang tangan seperti sedang mandi cahaya matahari. Gadis itu berdiri tegak dan membelakangi Han Sin.

   "Nona Souw.....!*"

   Han Sin berseru girang.

   "Kusangka kau sudah pergi jauh dari sini."

   Lee Ing memutar tubuhnya dan Han Sin melihat sepasang mata yang kemerahan, agaknya karena terlalu lama menghadapi matahari pagi, pikirnya.

   "Bagaimana dengan Bu Lee Siang?"

   Tanya Lee Ing dengan suara perlahan, berbeda dari biasanya. Agak tergetar dan terharu.

   "Anak bodoh itu sudah pulang,"

   Jawab Han Sin biasa.

   Tiba-tiba Lee Ing nampak marah.

   "Sombong! Kenapa kau menyebut dia anak bodoh?"

   Akan tetapi sebelum Han Sin menjawab, dia sudah berkata lagi cepat-cepat.

   "Hayo kita melanjutkan perjalanan. Bukankah kau hendak ke Peking sekarang? Ataukah masih harus berputar-putar di sini?"

   "Aku baru mendapat janji satu orang, yaitu Bu-lohiap, tentu ini belum berarti tugasku selesai. Aku harus terus ke barat lebih dulu sampai di Gunung Tai-Iiang-san, baru aku akan ke utara."

   Di dalam hatinya Han Sin ingin mengajak nona itu, akan tetapi tentu saja bibirnya tidak berani mengucapkannya.

   "Hemmmmm........."

   Lee Ing berpikir-pikir.

   "sebetulnya aku harus cepat-cepat ke utara mencari ayah. Akan tetapi, bertemu dengan orang-orang sakti itupun menarik hati sekali. Setelah sampai di sini, baik aku ikut sampai ke Tai-liang'-san."

   Girang hati Han Sin.

   "Bagus sekali, nona Souw. Aku harap saja kita akan dapat bertemu dengan seorang di antara dua tokoh yang kusebutkan tadi karena kata suhu mereka itu dahulu melenyapkan diri di wilayah Tai-Iiang-san."

   Berangkatlah kedua orang ini ke barat, melalui jalan yang amat sukar dan liar. Namun berkat kepandaian mereka yang tinggi, tentu saja perjalanan sukar itu mereka lakukan dengan mudah dan cepat. Hanya Han Sin yang payah, harus selalu mengerahkan seluruh kepandaian untuk dapat mengimbangi kecepatan gerakan Lee Ing yang nampaknya berjalan biasa namun ringan dan cepat sekali majunya.

   Mereka makin erat hubungannya. Lee Ing adalah seorang gadis jenaka yang selalu bergembira, namun agak aneh wataknya dan kadang-kadang seperti orang sinting! Ini adalah pengaruh yang ia dapat dari Gua Siluman. Di lain fihak, Han Sin adalah seorang pemuda yang sifatnya sederhana, ramah-tamah, jujur dan selalu berpikiran baik dan sopan. Mereka cocok sekali. Yang membuat Han Sin merasa agak kecewa dan juga heran adalah pengetahuan Lee Ing tentang ilmu silat. Kalau Han Sin mengajaknya bicara tentang ilmu silat, keterangan gadis yang berilmu tinggi itu amat kacau dan malah seperti ngawur kalau tidak boleh dikata bahwa tingkat pengetahuannya seperti tingkat seorang yang memiliki kepandaian ilmu silat tidak berapa tinggi.

   Hal ini memang demikian, karena kepandaian silat dari Lee Ing adalah berkat pendidikan kong-kongnya, Haminto Losu, yang biarpun lihai namun dibandingkan dengan Han Sin masih terhitung rendah. Adapun ilmu kesaktian yang kini dimiliki gadis itu adalah ilmu silat yang aneh, yang ia warisi dari manusia aneh pula sehingga dasar-dasarnya sudah jauh berlainan dengan ilmu silat-ilmu silat dari partai-partai seperti Kun-lun, Bu-tong, Go-bi, dan lain-lain yang mempunyai dasar yang sama, atau setidaknya hampir sealiran.

   Yang berbeda hanya ilmu silat-ilmu silat dari golongan sia-pai atau

   penganut-penganut Mo-kauw yang merobah ilmu silat menjadi setengah ilmu sihir, merobah-ilmu seni penjagaan diri menjadi ilmu setan alat pembunuh!

   Akan tetapi, ilmu silat yang dimiliki Lee Ing ini berbeda dari kedua-duanya! Dikata seni penjagaan diri yang biasanya selain keteguhan juga diperlihatkan keindahan gerak tubuh, sama sekali bukan karena gerakan-gerakan yang diperlihatkan Lee Ing sama sekali tidak indah, kacau balau dan lucu seperti seorang gila menari-nari. Dikatakan ilmu setan alat pembunuh dari Mo-kauw juga bukan, karena pukulan-pukulannya bersih tidak memperlihatkan segi-segi curang dan tidak mengandung hawa beracun.

   Hati Han Sin sudah seratus prosen tunduk, ia mencinta Lee Ing sepenuh hati dan perasaannya. Ini bukan rahasia lagi, malah biarpun ia selalu bersikap sopan dan tidak berani sembarangan menyatakan cinta, namun gerak-gerik dan sikap serta pandang matanya membuat Lee Ing siang-siang sudah tahu apa gerangan yang terjadi di dalam hati pemuda tampan itu.

   Bagaimana dengan Lee Ing sendiri? Sukar dijawab, malah Lee Ing sendiri juga tidak tahu. Ia tertarik dan suka kepada Oei Siok Ho, pemuda y"ng amat ganteng dan memikat hatinya. Hatinya berbisik bahwa ia mencinta Siok Ho. Ia suka sekali kepada Han Sin, ini tidak dapat disangkal pula, akan tetapi di sana ada Siok Ho yang lebih dulu sudah merebut hatinya dan cintanya. Andaikata tidak ada Siok Ho, mungkin sekali hatinya akan condong kepada Han Sin.

   Tiga pekan telah lewat semenjak Han Sin dan Lee Ing melanjutkan perjalanan mereka ke barat. Sikap dua orang muda ini satu kepada yang lain sudah tidak asing lagi, malah kini Lee Ing selalu menyebut pemuda itu Sin-ko (kakak Sin) sedangkan Han Sin menyebut pemudi itu Ing-moi (adik Ing). Tentu saja sebutan ini adalah usul Lee Ing karena kalau tidak, Han sin masih selalu ragu-ragu dan tidak berani Untuk berlancang menyebut Ing-moi.

   Biarpun di dalam sebutan ini tidak ada artinya apa-apa namun Han Sin sudah menjadi amat girang dan berbesar hati. Memang tolol sekali orang yang sudah terpengaruh oleh cinta. Diberi senyum sedikit, dikerling sekilas, sudah bukan main besar hatinya! Mudah merasa bahagia, mudah pula merasa berduka, inilah sifat orang bercinta kasih.

   Pada suatu malam bulan purnama, dua orang muda-mudi ini melanjutkan perjalanan mereka yang kini sudah jauh meninggalkan tanah datar lembah sungai dan sudah mulai memasuki daerah tinggi berbukit. Malam itu memang indah. Bulan penuh tidak ada angin, terang sejuk dan pemandangan amat indahnya. Usul Lee Ing pula untuk melanjutkan perjalanan di waktu malam. Han Sin sudah biasa sekarang dengan watak gadis yang kadang-kadang aneh ini. la tidak banyak membantah, hanya menyatakan setuju dan melanjutkan perjalanan, tidak bermalam di dusun yang mereka lalui.

   "Malam indah seperti ini aku tidak mau dikurung dalam rumah apek di bawah atap penuh tikus,"

   Kata Lee Ing.

   "Kalau kita lelah mengantuk, biar kita bermalam saja di atas rumput bawah pohon sambil menikmati cahaya bulan untuk memperkuat Im-kang dalam tubuh.

   Kepandaian Han Sin belum mencapai tingkat begitu tinggi sehingga dari cahaya bulan ia dapat memperkuat Im-kang. Hanya orang-orang yang sudah tinggi saja tingkat lweekangnya akan dapat melatih diri dan memperkuat Yang-kang dengan sinar matahari dan memperkuat lm-kang dengan cahaya bulan.

   "Lihat, di sana itu ada asap, dan baunya sedap sampai ke sini.!"

   Tiba-tiba Lee Ing berkata sambil menudingkan telunjuknya yang kecil runcing itu ke arah puncak sebuah bukit kecil.

   "Heran,"

   Kata Han Sin setelah menoleh.

   "Terang di sana tidak ada dusunnya, tidak ada rumah orang. Bagaimana bisa ada asap dupa? Tentu dupa yang dibakar oleh pertapa."

   Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Mari kita melihat ke sana."

   Ajak Lee Ing.

   "Untuk apa kita mengganggu pertapa yang sedang menikmati cahaya bulan sambil membakar dupa dan berdoa? Itu dosa namanya, mengganggu pendeta yang mensucikan diri."

   Lee Ing tersenyum dan Han Sin tertegun, kesima kagum. Sering kali ia melihat gadis itu tersenyum, bahkan setiap gadis itu tersenyum ia selalu memperhatikan, akan tetapi belum pernah ia melihat Lee Ing tersenyum di bawah sinar bulan purnama. Memang hebat sekali senyum gadis di bawah sinar bulan purnama, mempunyai pengaruh dan wibawa yang ajaib sekali. Han Sin menjadi terpesona dan berdiri bengong seperti orang terkena hikmah.

   "He, kau kenapa, Sin-ko....?"

   Tanya Lee ing sambil menepuk pundaknya.

   Baru Han Sin sadar kembali dengan kaget lalu menjawab gugup-gagap.

   "Aku, aku... tidak apa-apa... hanya melihat engkau..."

   "Lain kali kalau memandang orang jangan seperti itu, mengerikan sekali."

   Gadis itu mengomel.

   "Kau tadi bilang yang di atas itu pendeta suci? Aku tidak percaya. Andaikata betul pendeta, dia tak bisa dibilang suci karena masih mempunyai keinginan besar untuk bersenang hati. Buktinya, hendak menikmati cahaya bulan dan harumnya dupa, dan semua itu dinikmatinya sendiri!"

   "Lho, mengapa perbuatan itu kau jadikan ukuran bahwa dia tidak suci?"

   Tanya Han Sin tak mengerti.

   "Sudahlah, jangan-jangan kita nanti cekcok tentang pendeta suci atau tidak Jangan merusak suasana seindah ini dengan perdebatan,"

   Kata Lee Ing yang segera membelok dan mulai mendaki bukit kecil itu. Terpaksa Han Sin mengikuti dari belakang. Memang dua orang muda-mudi ini seringkali berdebat mengukuhi kebenaran pendirian sendiri-sendiri. Han Sin orangnya jujur, tentu saja ia tidak suka pura-pura yang dianggapnya keliru. Akan tetapi kerap kali ia dibikin bingung dan tak mengerti oleh pendapat-pendapat Lee Ing yang aneh dan sukar dimengerti.

   Makin dekat dengan puncak bukit itu. makin keras baunya asap dupa menusuk hidung. Lee Ing mempercepat pendakiannya dan Han Sin terpaksa juga mengikutinya terus. Akhirnya sampai juga mereka di puncak dan terlihat oleh mereka tiga orang laki-laki setengah tua duduk bersila di atas tanah mengitari sebuah batu yang dipergunakan seperti meja, sedangkan di dekat mereka mengebul asap dupa itu yang ternyata amat keras dan harum baunya. Seorang di antara mereka adalah seorang setengah tua yang bertopi batok (topinya berbentuk batok), seorang lagi tosu setengah tua yang memegang pedang dan orang ke tiga adalah seorang gemuk dengan muka bundar seperti muka kodok, memegang sebatang pedang bengkak-bengkok seperti tubuh ular.

   "Dia Pek-kong-sin-kau Siok Beng Hui....!"

   Han Sin berbisik sambil menudingkan jan telunjuknya.

   "Yang bertopi batok itu?"

   Bisik Lee Ing kembali. Mereka berdua mengintai dari balik pohon dan mereka bersembunyi di balik pohon berhimpitan dan tanpa disengaja pundak Lee Ing mendesak dada Han Sin sedangkan rambutnya melambai mengusap hidung pemuda itu, membuat Han Sin untuk sejenak hampir kehilangan kesadarannya!

   "Dialah pembantu dan utusan raja muda di utara,"

   Kata Han Sin, suaranya agak gemetar karena hatinya masih dak-dik-duk dapat mencium rambut gadis itu tanpa disengaja.

   "Heran mengapa dia berada di sini?"

   Tentu saja Lee Ing sudah mengenal nama Siok Beng Hui. Bukankah orang tua ini ayah pemuda Siok Bun, merah pipi Lee Ing. Pemuda bertopi batok yang tampan itu juga amat baik kepadanya. Ada tiga orang yang ketiganya baik sekali, pertama Siok Ho, ke dua Han Sin, dan ke tiga Siok Bun! Tiga orang yang duduk seperti patung tak bergerak itu kini mulai bicara. Yang bicara adalah si tosu yang memegang pedang, suaranya tegas dan penuh desakan, ditujukan kepada Siok Beng Hui,

   "Siok Beng Hui, kita bertiga bertemu dan bicara secara laki-laki, disaksikan oleh cahaya bulan. Harum dupa sudah menjernihkan pikiran kita, maka pinto harap saja kau akan dapat mempertimbangkan permintaan kami secara mendalam."

   "Sudah kupertimbangkan baik-baik, Gak Seng Cu. Dan jawabanku tetap tidak! Keselamatan Souw-taihiap menyangkut keadaan negara dan jangan dibandingkan dengan hubungan keluarga atau sahabat, bahkan dibandingkan dengan keselamatan nyawa lebih penting lagi."

   "Siok Beng Hui, kauil ternyata masih keras kepala seperti di waktu muda, tidak dapat berpikir panjang. Kau tentu tahu bahwa kami tidak akan mengganggu keselamatan Souw Teng Wi.

   "Tetap saja aku tak dapat memenuhi permintaanmu, Gak Seng Cu, terserah kepadamu!"

   Jawab pula Siok Beng Hui, suaranya juga tetap. Tosu itu menarik napas panjang, sedangkan kawannya, si muka kodok, hanya mesam-mesem lucu.

   "Siok Beng Hui, guru-guru kita bertiga adalah tokoh-tokoh besar di dunia puluhan tahun yang lalu dan selama itu tidak pernah ada permusuhan, Siapa yang tidak kenal gurumu, Pek-kong-sin-ciang Bu Kam Ki? Siapa tidak mengenal guru Pek Ke Cui ini, Im-kan Hek-mo? Juga guruku tidak kalah terkenalnya, semua orang kang-ouw pernah mendengar nama Tok-pi Sin-kai! Mereka bertiga itu dahulu menjagoi dan tak pernah dikalahkan orang kecuali untuk satu kali! Bukan rahasia lagi bagi kita bertiga bahwa guru-guru kita itu dahulu, di waktu mereka masih muda belia dan kuat perkasa, mereka bertiga secara mengeroyok telah dikalahkan oleh seorang gila yang sudah tua bangka bernama Bu-beng Sin-kun! Ilmu silat Bu-beng Sin-kun tidak ada yang menyamai keanehannya dan kita semua sudah mendengar dari guru-guru kita. Sekarang tak dapat disangkal lagi bahwa Souw Teng Wi mempelajari ilmu silat Bu-beng Sin-kun! Kita masih berpikiran waras, tidak akan menganggap Souw Teng Wi sebagai musuh, akan tetapi pinto dan Pek Ke Cui ini berhak mengetahui di mana Souw Teng Wi mempelajari ilmu silat musuh lama itu."

   

Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo Kumbang Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini