Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar 4

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang Bagian 4


Sepasang sorot matanya yang seperti sinar dingin, menyapu kesekeliling, lalu melanjutkan perkataannya:
"Aku ingin memberikan Ho-leng-ci pada orang yang berjodoh dengannya, tapi......aku sulit mendapatkan cara yang bagus untuk melaksana-kannya."
"Kita hidup di dunia persilatan, yang dibicara-kan adalah yang kuat hidup yang lemah mati, yang benar hidup yang palsu mati, pendekar besar Yuan jika tidak keberatan, persilahkan saja teman-teman yang ada di lapangan, bertarung dalam ilmu silat menentukan siapa yang paling tinggi!"
Yang bicara adalah Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu, dengan nada bicara seorang perampok ulung, tapi usulan dia ini yang penuh dengan bau amis darah, malah mendapatkan tepukan tangan tanda setuju. Goan Ang tertawa:
"Jika kalian semua setuju dengan usulannya ketua Tie, aku tentu saja tidak bisa menolaknya, dengan demikian tanggung jawabku atas Ho-leng-ci sudah lepas, selanjutnya aku bisa tenang." Ujung kaki dia perlahan di hentakan, tubuhnya yang gemuk pendek seperti anak panah melejit ke udara, dari tempat asalnya naik lurus ke atas, tangan kiri menangkap palang atap, tangan kanan sudah dengan tepatnya ditaruh di atas palang atap.
Tangan kiri dia tetap masih memegang palang atap, jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya dengan pelan menekan tombol kotak kayu Ci-tan, lalu tutup kotak terbuka. Dia dengan hati hati mengeluarkan Ho-leng-ci, sebuah sinar merah padam, membuat jenggot dan alisnya para pesilat tinggi jadi merah semua.
Ini adalah sebatang pohon yang panjangnya sekitar enam cun, warnanya merah api, mulai dari akar sampai
kepucuknya tumbuh tujuh daun merah yang indah, di kepala Ci nya di selubungi oleh asap, berwarna-warni mencolok mata, dilihat dari kejauhan seperti awan warna-warni, di langit berputar putar.
Benda pusaka didepan mata, para pesilat tinggi didalam ruangan, semua menyorotkan sinar mata ingin
memilikinya, ada orang yang keserakah annya sangat berat, langsung memegang senjata, siap keluar, di dalam ruangan segera terbentuk situasi bergejolak.
Mata sipit Goan Ang melihat ke sekeliling, di sudut bibirnya tampak senyum dingin penuh arti, pelan-pelan menaruh kembali Ho-leng-ci ke dalam kotak. tangan kiri dilepaskan, perlahan dia melayang turun di sudut ruangan, tangannya mengusap jenggot perak, dengan tertawa berkata:
"Tanggung jawabku sudah selesai, sementara ini aku mengundurkan diri." Dia lalu membalikan tubuh, melayang pergi ke belakang pekarangan.
Tidak ada orang yang memperhatikan keberadaannya Goan Ang lagi, seluruh perhatian para pesilat tinggi, sudah terfokuskan pada kotak kayu Ci-tan yang berada di atas palang atap, mereka semua menginginkannya, tapi tidak ada seorang pun yang bergerak.
Para pesilat tinggi di dalam ruangan, tidak sedikit adalah ahli silat yang menggemparkan dunia persilatan, dan para pesilat tinggi hebat yang tersohor, tapi tidak peduli siapa dia, asalkan di tangannya menggenggam Ho-leng-ci, maka dia langsung akan menjadi sasaran semua orang, di dalam keadaan demikian, walau pun dia berilmu sangat tinggi, juga tidak berani sembarangan bergerak, sehingga, mereka berada dalam keadaan yang sangat tegang sekali, tetap
bertahan diam, tapi setiap pasang sorot mata yang mengandung permusuhan, tidak henti-hentinya bergulir.
Satu jam sudah berlalu, diam-diam suasana tegang mengalir dalam hati semua orang, akhirnya, satu bayangan orang, tanpa suara tanpa gejala meloncat ke atas, ilmu meringankan tubuh orang ini walau pun tidak sehebat ilmu silat meringankan tubuh It-hui-cong-thian (terbang menerjang langit) Goan Ang, tapi juga ringan lincah dan cepat, sudah sampai tingkat yang tinggi sekali, tapi ketika dia mengulurkan tangan akan menangkap tiang palang atap, mendadak dia menjerit ngeri, bergulung jatuh ke bawah, di atas punggungnya, menancap sebuah pisau kecil yang bersinar.
Sesaat setelah bayangan orang itu meloncat, para pesilat tinggi diruangan hampir semuanya juga ingin meloncat maju, sekarang mereka kembali menjadi ragu, yang pertama tadi bisa diambil contoh, siapa orangnya yang ingin mempertaruhkan nyawa sendiri! tapi daya tarik Holeng-ci sungguh terlalu besar, asalkan masih ada sedikit harapan, siapa pun tidak mau melepas-kannya, walau pun harapan itu kecil sekali.
Gejolak semakin kentara, permusuhan di antara para pesilat tinggi juga semakin dalam, mereka seperti busur yang ditarik penuh, setiap saat juga bisa terjadi pertarungan.
Terhadap keadaan ini Pek Soh-ciu sangat tidak sabar, dia sedikit mengerutkan alis berkata:
"Siau-heng......"
Siau Kun mengangkat wajahnya menyahut: "Ada apa?"
"Aku merasa dadaku sedikit sesak."
"Ooo, mari kita pergi keluar mencari angin."
"Tapi......"
"Aku tahu, Ayolah."
Mereka tadinya juga berdiri dibelakang para pesilat tinggi, saat ingin mengundurkan diri dari dalam ruangan juga jadi mudah sekali, Siau Kun menuntun tangan Pek Soh-ciu berkata:
"Kak, kita sembunyi diatas pohon yang ada di sebelah kanan itu, dari atas ke bawah, mengawasi seluruh lapangan, menunggu orang yang mendapatkan pusaka keluar dari ruangan, baru kita hadang dia."
Tangan Pek Soh-ciu yang di pegang oleh dia, seperti berada di dalam kapas yang lembut hangat, tidak tahan di dalam hati berpikir saudara Siau ini mengapa tangannya begitu lembut seperti tangan wanita" Mungkin dia adalah seorang putra yang hidup di dalam kemewahan, maka dia tidak berpikir ke arah yang lainnya. Mereka meloncat ke atas pohon, duduk berdampingan di satu batang cabang pohon, angin meniup lembut, meniup wangi yang seperti dikenalnya, Pek Soh-ciu jadi merasa sangat heran, dia mengangkat angkat hidung, lama menghirup wewangian itu, tampangnya tampak sangat bingung.
Siau Kun menatap dia dengan merasa heran berkata:
"Kak, kau menemukan apa?"
Pek Soh-ciu tersenyum malu berkata:
"Tidak apa, aku mencium bau wewangian, dan merasa sedikit bingung saja."
Wajah tampan Siau Kun menjadi merah, lalu melihat dia dengan mata putih berkata:
"Dipekarang banyak ditanami bunga, wewangian itu tentu saja tidak aneh, lihatlah, sudah ada orang yang keluar."
Tidak salah apa yang dikatakan Siau Kun, benar ada orang yang keluar, tapi orang yang keluar itu, semuanya roboh ke tanah tidak bisa bangkit lagi, dalam sesaat, di luar pintu ruangan, sudah tergeletak tidak kurang tidak lebih tiga puluh sosok manusia.
Saat ini di dalam ruangan sangat ramai suara manusia, benturan senjata dan suara jeritan mengerikan, tidak henti-hentinya keluar dari dalam ruangan, setelah satu jam, pertarungan sepertinya sudah berhenti. kembali terdengar suara pertengkaran, Siau Kun jadi bersemangat berkata:
"Sudah waktunya, kak, kita masuk kedalam untuk melihatnya."
Waktu masuk ke dalam ruangan, Siau Kun melihat ke sekeliling, melihat kota kayu Ci-tan tempat menyimpan Holeng-ci, sudah pecah di atas lantai, tapi Ho-leng-ci tidak ada disitu, tidak tahan dia mengangkat sepasang alis, wajahnya jadi dingin, katanya:
"Dimana Ho-leng-cinya" Siapa yang mendapatkannya?"
Pek Can taysu, pendeta To Hoan-ho, Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, dan Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu yang berdiri di sisi pecahan kotak kayu, wajahnya membeku, diam tidak bicara, hanya seorang laki-laki besar berwajah bengis yang berdiri agak jauh dengan mendengus sekali berkata:
"Pergilah, bocah, di dalam ruangan ini kau tidak pantas bicara!"
Siau Kun memutar sepasang matanya, satu tangan diayunkan pada laki-laki besar itu berkata:
"Kau punya mata anjing hanya melihat orang di bawah, sepasang matamu itu tidak ada gunanya ditinggalkan di situ, lebih baik buang saja."
Dua titik sinar berkelebat, laki-laki besar yang lantang itu, dua tangannya segera menutup sepasang matanya, sambil menjerit berguling-guling di lantai.
Gin-sai-tiang-wan yang pertama terkejut, Pek Can taysu dan pendeta To Hoan-ho berikut para pesilat tinggi yang ternama di dunia persilatan, juga warna wajahnya berubah, dua titik sinar perak itu mengandung kekuatan yang tiada tandingnya, orang yang julukannya sebesar apa pun, juga harus sedikit mengalah.
Sehingga, Pek Can taysu dengan menyebut nama Budha sekali berkata:
"Aku menurunkan kotak kayu dari atas tiang palang atap, Sicu Tiat dan kawan-kawan datang merebutnya, dalam keadaan saling berebut, sehingga kota kayu itu jadi pecah, tapi Ho-leng-ci malah sudah hilang entah kemana, tidak ada didalam kotaknya......"
Siau Kun balik bertanya pada Gin-sai-tiang-wan:
"Apa betul begitu Ketua Tiat."
Tiat Kie-bu berbatuk sekali berkata:
"Kejadiannya memang begitu, tapi......"
"Tapi bagaimana?"
"Pek Can taysu pernah memasukan kotak kayu itu ke dalam lengan bajunya......"
Pek Can taysu cepat berkata: "Sicu jangan sembarang menuduh orang, bagaimana aku bisa melakukan hal sehina itu!"
Mata Siau Yam menyorot terang, melihat ke seluruh tubuh Pek Can taysu berkata:
"Apakah Pek Can taysu pernah menggunakan siasat Tolong-hoan-hong (mencuri naga menukar burung hong.) untuk mencuri Ho-leng-ci, kita jadikan saja itu kecurigaan kita, hanya saja jika Ho-leng-ci sudah hilang, kalian sepertinya tidak perlu lagi tinggal lama-lama disini."
Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu menyahut: "Kata-kata Siauhiap benar, aku segera mengundurkan diri." Dia mengepal tangan menyapa, langsung memimpin para pesilat tinggi aliran hitam meninggalkan ruangan.
Siau-lim, Bu-tong, perkumpulan Ci-yan, dan para pesilat tinggi lainnya, semua masing masing mengepal tangan menyapa Siau Kun, masing-masing memimpin
kelompoknya meninggal kan tempat yang berbau amis darah ini.
Sekarang, didalam ruangan besar ini, hanya tinggal Pek Soh-ciu dan Siau Kun dua orang, lama, Pek Soh-ciu "kek!"
sekali batuk berkata:
"Siau-heng......"
Siau Kun tawar tertawa berkata:
"Kakak ingin menanyakan mengapa mereka ada sedikit segan pada kita?"
"Benar."
"Guruku berkelana di dunia persilatan menggunakan Pek-lek-bie-sin-ciam (Jarum sakti menghancurkan geledek) sebagai tanda beliau, orang-orang ini hanya melihat muka guru ku saja."
"Gurumu pasti seorang pesilat tinggi yang amat lihay?"
"Ini......kek, beliau memang ada sedikit nama, tapi karena larangan perguruan, harap maklum aku tidak bisa memberitahukan sebutan beliau padamu."
"Ooo!" sekali, Pek Soh-ciu berkata, "Tidak apa-apa, hanya saja terhadap masalah Ho-leng-ci, aku tidak bisa membantu Siau-heng, sungguh merasa sedikit tidak enak."
"Seluruh pesilat tinggi di dunia persilatan juga terperangkap di dalam siasatnya Goan Ang, mana bisa salahkan kakak."
Pek Soh-ciu dengan perasaan heran berkata:
"Maksudmu, Ho-leng-ci masih berada ditangan-nya Goan Ang?"
Siau Kun tertawa:
"Jika Toako tidak percaya, bisa naik ketiang palang atap memeriksanya."
Terhadap kata-kata Siau-kun, Pek Soh-ciu memang merasa ragu, maka dia menuruti kata-katanya meloncat keatas tempat di mana Wan Hong tadi menaruh kotak kayu Ci-tan, benar saja dia melihat satu lubang yang dalam, dan di bawah lubang, ada sebuah papan hidup yang bisa digerakan, menembus sampai ke dalam dinding, dia lalu turun sambil mengangguk dan mengeluh:
"Saudara orang yang sangat pintar, tapi mengapa masih menaruh curiga pada Pek Can taysu?"
Siau Kun memonyongkan bibir: "Ketua Siau-lim terdahulu, pernah terlibat peristiwa di perumahan Leng-in, hweesio tua itu tidak tahu malu masih berani mengganggu kita berdua, biarkan dia saja menjadi kambing hitam, anggap saja itu hukuman ringan bagi kuil Siau-lim." Dia habis bicara lalu dia bersiul panjang, beberapa saat kemudian, lima orang laki-laki besar berbaju ringkas hitam
berlari mendekat, mereka berdiri berbaris, bersamaan menyapa pada Siau Kun, dari penampilannya, tampak sangat menghormat sekali. Siau Kun dengan dingin berkata: "Dimana Goan Ang?"
Salah seorang laki-laki baju hitam berkata: "Kami dari tadi mengawasi terus, tapi masih belum melihat Goan Ang atau satu orang pun yang meninggalkan Yun-liu......"
Wajah Siau Kun menjadi dingin berkata: "Geladah......"
Lima laki-laki besar baju hitam segera menerjang masuk ke dalam rumah, kira-kira lewat sepertanakan nasi, lima orang itu berturut-turut kembali melapor:
"Siauya, seluruh Yun-liu sekarang sudah kosong tidak ada satu orang pun......"
Siau Kun mendengus sekali berkata:
"Siau-han-ngo-liong (Lima naga basah) yang namanya menggemparkan dunia persilatan, malah tidak bisa menjaga seorang Goan Ang, hm... apakah terpikir kalian akibat melalaikan tugas?"
Semua rubuh lima orang baju hitam itu bergetar, wajah yang tidak gentar apapun terlihat pucat, tidak diduga perkataan marah Siau Kun, membuat laki-laki yang gagah perkasa ini, seperti terhukum yang menunggu eksekusi. Pek Soh-ciu malah merasa tidak tega dia berkata:
"Pertemuan di Yun-liu, sudah merencanakan Goan Ang, kita semua bersalah, mana bisa hanya menyalahkan mereka berlima, saudara, sudahlah."
Siau Kun berpikir sebentar berkata:
"Kalian beruntung, Ada Pek Toako yang membela, tapi jika dalam waktu tiga bulan kalian tidak bisa mendapatkan Goan Ang, kalian bersiap-siap menanggung."
Siau-han-ngo-liong menyahut sekali, lalu membalikan tubuh meloncat dengan cepat meninggal-kan tempat itu.
Siau Kun melihat bayangan mereka telah hilang, baru membalikan kepala tersenyum manis pada Pek Soh-ciu berkata:
"Toako! Temani aku lagi pergi ke gunung Kwo-tiang...ya?"
Pek Soh-ciu tertegun:
"Maksudmu, Goan Ang telah pergi ke gunung Kwo-tiang?"
"Lembah Ceng-eng di gunung Tian-chang, baru benar sarangnya Goan Ang, tapi lembah Ceng-eng tidak saja penuh jebakan tersembunyi, juga sangat dingin sekali, bahayanya, tidak kalah dengan neraka dingin, jika kakak ada minat, kita pergi kesana untuk menambah
pengalaman."
Pek Soh-ciu tertawa:
"Bagus, aku bisa menambah pengalaman, hayo kita jalan."
Siau Kun mendapatkan dua ekor kuda tunggang, mereka berdua berdampingan berangkat dari Yun-liu, derap suara kuda, tertawa, berkata keras di daerah Kanglam ini, kembali akan membuat cerita muda mudi dunia persilatan yang mengharukan.
0-0dw0-0 BAB 4 Bersama-sama menunggang kuda ribuan li
Siau Kun menunggang kuda melawan angin, dia tampak bersemangat sekali, ikat kepala putih dikepalanya seperti burung walet sedang terbang, melayang-layang dibelakang kepalanya, sepasang matanya yang hitam bersinar, mulut munggilnya yang seperti dicat merah, dengan tawanya tampak senang, lama... dia mendadak menghentikan kudanya, membalikan kepala pada Pek Soh-jiu sambil tersenyum manis berkata:
"Pegunungan di Kanglam ini sungguh indah sekali, penoramanya seperti didalam gambar saja, kali ini kita melancong ke Kwo-tiang, sungguh tidak sia sia." Pek Soh-jiu tersenyum, berkata: "Tidak salah, tanahnya bagus pasti orangnya hebat-hebat, mungkin kita bisa bertemu dan berkenalan dengan orang Kanglam yang hebat-hebat." Siau Kun menyunggingkan bibir: "Pemandangan Kanglam yang indah, sungguh keadaan yang nyata, jika mengatakan di Kanglam juga muncul orang hebat, aku tidak sependapat."
"Ha...ha...ha!" Pek Soh-jiu tertawa, "Kau tidak percaya"
Lihat itu, bukankah sudah datang!"
Sst...ssst terdengar beberapa suara, diantara bayangan pepohonan dan celah rumput, berturut-turut meloncat keluar sepuluh lebih laki-laki besar, setiap orang berpakaian ringkas, bersenjata dan wajahnya bengis.
Siau Kun melirik sekali pada mereka, mendadak dia tertawa keras berkata:
"Kata-kata Toako tidak salah, orang orang ini bertubuh hina, berwajah bengis, memang orang-orang yang luar biasa, ha......"
Orang-orang ini dipimpin oleh seorang laki-laki besar yang berkepala musang bermata tikus, tubuhnya kekar sekali, dia melihat pada dua remaja yang lemah lembut
yang sangat berani mengejek pada mereka, tidak tahan dia maju beberapa langkah, dengan marah membentak:
"Anjing kecil, kau sedang membicarakan siapa?"
Siau Kun mengangkat alisnya, berkata:
"Siauya menunggang kuda dijalan raya, tidak mengganggu sarang penyamun, suka membicarakan siapa ya bicara siapa, apa urusannya denganmu?"
Traang... seorang laki-laki besar mencabut golong pembelah gunung berpunggung tebal, mcng-getarkan lengannya, membuat ring besi di kepala golok berbunyi suara logam beradu, lalu mengangkat alis tebalnya, berteriak dingin:
"Bocah, jika Tay-ya ingin membunuhmu semudah mengangkat tangan saja, maka jika kau sudah bosan hidup, katakan saja pada Tay-ya!"
Siau Kun menggoyang-goyangkan sepasang tangannya berkata:
"Tunggu, tunggu, laki-laki sejati mulut bicara tangan tidak bergerak, kau jangan galak seperti ini, menakuti orang?"
Laki-laki besar itu dengan bangganya bersuara "Hemm!"
sekali berkata:
"Baik baik, coba jawab pertanyaan Tay-ya, jika tidak, jangan salahkan Tay-ya berlaku kejam."
Siau Kun seperti ketakutan:
"Kau ingin tanya apa" Raja gunung."
Laki-laki besar itu berteriak marah:
"Apa" Kau panggil Tay-ya Raja gunung"
"Maaf, aku tidak tahu harus memanggil apa terhadap para Tay-ya yang menghadang jalan." Kata Siau Kun Laki-laki besar bermata tikus itu bersuara "Hemm!"
sekali tampak akan marah lagi, akhirnya menahan diri bertanya:
"Kalian berasal dari mana?"
"Han-kou."
"Apa pernah datang ke Yun-liu?"
"Pernah, aku bertamu beberapa hari dirumahnya Goan Tayhiap."
"Dengan tampang kalian berdua, sastrawan miskin, juga bisa bertamu kerumahnya Goan?"
"Ini......kek, karena kami dengan pendekar besar Goan ada sedikit......hubungan keluarga jauh......"
"Kalau begitu ya benar.... apa di dalam Yun-liu, ada tidak teman teman dunia persilatan lainnya?"
"Ada......"
"Siapa saja?"
"Aku dengar ada yang dari Siauw-lim, Bu-tong, Tiam-cong, Cu apa itu Yan, haii, terlalu banyak, aku seorang sastrawan miskin, bagaimana bisa ingat para pesilat tinggi dunia persilatan......"
"Hemm, mereka sedang apa di Yun-liu, seharusnya kau ada dengar beritanya!"
"Itu......kek, bukan haik) a dengar beritanya......"
"Lalu apa yang sedang mereka kerjakan?"
"Masih bertarung memperebutkan Ho-leng-ci." Warna wajah laki-laki besar segera menjadi tegang, dia kembali maju satu langkah, katanya:
"Katakan, Ho-leng-ci akhirnya jatuh ketangan siapa?"
Siau Kun seperti sengaja, seperti tidak disengaja mengusap sekali pinggangnya, sambil terbata-bata sebentar berkata:
"Tidak ada orang yang bisa mengalahkan Goan Tayhiap, tapi dia juga tidak ingin lagi menyimpan Ho-leng-ci itu, sehingga......sehingga......"
"Bagaimana?"
"Maka dia memberikannya padaku."
"Apa benar kata-kata kau?"
"Keberanian sebesar langit pun aku tidak berani membohongi Raja gunung!"
Sampai disini laki-laki besar baru sadar remaja tampan yang seperti giok ini, sejak dari awal terus membual, tidak tahan dia berteriak marah, berkata:
"Anjing kecil, berani kau mempermainkan aku, aku congkel dulu sepasang mata anjingmu itu baru berurusan."
Sepasang kaki dihentakan, telapak melancar kan sebuah pukulan secepat angin, dua jarinya yang besar-besar, dengan dahsyat menotok kearah sepasang mata Siau Kun.
Siau Kun dengan menjerit:
"Hey, kau tahu aturan tidak" Aku sudah bilang laki-laki sejati hanya menggunakan mulut tidak menggunakan tangan......"
Tapi teriak tinggal teriak, serangan laki-laki besar itu datangnya terlalu cepat, dalam sekejap mata, ujung jarinya
sudah menotok di depan mata, hanya terdengar suara teriakan menggelegar, dua buah bola mata dengan darah segar, bercucuran diatas jalan raya, satu bayangan orang bersamaan waktu menjerit bergulung dibawah.
Beberapa gerakan ini, cepatnya laksana kilat, saat semua orang melihat jelas, orang yang menutup kepala menjerit-jerit, dan wajahnya tampak berlumuran darah, ternyata adalah laki-laki besar bermata tikus, orang-orang yang berkumpul menghadang jalan, berubah semua warna wajahnya.
Siau Kun mengeluarkan sapu tangan dari dalam dadanya, dengan pelan mengelap darah diujung jarinya, sesaat kemudian dia mengangkat sepasang matanya, dua sorot matanya yang tajam, menatap pada orang-orang yang menghadang jalan tidak maju maupun mundur:
"Kalian ini pesilat tinggi dari perguruan mana?"
Diantara para penghadang jalan, ada seorang yang menjawab:
"Kami dari perumahan Si-liu."
"Kanglam Liu?"
"Benar."
"Baik, mengingat Kanglam Liu namanya tidak buruk, kalian congkel sepasang mata kalian dengan tangan sendiri, lalu pergilah."
"Ini......" para laki-laki besar itu sekarang baru tahu mereka telah bertemu dengan seorang yang berhati kejam, menyumh mereka mencongkel sepasang matanya sendiri, ini sungguh tindakan keterlaluan, baru saja Pek Soh-jiu akan menengahinya, mendadak dari kejauhan terdengar suara siulan aneh, para laki-laki besar itu bangkit kembali
semangatnya, mereka segera mencabut senjatanya masing-masing, dan melakukan pengepungan terhadap Pek Soh-jiu berdua.
Suara siulan itu berhenti seorang tua dengan kening lebar berhidung mancung, bermantel sutra, sepatu merah, melayang tunin seperti daun jatuh, dia melirik sekali pada laki-laki besar yang telah kehilangan sepasang matanya, lalu membalikan kepala kepada Pek Soh-jiu dan Siau Kun dingin berkata:
"Siapa yang berbuat?"
"Hmm!" Siau Kun berkata, "Aku."
"Kenapa?"
"Tanya saja pada anak buahmu."
"Bocah yang sombong sekali, jika aku tidak menghajarmu, kau akan mengira di Kanglam ini tidak ada orang!"
"Benar aku justru ingin tahu To-pa-thian-lam (Penguasa tunggal langit selatan.) Liu-cengcu (ketua perumahan Liu), sebenarnya mempunyai ilmu silat hebat apa."
"Bagus, terima ini!"
Kanglam Liu belum habis bicara, lima jarinya sudah berterbangan, dalam sekejap telapak tangannya yang besar sudah mencengkram ke arah dadanya Siau Kun.
Siau Kun bersuara dingin, tubuhnya meloncat keatas, setangkas asap ringan, belum lagi tangan Kanglam Liu ditarik kembali, dia sudah seperti roh melayang ke belakangnya Kanglam Liu, bersamaan itu telapaknya dihantam ke depan, memukul punggung belakang lawan, sambil mulutnya dengan sekali bersuara "Hemm!" sinis berkata:
"Kelihatannya Kanglam Liu yang menguasai daerah selatan ini, hanyalah seseorang yang mencuri nama saja!"
Kanglam Liu tidak menduga seorang remaja muda seperti ini bisa memiliki ilmu silat sehebat ini, buru-buru dia menjatuhkan tubuhnya ke depan, lalu membalikan tubuh, telapak kirinya berturut-turut memukul dua kali, begitu dia menghindar dari serangannya Siau Kun, dengan kegesitannya dia membalikan tubuh, melancarkan pukulan balik, menghindar dan membalas serangannya di dunia persilatan terhitung kelas paling top, hanya saja dalam pertarungan ini, dia sepertinya sudah berada di bawah angin, sehingga, ketua perumahan Liu yang namanya termasyur didunia persilatan, menjadi marah tidak terkendali, tubuhnya meloncat, sepasang tangannya dikibaskan bersilang, di bawah ribuan bayangan telapak, dengan kandungan hawa dingin yang menusuk tulang, seperti serat perak yang tidak terhingga banyaknya, menusuk tiga puluh enam jalan darah penting di depan tubuh Siau Kun.
Siau Kun terkejut sekali, dia tidak menduga Kanglam Liu yang tampangnya seperti aliran lurus, bisa melancarkan jurus telapak yang sangat keji, buru-buni dia memutar tubuhnya, sepasang telapaknya berturut turut dikibaskan, dia mengerahkan seluruh'kemampuan nya, tapi tetap saja tidak bisa menahan serangan hawa dingin itu, segera dia menjadi kelabakan, keadaannya sangat tidak enak dipandang.
Pek Soh-jiu yang melihat jadi terkejut, buni-buru dia mengangkat telapak tangannya, didorong ke depan sejajar dengan dada, satu hembusan angin keras seperti kekuatan gelombang pasang menerpa karang, mener-jang bagian belakang Kanglam Liu.
Tiga jurus telapak Kang-hong (angin yang berkecepatan sangat tinggi) kekuatannya sangat hebat, Kanglam Liu sebagai penguasa tunggal di Thian-lam juga tidak berani menghadapi serangan ini dengan kekerasan, mantel sutranya tampak berkelebat, men-dadak dia mundur tiga tombak lebih.
Siau. Kun melihat pada Pek Soh-jiu dengan perasaan terima kasih, lalu berpaling, sepasang matanya dibuka, menyorotkan dua sinar tajam, telapak kanan merogoh ke dalam dada, mengeluarkan sebilah pedang pendek yang bersinar, dingin, berkata:
"Hian-im-cap-sa-hoat (Tiga belas jurus gaib hawa dingin) sungguh mengandung kekuatan yang sulit dibayangkan, aku jadi penasaran, aku masih ingin mencoba permainan senjatamu."
Begitu sorot mata Kanglam Liu melihat pedang pendek ditangan Siau Kun, warna wajahnya berubah besar, mendadak dia bertepuk tangan, tubuhnya seperti bangau besar melejit kelangit, jagoan yang sangat ternama di Thian-lam ini, pergi begitu saja tanpa banyak bicara, puluhan laki-laki besar yang tadi menghadang di jalan, juga mengikutinya berlari tunggang langgang.
Siau Kun menyimpan kembali pedang pendeknya lalu mendengus dingin, lalu melihat pada Pek Soh-jiu berkata:
"Menunggang kuda di jalan raya sambil mengobrol, seharusnya adalah hal yang menggembirakan, tidak diduga keadaan nyaman ini dirusak oleh para perampok kecil tadi."
Pek Soh-jiu tertawa tawar:
"Tidak apa, bisa bertemu dengan jago-jago Kanglam, itu juga satu hal yang menggembirakan." Tidak menunggu Siau Kun menjawab, dia sudah meloncat naik keatas kuda,
sepasang kakinya perlahan dihentakan, dengan cepat melarikan kuda menuju Hiu-sui.
Terhadap saudara Siau Yamg baru dikenal tidak lama, sungguh Pek Soh-ciu merasa sangat misterius, di Yun-liu, dia dengan dua senjata gelapnya, membuat para pesilat tinggi dunia persilatan menjadi ketakutan seperti bertemu dengan ular berbisa, sekarang kembali dengan sebilah pedang pendeknya, membuat Kanglam Liu yang penguasa tunggal Thian-lam ketakutan dan melarikan diri, tentu saja, walau di dalam hati dia banyak pertanyaan, tapi dia tidak enak menanyakannya, hanya saja terhadap perjalanan ke Kwo-tiang ini, dia jadi ada sedikit menyesal.
Saat ini angin tidak bertiup, matahari terik seperti bara api, setelah beberapa saat melarikan kudanya, orang dan kuda pun sudah bercucuran keringat, Pek Soh-jiu melihat wajah Siau Kun menjadi merah, keringat keluar seperti air hujan, maka dia memperlambat lari kudanya dan berkata:
"Cuaca di pegunungan sangat sulit diduga, siang dan malam, seperti dua musim yang berbeda, saat ini matahari sangat terik sekali, kenapa saudara Siau tidak melepaskan saja sapu tangan kepala, supaya sedikit jadi dingin!"
Wajah Siau Kun menjadi merah, berkata: "Sapu tangan kepala walau menjadikan lebih panas, tapi bisa menahan sinar matahari, aku memilih, lebih baik memakai sapu tangan kepala saja."
Terhadap remaja tampan yang sulit diduga sifatnya ini, Pek Soh-jiu merasakan tidak bisa berbuat banyak, jika dia merasa lebih baik memakai sapu tangan di kepalanya, buat apa dia sendiri repot repot, sehingga, dia membiarkannya dengan tersenyum.
Hari semakin larut malam, mereka tiba di depan pohon yang ada bayangannya, Siau Kun menunjuk dengan ujung pecutnya berkata:
"Toako! Kita istirahat dulu di bawah bayangan pohon, sekalian mengisi perut sedikit."
Setelah Pek Soh-jiu menganggukan kepala tanda setuju, mereka beristirahat di bawah bayangan pohon, mungkin karena penguapan dari keringat, wewangian yang seperti pernah dikenal itu, melayang masuk ke dalam hidung Pek Soh-jiu, dia sedikit mengerutkan alis, melihat kearah datangnya wewangian itu dengan penuh pertanyaan.
Ini adalah satu ciptaan Tuhan yang hebat, walau pun Song-ih atau Suto hidup kembali, saudara Siau ini juga tidak akan kalah oleh mereka, dan dari penampilannya seperti ada penampilan genit yang memikat, saat ini pipi dia merah, lesung pipinya samar samar terlihat, sepasang mata yang jelas hitam dan putihnya, bergelimang air jernih, dia sepertinya sudah merasakan tatapan Pek Soh-jiu itu, lalu dengan wajah serius berkata:
"Toako. "Eeii"
"Hawanya begini panas, kenapa kau tidak melepaskan saja topengmu?"
"Aku juga ada Piklran begitu, hanya takut
mendatangkan kerepotan."
"Di tempat ini kecuali kita tidak ada orang lain lagi, walau pun ada orang yang menemukan kita, dengan kekuatan kita berdua, apakah masih takut ada orang yang mengganggu!"
"Haai!" Pek Soh-jiu mengeluh berkata, "Jika aku mempunyai perguruan sehebat perguruan saudara Siau, maka tidak perlu lagi menggunakan topeng seperti sekarang."
"Kalau begitu, Toako! Aku ajarkan kau cara menggunakan Pek-lek-bie-sin-ciam, nanti kubagi satu kantong Sin-ciam buatmu, mau tidak?"
"Tidak, maksud baik saudara Siau, aku terima di dalam hati saja."
"Kenapa" Kau masih memandang aku orang luar!"
"Aku adalah seorang yang pembawa mala petaka, lebih baik jangan melibatkan teman......apa lagi......"
"Kek... Kau malah memandang aku ini seorang yang takut mati."
"Aku tahu saudara Siau adalah seorang yang mementingkan rasa setia kawan, tapi kita baru berkenalan......"
"Di dunia ada teman sependirian, bumi dan langit seperti bertetangga, buat apa Toako berpandangan seperti orang biasa saja."
Perkataan Siau Kun belum habis,' tiba tiba 'Paak!'
terdengar satu suara keras, di dalam hutan tempat mereka istirahat, terdengar suara teriakan orang tua.
" Yaaw, kau pukul orang?"
"Tua bangka tidak tahu mati, kau teriak apa?"
"Kenapa, sudah dipukul masih tidak boleh keluar suara?"
"Kau lihat mereka suami istri remaja, tapi kelakuannya tidak seperti kau ini!"
"Orang adalah suami mesra istri setia, dengan apa kau bandingkan mereka?"
"Bagus, tua bangka tidak tahu mati, kau berani menghina aku, rasakan kau nanti!"
Ssst ssst dua suara pelan terdengar, dua bayangan orang selincah burung terbang, meloncat dari puncak pohon, hanya satu kali loncatan saja, tubuhnya sudah berada dalam sepuluh tombak lebih, ilmu meringankan tubuhnya, bisa dikatakan sangat jarang terlihat di dunia persilatan.
Pipi Siau Kun jadi merah, dia meludah sekali pada bayangan orang itu, malunya sampai tidak berani mengangkat kepalanya, lama, dia baru dengan kesal berkata:
"Dua setan tua ini sungguh menyebalkan sekali, mereka malah menganggap aku......aku ini perempuan......"
Perkataannya terhenti sebentar, dia kembali mengangkat kepala dan tertawa, katanya:
"Toako! Hari akan segera gelap, kita lebih baik ke Lam-tiang saja, ngobrol disana."
Tiba di Lam-tiang, tepat jam sembilan malam, mereka mencari penginapan, tapi tidak bisa mendapatkan dua kamar, Siau Kun seperti tidak biasa satu kamar dengan orang lain, dengan alasan terlalu lelah, dia jadi tidur dengan pakaian lengkap, hari baru saja fajar, dia sudah bangkit duduk, tepat diwaktu itu, di kamar sebelah mereka, terdengar lagi suara yang telah di kenal.
"Tua bangka, rubuhmu terlentang kenapa masih matanya masih melotot?"
"Sst......nenek tua, pelan sedikit, aku tidak ada waktu bicara denganmu."
"Puuih, sudah terlentang masih mau sibuk apa" Apakah raja neraka ingin mengundang kau datang?"
"Kek, aku ini sedang memperhatikan bocah kecil yang menyamar jadi laki-laki itu."
"Orang sudah ada bocah yang menemaninya, urusan apa denganmu" Hemm, kau tidak perhatikan nenek tua ini, malah memperhatikan bocah perempuan itu!"
"Kau" Kek, kek......"
"Kenapa, dimananya aku tidak pantas buatmu?"
"Jangan sembarangan omong, nenek tua, apakah kau tidak berpikir bocah perempuan itu ada sedikit aneh?"
"Jangan buat teka teki dengan aku, jika ada yang mau dibicarakan cepat katakan, jika ingin kentut cepat keluarkan."
"Kau tentu tahu peristiwa Leng-in?"
"Mmm......."
"Lalu kau tidak merasa ada yang aneh?"
"Aku justru tidak mengerti."
"Hai, bocah perempuan itu paling sedikit datang bukan untuk bermesra-mesraan, betul tidak?"
"Apa yang kau katakan walau pun ada sedikit masuk akal, tapi aku tetap saja tidak sependapat."
"Kek, nenek tua, kau ini sungguh jadi nenek tua yang bodoh."
"Kaulah orang tua yang bodoh, hemm, permusuhan antara generasi sebelumnya, tidak ada hubungannya dengan mereka! Coba pikir, aku ini bagaimana caranya bisa cinta padamu?"
"Ini......ha ha......tidak salah, tidak salah, bocah itu juga memang cukup tampan, kecuali aku ini, kek, kek......"
"Jangan memuji diri sendiri, tua bangka, kau pernah berkata, akan membawa aku melancong kota Lam-tiang, kau tidak boleh mengingkarinya."
"Kapan aku pernah bohong padamu, nenek tua, kita ini adalah......"
Percakapan di kamar sebelah ini, Siau Kun bisa mendengar, satu kata pun tidak ada yang lolos, wajah tampannya seperti dilapisi lipstik merah, cantiknya seperti sekuntum bunga To, dengan gerakan yang lincah dan ringan dia menotok jalan darah tidur Pek Soh-jiu, sepasang mata cantiknya, sedikit pun tidak berkedip menatap wajah tampan yang membuat hatinya bergetar.
Tidak salah, dia mendekati Pek Soh-jiu, memang dia ada tujuan lain, namun, di Hun-sie, remaja tampan ini telah membuka hatinya, telah mencuri hatinya, kemudian walau dia sudah tahu remaja yang mengaku she Ciu itu, adalah tujuan yang dia cari-cari, tapi cintanya sudah tertanam dalam, sudah tidak bisa dicabut lagi, sehingga, dia meninggalkan dua orang pelayannya Hu-in dan Cu-soat, dengan menyamar sebagai keturunannya Sin-ciu-sam-coat berkelana di Bulim, sekarang, dia telah menguasai dia sepenuhnya, tapi tidak ingin dia mendapatkan sedikit pun luka, lama, wanita cantik yang menyamar sebagai Siau Kun, mengeluarkan keluhan panjang, lalu, dia merapihkan baju, membuka kembali jalan darah tidur Pek Soh-jiu, hari lagi.'
Siau Kun tertawa: matanya mengerling, dengan suara malu-malu dia memanggil berkata:
"Toako! Hari sudah siang, sudah saatnya kau bangun."
Pek Soh-jiu membuka sepasang mata, meloncat bangun dari tidur, dia melihat matahari dari jendela, dengan bengong berkata:


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aneh, tidur kali ini begitu nyenyaknya......"
Siau Kun menutup bibirnya tertawa tertahan:
"Daerah ini udaranya lembab panas, tengah hari paling membuat orang tidak tahan, tidur lama sedikit juga tidak apa apa."
"Kalau begitu ayo kita cepat pergi dari sini, gunung Kwo-tiang ribuan li jaraknya dari sini, untuk kesana harus menghabiskan beberapa hari."
Siau Kun mengangkat-angkat alis, berkata: "Buat apa harus terburu buru begitu" Pasar di Lam-tiang adalah paling ramai di daerah tenggara, bagaimana pun kita harus melihatnya."
Pek Soh-jiu menggelengkan kepala berkata: "Maaf saudara Siau, aku benar benar tidak ada gairah untuk itu."
Siau Kun berkata:
"Aku telah berjanji dengan Siau-wan-ngo-liong (Lima naga dari berbagai rawa) bertemu ditempai ini, kita berangkat besok pagi saja, bagaimana"')'
PekSoh-jiu tidak bisa berbuat apa-apa berkata: "Jika saudara Siau sudah ada janji bertemu dengan Siau-wan-ngo-liong disini, terpaksa kita tinggal disini satu
"Temani aku jalan-jalan di gedung Seng-ong, untuk menghabiskan waktu, mau tidak?"
Walau bagaimana pun hari ini dia sedang senggang, pergi menikmati pemandangannya San-kang dan Ngo-houw bisa juga menghilangkan kekesalan yang menumpuk didalam hati. Maka, mereka menggunakan waktu sehari
mengunjungi pemandangan yang ternama di Lam-tiang, semuanya meninggalkan jejak mereka.
Saat senja hari, mereka kembali dari melancong ke istana Wan-jiu, sambil diterpa angin sore, menikmati matahari terbenam di pegunungan Kiu-leng, sedang mereka santai mengobrol, Pek Soh-jiu tidak disengaja melirik kesamping, dia melihat ada satu bayangan orang, sedang berlari dengan cepat sekali, mendadak kakinya tidak terkontrol, langsung jatuh ke tanah, tapi dia meloncat bangun, kembali berusaha lari, belum ada beberapa tombak, kembali tersungkur jatuh ke bawah, dia merasakan gerakan orang ini sangat mencurigakan, sesaat timbul rasa ingin tahunya, maka bersama Siau Kun dia mendatangi orang itu ingin melihat apa sebenarnya yang terjadi, setelah mendekat hampir kurang dari satu tombak, Siau Kun berteriak terkejut:
"Celaka, Toako! Dia adalah salah satu Siau-wan- ngo-liong......" tidak menunggu jawaban dari Pek Soh-jiu, dengan gerakan lincah, dia lari kesisi orang itu, saat membalikan tubuh orang itu, melihat, benar saja orang ini adalah saudara ketiga dari Siau-wan-ngo-liong, tapi seluruh tubuhnya penuh dengan luka, sudah tidak bisa ditolong lagi, walau pun ada obat hebat, juga sulit bisa menolong nyawanya, untuk sesaat, dia malah jadi terdiam bengong.
Pek Soh-jiu berkata:
"Saudara Siau, orang ini terluka parah, tapi masih berusaha lari, pasti ada hal yang sangat penting yang akan dilaporkan padamu, biar aku bantu dia dengan tenaga dalam, kau perhatikan dia berkata apa." Dia segera mengulurkan telapak tangan kanannya, ditempelkan di jalan darah Ki-ciat-hiat, lalu menyalur-kan tenaga dalam ke tubuh orang yang terluka itu.
Kira kira seperminuman secangkir teh panas, orang yang terluka menghela nafas panjang, kulit matanya juga pelan-pelan dibuka, Pek Soh-jiu cepat-cepat menarik tangannya, pergi jalan menjauh.
Siau Kun sudah tidak sabar bertanya: "Bagaimana kau bisa sampai terluka separah ini, dimana saudaramu yang lainnya" Apakah sudah mendapatkan beritanya Goan Ang?"
Orang yang terluka mengeluh sekali berkata:
"Tuan muda......kita......sudah kalah...... kami bersaudara dipancing oleh Goan Ang, gagal...... melaksanakan tugas yang diberikan majikan......"
Dia dengan susah payah mengeluarkan satu potongan kain baju dari dalam dadanya, masih belum sampai ketangannya Siau Kun, sudah menghembuskan nafas yang terakhir.
Siau Kun mengambil potongan kain baju itu, terlihat diatasnya adalah peta sederhana yang digambar dengan darah segar, cepat-cepat dia memanggil Pek Soh-jiu berkata:
"Toako! Buat apa menghindar" Coba lihat ini!"
Pek Soh-jiu mendekat, melihat langsung kain diatas tangannya Siau Kun, lalu melihat ke arah pegunungan Ciu-leng, katanya:
"Melihat dari kasarnya, sarang sementaranya Goan Ang, pasti di dalam pegunungan Ciu-leng, tapi tepatnya dimana, masih harus diurut menurut peta baru bisa diketahui."
Siau Kun berkata:
"Jika Toako tidak lelah,......"
Pek Soh-jiu dengan lantang tertawa: "Mari kita pergi."
Mereka segera menguburkan mayat ditempat itu, lalu dengan baju berkibar diterjang angin, mereka berdua lari menuju pegunungan Ciu-leng, sampai hari telah menjadi gelap, mereka baru bisa mendapatkan tempat yang mirip dengan peta yang digambar dengan darah segar itu.
"Pada saat itu." Satu sinar hitam, mendadak terbang keluar dari dalam hutan, Pek Soh-jiu dan Siau Kun meloncat berlawanan arah, ssst... suara keras, dalam bebatuan telah tertancap sebuah anak panah yang panjang yang masih bergetar.
Siau Kun berteriak, dia meloncat masuk kedalam hutan, Pek Soh-jiu takut Siau Kun mendapat luka, juga mengikuti meloncat masuk ke dalam hutan, tapi setelah seluruh hutan diperiksa, setengah bayangan orang pun tidak ada, jelas orang yang diam-diam memanah, dari tadi telah meninggalkan tempatnya, maka mereka berdua kembali berkumpul, tetap mengikuti petunjuk yang ada di dalam gambar peta darah, maju ke depan mencarinya.
Mendadak terlihat satu garis bayangan hitam, kembali muncul dari belakang batu besar, tubuhnya bergerak cepat dan lincah, berkelebat masuk kedalam hutan Tho tidak jauh di sebelah kiri, di dalam hati Siau Kun tahu, pasti dia orang yang tadi diam-diam memanah itu, mulutnya langsung berteriak, sekali lagi meloncat segera mengejarnya, Pek Soh-jiu juga langsung mengejar, Siau Kun membalikan kepala berkata:
"Toako! Orang ini pasti sudah melarikan diri masuk kedalam hutan Tho, bagaimana kalau kita masuk ke dalam hutan mencarinya, baik tidak?"
Pek Soh-jiu berpikir sebentar: "Orang ini mungkin sengaja memancing kita masuk kedalam jebakannya, jika
tidak terlalu penting, sepertinya tidak perlu menempuh bahaya."
Siau Kun memonyongkan mulutnya: "Aku sungguh tidak percaya ada orang yang mampu meloloskan diri dari kita, begini saja, Toako menjaga diluar biar aku masuk ke dalam memeriksa-nya." Pek Soh-jiu sambil tertawa keras berkata: "Jalanlah, kita lihat sebenarnya mereka punya jebakan lihay apa." Tubuhnya berkelebat, dia pertama-tama meloncat masuk ke dalam hutan.
Mereka berdua bersama sama masuk ke dalam hutan, kira kira tidak sampai setengah li, di dalam hutan Tho itu tampaklah perumahan yang sangat luas. Siau Kun berkata:
"Toako! Perumahan ini dimana-mana ditumbuhi rumput liar, kelihatannya sudah lama tidak ada orang yang tinggal disini, orang itu memancang kita masuk ke dalam sini, tidak tahu ada tujuan apa."
Belum sempat Pek Soh-jiu menjawab, di dalam rumah yang kelihatannya tidak ada penghuninya itu, sudah terdengar suara tawa dingin berkata:
"Masuklah ke dalam melihatnya, bukankah akan nona akan segera tahu."
Siau Kun merasa malu dan menjadi marah dia berteriak:
"Justru kami bersaudara ingin masuk melihatnya."
Tubuhnya meloncat, langsung menerjang kearah keluarnya suara.
Pek Soh-jiu mengikuti, terlihat Siau Kun berdiri di tengah ruangan sepi yang penuh dengan debu dan sarang laba-laba, mata cantiknya meneliti kesekeliling, wajahnya tampak kebingungan, tidak tahan dia jadi memegang tangan Pek Soh-ciu berkata:
"Ruangan ini sepertinya sudah lama tidak ditinggali orang, kita lihat-lihat ke tempat lain saja."
Siau Kun menggelengkan kepala: "Menurut pendengaranku, orang yang berbicara itu pasti bersembunyi diruangan ini! Kita geledah."
"Hemm, kau terlalu percaya diri, nona." Kembali satu kata sindiran terdengar, tapi suara itu sudah pindah ke sebelah kiri.
Siau Kun sudah tahu musuh di tempat yang gelap dirinya ditempat yang terang, keadaan dia dan Pek Soh-jiu sangat tidak menguntungkan, tapi dua kali panggilan nona, sudah menimbulkan amarahnya, dia tidak lagi
mempedulikan keadaannya berbahaya atau tidak, tubuhnya telah berputar menerkam kearah asalnya suara.
Itu adalah halaman yang ditumbuhi rumput setinggi lutut, tapi bangunan dan kebunnya yang sudah lama tidak terurus, masih tampak kemegahannya di waktu dulunya, di belakang halaman ada satu bangunan yang catnya telah terkelupas, satu parit yang air nya jernih mengalir melingkar.
Siau Kun memutar matanya, dengan dingin berkata:
"Orang yang selalu bersembunyi seperti ini, pasti adalah orang yang hina yang tidak berani bertemu dengan orang, kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk ini, Toako! Kita pergi saja."
"Diri sendiri tidak punya mata, masih berani menyombongkan diri, he he......"
Saat ini mereka telah mengawasi, suara tawa belum selesai, mereka bersama-sama menerjang masuk ke dalam ruangan itu, tapi huuut..... sebuah jaring baja hitam, seperti petir menutup di atas kepala mereka, tapi dua orang pesilat
tinggi remaja ini, kecepatan gerakannya tidak bisa di samakan dengan orang biasa, sebelum jaring baja menyentuh tanah, tubuh mereka berdua mendadak rebah ke tanah, begitu hampir menempel di lantai dengan cepat meluncur keluar, nyaris dapat meloloskan diri.
Namun, ketika mereka mendekati pintu ruangan, paang... sederetan anak panah sudah melesat menyambut mereka, sepertinya sudah diperhitungkan waktu dan jaraknya, tepat menyambut kedatangan tubuh mereka, saat ini, walau pun orang yang berilmu silat amat lihay pun, mungkin tidak bisa menghindarkan serangan mendadak ini.
Tapi ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dari Sin-ciu-sam-coat adalah ilmu meringan-kan tubuh nomor satu di dunia persilatan, di saat yang sangat genting itu dia menangkap lengan Siau Kun, sebelah telapaknya memukul ke arah anak panah itu, tubuhnya seperti sebuah arwah saja, tahu-tahu sudah meloncat kembali kearah yang sebaliknya, anak panah itu sambil mengeluarkan suara siutan lewat dari atas kepala mereka.
Setelah dua kali lolos dari jebakan, Pek Soh-jiu baru menghela nafas lega, tapi ketika kakinya menyen-tuh lantai, mendadak injakannya jadi kosong, dia langsung jatuh ke dalam lubang jebakan.
Saat ini dia tidak sempat menarik napas, dia berusaha meloncat sekali lagi, tapi tenaganya sudah tidak ada lagi, terpaksa dengan mengeluh sekali, mereka berdua jatuh ke dalam lubang yang gelap.
Sebenarnya lubang ini tidaklah terlalu dalam, hanya dua puluh tombak lebih, tapi lubang diatasnya sempit sedang dibawahnya lebar, sulit untuk bisa meloncat keluar, dan didalam lubang masih dipenuhi oleh satu hawa panas yang membuat orang jadi lemas, mereka berdua tidak lama jatuh
kedalam lubang, tapi langsung merasakan tubuhnya jadi lemas tidak bertenaga.
Pek Soh-ciu menarik nafas dulu beberapa saat, baru memeriksa kesekeliling, terlihat lubangnya itu dipenuhi oleh asap tebal, panasnya tidak tertahan, tekanan yang menyesakan ini, membuat dia sulit bernafas.
Sambil memegang tangan Pek Soh-ciu, Siau Kun mengeluh:
"Didalam lubang ini udaranya tipis, panasnya tidak tertahan, mahluk apa pun, akan sulit bertahan hidup lebih dari tiga hari, kelihatannya kita akan mati disini."
"Hemm!" Pek Soh-jiu berkata, "Hidup atau mati, orang she Pek tidak pernah menaruh di dalam hati, asal bisa mati bersama dengan saudara Siau di lubang ini, itu malah juga satu jodoh dalam kehidupan ini."
"Toako, aku telah mengecewakanmu, tapi enci Su Lam-ceng apa benar-benar ditangkap oleh ayahku?"
Pek Soh-jiu dengan perasaan tidak senang berkata:
"Apakah aku mau membohongimu?" "Tapi semenjak aku tumbuh besar dan menjadi mengerti, aku tidak pernah tahu bahwa diriku masih mempunyai seorang ayah."
Pek Soh-jiu tertegun:
"Mungkin ayahmu terlalu lama meninggalkan rumah, aku pikir kakakmu pasti tahu."
Siau Kun berlagak ragu-ragu sebentar, pelan-pelan melepaskan kerudung kepalanya, segera saja rambut hitam yang halus dan panjang terurai, dia dengan menatap Pek Soh-jiu yang tampak wajahnya keheranan, sambil tersenyum manis berkata: "Tidak kenal lagi, betul?"
Sambil mengeluh Pek Soh-jiu berkata: "Nona Yam! Kau sudah lama mengelabui aku!"
Siau Yam dengan sedikit kesal melotot, berkata: "Masih mau mengatakan ayahku yang menculiknya?"
"Itu adalah apa yang dikatakan, oleh orang tua berambut putih itu, jika nona Yam benar-benar tidak mempunyai ayah, masalahnya jadi membuat orang tidak mengerti."
Siau Yam berkata:
"Jika kita tidak mati, aku akan kembali ke dunia persilatan dengan wajah asliku, mungkin, pada suatu hari nanti keadaannya akan menjadi jelas, sayang......" dia menghentikan perkataannya sejenak, lalu melanjut-kan,
"Sebenarnya dia mendapatkan sebelah, aku mendapatkan sebelah, Tuhan masih adil terhadap kami."
Pek Soh-jiu jadi bengong mendengarnya berkata:
"Apa maksud kata kata nona Yam?"
Siau Yam mengangkat alis berkata:
"Kau ini benar benar tidak tahu, atau pura pura tidak tahu?"
Pek Soh-jiu berkata:
"Tentu saja tidak mengerti."
Siau Yam menegakan tubuhnya, lalu dengan perasaan kecewa mengeluh berkata:
"Kau benar mau jadi orang yang tidak ada perasaan, hanya ada awal tidak ada akhir?"
Pek Soh-ciu buru buru berkata: "Bicara nona terlalu berat, aku tidak merasa pernah berbuat tidak senonoh pada nona!"
Siau Yam berteriak marah:
"Apakah kau sudah melupakan malam hari di Hun-sie......"
Pek Soh-jiu dengan tergagap-gagap berkata:
"Ini......haai......"
"Hemm!" Siau Yam berkata, "Walau Siau Yam bukan gadis bangsawan, tapi juga bukan seorang gadis murahan, semalam tidur bersama di satu ranjang, seratus tahun telah ditetapkan, apakah kau menginginkan aku menikah dengan orang lain?"
Pek Soh-jiu berkata:
"Sekarang ini jiwa kita di dalam bahaya, buat apa adik Yam memperdebatkan masalah ini!"
Siau Yam dengan wajah serius berkata: "Justru jiwa kita diambang bahaya, aku baru mau kau mengatakannya sendiri, haai, bisa mati bersamamu, sebenarnya adalah hal yang menggembira-kan, jika kau tidak mengaku aku adalah istrimu, maka aku mati pun tidak akan bisa menutup mata."
Pek Soh-jiu berkata:
"Tapi......Su......."
Mulut Siau Yam dimonyongkan: "Kenapa" Hemm, aku lebih dulu kenal denganmu, dia hanya melangkah lebih dulu dari padaku, atau biar aku mengalah sedikit pada dia, panggil dia enci saja, apakah dengan begini juga dia berani tidak menerima aku?"
Pek Soh-jiu mengeluh berkata:
"Jika adik Yam sudah bicara begini, aku mengaku saja."
Saat ini di dalam lubang sangat panas sekali, sepertinya lebih panas dari pada sebelumnya, mereka berdua bermandi
keringat, bajunya jadi basah semua, Siau Yam dengan lembut merebahkan kepala pada dadanya Pek Soh-jiu, wajahnya tampak tenang sekali.
Mereka berdua sulit memusatkan tenaga dalam, hingga tidak mampu melarikan diri dari lubang maut ini, tapi sampai pada saat yang akan benar-benar mati, waktunya masih panjang, rasanya menunggu kematian seperti ini, sungguh terasa menyiksa. Tanpa sadar Pek Soh-jiu mengeluarkan Seruling Bambu ungu pemberian Sangguan Ceng-hun dan meniupnya.
"Angin musim semi di bulan kedua, tepat disaat bunga matahari memenuhi jalanan, mana dapat menahan kesedihan perpisahan! Sapu tangan menjadi kotor oleh bedak karena mengusap air mata. Apa boleh buat, dengan cara apa pun membujuknya juga tidak bisa membuat dia tinggal bersama. Arak tidak hentinya ditumpahkan, alis mengerut, hati sedih, kecapi berhenti. Berjumpa lagi di kemudian hari, tidak tahu di dalam impian yang mana, juga harus sering terbang mencarinya."
Yang dia nyanyikan adalah Ti-jin-tiauw (cerita asmara wanita cantik.) karangan Yan-su dari dinasti Sung Utara, iramanya menyedihkan sekali, seluruh lubang bawah tanah sudah di penuhi oleh suara yang menyedihkan ini.
Sehabis Pek Soh-jiu melantunnya, saat akan menyimpan Seruling Bambu ungu, tiba-tiba Siau Yam berkata:
"Aku senang mendengarnya, Toako! Tiuplah beberapa kali lagi, boleh?"
Pek Soh-jiu tidak tega menolaknya, kembali dia melantunkan lagi Ti-jin-tiauw.
Dia meniup sekali dua kali, malah akhirnya tidak ingat sudah meniupnya berapa kali, hanya dengan lupa diri
meniupnya saja, pikiran mereka berdua, sudah seluruhnya melebur ke dalam sajak lagu itu.
Mendadak, Siau Yam bangkit berdiri, teriak berkata:
"Toako! Jangan meniupnya lagi, kita cepat keluar dari sini."
Pek Soh-jiu berhenti meniup tertegun:
"Apa, adik Yam! Kau kata kita keluar dari sini?"
Siau Yam tertawa:
"Kenapa" Apakah kau benar-benar ingin mati disini?"
Pek Soh-jiu berkata:
"Tapi......" dia belum habis berkata, mendadak dia merasakan panas yang tidak tertahankan di dalam lubang ini, sudah menghilang dan menjadi sejuk, dia mencoba mengerahkan tenaga dalamnya, dirasakan tenaga dalamnya lancar tidak ada hambatan, seluruh kepandaiannya sudah pulih seperti semula, di dalam hati dia menjadi sangat gembira, dia menduga mungkin semua ini karena seruling ajaib yang dia tiup tadi, segera dia mengeluarkan Pouw-long-tui, dilemparkannya ke atas, sebuah sinar hitam langsung sudah menancap di dinding lubang sekitar setinggi dua tombak, lalu membalikan kepala berkata pada Siau Yam: "Adik Yam! Kau naik terlebih dulu."
Siau Yam sedikit mengangguk, kaki munggilnya dihentakan, tubuhnya seperti asap yang ringan, meloncat naik ke atas dinding, lalu menangkap tali yang terurai dari Pouw-long-tui, seperti kera naik ke atas pohon, dengan lincahnya naik sampai ke atas Pouw-long-tui, lalu telapak kirinya menempel ke dinding, telapak tangan kanannya diayunkan, Pouw-long-tui bersuara hut..., jarak ke mulut lubang sudah tidak sampai setengah tombak, mendadak
tubuhnya meluncur ke atas, dengan gaya Hoan-in-cong-thian (awan menembus langit), dia meloncat keluar dari lubang, dia memperhatikan cuaca dan situasi sebentar, dia tahu tidak lama lagi hari akan terang, disekeliling sunyi senyap, dia menduga orang yang menjebak mereka berdua, pasti mengira mereka tidak mungkin bisa hidup. lalu dengan tenang meninggalkan mereka tanpa ada penjagaan, dia tidak berani membuang-buang waktu, segera melemparkan Pouw-long-tui ke bawah, berteriak kearah mulut lubang:
"Cepat naik keatas."
Pek Soh-jiu sudah naik ke atas, setelah lolos dari bahaya maut, mereka berdua jadi gembira, hanya saja keringat dan kotoran tanah membuat sepasang remaja yang tampan dan cantik ini, menjadi seperti sepasang suami istri pengemis, Siau Yam tersenyum manis berkata: "Sekarang jika bertemu dengan Sangguan Toako, dan para murid Kai-pang pasti akan mengadakan sambutan yang sangat meriah sekali."
Pek Soh-jiu memegang tangan mulus dia sambil tersenyum berkata:
"Aku belum ada niat bergabung ke dalam Kai-pang, jika kau sungguh ingin menjadi seorang pengemis, harus tanyakan dulu padaku, apakah aku mengizinkannya tidak."
Mereka berkelakar, bersamaan waktu itu juga mereka mencari satu tempat yang sepi, mengganti baju dengan yang bersih, Siau Yam masih tetap menyamar sebagai seorang laki laki, rambut panjangnya dibungkus dengan sapu tangan sutra putih, di belakang kepalanya masih disimpulkan dengan sepasang kupu-kupu terbang, dia memutar tubuhnya, dengan malu-malu kucing melirik Pek Soh-jiu berkata:
"Toako! Bagus tidak?"
Pek Soh-jiu menatap dengan mesra pada istri cantik yang baru dipinangnya di dalam goa, mendadak membentangkan tangan, lalu memeluk tubuhnya yang seksi itu ke dalam pelukannya, sepasang kakinya dihentakan, meloncat naik ke atas cabang pohon, di dalam angin sepoi-sepoi pagi terdengar suara tawa yang memikat orang, dengan segera mereka pergi menuju Lam-tiang.
Sepasang mata cantik Siau Yam terpejam, dengan manja terlena di dada yang kuat itu, ujung alisnya perlahan bergetar-getar, wajahnya yang merah, tampak begitu cerah dan bahagia. Lama---"Toako! Turunkanlah aku."
"Baik, baik, aku terlalu gembira, sehingga mungkin membuat kau tidak nyaman." Dia menurun-kan, lalu mereka berdua jalan berdampingan.
"Tidak! Aku sangat nyaman, hanya...... takut membuat kau lelah." berhenti sejenak, lanjutnya, "Toako! Hutan Tho yang misterius itu, apakah kita tidak perlu menyelidikinya?"
"Melihat keadaannya, Goan Ang pasti tidak akan bersembunyi disana, walau pun ada beberapa anak buah dia, hanya untuk memancing orang ke dalam jalan yang menyesatkan, atau membunuhnya, buat apa kita menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna!"
"Maksudmu kita tetap langsung menuju ke gunung Kwo-tiang saja?"
"Aku pikir begitu."
Mereka berdua mengikuti rencana semula, dengan santai berjalan kembali ke penginapannya, pelayan penginapan
melihat Siau Yam, segera memberikan satu kertas surat berkata:
"Tuan muda! Kemarin ada seorang tamu wanita, menyuruh aku memberikan surat ini padamu."
Siau Yam menerima surat itu, wajahnya sedikit berubah, dia berkata:
"Terima kasih." Lalu dengan tergesa gesa dia masuk ke dalam kamar, Pek Soh-jiu mengikuti dari belakang, menatap wajahnya yang dingin berkata:
"Adik Yam! Ada masalah apa?"
Siau Yam merobek hancur surat itu, sambil tersenyum berkata:
"Jangap khawatir, kita tidak akan ada masalah." Lalu kembali berkata, "Topeng kulit manusia itu, apakah hanya ada satu buah saja?"
"Yang laki-laki hanya ada satu buah, tapi yang wanita ada dua buah." Dari dalam dada dia mengeluarkan satu bungkusan kecil diberikannya pada Siau Yam, Siau Yam membuka bungkusan dari kain sutra itu, begitu dilihat, di dalamnya adalah sebuah topeng wajah wanita berusia sekitar tiga puluhan, satu lagi adalah wajah wanita berusia lima-enam belasan remaja wanita, semuanya cantik-cantik, dia menyimpan topeng itu, pada Pek Soh-jiu sambil tertawa genit berkata:
"Toako! Kau lihat aku pakai yang mana lebih pantas?"
Pek Soh-jiu tanpa pikir berkata:
"Tentu saja pakai topeng wanita remaja itu lebih pantas."
"Kenapa?"
"Karena hanya dengan topeng itu, baru sesuai dengan wajah adik Yam yang cantik jelita."
"Mmm, aku tidak secantik itu! Kau bohong."
"Kenapa" Kau ingin jadi wanita yang tua?"
"Kau adalah sastrawan setengah baya, kalau aku adalah wanita setengah baya, bukankah itu adalah pasangan yang amat serasi" Hemm, kau ingin aku menyamar jadi wanita remaja, supaya bisa meninggal-kan aku, betul tidak?"
"Kek, kek, aku sama sekali tidak ada pikiran itu......"
"Masih mau membantahnya, hemm, coba kalau aku menyamar jadi wanita remaja, tentu kita harus menyamar mengaku sebagai kakak beradik, dan malam hari kau jadi terpisah dengan aku, bukankah itu rencanamu!"
Pek Soh-jiu jadi sadar, dia lalu menarik tangan-nya yang mulus, dipeluknya erat-erat dan berkata:
"Tidak dinyana kau ini banyak curiganya, mari, sekarang biar aku menciummu."
Siau Yam memonyongkan mulutnya, tangannya
mencubit dengan keras pada lengan pek Soh-ciu berkata:
"Toako! Cepat pesan makanan, aku sudah hampir mati kelaparan."
Pek Soh-jiu tertawa, segera memanggil pelayan untuk pesan makanan... setelah habis makan, Siau Yam berkata:
"Toako! Kau lelah tidak?"
Pek Soh-jiu sedikit tertegun berkata: "Apakah adik Yam mau langsung berangkat?"
Siau Yam menganggukan kepala:
"Aku ingin segera tiba di gunung Kwo-tiang......"
Pek Soh-jiu berpikir sejenak, berkata: "Adik Yam! Suami istri adalah orang yang paling dekat, bukan begitu?"
"Benar."
"Kalau begitu diantara kita, seharusnya tidak ada yang disembunyikan, betulkan?"
"Aku tahu Toako tidak tahu banyak tentang aku, tapi aku harus bagaimana mengatakannya?"
"Pertama katakanlah tentang ayahmu."
"Aku sungguh tidak tahu aku punya ayah, dari kecil aku dibesarkan oleh guruku."
"Siapa guruku?"
"Thian-ho-leng-cu, Ang-kun-giok-hui, Hai Keng- sim (ketua api langit, Giok gaib, pakaian merah)."
"Ooo, adik Yam benar saja seorang yang mempunyai latar belakang yang hebat, tidak aneh para penguasa setempat itu, sekali melihat senjata rahasia dan pedang pendekmu, semua jadi menghormat, tanpa bertarung langsung mengundurkan diri."
"Perguruan Thian-ho sudah menguasai dunia persilatan sampai ratusan tahun, para angkatan tua mau tidak mau memandang wajah guruku."
Pek Soh-jiu mengangkat alis berkata:
"Itu belum tentu......"
Siau Yam melihat warna wajah Pek Soh-jiu mcnunjukan rasa tidak senang, dia segera menyandar-kan dirinya dalam pelukan Pek Soh-jiu sambil ter-senyum manis berkata:
"Kau jangan salah paham, yang aku maksud adalah angkatan tua dunia persilatan yang biasa biasa saja, tentu saja tidak bisa disamakan dengan Sin-ciu-sam-coat."
Pek Soh-jiu sambil mengeluh: "Aku tidak menyalahkan kau, Adik Yam, tapi, kau sepertinya pernah mengatakan padaku, ayahmu adalah seorang jago silat."
Siau Yam mencibir mulutnya yang munggil, dengan tersenyum ringan berkata:
"Kau pun pernah mengatakan bahwa gurumu tidak bisa bersilat!"
"Aku memang tidak membohongimu, guruku memang seorang yang tinggi kesusastraannya, ilmu silat ku adalah almarhum ayahku yang mengajarkannya."
"Katanya namamu adalah Ciu Soh-pek lho?" dia berhentikan sejenak, lanjutnya lagi:
"Sudahlah, kita waktu itu baru pertama kali bertemu, tentu saja tidak akan mengatakan seluruhnya, apakah kau masih ada pertanyaan lain?"
"Tidak ada, kita jalan saja."
Mereka berdua menyelesaikan rekening penginapan, mengeluarkan kuda dari tempatnya, bersama-sama keluar dari penginapan, Di toko pakaian jadi Siau Yam membeli beberapa setel pakaian wanita, lalu bersama-sama melarikan kuda menuju danau Po-yang. Hingga matahari hampir tenggelam, burung gagak mengitari pohon pulang kesarangnya, Siau Yam masih tidak bermaksud berhenti untuk istirahat, Pek Soh-jiu jadi tak tahan dia bertanya:
"Adik Yam! Hari hampir gelap, kita harus mencari penginapan untuk beristirahat."
Siau Yam mencibirkan bibirnya sambil tersenyum berkata:
"Bumi dan langit sebagai tempat berteduh, empat lautan sebagai rumah, itu yang dinamakan kegembiraan dunia
persilatan, kau sendiri masih menyebut dirimu penerus Sin-ciu-sam-coat, tapi hal seperti ini kau tidak mengerti!"
"Ahh, penerusnya Sin-ciu-sam-coat" Ini sungguh sangat beruntung sekali."
"Mmm, dan masih ada seorang gadis kecil yang menyamar jadi seorang laki-laki, hanya dengan melihat tampangnya yang memikat orang, he he, kita bersaudara sungguh beruntung sekali."
Diikuti dengan suara perbincangan, muncul dua orang laki-laki besar berpakaian ringkas dengan wajah yang bengis, dengan langkah yang cepat menghampiri ke depan kuda mereka, diatas baju mereka tersulam satu tempat hio mas, sambil membawa golok tersenyum bengis datang menghampiri.
"Hemm!" Siau Yam dengan sinis mengeluarkan suaranya, lalu memalingkan kepala berkata pada Pek Soh-jiu:
"Toako! Apakah kau kenal dengan dua orang tinggi ini?"
"Sangat asing." Kata Pek Soh-jiu.
"Mereka adalah anak buahnya perumahan Bu-ting yang mengkhususkan diri berdagang tanpa uang, yang baru sepuluh tahun lalu muncul di Bulim."
"Ooo begitu!" Pek Soh-jiu berkata, "Aku dulu pernah bertemu dengan seorang yang menggunakan senjata tempat hio emas dengan julukan Giam-ong-leng (Perintah raja neraka) Sai Hong, entah apakah dia ketua perumahan Buting?"
"Dia adalah wakil ketua mereka, kepandaian Giam-ong-leng cukup hebat."
Dua orang laki-laki besar itu melihat mereka dengan tenangnya berbicara, sama sekali memandangnya, mereka jadi naik pitam dengan membentak berkata:
"Turun, biar aku menghadapi kau."
Wajah Siau Yam berubah menjadi dingin, pinggangnya sedikit diputar, lalu dengan enteng melayang turun dihadapan mereka berdua, alis di angkat, dengan dingin berkata:
"Aku sudah turun, kalian mau apa silahkan katakan."
Seorang ahli sekali mengulurkan tangan, sudah tahu isi tidaknya lawan, ilmu meringankan tubuh dia yang melayang turun bagaikan kapas melayang, turun ke tanah tanpa bersuara, segera membuat dua orang laki-laki besar ini ketakutan mundur beberapa langkah, tapi orang yang disebelah kanan memaksakan diri berkata:
"Bocah, kau memang punya sedikit kemampuan, tapi, tuan-tuan dari perumahan Bu-ting, bisa besar bukan dari hasil menakut nakuti orang, jika kalian tahu diri, he he......"
"Hemm!" Siau Yam berkata, "Penyakit nonamu justru tidak tahu diri, jika kalian mencari masalah dengan menghadang jalan kami, maka kalian harus mengeluarkan kemampuan kalian untuk membuktikannya."
Kata-katanya sungguh sangat menghina, laki-laki besar itu mana bisa menahan amarahnya, goloknya langsung diayunkan, disabetkan ke pinggang, Siau Yam sepertinya tidak merasakan sinar golok yang dingin itu, tapi ketika mata golok sudah hampir mengenai tubuhnya, dia baru mengayunkan tangannya, tjari telunjuk dan tengah bergerak menjepit, tepat menjepit di atas mata golok, laki-laki besar itu bersuara hemm sekali, dia menambah tenaga dorong kedepannya, tapi meski dia sudah menggunakan seluruh
tenaganya, tetap saja tidak bisa maju biar satu inci pun, dia tahu rencananya telah menemui halangan keras, lawannya walau pun seorang bocah wanita yang cantik, tapi adalah seorang yang berilmu tinggi, sehingga, seluruh tubuh dia mengucurkan keringat dingin, tapi mulutnya dengan berteriak marah, dia kembali mengerahkan tenaga dalam sekuatnya didorongkan kedepan, tetap saja seperti capung menggoyang tiang batu, golok itu sepertinya sudah tumbuh akar.
Satu aliran hawa dingin terasa dari punggung langsung menusuk ke hati, dia tahu jika tidak mengambil kesempatan melarikan diri, mungkin nyawa pun akan hilang, maka dia segera melepaskan golok ditangannya, membalikan tubuh meloncat ke belakang, masuk ke padang rumput menyelamatkan diri.
Siau Yam berteriak dingin berkata: "Apa kau kira bisa meloloskan diri" Ambil ini!" sinar golok berkelebat membentuk pelangi, buuk... menancap di belakang punggung laki-laki besar itu. Laki-laki besar lainnya sejenak tertegun, dia juga membalikan tubuh ingin melarikan diri, Siau Yam mendengus sekali berkata:
"Kau juga ingin mati?"
Kaki kiri laki-laki besar yang telah diangkat itu, cepat-cepat diturunkan kembali, dengan ketakutan membalikan tubuh berlutut:
"Nona besar, anggap saja hamba telah buta, harap kau jangan bunuhku."
"Ampuni kau boleh saja, tapi harus jawab pertanyaanku dengan jujur." Kata Siau Yam
"Silahkan tanya saja nona besar, hamba pasti akan menjawabnya."
"Siapa namamu?"
"Hamba dipanggil Tiauw Keng-houw (menggantung mata macan) Tan Wan-hiong."
"Kenapa kalian menghadang jalan kami?"
"Hamba diperintahkan oleh ketua tiga perumahan, mengawasi orang-orang Bulim yang lewat dijalan ini, karena kami mendengar keturunan Sin-ciu-sam-coat, jadi kami ingin melihat Pouw-long-tui......"
"Apa kalian pantas bisa melihatnya?"
"Benar, hamba pantas mati."
"Kenapa perumahan Bu-ting ingin menyelidiki orang-orang Bulim yang lewat tempat ini?"
"Ini......hamba sungguh tidak tahu."
Pek Soh-jiu menyela:
"Hasil dari penyelidikanmu sudah berapa banyak orang-orang Bulim yang lewat disini?"
"Yang sudah lewat, ada dari Siauw-lim, Bu-tong, Tiam-cong, Bu-tai, perkumpulan Ci-yan dan yang lainnya, aku dengar masih ada banyak perguruan lainnya juga akan tiba."
"Apa kau tahu untuk apa?"
"Ini......"
Siau Yam mengangkat alis:
"Kenapa, tidak mau mengatakannya?"
Tubuh Tan Wan-hiong gemetaran, berkata:
"Aku dengar demi Ho-leng-ci, dan......itunya Pek Siauhiap......" .
Siau Yam mendengus, mendadak dia menjentikan jarinya, tampak tubuh Tan Wan-hiong bergetar, lalu tersungkur dan mati, Siau Yam mengangkat kepala melihat kesekeliling, dia menemukan di lereng gunung sebelah kiri, sepertinya ada bangunan kuil, baru saja membalikan kepala akan memanggil, dia melihat wajah
Pek Soh jin seperti tidak senang dia jadi tidak tahan dengan keheranan berkata :
"Kenapa kau"
Pek Soh pil mengeluh sedikit:
"Golongan jahat dalam dunia persilatan, tidak semuanya adalah para penjahat yang melakukan sepuluh kejahatan besar yang tidak bisa diampuni, dikemudian hari adik Yam bertindak, seharusnya memberi sedikit jalan pada mereka."
Siau Yam menundukkan kepala berkata: "Kata-kata Toako benar, tapi orang ini telah mengetahui keberadaan kita, membiarkan dia hidup mungkin akan menimbulkan banyak masalah, dalam dunia persilatan memang penuh dengan tipu muslihat, sulit di ramalkan, ada saatnya kita tidak bisa berhati kasihan, tapi, aku tetap akan mendengarkan nasihatmu." Berhentikan sejenak, lanjutnya lagi:
"Toako! Disana ada sebuah kuil, malam ini menginap disana saja, baik tidak?"
"Para pendetanya mungkin tidak akan menyambut kedatangan kita menginap di kuil mereka, begini saja, aku lebih dulu mendatanginya dan kau mengikuti setelannya."
Setelah tiba di depan kuil, Pek Soh-ciu baru tahu ini adalah sebuah kuil kosong yang telah lama ditinggalkan, dia melihatnya temboknya rusak dimana-mana dan rumput liar tumbuh disekelilingnya, patung dewanya pun tidak ada satu
yang utuh, untungnya ada satu sudut kuil yang cukup untuk berteduh, baru saja selesai menyapu bersih, Siau Yam sudah tiba dihadapannya, dia membuka bungkusan baju, dipaparkannya di dekat bawah jendela, Siau Yam juga sudah mengikat kudanya, membawa kendi air dan makanan kering, berdua sambil melihat lihat bulan, mereka pelan-pelan menikmati makanannya, setelah makan, sambil bergandengan dibawah sinar bulan, mereka menikmati bayangan pohon yang bergoyang-goyang. Suara serangga bercitcitan, kadang diselingi beberapa longlongan binatang liar dan kera, menginap di gunung liar, sungguh ada kenikmatan tersendiri.
Lama... Siau Yam mengangkat kepala, berkata:
"Toako......"
"Ada apa?"
"Terhadap perjalanan kegunung Kwo-tiang ini, aku sedikit merasa menyesal."
"Kenapa" Bukankah kau menginginkan Ho-leng-ci itu?"
"Haai, itu karena perintah perguruan......."
"Jika itu perintah dari perguruan, lebih-lebih harus mati-matian diperjuangkan."
"Tapi perjalanan ini banyak bahayanya, aku sangat pesimis!"
"Asalkan kau memperlihatkan pedang pendek itu, bukankah itu akan membuat mereka yang melihat-nya langsung melarikan diri!"
"Saat benar-benar dalam keadaan untung rugi, tidak akan semudah itu, jika tidak, bagaimana Siau-wan-ngo-liong bisa terpancing sampai mengorbankan nyawanya!


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan juga, aku khawatir kau......"
Pek Soh-jiu dengan lantang tertawa:
"Aku berkelana di dunia persilatan, justru tujuan nya mencari otak pembunuh ayahku, walau mereka tidak mencariku, aku tetap tidak akan melepaskan mereka, jadi mengambil kesempatan para jago-jago berkumpul, mungkin harapanku akan terkabul "
"Tapi......haai......"
Pek Soh-jiu melihat Siau Yam mengerutkan alisnya, akan bicara tapi tidak dilanjutkan, tidak tahan di dalam hatinya bergerak, katanya:
"Adik Yam! Tamu tidak diundang yang mengunjungi kau di Lam-tiang itu, apakah dia orang perguruanmu?"
Siau Yam sedikit tertegun:
"Benar, Oww...Toako! Malam indah mudah berlalu, kita......tidurlah."
Dalam hati Pek Soh-jiu mengerti, dia merasa sulit untuk menjawab, maka dia hanya bisa tersenyum.
Padang rumput liar, gunung dingin dan kuil rusak yang ditinggalkan orang, pemandangan ini sungguh
menyedihkan, namun angin yang bertiup membuat bayangan bergoyang, suara serangga ter-dengar dimana-mana, di satu sudut kuil rusak itu, malah samar-samar terdengar suara yang merangsang.
Bersambung.... o-odwo-o JILID KE 2 Bab 5 Di perjalanan Pagi keesokan harinya, saat matahari menyinari jendela, burung pagi berkicauan, ketika Pek Soh-jiu bangun dari tidur, dia merasakan orang yang ada dalam pelukannya sudah tidak ada, saat dia membuka mata terlihat sebuah sinar warna yang gemilang, hampir membuat matanya jadi silau.
Seorang wanita yang sangat cantik berpakaian hitam dengan lengan baju berwarna giok, berdiri di hadapannya, matanya yang cantik tapi sayu, bibirnya tersenyum. Diatas pipinya yang merah terlihat sepasang lesung pipi yang samar-samar, rambutnya yang lembut melayang-layang ditiup angin, pinggangnya bergerak gerak-pelan seperti tidak mampu menahan beban tubuhnya. Cantik, cantik sekali tiada duanya. Meski dibandingkan dengan Su Lam-ceng, dia masih kalah sedikit, tapi pendekar wanita dengan penampilan yang liar tetap mempesona siapapun yang melihat.
Melihat Pek Soh-jiu bengong menatap, dengan tertawa ringan berkata:
"Toako, kau lihat aku persis tidak?"
"Persis, persis, persis, persis sekali."
"Heng, persis apa?"
"Ah, persis......dewi di khayangan."
"Dan persis apa lagi?"
"Persis.....astriku."
"Toako jahat......"
Di dalam kuil yang rusak tampak pemandangan musim semi yang indah, terdengar tawa cekikikan yang merdu, cukup lama... suara tawanya baru berhenti, kemudian terlihat dua ekor kuda tunggangan yang gagah berturut-turut keluar dari kuil, yang di depan adalah seorang sastrawan setengah baya berbaju biru, diikuti seorang wanita setengah baya. Tidak lama setelah mereka berdua sampai di jalan raya, dari belakang mereka terdengar suara gerombolan kuda berlari membawa derap yang ramai, dalam sekejap, tiga puluh ekor lebih kuda telah melewati mereka.
Siau Yam yang menyamar menjadi seorang wanita setengah baya, sedikit mempercepat lari kuda-nya, hingga kudanya berlari berendengan dengan kuda Pek Soh-jiu, dia memalingkan kepala sambil tertawa berkata:
"Toako, mungkin seluruh jago dunia persilatan sudah berkumpul di gunung Kwo-tiang, kekuatan kita masih lemah, kita harus sedikit hati hati."
"Kata-kata adik Yam tidak salah, kita lihat keadaan saja."
Mereka berdua melewati lembah Poyang, tiba di kota kabupaten Tong-hiang, sepanjang perjalanan tidak terjadi masalah apa-apa, di Tong-hiang mereka menginap semalam. Keesokan harinya baru masuk ke wilayah timur perbukitan, setelah melarikan kuda beberapa saat, orang dan kudanya pun telah mengucur-kan keringat, terpaksa mereka beristirahat dulu di satu warung teh. Dasar memang harus bertemu, tidak disangka-sangka di dalam warung teh, sudah duduk dua puluh lebih para hweesio Siauw-lim.
Pek Soh-jiu pura-pura tidak mengenalnya, dia mengikat tali kudanya di atas cabang pohon, lalu menyuruh Siau Yam duduk di atas batu yang rata, dia mengambil dua gelas teh dingin, berdua dengan santai mereka minum.
Mata Siau Yam melirik pada para hweesio Siauw-lim, terus berkata:
"Toako, ketua Siauw-lim yang terdahulu, diam-diam pernah ikut dalam penyerangan perumahan Leng-in, kali ini tanpa disengaja bisa bertemu disini, bagaimana pun kita harus minta penjelasannya."
"Minta penjelasann memang itu harus, tapi sekarang bukan waktu yang tepat." Kata Pek Soh-ciu.
"Kenapa?"
"Jika sampai tidak bisa diselesaikan dengan kata kata, maka jati diri kita tidak bisa disembunyikan lagi, lebih baik kita bertindak melihat keadaannya saja."
Siau Yam adalah orang yang sedikit liar, dia merasa tidak bisa menerima tekanan ini, amarah di dalam dadanya bagaimana pun tidak bisa dihentikan, tapi Pek Soh-jiu tidak mengizinkan dia bertindak, terpaksa dia disamping memonyongkan mulutnya menahan rasa tidak senangnya.
Saat ini didalam kelompok para hweesio Siauw-lim, ada seorang hweesio paling tinggi kedudukannya diantara para murid generasi ketiga, nama hweesio ini adalah Kong Tie, dia pernah ikut dengan Pek Can taysu ke Yun-liu, maka pada kepala ruang Tat-mo yaitu Pek Na taysu dia berkata:
"Susiok, sastrawan baju biru setengah baya itu, pernah datang ke Yun-liu, jika kuil kita ingin menjelas-kan hal ikhwal kesalah pahaman paman guru Pek-can, orang ini adalah saksi hidup."
Pek Na taysu bersuara "Ooo!" dia lalu bangkit berdiri, perlahan mengucapkan pujian Budha, sebelah telapak tangannya ditegakan, memberi hormat pada Pek Soh-jiu berkata:
"Pinceng Pek-na, ingin mengajukan satu
permohonan......"
Pek Soh-jiu tidak menduga hweesio Siauw-lim malah sebaliknya yang bertanya pada dia, dengan perasaan heran dia berkata:
"Toa-hweesio jangan sungkan begini, aku merasa sangat terhormat, tapi kita belum pernah ber-temu, permohonan Toa-hweesio seperti terlalu di luar dugaan."
Pek Na taysu adalah kepala lima tianglo Siauw-lim, dia juga seorang yang sangat dihormati di dunia persilatan, walau pun seorang pakar ilmu silat di dunia persilatan, tapi dia tidak pernah memandang sebelah mata, melihat jawaban seperti ini, keruan warna wajahnya sedikit berubah, berkata:
"Aku cuma ingin bertanya pada Sicu, mau dijawab atau tidak itu terserah Sicu sendiri, aku tidak bermaksud memaksa......."
Siau Yam tidak tahan, dengan membentak dingin berkata:
"Kau boleh coba memaksa, boleh mencoba kekuatan kami suami istri apakah bisa memecahkan kepala botakmu itu!"
Kelakuan Siau Yam terhadap Pek Na taysu, tentu saja menimbulkan rasa tidak senang para hweesio Siauw-lim, saat ini mereka sudah tidak bisa menahan diri lagi, segera dua orang hweesio setengah baya, menerjang maju dari
belakangnya Pek Na taysu, mereka berdiri dihadapan Pek Soh-jiu dan Siau Yam, dengan dingin berkata:
"Kong Ceng dan Kong Se ingin minta petunjuk dari anda suami istri."
Siau Yam menyunggingkan bibirnya:
"Toako minggirlah, biar aku yang menghadapi dua hweesio ini."
Pek Soh-jiu tahu bagaimana kepandaian Siau Yam, walau pun dua orang hweesio itu bersama-sama maju, mereka tidak akan bisa mengalahkannya, dia
menganggukan kepala sambil tersenyum berkata:
"Tujuh puluh dua jenis ilmu silat hebat Siauw-lim jangan dianggap enteng, kau harus hati-hati."
Siau Yam pelan-pelan berdiri, lalu melangkah maju dua langkah ke depan, mengangkat alisnya berkata:
"Kalian berdua majulah sekaligus, supaya nanti tidak merepotkan aku lagi."
Walau bagaimanapun murid-murid Siauw-lim adalah dari aliran lurus dan ternama, mana mau mereka bersama-sama menghadapi seorang wanita dengan tangan kosong, Kong Ceng menggoyangkan tangan, memberi isyarat pada Kong Se untuk mundur, baru memasang kuda-kuda, bentaknya:
"Sicu, silahkan."
Siau Yam mendadak menjulurkan telapak tangan kanannya, dua jari yang putih seperti giok, dengan kecepatan yang sulit dipercaya, menotok ke arah sepasang mata Kong Ceng, dengan enteng mulutnya berkata:
"Seorang hweesio memang sangat ramah, maka terpaksa aku lebih dulu menyerangnya."
Kepandaian Kong Ceng, di dalam angkatan ketiga Siauw-lim termasuk seorang yang menonjol, dia melihat begitu Siau Yam melayangkan telapak tangan kanannya, angin jarinya sudah menyentuh kulit dan wajahnya, tidak tahan hatinya jadi terkejut, cepat-cepat dia menyerang dengan kepalannya, bersamaan waktu itu dia meloncat kebelakang, dalam sejurus dia sudah bergerak menyerang dan bertahan, ilmu silat Siauw-lim, memang berbeda dengan ilmu silat cabang perguruan lain.
Tapi jurus dia Hok-houw-sin-koan (kepalan dewa penakluk harimau.), seperti batu jatuh ke laut, sepasang jari mungil Siau Yam malah seperti belatung menempel di tulang, selalu bergerak-gerak di depan matanya.
Sepasang telapak Kong Ceng tidak henti-hentinya dikebutkan, satu persatu tenaga tamparan yang dapat menghancurkan batu di kerahkan, angin pukulannya membuat debu berterbangan. Namun meski dia sudah mengeluarkan seluruh kemampuannya, semua sia-sia saja, tubuh Siau Yam yang langsing itu, menari-nari mengikuti gerakannya tangan Kong Ceng, sepasang jarinya yang munggil, tetap berjarak setengah inci dari sepasang matanya.
Pesilat tinggi angkatan ketiga Siauw-lim ini menjadi ketakutan, dia tahu dirinya sudah bertemu dengan seorang wanita persilatan yang amat lihay, sehingga akhirnya dia melepaskan usaha bertahannya, sepasang tangannya dijulurkan kebawah, siap menerima nasib kehilangan sepasang matanya, terdengar suara pelan "Hemm!", tubuhnya yang besar itu, berputar di pukul telapak tangan Siau Yam, meski tidak tega menghilangkan sepasang matanya, tapi pukulan telapak tangan yang keras ini, telah membuat dia menerima luka dalam yang cukup parah.
Pesilat tinggi dari angkatan muda Siauw-lim, tidak bisa menahan satu jurus serangan seorang nyonya setengah baya, ini sungguh satu berita yang menakut-kan. Pek Na taysu dengan menyebut nama Budha berkata:
"Hebat benar ilmu silat Sicu ini, guru anda pastilah seorang pesilat tinggi yang namanya meng-gemparkan dunia persilatan."
Siau Yam mendengus dingin, berkata:
"Kalau begitu taysu tidak memandang diriku!"
Pek Na taysu berkata:
"Aku tidak bermaksud itu, kenapa Sicu berpikir yang lain-lain."
Siau Yam kembali mendengua dingin:
"Taysu tidak perlu banyak bicara lagi, sekarang kau m.m bagaimana, aku barsedin menerima."
Walau Pek Na Taysu seorang petapa yang sudah tinggi kesabarannya, umbul juga sedikit amarah oleh tingkah Siau Yam yang sombong itu, alis panjangnya sedikit diangkat, tapi akhirnya d ia menahan diri berkata:
"Aku hanya ada sedikit permintaan pada suami anda, anda tidak perlu mendesak aku seperti ini."
Siau Yam berkata dingin:
"Berarti taysu ada permintaan pada kami suami istri."
Pek Na taysu terdiam sejenak, lalu dengan menghela napas dia berkata:
"Anggap saja aku ada permintaan pada suami anda."
"Masalah suamiku, aku juga bisa bertanggung jawab setengahnya, hweesio boleh mencoba mengutarakannya."
"Haai!" Pek Na taysu mendesah:
"Suami anda pernah ikut dalam perebutan pusaka di Yun-liu......"
"Tidak salah, terhadap masalah Ho-leng-ci, suamiku memang pernah menyaksikannya sendiri."
Pek Na taysu dengan wajah tegang berkata:
"Apa yang telah suami anda saksikan?"
Siau Yam mencibirkan bibirnya sedikit:
"Suamiku sudah biasa menutup kejelekan, memuji kebenaran, kau tidak perlu terlalu tegang!"
Wajah Pek Na taysu berubah:
"Murid Siauw-lim sangat taat aturan, harap anda suami istri jangan percaya omongan orang yang menjelekan Siauw-lim......"
Siau Yam berkata tawar:
"Apa permohonan ini yang taysu inginkan?"
"Jika kalian suami istri bisa menjadi saksi yang membersihkan nama baik Suteku, maka aku akan sangat berterima kasih sekali."
"Kami suami istri bisa saja menjadi saksi untuk membersihkan nama baik kuil anda, tapi anda harus menyanggupi satu hal padaku sebagai imbalannya."
"Asal didalam kemampuan kami, tentu tidak akan membuat Sicu kecewa."
"Permintaanku sebenarnya juga hal yang mudah sekali, asalkan taysu mengatakan siapa otak yang pada tahun itu diam-diam menyerang perumahan Leng-in......"
Tubuh Pek Na taysu bergetar, sepasang matanya yang bersinar, menatap pada Siau Yam, setelah beberapa saat baru berkata:
"Ada hubungan apa anda dengan Sin-ciu-sam-coat (Tiga pendekar wahid)?"
Siau Yam berkata dingin:
"Kita hanya membicarakan masalah, buat apa taysu bicarakan hal yang lainnya!"
Pek Na taysu menutup sepasang matanya: "Pertanyaan Sicu ini, aku tidak bisa menjawabnya."
Siau Yam dengan sinis mendengus:
"Kalau begitu keinginan taysu membersihkan nama baik kuilmu, bukankah itu hal yang berlebihan!"
Pek Na taysu membuka sepasang matanya berkata:
"Otak yang diam-diam menyerang Sin-ciu-sam-coat, aku sungguh tidak tahu."
"Kalau begitu hilangnya ketua kuil anda yang terdahulu, kau juga sama sekali tidak tahu!"
"Kenyataannya memang begitu."
"Maaf, perundingan kita terpaksa selesai sampai disini saja."
Pek Na taysu mengangkat alisnya, dia berteriak marah berkata:
Apa anda sungguh ingin merusak nama baik kuil Siau Yam dengan sinis mencibirkan bibirnya, berkata:
"Masalah siapa benar atau salah, dunia persilat-an tentu akan menilainya sendiri, anda keluar dengan membawa
orang-orang yang begini banyak, bagaimana pun tidak akan bisa menutupi mata telinga seluruh orang-orang persilatan!"
Tujuan utama Pek Na taysu sebenarnya berharap Pek Soh-jiu bisa menjadi saksi dan menjelaskan bahwa Pek Can taysu tidak pernah merampas Ho-leng-ci, tidak diduga suami istri ini punya pandangan negatif terhadap Siauw-lim-sie, begitu pembicaraannya tidak cocok, maka semakin dibicarakan semakin tegang, sampai saat ini sudah sampai taraf tidak bisa menerima-nya, sehingga akhirnya Pek Na taysu mengebutkan lengan baju besarnya, mengerahkan tenaga dalam yang amat dahsyat, sambil mulutnya bersamaan berteriak marah:
"Jika Sicu sengaja ingin menghina kuilku, maka aku terpaksa melanggar larangan membunuh orang."
Satu gelombang tenaga dalam ini, di dalamnya mengandung Siau-sai-pit-kim-kong-sin-kang (tenaga sakti Kim-kong menutup kumis kecil) salah satu dari kami"
Tujuh puluh dua ilmu silat Siauw-lim yang sangat dahsyat. Pek Soh-jiu khawatir Siau Yam terluka karena menganggap enteng lawan, dia tertawa keras dan melayang, ketika tubuhnya masih melayang, tenaga telapaknya dengan dahsyat membelah udara datang menerjang, mulutnya berkata:
"Adik Yam, kau minggir dulu, biar aku yang menghadapi para hweesio yang tidak bersih ini, aku mau lihat sebenarnya mereka mempunyai ilmu silat sehebat apa."
Boom.....Pek Soh-jiu seperti layang-layang putus tali, sekali melayang sudah meluncur tiga tombak lebih, baru kakinya menginjak ke bumi.
Siau Yam berteriak terkejut, kakinya dihentakan, berlari kedepan Pek Soh-jiu berkata:
"Toako! Apa kau terluka?"
Pek Soh-jiu dengan tenang berkata:
"Siau-sai-pit-sin-kang walau pun salah satu ilmu silat terhebat di dunia persilatan, tapi tidak lebih tinggi dari pada aku punya Kong-hong-sam-si (tiga jurus angin ribut), mari, kita lihat para hweesio terkenal ini masih punya jurus hebat apa lagi."
Siau Yam sedikit tidak tenang, bertanya lagi:
"Toako, ini salahku, kita......"
Pek Soh-jiu memegang tangannya yang munggil:
"Jika para hweesio liar itu sengaja mencari gara-gara pada kita, ingin menghindar juga sulit, kau lihat mereka sudah mengepung kita, kecuali kita bertarung, tidak ada pilihan lain!"
Lalu mereka saling bergandengan tangan, melangkah dengan mantap, pelan-pelan berjalan menuju ke tengah kepungan.
Mendadak, sebuah sinar kilat berkelebat membelah langit, setelah itu terdengar suara geledek yang menggelegar, lalu turunlah hujan yang lebat, jalan raya lebar yang penuh dengan hawa pembunuhan ini, mendadak terguyur oleh hujan deras dan angin kencang.
Walau pun angin sangat kencang, namun tidak bisa menyapu bersih hawa pembunuhan yang kental ini, bayangan orang masih pelan-pelan bergerak, karena pandangannya terhalang, mereka sedang memperketat kepungannya.
Di pihak Siauw-lim kecuali ketua Tat-mo-tong Pek Na taysu, masih ada seorang ketua Lo-han-tong, Pek Keng taysu, dia juga seorang hweesio yang namanya telah menggemparkan dunia persilatan, sisa dua puluh orang lebih lainnya dari angkatan kedua dan ketiga, tapi semua rata-rata mempunyai ilmu tinggi. Jelas, dalam hal kekuatan Pek Soh-jiu dan istri berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.
Namun kedua belah pihak tampaknya tidak ada
keinginan mengalah, seperti keadaan anak panah yang sudah ditarik pada busurnya, mau tidak mau harus dilepaskan. Pek Na taysu melangkah maju tiga langkah, dia pertama yang menyerang dengan telapaknya ke tengah alisnya Pek Soh-jiu, tangan kanannya dengan kecepatan tinggi dan gerakan yang tidak terduga, mengunci gerak pergelangan tangan Pek Soh-jiu.
Tadi ketika dia menggunakan Siau-sai-pit-sin-kang menyerang Pek Soh-jiu dari jauh tidak ada hasilnya, maka sekarang begitu menyerang dia langsung menggunakan salah satu jurus terhebat Siauw-lim lainnya yaitu Jit-cap-ji Kin-na-jiu (tujuh puluh dua jurus cengkeraman tangan kosong), nampak jelas sekali, Pek Na taysu yang merupakan salah satu dari lima tianglo Siauw-lim, sudah memandang sastrawan setengah baya ini sebagai satu lawan yang tangguh.
Pek Soh-jiu mendengus, tubuhnya mendadak diputar, telapak tangan kanan ditarik lalu dilontarkan, jurus Hong-lui-peng-hoat (Angin dan halilintar muncul bersamaan waktu) dilancarkan menghantam Pek Na taysu.
Salah satu jurus Kong-hong-sam-si ini bisa dianggap jurus yang tiada tandingannya di dunia persilatan, walau pun terdiri dari tiga jurus, selama Hong San-ceng berkelana di dunia persilatan puluhan tahun, belum pernah bertemu
dengan orang yang sanggup menahan dua jurus
serangannya, walau ilmu silat Pek Soh-jiu belum mencapai kesempurnaan, tapi karena dua jalan darah pentingnya yaitu jalan darah Jin dan Tok sudah tembus, jadi tenaga telapaknya sudah tidak bisa disetarakan dengan pesilat tinggi biasa, saat menyerang dengan jurus Kong-hong-sam-si, kekuatan tenaganya seperti gunung meletus.
Pek Na taysu yang latihannya sudah sangat tinggi, hatinya telah bergetar, mimpi pun tidak terpikir, sastrawan baju biru yang wajahnya asing, ternyata telah mempelajari kepandaian Sin-ciu-sam-coat, tenaga dalam dan kecepatan geraknya untuk pesilat tinggi masa kini, bisa dikatagorikan yang paling hebat, sehingga, dia tidak berani menghadapi lawannya dengan cara keras, dia mengebutkan lengan baju besarnya, sambil melangkah ke samping tiga langkah.
Pek Soh-jiu tertawa panjang, dia kembali meneruskan serangan Kong-hong-sam-si, di bawah hujan yang lebat itu, terdengar suara petir menggelegar.
Pek Na taysu segera menggunakan jurus Pek-poh-sin-koan (kepalan dewa seratus langkah) dari kuil Siauw-lim, di gabungkan dengan Siau-sai-pit kim-kong sin-kang, dia melakukan pertarungan sengit dengan Pek Soh-jiu, pertarungan yang jarang bisa ditemukan di dunia persilatan, selain itu Pek Soh-jiu meneruskan menyerang dengan ilmu hebatnya lagi, dalam sesaat sulit bisa membedakan siapa yang lebih unggul.
Di sisi lain Siau Yam juga bertarung hidup mati dengan Pek Keng taysu, tenaga dalam Siau Yam walau kalah saru tingkat dari Pek Keng taysu, tapi dia sangat gesit, gerakan jarinya hebat sekali, setiap serangan jarinya membuat ketua Lo-han-tong ini sibuk meng-hindari.
Pertarungan ini tampaknya akan menjadi pertarungan panjang, namun Pek Soh-jiu dan istri sudah sedikit lebih diatas angin, ini adalah satu berita aneh yang cukup menggemparkan dunia persilatan, dua orang dari lima tianglo Siauw-lim-sie yang sudah ternama, ternyata tidak bisa memenangkan pertarungan melawan sepasang suami istri yang tidak ternama!
Demi melindungi nama baik dan kehormatan Siauw-lim-sie yang sudah berumur ratusan tahun, dua orang hweesio ternama dari agama Budha ini makin keluar amarahnya, setelah Pek Keng taysu melancarkan serangan telapak yang memaksa Siau Yam mundur, pada para murid Siauw-lim dia mengeluarkan sebuah perintah yang mengejutkan
'siapkan Lo-han-tin1, maka, para murid Siauw-lim-sie yang ada disekeliling, semua langsung bergerak membentuk barisan.
Pertarungan sementara jadi terhenti, Pek Na dan Pek Keng, segera memimpin barisan Lo-han itu.
Tentu saja, Pek Soh-jiu yang pernah masuk ke kuil Siauw-lim-sie seorang diri, punya pengalaman menghadapi Lo-han-tin yang di bentuk ratusan orang, dia tetap tidak berani memandang enteng terhadap Lo-han-tin yang dibentuk hanya oleh dua puluh orang lebih ini, karena dia tahu lawan yang dihadapinya sekarang, adalah intinya para pesilat tinggi Siauw-lim, sekali barisannya bergerak, pasti sangat berbahaya sekali. Maka dia menyuruh Siau Yam mengeluarkan pedang pendek Siau-suang dan Pek-lek-bie-sin-ciam yang jarang dia gunakan, dia sendiri juga mengeluarkan Pouw-long-tui nya.
Lalu, sambil bersiul panjang, alisnya sedikit di angkat, dia berkata dingin:
"Aku tidak ingin membunuh tanpa ada penjelasan terlebih dulu, sebelum kalian menyerang bersama-sama, paling baik dengarkan terlebih dulu nasihatku."
Dia menghentikan perkataannya sejenak, sorot matanya melihat kesekeliling, lalu berkata lagi:
"Lo-han-tin adalah salah satu barisan Siauw-lim-sie, sudah ratusan tahun ternama dan tidak pernah melemah, tapi, barisan hebat yang terkenal di dunia persilatan ini, mungkin tidak mampu menahan sebuah serangan Pouw-long-tui, jika kalian tidak cepat lupa, kata-kataku ini bukanlah kata-kata yang menakut-nakuti, sekali Pouw-long-tui ini bergerak, maka tidak akan bisa meninggalkan seorang lawan yang hidup. Maka kalian para hweesio, lebih baik pikirkan sekali lagi baik-baik."
Baju hweesio yang warnanya abu-abu, masih melayang-layang dan mengeluarkan suara sst....sst di timpa hujan angin, Lo-han-tin tidak melakukan penyerangan, tapi juga tidak berhenti bergerak.
Pek-na dan Pek Keng, dua hweesio luhur dari Siauw-lim-sie memang sedang mempertimbangkan keadaan di hadapan mereka, sesaat tidak mampu mengambil keputusan yang tepat, tentu saja mereka tahu Lo-han-tin sulit menahan sebuah serangan dahsyat dari Pouw-long-tui, apa lagi pedang pendek Siau-suang dari perguruan Thian-ho yang diperlihatkan oleh Siau Yam, sama dengan sebuah lambang perintah pengambil nyawa.
Keadaan saat ini adalah pertarungannya belum dimulai, kalah dan menang sudah ditentukan, kecuali membubarkan barisan dan mengaku kalah, para hweesio Siauw-lim sulit bisa memilih satu keputusan yang memuaskan. Akhirnya Pek Na taysu menggerakan tangan menghentikan gerakan Lo-han-tin, alisnya diangkat, dengan suara rendah berkata:
"Sicu, kita kemari tidak disengaja bertemu, bukan begitu?"
"Tidak salah." Kata Pek Soh-ciu dingin. "Kalau begitu buat apa kita melakukan pertarungan hidup mati!"
"Anda tidak takut nama baik kuilmu rusak?"
"Asalkan bertindak sesuai aturan, buat apa takut perkataan orang......"
"Seorang hweesio luhur, memang harus berbesar hati, sayang kata-kata taysu sedikit terlambat datangnya."
Warna wajah Pek Na taysu berubah: "Hemm!" marah berkata, "Dalam sejarah ratusan tahun, murid Siauw-lim dipaksa membubarkan barisan dan mengaku kalah, kau lah orang yang pertama." Dia menghentikan bicaranya sejenak, dengan sedih berkata lagi, "Aku tidak ada kemampuan, sehingga membuat nama baik ratusan tahun kuilku, hancur dalam sehari, aku......hai, hanya bisa menebus dosa dengan kematian."
Ternyata Pek Na taysu yang menjadi kepala dari lima tianglo Siauw-lim, sudah bertekad dengan kematian, membebaskan keadaan yang memalukan untuk nama baik Siauw-lim-sie, baru saja habis bicara, telapak tangan kanannya' dengan cepat diayunkan, buuk...., dia memukulkan kepalanya sendiri, terlentang mati di bawah guyuran hujan angin.
Terdengar suara doa yang rendah dan pilu, di saat para hweesio berdoa di dalam hujan ini, Pek Soh-jiu tanpa bicara lagi menuntun kudanya, bergandengan dengan Siau Yam meninggalkan lapangan pertarungan. Waktu berlalu... Siau Yam perlahan mengeluh:
"Tidak terpikir hweesio tua itu orangnya sangat keras, hai......"
Perasaan Pek Soh-jiu sangat berat, dia terdiam beberapa saat, katanya:
"Melihat kematiannya Pek Na taysu, aku merasa sangat tidak tenang......"
Siau Yam mencibirkan bibirnya:
"Kita tidak memaksa mereka mengatakan siapa otaknya yang diam-diam menyerbu perumahan Leng-in, terhadap hweesio kuil Siauw-lim ini kita sudah sangat bermurah hati, hweesio tua itu ingin mati sendiri, ada hubungan apa dengan kita?"
"Kek!" sekali Pek Soh-jiu berkata, "Adik Yam benar, tapi...... kelihatannya kita sudah terlibat dalam pergolakan dunia persilatan yang sangat dalam, selanjutnya pekerjaan kita, mungkin akan mendapat banyak halangan."
"Aku pikir para hweesio itu tidak akan menyiarkan penyamaran kita, karena kematiannya Pek Na, bagaimana pun bukanlah hal yang membanggakan."
"Harap saja begitu."
Saat ini hujan sudah berhenti, di langit sudah tampak matahari, tubuh mereka berdua seluruhnya basah kuyup, setelah terkena sinari panas matahari, terasa tidak enak, maka mereka melarikan kuda dengan cepat, ingin mencari satu tempat untuk istirahat dan berganti baju, tapi mendadak kuda mereka meringik keras, kedua telinganya berdiri tegak, bagaimana di paksa pun tidak mau maju lagi.
Dalam hati Pek Soh-jiu tahu pasti ada masalah lagi, dari atas kuda dia langsung meloncat keatas, sesudah berdiri diatas puncak pohon yang ada disampingnya, matanya melihat ke arah tikungan yang ada di depan, tidak tahan hatinya jadi tergetar.
Ternyata di tengah jalan raya, melingkar seekor ular berbisa yang panjangnya sekitar satu tombak lebih, tubuhnya sebesar lengan anak kecil, lidah merahnya keluar masuk, mengeluarkan suara sst.... sst, bentuknya menyeramkan sekali, dia mematahkan sepotong dahan, sekali tangannya diayunkan, dahannya melesat ke arah bagian tujuh cun ular itu.
Dahan yang terlepas dari tangan, kecepatannya laksana kilat, tapi ular berbisa itu mendadak bergoyang, dahan pohon itu malah tidak mengenainya, tak.... menancap diatas tanah jalan raya.
Siau Yam juga loncat ke samping Pek Soh-jiu, dia juga melihat ular berbisa itu mampu menghindarkan senjata gelap, dia merasa heran, lalu mengambil dua buah Pek-lek-bie-sin-ciam, tangannya diayunkan, dua buah jarum melesat, masing-masing mengarah pada sepasang matanya ular berbisa itu.
Walau bentuk jarum itu sangat kecil, tapi karena keahlian melepaskan jarumnya sangat hebat, walau pun seorang pesilat tinggi kelas satu, yang dapat lolos dari serangan Pek-lek-bie-sin-ciam juga tidak banyak, ular berbisa itu walau pun sudah terlatih, tetap tidak bisa lolos dari kematian!
Ular berbisa itu setelah berguling-guling, lalu mati terlentang di pinggir jalan, Siau Yam segera menatap ke pepohonan di samping ular, dengan mendengus dingin berkata:
"Ayo keluar, biar kami suami istri menghadapimu."
"He.. .he.. .he!" terdengar sebuah tawa dingin, lalu melangkah keluar seorang manusia aneh yang berwajah monyet, mulut monyong hidung mancung ke dalam, tubuhnya kurus kecil, di tangannya sedang
mempermainkan seekor ular berbisa sebesar kawat besi, sepasang matanya bersinar hijau, berjalan pelan menuju tengah jalan.
Siau Yam dan Pek Soh-jiu bersama-sama meloncat turun dari puncak pohon, dia memperhatikan orang aneh itu beberapa saat, mendadak wajah cantik Siau Yam jadi d ingin berkata:
"Apakah anda anggotanya Jit-kaw-kok" (tujuh keahlian)"
Orang aneh berwajah monyet itu tertegun, dia menghentikan langkah, sepasang matanya yang bersinar hijau dingin, berputar putar sebentar, lalu berkata:
"Mata yang tajam, mantu Sin-ciu-sam-coat ternyata punya sedikit kehebatan."
Pek Soh-jiu berkata:
"Kami suami istri tidak ada permusuhan dengan Lembah Jit-kaw, kenapa tuan menghadang jalan mencari masalah?"
"He...he...he!" orang aneh berwajah monyet tertawa,
"Setelah melihat gerakan kalian yang sangat hebat, monyet tua jadi merasa tangan gatal, selain itu, he... he... selain itu aku juga ingin berunding dengan Siauhiap."
"Ha.. .ha.. .ha!" Pek Soh-jiu tertawa keras, katanya,
"Tuan ini ingin melihat-lihat Pouw-long-tui?"
Orang aneh berwajah monyet itu berkata:
"Lihat, ini hanyalah salah satu sebab, jika Pek Siauhiap bisa memberikannya, itu akan lebih baik lagi."
"Hemm!" Siau Yam berkata dingin, "Ide bagus, ketua lembah kalian Pek-tok-lo-cia (Iblis seratus racun.) Bong San-san, apakah dia sudah ikut datang?"
Orang aneh berwajah monyet membelalakan sepasang matanya:
"Kenapa, apakah Tok-hou (Monyet racun) The Hoan masih kurang berbobot?"
"Tok-hou The Hoan walau pun seorang yang ternama, tapi terhadap masalah ini mungkin kau tidak bisa memutuskannya." Kata Siau Yam
Tok-hou The Hoan berkata:
"Ada masalah seperti ini" mohon Pek hujin jelaskan."
Siau Yam mengangkat alisnya:
"Aku telah kehilangan pelayanku, kehidupan ku sehari-hari, terasa kurang leluasa, aku dengar Bong San-san itu orangnya sangat pengertian, menjadi pelayanku mungkin akan cekatan."
Sepadang mata Tok-hou The Hoan menyorot sinar ganas, dia tertawa dingin berkata:
"Berani menghina kokcu kami, kau pantas mati, terima ini." Lengan kanannya mendadak diayunkan, ular berbisa sebesar kawat besi seperti sebuah tombak panjang, menusuk ke arah dada Siau Yam.
Tubuh Siau Yam berkelebat, dia sudah melayang mundur tiga tombah, membalikan lengan mencabut pedang panjang di punggungnya, sebuah jurus Ki-hwee-liauw-thian (Mengangkat api membakar langit.) di sabetkan ke arah bagian tujuh inci ular kawatbesi.
Tok-hou The Hoan tertawa dingin, lengan kanannya digerakan perlahan, huut... tubuh ular kawat besi itu bergoyang, dengan jurus Coan-thian-it-cu-hiang (Mengarah langit membakar dupa) dari jurus toya Pan-liong, menyerang kearah pipinya Siau Yam.
Siau Yam tidak menduga ular kawat besinya Tok-hou The Hoan begitu gesit, cepat cepat bergeser, kembali mundur tiga langkah.
Begitu Tok-hou dapat mendesak, dia tidak memberi nafas pada Siau Yam, sambil mulutnya bersiul aneh, langsung menerjang masuk, ular kawat besi diayunkan secepat angin, segera terlihat berlapis-lapis bayangan ular, bau amis menyebar luas, mengurung rapat Siau Yam.
Pek Soh-jiu melihat ular berbisa kawat besi itu lidahnya keluar masuk, tidak henti-hentinya menyemburkan asap beracun, dan juga ilmu silatnya Tok-hou The Hoan juga sangat hebat, dia khawatir Siau Yam mendapat luka, tidak tahan lagi dia mencabut pedang-nya, ingin mendesak masuk kedalam pertarungan.
Siau Yam yang melihatnya, lalu berteriak: "Toako mundurlah, menghadapi orang kecil seperti ini, kita tidak perlu melawan bersama-sama!"
Pek Soh-jiu menghentikan langkah, dia menggeleng-gelengkan kepala, terpaksa mundur lagi ke belakang menonton, tapi dia tetap memusatkan tenaga dalam Pouw-ci-sin-kang, jika Siau Yam benar-benar dalam bahaya, maka dia akan tidak pedulikan apa yang namanya keroyokan.
Siau Yam menahan nafas, pedangnya seperti naga menari, walau jurus Tok-hou sangat dahsyat, tapi tetap tidak bisa berbuat banyak, tapi, Siau Yam juga tidak bisa menahan nafas terlalu lama, apalagi harus menggunakan tenaga dalam, keadaannya memang sangat berbahaya sekali.
Dalam sekejap sudah lewat tiga puluh jurus, dipelipis Siau Yam sudah nampak ada keringat, melihat keadaan, kekalahannya akan terjadi dalam beberapa saat lagi.
Sebenarnya Siau Yam sendiri juga menyadari
keadaannya, ketika pertama dia bertarung, di telapak tangan kirinya sudah menggenggam dua buah jarum Pek-lek-bie-sin-ciam, jika tidak sampai bahaya sekali, dia tidak mau mempergunakan.
Saat ini, dadanya sedang naik turun dengan derasnya, karena terlalu lama menahan nafas, tenaga dalamnya nampaknya akan habis, gerakannya pelan pelan mulai menurun, jurus pedangnya juga nampak tidak segesit semula, tampak seperti lampu yang kehabisan minyak, walau pun sekuat tenaga meronta, juga tidak akan lolos dari kematian.
Tok-hou The Hoan tertawa keras, lalu berkata:
"Menyerahlah Pek hujin, monyet tua adalah orang yang sayang wanita, pasti tidak akan membuat kau sangat......"
Seseorang di saat dalam keberhasilan, tidak luput pemusatan pikirannya akan mengendur, saat inilah yang ditunggu Siau Yam, sebab kesempatan bagus ini yang dalam sekejap akan menghilang dan tidak terulang, segera dia menggetarkan pedang panjangnya, menyebar kan ribuan titik-titik sinar pedang, menyerang kearah wajahnya Tok-hou The Hoan, lalu telapak kirinya diayunkan, terdengar Pek-lek-bie-sin-ciam bersuara dua kali, langsung menancap di mata kiri dan bahu kirinya rbk-hou The Hoan.
Perubahan besar ini, sungguh seperti sambaran kilat, Tok-hou The Hoan tidak menduga menyerang balasan Siau Yam di dalam keadaan bahaya, bisa sedahsyat ini.
Tapi Tok-hou juga adalah seorang yang nekad, meski mata kirinya dibutakan oleh Pek-lek-bie-sin-ciam, dan lengan kirinya tidak berguna lagi karena terluka, dia unilah dengan berteriak keras, lengan kanannya diayunkan sekuat tenaga, ular kawat besi seperti sebuah panah beracun,
dengan kecepatan yang sulit dibayangkan, langsung mengarah dadanya Siau Yam.
Jurus ini sangat diluar dugaan Siau Yam, saat ini lenaga dalam nya sudah habis digunakan, walau pun "a-l'iiah senjata gelap yang biasa, dia juga sudah tidak bisa menghindar, apa lagi ular kawat besi berbisa yang dilemparkan sekuat tenaga oleh Tok-hou The Hoan.
Nampak ular kawat besi dengan kecepatan tinggi akan mengenai dada montoknya Siau Yam, asalkan maju lima ini lagi saja, wanita cantik ini akan tewas di gunung liar ini.
Keadaan yang sangat berbahaya ini terjadi dalam sekejap, Pek Soh-jiu yang menonton disisi, hampir saja mati ketakutan, dia berteriak keras, tangan kanannya dengan kuat diayunkan, lima titik sinar hitam dengan kecepatan tidak terbayangkan, mengenai tubuh ular kawat besi, tubuh Pek Soh-ciu juga langsung terbang, mengerahkan ilmu silat meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui sampai puncak tertinggi, hanya terlihat sebuah gumpalan asap tipis menggulung, tubuh Siau Yam yang bergoyang-goyang akan jatuh itu sudah berada di luar sepuluh tombak lebih.
Mereka akhirnya dapat lolos dari bahaya, tapi keadaan bahaya yang dialaminya, tetap saja begitu mengge tarkan hati.
Wajah Siau Yam menjadi putih pucat, dadanya tidak henti-hentinya kembang kempis, dengan lemah dia menyandar di tangannya Pek Soh-jiu, sepasang matanya terbuka lebar, melihat pada mayat ular di tanah yang hampir merengut nyawanya, lalu melihat pada Tok-hou The Hoan yang wajahnya putih seperti kertas. Beberapa saat, dia baru dapat melancarkan nafas dengan meniup nafas panjang berkata:
"Terima kasih, demi menutupi jejak kita, Tok-hou ini tidak boleh dilepaskan!"
Pek Soh-jiu menganggukan kepala, sambil menggandeng tubuh dia, perlahan melangkah maju ke depan Tok-hou The Hoan berkata:
"The Tayhiap! Istriku tadi tidak bisa mengendalikan diri, aku sungguh menyesal sekali."
Mata Tok-hou The Hoan yang tinggal satu sudah kehilangan sinar, setelah berputar sekali, dia berkata dingin:
"Jangan sombong orang she Pek, walau aku mati, lembah Jit-kaw pasti akan membalaskan dendam hari ini."
Pek Soh-jiu dengan tawar berkata:
"Aku suami istri setelah berani melukai anda, tidak akan takut pembalasan dari lembah Jit-kaw, tapi membicarakan masalahnya, masalah hari ini kau sendiri yang menimbulkannya......"
"Hemm!" Tok-hou The Hoan dengan marah berkata,
"Tidak salah, memang aku yang mencari mati, tapi kalian juga mendesak sampai tianglo kuil Siauw-lim-sie mati, banyak orang yang menyaksikan, kau lihat saja nanti, bocah......"
Baru saja selesai bicara, tubuhnya mendadak gemetar, jatuh ke atas jalan raya, di sudut mulutnya keluar darah yang bau amis, dia sudah menggigit pil beracun, bunuh diri.
Pek Soh-jiu tanpa suara mengeluh, dia tahu pertarungan dengan Siauw-lim di warung teh, sudah menimbulkan masalah yang tidak ada ujungnya, kali ini d ia pergi kegunung Kwo-tiang, mungkin setiap langkah-nya akan penuh dengan halangan, tapi mala petaka tidak bisa dihindari, jika bisa dihindari itu bukan mala petaka,
sehingga, mereka berdua tetap mengikuti rencana semula, berjalan melalui Kwie-ciu, lewat Ke-yang, menuju kepegunungan Heng-ih......
Di malam hari yang pekat, Pek Soh-jiu dan Siau Yam tiba di kota kabupaten Ih-san, kota kabupaten Ih-san terletak di lereng selatan gunung Huai-ih, di sebelah tenggaranya adalah pegunungan Hian-sia-leng, karena mereka berdua tiba terlalu malam, setelah mencari ke seluruh kota, juga tidak mendapakan satu penginapan pun.
Pek Soh-jiu tidak bisa berbuat apa-apa, menatap pada benteng kota yang megah itu dia tertawa, berkata:
"Adik Yam! Kelihatannya kita terpaksa menganggap benteng kota sebagai kamar tidur, angin bertiup menyapu lantai, kegembiraan ini tidak ada di dalam kamar tidur."
Siau Yam dengan manisnya tersenyum, kepalanya sedikit tunduk, tubuhnya merendah menghormat berkata:
"Benar, harap suamiku......"
Perkataan Siau Yam belum habis, di atas benteng kota tiba-tiba terdengar suara tawa yang panjang:
"Suami istri yang serasi, wanita ini sungguh baik, nenek tua! Kita harus meninggalkan tempat ini untuk mereka, ayo jalan."
Dua bayangan manusia, secepat kilat berkelebat, dengan ilmu silat mereka yang sangat tinggi, sampai wajah mereka juga tidak bisa terlihat dengan jelas, hanya terdengar suara tawa yang memekakan telinga menjauh, dan masih terdengar juga teriakan wanita:
"Tua bangka, kau berani tidak menunggu nenek tua, kau lihat mereka begitu mesranya." Suara pembicara itu
menghilang, dalam sekejap sudah berada sejauh seratus tombak lebih jauhnya.
Pek Soh-jiu menggeleng gelengkan kepala, memegang lengan Siau Yam sambil tersenyum berkata:
"Sungguh masalah aneh yang ada setiap tahun, hanya tahun ini yang paling banyak, mau menginap di benteng kota, malah bisa kebetulan ada yang menginap juga."
Siau Yam membantingkan tangannya, bibirnya mencibir, pura-pura marah berkata:


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau sih......lihat aku nanti masih pedulikan kau tidak......"
Pek Soh-ciu menghela napas:
"Harap hujin maafkan aku kali ini, hamba tidak berani lagi."
Siau Yam psss... tertawa berkata:
"Sepasang setan tua ini sungguh menyebalkan, sepertinya sengaja terus mengikuti kita."
"Siapa mereka" Kau kenal?"
Siau Yam mencibirkan mulutnya:
"Kau anggap aku sudah setua tujuh, delapan puluh tahun, hemmm!"
"Kau jangan salah paham, yang aku maksud adulah mungkin kau tahu merekaitu siapa."
"Mereka itu adalah sepasang pendekar yang ln-rkelana puluhan tahun, kalau kau tidak tahu bisa changgap kau kurang pergaulan, masih tanya aku kenal alau tidak!"
"Ooo!" Pek Soh-jiu berkata, "Ternyata adalah Thian-ya-hiap-lu (Sepasang pendekar dari ujung langit), tidak aneh ilmu silatnya setinggi ini."
Baru saja mereka berdua naik ke atas benteng kota, tiba-tiba terlihat diatas rumah di pinggir jalan, muncul dua bayangan orang, setelah sebentar memper-hatikan keadaan, lalu dengan cepat lari kearah utara.
Pek Soh-ciu tertegun berkata:
"Apa... di kota kabupaten Ih-san ini ternyata banyak orang-orang hebat, adik Yam! Kita sedang tidak ada kerjaan, kita ikuti mereka dam melihat ada apa sebenarnya, bagaimana?"
Pendekar Naga Mas 10 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Rahasia Peti Wasiat 4

Cari Blog Ini