Ceritasilat Novel Online

Kitab Pusaka 4

Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 4


m Tan Sim dalam ke adaan gusar
sekarang, pada akhirnya akan menimbulkan banyak sekali halhal
yang tak di inginkan, cuma kesemuanya itu terjadi
dikemudian hari....
Sementara itu, Nona Wan merasa girang sekali setelah
secara beruntun berhasil menangkan dua orang jago, baru
saja dia akan meng gunakan kesempatan itu untuk mundur
kembali ke tempat semula, mendadak ia mendengar ayahnya
sedang berbisik dengan menggunakan ilmu menyampaikan
suaranya: "Lan-ji, sekarang kau boleh mengumumkan permainan lain
yang lebih bermutu!"
Setelah mendengar peringatan dari ayahnya lewat ilmu
menyampaikan suara, nona Wan baru teringat kembali dengan
tujuan yang terutama dari ayahnya sewaktu
menyelenggarakan pertemuan ini.
Maka dia lantas menuju kembali ketengah arena dan
menjura keempat penjuru, setelah itu katanya:
"Cianpwee sekalian, tadi ada seorang tamu yang
menemukan diatas tiang bendera terdapat se?batang anak
panah tersebut sebagai bahan permainan, mari kita lihat siapa
yang dapat me?ngambil turun anak panah tersebut, tentu
saja dia pula pemenangnya, dan sebagai pemenang tentu saja
ada hadiahnya"
Selesai berkaca dia memandang sekejap lagi sekeliling
arena, kemudian melanjurkan;
"Cianpwe manakah yang hendak mendemonstrasikan ilmu
meringankan tubuhnya paling dulu?"
Seraya berkata dia lantas mengundurkan diri ke samping.
Pada saat itulah, si Pena baja bercambang Tio Ci hui
berbisik lirih kesisi Suma thian yu.
"Hiante, lebih baik dapat mempertahankan ketenanganmu
sambil menunggu terjadinya se?gala perubahan"
"Mengapa?" tanya Suma Thian yu keheranan.
"Pokoknya asal kau turuti perkataanku, hal ini tak bakal
salah lagi, bagaimanakah hasil dari peristiwa ini, kau akan
segera mengetahui dengan jelas"
"Apakah Wan cong piautau mempunyai suatu rencana?"
"Sett.. jangan keras keras" buru-buru Tio Ci hui
mencegahnya berbicara lebih jauh.
Semenjak nona Wan mengemukakan usulnya, hingga kini
masih belum nampak ada seorang manusiapun yang
menempakkan diri, agaknya semua orang tidak berani
menunjukkan keje?lekannya.
Padahal berbicara sebenarnya, untuk mencapai tiang
bendera setinggi ini, seandainya se?seorang tidak memiliki
ilmu meringankan tu?buh yang tiada taranya di dunia ini,
mustahil hal tersebut dapat dilakukan olehnya..."
Melihat tiada orang yang maju, Nona Wan merasa girang
sekali, buru-buru serunya de?ngan lantang.
"Kalian kelewat sungkan dan terlalu memandang luar biasa
persoalan begini saja! Biar boanpwe mendemontrasikan
kejelekan lebih dulu seandainya gagal, barulah mohon
cianpwe se?kalian sudi mewakiliku"
Seraya berkata dia lantas membetulkan pa?kaiannya
sambil bersiap sedia melakukan lompatan.
Perlu diketahui, sejak kecil nona Wan sudah mendapat
didikan dari ilmu ayahnya Mo im-sin liong untuk mendalami
ilmu silat maupun ilmu meringankan tubuh, kepandaian yang
di?milikinya waktu itu boleh dibilang sudah mencapai ke
tingkatan yang amat sempurna.
Selama ini Mo im sio liong wan kiam ciu memang
termashur didalam dunia persilatan ilmu pukulan Hu mo ciang
hoat serta ilmu meringankan tubuh Mo im sin hoat yang luar
biasa. Kata orang begitu ayahnya begitu pula anak nya. Sejak
kecil nona Wan sudah amat gemar mempelajari ilmu
merinuankan tubuh, ditambah lagi ramainya bakatnya bagus
dan otaknya memang encer, maka kemajuan yang
diperolehnya boleh dibilang cepat sekali.
Itulah sebabnya orang menghormatinya sebagai Bi hong
siancu (Dewi burung hong cantik)
Tampaknya gadis itu meloloskan pedangnya dan
mengencangkan ikatan tali pinggangnya kemudian setelah
bersiap menghimpun tenaga dia menjejakan kakinya keatas
tanuh dan meluncur bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya dengrn gerakan Ii hong cong thian (burung bangau
menerjang angkasa).
Sekali lompatan, tubuhnya telah mencapai belasan kaki
tinggi nya, ketika gerakannya sudah hampir berhenti,
mendadak sepasang kakinya menyambar tiang bendera
tersebut, kemudian dengan meminjam tenaga pantulan
tersebut badannya melayang dua kaki lagi, kini tinggal lima
kaki lagi untuk mencapai puncak tiang bendera tersebut.
Sementara itu tempik sorak dan sorak-sorai yang gegap
gempita telah berkumandang dari bawah, bahkan adapula
hadirin yang sudah bangkit dari tempat duduknya sambil
memuji. Dibawah tempik sorak yang gegap gempita, tubuh nona
Wan melompat naik satu kaki lagi.
Sayang pada saat itulah hawa murni dalam pusarnya habis
terpakai, kecuali sepasang tangan nya segera menyambar
tiang bendera itu dan melanjutkan dengan jalan merangkak,
tiada cara lain lagi bagi nona itu untuk melanjutkan usahanya
untuk mencapai puncak tiang bendera dan mengambil turun
panah tersebut.
Beratus-ratus pasang mata para jago yang berada dibawah
tiang bendera segera berdebar keras, semua orang merasa
tegang dan bersama sama mengikuti gerak gerik si nona itu
Sayang nona Wan tidak melakukan hal itu, mendadak dia
berjumpalitan dan meluncur lagi kebawah dengan kepala
dibawah kaki diatas.
Beberapa orang diantara jago yang bernyali kecil segera
berteriak kaget.
"Oooooh, berbahaya...!"
Siapa tahu baru saja jeritan itu dilontarkan nona Wan telah
berjumpalitan kembali dengan kaki dibawah kepala diatas,
dengan selamat melayang turun kembali ke tanah tanpa
menimbulkan sedikit suarapun.
Meski tugasnya tak terselesaikan, namun perbuatannya itu
mendapatkan pujian dan tepuk tangan yang ramai.
Bi hong siancu Wan Pek lan segera menju kepada para
hadirin dengan wajah tersipu-sipu, kemudian mengundurkan
diri ke tempat duduknya semula.
Setelah menghibur putrinya, pelan-pelan Mo im sin liong
wan Kiam ciu bangkit meninggalkan tempat duduk, kemudian
berjalan menuju ke tengah arena.
Seketika itu juga suasana dalam arena menjadi hening dan
sepi, karena semua orang mengira Mo ini sin liong wan Kiam
ciu hendak turun tangan sendiri, maka seluruh perhatian
orang tertuju kepadanya.
Ada diantara mereka yang belum pernah menyaksikan
kelihayan ilmu silat Wan congpiau tau, segera timbul harapan
dapat menyaksikan kelihayan jagoan tersebut
Mo im sin hong wan Kiam ciu memperhatikan sekejap
sekeliling arena, lalu dengan suara dalam dan berat ujarnya.
"Saudara sekalian, kamu semua adalah saha?bat karib aku
Wan Kiam ciu, karena itu lebih baik akupun berbicara secara
terus terang. Berapa hari berselang, barang barang kawalan
dari perusahaan kami telah dibegal orang, semalam kantor
kamipun kemasukan orang, dua peristiwa yang memalukan ini
boleh dibilang baru pertama kali ini dialami oleh perusahaan
kami, sudah beberapa kali aku memutar otak untuk mencari
tahu sebab kesalahanku ini tak aku yakin menyalahi sahabat
dari manapun, oleh karena itu kurasa dibalik kesemuanya ini
tentu ada hal-hal yang tak beres"
Berbicara sampai disitu dia berhenti sebentar, pelan-pelan
serot matanya dialihkan kepada wajah Suma thian yu,
kemudian kemudian sambungnya:
Aku rasa orang yang melakukan pembegalan itu sudah
pasti teman baru dari dunia persilatan, kalau tidak siapa pula
yang berani menyusahkan aku orang she Wan" Untung saja
setiap persoalan pasti ada waktunya untuk terbongkar secara
tuntas, karenanya aku mohon bantuan dari sobat sekalian
untuk bersama-samaku menyelidiki persoalan ini disamping
mohon petunjuk.
"Sekarang, marilah kita lanjutkan permainan tadi, bila
saudara sekalian enggan untuk menunjukkan kejelekan,
bagaimana kalau aku orang she Wan saja yang menunjuk
orangnya" Baru saja Mo im sin liong Wan kiam ciu menyaksikan
perkataannya, dari arena segera terdengar suara teriakkan
orang yang menyatakan persetujuannya.
Mo im sin liong Wan kiam ciu segera tersenyum, dia
memandang kearah Suma thian yu lalu berkata:
"Kumohon Suma siauhiap sedia memberi petunjuk! Kau
adalah orang pertama yang menemukan anak panah dipuncak
tiang, karena itu mohon Suma siauhiap sudi menunjukkan
pula kebolehanmu. Nah, saudara sekalian mari kita bertepuk
tangan untuk siauhiap kita ini!"
Diam-diam Suma Thian yu agak tertegun juga ketika
dilihatnya Mo im sin liong Wan Kiam cu menunjuk kearahnya,
satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya:
"Jangan-jangan dia mencurigai aku sebagai orang yang
membegal barang dan meningga1kan tanda panah dipuncak
tiang" Yaa,benar, sewaktu berbicara tadi, dia selalu
memandang kearahku."
Meski dalam hati ia berpikir demikian, tanpa terasa pemuda
itu berdiri juga, ujarnya sambil menjura:
"Aku hanya mengerti sedikit kepandaian kasar saja, tak
berani menunjukkan kejelekanku dihadapan orang"
"Aaah... Suma sauhiap terlalu sungkan" seru Mo im sin
liong Wan Kiam ciu sambil tertawa, "pertemuan semacam ini
jarang bisa di jumpai, jang Tio Ci hui, mengapa siauhiap narus
menampik?"
Begitu Mo im sin liong Wan Kiam ciu selesai berbicara,
seorang lo piasu segera bangkit berdiri seraya berkata:
"Apakah Suma sauhiap tidak memandang sebelah mata
kepada kami" Bagaimana watak Wan cong piautau bukankah
kau ketahui,, apakah dia kurang memberi pelayanan
kepadamu?"
Ucapan lo piasu ini agak emosi dan bernada keras, sama
sekali tidak mirip sikap seorang tuan rumah kepada tamu.
Suma Thian yu sepera mengalihkan sorot matanya kewajah
si piausu itu, setelah meman dang sekejap dingan sorot mata
dingin, dia menyahut cepat: "Andaikata aku tidak memiliki
kepandaian apa-apa, bukankah hal ini sama artinya dengan
memberi kesulitan kepada orang lain?"
Piasu tua itu mempunyai kedudukan setingkat dibawah
Sipena baja bercambang Tio ci hui, tapi karena wataknya yang
beranggasan, pandangannya yang sempit, maka orang
menyebutnya sebagai Boan thian hui (terbang memenuhi
angkasa) Ya Nu.
Boan thian hui Ya Nu kontan saja tertawa dingin setelah
mendengar perkataan dari Suma thian yu, serunya:
"Suma siauhiap, dihadapan orang lebih baik jangan
berbohong, kau bisa menemukan anak anah dipuncak tiang,
hal ini menunjukkan kalau kau memiliki ketajaman mata yang
melebihi orang lain, masa kau tidak memiliki kemampuan
untuk mencapai puncak tiang tersebut?"
Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera tertawa
terbahak-bahak.
?"Hahahaha......apa susahnya kalau hanya soal itu?" Aku
masih dapat melihat kalau diujung anak panah itu terikat
secarik kertas!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, suasana dalam arena
menjadi gaduh, semua orang segera mengalihkan sorot
matanya kepuncak tiang benderu itu, tapi seiain kabut tipis
ternyata mereka tidak berhasil menyaksikan apa-apa.
Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera tertawa dingin, tibatiba
sindirnya: "Bila dugaan lohu tidak meleset, Suma siau biap pasti dapat
melihat pula isi surat tersebut."
Sudah jelas kalau ucapan itu mengandung suatu nada
ejekan dan suatu peringatan, tentu saja Suma Thian yu dapat
menangkap pula arti lain dari perkataan itu.
Hatinya makin mendongkol lagi, dengan cepat dia berpikir:
"Aku Suma Thian yu bukan seorang manusia yang takut
urusan, kalau toh kau bersikap begitu kasar kepadaku,
mengapa pula aku harus bersikap sungkan terhadap dirimu?"
Berpikir demikian, dia lantas berkata:
"Wan cong piutau mempunyai maksud yang mendalam
sekali, sayang aku tidak memahami maksud ucapan Wan cong
piautau yang sebenarnya. Baiklah, kalau toh semua orang
memaksa aku untuk mempamerkan kejelekan, aku menurut
saja" Sembari berkata pelan-pelan dia berjalan menuju ketengah
arena. Sementara itu beratus pasang mata para jago telah
ditujukan kepadanya, di antara sekian banyak orang, yang
paling merasa kuatir adalah si Pena baja bercambang Tio Ci
hui. Dia cukup mengetahui jelas watak dari Suma Thian yu,
bahkan sekarang tak langsung menyangkut pula dirinya
sendiri. Tapi bagaimana pun kuatirnya dia, kenyataan kini sudah
mulai terbentang didepan mata.
Suma Thian yu tiba ditengah arena, dia berdiri sambil
membusungkan dada dan tidak menunjukan perasaan takut,
sambil menatap tiang bendera itu ia berpekik keras
memekikkan telinga yang mendengar.
Ditengah suara pekikken nyaring yang mekikkan telinga,
mendadak nampak Suma Thian yu melompat ketengah udara
setinggi dua puluh kaki lebih, sewaktu tenaganya sudah
hampir mengendor, tiba tiba sepasang kakinya saling
bertumpukan satu sama lainnya.
Ternyata dia telah mengeluarkan ilmu Liu im ti (tangga
menuju awan) yang sudah lama punah. Dengan gerakan
tubuh seperti inilah tubuhnya melambung ketengah udara dan
ter?nyata mampu melampaui puncak tiang bendera.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di tengah sorak para jago yang gegap gempita, Suma
Thian yu sudah berputar satu ling?karan dipuncak tiang
bendera itu lalu melayang turun kembali ketanah.
Ketika mencapai tanah, wajahnya tidak berubah, napas tak
memburu, tapi di tangannya telah bertambah dengan
sebatang anak panah.
Suasana di arena yang tiba-tiba hening ba?gaikan mati
dengan cepat menjadi gaduh kembali oleh suara suara sorak
sorai yang mem memekikkan telinga, tak lama setelah
pemuda itu berhasil mencapai tanah.
Demonstrasi kepandian silat yang dilaku kau Suma thian yu
ini selain membuat semua orang tertegun, bahkan Wan kiam
ciu sendiri pun terbelalak dengan mara melotot besar, dia
benar-benar dibuat terkesiap oleh kelihayan lawannya.
Sepasang mata Wan Pek hong yang jeli dan lembut
seakan-akan terhisap oleh suatu kekuatan besar, ternyata
diapun turut menatap wajah Sama Thian yu lekat-lekat.
Tentu saja perbuatannya dengan pandangan yang begitu
mesrah tak diketahui oleh siapapun.
Sambil membawa anak panah itu, Suma Thian yu segera
mempersembahkan anak panah iadi kehadapan Mo im sin
liong Wan Kiam ciu. katanya kemudian:
"Untung saja aku tidak membuatmu kecewa"
Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera menerima anak panah
tersebut, benar juga diujungnya terikat segulung kertas.
Dengan cepat kertas itu, ternyata isinya berbunyi demikian:
"Uang kawalan sudah diterima, waktu membayar tiada
batasnya" Dibawah tulisan itu terlukiskan sebuah topeng muka setan.
Selesai membaca tulisan itu, dengan gemas Mo im sin liong
menggumpal kertas sebut menjadi satu kemudian
membantingnya ketanah, setelah itu sambil tertawa seram
katanya : "Waktu membayar tiada batasnya!. Hmm, benar-benar
suatu ucapan yang tekebur, asal aku Wan Kiam ciu masih bisa
hidup, uang terbegal pasti akan kucari sampai ketemu"
Berbicara sampai disitu, dengan sorot mata yang tajam dia
mengawasi wajah Suma Thian yu lekat-lekat, kemudian
ujarnya dingin :
"Siauhiap, merepotkan dirimu saja. Tapi, apakah siauhiap
dapat mengisahkan kembali apa yang telah kau jumpai waktu
itu?" Sejak semula Suma Thian yu sudah menaruh perasaan tak
puas terhadap Wan Kiam ciu ta pi setelah dia membayangkan
kembali seandai nya dia yang menjadi Mo im sin liong dan
menghadapi keadaan seperti itu, apakah dia tak akan bersikap
semacam itu pula"
Cuma saja, dia merasa amat penasaran kalau dirinya
dianggap mempunyai hubungan dengan para pembegal
barang kawalan tersebut.
Suma Thian yu segera mendongakkan kepa lanya
memandang wajah Mo im sin liong kemudian secara ringkas
dia menceritakan kembali apa yang telah dijumpainya waktu
itu. Sambil mendengarkan dengan seksama, diam-diam Mo im
sin liong Wann Kiam ciu mengawasi terus perubahan wajah
dari Suma Thian yu, me nanti pemuda itu menyelesaikan
ceritanya, dia baru menarik kembali sorot matanya seraya
berkata: "Siauhiap, benarkah ceritamu itu?" "Tentu saja sebenarbenarnya
"Ooooh .... tolong tanya apa sebabnya manusia
berkerudung itu munculkan diri lagi didepan mulut gua"
Apakah setelah membegal barang kawalan kami, diapun tak
mau melepaskan nyawa Tio hiante?"
Pertanyaan hu diajukan amat lihay, karena Suma Thian yu
sama sekali tak mampu untuk menemukan alasan si manusia
berkerudung itu mencari dirinya, maka setelah ditanya balik
oleh Wan Kiam ciu, diam-diam Suma Thian yu menjadi amat
terperanjat. Untuk melanjutkan rasa curiga tersebut, Suma Thian yu
terpaksa harus membuka rahasia diri nya dengan berkata:
"Manusia berkerudung itu munculkan diri karena hendak
merampas pedangku ini!"
Setelah ucapan tersebut diutarakan, semua orang baru
mulai memperhatikan pedang yang digembolnya itu.
Tampaknya Mo im sin liong Wan kiam ciu ingin mengetahui
persoalannya sampai jelas, ia segera mendesak lebih jauh:
"Tolong tanya pedang apakah yang siauhiap gembol itu?"
Suma Thian yu merasa semakin tak senang hati, tapi
sahutnya juga dingin: "Kit hong kiam"
"Kit hong kiam" Mo im sin liong Wan Kiam ciau menjerit
kaget, "rupanya kau adalah ahli waris dari Kit hong kiam kek
Wan Liang, maaf maaf......."
Walaupun dimulut dia berkata begitu, namun wajah Wan
Kiam ciu sudah diliputi hawa amarah.
Begitu selesai berkata, dia segara berpaling dan melotot
sekejap kearah Pena baja bercambang Tio Cihui dengan
penuh kegusaran, te riaknya kemudian ;
"Hiante, apakah kau sudah mengerti?"
Sejak melihat Suma Thian yu terjun kearena tadi, si Pena
baja bercambang Tio Ci hui su dah merasa amat panik seperti
duduk dikursi beracun saja, dia kuatir kalau sampai Suma
Thian yu menjadi naik pitam oleh kesalahpahaman tersebut.
Maka ia makin terkesiap lagi setelah ditegur oleh kakak
angkatnya dengan gusar, tahu kalau urusan telah berkembang
ma kin runyam, terpaksa sambil menggerttk gigi keras dia
bangkit berdiri sambil menyahut:
"Aku tahu!"
Mendengar itu, kemarahan Mo im sin liong Wan Kiam ciu
tak terkendalikan lagi, segera bentaknya keras-keras,
"Mengapa kau berkenalan dengan kaum pembegal?"
Si Pena baja bercambang Tio Ci hui sendiripun dibuat naik
pitam setelah mendengar tuduhan kakak angkatnya yang
tanpa dasar, baru saja dia akan membantah, mendadak terde
ngar Suma Thian yu berpekik keras, dengan sorot mata tajam
dia melotot gusar kearah Wan Kiam ciu, kemudian serunya:
"Wan tayhiap, kalau berbicara harap sedikit tahu diri,
jangan menfitnah orang semaunya sendiri, kau harus tahu
kalau menfitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan! Dalam
hal apa aku Suma Thian yu mirip pembegal" Aku harap kau bisa
memberi keterangan yang jelas kepadaku!"
Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang merasa dirinya ditegur
seorang pemuda ingusan didepan orang banyak, menjadi turut
naik darah, dengan mata melotot besar bentaknya keras:
"Kit hong kiam kek Wan liang merupakan musuh umat
persilatan, kaum pencoleng yang rendah martabatnya, kau
anggap dirimu bisa baik sampai seberapa jauh?"
Benar-benar suatu peristiwa yang tak disangka seorang
pimpinan umat persilatan yang dianggap orang sebagai lelaki
sejati ternyata mencaci maki seorang bocah yang baru terjun
kedalam dunia persilatan dihadapan umum. Agaknya Wan
kiam ciu sudah tidak dapat mengendalikan perasaan gusarnya
lagi: Suma thian yu bukan seorang pemuda yang suka dimaki
orang, apalagi orang menghina paman Wan yang
dihormatinya, hal ini membuatnya semakin tak tahan.
Apalagi bila membayangkan saat kematian paman Wan nya
dalam keadaan mengenaskan, darah panas didalam dadanya
serasa mendidh.
Dengan suara menggeledek ia segera membentak keras:
"Bajingan tua, tutup bacot anjingmu!"
Telapak tangan yang penuh berisikan tenaga dalam segera
diayunkan ke tubuh Mo im sinliong Wan kiam ciu dengan
kekuatan yang sangat mengerikan hati.
Berada dalam keadaan seperti ini, dia tak cepat
mempertimbangkan lagi apakah disekeliling tempat itu penuh
dengan anak buah Mo in sin liong
Serangan yang dilancarkan Suma Thian yu dengan
kekuatan penuh ini segera meluncur ke depan dengan amat
dahsyatnya. Betul Mo im sin Iiong Wan Kiam ciu merupakan seorang
pendekar besar dari utara dan sejalan sungai besar yang
berilmu tinggi namun setelah menyaksikan datangnya angin
pukulan yang begitu dahyat, hatinya terkesiap juga dibuatnya,
cepat-cepat ia menyingkir kesamping untuk meloloskan diri.
"Blaaaamm.....!" terdengar suara benturan keras yang
memekakkan telinga menggelegar memecahkan keheningan.
Debu dan pasir segera beterbangan memenu hi angkasa,
semua orang membelalakkan mata nya lebar-lebar dengan
mulutnya melongo, sa king kagetnya semua orang sampai
melompat bangun dari tempat duduknya.
Menanti pasir dan debu sudah sirap dan semua orang
dapat melihat jelas pemandangan disekeliling tempat itu,
jeritan kaget sekali lagi bergema memecahkan keheningan.
Ternyata permukaan tanah dimana Mo im sin liong Wan
kiam cui berdiri telah muncul sebuah liang sedalam satu depa
dengan luas lima depa, suatu daya pukulan yang menggidikan
hati. Dengan adanya kenyataan ini, mau tak mau semua orang
harus memperbaharui kembali penilaian mereka terhacap
kemrmpuan Suma thian yu ini.
Pada saat itulah, tiba tiba dari tengah udara melayang
sesosok tubuh manusia.
Menanti Suma Thian yu melihat jelas paras muka orang itu,
dihadapsnnya telah bertambah dengan seorang piausu tua,
dia tak lain adalah Boan thian hui Ya Nu.
Begitu munculkan diri, dia segera menjura kepada Wan
Piautau, setelah itu katanya.
"Cong piautau, membunuh ayam buat apa menggunakan
golok kerbau" Untuk membereskan seorang bocah ingusan,
tak usah kau turun tangan sendiri, lebih baik lohan saja yang
mewakilinya!"
Mo im siu liong Wan kiam ciu sebagai seorang pimpinan,
tentu saja merasa kurang leluasa untuk bertarung pada babak
pertama, maka dia segera menangguk tanda setuju dan
mengundurkan diri kebelakang.
Tindakan tersebut sedikit banyak menunjuk kan pula
kelemahan dalam hatinya serta perasaan takutnya tapi orang
lain tak akan mengetahui akan hal ini.
Setelah melancarkan serangan dengan kekuatan dahsyat
tadi, Suma Thian yu merasa sedikit agak menyesal, karena
pena baja berecambang Tio ci-hui barangkali telah menasehati
nya agar bersabar dan jangan kelewat memper lihatan
kehebatannya. Akan tetapi setelah menyaksikan sikap Boan
thian hui Ya Nu yang begitu takabur dan sombong, api
kegusaran yang telah padam, kini mulai berkobar kembali
dalam dadanya. Boan thian hui Ya Nu memang benar-benar sombong
sekali, dengan amat takabur serunya:
"Bocah keparat, cabut keluar pedang Kit hong kiam mu,
aku ingin tahu apakah murid ajaran dari Wan Liang adalah
seorang manusia tiga kepala enam langkah?"
Sembari berkata ia sembari melepaskan senjata sam ciat
kun (petungan beruas tiga) nya sambil mempersiapkan diri.
Biasanya orang yang dapat memainkan sanjata sam ciat
kun merupakan seorang jagoan silat yang berilmu tinggi, Boan
thian hui Ya Nu bisa menduduki kursi ketiga dalam
perusahaan Sin liong piaukiok, tentu saja kedudukan tersebut
bukan diraih secara untung-untungan.
Suma thian yu memandang sinis sikap Boan thian hui,
setelah memandang sekejap kearahnya, dia lantas berkata:
"Dengan dirimu aku tak pernah punya dendam dan sakit
hati, buat apa kita muski saling bertarung dengan
menggunakan kekerasan" Maaf aku sedikit jual mahal,
bagaimana kalau kumohon petunjuk darimu dengan
menggunakan tangan kosong saja?"
Boan thian hui Ya Nu adalah seorang manusia yang
sombong dan takabur, tapi dia tak mengira kalau lawannya
lebih takabur dari pada
dirinya, kontak hawa amarahnya memuncak.
"Bocah keparat, kau sudah bosan hidup rupanya" Atau
mungkin kau memandang rendah diriku" Bentaknya keraskeras.
"Kedua-duanya bukan!" Jawaban dari Suma thian yu yang
dingin dan angkuh.
Ucapan tersebut tak ayal lagi merupakan sebuah bom atom
yang segera mengubah suasana tegang menjadi makin panas.
Pertama-tama Boan thian hui Ya Nu tak bias menahan diri
dulu, sambil maju kedepan, tongkatnya dengan jurus pau lui
ki ciau (guntur dahsyat menyerang ular) langsung
menghantang tulang leng kay kut ditubuh Suma thian yu.
Seandainya berganti dengan seseorang berjiwa gagah, tak
mungkin mereka akan menghadapi lawannya yang masih
muda apalagi yang bertangan kosong itu dengan
menggunakan senjata.
Dasar Boan thian hui Ya Nu memang seorang yang
bermuka tebal, dia sama sekali tidak ambil peduli akan hal itu,
baginya yang penting serangan tersebut akan mengenai
sasarannya secara telak.
Dengan cekatan Suma thian yu berkelit kesamping untuk
menghindarkan diri, kemudian sindirnya:
"Orang she Ya, dalam tiga jurus aku akan menyuruhmu
melepaskan senjata Sam ciat kun!"
"Kentut busuk!" teriak Boan thian hui Ya Nu dengan sekujur
badan bergetar keras, coba kau rasakan serangan ku ini lagi!
Sembari berkata, dengan jurus Im hong huang sau(angin
dingin menyapu hebat) dia langsung menyapu pinggang Suma
thian yu. Sianak muda ini sudah merasa kalau persoalan yang
dihadapi hari ini tak bias diselesaikan dengan begitu saja,
maka ditunggunya toya itu hamper mengenai tubuhnya, dia
baru merendahkan tubuhnya kesamping, ayunan tongkat
Boan thian hui Ya Nu persis menyambar lewat dua inci diatas
batok kepala pemuda itu.
Ilmu gerakan tubuh patah tulang yang didemontrasikan
oleh Suma Thian-yu ini benar-benar tepat sekali, selain indah
juga mendatangkan tempik sorak dari segenap jago lainnya.
Ditengah sorak-sorai yang gegap gempita, tiba-tiba tampak
sesosok bayangan manusia berkelbat lewat, lalu terdengar
seseorang membentak amat nyaring:


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lepas tangan!"
Ketika semua orang berpaling, tampak Boan thian hui Ya
Nu sedang mengaduh kesakitan, badannya mundur beberapa
langkah dengan sempoyongan, dengan susah payah ia baru
dapat berdiri tegak, sedangkan senjata Sam ciat kun-nya telah
terbuang entah kemana.
Ketika memandang lagi kearah Suma thian yu, tampat
pemuda itu masih berdiri diarena dengan senyum dikulum,
seakan-akan tak pernah terjadi suatu peristiwa apapun,
sedangkan senjata Sam ciat kun milik Ya Nu kini sudah
berpindah ketangannya.
Perubahan itu berlangsung terlalu cepat, sedemikian
cepatnya membuat semua orang tak sempat melihat jelas
bagaimana caranya Sam ciat kun itu bisa berpindah tangan,
mereka tak percaya bahkan Ya Nu sendiripun tak habis
mengerti. Padahal kalau dibicarakan kagi, kejadian ini bukanlah suatu
kejadian yang aneh, sejak Suma thian yu berhasil mempelajari
ilmu Ciat tiong puan poh cap lak tui dari Siau yau kay Wi kian,
daya kemapuannya didalam melakukan serangan menjadi satu
kali lipat lebih dahsyat daripada dalam keadaan biasa.
Dalam pada itu, suara tepuk tangan kembali berkumandang
gegap gempita dalam arena, walaupun Suma thian yu
dianggap sebagai pembegal, tapi keindahan gerakan tubuhnya
membuat orang bersorak sorai tanpa terasa.
Boan thian hui Ya Nu benar-benar merasa malu sekali,
karena mendapat malu dihadapan orang banyak, sepasang
matanya berubah menjadi merah padam penuh rasa benci,
setelah melotot sekejap kearah pemuda itu dengan gusar,
selangkah demi selangkah dia maju kedepan dan
menghampirinya....
Jelas dia sudah merasa gusar sekali. Bagaikan seekor
harimau buas yang sedang mementangkan cakar dan gigi
taringnya siap menerkam mangsa.....
"Ya Nu, mundur!" tiba-tiba dari tengah arena
berkumandang suara bentakan nyaring.
Dengan jelas Boan thian hui Ya Nu mendengar kalau
teriakan itu berasal dari congpiautau nya, tapi dia berlagak
seakan-akan tidak mendengar, ia sudah diliputi oleh hawa
amarah sehingga tak dapat mengendalikan diri lagi.
Melihat wajah orang yang menyeringaiseram, diam-diam
Suma thian yu pun merasa terkesiap, buru-buru dia
mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang tak
di inginkan, ia tahu Ya Nu merasa amat gusar hingga
kehilangan sifat kemanusiaannya, besar kemungkinan dia
akan beradu jiwa dengannya.
Makin lama semakin bertambah dekat, kini Ya Nu sudah
dua tiga langkah dihadapan mukanya, menyaksikan sikap
lawan yang menyeringai seram, Suma thian yu merasakan
jantungnya berdebar keras, sementara puluhanorang lainnya
juga merasakan hatinya berdebar keras....
Suatu pertarungan sengit dengan cepat akan berkobar, bila
sampai meledak bisa dibayangkan keadaannya pasti
mengerikan sekali....
Disaat yang amat kritis itulah.....
Mendadak sesosok bayangan manusia berkelbat lewat, Mo
im sin liong Wan kiam ciu yang berada dimeja utama tadi
tahu-tahu sudah melayang turun diantara kedua orang itu,
kepada Boan thian hui Ya Nu katanya dengan nada
menghibur: "Adik Ya, mundurlah kau, biar aku yang mengatur tempat
ini!" Menyaksikan Mo im sin liong telah menampilkan diri,
terpaksa Boan thian hui Ya Nu mengundurkan diri dengan
membawa rasa benci yang mendalam.
Sebelum meninggalkan tempat itu, dengan perasaan tidak
terima katanya kepada Suma Thian yu:
"Bocah keparat, selama gunung nan hijau, air tetap
mengalir suatu ketika pasti akan tiba saatnya bagi kita untuk
melakukan perhitungan ini....."
Suma Thian yu tidak menanggapi ucapan tersebut, dia
hanya memandang sekejap ke arah Ya Nu dengan pandangan
sinis, sementara senyuman
dingin yang menghiasi ujung bibirnya semakin
menebal. Paras muka Mo im sin liong Wan Kiam ciu berubah menjadi
dingin seperti es, bentaknya dengan suara ketus:
"Suma siauhiap, lohu tidak pernah kenal de ngan dirimu,
berjumpa pun baru kali ini, ten tu saja tak bisa dibilang
mempunyai ikatan dendam atau sakit hati, tolong tanya
mengapa kau berbuat demikian?"
Mo im sin liong Wan Kiam ciu mengutarakan ucapan
tersebut tanpa ujung pangkal yang jelas, kontan saja Suma
Thian yu dibikin kehe ranan, dia segera bertanya:
"Wan tayhiap, apa yang kau maksud?"
"Asal dalam hati kau mengerti akupun tak usah
mengumumkannya lagi secara blak-blakan"
Tentu saja Suma Thian yu tahu kalau yang dimaksudkan
adalah soal pembegalan barang kawalan, dengan suara dingin
dia segera me nyambut:
"Sudah lama kudengar Wan tayhiap pandai membedakan
mana yang benar dan mana yang salah, setiap persoalan
dihadapi dengan otak yang dingin, tak lahunya apa yang
kujumpai hari ini berbeda sekali dengan keadaan yang
sebetulnya, tolong tanya dimanakah letak ke tidak beresan
diriku...?"
Untuk sesaat Mo im sin liong Wan Kiam ciu tak dapat
menjawab penanyaan itu, setelah ter menung sesaat dia pun
lantas berkata:
"Kalau toh Siauhiap enggan untuk mengaku secara berterus
terang, jangan salahkan kalau LOHU terpaksa harus bertindak
kasar. Kalau ber
tanya soal ketidak beresanmu, pertama asal usul siauhiap
tidak jelek, kaupun menyusup kedalam perusahaan kami dan
setelah barang kawalan kami dibegal, kedua darimana
siauhiap bisa tahu kalau diujung anak parah yang menancap
dipuncak tiang bendera ada surat nya, berdasarkan dua hal ini
terbukti sudah kalau siauhiap terlibat dalam perisimatiwa ini"
Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Hah...haah... haah... keterangan yang dikatakan Wan
tayhiap selain memaksakan sesuatu alasan tanpa dasar, juga
menggelikan sekali, aku toh muridnya Kit hong kiam Seng,
siapa bilang kalau asal usulku tidak jelas" Menolong orang
yang di begal orang juga merupakan suatu kejadian yang
wajar, apa yang dicurigakan" Kalau dibilang mengapa aku bisa
menyaksikan kertas surat yang berada dipanah dipuncak tiang
bendera, hal ini berdasarkan ketajaman mata seseorang,
sesungguhnya juga bukan merupakan sesuatu yang aneh,
kalau atas dasar hal hal diatas maka kau lantas menuduh aku
sebagai pencoleng, maka kenyataan ini benar-benar
menggelikan sekali"
Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh:
"Bilamana Wan tayhiap ingin mengecek ketajaman mataku,
dengan senang hati aku akan melayani keinginanmu itu"
Semua tuduhan Mo im sin liong Wan kiam cui kena
ditangkis semua hingga ludes, sepantasnya kalu dia
mempercayai perkataan lawan.
Siapa tahu Wan kiam cui sudah mempunyai perhitungan
sendiri, maka dari malunya dia menjadi marah, bukan saja dia
tidak menerima tantangan Suma thian yu, malah sebaliknya
membentak keras:
"Lohu tak punya banyak waktu untuk melayani dirimu,
sudah, tak usah banyak bacot lagi"
Setelah kenyataan berubah menjadi begini, sadarlah Suma
thian yu kalau pihak lawan memang berniat mencari garagara,
maka sambil tertawa dingin ujarnya:
"Mengakunya saja seorang congpiautau, ke nyataannya
apa yang dikatakan tak lebih hanya
ucapan anak berusia tiga tahun, aku bukanlah seorang
manusia yang takut urusan, asal Wan tayhiap ingin bertarung,
katakan saja terus terang, mau terjun ke kuali berisi minyak
atau naik ke bukit golok, aku akan melayani semua
tantanganmu itu"
Sampai kini, Suma thian yu baru menanggapi ucapan
musuhnya dengan suara yang kasar.
Tapi dengan begitu pula, suasana yang semula tenang
segera diliputi kembali oleh kobaran api peperangan.
Dalam waktu singkat, beberapa orang piausu telah
bermunculan diri pula ke dalam arena dan mengepung Suma
thian yu rapat-rapat.
Mimpipun Suma thian yu tidak menyangka kalau Sin liong
piaukiok yang terkenal sebagai suatu perubahan orang-orang
kaum lurus bisa bertindak memalukan seperti ini, tanpa terasa
dia mendonggaakkan kepalanya sambil berpekik nyaring.
Mendadak dia mencabut keluar pedangnya...."Criiiing!"
cahaya biru memancar amat menyilaukan mata, tahu-tahu dia
sudah meloloskan pedang Kit hong kiam yang amat tajam itu.
Dalam marahnya, Mo im sin liong Wan Kiong cui juga
meloloskan pedang mestikanya.
Si Pena baja bercambang Tio Ci hui yang selama ini
menonton saja dari sisi arena segera menampilkan diri ke
tengah lapangan setelah menyaksikan keadaan bertambah
runyam, sambil berlarian teriaknya keras-keras:
"Saudara sekalian, jangan bertarung dulu, dengarkanlah
perkataanku!"
Walaupun kedudukan Si Pena baja bercambang Tio Ci hui
dalam perusahaan setingkat dibawah Wan kiam ciu, tapi
berhubung dia adalah seorang yang jujur dan setia kawan,
maka semua orang menaruh hormat kepadanya.
Seruannya itu segera ditanggapi semua orang, kecuali Wan
Kiam ciu seorang, hampir semua orang mundur beberapa
langkah dan memberi jalan lewat baginya.
Setibanya didepan Wan Kiam ciu, Si Pena baja bercambang
Tio Ci hui menjura dalam-dalam, kemudian katanya.
"Toako, kau telah memfitnah orang baik, Suma siauhiap
tidak bersalah, apalagi diapun me naruh budi kepadaku.
"Cuuuh, apakah gurunya Wan Liang tidak ber salah?"
jengek Mo im sin liong wan Kiam ciu sambil meludah.
Belum sempat si Pena baja bercambang Tio Ci bui sempat
mengucapkan sesuatu, Suma Thian yu telah berkata lebih
dulu. "Benar, dia orang tua memang tidak bersalah, justru
karena dalam dunia persilatan penuh dengan manusiamanusia
yang tak bisa membedakan mana yang benar dan
mana yang salah, maka dia orang tua baru mati penasaran...."
Selapis hawa nafsu membunuh dengan cepat menyelimuti
wajah Mo im sin liang Wan Kian ciu, si Pena baja bercambang
Tio Ci hui menyaksikan
keadaan makin kritis, buru-buru dia memberi tanda kepada
Suma Thian yu seraya berkata:
"Suma Hiantit, bersabarlah dulu, memandang diatas
wajahku, tinggalkanlah tempat ini! Tak ada gunanya
memperebutkan persoalan yang sama sekali tak ada gunanya
ini" Ketika mengucapkan perkataan tersebut na danya setengah
merengek, hal ini membuat Suma Thian yu merasa amat
terharu, pikirnya:
"Meninggalkan tempat inipun ada baiknya juga, toh dengan
dua tiga patah kata mustahil bagiku untuk menyadarka
kembali bajingan tua yang keras kepala ini"
Walaupun dia ingin pergi, ternyata orang lain tidak
membiarkannya pergi.
Sambil tertawa dingin Mo im sin liong wan Kiam ciu
berkata: "Sekalipun perusahaan Sin liong piaukiok bukan sarang
naga gua harimau, tempat inipun bukan tempat yang bisa di
datangi dan ditinggalkan orang dengan semaunya sendiri, bila
siauhiap tak memberikan suatu pertanggungan jawab
kepadaku hari ini, jangan harap kau bisa pergi meninggalkan
tempat ini barang selangkahpun."
Si Pena baja bercambang Tio Ci cui jadi gelisah sekali,
buru-buru serunya lagi kepada Wan Kiam Ciu:
"Toako, sekalipun tidak memberi muka ke pada pendeta,
paling tidak aku harus menghargai Sang Buddha, aku bersedia
menanggung se mua barang kawalan yang hilang, hanya saja
kumohon kalian jangan berkeras kepala terus, biarkanlah
urusan selesai dulu sampai disini!"
Dengan sorot mata penuh amarah Mo im sin liong Wan
Kiam ciu melotot sekejap kearah Tio Ci hui, lalu dia
membalikkan badan dan tanpa mengucapkan sepatah katapun
masuk ke ruang dalam.
Tindakan ini sama sekali diluar dugaan semua orang,
siapapun tak tahu permainan busuk apakah yang sedang di
persiapkan, sehingga se mua orang segera berbisik-bisik lirih.
Dengan cepat si pena baja bercambang Tio-Ci cui berpaling
lagi kearah Suma Thian yu seraya berkata:
"Hiante, cepat kamu tinggalkan tempat ini, cepat atau
lambat persoalan ini pasti akan menjadi terang kembali,
walaupun sekarang kau di tuduh orang, tapi tak usah putus
asa, lapangkan dadamu, mengerti?"
Dengan mata berkaca-kaca, Suma Thian yu mengangguk,
setelah menjura dalam-dalam ka?tanya:
"Tio toako, budi kebaikkanmu tak akan aku lupakan untuk
selamanya, asalkan kau bersedia mempercayai diriku, aku
percaya orang lain tak akan mampu untuk melukai diriku."
Setelah menyarungkan kembali pedangnya, dia berkata
lebih jauh: "Di kemudian hari, budi kebaikan ini pasti akan kubalas."
Kemudian dia menjejakkan kakinya ke atas tanah dan
secepat kilat melompat keluar dari pagar pekarangan rumah.
Dalam sekejap mata saja, bayangan tubuhnya sudah
lenyap dari pandangan mata.
Dengan mata berkaca-kaca, si Pena baja ber cambang Tio
Ci cui memperhatikan bayangan punggungnya hingga lenyap
dari pandangan, kemudian dia baru menyeka air matanya
mem bentur dengan tempat duduk Bi hong siancu Wan Pek
lan, dia berseru tertahan, ternyata bayangan tubuh nona wan
sudah lenyap dari pandangan.
Si Pena baja bercambang Tio Ci hui cukup mengetahui


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

watak dari Wan Peklan, karena dia lah yang sering bermain
dengan nona itu sejak si nona masih kecil, begitu dilihatnya
nona Wan tak ada di tempat, dia lantas menduga kalau gadis
itu sudah menyusul Suma Thian yu, tak terlukiskan rasa
gelisah hatinya setelah mengetahui akan hal itu.
Dia tahu, Wan peklan tentu tidak terima akan persoalan
tadi sehingga kepergiannya niscaya akan menimbulkan
keonaran baru. sebenarnya dia hendak masuk kedalam untuk melaporkan
kejadian ini kepada Wan kiam cui, tapi teringat kalau Wan
kiam cui sedang marah, ia merasa bila hal ini dilaporkannya
kepada Wan kiam cui, besar kemungkinan kalau hal ini akan
menimbulkan amarahnya, sebab itu diapun menahan diri.
Sementara itu, Suma Thian yu telah meninggalkan kantor
perusahaan Sin liong piaukiok dengan perasaan berat, murung
dan kesal. Orang bilang: Siapa yang berbaik hati dia akan memperoleh
yang baik pula.
Tapi apa yang dialami justru merupakan kebalikanya, maka
sambil melanjutkan perjalanan dengan kepala tertunduk,
pikirnya diam-diam:
"Besar kemungkinan paman Wan yang kusayangi
dan mengalami nasib seperti apa yang ku alami
sekarang, karena salah paham akhirnya dia menjadi dibenci
orang. aaii.... kalau memang begitu, sungguh mengenaskan
sekali nasibnya....."
Setelah meninggalkan kota, didepan mata terbentang
sebuah tanah perbukitan, waktu itu matahari sedang bersinar
dengan teriknya, Suma thian yu berjalan terus tanpa berhenti,
sekarang sepeser uang pun tak dimiliki, pakaian dan uang
yang dimilikinya masih tertinggal dikantor Sinl liong piaukok,
bagaimana dia akan melanjutkan hidupnya dikemudian hari"
Sementara dia masih murung, sampailah pemuda itu
dibawah sebatang pohon besar, dia segera duduk disana
sambil memejamkan matanya rapat-rapat....
Mendadak terasa segulung angin berhembus lewat, dengan
perasaan terkejut dia segera membuka matanya, tampak
sesosok bayangan hitam dengan kecepatan luar biasa sedang
meluncur ke arahnya.
Dalam keadaan gugup, dia tidak memikirkan lebih jauh lagi,
buru-buru disambutnya bayangan hitam tersebut dengan
sepasang tangannya, ternyata benda itu adalah sebuah
bungkusan besar, yang lebih mengherankan lagi, buntalan
tersebut ternyata miliknya.
Sementara dia masih tertegun, mendadak dari belakang
tubuhnya berkumandang suara tertawa merdu yang amat
sedap didengar, dengan cepat Suma thian yu membalikkan
badannya kemudian menjerit kaget:
"Aaaaah, rupanya kau!"
"Siapakah orang itu?"
Ternyata dia tak lain adalah putri kesayangan dari Mo im
sin liong Wan kiam cui, yakni si Dewi burung hong Wan Pek
lan. Sambil menarik kembali senyumannya, si dewi burung hong
berkata dengan wajah bersungguh-sungguh:
"Bawalah serta buntalanmu itu, aku memang khusus
datang kemari untuk mengirimkannya bagimu"
"Oooh, terima kasih nona Wan"
Seraya berkata dia lantas mengambil buntalan tersebut dan
siap meninggalkan tempat itu.
Tampaknya ia sudah merasa penasaran sekali terhadap
keluarga Wan, maka setelah bertemu dengan gadis itu, dia
mengurungkan niatnya untuk beristirahat.
Belum lagi berapa langkah, mendadak terdengar nona Wan
membentak lagi:
"Suma siauhiap, harap tunggu sebentar!"
"Ada apa nona Wan" Dengan perasaan terperanjat Suma
thian yu berpaling seraya bertanya.
"ada sesuatu persoalan kumohon petunjukmu"
"Persoalan apa?" tanya Suma thian yu.
Si Dewi burung hong berjalan mendekat dengan wajah
kemalu-maluan, lalu berkata:
"Aku ingin memohon beberapa petunjuk ilmu silatmu!"
Dengan wajah berkerut bercampur keheranan, Suma thian
yu memandang sekejap kearah Wan Pek lan, kemudian
tanyanya keheranan:
"Nona Wan, apa maksudmu" apakah ayahmu yang
memerintahkan kepadamu untuk menahan aku disini?"
"Soal ini tak usah kau urusi, aku sudah lama mendengar
orang bilang tentang kelihayan ilmu pedang Kit hong kiam
hoat, karena itu aku ingin sekali memohon petunjukmu"
"Nona Wan, buat apa kau mendesak orang terus-menerus"
Aku sedang merasa kesal, lebih baik urungkan saja niatmu itu"
Sepasang alis mata si Dewi burung hong Wan Pek lan
segera berkenyit sesudah mendengar perkataan ittu, serunya
sambil tertawa dingin:
"Siauhiap, apakah kau tidak memandangsebelah matapun
terhadap diriku?"
"Tidak, aku tidak berniat bertarung melawan
dirimu, lebih baik kau urungkan saja niatmu itu!"
Jauh-jauh si dewi burung hong Wan Pek lan menyusul
kesana, tujuannya tak lain adalah untuk memnta petunjuk
ilmu silat dari anak muda tersebut, tekadnya itu sudah bulat,
tak perduli apapun yang dikatakan Suma thian yu, dia sama
sekali tidak ambil peduli.
Sambil menarik muka dan melototkan sepasang matanya,
ia membentak nyaring:
"Sekalipun tak mau juga harus mau, kalau tidak, jangan
harap kau bisa meninggalkan tempat ini"
Suma thian yu yang melihat si nona menghadang jalan
perginya, dia lantas tahu kalau pihak lawan memang datang
dengan sesuatu maksud tertentu, maka setelah menghela
napas panjang, katanya:
"Aku Suma thian yu merasa tak pernah bersalah pada
langit, tak pernah bersalah pada manusia, sungguh tak
kusangka kalian mengejarku terus-menerus, nona, kumohon
kepadamu, sukalah melepaskan sebuah jalan bagiku"
Menyaksikan wajah Suma thian yu yang mengenaskan dan
perkataan yang memilukan, Bi hong siancu Wan Pek lan
segera tertawa geli, katanya dengan marah:
"Kalau dilihat dari tampangmu yang mengenaskan, seakanakan
telah dianiaya orang saja, aku toh hanya bermaksud
untuk meminta petunjuk saja kepadamu tanpa mengandung
maksud lain"
Mendengar perkataan itu, dengan keheranan Suma thian
yu segera bertanya:
"Mengapa harus bertarung dengan ku?"
"Aai, kau ini benar-benar....."
Setelah berhenti sejenak, gadis itu berkata lebih lanjut:
Karena kau tangguh, maka aku baru memohon petunjuk
darimu, hal ini hanya suatu permohonan saja, mengapa kau
berusaha menampik dengan pelbagai alasan?"
"Permohonan" Aku tidak mengenal segala macam hal
seperti itu"
"Jadi maksudmu, kau tak ingin bertarung melawan diriku?"
"Benar nona Wan!" jawaban dari Suma thian yu itu tegas
dan bersungguh-sungguh.
Si nona Wan segera meloloskan pedangnya sambil
membentak: "Baik, akan kulihat apakah kau akan turun tangan atau
tidak!" Pedangnya diputar suatu lingkaran busur, kemudian
dengan jurus Long li cian ciau (membunuh naga ditengah
ombak) langsung memba?cok batok kepala Suma Thian yu.
Ternyata Suma Thian yu mengatakan tidak bertarung tetap
tidak bertarung, buru-buru dia miringkan kepalanya sambil
menghindar ke samping, setelah itu teriaknya kaget:
"Kau....."
Belum sempat dia melanjutkan kata-katanya, bacoka
pedang dari Bi hong siancu Wan Pek lan telah menyambar
tiba, terpaksa dia harus mundur selangkah lagi ke belakang.
"Kau benar benar...."
"Ya, aku benar-benar hendak mengajakmu bertarung!"
Sembari berkata dia mendesak maju ke muka sambil
melancarkan bacokan, ia sama sekali tidak memberi
kesempatan kepada lawannya untuk berganti nafas, bahkan
secara beruntun melancarkan tiga buah serangan berantai
yang semuanya ditujukan ke jalan darah kematian di tubuh
Suma Thian yu. Waktu itu Suma Thian yu tidak bersenjata, dia didesak
terus sampai mundur berulang ka li, dalam waktu singkat
pemuda itu sudah ter jerumus dalam posisi yang berbahaya
sekali. Dalam keadaan begini, dia tak dapat menahan diri lagi
menghadapi ancaman maut, tanpa berpikir panjang lagi dia
berpekik nyaring kemudian tubuhnya melejit setinggi satu kaki
ke tengah udara.
Ditengah jalan pedangnya ditarik kembali dan secara tibatiba
mengeluarkan gerakan tubuh Yau cu huan sin (burung
belibis membalikkan badan)
pedangnya berubah menjadi beratus-ratus kuntuk bunga
pedang dan mengurung bersama ketubuh Bi hong Siancu
dengan jurus Ciang liong ji hay (naga sakti masuk ke laut).
Inilah salah satu jurus penolong yang ampuh dari ilmu
pedang Kit hong kiam hoat.
Waktu itu Bi hong Siancu sedang risau kare na lawannya
belum juga meloloskan pedangnya, tak terlukiskan rasa girang
dalam hatinya ketika menyaksikan Suma Thian yu menghunus
pedangnya sambil melancarkan serangan balasan, teriaknya
dengan segera: "Akan kulihat kau bisa berkeras kepala sampai kapan!"
Sembari berkata, buru-buru pedangnya berputar
membentuk selapis kabut senjata yang menyelimuti
kepalanya, dia telah bersiap siaga untuk menyambut
datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras guna
mencoba sampai dimanakah ketangguhan lawannya.
Siapa tahu Suma thian yu tidak bertindak seperti apa yang
diharapkan, mendadak dia merubah jurus serangan ditengah
jalan, kemudian melayang turun kembali ke tanah, bentaknya
dingin, "Nona Wan, kau kelewat mendesak orang"
Menyaksikan pemuda itu menarik kembali serangannya
sambil melayang turun ke tanah, Bi hong siancu Wan Pek lan
kuatir kalau ia menyimpan kembali pedangnya kedalam sa
rung, maka terhadap perkataan dari Suma Thian yu dia tak
ambil peduli. Mendadak gadis itu membentak nyaring, pedangnya
memapas ringgung lawan dengan jurus Thian li hui ko atau
malaikat perempuan memutar tombak.
Suma Thian yu benar-benar mendongkol luar biasa, tanpa
terasa pergelangan tangannya digetarkan lalu mengayunkan
pedangnya dengan
jurus yang diandalkan ialah Im liong tham jiau (naga mega
mementangkan sayap) ujung pedangnya seperti cakar naga
yang di ayunkan kedepan langsung menotak jalan darah Cian
Keng hiat dibahu lawan.
Bi hong siancu Wan Pek lan merasa amat gembira,
akhirnya apa yang di harapkan terwujud karena pancingannya
berhasil menjebak lawan, tanpa terasa semangatnya berkobar
dia pun mengembangkan pelajaran silat dari ayahnya untuk
melepaskan serangan keji.
Jilid 8 : Tuduhan keji
Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah
saling bertarung sepuluh gebrakan lebih, sepanjang
pertarungan itu berlangsung, Suma Thian yu selalu mengalah
dan berbelas kasihan dalam serang-serangannya, anehnya Bi
hong siancu pun seakan-akan mempunyai pandangan yang
sama, dia pun selalu berbelas kasihan didalam melancarkan
serangannya. Sekilas pandangan pertarungan yang berlangsung antara
kedua orang itu tampaknya amat seru, padahal dalam hati
masing-masing sudah ada perhitungannya, pertarungan
mereka berlangsung amat santai dan tidak saling
membahayakan jiwa masing-masing.
Lama-kelamaan kedua orang ada kalanya mereka berdua
sempat bertanya-tanya sendiri, buat apa mereka berdua harus
saling bertarung"
Akhirnya Bi hong siancu Wan Pek-lan yang tertawa merdu
lebih dulu, pedang mestikanya diputar kencang menciptakan
selapis hujan pedang yang tebal dan langsung mengancam
jalan darah Tiong teng hiat dan Tham tiong kiat ditubuh
lawan. Ditengah pekikan nyaring gadis itu, Suma Thian yu tersadar
pula dari lamunannya, tak terlukiskan rasa kagetnya melihat
ujung pedang lawan tahu-tahu sudah berada didepan dada.
xx X xx SIANAk MUDA itu membentak nyaring, Pedang Kit hong
kiamnya diputar untuk menangkis pedang lawan dengan jurus
Sik poh thian keng (batu hancur langit terkejut),
menggunakan kesempatan itu ia menerobos masuk kedepan
dan menusuk jalan darah Tham tiong hiat dan tiong teng hiat
si nona tersebut.
"Tidak sopan kalau suatu pemberian tidak dibalas dengan
pemberian lain...!" serunya.
Berbareng dengan seruan itu, terdengar Bi hong siancu
menjerit keras lalu mundur beberapa langkah dengan
sempoyongan dan akhirnya roboh terkapar diatas tanah.
Menyaksikan kejadian itu, Suma Thian yu amat terkejut,
buru-buru dia menyimpan pedangnya dan lari kesisi Bi hong
siancu sambil tanyanya dengan gelisah:
"Nona Wan, apakah kau terluka?"
Bi hong siancu Wan Pek lan berdiam kaku seperti patung,
sepasang matanya terpejam rapat-rapat, napasnya memburu
dan kelihatan menderita sekali...
Suma Thian yu makin cemas setelah menyaksikan kejadian
ini dengan perasaan bingung, buru-buru serunya:
"Nona Wan, nona Wan...'"
Melihat Wan Pek lan belum juga membuka matanya, dia
tak dapat mengindahkan ucapan yang mengatakan "antara
lelaki dan perempuan ada batas-batasnya lagi", dengan cepat
dia melakukan pemeriksaan.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tampak napasnya teratur, matanya terpejam rapat dan
mukanya merah segar, walaupun sudah diperiksa sekian lama,
tidak dijumpai gejala-gejala aneh dibalik denyutan nadi lawan,
kesemuanya ini segera menimbulkan perasaan curiga dalam
hatinya. Padahal Bi hong siancu Wan Pek lan sama sekali tidak
terluka, apa yang dilakukan sekarang tak lebih hanya berpurapura
belaka. Berbicara yang sesungguhnya, maksud tujuan dan tindakan
yang dilakukannya ini amat dalam selain hendak
menyelesaikan pertarungan yang sama sekali tak berguna itu,
diapun ingin mencari tahu sampai dimanakah watak dan
perangai dari Suma thian yu.
Dengan sepasang mata setengah terpejam, diam-diam dia
melirik dan mengikuti gerak-gerik Suma thian yu dengan
seksama dari pagi hingga sekarang, kini ia baru
berkesempatan untuk menyaksikan wajah Suma Thian yu
dengan jelas. Melihat tampangnya yang gagah dan ganteng, makin dilihat
dia merasa makin tertarik, tanpa terasa pikirnya dalam hati:
"Aaah, mustahil dia tersangkut dalam peristiwa pembegalan
barang kawalan, ooh Thian! Hal ini mustahil bisa terjadi! Ayah
pasti telah salah menuduh orang baik!"
Berpikir sampai disitu, jantungnya serasa berdebar amat
keras. Pada waktu itulah dia merasa telapak tangan Suma Thian
yu yang panas dan hangat telah ditempelkan diatas dadanya
padahal sejak dewasa selain ibunya hampir tak pernah ada
orang yang pernah menyentuh badanrya, apalagi meraba
diatas sepasang payudaranya.
Tapi sekarang, orang yang meraba payudaranya adalah
seorang lelaki, seorang pemuda tampan yang gagah dan
mempunyai daya tarik, apalagi merupakan orang yang
dicintainya, bayangkan saja bagaimana mungkin hatinya tidak
menjadi mabuk"
Dia menjadi mabuk, mabuk seperti terbang di angkasa,
perasaan semacam ini belum pernah dialaminya sepanjang
hidup, dia ingin menampik namun tak tega untuk melepaskan
kenikmatan seperti itu, keadan semacam ini amat
mengenaskan, juga amat manis dan mesra....
Tapi perempuan tetap perempuan, terutama sekali gadis
remaja yang mulai mengenal arti kata cinta, bagaimanapun
cintanya kepada pemuda itu toh sepasang matanya segera
membuka kembali, ia tidak membiarkan pihak lawan meraih
keuntungan kelewat lama.
Pada dasarnya Suma Thian yu adalah seorang pemuda
paling bodoh didunia ini, kecuali merasa gelisah, dia sama
sekali tak dapat menekan kobaran emosi dalam hatinya.
Begitu melihat Bi hong siancu mendusin, rasa girangnya
melebihi sekeluarga miskin yang secara tiba-tiba menemukan
sebuntalan emas murni, dengan cepat dia bersorak gembira.
"Nona Wan, kau tidak apa-apa bukan?"
Bi hong siancu Wan Pek lan menutup mulutnya rapat-rapat
dan menggelengkan kepalanya berulang kali.
Suma Thian yu yang melihat gadis itu mendusin kembali,
tak terlukiskan rasa girangnya ia menghembuskan napas
panjang lalu berkata:
"Waah....hampir saja aku dibikin kaget setengah mati,
terima kasih banyak, kau tidak terluka apa-apa!"
Sebetulnya perkataan semacam itu tak pantas diutarakan
keluar, jika ada pihak ketiga hadir disitu, ia pasti akan merasa
perkataan mana kelewat mesra, padahal tindakan dari Suma
Thian yu ini tak lebih merupakan suatu perbuatan yang
mendekati ketolol-tololan.
Bi hong siancu Wan Pek lan sengaja menegur dengan suara
keras. "Huuh, masa kau merasa kuatir" Hmm, mungkin kau
bertambah gembira bila menyaksikan aku mati!"
Perkataan semacam inipun tidak seharusaya diutarakan,
tapi pada dasarnya kedua orang itu memang berwatak aneh,
setelah saling ribut sekian lama, akhirnya mereka malah
merasakan kemesraannya.
Kau berani mengatakan dialam semesta ini tiada sesuatu
kekuatan besar yang mengatur segala-galanya"
Sesungguhnya Malaikat cinta mengatur bagi mereka berdua
segala sesuatunya, apakah kau ingin membantah" Kecuali
kalau kau mempunyai kekuatan lainnya itu lain cerita.
Suma thian yu mengira gadis itu masih masih marah,
dengan wajah minta maaf dia berkata:
"Aku sama sekali tidak bermaksud demikian, maaf jika aku
membuatmu terjatuh, harap kau sudi memaafkan."
Pada dasarnya anak gadis memang lebih perasa dari pada
kaum lelaki, lagi pula hati mereka lebih lembek.
Melihat wajah Suma Thian yu yang mengenaskan itu, Bi
hong siancu Wan Pek lan tak jadi curiga, cepat ia menyahut:
"Kesemuanya ini gara-gara aku mencoba unjuk
kepandaian, sehingga akibatnya kau dibikin terperanjat,
apakah kau menyalahkan aku?"
"Aah, mana, mana..." buru buru Suma Thian yu menyahut,
"asal kau tidak terluka, aku merasa girang sekali "
"Mengapa sih kau begitu menaruh perhatian kepadaku?" Bi
hong siancu balik bertanya.
"Karena... karena..."
Suma Thian yu mengulangi perkataan tersebut sampai
beberapa kali tanpa berhasil untuk melanjutkannya.
"Aku tahu kau tak punya alasan bukan?"
"Ehmmm...!"
"Ya, memang banyak kejadian yang berlangsung secara
wajar, tiada suatu bentuk alasan, yang pasti, aku rasa sesuatu
yang nyata di dunia ini selamanya tak beralasan, bukankah
begitu?" "Maaf nona, aku merasa kagum sekali kepadamu yang
melebihi orang lain"
"Jangan nona, nona melulu, aku toh bukan tak punya
nama, mengapa kau selalu memanggil dengan nama
tersebut?" ketika mengucapkan perkataan tersebut, nadanya
tersipu-sipu. "Ahh betul, tolong tanya siapakah nama nona?" buru-buru
sianak muda itu bertanya.
"Aku bernama Pek lan, ketika masih kecil orang
memanggilku Lan ji, kau boleh memanggil aku sebagai adik
Lan!" "Adik Lan..." Suma Thian yu segera memanggil, tapi kata
selanjutnya dia tak sanggup untuk melanjutkan.
Waktu itu, Suma Thian yu merasa amat gembira sekali
selama bergaul dengan Wan PeK lan, tapi kalau ditanya
menpapa, dia sendiripun tak mampu untuk mengucapkan
sesuatu. Itulah sebabnya manusia dinamakan mahkluk yang
berperasaan, yang terpenting manusia bukan rumput atau
binatang, manusia adalah mahkluk yang berperasaan.
Kadangkala perasaan semacam itu baru bisa tumbuh dan
meningkat mencapai pada puncaknya bila manusia yang
berlawanan jenis bertemu.
Ada orang bilang: Hubungan manusia antara manusia
terdapat semacam daya tarik menarik, hal ini tak lain adalah
perasaan. Waktu berlalu dengan cepatnya, dalam suasana yang santai
karena berbincang dan bergurau, tanpa terasa matahari telah
bergeser kearah barat, langit diliputi oleh cahaya keemasemasan.
Bi hong siancu Wan Pek lan mendongakkan kepalanya dan
memandang keadaan cuaca sekejap, kemudian suaranya
dengan terkejut.
"Aaah, matahari sudah condong kebarat, aku harus segera
pergi dari sini.
Entah mengapa, sewaktu mendengar gadis itu hendak
pergi, Suma Thian yu segera merasa hatinya kosong dan
kecut, ditatapnya nona Wan dengan wajah termangu, dia
seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun akhirnya niat itu
diurungkan. Padahal Bi hong siancu sendiripun tak ingin berpisah
dengan pemuda tersebut, buru buru ia mengusulkan.
"Engkoh Yu, bagaimana kalau kita kembali?"
"Kembali" Kembali kemana?" tanyanya.
"Ke rumahku!" sahut Bi hong siancu.
"Ah, bukankah hal itu sama dengan mengantar diriku
kembali ke mulut harimau?"
"Tak mungkin, aku akan membujuk ayahku, dia pasti dapat
memahami kesulitanmu.
"Terima kasih atas maksud baikmu, sayang aku masih ada
urusan penting yang tak dapat ditunda lagi, lebih baik kita
berpisah dulu sampai disini, moga-moga kita akan bersua
kembali dimasa mendatang" kata Suma Thian yu.
Berbicara sampai disitu dia lantas bangkit berdiri dan sekali
lagi memandang sekejap kearah Bi hong siancu.
Bi hong siancu yang melihat dia hendak pergi, hatinya
menjadi amat gelisah, buru-buru dia bertanya: "Engkoh Yu,
kau bermaksud hendak pergi ke mana?" kata Bi hong siancu
sedih. "Bagi seorang lelaki, cita-citanya berada di empat penjuru,
seluruh jagad bisa dijadikan rumahnya, oleh karena itu,
kemana aku sampai, disitulah aku akan berada"
"Apakah kau akan kembali lagi kemari?"
"Tentu akan kembali, menanti sampai fitnahan terhadap
diriku sudah jadi jelas sekali."
"kalau selamanya tak pernah menjadi jelas kembali...?"
"Itu berarti selama hidup aku tak akan menginjakkan
kakiku kembali ke perusahaan Sin liong piaukiok." jawab Suma
Thian yu. "Sungguh?" selesai mengucapkan perkataan itu, sepasang
matanya telah basah oleh air mata, menyusul kemudian dua
baris air mata jatuh berderai membasahi pipinya.
Suma Thian yu merasakan hatinya menjadi kecut, setelah
menghembuskan napas hiburnya.
"Aku pasti kembali untuk menengokmu, asalkan kau benarbenar
menyukai aku kembali kemari"
"Tidak, kau bohong! Aku tahu kau sedang menghiburku,
kau tak mungkin akan kembali lagi..."
Berbicara sampai disitu ternyata dia menangis terisak
dengan amat sedihnya.
Menangis semacam senjata yang ampuh bagi kaum wanita,
air mata juga merupakan semacam taktik untuk mencapai
pada tujuannya, seperti juga Suma Thian yu sekarang, dia
dibikin melumer juga hatinya oleh isak tangis dan air mata
yang jatuh bercucuran.
Seketika itu juga sang pemuda tersebut menjadi gelagapan
sendiri dengan perasaan panik, untuk sesaat dia tak berhasil
menemukan kata-kata yang cocok untuk menghibur hati gadis
she Wan tersebut, karena itu dengan mata terbelalak dia
hanya bisa memandang dengan wajah kebingungan.
Sementara itu, satu ingatan tiba tiba melintas dalam
benaknya: "Jangan-jangan nona Wan jatuh hati padaku."
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia memandang
sekejap kearahnya, siapa tahu makin dilihat dia merasa hal itu
makin benar, tanpa terasa jantungnya berdebar keras.
Buru-buru dia maju kedepan dan memegang bahu si nona,
lalu hiburnya dengan suara lembut.
"Aku pasti akan kembali untuk menengokmu, asal hatimu
tak akan berubah untuk selamanya"
Perkataan itu benar benar sangat manjur, pelan-pelan Bi
hong siancu mendongakkan ke palanya dan memandang
sekejap kearahnya dengan pandangan mata yang merah,
kemudian dengan wajah tersipu-sipu menundukkan kepalanya
rendah-rendah. Sementara mereka berdua merasa berat hati untuk saling
berpisah.... Dari arah jalan raya sana terdengar suara derap
kaki kuda yang amat ramai berkumandang dari kejauhan sana
yang makin lama semakin mendekat.
Agak tertegun Bi hong siancu mendengar suara itu, dia
segera memasang telinga baik-baik, mendadak serunya
tertahan: "Aduh celaka, ayahku telah menyusul kemari"
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Apa kau tak mendengar suara bel itu" suara yang berasal
dari kuda tunggangan milik ayah"
Kemudian dengan cepat serunya kepada Suma Thian yu.
"Cepat lari, mereka sudah datang, kalau keburu terkurung,
bisa berabe juga akhirnya!"
Mendengar itu, Suma Thian yu segera terta wa terbahakbahak.
"Haah haah haah. Aku Suma Thian yu adalah seorang
manusia yang tak akan mencari gara-gara bila tiada urusan,
dan tidak takut menghadapi setiap kejadian bila menjumpai
urusan, kalau toh mereka sudah datang, memangnya bisa
menelanku hidup-hidup?"
Terkesiap jnga Bi hong Siancu setelah mendengar
perkataan itu, buru buru pintanya dengan nada setengah
merengek: "Engkoh Yu, kumohon kepadamu sudilah kiranya untuk
menghindarkan diri lebih dahulu, ayahku bukan seorang
manusia yang bisa diusik dengan begitu saja, demi kau, juga
karena aku, cepatlah pergi meninggalkan tempat ini!"
"Kalau aku pergi, bukankah hal ini akan di tertawakan
orang?" "Darimana mereka bisa tahu kalau kau berada bersamasamaku?"
Baru saja Bi hong siancu menyelesaikan kata-katanya,
mendadak dari tengah udara berkumandang suara gelak
tertawa yang menyeramkan, mendengar itu kedua orang
tersebut menjadi terkesiap dan segera berpaling.
Tampak dua bayangan manusia dengan kecepatan luar
biasa meluncur turun dihadapan kedua orang itu.
Suma Thian yu mencoba untuk mengawasi orang itu
dengan seksama, ternyata dia tak lain adalah Boan thian hui
Ya Nu bersama seorang manusia berusia empat puluh tahun.
Begitu berjumpa dengan kedua orang itu, buru-buru Bi
hong siancu memberi hormat seraya berkata:
"Paman Ya, mengapa kaupun datang kemari?"
"Hmm, bukankah semuanya ini gara-gara kau?" Eeh,
kenapa kau bisa berada bersama anjing lelaki ini?"
Begitu Boan thian hui Ya Nu menyaksikan Suma Thia yu,


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hatinya kontan menjadi panas kembali, mungkin inilah yang
dikatakan dalam pepatah sebagai:
"Dua orang musuh besar saling berjumpa, sepasang
matapun ikut memerah"
Suma Thian yu tentu saja tidak mau menunjukan
kelemahannya, dengan cepat dia berseru:
"Hmm, prajurit yang pernah kalah, kau masih punya muka
untuk datang mencariku, huuh sunggah tak tahu malu"
Ternyata Boan thian hui Ya Nu tidak menjadi marah
sebaliknya malahan tertawa.
Anjing cilik, keparat terkutuk, kita berjum pa lagi, mari,
mari, kuperkenalkan kau dengan sahabatku ini, dia adalah
Sang tayhiap"
Suma Thian yu mencoba untuk mengamati orang iyu,
tampak wajahnya hijau membesi seperti baru saja sembuh
dari suatu penyakit yang sangat parah, mendadak dia teringat
akan seseorang, tanpa terasa tanyanya.
"Apakah orang ini yang disebut Cing bin kui (setan muka
hijau) Seng Tham?"
"Setan muka hijau adalah suatu kata makian, Suma Thian
yu sengaja berkata demikian de?ngan maksud untuk
menyindir lawannya.
Siapa tahu manusia bermuka hijau itu tertawa seram
setelah mendengar seruan tersebut, sahutnya:
"Benar, bocah keparat, tampaknya kau cukup tahu akan
diriku, aku memang bernama setan muka hijau, sedang kau
sebentar lagi akan berubah menjadi setan muka putih"
Belum sempat Suma Thian yu menjawab, dari tengah
udara telah berkumandang lagi tiga kali suara pekikan
panjang. Mendengar suara pekikan tersebut, paras muka Bi hong
siancu Wan Pek lan berubah menadi pucat pias, segera
serunya: "Ayahku datang "
Betul juga, dari hadapan mereka segera muncul tiga sosok
bayangan manusia, dalam sekejap mata bayangan tersebut
sudah tiba di depan Suma Thian yu, orang yang berada di
tengah itu sudah membentak dengan penuh kegusaran
sebelum kakinya mencapai tanah:
"Perempuan rendah, kau berani pagar makan tanaman,
diam-diam bersekongkol dengan, kaum laknat!"
Mendengar ayahnya melontarkan makian yang keji dan
amat tak sedap didengar itu, kontan saja Bi hong siancu
menangis tersedu-sedu. Suma Thian Yu adalah seorang lelaki
yang berjiwa kesatria, dia amat membenci watak Mo im sin
liong Wan Kiam ciu.
Sambil menggerakkan tubuhnya dia segera menerjang
kehadapan Wan Kiam ciu, kemudian serunya sambil
menuding: "Wan tay hiap, aku benar-benar merasa malu untukmu,
tindakanmu itu sungguh lebih rendah daripada binatang,
darimana kau bisa tahu kalau putriku bertindak pagar makan
tanaman" "Dia membelai dirimu, hal ini merupakan suatu fakta!"
bentak Mo im sin liong Wan Kiam ciu dengan gusar.
Mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu segera tertawa
terbahak bahak.
"Haahhh...haahh... hahh... Wan tayhiap, di depan orang
yang jujur tak usah berbicara bohong, apa maksud
kedatanganmu sudah aku pahami, aku orang she Suma akan
menerimanya satu persatu ....."
Dalam pada itu, Boan thian hui ya Nu menimbrung dari
samping. "Cong piautau, buat apa mesti ribut dengannya" Lebih baik
dibunuh saja habis perkara"
Si manusia berbaju hijau yang berada disampingnya seperti
takut tidak kebagian kesempatan saja, tiba-tiba ia menyerobot
maju ke lalu sambil tertawa dingin serunya:
"Anjing keparat, Toaya akan melengkapi keinginanmu itu!"
Seraya berkata dia lantas mengayunkan telapak tangannya
menghantam dada Suma Thian yu.
Melihat datangnya bacokan tersebut, Suma Thian yu
miringkan badannya lalu berkelit ke samping, katanya sambil
tertawa: "Selamanya sianya enggan membunuh prajurit tak
bernama" Gagal dalam serangannya yang pertama, si setan muka
hijau Sang tham maju kedepan sembari melancarkan sebuah
pukulan lahi, dampratnya dengan penuh kegusaran:
"Bangsat, kau pingin mampus rupanya?"
Tenaga pukulan yang amat dahsyat segera dilontarkan
kedepan sehingga menimbulkan deruan angin tajam yang
amat memekikkan telinga.
Jarak kedua dua belah pihak cuma lima langkah, begitu si
setan muka hijau Sang tham mengayunkan telapak
tangannya, Suma thian yu segera merasakan datangnya
hembusan angin dingin yang mencekam perasaannya.
Dengan perasaan terkesiap dia lantas melayang kesamping
untuk menghindarkan diri, dengan mempergunakan ilmu Ciok
tiong luan poh sin hoat ajaran si pengemis yang suka
berpelancong cong Wi Kian, tampak ujung bajunya terhembus
angin dan tahu-tahu dia sudah berdiri satu kaki dari posisi
semula ... Begitu Suma Thian yu mendemontrasikan ge rakan tubuh
yang amat indah, Bi hong siancu segera bersorak memuji.
Tampak pemuda itu segera mengejek si setan muka hijau:
"Sauya tak akan bersedia untuk bertarung melawan setan
tanpa nama, mengerti?"
"Anjing keparat" kontan saja setan muka hijau Sang tham
mencaci maki kalang kabut, "Toaya bernama Sang Tham,
ingat baik-baik namaku agar kalau sudah mampus mengetahui
siapa pembunuhmu, cepat lolosan pedangmu!"
Sebetulnya Suma Thian yu memang tidak mempunyai
kesan baik terhadapnya, apalagi setelah mendengar kalau dia
adalah murid kedua dari si mayat hidup Ciu Jit hwee atau adik
seperguruan dari si macan angin hitam Sim Kong,
kemarahannya segera berkobar.
Sengaja ejeknya dengan suara yang sinis:
Sang Tham" Sayang seribu kali sayang, sauya belum
pernah dengar nama Sang Tham berkumandang dalam dunia
persilatan"
Berbicara sampai disitu dia lantas sedekap tangan dan
tertawa terkekeh-kekeh, seolah-olah dia sama sekali tak
pandang sebelah matapun ternadap si setan muka hijau Sang
Tham. Perlu di ketahui, si setan muka hijau Sang tham adalah
seorang manusia yang liar dan membunuh orang tanpa
berkedip, mendengar perkataan itu bukannya menjadi gusar
malah tertawa tergelak, suaranya menusuk pendengaran dan
tak sedap didengar...
Selesai tertawa, mendadak sepasang mata nya yang buas
dan tajam bagaikan sembilu itu yang menembusi hati, ia
mengawasi wajahnya Suma Thian yu tanpa berkedip,
membuat anak muda itu bergidik, pikirnya:
"Amat luar biasa tenaga dalam orang ini!"
Walau Sang Tham menduduki urutan kedua dalam
perguruan si mayat hidup Ciu Jit hwee, namun usianya jauh
diatas usia kakak sepergu ruan si harimau angin Sim Kong,
sebab mayat hidup Ciu Jit hwee mengutamakan urutan dalam
penerimaan muridnya tanpa mempersoalkan perbedaan usia
diantara mereka.
Sampai di manakah kepandaian silat dari harimau angin
hitam Sim Kong, sewaktu be-ada di lembah Cing im kok yang
lalu, sudah pernah dirasakan oleh Suma thian yu dan terbukti
memang luar biasa. Benar, kekalahannya yang dideritanya
tempo hari hanya terbatas pada soal pengalaman dan
pengetahuan, namun kekalahan tersebut diterimanya dengan
hati yang tulus.
Dalam pada itu, si setan muka hijau Sang tham telah
meloloskan sebilah pedang lengkungberbentuk kaitan dari
punggung nya, kemudian serunya setelah tertawa seram:
"Hehehehe.....bila toaya telah membegalmu, kau toh akan
mengenali diriku?"
Seraya berkata, pedang kaitan berbentuk bulan sabit
direntangkan kedepan, kemudian sambil bergerak maju
kedepan, dia membacok tubuh Suma thian yu dengan jurus
Hek coa jui tong (ular hitam keluar dari gua).
Suma Thian yu memang berniat untuk mempermainkan
setan muka hijau, menghadapi ancaman tersebut ternyata ia
tidak meloloskan pedang Kit hong kiamnya. Dengan sepasang
mata yang tajam dia mengawasi pedang kaitan tersebut lekat
lekat kemudian setelah tertawa dingin ejeknya:
"Setan tua, dalam sepuluh gebrakan aku akan menyuruh
kau memperlihatkan wujud sebenarnya!"
Baru selesai dia berkata, pedang kaitan dari Setan muka
hijau Sang Tham telah menusuk tiba, tampaknya beberapa
inci lagi segera akan menyentuh ujung baju Suma Thian yu.
Pada saat itulah mendadak Suma Thian yu mendengus
dingin, menyusul bayangan tubuh nya berkelebat lewat dan
tahu-tahu sudah lenyap dari pandangan mata. Gagal dari
serangannya yang pertama, mendadak setan muka hijau Sang
Tham merasakan datangnya dengusan dingin yang bergema
dari belakang tubuh, buru-buru dia membalikkan badannya,
seketika itu juga terasa hawa dingin menembusi tulang
belakangnya, ternyata Suma Thian yu sudah menyelinap
kebelakang punggungnya.
Kontan saja sifat buas dari setan muka hijau berkobar
dalam dadanya, pedang kaitan berbentuk sabitnya dengan
jurus Heng Sau gian kun (menyapu rata selaksa
prajurit)segera menyapu kedepan mengikuti berputaran
badan-nya kemudian pedang itu ditusuk kemuka de ngan
kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Siapa tahu baru saja sepasang bahunya bergerak, tampak
ada bayangan hitam berkelebat lewat, tahu-tahu dia sudah
kehilangan lagi bayangan tubuh dari Suma Thian yu.
Kali ini, setan muka hijau Sang Tham bertindak lebih cerdik,
ketika senjatanya menca?pai setengah jalan, tiba-tiba
tubuhnya berputar kencang dan membacok kebelakang
punggung. Di dalam anggapannya, serangan yang dilancarkan kali ini
pasti akan berhasil telak, se?kalipun Suma Thian yu licik juga
tidak akan lolos dari serangan pedangnya yang aneh tapi sakti
itu. Maka itu, bersamaan dengan berputarnya sang badan,
dalam hati kecilnya dia tertawa dingin tiada hentinya.
Siapa tahu selicik-liciknya dia, orang lain tidak lebih bodoh.
Suma Thian yu tahu-tahu sudah berdiri disisinya sambil
bertepuk tangan dan bersorak sorai.
"Hooree... rupanya kau sedang menghantam si angin
busuk," ejeknya sambil tertawa tergelak, "sauya toh berada
disini, kenapa angin tak berdosa yang di hajar" Nah, sekarang
sudah lewat tiga jurus, masih ada tujuh jurus lagi untuk
memaksamu menunjuk wujud aslimu!"
Selama hidup belum pernah setan muka hijau Sang Tham
di perlakukan orang dengan cara macam ini, kontan saja
berteriak dengan penuh kegusaran:
"Bocah keparat, serahkan nyawamu!"
Menyusul teriakan itu tubuhnya bergerak kedepan bagaikan
orang kalap, sambil menciptakan selapis cahaya pedang dia
menyerang secara membabi buta.
Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang selama ini hanya
melihat jalannya pertempuran dari tepi arena, sesungguhnya
tak pandang sebelah matapun terhadap si setan muka hijau.
Oleh sebab itu menang kalah Sang tham boleh dibilang tiada
sangkut pautnya pula dengan dia, akan tetapi setelah
menyaksikan Sang thsm mulsi nekad dan siap beradu jiwa, ia
menjadi amat gelisah, teriaknya tanpa sadar:
"Saudara sekalian, maju bersama!"
Selesai berkata ternyata dia menerjang lebih dahulu
kedalam arena, disusul kemudian oleh dua orang piausu dan
Boan thian hui ya Nu.
Bi hong siancu Wan Pek lan menjadi gelisah sekali setelah
menyaksikan kejadian tersebut, berdiri disitu dia lantas
berteriak penuh kegelisahan.
"Oooh Thian, sungguh memalukan sekali perbuatan kalian!"
Yang dimaksudkan sebagai orang yang memalukan tentu
saja perbuatan dari ayahnya yang main kerubut serta
menyerang kaum muda, sebagai seorang cong piautau
ternyata dia menggunakan sistem pertarungan roda berputar
untuk meng-giliri seorang bocah cilik,
bila kabar ini tersiar keluar, nisciya hal mana akan sangat
memalukan dan merosotkan pamornya di depan mata umum.
Waktu itu Suma Thian yu sedang merasa gembira karena
berhasil menangkan San Tham, melihat kawanan musuhnya
menyerang bersama, dia segera berpekik dengan suara yang
amat nyaring, dengan suatu kecepatan luar biasa dia
mencabut keluar pedang Kit hong kiam yang tiada
tandingannya dikolong langit itu.
Begitu pedang Kit hong kiam diloloskan, dari empat penjuru
sudah menyambar tiba lima macam senjata tajam.
Dalam repotnya Suma Thian yu segera mengeluarkan jurus
Ya can pat hong atau berta rung malam delapan penjuru
untuk memunahkan ancaman lawan dengan kekerasan.
Waktu itu kemarahannya telah berkobar, buru-buru dia
menghimpun tenaga dalamnya sambil memutar pedang,
secara beruntun dia lepaskan dua kali serangan berantai untuk
mendesak mundur lima orang yang mengerubutinya sampai
beberapa langkah, kemudian bentaknya pada Wan Kiam cu
dengan kobaran emosi:
"Wan tayhiap, dendam ini akan kuingat selalu dihati, suatu
ketika aku orang she Suma pasti akan berkunjung lagi ke Sin
liong piauliok untuk menentukan mati hidup bersamamu!"
Selesai berkata, dia berpekik nyaring, sepasang kakinya
menjejak tanah dan melambung ke tengah udara kemudian
dengan kecepatan luar biasa melesat ke dalam hutan lewat
dibelakang tebing.
Melihat pemuda itu melarikan diri, tentu saja Mo im sin
liong enggan untuk melepaskan dengan begitu saja, sambil
membentak pendek, kakinya menjejak tanah dan segera
mengejar dengan kecepatan tinggi.
Keempat orang lainnya tak mau ketinggalan, serentak


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka melakukan pengejaran dengan kecepatan tinggi.
Tak lama kemudian Suma Thian yu telah tiba ditepi hutan.
Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang berada dibelakangnya
segera membentak keras:
"Bocah keparat, jangan kabur! Tinggalkan dahulu selembar
nyawamu!" Belum habis dia berkata, Suma Thian yu telah menembusi
hutan dan menyelinap dibalik dedaunan.
Tentu saja Mo im sin liong tak rela melepakan mangsanya
dengan begitu saja, dia segera memberi tanda kepada rekanrekannya
agar melanjutkan pengejaran tersebut.
Mendadak dari balik hutan brkumandang suara pekikan
areh yang amat nyaring....
Mendengar pekikan tersebut, Mo im sin liong Wan Kiam ciu
menjadi tertegun, ketika ia mendongakkan kepalanya, tampak
tiga sosok bayangan manusia sedang melesat keluar dari
dalam hutan dan melayang turun dihadapan mereka, persis
menghadang jalan pergi orang-orang itu.!
Melihat siapa yang datang Boan thian hui Ya Nu segera
menjerit kaget.
"Aaah, pencoleng berkerudung!"
Betul, disitu telah muncul tiga orang manusia berkerudung,
ketiga orang itu menutupi wajahnya dengan kain berwarna
hitam dengan jubah berwarna hitam pula, selain sepasang
matanya yang berkilauan tajam, boleh dibilang tak terlihat
bagaimanakah mimik wajahnya ketika itu.
Begitu berjumpa dengan manusia berkerudung itu,
kemarahan Mo im sin liong Wan kiam ciu semakin memuncak,
tanpa bertanya merah atau hijau lagi, segera bentaknya
keras-keras: "Siapa yang berada didepan sana" Mengapa menghadang
jalan pergi kami?"
"Toayamu hendak menghalangi jalan pergi mu, mau apa
kau?" sahut manusia berkerudung yang ada ditengah dengan
dingin. "Siapakah kau?"
"Orang yang telah membegal barang kawalan perusahaan
kalian" jawab orang itu dingin.
"Wan piautau, membunuh adalah suatu perbuatan yang
dilakukan hanya dengan mengangkat tangan, mengapa kau
mesti melakukan pembunuhan terhadap seorang bocah cilik?"
"Apa sangkut pahutnya antara bocah keparat dengan
kalian?" "Ooh, soal itu mah lebih baik tak usah di campuri Wan
piautau, bocah itu sudah kubawa pergi, kalau punya
kemampuan minta sajalah kepadaku!"
Selama hidupnya Mo im sin liong Wan Kiam ciu hidup
diujung golok, begitu rnenrtengar ke tiga orang itu mengaku
sebagai pembegal barang kawalannya dan mereka pula yang
telah menyelamatkan Suma Thian yu, kontan saja marah,
ssgera dia menerjang ke muka dan melepaskan sebuah
bacokan ke tubuh orang itu.
"Kiam ciu!" terdengar orang berkerudung itu membentak
keras, "masih ingin hidupkah kau?"
Ketika mendengar teguran tersebut, Mo im sin liong Wan
Kiam ciu yang sedang memasang gaya untuk melancarkan
serangan menjadi agak terhenti, kemudian ia berdiri
termangu-mangu ditempat semula dengan perasaan terkesiap.
"Suara orang ini sangat kukenal... sebenarnya siapakah
dia?" demikian ia berpikir.
Sementara dia masih termenung, terdengar orang itu
berkata lagi: "Kiam ciu, matikan saja keinginanmu itu, lebih baik pulang
saja ke rumah....."
Mendengar perkataan itu, mendadak Mo im sin liong Wan
Kiam ciu teringat akan seseorang, paras mukanya segera
berubah hebat, tapi dengan cepat ia menggelengkan
kepalanya untuk menyangkal kembali jalan pemikiran
tersebut, tanyanya sambil mendongakkan, kepala
"Siapakah kau" Dapatkah aku mengetahuinya?"
"Sesaat sebelum ajalmu tiba, aku pasti akan menyingkap
kain kerudung ini untuk memperlihatkan wajah asliku
kepadamu!"
Mendengar perkataan tersebut, Mo im sin liong Wan Kiam
ciu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa panjang.
"Haaah....haaah....haaah....sungguh beruntung kita bisa
saling bersua muka pada hari ini, bersusah susah aku mencari
jejakmu akhirnya berhasil ditemukan tanpa bersusah payah.
Bila kalian bertiga tidak segera menyerahkan barang kawalan
kami yang dibegal, jangan harap kalian bisa keluar dari sini
dengan keadaan hidup!"
Berbicara sampai disitu, dia lantas memberi perintah
kepada para piausunya.
"Bekuk mereka semua!"
Siapa tahu belum selesai dia berkata, mendadak terdengar
ke tiga orang manusia berkerudung itu tertawa tergelak
bersama. Ketika Wan Kiam ciu mendongakkan kepalanya, dengan
perasaan kaget segera jeritnya:
"Aaaah"
Ternyata ke empat orang pembantu yang dibawanya telah
berdiri mengintari dibelakang tubuhnya dengan berjajar,
sambil megang senjata, meraka mengawasi kearahnya dengan
senyuman licik menghiasi bibirnya.
Merasakan gelagat tidak beres, dengan perasaan terkesiap,
Mo im sin liong segera bertanya:
"Kalian..."
Belum habis dia berkata, Boan thian hui Ya Nu telah
menyela sambil tertawa licik.
Wan congpiautau, kau terkejut" Siapa suruh kau pikun dan
tolol, jangan salahkan jika kamipun bertindak pagar makan
tanaman, heeh...heeeh..., hari ini adalah hari kematianmu,
cuma bila kan bersedia menyerahkan perusahaan Sin liong
piaukiok kepadaku, tentu orang she Ya pun bisa berbelas
kasihan dengan mengampuni selembar jiwamu."
Ternyata Boan thian hui Ya Nu telah bersekongkol dengan
kawanan penyamun berkerudung itu, tentu saja si Setan muka
hijau Sang Tham pun diundang datang secara khusus untuk
membantu pihak mereka.
Mimpipun Mo im sin liong Wan Kiam ciu tidak menyangka
kalau mata-matanya berada dalam tubuh perguruan sendiri,
melihat masa jayanya sudah lewat, diam-diam ia menghela napas
panjang, akhirnya setelah mengambil keputusan didalam hati,
katanya sambil tertawa sedih:
"Ya Nu! Lohu bersikap sangat baik kepada mu, siapa tahu
kau adalah seorang manusia yang berpakaian binatang.
Pepatah kuno memang berkata benar: Tahu orangnya,
tahu mukanya belum tentu tahu hatinya... Ternyata lohu
sudah salah menilai dirimu, tidak sulit bila kau menginginkan
perusahaan ini, cuma kau mau mesti bertanya dulu kepada
pedangku ini, jika dia setuju, tentu saja lohu akan
menyerahkan de ngan sepasang tangan terbuka..."
Setan muka hijau Sang Tham tertawa seram.
"Heehh...heeehh...heehh.,. kematian sudah berada didepan
mata, buat apa mesti banyak ber bicara lagi" Toaya akan
segera mengirim dirimu lebih dulu untuk pulang kerumah
kakek moyangmu"
selesai berkata, pedang kaitan berbentuk bulan sabitnya
diayunkan ke muka menusuk tenggorokan wan Kiam ciu.
Mo im sin-liong wan Kiam ciu tertawa seram, pedangnya
dengan jurus Sau soat hee ciat (Membersinkan salju dibawah
rumah) menangkis datangnya ancaman pedang kaitan
tersebut, menyusul kemudian dengan jurus Sin liong ji hay
(naga sakti masuk samudra) secepat kilat dia menusuk ke ulu
hati setan muka hijau Sang Tham.
Boan thian hui Ya Na paling mengetahui kemampuan yang
sebetulnya dari Wan Kiam cui, dia kuatir setan hijau Sang
Tham terkecoh, maka sambil memutar senjata Sam ciat kunnya
ia terjun pula ke arena pertarungan, suatu pertarungan
sengit dengan cepat berkobar.....
Mo im sin liong wan Kiam ciu dengan megandalkan ilmu
pedang Hu mo kiam hoat serta Mo im sin hoatnya yang lihay
pernah menjagoi utara dan selatan sungai besar, meski
sekarang diharuskan berhadapan langsung dengan dua orang
musuh tangguh, dia masih dapat memberikan perlawanan-nya
dengan gigih, dia kuatir dikerubuti orang banyak, maka begitu
turun tangan dia lantas melancarkan ancaman dengan jurusjurus
dahsyat dan mematikan.
Benar juga, tak lama kemudian si setan muka hijau Sang
Tham keok lebih dulu, menyusul kemudian Boan thian hui Ya
ikut terpapas kutung sebuah jari tangan-nya.
Tiga orang manusia berkerudung yang berada disamping
arena dan melihat gelagat tidak menguntungkan, dengan
cepat membentak keras dan bersama-sama terjun ke arena
pertarungan, dengan demikian situasinya segera berubah, Mo
im sin liong kena terdesak sehingga mundur kebelakang
berulang kali........
Sepasang tangan sulit melawan empat tangan, seorang
gagah sukar melayani gerombolan monyet, apalagi usia Mo im
sin liong San Kiam ciu telah mencapai enam puluh tahunan,
setelah bertarung sekian lama ia makin tak kuasa menahan
diri. Pada mulanya dia masih dapat memutar senjatanya dengan
leluasa, tapi lama-kelamaan akhirnya makin keteter dan tak
sanggup menahan diri lebih lanjut.
Paras muka Mo im sin liong berubah menjadi merah padam
bagaikan darah, sepasang matanya merah berapi-api, pakaian
yang dikenakan olennya kini telah bertambah dengan
beberapa buah lubang, hingga detik ini dia benar-benar
kehabisan tenaga dan berada diambang kematian. Tampak
giginya saling bergemerutukan keras, mendadak ia berjongkok
lalu sambil membentak nyaring, sepasang lengan-nya
diluruskan kemuka dan tubumenerjang keudara dan berusaha
untuk melompat keluar dari arena dengan mengerahkan sisa
kekuatan yang dimilikinya.
Boan thian hui Ya Nu yang mendendam karena jarinya
dipapas kutung, tentu saja tak akan membiarkan dia
melarikan diri dengan begitu saja, sambil memberi tanda
kepada semua orang, serentak mereka melompat ke muka
dan menubruk bersama ketubuh Mo im sin liong Wan kiam
cui. Tujuh macam senjata bagaikan titik air hujan berbareng
membacok kearah tubuh lawan.
Tampaknya Mo im sin liong Wan Kiam akan terjerumus
kedalam bahaya maut dan tak mungkin jiwanya bisa tertolong
lagi... Disaat yang amat kritis itulah mendadak dari tengah udara
berkumandang suara pekikan nyaring yang memekikkan
telinga, menyusul kemudian terlihat sesosok bayangan
manusia berwarna hitam masuk ke dalam arena dengan
kecepatan luar biasa.
Seketika itu juga terdengar suara benturan senjata yang
amat ramai disusul jeritan kesakitan bergema memenuhi
angkasa, diantara ba yangan manusia berkelebat lewat, tujuh
delapan sosok bayangan manusia tahu-tahu sudah roboh
rerkapar diatas tanah sambil mengaduh kesakitan.
Ditengah arena pertarungan, kini telah berdiri seorang
kakek berwajah segar yang sangat berwibawa, ditangannya
menggenggam sebuah senjata kebutan dan berdiri disitu
sambil tersenyum.
Waktu itu sebenarnya Mo im sin liong sudah memejamkan
matanya siap mati, ketika tiba-tiba muncul seorang bintang
penolong dari atas langit, ia merasa terkejut sekali, buru-buru
melompat bangun, kemudian dengan hormat dia menjura
seraya berkata:
"Berkat bantuan dari saudara, kuucapkan banyak terima
kasih atas pertolonganmu!"
"Cepat-cepatlah pulang, kuatirnya kalau terjadi sesuatu
peristiwa yang diluar dugaan!"
Mendengar perkataan itu, Mo im sin liong merasa amat
terkejut, satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya,
kemudian jeritnya kaget:
"Aah, jangan-jangan aku sudah terkena siasat memancing
harimau turun gunung?"
Kakek itu mengangguk dan tersenyum, lalu ia tidak bicara
lagi. Mo im sin liong Wan kiam cui merasa gelisah sekali, buruburu
tanyanya lebih jauh:
"Tolong tanya siapakah namamu agar budi kebaikan ini
bisa kubalas dikemudian hari!"
"Cepatlah pergi! Tak ada gunanya menanyakan soal itu
kepadaku, lebih baik segera pulang keperusahaan Piaukiok
untuk menyelamatKan bencana" kembali kakek itu tegsenyum!
Mo im sin liong Wan Kiam ciau tidak bertanya lebih jauh,
dia segera menjura kemudian melompat pergi meninggalkan
tempat itu, dalam beberapa langkah saja dia sudah lenyap
dari pandangan mata.
Sepeninggal Mo im sin liong, kakek itu baru mengalihkan
sorot matanya dan mengawasi ketujuh orang pencoleng yang
tergeletak ditanah lalu sambil mengibaskan senjata
kebutannya, ia berkata :
"Semuanya cepat bangun! Sudah tak becus macam
gentong nasi, masih berani berlagak sok pendekar"
Seakan-akan memiliki kewibawaan yang luar biasa, ketujuh
orang pencoleng yang sedang merintih diatas tanah itu segera
merangkak bangun kemudian dengan empat belas matanya yang
memancarkan sinar takut bercampur merengek, mereka
bersama-sama mengawasi tubuh kakek tersebut.
Si kakek segera tersenyum, katanya.
"Lohu paling benci dengan segala macam permainan
rendah dan busuk seperti ini, berbicara dari perbuatan yang
kalian lakukan, sebetulnya tak seorangpun tak boleh dibiarkan
hidup, tapi mengingat kalian belum melakukan kejahatan
besar, maka sengaja kuampuni jiwa mu sekali ini saja, bila lain
kali sampai terjatuh kembali ketangan lohu, tak akan seenteng
ini yang bakal kuberikan"
Berbicara sampai disitu, ditatapnya ketujuh orang itu
dengan pandangan tajam, kemudian bentaknya lebih lanjut.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mengapa tidak segara enyah dari sini" Apakah ingin
menunggu sampai lohu yang menghantar keberangkatan
kalian?" Meski suaranya halus namun memancarkan semacam
kewibawaan yang membuat orang tak berani melanggarnya.
Hoan thian hui Ya Nu berangkat duluan disusul lima orang
lainnya, tinggal seorang manusia berkerudung yang masih
tetap tinggal disitu sambil mengancam:
"Toaya tak akan melupakan peristiwa yang berlangsung
hari ini dengan begitu saja, tinggalkan namamu, dikemudian
hari pasti akan kubalas pemberianmu pada hari ini"
Kembali kakek itu tertawa terbahak-bahak setelah
mendengar ucapan tersebut.
"Bagus, punya keberanian, punya semangat, lohu paling
suka dengan manusia semacam kau, baik! Jika kau ingin
membalas peristiwa hari ini, silahkan saja datang ke telaga
Tong ting yu untuk mencari Heng see Cinjin..."
Mengetahui kalau kakek yang berada dihapannya kali ini
adalah Heng see Cinjin yang nama besarnya sudah termashur
dalam dunia persilatan sejak puluhan tahun berselang,
manusia berkerudung itu tak berani banyak berbicara lagi. dia
segera membalikkan badan dan segera melarikan diri terbiritbirit
meninggalkan tempat itu.
Memandang bayangan hitam yang semakin menjauh dari
pandangan mata itu. Heng see Ciajin tertawa terbahak-bahak,
kemudian selesai tertawa bentaknya dengan suara rendah.
"Bocah, sekarang kau sudah boleh keluar."
Baru selesai dia berkata, dari dalam hutan terdengar
sesorang menyahut lantang:
"Aku telah datang!"
Sesosok bayangan manusia melayang keluar dari balik
pepohonan, setelah berputar satu lingkaran diudara, dengan
entengnya dia melayang turun di muka Heng see Cinjin.
Ternyata orang itu tak lain adalah si pendekar cilik Suma
Thian yu. Begitu mencapai permukaan tanah Suma Thian yu
segera berkata dengan hormat:
"Rupanya cianpwee, maaf bila boanpwee punya mata tak
berbiji." Heng see Cinjin segera tertawa terbahak-bahak".
"Haaah, haaah, haaah, sudah kau dengar namaku. Bocah,
siapakah gurumu?"
"Guruku adalah Put gho chu."
Mengetahui kalau guru Suma Thian yu adalah Put Gho cu
yang angkat nama bersamanya tak terasa Heng see Cinjin
tertawa bergelak.
Tapi secara tiba-tiba dia menghentikan kembali gelak
tertawanya, kemudian setelah melirik sekejap kearah pedang
yang tersoreng dipunggung Suma Thian yu, katanya agak
tercengang. Dari mana kau dapatkan pedang itu?"
"Hadiah dari paman boanpwee, Kit hong kiam Wan Liang."
"Ehmm, bagaimana dengan dia" Sekarang dia berada
dimana?" "Dia seorang tua telah tiada."
"Sudah mati?" paras muka Heng see Cinjin berubah hebat,
"apa yang menyebabkannya kema tian-nya?"
Begitu teringat dengan kematian paman Wan nya yang
mengenaskan, sepasang mata Suma thian yu berubah
menjadi merah padam, titik air mata jatuh bercucuran
membasahi pipinya, sampai lama kemudian ia baru berusaha
untuk menekan kesedihan yang mencekam dalam dadanya.
Kemudian secara ringkas dia menceritakan kisah kematian
Wan Liang yang mengenaskan itu kepada Heng see Cinjin,
kemudian secara ringkas mengisahkan pula apa yang telah
dialaminya di perusahaan Sin liong piaukiok.
Heng see Cinjiu mendengarkan dengan seksama, kemudian
sambil mengdongakkan kepalanya dia menghela napas
panjang. "Aaai... sakit hati tenggelam ke dasar samudra, tiada saat
untuk membuktikan kebersihan diri lagi"
"Sungguhkah dugaan dari locianpwee itu"
"Ehhmm ...kau tahu manusia macam apakah Bi kun lun
Siau Wi goan yang menjadi musuh bebuyutannya paman
Wan?" Suma Thian-yu menggelengkan kepalanya berulang kali.
BoanPwee kurang jelas, mohon kau sudi memberi
penjelasan"
"Aaai....siancay, kalau persoalan ini saja tidak kau pahami,
bagaimana mungkin fitnahan yang menimpa Wan Liang bisa
terselesaikan dengan baik...?"
Selesai berkata, Heng see Cinjin segera duduk bersila dan
mempersilahkan pula kepada Suma Thian yu untuk duduk,
kemudian katanya.
"Nak, kau duduklah dulu, akan kujelaskan semua perangai
yang sebenarnya dan Siau Wi goan"
Suma Thian-yu segera duduk. Pada saat itulah mendadak
ia teringat kembali dengan bencana yang menimpa
perusahaan Sin liong piau kiok, buru-buru katanya:
"Locianpwee, bagaimana dengan keadaan di Sin liong
piaukiok?"
"Anak bodoh, apa sangkut pautnya persoalan ini dengan
dirimu" Mereka amat membencimu sehingga kalau bisa makan
dagingmu dan menghirup darahmu, buat apa kau mesti
memper?hatikan dirinya" "
"Tapi......
Melihat sikap Suma Thian yu yang murung dan penuh
perasaan cemas, diam-diam Heng see Cinjin memuji atas
kebesaran hati dan sifat kependekaran dari pemuda itu,
katanya sambil tertawa:
"Bencana bisa dihindari, bagaimana dengan kekesalan"
Nak, tak usah kau pikirkan tentang masalah itu, dengarkan
dulu perkataanku. Sudah pasti wan Kiam ciu si manusia tolol
itu dapat dibantu"
Mendengar ucapan mana, Suma Thian yu segera berpikir
lagi didalam hati:
"Menunggu kau menyelesaikan kata katanya, mungkin Sin
liong piaukiok sudah hancur menjadi puing-puing yang
berserakan?"
Walaupun dia berpikir demikian, toh perasaannya agak
tenang banyak, karena setelah Heng see Cinjin berkata
demikian, sudah pasti ia telah mengatur suatu rencana yang
ma?tang. Sementara itu Heng see Cinjin telah memandang sekejap
ke arah Suma Thian yu, lalu berkata.
"Nak, orang yang hendak kau cari adalah pemimpin
kalangan putih dari dunia persilatan dewasa ini, andaikata dia
adalah musuh umum dari dunia persilatan saat ini, lohu yakin
usahamu itu pasti akan segera berhasil, sa yang Bi kun lun
Siau Wi goan adalah seorang yang dianggap sebagai seorang
Kuncu, seorang enghiong hohan dari dunia persilatan, bila kau
berani mencarinya, berarti kau sedang menantang seluruh
umat persilatan untuk berduel, akibatnya tak bisa dibayangkan
dengan kata-kata.
Mendengar sampai disitu, Suma Thian yu segera bertanya
dengan perasaan gugup:
"Kalau begitu, harapan dari boauwe ini tak mungkin bisa
terwujud....?"
"Aku rasa demikian, kecuali kalau kau memiliki suatu
kepandaian yang luar biasa"
Berbicara sampai disitu, Heng see Cinjin berhenti sejenak,
kemudian melanjutkan :
"Cuma, manusia tak akan menangkan takdir, kebenaran
pasti akan ditegakkan, asal kau dapat menemukan suatu bukti
dari kejahatan yang telah dilakukan Siau Wi goan, tentu saja
hal ini akan mempermudah dirimu untuk mempermudah
dirimu untuk melaksanakan tugas tersebut"
"Jadi locianpwee menganggap dia adalah seorang yang
baik?" "Hanya bisa mengatakan demikian, karena dia tidak
mempunyai bukti yang menunjukkan kalau telah melakukan
kejahatan"
Suma Thian-yu merasakan hatinya sakit sekali, katanya
kemudian dengan cepat:
"Dia adalah orang jahat! Dia adalah pemimpin dari
rombongan penyamun berkerudung itu!"
"Aku memang pernah mendengar berita tersebut" kata
Heng see Cinjin hambar, "tapi kalau sesuatu kejadian belum
dibuktikan dengan mata kepala sendiri, hal mana tak dapat
diper caya dengan begitu saja"
Suma Thian yu menjadi sangat gelisah, serunya lagi
dengan cemas. Hal 57 dan 58 hilang
Suma thian yu seorang yang cerdas, mendengar perkataan
itu, kecurigaan-nya lenyap, kemurungan dan kekesalan yang
semula menyelimuti wajahnya pun lenyap, dengan perasaan
terima kasih, dia awasi Heng See cinjin tak berkedip, sepatah
katapun tak sanggup diucapkan karena haru.
Melihat itu Heng see Cinjin segera berkata sambil
tersenyum: "Orang yang baik selalu dilindungi Thian, persoalanmu kali
ini hanya ada rasa kejut tiada bahaya, semoga kau dapat maju
dengan gagah berani...."
"Terima kasih atas petunjuk dari cianpwee, seru Suma
Thian yu sambil bangkit dan mengucapkan rasa terima
kasihnya. Heng see cinjin mengulapkan tangannya menyuruh dia
duduk, dan katanya lagi:
"Mereka segera akan datang, mari kita duduk dan menanti
sejenak!" "Siapa mereka?" tanya Suma Thian yu dengan rasa
keheranan. "Sebentar kau akan mengerti, buat apa mesti terburu
napsu?" Berbicara sampai disitu, Heng see cinjin segera memasang
telinga dan mendengarkan dengan seksama, kemudian ia
segera tertawa terbahak-bahak.
"Haah...haah....haah...mereka sudah datang, cara kerja
kedua orang setan cillk ini benar-benar cepat sekali!"
Suma Thian yu tidak tahu permainan macam apakah yang
hendak dilakukan Heng see cinjin ini, untuk sesaat dia menjadi
kebingungan setengah mati dan cuma bisa mengawasi kakek
itu dengan wajah termangu.
Heng see Cinjin segera menuding keatas tebing, lalu
tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah...coba lihat, bukankah mereka telah
datang?" Suma Thian yu segera berpaling, mengikuti arah yang
ditunjuk Heng see Cinjin, tampak ada dua sosok bayangan
manusia sedang meluncur mendekat dengan kecepatan luar
biasa. Cukup dilihat dari gerakan tubuh mereka,
dapat diketahui kalau kedua orang itu adalan jago-jago
persilatan nomor wahid dari kolong langit...
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah melayang
turun disamping mereka, ternyata ke dua orang itu adalah
muda mudi yang berusia antara tujuh delapan belas tahun.
Begitu mencapai diatas permukaan tanah, muda mudi itu
segera melayang turun ke tanah dan menyembah kepada
Heng see Cinjin sembari melapor:
"In su, tugas yang dibebankan kepada kami telah
diselesaikan, cuma sayang kami gagal untuk melindungi Mo im
sin liong Wan Kiam ciu Wan cong piautau"
"Apa" Wan congpiautau telah tertimpa suatu musibah?"
Setelah menjerit kaget, dengan gusar Heng see Cinjin
segera menegur sepasang muda mudi itu:
"Bodoh! Bagaimana pesanku pada kalian" Masa urusan
sekecil inipun tidak bisa dibereskan secara tepat" Begitu masih
ingin membicarakan masalah besar lainnya"
Ternyata sepasang muda mudi ini adalah murid
kesayangan dari Heng see cinjin, mereka adalah saudara
sekandung, yang lelaki bernama Thia Cian, yang perempuan
Thia Yong. Sejak kecil dua saudara ini hidup sengsara karena di tinggal
mati kedua orangnya, oleh Heng see Cinjin mereka pun di
bawa pulang kebukit Kun san dipelihara disana.
Oleh karena kedua orang itu mempunyai bakat yarg baik
untuk berlatih silat, timbul perasaan sayang Heng see Cinjin
kepada mereka, sejak kecil kepandaian silatnya telah diberikan
kepada mereka berdua.
Perlu di ketahui Heng see Cinjin adalah kakak seperguruan
Leng gho Cinjin ketua partai Kun lun dewasa ini, ilmu silatnya
lihay sekali. Berhubung adik perguruannya Leng gho Cin jin sombong
dan kemaruk akan nama dan kedudukan, sedangkan dia
hambar akan nama dan kedudukan, seringkali kedua orang
bersaudara perguruan ini bentrok berselisih paham, akhirnya
diapun menyerahkan kedudukan ciangbun jin tersebut kepada
Leng gho Cinjin.
Sedangkan dia sendiripun berkelana dalam dunia
persilatan, selain mengasingkan diri diapun memusatkan
segenap perhatiannya untuk mendidik anak muridnya.
Oleh karena itu, begitu terjun kedalam dunia persilatan,
dua bersaudara Thia segera menjadi tenar dan
menggemparkan dunia persilatan, semua orang menyebut
mereka sebagai Thi pit suseng (sastrawan berpena baja) dan
Toan im siancu.
Sementara itu Thi pit suseng Tnia Cian sedang berkata
dengan nada menyesal:
"In su, dalam melindungi keselamatan jiwa Wan
congpiautau, tecu berdua memang tidak berkemampuan,
justru karena kami datang tepat pada waktunya, maka Sin
Liong piauklok baru selamat dari jurang kehancuran"
Suma Thian yu menjadi gelisah sekali setelah mendengar
kalau Wan cong piantau menderita luka parah, baru saja Thi
pit suseng Thian Cian menyelesaikan kata-katanya, dengan
cepat dia telah bertanya:
"Apakah jiwanya terancam bahaya?"
Jilid 9 : Mengusut pencoleng berkerudung
Dengan cepat Thi pit suseng Thia Cian menggelengkan
kepalanya berulang kali.
"Sukar untuk diramalkan, tapi nampaknya memang
terancam jiwanya"


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Si tua bangka tolol dan bodoh itu sudah sepantasnya
merasakan sedikit penderitaan, kalau tidak, mana mungkin ia
dapat membedakan yang baik dan yang buruk"
Kemudian kepada Thi pit suseng Thia Cian kembali
bertanya. "Cian ji, siapakah yang telah melakukan pembantaian
terhadap perusahaan pengawal barang itu?"
"Tecu tidak tahu, konon mereka adalah segerombolan
penyamun berkerudung"
"Aaaah, lagi-lagi gerombolan penyamun kerudung!" gumam
Suma Thian-yu seorang diri, kemarahan-nya makin membara.
Tampaknya Heng see cinjin sudah mempunyai perhitungan
dalam hatinya, ia berkata kemudian:
"Sudah kuduga sejak semula, begitupun lebih baik, kalau
tidak demikian, lama-kelamaan Sin liong piaukiok bakal
dikuasahi pula oleh mereka...."
Dalam pada itu, Toam im siancu Thio Yong yang berada
disamping, telah menimbrung:
"In su, bencana yang menimpa perusahaan Sin liong
piaukiok tak akan berakhir sampai disini saja!"
"Kenapa?"
"Tecu mendengar ada seorang pencoleng berkerudung
yang mengancam akan datang lagi sesaat sebelum
meninggalkan tempat itu"
"Sungguhkah perkataanmu itu?" tanya Heng see cinjin
dengan perasaan terperanjat.
"Benar Insu, tecu pun ikut mendengar ancaman tarsebut"
sambung Thi pit suseng Thia Cian dengan cepat.
Paras muka Heng see cinjin segera berubah menjadi amat
serius, katanya kemudian:
"Bajingan yang menggemaskan, selama lohu masih hidup
didunia ini, aku pasti akan menghadapi mereka sampai titik
darah yang peng habisan"
Setelah berhenti sejenak, terusnya.
"Anak Cian, apakah orang-orang dari perusahaan piaukiok
itu pada mengetahui kejadian ini?"
"Yaa, mereka semua mengetahui"
"Kalau begitu aku bisa berlega hati, setelah terjadinya
peristiwa yang menimpa mereka ini, tentu mereka akan
bertindak lebih seksama dan waspada" gumam Heng see
cinjin kemudian.
Setelah Suma Thian yu mendengar pembicaraan mereka,
hatinya merasa semakin gelisah, bagaimana sikap Mo im sin
liong Wan Kiam cui terhadapnya, asal dia masih memiliki
kemampuan maka dia bertekad hendak menyelamatkan
bencana tersebut.
Maka kepada Heng see cinjin katanya.
"Locianpwe, aku ingin sekali pergi ke Sin liong piaukiok
untuk melihat keadaan, entah bolehkah aku kesitu?"
Heng see cinjin segera berpaling dan memandang sekejap
ke arah Suma Thian yu dengan ramah, lalu ia balik bertanya:
"Kau berani kesana?"
"Berani saja, memangnya mereka masih bisa membenci
aku" Atau berbuat sesuatu yang tak menguntungkan bagiku?"
"Soal ini sukar untuk dikatakan, nak, ketahuilah kesalahan
paham Mo Im sin liong Wan Kiam ciu terhadap dirimu sudah
kelewat mendalam, bila kau kembali kesitu maka hal mana
hanya akan menambah kesulitan saja bagimu."
Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera tertawa
dengan penuh rasa percaya pada diri sendiri, sahutnya.
"Aah, tidak mungkin, asal aku merasa tak pernah
melakukan suatu perbuatan yang melanggar kebenaran,
sekalipun mereka menaruh kesalahan paham terhadap
boanpwee, hal mana juga tak menjadi soal"
Melihat pemuda itu bersikeras hendak pergi juga, terpaksa
Heng see cinjin harus mengangguk untuk menyetujuinya.
Suma Thian yu segera berpamitan kepada Heng see cinjin
bertiga, kemudian sambil membalikkan badan dia balik
ketempat semula.
Waktu itu senja telah tiba, kota Hong ciu telah dipenuhi
oleh cahaya lentera yang berwar na warni, setelan menempuh
perjalanan sekian waktu, akhirnya sampailah Suma Thian yu di
depan perusahaan Sin liong piaukiok...
Waktu itu pintu masih terbuka le?bar, enam orang lelaki
bersenjata golok dan tombak berdiri didepan pintu, ketika
menyaksikan Suma Thian yu muncul dintu, serentak mereka
berteriak keras.
"Setan cilik, mau apa kau datang kemari?" Suma Thian yu
menjura dan tertawa, sahutnya.
"Harap toako suka melapor ke dalam, katakan kalau ada
seorang manusia yang bernama Suma Thian yu ingin
berbicara dengan Tio piautau"
Salah seorang lelaki kekar itu melotot sekejap ke arah
Suma Thian yu dengan gusar, ke mudian sambil berjalan balik
kedalam ruangan, gumamnya kemudian.
"Akan kulihat apakah kau masih punya nyawa untuk pulang
kerumah nanti..."
Tak lama setelah masuk ke dalam, lelaki kekar itu telah
muncul kembali diiringi oleh Pena baja bercambang Tio Ci hui.
Begitu melihat kemunculan si Pena baja bercambang Tio Ci
hui, dengan langkah cepat Suma Thian yu menyongsong
kedatangannya, lalu beireru denean gembira. "Tio toako..."
Tampak paras muka Pena baja bercambang
Tio Ci hui suram tak bersinar, seolah-olah dia menyimpan
suatu kedukaan yang amat besar, tegurnya dengan nada
hambar. "Hiante, mau apa kau balik lagi kemari?"
Suma Thian yu semakin tercengang menyaksikan paras
muka si Pena baja bsrcambang Tio Ci hui yang sangat aneh
itu, buru-buru tanyanya lagi dengan keheranan.
"Tio toako, mengapa kau" Kalau kulihat wajahmu yang
murung dan suram, jangan-jangan telah terjadi sesuatu
ditempat ini?"
Maksud Suma Thian yu, dia menanyakan spakah Wan Kiam
ciu telah tewas karena luka dalam yang dideritanya, tapi si
Pena baja bercambang Tio Ci hui telah salah mengartikan
sebagai kepura puraan anak muda itu dalam peristiwa
penyerbuan musuh tangguh terhadap perusahaan mereka.
Kontan saja paras mukanya berubah hebat, serunya penuh
kegusaran. "Hiante, dihadapan orang jujur tak usahlah berlagak, kau
bisa saja membohongi semua orang yang ada didunia ini, tak
seharusnya membohongi aku Tio Ci hui!"
Suma Thian yu tertegun mendengar ucapan itu, buru-buru
dia bertanya lagi:
"Toako apa maksudmu?"
Si Pena bajo bercambang Tio Ci hui melotot dengan penuh
kegusaran, serunya dingin.
"Mengapa kau tidak masuk dan melihat sendiri?"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berjalan
masuk ke dalam.
Dengan penuh keheranan Suma Thian yu segera mengikuti
pula di belakangnya masuk ke dalam perusahaan tersebut.
Dalam pada itu, rasa ingin tahu sudah timbul dalam hati
kecilnya, didalam anggapannya Bi hong siancu Wan Pek lan
sepantasnya keluar untuk menyambut kedatangannya begitu
mendengar akan kehadirannya, tapi sekarang mengapa dia
malahan menghindarkan diri" Mungkinkah sampai sekarang
mereka masih menaruh kecurigaan terhadap dirinya"
Berpikir sampai disitu, dia melewati sebuah tanah
lapangan, tampak olehnya mayat-mayat berserakan diatas
tanah, sekelompok penolong sedang mengobati kaum terluka
yang tergeletak ditanah pula, pemandangannya mengenaskan
sekali. Sementara itu, si Pena baja bercambang Tio Ci hui yang
barjalan didepan masih tetap membungkam dalam seribu
bahasa, dalam keadaan seperti ini mau tak mau timbul juga
kecurigaan di dalam hati Suma Thian yu.
Sesudah melewati tanah lapang, didepannya terbentang
sebuah pagar bambu, Pena baja bercambang membuka pintu
pagar dan membawa Suma Thian yu masuk ke dalam.
Disitu merupakan sebuah kebun bunga setelah melewati
sebuah jalanan kecil, terbentang sebuah bangunan rumah
yangmungil dan indah.
Degan wajah serius Pena beja bercambang Tio Ci hui
melanjutkaa perjalanannya masuk ke dalam, Suma Thian yu
terpaksa harus mengikuti di belakangnya dengan mulut
membungkam Tak lama kemudian, sampailah mereka didalam sebuah
kamar tidur yang cukup besar dan luas.
Pena baja bercambang Tio Ci hui berpaling dan
memerintahkan Suma Thian yu agar menunggu sebentar
diluar, sedang dia sendiri masuk kedalam.
Tak selang berapa saat kemudian, pintu kamar terbuka,
seorang gadis cantik memunculkan diri.
Sepasang mata dara itu sudah berubah menjadi merah
membengkak, noda air mata masih menghiasi wajahnya,
sungguh mengibakan hati keadaannya, membuat orang yang
meman dang makin lama semakin kasihan.
Dara manis tersebut tak lain adalah kekasih hati Suma
Thian yu sendiri
Pendekar Sadis 13 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Pendekar Panji Sakti 13

Cari Blog Ini