Ceritasilat Novel Online

Istana Kumala Putih 3

Istana Kumala Putih Karya O P A Bagian 3


Kim Houw selalu memperhatikan adik Peng-nya itu, si nona cilik yang cantik dan lemah lembut
serta tidak seperti dirinya yang berandalan beradat keras!
Tapi tatkala ia membaca seterusnya, hatinya goncang dan kedua tangannya gemetar! Hampir
saja surat yang dipegangnya jatuh, ternyata bunyinya adalah:
"Peng Peng, tahukah kau" Adik Peng sudah binasa, benar-benar sudah binasa... Dia seperti
setangkai bunga cempaka di dalam rimba yang sedang mekarnya, tapi belum terbuka, sudah
dipetik oleh satu tangan setan yang jahat, akhirnya layu dan rontok! Di dalam Istana Kumala Putih,
aku telah bertemu dengan ibunya adik Peng. Koh-tio mu telah memberitahukan padaku, bahwa
adik Peng telah binasa, aku selalu tidak mau percaya, karena dia telah berjanji hendak menantikan
kedatanganku. Ketika itu Koh-tio mu telah menimpakan segala dosanya di atas pundakku hingga
aku telah dihajar oleh ibunya adik Peng, sungguh membuatku penasaran! Tapi, aku tidak
menggerutu, juga tidak membenci dia, karena aku tahu, asal aku masih ada umur bisa keluar dari
Istana Kumala Putih, aku pasti dapat membongkar perkara itu.
Siapa nyana, selanjutnya aku telah dianiaya orang, sebab-sebabnya aku dianiaya sampai
sekarang masih menjadi teka-teki. Untung Tuhan Maha Adil, aku tidak mati, malahan berhasil
melatih ilmu silat dan berhasil pula keluar dari dalam rimba yang keramat itu.
Sayang ketika aku tiba di Bwee Kee Cung dan mencari tahu keadaan adik Peng, telah
mendapat kabar bahwa dia betul sudah binasa dengan jalan menggantung diri. Aku telah
menemukan suatu malam pada hari ketiga setelah aku berlalu, adik Peng, dia... telah dianiayai
hebat, penjahatnya bahkan memberitahukan padanya, bahwa aku Kim Houw sudah binasa. Adik
Peng rupanya pikir, dengan matinya aku Kim houw musnahlah semua pengharapannya, maka dia
telah menempuh jalan pendek. Kasihan......
Aku telah ambil putusan hendak menuntut balas untuk Bwee Peng, sebab tidak bisa tinggal
diam atas kematiannya yang membuat penasaran itu.
Aku pikir harus pergi ke Bwee Kee Cung.
Karena cuma keluarga Ciok yang mengerti ilmu silat dan aku curigai kematian adik Bwee Peng
karena gara-garanya.
Siapa nyana, keluarga Ciok ternyata sudah pindah ke Ciat Kang khabarnya pada setahun yang
lalu. dalam keadaan apa boleh buat, aku menyusup ke Ciat Kang.
Di tengah jalan aku pernah lihat kau. Justru melihat kau, membuat aku jadi terkenang kepada
dirinya adik Bwe Peng. Peng Peng, kau juga ada seorang yang terhitung menyukai adik Bwee
Peng, apakah kau tidak bisa keluarkan sedikit tenaga untuknya " Tolong bantu cari tahu itu
manusia yang berhati binatang, bagaimana bisa menganiaya seorang wanita yang begitu lemah"
Siapa dia " Aku tidak bisa melepaskan dia, aku akan mengorek isi hatinya, akan kulihat
nyalinya, apakah bedanya dengan manusia biasa "
Apakah darahnya ada begitu dingin "
Mengenai dirimu, Peng Peng, bahwa Siao Pek Sin kakak kandungku atau bukan nanti setelah
bertemu dengan ibunya baru bisa ketahuan semuanya.
Cuma kau harus berhati-hati, sebab Siao Pek Sin itu hatinya lebih jahat dan lebih berbisa dari
pada ular yang paling jahat dan paling berbisa. Berikut ini aku lampirkan sepotong baju yang
terbikin dari bulunya binatang monyet berbulu emas, khasiatnya masih jauh bedanya dengan baju
wasiat Hay-sie-kua, tapi tokh ada lebih baik dari pada tidak ada sama sekali.
Baju wasiat Hay-sie-kua diperdayai orang dan belum bisa direbut kembali. Aku percaya dalam
beberapa hari ini pasti kau dapat khabar.
Jilid 05 Dan kalau barang itu kembali di tanganku, aku nanti minta kau kembalikan kepada Ciok-ya
pemiliknya. Hinaan yang aku terima hebat sekali, aku akan membereskan itu satu persatu dengan cara
menggelap, aku tidak bisa membiarkan hal ini membikin noda nama baikku.
Akhirnya aku doakan kau supaya selalu bahagia.
KIM HOUW. Surat yang bunyinya panjang sekali itu sangat menggirangkan hatinya Peng Peng, tapi juga
mengejutkan. Girang, karena mendapat kepastian bahwa Kim Houw masih hidup, malahan akan
segera bertemu, terkejut karena dalam tempo 2 tahun saja, Kim Houw sudah berhasil mempunyai
ilmu silat yang demikian tinggi, disamping itu, juga kematiannya Bwee Peng.
Berulang-ulang ia membaca surat itu, baru disimpan. Kemudian baju bulu dari monyet bulu
emas hadiah dari Kim Houw juga dipakai dengan perasaan bangga dan girang.
Pada saat itu, tiba-tiba ia sadar bahwa hwesio berbadan tegap itu entah sejak kapan sudah
berlalu dari depan matanya. Berbareng di istana terdengar suara ramai orang menyambut
kedatangan ibunya Siao Pek Sin.
- ooo O ooo - Dalam sebuah kamar besar yang dihias sangat mewah. Seorang ibu dengan anaknya sedang
mengadakan pembicaraan yang agaknya sangat serius. Mereka adalah majikan Istana Kumala
Putih Siao Pek Sin dengan ibunya.
Pada saat itu, Siao Pek Sin tiba-tiba bangkit dan berkata: "Ibu ! mengasolah ! ibu barusan
melakukan perjalanan jauh, tentunya lelah ......."
Si Ibu sebaliknya menarik anaknya, hingga duduk lagi. "Sin-ji, kau jangan kesusu pergi dulu
kau beritahukan kepada ibumu dulu, siapa itu Houw-ji?" tanya ibunya.
Siao Pek Sin berpikir sejenak, baru menjawab: "Ibu ! Houw-ji adalah anak yang belakang
tubuhnya ada gambar guratan macan dan tiga buah tanda hitam !".
"Oh ! Dia adalah anaknya itu budak hina, bukankah kau sudah mengatakan bahwa dia sudah
kecemplung ke dalam air terjun yang tingginya ada ribuan tombak" Mengapa masih mempunyai
kawan yang mencari padanya?"
"Ibu !" wajah sang anak mengunjuk kecemasan. "Aku tadinya mengira dia sudah mati!
Tapi....tapi ...!"
Sang ibu mengusap-usap kepala anaknya. "Sin-ji itu adalah kau sendiri yang melakukan apa
perlunya bersangsi "."
Sang anak gelengkan kepala. "Anak tidak curiga kalau tidak karena urusan hari ini terjadinya
terlalu mengherankan, luar biasa anehnya. Houw-ji itu terlalu banyak pengalaman gaibnya, maka
aku kuatir ...."
"Apa yang perlu ditakuti " Apakah dengan kepandaian ilmu silatmu, ditambah lagi dengan
bantuannya itu jago-jago dari rimba persilatan, masih takut cuma menghadapi satu bocah saja "
Kalau dihitung-hitung, dia masih lebih muda dua setengah tahun dari pada kau."
"Ibu !" Siao Pek Sin berpikir-pikir sejenak. "Ayah sebetulnya ...."
Sang ibu lantas memotong: "Sin-ji ! Aku tokh sudah aku katakan, sekali-kali jangan kau sebutsebut
tentang dia lagi, selamanya aku tidak akan memberitahukan hal-hal yang mengenai dirinya,
urusan sudah tidak ada hubungannya sama sekali dengan kita orang."
Menampaknya sang ibu gusar, Siao Pek Sin merasa takut. Namun ia tetap masih ingin tahu,
apa sebabnya sang ibu itu begitu benci kepada ayahnya " Ia beranikan diri menanya : "Ibu ! anak
ingin tahu, ayah ......"
Si ibu wajahnya berobah seketika.
"Aku tidak ijinkan kau tanya lagi," jawabnya dengan gusar. "Aku sudah kata bahwa selamanya
aku tidak akan memberitahukan padamu Dia mati atau hidup, atau tidak akan beritahukan
padamu, ini suatu penghinaan bagi Pek-liong-po, juga bagi Ceng-kee-cee. Di Pek-liong-po ada
Pek Leng dan di Ceng-kee-cee muncul satu Ceng Kim Jie, Pui ! Perempuan hina, aku tidak
beritahukan padamu, tidak!"
Si ibu makin lama makin gusar, suaranya juga makin keras, dan akhirnya menjerit-jerit seperti
orang kalap serta menangis di pembaringan !
Siao Pek Sin buru-buru menghampiri dan coba menghibur : "Ibu... ibu ....!
Si ibu mendorong anaknya, lantas bergulingan di pembaringan. Rambutnya terurai, bajunya
awut-awutan, tapi mulutnya terus mengoceh tidak henti-hentinya: "Aku tidak bisa beritahukan
padamu, tidak, tidak, itu perempuan hina .... " menjerit jerit sembari menangis.
Tepat pada saat itu, dari luar pintu berkelebat masuk satu bayangan orang, potongan
badannya gagah sekali, kepalanya memakai tudung persegi, mengenakan baju panjang
dandanannya mirip dengan anak sekolah.
Siao Pek Sin ketika melihat anak muda itu, bukan main kagetnya, tanpa sadar mulutnya lantas
berteriak : "Houw-ji .... kau ...."
Orang yang baru datang itu memang betul Kim Houw. Setahun tidak kelihatan, ia sekarang
sudah merupakan seorang pemuda yang tinggi langsing, bahkan semakin gagah kelihatannya,
dengan tenang menghampiri Siao Pek Sin, lalu berkata sambil tertawa: "Aku benar Houw-ji. Belum
mati, juga tidak akan mati !"
Saat itu ibunya Siao Pek Sin masih bergulingan sembari berteriak-teriak : "Aku tidak
beritahukan padamu, itu perempuan hina ...."
"Tidak beritahukan padanya, beritahukanlah padaku !" Kim Houw mengelak. "Siapa
perempuan hina itu " Apakah Ceng Kim Ce " Siapa itu Ceng Kim Ce ?"
Suara Kim Houw tidak keras, tapi nyaring mengandung pengaruh begitu besar.
Ibu Siao Pek Sin dikejutkan oleh suaranya itu. Ia membalikkan badan dan lantas lompat
bangun, matanya dibuka lebar-lebar. Di depannya tampak berdiri seorang muda yang mirip benar
dengan anaknya sendiri, hanya agak gagahan sedikit dari pada anaknya. Ia lantas menanya
dengan suara gugup : "Kau ....kau .....!"
Kim Houw berdiri tegak. "Aku adalah Houw-ji ! Hari ini ingin minta kau ...." jawabnya. Tapi baru
berkata sampai di sini tiba-tiba berhenti dan menoleh, kemudian membentak dengan suara keren:
"Siao Pek Sin, kau jangan main gila. Sebelum urusan menjadi beres aku tidak akan mencelakakan
dirimu, begitu pula setelah urusan menjadi terang, aku juga ....."
Siao Pek Sin sebetulnya bergerak perlahan-lahan, menuju ke dinding. Mendengar bentakan
Kim Houw, lantas bersiul panjang, kemudian menerjang pada Kim Houw.
Ketika Siao Pek Sin baru bergerak ibunya sudah mengikat rambutnya dengan kain hijau,
kemudian mencabut pedangnya yang berkilauan dan berseru: "Hm ! Benar saja belum mati, kalau
begitu biarlah aku yang membunuh kau dengan tanganku sendiri, ini membuat aku tambah girang,
Sin-ji kau mundur !"
Padahal Siao Pek Sin sudah tidak perlu mundur lagi, karena serangan tangannya Kim Houw
sudah membuat ia terpental membentur dinding kamar.
Ibunya Siao Pek Sin sambil keluarkan seruan keras, badannya melesat, pedang di tangannya
terus menikam dan membabat, selalu mengarah bagian terpenting di tubuh Kim Houw.
Anak muda gagah yang sedang bertempur itu apakah betul Kim Houw " Memang betul, ia
adalah Kim Houw. Tapi bagaimana ia tidak mati "
Didalam rimba keramat di gunung Tiang Pek San, di bawahnya itu ada air terjun yang sangat
curam, sebetulnya ada sebuah danau yang sangat dalam. Ketika Kim Houw didorong oleh Siao
Pek Sin dan terjerumus ke jurang, terus terdampar oleh air terjun dan jatuh ke dalam danau.
Jika itu terjadi pada orang biasa, sekalipun mengerti ilmu silat, pasti sudah hancur tubuhnya
dan jiwanya melayang seketika.
Kim Houw sendiri, kalau itu terjadi pada beberapa hari berselang, juga akan binasa.
Sudah maunya takdir, kebetulan ia habis menyingkirkan kalajengking berbisa, lalu kesalahan
makan buah batu yang susah terdapat didalam dunia.
Buah batu itu tumbuh dari dalam batu tapi lemas dan licin. Khasiatnya kecuali dapat
menambah kekuatan tenaga badan sendiri, juga bisa membuat semua otot-otot serta tulang-tulang
menjadi keras dan ulet melebihi batu atau besi.
Tapi, jatuh dari tempat yang demikian tingginya meskipun badan Kim Houw tidak sampai
hancur karena khasiatnya buah batu itu, namun otaknya tidak tahan getaran air terjun, maka
begitu jatuh ia lantas pingsan.
Danau di bawah air terjun itu, kecuali bagian yang kejatuhan air, yang terus masuk ke dalam,
bagian sekitarnya malah muncrat ke atas. Maka seketika bahan Kim Houw terdampar ke bawah,
setelah tiba di permukaan air danau, lantas tergulung naik ke atas.
Selain dari pada itu, ketika Kim Houw diajak Siao Pek Sin, kedua binatang orang hutan itu
tidak terpisah jauh dari mereka. Begitu melihat Kim Houw didorong orang ke dalam jurang kedua
orang hutan itu lantas lompat turun dari tebing tinggi. Kebetulan Kim Houw baru saja timbul dari
dalam air, dengan demikian dapat ditolong oleh kedua binatang yang setia itu.
Untung ketika Kim Houw didorong oleh Siao Pek Sin, ia sudah menutup jalan pernapasannya
hingga tidak sampai minum banyak air. Meski demikian, pingsannya lama juga hingga kedua
orang hutan itu kelihatan sangat cemas.
Selagi kedua orang hutan itu dalam kebingungan tiba-tiba melihat sesosok bayangan orang
yang meluncur turun dari atas, menghampiri mereka. Orang hutan betina berteriak nyaring
seakan-akan mencegah kedatangan orang itu.
Orang yang muncul tiba-tiba itu adalah seorang hwesio yang kepalanya gundul kelimis.
Badannya tegap, ketika menghadapi Kim Houw yang masih menggeletak di tanah, jauh-jauh
sudah memberi hormat, kemudian dengan tindakan perlahan menghampiri. Wajahnya tampak
heran sekali, agaknya tidak memperdulikan reaksi kedua orang hutan itu.
Orang hutan betina yang menyaksikan tingkah laku orang yang datang itu agaknya mengerti
orang itu bukan orang jahat yang membahayakan Kim Houw, dengan sendirinya undurkan diri
bersama anaknya.
Hwesio itu bukan lain si hwesio gagu Kim Lo Han.
Dulu, ketika ia lihat Kim Houw sama sekali tidak mengerti ilmu silat, ternyata bisa masuk ke
dalam istana bagian belakang, serta masuk ke dalam istana Kong-han-kiong, ia lantas tahu bahwa
dibadan bocah itu ada mempunyai benda wasiat yang melindungi dirinya. Ia juga menginsyafi pasti
ada kekuatan gaib yang menuntun anak itu, karena sebagai bocah yang tidak mempunyai
kepandaian ilmu silat sama sekali, tapi bisa memasuki rimba yang terkenal keramat itu, malah bisa
masuk ke dalam istana yang selamanya sukar diinjak oleh manusia, mungkin ia akan menjadi
majikan dari Istana Kumala Putih untuk hari kemudian.
Kim Lo han dimasa mudanya sudah menggetarkan rimba persilatan empat puluh tahun
lamanya, ia berdiam dalam Istana Kumala Putih untuk memperdalam ilmu silatnya, dapat
dibayangkan sendiri sampai dimana tingginya kepandaian hwesio itu. Ia dijuluki hwesio gagu,
sebetulnya dia tidak suka bicara sembarangan, ia hanya buka mulut bicara kalau sangat perlu
saja. Justru karena ia jarang bicara, maka ia dapat berpikir lebih banyak dari pada yang lainnya.
Sejak Kim Houw tiba di Istana Kumala Putih, semua apa yang terjadi atas dirinya, telah dapat
dilihat dan dipikir olehnya dengan tenang. Terutama ketika Kim Houw baru keluar dari istana
belakang, yang mengatakan dalam istana itu ada banyak barang pusaka, tapi Kim Houw tidak
membawa keluar apa-apa, kecuali ikat pinggang dan seguci arak yang di pondong secara susah
payah, membuktikan bahwa perbuatan Kim Houw ini menunjukkan jiwanya yang besar, tidak
serakah dan setia kawan. Perbuatan Kim Houw ini benar-benar telah menggerakkan hati Kim Lo
Han. Selanjutnya ketika Kim Houw tahu bahwa baju wasiat yang ia pakai adalah barang kepunyaan
keluarga Ciok, ia lantas buka dan mau dikembalikan kepada pemiliknya, semua ini bagi Kim Lo
Han merupakan suatu bukti untuk menghargai kepribadiannya Kim Houw.
Sebaliknya Siao Pek Sin yang keluar dari istana belakang mengangkut banyak benda pusaka
yang jarang dilihat oleh manusia. Kim Lo Han tambah bisa membedakan betapa rendahnya
perbuatan si orang she Pek itu. Mulai saat itu, ia telah menduga Kim Houw pasti akan mengalami
kesukaran. Ketika orang banyak pada bersujut memberi hormat kepada Siao Pek Sin, dan selagi
Siao Pek Sin merasa bangga dan kegirangan, Kim Lo Han diam-diam meninggalkan Istana
Kumala Putih mencari Kim Houw.
Ia mencari ubek-ubekan didalam hutan rimba yang keramat itu, akhirnya ia dapat menemukan
Kim Houw telah dirubungi dua orang hutan badannya basah kuyup, menggeletak tidak jauh dari
jatuhnya air terjun yang sangat curam, Kim Lohan segera mengerti duduk perkaranya. Tapi ketika
memeriksa jalan pernafasan Kim Houw, ia telah melongo.
Nafas Kim Houw berjalan seperti biasa, begitu pula urat nadinya sedikitpun tidak ada tandatandanya
yang menunjukkan ada terluka, namun Kim Houw masih berada dalam keadaan
pingsan. Kim Lo han terus berpikir, akhirnya telah diketemukan sebab musababnya, kiranya hanya
otaknya terguncang.
Kim Lohan lalu menggunakan ilmunya yang tinggi Kim-kong cao-kang, kedua telapak
tangannya ditempelkan dikedua pelipis Kim Houw, perlahan-lahan ia menggosok.
Lewat kira-kira dua jam, Kim Houw kelihatan perlahan-lahan membuka matanya. Tapi cuma
membuka sebentar, lantas dipejamkan lagi.
Kim Lohan girang, ia tahu bahwa ilmunya berguna bagi pengobatan secara demikian hanya
memerlukan waktu agak lama.
Kalau Kim Lohan merasa girang, adalah kedua binatang orang hutan itu tidak kalah girangnya.
Mereka kelihatan lompat-lompat, sedang yang kecil sembari menarik-narik tangan Kim Lohan,
mulutnya tidak berhenti-hentinya cecuitan. Kim Lohan agaknya mengerti maksud kedua binatang
itu. Ia lantas angguk-anggukkan kepala.
Selanjutnya, Kim Lohan lantas gendong Kim Houw, mengikuti di belakang kedua orang hutan
itu sampai didalam goanya.
Setiap hari tiga kali Kim Lohan menggunakan ilmunya Kim kong coa kang mengobati Kim
Houw. Lihat sepuluh hari lebih, Kim Houw baru mendusin betul. Tapi keadaannya masih seperti
orang linglung, semua kejadian yang lalu ia tidak ingat sama sekali, hanya kepandaian ilmu
silatnya yang tetap tidak berubah.
Hari itu, Kim Lohan ajak Kim Houw balik ke Istana Kumala Putih, tepat pada satu hari dimuka
Siao Pek sin sudah keluar rimba bersama-sama orang yang pernah tinggal didalam Istana Kumala
Putih. Itu ada baiknya bagi Kim Houw, karena dalam keadaan sunyi, ada lebih baik untuk melatih
ilmu silatnya. Pikir Kim Lohan, setelah Kim Houw sudah sadar betul-betul nanti baru diajak keluar
rimba membuat perhitungan. Kim Lohan juga ajak kedua orang hutan itu tinggal bersama-sama
dan suruh mencarikan makanan bagi Kim Houw.
Musim semi telah berlalu, diganti oleh musim kemarau.
Hari itu Kim Houw sehabis melatih ilmu silatnya, badannya merasa panas. Dengan seorang diri
ia pergi ke sungai untuk mandi, tapi karena hawanya panas sekali, ia terus merendam dirinya dan
berenang kesana kemari.
Selagi berenang bersenang-senang, tiba-tiba dengar suara gerujukan air terjun, ia berenang
terus untuk mencari tahu darimana jatuhnya air itu. Suara itu makin lama makin keras
kedengarannya! Akhirnya ia menemukan air terjun dari puncaknya gunung, ia lantas mendarat dan mendaki.
Sampai di puncaknya, di atas sebuah batu besar ia menemukan ikat pinggang berwarna batu giok
dan sebilah pedang pendek. Kim Houw pungut kedua benda itu, ia buat main sekian lama sembari
duduk-duduk di atas batu.
Kedua benda itu memang kepunyaan Kim Houw yang ditinggalkan di dekat batu besar, Siao
Pek Sin tidak tahu bahwa kedua benda itu adalah barang pusaka, tidak perhatikan kalau Kim
Houw letakkan di atas batu, ia hanya perhatikan baju wasiatnya saja, maka kesudahannya kedua
barang itu tidak dibawa.
Tak dinyana bahwa kedua benda itu akan diketemukan kembali oleh Kim Houw, bahkan
membuka kembali ingatan Kim Houw.
Tiba-tiba Kim Houw terjun dari atas mengikuti air tumpah. Selama setengah tahun itu meski


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ingatannya hilang semua, tapi kepandaian imu silatnya bertambah dan buat batu yang kesalahan
dimakan itu juga memperlihatkan khasiatnya yang luar biasa.
Bagi Kim Houw yang sengaja terjun mengikuti air tumpah itu tidak merupakan apa-apa, bukan
saja tidak pingsan, malahan lompat-lompatan dengan gesit.
Sejak hilang ingatannya, belum pernah ia membuka mulut untuk bicara. Tapi setelah terjun
mengikuti air tumpah, ia lantas bersiul panjang. Suaranya ternyata begitu nyaring mengaung, lama
masih berkumandang di dalam lembah! Setelah merasa puas, ia lalu kembali ke istana dalam
keadaan basah. Di dalam Istana Kumala Putih, Kim Lo Han sedang duduk bersemedi, tiba-tiba dengar suara
siulan begitu nyaring, dalam terperanjat ia lantas lompat bangun dan lari ke depan pintu, pikirnya,
siapa lagi orang-orang dari rimba persilatan yang masuk ke istana ini.
Kim Lo Han berdiri belum lama, tiba-tiba melihatnya satu bayangan putih sudah lewat di
sampingnya. "Lo Han-ya, kau" demikian tegur bayangan orang itu sudah masuk meleset ke istana.
Kim Lo Han yang menyaksikan gerakan itu gesitnya luar biasa, diam-diam merasa heran dan
bertanya pada diri sendiri: siapakah gerangan orang ini" Mengapa ilmu mengentengi tubuhnya
demikian sempurna" Istana ini benar-benar kembali kedatangan orang pandai luar biasa lagi.
Tapi ketika ia menoleh dan mengawasi ke dalam istana, di sana ternyata berdiri Kim Houw
dengan pakaian yang basah kuyup, ia lantas berdiri ke sana.
"Lo Han-ya, apa artinya ini" Kemana mereka semua" Dimana Cek Ie-ya (si Kacung baju
merah) dan Kee To-ya (Si Imam palsu)....?" Kim Houw tiba-tiba menanya.
Kim Lo Han sangat girang, tapi kegirangannya tidak diperlihatkan di luar: "Mereka sudah
keluar rimba semua!" demikian jawabnya.
"Sudah keluar semua?" Kim Houw terkejut. "Lo Han-ya, dan kau mengapa tidak turut keluar?"
Kim Lo Han lalu menceritakan semua apa yang telah terjadi di dalam istana setelah Kim Houw
dianiaya oleh Siao Pek Sin serta bagaimana ia dapat menolongi dirinya, akhirnya Kim Lo Han
berkata: "Sekarang sudah! Asal kau sudah sembuh benar, kita juga boleh keluar dari sini!"
Kim Houw ketika mendengar keterangan Kim Lo Han bahwa hwesio tua itu pernah menolongi
jiwanya, buru-buru ia berlutut di depannya sampai Kim Lo Han kelabakan.
"Kau adalah majikan istana ini, juga akan menjadi majikanku seumur hidup. Meski aku
sekarang juga sudah tahu jalannya keluar dari rimba ini, tapi kalau bukan kau yang menemukan,
aku tentu akan diam di sini seumur hidupku" demikian kata Kim Lo Han.
Kim Houw tidak mau dihamba oleh Kim Lo Han, akhirnya kedua orang telah menjadi kawan
karib, Kim Houw membahasakan Kim Lo Han Lo Han-ya dan Kim Lo Han bahasakan padanya
Houw-ji (anak Houw).
Untuk sementara Kim Houw masih belum mau keluar dari rimba, ia mau melatih ilmu Han-buncaokhie didalam istana Khong Han Kiong yang hawanya sangat dingin. Oleh karenanya kedua
orang itu berdiam lagi setengah tahun dalam istana itu.
Lain tahunnya, ketika salju sedang turun lebat, Kim Houw dan Kim Lo Han keluar dari rimba
keramat itu. Sudah tentu, dari dalam istana Khong Han Kiong, Kim Houw juga mengambil sedikit barang
oleh-oleh untuk adik Peng-nya. Itu adalah sepotong baju yang terbikin dari bulu monyet emas dan
sebilah pedang emas yang sangat tajam untuk Peng peng. Ia berpikir, adik Peng-nya tidak
mengerti ilmu silat, kalau memakai baju wasiat itu, dapat menjaga diri jangan sampai terluka,
sedang Peng Peng yang mengerti ilmu silat, pedang itu adalah hadiah yang paling tepat.
Semua barang-barang itu telah ditinggal oleh Siao Pek Sin karena dianggap kurang berharga.
Kim Houw begitu keluar dari dalam rimba, kewajiban pertama yang dilakukan olehnya adalah
menengok Bwee Peng, hal ini, dalam suratnya Kim Houw kepada Peng Peng sudah pernah ditulis
dengan jelas, maka di sini tidak perlu diceritakan lagi. Kim Houw telah menemukan kuburannya
Bwee Peng. ia menangis sedih sekali dan bersumpah pasti hendak menuntut balas untuk Bwee
Peng. Kemudian ia mendatangi Istana Kumala Putih yang didirikan oleh Siao Pek Sin.
Selama itu Kim Lo Han terus tidak berpisah dengan dia. Hwesio tua itu sudah mengambil
keputusan tidak akan berpisah untuk selama lamanya dengan Kim Houw.
Semua kejadian yang timbul diwaktu magrib dalam istana di gunung Kun-cong-san, adalah
perbuatannya Kim Lo Han dan Kim Houw. Mereka sama sekali masuk ke dalam istana, mereka
hanya berada di atas genteng di luar istana, satu di kanan satu di kiri, tapi perbuatannya itu sudah
cukup membikin panik semua orang yang ada didalam istana.
Selama Kim Houw tidak melihat San Hua Sian Li dan si Imam palsu, ia heran, mengapa dari
orang-orang yang dulu bebas menjadi penghuni Istana Kumala Putih didalam rimba keramat,
cuma dua orang itu yang tidak ada, justru kedua orang itu yang merupakan orang-orang yang
dibuat pikiran oleh Kim Houw.
Sudah tentu Kim Houw juga kangen pada Kim Coa-nio-nio dan si kacung baju merah cuma
karena sudah melihat, kangennya itu lantas hilang.
Urusannya sendiri telah demikian mendesaknya, sehingga ia tidak sempat memikirkan soal
yang lain, Ilmu ginkang Kim Houw, pada saat itu sudah mencapai taraf paling sempurna, ia
sembunyikan diri di atas genteng siapapun jangan harap bisa lihat padanya.
Ia dengar pembicaraan antara Siao Pek Sin dengan ibunya, Ia sekarang mengerti bahwa ibu
yang melahirkan dirinya mungkin itu wanita yang dikatakan ibu Siao Pek Sin sebagai perempuan
hina. Ceng Kim Cu.
Sedang ayahnya mungkin adalah Pek Lin, barang kali ia sendiri dengan Siao Pek Sin saudara
satu ayah tapi berlainan ibu. Ceng Kim Cu mungkin juga ada hubungannya dengan ibunya Siao
Pek Sin sebab mereka sama-sama merupakan orang-orang dari Ceng Kee-cee.
Karena ibunya Siao Pek Sin sudah kalap betul-betul, sehingga memaki maki kalang kabut
maka Kim Houw sudah tidak dapat menahan sabarnya lagi dan akhirnya unjukkan dirinya.
Tidak nyana ibunya Siao Pek Sin demikian bencinya terhadap dirinya, pedangnya terus
mencecar bagian-bagian yang berbahaya, karena Kim Houw anggap nyonya itu tingkatan tua,
sengaja ia tidak mau melawan hanya dengan berputar putar ia menghindarkan diri dari setiap
serangan, maka meski serangannya ibu Siao Pek Sin demikian cepat dan ganas sedikitpun tidak
mampu menyentuh dirinya.
Sebentar saja pertempuran itu sudah berjalan dua puluh jurus lebih, Ibunya Siao Pek Sin
makin lama makin gemes, serangannya juga makin gencar dan ganas. Kim Houw masih tetap
berputaran, sama sekali tidak balas menyerang.
Siao Pek Sin saat itu sudah berdiri di bawah dinding, tapi tidak berani ambil tindakan apa-apa
sebab ibunya dengan Kim Houw bertarung begitu rapat. Nampaknya Kim Houw sama sekali tidak
mengeluarkan tenaga sedang ibunya sudah tersengal-sengal napasnya. Sebagai anaknya,
bagaimana ia dapat membiarkan ibunya dihina begitu rupa"
Maka ia juga lantas menghunus pedang panjangnya, turut mengerubuti Kim Houw.
Pedang pusaka Siao Pek Sin baru saja dipegang dalam tangannya, tiba-tiba terdengar suara
tertawa dingin Kim Houw, kemudian disusul oleh suara bentakannya: "Lepas Tangan!"
Ujung pedang lantas terjepit antara kedua jari tangan Kim Houw, tidak tahu dengan cara
bagaimana bergeraknya, tiba-tiba Siau Pek Sin merasakan suatu kekuatan tenaga yang
menyerang melalui ujung pedang. Tadinya Siao Pek Sin hendak memberi perlawanan dengan
kekuatan tenaga dalamnya, supaya bisa memberi bantuan.
Siapa Nyana, Siao Pek Sin baru saja mengerahkan tenaganya, tiba-tiba tangannya dirasakan
sakit, pedangnya tidak dapat dikuasai lagi, hingga akhirnya direbut oleh Kim Houw.
Kim Houw setelah berhasil merebut pedang Siao Pek Sin, lalu diputar dan tepat menghalangi
majunya Pek Kao yang saat itu hendak menerjang masuk dari luar.
Kim Houw tahu bahwa siulan Siao Pek Sin tadi tentunya akan mengejutkan orang lain. Ia pikir,
dalam waktu pendek tentu tidak akan berhasil mengorek keterangan, apa pula setelah
kedatangannya itu diketahui orang, sudah tentu ia tidak bisa berdiam lama-lama lagi.
Ia lantas bersiap-siap untuk meninggalkan tempat itu, Ia toh sudah mendapat dengar tentang
Pek Liong-po dan Ceng-kee-cee, dari kedua tempat itu rasanya tidak sukar untuk mendapatkan
keterangan. Tapi, selagi ia hendak berlalu, dari luar telah muncul tiga orang berbareng, mereka adalah
Pek-Kao-nya, Cek Ie-ya dan Ciok Goan Hong.
Cek-Ie-ya dan Ciok Goan Hong sudah tentu mengenali Kim Houw. Mereka merasa heran,
katanya Kim Houw adik kandung Sioa Pek Sin dan ibunya Siao Pek Sin seharusnya juga ibunya
Kim Houw, tapi mengapa ibu dan anak itu bertempur demikian sengit. apakah Kim Houw sudah
tidak mengenali budi ibunya lagi"
Pek Kao tidak kenal Kim Houw, ia cuma tahu bahwa anak muda itu parasnya mirip benar
dengan Siao Pek Sin, maka seketika itu juga tercengang.
Tiba-tiba terdengan Siao Pek Sin berkata:
"Paman paman, kalian harap tangkap bocah ini. Ia berani menyelundup kemari hendak
melakukan pembunuhan terhadap kami, maksudnya hendak merebut kedudukan majikan Istana
Kumala Putih ini, bahkan hendak menganiaya ibunya sendiri.
Karena mendengar keterangan Siao Pek Sin itu, tiga orang itu marah sekali. Pek Kao dalam
hati mengerti sendiri, ia adalah pamannya Siao Pek Sin, bagaimana tidak tahu persoalan dalam
rumah tangganya keluarga Siao Pek Sin" Maka ia lantas maju paling depan, dengan memutar
senjata pecutnya Kao Theng-pian yang sudah beberapa puluh tahun membuat ia terkenal turut
menyerbu menyerang Kim Houw.
Kim Houw tadi hanya mengalah terhadap ibunya Siao Pek Sin, maka ia tidak turun tangan.
Tapi kini setelah mendengar ucapan Siao Pek Sin yang memutar balik duduk perkaranya,
bagaimanapun ia tidak bisa bersabar lagi. Hanya pada saat itu sudah tentu ia tidak bisa
membantah ucapan Siao Pek Sin, begitu lihat Pek Kao maju menyerang, ia lantas keluarkan
kepandaiannya. Di bawah serangan dua macam senjata dan berkelebatnya sinar hijau dan putih,
tiba-tiba terdengar suara "Plak, plak" dua kali, sinar pedang dan bayangan pecut tiba-tiba hilang
lenyap. Ibunya Siao Pek Sin dan Pek Kao kedua-duanya terlempar jatuh sampai membentur
dinding kamar. Sedang Kim Houw dengan tangan kiri memegang pecut dan tangan kanan
memegang pedang, berdiri tegak ditengah ruangan sambil tertawa dingin.
Mendadak benda-benda berhamburan menyambar ke arah Kim Houw tapi ia masih berdiri
tegak ditempatnya, hanya pedang di tangannya tampak berputaran laksana kitiran. Dalam tempo
sekejap saja, benda-benda berkeredepan itu sudah tersampok jatuh di tanah seluruhnya.
Benda-benda berkeredepan itu ternyata menyambar dari pesawat rahasia yang dipasang
didalam dinding oleh Siao Pek Sin. Benda-benda itu merupakan senjata rahasia yang sangat lihai,
karena selain jumlahnya banyak, tenaga serangannya juga hebat. Siapa nyana senjata ampuh itu
telah dipecahkan dengan mudah sekali oleh Kim Houw, tidak heran kalau orang-orang yang
menyaksikan pada kagum dan melotot ternganga.
Tiba-tiba terdengar ejekan Ciok Goan Hong: "Sekalipun memiliki ilmu silat yang sudah tak ada
tandingannya dalam dunia, selamanya kau tidak akan mendapat penghargaan orang. Di atas
namamu Kim Houw telah penuh noda, sekalipun kau menyebur ke dalam laut juga tidak bisa
mencuci bersih nodamu, kecuali nona Bwe Peng hidup kembali...."
Kim Houw merasa sangat gusar. Ia sejak kecil mengasihani dan mencintai Bwee Peng, siapa
nyana Bwee Peng mengalami nasib sedemikian buruk, malahan noda itu dilimpahkan keatas
dirinya. Memang bagi Bwee Peng, apa gunanya Kim Houw mempunyai kepandaian tinggi tidak ada
bandingannya, karena rohnya Bwee Peng yang mati penasaran biar bagaimanapun toh tidak bisa
hidup kembali. Dengan menahan kesedihannya Kim houw menjawab: "Sekarang aku tidak akan berbantahan
dengan kalian, aku yakin, pasti pada suatu hari peristiwa ini akan dapat dibikin terang. aku akan
menggunakan segenap jiwa ragaku untuk menuntut balas atas kematian adik Peng, dengan
darahku akan mencuci noda di atas namaku."
Setelah berkata, setindak demi setindak Kim Houw berjalan keluar.
tiba-tiba terdengar suara ibu Siao Pek sin yang sangat nyaring: "Aku mau membunuhnya! Dia
telah merampas suamiku, dia telah merampas kekasihku, dia telah merampas kebahagiaanku
untuk selama-lamanya........oh!"
Kim houw terus berjalan tanpa menoleh. Sementara Cek Ie-ya dan Ciok Goan Hong cuma bisa
mengawasi dengan mendelu. Saat itu di luar kamar sudah berdiri banyak orang, diantara mereka
ada sepasang manusia aneh dari Lam-hay, Kim Coa Nio-nio dan lainnya. Pendeknya, semua
orang bekas penghuni Istana Kumala Putih dirimba keramat telah datang dengan lengkap.
San Hua Sian Li berdiri menggelendot di dada ayahnya, ia sedang menangis dengan sedih,
barangkali semua kejadian barusan telah dilihat dan didengar semua olehnya.
Kee To-ya (Imam Palsu) juga ada, tapi agaknya masih belum sadar dari mabuknya. Ia ini
terhadap majikan istana Siao Pek Sin selalu masih merasa sangsi. Setelah keluar dari Istana
Kumala Putih didalam rimba keramat, semua sepak terjang Siao Pek Sin selalu
mengecewakannya, hanya untuk mentaati sumpahnya saja sehingga ia tidak mau pergi begitu
saja. Oleh karena itu setiap hari ia terus mabuk mabukan.
Justru Kim Houw sedang melangkah meninggalkan tempat itu dalam remang-remang
dilihatnya si Imam Palsu.
"Astaga! Siao-tiancu, si anak baik" katanya," Kau juga sudah keluar, ha ha ha ha! Sungguh
hebat kepandaianmu! Mari sambuti serangan toayamu, serangan toayamu ini dinamakan Sinliongcut-hay (Naga sakti keluar dari laut)........."
Dengan mendadak ia buktikan serangannya, tapi badannya sempoyongan, agaknya kepalanya
berat dan kakinya enteng, hingga tidak bisa berdiri tetap namun sambaran angin serangannya
hebat dan luar biasa.
Kim Houw tahu ia sedang mabuk, sudah tentu ia tidak mau meladeni. Ia hanya berkelit
menghindarkan serangan, kemudian memutar ke belakang badan si Imam palsu, sambil
mengulurkan tangannya ia hendak membimbingnya.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan :" Anak busuk, kau berani ganggu dia!" kata-kata ini
dibarengi oleh kekuatan angin yang dahsyat.
Kim Houw tidak usah menoleh, sudah tahu kalau yang datang adalah senjata peluru dari To
Pa thian. Ia yang pernah mendengar kehebatan senjata To Pa Thian, sekarang ingin mencoba
senjata itu sebetulnya sampai dimana kekuatannya.
Ia menantikan sampai angin yang kuat itu mendekati dirinya, baru memutar tubuhnya dengan
tiba-tiba dan telunjuk jarinya menyentil peluru tersebut.
Serangan dengan telunjuk jari ini, adalah ilmu pelajaran Kouw jin Kiesu yang disebut Ciok-ciekang.
Kekuatan dari sentilan jari itu luar biasa hebatnya. Kim Houw pikir hendak menguji kekuatan
jarinya itu, mana lebih hebat dibandingkan dengan kekuatan peluru dari To Pa Thian.
Siapa nyana, begitu jari itu menyentuh peluru, tiba-tiba terdengar suara "tar" yang amat
nyaring, kemudian disusul oleh melesatnya beberapa puluh peluru kecil yang meledak dari induk
peluru To Pa Thian.
Kim Houw terkejut, kiranya peluru yang dinamakan Cu-bo-cin-tan atau peluru sakti induk dan
anaknya itu, didalamnya tersimpan peluru-peluru kecil.
Kim Houw buru-buru melesat ke atas sampai beberapa tombak tingginya. Semua orang yang
sudah pernah melihat kepandaiannya, tahu kalau senjata peluru itu tidak akan mampu melukai
dirinya. Tapi justru Kee To-ya yang masih dalam keadaan mabuk terancam bahaya, bagaimana
bisa ia menghindarkan serangan peluru itu"
Semua orang berseru kaget mendengar suara "tar" dari pecahnya peluru To Pa Thian.
Terlebih-lebih pemiliknya sendiri, ia turun tangan bermaksud hendak menolong Kee To-ya, tidak
tahunya malah mau mencelakakannya.
Namun apa yang terjadi kemudian benar-benar mengejutkan semua orang, beberapa puluh
butir peluru kecil itu semuanya telah terpukul jatuh di tanah, sedang Kee To-ya sendiri sudah tidak
kelihatan batang hidungnya.
Sampai di sini, semua orang baru ingat bahwa ketika Kim Houw lompat melesat ke atas, Kee
To-ya juga dijambretnya sekalian, maka semua mata lantas ditujukan ke arah dimana Kim Houw
tadi mendarat turun.
Di sana, di suatu tempat yang di sinari rembulan telah tergeletak Kee To-ya yang masih tidur
mendengkur dan belum sadar dari mabuknya. Sedang Kim Houw sendiri entah kemana perginya.
Kim Houw meninggalkan sekian banyak orang yang terheran-heran dan pergi menemui Kim Lo
Han, tiba-tiba didengarnya suara orang memanggil namanya: "Houw-ji! Houw-ji!"
Ia terkejut, karena suara itu dikenalinya sebagai suara Touw Peng Peng. Untuk sementara ia
masih belum ingin bertemu dengan si nona, namun nampaknya si nona khusus menungguinya di
sini. Kalau ia tidak meladeni sama sekali dan berlalu begitu saja entah bagaimana sedihnya Touw
Peng Peng nanti. Maka akhirnya ia menunggu.
Kim Houw pikir, meski ia sendiri tidak menyukainya, tapi biar bagaimanapun si nona itu pernah
melepas budi padanya. Kalau tidak ada pedang Ngo heng-kiam dan baju wasiat pemberian nona
itu, bagaimana ia bisa seperti sekarang ini" Mungkin kini sudah tinggal tulang-tulangnya saja
didalam rimba keramat itu.
Belum habis ia melamun, sudah terlihat berkelebatnya bayangan merah. Di depannya tampak
berdiri seorang nona cantik bagaikan bidadari, nona itu ketawa manis terhadap dirinya.
"Houw-ji, dua tahun tidak bertemu, rupanya kau sudah tidak mengenali aku lagi!" demikian
seru si nona. Ya, hanya dua tahun ia sendiri sudah besar, Peng Peng juga sudah besar, malah lebih cantik
daripada dulu, tidak lagi seperti anak-anak yang nakal.
Hanya sifat si nona yang polos masih tidak berubah. Dari pembicaraan dan ketawanya, masih
tetap tidak kenal sudah atau sedih.
Tiba-tiba Peng Peng memonyongkan mulutnya." Houw-ji, kau kenapa?" ia menegasi Kim
Houw. Kim Houw baru merasa kalau sikapnya agak berubah, maka buru-buru ia menjawab :" Nona
Touw......" Ia seolah-olah baru sadar dari lamunannya.
"Apa" Aku tidak mengizinkan kau memanggil aku begitu lagi!" memotong Peng Peng dengan
cepat sedang alisnya tampak berdiri.
Kim Houw tercengang "Nona Peng Peng........." katanya gelagapan.
Touw Peng Peng memelototkan matanya, agaknya gusar. Tapi ia seperti mendadak ingat
sesuatu. Apakah yang diingatnya" Ia ingat apa sebabnya Kim Houw agak takut padanya, tidak lain
karena Bwee Peng mempunyai sifat yang lemah lembut dan menyayangi Kim Houw. Sekarang ia
mengerti, kalau mau merebut hatinya Kim Houw, agar ia mau berbalik mencintai dirinya. ia harus
bisa berlaku lemah lembut seperti Bwee Peng. Maka ia lantas pejamkan matanya yang melotot
kemudian mengucurkan air matanya hingga meleleh dikedua pipinya.
"Houw-ji, benarkah kau begitu asing terhadapku?" tanyanya.
Kim Houw sudah bersedia untuk didamprat oleh Peng Peng, sekalipun Peng Peng memukul
dan memakinya, buat ia tidak berarti apa-apa, sebab Peng Peng pernah menanam budi pada
dirinya. Tapi Peng Peng mendadak berubah sifatnya, ini bukan saja mengherankannya bahkan
membuatnya gelagapan.
"Peng Peng! Maafkan aku!" demikian katanya.
Seruan Kim Houw itu ternyata lebih manjur dari pada segala obat, di wajah Peng Peng lantas
tersungging senyuman yang menawan hati.
"Apa yang harus dimaafkan" Kalau sejak tadi kau bersikap seperti itu, bukankah lebih baik?"
katanya. Kim Houw tidak nyana bahwa perubahan nona itu sedemikian cepatnya.
"Peng Peng, kenapa mesti begitu" Kau tahu hatiku, sejak awal sudah......."


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa menunggu Kim Houw bicara sampai habis Peng Peng sudah nyeletuk: "Kau jangan
perdulikan aku, asal aku suka, aku senang sudah cukup. aku tidak bisa memikirkan terlalu banyak.
Houw-ji, sekarang kau hendak kemana" Apakah hendak meninggalkan tempat ini?"
"Aku bersiap hendak melakukan perjalanan jauh!"
Ia menyatakan demikian, supaya Peng Peng jangan ikut. Siapa sangka, Peng Peng sedikitpun
tidak menanyakan berapa jauhnya, malah berkata: "Kalau begitu mari kita berangkat! Aku juga
ikut!" Kim Houw tercengang agak lama, lalu berkata :" Peng Peng, untuk apa kau ikut?"
"Aku tidak mempunyai urusan apa-apa! aku cuma ingin ikut kau, kau ke timur aku ikut kau ke
timur dan jika kau ke barat akupun ikut ke barat."
"Ah! Peng Peng, urusanku ini adalah urusan besar bukannya main-main. Kau pulang saja
dulu, setelah urusanku selesai, nanti kutengok kau lagi!"
"Nanti apa kau hanya menengok aku saja" Tidak! aku seorang diri meninggalkan rumah,
dengan menempuh perjalanan yang begini jauh untuk mencarimu. Apa maksudnya" Untung
Tuhan masih kasihan padaku, akhirnya dapat bertemu dengan mu, tidak sangka kau......."
Peng Peng meski seorang gadis yang adatnya keras, tapi dalam kedukaannya ia juga bisa
bersedih. Ketika bicara sampai di situ, ia tidak mampu menahan rasa sedih dalam hatinya, hingga
akhirnya menangis, air matanya sampai membasahi kedua pipinya.
Kim Houw dimasa kanak-kanak ketika masih sering bergaul dengan Bwee Peng, justru paling
takut kalau Bwee Peng menangis. Dan kini, ketika mendengar suara tangisan Peng Peng, ia juga
merasa takut. Maka lantas buru-buru ia membujuk: "Peng Peng! Peng Peng! Harap kau jangan
menangis, aku terima baik permintaanmu, cuma aku harap........"
Air mata wanita adalah senjata, siapapun tidak akan membantah filsafat ini, tapi kekuatan cinta
juga dapat mempengaruhi apapun juga tidak dapat disangkal lagi. coba lihat, karena cinta
membuat Peng Peng rela melakukan perjalanan sangat jauh dengan seorang diri saja, maksudnya
ialah cuma ingin mencari tahu tentang mati hidupnya sang kekasih.
Kini, dalam kesedihan tangisnya, hanya mendengar sepatah janji Kim Houw saja, ia lantas dari
menangis berubah menjadi tertawa: "Houw-ji, kau tidak usah kuatirkan diriku, aku mempunyai
seekor kuda hebat yang setiap harinya bisa menempuh perjalanan ribuan lie, kau tunggulah di sini,
aku akan segera kembali."
Belum habis perkataannya, bayangannya sudah melesat masuk ke dalam istana.
Houw-ji cuma bisa menggeleng-geleng kepala, terhadap nona yang berandalan ini, Kim Houw
benar-benar tidak berdaya.
Rembulan terang, udara jernih, malam sudah menjelang pagi.
Kim Houw masih berdiri ditempat semula, kepalanya mendongak memandang rembulan yang
sudah mulai mendoyong ke arah barat. Pikirannya kalut, sebentar muncul bayangannya Peng
Peng dengan tingkah lakunya yang berandalan, suara ketawanya yang seperti tidak mengenal apa
artinya kesedihan. Ia anggap tuhan tidak adil, yang satu begitu mengenaskan, yang lain ada
sangat gembira.
Tiba-tiba terdengar suara orang menegur: "Houw-ji, kau kenapa?"
Kim Houw terperanjat, ia cepat menoleh. Di belakangnya ternyata telah berdiri Kim Lo Han.
Dengan wajah kemalu-maluan ia menjawab :" Lo Han-ya! Houw-ji tidak kenapa-napa!"
"Houw-ji, aku berada di belakangmu sudah setengah harian, kau sama sekali tidak
menyadarinya. Ini sebelumnya belum pernah terjadi, keadaanmu seperti orang bingung....ah! Aku
bukan seorang yang suka mencampuri urusan orang lain cuma buat kau ada pengecualian. Kau
agaknya seperti sedang menantikan orang ! Tapi, apa sebabnya sampai sekarang ia masih belum
datang ?" Ucapan Kim Lo Han ini telah menyadarkan Kim Houw. Memang benar, sudah dua jam lebih
lamanya ia menunggu, mengapa Peng Peng masih belum balik " Kalau dilihat dari sikap Peng
Peng tadi yang tergesa-gesa, tidak semestinya ia sampai sekarang belum muncul. Apakah
masuknya keistana telah diketahui oleh Siao Pek Sin, sehingga tertangkap.
Memikir sampai di situ, dengan tidak di rasa Kim Houw lantas mengucurkan keringat dingin.
"Lo Han-ya, tolong kau tunggu aku di sini sebentar, aku akan masuk ke istana untuk
menyelidik !"
Tanpa menunggu jawaban Kim Lo Han cepat ia sudah gerakkan tubuhnya melesat ke istana.
Tapi setelah ia berputaran sejenak di istana, dalam hati lantas bercekat. Ternyata dalam istana
itu keadaannya sepi sunyi, satu bayangan manusia saja tidak kelihatan, sekali pun si Imam palsu
yang suka mabuk-mabukan juga tidak nampak mata hidungnya.
Bagian depan Istana Kumala Putih cuma merupakan satu ruangan yang luas. Diwaktu malam
memang tidak ada orang. Kim Houw masuk terus, siapa nyana ditengah-tengah ruangan di atas
kursi singgasana, tengah duduk seorang tua, yang bukan lain adalah Pek Kao-ya dari Pek-liongpo.
Begitu melihat Kim Houw, orang tua itu lantas berkata dengan suara nyaring : "Aku adalah Pek
Kao, adik Pek Liong-ya dari Pek liong-po, juga menjadi pamannya Pek Sin. Kini telah mendapat
titah Tiancu, hari ini untuk sementara mewakili menjalankan tugasnya Tiancu."
Bicara sampai di situ, ia lantas turun dari tempat duduknya dan menghampiri Kim Houw
sembari menjura memberi hormat.
"Siau-hiap ini malam-malam masuk kemari sebetulnya ada urusan apa, harap suka memberi
penjelasan !." demikian katanya.
Pek Kao dengan sikap dan caranya memperkenalkan dirinya, sudah tentu ada maksudnya,
bagaimana Kim Houw tidak tahu " Tapi karena Pek Kao masih pamannya Siao Pek Sin. Ia tidak
berani berlaku sembarangan. Mesti masih belum mengetahui jelas asal usul diri sendiri, tapi dalam
keadaan demikian Pek Kao-ya ada begitu sopan dan memakai aturan, maka Kim Houw lantas
buru-buru membalas hormat seraya berkata : "Tolong tanya, Tiancu sekarang ada dimana ?"
Dengan tenang Pek Kao mengeluarkan sepucuk surat dari sakunya dan diangsurkan kepada
Kim Houw seraya berkata : "Tiancu sudah pergi ke Se-cuan. Waktu mau berangkat ia ada
meninggalkan surat ini harap Siau-hiap baca sendiri. Semua hal sudah dijelaskan dalam surat,
maaf, aku tidak bisa mengawani Siau-hiap terlalu lama !"
Sehabis berkata Pek Kao lantas keluar dari ruangan.
Kim Houw tahu tidak ada gunanya menahan, maka ia biarkan orang tua itu berlalu lantas
membuka dan baca bunyi surat itu :
"Kim Houw! Kau dengan aku adalah musuh turunan. Atas perintah ibu, kalau kau belum
binasa, aku belum mau sudah. Nona Peng Peng sudah ikut aku dalam perjalanan ke Su-coan
meski ia tidak suka, tapi, di bawah paksaan orang banyak, bagaimana ia bisa lari " Tidak senang
mau apa lagi "
Kim Houw ! Apa kau cinta kepadanya " Dia memang pantas disebut seorang cantik seperti
bidadari ! Benarkah kau cinta dia " Dia memang seorang anak dara yang sangat menarik !
Kami akan melakukan perjalanan yang jauh, kudanya yang bagus itu sangat kebetulan bagi
kami. Tujuan kami yang terakhir adalah Ceng-kee-cee di bukit Teng lay san. kalau kau sudah
sampai dibukit itu dapat menanya kepada siapa saja, tidak ada seorangpun yang tidak tahu.
Sukakah kau kunjungi Ceng-kee-cee, untuk Peng-Peng"
Nanti tanggal lima bulan lima diwaktu lohor, Ceng-kee-cee akan mengadakan acara
sembahyang besar. Barang-barang yang dipakai untuk upacara itu ialah kerbau hidup, tapi tahun
ini mungkin akan diganti dengan manusia hidup, malahan yang akan dikorbankan adalah satu
nona manis ! Kalau sebelum tanggal lima bulan lima lohor kau tidak muncul harap kau jangan sesalkan aku
nona Peng Peng akan digunakan untuk sajian hidup dalam upacara sembahyang itu !
Bagaimana" Untuk dirinya nona Peng Peng segeralah datang ! Kami menantikan
kedatanganmu dengan segala hormat, mudah-mudahan kau tidak mendapat halangan apa-apa
didalam perjalanan."
Siao Pek sin. Surat itu yang bunyinya agak panjang, meski ditulis secara lunak, tapi setiap perkataan
merupakan suatu tusukan dalam hati Kim Houw.
Cintakah Kim Houw kepada Peng Peng " la sendiri juga tidak tahu. Tapi nyatanya setelah
membaca surat itu, ia lantas berlalu dari istana dan menemui Kim Lo Han diajak ke Se-cuan.
Di sepanjang jalan ia selalu mencari keterangan, maksudnya ialah apa bisa ketemukan
sebelum tiba di Su-coan, berarti mengurangi penderitaannya Peng Peng.
Tapi, jalanan yang menjurus ke Su-coan ada banyak sekali, mereka tidak tahu harus ambil
jalan yang mana.
Turun dari gunung Kua-coan-san, melalui beberapa desa, malam itu mereka telah tiba di kota
Yu-liang-shia. Kim Houw hendak menanyakan keterangan kepada orang-orang di kota, tapi belum membuka
mulut, Kim Lo Han sudah mencegah.
"Houw-ji kau jangan sebutkan jumlahnya mereka, kalau mereka jalan berpencaran, bagaimana
" Kau tanya, saja satu atau dua diantaranya !" demikian kata Kim Lo Han.
Mendengar keterangan itu. Kim Houw diam-diam kagum kepada Kim Lo Han. Tidak lama ia
lantas menanya kepada salah satu orang yang sedang berjalan: "Paman, numpang tanya apa kau
pernah melihat seorang nona baju merah yang menunggang seekor kuda kecil bulu merah lewat di
sini " Nona itu mungkin masih membawa beberapa pengiringnya......"
Apa lacur orang yang ditanya itu justru si Thio Sam yang terkenal doyan mengobrol. Ia
seorang pengangguran, kerjanya cuma mengobrol yang bukan-bukan supaya dapat sedikit
minuman atau hidangan kalau menemukan tetamu yang royal. Ketika menampak Kim Houw yang
berdandan seperti anak sekolah dan menanyakan dirinya satu nona, pikirannya lantas bekerja
cepat, dan mulutnya lantas menjawab tanpa dipikir lagi ; "Aa ! ada ! ya ada nona begituan......"
Kim Houw sangat girang.
"Dimana Mereka berjalan menjurus kemana"
"Oh! seperti ya.... tapi juga seperti akan......"
Kim Houw semakin gelisah tapi Kim Lo han yang mesti tidak suka bicara, tapi mengerti banyak
urusan. Melihat tingkah lakunya Thio Sam ia lantas mengerti. Lalu mengeluarkan sedikit yang
recehan, diserahkan dalam tangan Kim Houw, serta memberi isyarat dengan matanya, hingga Kim
Houw lantas mengerti maksudnya.
"Paman ini sedikit uang untuk minum teh!" kata Kim Houw sembari berikan uangnya kepada
Thio Sam. Thio Sam melihat persenan begitu besar hatinya girang, tapi bicaranya masih sengaja diputarputar.
"Siangkong, bukannya aku tidak mau omong terus terang, sebetulnya aku ada sedikit kuatir,
karena pengikutnya nona baju merah itu hampir semuanya pada membawa senjata tajam. Coba
pikir, kalau perbuatanku ini diketahui, bukankah jiwaku nanti akan melayang... oh, ya siangkong,
satu diantara orang-orang itu parasnya cakap seperti Siangkong..."
Mendengar perkataannya, Kim Houw tidak banyak rewel lantas memberikan uang lagi
padanya, kali ini ia memberikan lima tahil yang perak. Tapi Thio Sam rupa-rupanya masih
menginginkan lebih banyak lagi, ia ajak Kim Houw kesalahan yang kecil. kemudian mulai
keterangannya yang disusun rapi: "Ah! nona baju merah itu sungguh kasihan, sekujur badannya
diikat seperti lepat mulutnya juga disumpal..." padahal semuanya itu keterangannya Thio Sam
sendiri karena ia sengaja mengulur waktu. Tidak nyana Kim Houw tidak mau mengerti dengan
mendadak ia jepit tangan Thio Sam dengan kedua jari, hingga si orang she Thio itu menjerit-jerit
kesakitan. Kim Houw tidak perdulikan padanya, ia bukan saja merasa cemas dirinya Peng Peng juga
merasa gemas terhadap Thio Sam yang begitu rendah, maka bukan saja lantas kendorkan
cekelannya bahkan semakin keras.
"Siangkong, ampun... ampun.. aku nanti omong terus terang...!" demikian Thio Sam terus
meratap minta diampuni.
"Aku cuma tanya kau, kemana mereka pergi" Jalanan mana yang diambil?" kata Kim Houw
gusar. Thio Sam kesakitan setengah mati, sampai hampir terkencing-kencing, terpaksa ia menjawab
sekena-kenanya: "Mereka ambil jalan air kabarnya akan ke Tong-lo terus ke Hang-ciu, mungkin
akan pesiar ke telaga See ouw..... aduh.... aku Thio Sam...."
Kim Houw lantas lepaskan tangannya, karena maksudnya cuma mau tahu mereka menuju ke
mana. Siapa tahu jawaban Thio Sam telah mengatakan mereka ambil jalan air, hingga terpaksa
Kim Houw menoleh kepada Kim Lo Han maksudnya hendak menanyakan pikirannya, tapi Kim Lo
Han tidak menjawab, ia hanya gelengkan kepala, maka dua orang itu lantas keluar dari gang dan
masuk ke rumah makan.
Setelah menangsal perut, Kim Houw menanya kepada Kim Lo Han: "Lo Han-ya, apa tidak baik
kalau kita kejar terus" Meski agaknya tidak masuk di akal, tapi ini hanya jalan satu-satunya untuk
mengikuti mereka, kalau perahunya berjalan tidak ada halangan, esok pagi-paginya rasanya bisa
menyandak, kau pikir benar tidak?"
Kim Lo Han hanya manggut-manggut saja, maka mereka berdua lantas pergi ke tepi sungai
untuk mencari perahu. Setiap kali menemukan perahu, Kim Houw lantas keluarkan ginkangnya
melayang ke atas perahu untuk pergi memeriksa, setelah mendapat kepastian bukan orang yang
dicari ia tinggalkan lagi.
Oleh karena itu, maka perjalanannya agak lambat. Meski demikian, satu malam itu juga sudah
melalui ratusan lie dan pada esok paginya sudah memasuki kota Lan-ko.
Kalau di waktu malam dua orang itu bisa mengeluarkan ginkangnya untuk lari cepat serta bisa
berbuat sesukanya, tapi di waktu siang hari mereka tidak dapat berbuat seperti itu, maka terpaksa
menyewa satu perahu kecil untuk melanjutkan perjalanan mencari Peng Peng.
Diwaktu petang, perahu itu sudah tiba di Kian-tek, keduanya lantas meninggalkan perahu
untuk masuk ke kota. Karena perutnya sudah pada keroncongan, mereka lantas mencari rumah
makan untuk tangsal perut.
Ketika itu keadaan dalam rumah makan sedang ramainya, hampir tidak ada tempat kosong.
Tapi ketika mereka baru saja melangkah ke pintu, lantas sudah banyak orang yang pada menoleh
ke arahnya. Sebentar saja, di sana sini ramai kasak-kusuk sambil memandang mereka dan apa
yang mengherankan, ketika orang-orang itu setelah mengawasi mereka berdua, lantas pada diam
tidak berani membuka mulut lagi.
Sebentar saja, rumah makan yang begitu ramainya berubah menjadi sunyi, sampai semua
pelayan dan tukang masak juga pada berhenti melakukan tugasnya.
Hal ini, bukan saja membuat heran, sekalipun Kim Lo Han yang sudah banyak pengalaman
juga tidak mengerti apa sebabnya.
Dua orang itu berdiri diambang pintu, mundur salah, majupun salah, maka terpaksa berdiri
terus menyaksikan gerakan mereka.
Tiba-tiba kasir rumah makan itu maju menghampiri Kim Lo Han dan Kim Houw, sembari
memberi hormat ia berkata dengan suara ketakutan: "Hut-ya rumah makan kami terlalu kecil, tidak
ada arak dan hidangan yang enak untuk melayani Hut-ya, harap Hut-ya suka maafkan, tua bangka
di sini minta maaf sebanyak-banyaknya!" sehabis berkata orang itu segera hendak berlutut.
Kim Lo Han buru-buru memimpin bangun padanya, berkata dengan suara yang lembut: "Sicu
tidak punya kesalahan, sekarang marilah kita pergi saja."
Perkataan dan perbuatan Kim Lo Han itu rupa-rupanya membikin heran semua orang yang
ada di situ, Kim Lo Han memberi isyarat kepada Kim Houw, lantas meninggalkan rumah makan
tersebut. Tidak nyana, dalam waktu sekejap itu, di depan pintu juga sudah berkerumun banyak orang.
Dari sikap dan wajah orang-orang itu semuanya menandakan keheranan, kembali mereka dibikin
melengak. Bersambung ke Jilid 6
Jilid 06 Orang banyak ada di luar pintu itu, sedikitpun tidak berani mengeluarkan suara, keadaan sama
dengan orang-orang yang berada didalam. Tapi ketika Kim Houw dan Kim LO Han berjalan keluar,
orang banyak itu lantas pada minggir untuk memberi jalan
Kim Lo Han dan Kim Houw lantas menduga ada apa-apa, mereka tahu bahwa kejadian itu
pasti ada sebab-sebabnya, maka tidak berani berdiam lama-lama di situ dan terus berlalu cepat.
Dengan cepat mereka sudah melewati dua tikungan karena mengetahui masih ada banyak
orang yang memperhatikan mereka, maka tidak berani menoleh sama sekali. Setelah
meninggalkan tempat ramai, baru pada kerahkan ilmunya untuk menyingkir kesalah satu rumah
penduduk. Tiba-tiba terdengar suara riuh di sana sini: "Hut ya sudah terbang ke langit!" kemudian disusul
oleh bentakan keras: "Mau apa kamu ribut-ribut tidak karuan" Apa sudah tidak kepingin hidup?"
Karena mendengar suara bentakan itu. Orang ramai itu lantas bubaran, suasana juga lantas
sirap ! Kim Houw mengawasi Kim Lo Han, hwesio tua itu tampak kerutkan alisnya.
Kim LO Han kali ini berobah kebiasaannya, ia lantas berkata: "kalau tidak ada angin, sudah
tentu tidak timbul ombak segala kejadian tentu ada sebabnya. Ini bukan suatu soal yang kebetulan
saja didalamnya pasti ada apa apanya. Melihat sikapnya orang-orang yang demikian ketakutan,
mungkin telah terjadi suatu kejahatan besar dalam kota ini. Aku si hwesio tua kalau tidak tahu ya
sudah, tapi sekarang setelah mengetahui, bagaimana aku bisa tinggal diam" Mereka tadi berteriak
terbang ke langit" Menghilang" Semua itu merupakan tipu muslihat saja yang cuma bisa
mengakali rakyat yang bocah."
Kim Houw jarang dengan Kim Lo Han mengucapkan begitu banyak perkataan, maka ia lantas
mengetahui bahwa hwesio tua itu sedang gusar. Sebagai seorang yang beribadat yang sudah
mencapai kesempurnaannya, dan toh masih bisa gusar, bisa diduga bahwa soal itu tentu bukan
soal remeh. "Melihat keadaan hari ini, rasanya kau tidak baik untuk unjukkan diri secara terang-terangan,
sekarang biarlah aku pergi menyelidiki" kata Kim Houw
Kim Lo Han lantas mencari tempat untuk sembunyikan diri, sedang Kim Houw balik lagi ke
dalam kota untuk mencari keterangan .
Baru saja Kim Houw keluar dari mulut gang, sudah dengar suara riuh dan tambur. Orangorang
itu pada berseru: "Dewa penyebar rejeki telah datang! Minggir! Minggir!"
Kim Houw mendongak, dari jauh mendatangi sebuah joli besar. Di atas joli duduk seorang
anak muda cakap dengan dandanannya yang sangat mewah, pinggangnya menyoren pedang
emas. Dia sebetulnya bukan duduk tapi berdiri di atas joli, membiarkan dirinya digoyang-goyang di
atas joli, tapi berdirinya mantap, sikapnya gagah sekali.
Tatkala Kim Houw sudah lihat tegas wajahnya, dalam hati merasa kaget, ternyata anak muda
yang berdiri di atas joli tersebut adalah anaknya Ciok Goan Hong, Ciok Liang!
Dalam hati Kim Houw merasa heran, mengapa Ciok Liang bisa berada di sini dan menjadi
dewa penyebar rejeki segala " Meski dalam hati merasa heran tapi ia juga girang, sebab ia
memang sedang mencari pemuda itu, untuk menanyai tentang kematian Bwee Peng, keluarga
Ciok tidak terlepas dari kecurigaan dan Ciok Liang merupakan seorang yang paling dicurigai oleh
Kim Houw. Ia kuatir dirinya nanti di kenal oleh Ciok Liang, maka buru-buru dengan tangannya menutupi
wajahnya dan masuk ke dalam rombongan orang banyak, maksudnya setelah joli Ciok Liang
berlalu, ia akan mengikuti dari jauh.
Siapa nyana setelah joli Ciok Liang berlalu, di belakangnya masih ada lagi lain joli besar yang
dipikul delapan orang, tetapi joli ini tirainya diturunkan, entah siapa yang berada didalamnya"
Dikedua sisi joli tersebut ada puluhan orang laki-laki berbadan besar yang mengawal, setiap
orang di pinggangnya pada menyoren golok atau pedang.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diantara riuhnya suara orang banyak itu Kim Houw tiba-tiba dengar suara tangis seorang
wanita. Ia coba pasang kupingnya, dan dapat kepastian bahwa suara tangisan itu datang dari
dalam joli. Selagi berada dalam keheran-heranan, kembali dengar pembicaraan seorang laki-laki
itu berkata dengan suara rendah kepada kawannya: "Tukang perahu benar-benar kurang ajar,
hampir saja ketinggalan waktu, aku sudah kepingin bunuh mati saja padanya."
"Siau-ong, kau bicara hati-hati sedikit!" menasehati kawannya.
"Takut apa" Sudah sampai di tempat sendiri takuti siapa lagi?"
"Kau jangan salahkan orang, dari Liong-yu Ie Kian-tek, mau dikata dekat tidak dekat jauh juga
tidak. Orang telah melakukan perjalanan siang malam tanpa mengaso, sudah boleh dibilang
hampir menjual jiwanya....."
Sampai di sini, kedua orang yang sedang bicara itu mendadak berhenti. Kim Houw hatinya
berdebaran. Mungkinkah wanita dalam joli itu si nona baju merah seperti apa yang dikatakan oleh
Thio sam "
Tidak perduli betul atau tidak, ikuti saja dulu habis perkara. Begitu pikir Kim Houw. Maka lantas
mengikuti orang di belakang joli itu.
Tidak antara lama, rombongan itu sudah sampai keluar kota dan sesampai di sini, sudah tidak
ada orang yang berani mengikuti lagi, cuma Kim Houw seorang yang masih mengukuti dari jauh.
Malam itu, langit gelap. Hanya bintang-bintang saja yang masih menyinari bumi, sedang
rombongan orang yang memikul joli itu satupun tidak ada yang memasang obor, suara dan
gembreng sudah tidak dibunyikan lagi. Ciok Liang juga sudah duduk, tidak berdiri dengan sikap
yang gagah seperti tadi siang. Joli itu jalannya lebih cepat dari pada siang harinya.
Kim Houw coba mengamat-amati gerak kaki orang-orang itu, meski jalannya cepat tapi dimata
Kim Houw, kecepatan itu tiada artinya.
Dengan tiba-tiba, suara tangisan kembali terdengar, dan kali ini ratapannya nampak
memilukan hati.
Mendadak Kim Houw ingat, bahwa Peng Peng kabarnya hendak dinikahkan dengan Ciok
Liang. Mengingat ini, makin besar dugaannya pasti wajah nona baju merah dalam joli itu adalah
Peng Peng. Meski Kim Houw tidak cinta Peng Peng, tapi pada saat itu hatinya mendadak timbul suatu
perasaan jelas, entah hati yang dinamakan cemburu atau bukan ia sendiri juga tidak mengerti
pikirannya hanya ingin segera dapat tahu siapa nona baju merah itu.
Begitu berpikir ia lantas bertindak. Tidak kesulitan bagaimana ia bergerak. Tahu-tahu sesosok
bayangan putih sudah melesat bagaikan anak panah ke arah joli.
Orang-orang yang sedang enak lari-lari tiba-tiba dikejutkan oleh berkelebatnya bayangan putih,
kemudian joli kedua seperti tersingkap sebentar oleh angin keras dan bayangan putih itu sudah
lenyap lagi ! Orang-orang yang mengawal di samping dan belakang joli pada ketakutan. Kecuali bayangan
putih dan bergerak sebentar tirai joli itu, tidak terjadi peristiwa apa-apa lagi.
Justru mereka belum hilang kagetnya, kembali terlihat berkelebatnya bayangan putih tadi. Kali
ini tirai joli tersingkap tinggi, barang dengan itu nona dalam joli terdengar menjerit ketakutan !
Sekarang, biar bagaimana tidak bisa ditinggal diam lagi, maka seorang diantaranya yang
berhati tabah membentak keras: "Siapa yang berani main gila di sini?"
Berbareng dengan bentakan itu, dari belakangnya lantas meluncur sebatang panah bersuara,
kemudian disusul mengaungnya anak panah sinar panah.
Dari dalam rimba yang tidak jauh dari situ,, saling susul melompat keluar tiga orang dengan
gerakan gesit sekali. Sekejap saja mereka sudah merasa diantara rombongan orang-orang itu.
Seorang diantara orang badannya kurus tinggi menegur: "ada kejadian apa ?"
Orang yang membentak dengan suara keras tadi lantas menceritakan apa yang mereka telah
lihat. Orang tinggi kurus itu ketika mendengar tangisan dalam joli masih ada lantas tahu tidak
terjadi apa-apa dengan orang didalam joli. Meski dalam hati merasa kaget dan heran, tapi
mulutnya mentertawakan "Kalau sudah tidak apa-apa, lekas masuk! Hui-ya sedang menanti !"
Maka, dua joli lantas diangkat lagi dan dibawa lari ke dalam rimba.
Ciok Liang yang duduk dalam joli pertama, lagaknya seperti raja, segala kejadian demikian
agaknya tidak perlu ia turut capaikan hati.
Apa yang terjadi dengan joli kedua itu, adalah perbuatan Kim Houw.
Ketika untuk pertama kali ia menyingkap tirai joli, memang dapat lihat adanya seorang nona
yang memakai baju merah dan nona itu memang benar diikat kaki tangannya cuma kepalanya
tertutup oleh kain merah, maka Kim Houw tidak dapat melihat wajahnya. Terpaksa dia balik
dengan perasaan kecewa karena masih penasaran, ia telah bertindak lagi. Kali ini Kim Houw
menggunakan ilmu jari tangan Tan-cie-kang untuk menyingkap kain merah yang mengerudungi
wajah si nona hingga nona itu menjerit kaget. Mendengar suara jeritan itu Kim Houw tidak usah
melihat wajah si nona baju merah itu bukan Peng Peng. Ia merasa girang, tapi ia juga merasa
kecewa. Girang karena nona itu ternyata bukan Peng Peng, dengan demikian tidak mungkin Peng Peng
bisa dinikahkan dengan Ciok Liang. Kecewa, karena nona itu bukan Peng Peng yang sedang ia
kejar siang malam tanpa mengaso.
Karena sudah terang bukan Peng Peng, Kim Houw tidak punya alasan untuk membikin ribut,
maka ia lantas sembunyikan diri. Setelah orang-orang itu masuk ke dalam rimba ia baru muncul
lagi. Tempat berdiri Kim Houw terpisah kira-kira tiga puluh tombak lebih dari rimba, tapi ia sangsi
akan mengejar terus, sebab barusan ketika orang-orang itu melepaskan anak panah dari rimba
lantas muncul tiga orang, hingga dapat diduga bahwa dalam rimba itu pasti ada pasukan
tersembunyi, mungkin suatu perkumpulan rahasia semacam Pang-hwee.
Selagi Kim Houw memikirkan cara untuk memasuki rimba itu, supaya tidak diketahui oleh
penghuni rimba, dari samping kiri rimba tiba-tiba ada api berkobar, rupa-rupanya seperti ada orang
yang sengaja hendak membakar rimba tersebut.
Sekejap saja, dalam rimba lantas terdengar suara riuh. Kim Houw pikir, ini adalah saatnya
yang paling bagus untuk masuk ke rimba......
Rimba itu meski banyak pohon, tetapi daunnya agak jarang, maka meski dengan sinarnya
bintang yang kelap-kelip di langit saja juga sudah cukup untuk menerangi ke dalam rimba. Kuatir
dirinya diketahui orang, ia tidak berani berjalan di atas tanah, hanya lompat-lompat seperti monyet
diantara cabang-cabang pohon, terus menyusup kebagian dalamnya.
-ooo000oooKoleksi
Kang Zusi Setelah berada didalam, Kim Houw baru mengetahui bahwa di situ ternyata ada sebuah
kelenteng besar dengan pekarangan yang Ditengah-tengah pintu ada papan merknya yang tertulis
dengan huruf besar: "HOAT HOA SIE".
Dilihat dari bentuk bangunan yang masih baru pula begitu huruf emasnya yang bersinar, Kim
Houw segera menduga bahwa kelenteng itu tentunya belum lama didirikan.
Melihat bahan-bahan bangunan yang digunakan sehingga merupakan satu bangunan yang
megah, kelenteng itu pasti dibangun dengan uang yang tidak sedikit jumlahnya.
Pada saat itu, pintu kelenteng telah terbuka lebar, orang yang mondar-mandir nampak tidak
hentinya, tapi jumlah hwesio kepala gundul sebaliknya sedikit sekali, hanya kadang-kadang saja
bisa terlihat beberapa hwesio kecil.
Api berkobar disamping rimba, mungkin sudah dapat dipadamkan. Orang yang mundar mandir
di pintu kelenteng juga mulai sedikit, suara riuh tadi juga sudah mulai siap.
Kim Houw menantikan kesempatan baik lompat masuk ke dalam kelenteng melalui tembok
belakang. Ia menduga pasti bahwa kelenteng ini tentunya bukan tempat beribadat yang
sebenarnya, hanya digunakan sebagai samaran untuk suatu perbuatan jahat !
Tempat dimana Kim Houw turun, adalah disamping gunung-gunung menyembunyikan diri
sejenak, ia melihat tidak ada gerakan apa-apa, lalu mengerahkan ilmunya mengentengi tubuh
yang luar biasa, terbang melesat ke ruang belakang.
Genteng atas ruangan belakang ini dilapisi dengan kapur putih, maka diwaktu malam juga bisa
kelihatan nyata. Kim Houw kebetulan menggunakan pakaian putih, maka tempat itu merupakan
suatu tempat persembunyian yang paling tepat baginya.
Kim Houw coba geser sedikit satu genteng untuk melihat keadaan dalamnya, ternyata dalam
ruangan belakang itu lampunya menyala besar, hingga keadaannya terang benderang seperti
siang hari, Ditengah-tengah ruangan ada tempat duduk piranti bersemedi, diatasnya duduk
seorang hwesio tua kira-kira berusia enam puluh tahun, dengan bentuk badan yang besar tegap
serta wajah yang kereng. Ia memakai baju paderi warna merah tua, tangannya memang
serenceng tasbih, dikedua sisinya berdiri delapan hwesio kecil yang baru berusia kira-kira dua
belas tahun lima belas tahun.
Ketika Kim Houw melihat wajahnya hwesio itu, dalam hati merasa kaget, karena wajah si
hwesio sangat mirip benar dengan Kim Lo Han, cuma badannya agak gemuk sedikit sedang Kim
Lo Han sedikit lebih tinggi dari padanya, kalau bukan orang yang sudah kenal betul, dalam
sekelebat susah mengenali atau membedakan yang mana Kim Lo Han.
Tiba-tiba hwesio itu menanya dengan suara perlahan: "Guat Sim, sudah jam berapa?"
Suara itu perlahan dan halus sekali, tapi Kim Houw yang berada jauh di atas genteng masih
dapat dengar tegas, bisa dibayangkan betapa tingginya kekuatan tenaga dalam hwesio itu.
Kim Houw terkejut! Kalau dibanding Lwekang hwesio ini, mungkin tidak di bawah si imam
palsu atau tokoh-tokoh lainnya dalam Istana Kumala Putih di rimba keramat.
"Suhu sudah jam sepuluh!" terdengar si hwesio kecil menjawab.
Hwee shio kerutkan alis yang tebal.
Tepat pada saat itu joli yang dinaiki oleh Ciok Liang baru saja tiba. Ciok Liang dengan
dandanannya yang sangat mewah masuk ke ruangan menghampiri si hwesio dan nampaknya ia
tidak takut, tidak juga merasa hormat. Dengan suara nyaring ia berkata: "Suhu, muridmu bawa
pulang satu nona cantik, dia adalah yang pada delapan belas tahun yang lalu lahirnya bersama
dengan hari lahirku. Suhu! Lekas berikan pelajaran ilmu Bie-im tay-hoat kepadaku!"
Kim Houw kaget mendengar itu, bukan main kagetnya. Murid menemui guru dengan cara yang
tidak memakai adat, ini saja sudah jarang tertampak, apalagi minta pelajaran ilmu yang sangat
jahat dan ganas itu!
Ilmu Bie-im-tay-hoat membutuhkan sari kekuatan seorang gadis remaja, dengan
menggunakan ilmu yang menyesatkan gadis yang dijadikan korban. Sari maniknya disedot untuk
menambahkan tenaga si laki, tapi syaratnya sangat berat. Pertama, si gadis harus seorang yang
lahir bebarengan tanggal dan jamnya sama dengan si lelaki.
Kedua gadis harus masih remaja benar-benar dan setelah sari kekuatan si gadis tersedot
habis, gadis itu segera binasa. Ketika waktu mengambil sari kekuatan wanita itu harus dilakukan
pada waktu yang tepat, hari, bulan dan jamnya menurut yang sudah digariskan, malam itu jatuh
malam yang paling gelap dalam tahun itu.
Tiga syarat itu, satupun tidak boleh di abaikan kalau tidak akan gagal.
Pelajaran ilmu jahat itu, dalam bukunya Kouw-jin Kiesu juga ada tulis, maka Kim Houw tahu.
Bagaimana ia tidak terkejut, karena ilmu demikian jarang sekali orang yang mempelajarinya.
Tetapi masih ada lagi kejadian yang mengherankan dan mengejutkan Kim Houw.
Ciok Liang sehabis berkata, lantas berjalan ke sisinya si hwesio, ia lalu tekuk lututnya, tetapi
bukannya berlutut, melainkan merebahkan badannya ke dalam pelukan si hwesio.
Hwesio itu nampaknya girang sekali, mulutnya perdengarkan ketawanya yang bergelak-gelak.
Ciok Liang agaknya terlalu dimanja oleh gurunya, dengan tangannya yang besar segede kipas,
hwesio itu mengusap-usap wajahnya Ciok Liang.
"Muridku yang baik, waktu masih belum sampai! Bagaimana kau tergesa-gesa demikian rupa"
Tentang ilmu Bie-im-tay-hoat aku sudah berjanji padamu, tidak nanti aku mungkir janjiku, perlu apa
kau begitu kesusu......"
Ciok Liang cuma berkata "ng... ng" saja sembari melendot di dada sang guru, lagaknya sangat
aleman sekali. Kim Houw yang menyaksikan tingkah laku Ciok Liang yang sangat memalukan itu, hatinya
merasa panas. Selagi hendak melompat turun untuk menghajar mereka, mendadak ia berbalik
pikirannya, sebab ia lantas ingat bahwa bagaimanapun mereka tidak akan lolos dari kemana.
Terdengar hwesio itu kembali ketawa dan berkata: "Sudahlah! aku terima baik permintaanmu,
cuma aku harus lihat dulu gadis itu, cantik atau tidak untuk menjadi muridku?"
"Suhu, ia sangat galak! Dalam perjalanan, ia disenggol saja tidak mau. Sesudah diikat kaki
tangannya, aku hendak menciumnya hampir saja kena digigit" kata Ciok Liang.
Si hwesio mengiringkan kupingnya untuk dengar kentongan, kemudian berkata: "Muridku nanti
sudah jam satu tengah malam, kau boleh lakukan!"
"Suhu ia sangat galak bagaimana" Aku tidak suka kalau diikat atau ditotok jalan darahnya
karena dengan demikian seperti tidur dengan seorang mati, sedikitpun tidak ada artinya" kata Ciok
Liang sambil lompat duduk.
Hwesio itu rupanya sangat geli suara tertawanya semakin nyaring, lama sekali baru bisa
berkata: "Muridku yang baik, rupanya dalam soal wanita kau mempunyai banyak pengalaman,
apakah kau pernah mencuri anak gadis orang" Beritahukan kepada suhumu, apakah gadis itu
pandai silat?"
"Gadis itu tidak pandai silat. Tapi, aku masih ingat dia melawan hebat sekali, maka aku lantas
totok jalan darahnya, dia lantas seperti orang mati, mana aku bisa gembira" Maka aku lantas buka
totokannya. Aku membiarkan dia meronta-ronta hebat, lebih hebat lebih menyenangkan.
Sebabnya, biar bagaimana ia adalah perempuan lemah, sebentar saja sudah kehabisan tenaga,
maka akhirnya dia membiarkan dirinya aku perbuat sesukaku! Kejadian itu di kampung halamanku
pada dua tahun berselang."
Baru saja bicara sampai di situ, hwesio itu tiba-tiba kebutkan lengan bajunya seraya
membentak: "siapa berani main gila didalam gereja Hoat-hoa-sie" Bukan lekas keluar untuk
menerima kematian?"
Suara pekikan hebat telah terdengar, kemudian disusul oleh berkelebatnya satu bayangan
putih. Sekejap saja di ruangan itu sudah muncul seorang anak muda berbadan tegap dan
berpakaian putih, hanya wajahnya yang tampan penuh dengan kedukaan dan air mata. Dengan
suara yang gemas dan di ucapkan sepatah demi sepatah, pemuda itu berkata: "Ciok Liang, aku
ingin tanya kepada kau ini, satu manusia yang lebih rendah dari binatang, adik Peng dengan kau
ada permusuhan apa" mengapa kau perlakukan begitu rupa" Hari ini, aku hendak menagih
hutang darahmu kepada Adik Peng!"
Ciok Liang masih belum sempat menjawab, di luar tiba-tiba terdengar jeritan ngeri, kemudian
disusul oleh suara ketawa panjang dan nyaring. Segera dalam ruangan itu tambah seorang tua
berusia kira-kira lima puluh tahun. jenggotnya panjang, dengan pedang Ceng-kong kiam orang tua
itu menuding si hwesio sembari berkata: "Hoat-hut, kau juga tidak dengar-dengar dulu, apakah
gadisnya aku seorang she Pao, juga boleh kau buat permainan" Lekas bebaskan anak
perempuanku, kalau tidak, bunuh! aku nanti suruh kau rasakan sendiri tajamnya pedang Cengkongkiam ku ini!"
Sebetulnya saat itu Kim Houw sudah hampir turun tangan menghajar Ciok Liang, tidak nyana
maksudnya digagalkan oleh munculnya orang tua itu.
Oleh karena kedatangan orang tua itu hendak minta anaknya yang di rampas oleh Ciok Liang,
maka Kim Houw terpaksa mengalah dan urungkan serangannya terhadap Ciok Liang.
Si hwesio sedikitpun tidak keder, sembari ketawa bergelak-gelak ia berkata: "Oh! itu anak
perempuan yang di ketemukan oleh muridku, kiranya adalah anak perempuanmu. Kalau begitu
benar-benar aku keterlaluan. Tapi menurut paras keterangan muridku, anak perempuanmu itu
parasnya cantik sekali, kalau aku tahu lebih dulu, mungkin aku si hwesio tidak akan perdulikan
perjalanan jauh, datang sendiri ke kota Liong-yu, untuk aku pakai sendiri bukankah
menggembirakan?"
Orang tua she Pao itu gusarnya bukan main, tanpa banyak bicara lagi, ia lantas menyerang si
hwesio dengan pedangnya.
Si hwesio sangat jumawa itu telah berani berlaku begitu sombong terhadap lawannya, sudah
tentu bukan orang sembarangan. Maka ujung pedang sudah dekat di dadanya. ia lantas egoskan
diri sembari menggulung pedang orang she Pao dengan lengan bajunya.
Kemudian si hwesio lantas berkata sembari tertawa: "Pao Sie Jin kau juga seorang yang
terkenal di dunia kangouw, mengapa begitu tidak mengenal selatan, berani-berani kau unjuk diri
lagi di gereja Hoat Hoa Sie" Apa kau kira aku si hwesio boleh kau perlakukan sembarangan?"
Selain ucapan itu, lengan jubahnya lantas di kebutkan! Poa Sie Jin rasakan lengannya sakit
sekali, pedang panjangnya lantas melayang ke udara dan terus menancap di atas penglari.
Baru segebrak saja Poa Sie Jin sudah tidak berdaya, kecuali merasa sangat malu, orangnya
cuma berdiri kesima ditengah ruangan, sedang si hwesio lalu perdengarkan suara ketawanya yang
panjang. Tetapi belum habis tertawanya, dari luar terdengar suara yang amat nyaring:
"Tang.....Lo....Han!"
Baru saja dengar di sebut namanya saja, hwesio itu lantas berhenti ketawa, matanya mendelik
segede jengkol, mengawasi ke arah pintu dengan tidak berkedip.
Di depan ada puluhan orang yang menjaga saat itu tiba-tiba bergerak menjadi dua rombongan,
tampak Kim Lo Han dengan tindakan yang mantap, setindak demi setindak berjalan masuk.
Si hwesio tiba-tiba terperanjat badannya gemetar dengan suara terputus-putus ia berkata:
"Kim......Lo....toa.....Heng".......kau...kau...tidak..?"
Kim Lo Han menyebut dengan suara dingin: "Siang-siang aku sudah menduga yang
menimbulkan urusan adalah kau, tapi aku masih berharap bukan kau, tidak hanya betul-betul
adalah kau! Kalau siang-siang aku sudah mengetahui kau yang timbulkan keji benar-benar aku
lebih suka binasa didalam Istana Kumala Putih, supaya tidak lihat kawanan yang rusak nama baik
Budha seperti kau ini kau.. kau ....lekas kau bikin mampus habis riwayatmu sendiri! Kau berani
menggunakan nama suhu untuk mendirikan gereja, ini sudah suatu perbuatan dosa yang sangat
besar beberapa puluh tahun lamanya, aku tidak meneruskan latihanku, sehingga hari ini masih
belum mencapai puncak kesempurnaannya, aku tidak ada muka untuk menemui suhu dialam
baka, tidak nyana di kelenteng Hoat Hoa Sie, telah muncul seorang pengrusak nama baik Budha
seperti kau ini...."
Bicara sampai di situ. Kim Lo Han rupanya terlalu menahan gusar sedang hatinya berkasihan
kepada adik seperguruannya, mulutnya menyemburkan darah hidup keadaannya sungguh sangat
mengharukan sekali.
Tidak dinyana, Tang Lo Han sebaliknya bukan saja sudah tidak perdulikan hubungan
persaudaraan malah tertawa bergelak-gelak sambil berkata: "Kim Lo Han ! Toa suheng apa kau
belum berhasil dalam hatimu" Kalau diingat, lalu dengan ilmu Kim-kong-ceng-khie bagaimana kau
telah menjagoi di gereja Hoat-kak-sie di gunung Kie Lian San" Tapi sekarang, aku sutemu,
sebaliknya sudah berhasil melatih ilmu itu sampai ke puncak kesempurnaannya, apakah kau tidak
percaya" Kalau tidak percaya kau boleh coba-coba sambuti seranganku. Dengan menggunakan
lima persen dari kekuatan tenaga saja, pasti aku bisa suruh kau menyusul suhu di akhirat.
Pada empat puluh tahun berselang, di dalam gereja Hoat-kak-sie di gunung Kie Lian San, Kim
Lo Han merupakan satu paderi beribadat yang terkenal budiman dan gagah perkasa. Diantara
orang-orang dalam tingkatannya, bukan saja ia terhitung orang yang paling kuat dan
berkepandaian ilmu silat paling tinggi, juga orang yang tingkatan lebih atas dari padanya, sebagian
banyak yang tidak mampu menandinginya.
Sayang, karena sepatah kata suhunya sebelum menutup mata, ia telah mensia-siakan
kepandaian untuk seumur hidupnya.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diwaktu hendak menutup mata, Suhunya pernah berkata: "Usiaku, sampai di sini sudah
mencapai akhirnya. Hanya, dalam seumur hidupku, ada satu penyesalan, yang membuat aku mati
tidak meram, soal itu adalah Istana Kumala Putih di gunung Tiang Pek San yang sebegitu jauh
masih belum dapat kesempatan untuk memasukinya. Bukan Suhumu takut masuk ke situ, tapi
disebabkan Suhumu setelah menjabat ketua gereja Hoat-kak-sie tidak berani bertindak
sembarangan, supaya tidak menodakan namanya. Hari ini aku sudah tidak tahan bisa tahan,
mudah-mudahan kalian bisa melanjutkan cita-citaku ini, supaya aku nanti bisa merasa puas dialam
baka" Sebetulnya, kedudukan ketua Hoat-kak-sie dan Ciang-bun-jin partainya, akan diserahkan
kepada Kim Lo Han. Tapi, oleh karena Kim Lo Han hendak mewujudkan cita-cita gurunya, setelah
mengubur jenasah gurunya. Kim Lo Han lantas meninggalkan gereja Hoat-kak-sie. Dalam
suratnya ia pernah meninggalkan pesan, apabila dalam waktu dua tahun ia masih belum kembali,
harap ji-sutenya Gin Lo Han menjabat Ciang-bun-jin dan ia sendiri lantas masuk ke dalam Istana
Kumala Putih di rimba keramat.
Setelah berada didalam Istana Kumala Putih, ia telah menyaksikan tokoh-tokoh kangouw telah
mati satu persatu didalam istana, maka hatinya lantas mulai dingin, ambekannya juga mulai
lenyap! Tidak dinyana, dihari tuanya ia masih bisa keluar dari istana itu, maka terhadap Kim Houw ia
bukan main merasa amat berterima kasih.
Lebih tidak dinyana bahwa daerah Kanglam ini ia telah menemukan Sutenya, Tang lo Han,
yang pada masa mudanya paling tiada menaati peraturan. Justru raut mukanya adalah mirip
dengannya maka sang Sute ini sering menyusahkan dirinya.
Dan sekarang, ternyata sang sute itu berani menantang dirinya. Kalau bukan karena Kim Lo
Han telah mengatakan bahwa selama empat puluh tahun ia alpakan latihannya ilmunya, Tang Lo
Han sebetulnya tidak berani berlaku sembarangan terhadap Suhengnya ini. Sebab dimasa
mudanya, Suheng itu kepandaiannya jauh lebih tinggi daripada dirinya.
Dulu Hoat-hoa siansu ada memungut tiga murid, cuma dalam beberapa tahun saja ia sudah
dapat lihat bahwa Tang Lo Han bukan seorang murid baik, maka segala ilmu simpanannya hanya
diturunkan kepada kedua murid lainnya, ialah Kim Lo Han dan Gin Lo Han. melihat lihat dan
kelakuan sang murid Hoat-hoa siansu meramalkan bahwa Tang Lo Han kelak kemudian hari pasti
akan membawa bencana bagi Hoat-kak-sie.
Ketika Hoat-hoa siansu wafat, dan Kim Lo Han memasuki Istana Kumala Putih, didalam rimba
keramat, dalam gereja cuma tinggal Gin Lo Han dan Tang Lo Han dua orang.
Tang Lo Han yang mengandung maksud jahat, dengan kelakuan dan perkataan manis ia
berhasil menipu suhengnya yang berhati jujur, hingga dapat juga mempelajari ilmu kepandaian
gurunya yang dinamakan Kim-kong-can-khie. Dalam tempo kira-kira tiga puluh tahun saja sudah
berhasil mendapatkan pelajaran itu seluruhnya, hingga kekuatannya berimbang dengan Gin Lo
Han. Sesudah mempunyai kekuatan yang dibuat andalan. Tang Lo Han mulai berlaku menurut
kemauan sang hati ia berserikat dengan kawanan buaya di kalangan Kangouw, dari situ ia juga
dapat mempelajari beberapa rupa kepandaian kejahatan.
Perbuatannya itu telah menimbulkan amarahnya Gin Lo Han, dalam gusarnya ia lantas usul
keluar Tang Lo Han dari perguruan.
Bagi Tang Lo Han, pengusiran tidak menjadi soal, maka ia lantas kabur ke Kang-lam.
Sungguh suatu hal yang sangat kebetulan di Kanglam ia telah ketemu dengan Ciok Liang yang
karena ketakutan disebabkan dosanya telah meninggalkan rumah tangganya dan kabur ke
Kanglam. Ciok Liang sebetulnya ada bersama-sama dengan Souw Coan Hui, murid ayahnya. Tapi Souw
Coan Hui telah lenyap tanpa bekas di waktu tengah malam ketika melakukan perbuatan tak
senonoh terhadap satu wanita cantik, maka Ciok Liang melanjutkan perjalanannya seorang diri,
dengan cara kebetulan ia berjumpa dengan Tang Lo Han.
Dengan mendemonstrasikan beberapa kepandaiannya yang luar biasa, Tang Lo Han sudah
dapat menaklukkan hati Ciok Liang, maka keduanya lantas menjadi akrab. Ciok Liang minta diajari
kepandaiannya, sudah tentu ia harus ambil-ambil hatinya si hwesio, untuk mana ia harus
korbankan segala-galanya.
Mereka lalu menetap di kota Kian-tek. Dengan sedikit muslihat saja, Tang Lo Han sudah dapat
memperdayai penduduk yang bodoh, mereka pandang padanya sebagai Budha hidup.
Hari itu, didalam gereja Hoat-hoa-sie Tang Lo Han juga tidak kira bakal bertemu dengan Toasuhengnya
yang paling ditakuti pada beberapa puluh tahun berselang.
Tapi, ketika mendengar keterangan Suhengnya bahwa ia telah melalaikan kepandaiannya,
diam-diam ia merasa girang, maka akhirnya, sekalipun tidak bisa merebut kemenangan untuk
melarikan diri saja, dengan mengandalkan pesawat-pesawat rahasia yang di pasang dalam gereja
itu biasanya masih mudah.
Saat itu, Kim Lohan bukan saja sudah muntahkan darah, tetapi juga mengucurkan air mata
karena sedihnya, "Lolap sekalipun harus mengorbankan jiwa, juga akan berdaya untuk membasmi
kau, manusia macam binatang!" demikian katanya sengit.
Mendengar itu. Tang Lo Han tertawa bergelak-gelak: "Marilah pertempuran antara saudara
dalam seperguruan, biar bagaimana toh tak dapat dielakkan....."
Belum menutup mulutnya. Tang Lo Han sudah membuka serangannya.
Serangan yang dielakkan dengan tiba-tiba kekuatan hebat sekali, suara samberan angin saja
sampai terdengar jauh.
Dalam keadaan gusar dan cemas, Kim Lo Han hatinya sudah kalut. Ia bersedih karena
perbuatan durhaka dari Sutenya itu
Ia lebih sedih kebodohan sendiri. sebab ilmu Kim-kong-cou-khie itu kalau sudah dilatih sampai
di puncaknya, bukan main hebatnya, segala apa dapat dihancurkan dengan segera. Ia tahu benar,
jika sang Sute itu sudah melatih mencapai kesempurnaannya, meski ia sendiri menyambuti
dengan secara nekad, akhirnya pasti binasa atau setidaknya terluka parah.
Tapi dalam keadaan demikian, ia tidak boleh tidak menerima tantangan Sutenya, maka
terpaksa ia sodorkan tangannya, untuk menyambuti serangan Tang Lo Han.
Tiba-tiba terdengar suara menjerit "Aduh" Tang Lo Han mengepal-kepal kedua tangannya
badannya agak gemetar.
Saat itu terdengar suara ketawanya Kim Houw yang muncul dari samping.
"Tang Lo Han! Seranganmu ini ternyata tidak tahan satu jari tanganku, apa masih ada muka
menganggap dirimu sebagai jago, orang kuat atau segala apa lagi?" katanya.
Munculnya Kim Houw dengan tiba-tiba membikin kaget Tang Lo Han, bukan karena apa,
sebab sejak semula Tang lo Han sudah anggap sepi kepada bocah itu! Dan sekarang tidak
dinyana bahwa bocah yang tidak di pandang mata ternyata mempunyai kekuatan yang sangat
hebat, bukan saja sudah memunahkan ilmu Kim-kong-cau-khie bahkan kekuatan Lwekang Kim
Houw yang mulus sudah menembus telapak tangannya, sampai hwesio itu badannya menggigil,
bagaimana ia tidak jadi terkejut dan terheran-heran"
Tapi biar bagaimana ia masih belum mau percaya bahwa serangan jari tangan itu keluar dari
tangan si bocah. Namun dalam ruangan itu hanya ada tiga orang, Pao Sie Jin seorang bekas
pecundangnya Kim Lo Han Suhengnya, sedang Hoat-kak-sie di Kie-lian-san tidak mempunyai
kepandaian semacam itu, Siapa lagi kalau bukan bocah itu"
Akhirnya Tang Lo Han tertawa dingin, kemudian berkata dengan setengah mengejek: "Bocah!
Apa kau sedang bicara?"
Kim Houw tertawa maju mendekati. "Hwesio, baik-baik kendalikan mulutmu! Apa kau benar
tidak dengar aku sedang bicara?" demikian katanya.
Waktu dengar hwesio itu panggil bocah kepadanya, Kim Houw sebetulnya hendak balas
memaki, tapi mengingat itu Sutenya Kim Lo Han, maka ia lantas urungkan niatnya.
"Houw-ji, untuk Lo Han-ya dan kebaikannya penduduk di sini, kau singkirkan padanya! Dia
kelewat jahat dan licik, sekali-kali jangan kasih lolos. Kalau tidak, di kemudian hari sukar untuk
mencari kembali padanya." tiba-tiba Kim Lo Han berbicara.
Kim Houw tetapkan hatinya, ia berpaling kepada Kim Lo Han, sembari senyum ia menjawab:
"Lo Han-ya kau tak usah kuatir, ia tidak akan lolos dari tanganku!"
Belum habis ucapan Kim Houw, tiba-tiba merasakan suatu kekuatan tenaga yang sangat hebat
menyambar ke arah dadanya!
Diserang dengan cara tiba-tiba itu, asal ia mau sedikit mengegos, sebetulnya bisa
menghindarkan serangan lawan, tapi, Kim Lo Han dan Pao Sie Jin yang berdiri di belakang
dirinya, pasti akan dibikin terluka oleh serangan Kim-kong-cu-khie itu
Maka, tanpa banyak pikir lagi, Kim Houw lantas menyambuti dengan satu tangan. Ia
menggunakan ilmunya yang paling luar biasa didalam di dunia Han-bun-can-khie.
Ilmu Han Bun Cau Khie ini adalah ilmu gabungan tenaga keras dan lemas. Kalau keras,
tenaga itu kerasnya tidak ada bandingannya, kalau lemas, lemasnya melebihi air. Kim Houw
dalam gugupnya cuma mampu keluarkan tiga bagian kekuatan tenaganya yang lemas.
Tapi, meski hanya dengan tiga bagian ternyata sudah mampu memunahkan serangan Tang Lo
Han yang hebatnya luar biasa itu.
Tang Lo Han mendadak ketawa bergelak -gelak. "Aku kata, kau si bocah sekalipun belajar
ilmu silat sejak dilahirkan oleh ibumu, misalnya bakatmu memang baik serta ditambah dengan
latihan beberapa tahun tidak mungkin berani menyambuti seranganku. Kau rupanya dapat sedikit
pelajaran ilmu hitam atau ilmu setan. Apakah kau benar-benar berani menyambuti seranganku
sampai tiga kali" hanya tiga kali saja, pasti aku kirim kau untuk menemui leluhurmu di akhirat!"
Kim Houw sudah ambil keputusan untuk bikin hwesio ini takluk benar-benar.
"Hwesio, jangan kata cuma tiga kali sekalipun tiga puluh kali aku juga tidak gentar!" katanya.
"Bocah busuk, jangan sombong, sambutlah seranganku!" dengan gemas Tang Lo Han segera
melonjorkan tangannya.
Tang lo Han selamanya menggunakan kekuatan yang sipatnya keras, serangannya itu juga
tidak terlepas dari kekerasan.
Kim Houw dengan tenaga menyambuti sesuatu kekuatan tenaga yang tidak kelihatan telah
meluncur dari tangannya kedua Lwekang saling bertemu, setelah perdengarkan suara "Bleder"
angin kuat lantas berterbangan ke empat penjuru.
Kedua pihak sama kuatnya, masing-masing belum perlihatkan perobahan apa-apa.
"Cuma saja, sambuti seranganku yang kedua!" kata si hwesio sambil ketawa bergelak-gelak.
Tiba-tiba sepasang mata mendelik, alisnya berdiri, kini ia mendorong dengan telapak
tangannya. Serangan itu nampaknya dilakukan dengan kekuatan sepenuhnya, sebentar terdengar
angin menderu-deru, seolah-olah gelombang arus hebat yang datang menggulung-gulung ke arah
Kim Houw. Dalam hati kecilnya Tang Lo Han sudah membayangkan, kali ini Kim Houw pasti akan
hancur lebur berkeping-keping.
Kim Lo Han yang berdiri disamping, ketika melihat kekuatan dahsyat itu diam-diam juga
terkejut. Memang, ilmu Kim-kong-cao-kie itu adalah ilmu kepandaian Tang Lo Han yang paling
dibanggakan, Kim Lo Han sendiri juga merasa tidak sanggup menandingi Sutenya itu.
Tapi, Kim Houw nampaknya masih tenang-tenang saja, seperti ketika menghadapi serangan
pertama. Ia sodorkan tangannya dengan tenang, tapi kali ini berlainan dengan duluan, karena
suatu kekuatan yang tersembunyi telah berputaran di udara, seolah-olah hendak membikin padam
obor api yang menyala keras. Sebentar saja, kedua kekuatan dari tangan itu sudah saling bertemu
lagi. Suara "Blang" yang amat keras terdengar anginnya yang hebat telah membikin padam lilin
yang menerangi ruangan.
"Tang Lo Han, masih ada satu kali lagi!" kata Kim Houw dingin.
Tang Lo Han menampak Kim Houw ternyata sama sekali tidak bergeming menghadapi
serangan yang terhadap itu, dalam hati merasa tidak habis mengerti. Tidak usah dikatakan lagi
betapa terkejutnya.
Ia lalu tarik kedua tangannya dengan bergelak-gelak dan berkata: "Bocah, kau benar-benar
mempunyai ilmu gaib. Sekarang begini saja, serangan ketiga kita hapuskan saja, mari kita
mengadu kekuatan Lwekang, bagaimana" Bocah ! Beranikah kau?"
Kim Houw mengerti, dalam segala ucapannya Tang Lo Han yang licik, sebetulnya hendak
membikin panas hatinya, tapi Kim Houw ingin membikin hwesio ini takluk benar-benar, maka
sekalipun di tantang untuk bertanding saja, ia juga tidak ingin menolak.
Namun, kali ini mendengar tantangan Tang Lo Han, jadi sangat melengak keheranan.
Barusan mengadu kekuatan telapak tangan, bukankah mengadu kekuatan Lwekang" Jika
Lweekangnya kurang sempurna telapak tangan tidak nanti mampu mengeluarkan angin kuat, bagi
semua orang yang mengerti ilmu silat sudah tentu mengetahui ini.
Dan kini, Tang Lo Han setelah dua kali mengadu kekuatan telapak tangan, sudah tahu kalau ia
tidak mampu menandingi kekuatan lawannya, namun ia berani majukan usul untuk mengadu
kekuatan tenaga Lwekang, ini bukan berarti mencari jalan mampus sendiri"
Hakekatnya di dunia mana ada orang begitu tolol" Kim Houw mengatakan Tang Lo Han licik,
terang tentunya tantangan itu ada mengandung akal busuk, Kim Houw seorang yang mempunyai
kepandaian ilmu silat dan kekuatan Lwekang yang luar biasa, meski tahu Tang Lo Han main gila ia
juga tidak takut. Maka lantas menyahut: "Hwesio, Lo Han-ya tadi mengatakan suruh kau mati.
Tuhan juga tidak mengijinkan kau hidup lebih lama lagi. Kau ingin bertanding dengan cara apa
saja aku bersedia, terserah padamu, aku pasti melayani!"
Tang Lo Han memperlihatkan tertawanya yang seram, tanpa banyak bicara lagi tangan kirinya
lalu disodorkan dengan perlahan! Kim Houw menggunakan tangan kanan menyambuti.
Selagi kedua telapak tangan hamper beradu satu sama lain, mendadak mata Kim Houw yang
tajam melihat cincin yang bersinar.
Sinar hitam pada jari manisnya tangan kiri Tang Lo Han.
Kim Houw terkesiap, ia menduga pasti pada cincin itu telah ada racunnya.
Tepat pada saat Kim Houw sangsi untuk mengurungkan serangannya, tangan Tang Lo Han
sudah menempel ditangan Kim Houw.
Setelah kedua tangan saling menempel Kim Houw lantas merasa jari tangannya kesemutan.
Dalam kagetnya buru-buru ia mengerahkan khikangnya menutup jalan darah tangan kanannya,
untuk menjaga jangan sampai racunnya menjalar. Berbarengan dengan itu sepasang matanya
lantas bernyala-nyala memandang Tang Lo Han.
Kalau Kim Houw terkejut, Tang Lo Han sendiri tidak kalah terkejutnya melihat Kim Houw
tenang-tenang saja, cincin itu bernama Lo-sat-kim-hoan, terbikin dari emas hitam dikasi dengan
batu giok. Ditengah-tengah batu giok ada emas tusuk konde yang menonjol sedikit dari permukaan
batu dan di atas emas ini ada racun yang berbisa. Kalau cincin itu menempel pada kulit manusia,
tanpa ampun lagi orang yang kena di tempel itu lantas binasa seketika juga.
Cincin berbisa itu Tang Lo Han dapatkan dari seorang Lhama Tibet. Entah beberapa banyak
jiwa yang melayang sudah kena racunnya benda celaka itu dan Tang Lo Han menggunakan itu
belum pernah mengalami kegagalan. Heran hati terhadap Kim Houw, mengapa cincin itu tidak
memperlihatkan khasiatnya" Tang Lo Han tahu kekuatan Lweekangnya masih kalah daripada
lawannya, tapi ia menantang adu kekuatan lwekang, maksudnya ialah hendak menggunakan
cincinnya yang beracun itu untuk menghabiskan jiwa lawannya. Melihat maksudnya gagal lalu ia
merobah haluan.
Ia lalu keluarkan serenceng tasbih yang terbikin dari batu giok, kira-kira tiga kaki panjangnya.
Sekali mengayun tangannya, tasbih itu meluncur mengarah jalan darah Kian-kie-hiat Kim Houw.
Gerakan Tang Lo Han yang pengecut ini dilakukan dengan kecepatan luar biasa. Tapi Kim
Houw yang sudah sangat gusar karena kecurangan lawan, telah mengambil keputusan tidak
memberi hati lagi, ia bergerak lebih cepat hingga tasbih itu terbang membalik dengan cepat sekali.
Berbareng dengan itu, jari tangan Kim Houw yang menggunakan Cao-kie-sin-kangnya telah
menyerang dada Tang Lo Han, hingga hwesio berbadan gemuk itu lantas terbang terpental sejauh
kira-kira tiga tombak dan apa hancur justru tiang batu yang menyambuti tubuhnya.
Kekuatan serangan Kim Houw hampir-hampir membuat orang tidak percaya, karena palang
batu yang besarnya sepelukan tangan orang itu dibentur tubuh Tang Lo Han menjadi hancur dan
gereja itu tergoncang. Dari sini bisa dibayangkan betapa gusarnya Kim Houw terhadap Tang Lo
Han. Tang Lo Han yang sudah terkena serangan boleh dibilang jiwanya setengah melayang,
ditambah kebentur lagi dengan tiang batu, makin tidak ada harapan untuk hidup lagi.
Tidak nyana selagi badannya membentur tiang, tasbihnya yang terbang membalik karena
serangan pembalasan Kim Houw tadi, dengan tepat mengenai batok kepalanya yang kelimis
hingga kepalanya menjadi hancur berantakan.
Kim Lo Han menjerit, bagaikan terbang cepatnya ia menghampiri. Biar bagaimana mereka
berdua pernah menjadi saudara seperguruan, meski Tang Lo Han harus menerima kebinasaan
karena dosanya tidak urung Kim Lo Han keluarkan air matanya juga.
"Sute!.....Sute!....." demikian ia meratap sesenggukan.
Kim Houw lantas menubruk sembari berkata: "Lo Han-ya maafkan aku! aku sudah tidak bisa
menahan sabar......."
"Houw-ji aku tidak salahkan kau!" jawab Kim Lo Han masih menangis.
Tiba-tiba Kim Houw memutar tubuhnya dan membentak: "Ciok Liang! Jangan bergerak!"
Ciok Liang menyaksikan Kim Houw bagaimana telah membinasakan gurunya. Sungguh ia
tidak nyana, anak yang sering ia pukul dan hina dalam waktu dua tahun saja sudah mempunyai
kepandaian begitu tinggi maka sejak tadi ia sudah dibikin kesima. Tadinya ia masih mengharapkan
cincin Lo-sat-kim-hoan dari gurunya bisa membinasakan jiwanya Kim Houw, siapa kira tidak
memenuhi pengharapannya, bahkan gurunya sendiri yang melayang jiwanya. Kini ketika melihat
Kim Houw sedang menghibur Kim Lo Han ia anggap itu suatu kesempatan baik untuk mengangkat
kaki. Tidak nyana perbuatannya itu masih diketahui juga oleh Kim Houw. Tapi, karena saat itu ia
sudah melangkah keluar pintu gereja, sudah tentu tidak perduli akan panggilan Kim Houw, bahkan
percepat gerakannya dan buru-buru melesat keluar.
Tiba-tiba depan matanya berkelebat bayangan putih. Ciok Liang segera mengerti apa
akibatnya, mendadak gegernya dirasakan seperti dipegang oleh suatu tenaga yang kuat,
kemudian badannya terangkat naik. Telinganya dengar ucapan Kim Houw: "Ciok Liang, apa kau
masih pikirkan hendak mabur" Kalau tidak bunuh mati kau, rasanya tidak dapat melampiaskan
rasa sakit hatiku...."
Ciok Liang yang sudah diangkat tinggi-tinggi badannya oleh Kim Houw, semangatnya sudah
terbang melayang. Tapi ia seorang yang licik dan banyak akalnya, dalam keadaan genting seperti
ini ia masih bisa memikirkan akalnya untuk meloloskan diri. Dengan badannya menggigil dan
wajah ketakutan, ia berkata dengan suara yang mengharukan: "Houw-ji, aku ingat ketika kau
masih di Bwee-kee-cung, rasanya aku cuma dua kali saja memukul kau, apakah dosa itu harus
kutebus dengan kematian?"
"Binatang, apa kau kira aku masih mengingati kau pernah memukul dua kali pada diriku"
Sekarang aku hendak tanya padamu, tentang kematian adik Peng, kau tokh sudah katakan sendiri
itu masih kau anggap mati penasaran?"
Ciok Liang pura-pura menjerit kaget: "Houw-ji! Oh, Houw-ji! ini adalah suatu kenistaan yang
sangat hebat, kau lepaskan aku dulu, biarlah nanti kuceritakan padamu dengan jelas. Kau pikir
waktu itu aku baru berusia kira-kira 16 tahun..."
Bersambung ke jilid 7
Jilid 07 Mendengar itu, Kim Houw mengira dalam peristiwa itu mungkin masih ada sebab-sebabnya,


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lalu dengan gemas lemparkan dirinya Ciok Liang.
Pada saat itu mendadak terdengar suara gemuruh dan getaran hebat, lalu disusul dengan
berhamburannya batu-batu dan pasir serta debu. Tanah bergoncang hebat, hingga mengejutkan
Kim Houw dan Ciok Liang.
Kim Houw yang masih merasa kaget, tiba-tiba matanya dirasakan gelap, kepalanya pusing dan
akhirnya jatuh pingsan ...
Pingsannya Kim Houw secara mendadak, benar-benar di luar dugaan Ciok Liang. Ia masih
kuatirkan kalau Kim Houw berlagak, tidak berani berlalu secara sembarangan. Ia berdiam diri
untuk menunggu kalau-kalau ada perubahan.
Pada saat itu suara gemuruh sudah berhenti. Seluruh gereja Hoat-hoa-sie dalam waktu
sekejap telah ambruk. Dalam hati Ciok Liang tahu siapa orangnya yang telah membuka pesawat
rahasia sehingga menyebabkan runtuhnya gereja itu, tapi ia sudah tidak mempunyai waktu untuk
memikirkan itu lagi!
Apa yang harus dibikin sekarang ialah bagaimana caranya bisa lolos dari situ. Tiba-tiba ingat
dirinya Kim Houw yang masih menggeletak di tanah tanpa bergerak, ia lalu menghantam pipi
untuk menegaskan.
Kiranya Kim Houw sudah kena racun jahat dari cincin Tong Lo Han, sebelah telapak
tangannya sudah menjadi hitam.
Ciok Liang sangat girang, pikirannya apa artinya mempunyai kepandaian tinggi, akhirnya tokh
tidak lolos dari kematian! Ia mencabut pedangnya dan berkata kepada KIm Houw yang tidak bisa
melanggar: "Houw-ji! Houw-ji! berangkatlah ke akhirat untuk mengawani yayaku! kalau ada waktu
sekalian kau cari kekasihmu Bwee Peng! Cuma sayang dia sudah bukan perawan suci lagi! Harap
kau jangan salahkan aku bertindak kejam, aku cuma menjalankan tugas saja, supaya kau bisa
lekas bertemu dengan kekasihmu!"
Baru saja habis mengucapkan perkataan, Ciok Liang lantas tunjukkan ujung pedangnya
kepada Kim Houw.
Tapi mendadak terdengar suara "Trang!". Pedang di tangan Ciok Liang telah dibikin terbang
oleh sebuah senjata rahasia yang luar biasa kecilnya.
Kemudian disusul oleh munculnya seorang Hwesio yang berbadan tegap, dilihat sekelebatan.
Ciok Liang masih mengira bahwa Hwesio itu suhunya yang hidup lagi, tapi setelah dipandang
dengan teliti, ternyata ia Kim Lo Han suhengnya Tang Lo Han.
Ciok Liang kakinya lantas lemas seketika, tapi betapapun juga jiwa adalah penting. Ketika
menampak Kim Lo Han matanya cuma mengawasi keadaannya Kim Houw, ia buru-buru
mengambil langkah seribu.
Baru saja Ciok Liang kabur di belakang Kim Lo Han kembali muncul bayangan merah dan
bayangan hijau, mereka adalah Pao Sue Jin dan anaknya Pao Siao Kiao yang baru habis ditolongi
keluar dari kurungan Tang Lo Han almarhum.
Dua orang itu ketika melihat tangan Kim Houw hitam sebelah, dalam hati merasa heran dan
cemas. Kim Houw telah berhasil membunuh mati Tang Lo Han, ini bukan saja telah menyingkirkan
bahaya bagi penduduk kota Kian-Lek tapi juga merupakan tuan penolongnya ayah beranak itu.
Kim Lo Han telah membuka ikat pinggang urat naga di pinggang Kim Houw, dengan benda itu,
pusaka ajaib Bak-tha yang diikat di pinggang itu, ia gosokkan ke titik hitam di telapak tangan Kim
Houw. Titik hitam itu adalah tempat dimana tersentuh dengan cincin emas Tang Lo Han, untung Kim
Houw pernah makan obat batu, kulit dagingnya seolah-olah sudah menjadi kebal sehingga tidak
terluka atau mengeluarkan darah, kalau tidak niscaya siang-siang sudah hilang jiwanya!
Bak-tha itu memang benda ajaib, baru saja digosokkan, warna hitam itu lantas lenyap seketika,
cuma sebentar saja, lengan Kim Houw sudah sembuh seperti sedia kala.
Lewat lagi sejenak, Kim Houw perlahan-lahan membuka matanya, kemudian dengan secara
tiba-tiba ia lompat bangun. Matanya jelalatan seolah-olah sedang mencari apa-apa, lalu berkata
dengan suara cemas, "Lo-Han-ya, dimana itu binatang Ciok Liang?"
"Houw-ji, dia sudah pergi. Biar bagaimanapun kebaikan dan kejahatan akhirnya tentu ada
buktinya, dia tidak akan bisa lolos!" jawab Kim Lo Han sembari serahkan kembali ikat pinggang
urat naga itu kepada Kim Houw.
"Tidak! Tidak! Aku harus kejar padanya, aku mau bunuh dia untuk membalas sakit hati adik
Bwee Peng!"
"Houw-ji, kau dengar omonganku, untuk sementara kau tidak boleh membunuh mati dia. Untuk
nama baikmu, untuk mencuci noda pada dirimu, kau harus suruh dia mengakui dosanya di
hadapan orang-orang rimba persilatan. Dengan demikian kau bermuka terang, sebab nodamu
sudah tercuci bersih. Kalau tidak, meski kau sudah membalas sakit hatinya nona Bwee Peng,
tetap di mata orang-orang rimba persilatan kau adalah seorang berdosa mesum. Nona Bwee Peng
yang ada di dunia bakapun tidak bisa tenteram, dan pasti dia merasa cemas atas perbuatanmu."
Kim Houw tundukkan kepala.
"Lagi pula," meneruskan Kim Lo Han, "waktu ini bukanlah keselamatan Nona Peng Peng ada
lebih penting daripada urusan ini" Tanggal lima bulan lima cuma tinggal satu bulan lagi. Andaikata
tidak bisa menolong padanya di tengah jalan, juga harus dapat tiba di Ceng-kee-cee tepat pada
waktunya."
Kim Houw mendengar kata-kata Kim Lo Han yang sangat beralasan itu terpaksa menurut.
Kini Pao Sie Jin dan putrinya baru mendapat kesempatan untuk menyatakan terima kasih
mereka kepada tuan penolongnya.
Kuil Hoat-hoa-sie sudah hancur! Tang Lo Han sudah binasa, sisa orang kuil itu kabur
semuanya! Kim Lo Han dan Kim Houw kembali melanjutkan perjalanannya ke barat.
Pao Sie Jin dan putrinya yang mendengar Kim Lo Han dan Kim Houw hendak pergi menolong
orang, segera menawarkan tenaganya untuk membantu, tapi ditampik oleh Kim Houw dengan
manis. Di sepanjang jalan, Kim Houw tidak perlu mencari keterangan lagi, mereka hanya
mengerahkan kepandaian masing-masing untuk mengejar waktu.
Dalam beberapa hari, mereka sudah melewati propinsi Anhui, masuk propinsi Hunlam. Karena
jalanan agak datar, mereka bisa berjalan lebih cepat.
Hari itu, mereka tiba di suatu kota kecil waktu lohor. karena selama beberapa hari tidak dapat
mengaso dengan baik, maka mereka lantas mencari rumah penginapan untuk bermalam.
Sehabis bersantap malam, dua orang itu tidur dalam satu kamar.
Kira-kira jam dua tengah malam, Kim Houw baru saja habis semedi, telinganya tiba-tiba
mendengar suara ribut-ribut! Suara itu datangnya dari jauh, terpisah dengan rumah penginapan
kira-kira masih tiga halaman rumah.
"Di kampung kita Lie-kee-cip, bagaimana dapat membiarkan orang berlaku sewenang-wenang
demikian rupa" Kuda yang tidak ada pemiliknya dan dibawa oleh si pincang Ji-koay-cu, dengan
hak apa mereka datang meminta secara paksa" Bahkan berani melukai orang segala, "terdengar
suara seorang berkata.
"Ji-ya, itu adalah seekor kuda pilihan, siapa yang tidak suka" Dari jauh aku sudah dapat
melihat, warnanya merah tua dan badannya kekar, aku lantas tahu kalau ia kuda yang bisa lari
ribuan li!" terdengar seorang lain menyahut.
Kuda yang tidak ada pemiliknya, warnanya yang merah tua dan bisa lari ribuan lie! Kim Houw
ketika mendengar itu hatinya bercekat. Dalam kota bagaimana ada kuda tidak ada pemiliknya"
Warnanya merah tua" Apakah itu bukannya kuda Peng-peng"
Berpikir sampai di situ, Kim Houw lantas pasang kuping.
"Kalau betul kuda pilihan, terlebih-lebih tidak boleh mereka ambil seenaknya. Si Bungkuk
sudah balik belum " Bagaimana dengan luka si Pincang?" demikian Kim Houw mendengar
seseorang berkata.
"Si Bungkuk masih belum pulang, luka si Pincang yang tidak seberapa berat, dalam waktu
setengah bulan mungkin bisa sembuh. Cuma urusan ini memang sangat membikin panas hati
orang, sayang Toa-ya tidak ada di rumah!"
Pendekar Latah 13 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Kitab Pusaka 18

Cari Blog Ini