Suling Naga 44
Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 44
"Tosu jahat!"
Bentaknya dan diapun menerjang tosu yang sedang terhuyung itu. Ang Bin Tosu yang kehilangan tongkatnya, menangkis dengan kedua lengannya, akan tetapi pukulan Hong Beng amat hebatnya sehingga tangkisan itu runtuh dan telapak tangan kiri Hong Beng mengenai dada Ang Bin Tosu. Kakek ini mengeluh dan roboh terjengkang, tak dapat bergerak lagi. Sementara itu pedang suling naga di tangan Sim Houw membuat empat orang pengeroyoknya kocar-kacir.
Pedang itu menyambar-nyambar menjadi gulungan sinar yang amat panjang dan kuat, mengeluarkan bunyi melengking-lengking seperti orang bermain suling. Empat orang itu berusaha untuk mendesaknya, namun sebalilknya mereka berempat yang terdesak dan permainan senjata mereka menjadi kacau-balau. Mula-mula Thian Kong Cin-jin yang lebih dulu menjadi korban sinar pedang suling naga. Sim Houw melihat betapa di antara empat orang pengeroyoknya, yang paling tangguh adalah wakil ketua Pat-kwa-pai ini dan Sin-kiam Mo-li. Oleh karena itu, ketika mendapatkan kesempatan diapun menujukan sinar pedangnya mendesak Thian Kong Cin-jin. Ketika kakek ini memutar tongkatnya untuk melindungi dirinya dari sinar pedang, Sim Houw meloncat dan menendang ujung tongkat itu dan pada saat tongkat itu menyeleweng dan terbuka lubang, Sim Houw memasukinya dengan sinar pedangnya.
"Crettt!"
Robeknya jubah di bagian pundak disusul mengalirnya darah dan pundak itu telah terluka pedang dan seketika lengan kanan Thian Kong Cin-jin menjadi lumpuh kehilangan tenaga dan tongkatnyapun terlepas. Pada saat itu, tiga orang pengeroyok sudah menerjang dengan cepat sehingga Sim Houw harus meloncat mundur dan melindungi tubuhnya dengan sinar pedang sulingnya sehingga serangan senjata tiga orang pengeroyok itu dapat ditangkis semua. Pada saat itu, Bi Lan berhasil merobohkan Lam Cin Cu dengan tamparan tangan kirinya yang mengenai pelipis tosu itu. Lam Cin Cu roboh tak berkutik lagi dan melihat robohnya sute ini, Ok Cin Cu terkejut dan juga gentar. Dia meloncat jauh ke belakang dengan muka pucat, apa lagi melihat betapa Im Yang Tosu dan Ang Bin Tosu juga sudah roboh.
Bi Lan kini menerjang ke dalam pertempuran membantu Sim Houw. Tentu saja tiga orang pengeroyok Sim Houw menjadi semakin repot. Tadi saja mengeroyok Pendekar Suling Naga, mereka sudah kewalahan. Apa lagi kini Bi Lan maju membantu kekasihnya. Biarpun gadis ini hanya bertangan kosong, namun tangan kakinya tidak kalah ampuhnya dibandingkan dengan senjata. Yang merasa penasaran dan marah sekali adalah Sim-kiam Mo-li. Ia mengandalkan tujuh orang tosu yang menjadi sekutunya itu dan kini sudah ada tiga orang tosu tewas, bahkan Thian Kong Cin-jin sudah terluka pundaknya dan tidak mampu melanjutkan perkelahian. Ok Cin Cu yang belum terluka itu agaknya sudah menjadi gentar dan menjauh, sehingga yang membantu Mo-li tinggal dua orang lagi, yaitu Thian Kek Seng-jin dan Coa-ong Seng-jin dari Pek-lian-pai.
Biarpun para pengeroyok itu rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi, kalau Sim Houw menghendaki, dengan ilmu pedang Suling Naga, agaknya sudah sejak tadi dia akan mampu merobohkan seorang atau dua orang di antara mereka kalau dia bermaksud membunuh mereka. Justeru karena dia menahan diri agar tidak membunuh lawan maka sukar baginya untuk merobohkan mereka dan baru saja dia berhasil melukai Thian Kong Cin-jin. Kini, masuknya Bi Lan membuat keadaan menjadi lain. Kalau Sim Houw mengendalikan gerakannya agar jangan membunuh lawan sebaliknya Bi Lan ma-suk dan menerjang dengan serangan dahsyat yang penuh niat membunuh lawan! Dan mudah diduga bahwa kebencian Bi Lan dijatuhkan kepada Sin-kiam Mo-li karena wanita inilah yang telah menculik Hong Li.
"Perempuan iblis, bersiaplah untuk mampus!"
Bentak Bi Lan. Begitu ia terjun ke dalam pertempuran itu dan langsung saja ia menyerang Sin-kiam Mo-li. Wanita ini menyambut dengan sepasang senjatanya, kebutan dan pedang, yang dengan dahsyat menyambut serangan Bi Lan dengan tusukan pedang dan sabetan cambuk ke arah muka gadis itu. Bi Lan bukan tidak tahu akan hebatnya lawan dari gerakan yang amat cepat dan mengandung angin keras itu, maka iapun cepat mengelak ke samping dan dengan tubuh setengah berjongkok dari samping kakinya mencuat dalam tendangan kilat ke arah lutut Mo-li.
Perlu diketahui bahwa seperti juga Bi-kwi, Bi Lan telah mewarisi ilmu dari ketiga orang gurunya, dan ilmu tendangan Pat- hong-twi (Tendangan Delapan Penjuru Angin) merupakan satu di antara ilmu dari mendiang Iblis Akhirat yang sudah dilatihnya dengan amat baik. Maka tendangan yang datangnya tiba-tiba itu amat dahsyat, tak tersangka dan juga selain cepat, mengandung tenaga yang kuat sekali. Sementara itu, melihat betapa kekasihnya mnenghadapi Sin-kiam Mo-li, Sim Houw merasa khawatir. Di antara tiga orang pengeroyoknya, Moli merupakan lawan yang paling tangguh. Maka melihat majunya Bi Lan yang menghadapi Mo-li, dan kini kekasihnya itu diserang dengan hebat menggu-nakan kebutan dan pedang, Sim Houw menubruk ke depan sambil memutar pedang suling naga di tangan kanannya sambil mengerahkan tenaga.
Pada saat itu, Sin-kiam Mo-li sedang menghadapi tendangan dari bawah yang dilakukan oleh Bi Lan dalam posisi setengah berjongkok. Ia mengenal serangan dahsyat dan cepat tubuhnya mencelat ke belakang untuk menghindarkan diri dari tendangan itu. Dan pada saat itu, terdengar suara suling naga melengking ketika Sim Houw memutarnya dan menerjangnya. Mo-li membalikkan tubuhnya, menangkis sinar pedang Sim Houw dengan pedangnya, sedangkan kebutan merahnya diputar ke belakang untuk melindungi dirinya kalau-kalau Bi Lan menyerang lagi. Akan tetapi Bi Lan sudah diserang oleh Thian Kek Seng-jin. Kakek ini lihai sekali, maka Bi Lan harus mencurahkan kepandaiannya untuk menghadapi tongkat kakek itu, sebatang tongkat naga hitam dan mereka terlibat dalam perkelahian yang seru.
"Tranggg....!"
Terdengar Sin-kiam Mo-li menjerit karena pedangnya patah menjadi dua potong ketika bertemu dengan pedang suling naga dan telapak tangan yang memegang gagang pedang itupun lecet berdarah! Maklumlah Sin-kiam Mo-li bahwa ia dan kawan-kawannya takkan menang kalau melanjutkan pertempuran itu. Maka sambil memutar kebutannya untuk melindungi dirinya, ia mengeluarkan teriakan melengking dan tubuhnya meloncat jauh ke luar melalui terowongan itu. Melihat ini Ok Cin Cu, Thian Kong Cin-jin, Thian Kek Seng-jin, dan Coa-ong Seng-jin, empat orang tosu yang masih hidup, maklum bahwa keadaan amat berbahaya. Merekapun mengeluarkan suara melengking dan berlompatan untuk melarikan diri. Ketika Bi Lan hendak mengejar, Sim Houw memegang lengannya sambil berteriak,
"Awas....!"
Mereka berloncatan mundur pada saat terdengar ledakan-ledakan dan tempat itu menjadi gelap oleh asap hitam! Kiranya para tosu itu mempergunakan alat-alat peledak untuk mencegah pihak musuh melakukan pengejaran. Bi Lan cepat menarik tangan Hong Li dan mereka bertiarap seperti yang lain, khawatir kalau-kalau asap hitam itu beracun. Akan tetapi ternyata tidak.
Asap itu hanya menggelapkan tempat itu dan tidak mengandung racun. Ketika Bi Lan, Hong Beng yang sudah kelelahan dan Sim Houw mengejar keluar, ternyata empat orang tosu dan Sin-kiam Mo-li telah hilang tak nampak pula jejaknya. Mereka lalu kembali ke dalam ruangan bawah tanah, menggotong keluar Bi-kwi yang masih pingsan. Setelah berada di atas dan di tempat yang bersih dengan hawa yang segar, mereka bertiga memberikan pertolongan kepada Bi-kwi. Akan tetapi ternyata bahwa Bi-kwi hanya kehabisan tenaga, terlalu lelah dan biarpun ia banyak menerima pukulan seperti juga Hong Beng, namun tidak menderita luka yang parah. Begitu siuman dari pingsannya dan melihat Hong Beng berlutut paling dekat dengannya, Bi-kwi tersenyum kepada pemuda itu dan bertanya lirih,
"Apakah aku sudah mati?"
Hong Beng menggeleng kepala dan berkata,
"Tidak, engkau masih hidup seperti juga kami semua."
Agaknya baru Bi-kwi teringat dan ia cepat bertanya,
"Bagaimana dengan Hong Li?"
"Suci, ia selamat berkat bantuanmu,"
Kata Bi Lan dan Hong Li segera mendekat. Melihat betapa Hong Beng, Bi Lan, Sim Houw dan Hong Li berada di situ dalam keadaan selamat, Bi-kwi bangkit duduk dan wajahnya menjadi cerah gembira.
"Aih, kita telah berhasil! Lalu bagaimana dengan mereka? Mo-li dan para tosu itu?"
Ia melihat ke kanan kiri lalu memandang ke arah tubuh tiga orang tosu yang rebah tak bergerak lagi, tubuh Ang Bin Tosu, Im Yang Tosu, dan Lam Cin Cu, sedangkan empat orang tosu lain bersama Sin-kiam Mo-li tidak nampak berada di situ.
"Tiga orang tosu dan tiga orang pelayan tewas, yang lain-lain melarikan diri bersama Sin-kiam Mo-li,"
Kata Bi Lan.
"Sayang,"
Bi-kwi bangkit berdiri.
"Iblis itu jahat dan palsu, dalam kesempatan ini kita gagal mem-basminya, lain kali ia akan menjadi ancaman bagi kita semua."
Ia memandang kepada Sim Houw dan pandang matanya seperti menegur mengapa Pendekar Suling Naga itu tidak mencegah mereka melarikan diri karena ia tahu bahwa hanya pendekar ini yang memiliki kemampuan untuk membasmi mereka.
"Ciang-lihiap, mereka mempergunakan alat peledak dan menghilang di balik tabir asap hitam sehingga kami tidak berdaya mengejar mereka,"
Kata Hong Beng. Bi-kwi memandang wajah pemuda itu dan menarik napas lega sambil tersenyum gembira.
"Satu hal yang amat menggembira-kan hatiku di samping berhasilnya usaha kita menyelamatkan Kao Hong Li dari tangan Sin-kiam Mo-li adalah bahwa kini Gu-taihiap tidak lagi memusuhi aku!"
Wajah Gu Hong Beng berubah merah karena dia merasa tak enak dan malu kalau dia ingat akan sikapnya sendiri di masa lalu terhadap wanita ini, juga terhadap Sim Houw dan Bi Lan.
"Mataku terbuka sekarang dan aku menyadari kesalahanku. Biarlah aku mempergunakan kesempatan ini untuk mohon maaf dari kalian bertiga atas sikapku yang tidak adil dan penuh dengan prasangka dan kecurigaan terhadap kalian. Aku telah dibutakan oleh ketinggian hati dan iri...."
Katanya sambil memandang kepada Sim Houw. Sim Houw tersenyum dan mengangguk.
"Hidup adalah belajar, saudaraku, dan pengalaman merupakan guru yang amat baik. Orang yang menyadari kesalahan langkah di waktu lalu, merupakan orang yang beruntung sekali dan kalau dia dapat merobah kesalahannya itu seketika berdasarkan kesadaran, maka dia seorang yang beruntung sekali."
Hong Li memegang tangan Hong Beng.
"Suheng, sebenarnya apakah yang telah terjadi dengan aku? Sungguh sampai sekarang aku masih bingung memikirkan tentang subo....eh, Sin-kiam Mo-li itu. Selama ini kuanggap ia seorang yang amat baik kepadaku, bersikap baik dan penuh kasih, seolah-olah aku ini anaknya atau muridnya sendiri yang terkasih. Baru setelah suheng muncul dan aku membela suheng, ia bersikap buruk dan keras kepadaku. Apa sebenarnya yang telah terjadi ketika aku diculik oleh Ang I Lama?"
"Anak yang baik, akulah yang dapat menjelaskan kepadamu karena baru saja aku mendengar sendiri dari Sin-kiam Mo-li. Ketika engkau diculik, yang melakukannya adalah seorang kakek berjubah pendeta Lama yang sudah tua, bukan? Dia mengaku bernama Ang I Lama, akan tetapi sesungguhnya penculikmu itu bukan lain adalah Sin-kiam Mo-li sendiri. Selain memiliki ilmu silat tinggi dan ilmu sihir, juga Mo-li pandai menyamar. Di tengah perjalanan, ia menipumu dan berpura-pura menjadi penolongmu dengan mengusir Ang I Lama."
"Akan tetapi, mengapa ia harus berbuat demikian, bibi?"
Hong Li bertanya penasaran, tidak melihat apa gunanya Mo-li berbuat seperti itu.
"Maksudnya semula adalah untuk sekali bertepuk mendapat-kan dua ekor lalat, pertama, menculikmu untuk menghancurkan hati orang tuamu yang dianggapnya musuh besar karena orang tuamu adalah keluarga Pulau Es dan keluarga Gurun Pasir. Dan ke dua, untuk mengadu domba antara orang tuamu dengan Ang I Lama, seorang pendeta Lama di Tibet yang dihormati oleh para pendeta Lama. Sin-kiam Mo-li, adalah anak angkat dan murid terkasih dari mendiang Kim Hwa Nio-nio yang tewas di tangan Pendekar Suling Naga, yaitu Sim-taihiap ini, ketika para pendekar bentrok dengan Kim Hwa Nio-nio dan kawan-kawannya."
"Kalau begitu, tentu ia amat membenciku. Akan tetapi kenapa setelah menculikku, ia tidak membunuhku, bahkan bersikap baik kepadaku, mengambil aku sebagai murid, bahkan sebagai anak angkat?"
"Tadinya memang ia bermaksud membunuhmu, akan tetapi agaknya ia tertarik dan suka kepadamu, Hong Li,"
Jawab Bi-kwi atau Ciong Siu Kwi.
"Kukira bukan hanya karena tertarik dan suka,"
Sambung Bi Lan.
"Lebih tepat lagi kalau ia memang merencanakannya, mendidik Hong Li agar kelak dapat diarahkan untuk memusuhi keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir!"
Kao Hong Li mengerutkan alisnya.
"Sungguh keji sekali kalau begitu. Akan tetapi kenapa kemudian datang seorang kakek bernama Ang I Lama yang persis dengan kakek yang dulu menculik aku dan terjadi perkelahian antara kakek itu dan subo.... eh, Sin-kiam Mo-li?"
Bi Lan yang kini memberi keterangan.
"Gara-gara Mo-li mengaku sebagai Ang I Lama, ayah dan ibumu mencari Ang I Lama ke Tibet dan hampir terjadi bentrokan antara mereka. Akan tetapi orang tuamu tahu bahwa Ang I Lama memang tidak bersalah dan menduga bahwa ada orang lain yang mempergunakan nama kakek pendeta Lama yang saleh itu, maka dengan kecewa dan berduka mereka pulang. Ang I Lama sendiri merasa penasaran karena namanya dipergunakan orang. Dia melakukan penyelidikan dan akhirnya dapat menduga bahwa Sin-kiam Mo-li yang menyamar sebagai dirinya dan datang untuk menegurnya dan membebaskanmu. Akan tetapi dia kalah dan bahkan terluka lalu tewas di depan para pendeta Lama. Karena kata-kata terakhir darinya menyebut nama orang tuamu, para pendeta Lama menyangka bahwa Ang I Lama terbunuh oleh orang tuamu. Di sini, siasat yang dipergunakan Sin-kiam Mo-li hampir berhasil, yaitu mengadu domba antara orang tuamu dengan para pendeta Lama."
"Jahat sekali....!"
Hong Li kembali berseru penasaran.
"Masih ada lagi,"
Kini Gu Hong Beng yang melanjutkan.
"Orang tuamu mengadakan pesta ulang tahun, dengan maksud mengumpulkan semua tokoh kang-ouw agar mereka membantu mendengarkan di mana kau berada dan siapa yang menculikmu. Dan ketika semua orang hadir, Sin-kiam Mo-li menyuruh pembantunya untuk mengacaukan pesta itu dengan mengadu domba antara orang tuamu dengan Ciong-lihiap ini, dengan jalan menukar bingkisan Ciong-lihiap dengan bingkisan lain yang berisi segumpal rambutmu dan hiasan rambutmu. Tentu saja hal itu menggegerkan, dan celakanya, aku sendiri yang tolol percaya sehingga menjatuhkan fitnah kepada Ciong-lihiap...."
"Aih, Gu-taihiap, harap jangan sebut-sebut lagi urusan itu. Melihat betapa kini engkau merobah sikapmu kepadaku saja sudah mendatangkan kebahagiaan besar di dalam hatiku. Siapa orangnya yang takkan curiga kepadaku mengingat akan masa laluku?"
"Suci, jangan bicara seperti itu! Pada akhirnya semua orang akan tahu bahwa engkau benar-benar telah kembali ke jalan benar,"
Kata Bi Lan.
"Tepat sekali!"
Hong Beng berseru.
"Aku tadinya lupa bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang tanpa dosa, dan bahwa orang yang pernah bergeli-mang dosa sekalipun dapat bertaubat dan menjadi orang yang baik. Aku telah bersikap bodoh dan tidak adil terhadap Ciong-lihiap, saudara Sim Houw dan Bi Lan. Biarlah dalam kesempatan ini aku mengaku salah dan mohon maaf sebesarnya!"
Tanpa ragu-ragu Hong Beng lalu menjura ke arah tiga orang itu yang cepat membalas. Hanya Bi Lan yang membalas agak ragu, karena bagaimanapun juga hatinya masih panas kalau teringat akan sikap Hong Beng kepadanya. Mereka lalu bersepakat untuk membakar saja sarang Sin-kiam Mo-li itu. Berkobarlah api membakar rumah yang penuh rahasia itu, membakar seluruh isi rumah berikut jenazah tiga orang tosu dan tiga orang pelayan wanita.
Api berkobar besar menyambut munculnya matahari pagi dan empat orang gagah itu mengiringkan Kao Hong Li meninggalkan bukit itu dan kembali ke Pao Teng. Kao Cin Liong dan isterinya, Suma Hui, menyambut kedatangan rombongan yang membawa puteri mereka itu dengan kebahagiaan besar. Suma Hui merangkul puterinya sambil mengucurkan air mata dan suami isteri ini, yang ditemani oleh Suma Ciang Bun, menghaturkan terima kasih kepada Bi-kwi, Bi Lan dan Sim Houw. Pandangan Suma Ciang Bun terhadap Sim Houw dan Bi Lan yang memang sudah meragukan sikap muridnya, kini menjadi cerah, bahkan diapun merasa kagum terhadap Bi-kwi. Juga Kao Cin Liong dan isterinya kini tanpa ragu menganggap Bi-kwi sebagai seorang wanita berjiwa pendekar yang gagah perkasa dan pantas dianggap sebagai rekan.
Setelah menyerahkan Hong Li, Sim Houw dan Bi Lan lalu menceritakan kepada suami isteri itu tentang semua rahasia di balik petistiwa yang menodai nama suami isteri itu, tentang siasat yang dilakukan oleh Sin-kiam Mo-li untuk mengadu domba dan menjatuhkan nama keturunan Pulau Es dan Gurun Pasir. Legalah hati Kao Cin Liong. Selain puterinya telah dapat ditemukan kembali, juga sekaligus nama keluarganya dapat dibersihkan. Diapun cepat membuat surat penjelasan dan mengirimkan surat kepada para pendeta Lama di Tibet, menerangkan tentang perbuatan Sin-kiam Mo-li menculik puterinya dengan menyamar sebagai Ang I Lama dan kemudian melukai pendeta itu sampai tewas.
Sim Houw dan Bi Lan lalu berpamit untuk pergi ke Gurun Pasir, menghadap Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, yaitu kakek Kao Kok Cu dan nenek Wan Ceng, mohon doa restu mereka karena mereka telah berhasil melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka oleh kakek dan nenek suami isteri yang sakti itu, dan mohon doa restu agar mereka dapat melangsungkan perjodohan antara mereka. Beberapa bulan kemudian, pernikahan antara Can Bi Lan dan Pendekar Suling Naga Sim Houw dilangsungkan dengan sederhana, dihadiri oleh keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir, dan para pendekar dan sahabat mereka sehingga cukup meriah. Ketika mereka menikah, Bi Lan berusia dua puluh tahun dan Sim Houw berusia tiga puluh lima tahun.
Bi-kwi atau Ciong Siu Kwi bersama suaminya, Yo Jin, datang hadir dan karena semua pendekar telah mendengar belaka akan semua jasa Bi-kwi, dan mereka mendengar bahwa kini Bi-kwi benar-benar telah menjadi seorang pendekar wanita yang gagah perkasa dan menentang kejahatan, maka semua orang bersikap ramah dan hormat kepadanya, melupakan masa lalunya. Juga kedua saudara kembar, Gak jit Kong dan Gak Goat Kong, datang bersama isteri mereka, Souw Hui Lan, dan putera mereka yang masih kecil. Hadir pula kakek Cu Kang Bu dan isterinya, Yu Hwi, dan putera mereka, Cu Kun Tek yang pernah pula jatuh cinta kepada Bi Lan. Gu Hong Beng dan gurunya, Suma Ciang Bun, membantu Kao Cin Liong dan Suma Hui yang menjadi tuan rumah dan wali karena pernikahan itu dilangsungkan di Pao-teng, di rumah suami isteri ini. Bahkan kakek Kao Kok Cu dan nenek Wan Ceng hadir pula di dalam pesta perayaan itu.
Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng juga hadir. Bahkan Tiong Khi Hwesio juga hadir. Dan yang mendatangkan kegembiraaan besar adalah hadirnya kakek sakti Bu Beng Lokai atau Gak Bun Beng, bersama dua orang muridnya, yaitu Suma Lian dan Pouw Li Sian! Tidak ketinggalan pula pendekar sakti Kam Hong dan isterinya, Bu Ci Sian. Di antara para tamu, terdapat pula wakil-wakil dari partai-partai persilatan dan pendekar-pendekar yang terkenal di waktu itu. Dan peristiwa yang menggembirakan ini menjadi penutup dari cerita Suling Naga ini, agar tidak terlalu panjang dan bertele-tele. Tentu saja kisah ini masih ada kelanjutannya yang akan menceritakan keadaan keturunan para pendekar itu setelah menjadi dewasa, seperti Suma Lian, Pouw Li Sian, Kao Hong Li, putera Gak kembar dan lain-lain.
Juga menceritakan kembali tokoh-tokoh dalam cerita ini, terutama sekali Gu Hong Beng dan Cu Kun Tek yang semenjak ditolak cinta mereka oleh Can Bi Lan, belum juga menemukan penggantinya. Dan munculnya tokoh-tokoh baru akan membuat cerita lanjutan Suling Naga menjadi kisah yang tidak kalah seru dan menariknya dibandingkan dengan kisah lain, dan semua itu akan memadatkan kisah baru "PEK HO COAN" (Kisah Si Bangau Putih) yang menjadi lanjutan dari kisah Suling Naga ini. Seperti biasa, pengarang menutup kisah ini dengan harapan semoga di samping menjadi bacaan penghibur, ada pula manfaat yang dapat dipetik dari kisah ini, dan sampai jumpa di dalam karangan mendatang.
T A M A T
Solo, awal 1981.
Suling Emas Naga Siluman Eps 49 Suling Emas Naga Siluman Eps 49 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 15