Si Bangau Merah 25
Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Bagian 25
Melihat sikap ini, Ki Bok lalu mendekati Yo Han dan berkata dengan suara perlahan.
"Yo-toako, apakah adikmu belum menceritakan semua? Sebaiknya engkau tidak membuat keributan karena kalau terjadi hal itu, aku sendiri tidak akan dapat melindungimu. Ketahuilah bahwa perkumpulan kami adalah pejuang-pejuang yang gigih dan kalau ada yang menentang akan dibunuh. Suhu sedang mengharapkan agar Sian Li suka bekerja sama membantu perjuangan, demikian pula Sin-ciang Tai-hiap. Andaikata Sian Li tidak maupun, tidak perlu menggunakan kekerasan dan percayalah, aku yang akan menjamin bahwa Sian Li akan dapat lolos dari sini dengan selamat."
Yo Han memandang penuh selidik.
"Hemm, engkau adalah seorang tokoh di sini, bagaimana engkau hendak melindungi Li-moi? Apa maksudmu melindunginya mati-matian? Tanpa sebab yang jelas bagai-mana kami berdua dapat mempercayaimu?"
"Han-ko, aku percaya padanya. Dia sudah membuktikan-nya!"
Kata Sian Li yang merasa tidak enak terhadap Ki Bok.
"Justeru perlindungannya itu patut dicurigai, Li-moi. Bukankah dia seorang di antara mereka yang memusuhi engkau dan suhengmu? Tanpa alasan yang kuat, bagaimana mungkin dia melindungimu tanpa pamrih yang buruk?"
Mendengar ucapan Yo Han itu, Ki Bok segera berkata dengan terus terang,
"Baiklah, Yo-toako, aku membuat pengakuan. Aku bersedia melakukan apa pun untuk Sian Li dengan taruhan nyawaku karena aku jatuh cinta padanya."
"Ki Bok....!"
Sian Li berseru kaget dan memandang wajah pemuda peranakan Tibet itu. Tadinya ia hanya menganggap Ki Bok seorang yang baik sekali kepadanya, sama sekali tidak pernah menyangka bahwa pemuda itu jatuh cinta padanya. Dan kini pemuda itu membuat pengakuan sedemikian jujurnya di depan Yo Han! Cu Ki Bok menghela napas panjang sambil memandang kepada gadis itu.
"Maafkan aku, Sian Li. Terpaksa aku harus berterus terang. Aku merasa kagum dan jatuh cinta padamu, dan tidak peduli apakah engkau akan membalas cintaku, tidak peduli apakah akan menerima atau menolak ajakan kerja sama, tetap saja aku harus membebaskanmu. Karena itu, kuharap kalian berdua bersabar dan tidak membuat keributan. Aku akan mencarikan kesempatan sebaik dan seamannya untuk kalian."
Yo Han mengangguk-angguk.
"Kalau begitu, aku akan tinggal di sini menemani Li-moi, harap saudara Cu Ki Bok menyampaikan kepada pimpinan di sini."
"Baik, Yo-toako, aku akan melaporkan kepada Suhu,"
Kata Ki Bok yang segera meninggalkan mereka. Ketika melihat para penjaga mendekat, dia berbisik kepada mereka agar melakukan penjagaan yang ketat, dan juga memberitahu bahwa Yo Han adalah kakak misan Sian Li yang tinggal di situ pula untuk menemani adiknya. Di pondok itu memang terdapat dua buah kamar, maka Yo Han dapat menempati kamar yang ke dua. Akan tetapi setelah Ki Bok pergi, Yo Han dan Sian Li yang sejak tadi diam termenung, masih bercakap-cakap di ruangan depan.
"Kiranya dia jatuh cinta padamu, Li-moi,"
Kata Yo Han melihat gadis itu termenung saja. Sian Li menarik napas panjang.
"Sungguh sama sekali tidak pernah aku memikirkan hal itu, tak pernah menduganya. Begitu beraninya mengaku cinta!"
Wajah gadis itu berubah kemerahan.
"Jangan marah kepadanya, Li-moi. Aku bahkan kagum, karena dia seorang laki-laki yang jantan, gagah dan jujur. Sekarang yang penting kita harus mencari di mana adanya suhengmu. Aku ingin bertemu dengannya dan kalau mungkin akan kusadarkan dia dari pengaruh sihir."
"Bagaimana kalau dia tidak terpengaruh sihir, melainkan kalau dia memang menyeleweng dan tersesat, Han-ko? Menurut keterangan Ki Bok, Suheng memang telah terpikat oleh Pek-lian Sam-li."
Di dalam suara gadis itu masih terkandung kemarahan terhadap Sian Lun.
"Kalau memang demikian, aku akan berusaha untuk me-nyadarkan dan mengingatkannya agar kembali ke jalan benar. Bagaimanapun juga dia adalah suhengmu dan perlu diingatkan kalau dia tergoda, Li-moi."
"Terserah kepadamu, Han-ko. Akan tetapi, kita harus berhati-hati sekali karena biarpun aku kelihatan bebas namun setiap gerak-gerikku diamati dan sedikit saja mereka itu curiga, tentu mereka akan mengepung dan mengeroyok kita. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu, Han-ko, karena kalau mereka tahu bahwa engkau adalah Sin-ciang Tai-hiap, tentu mereka tidak akan memberi ampun. Engkau telah membunuh Dobhin Lama."
Yo Han menggeleng kepala.
"Aku tidak membunuhnya. Ketika kami bertanding, biarpun aku dapat mematahkan tongkatnya, akan tetapi aku tidak melukainya. Dia tewas karena usianya yang sudah tua, dan agaknya dia telah terlalu memaksa diri sehingga kehabisan tenaga. Tentu saja aku akan berlaku hati-hati sekali untuk menyelidiki suhengmu. Sebabaiknya engkau gambarkan keadaan perkampungan ini dan di mana aku dapat mencari Sian Lun."
Mereka berbisik-bisik dan Sian Li memberi gambaran tentang perkampungan di situ. Setelah mendapat keterangan jelas, mereka lalu memasuki pondok.
Perkampungan di dalam rimba itu terdiri dari beberapa buah bangunan yang cukup besar dan perkampungan itu dikelilingi pagar bambu runcing dan dijaga ketat. Yo Han termenung di dalam kamarnya, memikirkan jalan baik untuk dapat menyelamatkan Sian Li dan Sian Lun. Pemuda ini merasa prihatin sekali. Dia maklum bahwa serbuan orang-orang kang-ouw dan terutama sekali para pendeta Lama dan pasukan Tibet akan menimbulkan perang atau pertempuran mati-matian di tempat itu. Dia membayangkan dengan hati sedih bahwa pertempuran itu tentu akan mengakibatkan tewasnya banyak orang. Dia sendiri tidak pernah mau menggunakan ilmu kepandaiannya untuk membunuh orang lain.
Dia tidak pernah menilai jahat kepada orang lain karena dia maklum bahwa seorang yang dianggap jahat dan melakukan perbuatan yang jahat, sebetulnya hanya orang yang sedang menderita penyakit saja. Orang yang menyeleweng daripada kebenaran adalah orang sakit. Bukan badannya yang sakit, melain-kan batinnya. Akan tetapi, seperti juga penyakit badan, penyakit batin ini suatu waktu akan dapat sembuh. Sedangkan orang yang sehat batinnya, sekali waktu mungkin saja jatuh sakit. Setiap orang mengakui bahwa tidak ada seorang pun manusia yang sempurna. Yang sempurna hanyalah Tuhan. Setiap orang manusia sudah pasti mempunyai kesalahan, setiap orang manusia berdosa. Dan kita sendiri, setiap orang dari kita, juga seorang manusia, karenanya kita masing-masing ini adalah orang berdosa dan bersalah. Oleh karena itu, pantaskah kita mencela orang lain yang bersalah?
Orang itu sama saja dengan kita, hanya macam kesalahan atau meacam dosanya saja yang berbeda, ada yang kadarnya besar ada yang kecil. Akan tetapi, kita ini senasib sependeritaan, takkan dapat lepas daripada kesalahan, daripada dosa. Seyogianya kalau melihat orang lain berdosa, kita membantunya dengan petunjuk dan peringatan, seperti melihat orang lain sakit, sepatutnya kita memberi obat dan hiburan. Jangan melihat orang lain terperosok ke dalam lumpur, malah kita injak kepalanya! Uluran tangan untuk menariknya keluar dari lumpur merupakan kewajiban luhur. Yo Han teringat kembali akan ancaman pertempuran. Dia menghela napas panjang. Apa yang dapat dia lakukan? Di dunia ini penuh dengan perang. Perang merupakan korban api besar yang timbul dari percikan api kecil. Dimulai dari konflik atau pertentangan dalam batin setiap orang manusia sendiri.
Konflik yang timbul karena adanya keinginan-keinginan yang tak ada habisnya. Konflik dalam batin sendiri ini mencuat keluar menimbulkan konflik antar pribadi, karena bentrokan kepentingan, bentrokan keinginan, saling berebut kebenaran, berebut keenakan sendiri. Konflik-konflik antar pribadi ini dapat membengkak menjadi konflik antar keluarga, antar golongan, kemudian berkobar menjadi konflik antar bangsa dan antar negara yang menimbulkan perang. Yo Han sudah memesan kepada para orang kang-ouw untuk membantunya membebaskan Sian Lun dan Sian Li, dan dia sudah minta kepada mereka agar jangan membunuh dan setelah kedua orang muda itu dapat diselamatkan, agar para orang kang-ouw tidak mencampuri perang yang terjadi antara pasukan Tibet dan para pemberontak. Dia sendiri pun tidak akan ikut campur dengan pertempuran itu.
Dia hanya ingin melindungi Sian Li dan Sian Lun agar dapat lolos dari tempat itu dengan selamat. Setelah Ki Bok melaporkan tentang Yo Han yang berkunjung sebagai utusan Sin-ciang Tai-hiap dan sekarang pemuda itu tidak mau pergi karena menuntut di bebaskannya Sian Li, Lulung Lama segera memanggil semua pimpinan dan pembantunya untuk meng-adakan perundingan. Mereka semua berkumpul di bangunan induk, di ruangan yang luas di mana selalu dipergunakan untuk mengadakan pertemuan. Mereka semua berkumpul dan karena waktu itu sedang terjadi perkabungan kematian Dobhin Lama, maka seluruh pimpinan dan pembantu yang tadinya bertugas di luar, sudah berkumpul pula untuk berkabung. Lengkaplah mereka yang kini berada di ruangan itu. Lulung Lama yang ditemani muridnya, Cu Ki Bok, duduk di kursi pimpinan.
Belasan orang pendeta Lama jubah hitam yang menjadi pembantu-pembantunya hadir pula. Gulam Sing, Pangeran dari Nepal itu pun hadir bersama para pembantunya, termasuk Badhu dan Sagha. Dari pihak Pek-lian-kauw, hadir selain Pek-lian Sam-li, juga tiga orang tosu Pek-lian-kauw yang datang melayat. Hek-pang Sin-kai juga hadir bersama empat orang rekannya. Jumlah mereka yang berada di ruangan itu tidak kurang dari empat puluh orang. Di dekat Pek-lian Sam-li duduk pula Liem Sian Lun. Wajah tampan Sian Lun yang biasanya cerah itu kini nampak agak muram. Kerut merut di antara kedua alisnya, pandang matanya yang sayu, mulutnya yang agak cemberut itu menggambarkan betapa dia tidak tenang dan tidak senang. Pek-lian Sam-li agaknya salah perhitungan terhadap pemuda ini.
Memang dalam kesempatan pertama, Sian Lun yang masih hijau dalam hal pengalaman itu mudah mereka rayu dan mereka jatuhkan. Sian Lun dibakar nafsunya sendiri. Apalagi tiga orang wanita Pek-lian-auw itu menggunakan kekuatan sihir. Pemuda itu bertekuk lutut dan melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Bahkan dia mentaati ketika mereka menyuruh dia menawan sumoinya sendiri, wanita pertama yang pernah menjatuhkan hatinya! Dan dia bahkan menganggap perbuatan itu sebagai bagian dari perjuangan mereka, karena para pimpinan itu menghendaki agar dia menawan dan membujuk Sian Li sehingga gadis itu mau pula membantu perjuangan mereka. Kesalahan perhitungan Pek-lian Sam-li adalah bahwa mereka mengira Sian Lun sudah benar-benar setia kepada mereka,
Mengira bahwa mereka telah dapat menundukkan pemuda itu dengan kecantikan mereka sehingga mereka menjadi lengah dan tidak lagi menggunakan kekuatan sihir untuk menguasai Sian Lun. Dan dalam keadaan sadar sepenuhnya inilah dia mulai merasa menyesal. Nafsu bagaikan gelembung sabun. Kesenangan yang didatangkannya hanya selewat saja, disusul kebosanan karena nafsu mendorong kita mengejar yang baru, yang belum kita miliki. Kita dipermainkan nafsu seperti anak kecil dipermainkan mainan-mainan. Mainan lama yang dahulunya amat disenangi, mendatangkan bosan dan diganti mainan baru yang mengasyikkan. Daya tarik tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu berkurang kekuatannya sehingga Sian Lun mulai dapat melihat betapa perbuatannya selama ini amat memalukan. Dia telah membiarkan dirinya menjadi boneka, menjadi permainan tiga orang wanita itu.
Bahkan dia begitu buta sehingga tidak melihat bahwa dia diperalat. Dia mau saja melakukan penipuan untuk menawan Sian Li secara amat curang. Padahal dia amat mencinta sumoinya itu. Dia merasa malu, malu kepada Sian Li, malu kepada diri sendiri dan kalau dia membayangkan betapa guru-gurunya akan mendengar tentang dirinya, betapa kedua orang gurunya yang sudah melepas budi besar kepadanya, yang menganggap dia seperti anak sendiri, akan merasa berduka, kecewa dan menyesal, ingin Sian Lun menjerit-jerit dan menangis. Namun, semua telah terlambat. Dia telah mengkhianati sumoinya. Perjuangan menentang penjajah Mancu memang baik, dan setiap orang pendekar sepatutnya bangga kalau membantu perjuangan membebaskan rakyat dan tanah air dari cengkeraman penjajah Mancu.
Akan tetapi, bagaimana mungkin perjuangan itu dapat melalui jalan yang benar kalau dipimpin orang-orang sesat seperti Pek-lian Sam-li dari Pek-lian-kauw, para pem-berontak Nepal dan pemberontak Tibet? Malam tadi, biarpun ada Pek-lian Sam-li yang menemaninya, dia tidak dapat tidur memikirkan Sian Li. Dia merasa bersalah kepada sumoinya itu dan merasa menyesal sekali. Dia harus dapat membebaskan sumoinya, dan sudah mengambil keputusan untuk minta kepada Lulung Lama agar Sian Li dibiarkan bebas. Kalau permintaannya ditolak, dia pun akan menyatakan tidak mau lagi membantu mereka! Dan sore hari ini, Lulung Lama memanggil semua sekutunya untuk meng-adakan pertemuan di ruangan luas itu. Setelah memberi salam kepada semua orang, Lulung Lama berkata dengan suara lantang,
"Kita sudah mengadakan persiapan dan penjagaan untuk menyambut datangnya Sin-ciang Tai-hiap yang pasti akan datang ke sini untuk membebaskan Nona Tan Sian Li. Akan tetapi sampai hari ini, dia tidak muncul dan mengirim utusan untuk menuntut agar nona itu kita bebaskan. Padahal, seperti kalian ketahui, kita menghendaki agar Nona Tan Sian Li dan juga kalau mungkin Sin-ciang Tai-hiap sendiri, suka bekerja sama dengan kita menentang penjajah Mancu. Kalau dia tidak mau kita tidak dapat membebaskan Nona Tan Sian Li karena ia sudah mengetahui semua rahasia pergerakan kita. Bagaimana pendapat anda sekalian?"
Pangeran Gulam Sing, melalui penterjemahnya, berkata,
"Siapakah utusan Sin-ciang Tai-hiap itu? Di mana dia sekarang? Seharusnya dia itu ditangkap ketika datang ke sini."
"Suhu, biar teecu (saya) yang menjelaskan, karena teecu mengetahui dengan jelas,"
Kata Cu Ki Bok kepada Lulung Lama yang mengangguk setuju. Setelah mendapatkan persetujuan gurunya. Ki Bok memberi keterangan.
"Utusan itu bernama Yo Han dan dia adalah kakak misan Nona Tan Sian Li. Dia pula yang menjadi perantara ketika aku mengajukan tantangan kepada Sin-ciang Tai-hiap untuk bertanding melawan ketua kita mendiang Dobhin Lama. Ketika dia mendengar bahwa kita tidak akan membebaskan Nona Tan Sian Li, Yo Han berkeras tidak mau pergi dan hendak menemani Nona Tan Sian Li di sini. Sekarang, dia masih berada di sini, di pondok yang menjadi tempat tinggal nona itu. Aku sudah memesan kepada para penjaga agar melakukan pengawasan yang ketat."
Gulam Sing yang masih merasa penasaran karena dia gagal memperkosa Sian Li, berkata,
"Kalau begitu, Yo Han itu dan juga gadis itu harus dihadapkan ke sini sekarang juga! Kita paksa nona itu bekerja sama, dan kita paksa utusan itu untuk membujuk Sin-ciang Tai-hiap agar mau datang ke sini dan bekerja sama pula. Kalau mereka tidak mau, kita bunuh saja mereka!"
Karena pendapat ini dianggap benar, demi keselamatan dan kepentingan mereka agar rahasia persekutuan mereka tidak sampai terbongkar, semua orang mengangguk setuju. Juga Lulung Lama mengangguk-angguk. Tentu saja Cu Ki Bok menjadi khawatir sekali. Dia tahu bahwa akan sukar bahkan hampir tidak mungkin membujuk Sian Li agar mau bekerja sama. Nasib gadis itu terancam bahaya maut. Dan mungkin saja untuk menyenangkan hati Pangeran Gulam Sing, sekutu yang dianggap kuat dan dapat diandalkan itu, gurunya akan menyerahkan Tan Sian Li kepadanya. Dapat dia membayangkan betapa ngerinya nasib gadis yang dicintanya itu kalau terjatuh ke tangan Gulam Sing. Akan tetapi sebelum dia sempat menemukan kata-kata untuk membantah dan membela Sian Li, tiba-tiba Sian Lun sudah bangkit berdiri.
"Losuhu, biar aku yang memanggil mereka ke sini!"
Tanpa menanti jawaban, Sian Lun sudah melangkah cepat, keluar dari ruangan itu. Cu Ki Bok sudah tahu bahwa Sian Lun telah mengkhianati Sian Li dia amat dibenci gadis itu. Kalau Sian Lun yang memanggil Sian Li dan Yo Han, tentu akan terjadi keributan, apa-lagi dia tidak suka dan tidak percaya kepada pemuda yang mudah begitu saja terjatuh ke dalam bujuk rayu tiga orang wanita seperti Pek-lian Sam-li.
"Dia tidak semestinya pergi. Dia belum dapat dipercaya benar!"
Serunya.
"Ha-ha-ha, biarlah aku yang memanggil mereka!"
Kata Pangeran Gulam Sing yang segera berlari keluar, diikuti oleh Badhu, Sagha dan beberapa orang pembantunya.
Pek-lian Sam-li yang juga mengkhawatirkan Sian Lun yang kini tidak lagi mereka pengaruhi dengan sihir, bangkit dan berdiri keluar pula. Setelah mereka semua tiba di luar, ternyata Sian Lun telah tidak nampak. Agaknya pemuda itu berlari cepat meninggalkan tempat itu. Segera mereka semua melakukan pengejaran ke tempat pemondokan Sian Li. Melihat para pimpinan yang tadi mengadakan pertemuan rapat itu kini berlarian ke arah pondok tawanan, para petugas yang melakukan penjagaan menjadi terkejut dan mereka pun mengikuti dari belakang. Sian Lun memang berlari secepatnya ke pondok di mana Sian Li berada. Dia sudah mengambil keputusan nekat. Dia harus membebaskan Sian Li. Kalau dia berterus terang kepada Lulung Lama, tak mungkin permintaannya akan dikabulkan. Tadi dia sudah mendengar sendiri rencana mereka.
Kalau Sian Li tidak mau menyerah dan bekerja sama, mereka akan membunuhnya agar gadis itu tidak membocorkan rahasia persekutuan mereka. Tidak ada jalan lain. Dia harus segera membebaskan Sian Li atau memberi kesempatan kepada Sian Li untuk melarikan diri selagi ada kesempatan, selagi para pimpinan yang lihai mengadakan pertemuan di ruangan itu. Dia akan melindunginya, menjadi perisai, kalau perlu mempertaruhkan nyawa menghadapi para penjaga yang mengejar agar Sian Li dapat lari. Dia sudah melakukan dosa besar dan dia harus menebusnya sekarang juga selagi masih ada kesempatan. Sian Li dan Yo Han terkejut ketika mereka mendengar orang mendorong pintu pondok terbuka dan ketika mereka berdua keluar dari dalam kamar masing-masing, mereka melihat Sian Lun dengan wajah pucat telah berada di situ.
"Hemm, jahanam busuk, mau apa engkau ke sini!"
Bentak Sian Li, seketika kemarahannya berkobar begitu ia melihat Sian Lun. Bahkan ia sudah bergerak maju hendak menyerang pemuda itu.
"Li-moi, jangan terburu nafsu, dengarkan dulu apa kehendaknya,"
Yo Han mencegah dan menghampiri mereka. Sian Lun memandang Yo Han, tidak mengenal pemuda itu akan tetapi dia dapat menduga bahwa tentu pemuda ini yang tadi dibicarakan sebagai utusan Sin-ciang Tai-hiap. Dia tidak peduli dan memandang kembali kepada Sian Li.
"Sumoi, cepat. Engkau larilah sekarang juga, biar aku yang akan menghadapi para pengejar. Cepat, selagi para pimpinan sedang mengadakan rapat pertemuan di bangunan induk. Cepat, mereka akan membunuhmu kalau engkau tidak mau membantu mereka. Aku telah bersalah, Sumoi, akan tetapi biarlah kesempatan terakhir ini kupergunakan untuk menebus dosa. Cepat larilah engkau dari tempat ini, Sumoi."
Melihat sikap dan mendengar ucapan suhengnya itu, Sian Li tertegun. Ia masih sangsi. Benarkah suhengnya itu telah sadar dan hendak menolongnya? Ataukah ini pun hanya siasat busuk belaka? Agaknya Sian Lun maklum pula akan kesangsian sumoinya.
"Lihat, Sumoi. Aku telah membunuh empat orang penjaga di depan. Engkau larilah melalui pintu belakang, langsung ke pagar bambu sebelah selatan dan lolos dari sana. Kalau ada yang mengejar, biar aku yang akan menghadapi mereka."
Sian Li berlari ke depan dan ia melihat betapa empat orang penjaga di situ telah menggeletak mandi darah. Diam-diam ia terkejut. Kiranya Sian Lun benar-benar tidak membual. Ia menoleh kepada Yo Han untuk minta pendapatnya. Yo Han juga sejenak tertegun melihat perubahan tiba-tiba pada diri Sian Lun itu. Akan tetapi, Yo Han segera dapat menduga bahwa tentu kini Sian Lun telah sadar, menyesal dan ingin menebus dosanya! Maka dia pun diam-diam merasa girang sekali.
"Kalau memang hendak meloloskan diri, marilah kita bertiga lari bersama selagi ada kesempatan!"
Kata Yo Han. Akan tetapi pada saat itu, rombongan para pimpinan yang tadi melakukan pengejaran telah tiba pula di depan pondok, dipimpin oleh Pangeran Gulam Sing dan tiga orang Pek-lian Sam-li. Melihat ini, Sian Lun terkejut dan dia pun cepat berkata,
"Sumoi, pergilah ke belakang. Cepat!"
Dan dia sendiri sudah melompat keluar untuk menyambut para pengejar. Dia tahu bahwa bicara dengan mereka tidak ada gunanya lagi. Dia telah membunuh empat orang penjaga. Tentu mereka tidak akan meng-ampuninya, apalagi melihat dia berusaha membantu Sian Li melarikan diri. Dengan pedang di tangan dia pun menyerbu ke arah Pangeran Gulam Sing yang berada paling depan.
"Kalian hendak memberontak?"
Pek-lian Sam-li membiarkan pemuda bekas kekasihnya itu dihadapi Gulam Sing yang mereka yakin akan mampu menundukkan pemuda itu. Mereka sudah meloncat ke depan Sian Li dan Yo Han, diikuti oleh para pimpinan lain. Sian Li sudah siap untuk melawan walaupun ia tidak memegang senjata. Akan tetapi Yo Han maklum behwa keadaan mereka tidak menguntungkan. Kini agaknya terpaksa dia harus mem-buka rahasianya. Dia harus melindungi Sian Li walaupun agaknya sudah terlambat untuk melindungi Sian Lun. Jarak di antara mereka terlalu jauh dan kalau dia meloncat untuk melindungi pemuda itu, berarti dia harus meninggalkan Sian Li dan hal ini berbahaya sekali. Karena mereka berpisah, maka dia tidak mungkin dapat melindungi keduanya dan tentu saja dia lebih memberatkan Sian Li daripada pemuda itu.
Dia pun sudah siap membela Sian Li dan dia sudah melangkah maju untuk menghadapi pengeroyokan orang-orang lihai dari persekutuan pemberontak itu. Sementara itu, tanpa mengeluarkan kata apa pun. Sian Lun sudah menyerang Gulam Sing dengan pedangnya. Kalau tadinya dia memandang Gulam Sing sebagai rekan, keduanya menjadi kekasih Pek-lian Sam-li, kini dia memandangnya sebagai musuh dan serangan-serangan yang dilancarkan Sian Lun adalah serangan maut yang dimaksudkan untuk mem-bunuh. Namun, Gulam Sing ternyata lihai sekali. Tingkat kepandaian pangeran Nepal ini memang lebih tinggi dibandingkan Sian Lun. Dia menggunakan golok melengkung untuk membendung gelombang serangan pedang Sian Lun dan setiap kali golok bertemu pedang, Sian Lun merasakan tangannya tergetar dan pedangnya terpental. Dia kalah tenaga dan sebentar saja dia mulai terdesak hebat.
"Kalian hendak melarikan diri? Jangan harap dapat keluar dari sini dalam keadaan bernyawa!"
Kata Ji Kui sambil tersenyum mengejek, kemudian, setelah memberi isarat kepada dua orang adiknya Ji Kui yang sudah mengerahkan kekuatan sihir dibantu dua orang adiknya, membentak nyaring.
"Tan Sian Li dan Yo Han pandanglah kami dan kalian berdua harus mentaati perintah kami! Berlututlah kalian! Hayo, berlutut!"
Sian Li merasa ada kekuatan aneh yang seperti hendak menariknya untuk menjatuhkan diri berlutut. Akan tetapi karena ia sudah siap siaga sebelumnya, ia dapat mengerahkan sin-kang dan melawan. Tiba-tiba saja kekuatan aneh yang menariknya itu lenyap seperti disapu angin dan tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu mengeluarkan suara terkejut dan heran. Mereka agak terhuyung ke belakang dan terengah-engah. Pengerahan tenaga sihir mereka. membalik dan menghantam isi dada mereka sendiri! Kini mereka siap untuk menyerang, dan ketiganya sudah mencabut pedang. Gerakan itu diikuti oleh kawan-kawannya yang sudah mengepung Yo Han dan Sian Li, akan tetapi sebelum para pengepung itu bergerak menyerang, tiba-tiba terdengar bentakan,
"Tahan semua senjata!"
Pek-lian Sam-li menengok dan mereka melihat bahwa yang membentak itu adalah Cu Ki Bok. Tiga orang wanita ini diam-diam merasa tidak suka kepada pemuda ini. Pertama mereka tidak mampu mempermainkan Ki Bok, dan ke dua mereka tidak berani menentangnya mengingat bahwa Ki Bok adalah murid dan kepercayaan Lulung Lama.
"Cu-enghiong (Orang Gagah Cu), dua orang ini jelas hendak melarikan diri, kenapa engkau melarang kami membunuhnya? Mereka hendak memberontak!"
Kata Ji Kim.
"Itu fitnah belaka,"
Kata Ki Bok.
"Suhu membutuhkan bantuan mereka, juga bantuan Sin-ciang Tai-hiap. Bagaimana kalian dapat lancang membunuh mereka? Pula, mereka sama sekali tidak melarikan diri. Liem Sian Lun itu yang hendak berkhianat."
"Empat orang penjaga telah mereka bunuh!"
Kata Ji Kui.
"Tidak mungkin. Lihat, Nona Tan Sian Li dan saudara Yo Han ini sama sekali tidak memegang senjata, dan empat orang penjaga itu jelas tewas karena bacokan dan tusukan pedang. Yang memegang pedang hanyalah Sian Lun, jadi dialah yang membunuh para penjaga, bukan dua orang tamu ini. Atas nama Suhu, aku melarang kalian mengganggunya. Suhu perlu bicara dengan mereka."
Sikap Cu Ki Bok keras dan tegas sehingga para anak buah Hek I Lama tidak berani melanggar, juga para tamu tentu saja tidak berani menentang tuan rumah. Apalagi karena apa yang dikemukakan pemuda itu memang benar. Empat orang penjaga itu tewas karena terluka pedang, sedangkan dua orang itu sama sekali tidak memegang senjata.
"Suheng....!"
Tiba-tiba Sian Li berseru, terbelalak dan ia pun meloncat dari situ. Ternyata Sian Lun telah terkena tendangan Gulam Sing yang disusul bacokan golok melengkung. Baco-kan itu merobek perutnya dan pemuda itu roboh sambil kedua tangan menekan perutnya yang terluka parah untuk menahan agar isi perutnya tidak terburai keluar! Pangeran Gulam Sing tertawa bergelak dengan bangga sambil membersihkan goloknya, dan Sian Li sudah berlutut di dekat tubuh suhengnya. Sian Lun mendekap perut dan darah membasahi seluruh tubuhnya. Akan tetapi dia masih sempat me-mandang Sian Li dan berkata lemah,
"Sumoi, kau maafkanlah.... aku.... dan mintakan ampun untukku.... dari Suhu dan Subo.... aku.... aku berdosa...."
Kepala itu terkulai, kedua tangan terlepas dari perut dan ususnya terburai.
"Suheng....!"
Sian Li menjerit ngeri melihat keadaan suhengnya, dan ia pun melompat berdiri, membalik dan menghadapi Pangeran Gulam Sing dengan mata melotot dan muka merah.
"Kau.... kau.... jahanam busuk.... kau telah membunuhnya!"
Lian ia pun menerjang dengan nekat, menggunakan tangan kosong sambil mengerahkan sin-kang dingin dari Pulau Es. Sambil tertawa dan memandang ringan, pangeran Nepal itu menangkis dan hendak menangkap kedua tangan gadis itu. Dia terlalu memandang rendah, tidak tahu bahwa dalam serangan itu, Sian Li mengerahkan seluruh tenaga Swat-im Sin-kang dari Pulau Es. Maka, begitu dua pasang tangan bertemu, Pangeran Gulam Sing terdorong ke belakang dan dia pun menggigil kedinginan! Dia terkejut setengah mati dan terpaksa dia melempar tubuh ke belakang dan bergulingan agar tidak menerima serangan susulan lawan. Akan tetapi hal itu tidak perlu karena Yo Han sudah berada di dekat Sian Li, menyabarkan gadis itu.
"Hentikan seranganmu, Li-moi. Serahkan saja urusan ini kepada Sin-ciang Tai-hiap."
Ucapan itu selain dapat menyabarkan Sian Li, juga membuat para pengepung menjadi gentar karena Yo Han menyebut-nyebut nama Sin-ciang Tai-hiap yang tentu akan marah sekali karena Sian Lun telah dibunuh. Sian Li kembali menghampiri mayat suhengnya dan menangis. Ki Bok cepat mendekatinya.
"Sudahlah Sian Li, tidak ada gunanya lagi ditangisi. Aku akan menyuruh orang-orangku untuk mengurus jenazah suhengmu baik-baik dan memperabukan jenazah itu agar abunya dapat kau bawa kalau kau menghendakinya. Sebaiknya engkau dan Yo-toako berdiam saja di pondokmu malam ini dan jangan keluar."
Sian Li meng-angguk dan merasa berterima kasih sekali. Kalau tidak ada Ki Bok, mungkin ia dan Yo Han juga sudah dikeroyok banyak orang dan entah bagaimana akibatnya. Agaknya, murid Lulung Lama ini memang benar-benar jujur dan hendak menolongnya, tentu saja tidak berani berterang karena kalau hal itu diketahui Lulung Lama, tentu dia sendiri akan celaka dan dianggap sebagai seorang pengkhianat. Yo Han agaknya mengerti akan keadaan Ki Bok, maka dia pun mengajak Sian Li memasuki kembali pondok mereka. Peristiwa kematian Sian Lun itu tentu saja. menimbulkan perubahan pada rencana yang tadi telah diputuskan, yaitu untuk menghadapkan Sian Li dan Yo Han dan minta mereka menentukan sikap.
Bagaimanapun juga, Sin-ciang Tai-hiap yang pernah mengadu ilmu melawan Dobhin Lama menuntut dibebaskannya Sian Lun dan kini pemuda itu telah tewas. Tentu akan terjadi hal yang lebih gawat, maka atas permintaan Ki Bok, Lulung Lama menunda keputusan itu. Penjagaan diperkuat karena mereka khawatir kalau Sin-ciang Tai-hiap telah mendengar akan kematian Sian Lun itu dan akan datang menyerbu malam itu. Sementara itu, di dalam pondok Sian Li masih duduk termenung, wajahnya agak pucat dan kedua matanya berlinang air mata. Biar pun tadinya ia marah dan membenci Sian Lun yang mengkhianatinya dan melihat suhengnya itu bermain gila dengan tiga orang wanita Pek-lian-kauw, namun pada akhir hidupnya suhengnya itu telah bersikap gagah, bahkan telah mengorbankan nyawa sendiri demi membelanya.
Sian Lun telah bertekad untuk membebaskannya dengan pengorbanan nyawanya. Walaupun usaha membebaskannya itu gagal karena keburu ketahuan para tokoh persekutuan itu, namun tidak urung nyawanya menjadi korban. Pada akhir hidupnya, Sian Lun telah menebus kesalahannya dengan perbuatan gagah dan membuktikan cintanya kepadanya. Terkenanglah ia akan masa lalunya, ketika ia dan Sian Lun masih sama-sama belajar ilmu di bawah pimpinan Kakek Suma Ceng Liong dan isterinya, selama lima tahun lebih. Teringatlah ia betapa Sian Lun selalu bersikap manis dan baik kepadanya, betapa Sian Lun selalu menyayangnya dan teringat akan semua ini, air matanya runtuh kembali.
"Suheng...!"
Ia mengeluh. Yo Han menghampirinya dan duduk di depannya, terhalang meja.
"Li-moi, tidak ada gunanya menangisi kematian Sian Lun. Bagaimanapun juga, dia tewas sebagai seorang pendekar yang gagah dan tidak mengecewakan!"
Sian Li mengusap air matanya dan menghela napas.
"Dia patut dikasihani, Han-ko."
Yo Han mengangguk.
"Sudah kuduga. Kesesatannya tentu tidak wajar. Dia masih terlalu muda dan kurang pengalaman sehingga mudah saja dikuasai musuh dengan ilmu sihir. Akan tetapi dia telah menebus kesalahannya, telah menghapus dosanya dengan darah dan dia.... dia ternyata amat mencintamu, Li-moi."
Sian Li mengangguk. Teringat akan pengalamannya di perahu dengan Sian Lun, ketika pemuda itu menyatakan cinta kepadanya dan ia mendorong suhengnya sehingga tercebur di air!
"Memang Suheng pernah menyatakan cinta kepadaku, akan tetapi aku menolaknya karena aku menyayanginya sebagai kakak seperguruan, tidak lebih daripada itu."
Yo Han menarik napas panjang, melihat kenyataan yang membuat nuraninya mencela diri sendiri. Kenapa hatinya merasa senang mendengar bahwa Sian Li tidak membalas cinta kasih Sian Lun?
"Kita harus waspada malam ini. Kalau tidak meleset perhitunganku, malam inilah penyerbuan itu akan terjadi. Karena Sian Lun sudah tidak ada, kini kita hanya mencari kesempatan untuk melarikan diri saja dari tempat ini. Aku tidak ingin terlibat dalam pertempuran antara persekutuan ini melawan pasukan Tibet. Mengertikah engkau, Li-moi?"
Gadis itu mengerutkan alisnya.
"Akan tetapi, aku harus membunuh pangeran Nepal jahanam itu, Han-ko!"
Yo Han menatap tajam wajah Sian Li.
"Kenapa harus, Li-moi?"
(Lanjut ke Jilid 24)
Si Bangau Merah (Seri ke 15 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 24
"Pertama, dia pernah hampir memperkosaku, dan untung ada Cu Ki Bok yang menolongku. Ke dua, dia telah membunuh Suheng. Tidak pantaskah kalau aku membalas dendam dan membunuhnya?"
"Li-moi, siapakah kita ini maka boleh membunuh sesama manusia begitu saja? Li-moi, kita mempelajari ilmu bukan untuk menjadi pembunuh. Kurasa ayah ibumu sendiri, juga guru-gurumu tentu telah memberita-hu akan kebenaran itu. Kita sebagai manusia tidak berhak untuk membunuh manusia lain, dengan alasan apapun juga."
"Tapi, Han-ko. Bukankah dia juga telah membunuh Suheng? Bukankah dia hampir memperkosaku dan hal-hal itu saja membuktikan betapa jahatnya dia? Dia layak dihukum, dibunuh agar jangan menambah kejahatannya lagi dan mengganggu orang lain."
Yo Han menggeleng kepalanya.
"Katakanlah dia jahat dan dia telah membunuh suhengmu. Kalau kita membalas dan membunuhnya, lalu apa bedanya antara dia dengan kita?"
"Jelas bedanya, Han-ko! Kita membunuhnya untuk membe-rantas kejahatan sedangkan dia membunuh Suheng untuk melakukan kejahatan...."
"Tidak begitu, Li-moi. Kalau kita tanya kepadanya, tentu dia memiliki alasan yang cukup kuat mengapa dia membunuh suhengmu. Setiap orang yang melakukan sesuatu tentu akan mempunyai alasan untuk membela diri. Padahal yang mendorong pembunuhan adalah sama, yaitu balas dendam, kebencian dan permusuhan. Kalau engkau hendak membunuhnya, maka jelas dasarnya adalah dendam kebencian."
"Aih, sekarang aku mengerti mengapa Ayah dan Ibu mengatakan engkau seorang yang baik hati akan tetapi aneh, Hanko."
"Apa yang dikatakan ayah ibumu tentang diriku?"
Yo Han ingin sekali mendengarnya.
Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayah dan Ibu pernah bercerita kepadaku bahwa engkau memiliki bakat ilmu silat yang luar biasa, akan tetapi anehnya, engkau sama sekali tidak mau mempelajari ilmu silat karena engkau selalu berpendapat bahwa ilmu silat adalah ilmu memukul dan membunuh orang. Sekarang, setelah engkau memiliki ilmu kepan-daian yang tinggi, engkau pantang membunuh orang, betapapun jahatnya orang itu. Aku sudah men-dengar sepak terjangmu sebagai Sin-ciang Tai-hiap. Han-ko, kalau begitu, untuk apa engkau mempelajari ilmu silat sampai begitu tinggi?"
"Untuk apa? Selain untuk membela diri dari ancaman bahaya, untuk menyehatkan dan menguatkan tubuh, untuk menguasai gerakan yang mengandung seni tari yang indah, juga kepandaian itu dapat kupergunakan untuk menolong orang lain yang terancam bahaya. Bahkan dengan kepandaian ini dapat kita pakai untuk menekan orang tersesat agar mereka kembali ke jalan yang benar. Bagaikan obat bagi orang sakit, obat yang keras namun manjur, ilmu silat dapat kita pergunakan menyembuhkan orang sakit batin sehingga dia jera menjadi penjahat dan kembali ke jalan benar."
Sampai beberapa lamanya, Sian Li berdiam diri, memikirkan apa yang dikatakan Yo Han, lalu ia menghela napas panjang.
"Kalau begitu, dalam pertemuan nanti, aku tidak boleh mencari Gulam Sing dan tidak boleh menyerangnya?"
"Dia lihai sekali, Li-moi."
"Aku tidak takut, dan aku tidak gentar biar terancam maut melawannya!"
Kata gadis itu dengan sikap gagah. Yo Han tersenyum.
"Aku percaya, Limoi. Dan aku pun tidak akan membiarkan engkau menghadapi dia seorang diri. Akan tetapi, ingatlah bahwa dia akan memimpin orang-orangnya untuk melawan pasukan Tibet. Kalau kita ikut bertempur berarti kita telah terlibat dalam perang antara mereka. Padahal, aku minta bantuan orang-orang kang-ouw hanya agar kita mendapat kesempatan untuk melarikan diri saja, bukan untuk bertempur dan saling bunuh."
"Jadi berarti.... aku harus membiarkan saja Gulam Sing itu melakukan kejahatan tanpa dihukum?"
"Li-moi, tidak ada perbuatan tanpa akibat yang menimpa Si Pembuat sendiri. Tidak ada orang yang tidak menuai dan memakan hasil tanamannya sendiri. Tuhan Maha Adil, Li-moi. Ingatlah, seorang yang berjiwa pendekar pantang untuk mendendam, katena perbuatan apa pun yang didasari dendam dan kebencian, maka perbuatan itu sudah pasti sesat dan jahat. Kita menentang perbuatan jahat, tanpa dendam kebencian kepada orang yang melakukan kejahatan itu. Sekali engkau menurutkan perasaan hati dalam tindakanmu, maka engkau akan melakukan hal yang bagi orang lain akan dianggap jahat pula. Musuh yang paling berbaha-ya bukan terdapat di luar diri kita, melainkan di dalam diri sendiri. Musuh itu adalah kalau nafsu sudah merajalela di dalam hati akal pikiran."
"Aihh, aku menjadi pening, Han-ko. Terserah kepadamu sajalah. Aku ingat bahwa Ayah dan Ibu meng-anggap engkau seorang yang berbudi mulia, karena itu, apa pun yang kau katakan tentu benar."
Dua orang ini sama sekali tidak mengira bahwa pada saat itu, para pimpinan gerombolan itu pun sedang bersiap siaga, dan mereka pun mengadakan pertemuan dan membicarakan kematian Sian Lun dan akibatnya.
"Biarlah Sin-ciang Tai-hiap datang kalau dia marah karena aku membunuh pemuda itu,"
Kata Pangeran Gulam Sing.
"Aku tidak takut kepadanya. Dan kita begini banyak. Kalau kita maju bersama menghadapinya, apakah seorang saja dia akan mampu mengalahkan kita?"
"Ada satu hal yang aneh sekali dan membuat kami berpikir-pikir,"
Kata Ji Kui, orang tertua dari Pek-lian Sam-li.
"Apakah yang kau maksudkan?"
Lulung Lama bertanya karena suara wanita itu terdengar penuh rahasia dan penuh kesungguhan. Semua orang memandang kepadanya.
"Tentu kalian telah melihat sendiri betapa kami bertiga mempergunakan kekuatan sihir untuk memaksa Sian Li dan Yo Han berlutut kepada kami. Akan tetapi, mereka berdua sama sekali tidak jatuh berlutut, bahkan kami terhuyung oleh pukulan tenaga kami yang membalik Bukanlah ini aneh sekali?"
"Apanya yang aneh?"
Kata Lulung Lama mendongkol.
"Gadis itu adalah keturunan keluarga Pendekar Pulau Es dan Naga Gurun Pasir. Kalau ia dapat menolak kekuatan sihir kalian, tidak dapat dibilang aneh."
Melihat Ketua Hek I Lama yang baru itu marah-marah. Pek-lian Sam-li berdiam diri. Juga semua orang diam. Suasana menjadi sunyi sampai tiba-tiba Pangeran Gulam Sing menggebrak meja.
"Memang aneh!"
Katanya melalui penterjemahnya.
"Aku mengenal kekuatan sihir Pek-lian Sam-li, cukup kuat bahkan lebih kuat daripada kekuatan sihirku. Tidak mungkin nona itu akan dapat bertahan menghadapi serangan sihir mereka, apalagi menolak dan membuat tenaga mereka membalik. Menghadapi sihirku saja, ia tidak tahan dan tunduk...."
Dia menoleh kepada Cu Ki Bok, teringat betapa dia sudah hampir berhasil menguasai Sian Li akan tetapi muncul pemuda itu yang menggagalkannya.
"Itulah yang membuat kami berpikir-pikir,"
Kata Ji Kui yang mendapat angin oleh pertanyaan Gulam Sing itu.
"Kami pun tahu akan kemampuan gadis itu. Jelas bukan ia yang menolak kekuatan sihir kami, akan tetapi Yo Han, kakak misannya itu."
"Hemmm, rasanya tidak mungkin,"
Kata Cu Ki Bok, Yo Han itu hanya utusan Sin-ciang Tai-hiap, dan sepanjang pengetahuanku, dia seorang pemuda yang lemah dan...."
"Kami sudah mempertimbangkan semua itu dan kami hampir merasa yakin bahwa Yo Han itu adalah Sin-ciang Tai-hiap sendiri!"
Kata pula Ji Kui dan sekali ini semua orang terlonjak saking kaget hati mereka.
"Omitohud....! Apa maksudmu? Dia.... dia Sin-ciang Tai-hiap?"
Teriak Lulung Lama.
"Kami hampir yakin akan hal itu,"
Kata Ji Kui pula sambil menoleh ke arah Pangeran Gulam Sing.
"Pangeran, ingatkah engkau betapa mudahnya engkau menundukkan Sian Li dengan sihirmu? Rasanya tidak mungkin kalau sekarang ia bukan saja mampu bertahan terhadap pengaruh sihir kami, bahkan membuat tenaga kami membalik. Jelaslah bahwa yang memiliki kekuatan dahsyat itu tentu pemuda bernama Yo Han itu. Siapa di antara kita yang sudah membuktikan sendiri bahwa pemuda itu lemah? Dan biarpun selama ini Sin-ciang Tai-hiap menutupi mukanya, dan biarpun mungkin suaranya yang diubah, akan tetapi bentuk tubuhnya serupa benar dengan Yo Han itu. Kalau dia pemuda biasa yang lemah, bagaimana dia dapat bersikap sedemikian beraninya, bukan saja mengunjungi adik misannya di sini, bahkan minta ditahan pula di sini dengan alasan menemani gadis itu! Hemm, siapa lagi dia kalau bukan Sin-ciang Tai-hiap?"
"Omitohud....! Kalau begitu, celaka, kita telah kebobolan! Ki Bok, bagaimana hal ini sampai dapat terjadi?"
Lulung Lama menegur muridnya. Wajah Cu Ki Bok berubah, matanya terbelalak. Pendapat Pek-lian Sam-li itu masuk diakal dan dia sendiri pun baru sekarang menyadari kemungkinan itu. Yo Han adalah Sin-ciang Tai-hiap! Kenapa dia tidak memikirkan kemungkinan itu? Biasanya dia amat cerdik dan tidak mudah ditipu. Inilah akibatnya kalau dia tergila-gila! Karena dia mencinta Sian Li, dia tidak ingat apa-apa lagi kecuali untuk melindungi gadis itu. Dia bangkit berdiri.
"Suhu, kalau benar demikian, teecu yang akan menangkap Yo Han itu!"
Dan dia pun berlari keluar. Akan tetapi di luar dia masih mendengar teriakan-teriakan mereka yang berada di dalam.
"Kalau dia Sin-ciang Tai-hiap, kita harus menyerbu beramai-ramai, sekarang juga!"
Terdengar teriakan suhunya. Ki Bok maklum bahwa inilah saatnya dia harus bertindak cepat.
Dia harus menyelamatkan Sian Li terlebih dahulu. Mengenai Yo Han, kalau benar dia Sin-ciang Tai-hiap dan tidak mau bekerja sama, dia sendiri akan membantu untuk mengeroyok dan membunuh pendekar yang berbahaya itu. Akan tetapi, yang terpenting baginya, sekarang juga sebelum terlambat dia harus menyingkirkan Sian Li dari situ, harus dapat membiarkan gadis itu lolos. Dia tidak tahu betapa ketika semua orang menyerbu keluar, Ji Kui, orang pertama dari Pek-lian Sam-li, mendekati Lulung Lama dan membisikkan sesuatu yang mem-buat Lulung Lama mengerutkan alisnya dan nampak terkejut dan marah. Ki Bok mengerahkan seluruh kepandaiannya, berloncatan dengan cepat sekali dan dia mengetuk daun pintu pondok di mana Sian Li dan Yo Han tinggal. Enam orang petugas jaga segera menghampirinya dari tempat penjagaan,
Juga ada belasan orang muncul dari tempat persembunyian. Ternyata pondok itu dijaga ketat sehingga kalau penghuninya hendak melarikan diri, maka tentu usaha itu akan ketahuan. Akan tetapi ketika para petugas itu mengenal Ki Bok, mereka memberi hormat dan segera mundur kembali setelah Ki Bok memberi isarat. Sian Li dan Yo Han tidak tidur. Mereka di kamar masing-masing duduk bersila dan meng-himpun tenaga, menanti datangnya saat penyerbuan seperti yang diharapkan Yo Han. Ketika mereka mendengar ketukan pada daun pintu depan, keduanya yang memang selalu siap siaga, segera keluar dari dalam kamar. Yo Han memberi isarat kepada Sian Li untuk membuka daun pintu sedangkan dia menyelinap kembali ke dalam kamarnya. Sian Li maklum bahwa Yo Han ingin mengintai apa yang akan terjadi.
"Siapa di luar?"
Sian Li bertanya dari balik daun pintu.
"Sian Li, ini aku, Ki Bok. Cepat buka ada urusan penting sekali,"
Terdengar suara Ki Bok berbisik dari luar pintu. Mendenger ini, Sian Li cepat membuka daun pintu. Ki Bok masuk dan memandang ke sekeliling, wajahnya cemas.
"Ki Bok, ada apakah? Apa yang terjadi?"
Tanya Sian Li, memandang tajam.
"Di mana Yo-toako?"
Tanyanya lirih. Sian Li menoleh ke arah kamar Yo Han.
"Dia masih tidur, ada apakah?"
"Sian Li, keadaan gawat. Mereka hendak datang memaksamu bekerja sama dan kalau engkau menolak, mereka akan membunuhmu. Aku.... aku tidak mungkin dapat menolongmu, tidak mungkin mencegah mereka. Sekarang, kau ambillah keputusan, Sian Li. Maukah engkau membantu kami dan bekerja sama dengan kami?"
Sian Li mengerutkan alisnya.
"Engkau sudah tahu akan watakku, Ki Bok. Aku tidak mau bekerja sama dengan siapapun juga."
"Kalau begitu, Sian Li, engkau harus cepat lari, sekarang juga. Mari kubantu engkau lolos dari sini. Cepat, mereka akan mengejar kita!"
Ki Bok menyambar tangan Sian Li.
"Kita melalui jalan belakang!"
Akan tetapi Sian Li merenggutkan tangannya hingga terlepas.
"Aku akan bertanya kepada Han-ko lebih dulu,"
Katanya. Pada saat itu, terdengar suara gaduh di luar pondok, suara banyak orang datang ke tempat itu. Wajah Ki Bok berubah.
"Celaka, mereka sudah datang. Sian Li mari cepat kita lari!"
Pada saat Sian Li meragu, Yo Han muncul dari dalam kamarnya.
"Pergilah menyelamatkan diri, Li-moi, biar aku yang akan menghadapi mereka dan menghadang mereka yang akan mengejarmu."
Tadinya Yo Han sudah siap untuk mengajak Sian Li melarikan diri begitu penyerbuan tiba dan mempergunakan kesempatan selagi terjadi pertempuran sehingga mereka dapat meloloskan diri tanpa harus menghadapi pengeroyokan banyak orang pandai. Akan tetapi agaknya kini keadaan berubah. Sebelum serbuan itu tiba, keselamatan Sian Li terancam.
"Tidak Han-ko. Aku akan tinggal di sini membantumu menghadapi mereka,"
Kata Sian Li.
"Li-moi, jangan bodoh! Musuh terlampau banyak Larilah dulu, aku akan meng-halangi mereka dan nanti akan menyusulmu. Saudara Ki Bok, kalau benar engkau mencintainya, cepat selamatkan adikku itu!"
Setelah berkata demikian, Yo Han berlari keluar sambil cepat mengenakan caping lebarnya yang tadi dia lipat dan sembunyikan di balik baju ketika dia memasuki perkampungan itu. Caping lebar yang bertirai itu menyembunyikan mukanya. Ki Bok mencabut sabuk baja yang kedua ujungnya berpisau, lalu menodongkan sebatang pisaunya ke punggung Sian Li sambil berkata,
"Engkau pura-pura menjadi tawananku agar lebih mudah mengelabuhi mereka!"
Bisiknya.
Tangan kanan menodongkan pisau, tangan kiri memegang pergelangan tangan Sian Li. Gadis itu maklum. Ia tidak dapat membantah lagi karena Yo Han telah berlari keluar dan ia mengerti akan maksud Ki Bok. Biarpun hatinya amat mengkhawatirkan keselamatan Yo Han, namun ia harus mentaati keinginan Yo Han. Kalau ia membangkang dan nekat melawan, tentu hal itu bahkan membuat Yo Han harus repot melindunginya. Maka, ia pun menurut saja ketika Ki Bok menariknya melarikan diri keluar dari pondok itu melalui jendela kamar Yo Han yang berada di sudut belakang. Ketika mereka meloncat keluar dari rumah itu, mereka melihat betapa dibelakang rumah itu pun sudah penuh dengan anak buah Hek I Lama yang memegang senjata. Melihat Cu Ki Bok, mereka tertegun, akan tetapi pemuda itu dengan tenang segera berkata,
"Kalian kepung dan jaga rumah ini, jangan biarkan siapapun keluar. Aku harus cepat mengamankan tawanan ini agar jangan sampai lolos!"
Setelah berkata demikian, dengan sikap kasar dia menarik lengan Sian Li sambil menodongkan pisaunya ke tengkuk gadis itu. Para anak buah perkumpul-an pendeta Lama yang memberontak terhadap Tibet itu saling pandang, akan tetapi mereka tidak berani mencegah Cu Ki Bok,
Apalagi mereka masih belum tahu apa artinya semua keributan itu. Mereka hanya melihat para pimpinan berlari menyerbu ke rumah pondok itu dari depan dan mereka mendapat perintah untuk mengepung pondok itu. Mereka hanya mendengar bahwa Sin-ciang Tai-hiap sudah menyelundup ke sarang mereka. Hal ini saja sudah cukup membuat mereka tegang. Siapa yang tidak akan merasa gentar mendengar bahwa Sin-ciang Tai-hiap, pendekar yang sudah mengalahkan dan mengakibatkan tewasnya Dobhin Lama itu berada diantara mereka? Sin-ciang Tai-hiap atau Yo Han telah membuka daun pintu depan pondok itu, tepat pada saat semua orang yang tadi lari dari bangunan induk itu ke situ telah tiba di depan pondok. Banyak anak buah Hek I Lama memegang obor sehingga tempat itu menjadi terang.
Suara berisik mereka itu seketika lenyap dan mereka orang diam, bahkan ada yang menahan napas saking tegang dan juga jerih. Mereka melihat pria bercaping lebar yang mukanya tersembunyi di balik tirai caping itu berdiri tegak di depan pintu, menentang mereka. Sosok tubuh yang mendatangkan ketegangan dan kegentaran itu sebetulnya biasa saja. Tubuh yang sedang dan tegap, dengan pakaian sederhana pula, tidak memegang senjata apa pun. Rambut hitam panjang terurai lepas. Mukanya sama sekali tidak nampak, akan tetapi sepasang mata di balik tirai tipis itu seperti mencorong menembus tirai tertimpa sinar obor yang bergerak-gerak. Sosok tubuh yang tidak mengesankan, akan tetapi karena semua orang tahu bahwa pendekar ini baru saja menyebabkan Dobhin Lama tewas, maka mereka menjadi gentar.
Dari balik tirainya, Yo Han melihat bahwa pondok itu telah di datangi sedikitnya tiga puluh orang dan masih ada puluhan orang anak buah Hek I Lama berada di belakang rombongan itu. Dia melihat Pangeran Nepal Gulam Sing bersama Badhu dan Sagha, juga beberapa orang tosu Pek-lian-kauw, Hek-pang Sin-kai dan anak buahnya, beberapa Pendeta Lama yang agaknya menjadi pimpinan. Akan tetapi dia tidak melihat adanya Lulung Lama, juga tidak melihat Pek-lian Sam-li. Dia tahu bahwa dia berhadapan dengan lawan yang amat berbahaya karena selain mereka itu rata-rata memiliki kepandaian tinggi, memiliki pula ilmu sihir dan ahli menggunakan racun, juga mereka berjumlah banyak. Kiranya tidak mungkin dia seorang diri saja akan mampu mengalahkan mereka. Akan tetapi, kalau Sian Li sudah lolos, agaknya bukan tidak mungkin baginya untuk melarikan dan meloloskan diri dari kepungan mereka.
"Omitohud.... kiranya Sin-ciang Tai-hiap yang terkenal itu tidak datang melalui pintu gerbang depan seperti seorang gagah, melainkan secara curang menyelundup masuk seperti maling!"
Kata seorang pendeta Lama, seorang diantara para pembantu Lulung Lama sambil memegang sebatang tongkat pendeta berkepala naga yang lebih panjang dari pada tubuhnya yang tinggi.
"Losuhu, siapa yang curang agaknya perlu diteliti lebih jauh, aku ataukah perkumpulan Hek I Lama yang terdiri dari pendeta-pendeta yang sudah selayaknya bersikap jujur, adil dan mengharamkan perbuatan sesat. Ketua kalian, Dobhin Lama, telah menantangku untuk mengadu ilmu dengan taruhan bahwa kalau dia kalah, dia akan mengembalikan mutiara hitam dan membebaskan Liem Sian Lun. Kami bertanding dan Tuhan membimbingku sehingga ketua kalian kalah. Dobhin Lama telah dengan gagah mengakui kekalahan dan mengembalikan mutiara hitam, akan tetapi kalian tidak membebaskan Liem Sian Lun, bahkan secara curang sekali menawan Tan Sian Li. Nah, siapa yang curang?"
Tiba-tiba Gulam Sing mencabut goloknya yang melengkung, mengangkat goloknya itu tinggi di atas kepalanya dan dia pun setelah mendengar ucapan Yo Han melalui penterjemahnya, berteriak dalam bahasanya sendiri.
"Sin-ciang Tai-hiap, engkau ini manusia sombong! Engkau telah mengalahkan Dobhin Lama, akan tetapi hal itu terjadi karena dia sudah tua dan kehabisan tenaga. Kini engkau berani lancang menyusup ke sini seperti pencuri, jangan harap akan dapat keluar lagi hidup-hidup!"
Ketika ucapan itu hendak diterjemahkan, Yo Han mendahului.
"Aku mengerti apa yang kaukatakan, Pangeran Gulam Sing. Dan aku mengerti pula mengapa engkau dan gerombolanmu keluar dari Nepal sebagai orang-orang pemberontak pelarian. Kini engkau bergabung dengan Lama Jubah Hitam yang juga memberontak terhadap pemerintah Tibet, tentu hanya untuk mencari kawan saja agar kelak dapat membalas budi dan membantumu memberontak terhadap pemerintah Nepal!"
"Sin-ciang Tai-hiap, mati hidupmu di tangan kami dan engkau masih membuka mulut besar? Kepung dan keroyok!"
Teriak seorang pemimpin Hek I Lama dan Pangeran Nepal itu sudah mendahului dengan serangan golok melengkung yang amat tajam itu, disusul rekan-rekannya sehingga dalam beberapa detik saja hujan senjata telah menyerang ke arah tubuh Yo Han. Yo Han maklum bahwa dia diserang oleh banyak orang pandai, maka dia mengerahkan gin-kangnya dan tubuhnya berkelebat begaikan seekor burung walet cepatnya, berloncatan dan mengelak dari hujan senjata yang menyambar dari segenap penjuru itu. Dia harus memberi waktu kepada Sian Li untuk dapat lolos terlebih dahulu sebelum dia sendiri melarikan diri. Sebaliknya dia memancing datangnya semua tokoh di tempat itu agar pelarian Sian Li dapat berjalan lancar.
Sian Lun telah tewas dan tidak perlu di-pikirkan lagi. Sambil berloncatan mengelak, kaki tangannya bergerak dengan tamparan dan tendangan. Beberapa orang pengeroyok terpelanting. Usahanya memang berhasil. Semua tokoh yang dirinya memiliki kepandaian yang tinggi saja yang hanya mengepung dengan senjata di tangan, tanpa berani lancang ikut mengeroyok. Akan tetapi Yo Han tetap merasa khawatir karena belum juga nampak Lulung Lama dan Pek-Sian Sam-Li ikut mengeroyok. Dia khawatir kalau-kalau empat orang yang paling lihai itu menjadi penghalang bagi lolosnya Sian Li yang tadi dibantu oleh Cu Ki Bok. Kekhawatiran Yo Han itu memang terbukti benar, Cu Ki Bok, berhasil membawa Sian Li lari sampai ke dekat pagar bambu runcing dan tidak pernah ada penjaga yang berani menghalanginya. Mereka berhenti di bawah pagar bambu runcing.
"Nah, engkau loncatlah ke atas dan cepat tinggalkan tempat ini, Sian Li,"
Kata Cu Ki Bok, suaranya agak gemetar. Sian Li memegang tangan pemuda itu. Ia dapat mendengar getaran suara itu dan ia pun terharu.
"Akan tetapi bagaimana dengan engkau sendiri, Ki Bok? Mereka akan tahu bahwa engkau telah membebaskan aku, dan tentu engkau akan celaka...."
Ki Bok tersenyum dan menggeleng kepala.
"Aku cukup penting bagi perjuangan Suhu dan kawan-kawan. Kesalahanku itu kecil saja karena engkau bukanlah orang Mancu, bukan musuh penting. Sudahlah, aku dapat menjaga diriku sendiri, Sian Li kau pergilah....!"
Sian Li melepaskan pegangan tangannya, melangkah ke arah pagar bambu, akan tetapi terhenti lagi dan menengok.
"Ki Bok...."
Ia meragu.
"Ada apa lagi, Sian Li. Cepat-cepatlah, jangan sampai mereka datang mengejar."
"Aku hanya ingin minta maaf padamu...."
"Minta maaf? Untuk apa?"
Kisah Si Bangau Putih Eps 24 Kisah Si Bangau Putih Eps 12 Kisah Si Bangau Putih Eps 19