Ceritasilat Novel Online

Naga Naga Kecil 1

Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 1


" KISAH PARA NAGA DI PUSARAN BADAI
(BAGIAN I - TAMAT)
Episode 1: Naga-Naga Kecil
Udara sungguh bersih, sangat cerah malah. Sinar matahari menerobos melalui celah
dedaunan dari pohon-pohon berdaun jarang, sementara kicau burung bertingkah
menghadirkan suasana gemilang.
Keadaan ini, seharusnya membuat siapapun gembira. Betapa tidak, berada di tengah
keadaan yang begitu damai, pastilah akan menularkan kedamaian dan ketenangan
serupa. Tapi tidak bagi orang tua yang satu ini. Pakaiannya sangat sederhana,
layaknya orang pertengahan umur yang sedang menyepi dan mengais ketenangan
hidup. Orang tua dengan rambut dan alis yang sebagian mulai memutih ini terlihat berkalikali
menarik nafas panjang, seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkan dengan keras.
Sungguh kontras dengan alam yang sedang cerah gemilang.
"Kek, berhasil kek. aku berhasil, huraaa," seorang anak kecil yang sedang melakukan
gerakan-gerakan silat tak jauh dari si orang tua memecahkan keheningan. Usia anak
itu paling banyak 9 tahun dan dia nampak gembira karena berhasil melakukan
beberapa gerakan yang baru dipelajarinya.
"Bagus Liong ji. Kamu mengalami kemajuan pesat," puji si orang tua menanggapi
keriangan cucunya.
"Tapi masih banyak yang perlu kamu benahi untuk menjadi seperti Ayahmu," ujar si
orang tua sambil mengelus-elus janggutnya.
"Tapi gerakan-gerakan "walet berkelit mengepakkan sayap" yang kakek ajarkan
sudah bisa kulakukan," kejar si bocah.
"Benar, tapi itu baru dasar dari gerakan-gerakan melatih kelincahan tubuh kita. Besok
Kakek akan mengajarkan dasar gerakan tubuh yang lain buatmu. Tapi sekarang, kamu
harus menyempurnakan gerakan itu," Sahut si orang tua menahan senyum.
Ketika si Bocah kembali sibuk dengan gerakan-gerakan dasarnya, si orang tua
kemudian bergumam. "Harus segera diputuskan, nampaknya waktu tidak lama lagi,"
gumam si orang tua sambil mengamati dan nampaknya dengan sangat serius, keadaan
alam, bahkan sambil memandang ke atas seakan sedang menghitung awan.
"Ya, nampaknya, akan segera terjadi dan akan segera dimulai. Mudah-mudahan
badai ini bisa reda tanpa korban yang terlalu berat. Dan mudah-mudahan benar, Liong
ji mampu melewati badai yang teramat kelam ini".
Sang kakek kembali terbenam dalam lamunan dan pertimbangan-pertimbangan
rumitnya, sang cucu kembali dalam kesibukan mengolah dan menempa gerakannya,
sementara alam tetap ceria. Tapi, intuisi sang kakek nampaknya membuatnya harus
memutuskan sesuatu.
"Ya, memang aku harus segera memutuskannya, harus dimulai," gumamnya.
--------------------------"Kita tidak oleh gagal. Yang gagal lebih baik mengakhiri hidupnya daripada gerakan
kita tercium sebelum dimulai benar-benar." Seorang berperawakan besar nampak
sedang mengatur siasat dengan belasan pengikutnya.
"Sasaran awal kita sebanyak empat Perguruan Silat menengah, harus tuntas hanya
dalam waktu satu hari. Ingat, barisan ombak merah tidak boleh kalah dari barisan lain.
Segera setelah tugas selesai, kembali berkumpul di bukit sebelah baratsana , bersama
dengan barisan ombak lainnya, Kemudian kita akan menghilang untuk merencanakan
gerakan selanjutnya. Semua siap?" Tanya sang pemimpin.
"Siap!!" serempak jawaban sekitar 12 orang anggota barisan merah menyahut di
hadapan sang pemimpin.
"Barisan merah 1 bersama regunya masuk melalui sisi kanan," seruan ini dengan
segera ditanggapi secara tertib dan serius oleh barisan kelompok pertama. Jumlah
kelompok pertama ini ada sekitar 3 orang.
"Barisan merah 2 bersama regunya memasuki sisi kiri," seruan dan perintah ini
diarahkan kepada barisan kedua yang juga berjumlah hamper sama dengan barisan
pertama, yakni sebanyak 3 orang.
"Sisanya memasuki pintu utama segera setelah mendengar dan melihat tanda
siulanku. Kita tetapkan dimulai sebagaimana kesepakatan dengan Barisan warna biru,
hijau dan kuning menjelang malam ini dan selesai secepatnya untuk bergabung di
bukit sebelah barat," ujar si Pemimpin. Semua nampak mengangguk-angguk paham
dan tetap dalam barisan dengan sangat tertib dan teratur.
----------------------PEK LIONG PAI, Perguruan Naga Putih. Papan nama megah itu nampak menyuram,
seiring dengan mentari yang semakin condong ke barat. Bersamaan dengan itu,
beberapa anak murid yang bertugas, mulai melakukan ronda menjelang malam.
Menyalakan obor di beberapa sudut dan menempati pos penerima tamu yang
sekaligus menjadi gerbang perguruan yang berada di sisi sebelah depan.
Bagian belakang Perguruan ini jarang didatangi orang, karena langsung berbatasan
dengan tebing yang sangat tinggi sehingga selalu diabaikan untuk dijaga. Lagipula, di
dekat tebing itu justru ketua Perguruan Naga Putih, Can Thie San tinggal. Jikapun ada
penyusup, masakan tidak diketahui dan konangan oleh sang Ketua"
Dua orang murid yang bertugas jaga baru mau mulai bertugas meronda ketika sebuah
piauw berbentuk bintang laut berwarna merah berdesing dan jatuh di halaman dalam.
Keduanya terperanjat, akan tetapi dengan segera menjadi lebih terperanjat lagi ketika
tanpa mereka sadari, dalam hitungan sepersekian detik seseorang dengan tutup wajah
merah dan jubah merah lebar telah berdiri di belakang mereka. Tanpa mereka sadari
dan ketahui. Bahkan berdiri dengan seramnya dibelakang mereka. Terlebih karena
cahaya bulan berada dibelakang manusia berjubah itu, membuat tampilannya menjadi
semakin menyeramkan bagi kedua penjaga itu.
"Bawa, Piauw bintang laut merah itu kepada ketuamu. Sampaikan bahwa duta
barisan ombak merah menunggu di halaman depan." Terdengar ucapan dengan nada
yang sangat dingin dan menusuk dari Ketua Kelompok Barisan Merah yang nampak
menyeramkan itu.
Tapi, para penjaga itu segera menyadari keadaan, dan ketika mulai menemukan
kembali keberanian mereka, dengan segera seorang dari peronda malam itu
menggerutu dan memaki:
"Setan, siapa kamu gerangan hingga berani lancang tangan memerintah kami anggota
perguruan " ngek"." Belum selesai bicara, sang murid yang lancang mulut itu telah
terkulai. Lehernya tertembus sebuah piauw bintang laut merah yang berukuran jauh
lebih kecil dari tanda pengenal yang dilemparkan sebagai tanda pengenal di halaman
perguruan Naga Putih tadi.
Murid atau penjaga malam yang satunya lagi terbelalak kaget dan menjadi sangat
ketakutan. Betapa tidak, dia tidak melihat dan tidak sanggup mengikuti kibasan
tangan duta ombak merah, tahu-tahu kawannya sudah terkulai tewas dengan leher
tertembus piauw bintang laut merah yang kecil. Sebentar kemudian, suara dingin dan
menusuk itu kembali terdengar:
"Mau sok hebat seperti kawanmu, atau segera masuk dan memanggil ketuamu?"
Kalimat ini diiringi dengan dengusan sang ketua barisan yang menjadi agak marah
karena terusik oleh penjaga yang dibunuhnya barusan dengan sebuah kibasan piauw
bintang laut merah.
"Ba " ba ". Baik tuan, silahkan tunggu di sini"." murid yang satu lagi dengan
gemetar, kecut dan ketakutan segera memutar balikkan tubuhnya untuk memasuki
ruangan dalam guna memberitahu kawan-kawan dan ketuanya.
Tetapi tiba-tiba, "siiiiinnnng", terdengar desingan yang lain yang kemudian
menghadirkan rasa dingin di lehernya dan entah bagaimana tiba-tiba dia merasa
kesakitan pada bagian telinganya, dan terasa sakit dan darah, sebuah telinganya tibatiba
terlepas. "Aduh" jeritnya kesakitan, tapi ketakutan membuatnya tidak berhenti dan malah
berlari masuk sambil membekap bekas telinga kirinya yang kini buntung oleh si jubah
merah yang sangat ganas dan telengas, bukan saja membunuh kawannya tetapi juga
memapas telinganya hingga buntung dan membuatnya sangat ketakutan.
Tidak beberapa lama kemudian, sekitar 20-an murid Pek Liong Pai berduyun-duyun
keluar dan dengan marah, dan maju bergerombol di depan Sang ketua Barisan Merah.
Sang ketua barisan tetap berdiri menyeramkan dan nampak angkuh menghadapi
demikian banyak anak murid Pek Liong Pai yang datang mengerubutinya.
Nampak jelas bila si ketua barisan merah sama sekali tidak menganggap para murid
ini sebagai orang-orang yang membahayakan dan bahkan tidak mengindahkan para
murid yang murka melihat tubuh salah seorang teman mereka terbujur dihalaman
dengan leher tertembus piauw kecil.
"Setan, siapa kamu yang begitu berani menyatroni perguruan kami?" Seorang yang
cukup berwibawa bertanya dengan muka masam kepada si duta. Menjadi makin
masam begitu melihat mayat salah seorang muridnya yang terkulai dengan leher
tertembus piauw di depannya.
"Apakah kamu yang membunuhnya?" Tanya orang itu yang ternyata adalah Murid
Kepala Can Thie San bernama Li Bu San, yang nampak menjadi semakin marah
memandang si Pemimpin Barisan Merah
"Benar, dan siapa pula kamu?" Dengus sang pemimpin barisan merah dengan nada
menghina dan tidak memandang sebelah mata.
"Li Bu San, Murid kepala Pek Liong Pay?" Jawab Li Bu San lantang dibarengi
kemarahan akibat seorang murid terluka dan seorang lagi tewas. Sungguh sombong
dan telengas orang ini, pikirnya.
"Kau belum cukup berhak untuk berhadapan denganku. Panggil ketuamu atau korban
akan menjadi semakin besar"." dengus si pemimpin yang membuat Li Bu San
tambah naik pitam. Betapapun dia adalah murid kepala sang Ketua dan memiliki
wewenang besar di perguruannya.
Sementara itu, lebih 20-an lagi murid Pek Liong Pay keluar dan mereka serentak
mulai mengambil sikap untuk mengurung pemimpin barisan Merah yang sombong
dan memuakkan itu.
Tapi tiba-tiba sang pemimpin barisan merag mengibaskan tangannya sambil
kemudian sebuah siulan panjang terdengar dari bibirnya. Dan dalam waktu yang tidak
lama, kepungan para murid Pek Liong Pay buyar, sebagian besar terlempar
kebelakang meski tidak terluka, hanya terdorong oleh hempasan membadai dari
tangan Sang pemimpin barisan merah yang ternyata sangat lihay bagi para murid Pek
Liong Pay. Sementara di belakang sang pemimpin barisan merah, sejurus kemudian dalam waktu
yang tidak lama telah bertambah dengan 6 orang lain dengan tubuh bersaputkan kain
merah dan wajah juga tertutup kain merah. Bedanya dengan Pemimpin Barisan Merah
adalah, adalah warna jubahnya yang lebih pekat dibandingkan dengan anak buahnya.
"Jangan memaksa kami menurunkan tangan lebih kejam. Kami ingin bekerjasama
dengan kalian, tetapi bila kalian mengambil jalan kekerasan, kami tidak segan-segan
menurunkan tangan kejam?" Si pemimpin barisan merah mengancam. Bahkan
ancamannya sudah dibuktikan dengan tak segan-segannya dia membunuh dan
melukai orang, meski dihadapan banyak anak murid perguruan itu.
"Apa kehendak kalian sebenarnya" Bertanya Li Bu San mewakili gurunya dan tentu
kawan-kawan perguruan dan murid-muridnya.
"Kau tidak berhak bertanya jawab denganku. Jika Ketua Kalian berkeras tidak mau
menghadapi kami, maka jangan salahkan bila kami melepas tangan kejam untuk
murid-muridnya. Cukup kamu tahu, bahwa kami tidak berpantang melakukan
pembunuhan, termasuk membunuh seluruh anak murid Pek Liong Pay apabila
memang dibutuhkan?" Hebat bukan main ucapan pemimpin barisan merah ini,
sampai-sampai wajah Li Bu San menjadi pucat menahan kemendongkolan dan
kemarahan yang memenuhi relung dadanya.
"Tahan, ada apa malam-malam orang mencariku?" Sebuah suara diikuti tindakan
lebar dibarengi pengerahan tenaga mendatangi ke halaman depan. Dan tidak berapa
lama kemudian nampak berdiri gagah seorang berumur pertengahan dan yang dengan
cepat semua murid termasuk Li Bu San menghormat sambil berkata: "hormat
Pangcu". Tapi orang itu hanya memandang sekilas untuk kemudian matanya beralih
kepada si pendatang, pemimpin barisan merah bersama anak buah yang menyertainya.
Wajahnya berkernit sekejap melihat sudah ada anak muridnya yang menjadi korban
dan ada yang terluka.
"Apakah kau, Ketua Pek Liong Pay?" Tanya pemimpin barisan merah ketika orang
yang baru datang memandang kearah kelompok barisan merah dan dirinya seakan
bertanya-tanya siapa mereka gerangan.
"Benar, Can Thie San, Ketua Pek Liong Pay" Jawab sang Ketua yang kemudian dari
belakangnya keluar pula anak laki-lakinya, Can Liong dan selanjutnya berdiri di
sebelah kiri dan istrinya berdiri di sebelah kanan seakan mengapit Can Thie San
ditengah mereka berdua..
Tapi ketika melihat piauw Bintang Laut Merah di tengah halaman, wajah Can Thie
San nampak berubah hebat. Apalagi ketika melihat bahwa Barisan Merah telah
hampir lengkap, sudah ada 6 orang, dan berarti masih ada 2 sayap lainnya yang
menunggu untuk bergabung. Sebagai seorang tokoh dan ketua perguruan, Can Thie
San sudah maklum apa yang akan terjadi. Sesuatu yang membahayakan dirinya,
perguruannya, semua anak muridnya dan tentu juga keluarganya.
"Apa yang kalian kehendaki?" Tanya Can Thie San
"Meminta Pek Liong Pay tunduk kepada kami, dan kemudian bekerjasama untuk
menguasai dunia persilatan. Jika ditolak, maka berarti bermusuhan, dan Barisan
Merah tidak segan melakukan pembunuhan dan pembasmian"." Sahut pemimpin
barisan merah dingin dan tajam menusuk.
Wajah Can Thie San nampak makin kelam. Dia tahu dan sadar belaka dengan siapa
dia kini berhadapan. Di Lautan sebelah selatan, Can Thie San tahu bahwa ada sebuah
Perkumpulan Misterius yang sangat ambisius dan memiliki 4 barisan utama, yakni
barisan merah, barisan biru, barisan hijau dan kuning.
Jangankan dengan barisan itu, dengan duta yang menjadi kepala dari barisan itu, dia
sadar betul masih belum nempil menjadi lawannya. Apalagi menghadapi barisan yang
dia dengar, bila bergerak tidak akan menyisakan orang yang berada di tengah barisan
itu. Can Thie San juga sadar, meski masih belum pernah tampil di Tionggoan, Ketua
Perkumpulan misterius ini, dikabarkan tanpa tanding. Atau sulit dicarikan
tandingannya, karena kesaktiannya yang luar biasa, sehingga bahkan barisannya saja
sudah demikian sakti. Anehnya, mau apa mereka memasuki Tionggoan setelah
puluhan tahun berdiam di lautan selatan" Apakah ada sesuatu yang berubah ataukah
tiba-tiba muncul ambisi mereka untuk berkuasa juga di Tionggoan"
Banyak pertanyaan di benak Can Thie San, tetapi sayangnya tidak semua bisa
ditanyakannya kepada pemimpin barisan merah yang dia tahu juga sangat lihay dan
ganas, dan mengahdirkan ancaman baginya, keluarganya dan perguruannya.
Tetapi, sebagai seorang Ketua sebuah Perguruan, meski bukan perguruan terbesar
dalam dunia persilatan Tionggoan, dalam waktu sekejap, Can Thie San sudah
mengambil keputusan. Setidaknya, dia berharap anaknya Can Liong dan istrinya
boleh luput dari sergapan dan pembantaian oleh barisan merah yang menakutkan ini.
Meskipun nampaknya berat, tetapi demi kegagahan dia harus mempertahankan
kehormatannya. Betapapun kecilnya Pek Liong Pay, tetapi kehormatan sebagai kaum
persilatan harus dijaganya, dan justru karena berpikiran demikian maka Can Thie San
menjadi pasrah, dan karena itu, dengan tegas dia berkata:
"Baik, bagaimana jika diputuskan bahwa siapa yang menang dia berhak menentukan
nasib yang kalah?"
"Suhu" murid-muridnya menjerit kaget, sungguh luar biasa apa yang diucapkan guru
mereka. Dari semua murid, hanya Li Bu San yang bisa memahami makna dari ucapan
yang keluar dari mulut suhunya, karena sedikit banyak dia sudah mendengar
kehebatan dan keganasan Barisan merah ini.
"Sudah kutetapkan demikian, entah bagaimana pemikiran pemimpin Barisan
Merah?" Tanya Can Thie San
"Kami perlu dukungan dan kerjasama banyak perguruan. Karena itu, pikirkan sekali
lagi Can Thie San, menakluk dan bekerjasama dengan kami atau terpaksa kami
membuka jalan darah"." sahut pemimpin barisan Merah.
"Beri aku waktu untuk mencoba merundingkan beberapa hal dengan murid
kepalaku?" Can Thie San berkata kepada pemimpin Barisan Merah, sebuah upaya
lain untuk mengulur waktu buat meloloskan putranya dan istrinya dari marabahaya
yang mengancam.
"Silahkan" Jawab Sang pemimpin.
Can Thie San menghampiri istri dan anaknya dan nampaknya berusaha memberikan
beberapa pengertian serta juga beberapa pesan yang mesti dilakukan menghadapi
bahaya ini. Nampak anaknya seperti tidak setuju, tetapi ayahnya tetap berkeras karena
sadar betul kekuatan yang sedang mereka hadapi, sebuah kekuatan yang tak
tertahankan bagi mereka.
Pada akhirnya, Can Liong nampaknya mengangguk berat, sangat berat hatinya harus
meninggalkan ayahnya bertarung tanpa keyakinan menang, sementara dia merat
bersama ibunya. Semuanya tidak lepas dari pengamatan Pemimpin Barisan Merah,
bahkan dengan jelas dia mendengar percakapan mereka melalui telinganya yang
tajam. Pemimpin Barisan Merah hanya memandang diam, dia tahu sayap kiri kanan akan
menyelesaikan yang tersisa ataupun siapa saja yang akan tersisa dan lolos dari
halaman depan. Sementara itu, Can Thie San setelah menerima anggukan persetujuan
istri dan anaknya, kemudian menghampiri murid-muridnya dan mengeluarkan pesanpesannya
yang dimintanya untuk ditaati oleh murid-muridnya:
"Seandainya Gurumu kalah, ingatlah selalu untuk menegakkan kebenaran. Bukan
masalah hidup atau mati yang penting, tapi bagaimana kehormatan dan kegagahan
ditegakkan. Jika aku beruntung menang, tidak akan ada masalah. Jika tidak, Li Bu
San, tolong kau perhatikan nantinya"."
Li Bu San mengangguk-angguk sambil menyatakan "Iya suhu, hati-hatilah".


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Can Thie San kemudian menghampiri Sang Duta dan menyatakan, "silahkan, kita
mulai, kami memutuskan untuk melawan dengan kehormatan dan kegagahan kami".
Tapi Sang pemimpin barisan merah dengan dingin dan tenang malah menyatakan,
"jika dalam 5 jurus kamu mampu bertahan, kami akan berlalu. Tapi bila kami
menang, maka Perguruan ini akan segera kami musnahkan karena berani menentang
perintah menakluki?"
Perkataan ini disambut dengan gerengan marah murid-murid Pek Liong Pay yang
merasa sangat terhina oleh ucapan pemimpin barisan merah yang bukan hanya
menghina, tetapi bahkan mengancam akan membunuh mereka semua.
Begitupun, ucapan 5 jurus ini, membuat semangat Can Thie San bangkit lagi.
"Masakan bertahan 5 juruspun aku tak sanggup?" pikirnya, dan membuatnya seperti
mendapatkan dorongan moral dan semangat baru untuk mempertahankan hidupnya
dan perguruannya.
Dengan segera dia mengempos tenaga dan dengan sengaja dia kemudian menetapkan
memilih dan mengeluarkan serta mengerahkan jurus-jurus terampuh dari perguruan
yang diciptakan ayahnya berdasarkan Jurus Kibasan Naga Putih.
Pada saat menyerang, tangan dan kakinya bergerak kuat dan dengan segera menerpa
menyerang kearah pinggang dan kaki pemimpin barisan Merah. Tapi sayang, baik
kegesitan maupun tenaga, nampaknya Can Thie San masih terpaut cukup jauh dari
pemimpin barisan Merah yang digdaya itu. Hanya dengan menggeser 1 langkah
kekiri, menyentil pergelangan tangan dan kemudian mengegos perlahan dan santai, 3
jurus ampuh Naga Putih sudah bisa dipunahkannya.
Dan ketika Can Thie San melancarkan Serangan "Naga Putih Berontak", dengan
kedua tangan mendorong ke depan kemudian cepat melingkar dengan serangan kaki
kanan, disertai tenaga yang hebat, pemimpin barisan Merah dengan gesit menghindar.
Bahkan kemudian bukan hanya menghindar sebuah sodokan yang nampaknya
perlahan saja, secara aneh dan telak telah nyelonong ke dada Can Thie San yang
segera terlontar ke belakang dan dan kemudian dari mulutnya menyeburlah darah
segar. "Can Thie San, kau sudah kalah. Aku hanya memainkan 4 jurus, 3 jurus mengelak
dan sebuah jurus menyerang, dan itu sudah cukup mejatuhkanmu. Maafkan, bila
barisan merah terpaksa memaksa Pek Liong Pay untuk terbasmi?" Berkata
pemimpin Barisan Merah kepada Can Thie San yang jatuh terduduk dengan darah
berceceran disampingnya dan mengotori juga jubahnya.
Tiba-tiba, suara siulan pemimpin barisan merah kembali terdengar, sebuah perintah
untuk turun tangan kepada barisan merah, baik yang bersamanya maupun yang masuk
melalui pintu kiri dan pintu kanan perguruan Pek Liong Pay sebagaimana yang
mereka rencanakan.
Dan bersamaan dengan itu, nampak murid-murid Pek Liong Pay juga bergerak,
malah nampaknya Li Bu San mendahului mendekati pemimpin Barisan Merah dan
dengan garang menantang untuk bertempur dengan si pemimpin:
"Aku akan minta pengajaranmu?" Li Bu San nekat maju menyerang pemimpin
barisan merah, dan langkahnya diikuti oleh beberapa murid lain yang merasa muak
dan marah dengan kesombongan pemimpin barisan merah. Tetapi hanya dengan
menggeser kaki kekanan, diikuti sebuah sodokan pemimpin barisan merah telah
melontarkan Li Bu San kembali ke tempatnya.
Li Bu San yang keras kepala kemudian malah menghunus pedangnya dan dengan
lantang berseru, "Kita lawan", dan seruannya diiringi dengan sambutan murid-murid
lain yang dengan segera ikut menggempur Barisan Merah yang juga sudah menerima
perintah melalui siulan untuk membasmi Pek Liong Pay.
Maka dimulailah proses perkelahian dan pertempuran yang lebih mirip pembantaian
anak murid Pek Liong Pay. Pertempuran yang berat sebelah itu berlangsung timpang,
meskipun Pek Liong Pay menang jumlah, malah sangat banyak, tetapi kemampuan
mereka bertempur masih sangat jauh dibandingkan dengan kekuatan Barisan Merah.
Barisan ini seakan-akan bermain-main dengan mencabut nyawa kekiri dan kekanan,
dan tidak lama kemudian anak murid Pek Liong Pay sudah pada bergelimpangan
menjadi korban, tak satupun tersisa. Bahkan Can Thie San dan juga Lu Bu San
menjadi korban diantara mayat bergelimpangan dihalaman perguruan mereka.
Bahkan Can Liong bersama ibunya yang mengambil jalan belakang sesuai pesan
ayahnya, juga ikutan menjadi korban. Pek Liong Pay akhirnya jatuh dan terbasmi
habis oleh di tangan Perguruan Misterius dari Lautan Selatan yang menyerang dan
menyerbu dengan barisan merahnya.
Hari itu, 4 perguruan kelas menengah menjadi korban. Dari keempat perguruan itu,
hanya 1 perguruan yang menakluk dan dikuasai. Sementara sisanya, 3 perguruan lain
dibasmi habis sampai keakar-akarnya. Setidaknya hampr 200 orang tewas dalam
pembasmian, dimana hampir tiada seorangpun anggota perguruan 3 perguruan yang
melawan yang tertinggal, semua mati terbantai secara mengerikan.
Bahkan juga anggota keluarga pemimpin perguruan itu, ditemukan tewas dengan cara
yang hampir sama. Perguruan yang menakluk itu dan selamat, kini dikuasai oleh
Perguruan Misterius yang nampaknya berkeinginan melebarkan sayap ke Tionggoan.
Perlawanan pek Liong Pay bersama 2 perguruan lainnya terlampau lemah dan sangat
mudah di kuasai.
"Hiyaaaa, hiyaaaa," Sang kusir mengemudikan keretanya dengan tenang dan
mengatur kuda-kuda penarik agar tidak rewel. Keretapun berjalan teratur, getarangetarannya
memang tidak mungkin tidak terasa, tapi bagi banyak orang, terlebih
pejabat Negeri, naik kereta tentu lebih bergengsi ketimbang jalan kaki. Selain tentu,
memang tepat untuk memanjakan kemalasan berjalan kaki. Bahkan lebih dari itu,
berkereta adalah lambang status.
Isi kereta itu, dengan mudah bisa ditebak, tentulah bukanlah orang biasa. Bukan
orang kebanyakan. Tentu tidak. Isinya adalah salah seorang adik Kaisar, yang dikenal
dengan nama Pangeran Liang Tek Hong. Seorang adik tiri.
Pangeran ini sungguh sangat terkenal dengan reputasi berbeda di kalangan berbeda.
Pangeran Liang bertingkah sebaliknya dengan Kaisar yang adalah Kakak tirinya,
berlainan ibu sebagai turunan Kaisar sebelumnya. Kaisar yang sekarang, Kaisar Liang
Tai Po, adalah kaisar yang lemah, hobynya bersenang-senang dan jatuh di bawah
pengaruh para kaum kebiri (thaikam) yang pandai menyediakan wanita dan pandai
bermulut manis.
Kekuasaan tertinggi memang masih di tangan Kaisar, tetapi kemudinya sudah benarbenar
di tangan Perdana Menteri Kerajaan yang dengan mulut manisnya mampu
mengatur kebijakan Kerajaan. Bahkan Pangeran Liang Tek Hongpun sampai tidak
mampu menyainginya.
Dan di mata Perdana Menteri ini, Pangeran Liang sungguh sangat menyebalkan,
dianggap sebagai ancaman, dan hanya karena Pangeran Liang adalah adik Kaisar
maka Sang Perdana Menteri masih menaruh segan.
Pangeran ini, berbeda dengan bangsawan pada umumnya, tidak menarik garis yang
jauh dengan masyarakatnya. Dia disenangi dan disegani baik oleh para patriot yang
mulai berani menentang Raja yang malas, dan korupsi para thaikam. Juga dia disegani
banyak pejabat karena tegas dan selalu berpegang pada prinsip pemerintahan yang
baik. Tentunya para pejabat yang masih mempergunakan nurani dan liangsimnya.
Karena itu, jika Pangeran Liang dianggap berbahaya oleh para Thaikam dan oleh
Perdana Menteri Kerajaan, disisi lain ia sangat disegani para patriot dan terlebih
rakyat yang mengenalnya. Bahkan, pergaulannya dengan kaum kelana dan kaum
dunia persilatan sungguhlah akrab.
Tidak jarang di waktu malam dia bercakap-cakap dengan salah seorang atau beberapa
tokoh kang-ow sekaligus yang senang datang mengunjunginya. Dia juga tidak segan
menyapa rakyatnya dan bahkan menolong mereka yang ditemuinya dalam kesulitan.
Karena kedekatannya dengan rakyat serta hubungannya dengan kaisar itulah yang
membuat para thaikam takut mengganggunya.
Pangeran Liang mempunyai empat orang anak, anak pertama seorang anak laki-laki
berusia hampir 11 tahun bernama Liang Tek Hu. Anak yang kedua juga anak laki-laki
bernama Liang Tek Hoat berusia hamper 8 tahun, sementara anak ketiga dan keempat
adalah wanita, masing-masing berusia 7 dan 2 tahun bernama Liang Mei Lan dan
Liang Mei Lin. Jika Tek Hu mirip ibunya yang halus dan pendiam serta berwibawa, sebaliknya Tek
Hoat seperti ayahnya, ramah, mudah bergaul, mudah beradaptasi dan supel.
Pembawaannya selalu riang dan memberi pengaruh kepada orang-orang yang berada
disekitarnya. Sementara anak perempuan sang Pangeran, Mei Lan cenderung galak, tetapi sangat
mudah tersentuh dan mengasihi orang yang menderita. Mei Lan sejak kecil, meski
berbeda usia hanya setahun dengtan kakak keduanya Tek Hoat, sangat erat dan lebih
dekat dengan kakak keduanya itu dibandingkan kakak sulungnya.
Sementara Mei Lin masih belum ketahuan tabiatnya. Ketiga anak Pangeran ini, sudah
sejak kecil diajari sastra dan baca tulis, dan di bidang ini Tek Hu sangat menonjol
melebihi kedua adiknya, tetapi untuk dasar dan gerak silat yang dipercayakan kepada
seorang guru silat sewaan di kota raja Hang Chouw, justru Tek Hoat dan Mei Lan
yang nampak sangat antusias dan sudah jelas jauh lebih berbakat. Bahkan beberapa
tokoh silat pernah mengutarakan hal ini kepada sang Pangeran.
Hari itu, Pangeran Liang sedang mengadakan perjalanan dengan hanya diiringi 5
orang prajurit disekitarkota raja Hang Chouw. Bersama sang pangeran adalah anak
kedua Liang Tek Hoat serta anak ketiga Liang Mei Lan, karena kedua anak inilah
yang paling dekat dengannya. Sementara anak sulungnya, Tek Hu lebih dekat kepada
ibunya ketimbang ayahnya. Keduanya, nampak mewarisi kegagahan ayahnya
meskipun usia mereka masih teramat sangat belia.
Sepanjang perjalanan, kegembiraan kedua bocah ini, justru menggembirakan
ayahnya dan merupakan hiburan tersendiri bagi sang Pangeran yang memang
mengajak kedua anaknya ini untuk hanya sekedar berjalan-jalan di luarkota raja
sambil melepas kepenatan.
Sayangnya sang Pangeran tidak menyadari jika perjalanannya kali ini sudah dan
sedang diintai maut. Ketika situasi politik dan hubungan Kerajaan Sung Selatan
memasuki masa kritis dengan kerajaan tetangganya, maka kondisi politik seputar
istana juga memanas.
Maka, beberapa pejabat termasuk patih atau perdana menteri Kerajaan melakukan
upaya memperkuat diri dengan menyewa beberapa tokoh dunia hitam untuk
membantunya. Tentunya dengan iming-iming uang dan kemewahan.Ada lagikah
motif lain bagi orang dengan pekerjaan membunuh selain uang banyak, kemewahan
dan ganjaran-ganjaran lain yang serba menyenangkan" Karena, dimanakah uang akan
ditolak orang" Penjahat manakah yang tidak tergoda dengan uang melimpah dan
hidup nyaman"Para politisi kerajaan pasti paham dengan rumus ini.
Ketika memasuki pinggiran hutan sebelah barat yang agak sepi dan berjarak sekitar
setengah jam perjalanan dari Kota Hang Chouw, seorang Laki-laki pesolek nampak
seperti berjalan santai dan normal saja dari arah berlawanan dengan kereta sang
Pangeran. Orang tersebut nampak sangat aneh dan bernyanyi-nyanyi dengan nada
aneh: "Aduhai dinda, dimanakah engkau?" nyanyian dengan tetap maju seakan tidak takut
tabrakan dengan kereta. Ataukah memang dia sengaja ingin menabrakkan dirinya
dengan kereta"
"Duhai dinda, lihat betapa kejamnya kuda-kuda itu?" lanjutnya sambil tetap terus
bernyanyi. "Duhai dinda, betapa kerasnya para prajurit bodoh itu?" Dia tetap bernyanyi dan
makin dekat dengan kereta, semakin dekat dan dekat dengan tiada tanda-tanda si
pendatang menghentikan langkahnya agar tidak tabrakan.
"Hei, pria pesolek, minggir, mau ditabrak ya?" gertak prajurit dari jauh yang
khawatir juga bila benar terjadi tabrakan dengan si pria pesolek yang tidak mau
menyingkir dari jalanan.
"Duhai dinda, dengar gertak sambal prajurit bodoh?" justru si pria pesolek tetap
bernyanyi dan sekarang malah bernyanyi sambil mengejek dan mencela para prajurit
yang mendampingi Pangeran.
Sementara itu sang kusir mulai memperlambat kereta, betapapun dia juga khawatir
jangan sampai terjadi tabrakan.
"Duhai dinda, sang kusir lumayan baik. Tapi isi keretanya tetap penting?" si
pesolek terus bernyanyi, dan terus melangkah maju, bahkan nampak akan terus maju
seandainya kereta tak berhenti sekalipun.
"Adaapa?" Pangeran Liang bertanya kepada Kusir ketika merasa kereta melambat
dan kemudian malah berhenti.
"Aaaa, anu, anu Pangeran, ada orang gila sedang menghadang di jalanan" sang kusir
menjawab "Ah, yang benar. Mana mungkin hari begini ada yang menghadang jalannya
kereta..." Pangeran Liang kemudian mencoba turun dari kereta sambil sebelumnya
menenangkan anak-anaknya dan meminta mereka untuk tetap di dalam kereta.
"Paman kusir, siapa yang menghadang?" suara anak laki-laki yang nyaring gembira
terdengar. "Barangkali bukan menghadang, mungkin ada yang perlu dibantu?" sambut suara
anak perempuan Sementara Pangeran Liang dengan sabar setelah turun dari kereta dan melihatn
keberadaan si pesolek yang berhadapan dengan keretanya kemudian menyapanya.
"Saudara, ada keperluan apa gerangan menghentikan kereta kami?" bertanya sang
Pangeran dengan ramah seperti biasanya.
"Duhai dinda, orang ini memang sopan. Sayang tetap harus dihabisi?" si Pesolek
tetap berceloteh.
"Apa maksud saudara?" Tanya pangeran Liang tercekat. Mulai khawatir juga karena
orang yang disapanya nampak menunjukkan gejala yang aneh, jangan jangan orang
ini utusan para pejabat yang sentiment terhadapnya dan yang ingin menghilangkan
nyawanya. Sementara itu, salah seorang pengawal Pangeran yang melihat lagak tengil dan tidak
hormat kepada junjungannya menjadi sangat marah dan dengan keras menegur si
penghadang: "Kurang ajar, berani kau menghina Pangeran?" seruannya tersebut bahkan sudah
diikuti dengan tindakannya yang nekat dengan menyerang si Pesolek yang
dianggapnya tidak tahu aturan.
"Ah, lalat bodoh, mengganggu saja".." dengan santai si Pesolek mengibaskan
lengan kanan, dan akibatnya si prajurit melayang jauh dan jatuh setelah menabrak
sebatang pohon di pinggir jalan.
Kejadian mencengangkan ini membuat kuncup nyali para prajurit, tetapi sebaliknya
membangkitkan rasa kagum di hati Tek Hoat dan Mei Lan. Bukannya takut, anakanak
itu malahan kagum melihat si pesolek mampu menerjang dan menerbangkan
seorang pengawal.
"Wuah, ayah, paman pesolek ini hebat juga. Kelihatannya lebih hebat dari Guru
Liu.." kata Tek Hoat yang sudah turun dari kereta bersama adiknya sambil mendekati
ayahnya yang juga nampak tertegun dan sadar sedang berhadapan dengan orang
pandai. Pergaulannya dengan para tokoh dunia persilatan telah membuatnya awas
terhadap tanda-tanda seorang yang berkepandaian tinggi seperti yang dilihatnya
dalam diri penghadangnya.
"Saudara hebat sekali, tetapi apa salahnya seorang prajurit seperti itu sampai
dicederai dengan begitu beratnya?" Pangeran Liang menegur si pesolek meskipun
sadar resikonya. Tetapi kegagahannya membuatnya tetap berkeras menegur si pesolek
itu. "Duhai dinda, Pangeran ini memang ramah dan sopan. Sayang perintahnya jelas,
habisi dia"." kicau si Pesolek dengan mata memandang kagum terhadap Tek Hoat
yang gagah dan juga Mei Lan yang menyusul tiba dengan tidak menunjukkan rasa
takut, malah rasa kagum.
"Duhai dinda, anak-anaknya juga sangat mengagumkan, sungguh anak-anak yang
menggemaskan?"
Sementara para prajurit meskipun dengan rasa gentar, tetapi tetap menunjukkan
kehormatan dan kegagahan mereka, terutama kesetiaan mereka terhadap junjungan
mereka, pangeran Liang. Pangeran ini, bagi mereka sungguh sangat dihormati, karena
memperlakukan mereka sangat baik dan sangat bersahaja. Karena itu, mereka
mengeraskan hati untuk membela Pangeran yang mereka hormati dan junjung itu.
Sambil memandang sekilas kepada para prajurit, dan dengan tidak memandang
sebelah mata, si pesolek mengalihkan perhatiannya kepada kedua anak yang
mengundang kekagumannya, dan terakhir memandang Pangeran Liang.
"Pangeran, anda membuat saya kagum, tapi sayang tugasku harus membunuhmu.
Sungguh sayang, tapi jangan takut, aku dan temanku pastilah tidak akan merusak
tubuhmu, karena kami nampaknya tertarik dengan anak2mu yang gagah ini?" bekata
si Pesolek. "Ah, paman yang baik, mengapa siang-siang mau pakai bunuh segala" Tek Hoat
menyela, berani dan tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan ataupun jeri terhadap
si pesolek. "Bukankah membunuh manusia sangat dilarang?" tambahnya mencerca si pesolek.
"Hoat ji, mundur" Pangeran Liang menarik mundur anaknya, dan meskipun bangga
dengan keberaniannya tetapi menjadi khawatir dicelakai atau malah disulik si Pesolek
yang tadi mengakui kagum terhadap anak-anaknya.
"Jangan ayah, dia mau membunuh ayah" Tek Hoat berkeras.
"Tidak, mundur ke belakang, biar ayah yang berhadapan dengannya?" Pangeran
berkeras dan mendesak anaknya ke belakang. Tetapi Tek Hoat nampaknya tetap
berkeras untuk tidak bersembunyi.
"Hahahaha, mengharukan. Duhai dinda, lihat betapa hebat anak itu, tetapi juga betapa
gagah korban kita kali ini" si Pesolek kembali berkicau
"Baik, majulah bila kalian ingin membunuhku. Tapi, tolong jangan mencelakai anakanakku"
Pangeran Liang maju di depan anak-anaknya dan menjadi sadar sedang
berhadapan dengan siapa.


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia teringat sepasang manusia aneh dari Selatan, si pria senang bersolek dan
gampang dikenali dengan kalimat yang hampir selalu ada kata-kata "duhai dinda",
dan si wanita pasangannya yang justru berpakaian awut-awutan meskipun sangat
cantik. Dua pasangan aneh ini dikenal sangat sakti dan terkenal sulit menemukan
tandingan di Selatan. Tapi nampaknya kali ini mereka sedang mengerjakan tugas
orang lain yang sengaja membayar mereka.
"Heran, siapakah yang berhasil menyewa mereka untuk membunuhku?" pangeran
Liang bertanya keheranan dalam hati sekaligus dengan penuh kekhawatiran.
"Jangan takut pangeran, aku sudah berjanji tidak akan merusak tubuhmu?" Sang
pesolek bersiap-siap. Dan Pangeran Liang maklum belaka bahwa orang aneh ini pasti
sanggup mengerjakannya. Apalagi dari kawan-kawan Kang Ouw dia tahu kedua
orang ini memiliki sejenis Ilmu Beracun yang sangat ampuh, bukan melalui senjata
tetapi hawa pukulan.
Meskipun mereka berdua memiliki hawa beracun yang sangat lihai dan kuat, tetapi
mereka tidak dilengkapi dengan senjata-senjata beracun, saking percayanya dengan
kekuatan hawa beracun pada pukulan mereka yang mereka namakan Hwe Tok Sin
Ciang (Tangan Api Sakti Beracun).
Dengan pukulan inilah mereka seringmalang melintang di dunia kang ouw khususnya
di daerah selatan dan jarang sekali menemukan lawan sepadan bertahun-tahun
terakhir ini. Itu juga sebabnya si pesolek merasa sanggup mengerjakan tugas yang
diembankan baginya melalui pembayaran sejumlah uang.
Tapi sebelum si Pesolek bergerak, keempat prajurit yang selalu melindungi Pangeran
Liang serentak meloncat ke depan Pangeran dan langsung menyerangnya. Tetapi, si
pesolek dengan bersiul-siul melangkah ke-kiri dan ke-kanan, menyampok pedang dan
pada gerakan cepat yang kesekian melepaskan pukulan empat arah.
Dan, seperti prajurit pertama, empat prajurit sisanyapun melayang jauh dan tiga
diantaranya tidak sanggup bangkit kembali, terluka parah. Dengan cepat, si pesolek
meloncat memburu Pangeran Liang yang mengundurkan diri ke kereta mendorong
Tek Hoat dan Mei Lan masuk kedalamnya dan kemudian memerintahkan kusir untuk
melarikan kereta ke dusun terdekat. Sementara sang Pangeran dengan kepandaian
seadanya menanti di belakang kereta menghadapi si Pesolek.
"Lari, cepat, selamatkan anak-anakku" Pangeran Liang berseru kepada kusir kereta
sambil menghunus pedangnya. Meskipun dia sadar tidak akan sanggup melawan si
pesolek, tetapi dia harus tetap berusaha, setidaknya melindungi anak-anaknya.
Panbgeran ini memang gagah.
"Hahaha, duhai dinda, lihat bodohnya sang pangeran?" Si Pesolek meloncat keatas
dan mendorongkan satu tangannya kearah kusir kereta, sementara satu arah
pukulannya mengarah ke Pangeran Liang, ingin sekali pukul selesai dan terkesan
sangat memandang enteng Pangeran Liang.
"Dessss, aaaaaaaaaaah, braak".", pukulan jarak jauh dengan tangan kanan si
Pesolek dengan telak menghantam kusir kereta yang segera berkelojotan tewas
terkena pukulan jarak jauh. Tapi, hentakannya itu menyebabkan kuda-kuda penarik
kereta terkejut, dan dengan segera mereka berlari meninggalkan tempat tersebut.
"Omitohud, sungguh kejam?" Suara pujian kepada Budha terdengar bersamaan
dengan kesiuran angin menangkis pukulan yang satu lagi yang terarah kepada
Pangeran Liang.
"Bluk ".. haiiiiit" benturan pukulan menyebabkan pelepas masing-masing pukulan
terdorong ke belakang.
"Pangeran, maafkan, pinto terlambat datang" Si pendatang baru menjura ke Pangeran
Liang. "Terima kasih, betapapun Lo Suhu telah menyelamatkan jiwaku" Pangeran Liang
membalas penghormatan si pendatang yang ternyata adalah seorang pendeta Budha
berjubah hwesio.
"Duhai dinda, bantuan besar datang menggagalkan pekerjaanku"." Pesolek berkicau
murung, karena gagal menyarangkan pukulannya kepada Pangeran Liang yang
tertolong orang lain.
"Pesolek Rombeng Sakti Dari Selatan, serendah itukah kalian sampai rela dibayar
untuk membunuh?" tegur Kong Hian Hwesio, seorang Pendeta Sakti pengembara dari
Siauw Lim Sie. Pendeta Sakti ini adalah Kakak seperguruan Ketua Siauw Lim Sie
sekarang ini, Kong Bian Hwesio. Pendeta yang lebih senang mengembara dan
membaktikan kepandaiannya daripada bertekun dalam ritual keagamaan di kuil Siauw
Lim Sie. Sebagai Kakak seperguruan, Pendeta ini memiliki Ilmu Kepandaian yang tidak
berada di bawah Kong Bian sang Ketua Kuil di Siong San. Bahkan variasi dan
ginkangnya masih lebih kaya dan di atas Ketuanya, meskipun kekokohannya masih
lebih sang Ketua Siauw Lim Sie.
Pesolek Sakti dan Rombeng Sakti dari Selatan kenal betul dengan tokoh pengembara
dari Siauw Lim Sie ini. Berhadap-hadapan satu lawan satu akan menempatkannya
dalam kesulitan, sementara bila bergabung, Pesolek-Rombeng Sakti hanya mampu
melawan sama kuat. Karena itu, sambil tertawa ngakak dengan nada tinggi yang
sekaligus isyarat memanggil Rombeng Sakti dari Selatan, Pesolek Sakti berujar:
" Angin apa yang membawa Pendeta Kong Hian sampai ke Hang Chouw?" Tanya
Pesolek dengan maksud memperpanjang waktu. Tetapi, pada saat itu, tiba-tiba
Pangeran Liang sadar bahwa kereta yang dalamnya berisi kedua anaknya sudah
lenyap dibawa lari kereta yang kusirnya telah terbunuh. Bahkan mayat sang kusir
tergeletak tidak jauh dari tempat mereka berbincang. Pangeran Liang segera berbisik
kearah si Pendeta penuh kekhawatiran:
"Lo suhu, anak-anakku"
"Astaga, pinto sampai lupa. Bagaimana ini?" Kong Hian Hwesio nampak
kebingungan, karena tidak tega meninggalkan Pangeran Liang yang tentu masih
terancam oleh si Pesolek Sakti.
"Jangan hiraukan aku, tolonglah anak-anakku. Bila aku celaka, tolong mendidik Hoat
Ji dan Lan Ji" mohon Pangeran Liang kepada si Pendeta yang menjadi semakin
kebingungan. Tengah si pendeta dalam kebingungan dan belum sempat dia membuat keputusan
apakah mengejar kereta dan menyelamatkan anak-anak si pangeran atau tidak,
sesosok bayangan berkelebat terengah-engah. Bayangan itu nampaknya juga bukan
tokoh lemah dan mendarat persis di samping si Pesolek Sakti.
Keadaan mereka sungguh kontras dan aneh, berbeda seratus delapan puluh derajat
dengan si pesolek, pendatang baru ini seorang wanita yang sangat jelita. Sayangnya,
pakaian dan dandanannya justru sangat awut-awutan. Baju yang dikenakan seadanya
meski tidak terkesan mesum. Tetapi, sejujurnya dia memang layak digelari rombeng,
karena pakaiannya seperti dikenakan begitu saja tanpa meresapi makna estetika.
Untungnya, wajah dan potongan tubuhnya memang indah, sehingga keindahan dan
kerombengan adalah fakta kontras yang agak unik. Berbeda dengan Pesolek Sakti
yang berwajah pas-pasan, tetapi dengan pakaian dan dandanan yang luar biasa apik,
necis dan benar-benar menunjukkan cirri khas orang gemar berdandan, meski dia
seorang lelaki.
"Huh, kenapa banyak amat tokoh hebat yang membantu Pangeran gagah ini?" omel
si pendatang, Rombeng Sakti Dari Selatan.
"Duhai dinda, apa maksudmu" Apakah anak-anak itu mampu kabur dari tanganmu?"
Tanya Pesolek Sakti.
"Dikaburkan orang, jelasnya" Jawab Rombeng Sakti singkat dan menggambarkan
kemangkelannya akibat kegagalannya menahan kedua anak dalam kereta. Tapi dalam
kekesalannya dia memandang Pangeran Liang.
"Karena itu, kita tidak boleh gagal dengan pangeran ini" lanjutnya dingin.
"Rombeng Sakti, kamu apakan anak-anak tidak berdosa itu" Tanya Kong Hian
dengan suara yang sangat serius.
"Mau kuambil murid, tapi dibawa lari Pengemis Tawa Gila. Memalukan,
menjemukan dan menggemaskan. Awas Pengemis itu, suatu saat akan kubalas dia?"
Dengus Rombeng Sakti
Mendengar berita tersebut, Pangeran Liang menarik nafas lega. Dia pernah
mendengar nama Pengemis Tawa Gila, bahkan Pengemis itu pernah sekali
berkunjung ke rumahnya. Selain itu, dia tahu pengemis ini adalah seorang tokoh besar
dalam Kay Pang.
"Anak-anakmu selamat Pangeran, tenang sajalah" Hibur Pendeta Kong Hian atas
kekhawatiran Pangeran Liang.
"Tapi apakah perempuan rombeng itu bisa dipercaya?" Pangeran Liang masih
dengan ragu, meskipun dia berharap cerita itu benar dan dengan dmeikian anakanaknya
berada di tangan Pengemis Tawa Gila.
"Perempuan itu mungkin kita ragukan, tapi Pengemis Tawa Gila jelas bisa
dipercaya" Jawab Kong Hian.
"Maksud Suhu?" Tanya Pangeran
"Tawa gilanya sudah dikirimkannya sesaat sebelum perempuan ini datang, dan
menyerahkan urusanmu ke tanganku. Pengemis Gila itu memang mau enaknya saja"
Kong Hian menggerutu, tapi senang karena anak-anak Pangeran Liang sudah selamat.
Tapi tiba-tiba Kong Hian menangkap sesuatu yang kurang beres. Intuisinya cepat
bekerja dan tiba-tiba sebuah teriakan dengan Ilmu Saicu Ho Kang menggema. Tapi
tidak untuk menyerang lawan, melainkan di arahkan jauh ke suatu tempat dan seperti
sebuah isyarat.
Dan intuisi Pendeta tua ini ternyata tepat, karena tidak beberapa lama kemudian,
gerombolan Pesolek-Rombeng Sakti bermunculan di sekitarnya dan mengepungnya
bersama Pangeran Liang di tengah jalan.
"Hahahaha, ternyata Pesolek-Rombeng Sakti benar-benar sudah menjadi anjing
peliharaan orang" Kong Hian tertawa sambil menegur Pesolek-Rombeng Sakti yang
sebelumnya memang berada di garis tengah antara Kelompok Putih (Lurus) dan
Kelompok Hitam (Jahat).
"Kadang-kadang daya tarik uang menjadi besar, terlebih disaat sangat dibutuhkan.
Nah, Pendeta, karena sekarang bukan saat berkhotbah, lebih baik bersiaplah" desis
Pesolek Sakti. "Kalian semua, kami akan menghadapi Pendeta Kong Hian, tugas kalian
menyelesaikan Pangeran itu" Teriak Rombeng Sakti.
Belum selesai teriakannya, hawa pukulan andalannya Hwe Tok Sin Ciang sudah
diarahkan ke dada Kong Hian, dan langsung diikuti dengan kerjasama yang baik dari
Pesolek Sakti. "Omitohud, sungguh ganas. Tetapi memang benar-benar bertambah hebat setelah 10
tahun tidak bersua", desis Kong Hian, sambil berharap dia mampu mengatasi meski
hanya seurat seperti 10 tahun sebelumnya. Sebab kedua manusia aneh ini pastilah
terus mengasah diri dan bukannya ongkang-ongkang kaki belaka. "Tapi betapapun
aku telah pula mengasah diri dan terus menerus menyempurnakan semua Ilmuku
sehingga sudah juga jauh maju dibandingkan dulu, " yakinnya.
Benturan pertama terjadi ketika Siauw Lim Kun Hoat yang dilambari tenaga Kim
Kong Ciang andalannya bertemu dengan lengan penuh hawa beracun dari Rombeng
Sakti. Masing-masing menjadi sangat terkejut dan mengagumi kemajuan lawannya,
tetapi hanya sesaat karena mereka kemudian melanjutkan bergebrak. Terlebih karena
Pesolek Sakti sudah mengejar pinggang Kong Hian dengan tendangannya.
Dan gebrakan-gebrakan selanjutnya menunjukkan, dengan berdua " Pesolek
Rombeng Sakti mampu untuk mengimbangi Kong Hian si Pendeta Sakti dan
memaksanya menguras himpunan tenaga Kim Kong Ciang serta ginkangnya. Hanya,
keseimbangan tersebut menjadi bergeser ketika teriakan kesakitan Pangeran Liang
yang lengannya tergores pedang lawan-lawannya.
Tapi Kong Hian segera dilibat ketat oleh Pesolek Rombeng Sakti dan tentu tidak
ingin memberinya kesempatan untuk turun tangan membantu Pangeran Liang.
Pesolek Rombeng Sakti bergantian mencecar Kong Hian dengan jurus-jurus andalan
mereka, dan memaksa Pendeta itu terlibat dalam pertarungan yang ketat dan
menguras semua kekuatan dan kesaktiannya untuk mengimbangi serangan lawan.
Dengan demikian, Kong Hian Hwesio kehilangan ketika untuk membantu Pangeran
Liang. Tiba-tiba, "Pendeta Miskin, konsentrasilah menghadapi pasangan unik itu, biarlah
anak-anak ini kutulari kudisku"." sebuah suara muncul diiringi tawa ngikik seperti
orang gila. Tapi bersamaan dengan itu, kepungan terhadap Pangeran Liang yang
sudah terluka membuyar dengan segera, bahkan beberapa orang terlempar ke pinggir
jalan tanpa mengerti apa yang sedang terjadi.
Tawa yang unik dan khas bagaikan orang gila itu, bukannya membuat si Pendeta
Sakti Kong Hian kaget atau marah, sebaliknya dia merasa senang, karena itu adalah
tawa khas kawan akrabnya dari Kay Pang. Tidak salah lagi, bantuan sudah datang,
dan bantuan itu tepat waktu.
"Pengemis Gila, kembali dia mengacau" desis Rombeng Sakti kesal atas kedatangan
si Pengemis. "Kerja orang kemaruk biasanya memang rusak dengan sendirinya" sindir Kong Hian
yang tadi memanggil Pengemis Gila dengan Ilmu Teriakan atau Auman Singanya.
Akibat kedatangan Pengemis Tawa Gila, pergeseran kembali terjadi. Kepanikan
justru menimpa Pesolek Rombeng Sakti dan permainan silat mereka menjadi
serampangan. Sebagai akibatnya keduanya jatuh dalam libatan serangan Kong Hian
Hwesio, yang untungnya seorang yang welas asih dan tidak sembarangan
menjatuhkan tangan berat dan keras.
Dan lebih untung lagi Pendeta yang memiliki hati yang welas asih ini, juga memang
tidak berniat untuk menurunkan tangan jahat meski saat itu posisinya sudah sangat
menguntungkan. Menyadari keadaan itu, Pesolek Sakti tiba-tiba bersiul memberi
isyarat, dan kemudian nampaknya sesuatu mereka persiapkan secara berpasangan.
Mereka mempersiapkan "Badai Api Beracun", sebuah serangan pamungkas yang
mereka latih berpasangan sekian waktu lamanya. Keduanya mengambil jarak tertentu
dari Kong Hian yang sedikit lena dan secara bersamaan menempelkan tangan kiri dan
kanan mereka dan kemudian mengayunkan tangan kanan dan kiri masing-masing
yang bebas kearah Kong Hian Hwesio. Melihat kondisi ini, Kong Hian tidak mau
ayal, dengan segera dia meningkatkan kekuatan Kim Kong Ciangnya ke tingkat
tertinggi dan kemudian menyambut dorongan tangan Pesolek Rombeng Sakti
"Blaaaar", benturan dahsyat terjadi. Asap mengepul ke atas, Kong Hian terdorong
sampai 5 langkah ke belakang. Tetapi ketika keadaan menjadi lebih tenang, Kong
Hian tidak lagi menemukan pasangan aneh yang menjadi lawannya. Tapi dia gelenggeleng
kepala karena kedahsyatan pasangan tersebut sudah jauh meningkat
dibandingkan 10 tahun sebelumnya ketika mereka ditaklukkannya. Bila di lalai, kali
ini dia pasti sudah jadi mayat.
Benturan tenaga dan kekuatan tadi memang membuatnya terluka dalam, meski
ringan, dan dia yakin pasangan tersebut terluka lebih parah dibanding dirinya.
Sungguh kekuatan pukulan beracun kedua manusia unik dan aneh itu sudah maju
sangat jauh. Dan akan menjadi bahaya bagi umat persilatan kalau kedua manusia aneh
itu melanjutkan cara hidup sebagai pembunuh bayaran dan bergerak di sisi kaum
sesat. Tengah Kong Hian Hwesio, si Pendeta Sakti termenung dengan hasil
pertempurannya, terdengar suara si Pengemis:
"Pendeta Miskin, kamu urus sisanya ini. Harus kuperhitungkan keselamatan anakanak
itu, jangan sampai kecolongan pasangan antik itu" Pengemis Gila itu sudah
melompat jauh dan kemudian segera menghilang dari arah tempat munculnya tadi.
"Terima kasih pengemis gila, jangan lupa ketemu di rumah pangeran malam nanti"
Perkelahian tidak lagi dilanjutkan, karena gerombolan yang telah ditinggalkan
pemimpinnya itu, jadi tidak bersemangat lagi dan lari serabutan masuk hutan untuk
menyelamatkan diri masing-masing. Sementara itu, Pendeta Kong Hian juga tidak
berminat untuk mengejar, demikian juga dengan Pangeran Liang. Mereka berdua
kemudian lebih memilih untuk mengurus korban-korban yang terluka daripada
mengejar mereka yang kabur dan melanjutkan urusan dan permusuhan dengan
perkelahian yang selain tidak ada gunanya juga tidak ada untungnya.
"Losuhu, kira-kira apa yang terjadi" Kenapa Pengemis Tawa Gila belum datang
juga?" tanya Pangeran Liang yang mulai khawatir. Sama khawatirnya dengan istrinya
yang masih belum berhenti menangis menunggu kedatangan kedua anaknya yang
diselamatkan Pengemis Tawa Gila. Tapi Pengemis Tawa Gila yang kemunculannya
ditunggu sejak sore hari masih belum kelihatan juga batang hidungnya.
"Tenanglah, pinto mengenal betul Pengemis Gila itu. Kita menunggunya biar semua
jelas," Kong Hian menyabarkan Pangeran Liang, meski juga makin lama makin
khawatir. Makan malam sudah lama lewat dan malam semakin larut, tetapi Pengemis
Gila belum nampak juga.
"Ya mudah-mudahan memang tidak terjadi hal yang tidak diinginkan" desis
Pangeran Liang menyabarkan dan menenangkan hatinya.
Kong Hian Hwesio memandangi Pangeran Liang sesaat dan kemudian terdengar
diapun berkata:
"Mari kita mendoakannya Pangeran. Selebihnya, kelihatannya keselamatan Pangeran
sendiri juga nampaknya semakin tidak lagi terjamin" kata Kong Hian. "Kelihatannya
keamanan perlu ditingkatkan, dan perjalanan keluar pangeran sebaiknya dibatasi dan
dirahasiakan waktunya"
"Ya losuhu, kelihatannya gerakan para menteri korup menjadi semakin kasar dan
berani" keluh Pangeran.
Percakapan diiringi rasa khawatir kedua tokoh itu berlanjut sampai tengah malam,
sampai kemudian Pendeta Kong Hian termenung dan nampak berpikir sejenak untuk
kemudian membuka suara:
"Pengemis gila, masuklah. Menjadi aneh buatku sekarang karena dihadapanku baru
kali ini kamu menjadi agak canggung" seru Kong Hian
"Hahahaha, telinga Pendeta miskin ternyata belum rusak juga" seru Pengemis Gila
sambil berkelabat masuk melalui pintu jendela yang terbuka di sisi sebelah kanan
ruangan tersebut.
"Ginkangmu makin mengagumkan pengemis gila, rupanya tidak sedikit kemajuanmu


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam ilmu melarikan diri dan mengejar orang itu" puji Pendeta Kong Hian lagi.
"Ya tapi belum di atas ginkang dan sinkangmu. Kita masih belum mampu
mengungguli satu dengan yang lain, padahal sudah reot tulang dan ototku berlatih
terus dan terus" omel Pengemis Gila.
"Sudahlah, duduklah dulu, dan hei, kemana kedua anak itu?"
Wajah Pengemis Gila Tawa nampak menjadi murung dan sedih. Bahkan rona kesal,
penasaran dan khawatir juga jelas sekali terbayang di wajahnya dan tidak sanggup
disembunyikannya.
"Aku benar-benar kehilangan calon muridku yang luar biasa itu. Entah bagaimana
keduanya menghilang, padahal sudah kubawa ke sebuah gua yang tersimpan rapih
dan sangat aman. Tetapi yang sudah pasti bukan pekerjaan Pesolek Rombeng Sakti,
karena mereka juga sedang mencari-cari ketika mereka kutemukan dan kuintip.
Anehnya, tidak ada jejak sama sekali, tidak ada jejak paksaan, tidak ada jejak lari.
Pokoknya, seperti menghilang begitu saja di Gua itu?" papar Pengemis Tawa Gila
dengan murung dan sedih sambil menatap tuan rumah Pangeran Liang yang jadi
tambah gelisah.
"Padahal lagi, aku sudah kepengen betul menjadikan anak laki-laki itu muridku"
tambah Pengemis Gila
"Tanpa jejak maksudmu?" cecar Kong Hian. "Bagaimana mungkin ada seseorang
yang bisa dan mampu main gila dengan Pengemis Gila" Kong Hian benar-benar
merasa aneh, heran dan sulit percaya dengan pendengarannya. Tapi dia tahu, dalam
urusan begini, Pengemis Gila ini tidaklah suka bermain-main.
"Tidak ada jejak, menghilang begitu saja" jawab Pengemis Gila
"Maksud hiante, anak-anakku hilang begitu saja dan tidak ada tanda kemana dan
dibawa siapa?" tanya Pangeran Liang
"Tepat seperti itu Pangeran, dan aku nampaknya terpaksa harus menggunakan semua
dayaku dan bahkan kekuatan Kay Pang untuk membantu mencari. Mereka anak-anak
luar biasa, jangan khawatir. Meskipun untuk itu dibutuhkan waktu" hibur Pengemis
Gila. Pengemis Gila Tawa memang adalah seorang tokoh kawakan dan bahkan salah satu
yang terkemuka dari Kay Pang. Pengemis Gila Tawa, dinamai demikian karena suka
tertawa seperti orang gila, atau tawa ngikiknya persis seperti orang gila yang tertawa,
padahal orangnya sangat waras. Tapi, itulah uniknya, orangnya malah senang
dinamakan dan dipanggil demikian, bahkan nama sendiri sudah dilupakan orang.
Saat ini dia menjabat sebagai Hu Kawcu atau wakil kepala urusan luar karena
kegemarannya berkelana dari satu tempat ke tempat lain. Kepandaiannya sejak masih
muda tidak pernah lebih hebat ataupun lebih lemah dari Kong Hian Hwesio, dan
mereka terlibat lomba meningkatkan Ilmu. Karena itu, kemajuan Ilmu Silat keduanya
termasuk pesat dan luar biasa.
Kedua tokoh dunia persialatan ini secara kebetulan berjanji untuk bertemu di rumah
Pangeran Liang untuk kemudian mengadu ilmu di hutan sebelah barat Hang Chouw.
Tidak disangka mereka terlibat dalam masalah yang dihadapi Pangeran Liang yang
memang dikasihi para tokoh patriot dan tokoh dunia persilatan itu. Dan mau tidak
mau kedua tokoh itu harus berupaya untuk membantu menemukan kedua anak
pangeran Liang, yang sekarang entah berada di mana.
Mereka berjalan meninggalkan rumah Pangeran Liang besoknya dengan diiringi air
mata istri Pangeran Liang dan tatapan sedih Pangeran sendiri, meski merasa berterima
kasih atas perhatian dan usaha kedua tokoh ini yang berjanji mencari anak-anaknya
sejak hari itu.
======================
"Bulan lalu Pek Liong Pay bersama tiga partai lainnya, kemudian Perguruan Macan
Terbang bersama dua Partai lain, dan sekarang Hong Lui Pang bersama tiga partai
lainnya. Tentu bukan sebuah kebetulan?" renung orang tua ini.
"Anehnya, ketika dikunjungi, tiada satupun jejak menunjuk kemana, selain berita
bahwa mereka diserbu Barisan Warna-Warni, yakni bila bukan Barisan Merah,
pastilah Barisan Kuning atau Barisan Hijau. Tiada yang tahu mereka darimana, dan,
taraf kepandaian yang berlipat lipat dari perguruan perguruan menengah tersebut"
lanjutnya merenung.
"Tanda-tanda itu sudah semakin jelas, dan sudah harus segera kulakukan. Ya harus
mulai kulakukan, itu keputusanku" Orang tua itu kemudian menarik nafas panjang.
"Semakin jelas, bukan hanya ambisi sebuah perguruan, tapi nampaknya juga dendam
dan kepandaian ilmu silat. Dan nampaknya juga benda ini" desis si Orang Tua sambil
mengelus sebuah gelang gemuk yang nampaknya berongga di tengah. Gelang biasa
dari perak murahan, tidak ada yang istimewa, nampak aneh kalau akan menyebabkan
banyak persoalan. Tapi, siapa tahu" Akhirnya orang tua itu berketetapan, matanya
menunjukkan sebuah tekad dan tidak mungkin ditunda lagi. Sebelum terlambat harus
segera dimulai, harus hari ini dimulai.
=======================
Di hadapan orang tua itu bersimpuh sepasang suami istri. Sang laki-laki adalah
Pendekar Golongan Lurus terkemuka dewasa ini, Kiang Hong, berwajah gagah,
kokoh dan tampan, setidaknya berumur 33 tahunan. Dari wajahnya sudah terpancar
kewibawaan serta kekokohan hati atas keyakinan yang dipegang, sangat pantas
mewarisi nama besar perguruan keluarga yang dihormati dan menjadi pegangan dunia
persilatan dewasa ini.
Soal kepandaian, Kiang Hong tidak berbeda jauh dengan Kakak kembarnya Kiang
Liong, yang sekarang sedang mengobati luka batin dan pikirannya. Kakak beradik
kembar ini dikenal bintang dunia persilatan sejak usia 20-an, dan tampil
menggemparkan dengan menyelesaikan banyak persoalan rumit di dalam dunia
persilatan. Keduanya sudah secara sempurna mewarisi Ilmu Silat Keluarga Pualam
Hijau dan sekarang malah sudah masuk pada tahapan matang di usia 30an.
Perguruan Keluarga Kiang, atau Lembah Pualam Hijau, demikian disebutkan orang,
sejak didirikan Kakek Buyut Kiang 100 tahunan silam, mendapatkan nama yang lebih
harum daripada Perguruan Silat utama lainnya. Terutama ketika memimpin tiga
Ksatria utama Tionggoan berhadapan dengan serbuan Perguruan Lam Hay Bun,
Tokoh dariIndia dan Beng Kauw. Kakek Buyut Kiang bernama Kiang Sim Hoat,
mampu mematahkan perlawanan tokoh utamaIndia , Bengkauw dan Lam Hay meski
hanya setengah jurus.
Serbuan yang berbentuk tantangan tokoh utama dari ketiga kalangan tersebut,
dihadapinya bersama tokoh utama Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay dan Kay Pang.
Bahkan dengan pertarungan Ilmu Dalam (Batin) melawan jagoanIndia , Kiang Sim
Hoat juga mampu memenangkannya. Badai dunia pesilatan waktu itu, bisa diredam
dan Kiang Sim Hoat menjadi Dewa Penyelamat Dunia Persilatan bersama tiga tokoh
lain dari Kay Pang, Siauw Lim Sie dan Bu Tong Pay.
Atas jasanya yang menonjol, Kiang Sim Hoat dan perguruan keluarganya kelak
kemudian diberi tanda kepercayaan berupa sebuah Pedang Pualam Hijau yang
diciptakan oleh Kakek Dewa Pedang di penghujung usianya dengan bahan pusaka
Pualam Hijau dari Lembah kediaman Kiang Sim Hoat.
Pedang itu kemudian bersama Lencana Pualam Hijau yang diciptakan bersamaan
waktunya, diakui oleh Dunia Persilatan mewakili Bengcu atau Pimpinan Dunia
Persilatan secara formal, meski Kiang Sim Hoat sebetulnya tidak menginginkannya.
Dan untuk seterusnya, belum pernah sekalipun dalam 100 tahun kemudian ada yang
menolak mentaati kehadiran dan perintah yang datang baik melalui Pedang Pualam
Hijau ataupun dari Lencana Pualam Hijau asalnyai Lembah Pualam Hijau tempat
berdiam Kiang Sim Hoat dan keluarganya.
Sejak turun temurun, Perguruan ini bersifat sangat tertutup dan hanya mewariskan
Ilmu Keluarga pada anggota keluarga semata. Belum pernah ada murid yang bukan
keluarga Kiang yang mewarisi Ilmu Pusaka keluarga Kiang, hingga generasi Kiang
Hong. Selain Kiang Sim Hoat, tokoh lain yang menonjol adalah Kiang Sin Liong, yang jika
masih hidup saat ini, mungkin sudah berusia mendekati 100 tahun. Tokoh ini sangat
rendah hati, tetapi memiliki kesaktian yang bahkan lebih dahsyat dari Kakeknya,
Kiang Sim Hoat. Pada masa hidupnya, kembali terjadi pertarungan, kali ini tidak
massal, tetapi diketahui dunia persilatan, karena mempertaruhkan gengsi antara tokoh
Tionggoan yang diwakili Kiang Sin liong dari Lembah Pualam Hijau, Pangcu Kay
Pang Kiong Siang Han Kiu Ci Sin Kay, Ciangbunjin Siauw Lim Sie Kian Ti Hosiang
dan Tokoh utama dari Bu Tong Pay Wie Tiong Lan yang kemudian belakangan
menjadi Pek Sim Siansu ketika menjadi Ciangbunjin Bu Tong Pay.
Kiang Sin Liong dengan menggunakan pengaruh Pedang Pualam Hijau menetapkan
pertarungan tidak diikuti orang banyak, tetapi perang tanding antara tokoh-tokoh
utama Tionggoan dengan Bengkauw, Lam Hay Bun dan Thian Tok. Dengan demikian
menekan korban sia-sia diantara kedua pihak, dan taruhannya adalah mundurnya
Perguruan Lam Hay dari Tionggoan atau bebasnya mereka mengembangkan
pengaruh di Tionggoan. Pertarungan yang sangat legendaris dan bersejarah itu banyak
dipercakapkan orang hingga puluhan tahun berikutnya.
Pertarungan antar para raksasa dunia persilatan tersebut berlangsung sangat ketat dan
seimbang, pada posisi sama, karena baik Ketua Kay Pang, Ketua Siauw Lim Sie
maupun Wie Tiong Lan, hanya berakhir draw dalam pertarungan mati hidup dengan
tokoh dari Beng Kauw, Pertapa dari India dan Hu Kauw Cu Lam Hay Bun yang
adalah adik Ketua Lam Hay Bun dan memiliki kesaktian yang setara dengan
kakaknya. Pertarungan puncak antara Ketua Lam Hay Bun melawan Kiang Sin liong berakhir
dramatis dengan kemenangan yang kelihatan secara kebetulan, hanya setengah jurus
kemenangan Sin liong atas Ketua Lam Hay Bun. Sama seperti kakeknya, ketika
dicoba bertanding dengan Ilmu Batin oleh Tokoh India, Mahendra yang lihay Ilmu
Sihirnya, Sin Liong juga masih sanggup mengimbanginya dan bahkan kemudian
memenangkannya.
Ke-4 tokoh ini kemudian menjadi legenda, dan mereka selalu bertemu setiap 10
tahun sekali. Dewasa ini, mereka bahkan cenderung menjadi tokoh setengah dewa
yang tiada seorangpun tahu apakah mereka masih hidup ataukah tidak lagi. Desas
desus rimba persilatan yang memang ramai berseliweran dan sudah dibumbu-bumbui
malah memastikan mereka sudah menjadi manusia gaib yang luar biasa saktinya, alias
manusia setengah dewa. Yang pasti, Kiang Sin Liong, bahkan keturunannya
sendiripun tidak tahu lagi dimana keberadaannya sejak 30 tahun berselang ketika
mewariskan kedudukan Ketua Lembah Pualam Hijau kepada anaknya.
Kepahlawanan keluarga Kiang, kembali ditunjukkan oleh cucu-cucu Kiang Sin Liong
yang mewarisi bakat dan kemampuan kakeknya. Kiang In Hong, seorang wanita
muda cerdik dan sangat berbakat dan kakaknya Kiang Cun Le. Sayangnya ayah
mereka mati muda, dan karenanya mereka dididik langsung oleh Kiang Sin Liong.
Bahkan ketika Kiang Sin Liong menghilang dari depan umum yang waktunya
berbeda beberapa tahun dengan menghilangnya 3 tokoh lain, masih beberapa kali
kakek ini mampir mendidik kakak beradik ini dalam Ilmu Silat.
Kedua Kakak beradik ini, juga berhasil memaksa Lam Hay Bun untuk mentaati
syarat ketika mereka takluk dikalahkan Kakek mereka puluhan tahun sebelumnya
melalui cara yang sama, perang tanding antara keduanya melawan Ketua dan Wakil
Ketua Lam Hay Bun. Dan bahkan merekapun bertarung melawan Suami Istri pesilat
asalIndia yang mahir Ilmu Silat dan Ilmu Sihir. Kedua Kakek Nenek ini dikalahkan di
Siauw Lim Sie di depan banyak tokoh Kang Ouw dan semakin meneguhkan kejayaan
Lembah Pualam Hijau sebagai andalan dan pegangan Persilatan Tionggoan selain
Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay dan Kay Pang.
Kehadiran Kiang Cun Le dan Kiang In Hong, sayangnya tidak dibarengi oleh
tampilnya tunas utama yang sama di kalangan Kay Pang, Siauw Lim Sie dan Bu Tong
Pay. Meskipun perguruan-perguruan itu tetap melahirkan banyak tokoh sakti, tetapi
masih kalah gemilang dengan kakak beradik Cun Le dan In Hong.
Sebenarnya Kiang Cun Le memiliki 2 orang Kakak laki-laki, Kiang Siong Tek yang
sulung dan Kiang Tek Hong kakak kedua. Tetapi Siong Tek lebih mahir menekuni
ilmu dalam dan keagamaan, dan karena itu memilih meninggalkan Lembah Pualam
Hijau untuk merantau dan kemudian masuk menyucikan diri di biara Siauw Lim Sie
di Siong San. Sementara Kiang Tek Hong yang tidak kurang berbakat dibandingkan dengan Cun
Le menghilang di saat yang sama dengan keputusan toakonya Siong Tek untuk
menyucikan diri. Akhirnya Kiang Cun Le yang memegang pimpinan Lembah Pualam
Hijau selama 30 tahun lebih, dan kemudian mewariskan kedudukannya kepada
anaknya Kiang Hong.
Cun Le memiliki sepasang anak kembar laki-laki disamping anak sulungnya yang
perempuan bernama Kiang Sian Cu yang pernah dididik langsung oleh bibinya Kiau
In Hong. Anak lelaki kembar yang sulung bernama Kiang Liong dan yang bungsu
bernama Kiang Hong. Sepatutnya, Kiang Liong yang memegang tampuk pimpinan
tertinggi, tetapi karena mengalami tekanan batin dan sedikit terganggu kesehatan
batin dan pikirannya, akhirnya dengan rela dia menyerahkan kepemimpinan kepada
adik kembarnya Kiang Hong, dan dia sendiri kemudian menekuni ilmu sambil
mengobati luka batin dan pikirannya.
Sebelum menjadi Orang Utama di Lembah Pualam Hijau, Kiang Hong bersama
Kiang Liong sudah banyak membantu dunia persilatan baik menyelesaikan masalah
rumit ataupun menumpas para penjahat rimba hijau. Karenanya, bersama Kiang
Liong, mereka menjadi sepasang pendekar muda yang sangat dihormati. Sayangnya,
Kiang Liong mengalami gangguan mental dan pikiran karena bencana tertentu, dan
karenanya Kiang Hong yang kemudian terpilih untuk menjabat sebagai Ketua
Lembah atau dinamakan Duta Agung.
Kiang In Hong adik wanita salah satu legenda Lembah Pualam Hijau Kiang Cun Le,
juga mendadak menghilang beberapa tahun setelah memenangkan pertarungan
bersejarah di Siauw Lim Sie. Tetapi, tidak lama setelah dia menghilang, muncul
seorang Pendeta Wanita Sakti dari Timur. Rahib wanita itu kemudian terkenal dengan
sebutan Liong-i-Sinni (Pendeta Wanita Sakti Berbaju Hijau).
Hampir tidak ada yang bisa menggambarkan kesaktian Pendeta Wanita tersebut yang
bila tampil pasti selalu dengan pakaian hijau dan dengan hiasan putih di tangan, kaki
dan senjata hudtimnya. Spekulasi merebak menyebutkan Pendeta Wanita tersebut
adalah jelmaan Kiang In Hong yang mengalami patah hati dan kemudian menyucikan
diri. Hingga sekarang, Pendeta Wanita ini masih menjadi misteri lain dunia persilatan.
Tapi yang pasti dia selalu berpihak kepada kebenaran dalam setiap kesempatannya
untuk unjuk diri, juga murid-muridnya.
Kekuatan Lembah Pualam Hijau sejak dahulu bertumpu pada 12 Duta Utama. Duta
Agung adalah Ketua Lembah sekaligus Bengcu Persilatan sejak 100 tahun
sebelumnya, diapit oleh Duta Luar dan Duta Dalam sebagai wakil dari Duta Agung.
Disamping itu, terdapat 3 orang Duta Hukum yang selalu bertugas memberi
pertimbangan dalam sebuah pertemuan dengan Duta Agung dan Duta Luar dan Duta
Dalam. Baru kemudian terdapat 6 Duta Perdamaian yang bertugas membantu penyelesaian
masalah yang dihadapi dunia persilatan. Duta Perdamaian ini, biasanya sekaligus
sanggup membentuk Barisan 6 Pedang Pualam Hijau yang terkenal kesaktiannya
dalam rimba persilatan. Rapat biasanya diadakan untuk mendengarkan laporan dari 6
duta atau laporan khusus yang disampaikan ke Lembah Pualam Hijau. Sistem dan
mekanisme lembah ini sudah mulai dilaksanakan dan dibentuk oleh Kiang Sin Liong,
dalam menjawab begitu banyak permintaan tolong dari banyak perguruan silat yang
bermasalah waktu itu. Dengan wibawa Pedang dan Medali Pualam Hijau banyak
persoalan tersebut terselesaikan.
Duta Agung, Duta Dalam dan Duta Luar biasanya merupakan Keturunan Keluarga
Kiang (bermarga Kiang), atau istri dari Keluarga Kiang yang terutama, sementara 3
Duta Hukum adalah juga lingkungan keluarga Kiang, atau murid dari seorang tokoh
keluarga Kiang, bisa juga karena ibunya bermarga Kiang atau garis keturunan
keluarga Kiang sebelah Ibu.
Sementara 6 Duta Perdamaian adalah murid-murid dari Duta Agung, Duta Dalam
dan Duta Luar yang sudah dinyatakan lulus untuk melaksanakan tugas. Tidak semua
murid mendapatkan kehormatan ini, hanya 6 dari sekian banyak murid yang bisa
melakukan tugas Duta Perdamaian dan tidak menetap di Lembah. Di Lembah sendiri
yang berdiam hanyalah Duta Agung, Duta Dalam, Duta Luar dan Duta Hukum
bersama keluarganya. Yang dimaksud Keluarga adalah Anak dan Istri, selebihnya
tinggal di luar lembah meski masih dalam wilayah dan teritori Lembah Pualam Hijau.
Pesan dan perintah biasanya diberikan kepada Duta Perdamaian oleh Duta Hukum
dari Duta Agung atau Duta Luar dan Duta Dalam. Kemanapun Duta Agung pergi,
setidaknya didampingi oleh Duta Luar atau Duta Dalam dengan seorang Duta Hukum.
Di samping Kiang Hong, duduk istrinya yang bernama Tan Bi Hiong. Seorang murid
anak murid preman Ketua Bu Tong Pay yang menikah dengan Kiang Hong sekitar 10
tahun sebelumnya, saat Kiang Hong belum menjadi ketua Lembah. Wanita ini
merupakan "bunga" dunia persilatan ketika berkelana di dunia Kang ouw dan
merupakan murid kesayangan Ketua Bu Tong Pay dewasa ini. Berhati lembut dan
sangat jelita, sangat mandiri dan juga sangat cerdas, sehingga sering banyak
membantu suaminya memecahkan persoalan persoalan yang dihadapi lembah.
Dari Bu Tong Pay dia menguasai ilmu-ilmu utama Bu Tong Pay seperti Bu Tong
Kiam Hoat bahkan juga Ilmu Thai Kek Sin Kun, ilmu andalan sang Ketua. Ilmunya
meningkat pesat ketika menikah dengan Kiang Hong dan menerima banyak petunjuk
langsung dari mertuanya Kiang Cun Le yang kini duduk dihadapannya. Karena itu, Bi
Hiong kemudian menjadi Duta Dalam Lembah Pualam Hijau mendampingi suaminya,
sementara duta Luar dipegang oleh Kiang Sian Cu, kakak Kiang Hong.
Hubungan kekeluargaan akan berubah 180% ketika pertemuan terjadi dalam bentuk
struktur hubungan Lembah Pualam Hijau sebagai Perguruan Perdamaian dalam dunia
persilatan. Ukuran adalah dalam kedudukan, bukan anak, cucu atau ipar. Tetapi,
hubungan kekeluargaan akan berstruktur normal, ketika pertemuan yang terjadi dalam
konteks kekeluargaan.
Dalam hal hubungan keluarga, Kiang Hong akan memanggil Sian Cu dengan sebutan
Suci, tetapi dalam tugas sebagai Duta Agung dia akan memanggil Sian Cu dan


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Istrinya Bi Hiong dengan sebutan Duta Dalam dan Duta Luar dengan menanggalkan
kekerabatan pribadi.
"Hong Ji dan Hiong Ji, anak-anakku, bagaimanakah perkembangan terakhir keadaan
dunia persilatan?" Kiang Cun Le membuka percakapan dengan anak-anaknya. Karena
dia sudah mengundurkan diri dan cuci tangan mensucikan diri dan meninggalkan
dunia persilatan, dia tidak terikat peraturan struktur hubungan Lembah Pualam Hijau
dengan Kiang Hong sebagai pucuk pimpinannya.
Terdengar Kiang Cun Le melanjutkan:
"Seperti kalian berdua ketahui, setelah menutup diri, saat ini ayah tinggal
mengandalkan ilmu batin dan perkembangan perbintangan, dan tentu informasi dari
kalian. Dan rasanya kemelut dunia persilatan menjadi semakin terbuka
kemungkinannya. Setelah kurang lebih 10 partai menengah menjadi korban tanpa kita
tahu jejak pelakunya yang misterius, maka gerakan yang lebih besar pasti akan terjadi.
Bagaimana pengamatan kalian atas kejadian ini?"
Kiang Hong memandang istrinya sejenak sebelum bicara, dalam banyak urusan
memang menjadi kebiasaannya seperti itu.
"Ayah, keadaannya memang agak mencekam. Tetapi, nampaknya selain Barisan
warna-warni, masih belum ketahuan tokoh utama dibalik kejadian tersebut. Apabila
kita menuduh Lam Hay sebagai pelakunya, fakta menunjukkan banyak
penyimpangan. Pertama, dalam sejarah mereka tidak banyak melakukan pembunuhan.
Kedua, mereka hanya meninggalkan sebagian murid yang relatif tidak berbahaya,
ketiga mereka terikat perjanjian dengan kita untuk tidak mengganggu wilayah
Tionggoan. Hong Ji melihat bahwa insiden tersebut tidak bisa secara lancang
ditanggungkan kepada Lam Hay Bun" Demikian laporan dan penjelasan Kiang Hong.
"Kau benar Hong Ji, bukan seperti itugaya dan cara Lam Hay Bun. Betapa
ambisiusnya mereka, kita tahu. Tapi betapa mereka sangat mengagungkan kegagahan,
juga kita mengerti. Hanya kekuatan Ilmu Silat yang sanggup menundukkan hasrat dan
kegagahan mereka. Baik Kauwcu maupun Hu Kauwcu mereka yang kakak beradik
seperguruan, sangatlah gagah dan sakti. Kecuali ada perubahan yang sangat besar dan
dahsyat di Lam Hay Bun, sesuatu yang rasanya tidak akan diijinkan oleh sahabat Lam
Kek Sin Kun, Pak Tian Ong selama dia masih hidup. Meskipun dia sangat berambisi,
tetapi kegagahannya sangatlah kukagumi dan dia tidak akan sebodoh itu menyerahkan
Lam Hay Bun ke tangan orang-orang yang akan mengaburkan dan mengikis
kegagahannya" Jelas Kakek Cun Le.
"Nampaknya, bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang mengail diatas air keruh
kali ini" Tan Bi Hiong ikutan nimbrung.
"Apabila bukan karena terjadi perubahan drastis dalam Lam Hay, maka sudah pasti
ada kekuatan tertentu yang memanaskan situasi dan memanfaatkan reputasi masa lalu
Lam Hay. Beng Kauw, bisa dikategorikan disini, tetapi dengan syarat, juga terjadi
perubahan besar dalam kebijakan kelompok agama ini. Mereka juga biasanya hanya
melibatkan diri dalam pertarungan Ilmu Silat dengan mengandalkan Ilmu mereka, dan
paling banter yang turun adalah Ketua Agama mereka bersama Hu Pangcu dan 3
pelindung agama mereka. Dan jika Beng Kauw harus dihapus dari daftar ini, maka
menjadi sangat sulit mencari kekuatan mana lagi yang mampu membuat dunia
persilatan kisruh. Kemungkinan, kita malah akan memasuki sebuah badai persilatan
dengan jangka yang cukup panjang. Mengapa" Karena badai kali ini mengandalkan
strategi dan kelicikan, dan bukannya penguasaan wilayah melalui Ilmu Silat
sebagaimana para kakek buyut menghadapinya dahulu berhadapan dengan Thian Tok,
Bengkauw dan Lam Hay" Papar Bi Hiong.
"Ah, kamu selalu berpandangan terang ke depan Hiong Ji. Justru kemungkinan itulah
setengahnya yang kulihat dalam awan kelam yang akan melingkupi persilatan
Tionggoan ke depan. Awan itu, bahkan tragisnya akan sampai kesini, akan menyentuh
kita sampai kemudian sinar yang sudah terlalu kelam tapi dekat dengan kita akan
mengirimkan sinar terang yang lain bagi kita. Meskipun tidak hancur, tetapi kalian
harus menata Lembah kembali dalam waktu lama untuk memulihkan nama baiknya.
Hong Ji dan Hiong Ji, kepada kalian kutitipkan bagaimana menata kembali lembah ini
sampai sinar terang itu kembali. Badai ini jauh lebih dahsyat dari yang dihadapi kakek
buyut Sim Hoat dan kakek Sin Liong dan yang juga kuhadapi dahulu".
Kiang Cun Le nampak berhenti sebentar, dengan wajah serius dia kemudian
melanjutkan: "Benar Hiong Ji, aku melihat Beng Kauw akan kembali menuntut, Lam Hay juga,
bahkan sebuah benda yang jadi taruhanku dengan kedua orang tua dari India juga
akan menimbulkan masalah. Pekatnya badai itu, karena harus ditambah dengan
mencari tahu, siapa yang mencoba menajamkan pertarungan dengan darah, dan bukan
cuma adu ilmu silat sebagaimana biasanya".
Kembali Kiang Cun Le berhenti sebentar, menimbang-nimbang banyak hal,
kemudian melanjutkan:
"Samar-samar, Ilmu Silat dan Ilmu Batin kalian akan sangat menentukan dalam
menangani masalah ini. Aku sudah letih dan punya persiapan khusus untuk ikut
menangani persoalan ini, sudah ada yang akan dan sedang siap untuk melakukannya.
Tetapi, kalian jangan alpa, dan jika mungkin juga membangun komunikasi dengan
Kay Pang, Siauw Lim Sie, BuTong Pay dan juga Liong I Sinni (Pendeta wanita Sakti
berjubah hijau). Nampaknya, misteri dan badai ini akan sangat dahsyat karena akan
melibatkan generasi lama, cuma aku belum yakin benar soal ini. Awas-awaslah
dengan peningkatan Ilmu kalian dan cermati persoalan di luaran. Liong Ji sejak hari
ini akan bersamaku, dan jangan tanyakan sampai kapan, sementara Nio Ji kalian
antarkan kepada Liong I Sin Ni. Kepada Sinni tidak perlu kalian bicara apa-apa,
hanya kalian berikan mata kalung pualam hijau ini kepadanya (sambil menyerahkan
mata kalung bertuliskan "Kiang" kepada Kiang Hong) dan dia tahu apa yang akan dia
kerjakan. Kalian terpaksa harus berpisah dari anak-anak kalian untuk meredakan
badai ini"
"Bagaimana dengan lembah ini Ayah?" Tanya Kiang Hong
"Meski aku menyucikan diri dan tidak terlibat urusan Kang Ouw, bukan berarti aku
haram mempertahankan rumahku. Lakukan tugasmu dan kerahkan semua kekuatan
kita dalam melacak berita. Tetapi, diatas semuanya, jangan lupakan terus menempa
diri kalian. Hiong Ji, jika bertemu Sinni mintalah dia menyempurnakan pengerahan
tenaga lemas dan keras ketika menghentak ginkang dan sinkang pada tataran tertinggi
perguruan kita, dan sampaikan salam rindu saudaranya kepadanya. Sementara
kakakmu Kiang Liong, biarlah aku dan nasib yang akan mengurusnya, jangan kalian
pikirkan dulu masalahnya saat ini. Dan kamu Hong Ji, aku punya waktu semalaman
ini untuk membicarakan sesuatu denganmu sebelum besok aku menutup diri dengan
Liong Ji. Besok sore sebaiknya kalian berangkat kearah timur, tinggalkan Sian Cu
bersama 2 Duta Hukum disini, sementara kamu boleh menugaskan 6 duta perdamaian
membangun kontak dan mencari informasi, setelah itu kalian upayakan menyelidiki
kejadian-kejadian yang paling akhir. Akan ada banyak kejutan, tapi jangan panik.
Hiong Ji, dalam hal ini kamu malah lebih piawai dari Hong Ji, ingat jangan mudah
dipecah belah dalam urusan apapun. Baiklah, kita tetapkan demikian untuk hari ini"
Kakek Cun Le mengakhiri percakapan.
======================
Setelah lebih 5 tahun menyepi dan hanya sesekali keluar mendidik cucunya, Cun Le
sebenarnya banyak mengembangkan ilmu dalam atau ilmu kebatinan. Dalam hal ini,
dia malah lebih dahsyat pada usianya dibandingkan Sin Liong, karena pada usianya
yang mendekati 55an sudah sanggup membaca gejala alam, mampu memprediksi
kejadian dengan tingkat keakuratan yang tinggi.
Selain memperdalam Ilmu Kebatinan, diapun melakukan penelahan lebih jauh atas
Ilmu-Ilmu peninggalan keluarganya. Ilmu keluarganya sudah lama digolongkan
tingkat atas bersama dengan Ih Kin Keng, Selaksa Tapak Budha dan Tay Lo Kim
Kong Ciang dari Siauw Lim Sie; Hang Liong Sip Pat Ciang, Pek Lek Sin Jiu (Pukulan
Halilintar) dan Tah Kaw Pang dari Kay Pang, serta Bu Tong Kiam Hoat, Thai Kek
Sin Kun, Ling Gie Sim Hwat dari Bu Tong Pay.
Kiang Sim Hoat menciptakan sebuah Ilmu Khas Lembah Pualam Hijau berdasarkan
sebuah Kitab Pusaka yang sudah sangat lapuk ketika ditemukannya di Lembah
Pualam Hijau. Bahkan nama kitab disampulnyapun sudah tidak bisa dieja dan dibaca
lagi, tetapi kitab itu nampaknya sangat menekankan unsur kehalusan dan kedalaman.
Penekanan pada unsur "im" yang halus dan dingin dipertegas dengan hawa dingin
yang dilatih oleh Sinkang khusus dalam kitab tersebut. Sayangnya, pencipta dan
pengantar kitab itu sebagai informasi mengenai kitab, sudah tidak bisa terbaca, justru
bagian inti dari ilmu yang termuat dalam kitab tersebut masih bisa utuh. Tapi itupun
tidak mengurangi kedahsyatan Ilmu yang kemudian terkenal menjadi ciri pengenal
dan pamungkas dari Lembah Pualam Hijau.
Kitab Silat kuno itu ternyata berisikan 13 jurus sakti yang kemudian digubah Sim
Hoat menjadi Giok Ceng Cap Sha Sin Kun (Tiga Belas Jurus Sakti Pualam Hijau).
Dinamakannya demikian karena dalam sebuah Gua Rahasia yang hanya diketahui
rahasianya oleh para Ketua Lembah setelah Sim Hoat, ditemukan sebuah
pembaringan sempit yang hanya sanggup menampung 1 orang dan terbuat dari
PUALAM HIJAU. Pembaringan itu juga ditemukan khasiatnya oleh Sim Hoat dalam kitab kuno sebagai
alat untuk membantu memperkuat Sinkang guna melatih Ilmu dalam kitab. Khasiat
pembaringan Giok Hijau itu adalah memperdalam dan mempercepat meningkatkan
hawa Sinkang jenis dingin, karena pembaringan itu dinginnya bukan main.
Untungnya, pelajaran jenis sinkang bagi 13 jurus sakti kuno ini dan bagaimana
memanfaatkan pembaringan Giok diajarkan dalam kitab dan kemudian diturunkan
bagi pewaris lembah kemudian secara lisan. Pembaringan itupun hanya diketahui
paling banyak 2 orang, Ketua Lembah dan Istrinya.
Selain Giok Ceng Cap Sha Sin Kun ini menjadi ilmu khas Lembah Pualam Hijau,
Sim Hoat kemudian menggubah Ilmu Pedang Giok Ceng Kiam Hoat yang
mencampurkan beberapa rahasia Ilmu Pedang Kakek Dewa Pedang berdasarkan
gerak Pat Sian Kiam Hoat (Ilmu Pedang Delapan Dewa) yang menjadi andalan Kakek
Dewa Pedang tersebut.
Ilmu pedang ini sebenarnya gubahan bersama, sebagai hadiah kakek Dewa Pedang
yang membuatkan Pedang Giok Hijau bagi Kiang Sim Hoat. Perbendaharaan Ilmu
Sakti Lembah Pualam Hijau bertambah dengan diciptakannya kemudian oleh Kiang
Sin liong ilmu Soan-hong Sin-ciang (Tangan Sakti Angin Badai) dan Toa-hong Kiamsut
(Ilmu Pedang Angin Badai).
Semua Ilmu itu bertumpu pada Giok Ceng Sinkang yang ditumbuhkan, diperdalam
dan dikuatkan oleh Pembaringan Giok Ceng yang rahasianya dimiliki oleh pewaris
Lembah. Baik Soan Hong Sin Ciang maupun Toa Hong Kiam Sut merupakan ilmu
khas yang mampu menciptakan prahara angin dan badai dan banyak dilambari oleh
kekuatan batin.
Ilmu ini diciptakan Sin Liong setelah bertarung dengan jagoanIndia yang sangat kuat
Ilmu Silat dan Ilmu sihirnya. Terlebih karena khasiat lain pembaringan Giok Hijau
adalah memperkuat batin seseorang dan karena itu, baik Sim Hoat maupun Sin Liong,
mampu menghadapi serangan sihir yang luar biasa kuat melalui penguasaan batin
yang luar biasa.
Memang, selain bantuan pembaringan Giok hijau, bakat dan ketekunan juga sangat
menentukan. Setiap pewaris lembah, rata-rata memiliki kekuatan batin yang sangat
luar biasa, sehingga mampu menolak kekuatan sihir lawan yang bagaimanapun
kuatnya. Sementara Cun Le sendiri pada beberapa tahun terakhir sedang menggubah sebuah
ilmu yang dinamakannya Khong-in-loh-Thian (Awan Kosong Menggugurkan Langit)
dan sejenis ilmu langkah ajaib yang diberinya nama Sian-jin-ci-lou (Dewa
Menunjukkan Jalan).
Sama seperti Ilmu Ciptaan Sin Liong yang bernama Toa Hong Kiam Sut dan Soan
Hong Sin Ciang, penggunaan Khong in loh Thian juga sangat sarat kekuatan batin dan
memang khusus digunakan untuk melawan kekuatan sihir lawan. Hanya, berbeda
dengan Soan Hong Sin Ciang yang membawa perbawa badai dalam serangannya,
maka Khong in loh Thian justru mementalkan dan bahkan membalikkan seranganserangan
Ilmu Hitam dan Ilmu Sihir kepada pemiliknya.
Dan ketika membalik, seseorang dengan kepandaian tanggung tidak akan sanggup
mengantisipasi karena tenaga serangannya diserap dan dikembalikan tanpa tandatanda
desiran sedikitpun. Karena itu dinamakan awan kosong.
Tetapi, Ilmu Sian Jin Ci Lou, termasuk Ilmu langkah kaki ajaib yang agak bersifat
gaib. Sesuai namanya, pemilik Ilmu yang memainkan Ilmu ini seakan akan
mendapatkan petunjuk dewa tentang bagaimana menghindarkan serangan sehebat
apapun. Sayangnya, sampai saat ini Cun Le sendiri seperti masih merasakan adanya
kekurangan dalam Ilmu Langkah yang dia gubah atas pengenalannya terhadap Ilmu
dari India dan warisan puisi kuno dalam sebuah Gelang yang maknanya sangat dalam.
Pada malam terakhir yang disebutkan Kiang Cun Le kepada anaknya, dipaparkannya
kembali seluruh rahasia Ilmu keluarga dan secara bersama mendalami beberapa unsur
baru yang digubah Cun Le beberapa waktu belakangan. Ilmunya Khong In Loh Thian
diturunkan secara sempurna kepada Kiang Hong, termasuk membuka wawasan Kiang
Hong mengenai kemungkinan yang sangat luas terhadap langkah ajaib Sian Jin Ci
Lou. Percakapan antara 2 ahli tidak butuh lama untuk mengerti, memahami dan
melakukannya. Semalam, berarti bisa 30 tahun bagi orang yang baru memulai berlatih
Ilmu Silat untuk memahami apa yang dikemukakan Cun Le kepada anaknya Kiang
Hong. Bagian paling rumit adalah memperkuat Tenaga Batin anaknya agar sanggup
memainkan baik Soan Hong Sin Ciang dan Khong in loh Thian sebelum
meninggalkan lembah, sesuatu yang dirasa masih diperlukan bagi Kiang Hong. Dan
selepas pertemuan itu, Kiang Hong merasa seperti menjadi lebih nyaman dan lebih
ringan. "Saatnya sudah tiba dan nampaknya waktuku tidak sangat panjang. Heran, kenapa si
tua itu sangat tidak sabaran" Kakek Cun Le sedikit menggerutu.
Karena disaat dia memutuskan melakukan apa yang diniatkan dan direncanakan sejak
lama, justru seorang "kawan lamanya" nampaknya sedang datang untuk menemui dan
mengganggunya. Tapi perhitungannya sudah matang, tidak mungkin ditundanya lagi.
"Baiklah, Liong Ji, ".., Liong Ji" Kakek Cun Le memanggil
"Liong Jie sedang berlatih kek, di luar" sahut suara anak kecil dari luar.
"Sudahi latihanmu dan masuklah kedalam" panggil Kakek Cun Le
"Baik kek ".. hait" dan tidak lama, Kiang Ceng Liong memasuki kamar khusus
kakeknya. "Liong Ji, waktu kita sangat terbatas dan tidak boleh gagal" papar Kakek Cun Le dan
membuat Ceng Liong menjadi heran, terutama karena kakeknya nampak sangat
serius. Meskipun usianya belum mencapai 10 tahun, tetapi Kiang Ceng Liong
menunjukkan bakat yang luar biasa baiknya dalam Ilmu Silat.
Bahkan sejak berusia 5 tahun Ceng Liong sudah dibiasakan berbaring di
pembaringan rahasia Pualam Hijau. Bakatnya yang luar biasa, keteguhan dan
kekerasan hatinya membuatnya sanggup mulai menjalankan semedi dan berlatih di
atas pembaringan sejak berusia 6 tahun. Bahkan dasar-dasar ilmu Pualam Hijau sudah
sanggup dimainkannya dengan sempurna.
Daya ingat anak ini, baik untuk pelajaran sastra maupun ilmu silat sungguh luar
biasa. Kakeknya, Kiang Cun Le, kadang-kadang sering tertegun melihat bakat,
kemauan dan potensi yang dimiliki cucunya, tentu juga dengan kekaguman.
"Pertama, jangan menolak dan jangan melawan terhadap apapun yang kulakukan
atasmu. Seperti biasa, kosongkan pikiran dan mengalir bersama nafasmu. Sesakit
apapun. Paham?"
"Paham kek" sahut Ceng Liong serius.
"Kedua, ingat, bahwa sakit yang kamu alami demi menegakkan wibawa Kakek,
Ayah dan lembah kita. Camkan itu dan tanamkan dalam hatimu"
"Jelas kek"
"Ketiga, kita akan menghadapi bencana yang sangat besar. Mengancam kakek,
mengancam ayahmu dan mengancam umat manusia dan lembah kita. Sesakit apapun
harus bisa kamu tahan. Sanggup?"
"Sanggup kek" makin kokoh suara si bocah
"Keempat, saat kakek melontarkanmu ke sungai itu, jangan memecah perhatianmu.
Belajar menyerah dan pasrah pada alam dan biarkan nasib memutuskan apa yang akan
terjadi. Sanggup?"
"Maksud kakek?" Tanya si bocah
"Demi keselamatan kakekmu, ayahmu dan umat manusia juga lembah kita,
sanggupkah kamu" tegas Kakek Cun Le
"Liong Ji sanggup, tapi apa mati hidup Liong Ji harus mandah saja?" si bocah
penasaran. "Ya" tegas sang Kakek
"Tapi kek" si Bocah bertahan
"Sebab itu adalah salah satu syarat kamu akan berhasil atau tidak. Jika kamu
melawan, maka semua akan sia-sia. Bagaimana?"
Setelah lama berpikir, akhirnya si bocah mengangguk perlahan.
"Kamu harus yakin atas dirimu sendiri dan jangan dengan keterpaksaan. Jawab
sanggup atau tidak?"
"Sanggup kek" jawaban tegas setelah berpikir lama.
"Kamu berjanji di hadapan kakekmu, dihadapan kehormatan keluargamu dan
lembahmu?" desak sang Kakek
"Liong Ji berjanji. Liong Ji yakin Kakek dan Ayah tidak akan mencelakakan Liong
Ji" tegas sekali jawaban si Bocah.
Kakek Cun Le terharu dan hatinya seperti diremas-remas membayangkan perjalanan
hidup cucunya ini, tetapi tidak ada cara lain. Dan perasaan haru dan sayang tidak dia
tunjukkan, sebaliknya malah.
"Kamu sudah berjanji. Ingat kehormatanmu dan kehormatan kakek, ayahmu dan
lembah ini dipertaruhkan diatas janjimu itu. Ingat dan camkan itu" tegasnya


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Liong Ji yakin mampu" tegas sang Bocah.
"Baik dan yang terakhir, terimalah gelang perak ini (sambil menyerahkan dan
mengenakan sebuah gelang perak yang sedikit gemuk karena berongga didalamnya).
Ingat dan camkan, jangan pernah mencoba membuka gelang ini dan membaca isinya
sebelum waktunya. Kamu sanggup"
"Sanggup kek. Tapi kapan bisa kubuka dan lihat isinya?" jawab Ceng Liong
"Pada saat kamu merasa sepertinya akan mati karena penuh hawa, daya dan tenaga
yang berontak. Pada saat kamu merasa tiada daya lagi, kamu ingat ayahmu dan
kakekmu, maka saat itulah kamu boleh membukanya. Ingat dan camkan waktunya"
"Baik kek" jawab si bocah sambil manggut-manggut.
"Justru syarat tadi kamu harus pasrah meski menghadapi kematian mulai besok
secara sendirian akan menentukan apakah kamu akan sukses nantinya atau malah
gagal total. Ingatlah baik-baik pesan kakekmu ini" Ujar Kakek Cun Le sambil
mengulang-ulangi kalimatnya itu.
Meskipun bingung, Ceng Liong mencatatnya dalam sanubarinya. Dan secara
kebetulan, anak ini memang memiliki daya ingat dan daya melekatkan sesuatu yang
penting dalam sanubarinya hingga susah lenyap.
"Baiklah, sekarang kita akan memulai. Lupakan orang tuamu, mereka sedang
mengantarkan adikmu Nio ke paman nenekmu di Timur, suatu saat kamu akan
ketemu mereka. Sekarang kamu lepaskan pakaianmu, semuanya. Harus telanjang
bulat dan kemudian mulailah lakukan semedi, satukan nafas, pikiran, hasrat dan
kemauan dan kemudian hilangkan semuanya itu. Mulailah" perintah si Kakek dengan
terharu, karena bocah kecil yang dikasihinya ini akan mulai mengembara sendirian
luntang lantung karena bencana yang diantisipasikan olehnya sebagai kakek si bocah
cilik. Tidak berapa lama si bocah sudah diam terpaku dalam semedi, nafasnya bergerak
teratur dan wajahnya nampak damai dan sentosa. Kakek Cun Le sejenak menjadi
tidak tega, tetapi keselamatan lembah dan umat persilatan mendorongnya untuk
melakukan sesuatu.
Dan tentu sekarang sudah saatnya, karena sudah dimulainya. Perlahan Kakek Cun Le
memusatkan perhatiannya, mengatur nafas dan kemudian membelai, menotok,
memijit jalan darah di tubuh Ceng Liong. Meski di wajah bocah itu tidak nampak
reaksi, tetapi otot, jalan darah dan urat-urat di sekujur tubuhnya mengalami
perubahan-perubahan yang luar biasa. Tetapi pijatan dan totokan yang dilakukan ahli
sekelas Kiang Cun Le, pendekar legendaries dari Lembah Pualam Hijau, membuat
perubahan tersebut hanya dirasakan sesaat.
Semua dilakukan untuk membuat persiapan dan adaptasi tubuh cucunya untuk
menerima penyaluran tenaganya. Dan selang beberapa waktu, justru wajah Cun Le
yang menjadi muram, di atas kepalanya mengepul uap putih, dan pada saat itulah dia
mulai menyalurkan tenaga murni yang diyakini selama lebih dari 50 tahunan.
Proses itu berlangsung cukup lama, sejak menjelang malam dan bahkan sudah
melampaui tengah malam. Wajah Cun Le sudah pucat pias, kabut di kepalanya sudah
sangat pekat, sementara sang bocah, nampak oleng kiri dan oleng kanan, wajahnya
terkadang mengernyit, tetapi kekerasan hatinya sungguh luar biasa.
Penderitaannya pada waktu itu dirasakannya sebagai cara untuk menjaga kehormatan
keluarga dan lembahnya, dan perasaan inilah yang melahirkan kekuatan yang luar
biasa dalam dirinya. Bisikan kakeknya menyadarkannya, biarkan hanyut, biarkan
menyatu dan jangan melawan. Cara itu sungguh membantu, dengan segera dia
menjadi semakin oleng kiri dan kanan, dan makin keraslah kerja Kakek Cun Le
menahan tubuh cucunya untuk tidak miring kekiri dan kekanan.
Saat-saat menegangkan dan pada proses puncak penyaluran tenaga untuk berdiam di
pusar Ceng Liong sedang terjadi. Sementara itu sebuah bayangan seperti setan dan
luar biasa pesatnya nampaknya mondar-mandir mencari jalan.
Untunglah Duta Agung, Majikan Lembah dan Para Duta sedang berada di Luar
lembah, jika tidak maka bayangan tersebut pasti sudah bisa teridentifikasi sejak lama.
Tapi mungkin juga tidak, karena tokoh yang bergentayangan ini bukan tokoh biasa.
Karena bayangan yang datang adalah seorang tokoh gaib yang lain pada jaman itu,
seangkatan dengan Kiang Cun Le sendiri.
Dialah Siangkoan Tek, pentolan Bengkauw, Ketua Beng Kauw saat ini, yang
sebetulnya sudah malas mencampuri dunia ramai. Tetapi pengecualian kalau yang
berurusan adalah dengan kawan seangkatannya di dunia persilatan, salah satunya
adalah Kiang Cun Le dan Kiang In Hong.
Ketika merasa bahwa Beng Kauw juga dicurigai dalam kasus pembantaian dan
pencaplokan sejumlah Perguruan Silat kecil, Siangkoan Tek merasa tersinggung dan
ingin bertanya langsung kepada Cun Le dan bukannya kepada Kiang Hong.
Maklum, gengsi angkatan tua memainkan peranan penting disini. Masakan harus
bertanya kepada anak-anak?" pikirnya, dank arena itu dia hendak bertanya langsung
kepada Cun Le. Tapi, celakanya, sudah sejak menjelang malam dia mengirimkan
isyarat batin untuk bertemu, tetapi sama sekali tiada balasan dari Cun Le. Akhirnya
dia memutuskan untuk menerobos masuk.
"Kenapa daya hidup Cun Le begitu lemah" Bahkan tandanya malah sangat redup dan
semakin redup saja?"
"Apa yang sedang dia alami?" atau apakah dia tahu aku yang datang dalam
keadaannya yang lemah ini?"
"Cun Le, ada apa denganmu?" desis Siangkoan Tek
Maklum, rekan seangkatannya, meski rekan bertarung tetapi bertemu tetap
merupakan kerinduan tersendiri. Lagipula, jika kawan bertempur yang sepadan tiada
lagi, apa gunanya tetap hidup dan memiliki ilmu tinggi lagi, bukankah malah jadi
membosankan"
Hal yang wajar, sebab biarpun Siangkoan Tek berwatak berangasan dan begitu
ketemu langsung menyerang Cun Le ataupun Ketua Siauw Lim Pay, tetapi rasa
kagum dan hormatnya tidak hilang. Kegagahan masih tetap dimilikinya, masih
melekat dalam sanubarinya.
Setelah bolak-balik mencari jalan masuk yang terbatas ke lembah, akhirnya
Siangkoan Tek berhasil menyusup dan terus menuju tempat terlarang, yakni tempat
meditasi Cun Le. Dan ketika menemukan Cun Le persis dari sisi belakang, dengan
tidak tanggung-tanggung melalui suara bathin dia menegur tanpa menyelidiki dulu
apakah gerangan yang sedang dilakukan Cun Le dan mengapa dia tidak menjawab
panggilan batinnya:
"Rupanya kamu sedang berlatih " baiklah, terimalah tanda pertemuan kita" ujarnya
sambil mendorongkan tangannya kedepan dengan menggunakan tenaga saktinya.
Serangkum angin dahsyat menerjang kearah Cun Le, dan dengan telak mengenai
bagian belakang Cun Le yang pada saat itu justru berada di puncak penentuan
kegagalan atau keberhasilan. Tambahan tenaga dari Siangkoan Tek, justru
mempercepat usahanya dan menyisakan tenaga terakhir untuk melontarkan Ceng
Liong kearah sungai yang langsung mengalir ke air terjun dibelakang ruang
meditasinya. Tapi sebelum melontarkan Ceng Liong, Cun Le masih sempat berbisik, ingat, jangan
melawan sampai kamu sadar sendirinya pagi nanti, dan setelah itu Ceng Liong
terlontar oleh tenaga penuh dan meluncur kearah sungai.
Sebentar saja tubuhnya hilang di sungai tesebut, bahkan hilang di telan sungai
menjelang air terjun ?"selebihnya, dia tidak ingat lagi.
Tetapi, segera setelah dia melakukan pelontaran cucunya, dia sadar sebelum
kehilangan kesadarannya bahwa dalam ruangan sudah bertambah bukan cuma 1
orang, tetapi malah 2 orang, tapi dia tidak sempat tahu lagi. Entah siapa orang kedua
yang hadir di tempat samadinya.
=========================
Dunia Persilatan gempar. Lembah Pualam Hijau, salah satu tempat keramat Rimba
Persilatan kebobolan. Hebatnya lagi,salah seorang Duta Hukum menjadi korban dan
ditemukan tewas dengan tubuh yang jelas-jelas keracunan hebat.
Sementara, bisa dilacak, satu-satunya tokoh tingkat sepuh dan gaib yang muncul
disana adalah bekas Ketua Bengkaw Siangkoan Tek. Tapi, dunia persilatan juga tahu
belaka bahwa Bengkauw apalagi Siangkoan Tek, tidak pernah menggunakan racun.
Jadi, ada apa di Lembah Pualam Hijau" Kemana tokoh-tokohnya yang mumpuni"
Kemana Kiang Hong Duta Agung yang masih muda nan sakti dengan istrinya yang
tidak kurang saktinya" Kemana pula Cun Le yang legendaris itu" Apa kerjaan para
Duta Hukum atau apalagi Duta Luar Sian Cu yang masih kakak Kiang Hong"
Jika Lembah Pualam Hijau yang begitu sakti dan diagungkan bahkan terkadang
melebihi Siauw Lim Sie sekalipun bisa dibobol, apalagi Perguruan lain" Untungnya,
selain terbunuhnya tokoh duta hukum, dan belakangan ketahuan Kiang Cun Le yang
bersemadi ikutan lenyap bersama anaknya Kiang Liong, tidak ada lagi kerugian yang
lain. Tidak ada pusaka yang hilang, tetapi nama kesohor dari Lembah Pualam Hijau
menjadi tercoreng. Tidak ada yang tahu bahwa justru kedatangan Siangkoan Tek telah
menyelamatkan Cun Le, tapi tak sanggup menyelamatkan seorang Duta Hukum yang
adalah murid Cun Le. Selain seorang Duta Hukum, yang lainnya dalam keadaan
normal, karena Siangkoan Tek berhasil menggagalkan serangan bokongan si
pembunuh bertopeng.
Dan yang pasti lagi, nampaknya penyerang itu bahkan kepandaiannya tidaklah berada
di sebelah bawah Siangkoan Tek. Malah mungkin melebihinya, cuma karena selain
Siangkoan Tek tiba-tiba muncul tokoh besar lembah yang lain, yakni Kiang In Hong
Liong-i-Sinni, maka si penyerang beranjak pergi merat entah kemana.
Maka tinggal nama Lembah Pualam Hijau yang tercoreng, dan akan butuh waktu
lama untuk mencari perusuh yang nyelonong memasuki lembah. Musibah yang
dialami Lembah Pualam Hijau mulai menghadirkan kepanikan yang lebih besar di
kalangan Dunia Persilatan, karena serangan kini mulai merambah Perguruan Silat
yang lebih besar.
Tidak tanggung-tanggung, symbol keperkasaan Dunia Persilatan Tionggoan, disentuh
dan diobrak-abrik. Untung perselisihan dengan Bengkauw masih bisa diatasi dengan
kedatangan Liong-i-Sinni yang sangat yakin akan kebersihan Siangkoan Tek.
Episode 2: Anak-Anak Naga Bertumbuh
"Koko, aku lapar" seorang anak perempuan merengek-rengek kepada kakaknya.
Tampang keduanya sungguh kotor, dan badan mereka juga menunjukkan rasa lelah
dan jelas kelaparan yang sungguh.
Pakaian merekapun sudah compang camping dan dekil meskipun dari bahannya
nampak agak mewah dibandingkan tubuh dan wajah mereka yang kuyuh. Tapi itupun
tidak menyembunyikan wajah cantik molek sang anak perempuan, juga cahaya
ketampanan yang membayang di wajah kakak laki-lakinya.
"Sebentar Lan Moi, koko coba mencari buah-buahan" si kakak lelaki mencoba
menghibur. Meskipun dia sendiri juga takut di hutan itu, tapi rasa sayang dan
tanggungjawab atas adiknya membuatnya menjadi sedikit lebih berani.
Apa boleh buat, karena tidak mencari makanan di hutan, juga toch mereka akan mati.
Seseorang, bila didesak dan dipaksa keadaan akan melupakan rasa takutnya, takut
mati sekalipun.
"Tapi, jangan tinggalkan aku sendirian koko" si gadis agak khawatir ditinggalkan
"Kalo begitu mari kita berjalan perlahan mencari buah-buahan" ajak sang kakak
Kedua kakak beradikmalang yang sekarang hidup luntang-lantung ini adalah anak
seorang Pangeran bernama Liang Tek Ong, keduanya bernama Liang Tek Hoat yang
lelaki dan Liang Mei Lan adiknya yang perempuan. Keduanya terpisah dari ayahnya
yang diserang penjahat dan kemudian ditolong Pengemis Tawa Gila.
Tapi karena omongan dan tawa sang Pengemis yang rada menyeramkan, membuat
kedua anak kecil ini merasa kurang nyaman dan minggat darinya. Pengemis Tawa
Gila tidak menyangka apabila lubang menjorok yang dijadikannya tempat menyimpan
kedua anak ini menyimpan sebuah lubang kecil yang hanya sanggup menerima tubuh
anak kecil. Ruang disebelahnya berhubung dengan lorong yang tembus ke tebing sebelah dan
tidak heran Pengemis Tawa Gila tidak sanggup menemukan mereka. Dan darisana ,
sudah nyaris 2 bulanan kedua anak Bangsawan ini luntang lantung sekedar cari
makan. Di desa ataukota lain, mereka malah ikut-ikutan mengemis untuk menyambung hidup
mereka. Sebagai anak cerdik, Tek Hoat mengerti bahwa mereka harus agak hati hati
membuka statusnya, apalagi dia tahu ayahnya banyak dimusuhi pejabat negeri yang
korup. Siang hari itu setelah makan buah-buahan dan terus mencari jalan ke Kota Hang
Chouw, kedua kakak beradik ini tiba di jorokan sebuah sungai. Kedua anak yang letih
dan kehausan ini sangat gembira melihat sungai yang pinggirannya bisa mereka
jangkau dengan mudah. Terlebih nampak tidaklah berbahaya karena arus sungai juga
nampak tidaklah sedang deras.
Tapi belum sempat Mei Lan menjangkau pinggiran sungai, dia terkejut ketika
melihat sesosok tubuh teronggok lemah di pinggir sungai, hanya terhalang
tetumbuhan kecil yang kurang lebat, dan dia menjerit "ih", karena melihat tubuh itu
telanjang bulat.
"Koko, a..a" ada orang disana" Jerit Mei Lan kaget sambil menunjuk tubuh yang
terbaring di tepian sungai. Tubuh seorang anak kecil lainnya yang nyaris sebaya
dengan Tek Hoat.
"Mana " mana orangnya?" Tek Hoat kaget dan dengan mengikuti telunjuk Mei Lan
dia menemukan sosok tubuh kecil yang terbaring. Diam terbanring, cuma dia tidak
tahu apakah tubuh yang terbaring diam dan nampaknya anak kecil itu masih hidup
atau sudah mati.
"Ayo, kita lihat, siapakah orang itu" Tek Hoat memberanikan diri mendekati sosok
tubuh kecil tersebut.
"Anak kecil, seperti kita" desis Tek Hoat sambil membalikkan tubuh yang masih
basah dengan air sungai itu.
"Sudah mati Koko?" Tanya Mei Lan takut-takut.
"Belum, masih bernafas" Jawab Tek Hoat sambil meraba dada dan hidung
anakmalang yang dia temukan itu.
"Tapi nampaknya tidak ada luka dan tidak ada bekas kemasukan banyak air. Seperti
tidak terjadi apa-apa atasnya" jelas Tek Hoat menjadi agak heran juga dengan
keadaan tubuh kecil itu.
"Tapi, buat apa dia terbaring disini dan, iiih, telanjang lagi" desis Mei Lan lirih dan
agak malu, karena seusianya sudah mulai memiliki rasa malu melihat tubuh telanjang
lawan jenisnya, meski belum dengan tatapan dan nafsu berahi.
"Kita tidak tahu, ayo bantu kita angkat ketepian" Ajak Tek Hoat untuk kemudian
berusaha mengangkat dan memayang tubuh kecil itu dan kemudian menyeretnya
ketempat yang lebih aman.
Akhirnya kedua anak Bangsawan yang tidak tahu caranya pulang kerumah mereka,
membantu mengangkat tubuh kecil itu dan kemudian membawanya ke bawah pohon
rindang dekat tepian sungai. Tapi karena tidak tahu harus melakukan apa dan
bagaimana terhadap tubuh kecil yang pingsan tak sadarkan diri itu, akhirnya mereka
duduk-duduk saja menunggui tubuh itu.
Baru beberapa jam kemudian tubuh anak yang tadinya terbaring di tepian sungai itu
perlahan-lahan mulai bergerak. Perlahan dan perlahan, dan tak lama terdengar
desisannya "jangan melawan, ikuti arus air, biarkan pikiran kosong, pasrah terhadap
alam". Berulang-ulang desisan itu, dan perlahan-lahan dia mulai membuka matanya. Heran,
dua wajah anak-anak yang asing terpampang dihadapannya. Dan ". Secara refleks
dia bergerak, loncatan dan lonjakannya sangat tinggi untuk ukuran anak-anak, dan
jelas mengagetkan Tek Hoat dan Mei Lan dan membuat kedua anak bangsawan itu
ternganga-nganga melihat loncatan tinggi anak yang baru sadar itu.
"Hei, apa-apaan kamu, apa yang terjadi padamu" Tanya Tek Hoat setengah berteriak,
dan tentu masih dalam keadaan kaget melihat lonjakan anak yang baru bangun dari
pingsannya. "Kamu siapa?" bertanya anak itu setelah berdiri tegak
"Kami menolongmu, lihat bahkan kamu belum berpakaian" tegur Mei Lan melengos.
Si anak kecil itu menjadi kaget dan malu serta rikuh, tidak tahu mau berbuat apa
karena tidak melihat adanya bahan yang mungkin dikenakan atas dirinya yang
telanjang itu. "Ah, ada apa, siapa pula diriku?" Si anak ikut menjerit dan bingung tidak
menemukan sesuatu kainpun untuk
dikenakan. "Tenang ". tenang kita ada ditepi sungai, tidak jauh disana ada Kampung. Tapi,
ceritakan dulu siapa kamu" Tek Hoat yang periang dan mudah bergaul menghadirkan
rasa nyaman dan terima kasih di hati anak itu. Membuatnya tidak merasa malu dan
bingung lagi. "Ya " siapa namaku, dan darimana aku, mengapa pula aku ada disini?" Si anak
kebingungan dan tentu juga membuat Tek Hoat dan Mei Lan bingung karena si anak
tidak lagi mengenal dirinya sendiri.
"Kamu sendiri tidak tahu siapa kamu" Masakan" Mei Lan jadi bingung, juga Tek
Hoat "Kalian Bantu aku, aku tidak tahu apa-apa dan juga tidak ingat apa-apa lagi" jawab si
Anak masygul. "Kamu tidak ingat apapun mengenai dirimu?" Tanya Tek Hoat yang juga tak kalah
bingungnya. "Tidak ingat apa-apa, dari mana aku, namaku, dan apa yang terjadi" si anak bingung
sambil berusaha keras mengingat sesuatu, tapi tidak ada yang bisa diingatnya. Kecuali
desisan-desisan tadi yang nampaknya tertanam dalam sanubarinya.
Mei Lan dan Tek Hoat memandang anak itu terharu, sementara anak itu masih
bungung dan bertanya-tanya siapa dirinya, darimana asalnya dan apa yang telah
terjadi. Kecuali kalimat yang didesisikannya tadi, yakni "jangan melawan, ikuti arus
air, biarkan pikiran kosong, pasrah terhadap alam" tiada lagi yang lain yang


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

didengarkan Mei L
Amanat Marga 5 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali 21

Cari Blog Ini