Ceritasilat Novel Online

Pendekar Lembah Naga 20


Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 20



Tubuh anak itu tergetar hebat seperti terkena aliran tenaga yang luar biasa. Melihat betapa kedua telapak tangan yang lebar dari Kok Beng Lama menyentuh punggung anak itu, Cia Keng Hong yang tadinya agak menarik kedua tangannya ketika Sin Liong meloncat masuk, kini cepat dia mengulurkan tangannya menempel pada pundak anak itu. Dia merasa betapa tenaga amat dahsyat dari Kok Beng Lama menyerangnya melalui anak itu, maka diapun seperti mempertahankan dan mengimbangi kekuatan itu sehingga tenaga keduanya kini saling bertanding melalui tubuh Sin Liong. Sin liong merasa tersiksa sekali. Dia sukar untuk bernapas, dan hawa panas dingin bergantian menyerang tubuhnya yang kadang-kadang terdorong ke belakang oleh dua tenaga dahsyat yang saling dorong di depan dan belakangnya itu.

   Dia tidak ingin membantu siapapun, karena dia kasihan kepada kakek gundul yang gila, akan tetapi dia juga tentu saja bersimpati kepada kakeknya itu. Selain itu, andaikata dia ingin membantu sekalipun, bagaimana mungkin dia dapat membantu? Dia hanya melerai, akan tetapi siapa kira, dia malah terseret dan terhimpit tak dapat terlepas lagi. Sama sekali dia tidak sadar bahwa tanpa diketahuinya, dia telah membantu Kok Beng Lama karena dia duduk berhadapan dengan kakeknya itu! Biarpun Sin Liong tidak mau membantu, akan tetapi di dalam tubuhnya terdapat hawa mujijat yang timbul karena dia pernah keracunan Hui-tok-san yang kemudian dibikin punah oleh racun-racun ular sehingga timbul semacam tenaga mujijat di dalam tubuhnya,

   Tenaga inilah yang serentak bangkit dan melakukan perlawanan ketika tubuhnya dialiri dua tenaga dahsyat itu, dan karena dia duduk menghadap Cia Keng Hong, maka tentu saja perhatiannya ditujukan ke depan dan otomatis tenaga mujijat di dalam tubuhnya itu juga meluncur ke depan! Tanpa disadarinya sendiri, tenaga ini membantu Kok Beng Lama dan menyerang Cia Keng Hong! Ketika ketua Cin-ling-pai merasa betapa ada tenaga yang amat kuat, seolah-olah tenaga kakek gundul itu menjadi bertambah besar, menyerangnya dan mendorongnya sehingga dia mendoyong ke belakang, dia menjadi terkejut sekali dan cepat dia lalu mengerahkan tenaga Thi-khi-i-beng untuk menyedot. Kini giliran Kok Beng Lama yang terkejut ketika tiba-tiba tenaganya yang amat kuat itu membanjir keluar tanpa dapat diremnya lagi.

   Cepat dia mengubah tenaganya, mempertahankan dan kini berubahlah sifat pertandingan itu. Kalau tadi kedua orang sakti itu mengerahkan sin-kang untuk saling mendorong dan mengadu kekuatan untuk saling merobohkan, kini Cia Keng Hong menggunakan Thi-khi-i-beng menyedot sedangkan pendeta Lama itu mempertahankan! Kembali Sin Liong yang menjadi sasaran utama dan yang paling menderita! Anak ini merasa betapa tubuhnya kadang-kadang seperti kosong dan kering tersedot, lalu terisi kembali oleh tenaga dari Kok Beng Lama, seolah-olah dia sebentar mati sebentar hidup kembali, wajahnya sebentar pucat sebentar merah. Dia mengeluh panjang pendek akan tetapi untuk melepaskan diri dia tidak sanggup, biarpun sudah beberapa kali dia berusaha untuk bergerak dan keluar dari dalam himpitan itu.

   Melihat ini, maklumlah Cia Keng Hong bahwa anak ini terancam bahaya maut. Akan tetapi, kakek sakti inipun memperoleh kenyataan yang amat luar biasa, yaitu bahwa anak itu sama sekali tidaklah asing dengan tenaga sakti! Tahulah dia bahwa tadi tenaga Kok Beng Lama menjadi berlipat ganda karena memperoleh tambahan tenaga dari anak ini! Tahulah kakek ini bahwa Sin Liong benar-benar adalah anak luar biasa, yang mungkin karena sesuatu hal yang tidak disadarinya sendiri oleh anak itu, telah memiliki sin-kang yang aneh. Kalau saja dia bisa mempergunakan sin-kang anak itu untuk membantunya, tentu Kok Beng Lama akan kalah dan anak ini akan selamat. Keselamatan anak inilah yang penting baginya, anak ini masih kecil, masih berhak untuk hidup lebih lama lagi. Sedangkan dia dan Kok Beng Lama adalah dua orang kakek tua renta yang hanya tinggal menghitung hari saja,

   Yang tinggal menanti kematian yang tentu tidak akan lama lagi karena mereka sudah tua. Pikiran untuk menyelamatkan anak inilah yang membuat Cia Keng Hong berbisik-bisik, membuka rahasia pelajaran untuk mengerahkan tenaga di dalam tubuh, membangkitkan tenaga dahsyat dengan Ilmu Thi-khi-i-beng! Sin Liong sudah berada dalam keadaan antara sadar dan tidak hampir pingsan. Akan tetapi dia adalah seorang anak yang luar biasa, memiliki daya tahan yang besar berkat penderitaan yang terlalu sering dialaminya semenjak dia masih bayi, dan karena pernah hidup bersama monyet-monyet yang tajam sekali perasaan dan peka terhadap segala sesuatu yang terjadi, memiliki naluri halus dan dekat dengan alam, maka biarpun dia dalam keadaan tersiksa, dia dapat mencurahkan perhatian terhadap bisikan-bisikan kakek sakti yang sesungguhnya adalah kakeknya sendiri itu.

   Mula-mula pening juga kepala Sin Liong mendengarkan kakek itu menyebut-nyebut hiat-to (jalan darah) yang bermacam-macam itu. Dia tidak tahu di mana adanya ci-kiong-hiat, koan-goan-hiat, thian-ti-hiat dan lain-lain. Akan tetapi ketika dengan teliti dan sabar Cia Keng Hong memberi penjelasan, perlahan-lahan anak itu mulai mengerti dan mulailah dia mengatur pernapasan menurutkan petunjuk kakek itu, menahan napas dan menggerakkan hawa dari pusarnya. Memang Sin Liong memiliki bakat yang amat hebat, dan juga Cia Keng Hong memang hendak menolongnya dan sudah mengambil keputusan untuk mewariskan Thi-khi-i-beng kepada anak ini, maka perlahan-lahan muncullah tenaga sedot dari dalam tubuh anak itu yang makin lama makin kuat!

   "Oohhhh...!"

   Kok Beng Lama terkejut sekali ketika pertahanannya mulai jebol dan perlahan-lahan tenaga sin-kangnya mulai mengalir ketuar melalui kedua telapak tangannya yang masih menempel di punggung Sin Liong! Akan tetapi, karena bocah itu belum dapat menguasai Thi-khi-i-beng secara sempurna,

   Biarpun tubuhnya sudah dapat mengeluarkan daya sedot, akan tetapi dia belum dapat mengalirkan sin-kangnya yang memasuki tubuhnya itu keluar melalui kedua tangan Cia Keng Hong, melainkan berkumpul dengan hawa pusarnya dan berputar-putar di seluruh tubuhnya, makin lama makin cepat putaran itu sehingga menimbulkan daya sedot yang makin kuat! Terjadilah hal yang amat aneh. Cia Keng Hong juga mengeluh karena kini dia merasa betapa tenaga sin-kangnya sendiripun tersedot masuk ke dalam tubuh Sin Liong melalui kedua tangannya! Kiranya, dia telah mempergunakan seluruh tenaga untuk saling tarik dengan tenaga Kok Beng Lama, maka ketika muncul tenaga baru ke tiga dari Sin Liong yang memiliki daya sedot, dia sendiri tidak berani membagi tenaga untuk bertahan,

   Karena membagi tenaga berarti mengurangi tenaga melawan Kok Beng Lama dan hal itu amatlah berbahaya. Oleh karena itu, kakek ketua Cin-ling-pai ini terpaksa membiarkan tenaganya perlahan-lahan keluar dan mengalir masuk ke dalam tubuh anak yang baru saja diajari ilmu Thi-khi-i-beng itu! Sama halnya dengan senjata makan tuan! Akan tetapi, yang hebat keadaannya adalah Kok Beng Lama. Kini tenaga sin-kangnya keluar seperti membanjir memasuki tubuh Sin Liong, tidak dapat dibendung atau ditahannya lagi. Cia Keng Hong tidak sadar akan hal ini. Kalau dia tahu tentu dia tidak pertu membiarkan tenaganya sendiri juga tersedot. Maka dia hanya memejamkan mata, membiarkan tenaganya dari sedikit tersedot, sedangkan dia masih mempertahankan perlawanannya terhadap Kok Beng Lama.

   Kalau dua orang kakek itu terkejut oleh kenyataan betapa sin-kang mereka tersedot, adalah Sin Liong yang paling repot dan paling tersiksa. Dia merasa betapa tubuhnya seperti sebuah balon karet yang ditiup terus melampaui takaran, dia merasa seolah-olah tubuhnya menggembung besar dan penuh, matanya berkunang, melihat warna merah kuning, napasnya sesak dan setiap kali membuka mata, dia melihat dunia seperti kiamat, seperti kebakaran! Maka dia cepat memejamkan matanya kembali dan diam-diam dia menyesal mengapa dia tadi mempelajari ilmu setan yang diajarkan oleh kakek itu. Untuk menghilangkan ilmu itu sudah tidak mungkin lagi karena tanpa disadarinya sendiri hawa di tubuhnya sudah terus berputar-putar dan terus dibanjiri tenaga dari belakang dan dari depan!

   "Auhh... sudah... sudah...!"

   Berkali-kali Sin Liong mengeluh, akan tetapi dua orang kakek itu tidak mampu berbuat apapun. Kok Beng Lama yang merasa terkejut itu melihat bahwa dia sudah terlambat untuk melepaskan diri, kedua tangannya sudah melekat dan tenaganya sudah terus membanjir keluar! Dia mengira bahwa itulah kehebatan dari tenaga dalam Cia Keng Hong.

   "Cia Keng Hong... kau... kejam...!"

   Dia mengeluh dan terpaksa hanya melihat saja betapa tenaganya makin lama makin habis, seolah-olah tubuhnya yang tua itu mulai dihisap kering, seperti seekor laba-laba menghisap kering semua cairan dari tubuh seekor lalat yang telah tertawan dalam sarangnya. Akan tetapi, Cia Keng Hong sendiripun tidak tahu akan hal ini. Disangkanya bahwa Kok Beng Lama telah mengetahui rahasia Thi-khi-i-beng dan kini dia malah mulai merasa betapa dia terancam maut di tangan kakek gundul itu. Maka dia terus saja mempertahankan! Kalau saja tidak terjadi kesalahfahaman ini, kiranya dua orang kakek itu akan dapat masing-masing menghentikan sin-kang mereka yang diarahkan keluar, dan dapat terbebas dari sedotan hawa aneh yang berputaran di dalam tubuh anak itu.

   "Ouhhhh... Cia Keng Hong... selamatkan anak ini...!"

   Itulah keluhan terakhir dari Kok Beng Lama yang pada saat-saat terakhir telah waras kembali ingatannya dan dia masih dapat meninggalkan pesan agar menyelamatkan bocah yang tadi memperlihatkan sikap ramah kepadanya. Setelah berkata demikian, pendeta Lama ini menarik napas panjang sekali lalu tubuhnya menjadi lunglai kehabisan tenaga. Setelah pendeta Lama itu kehabisan tenaga, barulah Cia Keng Hong terkejut bukan main. Barulah dia tahu bahwa sejak tadi, tenaganya sendiripun tersedot ke dalam tubuh anak itu, sama sekali bukan untuk menahan serangan Kok Beng Lama! Dan pendeta Lama itu agaknya juga kehabisan tenaga bukan untuk bertanding dengannya, melainkan habis teredot oleh anak itu.

   "Aihhhh...!"

   Ketua Cin-ling-pai itu mengerahkan tenaganya yang tinggal setengahnya itu, membuat gerakan menarik sehingga kedua tangannya dapat terlepas dari kedua pundak Sin Liong. Dia meloncat berdiri dengan tubuh lemas dan bergoyang-goyang, mukanya pucat sekali karena hampir setengah dari tenaganya juga amblas! Dia mengalami luka di dalam tubuhnya, biarpun tidak terlalu berbahaya namun membutuhkan waktu untuk memulihkan kesehatannya. Ketika dia memandang lagi, kini tubuh Kok Beng Lama yang masih duduk bersila ternyata telah tidak bernyawa lagi!

   "Celaka...!"

   Keluhnya.

   "Sin Liong, bangkitlah engkau!"

   Sin Liong tadinya bersila, kedua matanya terpejam, mukanya merah sekali dan napasnya kadang-kadang berhenti, kadang-kadang terengah. Mendengar ucapan ini, dia menggerakkan kepalanya dan menengadah, membuka mata. Terkejutlah Cia Keng Hong melihat sepasang mata yang mendorong seperti mata seekor naga sakti dalam dongeng itu! Dan tiba-tiba saja tubuh anak itu meloncat dan... tubuhnya mencelat ke atas dengan cepatnya.

   "Aahhhhh... tolong, locianpwe...!"

   Ternyata ketika meloncat bangun tadi, otomatis Sin Liong menggunakan tenaganya, akan tetapi dia tidak tahu bahwa pada saat itu, tenaga sin-kangnya yang amat kuatnya memenuhi tubuhnya dan begitu dia menggerakkan syarafsyarafnya, tenaga ini bangkit bekerja dan akibatnya tubuhnya mencelat seperti kilat ke atas tanpa dapat diremnya lagi. Tubuhnya itu meluncur ke arah sebuah puncak bukit batu karang dan untung baginya bahwa dia sudah biasa berloncatan dan memiliki kesigapan seekor monyet,

   Maka biarpun dia terkejut sekali dan minta tolong, namun kedua tangannya masih dapat menyambar ke depan dan dia dapat berpegang kepada ujung batu karang dan berjungkir balik, tidak sampai terbanting pada batu karang. Dia berdiri di atas batu karang itu dengan mata terbelalak. Tubuhnya masih terasa menggelembung besar, hampir meledak rasanya, dan tubuhnya demikian ringannya seolah-olah hembusan anginpun akan dapat membuat tubuhnya melambung tinggi seperti sebuah balon karet penuh hawa! Cia Keng Hong memandang ke atasan anak itu. Anak itu telah mengoper semua tenaga sin-kang dari dalam tubuh Kok Beng Lama, yang telah tewas dalam keadaan bersila itu, bahkan, telah menyedot setengah dari tenaganya sendiri! Aneh sekali bagaimana anak itu masih dapat hidup!

   "Turunlah, jangan meloncat, berjalan saja dengan hati-hati!"

   Kata Cia Keng Hong. Akan tetapi pada saat itu Sin Liong sudah merasa demikian tersiksa sehingga dia seperti tidak lagi mendengar suara kakek itu. Siksaan amat hebat dideritanya. Tubuhnya terasa panas semua seolah-olah dia dipanggang di atas api bernyala-nyala. Lebih tersiksa dari pada ketika dia teracun oleh Kim Hong Liu-nio yang menggunakan Hui-tok-san, bahkan lebih tersiksa daripada ketika dia dijemur dan dikeroyok burung gagak. Panas yang dirasakan sekarang adalah panas dari dalam, dan tiba-tiba saja berubah dingin sampai rasanya seluruh tubuh seperti ditusuki ribuan batang jarum.

   Isi perutnya seperti diremas-remas, kepala seperti hampir meledak, telinganya terngiang-ngiang, matanya pedas dan perih, pendeknya, seluruh tubuhnya terasa sakit-sakit sampai hampir tak tertahankannya lagi. Dan celakanya, itulah. Kalau dia tidak tahu, pingsan atau mati, dia akan terbebas dari siksaan. Celakanya dia pingsan tidak matipun tidak dan semua derita itu dapat dirasakannya. Dia memandang kepada kedua tangannya. Begitu dia memandang tangannya dan jalan pikirannya ditujukan kepada kedua tangan ini, maka otomatis tenaga sakti yang dahsyat mengalir ke arah kedua tangannya dan Sin Liong merasa betapa kedua tangannya itu tergetar hebat dan terasa panas-panas, gatal-gatal dan seolah-olah kedua tangan dengan sepuluh jarinya itu dibakar dalam api, digigiti semut-semut berbisa dan nyerinya bukan kepalang.

   "Setan...!"

   Dia memaki dan dengan kedua tangannya itu dia menghantam batu di sampingnya, kanan kiri.

   "Pyarr! Pyarrr...!"

   Sin Liong terbelalak memandang pecahan-pecahan batu yang berhamburan disambar oleh kedua tangannya itu.

   Sejenak dia memandangi kedua tangannya dengan mata terbelalak. Kepalanya menjadi pening dan otomatis kedua tangan itu memegang kepalanya. Aku telah gila, pikirnya. Tak mungkin hanya dengan sekali tampar saja tangannya berhasil menghancurkan batu! Akan tetapi dia teringat betapa kedua tangannya yang tadinya terasa nyeri bukan main itu menjadi berkurang nyerinya ketika dipakai menghantam batu. Maka dia lalu turun dari atas batu karang itu, dan menggunakan kedua tangannya menghantam ke sana-sini, menghantami batu-batu besar yang berserakan di tempat itu. Terdengar suara-suara keras dan batu-batu itu remuk dan pecah berhamburan setiap kali terkena hantaman kedua tangannya. Sin Liong merasa betapa kedua tangan itu makin lama makin enak,

   Tidak nyeri-nyeri lagi seperti tadi, bahkan makin hebat dia mengamuk memukuli batu-batu itu, sesak napasnya berkurang dan pening kepalanya juga mereda. Oleh adanya kenyataan ini, Sin Liong makin mengamuk, makin hebat menggerakkan kedua tangannya, bahkan juga kedua kakinya, untuk memukul dan menendang batu-batu di sekelilingnya. Anehnya, batu-batu hancur dan kaki tangannya tidak merasa nyeri. Dia sendiri keheranan, seperti melihat sulapan saja. Akhirnya, dia kelelahan dan duduk terengah-engah, tenaganya masih terus mendorongnya untuk bergerak, akan tetapi napasnya hampir putus dan di dalam dadanya terdapat hawa yang menggelora dan bergerak-gerak berputaran membuat dia seperti mau berpusing. Tiba-tiba dia melihat berkelebatnya bayangan orang dan tahu-tahu Cia Keng Hong telah berada di depannya.

   "Kau diamlah, aku akan mencoba mengobatimu,"

   Kata kakek itu dan dia lalu mengulurkan kedua tangannya menempel di kedua pundak Sin Liong sambil mengerahkan tenaga Ilmu Thi-ki-i-beng! Cia Keng Hong maklum apa yang terjadi pada anak ini. Anak ini penuh dehgan hawa sakti dan kelau dibiarkan saja tentu akan hancur atau luka-luka semua isi dadanya, maka dia akan menyedot hawa murni dan kuat itu dengan Thi-khi-i-beng.

   "Ahh...!"

   Cia Keng Hong terkejut dan cepat dia menggerakkan tangannya terlepas dari kedua pundak Sin Liong. Baru saja kedua tangannya menempel tadi, bukan dia yang menyedot, bahkan dia lagi-lagi tersedot! Dan dia kalah kuat! Celaka, bocah ini tanpa disadarinya memiliki tenaga sin-kang yang luar biasa sekali dan satu kali diajari Thi-khi-i-beng, tenaga sedotnya itu terus-menerus bekerja!

   "Kau jangan melawan, matikan semua gerakan, dan pusatkan pikiranmu, jangan melawan, kendurkan semua, jangan kauingat lagi pelajaran yang kuajarkan kepadamu tadi!"

   Kata Cia Keng Hong. Sin Liong mengerti dan dia mengangguk-angguk, masih terengah-engah. Kemudian dia merasa betapa tangan kakek itu kembali menempel di pundaknya dan dia mengosongkan pikirannya. Perlahan-lahan, dia merasa betapa hawa yang mengamuk di dalam dadanya itu mulai berkurang. Dan memang dengan Thi-khi-i-beng Cia Keng Hong mulai menyedot kelebihan hawa itu. Akhirnya, setelah dia merasa betapa tenaganya sendiri pulih, kakek itu menghentikan sedotan itu dan melepaskan kedua tangannya. Dia telah sembuh, dan anak itu kini hanya memiliki sin-kang dari Kok Beng Lama yang telah diopernya tanpa disadarinya itu.

   "Bagaimana rasanya tubuhmu?"

   Tanya Cia Keng Hong. Sin Liong mengangguk.

   "Sudah agak baik... tapi masih mau muntah..."

   Dia bangkit berdiri dan terhuyung.

   "Sin Liong, tahukah engkau apa yang telah terjadi?"

   Anak itu menggeleng kepalanya.

   "Saya melihat locianpwe melakukan pertandingan aneh dengan kakek gundul itu... ah, bagaimana dengan dia?"

   "Mari kita turun dan lihat,"

   Kata Cia Keng Hong dan dia dengan hati-hati menggandeng tangan Sin Liong karena anak ini masih terhuyung-huyung dan kalau dibiarkan turun sendiri dari puncak tentu akan terjatuh ke bawah. Setelah tiba di bawah, mereka melihat tubuh Kok Beng Lama masih duduk bersila. Sin Liong melihat betapa wajah kakek gundul itu aneh sekali, matanya masih terbuka akan tetapi pandang matanya kosong. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang luar biasa pada tubuh tinggi besar yang duduk bersila itu, maka dia bertanya.

   "Apakah dia tidak... apa-apa?"

   Cia Keng Hong menarik napas panjang.

   "Dia telah tewas..."

   Sin Liong terbelalak dan otomatis kakinya bergerak, tahu-tahu tubuhnya sudah "melayang"

   Ke arah kakek gundul itu dan begitu tangannya menyentuh pundak kakek itu, mayat itu tergelimpang.

   "Ahhh...!"

   Sin Liong membalikkan tubuhnya, memandang kepada kakek sakti yang ternyata adalah kakeknya sendiri itu.

   "Locianpwe... telah... membunuhnya?"

   Cia Keng Hong menggeleng kepalanya.

   "Bukan aku yang membunuhnya."

   "Habis siapa? Mengapa dia mati?"

   Kembali kakek itu menarik napas panjang.

   "Kami berdua tadi sedang mengadu sin-kang, maksudku... dia memaksaku untuk melindungi diriku karena dia menyerangku dengan sin-kang. Lalu kau tiba-tiba masuk di antara kami dan kau terseret. Engkau terancam bahaya maut maka aku mengajarkan Thi-khi-i-beng kepadamu. Dan tanpa kau sadari, juga tanpa kusadari, ternyata semua hawa sin-kang di tubuhnya telah berpindah ke dalam tubuhmu, membuat dia tewas..."

   Sin Liong menggigil dan kembali dia menoleh, memandang kepada tubuh yang tak bernyawa itu dan tiba-tiba kedua matanya mengalirkan beberapa butir air mata. Kakek gila yang patut dikasihani. Dia yang membunuhnya?

   "Lociaripwe mengajarkan saya ilmu iblis untuk membunuhnya!"

   Cia Keng Hong menggeleng kepala.

   "Dia sendiri yang salah... ah, dalam usia, setua itu kambuh kembali penyakit gilanya... sungguh patut dikasihani..."

   "Tapi locitnpwe mengajarkan Ilmu Mencuri Hawa Memindahkan Nyawa! Dan dia mati karena saya! Ah, locianpwe mengajarkan saya menjadi pembunuh orang yang tidak berdosa!"

   "Tidak, Sin Liong. Aku mengajarkan Thi-khi-i-beng kepadamu hanya untuk menyelamatkan nyawamu yang tadi terancam bahaya. Kok Beng Lama meninggal dunia karena kesalahannya sendiri dan memang dia sedang kumat gilanya, dan dia sudah tua. Engkau tidak membunuh, apalagi karena hal itu terjadi di luar kesadaranmu, di luar pengetahuanmu."

   "Tapi... tapi dia mati karena saya..."

   Sin Liong merasa menyesal bukan main, apalagi sekarang tubuhnya masih merasa tidak karuan, masih sakit-sakit dan penuh dengan hawa yang bergerak-gerak mengerikan. Lebih-lebih sekarang setelah dia tahu bahwa yang bergerak-gerak di dalam tubuhnya itu adalah hawa sin-kang dari kakek gundul itu yang telah berpindah ke dalam tubuhnya, dia merasa ngeri dan serem, seolah-olah nyawa kakek gundul itu telah memasuki jasmaninya!

   "Sudahlah, Sin Liong. Daripada meributkan hal-hal yang sudah terjadi di luar kesadaranmu, lebih baik kau membantu aku menguburkan jenazah Kok Beng Lama. Kau tidak tahu siapa dia. Dia itu adalah seorang tokoh besar di dunia persilatan. Ilmu kepandaiannya luar biasa sekali sehingga akupun tadi hampir celaka dan kalah olehnya kalau saja engkau tidak masuk di antara kami. Dan dia itu adalah guru dari putera saya sendiri, bahkan guru dari cucu saya sendiri, jadi dia bukanlah musuhku. Hal ini perlu kuberitahukan agar kau tidak salah duga, Sin Liong. Aku sama sekali tidak bermusuh dengannya, apalagi ingin membunuhnya!"

   Sin Liong memandang dengan jantung berdebar. Kakek ini adalah ketua Cin-ling-pai, kakek ini adalah kong-kongnya sendiri! Dan kakek gundul tadi adalah guru dari putera kong-kongnya, berarti guru dari ayahnya, ayah kandungnya! Akan tetapi karena masih meragukan kebenaran hal luar biasa ini dia bertanya,

   "Dia... dia itu guru putera locianpwe, siapakah putera locianpwe itu?"

   Pertanyaan itu terdengar sepintas lalu saja, maka tidak menimbulkan kecurigaan dalam hati Cia Keng Hong yang menarik napas panjang lagi.

   "Ah, puteraku itu bernama Cia Bun Houw..."

   Lalu kakek itu termenung karena sampai sekarang hatinya masih terluka oleh kepergian Bun Houw yang tiada kabar ceritanya itu. Mendengar ini, yakinlah hati Sin Liong dan ingin dia memeluk kakeknya ini saking girangnya, akan tetapi dia menahan perasaannya dan berkata,

   "Akan tetapi, bukankah locianpwe tadi bertanding secara aneh dengan dia?"
(Lanjut ke Jilid 19)
Pendekar Lembah Naga (Seri ke 04 "

   Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 19
"Bukan bertanding, melainkan aku terpaksa membela diri karena dia menyerangku..."

   "Kalau dia itu bukan musuh locianpwe, kenapa dia menyerang locianpwe?"

   Kakek itu termenung. Memang ada sebabnya dan dia merasa tidak perlu menceritakan kepada anak ini tentang sebab musababnya yang terlampau panjang. Di dalam kisah Dewi Maut diceritakan betapa puteri Kok Beng Lama tewas dan puteri ketua Cin-ling-pai ini yang tertuduh menjadi pembunuhnya sehingga pernah terjadi bentrok antara Kok Beng Lama dan Cin-ling-pai. Kemudian, biarpun ternyata bukan puteri Cin-ling-pai itu yang membunuh, namun kematian itu terjadi sebagai akibat dari percekcokan antara puteri Kok Beng Lama dan puteri ketua Cin-ling-pai. Akan tetapi, hal itu telah diselesaikan oleh kedua fihak, dan hanya kalau Kok Beng Lama kambuh penyakit gilanya maka urusan itu timbul lagi di dalam hatinya. Cia Keng Hong tentu saja merasa tidak perlu menceritakan urusan itu kepada anak kecil yang ditolongnya itu.

   "Dia bukan musuhku, akan tetapi dia itu mempunyai penyakit gila yang kadang-kadang kambuh. Dan sekarang, dia sedang kambuh, maka dia menyerangku. Sudahlah, Sin Liong, mari kita menggali kuburan untuk dia."

   Melihat betapa Cia Keng Hong hanya menggunakan sebatang kayu untuk menggali tanah berbatu itu, Sin Liong ikut-ikut dan... betapa heran hatinya ketika dia mampu pula menggunakan sebatang kayu untuk menggali tanah berbatu! Walaupun tidak secepat kakek itu dan dia amat canggung dan beberapa kali kayu itu patah dan harus diganti, namun dia dapat mengerahkan tenaga melalui kayu itu dan menggali tanah yang keras!

   Kagum sekali hati Sin Liong melihat betapa kakeknya itu meletakkan sebuah batu besar di depan kuburan sebagai nisan, dan menggunakan jari telunjuknya untuk menggores-gores permukaan batu yang halus dengan huruf-huruf indah yang berbunyi MAKAM KOK BENG LAMA. Diam-diam dia kagum dan juga girang. Kakeknya ternyata adalah seorang yang luar biasa saktinya, juga seorang kakek yang berhati mulia! Mereka melanjutkan perjalanan dan Cia Keng Hong melihat betapa anak itu diam saja, padahal tubuhnya masih penuh dengan hawa mujijat itu. Anak ini benar-benar hebat, pikirnya. Anak lain tentu akan mengeluh, dan mungkin sekali mengamuk atau melakukan hal-hal aneh, apalagi setelah diketahuinya bahwa ada tenaga hebat di dalam tubuhnya. Dia mengajak Sin Liong mengaso duduk bersila di depannya.

   "Sin Liong, engkau tentu merasa bahwa ada sesuatu yang aneh dalam dirimu, bukan?"

   Anak itu mengangguk.

   "Di dalam seluruh tubuh saya ada hawa bergerak-gerak, locianpwe."

   "Dan engkau sudah tahu bukan, apa artinya itu?"

   "Locianpwe sudah memberi tahu bahwa tenaga sakti dari mendiang Kok Beng Lama telah pindah ke dalam tubuh saya."

   "Benar, dan engkau telah pula mengetahui rahasia Thi-khi-i-beng. Biarpun kuberikan ilmu itu dalam keadaan darurat, akan tetapi berarti engkau telah mewarisi ilmu itu dariku. Ketahuilah bahwa puteraku sendiri, Cia Bun Houw, tidak mewarisi ilmu ini. Satu-satunya orang yang pernah mempelajarinya adalah Yap Kun Liong. Oleh karena itu, engkau boleh dibilang adalah seorang muridku, Sin Liong."

   Sin Liong menundukkan mukanya.

   "Terima kasih atas kebaikan locianpwe."

   "Aku tidak memberi kebaikan apa-apa. Hanya engkau harus berjanji. Tidak sembarang orang boleh memiliki Thi-khi-i-beng, dan setelah engkau terlanjur memilikinya, maka engkau harus mengucapkan janji. Kalau tidak, terpaksa aku akan mencabut ilmu itu dengan merusak jalan darahmu, hal ini terpaksa agar kelak engkau tidak mendatangkan malapetaka bagi manusia di dunia."

   "Saya akan berjanji, locianpwe,"

   Jawab Sin Liong dengan alis berkerut. Untung bahwa yang bicara itu adalah Cia Keng Hong, atau lebih tepat lagi untung bahwa Sin Liong tahu bahwa kakek ini adalah kong-kongnya, karena andaikata tidak demikian, dia lebih memilih mati daripada ditekan!

   "Kau harus bersumpah dan berjanji bahwa Thi-khi-i-beng tidak akan kau pergunakan untuk membunuh orang, kecuali dalam pembelaan diri, dan juga kau berjanji bahwa engkau tidak akan mengajarkan Thi-khi-i-beng kepada siapapun juga sebelum aku mati, dan kalau terpaksa kau ajarkan kepada orang kelak, engkau harus menyuruh dia bersumpah pula untuk mempergunakan demi kebaikan dan kebenaran."

   Sin Liong mengucap janji dan sumpahnya sehingga agak terhibur jugalah hati kakek itu. Setelah Sin Liong mengucapkan janjinya, keadaan menjadi hening dan akhirnya terdengar kakek itu berkata,

   "Dengan demikian, mulai sekarang engkau adalah muridku. Nah, sekarang perhatikan baik-baik dan dengarkan dengan penuh perhatian. Aku akan mengajarkan pertama-tama agar kau dapat menyimpan dan menyalurkan hawa yang amat dahsyat di dalam tubuhmu itu, karena kalau tidak, tubuhmu yang masih muda dan lemah tidak akan kuat bertahan dan engkau takkan dapat hidup lama."

   Kakek itu lalu mengajarkan cara-cara menghimpun tenaga sakti itu, cara bersamadhi dan mengatur pernapasan. Selama semalam suntuk kakek itu menggembleng sehingga Sin Liong mengerti benar dan pada keesokan harinya,

   Pagi-pagi sekali Sin Liong masih duduk bersamadhi dan dia sudah mulai merasakan betapa tubuhnya tidak begitu hebat lagi menderita kelebihan tenaga sakti itu, sungguhpun gerakannya masih kaku karena dia merasa kadang-kadang hawa itu hendak membawanya terbang ke angkasa, kadang-kadang pula mendatangkan berat yang hampir tak dapat terbawa oleh tubuhnya. Melihat keadaan anak itu, Cia Keng Hong maklum bahwa betapapun juga, anak ini memerlukan tempat istirahat untuk terus berlatih mengendalikan hawa sakti yang terlalu kuat untuk tubuhnya itu. Maka dia mengambil keputusan untuk cepat pulang saja ke Cin-ling-san, biarpun hatinya masih penasaran dan menyesal bahwa dia belum juga berhasil menemukan Lie Ciauw Si, cucunya yang pergi mencari Bun Houw itu. Dia sendiripun perlu istirahat untuk memulihkan tenaga.

   Ketika mereka mulai mendaki puncak Cin-ling-san, hati Sin Liong dilanda kegembiraan dan juga keharuan. Kakeknya tidak banyak bercerita tentang Cin-ling-san, maka diapun tidak tahu apakah ayah kandungnya berada di tempat itu, akan tetapi dia tidak berani banyak bertanya, dan ketika dia tiba di daerah pegunungan ini, merasa betapa tempat ini adalah tempat ayah kandungnya, Dia merasa gembira dan terharu. Maka dalam kegembiraannya itu, dia berjalan sambil menoleh ke kanan kiri, memperhatikan setiap keadaan di pegunungan itu.

   Dari lereng sudah nampak bangunan di puncak Cin-ling-san, bangunan yang menjadi tempat atau pusat dari Cin-ling-pai. Akan tetapi pagi hari itu sunyi saja di daerah puncak. Memang kini Cin-ling-pai tidaklah seramai dahulu. Apalagi semenjak isterinya meninggal, Cia Keng Hong lalu menyuruh semua anggauta Cin-ling-pai untuk meninggalkan puncak dan para murid atau anggauta Cin-ling-pai lalu tersebar di mana-mana, banyak yang masih tinggal di kaki Pegunungan Cin-ling-pai dan hidup sebagai petani-petani. Cia Keng Hong tadinya hanya tinggal berdua saja bersama cucunya, yaitu Lie Ciauw Si, dilayani oleh dua orang pelayan wanita. Kakek ini dan cucunya sendiri turun tangan di kebun menanam sayur-mayur.

   Hanya pada waktu-waktu tertentu saja para murid kadang-kadang naik ke puncak mengunjungi ketua mereka. Ketika Cia Keng Hong dan Sin Liong mendaki puncak, di puncak telah menanti empat orang. Dari jauh Sin Liong melihat bahwa mereka itu adalah dua orang pria dan dua orang wanita yang menanti kedatangannya kakek itu dengan wajah gembira, dan dia melihat betapa kakek itu mengeluarkan seruan tertahan kemudian tubuh kakek itu melesat dengan cepatnya ke atas puncak. Sin Liong juga berlari mengikutinya dan dia melihat betapa kakek itu kini berhadapan dengan mereka berempat, memandang dengan mata terbelalak kepada seorang di antara mereka, seorang laki-laki tampan yang berdiri dengan kepala agak tunduk.

   "Kau...? Kau...!"

   Dan tiba-tiba Cia Keng Hong terhuyung dan jatuh terguling!

   Pria tampan gagah berusia tiga puluh tahun lebih itu bukan lain adalah Cia Bun Houw dan wanita cantik jelita di sampingnya yang usianya satu dua tahun lebih muda itu adalah isterinya, Yap In Hong! Adapun pria dan wanita lain yang berada di situ adalah Yap Kun Liong dan Cia Giok Keng. Dalam cerita Dewi Maut telah diceritakan betapa Cia Bun Houw, putera bungsu dari ketua Cin-ling-pai itu, pergi meninggalkan orang tuanya ketika Cia Keng Hong menentang puteranya yang hendak menikah dengan Yap In Hong, karena puteranya itu telah ditunangkan dengan orang lain. Ayah dan anak bersikeras mempertahankan kehendaknya sendiri sehingga akhirnya Bun Houw pergi bersama In Hong dan menjadi suami isteri tanpa perkenan orang tua!

   Kepergian Bun Houw inilah yang menghancurkan hati Cia Keng Hong dan isterinya, sampai isterinya meninggal dunia karena semenjak kepergian pemuda itu, tidak pernah ada berita lagi. Ketika Cia Giok Keng, puteri ketua Cin-ling-pai itu, mendengar bahwa puterinya Lie Ciauw Si yang ikut dengan kakeknya di Cin-ling-san untuk belajar silat dan menemani kakeknya, pergi meninggalkan Cin-ling-san untuk pergi mencari pamannya, hatinya menjadi gelisah! Maka dia lalu pergi kepada pendekar Yap Kun Liong, pria yang sesungguhnya dicintanya itu, dan minta pertolongan Yap Kun Liong untuk pergi mencari adiknya, Cia Bun Houw yang telah membuat orang tuanya berduka itu. Pergilah pendekar Yap Kun Liong dan akhirnya dia berhasil menemukan Cia Bun Houw dan Yap In Hong yang ternyata mengasingkan diri dan tinggal jauh di sebelah selatan.

   Yap Kun Liong membujuk Cia Bun Houw untuk pulang ke utara menengok ayahnya, dan Bun Houw yang mendengar akan kematian ibunya dan kedukaan hati ayahnya, lalu bersama isterinya ikut dengan Kun Liong pergi ke utara. Mereka berhenti dulu di Sin-yang, kemudian diantar pula oleh Cia Giok Keng, mereka semua pergi ke Cin-ling-san. Setelah tiba di puncak itu, mereka menemukan tempat kosong dan mereka menanti di situ selama dua hari. Demikianlah, pada pagi hari itu, mereka berempat menyambut kedatangan Cia Keng Hong yang pulang bersama seorang anak laki-laki yang tidak mereka kenal. Akan tetapi, Cia Keng Hong yang baru saja kehilangan tenaga dan masih terluka biarpun sudah mulai sembuh,

   Luka di sebelah dalam sebagai akibat pertandingannya dengan Kok Beng Lama, begitu melihat Bun Houw, jantungnya tergetar hebat. Berbagai macam perasaan mengaduk hatinya. Rasa gembira, rasa terharu, juga rasa marah dan mendongkol bercampur duka teringat akan isterinya, membuat dia tidak dapat menahan lagi dan dia jatuh terguling dan pingsan dalam rangkulan Cia Giok Keng yang tadi cepat menubruk dan menyambut tubuh ayahnya yang terguling. Melihat ini, Sin Liong terbelalak dan marah bukan main. Dia tadi melihat betapa kakek itu memandang kepada laki-laki gagah yang berbaju kuning dan menggerak-gerakkan tangan ke arah laki-laki itu, maka sudah tentu laki-laki itulah yang telah membuat kakeknya roboh dan mungkin mati itu. Kemarahan memenuhi hatinya dan Sin Liong sudah menerjang ke depan sambil berteriak,

   "Kau manusia jahat...!"

   Semua orang terkejut, terutama sekali Cia Bun Houw sendiri yang melihat dirinya diserang oleh anak yang datang bersama ayahnya tadi. Lebih terkejut lagi hati empat pendekar yang berilmu tinggi itu ketika melihat betapa tubuh anak laki-laki tanggung itu bergerak luar biasa cepatnya dengan gaya seperti seekor harimau menubruk, atau seperti seekor binatang buas lainnya, dan ketika tangan kirinya mencengkeram ke arah leher Bun Houw dan tangan kanannya memukul ke arah dada, ternyata gerakan anak itu mendatangkan hawa pukulan yang luar biasa kuatnya sehingga terdengar angin menyambar dahsyat!

   "Ehhh...!"

   Cia Bun Houw mengelak cepat dan kaget sekali. Tentu saja bagi pendekar ini yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, serangan Sin Liong itu tidak merupakan bahaya, akan tetapi pendekar ini kaget melihat betapa seorang anak kecil yang usianya baru dua belas atau tiga belas tahun ini bisa memiliki tenaga sin-kang sedahsyat itu, juga kecepatan yang luar biasa sungguhpun gerakannya ketika menyerang lebih patut gerakan seekor binatang buas daripada gerakan silat.

   Akan tetapi, begitu serangannya luput, Sin Liong sudah membalik lagi dan menyerang lebih dahsyat, menggunakan pukulan dengan pengerahan tenaga seperti yang diajarkan oleh kakeknya sehingga kini dia dapat mengerahkan tenaga yang terkumpul di pusarnya itu. Tenaga dahsyat yang hangat dan hidup mengalir ke dalam lengan sampai ke ujung-ujung jarinya ketika dia memukul dan mengerahkan tenaga. Terdengar suara bercuitan dan kembali Bun Houw terkejut karena angin pukulan dari anak itu benar-benar dahsyat, seperti pukulan seorang ahli sin-kang yang amat kuat! Dengan hati penuh keheranan dan keinginan tahu, pendekar ini lalu menggerakkan lengannya menangkis, dengan maksud untuk mengukur sampai di mana kekuatan anak yang luar biasa ini.

   "Dukkk! Aihhh...!"

   Kini Cia Bun dia mengeluarkan teriakan.

   Siapa yang tidak akan kaget ketika dua lengan itu bertemu, selain dia merasakan kekuatan yang amat dahsyat, yang tidak patut dimiliki oleh seorang bocah berusia dua belas atau tiga belas tahun, juga dia merasa betapa tenaga sin-kangnya tersedot ke luar! Itulah Thi-khi-i-beng! Ataukah lain ilmu iblis yang dapar menyedot sin-kang lawan? Sebagai murid terkasih dari Kok Beng Lama, tentu saja dengan sekali mengerahkan tenaga membetot, lengannya dapat terlepas dari lekatan lengan lawan yang mempunyai daya sedot, dan dia memandang dengan mata terbelalak kepada anak itu. Akan tetapi, Sin Liong tidak perduli orang terheran-heran. Dia tidak tahu sama sekali bahwa orang itu kagum dan terkejut melihat kehebatan tenaganya, dan dia merasa penasaran mengapa dia belum dapat menghantam orang yang telah membuat kakeknya sampai roboh pingsan itu.

   "Orang jahat kau...!"

   Dia berteriak lagi dan kini kembali dia menubruk, dengan gerakan yang ganas. Bun Houw kembali mengelak dan pada saat itu nampak bayangan berkelebat, jari-jari tangan yang runcing mungil meluncur dan menotok pundak Sin Liong yang luput menyerang lawannya tadi.

   "Dukk! Ahh...!"

   Wanita cantik itu, Yap In Hong, terkejut bukan main. Karena tadinya dia memandang rendah kepada seorang bocah yang disangkanya hanya liar dan ganas, dia tentu saja menotok tanpa mempergunakan tenaga sakti, khawatir kalau sampai membunuh anak itu. Akan tetapi ketika jari tangannya bertemu pundak Sin Liong yang pada saat itu sedang mengerahkan tenaga, In Hong merasa betapa tenaga kasarnya membalik dan jari-jari tangannya terasa nyeri bukan main! Barulah dia tahu mengapa suaminya kelihatan terkejut dan terheran-heran, ragu-ragu, kini dia mengerti bahwa memang bocah ini luar biasa sekali, memiliki tenaga sin-kang yang luar biasa kuatnya. Maka diapun menjadi marah dan kini tangannya kembali melayang, sekali ini mengandung tenaga sin-kang yang kuat, bahkan dia mempergunakan tenaga Thian-te Sin-ciang yang ampuh.

   "Dess...!"

   
Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Anak itu terpelanting dan roboh dengan tubuh lemas karena jalan darahnya tertotok. Akan tetapi, Sin Liong yang marah itu merasa betapa tenaga dan hawa aneh di dalam pusarnya bergolak, mendorong-dorong akan tetapi tidak mampu menembus jalan darah yang sudah tertotok. Dia sama sekali tidak menjadi jerih, bahkan matanya melotot memandang kepada Bun Houw dan In Hong yang menghampirinya, memandang penuh kebencian.

   "Kalian tunggu saja..."

   Desisnya.

   "kalau locianpwe Cia Keng Hong sampai mati, aku bersumpah kelak aku akan membunuh kalian berdua manusia-manusia jahat!"

   Sepasang matanya mencorong seperti naga sakti.

   "Aku benci kalian! Aku benci kalian...!"

   Melihat sinar mata yang penuh nafsu membunuh, seperti mata seekor harimau kelaparan yang marah, diam-diam In Hong bergidik.

   "Bocah setan ini perlu dihajar!"

   Katanya dan dia sudah mengangkat tangannya untuk menampar.

   "Tahan, jangan pukul dia!"

   Bun Houw berseru menahan isterinya yang menurunkan kembali tangannya sambil menoleh kepada suaminya. Mengapa suaminya melarang dia memukul anak yang mengeluarkan ancaman mengerikan itu? Melihat pandangan mata isterinya, Bun Houw berkata,

   "Aku melihat dia tadi menggunakan Thi-khi-i-beng."

   Mendengar ini, In Hong terkejut dan terheran-heran, akan tetapi mereka berdua lalu menghampiri kakek Cia Keng Hong yang sudah mulai siuman.

   "Ah, kau datang, kalian datang semua... ah, aku agak lelah..."

   Akhirnya kakek itu bangkit duduk.

   "Ayah, engkau harus beristirahat dulu. Nanti saja kita bicara..."

   Cia Giok Keng lalu merangkul dan memapah ayahnya, dibantu oleh Bun Houw. Kakek itu tidak mau dipondong dan dengan dipapah oleh kedua orang anaknya, dia melangkah tertatih-tatih memasuki pondoknya. Cia Keng Hong jatuh sakit! Beberapa kali dia jatuh pingsan dan terserang demam. Bun Houw dan encinya yang memeriksa, mendapat kenyataan bahwa tenaga ayah mereka itu berkurang banyak sekali, menjadi lemah, dan di sebelah dalam tubuh, ayah mereka itu mengalami guncangan hebat dan seperti orang baru sembuh dari luka parah di dalam tubuh.

   Akan tetapi mereka belum dapat bicara dengan ayah mereka dan dengan penuh ketelitian kedua orang anak itu merawat ayah mereka, dibantu oleh Yap In Hong dan kakaknya, Yap Kun Liong. Seperti telah diketahui jelas oleh para pembaca cerita Dewi Maut, isteri dari Cia Bun Houw, Yap In Hong, adalah adik kandung pendekar Yap Kun Liong. Dan semenjak Bun Houw dan isterinya ini meninggalkan orang tuanya, belasan tahun yang lalu, kakak dan adik inipun tidak pernah saling jumpa, apalagi karena Kun Liong juga selama ini hanya menyembunyikan diri saja di rumahnya, yaitu di Leng-kok. Biarpun antara Yap Kun Liong dan Cia Giok Keng terdapat perasaan cinta kasih yang mendalam, duda dan janda ini tidak melanjutkan hubungan itu dengan hubungan jasmani, melainkan hanya saling mencinta saja di dalam hati masing-masing.

   Maka kini, pertemuan antara mereka semua tentu saja mendatangkan percakapan yang asyik, saling menceritakan keadaan mereka masing-masing. Hanya keadaan kakek ketua Cin-ling-pai itu yang menimbulkan prihatin di hati mereka, dan juga, anak aneh yang datang bersama ketua Cin-ling-pai itu tidak mau banyak membuka mulut, hanya berwajah muram dan ikut pula menjaga kakek yang sedang sakit itu. Yap Kun Liong juga menasihatkan yang lain agar jangan sembarangan terhadap bocah ini, karena diapun menduga bahwa tentu ada rahasia di balik kedatangan bocah ini, dan tentu ada hubungan erat antara bocah itu dan pendekar sakti Cia Keng Hong, apalagi ketika dia mendengar bahwa anak itu agaknya pandai Thi-khi-i-beng.

   "Kita tunggu saja sampai Cia-locianpwe sudah sembuh kembali dan menceritakan siapa adanya anak itu,"

   Kata pendekar ini dan yang lain-lain merasa setuju. Anak itu benar-benar amat luar biasa. Kalau ditanya, hanya memandang dengan mata mendelik marah dan memang Sin Liong merasa tidak suka kepada empat orang ini, terutama kepada Cia Bun Houw dan isterinya yang dianggapnya jahat karena telah membuat kakeknya roboh pingsan dan sakit. Dia tidak tahu siapa mereka dan juga tidak ingin tahu, dan diapun tidak suka memperkenalkan diri ketika ditanya. Diapun ingin menanti sampai kakek itu sembuh, baru dia akan mengambil keputusan apakah akan terus tinggal di situ ataukah akan pergi. Hanya terhadap Yap Kun Liong dia tidak begitu dingin dan ketus, karena pendekar yang usianya sudah empat puluh delapan tahun ini bersikap manis budi kepadanya.

   Bahkan hanya dari Yap Kun Liong saja dia mau menerima makanan. Biarpun dia diberi sebuah kamar, akan tetapi dia tidak mau tidur di kamarnya, sebaliknya dia terus berada di kamar Cia Keng Hong dan di situ dia duduk bersila, bersamadhi seperti yang telah diajarkan oleh kakek itu kepadanya. Dan diapun tidur dalam keadaan bersila. Melihat cara anak itu bersamadhi, makin yakinlah hati empat orang pendekar itu bahwa anak ini pasti memiliki hubungan yang erat dengan ketua Cin-ling-pai. Ternyata guncangan batin ketika dia melihat wajah puteranya itulah yang membuat Cia Keng Hong jatuh sakit. Ketika dia mengadu ilmu melawan Kok Beng Lama, dia sudah merasa bahwa dia terluka di sebelah dalam tubuhnya, apalagi ketika sebagian dari tenaga sin-kangnya tersedot oleh kekuatan dahsyat yang mengeram di dalam tubuh Sin Liong.

   Biarpun kemudian dia dapat menyedot kembali tenaga dari tubuh Sin Liong dengan menggunakan Ilmu Thi-khi-i-beng dan dengan demikian selain menyelamatkan Sin Liong juga memulihkan kembali tenaganya, namun luka yang dideritanya belumlah sembuh sama sekali. Maka ketika menerima guncangan hebat dan mendadak dalam perjumpaan yang tak disangka-sangkanya dengan puteranya itu, dia jatuh pingsan dan jantungnya yang sudah tua itu mengalami tekanan berat yang membuat dia jatuh sakit. Baru setelah sepekan dirawat dengan penuh perhatian oleh putera dan puterinya, Cia Keng Hong sembuh dari demam dan ingatannya kembali. Biarpun tubuhnya masih lemah namun dia sudah dapat bangun duduk dan bicara. Ketika melihat Sin Liong duduk bersila di sudut kamar, Cia Keng Hong tersenyum dan wajahnya berseri. Dia mengangguk-angguk dan berkata kepada Bun Houw dan Giok Keng,

   "Bantu aku keluar, aku ingin duduk di luar pondok, di tempat terbuka yang sejuk."

   Cia Giok Keng dan Cia Bun Houw lalu memapah ayah mereka itu, membawanya keluar dan di bawah sebatang pohon pek di depan pondok itu memang terdapat sebuah batu halus yang menjadi tempat duduk dan tempat samadhi kakek ini. Di situlah dia duduk bersila dan empat orang pendekar itupun duduk di atas tanah di depannya.

   "Sin Liong, kau ke sinilah..."

   Kata kakek itu kepada Sin Liong yang ikut pula keluar dengan sikap sungkan, karena dia merasa bahwa dia adalah seorang pendatang baru yang asing. Namun hatinya lega melihat bahwa ternyata empat orang itu bukanlah musuh kakeknya. Mendengar ucapan kakek itu, Sin Liong cepat menghampiri dan menjatuhkan diri berlutut, lalu duduk bersila pula di depan batu besar yang diduduki kakek itu.

   Sejenak keadaan di situ sunyi. Udara pagi itu cerah dan hangat oleh sinar matahari pagi. Angin gunung mendatangkan kesejukan di bawah pohon itu dan mereka semua seperti tenggelam dalam keheningan yang maha luas. Cia Keng Hong memandang ke kanan dan alisnya berkerut, hatinya diliputi penuh keharuan dan penyesalan. Melihat puteranya kini telah menjadi seorang pria yang matang, berusia tiga puluh tahun lebih, duduk bersila di dekat Yap In Hong yang memang cantik jelita dan gagah, dia melihat kesalahan yang telah dilakukannya belasan tahun yang lalu. Jelas bahwa puteranya itu saling mencinta dengan wanita itu, mengapa dia dahulu berkeras tidak menyetujui perjodohan mereka? Padahal, mereka itulah yang akan saling berjodoh, yang akan hidup berdua selamanya, mereka berdualah yang akan hidup bersama membagi suka duka bersama-sama.

   Perjodohan adalah urusan mereka berdualah, dengan hak dan kewajiban mereka berdua sepenuhnya pula. Mengapa dia bercampur tangan, mengapa dia hendak mengatur kehidupan kedua orang itu, ingin menyesuaikan mereka berdua untuk menyenangkan hatinya? Betapa bodohnya dia, dan betapa bodohnya orang-orang tua yang ingin mencampuri urusan perjodohan anak-anak mereka! Memang dahulu dia mempunyai alasan kuat untuk menentang, mengingat betapa Yap In Hong sendiri pernah memutuskan pertunangannya dengan Bun Houw (baca kisah Dewi Maut), dan ke dua betapa Bun Houw telah ditunangkan dengan gadis lain. Namun, segala macam alasan itu sesungguhnya hanyalah untuk mempertahankan pebdiriannya atau kesenangan dirinya pribadi. Kini nampak jelas olehnya dan dia merasa menyesal sekali.

   Dan ketika dia menoleh ke kiri, dia melihat si duda, Yap Kun Liong duduk bersanding dengan puterinya, Cia Giok Keng yang sudah menjadi janda, dan hatinyapun tertusuk keharuan bercampur kekaguman. Dua orang itu benar-benar memiliki cinta kasih yang murni, cinta kasih yang sama sekali tidak dikotori oleh nafsu berahi. Betapa mereka saling mencinta, dia dapat merasakannya, namun keduanya tetap bertahan dan hanya berhubungan sebagai sahabat-sahabat yang saling mencinta. Benar-benar mengagumkan dan patut dipuji kedua orang itu! Lalu dia memandang ke depan, kepada Sin Liong. Bocah ini juga mengagumkan! Senanglah hati Cia Keng Hong karena biarpun sejak tadi tidak pernah ada yang bicara sepatah katapun, namun dalam keadaan sehening dan seindah itu, memang kata-kata tidak banyak gunanya lagi.

   "Sin Liong, setelah beberapa hari kau berada di sini, apakah engkau sudah mengenal siapakah adanya mereka ini?"

   Dia menoleh ke kanan dan kiri. Empat orang pendekar itu memandang kepada Sin Liong dan anak itupun menoleh dan memandang kepada mereka dengan wajah yang masih muram. Dia menggeleng kepala.

   "Saya belum mengenal mereka, locianpwe,"

   Jawabnya kemudian.

   "Ah! Engkau belum mengenal mereka? Lihatlah baik-baik, Sin Liong, yang duduk di sebelah kirimu itu adalah puteraku yang bernama Cia Bun Houw dan isterinya!"

   Kakek itu berhenti karena tiba-tiba Sin Liong menoleh ke kiri dan sepasang matanya mencorong aneh ketika dia memandang kepada Bun Houw.

   Tidak ada seorangpun di antara mereka yang tahu betapa kagetnya hati Sin Liong mendengar perkenalan itu. Jadi laki-laki gagah itu adalah ayah kandungnya! Dan beberapa hari yang lalu dia telah menyerang orang itu sebagai orang yang dibencinya! Kiranya ayah kandungnya, yang oleh mendiang ibu kandungnya dipuji-puji sebagai pendekar sakti itu. Akan tetapi mengapa ayah kandungnya itu duduk di situ bersama wanita cantik yang diperkenalkan sebagai isteri ayahnya itu? Dan wanita itu telah turun tangan menotoknya! Dia kini memandang kepada Yap In Hong dengan pandang mata penuh kebencian. Ketika Bun Houw dan In Hong memandang Sin Liong, mereka melihat sinar mata anak itu dan keduanya terkejut sekali.

   "Ihhh...!"

   In Hong mengeluarkan seruan lirih dan Bun HoUw mengerutkan alisnya. Cia Keng Hong juga merasa heran melihat sikap Sin Liong itu, maka dia bertanya.

   "Ada apakah Sin Liong?"

   Sin Liong tidak menjawab, hanya memandang kepada Bun Houw dan In Hong dengan sinar mata aneh, dan kini tanpa disadarinya, sepasang mata yang menyinarkan kebencian itu menjadi basah dan dua titik air mata mengalir keluar. Melihat ini, Bun Houw cepat berkata,

   "Ayah, dia salah sangka terhadap kami berdua. Ketika ayah terkejut dan tak sadarkan diri, dia langsung menyerangku, dan aku heran sekali melihat dia memiliki sin-kang yang luar biasa, bahkan memiliki Thi-khi-i-beng!"

   Cia Keng Hong tersenyum dan mengangguk-angguk mengerti.

   "Ah, kiranya begitukah? Sin Liong, engkau salah duga. Dia bukanlah musuh, dia adalah puteraku. Hayo kau cepat minta maaf, biarpun kau melakukan hal itu tanpa kau sadari."

   Sin Liong menunduk, kemudian menghadap kakek itu sambil berkata.

   "Maafkan saya, locianpwe."

   Dia tidak minta maaf kepada Bun Houw, melainkan kepada kakeknya! Memang hati anak ini luar biasa kerasnya. Dia telah bertemu dengan ayah kandungnya, akan tetapi melihat kenyataan pahit betapa ayah kandungnya yang telah meninggalkan ibu kandungnya ini menjadi suami wanita lain, mana mungkin hatinya tidak diliputi kekecewaan dan kebencian?

   "Dan yang duduk di sebelah kiri itu adalah puteriku, Sin Liong. Namanya Cia Giok Keng. Sedangkan pria itu adalah Yap Kun Liong, kakak ipar dari puteraku Bun Houw, juga dia dapat dibilang muridku karena hanya dia seorang yang telah mewarisi Thi-khi-i-beng dariku, di samping engkau sendiri, sekarang engkau telah menjadi muridku, maka engkau adalah sute mereka, sute paling kecil."

   Kakek itu mengangguk-angguk senang. Hatinya gembira sekali, terutama karena dia dapat melihat puteranya kembali.

   "Ayah, siapakah anak ini dan bagaimana asal mulanya sampai dia dapat memiliki sin-kang sedemikian hebatnya, dan telah mewarisi Thi-khi-i-beng pula?"

   Tanya Bun Houw. Betapapun juga, dia merasakan sinar mata benci dari anak itu, oleh karena itu, diapun mempunyai perasaan tidak senang kepada Sin Liong!

   "Memang aneh dia, dan banyak pula terjadi hal-hal aneh menimpanya. Pertama-tama, ketahuilah, Bun Houw, bahwa gurumu telah meninggal dunia."

   "Ahhh...!"

   Bun Houw berseru kaget.

   "Ihhh...!"

   In Hong juga berseru tertahan yang merasa sayang kepada kakek pendeta Lama itu.

   "Hemmm...!"

   Yap Kun Liong juga menahan seruannya karena diapun merasa amat kagum kepada ayah mertuanya itu. Kok Beng Lama adalah ayah mertua pendekar ini, karena mendiang isterinya, Pek Hong In, adalah puteri tunggal dari pendeta Lama itu (baca cerita Petualang Asmara).

   "Ayah, apakah yang telah terjadi? Bagaimana suhu sampai meninggal dunia? Apakah dia dibunuh musuh?"

   Ayahnya menggeleng kepala.

   "Dia memang sudah tua dan pikun, Bun Houw, dan agaknya memang sudah tiba saatnya bagi Kok Beng Lama untuk meninggalkan dunia ini. Betapapun juga, kematian itu terjadi karena kesalahannya sendiri."

   Dengan singkat ketua Cin-ling-pai itu menceritakan tentang pertemuannya dengan Kok Beng Lama, betapa Kok Beng Lama memaksanya untuk mengadu tenaga sin-kang dan betapa Sin Liong yang mencoba untuk melerai itu tanpa disengaja malah mewarisi seluruh tenaga dari Kok Beng Lama, biarpun hal itu juga hampir saja menewaskannya, dan betapa dia terpaksa membuka rahasia Thi-khi-i-beng kepada anak itu untuk menolongnya. Empat orang pendekar itu mendengarkan dengan penuh keheranan dan kekaguman dan mereka kini memandang kepada Sin Liong dengan sinar mata lain. Memang anak luar biasa, pikir mereka.

   "Bagus, kalau begitu engkau adalah suteku, Sin Liong!"

   Bun Houw berseru dengan girang.

   "Engkau she apakah?"

   Sin Liong sejenak menatap wajah ayah kandungnya itu. Hampir saja dia menitikkan air mata, dan ingin hatinya berteriak bahwa dia adalah putera pendekar itu. Akan tetapi, hatinya memang keras sekali. Melihat ayah kandungnya mempunyai seorang isteri dan meninggalkan ibu kandungnya, dia tidak mau memperkenalkan diri. Hatinya terasa nyeri, lupa dia bahwa ibu kandungnya juga mempunyai suami baru!

   "Aku tidak mempunyai she,"

   Jawabnya sambil menunduk.

   "Eh, kenapa begitu aneh?"

   Giok Keng yang biarpun usianya sudah empat puluh tujuh tahun masih cantik dan masih juga keras hatinya itu berseru.

   "Lalu siapakah nama ayahmu?"

   Sin Liong memandang sejenak kepada puteri kakeknya yang sesungguhnya adalah bibinya itu, lalu dia menunduk dan menjawab singkat,

   "Aku tidak mengenal siapa ayah bundaku."

   Cia Keng Hong tersenyum.

   "Memang dia aneh. Dia tidak tahu siapa ayah bundanya, dan dia hanya ingat bahwa dia bekerja sebagai kacung pada keluarga Na-piauwsu. Akan tetapi, untuk bertanya tentang asal-usul anak ini kepada keluarga Na-piauwsu juga tidak mungkin karena keluarga Na itu dibunuh oleh musuh-musuhnya. Anak ini dibawa oleh seorang wanita kejam yang bernama Kim Hong Liu-nio, seorang wanita yang benar-benar memiliki kepandaian yang mengejutkan dan entah mengapa wanita iblis itu demikian bencinya kepada Sin Liong sehingga menyiksanya dan aku telah membebaskannya dari tangan wanita itu."

   "Sin Liong, siapakah wanita itu?"

   Tanya Yap Kun Liong yang merasa tertarik karena diapun tidak mengenal tokoh kang-ouw bernama Kim Hong Liu-nio itu. Kalau ada seseorang tokoh sampai dipuji kepandaiannya oleh Cia Keng Hong, sudah pasti bahwa tokoh itu bukan orang sembarangan dan kepandaiannya tidak boleh dibuat main-main. Sin Liong memang tidak ingin menceritakan banyak-banyak tentang dirinya, akan tetapi karena semua orang memandang kepadanya dan sinar mata mereka menunjukkan bahwa mereka itu ingin sekali mendengar tentang Kim Hong Liu-nio, dia teringat akan tantangannya terhadap Kim Hong Liu-nio dan dengan lantang dia lalu berkata,

   

Petualang Asmara Eps 45 Dewi Maut Eps 21 Petualang Asmara Eps 45

Cari Blog Ini