Ceritasilat Novel Online

Istana Kumala Putih 10

Istana Kumala Putih Karya O P A Bagian 10


seolah-olah takut akan terulang pengalamannya yang getir!
Tapi, ia sebetulnya tidak jeri terhadap perempuan genit itu, juga tidak takut akan dibikin mabuk
oleh suara ketawanya yang mengandung pengaruh gaib itu ia hanya merasakan tidak enak saja.
Kim Houw sebetulnya sudah ingin unjukkan diri, tapi karena dengar pembicaraan mereka
tentang binatang mukjijat kerbau hijau itu, hatinya merasa tertarik. Sebab kerbau hijau itu adalah
jelmaan pohon yang sudah ribuan tahun usianya, hal ini dalam kitabnya Kaojin Kiesu juga ada
dimuat dengan jelas. Cuma saja dalam kitab itu tidak dijelaskan caranya menangkap. Kalau benar
Khu Leng Lie mengerti caranya menangkap biarlah ia lakukan, setelah berhasil mendapatkan
binatang mukjijat itu, dua iblis itu nanti baru ia singkirkan berbareng.
Sebab khasiatnya yang luar biasa dari binatang yang mukjijat itu, bagaimana Kim Houw dapat
membiarkan diambil oleh kawanan manusia yang sebagai iblis itu "
Mendadak ia dengar suaranya Liok-cie Thian-mo :
"Sudah ! Sudah ! Aku terima baik permintaanmu, kau harus beritahukan cara-caranya untuk
menangkap binatang itu ! Aku tidak nyana pohon yang sudah jadi siluman ini ternyata tidak
mempan pedang tajam...."
"Aku akan lihat dulu pohon itu sudah berapa tuanya ?" jawab Khu Leng Lie.
Sehabis berkata, ia lantas unjuk ketawanya yang manis kepada Liok-cie Thian-mo, lalu
mendekati pohon yang cukup besar.
Pada saat itu, mendadak Liok-cie Thian-mo menyambar dirinya Khu Leng Lie, lalu dipeluk eraterat.
Ternyata ketawanya tadi sudah membikin goncang hatinya Liok-cie Thian-mo, sehingga
akhirnya tidak dapat mengendalikan lagi hawa napsunya.
Khu Leng Lie setelah dipeluk, dalam hatinya merasa girang. Ia tahu bahwa siasatnya sudah
berhasil sebagian. Sebagai seorang perempuan yang moralnya sudah bejad, apa saja ia bisa
lakukan, asal bisa mencapai maksudnya.
Suara ketawanya cekikikan terdengar semakin nyaring.
Kim Houw sudah tidak bisa sabar lagi, ia tidak sudi melihat manusia cabul itu berbuat tidak
senonoh di depan matanya. Ia lantas mau bergerak, selagi hendak unjukkan dirinya, tiba-tiba
terdengar suara jeritan yang mengejutkan.
Apa yang telah terjadi " Kim Houw lihat Liok-cie Thian-mo sedang menekan ketiaknya bagian
kiri, dari sela-sela jarinya telah mengucurkan darah, seolah-olah terluka hebat.
Kim Houw terperanjat, karena Khu Leng Lie tidak membawa senjata tajam sepotongpun juga,
entah dengan senjata apa ia dapat melukai dirinya iblis tua itu "
Tiba-tiba ia dengar Khu Leng Lie ketawa badannya lantas lompat mundur kira-kira satu tombak
lebih, sambil berkata :
"Tua bangka, kau sebagai bandot tua juga masih mengingini daun muda, jangan mimpi! Aku
hanya kembalikan senjatamu sendiri, dan itu adalah kau sendiri yang mencari mampus. Sekarang
terserah kepada kau hendak kata apa. Apa kau kira aku Khu Leng Lie boleh kau permainkan?"
Liok-cie Thian-mo perdengarkan suaranya yang aneh, kemudian maju menerjang, dengan
kedua kakinya ia melancarkan tendangannya Wan-yo-tui.
Khu Leng Lie masih ketawa mengejek, ia bahkan tidak berkelit, sebaliknya menggunakan tipu
silatnya Tai-eng Jiauw-lek memapaki serangan Liok-cie Thian-mo.
Khu Leng Lie yang dibesarkan dari air susu binatang orang hutan, kekuatan tenaganya sangat
luar biasa, Tendangan Liok-cie Thian-mo meski hebat, tapi kalau kena disambar oleh tangan Khu
Leng Lie, ia juga tidak berdaya !
Dalam keadaan bahaya, Liok-cie Thian-mo tarik mundur serangannya, lalu ulur tangan kanan
dan menepok batok kepala Khu Leng Lie. Ini adalah merupakan gerak tipu untuk menolong dirinya
yang terancam bahaya, namun tidak kalah hebatnya serangannya tersebut.
Khu Leng Lie yang tidak berhasil menyambar kakinya Liok-cie Thian-mo, mendadak melihat
datangnya serangan tangan yang dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, ia juga tidak berani
menyambuti, dengan gerakan badannya, ia sudah memutar ke belakang pohon !
Ia masih ketawa cekikikan dan mulutnya masih bisa menggoda :
"Tua bangka, kalau kau berani, mari main kucing-kucingan dengan aku. Tidak apa, kita orang
yang sudah tua main kucing-kucingan seperti anak-anak, tua bangka, bagaimana ?"
Liok-cie Thian-mo yang sebentar-sebentar disebut tua bangka, bukan main mendongkolnya,
tapi ia tidak berani bergerak sama sekali.
Sebabnya ialah : Khu Leng Lie tadi dengan menggunakan Thian-mo Siok-hun-leng telah
melukai ketiaknya, dan yang diserang itu justeru merupakan bagian yang penting. Ia tahu kalau
tidak diobati dengan segera, jiwanya sangat berbahaya, tapi dihadapannya Khu Leng Lie ia juga
tidak sudi mengunjukkan kelemahan, ia tidak sudi memberi obat atau membungkus!
Sekarang, meski hatinya sangat mendongkol, tapi sedikitpun tidak berdaya. Dilain pihak, ia
juga merasa berat meninggalkan pohon mukjijat itu.
Dari jauh-jauh ia datang untuk mencari barang mukjijat itu, bukan saja tidak berhasil
mendapatkan, bahkan jiwanya hampir melayang, hanya disebabkan karena ia tergoda oleh paras
cantik saja! Memikir sampai di situ, ia semakin gemas terhadap Khu Leng Lie.
Mendadak Khu Leng Lie unjukkan dirinya lagi.
"Aha! Lo Cianpwe, kau masih belum mau obati lukamu" Itu ada sangat berbahaya mari, mari
aku periksa, kau belum tahu bahwa aku juga ada satu tabib yang sangat pandai!" katanya genit.
Liok-cie Thian-mo semakin gemas, ia tidak nyana bahwa dalam usianya yang begitu tua telah
dipermainkan oleh satu perempuan genit.
Liok-cie Thian-mo tidak mau lepaskan tangannya dari ketiaknya yang telah terluka, ia hanya
menjawab dengan gusar :
"Perempuan hina, seorang kuncu masih bisa menunggu waktu untuk menuntut balas, kau
tunggu saja! Kalau Liok-cie Thian-mo tidak mampu cincang badanmu, aku bersumpah tidak mau
jadi orang. Hari ini biarlah aku ampuni kau...."
"Jangan omong sekenanya saja," memotong si genit. "Kalau kau pergi, dan setelah aku
dapatkan kerbau hijau, kau pikir sendiri saja apa di kemudian hari kau masih mampu menjatuhkan
aku" Sebaiknya sebelum aku mendapatkan binatang mukjijat itu, kau bunuh saja aku sekarang !"
Liok-cie Thian-mo tercengang. Memang benar asal Khu Leng Lie berhasil mendapatkan
binatang mukjijat itu, apa ia masih mampu menuntut balas dengannya"
Pada saat itu, di atas gunung tiba-tiba terdengar suara siulan nyaring, kemudian disusul oleh
munculnya sesosok bayangan manusia.
Baik Liok-cie Thian-mo dan Khu Leng Lie, maupun Kim Houw, telah dikejutkan oleh suara
siulan itu karena mereka tahu bahwa siulan itu adalah tanda datangnya Kouw-low Sin Ciam. Si
setan tua yang sangat ganas itu, begitu tiba di lembah, dengan tidak banyak bicara lantas
menerjang pada Khu Leng Lie.
Kali ini Khu Leng Lie tidak menyingkir ia agaknya sudah siap sedia, begitu lihat Kouw-low Sin
Ciam menerjang padanya segera ia menangis dengan sedihnya sembari berkata :
"Oh, tua bangka, kau tega benar menyaksikan istrimu dihina orang ! Apa kau sudah tidak
bersedia untuk membelanya ?"
Kouw-low Sin Ciam tidak menduga bahwa kedatangannya telah disambut oleh tangisan Khu
Leng Lie yang begitu memilukan. Sebab ia sejak berkumpul dengan si genit, belum pernah melihat
Khu Leng Lie keluarkan air mata.
Oleh karenanya, selain terkejut, ia juga merasa heran. Ia urungkan maksudnya hendak
menangkap Khu Leng Lie, lalu berpaling mengawasi Liok-cie Thian-mo.
Tepat pada saat itu, menggunakan kesempatan selagi mereka bicara, Liok-cie Thian-mo telah
mengeluarkan obat hendak diborehkan kepada lukanya.
Kouw-low Sin-ciam meski ada satu setan yang sangat ganas, juga masih merasa segan turun
tangan terhadap orang yang sedang terluka. Ia menyaksikan Liok-cie Thian-mo mengobati
lukanya, setelah dibungkus rapi dengan robekan bajunya, baru berkata padanya sambil ketawa
dingin: "Kau tokh juga terhitung seorang gagah yang kenamaan, mengapa menghina seorang
perempuan, apa kau tidak takut ditertawakan oleh dunia Kangouw?"
Nyalinya Liok-cie Thian-mo besar kembali, setelah membungkus rapi lukanya, sembari
perdengarkan ketawanya mengejek ia menyahuti :
"Kouw-low Sin Ciam, tadi kita mengadu bekas kesaktian dan kekuatan di atas gunung, masih
belum mendapat keputusan siapa yang lemah. Sekarang mari kita lanjutkan lagi. Soal lainnya kita
tunda dulu, setelah pertandingan selesai kita baru bicara lagi!"
"Aku senang sekali mengiringi kehendakmu, cuma......"
Kouw-low Sin Ciam lalu menoleh ke arah Khu Leng Lie, ia kuatirkan isterinya yang genit itu
nanti kabur lagi, maka ia kelihatan bersangsi.
Di luar dugaan Khu Leng Lie sudah hentikan menangisnya, sebaliknya malah ketawa.
"Tua bangka, kau boleh tetapkan hatimu kali ini aku tidak akan kabur. Aku bersedia samasama
menikmati kebahagiaan hidup dengan kau, setelah kita berhasil mendapatkan itu barang
mujijat yang sangat langka di dunia. Tapi kau harus bisa menyingkirkan bangsat tua itu lebih
dahulu." Demikian ia berkata.
Kouw-low Sin-ciam hatinya agak lega mendengar kata-kata Khu Leng Lie. Apalagi ketika
mendengar ada benda mukjijat, hatinya lantas merasa girang. Sekarang ia mengerti apa sebabnya
Khu Leng Lie tidak menyingkir dari padanya, rupanya karena itu benda mukjijat.
Maka, tanpa banyak rewel, Kouw-low Sin-ciam lantas putar gendewanya, menyerang Liok-cie
Thian-mo. Liok-cie Thian-mo meski masih belum sembuh lukanya, tapi ketika mendengar perkataan Khu
Leng Lie, dengan terang-terangan hendak menikmati kesenangan itu dari kerbau hijau bersama
Kouw-low Sin-ciam, matanya lantas merah, hatinya panas.
Maka dengan tidak pikirkan lukanya, ia lantas bertempur dengan Kouw-low Sin-ciam.
Pertempuran antara kedua iblis itu dilakukan dengan sengit dan seru.
Kim Houw yang mengintai sejak tadi, masih tidak bergerak. Semua perbuatan mereka di
dengar dan disaksikan dengan mata kepala sendiri. Pertempuran antara kedua iblis itu sudah
tentu menguntungkan baginya. Ibarat dua macan yang sedang bergulat, pasti ada salah satu yang
terluka, dengan demikian, berarti Kim Houw kekurangan satu musuh tangguh. Tidak perduli siapa
yang binasa, baginya sama saja. Dalam hati ia sudah ambil keputusan, bahwa setelah
pertempuran antara kedua iblis itu selesai, ia tidak akan membiarkan sisanya bisa keluar dari
lembah itu dalam keadaan hidup.
Angin menderu akibat pertempuran kedua iblis tadi mendadak berhenti suasana di lembah
kembali menjadi sunyi. Keadaan itu meski mengherankan tapi tidak terlepas dari matanya Kim
Houw. Ternyata kedua iblis itu entah apa sebabnya, mendadak merubah pertandingan adu senjata
menjadi adu kekuatan tenaga lwekang.
Khu Leng Lie yang menyaksikan keadaan itu, dalam hati merasa girang. Dengan perlahan ia
menghampiri mereka, hingga Liok-cie Thian-mo diam-diam merasa kuatir.
Ia sebetulnya tidak menginginkan pertandingan secara demikian, karena badannya masih
terluka, darahnya banyak keluar. Dalam keadaan terpaksa saja ia baru berbuat demikian.
Kalau dengan Kouw-low Sin-ciam seorang diri mungkin ia masih bisa bertahan. Tapi jika Khu
Leng Lie turut campur tangan, sudah dapat dipastikan ia yang akan menjadi pecundang.
Apalagi, mengadu kekuatan lwekang secara demikian, sedikitpun tidak boleh main-main.
Begitu kedua tangan sudah saling menempel, sekalipun belum ketahuan siapa yang lebih kuat,
juga tidak boleh ditarik kembali secara sembarangan, sebab jika dikendorkan, pihak lawannya
pasti akan mendesak terus, akibatnya sekalipun tidak binasa, sedikitnya juga terluka parah.
Dalam keadaan demikian bagaimana Liok-cie Thian-mo tidak cemas " Ia buru-buru ingin
menyelesaikan pertempuran itu, ia coba kerahkan seluruh kekuatannya itu, apa mau di bawah
ketiaknya dirasakan sakit sekali, sehingga tidak mampu berbuat menuruti sesuka hatinya, dengan
demikian sudah tentu ia terdesak oleh Kouw-low Sin-ciam.
Masih untung kekuatan tenaga lwekang Kouw-low Sin-ciam masih setaraf dengan
kekuatannya Liok-cie Thian-mo. Sebelum adu tenaga, hal itu belum bisa diketahui. Tapi kini
setelah mengadu tenaga, siapa yang lebih kuat dan siapa yang lemah segera ketahuan.
Oleh karenanya, meski Liok-cie Thian-mo dalam keadaan terluka. Kouw-low Sin-ciam juga
tidak mampu merobohkan padanya.
Khu Leng Lie yang menyaksikan Liok-cie Thian-mo menunjukkan paras berkuatir, lantas buruburu
berkata : "Bangsat tua, kau tidak usah kuatir. Aku bukan sebangsa manusia yang begitu rendah. dan
tidak mengerti peraturan dunia kang-ouw, tidak nanti aku akan melakukan serangan terhadap
dirimu!" Liok-cie Thian-mo tadinya masih belum percaya, kemudian setelah melihat Khu Leng Lie
berdiri disamping sebagai penonton dan benar-benar seperti tidak akan turun tangan baru merasa
lega hatinya. "Tua bangka, kau jangan harap aku akan membantu kepadamu. Paling baik kamu berdua
rubuh berbareng, supaya aku bisa memungut keuntungannya," kata pula Khu Leng Lie kepada
Kouw-low Sin-ciam.
Dengan keterangannya itu, Khu Leng Lie secara terang-terangan sudah buka kartu. Begitu
jahat adanya wanita genit itu sekalipun Kim Houw yang tidak ada sangkut pautnya juga turut
merasa gemas. Tidak usah di kata lagi bagaimana gemasnya Kouw-low Sin-ciam. Seketika itu hatinya
dirasakan panas, cuma dalam keadaan demikian, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Sebaliknya bagi Liok-cie Thian-mo, keterangan Khu Leng Lie ini telah membesarkan hatinya,
ia sekarang sudah tidak usah kuatir dibokong. Maka ia lantas pejamkan matanya dengan seluruh
kekuatannya ia mendesak lawannya.
Pertempuran berlangsung terus, tidak lama kemudian, tibalah saatnya untuk menentukan.
Khu Leng Lie agaknya mendapat pikiran apa-apa secara mendadak. Ia lihat sudah sekian
lama pertempuran itu berlangsung, tapi masih belum ada penentuannya. Meski tanda-tanda dari
mereka yang sudah nampak sangat lelah serta bercucuran keringat, hingga sebentar lagi keduanya
akan rubuh terluka, namun Khu Leng Lie agaknya sudah tidak sabar menantikan saat
yang terakhir itu, tiba-tiba ia membentak dengan suara keras :
"Tua bangka, mari aku bantu kau!"
Khu Leng Lie anggap seruannya itu pasti akan membuat reaksi yang berlainan kepada kedua
pihak, tapi sebelum ketahuan reaksi mereka tangan Khu Leng Lie sudah menempel di belakang
gegernya Kouw low Sin ciam, dengan kekuatan tenaga lweekang, ia mendesak Liok cie Thian mo
melalaui badannya Kouw low Sin ciam.
Liok cie Thian mo yang sudah hampir kehabisan tenaganya, biar bagaimana tidak mampu
menahan serangan dua orang. Maka sebentar kemudian lantas terdengar suara jeritan ngeri,
badannya Liok-cie-Thian-mo terpental sejauh empat sampai lima tumbak, mulutnya
menyemburkan darah hidup dan lantas tidak ingat orang lagi.
Belum lenyap suara jeritan Liok-coe Thian-mo, kembali terdengar suara jeritan lain, kali ini
giliran Kouw-low Sin-ciam yang mengeluarkan jeritan tadi.
Perobahan yang datangnya secara mendadak itu, benar-benar telah menjatuhkan Kim Houw.
Pandangannya yang masih di arahkan kepada dirinya Liok-cie Thian-mo yang terbang
melayang seperti layang-layang putus talinya, kini setelah mendengar jeritan lain lagi, dengan
cepat ia berpaling ke arah Kouw-low Sin-ciam.
Dan apa yang telah disaksikannya "
Ternyata Khu Leng Lie telah membantu Kouw-low Sin-siam dan berhasil merobohkan Liok-cie
Thian-mo, mendadak mengeluarkan ilmunya Tai-eng Jiauw-lek mencengkeram gegernya Kouwlow
Sin-ciam! Khu Leng Lie melakukan itu dengan sekuat tenaga, sehingga belakang gegernya Kouw low
Sin Ciam menjadi gerowak dan kelihatan tulangnya.
Kalau diwaktu biasa, Khu Leng Lie menyentuh saja kulitnya Kouw-low Sin-ciam sudah tidak
mampu, apalagi melukai. Tapi hari itu keadaan ada berlainan, dalam keadaan sudah hampir
kehabisan tenaga dan tidak berjaga-jaga, sudah tentu Kouw-low Sin-ciam mudah diperdayai.
Dalam keadaan kesakitan setengah mati, Kouw-low Sin-ciam kerahkan sisa kekuatannya,
dengan cepat kabur ke atas gunung.
Kim Houw yang menyaksikan Kouw-low Sin-ciam kabur, lantas turun dari tempat sembunyinya
hendak mengejar si kakek, untuk menuntut balas atas kematiannya Lato Kiesu dan si Imam palsu.
Tapi baru saja kakinya menginjak tanah, tiba-tiba ia mendengar suara ketawanya Khu Leng Lie
yang menunjukkan kepuasannya.
Mendengar itu Kim Houw lantas ingat Khu Leng Lie dengan sang kerbau hijau. Jika mujijat itu
terjatuh di dalam tangannya Khu Leng Lie, dalam dunia kangouw mungkin akan timbul kegegeran
yang tidak ada batasnya. Dan kalau hal demikian telah terjadi siapa yang harus bertanggung
jawab " Apalagi Kouw-low Sin-ciam sudah terluka parah, sekalipun berhasil di tangkap, apa yang dapat
dilakukan terhadap dirinya seorang yang sudah terluka parah "
Setelah di timbang bolak-balik, akhirnya ia mengambil keputusan membiarkan Kouw-low Sinciam
kabur, sebaliknya mencurahkan seluruh perhatiannya kepada gerak geriknya Khu Leng Lie,
bagaimana caranya ia menangkap binatang mukjijat itu.
Khu Leng Lie setelah berhasil menyingkirkan kedua iblis tua itu dengan akalnya yang keji,
hatinyapun merasa sangat girang. Dengan gerak badannya yang menggairahkan dan suara
nyanyiannya yang amat merdu, ia perlahan - lahan berputaran mengitari pohon besar yang
usianya sudah ribuan tahun itu.
Kim Houw bingung akan tingkah lakunya Khu Leng Lie, entah itu lantaran terdorong oleh
kegirangan hatinya atau itu ada cara-caranya untuk menangkap binatang kerbau hijau yang
sangat mukjijat itu!
Hanya dalam hati berpikir : perbuatan semacam itu kecuali dia, orang lain pasti tidak bisa
melakukannya. Tiba-tiba Khu Leng Lie hentikan gerakannya lalu memungut pedang panjang yang di
tinggalkan Liok-cie Thian-mo.
Tapi ia tidak menggunakan pedang panjang itu untuk menebang pohon, sebaliknya membuka
gulungan rambutnya yang panjang dan bagus, dengan sangat perlahan dan sangat teratur,
segumpal demi segumpal, ia potong rambutnya sendiri sampai habis.
Perbuatan itu bikin Kim Houw tertegun dan menganga wanita itu sudah jadi gila. Dengan
caranya yang rapi dan teratur, tampak rambut panjang itu di ikatkan kepada batang pohon besar
tersebut. Setelah di ikat beres, dengan mengikuti tempat-tempat yang di ikat oleh rambutnya, Khu Leng
Lie lantas memotong batang pohon besar itu.
Sekali saja ia bergerak, pohon besar yang usianya sudah ribuan tahun itu lantas rubuh. Dari
bawah akar pohon lantas muncul kerbau kecil berwarna hijau yang besarnya cuma segede kucing.
Dengan munculnya binatang mukjijat yang jalannya seperti tidak bertenaga, telah membuat
Khu Leng Lie sangat kegirangan.
Selagi hendak menyambar badan kerbau itu, mendadak ia rasakan ada sambaran angin hebat
yang menggempur dadanya.
Angin hebat itu datangnya tidak bersuara, namun sambarannya ada sangat dahsyat, hingga
Khu Leng Lie tidak dapat kesempatan untuk menyambuti. Dengan cepat ia memutar tubuhnya
kemudian menghadang di depannya kerbau hijau. Pada saat itu, ia benar-benar sudah tidak


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempunyai waktu untuk melihat siapa adanya orang yang menyerang padanya itu, ia lebih
mementingkan binatang mukjijat itu.
Di luar dugaan, sebelum ia tancap kakinya, serangan itu telah datang lagi, bahkan semakin
hebat dari pada yang duluan.
Sudah tentu Khu Leng Lie tidak berani menyambuti, kemudian ia egoskan dirinya, mundur
setombak lebih jauhnya. Sampai di sini, dengan rasa terheran-heran ia terpaksa dongakkan
kepalanya untuk melihat siapa orang yang menyerang padanya itu.
Ketika ia mengetahui siapa adanya si penyerang, bukan main rasa girangnya. Ia ternyata ada
itu pemuda yang pernah menjadi suami istri untuk sementara dengannya. Maka ia lalu berseru:
"Hai, jantung hatiku, mengapa kau main-main demikian rupa " Ini ada binatang mukjijat yang
sukar didapatkan, kalau ia nanti bertemu dengan air, habislah semuanya!"
Tapi ia tidak tahu bahwa pemuda yang menyerang padanya itu adalah Kim Houw, bukan Siao
Pek Sin. Ketika mendengar perkataan Khu Leng Lie ia tidak mau ambil pusing, matanya terus
mengawasi binatang mukjijat itu. Menampak gerak- geriknya tidak berbeda dengan binatang
kerbau biasa, hanya bentuknya saja yang lebih kecil, tidak ada apa-apanya lagi yang
mengherankan, sungguh sukar dipercaya kalau ia mempunyai khasiat yang luar biasa.
Khu Leng Lie ketika menyaksikan pemuda itu diam saja, tidak menjawab pertanyaannya,
masih anggap bahwa pemuda itu tentu tergerak hatinya, maka lantas berkata pula :
"Kau tentunya masih belum tahu, binatang aneh ini ada titisan dari hawa gaib antara langit dan
bumi, bagi kita orang-orang yang melatih ilmu silat, apabila kita makan dagingnya, kekuatan
tenaga kita akan bertambah berlipat ganda. Kau jangan mengawasi saja, mari datang dekat, kita
makan bersama-sama!"
Sehabis berkata, Khu Leng Lie menghampiri binatang itu yang segera hendak menangkapnya.
Tidak nyana, baru saja tangannya bergerak, serangan Kim Houw sudah mencegah padanya.
Khu Leng Lie seketika itu lantas gusar. "Bagus! Kau manusia yang tidak ingat budi, ternyata
ingin mengangkangi sendiri barang orang. Apa kau kira aku Khu Leng Lie ada orang begitu baik
hati, mau membiarkan kau serakahi sendiri barang yang kudapatkan dengan dengan susah payah
ini ?" katanya dengan bernapsu.
"Kepandaianku dan kekuatanku sudah tidak ada orang yang mampu menandingi, perlu apa
menggunakan bantuan pengaruhnya barang mukjijat " Tapi aku tidak akan membiarkan orangorang
sebangsa kalian merusak benda mukjijat yang merupakan pusakanya alam." jawabnya Kim
Houw dengan suara dingin.
"Hmm! sungguh mentereng perkataanmu, tapi entah apa isi perutnya " Apa kau kira aku tidak
tahu " Kau jangan mimpi, kalau tidak ada Khu Leng Lie yang membantu, sekalipun kau makan
dagingnya juga tiada berguna. Di dalam dunia ini, kecuali aku, barangkali tidak ada orang
keduanya yang mengetahui cara-caranya menggunakan khasiatnya bintang mukjijat ini."
Kim Houw tahu bahwa Khu Leng Lie sedang mencari akal keji lagi, meski demikian, ia mau
percaya keterangan itu. Sebab ia sudah menyaksikan sendiri bagaimana caranya Khu Leng Lie
menangkap binatang mukjijat itu.
Tapi bagaimana Kim Houw bisa membiarkan Khu Leng Lie mendapatkan binatang itu.
Bukankah itu berarti menambah bahaya " Ia lebih suka binatang mukjijat itu berlalu sendiri biar
bagaimana tidak mau ia memberikan kepada Khu Leng Lie.
Pada saat itu, binatang kerbau itu sudah berjalan semakin jauh, menuju keluar lembah.
Khu Leng Lie sangat gelisah, tapi Kim Houw dengan wajahnya yang menakutkan menghalangi
setiap gerakannya Khu Leng Lie. Wanita genit itu juga tahu bahwa ia tidak mampu menandingi
Kim Houw, tapi benda yang baru didapatkannya dengan susah payah, bagaimana ia mau
lepaskan begitu saja "
Mendadak ia ingat akan senjatanya yang paling ampuh, maka lantas ketawa cekikikan
sebentar tinggi sebentar rendah, sungguh merdu kedengarannya.
Berbareng dengan itu, kain kerudung badannya juga mulai terbuka berterbangan. Kembali ia
hendak menggunakan ilmunya memikat hati lelaki, supaya Kim Houw tunduk kepadanya.
Tapi Kim Houw sejak sembuh dari penyakit hilang ingatannya, kekuatannya semakin
bertambah, menyaksikan aksinya perempuan genit itu, sedikitpun tidak bergerak hatinya bahkan
tidak mau membiarkan Khu Leng Lie beraksi terus, lantas keluarkan siulan nyaring kemudian
membentak: "Perempuan cabul, tak usah banyak bergaya. Dengan kecabulan dan kejahatanmu, sudah
sepantasnya kau mendapat ganjaran mati. Hari ini aku Kim Houw akan berbuat kebaikan bagi
banyak orang dengan menyingkirkan jiwanya seorang jahat semacam kau ini!"
Khu Leng Lie tahu bahwa akalnya sudah tidak mampu lagi, mendengar pula perkataannya Kim
Houw, kagetnya bukan main. Ia tahu kalau tidak lekas-lekas ia angkat kaki, jiwanya pasti akan
melayang di tangannya anak muda itu.
Dengan hati berdebaran dan alisnya dikernyitkan, Khu Leng Lie memutar otaknya, mencari
akal untuk melarikan diri. Mendadak ia lihat tempat bekas dimana tadi Liok-cie Thian-mo rebah
terluka, sekarang ternyata sudah kosong, entah kemana perginya iblis itu. Maka ia lantas berseru:
"Am ! Iblis tua itu bagaimana sudah mampus bisa hidup kembali " Dan sekarang kabur
kemana ?" Mendengar seruan itu, Kim Houw juga terkejut. Ketika ia menengok, benar saja, Liokcie
Thian-mo yang tadi terluka parah, sekarang ternyata sudah tidak ada. Kaburkah " Atau
ditolong orang " Mau dikatakan di tolong orang, lebih tidak mungkin lagi!
Siapa adanya orang yang mempunyai kepandaian begitu tinggi, sehingga datang dan perginya
tidak diketahui oleh orang-orang yang ada disitu " Kecuali jika orang yang datang menolong itu
ada mempunyai ilmu gaib, yang bisa menghilang!
Kim Houw benar-benar merasa heran, ia juga tidak percaya kalau Liok-cie Thian-mo di tolong
kawannya. Demikian dengan Khu Leng Lie, wanita genit itu ketika menampak Kim Houw dalam keheranheranan,
segera memungut dua butir batu dan dilemparkan ke arah kanan dan kiri, sedangkan ia
sendiri melesat lurus ke atas gunung.
Kim Houe yang sedang kesima memikirkan menghilangnya Liok-cie Thian-mo, mendadak
dengar suara melesatnya batu. Ia segera menduga Khu Leng Lie hendak kabur, maka dengan
kecepatan bagaikan kilat mengejar ke arah melesatnya suara batu tadi.
Setelah Kim Houw berada di tengah udara baru tahu kalau diperdayakan oleh Khu Leng Lie.
Ia membalikkan dirinya, tapi Khu Leng Lie sudah jauh, hingga sudah sukar dikejar lagi.
"Manisku aku berada di sini, marilah biar kerbau itu dibawa lari oleh Liok-ci Thian-mo!"
demikian Khu Leng Lie berkata dari atas puncak gunung.
Kim Houe anggap ucapan Khu Leng Lie itu mungkin sebab Liok-ci Thian-mo yang sedang
terluka, memang membutuhkan khasiatnya binatang itu untuk menyembuhkan penyakitnya.
Karena berpikir demikian, ia urungkan maksudnya hendak mengejar Khu Leng Lie dan hendak
mencari dimana adanya binatang mukjijat itu.
Ia coba mengikuti jejaknya kerbau hijau tadi, hanya dengan beberapa kali loncatan, ia sudah
dapat lihat binatang itu yang tengah berjalan dengan gerakannya yang lesu.
Sebentar kemudian, Kim Houw sudah berada di depannya binatang itu. Ia lalu berjongkok
hendak memondong sang binatang mukjijat itu.
Dengan mendadak, kerbau itu merandek dan angkat kepalanya memandang Kim Houw
dengan matanya yang redup dan dari sela-sela matanya tiba-tiba mengalir air bening, setetes
demi setetes mengucur keluar.
Kim Houw yang menyaksikan itu, hatinya merasa tidak enak, tangannya yang sudah di ulur
lantas di tarik kembali.
"Ceng-gu, aku tidak akan tangkap kau lagi, kau hendak kemana " Apa yang hendak kau
mencari air?" demikian ia menanya kepada kerbau hijau itu.
Kerbau hijau itu seperti mengerti pertanyaannya Kim Houw, kepalanya lantas dianggukkan.
Melihat binatang itu anggukan kepala, Kim Houw sangat girang, "Setelah kau dapatkan air,
apakah dirimu bisa menghilang, sehingga orang tidak bisa menangkap kau!" tanya pula Kin Houw.
Kerbau mukjijat itu kembali anggukan kepalanya.
"Kalau begitu, aku nanti bantu kau. Sebab di sini jauh terpisahnya dengan tempat yang ada
airnya, sekarang, aku mau kau buktikan bahwa kau dapat mengerti maksudku, maka
anggukkanlah kepalamu tiga kali!"
Kerbau mukjijat itu benar-benar anggukkan kepalanya sampai tiga kali. Kim Houw girang, lalu
di pondongnya padanya dan lari keluar lembah.
Berjalan kira-kira sepuluh li lebih, ia tiba di sebuah sungai kecil. KErbau hijau yang berada di
dalam pelukannnya tiba-tiba bergerak- gerak.
"Ceng-gu, air sungai ini apa sudah cukup untuk kau ?" tanya Kim Houw.
Kerbau hijau itu kembali anggukan kepalanya.
Kim Houw lalu letakan kerbau hijau itu di pinggir sungai. Tapi kerbau itu tidak lantas masuk
kedalam air, sebaliknya balikkan badannya dan berlutut di hadapannya KIm Houw!
Perbuatan kerbau hijau itu sungguh mengharukan hati Kim HOuw. Seekor binatang ternyata
masih ingat budi orang, tapi ada banayk manusia yang tidak kenal apa artinya budi!
Kerbau hijau itu setelah anggukan kepalanya tiga kali, baru bangun dan lantas mencebur ke
dalam sungai. Sungai itu tidak dalam, tapi airnya bening hingga kelihatan dasarnya. Aneh, kerbau itu setelah
terjun ke dalam sungai, seketika lantas lenyap tidak kelihatan bayangannya. Hal ini benar-benar
membuat heran Kim Houw.
Saat itum hari sudah terang benar-benar, Kim Houw yang masih terheran-heran atas
perbuatannya kerbau hijau tadi, berdiri terlongong-longong sekian lamanya. Mendadak ia lihat dua
bayangan orang lari mendatangi. Kini Kim Houw baru ingat akan dirinya Cu Su dan Tok Kai yang
ditinggalkannya di Han-pek Cin-koan, maka ia lantas lari menyambut.
Dua bayangan orang itu benar saja adalah Cu Su dan Tok Kai, mereka ketika melihat Kim
Houw tidak mendapat halangan apa-apa, hatinya merasa lega. Sebaliknya adalah Kim Houw yang
merasa sangat berduka.
Ketika ditanya apa sebabnya, Kim Houw lalu memberi tahukan semua kejadian yang telah
dialaminya. Mendengar kemujijatannya binatang kerbau hijau itu, Cu Su dan Tok-kai juga merasa
terheran-heran.
Akhirnya Kim Houw berkata : "Sebetulnya ingin aku membasmi habis kawanan iblis itu, apa
mau gara-gara seekor kerbau hijau, akhirnya iblis itu satupun tidak ada yang dapat kubinasakan.
Aku sungguh menyesal bahwa saat itu aku tidak lantas unjukkan diri untuk menghadapi mereka,
apakah aku jeri pada mereka" Demikian aku sesalkan diriku sendiri. Sebab kalau ketiga orang itu
berhasil aku bunuh mati, kerbau hijau itu tokh masih tetap bisa dipertahankan jiwanya. Maka aku
merasa tidak enak terhadap Lo Han-ya dan lain-lainnya yang ada di alam baka. aku benci
terhadap diriku sendiri yang tidak bisa mengambil keputusan secara tepat."
Kim Houw nampaknya sangat menyesal dan sedih, hingga air matanya mengalir keluar.
Cu Su dan Tok-kai segera menghibur: "Siaohiap harus jaga baik-baik kesehatan diri sendiri,
mungkin itu sudah takdir bahwa mereka belum waktunya dipanggil menghadap Giam-lo-ong.
Cuma saja, manusia seperti mereka itu yang sudah banyak melakukan kejahatan pasti tidak dapat
lolos dari dosanya."
Kim Houw berhenti menangis, mendadak dongakkan kepalanya dan pasang telinganya
sebentar kemudian, seolah-olah tingkah lakunya orang gila, ia lantas melesat terbang tinggi
sembari berseru :
"Bagus, masih ada satu yang masih belum berlalu, aku harus bunuh mampus padanya untuk
melampiaskan kemendongkolanku !"
Sebentar saja orangnya sudah berada sejauh kira-kira sepuluh tumbak lebih.
Dibelakang sebatang pohon besar, memang benar ada sembunyi bayangan seseorang, ketika
Kim Houw menghampiri, bukan main kagetnya ia urungkan maksudnya hendak membunuh
mampus, dengan mata membelalak ia menanya.
"Botak, mengapa kau sendirian berada disini?"
Si botak menoleh, wajahnya matang biru, lengan kanannya melongsor ke bawah tidak bisa
digerakkan, kakinya juga agak pincang, terang ia telah terluka parah.
Tapi ketika ia dapat lihat Kim Houw, lantas berseru dengan suara girang.
"Kim Siaohiap! Kim Siaohiap! dimana suhu?"
Berbareng dengan itu, Cu Su dan Tok-kai juga sudah muncul di depannya.
Begitu melihat suhunya, si botak hatinya merasa lega, tapi segera ia jatuh tidak ingat dirinya
lagi! Ketika Tok-kai menyaksikan keadaannya si botak, hatinya merasa pilu, ia lalu menghampiri
dan menepuk jalan darahnya, sebentar kemudian si botak sudah mendusin.
Ketika membuka matanya, si botak lantas hendak paksakan dirinya untuk berdiri.
Tok-kai buru-buru mencegah seraya berkata. "Jangan bergerak, kau rebah dulu sebentar!"
"Tidak suhu! Lekas naik ke atas gunung. Touw cian-pwee dan nona Peng Peng serta Cu
Hoako semua masih ada diatas...." jawab si botak
Tanpa menunggu keterangan lebih jauh, Kim Houw sudah melesat keatas gunung yang
ditunjuk oleh si botak. Dari keterangan si botak Kim Houw sudah dapat menduga kalau mereka
berada dalam bahaya, maka ia tidak mau membuang tempo lagi.
Tiba di tengah gunung, pertama-tama ia berpapasan dengan Sun Cu Hoa.
Sun Cu Hoa rebah menggeletak di belakang sebuah batu besar, terang lukanya pasti ada lebih
berat dari pada si botak, Kim Houw menoleh, ia lihat Cu Su sudah lari menghampiri padanya.
Kim Houw menunjuk tempat dimana Sun Cu Hoa mendapat kecelakaan, ia sendiri melanjutkan
perjalanannya mencari Peng Peng.
Diatas sebuah bukit ada sebidang tanah datar, dikitari tanaman pohon, tapi bagian yang
kosong cuma kelihatan tumpukan batu-batu besar kecil yang sangat aneh bentuknya!
Diatas bukit itu Kim Houw berputaran lama, ia menemukan jejak orang pernah bertempur. Tapi
Tiong-ciu-khek dan Touw Peng Peng tidak kelihatan bayangannya.
Pada saat itu, kecemasan hati Kim Houw sungguh sukar dilukiskan. Melihat luka lukanya Sun
Cu Hoa dan si botak yang begitu hebat ia telah menduga Peng Peng dan Tiong-ciu-khek juga tidak
terluput dari bahaya, atau mungkin..... mungkin lebih hebat keadaannya daripada Sun Cu Hoa dan
si botak, tapi semua ini Kim Houw tidak berani membayangkan!
Mendadak ia dengar sayup-sayup suara rintihan yang terbawa oleh siliran angin gunung.
Kim Houw yang dapat menangkap suara itu, dalam hati merasa kaget tapi juga girang. Dengan
cepat ia lari menuju ketempat datangnya suara rintihan tadi.
Suara itu datangnya ternyata dari belakang gunung, baru kira-kira sepuluh tombak Kim Houw
berlari, kembali terdengar suara rintihan, kali ini lebih nyata. Dengan tidak banyak pikir lagi Kim
Houw lantas lari kearah suara itu.
Mendadak ia merasa ada sambaran angin kuat, menyambar dari arah samping, Kim Houw
terkejut, dengan cepat memutar tubuhnya menghindarkan serangan angin itu. Tapi ketika ia
menoleh untuk melihat siapa si penyerang, ia kaget dan girang, sebab orang itu ternyata adalah
Peng Peng sendiri yang ia anggap sudah terluka parah sehingga membuat cemas hatinya.
"Oh, Peng Peng! Kau.... kau tidak kenapa-napa?" seru Kim Houw kegirangan melihat Peng
Peng segar bugar.
Memang betul Peng Peng tidak kenapa-napa, ia selamat tidak kurang suatu apapun.
Suara Kim Houw membuat ia terkejut girang.
"Houw-ji, kaukah yang datang, aku...."
Peng Peng sebetulnya hendak mengatakan "aku sekarang boleh tidak perlu takut-takut lagi."
Tapi baru saja mengeluarkan perkataan "aku", kakinya mendadak lemas dan jatuh numprah di
tanah. (Bersambung ke Jilid 20)
Jilid 20 Kim Houw terperanjat, lalu menghampiri dengan membimbing bangun: "Peng Peng! Kau
kenapa?" tanyanya kuatir.
Peng Peng cuma gelengkan kepala, sembari mengolah napas panjang ia menyahuti.
"Aku, aku tidak kenapa-napa, hanya engkongku......dia barangkali......."
Kim Houw lantas ingat suara rintihan tadi tentunya ada suara rintihan Tiong-ciu-khek, maka
lantas menanya:
"Touw Locianpwe sekarang ada dimana?"
"Kau buka itu tumpukan rumput, kau nanti bisa lihat sendiri!" jawab Peng Peng, sambil
menunjuk suatu tempat yang ada tumpukan rumput, tidak jauh dari situ.
Kim Houw menghampiri, dengan hati-hati ia membuka tumpukan rumput itu, ternyata di
bawahnya ada terdapat satu lobang yang tidak dalam, disitulah rebah dirinya Tiong-ciu-khek.
Tapi pada saat itu Tiong-ciu-khek matanya rapat, mulutnya mengeluarkan darah, napasnya
memburu, keadaannya sangat menyedihkan.
Kim Houw merasa pilu, dengan cepat menotok jalan darah dibagian dadanya, untuk mencegah
mengalirnya darah lebih banyak.
"Peng Peng, kita bawa dulu engkongmu ke bawah gunung, di sana ada menunggu ketua dan
wakil ketua partai sepatu rumput, mungkin mereka bisa mengobati luka engkongmu!" Kim Houw
kata kepada Peng Peng..
Peng Peng nampaknya tidak mempunyai tenaga untuk berbicara, ia hanya anggukkan kepala.
Perlahan-lahan ia berdiri, dengan pedang sebagai tunjangan, setindak demi setindak ia mengikuti
Kim Houw turun gunung.
Jalan tidak seberapa jauh, sudah disambut oleh Sin-hoa Tok-kai yang justru mencari mereka.
Tok-Kai melihat keadaannya Peng Peng begitu rupa, ia kira si nona telah terluka, buru-buru
dari tangan Kim Houw ia menyambuti tubuh Tiong-ciu-khek.
Ketika menampak keadaannya Tiong-ciu-khek yang demikian payah, tanpa terasa airmatanya
mengalir turun, membasahi kedua pipinya yang sudah kempot. Dengan suara pilu ia berkata:
"Tiong Laoko! Tiong laoko! bagaimana kau dapat meninggalkan kami begitu saja?"
Setelah Tok-kai berlalu sambil memondong Tiong-ciu-khek, Kim Houw buru-buru membimbing
Peng Peng dan menanya:
"Peng Peng, apa kau benar-benar tidak kenapa-napa?"
Ada baju wasiat bulu binatang lutung emas itu yang telah menolong jiwaku. Tapi sudah dua
hari satu malam aku tidak makan dan tidak tidur, bahkan bertempur terus menerus sambil berlari,
setetes airpun tidak masuk ditenggorokanku, bagaimana aku tidak lelah?"
Mendengar keterangan Peng Peng. Hati Kim Houw merasa sangat lega.
"Oh, hanya itu saja, kalau begitu aku bisa bantu kau supaya lekas pulih kekuatanmu" kata si
pemuda. Saat itu Kim Houw memang sedang membimbing Peng Peng berjalan, namun masih
mengatakan hendak membantu. Maka Peng Peng anggap Kim Houw akan menggendong
padanya supaya ia tidak terlalu lemah. Meski dalam hati merasa girang, tapi tidak urung di
wajahnya lantas merah jengah, matanya lantas dipejamkam !
Tapi, mendadak ia dengar suara Kim Houw pula:
"Peng Peng, kau duduklah bersila, dengan kekuatan tenaga dalam yang kau punyai, kau coba
atur pernapasanmu!"
Peng Peng agak heran, ia lalu membuka matanya kembali, menatap wajahnya Kim Houw. Ia
lihat Kim Houw mengawasi padanya dengan sikap menyayang, maka lantas turut omongan si
pemuda duduk bersila dan mulai mengatur pernapasannya.
Oleh karena sudah terlalu letih, hampir saja Peng Peng tidak mampu mengatur pernapasan,
mendadak tangan kanannya di rasakan terpegang erat oleh Kim Houw.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Genggaman yang mendadak itu besar sekali pengaruhnya. Sekujur badan Peng Peng
dirasakan seperti kena strom listrik, napas dan kekuatan dalam dirasakan amat sukar
dipersatukan. Peng Peng semula menganggap Kim Houw menggoda dirinya, tapi selagi hendak
menegur, mendadak satu hawa hangat masuk ke dalam badannya melalui telapak tangan Kim
Houw. Dengan cepat hawa hangat itu sudah membikin segar badannya.
Tapi, sebentar kemudian, badannya mendadak dirasakan lemas dan ngantuk, biar bagaimana
ia merasa berat untuk mempersatukan pernapasannya dan tenaga dalamnya. Disaat itu,
mendadak telinganya dengar suaranya Kim Houw
"Peng Peng, pertahankan dirimu, jangan sampai terpengaruh oleh rasa lelah dan ngantuk,
supaya kekuatanmu lekas pulih kembali, jangan terlambat!"
Peng Peng berbuat menurut petunjuknya Kim Houw. Tapi mendadak ia rasakan hawa dingin
menerobos masuk ke dalam dirinya, melalui telapak tangan Kim Houw.
Kali ini Peng Peng nampaknya sangat menderita, karena hawa dingin itu begitu masuk
kelenga, lengannya lantas dirasakan beku hingga si nona terperanjat.
Untuk melawan hawa dingin itu dengan sendirinya kekuatan tenaga dalam Peng Peng
mencoba hendak mengadakan perlawanan. Tapi kekuatan tenaga dalamnya Peng Peng
bagaimana mampu melawan kekuatan ilmunya Han-bun-coa Kie Kim Houw"
Maka begitu kedua kekuatan tenaga itu saling bertemu, kekuatan tenaga Peng Peng lantas
lenyap seketika. Oleh karena sudah patah perlawanannya, maka kekuatan Han-bun-coa-kie lantas
masuk, menyusup ke sekujur badan Peng Peng.
Peng Peng badannya lantas beku, dengan demikian ia tidak sadarkan dirinya lagi.
Setelah siuman kembali, ia merasa seperti masih duduk bersila. Ketika membuka matanya, ia
dapatkan Kim Houw juga masih duduk bersila seperti dirinya sendiri.
Dengan wajah girang dan berseri-seri Kim Houw berkata padanya:
"Peng Peng, apa kau masih letih?"
Pertanyaan itu sebetulnya tidak perlu, karena dari gerak tangan Peng Peng, yang nampaknya
penuh tenaga, sudah merupakan suatu jawaban dari pertanyaan itu.
Peng Peng juga merasa girang, dengan gelengkan kepala ia menjawab pertanyaan Kim Houw.
"Coba-coba sekali dengan kekuatan tenaga dalammu." pinta Kim Houw.
Peng Peng mengerti bahwa permintaannya Kim Houw itu tentu ada maksudnya, maka ia
lantas mencoba kerahkan kekuatan lweekangnya, ia telah dapat kenyataan bahwa kekuatannya
sekarang jauh lebih kuat entah berapa lipat ganda dari pada sebelumnya.
Perubahan ini telah membuat Peng Peng hampir lompat karena girangnya. Sambil ketawa
riang ia menjatuhkan dirinya dalam pelukan Kim Houw.
Kim Houw usap-usap kepalanya, rambutnya, pipinya dengan sikapnya yang amat mesra.
"Peng Peng, aku telah salurkan kekuatan ke dalam dirimu. Dengan demikian kekuatan tenaga
dalammu telah bertambah sepuluh kali lipat. Sekarang kita harus berangkat, luka engkongmu
entah bagaimana keadaannya" Barangkali mereka sudah menunggu kita dengan perasaan
cemas. Mari kita lekas tengok mereka!"
Mengingat luka engkongnya, Peng Peng lantas kucurkan air mata. Setelah pesut kering air
matanya, tanpa ingat akan pedangnya lagi, ia lantas lompat melesat. Tapi ia telah lupa bahwa
kekuatannya sekarang sudah jauh lebih tinggi dari pada sebelumnya. Dengan sekali lompat saja,
ternyata sudah mencapai tinggi kira-kira lima tombak. Hal demikian sudah tentu mengejutkan
padanya. Ketika ia melayang turun, matanya mengerling pada Kim Houw. Tapi kerlingan itu entah
mengandung perasaan aleman atau sesalkan Kim Houw, mengapa tidak mau memberitahukan
perobahan itu kepada dirinya.
Kim Houw cuma ganda dengan senyuman sambil leletkan lidahnya.
Keduanya saling susul menuju ke pinggir sungai. Dari jauh, Kim Houw telah dibikin tercengang
oleh pemandangan yang ia saksikan!
Peng Peng yang tiba belakangan demikian pula keadaannya.
Apa sebetulnya yang terjadi" Kiranya di pinggir sungai kecil itu tidak tertampak pemandangan
menyedihkan seperti apa yang sudah dibayangkan oleh Kim Houw. Sebaliknya, ia telah
menyaksikan Cu Su bersama muridnya serta Tiong-ciu-khek berlima, sedang berkumpul
memanggang daging rusa, yang rupa-rupanya hendak dibuat santapan mereka.
Keadaan demikian bagaimana tidak mengejutkan Kim Houw dan Peng Peng"
Tiong-ciu-khek yang keadaannya mirip dengan orang yang hendak mangkat ke alam baka,
Sun Cu Hoa yang badannya sudah terluka parah dan si botak yang kaki dan tangannya sudah
patah, kini ternyata sudah sembuh semuanya, seperti tidak pernah terluka!
Si botak yang dari jauh sudah melihat kedatangan mereka, lantas menggapai-gapai sambil
berkaok-kaok. Kim Houw dan Peng Peng lantas dibikin sadar dari lamunannya, keduanya lantas
lompat melesat menghampiri mereka.
Dapat berkumpul kembali dalam keadaan sehat, semua pada merasa girang, meski diantara
tokoh-tokoh terkemuka yang keluar dari Istana panjang umur ada yang sudah berangkat duluan ke
alam baka. Tapi yang mati tinggal mati, apa yang dapat dilakukan oleh yang hidup adalah
menuntut balas kawan-kawannya itu.
Kim Houw lalu menanyakan sebab-sebabnya mereka sembuh secara aneh itu. Ternyata ketika
Tok-kai kembali ke tempat tersebut sambil menggendong dirinya Tiong ciu-khek, Cu Su sedang
mengambil air dari sungai untuk Sun Cu Hoa minum.
Sungguh ajaib, air sungai begitu masuk ke dalam tenggorokan, dalam sekejap saja Sun Cu
Hoa sudah siuman. Ia membuka kedua matanya dan melompat bangun, dengan suara terheranheran
ia menanya kepada suhunya:
"Suhu, teecu seperti baru habis mengimpi, cuma teecu tahu bahwa impian itu bukan
sesungguhnya. Tapi, entah suhu tadi memberikan teecu minum obat mujijat apa, mengapa begitu
lekas sembuh luka-luka teecu?"
"Obat mujijat apa" Aku hanya memberikan kau secegluk air dari sungai" jawab sang suhu
kaget. Sun CU Hoa coba gerakkan badannya, sekali lagi coba melompat, memang benar pulih semua
kekuatan tenaganya seperti sedia kala.
"Suhu, kau jangan bohong Hoa-jie, barusan teecu memang mendapat luka parah, setelah
tergelincir dari atas gunung, teecu lantas jatuh pingsan. Kalau tidak ada obat yang mujijat,
bagaimana bisa sembuh begitu cepat?"
"Buat apa suhumu harus berbohong" Saat ini tokh bukan waktunya untuk bersenda gurau!"
jawab sang suhu dengan sungguh-sungguh.
Pada waktu biasanya, kalau menyaksikan suhunya bersikap sungguh-sungguh, Su Cu Hoa
tidak berani banyak bicara, tapi saat itu keadaannya ada yang berlainan ia agaknya masih belum
mau mengerti keterangan suhunya.
"Kalau memang benar hanya minum air sungai itu, dalam air itu pasti ada pengaruh gaib. Mari
suhu bersama Hoa-jie pergi tengok" mengajak sang murid.
Tapi air sungai itu kecuali beningnya yang agak lain dari air sungai biasa, tidak ada apaapanya
yang aneh. Tapi, meskipun mulutnya Cu Su tidak mau membenarkan pendapat sang
murid diam-diam dalam hatinya juga mengakui, bahwa kemujijatan itu pasti terdapat dalam air
sungai ini. Apa mau, Tok-kai kebetulan pada saat itu telah menghampiri menggendong dirinya Tioang ciukhek.
Keadaannya Tiong-ciu-khek yang sudah demikian payah sudah tentu Tok-kai tahu kalau
kawannya itu sudah tidak ada harapan dapat disembuhkan. Maka setelah tiba di pinggir sungai ia
lantas letakkan tubuh sahabatnya itu di tanah. Rasa sedih menggejolak di dadanya, air mata
lantas mengalir deras membasahi kedua pipinya yang kempot.
Pengemis tua itu sebetulnya tidak sedikit sahabatnya, hampir di seluruh pelosok ada
kenalannya. Tapi, beberapa jumlahnya yang bisa dihitung sebagai sahabat karibnya"
Sesungguhnya sedikit sekali.
Dengan Tiong-ciu-khek boleh dikata akrab sekali hubungannya, mereka berdua berkawan
sudah beberapa puluh tahun lamanya. Bukan saja erat hubungannya, bahkan masing-masing
saling membela apabila diwaktu perlu. Sekalipun harus mempertaruhkan jiwanya, juga masingmasing
tidak akan mundur. Karena hubungan yang sangat luar biasa itu, kini yang satu hendak
berangkat ke lain dunia, bagaimana yang lain tidak berduka"
Cu Su menyaksikan keadaan demikian, buru-buru mengambil air dari sungai, diminumkan
kepada Tiong-ciu-khek. Sungguh mengenaskan, setetespun tidak bisa masuk ke dalam
tenggorokannya.
Pada saat itu, si botak mendadak berseru.
"Supek! Suhu! Lekas tengok! lekas tengok!"
Tok-kai tidak tahu apa sebabnya si botak begitu ribut-ribut sendirian, ia tidak ambil pusing. Tapi
tidak demikian dengan Cu Su, yang saat itu hatinya sedang diliputi oleh berbagai keanehan, ketika
mendengar seruan itu lantas menghampiri.
Si botak sembari menunjuk kesalah satu sudut tidak jauh dari situ, matanya mengawasi tidak
berkedip. Ternyata di permukaan air sungai itu ada timbul busanya yang berwarna biru. Busa
warna biru bening itu begitu timbul di permukaan air lantas buyar. Tapi busa itu keluar dari dasar
sungai saling susul menyusul tiada ada putusnya.
Cu Su yang menyaksikan busa air itu, meski warnanya indah, juga pikirannya tidak perlu ributribut
tidak karuan, maka ia lantas pelototi si botak.
Mendadak ia lihat si botak goyang-goyangkan lengannya yang baru saja disambung tulangnya
dan uncang-uncangkan pahanya yang telah patah, akhirnya ia teplok-teplok kepalanya yang botak
seraya berkata: "Supek, kau lihat!"
Ketika Cu Su menengok padanya, heran bukan main, tangan dan pahanya sibotak sudah
sembuh seperti biasa, sedang kepalanya yang botak serta penuh kudis kini sudah berubah ada
rambutnya. Pemandangan ini sudah tentu menggirangkan Cu Su, ia buru-buru lepaskan kopiahnya, untuk
menyendok air yang ada busa birunya, kemudian balik lagi kepada Tiong-ciu-khek.
Kali ini benar-benar berbeda dari pada yang duluan, air sungai itu ternyata mudah sekali
masuk tenggorokannya, setelah minum sampai habis, Tiong-ciu-khek kedengaran merintih.
Ini benar-benar merupakan suatu keajaiban. Air sungai yang ada busanya warna biru itu
ternyata mempunyai khasiat begitu mujijat dan kemanjurannya lebih dahsyat dari pada obat yang
paling manjur didalam dunia. Sampai Tok-kai sendiri yang sudah banyak pengalaman dan
pengetahuan juga merasa terheran-heran.
Tidak antara lama, Tiong-ciu-khek mendadak membuka matanya, ternyata ia sudah mendusin.
Justru dengan mendusinnya Tiong-ciu-khek, makin besarlah keheranan Tok-kai dan Cu Su.
Busa air itu masih tetap timbul saling susul, dan apa yang mengherankan ialah bentuknya
busa itu sama besarnya dan sama indahnya, bahkan terus tidak ada putusnya.
Semua ini merupakan suatu pemandangan dan kejadian yang sangat ajaib, mereka tidak
mengerti sebab musababnya.
Tiong-ciu-khek hanya beristirahat sebentar, kemudian sudah sembuh seperti biasa. Maka
mereka lantas pada mencari binatang yang terdapat dalam gunung itu untuk menangsal perut.
Mereka juga tidak menguatirkan tentang dirinya Kim Houw dan Peng Peng, karena bersamasama
Kim Houw keadaannya Peng Peng lebih aman sentosa.
Ketika Kim Houw memeriksa tempat dimana timbul air busa itu ternyata ada tempatnya dimana
ia pernah melepaskan kerbau hijau binatang mujijat yang pernah dibuat oleh Liok cie Thian-mo
dan Khu leng Lie. Warnanya busa itu sama besar dengan warnanya sepasang mata kerbau hijau
mujijat itu. Rupa-rupanya perasaan timbul dalam otaknya Kim Houw, apakah itu yang dinamakan
kegaiban alam"
Kim Houw setelah mengetahui duduknya perkara sembari bersantap. Kim Houw lalu
menanyakan Peng Peng, bagaimana rombongannya setelah diantar oleh si imam palsu ke dalam
lembah lantas diketahui oleh musuh-musuhnya" Dan siapakah mereka itu"
Peng Peng belum menjawab, sudah didahului si botak yang memangnya doyan ngobrol.
"Ketika telah berpapasan dengan perempuan cabul itu!" demikian ia berkata.
Lagi-lagi Khu Leng Li, demikian Kim Houw kata dalam hatinya.
Kiranya ketika si imam palsu mengantar Peng Peng bertiga meninggalkan kuil Han-pek. Cin
Koan, setibanya di lembah yang letaknya sangat tersembunyi itu, tidak nyana didalamnya sudah
ada orang yang bersembunyi. Tiga anak muda itu setelah masuk dalam goa, ia sendiri berdiri
sejenak dimulut goa.
Di luar dugaannya si imam palsu, bahwa orang yang sembunyi didalam goa itu ternyata adalah
Khu Leng Lie yang menyingkirkan diri dari kejaran Kouw-low Sin ciam.
Ketika Khu Leng Lie mengetahui kedatangan si imam palsu berempat, segera mengetahui
bahwa Kouw-low Sin ciam pasti masih berada di tempat itu. Karena kuatir orang-orang itu nanti
buka suara, sehingga mengagetkan Kim Houw Sin ciam, dengan kecepatan kilat ia totok rubuh
tiga anak muda itu.
Lihainya Khu Leng Lie, maka ia pura-pura rubuh, apa celaka tanpa sadar ia rubuh menjerit.
Suara jeritannya itu telah mengejutkan si imam palsu, hingga ia buru-buru masuk ke dalam
goa. Begitu menampak Khu Leng Lie, si imam palsu lantas mengerti keadaan akan menjadi
runyam. Meski tahu ia tidak tahu mampu menandingi Khu Leng Lie, namun melihat ketiga anak
muda yang sudah pada rubuh dengan tidak berdaya, terpaksa ia berlaku nekad untuk memberi
pertolongan. Dalam pertempuran yang sengit, si imam palsu kena dihajar oleh Khu Leng Kie sampai babak
belur. Akhirnya, dalam keadaan terpaksa, si imam palsu lantas kabur pulang.
Setelah si imam palsu berlalu, Khu Leng Lie juga tidak berani berdiam di situ terlalu lama lagi,
dengan lari terbirit-birit ia meninggalkan lembah tersebut.
Setelah kedua orang itu berlalu, Peng Peng baru merayap bangun, ia membebaskan totokan
Sun Cu Hoa dan si botak. Tapi mereka bertiga tidak berani keluar dari lembah itu, sebaliknya juga
tidak berani berdiam terlalu lama, maka lantas pada merambat naik ke atas gunung.
Ketika Tiong ciu khek datang, segera diketahui oleh mereka, seketika itu juga lantas mereka
diajak berlalu dari situ.
Tapi ketika Cu Su dan Tok-kai tiba, mereka sudah berada di atas gunung dan turun dari lain
sudut. Oleh karena hujan masih lebat dan angin meniup kencang, Tiong-ciu-khek ajak mereka
bersembunyi dulu.
Sampai jauh malam, Tiong-ciu-khek baru pimpin mereka keluar dari tempat
persembunyiannya. Di luar dugaan, begitu keluar dari tempat sembunyinya lantas berpapasan
dengan Siao Pek Sin.
Siao Pek Sin yang sedang mendongkol, begitu melihat mereka hatinya semakin panas.
Terutama terhadap Peng Peng, yang ia pandang sebagai duri dalam matanya. Tapi, Siao Pek
Sin ada seorang yang licik dan banyak akal jahatnya, meski dalam hati merasa panas, tapi ia
masih bisa kendalikan perasaan hatinya. Ia sengaja tidak perkenalkan dirinya, tapi berlagak
sebagai Kim Houw. ia coba membaiki Peng Peng.
Diantara empat orang itu, siapapun tidak dapat membedakan siapa Kim Houw dan siapa Siao
Pek Sin! Lebih dulu Siao Pek Sin mendekati Tiong cui khek yang dalam ragu-ragu untuk memastikan
bahwa pemuda itu adalah Kim Houw. Peng Peng yang merupakan orang paling dekat dengan Kim
Houw, melihat sorot matanya sudah dapat membedakan siapa adanya anak muda itu, maka ia
lantas berseru dengan nyaring:
"Ya-ya hati-hati! Dia adalah Siao Pek Sin!"
Siao Pek Sin tidak nyana Peng Peng dapat mengenali dirinya, maka ia lantas bertindak
dengan cepat. Tiong-ciu-khek yang dalam ragu-ragu ketika mendengar seruan Peng Peng, sudah tidak
keburu menyingkir. Dadanya kena dihajar oleh Siao Pek Sin dan rubuh tidak ingat dirinya lagi.
Peng Peng menjerit sekuat-kuatnya, dengan tidak memperdulikan apa akibatnya, lantas
merebut dirinya Tiong-ciu-khek.
Sun Cu Hoa dilain pihak, ketika mengetahui bahwa anak muda itu adalah musuh besarnya,
dengan tidak memperdulikan maupun menandingi padanya atau tidak, begitu keluarkan
bentakannya, lantas menyerang dengan pedangnya.
Meski kepandaian Siao Pek Sin di bawahnya Kim Houw, tapi kalau di bandingkan dengan Sun
Cu Hoa, sudah tentu masih jauh lebih kuat.
Maka baru tiga gebrakan saja, keadaannya Su Cu Hoa sudah nampak sangat berbahaya.
Si botak yang menyaksikan kawan karibnya dalam bahaya, lantas turut menyerbu. Dengan
demikian, mereka berdua lantas mengerubuti Siao Pek Sin.
Untuk menghadapi dua anak muda itu, Siao Pek Sin nampaknya masih enak-enak saja. Ia
hanya menjaga-jaga senjata rahasianya Sun Cu Hoa yang berupa jarum halus yang merupakan
senjata paling ampuh dari pelajaran gurunya.
Tapi biar bagaimana, perbedaan kekuatan mereka ada sangat jauh, selewatnya sepuluh jurus,
si botak dan Sun Cu Hoa sudah pada terluka. Peng Peng terpaksa turut campur tangan.
Mereka bertiga masih tidak dapat berbuat banyak, sehingga Tiong-ciu-khek yang terluka
terpaksa turut membantu. Tapi, apa gunanya ia turut bertempur, kesudahannya malah menambah
berat lukanya. Sun Cu Hoa dihajar sampai terjatuh ke bawah gunung, si botak patah tulang tangan dan
pahanya, Tiong-ciu-khek tidak usah dikata lagi, keadaannya semakin parah.
Hanya Peng Peng seorang saja, yang nampaknya tidak terluka. Ini disebabkan Siao Pek Sin
sengaja tidak mau melukai padanya, ia ingin menangkap hidup-hidup dirinya nona itu lagi, untuk
mencapai lain maksud.
Di luar dugaan, pada saat itu dari jauh mendadak kelihatan satu bayangan orang yang tengah
naik ke atas gunung. Sekelebat saja Siao Pek Sin sudah mengetahui bahwa orang ini adalah si
iblis tua yang sangat ganas, Kouw-low Sin-ciam.
Begitu melihat kedatangannya Kouw-low Sin-ciam, Siao Pek Sin entah girang entah takut, tapi
ia sungguh tidak suka menemui padanya. Sebaliknya, di bawah perlawanan yang sengit dari Peng
Peng, Siao Pek Sin hendak menangkap hidup-hidup padanya juga tidak mudah.
Akhirnya, Siao Pek Sin yang sudah kehabisan akal dan untuk melampiaskan
kemendongkolannya, lantas menantikan lowongan, lalu mengirim serangan yang amat dahsyat,
mengarah belakang geger Peng Peng, sehingga badan Peng Peng terbang melesat ke tengah
gunung. Siao Pek Sin mengira bahwa serangannya itu meski tidak bisa membikin mampus Peng Peng,
setidaknya si nona akan terluka parah. Ketika menampak Kouw-louw Sin-ciam sudah akan tiba
ditempat tersebut ia lantas angkat kaki.
Namun ia tidak tahu bahwa Peng Peng ada menggunakan baju wasiat pemberian Kim Houw,
baju wasiat yang berupa bulu binatang lutung bulu emas, yang juga merupakan salah satu benda
mujijat di kalangan kangouw, bagaimana Siao Pek sin mampu melukai padanya"
Begitulah apa yang telah terjadi atas diri mereka, setelah berlalu dari kuil Han-pek Cin koan.
Semua orang setelah kenyang menangsal perut masing-masing, lantas merundingkan rencana
mereka selanjutnya. Cu Su setelah mengambil keputusan melakukan tugas masing-masing
dengan jalan berpencar. Ia sendiri akan menggerakkan pengaruhnya seluruh orang-orang dari
partai Sepatu Rumput yang tersebar luas di kalangan Kangouw, untuk menyelidiki jejaknya Kouw


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Low Sin-ciam dan Liok-cie Thian-mo serta Khu Leng Lie.
Dan begitu mendapat kabar segera akan diberitahukan kepada Kim Houw agar mereka
dibasmi untuk membalas sakit hati kawan-kawannya yang binasa ditangan iblis-iblis yang sangat
ganas itu. Tiong-ciu-khek sebaliknya mempunyai rencananya sendiri, karena tugasnya di sini sudah
selesai, ia ingin mencari salah satu sahabat karibnya untuk minta obat-obatan yang diperlukan
untuk menjaga diri. Sebelum berangkat, ia panggil Peng Peng dan bicara padanya, yang
nampaknya sangat serius.
Apa yang dibicarakan oleh mereka, semua orang tidak dengar, tidak terkecuali dengan Kim
Houw. Hanya Peng Peng yang sebentar-sebentar melirik padanya sambil tertawa membuat si
anak muda merasa heran.
Karena kelakuannya Peng Peng yang mencurigakan itu, Kim Houw coba mencuri dengar, dan
apa yang ia tangkap dengan telinganya, membuat hatinya berdebar.
Yang dibicarakan oleh Tiong-ciu-khek kepada cucunya, ternyata adalah soal perkawinannya
Peng Peng, sedang sebagai calon suaminya telah disebut-sebut nama Kim Houw. Sudah tentu
Peng Peng seratus persen akur.
Tapi bagi Kim Houw, setelah mengetahui persoalan itu, hatinya lantas terkenang kepada Bwee
Peng yang binasa secara penasaran. Sehingga saat itu Kim Houw masih belum berhasil menuntut
balas sakit hati atas kematiannya nona itu, ada merupakan suatu ganjalan dalam hati sanubarinya.
Tiba-tiba Cu Su menghampiri Kim Houw, ia memberi hormat sembari berkata:
"Kim Siaohiap, aku si orang tua mengaturkan selamat padamu telah mendapat jodoh seorang
dara begini cantik manis dan gagah pula....."
Kim Houw terkejut, ia buru-buru membalas hormat, sahutnya:
"Kim Houw telah dilahirkan dengan nasib yang jelek sehingga saat itu masih belum
mengetahui asal usulnya, ditambah lagi dengan permusuhannya yang bersusun tindih, entah
kapan baru bisa dibereskan" Bagaimana berani sembarangan membicarakan soal
perjodohan......?"
Keterangan Kim Houw itu telah membuat tercengang semua orang, terutama Peng Peng,
hatinya seperti diiris-iris, airmatanya lantas meleleh keluar, lalu disusul dengan tangisnya yang
mengharukan. "Kim Siaohiap, aku si orang tua sekarang telah menjodohkan cucuku satu-satunya kepadamu
di hadapan para tokoh persilatan terkemuka. Kau tinggal pilih saja, mau terima apa tidak?" kata
Tiong-ciu-khek mendesak.
"Hal ini....." Kim Houw belum dapat menjawab dengan tegas.
"Tidak perlu pakai segala ini itu, mau yah mau, tidak yah tidak, habis perkara!" desaknya pula
Tiong-ciu-khek.
Perkataan dan perbuatan Tiong-ciu-khek itu seolah-olah merupakan suatu ancaman, kalau
Kim Houw tidak memandang karena pernah sama-sama menentang musuh dan karena ia ada
engkongnya Peng Peng, mungkin siang-siang sudah berontak!
Saat itu, Kim Houw hanya tundukkan kepala sambil berpikir. Tadinya ia pikir tidak mau
menjawab pertanyaan Tiong-ciu-khek itu, tapi mendadak mendengar suara Peng Peng:
"Engko Houw, aku tahu wanita yang kau cintai adalah adik Bwee Peng. Tapi adik Bwee Peng
kini sudah meninggal, meskipun kematiannya itu telah membuat ganjelan pada hatimu, tapi toh
tidak lantaran dia lantas menjadi bujang seumur hidup. Urusan perkawinan kita, juga tidak
memerlukan tempo tergesa-gesa. Nanti setelah kau membereskan pembalasan sakit hati adik
Bwee Peng, setelah kau berhasil membasmi semua musuh-musuhmu, baru kita bicarakan lagi,
sekarang aku hanya menghendaki jawabanmu, supaya yaya bisa meninggalkan kita dengan hati
lega..." Mendengar perkataannya Peng Peng yang diucapkannya sembari menangis, Kim Houw
hatinya merasa sangat tidak tega. Karena menganggap perkataan Peng Peng itu memang
beralasan, maka ia lantas berlutut di depannya Tiong-ciu-khek sambil berkata:
"Aku terima baik usulmu, harap yaya sudi menerima hormat bakal mantu cucumu."
Tiong-ciu-khek tertawa bergelak-gelak, ia terima hormatnya Kim Houw dengan hati gembira.
Setelah semua urusan selesai, Tiong-ciu-khek berangkat lebih dulu, kemudian disusul oleh
yang lainnya. Sekarang di tepi sungai kecil itu hanya tinggal Kim Houw dan Peng Peng berdua.
"Engko Kim Houw, aku tidak berani mengharap bahwa aku bisa dapat tempat didalam hatimu
untuk menggantikan adik Bwee Peng, aku hanya mengharap sedikit perhatianmu atas diriku, juga
supaya aku bantu menanggung sedikit beban kesulitan dalam hatimu. Kalau hal ini kau tidak
sanggup, harap kau jelaskan mulai sekarang, sebab sifatku suka berterus terang, sekalipun hatiku
berduka, tapi aku masih sanggup menanggung penderitaan itu," demikian Peng Peng berkata.
Kim Houw hatinya seperti tertusuk senjata tajam. Memang dimasa Bwee Peng masih hidup,
Kim Houw agak jeri terhadap Peng Peng, tapi sekarang anggapannya terhadap dirinya nona itu
telah banyak berubah.
"Peng Peng, diwaktu yang lalu sifatmu yang sangat berandalan, membuat aku sangat takut.
Sungguh tidak nyana sekarang kau bisa berubah demikian lemah lembut dan agaknya mengerti
banyak soal. Untuk selanjutnya aku akan curahkan segenap perhatianku kepada dirimu aku bisa
mencintai kau seperti aku mencintai diriku sendiri. Peng Peng, percayalah ucapanku ini. Cuma
terhadap adik Bwee Peng biar bagaimana aku masih selalu merasa tidak enak, aku cuma
mengharap setelah permusuhan dibikin beres, kita dapat mendirikan gubuk didekat makamnya
adik Bwee Peng, sekedar untuk menghibur arwahnya adik Bwee Peng dialam baka. Apakah kau
setuju pikiranku ini?" demikian jawabnya Kim Houw.
Mendengar jawaban Kim Houw, hati Peng Peng merasa lega. Dengan batinnya lalu berpikir
apa yang aku buat keberatan, lagi pula adik Bwee Peng tokh sudah meninggal dunia masak aku
harus cemburuan padanya.
"Engko Houw, aku terima baik usulmu itu, baiklah aku nanti menuruti kehendakmu."
Kim Houw merasa girang, kalau tadi ia selalu muram karena ganjalan dalam di hatinya itu, kini
setelah ganjalan itu lenyap, maka lantas bisa unjukkan ketawanya.
Menyaksikan bakal suaminya sangat gembira, Peng Peng segera jatuhkan dirinya ke dalam
pelukannya. Entah berapa lama telah berlalu, tahu-tahu matahari sudah naik tinggi. Kim Houw dongakkan
kepala, ternyata sudah lewat tengah hari. Sambil membimbing dirinya si nona, Kim Houw berkata:
"Peng Peng, sudah waktunya kita harus berangkat!"
Mendadak matanya Kim Houw tertarik oleh busa warna biru yang timbul dari dasarnya sungai
kecil itu, lalu ingat ucapannya Tiong-ciu-khek ketika hendak berpisahan. Seketika itu lantas tepuk
kepalanya sembari berkata:
"Astaga, mengapa kita begitu bodoh, bukankah busa biru adalah obat paling manjur untuk
menyembuhkan segala penyakit atau luka-luka" Jika busa dalam air itu terus keluar, kita bisa
gunakan tidak habis-habisnya, perlu apa yaya harus jauh-jauh mencari kawannya?"
Mendengar ucapan Kim Houw itu, Peng Peng ketawa geli.
"Bukankah kau ada seorang pintar" Mengapa mendadak menjadi bodoh" Mengenai busa dari
dalam sungai itu mereka sudah pikirkan siang-siang, cuma saja kita pada tidak mempunyai barang
yang bisa digunakan untuk mengisi air busa itu, maka yaya perlu pergi dulu untuk mencari alat
untuk menyimpan air busa tersebut. Sebab air tidak gampang dibawa-bawa, sedangkan yaya ada
seorang yang mengerti membuat obat-obatan, ia akan menggunakan air mujijat itu untuk dibuat
obat pil, supaya gampang dibawa dibadan. Ia juga hendak menggunakan kesempatan ini untuk
membicarakan soal perjodohan kita."
Ketika ia mengucapkan perkataannya yang terakhir wajahnya merah seketika.
"Cara yang ditempuh oleh yaya itu memang tepat. Mudah-mudahan air busa itu terus keluar
tidak putusnya, supaya bisa dibuat obat pil lebih banyak. Sekalipun tidak cuma untuk mengobati
dirinya sendiri, buat menolong dirinya orang lain juga baik." kata Kim Houw.
Mendadak mereka dikejutkan oleh suara orang ketawa panjang yang memecahkan suasana
sunyi dalam gunung itu.
Kim Houw mendengar suara itu lantas berkata dengan suara heran:
"Oh, dia, mengapa dia belum binasa?"
Peng Peng meski tahu bahwa orang yang tadi ketawa panjang itu ada seorang yang
berkepandaian tinggi, tapi ketika mendengar perkataan Kim Houw juga merasa heran, agaknya
Kim Houw kenal baik dengan orang itu. Maka ia lantas menanya:
"Engko Houw, siapa dia?"
Kim Houw tidak menjawab pertanyaannya, sebaliknya menggandeng tangannya. "Mari kita
kejar, nanti kita bicarakan lagi."
Seketika itu juga Kim Houw bersama Peng Peng sudah melesat ke udara, mengejar ke arah
suara ketawa tadi.
Telinganya Kim Houw sangat tajam, tapi ketika ia dan Peng Peng tiba di tempat tersebut, telah
dapat tahu bahwa tempat itu ternyata juga merupakan tepinya aliran sungai kecil itu, di suatu
tempat yang terdapat tetumbuhan rumput tinggi, di situ terdapat bekasnya seperti ditiduri orang.
Tapi, orang itu sekarang sudah tidak ada, bayangannya juga tidak kelihatan.
"Engko Houw, siapa sih sebetulnya?" tanya pula Peng Peng.
"Dari suaranya seperti Liok-cie Thian mo. Tapi dia sudah dibikin terluka oleh Kouw-low Sinciam
dan Khu Leng Lie berdua. Hari itu dia sudah tidak bisa bergerak, mengapa sekarang bisa
sembuh dengan mendadak, seolah-olah tidak pernah terluka?"
"Siapa Liok cie Thian-mo?"
"Ya, tapi sekarang dia sudah berlalu jauh dari sini!"
Memang betul seperti apa yang Kim Houw duga. Orang yang keluarkan suara ketawa panjang
tadi memang ada Liok cie Thian mo. Ketika ia tersadar dari pingsannya karena luka-lukanya yang
amat parah, ia telah menyaksikan itu kerbau kecil mujijat baru keluar dari pohon. Pada saat itu,
tidak seorangpun yang perhatikan padanya.
Semula ia masih memikirkan hendak menggunakan sisa tenaganya yang masih ada,
menyerang Khu Leng Lie dengan senjata Thian-mo Siok hun leng. Pertama hendak menuntut
balas sakit hatinya, kedua hendak merampas itu kerbau hijau yang sangat mujijat. Sebab kalau ia
tidak berhasil mendapatkan kerbau hijau itu jiwanya mungkin sukar dipertahankan lebih lama lagi.
Tapi, dengan munculnya Kim Houw secara mendadak, semua cita-citanya telah dibikin buyar.
Terhadap kerbau hijau itu yang ia sangat butuhkan, juga tidak berani memikirkan lagi!
Maka, selagi orang tidak ambil perhatian padanya, dengan menggunakan sisa kekuatannya
yang masih ada, ia diam-diam merangkak dan sembunyi ke gerombolan rumput.
Ketika Khu Leng Lie lihat ia menghilang, Liok-cie Thian-mo justru sedang rebah menggeletak
tak ingat orang. Tidak heran kalau Kim Houw pasang telinganya untuk mengetahui jejaknya tidak
kedengaran napasnya.
Waktu tersadar kedua kalinya, ia dapatkan disekitar situ keadaannya sudah sunyi senyap. Ia
lalu makan semua obatnya yang masih ada, meski ia tahu itu percuma saja tidak dapat
menyembuhkan luka-lukanya dan menolong jiwanya. Ia masih mengharapkan pulihnya kembali
sedikit tenaganya, agar bisa merayap keluar dari lembah gunung itu.
Dengan susah payah ia merangkak, akhirnya bisa juga ia keluar dari lembah, segera
telinganya dapat menangkap pembicaraan Kim Houw bersama kawan-kawannya.
Bukan kepalang kagetnya, hampir saja ia jatuh pingsan lagi.
Dengan sangat hati-hati ia segera mencari jalan memutar untuk menghindarkan perhatian
mereka. Mungkin belum waktunya ia dipanggil menghadap Giam Lo Ong ke akherat, apa mau
perbuatannya itu tidak diketahui, oleh seorangpun dari rombongan Kim Houw, hingga akhirnya ia
bisa merangkak sampai ke tepi sungai.
Liok cie Thian mo yang menemukan air, mungkin karena girangnya telah membuat ia pingsan
lagi! Saat itu, luka-lukanya terlalu parah, dalam keadaan setengah sadar setengah tidak sadar, ia
celupkan kepalanya ke dalam air sungai. Begitu kena air pikirannya yang barusan lupa-lupa ingat,
telah kumpul kembali. Ia heran lantas menduga bahwa dalam air itu tentu ada apa-apanya yang
sangat mujijat.
Ada harapan hidup, pikir Liok-cie Thian-mo, ia tidak mau sia-siakan kesempatan itu dan lantas
minum air sungai itu sebanyak-banyaknya, tapi ternyata tidak ada faedahnya, bahkan perutnya
dirasakan menjadi kembung. Dalam keadaan cemas ia rebah terlentang di tepi sungai.
Lewat sejenak, mendadak ia dengar pembicaraan Kim Houw dan Peng Peng tentang air bua
yang mengandung khasiatnya sangat mujijat itu. Meski suara itu datangnya dari jauh, tapi dalam
suasana alam yang amat sunyi itu, suara tadi dapat didengar dengan jelas.
Ini seolah-olah ada kabar selamat dari sorga, yang dikirim oleh Tuhan dengan perantaraan
mulutnya Kim Houw.
Liok-cie Thian-mo kegirangan, ia buru-buru mencari-cari air sungai yang mengandung busa
warna biru. Sebentar saja, ia sudah berhasil menemukannya. Dengan tidak ajal lagi, Liok-cie Thian-mo
lantas menyendok dengan tangannya.
Air yang diminum kali ini ternyata ada beda dengan yang diminum duluan. Begitu air masuk ke
dalam mulutnya, rasa segar lantas mengalir ke sekujur badannya. Semua luka lukanya lantas
lenyap entah kemana perginya. Betapa girangnya Liok cie Thian mo pada saat itu, sungguh sulit
untuk dilukiskan.
Setelah sembuh dari luka lukanya, Liok cie THian mo mulai besar lagi nyalinya, maka ia lantas
perdengarkan suara ketawanya yang panjang, kemudian berlalu meninggalkan tempat tersebut. Ia
sebetulnya tidak sengaja hendak menyingkir dari Kim Houw, maksudnya adalah berburu-buru
hendak mencari Khu Leng Lie untuk menuntut balas.
Demikianlah kisahnya Liok cie Thian mo yang mendapat kesembuhan dari luka-lukanya yang
parah sehingga bisa kabur dari lembah gunung itu.
Mari kita balik kepada Peng Peng, siapa ketika menampak Kim Houw agak murung, lalu
berkata: "Kalau dia sudah pergi ya sudah, perlu apa lagi kau pusingi padanya?"
"Kau tidak tahu, dia telah membinasakan Lo Han-ya. Sebelum melepaskan napasnya yang
penghabisan, Lo Han-ya pernah meninggalkan pesan, supaya aku membinasakan dia beserta
setan tua Kouw-louw Sin ciam."
"Kalau begitu gampang sekali, kita kejar saja, lagi. Kau jangan terlalu pikirkan diriku, aku bisa
urus diri sendiri!"
"Baiklah, di sepanjang jalan ini aku nanti ajari kau beberapa ilmu silat untuk menjaga diri dan
ilmu mengentengi tubuh yang sangat istimewa. Bila sewaktu aku ada keperluan harus berlalu dari
dampingmu, kan nanti bisa menggunakan kepandaian ilmu silatmu untuk menghadapi musuh yang
akan mengganggu dirimu. Kalau kau masih ungkulan kau boleh lawan terus, sebaliknya kalau
rasanya tidak ungkulan, kau boleh lantas kabur. Mari sekarang kita kejar padanya?"
Berbareng dengan menggandeng tangan Peng Peng ia lantas mengeluarkan ilmu lari pesat
yang luar biasa, hingga sekejap saja sudah menghilang dari pemandangan.
Malam itu tibalah mereka di sebuah dusun kecil. Kim Houw yang hanya bermaksud mengejar
Liok-cie Thian mo, tidak ada lain tujuan, maka tidak terlalu tergesa-gesa, hingga malam itu mereka
bisa bermalam di dusun tersebut.
Di luar dugaannya, dusun itu ternyata jarang sekali didatangi tetamu luar, maka rumah makan
atau rumah penginapan juga tidak ada. Rumah-rumah penduduk yang ada juga kebanyakan
sudah pada reyot, suatu tanda bahwa dusun itu ada sangat miskin.
Tiba-tiba Peng Peng menuding ke sebuah rimba yang terdapat di belakang dusun itu sembari
berkata : "Engko Houw, kau lihat di dalam rimba itu seperti ada sebuah gedung bertingkat!"
Kim Houw menengok, benar saja, dalam rimba itu lapat-lapat kelihatan bentuknya gedung
bertingkat, hingga dalam hati diam-diam juga merasa heran.
"Eh, aneh, dalam dusun yang sangat melarat ini, bagaimana ada bangunan yang begitu
megah" Mungkinkah ada tempat kediamannya orang gagah dari dunia Kang-ouw yang telah
mengasingkan diri di sini?"
"Tidak perduli siapa adanya dia," kata si nona "Kita pergi saja kesana untuk menyaksikan
sendiri!" Saat itu mereka lihat di depan pintu sebuah rumah penduduk, ada seorang tua sedang duduk
sembari menganyam sepatu rumput.
"Lopek, numpang tanya tempat ini disebut dusun apa?" tanya Kim Houw dengan laku sangat
sopan. Orang itu dongakkan kepalanya, ia tidak menjawab ketika menampak Kim Houw dan Peng
Peng. Mereka masih mengenakan pakaian dari Pek Liong po yang sangat mewah, ditambah lagi
dengan roman kedua muda-mudi itu yang tampan gagah dan cantik molek, membuat orang tua itu,
yang mungkin seumur hidupnya belum pernah menyaksikan laki-laki cakap dan perempuan cantik
demikian, telah dibikin kesima. Apalagi dengan munculnya mereka yang begitu mendadak,
dianggapnya sebagai dewa dan dewi yang turun dari kahyangan saja.
Kim Houw lihat orang tua terus memandang dengan mulut ternganga dan mata terbuka lebar,
lantas mengulangi pertanyaannya tadi.
Orang tua itu seolah-olah baru sadar dari mimpinya, buru-buru letakkan sepatu rumputnya dan
menjawab dengan gugup:
"Oh, di sini adalah Gu-kee-chun!"
Kim Houw mengerti bahwa penduduk dari dusun yang sepi seperti ini, kebanyakan tidak
bersekolah, maka lalu menanya pula:
"Tempat ini dengan kota mana yang letaknya paling dekat?"
Orang tua itu ketika berdiri, badannya ternyata masih kokoh kekar, kuat dan sehat. Tapi ketika
mendengar perkataan Kim Houw, agaknya merasa heran, jawabnya:
"Kota" Aku si orang tua belum pernah dengar nama itu, mungkin kau maksudkan adalah hari
pasaran! Di sini setiap tiga hari ada hari pasaran, keadaannya ramai sekali, barang apa saja bisa
kau beli. Ow, coba aku pikir-pikir dulu sebentar, hari ini tanggal sembilan, ya benar, besok giliran
hari pasarannya oey-pa, kalau begitu, aku besok saja pergi kesana. Aku si orang tua selama
beberapa puluh tahun cuma pergi ke hari pasaran itu dua kali saja, kini sudah lama belum pernah
pergi lagi, barang kali seumur hidupku ini sudah tidak mendapat kesempatan untuk pergi lagi!"
Orang tua itu nyerocos terus tidak berhentinya, tapi Kim Houw dan Peng Peng tidak mengerti
apa yang dimaksudkan olehnya. Nyata orang tua itu belum pernah pergi ke kota, maka namanya
saja belum pernah dengar.
Akhirnya Kim Houw menanya pula sambil menuding pada itu gedung dalam rimba.
"Lopek, gedung itu kediaman siapa" Bolehkah kami numpang menginap untuk satu malam
saja?" Orang tua itu menampak Kim Houw menunjuk rumah gedung itu, wajahnya menunjukkan rasa
ketakutan. Kebetulan pada saat itu seorang pemuda tanggung telah pulang sembari membawa
sepikul kayu kering.
"Kalian pergi saja tanya sendiri, aku si orang tua masih hendak membikin kueh untuk dijual
oleh cucuku pada esok hari." jawabnya
Kim Houw mendengar jawaban itu, lantas pamitan kepada si orang tua dan berlalu menuju ke
gedung rimba itu bersama Peng Peng.
Hari sudah menjelang senja, matahari sore telah memancarkan sinarnya yang kuning keemasemasan,
menambah keindahan pemandangan alam disekitar rimba itu.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim Houw dan Peng Peng setelah memasuki rimba, berjalan belum beberapa lama, sudah
dapat dilihat sebuah gedung bertingkat dua, dikurung oleh dinding bambu yang tinggi. Karena
tingginya dinding bambu itu, tidak tampak bagaimana keadaan sebelah dalamnya.
Gedung bertingkat dua itu, dipandang dari jauh nampaknya sangat megah, tapi kalau dari
dekat keadaannya biasa saja. Hanya bagi matanya penduduk dusun itu, merupakan sebuah istana
mentereng. Ketika mereka tiba di depan pintu dinding bambu, di atas pintu ada tergantung sebuah papan
yang bertuliskan empat huruf besar warna hitam : "HOAN IE KIE HEE"
Melihat empat huruf itu, Kim Houw terperanjat. Tapi Peng Peng sebaliknya telah tertawa
terpingkal-pingkal.
"Peng Peng mengapa kau tertawa?" tanya Kim Houw.
"Aku sedang merasa geli. Coba kau tengok hurufnya yang ditulis menggak-menggok tidak
karuan itu, serta maksudnya perkataan yang tidak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi,
bukankah sudah cukup menandakan bahwa penghuninya rumah ini ada seorang yang pernah
menyelami keadaan dunia?"
Sekali lagi Kim Houw menegasi huruf-huruf yang tertulis di atas papan itu memang benar
seperti yang diucapkan oleh Peng Peng. Tapi Kim Houw berpikiran lain, ia menilai huruf-huruf
tulisan itu dari kacamatanya seorang dunia rimba persilatan!
"Peng Peng, mungkin tidak demikian." jawab Kim Houw.
"Kau tidak percaya" Coba kau diam saja, lihat bagaimana aku nanti bertindak, aku tanggung
kau akan dapat hidangan lezat dan tidur dengan senang, besok setelah kita bersantap pagi yang
lebih baik, baru kita melanjutkan perjalanan!"
Kim Houw merasa sangsi "Aku cuma mengharap kau setidaknya berlaku hati-hati saja."
"Ada kau, aku takut apa lagi?" si gadis tersenyum manja.
Kim Houw turut tersenyum. Memang bagaimana ia dapat membiarkan Peng Peng mengalami
kesulitan di hadapan matanya" Kalau Peng Peng berlaku berandalan, seharusnya ia yang harus
menjaganya dengan hati-hati
Suara orang berjalan telah terdengar dari dalam dinding bambu, Peng Peng melirik pada Kim
Houw. "Kau hadapi dia dulu!" si nona berkata perlahan.
Pintu yang terbuat dari batang bambu besar telah terbuka, dari dalam muncul seorang anak
laki-laki tanggung kira-kira berusia lima belas tahun.
Anak itu pakaiannya sangat sederhana, badannya kurus kering, wajahnya pucat kuning, Kim
Houw mengira bahwa anak itu ada kacungnya penghuni rumah gedung tersebut, maka lantas
menanya: "Numpang tanya apakah tuan majikanmu ada dirumah?"
Anak laki tadi sebetulnya karena mendengar suara ketawanya Peng Peng, baru keluar
membuka pintu, maka ketika pintu terbuka, apa yang dilihat hanya diri Peng Peng.
Baru saja ia unjuk senyumnya seperti monyet kena terasi, telah dikejutkan oleh pertanyaan
Kim Houw. Ketika berpaling dan menampak Kim Houw, wajahnya lantas berubah menjadi kaku angkuh,
dengan suara ketus ia menjawab:
"Kita di sini tidak ada majikan, cuma ada Gwan-swee. Tay-ciangkun, kau hendak cari siapa?"
Kim Houw terperanjat. Kiranya itu adalah gedungnya gwanswee (jendral), kalau begitu tidak
boleh dibuat main-main, apalagi buat orang-orang kang ouw, ada merupakan pantangan bergaul
dengan orang orang berpangkat.
Tanpa banyak rewel lantas menarik tangannya Peng Peng buat diajak berlalu.
Anak itu menyaksikan keadaan demikian, nampaknya merasa puas. Kemudian gapaikan
tangannya seraya berseru: "Hai, balik!"
Kim Houw berhenti "Kita ada orang-orang yang kebetulan lewat di sini, kesalahan mencari
alamat orang, harap dimaafkan !" katanya.
Habis perkara, Kim Houw kembali tarik tangannya Peng Peng hendak berlalu lagi.
Mendadak mendengar suaranya laki-laki itu pula:
"Kalian tidak tergesa-gesa pergi, aku hendak beritahukan kepada kalian, bahwa aku juga
termasuk salah satu Tay-ciangkung (panglima perang) dari gedung gwanswee ini!"
Habis berkata, anak itu nampaknya sangat bangga. Sambil menolak pinggang, ia berjalan
keluar menghampiri tetamunya. Dianggapnya sikap itu ada sangat gagah perkasa, tapi sebetulnya
sangat menjemukan.
Kim Houw tercengang mendengar keterangan anak itu, ia lalu berpaling, ketika melihat aksinya
bocah itu hatinya merasa mendongkol berbareng merasa geli sendiri!
Kim Houw masih bisa tahan tidak sampai keluarkan ketawanya, tapi tidak demikian dengan
Peng Peng, ia lantas ketawa terpingkal pingkal!
Semula, ketika si nona dengar keterangan anak itu bahwa tempat itu ada gedungnya
gwanswee, ia juga terkejut, maka ketika Kim Houw ajak berlalu, ia terpaksa menurut.
Tapi kini, setelah menyaksikan kelakuannya anak laki-laki itu bukan main gelinya, maka lantas
tertawa sampai terpingkal-pingkal.
"Numpang tanya Ciangkun mendapat jabatan apa?" tanya Peng Peng sambil ketawa.
Anak laki itu menampak Peng Peng menanya padanya sembari ketawa manis, ia anggap
bahwa Peng Peng kagum padanya, maka dalam hati merasa lebih bangga. Setelah unjukkan
aksinya yang dibikin bikin, ia baru menjawab:
"Aku adalah Tin-koan Tay-ciangkun Hoan Tie!"
Peng Peng menyaksikan tingkah lakunya si bocah yang menggelikan, terus ketawa tak hentihentinya,
hingga hampir saja ia tidak dapat berdiri tegak. Sebab ia tahu bahwa perkataan "Tinkoan"
itu maksudnya jalan mengamankan kota, tapi untuk didalam gedung itu juga bisa diartikan
sebagai "Tukang jaga pintu".
"Ow, kiranya adalah Tin-koan Tay-ciangkun, aku numpang tanya, dimanakah golok besarmu?"
tanya Peng Peng menggoda.
Mendengar pertanyaan Peng Peng, anak itu mendadak ketawa besar.
"Haha! kau benar-benar pintar, tahu kalau aku ciangkun ada mempunyai golok segala. Harap
kau tunggu sebentar, aku ciangkun nanti ambilkan untuk kalian lihat!"
Anak itu yang menyebut dirinya Hoan Tie, tingkah lakunya memang sungguh menggelikan.
Ketika hendak berlalu, gerakannya juga dibikin-bikin seperti tingkah lakunya dalam ketentaraan.
Ia masuk belum lama, sudah balik lagi sembari membawa sebuah golok bergemerlapan.
Mungkin golok itu ia letakkan tidak jauh di belakang pintu.
Golok itu nampaknya besar dan berat, kalau mau diputar, orang setidaknya harus mempunyai
kekuatan tenaga yang cukup besar, baru golok itu bisa bergerak!
Tapi, anak itu hanya tenteng dengan sebelah tangannya, nampaknya tidak merasa keberatan
sama sekali, bahkan ia dapat putar dengan seenaknya saja.
Peng Peng tadi ketika menanyakan golok padanya, tidak menduga kalau anak she Hoan itu
benar-benar ada mempunyai golok. Ia sebetulnya menanya secara iseng-iseng saja, yang
maksudnya hendak menggoda.
Di luar dugaannya, Hoan Tie benar-benar ada mempunyai golok besar, bahkan nampaknya
begitu berat dan tajam, sehingga Peng Peng hampir lompat karena kagetnya. Ini benar-benar
sangat mengherankan, karena bocah kurus kering demikian rupa ternyata mempunyai kekuatan
begitu besar. Hoan Tie menyaksikan Peng Peng terheran-heran dalam hati merasa lebih bangga lagi.
"Golok besar ini ada peninggalan seorang jendral besar dari jaman dulu, beratnya 55 kati. Aku
setelah mendapatkan golok pusaka ini, benar-benar sangat memalukan, karena belum pernah aku
gunakan!" Peng Peng kini tidak berani menggoda lagi. Pikirnya keluarga dalam rumah gedung ini
agaknya sangat misterius.
Peng Peng melirik dan lihat Kim Houw unjuk senyumnya yang mengandung arti, hingga diamdiam
ia merasa heran.
Hoan Tie tiba-tiba mainkan goloknya yang mengeluarkan sinar gemerlapan. Nampaknya ia
enak saja memainkan goloknya, seolah-olah tidak mengeluarkan tenaga.
Peng Peng bertambah heran, selagi hendak bicara mendadak mendengar Kim Houw berkata:
"Jangan kena dibodohi lagi adikku yang manis, kau ambillah dan coba sendiri, segera kamu
akan mengerti duduknya perkara!"
Suara Kim Houw itu seperti di pinggir telinganya, Peng Peng mengira Kim Houw berada di
belakang dirinya, tapi ketika ia berpaling, ternyata anak muda itu tidak ada sampingnya, tampak
masih berdiri di tempatnya semula, sedikitpun tidak bergerak.
Pada saat itu, Hoan Tie sudah hentikan permainan goloknya, wajahnya kelihatan pucat, dan
napasnya memburu.
Untuk kepentingan meminta menginap, Peng Peng tidak mau banyak bicara, ia lantas maju
dan berkata pula kepada Hoan Tie:
"Hoan Tay ciangkun, kita kakak beradik malam ini ingin numpang menginap di gedung
gwanswee ini, entah boleh atau tidak" Karena hari sudah hampir malam, masih jauh terpisahnya
dari kota...."
Hoan Tie nampaknya sangat girang, jawabnya berulang-ulang sambil ketawa:
"Ow, boleh saja, boleh..."
"Tapi, apakah gwanswee juga tidak keberatan?" tanya Peng Peng.
"Mengapa keberatan" Gwanswee adalah ayah ciangkun sendiri"
"Kiranya ciangkun ada keturunan jendral besar, di kemudian hari Hoan Ciangkun tentunya bisa
melanjutkan kewajiban gwanswee!" kata Peng Peng dengan maksud menggoda.
Hoan Tie ketawa bergelak-gelak tidak berkata apa-apa lagi. Kemudian ajak kedua tetamunya
yang masuk ke dalam gedungnya.
Baru saja hendak melangkah pintu, lantas terdengar suara trang seperti benda besi kosong
yang jatuh di tanah. Ketika Peng Peng menengok, benda jatuh itu bukan apa-apa, melainkan
goloknya Hoan Tie yang baru saja diletakkan di belakang pintu.
Saat itu Peng Peng baru mengerti bahwa goloknya Hoan Tie itu ternyata dalamnya kosong
sudah tentu beratnya tidak ada lima puluh lima kati
Peng Peng juga tidak menduga, bahwa pada saat itu Kim Houw sudah berlaku jail baru saja
Hoan Tie letakkan goloknya, Kim Houw lantas meniup dengan keras ke arah golok.
Suatu hal aneh telah terjadi, golok itu lantas telah melesak, ternyata ia cuma terbikin dari besi
yang sangat tipis.
Melihat itu, Peng Peng lantas ketawa geli lagi tidak henti-hentinya.
Hoan Tie mengira Peng Peng sangat kagumi gedungnya, mulutnya nyerocos sambil menunjuk
kesana kemari: "Ini adalah ruangan berlatih silatnya gwanswee, di belakang sana ada ruangan Ceng-see Tayciangkun,
di atas loteng adalah kamar tidurnya Ceng-tang Tay-ciangkun, di loteng belakang
adalah tempat tidur Ciangkun sendiri masih ada dua baris rumah adalah untuk tempat tentara
gedung gwanswee........"
Bicara sampai di sini, Hoan Tie sudah ajak Kim Houw dan Peng Peng memasuki ruangan
latihan silat. Saat itu, keadaan sudah mulai gelap oleh karena ruangan itu tidak ada
penerangannya maka keadaannya juga gelap gulita.
Tiba-tiba Hpan Tie berkata dengan suara nyaring:
"Memberi tahu kepada gwanswee, di sini ada tetamu yang ingin mengunjungi gwanswee!"
Dari dalam ruangan terdengar suara barang bergerak, mendadak ada benda gemerlapan.
Peng Peng tidak dapat lihat itu semua kejadian, tapi Kim Houw dapat menyaksikan dengan tegas.
Benda-benda yang gemerlapan ternyata ada sinar yang dipancarkan oleh senjata-senjata yang
diletakkan di tempatnya.
Agaknya semua telah selesai, dua batang obor mendadak dinyalakan, kemudian disusul dua
batang lagi, empat batang obor itu ditancapkan di dinding empat penjuru, hingga ruangan itu
keadaannya terang benderang!
Ditengah-tengah ruangan ada sebuah kursi kebesaran, diatasnya ada duduk seorang tua yang
sama kurusnya dengan Hoan Ciangkun.
Cuma, pakaian yang dipakai di badannya memang mirip dengan pakaian goanswe, sayang
sudah begitu dekil mesum karena sudah terlalu tua usianya.
Dikedua sampingnya goanswe, ada berdiri dua laki-laki setengah tua, mereka berdandan
seperti pelajar, pakaiannya nampak sudah banyak tambalan atau lobangnya.
Yang lebih aneh ialah wajah setiap orang hampir semuanya pucat kuning, tidak ada darahnya.
(Bersambung ke Jilid 21)
Jilid 21 HOAN CIANGKUN yang masuk ke dalam ruangan lebih dulu, begitu memasuki ruangan, ia
lantas melakukan upacara pemberian hormat menurut jaman dulu kalau menghadap Jendralnya,
kemudian berkata :
"Tin-koan Tay-ciangkun menghadap kepada Tay-gwanswee!"
Orang tua itu sedikitpun tidak mengunjukkan perubahan apa-apa pada wajahnya, sambil
lambaikan tangannya ia menyahut :
"Tidak perlu menggunakan upacara, duduk saja di sebelah!"
Hoan ciangkun itu kembali memberi hormat, baru berdiri.
Kim Houw dan Peng Peng pada merasa geli. Tempat itu tokh bukan panggung komedi, dan
apa yang mereka mainkan itu " Apakah yang ditunjukkan kepada mereka " Sungguh lucu.
Mendadak dengar Hoan Ciangkun berkata :
"Silahkan jiwie menjumpai gwanswee!"
"Gwanswee, selamat berjumpa!" berkata Kim Houw sambil menyoja.
Sebaliknya bagi Peng Peng, ia tidak mau menjumpai atau memberi hormat, hanya langaklongok
kesana kemari, sejenak ia melihat-lihat senjata-senjata yang di letakkan di atas rak,
pikirnya : mungkinkah semua senjata ini sama dengan goloknya Hoan ciangkun "
Orang tua itu menampak Peng Peng tidak memberi hormat padanya, matanya mengawasi si
nona. Kim Houw rupanya mengerti, maka buru-buru ia mintakan maaf sambil berkata.
"Ganswee, dia adalah adikku, karena usianya masih terlalu muda, muka tidak mengerti
urusan, harap supaya gwanswee memberi maaf banyak-banyak."
Orang tua itu sebenarnya sangat mendongkol, tapi karena Kim Houw berlaku hormat padanya,
dalam hati merasa girang, lantas berkata kepada Hoan Ciangkun.
"Kita telah kedatangan tetamu agung, segera titahkan kepada tukang masak, supaya
menyediakan hidangan yang baik."
Mendengar perintah itu, Hoan-ciangkun sangat girang, "Baik!" begitu jawabnya dan lantas lari
tersipu-sipu masuk ke dapur.
Kim Houw mendengar hendak disediakan hidangan yang baik, dalam hati merasa tidak enak.
Tapi Peng Peng saat itu masih menggoda padanya sambil unjukkan tingkah lakunya yang sangat
jenaka. Tiba-tiba, sang gwanswee berdiri dan berkata kepada kedua tetamunya:
"Jiwie silahkan duduk di sini!"
Kim Houw mengikuti tangannya gwanswee, apa yang ditunjuknya ternyata ada beberapa buah
kursi yang terbikin dari tanah liat, hingga dalam hati merasa heran.
Dibagian lain masih ada sebaris kursi dan meja yang terbikin dari kayu, mengapa tidak suruh
orang duduk disana, sebaliknya disuruh duduk di atas kursi tanah liat"
Tiba-tiba ia dengar suaranya gwanswee berkata pula: "Kursi meja di sana itu adalah
peninggalan ayah almarhum. Sejak dibikin, karena takut nanti rusak, maka belum pernah diduduki
oleh manusia. Oleh karena goanswee hendak mentaati pesan ayah, maka tidak berani ajak tetamu
duduk di sana, harap minta dimaafkan!"
"Gwanswee terlalu merendah, orang yang keluar pintu tidak memperdulikan segala begituan,
semua sama saja!" jawab Kim Houw.
Tidak demikian dengan Peng Peng, ia suka kebersihan, bagaimana mau duduk diatas bangku
tanah liat "
Setindak demi setindak ia menggeser ke sebelah kanan.
Gwanswee dan Kim Houw sudah pada duduk di atas bangku tanah, ketika melihat Peng Peng
geser badannya ke kanan, gwanswee itu mendadak berbangkit, sepasang matanya melotot dan
wajahnya pucat pasi, agaknya sedang gusar.
Kim Houw yang menyaksikan perubahan itu, baru saja hendak memanggil Peng Peng, tibatiba
sudah dengar suara jeritan si nona.
"Aiya engko Houw! ada setan! ada setan!"
Berbareng dengan itu lalu disusul oleh suara pecah dan rubuhnya kursi yang tadinya masih
utuh, tapi kini sudah hancur berarakan.
Semua terkejut ketika dengar suara seruan Peng Peng, Kim Houw juga tidak terkecuali, tapi ia
ini kemudian menampak Peng Peng berseru sembari menuding kesana kemari, segera
mengetahui kalau Peng Peng sedang main gila, maka Kim Houw tidak mau meladeni!
Tapi, gwanswee dan kedua orangnya, ketika mendengar suara ada setan, bukan kepalang
kaget dan takutnya!
Dengan wajah pucat sang jenderal menanya kepada Peng Peng dimana adanya setan.
Kembali Peng Peng menunjuk kesana kemari sambil berseru tidak hentinya. Apa yang
mengherankan, setiap kali Peng Peng menunjuk kursi atau meja yang ditunjuk lantas hancur
berarakan, hingga sebentar saja semua kursi berikut mejanya sudah hancur semuanya, dan
akhirnya kursi kebesarannya gwanswee juga turut dibikin hancur!
Memang betul itu ada perbuatannya Peng Peng. Karena sejak ia dapat pelajaran dari Kim
Houw, diam-diam suka menguji kekuatan tenaga lwekangnya kepada pohon-pohon di sepanjang
jalan, dan kali ini dilakukan terhadap meja kursinya si gwanswee, sehingga membuat gwanswee
itu percaya benar-benar ada perbuatannya setan.
Akhirnya setelah semua kursi sudah hancur Peng Peng lalu berlagak berseru:
"Aaaa! setannya sekarang lari ke ruangan belakang. Engko Houw, bukankah kau pandai
menangkap setan" Lekas, bantu gwanswee pasti akan memberi pangkat padamu !"
Gwanswee itu mendengar perkataan Peng Peng, buru-buru minta kepada Kim Houw supaya
segera mengusir itu setan-setan.
Menyaksikan keadaannya sang gwanswee, Kim Houw juga merasa geli hatinya.
"Gwanswee, setan beginian tidak akan mengganggu orang. Tidak usah kita usir, dia bisa pergi
sendiri !" demikian ia menghibur.
Tapi gwanswee itu tetap meminta supaya Kim Houw mengusir setan-setan itu, sebab semua
kursi dan meja yang disediakan itu katanya akan dibawa ke akherat kalau ia nanti pulang ke alam
baka. Menyaksikan keadaannya yang menyedihkan maka Kim Houw lantas terima baik
permintaannya. Oleh karena ia sudah menyanggupi hendak menangkap setan-setan itu, terpaksa ia harus
berlagak seperti caranya dukun-dukun yang mengusir atau menangkap setan. Ia pejamkan
matanya, mulutnya kemak-kemik, dan akhirnya membentak dengan suara keras.
Apa yang mengherankan, pada saat itu tiba-tiba terbit angin besar, sampai obor-obor di empat
penjuru pada bergoyang-goyang. Perubahan yang mendadak datangnya itu benar-benar membuat
Kim Houw yang sedang berlagak menjadi orang sakti juga merasa heran.
Bagi Kim Houw, sudah tentu tidak percaya adanya setan, ia lebih percaya ada perbuatan


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang yang berkepandaian tinggi. Maka, buru-buru ia menarik kembali kelakuannya secara purapura
tadi, untuk menjaga segala kemungkinan.
Diluar dugaan, setelah angin ribut itu buyar, Kim Houw tidak melihat adanya perobahan, sedikit
suarapun tidak kedengaran lagi. Diam-diam ia merasa heran.
Mendadak ia ingat Peng Peng, yang pada saat itu tidak kedengaran suara. Ia menengok ke
arahnya, ternyata nona itu masih berada di tempatnya semula, bahkan wajahnya mengunjukkan
ketawa yang mengandung teka-teki.
Melihat ketawanya Peng Peng, Kim Houw lalu mengerti, semuanya itu tentu ada perbuatannya
Peng Peng pula.
Kim Houw melototi Peng Peng, maksudnya supaya si nona jangan berbuat keterlaluan.
Di luar dugaan, Peng Peng bahkan mengawasi secara nakal sekali.
Kim Houw tidak berdaya, terpaksa berkata kepada si gwanswee, yang saat itu sudah
ketakutan setengah mati.
"Gwanswee, setan sudah pergi, gwanswee boleh tenangkan diri."
Karena bantuannya angin tadi, orang-orang yang semula tidak percaya adanya setan,
terpaksa harus percaya juga, apalagi si jendral sendiri menjadi kegirangan mendengar keterangan
Kim Houw bahwa sang setan sudah di usir pergi.
"Apa hidangan sudah siap semuanya " Buka arak Hoa-tiaw yang kusimpan lama itu !" serunya
pada orang-orangnya.
Arak Hoa-tiaw ada semacam arak yang namanya sangat terkenal di daerah Ciat-kang.
Menurut kebiasaan di daerah tersebut, penduduk yang melahirkan anak perempuan, harus
membuat beberapa guci arak yang disimpan dalam tanah. Kalau anak perempuan itu nanti sudah
dewasa dan menikah, arak yang disimpan dalam tanah itu baru digali keluar untuk menyuguhi
para tetamunya. Maka arak itu juga ada yang menamakan arak anak perempuan. Warnanya
merah, kalau lebih merah rasanya lebih enak.
Kim Houw yang seumur hidupnya belum minum arak, betapapun enaknya arak itu, baginya
tidak berarti. Tapi, tidak demikian dengan Peng Peng. Ia yang dilahirkan dari penduduk daerah sungai
Tiang-kang dan dari keturunan keluarga yang doyan minum, maka sejak kanak-kanak sudah biasa
ia minum arak. Bahkan ia dapat membedakan mana arak yang jelek dan arak yang baik.
Sejak keluar mengembara, jarang sekali ia minum arak. Hari ini mendengar ada arak Hoa-tiaw
yang terkenal, sudah tentu hatinya merasa girang. Ia jadi menyesal bahwa perbuatannya tadi agak
keterlaluan terhadap tuan rumah.
"Gwanswee tidak perlu banyak berabe, aku dan adikku selamanya belum pernah minum
arak......" mendadak Kim Houw berkata.
"Benar-benar ada arak Hoa-tiaw yang telah kusimpan sudah beberapa puluh tahun lamanya,
sungguh sayang sekali kalau tidak kita minum. Arak itu tawar tapi wangi, tuan nanti kalau sudah
coba tentu tahu sendiri." Tuan rumah berkata dan tertawa tergelak-gelak.
Kim Houw menolak, sebab memang ia tidak biasa minum arak.
"Siapa kata aku tidak bisa minum arak?" Peng Peng nyeletuk. "Aku paling gemar minuman
arak!" Kim Houw tercengang, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Hoan ciangkun mendadak keluar dari dalam, ia memberi hormat kepada gwanswee seraya
berkata : "Gwanswee, Ceng-tang dan Ceng-see Jiwie Ciangkun, mendengar kabar gwanswee hendak
mengadakan perjamuan, mereka sekarang berada di luar ingin menjumpai gwanswee. Apakah
gwanswee bersedia menemui mereka?"
Gwanswee itu kerutkan keningnya, ia memandang Kim houw sejenak.
"Baik, suruh mereka masuk ! Cuma, kau harus kasih tahu kepada mereka, bahwa mereka
hanya diperbolehkan mengawani, tapi tidak boleh banyak bicara !"
"Baiklah!" Hoan ciangkun lantas berlalu.
Tidak antara lama, dari luar telah masuk dua laki-laki yang wajah dan potongan badannya
mirip sekali dengan gwanswee dan Hoan ciangkun, hingga tidak perlu disangsikan lagi kedua
ciangkun itu tentunya juga anaknya gwanswee, atau saudaranya Hoan ciangkun.
Dandanan mereka juga sama dengan Hoan ciangkun, meski tidak begitu mentereng seperti
gwanswee, tapi yang satu membawa gendewa komplit dengan anak panahnya, sedang yang lain
ada membawa pedang panjang.
Peng Peng yang menyaksikan keadaan mereka, diam-diam berpikir, kalian tokh hendak
makan, bukannya pergi ke medan perang, mengapa membawa gendewa dan pedang "
Kedua ciangkun itu tiba dalam ruangan lantas melakukan upacara penghormatan kepada
gwansweenya. Betul seperti apa yang dipesan oleh gwanswee tadi, mereka tidak berani membuka
mulut sama sekali, sampai bernapas saja rasanya juga merasa kuatir.
Kedua ciangkun itu setelah memberi hormat, lantas berdiri dengan tegak di sisi gwanswee.
Pada saat itu, Hoan ciangkun telah memberi tahukan bahwa hidangan telah siap.
Gwanswee lantas mempersilahkan Kim Houw dan Peng Peng masuk, tapi belum mereka
gerakkan kakinya, si gwanswee sudah mendahului jalan memasuki keruangan makan.
Kim Houw merasa geli, tapi mulutnya tidak berkata apa-apa.
Sebaliknya bagi Peng Peng, ia sangat mendongkol melihat sikap gwanswee itu. Kembali
timbul jailnya, dengan satu gerakan kaki, ia telah bikin gwanswee itu terjatuh.
Karena Peng Peng lakukan itu sangat gesit. Kecuali Kim Houw yang dapat tahu, yang lainnya
termasuk gwanswee sendiri tidak tahu kalau itu ada perbuatannya Peng Peng.
Ketika gwanswee terjatuh, Peng Peng lalu tarik tangannya Kim Houw, lebih dulu masuk
keruangan belakang.
Tapi baru saja tiba di depan pintu, Peng Peng dan Kim Houw telah dibikin silau oleh
pemandangan di depan matanya.
Apa yang mereka saksikan ternyata ada di luar dugaannya.
Dalam ruang belakang itu ada terdapat dua buah lemari besar, yang sekitarnya diperlengkapi
dengan kaca, hingga semua isinya dalam lemari bisa dilihat dengan nyata. Barang-barang yang
ada didalam lemari itu ternyata merupakan seperangkat perabot makan komplit, semua terbikin
dari barang-barang yang mahal.
Sumpit yang terbikin dari emas, perak atau gading gajah. Mangkok, piring dan cawan yang
terbikin dari batu kumala, dengan ukiran-ukirannya yang sangat menarik. Pendek kata, semua
barang dalam lemari itu terdiri dari barang-barang yang sangat berharga, kecuali didalam istana,
buat rumah tangga biasa barangkali sukar didapatkan.
Apa yang paling menarik ialah sebuah lampu istana yang terbikin dari batu karang berwarna
warni, lampu itu tingginya ada tiga kaki.
Meski Kim Houw sudah banyak lihat barang-barang pusaka berharga, tapi barang-barang
berharga dengan buatan tangan yang begitu halus bentuknya, baru kali ini ia lihat.
Selagi mereka masih terheran-heran mengawasi barang-barang dalam lemari, sang gwanswee
tahu-tahu sudah berada di belakang mereka. Lalu menyilahkan kedua tetamunya itu masuk.
Kali ini ia tidak jalan lebih dulu, setelah Peng Peng dan Kim Houw berjalan, baru ia mengikuti
di belakangnya.
Didalam ruangan belakang, ternyata tidak kelihatan ada persediaan barang hidangan apa-apa.
Kecuali itu dua lemari besar, sepotong meja atau kursipun tidak kelihatan. Hanya ditengah-tengah
ruangan, ada sebuah meja batu hijau, di atas mana ada beberapa cawan dan sumpit, yang
semuanya terbikin dari bahan bambu kasar.
Menyaksikan keadaan demikian, Kim Houw benar-benar dibikin tidak mengerti.
Tapi, tidak demikian dengan Peng Peng, tanpa banyak rewel, ia lantas duduk numprah di
pinggir meja. Kim Houw menduga Peng Peng hendak main gila lagi, buru-buru duduk didekatnya, dengan
perlahan ia menyenggol dengan sikutnya, tapi nona itu tidak perdulikan sikapnya Kim Houw itu.
Sebentar kemudian, hidangan sudah dikeluarkan. Mangkok piringnya ternyata terdiri dari
bahan tanah yang amat kasar. Tapi Kim Houw dan Peng Peng tidak perdulikan itu semua, karena
perutnya sudah lama keroncongan.
Peng Peng yang gemar makan ikan laut, ketika melihat seekor ikan besar di atas piring,
rasanya mengiler dan sudah kepingin menyambar saja.
Sayang tuan rumah masih belum bergerak, sebagai tetamu, biar bagaimana laparnya, juga
tidak pantas memulai lebih dulu.
Akhirnya setelah semua hidangan dikeluarkan, sang gwanswee baru perintahkan orangnya
supaya membuka guci arak.
Mendengar akan disediakan arak, Peng Peng sangat girang, sayang cawannya sangat kasar,
mungkin sukar untuk dipakai minum dengan gembira.
Sumbat guci dibuka sendiri oleh gwanswee, lalu mengendus-endus sekian lamanya sambil
pejamkan matanya, mulutnya terus mengoceh : "Aduh wangi betul!"
Tiga ciangkun yang pada berdiri disampingnya, rupanya juga mencium bau wangi, semua
pada mengunjukkan sikap seperti orang yang sudah ketagihan.
Tapi Peng Peng sedikitpun tidak dapat merasakan baunya arak wangi itu. Dengan alis
mengkerut, pikirannya mulai diliputi perasaan berbagai kecurigaan.
Akhirnya, arak mulai dituangkan kepada tiap cawan di hadapan para tetamunya. Arak itu
warnanya merah seperti darah, Peng Peng yang kenal banyak arak, dalam hati diam-diam juga
merasa girang. Sang gwanswee lalu ajak semua orang minum, ketiga ciangkun itu nampaknya yang paling
tidak sabaran, sebentar saja arak dicawan mereka sudah ditenggak habis.
Kim Houw tidak minum arak, ia hanya angkat cawannya saja, tapi tidak diminum.
Peng Peng ada sebaliknya, melihat warnanya yang bagus, dan menyaksikan ketiga ciangkun
sudah pada tenggak habis, ia juga tanpa ragu-ragu lagi lantas tenggak araknya.
Di luar dugaan, arak itu begitu turun di tenggorokan, Peng Peng lantas berobah wajahnya !
Kim Houw kaget melihat keadaan demikian. Tapi, ia masih belum menduga jelek, sebab arak
itu diambil dari guci, jika ada apa-apanya, masa yang lainnya tidak memperlihatkan perobahannya
" Mendadak Peng Peng balikkan badannya, arak yang barusan diminum dimuntahkan
semuanya ! "Peng Peng, kau kenapa ?" tanya Kim Houw kuatir.
"Tidak apa-apa." jawabnya sambil tersenyum.
"Sayang !" terdengar suaranya gwanswee.
Peng Peng matanya melotot, alisnya berdiri, hingga si gwanswee ketakutan setengah mati,
mengapa Peng Peng keluarkan lagi araknya yang diminum " Mengapa nona itu begitu gusar "
Apa arak itu ada racunnya "
Bukan ! Ternyata arak itu bukannya arak. Bukan saja tidak ada bau dan rasanya arak, tapi bau dan
rasanya sangat amis. Untung Peng Peng perutnya sedang kosong, kalau tidak, mungkin semua isi
dalam perutnya ikut keluar semua.
Menampak Peng Peng gusar, gwanswee dengan ketakutan minta maaf atas kesalahannya.
Kemudian ajak mereka makan.
Tiga ciangkun dengar sudah mulai makan segera menyerbu paling dulu, sebentar saja semua
hidangan yang dekat di depan matanya bahkan yang agak jauhan telah disikat habis.
Gwanswee yang tampaknya paling sopan ia dahar dengan tenang, tidak begitu rakus seperti
ciangkunnya. Kim Houw menampak semua orang sudah mulai, terpaksa angkat sumpitnya, ambil serupa
sayur dimasukkan kedalam mulutnya.
Ia sendiri juga tidak tahu itu ada sayur apa, tapi begitu masuk mulut, rasanya sangat tawar,
tidak manis dan tidak asin!
Untuk mengindahi tuan rumahnya, Kim Houw merasa kurang sopan kalau makanan itu
dikeluarkan lagi dari mulutnya. Ia coba kunyah, tapi sayur itu ternyata alot sekali, tidak dapat
dikunyah hancur.
Selagi Kim Houw masih merasa serba salah, Peng Peng angkat sumpitnya, Kim Houw
mengira ia juga hendak ambil sayur itu, buru-buru ia tarik bajunya.
Peng Peng merasakan itu, tapi ia pura-pura tidak berasa, hingga Kim Houw diam-diam
mengeluh sendiri.
Tapi Peng Peng ternyata menyumpit ikan, hingga Kim Houw merasa lega, buru-buru balikkan
dirinya dan keluarkan sayur yang berada didalam mulutnya.
Mendadak ia dengar piring pecah, ternyata itu ada piring tempat ikan yang sudah pecah
berarakan, sedang ikannya sudah ditusuk oleh sumpit Peng Peng.
Peng Peng nampaknya sangat geli, ia terus ketawa tidak hentinya, hingga Kim Houw merasa
heran. "Engko Houw, kau lihat ini yang sering dipakai oleh hwesio!"
Kim Houw tercengang. Apa yang sering dipakai oleh Hwesio" Ketika ia menegasi, ikan yang
ditusuk oleh sumpitnya itu ternyata bukan ikan benar, tapi ada ikan kayu.
Kim Houw turut ketawa terpingkal pingkal.
Pada saat itu, mendadak terdengar suara kuda berbenger nyaring sekali. Kim Houw agaknya
sudah kenal betul suara kuda itu, lantas hentikan ketawanya dan pasang telinganya dengan
seksama. Kuda itu rupanya tahu kalau ada orang memperhatikan padanya, kembali perdengarkan
suaranya yang amat nyaring!
Peristiwa Burung Kenari 5 Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Neraka Hitam 6

Cari Blog Ini