Ceritasilat Novel Online

Kitab Pusaka 5

Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 5


Bi hong sian cu (Dewi burung hong) Wan Pek
lan. Begitu berjumpa gadis itu, Suma Thian yu segera berseru
tertahan, "Adik Lan..."
Bi hong siancu Wan Pek lan segera menempelkan jari
tangannya didepan bibir memberi tanda agar berbicara jangan
keras-keras, kemudian ujarnya dengan sedih.
"Mau apa kau balik lagi kemari" Cepatlah pergi!"
Ucapan tersebut bagaikan sebaskom air dingin yang
diguyurkan keatas kepala Thian yu, kobaran api cintanya yang
membara kontan berubah menjadi dingin dan mem beku,
hatinya seperti ditusuk tusuk dengan pisau tajam, sakitnya
bukan kepalang.
Menyaksikan paras muka Suma Thian yu berubah menjadi
hebat, Bi hong siancu Wan Pek lan tertawa dingin lagi,
katanya lebih jauh.
"Kau...kau...anjing geladak berwajah manusia berhati
binatang, mau apa datang ke mari" Cepat enyah dari
hadapanku!"
Paras muka Suma Thian yu berubah membesi oleh ucapan
tersebut, segera teriaknya,
"Apa...apa maksudmu berkata demikian" Kau... kau telah
berubah, adik Lan, benarkah kau tidak memahami perasaan
hatiku?" "Hmm... apa maksudku memangnya tidak kau pahami" Kau
angap aku Wan Pek lan merupakan seorang bocah yang buru
berusia tiga tahun?"
"Baik, sebelum kau berbicara, akupun tidak akan pergi!
Akan kulihat bagaimana cara untuk mengusirku!" kata Suma
Thian ya pula dengan wajah penuh kegusaran.
Baru saja Wan Pek lan hendak membantah, dari dalam
ruangan telah berjalan keluar Pena baja bercambang Tio Cu
hui. Begitu membuka pintu lebar- lebar, dia lanas berteriak ke
arab Suma Thian yu penuh ke gusaran:
"Coba kau lihat! Perbuatan siapakah ini?"
Suma Thian yu berpaling, paras mukanya segera berubah
hebat, ternyata di atas pemba ringan berbaring seorang kakek
yang bertubuh penuh luka, paras mukanya pucat pias,
napasnya amat lemah dan keadaannya mengerikan sekali.
Suma Thian yu segera memejamkan matanya rapat-rapat,
dia merasa tak tega menyaksikan adegan semacam itu.
Dengan cepat Pena baja bercambang Tio Ci hui telah
merapatkan kembali pintu kamarnya, lalu memberi tanda
kepada Suma Thian yu dan Bi Hong siancu Wan Pek Lan agar
keluar dari sana.
Setibanya ditengah tanah lapang, Pena baja
bercambang Tio Ci hui baru berkata dengan suara dalam:
"Thian yu, katakan kepadaku berterus terang apa
hubunganmu dengan manusia berkerudung itu?"
"Tio toako, kau anggap aku Suma Thian yu adalah seorang
pencoleng?" Suma Thian yu balik bertanya dengan melotot,.
"Kalau bukan begitu, mengapa kau datang untuk
melakukan penyelidikan lagi?"
"Melakukan penyelidikan?" Suma Thian yu membentak
semakin gusar. "Thio toako, hari ini aku datang demi
keselamatan perusahaanmu, dengan ucapan toako tersebut,
bukankah sama artinya dengan kau menilai orang mengguna
kan hati picik seorang siaujin"
"Thian yu, ketika kau dikerubut dan melarikan diri, siapa
yang telah menolong dirimu?" tanya Pena baja bercambang
Tio Ci hui lagi penuh kegusaran.
"Seorang tokoh silat yang lihay"
"Hmm...bukankah mereka adalah tiga orang penjahat
berkerudung" Bagus, perbuatanmu memang bagus sekali
sengaja bertarung melawan manusia berkerudung, malammalam
meninggalkan surat diatas tiang bendera, lalu purapura
berkelahi melawan Boan Thian hui dan akhirnya merayu
nona Wan, tampaknya semua peristiwa tersebut telah kau atur
secara sempurna sekali!"
Tak terlukiskan pedihnya hati Suma Thian yu setelah
mendengar perkataan itu, dari apa yang telah diucapkan ia
dapat menarik kesimpulan kalau Pena baja bercambang Tio Ci
hui pun menaruh kesalahan paham kepadanya.
Tanpa terasa dengan kepedihan yang amat tebal dia
mengalihkan sorot matanya ke wajah Bi hong siancu Wan Pek
lan, seolah-olah. dia ingin mencari tahu perasaan hatinya
lewat wajah gadis itu.
Apa lacur, paras muka Bi hong siancu Wan Pek lan pun
berubah amat serius, hawa pembunuhan yang amat tebal
telah menyelimuti seluruh wajahnya, sepasang matanya
melotot amat besar.
Menyaksikan kesemuanya itu, Suma Thian yu menghela
nafas panjang, kepada Pena baja bercambang Tio Ci hui
katanya: Tio toako, kalian salah paham, aku Suma Thian yu berani
bersumpah kepada langit ba?wa aku bukan manusia rendah
yang terkutuk semacam itu, tapi soal mau percaya atau tidak
terserah kepadamu, lebih baik Thian yu mohon diri saja lebih
dahulu" Selesai menjura dalam-dalam, dia membalikan badan dan
siap meninggalkan tempat itu.
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Bi hong siancu Wan Pek lan
membentak dengan nyaring.
"Ada urusan apa" Nona Wan?" Suma Thian yu segera
berpaling. Ketika Bi hong siancu Wan Pek lan mendengar Suma Tbian
yu merubah panggilan kepadanya sebagai "nona Wan"
perasaan yang tak puas itu semakin memuncak hawa
amarahnya berkobar, dengan kening berkerut dan tertawa
dingin tiada hentinya dia berseru:
"Boleh saja kalau ingin pergi, tapi tinggalkan dulu selembar
jiwamu...!"
"Tinggalkan selembar jiwamu?" Suma Thian yu balik
bertanya dengan keheranan, mengapa"
"Mengapa" Hmm, membunuh ayah merupakan suatu
peristiwa yang besar, dendam sakit hati ini lebih dalam dari
samudra, bayar dulu selembar wajah ayahku!" bentak si nona
gusar. Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera
menengadah dan tertawa terbahak bahak, suaranya pilu dan
memedihkan hati, seakan-akan dia hendak mengeluarkan
semua ke sedihan, kemurungan dan kekesalan yang
mencekam dalam dadanya.
Selesai tertawa dia melotot besar, mencorong sinar tajam
yang menggidikan hati dari balik matanya, setelah
memandang sekejap kedua orang itu, dia berkata:
Thian yu sudah lama tidak memikirkan soal mati hidupku
lagi, bila ingin merenggut nyawaku, silahkan saja turun
tangan" Kemarahan Bi hong siancu Wan Pek lan benar-benar telah
memuncak, tanpa berpir panjang lagi dia meloloskan
pedangnya, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun
dia melepaskan sebuah tusukan kilat keulu hati anak muda
tersebut. Suma Thian yu berdiri tegak dengan wajah tenang,
terhadap datangnya ancaman tersebut dia bersikap seakanakan
tidak melihat, perasaan hatinya waktu itu sangat kalut, ia
ingin mati saja daripada dituduh melakukan perbuatan yang
tak benar, apalagi kalau bisa mati di ujung pedang
kekasihnya, hal ini dirasakan lebih memenuhi harapannya.
Oleh karena itu, dia memejamkan matanya menantikan
saat kematiannya tiba.
Tampaknya ujung pedang Bi hong Siancu Wan Pek lan
segera akan menyentuh dada Suma Thian yu, Pena baja
bercambang Tio Ci hui juga telah bersiap untuk berteriak.....
Disaat yang amat kritis itulah mendadak Bi hong siancu
Wan Pek lan menarik kembali serangannya, lalu membuang
pedang itu ketanah.
Sesudah menghela napas panjang, dengan wajah murung
dan sedih dia berkata.
"Engkoh Yu, pergilah kau! Mulai detik ini Sin liong piauktok
tidak mengharapkan kehadiranmu disini!"
Seusai berkata, tanpa memungut kembali pedangnya, dia
lantas membalikkan tubuhny dan berjalan pergi dari sana.
Dengan sepasang mata berkaca-kaca Suma Thian yu
memperhatikan bayangan punggung Bi hong siancu Wan Pek
lan hingga lenyap dari pandangan mata, kemudian tanpa
berbicara apa-apa, dia pun membalikkan badan menuju
kepintu gerbang.
Pada saat itulah, dengan air mata bercucuran membasahi
pipinya, Pena baja bercambang Tio Ci berkata sedih:
"Hiante, harap tunggu sebentar!"
Suma Thian yu berpaling dan menyahut pelan
"Toako, emas murni tidak takut dibakar, aku akan
menggunakan waktu untuk membuktikan kebersihanku!"
Kemudian tanpa menggubris diri Pena baja bercambang Tio
Ciu hui lagi, dia lantas membalikan badan dan berlalu dari situ.
Melihat bayangan punggung Suma Thian yu yang semakin
menjauh, Pena baja bercambang Tio Ci hui mmerasakan suatu
kekosongan dan kesedihan yang mencekam perasaan-nya.
Ia merasa sedih sekali, karena hingga kini dia masih belum
dapat membuktikan manusia macam apakah Suma Thian yu
itu. Tatkala bayangan punggung Suma Thian yu telah lenyap
dari pandangan-nya, tiba-tiba ia menghembuskan napas
panjang, lalu berguman:
"Entah orang lain menganggap kau sebagai penjahat, aku
Tio Ciu hui masih tetap mempercayaimu sepanjang masa"
Sayang Suma Thian yu sudah tidak mendengar perkataan
itu lagi, meski demikian dia boleh cukup berbangga hati Sebab
yang paling berharga dan paling mulia bagi seseorang yang
hidup didunia ini adalah dipercayai orang dengan perasaan
yang tulus. Dengan membawa perasaan kesal, masgul dan murung,
pelan-pelan Suma Thian yu berjalan meninggalkan
perusahaan Sin liong piaukiok, meninggalkan kota Heng Ciu.
kala itu rembulan telah bersinar ditengah awang-awang,
suasana amat sepi, hening, tak kedengaran sedikit suarapun.
Berjalan seorang diri di tengah keheningan malam, Suma
Thian yu bagaikan seorang pelancong yang sedang menikmati
keindahan malam tapi siapa pula yang bisa menduga
bagaimana kah perasaan hatinya waktu itu...."
Manusia paling gampang berkhayal bisa berada seorang
diri, apa lagi kalau baru saja mengalami suatu percobaan
hidup yang berat...
Sudah barang tentu tak terkecuali pula bagi Suma Thian
yu, dia teringat akan rumah, teringat orang tua sendiri, asal
usulnya serta paman Wan.... dia membayangkan pula tragedi
yang menimpanya hari ini...
Makin di pikir rasa sedihnya makin memuncak, sampai
akhirnya sambil berjalan dia me nangis tiada hentinya.
Ada kalanya dia ingin sekali menangis sepuas-puasnya, ada
kalanya ingin mengakhiri hi?dupnya, tapi bila teringat sakit
hati pamannya Wan nya yang belum terbalas, dendam
keluarga belum terbalas, semua kesedihan segera berubah
menjadi amarah...
Maka, diapun teringat akan manusia berhati binatang, Bi
kun lun (kun lun indah) Siau wi goan.
Berhasil menemukan orang itu, berarti dapat
menghilangkan kecurigaan yang mencekam hatinya, dapat
pula membalaskan sakit hati paman Waa nya.
Begitu teringat akan Bi kun lun Siau wi goan, Suma Thian
yu segera merasakan semangatnya kembali berkobar, dengan
langkah tegap dia berjalan kemuka, langkahnyapun makin
lama makin cepat.
Ujung dari kegelapan adalah terbitnya fajar, tapi sesaat
yang paling gelap.
Kokokan ayam bergema dikejauhan sana, membelah
kegelapan malam yang mencekam, lambat laun diufuk timur
pun secerca cahaya.
Akhirnya sinar matahari yang berwarna keemas-emasan
pun memandar keempat penjuru dan menyinari seluruh jagad.
Suma thian yu telah menuruni bukit, berjalan melalui
sawah dan menuju ke sebuah dusun yang jelek dan miskin.
Seekor anjing berwarna kuning lari keluar dari dusun dan
pelan-pelan menghampiri Suma thian yu.
Ketika tiba dihadapan Suma Thian yu, mendadak kaki
depannya menjadi lemas, tubuhnya segera berguling ke atas
tanah, Suma Thian yu amat terperanjat, dia segera memeriksa
dengan seksama, tapi apa yang kemudian terlihat
membuatnya tertegun.
Ternyata anjing itu sudah memuntahkan darah hitam yang
kental dan bau busuk, ia sudah mati dalam keadaan yang
mengerikan, Suma Thian yu berjalan menghampiri, lalu setelah
menghela napas dan menggelengkan kepalanya berulang kali,
dia melanjutkan per jalanannya kedepan.
Belum lagi berjalan empat langkah, kembali tampak
olehnya seekor anjing buas menerjang keluar dari balik pintu
sebuah gedung. Suma Thian yu tertegun dan segera menyingkir ke samping
jalan sambil mengawasi anjing itu lekat-lekat.
Tampak anjing buas itu memantangkan mulutnya lebarlebar
dan menerjang ke depan Suma Thian yu dengan
ganasnya. Berada dalam keaadaan seperti ini, mau tak mau Suma
Thian yu harus bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan
yang tak diingin kan, tenaga dalamnya disalurkan dan
bilamana perlu dia hendak membunuh anjing tersebut.
Siapa tahu, belum lagi mencapai berapa kaki, anjing buas
itu sudah meraung keras kemudian roboh tergeletak keatas
tanah. Rasa tegang yang semula mencekam Suma Thian yu
segera lenyap tak berbekas, dia men coba untuk mengawasi
lebih seksama, ternyata anjing buas itu sudah mati dengan
darah me ngalir keluar dari ke tujuh lubang indranya,
keadaannya persis anjing pertama.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bila terjadi suatu peristiwa aneh, kejadian yang pertama
mungkin saja merupakan suatu kebetulan, tapi bila terjadi
untuk kedua kalinya, jelas kejadian mana bukan terjadi tanpa
sebab. Dengan cepat Suma Thian yu menerjang masuk
kedalam gedung Itu, tapi apa yang kemudian terlibat
membuatnya menjerit kaget.
"Aaaaah!"
"Apa yang telah dilihatnya?"
Seluruh gedung dalam keadaan sepi, hening seperti
kuburan, suasananya begitu mengerikan membuat bulu kuduk
orang pada bangun berdiri saja. Waktu itu, seharusnya
merupakan saat orang bangun tidur, tapi disini tak nampak
sesosok bayangan manusiapun, seakan-akan disitu sudah
tidak berpenghuni lagi.
Suma Thian yu melangkah lebih jauh ke dalam gedung itu,
belum lagi berapa latakah, di tepi jalan ditemui sesosok mayat
membusuk yang terkapar disitu, usus dan isi perutnya telah
berhamburan keluar, keadaannya mengeri kan sekali.
Sebagai pemuda yang cerdas, suma Thian yu segera dapat
merasakan gejala yang tak beres disitu, buru-buru dia
menghampiri kamar yang terdekat, tapi begitu dibuka, sekali
lagi ia menjerit kaget,
"Aaaah!"
Buru-buru dia mengundurkan diri dengan wajah memucat,
tangannya dipakai untuk menutupi wajahnya, ia betul-betul
tak tega untuk mendongakkan kepala.
Ternyata apa yang dilihat didalam ruangan itu hanya penuh
dengan mayat yang bergelimpangan dimana-mana,
keadaannya sangat mengerikan, ada yang tua, ada yang
muda, ada yang laki, ada pula yang perempuan.
Di alam semestakah" Atau di nerakakah tempat
pembantaian yang kejam dan tak berperi kemasiaan"
Sejak dilahirkan di dunia ini, belum pernah Suma Thian yu
mengalami kejadian yang begitu mengenaskan, entah
bagaimanapun dia tak tega untuk memandang lebih jauh, tapi
bisa diduga olehnya bahwa semua anggota perkampungan
telah dibantai orang secara keji.
Siapakah orang-orang itu" Siapa pula pembunuhnya" Apa
sebabnya orang-orang itu terbunuh"
Mengapa pembunuhnya begitu kejam dan tak berperi
kemanusiaan"
Setelah menjumpai persoalan sebelumnya, kini dihadapkan
pula dengan adegan seram seperti itu, bisa dibayangkan
bagaimanakah pe rasaan Suma Thian yu sekarang.
Tanpa berpikir panjang lagi, dia sepera membalikan badan
dan lari keluar dari situ.
Mendadak terdengar suara orang terbatuk-batuk.
Menyusul kemudian seseorang berseru dari belakang:
"Kau...berhenti!, berhentilah kau...!"
Suma Thian yu tercekat sesudah mendengar seruan itu, dia
merasa seakan-akan muncul segulung hawa dingin yang
merembas melalui punggungnya dan terus naik keatas.
Dengan cepat dia membalikan badannya, kontan bulu
kuduknya pada bangun berdiri lantaran kaget, mulutnya
ternganga lebar, tak sepotong suarapun yang sempat
dilontarkan. Ternyata didepan pintu kamar kedua telah berdiri seorang
kakek berjubah hitam yang berambut panjang dan berwajah
penuh darah. waktu itu dia sedang menggape dengan lemas,
sorot matanya yang sayu dan tak jauh dari kematian
memandang lurus tewajah Suma Thian yu tanpa berkedip.
Begitu rasa kagetnya berhasil dikuasahi, pelan-pelan Suma
Thian yu berjalan kedepan, lalu sambil memayang kakek itu
tanyanya: "Lotiang, kobarkan sedikit semangatmu, cepat beritahu
kepadaku, apa yang sebenarnya telah terjadi?"
Kakek sekarat itu menggerakan kelopak matanya, air mata
darah jatuh berlinang membasahi pipinya, dengan suara parau
dia berbisik. "See...sekelompak manusia...manusia berkerudung
tee...telah ...memm...membunuh seluruh ang...anggota
perkampungan ii...ini..."
Ketika berbicara sampai disitu, sekujur badannya gemetar
keras, seolah-olah napasnya hampir putus, buru-buru Suma
Thian yu membimbing kakek itu dan menempelkan telapak
tangannya dipunggungnya, lalu menyalurkan hawa murni
untuk menunjang hidup kakak itu.
Setelah mendapat bantuan tenaga dari sianak muda itu,
kesegaran kakek sekarat itu su dah berubah membaik, tampak
dia berpaling dan memperhatikan Suma Tbian yu sekejap,
kemudian katanya.
"Sungguh menggemaskan, sungguh menggemaskan, hanya
gara-gara sebutir mutiara, mereka telah pergunakan cara yang
keji dan ter kutuk ini untuk membunuhi kami rakyat jelata
yang tak pandai bersilat, tapi, sekalipun mereka berbutat
demikian......."
Ketika berbicara sampai disitu, sekujur badan kakek itu
bergoncang keras lalu menjerit.
"Lepaskan tanganku, aku amat kesakitan!"
Agak tertegun Suma Thian ya selelah mendengar ucapan
tersebut, dia segera melepaskan cekalannya.
Kakek itu berseru terahan, lalu memuntahkan segumpal
riak kental bercampur darah.
Suma Thian yu amat terperanjat, buru-buru dia berusaha
untuk memayangnya kembali, tapi kakek itu sudah roboh,
nyawanya sudah me layang meninggalkan raganya.
Untuk kesekian kalinya Suma Thian yu menyaksikan
sesosok nyawa meninggalkan raga nya, tak terlukiskan
perasaan pedih yang men cekam perasaannya ketika itu.
Dia membaca doa dengan hormat, kemudian membalikkan
badan dan beranjak pergi, sekarang ia lebih bertekad lagi
untuk mencari Bi kun lun Siau Wi goan dan membalas
dendam. Ketika meninggalkan dusun kecil itu, Suma Thian yu
merasakan hatinya bertambah berat, ia berusaha untuk
mencari tahu siapa otak yang mendalangi organisasi
perampok berkerudung tersebut.
Ia pun tak habis mengerti, mengapa orang-orang itu
membantai rakyat tak bersalah yang tinggal dalam
perkampungan tersebut hanya gara gara sebutir mutiara saja"
Sampai dimanakah pentingnya mutiara itu"
Serentetan pertanyaan yang penuh kecurigaan dan tanda
tanya itu membentuk sebuah simpul mati didalam benaknya.
Ia merasa teka-teki ini baru bisa dipecahkan bila dia
berkunjung sendiri kekota Tiang an dan menjumpai Siau Wi
goan. Suatu hari, sampailah Suma Thian yu di kota Tiang an,
waktu itu tengah hari baru saja lewat, manusia yang berlalu
lalang ditengah jalan bagaikan ikan yang berenang dalam
sungai. Sesudah menanyakan alamat Bi kun lun Siau wi goan dari
orang jalan, dengan cepat Suma Thian yu berhasil
menemukan alamat yang di cari tersebut...
Pendekar besar yang memimpin dunia persilatan baik untuk
golongan putih maupun golo ngan hitam ini berdiam diujung
gang Li gi keng, dikedua belah sisi pintu gerbang terbentang
dinding pekarangan raksasa yang sangat tinggi dan kekar,
sepasang singa batu besar berada ditepi pintu, bangunannya
mentereng, gayanya penuh wibawa.
Setelah lama berdiri di depan pintu gerbang seorang lelaki
kekar baru munculkan diri dan merghampiri Suma Thian yu
sambil menegur.
"Engkoh cilik, apakah kau sedang mencari orang?"
"Betul, aku hendak menyambangi Siau tayhiap" jawab
Suma Thian yu dengan sopan.
Mengetahui kalau Suma Thian yu hendak me nyambangi
majikannya,tanpa terasa lelaki itu memperhatikan tamunya
sekejap lagi, ia mera sa pemuda ini gagah perkasa, tampan
dan kekar, ia lantas tahu kalau orang itu bukan manusia
sembarangan. Maka sambil tersenyum katanya lagi.
"Engkoh cilik, ada urusan apa kau mencari Siau tayhtap?"
"Tolong saudara sudi melaporkan, katakan saja aja seorang
dari luar desa she Suma yang ingin menyambangi"
Lelaki berpakaian ringkas itu segera mengiakan dengan
sopan, lalu masuk ke dalam.
Sementara itu, Suma Thian yau sedang berpikir didalam
hati: "Kalau dilihat dari sikap centengnya yang sopan santun dan
tahu peraturan, orang tidak akan mengira kalau Siau wi goan
adalah seorang manusia bengis yang berhati buas, lebih baik
aku menggunakan tata kesopanan lebih dulu sebelum
menggunakan kekerasan, kemudian baru me mutuskan
menurut situasi"
Sementara dia masih termenung, lelaki berpakaian ringkas
itu sudah munculkan diri, setelah menjura dalam-dalam
kepada Suma Thian yu, katanya:
"Majikan kami mempersilahkan engkoh cilik masuk!"
Kemudian dengan sikap yang amat menghormat, dia
mempersilahkan tamu untuk masuk. Setelah mengucapkan
beberapa patah kata merendah, Suma Thian yu baru
mengikuti lelaki itu masuk keruang dalam.
Sepanjang jalan, yang di jumpainya hanya jago-jago
persilatan saja, ketika orang- orang itu menjumpai kehadiran
Suma Thian yu, hampir rata-rata menunjukkan wajah
tertegun. Menanti Suma Thian yu sudah lewat, mereka baru berbisik
bisik membicarakan peristiwa tersebut.
Suma Thian yu berlagak seolah olah tidak merasa, bahkan
dihati kecilnya sempat memuji Bi kun lun Siau Wi goan yang
pandai menjamu tamunya.
Lelaki kekar itu mengajak Suma Thian yu menusuki
ruangan tengah, tepat di muka ruangan tergantung sebuah
papan nama terbuat dari kayu yang bertuliskan:
"JIN HONG LIU WAN"
Artinya: Perbuatan bajik sampai di mana-mana.
Selain hurufnya terbuat dari emas, gaya tu lisan-nya yang
juga kuat bertenaga, tampaknya di tulis oleh seorang
kenamaan. Suma Thian yu mendongakkan kepalanya
memandang sekejap, kemudian baru mengikuti lelaki itu
menuju ke ruang dalam.
Sesaat sebelum melangkah masuk ke ruang tengahv
mendadak sorot matanya melintas di atas wajah lelaki
setengah umur yang duduk di kursi utama itu, hatinya kontan
tertegun, Pe kiknya kemudian di hati.
Kenal amat wajah orang ini! Bukankah dia adalah... ehmm,
betul! Yaa dialah orangnya! Benar benar memang dia"
Rupanya setelah melihat wajah lelaki setengah umur yang
duduk dikursi utama itu tiba-tiba saja dia teringat dengan
manusia berkeru dung yang kain kerudungnya kena disingkap
itu, kedua-duanya berparas tampan dan gagah, sekarang
Suma Thian yu merasa teka-teki mana betul-betul sudah
terbongkar. Dalam pada itu, lelaki setengah umur tadi sudah
meninggalkan tempat duduknya seraya menjura, kemudian
sambil tertawa terbahak-bahak dia berkata.
"Haaahhh...haaahhh...haaahhh keda tangan Suma siauhiap
di rumahku benar-benar merupakan suatu kehormatan,
silahkan duduk! Silahkan duduk !"
Seorang pelayan segera datang menghidangkan air teh dan
dipersembahkan kehadapan Suma Thian yu.
Sedang anak muda itu diam-diam berpikir.
"Sesudah datang kemari, aku harus bersikap sewajar
mungkin coba kulihat permainan busuk apakah yang hendak
mereka gunakan"
Maka tanpa sungkan diapun duduk, lalu setelah menerima
cawan air teh, katanya kepada lelaki setengah umur itu sambil
tersenyum. "Secara kebetulan aku lewat sini, sudah lama ku dengar
akan kebajikan Siau tayhiap, itulah sebabnya sengaja aku
berkunjung kemari"
"Aaah, mana, mana" Bi kun lun Siau Wi goan tersenyum,
"siauhiap terlalu memuji, Wi goan tak lebih cuma seorang kuli
silat yang kasar, aku tidak memiliki kebajikan apa-apa, un tuk
pandangan siauhiap tersebut, Wi goan mengucapkan terima
kasih lebih dulu"
Kemudian setelah berhenti sejenak dan memandang
sekejap sekeliling arena, katanya le?bih jauh.
"Kunjungan Suma siauhiap benar-benar merupakan suatu
kejadian yang luar biasa, marilah kuperkenalkan dengan
saudara-saudara lain yang berada disini"
Mula-mula dia perkenalkan kepada Suma Thian yu lebih
dahulu, setiap ucapan maupun sikapnya amat menyanjung
dan menghormati Suma siauhiap, walaupun Suma Thian yu
juga tahu kalau lawan adalah seorang yang pandai
bicaramanis, tetapi manusia memang seorang makhluk yang
aneh. Meski Suma Thian yu tahu kalau dia sengaja disepak,
namun dalam hati kecilnya justru merasa puas sekali.
Selesai memperkenalkan Suma Thian yu kepada rekanrekannya,
kemudian Siau Wi goan pun memperkenalkan
empat orang tamu yanfcg berada di sekeliling tempat itu.
Orang pertama adalah seorang tosu tua berjenggot merah
yang berusia tujuh puluh tahunan, dia adalah guru Bi Kun un
Siau Wi qoan yang disebut Leng gho Cinjin, menjabat pula
sebagai ciang bunjin partai Kun lun.
Orang kedua adslah seorang perempusn muda berusia dua
puluh lebih, tiga puluh kurang. Bi kun lun Siau Wi toan hanya
mengatakan dia she Ho bernama Hong, tanpa
memperkenalkan gelarnya.
Namun Suma Thian yu cukup mengenali perempuan itu
sebagai murid ketiga dari mayat hidup Ciu Jit bwee yang
berjulukan Yan tho hoa(Bunga tho indah).
Orang ke tiga berwajah tampan dan gagah, dia bernama
Cun gan siu cau (sastrawan berparas ganteng) Si Kok seng.
Suma Thian yu merasa amat menaruh hati terhadap
pemuda ini sejak pandangan yang pertama, diapun paling
menaruh kesan baik kepadanya.
Orang yang diperkenalkan paling akhir adalah seorang
kakek berbaju sastrawan, ternyata


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia seorang ahli ilmu pedang yang paling top dari partai
Tiam cong yang disebut orang It ci hoa kiam (pedang bunga
satu huruf) Yu-Liang gi.
Setelah mengucapkan kata-kata sungkan, suasana dalam
ruangan pun bertambah luwes, karena diantara ke empat
orang itu Suma Thian yu hanya menaruh kesan baik terhadap
Cun gan siucay Si Kok seng, maka dia pun lantas bertanya
kepadanya. "Saudara Si, boleh aku tahu nama gurumu?"
Melihat pertanyaan dari Suma Thian yu amat kasar, mulamula
Cun gan siucay Si Kok seng agak tertegun, kemudian
sahutnya: "Sejak kecil aku gemar belajar ilmu silat, tiap sampai di
suatu tempat akupun mempela jari semacam kepandaian,
itulah sebabnya se tiap orang yang pernah memberi pelajaran
ke padaku kuanggap sebagai guruku, Suma siuahiap coba
bayangkan saja, bagaimana caraku untuk menjawab
pertanyaanmu itu?"
Suma Thiauyu terpaksa mengiakan dan tidak bertanya lebih
jauh. Pada saat itulah, Bi kun lun Siau Wi goan baru bertanya
kepada Suma Thian yu:
"Siauhiap, tolong tanya ada urusan apakah kau berkunjung
kemari?" Tanpa berpikir panjang, Suma Thian yu segera menjawab:
"Aku memang mempunyai beberapa persoalan yang ingin
ditanyakan kepada Siau tayhiap, hanya tak kuketahui apakah
Siau tayhiap bersedia untuk membertahukan kepadaku atau
tidak?" Diam-diam Bilun lun Siau Wi goan agak terkejut setelah
mendengar perkataan itu, kemudian iapun tertawa terbahakbahak.
"Ha ha ha ha ha......boleh, tentu saja boleh, kita toh bukan
orang luar, apapun yang ingin siauhiap tanyakan, harap
ditanyakan secara blak-blakan.
"Siau tayhiap, tahukah kau kalau barang kawalan dari
perusahaan Sin liong piaukiok telah dibegal orang?"
Siau Wi goan pura pura terkejut, sambil menggeleng
tanyanya: "Aaaah...... Wi goan tak tahu akan berita ini, tolong tanya
kapan dibegalnya?"
Meskipun orang tak mau mengaku, Suma Thian yu juga tak
sampai mengumbar amarahnya, dia berkata lebih jauh:
"Kalau begitu, tentu saja Siau tayhiap juga tak tahu bukan
jika Wan cong piautau telah menderita luka parah dan jiwanya
terancam mara bahaya:
Sebelum Bi kun lun Siau Wi goan sempat menjawab, It ci
hoa kiam Yu Liang gi dari Tiam cong pay yang berada
disisinya telah menimbrung:
"Hei, ucapan siauhiap tersebut seakan-akan membawa
nada teguran, apakah kau menaruh curiga kalau Siau tayhiap
tersangkut dalam pe ristiwa ini?"
Bi kun lun Siau Wi goan segera tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha ha ha ha......ucapan saudara Yu kelewat berat,
selama ini Wi goan tak pernah menuduh orang dengan kata
yang bukan-bukan apalagi siauhiap toh bertujuan baik!"
Sampai disitu dia lantas berpaling kearah Suma Thian yu
sambil bertanya.
"Benarkah Wan congpiautau telah terluka parah dan
jiwanya terancam" Aaai....siapakah telah turun tangan sekeji
itu terhdapnya?"
"Konon segerombolan perampok berkerudung jawab Suma
Thian yu langsung dan tanpa berusaha untuk merahasiakan.
Paras muka Bi kun lun Siau Wi goan berubah amat serius
setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian:
"Oooh, rupanya perbuatan dari perampok berkerudung!
Ehmm, Wi goan memang sudah lama mendengar orang bilang
kalau dalam du nia persilatan telah muncul suatu organisasi
besar semacam ini, selain jejaknya sukar di buntuti, cara
kerjanya pun bersih tanpa me ninggalkan jejak, sayang Wi
goan tak berhasil menyelidiki sarang mereka."
Berbicara sampai disini, ia sengaja bertanya kepada
gurunya Leng gho Cinjin:
"Suhu, pernahkah kau mendengar hal ini?"
Leng gho Cinjin segera manggut-manggut.
"Yaa, dengar sih pernah dengar, hanya tak pernah
kujumpai saja orangnya."
Rasa curiga timbul kembali dalam hati Suma
Thian yu, bila berbicara soal tampang Bi kun lun Siau Wi
goan, dia jujur dan gagah, caranya berbicara sopan dan tahu
tata cara, tidak gampang marah, pada hakekatnya boleh di
bilang berhati bajik.
Tapi, kenyataan sudah terbentang didepan mata, pesan
paman Wan sebelum ajalnya serta peringatan dari Heng si
Cinjin, semuanya mengatakan Siau Wi goan sebagai pentolan
perampok. Dengan kejadian tersebut, Suma Thian yu menjadi serba
salah dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, ia
teringat pula akan pembantaian brutal yang terjadi dalam
dusun kecil gara-gara sebutir mutiara itu, ia bertekad untuk
mencari kesimpulan dari persoalan mana melalui jejak mutiara
itu. Maka diapun mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain,
pertanyaan tersebut tak pernah diajukan lagi, justru hal mana
sangat ber kenan dihati Bi kun lan, semua pertanyaan segera
dijawab bahkan sikapnya bertambah luwes dan halus.
Malam itu, Suma Thian yu diminta oleh Siau goan untuk
tetap tinggal disana seusai per jamuan, Siau Wi goan
menitahkan kepada Cun pan siucay Si Kok seng untuk
menemani Suma Thian yu berjalan-jalan menikmati keindahan
alam. Diam-diam Suma Thian yu merasa amat girang, sebab dia
menganggap hanya dengan ber buat demikianlah ia bisa
mempelajari situasi gedung keluarga Siau sambil sekalian
mencari tahu kabar berita tentang mutiara tersebut.
Kedua orang itu berjalan, menuju kelapangan, tiba-tiba
Suma Thian yu bertanya:
"Saudara Si, apakah kau dengar kalau ada semacam benda
mesttka yang telah munculkan diri?"
"Apakah kitab pusaka" Kitab pusaka tanpa kata?" Cun gan
siucay Si Kok seng balik ber tanya.
"Bukan, bukan benda itu, tapi mestika lain-nya?"
"Aku belam pernah mendengarnya, Suma siauhiap,
dapatkah kau memberitahukan kepadaku?"
"Konon didalam dunia persilatan telah muncul sebutir
mutiara Ya beng cu yang tak ternilai harganya"
"Mutiara Ya beng cu?" ulang Si Kok seng dengan
terperanjat", kapan munculnya?"
"Sudah muncul, dan kini sudah dirampok oleh perampok
berkerudung!" sambil berkata Suma Thian yu melirik sekejap
kearah Si Kok seng dengan ujung matanya.
Tampak paras muka Si Kok seng berseri, kontan ia
mendamprat: "Perampok sialan, tampaknya gerak gerik mereka sudah
makin merajalela."
Dan pembicaran tersebut, Suma Tbian yu tahu kalau lagilagi
dia kebentur dinding alias gagal total, sekalipun
ditanyakan lebih jauh juga tak akan menghasilkan apa- apa,
maka ia pun mengurungkan niatnya semula. Mereka berdua
segera melanjutkan perjalanannya, mengajaknya pergi
ketempat itu. Dilihat dari sini, dapat ditarik kesimpulan kalau Bi kun lun
Siau Wi goan benar-benar se orang manusia yang sangat licik
dengan tipu muslihat yang berbahaya, itu berarti dia harus
selalu berwaspada terhadap dirinya.
Tapi, justru karena soal ini pula Suma Thian yu jadi lebih
bertekad untuk membongkar teka teki itu sehingga tuntas dan
terungkap seluruhnya.
Begitulah, sambil berbincang bincang sambil berjalan-jalan,
makin berbicara makin cocok rasanya, sehingga hampir boleh
dibilang masing-masing pihak merasa sayang karena baru
berjumpa sekarang.
Suatu ketika, Si Kok seng mohon diri lebih dulu untuk
kembali kekamarnya. kini tinggal Suma Thian yu seorang.
Kesempatan semacam ini boleh dibilang merupakan sebuah
peluang yang baik sekali, ketika Suma Thian yu menyaksikan
didepan sana terdapat cahaya yang memancar keluar dari
sebuah ruangan, tanpa sadar ia berjalan meng hampiri
ruangan itu. Tapi, ketika ia baru melangkah naik keatas anak tangga,
mendadak dari balik ruangan, terdengar seorang perempuan
sedang berteriak minta tolong:
"Tolong, tolong! Oooh.....tolooong"
Suma Thian yu amat terperanjat sesudah mendengar
teriakan itu, sifat pendekarnya seperi timbul, dengan cepat dia
lari menghampiri mulut jendela.
Tapi pada saat yang bersamaan, dari belakang tubuhnya
berkumandang suara tertawa di ngin, lalu seseorang menegur:
"Bocah keparat, rupanya kau adalah pencoleng yang
bekerja diwaktu malam."
Agak tertegun Suma Thian yu mendengar seruan itu, cepat
dia membalikkan badan, entah sedari kapan dua orang kakek
telah ber diri dibelakang tubuhnya sedang mengawasi
kearahnya penuh kegusaran.
Suma Thian yu sangat gelisah, ia tahu kalau pihak lawan
salah paham, maka ujarnya:
"Kalian berdua salah paham, cepat! Pencolengnya masih
berada didalam, mari kita tengok bersama-sama!"
"Heeh...heeh...heeh...bocah keparat, kau tak usah berlagak
pilon lagi" jengek kedua orang kakek itu sambil tertawa seram,
dengan mata kepala sendiri lohu melihat kau berbuat
terkutuk, sekarang masih ingin mungkir lagi" Hayo jalan!
Segera menjumpai majikan!"
Seraya berkata dua orang itu satu dari kiri yang lain dari
kanan segera bertindak hendak menggusur dengan kekerasan.
Suma Thian yu merasa tak pernah melakukan perbuatan
salah, diapun tak takut mengha dapi tuan rumah, maka
serunya dengan dingin.
"Tak usah merepotkan kalian, aku masih mempunyai kaki
untuk berjalan sendiri"
Mendengar itu, dua orang kakak tersebut segera berjalan
satu di muka yang lain dibelakang dan menggusur Suma Thian
yu menuju ke ruang tengah.
Diluar dugaan, ruangan tengah sudah hadir banyak orang,
tapi tidak kelihatan Bi kun lun dan Cun gan siucay dua orang.
Begitu Suma Thian yu muncul dalam ruangan depan, dari
balik ruangan segera muncul Leng gho Cinjin.
Jenggot merahnya yang panjang tampak bergerak tanpa
hembusan angin, mukanya diliputi hawa pembunuhan, begitu
berjumpa dengan Suma Thian yu, ia segera menggebrak meja
sambil memaki: "Anjing keparat, tak nyana tampangmu ganteng tapi
nyatanya seorang Cay hoa cai (pen jahat pemetik bunga),
padahal tuan rumah bersikap cukup baik terhadapmu"
Begitu dilihatnya situasi, tidak beres, buru-buru Suma Thian
yu memantah. "Locianpwee, kau telah menaruh kesalahan paham
terhadapku, aku Suma Thian yu bukanlah manusia rendah
seperti apa yang kau tu-duhkan, harap lakukan pemeriksaan
lebih dulu dengan seksama"
Leng gho Cinjin sama sekali tidak menggubris ucapan itu,
begitu Suma Thian yu selesai bicara, kontan dia membentak
dengan gusar. "Kentut anjing! Semua fakta sudah ada didepan mata, kau
anggap pinto menuduh tanpa dasar?"
Berbicara sampai disitu, dia lantas menitahkan orang untuk
mengundang Bi kun lun Siau Wi goan dihalaman belakang.
Setelah itu makinya lebih jauh.
"Bocah keparat, apa yang hendak kau katakan lagi"
Peraturan rumah tangga yang berla ku disini amat ketat,
dengan dosa yang kau lakukan tiada ampun lagi bagimu.
Sekarang cepat kau kutunggi lengan kananmu sendiri kalau
tidak, jangan harap kau bisa tinggalkan rumah keluarga Siau
pada hari ini barang setengah langkah pun"
Setelah menyaksikan keadaan yang terbentang didepan
mata, terutama sikap lawan yang tidak mencari tahu lebih
dulu siapa salah siapa benar, Suma Thian yu segera sadar, dia
mengerti kalau dirinya sudah terjebak ke dalam perangkap
musuh yang licik.
Maka sambil membusungkan dada, ujarnya dengan wajah
bersungguh sungguh.
"Locianpwee, berulang kali kau menuduh Thian yu sebagai
manusia berdosa, bahkan pe nyesalanpun tak diberi,
tampaknya hal ini me rupakan sebagian dari rencana keji yang
telah kalian persiapkan. Hmm! Dihadapan orang jujur lebih
baik tak usah berbohong, bila ingin beradu kepandaian, Suma
Thian yu tak akan berkerut kening"
"Haah...haah...haah... punya semangat punya keberanian,
pinto paling suka dengan pemuda semacam ini"
Dia sepera memberi tanda, It ci hoa kiam (pedang bunga
satu huruf) Yu Liang gi dari partai Tiam cong segera melompat
ke hadapan Suma Thian yu, lalu berkata.
"Lohu ingin mencoba sampai dimanakah kehebatan ilmu
pedangmu!"
Sementara berbicara, pedang yang digembolnya segera
diloloskan dari sarung.
Suma Thian yu mendengus dingin, tiba-tiba dia mencabut
keluar pedang Kit hong kiamnya dari sarung, cahaya biru yang
menyilaukan mata segera memancar keempat penjuru.
Begitu melihat pedang mestika yang berada ditangan anak
muda itu, kontan saja It ci hoa kiam Yu Liang gi menjerit
kaget. "Haah...." Kit hong kiam....?"
Jeritan tersebut segera memancing perhatian segenap
orang yang hadir didalam ruangan itu, serentak semua orang
mengalihkan sorot mata nya keatas pedang mestika ditangan
Suma Thian yu. Leng gho Cinjin turut tertawa seram sesudah menyaksikan
kemunculan pedang Kit hong kiam tersebut, segera
jengeknya.

Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Heeh...heeh...heeh...rupanya kau adalah murid pencoleng,
tak heran kalau kaupun manusia bajingan, kawan-kawan,
ringkus bangsat kecil ini!"
Bagaikan segerombol kawanan lebah, kawanan jago yang
berada dalam ruangan segera mengurung Suma Thian yu
ditengah arena.
Tapi, pada saat itulah It ci hoa kiam Yu Liang gi
membentak dengan suara lantang.
"Harap tunggu sebentar saudara sekalian, berilah
kesempatan buat aku orang she Yu untuk mencoba sampai
dimanakah kelihayan dari ilmu pedang Kit hong kiam hoat
yang menggetarkan dunia persilatan itu!"
Oleh bentakan mana, serentak semua jago mundur satu
langkah ke belakang, namun mereka tidak mengendorkan
posisi pengepunggannya.
Kemarahan yang berkobar didalam dada Suma thian yu
waktu itu ibaratnya gunung berapi yang meletus, sekarang ia
sudah mengerti kenapa paman Wan nya sampai dituduh yang
bukan-bukan oleh orang lain, hal mana menambah
berkobarnya api kemarahan dalam dadanya.
Dengan jurus Tui huang wang gwat (mendorong jendela
melihat rembulan), pedang kit hong kiamnya melepaskan
sebuah tusukan ketubuh It ci hoa kiam, tapi baru sampai di
tengah jalan mendadak berganti jurus menjadi gerakan Gwat
gi seng sia (rembulan bergeser bintang berpindah), kali ini dia
tusuk tenggorokan orang dengan kecepatan bagaikan anak
panah yang terlepas dari busur.
Walaupun dua jurus serangan yang berbeda namun
bergabung menjadi satu, dibalik serangan-nya terdapat
perubahan kosong yang merupakan tipuan yang tak terduga
sebelumnya. Dalam partai Tiam cong, It ci hoa kiam Yu liang gi terhitung
juga pedang paling top, selain lihay dalam limu pedang,
orangnya juga licik dan pintar.
Sekarang, ia harus tercekat perasaannya se telah
menyaksikan dua serangan Suma Thian yu yang dilancarkan
dalam satu gerakan bersama, buru-buru kaki kirinya bergeser,
pedang nya diputar mengikati gerakan badan.
Kali ini secara hebat ia berhasil membendung jurus
serangan pertama dari Suma Thian yu, lalu mengikuti gerakan
mana dengan jurus Hong Ki im yong (angin berhembus awan
meng gulung) dia ciptatan pelbagai lapis bunga pe dang untuk
mengurung sekujur tubuh lawan.
Tiba-tiba Suma Thian yu berpekik panjang, pedangnya
berubah menjadi Lui tian ciau kat(guntur dan petir
bersusulan), secepat sambaran kilat, dia tembusi lapisan
pedang Yu liang gi dan langsung menusuk ke ulu hatinya.
Kekuatan mereka berdua boleh dibilang seimbang, sulit
untuk membedakan mana yang ampuh dan mana yang lemah,
sebab disatu pihak merupakan jagoan kenamaan dari partai
Tiam cong, dilain pihak merupakan ahli waris dari Wan
tayhiap. "Taaang ...! mendadak terdengar suara senjata tajam yang
saling beradu, cahaya pedang ditengah arena segera lenyap
tak membekas, lalu bayangan manusia melintas, Suma Thian
yu telah melompat keluar dari arena pertarungan.
Maai, maaf.....ujarnya sambil menjura dan senyuman
menghiasi ujung bibirnya.
Pada mulanya It ci boa kiam Yu Liang gi masih merasa
kebingungan dan tidak habis mengerti menunggu ia
menggerakan lengannya dan sepotong kain bajunya tahu-tahu
terlepas dari lengan dan jatuh ketanah, ia baru tahu apa yang
telah terjadi. Dengan wajah merah padam karena jengah, It ci hoa kiam
Yu Lianeg gi menundukan kepalanya rendah-rendah dan
segera mengundurkan diri dari arena pertarungan.
Leng gho Cinjin tidak menyangka kalau Yu Liang gi sebagai
seorang jago pedang kenamaan bisa menderita kalah di
tangan seorang pemuda ingusan yang baru terjun kedunia
persilatan. Rasa malu bercampur gusar segera berkecamuk menjadi
satu dalam benaknya, kepada kawanan jago yang lain, dia
berseru. "Saudara-saudara sekalian, hayo turun tangan dan bekuk
bajingan muda itu...!"
Pada saat itulah, mendadak dari sudut berkumandang
suara pekikan panjang yang nyaring, ketika,semua orang
berpaling tampaklah Bi kun lun dengan membawa Cun gan siu
cay melangkah masuk kedalam arena. Suasana diarena segera
menjadi gempar, mereka seolah-olah sudah lupa dengan
perintah yang diturunkan Leng gho Cinjin semula. "Setelah
melangkah masuk kedalam arena, Bi kun lun Siau wi goan
segera menghardik semua orang agar jangan ribut, kemudian
dengan senyum dikulum dia menjura kearah Suma Thian yu
sambil memohon maaf:
"Suma Siauhiap, semua kesalahan Wi goan, tidak
sepantasnya kuterbitkan begini banyak kesulitan bagimu,
salah paham-salah paham se muanya ini hanya suatu
kesalahan paham belaka.
Kemudian setelah tertawa nyaring, katanya lebih jauh.
"Harap kau sudi memaklumi, andaikata sihian le tidak pergi
memberi kabar kepadaku, mung kin bencana yang bakal
terjadi akan besar sekali. haaa...haah...haaahh...."
Rasa benci Suma thian yu benar-benar sudah merasuk
ketulang sum-sum, bagaimanapun penjelasan dari Bi kun lun,
tak mungkin bisa meredakan rasa rasa ketidak puasannya.
Tampak dia menarik kembali pedangnya, lalu berpamitan
pada Bi kun lun Siau Wi goan. "Atas pelayananmu yang baik,
aku tak akan melupakan untuk selamanya. Biarlah aku mohon
diri lebih dulu, untung masa mendatang masih panjang,
biarlah kebaikanmu itu kubayar dikemudian hari saja."
Kemudian setelah mengucapkan pula beberapa parah kata
perpisahan dengan Cun gan siu cay Si Kok seng, dia
membalikkan badan siap meninggalkan tempat itu.
Siapa tahu kawanan jago liehay yang mengepung di
sekeliling tempat itu masih menghadang jalan pergi Suma
Tbian yu, mereka dengan sorot mata yang merah membara
karena amarah menatap anak muda itu lekat-lekat, seakanakan
mereka adalah sekelompok ular berbisa yang siap
memagut..... Melihat hal itu, Suma Thian yu tertawa dingan sambil
mendongakan kepalanya dia menerjang maju terus kedepan.
Tiba-tiba dari muka sana muncul seorang kakek kurus
ceking bermata tikus berhidung elang yang menghadang jalan
perginya dengan golok dilentangkan didepan dada, lalu
menegur. "Bocah keparat, tempat ini bukan tempat yang bisa
diganggu seenaknya, boleh saja bila kau ingin meninggalkan
tempat ini, tapi ditinggalkan dulu sedikit tanda mata, congkel
lebih dulu kedua biji matamu, kemudian baru pergi"
"Haaahh...haaaha...haaaha...kau ingin mencongkel
mataku..." Huuuh, jangan mimpi" Suma Thian yu tertawa
tergelak. Kakek ceking itu semakin melotot dengan buas, goloknya
diangkat siap membacok.
Tapi saat itulah kembali Bi kun lun Siau wi goan
membentak keras.
"Saudara Cian, jangan bertindak gegabah, biarkan saja dia
pergi!" Buru-buru kakek ceking she Ciang itu menarik kembali
goloknya, setelah melotot sekejap kearah suma Thian yu
dengan angkuh, dia mundur selangkah seraya berkata.
"Hmm, enakan keparat ini!"
Suma Thian yu berjalan kehadapannya, lalu tertawa
angkuh pula. "Maaf!" katanya.
Seusai beikata dia lantas melangkah pergi dari situ, Suma
Tbian yu memang bernasib jelek, berulang kali dia harus
dituduh orang ka rena salah paham, rasa pedih yang
mencekam perasaannya betul-betul tak terlukiskan dengan
kata-kata. Sekarang ia sudah menaruh perasaan muak yang amat
sangat terhadap dunia yang sangat indah ini.
Belum jauh meninggalkan kota Tiang an, bintang sudah
bertaburan diangkasa, kegelapan malam telah menyelimuti
seluruh jagad, orang yang berlalu lalang dijalan semakin
sedikit. Dalam keadaan seperti inilah mendadak dari arah belakang
ber kumandang suara derap kaki kuda yang ramai, suara
tersebut kedengarannya janggal sekali dalam suasana begini.
Lambat laun suara derap kaki kuda itu semakin mendekat,
Suma Thian yu tahu kalau dibalik kesemuanya itu pasti ada
sesuatu yang tak beres. Diam-diam dia menghimpun
tenaganya sambil bersiap-siap siaga menghadapi se gala
kemungkinan yang tak di inginkan.
Pada saat itulah, suara bentakan nyaring telah
berkumandang lagi dari belakang.
Suma Thian yu mengira Bi kun lnn Sian Wi goan telah
melakukan pengejaran dari belakang, hawa pembunuhan
segera menyelimuti seluruh wajahnya, dengan cekatan dia
meloloskan pedang Kit hong kiam yang tersoren di-punggung
seraya membalikkan badan, kemudian menghadang jalan
pergi pendatang tersebut ditengah jalan.
Tak berapa saat kemudian, dari depan sana muncul lima
ekor kuda jempolan yang di larikan kencang kencang,
penunggangnya adalah perampok perampok berkerudung
hitam. Kalau tidak melihat masih mendingan, begitu menyaksikan
kemunculan kawanan pencoleng tersebut, kontan saja
amarahnya berkobar, dia berpekik panjang, suaranya
menggaung jauh ketengah udara dan menggetarkan seluruh
pepohonan yang tumbuh di sekeliling tempat itu.
Tampak tubuhnya melejit ketengah, pedang Kit hong
kiamnya menciptakan segulung kabut pedang berwarna putih,
lalu menyergap kelima orang penunggang kuda berkerudung
itu. Tindakan gegabah semacam ini sebetulnya merupakan
pantangan yang paling besar bagi umat persilatan,
sesunguhnya Suma Thian yu pun memahami akan hal ini,
tapi... bagaimaaa mungkin dia bisa membendung rasa
mangkel dan kobaran amarah yang telah dipendamnya selama
banyak tahun"
Tindakan mana rupanya diluar dugaan kelima orang
penunggang kuda berkerudung itu, meski tugas mereka kali
ini adalah menyergap Suma Thian yu, namun mereka tidak
berharap terjadinya pembunuhan yang tak berarti.
Tapi sekarang, setelah menyaksikan Suma Thian yu muncul
bagaikan malaikat yang datang dari kahyangan, serentak lima
orang itu membentak pendek, kemudian bagaikan ledakan
mercon, mereka menyusup keempat penjuru untuk
menyelamatkan diri.
Terdengar suara ringkikan kuda yang meloloskan senjata
tajam masing-masing.
Sebenarnya Suma Thian yu mengharapkan suatu hasil yang
baik dalam gebrakan yang pertama, tapi begitu gagal dengan
serangan yang pertama, tubuhnya ikut melayang turun keatas
tanah, dengan cepat dia dikepung kelima orang pencoleng
berkerudung itu dari empat penjuru.
0ooo0 Jilid 10 Terdengar dia mendengus dingin, dengan sorot mata
memancarkan cahaya tajam, bentaknya sembari menggertak
gigi: "Apakah kedatangan kalian berlima untuk merenggut
nyawa sauya" Turutilah nasehatku, sipat ekor dan pulang saja
kerumah dengan tenang, laporkan kepada Siauw Wi goan,
begitu aku orang she Suma berhasil menemukan bukti yang
nyata, pasti akan kubasmi keluarga Siau dengan darah"
Baru selesai dia berkata, terdengar orang yang berada di
paling depan telah tertawa dingin tiada hentinya.
"Hehehehe....bocah keparat, tinggalkan pedang mestika
milikmu, kalau tidak hari ini ditahun depan adalah hari ulang
tahun kematian mu yang pertama!"
Suma Thian yu segera menyodorkan pedang Kit hong
kiamnya kedepan setelah mendengar perkataaa itu, katanya
sambil tertawa angkuh: "Nih, sauya persembahkan dengan
kedua belah tanganku, ambillah sendiri!"
Ketika manusia berkerubung tersebut menyaksikan
perbuatan lawannya, dia masih mengira Suma Thian yu benarbenar
berhasrat untuk menyerahkan pedang itu kepadanya, ia
lantas maju beberapa langkah kedepan siap menerima
sodoran mana. Tiba-tiba Suma Thian yu membentak nyaring:
Sambutlah!"
Pedangnya meluncur kedepan seperuti anak panah yang
terlepas dari busurnya, pedang Kit hong kiam tersebut
langsung menyambar kewajah penjahat berkerudung itu.
Meryusul gerakan mana seluruh tubuh Suma Thian yu ikut
pula menerjang maju kemuka.
Tampaknya pedang itu segera akan menyambar ditubuh
lawan, manusia berkerudung itu menjerit kaget, buru-buru dia
berkelit kesamping.
Disaat yang amat singkat inilah Suma Thian yu
menggerakkan tangannya untuk membacok pergelangan
tangan lawan sambil membentak.
"Tinggalkan dahulu lenganmu!"
Menyusul jeritan ngeri yang memilukan hati, seperti burung
yang kena bidikan saja, manusia berkerudung itu melejit
kebelakang. Sayang tubuhnya sempoyongan beberapa langkah, setelah
itu roboh terjengkang ke tanah dan tak sanggup berdiri lagi.
Diatas tanah tinggal sebuah lengan yang terpaksa, darah
kental membanjiri permukaan tanah dan menyusup ke dalam.
Setelah berhasil meraih kemenangan dalam pertarungan
pertama, kemarahan Suma Thian yu agak mereda, dia
memandang sekejap manusia berkerudung yang terpapas
lengannya itu, kepada keempat orang rekan-nya ia berseru
sambil tertawa dingin.
"Siapa lagi yang ingin maju untuk mengantar kematian?"
Ketika mendengar tantangan tersebut, keempat orang


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manusia berkerudung itu serentak mengayunkan goloknya dan
maju menerjang dari empat penjuru, dilihat dari gerakan
tubuh mereka, jelas kalau orang-orang itu adalah jagoan kelas
satu dalam dunia persilatan.
Kendatipun demikian, Suma Thian yu yang bernyali besar
sama sekali tak memandang sebelah matapun terhadap
mereka. Dia berdiri dengan segenap perhatiannya dihimpun menjadi
satu, ditunggunya sehingga senjata tajam ke empat orang itu
hampir mengenai tubuhnya....
Disaat yang amat kritis itulah tiba-tiba dari balik
keheningan berkumandang suara bentakan gusar yang amat
nyaring: "Mundur!"
Menyusul kemudian, terlihat sesosok bayangan hitam
meluncur datang secepat sambaran kilat dan langsung
menyerbu ke dalam arena pertarungan.
Mendengar bentakan tersebut, keempat manusia
berkerudung itu segera mengundurkan diri dan memberi
sebuah jalan lewat.
Pendatang itu menancapkan kakinya ditanah setelah
pencoleng-pencoleng berkerudung itu mengundurkan diri,
begitu sampai dia lantas menegur:
"Suma siaubiap, Wi goan telah datang terlambat, kau tidak
terluka bukan?"
Ketika Suma Thian yu mendongakkan kepalanya, dia
segera mengenali orang itu sebagai Bi kun lun Siauw Wi goan,
maka dengan perasaan mendongkol sahutnya:
"Terima kasih atas bantuan yang datang tepat pada
waktunya, Siau tayhiap, mengapa ke datanganmu begitu
kebetulan?"
Ucapan mana mengandung maksud ganda, dia menuduh Bi
kun lun lah yang telah bermain gila secara diam-diam.
Bi kun lun Siau Wi goan berlagak seolah-olah tidak
mendengar, bukan saja tidak gusar, malahan tertawa seram.
"Suma siauhiap, tampaknya kesalah pahamku terhadap Wi
goan sudab kelewat mendalam! Ketahuilah semua persoalan
yang ada didunia ini tak akan terungkap sebelum peti mati di
buka, aku Wi goan betul-betul bermaksud baik kepadamu, tapi
nyatanya malah mendapatkan kesalahan paham belaka,
padahal orang-orang ini sama sekali tak ada sangkut pautnya
dengan Wi goan!"
Padahal penjelasan dari Bi kun lun Siau Wi goan tersebut
berlebih-lebihan sehingga tak ubahnya seperti menampar
mulut sendiri. Suma Thian yu merasa geram sekali setelah mendengar
perkataan itu, tapi justeru karena demikian, dia semakin
merasa yakin kalau Bi kun lun Siau Wi goan adalah seorang
pentolan pencoleng yang licik dan sangat berbahaya.
Menghadapi manusia semacam ini, jalan yang terbaik
adalah menjauhi dan jangan sampai terkena pelet, kalau tidak
maka akibatnya sukar dibayangkan mulai sekarang,
Suma Thian yu adalah seorang manusia yang cerdas
dengan bakat yang luar biasaa, sekilas pandangan saja dia
sudah dapat menduga sampai kesitu, maka sambil tertawa
dingin katanya:
"Kalau mememang begitu, akulah yang kelewat curiga,
terima kasih atas bantuanmu, biarlah kubayar dikemudian hari
saja" Selesai berkata dia lantas ber berjalan melalui sisi Bi Kun
lun Siau Wi gon dan berlalu dari situ..
Belum lagi dua langkah, mendadak dari belakang
punggungnya berkumandang datang suara desingan angin
pukulan yang sangat kuat langsung menyergap jalan darah
Pek hwee hiat di punggungnya.
Sebenarnya Suma Thian yu berprinsip sebelum berhasil
memegang bukti yang nyata tentang kejahatan yang telah
dilakukan Bi kun lun Siau Wi goan, dia enggan untuk ribut
atau bentrok dengan manusia tersebut, apa lagi kalau sampai
terjadi bentrokan secara kekerasan.
Orang bilang: Cocok atau tidaknya seserang dalam
pergaulan ditentukan dalam sepa tah kata, dia tahu banyak
berbicara dengan manusia licik hanya akan mendatangkan
kesulitan dan kerugian bagi dirinya sendiri, oleh sebab itu dia
berusaha menjauhi.
Maka sambil menahan rasa mangkel dalam hatinya, dia
siap berlalu meninggalkan tempat itu.
Siapa sangka disaat dia membalikkan badan siap
meninggalkan tempat itu, tiba-tiba dari belakang
punggungnya mendesing datang segulung hawa pukulan yang
langsung menyergap jalan darah Pek hwee hiat di belakang
benaknya... Dalam perkiraan Suma Thian yu, serangan terkutuk yang
rendah dan tak tahu malu itu dilakukan Bi kun lun Siau Wi
goan, saking gemasnya sepasang gigi sampai saling
bergerutukan keras.
Cepat-cepat ia menghimpun tenaga dalam ajaran
pamannya Kit hong kiam kek Wan Liang yakni ilmu Jiong goan
sim hoat untuk me lindungi seluruh badan, setelah itu telapak
tangannya didorong keatas menyongsong datangnya serangan
pembokong itu. Dan begitu merasa kalau serangannya sudah dihadapi,
Suma Thian yu segera bergeser kekiri lalu berputar dengan
ujung kaki sebagai as untuk berganti arah, himpunan tenaga
dalam yang telah dipersiapkan ditangan kanan itu secepat kilat
dibabat kebelakang menghantan tubuh musuhnya, sementara
tubuhnya turut berputar pula menangkis, berputar dan
menyerang yang dilakukan Suma Thian yu meski panjang
untuk diceritakan, padahal ketiga macam gerakan itu
dilakukan hampir pada saat yang bersamaan.
Menanti dia sempat melihat jelas paras muka lawannya,
orang itu sudah kena terhajar oleh serangan dahsyatnya itu
sampai mencelat sejauh satu kaki lebih dan jatuh tak sadarkan
diri dengan sikap terlentang.
Diluar dugaan ternyata orang itu bukan Bi kun lun Siau Wi
goan seperti apa yang diduga semula melainkan seorang
pencoleng berkeru dung kain hitam.
Selama hidup Suma Thian yu paling benci dengan
perbuatan menyergap yang dilakukan dari belakang,
kemarahannya segera berkobar, sambil membentak tubuhnya
menerjang kearah pencoleng berkerudung yang sudah
tergeletak itu siap melakukan pukulan yang mematikan.
Bi kun lun Siau Wi goan sendiri berdiri termangu-mangu
disitu tak tahu apa yang meski dilakukan.
Dalam situasi seperti ini, keadaannya yang paling
mengenaskan, mau turut campur tak bisa, tidak turut campur
bagaimana"
Dalam pada iiu, tiga orang manusia berkendung lainnya
jaga tak berani bertindak secara sembarangan karena
kehadiran Siau Wi goan disitu, terpaksa mereka harus
mengorbankan jiwa rekannya tanpa bisa berbuat banyak.
)o(X)o( TAMPAKNYA kepalan sakti dari Suma thian yu segera akan
menghantam diatas kepala pencoleng berkerudung itu,
serentak semua orang memejamkan matanya rapat-rapat
karena tak tega menyaksikan peristiwa yang amat mengerikan
itu. Pada dasarnya Suma Thian yu memang berhati welas
kasih, begitu muncul keinginan-nya untuk mengampuni jiwa
orang, ia lantas tak tega untuk melanjutkan niatnya semula
untuk melakukan pembunuhan.
Dari serangan memukul segera diubah menjadi serangan
mencakar.... Kraaas!" terdengar suara kain yang robek,
akhirnya kain kerudung hitam orang yang terluka itu terbakar
dan muncullah raut wajah aslinya.
Manusia berkerudung yang terobek kain kerudungnya
adalah seorang kakek kurus ceking bermata tikus berhidung
elang, dia tak lain adalah kakek ceking yaug telah
menghadang jalan pergi Suma Thian yu ketika berada di tanah
lapang gedung keluarga Siau tadi.
Setelah mengetahui siapa gerangan orang yang dihadapi,
Suma Thian yu segera tertawa seram
"Haaah...haah....haaah, nampaknya aku Suma Thian yu
memang tidak salah melihat orang"
Kemudian sambil mengangkat tangan kakek ceking itu,
ujarnya lagi kepada Bi kun lun Siau Wi goan dengan lantang:
"Siau tayhiap, bukankah orang ini adalah anak buahmu?"
Dikala Suma Thiar yu merobek kain kerudung orang itu itu
tadi, Bi kun lun Siau Wi goan sudah meraia gelisah bercampur
gusar. Dia gelisah karena jejaknya ketahuan dan kuatir Suma
Thian yu membocorkan rahasia tersebut keluar sehingga
mempengaruhi nama baiknya dikemudian hari.
Dia marah karena kakek itu sudah merusak rencana yang
telah disusunnya dengan susah payah.
Apalagi sesudah mendengar pertanyaan dari Suma Thian
yu ibaratnya orang yang langsung mengorek luka dalam
tubuhnya, benar-benar tak sedap perasaannya ketika itu.
Tanpa terasa timbul niat jahat didalam hatinya, sambil
menghindarkan diri dari tanggung jawab sahutnya:
"Tentu saja kenal, keparat tua ini adalah tamu yang datang
menyambangi Wi goan kemarin, sungguh tak kusangka dia
adalah seorang manusia berhati keji, seorang komplotan dari
perampok berkerudung yang kejam itu, harap Suma sauhiap
jangan marah, kuperiksa orang ini dengan seteliti mungkin"
Sembari berkata dia berjalan mendekati Suma thian yu,
sementara sinar matanya memancarkan cahaya kebuasan
yang membuat anak muda itu terkesiap dan segera
menghimpun tenaganya bersiap siaga menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diinginkan
Kasihan kakek bertubuh kurus berhidung elang itu, dia
sudah jatuh tak sadarkan diri, mukanya pucat pasi seperti
mayat, dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa
luka dalam yang dideritanya cukup parah.
Bi kun lun Siauw Wi goan telah berjalan menuju ke
hadapan Suma Thian yu, akan tetapi memandang keadaan si
kakek kurus yang kempas-kempis dengan lemah, dia segera
berseru sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kalau dilihat keadannya yang begitu lemah, agaknya tidak
enteng luka yang diderita olehnya, berarti jaraknya dengan
kematian pun tidak jauh, lebih baik dibunuh saja!"
Sudah barang tentu Suma Thian yu tak ingin memberi
kesempatan kepada Bi kun lun untuk menghilangkan saksi
hidup ini, baru saja dia berusaha untuk mencegah perbuatnya
itu, mendadak terasa cahaya perak berkelebat lewat lalu..
"Craaap! Menanti Thian yu memeriksa kembali, di atas dada kakek
ceking itu sudah menancap sebatang peluru perak sepanjang
empat inci yang menembusi tubuh tersebut.
Atas peristiwa ini, Suma Thian yu menjadi teramat gusar, ia
lepaskan cekalannya terhadap kakek ceking itu kemudian
membalikkan tubuhnya.
Ternyata perbuatan tersebut hasil perbuatan dari tiga
orang perampok berkerudung yang lain, saat itu ketiga orang
perampok berkerudung tadi telah menggotong rekannya yang
terluka dan melarikan diri menuju kehutan.
Suma Thian yu tidak rela membiarkan kawanan penjahat
tersebut melarikan diri, tak sempat memberi kabar kepada Bi
kun lun lagi, dia segera menggerakan tubuhnya, bagai anak
panah yang terlepas dari busurnya, secepat kilat dia menyusul
dibelakang kawanan perampok berkerudung tersebut.
Melihat itu, Bi kun lan Siau Wi goan menjadi gelisah, buruburu
ia turut mengejar sambil berteriak:
"Suma siauhiap, harap tunggu sebentar."
Namun Suma Thian yu berlagak seolah olah tidak
mendengar, malah dia mempercepat gerakan tubuhnya
menyusul sampai di tepi hutan.
Tapi ke empat perampok berkerudung tadi sudah melarikan
diri dan lenyap dari pandangan mata.
Sementara itu, Bi kun lun Siau Wi goan telah menyusul pula
ke situ, terdengar ia berkata:
"Suma Siauhiap, musuh yang kabur jangan dikejar, bila
mereka sampai terjatuh kembali ke tangan Wi goan
dikemudian hari, pasti akan kukuliti tubuhnya kemudian
kucincang badan nya"
Pelan-pelan Suma thian yu membalikan badannya lalu
menatap sekejap wajah Bi kun lun Siau Wi goan dengan wajah
diliputi hawa pembunuhan, ia sama sekali tidak terpengaruh
oleh ucapan mana. "Hmmm, terlalu keenakan kawanan
perampok tersebut gumamnya dingin, pokoknya selama Thian
yu masih dapat bernafas, pasti akan kubasmi kawanan
manusia laknat itu sampai akar-akarnya"
Kemudian setelah memandang sekejap ke lima ekor kuda
jempolan yang tertinggal disitu.
"Siauhiap, bagaimana kalau dari ke lima kuda jempolan
yang tertinggal ini Siauhiap hanya membawa pulang empat
ekor dan tinggalkan seekor untukku?"
Bi kun lun Siau Wi goan menjadi teramat gusar setelah
mendengar perkataan itu, dengan nada berat dia segera
menegur: "Apa-apaan kau ini" Apakah kau mencurigai aku punya
hubungan dengan kawanan perampok berkerudung itu" Bila
siauhiap tetap tak bisa memahami kenyataan yang
sebenarnya, tindakanmu itu benar-benar tak bisa
dimaafkan...."
Suma thian yu berpaling dengan pandangan sinis lalu
tertawa dingin.
"Heeehh...heeeh...heeeh...aku rasa dihati masing-masing
sudah mempunyai pandangan sendiri, sekarang memang tak
perlu kau akui, toh suatu saat akan tiba juga saatnya untuk
membongkar semua rahasia ini"
Selesai berkata dia membalikkan badan dan segera berlalu
dari sana... Sikapnya yang sinis dan memandang hina terhadap orang
lain ini, kontan saja membangkitkan rasa gusar yang membara
didalam hati Bi kun lun Siau Wi goan.
Tahukah apa sebabnya orang ini selalu bersabar dan
berusaha keras untuk menghindari suatu bentrokan secara
langsung dengan Suma Thian yu..."
Sebab dia kuatir jejak dan rahasianya ter bongkar, asal dia
bertarung melawan Suma thian yu, niscaya semua rahasianya


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bakal terbongkar...
Sekalipun demikian, kesabaran orang ada batas-batasnya,
sindiran dan ejekan Suma thian yu yang dilontarkan berulang
kali membuat seorang manusia yang tak berperasaan akan
marah, apalagi orang itu adalah Bi kun lun Siau Wi goan
seorang pemimpin dunia persilatan dewasa ini"
Mendadak terdengar ia membentak penuh amarah:
"Berhenti!"
Tiba-tiba dia meloloskan pedangnya dari sarung, sorot
matanya tajam bagaikan sembilu, ketika pedang tersebut
digelarkan maka tampaklah getaran cahaya pedang dari ujung
senjata tersebut memancar keluar tiada hentinya.
Mendengar suara bentakan tersebut, Suma Thian yu segera
berhenti, apa lagi ketika mendengar suara lawan meloloskan
pedang, menggunakan kesempatan dikala bukannya
membalikkan diri, dia turut meloloskan pula pedang Kit hong
kiamnya. Suasana menjadi tegang dan seram, kedua belah pihak
dengan senjata terhunus berdiri saling berhadapan dalam
jarak hanya sepuluh langkah belaka.
Sambil menggertak gigi menahan diri Bi kun lun Siau Wi
goan memaki dengan geramnya:
"Bocah keparat, kau kelewat menghina orang! Apakah kau
anggap Siau Wi goan adalah seorang manusia yang dapat
dihina dan dipermain kan seenak hatimu sendiri" Hari ini, bila
kau tidak memberi penjelasan yang terang, jangan harap bisa
pergi meninggalkan tempat ini!"
"Orang she Siau!" Suma Thian yu balas mengejek,
"kenyataan telah tertera didepan mata, apakah kau
bermaksud untuk menyangkal lagi" Jika kau ingin mengetahui
dengan jelas, ehmm, tak ada salahnya kuterangkan
kepadamu. Yang jauh tak usah dibicarakan, aku hanya ingin
tahu hari ini kau sebagai pemimpin dunia persilat an, apa lagi
dalam gedungmu terkumpul begitu banyak jago lihay,
mengapa sewaktu sauya dikepung kepung bangsat
berkerudung kau bisa muncul secara tiba-tiba untuk
membantu?"
Berbicara sampai disitu dia berhenti sebentar, kemudian
melanjutkan lebih jauh.
Kalau toh....kau berniat untuk membantu, mengapa kau
biarkan diriku disergap orang" Mengapa kau berpeluk tangan
belaka membiarkan kawanan manusia laknat itu melarikan
diri, bukan saja tidak mengejar, malahan membentak diriku
agar berhenti, apakah kau tidak merasa bahwa tindakanmu itu
sangat mencurigakan" Kini setelah menyaksikan anak buahmu
melakukan tindakan yang salah sehingga jejaknya ketahuan,
lagi-lagi kau membunuh orang untuk menghilangkan saksi,
bahkan terhadap perbuatan keji kawanan perampok
berkerudung itu pun kau tidak memberikan reaksi apa-apa,
bukankah kesemuanya ini semakin memperlihatkan jiwamu
yang memang sudah busuk" Hmmm, kau jangan menganggap
aku sebagai seorang bocah yang baru berusia tiga tahun,
jangan kau anggap semua perbuatanmu itu bisa mengelabuhi
diriku dan membuatku bodoh selalu!
Tatkala selesai mendengar perkataan tersebut, mendadak
Bi kun lun Siau Wi goan mendongakkan kepalanya dan
berteriak gusar, suara teriakan yang dipancarkan dengan
disertai tenaga yang sempurna itu kontan saja menggetarkan
seluruh penjuru dunia dan membuat daun serta ranting jatuh
berguguran keatas tanah.
Seusai berteriak dia berkata sambil tertawa dingin:
"Hanya berdasarkan beberapa persoalan yang tetek bengek
ini kau ingin menfitnah aku Siau wi goan" Bocah keparat,
mengapa kau tidak renggut sekalian selembar nyawaku?"
"Betul, betul, persoalannya sekarang adalah aku belum
berhasil mendapatkan bukti yang nyata!"
Bi kun Iun Siau wi goan semakin naik pitam sesudah
mendengar jawaban mana, teriaknya lagi:
Selama ini lohu tidak menganggapmu sebagai kawanan
percoleng, aku menerima dengan segelas kehormatan,
bersikap baik kepada mu, siapa sangka kau bocah keparat
ternyata hanya manusia yang tak tahu diri, kau telah
membalas kebaikanku dengan perbuatan keji. Baik lah untuk
memperpanjang umurku selama beberapa puluh tahun lagi,
lohu akan mengalah sepuluh jurus untukmu, begitu sepuluh
jurus sudah lewat, terpaksa harus dilihat bagaimanakah
nasibmu nanti"
Seandainya Suma Thian yu tidak mendengar perkataan itu,
keadaannya masih mendingan, begitu mendengar ucapan
mana, dia mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring,
ditatapnya Bi kun lun Siau Wi goan dengan sorot mata
setajam sembilu.
"Orang she Siau, kau betul-betul latah dan gila!" serunya
dengan suara lantang, kau hendak mengalah sepuluh jurus
untukku" Hmm kau anggap aku hanya seorang bocah cilik"
Terus terang kuberitahukan kepadamu, sewaktu berada diluar
gua tempo hari, apakah kau berhasil menangkan setengah
jurus dariku?"
Setelah keadaan berubah menjadi begini rupa, Suma thian
yu dipaksa untuk membuka kartu.
Kontan saja ucapan mana membuat Bi kun lun Siau Wi
goan menarik napas dingin, paras mukanya berbuat hebat,
tapi sejenak kemudian telah pulih kembali seperti sediakala.
Hanya saja... kali ini selapis hawa napsu membunuh telah
menyelimuti seluruh wajahnya.
Sebetulnya Suma Thian yu berbicara demikian, tujuannya
adalah memancing reaksi dari Bi kun lun Siau Wi goan, begitu
menyaksikan musuhnya berubah muka, dia menjadi terang
dan mengerti, tak terlukiskan rasa gembira dalam hatinya
sekarang. Sekali pun demikian, dia masih membutuhkan suatu bukti
yang nyata dan berada didepan mata sebelum anak muda
tersebut dapat membunuh Siau Wi goan. Orang bilang:
"Seorang Kuncu membalas dendam, tiga tahun pun belum
terhitung terlambat" kematian paman Wan yang begitu
mengenaskan hingga kini belum dapat diungkap olehnya
secara jelas, maka dia harus menahan diri dan bertindak
sangat berhati-hati, sebab sedikit salah melangkah, bisa jadi
dia akan dianggap musuh umum oleh umat persilatan.
Sebaliknya Bi kun lun Siau Wi goan sendiripun berperasaan
serba bertentangan, di samping dia ingin memperalat pemuda
ini, tetapi dipihak lain dia pun kuatir anak muda ini akan
merusak dan menghancurkan semua rencana yang telah
disusunnya selama ini.
Mumpung kini berada ditengah alas yang sepi dan tiada
manusia lain, apa salahnya kalau pemuda ini dibunuh saja
agar tidak menmbulkan bibit bencana dikemudian hari"
Berpikir sampai disitu, napsu membunuh yang berkobar
dalam dada Siau Wi goan makin menjadi, tampak dia maju ke
depan berapa langkah, lalu ujarnya:
"Bocah muda, lohu sudah hidup setua ini, namun belum
pernah dihina dan disindir orang dengan seenaknya seperti
saat ini, bila aku tidak meringkus kau pada hari ini, tentunya
kau anggap di dunia ini sudah tiada orang pan dai lagi!"
Suma Thian yu tertawa sinis.
"Hmmm, dengan kemampuan yang kau miliki itu, kau
hendak membereskan aku?"
Seraya berkata pedang Kit hong kiamnya diangkat sejajar
bahu, lalu tangan kananya bergerak ke atas, dengan jurus
Ciong liong jiu hay (naga sakti masuk ke laut) pedangnya
seperti seekor naga sakti menyodok jalan darah Ki kan hiat
ditubuh Bi kun lun.
Selama ini Bi kun lun Siau Wi goan mengawasi terus ujung
pedang lawannya, begitu menyaksikan ujung pedang tersebut
menusuk ke bawah teteknya, mendadak ia bergerak dan
melejit ke samping tambil berseru keras:
"Jurus pertama!"
Suma Thian yu menjadi amat gusar menyaksikan
musuhnya hanya menghindar tidak membalas, ia segera
menarik kembali pedangnya dan tidak melancarkan serangan
lagi. Bi kun lun Siau Wi goan kelihatan agak tertegun tatkala
menyaksikan lawannya menarik kembali serangannya, dengan
perasaan tercengang bercampur gusar ia segera membentak.
"Kenapa kau" Bocah keparat, sudah dibikin ketakutan?"
Suma Thian yu mendengus dingin, setengah memaki
teriaknya. "Orang she Siau, kau tak usah sombong dan berlagak sok,
dengan mengandalkan kemampuan yang kau miliki itu, masih
belum berhak bagimu untuk mengalah untukku, jika ingin
bertarung, hayolah kita bertarung secara blak-blakan dan
bertempur sampai titik darah penghabisan, kalu ingin bermain
pura-pura mah, hmmm, sauya tidak cocok denagn selera
permainan seperti itu!"
Bi kun lun Siau Wi goan kembali tertawa terkekeh-kekeh.
"Hehehehehe.... rupanya begitu, aku masih mengira kau
takut menghadapi diriku! Beginipun ada baiknya juga, aku
orang she Siau akan menyempurnakan keinginanmu itu...."
Ketika ucapan terakhir masih berada dibibir, Siau Wi goan
telah menggerakkan pedang nya dan menyerang dengan jurus
Ci kou thian bun (mengetuk langsung pintu langit), tampak
serentetan cahaya hijau meluncur kedepan dan menusuk
tubuh Suma Thian yu dengan kecepatan luar biasa.
Ditinjau dari gerakan tubuhnya ini, tidak sulit untuk
diketahui betapa cepat dan sempitnya jalan pikiran Bi kun lun
Siau Wi goan, dia hanya maunya mencari keuntungan belaka,
buktinya sementara pembicaraan masih berlangsung, ia sudah
menyergap orang secara tiba-tiba.
Kecuali berhadapan dengan seseorang yang berkepandaian
silat sangat lihay, biasanya cara menyergap semacam ini akan
menda-tangkan suatu hasil yang amat baik.
Untung saja kewaspadaan Suma Thian yu masih tetap
tinggi, sekalipun sedang berbicara namun ia telah bersiap
siaga menghadapi se gala kemungkinan yang tak diinginkan.
Selama menghadapi manusia licik macam Bi kun lun Siau
Wi goan, orang memang selalu berprinsip "meski manusia tak
berniat melukai harimau, harimau justru ada niat melukai
manusia". Maka begitu pedang Siau Wi goan menusuk datang, dia
lantas berteriak lantang:
"Sebuah serangan yang amat bagus!"
Mendadak ia membalikan tangannya mainkan jurus Long
kian sin ciau (ombak menggulung ular sakti).
Pedang Kit hong kiamnya seperti segulung ombak dahsyat
langsung menyapu kedepan dan mengetarkan pedang Bi kun
lun Siau Wi goan sehingga tergetar dari posisi semula.
Menyusul kemudian pedangnya berubah menjadi gerakan
Im liong tham jiau (naga yang mementangkan cakar)
langsung mencengkeram jalan darah kit hou hiat diatas
tenggorokan Bi kun lun.
Bagi seorang jago silat, begitu serangan dilancarkan maka
akan diketahui apakah musuhnya berisi atau tidak. Serangan
Suma thian yu didalam menghadapi ancaman bahaya ini
betul-betul amat hebat, bukan setiap jago silat yang
mempergunakannya dengan sempurna.
Bi kun lun Siau Wi goan cukup mengetahui mutu suatu
serangan, sebagai pemimpin dunia persilatan, tentu saja ia
enggan menerima kerugian yang berada didepan mata.
Menyaksikan kejadian tersebut, buru-buru dia menarik
kembali pedangnya untuk mengutamakan keselamatan
sendiri, setelah itu teriaknya dengan perasaan terkejut!
"Aaaah, ilmu pedang kit hong kiam hoat!"
Sementara berseru, tubuhnya telah melepaskan diri dari
kurungan kabut pedang yang dipancarkan oleh Suma thian yu,
siapa tahu Suma Thian yu memang berhasrat memberi
pelajaran yang setimpal untuk Bi kun lun sehingga ia tahu diri.
Tiba-tiba ia berpekik nyaring, pedang Kit hong kiamnya
diputar menciptakan selapis bayangan pedang yang
memenuhi angkasa, bagaikan benduangan sungai Huang ho
yang jebol, dengan amat dahsyatnya langsung mengurung
ketubuh Siau Wi goan.
Bagi jago lihay yang bertarung, yang menjadi pantangan
terbesar adalah memecahkan perhatian.
Bi kun lun Siau Wi goan menjerit kaget, hawa murninya
yang terkumpul segera membuyar sebagian besar, ditambah
pula Suma thian yu dengan serangan berantainya, ia kena di
desak sampai mundur terus berulang kali.
Sekilas pandangan ia seperti didesak mundur, padahal ia
justru manfaatkan kesemppatan tersebut untuk menghimpun
kembali hawa murninya disamping mencari titik kelemahan di
tubuh Suma Thian yu sehingga dapat mempersiapkan
serangan balasan yang mematikan"
Begitu turun tangan Suma Thian yu berhasil mendesak
mundur seorang jago silat yang memimpin dunia persilatan
dewasa ini, semangat bertarungnya segera berkobar, ia
berpekik berulang kali lalu pedang Kit hong kiamnya dengan
jurus Liong teng kiu siau (naga melom?pat kelangit sembilan)
ia langsung menggorok tengkuk Bi kun lun.
Mendadak Bi kun lun Siau goan melejit ke udara dengan
gerakan elang raksasa menentang sayap, pedangnya berputar
secepat kilat dengan jurus Ceng lui kan hong (guntur bergetar
angin terbendung) dia lepaskan serangan balasan untuk
menyongsong datangnya ancaman tersebut.
"Traaang!" ketika sepasang pedang saling bertemu
ditengah udara, terdengarlah suatu benturan nyaring yang
memekakkan telinga, akibatnya kedua orang itu sama-sama
terdorong mundur sejauh satu langkah.
Bi kun lun Siau Wi goan yang lihay, tidak menggubris
apakah senjatanya cedera atau tidak, dia menerjang lagi
kedepan melakukan tubrukan, dengan jurus Cuan im si gwat
(menembusi awan mengejar rembulan) dengan membawa
desingan angin serangan yang tajam ia langsung menusuk
jalan darah Tham tiouw hiat di bagian tengah dada antara
kedua tetek Suma Thian yu.....
Sudah barang tentu Suma Thian yu tak berani
mengendorkan perhatiannya dalam menghadapi ancaman
tersebut, buru-buru dia me ngembangkan permainan ilmu
pedang Kit hong kiam hoat ajaran paman Wan nya untuk
melayani serangan musuh.
Begitulah, sebentar kedua orang itu bergu mul menjadi


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu, sebentar lagi berpisah, situasi pertarungan yang
berlangsung kian lama kian bertambah seru, keadaannya
benar-benar sangat mengerikan.
Kedua orang ini, yang satu adalah pendekar besar dari
golongan putih dan hitam sedangkan yang lain adalah seorang
pendekar yang baru muncul di dunia persilatan, pertarungan
yang kemudian berkobar sungguh menggetarkan sukma setiap
orang. Pertarungan sengit macam ini sulit dijumpai dalam dunia
persilatan, kedua orang itu sama-sama mengeluarkan pelbagai
jurus simpanan-nya untuk berusaha membunuh lawannya.
Sementara itu Bi kun lun Wi goan makin bertempur makin
terkejut, dia cukup mengetahui akan kelihayan ilmu pedang kit
hong kiam hoat tersebut, sewaktu kit hong kiam kek Wan
liang masih termashur dikolong langit dulu, dia pernah
bersahabat karib dengan Bi kun lun Wi goan, mereka sering
berkelana bersama sehingga kedua belah pihak sama-sama
mengetahui keunggulan dan kelemahan lawan-nya.
Tapi kini permainan pedang Kit hong kiam hoat dari Suma
thian yu berbeda dengan permainan yang pernah dilakukan
Wan liang dahulu, tak heran kalau Siau WI goan dibikin
terperanjat sekali.
Kalau dilihat dari gerakan tubuh Suma Thian yu, nampak
kalau permainan itu ajaran dari Kit hong kiam kek Wan Liang,
tapi yang berbeda adalah tenaga dalamnya justru setingkat
masih diatas kemampuan Wan Liang pribadi....
Kejadian ini sama artinya dengan Wan Liang telah muncui
kembali di dalam dunia persilatan.
Sementara ingatan mana melintas dalam benak Bi kun lun
Siau Wi goan, sambil bertarung ia pun bertanya:
"Apa hubunganmu dengan Wan Liang" Cepat katakan!"
"Guruku!" jawab Suma Thian yu singkat.
Suma Thian yu memang sengaja membohonginya,
sekalipun dikatakan Wan Liang adalah gurunya juga tak salah,
memang ilmu pedang kit hong kiam hoat tersebut didapatkan
dengan cara mencuri belajar, namun yang dia pelajari toh ilmu
dari Kit hong kiam kek Wan Liang.
Siapa tahu Bi kun lun Siau Wi goan segera tertawa nyaring
sesudah mendengar perkataan itu, sambil melompat keluar
dari arena pertarungan, serunya cepat:
"Mengapa tidak kau terangkan semenjak tadi?"
"Sekalipun kukatakann, apa gunanya?", melihat orang itu
melompat keluar dari arena, Suma Thian yu segera berniat
untuk menghadapi siasat lawan dengan siasat pula.
Terdengar Bi kun lun Siau Wi goan tertawa terbahakbahak.
"Haah...haaah...haaah...apakah gurumu berada dalam
keadaan baik-baik?"
Sebelumnya Suma Thian yu hendak mengatakan kalau
gurunya telah meninggal dunia, tapi ingatan lain segera
melintas dalam benaknya, dia merasa tak perlu berbicara
sejujurnya menghadapi manusia licik seperti itu.
Maka sahutnya kemudian dengan lantang:
"Berkat kemurahan Thian, Beliau berada dalam keadaan
sehat wal'afiat seperti sedia kala!"
Bi kun lun Siau Wi goan segera memperlihatkan sikap
seakan-akan merasa gembira sekali.
"Apakah dia pernah menyinggung tentang aku?" tanyanya.
"Ehmm... " Suma Thian yu hanya mengiakan saja.
"Apa yang dia katakan?" Siau Wi goan seperti ingin
mengetahui sejelas-jelasnya, ia lan tas menunjukkan sikap
seakan-akan sangat ramah.
Suma Thian yu berlagak serius, jawabnya:
"Setiap kali dia orang tua menyinggung tentang kau, dia
pasti akan mencaci maki dirimu kalang kabut, dikatakan kau
adalah iblis pa?ling keji yang ada didunia ini! Dikatakan pula
binimu yang tak tahu malu itu adalah seorang perempuan
jalang yang kebusukan hatinya melebihi ular berbisa!"
Mimpipun Bi kun lun Siau Wi goan tidak menyangka kalau
Suma Thian yu dapat mengucapkan kata-kata makian sekeji
ini, kontan saja amarahnya memuncak, dengan mata melotot
besar dan menggertak gigi menahan diri, bentaknya keraskeras:
"Bocah keparat! Kalau ingin berbicara, sedikitlah tahu diri,
apakah kau sudah bosan hidup?"
Kembali dia menerjang ke muka, pedangnya diayunkan
kedepan melepaskan serangan lagi dengan jurus Han Bwee tu
luan (Bunga BWee mengeluarkan sari) dia tusuk dada Suma
Thian yu. Mencorong sinar tajam dari balik mata anak muda itu, dia
membentak pendek, langkah Ciok tiong luan poh ajaran Siau
yau kay Wi Kian segera digunakan, tampak ujung baju
terhembus angin, tahu-tahu dia sudah menyelinap ke
belakang punggung Bi kun lun, sementara pedang Kit Hong
kiamnya bagaikan cahaya pelangi menusuk jalan darah Ki tong
hiat di belakang punggung lawan.
Kemarahan Suma Thian yu telah memuncak dia merasa
bukan cara yang tepat untuk mengulur waktu dengan manusia
semacam ini karena itu serangan yang kemudian di lancarkan
langung ditujukan kebagian mematikan ditubuh lawan.
Begitu Suma Thian yu gunakan ilmu gerakan tubuh Cok
liong luan poh, gerakan tubuhnya menjadi bertambah cepat,
menanti Bi kun lun Siau Wi goan menjumpai bayangan tubuh
Suma Thian yu telah lenyap dari pandangan dan hawa dingin
dari tusukan pedang sudah tiba dipunggungnya, dia baru
menjerit kaget.
"Mati aku kali ini!"
Dengan sedapat mungkin dia menerjang maju kemuka,
maksudnya adalah mencari kesempatan hidup ditengah
keputus asaan. Tapi Suma Thian yu mengikuti terus bagaikan bayangan,
ujung pedangnya sudah menempel diatas bajunya.
Disaat yang amat kritis itulah, tiba-tiba terdengar suara
bentakan keras berkumandang memecahkan keheningan.
Sesosok bayangan tubuh yang bergerak cepat, dengan
membawa segulung tenaga pukulan yang dahsyat bagaikan
angin puyuh langsung membacok Giok seng kun dibelakang
benak Suma Thian yu, sungguh dahsyat dan mengeri kan
sekali ancaman mana.
Suma thian yu merasa terperanjat sekali, ia tahu bila
pedangnya dilanjutkan penusukan-nya kedepan, niscaya Bi
kun lun Siau Wi goan tewas diujung pedangnya, akan tetapi
sebagai resikonya diapun akan terhajar mati oleh serangan
yang datangnya dari arah belakang itu. Berada dalam keadaan
seperti ini, terpaksa dia harus mengutamakan keselamatan
sendiri lebih dulu, kemudian baru soal membalas dendam.
Cepat-cepat pedangnya ditarik kembali, kemudian kakinya
bergeser dan sekali berkelebat ia sudah melompat keluar dari
arena pertempuran. Atas kejadian mana, Bi kun lun Siau Wi
goan segera lolos dari lubang jarum kematian, selembar
jiwanya berhasil diseret keluar dari dalam neraka. Disaat Suma
Thian yu berdiri tegak, ia saksikan ditengah arena bertambah
dengan seorang pemuda berbaju hijau, orang itu adalah Cun
gan siu cay Si Kok seng. Sambil tertawa Suma Thian yu
berseru: "Oh, rupanya saudara Si, sungguh hebat tenaga
pukulanmu, nyaris batang leherku kena kau tebas kutung!"
Sambil tersenyum buru-buru Cun gan siacay Si Kok seng
menjura dan meminta maaf, katanya:
"Bilamana siaute telah bertindak ceroboh harap saudara
Suma sudi memaafkan!"
Kemudian sambil berpaling kearah Bi lun lun Sau Wi goan,
ia berkata pula:
"Kalian berdua adalah sama-sama orang sendiri mengapa
harus saling bertarung?"
Bi kun lun Siau Wi goan tidak mengucapkan barang sepalah
katapun, mendadak dia membalikan badan dan berlalu dari
sana. Memandang bayangan punggung Bi kun lun Siau Wi goan
yang menjauh, Cun gan siucay Si Kok seng menggelengkan
kepala sambil menghela napas panjang, kepada Suma Thian
yu katanya: "Tabiat orang itu memang sangat aneh, saudara Suma,
buat apa kau mesti ribut dengannya"
Suma Thian yu tidak menggubris ucapan mana, waktu itu
dia sedang berdiri dengan pelba gai persoalan berkecamuk
didalam benaknya.
Apa yang barusan dikatakan Si kok seng, pada hakekatnya
sama sekali taterdengar olehnya...
Pelan-pelan Cun gan siucay Si Kok Seng mendekati Suma
Thian yu, lalu dengan sikap yang menghormat tanyanya.
"Saudara Suma, kau masih marah kepadaku?" Suma Thian yu
berseru tertahan, buru-bu sahutnya dengan nada minta maaf:
"Tidak, tidak...! Aku sedang memikirkan suatu persoalan
..." "Persoalan apakah itu" Bolehkah diberitahukan kepadaku?"
Si Kok seng bertanya lebih jauh.
"Tolong tanya bagaimanakah hubungan saudara Si dengan
Siau tayhiap...."
"Soal ini...kami hanya pernah berjumpa beberapa kali saja,
buat apa kau menanyakan tentang soal ini?"
"Bagaimana watak orang itu?"
Sambil bertanya, kali ini Suma thian yu memperhatikan
perubahan wajah dan sikap Cun gan siaucay Si kok seng.
Cun gan siucay Si Kok seng termenung dan
mempertimbangkannya sejenak, setelah itu baru sahutnya.
"Menurut hasil pengamatan siaute selama banyak waktu,
aku rasa dia adalah se orang yang jujur, periang, suka
berteman, ramah dan rendah diri, satu satunya kejelekan yang
dimiliki adalah wataknya yang berangasan, saudara Suma, kau
bertanya begini teliti tentang dirinya apakah kau menaruh
curiga terhadap orang itu?"
Ketika mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa Suma
Thian yu melirik dan memperhatikan beberapa kejap Cun gan
siau cay Si Kok seng, melihat wajah orang itu menunjukkan
kejujuran, dia pun menyahut dengan suara hambar:
"Ooh, tidak apa-apa, aku hanya bertanya sambil lalu saja."
"Saudara Suma, aku lihat belum tentu demikian, apakah
kau mempunyai suatu rahasia yang sulit dibicarakan"
Walaupun kita baru bersahabat beberapa hari, sesungguhnya
kita merasa saling mencocoki satu sama yang lainnya, anggap
saja diriku sebagai saudara sendiri, bila kau mempunyai
kesulitan, utarakan kepada ku, asal siauje sanggup
membantumu, sudah pasti akan kubantu dirinu dengan sekuat
tenaga" "Aaah, tidak apa-apa" Suma Thian yu menyangkal berulang
kali, "terima kasih banyak atas perhatian saudara Si,
kebaikanmu itu tak akan kulupakan untuk selamanya..."
Cun gan siaucay Si Kok seng mengerti, sekalipun
ditanyakan lebih jauh juga tak bakal mendapatkan suatu
hasilpun, maka diapun mengalihkan pokok pembicaraan ke
soal lain, tanyanya:
"Saudara Suma, kau bermaksud hendak kemana?"
"Aku mengembara tak menentu, empat samudra sebagai
rumahku, dan kau...?"
"Sama saja, bila ksu tak keberatan, bagaimana kalau
kudampingi dirimu sepanjang perjalanan?"
"Akan kusambut dengan senang hati" jawab Suma thian yu
ringkas. Maka berjalanlah kedua orang itu menuruni bukit.
Sepanjang jalan Cun gan Siucay Si Kok seng seperti ada
maksud untuk membaiki anak muda tersebut, semua
pembicaraannya amat santai dan persoalan apapun
dibicarakan. Setiap kali melalui suatu tempat, dia pasti menerangkan
riwayat jago yang bercokol di sana serta keadaan daerah
disekitarnya, diantaranya dia pun membicarakan pula sedikit
tentang sembilan partai besar dan beberapa orang jago yang
menonjol dari golongan rimba hijau.
Tapi ada satu hal yang tak pernah dibicira kan Cun gan
siucay selama ini, yakni asal usul serta perguruannya.
Setiap kali Suma Thian yu menanyakan soal ini, Cun gan
siucay Si Kok seng selalu menye lamurkan dengan masalah
lain, akibatnya lama kelamaan hal ini menimbulkan kecurigaan
di dalam hati Suma Thian yu, oleh karena itu Suma Thian yu
sendiripun selalu menghindarkan diri bila berbicara soal
riwayat hidupnya serta tanggung jawab serta tugas yang
terbeban di atas bahunya...
Hari itu mereka berdua tiba di kota Siau Kwan, hari sudah
gelap dan burung terbang kembali ke sarangnya, suasana
remang mendatangkan perasaan murung bagi siapa pun.
Dari kejahuan mereka berdua menyaksikan munculnya
sebuah dusun dengan asap yang mengepul, tanpa terasa
Suma Thian yu teringat kembali akan pemandangan yang
mengerikan dari perkampungan yang anggota keluarganya
dibantai tempo hari, sehingga tanpa terasa dia
menghembuskan napas panjang...
Dengan perasaan ingin tahu, terdengar Cun gan Siucay Si
kok seng segera bertanya:
"Saudara Suma, mengapa kau menghela napas" Kulihat
sepanjang jalan kau selalu berkeluh kesah, apakah dalam
hatimu terdapat ke
murungan dan kesedihan yang tak terungkapkan?"
"Tidak, aku hanya teringat akan suatu peristiwa berdarah
yang mengerikan sekali..." jawab Suma Thian yu sambil
menggeleng. "Peristiwa apa sih yang begitu kau risaukan?"
Suma Thian yu menuding perkampungan di depan sana,
lalu menjawab: "Perkampungan itu telah memancing luapan perasaanku,
karena disanalah kusaksikan suatu adegan pembunuhan yang
mengerikan sekali."
Secara ringkas dia lantas menceritakan apa saja yang telah
disaksikan olehnya dalam per kampungan mana kepada Cun
gan Siaucay Si Kok seng, diantaranya dia sempat mencaci
maki pula perbuatan biadab dari kawanan perampok
berkerudung itu.
Mendengar penuturan mana, parat muka Cun gan siaucay
Si Kok seng berubah hebat, ia me mandang ke tempat
kejauhan, lalu pelan-pelan berkata:
"Ooooh....rupanya begitu, tak heran kalau malam itu kau
menanyakan soal mutiara, rupa nya kau mencurigai perbuatan


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersebut dilaku kan oleh Siau tayhiap?"
"Benar! Hingga kini aku masih mencurigai pembunuh keji
itu adalah Siau Wi goan"
Berbicara sampai disitu, Suma Thian yu segera
memperhatikan wajah Si Kok seng lekat-lekat, sebab
tujuannya berkata demikian memang ingin mengetahui reaksi
lawan. Cun gan Siucay Si Kok seng termenung beberapa saat
lamanya, kemudian baru berkata:
"Seandainya kalau perbuatan terkutuk ini dilakukan olehnya
aku pasti akan membabalaskan dendam bagi sukma
penasaran yang tewas dalam perampungan tersebut. Suma
heng, bila kau dapat memberitahukan keadaan waktu itu
dengan lebih jelas, hal mana akan lebih baik" Berbicara
sampai disitu, dia lantas menunjuk kan wajah marah, alis
matanya berkenyit dan menggertak gigi menahan emosi.
Semenjak kecil Suma Thian yu sudah hidup ditengah
gunung yang jauh dari keramaian dunia, segala macam
kelicikan dan kebusukkan manunia masih asing baginya, maka
setelah merasakan ucapan Si Kok seng yang gagah perkasa
itu, ia dibuat terharu sampai tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Dengan cepatnya pula segala macam kecurigaan yang
semula dilimpahkan atas diri Si Kok seng, seketika lenyap
sebagian besar,
bahkan menyesal telah mencurigai rekannya itu.
Cun gan siaucay Si Kok seng mengikuti terus perubahan
sikap lawannya secara diam-diam, setelah mengetahui
perubahan dari orang itu, diam-diam ia tertawa geli, ia merasa
menang, permainan caturnya telah berhasil menguasai posisi
yang strategis, itu berarti usahanya untuk mengendalikan
Suma Thian yu dikemudian hari akan berjalan lebih mudah,
hingga tugas yang dibebankan kepadanya pun bisa dilaksana
kan dan tercapai pada apa yang diharapkan.
Begitulah, mereka berdua telah memasuki kota Siau kwan
dan mencari sebuah rumah makan yang kecil ditepi jalan.
Sepanjang perjalanan kedua orang itu sudah merasa lapar,
maka tanpa dibilang mereka ber dua sama-sama membelok
kedalam rumah makan tersebut.
Baru saja melangkah masuk kedalam pintu, dari balik
ruangan berjalan keluar dua orang manusia, ketika empat
orang saling bersua, masing-masing mundur selangkah
dengan ter peranjat.
Ketika mendongakkan kepalanya Suma Thian yu segera
mengenali orang itu sebagai Thi pit suseng (sastrawan
berpena baja) Thi bersaudara. Tak terasa lagi dia segera
berteriak gembira.
"Ooeh...rupanya saudara Thia, hidup manusia memang
sering bertemu dilain tempat, meng apa kalian berdua bisa
muncul disini?"
Ketika Thi pit suseng Thia Cuau melihat orang itu adalah
Suma Tbian yu, diapun segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... haaahh....haaahh....kami belum lama tiba disini,
eeeh..bukankah kau pergi keperusahaan Sin liong piaukiok"
Mengapa bisa muncul dikota jelek dan sepi seperti ini?"
"Tapi... panjang sekali untuk diceritakan" sahut Suma Thian
yu sambil menghela napas, "tempat ini bukan tempat yang
cocok untuk ber bincang-bincang, bila Thia toako tak ada
urusan penting, bagaimana kalau kita duduk kembali sambil
berbicara?"
"Begitupun baik juga!" berbicara sampai disitu, Thi pit
suseng Thia Cuan segera mengalihkan sorot matanya kearah
adiknya. Tuan im siancu Thia Yong tertawa manis hingga kelihatan
dua baris giginya yang putih, nampak dia manggut-manggut.
"Duduk sebentar lagipun tak ada salahnya"
Maka mereka berempat masuk kembali kedalam rumah
makan. Oleh Suma Thian yu, Cun gan siucay Si Kok seng segera
diperkenalkan kepada Thia bersaudara.
Sedangkan Cu gan Siucay segera menaruh kesan yang baik
begitu berjumpa Toan im sian cu dalam pandangan yang
pertama. Untuk memperlihatkan sikapnya yang hangat, dia segera
memaksakan diri untuk mentraktir, ia memanggil pelayan dan
memesan sayur yang mahal harganya.
Tentu saja dalam rumah makan sederhana semacam ini,
tak mungkin bisa menyiapkan sayur yang mahal harganya itu.
Padahal Cun gan siucay Si Kok seng berbuat demikian
bukan bermaksud untuk memperli hatkan kedudukannya saja.
Thi pit suseng Thia Cuan merasa tidak sabar menyaksikan
kejadian tersebut, segera selanya:
"Sudahlah, hantar saja beberapa macam sayur seadanya!"
Pemilik warung itu adalah seorang kakek berambut putih,
dia segera mengiakan berulang kali, kemudian tanyanya:
"Apakah perlu arak?" "Tentu saja" sahut Cun gan siucay Si
Kok seng lagi, "asal ada arak bagus yang berumur sepuluh
tahun keatas, boleh bawa kemari!"
Pemilik warung itu mengiakan berulang kali dan segera
berlalu dari situ.
Menanti pemilik warung itu sudab berlalu, Cun gan Siucay
Si Kok seng baru berpaling dan ujarnya kepada Toan im
siancu Thia Yong sambil tertawa:
"Nona Thia sudah terbiasa dengan hidangan disini?"
"Bagus sekali" jawab Toan im siancu Thia Yong tersenyum
hingga nampak sepasang lesung pipinya yang manis.
Menyaksikan senyuman si nona, Cun gan sisucay Si Kok
seng segera merasakan jantung nya berdebar keras, ia seperti
merasa mendapat berkah yang tak ternilai harganya,
Thit pit suseng Thia Cuan merasa sangat tak puas
menyaksikan kejadian itu, dia merasa pemuda ini licik dan
tidak jujur, suka merayu dan tidak setia, akan tetapi
berhubung orang itu adalah rekan seperjalanan Suma Thian
yu maka iapun merasa sungkan untuk mengumbar
amarahnya. Perjamuan itu berlangsung sangat meriah, sepanjang
perjamuan Suma Thian yu lebih ba nyak berbincang bincangdengan
Thi pit su seng Thia Cuan daripada dengan lainnya.
Sedangkan Cun gun siaucay Si Kok seng dengan taktik
merayunya berbicara tiada henti nya dengan Toan im siancu
Thia Yong, dia bertanya ini itu tiada habisnya membuat si
nona kadangkala merasa bosan dan muak...
Akan tetapi, setiap Kali Toan im siancu mencari
kesempatan untuk mengajak Suma Thian yu berbicara, dia
selalu dibuat sakit hati oleh jawaban sang pemuda yang amat
tajam. Dasar watak kaum gadis memang keras kepala dan ingin
menang sendiri, ditimbang jalan pikirannya sempit, apa yang
hendak di kerjakan selalu berusaha mencapai sukses, kalau
tidak maka dia akan berjalan sebaliknya meski tahu kalau
jalan itu salah.
Itulah sebabnya, kendatipun Thia Yong merasa muak dan
bosan berbincang-bincang de?ngan Cun gan siaucay Si Kok
seng, namun untuk memenuhi tuntutan pembalasan
dendamnya terhadap Suma Thian yu, ia harus menyabar kan
diri dan melayani pertanyaan Si Kok seng dengan sikap
berpura-pura hangat.....
Di dalam perkiraannya semula, cara terse but pasti akan
memancing rasa cemburu dan perhatian dari Suma Thian yu,
siapa tahu pe muda itu berlagak seakan- akan tidak
melihatnya, bahkan berbincang-bincang dengan asyik nya...
Menyaksikan rencana dan usahanya mengalami kegagalan
total, Toan im siatcu Thia Yong merasakan hatinya hancur
lebur, mendadak ia menggebrak meja dan bangku berdiri.
"Aku akan pergi dulu!" teriaknya keras-keras. Oleh tindakan
yang amat mendadak dari si nona, tiga orang lain-nya merasa
amat terperanjat.
Padahal waktu itu Cun gan siaucay Si Kok seng sedang
berbicara dengan asyik, sekali, tidak menyangka kalau gadis
itu bakal bertindak seperti ini, kontan saja pemuda itu dibuat
ter tegun dan memandang wajahnya kebingungan, ia tak
habis mengerti didalam hal apakah dia telah melakukan
kesalahan terhadap gadis itu.
Padahai Suma Thian yu sendiripun berpendapat demikian,
dia memandang wajah Toan im siancu Thia Yong dengan
sikap tertegun, tindakan si nona yang amat tiba-tiba ini benarbenar
tidak dipahami olehnya.
Thi pit suseng Thia Cuan paling memahami tabiat dari
adiknya ini, apalagi sejak kecil dialah yang merawat adiknya
ini, maka semua tindak tanduknya Thia Cuan yang paling me
mahami. Tampak dia turut bangkit berdiri, lalu ter tawa terbabakbahak.
"Haaah...haah...haah... baik, berangkat....."
Berangkat, memang waktu sudah tidak pagi, kita masih
harus berangkat ke kota San tin untuk mencari penginapan"
Keempat orang itu berangkat meninggalkan warung dan
masing-masing mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang
sempurna berangkat menuju kekota San tin dengan cepat.
Sepanjang jalan, Cun gan siucay Si Kok seng ada niat untuk
memperlihatkan kebolehannya dia selalu memimpin di paling
muka bahkan kerap kali berpaling dan berseru kepada tiga
orang rekannya agar berjalan lebih cepat.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam
merasa geli, tanpa terasa dia pun memandang rendah diri Si
Kok seng. Semenjak Thi pit suseng Thia Cuan berjumpa dengan Suma
Thian yu, dia seperti telah menemukan teman yang mencocoki
hatinya saja, sepanjang jalan selalu berada disampingnya
bahkan berbincang dan bergurau dengan amat leluasa.
Pada saat itulah Thi pit suseng berbisik kepada Suma thian
yu: "Suma hiante, bagamanakah hubungan persahabatanmu
dengan Si Kong seng?"
x X x "TAK BISA dibilang sangat akrab" jawab Suma Thian yu,
"kami hanya bertemu secara kebetulan, untuk mengurangi
kesepian sepanjang jalan maka kami memutuskan untuk
melakukan perjalanan bersama
"Ooooh...Thi pit suseng Thia Cuan mengiakan, lalu
membisiknya, "orang ini tidak jujur dan berjiwa munafik,
sudah pasti bukan manusia baik-baik, hiante, kau harus selalu
waspada dan bersiap-siap siaga menghadapi segala
kemungkinan yang tak diinginkan
"Siaute pun berpendapat demikian" Suma Thian yu
manggut-mauggut, "terutama sekali atas riwayat dan asal
usulnya, hingga kini ma sih menjadi sebuah tanda tanya
besar". Sambil melanjutkan perjalanan, secara ring kas dia lantas
mengisahkan perkenalannya dengan Si Kok seng.
Thi pit suseng Thia Cuan hanya membungkam diri dalam
seriba bahasa, sorot matanya yang memandang kaku
kedepan, lalu mempercepat langkahnya dan menyusul
dibelakang Cun pan siaucay Si Kok seng dengan ketat.
Setelah melalui sebuah hutan yang lebat, sampailah
mereka di kota Han san tin.
Can gan siucay Si Kok seng yang berlarian kencang didepan
mendadak menghentikan ge rakan tubuhnya, lalu sambil
berpaling kearah tiga orang dibelakangnya dia berkata:
"Untuk menyingkat jalan, bagaimana jika kita menembusi
hutan lebat di depan sana?"
Thi pit suseng Thia Cian buru-buru meng goyangkan
tangannya mencegah:
"Jangan, jangan, siapa yang sudah bosan hidup, dialah
yang akan menembusi hutan lebat itu".
Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera
bertanya dengan wajah tercengang:
"Apakah di dalam hutan itu terdapat ancaman bahaya yang
amat besar...?"
"Selama sepuluh tahun terakhir ini, setiap orang yang
hendak pergi ke Kota Han san tin dari Siau kwan, pasti akan
melingkari hutan lebat ini, mengenai apa sebabnya aku kurang
begitu tahu."
Cu gan siucay Si Kok seng yang berada didepan, segera
tertawa terbahak-bahak sesudah mendengar ucapan itu,
katanya: "Benarkah ada kejadian seperti ini" Aku orang she Si
justeru tak percaya dengan segala tahayul!"
Sambil berkata dia membalikkan badan dan meninggalkan
jalan raya umuk lari ke arah hutan lebat itu.
Toan im siancu Thia Yong ada maksud untuk memanasi
hati Suma Thian yu, ia segera mem buat muka setan kepada
kakaknya dan anak muda itu, kemudian setelah mendengus
dingin katanya:
"Hmmm.....aku tak sudi menjadi pengecut macam kalian
berdua!" Selesai berkata dia menyusul di belakang Cun gan siucay Si
Kok seng dan lari menuju kearah hutan.
Melihat adiknya mengumbar napsu, Thi pit suseng menjadi
sangat gelisah, segera teriaknya:
"Adik Yong! Kembali, adik Yong.... "
Belum habis dia berseru, mendadak.....
Dari arah depan sana terdengar Cun gan siau cay Si Kok
seng menjerit kaget dan melompat mundur kebelakang,
disusul Toan im siancu Thia Yong menjerit kaget pula sambil
menyingkir kesamping.
Thi pit suseng Thia Cuan dan Suma Thian yu merasa amat
terperanjat setelah mendengar suara jeritan itu, serentak
mereka meluncur ke depan dengan kecepatan tinggi.
Tiba dihadapan Cun gan siucay Si Kok seng, apa yang
kemudian terlihat membuat kedua orang itu mundur
selangkah dengan paras muka berubah hebat.
Ternyata mereka menyaksikan sebuah tugu disisi hutan...
sebuah tugu peringatan yang terbuat dari tulang-tulang
tengkorak manusia, diatas tugu itu terlukiskan:
"Kembali! Maju lebih kemuka berani mati" Ketujuh huruf itu
amat besar dan semuanya tersusun oleh tulang manusia yang
memutih. Sesudah hilang rasa kagetnya, dengan mendongkol Cun
gan siucay Si Kok seng meludah, teriaknya.
"Manusia jadah dari manakah yang berani menggunakan


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benda-benda semacam itu untuk menakut-nakuti aku" Hmm,
aku Si Kok seng justru ingin mencobanya..."
Nama Si Kok seng yang diucapkan terakhir sengaja
diucapkan dengan sangat nyaring.
Begitu selesai berkata, mendadak telapak tangannya
diayunkan kedepan, segulung angin pukulan yang sangat
dahsyat dengan cepat meluncur kedepan.
"Braaak...!" susunan tugu yang terbuat dari tulang belulang
itu segera hancur berantakan dan berserakan diatas tanah.
Thi pit suseng Thia Cuan merasa amat terperanjat setelah
menyaksikan kejadian ini, baru saja ia hendak mencegah
perbuatan mana, tugu tulang belulang itu sudah hancur
remuk, tak kuasa lagi dia menghela napas panjang, ia sadar
bakal celaka. Selang beberapa saat mereka menanti, namun suasana
dalam hutan tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun. Kenyataan ini membuat Si Kok seng makin takabur, buruburu
serunya kepada tiga orang yang lain:
"Serbu saja! Mari kita langsung menyerbu kedalam hutan
tersebut!"
Selesai berkata dia lantas berjalan paling depan memasuki
hutan itu, di susul oleh Toan im siancu.
Thi pit suseng kuatir adiknya menjumpai mara bahaya,
maka dia lantas mengajak Suma Thian yu menyusul dipaling
belakang. Baru saja ke empat orang itu memasuki hutan, mendadak
terdengar suara tertawa dingin yang mengerikan
berkumandang memecahkan keheningan, disusul kemudian
suara pekikan aneh muncul dari empat penjuru dan
menggema diseluruh hutan.
Thi pit suseng Thia Cuan sudah berpengalaman didalam
menghadapi beratus-ratus kali pertarungan, pengalamannya
luas sekali, begi tu menyaksikan suasana gelap yang
menyelimuti hutan tersebut, ia sudah mendapat firasat jelek,
apa lagi setelah mendengar suara pekik kan aneh itu, tanpa
terasa bulu kuduknya bangun berdiri.
Buru-buru teriaknya dengan suara keras:
"Si siauhiap, jangan bertindak gegabah, kau harus berhatihati...."
Sembari berkata dia lantas melayang kesamping adiknya
Toan im siancu dan diam-diam bersiap siaga menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Mendadak terdengar Cun gan siucay Si Kok seng menjerit
kaget, suara kaget itu berasal dari lima kaki dihadapan
mereka. Suma Thian yu yang pertama-tama menerjang kedepan
setelah mendengar seruan kaget itu, dengan suatu gerakan
yang cepat dia melayang turun diatas tubuh Si Kok seng.
Mendadak pandangan matanya terasa silau, ternyata
didepannya terdapat sebuah tanah kosong seluas dua puluh
kaki, waktu itu api membara dengan terangnya menyinari
sekitar tempat itu
Ditengah hutan muncul sebuah tanah lapang, kejadian ini
sudah cukup mengherankan hati orang, apa lagi kalau tanah
lapang itu terang benderang seperti disiang hari saja, hal ini
lebih aneh lagi, tanpa sadar ke empat orang itu merasakan
jantungnya berdebar keras.
Jilid : 11 TOAN-IM Siacu Thian Yong yang amat teliti, dengan
menyapu sekejap sekeliling arena tersebut, mendadak ia
menjerit kaget:
"Aaah, kalian lihat, benda apakah itu?"
Dengan perasaan terkesiap semua orang segera berpaling
kearah mana yang ditunjuk nona Thia, kemudian serentak
mereka menjerit kaget.
Ditengah jeritan kaget inilah, mendadak tampak empat
sosok bayangan manusia melompat keluar dari kegelapan dari
bergerak mendekat dari empat penjuru tanah lapang itu.
Sebenarnya kejadian apakah yang membuat keempat jago
muda mudi itu menjerit kaget.
Ternyata Toan im siancu Thia Yong telah menemukan
sesosok mayat yang digantung di atas dahan sebatang pohon
besar disudut sebelah barat.
Setelah keempat orang itu berjalan mendekat, Suma Thian
yu lah yang pertama-tama menjerit kaget.
"Aaah, dia adalah Kang Pun san!"
Thi pit suseng Thia Cuan berpaling, lalu bertanya dengan
nada tercengang:
"Hiante kau kenal dia?"
"Benar, dia adalah Cha gi sut tikus bersayap) Kang Pun
san, waktu ia dikalahkan oleh nona Wan dalam perusahaan
Sin liong piau kiok, sungguh tak sangka ia telah tewas disini"
Cun gan siucay Si Kok seng mendongakkan kepalanya dan
memperhatikan jenazah si tikus bersayap Kang Pun san
beberapa saat, kemudian jengeknya sambil tertawa seram:
"Hehehehehe......gentong nasi seperti ini memang sudah
sepantasnya mampus, aku orang she Si berada disini, ingin
kulihat siapa yang berani mengusik diriku!"
Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar suara
dengusan dingin yang lirih bergema memecahkan keheningan.
Menyusul kemudian sesosok bayangan hitam meluncur
keluar dari balik hutan, bagaikan seilas cahaya kilat mengitari
angkasa lalu lenyap.
Semua orang merasakan pandangan matanya jadi silau,
belum sempat mereka menyaksikan bayangan hitam itu, tibatiba
Cun gan siucay Si Kok seng menjerit ngeri, seluruh
tubuhnya bergetar keras dan segera roboh terjengkang kearas
tanah. Peristiwa itu terjadinya sangat mendadak, tiga orang
lainnya tak sempat memberi bantuan, jalan darah Si Kok seng
sudah tertotok dan jatuh tak sadarkan diri.
Suma Thian yu menerjang maju kedepan, menyaksikan
kejadian itu ia merasa gusar sekali, kearah dalam hutan
bentaknya penuh keguiaran:
"Setan alas, darimanakah yang berada didalam hutan"
Kalau punya keberanian hayolah munculkan diri, kalau
beraninya hanya main sem bunyi dan menyergap orang secara
diam-diam, hal ini bukan perbuatan seorang enghiong
hohan....."
Baru selesai Suma Thian yu memaki, mendadak terdengar
tiga kali suara pekikan nyaring dikumandang dari tiga arah
yang berbeda, suaranya nyaring seperti lolongan srigala, se
perti juga jeritan kuntilanak, terutama sekali ditengah
kegelapan, suasananya terasa menggidikkan hati setiap orang
yang mendengarnya.
Ditengah suara pekikan yang aneh itulah mendadak
terdengar tiga kali desingan angin tajam membelah angkasa,
ditengah arena tahu-tahu sudah bertambah dengan tiga orang
kakek berbaju hitam.
Dua orang diantaranya ternyata dikenal oleh Thi pit suseng
Thia Cuan, sambil tertawa tergelak, segera serunya:
"Aku mengira siapa yang datang, ternyata kalian dua orang
tangkeh dari Tiang-pek san, tampaknya kalau orang sudah
mendapat jodoh maka dimanapun selalu bertemu, kembali
kita bersahabat lagi dengan mesrah"
Diri ketiga orang kakek berbaju hitam itu, orang yang
berada disebelah kanan adalah lotoa dari Tiang pek sam sat
(tiga malaikat bengis dari bukit Tiang pek) yang disebut Kiu
tau siu (binatang berkepala sembilan) Li Gi, yang disebelah kiri
adalah kakek kurus bercambang, dia adalah losam Liat hwee
siu (binatang berapi membara) Li Hiong, sedangkan orang
yang berdiri ditengah are na itu berambut sepanjang
punggung, memakai gelang berbentuk rembulan diatas
kepalanya, berusia enam puluh tahunan, mata besar alias
mata tebal, hidung besar mulut besar dan bertampang seperti
singa, dia membawa tongkat berbentuk rembulan, mukanya
bengis dan menyeramkan.
Orang ini merupakan iblis paling keji dan paling ganas
dalam dunia liok lim dewasa ini orang menyebutnya sebagai
Hui cha cuncu (Rasul garpu terbang) Kiong Lu
Harpa Iblis Jari Sakti 10 Pendekar Sejagat Seri Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Durjana Dan Ksatria 8

Cari Blog Ini