Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 18
mereka berpencar di e mpat penjuru pendopo. Maka ruang pendopo
menjadi terang pula seperti siang hari. Sesuai dugaan Kun-gi, ke 10
laki2 maju me ngelilingi arena.
Kesepuluh orang ini terdiri tua muda ca mpur aduk, yang tua
sudah beruban rambut dan jenggotnya, yang masih muda berusia
sekitar 25-26 tahun, semua mengenakan seragam hijau dengan
potongan yang sama pula, di depan dada mereka tersulam naga
terbang. Di tangan masing2 menyoreng pedang panjang hitam
guram. Hanya ada seorang perempuan di antara ke sepuluh orang ini,
kain hijau me mbungkus rambut kepalanya, usianya sekitar 40-an,
wajah dan dandanannya mirip seorang inang yang kejam dan kaku,
kulit mukanya yang sudah keriput dibubuhi pupur tebal, sebuah
anting2 gelang sebesar buah kelengkeng tergantung di kuping
kirinya. Sepuluh orang berdiri berkeliling menjadi sebuah lingkaran,
seorang tepat berada ditengah, agaknya pimpinan dari barisan ini.
Dan orang yang berdiri ditengah ini adalah wakil Tongcu Hwi-liongtong yaitu Tun Thiankhi. pedang lebar terhunus ditangannya, dia
berdiri di depan sambil bertolak pinggang. Adiknya Tun Thianlay,
termasuk satu di antara sembilan orang yang lain, Agaknya Hwiliong-tong kali ini telah me mboyong seluruh jago2 lihaynya, besar
tekad mere ka untuk me mbereskan Ling Kun-gi bertiga.
Anehnya Hwi-liong-tongcu sendiri yaitu Kim-kau-cian Nao Sa m
jun tidak kelihatan batang hidungnya, bayangan Ui-liong tongcu Ci
Hwi-bing juga tidak ke lihatan.
Sebelum la mpu menyala tadi Ling Kun-gi su-dah menarik mundur
Kongsun Siang dan Ting Kiau, kini mereka berdiri da la m posisi segi
tiga. Kebetulan Ling Kun-gi berhadapan dengan Tun Thianki, sekilas
sorot matanya menyapu, dengan angkuh dia berkata: "Kukira kalian
mau pa mer barisan apa, ternyata saudara Tun pula yang unjuk
gigi." "Orang she Ling," seru Tun Thiankhi, "kau tahu barisan apakah ini?"
"Cayhe tidak perlu tahu barisan apa segala, yang penting aku
bisa mengobrak abriknya."
"Keparat sombong," teriak Tun Thiankhi, "kau ma mpu
mengobra k-abrik Cap coat kia m-tin" Bila barisan betul2 sudah
kugerakkan, tanggung kepala mu akan terpenggal seketika, bukan
saja jiwa me layang, tubuhpun mungkin akan tercacah luluh"
Tanpa diminta dia sudah terpancing menyebutkan nama barisan
ini, yaitu Cap-coat-kiam-t in (barisan pedang top sepuluh). Mungkin
ancamannya terlalu me mbual, tapi dari pernyataannya ini dapat
pula dinila i bahwa barisan pedang ini pasti me miliki kehebatannya
yang tidak boleh di pandang enteng. Apalagi kesepuluh orang
pelaku2 barisan ini se mua me miliki Lwe kang yang sukar diukur
tingkatannya sorot matanya tajam, pedang terpeluk di depan dada,
mereka berdiri tegak sekukuh gunung, sekilas pandang orang sudah
akan ma klum bahwa mereka adalah ahli2 pedang yang
berkepandaian tinggi.
Terutama Tun Thianlay, sebagai komandan ronda Hwi-liong-tong,
kedudukannya saja tidak rendah, tapi dia toh merupakan satu saja
di antara ke 10 orang ini, bukan karena jabatannya sebagai
komandan ronda lantas dia harus lebih di agulkan. Dari sini dapat
pula disimpulkan bahwa se mbilan orang yang lain me mpunyai
jabatan yang sejajar dengan komandan ronda. Bagi setiap insan
persilatan kalau dia ingin angkat na ma ma ka dia harus me miliki
kepandaian sejati. Bahwa 10 orang ini terpilih dan ikut dala m Cap
coat kia m- tin, ma ka tak perlu disangsikan bahwa mereka me mang
jago2 kosen kelas wahid dari Hwi-liong-tong.
"Orang she Ling," bentak Tun Thianlay, "kalau sekarang kau
buang pedang dan menyerah masih se mpat menyela matkan
jiwa mu." Dia tetap menghendaki Ling Kun-gi menyerah.
"Agaknya kau yang menjadi pemimpin Cap-coat-kiam-tin,"
demikian kata Kun-gi sa mbil menatap Tun Thiankhi, kukira tak perlu
banyak bicara lagi, sila kan mulai gerakkan barisanmu."
"Kalau barisan bergerak, umpa ma kau tumbuh sayap juga jangan
harap bisa lolos," jengek Tun Thiankhi.
Kun gi tertawa, katanya: "Kalau aku ingin lari, buat apa harus
kuluruk ke Hwi-liong-tong sini."
Tun Thiankhi mendengus, pedang lebarnya terayun ke atas terus
me mbe lah lurus ke arah Ling Kun-gi. Bacokan pedangnya ini
ternyata merupakan aba2 pula bagi barisan pedangnya. ma ka
barisanpun segera bergerak, sepuluh batang pedang hitam serentak
menyerang ketengah dari arah posisi masing2. Hawa pedang segera
menimbulkan kesiur angin dingin.
"Awas, hadapi musuh dengan hati2," bentak Kun-gi. Gerakannya
sebat luar biasa, Ih-thiankia m dia pindah ke tangan kiri,
bayangannya tiba2 menyerobot ke sebelah kiri dengan jurus Tianghong-toh-yam, dari kanan me nyapu ke kiri. Sedang tangan kanan
menge luarkan pula Seng-ka-kia m yang pandak, dengan tipu Yantiau
thian ka, ujung pedangnya menutul ke arah pedang lebar Tun
Thiankhi. Serempak pedang Kongsun Siang dan kipas Ting Kiaupun sudah
bergerak, tapi sapuan pedang Kun-gi ke arah kiri laksana mata
rantai yang kuat paling tida k lima batang pedang musuh di sebelah
kiri telah kena dibendungnya.
Agaknya Tun Thian khi tidak ingin berhantam secara keras
dengan Ling Kun-gi, di tengah jalan gerak pedang lebarnya
berubah, sekali mundur la lu dilancarkan pula, kali ini menusuk iga
kiri Kun-gi. Sekaligus Kun-gi menangkis, serangan lima orang musuh, cahaya
Ih-thiankhia m mencorong terang, pedang bergerak dari atas ke
bawah dengan tipu Sinliong-wi-thau (naga sakti berpaling kepala).
"Trang", ke mbali dia tangkis pedang lebar Tunthiankhi. Tak berhenti sampai di sini, badannya ikut bergerak dari kiri ke kanan, pedang
pandak di tangan kanan menyerang dengan jurus Liong jiau-hoathun (cakar naga menyingkap mega), cahaya hijau kemilau sekaligus
mendesak tiga orang di sebelah kanan, pedangnya itu
me mancarkan cahaya menyilaukan, di bawah landasan Lwekangnya
yang tinggi lagi, maka perbawanya hebat luar biasa, tiga orang di
sebelah kanan dipaksa me lompat mundur.
Sekali gebrak, delapan musuh dari Cap coat-kia m tin telah dibikin
kerepotan. Seorang kakek ubanan di sebelah kanan tam-pak me mbentak
gusar: "Cepat juga bocah ini ber-gerak."
Di tengah suara bentakannya, mendadak dia me lompat ke atas,
sinar pedang berkelebat, beruntun dua jurus dia mencecar Ling
Kun-gi. Seorang lagi me mbarengi menerjang maju, pedangnya
menusuk perut. Pedang pandak Kun-gi cepat menyampuk ke kanan, sedikit
menggetar pedang, hawa pedang di sertai ke milau cahayanya
menge lilingi badan, sekaligus dua serangan lawannya kena
dibendungnya di luar lingkaran.
Melihat betapa tangkasnya Ling Kun gi, bertambah murka Tun
Thiankhi, sembari menggerung, lengan kanan terangkat, pedang
lebarpun menggaris sebuah lingkaran di tengah udara, berbareng
dia menubruk maju, sejalur bayangan hitam tahu2 me mbelah ke
batok kepala Ling Kun-gi.
Karena gerak lingkaran pedang lebarnya ini maka ke10 pelaku
Cap-coat-tinmendadak bergerak sa ling pindah te mpat, setiap kali
me langkah pindah tempat pasti menusuk seka li. Begitulah secara
bergantian 10 orang terus saling berganti posisi disertai pula
tusukan pedang mereka.
Hal ini menimbulkan perubahan yang amat gawat bagi Kun-gi
bertiga. Karena setiap berubah posisi, ke10 orang itu pasti menusuk
sekali, ma lish setiap tusukan pedang mengincar Hiat-to me matikan
yang harus di se la matkan sebelum se mpat balas menyerang, tapi
begitu kau menangkis dan balas menyerang, lawan sudah melompat
pergi ke te mpat lain, sementara pedang orang lain segera ganti
menganca m Hiat-tomu. Lebih hebat lagi ka-rena ke10 orang ini
semua adalah ahli pedang yang me miliki kepandaian t ingkat tinggi,
setiap ju-rus ilmu pedang yang mereka lancarkan me miliki
keistimewaannya sendiri2, ada yang lincah, ada yang bertenaga
kuat, ada pula yang menyerang secara enteng dan ganas, seperti
ma in sulap saja, gerakkannya sukar di kuti mata. Baik serangan
lincah, berat, ganas atau serba me mbingungkan, yang jelas setiap
jurus serangan mereka ini se muanya lihay me matikan.
Barisan pedang ini terus bergerak secara sere mpak berganti
kedudukan, cara kerja sama da la m menyerangpun a mat serasi,
sungguh menakjubkan dan a mat mengagumkan.
Lawan yang terjatuh ke da la m lingkaran barisan, betapapun
tinggi kepandaian silatnya, dalam situasi seperti ini pasti kerepotan
setengah mati, tangkis sana tak sempat me mbendung serangan
yang lain, serba terdesak. Empat lentera yang menerangi pendopo
cukup benderang, bayangan orang melulu yang tampa k
berseliweran di tengah desir angin pedang, hakikatnya sukar
me mbedakan wajah orang lagi.
Deru samberan angin pedang begitu kencang, tapi tak pernah
terdengar suara dering pedang sa-ling beradu. Maka dapatlah
dibayangkan betapa hebat dan berbahaya keadaan Ling Kun-gi
bertiga. Tun Thian khi merupakan kunci atau poros dari barisan ke
sepuluh jago pedang ini, dia pun mengikuti gerak barisan, bersama
dengan sepuluh orang yang lain bergerak berpindah posisi, lompat
sana menyelinap ke mari, cuma gerak-geriknya lebih leluasa dan
bebas tidak terikat oleh gerakan sere mpet kawannya. Sehingga
setiap gerakannya bukan saja tidak menjadi penghalang dan
rintangan para teman2nya, malah selalu me mberi peluang dan
me mudahkan sepuluh orang ahli pedang itu melancarkan
serangannya. Apalagi setiap perkembangan perlawanan musuh
selalu berada dalam pengawasannya, kemanapun bergerak yang
diperhatikan hanya Ling Kun-gi saja, gaya permainan pedang lebar
ditangannya kelihatan amat sederhana, tapi yang benar setiap jurus
pedangnya selalu dapat kerja sama dengan ke sepuluh pedang
temannya. Thiansan kia m-hoat me mang a mat sederhana, setiap tusukan
tampaknya hanya serangan yang sepele, lugu dan tidak main
gertak, tapi Ling Kun-gi justeru harus tumplek perhatiannya lebih
banyak untuk me layani serangannya daripada me mecah sisa
perhatiannya untuk menghadapi rangsakan pedang ke10 musuhnya.
Sungguh perte mpuran yang cukup sengit, hebat dan dahsyat,
pertempuran yang adu tenaga, dan pikiran tapi juga pertempuran
adu kecerdikan. Selama Kun-gi menge mbara, baru pertama kali ini
dia menghadapi pertempuran sengit dan amat me meras keringatnya
seperti sekarang ini. .
Sebelas pedang hita m yang dilumuri racun jahat berke lebat kian
ke mari menimbulkan lapisan angin kencang yang selalu menerjang
ke tengah lingkaran. Terpaksa Kun-gi peras segala ketangkasannya,
dengan pedang panjang-pendek ditangan, dia menggaris dua
lintang me mbujur miring, cahaya pedangnya tampak kemilau terang
menyilaukan, sekuat tenaga dia bendung seluruh rangsakan musuh.
Bukan saja ia harus perhatikan perubahan permainan barisan lawan,
langkah kakinya harus selalu berkisar dan pindah kedudukan,
serangan setiap pedang dari segala arah yang beraneka tipu dan
jurusnya, malah iapun harus pusatkan pikirannya untuk menghadapi
Tun Thiankhi. Tun Thian khi bersikap dingin kereng dan juga kejam, terutama
ilmu pedangnya yang kelihatan sederhana dan tumpul, tapi
hakikatnya mengandung tipu daya yang amat keji, gerakan
pedangnya mantap dan berat, tapi mengandung variasi perubahan
yang lincah dan enteng, agaknya dia betul2 sudah me m-peroleh
intisari ajaran Thiansankia m-hoat.
Sudah tentu yang me mbuat Kun-gi kuatir adalah kesela matan
Kongsun Siang dan Ting Kiau. Kalau bertanding satu lawan satu,
dengan bekal kepandaian silat kedua rekannya ini, kiranya cukup
untuk menandingi setiap musuh, tapi di tengah kepungan la-wan
yang selalu berkisar dan hanya kelihatan ba-yangan yang
berlompatan kian ke mari, maka Kun-gi harus me mbantunya pula
me mbendung serangan musuh untuk menyela matkan mere ka.
Pertempuran berjalan sedemikian rupa dahsyatnya sehingga
terasa bagai langit mendung dan bumi gelap, sinar pedang dan deru
angin bergola k laksana ge mpa bumi.
Keempat la ki2 yang me mbawa la mpu sebagai penerangan dala m
pendopo ini terdesak mundur mepet dinding.
Kun-gi ke mbangkan ilmupedangnya dengan seluruh
ke ma mpuannya, setelah puluhan jurus, dia lantas merasakan gejala
yang tidak menguntungkan pihaknya.
Perlu diketahui bahwa dari gurunya dia me miliki bekal berbagai
maca m ilmu sakti, ilmu simpanannya itu sebetulnya bisa
dike mbangkan dengan kombinasi ilmu pedangnya, tapi sekarang
kedua tangan harus pegang pedang serta menghadapi rangsakan
musuh, hakikatnya tiada kesempatan bagi dia untuk menge mbangkan ilmu saktinya. Umpa ma Hwi-liong-sa m-kia m dengan
jurusnya yang bernama Liong-jan in (naga berte mpur di tegalan),
ilmu pedang yang khu-sus untuk menghadapi keroyokan musuh
banyak tapi karena Kongsun Siang dan Ting Kiau ada di
sampingnya, sulit baginya untuk menge mbangkannya, Dia yakin
asal sebelah tangannya dapat bekerja secara semestinya, dua atau
tiga musuh pasti dapat dia robohkan, tapi keadaan sekarang amat
mendesak, tak mungkin dia melepaskan salah satu dari kedua
pedang pusakanya.
maka sekarang pedang, di tangan kiri digunakan me lindungi
badan, sementara pedang di tangan kanan bantu Ting Kiau
bertahan, lalu bergantian dengan pedang ditangan kanan
me lindungi badan sendiri, pedang di tangan kiri menyampuk pedang
musuh untuk menolong Kongsun Siang.
Sejauh ini perte mpuran berlangsung, keadaan Kongsun Siang
dan Ting Kiau betul2 sudah payah, mereka benar2 mengharapkan
bantuan, untung Kun-gi telah bantu me mbendung sebagian besar
serangan musuh, kalau tidak sejak tadi pasti mereka sudah terkapar
tak bernyawa lagi.
Barisan pedang musuh me mang lihay, tapi kipas le mpit Ting Kiau
masih bergerak dengan tangkas juga, tangkis kiri sampuk kanan,
keadaannya sudah terdesak dan hanya mampu me mpertahankan
diri belaka, sudah tentu hatinyapun gugup dan gelisah.
Maklumlah di dala m rangka kipas besinya itu ada tersimpan
jarum2 berbisa, bila dia me mperoleh sedetik pe luang me mbuka
lebar kipasnya, jarum2 berbisa a kan segera me mberondong keluar,
paling tida k beberapa musuh pasti akan dilukai, sayang selama ini
keadaannya amat gawat, tak pernah dia me mperoleh kese mpatan,
kalau situasi begini ber-langsung lebih la ma tentu jiwa mereka akan
terancam. Kun-gi cukup paham, Kongsun Siang dan Ting Kiau juga maklum,
tapi cara bagaimana mereka harus mengubah posisi dan merebut
situasi" Sukar untuk mengatakannya. Beberapa gebrak telah
berlangsung pula, Kun-gi betul2 sudah kerahkan segala daya
ke ma mpuannya, tapi barisan pedang musuh justeru semakin rapat
dan ketat, serangannya terang makin berat dan gencar.
Semula Kun-gi bertiga berdiri dala m formasi segi tiga dala m jarak
cukup rapat, karena tekanan barisan pedang musuh terasa semakin
berat, mereka semakin mundur dan jarak mereka tinggal dua tiga
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kaki. Apalagi seorang harus bertahan untuk me lindungi jiwa t iga
orang, sedikit lena satu di antara mereka bertiga akan roboh binasa.
Jelas keadaan gawat ini tidak boleh berlangsung terlalu la ma.
Di tengah pertempuran sengit itu, mendadak Ting Kiau berteriak:
"Cong-coh, tolong kau bantu aku menahan musuh." Se mbari
berkaok ka ki Ting Kiau lantas menyurut mundur.
Sudah tentu Kun-gi kaget, Seng-ka-kia m di tangan kanannya
segera menyapu dengan tipu Hing-lanjianli (pagar me mbentang
ribuan li), selarik cahaya hijau segera menggulung ke depan,
berbareng dia bertanya: "Ting-heng apakah kau terluka?"
Daya-pedangnya yang menyapu ini sungguh hebat sekali,
sedikitnya empat batang pedang musuh yang menganca m tubuh
Ting Kiau telah dipatahkannya di tengah jalan.
Mendengar teriakan Ting Kiau, Tun Tiankhi mengira me mperoleh
kesempatan baik, begitu Ling Kun gi menyapukan pedang tangan
kanan, segera ia berkelebat maju tepat berhadapan dengan Kun-gi,
pedang lebarnya dengan deru angin yang keras menusuk ke dada,
serangan terjadi secepat kilat menya mbar.
Sementara itu pedang Kun-gi berhasil me matahkan e mpat
pedang musuh, iapun mendapat jawaban Ting Kiau yang lagi
beringas: "Ha mba baik2 saja' Belum lenyap teriakannya, kipasnya
tiba2, menjeplak terbuka dibarengi suara menjepret, serumpun
jarum2 ha lus bagai bulu kerbau segera menya mbar ke depan
mengarah orang2 yang berada di depannya.
Kun-gi t idak kira bahwa Tun Thiankhi dapat menyelinap maju
sedemikian cepat dan tangkas, untuk me mutar pedang me mbela diri
jelas tak keburu, se mentara pedang lebar lawan sudah satu kaki di
depan dadanya, jangankan Ih-thiankia m panjangnya e mpat ka ki,
sementara Seng-ka-kia m yang pendek juga ada dua kaki
panjangnya, untuk di-tarik balik menangkis je las tidak mungkin.
Sekilas darahnya tersirap, menghadapi bahaya timbut hasrat nekat
menyerempet bahaya, jari2 tangan kanan yang menggengga m
pedang tiba2 sedikit mengendur, jari tengah mendadak menjentik
ke bawah pedang panjang musuh. Yang dilancarkan ini adalah Itcay-siankang (selentikan jari sa kti), sejalur angin se lentikan yang
keras seketika menerjang ke depan "Creng", tepat pedang lebar
lawan kena diselentiknya sehingga mental ke sa mping.
Pada saat yang sama di tengah gelak tawa Ting Kiau yang
beringas, terdengar pula gerungan gusar dan jeritan yang menyayat
hati. Yang tertawa beringas adalah Ting Kiau yang berhasil menyambit
serumpun jarum2 berbisa. Yang menggerung gusar dan menjerit
kesakitan adalah empat orang baju hijau yang keempat pedang
mereka kena disa mpuk pergi oleh pedang Ling Kun-gi. Dua orang
sempat melihat bahaya, sembari menggerung gusar mereka putar
pedang bagai kitiran sambil me lompat mundur, ce lakalah dua
temannya yang melompat maju belakangan, baru sa-ja mereka
mene mpati posisi, tahu2 jarum Ting Kiau sudah me mapa k mereka,
untuk menangkis tidak mungkin, berkelitpun tidak bisa, kontan
mereka menjerit ngeri dan roboh binasa.
Mendengar gerungan gusar dan jeritan ngeri apalagi pedangnya
terjentik miring lagi, keruan Tun Thiankhi kaget setengah mati,
hampir saja dia tak kuasa me megang pedangnya lagi.
Bahwa jentikannrya berhasil me matahkan serangan musuh, Kungi segera kerjakan kedua tangannya, dengan mengembangkan Taybeng-jance (burung galak menge mbang sayap), dua larik sinar
pedangnya, tiba2 bercerai ke kanan-kiri menyapu dan dibarengi
tendangan kaki mengge ledek ke arah depan dengan tipu To-sing to,
Ling Kun-gi me nendang sa mbil me ngapungkan badan ke udara.
Karena pedang tersampuk miring sehingga dada Tun Thiankhi
terbuka, sementara jarak mereka sedemikian dekat, untuk berkelit
sudah tidak mungkin lagi. "Blang", dengan telak tendangan Kun-gi
tepat mengenai dadanya, mulut menguak keras, badan seketika
mence lat me la mpaui kepala orang banyak sa mbil menye mburkan
darah dan ter-banting keras di luar arena, napasnya putus seketika.
Dua orang roboh binasa terkena jarum berbisa, Tun Thiankhi
yang pegang kendali dan menjadi pimpinan barisan Cap-coat-kia mtin ini juga binasa ditendang Ling Kun-gi, pelaku2 barisan yang lain
tidak tahu kalau Tun Thiankhi sudah putus napas, dikala
pertempuran me muncak begini sengit dan seru mendadak terjadi
perubahan fatal, keruan barisan pedang menjadi kalang-kabut
Sejak mula i gebrak Kongsun Siang se lalu terdesak di bawah
angin, betapa gusar dan penasarnya sungguh tak terkatakan, kini
me lihat ada peluang, mendadak dia menggertak keras, segera ia
menubruk maju, pedangpun be kerja. "Creet", seorang baju hijau
kena ditusuk iga kirinya, agaknya amarahnya betul2 me muncak,
begitu ujung pedang a mbles ke iga lawan, menyusul teras dipuntir,
seketika orang itu menjerit ngeri, dadanya berlobang besar dengan
tulang iganya terpapas kutung seluruhnya.
Berhasil menendang roboh Tun Thiankhi, su-dah tentu semangat
tempur Ling Kun-gi bertambah besar, sekali ayun tangan kiri, Ihthiankia m me mancarkan cahaya kemilau menggulung kedepan,
empat orang baju hijau tepat berada di depannya. Baru saja tangan
kiri Kun-gi bergerak, tangan kanan dengan pedang pandak bergerak
pula, ditengah ke milau cahaya pedangnya me mancarkan bintik2
sinar yang dingin. Kiranya Ling Kun-gi telah ke mbangkan jurus Hingho-liu-sa dari Tat-mo-kia m hoat yang hebat.
Empat orang berbaju hijau di depannya itu menjadi mati kutu
menghadapi gerakan kedua pedang Ling Kun-gi, untuk
menangkispun tak ma mpu lagi, terpaksa mereka mundur t iga
langkah. Bahwa kedudukan barisan sudah goyah, para pelakunya
juga sama berguguran lagi, maka Cap-coat-kia m-tin itu se makin
kacau, kini kee mpat orang inipun terdesak mundur, maka pecahlah
barisan pedang kesepuluh orang yang amat dibanggakan
kedahsyatannya oleh Hek-liong-hwe itu.
Beruntun dua kali gerakan pedang Ling Kun-gi menahan kee mpat
orang, Ting Kiau dengan kipas le mpitnya juga mencegat seorang
lawan dengan permainan kipasnya yang lihay. Di sebelah kiri KongsunSiangdengangerunganmiripserigalakelaparan
menge mbangkan Thianlong-kia m-hoat, seluruh kekuatan dia
kerahkan, badan bergerak setangkas 'serigala mencari mangsa di
tengah gerombolan ka mbing", sinar pedangnya timbul selulup, dua
orang musuh kontan dirobohkan.
Cap-coat-kiam-tin yang dibentuk dengan mengutama kan saling
bantu, ber-pindah2 posisi serta saling isi dari para pelakunya yang
me miliki kepandaian ilmu silat beragam itu, kini sudah tercerai-berai
menjadi tiga kelompok pertempuran yang berjalan sendiri2,
terpaksa mereka kini harus menganda l kekuatan sendiri untuk
mengadu jiwa. Melihat Cap-coat-tin sudah pecah, semakin berkobar se mangat
tempur Kun-gi, segera ia berteriak lantang: "Kongsun-heng, Tingheng, tahan dan kurung mereka, jangan lepaskan satupun di antara
mereka." "Sret", beruntun tiga kali gerakan pedang Ling Kun-gi
me mancarkan cahaya pedang kemilau me mbendang empat orang
berbaju hijau yang mencoba berpencar, tiba2 pedang panda k di
tangan ka-nannya dia tusukan ke bawah tanah sehingga tangan
kanannya sekarang tidak bersenjata.
Terdengar seorang kakek diantara musuh itu menggerung gusar,
bentaknya: "Bocah keparat she Ling, kau kira kalian sudah pasti
menang?" Mendadak ia menerobos maju, pedang menu-suk lurus ke depan.
Pedang itu berwarna hita m ge lap menimbulkan deru angin yang
keras. Kun-gi tahu kakek ubanan ini berkepandaian paling tinggi di
antara empat lawan yang ditahannya, karena dia pikir harus
secepatnya mengakhiri pertempuran di sini, ma ka timbul niatnya
me lenyapkan orang ini lebih dulu, segera ia me mbentak: "Sebut kan
nama mu agar dapat kunila i apakah setimpal aku merenggut
jiwa mu?".
Berbareng tangan kanan bergerak menepuk sekali, segulung
tenaga lunak tak kelihatan menyong-song tusukan pedang lawan,
tusukan pedang si ka kek ternyata kena di tahannya dan me mbelok
ke sa mping. Terkesiap si kakek, dia tarik tangannya, pedang dia tarik mundur,
tapi secepat kilat dia tusukkan pula lebih keras, mulutpun
menghardik:" "Lohu He Ho-bong adanya!"
"O, kiranya kau inilah Jit-poh-tui-hun (tujuh langkah mengejar
sukma)", jengek Ling Kun-gi dingin."iblis laknat dari ka langan jahat yang membunuh mangsanya tak pernah berkedip. Bagus sekali,
kedua tanganmu sudah berlumuran darah, dosamu keliwat takaran,
hari ini tak dapat kua mpuni jiwa mu."
Sambil bicara dia luruskan lengan kanan ke depan, pelan2
telapak tangannya menepuk.
He Ho-hong menjadi gusar, da mperatnya: "Bocah keparat,
jangan kau . . . . " sebetulnya dia hendak bilang "jangan kau
takabur", tapi kata2 yang terakhir belum se mpat dia ucapkan,
mendadak rona mukanya berubah hebat. Duk duk duk, tiba2 ia
tergentak mundur beberapa tindak, mulut terbuka darahpun
menye mbur, pelan2 badannya roboh tersungkur.
Sudah tentu kaget dan ngeri ketiga temannya menyaksikan
kawannya gugur, satu di antaranya tiba2 menghardik ka lap:
"Hayolah kita adu jiwa dengannya!" Tiga batang pedang segera
menya mbar ke depan dengan berbagai tipu ilmu pedang masing2.
Tangan kiri Kun-gi berayun beberapa kali, Ih-thiankia m
me mancarkan sinar terang, bukan saja serangan lawan dapat
dipunahkan, malah badan ketiga lawan seolah terbungkus dala m
sinar pedangnya, Kun-gi lantas me mbentak: "Kali-an bertiga satu
persatu sebutkan nama sendiri2, ingin kutahu apakah kalian
penjahat yang pantas dihukum mat i atau tidak?" Tangan kirinya
menge mbangkan Tat-mo-kia m-hoat, inilah ilmu pedang pelindung
Siau-lim-si, setelah digubah oleh Hoan jiu ji-lay, kini dikbe mbangkan
Ling dKun-gi dengan taangan kiri, terbnyata perbawanya jauh lebih
meyakinkan. Dala m sekejap saja ketiga musuh sudah terbungkus oleh cahaya
pedang yang menyilaukan, la ma2 mereka menjadi pusing tujuh
keliling, mata berkunang2, meski sudah terdesak dan teranca m
jiwanya, tapi ketiga orang tetap bandel, mereka tetap putar pedang
me lawan dengan ne kat.
Akhirnya Kun-gi menjadi tida k sabar, katanya sambil mendengus:
"Kalian tidak mau mengenalkan diri, jelas durjana kejam kelewat
takaran dosanya dan pantas dihukum mati." Belum habis
ucapannya, pedang panjang ditangan kanan sudah melancarkan
tiga kali serangan, dia tahan serbuan bersama ketiga musuh,
berbareng sebelah kakinya menyurut mundur, tangan kanan
terangkat, kembali dia menepuk seka li, yang di ncar adalah laki2
yang bermuka jelek dengan daging besar menonjol di mukanya.
Sudah tentu laki2 muka buruk ini kaget dan ketakutan, sekuatnya
dia putar pedang me lindungi badan, tapi Mo-ni-in yang dilancarkan
Ling Kun-gi mana bisa ditahan oleh daya putaran sebatang pedang.
Ia menggerung tertahan, pedangnya terlempar, badan terhuyung
dan akhirnya roboh tersungkur.
Dala m beberapa gebrak saja dua orang di antara empat lawan
telah digasak binasa, sudah tentu dua orang yang masih sisa hidup
menjadi kaget dan ketakutan, serempak mereka menyerang
beberapa kali, begitu menyurut mundur, sigap sekali mereka putar
badan sambil melompat berpencar kedua arah dan lari ke luar.
Kun-gi me lotot gusar, serunya: "Kalian ingin lolos dari tangan
orang she Ling, me mangnya begini mudah?" Tangan kanan
mencabut Seng-ka-kia m yang menancap di tanah, sekali timpuk dia
sambitkan pedang pandak itu ke arah punggung orang baju hijau
yang tengah berlari ke arah pintu batu.
Begitu pedang pandak terlepas dari tangan, segera iapun melejit
tinggi me ngudak ke arah orang berbaju hijau yang lain.
Mimpipun orang yang lari ke arah kanan tidak pernah menduga
bahwa Ling Kun-gi akan menimpuknya dengan pedang pandak
seperti le mbing, ketika dia mendengar sa mberan angin kencang,
untuk berkelit sudah tidak keburu lagi. Di tengah teriakan kejutnya,
tahu2 Seng-ka-kia m telah menusuk punggung dan tembus ke luar
dada, orang itu masih lari beberapa langkah baru ke mudian
tersungkur ma mpus.
Seorang lagi lari ke arah berlawanan, ia sedang girang karena
dirinya hampir mencapai pintu, mendadak pandangannya menjadi
silau oleh berke lebatnya cahaya kemilau, Kun-gi ternyata sudah
menukik turun mengadang di depannya.
Sekilas kaget segera orang itu mengayun tangan kirinya,
segulung asap tebal tiba2 menye mbur keluar, sementara pedang di
tangan kanan menyerang dengan jurus "mendorong perahu
mengikut i arus a ir", dada
Kun-gi ditusuknya, malah sambil menyeringai seram dia
menda mperat: "Anak bagus, kau terlalu pandang rendah diriku, si
"pedang dala m kabut" ini."
Bu-tiong-kia m atau "pedang dala m kabut" cukup menyeramkan
juga julukannya ini, dapat pula kita bayangkan betapa kejamnya
orang ini, pastilah dia ge mbong penjahat yang sudah kelewat
takaran kejahatannya.
Asap itu kalau bukan mengandung obat bius tentu mengandung
racun, tapi Kun-gi tidak takut racun tidak gentar obat bius, dengan
tegap dia tetap berdiri di tengah pintu, tangan kanan terangkat,
dengan jari telunjuk dan jari tengah dia jepit ujung pedang lawan
yang menusuk dadanya itu.
Bahwa pedangnya kena dijepit jari2 Ling Kun-gi, tapi Bu-tiongkia m t idak kelihatan kaget dan gugup, dia hanya menyurut setengah
tindak, sebelah tangan terangkat serta mengulap, katanya tiba2
sambil me nyeringai saja: "Anak muda, robohlah, robohlah!'
Kun-gi tetap berdiri, tak berge ming, jengeknya: "Kau kira asap
racunmu dapat merobohkan aku orang she Ling" Nah pergilah kau!"
Pedang yang dia jepit dengan kedua jarinya mendadak dia dorong
ke depan. Melihat Kun-gi tidak roboh seperti yang dia harapkan, Bu-tiongkia m sudah mulai jera, belum lagi dia lepas pedang dan hendak
me lompat mundur, tahu2 gagang pedang sendiri yang dipegangnya
telah tergentak mundur oleh dorongan Kun-gi dan "duk" dengan
telak menyodok dadanya, tanpa mengeluarkan, suara pelan2 dia
sendiri yang roboh terjiengkang malah.
Sementara itu musuh yang dihadapi Ting Kiau adalah Tun
Thianlay, komandan ronda Hwi-liong-tong.
Senjata yang dipakainya adalah pedang panjang dan lebar,
Thiansankia m-hoat yang dia mainkan ta mpak begitu mahir, meski
dia tidak me miliki Lwe kang sekuat engkohnya, Tun Thianki, tapi
dalam gerakan yang amat sederhana itu, mengandang banyak
perubahan yang tidak kalah lihaynya, malah setiap gerak tipu
serangannya tidak tanggung2 dan cukup keji.
Sementara kipas Ting Kiau kadang2 terbentang dan tahu2
mengatup, kalau terbentang laksana ka mpak besar, me mbe lah
tegak atau membabat miring, deru anginnya cukup keras mengiria
kulit. Kalau kipas dile mpit merupakan tongkat besi sepanjang satu
kaki peranti menutuk dan menyodok, di sa mping untuk mengincar
Hiat-to dapat pula untuk me luka i setiap anggota badan lawan.
Di antara babak pertempuran yang terus berlangsung sengit ini
adalah Kongsun Siang yang mengala mi tekanan paling berat.
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lawannya dua orang, seorang berusia 40-an, berjambang pendek,
permainan ilmu pedangnya lebih mirip ilmu golok, pedangnya yang
berat itu lebih sering me mbacok dan me mbabat.
Seorang lagi adalah satu2nya perempuan di dala m barisan Cap
coat kiam-tin, usianya sudah lebih 40, tapi mukanya masih
mengenakan pupur tebal dan gincu yang berwarna menyala,
kupingnya dihiasi sepasang anting2 ge lang sebesar telur ayam,
anting2 besar ini gondal gandul mengikuti gerak permainan senjata
di tangannya, kecuali pupur, gincu dan anting2 dikupingnya itu
orang sukar mene mukan ciri2 pere mpuan pada badannya yang
kekar besar ini. Tapi ilmu pedangnya ternyata lincah, cekatan, ganas
dan keji, segala sifat buas yang ada pada binatang seolah2 tercakup
seluruhnya di dala m perma inan pedangnya.
Cukup payah dan memeras keringat juga Kongsun Siang
menghadapi kedua lawannya ini, tiga orang dala m formasi segi t iga
sedang seorang menyerang dengan sengit selama puluhan gebrak,
meski belum tampak ka lah, tapi juga belum ada tanda2 Akan dapat
mengungguli kedua lawannya.
Si baju hijau yang berpedang dengan gaya permainan ilmu golok
agaknya tidak sabar lagi, dengan menggerung gusar tiba2
pedangnya berputar kencang, tampak bayangan gelap ber-lapis2,
laksana gelombang menggulung tiba.
Sejak tadi Kongsun Siang sudah berusaha menghindari benturan
senjata dengan lawan, dalam keadaan kepepet seperti sekarang ini,
umpa ma dia berusaha untuk me nghindar lagi juga sudah tida k
keburu lagi. Maka terdengarlah dering nyaring me mekak telinga dari
benturan dua senjata yang bentrok secara keras, Kongsun Siang
merasa telapak tangan sendiri tergetar pegal dan pati rasa,
beruntung dia mundur dua langkah, tiba2 sebuah hardikan
mengguntur di pinggir telinganya, perempuan baju hijau di
sebelahnya telah menubruk maju sa mbil me mutar pedangnya
laksana angin lesus menggulung mangsanya.
Sigap sekali Kongsun Siang menubruk ke depan, sementara
pedangnya memba lik kebelakang menusuk pere mpuan itu, tapi baru
saja gerakan mengegos sa mbil me nyerang ini dia lancarkan, jalur
hitam dari bayangan pedang lain tahu2 sudah menyapu tiba pula
dan mengincar bagian bawah badannya. Keruan tidak kepa lang
kaget Kongsun Siang, cepat2 dia berkelit pula, tapi tak urung
pahanya tergores luka juga, darah segera meleleh me mbasahi
celananya. Untunglah pada saat itu Ling Kun-gi telah menyimpan pedang
pandaknya dan segera me mbentak: "Kongsun-heng, mundurlah
kau.". Kongsun Siang tidak hiraukan seruan ini, sambil me nggerung dia
tinggalkan pere mpuan baju hijau lawannya, mendadak dia
menubruk ke arah laki2 berewok bersenjata pedang, Sret, sret, sret,
sret secepat kilat dia lontarkan tujuh serangan ganas dan lihay dari
Thianlong-kia m.
Bahwa Cap-coat-tin sudah pecah, kini Kongsun Siang
meninggalkan dia, sudah tentu sangat kebetulan bagi perempuan
baju itu, tanpa peduli mati hidup te mannya, segera dia melejit
mundur terus berke lebat ke arah pintu sebelah kiri.
Tak terduga Ling Kun-gi ternyata bergerak lebih cepat lagi, tahu2
dia sudah mencegat di depannya, hardiknya: "Nona sebutkan dulu
julukanmu."
Melihat orang sudah menyimpan pedang, dengan bertangan
kosong berani mencegat dirinya lagi, seketika perempuan baju hijau
yang berpupur tebal menjengek: "Siapa nona besarmu ini, setelah
kau me lihat ini pasti akan tahu" Mendadak tangan kirinya terayun,
entah cara bagaimana cepat sekali dia sudah kenakan sarung
tangan, segenggam pasir beracun segera dia sebarkan ke arah Ling
Kun-gi. Menegak alis Kun-gi, wajahnya tampak bercahaya dan penuh
wibawa, serunya sambil tertawa lantang: "Toanhuntok-sa" (pasir
beracun perenggut nyawa), me mang kau tidak perlu sebutkan
nama mu lagi."
Sambil bicara dengan enteng dia angkat lengan bajunya terus
mengebut, taburan pasir beracun la-wan tahu2 tergulung
seluruhnya, malah terus diha mbur balik menyerang tuannya.
Sudah tentu mimpipun perempuan baju hijau tidak pernah
menyangka bahwa Ling Kun-gi a kan berbuat seperti itu, sembari
menjerit kaget, belum lagi dia se mpat menyingkir, pasir beracun
miliknya sendiri tahu2 sudah mengena i badan sendiri, asap hita m
segera mengepul dari se luruh badannya, pelan2 iapun roboh
terkulai dan binasa.
Dala m ruang pendopo yang cukup luas ini kini tinggal e mpat
orang lagi yang masih terus berhantam dengan sengit. Ting Kiau
dengan kipas le mpitnya masih saling serang dengan Tun Thian lay
yang bersenjata pedang lebar, keduanya berebut kesempatan dan
mengejar ke menangan. Sayang sekali jarum beracun yang
tersimpan da la m kerangka kipasnya sudah habis terpakai, dala m
keadaan mendesak ini terang tak se mpat lagi dia me masang dan
mengisi jarum2nya, terpaksa dia andalkan ke mahiran ilmu kipasnya
menghadapi ilmu pedang musuh.
Setelah perempuan baju hijau tewas, Kongsun Siang kini hanya
menghadapi satu lawan, seluruh perhatian dapatr dia tumple k
ketpada lawan yangq satu ini, makar Thianlong-kia m dapat dia
ke mbangkan dengan lancar dan gencar, ia melompat kian ke mari
setangkas serigala, tiba2 terjang ke kiri, tahu2 menubruk ke kanan,
sinar pedangnyapun ikut bergaya laksana kilat,
Sebetulnya cukup keras dan ganas juga -permainan ilmu pedang
bergaya golok si laki2 berewok, tapi Thianlong-kia m Kongsun Siang
sangat lihay dengan gerakan2 aneh dan membingungkan sehingga
lawan dibuat pusing mengikuti gerakkannya, akhirnya hanya
bertahan saja dan tidak segarang tadi.
Karena paha tergores luka pedang lawan, betapa geram hati
Kongsun Siang, dendam rasanya tidak terlampias sebelum lawannya
roboh termakan pedangnya, padahal pahanya masih terus
me lelehkan darah berwarna hita m hingga me mbasahi lantai.
Yang terkejut adalah Ling Kun-gi, melihat darah hita m di paha
Kongsun Siang, baru dia ingat bahwa pedang lawan dilumuri getah
beracun, segera dia berseru: "Kongsun-heng, lekas mundur."
Tangan terayun, dia me mbelah ketengah antara kedua lawan yang
lagi berhanta m seru.
Pedang Kongsun Siang terayun kencang, serangannya gencar
seperti orang kalap, pikirannya sudah mulai kabur, cuma dia terlalu
apal dan mahir mengguna kan ilmu pedangnya, maka ka ki bergerak
tanganpun bekerja secara otomatis. mendadak dia tersentak
mendengar seruan Ling Kun-gi, serta merta gerakannya sedikit
merandek, badan bagian ataspun tampak bergontai lemah, akhirnya
sempoyongan dan jatuh terduduk dengan lungla i di lantai.
Pukulan telapak tangan ke tengah2 kedua lawan yang lagi
berhantam oleh Ling Kun-gi itu ternyata tepat pada waktunya,
gerakan telapak tangannya menimbulkan seja lur angin lunak menahan luncuran pedang la ki2 berewok berilmu golok aneh itu, sigap
sekali dia me lejit maju ke sa mping Kongsun Siang. Bersa maan
waktunya laki2 berewok itupun melompat mundur, begitu me mba lik
terus lari keluar pintu.
Tak sempat lagi Ling Kun-gi menghiraukan musuh, kesela matan
Kongsun Siang lebih uta ma, lekas dia keluarkan Le liong-pi-tok-cu,
celana Kong-sun Siang yang sudah basah dan lengket dikulit dia
sobek, mutiara itu segera dia gosok dan digelindingkan beberapa
bali pulang pergi dipermukaan kulit dagingnya yang terluka.
Dala m pada itu Tun Thianlay masih me labrak Ting Kiau mati2an,
bahwa teman-te mannya sudah binasa dan ada yang melarikan diri,
tinggal dia seorang yang masih berhantam me mpertahankan jiwa,
sudah tentu semakin luluh se mangat tempurnya, suatu ketika dia
pergencar gerak pedang lebarnya, dengan sengit dia menyerang
tiga kali, setelah Ting Kiau dapat diaesaknya mundur, lekas dia
me lompat ke belakang, gerakannya masih tangkas meski sudah
kehabisan tenaga setelah bertempur sekian la manya, tahu2
bayangannya sudah berkelebat keluar pintu.
Sudah tentu Ting Kiau tidak berpeluk tangan, segera ia
menghardik: "Orang she Tun, ke mana kau mau lari" Tanpa pikir
segera ia mengejar ke sana.
Kun-gi sendiri tengah mengerahkan Lwekang me mbantu
menye mbuhkan luka Kongsun Siang, mendengar hardikan Ting
Kiau, lekas dia berpaling seraya berteriak: "Ting heng, musuh sudah
kalah, tak usah dikejar." '
Sementara itu empat laki2 yang berdiri di e mpat pojok me mbawa
la mpion tadi secara diam2pun telah me mada mkan api serta
menghilang entah lari ke mana. Kini t inggal Ling Kun-gi dan
Kongsun Siang dua orang saja yang berada di dalam pedopo yang
gelap itu. Hati Kun-gi amat gelisah, tapi Kongsun Siang pingsan keracunan,
terpaksa dia harus menolongnya lebih dulu. Untung Pi-tok-cu adalah
obat mujarab untuk menawarkan bisa getah beracun, tak seberapa
la ma kadar racun yang mengera m di luka Kongsun Siang sudah
me leleh keluar bersa ma darah hitam, setelah luka dipaha rasanya
tidak me mbahayakan lagi, segera dia menyobek jubah sendiri untuk
pembalut luka orang.
Kongsun Siang menarik napas panjang dan pelan2 me mbuka
mata, teriaknya: "Ling-Leng. . . . ." Belum habis dia bicara
mendadak suara ge muruh sayup2 mulai timbul seperti datang dari
bawah tanah. Tergerak hati Kun-gi, katanya: "Mungkin mereka sudah mulai
mengerjakan alat perangkap, lekas kita tinggalkan tempat ini."
Sambil me mapah Kongsun Siang segera ia berdiri.
"Ling-heng," ujar Kongsun Siang sambil meronta., "biar Siaute berjalan sendiri."
Sementara suara gemuruh yang bergema se makin keras dari
bawah bumi, se makin dekat dan keras. Waktu Kun-gi angkat kepala,
dilihatnya pintu batu sebelah timur dan barat mulai bergerak
menutup, lekas dia berkata: "Luka Kongsun-heng belum se mbuh,
marilah kupapah saja."
Dengan tangan kiri setengah menge mpit pinggang orang,
dengan beberapa kali gerakan mereka sudah meluncur ke arah
pintu timur yang jaraknya lebih dekat. Ternyata di luar pintu adalah
sebuah lorong panjang yang beralaskan batu2 hijau, tidak cukup
untuk jalan dua orang berjajar, tampak patung batu tadi kini sudah
menggeser mundur ke dinding dan bergerak lagi.
Baru beberapa langkah Kun-gi berjalan sa mbil setengah
menyeret Kongsun Siang, terdengar suara gedubrakan keras, pintu
batu dibelakangnya sudah tertutup rapat dengan mengeluarkan
suara gemuruh. Kongsun Siang menegakkan badannya, dengan kuatir ia tanya:
"Ling-heng, mana Ting-heng" Dia tida k ke luar?"
"Dia mengejar seorang musuh yang lari ke pintu barat tadi," tutur
Kun-gi. Pintu batu sudah tertutup tapi suara gemuruh di bawah tanah
masih terus berge ma, Dia m2 Kun-gi merasa heran, akhirnya dia
kerahkan Lwe kang dengan ketaja man matanya dia periksa keadaan
sekelilingnya. Nyata dinding se kelilingnya tetap utuh tak nampa k
perubahan apa2, tanpa sengaja ia mendongak melihat ke atap.
Seketika ia me lonjak kaget, ternyata batu besar yang tepat di atas
lorong tengah menindih turun pelan2. Betapapun tabah hati Ling
Kun-gi, meski t idak sedikit musuh2 tangguh yang pernah dia
kalahkan, tapi belum pernah dia menghadapi keadaan gawat seperti
ini, tanpa banyak pikir tekas dia kempit Kongsun Sing terus kabur ke
depan secepatnya.
Lorong sempit ini ternyata sepuluhan tambak panjangnya,
sepanjang itu batu yang berada di atas lorong sama2 ambles ke
bawah, ke manapun berlari dan betapapun cepat ingin menyingkir
tetap akan sia2 belaka, karena batu atap di bagian depan lorong
yang bakal dilalui juga telah mulai menggeser ke bawah,
Tiba2 di ujung lorong Kun-gi diadang oleh dinding batu pula,
jelas tiada jalan keluar untuk menyelamatkan diri, se mentara batu
atap masih terus menindih turun sema kin rendah dan sudah ha mpir
menyentuh kepala, saking bingungnya akhirnya dia menghela napas
putus asa, katanya: "Kongsun-heng, agaknya mala m ini kita baka l
terkubur di tempat ini."
Luka paha Kongsun Siang belum sembuh, tapi sekuatnya dia
berdiri sa mbil bertopang di badan Ling Kun-gi, keadaan sudah amat
mendesak, tapi mereka tetap berlaku tenang, dengan ketaja man
matanya dia berusaha me meriksa dinding di sekitarnya.
Mendadak kaki kirinya yang tidak terluka dia ulur dan menendang
sekuatnya ke dinding sebelah kiri bawah, lalu menginjak pula
sekeras2nya lantai di depan kakinya. Terasa lantai yang terpijak
kakinya anjlok turun, ternyata lantai yang di njaknya itu dapat
bergerak, waktu dia angkat kakinya, lantai itu terangkat naik pula ke
tempat asalnya, kalau tidak diperhatikan orang takkan tahu kalau di
situ ada rahasianya
Dala m pada itu batu di atas kepala sudah merosot sema kin
rendah, mereka sudah tak bisa berdiri tegak lagi, dengan setengah
berjongkok mere ka mundur mepet dinding, tapi pada detik2 yang
menentukan itulah, mungkin karena menginjak lantai yang melesat
turun oleh injakan Kongsun Siang tadi, tahu2 dinding di sebelah kiri
mereka tanpa suara telah bergerak dan terbukalah celah2 yang
cukup lebar. Kongsun Siang menghela napas lega, katanya:
"Syukurlah jalan ke luarnya kena kutebak dengan jitu. Ling-heng,
lekas ke luar" Lalu dia mendahului me nerobos keluar.
Setelah berada di luar, Kun-gi berkata lega sambil tertawa:
"Untung Kongsun-heng paha m juga akan perma inan peralatan
rahasia itu, kalau t idak kita sudah tertindih hancur lebur,"
"Blum!" selagi mereka bicara itulah batu besar di lorong itu sudah anjlok, besarnya tepat memenuhi sepanjang lorong, tiada yang
sedikitpun yang tersisa.
Dia m2 Kun-gi berkeringat dingin, batinnya: "Entah bagaimana
keadaan Ting Kiau, mungkinkah iapun kejatuhan batu, semoga dia
lolos dari elma ut."
Di luar lorong ternyata masih ada lorong lagi yang di pagari
dinding tinggi, cuma lorong di sini sedikit lebih lebar. Dengan
mengacungkan Leliong cu di atas kepala, Kun-gi me mbuka jalan di
sebelah depan, sementara luka di paha Kongsun Siang sudah
dibalut, maka dia bisa bergerak lebih leluasa, dengan ketat dia
mengikut i langkah Ling Kun-gi.
Lorong panjang ini a mat gelap, bayangan setanpun tidak
kelihatan, tapi dengan hati2 dan waspada mereka terus
menggere met maju. Kira2 puluhan tom-bak ke mudian, dari
kegelapan dibelokan sebelah depan sana berkelebat sinar pedang
yang menyamber laksana kilat, begitu cepat dan lihay sa mberan
sinar pedang ini, tahu2 sudah me mbabat miring mengincar
pinggang Ling Kun-gi.
Untunglah Kun-gi sela!u pasang kuping dan pasang mata lebar2,
serangan terjadi mendadak dan sukar dijaga, lawan yang sembunyi
agaknya me mang lihay, sampai dengus napaspun t idak terdengar,
sehingga tak tersangka, kalau musuh tiba2 me lancarkan serangan
gelap selihay ini..
Secara otomatis begitu melihat sinar pedang menyamber tiba,
Kun-gi ayun tangannya menepuk ke batang pedang lawan, padahal
ujung pedang lawan sudah dekat pinggangnya, untunglah tepukan
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangannya yang bertenaga kuat mampu menggetar pergi pedang
lawan. Si pe mbokong ternyata berkepandaian tinggi, tahu2 pedangnya
ditarik ba lik, dalam kegelapan yang menguntungkannya, dia lompat
ke belakang, berbareng dua bintik sinar dingin tahu2 me luncur ke
arah Ling Kun-gi.
Kun-gi mendengus, sekali lengan bajunya mengebut, kedua
bintik sinar itu seketika tergulung ke dala m gerakan Kian kut siu,
sekali senda l lagi kedua bintik ke milau itupun jatuh ke tanah.
Gebrak ini berlangsung da la m sekejap, dengan cepat Kun-gi
menguda k maju seraya me mbentak, sekali berkelebat dia sudah
menerobos ke te mpat belokan, dilihatnya sesosok bayangan orang
tengah menyurut ke tempat gelap di lorong sebelah depan sana.
Segera dia menghardik: "Masih mau lari ke ma na kau?"
"Wut" kontan tangan kanannya me mukul ke depan.
Di da la m lorong yang se mpit dan me manjang ini kecua li
berkelahi secara kekerasan, tak mungkin berke lit lagi, apalagi
pukulan Kun-gi ini dilancarkan sa mbil me ngudak maju dengan
kencang tenaga pukulannya laksana badai menerjang ke punggung
orang itu. Padahal orang itu tengah mengayun langkah sekuatnya lari ke
depan, tiba2 terasa kesiur angin kencang di bela kangnya, sebagai
orang yang telah berpengalaman, dia tahu bahwa Ling Kun-gi
tengah menyerang dirinya dengan pukulan dahsyat, kalau me lawan
secara keras, mungkin dirinya ma mpu me matahkan sebagian
kekuatan pukulan lawan, itu berarti jiwa masih mungkin tertolong.
Pikiran bekerja secara cepat pula badannya me mbalik, iapun
menghardik tak kalah kerasnya: "Biar aku adu jiwa dengan kau!"
Kedua tangan terulur lurus me nyongsoug ke depan.
Setelah dia me mbalik tubuh, baru terlihat jelas wajah orang itu,
kiranya dia adalah laki2 berewok yang tadi berhasil lolos dari ruang
pendopo, sorot matanya yang buas dan liar jelalatan me mancarkan
rasa takut dan kalap, mukanya tampa k beringas, pukulan Kun gi ini
menggunakan Mo-ni-in, meski laki2 berewok cukup cekatan dan
bertindak tepat, toh dia tidak kuasa menghadapi pukulan sakti ini.
Kontan dia rasakan dada seperti dipukul goda m, darah bergolak,
kepala pusing, pandangan berkunang2, mulut terpentang megap2,
napaspun ter-sengal2.
Dengan sinis Kun-gi tatap muka orang, katanya dingin: "O,
kiranya kau!"
Sorot mata la ki2 berewok kini ta mbah liar, dengan melotot dia
awasi mutiara di tangan Ling Kun-gi rona mukanya akhirnya
mbena mpilkan rasa heran dan jera, bentaknya: "Berdiri, tahan dulu,
ada omongan ingin kutanya kau." Pedang siap di depan dadanya,
ujung pedang teracung ke depan mengincar dada Ling Kun-gi,
agaknya dia kuatir kalau Kun-gi menyergapnya.
Kun-gi berdiri lima kaki di depan orang, tanyanya: "Masih ingin
omong apalagi?"
"Apakah yang berada di tanganmu itu CinCu-ling?" tanya laki2
berewok. "Betul," ucap Ling Kun-gi sinis, "inilah CinCu-ling."
Mendadak berubah hebat air muka laki2 berewok, bibirnya
tampak rada ge metar, suaranya serak: "Kau . . . . she Ling."
Heran Kun-gi, katanya: "Betul, aku she Ling."
Mendadak laki2 berewok putar tubuh, dengan langkah tergopoh
dia berkelebat ke ujung kanan dinding sana.
Pertanyaan orang menimbulkan rasa ingin tahu Ling Kun-gi,
hardiknya: "Berhenti!" Lengan kanannya terayun, dia lontarkan
segulung angin pukulan yang keras dan kuat, sasarannya bukan
badan laki2 berewok, tapi mengincar dinding batu di depan orang,
jadi dia berusaha mencegat orang me larikan diri.
Kepandaian si berewok ternyata harus dipuji juga, merasakan
tekanan berat dari depan, sebelum dirinya menumbuk tenaga kuat
itu, cepat dia meng-hentikan gerak badannya, teriaknya beringas:
"Apa maumu?"
Kun-gi ulur telapak tangannya yang me megang Leliong-cu,
tanyanya: "Kau kenal mutiaraku ini?"
"Siapapun kenal akan CinCu-ling," sahut laki2 berewok.
"Kau salah satu dari tiga pnluh ena m panglima itu bukan?" tanya
Kun-gi. Melihat Kun-gi berdiri menatap dirinya lekat2, seperti menunggu
jawabannya, seketika timbul a marahnya, katanya dengan ketus:
"Betul!"
Mendadak dua jari tangan kirinya mencolok ke dua mata Ling
Kun-gi, berbareng pedang di tangan kanan menusuk ke la mbung.
Serangannya itu amat keji dan secara mendadak, pikirnya
betapapun tinggi kepanda ian Ling Kun-gi pasti akan kecundang di
bawah pedangnya.
Tak terduga tangan Ling Kun-gi mendadak menangkap
pergelangan tangan kanannya yang me megang pedang.
Tahu2 laki2 berewok merasakan pergelangan tangan kesakitan,
keruan ia kaget, belum lagi dia meronta, jari2 orang sekeras
tanggam telah pencet urat nadinya sehingga badannya le mas
lungla i, tapi dia tetap beringas, teriaknya: "Jangan kau me ma ksaku."
"Cayhe hanya ingin bertanya . . . . . . . " belum Ling Kun-gi
bicara, laki2 berewok sudah berteriak lagi: 'Tak usah banyak tanya,
biar tuan besarmu serahkan nyawa padamu."
"Agaknya kau punya kesulitan sehingga tak mau bicara . . . . . . "
timbul rasa heran Kun-gi me lihat laki2 berewok berdiri me matung
dia m, tapi kejap lain dilihatnya wajah orang sudah berubah gelap,
tiba2 darah hitam me leleh dari ujung mulutnya, pelan2 ia roboh
terkulai. "Ling-heng," Kongsun Siang bersuara di samping Kun-gi, "dia
bunuh diri dengan minum racun."
Ling Kun-gi lepaskan pegangannya, katanya sambil mengerut
alis: "Kalau dia berani bunuh diri mene lan racun, kenapa tidak
berani bicara terus terang?"
"Kukira dia a mat me matuhi peraturan Hek-liong-hwe sehingga
tidak berani me mbocorkan rahasia perkumpulannya, dari nada
bicaranya bahwa dia tetap pegang rahasia karena persoalan ada
sangkut pautnya dengan CinCu-ling di tangan Ling-heng."
"Akupun merasa begitu, waktu melihat mutiaraku ini, kulihat rona
mukanya mena mpilkan mimik yang aneh."
"Kudengar dia tanya apakah kau She Ling, kalau tanpa sebab,
tak mungkin pada saat2 gawat begini dia mengajukan pertanyaan
ini." "Analisa mu me mang tepat, sayang dia sudah meninggal, sepatah
katapun tak berhasil kutanya kepadanya."
"Tapi dia juga bilang ma u serahkan nyawanya padamu, lalu
kenapa dia harus bunuh diri dengan menelan racun pula?"
"Ya, kalau disela mi kata2nya tadi me mang aneh dan patut
dicuriga i."
"Oleh karena itulah aku berpendapat bahwa soal ini ada sangkut
pautnya dengan mutiara di tangan Ling-heng ini," merande k
sebentar Kongsun Sianp lalu bertanya: "Entah dari mana pula Lingheng me mperoleh Cincu-ling ini?"
"Mutiara ini adalah warisan leluhurku, nama aslinya Leliong-pitok-cu, khasiatnya dapat menawarkan segala maca m racun, jadi
bukan berna ma CinCu-ling."
"Aneh kalau begitu, bagaimana pula mutiara ini bisa mirip
dengan tanda kepercayaan Hek-liong-hwe?"
"Hal ini a ku sendiri juga tidak tahu, atas perintah guru aku
menge mbara ke Kangouw, tujuannya adalah untuk me nyelidiki
CinCu-ling ...."
Sembari bicara mereka berjalan terus kedepan, tanpa terasa
akhirnya sampa i di ujung lorong dinding batu ke mbali me ngadang
jalan mereka. Kun gi menghentikan langkah, katanya sambil menoleh: "Lorong
ini sudah tiba di ujungnya, coba Kongsun-heng periksa apa kah ada
pintu rahasianya?"
Kongsun Siang maju dua langkah, katanya: "Yang kuketahui juga
sedikit saja, entah dapat ku-temukan tida k rahasianya," dengan
seksama tangannya mula i meraba se mentara matapun me meriksa
dengan cermat, terasa seluruh dinding batu ini licin dan rata laksana
kaca, tak terlihat adanya garis pemisah dari bekas sebuah pintu.
Akhirnya dia mengerut kening pedang dia tanggalkan, dengan
gagang pedang dia ketuk2 dinding, lalu mene mpelkan kuping
mendengarkan dengan teliti.
Pada dinding bagian depan agaknya tiada pintu yang dapat
ditemukan, terpaksa dia membalik ke arah lain, kini dia periksa
dinding sebelah kiri, dari atas ke bawah dia periksa dengan teliti,
sementara mulutnya mengoceh: "Dala m perut gunung ini se mula
me mang sudah banyak gua ciptaan ala m, ke mudian mere ka
tambahi dan atur sedemikian rupa dengan bangunan berbagai alat
rahasia, semua ini menunjukkan hasil karya seorang yang betul2
ahli dala m bidang ini, padahal aku hanya me mperoleh sedikit
pelajaran bidang ini dari guru, sungguh tak ma mpu aku
mene mukannya...."
Tengah bicara, entah bagaimana secara kebetulan ia menyentuh
alat rahasianya di dinding batu itu, mendadak terbuka sebuah pintu
tanpa mengeluarkan suara. Pintu batu yang terbuka ini tampaknya
bisa bergerak secara otomatis, padahal Kongsun Siang sendiri tida k
menduga sehingga dia bersuara kaget, tapi sigap sekali dia sudah
menerobos keluar sana.
Pintu ini bergerak cepat dan licin, begitu Kongsun Siang
menerobos keluar dari sebelah kanan, pintu itu lantas me mutar ba lik
dan "blang", tertutup rapat pula.
Kejadian betul2 di luar dugaan, Ling Kun-gi berdiri cukup dekat,
tapi dia tidak sempat menahannya. Kini sekali pintu tertutup rapat
baru dia terjaga kaget, serta merta ia berteriak: "Kongsung-heng!"
Tangan segera menepuk ke pintu.
Dengan mudah Kongsun Siang mendorong terbuka pintu itu,
jelas pintu ini bisa bergerak bebas, maka dia bisa menerobos keluar,
ma lah daun pintu sudah berbalik arah, tapi tepukan tangan Kun-gi
yang kuat ini ternyata tak berhasil menggoyahkan daun pintu batu
ini. Keruan ia gugup, tanpa pikir ke mbali Kun-gi menghanta m pula,
kali ini pukulannya berlipat ganda lebih keras, bukan saja daun pintu
tetap tak bergeming, ma lah telapak tangan sendiri terasa sakit.
Pikirnya: "Kongsun Siang tadi hanya meraba2 daun pintu dan
tanpa sengaja menyentuh alat rahasianya, jadi alat rahasianya pasti
berada di atas daun pintu, kenapa tidak kucari dengan seksa ma?"
Sambil mengacungkan Leliong-cu,
dari atas segera dia me meriksa ke bawah dengan hati2.
Periksa punya periksa, sekian la manya dia tetap tidak
mene mukan tanda apa2, kecuali garis lurus yang lapat2 kelihatan
dari bekas ce lah pintu, tiada tanda2 lain yang dite mukan, apalagi
alat rahasia untuk me mbuka pintu batu ini. .
Sungguh Kun-gi t idak habis mengerti dan ha mpir tidak percaya
akan kenyataan yang dihadapinya ini, bahwa dinding batu setebal
ini, ternyata terpasang sebuah pintu yang dapat bergerak bebas
bolak-balik secara cepat.
Yang jelas Kongsun Siang baru saja menerobos ke balik sana
lewat pintu batu licin rata ini. Tiga orang datang bersama, kini
tinggal dirinya seorang saja. Di antara delapan Houhoat Pek-hoapang hanya Kongsun Siang yang bergaul paling akrab dengan
dirinya, meski t idak pernah bicara persoalan pribadi, betapapun dia
tidak tega berpeluk tangan begini saja.
Beruntun dua kali Kun-gi me mukul pintu itu tetap tak bergeming,
jalan keluar tiada, keruan dia naik pita m. Mengingat dirinya
terkurung di pendopo dan teralang oleh patung batu tadi, a khirnya
dia berhasil mendorong mundur patung dan terbukalah ja lan
keluarnya, kenapa sekarang ini tidak mencobanya" Kali ini dia sudah
berniat pakai kekerasan mengge mpur hancur dinding batu di
depannya, maka pelan2 dia mundur dua langkah, dua tangan
bersilang di depan dada, pelan2 dia kerahkan Kim-kong-sim-hoat,
mendadak kakinya melangkah setindak ke depan, sementara
mulutnya menghe mbus napas keras2 sa mbil menggerung seperti
banteng ketaton, kedua tanganpun mendorong ke depan.
Kim-kong-sim-hoat adalah salah satu dari 72 ilmu ajaran Siau-lim
yang hebat, merupakan Hud-bunsinkang (ilmu sakti dari aliran Hud)
yang paling tingg, begitu kedua tangan mula i mendorong pelan2,
segulung tenaga tidak kelihatan segera timbul dan menerpa ke
depan. "Blum!" begitu menerjang pintu batu, seluruh lorong gua di
perut gunung ini serasa bergoncang keras, pasir beterbangan dan
berguguran dari atas. Tapi pintu yang tadi bisa bergerak licin dan
bebas ini ternyata tetap tertutup tak bergeming. Celakalah Kun-gi,
karena tenaga saktinya tak berhasil menjebol roboh pinto batu,
kekuatan sendiri malah menerjang balik me mukul dirinya sehingga
dia terpental mundur beberapa langkah.
Padahal lorong gua ini hanya lima kaki lebarnya, begitu dia
tertolak mundur dengan daya tolak yang keras, punggungnya
me mbentur dinding sebelah kiri di belakangnya. Tak nyana begitu
punggungnya menyentuh dinding belakang, terasa dindingnya
bergerak, seolah2 dia mendorong sebuah daun pintu yang tak
terpalang, mendadak dinding di belakang menjepla k terbuka.
Karena tidak menduga Kun-gi tak dapat menguasai diri, ia
sempoyongan hingga puluhan langkah baru jatuh terduduk.
Kini baru Kun-gi melihat jelas, daun pintu di dinding be lakangnya
inipun dapat bergerak bebas, setelah dirinya terjatuh masuk, daun
pintu segera me mutar balik dan tertutub rapat pula. Sigap sekali
Kun-gi melompat berdiri, ia coba mendorong daun pintu, ternyata
tak bergeming sedikitpun.
Sejenak Kun-gi berdiri me matung. Pada keheningan itulah
mendadak dia mendengar suara rintihan yang lirih dan le mah.
Waktu dia amat2i keadaan sekelilingnya, ternyata di balik pintu
ini adalah sebuah lorong pula yang sempit me manjang ke sana,
suara rintihan le mah itu terdengar dari sebelah depan. Maka sambil
mengangkat tinggi mutiara yang me mancarkan sinar redup, dia
me langkah ke sana.
Semakin dekat suara rint ihan se makin jelas, setelah me mbelok ke
kiri, tak jauh di depan sana terlihat seseorang meringkuk di atas
tanah. Betapa tajam pandangan mata Ling Kun-gi, sekilas pandang
dia lantas mengenali orang yang rebah itu adalah Yu-hou-hoat Samgansin Coa Liang adanya. Dengan kaget lekas dia me mburu maju
dan berjong-kok disa mping orang, tanyanya: "Coa-heng, di mana
kau terluka?" Cepat ia angkat tubuh orang dan dibalik telentang.
Tertampak dada kiri, la mbung kanan Coa Liang terluka oleh
pedang, baju bagian depan dada, sudah lengket dengan kulit
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dagingnya oleh cairan darah yang berwarna hitam. Goresan luka
pedang ini tampa k a mat dala m dan parah, agaknya sukar
dise mbuhkan dan jiwapun sukar tertolong.
Dengan Lwekangnya yang tangguh maka Coa Liang dapat
bertahan sekian lamanya, tapi juga su-dah kempas-ke mpis,
mendengar panggilan Kun-gi, pelan2 dia me mbuka matanya,
tampak sinar matanya sudah guram menatap Ling Kun-gi sekian
la manya, mulut terpentang dengan bibir gemetar, seperti ingin
bicara. "Coa-heng ingin bicara apa?" tanya Kun-gi.
Dengan mengerahkan tenaga Coa Liang mengangguk. Dia m2
Kun-gi mengerut kening, jiwa Coa Liang je las sudah di a mbang
maut, terutama luka2 di dada kirinya amat dalam dan melukai paru2
dan jantung, kalau dia bantu mengerahkan hawa murni ke
tubuhnya, darah pasti takkan berhenti mengalir ke luar. Tapi ka lau
tidak dibantu keadaannya sudah kempas-kempis, untuk bicarapun
sudah tidak ma mpu lagi, sesaat dia jadi bimbang.
Dengan sorot mata yang pudar Coa Liang me mandang Ling Kungi, sorot matanya menandakan hatinya amat ge lisah dan resah.
"Coa-heng ingin Cayhe bantu menyalurkan hawa murni, supaya
kau dapat mengeluarkan isi hatimu," tanya Kun-gi
Dengan kaku dan gerakan berat Coa Liang mengangguk. Berat
perasaan Kun-gi, pelan2 dia ulurkan tangan menekan tepat ubun2
kepala Coa Liang, lalu pelan2 dan sabar dia mulai salurkan hawa
murninya ke badan orang.
Karena Lwekang Coa Liang sendiri a mat tinggi sehingga dia
masih kuat bertahan sekian lama, kini mendapat bantuan saluran
hawa murni Ling Kun-gi, sekuatnya dia coba menarik napas, dua
kali bernapas dengan enteng, maka bola matanyapun mula i
bergerak, kejap lain tangan kanannyapun dapat bergerak dengan
gemetar, mulut megap2 beberapa kali, suaranya terdengar amat
lirih serak: "Cu . . . . cukong (majikan) . . . . " hanya beberapa suku kata keluar dari mulutnya, darah hitam tiba2 menyembur ke luar dari
lukadibawahla mbungnya,suarangorokpunterjadi
ditenggorokannya, pelan2 kepalanya lantas tertekuk le mah tak
bergerak lagi. Hanya dua patah kata se mpat dia ucapkan, nyawapun
me layang. Dengan rawan Ling Kun-gi me narik tangannya, pelan2 dia berdiri,
dan me mbatin: "La ki2 baju hita m yang kulihat di atas bukit mala m
itu ternyata adalah Sam-gansin Coa Liang, entah siapa pul?majikan' yang ia maksudkan" Apa pula ma ksud tujuannya menyelundup dan jadi mata2 di da la m Pek-hoa-pang?"
"Dia menudingkan jarinya ke arah lorong depan sana sambil
menyebut 'majikan', maksudnya terang hendak beritahukan padaku
bahwa majikannya menuju ke lorong sana, kenapa ia
me mberitahuku hal ini padaku?"
"Mungkinkah majikannya menghadapi mara bahaya, supaya
diriku lekas menolongnya" Ya, pasti majikannya menghadapi
bahaya, maka dia berusaha menge luarkan dua patah kata
me mberitahukan arah kepergian majikannya, maksudnya, jelas ingin
aku pergi menolongnya."
Segera ia menjura ke arah jenazah Sam-gansin, katanya: "Coaheng tak usah kuatir, Cayhe segera akan menyusulnya ke depan
sana." Cepat2 ia beranjak ke lorong yang lebih dala m.
Majikan yang dimaksud Coa Liang sudah tentu seorang gembong
persilatan yang punya kedudukan tinggi sebagai Pangcu atau ketua
suatu aliran, ber-ilmu silat tinggi, tapi dari sikap dan mimik Coa
Liang menjelang ajalnya yang resah dan gelisah tadi, dapatlah
dibayangkan bahwa majikannya pasti mengala mi mara bahaya di
lorong2 se mpit ini.
Maka Kun-gi tak berani ayal dan ceroboh, untuk menghadapi
musuh yang mungkin menyergap setiap saat, dia merasa perlu
menggunakan kedua tangannya, maka Le liong-cu dia gantung di di
ikat pinggangnya, tangan kiri berjaga di depan dada, tangan kanan
me lolos pedang pandak, pelan2 dia menggeremet maju terus
mengikut jalaran lorong yang belak-belok, kira2 ratusan langkah dia
mene mpuh perjalanan, membe lok tiga kali, selama itu mata
kupingnya bekerja dengan tajam, sekonyong2 didengarnya di
sebelah depan ada derap ka ki yang a mat ringan.
Begitu mendengar langkah orang Kun-gi lantas tahu bahwa
orang ini me miliki Ginkang yang tinggi, di dala m lorong se mpit yang
belak-belok ini ternyata dia dapat berlari sekencang itu seperti kuda
binal yang lepas dari kekangan.
Pada saat Kun-gi berdiri bimbabng di ujung pengkolan itu, ma ka
bayangan orang itupun sudah muncul di ujung yang lain. Itulah
seorang laki2 yang sekujur badannya terbungkus paka ian hita m,
pedang ditangannyapun berwarna hita m lega m.
Karena Leliong-cu tergantung dipinggangnya, begitu Kun-gi
me lihat orang, sudah tentu orang itu pun segera melihat dirinya,
jarak kedua orang sekarang masih belasan kaki jauhnya, tapi cepat
sekali orang itu sudah mengha mpiri di depan Ling Kun-gi.
Pedang terangkat dengan gaya menganca m, bentaknya dengan
suara kereng: "Siapa kau?"
"Katakan siapa kau?" Kun-gi balas menjenge k.
Sekilas orang itu me mandang mutiara di pinggang Kun-gi,
katanya kemudian: "Kau me mbawa CinCu-ling, tentunya sudah tahu
kalau di te mpat ini dilarang ma in terobosan tanpa ijin Hwecu,
siapapun berani masuk ke Hek-liong ta m akan dihukum mat i.'
Ternyata dia mengira Kun-gi adalah orang Hek-liong-hwe.
Sungguh tak pernah terpikir dala m benak Kun-gi, secara
kebetulan dia main terobosan dan kini berada di He k-liong-ta m
(kola m naga hita m), kalau tempat ini dina makan Hek-liong-ta m,
pasti ada sebuah kolam di sini. Dan nama He k-liong-hwe mungkin
dipungut karena adanya kolam naga hita m pula, dari sini dapat pula
disimpulkan ka lau pusat kekuasaan Hek-liong-hwe pasti berada di
Hek-liong-ta m ini pula.
Maka Ling Kun-gi. lantas bertanya: "Apakah di sini letak markas
pusat Hek-liong-hwe?"
"Jadi kau bukan orang He k-liong-hwe"'" tanya orang itu
me lengak heran.
"Tida k pernah Cayhe mengaku orang Hek-liong-hwe."
Pedang menuding, orang itupun me mbentak dengan aseran:
"Siapa na ma mu, datang dari mana!'
"Cayhe Ling Kun-gi, sudah tentu datang di luar sana."
"Peduli siapa kau, setelah masuk ke mari, kepala mu harus
dipancung!" segera pedangnya menusuk tenggorokan.
"Tahan sebentar!" seru Kun-gi.
Orang itu menghentikan gerakannya, katanya dingin: "Masih ada
urusan apa lagi?"
"Bolehkah tuan beritahukan padaku, apakah Hek-liong-tam
adalah pusat kekuasaan Hek-liong-hwe?""
' Tanyakan persoalanmu ini kepada Gia m-lo-ong saja," seru orang
itu. "Sret" pedangnya segera menusuk.
Tangan kanan bergerak, Seng-ka-kia m di tangan Ling Kun-gi
me mancarkan cahaya terang di kegelapan. "Trang", tusukan pedang
lawan kena di sa mpuknya ke sa mping.
Si baju hita m me ndengus gera m, katanya:
"Agaknya tuan me miliki kepandaian tangguh pula." "Sret"
ke mbali pedangnya menusuk lurus.
"Ilmu pedang orang ini cukup cepat dan lincah, ilmu silatnya
terang tidak lemah, mungkin dia penjaga daerah terlarang ini,
terpaksa aku harus me mbekuknya lebih dulu," demikian batin Kungi. Sebat sekali gerak-gerik si baju hitam, pedangnya berke lebat kian
ke mari sehingga sukar diraba ke mana serangannya. Ilmu
pedangnya bukan saja bergerak laksana kilat menyambar, setiap
tabasan dan tusukannya dilandasi kekuatan yang tangguh, beruntun
tiga jurus Seng-ka-kia m di tangan Ling Kun-gi balas menyerang, jadi
kedua piha k berebut kesempatan untuk menundukkan lawan.
Dala m lorong yang se mpit itu, di bawah penerangan cahaya
mut iara yang redup, terjadilah perang tanding ilmu pedang yang
cukup hebat dan sengit, kalau pedang Ling Kun-gi se makin
me mancarkan cahaya terang, adalah pedang lawannya semakin
terasa berat tekanan serangannya, hawa dingin serasa hampir
me mbe ku diruangan lorong se mpit itu.
Puluhan jurus ke mudian baru la mbat laun Kun-gi berhasil
me mbendung serangan lawan. Bahwa ilmu pedang kebanggaannya
diungguli lawannya yang muda ini, si baju hita m naik pita m, sampa i
me m-bentak2 pedangnya berkelebat semakin cepat dan merangse k
terlebih sengit lagi. Tapi dia lupa akan satu hal, rangsakan cepat
dan sengit ini merupa kan adu kekuatan secara kekerasan pula.
Padahal pedang di tangan Ling Kun-gi adalah senjata pusaka yang
tajam luar biasa..
Setelah pedang kedua pihak berdering nyaring saling beradu,
pedang hitam di tangan si baju hita m terpapas putus berkeping,
tinggal gagang pedang saja yang masih tergenggam di tangannya.
Sekilas si baju hita m melenga k, baru saja dia hendak me lompat
mundur. Tahu2 Kun-gi mendesak maju, ujung pedangnya
menganca m di dada si baju hita m, para bentakannya kereng
berwibawa: "Berani kau bergerak, kurenggut jiwa mu! "
Sinar ke milau pedang Ling Kun-gi yang menganca m dada terasa
menyilaukan mata, si baju hitam tidak berani bergerak. wajah
nyapun berubah pucat beringas. serunya murka: "Apa
kehendakmu?"
Tiba2 Kun-gi unjuk senyum ra mah, katanya: "Cayhe hanya ingin
tanya sedikit, lebih baik tuan menjawab sejujurnya."
"Soal apa yang ingin kautanyakan?"
"Pertama, apakah Hek-liong-ta m adalah markas pusat Hek-lionghwe?" "Aku tida k tahu,"
"Apa betul kau tidak tahu?"
"Tugasku hanya meronda di lorong2 tertentu, siapapun tanpa izin
Hwecu bila berani ke luyuran dilorong ini haras dihukum mati, soal
lain a ku tida k perduli"
"Jadi lorong ini menjurus ke He k-liong- ta m, betul?"
"Betul."
"Bagus, ingin kutanya pula satu hal, barusan seseorang masuk
ke mari?" "Orang2 yang tugas ronda di sini bergiliran pada saat2 tertentu,
baru saja kudatang, tak kulihat dan tiada laporan ada orang luar
masuk ke mari!'
Heran Kun-gi, pikirnya: "Sa m-gansin Coa Liang terluka dua
tusukan pedang, pada saat2 ajalnya masih berusaha menunjukkan
bahwa majikannya menuju kearah sini, kenapa jejaknya tidak dilihat
mereka?" Segera dia bertanya pula: "Saudara barusan datang dari arah
Hek-liong-ta m" Nah, sekarang tolong kau menunjukkan jalannya
bagiku." Belum si baju hita m menjawab, mendada k sebuah suara dingin
menanggapi: "Lepaskan dia, dia tidak akan tahu jalanan yang
menjurus ke Hek-liong-ta m."
Datangnya orang ini tak menimbulkan suara sedikitpun, padahal
Kun-gi cukup yakin akan ketajaman pendengarannya.
Dia m2 Kejut hati Kun-gi, waktu dia menoleh, dilihatnya tak jauh
di belakang si baju hita m, berdiri seorang tua berjubah hijau. Dalam
keremangan tampa k perawakan orang tua ini tinggi kurus,
wajahnya dingin berwibawa, sorot matanya berkilat tajam, jenggot
kambing di dagunya. Dinilai dari sikap dan dandanannya, orang
akan segera maklum orang tua ini pasti me miliki ilmu silat yang
maha t inggi dan kedudukannya terang jauh lebih tinggi daripada si
baju hita m. Pelan2 Kun-gi mundur setapak sa mbil menu-runkan pedang
pandaknya, katanya dengan tertawa ramah: "Kalau begitu, biarlah
Cayhe bertanya padamu saja, Lotiang (pak tua)." Meski pedang
sudah dia turunkan, tapi dia tetap waspada, apalagi berhadapan
dengan lawan yang tangguh, dia m2 ia ma lah kerahkan hawa murni
pelindung badan dan siap siaga.
Lekas si baju hita m mundur ke sa mping dan me mberi hormat
kepada si jubah hijau. Agak la ma si jubah hijau menatap mutiara
yang bergantung di pinggang Ling Kun-gi, akhirnya pandangannya
beralih ke wajah Kun-gi, suaranya terdengar tenang: "Tuan bisa
mene mukan te mpat ini, ketabahanmu sungguh harus dipuji,
bolehkah kutahu na ma mu?"
"Cayhe Ling Kun-gi!"
Mendadak terpancar cahaya terang yang me mbayangkan rasa
senang pada bola mata si jubah hijau, katanya sambil ma nggut2:
"Baik seka li!"
Mendadak tangannya terayun, "plak", dengan telak dada si baju
hitam yang berdiri di sa mpingnya kena digabloknya kebras.
Padahal sdi baju hita m berdiri tegak hormat meluruskan kedua
tangannya, sudah tentu tak pernah terpikir olehnya bahwa si jubah
hijau akan me mbunuhnya, tentu saja ia tak sempat berkelit, tanpa
menge luarkan suara dia roboh binasa.
Tanpa hiraukan korbannya si jubah hijau menatap Ling Kun-gi,
katanya: "Tambahi seka li tusukan pedangmu pula."
Kejadian di luar dugaan, keruan Kun-gi melenggong, bahwa si
baju hitam sudah terpukul ma mpus mengge letak di tanah, buat apa
dirinya harus menusuknya pula" Ma ka dengan kesima dia awasi si
jubah hijau: "Dia. . . . ."
"Waktu amat mendesak, lekas kau tusuk dia, kita harus
selekasnya meninggalkan te mpat ini."
Semakin heran dan bingung Kun-gi. "Kau..." dia ragu2 sambil
mengawasi orang.
Si jubah hijau goyang tangan dia menyela, suaranya tiba2
berubah ramah dan kale m: "Tida k le luasa kita bicara disini, lakukan
seperti petunjukku, pasti t idak sa lah."
Kun-gi masih bingung apa maksud kata2nya, yang terang si baju
hitam sudah ma mpus, tiada soal bila dia mena mbahkan sekali
tusukan, toh orang tidak akan menderita, biarlah nanti mencari
kesempatan mengorek keterangan dari si jubah hijau. Maka tanpa
bicara segera dia angkat pedang menusuk telak di ulu hati si baju
hitam. Si jubah hijau manggut2, katanya: "Marilah kau ikut aku." Lalu
dia me mba lik berjalan menuju ke lorong sebelah sana, langkahnya
enteng dan mantap, tanpa berpaling lagi, seolah2 kehadiran Kun-gi
yang mengintil di bela kang tida k menjadi perhatiannya lagi.
Kun-gi sendiri masih bingung apakah si jubah hijau kawan atau
lawan" Cuma terasa tindak tanduk orang agak misterius, tapi dia
tetap mengikuti langkah orang.
Lorong di perut gunung yang gelap gulita ini masih belak-belok
kian ke mari, dala m jarak dua puluh langkah pasti me mbelok seka li,
entah ke kanan atau ke kiri, ternyata si jubah hijau tida k
menyalakan obor atau penerangan lainnya, agaknya dia sudah apal
sekali dengan liku2 jalan lorong disini, malah langkahnya se makin
dipercepat. Kira2 30 tombak ke mudian, mendada k dala m kegelapan di
sebelah depan seseorang me mbentak: "Siapa?"
"Aku!" sahut si jubah hijau. Hanya beberapa patah kata tanya
jawab ini dan Kun-gi sudah ikut me mbelok tiba, dilihatnya di depan
mencegat seorang baju hitam pula, melihat si jubah hijau segera dia
menyurut minggir serta berdiri dengan laku hormat, katanya kepada
si jubah hijau: 'Ha mba sampaikan hormat kepada Congkoan."
Si jubah hijau hanya me mba las hormat orang, dengan anggukan
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepala, sementara kakinya masih me langkah maju, begitu tiba di
depan orang mendada k tangannya terayun menepuk dada si baju
hitam. Gerakannya a mat cepat dan tangkas, si baju hita m terang
tidak bersiaga, sudah tentu sekali hantam kena dengan telak, hanya
mulutnya saja yang sempat menguak pendek, tubuhnya terus roboh
terkulai. Dala m hati Kun-gi berkata: "Orang2 berbaju hitam yang bertugas
di lorong ge lap ini tentu me miliki kepandaian silat yang amat tinggi,
tapi hanya sekali angkat tangan si jubah hijau telah me mbinasakan
mereka, maka dapatlah dibayangkan betapa tinggi kepandaian silat
si jubah hijau ini."
Seperti tidak pernah terjadi apa2, Si jubah hijau terus melangkah
ke depan sambil berkata dengan kereng: "Lekas tusuk dia sekali
lagi." Setelah dua kali orang me mbunuh orang ber-baju hitam, sedikit
banyak Kun-gi sudah agak ma klum ke mana maksud tujuannya,
agaknya orang sengaja hendak membantunya, maka setelah
me mbunuh anak buahnya sendiri ia menyuruhnya menusuk lagi
dengan pedang supaya tidak me mbocorkan rahasia perbuatannya.
Kenapa si jubah hijau mau me mbantunya" Mungkin dia salah
mengenali diriku, agaknya dirinya disangka sebagai orang
sekomplotan dengan "majikan" yang dimaksud oleh Sa m-gansin Coa
Liang" Dari sini dapatlah diduga bahwa si jubah hijau ini pasti agen
yang dipendam di da la m He k-liong-hwe oleh sang "majikan" itu,
maka tanpa berbicara, sekali pedangnya bergerak, dia tusuk ulu hati
si baju hita m yang sudah menggeletak binasa itu.
"Lekas jalan," tiba2 si jubah hijau me mberi isyarat, kakinya
berlari kencang seperti terbang, Terpaksa Kun-gi ikut berlari
kencang pula. Setelah me mbelok dua kali, tiba2 si baju hijau me nghentikan
langkah, tangan terangkat menekan dua kali di kiri-kanan dinding,
lalu me mba lik badan, katanya:
"Lekas masuk!" segera
dia mendahului menerobos ke situ.
Setelah dekat baru Kun-gi me lihat jelas di antara dinding batu
yang licin itu sudah terbuka celah2 panjang yang cukup untuk
seseorang menyelinap masuk, orang itu tampa k menunggu di
sebelah dala m, tanpa ragu2 segera dia me nyelinap masuk juga.
Baru beberapa langkah tiba2 didengarnya suara "duk" sekali,
celah2 dinding telah merapat pula. Lorong di sini aga knya me mang
ciptaan alam, bukan saja amat se mpit, jalannyapun tidak rata dan
hanya cukup dilewati seorang, malah dinding batu di kanan kiri juga
penuh ditumbuhi lumut dan batu2 padas yang runcing, kalau tidak
hati2 kepala pasti bisa benjut dan pa kaian robe k.
Si jubah hijau berjalan a mat cepat. Karena ada penerangan dari
mut iara di pinggangnya sudah tentu Kun-gi tida k bakal ketinggalan.
Kira2 sepeminuman teh ke mudian, setelah turun naik dan lika-liku,
sebelah depan agaknya sudah tiba di pangkal lorong karena sebuah
dinding te mbok mengadang di situ.
Si jubah hijau menekan di atas dinding, ma ka terdengarlah suara
gemeruduk yang berge ma di dinding, pelan2 dinding batu itu mula i
bergerak dan terbukalah selarik celah2 lubang..
Sambil tersenyum si jubah hijau menoleh, katanya: "Sila kan."
Lalu dia mendahului me langkah masuk.
"Sarang Hek-liong-hwe berada di perut gunung" demikian pikir
Kun-gi, "Lorong2 di sini te mbus ke segala penjuru, betapa besar
proyek pembuatan lorong di perut gunung ini" Tidak sedikit jumlah
aliran yang berdiri di Kangouw, kenapa pula Hek-liong-hwe
me mbuang waktu dan tenaga begini besar untuk me mbangun
markasnya di perut gunung" Me mangnya mereka punya rahasia
tersembunyi yang lain?" otak berpikir, tapi kaki segera beranjak ke
dalam. Di belakang pintu batu kiranya adalah sebuah kamar batu kecil,
kecuali beberapa kursi yang ter-buat dari batu dan sebuah dipan
batu pula, tiada perabot lain, tapi kursi dan dipan batu ta mpa k
mengkilap bersih.
Tepat di tengah ruangan di atas meja bundar yang dikelilingi
kursi2 batu itu tertaruh sebuah lampu, entah minyak apa yang
digunakan, ternyata sinarnya cukup terang.
Setelah Kun-gi dipersilakan masuk, ke mba li si jubah hijau
menekan dinding sebelah atas kiri, pelan2 pintu batu itupun
menutup ke mba li, se mentara si jubah hijau sudah me mbalik badan
sambil angkat sebelah tangan: "Silakan duduk Kongcu!"
Tapi Kun-gi tida k segera duduk, dia merangkap kedua tangan
menjura, katanya: "Lotiang me mbawaku ke mari, tentunya punya
petunjuk yang berharga."
Si jubah hijau tertawa lebar, katanya ramah: "Silakan Kongcu
duduk saja, memang ada urusan yang perlu Lohu bicarakan, cuma
sekarang belum tiba saatnya."
Dengan gagah Kun-gi duduk dikursi batu, tanyanya: "Kenapa
dikatakan saatnya belum tiba?"
Si jubah hijau tertawa, katanya: "Orang luar takkan berani masuk
ke mari, harap Kongcu suka tunggu di sini, Losiu akan ke luar
sebentar dan cepat2 kemba li."
Tanpa jawaban Kun-gi segera dia melangkah ke dinding sebelah
depan, tiba2 dia menoleh dan berkata pula dengan tertawa:
"Jangan Kongcu banyak curiga, tindakan Losiu ini pasti
menguntungkan Kongcu," lalu dia mendorong, dinding batu di
depannya segera menjeplak terbuka.
Ternyata dinding batu itu merupa kan pintu hidup yang bisa
bergerak setiap kali tersentuh, begitu si jubah hijau melangkah
keluar, secara otomatis pintu itupun menutup ke mbali tanpa
menge luarkan suara sedikitpun.
Betapapun tindak tanduk orang cukup mencurigakan, ma ka
begitu orang lenyap di balik pintu, Kun-gi segera berdiri me mburu
ke pintu dinding itu, waktu dia angkat tangan mendorongnya,
ternyata pintu batu yang barusan menutup tak berge ming lagi.
Terpaksa Kun-gi duduk ke mba li ke kursinya, dengan seksama dia
menerawang tindak-tanduk si jubah hijau, me mang terasa sikap
orang tidak berma ksud jahat terhadap dirinya, cuma untuk apa dia
me mbawa ku ke ka mar batu ini, kenapa pula mendadak tingga l
pergi" Dan untuk apa pula kepergiannya ini"
Kalau orang luar tidak boleh masuk ke mari, kenapa dikatakan
pula bahwa tindakannya ini t idak mengandung ma ksud jahat
terhadap diriku" Biarlah jawabannya kutunggu kedatangannya
nanti. Terbayang olehnya pesan sang guru yang wanti2 bila
menghadapi marabahaya yang serba rumit, kepala harus selalu
dingin dan pikiran harus tetap tenang, setengah mala man ini dia
telah mene mpuh bahaya dan selalu terhindar dari renggutan
elmaut, kini tanpa sengaja berhasil menyelundup ke tempat ini,
kenapa lagi harus kuatir, biarlah segala sesuatunya terserah kepada
takdir. Kira2 setanakan nasi sejak si jubah hijau keluar, bayangan orang
tetap tidak kunjung datang.
Setelah putar kayun dan berjuang mati2an di sarang musuh ini,
kini baru Kun-gi me mperoleh kesempatan istirahat, sambil duduk di
kursi, dia m2 dia telah mulai menghimpun se mangat dan
me mulihkan kesegaran badannya.
Dala m keheningan itulah, tiba2 didengarnya langkah le mbut
mendatangi. Sekilas Kun-gi tertegun, dirinya sedang berse madi,
kamar ini rapat dikelilingi dinding batu, umpa ma betul ada pintu
rahasianya paling tidak dirinya pasti mendengar dulu suara pintu
terbuka Tapi kenyataan tak pernah dia mendengar suara pintu
terbuka, lalu dari mana suara langkah orang bisa masuk ke mari"
Serta merta iapun rne mbuka mata, maka dilihatnya seorang gadis
berbaju hijau sambil menjinjing sebuah tenong makanan tengah
me langkak masuk dari pintu di dinding sebe lah kanan.
Pintu itulah di ma na tadi si jubah hijau berlalu, padahal pintu itu
tadi sudah dia raba dan coba mendorongnya, tapi tertutup rapat
dan tidak bergeming sama sekali. Bagaimana pula nona baju hijau
ini bisa masuk tanpa mengeluarkan suara. demikian pula daun pintu
batu itu nampak bergerak hidup dan licin, setelah gadis baju hijau
berada di ka mar pintupun lantas me mba lik dan menutup rapat pula.
Begitu berada di dala m ka mar, sepasang mata si gadis yang je li
serta merta terpentang lebar, ia lihat yang duduk di dalam ka mar ini
adalah seorang pemuda cakap, tanpa terasa mukanya menjadi
merah jengah, lekas ia menunduk.
Dengan ter-gopoh2 dia mengha mpiri dipan, tenong dia taruh di
atas dipan lalu me mbukanya satu persatu, dari tenong yang susun
empat itu dia keluarkan beberapa maca m hidangan, sepoci arak
wangi dan sepiring ba kmi goreng, hidangan ini dia taruh di atas
meja, setelah menuang secawan arak dan menaruh sepasang
sumpit, lalu dia me mberi hormat kepada Ling Kun-gi, suaranya
kedengaran merdu: "Barusan Congkoan ada pesan, mungkin
Kongcu sudah lapar, beliau perintahkan hamba menyiapkan
hidangan ini, silakan Kongcu mencicipinya."
"Terima kasih nona," ucap Kun-gi sambil mengangguk dengan
tertawa. "Ada sebuah hal ingin kutanya kepada nona, entah suka
me mberitahu tidak?"
Mengerling si gadis baju hijau, katanya: "Entah apa yang ingin
Kongcu tanyakan?"
"Congkoan yang barusan nona katakan, apakah kakek berjubah
hijau dan berjenggot panjang itu'
"Sudah tentu beliau," sahut si gadis baju hijau.
"Bolehkah nona me mberitahu, siapakah na ma Congkoan?"
Si gadis melenga k, katanya: "Kongcu adalah te man be liau,
me mangnya belum tahu na ma Cong-koan ma lah?"
"Kalau Cayhe tahu, buat apa bertanya pada nona?"
Berkedip mata si gadis, katanya kemudian: "Kalau Congkoan
tidak beritahu pada Kongcu, ha mba tidak berani banyak bicara, lebih
baik Kongcu langsung tanya padanya."
"Agaknya nona tidak mau me mberitahu. Baiklah, kutanya soal
lain saja, di sini te mpat apa, nona sudi me mberitahu bukan?"
Ternyata si gadis malah balas bertanya: "Kongcu sudah berada di
sini, me mangnya kau tidak tahu te mpat apakah ini?" .
"Cayhe hanya tahu sedikit, cuma belum kubukt ikan."
Si gadis tertawa cekikik, katanya: "Syukurlah kalau Kongcu sudah
tahu, kenapa harus tanya lagi, silakan sarapan, hamba mohon diri
saja." Bergegas dia lantas mengundurkan diri. .
Tiba di dekat dinding, dengan seenaknya jarinya yang runcing
halus mendorong, pintu batu lantas terbuka dengan mudah,
mendadak dia berpaling, katanya dengan senyum lebar: "Mohon
maaf Kong-cu, sebelum mendapat izin, soal apapun hamba tida k
berani bicara" Begitu pintu berbalik lagi dengan cepat, dinding
sudah tertutup rapat pula.
Me mangnya Kun-gi sudah merasa lapar, tapi berada disarang
musuh, setiap saat menghadapi ba-haya, sebelum jelas duduk
persoalannya dan tahu siapa si jubah hijau yang serba misterius ini,
betapapun dia tidak berani me ngusik hidangan itu.
Tidak la ma setelah gadis baju hijau berlalu, waktu daun pintu
terbuka lagi, tampak si jubah hijau melangkah masuk, tangannya
me mbawa sebuah botol kecil warna hita m dan ditaruh di atas meja,
ia melirik hidangan yang belum terusik, seketika dia mengunjuk rasa
heran, katanya: "Mengingat Ling-kongcu baru saja mengala mi
pertempuran sengit sela ma setengah mala man, tentu perut sudah
kosong dan badan letih, ma ka kusuruh Siau-tho menyiapkan
hidangan ini, me mangnya kenapa" Kongcu kuatir Losiu menaruh
racun dalam hidangan ini?" Tanpa terasa dia ter-bahak2 sambil
menge lus jenggot, katanya pula: "Yakinlah bahwa dala m hidangan
ini tiada ditaruh racun, Kongcu boleh silakan ma kan, tak perlu
kuatir" Kun-gi menyengir, katanya: "Umpa ma betul di dala m hidangan
ini ditaruh racun, Cayhe juga tidak perlu gentar."
Kemudian berkata pula si jubah hijau: "Jadi kenapa Kongcu tidak
me ma kannya?"
"Cayhe baru saja bertemu dengan Lotiang di lorong gelap tadi,
sebelum sa ling kenal, musuh atau kawan juga belum menentu,
maka tak suka aku se mbarangan bertindak."
Mendadak si Jubah hijau tertawa sambil mendongak, katanya:
"Me mang tepat alasan Kongcu. Baiklah, Losiu Yong King-tiong,
seharusnya aku adalah kawan dan bukan lawan Kongcu, sudah
cukup bukan keteranganku?"
"Sekarang boleh Yong-lot iang beritahu padaku, apa maksud
tujuanmu me mbawaku ke mari?"
Yong King-t iong menggeleng2 kepa la, katanya: "Belum saatnya,
silakan Kongcu makan minum dulu, Losiu a kan tuturkan secara
pelahan." "Kenapa Lotiang me ma ksaku makan dulu baru sudi me mberi
penjelasan?"
"Kongcu, masih ada sebuah tugas yang teramat berat harus kau
laksanakan dengan sukses, tanpa mengisi perut untuk menunjang
kekuatan dan semangatmu, bagaimana kekuatan pisikmu bisa
bertahan?"
Heran Kun-gi, tanyanya: "Tugas berat apa yang harus kulaksanakan?"
"Ya, ya, tugas ini amat penting dan besar artnya. lekaslah
Kongcu ma kan dulu."
Walau merasa heran dan curiga, tapi orang baru mau
menje laskan setelah dirinya mengisi perut biarpun didesak lagi juga
percuma, apalagi perutnya me mang sudah keroncongan, ma ka dia
berdiri dan berkata: "Baiklah, Cayhe mengganggu sebentar." Dia
mengha mpiri dipan dan mula i makan minum dengan lahapnya.
Yong King-t iong dia m saja, dia duduk disebuah kursi di depan
dipan. Memang perut sudah lapar, maka dengan cepat hidangan
yang ada telah dilalap habis oleh Kun-gi, cuma sepoci arak yang
disediakan itu hanya dia minum dua cangkir kecil.
Sehabis Kun-gi makan, Yong King-tiong tersenyum puas, dia
bertepuk tiga kali. Gadis baju hijau tadi segera mendorong pintu
dan masuk, setelah me mberesi se mua mangkok piring segera
mengundurkari diri ke sa mping.
Yong King-tiong berkata: "Lohu hendak merundingkan persoalan
penting dengan Kongcu, boleh kau berjaga di luar ka mar, tanpa
izinku siapapun dilarang masuk ke mari."
Gadis baju hijau mengiakan terus keluar, pintu batupun menutup
pula. Yong King-tiong menga mbil dua cangkir arak dan ditaruh di meja
pendek di atas dipan, katanya: "Kongcu silakan duduk ke dala m."
Tahu orang akan mulai me mbicarakan soal penting, segera Kungi mundur ke bela kang, Yong King tiongpun duduk bersila di atas
dipan saling berhadapan.
Kata Yong King-tiong ke mudian: "Mut iara di pinggang Kongcu ini,
bolehkah Lohu me lihatnya?"
"Sudan tentu boleh," sahut Kun gi. Lalu dia copot ikatannya dan
diserahkan.
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bolak-ba lik Yong King-tiong menga mati mutiara itu dengan
seksama, mendadak matanya ber-kaca2 menge mbeng a ir mata,
tanyanya kemudian dengan suara ge metar: "Inilah CinCu-ling tulen
dari Hek-liong-hwe, entah darimana Ling-kongcu me mperoleh
mut iara ini?"
Semakin besar rasa curiga Kun-gi, katanya: "Mutiara ini adalah
warisan keluarga, jadi jelas bukan milik Hek-liong-hwe."
Mencorong sorot mata Yong King-tiong, tanyanya: "Kongcu tahu
akan na ma mut iara ini?"
"Le liong-pi-tok-cu."
"Pi-tok-cu, sesuai na manya, mutiara ini dapat menawarkan
segala macam racun?"
"Betul"
Mendadak Yong King-tiong berdiri, dari meja tengah dia jemput
botol hita m kecil yang dibawanya tadi, serta menga mbil mangkuk
kosong, katanya: "Entah mutiara Kongcu ini dapatkah menawarkan
racun di dala m botol ini?" la lu dia buka tutup botol dan menuang
cairan hita m kela m ke da la m mangkuk kosong tadi.
Sorot mata Kun-gi tertuju ke da la m mangkuk,
mulutnya mendesis: "Getah beracun."
Tanpa minta persetujuan Kun-gi, langsung Yong King-tiong
angkat Le liong-pi-tok-cu terus dice mplungkan ke dala m getah
beracun di dala m mangkuk. "Cess", suara mendesis keras dan
kepulan asap tebal seketika bergolak dari da la m mangkuk, begitu
asap lenyap getah beracun yang semula kental gelap di dala m
mangkuk itu kini berubah menjadi air bening.
Dengan gemetar Yong King-tiong angkat mangkuk berisi air
jernih itu dengan kedua tangannya, sekian lamanya ia kesima
mengawasi air jernih itu, mimik mukanya tampa k haru dan pilu, air
mata pelan2 mele leh me mbasahi pipi, mulutnya berguma m:
"Me mang inilah Leliong-cu tulen, me mang inilah CinCu-ling . . . . '
Tiba2 ia letakkan mangkuk, la lu angkat Leliong-cu terus berlutut
menye mbah beberapa kali, serunya sambil menengadah: "Se moga
arwah Hwecu di ala m ba ka maklum, bahwa ha mba re la hidup
tertekan dan dihina sela ma 20 tahun ini, syukurlah kini tiba saatnya
untuk me mbuat perhitungan." Sampai di sini dia berdoa, tak
tertahan lagi air matanya lantas bercucuran.
Kun-gi dia m saja menyaksikan tingkah laku orang yang
dianggapnya aneh dan semakin tebal rasa curiganya. Masa Leliongcu warisan keluarganya ada sangkut pautnya dengan Hek-lionghwe" Tengah dia me lenggong, dilihatnya Yong King-t iong menyeka air
matanya sambil berdiri, dia sodorkan Le liong-pi-tok-cu, sorot
matanya mendadak berubah tajam dingin menatap wajah Kun-gi,
sikapnya serius dan teguh, katanya dingin: "Kau berna ma Ling Kun
gi?" Kun-gi terima ke mbali Le liong-cu, sahutnya:
"Betul, Cayhe me mang Ling Kun-gi."
Yong King-t iong manggut2, katanya: "bagus sekali, sudah 20
tahun Losiu menunggumu, sekarang hanya ada satu kesempatan
hidup bagimu, nah, loloslah pedangmu, lawanlah Losiu dengan
sekuat tenagamu." Tangan terangkat, "creng, tahu2 dia sudah
me lolos sebatang pedang panda k warna hita m ge lap.
Sikapnya yang semula ra mah dan kini mendadak berubah
bermusuhan sungguh me mbingungkan Kun-gi. Katanya dengan
me lenggong: "Lo-tiang ada permusuhan apa dengan Cayhe?"
Yong King-tiong tampak gelagapan oleh pertanyaan ini, tapi
mendadak dia berjingkrak murka, serunya: "Tak usah banyak tanya,
kalahkan dulu pedang ditanganku, bicara lagi nanti belum
terlambat.' Kata Kun-gi bimbang: "Lotiang me mbawa ku ke mari hanya untuk
bertanding?"
"Jangan banyak omong, nah, keluarkan senjatamu."
"Jadi kita betul2 harus berkelahi?"
"Kalau kau ingin keluar dari ka mar ini dengan hidup, kalahkan
dulu Losiu."
Pelahan Kun-gi me lolos Seng-ka-kia m, katanya: "Ba iklah, silakan
Lotiang me mulai. ."
Yong King- t iong sudah tak sabar, jengeknya: ?"Nah hati2lah?"
Pedang pendek ditangannya bergetar, selarik sinar gelap tiba2
me mbabat dari sa mping, terasa oleh Kun-gi gerakan menyapu
miring yang kelrihatan sepele itni, ternyata meqnimbulkan tekarnan
yang amat berat.
Dia m2 Kun-gi kaget dan me mbatin: "Betapa hebat dan sempurna
kepandaian ilmu pedang orang ini, sungguh luar biasa." Pedang
pandak ditangannya segera bergerak menutul ke depan terus
menyontek ke atas.
Sementara itu pedang ditangan Yong King-tiong ta mpak
bergoyang naik turun, sekaligus dia menyerang tiga jurus dala m
sekali gerakan. Tiga jurus serangan ini menimbulkan lingkaran sinar
gelap yang menimbulkan tekanan hawa pedang yang berlapis dan
menebal, kekuatannya sungguh bukan olah2 dahsyatnya,.
Begitu gebrak Kun-gi lantas terdesak dibawah angin, hampir saja
dia tak ma mpu menge mbangkan ke mahirannya, terpaksa dia
mundur tiga langkah baru dapat menghindari rangsakan lawan.
Maklumlah darah mudanya gampang terbakar, karena terdesak
hatinya merasa penasaran, mendadak dia menghardik keras, Sengka-kia m mendadak dia pindah ke tangan kiri, ia melompat maju,
pedang menusuk serta me mbabat dan me motong, Tat-mo-kia mhoat dari Siau-lim-pay seketika dia kembangkan, ilmu silat pelindung
Siau-lim-pay yang amat dibanggakan ini setelah dimainkan secara
kidal oleh Ling Kun-gi ternyata berbeda pula perbawa serta gaya
permainannya, setiap jurus permainan yang berlawanan dengan
kebiasaan umum ini, sudah tentu jauh lebih rumit dan lebih lihay
pula serta sukar disela mi.
Sekilas Yong King-tiong tampak melenga k, katanya keheranan:
"Kau ini murid Hoanjiu-ji-lay?"
Ling Kun-gi mengejek: "Lotiang me mang punya pandangan
tajam." Di tengah percakapan ini, gaya pedang kedua orang tetap
bergerak laksana kilat saling sa mber, masing2 ke mbangkan
ke ma mpuan ilmu pedangnya, sedikitpun tak menjadi kendur. Dala m
kamar batu yang agak sempit ini la ma kela maan terasa semakin
dingin diliputi hawa pedang yang bergolak, sungguh amat dahsyat
adu kekuatan kedua jago pedang kelas wahid ini, Lekas seka li lima
puluh jurus telah lalu dala m pertempuran sengit ini.
Ilmu silat Yong King-tiong ternyata amat luas, rumit dan serba
bisa, gaya pedangnyapun aneh, setiap jurus serangan pasti
mencakup tipu2 pedang dari berbagai aliran kena maan di Kangouw,
jurus2 yang semestinya tidak berhubungan, tapi dapat
dimainkannya secara berantai dengan wajar dan bebas olehnya,
maka daya serangannya terasa semakin berat dan me ngejutkan.
Ling Kun-gi juga menge mbangkan Tat-mo kia m-hoat dengan
tangan kidal, tapi menghadapi perlawanan Yong King-t iong yang
berpengalaman dan me mbekal banyak ragam ilmu pedang, se-olah2
sekaligus dia menghadapi puluhan maca m ilmu pedang dari
berbagai aliran kelas tinggi dan lihay, keruan lama ke la maan dia
merasa kewa lahan.
Apalagi Lwe kang lawan teramat tangguh setiap gerak
pedangnya. terasa satu lebih berat dari yang lain, schingga tekanan
yang timbulpun se ma kin hebat, dan secara bergelombang
mengge mpur Kun-gi, perma inan pedang Kun-gi selalu terkunci dan
dihadang, hampir saja dia tidak ma mpu menge mbangkan
pedangnya. Di tengah adu kekuatan ini, terdengar Yong King-tiong
me mbentak: "Ling Kun-gi, me mangnya kecuali Tat-mo-kia m-hoat
yang kau pelajari dari Hoan jiu-ji-lay ini, kau tak pernah me mpelajari
ilmu warisan keluarga mu?"
Tergerak hati Kun-gi mendengar seruan ini, pikirnya: "Ilmu
warisan keluarga" Yang dimaksud tentunya Hwi-liong-sa m kia m?"
Tanpa terasa ia mengikuti gerak pikirannya, tiba2 mulutnya bersiul
badanpun segera melejit tinggi ke atas, pedang memancarkan
cahaya kemilau hijau, pada saat terapung di udara, pedang pandak
dia pindah ke tangan kanan, dengan ringan pergelangan tangannya
bergetar me mbundar, lapisan sinar pedang baga ikan hujan
beterbangan me mancur ke segenap penjuru Iiu bertaburan ke atas
kepala, Yong King-t iong.
Sinar pedang Yong King-t iong bertaburan, beruntun dia
lancarkan jurus Giok-toh tio-thian dari Kunlunkia m-hoat, lalu Sa mhoa-kik-t ing dari Bu-tong-pay dan Pat-poh-thianliong dari Tat-mokia m-hoat milik Siau lim-pay. Namanya saja ketiga jurus ini terdiri
dari tiga aliran ilmu pedang, tapi di tangan Yong King-tiong ketiga
jurus ini dikom-binasikan dan dilancarkan dala m satu rangka ian
gerak tipu yang lihay. Maka terdengarlah suara "tring-tring" yang
ramai. Pedang pandak hitam Yong King-t iong ternyata terpapas kutung
ber-keping2 oleh Seng ka-kia m Ling Kun-gi, tapi untung dia berhasil
me loloskan diri dari lingkupan sinar pedang Ling Kun-gi, tiba2 dia
ter-bahak2 sambil me mbuang gagang pedangnya, katanya: "Harap
berhenti Ling-kongcu!" Mendengar seruannya Kun-gipun berhenti, di
lihatnya Yong King-tiong berwajah cerah penuh rasa riang, kedua
tangan terangkap bersoja, katanya dengan air mata ber-kaca2:
"Me mang itulah Sin liong jut-hun, ternyata kau me mang Ling
seheng adanya, maafkan akan ke kasaran Losiu barusan."
Tanya Ling Kun-gi dengan nada heran: "Dari mana Lotiang tahu
bahwa jurus yang kulancarkan tadi adalah Sin liong jut hun?"
Yong King tiong tertawa, katanya: "Hwi-liong-sa m-kia m
merupakan ilmu pedang pelindung Hwe kita, bagaimana Losiu tida k
mengenalnya" Cuma sudah dua puluh tahun lebih Losiu tida k
pernah melihatnya lagi." Keterangannya terasa aneh dan sukar
dimengerti. Seperti diketahui Hwi-liong-sa m-kia m atau tiga jurus ilmu pedang
naga terbang adalah ilmu pedang warisan keluarga Ling Kun-gi,
bahwa Pek-hoa-pang menganggapnya sebagai Tinpang. sam-kia m
(tiga-jurus ilmu pedang pelindung-Pang), kini Yong King-tiong
mengatakan pula sebagai Tinhwesa m-kia m, atau tiga jurus ilmu
pedang pelindung Hek-liong-hwe.
Semakin bingung Kun-gi, ia yakin di balik semua ini pasti ada
latar belakangnya, maka dia ber-tanya: "Lotiang . . . . . . . . . . . "
Yong King tiong goyang2 tangannya, katanya: "Silahkan Kongcu
duduk saja, bila kabut sudah mulai timbul di Hek-liong-ta m, Losiu
akan me mbawa mu ke sana."
Kun-gi baga i orang linglung mendengar ucapan orang yang tidak
dimengerti ini, tanyanya: "Untuk apa Lotiang henda k me mbawaku
ke Hek-liong-tam?"
Heran dan kaget sorot mata Yong King-tiong, katanya sambil
menatap tajam: "Apakah sebelum Kongcu ke mari, ibumu tida k
me mberitahukan apa2 pada mu?"
"Lotiang juga kena l ibundaku?"
"Ibumu adalah Hwecu-hujin (nyonya Hwecu), bagaimana Losiu
tidak mengenalnya."
"Hwecu-hujin", sebutan atas ibundanya ini me mbuat kepala Kungi serasa ha mpir meleda k, matanya terbeliak, tanyanya: "Apa
ucapmu, Yong-lotiang?"
"O, harap Kongcu tidak salah paham, maksud Losiu adalah
Hwecu dari perkumpulan kita pada dua puluh tahun yang lalu, jadi
bukan Hwecu sekarang yang gila hormat dan tamak harta,
pengkhianat yang menjua l kawan de mi mengejar kedudukan."
"Dari nada pernbicaraannya", demikian batin Kun-gi, "mungkin
ayah adalah bekas Hwecu dari Hek-liong-hwe dua puluh tahun yang
lalu, tapi kenapa selama ini ibu tidak pernah me mbicarakan hal ini
padaku." Karena itu sorot matanya serta merta mencorong tajam,
tanyanya menatap Yong King-tiong: "Apakah Lotiang t idak sa lah
mengenal orang?"
Sambil mengelus jenggot, Yong King-tiong tertawa, katanya:
"Kongcu me mbawa Leliong-cu, barusan kusaksikan sendiri
me lancarkan Hwi-liong-sa m-kia m, kau she Ling lagi, mana mungkin
Losiu sa lah mengenalimu."
"'Tapi kenapa ibu tidak pernah menyinggung se mua ini padaku?"
Sejenak Yong King-tiong berpikir, katanya kemudian sambil
menghe la napas: "Hal itu tak perlu dibuat heran. Dahulu wa ktu
ibumu lolos dari kejaran e lmaut, betapa banyak manusia yang
rendah martabatnya telah mengejar jejaknya, dunia me mang luas,
hampir saja dia tiada te mpat berteduh, setelah menga la mi segala
penderitaan syukurlah Kongcu dilahirkan, tapi kekuatan musuh
makin bertambah besar dan merajalela, sebagai perempuan yang
le mah, sebatang kara lagi, mungkin juga dia anggap Kongcu masih
muda usia, maka soal denda m kesumat keluarga belum
diberitahukan padamu."
"Denda m kesumat", dua patah kata ini seketika menggelorakan
darah di rongga dada Ling Kun-gi, katanya haru: "Lotiang, tadi kau
bilang ayahku almarhum dulu adalah Hwecu Hek-liong-hwe, apakah
ke mudian beliau mengala mi bencana dicela kai musuh?"
Mura m rona muka. Yong King-tiong, katanya: "Tatkala Hwecu
tertimpa musibah, boleh dikatakan beliau gugur sebagai pahlawan
bangsa, seharusnya Losiu mengikut i langkah Hwecu ke alam baka,
bahwa selama 20 tahun aku mencari hidup ini lantaran kutahu
setelah Hujin berhasil lolos, dia sedang mengandung, kuda mba kan
akan datang suatu hari, akan tibalah saatnya menuntut balas secara
total, bila Losiu mati demikian saja, musibah besar yang penuh
rahasia itu pasti takkan diketahui orang luar." Sa mpai di sini tak
tertahan matanya bercucuran, tangisnyapun sesenggukan.
Kun-gipun dirundung kesedihan, air mata me mbasahi se lebar
mukanya. "Duk", tiba2 dia berlutut serta menyembah ber-ulang2,
serunya: "Luhur, budi Lotiang, cita2mu yang penuh pahit getir, pasti
dulu engkau adalah kawan seperjuangan ayahanda almarhum,
sudikah kiranya engkau menceritakan duduk periatiwa yang
sebenarnya."
Yong King-t iong menyeka air matanya dia me mbimbing Kun-gi
bangun, katanya: "Lekas engkau berdiri, jangan kau menyiksa Losiu
lagi, selama 20 tahun ini, saat seperti inilah Losiu nanti2kan, cuma
terlalu panjang untuk berkisah peristiwa la ma, kita hanya ada waktu
singkat saja, paling2 hanya kukisahkan secara ringkas, nanti setelah
Kongcu berhasil menga mbil barang itu baru akan kuceritakan lebih
jelas." "Hanya ada waktu singkat saja?" demikian pikir Kun-gi, "barang apa pula yang harus kua mbil" Pastilah suatu barang yang a mat
penting artinya."
Kembali dua orang duduk berhadapan, Yong King tiong
menghirup secangkir teh, lalu katanya: Cerita ini harus kumulai dari
masa gugurnya Siante (Ka isar Gi-cong a lmarhum di medan bakt i
sehingga menimbulkan pe mberontakan laskar rakyat di mana2,
Tuan Puteri dengan badan sucinya akhirnya masuk biara
me mpe lajari aga ma, tapi beliau se la manya takkan lupa a kan
dendam ke luarga dan kejatuhan negara, secara diam2 dia masih
me mbangun kekuatan terpendam untuk me mbalas denda m, sela ma
puluhan tahun berkecimpung di Kangouw, akhirnya beliau dapat
menyusun kekuatan para pahlawan bangsa di berbagai daerah."
Sampa i di sini ceritanya dia menarik napas panjang, setelah
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghirup napas segar baru menuturkan kiaahnya: "Waktu itu ada
seorang panglima she Thi. setelah pasukannya kalah dan
dihancurkan musuh, dia berhasil menyusun seke lompok kekuatan
yang dipelopori kaum persilatan, di Kunlunsan inilah mere ka
akhirnya me mbentuk He k-liong-hwe dengan mengibarkan panji
perlawanan kepada penguasa kerajaan . . . . . . .
"Jadi panglima she Thi itulah yang mendirikan He k-liong-hwe,
bahwa Kunlun san dipilih sebagar markas pusatnya karena di perut
gunung ini terdapat banyak lorong2 gua ciptaan alam yang ber-liku2
me mbingungkan, tembus kian ke mari la ksana sarang tawon, asal
sedikit dipugar atau diperbaiki te mpat ini akan me njadi te mpat
tersembunyi yang paling a man dan rahasia, musuh takkan mudah
mene mukan te mpat ini."
"Jadi lorong2 gua ini sudah menga la mi pe mugaran waktu itu,"
kata Kun-gi. "Lorong2 gua ini se mula me mang ciptaan alam tapi lebih banyak
pula yang dipugar oleh tenaga manusia, hampir 30 tahun lamanya
Lohwecu me mugarnya," demikian tutur Yong King-tiong lebih lanjut,
"di waktu me mbuat lorong te mbus di gua gunung yang harus
me lewati celah2 batu gunung tanpa sengaja Lohwecu mene mukan
sebuah ruang gua lain, di atas dinding dala m gua itu terga mbar
bentuk manusia yang sedang bermain pedang, kabarnya gambar itu
adalah peninggalan Tiong-yang Cinjin dari Coancinkau, di sana
Lohwecu berhasil menyela mi dan me mpelajari tiga jurus ilmu
pedang yang tiada taranya, yaitu Hwi-liong-sa m-kia m."
"Na ma Lohwecu she Thi itu apakah Tiong-hong?" tanya Kun-gi.
Yong King-tiong manggut2, katanya: "Kiranya Ling-kongcu
pernah dengar cerita orang," tanpa tanya dari siapa Kun-gi
mendapat tahu, Yong King-tiong melanjutkan kiaahnya: "Pernah
Losiu dengar cerita dari Lohwecu bahwa ilmu pedang yang tertera di
dinding sebetulnya bukan cuma tiga jurus saja, maklumlah usianya
pada waktu itu sudah setengah abad, dibatasi bakat dan usia, maka
hanya tiga jurus itu saja yang dapat dipelajarinya dengan baik . . . .
. . Ai, terlalu jauh aku ngelantur."
Kini nadanya menj
Pendekar Bayangan Setan 11 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Kisah Para Pendekar Pulau Es 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama