Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar 5

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang Bagian 5


"Baik," lalu dua orang itu bersama-sama meloncat, dengan cepat berlari ke utara mengikuti bayangan tadi, setelah melewati sebuah lapangan rumput liar, di depan tampak sebuah kuil yang megah, terlihat bentengnya tinggi, pohonnya hijau rimbun, tapi jejak dua orang itu sudah menghilang.
"Toako! Dua orang itu menghilang disini, kau lihat apakah mereka ini hweesio bukan?"
"Sulit mengatakannya, mungkin saja mereka itu dua-duanya nikoh."
"Kau sengaja berkata sebaliknya, aku katakan hweesio, maka itu pasti hweesio."
"Dengan alasan apa memastikan mereka pasti hweesio."
"Apa kau tidak melihat ini adalah bangunan kuil hweesio?"
"Tidak juga."
Belum selesai mereka berdebat, mereka sudah sampai di depan pintu, Siau Yam menjejakan kakinya, tubuhnya
sudah meloncat setinggi tiga tombak, seperti daun yang melayang jatuh, dengan pelan berdiri diatas gerbang itu, Pek Soh-jiu mengikuti meloncat keatas, dua orang dengan hati-hati sekali berjalan menuju ke dalam.
Setelah melalui lapangan rumput yang halus seperti karpet, lalu meloncat ke atas atap ruangan, mata Pek Soh-jiu mendadak melotot, perlahan menarik Siau Yam berkata:
"Di kuil hweesio tapi yang tinggal adalah nikoh, kali kau harus mengaku salah."
Siau Yam melihat kearah tempat yang ditunjuk Pek Soh-jiu, benar saja melihat seorang nikoh yang tubuhnya langsing, sedang berjalan perlahan kearah pintu bundar, dia mendengus sekali berkata:
"Kau lihat lagi kesitu."
Tidak salah, diatas satu koridor, memang ada seorang nikoh sedang berjalan bolak balik, jelas, di dalam kuil ini, seperti tersembunyi hal yang misterius, mereka berdua demi memuaskan rasa ingin tahunya, dari atap bangunan langsung berlari menuju pintu bundar, apa yang dilihat, malah membuat hati jadi lapang.
"Keadaannya indah sekali," Siau Yam memuji, dia memalingkan kepala berkata pada Pek Soh-jiu:
"Danau teratai gunung buatan, daun hijau bertebaran, bau harum sepoi-sepoi, tidak diduga di dalam kuil ini ada tempat yang luar biasa ini."
Pek Soh-jiu tertawa:
"Tidak salah, kau lihat bangunan yang indah itu, l iangnya berukir, indah sekali, kebunnya dipenuhi bunga, pemandangannya luar biasa, walau pun istana bangsawan juga tidak bisa seperti ini."
Mereka berdua jadi ingin menikmati situasi mempesona ini, lalu bersama-sama mereka meloncat ke alas gunung buatan, sambil ditiup angin malam, berbincang-bincang keindahan kebun bunga
"O-mi-to-hud", terdengar satu suara pujian Budha, dari dalam rimbunnya pohon bambu melangkah keluar seorang hweesio berusia empat puluhan, dia melangkah lalu berhenti di depan gunung buatan berkata:
"Di kuil ini, anda berdua Sicu mana boleh sembarang masuk, malam sudah larut sekali, harap kalian berdua keluar mengikuti jalan semula."
Siau Yam tidak menduga perkataan hweesio ini begitu tidak sopan, maka dengan mendengus, dia berkata:
"Kuil adalah tempat suci, para pengunjung adalah tuannya para hweesio, kami hanya melihat-lihat pemandangan, kenapa kau melarang!"
Hweesio setengah baya itu sedikit tertegun, lalu tertawa terbahak-bahak, suaranya keras sekali, sampai burung yang pulang kandang pun beterbangan terkejut.
Siau Yam mengangkat alis, menatap hweesio setengah baya yang berteriak:
"Melihat kelakuanmu yang sombong begini, pastilah seorang hweesio murtad yang tidak menuruti aturan Budha, setelah hari ini bertemu dengan aku, kau ini pasti sedang sial, terimalah ini." Tubuhnya ber-kelebat, jarinya secepat angin menyerang kearah dadanya hweesio itu.
Hweesio setengah baya tertawa, kaki dengan ringan bergeser dua langkah ke samping, telapaknya ditegakan seperti pisau, disabetkan kearah pergelangan Siau Yam.
Sebuah jurus memotong melintang dia ini, terbilang cukup hebat, pengambilan waktu dan ketepatannya juga sedikit pun tidak salah, sayang yang dia hadapi adalah seorang wanita yang berilmu tinggi, jurusnya walau pun hebat, tapi malah gagal total.
Baru saja sisi telapaknya menempel di pergelangan Siau Yam, mendadak terdengar suara krek... sakit yang menusuk keulu hati, membuat dia tidak tahan menjerit kesakitan, dia balik meloncat kebelakang satu tombak lebih, keringat di atas kepala botaknya, seperti biji kacang bercucuran ke bawah.
Hanya satu jurus lawan telah mematahkan telapaknya, hweesio setengah baya ini tahu dia telah bertemu dengan seorang lawan tangguh, yang seumur hidup dia belum pernah ditemui, dengan menahan sakit sepasang matanya melotot benci pada Siau Yam, lalu membalikan tubuh, meloncat masuk ke dalam rumpun bambu.
Kembali terdengar suara rendah pujian Budha, di dalam hutan bambu melangkah keluar tiga orang hweesio, langkah mereka mantap, melangkah seperti lerbang, dalam waktu sekejap, sudah berhenti lima kaki di d e pan Siau Yam.
Pemimpinnya adalah seorang hweesio tua dengan wajiih seperti cemara tua, rambut dan alisnya sudah putih Kmua, dia memperhatikan Pek Soh-jiu dan Siau Yam sejenak, dengan "kek!" sekali berkata:
"Kuil Pel-liong berkat perlindungan Budha, tidak pernah berselisih dengan teman teman Dunia persilatan, anda dua orang Sicu malam ini tanpa permisi masuk kedalam kuil, pasti ada alasan yang kuat."
Pe k Soh-jiu mengepalkan tangannya berkata:
"Kami suami istri tersesat jalan, salah masuk ke dalam kuil anda, atas kecerobohannya, harap guru bisa memaafkannya."
Mendadak hweesio tua itu melototkan matanya, dua sorot matanya yang tajam, menatap pada Siau Yam berkata:
"Tersesat dijalan minta menginap, sebenarnya tidak ada masalah, tapi Sicu wanita ini malah dengan latahnya melukai murid kami yang meronda, ini sepertinya sudah keterlaluan!"
Pek Soh-jiu dengan menyesal berkata:
"Istriku sedikit ceroboh sehingga melukai murid anda, aku disini meminta maaf, tapi kelakuan kasar murid anda terhadap orang yang tersesat, anda juga harus mengajarkan disiplin padanya!"
Hweesio tua berkata dingin:
"Sicu malam-malam masuk ke kuil tanpa izin, tidak terhindar murid yang meronda mencurigai sebagai orang yang bermaksud jahat, walau bertemu dengan aku, juga sama akan timbul kecurigaan......"
Wajah Siau Yam jadi dingin:
"Kalau begitu, hweesio tua mengira kami berdua ini, datang ada maksud tertentu?"
Hweesio tua juga tampak sedikit marah berkata:
"Malam-malam masuk kuil tanpa izin, semba-rangan melukai orang, apakah aku salah pada Sicu?"
Siau Yam berkata:
"Kelihatannya di dalam kuil Pek-liong ini, benar-benar tersembunyi banyak jagoan, rupanya kami suami istri tidak sia-sia dalam perjalanan ini."
Masing-masing pihak mempunyai pendirian,
keadaannya sudah tidak bisa didamaikan lagi, di belakang hweesio tua, maju melangkah dua langkah dua orang hweesio setengah baya berkata:
"Murid minta izin untuk menghadapi dua orang Sicu ini."
Hweesio tua sedikit menganggukan kepala, dua orang hweesio setengah baya ini segera membalikan tubuh berkata pada Pek Soh-jiu suami istri:
"Bu Can, Bu Ceng, meminta pelajaran dari dua orang Sicu."
Pek Soh-jiu berkata tawar:
"Agama Budha mementingkan pengampunan, kalian berdua buat apa harus menyelesaikan dengan senjata!"
Bu Can bersuara "Hemm!" sekali berkata:
"Jika Sicu mau mematahkan sendiri satu pergelangan, kuil Pek-liong juga tidak ingin melanggar larangan membunuh......"
Pek Soh-ciu menggelengkan kepala mengeluh berkata:
"Tidak disangka seorang hweesio, juga seorang yang suka berkelahi, tidak aneh kekacauan dunia persilatan, selalu tidak ada habisnya!"
Bu Can tidak menjawab lagi, mendadak dia maju ke tengah, sepasang telapak disatukan lalu dibalikan, dengan cepat didorong mendatar ke depan dada.
Pek Soh-jiu melihat tenaga dorongan sepasang telapaknya Bu Can, suara anginnya menggelegar, di dalam hati tahu tenaga dalam telapaknya sangat hebat, cepat-cepat dia menarik nafas, lengan kanannya di putar, dengan santainya menyambut datang sepasang telapak Bu Can.
Tenaga kedua belah pihak beradu, terdengar satu suara keras, Bu Can merasakan dadanya seperti dipukul martil besar, "Hek "!" Dia mundur miring beberapa langkah, walau pun dia dapat memaksakan tetap berdiri, tapi wajahnya berubah pucat putih, keadaannya sangat kacau.
Dalam satu jurus dia sudah kalah, Bu Can jadi marah karena malu, dia mencabut golok di punggungnya, mulutnya berteriak keras, meloncat menerjang menyabetkan goloknya.
Pek Soh-jiu memiringkan tubuhnya, telapak kanannya berturut-turut dipukulkan tiga kali, dalam jarak tiga kaki di depan dia, seperti berdiri satu tembok tembaga, sia-sia saja Bu Can memainkan goloknya, tidak bisa menempel sedikitpun pada sudut baju Pek Soh-jiu.
Di tempat lain Bu Ceng juga sedang bertarung sengit melawan Siau Yam, keadaan dia, dibandingkan Bu Can malah lebih mengkhawatirkan, hanya terlihat satu bayangan langsing, bermain-main di dalam bayangan goloknya, bayangan jari tampak malang melintang, memukul melintang menotok lurus, dia kecuali sering menjerit, ingin berhenti pun tidak bisa.
Hweesio tua alis putih tidak menduga sepasang suami istri setengah baya ini, berilmu silat sedemikian tingginya, didalam hati sadar walau pun dirinya maju bertarung, tatap sulit bisa bertahan sampai seratus jurus, sesaat, dia jadi tidak tahu harus berbuat bagaimana.
Mendadak, terdengar dua suara gerungan yang tertahan, sinar golok mendadak berhenti, bayangan orang sudah berpisah, dua orang hweesio pesilat tinggi dari kuil Pek-liong" sama sama terjatuh duduk diatas lapangan rumput, golok mereka telah berada di tangan-nya Pek Soh-jiu suami istri.
Wajah hweesio tua jadi merah padam berkata:
"Ilmu silat Sicu berdua hebat sekali, aku mengaku kalah, tapi kuil Pek-liong memang tempat berkumpulnya para jago, anda berdua jika tidak cepat cepat meninggalkan tempat ini, mungkin akan sangat menyesal......."
Sorot matanya melirik kearah bangunan mewah, dengan mengeluh dalam sekali, lalu membawa Bu Can dan Bu Ceng berjalan masuk ke dalam hutan bambu.
Siau Yam membuang golok ditangannya, sambil tertawa berkata:
"Toako, di dalam bangunan mewah itu, mung-kin tersembunyi seorang jago hebat dunia persilatan, apakah kita perlu melihatnya?"
"Jika sudah masuk ke dalam gunung pusaka, mana mungkin pulang tanpa hasil, jalanlah, kita pergi melihatnya." Dua orang itu sambil bergandengan berjalan menuju ke bangunan mewah itu.
Dua daun pintu besar cat hitam tampak tertutup rapat, sebuah papan yang bertuliskan huruf besar Tee-cui-ki, berwarna kuning mas berkilauan disorot sinar bulan, mereka berdua ragu-ragu sebentar, berdiri cukup lama, liil a k berani menyentuh dua daun pintu besar cat hitam itu.
Mendadak ngeek....., sepasang daun pintu itu terbuka sendirinya, mereka berdua saling berpandangan seka1i, lalu melangkah masuk ke dalam pintu.
Di dalamnya ada satu koridor yang panjangnya kira-kira enam tombak, kedua sisinya ada beberapa pintu yang tertutup rapat, setelah melewati koridor, ada satu kebun bunga yang indah, bunganya berwarna warni, ln rium harum yang diantar tiupan angin, dalam keheningan, tampak sangat tenang sekali.
Melintasi kebun bunga ada sebuah gerbang tanpa pintu berbentuk bulan bulat, dua buah lentera istana berselayar, bergoyang goyang ditiup angin.
Di dalam gerbang, berdiri seorang nikoh setengah baya berwajah cantik, tubuhnya langsing, dia melihat sekali pada Pek Soh-jiu dan Siau Yam, dengan kaku berkata:
"Aku Ih-hun, mendapat perintah menyambut tamu agung, Sicu silahkan......" habis bicara tubuhnya melangkah kesisi pintu, kebutan di tangan pelan diputar, memperagakan posisi mempersilahkan tamu.
Baru saja Pek Soh-jiu dan Siau Yam akan melangkah, mendadak merasakan satu tenaga berputar, seperti gelombang datang menerpa, mereka berdua karena tidak waspada, tubuhnya berhuyung-huyung ditarik oleh tenaga itu, untung saja kepandaian mereka sangat hebat, walau pun di dalam hati tergetar, tapi tetap dengan santainya bisa melangkah masuk ke dalam gerbang itu.
Di sudut mulut Ih-hun tampak tersenyum ringan, dia membalikan tubuh mengikuti dari belakang Siau Yam berkata:
"Majikan ku tinggal di kuil Pek-liong, dalam sepuluh tahun ini sudah banyak tamu yang ingin bertemu, tapi keadaan seperti kalian berdua, sangat jarang terjadi."
"Majikan anda pasti adalah seorang pesilat tinggi yang hebat sekali." Kata Siau Yam dengan tawar.
Ih-hun tertawa:
"Sepanjang pengetahuanku, dalam sepuluh tahun terakhir, majikanku belum pernah bertemu orang yang mampu menahan lima jurus serangannya"
"Jika ada begitu banyak teman persilatan yang datang berkunjung, majikanmu kecuali ilmu silatnya hebat, mungkin juga adalah seorang wanita yang cantik sekali?"
ih-hun dengan wajah serius berkata:
"Kata-kata Sicu tidak salah, sayang orang-orang yang berkunjung itu, tidak satu pun bisa keluar dari sini dalam keadaan hidup hidup......"
Siau Yam mendengarnya sampai tertegun, mendadak teringat seorang wanita iblis di dalam dongeng, tidak tahan hatinya tergerak, berkata:
"Apakah majikan anda itu adalah Hud-bun-it-mo (iblis dari aliran Budha.) Leng-bin-sin-ni (nikoh bermuka dingin)?"
Baru saja Siau Yam berkata habis, disisi telinga-nya tiba-tiba terdengar "Hemm!" dingin, suaranya walau pun kecil, tapi seperti guntur, sampai telinga pun berdengung.
Pek Soh-jiu dan Siau Yam sama-sama merasa hatinya tergetar, mereka berdua tahu iblis wanita yang telah menggemparkan dunia persilatan ini, benar saja bukan orang yang mudah dihadapi.
Ih-hun tersenyum pada mereka berdua berkata:
"Anda berdua silahkan tunggu disini sebentar, .aku sementara pamit dulu." Tidak menunggu mereka menjawab, tubuhnya berkelebat menghilang di belakang timi penghalang angin.
Siau Yam melirik pada tirai penghalang angin itu, dengan wajah yang sangat serius berbisik:
"Hud-bun-it-mo, wajah dan hatinya dingin, selain ilmu silatnya hebat, hatinya juga sangat keji, jika kita terpaksa bertarung, maka harus sekuat tenaga menghadapinya."
Dia menghentikan bicaranya sejenak, mengulurkan tangan melepaskan topeng diwajahnya, berkata lagi:
"Kudengar dia tidak suka terhadap orang yang menyembunyikan wajah aslinya, dia menganggap sangat tidak menghormati, walau pun kita belum tentu takut pada dia, tapi lebih baik jangan menimbulkan masalah yang tidak perlu oleh karena hal ini."
Pek Soh-jiu merasa kata-katanya masuk akal, maka dia juga melepaskan topeng diwajahnya, tapi dengan tertawa lepas berkata:
"Seorang nikoh, pasti tidak akan terlalu keji, mungkin kabar itu tidak benar."
Mereka berdua melewati sekat penghalang angin, tampak sebuah ruangan yang mewah, di belakang ruangan ditutupi oleh gorden sutra, tercium samar-samar bau harum, menembus keluar dari celah gorden, seperti tiba di kamar wanita, sama sekali tidak terlihat suasana tempat pendeta.
Baru saja Pek Soh-jiu tertegun, satu angin lembut dengan pelan menggulung gorden, satu sinar biru yang lembut dan warna yang sejuk di mata, membuat mata mereka jadi terang.
Ini adalah satu kamar tidur yang sangat mewah, satu tombak lebih diatas ranjang sutra, duduk seorang nyonya muda yang cantik sekali, wajahnya secantik bunga teratai, tingkahnya sejernih air di musim gugur, dia memakai baju
nikoh berwarna biru langit, rambut panjang yang halus, terurai diatas bahunya seperti awan hitam.
Pipinya malah dingin sekali, mengawasi seluruh indranya, juga sulit bisa menemukan sedikit gambaran perasaan, tapi hal ini tidak bisa menutupi kecantikannya, sebaliknya, malah membuat orang merasakan kesuciannya, tinggi tidak terjangkau.
Tapi, seorang wanita yang memakai baju nikoh, tapi memelihara rambut panjang yang halus, sepertinya sedikit mencolok mata orang, yang membuat Pek Soh-jiu keheranan adalah, Hud-bun-it-mo yang menggempar-kan dunia persilatan ini, kelihatannya sangat muda sekali, dan wajahnya, hampir persis sama dengan Siau Yam, seperti terbentuk dari cetakan yang sama saja.
Ketika dia sedang kebingungan memperhatikan, di atas ranjang itu sudah terdengar satu teriakan dingin:
"Apakah Sicu datang berkunjung karena mendengar nama besar?"
Pek Soh-jiu bersoja membungkuk:
"Aku dengan istriku kebetulan lewat di kuil anda, karena menikmati keindahannya Tee-cui-ki, sehingga mengejutkan Cianpwee, atas kecerobohannya, mohon dimaalkan."
"Hemm!" nikoh berwajah dingin itu berkata:
"Jika Sicu sudah masuk ke dalam Tee-cui-ki, aku terpaksa menyambut kedatangannya dengan aturan biasanya," Dia pelan-pelan bangkit berdiri, mengangkat kepala berjalan keluar, terhadap Pek Soh-jiu dan istri, seperti memandangrendah.
Pek Soh-jiu dan Siau Yam saling pandang sekali, terpaksa mengikuti dia jalan kepekarangan, dia berhenti dan berkata dingin:
"Aku tidak ingin mengambil keuntungan dari orang muda. kalian berdua majulah bersama-sama."
Pek Soh-jiu tertegun:
"Aku suami istri tidak pernah bertemu muka dengan Cianpwee, buat apa harus menggunakan senjata?"
"Jika sudah masuk ke dalam Tee-cui-ki, maka kau harus mengikuti aturannya."
"Kenapa" Cianpwee, walau pun kami telah mengejutkan anda, tapi itu juga tidak begitu serius sampai harus diselesaikan menggunakan senjata!"
"Sebelum Sicu masuk ke dalam Tee-cui-ki, apakah tidak pernah menyelidik terlebih dahulu?"
"Aku telah katakan, kami suami istri kebetulan lewat kuil anda...."
"Baik disengaja atau pun tidak disengaja, larangan sepuluh tahun, tidak bisa dibatalkan oleh kedatangan sehari..."
"Apa larangan Cianpwee itu?"
"Setiap orang yang masuk ke dalam Tee-cui-ki, jika bisa menahan serangan sepuluh jurusku, boleh bebas meninggalkan tempat ini, jika tidak....."
"Bagaimana?"
"Potong satu lengan, musnahkan ilmu silatnya!"
"Ha...ha...ha....sungguh satu larangan yang kejam, memang tidak salah disebut Hud-bun-it-mo......"
Terhadap nyonya muda berpakaian nikoh ini, Pek Soh-ciu sudah merasa sangat sebal, sehingga perkataannya juga jadi tidak mengandung hormat lagi.
Leng-bin-sin-ni menjadi marah dia membentak:
"Bocah yang sombong, aku mau lihat kau berani melanggar masuk ke dalam Tee-cui-ki, sebenarnya punya kemampuan apa." Tangannya mendadak diulur-kan...
angin pukulan seperti panah dengan tenaga yang lembut, seperti sebuah jaring langit, menutup ke arah kepala Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu melihat Leng-bin sinni dengan ringan melayangkan tangannya, tapi tenaganya terasa sangat dahsyat, hatinya merasa terkejut, namun dia memiliki ilmu dari tiga aliran, walau pun mendadak bertemu dengan lawan kuat, tetap bisa bersikap tenang, sekali menggerakan lengannya, pedang Im-cu sudah dicabutnya.
Boom..... dia terdorong mundur beberapa langkah ke belakang, walau pun pedangnya tidak sampai teriepas dari tangannya, tapi lengan kanannya terasa kesemutan, dia baru menyadari wanita iblis ini, memang benar ilmu silatnya sangat tinggi.
Tapi Leng-bin-sin-ni juga tidak mendapat keuntungan besar, tubuhnya juga terhuyung-huyung oleh hawa pedang Pek Soh-jiu, setelah lengan bajunya di kibaskan berturut-turut dua kali, baru dia bisa menstabilkan dirinya. Sepasang matanya menatap dengan seram, hemm... berkata lagi:
"Ternyata Sicu adalah muridnya Sin-ciu-sam-coat, tidak aneh berani kurang ajar padaku, masih ada sembilan jurus, mari kita coba lagi."
Bahunya tidak bergoyang, kaki tidak melangkah, begitu tubuhnya bergoyang, dia sudah maju tiga kaki, tangannya
memukul, segulung tenaga dalam yang hangat perlahan menekan ke dada Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu yang melihat gerakan telapak dia walau pun pelan, tapi diam-diam mengandung jurus mematikan yang tiada taranya, membuat orang seperti minum arak keras, seluruh tubuh merasa tidak bertenaga, tidak tahan hatinya menjadi dingin. Tapi dia tahu jika sampai telapak dia mengenai tubuhnya, dia pasti tidak akan selamat, maka dia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, pedang ditangan kanan digerakan seperti kilat, telapak kiri digerakan seperti guntur, dalam satu jurus dia sudah menggunakan jurus pedang Im-cu, dan juga jurus Kong-hong-sam-si, memaksa Leng-bin-sin-ni mundur.
Wajah Leng-bin-sin-ni berubah, lalu mendengus sekali, berkata lagi:
"Sicu sungguh hebat, bersiaplah kembali."
Dua jurus menyerang tanpa hasil, membuat Leng-bin-sin-ni timbul nafsu membunuhnya, sepasang telapak tangan segera bergerak bergantian menyerang, pukulannya mengeluarkan angin keras dan mengeluarkan hawa panas, membuat bajunya Siau Yam yang berdiri satu tombak lebih ikut berkibar-kibar, wajahnya tampak terkejut.
Ini adalah pertarungan sengit yang belum pernah dialami oleh Pek Soh-jiu, dia harus mengerahkan seluruh kemampuannya, sekuat tenaga bertahan sampai sembilan jurus, baju sastrawan yang dipakainya, hampir seluruhnya sudah basah oleh keringat.
Leng-bin-sin-ni sudah mengalami ratusan kali pertarungan, di bawah tangannya yang mulus itu, entah sudah berapa banyak pesilat tinggi ternama yang telah dia kalahkan, tidak di sangka Pek Soh-jiu yang begitu muda
malah mampu bertahan sampai sembilan jurus, kejadian ini sungguh membuat dia sangat terkejut.
Pada jurus yang paling terakhir, dia telah mengerahkan seluruh kemampuannya, puluhan tahun berlatih silat dengan keras, begitu tenaga telapaknya baru saja keluar, dunia seperti akan kiamat, seluruh mahluk di bumi, dalam sekejap seluruhnya seperti mati.
Serangan telapak tangan kali ini, sungguh terlalu hebat, Siau Yam yang menonton di pinggir hatinya pun jadi berdebar keras, dia takut Pek Soh-jiu terluka oleh Leng-bin-sin-ni, lengan mulusnya diayunkan, tiga titik bintang dingin melepas kearah dadanya Leng-bin-sin-ni.
Pek-lek-bie-sin-ciam adalah senjata rahasia perguruan Thian-ho yang paling hebat, walau seorang ahli silat yang manapun begitu mendengar nama jarum lembut ini wajahnya akan menjadi pucat, kepandaian Leng-bin-sin-ni yang sangat tinggi pun, tetap harus berhati-hati menghadapinya, jurus yang baru dilakukan setengah jalan, terpaksa di rubah, dia menurunkan pergrlangan tangannya, memutar tubuh, lengan bajunya digetarkan, tiga buah Pek-lek-bie-sin-ciam Siau Yam yang sangat dahsyat itu, semua berhasil digulung ke dalam lengan bajunya, namun karena gerakannya tertahan, Pek Soh jiu jadi bisa menarik nafas, dia melayang mundur lima langkah, jari tengahnya dijentikan, tak... terdengar suara ringan, wajah cantik Leng-bin-sin-ni yang dingin itu, tampak berubah menjadi merah.
Ternyata karena Pek Soh-jiu terdesak mengerahkan tenaga dalam, Pouw-ci-sin-kangnya tidak bisa digerakan dengan sepenuh tenaga, walau pun bisa memecahkan tenaga dalam pelindung tubuh Leng-bin-sin ni, tapi tenaga luncurnya sudah habis begitu menyentuh sasarannya, titik sinar itu dengan tepatnya mengenai tempat yang sangat empuk dan sensitif di bagian dada, hal ini telah membuat
Leng-bin-sin-ni yang menjaga tubuhnya sangat suci itu, tenggelam kedalam perasaan yang belum pernah dirasakan.
Siau Yam yang melihat jadi gembira, cepat-cepat mengulurkan tangan menarik Pek Soh-jiu, mereka berdua meloncat kebelakang, dengan beberapa loncatan, mereka melarikan diri menuju kegelapan malam.
Setelah Mereka berdua mendapatkan kudanya, langsung lari keluar puluhan lie, sampai terlihat terang diufuk timur, mereka baru bisa merasakan lega, Siau Yam duduk disisi sebuah pohon, dengan memelas sekali berkata:
"Kau, kau sungguh jahat."
Pek Soh-jiu tertegun berkata:
"Aku jahat" Aneh, aku kapan jahat?"
Siau Yam melirik dia dengan mata putih, katanya:
"Masih berani berkata tidak jahat, kau membawa orang semalaman berlari kesana-kemari, sampai kulit mata pun menjadi berat tidak bisa dibuka......"
Pek Soh-ciu duduk disebelahnya, dengan lembut memeluk tubuh Siau Yam, berkata:
"Oh gitu, aku punya satu obat mujarab yang bisa memulihkan rasa lelah, sini, aku berikan padamu!"
Siau Yam mengangkat alis, baru saja mau mengatakan tidak percaya, dua bibir munggil semerah delima itu sudah disumbat olehnya, benar saja ini resep obat yang mujarab, semalaman kelelahan, setelah dicium lama, rasa lelahnya jadi tersapu bersih sedikit pun tidak tersisa, lama... dia baru mendorong Pek Soh-jiu, tubuh menggeliat, rebah dalam pelukannya berkata:
"Hemm, masih berkata tidak jahat, sedikit lagi jahatnya akan keluar minyak." berhenti sejenak, berkata lagi, "Hai, Toako, kau tahu Leng-bin-sin-ni, sebenarnya siapa?"
"Tentu saja tahu, jika tidak bagaimana masih bisa disebut seorang Bulim kelas satu?"
"Kalau begitu siapa dia?"
"Hud-bun-it-mo'
"Dan?"
"Leng-bin-sin-ni."
"Omong kosong."
"Kau tahu?"
"Tentu."
"Coba katakan."
"Sepuluh tahun lalu, di dunia persilatan muncul m-orang remaja putri berbaju biru langit, dia cantik tiada duanya, sehingga tidak tahu sudah memikat berapa banyak laki-laki, tapi ilmu silatnya sangat tinggi, hatinya malahan dingin sekali juga sangat kejam, di dalam waktu tidak sampai tiga tahun, para pesilat tinggi dari berbagai aIiran, entah sudah berapa yang mati atau terluka dibawah sepasang tangannya, kemudian tidak tahu apa sebabnya, mawar berduri ini malah menghilang. Menjadi murid Budha, tapi rambut dia dan warna biru langit kesukaannya, tetap menjadi lambang khususnya, dan wajah dingin hati kejam, kecantikannya, tetap tidak memudar, makanya mendapatkan julukan Hud-bun-it-mo, Leng-bin-sin-ni, mengenai bagaimana dia menetap di Pek-Iiong, itu jadi misteri."
Pek Soh-ciu mengeluh:
"Kepandaianku berasal dari tiga keluarga, malah tidak bisa menahan sepuluh jurus serangannya, tampak ilmu silatnya sungguh susah di ukur, dalam seperti lautan....."
Siau Yam berkata:
"Semenjak leng bin sin ni masuk kedalam dunia persilatan, hampir belum pernah bertemu dengan lawan seimbang, guruku yang ilmu silatnya sulit diperkirakan, dalam pembicaraan sehari-harinya, juga sangat memuji dia, Toako bisa menahan sepuluh jurus serangannya, sudah cukup menggemparkan dunia."
Pek Soh-jiu membalikan tubuh dia berkata:
"Nama Thian-hoTeng dan gurumu juga telah menggemparkan dunia persilatan, dan di dalam hati semua orang ada rasa ketakutan, ini menjadi teka tekiku, apa sebabnya?"
Siau Yam tertegun:
"hal ini aku sendiri juga tidak jelas......, kita jangan hanya berbincang saja, carilah makanan untuk mengisi perut."
Pek Soh-jiu melihat Siau Yam tidak mau membicarakan perguruannya, dia tahu pasti ada hal yang sulit dibicarakan, maka dia tidak banyak tanya lagi, pelan-pelan memapah dia, baru saja mau naik keatas kuda, mendadak sebuah garis bayangan merah dengan mengeluarkan suara yang tajam, melesat ke arahnya, bayangan itu berasal dari dalam sebuah hutan lebat disisi jalan, dengan ringan dia mengangkat lengannya, menangkap kearah bayangan merah itu, telapak tangannya merasa panas, hampir saja bayangan merah itu terlepas dari tangannya, cepat-cepat dia melihat kearah telapaknya, telihat sebuah bendera merah berbentuk segi tiga kecil berwarna merah api.
Ketika dia bengong tidak mengerti, Siau Yam tiba-tiba berteriak terkejut, seperti melihat ada ular berbisa, wajah cantik yang tadinya kemerah-merahan sekarang malah menjadi pucat.
Pek Soh-jiu terkejut berkata: "Kenapa" Adik Yam."
Siau Yam tidak menjawab, sepasang matanya, menatap ketakutan ke arah sisi hutan, Pek Soh-jiu melihat mengikuti arah pandangannya, barulah dia melihat di bawah bayangan pohon, berdiri tiga orang nona berbaju yang satu ungu yang dua hijau, dan dua nona berbaju hijau itu, adalah Hu-in dan Cu-soat yang pernah bertemu di Hun-sie, dia sekarang mengerti, ternyata nona berbaju ungu itu, adalah saudara seperguruannya dari Thian-ho-leng, dia akan maju ke depan, tapi Siau Yam mencegahnya berkata:
"Toako, kau tunggu disini, biar aku yang bicara dengan dia."
Urusan perguruan orang lain, Pek Soh-jiu tentu saja tidak bisa ikut campur, dia memberikan bendera segi liga merah pada Siau Yam, lalu berdiri dibawah pohon, menunggu perkembangannya.
Siau Yam mendatangi nona berbaju ungu, membungkuk menghormat berkata:
"Apa kabar Ji-suci."
Nona berbaju ungu mendengus dingin:
"Sam-sumoi kapan sudah bersuami" Bisa berkelana di dunia persilatan, begitu mesra, sungguh membuat orang ngiler, tapi segelas arak bahagia pun tidak mengundang Suci meminumnya?"
Siau Yam berkata tawar:
"Asalkan Ji-suci mau memberi muka, aku pasti mempersembahkannya."
Wajah nona berbaju ungu tiba-tiba menjadi dingin, katanya:
"Aku tidak seberuntung itu, tapi tiga hal yang guru perintahkan padamu, kau pasti sudah menyelesaikannya, betul?"
Siau Yam dengan gagap berkata:
"Ini......"
"Kenapa, apakah kau sudah melupakan perintah guru?"
"Aku tidak berani."
"Lalu sudah menyelesaikan berapa?"
"Harap Ji-suci bisa memaafkan ketidak mampuanku."
"Kau berani membangkang perintah guru?"
"Aku tidak ada maksud sedikitpun, tapi......"
"Baik, kau ikut aku pergi menghadap guru."
"Dimana guru sekarang?"
"Thian-ciat-leng."
Siau Yam begitu guru tidak keluar gunung, semangatnya naik lagi berkata:
"Aku masih ada urusan yang belum selesai, harap Ji-suci memberi aku waktu beberapa hari."
Nona berbaju ungu berteriak marah:
"Kau berani menghianati perguruan?"
"Keberanian setinggi langit pun, aku tidak berani melakukan penghianatan pada perguruan, ucapan Ji-suci terlalu serius."
"Kalau begitu, kau ini bertekad tidak mau ikut bersama-sama aku?"
"Harap Ji-suci memaklumi."
"Baiklah, mengingat sama-sama seperguruan, aku tidak memaksa, tapi kekasihmu ini, bagaimana pun aku harus membawanya pergi!"
Wajah Siau Yam berubah:
"Harap Ji-suci jangan terlalu memaksa, perbuatanku, nanti pasti akan kutanggung pada guru untuk menerima hukumannya, tapi masalah hari ini, aku tetap berharap Ji-suci bisa mengabulkannya."
Nona berbaju ungu tertawa dingin:
"Baik, baik, karena Sam-sumoi sudah berhasil mempelajari seluruh kepandaian guru, kita kakak beradik bisa saling mengujinya."
Tangan mulusnya langsung diayunkan, segera timbul angin kencang, Pek Soh-jiu yang berdiri sejauh satu tombak lebih, juga merasakan seperti dilanda oleh tenaga yang berhawa dingin, tapi Siau Yam sepertinya tidak begitu peduli pada jurus telapak yang hebat ini, hanya setengah memutar tubuhnya, dia sudah menghindar serangan ini, lengan kirinya diputar, telapaknya membalas menyerang ke arah tulang iga kiri nona berbaju ungu.
Nona berbaju ungu mendengus, dia menarik tangannya lalu memotong dengan kuat kearah perge-langan tangan Siau Yam, kaki kanannya menendang ke alas, diujung
kakinya yang mulus ternyata dipasang besi tajam, menendang kearah dada Siau Yam.
Begitu mereka bertarung dalam sekejap lima puluh jurus lebih sudah lewat, kedua belah pihak walau pun saling mengerahkan jurus jurus hebat, tapi karena masing-masing pihak hafal akan ilmu silat lawannya, selalu hanya sekali menyentuh langsung menghindar, sekali menyerang langsung ditarik kembali, keadaannya sulit bisa menentukan siapa menang siapa kalah.
Setelah bertarung lama tidak ada hasilnya, nona berbaju ungu seperti sudah tidak sabaran lagi, mendadak dia merubah jurusnya, setiap jurusnya mengeluar kan gemuruh angin dan kilat, serangannya sangat dahsyat sekali.
Siau Yam juga mengerahkan seluruh kemampuannya, setiap gerakan sepasang telapak tangannya, mengeluarkan suara siulan yang memekakan telinga, dua orang kakak beradik seperguruan ini, ilmu silatnya seimbang, bertarung tidak ada keputusannya.
Dengan satu teriakan keras, pertarungan di lapangan akhirnya berhenti, Pek Soh-jiu melihat Siau Yam diam berdiri di sisi kiri jalan, baju dibahu kanannya robek, diatas dadanya yang padat itu, ada titik-titik merah bekas darah, tidak tahan dia jadi berteriak terkejut, dia meloncat maju, mengangkat lengannya Siau Yam berkata:
"Adik Yam, bagaimana lukamu" Cepat......biar aku lihat."
Wajah Siau Yam, terkilas senyum kebahagiaan, sepasang mata cantiknya sedikit memejam, dengan lembut menyandar keatas dadanya Pek Soh-jiu berkata:
"Tidak apa-apa, aku hanya terluka ringan, Toako, kita pergi saja."
Pek Soh-jiu berkata baik, sambil memeluk Siau Yam mereka berjalan menuju ke tempat berhentinya kuda, dia melihat kebelakang pada nona berbaju ungu, terlihat wajah dia putih pucat, dadanya kembang kempis dengan cepat, luka yang diderita, sepertinya lebih parah dari pada Siau Yam, mendadak hatinya bergerak, dia melepaskan Siau Yam, sekali meloncat satu tombak lebih, pada nona baju ungu bersoja:
"Nona......."
Nona berbaju ungu mendadak mengangkat kepala, berkata dingin:
"Apakah kau ingin menghabisi aku" Hemm, walau Giok Ie-ko terluka parah, tapi kau belum tentu bisa mengambil keuntungan."
Pek Soh-jiu tertawa:
"Aku tidak biasa memukul anjing yang jatuh ke air, nona Giok tidak perlu cemas."
"Hemm, lalu kenapa menghadang jalanku?"
"Aku punya beberapa hal yang tidak mengerti, ingin meminta jawaban dari nona Giok."
"Giok Ie-ko selamanya tidak pernah terima ancaman, anda lebih baik tutup mulut saja."
"Aku memohon dengan hormat, kenapa nona Giok terus menolaknya!"
"Hemm......"
"Guru anda menugaskan istriku tiga hal penting, .
apakah nona Giok bisa beri tahukan apa isinya?"
"Anda bisa tanyakan saja pada istri anda, Giok Ie-ko tidak bisa menjawabnya."
"Istriku tidak berniat mengkhianati perguruannya, nona tanpa penyelidikan terlebih dulu, malah bertarung dengan sesama perguruan, aku sungguh sangat tidak setuju dengan nona."
"Masalah perguruanku, orang luar tidak perlu ikut campur, harap anda tahu diri."
"Jika nona Giok bersikeras tidak mau memberi tahukan, aku juga tidak akan bertanya, tapi, tidak peduli siapa pun, jika berani melukai sehelai rambut istriku, aku pasti membalasnya sepuluh kali lipat."
"Sungguh bermulut besar, sayang perguruan Thian-ho bukan lawan yang bisa anda takut takuti!"
Saat ini Siau Yam sudah datang kesamping Pek Soh-jiu, dengan lembut menarik lengan Pek Soh-jiu berkata:
"Toako! Urusan kita masih banyak, buat apa berkata sia-sia, mari jalan."
Pek Soh-jiu merasakan tangannya Siau Yam, sedikit gemetaran, lalu melihat wajahnya, tampak sangat gelisah, tidak tahan dia jadi terkejut, katanya:
"Ada apa" Adik Yam! Apakah merasa sakit lukanya?"
"Aku baik-baik saja! Tempat ini tidak baik untuk tinggal lama-lama, lebih baik kita pergi saja."
"Kenapa" Sam -sumoi tidak mau bertemu dengan Toa-suci, betul tidak?"
Tiba-tiba seorang wanita baju merah, memimpin dua belas laki-laki besar berbaju ketat melangkah keluar dari dalam hutan, dia menyebut dirinya Toa-suci, pasti adalah Toa-sucinya Siau Yam. Ditangannya membawa sebuah bendera merah bertiang besi yang panjangnya sekitar tiga kaki, matanya menyorot sekali pada Pek Soh-jiu, di sudut
mulutnya tampak sebuah senyum dingin mengerikan, kemudian bendera merahnya dikibaskan, dua belas laki-laki besar yang tangan kiri memegang tameng, tangan kanan memegang golok, segera mengurung Pek Soh-jiu dan Siau Yam.


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau Yam menegakan tubuhnya, menghormat sekali pada wanita baju merah berkata:
"Siau Yam menghadap Toa-suci."
Wanita baju merah menjawab yaa sekali berkata:
"Tidak berani, sampai guru pun kau pandang sebelah mata, bagaimana bisa memandang aku."
Siau Yam batuk perlahan, berkata:
"Aku tidak menghianati perguruan, Toa-suci......"
Wanita baju merah mencibirkan bibirnya:
"Kalau begitu tiga hal penting yang diperintah guru padamu, pasti telah berhasil kau laksanakan!"
"Toaci, kalian berdua terus menerus menekan aku dengan tiga hal penting yang guru perintahkan padaku, aku tanya pada Toa-suci apakah tahu batas waktu yang di tentukan guru padaku untuk menyelesai-kan tiga hal penting itu?"
"Aku memang belum pernah mendengar beliau mengatakannya."
"Kalau begitu Toa-suci tidak perlu karena ingin bersenang-senang sesaat, jadi memperbesar masalahnya."
"Sungguh mulut yang tajam sekali, walau lidahmu bisa berkembang bunga teratai, tetap saja tidak bisa menghindar dari hukuman menipu guru, dimulut berkata iya tapi kelakuannya bertentangan!"
"Aku tidak berniat mengambil keuntungan sedikit pun dari bersilat lidah, tapi jika Toa-suci bersikukuh mengatakannya, terpaksa persilahkan Ji-suci untuk bertanggung jawab atas memperlambatnya penyelidikan."
Walau wanita baju merah diperintahkan untuk
menyelidiki tingkahnya Siau Yam, tapi tidak berani menanggung tanggung jawab terlambatnya penyelidikan, maka begitu mendengar ini dia jadi tertegun, lalu dengan wajah tersenyum berkata:
"Kalau demikian, jadi ini semua salahku, tapi jika tidak perhatikan masalah tidak apa-apa, begitu memperhatikan masalah maka akan jadi kacau, kata-kataku tadi, semuanya berniat baik......"
Wanita baju merah mengibaskan lengan mulusnya, dua belas laki-laki besar baju silat, segera mundur kebelakang dirinya, dia melirik pada Pek Soh-jiu berkata:
"Siauhiap ini......kenapa tidak Sam-sumoi perkenalkan padaku?"
Siau Yam sudah menduga Toa-sucinya pasti akan menanyakan hal ini, dengan tersenyum tenang berkata:
"Siauhiap ini adalah Ciu-bu muridnya Leng-bin-sin-ni, aku juga baru berkenalan."
Wanita baju merah berkata yaa sekali, sepasang matanya yang besar dan dalam itu, menatap pada Pek Soh-jiu berkata:
"Ciu Siauhiap ternyata adalah muridnya Leng-bin-sin-ni
.... Wie Pui-hoa sungguh tidak sopan."
Pek Soh-jiu bersifat sombong dan kaku, juga tidak biasa berbohong, apa lagi terhadap wanita cantik yang tidak dikenal, lebih-lebih merasa canggung.
Siau Yam melihat Pek Soh-jiu terdesak malu, cepat-cepat mewakili menjawab:
"Ciu Siauhiap baru berkelana ke dunia persilatan, tidak pandai bicara, harap Toa-suci memakluminya."
Saat ini Giok Ie-ko sudah selesai mengobati lukanya dia mendengus padd,Wie Pui-hoa berkata:
"Aku tadi pernah melihat bocah Yam dengan bocah itu......hemm, sangat menggelikan membuat orang ingin muntah......."
Wie Pui-hoa mendadak membelalakan matanya, di sudut mulutnya tampak senyum dingin penuh siasat berkata:
"Apa jawaban Sam-sumoi terhadap ini?"
Wajah Siau Yam berubah berkata:
"Guru mengutus aku berkelana ke dunia persilatan, tidak membatasi tingkah laku pribadiku, terhadap masalah ini aku tidak ingin membahasnya lebih lanjut."
Wie Pui-hoa berkata dingin:
"Guru perintahkan aku menyelidiki para murid perguruan kita, boleh melakukan tindakan apapun, jika Sam-sumoi tidak mau menjelaskannya, aku terpaksa persilahkan Ciu Siauhiap datang ke Thian-ciat-leng."
"Toa-suci mempersulit orang saja, maaf aku tidak bisa menerimanya."
Wie Pui-hoa berteriak lalu berkata:
"Perintah Thian-ho sekali keluar, seperti guru sendiri yang datang, jika Sam-sumoi berani tidak memandang perintah bendera dari perguruan, maka maafkan aku jika tidak pedulikan hubungan kita sebagai saudara
seperguruan." Perkataannya belum habis, mendadak dia maju dua langkah, lengan kanannya diayunkan, sebuah sinar merah yang menyilaukan mata, secepat kilat menggulung kearah dada Siau Yam.
Dalam hati Siau Yam tahu masalah hari ini, pasti tidak akan bisa diselesaikan baik-baik, untungnya bukan gurunya sendiri yang datang, jika dia dengan suaminya bersama-sama menghadapi, mungkin bisa lolos dari maut, saat melihat Wie Pui-hoa menyerang dengan gulungan bendera, segera dia menyabetkan pedang panjangnya, dengan cepat menyerang kearah jalan darah Kut-cie, Kiam-keng, Hian-ki, Hu-tiong.
Tapi Wie Pui-hoa adalah murid pertama dari Thian-ho-leng, murid kesayangannya Ang-kun-giok-hui, di dunia persilatan orang yang dapat menandinginya hanya bisa di hitung jari, walau Siau Yam satu perguruan dengan dia, tetap saja merasa kewalahan menghadapinya, tapi dia sudah tidak pedulikan lagi hidup atau mati, demi cintanya yang abadi, akibat apa pun yang terjadi, dia tidak akan ragu ragu lagi, dia sudah jelas tahu ilmu silat Wie Pui-hoa lebih tinggi darinya, makanya begitu menyerang, dia langsung menggunakan jurus nekad biar sama-sama terluka.
"He...he...he!" Wie Pui-hoa tertawa dingin berkata,
"Kenapa Sam-sumoi! Suci hanya mewakili guru memberi pelajaran padamu, kau malah bertarung mati matian! Kita kakak beradik, tidak perlu bertarung mengadu nyawa."
Dimulutnya bicara enteng, tapi jurusnya sangat keji sekali, benderanya menyerang malang melintang, setiap jurusnya adalah jurus mematikan, hanya terlihat beribu-ribu bayangan bendera, angin pukulannya bergerak ke segala penjuru, dengan tekanan sebesar gunung dari empat penjuru menyerang kearah Siau Yam.
Dalam hati Siau Yam tahu bendera Thian-ho di tangan Wie Pui-hoa, adalah senjata terhebat perguruan yang dikagumi di dunia persilatan, bukan hanya jurusnya saja yang banyak tipuan, tiang benderanya juga terbuat dari baja murni berumur ribuan tahun, walau pun ditangannya ada golok pusaka, jangan harap bisa merusakannya, selain itu benderanya telah diolesi racun. asalkan terkena sedikit saja, meski tenaga dalamnya lebih tinggi pun akan sia-sia, tapi saat ini dia seperti anak panah sudah ditarik diatas busur, mau tidak mau harus dilepaskan, terpaksa dia mengerahkan seluruh kemampuannya, mencari celah menghindar serangan utama, sebisanya bertahan, Pek Soh-jiu melihat keadaannya menjadi gelisah, dia berteriak keras, menerjang maju ke arah Wie Pui-hoa, tapi Giok Ie-ko hanya tertawa dingin, dia menghadang Pek Soh-jiu dan berkata:
"Ji-ie-sin-kang (tenaga sakti dua penampilan) nya Leng-bin-sin-ni, adalah salah satu ilmu silat misterius dunia persilatan, Giok Ie-ko ingin mencoba beberapa jurus dari Ciu Siauhiap, supaya aku bisa menambah pengalaman."
Pek Soh-jiu tidak mau bicara banyak lagi, dia mengangkat alisnya, telapak kanan melancarkan jurus Hong-kan-wie-lauw (Angin menggetarkan loteng), sebuah jurus mematikan yang dahasyat dari tiga jurus Kong-hong-sam-si, telah menerjang ke arah dadanya Giok le-ko, hati Giok Ie-ko tergetar, kakinya cepat-cepat menjejak, tubuh direbahkan, akhirnya dia dapat menghindar dari serangan yang dahsyat ini, tapi wajahnya, tampak berubah jadi ketakutan.
Mendadak, terdengar suara ssst.....ssst.... berkali kali dari empat penjuru arah, di lapangan pertarungan lelah muncul banyak sekali pesilat tinggi yang bertopeng hitam, membuat
lapangan pertarungan yang penuh hawa kematian ini, bertambah selapis hawa setan yang dingin mengerikan.
Pohon dan rumput bergoyang tanpa ada angin, sepuluh lebih orang yang bertopeng dengan membawa kotak besi hitam, pelan-pelan mendesak ke medan pertarungan.
Pek Soh-jiu dan istri serta dua murid dari perguruan Thian-ho, semuanya terkejut oleh perubahan yang terjadi ini, beberapa saat kemudian Wie Pui-hoa berteriak dan berkata dingin:
"Apa maksud kedatangan kalian?"
Disaat ini dari belakang pohon keluar seorang bertopeng yang bertubuh tinggi besar, sepasang matanya yang seperti bintang dingin, menyapu ke seluruh lapangan, lalu berkata:
"Maaf, nona! Jika kau berkenan, boleh tidak usah melibatkan diri."
Wie Pui-hoa mencibirkan bibirnya:
"Begitu muncul Thian-ho, dunia persilatan menyembahnya, anda berani sekali menyuruh aku jangan melibatkan diri, keberaniannya sungguh besar sekali."
Orang bertopeng itu berkata lagi pada Wie Pui-hoa dengan menggunakan ilmu penghantar suara, lalu tertawa berkata:
"Pergilah nona! Di dalam radius seratus li ini, sudah tidak ada satu tempat pun yang aman, sekali kami melakukan serangan, maka tidak terhindar akan mengejutkan anda!"
Wie Pui-hoa memutar matanya, lalu berkata: "Baik!", dan pada Siau Yam sambil menekan wajahnya berkata,
"Sejarah akan kembali terulang, bocah Yam! Ikutlah
dengan Suci baru kau dapat menyelamat-kan nyawa kecilmu, dengarlah kata-kataku, kemarilah."
Siau Yam tertawa keras sambil mengangkat kepalanya berkata:
"Sejarah akan terulang kembali sungguh bagus... terima kasih Toa-suci, aku berniat menghadapi para pesilat tinggi ini."
Wie Pui-hoa sedikit tertegun berkata: "Jika Sam-sumoi berkepala batu seperti ini, kek, Suci jadi sulit membantu."
Dia melihat pada Siau Yam dengan perasaan sayang, lalu membalikan tubuh pergi, membawa para anak buahnya.
Setelah orang-orang Thian-ho-leng meninggalkan tempat, Siau Yam tahu orang-orang bertopeng ini segera akan melakukan serangan, pada Pek Soh-jiu yang sedang mengerutkan alisnya dia berbisik:
"Toako! Para bangsat ini mengerahkan banyak orang, bertekat menangkap kita, kekuatan kita terbatas, sepertinya tidak baik bertarung dengan mereka......"
Kejadian berdarah perumahan Leng-in dulu, sudah membuat Pek Soh-jiu marah sekali, pada saat ini, sekarang, bagaimana dia mau mendengar analisanya Siau Yam, diiringi sebuah teriakan marah yang seperti guntur di musim semi, sinar pedang seperti bintang dingin yang melayang di langit, dengan gerakan tubuh yang cepatnya sulit dibayangkan, dia menerjang ke arah orang bertopeng yang tubuhnya tinggi besar itu.
Siau Yam terkejut sekali, dia cepat-cepat mengejarnya, sepasang telapaknya diayun-ayunkan, sinar perak berkelebat, Pek-lek-bie-sin-ciam yang halus yang jumlahnya tidak terhitung, di bawah serangan seluruh tenaganya,
menyerang ke arah menusia bertopeng yang di tangannya memegang Ngo-tok-tui-hun-cian.
Orang-orang bertopeng yang ada dilapangan, semua perhatiannya sedang tertuju pada Pek Soh-jiu, tidak menduga Siau Yam bisa menyerang lebih dulu, dua genggam senjata rahasia dari Thian-ho-leng, seperti hujan angin tiba-tiba datang menyerang, sepuluh lebih orang bertopeng yang memegang kotak besi, dalam sekejap sudah jatuh setengahnya, beberapa yang tersisa juga ketakutan sampai bengong, wajahnya menjadi pucat tidak berdarah.
Beberapa kejadian ini waktunya sangat singkat, saat mereka sadar kembali, Pek Soh-jiu sudah menerjang sampai di depan orang bertopeng yang rubuhnya tinggi besar, dendam kematian ayah terus terbayang, api amarah di dalam dada, membuat dia lupa akan kesela-matan dirinya.
Hawa pedangnya sedang membelah angin, tenaga yang seperti golok menerjang kearah dada orang bertopeng itu, terjangan pedang yang amat dahsyat ini, sepertinya membuat angin dan awan berubah drastis, langit dan bumi seperti kehilangan warna.
Tapi ilmu silatnya salah seorang bertopeng itu, tidak kalah dengan seorang ahli silat biasa, meski terkejut sampai hati berdebar oleh kedahsyatannya serangan Pek Soh-jiu.
Tapi bagaimana pun juga dia adalah seorang penjahat besar, akhirnya dia bisa juga menggerakan senjatanya, sebuah Kui-jiu (Tangan setan) berhasil menahan tekanan dahsyat hawa pedangnya Pek Soh-jiu, setelah
mementahkan hawa pedang yang seperti dahsayat seperti gunung runtuh itu, lalu dia mencoba menotok kearah jalan darah Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu bersiul rendah, mendadak dia melangkah miring dua langkah, pedangnya dipindah-kan ketangan kiri,
pergelangan tangan kanannya digetarkan, sebuah Hong-ie (Bulu burung hong) yang panjangnya tiga kaki, dengan gerakan Loan-tian-huanyang (burung sembarang menghitung) menerjang keluar, bersamaan itu tangan kirinya diayunkan, sinar perak berkelebat miring, dengan tangan kiri memegang pedang, tangan kanan memegang bulu, dia mengerah-kan dua macam ilmu silat yang menggemparkan dunia persilatan, segera menekan orang bertopeng, hingga masuk ke dalam keadaan bahaya.
Mendadak, ssst...ssst...ssst, di dalam teriakan, berturut-turut meloncat keluar lima orang bertopeng, sinar golok berkilat-kilat, bersamaan menyerang dengan dahsyat pada Pek Soh-ciu. Siau Yam yang melihat jadi gelisah, dia tidak bisa lagi mengawasi orang-orang bertopeng yang memegang Ngo-tok-tui-hun-cian, mulutnya berteriak keras:
"Bangsat, beraninya hanya main keroyokan, kalian tahu malu tidak!" pedang digetarkan, masing masing menyerang titik kematiannya tiga orang bertopeng.
Orang bertopeng yang bertarung dengan Pek Soh-jiu, mendadak mengeluarkan siulan aneh, jurus Kui-jiu nya berubah, menyesuaikan dengan serangan dua orang lainnya, kembali mengambil alih posisi diatas angin.
Siau Yam jadi bertarung dengan tiga orang bertopeng, dia bergerak santai mengayunkan pedang-nya, tapi ketika dia melirik kearah Pek Soh-jiu, tidak tahan hatinya jadi tergetar.
Saat ini yang mengeroyok Pek Soh-jiu adalah tiga orang bertopeng, jurus-jurus mereka tampak sangat hebat, sepertinya ilmu silat mereka diatas latihan puluhan tahun.
Setelah melihat lagi bayangan orang disekeliling, mereka ini sungguh-sungguh adalah para pesilat tinggi yang banyaknya sulit dihitung, menebar di dalam radius puluhan
lie, ada yang terang-terangan ada yang menggelap, kelihatannya peristiwa perumahan Leng-in akan terulang kembali, keadaannya malah lebih berbahaya melebihi waktu itu.
Satu aliran hawa dingin, masuk kearah hatinya, dia sadar, ini bukanlah permusuhan dunia persilatan yang biasa, tapi sebuah siasat busuk menakutkan yang bisa berhenti jika ada satu pihak yang mati.
Maka, dia tidak berharap lagi bisa beruntung lolos, mendadak dia menghimpun hawa murninya, pedang panjangnya tambah bersinar menyilaukan mata, dengan sebelah tangan dia membuat lubang di dada dua orang bertopeng sampai tergeletak mati diatas tanah, lalu dia mengayunkan telapak kirinya, seorang bertopeng lagi mati terkena serangan Pek-lek-bie-sin-ciam.
Begitu dia bergerak, berturut-turut telah membunuh tiga orang pesilat tinggi lawan, tapi dia bukan saja tidak bisa berkumpul dengan Pek Soh-jiu, malah telah dikepung oleh lautan manusia.
Keadaannya Pek Soh-jiu lebih bahaya dari pada Siau Yam, tiga orang bertopeng yang mengeroyok dia, semuanya berilmu sangat tinggi, apalagi orang bertopeng yang tubuhnya tinggi besar, ilmu silatnya sangat hebat, tiga orang itu berkerja sama dengan baik sekali, sedikit celah pun tidak ada.
Matahari sudah merah miring ke barat, waktu-nya telah lewat tengah hari, di lapangan gunung liar ini, tetap tertutup oleh bau amis darah yang kejam. Siau Yam sedang bertahan sekuat tenaga, walau setiap gerakan pedangnya, tentu membuat darah dan daging berterbangan, tapi para orang bertopeng makin bertambah terus, membuat tetap bertahan dengan lautan menusia yang menakutkan.
Mendadak, sebuah teriakan yang menakutkan terdengar, hati Siau Yam tergetar, dia tahu Pek Soh-jiu sudah terluka, maka dia berteriak keras, segenggam Pek-lek-bie-sin-ciam segera dilepaskan, sepasang kakinya menjejak, pinggang langsingnya diputar, tubuhnya meloncat ke atas, menerjang kearah para orang ber topeng yang mengeroyok Pek Soh-jiu.
Ternyata tiga orang pesilat bertopeng yang mengeroyok Pek Soh-jiu, dengan posisi tiga lawan satu, masih tetap tidak bisa mengambil keuntungan.
Mereka lalu memberi isyarat gelap, mendadak
menyerang satu jurus, kemudian tubuhnya dengan cepat mundur kebelakang satu tombak lebih, bersamaan itu terdengar suara ringan, pang.....panah beracun secepat kilat menyerang ke arah punggung belakangnya Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu terkejut, lengan kirinya bergerak, pedang panjangnya mengeluarkan hawa pedang yang amat kuat, menyapu kearah panah beracun itu, bersamaan kaki menghentak, cepat laksana kilat Hong-ie nya digetarkan, menotok kearah dada orang ber-topeng yang menggunakan golok yang berada di sebelah kiri.
Gerakan dia sangat cepat sekali, orang bertopeng itu sama sekali tidak menduga dalam ancaman serangan panah beracun, dia masih mampu membalas serangan, maka segera terdengar satu jeritan mengerikan, Hong-ie di tangan Pek Soh-ciu telah menembus dadanya, namun lengan kiri dia pun terasa sakit yang amat sangat, traang.......pedang panjangnya dijatuhkan di atas batu gunung, di dalam hati dia tahu lengan kirinya telah terluka oleh panah beracun, cepat-cepat dia menotok jalan darah Jang-koan-hiat di lengan kiri, menghambat aliran racunnya, lalu membelitkan Hong-ie dipinggang, dengan cepat mengeluarkan Pouwlong-tui dari dalam dadanya, mulutnya bersiul panjang, menerjang kearah orang-orang bertopeng.
Sinar hitam tampak bergulung-gulung seperti naga bermain, dia menyapu melintang memukul lurus, berkelebat di seluruh lapangan, Pouw-long-tui nya menimbulkan suara guntur dan hawa panas, mematahkan kaki tangan lawan, membuat daerah yang berbau amis darah ini, lebih mengerikan seratus kali dari pada neraka.
Orang-orang bertopeng jadi ketakutan, di bawah sapuan Pouw-long-tui, mereka pontang panting melarikan diri ke dalam hutan, maka pertarungan sengit pun berakhir, tapi meninggalkan keadaan yang mengerikan..
0-0dw0-0 BAB 6 Dibawah telapak tangan raja neraka
Diantara celah rumput gunung liar, tergeletak mayat-mayat tanpa kaki atau tangan, darah berceceran dimana-mana, dalam sinar sore sangat mencolok mata dan mengerikan, namun, di dalam lapangan liar yang mengerikan ini, malah berdiri sepasang remaja yang seluruh rubuhnya penuh dengan bercak darah, mereka adalah Pek Soh-jiu dan Siau Yam yang baru lolos dari pertarungan berdarah.
Dengan sepasang mata Pek Soh-jiu yang merah
membara, dia melihat pada mayat-mayat yang
bergelimpangan cacat itu, dia tertawa keras memekikan telinga dan memilukan:
"Rumah hancur......orang mati......Leng-in meninggalkan kebencian! Ha...ha...ha...kalian tidak melepaskan aku, bagaimana aku bisa melepaskan kalian para bangsat keji ini!
Ha...ha......"
Dua sorot mata selembut air dimusim semi, diiringi dengan suara merdu yang mesra tapi ketakutan, memanggil-manggil disisi telinganya:
"Toako! Lengan kirimu sudah terluka oleh panah beracun, sama sekali tidak boleh emosi, mari, makan dulu obat ini."
Tapi dendam baru dan lama, kepedihan di dalam hati, kenyataan yang kejam berdarah ini, hampir membuat dia tidak bisa mengendalikan diri, lama......dia baru bisa tenang, memandang ke gunung yang jauh, dengan sedih dan mengeluh berkata:
"Adik Yam! Aku......hanya, merepotkan kau......"
Siau Yam mengangkat alis:
"Kata-kata apa ini! Toako! Kau lupa kita ini adalah suami istri?"
"Benar, adik Yam! Lautan mengering batu melepuh, cinta kita tidak berubah, tapi... para bangsat ini menyiapkan jebakan dalam radius seratus lie, ditambah aku sudah terluka panah beracun, perjalanan kita... haai......"
"Jangan putus asa! Para bangsat yang menyiapkan jebakan dalam seratus lie, belum tentu bisa menahan kita, tapi racun dari Toan-hun-cauww, jaman sekarang, hanya guruku dan ketua Kai-pang sesat Cu Kwan-cing yang punya obat penawarnya, kita pergi saja ke Thian-ciat leng mengadu nasib, bagaimana?"
"Haai, adik Yam! Demi aku, kau sudah menjadi murid yang berkhianat pada guru, pergi ke Thian-ciat-leng, bukankah itu sama dengan menyerahkan diri!"
"Kalau begitu......kita cari saja Cu Kwan-cing......."
"Dunia begitu luas, tidak mudah mencari orang, tapi kau tidak perlu gelisah, untuk mengobati racun Toan-hun-cauww, masih ada satu cara yang aneh!"
"Cara apa itu" Cepat katakan."
"Ini......haai......"
"Kau ini kenapa" Kak! Apakah......apakah terhadap aku pun merahasiakannya!"
"Kau jangan salah paham, adik Yam, sebenarnya cara itu......cara itu......"
"Katakan! Kita suami istri apakah masih harus ada pertimbangan."
Pek Soh-jiu terdiam sejenak berkata:
"Sebenarnya cara aneh itu kau juga sudah tahu, aku pernah terkena panah beracun yang dilakukan oleh Pek Kuo taysu dari Siauw-lim, kemudian meloncat ke dalam Huang-ho, baru......"
Wajah Siau Yam jadi merah, perlahan merebahkah diri pada Pek Soh-jiu berkata:
"Toako! cepat kita cari air, bagaimana pun......aku ini istrimu......"
Demi untuk bisa lolos dari kepungan seratus lie, demi melawan musuh kuat yang akan dihadapi, mengobati racun Toan-hun-cauww, adalah hal yang tidak bisa ditunda, maka mereka berdua di dalam kegelapan malam segera menuju arah Sin-an-kang di tenggara.
Siau Yam mendadak menghentikan langkah berkata:
"Toako, cara ini kurang baik......"
Pek Soh-jiu merasa aneh:
"Apanya yang kurang baik" Adik Yam."
"Musuh telah membuat jebakan dimana-mana, dengan dadanan seperti kita ini, bagaimana bisa mengelabui mata mereka!"
Pek Soh-jiu melihat pada mayat mayat diatas tanah dan berkata:
"Tidak salah, kita pinjam saja baju mereka untuk digunakan."
Mereka berdua memilih baju yang pas untuk tubuh mereka, lalu menutup wajah dengan topeng hitam, dengan baju berkibar-kibar mereka bergandengan berlari cepat, ketika kentongan dua berbunyi, akhirnya mereka tiba di tepi Sin-an-kang, Pek Soh-jiu segera melepaskan seluruh bajunya, dengan bertelanjang bulat masuk ke dalam air, Siau Yam sendiri duduk di atas gunung kecil yang ada di pinggir sungai, mengawasi sekeliling, menjadi penjaganya.
Kira-kira lewat dua jam lebih, Pek Soh-jiu merasakan timbul panas di Tan-tian, dia tahu racun telah bereaksi, sepasang tangan mendayung air, berenang kearah tepi pantai.
Mendadak...... "Pakailah bajumu, binatang kecil." terdengar teriakan merdu, seperti geledek di siang hari, hati Pek Soh-jiu tergetar, dengan cepat menenggelamkan kembali tubuhnya ke dalam air, setelah beberapa saat, pelan pelan dia memunculkan kepalanya ke atas permukaan air, terlihat seorang wanita yang sangat cantik berbaju biru langit,
berdiri dibawah sinar bulan, melihat dari baju dan suaranya, tentu saja tidak salah lagi dia adalah Hud-bun-it-mo Leng-bin-sin-ni yang tinggal di kuil Pek-liong, tapi pakaian yang dia pakai sekarang ada pakaian yang ketat, pakaian wanita yang sangat seksi, apakah Sin-ni yang namanya menggemparkan dunia persilatan ini, malah seorang yang tidak bisa mensucikan diri.
Tidak peduli wanita cantik ini betul atau bukan Leng-bin-sin-ni, dia tidak bisa terus menerus merendam dirinya di dalam air seperti ini, untungnya dia menghadap dengan punggungnya, walau keadaannya serba salah, tapi tidak terlalu memalukan; sehingga diam diam dia naik kepantai, dengan gerakan yang paling cepat, dia memakai bajunya.
Saat ini... sesungguhnya tidak perlu tahu siapakah wanita ini, tubuhnya berkelebat, langsung berlari ke arah gunung tempat Siau Yam berjaga.
"Ingin pergi" Hemm tidak segampang itu!" bayangan orang berkelebat, wanita yang berbaju biru langit itu, telah menghadang di depan jalannya.
Dia melirik pada wajah yang kecantikannya membuat hati orang berdebar, dinginnya membuat hari orang kedinginan, lalu dengan mengepalkan sepasang telapaknya berkata:
"Pek Soh-jiu menghormat Cianpwee."
Wanita yang berpakaian baju manusia biasa ini, memang betul Hud-bun-it-mo yang ternama di dunia persilatan, dengan wajah dan hatinya yang dingin, dan tindakannya yang kejam, dia mendengus sekali berkata:
"Jangan pura-pura, menyeranglah!"
Pek Soh-jiu bengong sebentar, lalu berkata:
"Kita ini tidak ada permusuhan dan juga tidak ada dendam, apa maksud Cianpwee ini?"
Leng-bin-sin-ni berteriak marah berkata:
"Jangan pura pura bodoh, orang she Pek, jika kau tidak menyerang, nonamu terpaksa menghabisimu!"
Pek Soh-jiu sedikit tertegun, mendadak tertawa terbahak-bahak. Seorang Sin-ni yang termasyur di dunia persilatan, malah memakai baju orang biasa yang seksi memikat, menyebut dirinya sendiri nona, tentu saja ini adalah hal yang aneh juga sangat menggelikan, tetapi tertawa kerasnya mengakibatkan dua akibat yang berbeda, Leng-bin-sin-ni memang mengira dia melecehkan dirinya, dari sorot matanya timbul hawa mem-bunuh, padahal yang paling parah adalah dirinya sendiri, tadinya di dalam Tan-tian nya, sudah terasa ada gulungan hawa yang membara, karena dia menghormati Leng-bin-sin-ni sebagai seorang Lo-cianpwee dunia persilatan, sehingga dia memaksakan diri menahan.
siapa tahu setelah tertawa keras beberapa saat, hawa panasnya jadi meluap, dia seperti Huang-ho yang bobol tanggulnya, sekali menerjang seribu lie, membentuk satu situasi yang tidak bisa dikendalikan.
Di dalam tenggorokannya mengeluarkan suara auman, sepasang mata yang merah bersinar, menatap tajam bagian tubuh Leng-bin-sin-ni yang memikat itu, sepasang kakinya sedang bergerak, setiap langkah seperti godam memukul tanah, membuat sisi sungai juga bergetar pelan.
Wajahnya sangat mengejutkan orang, sampai Leng-bin-sin-ni yang namanya menggemparkan dunia persilatan, juga sampai tergetar mundur beberapa langkah oleh wajahnya yang kasar seperti binatang buas ini.
Kembali terdengar teriakan rendah, dia meloncat menerjang, sepasang tangannya terbuka lebar, menangkap kearah dada Leng-bin-sin-ni.
"Binatang! Kau berani......"
Leng-bin-sin-ni dalam teriakannya dapat menghindar dari tangkapannya, lengannya cepat dikibaskan, Ji-ie-sin-kangnya dikerahkan keluar dari tangannya, tapi tenaga dalam Pek Soh-jiu, seperti bertambah dua kali lipat lebih tinggi dari biasanya, Ji-ie-sin-kang adalah salah satu ilmu hebat dunia persilatan, jika di kerahkan lawan akan seperti memukul kapas, hingga tidak bisa mengeluarkan tenaga.
Mereka melakukan pertarungan yang sangat sengit sekali, kedua belah pihak menggunakan jurus jurus mematikan, setiap jurus diarahkan ketitik yang mematikan, setelah lewat seratus jururs, Leng-bin-sin-ni jadi merasa gentar sendiri, dia tidak mengerti remaja tampan yang memikat ini, kenapa bisa berhasil melatih tubuhnya menjadi begitu kuat hingga tidak bisa terluka" Sudah beberapa kali telapaknya yang mampu menghancurkan batu itu, mengenai tubuhnya, tapi dia seperti tidak merasakan kesakitan, kedahsyatan menyerangnya, malah semakin menjadi-jadi.
Akhirnya, Leng-bin-sin-ni sedikit lengah, bretttt.. baju di depan dadanya sudah dirobek oleh lawannya.
Seorang wanita aneh yang amat suci, kesucian seumur hidupnya, malah berantakan hanya dalam sehari, ini adalah penghinaan yang sulit di terima, walau pun di cuci menggunakan seluruh air See-kang, dia jadi tertegun, tapi tubuh nya yang memikat itu, di saat dia tertegun ini, telah di peluk oleh Pek Soh-jiu, sambil tertawa terbahak, dia berlarian, menelusuri pantai lari ke dalam hutan.
Leng-bin-sin-ni benci sekali pada orang yang sombong ini, jari telunjuk dan tengah tangan kanannya dirapatkan, dengan kuat ditatokan kearah titik saluran kematian di belakang tubuh Pek Soh-jiu, tenaga dalam dia belum hilang, jalan darahnya juga tidak ditotok oleh Pek Soh-ciu, jika membiarkan dua jarinya menotok, walau Pek Soh-jiu adalah seorang Kim-kong (pengawal Budha), juga tidak mungkin bisa lolos dari kematian, namun baru saja jarinya mau keluar, segera ditarik kembali olehnya, akhirnya, dia mengeluarkan keluhan tanpa suara, matanya yang cantik perlahan dipejamkan, disudut matanya mengalir dua tetes air mata seputih giok putih.
Dia melepaskan pertahanannya, Pek Soh-jiu yang telah lewat dari pintu neraka, dia tetap tidak tahu menahu, hanya dengan kecepatan semampunya, dia berlari ke dalam hutan yang gelap itu.
Kemudian Pek Soh-ciu merebahkannya diatas lapangan rumput, sepasang tangannya dengan liar bergerak kesana-kemari, membuat Leng-bin-sin-ni berubah menjadi seorang manusia purba yang seutas benang pun tidak ada yang menempel....
"Orang she Pek, kau...... jika...... tidak bertanggung jawab terhadap perbuatanmu, aku jadi setan pun tidak akan mengampunimu."
"Apa...." Kau.....ini siapa?"
"Nama ku Hun-ni, dulu adalah Leng-bin-sin-ni, haai, kau belum tahu nama dan she ku, apakah kau juga tidak mengenal orangnya" Masalahnya sudah sampai begini, kau......kau masih mau menerangkan apa?"
"Tidak, Cianpwee......nona Hun, aku salah lihat, kukira......keek, kau adalah istri ku....... sungguh......maaf sekali......"
Mendengar nama yang terasa asing, mendadak Pek Soh-ciu jadi tersadar, walau gulungan hawa panas di dalam Tan-tiannya masih belum habis, bagaimana pun dia tidak bisa setelah berbuat dosa, terus menerus berbuat dosa terhadap seorang wanita melakukan perbuatan memaksa, dia segera membalikan tubuh meloncat lalu berlari menembus hutan, dengan hati penuh penyesalan, dia berlari menuju tempat Siau Yam berjaga.
Dia mengira dirinya sudah berhasil menahan dirinya, setelah melakukan kesalahan, tidak melakukan kesalahan lainnya, mana dia bisa tahu, ketika malam hari itu dia masuk ke dalam kuil Pek-liong, dengan menggunakan Pouw-ci-sin-kang tanpa sengaja jarinya menyentuh tempat yang paling sensitifnya dari tubuh Leng-bin-sin-ni, kejadian ini sudah menjadi satu penyebab munculnya masalah, apa lagi ketika seorang wanita yang merasa dirinya sangat suci, telah mengalami kekerasan seksual, telah telanjang bulat di depan mata tanpa berusaha melawan, dan dengan suka rela menyerahkan diri, itu artinya cinta sudah tertanam dalam, kuat tanpa bisa dicabut lagi, sekali dia menahan diri tidak melakukannya, penghinaan yang diberikan padanya jadi sulit bisa dilukiskan oleh kata-kata, dalam sekejap mata, dia seperti sebuah tubuh yang kehilangan jiwanya, air matanya mengalir deras seperti mata air, dirinya telah kehilangan semangatnya.
Malam, pelan-pelan menghilang, sinar matahari, menembus masuk dari celah-celah pohon. Leng-bin-sin-ni terbayang kejadian semalam, Pek Soh-ciu dengan bernafsunya melakukan segala sesuatu, juga mencium tubuh yang seperti minyak kambing. Dia membuka kulit matanya, matanya yang cantik yang mengandung api kemarahan yang tidak terhingga, menyemburkan hawa pembunuhan yang dahsyat, lama... hutan yang tenang ini,
telah ditutupi oleh teriak kesedihan yang menyeramkan, lalu teriakan itu menjauh, bayangan biru bergerak seperti kilat, nona Hun-ni yang telah terhina itu, seperti asap tipis menggulung ke arah pantai.
Pagi hari tampak tenang sekali, hanya aliran kali sedang berbisik tanpa suara, tapi siapa yang bisa mengatakan dunia yang indah ini, diam-diam menyembunyikan kepedihan yang mendalam!
Dia, Leng-bin-sin-ni yang suci, sombong, percaya diri, tadinya mengira laki-laki di seluruh dunia ini seperti tanah busuk, sampai sekarang dia sulit mendapatkan seorang yang pantas untuk dijadikan suami, dia membunuh semua laki-laki yang datang melamarnya, dia tinggal di dalam kuil supaya bisa tenang, tidak di duga takdir mempermainkan manusia, dia malah menemukan sebutir bintang meteor, tentu saja, ketampanan Pek Soh-jiu, memang setampan Song-ih, yang paling memikat hati wanita, adalah karismanya yang sulit digambarkan.
Satu jurus Pouw-ci-sin-kang nya, telah membuka hati dia, seperti satu tenaga penggerak yang aneh bin ajaib, membuat sumur tua, timbul gelombang tidak hentinya.
Namun dia itu begitu kasar, dan juga sangat tidak berperasaan, penghinaan ini buat wanita mana pun tidak dapat menerimanya, sehingga dalam kemarahannya dia menjerit sedih dengan kerasnya, membuat pagi yang tenang ini menjadi rusak berantak-an.
Sebenarnya, di dunia persilatan selamanya selalu ada satu gelombang yang mendera, walau pun tidak ada jeritan sedihnya, pagi ini tetap saja tidak akan bisa tenang sekejap pun.
Saat ini, dia telah menghentikan jeritannya, tapi di atas satu gunung kecil, tidak henti-hentinya terdengar jeritan mengerikan yang mendebarkan hati.
Dia berpikir, pasti orang yang menyebalkan itu bertemu lawan tangguh, hemm... aku akan menguliti dia, tapi aku tidak akan membiarkan orang lain melukai nya, dia mengerahkan seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuhnya, hampir seperti mengendalikan angin, sekuatnya berlari menuju ke gunung kecil itu.
Gunung kecil sudah kelihatan, darah panasnya telah bergolak, segerombolan 'srigala' itu yangbanyak-nya tidak terhitung, sedang menerkam, mengeroyok seekor 'harimau'
gila, orang-orang bertopeng hitam berlapis-lapis mengurung gunung kecil itu, segelombang gelombang sedang menyerang satu orang.
Pek Soh-jiu, remaja tampan yang membuka hatinya, seperti ikan berenang di dalam tempurung, sedang bergerak tanpa arah menerjang ke segala arah, sungguh tenaganya sangat mengejutkan orang, serangan dahsyat yang dilakukan oleh orang bertopeng hitam terhadapnya, dia seperti membabat rumput, dia bersiul panjang, bertarung dengan penuh semangat, tempat yang dia lewati, seperti gelombang menjadi pecah, tempat yang dilewati Pouw-long-tui, darah dan daging berterbangan, ini adalah pertarungan yang sulit disaksikan dalam kurun waktu berabad-abad, pembunuhan manusia yang sangat mengerikan, walau pun seorang Leng-bin-sin-ni yang disebut orang sangat sadis, juga terkejut menyaksikannya.
Namun, perasaan dia seperti bunga mekar di musim semi, karena keperkasaannya orang yang menyebalkan itu seperti dewa langit turun dari langit, membuat hatinya kagum, lalu dia dengan mengeluh berkata:
"Mendapatkan suami seperti ini, mati pun tidak menyesal......" segera pedang panjang di tangan kanannya dengan cepat diayunkan, tangan kirinya mengerahkan Ji-ie-sin-kang, setelah berteriak dia juga ikut terjun ke dalam pertarungan yang sengit ini.
Menghadapi satu Pouw-long-tui saja, orang-orang bertopeng ini sudah banyak yang mati atau terluka, sekarang ditambah lagi seorang Hud-bun-it-mo, kecuali kakek berulang tahun menggantung diri, bosan hidup, hanya ada satu cara terbaik, yaitu melarikan diri.
Pertarungan sudah selesai, Pek Soh-jiu sudah berubah menjadi orang darah, tenaga dalam dia sudah terkuras banyak, tapi diluar dugaan gulungan hawa panas di dalam dadanya sudah tertahan, dia diam-diam beristirahat bersemedi sejenak, baru melangkah maju beberapa langkah, sepasang telapaknya dikepal sedikit membungkuk berkata:
"Pek Soh-jiu berterima kasih atas bantuannya..."
Tentu saja, wajah dia sudah tidak tidak karuan, perkataannya belum habis, dia sudah ingin melangkah meninggalkan tempat, tapi perbuatannya malah membangkitkan lagi amarahnya Hun-ni, alisnya diangkat, wajah cantiknya kembali penuh dengan hawa membunuh berkata:
"Ingin pergi boleh, tapi kau harus jelaskan dulu......"
"Cianpwee ada petunjuk apa?"
"Kata-katamu lebih baik dijaga, siapa yang berhubungan Cianpwee dengan kau."
"Itu......"
"Itu apa" Aku ini bukan seorang tua ompong, juga tidak lebih tua dua tiga tahun darimu, hemm... kemarin malam......kau kenapa tidak memanggil Cianpwee?"
"Keek, keek, nona......Hun! Aku sungguh ada kesulitan......dan juga, haai, cintanya nona, Pek Soh-jiu mungkin tidak ada rezeki menikmatinya......"
Gulungan hawa panas di dalam dadanya, kembali sepertinya akan membara, apa lagi Siau Yam sudah menghilang, hidup matinya tidak jelas, dia harus mengejar para orang bertopeng untuk menyelidikinya, maka kata-katanya belum selesai, tubuhnya sudah meloncat, dengan ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, dia seperti terbang berlari ke arah timur laut, dia tidak ingin terlibat dalam asmara lagi, terpaksa dengan berat hati, pergi meninggalkan.
Sampai lewat tengah hari, dia baru bisa lolos dari kejarannya Hun-ni, dia mengelap keringat, duduk diatas sebuah batu gunung.
Mendadak, ada saru angin pukulan yang diam-diam menyerang punggungnya, walau pun hatinya sedang gundah, tapi serangan gelap itu, tetap tidak bisa lolos dari ketajaman mata dan telinganya, sambil tersenyum dingin, terhadap senjata gelap yang meng-arah kepunggungnya itu, dia seperti tidak merasakan, menunggu saat tenaga angin itu menekan tubuhnya, baru dia mendadak merubah posisi, posisi duduknya tidak berubah, tapi sudah berpindah tempat tiga kaki lebih, sebilah pisau tajam yang bersinar biru ssst... lewat dari samping rubuhnya.
"Robohlah, kau." Dia pelan menjentikan jarinya, sepotong gagang rumput kecil, sudah memukul jatuh sebuah benda besar dari atas cabang pohon, saat dia melihat
penyerang gelap itu, tidak tahan tubuhnya meloncat melayang, sepasang alis diangkat, berkata dingin:
"Orang bertopeng! Bagus, bagus, tuan muda sedang tidak ada kerjaan, di hari yang mendung memukul anak, kita bisa bermain-main."
Baru saja habis bicara, satu jentikan lagi sudah dilakukan, tapi angin jentikan yang mengenai sasaran, seperti menotok pada sebatang pohon, jentikan dia yang bisa membuat kaku otot, malah sepertinya tidak ada fungsinya! Dia tidak percaya ini adalah kenyataan, pedang panjang dengan cepat disabetkan, topengnya orang bertopeng segera terlepas.
Tampak sebuah wajah yang buruknya sampai orang tidak ingin melihatnya, ternyata sebuah mayat yang sudah tidak bernyawa lagi, memperkirakan dari bau busuk yang keluar dari rubuhnya, orang ini pasti sebelumnya telah mengulum dulu pil beracun dimulut-nya, begitu gagal dan tertangkap, maka dia menggigit pecah racunnya membunuh diri, entah organisasi apa yang bisa membuat orang tidak menyayangi nyawanya sendiri, hingga rela mengorbankan nyawanya, kedisiplinan organisasi orang bertopeng ini, sungguh sangat mengejutkan orang.
Mendadak, dia cepat membalikan tubuh, satu angin pukulan yang dahsyat menghantam kearah pohon cemara yang berada satu tombak lebih. Tempat yang terkena angin pukulan, daun jarum cemaranya ber-terbangan, di dalam potongan cabang pohon masih terselip satu bayangan hitam yang sangat cepat sekali.
Bayangan hitam itu begitu turun langsung meloncat lagi, sepertinya ingin melarikan diri ke dalam hutan, Pek Soh-jiu berteriak dingin berkata:
"Apa kau ingin meloloskan diri?" telapak kanannya diayunkan, pedang panjang dilemparkan ssst... sudah menancap dibahu kanan orang itu, tapi karena tenaganya terlalu kuat, membuat orang itu ikut terdorong, tok....
memaku orang itu diatas pohon.
Pek Soh-jiu datang mendekati, mengulurkan tangan membuka topeng orang itu, tersiar bau busuk menusuk hidung, membuat dia mundur dengan perasaan kecewa.
Gunung kosong hutan hening, di sekeliling sedikit pun tidak ada suara, hanya Pek Soh-jiu seorang diri berdiri bengong, dia bisa memastikan para orang bertopeng ini, pasti ada hubungannya dengan peristiwa perumahan Leng-in beberapa tahun lalu, tapi dia tidak bisa menangkap seorang pun yang masih hidup, meski sudah beberapa tahun berkelana, dia masih belum menemukan jejak otak pembunuh ayahnya, dia sendiri bersama istrinya malah mendapatkan serangan gelap dari para bangsat itu, amarah di dalam dada tidak bisa dilampiaskan, sedih tiada teman yang bisa berbagi rasa, dengan kecewa dia duduk diatas satu batu gunung.
Angin gunung bertiup, daun pohon melambai-lambai, sebuah suara seruling yang membuat orang jadi sedih, melayang-layang di udara, dia menggunakan seruling Ci-cu pemberian Sangguan Ceng-hun, untuk melampiaskan beban di dalam hati, mengenai apa lagu yang dia tiup, dia sendiri juga tidak tahu, tapi sekali dia meniup seruling ini, maka menimbulkan satu keadaan yang mengejutkan sekali, terlihat sepuluh tombak diluar dia, puluhan ribu kepala bergerak-gerak, lidah merah keluar masuk, puluhan ribu ular telah menguning dia dengan ketatnya.
Dia jadi terkejut sekali, dengan usia semuda ini, belum pernah dia melihat lautan ular mengerikan seperti ini
Dia ketakutan sampai tidak tahu harus berbuat liagaimana, suara seruling dengan sendirinya jadi btrhenti, namun keadaan bersitegang seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah, terpaksa dia mencoba lagi menggunakan seruling Ci-cu, meniupkan lagu pengusir ular.
Suara seruling kembali terdengar, benar saja sekali suara seruling terdengar langsung ada hasilnya, kelompok ular menjadi bubar, kelompok ular yang besar yang kecil, yang bentuknya aneh-aneh, dalam waktu sekejap, sudah pergi satu pun tidak tertinggal.
Tidak, masih tertinggal seekor ular kecil, sedang pelan pelan bergerak, namun arah maju dia, sebaliknya dari arah kelompok ular lainnya, dia sedang menuju kedepan Pek Soh-jiu.
Seluruh ular begitu mendengar suara seruling semuanya bubar berpencar, jadi lagu pengusir ular ini tentu tidak salah, lalu kenapa ular kecil ini tidak mundur malah sebaliknya maju" Sungguh membuat Pek Soh-jiu tidak mengerti. Dia melanjutkan meniup seruling, ular kecil itu juga terus maju kedepan. Akhirnya, ular kecil itu sampai di depan kakinya, jika terus meniup seruling, mungkin akan maju keatas tubuhnya. Sehingga dia dengan kecewa menghentikan meniup seruling.
Ini adalah seekor ular kecil putih yang seluruh tubuhnya tembus pandang, berkilap seperti giok, dia mengangkat kepalanya, menggoyang-goyangkan ekornya, dua mata ular yang seperti pasir merah, menyorotkan sinar seperti meminta belas kasihan, juga sepertinya jinak sekali, dan juga sangat cantik. Pek Soh-jiu jadi tidak tahan, timbul hati kekanak-kanakannya, ia menyimpan seruling Ci-cu nya, sepasang tangan diulurkan ke arah ular putih kecil itu.
Huut... Pek Soh-jiu kembali merasa pandangannya jadi kabur, ular kecil itu sudah loncat ke atas telapak tangannya, melingkarkan tubuhnya seperti piring, kembali hanya tinggal kepalanya, diangkat tinggi-tinggi, setelah sedikit tertegun, dia jadi tahu ini pastilah ular ini jinak, dan karena bentuknya cantik, maka dengan gembiranya dimain-mainkan diatas tangannya.
Mendadak, dua bayangan orang, dengan kecepatan yang tinggi, melayang kearah tempat dia berdiri, dalam sekejap mata, sudah berada sepuluh tombak di dekatnya, dari jauh memandang, seperti ketua Kai-pang Sangguan Ceng-hun dan Oh-kui (Setan lapar) Ouwyang Yong-it. Namun, dia tidak mempunyai hati ingin mencelakai mereka, hanya hatinya waspada terhadap mereka, disaat ini dia dalam keadaan bahaya, musuhnya ada dimana mana, terpaksa dia harus hati hati, maka dia bangkit berdiri, berjaga-jaga.
Siapa tahu baru saja dia berdiri, ssst.... ular putih kecil itu sudah melayang ke udara, seperti macan menerkam kearah dua orang yang datang mendekat itu. Pek Soh-jiu baru saja tertegun, dua orang itu mendadak berteriak terkejut, bersama-sama meloncat-loncat kesana kemari menghindar, sejengkal pun tidak bisa maju lagi. Pek Soh-ciu merasa aneh lalu maju melihatnya, dia baru tahu seutas bayangan putih, didepan dua orang itu melayang-layang sambil mematuk, tempat yang dipatuk semuanya ditujukan pada jalan darah mematikan, benar-benar bahayanya hanya dalam sebatas rambut.
Dia sudah melihat dua orang itu, memang benar Sangguan Ceng-hun dan Ouwyang Yong-it, bayangan putih yang berusaha menggigit mereka, juga benar adalah ular kecil cantik yang jinak itu, tapi dia tidak tahu caranya menghentikan serangan ular putih itu, sesaat, dia jadi gelisah tidak bisa berpikir.
Untungnya walau pun dia berbaju hitam, tapi tidak memakai topeng, akhirnya Oh-kui (Setan lapar) Ouwyang Yong-it dapat mengenalinya, maka dengan gembiranya teriak-teriak:
"Adik kecil! Kau ini bagaimana" Cepat tarik kembali Sian-giok, apa benar-benar mau membuat Toako menjadi malu?"
Hati Pek Soh-jiu tergerak, tanpa sadar dia berteriak:
"Sian-giok kembali."
Bayangan putih berkelebat, ular putih kecil itu sudah menurut panggilannya terbang kembali ke telapak tangannya.
Ouwyang Yong-it mengusap keringat dikepala-nya, dengan erat memegang lengannya Pek Soh-jiu, berkata:
"Adik kecil, kau sungguh hebat, sampai ular pintar Sian-giok juga bisa kau jinakan."
Wajah Pek Soh-jiu menjadi merah berkata:
"Maaf toako, aku mendapatkan Sian-giok, masih belum sampai seperminuman secangkir teh, dan juga......"
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Kau tidak perlu menjelaskannya, menurut perkiraanku, pasti kau tadi saat meniup seruling tanpa di sengaja memanggilnya, mahluk ini pintar memilih majikan, setelah melihat kau tentu saja tidak mau pergi lagi. Kau mungkin saat tadi dari kejauhan melihat aku dan Lo-ko Ouwyang, di dalam hati waspada bersiap-siap, ular pintar yang mengerti maksud manusia, langsung menghadang tidak mengizinkan maju lagi, jika kau ada niat menghabisi kami berdua, mungkin kami sudah pergi melapor ke akhirat!"
Pek Soh-jiu bersoja berkali kali berkata:
"Maaf sekali, harap Toako dan Lo-ko Ouwyang memaafkannya, karena banyak musuh berada dimana-mana, terpaksa aku meningkatkan kewaspadaan."
Ouwyang Yong-it dengan wajah serius berkata:
"Diantara kita, tidak perlu sungkan seperti ini, he, adik kecil! Siapa musuhmu itu, apakah sudah berhasil menyelidikinya?"
Pek Soh-jiu dengan wajah kecewa berkata: "Aku ini bodoh......"
"Kau jangan sedih, terhadap para orang baju hitam bertopeng itu, aku sudah mendapatkan sedikit kejelasan."
Kata Sangguan Ceng-hun.
"Cepat katakan, Toako! Siapa majikan mereka itu?" kata pek Soh-ciu antusias.
"Mereka adalah anak buahnya penjahat nomor satu di dunia Ang-kun-giok-hui (Selir raja giok berbaju merah.) Hai Keng-sim, tapi diantaranya masih ada beberapa hal yang sulit dimengerti, sebelum mendapatkan bukti yang benar-benar jelas, kita masih tidak bisa mengambil kesimpulan!"
Ouwyang Yong-it berkata:
"Tahun itu yang melakukan serangan gelap terhadap perumahan Leng-in, bukankah orang-orang baju hitam bertopeng?"
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Benar, tapi para orang bertopeng itu tidak satu pun bisa pulang hidup-hidup, dan juga setelah kejadian, terbukti mereka itu semuanya adalah penyamaran dari para pesilat tinggi dari berbagai perguruan, malah ahli silat......"
Ouwyang Yong-it menggeleng gelengkan kepala berkata:
"Aku tidak percaya dari ratusan pesilat tinggi itu tidak ada satu pun yang lolos!"
Pek Soh-jiu jadi bersemangat berkata:
"Kata-kata Lo-ko, aku dengar dari perkataan Hong Supek, orang yang bernyanyi di Liong-bun (Pintu naga), sepertinya adalah musuh almarhum ayahku, dan dia tidak pernah menampilkan diri."
"Apakah adik kecil masih ingat syair lagunya?" Kata Ouwyang Yong-it
Pek Soh-jiu mengingat-ingat sebentar, berkata:
"Aku pernah mendengar Hong Supek mengatakan, yang masih aku ingat, betul atau salahnya tidak bisa dipastikan."


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu dia membacakan syair lagu itu:
Beruban seperti bintang-bintang
Menyesal cita-cita menjadi hampa
Tubuh ini seperti titipan
Tubuh terasa sakit dan menyendiri
Menuju Pintu Naga
Membangkitkan semangat masa lalu
Dengan senjata sakti dari Liu-yang
Melanglang buana ribuan lie
Membasmi Sin-ciu-sam-cbat
Menguasai dunia
Coba tanya siapa yang bisa menandingi."
Ouwyang Yong-it berkata:
"Orang itu pasti seorang penjahat besar yang mengacaukan dunia persilatan, tidak beruntung dikalahkan oleh Sin-ciu-sam-coat, sehingga angan-angannya tidak terkabulkan......"
"Dia kemudian melarikan diri keperbatasan, berlatih ilmu silat hebat, walau tubuhnya sakit, tapi angan-angannya tidak berkurang, dan pada tahun itu......" kata Sangguan Ceng-hun
Pek Soh-jiu berteriak gembira, katanya:
"Kalian sudah tahu siapa dia itu?"
Ouwyang Yong-it berkata:
"Tidak, kami hanya tahu ini adalah satu petunjuk saja, adik kecil, apakah kau tahu pamanmu waktu itu punya musuh seperti ini?"
Pek Soh-jiu dengan sedih berkata:
"Terhadap masalah dunia persilatan, almarhum ayah tidak pernah menceritakannya."
"Adik jangan khawatir, kita bisa mencoba mencari Angkun-giok-hui." Kata Sangguan Ceng-hun.
Ouwyang Yong-it berkata:
"Bukankah kau mengatakan diantaranya masih ada hal yang sulit dijelaskan?"
"Karena sampai saat ini, para anak buahnya rhian-ho-leng belum ada orang yang menggunakan Ngo-tok-tui-hun-cian sebagai senjata gelap, para orang bertopeng itu walau sering keluar masuk di Thian-ciat-leng, tapi terhadap penjahat seperti Ang-kun-giok-hui, kita tidak bisa hanya berdasarkan dugaan......"
Ouwyang Yong-it berkata:
"Kata kata ini tidak salah, menghadapi Ang-kun-giok-hui sungguh tidak bisa tidak harus hati hati." Pek Soh-jiu mengeluh:
"Tapi aku telah menjadi orang yang ingin di dapatkan oleh Ang-kun-giok-hui...."
Sangguan Ceng-hun merasa aneh berkata:
"Kenapa" Adik! Kek, adik ipar Lam-ceng itu kenapa tidak ada disisimu?"
"Panjang ceritanya! Sekarang aku sudah lapar, jika kau punya makanan kering, kita berbincang lagi setelah mengisi perut."
Lalu, mereka mencari satu batu gunung yang datar, makan makanan kering, minum air gunung. Sambil makan Pek Soh-jiu menceritakan dengan singkat kejadian yang dia alami.
Ouwyang Yong-it tertawa terbahak-bahak berkata:
"Adik kecil! Kau ini terpojokan oleh asmara! Menurut pikiran aku, Su dan Siau dua adik ipar, semuanya bukanlah orang biasa, walau ada halangan, di kemudian hari pasti akan bertemu lagi, yang sedikit sulit diurus adalah nona Hun, dia adalah seorang yang namanya termasyur di dunia persilatan, pandangannya tinggi sekali, saat itu kau dikendalikan oleh nafsu birahi, kelakuanmu yang melecehkan dia, menurut aturan dan keadaan, seharusnya kau tidak boleh meninggalkannya, adik kecil! Menurutmu betul tidak?"
Sangguan Ceng-hun dengan wajah serius berkata:
"Kata-kata Ouwyang Lo-ko betul, kesalahan ada dipihak kita, kita bersaudara adalah laki-laki sejati, bagaimana bisa jadi orang yang tidak bertanggung jawab!"
Pek Soh-jiu yang mendengar punggungnya sampai bercucuran keringat, dengan perasaan bersalah buru-buru berkata:
"Nasihat kalian berdua betul, aku sudah mengerti."
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Jangan sedih, adik! Tujuanmu adalah baik, kita tidak usah membicarakan ini lagi, selanjutnya kau ada rencana apa?"
"Tadinya aku ingin pergi ke gunung Kwo-tiang, sekarang terpaksa pergi ke Thian-ciat-leng mengadu nasib."
Ouwyang Yong-it berkata:
"Salah, adik kecil! Di gunung Kwo-tiang sekarang ini sedang berkumpul para jago dunia persilatan, tidak peduli untuk menyelidik jejaknya adik ipar Su dan Siau, atau menyelidik otak pelaku serangan gelap ke perumahan Leng-in, gunung Kwo-tiang adalah tempat yang paling ideal, apa lagi Ho-leng-ci adalah pusaka, kenapa kita tidak adu nasib di sana."
Sangguan Ceng-hun juga setuju dengan pandang annya Ouwyang Yong-it, sehingga mereka bertiga bersama-sama pergi ke arah tenggara, kurang lebih lewat dua jam, mereka telah tiba dilereng timur gunung Hoai-ie. Ouwyang Yong-it tiba-tiba menghentikan langkahnya berkata:
"Adik kecil! situasi sepertinya sedikit mencurigakan?"
"Tidak salah, ada teman baik yang datang menyambut kita."
"Adik! Jumlah mereka terlalu banyak, jika bisa bertarung ya bertarung, jika tidak bisa bertarung kita tinggalkan saja, jangan inginmerasakan kesenangan sesaat!" Kata Sangguan Ceng-hun.
"Toako tenang saja, aku mengerti."
Saat ini bayangan orang berkelebatan, orang baju hitam bertopeng yang banyaknya tidak terhitung, seperti arwah meloncat keluar dari belakang batu dan celah pohon.
Orang-orang ini gerakannya sangat cekatan sekali, gerakannya seperti setan, bisa dilihat mereka mempunyai kepandaian yang sangat tinggi, terhadap orang-orang bertopeng ini, Pek Soh-ciu sudah tidak ada niat untuk menangkap hidup-hidup, tangan kanannya mengeluarkan Pouw-long-tui, dengan wajah tersenyum dingin, dia menunggu lawan.
Ouwyang Yong-it mengeluarkan sepasang sumpit yang bentuknya seperti koas hakim neraka terbuat dari besi dingin, yang digunakan Sangguan Ceng-hun adalah tongkat bambu hijau dengan jurusnya Tongkat pemukul anjing yang sudah ternama di dunia persilatan itu, mereka membentuk segi tiga, mengawasi gerakannya para orang bertopeng itu.
Tapi yang paling sulit di mengerti adalah para orang bertopeng itu setelah maju sampai jarak satu panahan, maka semuanya jadi berhenti, walau pun bersitegang, namun tidak ada gerakan menyerang.
Pek Soh-jiu dengan perasaan aneh berkata:
"Toako! Para bangsat ini berniat mengurung kita......"
Ouwyang Yong-it berkata:
"Tidak salah, kedua sisi kita adalah tebing gunung, jika para bangsat itu bisa menghadang dari depan dan belakang kita, situasinya sungguh tidak menguntungkan......."
Perkataan dia belum habis, dari depan dan belakang bersamaan waktu terdengar suara menggelegar memekakan telinga, jalan gunung dari depan dan belakang telah ditutup oleh orang-orang bertopeng ini. begitu Ouwyang
Yong-it melihat keadaan ini jadi marah besar, dia membalikan kepala berkata pada Pek Soh-jiu:
"Adik kecil! Kita terjang!"
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Tunggu, jika mereka menyiapkan panah beracun di tempat penghadangan, bukankah kita masuk perangkap mereka?"
Disaat mereka berdebat, mendadak ada sinar berkelebat, banyak gulungan rumput kering yang menyala api, berguling-guling turun dari atas tebing. Segera saja asap menutupi jalan gunung, kelihatannya kecuali tumbuh sepasang sayap di punggung, mereka sulit bisa lolos dari kematian!
Mereka mengandalkan ilmu silat meringankan tubuh yang hebat, sebisanya menghindar, tapi gulungan api rumput kering tidak hentinya berguling ke bawah, walau luas jalanan lebih besar lagi pun, akhirnya juga akan penuh.
Ouwyang Yong-it menggunakan sumpit memukul
rumput kering, mulutnya juga tidak henti-hentinya menyumpah:
"Bangsat sialan, jika berani bertarunglah dengan aku Oh-kui tiga ratus jurus, menggunakan siasat busuk bukanlah seorang laki-laki sejati!"
Sangguan Ceng-hun tertawa dengan keras:
"Lo-ko, tidak ada gunanya kau memaki orang, para bangsat yang orang bukan orang, setan bukan setan Ini, hanya bisa dianggap mayat berjalan, yang disesalkan adalah kita bersaudara malah jatuh ditangan mereka, mati nya sedikit tidak berharga."
Saat ini mereka telah mundur ke bawah tebing yang batu cadasnya bertonjolan, Pek Soh-jiu mengibaskan lengan bajunya, satu garis sinar putih telah melayang keluar, dia membalikan kepala, berkata pada Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun:
"Sian-giok sedang membuka jalan untuk kita, kalian berdua ikuti aku......"
Benar saja, Sian-giok adalah binatang pintar, di tebing gunung dia bolak-balik melayang-layang, begitu bertemu orang langsung menggigit, diatas gunung walau pun banyak penjahatnya, mereka telah berteriak-teriak menjerit sedih, susana jadi kacau sekali.
Pek Soh-jiu bertiga orang menggunakan batu gunung sebagai perisai, dalam situasi kacau menembus keatas gunung, mereka seperti tiga ekor harimau terlepas dari kurungan, segera menerjang masuk ke dalam kerumunan orang.
Pouw-long-tui nya menyapu, seperti membabat rumput kering saja, diatas gunung liar ini langsung menggema suara jeritan mengerikan.
Suitan yang tajam, menggelagar disana sini tidak berhentinya, orang bertopeng seperti gelombang berkumpul kearah tempat pertarungan.
Pelan-pelan, mereka terpisah, tiga orang di tiga tempat yang berbeda, sedang bertarung dengan musuh yang jumlahnya sepuluh kali lipa't lebih banyak.
Para penjahat ini walau jumlahnya banyak, tapi Pek Soh-ciu berada diatas angin sepenuhnya, Pouw-long-tui memang mempunyai kedahsyatan membabat ribuan pasukan, ular pintar Sian-giok berkelebat menggigit orang,
cepat laksana angin, serangannya lebih lebih membuat gentar ha ti orang-orang bertopeng.
Pek Soh-ciu membunuh hingga matanya menjadi merah, dia mengayun-ayunkan Pouw-long-tui kesana kemari telah berhasil membunuh musuh-musuhnya, seorang yatim piatu yang telah hancur keluarganya, berkelana di dunia persilatan, setiap saat masih ditekan orang, dendam yang dalam hingga masuk ke dalam tulang ini, sekarang mendapatkan kesempatan melampiaskan dengan baik.
Maka dia dengan sepuas hati, dengan senangnya mengubar kesana-kemari, membiarkan darah segar membasahi sepasang tangannya, memerahkan seluruh baju putihnya.
Ketika dia melabrak masuk ke lingkaran orang lainnya, dia jadi tertegun, dia melihat seorang wanita yang berbaju biru langit, sedang bertarung mati-matian dengan orang-orang bertopeng.
Tangan kanan dia melayang-layang membentuk
bayangan pedang yang memenuhi langit, telapak tangan kirinya mengerahkan Ji-ie-sin-kang, menyapu melintang menerjang lurus, ganas seperti seekor macan betina, namun, rambut halusnya sudah tidak karuan, bajunya kucai, lengan kiri dan bahu kanannya, terlihat ada bekas luka dibeberapa tempat. Kelihatannya Leng-bin-sin-ni ini yang dulunya menggemparkan dunia persilatan, juga sudah bertarung cukup lama.
Karena diantara orang bertopeng, banyak juga yang berilmu silat tinggi, ilmu silat Hun-ni walau pun tinggi, sudah nampak kehabisan tenaga, saat ini dia telah melihat Pek Soh-jiu, wajahnya yang pucat karena kehabisan tenaga, tiba-tiba tampak secercah merah, diisudut matanya, juga tampak gembira malu-malu.
"Soh......ciu......kau......bukannya cepat kesini"
Jika bukan ada ular pintar Sian-giok, Pek Soh-jiu sesaat tertegun ini, mana masih bisa bernyawa!
Akhirnya dibawah teriakannya Hun-ni, dia jadi sadar, mulutnya menjawab sekali:
"Cici jangan marah, aku datang."
Begitu Pouw-long-tui diayunkan, sinar hitam seperti panah datang dengan suara menggelegar, berbareng sepasang kakinya dihentakan, menggunakan ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui yang hebat, dia meloncat kearah Hun-ni.
Tapi paak.-.paak... tertengar beberapa kali suara pegas, puluhan panah beracun melesat ke arah tubuhnya yang sedang meloncat, hatinya terkejut, pinggangnya langsung diputar, meluncur seperti anak panah, akhirnya dia bisa lolos dari panah beracun itu, saat dia dalam keadaan tergoncang dia melihat ke bawah, dia jadi terkejut setengah mati.
Ternyata tempat bertarung mereka, adalah di pinggir sebuah jurang, ketika dia meluncur, tepat mengarah turun ke jurang yang kedalamannya tidak terlihat, saat ini tenaga dia sudah habis, dia tidak dapat menghentikan arah jatuhnya, terpaksa dengan dia hanya mengeluh, tidak pedulikan lagi mau mati atau hidup.
Kecepatan jatuhnya sangat mengerikan, namun
kesadaran dia tidak hilang, yang membuat dia jadi ngeri adalah kecuali suara angin kencang yang terdengar akibat turun tubuhnya, suara angin itu masih diselingi suara jeritan menyedihkan:
"Soh... Ciu......Soh......Ciu... kau. .dimana..."
Akhirnya buuk... terdengar suara yang keras sekali, dibarengi rasa sakit yang sampai ke dalam tulang, dia telah
tidak sadarkan diri, sebenarnya jika bukan karena Sian-giok yang telah menahan tubuhnya, akibatnya dia bukan hanya tidak sadarkan diri saja.
Karena bantuan Sian-giok, tidak lama dia telah sadar kembali, tapi suara jeritan sedih itu, tetap masih mendengung ditelinganya:
" Soh... Ciu......kau......dimana... Soh......Ciu..."
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sebentar, dia menemukan suara jeritan itu walau pun lemah, tapi itu adalah nyata, sehingga, sehingga dia memaksakan diri, berjalan menuju arah suara itu.
Di dalam satu rerumputan yang tinggi, dia menemukan orang yang menjerit itu, dia, betul adalah nona Hun-ni yang penyendiri, tenaga dalam dia lebih tinggi dari Pek Soh-jiu, tapi karena jatuh dari jurang yang dalam sekali, siapa pun tidak akan bisa selamat, untung dia masih bernasib baik, beberapa kali tertahan oleh cabang pohon, walau pun terluka, tapi akhirnya tidak tewas, sayang cabang pohon yang tidak berperasaan itu, merubah bajunya menjelma jadi kupu kupu terbang menari, saat ini tubuh dia yang seperti minyak kambing itu, kembali terpampang dihadapan Pek Soh-jiu.
Sekarang adalah siang hari bolong, bisa dikata-kan seluruh tempat terlarangnya, semua bisa terlihat jelas, sehingga, hawa birahi Pek Soh-jiu yang terkumpul di Tanan, kembali bergerak lagi, sepasang mata dia melotot, menyorotkan sinar binatang liar.
Dengan langkah yang berat, dia berjalan menuju tempat Hun-ni merintih, giginya menggigit bibir bawah, tampak menjadi merah darah.
Dia dengan perlahan duduk disisinya Hun-ni, sepasang matanya dengan sekuat tenaga ditutup, dengan tekad yang sulit ditahan, dia mengerahkan tenaga dalam untuk melancarkan nafasnya yang kacau.
Hawa birahi yang terbentuk oleh racun aneh itu, di dalam tubuhnya kembali membara tanpa ampun, dan tubuh bugil itu, rintihan itu, semuanya mengandung pancingan yang sulit ditahan. Tapi kesadarannya mengharuskan dia melakukan pengobatan pada bagian yang terluka, ini adalah hal yang sangat sulit sekali!
Akhirnya, dia dapat melancarkan nafasnya,
mengulurkan sepasang tangan, meraba di atas tubuhnya yang mulus hangat dan wangi itu, terakhir, dia telah mengetok seluruh tiga puluh enam titik saluran yang ada diseluruh tubuhnya, dan dengan tenaga dalam mengobati luka dalamnya, selesai melakukan pengobatan, dia hampir kehabisan tenaga.
Saat dia bangun dari bersemedi, hari sudah gelap, bulan menggantung di timur, mata dia belum dibuka, pertama yang dirasakan adalah wangi hangat dihidungnya, dia segera menggunakan tenaga dalam untuk menahan hawa birahi yang menggelora itu, lalu dengan tenang berkata:
"Apakah ini cici Hun" Bagaimana lukamu?"
Sesosok tubuh yang panas sekali, menempel kearah dadanya, di dalam desahan yang lembut, terdengar satu suara gemetaran:
"Terima kasih, adik! Aku sudah sembuh total, tapi, kenapa kau tidak membuka matamu" Apakah kau tidak sudi melihat cici" Adik......"
"Bukan, aku......sungguh ada masalah yang sulit diutarakan......"
"Katakanlah! Aku ini sudah milikmu, tidak ada yang perlu disembunyikan lagi?"
"Keek, aku telah terluka oleh racun Toan-hun-cauw, untuk menghilangkan racun itu aku menggunakan cara sendiri, merubah racun menjadi hawa birahi yang sulit ditahan, waktu dipantai sungai......harap cici bisa memaafkan!"
"Haai...! Aku sudah menduga kau bukanlah orang yang tidak tahu diuntung, tapi tidak peduli niatmu itu apa......bagaimana pun kau tidak akan meninggalkan cici, betul?"
"Benar! Tapi aku sudah mempunyai dua......"
"Aku sudah tahu dua orang perempuan kecil itu, kau tenang saja, aku tidak akan permasalahkan semua ini."
"Sungguh terlalu merendahkanmu! Sekarang harap kau menjauh sedikit......"
"Kenapa?"
"Karena......keek, saat aku......membuka mata, mungkin tidak akan tahan......"
"Jangan menahannya lagi, adik! Hawa birahi yang terlalu lama membakar tubuh, itu bisa melukai tubuh, apalagi jika kau ketemu wanita lain, bukankah..."
Sebuah desahan, sebuah tubuh yang panas merangsang, menggesek di dadanya yang berotot itu, menimbulkan gemuruh angin kencang, membuat rumput di dalam lembah ini, semuanya gemetaran tidak bisa menahan diri.......
Lama... setelah satu helaan nafas panjang:
"Adik......"
"Mmm......"
"Kau coba salurkan tenaga dalammu."
"Aku sangat baik."
"Kalau begitu aku akan buat aturan denganmu."
"Silahkan ciri katakan!"
"Cici berkelana di dunia persilatan, selalu memandang rendah laki-laki, setelah bertemu denganmu, malah mendapatkan kedudukan terkecil......"
"Cici sangat ternama di dunia persilatan dengan demikian...... sungguh membuat hatiku tidak bisa tenang."
"Aku sudah katakan aku tidak pedulikan masa-lah ini, tapi mulai dari sekarang dan selanjutnya, kau tidak boleh mempunyai wanita keempat! Apakah kau dengar?"
Dia sepertinya berusaha membuat suaranya lembut, tapi di dengar di telinganya Pek Soh-jiu, tetap ada mengandung kekuasaan, dia hanya merasakan hatinya sedikit tergetar, lalu tanpa sadar berkata:
"Aku dengar! Aku tidak berani lagi......"
"Hemm, apa berani tidak berani, kau tidak perlu gunakan siasat ini padaku, jika di dengar orang, mereka akan mengatakan aku merendahkan laki sendiri."
"Ya, ya, cici! Aku salah bicara."
"Kedua, tidak peduli dua wanita itu siapa yang jadi istri tertua, tapi usia ku lebih tua dari pada mereka, maka mereka harus memanggil cici padaku."
"Aku pikir mereka pasti bisa......"
"pasti bisa" Hemm jika tidak bisa aku hanya akan berurusan denganmu!"
"Baik, baik! Aku pasti bisa melakukannya."
"Ketiga, jika aku adalah yang terbesar, maka di keluarga kita akulah yang memimpin, maka kau dan dua wanita itu, semuanya harus menurut perintahku."
"Ya, kami akan menurut."
"Walau kau sudah menyanggupi semuanya, aku masih harus peringatkan kau satu kata, jika sampai tidak bisa terlaksana, hemm.. hati-hati akan kukupas kulit-mu."
"Ini......keek, keek, bukankah akan jadi pembunuh suami?"
"Dimulai dari kuil Pek-Iiong, aku sudah berniat mengulitimu, tidak di duga tidak berhasil menguliti, malah sebaliknya......keek......bangunlah! Tolong carikan bungkusanku, jika tidak sekali ada orang datang, bagaimana aku menemui mereka!"
Pek Soh-jiu menyahut sekali, dengan pelan mendorong tubuhnya, lalu memakaikan baju panjang dia diatas tubuhnya, kemudian berkelebat, meloncat keluar dari rerumputan, tapi setelah dia mencari ke seluruh lembah, dua bungkusan baju mereka bayangannya pun tidak ada, dia terpaksa kembali kesisi Hun-ni berkata:
"Kak! Sudah dicari keseluruh tempat terdekat, lapi bungkusan kita tidak ada."
Hun-ni menuntun tangan dia duduk bergandengan berkata:
"Kenapa kau tidak mencari lebih jauh sedikit?"
"Hari terlalu gelap! Mencari terlalu jauh aku juga tidak bisa tenang."
Hun-ni mencibirkan bibir, perlahan merebahkan tubuhnya kepelukan Pek Soh-ciu berkata:
"Mulutmu ini manis sekali, tidak heran banyak wanita yang menyukaimu, sudahlah, kita istirahat dulu sebentar, menunggu setelah hari terang baru mencari lagi."
Sepasang laki-laki dan perempuan yang mengikat janji di dalam lembah ini, semuanya berilmu sangat tinggi, asalkan bersemedi sebentar, sudah bisa menghilangkan rasa lelah setelah bekerja semalaman, tapi sampai matahari melewati puncak gunung, sinar matahari memenuhi seluruh lembah sunyi, mereka masih belum berniat bangun.
Hal ini tidak mengherankan, wanita seperti Hun-ni yang memandang rendah laki-laki, sekali mendapatkan kesenangan yang luar biasa, jadi merasakan hangatnya malam hari terlalu pendek, sampai terakhir, dia merasakan tidak bisa memaksa lagi, baru dengan bermalas-malas bangkit duduk, sorot matanya melirik pada Pek Soh-jiu, wajahnya yang cantik segera timbul warna merah, sesaat, dengan tersenyum manis berkata:
"Adik Qiu! Kau telah mencelakai aku."
Pek Soh-jiu bengong:
"Kak! Kau mengatakan......"
Dia memberi sebuah lirikan mata putih padanya berkata:
"Hemm... kau pura-pura bodoh, kau lihat aku mirip tidak dengan Leng-bin-sin-ni?"
Pek Soh-jiu memeluk tubuhnya, mencium mesra dia lama sekali lalu berkata:
"Ini hanya bisa menyalahkan Gwat-sia Lojin (Dewa Jodoh didalam dongeng) yang tidak ada kerjaan, tidak bisa salahkan diriku."
Tiba-tiba Hun-ni berteriak genit, katanya:
"Apa" Kau bilang Dewa Jodoh tidak ada kerjaan?"
"Tidak, tidak," Pek Soh-jiu buru-buru berkata, "Yang aku maksud adalah mungkin cici bisa menyalahkan Dewa Jodoh tidak ada kerjaan, mengenai aku sih berterima kasih juga takut tidak keburu."
Hun-ni melotot dia sekali, lalu pssst... tertawa, Pek Soh-jiu baru merasa bisa lega hatinya, berhubungan dengan wanita, dia sudah pengalaman, tapi dihadapan Hun-ni, dia punya perasaan selalu salah gerak, terhadap Su Lam-ceng, Siau Yam, Hun-ni, dia suka semua, karena mereka adalah cantik seperti bidadari, tapi terhadap Hun-ni, di dalam sukanya ada perasaan sedikit segan.
Saat ini Hun-ni memakai baju panjang dia, dia sendiri hanya memakai baju dalam saja, mereka bergandengan berjalan keluar dari rerumputan, mendadak mereka berdua mengeluarkan suara iiih... keheranan, keduanya berdiri terbengong bengong.
Ternyata jurang ini, bentuknya adalah persegi panjang, empat tebingnya menjulang tinggi ke langit, tidak tahu berapa tinggi, tebingnya tegak lurus, kera pun sulit untuk mendakinya, jika ingin keluar dari jurang ini, mungkin lebih sulit dari pada naik kelangit, tapi yang membuat mereka terkejut, bukan sulitnya keluar dari jurang. Tapi adalah bungkusan yang dicari-cari tidak diketemukan oleh Pek Soh-jiu, saat ini sedang dilempar dipermainkan oleh seekor kera yang besar sekali.
Dia menggunakan sepasang tangannya dari tangan kiri dilemparkan ketangan kanan lalu sebaliknya, setiap kali melemparkan, tingginya hampir sepuluh tombak lebih, lalu dia meloncat keatas, di udara dia menangkap bungkusan itu, sekali bersalto dengan ringannya turun diatas satu batu gunung.
Hun-ni memperhatikan beberapa saat, lalu membalikan kepala berkata pada Pek Soh-jiu:
"Adik Ciu! Di dalam jurang ini, mungkin ada seorang aneh persilatan yang bertapa disini, kita harus sedikit hati-hati."
Pek Soh-jiu dengan perasaan keheranan berkata:
"Bagaimana cici bisa tahu?"
Hun-ni menatap pada kera besar itu berkata:
"Kera walau pun kemahirannya adalah meloncat loncat, tapi jelas kera ini mempunyai ilmu silat yang cukup tinggi, mungkin adalah hewan peliharaan seorang pesilat tinggi tua untuk menjaga jurang."
"Bagaimana pun juga, kita harus ambil dulu bungkusan itu," kata Pek Soh-ciu.
"Baik, biar aku mencobanya dulu."
Pek Soh-jiu tertawa:
"Tidak perlu kita yang melakukannya, cukup Sian-giok yang melakukannya." Lalu lengan kanannya dengan pelan melemparkan Sian-giok ke udara, bayangan putih itu seperti anak panah, dalam sekejap mata tubuhnya yang kecil, dengan membawa angin kencang menyerang kearah dadanya sikera.
Kera besar itu baru saja melemparkan bungkusannya ke atas, ketika Sian-giok sudah datang menyerang dadanya, dia tidak sempat mempedulikan bungkusan itu, cet.cet..
kera itu berteriak, sekali meloncat jauhnya satu tombak lebih, membuat serangan Sian-giok gagal, lalu secepat angin balik menerkam* mengulurkan telapak tangannya yang besar, dipukulkan pada titik tujuh cun nya Sian-giok.
Pek Soh-jiu tahu Sian-giok tidak akan terluka, dia mengambil dulu bungkusan itu, dengan Hun-ni masing-masing mengganti baju dengan yang bersih, lalu bergandengan tangan, menonton seekor ular dengan seekor kera, saling kejar-kejaran diantara bebatuan gunung, kira-kira sepertanakan nasi, kera besar itu sudah kewalahan, setiap kali bertarung dia melarikan diri beberapa tombak, selalu di desak mundur kembali oleh Sian-giok, sehingga cet.. cet.. dia berteriak gelisah menyedihkan.
Pek Soh-jiu takut kera besar itu benar-benar ada pemiliknya, jika sampai Sian-giok melukainya, pasti akan menimbulkan masalah, dia baru saja akan memanggil kembali Sian-giok, mendadak dia melihat satu bayangan orang berwarna merah, bergerak lebih cepat dari pada panah, dia lari ke dekat pertarungan kera dan ular, sebuah telapak tangannya memukul, suaranya seperti sutra sobek, ular pintar Sian-giok yang terbangnya secepat kilat, sepertinya tidak tahan pada angin pukulan aneh orang itu, tubuhnya dilengkungkan lalu dihentakan, terbang miring beberapa tombak keluar, Pek Soh-jiu cepat-cepat bersiul, Sian-giok yang di udara sekali menghentakan tubuhnya, sudah terbang kembali keatas lengannya.
Bayangan orang warna merah itu sedikit tertegun, tubuhnya berkelibat, dia seperti dewa langit berdiri satu tombak didepan Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu dan Hun-ni sama sama merasa terkejut, mereka berdua tidak menduga di lembah yang liar ini, malah bisa bertemu dengan seorang yang berilmu sangat tinggi, apalagi pukulan telapak tangan dia barusan, sungguh sangat hebat sekali, entah dia menggunakan jurus aliran mana. Tapi mereka berdua di dalam hati tahu, maka lawan tidak menyerang tidak ada apa-apa, tapi sekali dia menyerang, pasti dunia seperti akan kiamat, maka diamdiam mereka memusatkan tenaga dalamnya, bersiap melakukan pertarungan.
Tapi orang tua baju merah itu, sepertinya tidak ada niat untuk menyerang, pertama-tama dia melihat sekali pada Pek Soh-jiu, lalu matanya diputar, dengan tanpa berkedip matanya memperhatikan seluruh tubuh-nya Hun-ni.
Wajahnya, tadinya sangat serius, tapi dalam sekejap mata, sudah berubah jadi tersenyum, yang lebih lebih membuat orang sulit mengerti adalah sepasang matanya berlinang air mata, seluruh rambut putihnya dan berdiri semua, sampai mantel merah yang besar itu juga berkibar-kibar tanpa ada angin, rupanya yang perkasa itu, sungguh membuat orang jadi terkejut.
Sesaat, mendadak tubuhnya berkelebat, secepat roh setan, mengulurkan tangan telah menangkap lengan nya Hun-ni, dan dengan suara gemetar emosi yang tidak bisa ditahan berkata:
Pendekar Pemetik Harpa 11 Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Cinta Bernoda Darah 13

Cari Blog Ini