Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bagian 10
Sementara itu, bukan main kagetnya hati Kun Hong ketika mendengar suara Raja Pedang tadi, apalagi ucapan pertama yang keluar dari mulut Raja Pedang tadi sedikit banyak mengandung sindiran terhadap dirinya! Serta-merta dia menjatuhkan diri berlutut di depan Raja Pedang sambil berkata,
"Locianpwe, sekali-kali saya tidak berani menghina adik Cui Sian, akan tetapi dia mendesak terus. Kanu berdua tidak merasa membunuh Kong Bu, tentu saja tidak mengaku. Kalau betul isteri saya membunuh Kong Bu, biarlah Lo-cianpwe turun tangan membunuh kami, kami takkan melawan. Harap Locianpwe sudi mempertimbangkan dan memeriksa, karena tuduhan itu hanya fitnah belaka.
"Hemmm, Kun Hong, berdirilah. Kau cukup mengenal watakku yang selamanya tidak akan mudah mendengar keterangan sefihak saja. Betapapun juga, kirariya Cui Sian takkan sudi melakukan fitnah, dan aku pun tahu bahwa kau bukanlah orang yang suka nnenyangkal perbuatan sendiri. Sian-ji, tidak boleh kita menuduh buta tuli tentang pembunuhan atas diri Kong Bu sebelum melihat bukti dan melakukan pemeriksaan. Mari antarkan aku ke tempat kau menemukan jenazah kakakmu. Kun Hong,, kau dan isterimu ikut agar kita bersama dapat membuktikan sendiri."
Koleksi Kang Zusi341
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Ayah, yang menemukan jenazah Kong Bu koko adalah aku dan Swan Bu. Karena marah, aku segera pergi rnencari Pendekar Buta dan isterinya, sedangkan Swan Bu berada di sana, tentu jenazah itu sudah dikuburnya."
"Biarlah kita melihat ke sana." Mendengar bahwa Swan Bu berada di tempat pembunuhan itu, Kun Hong dan isterinya segera bangun dan tanpa ba-nyak cakap lagi segera mengikuti Cui Sian dan ayahnya. Hati mereka berempat diliputi pelbagai dugaan dan perasaan tegang maka di sepanjang jalan mereka tidak banyak bicara. Ada sesuatu yang merenggangkan mereka dan membuat mereka merasa tidak enak dan tidak suka satu kepada lain.
Karena melakukan perjalanan cepat mempergunakan ilmu mereka, akhirnya me-reka tiba di dalam hutan kecil di mana Cui Sian menemukan jenazah Kong Bu. Mereka berempat berdiri di depan kuburan baru yang ditandai tiga buah batu besar.
"Di sini tempatnya. Tentu ini kuburannya, dibuat oleh Swan Bu," kata Cui Sian dan air matanya sudah mengucur.
"Mana Swan Bu....." Mana anakku.....?" terdengar Hui Kauw berkata perlahan.
"Diamlah, baik sekali dia melakukan penguburan ini. Tentu saja dia telal pergi," kata Kun Hong sambil meraba-raba kuburan.
"Kun Hong, kita sekarang berhadapan dengan kenyataan. Kong Bu terbunuh dan menurut kesaksian Cui Sian, pedang is-terimu menancap di dadanya. Akan te-tapi hal itu, biarpun sudah merupakan bukti bahwa Kong Bu terbunuh oleh pedang isterimu, masih belum meyakinkan. Sekarang kita harus bongkar kuburan ini, biar aku melihat mayat Kong Bu, mungkin aku akan dapat menemukan pemecahan rahasianya."
"Ayah..... kasihan Kong Bu koko..... baru beberapa hari dikubur, masa harus dibongkar.....?"
"Diamlah, Sian-ji. Orang yang sudah mati tidak perlu dikasihani lagi, karena sesungguhnya yang masih hidup inilah yang patut dikasihani oleh si mati. Kau-bantulah aku!" Setelah berkata demikian, pendekar tua ini menggunakan tangannya membongkar tanah kuburan, dibantu oleh Cui Sian yang bekerja sambil mencucurkan air mata.
Akhirnya terbongkarlah kuburan itu dan tampak mayat yang sudah mulai berbau busuk akan tetapi masih utuh. Utuh" Sama sekali tidak karena kedua niatanya bolong dan lehernya putus, kepalanya terpisah daripada tubuh. Terdengar Cui Sian menjerit dan roboh pingsan dalam pelukan ayahnya. Raja Pedang mengeluarkan suara , geraman hebat berkali-kali seperti seekor harimau marah.
Koleksi Kang Zusi342
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Apa yang terjadi" Ada apa.....?" Kun Hong bertanya-tanya sambil memegang lengan isterinya erat-erat.
Hui Kauw sendiri berdiri memandang ke arah mayat dengan muka berubah pucat sekali.
Jelas bahwa mayat itu selain tertusuk pedang dadanya menye-babkan kematian, juga kedua matanya dibikin buta orang dan lehernya dipenggal pedang! Saking kagetnya, nyonya ini hanya tertegun, tak dapat menjawab f pertanyaan suaminya.
Cui Sian siuman kembali dan menangis tersedu-sedu. "Ah, kasihan Kong Bu ko-ko.....
mengapa begini" Ayah...... ketika aku menemukannya, kedua matanya tidak rusak dan lehernya tidak putus...... ah, apakah Swan Bu..... dia..... dia....." Tiba-tiba gadis itu melompat dan mencabut pedangnya, wajahnya beringas ketika ia memandang kepada Pendekar Buta dan isterinya. "Jelas sekarang! Kiranya Pendekar Buta yang selama ini dipuji-puji Ayah, memiliki seorang isteri berhati iblis dan mempunyai anak berwatak siluman! Ayah, ini tentu perbuatan Swan Bu si bocah iblis! Ah, aku tertipu olehnya. Ia bilang kena fitnah, ditawan musuh bersama Lee Si dan dalam keadaan tertotok berdua Lee Si berada sekamar, terlihat oleh Kong Bu koko yang menjadi marah karena Kong Bu koko menyangka bahwa bocah itu berbuat kurang ajar terhadap Lee Si. Kiranya memang demikianlah. Anak Pendekar Buta tak boleh dipercaya! Pantas saja dia dibuntungi lengannya oleh gadis liar itu tidak menjadi sakit hati, kiranya memang segolongan!" Dengan kemarahan yang meluap-luap Cui Sian menceritakan semua itu dengan cepat sehingga sukar bagi tiga orang itu mengikutinya.
Akan tetapi wajah Hui Kauw menjadi lebih pucat ketika ia berkata sambil terisak,
"Anakku..... anakku..... Swan Bu..... lengannya kenapa.....?"
Memang pada saat itu, Cui Sian su-dah seratus prosen menuduh akan ke-jahatan keluarga Pendekar Buta. Tadinya ia percaya akan kebenaran Swan Bu tentang fitnah itu, akan tetapi sekarang, melihat mayat kakaknya dirusak, dia hdrperidapat lain. Agaknya memang Swan Bu seorang pemuda berwatak jahat, mem-permainkan Lee Si dan merusak mayat Kong Bu.
Tadinya ia percaya karena sikap Lee Si yang seakan-akan mem-benarkan tentang fitnah, seakan-akan membenarkan bahwa Swan Bu dan ia kena fitnah sehingga Lee Si hampir mem-bunuh Siu Bi. Akan tetapi sekarang Cui Sian mengerti bahwa Lee Si melindungi natna baik Swan Bu, dan..... tentu saja nama baik Lee Si sendiri. Hal ini hanya dapat terjadi karena puteri kakaknya itu jatuh cinta kepada Swan Bu yang tampan dan gagah! Sekarang ia mengerti semua dan kemarahannya rnemuncak.
"Wanita iblis, kau memang keturunan Ching-coa-to yang jahat! Setelah kau membunuh Kong Bu koko dan anakmu merusak mayatnya, kau mau bilang apa lagi" Kau harus menebus dosa!" Gadis itu membentak lalu berteriak nyaring dan tubuhnya melayang ke depan dalam serangannya yang hebat kepada Hui Kauw. Nyonya ini masih tercengang dan menangis sedih mendengar puteranya bun-tung lengannya, masih bingung sehingga ia tidak dapat mengelak atau menangkis menghadapi serangan Cui Sian yang dahsyat ini.
Koleksi Kang Zusi343
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Trang..... plak.....!" Kembali Kun Hong yang turun tangan menangkis dan Cui Sian terlempar dan roboh, kini gadis itu tidak dapat segera bangkit karena pundaknya tadi ditampar Kun Hong sehingga tulang pundaknya terlepas dan lengan kanannya menjadi lumpuh, tak dapat digunakan sementara waktu untuk tnainkan pedang lagi! Pedang Liong-cu-kiam menggeletak di sampingnya.
Sementara itu, Raja Pedang Tan Beng San yang menyaksikan puteranya telah menjadi mayat yang mulai berbau busuk dan dirusak sedemikian rupa, berdiri seperti patung setelah mengeluarkan teriakan nyaring tadi. la berdiri seperti patung dan baru bergerak setelah Cui Sian terlempar dan roboh. la melangkah perlahan menghampiri pedang Liong-cu-kiam pendek yang menggeletak di situ, kemudian tanpa mempedulikan Cui Sian yang dilihatnya hanya menderita terlepas tulang yang tidak membahayakan nyawa-nya, kakek sakti ini membalikkan tubuh-nya menghadapi Kun Hong, sikapnya penuh ancaman, tapi wajahnya tenang, hanya pandang matanya dingin seperti salju.
"Kwa Kun Hong, bagus sekali sikapmu. Kau sekarang membela yang salah, biarpun yang salah itu anak isterimu sendiri. Sekarang pilihlah, kau sendiri yang menghukum isterimu ataukah aku yang harus turun tangan" Kun Hong..... betapa hancur hatiku karena kekecewaan. Entah dosa apa yang kauperbuat dalam kehidupanmu dahulu sehingga dalam kehidupan sekarang kau menebus dengan nasib yang amat buruk. Tak patut kau yang memiliki watak mulia, mendapatkan isteri yang curang dan palsu, dan mendapatkan putera yang jahat dan keji. Kun Hong, demi hubungan baik antara kita, kau-hukumlah orang yang bersalah, biarpun orang itu isterimu sendiri, agar aku tidak usah menyentuh isterimu."
Ucapan Raja Pedang Tan Beng San terdengar tenang, tapi penuh dengan penyesalan dan keharuan tercampur duka. Betapapun juga, terasa amat dingin yang menjadi selimut daripada kemarahan besar.
Kun Hong berdiri tegak seperti patung. Kerut-merut di antara kedua matanya yang buta amat dalam, membuat wajahnya yang tampan itu kelihatan tua sekali. Rambut-rambut di pelipisnya seketika berubah menjadi putih. Kiranya saat ini merupakan saat yang paling perih baginya, saat yang paling menusuk di hati, di mana bercampur aduk pelbagai perasaan. la yakin, seyakin-yakinnya, bahwa isterinya tidak membunuh Kong Bu. Dan dia yakin pula bahwa puteranya tidak nanti akan melakukan perbuatan demikian hina, merusak mayat Kong Bu. la maklum bahwa semua ini fitnah belaka, dilakukan oleh orang-orang jahat. Akan tetapi dia pun maklum bahwa Raja Pedang dan ,Cui Sian yang dipengaruhi duka cita besar menyaksikan mayat Kong Bu yang mulai membusuk, menjadi miring pertimbangannya dan gelap pandangnya, sukar diajak berunding, kecuali kalau ada fakta-fakta yang mutlak sehingga dapat membuka mata hati mereka. Di sarnping keyakinan akan kebersihan anak isterinya, ada rasa duka yang membuat hatinya merasa ditusuk-tusuk jarum berbisa ketika dia mendengar bahwa lengan puteranya buntung. Semua perasaan ini s ditambah rasa penasaran mengapa Cui Sian begitu mendesak dengan tuduhan-tuduhan Koleksi Kang Zusi344
Jaka Lola Kho Ping Hoo membuta, dan mengapa pula Raja Pedang yang selama ini dia anggap sebagai seorang yang paling bijaksana di dunia ini, tak dapat melawan kedukaan hati dan memihak Cui Sian tanpa pikir panjang lagi. Keyakinannya akan kebersihan isterinya, ditambah cinta kasihnya yang mendalam, membuat Kun Hong mengambil keputusan untuk melindungi isterinya dari gangguan siapa pun juga.
Sampai lama dia tidak menjawab ucapan Raja Pedang tadi. Keduanya berdiri saling berhadapan dalam jarak tiga meter, sama-sama tegak dan sama-sama tidak bergerak. Cui Sian masih duduk bersila menahan sakit dan memulihkan tenaganya yang seakan-akan habis. Tangkisan Pendekar Buta tadi hebat bukan main. Juga Hui Kauw menjatuhkan diri di atas tanah, duduk sambil menangis, menutupi mukanya dengan kedua tangan. la sedih, marah, dan penasaran, akan tetapi semua itu terkalahkan oleh kepedihan hatinya mendengar lengan anaknya menjadi buntung.
Suasana sunyi sepi, sunyi yang menyeramkan. Udara diracuni bau mayat membusuk. Dua jagoan yang dianggap paling sakti di dunia persilatan, kini saling berhadapan, dengan perasaan saling bertentangan. Keduanya memiliki ilmu tingkat tinggi, yaitu Im-yang-sin-hoat, Tongkat besi Ang-hong-kiam telah gemetar di tangan kanan Kun Hong, sedang-kan kedua tangan Raja Pedang telah memegang sepasang Liong-cu-kiam yang berkilauan. Tadi dia mengambil Liong-cu-kiam pendek dari puterinya dan kini tangan kanannya sudah mencabut Liong-cu-kiam panjang. Dengan sepasang Liong-cu-siang-kiam di tangan, Raja Pedang kini merupakan seekor harimau yang diberi sayap!
"Kwa Kun Hong, sekali lagi, kalau kau tidak mau menghukum isterimu, aku akan turun tangan sendiri!" kembali suara Raja Pedang itu menggema di antara pohon-pohon di sekeliling tempat itu.
"Locianpwe, isteri saya tidak berdosa. Harap Locianpwe jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan sebelum jelas benar. Tak mungkin saya membolehkan siapa juga mengganggu isteri saya yang tidak bersalah."
"Hemmm, tidak nyana, bukan hanya matamu yang menjadi buta. Hatimu pun buta terhadap kenyataan dan keadilanmu goyah oleh cinta kasih. Hui Kauw, terimalah hukumanmu!"
Dua sinar putih berkilau bagaikan dua bintang terbang menyambar dibarengi suara bercuit panjang dan angin berdesir menyambar. Tubuh Si Raja Pedang sudah lenyap memanjang seperti dua setera putih.
"Hyiiiaaaaattt!" Pekik nyaring melengking ini keluar dari mulut Kun Hong dan tampaklah sinar merah gemilang menyilaukan mata menggantikan tubuhnya yang lenyap pula digulung sinar pedang-nya sendiri. Maklum bahwa Raja Pedang melakukan gerakan maut untuk membunuh isterinya, Kwa Kun Hong Si Pendekar Buta juga mengeluarkan jurus Koleksi Kang Zusi345
Jaka Lola Kho Ping Hoo simpanannya karena hanya dengan jurus inilah dia akan mampu menandingi Raja Pedang.
Hebat sekali penglihatan di saat itu. Cui Sian dan Hui Kauw lupa akan keada-an diri sendiri, masing-masing membela-lak memandang ke depan. Memang luar biasa dan indah pula.
Dua sinar yang amat terang dan panjang berwarna putih seperti perak, melayang di udara dan dari jurusan yang bertentangan meluncur sinar merah yang amat terang pula. Kemudian sinar-sinar itu beradu di udara, mengeluarkan suara keras seperti ledakan, membuat bumi serasa berguncang dan daun-daun pohon rontok berhamburan.
Cui Sian dan Hui Kauw tak dapat menahan hawa pukulan sakti itu, masing-masing menggigil tubuhnya dan otomatis mereka bertiarap sambil menutup mata. Ketika mereka membuka mata lagi memandang, ternyata Pendekar Buta dan Raja Pedang sudah berdiri lagi di atas tanah, tegak berhadapan dalam jarak tiga meter. Di atas tanah, antara mereka, tiga batang pedang menancap di atas tanah, sepasang Liong-cu-kiam dan se-batang Ang-hong-kiam yang sudah keluar dari tongkat yang hancur berkeping-keping! Kiranya pertemuan sepasang Liong-cu-kiam dan tongkat berisi Ang-hong-kiam tadi sedemikian hebatnya sehingga membuat tongkat yang membungkus Ang-hong-kiam hancur, akan tetapi juga mem-buat tiga batang pedang itu terlepas dari pegangan kedua orang jago sakti dan menancap di atas tanah, amblas hampir sampai kegagangnya.
"Locianpwe, saya tidak berahi me-lawan Lociaripwe, akan tetapi jangan Lo-eianpwe mengganggu isteri ,saya yang tidak berdosa." Terdengar suara Kun Hong memecah kesunyian, suaranya gemetar bercampur isak tertahan.
Raja Pedang menarik napas panjang. "Hebat kau, Kun Hong. Dengan kepandaianmu seperti ini, seharusnya aku si tua bangka takluk. Akan tetapi, jelas isterimu membunuh Kunt Hong dan anakmu menghina mayatnya sedemikian rupa, orang-orang dunia akan mentertawai aku sebagai berat sebelah kalau tidak mem-beri hukuman. Kalau kau hendak me-lindungi isterimu, terserah, itu hakmu, sungguhpun hal itu mengecewakan hatiku karena berarti kau melindungi orang bersalah, Hui Kauw, awas terimalah pukulanku!"
Seluruh tubuh Raja Pedang tergetar, terutama kedua tangannya, ketika dia mengerahkan tenaga Im Yang, kemudian dia melangkah maju tiga kali dan meng-gerakkan kedua tangannya mendorong ke arah Hui Kauw yang masih duduk di atas tanah.
"Jangan...... Locianpwe.....!" Kun Hong melompat dan menghalang di antara isterinya dan Raja Pedang, tentu saja sambil mengerahkan sinkang untuk me-nahan hantaman hawa pukulan Inn Yang yang sedemikian hebatnya itu.
"Werrrrr.....!!" Bagaikan sehelai daun kering tertiup angin, tubuh Kun Hong terlempar oleh hawa pukulan, menabrak istennya dan keduanya terguling-guling sampai tiga meter lebih.
Koleksi Kang Zusi346
Jaka Lola Kho Ping Hoo Kun Hong melompat bangun, wajahnya berubah merah, akan tetapi ia tidak ter-luka.
Adapun Hui Kauw, biar tadi sudah teriindung olehnya dan pukulan itu ham-pir seluruhnya menimpa dirinya, namun saking hebatnya hawa pukulan, nyonya ini mehjadi sesak dadanya dan wajahnya pucat. Cepat-cepat ia duduk bersila mengerahkan sinkang untuk mengusir pengaruh hawa pukulan dahsyat itu.
Kening Raja Pedang berkerut-kerut. Tentu saja dia merasa tidak senang se-kali harus melakukan ini, namun demi keadilan untuk menghukum yang bersalah, dia melangkah maju lagi beberapa tindak sambil berkata, "Menyesal sekali, Kun Hong, tapi aku terpaksa harus turun tangan!"
Kembali Raja Pedang menggerakkan kedua tangannya melakukan dorongan dari jarak jauh sambil mengerahkan te-naga Im Yang.
"Locianpwe, jangan terburu nafsu.....?" Kun Hong mencegah, namun Raja Pedang melanjutkan pukulannya ke arah Hui Kauw. Sekali lagi Kun Hong meloncat, kini langsung menghadapi Raja Pedang sehingga dorongan itu sepenuhnya meng-hantam dadanya. Sekali lagi Pendekar Buta terlempar dan untuk menjaga agar isterinya jangan diserang, terpaksa dia menabrak dan menyeret Hui Kauw se-hingga bergulingan di atas tanah.
Kun Hong bangkit berdiri perlahan-lahan, tapi Hui Kauw tidak dapat ba-ngun, nyonya ini dalam keadaan setengah pingsan! Kun Hong sendiri, selain ram-butnya kusut, pakaiannya kotor penuh debu, juga dari ujung kiri mulutnya meng-alir darah. la tidak terluka dalam, namun pengerahan tenaganya tidak berhasil me-nahan pukulan maha dahsyat itu sehingga dia terbanting dan mulutnya berdarah. Wajahnya sebentar pucat sebentar merah ketika dia melangkah maju menghadapi Raja Pedang.
"Locianpwe, benar kata orang bahwa tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang tanpa cacad. Setiap orang mempunyai kelemahan dan kebodohannya sendiri-sendiri. Mungkin saya mempunyai banyak kelemahan dan kebodohah, namun ternyata Locianpwe sendiri pun memiliki cacad ini. Karena sayang putera, karena duka cita, karena sesal dan kecewa, pertimbangan Locianpwe menjadi miring."
"Aku bukan anak kecil, tak perlu kau memberi kuliah, Kun Hong. Kau minggirlah!" bentak Raja Pedang, sedikit banyak penasaran juga karena dua kali pukulan-nya untuk menghukum Hui Kauw dapat digagalkan oleh Pendekar Buta.
"Aku tidak akan minggir, Loeianpwe, dan kalau kau hendak membunuh isteriku, terpaksa aku akan mencegah!" jawab Pendekar Buta.
Dengan hati geram Raja Pedang tersenyum pahit. "Bagus, sudah kuduga akan begini jadinya.
Nah, aku akan memukul isterimu lagi, terserah kau hendak berbuat apa!" Setelah berkata Koleksi Kang Zusi347
Jaka Lola Kho Ping Hoo demikian, Raja Pedang menggerakkan kedua lengannya dan kali ini terdengar suara berkerotokan pada kedua lengan itu, Kun Hong kaget bukan main karena maklum bahwa kali ini pendekar sakti itu menggunakan seluruh tenaganya, tenaga Im dan Yang, tenaga yang bertentangan itu
hendak digunakan sekaligus mengeluarkan bunyi berkerotokan. Sungguhpun tenaga itu bertentangan, namun kalau dipergunakan bersama, akan menjadi, tenaga mu-jijat yang sukar dilawan. Isterinya pasti akan binasa oleh pukulan ini, biar hanya terkena sedikit saja.
"Tahan, Locianpwe!" bentak Kun Hong dengan suara keras, tubuhnya merendah " ketika dia menekuk kedua lututnya, kedua lengannya dia luruskan ke depan dan dengan pengerahan sinkang dia pun mendorong ke depan, langsung inenyambut hawa pukulan dahsyat dari Raja Pedang.
Luar biasa sekali! Keduanya hanya tampak meluruskan kedua lengan men-j dorong ke depan, jarak di antara mereka masih ada tiga meter. Namun keduanya seperti tertahan, seakan-akan tertumbuk kepada sesuatu yang tak tampak namunj yang amat kuatnya.
Keduanya menarik kembali kedua lengan, membuat gerakanj menyimpang lalu mendorong lagi, hampir berbareng, atau lebih tepat, Raja Pedangj yang mendorong dulu karena dia yang menyerang, disusul dorongan lengan Kun Hong yang menyambutnya.
Berkali-kali mereka saling dorong dengan pukulan jarak jauh, makin lama jarak di antara mereka makin dekat.
"Kun Hong, hebat kau..... aku atau kau penentuannya....." kata Raja Pedang terengah, namun wajahnya berseri gembira, kegembiraan seorang jagoan besar yang menemukan tanding yang seimbang.
"Terserah, Locianpwe....." kata Kun Hong agak terengah pula, sambil menggeser kedua kaki secara berbareng ke depan dan kini ketika keduanya mengulur-kan lengan, kedua pasang tapak tangan itu saling tempel. Kun Hong terkejut sekali karena kalau tadi tenaga dorongan Raja pedang merupakan tenaga yang ke-luar sehingga tiap kali dia tangkis maka dua tenaga bertentangan saling menen-dang, adalah kini kedua tapak tangan Raja Pedang itu mengandung tenaga menyedot dan menempel! Terpaksa dia mengerahkan seluruh tenaganya mempertahankan sehingga kedua orang itu kini berdiri setengah jongkok dengan kedua lengan lurus ke depan, tapak tangan mereka saling tempel dan melekat. Dua tenaga raksasa salihg betot dan kadang-kadang saling dorong melalui telapak tangan itu, dan keduanya terkejut karena ternyata tenaga mereka seimbang.
Kun Hong menjadi duka dan bingung sekali ketika mendapat kenyataan bahwa Raja Pedang agaknya sudah dihinggapi penyakit yang selalu menular pada ahli-ahli silat, yaitu kalau menemui lawan seimbang timbul kegembiraannya dan se-belum ada ketentuan siapa lebih unggul, takkan puas. la maklum bahwa Raja Pedang telah menggabungkan tenaga Im Yang, maka dia pun terpaksa melakukan hal yang sama karena tidak ada kekuatan lain dapat Koleksi Kang Zusi348
Jaka Lola Kho Ping Hoo menghadapi tenaga gabungan ini selain juga menggabungkan tenaga Im Yang di tubuhnya.
Namun dia maklum pula bahwa dengan cara mengadu tenaga seperti ini, mereka takkan dapat mundur lagi. Siapa mundur berarti celaka, karena andaikata dapat menghindarkan tenaga serangan lawan, namun akan terpukul oleh tenaga sendiri dan menderita luka yang dapat membawa maut. Pengerahan tenaga gabungan Im Yang seperti ini hanya dapat disurutkan secara perlahan-lahan, tidak mungkin "ditarik" sekaligus tanpa mendatangkan luka hebat di dalam tubuh sendiri.
Kedua orang jago sakti itu seperti dua buah arca, sama sekali tidak tampak bergerak. Uap putih mengepul dari kedua pasang lengan dan makin lama uap itu makin banyak, terutama kini keluar dan kepala. Ini adalah landa bahwa pengerah-an sinkang mereka sudah memuncak dan keadaan menjadi kritis sekali. Keduanya maklum bahwa seorang di antara mereka pasti akan tewas.
Hui Kauw sudah sadar kembali. Seperti halnya Cui Sian, ia duduk dengan muka pucat.
Sebagai orang-orang yang tahu akan ilmu silat tinggi, keduanya maklum apa yang terjadi di depan mata mereka. Baik Cui Sian maupun Hui Kauw maklum bahwa dua orang itu sedang ber-ada di ambang maut dan mereka maklum pula sepenuhnya bahwa mereka tidak dapat membantu, tidak dapat memisah karena tenaga sinkang jauh lebih rendah.
Turun tangan mencampuri "pertandingan" yang aneh ini berarti mengirim nyawa secara sia-sia belaka.
Melihat betapa suaminya setengah berjongkok, kedua matanya yang bolong itu terbelalak, kerut-merut di seluruh mukanya yang penuh keringat dan amat pucat, tiba-tiba Hui Kauw tak dapat menahan hatinya. Suaminya, sedang berjuang dengan maut, dan hal itu dilakukan suaminya untuk menolong dan melindungi. dirinya. Tak tertahankan lagi nyonya ini menangis tersedu-sedu dan menjatuhkan diri di atas tanah. la menangis seperti anak kecil hatinya penuh iba, penuh kegelisahan, dan penuh kasih sayang ke-pada suaminya. Melihat keadaan Hui Kauw ini, Cui Sian tak dapat menahan pula air matanya yang bercucuran keluar.
la pun tahu apa artinya pertandingan ini dan timbullah rasa sesal dalam hatinya. Bagaimana kalau ayahnya kalah dan tewas" Tentu selama hidupnya ia akan memusuhi Pendekar Buta suami isteri dan anak. Sebaliknya bagaimana kalau Pendekar Buta yang tewas dan kemudian ternyata bahwa suami isteri itu tidak berdosa" Cui Sian menjadi bingung dan tangisnya menjadi-jadi.
Keadaan yang amat menyeramkan dan menyedihkan. Di sana menggeletak mayat Kong Bu yang mulai membusuk sehingga mengotori kebersihan hawa udara hutan itu. Dan di sana dua orang- jago sakti sedang mati-matian mengadu tenaga dan ilmu secara BReh. Tak jauh dari mereka, dua opang wanita menangis tersedu-sedu!
Sunyi di hutan itu, kecuali sedu-sedan dua orang wanita dan dari jauh terdengar rintihan Koleksi Kang Zusi349
Jaka Lola Kho Ping Hoo burung yang memanggil-manggil pasangannya yang tak kunjung datang dan suara bercicit anak monyet di gendongan induknya minta susu.
Beberapa menit kemudian, suara bu-rung dan monyet tiba-tiba terhenti' setelah terdengar kelepak sayap burung-burung terbang dan teriakan monyet-monyet melarikan diri bersembunyi. Ini-lah tanda bahwa ada sesuatu yang me-ngejutkah rnereka. Hanya kedua orang wanita itu masih menangis penuh ke-gelisahan sehingga mereka tidak memperhatikan keadaan sekeliling. Maka betapa kaget hati Cui Sian dan Hui Kauw ketika tiba-tiba muncul banyak sekali orang-orang yang mengurung tempat itu. Sedikitnya ada dua puluh lima orang, dipimpin oleh seorang nenek berpakaian serba merah yang memegang sebatang pedang telanjang. Nenek ini bukan lain adalah Ang-hwa Nio-nio yang datang sambil tertawa-tawa gembira dan mulut-nya tiada hentinya berkata, "Bagus......
bagus...... dua ekor binatang ini sudah masuk perangkap, tinggal menyembelih saja, hi-hi-hik!"
Di sebelahnya tampak seorang pendeta bertubuh tinggi bersorban, telinganya memakai anting-anting dan kulitnya agak hitam, hidungnya mancung sekali. Itulah dia pendeta Maharsi, pertapa dari barat yang masih terhitung suheng (kakak seperguruan) Ang-hwa Nio-nio. Pendeta barat ini didatangkan oleh Ang-hwa Nio-nio untuk diminta bantuannya membalas dendam atas kematian kedua orang saudaranya.
Juga tampak Bo Wi Sianjin, tokoh dari Mongol yang bertubuh pendek dan gendut, tokoh sakti yang memiliki Ilmu Pukulan Katak Sakti, dan yang turun dari pegunungan di Mongol untuk mencari Raja Pedang untuk membalaskan kematian suhengnya, Ka Chong Hoatsu.
Dan di samping tokoh-tokoh itu semua, dengan sikap yang tenang sekali dan amat dihormati oleh tokoh-tokoh lain, adalah seorang hwesio tinggi besar, tua sekali usianya, kedua matanya selalu meram, mukanya pucat tak berdarah seperti muka mayat dan bajunya terbuka sdi bagian dada memperlihatkan dada yang bidang dan berbulu di tengahnya, hwesio yang amat sakti karena dia ini bukan lain adalah Bhok Hwesio, itu tokoh dari Siauw-lim-pai yang murtad!
Munculnya orang-orang ini mendatangkan rasa gelisah bukan main di hati Cui Sian dan Hui Kauw. Raja Pedang dan Pendekar Buta sedang: bersitegang, tidak dapat dipisah begitu saja, dan orang-orahg yang datang ini jelas merupakan tokoh-tokoh ahli silat tinggi yang agaknya tahu pula akan keadaan dua orang itu. Bagaikan mendengar komando dua orang wanita yang telah terluka ini meloncat, menyambar pedang yang menancap di atas tanah. Hui Kauw mencabut Ang-hong-kiam sedangkan Cui Sian mencabut Liong-cu-kiam pendek, lalu kedua-nya bersiap membela suami dan ayah masing-masing.
Mata tajam terlatih Ang-hwa Nio-nio dan tiga orang temannya tentu saja dapat melihat bahwa nyonya Pendekar Buta itu telah terluka bahkan puteri Raja Pedang memegang pedang Koleksi Kang Zusi350
Jaka Lola Kho Ping Hoo dengan tangan kiri karena tangan kanannya setengah lumpuh. Nenek berpakaian serba merah ini tertawa mengejek sambil berkata mengejek,
"Wah, masih galak betina-betina ini! Kalian lihat betapa kami akan membunuh dan menyiksa dua orang musuh besarj kami, kemudian datang giliran kalian berdua. Kong Bu sudah mampus, anak Pendekar Buta cucu Raja Pedang sudah rusak nama dan kehormatannya. Hi-hi-hik, alangkah nikmatnya pembalasanku!"
Tiba-tiba Hui Kauw berseru keras,
"Kau yang mencuri Kim-seng-kiam!"
"Hi-hi-hik, dan kau bersama suamimu yang buta itu tidak tahu....."
Hui Kauw maklum sekarang siapa yang melakukan semua fitnah itu. Dengan teriakan nyaring ia menerjang maju, tidak mempedulikan betapa kesehatannya belum pulih.
Teriakannya ini disusul oleh bentakan Cui Sian yang sekaligus juga dapat menduga apa yang sesungguhnya terjadi. Kiranya semua kejadian itu diatur oleh musuh-musuh yang bekerja , secara curang untuk membalas dendam kepada ayahnya dan kepada Pendekar Buta. Karena itu, saking marahnya, ia melupakan pundaknya yang terlepas sambungan tulangnya dan menyerang dengan pedang di tangan kiri.
"Ho-ho-ho, galaknya!" Pendeta Maharsi menggerakkan tangannya yang panjang dan..... Hui Kauw yang lemah karena terluka itu berseru kaget, tahu-tahu pedangnya dapat dirampas dan ia roboh terguling. Kiranya kakek ini telah menn-perlihatkan kepandaiannya membantu su-moinya, menggunakan Pai-san-jiu, sekaligus merampas pedang dan merobohkan Hui Kauw. Andaikata Hui Kauw tidak sedang terluka dan gelisah rnemikirkan suaminya, kiranya pendeta barat itu tidak akan begitu mudah mengalahkannya, sungguhpun tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi.
Adapun Cui Sian yang menyerang dengan pedang di tangan kiri, dihadapi oleh Ang-hwa Nio-nio yang sudah menghunus Hui-seng-kiam. Ilmu pedang Cui Sian sudah amat tinggi tingkatnya, maka biar-pun lengan kanannya tak dapat dipergunakan, dengan tangan kiri dan pedang Liong-cu-kiam di tangan ia masih merupakan lawan yang berat. Namun keadaan tubuhnya yang terluka itu tentu saja amat mengganggu gerakannya dan sebentar saja sinar pedang di tangan Ang-hwa Nio-nio sudah mengurungnya. Dengan sekuat tenaga Cui Sian mempertahankan diri.
Tiba-tiba terdengar suara "kok-kok-kok!" dan Cui Sian terlempar ke belakang sambil mengeluh dan pedangnya terlepas dari tangan. la roboh dan pingsan, terkena pukulan Katak Sakti yang dilontarkan Bo Wi Sianjin yang membantu Ang-hwa Nio-nio.
Koleksi Kang Zusi351
Jaka Lola Kho Ping Hoo Kini Ang-hwa Nio-nio dengan sikap beringas seperti harimau betina kelaparan, menghampiri Pendekar Buta dari belakang, dengan pedang di tangan. Di lain fihak, Bo Wi Sianjin yang hendak mernbalas dendam atas kematian suhengnya, Ka Chong Hoatsu, menghampiri Raja Pedang. Keduanya melihat kesempatan yang baik sekali, selagi dua orang musuh besar itu saling libat dengan tenaga sin-kang yang sukar dilepas begitu saja, untuk melakukan balas dendam mereka.
"Tan Beng San, mungkin kau tidak mengenalku. Aku adalah Bo Wi Sianjin dari Mongol, sengaja datang mencarimu untuk membalaskan kematian suheng Ka Chong Hoatsu."
"Tunggu dulu, Sianjin," kata Ang-hwa Nio-nio sambil tertawa mengejek. "Kita harus bergerak berbareng, biarkan aku bieara dulu kepada musuhku, si buta sombong ini. Heh, Kwa Kun Hong, kau tentu masih ingat akan Ang-hwa Sam-ci-moi, bukan" Nah, aku Kui Ciauw. Saat engkau menyusul arwah kedua orang saudaraku telah tiba'" Setelah berkata demikian, Ang-hwa Nio-nio memberi isyarat kepada Bo Wi Sianjin untuk turun tangan.
"Curang!" Hui Kauw memaksa diri meloncat dan menerjang Ang-hwa Nio-nio dengan pukulannya. Akan tetapi tenaganya telah lemah dan bekas pukulan Pai-san-jiu dari Maharsi tadi masih se-tengah melumpuhkan kaki tangannya, maka serangannya ini tidak ada artinya bagi Ang-hwa Nio-io. Dengan mengibas-kan tangan kirinya, Ang-hwa Nio-nio berhasil menangkis dan sekaligus menam-par, tepat mengenai leher Hui Kauw sehingga nyonya ini terjungkal dan pingsan, tak jauh dari Cui Sian yang masih tak sadarkan diri.
Kembali Ang-hwa Nio-nio memberi isyarat. Betapapun juga, agaknya ia mem-punyai rasa malu untuk menyerang Kun HOng dari belakang dengan pedangnya, tahu bahwa Pendekar Buta sedang dalam keadaan tidak berdaya sama sekali. Apalagi Bo Wi Sianjin yang menyerang Kaja Pedang juga bertangan kosong, maka ia menyimpan pedangnya dan mengerahkan tenaga memukul ke arah jalan darah pusat di punggung Kun Hong. Juga Bo Wi Sianjin mengerahkan tenaga memukul tai-hui-hiat Raja Pedang.
Pada saat kedua orang ini melakukan serangan curang dari belakang, terdengar Bhok Hwesio tertawa mengejek, bukan seperti orang tertawa biasa melainkan seperti suara seekor kerbau mendengus.
"Desssss.....!!" Pukulan yang disertai saluran tenaga Iweekang tinggi itu mengenai sasaran.
Terdengar jerit mengerikan dari mulut Ang-hwa Nio-nio dan pekik nyaring dari mulut Bo Wi Sianjin. Kedua orang ini tadi tepat memukul punggung kedua orang sakti yang sedang bertanding itu, akan tetapi akibatnya malah tubuh mereka terlempar ke atas dan ke belakang, kemudian terbanting roboh dalam keadaan tidak bernyawa lagi, dari mulut, hidung dan telinga mereka keluar darah merah!
Kun Hong dan Tan Beng San juga terguling-guling ke belakang, dan ketika mereka berhasil Koleksi Kang Zusi352
Jaka Lola Kho Ping Hoo bangkit berdiri, muka mereka pucat sekali dan napas mereka terengah-engah, menggigit bibir menahan rasa nyeri. Mereka tadi telah tertolong dengan adanya penyerangan dari belakang. Semenjak orang-orang itu muncul dan mendengarkan ucapan-ucapan mereka, Raja Pedang menjadi kaget dan menyesal bukan main, juga marah luar biasa. Demikianpun Kun Hong. Akan tetapi mereka tidak mungkin dapat saling membebaskan diri dari libatan-libatan tenaga sinkang mereka yang sudah saling betot dan saling gempur itu. Kalau secara nnendadak mereka merenggut lepas tenaga mereka tentu mereka akan meng-alami luka hebat yang berakibat maut. Keduanya mengikuti gerak-gerik Bo Wi Sianjin dan Ang-hwa Nio-nio. Betapapun hancur hati mereka mendapat kenyataan betapa Hui Kauw dan Cui Sian jatuh bangun, mereka tidak mampu membantu. Akhirnya mereka mempunyai harapan yang sama, yaitu diserang lawan dari belakang. Baiknya kedua orang lawan itu menyerang dengan tangan kosong.
Inilah kesempatan mereka. Begitu merasa datangnya pukulan di punggung, baik Kun Hong maupun Raja Pedang masing-masing menerima tenaga dorongan lawan dan menggunakan tenaga ini untuk menyalurkan ke belakang lewat punggung sekaligus tenaga itu mereka dapat saling gunakan untuk menghantam pukulan la-wan dari belakang. Dengan adanya gangguan tenaga luar ini, mereka dapat saling membebaskan diri karena tenaga serangan masing-masing telah disalurkan oleh lawan dan mendapatkan sasaran berupa penyerang-penyerang itu. Kesaktian macam ini tak dapat dilakukan oleh sembarang orang, dan biarpun Pendekar Buta dan Raja Pedang sendiri, sungguhpun berhasil merobohkan Ang-hwa Nio-nio dan Bo Wi Sianjin yang sakti sampai tewas dengan pukulan mereka sendiri, namun keduanya tidak terluput daripada luka di sebelah dalam yang hebat!
Baik Ang-hwa Nio-nio maupun Bo Wi Sianjin, sama sekali tidak menyangka akan hal ini, bahkan Maharsi sendiri pun tidak mengerti. Hanya Bhok Hwesio tokoh Siauw-lim-pai yang lihai itu tahu akan hal ini dan sudah menduganya, ma-ka tadi dia mendengus mengejek kepada dua orang penyerang gelap itu.
Pada saat itu, dua puluh orang lebih para pengikut Ang-hwa Nio-nio, marah bukan main melihat pemimpin mereka tewas. Dengan senjata pedang dan golok, mereka menerjang maju. Melihat Pendekar Buta dan Raja Pedang sudah terluka hebat, mereka menjadi besar hati dan menyerang kalang-kabut. Akan tetapi, biarpun gerakan-gerakannya sudah amat lambat dan tenaga mereka sudah ter-buang setengahnya lebih, namun menghadapi segala orang kasar ini tentu saja kedua pendekar sakti itu masih jauh lebih kuat. Setiap kali mereka berdua menggerakkan kaki atau tangan, tentu ada pengeroyok yang roboh dengan dada pecah atau kepala remuk. Dalam ke-marahan mereka, Pendekar Buta dan Raja Pedang mengamuk hebat, tidak memberi ampun lagi kepada lawan-lawan mereka. Hal ini adalah tidak sewajarnya karena biasanya kedua orang pendekar sakti itu amat murah hati dan tidak mau sembarangan membunuh lawan. Soalnya adalah karena mereka menyangka bahwa isteri dan anak mereka telah tewas terbunuh musuh, maka kedukaan dan ke-marahan yang bercampur aduk dengan penyesalan besar serta sakit hati membuat mereka menjadi ganas.
Koleksi Kang Zusi353
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Losuhu, kau tadi sudah tahu bahwa dua teman kita akan celaka. Kenapa kau hanya mendengus, tidak mencegah mereka?" Sementara itu Maharsi bertanya penasaran kepada Bhok Hwesio, tidak mempedulikan anak buah Ang-hwa Nio-nio yang bagaikan sekelompok laron menyerbu api itu.
"Hemmm, mereka tolol, juga curang. Sudah sepantasnya mampus," jawab Bhok Hwesio. la seorang tokoh besar dari Siauw-lim-pai, biarpun dia tersesat dalam kejahatan, namun dia tetap seorang hwe-sio yang memiliki tingkat kepandaian tinggi dan amat percaya akan kepandaian sendiri. Oleh karena itu Bhok Hwesio memandang rendah orang-orang yang berwatak curang. Semenjak Ang-hwa Nio-nio menggunakan siasat mengadu domba keluarga Raja Pedang dan keluarga Pendekar Buta, dia sudah memandang rendah Ang-hwa Nio-nio, akan tetapi seperti biasa, karena bukan urusannya, Bhok Hwesio tidak peduli.
Maharsi mendongkol bukan main. Akan tetapi karena dia tahu bahwa menghadapi hwesio tinggi besar yang selalu meram ini dia tidak akan dapat berbuat apa-apa untuk melampiaskan kegennasan hatinya, dia hanya merenggut saja dan me-mandang ke arah dua orang musuhnya. Diam-diam dia kaget dan juga kagum. Jelas bahwa dua orang itu sudah terluka hebat, malah besar kemungkinan takkan dapat hidup lagi. Akan tetapi bagaikan orang mencabuti rumput mudahnya, dua puluh tiga orang pengeroyoknya itu roboh malang-melintang bertumpang-tindih dan mati semua. Sebentar saja tidak ada seorang pun pengeroyok lagi yang masih hidup!
Raja Pedang melompat ke arah puterinya dan Pendekar Buta menghampiri isterinya, tangannya meraba-raba, mencari-cari. Akhirnya dia menemukan tubuh isterinya dan cepat-cepat melakukan pemeriksaan seperti yang dilakukan Raja Pedang terhadap puterinya.
"Syukur kau selamat, Hui Kauw....." terdengar suara Kun Hong terharu, kemudian ia menoleh ke arah Raja Pedang. "Bagaimana keadaan Cui Sian, Locian-pwe?"
"Dia pun selamat, hanya terluka daH pingsan. Kun Hong, kita menghadapi dua orang lawan yang amat tangguh..... entah bagaimana aku akan dapat melawan mereka..... aku terluka hebat....."
Raja Pedang tersedak dan eepat dia duduk bersila untuk mengatur napas dan berusaha mengembalikan tenaganya. Namun dengan kaget dia mendapat kenyataan bahwa tenaganya lenyap setengahnya lebih dan dadanya terasa sakit. Terang bahwa tak mungkin dia dapat bertempur menghadapi lawan berat. Sedangkan dia tahu betul betapa saktinya Bhok Hwesio.
Dalam keadaan sehat saja belum tentu dia mampu menandingi hwesio itu, apalagi dalam keadaan terluka hebat seperti ini.
"Saya..... saya pun terluka...... Locianpwe....." Kun Hong juga merasa dadanya sakit sekali, akan tetapi dia segera menghampiri Raja Pedang, lalu menempel-kan tangannya pada Koleksi Kang Zusi354
Jaka Lola Kho Ping Hoo punggung orang tua itu untuk memeriksa. Kagetlah hatinya mendapat kenyataan bahwa Raja Pedang benar-benar terluka hebat. Tanpa ragu-ragu lagi dia lalu mengerahkan sisa tenaga sinkangnya untuk disalurkan melalui punggung dan membantu Si Raja Pedang.
Hawa hangat menjalar dari tangan Kun Hong dan rasa panas memenuhi dada Raja Pedang.
Rasa sakit sekitar jantungnya mendingan dan dia lalu menolak tangan Kun Hong dengan halus.
"Cukup, Kun Hong. Terima kasih..... kau sendiri lemah, jangan mengerahkan tenaga lagi.
Kun Hong, kau..... kaumaafkan aku..... benar-benar aku telah terburu nafsu seperti katamu....."
"Sudahlah, Locianpwe. Yang perlu sekarang bagaimana kita harus meng-hadapi mereka."
Raja Pedang lalu melompat bangun, memaksa diri bersifat gagah ketika dia melempar-lempar mayat para pengeroyok yang menghalang di depan kakinya. Dengan langkah tegap dia menghampiri Bhok Hwesio dan Maharsi, lalu berdiri tegak dan bertanya dengan suara berwibawa.
"Bhok Hwesio, setelah segala kecurangan digunakan oleh fihakmu, sekarang kau mau apa lagi?" Di dalam ucapan yang sederhana ini terkandung nada menantang dan mengejek.
Mendengar suara menantang dan sikap j yang gagah ihi sejenak Bhok Hwesio ter-cengang dan dia membuka matanya untuk menatap penuh perhatian, mengira bahwa Raja Pedang itu telah dapat memulihkan tenaganya maka dapat bersikap segagah itu. Akan tetapi pandang mata-nya segera mendapat kenyataan bahwa orang di depannya ini masih terluka hebat dan tenaganya tinggal sedikit lagi. la menghela napas dan diam-diam merasa kagum sekali.
"Tan Beng San, segala urusan kotor yang dilakukan Ang-hwa Nio-nio tiadt sangkut-pautnya dengan pinceng (aku) Pinceng mencarimu. untuk membereskar perhitungan lama."
"Bhok Hwesio, dua puluh tahun yang lalu kau tersesat kemudian datang Thian Ki Losuhu yang menjadi suhengmu dan membawamu kembali ke Siauw-lim-pai. Apakah selama dua puluh tahun ini kau belum juga dapat mengubah kesesatan-mu?"
"Tan Beng San, kau sungguh bermulut besar. Karena kau, pinceng menderita puluhan tahun.
Tapi sekarang kau telah terluka, sayang sekali. Tidak enak melawan orang sudah terluka parah, akan tetapi tidak bisa pinceng melepaskanmu begitu saja. Raja Pedang, hayo kau lekas berlutut dan minta ampun sambil meng-angguk tiga kali di depanku, baru pin-ceng mau melepaskanniu dan memberi waktu kepadamu untuk nnenyembuhkan lukamu, setelah itu baru kita bertanding melunasi perhitungan lama."
Koleksi Kang Zusi355
Jaka Lola Kho Ping Hoo Tidak ada penghinaan bagi seorang pendekar silat yang lebih hebat daripada menyuruhnya mengaku kalah dan berlutut minta arnpun! Kalah menang dalam pertandingan bagi seorang pende-kar adalah lumrah, Raja Pedang sendiri tentu takkan merasa penasaran kalau memang dia kalah dalam pertandingan melawan musuh yang lebih pandai. Akan tetapi mengaku kalah sebelum bertanding, apalagi berlutut minta ampun" Lebih baik mati!
Perasaan marah yang men-datang karena mendengar penghinaan ini menyesakkan dada Tan Beng San yang terluka, membuatnya sukar bernapas. Oleh karena itu, dia tidak menjawab ucapan Bhok Hwesio, melainkan mem-balikkan tubuhnya membelakangi hwesio tua itu dan duduk bersila, meramkan mata.
"Tan Beng San, kau berjuluk Raja Pe-dang, ketua Thai-san-pai. Mana kegagahanmu" Hayo kau lawan aku! Kalau tidak berani, lekas berlutut minta ampun!" bentak Bhok Hwesio pula.
Namun Raja Pedang tidak menjawab, tetap meramkan mata dan duduk bersila tak bergerak seperti patung. la maklum bahwa nyawanya berada di dalam genggaman musuh, kalau musuh menghendaki, dia dan Kun Hong pasti akan tewas karena untuk melawan mereka tidak mam-pu lagi.
"Bhok-losuhu, kenapa tidak pukul pecah saja kepalanya" Manusia-manusia sombong ini harus dihajar, baru kapok. He, manusia buta, hayo kaulawan aku, Maharsi yang tak terkalahkan; Kau sudah membunuh tiga orang Sam-ci-moi yang menjadi adik-adik seperguruanku, juga sahabatku Bo Wi Sanjin telah tewas. Untuk menebus kematian mereka, kau harus mati empat kali'" Maharsi menghampiri Kun Hong yang juga duduk bersila sambil memusatkan perhatiannya untuk mengobati luka dalam yang amat berat. Seperti juga Raja Pedang, dia maklum bahwa melawan akan sia-sia ! belaka karena lukanya hebat. Lebih baik berusaha untuk memulihkan tenaga saktinya dari pada melawan dan kalah. Melawan berarti kalah dan mati. Kalau tidak melawan ada dua kemungkinan, pertama, mungkin lawan akan membunuhnya pula, akan tetapi kalau terjadi hal demikian, berarti lawan melakukan kecurangan besar yang akan merupakan hal yang mencemarkan nama sendiri. Kemungkinan ke dua, lawan akan cukup memiliki kegagahan sehingga segan menyerang orang yang terluka dan sedang bersamadhi mengobati lukanya sehingga dia akan terbebas daripada kematian dan kekalahan. Akan tetapi dia juga yakin bahwa hal ke dua ini sukar akan dia dapatkan dari lawan yang jahat, maka keselamatan nyawanya berada di dalam genggaman lawan dan dia menyerahkan nasib kepada Tuhan.
"Maharsi," kata Pendekar Buta perlahan, "aku tidak kenal padamu dan tidak tahu kau manusia macam apa. Akan tetapi aku tahu bahwa hanya seorang rendah budi, seorang pengecut yang curang, seorang yang sama sekali tidak ada harganya saja yang menantang lawan yang berada dalam keadaan terluka parah. Mungkin engkau termasuk orang rendah macam itu, atau mungkin juga tidak, aku tidak tahu."
"Keparat! Kau sudah meriibunuh adik-adikku, sekarang niengharapkan ampun dariku" Tidak Koleksi Kang Zusi356
Jaka Lola Kho Ping Hoo mungkin! Kaulah yang rendah dan hina, Adik-adikku yeng lemah kaubunuh, sekarang menghadapi aku ka-rena kau merasa tidak akan inenang, kau beraksi luka parah!" Setelah berkata demikian, Maharsi menendang. Tubuh Kun Hong terguling-guling sampai tiga meter lebih, akan tetapi tetap dalam keadaan bersila, dan setelah berhenti terguling-guling dia juga tetap duduk bersila
Hal ini saja membuktikan bahwa biarpun keadaannya terluka parah, Pendekar Buta itu benar-benar amat lihai. Diam-diam Maharsi terkejut juga. Dengan langkah lebar dia menghampiri, kedua lengannya digerak-gerakkan karena dia mengerahkan sinkang untuk menghantam dengan Pai-san-jiu, llmu pukulannya yang dia andalkan.
"Kau ingin marnpus" Kaukira aku, Maharsi tidak mampu sekali pukul menghancurkan kepalamu" Batu dan pohop remuk oleh pukulanku ini, tahu?" la tiba-tiba menghantamkan kepalan tangan kanannya ke arah sebatang pohon di sebe-lahnya dan teMengar suara keras, batang pohon itu Pemuk dan tumbanglah pohon itu Maharsi tertawa bergelak. "Kau melihat Itu" Eh..... matamu buta, kau tidak pandai melihat. Kau tentu mendengar itu, bukan"
Nah, apakah kepalamu lebih keras daripada batang pohon?"
Kun Hong tersenyum dan berkata, nadanya mengejek, "Kasihan sekali kau, Maharsi. Menilik suaramu, kau seorang tua bangka yang kembali seperti kanak-kanak. Dengan ilmu pukulanmu itu, kau seperti kanak-kanak mendapat permainan baru dan menyombong-nyombongkannya, padahal kelak kau akan menyadari bahwa ilmu itu tiada gunanya sama sekali, seperti kanak-kanak bosan pada permainan yang sudah butut. Menumbangkan pohon, apa sukarnya" Segala sifat merusak mudah dilakukan, anak kecil pun bisa. Apa anehnya?"
Maharsi marah sekali dan kakinya mencak-mencak. "Setan, kau akan ku-bunuh sedikit demi sedikit, jangan kira kau akan dapat memanaskan hatiku sehingga aku akan membunuhmu begitu saja! Kau memanaskan hati agar aku membunuhmu seketika sehingga kau tidak menderita" Ho-ho-ho, aku tidak sebodoh itu. Kau akan kusiksa, kubunuh sekerat demi sekerat untuk membalaskan sakit hati adik-adikku!"
Pendeta barat itu kini melangkah maju, tangannya yang berlengan panjang diulur ke depan, siap mencengkeram tubuh Kun Hong dan menyiksanya. Pen-dekar Buta hanya tersenyum dan bersila, sikapnya tenang. Kebetulan sekali Cui Sian sadar lebih dulu daripada pingsannya. Gadis ini berada dekat dengan Ma-harsi yang nnelangkah maju. Melihat si-kap yang mengaocam dari pendeta itu terhadap Kun Hong yang tidak mampu melawan, Cui Sian marah sekali. la juga sudah terluka, namun tidak sehebat Kun Hong lukanya. Sambungan tulang pundak kanan terlepas dan dadanya agak Sesak akibat pukulan Katak Sakti yang dilontarkan Bo Wi Sianjin kepadanya. Melihat Kun Hong terancam maut, dan meng-ingat bahwa ia dan ayahnya telah menuduh secara keliru sehingga terjadi malapetaka ini, Cui Sian melompat dengan nekat dan menyerang Maharsi untuk menolong Kun Hong.
Koleksi Kang Zusi357
Jaka Lola Kho Ping Hoo Biarpun keadaannya terluka, namun serangan Cui Sian yang nekat ini cukup hebat. la menggunakan jurus Sian-Ii-siu-goat (Dewi Sambut Bulan), tentu saja ia hanya dapat memukul dengan tangan kiri, maka ia sengaja menggunakan pukulan yang mengandung tenaga lemas untuk menyesuaikan keadaannya yang terluka. Namun pukulan yang halus ini merupakan jangkauan tangan maut karena yang diserang adalah bagian yang mematikan di ulu hati. Biarpun penyerangnya hanya seorang gadis jelita yang sudah terluka parah, namun kalau Maharsi berani menerimanya tanpa mengelak maupun menangkis, jurus puteri Raja Pedang ini masih cukup kuat untuk menamatkan riwayat Maharsi!
Tentu saja sebagai seorang berilmu tinggi, Maharsi dapat membedakan mana serangan ampuh dan mana yang bukan. la tahu bahwa selama itu, gadis puteri ketua Thai-san-pai ini masih amat berbahaya dan serangannya tak boleh dipandang ringan. la mengeluarkan suara ketawa mengejek, kedua lengannya yang panjang itu menyambut, menangkap lengan Cui Sian dan dengan gentakan kuat dia melemparkan tubuh Cui Sian ke arah ayah-nya! Karena nadi pergelangan tangannya sudah dipencet, Cui Sian kehabisan te-naga dan ia tentu akan terbanting pada tubuh ayahnya yang duduk bersila kalau saja orang tua sakti itu tidak mengulur tangan dan menyambutnya. Biarpun Tan Beng San sudah terluka hebat dan parah, namun menyambut tubuh puterinya ini masih merupakan hal yang mudah baginya.
Cui Sian memeluk ayahnya dan menangis, "Ayah..... kita harus tolong Suheng....."
Beng San menggeleng kepala. "Keadaanku tidak mengijinkan untuk menolong orang lain maupun menolong sendiri, Sian-ji. Kun Hong hebat sekali tadi sehingga luka di tubuhku amat parah. Biarlah, mari kita menoton orang-orang gagah perkasa tewas di tangan orang-orang pengeout rendah dan hina!" Ucapan ini keluar dengan suara nyaring dari mulutnya sehingga Bhok Hwesio menjadi nierah sekali mukanya.
"Ketua Thai-san-pai, aku bukan pengecut yang suka membunuh lawan yang teriuka. Akan tetapi untuk menebus dosamu dan untuk mencegah perjalananku tidak sia-sia, kau harus berlutut minta ampun kepada pinceng. Baru pinceng mau melepaskanmu untuk bertanding di lain hari," katanya marah.
"Hwesio sesat, kau mau bunuh boleh bunuh, apa artinya mati" Yang harus dikasihani adalah kau yang pada lahirnya merupakan seorang hwesio, namun di sebelah dalam kau bergelimang dengan kesesatan!"
"Pinceng takkan membunuhmu, kalau kau tidak mau berlutut minta ampun, pinceng hanya akan mencabut kesaktianmu agar selanjutnya pinceng dapat hidup tenteram, tidak memikirkan soal balas dendam lagi," jawab Bhok Hwesio, nada suaranya seperti orang kesal.
Diam-diam Beng San dan puterinya kaget bukan main. Mereka maklum apa artinya Koleksi Kang Zusi358
Jaka Lola Kho Ping Hoo mencabut kesaktian. Berarti bahwa kakek gundul itu hendak melumpuhkan kaki tangan sehingga Raja Pedang takkan mungkin melakukan gerakan silat lagi. Dan perbuatan seperti itu lebih menyiksa daripada membunuh. Lebih ringan dibunuh daripada dijadikan seorang tapadaksa yang hidupnya tiada gunanya lagi.
"Ha-ha-ha. Losuhu benar sekali! Mengapa aku tidak berpikir sampai di situ?" Maharsi tertawa bergelak mendengar ini. "Alangkah akan menyenangkan begitu, melihat musuh besar menjadi seorang yang hidup tidak mati pun tidak. Orang buta, aku juga tidak akan membunuhmu, aku akan membikin kau dan isterimu menjadi orang-orang tiada guna, ho-ho-ha-ha-hah!" Sambil berkata demikian, Maharsi melangkah maju mendekati Hui Kauw yang masih setengah pingsan. Sekali meraih dia telah menyambar tubuh nyonya itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepalanya.
"Ho-ho-ho, Pendekar Buta, kau dengar baik-baik betapa aku akan membuat isterimu seorang tapadaksa selama hidupnya dan kau boleh menyesalkan perbuatanmu membunuh adik-adik seperguruanku!"
Muka Kun Hong pucat sekali. Telinga-nya dapat mengkuti setiap gerakan Ma-harsi dan tahulah dia bahwa keadaan isterinya takkan dapat ditolong lagi. Suaranya terdengar dalam dan menyeramkan ketika dia berkata, "Maharsi, kau benar-benar gagah perkasa, menghina seorang wanita yang tak berdaya lagi. Kalau memang kau laki-laki gagah, jangan ganggu wanita dan kau boleh ber-buat sesuka hatimu terhadap aku!"
"Ha-ha-ho-ho-ho! Ngeri hatimu, Pendekar Buta" Ada banyak cara membikin orang kehilangan kepandaiannya, di antaranya, memutuskan otot-otot dan menghancurkan tulang-tulang. Isterimu cantik, biar sudah setengah tua niasih cantik dan kau tidak bermata, tiada bedanya bukan" Biar kupatahkan tulang-tulangnya, tulang kaki tangan dan punggung.
Ha-ha-ha, tentu menjadi bengkok-bengkok kaki tangannya, dan punggungnya menjadi bongkok! Pendekar Buta, kau dapat mendengarkan patahnya tulang-tulang tubuh isterimu.....!"
Kun Hong diam saja, hanya berdo"a semoga isterinya tewas saja dalam penghinaan itu. Mati adalah jauh lebih ringan. la sendiri tidak dapat berbuat apa-apa. Keadaan sudah amat kritis dan agaknya tidak ada yang dapat menolong isteri Pendekar Buta daripada malapetaka yang hebat itu.
Tiba-tiba terdengar suara orang berkata-kata. Akan tetapi tak ada yang mengerti artinya, karena suara itu berkata-kata dalam bahasa asing. Kecuali Maharsi yang agaknya mengerti artinya, karena tiba-tiba dia menurunkan tubuh Hui Kauw, tidak jadi menggerakkan tangan memukul. Matanya terbelalak menoleh ke arah suara. Betapa dia tidak akan kaget sekali mendengar kata-kata dalam bahasa Nepal, dan kata-kata itu justeru merupakan sumpah di depan gurunya dahulu yang berbunyi, "Tidak akan mernpergunakan kepandaian untuk melakukan kejahatan."
Koleksi Kang Zusi359
Jaka Lola Kho Ping Hoo Alangkah herannya ketika dia melihat di situ muncul seorang pemuda berpakaian putih sederhana, yang memandangnya dengan sepasang mata penuh wibawa.
"Siapa kau" Apa yang kau katakan tadi?" Ia membentak, tubuh Hui Kauw masih di tangan kiri, dicengkeram baju di punggungnya.
"Maharsi, setelah gurumu tidak ada lagi, kau hidup tersesat. Guruku yang mulia, pendeta Bhewakala telah dua kali memberi ampun kepadamu, mengingat kau masih murid sutenya.
Akan tetapi tidak ada kejahatan yang bisa diampuni sampai tiga kali. Kalau kau melanjutkan perbuatanmu yang biadab, menggunakan kepandaian untuk menghina wanita yang tak berdaya, aku akan mewakili guruku memberi hukuman kepadamu!"
Pemuda itu bukan lain adalah Yo Wan. la belum pernah berjumpa dengan Maharsi, akan tetapi melihat pendeta Jangkung ini dia segera teringat akan cerita mendiang gurunya di Himalaya, tentang pendeta Nepal yang murtad dan sesat, yaitu Maharsi yang masih terhitung murid keponakan gurunya itu. la tiba di situ bersama Lee Si dan gadis ini serta merta lari dan memeluk Cui Sian sambil bertanya apa gerangan yang terjadi. Ketika ia melihat jenazah ayahnya menggeletak dalam lubang kuburan, Lee Si menjerit, menubruk dan roboh terguling, pingsan. Cui Sian segera memeluk dan memondongnya ke dekat ayahnya, menjauhi jenazah. Adapun Yo Wan ketika melihat subonya (ibu guru) berada dalam cengkeraman Maharsi dan terancam malapetaka hebat, segera dia menggunakan kata-kata dalam bahasa Nepal untuk mengalihkan perhatian Maharsi dan kini rnenyerangnya dengan kata-kata.
Sementara itu, Maharsi yang tadinya terkejut, kini tertawa mengejek, akan tetapi dia melepaskan tubuh Hui Kauw dan melempar nyonya itu ke arah Pendekar Buta. "Huh, boleh kutunda sebentar permainan dengan Pendekar Buta. Kau ini bocah lancang sombong.
Apakah kau yang pernah kudengar diambil murid oleh supek (uwa guru) Bhewakala, seorang bocah yatim piatu dari timur?"
"Benar, Maharsi. Aku Yo Wan murid Bhewakala."
"Dengan maksud apa engkau rnencegah perbuatanku" Apakah kau hendak membela Pendekar Buta dan Raja Pedang?"
"Aku hanya akan membela yang benar. Aku mencegah perbuatanmu karena tidak ingin melihat kau melakukan per-buatan sesat, mengingat bahwa kau masih ada hubungan perguruan dengan aku."
"Ho-ho-ha-ha-ha, bocah masih ingusan berani memberi petunjuk kepadaku" Yo Wan, kau sombong seperti supek! Aku..... benar dua kali aku mengalah terhadapnya, mengingat dia Koleksi Kang Zusi360
Jaka Lola Kho Ping Hoo seorang tua. Akan tetapi terhadap kau aku tidak sudi mengalah. Hayo pergi sebelum timbul ma-rahku dan menghajarmu!"
"Maharsi, kalau kaulanjutkan kesesatanmu, terpaksa aku yang akan memberi hukuman kepadamu, mewakili mendiang guruku."
Keduanya sudah saling menghampiri, keadaan menjadi tegang. Pendekar Buta, Hui Kauw yang sudah sadar, Raja Pedang, Cui Sian, dan Lee Si merasa betapa jantung mereka berdebar penuh ketegangan. Yo Wan merupakan pemuda harapan mereka, satu-satunya orang yang dapat diharapkan menolong mereka keluar dari jurang malapetaka yang mengancam hebat. Akan tetapi diam-diam mereka bersangsi, dapatkah pemuda itu melawan Maharsi yang amat lihai" Dan di situ masih ada lagi Bhok Hwesio yang berdiri seperti patung, atau agaknya seperti sudah pulas sambil berdiri karena kedua matanya meram. Hanya Cui Sian seorang yang penuh percaya akan kesaktian Yo Wan. Diam-diam gadis ini merasa terharu. Satu-satunya pria yang ia kagumi, yang ia harapkan, yang menimbulkan debar aneh di jantungnya, kini muncul dalam saat yang amat berbahaya untuk menolong dia sekeluarga. la menjadi girang sekafi sungguhpun kegirangan itu bercampur dengan rasa khawatir juga.
"Ha-ha-ha, Yo Wan. Kalau sekarang gurumu masih hidup, ingin aku mencobanya dengan ilmuku yang baru. Akan tetapi karena dia sudah mampus, kaulah penggantinya. Ha-ha-ha, kalau dulu aku sudah memiliki ilmu ini, kiranya dia tidak akan mampu menundukkan aku.
Kau terimalah ini!" Tubuh yang miring-miring itu tiba-tiba bergerak dan tangannya yang panjang mengirim pukulan Pai-san-jiu beruntun sampai tiga kali. Hebat bukan main pukulan ini. Angin pukulan-nya berdesir menimbulkan suara bersiutan. Memang kali ini Maharsi mengerahkan tenaganya untuk pamer, juga dalam kegemasannya untuk segera merobohkan murid supeknya yang mengganggu ini, sekaligus membalas sakit hatinya, karena dahulu sampai dua kali dia dirobohkan dan ditekan oleh Bhewakala ketika dia mengganggu seorang gadis dusun, dan kedua kalinya ketika dia berusaha me-rampas sebuah kuil untuk tempat dia bertapa dari tangan pertapa lain.
Melihat hebatnya pukulan dengan tu-buh miring ini, Yo Wan tidak berani memandang ringan. la cukup maklum betapa ilmu pukulan dari Nepal disertai tenaga mujijat dari latihan kekuatan batin. Akan tetapi, tanpa menahan pukulan dengan tangkisannya, dia juga tidak akan dapat mengukur sampai di mana kehebatan tenaga pukulan lawan itu. Oleh karena inilah, maka setelah menggunakan langkah ajaib dari Si cap it Sin-po untuk menghindarkan dua pukulan, dia lalu mengangkat tangan menangkis pukulan ke tiga.
"Desssssl?" Dua telapak tangan bertemu dan Maharsi melanjutkan dengan cengkeraman, akan tetapi bagaikan belut licinnya, telapak tangan pemuda itu su-dah lepas pula, karena Yo Wan cepat menariknya ketika tubuhnya terpental dan terhuyung-huyung ke belakang.
"Heh-heh-heh, mana kau mampu menahan pukulanku, bocah?" Maharsi mengejek dan Koleksi Kang Zusi361
Jaka Lola Kho Ping Hoo seperti seekor kepiting, tubuhnya yang miring itu merayap maju untuk menerjang lagi.
Karena yakin bahwa pemuda itu tidak akan mampu menahan serangan-serangannya, Maharsi lalu melancarkan serangan beruntun dengan ilmu pukulan Pai-san-jiu yang amat lihai. Yo Wan tetap menghindarkan pukulan-pukulan itu dengan Si-cap-it Sin-po, sehingga tampaknya dia selalu terhuyung-huyung dan terdesak hebat, sungguhpun tak pernah ada pukulan yang, menyentuh tubuhnya.
"Hebat pemuda itu....." RaJa Pedang Tan Beng San memuji perlahan.
"Ayah, dia terdesak..... bagaimana kalau dia kalah.....?" Cui Sian berkata lirih penuh kekhawatiran.
Mendengar suara anaknya ini, Beng San menoleh dan memandang aneh, lalu tersenyum.
"Sian-ji, kau kenal dia?"
Dalam keadaan terluka seperti itu, kedua pipi halus Cui Sian masih sempat memerah.
Maklum bahwa ayahnya sedang menatapnya, ia tidak berani, balas memandang, takut kalau-kalau sinar matanya akan bercerita sesuatu tentang isi hatinya.
"Aku pernah bertemu dengan dia, Ayah. Dia Yo Wan, murid Kwa-suheng....."
Raja Pedang mengangguk-angguk. "Pantas..... pantas langkah-langkah itu terang adalah langkah ajaib yang dimiliki Kun Hong. Tapi dia tadi mengaku murid Bhewakala....."
"Ayah, pendeta itu begitu lihai, bagaimana kalau Yo-twako kalah.....?" kembali Cui Sian menyatakan kekhawatirannya ketika ia memandang ke arah per-tempuran.
"Dia tidak akan kalah," jawab Raja Pedang.
Sementara itu Lee Si sadar dari pingsannya dan gadis ini menangis tersedu-sedu. "Siapa membunuhnya, Bibi" Siapa" Kong-kong (Kakek), ayah dibunuh orang, kenapa Kong-kong diam saja?"
Raja Pedang Tan Beng San tidak menjawab, hanya menghela napas panjang. Pertanyaan cucunya ini mengingatkan dia akan kecerobohannya, menuduh Pendekar Buta sehingga dia dan Pendekar Buta terluka parah, sehingga tidak mampu menghadapi lawan-lawan tangguh.
Akan tetapi Cui Sian merangkul Lee Si dan berkata lirih,
"Tenanglah Lee Si. Kami semua terluka parah sebagai akibat membela kematian ayahniu.
Pembunuh ayahmu adalah Ang-hwa Nio-nio, dia sudah tewas. Akah tetapi masih ada Maharsi dan Bhok Hwesio yang lihai, sedangkan kami semua terluka. Mudah-mudahan Yo twako dapat menolong kita, kalau tidak....."
Koleksi Kang Zusi362
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Aku tidak terluka, biar aku membantunya!" Lee Si melompat bangun.
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lee Si, duduklah! Jangan ganggu dia!" tiba-tiba Raja Pedang mencegah. Gadis itu kecewa sekali, akan tetapi suara kakeknya demikian berwibawa sehingga ia tidak berani membantah, lalu menjatuhkan diri lagi duduk di atas rumput dekat Cui Sian yang memeluknya. Lee Si menangis lagi sambil melihat arah lubang di tanah, di mana menggeletak jenazah ayahnya. Kemudian ia menengok ke sekeliling dan melihat mayat-mayat orang amat banyak malang-melintang memenuhi tempat itu. Biarpun Lee si puteri suami isteri berilmu tinggi dan ia sendiri adalah seorang pendekar wanita yang lihai, ia bergidik juga menyaksikan penglihatan yang menyeramkan itu. Ada dua puluh lima sosok mayat yang malang-melintang di tempat itu!
Sementara itu, Hui Kauw juga memegang lengan suaminya dan menekannya erat-erat ketika melihat munculnya Yo Wan tadi. Kun Hong tentu saja sudah mendengar suara muridnya, dan jantung Pendekar Buta ini pun berdebar tegang.
Tanpa disengaja, Hui Kauw menyatakan kekhawatiran hatinya yang serupa dengan kekhawatiran Cui Sian. "Dia belum belajar apa-apa darimu, bagaimana kalau dia kalah.....?"
Dan seperti juga Raja Pedang dalam menjawab puterinya, kini Pendekar Buta berkata kepada isterinya, "Tenanglah, dia tidak akan kalah." Jawabannya mantep dan penuh keyakinan.
Biarpun kedua matanya tak dapat melihat lagi, namun pendengaran Pendekar Buta yang tajam dapat membedakan gerakan Yo Wan dan gerakan Maharsi, malah dia dapat menduga bahwa Yo Wan sengaja berlaku murah kepada murid keponakan Bhewa-kala itu.
Dugaan Pendekar Buta dan dugaan Raja Pedang memang tepat sekali. Dalam pertemuan tenaga tadi, Yo Wan sudah mengukur kekuatan lawan dan tahulah dia bahwa pukulan Pai-san-jiu dari Maharsi itu mengandung tenaga mendorong dan menekan dari hawa sakti Yang-kang. la maklum bahwa pukulan macam itu amat berbahaya bagi orang-orang yang menghadapi Maharsi dengan tenaga keras, akan tetapi sesungguhnya hilang bahayanya kalau dihadapi dengan tenaga halus. Oleh karena itu dia sengaja mainkan langkah-langkah ajaib dari Si-cap-it Sin-po sehingga semua pukulan dahsyat itu hanya nienyambar-nyambar dan menimbulkan angin pukulan yang berputar-putar seperti angin puyuh yang berpusingan.
"Maharsi, sekali lagi, atas nama mendiang suhu Bhewakala, aku memberi kesempatan kepadamu untuk insyaf dan sadar daripada kesesatan, kembali ke jalan benar. Kembalilah ke barat dan jangan ikat dirimu dengan segala macam permusuhan yang tiada gunanya,"
terdengar Yo Wan berkata dengan sabar.
Maharsi tertawa sampai terkekeh-kekeh. "Ho-ho-hah, bocah sombong! Kau benar-benar Koleksi Kang Zusi363
Jaka Lola Kho Ping Hoo tak tahu diri. Kematian sudah di depan mata, sejak tadi kau tidak mampu balas menyerang dan sekali menangkis kau hampir roboh, kau masih berani membuka mulut besar" Hah-hah-hah. Sungguh tak tahu malu dan tak tahu diri....."
"Kau sendiri yang mencari penyakit. Kau yang memutuskan, nanti jangan sesalkan aku!" Yo Wan menutup kata-katanya ini dengan lecutan cambuk yang berbunyi "tar-tar-tar!" disusul sinar cambuk Liong-kut-pian (Cambuk Tulang Naga) warisan Bhewakala.
Menyaksikan cambuk ini, kagetlah Maharsi. Cambuk inilah yang dahulu di tangan Bhewakala yang telah menghajarnya sampai dua kali. Akan tetapi sekarang kepandaiannya sendiri sudah meningkat tinggi sedangkan pemegang cam-buk hanya seorang pemuda! Tentu saja dia tidak menjadi jerih. Sambil mengeluarkan seruan aneh, pendeta jangkung itu menyerbu lagi, tangan kiri menceng-keram ke arah cambuk, tangan kanan mengirini pukulan Pai-san-jiu ke arah lambung Yo Wan.
Namun pemuda ini sudah siap. Kakinya melangkah mundur lalu ke kanan, sehingga serangan itu sekaligus dapat dia hindarkan, kemudian dengan langkah-lang-kah aneh seperti tadi, seperti orang terhuyung-huyung ke depan, dia maju lagi. Maharsi gemas dan juga girang. Cepat dia memapaki tubuh Yo Wan dengan serangan kilat yang dia yakin akan mengenai sasaran. Akan tetapi kembali dia kelipu karena secara aneh dan tiba-tiba tubuh Yo Wan lenyap ketika pemuda itu menyelinap di antara kedua lengannya. Sebelum Maharsi sempat mengirim susulan serangannya, terdengar suara keras di pinggir telinganya.
"Tar!!"
Keringat dingin membasahi muka Maharsi. Ujung cambuk tadi meledak di pinggir telinganya, dekat benar. Kalau tadi mengenai jalan darah atau kepalanya, agaknya dia sudah akan roboh. Rasa penasaran dan malu membuatnya marah dan dengan geraman hebat dia menubruk maju, mengirim pukulan Pai-san-jiu dengan hebat. Pukulan ini merupakan pukulan jarak jauh yang lihai sekali, disusul cengkeraman yang dapat menghancurlumatkan batu karang. Namun sekali lagi dia menubruk dan memukul angin, karena Yo Wan sudah menyelinap pergi, dan sekali dia menggerakkan tangan kanan, cambuknya melecut bagaikan seekor ular hidup, kali ini diam-diam tidak mengeluarkan suara sedikit pun juga, akan tetapi tahu-tahu ujung cambuknya sudah membelit pergelangan tangan kanan Maharsi!
Pendeta itu kaget sekali, cepat mengerahkan tenaganya untuk merenggut lepas tangannya yang terbelit cambuk. Namun sia-sia belaka, karena pada saat itu, dia telah dibetot oleh tenaga luar biasa melalui cambuk. Betapapun dia niempertahankan diri dengan mengerahkan tenaga pada sepasang kakinya, Maharsi tidak mampu menahan dan dia terhuyung ke depan. Tiba-tiba cambuk terlepas dari tangannya dan hampir saja Maharsi roboh terguling kalau saja dia tidak cepat melompat ke samping untuk nnematahkan tenaga dorongan tadi.
Koleksi Kang Zusi364
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Maharsi, sekali lagi kuberi kesempatan. Pulanglah ke barat!" Yo Wan ber-kata lagi nada suaranya keren.
Maharsi termenung, ragu-ragu. Baru saja dia mendapat kenyataan bahwa pemuda murid uwak gurunya itu. benar-benar lihai sekali. Permainan cambuknya tidak saja menyamai Bhewakala, malah lebih aneh dan hebat karena gerakan langkah kaki pemuda itu benar-benar membingungkannya. Gerakan cambuk Bhewakala masih dapat dikenalnya sedikit, akan tetapi langkah kaki itu benar-benar amat sukar dia ikuti sehingga dia tidak dapat menduga dari mana datangnya serangan cambuk. la menjadi serba salah. Jelas bahwa pemuda itu masih memandang perhubungan perguruan dan memberi kesempatan kepadanya. Akan tetapi rasanya amat memalukan kalau harus rnengaku kalah terhadap seorang pemuda. Kalau melawan, dia agak jerih, khawatir kalau-kalau sekali lagi dia akan menderita kekalahan, kali ini malah dari murid uwak gurunya, Bhewakala.
"Sungguh memalukan menjadi seorang pengecut..,.." Yo Wan menengok dan mencari dengan pandang matanya, akan tetapi dia hanya melihat hwesio tua dengan mata meram itu berdiri agak jauh. la menduga bahwa hwesio tua itu yang bicara, akan tetapi hwesio itu tidak menggerakkan mulut dan dia tidak mengenal siapa adanya hwesio tinggi besar itu.
Akan tetapi bagi Maharsi, suara ini mengembalikan keberaniannya. la tadi lupa bahwa di situ masih ada Bhok Hwe-sio yang kesaktiannya telah dia ketahui. Dengan adanya hwesio itu di situ, takut apakah"
"Bocah sombong, Maharsi bukanlah seorang pengecut!" Setelah membentak keras, pendeta Jangkung ini melompat ke depan dan mengirim serangan yang lebih dahsyat daripada tadi.
Yo Wan menjadi gemas sekali. Ia mengerahkan tenaganya, menyalurkan sinkang kepada sepasang lengan lalu sengaja dia menerima serangan itu dengan dorongan kedua lengan.
Kini sepasang lengan bertemu telapak tangannya dan bagaikan diterbangkan angin puyuh, tubuh pendeta itu terjengkang ke belakang dan roboh. Kiranya kali ini dia menggunakan jurus rahasia Pek-in-ci-tiam (Awan Putih Keluarkan Kilat), yaitu jurus yang paling ampuh dari empat puluh delapan jurus Liong-thouw-kun yang dia pelajari dari mendiang Sin-eng-cu. Ketika dia masih kanak-kanak dahulu, dia telah mewarisi jurus-jurus yang khusus dipergunakan oleh Sin-eng-cu untuk menghadapi Bhewakala, juga dari fihak Bhewakala dia mewarisi jurus-jurus sebaliknya. Oleh karena itu, dia sudah hafal betul akan ilmu silat dari barat dan tahu pula akan kelemahan-kelemahannya. Demikian pula, dia dapat segera mengetahui kelemahan Ilmu Pukulan Pat-san-jiu dari Maharsi, maka untuk menghadapinya, dia menggunakan Pek-in-ci-tiam yang sekaligus telah berhasil baik sekali karena Maharsi yang terbanting roboh itu tidak dapat bangun lagi. Tenaga Yang-kang telah membalik ke dalam tubuh pendeta itu sendiri, merusak isi dada dan memecahkan jantung sehingga nyawanya melayang.
Koleksi Kang Zusi365
Jaka Lola Kho Ping Hoo Yo Wan menyesal sekali melihat Maharsi tewas. Akan tetapi, hanya sebentar dia mengerutkan kening. Pendeta itu telah mencari kematian sendiri. Sudah beberapa kali dia memberi kesempatan tadi. Dengan cepat dia lalu rnenghampiri Kun Hong dan berlutut di depan Pendekar Buta dan isterinya.
"Suhu dan Subo, maafkan teecu datang terlambat sehingga Ji-wi (kalian) mengalami luka....."
Untuk sejenak Kun Hong meraba kepala Yo Wan dengan terharu, kemudian dia berkata,
"Bangkitlah dan kauwakili Thai-san-ciangbunjin (ketua Thai-san-pai) yang juga terluka parah untuk menghadapi Bhok Hwesio. Hati-hati, dia tokoh Siauw-lim-pai, lihai sekali.
Jangan lawan dengan keras, gunakan Si-cap-it Sin-po, hindarkan adu tenaga dan biarkan dia lelah karena usia tuanya."
Yo Wan kaget sekali. Kiranya orang tua gagah perkasa yang duduk bersila di sana dengan muka pucat tanda luka dalam itu adalah Raja Pedang atau ketua Thai-san-pai yang amat terkenal! Dan jago tua yang luka itu adalah ayah Cui Sian! Mengapa Raja Pedang bisa terluka" Dan mengapa pula Pendekar Buta, gurunya yang sakti itu. Juga subonya, dan agaknya Cui Sian juga, semua terluka"
Tiada waktu untuk bicara tentang ini, karena dia mendengar hwesio itu ber-tanya kepada Raja Pedang dengan nada mengejek sekali.
"Tan Beng San, kau dan kawan-kawanmu berhasil menghabiskan musuh-musuhmu. Bagus sekali! Akan tetapi pinceng tetap tidak sudi melawan orang luka. Sekali lagi pinceng memberi kesempatan kepadamu. Kau berlutut dan mengangguk tiga kali minta maaf dan pinceng akan memberi waktu satu bulan kepadamu untuk memulihkan kesehatan dan tenaga gebelum pinceng datang mengambil nyawamu di Thai-san. Kalau tidak, terpaksa pineeng akan membuat kau menjadi seorang bercacad seumur hidup."
"Bhok Hwesio, mengapa mesti banyak bicara lagi" Sekali lagi dengarlah, dalam keadaan terluka begini aku tidak mampu dnelayani bertanding. Akan tetapi bukan berarti aku kalah atau takut padamu. Mau bunuh boleh bunuh, jangan harap aku sudi minta maaf kepadamu.
Nah, aku tidak mau bicara lagi!"
Bhok Hwesio melebarkan matanya dan keningnya berkerut. "Hemmm, rnariusia keras kepala, kau mencari sengsara sendiri'" Hwesio tua itu melangkah maju, matanya membayangkan kemarahan.
Yo Wan melompat cepat dan tubuhnya melayang ke depan Bhok Hwesio. "Losuhu, tidak layak seorang hwesio ber-hati kejam, dan sungguh memalukan bagi seorang sakti menyerang lawan yang terluka parah."
Koleksi Kang Zusi366
Jaka Lola Kho Ping Hoo Bhok Hwesio berhenti melangkah, lalu tertawa mengejek. "Raja Pedang, apakah kau hendak mewakilkan bocah ingusan ini untuk melawanku" Kau tahu, dia bukan lawanku!"
Yo Wan cukup maklum betapa tokoh-tokoh sakti seperti Raja Pedang dan Pendekar Buta, tak mungkin suka mengharapkan bantuan orang lain untuk mewakili nnereka dalam sebuah pertandingan. Bagi seorang pendekar besar, hal seperti itu merupakan pantangan dan dipandang hina. Ia dapat menduga bahwa pertanyaan seperti yang telah diajukan oleh Bhok Hwesio itu tentu akan disangkal oleh Raja Pedang. Oleh karena inilah dia sengaja cepat-cepat mendahului Raja Pedang dan menjawab, suaranya lantang,
"Hwesio tua, para Locianpwe seperti Raja Pedang dan Pendekar Buta, tidak membutuhkan wakil dalam pertandingan. Kalau beliau-beliau itu tidak dalam keadaan tecluka parah, tentu sejak tadi sudah melayani kesombonganmu. Aku maju bukan mewakili mereka, melainkan untuk mencegah kau melakukan perbuatan pengecut dan mengganggu mereka yang terluka."
"Omitohud.....!" Bhok Hwesio mengeluarkan pujian. "Dunia terbalik, anak kecil berani menantang pinceng! Sungguh memalukan. Heh, Raja Pedang, pinceng tidak sudi melayani segala bocah, kecuali kalau kau menganggap dia wakilmu!" Memang tidak mengherankan kalau Bhok Hwesio merasa sungkan melawan Yo Wan. Bhok Hwesio adalah seorang tokoh besar di dunia persilatan, dia menduduki tingkat teratas di Siauw-lim-pai, dan seorang dengan kedudukan seperti dia tentu saja tidak sudi melayani lawan yang tidak setingkat kedudukannya. Kalau dia mau melayani orang-orang muda seperti Yo Wan, apalagi di depan tokoh-tokoh seperti Pendekar Buta dan Raja Pedang, sama artinya dengan merendahkan diri dan menjadikan diri sebagai bahan tertawaan belaka. Kecuali kalau orang muda itu memang diangkat oleh lawannya menjadi wakil, hal itu tentu saja lain lagi sifatnya.
Raja Pedang maklum akan hal ini. Ia pun tidak begitu rendah untuk mewakilkan seorang muda menghadapi tokoh seperti Bhok Hwesio, kecuali kalau dia yakin bahwa orang muda itu berfihak kepadanya dan memiliki kepandaian yang cukup. Biarpun Yo Wan adalah murid Pendekar Buta, namun dia murid Bhewakala pula, dan dia tidak mengenal pemuda itu. Selagi dia ragu-ragu, terdengar Kun Hong berkata,
"Locianpwe, Yo Wan sama dengan saya sendiri, saya harap Locianpwe sudi mengijinkan dia mewakili Locianpwe."
Raja Pedang menarik napas panjang, masih meragu.
"Ayah, biarlah Yo-twako mewakili Ayah. Dia cukup berharga untuk menjadi wakil Ayah," kata Cui Sian perlahan.
Kata-kata puterinya ini membuat wajah Beng San berseri. Akhirnya! Hatinya menjadi Koleksi Kang Zusi367
Jaka Lola Kho Ping Hoo terharu. Akhirnya gadisnya yang selalu menolak pinangan dan tidak mau dijodohkan itu kini mendapatkan pilihan hati! Sebagai seorang yang berpengalaman matang, ucapan Cui Sian tadi saja cukup baginya untuk menjenguk isi hati anaknya.
"Yo Wan, ke sinilah sebentar," ujarnya. Yo Wan cepat menghampiri dan berlutut di depan Raja Pedang. "Maaf, Locianpwe, saya tidak berani lancang mewakili Locianpwe, akan tetapi....."
Raja Pedang mengangguk-angguk. "Aku sudah menyaksikan gerakan-gerakanmu tadi. Kau cukup baik, akan tetapi tidak cukup untuk menghadapi Bhok Hwesio. Apakah kau tahu bahwa dengan mewakili aku menghadapinya, keselamatan nyawamu terancam bahaya?"
"Locianpwe, dalam membela kebenaran, berkorban nyawa merupakan hal yang mulia."'
Raja Pedang tersenyum gembira. Ucapan ini saja cukup membuktikan bagaimana mutunya pemuda yang menjadi pilihan hati Cui Sian, dan dia puas.
"Baiklah, kau hadapi dia, akan tetapi tenang dan waspadalah, dia amat lihai dan kuat.
Seberapa dapat kau ulur waktu pertempuran, mengandalkan napas dan keuletan. Mudah-mudahan aku atau Kun Hong sudah dapat memulihkan tenaga selama kau menghadapinya."
"Saya mengerti, Locianpwe."
"He, Bhok Hwesio. Kuanggap bocah ini cukup berharga, malah terlalu berharga untuk menghadapimu dan rnenjadi wakilku. Bhok Hwesio, aku terima tantanganmu dan kuajukan Yo Wan, kalau dia kalah olehmu, kau boleh melakukan apa saja terhadap diriku dan aku akan menurut!"
Bhok Hwesio tertawa masam. "Sialan memang, harus melawan seorang bocah! Akan tetapi karena kau mengangkatnya sebagai wakil, apa boleh buat. He, bocah sombong, mari!"
Yo Wan memberi hormat kepada Raja Pedang dan bangkit sambil mengerling ke arah Cui Sian yang memandangnya dengan air mata berlinang. "Yo-twako..... kau hati-hatilah....." Yo Wan tersenyum dan mengangguk, bibirnya tidak mengeluarkan suara, akan tetapi pandang matanya Jelas menghibur dan minta supaya gadis itu tidak khawatir.
Maklum akan kehebatan lawan, sehingga Pendekar Buta dan Raja Pedang sendiri memberi peringatan kepadanya, Yo Wan tidak berani memandang rendah. sambil menghampiri Bhok Hwesio, dia mengeluarkan cambuk Liong-kut-pian. Cambuk ini peninggalan Bhewakala, biarpun disebut Cambuk Tulang Naga, tentu saja bukan terbuat daripada tulang naga, melainkan daripada kulit binatang hutan yang hanya terdapat di Pegunungan Himalaya.
Cambuk ini lemas, tapi amat ulet dan berani menghadapi senjata ta-jam yang Koleksi Kang Zusi368
Jaka Lola Kho Ping Hoo bagaimanapun juga. Karena sifatnya yang lemas inilah maka bagi seorang ahli silat yang tinggi tingkatnya, senjata ini dapat dipergunakan seeara tepat karena dapat menampung penyaluran tenaga sakti melalui tangan yang me-megangnya. Cambuk Liong-kut-pian dipegang oleh Yo Wan dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya mengeluarkan pedangnya. Bukan pedang Pek giok-kiam pemberian Hui Kauw dahulu, melainkan pedang Siang-bhok-kiam (Pedang Kayu Wangi) yang dibuat daripada semacam kayu cendana yang tumbuh di Himalaya. Dengan sepasang senjata di tangannya ini, Yo Wan seakan-akan menjelma menjadi dua orang tokoh sakti, yaitu Sin-eng-cu (Bayangan Garuda) di tangan kanan dan Bhewakala di tangan kiri!
Yo Wan adalah seorang yang jujur dan polos, sederhana dan dia belum ba-nyak pengalaman bertempur, maka dia berkata, "Hwesio tua, harap kau suka keluarkan senjatamu." Kalau saja dia tidak demikian jujur, tentu dia tidak akan mengeluarkan kata-kata ini, tidak akan merasa sungkan berhadapan dengan lawan bertangan kosong, karena lawannya ini bukanlah tokoh sembarangan.
Kata-kata yang jujur dan berdasarkan sungkan melawan orang bertangan kosong ini diterima oleh Bhok Hwesio sebagai penghinaan. la merasa dipandang rendah!
"Bocah sombong, melawan cacing macam engkau saja, mana perlu menggunakan senjata"
Terimalah ini!"
Sepasang lengan hwesio tua itu bergerak dan dari kanan kiri menyambarlah angin pukulan dahsyat mendahului ujung lengan baju yang lebar. Yo Wan terkejut sekali ketika tiba-tiba diserang oleh angin pukulan dari dua jurusan, akan tetapi melihat betapa kedua lengan kakek itu bergerak lambat, dia melihat kesempatan baik sekali. Diam-dam dia heran mengapa kakek itu memandangnya terlalu ringan sehingga melancarkan penyerangan begini bodoh, serangan yang tidak ber-bahaya, sebaliknya malah membuka diri sendiiriinienjadi sasaran. Cepat dia meng-gerakkan kedua tangannya, cambuk di tangan kirinya melecut ke arah urat nadi tangan kanan lawan sedangkan Pedang Kayu Wangi di tangan kanannya memapaki lengan kiri lawan dengan tusukan ke arah jalan darah dekat siku. Semacam tangkisan yang sekaligus merupakan serangan mematikan, karena kalau kedua senjatanya itu mengenai sasaran, sepasang lengan kakek itu sedikitnya akan lumpuh untuk sementara!
Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Yo Wan dan sekaligus dia melihat kenyataan akan tepatnyaj peringatan Pendekar Buta dan Raja Pedang kepadanya tadi, ketika mendadak cambuk dan pedang kayunya terpental oleh hawa pukulan sakti, kembali menghantam dirinya sendiri! Demikian kuatnya hawa pukulan sakti yang menyambar dari kedua lengan kakek itu sehingga selain sepasang senjatanya terpental kembali, juga angin pukulan itu masih dengan dahsyatnya menghantam dirinya.
"Lihai.....!!!" Yo Wan berseru keras, cepat dia melempar diri ke belakang sampai punggungnya hampir menyentuh tanah, kemudian dia membalik dan cepat dia Koleksi Kang Zusi369
Jaka Lola Kho Ping Hoo menggunakan langkah ajaib untuk keluar dari pengurungan hawa pukulan yang dahsyat tadi. Dengan terhuyung-huyung dia melangkah ke sana ke mari, akhirnya berhasillah dia keluar dari kurungan hawa pukulan!
Hwesio tua itu tersenyum mengejek, hidungnya mendengus seperti kerbau, kemudian lengannya bergerak-gerak lagi mengirim pukulan. Gerakan kedua tangannya lambat-lambat saja, jari tangannya terbuka dan dari telapak tangan itulah keluar hawa pukulan yang dahsyat tadi, sedangkan ujung lengan bajunya berkibar-kibar merupakan sepasang senjata kuat. Sepasang ujung lengan baju ini yang tadi menangkis dan membentur cambuk dan pedang, membuat kedua senjata itu terpental kembali. Dari peris-tiwa ini saja sudah dapat dibuktikan bahwa tenaga sinkang kakek Siauw-liin-pai ini luar biasa hebatnya.
Setelah mengalami gebrakan pertama yang hampir saja mencelakainya, wajah Yo Wan sebentar pucat sebentar inerah. la merasa malu sekali. Tadinya dia mengira kakek itu terlalu memandang rendah kepadanya, kiranya perkiraan itu malah sebaliknya. Dialah yang tadi terlalu memandang rendah, menganggap gaya gerakan kakek itu sembarangan dan ceroboh. Sekarang dia dapat melihat jelas dan dapat menduga bahwa agaknya imlah Ilmu Silat Lo-han-kun dari Siauw-lim-pai, yang dimainkan oleh seorang tokoh tingkat tertinggi sehingga bukan nnerupakan ilmu pukulan biasa, melain-kan lebih mirip ilmu gaib karena biarpun digerakkan begitu lambat seperti gerakan kakek-kakek lemah tenaga, namun di dalamnya mengandung hawa pukulan yang bukan main kuatnya.
Sekaligus terbukalah mata Yo Wan dan diam-diam dia harus mengakui ke-waspadaan Pendekar Buta dan Raja Pedang yang tadi memesan kepadanya agar dia tidak mengadu tenaga dan menghadapi kakek tua renta yang sakti ini dengan perinainan kucing-kucingan, berusaha menghabiskan napas kakek itu sambil menanti pulihnya tenaga Raja Pedang atau Pendekar Buta.
Setelah kini yaktn bahwa kakek yang dihadapinya ini benar-benar luar biasa lihainya, dia tidak berani berlaku ceroboh lagi. Begitu kakek ini menyerangnya dengan pukulan lambat yang mendatangkan angin keras, dia cepat mengelak dengan langkah-langkah ajaib. Akan tetapi Yo Wan tidak mau mengalah begitu saja, karena biarpun dia maklum akan kelihai-an lawan, dia merasa penasaran kalau tidak membalas. Pedang kayunya me-nyambar-nyambar mainkan Liong-thouw-kun yang empat puluh delapan jurus ba-nyaknya, sedangkan cambuk Liong-kut-pian di tangan kirinya melecut-lecut dan melingkar-lingkar ketika dia mainkan Ngo-sin-hoan-kun (Lima Lingkaran Sakti), berubah menjadi segulung awan menghitam yang melingkar-lingkar dan sambung-menyambung, sedangkan pedang kayunya kadang-kadang menyambar keluar seperti kilat menyambar dari dalam awan hitam!
"Omitohud..... bocah ini berilmu iblis ...,.!" Bhok Hwesio berseru memuji tapi dengan kata-kata mengejek. Diam-diam dia kagum bukan main dan sama sekali tidak mengira bahwa pemuda itu me-miliki ilmu yang demikian aneh dan dah-syatnya. Selain ini, juga dia merasa Koleksi Kang Zusi370
Jaka Lola Kho Ping Hoo amat penasaran karena tidak seperti biasanya, pukulan-pukulannya yang penuh dengan hawa sinkang itu kali ini tak pernah mengenai sasaran.
Setelah mainkan ilmu gabungan yang indah dan dahsyat itu selama hampir seratus jurus tahulah Yo Wan bahwa menghadapi kakek ini benar-benar dia tidak berdaya, jurus-jurus simpanannya dia keluarkan dan beberapa kali ujung cambuk dan ujung pedang kayunya menyentuh tubuh Bhok Hwesio. Akan tetapi semua itu sia-sia belaka karena begitu menyentuh kulit kakek itu, senjatanya membalik dan telapak tangannya serasa panas dan sakit. Malah ada kalanya, ketika senjatanya terbentur hawa pukulan kakek itu, senjatanya membalik hampir menghantam tubuhnya sendiri. la maklum apa artinya ini. Ternyata dia jauh kalah kuat dalam adu kekuatan dan menghadapi seorang yang sinkangnya jauh lebih kuat, tentu saja sukar baginya untuk dapat merobohkan. Sebaliknya, andaikata dia tidak dapat mainkan Si-cap-it Sin-po, yaitu Empat Puluh Satu Langkah Ajaib, sekali saja terkena pukulan Bhok Hwesio, sukar untuk menolong keselamatan nyawanya! Oleh karena ini, penyerangan-penyerangannya dia ubah sama sekali, kini dia hanya menyerang apabila mendapatkan kesempatan baik dan sasarannya hanya tennpat-tempat yang tak dapat dilindungi oleh Iweekang, seperti mata dan ubun-ubun kepala.
Bhok Hwesio makin penasaran. Dia, seorang tokoh tinggi Siauw-lim-pai yang hanya dapat dijajari tingkatnya oleh ketua Siauw lim-pai, kini menghadapi seorang pemuda tak dapat mengalahkannya dalam seratus jurus lebih! Betapa aneh dan memalukan! Bukan itu saja, malah sekarang pemuda itu mengarahkan se-rangan ke mata dan ubun-ubun kepala, membuat dia terpaksa harus mengelak atau menangkisnya! Karena rasa penasaran inilah, dia mempercepat gerakannya dan makin lama dia bersilat makin cepat untuk mehgimbangi kecepatan Yo Wan dan untuk dapat cepat-cepat merobohkan bocah itu. Namun benar-benar Ilmu Langkah Si-cap-it Sin-po luar biasa sekali, karena tak pernah pukulan Bhok Hwesio mengenai sasaran. Hal ini se-betulnya tidaklah mengherankan. Ilmu langkah itu didapat oleh Yo Wan dari Pendekar Buta dan pendekar ini mendapatkannya dari Ilmu Sialt Kim-tiauw-kun. Padahal Kim-tiauw-kun yang diciptakan oleh Bu-beng-cu di puncak Liong-thouw-san (Bu Beng Cu adalah suheng dari Sin-eng-cu) dan kemudian ditemu-kan Kun Hong, bersumber pada Ilmu Silat Im-yang-bu-tek-cin-keng yang men-jadi raja segala ilmu silat tjnggi, dan menjadi pegangan dari Pendekar Sakti Bu Pun Su ratusan tahun yang lalu!
Tidaklah mengherankan kalau langkah ajaib ini sekarang dapat niembuat seorang tokoh besar Siauw-lim-pai meirjadi tidak berdaya.
Di lan fihak Yo Wan adalah seorang pemuda yang eerdik. Setelah menjadi yakin bahwa terhadap Bhok Hwesio dia tidak akan mampu menggunakan ilinunya untuk mencapai kemenangan, dia sepenuh-nya menjalankan pesan Pendekar Buta dan Raja Pedang. ia mainkan langkah ajaib dengan cermat sekali dan setiap kali ada kesempatan, dia mengancam mata atau ubun-ubun kepala lawan. Selain ini, dia sengaja berloncatan menjauhkan diri mempergunakan ginkangnya, sehingga lawannya yang makin bernafsu itu mengejarnya lebih cepat. Ini mem-butuhkan pergerakan cepat sehingga ma-kin lama Koleksi Kang Zusi371
Jaka Lola Kho Ping Hoo mereka bergerak makin cepat sampai lenyap bentuk tubuh berubah menjadi dua bayangan yang berkelebatan.
Betapapun saktinya Bhok Hwesio, dia hanyalah seorang manusia juga. Manusia yang mempunyai darah daging, otot-otot dan tulang. Manusia yang tidak akan mampu, betapapun sakti dia, melawan kekuasaan dan kesaktian usia tua. Usia kakek ini sudah amat tinggi, mendekati sembilan puluh tahun. Boleh J'adi dia matang dalam kepandaiannya, amat kuat dalara tenaga sinkang, namun harusdiakui bahwa usia tua menggerogoti daya tahannya. Tanpa dia sadari, setelah mengejar-ngejar Yo Wan seperti orang mabuk mengejar bayangannya sendiri, lewat tiga ratus jurus, napasnya mulai kempas-kempis, mukanya penuh peluh dan pucat, sedangkan dari kepalanya yang gundul itu nnengepul liap putih tebal! Dapat di-bayangkan, seorang kakek berusia sembilan puluh tahun main kejar-kejaran dengan gerakan secepat itu selama tiga jam! Ini masih ditambah oleh rasa marah dan penasaran yang tentu saja menambah sesaknya napas.
Saking marahnya Bhok Hwesio, ketika untuk ke sekian kalinya, bagaikan ujung ekor ular mempermainkan kucing, cambuk Yo Wan menyambar ke arah kedua matanya. Bhok Hwesio menggeram, tidak mengelak melainkan menangkap cambuk ini dengan kedua tangannya! la berhasil menangkap cambuk, lalu merenggut keras.
Yo Wan terkejut, tapi dia memper-, tahankan cambuknya. Terjadi betot-mem-betot. Tentu saja pengerahan tenaga menarik jauh bedanya dengan tenaga mendorong. Mendorong merupakan tenaga yang dipaksakan, dan dalam hal ini Yo Wan tidak berani menerima dorongan lawan karena kalah kuat. Akan tetapi dalam adu tenaga menarik, tidak ada bahayanya kalau kalah, paling-paling harus melepaskan cambuk. Karena itulah niaka Yo Wan tidak mau menerima kalah begitu saja. la memegang gagang cambuk erat-erat dan mengerahkan tenaganya menahan. Ada sedikit keuntungan baginya. la memegang gagang cambuk yang tentu saja lebih "enak" dipegang, dari-pada ujung cambuk yang kecil dan meng-gigit. kulit tangan. Keuntungan inilah agaknya yang membuat Yo Wan dapat menebUs kekalahannya dalam hal tenaga, sehingga tidak mudah bagi Bhok Hwesio untuk dapat merampas cambuk itu cepat-cepat. Cambuk Liong-thouw-pian pening-galan Bhewakala ini luar biasa kuatnya. Ditarik oleh dua orang yang memiliki tenaga sakti itu, benda ini mulur pan-jang, kadang-kadang mengkeret kembali seperti karet. Lama dan ramailah adu tenaga ini, seperti dua orang kanak-kanak main adu tambang. Hanya penasaranlah yang membuat Bhok Hwesio bersitegang tidak mau menyudahi betot-membetot yang lucu dan tidak masuk dalam kamus persilatan ini!
Yo Wan mengangkat muka memandang. Hwesio itu mukanya pucat sekali, seperti tidak berdarah atau agaknya se-mua darah di mukanya sudah terkumpul di kedua matanya yang menJ'adi merah mengenkan. Kenngat sebesar kacang ke-delai memenuhi muka dan leher, juga kepala, dadanya kembang-kempis secara cepat. Melihat ini, Yo Wan mengerahkan tenaganya dan mempertahankan cambuk-nya. Bukan karena dia terlalu sayang akan Koleksi Kang Zusi372
Jaka Lola Kho Ping Hoo cambuknya, melainkan dengan jalan mi dia dapat menguras dan memeras habis tenaga lawan. Dalam ilmu silat dan tenaga dalam dia kalah, namun dia harus mencari kemenangan dalam keuletan dan pernapasannya, mencari kemenangan mengandalkan usianya yang jauh lebih muda. Dia sendiri juga mandi keringat, akan tetapi agaknya tidak sehebat kakek itu.
Bhok Hwesio makin penasaran, menahan napas dan mengerahkan seluruh tenaganya, menarik. Tubuhnya seakan-akan membesar, otot-otot di lehernya mengejang dan menonjol ke luar.
"Krekkkkk!!" Cambuk itu putus di tengah-tengah! Yo Wan terbanting ke belakang, terus bergulingan seperti bola, ada lima meter jauhnya. Tanpa disengaja, dia terguling ke dekat Cui Sian dan agaknya akan menabrak gadis itu kalau saja Cui Sian tidak mengulurkan tangan dan menahannya sehingga mereka seperti berpelukan! Cepat-cepat Cui Sian menjauhkan diri dan mukanya menjadi merah i sekali!
"Ah..... eh...... maaf, Sian-moi....." kata Yo Wan, juga merah mukanya.
Akan tetapi Cui Sian segera dapat mengatasi hatinya. "Waspadalah, Yo-twako, dia lihai bukan main. Kauusap peluhmu itu....." Sambil berkata demikian, Cui Sian menyerahkan sehelai sapu-tangan sutera. Yo Wan menerimanya, teringat akan lawannya dan cepat dia melompat bangun dan berdiri sambil mengusapi peliih di mukanya. Bau sedap dari saputangan itu menyegarkan semangatnya sehingga dia lupa akan cambuknya yang amat disayangnya, cambuk yang kini sudah putus menjadi dua. la melihat kakek itu juga berdiri tegak, sepasang matanya yang biasanya meram itu kini terbelalak, merah menakutkan. Jelas sekali kakek itu tidak dapat menahan napasnya yang terengah-engah.
"Hwesio tua, kalau kau mau mengaso, mengasolah dulu. Napasmu perlu diatur, jangan-jangan putus nanti seperti cambukku....." Yo Wan sengaja mengejek, karena dia khawatir kalau kakek itu mengaso dan mendapatkan kembali tenaga dan napasnya, tentu akan lebih berbahaya.
"Iblis cilik, sekarang pineeng akan menghaneurkan kepalamu!" Sambil ber-kata demikian, Bhok Hwesio menerjang maju lagi. Yo Wan meloncat dan menghindar, kini tangan kirinya sudah memegang sebatang pedang yang berkilauan putih sebagai pengganti cambuknya yang putus. Itulah pedang Pek-giok-kiam pem-berian Hui Kauw dahulu.
"Tidak mudah, Hwesio, kalau kepan-daian yang kaubawa dari Siauw-lim-pai hanya seperti ini....."
Terdengar teriakan ngeri ketika Bhok Hwesio melompat maju seperti harimau menerkam.
Teriakan ini keluar dari mulut Cui Sian saking kaget dan gelisahnya. Terkaman itu hebat bukan main. Tubuh Bhok Hwesio seperti terbang di angkasa dan tampaknya kedua kakinya Koleksi Kang Zusi373
Jaka Lola Kho Ping Hoo ikut pula menyerang, persis seperti seekor harimau yang menerjang.
Yo Wan melompat lagi menghindar, akan tetapi tubuh Bhok Hwesio itu mengikutinya, seperti seekor kelelawar besar, mengancam dari atas. Melihat jari-jari tangan yang gemetar dan mengeluarkan bunyi berkerotokan itu, Yo Wan menjadi pucat. Sekali kena dicengkeram, akan hancurlah dia. Jangankan kena dicengkeram, kena sentuh jari-jari itu saja cukup untuk membuat orang roboh!
Melihat betapa tubuh di atas itu se-perti terbang dapat mengikutinya, Yo Wan menjadi nekat. Sekuat tenaga dia menggerakkan kedua pedangnya, pedang Siang-bhok-kiam (Pedang Kayu Wangi) di tangan kanan dan pedang Pek-giok-kiam (Pedang Kumala Putih), menyerang de-ngan tusukan-tusukon maut ke arah tenggorokan dan bawah pusar!
Tapi kakek yang melayang Itu meng-gerakkan kedua tangannya, langsung me-nerima pedang-pedang itu dengan ceng-keramannya. Terdengar bunyi "krakkk-krekkk!" dan pedang kayu Siang-bhok-kiam hancur berkeping-keping sedangkan pedang Pek-giok-kiam patah-patah men-]adi tiga potong! Akan tetapi terjangan ini membuat tubuh hwesio itu terpaksa turun kembali dan ternyata tangan ka-nannya yang mencengkeram Pek-giok-kiam tadi mengeluarkan darah karena terluka!
Bhok Hwesio mengeluarkan suara gerengan keras, lalu tiba-tiba berlari menerjang Yo Wan dengan kepala di depan. Gerakan ini luar biasa sekali, aneh dan lucu, seperti seekor kerbau gila mengamuk. Seekor kerbau tentu saja mengandalkan tanduknya yang kuat dan runcing, akan tetapi hwesio tua itu kepalanya gundul licin, masa hendak diper-gunakan sebagai andalan serangan" Ka-rena Yo Wan memang kurang pengalaman, dia melihat gerakan hwesio ini dengan , hati geli. Biarpun dia telah kehilangan cambuknya, kehilangan Siang-bhok-kiam dan Pek-giok-kiam, namun dia tidak men-jadi gentar karena mengandalkah Si-cap-it Sin-po dan ilmu silat-ilmu silatnya yang tinggi, dia masih mampu mempertahankan dirinya sampai hwesio tua ini kehabisan napasnya.
"Yo Wan, awaaasss.....!!" Seruan ini hampir berbareng keluar dan mulut Raja Pedang dan Pendekar Buta.
Kagetlah hati Yo Wan. Tadinya dia menganggap gerakan Bhok Hwesio itu gerakan nekat yang pada hakekatnya hanya gerakan bunuh diri karena dengan kepala menyeruduk macam itu, alangkah mudah baginya untuk mengirim pukulan maut ke arah ubun-ubun kepala hwesio itu. Maka dapat dibayangkan betapa kagetnya mendengar seruan dua orang sakti itu. Cepat dia menggerakkan kaki mengatur langkah cepat karena tadinya tidak menganggap serangan itu berbahaya. la hanya merasa tekanan hawa yang luar biasa, panas dan membawa getaran aneh, lalu tubuhnya terjengkang. Kepala maupun tubuh hwesio itu sama sekali tidak menyentuhnya, serangan kepala itu boleh dibilang tidak mengenai dirinya, karena tubuh Bhok Hwesio menyambar lewat, namun hawa pukulannya, demikian hebat Koleksi Kang Zusi374
Jaka Lola Kho Ping Hoo sehingga Yo Wan terjengkang, terbanting dan merasa betapa dadanya sesak! Cepat dia menekan perasaan ini dengan mengerahkan sinkang di tubuhnya, akan tetapi dia tidak dapat mencegah tubuhnya terbanting dan bergulingan. Pada saat itu, Bhok Hwesio sudah mengejar maju, dan bertubi-tubi mengirim pukulan dengan kedua tangannya, pukulan jarak jauh yang tidak kalah ampuhnya oleh pukulan toya baja yang beratnya ratusan kati!
Raja Pedang memandang cemas, demikian pula Pendekar Buta mengepal tangan, hatinya tegang, kepatanya agak miring untuk dapat mengkuti semua gerakan itu dengan baik melalui pendengarannya. Yo Wan melihat bahaya maut datang, cepat dia bergulingan lagi sehingga pukulan-pukulan jarak jauh itu hanya mengenai tanah, membuat debu beterbangan dan batu-batu terpukul hancur. Dengan gemas Bhok Hwesio menyambar pedang Pek-giok-kiam yang tadi patah dan menggeletak di atas tanah, dilontarkannya pedang buntung itu ke arah dada Yo Wan yang masih bergulingan di atas tanah. Yo Wan mendengar bersiutnya angin, cepat dia menekankan kedua tangan di atas tanah, tubuhnya melejit ke atas dan "syyyuuuttt!" pedang buntung itu lewat di pinggir tubuhnya, merobek baju kemudian menancap sampai amblas di dalam tanah!
Yo Wan sudah berhasil melompat bangun, agak terhuyung-huyung dia karena pengaruh angin pukulan sakti tadi masih membuat dia sesak dadanya. Keadaannya berbahaya sekali karena setelah sekarang bertangan kosong dan terluka di sebelah dalam, biarpun tidak parah na-mun cukup akan mengurangi kelincahannya, agaknya dia akan roboh oleh kakek hwesio yang luar biasa tangguhnya itu. Adapun Bhok Hwesio sudah menggereng lagi dan kepalanya menunduk, tubuhnya merendah, siap menerjang seperti tadi, terjangan dengan kepala seperti seekor kerbau mengamuk.
"Omitohud, Bhok-sute, banyak jalan utama, mengapa memilih jalan sesat" Selagi masih ada kesempatan, mengapa tidak mencuci noda lama dan kembali ke jalan benar?"
Ucapan yang dikeluarkan dengan suara halus dan tenang penuh kasih sayang ini mengagetkan semua orang, terutama sekali Bhok Hwesio. la cepat mengangkat muka yang tadi ditundukkan itu memandang dan alis matanya yang sudah putih itu bergerak-gerak, keningnya berkerut-kerut. Kiranya di depannya telah berdiri seorang hwesio tua yang tinggi kurus, usianya sudah sangat tua, kepalanya gundul mengkilap, alis, jenggot dan kumisnya yang jarang sudah putih semua, jubahnya kuning bersih dan tangannya memegang sebatang tongkat hwesio.
Melihat hwesio tua ini, Raja Pedang dan Hui Kauw terkejut. Juga Pendekar Buta miringkan kepalanya. Hanya Cui Sian dan Lee Si yang tidak mengenal siapa adanya kakek itu, juga Yo Wan tidak mengenalnya. Tentu saja Raja Pedang dan Hui Kauw terkejut karena mengenal kakek itu sebagai Thian Seng Losu, ketua Siauw-lim-pai'. Kalau kakek ini datang dan membantu Bhok Hwesio yang terhitung sutenya sendiri, celakalah mereka semua.
Menghadapi Bhok Hwesio seorang saja sudah repot, apalagi ditambah suhengnya yang tentu saja sebagai ketua Siauw-lim-pai memiliki ilmu yang hebat. Mana Yo Wan akan sanggup Koleksi Kang Zusi375
Jaka Lola Kho Ping Hoo menahan" "Suheng, harap jangan ikut-ikut, ini urusanku sendiri!" Bhok Hwesio mendengus marah ketika melihat ketua Siauw-lim-pai itu.
"Bhok-sute, insyaf dan sadarlah. Bukan saatnya bagi orang-orang yang men-cari penerangan seperti kita ini melibat-kan diri pada karma yang tiada berkesudahan. Mengapa sudah baik-baik kau bertapa, diam-diam kau pergi, Sute" Kalau kau rnasih ingin terikat karma, bukan begitu caranya. Lebih baik kau melakukan bakti terhadap negara. Pin-ceng mendengar bahwa kaisar sekarang kembali memimpin sendiri pasukan ke utara, dan kabarnya di luar tembok besar, Orang-orang Mongol mengganas dan memiliki banyak orang-orang sakti dari barat. Kalau memang hatimu belum puas dan ingin terikat pada dunia, kenapa kau tidak menyusul ke utara dan membantu kaisar?"
"Suheng, sekali lagi, jangan ikut-ikut. Raja Pedang adalah musuh besarku, dia harus menebus!"
"Otnitohud! Pinceng lihat Bu-tek-kiam-ong ketua Thai-san-pai yang terhormat sudah terluka parah dan tidak melawan-mu. Mengapa kau sekarang main-main dengan anak muda?"
"Bocah ini mewakili Raja Pedang, terpaksa aku harus membunuhnya, Su-heng, kemudian aku akan membikin musuh besarku tapadaksa, baru aku akan ikut dengan Suheng kembali ke kelenteng dan bertapa mencari jalan terang."
"Ah..,.. ah...... menumpuk dosa dulu baru bertobat" Mengganas dalam kegelapan untuk mencari jalan terang. Mana bisa, Sute. Kau tersesat jauh sekali. Marilah kau ikut dengan pincengi dengan damai....."
"Nanti sesudah kurobohkan bocah ini!" Setelah berkata demikian, kembali Bhok Hwesio merendahkan tubuhnya, menundukkan muka dan siap untuk menerjang Yo Wan dengan ilmunya yang dahsyat.
"Jangan, Sute....." Tiba-tiba tubuh kakek tua itu melayang bagaikan sehelai daun kering dia tiba di depan Yo Wan, menghadang di antara pemuda itu dan Bhok Hwesio. "San-jin-pai-hud (Kakek Gunung Menyembah Buddha) bukanlah ilmu untuk membunuh manusia.....!"
"Suheng, minggir!" bentak Bhok Hwe-sio.
"Jangan, Sute. Pinceng tidak membolehkan kau melakukan pembunuhan, sayang akan pengorbananmu selama puluhan tahun menderita dalam hidup. Apakah kau ingin mengulanginya lagi dalam keadaan yang lebih sengsara" Insyaflah."
Koleksi Kang Zusi376
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Suheng, sekali lagi. Minggirlah!" Bhok Hwesio membentak marah sekali.
"Tidak, Sute....."
"Kalau begitu terpaksa aku akan mem-bunuhmu lebih dahulu!"
"Omitohud, semoga kau diampuni....."
Bhok Hwesio mengeluarkan segera menggereng keras dan tubuhnya segera menerjang maju, kepalanya mengeluarkan uap kekuningan dan bagaikan sebuah pelor baja kepala gundul itu menubruk ke arah perut Thian Seng Losu yang kurus. Ketua Siauw-lim-pai ini hanya berdiri diam, tidak mengelak, juga tidak menangkis.
"Desssss!!!" Kepala gundul itu ber-temu dengan perut dan tubuh.Thian Seng Losu terpental dan tak bergerak lagi! Sedangkan Bhok Hwesio berdiri, tubuhnya bergoyang-goyang, lalu maju terhuyung-huyung.
Yo Wan melompat marah. "Hwesio jahat! Iblis kau, telah membunuh suheng sendiri!" Yo Wan hendak menerjang Bhok Hwesio dengan penuh amarah, akan tetapi terdengar Kun Hong berseru.
"Yo Wan, mundur.....!"
"Yo Wan, tak perlu lagi, pertempuran sudah habis....." kata Raja Pedang pula.
Yo Wan terkejut dan alangkah herannya ketika dia melihat tubuh Bhok Hwe-sio menggigil keras, lalu roboh miring.
Ketika dia mendekat, ternyata hwesio tinggi besar ini telah tewas, kepalanya retak-retak!
Dan pada saat dia menengok, dia terbelalak memandang Thian Seng Losu sudah bangkit perlahan, wajahnya pucat dan matanya sayu memandang ke arah Bhok Hwesio. Kemudian dia menghampiri jenazah sutenya, perlahan dia mengangkat jenazah itu, dipanggulnya, dan sambil menarik napas panjang dia menoleh ke arah Yo Wan.
"Orang muda, kepandaianmu hebat. Tapi apa gurianya memiliki kepandaian' hebat kalau hanya untuk saling bunuh dengan saudara dan bangsa sendiri" Di pantai timur bajak laut dan penjahat merajalela, di utara orang-orang liar mengganas, di dalam negeri sendiri, para pembesar menyalahgunakan wewenang-nya, para menteri durna berlumba mencari muka sarnbil menggerogoti kekayaan negara. Kasihan kaisar yang bijaksana, pendiri kota raja baru, sampai di hari tuanya bersusah payah menghadapi musuh demi keamanan negara.
Kalau orang-orang muda berkepa'idaian seperti kau ini hanya berkeliaran di gunung-gunung, saling serang dan saling bunuh dengan bangsa sendiri, bukankah itu sia-sia dan Koleksi Kang Zusi377
Jaka Lola Kho Ping Hoo mengecewakan sekali?" Kembali kakek itu menarik napas panjang dan melangkah hendak pergi dari tempat itu.
"Thian Seng Losuhu, harap maafkan bahwa saya tidak dapat menyambut kedatangan Losuhu. Menyesal sekali urusan pribadi antara kami dan Bhok Hwesio membuat Losuhu terpaksa beptindak dan mengakibatkan tewasnya sute dari Lo-suhu," kata Raja Pedang dengan suara menyesal dan mengangkat kedua tangan memberi hormat sambil duduk bersila.
Kakek itu menengok kepadanya, me-rttaridang sejenak, lalu memutar pandang matanya ke arah mayat bertumpuk-tumpuk di tempat itu. Kembali dia menarik napas panjang lalu berkata, "Bunuh-membunuh, dendam-mendendam, apakah hanya untuk ini orang hidup di dunia inempela-jari bermacam-macam kepandaian" Bu-tek Kiam-ong, sayang kau yang memiliki kepandaian tinggi memihak kepada sifat merusak, alangkah baiknya kalau kau memihak kepada sifat membangun"
Setelah berkata demikian, kakek itu melanjutkan langkahnya, dibantu tongkat, dan mayat Bhok Hwesio tersampir di pundaknya. Akan tetapi baru beberapa langkah dia berjalan, terdengar suara orang memanggilnya.
"Losuhu!"
Thian Seng Losu menengok dan memandang kepada Kun Hong yang memanggilnya tadi.
Pendekar Buta ini melanjutkan kata-katanya, "Losuhu, perbuatan yang sifatnya merusak amatlah perlu di dunia ini, bahkan amat dipentingkan karena tanpa ada sifat merusak, maka tidak akan sempurnalah sifat membangun. Merusak bukanlah selalu jahat, asal pandai orang memilih, apa yang harus dirusak, apa yang harus dibasmi, kemudian apa yang harus dibangun dan dipelihara. Petani yang bijaksana takkan ragu-ragu mencabuti dan membasmi se-mua rumput liar yang akan mengganggu kesuburan padi. Seorang gagah yang bijaksana takkan ragu-ragu pula untuk membasmi penjahat-penjahat yang akan mengganggu ketenteraman hidup rakyat. Semua baik-baik saja dan sudah tepat kalau masing-masing mengetahui kewajib-annya, melaksanakannya tanpa pamrih dan kehendak demi keuntungan pribadi. Tentang membunuh dan dibunuh..... ah, Losuhu yang mulia dan waspada tentu lebih maklum bahwa hal itu sudah ada yang mengaturNya dan kita semua hanyalah alat belaka....."
Anak Berandalan 2 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Riwayat Lie Bouw Pek 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama