Ceritasilat Novel Online

Pendekar Super Sakti 10

Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Bagian 10


a dia telah membunuh beberapa orang anak muridnya, kini Siauw-lim-pai juga memusuhinya, belum lagi diingat Sin Lian yang begitu baik kepadanya kini menjadi sakit hati dan membencinya!
Dengan hati perih seperti ditusuk pedang dan perasaan penuh keharuan, Han Han lalu menjatuhkan diri berlutut dan menghadap ke arah kakek di atas dipan itu sambil berkata.
"Aduh, Locianpwe yang mulia"., boanpwe Sie Han merasa menyesal sekali atas segala kejahatan yang boanpwe lakukan"mohon Locianpwe segera turun tangan menghukum""
Lulu juga berlutut, bukan berlutut untuk menghormat kakek itu melainkan untuk merangkul pundak kakaknya dengan penuh kekhawatiran. "Koko, mengapa begini" Kita tidak bersalah apa-apa, engkau tidak melakukan kejahatan. Mari kita pergi saja, Koko".., kalau mereka tidak sudi mendengarkan penjelasanmu, mari kita pergi saja !" Suara Lulu terdengar begitu menyedihkan dan sepasang mata yang lebar itu mengucurkan air mata.
"Diamlah, Lulu, diamlah"biarkan Kakakmu mendengarkan wejangan Locianpwe yang mulia ini, dan kau juga"..perlu mendengarkan, Lulu".." kata Han Han tanpa mengalihkan pandang matanya dari wajah kakek tua renta yang masih menunduk.
Sementara itu, tanpa mempedulikan kehadiran Han Han dan Lulu, Ceng San Hwesio berkata pula dengan suara penasaran, "Mohon maaf, Supek. Kalau Supek menganggap bahwa keputusan teecu untuk membunuh pemuda jahat itu tidak benar, habis bagaimanakah teecu harus berbuat menurut pendapat Supek" Teecu mengambil keputuan berdasarkan pertimbangan yang masak dan adil. Pertama, bocah ini adalah murid Gak Liat dan mengingat betapa Gak Liat telah merusak hidup cucu murid teecu sendiri, Bi-kiam Bhok Khim maka berarti bahwa muridnya ini pun bukan manusia baik-baik""
Tiba-tiba terdengar suara keras dan dinding tebal di sebleah kanan jebol dan berlubang besar, kemudian muncullah seorang wanita dari dalam lubang itu, seorang wanita yang memondong seorang anak laki-laki berusia kurang lebih enam tahun, dan keadaan wanita itu sungguh mengerikan. Pakaiannya hitam compang-camping, rambutnya panjang riap-riapan sampai ke pinggul, wajahnya yang masih jelas membayangkan kecantikan itu kotor dan menyeramkan sekali karena pandang matanya berkilat dan mulutnya tersenyum mengejek. Anak laki-laki itu tampan dan mukanya putih, juga memakai pakaian hitam yang tidak karuan bentuknya, kaki nya telanjang dan rambutnya pun panjang.
"Hi-hi-hik! Biar gurunya jahat, murid-nya mungkin baik. Biar gurunya baik, banyak sekali muridnya yang jahat. Kang-thouw-kwi adalah setan neraka jahanam, akan tetapi bocah ini tidak jahat. Sama sekali tidak"dia berani menentang setan itu dahulu untuk menolongku."
Sementara itu, Ceng San Hwesio memandang wanita itu dengan mata terbelalak, dan setelah wanita itu mengeluarkan kata-kata tadi, barulah ketua Siauw-lim-pai ini agaknya dapat menekan kekagetannya dan berkata, "Bhok Khim...!Kau". kau". dan anak itu"."
Wanita itu membalikkan tubuhnya menghadapi ketua Siauw-lim-pai yang masih berlutut, wajahnya berseri aneh ketika ia berkata, "Hi-hi-hik, Sukong, engkau heran melihat anak ini" Dia ini anakku! Hi-hik, engkau ketua Siauw-lim-pai pun tidak tahu bahwa di dalam kamar penyiksa diri aku melahirkan anakku ini. Hi-hik! Selama ini Siauw-lim-pai tidak mampu membasmi Kang-thouw-kwi, biarlah aku sendiri yang akan membunuhnya." Sambil berkata demikian,tubuhnya membalik dan berkelebat cepat sekali pergi dari ruangan itu.
"Supek, apakah artinya itu" Mengapa Bhok Khim menjadi seperti itu"." Ceng San Hwesio bertanya kepada supeknya.
Hwesio tua itu menarik napas panjang lalu terdengar suaranya, "Kehendak Thian tak dapat diubah oleh siapapun juga. Dia telah mencuri belajar ilmu yang pinceng berikan kepada Siauw Lam, dan keadaan jiwanya yang tertekan membuat ia keliru mempelajari ilmu-ilmu itu. Dunia akan bertambah seorang tokoh yang akan membikin geger. Ceng San muridku, orang muda ini seorang yang menderita, sama halnya dengan Bhok Khim tadi. Betapun juga, pinceng tidak melihat dasar-dasar jahat. Menurut pinceng, sebaiknya membebaskan orang muda ini, akan tetapi karena engkau yang menjadi ketua Siauw-lim-pai, keputusannya terserah kepadamu. Nah, cukuplah pinceng bicara."
Ceng San Hwesio memberi hormat lalu bangkit berdiri, mukanya agak keruh ketika ia berkata, "Mendengar perintah Supek, bagaimana teecu berani membantahnya" Biarlah sesuai dengan perintah supek, teecu akan membebaskan. Dia dan gadis Mancu itu untuk sekali ini. Akan tetapi, mengingat akan kematian para murid-murid, teecu tidak mungkin dapat membebaskan dia untuk seterusnya dan lain kali dalam lain kesempatan, tentu teecu akan memerintahkan untuk menangkap dan kalau perlu membunuh dia." Setelah berkata demikian, kembali Ceng San Hwesio memberi hormat kepada supeknya, lalu membalikkan tubuh keluar dari kamar itu dengan wajah muram.
"Siancai", siancai", lahir dan batin memang selalu bertentangan, betapa mungkin disatukan" Siauw Lam, tahukah engkau, apa yang harus dilakukan manusia yang hidup di tengah antara dua kekuatan raksasa lahir dan batin" Kakek itu bertanya tanpa menoleh
Hwesio pelayan yang bernama Siauw Lam Hwesio, masih duduk bersila. Dan kini terdengar suaranya yang pertama kali, suara yang kasar dan serak seperti kaleng diseret.
"Karena sifatnya bertentangan, menyatukannya berarti menghentikan hidup karena justeru keadaan hidup yang membuat keduanya bertentangan. Yang seyogianya dilakukan manusia adalah menyesuaikan dan menyelaraskan keduanya sehingga berimbang."
"Baik sekali pendapatmu, Siauw Lam. Eh, orang orang muda, engkau masih di sini" Apakah yang kaukehendaki"
Han Han yang sejak tadi masih berlutut, lalu menjawab, "Boanpwe yang banyak melakukan hal-hal yang menimbulkan malapetaka bagi orang lain, boanpwe merasa bingung sekali dan mohon peunjuk Locianpwe apa yang harus boanpwe lakukan selanjutnya dalam hidup yang penuh pertentangan ini."
Kini tubuh hwesio tua itu bergerak sedikit, mukanya diangkat menghadapi Han Han dan mata yang terpejam itu bergerak-gerak, terbuka sedikit, menyipit, akan tetapi kagetlah Han Han ketika dari balik garis mata itu menyambar keluar sinar mata yang lembut dan tenang sekali, setenang lautan yang luas.Sejenak mereka saling pandang dan kalau sinar mata Han Han yang pada saat itu masih dikuasai kemarahan itu dapat di umpamakan api bernyala-nyala, maka.sinar mata kakek itu seperti air yang tenang dan dingin. Di dalam sinar mata Han Han terdapat pengaruh mujijat yang membawa isi pikirannya dengan tenaga batin yang luar biasa kuatnya sehingga kakek itu merasa betapa dia dipaksa oleh tenaga gaib untuk memberi petunjuk kepada orang muda itu. Kakek yang puluhan tahun lamanya mengasingkan diri dan bertapa ini, mengeluarkan suara halus penuh kekaguman.
"Siancai"patut dikasihai orang muda yang malang. Pinceng hanya dapat memberi dua nasihat kepadamu. Pertama ambillah pedang dan potonglah kaki kiri mu. Dan ke dua, belajarlah mengalah terhadap siapapun juga. Nah, pergilah orang muda."
Han Han masih berlutut, mukanya pucat dan matanya terbelalak, hampir ia tidak percaya akan ucapan kakek itu.Tadinya ia amat terpesona dan terpengaruh oleh semua ucapan kakek itu, akan tetapi bagaimana kini kakek itu memberi nasihat seperti ini kepadanya" Disuruh membuntungi kakinya sendiri! Kalau disuruh belajar mengalah ia masih dapat menerimanya, akan tetapi disuruh membuntungi kaki sendiri"
"Eh, hwesio tua, kiranya engkau pun sarna saja, sama jahatnya dengan yang lain-lain! Apakah semua orang di sini sudah begitu palsu sehingga perlu menyembunyikan sifat jahat dan dengkinya di balik kepala gundul dan pakaian pendeta" Hanya orang gila yang menasihati orang disuruh membuntungi kakinya, dan hanya orang gila pula yang akan menuruti nasihat gila itu!" Lulu membentak dan kini bangkit berdiri, menarik tangan kakaknya sehingga Han Han pun bangkit berdiri pula. Akan tetapi kakek. Yang dimakinya itu telah bersamadhi pula dan sama sekali tidak terpengaruh, wajah yang seperti tengkorak terbungkus kulit itu seperti telah mati. Hanya hwesio pelayan itu yang kini mengangkat mukadan tiba-tiba matanya terbuka sambil berkata.
"Nona, memang dunia ini seperti panggung orang-orang gila bermain komidi, gila oleh nafsu mereka sendiri. Harap kalian pergi dan jangan mengganggu kami.
"Lulu menjadi makin marah. Ia kaget melihat sinar mata hwesio pelayan itu seperti dua bola api menyerangnya, akan tetapi gadis itu memiliki keberanian luar biasa kalau dia merasa benar. " Memang penuh orang-orang gila dan kalian lebih gila daripada orang-orang gilla!" teriaknya. "Apa artinya hidup kalian ini" Apakah gunanya bertapa mengasingkan diri di sini" Apa untungnya bagi dunia" Apa manfaatnya bagi manusia lain" Paling-paling berguna dan bermanfaat bagi diri kalian sendiri. Phuhhh, berlagak suci dan""
"Lulu, diam"..!" Han Han terkejut sekali mendengar keberanian adiknya yang memaki-maki seorang hwesio tua yang dijadikan junjungan oleh para murid Siauw-lim-pai. Ia sudah menarik tangan adiknya diajak berlari keluar dari kamar itu. Mereka berdua terus berlari keluar melalui ruangan belakang, ke ruangan tengah kemudian terus ke ruangan luar. Mereka melihat para hwesio Siauw-lim-pai, akan tetapi mereka semua seolah-olah tidak melihat dua orang muda yang berlari keluar itu. Yang membersihkan kuil tetap bekerja, yang membaca doa tidak menghentikan tugas mereka, Dan yang menjaga di luar pun seolah-olah tidak melihat mereka.
Han Han menggandeng tangan Lulu, berlari terus sampai jauh meninggalkan kuil dan setelah mereka memasuki sebuah hutan, barulah Han Han melepaskan tangan Lulu, kemudian ia duduk bersila dan mengatur pernapasan untuk memulihkan tenaganya dan menenangkan batinnya yang terguncang. Akan tetapi, biarpun ia tidak menderita luka parah, tubuhnya terasa sakit-sakit, sungguhpun rasa nyeri di tubuhnya tidak seperti rasa perih dihatinya kalau ia terkenang akan ucapan-ucapan hwesio tua di datam kamar penyiksa diri yang seolah-olah membuka mata batinnya betapa sepak terjangnya selama ini mendekati perbuatan sesat, betapa mudahnya ia membunuhi orang-orang yang tidak berdosa, membunuhi orang-orang gagah murid-murid Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai. Hatinya merasa menyesal sekali dan pikirannya menjadi bingung.
**** Sebuah negara betapa kecil pun, tak kan mungkin dapat ditundukkan dan di jajah negara lain yang lebih besar apa bila rakyatnya bersatu-padu dan berjiwa patriotik, memiliki rasa cinta kasih dan setia bakti kepada tanah airnya. Sebaliknya, betapapun besarnya negara itu, kalau rakyatnya tidak bersatu, dan banyak pula yang berjiwa pengkhianat, negara besar ini mudah saja dijajah oleh negara.yang jauh lebih kecil. Sebagaimana tercatat dalam sejarah,Tiongkok merupakan negara amat besar yang rakyatnya selalu bertentangan sendiri satu kepada yang lain. Perang saudara tak pernah berhenti karena oknum-oknum yangi memperebutkan kedudukan. Apabila ada negara asing yang datang menyerbu dan menjajah barulah bersatu, melupakan permusuhan antara saudara sendiri den bersama-sama menghadapi musuh asing. Sayang sekali, begitu musuh asing dapat diusir keluar dari tanah air pertentangan satu sama lain timbul kembali, memecah-mecahah kekuatan mereka sehingga memungkinkan masuknya kekuatan asing lain lagi ke dalam negeri.
Ketika bangsa Mongol menyerbu Tiongkok, negara ini pun sedang dalam keadaan kacau dan rusak oleh perang saudara sehingga menjadi lemah dan mudah saja ditaklukkan dan dijajah bangsa Mongol.
Setelah seluruh negeri dijajah bangsa Mongol, barulah rakyat bersatu-padu dan tentu saja rakyat yang luar biasa besar jumlahnya itu tidak sukar merobohkan kekuasaan Mongol dan mengusir penjajah ini. Akan tetapi, begitu penjajah Mongol terusir, timbul kembali perang saudara yang tak kunjung henti, susul-menyusul yang melemahkan negara itu sendiri. Karena perang saudara inilah maka kekuasaan Mancu mulai menyelundup memasuki Tiongkok. Dengan dukungan para oknum penjilat yang tidak segan-segan menjual negara dan bangsa demi sekelumit kesenangan duniawi bagi diri pribadi, cepat sekali bangsa Mancu menguasai Tiongkok. Cerita ini dimulai pada tahun 1645 di mana tentara Mancu menyerbu ke selatan dan sekarang, delapan tahun kemudian, hampir seluruh Tiongkok dikuasai bala tentara Mancu yang mempunyai kaisar baru, yaitu Kaisar Kang Hsi, kaisar ke empat dari Kerajaaan Ceng-tiauw atau kerajaan bangsaitu.
Di bawah pimpinan Kaisar Kang His inilah diadakan pembersihan secara besar-besaran terhadap para pejuang yang mempertahankan tanah air menentang penjajah Mancu. Para pejuang melakukan perlawanan mati-matian dan sebagai pusat perjuangan, atau sebagai pucuk pimpinan gerakan para pejuang ini bersumber di Se-cwan di mana Bu Sam Ki menjadi raja muda yang tak pernah mau tunduk terhadap penjajah Mancu.
Seperti lajim dalan jaman perang seperti itu, golongan-golongan terpecah dua, juga golongan kaum kang-ouw. Banyak di antara mereka yang terjun ke dalam perjuangan menentang kekuasaan Mancu, akan tetapi tidak sedikit pula yang mempergunakan kesempatan itu untuk mencari kedudukan, kemuliaan dan kemewahan secara mudah, yaitu menjadi pembantu pemerintah Mancu dan menentang bangsa sendiri yang oleh fihak mereka disebut pengacau dan pemberontak.
Tanpa disadari oleh manusia sendiri, kehidupan manusia semenjak masih kanak-kanak dan mulai memiliki pengertian tentang perbedaan, tentang baik buruk, senang susah, rugi untung, enak tidak enak, sepenuhnya dicengkeram dan dikuasai oleh nafsu-nafsu mementingkan diri pribadi, nafsu mencari kesenangan duniawi bagi diri pribadi. Namun, karena pada dasarnya manusia memiliki sifat kebajikan, maka terjadilah perang di dalam hati nurani manusia sendiri. Satu fihak merupakan dorongan nafsu yang mendorong manusia memperebutkan kesenangan bagi diri pribadi, di lain fihak merupakan kesadaran manusiawi yang mencegah manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak benar. Maka lahirlah perbuatan-perbuatan yang sesungguhnya merupakan hamba nafsu namun yang berkedok kebenaran! Perbuatan yang dilakukan demi dorongan nafsu mementingan diri pribadi terhibur oleh anggapan bahwa perbuatan itu demi kebenaran. Otak dan akal manusia tidak kekurangan bahan untuk mencari "kebenaran" yang menopengi perbuatan menghamba nafsu ini. Ada saja alasan, yang diperaya pula oleh diri sendiri, bahwa perbuatan ini adalah benar dan demi kebenaran! Dengan demikian, setiap perbuatan di dunia ini selalu dianggap benar oleh si pembuat sendiri, dan terciptalah pertempuran-pertempuran dalam memperebutkan kebenaran! Benarnya sendiri-sendiri! Benarnya masing-masing! Benar bagi diri sendiri yang belum tentu benar bagi fihak lain. Dan terciptalah KEBENARAN NAFSU, yaitu bahwa apa saja yang mendatangkan enak, senang dan untung bagi AKU, maka itu adalah BENAR!
Negara adalah wadah sekumpulan manusia yang dipimpin deh manusia pula, oleh karena itu, kebenaran nafsu itu pun dianutnya. Bangsa Mancu yang menjajah itu pun menganggap mereka benar! Mudah saja! Negara Tiongkok kacau-balau, perang saudara tiada hentinya, rakyat hidup sengsara, ditindas oleh raja-raja muda dan oleh mereka yang berkuasa, terjadi hukum rimba! Kami, bangsa Mancu, datang untuk membebaskan rakyat daripada jurang kesengsaraan, kami datang untuk berusaha mendatangkan kebahagiaan bagi rakyat. Karena itu, serbuan bangsa Mancu ke selatan adalah benar pula! Sungguhpun harus diakui bahwa akal budi membuat mereka mencari alasan yang cukup kuat dan memang kenyataannya demikian, namun pada hakekatnya yang bersembunyi di balik semua itu adalah keuntungan! Keuntungan yang didapat dalam penjajahan ini, yang sekaligus membuat bangsa Mancu memiliki negara yang amat besar dengan penghasilan yang melimpah-limpah serta harta benda yang amat banyak.
Perasaan benar ini bukan dibuat-buat dan memang setulusnya mereka itu merasa dirinya benar. Nafsu-nafsu telah menyelubungi kesadaran batin manusia, seperti mendung-mendung hitam tebal menyelubungi sinar matahari. Kegelapan menyelimuti kesadaran sehingga mereka itu tidak sadar lagi bahwa mereka menjadi permainan dan hamba-hamba nafsu. Banyak sekali orang yang menjadi korban seperti ini, menganggap bahwa apa yang diperjuangkan itu benar dan suci sehingga rela dibela mati-matian.
Demikian pula, di dalam Kerajaan Ceng, banyak terdapat orang-orang gagah yang membela gerakan Mancu ini mati-matian karena merasa bahwa apa yang diperjuangkannya itu adalah demi kebenaran. Terutama sekali bagi mereka yang menjadi anggauta bangsa Mancu, tentu saja menganggap bahwa berjuang membasmi para "pemberontak" adalah pekerjaan yang semulia-mulianya, pekerjaan orang-orang gagah yang patut dipuji. Banyak sekali tokoh-tokoh kang-ouw yang ternama membantu Kerajaan Ceng-tiauw ini karena mereka itu menganggap bahwa bangsa Mancu yang gagah perkasa telah berhasil mendatangkan kemakmuran di Tiongkok, meredakan perang saudara dan mereka ini mempunyai harapan besar bahwa pemerintah baru ini benar-benar akan dapat mengangkat nasib rakyat jelata. Tentu saja ini hanya alasan mereka, karena banyak sekali di antara mereka melihat "nasib baik" mereka sendiri yang terutama sebagai landasan bantuan mereka. Banyak pula datuk-datuk golongan hitam yang memiliki tingkat kepandaian amat tinggi membantu dan hal ini adalah hasil kecerdikan Pangeran Dorgan yang memegang tampuk pimpinan sebagai pengganti Kaisar Abahai karena putera kaisar itu masih sangat muda. Pangeran Dorgan memang cerdik sekali. Pandai mengambil hati para orang pandai dan tidak regu-ragu untuk mengeluarkan biaya besar dalam usaha ini. Di antara tokoh pandai yang terus merupakan pengawal-pengawal pilihan dan yang masih terus membantu setelah Kaisar Kang Hsi naik tahta, adalah Kang-thouw-kwi Gak Liat yang merupakan jago yang diajukan oleh Pangeran Ouwyang Cin Kok, seorang di antara para pangeran bangsa Han yang telah menghambakan diri kepada Kerajaan Mancu.
Pada suatu hari, para tokoh yang menjadi pengawal-pengawal istana dan penasihat-penasihat mengenai usaha Kerajaan Mancu membasmi para pemberontak, mengadakan pertemuan atas undangan Pangeran Ouwyang Cin Kok. Pangeran ini telah banyak jasanya terhadap Kerajaan Mancu, telah terbukti kesetiaannya ketika berkali-kali pangeran ini dengan pengaruhnya yang besar dan para pembantunya yang pandai menghancurkan golongan pemberontak. Karena kepercayaan yang amat besar ini, Pangeran Dorgan pada beberapa tahun yang lalu menghadiahkan seorang puteri Mancu kepada Pangeran Ouwyang Cin Kok, bahkan setelah Kaisar Kang Hsi menduduki tahta kerajaan, Pangeran Ouwyang Cin Kok yang kini telah dianggap "keluarga kaisar" telah diangkat menjadi panglima bagian keamanan yang bertugas melakukan operasi pembasmian terhadap para pemberontak. Dan untuk merundingkan tugas inilah maka pada pagi hari ini Ouwyang Cin Kok mengundang semua pembantunya dan pembantu para pembesar lain, termasuk pengawal-pengawal kaisar sendiri ke dalam istananya. Dengan pakaian kebesaran sebagai seorang pangeran Kerajaan Ceng-tiauw, Pangeran Ouwyang Cin Kok duduk di atas sebuah kursi yang terukir indah sekali. Pangeran ini usianya sudah enam puluh tahun, akan tetapi masih tampak tampan dan ganteng, tubuhnya tinggi besar mukanya merah, pakaiannya indah rapi dan rambut serta jenggot kumisnya juga terpelihara baik-baik. Di sebelah kirinya duduk seorang wanita Mancu yang cantik, bermata tajam lincah, usianya tiga puluh tahun lebih, tubuhnya montok dan menggairahkan. Itulah puteri Kerajaan Mancu, puteri selir Pangeran Dorgan yang diberikan sebagai hadiah kepada Ouwyang Cin Kok dan kini menjadi selir terkasih pangeran ini. Selir ini paling dikasihi, bukan hanya karena cantik montok dan mudanya, melainkan juga terutama sekali karena selir ini menjadi "lambang" kekuasaannya, sebagai pangeran mantu Kerajaan Mancu! Dan untuk memperlihatkan kedudukannya yang tinggi ini pulalah maka ketika menyambut datangnya tokoh-tokoh berilmu yang membantu kerajaan baru, Ouwyang Cin Kok ditemani oleh sang selir.
Dengan dikipasi kebutan terbuat dari bulu-bulu indah burung dewata, dilayani oleh para pelayan wanita muda-muda dan cantik-cantik, Ouwyang Cin Kok dan selirnya itu duduk menanti kunjungan para tokoh berilmu. Berturut-turut mereka datang menghadap dan dipersilakan duduk di ruangan itu yang telah diatur untuk menerima kunjungan mereka.
Yang pertama kali muncul adalah putera Sang Pangeran sendiri, Ouwyang Seng murid terkasih dari Kang-thouw-kwi Gak Liat, seorang pemuda tinggi tegap yang berwajah tampan berpakaian indah, pesolek dan amat tinggi ilmu kepandaiannya karena dia telah mewarisi Hwi-yang Sin-ciang gurunya. Bersama pemuda ini datang pula Nirahai yang segera disambut oleh Pangeran Ouwyang Cin Kok dengan ramah, karena Nirahai adalah puteri kaisar sendiri dari selir. Tentu saja sebagai puteri kaisar, Nirahai amat dihormat. Puteri Nirahai segera berangkulan dengan selir Ouwyang Cin Kok karena selir Mancu itu masih terhitung bibinya, sungguhpun bibi yang sudah jauh. Kemudian mereka berdua ini bercakap-cakap dengan asyiknya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan tugas membasmi kaum pemberontak, melainkan percakapan antara wanita yang sudah lama tidak bertemu.
Pangeran Ouwyang Cin Kok dan puteranya lalu sibuk menyambut para tokoh berilmu yang berdatangan. Kang-thouw-kwi Gak Liat datang bersama tiga orang muridnya yang lain, yaitu Hiat-ciang Ma Su Nio yang cantik dan genit, dan kedua kakak beradik Hek-giam-ong dan Pek-giam-ong. Ketiga orang murid Setan Botak ini merupakan tenaga-tenaga yang penting dan berjasa pula karena ilmu kepandaian mereka sudah amat tinggi. Selain empat orang ini, muncul pula beberapa panglima-panglima yang berpangkat tinggi, di antaranya adalah dua orang perwira Mancu yang terkenal berjasa dan berpengaruh. Mereka ini adalah orang-orang Mancu aseli, akan tetapi seperti juga kaisar dan para panglima dan menteri yang berpangkat tinggi, mereka ini pun menggunakan nama Han, dan berpakaian seperti pembesar-pembesar Han. Seorang di antara mereka adalah seorang panglima tinggi besar gagah menyeramkan, jenggotnya yang rapi memenuhi mukanya dari rambut terus melalui pipi bersambung ke dagu. Panglima ini bernama Giam Cu, nama baru. Adapun panglima ke dua juga memakai she Giam, namanya Kok Ma. Giam Cu adalah panglima golok besar, sedangkan Giam Kok Ma adalah panglima berkuda bertombak panjang, keduanya memiliki kepandaian tinggi dalam mengatur barisan, juga memiliki ilmu silat yang lihai. Kemudian muncul pula dua orang tokoh kang-ouw yang namanya menggemparkan, yaitu kakak beradik she Bhong. Mereka ini terkenal dengan julukan Tikus Kuburan, karena dahulu pekerjaan mereka adalah membongkar-bongkar kuburan baru untuk mencuri perhiasan-perhiasan yang dipakai mayat-mayat yang dikubur dan dalam hal membongkar kuburan, juga membongkar rumah, mereka adalah ahli-ahli yang sukar dicari keduanya. Yang tua bernama Bhong Lek, mukanya kaya tikus, rambutnya panjang riap-riapan, kumisnya jarang seperti kumis tikus, adapun Bhong Poa Sik, adiknya, mempunyai ciri yang aneh pada kepalanya, yaitu bagian ubun-ubun kepalanya menonjol seperti telur besar.
Semua tamu dipersilakan duduk, kecuali seorang yang datang paling akhir. Orang itu biarpun dipersilakan duduk, namun tetap berdiri, bahkan berdirinya aneh sekali, yaitu hanya dengan kaki kiri, sedangkan kaki kanannya diangkat menempel pada lutut kiri, persis seperti seekor burung bangau berdiri di tengah sawah! Hebatnya, orang ini pun mempunyai kepala yang bentuknya seperti kepala burung, bukan kepala burung yang indah, melainkan kepala burung yang diberunduli bulunya sehingga kelihatan buruk, lucu dan juga mengerikan. Lehernya panjang kecil, kepalanya kecil lonjong, kedua telinganya memakai anting-anting emas, matanya agak juling, mulutnya selalu menyeringai, tampak giginya yang panjang-panjang karena bibirnya cupet, kumisnya meruncing ke depan menyerupai paruh burung, kepalanya botak dan hanya ada beberapa helai rambut saja menambah keburukannya. Tubuhnya kecil kurus, akan tetapi perutnya gendut seperti perut anak menderita cacingan. Akan tetapi tangan kirinya memegang sebuah senjata yang menakutkan orang, bergagang panjang yang melengkung seperti gendewa dan ujungnya dipasangi sabit yang amat tajam. Ia berdiri di sudut seperti seekor burung mengintai katak, matanya yang juling tak berkedip-kedip, mulutnya yang menyeringai tidak bergerak-gerak, seolah-olah dia telah berubah menjadi arca yang mati!
Hanya seorang yang aneh inilah yang agaknya tidak dikenal oleh sebagian besar mereka yang hadir. Yang mengenalnya hanyalah Puteri Nirahai, Pangeran Ouwyang Cin Kok, dan selir pangeran itu. Bahkan Ouwyang-kongcu sendiri tidak mengenalnya dan pemuda ini memandang tokoh itu dengan penuh keheranan.
Melihat betapa para tamunya, termasuk puteranya, memandang ke arah manusia aneh itu dengan pandang mata penuh keheranan dan pertanyaan, Pangeran Ouwyang Cin Kok tertawa dan memberi isyarat dengan tangan agar para pelayan yang cantik-cantik dan sedang mengeluarkan hidangan dan arak itu mundur. Mereka ini menyelesaikan tugas menghidangkan makanan dan minuman, kemudian mengundurkan diri dari ruangan yang lebar itu.
"Cu-wi sekalian agaknya belum mengenal tokoh ini," kata pangeran itu sambil memandang kepada manusia berkepala seperti burung itu, "Padahal semenjak bangsa Mancu yang jaya bergerak ke selatan, hasil yang baik dari gerakan itu sebagian mengandalkan kelihaian tokoh ini."
Kang-thouw-kwi Gak Liat mengerutkan alisnya sambil memandang tokoh itu dengan pandang mata merendahkan. Hatinya tidak senang mendengar betapa majikannya menyanjung-nyanjung nama orang lain. Siapakah adanya tokoh yang jasanya lebih besar daripada dia" Maka ia segera berkata sambil tertawa.
"Bangsa Mancu yang jaya adalah bangsa yang besar dan yang sudah ditakdirkan untuk menguasai seluruh dunia, semua itu berkat jasanya rakyat seluruhnya, bukan jasa perorangan. Harap Paduka sudi memperkenalkan hamba kepada orang gagah ini."
"Ha-ha-ha, Gak-lo-sicu, apa yang Lo-sicu ucapkan sungguh tepat. Bukan maksud kami untuk menonjolkan jasa seseorang dan mengurangi jasa lain orang, karena masing-masing memiliki jasanya sendiri-sendiri. Losuhu ini adalah tokoh berasal dari Khitan yaag amat terkenal akan tetapi karena selalu menyembunyikan diri, tidak mengheranken apabila orangnya tidak dikenal, hanya namanya saja. Nirahai, keponakanku yang manis, tolonglah engkau yang memperkenalkan Ciam-losuhu kepada para Lo-sicu yang hadir." Ucapan terakhir ini ia tujukan kepada Nirahai dengan suara yang halus dan ramah, sehingga dalam kesempatan itu, Pangeran Ouwyang Cin Kok sekalian memperlihatkan kepada yang hadir bahwa dia adalah sanak dekat kaisar dan berhak menyuruh seorang puteri kaisar begitu saja karena, bukankah puteri kaisar itu terhitung keponakan selirnya.
Nirahai adalah seorang gadis yang selain memiliki ilmu kepandaian yang tidak lumrah, juga memiliki kecerdikan melebihi kebanyakan orang. Melihat sikap tuan rumah, ia tersenyum manis dengan hati penuh maklum. Ia lalu bangkit berdiri, senyum menghias wajahnya menambah gemilang, gerakan tubuhnya ketika bangkit begitu lemah gemulai seperti seorang penari, sama sekali tidak membayangkan kesaktian seorang ahli silat.
"Tidaklah terlalu mengherankan apabila Gak-cianpwe dan saudara-saudara lainnya belum mengenal Si Burung Hantu karena memang dia jarang sekali keluar di dunia ramai."
"Apa" Sin-tiauw-kwi Ciam Tek" Setan Botak Gak Liat berseru kaget, juga para panglima dan tokoh-tokoh pengawal yang berada di situ terkejut sambil memandang kakek yang memegang senjata mengerikan itu. Nama ini, terutama sekali julukan Sin-tiauw-kwi (Burung Rajawali Hantu) atau lebih terkenal lagi Si Burung Hantu, terkenal sebagai tokoh dalam dongeng di Khitan! Maka begitu kini mereka diperkenalkan dengan tokohnya, biar Gak Liat sendiri memandang dengan sinar mata tidak percaya.
Nirahai mengerti akan pandang mata mereka itu, maka ia tersenyum dan berkata, "Tentu cu-wi menghubungkan nama julukan itu dengan burung hantu yang kabarnya dipelihara Kaisar Khitan di jaman dahulu, bukan" Hendaknya diketahui bahwa memang Ciam-locianpwe ini adalah seorang tokoh Khitan. Cu-wi tentu maklum bahwa Khitan menjadi sumbernya orang-orang pandai. Pendekar besar tanpa tanding. Suling Emas sendiri adalah suami seorang Ratu Khitan, dan pendekar wanita sakti Mutiara Hitam adalah puteri mereka! Di samping keluarga kaisar yang memiliki kesaktian luar biasa itu, banyak pula ponggawa dan Panglima Khitan yang memiliki ilmu kepandaian hebat-hebat. Sin-tiauw-kwi Ciam Tek ini adalah satu-satunya orang yang beruntung mewarisi ilmu kepandaian peninggalan Hek-giam-lo (Raja Maut Hitam) yang amat terkenal di jamannya Pendekar Suling Emas enam tujuh abad yang lalu. Karena Khitan dan Mancu bersekutu dan berkeluarga, tentu saja semua tokoh Khitan membantu gerakan Mancu sekarang ini."
Kang-thouw-kwi Gak Liat dan yang lain-lain mengangguk-angguk. Tentu saja mereka pernah mendengar nama-nama besar yang disebutkan gadis itu. Gak Liat lalu bangkit berdiri dan menjura ke arah Sin-tiauw-kwi Ciam Tek sambil berkata dalam bahasa Khitan dengan lancar karena Si Botak ini paham hampir semua bahasa daerah.
"Selamat berjumpa, Saudara Ciam Tek. Mudah-mudahan di antara kita akan terdapat kerja sama yang erat."
Si Burung Hantu itu memandang Gak Liat dengan mata julingnya, kemudian mengeluarkan suara seperti burung mencicit akan tetapi hanya dapat dimengerti oleh Gak Liat karena hanya suaranya saja yang mencicit namun sesungguhnya merupakan kata-kata dalam bahasa selatan yang pelo dan menggelikan hati para pendengarnya.
"Sudah lama aku mendengar nama Setan Botak, kiranya begini saja orangnya!" Setelah berkata demikian, Si Burung Hantu berdiri diam lagi dengan satu kaki, acuh tak acuh! Gak Liat tidak menjadi marah, sudah biasa ia menghadapi sikap dan watak aneh-aneh dari tokoh-tokoh besar, maka ia malah tertawa bergelak dan berkata.
"Ha-ha-ha, lain kali aku ingin sekali merasai lihainya patukanmu dan cakaranmu, Burung Hantu!"
Pangeran Ouwyang Cin Kok tertawa pula. Biarpun dia sendiri bukan termasuk golongan kang-ouw, akan tetapi sudah terlalu banyak pembesar ini mengenal tokoh-tokoh aneh di dunia kang-ouw sehingga ucapan Gak Liat yang seolah-olah menantang itu dianggapnya biasa saja dan tidak mengkhawatirkan. "Cu-wi sekalian kami kumpulkan saat ini karena kami hendak membicarakan hal-hal yang amat penting. Berkat bantuan-bantuan cu-wi sekalian, pemerintah kita dapat memperoleh kemajuan-kemajuan di selatan dan kini, sungguhpun tak dapat dikatakan bahwa fihak pemberontak telah terbasmi semua, namun mereka itu sudah kehilangan kekuatan dan hanya bergerak secara sembunyi-sembunyi dan dalam kelompok kecil atau malah secara perorangan. Yang penting kita harus mencurahkan perhatian ke Se-cuan, karena Bu Sam Kwi merupakan kekuatan terakhir yang merongrong kita. Bala tentara kita sudah menghimpit dan mengurung, lambat-laun tentu pertahanannya dapat dijebolkan pula. Tugas kita yang terpenting sekarang adalah mencegah agar sisa pemberontak di sini tidak mengadakan hubungan dengan Se-cuan agar kekuatan mereka tetap terpecah-pecah. Usaha yang ditakukan Puteri Nirahai dan puteraku Ouwyang Seng untuk memecah belah persatuan antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai, menemui kegagalan. Akan tetapi ada pula untungnya, yaitu timbulnya ganjalan hati antara mereka sehingga tidak memungkinkan mereka itu akan bekerja sama. Pula, kedua partai besar itu pun tidak melakuan perlawanan dan pemberontakan secara terang-terangan."
"Akan tetapi, mengapa tidak kita gempur saja Se-cuan sampai hancur" Setelah kita dapat menguasai seluruh daratan, mengapa wilayah sebesar Se-cuan saja tidak dapat segera dikalahkan" Berilah hamba lima laksa perajurit berkuda, akan hamba hancur lumatkan Bu Sam Kwi dan seluruh anak buahnya!" Panglima brewok tinggi besar berkata dengan sikap gagah.
"Betul apa yang dikatakan oleh Giam-ciangkun," kata Bhok Lek orang pertama dari kakak beradik Tikus Kuburan. "Kabarnya benteng Se-cuan amat kuat, akan tetapi kalau benteng itu dikurung dan hamba berdua dibantu tenaga-tenaga ahli melakukan penyusupan ke dalam dengan menggali terowongan, akan mudah menghancurkan pertahanan mereka!"
"Tidak begitu mudah," bantah Puteri Nirahai. "Saya mendengar bahwa di sana banyak terdapat orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi."
"Hemmm, kalau ada jago di fihak musuh, serahkan saja kepada hamba. Hamba sanggup menghadapi lawan yang bagaimana lihai pun!" Setan Botak Gak Liat menyombong sambil tersenyum.
Ouwyang Cin Kok mengangkat kedua tangan ke atas sebagai isyarat agar semua orang yang sedang ribut-ribut mengemukakan pendapat bulat untuk menyerang Se-cuan itu tenang, kemudian sambil tersenyum ia berkata.
"Tidak dapat kita membawa kehendak sendiri dan bertindak sesuka hati. Setiap gerakan kita harus disesuaikan dengan taktik dari Hongsiang (Kaisar). Dengarlah baik-baik, cu-wi sekalian, agar tahu apa yang menjadi siasat negara pada saat ini, menghadapi Bu Sam Kwi di Secuan."
Semua orang mendengarkan penuh perhatian, termasuk Nirahai karena biarpun dia ini puteri selir kaisar sendiri, namun tentang urusan politik ia tidak sepaham pangeran yang menjadi penasehat kaisar ini.
"Kalau kita ingin berhasil menangkap semua ikan di kolam, kita harus mengacaukan air dan mengejar ikan-ikan itu dengan membiarkan sebagian tempat itu tetap tenang sehingga semua ikan akan melarikan diri sembunyi di bagian air yang tak terganggu itu. Baru setelah semua ikan berkumpul di tempat kecil itu, kita tutup jalan keluar dan kita sergap di tempat kecil itu sehingga tak ada ikan yang dapat lolos. Demikian pula dengan para pemberontak yang tersebar di empat penjuru. Kita harus kejar-kejar mereka, melakukan operasi-operasi pembersihan dengan teliti sehingga para pemberontak itu kehilangan tempat bersembunyi dan terpaksa mereka akan bersembunyi semua ke Se-cuan. Hal ini lebih mudah bagi kita daripada kalau kita hancurkan Se-cuan sehingga para pemberentak itu melarikan diri tersebar di mana-mana sehingga sukar untuk ditumpas karena daerah Tiongkok luas sekali. Inilah sebab pertama mengapa kita tidak boleh memukul Se-cuan pada sekarang ini."
Semua orang yang mendengarkan mengangguk-angguk, kagum akan siasat ini, siasat menggiring ikan-ikan supaya berkumpul di suatu tempat.
"Adapun sebab ke dua adalah karena Kaisar dengan secara bijaksana memutuskan bahwa rakyat sudah terlalu lama menderita akibat perang, karena itu sementara ini tidak perlu lagi mengadakan perang karena Se-cuan tidak begitu penting artinya bagi kita. Sekarang rakyat perlu ditenangkan hatinya dengan pembangunan-pembangunan, bukan dengan perang baru yang akan membikin rakyat mendapat kesan buruk terhadap pemerintah baru. Tidak perlu dengan kekerasan, cukup dengan dikepung dan dimatikan jalan hubungan mereka ke timur, mereka di Se-cuan akan hidup serba kekurangan dan sengsara, akhirnya akan menjadi lemah dan kalah tanpa diserang."
Kembali Gak Liat menjadi kagum. Dalam soal taktik perang dan siasat pemerintahan tentu saja dia tidak mengerti apa-apa.
"Sekarang sebab ke tiga yang timbul dari kebijaksanaan Kaisar," terdengar pula suara Ouwyang Cin Kok. "Pemerintah baru menghadapi tugas membangun negara dan menciptakan suasana adil makmur bagi rakyat jelata, mendatangkan kehidupan damai dan tenteram sehingga dengan demikian tidak sia-sialah bangsa Mancu yang jaya telah mengorbankan banyak nyawa untuk mengusir raja-raja lailm dari bumi Tiongkok. Untuk pekerjaan pembangunan yang amat besar itu, kita amat membutuhkan bantuan tenaga-tenaga orang pandai. Harus diakui bahwa di antara para pemberontak banyak terdapat orang-orang pandai. Sungguh amat sayang kalau mereka itu dibunuh demikian saja. Karena ini pula, bentrokan perang dengan Se-cuan harus diundurkan agar kita mendapat banyak waktu untuk menarik orang-orang pandai itu agar membantu kita. Untuk keperluan itulah Kaisar menyediakan biaya yang amat besar, kemungkinan-kemungkinan pangkat dari mereka, dan di samping itu tentu saja mengandalkan kepandaian cu-wi untuk menundukkan mereka. Makin banyak orang pandai membantu Kerajaan Ceng, makin baik. Mengertikah cu-wi sekarang mengapa kita tidak diperbolehkan menyerbu Se-cuan secara kasar"
Semua orang mengangguk, bahkan dari mulut Sin-tiauw-kwi Ciam Tek terdengar suaranya yang pelo memuji, "Hebat siasat ini! Hidup Kaisar!"
Biarpun pelo, namun ucapannya itu membangkitkan semangat semua orang dan terdengarlah seruan mereka, "Hidup Kaisar!"
Kang-thouw-kwi Gak Liat adalah seorang datuk hitam yang tidak bercita-cita untuk negara maupun untuk kaisar, melainkan untuk diri sendiri. Karena itu, di dalam hatinya mana ada kesetiaan terhadap pemerintah Mancu" Namun, dia seorang cerdik dan tidak mau ketinggalan pula ia ikut mengucapkan kata-kata itu.
"Biarpun kita tidak menyerbu Se-cuan, akan tetapi untuk keperluan menarik orang-orang pandai ke fihak kita dan mencegah mereka berhubungan dengan Se-cuan, maka pekerjaan kita bukanlah ringan. Kita harus dapat menguasai seluruh dunia kang-ouw, dapat mengetahui keadaannya dan hal ini kami serahkan ke dalam pimpinan keponakanku Puteri Nirahai yang sudah cu-wi ketahui akan kecerdikannya dan juga akan kepandaiannya yang tinggi."Kembali Si Burung Hantu mengangguk, berkata polos, "Puteri Nirahai mewarisi kepandaian Puteri Mutiara Hitam, dia hebat...."
Juga Gak Liat mengangguk berkata, "Aku sudah mengetahui kelihaian Puteri Nirahai."
Gadis cantik itu mengelilingkan pandang matanya dan girang bahwa tidak ada yang menentang pengangkatannya sebagai pimpinan. Siapakah yang berani menentang" Selain dia memiliki ilmu kepandaian tinggi, juga amat pandai bersiasat, cerdik dan banyak akal, juga dia adalah puteri kaisar sendiri!
"Terima kasih atas kepercayaan cu-wi kepadaku yang muda. Tentu saja aku tidak dapat bekerja sendiri dan mengandalkan bantuan dari cu-wi sekalian, baru tugas kita akan dapat berhasil baik. Di dunia kang-ouw ini banyak terdapat tokoh-tokoh besar yang belum membantu kita. Di antara mereka itu adalah Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee."
"Hemmm, Si Muka Kuda itu sejak dahulu menentang Kerajaan Ceng-tiauw!" kata Gak Liat sambil mengeluarkan suara menghina.
"Itulah sebabnya mengapa kita harus berdaya upaya agar dia tertarik kepada kita dan suka membantu, Gak-locianpwe. Karena kalau dia sudah mau membantu, tentu para muridnya yang kudenger ada banyak sekali yang pandai, akan suka menjadi sekutu kita pula. Kita harus menyelidiki ke In-kok-san di Pegunungan Tai-hang-san yang dijadikan pusat perguruannya. Bahkan aku mendengar bahwa Si Nenek sakti Toat-beng Ciu-sian-li juga berada di sana."
"Iblis betina itu berbahaya sekali, akan tetapi agaknya akan lebih mudah dibujuk untuk bekerja sama. Dia tidak sesukar dan sekokoh Ma-bin Lo-mo pendiriannya. Biarlah persoalan mereka itu serahkan saja kepadaku, aku akan berusaha mendekati mereka."
Puteri Nirahai berseri wajahnya dan ia menjura ke arah Gak Liat. "Terima kasih banyak. Bantuan Gak-locianpwe dalam hal ini benar-benar amat kami harapkan." Gadis itu lalu mengerutkan keningnya dan berkata, "Ada sebuah hal yang amat memusingkan, dan membutuhkan perhatian. Menurut hasil penyelidikan para mata-mataku yang kusebar di mana-mana, sekarang aku telah mendapatkan keterangan jelas tentang sebab-sebab kegagalan siasatku mengadu domba antara Siauw-lim-pai dan keterangan itu amat mengejutkan dengan munculnya seorang tokoh muda yang luar biasa sekali."
"Hemmm, siapakah dia dan apa yang telah dia lakukan" Ouwyang Seng bertanya dengan hati tak senang mendengar betapa gadis yang dicinta dan dipujanya ini agaknya merasa kagum terhadap seorang "tokoh muda".
"Siasatku gagal karena pemuda aneh itu," kata Nirahai. "Ketika dua peti berisi jenazah dua orang tokoh Siauw-lim-pai yang dikawal Pek-eng-piauwkiok itu dihadang oleh murid-murid Siauw-lim-pai yang sudah kuberi kabar secara diam-diam dan bentrokan hebat antara murid-murid kedua partai sudah hampir terjadi, tiba-tiba muncul orang muda itu bersama adiknya perempuan, menggagalkan bentrokan itu dengan mengalihkan permusuhan kepada dirinya sendiri!"
"Eh, apakah maksudmu, Adik Nirahai" Ouwyang-kongcu bertanya heran.
"Pemuda itu yang mengira bahwa murid Siauw-lim-pai hendak merampok, sekali turun tangan membunuh tujuh murid Siauw-lim-pai. Kemudian, ketika mengetahui kekeliruannya, ia turun tangan pula membunuh murid-murid Hoa-san-pai!"
"Ihhh, hebat sekali!" Gak Liat berseru. Bagi datuk hitam ini, setiap perbuatan kejam amat mengagumkan hatinya, makin kejam makin tinggi dalam penilaiannya.
"Kemudian pemuda itu bahkan mendatangi Pek-eng-piauwkiok, dan di sana dia mengamuk, mengalahkan tokoh-tokoh Hoa-san-pai."
"Luar biasa....!" Bhong Poa Sik, si Tikus Kuburan Kecil, berseru kaget.
"Kemudian, tahukah cu-wi apa yang ia lakukan" Ia pun mendatangi Siauw-lim-si dah di sana mengamuk, membunuh dua orang tokoh Siauw-lim-pai pula, merobohkan banyak yang lain dan dapat keluar lagi dari Siauw-lim-si dengan selamat."
"Sukar dipercaya!" kini Gak Liat berseru. Kakek ini maklum akan keadaan kuil Siauw-lim-si, maklum pula akan lihainya tokoh-tokoh di situ. Sedangkan dia sendiri tentu akan berpikir sepuluh kali sebelum berani menyerbu seorang diri ke Siauw-lim-si!
"Memang sukar dipercaya, akan tetapi para penyelidikku adalah orang-orang yang berpengalaman puluhan tahun dan keterangan mereka selalu boleh dipercaya. Keadaan pemuda itu amat mengherankan. Selain ilmunya yang tinggi luar biasa dan keadaannya yang seperti tidak normal, juga dia mempunyai adik seorang gadis Mancu."
"Ah, kalau begitu dia Sie Han....!" Gak Liat berseru. "Kalau dia sudah berkepandaian begitu aneh dan tinggi sehingga berani mengacau Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai, tentu dia telah berhasil menemukan Pulau Es!"
Mendengar ucapan ini, semua tokoh yang berada di situ menjadi terkejut dan tertarik sekali. Disebutnya Pulau Es tentu saja menarik perhatian semua orang karena semenjak bala tentara Mancu menguasai daratan Tiongkok, pemerintah baru ini pun selalu berusaha untuk menemukan pulau itu dan mendapatkan pusaka yang berada di sana. Bahkan usaha pencarian ini dipimpin Gak Liat sendiri.
"Aiiih, kalau benar-benar dia menjadi pewaris pusaka di Pulau Es, tentu dia memiliki ilmu yang hebat dan orang seperti itu patut kita tarik untuk membantu kita," kata Puteri Nirahai. "Atau kalau tidak mungkin dia membantu kita, dia akan merupakan lawan yang berbahaya dan perlu dibinasakan. Terutama sekali gadis Mancu itu harus diselamatkan dan diselidiki puteri siapakah dia dan mengapa sampai bisa menjadi adik pemuda yang bernama Sie Han itu."
"Jangan khawatir, hamba akan dapat membujuknya. Setidaknya dia pernah ikut dengan hamba dan dengan bantuan Ouwyang-kongcu, hamba tentu akan dapat menyelamatkan pula puteri Mancu itu," kata Gak Liat. Dia menawarkan diri ini sebetulnya adalah dengan mengandung niat yang lain. Begitu mendengar bahwa Han Han telah muncul, ia ingin sekali menemui pemuda itu dan kalau perlu hendak memaksa pemuda itu menyerahkan pusaka-pusaka Pulau Es, atau kalau mungkin mengantarkannya ke Pulau Es!
Puteri Nirahai mengangguk-angguk. "Mendengar pelaporan yang kuterima, memang pemuda itu mencurigakan dan lihai sekali, kiranya hanya Gak-locianpwe saja yang cukup kuat untuk menghadapinya. Baiklah, urusan membujuk tokoh-tokoh di In-kok-san dan mencari pemuda itu kuserahkan kepada Gak-locianpwe dan Ouwyang-twako. Aku sendiri mempunyai rencana lain yang boleh cu-wi ketahui. Aku akan pergi ke utara, mendatangi tanah kuburan Kduarga Suling Emas...."
"Eh, Nirahai, bukankah itu berbahaya sekali" Pangeran Ouwyang Cin Kok berseru kaget. Tanah kuburan keluarga Suling Emas merupakan tempat keramat dari bangsa Khitan dan kabarnya tak seorang asing pun boleh memasukinya. Biarpun Puteri Nirahai termasuk keturunan Khitan, namun belum tentu dia diperbolehkan masuk oleh penjaganya yang kabarnya amat galak dan memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa.
"Memang berbahaya, akan tetapi kalau tidak saya sendiri yang mendatangi, siapakah orang lain akan mampu melakukannya" Saya ingin membujuk penjaga kuburan, untuk meminjam suling emas yeing disimpan di situ sebagai pusaka. Dengan suling emas peninggalan pendekar sakti Suling Emas, kiranya akan lebih mudah mempengaruhi para tokoh-tokoh kang-ouw untuk membantu Kerajaan Mancu. Senjata suling emas itu amat dihormati di seluruh dunia kang-ouw, dan dengan senjata itu tentu akan dapat dicapai hasil yang lebih besar dalam membujuk tokoh-tokoh kang-ouw."
Pangeran Ouwyang Cin Kok dan yang lain-lain mengangguk-angguk menyatakan setuju sungguhpun hati mereka merasa ngeri mendengar bahwa puteri jelita itu hendak mengunjungi tempat keramat yang sukar dikunjungi sembarangan orang itu. Setelah membagi-bagi tugas, pertemuan itu dibubarkan. Ouwyang Seng lalu pergi bersama gurunya untuk melakukan tugas mereka yang tidak ringan. Demikianpun yang lain-lain bubaran dan melakukan tugas masing-masing. Pangeran Ouwyang Cin Kok sendiri lalu bersiap untuk pergi menghadap kaisar menyampaikan pelaporan mengenai pelaksanaan tugas-tugasnya.
Han Han dan Lulu duduk mengaso di dalam hutan. Melihat kakaknya iiu duduk bersamdhi, Lulu juga tidak berani mengganggu, bahkan ia pun lalu duduk bersila dan siulian untuk memulihkan tenaga dan menekan kekecewaan hatinya karena kehilangan pedang yang terampas di Siauw-lim-pai.
Han Han tidak dapat menyatukan panca inderanya. Dia sudah dapat menyalurkan hawa sakti di tubuhnya, dan mengobati akibat-akibat guncangan pukulan-pukulan yang ia terima di Siauw-lim-pai, akan tetapi pikirannya bekerja keras. Hatinya terkesan oleh wejangan-wejangan yang didengarnya dari mulut Kian Ti Hosiang, supek dari ketua Siauw-lim-pai tadi. Mengenangkan semua wejangan itu, terjadi perang tanding yang hebat dalam pikirannya sendiri. Perasaan menyesal menggumuli perasaannya, menyesal kalau ia kenangkan betapa sepak terjangnya selama ini hanya mendatangkan malapetaka dan keributan belaka. Ia sendiri tidak mengerti mengapa kalau datang perasaan marah akan sesuatu yang dianggapnya jahat dan tidak adil, lalu timbul kemarahan yang tak tertahankan dan seolah-olah ia baru akan merasa puas, terhindar dari himpitan nafsu amarah kalau sudah ia lampiaskan dengan pukulan-pukulan sakti dari kedua tangannya, kalau sudah ia hajar banyak orang dan membunuhi lawannya! Pemuda ini tidak tahu bahwa sesungguhnya terjadi konflik atau pertentangan hebat dalam dirinya.
Mula-mula pertentangan ini terjadi karena ia mempelajari dua macam sin-kang yang berlawanan yaitu inti sari Hwi-yang Sin-ciang dan inti sari Swat-im Sin-ciang. Pertentangan ini mempengaruhi jiwanya, ditambah lagi ketika ia membaca kitab-kitab peninggalan penghuni Pulau Es yang sifatnya bersih dan berbareng ia mempelajari kitab-kitab Ma-bin Lo-mo dan Siang-mo-kiam (Sepasang Pedang Iblis) yang bersifat kotor. Terjadilah pertentangan hebat sekali dari aliran bersih ditambah kesadaran watak aselinya yang baik berlawanan dengan pelajaran aliran kotor yang ditambah oleh nafsunya, membuat ia kadang-kabang merasa tersiksa sekali. Kini ia mendapat nasihat yang amat aneh dari kakek sakti di Siauw-lim-pai itu. Dia disuruh membuntungi kaki kirinya! Nasihat apakah ini" Betul-betulkah kaki kirinya yang mendatangkan perasaan tersiksa seperti itu"
Makin dipikirkan makin bingunglah hatinya. Kebingungan ini makin memuncak kalau ia pikirkan bahwa semua malapetaka yang timbul akibat sepak terjangnya itu sama sekali terjadi bukan karena kesalahannya! Dia memang telah membunuh murid-murid Siauw-lim-pai dan murid-murid Hoa-san-pai di hutan dahulu itu, akan tetapi bukankah hal itu terjadi karena salah faham" Bukankah hal itu terjadi bukan karena memang dia bermaksud jahat dan membunuhi mereka" Kemudian kekacauan yang timbul karena perlawanannya menghadapi tokoh-tokoh Hoa-san-pai di gedung Pek-eng-piauwkiok. Dia telah diserang, dituduh yang bukan-bukan, dituduh mata-mata Mancu! Terjadi pertempuran, akan tetapi salahkah dia dalam hal itu" Dan akhirnya peristiwa keributan di Siauw-lim-si. Dia datang dengan iktikad baik, dengan maksud memberi penjelasan kepada para pimpinan Siauw-lim-pai untuk melenyapkan kesalahfahaman. Akan tetapi dia disambut dengan kekerasan, bahkan seolah-olah dipaksa untuk bertanding. Dia hanya membela diri, karena bukankah itu haknya" Ataukah dia harus membiarkan saja dia ditawan, dipukul, atau dibunuh, juga Lulu ditangkap" Karena membela diri, kembali dia melakukan pukulan-pukulan dan pembunuhan-pembunuhan.
Teringat akan ini semua, timbul kemarahannya. Tidak! Dia tidak bersalah! Akan tetapi kalau ia ingat akan nasihat kakek di Siauw-lim-pai itu dia menyesal karena kenyataannya, apa pun alasannya, sepak terjangnya menimbulkan keributan dah malapetaka, bahkan pembunuhan. Salah kaki kirinyakah"
Tiba-tiba Han Han meloncat bangun, tidak kuasa lagi menahan tubuhnya yang digetarkan dua hawa yang bertentangan, sebagai akibat perang dalam hatinya. Ia mengeluarkan suara ah-ah-uh-uh seperti orang gagu, tubuhnya bergoyang-goyang, kaki tangannya bergerak-gerak seolah-olah ia bertanding melawan dirinya sendiri! Kedua tangannya seperti hendak saling pukul, atau lebih tepat, kalau tangan kiri hendak memukul tubuhnya sendiri penuh penyesalan dan hendak menghukum, tangan kanannya bergerak menangkis dengan keyakinan membela karena dia tidak bersalah. Demikian pula kedua kakinya bergerak menurutkan suara hati yang berlawan!
Entah berapa lamanya Han Han berhal seperti itu, tubuhnya bergerak-gerak aneh dan kelihatan lucu sekali, padahal ia merasa amat tersiksa baik tubuh maupun batinnya. Tiba-tiba Lulu datang mendekatinya, dan melihat keadaan kakaknya ini Lulu segera menyentuh lengan Han Han. Akan tetapi gadis ini menjerit karena lengan yang disentuhnya itu mengeluarkan getaran yang membuat tangan yang menyentuhnya seperti lumpuh. Ia meloncat ke belakang dan menjerit.
"Han-koko.... sadarlah....! Celaka, ada orang merampas kantung surat-surat itu....!"
Sebelum gadis itu menjerit, Han Han sudah sadar. Sentuhan tangan yang halus dari adiknya itu sudah menyadarkannya dan seolah-olah menariknya kembali ke dunia dari alam khayal yang menakutkan. Ada sesuatu dalam sentuhan dan dalam suara Lulu yang amat mempengaruhi jiwa Han Han sehingga kini dia sadar, menghentikan gerakan-gerakan tubuhnya dan memandang adiknya itu.
"Apa" Apa yang dirampas orang"
"Karena kau bersamadhi tidak sadar-sadar, aku lalu pergi mencari air untuk mandi. Kemudian aku pergi ke sebuah kuil tua tak jauh dari sini, duduk di depan kuil dan mengeluarkan kantung surat-surat dari Pulau Es untuk kubersihkan. Akan tetapi tiba-tiba kantung itu terbang dari tanganku dan ketika aku meloncat dan membalik, ternyata kantung itu telah dipegang oleh seorang kakek yang menyeramkan. Aku minta kembali, bahkan memukulnya, akan tetapi ia tidak menjawab, dan ketika kupukul, ia tidak mengelak atau menangkis, bahkan bergoyang pun tidak ketika menerima pukulanku. Aku takut....!"
Merah wajah Han Han mendengar bahwa kantung surat-surat itu dirampas orang. Kantung itu ia anggap sebagai barang yang amat berharga berisi surat-surat penghuni Pulau Es yang ia bawa dan akan ia sampaikan kepada siapa yang berhak menerimanya. Dan kini dirampas orang!
"Hemmm, kenapa aku selalu diganggu orang" Siapakah dia yang merampas kantung kita itu" Mari kita temui dia."
Lulu memegang tangan kakaknya dan menarik kakaknya itu, diajak lari menuju ke kuil tua yang hanya setengah li jauhnya dari situ, di pinggir sebuah sungai kecil. "Tuh dia masih berdiri depan kuil, Koko. Untung dia belum lari!" kata Lulu menuding ke arah tubuh seorang laki-laki tinggi kurus berambut panjang yang berdiri membelakangi mereka.
"Hemmm, kurang ajar, biar kuminta kembali kantung itu!" Han Han meloncat ke depan kakek itu, memandang dan alis matanya bergerak karena kaget.
"Ma-bin Lo-mo....!" teriaknya ketika mengenal kakek penghuni In-kok-san itu.
Kakek itu memang Ma-bin Lo-mo si Iblis Muka Kuda! Dengan wajah bengis ia memandang Han Han dan tidak mengucapkan sepatah pun kata, hanya memandang dengan penuh perhatian, manik matanya bergerak-gerak meneliti Han Han dari kepala sampai ke kaki.
"Siangkoan-locianpwe, harap suka mengembalikan kantung itu kepadaku. Kantung itu hanya terisi surat-surat pribadi yang tidak ada gunanya bagi orang lain," kata Han Han penuh ketenangan setelah ia berhasil menekan hatinya yang kaget.
"Hemmm, murid apakah engkau ini" Tidak menyebut suhu lagi kepadaku"
Han Han tersenyum pahit. "Lupakah locianpwe bahwa Locianpwe hendak membunuh saya di perahu itu dahulu" Sikap locianpwe bukan seperti guru yang menyayang murid, bagaimana saya bisa menjadi murid yang menghormat guru"
Bekas guru dan murid ini saling memandang dan delam pertemuan sinar mata itu diam-diam Ma-bin Lo-mo menjadi kecut hatinya dan cepat ia mengalihkan pandang matanya. Ia menghendaki sesuatu dari pemuda itu, maka ia lalu berganti siasat, bersikap lunak dan manis.
"Han Han, kaukembalikan dulu kitab-kitabku."
Han Han teringat akan kitab-kitab Ma-bin Lo-mo yang ia bawa ke Pulau Es. Tanpa ia sengaja, bahkan ia telah mempelajari ilmu dari kitab-kitab itu yang ia gabung dengan ilmu dari kitab-kitab peninggalkan Siang-mo-kiam. Ia tidak merasa mencuri kitab-kitab itu, maka ia memperingatkan.
"Saya tidak mencuri kitab-kitab locianpwe."
Kini Lulu teringat akan Ma-bin Lo-mo, maka ia berkata, "Koko, bukankah dia ini orang jahat yang menangkap kita di perahu dan meninggalkan kita dalam keadaan terikat" Koko, dia jahat, jangan percaya dia!"
Ma-bin Lo-mo tidak memperhatikan gadis Mancu yang dibencinya itu, dan berkata lagi kepada Han Han, "Han Han, kitab-kitabku itu tertinggal di perahu, dan melihat betapa engkau berhasil menyelamatkan diri, tentu kitab-kitab itu berada padamu. Akan tetapi tidak apalah, bukankah engkau juga muridku yang berhak mempelajari ilmu dari kitab-kitabku" Sesungguhnya sudah terlalu banyak kesalahan yang kaulakukan terhadapku, Han Han. Pertama, engkau bersaudara dengan seorang gadis Mancu. Ke dua, engkau mengambil kitab-kitabku. Akan tetapi aku mengampunimu akan semua kesalahan itu, bahkan kantung ini yang hanya berisi surat-surat cinta, kukembalikan kepadamu." Sambil berkata demikian Ma-bin Lo-mo melemparkan kantung ke arah Han Han. Pemuda itu menggerakkan tangan menyambut kantung itu dan menyimpannya dalam baju setelah melihat bahwa isinya tidak lenyap. Ia melakukan hal ini seenaknya dan sewajarnya saja, dan Ma-bin Lo-mo terkejut. Ketika melemparkan kantung tadi, ia sengaja mengerahkan tenaga untuk menguji. Kalau hanya memiliki ilmu kepandaian tinggi biasa saja, tentu pemuda itu akan roboh menerima lontaran kantung itu, atau setidaknya terhuyung. Akan tetapi pemuda itu menerima seenaknya seolah-olah pelemparan kantung itu tidak disertai pengerahan sin-kang yang amat kuat. Tadinya, kalau melihat pemuda itu roboh atau terhuyung saja tentu Ma-bin Lo-mo sudah menerjang maju untuk menangkapnya, akan tetapi melihat sikap Han Han menerima kantung seenaknya itu amat mengejutkan hatinya, maka kakek ini berlaku cerdik sekali dan tidak menyerang.
"Han Han, mengingat akan hubungan lama antara kita, aku tidak akan mengganggumu, hanya akan bertanya kepadamu tentang Pulau Es. Engkau tentu telah mendarat di Pulau Es, bukan"
"Jangan katakan sesuatu kepadanya, Koko!" Lulu yang di dalam hatinya masih menaruh dendam kepada kakek yang pernah hendak membunuh mereka itu, cepat berkata mencegah. Akan tetapi, tanpa dicegah pun Han Han tidak akan bercerita kepada siapa juga tentang pulau rahasia itu.
"Saya tidak dapat bicara apa-apa tentang pulau itu, locianpwe."
"Jadi engkau telah menemukan pulau itu"
Han Han tidak menjawab, hanya menggeleng kepala tanda bahwa ia tidak mau bicara tentang itu.
"Han Han, ingatlah. Aku hanya ingin engkau menceritakan tentang Pulau Es. Kalau aku menggunakan kekerasan, engkau tentu takkan kuat melawanku. Ingat, dosamu sudah terlalu besar terhadap perguruan kami dan kalau aku menyerahkan ergkau kepada Toat-beng Ciu-sian-li, nyawamu tentu tidak akan diampuni lagi. Akan tetapi kalau kau suka bicara denganku tentang Pulau Es, aku yang menanggung agar engkau diampuni."
"Maaf, sia-sia saja engkau membujuk atau mengancam, locianpwe. Saya tidak bisa bicara tentang pulau itu. Hendaknya locianpwe membiarkan saya dan Adik saya pergi. Saya tidak hendak memusuhi locianpwe sungguhpun locianpwe pernah menyiksa dan hendak membunuh kami berdua. Marilah kita mengambil jalan kita masing-masing dan tidak saling mengganggu, locianpwe."
Muka Ma-bin Lo-mo menjadi merah saking marahnya. Ucapan Han Han itu cukup sopan, akan tetapi nadanya seperti ucapan seorang yang setingkat saja! Padahal dia adalah seorang di antara datuk-datuk yang ditakuti orang, sedangkan Han Han adalah seorang muda yang malah menjadi bekas muridnya!
"Han Han, sungguh engkau keras kepala! Akan tetapi betapapun kerasnya kepalamu, apakah cukup keras untuk menerima pukulanku" Ia membentak dan melangkah maju dengan sikap mengancam sekali.
Namun Han Han tetap bersikap tenang. "Terserah kepada locianpwe, tapi.... tapi.... harap locianpwe ingat bahwa kalau sampai terjadi bentrokan, hal itu bukanlah kehendak saya, melainkan locianpwe yang memaksaku."
"Uwaaahhhhh, sembongnya bocah ini. Tidak bisa dibujuk dengan omongan halus, agaknya perlu dihajar dulu!" Setelah berkata demikian, Ma-bin Lo-mo menerjang maju mengirim pukulan. Karena dia tidak ingin membunuh mati anak itu yang dia butuhkan untuk memberi petunjuk tentang Pulau Es, maka ia tidak mengirim pukulan Swat-im Sin-jiu, melainkan menampar dengan tangan kanan ke arah pundak disusul cengkeraman tangan kiri ke arah dada. Biarpun tidak menggunakan tenaga Swat-im Sin-ciang, namun daya pukulan kakek ini bukan main.
Han Han mengelak ke kiri dan biarpun angin pukulan kakek itu mengenai pundaknya, sedikit pun ia tidak merasainya dan ia berkata penuh rasa menyesal, "Engkau sungguh jahat, Ma-bin Lo-mo, tidak patut menerima penghormatan orang muda."
"Heh, Han Han. Apakah kau benar tidak mau bicara tentang Pulau Es" Ingat, tebusannya adalah nyawamu dan nyawa bocah Mancu ini. Aku bahkan mau mengampuni bocah ini asal engkau suka memberi penjelasan tentang Pulau Es."
"Tidak! Dan kalau engkau memaksa, terpaksa aku melawanmu, Ma-bin Lo-mo!"
"Bedebah! Baru memiliki sedikit kepandaian saja engkau sudah berani melawan aku" Ma-bin Lo-mo mencelat maju dengan gerakan cepat sekali sambil mencengkeram pundak Han Han, namun gerakan Han Han tidak kalah cepatnya, tahu-tahu ia sudah mengelak ke kanan dan cengkeraman itu kembali luput. Ma-bin Lo-mo menjadi penasaran sekali, begitu tubrukannya luput dan kakinya menginjak tanah, tubuhnya sudah melesat lagi ke kanan dan kedua lengannya menyambar dari kanan kiri, membuat gerakan menyilang mengarah kepala Han Han. Bukan main cepat dan lihainya serangan ini sehingga Han Han terkejut dan cepat merendahkan diri untuk menghindarkan kedua tangan yang menghimpit kepalanya dari kanan kiri itu. Akan tetapi dengan gerakan susulan, tahu-tahu kaki Ma-bin Lo-mo menendang ke perut pemuda itu.
Selama melatih diri di Pulau Es, sesungguhnya Han Han hanya memperoleh inti sari tenaga sin-kang yang amat hebat saja, yang tidak diperoleh ahli lain dalam latihan biasa selama puluhan tahun. Akan tetapi dalam hal ilmu silat, dibandingkan dengan Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee, tentu saja ia masih kalah jauh. Kini menghadapi gerakan serangan tokoh hitam yang hebat ini, tentu saja ia tidak menyangka sama sekali dan tendangan itu tahu-tahu telah mengenai perutnya! Akan tetapi gerakan hawa sin-kang secara otomatis telah melindungi perutnya, dan ia menangkap kaki itu sambil mendorong ke depan seperti membuang sesuatu yang menjijikkan.
"Dukkk! Aihhhhh....!" Tendangan mengenai perut, akan tetapi tubuh Ma-bin Lo-mo terlempar sampai jauh sekali. Kalau bukan kakek sakti ini tentu tubuhnya akan terbanting ke bawah, akan tetapi kakek ini malah melompat ke atas sehingga tenaga dorongan itu terpatahkan dan ia turun lagi ke atas tanah dengan mata terbelalak merah karena heran, kagum dan penasaran.
"Huh, kiranya engkau sudah mempelajari sedikit ilmu, ya" Hati Ma-bin Lo-mo makin tertarik untuk memaksa Han Han bicara tentang Pulau Es, karena tentu saja ia ingin sekali mengetahui rahasia itu dan memiliki pusaka dari Pulau Es. Melihat betapa Han Han sanggup menerima tendangannya, dan melihat tenaga hebat ketika pemuda itu mendorong kakinya, hatinya makin yakin bahwa pemuda ini tentu telah mewarisi kepandaian dari tempat rahasia itu, maka ia makin tidak ingin membunuhnya dan hanya ingin menangkap dan memaksanya.
Kepalanya yang penuh dengan akal dan muslihat itu bekerja dan tiba-tiba sambil tertawa tubuhnya melesat, bukan menyerang Han Han, melainkan meloncat ke arah Lulu yang berdiri menonton. Dia mendapat akal untuk menangkap Lulu dan menggunakan gadis itu untuk memaksa Han Han!
"Ihhh, mau apa engkau"
Kembali Ma-bin Lo-mo kecelik karena gadis yang ditubruk dan hendak ditangkapnya itu, biarpun tergesa-gesa, dapat melesat pergi dengan gerakan yang amat ringan dan tak tersangka-sangka, sehingga ia menubruk angin! Ketika ia membalik dan hendak mengejar sambil mengirim pukulan jarak jauh untuk merobohkan gadis itu, tiba-tiba dari samping terdengar bentakan Han Han, "Jangan ganggu Adikku!" Bentakan ini disusul dengan bertiupnya angin yang hawanya dingin memukul ke arah lambungnya!
Ma-bin Lo-mo cepat menggerakkan tangan menangkis, sekali ini karena penasaran ia menggunakan tenaga Im-kang untuk membuat pemuda itu roboh.
"Desss!" Dua tenaga raksasa bertemu dan akibatnya kedua orang itu terjengkang ke belakang!
"Eh, eh.... tenaga Im-kang...." Ma-bin Lo-mo yang sudah meloncat bangun lagi berkata penuh keheranan.
"Ma-bin Lo-mo, perlukah pertempuran ini dilanjutkan" Aku tidak ingin bermusuh denganmu!" Han Han berkata lagi.
"Sambutlah ini....!" Ma-bin Lo-mo membentak dan sekali ini ia tidak ragu-ragu lagi untuk menggunakan Swat-im Sin-ciang, menyerang lagi dengan gerakan lambat namun malah amat berbahaya karena setiap gerakannya mengandung hawa dingin yang dahsyat.
Han Han mengenal gerakan itu. Dia telah mempelajari kitab-kitab yang ditinggalkan di dalam perahu oleh Iblis Muka Kuda ini, maklum bahwa lawannya telah menggunakan Swat-im Sin-ciang. Ia mulai menjadi marah, bukan saja karena kakek itu mendesaknya terus, terutama sekali karena ia melihat kelicikan kakek ini yang hendak memaksanya dengan berusaha menawan Lulu. Maka ia pun lalu menggerakkan kedua tangannya, dengan gerakan yang sama dan ketika Ma-bin Lo-mo mendorong, ia pun mendorong dengan pengerahan tenaga Swat-im Sin-ciang pula!
"Wuuutttt.... desssss!"
Tubuh kedua orang itu bergoyang-goyang, kemudian keduanya mundur terhuyung. Han Han dapat mengerahkan tenaga Yang-kang sehingga seketika hawa dingin yang luar biasa itu lenyap, akan tetapi Ma-bin Lo-mo membutuhkan loncatan ke atas dan menggoyang-goyang tubuhnya baru ia pulih kembali. Ia memandang dengan mata terbelalak kemudian ia berseru marah.
"Bocah celaka! Engkau telah mencuri Swat-im Sin-ciang!" Akan tetapi sesungguhnya ia merasa heran dan kaget setengah mati mendapat kenyataan bahwa tenaga Swat-im Sin-ciang dari pemuda itu tidak berselisih jauh dengan tenaganya sendiri! Ia sama sekali tidak mimpi bahwa sesungguhnya tenaga Han Han jauh lebih kuat dan hebat daripada tenaga sendiri. Sebaliknya, Han Han maklum betapa lihai dan kejamnya kakek ini dan bahwa sekali lagi, setelah terlepas daripada ancaman maut di Siauw-lim-si, kini ia terancam oleh kakek yang amat sakti ini. Maka timbullah kemarahannya lagi dan ia mengambil keputusan untuk melindungi Lulu dan dirinya sendiri, kalau perlu dengan taruhan nyawa.
Kembali Ma-bin Lo-mo sudah menyerang, kini serangannya hebat sekali karena kakek ini tidak lagi menganggap Han Han seorang lawan ringan. Tubuhnya seperti berpusing dan kedua tangannya seperti berubah banyak ketika ia melancarkan serangan ke arah dada dan pusar pemuda itu. Han Han tetap tenang, namun juga bergerak cepat. Ia memutar kedua lengannya dari kanan kiri menjaga tubuh depan dan kembali ia berhasil menangkis pukulan-pukulan maut Ma-bin Lo-mo. Akan tetapi kakek itu menerjang terus dengan gerakan-gerakan aneh dan cepat dengan perubahan yang tak tersangka-sangka sehingga dalam gebrakan-gebrakan selanjutnya tanpa dapat dielakkannya lagi terpaksa Han Han menerima hantaman-hantaman yang mengenai pundak dan lambungnya. Akan tetapi tubuhnya hanya terpental saja dan sama sekali tidak terluka sehingga diam-diam Ma-bin Lo-mo makin penasaran dan terkejut. Ketika melihat kakek itu mengejarnya, Han Han yang sudah bangkit kembali sehabis terbanting, cepat mengerahkan tenaganya dan menyambut kedatangan lawan dengan pukulan dengan pengerahan tenaga Swat-im Sin-ciang. Ia sudah marah sekali maka kekuatan sin-kangnya dapat dibayangkan hebatnya. Angin menderu keras dan hawa dingin melebihi saiju menyambar ke depan. Ma-bin Lo-mo tentu saja tidak takut menghadapi pukulan yang menjadi keahliannya sendiri itu. Ia menangkis dengan tenaga Swat-im Sin-ciang juga dan sekali ini dua tenaga sakti bertemu. Hanya bedanya dengan tadi, kini Han Han yang menyerang dan Ma-bin Lo-mo yang menangkis.
"Wesssss....!"
Tubuh Ma-bin Lo-mo tergetar hebat, seolah-olah tubuhnya kemasukan aliran kilat dan sejenak tubuhnya kaku membeku! Kakek ini mengeluarkan seruan aneh, kemudian melempar tubuh ke belakang dan bergulingan sampai lama baru dapat melompat bangun kembali, wajahnya pucat dan matanya terbelalak merah.
"Luar biasa....!" Ia menggumam karena kini ia mendapatkan kenyataan pahit yang amat hebat, yaitu bahwa tenaga Swat-im Sin-ciang pemuda itu jauh lebih kuat daripada tenaganya sendiri!
Didorong oleh kemarahannya yang timbul dari rasa penasaran, kini tubuh Ma-bin Lo-mo menerjang maju seperti badai mengamuk saking hebatnya. Tentu saja Han Han menjadi sibuk sekali dan sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk balas menyerang. Bahkan dia yang kalah jauh ilmu silatnya tak mungkin dapat menghindarkan diri dari serangan yang bertubi-tubi itu dan hanya dapat mengelak dan menangkis, melindungi dirinya di bagian-bagian yang berbahaya dan membiarkan bagian-bagian yang dapat menahan pukulan untuk menerima hantaman-hantaman dahsyat dari lawannya!
Ia menjadi bulan-bulanan dan biarpun tubuh yang tidak berbabaya itu mengandung sin-kang kuat sehingga tidak terluka, namun kerasnya pukulan-pukulan itu membuat tubuhnya berkali-kali terlempar dan bergulingan. Melihat betapa pemuda itu dapat menahan pukulan-pukulannya yang cukup kuat untuk merobohkan lawan tangguh, Ma-bin Lo-mo menjadi makin marah dan penasaran, serangannya makin diperhebat.
Lulu berdiri dengan wajah tegang dan penuh kegelisahan. Seperti ketika ia menyaksikan kakaknya menghadapi tokoh-tokoh Hoa-san-pai di gedung Pek-eng-piauwkiok, dan kemudian menyaksikan kakaknya menghadapi tokoh-tokoh Siauw-lim-pai yang lihai, kini pun ia hanya dapat menonton saja karena ia maklum bahwa untuk membantu kakaknya tingkat kepandaiannya masih jauh daripada cukup sehingga ia bukan membantu malah membahayakan diri sendiri dan mengacaukan pertahanan kakaknya. Kedua orang itu memang bertanding dengan amat seru dan hebat. Keduanya mempergunakan hawa sakti Im-kang sehingga dari tubuh mereka keluar hawa yang amat dingin yang seolah-olah membikin beku keadaan sekeliling mereka, bahkan Lulu yang sudah biasa tinggal di tempat dingin seperti Pulau Es sekalipun kini merasa betapa hawa dingin menyerangnya dan otomatis sin-kang di tubuhnya bekerja sehingga hawa yang hangat timbul melenyapkan rasa dingin.
Han Han tidak berani mencoba untuk menggunakan Yang-kang atau hawa sakti panas. Ia maklum bahwa tingkat kakek ini sudah tinggi sekali, sehingga kalau ia mengeluarkan Yang-kang, berarti ia menghadapi lawan dengan keras lawan keras yang tentu saja resikonya amat besar karena kalah sedikit saja kekuatannya dapat merenggut nyawa. Ia pun maklum bahwa biarpun dalam ilmu silat ia kalah jauh namun dengan pengerahan inti sari dari Im-kang ia masih dapat bertahan karena kekuatan sin-kangnya tidak kalah oleh lawan.
Selagi Han Han terdesak hebat, tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak disambung kata-kata nyaring penuh ejekan, "Ma-bin Lo-mo si Setan Kuda benar-benar sekarang tak tahu malu, mendesak orang muda dan tidak malu-malu mengeluarkan Swat-im Sin-ciang!"
Han Han melirik sebentar dan hatinya kecut ketika mengenal orang yang muncul dan mengeluarkan kata-kata itu karena orang itu bukan lain adalah Kang-thouw-kwi Gak Liat si Setan Botak bersama seorang pemuda tampan pesolek yang ia kenal sebagai Ouwyang Seng! Celaka, pikirnya. Ma-bin Lo-mo jahat, akan tetapi dua orang yang muncul ini tidak kalah jahat dan sama sekali tidak boleh diharapkan bantuannya!
Akan tetapi, selagi ia menangkis pukulan Ma-bin Lo-mo yang masih mendesaknya tiba-tiba Gak Liat meloncat maju dan memukul Iblis Muka Kuda dengan dorongan kedua lengan yang menimbulkan hawa panas. Itulah Hwi-yang Sin-ciang!
"Eh, Setan Botak, mau apa engkau" Ma-bin Lo-mo membentak dan cepat ia meloncat jauh ke belakang untuk menghindarkan pukulan itu. Karena loncatannya yang jauh itu kini Han Han berada di tengah, di antara dua orang tokoh hitam itu. Pemuda itu menghadapi Gak Liat dan memandang dengan mata berapi. Kemarahannya sudah membakar hatinya dan kini melihat kakek yang juga amat jahat ini, ia memandang penuh kecurigaan.
"Han Han, lupakah engkau kepadaku" Aku Owyang-kongcu, sahabat lamamu. Kami datang untuk membantumu!" Ouwyang Seng sudah cepat berteriak untuk mengambil hati pemuda itu. Tadi ia melihat betapa Han Han dapat menghadapi Ma-bin Lo-mo, biarpun terdesak namun juga tidak dapat dirobohkan. Hal ini saja sudah menyatakan bahwa Han Han sekarang benar-benar telah memiliki kepandaian tinggi. Biarpun di dalam hatinya ia sama sekali tidak suka kepada Han Han, namun demi tugasnya ia harus mentaati perintah Puteri Nirahai untuk "menarik" Han Han menjadi kawan, bukan lawan.
"Ouwyang-kongcu, saya tidak membutuhkan bantuan apa-apa darimu atau dari Gak-locianpwe."
Ouwyang Seng menghela napas panjang dengan muka menyatakan penyesalannya, lalu menghampiri Lulu dan menjura sambil berkata, "Nona, bukankah Kakakmu itu keliru sekali" Dia diserang dan didesak orang, masa tidak mau dibantu"
Lulu sejenak memandang Ouwyang Seng, kemudian berkata kepada kakaknya, "Koko, kalau mereka memang benar-benar hendak membantu, mengapa kau menolak"
"Lulu, jangan mencampuri. Mereka itu pun bukan orang-orang yang dapat dipercaya!"
Akan tetapi Lulu memandang wajah Ouwyang Seng yang tampan dan tersenyum-senyum itu dan ia merasa heran akan ucapan kakaknya karena dalam pandangannya, pemuda tampan ini sama sekali tidak jahat.
"Han Han, betapapun juga, engkau bukanlah lawan Iblis Muka Kuda. Biarlah aku membantumu mengusir iblis itu, kemudian kita bicara sebagai kenalan-kenalan lama. Bagaimana"
"Gak-locianpwe, apakah locianpwe juga seperti Ma-bin Lo-mo ini, hendak bertanya tentang Pulau Es kepadaku setelah locianpwe membantuku mengenyahkan Ma-bin Lo-mo"
Pertanyaan yang tiba-tiba dari Han Han ini tepat menusuk hati Gak Liat yang memang ingin sekali mendengar tentang Pulau Es itulah, sehingga ia lupa akan tugasnya dan penuh gairah berteriak, "Ah, jadi engkau sudah berhasil sampai ke sana" Anak baik, mari kubantu engkau membinasakan Iblis Muka Kuda, baru kita bicara tentang Pulau Es!"
Kemarahan hati Han Han meluap. "Kang-thouw-kwi, engkau setali tiga uang (sama saja) dengan Ma-bin Lo-mo. Aku tidak sudi akan bantuanmu!"
Mendengar jawaban ini dan karena mereka yakin bahwa Han Han tak dapat dibujuk, Ouwyang Seng sudah cepat turun tangan untuk melakukan siasat yang ke dua. Yaitu, merampas Lulu terlebih dahulu untuk menyelamatkan gadis Mancu itu dan juga untuk dijadikan umpan memancing Han Han ke kota raja, bahkan kelak akan dapat dipergunakan untuk memaksa Han Han tunduk akan perintah Puteri Nirahai. Ia maklum bahwa sekali ini ia tidak boleh menurutkan nafsu berahinya yang berkobar begitu ia melihat gadis Mancu yang cantik molek tidak kalah oleh Puteri Nirahai sendiri itu, karena Lulu adalah seorang gadis Mancu dan keadaan gadis ini sudah menjadi perhatian Puteri Nirahai dan sudah diumumkan kepada para pembantunya. Cepat ia menubruk untuk menangkap Lulu, akan tetapi alangkah kaget dan herannya kelika tubuh gadis itu seperti seekor kupu-kupu yang hendak ditangkap saja, telah melesat dan mengelak dari kedua tangannya! Itulah gerak otomatis yang sudah ada pada diri Lulu sebagai hasil latihan-latihannya selama berada di Pulau Es bersama Han Han.
Melihat Ouwyang-kongcu tidak berhasil dan gadis itu berkelebat dekat dengannya, Gak Liat lalu menggerakkan tangan kanannya mendorong perlahan. Lulu mengeluh dan roboh dalam pelukan Ouwyang Seng yang sudah cepat menyambar, menotoknya dan memondong tubuhnya.
"Koko....!"
Han Han marah bukan main. "Keparat! Lepaskan Adikku!" Ia mengejar maju akan tetapi dihadang oleh Kang-thouw-kwi Gak Liat. Melihat ini, dengan muka merah dan pandang mata beringas Han Han menerjang Gak Liat dan memukul dengan pukulan Hwi-yang Sin-ciang!
Gak Liat terkejut bukan main melihat ini dan cepat menangkis.
"Bressss!" Tubuh Kang-thouw-kwi Gak Liat seperti yang dialami oleh Ma-bin Lo-mo tadi tergetar oleh pukulan Hwi-yang Sin-ciang, keahliannya sendiri. Ia tergetar dan terhuyung ke belakang sedangkan Han Han hanya tergetar saja.
"Ha-ha, Setan Botak! Bocah ini sekarang tak boleh dibuat main-main, dia telah mewarisi pusaka Pulau Es!" Ma-bin Lo-mo mentertawakan Gak Liat.
"Kita berdua harus menundukkannya!" Gak Liat yang amat cerdik berkata. Dari pada memperebutkan bocah itu dan kedua-duanya tidak berhasil, lebih baik menangkapnya bersama dan kelak membagi-bagi hasilnya. Melihat betapa dalam waktu lima enam tahun saja bocah ini sudah dapat menggunakan Hwi-yang Sin-ciang sedemikian hebatnya, dapat dibayangkan betapa luar biasa dan amat berharga pusaka Pulau Es.
Ma-bin Lo-mo bukan seorang bodoh. Ia maklum akan isi hati Gak Liat, maka ia berkata, "Baiklah. Dia harus dapat ditangkap hidup-hidup!"
Gak Liat berteriak ke belakangnya, "Kongcu, lekas bawa pergi Nona itu!"
Ouwyang-kongcu sudah mengempit tubuh Lulu dan menotoknya sehingga kini Lulu menjadi lemas tak dapat bergerak atau berterlak lagi, kemudian ia melarikan diri secepatnya meninggalkan tempat itu sambil mengempit tubuh Lulu dengan lengan kirinya.
"Heiiiii, Ouwyang Seng keparat kurang ajar! Lepaskan adikku.... anjing keparat, kulumatkan tubuhmu, kuhancurkan kepalamu!" Han Han menerjang ke depan hendak mengejar Ouwyang Seng, akan tetapi ia disambut oleh pukulan Kang-thouw-kwi Gak Liat, bahkan dari belakang ia diserang pula oleh Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee. Han Han mengeluarkan suara menggereng seperti biruang es, wajahnya merah dan matanya mengeluarkan sinar beringas. Kemarahan hebat membuat ia menjadi mata gelap dan kebuasannya timbul kembali. Dua pukulan dari depan dan belakang hampir berbareng mengenai tubuhnya, akan tetapi seolah-olah tidak dirasakannya dan ia mengamuk, menggunakan Swat-im Sin-ciang dan Hwi-yang Sin-ciang berganti-ganti tanpa aturan lagi sehingga dua orang kakek itu berkali-kali mengeluarkan seruan heran dan kaget.
Andaikata lawan-lawannya hanyalah orang-orang yang memiliki kepandaian tidak terlalu tinggi, tentu amukan Han Han ini akan melumatkan tubuh mereka dan tentu kebuasannya sudah mengorbankan banyak nyawa-nyawa lagi. Akan tetapi sekali ini yang mengeroyoknya adalah dua orang di antara datuk-datuk hitam yang ilmu kepandaiannya luar biasa sekali dan pada jaman itu sukar dicari tandingnya, maka betapapun ia mengamuk, tetap saja ia tidak dapat memukul lawannya, bahkan tubuhnya berkali-kali harus menerima hantaman-hantaman yang amat berat.
Hantaman-hantaman itu amat kuat dan membuat dada Han Han terasa sesak, kepalanya pening dan hal ini menambah kemarahannya melihat adiknya diculik Ouwyang Seng. Ia menjadi nekat dan ketika dua orang kakek itu kembali menyerangnya dari kanan kiri, ia mengeluarkan pekik melengking dan mengerahkan seluruh sin-kangnya menyalurkan Hwi-yang Sin-ciang di tangan kiri menghantam Ma-bin Lo-mo sedangkan tangan kanannya dengan hawa Swat-im Sin-ciang menghantam Gak Liat. Ia balas memukul tanpa mempedulikan datangnya pukulan kedua lawan itu. Karena ia menyalurkan sin-kang secara terbalik dan dengan demikian sekaligus menghadapi kedua lawan itu dengan dua macam tenaga yang berlawanan sehingga keras bertemu keras, terjadilah tabrakan tenaga sakti yang luar biasa sekali.
"Desssss....!"
Gak Liat dan Ma-bin Lo-mo seketika muntahkan darah segar dari mulut mereka akan tetapi Han Han sendiri yang terhimpit oleh dua tenaga raksasa itu roboh pingsan!
Kang-thouw-kwi Gak Liat dan Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee cepat duduk bersila untuk mencegah terluka di dalam dada mereka. Sepuluh menit kemudian mereka sudah bergerak kembali dan keduanya memandang Han Han sambil menggeleng-geleng kepala.
"Dia luar biasa sekali, Setan Botak," Ma-bin Lo-mo berkata perlahan.
"Hemmm, kalau tidak mengalami sendiri mana aku bisa percaya" jawab Gak Liat dan keduanya cepat menghampiri Han Han yang masih rebah pingsan.
Mereka berdua lalu turun tangan menotok jalan darah Han Han. Ditotok oleh dua orang ahli dengan dua cara menotok yang berlainan dan amat lihai, seketika tubuh Han Han menjadi lemas dan tak lama kemudian ia siuman kembali. Betapa kaget dua orang kakek itu ketika mendapat kenyataan bahwa pemuda itu tidak mengalami luka sama sekali, padahal mereka berdua nyaris terluka parah di sebelah dalam dada!
Biarpun tidak terluka parah, akan tetapi setelah siuman kembali Han Han merasa betapa seluruh tubuhnya lemas sekali saking lelahnya. Dia tahu bahwa dia telah tertotok dan dia tidak ingin mencoba untuk membebaskan diri, maklum bahwa di tangan kedua orang kakek itu percuma saja baginya untuk melawan. Namun, menyerahkan pun tidak ada sedikit juga di dalam hatinya. Ia memandang kakek-kakek yang duduk di dekatnya lalu berkata.
"Kalian telah mengalahkan aku, tidak lekas bunuh mau apa lagi" Suaranya terdengar dingin sekali dan sedikit pun tidak kelihatan gentar sehingga kedua orang kakek datuk golongan hitam itu menjadi kagum.
"Han Han, mengapa engkau amat keras kepala" Kami tidak ingin membunuhmu."
"Benar, Han Han. Engkau masih amat muda, tidak sayangkah kalau membuang nyawa secara sia-sia"
Mendengarkan ucapan kedua orang kakek ini yang halus dan seolah-olah menyayangnya, rasa dada Han Han menjadi makin sesak karena marah. Ia mengerti betul bahwa dua orang kakek itu adalah datuk-datuk golongan hitam yang amat kejam, yang kini bersikap halus kepadanya karena ada pamrihnya, sikap yang palsu seperti desis dua ekor ular.
"Sudahlah, bosan aku mendengarnya. Kalian sama-sama menghendaki aku bicara tentang Pulau Es, bukan" Sudahlah, percuma saja bicara. Aku tidak mau bicara dan kalau kalian mau bunuh, kerjakan saja. Aku tidak takut mati!"
Gak Liat dan Siangkoan Lee saling memandang. Dalam bertemu pandang itu keduanya bersepakat cara apa yang harus mereka pergunakan. Membujuk bocah yang berhati baja ini akan sia-sia, jalan satu-satunya adalah paksaan dengan jalan penyiksaan.
"Baiklah, hendak kulihat apakah engkau akan kuat mempertahankan kekerasan hatimu!" bentak Ma-bin Lo-mo dan jari telunjuknya menotok punggung Han Han di tiga tempat. Han Han tidak tahu ilmu apa yang dipergunakan Iblis Muka Kuda ini ketika menotoknya, akan tetapi seketika ia merasa betapa seluruh tulang-tulang di tubuhnya nyeri, seperti ditusuk-tusuk jarum! Ia mempertahankan diri agar tidak mengeluh, rasa nyeri makin menghebat, sampai berdenyut-denyut di ubun-ubunnya, akan tetapi ia tetap mengeraskan hatinya sehingga mukanya penuh keringat dan mukanya menjadi pucat.
"Engkau tidak mau bicara tentang pulau itu" Ma-bin Lo-mo membentak marah, akan tetapi Han Han diam saja, hanya memandang dengan mata mendelik, sedikit pun tidak mau menjawab.
"Ha-ha, agaknya dia tetap berkeras. Biar kutambah sedikit!" Gak Liat lalu menggunakan tangannya mengurut tengkuk Han Han dan seketika Han Han merasa betapa seluruh tubuhnya gatal-gatal. Bukan main hebatnya penderitaan ini. Rasa tulang tertusuk-tusuk menimbulkan nyeri yang sampai terasa di ubun-ubun, akan tetapi rasa gatal yang tidak nyeri sekali malah ternyata lebih hebat lagi karena merangsang syaraf-syaraf, terasa di bawah kulitnya. Ingin sekali kedua tangannya menggaruk, akan tetapi dia masih tertotok lumpuh kedua kaki tangannya! Hampir ia tak dapat menahan lagi dan ingin menjerit-jerit sekerasnya, namun kekerasan hatinya yang tidak ingin mengeluarkan keluhan membuat ia tidak suara sedikit pun, bahkan ia memejamkan kedua matanya. Begitu kedua matanya dipejamkan, terbayanglah wajah Lulu dan teringatlah ia betapa adiknya itu terancam bahaya yang lebih mengerikan daripada yang dihadapinya sendiri. Kekhawatiran dan kemarahan yang bergelombang hebat dalam dirinya mendatangkan kekuatan kemauan yang tidak lumrah dan seketika ia mengeluarkan pekik dahsyat, tubuhnya bergerak den seketika itu juga ia telah melompat bangun! Hebat sekali memang keadaan tubuh Han Han, kehebatan yang tidak wajar lagi. Semenjak kepalanya dibenturkan oleh perwira yang memperkosa ibunya, terjedi ketidakwajaran dalam tubuhnya, menimbulkan kekuatan kemauan yang depat mengalahkan kekuatan jasmani dan dengan sendirinya juga dapat memaksa jasmaninya melakukan hal-hal yang tidak semestinya dapat dilakukan manusia biasa. Dalam keadaan tertotok tadi, dia sama sekali tidak mampu bergerak, bahkan tidak mampu mengerahkan sin-kang. Akan tetapi kekuatan kemauannya yang luar biasa, terdorong oleh kemarahannya dan kekhawatirannya memikirkan Lulu, membuat ia mampu mengerahkan sin-kangnya sehingga ia dapat membebaskan totokan pada tubuhnya dan sekaligus juga membebaskan totokan dan pencetan yang menimbulkan rasa nyeri-nyeri dan gatal-gatal tadi. Begitu dapat bergerak lagi, Han Han lalu meloncat hendak pergi dari situ mengejar Ouwyang Seng yang membawa lari adiknya. Melihat ini, Setan Botak dan Iblis Muka Kuda yang tadinya bengong dan kesima saking kagetnya melihat pemuda itu tiba-tiba dapat bebas, cepat meloncat dan melakukan pengejaran. Han Han tidak terluka parah di dalam tubuhnya, namun seluruh tubuhnya sakit-sakit akibat pertandingan tadi, maka larinya tidaklah secepat biasanya. Andaikata tidak demikian sekalipun, tentu sukar baginya untuk dapat melarikan diri dari dua orang datuk hitam itu.
"Kau hendak lari ke mana" Gak Liat mengejek.
"Hemmm, jangan harap dapat melarikan diri!" Ma-bin Lo-mo juga mengejek.
Mendengar suara mereka amat dekat di belakangnya, Han Han maklum bahwa lari pun memang tiada gunanya. Ia teringat akan sesuatu, teringat akan pengalaman-pengalamannya ketika kecil, betapa suaranya kadang-kadang dapat mempengaruhi orang. Hal itu dahulu ia anggap tak masuk akal dan hanya kebetulan saja, akan tetapi dalam keadaan tersudut seperti ini, tiada salahnya mencoba-coba. Ia mengumpulkan seluruh kekuatan kemauannya, kemudian tiba-tiba membalik dan membentak.
"Berhenti kalian!"
Dua orang kakek yang sama sekali tidak menyangka akan dibentak seperti itu, kaget sekali dan mereka berhenti seperti arca, memandang sepasang mata Han Han yang mengeluarkan sinar kilat ketika pemuda itu membalikkan tubuh. Melihat keadaan mereka, Han Han "mendapat hati" dan ia berkata lagi dengan suara penuh wibawa karene didasari kemauan yang amat kuat.
"Gak Liat dan Siangkoan Lee, bukankah kalian saling bermusuhan" Siapa tidak menyerang dulu akan celaka!"
Gak Liat den Siangkoan Lee seperti kemasukan kilat, mereka membalik, saling pandang dengan mata penuh kemarahan.
"Setan Botak. Engkau musuhku!"
"Iblis Muka Kuda, aku harus membunuhmu!"
Kedua orang tokoh besar dalam golongan kaum sesat itu segera saling hantam sendiri! Karena Gak Liat mempergunakan Hwi-yang Sin-ciang sedangkan Siangkoan Lee mempergunakan Swat-im Sin-ciang tentu saja baku hantam antara dua orang datuk hitam itu amatlah hebatnya dan dua kali gebrakan saja mereka berdua terjengkang ke belakang. Karena mereka berdua memang telah memiliki kekuatan sin-kang dan kekuatan batin yang tinggi, maka pengaruh luar biasa dari pandang mata dan bentakan Han Han itupun hanya sebentar saja menguasai mereka. Setelah terjengkang barulah mereka terheran-heran mengapa mereka saling serang sendiri, dan ketika mereka memandang ternyata pemuda itu telah lari agak jauh! Tentu saja tergopoh-gopoh dua orang kakek itu mengejar sambil menyumpah-nyumpah. Mereka menjadi penasaran den marah, dan tanpa bicara keduanya mengambil keputusan untuk menangkap den menyiksia bocah itu sampai mati kalau tidak mau bicara tentang Pulau Es.
Han Han maklum bahwa kembali dua orang kakek itu sudah mengejar dekar. Ia tidak berani lagi mencoba kekuatan mujijat bentakannya, karena terbukti bahwa mereka itu kini sudah tidak terpengaruh lagi. Ia berlari terus dan tiba di sebuah lereng gunung yang banyak jurang-jurang dalam di kanan-kirinya. Celaka, pikirnya, ke mana lagi harus melarikan diri" Ah, melarikan diri pun tidak ada gunanya dan ia tidak tahu ke mana Lulu dibawa pergi Ouwyang Seng. Daripada berlari yang akhirnya tentu tersusul pula, lebih baik melawan mati-matian. Pikiran ini membuat ia nekat lalu membalikkan tubuhnya dan begitu dua orang lawannya datang dekat, dialah yang mendahului menerjang maju dan mengirim pukulan dengan kedua tangannya. Pukulannya ampuh sekali dan terpaksa dua orang kakek itu meloncat ke samping sambil mengibaskan lengan menangkis. Kembali Han Han dikeroyok dua dan betapapun ia melawan mati-matian, sebentar saja ia sudah terdesak lagi.
Kedua orang kakek itu selain berkepandaian tinggi, juga merupakan orang-orang cerdik dan banyak pengalaman. Mereka segera mengerti bahwa dalam hal ilmu silat, Han Han masih belum mahir, dan pemuda ini hanya memiliki sin-kang yang benar-benar amat hebat di samping kekuatan mujijat yang menimbulkan wibawa dan dapat mempengaruhi orang lain. Karena itu, mereka segera mempergunakan ilmu silat untuk mendesak dan kini tubuh Han Han montang-manting karena harus menerima hantaman-hantaman yang tak dapat ia elakkan atau tangkis lagi. Ia terhuyung ke sana ke mari, dijadikan seperti sebuah bola dipermainkan dua orang anak-anak atau seekor tikus dipermainkan dua ekor kucing yang tidak segera membunuhnya, melainkan hendak menyiksanya. Memang orang-orang seperti Setan Botak dan Iblis Muka Kuda ini memiliki watak sadis yang luar biasa. Mereka itu tak pernah memiliki hati jujur, tidak pernah memiliki rasa kasihan, bahkan melihat orang lain menderita dan tersiksa, timbul semacam rasa puas dan gembira, sebaliknya menyaksikan orang lain senang dan bahagia, hati mereka tidak senang, iri hati dan dengki. Karena inilah maka mereka itu menjadi datuk-datuk golongan hitam, orang-orang yang sudah tidak mengenal lagi baik atau buruk, atau tidak mempedulikannya, yang berbuat semata-mata demi kesenangan dan keuntungan diri sendiri saja.
Han Han yang merasa betapa tubuhnya seperti akan pecah, rasa nyeri membuat kepalanya pening berdenyut-denyut tetap membungkam dan tidak mau bicara sama sekali, apalagi bicara tentang Pulau Es. Dia malah menggigit bibir sampai berdarah menahan rasa nyeri, dan masih terus melakukan perlawanan sejadinya yang tentu saja tidak ada artinya bagi kedua orang kakek itu.
Sebuah pukulah Kang-thouw-kwi Gak Liat yang mengenai leher Hen Han membuat pemuda ini terpelanting dan sesaat tak dapat bangun karena pandang matanya berkunang-kunang dan segala sesuatu seperti berpusingan. Terpaksa Han Han memejamkan mata dan menanti pukulan maut.
"Masihkah engkau berkeras tidak mau memberi tahu tentang Pulau Es" Ma-bin Lo-mo membentak dan tubuhnya sudah mendoyong ke depan untuk memberi pukulan maut yang akan menghancurkan kepala Han Han yang kini sudah tak mampu melindungi dirinya lagi itu.
Han Han tidak mau menjawab, bahkan kini ia membuka kedua matanya, terbelalak memandang kepada dua orang kakek itu karena ia hendak menghadapi kematiannya dengan mata terbuka agar depat melihat bagaimana caranya dia mati! Dua orang kakek yang sudah hilang harapan dan kesabaran untuk membujuk Han Han itu menggerakkan tangan, seolah-olah hendak berlumba pula menikmati kesenangan membunuh pemuda keras kepala itu. Kedua tangan mereka bergerak memukul ke arah kepala Han Han dan.... tubuh mereka terpental ke belakang dan terbanting cukup keras ke atas tanah.
Han Han terbelalak penuh keheranan dan kekaguman ketika ia melihat searang kakek tua renta yang berambut panjang terurai tidak diurus, pakaian sederhana bukan seperti pakaian lagi, berkaki telanjang, berdiri tak jauh dari tempat itu. Kakek tua renta itu patutnya seorang yang hidupnya terlantar, seorang jembel tua, dan yang membuat Han Han kagum adalah wajah kakek itu yang masih kelihatan tampan dan mencerminkan ketenangan dan kedamalan hati yang mujijat. Kakek itu berdiri dan tersenyum memandang dua orang datuk golongan hitam itu.
Kang-thouw-kwi dan Ma-bin Lo-mo yang juga terkejut sekali meloncat bangun dan ketika mereka melihat kakek tua renta yang bertubuh tinggi besar itu, mereka mengeluarkan seruan tertahan, sejenak tubuh mereka menegang seolah-olah hendak menerjang kakek tua renta itu, akan tetapi ternyata tidak demikian karena mereka membalikkan tubuh dan.... lari cepat meninggalkan tempat itu. Han Han menjadi heran sekali, akan tetapi tidak sempat bertanya karena kakek tua renta itu pun sudah melangkah pergi perlahan-lahan dari tempat itu tanpa mengeluarkan sepatah pun kata-kata.
Han Han baru mengeluarkan rintihan perlahan setelah dua orang iblis itu pergi dan tidak ada orang lain di tempat itu. Seluruh tubuhnya terasa sakit-sakit, tulang-tulangnya seperti remuk rasanya. Akan tetapi lebih sakit lagi karena memikirkan Lulu. Ia bangun dan bersila, mengerahkan sin-kangnya sehingga hawa yang hangat menjalar di seluruh tububnya mengurangi rasa sakit. Akan tetapi karena teringat akan adiknya, tidak lama kemudian ia bangkit berdiri, agak terhuyung dan pening. Mulutnya berbisik.
"Ouwyang Seng, awas engkau kalau mengganggu Lulu...." Ia tahu bahwa Ouwyang Seng tinggal di kota raja. Tentu adiknya itu dibawa ke kota raja. Ia harus mengejar secepatnya ke kota raja. Pikiran ini membuat ia melompat ke depan, agaknya ingin ia dengan sekali lompatan dapat menyusul Ouwyang Seng. Akan tetapi ia mengeluh dan terguling, menggeletak pingsan di pinggir jurang, nyaris tubuhnya terguling ke jurang kalau saja tidak ada sebuah batu menghalang tubuhnya yang menelungkup.
*** Setelah Kaisar Kang Hsi naik tahta Kerajaan Mancu pada tahun 1663, memang terjadilah perubahan besar-besaran menuju ke arah perbaikan. Kaisar ini menggunakan tangan besi untuk menyapu para pemberontak, juga melakukan usaha keras untuk membasmi korupsi dan penyuapan. Dengan cara radikal mengganti para pembesar tua yang korup dengan tenaga-tenaga muda, bukan hanya diambil dari bangsa-bangsa di utara, yaitu bangsa Mancu, Mongol atau Khitan, akan tetapi juga tidak pantang mempergunakan tenaga bangsa Han sendiri yang sudah jelas mendukung pemerintah baru itu. Bahkan dengan sikap yang manis dan jujur, kaisar ini membuka kesempatan bagi kaum muda terpelajar untuk menduduki jabatan-jabatan penting di kota raja melalui ujian yang jujur, bebas daripada pengaruh suapan. Hal ini disambut dengan gembira oleh kaum terpelajar yang semenjak dahulu bernasib sengsara kareng dahulu, betapapun pandainya seseorang, kalau tidak dapat memberi suapan kepada pembesar yang bertugas, tak pernah dapat lulus ujian. Sikap kaisar ini memang tepat sekali sehingga pemerintahnya mendapatkan simpati daripada kaum terpelajar.
Namun, di samping sikap lunak dan baik untuk menarik sebanyak mungkin kaum cerdik pandai membantu roda pemerintahannya, Kaisar Kang Hsi juga bersikap bengis dan keras terhadap rakyat yang tidak tunduk kepada pemerintah Mancu. Pembersihan dilakukan di mana-mana, dan terutama sekali kaum kang-ouw mendapat pengamatan keras. Tepat seperti yang diceritakan oleh Pangeran Ouwyang Cin Kok kepada para pembantunya, bagaikan ikan"ikan para tokoh kang-ouw yang menentang pemerintah penjajah ini dikejar-kejar sehingga terpaksa mereka yang dapat menyelamatkan diri lari ke Se-cuan untuk menggabung pada Bu Sam Kwi, raja muda yang merupakan kekuatan terakhir yang menentang pemerintah Mancu.
Sudahlah lazim di dunia ini bahwa perubahan-perubahan selalu mendatangkan korban dan selalu menimbulkan ekses-ekses yang kadang-kadang merupakan malapetaka besar. Sudah biasa pula bahwa perintah yang dikeluarkan dengan kebijaksanaan dan mempunyai dasar yang baik, sering kali berbeda dengan pelaksanaannya, atau disalahgunakan oleh si pelaksana demi kesenangan dirinya sendiri. Demikian pula dengan perintah kaisar. Kaisar memberi perintah untuk membersihkan kaum pemberontak, dengan maksud agar pertentangan segera berakhir dan dapat segera menujukan seluruh kekuatan dan perhatian kepada pembangunan agar kehidupan rakyat menjadi tenteram dan jauh daripada perbuatan yang mengandung kekerasan.
Akan tetapi bagaimanakah pelaksanaan daripada perintah ini" Ketika perintah turun sampai ke tangan Ouwyang Cin Kok dan yang menyerahkannya kepada Puteri Nirahai dan para pembantunya, perintah itu masih murni dan dilaksanakan dengan baik pula. Akan tetapi setelah perintah itu tersebar kepada pasukan-pasukan yang ditugaskan melakukan pengejaran dan pembersihan terhadap orang-orang kang-ouw yang masih menentang, terjadilah penyelewengan-penyelewengan dan penyalahgunaan. Pasukan-pasukan Mancu yang beroperasi jauh dari kota raja, jauh dari pengawasan para pembesar, hanya dipimpin oleh perwira-perwira rendahan yang dalam keadaan demikian seolah-olah menjadi raja-raja kecil yang berkuasa penuh, segera melakukan hal-hal yang sama sekali tidak menenteramkan rakyat, bahkan sebaliknya! Apalagi kalau ada di antara mereka yang tewas oleh sergapan kaum pemberontak kang-ouw yang berkepandaian. Kemarahan dan dendam mereka yang tak dapat mereka lampiaskan kepada para pemberontak lalu mereka timpakan kepada rakyat dusun-dusun yang sama sekali tidak tahu apa-apa. Terjadilah perampokan, perkosaan, pembunuhan dan perampasan tanah untuk diberikan kepada mereka yang dapat mengeluarkan perak dan emas sebagai sogokan!
Bermacam-macamlah peristiwa yang terjadi di jaman sengsara bagi rakyat jelata itu. Kedatangan pasukan-pasukan Mancu yang berdalih melakukan pembersihan terhadap kaum pemberontak itu jauh-jauh sudah didengar oleh penduduk dusun-dusun sebagai kedatangan segerombolan serigala-serigala kelaparan yang haus darah. Ada yang bergegas lari mengungsi, akan tetapi sebagian besar hanya menerima nasib dan menyandarkan nasib keluarga mereka kepada Tuhan. Mau lari mengungsi lari ke mana" Di rumah pun setiap harinya sudah sukar mendapatkan makan, kalau mengungsi tanpa tujuan, tanpa bekal, sama dengan mencari mati kelaparan di perjalanan!
Dan setelah pasukan Mancu memasuki sebuah dusun, benar-benar nasib mereka yang menjadi penghuni dusun itu berada di tangan Tuhan. Tidak ada seorang pun dapat membela mereka. Tuhan yang menentukan siapa di antara penghuni dusun itu yang akan ditimpa malapetaka, siapa yang dibakar rumahnya, dibunuh, dirampok, atau diperkosa anak isterinya, siapa pula yang secara aneh terhindar dari malapetaka seolah-olah para pasukan yang berubah ganas melebihi perampok-perampok itu melewati atau tidak melihat rumah itu.
Manusia adalah mahluk yang berakal budi, yang katanya merupakan mahluk-mahluk yang tertinggi tingkat dan derajatnya di antara segala mahluk hidup yang bergerak. Akan tetapi justeru karena akal budi itulah maka tidak ada mahluk yang lebih kejam dan buas daripada seorang manusia yang menyombongkan akal budinya. Sebagian besar manusia menyalahgunakan akal yang dianugerahkan khusus kepada manusia oleh Tuhan. Akal bukan dipergunakan untuk kebaikan, untuk kemanfaatan bagi manusia umumnya dan dunia, melainkan semata-mata akal dipergunakan sebagai alat untuk mencapai kepuasan nafsu-nafsunya yang tak kunjung habis. Akal dipergunakan untuk mengakali (menipu) orang lain, budi dipergunakan sebagai bahan utang-piutang!
Kalau manusia sudah diperhamba nafsunya sendiri, benar-benar mengerikan sekali akibat daripada perbuatan-perbuatannya. Mata sudah menjadi gelap oleh nafsu, yang ada hanyalah mengejar kenikmatan dan kepuasan nafsu, tanpa mempedulikan lagi apa yang disebut baik dan buruk, tidak lagi sadar bahwa perbuatannya menyengsarakan orang lain bahwa perbuatannya adalah amat jahat.
Dengan dalih pembersihan dan menumpas kaum pemberontak, rakyat yang tidak berdosa disembelih, hanya untuk dapat menyita barang-barangnya atau memperkosa isteri dan gadisnya. Di dalam sebuah dusun, seorang ibu muda melihat suaminya disembelih di depan matanya, kemudian karena diancam anaknya akan disembelih, ibu muda ini terpaksa menyerahkan kehormatannya dinodai secara bergantian oleh tiga orang tentara Mancu yang menyebut diri mereka pahlawan-pahlawan Kerajaan Mancu yang jaya! Setelah ibu muda itu tergolek pingsan, tiga orang manusia itu membunuhnya, juga membunuh bayinya! Ada pula gerombolan pasukan yang memperkosa isteri dan gadisnya di depan tuan rumah yang diikat pada tiang rumah dan dipaksa menyaksikan betapa isteri dan anaknya menjerit-jerit diperkosa seperti dua ekor domba diterkam harimau-harimau buas! Banyak lagi kekejian-kekejian yang kalau diceritakan seakan-akan tidak masuk akal, akan tetapi hal-hal semacam itu banyak terjadi di masa itu, dan terjadi pula di mana-mana di bagian dunia ini, terutama sekali di waktu perang mengamuk. Perang mengubah manusia-manusia beradab menjadi buas melebihi binatang yang paling buas, menjadi jahat melebihi iblis yang paling jahat. Dan semua perbuatan ini mereka lakukan dengan memaksakan pendirian di dalam hati sendiri bahwa yang mereka lakukan itu adalah benar, karena mereka menjatuhkan hukuman bagi musuh-musuh mereka. Mungkin ada, di antara mereka yang setelah tenang kembali menyadari betapa kejinya perbuatan mereka, namun mereka akan menghibur hati sendiri bahwa banyak orang menemani mereka dalam perbuatan itu, bukan mereka sendiri, maka berkuranglah penyesalan hati mereka, sungguhpun kadang-kadang hati nurani mereka membuat mereka itu tersiksa batin mereka selama hidup mereka.
Di sebuah dusun, sebelah selatan kota raja, hanya sejauh tiga ratus mil saja dari kota raja, terjadilah geger ketika pasukan-pasukan Mancu melanda dusun-dusun di sekitarnya dalam "operasi" mereka.
Memang ada juga hasilnya operasi yang dilakukan pasukan itu demi tugas mereka yang semestinya, yang membasmi perampok-perampok dan mereka yang masih menentang kekuasaan pemerintah Mancu. Di dalam hutan di luar dusun itu sebuah pasukan yang terdiri dari tiga puluh orang telah berhasil membasmi segerombolan perampok yang selain sering mengganggu penduduk dan orang lewat, juga terkenal memusuhi pemerintah Mancu dan sering kali menghadang dan merampok kereta-kereta pembesar Mancu yang lewat dan ya
Rahasia 180 Patung Mas 17 Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali 23

Cari Blog Ini