Ceritasilat Novel Online

Jaka Lola 9

Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


Jaka Lola Kho Ping Hoo melanjutkan perjalanan. Atas pertanyaan, gadis itu menjawab bahwa hendak pergi ke kota raja di mana katanya berdiam seorang pamannya. Karena jalan menuju ke kota raja melewati Kong-goan, maka Hui Kauw mengajak gadis itu me-lakukan perjalanan bersama.
Akan tetapi tentu saja ia tidak menghendaki gadis ini mengetahui urusan apa yang sedang diselidikinya di Kong-goan. Oleh karena itu, pada sore harinya ia dan suaminya mengajak gadis itu berhenti di sebuah gubuk di tengah sawah, di luar kota Kong-goan. Kalau besok pagi tidak terjadi sesuatu, ia akan menyuruh gadis ini melanjutkan perjalanan sendiri"
Malam itu dingin hawanya, jauh berbeda dengan siang tadi. Gubuk atau pondok itu adalah pondok yang didirikan oleh tuan tanah untuk menanripung hasil panen tiap tahun, hanya merupakan sebuah pondok bambu yang berlantai batang padi kering. Bagi mereka yang lelah, tempat ini amatlah nyaman untuk beristirahat melewatkan malam yang dingin.
Batang-batang padi kering itu hangat dan empuk, dinding bambu biarpun reyot dapat menahan sebagian angin yang bertiup dingin.
Kegelisahan hati, kelelahan, ditambah dinginnya hawa merhbuat Pendekar Buta dan isterinya tidur nyenyak menjelang tengah malam. Orang yang berhati geli-sah atau susah menjadi lelah sekali dan memang sukar tidur, akan tetapi apabila tidur sudah menguasainya, dia akan nye-nyak sekali dan agaknya dalam ketiduran inilah segala kegelisahan, segala kelelahan, lenyap tanpa bekas. Suami isteri ini tidur pulas di sudut pondok bambu. Kun Hong telentang, napasnya panjang-panjang berat sedangkan isterinya tidur miring menghadapinya, napasnya halus tidak terdengar.
"Bibi.....!" Hening tiada jawaban.
"Paman.....!" Juga kesunyian mengikuti panggilan ini.
Siu Bi bangkit perlahan. la tadi rebah di sudut lain, tak pernah meramkan matanya. Setelah duduk, kembali ia memanggil suami isteri itu, menyebut mereka paman dan bibi, malah kali ini agak dikeraskan suaranya. Akan tetapi sia-sia, mereka agaknya amat nyenyak tidurnya, tidak mendengar panggilannya. la menahan napas lalu bangkit berdiri, mengerahkan seluruh tenaga ke arah matanya untuk memandang. Bulan di luar pondok bersinar cemerlang, cahayanya yang redup dingin menerobos di antara celah-celah atap dan dinding yang tidak rapat, meinberi sedikit penerangan ke dalam pondok. Siu Bi dapat melihat suami isteri itu tidur. Pendekar Buta telentang, isterinya miring menghadapinya. Jantungnya berdebar keras dan tangan kanannya bergerak meraba gagang pedang. Kesempatan baik, pikirnya. Kesempatan baik untuk melaksanakan sumpahnya, melaksanakan dendam kakeknya! Sepasang rnatanya beringas dan napasnya agak terengah mudah sekali. Satu kali bacok selagi mereka tidur nyenyak dan..... lengan mereka akan buntung! Sungguh suatti hal yang sama sekali tak pernah ia mimpikan bahwa akhirnya ia akan dapat bertemu dengan musuh-musuh ini dalam keadaan sedemikian menguntungkannya. Agaknya arwah kakeknya sendiri yang menuntunnya sehingga ia dapat bertemu dengan mereka, dapat tidur Koleksi Kang Zusi304
Jaka Lola Kho Ping Hoo sepondok dan mendapat kesempatan begini baik.
"Singgg!!" Pedang Cui-beng-kiam telah dicabutnya. Siu Bi kaget sendiri mendengar suara ini cepat ia memandang ke sudut itu dan telinganya mendengarkan. Akan tetapi, suami isteri itu tidak bergerak, juga pernapasan mereka masih biasa, tidak berubah.
la berpikir sebentar. Salah, pikirnya dan pedang itu ia masukkan kembali ke sarung pedang.
Dia tidak bermaksud membunuh mereka, melainkan membuntungi lengan mereka yang kiri.
Akan tetapi ia teringat bahwa biarpun lengan mereka sudah buntung, agaknya kalau mereka sadar, ia tak mungkin dapat menghadapi mereka yang memiliki kesaktian luar biasa.
Membuntungi seorang di antara mereka tentu menimbulkan pekik dan mereka terbangun, lalu dialah yang akan celaka di tangan mereka. Tidak, bukan begini caranya! Harus lebih dulu membuat mereka tidak berdaya.
Ada sepuluh menit Siu Bi berdiri termangu-mangu, memeras otak mencari keputusan yang tepat. Tubuhnya agak menggigil tadi karena tegang, akan tetapi sekarang ia sudah berhasil menekan perasaannya dan menjadi tenang. la amat memerlukan ketenangan ini, karena apa, yang akan ia lakukan adalah soal mati hidup. la menghadapi suami isteri yang terkenal sebagai orang-orang sakti di dunia persilatan. Nama Pendekar Buta menggegerkan dunia kang-ouw, bahkan orang-orang sakti seperti Ang-hwa Nio-mo dan kawan-kawannya merasa gentar menghadapi rendekar Buta dan menghimpun banyak tenaga sakti untuk menghadapinya. Dan sekarang. sekaligus menghadapi suami isteri itu dalam keadan vang amat menguntungkan!
Siu Bi membiasakan pandang matanya di dalam pondok yang remang-remang itu. Baiknya sinar bulan makin bercahaya , agaknya angkasanya amat cerah, tidak ada awan menghalangi. Perlahan-lahan Siu Bi melangkah menghampiri sudut di mana mereka tidur nyenyak. Dadanya kembali berdebar, terasa amat panas sukar baginya untuk bernapas punggungnya terasa dingin sekali, akan tetapi sekarang kaki tangannya tidak menggigil lagi. la menahan napas yang disedotnya dalam-dalam, lalu melangkah lagi. Matanya tertuju ke arah Hui Kauw. Nyonya itu tidurnya miring sehingga memudahkannya untuk menotok jalan darah di punggung yang akan melumpuhkan kaki tangan. Pendekar Buta tidur terlentang, lebih sukar untuk membuatnya tidak berdaya dengan sekah totokan. Oleh karena inilah maka Siu Bi mengincar punggung Hui Kauw dan maju makin dekat.
Setelah dekat sekali dan matanya dapat memandang dengan jelas, Siu Bi menahan napas mengerahkan tenaga dalam, tangan kanannya bergerak dan dua buah jari tangannya yang kanan menotok punggung Hui Kauw. la merasa betapa ujung jari-jarinya dengan tepat menemui jalan darah di bawah kulit yang halus. Hui Kauw tanpa dapat melawan telah kena ditotok jalan darahnya di punggungnya dan pada detik berikutnya, Siu Bi sudah menotok jalan darah di leher yang membuat nyonya itu menjadi gagu untuk sementara. Hui Kauw mencoba untuk menggerakkan tubuh, sia-sia dan tubuhnya yang miring itu menjadi Koleksi Kang Zusi305
Jaka Lola Kho Ping Hoo telentang, matanya terbelalak akan tetapi ia tidak mampu bergerak atau bersuara lagi.
Siu Bi yang merasa takut sekali kalau-kalau Pendekar Buta bangun, cepat menggerakkan kedua tangannya menotok kedua jalan darah di pundak kanan kiri, kaget sekali karena ujung jari-jari tangannya bertemu dengan kulit yang amat lunak, lebih lunak daripada kulit punggung Hui Kauw tadi. Pendekar Buta mengeluh dan tubuhnya bergerak miring. Melihat ini, cepat Siu Bi menotoknya pada punggung dan..... tubuh Pendekar Buta yang sakti itu kini tak dapat bergerak lagi kaki tangannya, lumpuh seperti keadaan isterinya! Akan tetapi karena dia tidak tertotok jalan darah di lehernya, dia dapat mengeluarkan suara yang terheran-heran,
"Eh..... eh..... apa-apaan ini" Siapa melakukan ini" Hui Kauw, apa yang terjadi.....?" Akan tetapi Hui Kauw tidak dapat menjawab karena nyonya ini selain lumpuh kaki tangannya, juga tak dapat mengeluarkan suara!
Saking tegangnya, Siu Bi terengah-engah dan jatuh terduduk. Dalam melakukan totokan-totokan tadi, ia telah mengerahkan tenaga dalamnya, ditambah suasana yang menegangkan urat syaraf, maka setelah kini berhasil, ia terengah-engah lemas tubuhnya dan..... ia menangis terisak-isak.
"Eh, anak baik, Kim Hoa..... apa yang terjadi" Kenapa kau menangis, dan Bibimu kenapa?"
Kun Hong bertanya.
Siu Bi merasa betapa napasnya sesak dan hawa udara tiba-tiba menjadi panas baginya. la melompat berdiri, kedua tangannya menyambar leher baju dua orang yang sudah lumpuh itu dan diseretnya mereka keluar pondok!
"Eh-eh-eh, kaukah ini, Kim Hoa" Apa yang kau lakukan ini?"
Siu Bi menyeret mereka keluar dan melepaskan mereka di depan pondok. la sendiri berdiri menengadah, menarik napas dalam-dalam. Hawa malam yang dingin, angin yang bersilir dan sinar bulan membuat napasnya menjadi lega. la tidak gelisah lagi.
"Pendekar Buta, ketahuilah, aku yang menotokmu dan menotok isterimu." la tersenyum dan tangannya bergerak membebaskan totokan pada jalan darah Hui Kauw. Nyonya ini terbatuk, mengeluh perlahan lalu berseru,
"Bocah, kau siapa" Kenapa kau menyerang kami secara rnembuta?"
Siu Bi tersenyum lagi. "Dengarlah baik-baik. Namaku Siu Bi dan aku melakukah hal ini karena aku ingin membalaskan dendam kakekku, Hek Lojin. Pendekar Buta, ingatkah kau ketika kau membuntungi lengan kakekku" Nah, sekarang aku akan memenuhi sumpahku, membalas kalian dengan rnembuntungi lengan kiri kalian seperti yang kaulakukan terhadap Koleksi Kang Zusi306
Jaka Lola Kho Ping Hoo kakek!" Siu Bi mencabut pedangnya. "Singgg!" lalu ia mendongakkan mukanya ke angkasa berseru perlahan,
"Kakek yang baik, kaulah satu-satunya orang di dunia ini yang menyayangku..... sekarang kau tiada lagi..... tapi kesayanganmu tidak sia-sia, kakek..... lihatlah dari sana betapa saat ini cucumu telah melunasi semua hutang, harap kau beristirahat dengan tenang....."
Setelah berkata demikian dalam ke-adaan seperti terkena pengaruh gaib atau kemasukan roh jahat yang berkeliaran di malam terang bulan itu, Siu Bi meng-gerakkan pedangnya, dibacokkan ke arah lengan kiri Kun Hong.
"Crakkk!" Sebuah lengan terbabat putus, darah muncrat-muncrat dan Siu Bi menjerit sambil melompat ke belakang. Di depannya, entah dari mana datangnya, telah berdiri seorang laki-laki yang buntung lengan kirinya!
"Kakek.....!" Siu Bi memekik penuh kengerian, mengira bahwa roh kakeknya yang muncul ini.
Akan tetapi ia melihat betapa lengan kiri yang buntung itu masih meneteskan darah segar sedangkan atas tanah menggeletak buntungan tangan. Pendekar Buta dan isterinya masih rebah terlentang. Siu Bi cepat mengalihkan pandang matanya yang terbelalak ke arah orang di depannya, wajahnyaa pucat sekali.
"Siu Bi..... anakku.,..." Orang itu berkata, biarpun lengannya sudah buntung dan wajahnya pucat keringatnya memenuhi muka menahan sakit yang hebat, namun mulutnya tersenyum, wajahnya yang setengah tua dan tatapan dibayangi kedukaan hebat.
"Kau..... kau...." Siu Bi berbisik ketika mengenal bahwa orang itu, orang yang datang menangkis pedangnya tadi dengan lengan kiri sehingga bukan lengan Pendekar Buta yang buntung, melainkan lengannya, adalah The Sun ayah tirinya!
"Aku ayahmu, Siu Bi..... lama sekali dan susah payah aku mencarimu....."
"Bukan, kau bukan ayahku! Pergi.....!"
The Sun menggeleng kepalanya. "Tidak boleh, Siu Bi, anakku. Kau tidak boleh menambah dosa yang sudah bertumpuk-tumpuk, dosa yang diperbuat mendiang kakekmu dan aku....."
"Kau..... kau membunuh kakek, kau bukan ayahku..... sa..... salahmu sendiri..... ,. kau menangkis pedangku....."
"Memang sepatutnya lenganku yang buntung, bukan lengan Kun Hong! Biarpun lengan suhu buntung oleh pedang Kun Hong, akan tetapi akulah yang berdosa, dan karenanya sudah sepatutnya aku pula yang menanggung hukumannya. Siu Bi, kau tidak tahu betapa jahatnya Koleksi Kang Zusi307
Jaka Lola Kho Ping Hoo kakekmu Hek Lojin, betapa jahatnya pula aku dahulu. Kakekmu dan aku yang dahulu menyerbu dan bermaksud membunuh Pendekar Buta, kami bersekutu dengan orang-orang jahat di dunia kang-ouw. Kami haus akan kemuliaan, akan kedudukan dan harta, karena itu kami memusuhi Pendekar Buta dan Raja Pedang. Akan tetapi kami semua kalah, kakek gurumu juga kalah, baiknya Pendekar Buta masih menaruh kasihan, hanya membuntungi lengan, tidak membunuhnya.....! Aku bertemu dengan ibumu, ibumu yang mengandungmu karena dipermainkan majikan-majikannya, aku membelanya, kami menjadi suami isteri, dan kau..... kau anakku juga, Siu Bi. Aku sudah berusaha menebus dosa, mengasingkan diri di Go-bi-san, siapa kira..... penebusan dosa yang sia-sia, dirusak kakekmu..... dia mendidikmu untuk membalas dendam...,, akhirnya dosaku bertambah, dia tewas di tanganku..... dan sekarang, Tuhan menghukum hambaNya kau sendiri membuntungi lenganku. Ah, aku puas..... seharusnya beginilah....."
Tiba-tiba Siu Bi menjerit dan menutupi mukanya, menangis terisak-isak. la teringat akan Swan Bu yang sudah ia buntung lengannya. Pada saat itu suami isteri yang tadinya rebah lumpuh, bersama rnelompat bangun,
"The Sun, hukum karma tak dapat dielakkan oleh siapapun juga," kata Kun Hong.
The Sun tercengang dan membalikkan tubuhnya. Siu Bi menurunkan tangannya dan memandang bengong. "Kau..... kau..... sudah kutotok kalian....." katanya gagap.
Hui Kauw melangkah maju dan "plak! plak!" dua kali kedua pipi Siu Bi ditamparnya, membuat gadis itu terpelanting dan bergulingan beberapa kali. Ketika ia berhasil melompat bangun, kedua pipinya menjadi bengkak.'
"Bocah yang dididik menjadi binatang liar, dan keji!" kata nyonya ini, senyumnya mengejek.
"Kaukira akan dapat membikin lumpuh Pendekar Buta" Kalau dia mau, tadi sudah dengan mudahnya merobohkanmu. Sengaja dia hendak menanti apa yang akan kaulakukan. Pada saat kau membacok tadi, dia sudah siap menangkis dan merobohkanmu. Kiranya The Sun muncul dan mewakilinya dengan berkorban lengan. Benar, Tuhan menghukum hambaNya!"
Siu Bi kaget, malu, menyesal dan segala macam perasaannya bercampur aduk di dalam dadanya. Kembali ia menjerit lalu ia melarikan diri di malam gelap karena bulan sudah menyembunyikan diri di dalam awan.
"Siu Bi..... tunggu.....'" The Sun lari mengejar, terhuyung-huyung dan darah berceceran dari lengannya.
Kun Hong memegang tangan isterinya. Memang betul apa yang dikatakan Hui Kauw tadi.
Ketika Siu Bi menotoknya, ia kaget akan tetapi dengan sinkangnya yang luar biasa, dia dapat memunahkan totokan itu dan sengaja dia berpura-pura lumpuh dan diseret keluar menurut Koleksi Kang Zusi308
Jaka Lola Kho Ping Hoo saja. Malah ketika Siu Bi mencabut pedang, dia tetap diam saja, hanya siap untuk melakukan serangan balasan merobohkan gadis itu. Ketika The Sun muncul, dengan mudahnya dia membebaskan totokan isterinya.
"Hebat....." bisiknya.
"Jadi itukah bocah yang dikabarkan mengancam kita" Heran sekali, siapakah sebetulnya yang telah menangkapnya dan menyiksanya....." Anak itu sebetulnya tidak jahat..... dan syukurlah bahwa The Sun telah dapat menguasai nafsu-nafsunya dan berubah menjadi manusia baik-baik."
"Hemm, suamiku. Kau selalu mengalah, sabar, dan menilai orang lain dari segi-segi baiknya saja. Gadis demikian kejam dan liar, tidak kenal budi, ditolong malah membalas dengan ancam-an membuntungi lengan, kau bilang sebetulnya tidak jahat" Dan The Sun itu, terang dialah gara-gara semua perkara ini, kau bilang sudah menjadi manusia baik-baik?" Hui Kauw sendiri terkenal seorang yang sabar hatinya, akan tetapi dibandingkan dengan suaminya, ia kadang-kadang merasa bahwa suaminya itu terlalu lemah, dan terlalu sabar.
"Aku tidak mau menilai orang dari kebodohannya, isteriku. Menilai orang harus dari segi-segi baiknya, kalau ia melakukan, itu hanya karena ia lupa dan terseret oleh sesuatu yang membuat ia menyeleweng daripada kebenaran. Gadis itu pada dasarnya baik, hanya ia dimabuk-kan oleh rasa dendam untuk membalas sakit hati kakeknya. Bukankah itu wajar bagi seorang gadis yang terdidik ilmu silat di pegunungan yang sunyi" Adapun The Sun, mendengar suaranya, ternyata dia telah mendapatkan kemajuan pesat dalam hatinya.
Agaknya kalau kali ini kita menghadapi tentangan-tentangan, tentu bukan dari The Sun datangnya dan..... he, ada orang di pondok!" Cepat bagaikan kilat tubuh Pendekar Buta ini sudah mencelat ke arah pondok, disusul isterinya. Akan tetapi Hui Kauw hanya melihat berkelebatnya bayangan yang cepat sekali menghilang di balik pondok itu. Ketika mereka memeriksa, ternyata buntalan pakaian mereka masih ada juga tongkat Kun Hong masih ada.
Akan tetapi pedang Kim-seng-kiam, pedang Hui Kauw, lenyap dari tempatnya semula, yaitu tadinya disandarkan pada bilik.
"Pedangku hilang! Mari kejar.....!" seru Hui Kauw, akan tetapi Kun Hong memegang lengannya.
"Jangan, percuma saja. Tentu dia sudah lenyap ditelan kegelapan malam. Biarlah, kelak tentu kita akan bertemu dengan pencurinya. Bukan tidak ada maksudnya mencuri pedangmu....."
"Ah, tentu gadis iblis tadi..... atau mungkin The Sun! Memang mereka ja-hat.....!"
Kun Hong menggeleng-geleng kepalanya dan alisnya berkerut. "Bukan mereka..... The Sun Koleksi Kang Zusi309
Jaka Lola Kho Ping Hoo terluka parah, lengan-nya buntung, tak mungkin dia melakukan hal ini, juga puterinya tidak. Mereka takkan senekat itu. Eh, bagaimana kau lihat orang tadi, ataukah kau tidak sempat melihatnya?"
"Hanya bayangan berkelebat cepat, kurasa lebih cepat daripada gerakan Siu Bi, entah laki-laki entah wanita, akan tetapi kalau laki-laki, tentu dia seorang bertubuh kurus kecil.
Mungkin wanita."
"Hemmm, isteriku. Kalau tidak meleset dugaanku, orang yang mencuri pedangmu dan orang yang melakukan fitnah atas diri anak kita sehingga membuat Kong Bu marah, adalah sama.
Entah siapa dia, akan tetapi yang jelas dia atau mereka adalah pengecut-pengecut yang tiada berharga, tidak berani menghadapi kita secara langsung melainkan dengan cara mengadu domba dan me-lakukan fitnah. Kita harus cepat ke Kong-goan dan menyelidiki ke kuil tua. Sekarang juga kita berangkat.
Apakah sesungguhnya yang terjadi dengan diri Tan Kong Bu, pendekar dari Min-san"
Pedang Kim-seng-kiam rnilik Hui Kauw telah lenyap dicuri orang dari pondok itu, bagaimana tahu-tahu bisa menancap di dada Kong Bu yang mayat-nya ditemukan oleh Tan Cui Sian dan Kwa Swan Bu seperti telah dituturkan di bagian depan"
Untuk mengetahui hal ini, mari kita mengikuti pengalaman mendiang Kong Bu, jago tua yang berhati sekeras baja dan berwatak jujur dan terbuka itu.
Dapat dibayangkan betapa malu, se-dih, menyesal yang kesennuanya menimbul-kan kemarahan besar di dalam hati Tan Kong Bu ketika dia menyaksikan puteri tunggalnya yang terkasih, mendapat peng-hinaan dari Kwa Swan Bu. Biarpun Swan Bu putera Pendekar Buta yang dia ka-gumi dan dia sayang pula, namun per-buatan pemuda itu melebihi segala batas dan jalan satu-satunya hanya memberi hukuman mati kepadanya! Lebih sakit hatinya ketika dia mendaki puncak Liong-thouw-san bertemu dengan Pendekar Buta suami isteri terjadi percekcokan dan dia tak mainpu menandingi suami isteri sakti itu. Hal ini amat menyakitkan hatinya dan dia segera kembali menuju ke Kong-goan untuk mencari jejak Swan Bu lagi dan dia takkan mau berhenti sebelum bertemu dengan pemuda itu dan mengadu nyawa dengannya!
Pada suatu pagt yang riaas baginya, dia memasuki sebuah hutan kecil. Di tengah hutan itu, di atas lapangan rumput yang luas, dia melihat tiga orang berdiri memandangnya, seakan-akan me-reka sengaja menanti dan mencegat per-jalanannya. Sebagai seorang tokoh kang-ouw, tentu saja Kong Bu dapat menduga niat mereka itu, maka dia pun bersiap-siap sambil memandang tajam penuh selidik. Akan tetapi ternyata bahwa dia tidak mengenal orang-orang itu, sungguh-pun dia dapat menduga bahwa mereka tentulah orang-orang di dunia kang-ouw yang berkepandaian tinggi. Seorang di antara mereka adalah nenek tua yang berkulit kehitaman, pakaiannya berkem-bang merah, di punggungnya tergantung sebatang Koleksi Kang Zusi310
Jaka Lola Kho Ping Hoo pedang. Orang ke dua adalah seorang kakek pendek gendut, mukanya seperti seorang dari utara, tidak membawa senjata, sedangkan orang ke tiga adalah seorang kakek yang mulutnya tersenyum-senyum mengejek, juga pakaiannya serba merah sehingga kelihatan lucu sekali dan aneh, seperti seorang gila, tangannya memegang sebatang tongkat panjang.
Melihat kakek ke tiga ini, Kong Bu mengerutkan keningnya, serasa pernah dia melihat muka ini, tapi lupa lagi kapan dan di mana.
la hendak berjalan terus, tanpa menoleh, hanya melirik dari sudut matanya. Kalau mereka tidak mengganggunya, dia pun tidak akan mencari perkara selagi perkara sendiri yang cukup gawat belum selesai. Namun dia maklum bahwa ketiga orang itu bukanlah tokoh baik-baik, maka dia bersikap waspada.
"Bukankah dia itu jago Min-san" Kenapa berkeliaran sampai di sini?" tiba-tiba terdengar suara parau dari kakek pendek gendut.
"Aha, apa kau tidak tahu, Sianjin" Anak perempuannya dihina orang, akan tetapi dia tidak berani berkutik karena yang menghina adalah putera Pendekar Buta!" jawab si nenek.
"Aih-aih-aih..... yang begitu mana patut disebut pendekar" Pengecut besar dia....." kata kakek berpakaian merah. Akan tetapi kakek ini terpaksa menghentikan kata-katanya dan cepat dia melempar diri ke kiri sambil menggerak-kan tongkatnya menangkis ketika sesosok sinar cemerlang menyambarnya. Sinar itu adalah sinar pedang di tangan Kong Bu yang sudah menerjangnya dengan ke-cepatan kilat menyambar.
"Swiiinggg.....!" Sinar pedang menyambar, merupakan gulungan sinar putih yang mendatangkan angin tajam!
"Hayaaaaa.....!" Kakek berpakaian merah berseru kaget dan cepat memban-ting tubuh ke kiri, berjungkir balik dan tongkatnya sudah diputar melindungi tubuhnya. Di lain detik Kong Bu sudah berdiri dengan kaki terpentang 'ebar, pedang melintang di depan dada, mata memandang tiga orang itu dengan sinar bernyala-nyala.
"Siapakah kalian dan apa maksud kalian menghina orang lewat tanpa sebab?"
Nenek itu tertawa mengejek. "Hi-hi-hik, kau bilang tanpa sebab" Apakah kau hendak menyangkal betapa puterimu di kuil tua di Kong-goan tidur di samping putera Pendekar Buta yang telanjang....." Hi-hi-hik, dan kau tidak berani....."'
Nenek itu menghentikan tawanya karena Kong Bu sudah melangkah maju setindak, mukanya beringas, pedang di tangannya tergetar. "Bagaimana kau bisa tahu" Ah..... tahulah aku sekarang. Agaknya kalian inilah manusia-manusianya yang sengaja mengatur itu..... ah, betapa bodohku! Dan kau....." la menuding muka kakek berpakaian merah dengan pedang-Koleksi Kang Zusi311
Jaka Lola Kho Ping Hoo nya. "Kau Ang Mo-ko. Ya, ingat aku sekarang, kau bekas pengawal kaisar muda. He, Ang Mo-ko, apa kehendakmu menghadang dan menghinaku" Dan dua orangj ini siapa?"
Nenek itu melangkah maju, pedangnya sudah tercabut dan berada di tangannya, pedang yang mengeluarkan sinar keemasan. "Kau putera Raja Pedang kan" Hi-hi-hik, Raja Pedang dan Pendekar Buta musuh-musuh kami, keluarga mereka pun musuh kami. Memang kami yang mengatur di kuil tua di Kong-goan. Hi-hi-hik, Tan Kong Bu, kau mau mengenal kami"
Aku Ang-hwa Nio-nip, Kui Ciauw....."
"Ah, kau sisa dari Ang-hwa Sam-ci-moi" Bagus, kiranya musuh besar!" bentak Kong Bu.
"Dan sahabatku ini adalah Bo Wi Sianjin, sute dari mendiang Ka Chong Hoatsu....."
"Hemmm, semua adalah musuh-musuh besar ayah. Pantas, pantas..... heee, Ang-hwa Nio-nio, apa yang telah kalian lakukan terhadap anakku" Kalau memang kalian mendendam, mengapa tidak langsung menghadapi ayah atau aku, tua lawan tua. Kenapa mesti mengganggu bocah" Tak tahu malu engkau!"
Ang-hwa Nio-nio tertawa terkekeh. "Kami tawan anakmu dan anak Pendekar Buta, kami menotok mereka dan menjajarkan di dalam kuil, memancing kau masuk. Ihhh, kiranya kau begitu goblok, tidak dapat membunuh putera Pendekar Buta, ataukah..... kau tidak berani?"
"Keparat'" Kong Bu tak dapat menahan kemarahannya lagi. Pedangnya Sudah berkelebat menyambar dengan ,e-buah tusukan kilat ke arah dada Ang-hwa Nio-nio. Serangan ini hebat sekali, didorong oleh tenaga Yang-kang yang luar biasa, tak mungkin dapat dielakkan lagi saking cepatnya. Kalau bukan Ang-hwa Nio-nio yang diserang, tentu telah tembus dadanya oleh pedang. Akan tetapi wanita tua ini bukan orang lemah dan ia pun maklum bahwa mengelak berarti menghadapi bahaya maut. Maka sambil menjatuhkan diri ke kanan, pedangnya bergerak menangkis, berubah menjadi sinar keemasan.
"Tranggggg.....!" Tangan Kong Bu tergetar dan dia cepat-cepat menarik kem-bali pedangnya. Diam-diam dia mengakui kelihaian nenek ini, akan tetapi yang inembuat dia lebih bingung dan kaget adalah ketika dia melihat pedang ber-sinar keemasan di tangan si nenek. IA mengenal pedang ini, serupa benar de-ngan pedang isteri Pendekar Buta yang baru beberapa pekan ini dihadapinya. Ketika bertanding dengan Hui Kauw, nyonya itu pun menggunakan pedang ini. Apakah pedang mereka memang kembar"
"Iblis, pedang siapa kaupakai?" Kong Bu membentak dan melanjutkan serangan-nya. Akan tetapi pedangnya bertemu dengan tongkat panjang dan kiranya Ang Mo-ko sudah maju pula mengeroyok.
"Hi-hi-hik, mau tahu" Pedang nyonya Pendekar Buta ini, dan sebentar lagi pedang ini yang akan mengambil nyawamu!"
Koleksi Kang Zusi312
Jaka Lola Kho Ping Hoo Kong Bu seorang yang jujur, akan tetapi dia bukanlah orang bodoh pertemuannya dengan tiga orang ini siidah cukup baginya untuk membuka matanya, untuk memecahkan rahasia itu. Tahulah dia sekarang bahwa peristiwa antara Swan Bu dan Lee Si adalah peristiwa buatan mereka ini, musuh-musuh besar , ayahnya dan musuh-musuh Pendekar Buta pula.
Me.reka sengaja memancing ke-marahannya agar dia bermusuhan dengan Pendekar Buta.
Agaknya melihat bahwa ia belum dapat membunuh Swan Bu, mereka tidak sabar dan kini mereka hendak turun tangan sendiri, membunuhnya dan kembali mereka hendak menjalankan siasat mengadu domba, yaitu hendak membunuhnya menggunakan pedang isteri Pendekar Buta yang entah bagaimana bisa terjatuh ke tangan Ang-hwa Nio-nio.
"Jangan kira gampang!!" la membentak dan segera ketua Min-san-pai ini mainkan pedangnya dengan Ilmu Pedang Yang-sin Kiam-hoat yang ampuh. Pedangnya lenyap bentuknya, berubah menjadi gulungan sinar putih yang panjang dan lebar melibat-libat dan melayang-layang seperti seekor naga di angkasa yang mengamuk dan bermain-main dl antara awan putih.
"Kok-kok-kok?" Bo Wi Sianjin si kakek gendut pendek sudah berjongkok dan melancarkan pukulan Katak Saktinya.
Pada saat itu baru saja Kong Bu menangkis pedang Ang-hwa Nio-nio dan melompat ke kanan menghindarkan diri dari tongkat Ang Mo-ko yang menyapu pinggangnya. Kagetlah dia ketika tiba-tiba mendengar suara aneh itu dari belakang dan tiba-tiba menyambar angin pukulan yang annat dahsyat. Melihat si-kap dan kedudukan kakek itu aneh sekali, Kong Bu tidak berani menghadapinya dengan kekerasan, melainkan mengelak sambil berjongkok.
Angin pukulan me-nyambar lewat di atas kepalanya dan alangkah kagetnya ketika kain pembung-kus kepalanya hancur berkeping-keping. Baru diserernpet hawa pukulan itu saja sudah demikian hebat akibatnya, dapat dibayangkan betapa akibatnya kalau pukulan aneh itu tepat mengenai perutnya!
Maklumlah pendekar ini bahwa di antara tiga orang lawannya, kakek pendek yang bertangan kosong inilah yang paling ber-bahaya.
Karena itu, Kong Bu segera mengubah siasat. la sengaja bergerak dan melayang cepat, sengaja . dia menjauhkan diri dari Bo Wi Sianjin, atau dia sengaja meng-ambil posisi sedemikian rupa agar kakek pendek itu selalu terhalang oleh Ang Mo-ko atau Ang-hwa Nio-nio sehingga tidak berani melancarkan pukulan jarak jauh yang mujijat tadi karena jika demikian, tentu ada bahayanya memukul kawan sendiri.
Setelah dalann pertempuran seper-empat jam lamanya belum juga mereka dapat merobohkan Kong Bu, Ang-hwa Nio-nio menjadi marah dan penasaran sekali. Nenek ini mengeluarkan pekik nyaring, tubuhnya meloneat bagaikan seekor burung walet, pedangnya Koleksi Kang Zusi313
Jaka Lola Kho Ping Hoo diputar menerjang Kong Bu dari atas, dan tangan kirinya mengirim pukulan Ang-tok-ciyng yang tak kalah berbahayanya.
"Cring-cring-cring.....!" Tiga kali pedang Kong Bu menangkis serangan beruntun itu.
Serangan Ang-hwa Nio-nio memang aneh dan hebat. Begitu pedangnya tertangkis, pedang itu terpental bukan ke belakang, melainkan menyeleweng dan terus menjadi gerak serangan susulan yang makin lama makin hebat. Terpaksa Kong Bu mainkan Yang-sin Kiam-hoat bagian pertahanan setelah melihat betapa tiga kali tangkisannya tidak membuyarkan rangkaian serangan lawan. Kini pedangnya diputar seperti payung dan jangankan baru serangan pedang Ang-hwa Nio-nio, biarpun hujan deras menyiramnya, tak setetes pun air akan dapat me-ngenai bajunya.
Pukulan Ang-hwa Nio-nio dengan ta-ngan kiri, tak berani Kong Bu menerimanya langsung.
la dapat melihat betapa tangan nenek itu menjadi merah, tanda bahwa pukulan itu mengandung hawa beracun yang jahat. la hanya menggeser kaki miringkan tubuh sambil menangkis dari samping. Sebagai ahli Yang-sin Kiam-hoat, tentu saja Kong Bu memiliki tenaga Yang-kang istimewa kuatnya, maka benturan ini membuat nenek tadi ter-huyung-huyung dan serangannya otomatis gagal.
Ang Mo-ko menanti kesempatari baik. Selagi kedua pedang tadi berkelebatan beradu cepat, dia tidak berani sembrono dengan tongkatnya, karena selain hal ini dapat mengacaukan permainan pedang Ang-hwa Nio-nio, juga salah-salah tong-, katnya akan kena benturan pedang ka-wannya. Kini melihat betapa libatan sinar-sinar pedang itu sudah teriepas dan Kong Bu juga terhuyung ke kanan oleh benturan tenaga tadi, cepat laksana kilat tongkatnya menyelonong maju, digetarkan sehingga ujungnya berubah menjadi belasan batang yang kesemuanya menye-rang dengan totokan-totokan maut ke arah bagian tubuh yang berbahaya. Hebat memang ilmu tongkat Ang Mo-ko. Bagian tubuh yang berbahaya dimulai dari ubun-ubun kepala terus ke bawah dalam jarak sejengkal tangan, yaitu dari ubun-ubun ke mata, telinga, tenggorokan, pundak, ulu hati, pusar dan seterusnya. Anehnya, ujung tongkat yai g hanya satu ini, setelah dia getarkan sedemikian kuatnya, seakan-akan berubah menjadi belasan batang dan menyerang semua bagian berbahaya itu sambil mengeluarkan suara inendengung-dengung!
Melihat penyerangan yang luar biasa ganasnya ini Kong Bu mengeluarkan suara melengking tinggi dari kerongkongannya. Inilah pengerahan sinkang yang isti-mewa, disertai suara melengking, sebuah ilmu kesaktian yang dia warisi dari men-diang kakeknya, Song-bun-kwi Kwee Lun Si Iblis Berkabung! Bunyi lengking tinggi inl selain menambah daya pemusatan sinkang, jAga mengandung tenaga yang menggetarkan jantung lawan. Sambil melengking-lengking Kong Bu menggerak-kan pedangnya yang menerobos di antara bayangan ujung tongkat. Terdengar suara keras ketika tongkat di tangan Ang Mo-ko patah-patah menjadi lima potong dan disusul pekik mengerikan karena tanpa dapat dielakkan lagi oleh Ang Mo-ko, pedang di tangan Kong Bu sudah menan-cap tenggorokannya sampai tembus dan sekali Koleksi Kang Zusi314
Jaka Lola Kho Ping Hoo Kong Bu merenggut ke kanan, leher itu hampir putus! Tubuh Ang Mo-ko roboh miring, kepala yang lehernya hampir putus tertindih paha, darah menyembur-nyembur dan kaki tangan ber-kelojotan, kaku kejang seakan-akan tubuh yang rusak lehernya oleh pedang itu masih tak tega berpisahan dengan nyawa!
"Keparat, terimalah pukulanku!" terdengar bentakan dari belakang Kong Bu disusul suara
"kok-kok-kok!" seperti tadi. Kong Bu maklum bahwa kakek pendek itu sekarang mendapat kesempatan melancarkan pukulannya yang aneh dan mujijat. Cepat dia memutar tubuhnya, berusaha mengelak sambil mengerahkan sinkang di kedua lengannya, mendorong ke depan untuk menahan gelombang serangan tenaga yang tidak tampak. Nampak pukulan Katak Sakti dari Bo Wi Sianjin ini bukan main hebat dan kuatnya. Kong Bu merasa betapa tubuhnya seperti ditembus angin taufan yang tak tertahankan, dorongannya membalik dan tubuhnya melayang seperti layang-layang putus talinya! Pada saat itu, pedang Ang-hwa Nio-nio meluncur dan membabat pinggangnya. Baiknya Kong Bu adalah seorang jagoan yang sudah matang kepandaiannya, maka biarpun tubuh-nya melayang di udara, dia cepat dapat menguasai dirinya lagi sehingga melihat sinar pedang berkelebat mengancam pinggang, dia masih dapat menggerakkan pedangnya sekuat tenaga menangkis.
"Tranggggg.....!!" Tubuh Kong Bu me-lompat sambil berjungkir-balik, membuat salto sampai tiga kali sebelum kedua kakinya menginjak bumi. Akan teiapi kagetlah dia ketika melihat bahwa pe-dangnya telah patah di dekat gagangnya. Dengan hati geram dia membanting ga-, gang pedang, lalu melolos sarung pedang yang dipegang di tangan kanannya, juga melepaskan ikat pinggang yang terbuat daripada sutera kuning. Biarpun tidak sehebat pedangnya yang patah, namun dengai,! sarung pedang dan ikat pinggang di tangan, Kong Bu masih merupakan lawan yang amat tangguh!
Kembali Ang-hwa Nio-nio menyepaTig, kali ini nenek itu memperlihatkan gin-kangnya.
Sekali kedua kakinya menjejak tanah, tubuhnya melayang seperti terbang ke arah Kong Bu, pedangnya diputar-putar di depannya, berubah menjadi segulung sinar bundar, diiringi suara seruannya yang nyaring, Kong Bu maklum akan keampuhan pedang di tangan nenek itu, pedang yang mengeluarkan sinar keemas-an. la maklum pula bahwa kalau dia menangkis dengan sarung pedang, tentu senjatanya ini akan terbabat putus, maka dia lalu membentak keras, ikat pinggangnya di tangan kiri bergerak seperti seekor ular nienyambar, ujungnya menyam-but pedang lawan dengan maksud melibat pedang atau lengan yang memegang pe-dang. Namun Ang-hwa Nio-nio juga bukan seorang ahli silat sembarangan.
Tak mau ia mengadu pedangnya dengan benda lemas itu. la menarik pedangnya, turun ke atas tanah lalu mengubah serangannya, menusuk dan membabat bertubi-tubi, tidak memberi kesempatan lagi kepada lawannya.
Kong Bu melengking keras ketika dari belakang terdengar suara "kok-kok-kok", pukulan mujijat dari Bo Wi Sianjin. Terpaksa dia menghindar ke kiri, akan tetapi di sini dia disambut oleh tusukani pedang yang dapat ditangkisnya dari samping dengan sarung pedang. Ikat Koleksi Kang Zusi315
Jaka Lola Kho Ping Hoo pinggangnya dikelebatkan ke sbelakang menyerang kaki Bo Wi Sianjim Serangan ini kelihatannya sepele, akan tetapi kiranya akan celakalah kakek pendek itu kalau" kakinya sarnpai kena terlibat ikat pinggang! Bo Wi Sianjin tertawa mengejek, sambil melompat tinggi, kemudian turuni dan melancarkan pukulan Katak Sakti lagi yang juga dapat dielakkan oleh Kpng Bu, walau dengan susah payah.
"Heh-heh-heh, ada apa ini ribut-ribut" terdengar suara yang kaku dan ganjil, suara orang asing. Kong Bu melirik dan melihat seorang kakek asing berkulit hitam, tinggi besar bersorban, telinganya memakai anting-anting, jalan mendatangi bersama seorang hwesio yeng juga tinggi besar akan tetapi sudah tua sekali, hwe-sio yang pakaiannya sederhana dan bajunya dibuka lebar di bagian dada. Mereka itu bukan lain adalah Maharsi dan Bhok Hwesio
"Ji-wi Lo-suhu mengapa baru datang" Ang Mo-ko tewas oleh keparat ini'" teriak Ang-hwa Nio-nio, setengah me-nyesal akan tetapi juga girang.
"Dia mampus pun salahnya sendiri, karena kepandaiannya masih rendah," jawab Maharsi seenaknya. "Inikah jago Min-san putera Raja Pedang" Heh-heh-heh, ingin kucubo!"
Kong Bu kaget sekali. la masih sibuk menghadapi desakan pedang Ang-hwa Nio-nio dan pukulan mujijat Bo Wi Sian-jin. Sekarang tiba-tiba pendeta India yang tinggi itu berjalan miring-miring mendekatinya, lengan tangannya bergerak dan lengan itu seperti mulur, tahu-tahu sudah dekat dengan kepalanya, didahului angin pukulan yang tak kalah mujijatnya oleh angin pukulan Katak Sakti Bo Wi Sianjin.
Kong Bu eepat nienjatuhkan cliri di atas tanah dan bergulingan. Hanya de-ngan cara ini dia tadi dapat terbebas daripada bahaya maut. Saking marahnya, Kong Bu mengeluarkan lengking tinggi bersambung-sambung, melompat bangun dan mengamuk. Namun fihak lawan ter-ialu banyak dan terialu tangguh. Pada 1 suatu saat dia berhasil menghindar dari pukulan Katak Sakti Bo Wi Sianjin, akan tetapi tidak dapat mengelak dari pukulan ! Pai-san-jiu dari Maharsi. Punggungnya kena dorongan dahsyat ini, dia terbanting roboh, napasnya sesak dan setengah pingSan. Pada saat itulah Ang-hwa Nio-nio melompat dekat dan menusukkan Kim-seng-kiam ke dadanya. Pedang ini imblas sampai setengahnya lebih, tepat meng-hujam dada kiri dan menembus jantung sehingga jagoan sakti pendekar Min-san ini tewas di saat itu juga tanpa dapat bersambat lagi!
Dan demikianlah, seperti telah dituturkan di bagian depan, Tan Cui Sian dan Kwa Swan Bu dari jauh mendengar lengking tinggi dari Kong Bu, akan tetapi ketika mereka tiba di tempat itu, hanya melihat mayat Tan Kong Bu dengan pe-dang Kim-seng-kiam menancap di dada-Hatnya. Melihat pedang ini yang diakui sebagai pedang ibunya oleh Swan Bu, Cui Sian marah bukan main. la dapat menduga bahwa kakaknya yang berdarah panas dan berwatak keras itu tentu tewas di tangan isteri Pendekar Buta. la pun maklum bahwa tentu kakaknya itu Koleksi Kang Zusi316
Jaka Lola Kho Ping Hoo marah-marah kepada Pendekar Buta suami isteri, menuduh Swan Bu melakukan perbuatan hina terhadap Lee Si, dan mungkin suami isteri itu pun merasa marah karena puteranya dimaki-maki sehingga timbul percekcokan. Akan tetapi , kalau sampai membunuh kakaknya, ini keterlaluan namanya dan ia tidak akan menerima begitu saja!
Jangankan Cui Sian, sedangkan Swan Bu sendiri diam-diam juga menduga demikian. Mana bisa lain orang yang membunuh Kong Bu kalau pedang Kim-seng-kiam menancap di dadanya, pedang itu tak mungkin terlepas dari tangan ibunya! Swan Bu gelisah sekali, bingung dan berduka. Akan tetapi ada satu kenyataan yang menghibur hatinya, yakni bahwa pedang itu masih tertancap di dada Kong Bu dan ditinggalkan begitu saja. Mungkinkah kalau memang ibunya yang membunuh Kong Bu, ibunya meninggalkan pedang itu tertancap di dada lawannya" Apakah karena mendengar kedatangannya bersama Cui Sian tadi, ibunya lalu tergesa-gesa pergi sehingga tak sempat mencabut pedangnya" Ah, sukar dipercaya kemungkinan ini. Apa sukarnya mencabut pedang apalagi bagi ibunya! Agaknya lebih patut kalau ada orang yang SENGAJA meninggalkan pedang itu di dada Kong Bu. Dan siapapun orangnya, tak mungkin orang itu ibunya! Jadi, tentu ada orang lain yang kembali melakukan fitnah untuk kali ini memburukkan nama ibunya. Akan tetapi bagaimana orang itu dapat menggunakan pedang Kim-seng-kiam"
Swan Bu berjalan terhuyung-huyung, kesehatannya masih belum pulih seluruhnya, kini hatinya terhimpit perasaan yang tidak karuan, jiwanya tertekan oleh peristiwa-peristiwa yang hebat. la berjalan perlahan memandangi pedang ibunya di tangan.
"Ah, Kim-seng-kiam..... kalau saja kau bisa bicara..... tentu kau akan dapat bercerita banyak....." keluhnya.
"Swan Bu.....!"
Pemuda itu tersentak kaget. Suara itu! Cepat dia membalikkan tubuh dan sejenak wajahnya yang tampan dan pucat itu berseri. Dilihatnya gadis yang selama ini mengaduk-aduk hatinya, yang mendatangkan derita, bahagia, kecewa dan harapan di hatinya, Siu Bi, berdiri hanya beberapa meter jauhnya di depannya! Gadis itu mukanya pucat, rambutnya awut-awutan, pakaiannya kusut, sinar matanya sayu dan pipi yang masih berbekas air mata itu kini kembali digenangi air mata yang mengalir turun.
"Siu Bi....." Swan Bu berbisik, tak sengaja melirik ke arah lengan kirinya yang buntung dan ujungnya dibalut.
Lirikan ke arah lengan buntung inilah yang agaknya memecahkan bendungan yang menahan gelora di hati Siu Bi yang ditahan-tahan. Gadis ini menjerit, lalu lari maju, menjatuhkan diri berlutut di depan Swan Bu, memeluk kedua kaki pemuda itu dan menangis tersedu-sedu.
"Swan Bu..... Swan Bu..... kauampunkan aku.....Swan Bu..... ampunilah aku...'"
Koleksi Kang Zusi317
Jaka Lola Kho Ping Hoo Tak kuat hati Swan Bu menahan air matanya yang turun bertitik-titik ketika dia menunduk memandang kepala Siu Bi yang kusut rambutnya. Kedua kakinya terasa lemas dan dia pun berlutut pula.
"Siu Bi, selalu aku memaafkanmu....."
Mereka berpandangan melalui air mata, kemudian bagaikan besi tertarik semberani, keduanya berangkulan, bertangisan dan berpelukan. Dengan air mata mereka saling membasahi muka masing-masing dalam ciuman-ciuman yang digerakkan oleh hati penuh kasih sayang, penuh iba dan haru.
Setelah gelora hati mereka mereda, Siu Bi menyembunyikan mukanya ke dada Swan Bu dan mereka terhenyak duduk di atas tanah, tak bergerak, seluruh tubuh lemas, tenaga habis oleh letupan gelora hati tadi, terasa nikmat penuh damai di hati. Dengan tangan kanannya Swan Bu membelai dan mengelus-elus rambut hitam yang awut-awutan itu.
"Siu Bi aku selamanya mengampunkan engkau, karena aku cinta kepadamu, Siu Bi, karena aku tahu apa yang mendorongmu melakukan semua itu....." bisik Swan Bu.
Siu Bi mengangkat mukanya dari atas dada Swan Bu dan memandang. Kedua muka itu berpandangan, dekat sekali, masih basah oleh air mata.
"Swan Bu aku... aku tidak turut dalam tipu muslihat busuk itu ..... aku bukan sekutu Anghwa Nio-nio....."
Swan Bu mendekap muka yang kelihatan begitu pucat dan penuh kekhawatiran itu. "Siu Bi jiwaku..... tidak, aku tidak percaya itu, kau bukanlah jahat seperti mereka....."
Siu Bi menarik napas panjang, hatinya lega dan ia kembali membaringkan kepalanya di atas dada Swan Bu, sepasang matanya dimeramkan."
"Aku memang jahat, Swan Bu, tapi..... tapi..... untuk menyenangkan hatimu, hati seorang yang kucinta dengan seluruh jiwa ragaku, aku..... aku mau belajar baik! Kaubimbinglah aku, Swan Bu, ajarilah aku bagaimana bisa menjadi orang baik..."
Swan Bu tersenyum. "Kau adalah orang baik, Siu Bi....."
"Tidak, aku tak tahu harus berbuat apa kalau terpisah dari padamu, Swan Bu. Jangan kita berpisah lagi, aku..... aku takut hidup sendiri. Aku ikut denganmu....." Tiba-tiba ia memegang lengan yang buntung itu, memandangnya dan kembali ia menangis tersedu-sedu, menciumi ujung lengan yang dibalufr. "Ahhh... aku tak dapat mengganti lenganmu, Swan Bu..... biarlah kuganti dengan seluruh tubuhku, dengan nyawaku..... aku..... aku Koleksi Kang Zusi318
Jaka Lola Kho Ping Hoo selamanya akan mendampingimu, melayanimu...
Dengan mesra Swan Bu memeluk dan menciuminya, kemudian pemuda ini teringat akan sesuatu dan menarik napas panjang. "Tak mungkin....." katanya lirih dengan nada sedih.
Siu Bi tampak kaget, "Apa katamu" Apa yang tak mungkin?"
"Siu Bi, kau tahu bahwa aku mencintamu, dan takkan ada kebahagiaan yang lebih besar daripada selalu berada di sampingmu selama hidupku. Akan tetapi agaknya hal ini hanya lamunan kosong..... karena..... apa pun yang terjadi, apalagi setelah paman Kong Bu tewas...... agaknya jalan satu-satunya bagiku hanya..... mengawini Lee Si."
"Apa.....?" Siu Bi merenggutkan dirinya dan memandang dengan mata terbelalak.
Swan Bu menunduk sedih, tidak tahan menatap pandang mata yang penuh keperihan hati itu. Menarik napas panjang lagi lalu berkata,
"Siu Bi, kau sendiri mengerti betapa tipu muslihat dan fitnah yang dilakukan oleh Ang-hwa Nio-nio menimbulkar ke-jadian yang amat hebat. Ayah Lee Si, yaitu paman Kong Bu, marah sekali dan tentu saja marah kepadaku dan kepada orang tuaku. Dan tadi..... aku mendapatkan paman Kong Bu telah tewas, terbunuh orang di dalam hutan. Peristiwa di Kong-goan ini akan merusak nama Lee Si untuk selamanya, kecuali kalau..... kalau aku.....
mengawininya. Hanya itu jalan satu-satunya, dan demi menjaga kerukunan kedua keluarga, demi mencuci bersih nama Lee Si yang tidak berdosa, agaknya..... agaknya..... jalan itulah satu-satunya.....'"
"Swan Bu..... tapi kau..... kau cinta padaku kan?"
"Aku cinta padamu, Siu Bi."
Siu Bi menubruk dan memeluknya lagi. Cukup bagiku. Kau boleh mengawininya, kalau itu kau anggap penting. Bagiku, asal kau cinta padaku, asal aku boleh menebus dosaku kepadamu dengan jiwa ragaku, asal....." Tiba-tiba Siu Bi mebangun, juga Swan Bu bangkit berdiri. Keduanya sudah mencabut pedang dan memandang ke arah seorang pemuda yang jalan mendatangi, pemuda yang bukan lain adalah Ouwyang Lam!
Ouwyang Lam memandang sambil tersenyum kepada Siu Bi, kemudian dia memandang Swan Bu, ke arah lengannya yang buntung, dan tertawalah dia, "Ha-ha-ha, Bi-moi-moi, agaknya kau sudah berhasil dalam usahamu membalas den-dam. Ha-ha-ha, kalau anjing buntung ekornya hanya kelihatan tidak pantas, tapi kalau manusia buntung tangannya, benar-benar canggung sekali! Eh, Kwa Swan Bu, ayahmu buta dan kau anaknya buntung, cocok sekali. Tolong tanya, dengan tangan kirimu buntung, kalau kau ada keperluan di Koleksi Kang Zusi319
Jaka Lola Kho Ping Hoo belakang, apakah kau menggunakan tangan kananmu pula" Ha- ha-ha-ha-ha!"
Sampai pucat sekali muka Swan Bu mendengar penghinaan ini, akan tetapi kemarahannya ini amat merugikan, karena kepalanya menjadi pening sekali dan tubuhnya yang sudah lemas itu malah gemetar karenanya.
"Tutup mulutmu yang kotor!" Siu Bi membentak sambil melompat ke depan menghadapi Ouwyang Lam.
Pemuda Ching-coa-to ini terkejut sekali, memandang dengan mata terbelalak. "Eh, eh, eh, Moi-moi.....
"Aku bukan moi-moimu! Cih, tak tahu malu! Ouwyang Lam manusia rendah, ketahuilah bahwa dibandingkan dengan , Swan Bu, kau hanya patut menjadi sepatunya! Maka tak boleh kau menghinanya dan lekas pergi dari sini kalau tidak ingin mampus di tanganku!"
Saking heran dan bingungnya, Ouw-yang Lam hanya berdiri melongo. Mukanya yang berkulit putih menjadi merah sekali, mulutnya yang biasanya pandai bicara, sukar mengeluarkan kata-kata saking kaget dan herannya.
"Siu Bi..... apa artinya ini.....?"
"Artinya, tutup mulutmu yang busuk dan lekas enyah kau dari sini!"
Ouwyang Lam mulai marah. la me-mang tergila-gila kepada gadis cantik ini, tergila-gila akan kecantikannya sesuai dengan wataknya yang mata keranjang, akan tetapi kalau gadis ini mulai meng-hinanya, tentu saja timbul kebenciannya.
"Tapi..... kenapa kau membelanya" , JBukankah kau membuntungi lengan....."
"Bukan urusanmu! Lekas pergi!"
Ouwyang Lam adalah seorang yang terlalu mengandalkan kepandaian sendiri, tentu saja timbul kemarahannya dan dia mengangkat dadanya yang bidang. Biarpun tubuhnya agak pendek, tapi dadanya bidang dan tegap.
"Siu Bi, aku menantang Swan Bu, ja-ngan turut campur! Ataukah putera Pendekar Buta ini sekarang telah menjadi seorang pengecut nomor satu di dunia sehingga dia menyembunyikan diri di belakang pantat wanita?"
"Ouwyang Lam keparat, kotor mulutmu....." Siu Bi menggerakkan pedangnya.
"Siu Bi, tunggu dulu!" Suara Swan Bu ini menahan Siu Bi yang menarik pedangnya kembali Koleksi Kang Zusi320
Jaka Lola Kho Ping Hoo dan menoleh kepada, kekasihnya itu.
"Siu Bi, aku bukan pengecut dan biarpun tidak kau bantu, aku masih takkan mundur menghadapi tantangan siapapun juga!" la melangkah maju menghadapi Ouwyang Lam lalu tersenyum mengejek. "Ouwyang Lam, setelah melihat eadaan-ku terluka, kau berani membuka mulut besar, ya" Hmmm, kau benar-benar gagah sekarang. Majulah!"
Ouwyang Lam tertawa mengejek. Pemuda ini memang cerdik sekali Sekilas pandang dia maklum bahwa lengan Swan Bu yang baru saja buntung membuat pemuda itu lemah dan menderita, maka tentu saja dia berani menantang dan se-ngaja dia membangkitkan kemarahan Swan Bu agar lawannya ini melarang Siu Bi membantunya. Sekarang dengan pedang terhunus, Ouwyang Lam menyerbu, menggeser kaki dengan langkah-langkah pendek seperti harimau kelaparan, pedangnya dimainkan dengan Ilmu Pedang Hui-seng-kiam yang lihai, mulutnya berseru, "Lihat serangan!"
Swan Bu bersikap tenang sekali bahwa keadaannya sebetulnya tidak membenarkan untuk melayani pertandingan, apalagi menghadapi lawan berat, akan tetapi, sebagai seorang berjiwa pendekar, lebih baik menantang maut dari-pada nnandah dicap pengecut! Melihat gerakan pedang Ouwyang Lam menyambar ganas dan mengeluarkan suara ber-suitan, dia mengerahkan tenaga sinkang sekuatnya, menanti sampai pedang lawan mendekat, lalu tiba-tiba dia menghantamkan pedang ibunya menangkis dengan harapan akan dapat mematahkan pedang lawan dalam segebrakan.
Ouwyang Lam terkejut, tak sempat menarik kembali pedangnya, terpaksa dia mengerahkan tenaga pula dan membiar-kan pedangnya bertemu dengan pedang Swan Bu yang bersinar keemasan.
"Cringgg.....!" Bunga api memancar ke arah muka kedua orang muda itu sehingga mereka menjadi silau. Ouwyang Lam merasa betapa tangannya tergetar hebat, akan tetapi Swan Bu yang tenaganya lemah karena lukanya, juga terhu-yyng mundur. Kagetlah dia melihat betapa pedang pendek pemuda tampan itu tidak patah, malah kini Ouwyang Lam sudah menerjang lagi dengan ganas, se-pasang matanya kemerahan, mulutnya yang menyepingai mengeluarkan suara mendesis, wajahnya diliputi bayangan kejam dan buas.
Swan Bu harus berloncatan ke sana-sini sambil memutar pedangnya menangkis, akan tetapi makin lama pandang matanya makin kabur, kepalanya pening dan lengan kirinya yang terluka terasa panas dan nyeri,
"Sraaattttt.,,,.!" Pundak kauan Swan Bu tergores uiJung pedang! Baiknya dia masih sempat menggulingkan diri sehingga pedang di tangan Ouwyang Lam tidak membabat buntung pundak kanannya itu. Dengan gerakan terlatih Swan Bu bergulingan, mengelak dari bacokan-bacokan pedang Ouwyarig Lam yang tidak mau memberi kesempatan lagi. Tiga Koleksi Kang Zusi321
Jaka Lola Kho Ping Hoo kali bacokan pedangnya mengenai tanah dan sebelum dia sempat menyerang lagi, tubuh yang bergulingan cepat itu telah meloncat berdiri lalu Swan Bu sudah siap dan memutar pedang melindungi tubuhnya. Akan tetapi melihat betapa keningnya berkerut-kerut, keringat membasahi mukanya yang pucat, jelas bahwa pemuda itu menderita sekali, malah matanya beberapa kali dimeramkan.
"Ha-ha-ha, Swan Bu. Lebih baik kau membuang pedangmu dan menyerah kalah, aku sudah puas. Takkan kubunuh engkau asal mengaku kalah, ha-ha-ha!" Memang pandai sekali Ouwyang Lam. Melihat lawannya sudah payah, dia sudah mendahului dengan ejekan ini untuk memancing kemarahan.
"Tidak sudi!" jawab Swan Bu, tepat seperti yang diharapkan Ouwyang Lam. "Lebih baik mati daripada menyerah. Ouwyang Lam manusia sombong, jangan kira kau akan dapat mengalahkan aku. Majulah!"
"Swan Bu.....! Mundurlah dan biarkan aku memberi hajaran kepada anjing busuk ini!" Siu Bi berseru, pedang di tangannya sudah gatal-gatal hendak menerjang Ouwyang Lam. Hatinya sudah gelisah tadi melihat pundak kekasihnya tergores pedang sehingga kini mengucurkan darah membasahi bajunya. Tentu saja ia tidak mau turun tangan sebelum Swan Bu mundur, karena betapapun juga, di lubuk hati Siu Bi tersimpan sifat gagah dan ia merasa malu kalau harus mengeroyok, apalagi ia maklum bahwa tingkat ilmu kepandaian Swan Bu amatlah tinggi, jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Ouvvyang Lam atau dia sendiri.
"Tidak, Siu Bi, aku masih kuat menghadapi kesombongannya!" kata Swan Bu. Ucapan Swan Bu ini tidak bohong, juga bukan bual belaka. Sebagai putera tunggal Pendekar Buta yang sakti, tentu saja dia mewarisi ilmu kepandaian yang luar biasa sekali. Sekarang kepalanya sudah pening, pandang matanya kabur dan tubuhnya lemas seakan-akan tidak bertenaga lagi, akan tetapi kepandaiannya masih ada. Maklum bahwa dia tidak akan dapat menghadapi lawan dengan tenaga, Swan Bu segera mengubah gerakannya, kini tahu-tahu dia telah terhuyung-huyung, jongkok berdiri, berloncatan dan kadang-kadang seperti orang menari, kadang-kadang seperti orang mabuk. Sama sekali dia tidak perlu mempergunakan tenaga dalam ilmu langkah ajaib ini, akan tetapi hasilnya, semua serangan Ouwyang Lam mengenai angin kosong! Makin cepat, Ouwyang Lam yang penasaran dan marah ini menghujankan serangannya, makin aneh gerakan Swan Bu, kadang-kadang ada kalanya dia merebahkan diri sehingga Siu Bi hampir menjerit ketika Ouwyang Lam inenubruk tubuh yang rebah itu de-ngan tikaman maut. Akan tetapi di lain detik tubuh yang rebah itu sudah bergulingan dan berdiri lagi, enak-enakan menari aneh. Andaikata Swan Bu tidak demikian lelah dan lemahnya, satu dua kali balasan serangannya tentu akan merobohkan Ouwyang Lam. Akan tetapi Swan Bu sudah terlalu lemah sehingga dia hanya mampu menghindarkan diri daripada serangan lawan tanpa mampu membalasnya. Karena tenaganya makin lemah, gerakannya mulai kurang gesit dan dia mulai terdesak. Empat penjuru angin telah dikuasai oleh sinar pedang Ouwyang Lam, tidak ada jalan lari lagi bagi Swan Bu kecuali menggunakan ilmu langkah ajaibnya untuk menghindar dari setiap tusukan atau bacokan, akan tetapi serangan Koleksi Kang Zusi322
Jaka Lola Kho Ping Hoo hanya serambut saja selisihnya! Siu Bi mulai kecut hatinya, gelisah bu-kan main dan ia sudah mengambil keputusan untuk nekat menerjarg maju ketika tiba-tiba tampak berkelnoat bayangan orang.
"Keparat, mundur kau!" bayangan itu berseru keras.
"Cringgg.....! Crakkk!" Siu Bi menjerit ketika melihat betapa bayangan itu dalam menangkis pedang Ouwyang Lam, telah kalah tenaga, pedangnya terlepas dan pedang Ouwyang Lam membacok dadanya! Siu Bi mengenal orang itu yang bukan lain adalah The Sun!
Dengan jerit tertahan Siu Bi menerjang maju karena Swan Bu juga sudah terhuyung-huyung kelelahan, pedangnya berkelebat mengirim tusukan dibarengi tangan kirinya mengirim pukulan Hek-in-kang!
Bukan main hebatnya serangan Siu Bi yang dilakukan dengan penuh kemarahan ini. la mempergunakan jurus-jurus lihai
dari Cui-beng Kiam-hoat dan pukulan Hek-in-kang dengan tangan kirinya mengeluarkan uap hitam.
Ouwyang Lam yang tertawa-tawa bergelak-gelak karena girangnya dan sombongnya itu mana mampu menghadapi serangan yang tak diduga-duganya ini" la terkejut sekali dan berusaha menangkis, namun terlambat. Pukulan Hek-in-kang telah membuat dadanya serasa meledak dan sebelum dia tahu apa yang terjadi, pedang Cui-beng-kiam telah dua kali memasuki lambung dan dadanya, membuat dia terkulai dan roboh tak bernyawa lagi.
"Ayah.....!" Siu Bi menubruk The Sun yang terengah-engah, dengan tangan kanannya meraba luka di dadanya yang mengeluarkan banyak darah.
The Sun yang duduk itu tersenyum lebar, matanya bersinar-sinar, wajahnya yang pucat berserii penuh bahagia. "Ah, anakku..... anakku..... Siu Bi, kau menyebut apa tadi.....?"
. Dada Siu Bi penuh keharuan. Orang tua ini, yang baru-baru ini amat dibencinya, telah kehilangan lengan untuknya, sekarang menghadapi maut juga untuknya. Orang ini menolong Swan Bu, berarti menolongnya juga. Seketika lenyap semua bencinya, terganti kasih sayang yang dahulu, kasih sayang seorang anak perempuan yang dimanja ayahnya.
"Ayah.....!" Siu Bi merangkul dan menangis.
The Sun berdongak ke atas, pipinya basah air mata. "Terima kasih, atas pengampunMu, bahwa di saat terakhir ini harapan hambaMu masih terkabul. Siu Bi anakku....!" The Sun mendekap kepala gadis itu dan meneium dahinya, rambut-nya, penuh kebahagiaan. "Siu Bi, dengar baik-baik. Orang ini banyak kawannya, mereka tentu akan datang. Kau pergilah Koleksi Kang Zusi323
Jaka Lola Kho Ping Hoo bersama Swan Bu. Aku tahu, dia putera Pendekar Buta, bukan" Ah, Siu Bi, ha-rapanku terakhir, semoga kau dapat hi-dup bahagia bersama dia. Ya, ya..... sejak kau kecil, kutimang-tirnang engkau agar kelak menjadi isteri seorang pendekar keturunan Raja Pedang atau Pendekar Buta. Ha-ha-ha, pengharapanku terkabul kiranya. Pergilah, bawa dia pergi, dia terluka parah.,... biar aku di sini menghadang teman-temannya yang hendak mengejar."
Setelah berkata demikian, dengan sikap gagah The Sun bangkit berdiri, memungut pedangnya yang tadi terlempar dan berdiri dengan kedua kaki terpen-tang lebar.
Siu Bi menengok, melihat Swan Bu dengan napas memburu berdiri bersandar pohon, "Tapi Ayah, kau,.,.. kau terluka hebat....."


Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

The Sun menggerakkan lengannya yang buntung, menyayat hati Siu Bi peng-lihatan ini.
"Aku sudah tua, aku penuh dosa, jangan renggut kenikmatan pengor-banan dan penebusan dosa ini, anakku. Kau berhak ttidup bahagia, berhak hidup bersih daripada dosa-dosaku.
Penjahat-penjahat itu dahulu bekas teman-temanku, biarlah sekarang kutebus dengan darahku, melawan mereka untuk membersihkan engkau daripada kekotoran ini. Kau pergilah, jaga baik-baik ibumu, dan.... dan..... jangan lepaskan Swan Bu... itu harapanku....."
Ucapan terakhir ini dilakukan dengan suara terisak.
"Ayah...... selamat tinggal....." kata Siu Bi karena tidak melihat jalan lain. la maklum juga bahwa kedatangan Ouwyang Lam tentu disusul yang lain. Kalau Ang-hwa Nio-nio, Maharsi, Bo Wi Sianjin, apalagi Bhok Hwesio sampai muncul di situ, tentu dia, Swan Bu, dan ayahnya akan tewas semua secara konyol. la dapat menduga pula bahwa luka ayahnya amat berat, maka ayahnya menjadi nekat, berkorban untuknya. Dengan air mata bercucuran ia menghampiri Swan Bu, digandengnya lengan kanan pemuda itu dan ditariknya. "Mari kita berangkat, Swan Bu."
"Sebentar, anakku....." The Sun dengan langkah lebar menghampiri mereka, rnemandang dengan penuh keharuan, tiba-tiba merangkul Swan Bu dan mencium dahi pemuda itu, merangkul Siu Bi dan mencium dahi gadis ini, lalu melepaskan mereka. "Pergilah, lekas.....
pergilah, selamat berbahagia!"
la masih berdiri dengan air mata bercucuran memandang ke arah lenyapnya dua orang muda itu ketika muncul Ang-hwa Nio-nio yang berlari-lari ke tempat itu. Terdengarlah nenek itu menjerit lalu menubruk jenazah Ouwyang Lam dan menangis tersedu-sedu. Akan tetapi hanya sebentar saja karena ia segera meloncat bangun dan berdiri menghadapi The Sun yang sudah membalikkan tubuh karena sadar daripada lamunan sedih oleh tangis dan jerit tadi.
Ang-hwa Nio-nio hampir gila oleh marah dan sedihnya melihat murid atau kekasihnya telah Koleksi Kang Zusi324
Jaka Lola Kho Ping Hoo tewas. Dengan mata mendelik ia memandang kepada Siu bI dan berteriak penuh kemarahan,
"Katakan, siapa yang membunuhnya" Dan kau ini siapa?"
The Sun yang sudah dapat menguasai keharuan hatinya, kini tersenyum duka. "Kui-toanio (nyonya Kui), agaknya kau lupa lagi kepadaku. Dua puluh tahun yang lalu, aku dan guruku Hek Lojin bukankah menjadi kawan seperjuangan dengan Ang-hwa Sam-ci-moi?"
Nenek itu memandang heran ke arah lengan yang buntung, akan tetapi ia teringat sekarang.
"Aaahhhhh, kau The Sun..... eh, gadis itu, Siu Bi..... dia puterimu?" Sebelum The Sun menjawab, nenek itu yang teringat lagi akan mayat pemuda kekasihnya, cepat bertanya, suaranya berubah tidak semanis tadi, "The Sun, siapakah yang membunuh Ouwyang Lam"
Siapa" Setelah sekarang Siu Bi dan Swan Bu pergi, baru The Sun merasa betapa dadanya sakit bukan main, juga lengannya yang buntung. Rasa nyeri menusuk-nusuk sampai ke tulang sumsurn dan ke jantung, membuat matanya berkunang-kunang, kepalanya pening dan tubuhnya meng-gigil. Akan tetapi dia menggigit bibirnya, mengerahkan seluruh daya tahan yang ada di tubuhnya untuk melawan rasa nyeri ini agar dia dapat menghadapi Ang-hwa Nio-nio.
"Dia ini hendak mengganggu anakku dan..... mantuku, karena itu aku turun tangan membunuhnya!"
Ang-hwa Nio-nio kelihatan kaget dan heran, akan tetapi kemarahannya memuncak mengalahkan perasaan-perasaan lain. la mundur tiga langkah, mengeluarkan jerit aneh setengah menangis setengah tertawa, kemudian menubruk ke depan melakukan penyerangan dansyat, pedangnya menubruk perut, tangan kirinya melancarkan pukulan Ang-tok-ciang!
The Sun dalah seorang jago kawakan yang tentu saja sudah .maklum betapa lihainya nenek ini. Apalagi dia dalam keadaan terluka hebat, lengan buntung dan dada tergores pedang.
Andaikata dia dalam keadaan sehat dan segar bugar sekalipun, dia maklum bahwa nenek ini bukanlah lawannya yang seimbang. Men-diang gurunya, Hek Lojin, kiranya baru merupakan lawan setanding. Maka dia bukan tidak tahu bahwa pertempuran ini akan diakhiri dengan kekalahannya. Namun dia tidak takut, tidak gentar. Apa-lagi karena sudah tercapai apa yang dia idam-idamkan, yaitu menarik Siu Bi kem-bali kepadanya, sebagai anaknya. la terlalu cinta. kepada anak itu yang semenjak kecil dia anggap anak sendiri. Ketika Siu Bi pergi, dia sudah mengalami penderitaan batin yang lebih hebat daripada penderitaan apa pun juga, lebih hebat daripada kennatian. Bahkan sebelum dia bertemu dengan Siu Bi, hanya tubuhnya yang masih hidup untuk menghadapi se-gala kepalsuan hidup, sedangkan batinnya sudah hampir mati. Baru setelah Siu Bi menyebutnya ayah, mengaku ayah ke-padanya, jiwanya Koleksi Kang Zusi325
Jaka Lola Kho Ping Hoo segar kembali dan The Sun merasai kebahagian dan kenikmatan yang tiada bandingnya di dunia. la puas, dia lega, dan dia bahagia sehingga meng-hadapi bahaya maut di tahgan Ang-hwa Nio-nio disambutnya dengan senyum!
Betapapun juga, darah jagoan tidak membiarkan dia mati konyol begitu saja. la seorang ahli silat yang berkepandaian i tinggi, biarpun tingkatnya tidak setinggi tingkat Afig^hwa Nio-nio, namun dia harus memperlihatkan bahwa selama puluhan tahun belajar ilmu silat tidaklah sia-sia. la harus melawan mati-matian. Tangan kanannya yang memegang pedang ber-gerak melindungi tubuh dan dia meng-geser kakinya ke belakang terus ke kiri, membabatkan pedangnya ke tengah-tengah gulungan sinar pedang di tangan Ang-hwa Nio-nio.
"Trang-trang-tranggg.....'"
Mereka berdua terpental mundur, ma-sing-masing tiga langkah. Hal ini aneh. Se-betulnya dalam hal kepandaian maupun tenaga dalam, The Sun kalah jauh oleh Ang-hwa Nio-nio.
Apalagi dia dalam keadaan terluka dan tubuhnya sudah le-mah sekali. Akan tetapi, mengapa tiga kali pedangnya dapat menangkis pedang lawan dan dia dapat mengimbangi tenaga Ang-hwa Nio-nio" Bukan lain karena rasa bahagia dan ketabahan yang luar biasa, yang membuat The Sun tidak peduli lagi akan mati atau hidup, perasaan ini men-datangkan tenaga mujijat kepadanya. Memang, di dalam tubuh manusia ini tersimpan tenaga mujijat yang rahasianya tak diketahui oleh si mnusia sendiri. Kadang-kadang saja, di luar kesadaran-nya, teriaga ini menonjolkan diri, rnembuat orang dapat melakukan hal yang takkan mungkin dilakukannya dalairi keadaan normal. Rasa takut yang berlebih-lebihan, rasa marah yang melewati batas, rasa ciuka maupun gembira yang mendalam, kadang-kadang dapat menarik tenaga mujijat dalam diri ini sehingga timbul dan memungkinkan orang melakukan hal yang luar biasa, di atas kemam-puannya yang normal.
Demikian pula agaknya dengan The Sun pada saat itu. Secara aneh sekali, perasaan bahagia yang amat mendalam mennbuat dia tidak gentar menghadapi apa pun juga, mati atau hidup baginya sama saja, pokoknya dia sudah diterima sebagai ayah oleh Siu Bi dan inilah idam-idaman hatinya. Perasaan inilah yang membangkitkan tenaga mujijat sehingga dia mampu menangkis sambaran pedang Ang-hwa Nio-nio sambil mengelak dari pukulan Ang-tok-ciang. Akan tetapi, ka-rena memang kalah tingkat dan pula ta-ngan kirinya tak dapat dia pergunakan lagi sehingga keseimbangan tubuhnya dalam bersilat juga terganggu, maka ketika Ang-hwa Nio-nio terus mendesaknya dengan kemarahan meluap-luap, The Sun hanya mampu mempertahankan dirinya saja.
"Singgg!!" Pedang Ang-hwa Nio-nio menyambar, hampir saja mengenai kepala The Sun kalau saja dia tidak cepat-cepat membanting dirinya ke belakang dan ter-huyung. Pada saat itu, Ang-hwa Nio-. nio sudah menyusulkan pukulan Ang-tok-ciang. Dalam keadaan terhuyung-huyung ini, tentu saja The Sun tidak mampu lagi. mengelak.
Koleksi Kang Zusi326
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Uhhh.....!" Dadanya serasa ditumbuk palu godam, tergetar seluruh is dadanya dan tubuhnya terlempar sampai tiga meter lebih. The Sun roboh dan muntahkana darah segar dari mulutnya. Pada saat itufl Ang-hwa Nio-nio sambil terkekeh-kekeh mengerikan sudah melompat datang dengan pedang terangkat.
Namun The Sun sama sekali tidak gentar, juga tidak mau menyerah. Da-lam keadaan setengah rebah ini, dia masih mampu mengangkat pedangnya menangkis baeokan pedang lawan.
"Trangg.....!" Pedang di tangan The Sun patah menjadi dua, ujungnya menancap di dadanya sendiri dan gagangnya mencelat entah kemana. The Sun meng-gulingkan tubuhnya ke depan dan tangan kanannya dikepal melancarkan pukulan sambil menendang. Hebat serangan ini, dan tidak terduga-duga lagi. Siapa bisa menduga orang yang sudah terluka se-perti itu masih dapat melakukan serangan begini dahsyat"
"Ihhh.....!" Ang-hwa Nio-nio berteriak kaget dan marah karena biarpun ia dapat menghindar, namun ujung kaki The Sun menyambar pipinya, dekat hidung. la meneium bau sepatu yang ainat tidak enak dan ini dianggap merupakan penghinaan yang melewati takaran.
"Keparat, mampus kau!" bentaknya, pedangnya membacok lagi sekuat tenaga.
"Crakkk!" Lengan kanan The Sun yang menangkis bacokan ini seketika terbabat buntung!
Darah muncrat seperti air pancuran. Akan tetapi The Sun masih melompat bangun, kedua kakinya bergerak seperti kitiran angin melakukan tendangan berantai.
"Wah, gila.....!" Ang-hwaNio-nio merasa serem juga. The Sun sudah penuh darah, juga pakaiannya ternoda darah yang mancur dari lengannya, akan tetapi tendangannya masih amat berbahaya.
Dengan marah dan penasaran Ang-hwa Nio-nio mengayun pedangnya me-mapaki kaki yang menendang. "Crokkk!" kaki kanan The Sun putus sebatas lutut dan tubuhnya terguling.
Namun hebatnya, tidak satu kali pun jagoan ini mengeluar-kan suara keluhan. la rebah dengan ma-ta melotot memandang Ang-hwa Nio-a nio, mulutnya tersenyum penuh ejekan.
"Setan kau!" Ang-hwa Nio-nio menubruk maju dan pedangnya dikerjakan seperti seorang penebang pohon mainkan kapaknya. Terdengar suara crak-crok-crak-crok dan dalam waktu beberapa detik saja tubuh The Sun tercacah hancur! Mengerikan sekali!
Ang-hwa Nio-nio mengangkat mayat Ouwyang Lam dan dibawanya lari pergi. Terdengar lengking tangisnya sepanjang jalan. Mayat The Sun yang sudah tidak karuan lagi bentuknya Koleksi Kang Zusi327
Jaka Lola Kho Ping Hoo itu menggeletak di atas tanah di dalam hutan. Sunyi sekali di situ. Tidak ada suara apa-apa kecuali suara burung hutan yang bersembunyi mengintai di atas pohon. Yang bergerak hanya binatang-binatang hutan yang ber-sembunyi di dalam gerumbulan, menanti saat untuk menikmati hidangan daging dan darah yang disia-siakan itu. Kematian seorang manusia yang amat mengeri-kan, juga menyedihkan. Patut dikasihani nianusia seperti The Sun itu, sungguhpun kematiannya itu tidaklah mengherankan apabila kita mengingat dan nnenilai perbuatan-perbuatannya di waktu dia masih muda. Telah ditumpuknya dosa, dan sekarang agaknya dia harus menebusnya. Sayang, amat terlambat dia insyaf. Di Waktu muda dahulu, kedudukan, kekuasa-an, kekuatan, dan harta benda membuat dia tekebur.
Membuanya sewenang-wenang, seakan-akan tidak ada kekuasaan di dunia ini yang dapat melawannya, yang dapat mengadili perbuatan-perbuatannya. la lupa pada waktu itu bahwa di atas segala kekuasaan yang tampak di dunia ini, masih ADA kekuasan tertinggi, kekuasaan Tuhan yang tak terlawan, yang maha adil dan yang takkan membiarkan kejahatan lewat tanpa hukuman. Setiap perbuatan merupakan sebab dan setiap sebab mempunyai akibat. Nasib di tangan Tuhan" Betul, karena Tuhanlah yang mengatur lancarnya akibat-akibat ini seadil-adilnya maka Maha Adilkah DIA. Nasib di tangan manusia sendiri"
Juga betul, karena sesungguhnya, si manusia itu sendirilah yang menjadi sebab daripada akibat yang disebut kemudian sebagai nasib! Perbuatan baik tentu berakibat baik, sebaliknya perbuatan busuk pasti berakibat buruk, maka baik buruknya akibat atau nasib sesungguhnya adalah di tangan si manusia itu sendiri. Jangan terlalu keras ketawa gembira mereka yang berbuat kejahatan tapi belum menerima hukuman dari Tu-han, karena yakinlah, bahwa akibat per-buatanmu pasti tiba! Tuhan Maha Adil!
* * * Kuil tua di kota Kong-goan makin sunyi keadaannya. Semenjak kuil tua itu dijadikan semacam markas oleh Ang-hwa Nio-nio dan sekutunya, penduduk menganggap tempat itu sebagai tempat terlarang, tempat yang seram dan ber-bahaya sehingga kuil ini seakan-akan ter-asing. Apalagi di waktu malam, tidak ada orang berani lewat dekat kuit ini. Malah banyak penduduk Kong-goan yang menganggap kuil itu sebagai tempat yang angker, sebagai rumah setan! Hal ini tidaklah aneh kalau mereka pernah melihat berkelebatnya bayangan yang dapat "menghilang" dan kadang-kadang dapat "terbang" ke atas genteng, sering pula melihat cahaya berkelebatan di atas kuil.
Akan tetapi pada malam hari itu, dua sosok bayangan orang dengan langkah perlahan dan tenang menghampiri kuil tua ini, tanpa ragu-ragu memasuki pekarangan kuil yang gelap.
Mereka ini bukan lain adalah suami isteri sakti dari Liong-thouw-san, Pendekar Buta dan isterinya!
"Sunyi sekali, agaknya kosong," kata Hui Kauw setelah meneliti keadaan sekeliling jtempat itu dengan pandang matanya.
"Memang kosong," kata Kun Hong yang juga meneliti keadaan dengan pendengarannya, Koleksi Kang Zusi328
Jaka Lola Kho Ping Hoo "akan tetapi mungkin nanti atau besok mereka akan kembali. Tempat ini belum lama ditinggalkan orang, hawa manusia masih bergantung tebal di ruangan ini."
Setelah melakukah pemeriksaan dan yakin bahwa kuil tua itu tidak ada peng-huninya, Kun Hong dan Hui Kauw lalu duduk bersila di ruangan belakang yang lantainya bersih. Mereka melevnatkan malam di tempat itu, sambil menanti dan bersikap waspada. Di tempat inilah Kong Bu melihat putera mereka yang didakwa melakukan perbuatan jahat ter-hadap Lee Si, puteri pendekar Min-san itu. Dengan demikian berarti bahwa pu-tera mereka itu kena fitnah di tempat ini, dan dengan hati penuh kekhawatiran mereka menduga-duga apakah yang telah terjadi di sini dan siapa gerangan yang melakukan perbuatan curang mengadu domba itu.
Akan tetapi malam ttU W?k terjadi apa-apa. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali terdengar langkah-langkah kaki di luar kuil tua. Kun Hong dan isterinya tentu saja mendengar suara ini dan mereka sudah siap sedia mengnadapi segala kemungkinan.
Mereka bangkit berdiri dan tanpa kata-kata keduanya seperti sudah bermufakat, berjalan perlahan keluar menuju ke ruangan depan untuk menyambut datangnya musuh.
Setelah mereka tiba di luar, Hui Kauw melihat seorang gadis cantik dan gagah berdiri dengan tegak dan pandang mata marah.
"Siapakah dia?" bisik Kun Hong ke-pada isterinya.
Hui Kauw memandang penuh selidik, mengingat-ingat di mana dan bilamana ia pernah melihat wajah cantik yang serasa amat dikenalnya ini. Gadis itu balas memandang kepadanya, penuh selidik pula. Dua orang wanita ini saling pan-dang, agaknya masing-masing menanti ditegur terlebih dulu. Melihat be-tapa sikap gadis itu seakan-akan menahan kemarah-an besar, Hui Kauw mengalah dan menegur lebih dulu,
"Nona, siapa kau dan siapa yang kau-cari di tempat ini?" Hui Kauw bertanya hati-hati karena ia belum tahu apakah gadis ini termasuk sekutu fihftk lawan ataukah bukan.
"Kalian ini bukanlah Pendekar Buta dan isterinya?" Gadis itu balas bertanya. Hui Kauw dapat menduga bahwa gadis ini pada dasarnya memiliki suara yang halus dan sopan, akan tetapi karena sedang marah maka terdengar ketus.
"Kalau betul demikian, kenapa?" b&las bertanya, sabar dan tersenyum.
"Sudah kuduga," Gadis itu berkata perlahan seperti diri sendiri, "sepasang suami isteri yang sakti, berilmu tinggi dan menganggap di dunia ini mereka yang paling pandai....."
"Eh, kau siapakah dan apa sebabnya bicara begitu?" Kun Hong bertanya, keningnya berkerut Koleksi Kang Zusi329
Jaka Lola Kho Ping Hoo karena pendengarannya tadi menangkap keperihan hati yang sakit dan penuh dendam.
Namun gadis itu tidak menjawab, melainkan bertanya lagi kepada Hui Kauw sambil memandang tajam, "Bibi yang gagah perkasa, bolehkah aku bertanya di mana kau menyimpan pedangmu Kim-seng-kiam?"
Berubah wajah Hui Kauw dan Kun Hong mendengar ini. Bangkit kemarahan di hati Hui Kauw.
Pedangnya lenyap dicuri orang, pencurinya hanya tampak bayangannya saja yang bertnbuh ramping dan tak seorang pun tahu akan kejadian itu. Gadis ini bertubuh ramping dan tahu akan pedangnya yang hilang. Tentu gadis ini yang mencurinya, atau setidaknya tahu akan pencurian pedang itu. Mudah saja menduganya, seperti dua kali dua empat!
"Eh, bocah nakal! Kiranya kau yang mencuri pedangku" Hayo katakan, di mana sekarang kausembunyikan pedangku itu dan apa sebabnya kau mencurinya?" la metangkah maju dua tindak menghadapl gadis itu. Kun Hong tetap berdiri, telinganya mengitari segala gerakan dan suara.
"Hemmm, tidak kukira, isteri Pendekar Buta yang sakti itu pandai pula berpura-pura. Siapa berani dan dapat mencuri pedang dari tangan isteri Pendekar Buta" Lebih baik berterus terang, pedang itu tertinggal di atas dada ketua Min-san-pai. Kalian mengandalkan kepandaian sendiri membunuh Tan Kong Bu dengan pedang Kim-seng-kiam, apakah sekarang masih berpura-pura lagi?"
Kun Hong menahan seruannya, kerut-merut di antara kedua matanya yang buta menjadi makln dalam. "Kong Bu terbunuh dengan Kim-seng-kiam" Ah...., kau siapakah, Nona" Dan apakah yang kau kehendaki setelah kau menceritakan itu kepada kami?"
"Lebih dulu kalian mengakulah bahwa kalian yang membunuh Tan Kong Bu. Orang yang berani mempertanggungjawabkan perbuatannya barulah orang gagah, dan hanya kepada orang gagah aku mau memperkenalkan diri. Kalau kalian menyangkal padahal pedang Kim-seng-kiam menancap di dadanya, berarti kalian biarpun terkenal sakti ternyata hanyalah pengecut dan aku tidak sudi banyak bicara lagi, karena pedangku yang akan mewakili aku bicara!"
Hui Kauw tidak dapat menahan sabarnya lagi. la melangkah maju lagi beberapa tindak sehing-ga kini ia berhadapan dengan gadis itu. Sepasang matanya yang bening memandang tajam seakan-akan berkilat, alisnya saling berdekatan, urat lehernya menegang. "Bocah lancang! Besar mulutmu! Kami tidik pernah mengagulkan diri sebagai orang-orang sakti dan gagah, akan tetapi kami juga tidak sudi dimaki pengecut! Pedang Kim-seng-kiam memang pedangku, mau tahu namaku ataukah sudah mengenalku" Aku Kwee Hui Kauw. Pedangku itu beberapa hari yang lalu lenyap dicuri orang. Hal ini tidak ada yang tahu, kecuali aku, suamiku, dan si pencuri. Sekarang kau muncul dan bicara tentang ini, siapa lagi orangnya Koleksi Kang Zusi330
Jaka Lola Kho Ping Hoo kalau bukan kau yang mencuri pedangku" Dan sekarang setelah kau menggunakan pedang itu untuk membunuh Kong Bu, kau datang ke sini menuduh kami" Keparat, kiranya kau ini biang keladi semua urusan!" Setelah berkata demikian Hui Kauw menerjang ke depan, menyerang gadis itu.
Gadis itu bukan lain adalah Tan Cui Sian. Melihat datangnya serangan, ia cepat mengelak dan meloncat ke kiri. "Singgg!!" Pedang Liong-cu-kiam telah dicabutnya. Pedang ini mengeluarkan sinar berkilat yang menyilaukan mata sehingga Hui Kauw yang dapat mengenal pedang pusaka yang ampuh, ragu-ragu untuk menyerang lagi dengan tangan kosong, apalagi tadi ia melihat betapa gerakan gadis itu amat ringan dan gesit.
"Huh, ganas!" bentak Cui Sian. "Tak kusangka Pendekar Buta dan isterinya hanya begini!
Mengandalkan diri dan kepandaian sendiri untuk menjagoi dan membunuh orang. Aku tahu, tentu Tan Kong Bu ketika bertemu dengan kalian telah menuduh bahwa putera kalian menghina puterinya sehingga terjadi percekcokan dan pertempuran. Akan tetapi kalau kalian membunuhnya, hal ini keterlaluan sekali dan aku tidak akan mendiamkannya begitu saja. Hayo, Pendekar Buta, majulah! Kwee Hui Kauw, karena pedangmu sudah kau tinggalkan menancap di dada Tan Kong Bu, kau boleh mencari lain senjata menghadapiku!"
Bukan main heran dan kagetnya hati Pendekar Buta dan isterinya mendengar ucapan ini.
Bagaimana gadis ini tahu akan urusan Kwa Swan Bu dan Lee Si"
Dan tahu pula bahwa Kong Bu telah bentrok dengan mereka berdua" Siapakah gadis ini"
Perlu diketahui bahwa Hui Kauw belum pernah bertemu dengan Cui Sian, dan Kun Hong pun tak pernah bertemu semenjak Cui Sian berusia lima tahun. Ketika Swan Bu dalam usia belasan tahun pergi ke Thai-san, dia ditemani kakeknya, Kwa Tin Siong.
"Kau..... kau anak Kong Bu?" Hul Kauw bertanya.
Cui Sian tersenyum mengejek. Gadis ini tidak mau memperkenalkan namanya, karena kalau ia melakukan hal ini, agaknya akan sukar baginya untuk bersikap seperti ini. Untuk dapat membalas kematian kakaknya, ia harus bersikap kasar dan bermusuhan. Melihat betapa tadi Hui Kauw telah menyerangnya, ia makin merasa yakin bahwa Kong Bu tentu tewas di tangan nyonya ini, dan agaknya dibantu oleh Pendekar Buta karena ia menaksir bahwa kepandaian kakaknya itu tidak kalah oleh kepandaian Kwee Hui Kauw.
"Tidak peduli aku siapa, kematian Tan Kong Bu tak boleh kudiamkan saja. Pendekar Buta, kau terkenal sebagai seorang pendekar yang sakti. Awas, pedangku menyerangmu!" Dengan gerakan kilat Cui Sian menerjang Pendekar Buta dengan pedang Liong-cu-kiam!
Gadis ini semenjak keeil tak pernah lagi bertemu dengan Pendekar Buta akan tetapi ia sudah mendengar banyak sekali tentang Kun Hong. Mendengar betapa ayahnya memuji-muji Koleksi Kang Zusi331
Jaka Lola Kho Ping Hoo kepandaiannya dan mendengar pula dari ibunya betapa Kwa Kun Hong menjadi buta karena urusan cinta kasih dengan mendiang encinya yang bernama Tan Cui Bi dan yang tak pernah ia lihat (baca Rajawali Emas). Mendengar cerita tentang kematian enci-nya yang membunuh diri, diam-diam Cui Sian sudah mempunyai rasa tak senang kepada Pendekar Buta, karena ia nieng-anggap bahwa kematian encinya itu ada-lah gara-gara Kwa Kun Hong. Apalagi setelah mendengar bahwa Kwa Kun Hong tidak setia kepada encinya yang sudah mengorbankan nyawa demi cinta kasihnya, yaitu bahwa Kun Hong telah menikah, maka diam-diam ia pun merasa cemburu demi encinya, kepada Kwee Hui Kauw. Puji-pujian ayahnya tentang kelihaian Pendekar Buta telah membangkitkan juga penasaran di hatinya dan ia da-hulu sering kali melamunkan untuk meng-adu kepandaian dengan Pendekar Buta yang telah menyebabkan encinya membunuh diri dan yang dipuji-puji setinggi langit oleh ayahnya.
"Singgg.....!" Pedang Liong-cu-kiani mengeluarkan suara mendesing ketika digerakkan oleh tangan kanan Cui Sian yang terlatih dan yang gerakannya mengandung tenaga sinkang murni, ketika berubah menjadi seberkas sinar kilat meluncur cepat ke arah leher Pendekar Buta!
Biarpun kedua maianya buta, namun sebagai pengganti kekurangan ini, telinga Pendekar Buta amatlah tajam pendengarannya, sehingga dengan pendengarannya dia dapat mengikuti gerakan Cui Sian dengan pedangnya. Alangkah heran dan kaget hati Kun Hong ketika telingahya menangkap gerakan yang jelas sekali dari Im-yang-sin-kiam murni! Siapa yang dapat mainkan Im-yang-sin-kiam begini indah dan murni kecuali dia sendiri, dan tentu saja, Raja Pedang Tan Beng San" la mendiamkan saja tusukan pedang ke arah lehernya ini, tidak ditangkis tidak dielakkannya. la tahu bahwa gadis ini menusuknya dengari jurus Sian-li-cui-siauw (Dewi Meniup Suling), sebuah jurus yang tergolong Im-sin-kiam mempunyai sebutan yang sifatnya "Im" sedangkan sian-li atau dewi termasuk wanita maka banyak dipakai untuk jurus-jurus Irn-sin-kiam. Sebaliknya, dalam Yang-sin-kiam banyak dipergunakan sebutan yang sifatnya "Yang". Kun Hong yang telah mewarisi ilmu pedang sakti ini dari Raja Pedang, tentu saja tahu akan perubahan-perubahannya dan dia tahu pula bahwa tusukan ke arah leher ini, biarpun ujung pedangnya sudah menyentuh kulit leher lawan, dapat saja dibelokkan kalau memang si penyerang tidak ingin membunuh lawannya.
Oleh karena ini maka dia sengaja tidak, mengeiak atau menangkis, tentu saja siap untuk menghancurkan lawan kalau serangan ini diteruskan.
Dugaannya tepat. Ketika Cui Sian melihat betapa orang buta itu sama sekali tidak menangkis maupun mengelak sehingga pedangnya meluncur terus mengarah leher, ia menjerit tertahan dan cepat ia menggerakkan pergelangan tangannya mengubah arah pedang. Namun karena ia sedang marah, gerakan serangannya tadi hebat sekali, apalagi ia menyerang dengan pengerahan seluruh tenaga. Inilah yang membuat ia kurang cepat mengubah arah pedang sehingga ujung pedangnya masih menyambar pundak kiri Kun Hong sehingga robeklah baju di pundak berikut kulit dan sedikit daging se-hingga darah Koleksi Kang Zusi332
Jaka Lola Kho Ping Hoo bercucuran dari luka di pundak.
"Kau..... Cui Sian.....Kun Hong seakan-akan tidak merasai perihnya luka di pundak.
"Oohhh..... kau bocah kurang ajar!" bentak Hui Kauw setelah mendengar seruan suaminya.
Kemarahannya bangkit. Kalau anak ini Cui Sian, berarti ia adik tiri Tan Kong Bu dan sungguhpun wajar kalau ia marah atas kematian Kong Bu, akan tetapi tidak seharusnya berlaku begitu nekat dan menuduh mereka tanpa penyelidikan lagi. Apalagi sekarang berani menyerang dan melukai suaminya yang nyata-nyata tidak melawan!
Di lain fihak, Cui Sian yang sudah dikenal, lalu berdiri dengan pedang melintang di depan dada, tangan kiri bertolak pinggang. la seorang gadis yang berpengetahuan dan berpemandangan luas, akan tetapi biarpun demikian, ia tet ip seorang wanita yang berperasaan halus, mudah tersinggung sehingga ia bersikap seperti itu karena teringat akan mendiang encinya yang membunuh diri karena Kun Hong ditambah pula kematian kakaknya yang tewas tertikam pedang milik isteri Pendekar Buta.
"Betul, aku Tan Cui Sian! Pendekar Buta dahulu sebelum aku lahir, kau sudah menggoda enciku Cui Bi dengan ketampanan wajahmu, tapi kemudian kau tidak bertanggung jawab sehingga menyebabkan enciku tewas membunuh diri. Sekarang, pedang isterimu membuat kakakku Kong Bu tewas pula, akan tetapi kembali kalian tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatan kalian. Apakah ini perbuatan orang gagah". Hayo lawan aku, untuk membereskan perhitungan lama dan baru!"
"Ihhh, sungguh lancang mulutmu!" Hui Kauw berteriak marah sekali.
"Ssttt, sabarlah isteriku, dia masih anak-anak," kata Kun Hong untuk menyabarkan hati isterinya. Akan tetapi bagi Cui Sian, ucapannya itu merupakan bensin menyiram api di dadanya. la disebut anak-anak! Akan tetapi sebelum ia sempat membuka mulut menyatakan ke-marahannya, Pendekar Buta telah mendahuluinya berkata,
"Cui Sian, alangkah sedlh hatiku menghadapi kau seperti ini. Teringat aku betapa dahulu, ketika kau masih kecil, berusia lima enam tahun....."
"Cukup! Tak perlu menggali-gali urusan lama!"
Kun Hong tersenyum, "Kau yang mulai menggali tadi, anak baik. Kau ketahuilah, apa yang dikatakan isteriku tadi tidak bohong. Pedangnya memang dicuri orang dan kami berdua tidak tahu-menahu tentang kematian kakakmu Korig Bu. Tentu saja berita ini amat mengagetkan dan menyedihkan....."
"Sudahlah, siapa bisa percaya omongan seorang yang sudah biasa melanggar sumpah sendiri?"
Koleksi Kang Zusi333
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Apa maksudmu?" Kun Hong membentak, suaranya keren.
"Enciku membunuh diri demi cinta kasih, memperlihatkan kesetiaannya kepadamu, lebih baik mati daripada dijodohkan orang lain. Akan tetapi, belum juga dingin jenazah enciku, kau..... kau sudah menikah dengan perempuan lain. Apakah aku sekarang harus percaya omonganmu?"
"Bocah kurang ajar! Jangan kau menghina dia!" Hui Kauw berseru marah sekali dan tahu-tahu ia sudah merenggut tongkat suaminya, meloloskan pedang dari dalam tongkat itu, pedang yang mengeluarkan sinar merah, pedang Ang-hong-kiam!"
"Hui Kauw, jangan".". Kun Hong mencegah, akan tetapi Hui Kauw dengan pedang Ang-ho-kiam di tangan sudah melompat maju menghadapi Cui Sian. Kemarahan hebat membuat sepasang pipinya merah sekali. Pedangnya ber-kelebat dan dengan cepat ia telah mengirim serangan hebat kepada gadis itu.
"Tranggg!" Liong-cu-kiam bertemu dengan Ang-ho-kiam, digerakkan oleh dua buah lengan wanita yang memiliki tenaga sakti. Bunyi nyaring itu diikuti bunga api yang muncrat seperti kembang api.
"Bagus!" kata Cui Sian. "Memang Kim-seng-kiam yang menancap di dada kakakku adalah pedangmu, maka sudah sepatutnya kau mempertanggungjawabkan keganasanmu. Ini bukan berarti aku takut kalau kau mengandalkan suanuinu Si Pendekar Buta...."
"Tutup mulut! Lihat pedang!" Hui Kauw membentak lagi sambil memutar pedang dan segulung sinar merah berkelebatan di udara, membentuk lingkaran-lingkaran lebar bergelombang lalu bagaikan seekor naga berwarna merah gulungan sinar pedang itu menyambar ke arah kepala Cui Sian. Cepat bukan main sam-barang sinar pedang ini, cepat dan angin-nya begitu tajam mendesing sehingga ketika Cui Sian menggerakkan kaki menekuk pinggang ke bawah, sinar pedang itu menyambar lewat di atas kepalanya, meninggalkan bunyi "singgggg.,...!" yang menyeramkan.
Namun Cui Sian sendiri adalah seorang ahli pedang yang sudah tergembleng matang di puncak Thai-san. Tidak percuma kiranya ia menjadi puteri seorang pendekar sakti yang berjuluk Raja Pedang. Ibunya pun seorang ahli pedang, malah puteri tunggal Raja Pedang Tua Cia Hui Gan, pewaris Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut yang tiada taranya sebelum muncul Tan Beng San dengan Ilmu Pedang Im-yang-sin-kiam yang sebetulnya sesumber dengan Sian-li Kiam-sut. De-ngan latar belakang keturunan seperti ini, tentu saja Cui Sian adalah seorang ahli pedang yang sakti, biarpun ia hanya seorang gadis yang berusia dua puluh empat tahun.
Koleksi Kang Zusi334
Jaka Lola Kho Ping Hoo Begitu sinar merah yang berdesing itu lewat di atas kepalanya, Cui Sian tidak menanti sampai lawannya nienyerangnya kernbali. la maklunn bahwa menghadapi seorang lawan tangguh seperti isteri Pendekar Buta, tidak boleh sekali-kali berlaku sungkan atau menghemat serangan, harus dapat inembalas serangan demi serangan, malah sedapat mungkin memperbanyak serangan daripada pertahanan. Pedangnya digerakkan cepat dan sesosok sinar putih menyilaukan mata, seperti kilatan halilintar, menyelonong dari bawah masuk ke arah dada Hui Kauw. Pedangnya tidak hanya berhenti sampai di sini karena ujungnya tergetar dan hal ini menyatakan bahwa setiap saat pedangnya ditangkis atau dielakkan lawan, ujung pedang akan dapat melanjutkan serangan dengan jurus lain. Tangan kiri gadis itu ditarik ke belakang, lurus dan telapak tangannya dibalik menghadapi ke atas.
Indah sekali gerakannya, dengan ujuhg kaki kanan menotol tanah, tumit diangkat, lutut agak ditekuk ke depan. Inilah gerakan indah seperti gerak tari yang ber-nama jurus Sian-li-hoan-eng (Sang Dewi Menukar Bayangan), sebuah jurus dari Sian-li Kiam-sut yang mengandung tenaga Im-yang-sin-hoat, maka hebatnya bukan kepalang!
Ketika tadi menyerangkan pedangnya ke arah kepala lawan dan dapat dielakkan, otonnatis dada Hui Kauw terbuka. Sebagai isteri Pendekar Buta, tentu saja ia maklum akan kedudukan yang lemah ini. Memang setiap penyerang berarti membuka suatu bagian yang tidak terlindung. Akan tetapi kalau sudah menguasai kelemahannya sendiri, tentu saja dapat menjaga diri. Hui Kauw pernah mewarisi ilmu silat tinggi dari sebuah kitab kuno yang ia temukan, kemudian oleh suaminya, ia dibimbing dan mewarisi beberapa jurus Kim-tiauw-kun yang amat hebat, yang ia gabung dengan ilmu silatnya sendiri sehingga kini memiliki ilmu pedang gabungan yang amat kuat dan dahsyat. Seperti yang ia telah duga, kekosongan yang terbuka dalam posisinya dipergunakan lawan. Melihat sinar pedang putih mengancam dada, pedang ia balikkan ke bawah lengan dan dengan pengerahan tenaga sinkang ia menarik lengan yang ditamengi pedang ini ke bawah.
"Cring.....!" Kembali sepasang pedang bertemu di udara. Sinar pedang putih yang amat lincah itu begitu kena ditangkis, membalik dan tahu-tahu sudah berubah menjadi sabetan ke arah kaki! Inilah kelihaian Sian-li-hoan-eng tadi. Begitu ditangkis dan ditindas dari atas oleh lengan Hui Kauw yang dilindungi pedang dibalik, pedang Liong-cu-kiam terpukul ke bawah, namun pukulan ini malah merupakan landasan tenaga untuk membabat kaki dengan kecepatan kilat!
"Aiiiiihhh....." Nyonya Pendekar Buta menjerit lirih dan tahu-tahu kakinya menjejak bumi dan tubuhnya mumbul ke atas seperti dilontarkan. Demikian hebat ginkangnya sehingga lebih cepat lompatannya daripada sambaran pedang. Sinar putih itu hanya beberapa senti meter saja lewat di bawah kakinya, nyaris sepasang kaki nyonya ini terbabat buntung!
"Bagus.....!" Cui San memuji saking kagumnya menyaksikan gerakan yang indah dan cepat ini. Itulah gerakan dari Kim-tiauw-kun yang disebut jurus Sin-tiauw-coan-hong (Rajawali Sakti Terjang Angin). Jurus ini tidak hanya dapat di-pergunakan untuk menyelamatkan Koleksi Kang Zusi335
Jaka Lola Kho Ping Hoo serang-an di tubuh bagian bawah dengan cara melompat lurus ke atas dengan jalan menotolkan ujung kaki ke tanah, melambung ke atas sambil mengembangkan kedua lengan seperti sayap rajawali sak-ti, namun lebih dari itu, jurus ini dapat dipergunakan untuk menyerang lawan dengan cara yang dilakukan seekor raja-wali. Dan hal ini pun dilakukan oleh Hui Kauw karena tiba-tiba tubuhnya dari atas telah berjungkir-balik dua kali sehingga tubuh itu mencelat makin tinggi, kemudi-an turunnya tepat melayang ke arah lawan, pedangnya menusuk dada, tangan kiri mencengkeram muka, dan kedua kakinya masih melakukan tendangan udara. Benar-benar seperti rajawali yang menyerang dengan sepasang sayap dan sepasang cakarnya!
Kagetlah Cui Sian rnelihat perubahan Ini. la tadinya agak terpesona oleh keindahan gerakan lawan, tidak tahu bahwa di dalam keindahan itu tersembunyi bahaya maut yang kini mengancamnya! la sadar akan kehebatan penyerangan ini setelah lawan tiba dekat sekali, bahkan angin pedang yang bersinar rnerah itu sudah lebih dahulu meniup.
"Hayaaaaah!" Cui Sian berseru, pedangnya berubah menjadi segulungan sinar putih melingkar di depan dada me-nangkis sinar pedang merah, kemudian menggunakan tenaga benturan ini dia membanting tubuhnya ke belakang. Orang lain tentu akan celaka kalau melakukan gerakan ini. Sedikitnya, kepala akan terbanting kepada tanah atau batu di belakangnya. Akan tetapi tidak demikian dengan Cui Sian. Gerakan inilah yang disebut jurus Sian-li-loh-be (Gerakan Mem-balik Seorang Dewi) yang selain menegangkan, juga amat indah karena di-gerakkan oleh tubuh yang ramping, manis dan lemah-gemulai. Biarpun tadinya ke-pala yang berambut hitam panjang halus harum itu seperti terbanting ke belakang dan ke bawah, namun bukan menghantam tanah di belakang, melainkan terayun terus ke bawah seiring dengan terangkat-nya kedua kaki ke depan dan ke atas, terus tubuh itu membuat salto sampai tiga kali ke belakang! Membuat salto ke depan adalah mudah dan agaknya dapat dilakukan oleh siapa saja yang mau me-latihnya. Akan tetapi membuat salto ke belakang berturut-turut tiga kali tanpa ancang-ancang dan dalam keadaan ter-jepit seperti itu, kiranya hanya dapat dilakukan oleh akrobat-akrobat tingkat tinggi saja!
Diam-diam Hui Kauw kaget dan ka-gum. Serangannya tadi dengan jurus Sm-tiauw-coan-hong tadi amatlah hebat dan jarang sekali tak membawa hasil baik karena serangan itu selain tidak terduga-duga datangnya, juga amat sukar ditang-kis atau dielakkan karena sekaligus kedua tangan dan kedua kakinya menyerang. Akan tetapi ketika gadis itu tubuhnya berputar-putar seperti kitiran angin ke belakang menjauhinya, otomatis serangannya gagal mutlak, karena tubuhnya yang melayang dari atas tak mungkin dapat
"terbang" mengikuti gerakan lawan. Terpaksa ia turun kembali ke atas tanah dan pada saat kedua kakinya menginjak tanah, lawannya yang muda belia itu sudah berdiri pula dengan tegak.
Kini mereka berdiri agak berjauhan karena gerakan salto Cui Sian tadi. Jarak di antara mereka ada lima meter. Masing-masing berdiri dengan pedang di tangan, melintang depan Koleksi Kang Zusi336
Jaka Lola Kho Ping Hoo dada. Kedua kaki agak terpentang, tangan kiri di atas pinggul kiri, bibir agak terbuka dan napas sedikit memburu karena pengerahan tenaga sinkang tadi dicampur ketegangan, sepasang mata menyinarkan api berkilat-kilat, sepasang pipi merah jambu. Bagaikan dua ekor singa betina mereka saling pandang, seakan-akan hendak menaksir kekuatan lawan sambil mengasah otak untuk mengeluarkan jurus-jurus pilihan agar dapat segera merobohkan lawan yang tangguh.
Sejak tadi, kerut-merut di antara kedua mata Kun Hong tampak nyata, napasnya agak terengah dan beberapa kali dia membanting kaki kiri ke atas tanah. Bingung sekali dia. la maklum bahwa di antara mereka terjadi kesalah-fahaman yang amat besar dan amat berbahaya, akan tetapi bagaimana ia dapat mencegah mereka bertanding" Keduanya telah tersinggung perasaan dan kehor-matan, masing-masing membela kebenaran sendiri dan satu-satunya jalan untuk menghentikan salah faham ini hanya mengemukakan fakta-fakta.
Akan tetapi dalam keadaan seperti itu, tak mungkin dia dapat memperlihatkan bukti untuk membuka tabir rahasia ini. Kong Bu terbunuh orang, pedang Kim-seng-kiam menancap di dadanya. Tentu saja adiknya aa, ini, Cui Sian, menjadi marah dan menuduh mereka berdua yang melakukan pembunuhan itu.
"Hui Kauw...... Cui Sian..... hentikanlah pertempuran yang tiada gunanya ini...... dengarkan aku....."
Akan tetapi dia melanjutkan kata-katanya dengan elahan napas panjang karena pada saat itu kedua orang singa betina itu sudah saling terjang lagi dengan iebih hebat daripada tadi.
Kini rnereka saling menguji lawan dengan gerakan cepat, atau jelasnya, masing-masing hendak mengandalkan kecepatan untuk mencapai kemenangan. Gerakan mereka seperti sepasang burung walet, sukar sekali diikuti pandangan mata biasa. Pedang mereka lenyap bentuknya, berubah dua gulung sinar merah dan putih yang berkelebatan ke sana ke mari, saling belit, saling tekan, saling dorong dan saling kurung sehingga nneniinbulkan pemandangan yang ajaib, indah, namun penuh ketegangan karena di antara semua keindahan itu mengintai maut!
Segera ternyata oleh kedua orang wanita jagoan itu bahwa dalam ilmu gin-kang, nyonya Pendekar Buta dengan ge-rakan Kim-tiauw-kun lebih unggul sedikit. Akan tetapi keunggulan ini ditutup oleh puteri Raja Pedang dengan kelebihannya dalam tenaga Iweekang yang merupakan penggabungan atau kombinasi dari Im-kang dan Yang-kang dari Im-yang-sin-hoat.
Ketika Hui Kauw melakukan serangan dengan jurus Kim-tiauw-liak-sui (Rajawali Emas Sambar Air), pedangnya membacok dari atas ke bawah dengan kelebatan dua kali seperti orang menulis huruf Z. Cui Sian yang menjadi silau matanya saking hebatnya serangan ini, cepat meng-gerakkan pedang Liong-cu-kiam menang-kis dilanjutkan dengan serangan menusuk dada. Dalam menangkis ini, Cui Sian menggunakan jurus Yang-sin Kiam-hoat Koleksi Kang Zusi337
Jaka Lola Kho Ping Hoo yang disebut Jit-ho-koan-seng (Api Mata-hari Menutup Bintang), pedangnya diputar noenjadi gulungan sinar bundar yang di-gerakkan hawa panas sehingga tangan Hui Kauw yang memegang pedang serasa akan pecah-pecah telapak tangannya. Kemudian, sinar pedang yang bundar seperti bentuk matahari ini tiba-tiba mengeluarkan kilatan meluncur ke depan ketika jurus dari Yang-sin-kiam itu diubah mejadi jurus Im-sin-kiam yang digebut Bi-jin-sia-hwa (Wanita Cantik Me-manah Bunga).
"Hui Kauw...... awas... terdengar Kun Hong berseru kaget. Pendengarannya yang luar biasa tajam itu dapat mengikuti pertandingan ini seakan-akan dia dapat melihat saja. Tanpa seruan ini pun Hui KauW sudah kaget bukan main karena sama sekali tidak disangkanya bahwa pedang lawan yang diputar untuk menangkis itu tahu-tahu dapat diubah menjadi serangan yang mengeluarkan hawa dingin. Pedangnya sendiri dalam detik itu berada di atas karena tangannya terpental oleh tangkisan tadi, maka untuk menangkis tidak ada kesempatan lagi.
Agaknya pedang lawan itu akan menancap di dadanya, dan mungkin ini yang dikehendaki Cui Sian untuk membalas kematian kakaknya dengan serangan yang sama, menikam dada!
Akan tetapi Hui Kauw bukanlah seorang wanita sembarangan yang akan putus asa menghadapi terkaman maut. Dengan nekat ia hendak mengadu nyawa. Tubuhnya ia tekuk ke bawah menjadi setehgah berjongkok dan pedangnya membabat miring ke arah kaki lawan. la maklum bahwa ia tidak akan dapat terhindar dari tusukan maut itu, akan tetapi agaknya pedangnya sendiri pun akan mendapat korban dua buah kaki!
"Aiihhh.....!" Cui Sian berseru, kagum dan kaget, tapi ia cepat melompat ke atas sehingga pedang Hui Kauw menyambar lewat di bawah ke dua kakinya, hanya beberapa senti meter saja selisihnya. Akan tetapi karena tubuh Hui Kauw merendah dan ia sendiri terpaksa melom-pat, pedangnya berubah arahnya dan tidak jadi menancap dada melainkan menyerempet pundak kiri Hui Kauw. Nyonya Pendekar Buta itu mengeluh perlahan, daging pundaknya robek dan darah mengalir banyak. la terhuyung ke belakang, pandang matanya nanar.
"Hui Kauw.....!" Sekali kakinya bergerak, Kun Hong sudah melayang ke dekat isterinya dan merangkulnya. Cepat jari-jari tangannya mencari dan mendapatkan luka di pundak. Hatinya lega, luka itu besar akan tetapi hanya luka daging saja, tidak berbahaya. la menotok dua jalan darah untuk menghentikan keluarnya darah dan mengurangi rasa nyeri.
"Cu Sian, kau terlalu mendesak kami ...." katanya kemudian sambil menyuruh isterinya duduk beristirahat di pinggir. Pedang Ang-hong-kiarn sudah dia masukkan ke dalam tongkatnya lagi.
Cui Sian melangkah maju, Suaranya lantang, ketus dan penuh tantangan,
"Pendekar Buta, untuk membalaskan kematian kakakku yang sama sekali tidak berdosa, Koleksi Kang Zusi338
Jaka Lola Kho Ping Hoo pembunuhnya harus kubunuh pula!" Setelah berkata demikian, Cui Sian tiba-tiba melompat cepat sekali dengan maksud supaya orang buta itu tidak sempat menghalanginya. la melompat ke de-kat Hui Kauw yang duduk bersila sambil meramkan mata mengumpulkan kembali tenaga dan memulihkan luka. Dengan gerakan cepat ia mengangkat pedangnya, menusuk ke arah dada Hui Kauw.
"Tranggggg.....!"
Cui Sian hampir jatuh jungkir-balik saking kerasnya tangkisan ini yang membuat lengannya kesemutan dan membuat ia cepat melompat ke belakang. Matanya terbelalak marah ketika melihat bahwa yang menangkis pedangnya tadi adalah tongkat di tangan Kun Hong yang entah kapan telah berada, di dekat isterinya.
"Bagus, kau telah membelanya" Awas pedang!" la sudah menerjang maju dan kini dengan pengerahan tenaga sepenuhnya karena maklum bahwa ia berhadapan dengan seorang yang sakti.
Hampir saja Cui Sian berdiri melongo paking herannya kalau saja ia tidak didorong oleh kemarahan dan sakit hati. Pendekar Buta itu hanya berdiri tegak dengan tongkat di tangan, kulit di antara kedua mata kerut-merut, mulut setengah tersenyum setengah menangis rnemba-yangkan keperihan hati, akan tetapi sama sekali tidak nielayani ancaman serangan Cui Sian yang sudah menggerakkan pe-dang sehingga gulungan sinar putih bergerak-gerak mengurung tubuhnya dari atas ke bawah!
Cui Sian adalah puteri seorang pendekar besar, tentu saja tidak sudi me-nyerang orang yang tidak melawannya.
"Pendekar Buta, tak perlu menghina orang dengan kepandaiannya! Hayo kau-lawan pedangku kalau kau membela isterimu yang membunuh kakakku!" teriak Cui Sian sambil mencylongkan ujung pedangnya di depan dada Kun Hong.
Akan tetapi Pendekar Buta tersenyum pahit dan menggeleng-geleng kepalanya.
"Aku bukan orang gila, Siauw-moi (Adik Kecil)! Mana bisa aku melawanmu berkelahi"
Isteriku tidak membunuh Kong Bu, aku berani sumpah....."
"Sumpahmu tidak ada harganya!" ben-tak Cui Sian yang teringat akan men-diang ctcinya.
"Mungkin kau tidak mem-bunuh Kong Bu koko, akan tetapi isterimu adalah puteri Ching-coa-to, sejak kecil tergolong keluarga penjahat! Aku ,bunuh dia!" Sambil berkata demikian Cui Sian melompat cepat sekali sambil* rne-nyerang Hui Kauw yang masih duduk bersila mengumpulkan tenaga.
Koleksi Kang Zusi339
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Tranggg!" kembali Cui Sian terhu-yung mundur ketika pedangnya tertangkis tongkat di tangan Kun Hong. Namun gadis ini menjadi makin marah dan dengan nekat mengirim serangan bertubi-tubi, dengan jurus-jurus terlihai dari Im-g" yang-sin-kiam.
Betapapun ia mengerahkan tenaga dan kepandaian, semua sinar pedangnya terpental mundur oleh tangkisan tongkat yang merupakan sinar merah. Sinar merah itu jauh lebih kuat daripada sinar putih dari pedangnya dan agaknya Pendekar Buta hafal betul akan semua gerak-geriknya sehingga ke manapun juga pedangnya berkelebat dalam penyerangannya terhadap Hui Kauw, selalu pedang itu membentur tongkat, seakan-akan tubuh Hui Kauw terkurung benteng baja yang tak tertembuskan!
Karena seinua serangannya selalu ter-tangkis, Cui Sian menjadi makin marah dan penasaran. Kalau saja Pendekar Buta melawannya dan ia dikalahkan, hal itu takkan mendatangkan rasa penasaran. Akan tetapi orang buta itu hanya me-nangkis dan melindungi isterinya, sama sekali tidak membalas sehingga ia me-rasa dipermainkan, dipandangrendah, dan dianggap anak-anak saja! Apalagi karena telapak tangannya yang memegang pe-dang tepasa perih dan panas, hampir Cui Sian menangis saking jengkelnya.
la pada dasarnya seorang yang berpemandangan luas dan tidak mudah dipengaruhi kemarahan, akan tetapi karena ia rnemiliki hati yang keras pula, kini ia hampir tak dapat mengendalikan kesabaran. Saking gemasnya, ia lalu mulai mengalihkan serangarinya kepada Kun Hong sendiri!
Di lain fihak, diarn-diam Kun Hong mulai merasa tak senang. Gadis ini tidak tahu diri, pikirnya. Tidak tahu dia me-ngalah terus. Tentu saja tak mungkin dia membiarkan isterinya dibunuh! Siapapun juga orangnya yang akan mengganggu isterinya, akan dia lawan mati-matian. la akan rela mengorbankan nyawanya untuk membela isterinya yang tercinta.
"Sian-moi, kau tak tahu diri!" bentak-nya sambil menangkis agak keras sehingga Cui Sian terhuyung dan terpental sampai beberapa meter jauhnya.
"Memang aku tidak tahu diri!" Dalann kemarahannya Cui Sian berteriak-teriak. "Kakakku dibunuh isterimu, seharusnya aku diam saja dan minta ampun kepada isterimu, begitukah"
Mengapa aku marah-marah dan hendak menuhtut balas" Memang aku tidak tahu diri, nah, gunakanlah tongkatmu untuk melawanku dan membunuhku pula!" Ucapan ini ditutup dengan serangan kilat, serangan dengan jurus yang disebut Pat-sian-lo-hai (Delapan Dewa Kacau Lautan) yang merupakan jurus Yang-sin-kiam-hoat, hebatnya bukan main. Sambaran angin pedang" Liong-cu-kiam menjadi panas seperti mengandung api dan serangannya menyambar datang dari delapan penjuru angin. Inilah jurus yang paling hebat dari ilmu pedang Cui Sian yang sengaja di per-gunakan oleh gadis itu secara nekat un-tuk menghadapi Pendekar Buta yang jauh lebih lihai dari padanya itu.
Kaget sekali hati Kun Hong ketika pendengarannya menangkap desir angin serangan jurus yang ampuh ini. la menyesal sekali dan juga makin tak senang. Jurus ini dikenalnya baik dan Koleksi Kang Zusi340
Jaka Lola Kho Ping Hoo dia ber-anggapan bahwa kalau orang sudah menggunakan jurus macam Pat-sian-lo-hai ini, berarti orang itu hendak mengadu nyawa dan sudah nekat. la mengeluarkan suara melengking keras dan tongkatnya berkelebat menjadi sinar merah seperti darah. Terderigar bunyi "cring-cring" delapan kali dan..... Cui Sian terlempar sam-pai lima meter lebih jauhnya, terbanting ke atas tanah diikuti pedangnya yang melayang ke atas dan menancap di de-katnya! Seketika gadis itu nanar dan bumi di sekelilingnya serasa berputaran! "Bocah tak tahu diri!" kembali Kun Hong mengomel.
"Sian-ji (anak Sian), kau benar-benar tidak tahu diri, berani melawan Pendekar Buta. Tentu saja kau kalah....." tiba-tiba terdengar suara halus dan dalam.
"Ayah...!" Cui Sian berseru girang dan mengandung isak. Ayah... kau balaskan kematian....
kematian..... Kong Bu koko....." dan gadis ini menangis terisak-isak.
Kakek tua yang secara tiba-tiba berdiri di situ memang bukan lain adalah ayah Cui Sian, Bu-tek-kiam-ong Tan Beng San Si Raja Pedang, ketua dari Thai-san-pai! Seorang kakek berusia hampir tujuh puluh tahun, tubuhnya tinggi tegap, rambutnya sudah banyak yang putih, jenggotnya panjang, sepasang matanya tajam berpengaruh, sikapnya tenang berwibawa.
"Tenanglah, Sian-ji, aku sudah mendengar semua tadi. Aku tidak percaya Kun Hong membunuh Kong Bu, akan tetapi entah kalau isterinya. Betapapun juga, kau tidak boleh terburu nafsu, anakku, sebelum ada bukti."
Wanita Gagah Perkasa 2 Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Pendekar Jembel 11

Cari Blog Ini