Ceritasilat Novel Online

Istana Kumala Putih 2

Istana Kumala Putih Karya O P A Bagian 2


itu" Jika dilihat kabut tebal dimulut goa yang selama beberapa hari ini tertampak nyata, orang
hutan itu mungkin juga tahu, maka ia ingin menyerbu ke dalam goa untuk merampas, sayang tidak
berhasil, bahkan dirinya sendiri yang terluka kena racun."
Baru pertama kali ini Kim Houw mendengar namanya barang mustika dari alam, ia tak tahu
apa artinya barang demikian. Ia tidak menanyakan lebih jauh, bersama Kim Coa Nio-nio ia balik ke
dalam istana. Mereka berdua baru berjalan beberapa tindak dari pintu istana mendadak terdengar suara
saling bentak amat riuh. Kadang-kadang diselingi dengan suara beradunya senjata tajam.
sehingga mereka terkejut.
Kim Coa Nio-nio tahu bahwa Kim Houw tak mengerti ilmu mengentengkan tubuh, maka ia
lantas kempit sang bocah dan dibawa kabur laksana terbang. Sebentar saja mereka sudah sampai
di dalam istana.
Pada saat itu, di depan pintu istana ada tiga pasang orang sedang bertempur. Satu pemuda
seperti anak sekolah yang berwajah putih bersih, berusia kira-kira delapan belas tahun, wajahnya
mirip dengan Kim Houw, tangannya memegang sebilah pedang yang diperlengkapi dengan
gaetan, sedang bertempur sengit dengan To Pa Thian. Sikapnya tenang, gerakannya cepat
bagaikan mengalirnya air dan jalannya awan.
Orang kedua adalah satu lelaki berbadan pendek kate, berusia kira-kira empat puluh tahun
lebih. Meski orangnya pendek kate, tapi potongannya rapi, ia tengah bertanding dengan Lie Cit
Nio. Pasangan ketiga yang mengejutkan dan mendebarkan hati Kim Houw, apa sebabnya" Kiranya
orang itu adalah Ciok Goan Hong, jenggotnya yang putih dengan baju panjangnya yang berwarna
putih pula tengah beterbangan, tampak matanya melotot, wajahnya merah padam, agaknya
sedang kalap. Ternyata tandingan Ciok Goan Hong ini adalah si Imam palsu, yang lakunya seperti orang
setengah gila. Caranya berkelahi tidak mirip dengan orang tengah berkelahi, tapi lebih pantas
kalau dikatakan sedang mempermainkan lawannya, sampai Ciok Goan Hong merasakan dadanya
seperti mau meledak.
"Imam busuk, kepandaian tanganmu aku orang tua sudah mengenal baik, sekarang kita adu
senjata tajam untuk menentukan siapa yang lebih unggul!" tiba-tiba Ciok Goan Hong berseru dan
segera menghunus pedangnya.
Si Imam palsu menampak Ciok Goan Hong mendadak menghunus pedangnya dan menantang
itu pedang, lantas menyahut dengan ejekannya: "Imam palsu seumur hidupnya belum pernah
menggunakan senjata tajam, dengan senjata apa aku dapat bertanding dengan kau?"
Ia tundukkan kepala seperti sedang berpikir keras, tapi juga seperti tengah mencari senjata
apa yang cocok untuk dipakai.
Tiba-tiba menampak Kim Coa Nio-nio berdiri disamping dengan Kim Houw, ikat pinggang Kim
Houw tengah mengeluarkan sinar dan benda itu telah menarik perhatiannya.
"Baiklah! Imam palsu sekarang hendak menggunakan ikat pinggangnya saja, untuk main-main
dengan kau bocah cilik yang baru datang ke istana ini!" demikian katanya sembari membuka ikat
pinggangnya. Jilid 03 CIOK GOAN HONG, adalah seorang tua yang sudah berusia lima puluh empat tahun, tapi
telah dipanggil bocah cilik oleh Imam palsu benar-benar keterlaluan. Tidak heran kalau Ciok Goan
Hong kalap, lantas berseru keras, ia membabat dengan pedangnya.
Si Imam palsu geser sedikit badannya, sudah berhasil menyingkirkan serangan lawan. Baru
saja ia hendak menggunakan ikat pinggangnya untuk melibat pedang lawannya, tiba-tiba
dirasakan sangat ringan sekali, karena ikat pinggang yang nampaknya masih utuh itu, sebenarnya
sudah lapuk, tidak tahan diayun oleh si Imam palsu dengan kekuatan tenaga dalamnya yang
begitu hebat. Ikat pinggang itu kecuali bagian yang dipegang olehnya, yang lainnya sudah hancur
beterbangan di udara.
Si Imam palsu ketawa terpingkal-pingkal sedang Ciok Goan Hong tampak menjadi terkesima.
Ia tidak tahu kalau ikat pinggangnya si Imam palsu sudah rapuh dianggapnya orang sengaja
hendak menunjukkan kekuatan tenaga dalamnya, supaya ia tahu gelagat dan mundur teratur.
Sesungguhnya orang she Ciok juga terkejut, karena barang yang lemas seperti ikat pinggang dari
kain itu tidak gampang patah apalagi hancur berkeping-keping itu, jika orang yang
menggunakannya tidak mempunyai kekuatan tenaga dalam yang luar biasa. Ia yakin dirinya
sendiri tidak mempunyai lwekang semacam itu.
Belum hilang kagetnya, mendadak ada angin kuat menyambar ke arah dadanya. Dalam
kagetnya, ia lalu menangkis dengan pedangnya, suara "Trang" terdengar nyaring, tangan Ciok
Goan Hong merasa kesemutan, pedangnya hampir terbang ke udara.
Disamping tercengang, Ciok Goan Hong merasakan lengan kanannya sakit, pedangnya lantas
terlepas dari tangannya. Tapi belum sampai senjata itu tiba di tanah, lengan kiri Ciok Goan Hong
tiba-tiba kelihatan sedikit memutar, untuk menyambuti pedangnya yang terlepas dari cekalan
tangan kanannya. Ia memandang ke sekitarnya dengan sorot mata gusar, untuk mencari tahu
siapa orangnya yang membokongnya.
Ketika matanya melihat Kim Houw sedang berdiri di sisi seorang nenek yang tangannya
memegang satu tongkat berkepala ular, kembali dia dibikin heran, diam-diam berpikir: bocah ini
ternyata belum binasa!
Dengan tiba-tiba Ciok Goan Hong gerakkan badannya, melompat ke depan Kim Hoow.
"Kim Houw! Apa kau masih kenali aku?" bentak Ciok Goan Hong.
"Paman Ciok!" Kim Houw memberi hormat. "Houw-ji selamanya tidak akan melupakan budi
kebaikan keluarga Ciok terhadap diri Houw-ji!"
"Kau kata tidak melupakan budi kebaikan keluarga Ciok, hmm! Mengapa kau menganjuri Touw
Peng Peng berlaku kurang ajar kepada anakku?"
Kegagalan Ciok Goan Hong, bagi Kim Houw dahulu sudah merupakan soal biasa. Tapi kali ini
adalah lain, Meski ia masih merasakan sedikit takut, tapi ia yang dilahirkan dengan sifat tidak kenal
takut, maka berontaklah hatinya.
"Paman Ciok, mengapa paman menuduhku secara membabi buta?" ia menambah.
"Baik! Sekarang aku tanya padamu, tahukah bahwa Touw Peng Peng itu adalah bakal
menantuku?"
"Hal ini aku tidak tahu!" Kim Houw agak terkejut.
"Apa" Kau berani mengatakan tidak tahu?" geramnya. "Kalau begitu kau memang sengaja
hendak pungkiri dan tidak mau mengakui dosamu! Betul tidak?"
Melihat Ciok Goan Hong menuduh secara sewenang-wenang, Kim Houw mulai gusar, tapi
tidak berani umbar kemarahannya.
"Paman Ciok, Ciok yaya dimasa hidupnya telah perlakukan aku begitu baik, budinya bagiku
adalah seperti lautan dalamnya, bagaimana aku berani membohongi kau."
"Oleh karena kau sudah berbuat salah, sudah tentu tidak berani akui kalau kau tahu. Sekarang
aku hendak tanya lagi, apakah menganjurkan Peng Peng mencuri baju wasiat keluarga Ciok yang
dinamakan Hay-si-kua!" coba, kau jawab!"
Mendengar pertanyaan itu, Kim Houw kagetnya bukan main.
"Hal ini aku lebih tidak tahu, bagaimana aku bisa berbuat yang begitu rendah?" jawabnya.
Ciok Goan Hong gusar bukan main, ia ulur tangannya hendak mencengkeram kepala Kim
Houw. "Binatang, semua kau tidak mau mengakui, lihat aku nanti bikin mampus kau!" bentaknya.
Mendadak berkelebat bayangan tongkat dan Kim Coa Nio-nio sudah menghadang di depan
Kim Houw. "Kau siapa" Berani berlaku banyak lagak di dalam Istana Kumala Putih" Melihat gerakanmu,
kau bukan orang dari golongan sembarangan, apakah kau tidak tahu di sini ada istana yang
berada di dalam rimba keramat?" Kim Coa Nio-nio menegur dengan pedas.
Ciok Goan Hong ketika menyaksikan tongkat si nenek melintang di depannya, ia merasakan
seolah-olah ada kekuatan tenaga yang tersembunyi, mendorong mundur padanya. Bukan main
terkejutnya, segera menginsyafi bahwa nenek di depan matanya itu mempunyai kekuatan tenaga
dalam yang tidak dapat dijajaki.
"Bocah cilik ini telah mencuri barang wasiat keturunan kami, sudah sewajarnya kalau aku
minta kembali kepadanya!" kata Ciok Goan Hong.
"Menangkap maling harus ada buktinya, kau bisa membuktikan?" Kau tidak boleh menuduh
orang secara sembarangan!" Kim Coa Nio-nio tertawa mengejek.
"Aku adalah seorang yang mempunyai kedudukan tinggi di rimba persilatan, kalau tidak
percaya aku boleh geledah badannya, bakal menantu sendiri yang mengatakan, apa masih salah"
Ciok Goan Hong gusar.
Mendengar jawaban itu Kim Houw terperanjat. Kalau benar-benar Touw Peng Peng yang
mengatakan, mungkin baju kaus yang diberikan Touw Peng Peng itu adalah benda wasiat
keluarga Ciok. Sebagai seorang yang tidak mengerti bahayanya dunia Kang-ouw, ia buru-buru
membuka baju luarnya yang sudah rombeng, hingga kelihatan baju kausnya.
"Paman Ciok, apa yang kau katakan baju wasiat itu adalah baju kaus ini?" ia menanya seraya
memperlihatkan kaus yang dipakainya.
Melihat baju wasiat itu, Ciok Goan Hong lantas ketawa terbahak-bahak.
"Bagus ! Sekarang orang dan barang buktinya sudah ditemukan, apa kau masih mau mungkir"
katanya. Mendengar itu, Kim Houw tidak merasa ragu lagi. Ia buru-buru membuka baju luarnya sembari
membuka mulutnya terus mendumel, "Aku tidak tahu baju kaus ini adalah wasiat keluarga Ciok.
Kalau benar kepunyaan paman, sekarang aku kembalikan padamu, tapi perlu aku jelaskan, bahwa
baju ini adalah pemberian Touw Peng Peng, bukan aku yang mencuri, dan aku juga tidak
menyuruh nona Peng Peng berbuat kejahatan semacam ini."
Kim Coa Nio-nio dan semua yang berada di situ, tidak nyana Kim Houw ada begitu jujur, maka
dalam hati pada merasa cemas. Seketika itu mereka tidak mendapat suatu pikiran yang baik untuk
memecahkan soal tersebut, tapi kini mereka baru tahu bahwa Kim Houw tidak mempan senjata
tajam atau senjata rahasia, kiranya adalah menggunakan baju wasiat itu yang melindungi
badannya. Pada saat itu Kim Houw sudah membuka baju luarnya. Selagi hendak membuka baju kausnya,
pundaknya tiba-tiba dirasakan seperti ditekan orang dengan kekuatan tenaga yang luar biasa
besarnya, Kim Houw tidak mampu mempertahankan, sehingga duduk numprah di lantai.
Pundaknya tidak sakit, tapi pantatnya yang dirasakan nyeri, ia menoleh dengan mata melotot.
Ternyata orang yang menekan dirinya itu si pemuda sekolahan yang wajahnya mirip benar dengan
dirinya sendiri, siapa telah mengawasi padanya dengan senyumnya yang sangat simpatik, oleh
karenanya maka amarahnya Kim Houw lenyap seketika.
"Adik kecil, siapa namamu " Kau berasal dari mana?" tanya si pemuda anak sekolahan
sembari membimbing bangun Kim Houw.
Anak muda sekolahan itu meski pernah membuat dirinya jatuh terduduk sampai pantatnya
sakit, tapi karena sikapnya ramah dan manis budi bahasanya, bagi telinganya pertanyaan itu
sungguh enak sekali. Selama beberapa hari ini, tidak pernah ada orang yang menanyakan dirinya
begitu manis didengarnya, maka ia lantas menjawab dengan gembira: "Siaote bernama Kim
Houw, tapi menyesal tak dapat menjelaskan asal usulku sendiri."
Pemuda sekolahan itu wajahnya menunjukkan sedikit perobahan, pada saat mana kembali
terdengar suaranya Ciok Goan Hong: "Pek Siaohiap, dalam hal ini untuk sementara harap kau
jangan turut campur tangan ...."
Pemuda sekolahan itu begitu cepat pula pulihnya, mendengar ucapan Ciok Goan hong lantas
tersenyum "Ciok Taihiap," katanya, "kau sudah lupa" Sebelum kita masuk ke istana ini, kita bertiga
pernah bertanding untuk mengambil suatu keputusan, siapa yang kalah harus dengar kata atau
turut perintah yang menang! Aku yang rendah memenangkan sejurus dari taihiap, apa sekarang
kau hendak mungkir janji" Aku minta kau lepaskan urusan ini untuk sementara, sudikah kau ?"
"Ini urusan pribadiku. Pek Siaohiap ...." belum habis ucapan Ciok Goan Hong, anak muda itu
kelihatannya tidak senang. Ciok Goan Hong segera mundur setengah tindak, agaknya jeri benar
terhadap anak muda itu.
Orang-orang yang berada disitu merasa heran menyaksikan kejadian tersebut. Ciok Goan
Hong yang kelihatannya begitu garang, mengapa begitu takut dan hormat sekali terhadap anak
muda yang masih ingusan" Mereka segera menduga bahwa anak muda itu tentu mempunyai
kepandaian lebih atas daripada Ciok Goan Hong.
Mendadak Kim Houw lolos dari bawah tangannya si anak muda. Ia maju bertindak dua langkah
dan berkata: "Siapa kepingin segala baju wasiatmu, ini kukembalikan padamu !"
Kembali ia hendak membuka baju kausnya, tapi si anak muda sekolahan itu kembali menepuk
pundaknya dan berkata: "adik kecil jangan perdulikan dia, lekas pakai baju luarmu."
"Aaa-ya ! Bwee So-so, kau juga ada di sini" Bagaimana Bwee toako " Banyak tahun kita tidak
bertemu, apa ia ada baik?" tiba-tiba terdengar suaranya Ciok Goan Hong.
Ditegur secara mendadak oleh Ciok Goan hong, san Hua Sian Lie matanya lantas merah,
hampir saja mengeluarkan air mata.
"Terima kasih atas perhatian Coiok toako ... dia ... dia ... aku tidak tahu dia ada dimana?"
jawabnya terputus-putus.
"Bagaimana sih " Apa Bwee toako, tidak bersama-sama dengan kau" Kalau begitu kemana
dia larinya ?" tiba-tiba matanya berputaran, "Bwee soso, itu keponakan perempuanku si Bwee
Peng, aaa... kalau aku katakan sungguh mengenaskan."
Mendengar ucapannya itu san Hua Sian Lie semakin sedih kelihatannya.
"Sedikit banyak aku sudah mengetahui, itu adalah ia sendiri bernasib buruk !" kata San Hua
Sian Lie sembari menangis.
"Bwee soso, aku tidak tahu harus kukatakan atau tidak, cuma biar bagaimana akhirnya kau toh
harus tahu juga. Anak cantik seperti bidadari itu, sebetulnya terlalu kasihan ..... " kata Ciok Goan
Hong sambil melirik Kim Houw.
Kim Houw mengerti bahwa ucapan Ciok Goan hong itu ada udang dibalik batu. Dalam hati
merasa cemas. Meski ia dengan Bwee Peng tahun ini baru sama-sama berusia lima belas tahun,
tapi Bwee Peng agaknya lebih besar, nampaknya sudah seperti gadis dewasa, seperti kembang
yang lagi mekar. Mereka berdua kenal sejak masih kanak-kanak, maka masih sayangnya boleh
dikata sudah dipupuk sejak masih kanak-kanak itu.
Paman Ciok, maksudmu apa hendak mengatakan bahwa telah terjadi apa-apa dengan adik
Peng ?" Kim Houw menanya.
"Hm, kau bocah ini kembali hendak berlagak tolol. Perbuatan yang kau lakukan sendiri,
apakah masih tidak tahu " Dalam usia begini muda, sungguh pintar kau main gila !?" kata Ciok
Goan hong melototkan matanya.
Jawaban itu membuat Kim Houw melongo.
San Hua Sian Lie hatinya makin gelisah, air matanya mengalir semakin deras.
"Ciok toako, apa sebetulnya yang telah terjadi" Coba ceritakan padaku." katanya.
Ciok Goan Hong pura-pura berpikir lama, baru menjawab : "Aku tahu bocah ini tidak berani
cerita terus terang padamu, kau tahu apa sebabnya ia lari masuk ke dalam Istana Kumala Putih ini
" Bocah ini seharusnya dicincang, baru dapat melampiaskan sakit hatiku !"
San Hua Sian Lie nampak semakin tidak mengerti omongan Ciok Goan hong.
"Dia kata kau hendak mengejar dan membunuhnya sehingga dia masuk ke istana ini !" kata
San Hua Sian Lie.
"Memang tidak salah ! Adalah aku yang suruh orang membunuh mati padanya, tapi tahukah
kau apa sebabnya ?" kata Ciok Goan Hong, matanya menyapu ke arah semua orang. Ia lihat
semua tengah mendengarkan ocehannya, tidak terkecuali Kim Houw.
Ia tahu bahwa ia sudah berhasil mempengaruhi perhatian semua orang, maka pura-pura
batuk-batuk, wajahnya menunjukkan rasa sedih dan berkata pula sambil menuding Kim Houw: "Itu
hari, keponakanku Bwee Peng sedang bermain di taman belakang, bocah ini juga tinggal di taman
belakang, entah dengan akal apa, ia telah berhasil memancing Bwee Peng ke dalam kamarnya.
Kalau aku sedang di atas loteng aku dapat lihat mereka dengan tegas, tadinya aku anggap
mereka toh masih anak-anak, tidak nanti berani berbuat yang tidak senonoh, maka tidak begitu
ambil perhatian. Siapa nyana, sampai gelap aku dengar suara tangis yang memilukan, ketika aku
melongok ke bawah kebetulan kulihat Bwe Peng keluar dari kamarnya bocah ini sembari
menangis sesenggukan nampaknya ia hendak pulang ke rumahnya. Sampai saat itu aku masih
belum tahu atau terpikir persoalannya yang begitu hebat. Pada keesokan harinya, aku telah
dikabarkan bahwa Bwe Peng telah membunuh diri sendiri, aku kaget, segera mengunjungi
rumahnya, aku lihat Bwe Peng benar-benar sudah binasa dengan jalan menggantung diri...."
Kim Houw menggigil mendengar Ciok Goan mengarang cerita bohong.
"Kau bohong, kau dusta, Peng moay tidak mati, tidak mati...." ia menjerit-jerit seperti kalap.
Baru saja ia menerjang, tiba-tiba ditarik oleh pemuda she Pek itu dan di ajak duduk di lantai.
"Adik Hong, kau tenang dulu," katanya membujuk. "Jangan bikin ribut, tunggu dia bicara habis
dulu, baru bertindak !".
Ciong Goan memperdengarkan suara ketawa mengejek.
"Hm ! Buat apa aku membohong " Hanya orang bersalah saja merasa ketakutan. Kau bocah
telah mengeram satu hari anak gadis orang, apakah itu betul coba kau jawab!".
"Betul aku pernah berduaan" jawab Kim Houw dengan keras, "tetapi bukan berarti......"
"Nah, ini kau sendiri mengaku! Aku toh tidak omong kosong bukan". Kedua , aku lihat dia
menangis, sesudah petang hari ini baru meninggalkan kamarmu ini juga bukan bohong bukan?"
Ciok Goan Hong tidak menantikan Kim Houw bicara habis ia potong-potong serta menghujani
pertanyaan. Kim Houw seorang jujur, tidak mengerti apa artinya licik, ia tampak menganggukanggukkan
kepalannya. "Itu juga ada, cuma oleh karena aku...."
Ciong Giok Hong bergelak-gelak kembali memberikan waktu buat Kim Houw membela diri.
"Kau sudah mengaku semuanya, apa masih mau mengatakan aku orang omong kosong"
Esok harinya ketika kematian Bwe Peng tersiar, ternyata disebabkan karena diperkosa
kehormatannya olehmu, bagaimana susah aku tidak gusar dan ingin segera bunuh mati padamu !
Mana aku bisa membiarkan orang rendah macam kau berdiam di rumahku lebih lama lagi?"
Ciok Goan Hong nampaknya begitu napsu, agaknya yang diceritakan seperti terjadi
sesungguhnya, sehingga semua tokoh-tokoh rimba persilatan itu mulai percaya dan pada
mengawasi Kim Houw dengan mata tidak puas.
Tiba-tiba terdengar suara geramnya Kim Houw yang melompat dari duduknya sembari
membentak dengan suara keras : "Kau bohong kau memfitnah orang, kau....kau..."
"Blug !" kepalan San Hua Sie Lie bersarang di badan Kim Houw, hingga bocah cilik itu
terlempar satu tombak lebih jauhnya. Untung badannya memakai baju wasiat, meski kena di hajar,
tidak terluka. Ia juga tidak bermaksud melarikan diri, maka begitu bangun lantas menyeruduk lagi
kepada Ciok Goan Hong. Ciok Goan Hong tetap berdiri dengan tenang, wajahnya menunjukkan
sipat kekejaman dan kelicikannya.
"Buk !" kali ini kakinya San Hoa Sian Lie yang menendang, kembali Kim Houw dibikin
jumpalitan seperti orang yang sedang main akrobat. jatuh berat, tetapi Kim Houw dengan
menahan rasa sakitnya, coba merangkak bangun lagi.
"Bila Bwek , kau bunuh aku saja ! Aku tidak nanti takut mati......!"
Perkataan "mati" baru saja keluar dari mulutnya tiba-tiba ia ingat perkataan Touw Peng Peng:


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"kematian ada yang di pandang enteng seperti bulu ayam, tetapi ada yang dipandang serta
gunung Thaysan, sekali-kali jangan mengandalkan atau mengumbar keberanianmu....." begitu
ingat dia lantas angkat kaki dan kabur.
Tapi, ia tidak pernah belajar ilmu lari cepat. Di hadapan para tokoh rimba persilatan begitu
banyak bagaimana ia bisa lolos " Belum berapa tindak pantatnya kembali kena tendang. Kali ini
ternyata berat sekali, sampai badannya meluncur ke dalam rimba. Diwaktu jatuh, sekujur
badannya dirasakan sakit, kepalanya pusing, matanya gelap dan akhirnya tidak ingat apa-apa lagi
Dikala mendusin, ia dapatkan dirinya tidur di dalam sebuah goa yang gelap. Tetapi Kim Houw
masih bisa membedakan keadaan di situ, hanya belum bisa bangun karena saking keras jatuhnya
tadi, otot-otot dan tulang pada sakit. Kalau ingat perkataan Ciok Goan Hong darahnya mendidih,
tetapi sekarang apa daya " Ia sendiri sedikitpun tidak mengerti ilmu silat !
Mengingat akan Bwe Peng, hatinya tiba-tiba merasa sedih, ia menjerit dan katannya pada diri
sendiri : "Peng-moay, benarkah kau sudah mati " Itu paman Ciok yang terkutuk, ia mungkin
menjumpai kau ! Kau toh pernah mengatakan sendiri bahwa kau hendak menunggu sampai aku
kembali.....!"
Belum puas ia mengoceh sendiri, dari luar goa tampak dua bayangan, satu tinggi dan satu
pendek. Ketika Kim Houw menegasi ternyata adalah orang utan betina ada membawa buahan dan
waktu ia lihat Kim Houw sudah mendusin, lantas letakkan buah-buahannya dan berlutut di
depannya, kemudian bersoja sampai dua kali. Kim Houw diam-diam merasa heran. Pikirnya tempo
hari kau bersoja kepadaku, karena aku menolong jiwaku, mengapa kau menjura kepadaku"
"Mengapa kau bersoja kepadaku?" demikian ia menanyanya.
Orang hutan itu menunjuk ikat pinggang "urat naga" di pinggangnya Kim Houw sambil
bercuitan. Kim Houw mengerti bahwa yang di sujuti tadi ternyata ikat pinggang "urat naga" bekas
kepunyaan majikan yang lama.
Selanjutnya orang hutan itu lantas menyerahkan buah-buahan kepada Kim Houw.
Menyaksikan buah-buahan yang merah dan hijau segar itu, Kim Houw melupakan rasa sakitnya
hendak mengambil, tetapi baru saja mengangkat tangannya, lantas dirasakan amat sakit sehingga
ia menjerit. Orang hutan itu menampak Kim Houw menjerit hebat lalu lari keluar. Tidak lama balik sembari
membawa biji buah merah sebesar lengkeng dan lantas dimasukkan ke dalam mulut, tanpa
dikunyah sudah lantas masuk ke dalam perut, rasanya harum segar manis.
"Ini buah apa, mengapa rasanya begini enak?" tanya Kim Houw girang.
Sehabis menanya, ia merasa geli sendiri, bagaimana seekor binatang yang tidak bicara harus
menjawab pertanyaan"
Tapi, rasa ingin makan lagi membuat ia berkata pula : "Buah ini enak sekali apa kau bisa
ambilkan lagi untuk beberapa biji saja?"
Orang hutan itu mula-mula agak keberatan dan gelengkan kepalanya, tetapi kemudian
mengangguk, sambil menggandeng tangan orang hutan kecil ia lantas keluar dari goa.
Kim Houw menampak orang hutan itu menerima baik perintahnya, dianggapnya, akan segera
balik kembali. Tidak nyana lama ia menunggu belum juga kelihatan mereka kembali, tiba-tiba ia
lantas mengantuk dan lantas tidur pulas.
Waktu ia mendusin lagi, dalam goa itu berubah terang. Kini ia tahu bahwa goa itu sebenarnya
tidak gelap, hanya diwaktu ia datang justru diwaktu malam. Ia melihat orang hutan dan anaknya
telah berlutut di sampingnya, tidak berkutik barang sedikit.
"Apa artinya ini?" tanya Kim Houw.
Wajah orang hutan nampak muram, kepalanya digoyang-goyangkan, Kim Houw tiba-tiba ingat
kalau semalam mereka disuruh menceritakan buah lagi, rupanya tak berhasil, maka mereka
berlaku demikian, takut dipersalahkan.
"Apakah tidak berhasil mendapatkan buah kecil lagi" itu toh bukan soal apa-apa bangunlah!
Aku tak akan salahkan kau !" kata Kim Houw.
Tanpa disengaja, ia kibaskan tangannya, heran semua rasa sakitnya mendadak hilang, Kim
Houw girang bukan main dan lantas duduk, ternyata rasa sakitnya sudah lenyap semua. Diamdiam
ia berpikir: mungkin ini adalah khasiatnya buah merah kecil itu, pantas susah dicari.
Kim Houw kini dapat kenyataan bahwa goa itu keadaannya sangat luas. Ada beberapa bagian
yang terbikin oleh tangan manusia, ia mulai memeriksa dengan teliti. Tiba-tiba ia menemukan di
salah satu dinding yang licin, ada terukir sebuah peta yang tidak utuh dengan di tengah-tengahnya
terdapat garisan pecahan.
Garisan pecahan itu mendadak terbuka, lalu kelihatan sebuah pintu sempit mengeluarkan bau
harum. Kim Houw dalam hati merasa heran dan menanya bagaimana membukanya pintu itu.
Tatkala menoleh, ia dapatkan orang hutan itu tangannya baru saja melepaskan satu gelang
besi. Ia menduga bahwa gelang besi itu tentu adalah kunci rahasia pintu tersebut. Kalau orang
hutan betina dapat membuka, pasti kamar goa itu bekas kamar majikannya.
Tanpa ragu-ragu Kim Houw lantas masuk ke dalam kamar batu itu, yang ternyata merupakan
gudang kitab yang terdiri dari batu seluruhnya. Didalamnya tercatat segala macam kitab. Kim
Houw sangat girang ia pikir majikan istana Kumala Putih itu dulunya tentu seorang yang pandai
ilmu surat dan silat. Dipandang dari koleksi bukunya itu saja, kalau dibaca dengan sendirian setiap
hari, mungkin tidak habis dalam waktu delapan atau sepuluh tahun.
Kim Houw sejak anak-anak sudah mendapat pelajaran ilmu surat, ingatannya juga sangat baik.
Pada saat itu didalam keadaan sulit, tiba-tiba menemukan kamar buku demikian, membuat ia
segan keluar. Ia mengambil sejilid buku untuk dibaca, isinya ternyata sangat dalam sekali.
Kim Houw mempunyai semacam sifat makin tidak mengerti makin kepingin dipelajari, makin
dalam artinya, semakin tebal keinginannya untuk meyakinkan. Ia coba membaca sejenak, dan
merasa bingung sendiri, seolah-olah perlu di mulai dari permulaannya.
Kim Houw memeriksa keadaan kamar itu makin teliti, akhirnya menemukan bahwa di atas rak
buku-buku ada tertulis banyak huruf yang merupakan susunan alfa betis dan urutan nomornya
serta jenis buku-buku itu
Mata Kim Houw tiba-tiba terbelalak lebar kapan ia memeriksa sampai rak yang penghabisan,
ia telah dapat sejilid buku yang berkalimat "PIE KIM SIN KUN" (ilmu pedang rahasia dan ilmu
sakti), serta sejilid lagi berjudul "KING KANG AM KHI" (ilmu mengentengi tubuh dan senjata
rahasia). Bukan main girangnya Kim Houw, ia buru-buru keluarkan dua buku itu dari raknya.
Dalam buku itu selain teorinya ditulis dengan jelas, juga di berikan penjelasan prakteknya dengan
rupa-rupa lukisan.
Tidak ayal lagi Kim Houw lantas membaca dan mempelajari ilmu silat menurut petunjuk dari
dalam buku itu. Pelajaran yang dimulai yang cetek sampai kebagian yang dalam-dalam. Entah
kebetulan atau karena ditakdirkan akan menjadi tokoh yang namanya cemerlang dan
menggetarkan rimba persilatan, pokoknya Kim Houw secara aneh sudah memasuki kamar buku
yang terbikin dari batu itu dan dapat mempelajari isi buku ilmu silat tinggi yang di tinggalkan oleh
seorang aneh luar biasa di jaman dulu.
Buku-buku itu disimpan dalam kamar batu itu sedikitnya sudah ratusan tahun, tapi tidak ada
yang robek atau yang rusak, itu disebabkan batu dalam kamar itu kering sekali. Apalagi ada
bebauan harum yang entah dari mana keluarnya, bau harum itu agaknya seperti khusus ditaruh di
situ untuk mengusir kutu-kutu buku.
Menyaksikan itu semua, Kim Houw dalam hati lantas berpikir: pantas di istana bagian belakang
itu kecuali barang pertama dan batu giok, tidak terdapat apa-apa lagi, kiranya ada mempunyai
tempat simpanan lain.
Musim dingin telah lewat, datanglah musim semi lalu disusul dengan musim panas. Tapi
musim panas itu dengan cepat juga sudah berlalu.
Dan kini gilirannya musim rontok yang datang.
Kim Houw di dalam kamar batu itu, sudah satu tahun lamanya tanpa ia rasakan, kakinya tidak
pernah melangkah keluar dari goa. Makan minumnya disediakan oleh dua orang hutan itu yang
setia, selama satu tahun itu, semua buku yang ada di rak bagian buku peperangan dan ilmu silat,
sudah ia pelajari sampai hafal betul-betul. Bukan saja dapat menghapalkan bahkan ia sudah
pandai mainkan kepalanya dan mainkan pedang, setiap hari dalam waktu tertentu ia berlatih
dengan kedua orang hutan itu.
Mula-mula Kim Houw selalu terdesak sejauh tiga empat jurus saja, tapi tiga bulan kemudian,
Kim Houw sudah dapat mengimbangi kepandaiannya orang hutan betina itu. Dan setengah tahun
kemudian, orang hutan betina itu tidak dapat mampu melawan Kim Houw sampai tiga puluh jurus.
Lewat beberapa bulan lagi, orang hutan betina dengan anaknya mengerubuti Kim Houw,
belum sampai sepuluh jurus mereka sudah dikalahkan oleh Kim Houw.
Dari hasilnya latihan dengan orang hutan betina, Kim Houw dapat mengukur sendiri betapa
majunya ilmu silatnya selama satu tahun itu. Ia pernah menyaksikan pertempuran sengit antara
orang hutan itu dengan Lie Cit Nio. Pad kala itu orang hutan betina berkelahi mati-matian karena
hendak membela jiwa anaknya dan Lie Cit Nio cuma mampu melawan dalam keadaan seri
meskipun ia bersenjata pedang. Mungkin Lie Cit Nio ada mengandung lain maksud, sehingga tidak
mau melukai padanya, tapi biar bagaimana kalau saja pertempuran dilakukan dengan tangan
kosong, mungkin orang hutan betina itu bisa bertahan lebih lama lagi.
Selama satu tahun itu sudah tentu Kim Houw juga tidak lupa melatih ilmu "Han-bun-cao-khie"
menurut petunjuknya si Kacung baju merah. Cuma dalam ilmu ini saja, ia selalu merasakan kurang
puas, oleh karena ia bisa mengalahkan orang hutan itu, semata-mata cuma mengandalkan
kecepatan dan kecerdikannya, Kalau mau dikatakan hendak ada kekuatan tenaga sudah tentu
orang hutan itu lebih unggul daripadanya, ia tahu ini adalah karena lweekangnya (tenaga dalam)
masih kurang sempurna.
Hari itu, malam sudah meliputi jagat, Kim Houw masih tekun melatih ilmunya "Han-bun-caokhie",
tiba-tiba terdengar suara meraungnya orang hutan. Ia terkejut, dengan cepat melompat
keluar dari goa. Terlihat olehnya sinar api merah membara di malam hari yang gelap itu tampak
lebih marong. Pikirnya; ini mungkin perbuatan para locianpwe yang di dalam Istana Kumala Putih,
yang ingin membakar istana berikut rimbanya supaya mereka bisa bebas keluar.
Dalam hal ini, ia merasa tidak enak untuk merintangi, karena siapakah yang mau dikurung
terus menerus di dalam rimba" Orangnya tidak kepingin bebas"
Tapi, api yang berkobar keras itu ternyata cuma sekejap saja, lantas padam, dalam hati Kim
Houw lantas timbul pikiran: sekalipun mempunyai ilmu silat yang bisa menjagoi jagat, tapi, jika bisa
keluar dari rimba ini, juga percuma saja.
Kim Houw tiba-tiba ingat bahwa setiap buku yang pernah ia baca, di halaman pertama selalu
dibubuhi catatan kalajengking beracun melindungi rimba, belajar juga tidak ada gunanya. Ia tahu
ini adalah maksudnya majikan Istana Kumala Putih itu yang menulis sebagai peringatan supaya
orang jangan belajar ilmu silatnya. Mula-mula Kim houw tidak ambil perhatian terhadap tulisan
atau catatan itu, tapi kini kalau diingat-ingat memang ada mengandung arti dalam.
Kim Houw mulai berpikir tentang kalajengking berbisa itu, kemudian dihubungkan dengan
perkataan kalajengking berbisa melindungi rimba. Mengapa Kalajengking itu setiap hari karena
dirinya didalam goa, apakah betul sedang melindungi serupa pusaka yang diartikan pusaka alam
oleh Kim Coa nio-nio.
Karena ingat ucapannya Kim Coa Nio-nio itu, ia lalu bersiul panjang.
Dari jauh segera muncul si orang hutan besar dan kecil yang lompat-lompatan menghampiri
Kim Houw. "Dahulu kau telah dibikin luka oleh kabutnya binatang kalajengking berbisa, dimana adanya
binatang itu" Sekarang kau antar aku kesana. Aku akan berusaha menyingkirkan binatang yang
berbahaya itu, sekalian menuntut balas buat kau." kata Kim Houw kepada si orang hutan betina.
Orang hutan itu mendengar perkataan Kim Houw hendak menyingkirkan kalajengking berbisa,
lantas berjingkrak-jingkrak kegirangan, dengan cepat ia ajak Kim Houw kesana.
Kim Houw yang setiap hari melatih ilmu mengentengi tubuh didalam goa, tidak tahu sampai
dimana kemajuannya. Kini setelah berlari-lari di rimba terbuka dan coba berlomba dengan orang
hutan, baru tahu kalau ilmu mengentengi tubuhnya tidak di bawah orang hutan yang mempunyai
kepandaian lari cepat karena pembawaan alam.
Tiba di tebing lebar yang curam, kedua orang hutan itu berdiri jauh-jauh, tidak berani datang
dekat. Selagi Kim Houw hendak lompat maju untuk memeriksa, orang hutan betina itu tiba-tiba
mencekal lengannya, mulutnya cecowetan tidak berhenti-henti, tangannya menuding-nuding ikat
pinggang "urat naga" dan pedang pusaka. Rupanya ia menyuruh supaya Kim houw menggunakan
barang-barang pusakanya tersebut. Kim Houw tersenyum, ia lantas melakukan seperti apa yang
dikehendaki oleh orang hutan itu.
Kim houw menghunus pedang pendeknya, diantara sinar terang pedangnya itu, ia telah dapat
kenyataan bahwa kabut dimulut goa itu ternyata lebih gelap daripada yang dilihatnya dulu, kabut
putih itu seolah-olah berbentuk benda yang menutupi mulut goa.
Kim Houw setelah menghunus pedangnya, kemudian membuka ikat pinggangnya sedang Baktha
ia isap dalam mulutnya. Ia tahu bahwa nyali hitam itu bisa menolak hawa racun dan kabut
beracun itu sukar menyerang badannya kalau ia isap bak-tha dalam mulutnya.
Apa yang ia pikir memang benar, tapi ia masih lupa, bahwa racunnya kalajengking itu ternyata
sudah memenuhi hampir seluruh pelosok dalam goa itu, sudah lihat ada asap tebal menyembur. Ia
lalu menahan napas dan siap menerjang masuk.
Tiba-tiba matanya dirasakan gatal, air mata mengucur keluar tanpa tertahan. Kim Houw
terkejut, dan oleh karena kagetnya ini napasnya lantas buyar, tiba-tiba badannya sempoyongan,
dadanya merasa mual, matanya gelap, hampir saja ia jatuh rubuh.
Kim Houw insyaf kalajengking itu sangat lihay, maka lantas buru-buru lompat mundur jauhjauh.
Kapan kakinya menginjak tanah, dirasakan lemas sekali dan ia lantas duduk numprah di
tanah. Sampai di situ Kim Houw baru kaget benar-benar untung ada Bak-tha yang melindungi dirinya,
hingga sebentar saja tenaga dan kesehatannya sudah pulih kembali.
Tetapi pada saat ia berbangkit hidung Kim Houw tiba-tiba mengendus bau harum. Tatkala
mendongak, ia melihat orang hutan betina itu, bersama anaknya sedang membakar serupa rumput
yang mengeluarkan bau harum.
Kim Houw tidak mengerti maksudnya. Dia lihat orang hutan itu menggapai padanya, segera ia
lompat menghampiri dan menanya: "Ada apa?" Ia sudah cukup bergaul dengan orang hutan
betina itu, sudah dapat memahami segala gerak-gerik tangan orang hutan itu bila sedang
mengerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri sekian lamanya, ia lantas menanyakan: "Apa kau
mau kata bahwa kalajengking itu hendak kau pancing keluar dengan rumput itu" mengangguk
berulang-ulang, kemudian memberi tanda dengan gerakan tangannya lagi.
"Aaa! Kau maksudkan bahwa Bak-tha ini tidak seharusnya aku isap dalam mulut, semestinya
menggerakkan ikat pinggang "urat naga" untuk membikin buyar kabut beracun itu, supaya aku
tidak terkena racun, betul tidak?"
Orang hutan itu kembali mengangguk, lantas menumpuk rumput lagi di atas api unggun,
kemudian baru ia ajak anaknya menyingkir jauh-jauh ke atas sebuah pohon besar dan mengintai
dengan matanya yang sipit merah.
Kim Houw tahu bahwa orang hutan itu dahulunya pernah kena serangannya racun kabut yang
sangat berbisa, agaknya sudah merasa jeri.
Dalam waktu sekejap saja, api unggun itu sudah marong betul, bau harum mengepul mengikuti
aliran masuk ke mulut goa, tiba-tiba kabut tebal di mulut goa itu lantas mulai buyar dan masuk ke
dalam. Sebentar saja keadaan sudah bersih, bau harum itu terus masuk ke dalam goa. Sampai di
situ Kim houw baru mengerti kalau binatang kalajengking itu senang dengan rumput harum itu.
Lewat lagi sejenak, rumput itu sudah hampir terbakar habis, harumnya juga mulai berkurang
tapi kalajengkingnya masih tetap belum mau keluar dari goa, pikir Kim Houw : binatang itu licin
sekali. Akhirnya, rumput itu sudah terbakar habis benar-benar, harumnya juga lenyap, Kim houw
memandang ke arah goa, nampak mulut goa itu perlahan-lahan diliputi lagi oleh kabut tebal. Ia
memanggil orang hutan, tidak lama kedua orang hutan itu sudah membawa lagi setumpuk rumput.
Tidak antara lama, api unggun menyala lagi! Harumnya tersebar pula! Kabut tebal dimulut goa
sekali lagi tersapu bersih.
Kim Houw pikir, binatang tadi tidak keluar, kali ini rasanya juga tidak mau keluar. Tahun yang
lalu, dirinya sedikit pun tidak mengerti ilmu silat berani memasuki goa yang berbahaya itu. Tapi
kenapa sekarang justru selama setahun ini ia sudah mengerti ilmu silat cukup tinggi, sebaliknya
malah menjadi penakut"
Diam-diam ia maki dirinya sendiri yang tidak ada gunanya. Begitulah, keberaniannya
mendadak telah timbul seketika. Dengan tangan kanan memegang ikat pinggang dan tangan kiri
memegang pedang, sekali lompat ia terus masuk ke dalam goa.
Dengan sangat hati-hati sekali ia menyusuri goa itu, baru berjalan kira-kira satu tombak lebih,
lantas dapat lihat sepasang sinar hijau dari matanya binatang itu. Kemudian menampak lebih
tegas bentuknya itu binatang kalajengking berbisa, ternyata badannya memanjang ada sebesar
baskom, 4 pasang kakinya dikedua sisi badannya menunjang tanah, bagian depan ada 2 sapit
besar, bagian belakang ekornya merupakan gaetan panjang.
Binatang itu rupa-rupanya sudah mengetahui ada orang menyatroni dirinya. Dengan ditunjang
oleh 8 kakinya, badannya sebentar naik sebentar turun, ekornya yang seperti gaetan itu berputarputar,
rupanya sedang pasang aksi untuk melayani musuhnya.
Kim Houw setelah mendapat lihat dengan tegas bentuk binatang berbisa itu, dalam hati
merasa jerih. Karena binatang kalajengking umumnya tidak sampai setengah dim panjangnya,
sedang binatang yang ada di depannya hanya badan bagian depannya saja sudah lebih dari satu
kaki, kalau diukur seluruhnya dengan bagian ekor, mungkin lebih dari tiga kaki panjangnya.
Saat itu, binatang beracun itu menunjukkan gerakan hendak menyerang. Kim Houw
memegang erat-erat kedua senjatanya, ia maju dengan perlahan. Mendadak matanya melihat
pada bagian bawah badan binatang itu ada benda serupa tumbuhan rumput yang tumbuh di atas
batu besar, sedang pada batu besar itu ada terdapat banyak guratan seperti lukisan peta.
Hati Kim Houw melonjak kegirangan. Ia lantas ingat catatan "kalajengking berbisa melindungi
rimba" yang terdapat dalam lembar pertama di setiap buku pelajaran ilmu silat, mungkinkah baru
ini adalah petanya rimba keramat ini" Demikian ia bertanya dalam hari kecilnya sendiri.
Selagi Kim Houw memandang dengan kesima, kabut tebal sekonyong-konyong menyembur ke
depan mukanya, sampai ia terperanjat hampir lompat mundur, ia buru-buru putar ikat pinggang
"urat naga" nya. Heran, ikat pinggang mukjijat itu begitu bergerak membuat kabut tebal lantas
buyar, nyali hitam (Bak tha) seperti mengeluarkan sinar terang, hingga kabut berbisa itu tidak
mampu mendekati dirinya. Dengan demikian hati Kim Houw mulai mantap, ia maju semakin dekat.
Sang kalajengking agaknya mengerti bahwa kabut beracunnya tidak mampu melukai
lawannya. Dengan mengeluarkan suara aneh, badannya mendadak berobah menjadi panjang dan
besar luar biasa, sapitnya sebentar ditarik masuk, Sungguh mengerikan sebab sapit itu saja
panjangnya sudah beberapa kaki.
Kim Houw lantas merandek, karena perobahan bentuk binatang itu benar-benar menakutkan.
Diantara berkeredepannya sinar hijau seluruh badannya seperti diliputi oleh hawa beracun yang
tidak kelihatan bentuknya. Tapi tatkala mata Kim Houw bersentuhan dengan gambar seperti peta
tadi, nyalinya besar lagi.
Untuk menolong dirinya para locianpwe yang sudah dikeram sekian lama dalam Istana Kumala
Putih ini, untuk kebersihan dan kebebasan dirinya sendiri, ia rela kalau meski binasa di bawah
kakinya binatang luar biasa itu.
Sehabis berpikir demikian, Kim Houw lalu bersiul panjang. Suaranya berkumandang didalam
goa. Binatang berbisa itu agaknya mengerti dirinya terancam, dengan mendadak ia lompat dan


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menerkam Kim Houw.
Kim Houw tidak duga binatang itu bergerak lebih dulu, dengan cepat ia lantas geser dirinya,
pedang pendeknya dengan kecepatan bagaikan kilat menusuk ke arah perut binatang itu.
Serangan itu dilakukan dengan menempuh bahaya besar, untuk mengenai sasaran dengan tepat.
Binatang itu merasa kesakitan, ekornya yang seperti gaetan panjang menyabet dada Kim Houw.
Suatu serangan di luar dugaan Kim Houw tidak heran kalau dengan letak mengenai dadanya. Ia
tidak kita bahwa ekor kalajengking itu merupakan suatu senjata yang sangat berbahaya, karena
mengetahui bahwa ekor binatang itu sangat berbisa, maka ia lantas buru-buru lompat mundur.
Kim Houw memikirkan dadanya yang bekas diserang, ternyata tidak ada perobahan apa-apa.
Ia segera mengerti bahwa khasiatnya baju wasiat yang menolong jiwanya. Ia jadi ingat dirinya
Touw Peng Peng, beberapa kali ia menemukan bahaya selalu lolos karena dilindungi oleh baju
wasiat itu, kelak entah bagaimana ia harus membalas budinya nona itu"
Sang kalajengking kembali menyemburkan kabutnya yang berbisa bahkan nampaknya kali ini
lebih hebat. Kim Houw buru-buru putar ikat pinggangnya yang mukjijat, tapi celaka ia tidak bisa
dibandingkan dengan kejadian semula, karena kini sudah tertutup jalan keluarnya oleh kabut tebal.
Keadaan Kim Houw benar-benar sangat berbahaya sekali, ikat pinggangnya putar semakin
gencar, tapi tidak berhasil menghalau kabut yang sangat tebal itu. Ia tahu dirinya dalam keadaan
sangat berbahaya, jika tidak lekas bertindak dengan tepat, sudah tak ada harapan bisa keluar lagi.
Celaka kabut itu makin lama makin tebal, sampai ia tidak bisa mengenali kedudukannya sendiri.
Binatang berbisa itu juga sudah menghilang entah kemana.
Kim Houw selama belajar silat sendiri, baru pertama ini digunakan untuk bertempur benarbenar,
maka ia telah kehilangan ketenangannya. Sebentar kemudian, ia rasakan kepalanya
pusing, kakinya lemas, lalu jatuh duduk.
Melihat lawannya rubuh, binatang berbisa itu perlahan-lahan mendekati Kim Houw, kalau saja
ia berhasil mencapai tujuannya tamatlah riwayatnya Kim Houw.
Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak, Kim Houw tiba-tiba ingat pedang pendeknya.
Barusan sudah berhasil mengenakan perutnya, binatang itu sedikitnya juga sudah terluka. Kini
melihat binatang itu sudah mendekati dirinya dengan mendadak ia ayun tangannya, sinar pedang
berkelebat menyilaukan mata dan ujungnya lantas menancap dimata sang kalajengking.
Binatang itu setelah keluarkan rintihan dan berkelejetan sebentar, lantas tidak berkutik lagi.
Sampai di situ Kim Houw baru bisa bernapas lega, tapi kabut tebal itu sudah menyerang
dengan hebat membuatnya tidak tahan lagi dan jatuh rubuh tidak ingat orang.
Entah sudah berapa lama telah berlalu tiba-tiba ia disadarkan oleh bau harum yang menusuk
ke dalam hidungnya, ia lantas bangkit dan sadar perlahan-lahan. Cuma oleh karena matanya
terangsang oleh kabut beracun untuk sementara tidak bisa melek.
Dalam kebingungan, Kim Houw meraba-raba mencari Bak tha dan ikat pinggangnya, untuk
mengusir racun dari badannya. Ia meraba-raba setengah harian, ikat pinggangnya tidak
diketemukan, ia hanya dapatkan benda bundar, dianggapnya itu adalah Bak tha, maka dengan
tidak pikir lagi lantas dimasukkan ke dalam mulutnya.
Tapi benda bundar itu ternyata bukan Bak tha, benda itu mirip dengan buah kecil merah yang
diberikan oleh orang hutan betina ketika ia dalam keadaan tidak sadar. Benda itu ternyata besar
sekali, tapi begitu masuk dalam mulut lantas lumer dan sebentar saja sudah masuk ke dalam
perutnya. "Bukan main girangnya Kim Houw, karena dalam waktu sekejap itu, otaknya sudah terang
seperti biasa, mata juga sudah tidak melek. Tapi apa yang mengherankan selama sedetik itu,
dalam perutnya seperti ada apa-apa yang rasanya seperti mau mendobrak keluar.
Kim Houw terperanjat, ia buru-buru duduk bersemedi menggunakan ilmunya "Han-bun-coakhi"
untuk menindas, tapi makin ditindas makin kuat dan makin keras perlawanan dalam perutnya
itu. Dalam keheranannya Kim Houw tiba-tiba ingat dalam ilmu "Han-bun-coa-khi", ada serupa
kekuatan yang bisa digunakan untuk menarik kekuatan dalam (lwekang), maka ia lantas
menggunakannya untuk menyalurkan hawa dingin dalam perutnya dengan "Han-bun-coa-khi" ke
dalam badan sendiri.
Satu harian setelah ia bertekun bersemedi secara demikian, tulang-tulang dan otot-otot sekujur
badannya tiba-tiba berkerotokan, hawa panas dalam perutnya sudah lenyap, tapi badannya
dirasakan amat letih, tanpa dirasa ia sudah tidur kepulesan.
Entah berapa lama telah berlalu, Kim Houw tiba-tiba seperti merasa ada orang sedang
memeriksa jalan pernapasannya. Ia kaget dan lantas melompat bangun, karena saking bernafsu
melompat badannya sampai membentur dinding atas.
Ia lihat Kim Coa Nio-nio tengah berdiri di depannya, tangannya memegang pedang pendeknya
yang bersinar sedang mengawasi padanya dengan roman heran.
"Tiancu", kata Kim Coa Nio-nio satu tahun tidak bertemu, banyak perobahan telah terjadi pada
diri Tiancu. Aku si nenek sudah bertahun-tahun menginginkan binatang berbisa itu, namun selalu
tidak berhasil mendekatinya, tidak nyata sekarang tiancu telah berhasil membunuh mati padanya,
tiancu bolehlah binatang berbisa ini tiancu berikan kepada aku si nenek tua?"
Kim Houw mendapat kenyataan bahwa Kim Coa Nio-nio ini agaknya tidak percaya ucapan
Ciok Goan Hong yang pandang rendah dirinya, dalam hari diam-diam merasa girang maka lantas
buru-buru menjawab: "Kim Coa Nio-nio, ambillah kalau kau mau, binatang itu bagi aku juga tidak
ada gunanya."
Mendengar ucapan Kim Houw, Kim Coa Nio-nio seolah-olah merasa muda dua puluh tahun
lagi, sambil berjingkrak-jingkrak kegirangan ia menyeret bangkainya kalajengking berbisa keluar
dari goa! Baru saja hendak keluar, ia lalu ingat bahwa pedang Kim Houw masih dalam tangannya,
maka ia lantas taruh di atas kepalanya dan balik lagi untuk mengembalikan kepada pemiliknya.
"Kau pakai saja!" kata Kim Houw.
"Senjata semacam ini, tidak cocok buat aku." jawab si nenek yang lantas menyerahkan dan
kemudian berlalu.
Sekarang Kim Houw mulai memeriksa gambar peta di atas batu, ternyata juga tidak utuh,
keadaannya sama dengan gambar yang terdapat di kamar buku dalam goa.
Tiba-tiba timbul satu pikiran, kalau kedua gambar ini dijadikan satu, apa mungkin jadi sebuah
peta yang utuh" Mengingat sampai di situ, ia lantas mengamat-amati dan mengingat gambar itu di
otaknya, ia memeriksa lagi keadaan di sekitarnya, tapi kecuali gambar peta tidak ada apa-apa lagi.
Baru saja Kim Houw keluar dari dalam goa sudah disambut dengan gembira oleh kedua orang
hutan yang selalu menunggu dari jauh.
Kedua orang hutan itu nampaknya sangat setia terhadap Kim Houw. Melihat bocah itu keluar
dengan selamat, girangnya bukan main, mereka berjingkrak-jingkrak sambil menuding ke tebing
lembah. Kapan Kim Houw menengok ia lihat Kim Coa Nio-nio juga sudah lihat Kim Houw, ia lantas
berkata sambil melemparkan satu kantong kecil: "Tiancu, benda ini seharusnya menjadi
kepunyaanmu!"
Kim Houw menyambuti dengan tangan tatkala ia buka, kantong itu ternyata berisi beberapa
butir mutiara hitam sebesar kacang hijau.
"Tiancu, itu dada mutiara binatang berbisa ini, kalau dipakai untuk senjata rahasia, akan
merupakan salah satu senjata mukjijat dalam rimba persilatan," menerangkan Kim Coa Nio-nio.
"Terima kasih" katanya.
Dalam hati Kim Houw diam-diam berpikir: ini boleh juga, senjata tajam dan senjata rahasia
semua sudah ada, asal bisa keluar dari Istana Kumala Putih ini, untuk mendapat nama di dunia
Kang-ouw, rasanya tidak sukar!
Bersama kedua kawannya orang hutan itu, Kim Houw mengerahkan ilmu mengentengi tubuh
balik ke dalam goanya.
Suatu keajaiban telah terjadi, hampir saja Kim Houw tidak percaya pada dirinya sendiri, karena
dengan seenaknya saja ia melompat, tahu-tahu sudah mencapai jarak puluhan tombak jauhnya.
Sekarang ia baru tahu bahwa buah keras yang ia makan selagi dalam keadaan setengah sadar,
tentunya itu benda wasiat alam yang dikatakan oleh Kim Coa Nio-nio.
Sekembalinya ke dalam goa, Kim Houw mulai mencoba mengaturkan gambar peta yang
diingat-ingat dalam otaknya dengan gambar peta di atas dinding, satu gambar peta yang utuh
lantas terlukis di atas dinding. Kim Houw sangat girang, ia kuatir bisa lupa, maka lantas
menggunakan jarinya perlahan-lahan menggurat di atas batu.
Akhirnya gambar peta yang tidak utuh itu kini merupakan satu peta yang sempurna. Sehabis
melukis di atas batu, Kim Houw tidak lantas hapus, karena sebagai orang jujur ia pikir di kemudian
hari jika ada siapa yang terkurung dalam Istana Kumala Putih, asal mendapat lihat gambar peta ini
pasti bisa keluar dari rimba.
Setelah dapatkan petunjuknya jalan keluar Kim Houw lantas bersiap-siap hendak
meninggalkan rimba keramat itu. Ia telah utarakan maksudnya kepada dua orang hutan kawannya.
Mereka pada heran, agaknya tidak mau percaya tapi kemudian mengutarakan perasaan berat
ditinggalkan oleh Kim Houw.
Kim Houw juga merasakan bahwa selama satu tahun ini baik sekali hubungannya dengan
kedua orang hutan itu, terutama disebabkan dalam perhubungan persahabatan mereka ada
terselip hutang budi karena masing-masing pernah tertolong jiwanya.
Kim Houw juga bukan orang yang tidak berperasaan maka akhirnya ia berjanji, sekalipun
sudah keluar dari rimba itu, tapi sekali-kali ia pasti akan datang menyambangi mereka.
Dua orang hutan itu nampaknya sangat girang, Kim Houw lalu ambil selamat berpisah dengan
mereka. Diwaktu subuh, Kim Houw sudah tiba di depan Istana Kumal Putih maksudnya mengunjungi
istana itu, ia ingin mengajak semua orang orang tua dari kalangan rimba persilatan untuk
meninggalkan istana itu.
Siapa nyana, orang yang pertama ia ketemukan ialah Lui Kong. Orang tua itu adatnya
berangasan, begitu lihat Kim Houw, ia lantas menyerang dengan tangannya yang kuat sembari
berseru: "Kuhajar mampus kau binatang cilik!"
Di luar dugaan, bocah itu tahu-tahu sudah menghilang dari depan matanya, hingga diam-diam
ia merasa heran.
Lui Kong pada beberapa tahun berselang namanya sudah terkenal di kalangan rimba
persilatan, ia adalah salah seorang yang dianggap sebagai iblis di golongan hitam. Oleh karena
adatnya terlalu berangasan, orang telah percaya padanya hingga ia masuk ke dalam Istana
Kumala Putih. Tapi, sekalipun ia seorang yang sudah terkenal namanya, belum pernah mengalami kejadian
serupa itu, dengan cara bagaimana Kim Houw menghilang dari depan matanya, mengapa ia
sedikitpun tidak tahu"
Tiba-tiba di dalam istana terdengar suara ricuh, Lui Kong menoleh, ia dapatkan Kim Houw
yang barusan menghilang dari depan matanya, ternyata sudah berada di dalam. Hal ini membuat
Lui Kong tidak habis pikir.
Dari dalam istana itu disusul suara bentakan dan makian San Hua Sian Lie, kadang-kadang
diselingi dengan helaan napas.
"Bocah itu apa betul tidak apa-apa, katanya malah mendapat pelajaran ilmu silat luar biasa.."
demikian Lui Kong menanya pada diri sendiri.
Lui Kong sudah kalap benar dan lantas lompat masuk, tapi Kim Houw diam-diam sudah
melalui banyak orang dan menyelusup keruangan dalam.
Tiba di ruangan belakang, lalu ia memasuki istana Kong Han Kiong dan bersujut di depan peti
jenasah yang berada ditengah-tengah. Sehabis bersujut ia berbangkit dengan perlahan, tepat
pada saat ia sedang berdiri, matanya tiba-tiba dapat lihat sebaris huruf kecil-kecil di ujung kepala
peti mati yang terbikin dari kaca itu. Huruf itu kecil sekali. Kalau tidak diperhatikan bentukbentuknya
niscaya tidak akan kelihatan.
Huruf itu bunyinya: KUBURAN KAUW JIN KIESU, Majikan Istana Kumala Putih.
Kim Houw girang menemukan tulisan itu karena kalau tidak, ia selamanya tidak akan
mengetahui nama gurunya, ini akan merupakan suatu penyesalan baginya.
Akhirnya Kim Houw balik lagi ke istana Kong Han Kiong, tempat yang merupakan sumbernya
hawa dingin. Di sini ia lantas duduk bersila, ia ingat waktu pertama kali datang ke situ, meski
memakai baju wasiat yang melindungi dirinya, masih tidak tahan serangannya angin dingin yang
meniup di situ sehingga badannya menggigil. Kini, kecuali dilindungi baju wasiat, iapun
berkepandaian ilmu silat, bahkan lwekang (tenaga dalam) dan gwakangnya (tenaga luarnya) juga
sudah cukup sempurna, maka sedikitpun ia tidak merasakan dingin.
Maksudnya ia duduk bersila, adalah menurut pesannya si Kacung baju merah, yang
mengajarkan ia ilmu "Han-bun-coa-khi". Jika ilmu itu dilatih ditempat ini, hasilnya berlipat ganda.
Tapi kali ini ia tidak merasakan ada perobahan apa-apa atas dirinya, pikirnya mungkin disebabkan
karena baju wasiat, jika dibuka baju wasiatnya entah bagaimana perasaannya.
Ia sudah akan mencoba-coba, tapi baru saja hendak membuka baju luarnya, dari istana bagian
depan terdengar suara jeritan orang. Kim Houw terkejut, ia buru-buru lompat keluar. Segera
dilihatnya bahwa orang-orang itu sedang berkumpul di dalam istana, ditengah-tengah ruangan
tampak dua orang sedang bertempur, satu diantaranya adalah Lie Cit Nio. Nyonya ini tengah
mengucurkan airmata, tapi wajahnya kelihatan sedang gusar sekali.
Orang yang menjadi lawannya adalah itu anak sekolahan yang mukanya mirip dengan dirinya
sendiri. Kim Houw diam-diam merasa heran, apa sebabnya dua orang itu bertempur begitu hebat
dan sengit"
Tiba-tiba ia lihat bekas tanda darah berketel-ketel di lantai, dilain sudut ia menampak To Pa
Thian sudah kutung sebelah lengannya, tengah diberi pertolongan oleh Kim Coa Nio-nio dan si
Kacung baju merah.
Bukan main kagetnya Kim Houw, tidak nyana bahwa urusan telah berobah begitu hebat.
Terhadap anak sekolah berwajah putih itu Kim Houw mempunyai kesan baik. Menyaksikan
permainan pedangnya si anak muda, dapat dinilai lebih tinggi dari Lie Cit Nio. Tapi Lie Cit Nio tidak
tahu diri, ia terus ngotot hendak melukai si anak muda, untuk menuntut balas To Pa Thian.
Munculnya Kim Houw, agaknya tidak ada orang yang perhatikan padanya. Ia tahu bahwa
pemuda wajah putih itu tidak ada maksud turun tangan jahat terhadap Lie Cit Nio, sebab kalau ia
mau, dalam tiga jurus saja Lie Cit Nio pasti sudah terluka.
Ia tidak mengharap anak muda itu tanpa sebab melukai banyak orang sehingga menambah
musuh, maka diam-diam ia mengambil beberapa mutiara hitam siap memberi pertolongan apabila
Lie Cit Nio dalam bahaya.
Pada saat itu, anak sekolahan itu tiba-tiba berkata: Lie cianpwe, aku sudah mengalah terus
menerus. Kalau cianpwe masih tetap mendesak, jangan sesalkan kalau aku nanti turun tangan
kejam!" Baru habis berkata, Lie Cit Nio tiba-tiba membentak dengan suara keras, pedangnya tiba-tiba
berobah dengan beruntun menyerang tiga kali. Serangannya ini dilancarkan demikian dahsyat,
telah membuat si anak muda terpaksa mundur sampai tujuh-delapan tumbak.
"Omong saja gede, ada serangan ini saja kau tidak mau menyambuti!" seru Lie Cit Nio
mengejek. Anak muda sekolah itu tiba-tiba tersenyum dengan perlahan ia maju menghampiri.
Pedang di tangannya mendadak menjadi dingin, sebentar saja hawa dingin ini memenuhi
ruangan istana. Dalam sekejap ia sudah melancarkan serangan berantai yang membuat Lu Cit Nio
kelabakan. Serangan terakhir pemuda anak sekolah itu merupakan suatu lompatan ke atas
bersama pedangnya, kemudian menukik terus menukik.
Gerakan ini adalah suatu serangan yang paling berbahaya, ujung pedangnya bergetar,
sinarnya yang berkeredepan seperti air hujan yang turun dari langit, sekujur badan si pemuda
terkurung dalam hujan dari ujung pedangnya.
Jilid 04 Karena serangan ini begitu hebat dan cepat, siapapun tahu Lie Cit Nio sedang menghadapi
bahaya besar. Diantara suara jeritan kaget, mendadak suara "trang" pedangnya si anak muda
tampak sudah terlepas dan terbang dari tangannya.
Dalam kagetnya setengah mati, Lie Cit Nio coba melihat-lihat di sekitarnya, rupanya dia
mencari siapa orangnya yang sudah menolong dirinya, ia lihat si hwesio gagu Kim Lo Han sedang
mengawasi sambil tersenyum, ia mengira adalah hwesio ini yang menolong padanya, maka lantas
maju untuk menghaturkan terima kasih
Kim Lo Han angkat lengan jubahnya, ia tidak menolak tapi juga tidak menerima hanya tetap
tersenyum, sampai Lie Cit Nio merasa jengah sendiri.
Dilain pihak, anak sekolah berwajah putih itu nampaknya semakin pucat. Ia lalu memungut
pedangnya yang terlepas dari tangannya, kemudian menoleh ke arah Kim Houw dengan mata
melotot. Ia lihat Kim Houw tengah berdiri berendeng dengan si Imam palsu dan si Kacung baju
merah, hingga ia sukar menduga siapa orangnya yang mempunyai kepandaian begitu tinggi !
Serangan si anak muda tadi, adalah serangan yang paling berbahaya dan juga merupakan
ilmu simpanan dari golongannya. Serangan yang paling dahsyat dari dua belas jurus ilmu pedang
"Eng Suan Kiam" atau ilmu pedang burung elang berputaran, namanya "Buan-hong-cut-souw"
laba-laba keluar dari sarangnya. Ujung pedang dibikin menggetar sehingga menimbulkan sinar
berkeredepan seperti hujan, sukar ditangkis, tapi toh ada orang yang menyerang dengan senjata
rahasianya dengan tepat bahkan pedangnya sampai terlepas dari pegangannya. Betapa hebat
ketajaman matanya dan kekuatan tenaga dalam orang itu sukar diukur, demikian pikirnya si anak
muda. Si Imam palsu yang biasanya suka gila-gilaan, sedang si Kacung baju merah yang roman dan
sikapnya selalu dingin kecut, adalah dua orang yang paling sukar diduga kepandaiannya. Pada
saat itu, tiba-tiba ia melihat Kim Houw menghampiri mereka, sebelum sampai sudah mengucapkan
kata-kata: "Engko itu bagus sekali ilmu pedangnya, terutama gerakannya yang terakhir sungguh
luar biasa bagusnya, siaute sungguh sangat kagum betul!"
Wajahnya si anak muda semakin kecut, sebab ia tidak nyana sama sekali kalau Kim houw
dapat mengenali gerakan ilmu pedangnya. Tapi meski wajahnya cepat berobah, pulihnya juga
cepat. Seketika itu ia lantas menghampiri dan menyekal tangan Kim Houw, sambil tersenyum ia
berkata: "Adik kecil, kau ternyata dapat mengenali ilmu pedangku, benar-benar pandai."
Selagi bicara sembari ketawa-ketawa, satu tangannya sudah diulur sampai menyentuh dada
orang entah apa sebabnya ia urungkan maksudnya. Tangan yang lain lalu menepuk-nepuk
pundak Kim Houw, rupanya ia mendadak ingat bahwa bocah itu tak dapat dilukai karena memakai
baju wasiat yang melindungi dirinya.
Selanjutnya, pemuda itu tidak berkata apa-apa lagi, terus berjalan keluar istana.
Kim Houw merasakan bahwa pemuda itu sangat misterius. Ketarik oleh perasaan herannya,
lantas menanya kepada si Iman palsu: "To-ya mereka mengapa tadi berkelahi?"
Dengan wajah sungguh-sungguh si Iman palsu itu menarik Kim Houw ke samping. "Mereka
bertengkar urusan kebakaran tadi malam. Tidak ada apa yang luar biasa, sebaliknya adalah kau
yang harus hati-hati.
Pemuda seperti anak sekolah itu diluarnya saja manis tapi hatinya jahat dan kejam. Agaknya
dengan kau ada ganjalan apa-apa, maka berurusan gerak tangannya itu adalah gerak itu yang
dinamakan "Sam-im-ciu", tidak kepalang tanggung ganasnya, ia dapat melukai orang, sedang
yang dilukai tidak merasa apa-apa. Selanjutnya lebih baik kau jangan bergaul terlalu rapat
dengannya!" katanya dengan suara perlahan.
Imam palsu ini biasanya seperti orang gila, setiap hari gawenya cuma senda gurau dan
tertawa-tawa tidak hentinya. Kini mendadak telah berobah kebiasaannya dan berkata dengan
sikap sungguh-sungguh. Sampai Kim Houw terheran-heran. Ilmu pukulan Sam-im-ciu itu ia juga
tahu merupakan ilmu pukulan yang sangat lihay, karena dalam pelajaran silat Kauw Jin Kisu,


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segala ilmu silat dan pukulan yang tergolong paling lihay, tidak perduli dari cabang mana, yang
telah ditulis terang serta diberikan penjelasan sejelas-jelasnya.
"To-ya, apakah kau pernah dengar Kauw Jin Kisu?" tanyanya dengan suara perlahan.
Imam palsu itu berpikir agak lama, akhirnya menyahuti sambil geleng kepala: "Belum pernah
dengar, mengapa kau tanyakan tentang dia?"
"Kauw Jun Kisu adalah majikan dari Istana Kumala Putih ini!"
"Aaaa!" Imam palsu ini terperanjat, ia tarik tangan Kim Hauw pergi menghampiri Kim Lo Han.
Selagi si Imam palsu hendak membuka mulut, Kim Lo Han sudah memberi hormat kepada Kim
Hauw serta berkata: "Selamat Tiancu, kau telah berhasil mendapat pelajaran ilmu silat yang
sangat luar biasa di kolong dunia ini!"
Kim Hauw buru-buru membalas hormat dan berkata: "Boanpwe cuma mendapatkan sedikit
pelajaran yang tidak berarti, bagaimana bisa dipandang pelajaran luar biasa, selanjutnya boanpwe
masih mengharapkan petunjuk dari Lohan-ya"
Kim Lo Han tertawa tergelak-gelak. Hari ini Kim Lo Han sudah buka mulut benar-benar ada
bicara juga ada ketawanya, hingga semua orang pada mengerubung padanya.
"Dalam usia masih begini muda, tiancu sudah mengerti apa artinya merendah diri, di kemudian
hari pasti akan menjadi orang besar." berkata Kim Lo Han gembira sekali. "Mengenai Kauw Jin
Kisu, orang menyebut padanya Kui Kiecu (setan cerdik), ia merupakan seorang yang sangat luar
biasa pandai di dalam dunia. Kabarnya ia adalah teturunan dari seorang wanita yang kawin
dengan ular, pintarnya luar biasa, pengertiannya sangat tajam, ia adalah satu jago yang terkuat
pada jamannya lima ratus tahun berselang. Hanya sayang ia mempunyai suatu cacat buruk, ialah
doyan perempuan lagi wanita biasa yang tak mengerti ilmu silat atau yang ilmu silatnya belum
cukup tinggi, kalau bertemu dengan dia pasti hanya mengantarkan jiwa saja."
"Tapi itu adalah pembawaan alam. Untuk mengobati penyakitnya itu, ia pernah pergi ke Tibet
dan mengangkat ketua dari agama Lhama baju merah sebagai guru, untuk melatih mensucikan
diri. Tapi ternyata ia tidak berhasil, paling akhir ketua agama Lhama itu ajak padanya ke utara,
kabarnya pergi ke suatu tempat yang setiap tahun tertutup salju, mungkin bisa menyembuhkan
penyakit histerisnya itu.
"Kesudahannya, kepergiannya itu tidak ada kabar ceritanya. Tidak nyana kalau Istana Kumala
Putih ini adalah buatannya, pantas dibagian belakang begitu dingin. Kepandaian ilmu silatnya
memang benar-benar luar biasa dan tiada tandingannya, setiap gerak pukulan yang ia gunakan
sangat berlainan dengan kebanyakan orang. Sekarang Tiancu telah dapatkan ilmu
kepandaiannya, bukankah ini merupakan suatu kepandaian yang luar biasa?"
Kim Houw dan si Iman palsu pada terperanjat, karena mereka tadi bicara pelahan ketika
menanyakan tentang dirinya Kauw Jin Kisu. Tiada nyana hwesio yang dikiranya gagu ini telah
dapat dengar semuanya, malah belum sampai ditanyakan, ia sudah memberi penjelasan
semuanya, hingga dapat ditarik kesimpulan bahwa hati hweesio itu kini sedang gembira sekali.
Pada saat itu, pemuda yang mirip dengan anak sekolah tadi sudah balik dari luar, sambil
menarik tangan Kim Houw ia berkata: "Adik Houw, aku hendak membicarakan soal pribadi dengan
kau!" Kim Houw adalah anak yang beradat keras tapi jujur. Melihat pemuda seperti anak sekolah itu
bicaranya begitu sungguh-sungguh, ditambah lagi ketika baru pertama kali berteriak padanya
sudah menunjukkan sikap yang manis luar biasa terhadap dirinya, maka tanpa ragu-ragu ia lantas
mengikuti padanya keluar dari Istana Kumala Putih itu, apa yang tadi dipesan oleh Imam palsu, ia
telah lupakan semuanya.
Begitu keluar dari istana, ucapan pertama yang dikeluarkan oleh si pemuda adalah teguran
"Kim Houw, tahukah kau bahwa kita ini adalah saudara kandung?" katanya.
Kim Houw memang sudah mencurigai bahwa anak muda ini ada hubungan apa-apa dengan
dirinya, karena kedua orang itu mirip satu sama lain. Mengingat ia sendiri begitu gelap terhadap
asal usulnya, kini setelah mendengar perkataan anak muda itu, bagaimana hatinya tidak mau
girang" "Kalau begitu kau adalah kakakku" Oh, koko, bolehkah kau ceritakan semua urusan rumah
tangga kita kepadaku" Kasihan sampai ayah bunda sendiri aku juga belum pernah lihat asal-usul
dari mana diriku juga tidak tahu katanya kegirangan.
"Adikku keluarga kita sesungguhnya pernah mengalami suatu tragedi yang sangat hebat tapi
di sini bukan tempatnya untuk kita bicara, kalau kau suka dengar, mari ikutlah aku," kata pemuda
itu sambil menengok ke belakang, seolah-olah takut diketahui orang. Setelah berkata ia sudah
lantas lompat melesat sejauh delapan tombak.
Ilmu mengentengi tubuh Kim Houw kini tidak di bawahnya si pemuda. Sudah tentu dengan
mudah saja dapat menyusul. Tiba-tiba ia menoleh dan menjura dalam-dalam menghadap
sebatang pohon dan berkata: "To-ya dan empek baju merah jangan kuatir! Kita hendak
membicarakan soal rumah tangga, terima kasih atas perhatian empek berdua, Kim Houw sudah
bisa menjaga diri sendiri!"
Sehabis berkata, tidak tahu dengan gerakan apa ia lakukan tubuhnya sudah melesat jauh
menyusul si pemuda yang jalan duluan.
Memang sebenarnya di belakang pohon besar tadi ada bersembunyi si Imam palsu engan si
Kacung baju merah, mereka berdua kuatirkan diri Kim Houw dianiaya oleh pemuda seperti anak
sekolah itu, maka diam-diam telah membuntuti Kim Houw dan pemuda itu tahu dirinya dikuntit,
maka dia telah membuka rahasia perhubungannya antara mereka berdua, maksudnya ialah
supaya orang lain tidak mencampuri mereka membicarakan urusan rumah tangga.
Imam palsu dan si kacung baju merah itu merupakan tokoh-tokoh ternama seta mempunyai
kedudukan tinggi, sudah tentu tidak mencuri dengar orang lain membicarakan soal rumah tinggal
sendiri. Lagian setelah mengetahui bahwa kepandaian ilmu meringankan tubuh Kim Houw
memang benar sudah mencapai tingkat yang sempurna, mereka anggap tidak perlu membuntuti
terus. Kim Houw karena barusan bicara dengan Imam palsu dan Kacung baju merah, hingga agak
sedikit terlambat, sedang pemuda yang mengaku sebagai kakaknya itu sudah berada sejauh
sepuluh tombak lebih. Ketika Kim Houw berhasil mengejar padanya, Istana Kumala Putih sudah di
belakangnya. Kim Houw cepat lihat pemuda itu mendadak hentikan tindakannya. Ternyata dihalangi
perjalanan oleh kedua orang hutan. Dia melihat keadaan sekitarnya, ternyata sudah didekat goa
tempat ia melihat ilmu silat, ia kuatir dua orang hutan itu nanti menimbulkan onar, maka buru-buru
mencegah dan berkata kepada pemuda iut; "Koko, aku ada mempunyai tempat yang sangat
rahasia, mari ikut aku!" ia lantas menggandeng tangan si pemuda, masuk ke dalam goa.
Di dalam goa, pertama-tama yang dilihat oleh pemuda itu adalah gambar patkwa yang aneh
yang ada diding goa, maka lantas menanya kepada Kim Houw: "Adik, apa gambar patkwa ini
gambar petunjuk keluar dari rimba ini!"
Kim Houw yang tidak mempunyai syak wasangka tanpa ragu-ragu menjawab: "Koko, gambar
ini belum lengkap, kau lihat di sini masih ada gambar patkwa lagi, dengan menurut petunjuk yang
ada dalam gambar patkwa ini kita bisa keluar dari rimba. Ini ada dua lukisan yang aku sudah
gabung menjadi satu, dengan adanya lukisan peta ini, semua orang yang ada di Istana Kumala
Putih akan bisa bebas merdeka lagi." Sehabis bicara ia ketawa, hatinya sangat gembira.
Anak muda ini memeriksa dengan teliti, tiba-tiba mencium dengan hidungnya. Kim Houw
mengira ia mengendus bau harum yang muncul dari kamar buku yang sangat aku rahasiakan, tapi
baru saja ia memanggil; "Koko..." tiba-tiba sudah mendengar si pemuda berkata: "Adik goa ini
kurang bersih, ada bau hawa apa-apa yang kurang enak, mari kita keluar saja! Aku ada tempat
yang bagus, disana ada terdapat air terjun, suaranya keras, sekalipun kita bicara nyaring tidak
takut ada orang yang mencuri dengar."
Tanpa menunggu Kim Houw setuju atau tidak, tahu-tahu dia sudah melesat keluar.
Kim Houw merasa agak heran, ia yang berdiam dalam goa ini hampir setahun lamanya belum
pernah dapat mengendus hawa busuk, mengapa sang kakak itu baru masuk lantas mengatakan
begitu" Dalam hatinya cuma berpikir mungkin sang kakak itu suka kebersihan, hawa itu mungkin
keluar dari badannya orang hutan. Maka juga tidak pikir panjang lagi, lantas menyusul si pemuda
tadi ke sebuah puncak gunung.
Di atas puncak gunung itu benar ada terdapat air terjun yang airnya mengalir ke bawah jurang.
Kelihatannya seperti air terjun biasa yang lainnya, tapi suara tumpahan airnya menimbulkan suara
berisik sekali.
Si pemuda itu duduk di atas sebuah batu di tepinya air terjun. Baru saja duduk, lantas
menghela napas panjang, agaknya mempunyai kedudukan yang tidak bisa dilampiaskan.
Menyaksikan keadaan anak muda itu, Kim Houw lantas melompat menanya: "Koko, bukankah
rumah tangga kita mengalami malapetaka, bagaimana ayah dan ibu..."
"Sebelum aku mendapat bukti yang nyata bahwa kau benar saudaraku, aku tidak berani
sembarangan omong, sebab aku sendiri adalah seorang she Pek, sedang kau she Kim. Aku ingat
ibu pernah mengatakan bahwa ketika kau dilahirkan, di belakang punggungmu ada terdapat tiga
titik hitam yang merupakan gambar tiga ujung. Selain daripada itu, juga ada tanda lorengnya
macan, boleh kau perlihatkan kepada engkomu" demikian kata si pemuda.
Kim Houw setelah mendengarkan keterangan engkonya itu, lantas berseru kaget dan lalu
menubruk kepada engkonya sembari memanggil-manggil: "Engko, kau adalah engko kandungku
sedikitpun tidak salah, kedua rupa tanda itu memang benar ada, betul ada..."
Dalam kegirangannya, Kim Houw melupakan segala apa. Ia buru-buru membuka bajunya yang
butut, begitu pula baju wasiatnya seraya berkata: "Engko! Kau lihat..." ia berkata sambil
menunjukkan gegernya.
Pemuda yang mengaku she Pek itu lantas tersenyum, wajahnya yang memang sudah cakap,
senyumnya itu menambah ketampanan dan kegagahannya.
"Adik aku sudah lihat tanda loreng macan, ini benar-benar luar biasa, tapi dimana tanda titik
hitam?" ia coba meraba-raba digegernya Kim Houw.
Kim Houw sebetulnya cuma dengar dari Ciok yaya tentang tanda-tanda di atas dirinya itu
hingga ia sendiri juga tidak tahu dimana letak sebetulnya tanda titik hitam itu?"
Selagi masih berpikir, tiba-tiba sang engko itu berseru: "Aaah...! Mengapa di dalam air terjun
ini bisa terdapat ikan begitu besar?"
Kali ini Kim Houw benar-benar dibikin bingung oleh ucapannya sang engko itu, bagaimana
orang sedang mencari tanda di badannya orang, matanya bisa memperhatikan keadaan di dalam
air terjun" tapi meski dalam hati Kim Houw merasa heran, tidak urung menoleh juga ke arah air
terjun. Tiba-tiba ia merasakan suatu kekuatan tenaga yang tersembunyi yang begitu hebat
mendorong ke punggungnya dalam keadaan ia tidak bersiaga, badan Kim Houw lantas melayang
seperti layangan putus dan terjun ke bawah jurang air terjun.
Waktu dirinya mendekati air terjun, Kim Houw sebenarnya hendak mengerahkan ilmunya Hanbuncao-khi, untuk menahan laju badannya yang melayang turun. Siapa nyana tatkala badannya
diterjang oleh kekuatan air terjun, hawa dingin lantas menyerang tubuhnya, hingga ilmunya belum
sampai dikerahkan badannya sudah meluncur turun ke dalam jurang tersebut. Lapat-lapat ia
mendengar suara pemuda she Pek itu yang mengumpat sendirian :" Anak busuk......di dalam
jurang kau boleh menemukan ibumu yang hina itu....!"
Satu jam kemudian, setelah terjadinya peristiwa yang mengenaskan tersebut, dibagian
belakang dari Istana Kumala Putih sudah dimasuki oleh seseorang. Orang itu adalah seorang
pemuda yang berwajah putih bersih dengan dandanan seperti anak sekolah, dia adalah pemuda
she Pek yang licik dan kejam itu.
Sudah satu tahun anak muda itu berdiam didalam Istana Kumala Putih, tapi belum pernah
masuk kebagian belakang, karena dalam hal-hal yang belum aman benar-benar, selamanya ia
tidak berani melakukannya.
Tapi kali ini, ia telah masuk. Ia menyampaikan kepada yang lain bahwa ia hendak coba-coba
saja dulu, oleh karena ia sudah menemukan jalan keluar dari rimba keramat. Dan sebelum
meninggalkan rimba ini, ia mau mencoba-coba dulu untuk memasuki ruangan belakang itu.
Ia menunjukkan sikap ketakutan, sebelum ia masuk ia berlagak melatih lwekangnya dulu, lalu
setindak demi setindak masuk ke dalam.
Ruangan belakang Istana Kumala Putih itu keadaannya memang gelap seram. anak muda licik
itu ketika berada didalam ruangan seperti juga seorang buta tapi setelah melalui jalanan yang
gelap itu dari istana Kong Han Kiong, barulah ia mendapat sedikit penerangan, hingga matanya
bisa melihat barang-barang apa saja yang terdapat di situ.
Kapan ketika ia kembali keluar, keadaannya membuat mata orang banyak terbelalak. Sekujur
badan pemuda itu penuh dengan permata yang tidak ternilai harganya, dikedua tangannya masih
menggenggam barang wasiat beraneka warna, begitu tiba di ruangan depan, ia lantas menggelar
semua barang berharga itu di atas tanah.
Semua orang yang melihat benda-benda itu kebanyakan pada ternganga mulutnya. Orangorang
itu adalah kawanan berandal, okpa yang kaya raya, entah berapa banyak barang permata
yang sudah dipunyai atau pernah dilihat. Tapi tidak ada yang begitu bagus seperti barang permata
yang dibawa keluar oleh anak muda itu. ia tidak heran semuanya pada merasa terheran-heran.
Anak muda ini setelah berantaki barang permata dari tangan dan badannya di tanah, lalu
membuka rencengan mutiara yang dikalungkan pada lehernya, juga dari sakunya mengeluarkan
batu giok, yang semuanya merupakan benda yang jarang ada di dunia.
Pemuda itu mundar-mandir sampai tiga empat kali ke ruang belakang, akhirnya berkata
seorang diri: "Ah! Begitu banyaknya bagaimana aku bisa membawa keluar semua?"
Akhirnya pemuda itu menemukan satu akal. Lima buah peti mati yang terbikin dari kaca itu
dibawa keluar semua, jenazah yang ada didalam diangkutnya keluar diganti isinya dengan barang
permata. Tapi lima buah peti itu ternyata masih tidak cukup untuk mengisi barang-barang permata
itu, hingga pemuda itu menghela napas dan berkata sendirian: "Betul-betul terlalu banyak, diambil
tidak habis-habisnya."
Pada saat itu, banyak orang pada mengawasi padanya dengan sorot mata bertanya, karena
menurut keterangan Kim Houw peti mati kaca itu didalamnya terdapat jenazah majikan dari istana
ini, tidak nyana pemuda she Pek ini mempunyai nyali yang begitu besar dan amat serakah, sampai
peti mati itu juga ikut diambilnya.
Pemuda she Pek itu setelah meletakkan barang-barangnya, lantas berkata dengan suara
nyaring :" Tuan-tuan dan Locianpwe semuanya jangan kaget, barang ini bukan untuk aku seorang
yang serakahi, tapi untuk semua orang. Cianpwe sekalian sudah sepuluh tahun lebih
meninggalkan rumah tangga dan terkurung dalam Istana Kumala Putih ini, maka amatlah pantas
jika membawa sedikit oleh-oleh keluar sebagai tanda mata. Cuma......., aku dengar Cianpwe
sekalian pernah keluarkan perkataan bahwa siapa yang bisa masuk ke istana belakang, ia akan
diangkat sebagai majikan Istana Kumala Putih ini, dan siapa yang bisa membawa keluar barang di
ruangan belakang itu, Cianpwe sekalian akan menjadi hamba dari orang itu selamalamanya........
perkataan ini, apakah kini masih berlaku?"
Sehabis berkata ia sengaja tersenyum dan menyapu wajah setiap orang yang ada di situ.
"Percuma saja kau menjadi orang dunia persilatan, apakah kau tidak tahu bahwa orang-orang
rimba persilatan itu selamanya mengutamakan kepercayaan, dan memegang teguh janjinya"
Maka perkataan itu bukan saja baru beberapa puluh tahun, sekalipun seratus tahun kemudian juga
masih berlaku!" berkata Lie Cit Nio.
Pemuda she Pek itu tersenyum simpul, dengan tindakan perlahan-lahan ia berjalan menuju ke
tengah ruangan. "Kalau benar ucapan itu masih berlaku, aku Pek Liong Po yang bergelar Siao Pek
Sin (Dewa Putih Kecil), kini sudah bisa keluar dengan selamat dari istana ruang belakang ini,
tetapi mengapa tidak ada satu orangpun yang menjungjung aku sebagai majikannya." demikian
katanya. Ucapan pemuda yang mengaku bernama Pek Liong Po dengan gelar Siao Pek sin itu telah
mengejutkan semua orang yang ada di situ, tapi perkataannya itu memang mengandung
kebenaran, bukan semacam paksaan. Tiba-tiba terdengar suara si Imam Palsu :" Siao Pek sin,
kau apakan majikan kecil kami?"
"Kim Houw adalah adikku sendiri, bagaimana mungkin aku bisa berlaku jahat padanya"
Karena kepandaiannya masih kurang sempurna, aku suruh ia berlatih lagi selama lima tahun
lamanya, baru nanti turun gunung mencari aku lagi, apakah sebagai kakaknya aku melakukan
kesalahan?" jawab Siao Pek Sin sambil tertawa.
Jawaban ini membuat si Imam Palsu bungkam, maka akhirnya semua orang itu pada berlutut
dan bersujud kepada majikan baru ini. Dalam rombongan itu cuma seorang yang tidak mau
berlutut, orang itu diam-diam telah berlalu meninggalkan istana ketika banyak orang sedang
berlutut, bahkan ia berlalu akan tidak balik lagi ke dalam Istana Kumala Putih itu. Siapa orang itu"
Dia adalah si Hwesio Gagu Kim Lo Han! Hampir sepuluh hari lamanya orang-orang mencarinya
namun tidak dapat menemukan bayangannya, akhirnya Siao Pek Sin tidak bisa menunggu lagi,
maka ia lantas mengajak semua orang keluar dari rimba keramat itu sambil membawa barangbarang
permatanya berikut lima buah peti mati yang sudah dipenuhi oleh permata-permata yang
berharga. Dengan adanya Siao Pek Sin sebagai pembuka jalan sambil mengikuti petunjuk peta itu, dan
setelah menempuh perjalanan berliku-liku selama tiga hari tiga malam, akhirnya mereka dapat
meninggalkan tempat yang sudah beberapa ratus tahun dipandang sebagai tempat yang sangat
keramat itu. Di tahun berikutnya, di atas gunung Kua cong San yang mempunyai pemandangan alam yang
sangat permai, kembali muncul Istana Kumala Putih. Sebuah istana yang sangat megah, cuma
tidak ada rimbanya yang penuh rahasia. Majikan istana itu adalah Siao Pek Sin yang usianya baru
mencapai sembilan belas tahun.
Tapi sejak munculnya Istana Kumala Putih itu, di dunia Kangouw lantas timbul malapetaka
hebat. Sebabnya ialah Majikan Istana Kemala Putih yang pernah menjadi penghuni dari Istana
Kemala Putih didalam rimba keramat, mendatangi setiap golongan atau partai-partai persilatan
dan meminta ketua dan murid-murid mereka untuk tunduk padanya. Dia ingin menjagoi dunia
persilatan dan ingin menduduki kursi singgasana didalam rimba persilatan.
Dalam hal ini, kecuali tokoh-tokoh dunia Kangouw yang pernah bersumpah didalam Istana
Kumala Putih, siapakah yang sudi menurut padanya"
Maka timbullah pertempuran hebat, darah mengalir membasahi daerah selatan dan utara
sungai Tiangkang.
Dalam Istana kumala Putih di atas gunung Kua-cong-san. Pada suatu hari telah kedatangan
seorang tamu wanita yang baru berusia kira-kira tujuh belas tahun. Nona ini parasnya sangat
cantik, alisnya lentik, mulutnya kecil mungil, hidungnya mancung, ditambah dengan dandanan baju
ringkasnya yang berwarna merah, membuat siapa saja yang melihat pasti akan terpesona.
Kedatangan nona itu diantar oleh penjaga dari istana tersebut, oleh karena ia menyatakan
hendak bertemu dengan Majikan Istana Kumala Putih, Siao Pek Sin.
Begitu Nona itu tiba di puncak gunung, dari dalam istana sudah keluar perintah untuk
mempersilahkan supaya nona itu masuk.
Si Jelita agaknya tidak merasa takut sedikitpun terhadap istana itu, dengan cepat ia masuk ke
istana, lantas iapun dibikin tercengang dengan isi istana tersebut.
Istana itu kecuali pintu depannya, tidak ada daun jendelanya sama sekali, tapi hawa udara
cukup banyak. Apa yang membuat orang heran, adalah batu-batu permata yang menghiasi pilarpilar
tiang. Hampir semua warna ada. Orang yang masuk ke dalam istana itu seolah-olah sedang
memasuki istana kerajaan permata.
Nona itu tiba di pertengahan ruang istana, matanya segera dapat melihat seorang pemuda
berwajah putih seperti anak sekolahan, usianya kira-kira baru sembilan belas tahun. Dikedua


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sisinya tampak sepuluh orang lebih yang usianya sudah lanjut semua, pemandangan ini membuat
ia terheran-heran.
Sebetulnya, peristiwa Siao Pek Sin yang berhasil menemukan jalan keluar dari rimba keramat
dan kemudian memimpin para jago persilatan itu, sudah menggegerkan dunia Kangouw. Dalam
hati kecil nona itu, Siao Pek Sin itu adalah seorang kakek-kakek yang usianya sudah lanjut sekali.
Di sepanjang jalan, malah ia diam-diam geli, mengapa orang tua yang memimpin para jago
persilatan di Istana Kumala Putih itu mempunyai gelar seperti anak-anak.
Siapa mengira Siao Pek Sin yang dikiranya seorang kakek ternyata masih muda belia, pandai
mengendalikan dan memimpin para jago tua yang usianya hampir tiga kali usianya sendiri itu.
Tatkala si nona mengamati lebih teliti lagi wajah Siao Pek Sin, hatinya bergoncang keras.
Alisnya yang panjang, matanya yang lebar dan tajam serta bersinar, hidungnya mancung, bibirnya
serta sujen dikedua pipinya yang sangat menggiurkan setiap wanita, mengapa mirip benar dengan
kekasihnya"
Cuma sang kekasih itu usianya hampir sebaya dengan dirinya sendiri, perawakannya juga
tidak begitu tinggi, tapi mengapa parasnya begitu mirip"
Tiba-tiba ada orang yang memanggil namanya, sehingga si nona hampir melompat saking
kagetnya. "Peng Peng, apa perlumu datang kemari" Apa perlunya kau mencari Tiancu" tanya orang itu.
Nona baju merah itu memang bukan lain adalah Touw Peng Peng adanya. Ia tidak nyana
bahwa didalam istana ini ada orang yang kenal padanya. Tatkala ia mencari siapa orang yang
menegurnya, ia melihat diantara orang tua yang berdiri di sisi Siao Pek sin ternyata adalah Ciok
Goan Hong. "Kho-thio, kau ada di sini!" tanyanya heran.
"Ng! Kho-thio mu memang di sini!" Wajah Ciok Goan hong tampak diliputi perasaan duka,"
Peng Peng mari ke sini dan beri hormat kepada Tiancu kami." Sehabis berkata ia lantas berpaling
kepada Siao Pek sin :" Tiancu, ia adalah she Touw dan namanya Peng Peng, nona ini calon
menantuku.........!"
"Kho-thio!" potong Peng Peng dengan wajah merah, "Engko Liang dan aku......"
"Ciok-ya, ia nona yang cantik sekali, bukan?" Siao Pek sin memandang Ciok Goan Hong
sejenak, memutuskan ucapan Peng Peng, "Nona Touw! Kau mencari aku ada urusan apa" Asal
bisa menolong pasti aku bersedia untuk menolong kau!"
Touw Peng Peng berpikir sejenak, lama tidak bisa menjawab. Dalam hatinya agak bersangsi,
setelah hening sekian lamanya, ia baru menjawab sambil kertakkan giginya :" Aku ingin minta
keterangan tentang diri seseorang, dia juga pernah masuk ke dalam Istana Kumala Putih ini. Tapi
tidak tahu ia sekarang masih hidup atau sudah binasa, dan dimana dirinya, ikut keluar atau tidak,
ia adalah seorang she......."
Tiba-tiba suaranya dipotong dengan sebuah suara yang keras :" Peng Peng......."
"Ciok-ya, kau jangan bikin takut padanya, biarlah dia bicara terus, aku ingin tahu siapa yang
begitu berharga untuk dipikirkan olehnya?" Berkata Siao Pek sin sambil tersenyum.
Taow Peng Peng sebetulnya sudah mau menutup mulutnya karena barusan sudah dibentak
oleh Ciok Goan Hong, tapi kini setelah mendengar ucapan Siao Pek Sin, seketika itu nyalinya
lantas besar, maka ia berkata lagi, "Orang yang aku ingin cari keterangannya adalah Kim Houw..."
Nama Kim Houw ketika masuk dalam telinganya Siao Pek Sin ia seolah-olah dipagut ular,
hampir saja Siao Pek Sin lompat dari tempat duduknya. Wajahnya lantas berobah seketika, tapi
sebentar saja sudah pulih kembali, perobahan itu terjadi dalam tempo sekejap saja, siapapun tidak
ada yang perhatikan.
"Oh, ya! Aku lupa kau malah mencuri baju wasiat Hay-sie-kua untuk dia, betul tidak...?"
katanya sambil tersenyum.
"Tidak!" Peng Peng memotong ucapannya, "aku tidak sengaja mencuri, aku pernah
memberitahukan hal ini kepada Kho-thio, aku lakukan itu dengan tidak sengaja!"
Siao Pek Sin tertawa tergelak-gelak: "Biar bagaimana, adalah kau yang memberikan padanya,
betul tidak" Sekarang, biarlah aku berikan padamu. Kim Houw masih hidup cuma dia tidak keluar,
sebab kepandaiannya, belum cukup sempurna. Mungkin tidak lama lagi dia akan keluar mencari
aku, bahkan aku boleh beritahukan terus terang padamu aku ini adalah kakak kandungnya Kim
Houw!" katanya.
"Aaaa!" Peng Peng berseru kaget, "Pantas parasnya mirip benar!"
Tiba-tiba dalam ruangan besar yang begitu luar itu terdengar suaranya orang tertawa dingin.
Suara itu ada demikian halus, tapi berputaran di ruangan dan masuk telinga setiap orang yang ada
di situ, begitu dingin seram kedengarannya, hingga membuat setiap yang mendengar pada berdiri
bulu romanya. Suara orang tertawa dingin itu telah merobah keadaan dalam istana itu. Berbareng dengan itu
juga menggoyangkan hatinya para locianpwe yang sekarang mengabdi kepada Siao Pek Sin.
Mendadak terdengar suara orang membentak: "Siapa yang berani menyusup ke dalam Istana
Kumala Putih ini, apakah sudah bosan hidup....?"
Suara bentakan itu keluar dari mulutnya seorang yang berdiri pertama di baris kiri Siao Pek
sin, ia adalah pamannya Siao Pek Sin bernama Pek Kao. Kecuali ayahnya Siao Pek Sin: Pek
Liong Yaya, adalah si paman ini kepandaiannya terhitung paling tinggi. Kedatangan sang paman
adalah undangan Siao Pek Sin yang minta untuk membantu pekerjaan dalam istana itu.
Tapi, belum menutup mulutnya habis, suara benda yang enteng sekali menyambar lidahnya.
Meski benda itu enteng, tapi kekuatannya cukup hebat, Pek Kao diam-diam terkejut, cepat ia
muntahkan, ternyata itu kulitnya bak-pao. Sungguh hebat kepandaian tamu tidak diundang itu,
pikirnya. Orang-orang yang berada di situ semuanya merupakan tokoh-tokoh terkemuka di dunia
kangouw. Tatkala Pek Kao kena diserang secara menggelap, siapapun sudah lantas dapat tahu
berkelebatnya bayangan putih secepat kilat, tapi tidak ada seorangpun yang tahu darimana
datangnya bayangan itu.
Dalam Istana Kumala Putih itu tidak ada jendelanya, kecuali dua penglari dan beberapa batang
tiang. Boleh dibilang sudah tidak ada tempat untuk orang menyembunyikan diri.
Pek Kao yang terhina begitu rupa, meski tahu bahwa orang yang jail tangan itu ada seorang
yang berkepandaian luar biasa tingginya, ia penasaran sekali, maka ia lantas gerakkan badannya
melesat ke atas penglari dan mulutnya membentak: "Kawanan tikus dari mana main sembunyisembunyi
saja, tidak berani unjukkan diri. Kalau mempunyai nyali boleh keluar untuk coba-coba...."
Ucapannya dipotong oleh suatu tekanan yang luar biasa hebatnya menyambar dari muka. Pek
Kao terperanjat, justru badannya sedang ada di udara, ia tidak berdaya menyambuti dengan
kekuatan tangannya. Namun ia juga tidak mau menyerah mentah-mentah, sambil keluarkan
bentakan kedua tangannya lantas mendorong ke atas, sayang serangannya ini hanya
mengenakan tiang, sampai seluruh ruangan menggetar, batu dan pasir dari atas pada
berhamburan. Kapan Pek Kao sudah berada di bawah lagi, ia cuma bisa mengawasi apa yang
telah terjadi dengan mulut menganga.
Ternyata tenaga yang menindih padanya tadi, begitu lihat Pek Kao menyambut dengan
sepenuh kekuatannya lantas ditarik dengan mendadak sehingga tangan Pek Kao menbentur tiang.
Keadaan itu membuat Pek Kao terpesona dan tidak berani unjuk kesombongan lagi.
Betapapun tebal kulit mukanya. Ia insyaf bahwa kekuatan orang yang sembunyi itu jauh lebih
tinggi dari pada dirinya sendiri.
Pada saat itu, ada dua orang kelihatan berbareng lompat naik ke atas penglari. Mereka adalah
Kim Coa Nio-nio dan si Kacung baju merah. Dua orang ini setelah berada di atas, matanya
mencari kesana kemari, tapi satu bayangan setan pun tidak kelihatan. Mereka menganggap Pek
Kao ketakutan oleh bayangannya sendiri, sebab dari atas tiang itu terlihat semua orang yang
berada di ruangan.
Setelah terjadinya hal itu, semua orang pada diam memutar otak menduga-duga. Mereka tidak
tahu orang yang sembunyi itu apa manusia atau setan. Ada suatu hal yang luar biasa, jika
bayangan itu manusia biasa, masakah mempunyai kepandaian setinggi demikian hingga datang
dan perginya tidak satu manusiapun yang dapat lihat "
Tiba-tiba Siao Pek sin ketawa bergelak-gelak, ia kelihatannya tenang sekali: "Sahabat yang
tidak mau unjukkan diri, perlu apa musti dipaksa " Mari kita ke ruangan belakang, di sana sudah
disediakan sedikit hidangan dan minuman untuk menyambut kedatangan nona Touw." Bicara
sampai di sini ia menoleh dan berkata kepada Ciok Goan hong : "Ciok-ya, apa Lie Cit nio Locianpwe
sudah kembali?"
"Cit Nio masih belum kembali, mungkin dalam satu dua hari ini !" jawab ciok Goan Hong.
"Harap Ciok-ya bersama Cek-ie (dimaksudkan si Kacung baju merah) pergi menyambut
padanya !"
"Baik Tiancu, sekarang juga kami hendak pergi, cuma ...." jawabnya sambil memutar tubuh.
Siao Pek Sin mengawasi Touw Peng Peng: "Ciok-ya." katanya sambil tersenyum, "tentang
nona Touw aku mampu menjaganya. Kau tidak usah kuatir, kalau memang ia mau menjadi
menantunya keluarga Ciok, tentu tidak bisa kabur ! Kau mungkin juga bisa kembali dalam satu dua
hari ini saja, bukan ?" Ciok Goan hong mengangguk dan lantas berlalu.
Ruangan belakang istana ada sepuluh kali lipat lebih luas dari pada ruangan depan. Dikedua
sisinya dibangun kamar-kamar mengitari sebuah taman yang luas, ditengah-tengah ada tanah
lapangan yang luasnya ada beberapa bouw, seperti taman tapi juga boleh dikata seperti tempat
melatih ilmu silat. Kecuali pohon-pohon tinggi besar yang mengitari bagian ini, masih terdapat
kolam air mancur, dimana ada dipelihara ikan-ikan emas yang jumlahnya ada ribuan ekor.
Pada waktu itu, hari sudah jauh malam, rembulan telah memancarkan sinar yang terang
benderang. Di tepinya kolam ikan tampak duduk sepasang pemuda-pemudi. Yang pria cukup tampan,
sedang yang wanita cantik molek. Nampaknya yang pria tengah bicara tidak putus-putusnya,
sedang wanitanya terus ketawa terpingkal-pingkal. Kelakuan mereka agak mirip dengan sepasang
kekasih. "Nona Touw, bolehkah aku panggil kau Peng Peng saja ?" kedengaran sang lelaki bicara.
"Sudah tentu boleh! Sebab kau adalah kakaknya Houw-ji!"
Sepasang muda mudi itu adalah Siao Pek Sin dan Touw Peng Peng.
"Peng Peng, mengapa kau selalu suka menyebut nama Houw-ji saja?" tanya Siao Pek Sin.
Kembali Peng Peng tertawa geli, "Sebab aku suka padanya, aku suka kepada Houw-ji!"
jawabnya secara terus terang.
Siao Pek Sin dalam hati merasa kaget, ia tidak menyangka nona ini begitu berani dan
demikian tebal mukanya. Dengan tanpa tedeng aling-aling ia menyatakan isi hatinya. Dapat
dibayangkan bahwa si nona adalah seorang gadis yang polos.
"Peng Peng, bukankah kau calon menantunya Ciok Goan Hong" Bagaimana boleh.....?" kata
Siao Peng Sin dengan perasaan tidak senang.
"Mengapa tidak boleh?" memotong Touw Peng Peng. "Aku dengan Engko Liang sudah putus,
sebab sejak semula memang aku tidak suka padanya!"
Siao Pek Sin yang dalam hal menghadapi berbagai kejadian didalam rimba persilatan selalu
mempunyai daya untuk menundukkannya, tapi sekarang menghadapi nona Touw Peng Peng ini
sama sekali mati kutu.
"Kalau kau tidak suka padanya, juga tidak seharusnya kau di hadapanku selalu menyebutnyebut
nama Houw-ji!" akhirnya ia dapat berkata juga.
Kembali Peng Peng memperdengarkan suara tawanya yang amat geli. "Aku hanya hendak
mengingatkan kau, yang aku sukai adalah Houw-ji, harap kau jangan berpikir yang bukanbukan......."
demikian katanya dengan berani.
Jawaban itu membuat Siao Pek Sin seolah-olah disambar geledek, sampai kepalanya
dirasakan pengang, lama ia tidak bisa membuka mulutnya. Ia tidak menyangka nona Touw Peng
Peng ini demikian lihay bicara, ia benar-benar bukan tandingannya. Ia mampu menghadapi jago
yang mana saja dari rimba persilatan, tapi di hadapan nona ini, ia terpaksa mengaku kalah.
Siao Pek Sin mendadak mendapat suatu akal untuk menjajaki isi hati si gadis. "Peng Peng aku
akan memberitahukan padamu suatu berita yang sangat tidak enak!" katanya.
Touw Peng Peng terkejut, ia tidak tahu ada berita apalagi akan keluar dari mulutnya sianak
muda itu. Buru-buru ia mendesak "Siao Pek Sin, lekas kau katakan, berita apa yang tidak enak
itu?" Siao Pek Sin matanya jelalatan. Setelah mengetahui tidak ada satu orangpun yang berada
disitu, baru ia menjawab :" Peng Peng, berita ini buat kau benar-benar bisa dikatakan tidak enak,
ini adalah mengenai adikku, yaitu orang yang kau cintai, Houw-ji.....dia......dia......"
"Dia kenapa?" Touw Peng Peng nampaknya sudah tidak sabar lagi.
"Dia......dia telah binasa!" Siao Pek Sin pura-pura bersedih. "Houw-ji, dia sedikitpun tidak
mengerti ilmu silat, tapi dia adalah anak yang tidak kenal apa artinya takut, akhirnya telah binasa
digigit oleh kalajengking berbisa!"
Siao Pek Sin sehabis memutarkan, melihat Touw Peng Peng lama tidak bergerak. Tatkala ia
melirik, nona itu ternyata sudah semaput setelah mendengarkan ceritanya tadi. Ia tampak seperti
orang yang linglung, duduk menjublek seolah-olah sebuah patung.
Siao Pek Sin girang, ia anggap inilah saatnya yang paling baik untuk menodai diri Peng Peng.
Karena keadaannya yang linglung, pasti Peng Peng tidak berdaya sama sekali.
Baru saja Siao Pek Sin meraba-raba Peng Peng dari belakang, tiba-tiba ia merasakan seperti
ada senjata rahasia yang menyambar.
Siao Pek Sin buru-buru berkelit ke samping, senjata rahasia itu dengan perlahan-lahan
mengenai jalan darah Leng-thay-hiat di belakang badan Peng Peng, sehingga Peng Peng terkejut
seolah-olah baru sadar dari mimpinya, seketika itu ia lantas menangis sesenggukkan.
Siao Pek sin dibikin terheran-heran oleh kelihaian orang yang menyerang dengan senjata
rahasia itu. Kepandaiannya yang demikian, benar-benar merupakan suatu kepandaian yang luar
biasa. mungkin sukar dipercaya kebenarannya, sebab bagaimana senjata rahasia itu bisa
mengenai jalan darah begitu tepat dalam jarak yang begitu jauh. Terutama ketika senjata itu baru
terlepas dari tangan, meluncurnya begitu kuat, sampai siao Pek sin tidak berani menyambuti, tapi
setelah mengenai tubuh belakang Peng Peng, kekuatannya lantas musnah dan Peng Peng
tersadar dari lamunannya.
Dengan cepat Siao Pek Sin membalikkan badan, tapi di belakangnya cuma nampak bayangan
pohon yang terkena sinar rembulan, dimana ada bayangan orang"
"Orang kuat darimana yang datang" Sudah berani menyatroni Istana kumala Putih, mengapa
main sembunyi....?" demikian katanya dengan gemas.
Sebagai jawaban hanya terdengar suara orang ketawa dingin menyeramkan. Mungkin orang
tidak akan percaya kalau itu suara manusia.
Berhenti suara ketawanya, lantas disusul oleh kata-katanya yang tidak kalah seramnya :" Siao
Pek Sin, aku mana menyayangi jiwa seorang berhati binatang seperti kau ini" aku bicara dengan
kau saja rasanya begitu malu, cuma aku harus memberikan kepadamu nona Peng Peng......"
suaranya berobah dalam tapi kuat kedengarannya, seperti dari tempat beberapa puluh tombak
jauhnya. Sepatah demi sepatah tegas, hingga Siao Pek sin mengetahui kalau orang itu bukan
orang sembarangan. Tapi ia masih belum percaya kalau dirinya tidak mampu membuka kedok
orang yang bersembunyi itu, dalam sekejap tubuhnya berkelebat dan melesat ke arah datangnya
suara tadi. Tadi kedengarannya sangat jelas bahwa suara itu berasal dari sebuah pohon yang lebat, dan
selagi suara itu masih berkumandang ia sudah melesat ke pohon tersebut, tapi ia tertipu, karena
suara itu sudah menghilang dan pindah ke sebelah kiri yang jauhnya kira-kira beberapa tombak.
Suara itu terus berkumandang di telinganya.....
"Dilarang kau mengganggu seujung rambutnya saja! Kalau kau berpikiran yang bukan-bukan
terhadap dirinya, hati-hatilah setiap saat aku bisa mengambil jiwa anjingmu!" demikian kata-kata
itu yang terdengar sangat jelas.
Siao Pek Sin bukan kepalang kagetnya, "Aku kira siapa, ternyata cuma seorang pengecut
yang hanya bisa menggertak orang saja! Aku tidak percaya kalau tidak dapat memaksa kau untuk
unjukkan diri......." belum habis ia berkata, ia sudah melompat dengan cepat ke atas sebatang
pohon besar. Gerakan itu dibarengi dengan gerakkan serangannya, tak lama kemudian terdengar suara
gemuruh runtuhnya sebatang pohon. Dari atas pohon itu segera melompat keluar seseorang, Siao
Pek Sin pun tertawa puas, tapi baru saja hendak mengucapkan kata-kata, lantas terdengar suara
orang yang baru muncul tersebut: "Tiancu, aku adalah Ciok Goan Hong!"
"Ciok-ya mengapa berani melanggar perintah Tiancu......?" kata Siao Pek Sin dengan wajah
yang berobah seketika.
"Harap Tiancu jangan salah paham, Cit Nio sudah menyambut nyonya besar, sekarang
sedang dalam perjalanan ke atas gunung. Saya hanya hendak menyampaikan berita ini terlebih
dahulu kepada Tiancu, juga barusan saja tiba disini."
"Urusan anda begini kebetulan, sampai aku salah faham. Sekarang Ciok-ya siarkan kilat. Cari
tahu siapa yang mendapat giliran menjaga hari ini, mengapa sampai tidak diketahui
kedatangannya orang luar?"
Ciok Goan Hong undurkan diri setelah menerima titah. Siao Pek Sin segera menoleh mencari
Peng Peng, tapi Peng Peng sudah tidak kelihatan batang hidungnya. Ini membuat ia tambah heran
lagi, nyata barusan karena hatinya keliwat tegang, sampai tidak tahu sejak kapan si nona itu telah
berlalu dari sampingnya.
Tapi pada saat itu ia tidak mempunyai kesempatan lagi untuk memikirkan soal si nona sebab
ibunya telah sampai !
"Di depan Istana Kumala Putih berdiri berderet barisan obor, hingga istana itu keadaannya
seperti siang hari. Siao Pek Sin memimpin tokoh-tokoh terkemuka dari rimba persilatan, semua
berdiri menanti di mulut pintu. Tidak antara lama, tertampak kedatangannya sebuah tandu kecil
mungil yang tengah digotong dan dibawa lari keatas gunung laksana terbang.
Siao Pek sin segera menyambut dan membuka kain yang menutupi tandu, ia lihat di dalam
tandu duduk seorang wanita setengah tua, wajahnya tirus, tapi kelihatannya sangat agung.
"Ibu dalam perjalanan tentu terlalu letih !" kata Siao Pek sin.
Wanita itu ketawa, ia turun dari atas tandunya seraya berkata : "Sin-ji, ibumu tidak apa-apa,
cuma Lie Cianpwe ini yang benar-benar letih sekali, kau wakili ibumu untuk mengucapkan terima
kasih padanya."
Siao Pek Sin menurut dan lalu menghadapi Lie Cit Nio dan si Kacung baju merah yang berdiri
di belakang tandu : "Jiwie terlalu cape, atas perintah ibu, Siao Pek Sin disini memberi hormat.
Silahkan jiwie mengaso di kamar belakang!" demikian katanya.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan si Kacung baju merah: "Siapa intip-intip di sini...?"
mulutnya belum ditutup, orangnya sudah lompat melesat. Tapi, selagi badannya masih ditengah
udara, lantas seorang wanita muda baju merah yang cantik sekali parasnya muncul dari belakang
batu besar. Ketika Siao Pek Sin menampak siapa orangnya lantas berseru: "Peng Peng, mengapa kau
sembunyi disitu ....?"
Touw Peng Peng cuma tersenyum, lalu menghampiri dan memberi hormat kepada ibunya Siao
Pek Sin sembari memanggil dengan suara perlahan : "Bibi ..."
Nyonya setengah tua itu mengawasi Peng Peng, lalu menanya kepada Siao Pek Sin :
"Mendengar panggilan kau kepada nona ini begitu mesra, Sin-ji siapa nona ini?"
Siao Pek sin melongok tidak dapat menjawab, ia tidak mengerti sikapnya Peng Peng, karena
barusan ia menangis begitu sedihnya sekarang tampaknya seperti tidak ada kejadian apa-apa.
Karena memikirkan soal ini, sampai tidak bisa menjawab pertanyaan ibunya.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akhirnya Touw Peng Peng sendiri yang buka suara untuk memperkenalkan dirinya : "Bibi, aku
bernama Touw Peng Peng, adalah sahabatnya Houw-ji ..."
"Siapa itu Houw-ji ?" tanya ibunya Siao Pek Sin, sambil menatap wajah anaknya seolah-olah
menantikan jawabannya.
Siao Pek Sin gugup.
"Itu," jawabnya, "soal ini nanti anakmu memberi keterangan dengan jelas kepadamu, sekarang
masih banyak orang yang ingin melihat ibu ! Hari juga sudah dekat pagi, seharusnya mengaso
dulu !" Setelah satu sama lain pada memberi hormat, lalu bersama-sama masuk ke dalam istana.
Hanya ada seorang yang tetap berdiri di depan pintu, siapa orang itu " Ia adalah Touw Peng
Peng. Ia telah dibikin kaget oleh pertanyaan ibu Siao Pek Sin!
"Siapa itu Houw-jie ?" pertanyaan itu terus berputaran dalam otak Touw Peng Peng.
Siao Pek Sin adalah kakak sekandungnya Houw-ji, ibunya Siao Pek Sin juga seharusnya ibu
Houw-ji, tapi bagaimana ada seorang ibu tidak mengenali anaknya sendiri " pikirnya.
Pikiran itu terus mengaduk dalam otaknya Peng Peng. Barusan karena mendengar kabar
tentang kematiannya Houw-ji, saking kagetnya sampai tidak ingat dirinya sendiri. Ia sadar oleh
senjata rahasia seorang tidak dikenal dan lalu menangis tersedu-sedu setelah hilang linglungnya.
Selama dalam keadaan duka, segala perbuatan Siao Pek Sin sama sekali ia tidak tahu. Jauhjauh
ia melakukan perjalanan menuju Kua-cong-san, sebetulnya sudah tidak mengharap dapat
kabar menyenangkan tentang diri Kim Houw. sebabnya ialah Kim Houw tidak mengerti ilmu silat,
tapi ia berani memasuki Istana kumala Putih yang ditengah-tengah rimba keramat, yang ditakuti
oleh semua orang gagah di dunia Kangouw, sudah tentu banyak bahayanya daripada selamat.
Siapa nyana, Siao Pek Sin di hadapan orang banyak telah memberitahukan padanya bahwa
Kim Houw tidak mati, malahan masih melatih ilmu silat didalam rimba, bagaimana Peng Peng tidak
menjadi girang " Oleh karena itu, iapun sudah ambil keputusan hendak berdiam terus di Istana
Kumala Putih itu untuk menunggu kedatangan Kim Houw.
Tapi, kemudian Siao Pek Sin tiba-tiba memberitahukan padanya lagi tentang kematian Kim
Houw, bagaimana Peng Peng tidak bersedih hati "
Dalam keadaan demikian, tiba-tiba ia merasa seperti ada benda enteng disedapkan dalam
tangannya, ia periksa ternyata selembar daun.
Peng Peng menengok kesana sini, Siao Pek Sin tampak sedang marah-marah sendiri seperti
orang gila di satu tempat beberapa puluh tumbak jauhnya dari dirinya. Mengetahui di depan dan di
belakangnya tidak ada orang lain lagi, maka ia lantas lihat dengan teliti daun yang digenggam
dalam tangannya itu.
Mendadak terlihat olehnya sebaris huruf kecil di atas daun itu, di bawah terangnya sinar
rembulan ia dapat kenyataan bahwa huruf-huruf kecil itu dicacah dengan jarum, bunyinya ialah
"Houw-ji dalam keadaan sehat," Hal ini benar-benar aneh.
"Belum mati!" "Terkena racun" "Dalam keadaan sehat !" Semua merupakan suatu teka-teki
entah mana yang boleh dipercaya " Tapi bagi orang yang suka optimistis, selamanya suka
memikirkan ke jurusan yang baik saja sedang bagi orang yang pesimistis sebaliknya suka
memikirkan ke jurusan yang buruk saja. Sifat Touw Peng Peng termasuk yang disebut pertama
maka ia percaya ke jurusan yang baik, ia percaya Kim Houw belum mati.
Tiba-tiba ia bengong sendirian memikirkan itu semua, ia melihat Ko-thionya yang muncul
secara mendadak, maka ia lantas sembunyikan diri dan kemudian berlalu dengan diam-diam.
Tiba-tiba di depan matanya Peng Peng berkelebat satu bayangan orang. Bayangan itu
merupakan bayangannya seorang yang berbadan tegap, di atas kepalanya ada memancarkan
sinar emas. Larinya bagaikan terbang, sebentar saja sudah berada di suatu tempat beberapa
tombak jauhnya.
Selama di dalam Istana Kumala Putih ini Touw Peng Peng belum pernah lihat seorang pun
yang badannya begitu tegap. Ketika melihat bayangan orang itu melompat ke luar dari istana, ia
juga menyusul segera.
Ia lihat orang itu yang diatasnya ada sinar emas ternyata belum pergi jauh, agaknya memang
bermaksud menunggunya, maka Peng Peng lantas lari menghampiri.
Ketika ia sudah berada dekat sekali, Peng Peng baru dapat tahu kalau orang itu adalah
seorang hwesio yang kepalanya gundul kelimis. Sinar emas yang berkeredepan di atas kepalanya
ternyata sebuah kotak emas kecil. Saat itu si hwesio sudah berhenti dan menoleh, ia turunkan
kotak emas itu dari atas kepalanya dan diserahkan kepada Peng Peng serunya berkata: "Ini
adalah pesan Kim Houw supaya aku menyerahkannya kepadamu..."
Mendengar ucapan hwesio itu. Peng Peng tertegun, lalu menjerit: "Kim Houw...?"
"Benar! Kim Houw! Aku tidak suka bicara, setelah kau lihat isinya kotak tentu akan mengerti
sendiri! Lohap adalah Ah-ceng Kim Lo Han."
Mendengar keterangan Kim Lo Han, Peng Peng lalu menyambuti kotak itu. Tatkala ia buka,
isinya ternyata sepucuk surat. Begitu lihat tulisan di atas sampul, Peng Peng segera kenali
tulisannya Kim Hauw, maka lantas buka dan baca isinya yang berbunyi sebagai berikut: "Peng
Peng, Budi kebaikanmu terhadapku, seumur hidupku aku juga tidak bisa membalas habis, cuma
hanya untuk sementara aku minta supaya kau suka memaafkan yang aku belum bisa menemui
kau, karena masih ada persoalan yang sangat besar, yang harus ku bereskan sendiri. Peng Peng,
setelah kita berpisah apakah kau pernah lihat adik Bwee Peng" Itu nona yang kau sering kasihani,
sering kau bantu dan tidak mengijinkan orang lain menghina padanya?"
Membaca sampai di sini dalam hari Peng Peng timbul rasa cemburu, karena ia tahu bahwa
Pendekar Pemetik Harpa 30 Pukulan Si Kuda Binal Karya Gu Long Kisah Pedang Di Sungai Es 18

Cari Blog Ini