Ceritasilat Novel Online

Badai Laut Selatan 21

Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Bagian 21


Joko Wandiro tidak bersikap mengalah seperti yang lalu. Ia
merasa marah, apalagi iapun amat khawatir akan kesela matan
Ayui Candra. Ia maklum bahwa kalau ia tidak cepat-cepat
menga lahkan Endang Patibroto, Ayu Candra akan terancam
keselamatannya, terutama oleh Ki Jatoko. Dan untuk
menga lahkan Endang Patibroto, bukanlah hal yang mudah,
dan me mbutuhkan pengerahan tenaga dan kepandaian
sepenuhnya. Karena inilah maka begitu bertanding, ia
mengirim pukulan-pukulan yang hebat dan dahsyat, mengisi
kedua lengannya dengan Aji Bojro Dahono dan menggerakkan
tubuhnya amat cepat dengan Ilmu Bra moro Seto.
Endang Patibroto terkejut bukan main. Terasa olehnya
bahwa gerakan pemuda ini Jauh bedanya dengan dahulu.
Kalau dahulu se lalu terdesak olehnya djln hanya menggunakan siasat bertahan, kini dia lah yang terdesak.
Hawa pukulan yang a mat panas me mbuyarkan Aji Wisangnala
yang ia gunakan, dan kecepatan Joko Wandiro me mbingungkannya.
Pada saat Joko Wanchro berkese mpatan mengerlingkan
matanya ke arah Ayu Candra dan melihat betapa gadis itu
telah pingsan dan dipondong oleh Ki Jatoko yang siap hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me larikannya, kemarahannya me muncak. Pekik dahsyat keluar
dari mulutnya dan terjangannya kali ini biarpun dapat
ditangkis oleh Endang Patibroto, namun demikian dahsyatnya
sehingga me mbuat gadis sakti ini terlempar ke belakang
sampai lima meter jauhnya dan terbanting ke atas tanah
sehingga bergulingan! Ia tidak terluka hebat, namun hal ini
me mbuat ia kaget setengah mati dan teruta ma malu yang
berubah menjadi kemarahan yang meluap-luap! Baru sekali ini
selama hidupnya ia menerima hinaan, dipukul sa mpai
terlempar dan terbanting terguling-guling!
"Joko Wandiro, sekali ini kau ma mpus di tanganku!"
teriaknya sambil me ncabut keris pusaka Brojol Luwuk dari
pinggangnya! Akan tetapi begitu ia berhasil merobohkan Endang
Patibroto, sekali me lompat Joko Wandiro sudah menerjang Ki
Jatoko. Si buntung ini tadi sudah meloncat hendak lari, akan
tetapi pekik dahsyat Dirodo Meto demikian hebat pengaruhnya
sehingga ia terkejut dan kedua kaki buntungnya seakan-akan
lumpuh. Pada saat itu, tangan kiri Joko Wandiro me mukul
punggungnya dengan Aji Pethit Nogo, sedangkan tangan
kanan pemuda perkasa ini merenggut dan mera mpas tubuh
Ayu Candra. Ki Jatoko sudah me ngerahkan tenaga dalam
untuk melawan, namun tetap saja ia terguling, tidak kuat
menerima pukulan ini, dan ia roboh pingsan.
Ketika Joko Wandiro yang kini me mondong tubuh adiknya
itu me mutar tubuh dan me lihat Endang Patibroto sudah
menghunus keris, ia terkejut sekali. Keris di tangan gadis itu
menge luarkan hawa yang me mbuat bulu tengkuknya
mere mang dan jantungnya berdenyut keras. Itulah merupakan
tanda bahwa keris pusaka d i tangan gadis itu sebuah senjata
pusaka, yang ampuhnya menggila. Dan ia teringat akan
peristiwa belasan tahun yang lalu. Tak salah lagi, keris itu
adalah keris pusaka Brojol Luwuk, keris pusaka Mataram yang
dulu dipilih oleh gadis itu di depan eyang guru mereka. Keris
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puseika Mataram ya mg tersimpan di dalam patung kencana Sri
Bathara Wisnd! Akan tetapi mengapa berada di tangan gadis
ini. Bukankah dahulu eyang guru mereka, Sang Bhagawan
Rukmoseto atau Sang Bhargowo
menyuruh mereka menye mbunyikan pusaka mas ing-masing di Pulau Sempu"
"Berhenti kau Joko Wand iro dan mari lanjutkan sa mpai
seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa di sini!"
bentak Endang Patibroto sa mbil menerjang maju.
Joko Wandiro tahu akan bahayanya. Dengan keris pusaka
sehebat itu, yang hawanya saja hampir melumpuhkan
semangatnya, apalagi dengan memondong tubuh Ayu Candra,
andaikata tidak demikianpun, belum tentu ia cukup kuat untuk
menand ingi Endang Patibroto dengan keris pusakanya itu.
Maka ia lalu cepat melompat jauh ke kiri" sengaja
me mper la mbat larinya. Ehdang Patibroto berseru nyaring,
"Berhenti kau! Jangan lari, pengecut!!" Gadis perkasa itu
mengejar dengan keris di tangan. Entah bagaimana, melihat
kembali Joko Wand iro me mbela dan me lindungi Ayu Candra,
timbul kemarahan dan kebencian yang a mat hebat di hatinya
dan niat hatinya pada saat itu tiada lain, me mbunuh mereka
berdua barulah ia akan merasa puas!
Ketika melewati segero mbolan pohon dan ha mpir dapat
menyusul Joko Wan- diro, tiba-tiba pemuda itu me mbelok ke
kanan, me mutari pohon dan kini menggunakan Aji Bayu Sakti
me lompat bagaikan terbang cepatnya, kembali ke te mpat tadi
atau lebih tepat berlari menuju ke te mpat kudanya.
"Berhenti kau, keparat Joko Wandiro! Berhenti!!" Endang
Patibroto mengejar dengan marah.
Akan tetapi Joko Wandiro sambil me mondong tubuh Ayu
Candra yang masih p ingsan sudah me lompat bagaikan seekor
kijang, hinggap di atas pelana kuda. dan pada detik
selanjutnya kuda itu sudah dibalapkan cepat meninggalkan
tempat itu. Endang Patibroto berhenti men gejar, me mandang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
debu yang mengepul tinggi di belakang kuda. Ia me mbantingbanting kaki, me maki-maki dan akhirnya ia men jatuhkan diri di
atas tanah, menangis terisak-isak dengan perasaan yang tidak
karuan. Marah, malu, benci, duka, dan entah perasaan pahit
apa lagi yang saat itu menga muk di dalam hatinya.
Setelah akhirnya gelora hatinya dapat ditekan, Endang
Patibroto bangkit, menyimpan keris pusakanya lalu mengha mpiri tubuh Ki Jatoko yang masih belum bangun.
Dengan ujung kakinya ia me mbalikkan tubuh yang
tertelungkup itu, mengguncang-guncangkannya. Ki Jatoko
menge luh dan merang kak bangun. Ketika bagaikan orang
bangun dari mimpi buruk ia mengangkat muka dan melihat
Endang Patibroto, teringatlah ia akan semua peristiwa dan
matanya mencari-cari ke kanan kiri.
"Bangunlah dan hayo kita me lanjutkan perja lanan."
"Mana.. mana.. Ayu Candra.."
"Cerewet! Hayo jalan!" Encang Patibroto menarik lengan Ki
Jatoko dan menyeretnya bangun dengan sentakan kasar
sekali. "Aduh..! Aku...punggungku terpukul, sakit bukan main ...!"
Ki Jatoko men geluh lagi. "Kita mengaso dulu, Endang.. ."
"Tida k! Hayo jalan terus!"
"Kasihanilah, Endang. Aku letih dan lapar, haus dan sakitsakit tubuhku kau kas ihanilah, aku aku ayah..."
"Dia m! Sebelum tiba di Se mpu, jangan sebut-sebut lagi hal
itu atau kuhancurkan kepalamu!"
Melihat pandang mata yang dingin itu, Ki Jatoko bergidik,
kemudian karena ma klum bahwa di tangan gadis ini ia tidak
akan dapat berbuat sesuatu, iapun la lu mengikutinya
me lanjutkan perjalanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Joko Wandiro sudah me mbawa lar i Ayu
Candra. Setelah tiba di tepi pantai dari mana tampak Pulau
Sempu, barulah ia turun dari kuda. Ayu Candra sudah siuman.
Di tengah jalan tadi dengan mengurut punggungnya, Joko
Wandiro telah me mbebas kan pengaruh totokan Ki Jatoko.
"Kakang, kenapa kau tidak lawan dan bunuh saja Endang
Patibroto itu" Biarpun kita tidak akan men denda m kepadanya,
akan tetapi dia itu seorang gadis % jahat dan ganas seperti
iblis. Dia yang selalu me musuhi dan menyerangmu terlebih
dulu. Mengapa kau selalu menga lah kepadanya?"
"Ah, kau tidak tahu adikku. Dia itu bagaimanapun juga
adalah puteri paman Pujo dan bibi Kartikosari, bagaimana aku
tega untuk me mbunuhnya" Selain itu, dengan keris pusaka
Mataram di tangannya, tak mungkin aku dapat menang
me lawan dia. Sudahlah, mari kita mencari perahu. Kuda ini
cukup ditukar dengan sebuah perahu kecil."
Dan me mang betul dugaannya. Seorang nelayan dengan
senang hati menukarkan perahu kecilnya yang butut dengan
kuda itu, karena me mang kuda ini jauh lebih ma hal harganya.
Penukaran ini men datangkan untung besar
baginya. Demikianlah, tanpa me mbuang waktu lagi Joko Wandiro lalu
mengajak Ayu Candra untuk berlayar, menyeberang ke Pulau
Sempu yang sudah ta mpak dari pantai Laut Se latan.
0-oodwoo-0 Kartikosari dari Roro Luhito hidup dengan aman dan tenang
di Pulau Se mpu. Pulau ini kosong dan tanahnya cukup subur
sehingga dua orang wanita perkasa itu tidak mendapat
kesukaran untuk hidup mengasingkan diri di situ. Mereka
bercocok tanam dan mendirikan sebuah pondok baru karena
pondok be kas tempat tinggal Resi Bhargowo telah rusak.
Kandungan mereka sudah makin tua. Kartikosari mengandung tujuh bulan sedangkan Roro Luhito mengandung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lima bulan. Sebagai puteri-puteri yang me miliki kepandaian
tinggi, hidup menyendiri di pulau itu bukanlah ha l yang sukar
bagi mereka, bahkan menenangkan pikiran setelah mereka
menga la mi hal-hal yang menegangkan di masa yang la lu. Juga
merupakan hiburan atas kedukaan hati mereka kehilangan
suami. Yang terutama sekali, tempat yang sunyi dan jauh dari
dunia rama i ini merupa kan tempat sembunyi yang paling
aman sehingga tak mungkin ada musuh yang dapat
mengganggu mereka. Hanya Joko Wandiro seorang yang tahu
akan tempat se mbunyi mereka ini. Orang lain siapakah dapat
menduga bahwa dua orang puteri itu bersembunyi di pulau
kosong" Mereka me mpunyai sebuah perahu dan dengan perahu
inilah kadang-kadang Roro Luhito menyeberang untuk mencari
kebutuhan mereka yang tak dapat dite mukan di atas pulau.
Dan pada siang hari itu, Roro Luhito baru saja datang dari
darat, di mana ia mencar i dan me mbe li bumbu-bumbu masak
karena persediaan di pulau sudah habis. Mereka berdua duduk
meneduh d i bawah pohon sa mbil menikmati angin se milir dan
me mandago mba k-ombak Laut Selatan yang menggelora ke
pantai. "Kak Sari, ada orang datang berperahu ..!" Tiba-tiba Roro
Luhito berbisik sa mbil menudingkan telunjuknya ke arah
pantai. Kartikosari cepat me mandang dan bangkit berdiri. Betul
saja. Sebuah perahu makin me ndekati pulau. Keduanya
menduga-duga dengan hati berdebar dan tanpa disadari
mereka s udah berpindah te mpat, menyelinap di balik
segerombolan tana man untuk menyembunyikan diri. Mereka
tidaKingin dilihat orang luar. Sambil berse mbunyi dua orang
wanita perkasa itu me ngintai.
"Mereka Joko Wandiro dan Endang Patibroto...!" Kartikosari
berseru setelah perahu itu makin dekat pulau. Suaranya
terdengar penuh kegembiraan dan kini mereka berdua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me lompat keluar dari te mpat se mbunyi. Setengah berlari
mereka menuju ke tepi laut dan melamba i- la mbaikan tangan.
"Joko...Endang...! Ke sini....!"
Kartikosari berseru keras. Suaranya nyaring terbawa angin
me lalui atas omba k sa mudera. Agaknya terdengar oleh Joko
Wandiro karena pemuda itu sambil mendayung, sejenak
me la mbaikan tangan ke atas.
"Kak Sari, gadis itu bukan Endang ....!!"
Roro Luhito berkata, suaranya mulai tegang.
"Bu.. bukan Endang.., benar, dia bukan anakku..!" Suara
Kartikosari tidak hanya tegang, bahkan gemetar. Roro Luhito
dengan halus me megang tangan madunya, menepuk-nepuk
perlahan untuk menenangkan hati dan me nghiburnya.
"Siapapun dia, kalau datang bersama Joko Wandiro, tentu
seorang baik-baik."
o)O---dw---O(o Jilid 38 MEREKA berdua berdiri sa mbil bergandeng tangan,
menanti datangnya perahu itu. Setelah perahu tiba di pantai,
mereka me lihat bahwa gadis itu benar bukan Endang
Patibroto, melainkan seorang gadis cantik je lita yang juga
me mandang mereka penuh perhatian. Joko Wandiro me loncat
ke atas pantai dan menyeret perahunya naik. Ayu Candra juga
me loncat turun, me mbantu kakaknya menyeret perahu.
Kemudian keduanya berjalan mengha mpiri dua orang wanifa
yang telah men unggu.
"Joko Wandiro, di mana Endang Patibroto" Tak berhasilkah
engkau me mbujuknya ikut ke sini?" Kartikosari menegur
setelah Joko Wandiro men ghaturkan se mbah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maafkan saya, bibi Kartikosari. Sudah dua kali saya
me mbujuk dengan kata-kata halus sa mpai dengan kekerasan,
namun s ia-sia hasilnya. Hatinya terlalu keras dan kesaktiannya
terlalu hebat sehingga saya tidak berhasil. Akan tetapi, saya
rasa, tak lama lagi ia akan ke sini, bibi. Tak jauh dari pantai
saya telah bertemu dengan dia."
"Betulkah?" Kartikosari menjadi ge mbira "Coba ceritakan
apa yang telah terjadi dan gad is ini siapakah?"
"Bibi, inilah Ayu Candra, adik kandung saya......"
Seketika wajah Kartikosari berubah pucat. Ia berseru
perlahan dan me langkah mundur.
"Kau.. " Kau.... membawa puteri Listyakumolo ke sini" Joko
Wandiro! Kalau kau me mang berniat me mba las dendam atas
kematian ibu kandungmu, mengapa tidak kaula kukan send iri
ketika kita saling bertemu di Bayuwis mo" Mengapa baru
sekarang" Juga Roro Luhito terkejut dan menegur keponakannya,
"Joko, kau berjanji takkan melanjutkan permusuhan dan
dendam, mengapa sekarang kau ajak puteri mbok-ayu
Listyakumolo ke sini?"
Mendengar kata kata dan melihat sikap dua orang wanita
oantiKitu, Ayu Candra cepat maju dan berkata, suaranya halus
namun tegas, "Harap bibi berdua jangan khawatir. Memang
benar aku pernah menurutkan denda m sakit hati karena duka
kehilangan ayah bunda, tanpa mengingat pesan terakhir ayah
yang melarangku me mbalas denda m, tadinya saya berniat
untuk mencari bibi dan me lakukan pe mbalasan. Akan tetapi,
setelah kakang Joko Wandiro menceritakan se mua sebabsebab permusuhan, saya sudah sadar dan takkan melanjutkan
permusuhan ini."
Sejenak Kartikosari dan gadis itu saling pandang, seperti
hendak mengukur is i hati
masing-mas ing.
Kemudian Kartikosari terisak dan melangkah maju, dan di lain saat Ayu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Candra sudah jatuh ke da la m pe lukannya. Ayu Candra
menang is, Kartikosari juga bercucuran air mata.
"Aduh, anak baik..! Sungguh besar hatiku mendengar katakatamu. Kau patut menjadi puteri seorang perkasa seperti Ki
Adibroto! Akupun selalu rela untuk menebus dosa puteriku,
Ayu Candra. Aku siap untuk menerima pe mbalasan atas
kematian ayah bundamu, hanya aku ingin agar supaya anak
yang kukandung ini terlahir leb ih dahulu, baru aku bersedia
menerima kematian. Akan tetapi, kini engkau telah sadar,
menghabiskan per musuhan, alangkah bahagia hatiku!"
Setelah reda keharuan hati mereka, Ayu Candra berkata,
"Sayangnya, bibi, puterimu Endang Patibroto itu entah
mengapa, setiap kali bertemu dengan a ku atau kakang Joko
Wandiro, tentu menyerang dan hendak membunuh kami! Dia
amat benci kepadaku."
"He mm, kau tinggallah di sini. Biarlah dia datang! Hendak
kulihat apakah dia masih melanjutkan sikap gila itu kepadamu.
Aku akan me mbela dan me lindungimu dengan taruhan
nyawaku, Ayu Candra!" kata Kartikosari dan pada saat seperti
itu, wanita cantiKini sikapnya sama benar dengan Endang
Patibroto, dadanya diusungkan, matanya berapi-api, kedua
tangan dikepal, sepasang pipinya merah!
"Sudahlah, kiranya tak perlu dibicarakan lagi hal-hal yang
tidak menyenangkan hati ini. Marilah kalian ikut kami ke
pondok di mana kita dapat bicara dengan leluasa, " kata Roro
Luhito. Kartikosar i mengangguk dan berangkatlah mereka
berempat ke pondok sederhana yang berada di tengah Pulau
Sempu. Di da la m pondok, Joko Wandiro lalu menceritakan se mua
pengalaman dan semua peristiwa yang terjadi selama ini. Ia
juga menceritakan sepak terjang Endang Patibroto yang telah
menewaskan Ni Durgogini, Ni Nogogini, Cekel Aksomolo, Ki
Warok Gendroyono, Ki Krendoyakso, dan betapa gadis itu
bersama Ayu Candra hampir mengalami malapetaka hebat di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan Bhagawan Kundilomuko. Juga tentang pertemuanpertemuannya dengan Endang Patibroto, tentang pertandingan di antara mereka.
Setelah mendengar semua penuturan Joko Wandiro,
Kartikosari termenung, menar ik napas panjang lalu berkata
lirih, "Betapapun juga, dia telah dapat memba laskan sakit hati
eyangnya dan membas mi orang-orang jahat itu. Ahhh..
Endang,... kalau engkau tidak menjad i murid Dibyo
Mamangkoro, agaknya kau tidak akan menyeleweng
sedemikian jauh."
"Se mua sudah dikehendaki Dewata, ayunda Kartikosari,"
kata Roro Luhito menghibur. "Kalau Endang tidak menjadi
murid Dibyo Mamangkoro, kurasa juga bukan hal mudah
baginya untuk dapat membas mi orang-orang sakti seperti
Cekel Akso molo dan kawan-kawannya!"
Setelah bertemu dengan dua orang wanita perkasa ini, Ayu
Candra kembali harus me mbenarkan sikap kakaknya. Memang
dua orang wanita ini jelas adalah orang-orang yang berpribudi
tinggi sehingga sebentar saja ia sudah tidak ragu-ragu dan
tidak sungkan-sungkan lagi untuk bercakap-cakap dan
menutur kan se mua riwayatnya. Kartikosari dan Roro Luhito
merasa terharu dan menaruh rasa sayang kepada gadis yang
kehilangan ayah bunda ini. Sekali lagi Kartikosari menghibur
hati Ayu Candra dan mengatakan bahwa kalau benar Endang
Patibroto datang ke pulau itu, ia akan mencuci habis
permusuhan yang mengotori hati dan pikiran anaknya.
Joko Wandiro lalu minta diri kepada Kartikosari. "Saya
hendak mencari pusaka Mataram yang dulu oleh eyang guru
diberikan kepada saya untuk dis impan. Pusaka itu mas ih saya
simpan di pulau ini, bibi, dan sekarang saya hendak
mencarinya, untuk dikemba likan kepada yang berhak, yaitu
sang prabu di Panjalu."
Kartikosari dan Roro Luhito tercengang. Baru sekarang
mereka mendengar akan hal itu. "Pusaka Mataram?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kartikosari bertanya heran. "Ramanda resi tak pernah
mencer itakan hal itu kepadaku. Joko Wandiro, bagaimanakah
pusaka Mataram dapat berada di tangan eyang gurumu?"
"Tadinya saya pun tidak tahu, bibi. Akan tetapi ketika saya
mengikut i guru saya di Jalatunda, dan mendapat kesempatan
bertemu dengan eyang guru yang mengabdi kepada Sang
Prabu Airlangga yang bertapa, eyang pernah menceritakannya
kepada saya bahwa pusaka Mataram yang lenyap itu
sebenarnya dicuri oleh Jokowanengpati. Secara kebetulan
pusaka itu dapat dirampas oleh eyang resi dari tangan
bedebah itu. Ketika eyang berada di pulau ini dan tahu bahwa
musuh-musuh utusan
Pangeran Anom datang untuk
mera mpas pusaka, eyang guru lalu me mbagi pusaka menjadi
dua, selubungnya yang berbentuk patung kencana diserahkan
kepada saya untuk disimpan dan dise mbunyikan. Adapun
isinya berupa keris pusaka berada di tangan Endang Patibroto,
juga untuk disembunyikan. Akan tetapi ketika saya bertemu
dengan Endang, dia me mpergunakan pusaka itu yang
ampuhnya menggila"
Kartikosari me ngangguk-angguk. "Biar lah, kalau dia datang,
akan kuminta pusaka itu. Pusaka Mataram harus kemba li
kepada sang prabu di Panja lu, karena tanpa adanya pusaka
itu, kerajaan akan selalu menjadi kacau, de mikian dahulu
rama resi pernah bercerita. Kau pergilah dan cari kemba li
pusaka yang kause mbunyikan dahulu, anakku."
Joko Wandiro lalu keluar dari pondoKitu. Masih teringat
olehnya betapa selama dua tahun ia bermain-ma in di pulau
ini, ber main-ma in bersama Endang Patibroto, kadang-kadang
sama-sa ma berlatih ilmu. Kemudian ia teringat betapa ia
me mbawa patung kencana menyusup-nyusup ke tengah pulau
menuju ke sebelah barat karena ia me mang hendak
menye mbunyikan pusaka itu di bagian barat pulau. Dari jauh
sudah tampak olehnya sebatang pohon randu alas yang besar,
menjulang tinggi seperti raksasa. Hatinya berdebar keras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pohon itulah tempat rahasianya. Di sanalah ia menyimpan
patung kencana dan di sana pula dahulu ia digigit ular berbisa.
Semua itu terbayang jelas dan ketika ia sudah tiba di bawah
pohon randu alas, ia berdiri termenung. Pohon itu kini sudah
menjad i pohon raksasa. Biarpun ia kinipun s udah menjadi
seorang dewasa, namun dibandingkan dengan pohon ini, ia
kalah jauh pesatnya dalam pertumbuhan.
Di manakah kira- kira pusaka itu" Ia masih ingat betul.
Dahulu patung kencana itu ia masu kkan dalam sebatang
cabang yang berlubang, cabang besar yang letaknya paling
tinggi. Akan tetapi pohon itu kini sudah amat banyak
cabangnya sehingga sukar baginya untuk menentukan cabang
yang mana yang menyimpan patung kencana. Dengan jantung
berdebar Joko Wandiro lalu melompat naik dan me manjat
pohon. Karena ingat bahwa dulu ia pernah digigit ular berb isa
di sini, kini ia me mandang teliti ka lau-kalau ada ular lagi. Akan
tetapi tidak ada ular di situ. Mulailah ia mencari-cari, meneliti
setiap cabang besar.
Pada saat Joko Wandiro mencar i kembali pusaka yang
belasan tahun yang la li ia se mbunyikan di dalam cabang
pohon randu alas, di pantai sebelah selatan mendaratlah
Endang Patibroto bersama Jokowanengpati atau Ki Jatoko! Ki
Jatoko merasa gelisah dan kecut-kecut hatinya, namun ia
tidak dapat mundur lag i. Ia telah menjalankan s iasat,
me mbujuk gadis itu dan ia maklum bahwa gadis ini tentu
hendak me mbuktikan kebenaran pengakuannya dengan
menanyakan hal itu kepada Kartikosari Apa boleh buat, pikir Ki
Jatoko. Pengakuannya ini bukan ngawur be laka. Se menjaKia
me mper kosa Kartikosari, wanita itu berp isah dari sua minya.
Kemudian me lahirkan Endang Patibroto. Bukankah a mat
mungkin sekali bahwa gadis ini adalah ana knya" Keturunannya" Ia tak dapat mundur lag i, sekali me langkah
harus terus nekat maju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ibu.. .....!!" Suara Endang Patibroto tercampur isak ketika
ia me manggil ibunya. Kartikosari yang sedang duduk di luar
bersama Roro Luhito dan Ayu Candra, cepat menoleh dan ia
me lompat bangun. Wajahnya tegang, matanya bersinar.
"Endang Patibroto! Engkau datang........!!" Kemudian
matanya menyapu ke arah orang buntung itu, keningnya
berurut, pandangnya tajam penuh selidik.
"Ahhhh...!!!" Roro Luhito menjer it dan mencengkeram
tangan Kartikosari.
Wanita ini sekali pandang saja sudah mengena l Ki Jatoko.
Sebaliknya, Kartikosari hanya merasa seperti pernah bertemu
dengan orang buntung ini, akan tetapi lupa lagi di mana dan
kapan. "Yunda . ..... dia.. dia... " Roro Luhito tak dapat melanjutkan
kata-katanya, mukanya pucat.
"Bibi, dia itu adalah Ki Jatoko yang jahat!" kata Ayu Candra.
Sementara itu, Endang Patibroto juga mengerutkan
keningnya ketika melihat Ayu Candra di situ bersama ibunya.
"Ibu, dia anak musuh kital" bentaknya marah.
"Yunda Sar i yunda dia... dia Jokowanengpati...!" Roro
Luhito kembali berb isik dengan mata terbelalak dan muka
pucat. Kartikosari kini mengena l pula si buntung itu dan
mukanya menjadi pucat, matanya mengeluarkan cahaya
berkilat dan ia me mbentak puterinya,
"Endang Patibroto! Tahukah engkau, dengan s iapa kau
datang ini?"
Karena me mang maksud kunjungannya ini untuk me mperte mukan ibu kandungnya dengan orang yang
mengaku ayahnya; maka seketika Endang Patibroto
me lupakan urusan Ayu Candra. Ia lalu berkata, suaranya
lantang menantang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ibu, justeru aku yang ingin bertanya apakah ibu mengenal
orang ini?"
"Dia.......dia.. Iblis telah
melindunginya, dia
inilah Jokowanengpati si keparat jahanam!!"
"Ahh, sampai bagaimanapun, mana bisa kau lupakan aku,
Kartikosari?" Ki Jatoko berkata lirih, cukup jelas terdengar oleh
Endang Patibroto.
"Ibu, baik sekali bahwa ibu seketika mengenal dia. Ada
hubungan apakah dia dengan ibu" Jokowanengpati ini
mengaku bahwa dia adalah ayah kandungku! Benarkah ibu
dahulu menjad i kekasihnya sebelum men ikah dengari
Pujo, dan benarkah bahwa aku ini... anaknya?"
Hebat bukan ma in kata-kata ini bagi Kartikosari. Bagaikan
sebatang pedang beracun karatan menusuk te mbus
jantungnya. Matanya terbelalak, mukanya tak berdarah lagi,
ingin ia menjer it, me maki, berteriak, namun tenggorokannya
penuh sesak oleh hawa amarah yang menyesak ke atas
sehingga akhirnya ia terguling dan roboh pingsan! Tentu ia
akan terbanting roboh kalau tidak cepat-cepat Ayu Candra
me me luknya. Gadis ini lalu duduk dan me mangku kepala
Kartikosari yang pingsan.
Roro Luhito me loncat bangun, menudingkan telunjuknya
dengan marah kepada Endang Patibroto sambil berseru,


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Endang Patibroto! Engkau sungguh terlalu! Sa mpai hati
engkau menghina ibumu sendiri sampa i begitu" Engkau telah
terkena bujukan iblis ini! Huh, Jokowanengpati, semua
keteranganmu tentang Kartikosari dan engkau bohong
semua!" "He mm, bagaimana bibi Roro Luhito bisa tahu?" Endang
Patiproto bertanya, mengejek.
"Mengapa aku tidak tahu.. Ah, kau anak durhaka kepada
ibu kandung! Endang Patibroto, jangan percaya mulut bangsat
rendah, keparat hina ini. Tahukah engkau bahwa tidak hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ibumu menjad i korban kekejiannya, akan tetapi juga aku"
Ibumu sedang bertapa bersama... ayahmu di da la m Guha
Siluman, tidak tahu bahwa di dalam guha itu berse mbunyi si
keparat Jokowanengpati ini. Karena ayah dan ibumu pingsan
setelah bertanding melawan kakak kandungku, Wisangjiwo
ayah Joko Wandiro, mereka tak berdaya. Jokowanengpati si
keparat ini la lu me mper kosa ibumu, di depan mata ayahmu!
Kemudian ia me larikan diri! Dan bukan itu saja, diapun
menggunakan na ma kakangmas Pujo untuk me mper kosa
diriku di tengah malam! Dia ini manusia rendah, iblis ber muka
manusia, serigala bertubuh manusia, kau jangan percaya
omongannya yang berbisa. Kami, ibumu dan aku sudah
menghukumnya sehingga ia terjungkal ke laut, disambar ikan,
kami kira sudah ma mpus... ah...."
Biarpun mulutnya masih tersenyum mengejek, na mun di
dalam hatinya, Endang Patibroto merasa lega. Iapun tidak
suka kalau betul-betul ayah kandungnya adalah si buntung ini.
Kini dengan pandang mata dingin ia meno leh kepada Ki
Jatoko, suaranya juga dingin sekali ketika bertanya,
"Jokowanengpati, betulkah apa yang dikatakan bibi Roro
Luhito" "
Maklum bahwa percuma saja untuk berbantah karena tentu
Roro Luhito dan Kartikosari akan me mbuka semua rahasianya,
Jokowanengpati atau Ki Jatoko lalu tertawa bergelak.
"Huah-ha-ha-ha-hah! Di dunia ini mana ada perempuan
yang mau mengakui penyelewengannya" Endang Patibroto,
engkau bukan bocah lagi, engkau sudah dewasa dan sudah
dapat me mpertimbangkan. Katakanlah bahwa ibumu tidak
mengaku sebagai kekasihku, akan tetapi betapapun juga, Roro
Luhito sudah menga ku bahwa aku pernah memper kosa
Kartikosari. Dan se menja k perist iwa itu Kartikosar i tak pernah
berdekatan dengan Pujo sampai engkau terlahir!" Ki Jatoko
menyeringai penuh kemenangan dan menoleh kepada
Kartikosari yang sudah mula i sadar. "Kartikosari, hayo sangkal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau kau ma mpu. Se menjak peristiwa ma la m di dalam guha,
bukankah engkau meninggalkan Pujo dan me lahirkan Endang
Patibroto ini" Hayo jawablah! Engkau tidak mungkin dapat
menye mbunyikan kenyataan ini! "
Wajah Kartikosari pucat
sekali. Terbayang dalam
ingatannya semua penga la mannya dahulu. Dahulupun ia
sudah seringkali meragu dan keraguan inilah yang merupakan
siksaan batinnya sampat berbulan-bulan. Semenjak ia tahu
bahwa ia mengandung, ia sudah meragu dan hendak
me mbunuh diri karena ia tidak tahu pasti anak siapakah dalam
kandungannya Itu. Bahkan setelah anak itu terlahir, pernah ia
me le mparkan anak itu ke laut. Kinipun ia menjadi ragu-ragu,
tak dapat menjawab!
"Ibu, jawablah, ibu. Jawablah sejujurnya!" Terdengar suara
Endang Patibroto mendesak.
Wajah Kartikosari seperti wajah mayat. Pandang matanya
kosong dan bibirnya menggigil. "Apa apa
yang harus kujawab..." Betul semenjak itu aku....pergi meninggalkan
kakangmas Pujo....akan tetapi kuanggap kau anak kakangmas
Pujo. Kalau kuanggap dahulu bahwa engkau bukan anak
kakangmas Pujo, tentu sudah kubunuh kau!" Setelah berkata
demikian, tiba-tiba Kartikosari menang is tersedu-sedu dan
Roro Luhito cepat merangkulnya dan me mbujuknya agar tidak
me layani mereka itu. Ayu Candra hanya mendengarkan
dengan muka pucat dan mata terbelalak, penuh kasihan
kepada Kartikosari dan penuh kebencian kepada Ki Jatoko.
Dia m-dia m ia bergidik kalau Ia teringat betapa pernah ia
me mpercaya manusia iblis dan menyerahkan nasib dirinya
kepada Ki Jatoko!
Kembali terdengar Jokowanengpati tertawa terbahak-bahak
penuh kemenangan. "Ha-ha-ha-ha! Anakku cah-ayu Endang
Patibroto! Baru percayakah engkau sekarang, anakku" Engkau
anakku, engkau darah dagingku, tak salah lagi! Bukankah
banyak persamaan di antara kita" Bukankah coco k watak kita,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama-sa ma gagah perkasa, sama-sama cerdik penuh akal dan
kalau saja mukaku t idak menjad i rusak begini, wajahmu sama
benar dengan wajahmu. Aku dahulu tampan, seorang ksatria
yang elok, kau tanya saja ibumu. Ha-ha, kau tanya juga Roro
Luhito ini, dia dahulu di waktu perawan telah diserahkan oleh
ayahnya kepadaku untuk menjadi isteriku. Ha-ha, banyak
wanita tergila-gila kepadaku. Kau boleh bangga me mpunyai
ayah seperti aku ini, Endang.. . heeee! Endang...! Mau.......mau
apa kau...?" Tiba-tiba suara yang penuh kemenangan itu
berubah penuh ketakutan.
Endang Patibroto kini berdiri me man dang wajah si buntung
yang mengaku ayahnya dan keadaan gadis ini benar-benar
amat mengerikan. Sepasang matanya penuh kemarahan,
penuh hawa nafsu me mbunuh, agaknya mata iblis seperti
itulah. Mulutnya selengah tersenyum, wajahnya pucat sekali.
Jokowanengpati mundur-mundur ketakutan. Sinar mata itu
me mbisikkan maut, me mbuat ia bergidik ngeri. "Endang ......
Endang Patibroto... ingat, kau ...anakku... mau apa kau... ?"
Endang Patibroto me langkah maju, perlahanlahan, mengikuti gerakan Jokowanengpati yang mundur-mundur. Bibirnya bergerak-gerak,
mula- mula hanya bisikan-bisikan lirih
yang tidak terdengar orang
lain, kemudian ma kin keras
bisikan-bisikannya
itu, ....kubunuh kau.... ayahku
atau bukan... kau yang menyebabkan ibuku sengsara... kau yang... mendatangkan kutuk atas diriku...
kubunuh kau... kubunuh kau..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jokowanengpati takut bukan main. Ke manapun ia mundur,
gadis itu terus mengikutinya sehingga mereka berdua ma kin
menjauhi pondok Kartikosari. Tiga orang wanita di depan
pondoKitu mengikuti mereka berdua dengan pandang mata
penuh kengerian. Kartikosati mende kap mulut menahan jer it
yang hendak keluar. Biarlah, bisik hatinya, biarlah. Kini ia tidak
meragu lag i. Sepatutnya gadis itu me mang keturunan
Jokowanengpati. Keturunan Pujo tidak seperti itu! Biarlah,
biarlah anak dan ayah la knat itu saling bunuh!
"Endang Patibroto... ingatlah,.. aku... ayahmu..."
Jokowanegpati berkali-kali me mperingatkan dan mohon
dikasihani. "Ayahku atau bukan, harus kubunuh engkau... kubunuh...
kubunuh... "
Tiba-tiba Jokowanengpati atau Ki Jatoko yang sudah
ketakutan setengah mati itu meloncat jauh untuk me larikan
diri akan tetapi tubuhnya roboh terguling karena Endang
Patibroto sudah me mukulnya dengan ilmu p ukulan jarak jauh.
Dan sebelum ia se mpat lar i lag i, Endang Patibroto sudah
me loncat di depannya.
Saking takutnya, Jokowanengpati menjadi nekat. Begitu
gadis itu mendekat, ia menubruk dengan pukulan keras ke
arah pusar. "Bagus, kaulawanlah!" kata Endang Patibroto
sambil miringkan tubuh mengelak, kemudian kedua tangannya
bagaikan dua ekor ular cepatnya menyambar dan sudah
mence kik leher Jokowanengpatil
"Endang.. . auughhh...!" Jokowanengpati menggunakan
kedua tangannya mencengkeram tangan gadis itu, me mbetotbetot dan meronta-ronta berusaha me lepaskan diri. Namun
usahanya sia-sia. Kedua lengan gadis itu yang berkulit halus
putih seolah-o lah telah berubah menjadi sepasang jepitan baja
yang kokoh kuat. Mata gadis itu masih melotot mengerikan,
sama sekali tak pernah berkedip, dan mulutnya yang agak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbuka mengeluarkan kata-kata lirih, "Kubunuh... kau...
kubunuh kau... kubunuh kau..."
Makin takutlah Jokowanengpati. Ia kini tahu betul bahwa
maut telah me mbayang di depan matanya. Kalau tadi ia
mencengkeram kedua lengan Endang Patibroto berusaha
me lepaskan cekikan, kini ia mengepal kedua tangannya dan
menghanta m sekenanya. Terdengar suara bak-bik-buk ketika
pukulan-pukulannya mengenai perut, lambung dan pangkal
lengan Endang Patibroto, namun agaknya sama sekali tidak
terasa oleh gadis perkasa itu.
Jokowanengpati menjadi ma kin ngeri dan takut. Sudah ia
kerahkan tenaga untuk me lawan dan untuk menahan cekikan,
namun cekikan makin erat dan ia sudah tak dapat bernapas
lagi, matanya berkunang-kunang telinganya terngiang- ngiang
kepalanya berdenyut-denyut.
Saking takutnya, kedua tangannya kini tidak
me mukul-mukul lagi,
melainkan menye mbah-nyembah minta a mpun. Matanya yang melotot
me mbayangkan rasa takut hebat dan mulutnya terbuka
me mper lihatkan gigi yang besar-besar dan tidak karuan
bentuknya, lidahnya mulai terjulur. Mukanya menjad i merah
sekali seperti kepiting direbus?
Endang Patibroto seperti orang mab uk. Tubuhnya
bergoyang-goyang, matanya melotot, napasnya keluar dari
mulut, terengah-engah. Cekikannya ma kin diper kuat. Darah
mulai menetes turun dari kedua telinga, mata, hidung dan
mulut Jokowanengpatil Muka yang merah itu kini me mbiru,
matanya me lotot seperti hendak meloncat keluar dari
tempatnya. Lidahnya terjulur keluar seperti ditarik. Tubuhnya
mengejang, kaki tangannya berkelojotan. Terdengar suara
mengoro k di kerongkongan. Endang Patibroto
ma kin me mper kuat cekikannya.
"Krokkk..."
Batang leher itu patah! Tubuh Jokowanengpati atau Ki
Jatoko tidak bergerak lagi. Endang Patibroto melepaskan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya dan mendorong tubuh yang sudah tak bernyawa
itu ke samping. Kemudian perlahan-lahan pandang matanya
bergerak, beralih dari tubuh yang tak bernyawa itu, kini
me mandang ke depan, ke arah tiga orang wanita yang berdiri
di depan pondok. Isak tangis keluar dari kerongkongan
Kartikosari yang mendekap mulutnya dengan tangan yang
menggigil. Ayu Candra berdiri dengan muka pucat saking
seremnya. Juga Roro Luhito pucat wajahnya, akan tetapi
wanita ini merasa jijik.
Pandang mata Endang Patibroto kini seluruhnya ditujukan
kepada Ayu Candra. Kemudian terdengar ia berseru,
"Ayu Candra, majulah! Kaupun harus mat i di tanganku!"
Tiba-tiba, seperti mendapat aba-aba, Kartikosari dan Roro
Luhito maju ke depan, me lindungi Ayu Candra dengan sikap
siap bertanding. Kartikosari berkata, suaranya tenang namun
mengandung kemarahan ditahan-tahan,
"Endang Patibroto! Pergilah kau dari s ini dan jangan
me mper lihatkan diri kepadaku lagi! Agaknya engkau me mang
patut menjadi anak Jokowanengpati dan karena itu aku.......
benci kepadamu! Kau akan me mbunuh Ayu Candra" Boleh,
akan tetapi melalui mayat ka mi berdua!"
Endang Patibroto mengeluarkan pekik dahsyat Sardulo
Bairowo. Kemudian ia menjerit, "Ibu, dia itu musuh kita! Kau
hendak melindunginya?" Pertanyaannya ini diajukan penuh
penasaran, penuh kekecewaan, penuh kedukaan.
"Kalau mau bicara tentang musuh, agaknya engkaulah
musuh kami!" jawab pula Kartikosari dengan pandang mata
penuh a marah. Endang Patibroto kembali me me kik. Air matanya bercucuran keluar, tangannya menggigil, siap menerjang.
"Ibu.. ..!....Ibu ! Begitukah anggapan mu tentang....diriku?""
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa boleh buat, engkau anak durhaka, engkau anak yang
mengotori pesan kakangmas Pujo. Engkau engkau me mang
pantas menjadi anak Jokowanengpati, karena itu engkau patut
pula menjadi musuhku. Hayo, jangan kepalang melakukan


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekejian. Aku ibumu, aku yang me lahirkanmu, hayo
kaubunuhlah aku sekalian, kalau kau beran i!"
"Ibu.. .?..!!" Jerit ini berca mpur isa k.
"Hayo pergilah, pergi jangan datang kemba li atau....... kau
maju dan serang aku, bunuh aku!"
"Ibu.. ...!" Pekik yang dikeluarkan Endang Patibroto
menyayat hati. "Ayu Candra, kau pengecut! Hayo maju dan
lawanlah aku, jangan kau ber lindung di belakang orang-orang
tua!". Pada saat itu, terdengar lengking tinggi di sebelah belakang
Endang Patibroto disusui suara yang tenang namun tegar
"Endang Patibroto, mengapa engkau se lalu haus darah"
Kaulihat, Ayu Candra sebagai puteri suami isteri yang telah
kaubunuh, mau melihat kenyataan dan tidak menaruh
dendam, berda mai dengan ibu kandungmu. Akan tetapi
engkau, mengapa begini ganas" Endang, kau insyaflah,
mintalah a mpun kepada bibi Kartikosari dan mari kita semua
hidupi da la m suasana persaudaraan, melenyapkan segala
dendam dan"
"Joko Wandiro, keparat! Kau sombongi sekali! Kau kira aku
takut kepadamu" Kau hendak me mbela Ayu Candra matimatian" Boleh, hayo kau majulah!" Setelah ber kata demikian,
Endang Patibroto
sudah me loncat bagaikan terbang
menerjang Joko Wand iro yang sudah muncul dan berd iri tak
jauh di depannya.
"Endang.. .....! Jangan.." Kartikosari berseru keras penuh
kekhawatiran. Pada saat itu, udara menjadii gelap dan angin bertiup
kencang dari arah utara. Daun-daun pohon rontok tertiup
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
angin dan terdengarlah suara angin rnnenggiriskan. Langit
mendadak men jadi gelap dan dari dalam mendung tebal
tampak kilat menya mbar-nyambar.
"Badai.......!" seru Roro Luhito terkejut. "Badai Laut Selatan
menga muk! Mari berlindung!"
Kartikosari yang mengkhawatiran keadaan Endang Patibroto dan Joko Wandiro, tidak mau meninggalkan te mpat
itu. Akan tetapi Roro Luhito yang maklum akan bahaya,
menarik lengan madunya itu.
"Ayu Candra, bantu aku, mari ajak bibimu ber lindung.
Berbahaya. Badai Laut Selatan menga muk. Ganas... ganas...!!"
Selama t inggal di pulau itu, pernah satu kali badai Laut
Selatan menga muk dan ha mpir saja keduanya tewas. Kini
Roro Luhito sudah berpengalaman, maka cepat ia menyeret
Kartikosari yang berteriak-teriak me manggil anaknya, dibantu
oleh Ayu Candra yang juga menangis, karena gadis ini teringat
akan kakaknya. Akhirnya mereka itu sambil berlari-lari
setengah merangkak di antara tiupan ang in yang a mat keras,
berhasil tiba di gunungan batu di ma na terdapat sebuah guha
besar dan di sinilah mereka berlindung. Angin bertiup amat
kerasnya sehingga terdengar suaranya melengking bersiuran.
Seluruh pohon di pulau itu dia muk, daun-daun beterbangan,
bahkan ada pohon yang tercabut berikut akar-akarnya.
Pondok kecil te mpat tinggal Kartikosari dan Roro Luhito sudah
diterbangkan pula oleh angin, dibawa ke laut dan disambut
omba k menggelombang. Dari atas pulau ta mpak betapa
omba k sebesar gunung bergerak-gerak menuju kepantai
selatan. Kepalanya putih, badannya panjang seperti naga
hitam berkepala putih. Kilat yang menyambar-nyambar seperti
keluar dari mulut naga.
Angin datang me mbawa air hujan. Basah kuyup tubuh tiga
orang wanita itu. Pakaian mereka kusut, rambut awut-awutan.
Kartikosari menangis ketika Roro Luhito me mbereskan
rambutnya dan menyusut! air yang me mbasahi seluruh muka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anakku.. dan Joko....... di mana ..mereka.. ehhh
!" "Tenanglah, ayunda Sari. Mereka berdua bukan orangorang le mah. Badai Laut Se latan takkan mencelaka i mereka.
Hanya aku khawatir, Endang Patibroto, takkan mau sudah
sebelum menand ingi Joko Wand iro.."
"Ahhh..bagaimana baiknya" Anakku... dia durhaka...ah,
ketika .. terlahir dulu juga disambut badai.. . dia... ganas
seperti badai selatan, dia kejam seperti ge lombang Laut
Selatan. Bagaimana kalau Joko Wand iro..."
"Kakang Joko Wandiro a kan ma mpu melindungi diri
sendiri," tiba-tiba terdengar suara Ayu Candra. Wajah gadis ini
pucat, napasnya memburu, namun pandang matanya penuh
kepercayaan. Tiga orang itu lalu diam, seperti berdoa, terlalu
tegang mereka untuk me mbuka mulut lag i. Mereka tenggelam
dalam la munan masing-mas ing, atau tertelan oleh suara angin
yang me manjang mengerikan. Badai Laut Selatan kemba li
menga muk, me mperlihatkan keganasan dan kekuatannya.
Apa yang terjadi pada saat itu di atas pulau, di dalam badai
mengganas, benar a mat hebat mengagumkan. Dua orang
muda itu agaknya tidak merasa bahwa badai menga muk
hebat. Begitu Endang Patibroto menerjangnya dengan keris
pusaka Brojol Luwuk di tangan, Joko Wandiro maklum bahwa
ia harus menghadapi gadis ini mati-matian. Dari keris pusaka
itu menyambar hawa panas yang me mbuat ia silau dan
merasa kaki tangannya lumpuh. Ia mengeraskan hati dan
mengerahkan se mua aji kesaktiannya, namun tetap saja ia
gemetar dan ketika me ngelak, ia merasa betapa gerakannya
berkurang kegesitannya. Maklumlah ia bahwa keris pusaka itu
benar-benar amat ampuh dan me mpunyai daya kekuatan
yang jauh melampaui ke kuatan dan hawa saktinya sendiri
Endang Patibroto seperti sudah gila, atau seperti kesurupan
hawa badai yang menga muk. Ia me mekik-me kik dan
menya mbar-nyambar
dengan kerisnya. Suara badai menga muk me masuki telinganya semerdu suara gamelan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang mendorongnya untuk bergerak ma kin ganas lag i. Angin
yang melengking-lengking men iup pergi suara yang keluar
dari mulut Endang Patibroto. Bagaikan mimpi gadis ini
berteriak-tefiak, me mekik-me kik,
"Joko Wandiro! Kau menolak perjodohan denganku dan
mencinta gadis lain" Baiklah, me mang kau harus mati di
tanganku!" teriaknya berkali-kali, akan tetapi suara badai yang
hiruk-pikuk disertai lengking angin yang me manjang
menulikan telinga, me mbuat suara gadis ini tidak terdengar
oleh Joko Wandiro. Pula, pemuda ini me mang sibuk sekali
menghindarkan serangan-serangan Endang Patibroto yang
amat berbahaya. Karena sudah tidak ada jalan keluar lagi,
Joka Wandiro mengelak sa mbil balas me mukul, menggerakkan
tangan dengan Aji Bojro Dahono.
"Weerrr...!!" Pukulan Joko Wand iro dahsyat sekali dan
biasanya pukulannya ini tidak ada yanp kuat menahannya.
Akan tetapi, ketika pukulan itu me luncur ke arah Endang
Patibroto, secara tiba-tiba pukulan itu terpental mundur oleh
hawa yang panas, yang menyerbu keluar dari keris pusaka
Brojol Luwuk! Dan pada saat itu, keris pusaka baga ikan naga
sudah menya mbar datang menusuk ke arah dadanya. Silau
mata Joko Wandiro oleh sinar yang menya mbar keluar dari
ujung keris pusaka itu.
"Celaka .. ..... !" serunya dan cepat ia me mbuang diri ke kiri.
Ia berhasil lolos dari cengkeraman maut, akan tetapi tak dapat
menghindarkan diri ketika kaki kanan Endang Patibroto
menya mbar, mencium la mbungnya dan tubuh Joko Wandiro
roboh tersungkur.
"Matilah kau, Joko Wand iro!"
Ketika itu tubuh Joko Wandiro sudah rebah miring dan keris
pusaka Brojol Luwuk menghuja m ke bawah mengarah dada.
Tampak kilat menyambar dari angkasa, disusul bunyi meledak
dan mengge letar. Halilintar menyambar-nyambar dan pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saat itu tampak pula sinar kuning e mas menyilau kan mata,
sinar yang menyambut datangnya keris pusaka Brojol Luwuk.
"Cringgg ...!!" Bunga api berpijar dan hawa di sekitar
tempat itu seperti terbakar.
"Aihhhh ....... !!!" Endang Patibroto men jerit dan tubuhnya
mence lat ke belakang. Ia me mandang dengan mata
terbelalak, marah, penasaran dan juga kaget me lihat betapa
pusakanya kali ini dapat tertangkis sehingga tubuhnya seperti
dilontarkan. Ketika ia sudah dapat mengatur keseimbangan
tubuhnya dan me mandang, ternyata Joko Wandiro sudah
berdiri dan tangan kanannya me megang sebuah patung
kencana Sri Bhatara Whis- nu! Golek kencana yang dulu
menjad i bahan ejekannya, atau warangka dari keris pusaka
Brojol Luwuk! Kiranya benda itulah yang telah dipergunakan
pemuda itu untuk menang kis kerisnya. Dan ternyata dari
pantung kencana itu keluar hawa yang adem dan me mpunyai
pengaruh yang menggiriskan!
Namun kenyataan ini bukan meredakan a marahnya,
bahkan me mbuat gadis ini menjad i penasaran sekali. Sa mbil
me me kik nyaring ia lalu meloncat maju dan menerjang lagi
dengan kecepatan dan kekuatan dahsyat. Joko Wandiro juga
sudah timbul kemarahannya. Berkali-kali ia ha mpir tewas di
tangan gadis yang amat ganas ini. Dengan hati-hati ia
me layani Endang Patibroto. Hatinya kini besar dan tenang
karena tanpa disengaja ia mendapatkan senjata yang a mpuh,
yang dapat menandingi keris pusaka Brojol Luwuk. Tadi ia
telah berhasil mene mukan patung kencana Sri Bhatara Whisnu
di dalam cabang poho n dan me ngambilnya. Ketika ia kemba li
ke pondok, ternyata Endang Patibroto telah me mbunuh Ki
Jatoko dan sedang menganca m hendak me mbunuh Ayu
Candra. Tadi ia teiah terdesak hebat dan hampir tewas. Dalam
keadaan kepepet ia tadi secara kebetulan menggunakan
patung kencana untuk menangkis keris pusaka dan hasilnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menakjubkan. Kini hatinya besar dan tahulah ia bahwa keris
pusaka itu kehilangan pengaruhnya menghadapi warangkanya. Hebat bukan main pertandingan kali ini antara Endang
Patibroto dan Joko Wandiro. Pemuda itu maklum dari gerakgerik gadis itu bahwa sekali ini Endang Patibroto hendak
mengadu nyawa, bertanding mati-mat ian. Joko Wandiro
betapapun juga tak seujung ra mbut me mpunyai niat untuk
me mbunuh Endang Patibroto, dan ia masih khawatir kalaukalau gadis sakti yang ganas ini masih a kan mengalihkan
perhatian untuk mencoba menyerang Ayu Candra. Oleh
karena itu, setelah kini ia dapat mengimbangi gerakan lawan
dengan patung kencana di tangan, Joko Wandiro main
mundur dan me mancing Endang Patibroto bertanding makin
menjauhi pondok itu.
Dala m keadaan marah yang hebat, juga dalam tiupan angin
badai yang menggelora, Endang Patibroto tidak sadar akan hal
ini dan tahu-tahu ia bersama lawannya telah bertanding di
pinggir pantai. Ombak air Laut Se latan menga muk naik ke
pulau dan di antara sambaran lidah-lidah ombak inilah mereka
kini bertanding. Gerakan mereka a mat hebat, berloncatan dari
karang ke karang, saling sambar di antara kilatan halilintar.
Tubuh mere ka sudah basah kuyup, namun se mangat
bertanding makin menggelora.
Untuk kesepian kalinya Endang Patibroto memekik dengan
Aji Sardulo Bairowo dan tubuhnya melayang ke atas udara,
kemudian dengan ganasnya ia meluncur turun sa mbil
menggerakkan keris pusaka Brojol Luwuk menyerang dada
sedangkan tangan kiri melancarkan serangan pukulan jarak
jauh dengan Aji Wisangnala yang amat ampuh!
Namun Joko Wandiro sudah bers iap sedia menanti
datangnya serangan. Kedua kakinya me masang kuda-Kuda
kokoh kuat. Dala m keadaan seperti itu, biarpun diserang
omba k besar me mbadai, ia tidak akan roboh. Kaki kiri di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakang, kaki kanan di depan, kedua telapak kaki seakanakan sudah berakar pada batu karang yang dipijaknya.
Tangan kiri dengan jari-jari terbuka menjaga di depan dada,
kemudian ketika ia me lihat datangnya keris pusaka, tangan
kanan yang me megang patung kencana digerakkan ke atas,
menang kis, sedangkan tangan kiri dengan Aji Bojro Dahono
mendorong ke depan menerima pukulan W isangnala.
"Tranggg..! Dessss ...."
Tubuh Endang Patibroto terhuyung-huyung dan pada saat
itu, lidah ombak yang besar panjang datang menyambar dan
menyeret tubuhnya ke laut! Akan tetapi, gadis perkasa ini
menge luarkan pekik dahsyat dan tubuhnya sudah mence lat
lagi ke atas dari dalam a ir, kemudian dengan gerakan kacaubalau dan dahsyat bagaikan badai Laut Selatan sendiri, ia
sudah menerjang lagi ke arah berdirinya Joko Wandiro!
Bertubi-tubi keris pusa kanya menyerang dan bertubi-tubi pula
kena ditangkis oleh Joko Wandiro. Namun sekali lag i Joko
Wandiro kena diakali karena secara tiba-tiba kaki kiri Endang
Patibroto berhasil menendang lututnya sehingga Joko Wandiro
terpeleset dan terguling. Kali ini dialah yang digulung o mbak.
Untung bahwa ombak itu cukup besar sehingga menutup dan
menengge la mkan tubuh Joko Wand iro, karena pada saat itu
Endang Patibroto sudah terjun pula ke da la m air untuk
mengirim tusukan ma ut. Karena besarnya ombak, tubuh Joko
Wandiro lenyap dan hal ini meno longnya. Ketika ombak sudah
pergi, mereka berdiri berhadapan di atas pasir dan ternyata
jarak di antara mereka amat dekat.
"Singgg...."
Keris pusaka Brojol Luwuk me nyambar ke depan. Hawanya
yang panas me mbuat tubuh Joko Wandiro setengah lu mpuh


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rasanya. Namun pe muda ini dapat menggerakkan patung
kencana menang kis. Karena kedudukannya agak miring, maka
kini ia menangkis dar i sa mping dan kaki patung yang
me luncur di depan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siuuuttt....... cappp.......!!"
Entah bagaimana kedua orang muda itu send iri tidak tahu.
Bagaikan bes i yang tersedot besi sembrani, keris pusaka dan:
patung kencana itu saling tarik-menarik dan tanpa dapat
dicegah lag i, keris pusa ka itu menancap ke dalam lubang di
bagian bawah patung, masuk ke dalam warangka dan tak
dapat dicabut ke mbali!
Joko Wandiro melihat kesempatan baik ini, mengerahkan
tenaga di tangan kanan, merenggut patung dan tangan kirinya
mena mpar dengan Aji Pethit Nogo.
"Plakk..! Aduhhh..!!"
Tubuh Endang Patibroto terjengkang dan kebetulan pada
saat itu, ombak badai sudah datang lagi sehingga tubuhnya
diterima ombak dan dilontarkan sampa i jauh! Joko Wandiro
cepat meloncat ke atas batu karang dan cepat-cepat ia
me loncat lagi menjauhi jangkauan omba k.
Hanya sebentar tubuh Endang Patibroto ditelan omba k.
Agaknya, ombak badai Laut Selatan masih belum cukup kuat
untuk menelan dan me lenyapkan tubuh gadis perkasa yang
semenjak lahir sudah berada di antara ombak dan bada i ini.
Segera ia sudah tampak berloncat-loncatan mengejar Joko
Wandiro, rambutnya riap-riapan me mbasah, pakaiannyapun
basah kuyup sehingga mene mpe l pada tubuhnya, mene mpel
ketat mencetak bentuk tubuh yang menggairahkan" sepasang
matanya bersinar-sinar marah mulutnya berteriak-teriak di
antara gemuruh badai,
"Joko Wandiro! Kembalikan pusakaku! Keparat, kembalikan.....!!!"
Bagaikan seorang ma buk ia menerjang lag i, dengan kedua
tangan terbuka jarinya, mencengkeram dan menonjok. Namun
dengan mudah Joko Wandiro menge lak dan sekali kakinya
menyabet, gadis itu jatuh terduduk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Keparat! Pengecut, kembalikan pusakaku!"
"Endang, ingatlah. Pusaka ini bukan milikmu, bukan pula
milikku. Lupa kah kau bahwa pusaka itu oleh mendiang eyang
Resi Bhargowo dititipkan kepada kita untuk disembunyikan
dan disimpan agar tidak terjatuh ke tangan orang jahat" Kita
tiba saatnya aku mengumpulkan dua pusaka itu dan
menge mba likan kepada yang berha k, Endang."
"Ke mbalikan padaku...! Ahh, kembalikan...!" Kini gadis itu
sudah menyergap lagi, tangan kirinya meraih ke arah patung
kencana, tangan kanannya me mukul dada.
Namun sekarang hati Joko Wandiro s udah lega dan besar.
Dengan pusaka di tangan, kesaktiannya makin hebat. Ia
me mbiarkan saja pukulan tangan gadis itu mengenai dadanya.
"Bukk!" Tubuhnya tak bergeming dan sekali dorong,
kembali Endang Patibroto terjengkang di atas tanah sampai
rambut dan pakaiannya kotor se mua terkena tanah.
"Endang, ingatlah. Pusaka ini miliki kerajaan, hendak
kukembalikan ke Panjalu. Dahulu guruku berpesan bahwa
lenyapnya pusaka menimbulkan geger dan kekacauan, hanya
kalau pusa ka sudah kembali ke te mpatnya, maka negara akanj
menjad i tata tenteram kerta raharja. Engkau bertobatlah,
Endang, kembalilah kepada ibumu. Dia menunggu. Kembalilah
dan bebaskan dirimu dar ipada pengaruh buruk, jangan
me mbiarkan dirimu diperha mba hawa nafsumu sendiri,
Endang, kau ingatlah!"
Namun bujukan Joko Wand iro tak pernah didengarkan oleh
Endang Patibroto. Beberapa kali ia mas ih menerjang dengan
nekat dan ganas sehingga akhirnya Joko Wandiro terpaksa
mena mpar kepalanya dengan Aji Pethit Nogo sehingga Endang
Patibroto terbanting dan roboh pingsan.
Badai mulai mengendur dan mereda. Joko Wandiro masih
berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang lebar me mandang
tubuh Endang Patibroto. Dalam keadaan pingsan, gadis ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kelihatan cantik jelita, luar biasa sekali kecantikan gadis ini
setelah sifat-sifat keji dan ganas lenyap dari per mukaan
wajahnya. Joko Wandiro menarik napas berkali-kali, kemudian
ia me mbungkuk dan menge mpit tubuh Endang Patibroto dan
larilah ia dengan ilmu lari cepat menuju ke pondok.
Setelah badai mereda, Kartikosari, Roro Luhito, dan Ayu
Candra sudah kembali ke pondok, atau lebih tepat, ke bekas
pondok karena pondok itu send iri hanya tinggal beberapa
buah tiang dan lantainya saja. Bilik dan atapnya sudah lenyap
dibawa badai! "Maafkan saya, bibi. Untuk mengakhiri pertandingan yang
tak kunjung henti karena kenekatan Endang, terpaksa saya
me mukulnya pingsan. Saya menyerahkannya kepadamu, bibi.
Semoga bibi dapat menyadarkannya daripada jalan sesat.
Pusaka Mataram saya bawa untuk saya kemba likan ke
Panjalu, dan lebih baik saya segera pergi bersama Ayu Candra
sebefum dia sadar untuk mencegah hal-hal yang tidak
menyenangkan."
Kartikosari hanya dapat menggangguk, tak kuasa
menge luarkan kata-kata saking terharu hatinya. Ia me mangku
anaknya yang pingsan sambil bercucuran a ir mata. Roro
Luhito me mandang keponakannya dengan bangga ketika
berkata, "Joko Wandiro, kau pergilah dan laksanakan kewajibanmu
dengan baik. Kami hanya dapat me mberi be kal doa restu
semoga ke manapun juga kau akan selalu bersikap sebagai
seorang satria utama dan akan sela lu mendapat perlindungan
Hyang Maha Wisesa, anakku."
Joko Wandiro menggandeng tangan Ayu Candra lalu
mengundurkan diri, pergi mencari perahunya. Untung ia
mengikat perahunya kuat-kuat pada pohon di pantai, kalau
tidak tentu perahunya akan lenyap tertiup badai.
o)ooo0dw0oo(o Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kali ini ketika Joko Wandiro mohon menghadap sang prabu
di Panjalu, bergegas para penjaga me mpersilahkannya
menanti dan cepat-cepat orang melaporkan per mohonannya
kepada sang prabu. Semua orang telah mengenal pemuda
sakti ini. Dia m-dia m Joko Wandiro melihat kenyataan akan
bukti watak manusia yang serba palsu ini. Dahulu, ketika
pertama kali menghadap, ia dihina dan dipandang rendah,
tidak dilayani sebagaimana mest inya. Sekarang, setelah
mereka tahu bahwa dia me miliki kedigdayaan, mereka
bersikap berlebih-leb ihan. Adakah manusia di dunia ini yang
bersikap sewajarnya, tidak
me mbeda-bedakan
antara manusia, tidak me mandang kekayaan, kedudukan, dan
kepandaian" Mungkin sekali ada akan tetapi.......ah, alangkah
sukarnya mendapatkan ma nusia seperti itu!
Pada waktu itu, sang prabu di Panjalu sedang dihadap para
hulubalang, menteri, dan penasehat, merundkigkan tentang
peristia pemberontakan Nusabarung terhadap Kerajaan
Jenggaia. Biarpun sejak menjadi pangeran dahulu, sang prabu
di Jenggala selalu me mperlihatkan sikap ber musuh terhadap
sang prabu di Panjalu, akan tetapi permusuhan itu merupakan
pertikaian keluarga, merupakan urusan dalam. Kini begitu
mendengar bahwa Kerajaan Jenggala dimusuhi oleh Nusabarung yang me mberontak, sang prabu di Panjalu ikut
menjad i marah! Betapapun juga, Kerajaan
Jenggala merupakan sebagian daripada wilayah kerajaan mendiang
Sang Prabu Airlangga, ayah mereka berdua. Dan betapapun
juga, sang prabu di Jenggala adalah ad ik sendiri, adik tiri,
serama berla inan ibu.
Karena mendengar betapa kuatnya pemberontak Nusabarung yang dibantu oleh adipati-adipati di sebelah timur,
sang prabu di Panjalu sudah me ngutus pasukan untuk
me mbantu Jenggala secara dia m-dia m dan mengge mpur
Nusabarung. Ketika pasukan pertama ini yang tidak begitu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besar menderita kerugian dan terpukul oleh Nusabarung, sang
prabu telah mengirim pasukan yang lebih besar lag i!
Pada saat sang prabu merundingkan urusan ini bersama
para hulubalangnya, penjaga datang menghadap melaporkan
kedatangan Joko Wandlro bersama adiknya yang bernama
Ayu Candra mohon menghadap sang prabu. Mendengar
disebutkan na ma Joko Wandiro ini, seketika berseri wajah
sang prabu. Juga para hulubalang dan Ki Patih Suroyudo
berubah wajahnya. Tentu saja mereka semua teringat akan
pemuda yang dahulu pernah mengusir Ni Durgogini dan Ni
Nogogini itu. Bahkan ketika sang prabu mendengar tentang
sepak terjang pemuda itu, sang prabu la lu mengutus para
senopati untuk pergi menyelidik, siapakah sesungguhnya
pemuda per kasa yang tadinya mereka pandang rendah itu.
Ketika akhirnya mendengar bahwa Joko Wandiro yang se mula
mereka sangka seorang anak dusun yang ingin mencari
kedudukan di kerajaan itu ternyata adalah murid Ki Patih
Narotama, sang prabu dan se mua senopati menjadi terkejut
dan menyesal bukan main mengapa mereka kurang menaruh
perhatian dan penghargaan kepada pemuda itu. Apalagi ketika
Ki Darmobroto dan juga puteranya, Joko Seto, datang ke kota
raja dan menceritakan keadaan Joko Wandiro, sang prabu
merasa makin me nyesal.
Kini secara tiba-tiba pemuda itu
datang hendak menghadap. Hati siapa tida k menjad i kaget dan girang"
"Lekas persilah kan dia masuk dan menghadap padaku!"
teriak sang prabu dengan wajah riang.
Sepasang mata sang prabu masih bersinar-sinar terang dan
semua mata para hulubalang yang hadir ditujukan kepada
Joko Wandiro ketika pe muda ini dengan s ikap hormat sekali
me masu ki ruangan diikut i oleh Ayu Candra. Gadis itu saking
kagum menyaksikan ruangan keraton, masuk sambil
me mandang ke kanan kiri, kemudian ketika ia me lihat sang
prabu yang duduk penuh wibawa ia menjadi takut dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menundukkan muka, berjalan perlahan me megangi lengan
kakaknya. "He mm, bagus sekali, Joko Wandiro. Kedatanganmu
menghadap kami benar-benar mendatangkan rasa syukur dan
gembira di hati kami. Sayang bahwa dahulu ketika engkau
datang menghadap, kami be lum tahu siapa engkau dan tidak
dapat bercakap-cakap sebagaimana mestinya," de mikian sang
prabu menya mbut ketika pe muda itu sudah menghaturkan
sembah, adapun Ayu Candra menye mbah tanpa dapat
menge luarkan kata saking tertegun dan gentar di hati.
"Joko Wandiro, setelah diri kami mengetahui bahwa engkau
adalah murid tersayang mendiang pa man Patih Narotama,
kami harap kau suka me mbantu kami di sini mengatur
pemerintahan dan me mperkuat barisan Panjalu. Kami yakin
andaikata paman Patih Narotama masih hidup, tentu akan
menganjurkan engkau untuk mengabdi kepada Panjalu."
"Se mua sabda paduka gusti benar dan tepat. Memang
sesungguhnya dahulu bapa guru meninggalkan pesan agar
hamba bersuwita (mengha mbakan diri) kepada Kerajaan
Panjalu. Akan tetapi ketika hamba untuk pertama kali
menghadap paduka, sengaja hamba tidak menyebut nama
bapa guru oleh karena hamba sungguh merasa malu untuk
mencari kedudukan mengandalkan na ma besar guru. Menurut
pendapat hamba yang picik, pahala harus diperoleh dengan
Jasa sendiri, barulah berharga. Pada waktu itu, hamba sama
sekali belum me lakukan sesuatu untuk paduka, sama sekali
bfelum berjasa. Kalau dahulu paduka me mberi kedudukan
kepada ha mba mengingat akan jasa-jasa bapa guru, bukankah
hal itu amat mengecewakan dan bukan sepantasnya diterima
oleh seorang satria" Harap paduka sudi mengampuni ha mba,
jika sekiranya pendapat hamba itu keliru."
Sang prabu tertawa bergelak sambil mengelus dagu yang
tak berjenggot. Pandang matanya ma kin berseri-seri dan
diangkatnyalah wajahnya me mandang para senopati dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hulubalang yang hadir. Suaranya lantang ketika sang prabu
berkata, "Heh para senopati dan hulubalang, kalian sudah
mendengar ucapan seorang satria. Camkanlah baik-ba ik
ucapan itu karena di dalam kata-katanya aku seperti
mendengar suara mendiang pa man Patih Narota ma yang
kalian se mua sudah me ngetahui sebagai seorang yang arif
bijaksana dan sakti mandraguna. Inilah Joko Wandiro
muridnya yang memiliki pandangan serta pendirian yang sama
dengan mendiang pa man Patih Narotama. Rendah hati, tidak
gila kedudukan, setia, dan jujur."
Kemudian sri baginda meno leh kepada Joko Wancliro,
bertanya, "Aku girang mendengar pendapat mu itu, Joko Wandiro.
Sekarang kau datang menghadap, aku tidak mengharapkan
jasamu, hanya aku percaya penuh akan kesanggupanmu.
Biarpun kau t idak men gutarakannya kepadaku, aku sudah
mendengar betapa engkau mengusir dua orang wanita iblis
dari Panjalu, bahkan aku mendengar pula akan sepak
terjangmu meno long nini Mayagaluh keponakanku dari
Jenggala, mendengar pula tentang bantuan-bantuanmu


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada Kerajaan Jenggala. Metelah kau datang menghadap,
aku harapkan engkau, suka me mbantuku dan menerima
kedudukan yang akan kuberikan kepadamu. Aku sudah tahu
bahwa engkau adalah putera Raden Wisangjiwo dari
Selopenangkep, kau cucu bekas Adipati Se lopenangkep.
Ayahmupun tewas dalam perang me mbelaku sehingga jasa
ayahmu saja sudah cukup bagiku untuk me mber i imbangan
jasa kepada puteranya."
Joko Wandiro menye mbah "Sebelumnya
ha mba menghaturkan terima kasih atas kurnia paduka kepada
hamba. Sesungguhnya, kedatangan hamba menghadap ke
depan kaki paduka adalah untuk menyerahkan kembali pusaka
Mataram yang lenyap sejak belasan tahun yang lalu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saking kagetnya, sang prabu sampai bangkit dari tempat
duduknya. Bahkan. Ki Patih Suroyuda dan para senopati sepuh
menjad i pucat wajahnya.
"Pusaka... pusaka Mataram...?"
Sang prabu bertanya, suaranya gemetar karena tegangnya.
Pusaka ini sudah dianggap lenyap dan hal itu me mbuat semua
keluarga menjadi berduka dan gelisah. Kini secara tiba-tiba
Joko Wandiro menyebut-nyebut tentang pusaka, tentu saja
mereka se mua menjadi terkejut dan heran.
"Benar sabda paduka, gusti. Inilah pusaka Mataram yang
baru hari ini dapat ha mba perse mbahkan kepada paduka." Ia
menge luarkan patung kencana dari bungkusan, patung
kencana Sri Bhatara Whisnu, lengkap dengan isinya, yaitu
keris pusaka Brojoi Luwuk. Patung itu mencorong cahayanya
dan semua orang menjad i silau me ma ndangnya.
"Duh Jagad Dewa Bathara....!!" Sang prabu bersabda
dengan wajah berseri dan bergegas menerima patung
kencana itu, diangkatnya patung kencana dengan kedua
tangan, dibawanya ke atas ubun-ubun kepalanya dengan
khidmat, kemudian diturunkannya ke muka dan diau mnya kaki
patung atau gagang keris pusaka. Setelah itu dipeluknya
patung kencana, dekat dengan hatinya seakan-akan khawatir
kalau-kalau patung kencana itu terlepas lagi dari tangannya.
"Dewata telah mengabulkan doaku siang ma la m, dan
semoga arwah ramanda prabu menga mpuni dosaku. Dengan
kembalinya pu aka Mataram, akan pulih kembali kebesaran
Mataram yang jaya. Akan lenyap segala rubeda (rintangan)
dan rakyat senegara akan mengecap kenikmatan tata
tenteram kerta raharja!" Suara sang prabu berubah menjadi
terharu sekali, dan para senopati mendengarkan dengan muka
tertunduk. "Bocah bagus Joko Wanctro! Tak terkira besar dan
bahagianya hati dengan persembahanmu yang sungguh di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
luar dugaan ini. Satria yang perasa, coba ceritakanlah
bagaimana pusaka yang sudah sekian la manya lenyap ini
dapat terjatuh ke dalam tanganmu."
Keadaan di ruang persidangan sunyi sekali. Se mua orang
seakan-akan menahan napas dan t idak mau kehilangan
sepatahpun kata yang keluar dari mulut Joko Wandiro ketika
pemuda ini mencer itakan secara singkat tentang pusaka
Mataram yang hilang. Betapa pusaka itu dicuri oleh
Jokowanengpati, kemudian betapa pusaka itu dirampas dari
tangan orang jahat ini oleh Resi Bhargowo yang kemudian
menyerahkannya kepada Joko Wandiro dan Endang Patibroto
untuk dise mbunyikan ketika orang-orang sakti utusan
Pangeran Anom menyerbu ke Pulau Se mpu untuk
mera mpasnya. Kemudian betapa baru-baru ini ia menga mbil
kembali pusa ka itu dan menerima kerisnya dari Endang
Patibroto. Ia tentu saja tidak mencer itakan tentang peristiwa
pribadi yang me nyangkut dirinya dan Endang Patibroto.
"De mikian lah, gusti. Setelah hamba berhasil mendapatkan
kembali pusaka Mataram dalam keadaan utuh, hamba
bergegas menghadap kepada paduka untuk me mperse mbahkan kembali pusa ka ini sesuai dengan perintah
eyang Resi Bhargowo dan bapa guru Narotama."
Amat bahagia dan gembira hati sang prabu mendengar
penuturan itu. Sambil me meluk keris pusa ka dalam patung
kencana, sang prabu berkata, "Joko Wandiro, jasamu besar
tak ternilai. Dan siapakah gadis jelita yang ikut datang
menghadap bersama mu ini?"
Mendengar dirinya disebut-sebut, Ayu Candra menundukkan mukanya yang menjadi merah, dadanya
berdebar penuh ketegangan
"Dia ini adik kandung ha mba, Ayu Candra namanya, gusti."
"He mm, patut menjad i adikmu. Cantik jelita penuh susila.
Heh, Joko Wandiro, sebagai imbalan jasa mu, mulai saat ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuangkat engkau menjad i adipati di Se lopenangkep dengan
julukan Ad ipati Tejolaksono. Kakang Patih Suroyudo, siapkan
sepasukan perajurit pilihan untuk
me mbantu Adipati Tejoiaksono me mer intah di Selopenangkep. Persidangan
kububarkan sekarang juga!" Sang prabu yang masih terharu
me me luk pusaka Matara m, me mandang ke arah Joko Wandiro
yang menyembah dan menghaturkan terima kasih dengan
sinar mata penuh haru dan syukur. Sang prabu ingin cepatcepat menyendiri agar dapat menikmati saat yang a mat
bahagia itu, saat kembalinya pusaka Mataram yang amat
dirindukan oleh segenap isi istana.
0oodwoo0 Joko Wandiro me mbalas ucapan selamat para senopati
dengan sikap sederhana dan merendah. Matanya memandang
ke kanan kiri, mencari-cari. Akhirnya ia mendapatkan orang
yang dicarinya dan segera dengan langkah lebar ia
mengha mpiri Ki Darmobroto yang me mang tadi ikut
menghadap sang prabu.
"Selamat, anak-mas Joko Wand iro. Aku merasa ikut
gembira, bukan hanya karena kembalinya pusaka Mataram,
akan tetapi karena engkaulah yang berhasil menge mba likannya. Selamatlah, anakmas adipati "
"Paman Darmobroto, selain bermaksud me mperse mbahkan
pusaka kepada sri baginda, kedatangan saya di kota raja
me mang khusus hendak me ne mui pa man. Dapatkah kita
bicara leluasa?"
Ki Darmobroto melirik ke arah Ayu Candra dan berkata,
"Marilah, anak-mas. Mari ke pondokku."
Setelah me mberitahu kepada Ki Patih Suroyudo bahwa dia
bersama adiknya hendak berkunjung leb ih dulu ke pondok Ki
Darmobroto, Joko Wandiro lalu menggandeng tangan adiknya.
Pondok itu merupakan pasanggrahan yang disediakan oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kerajaan untuk para satria yang me njadi pe mbantu luar
kerajaan. Pondok yang cukup mewah dan bersih menyenangkan, dengan ruangan muka luas. Di ruangan inilah
Ki Darmobroto mener ima dua orang tamunya. Setelah
me mpers ilahkan mere ka duduk di atas lantai bertilamkan tikar
indah, Ki Darmobroto lalu bertanya,
"Silahkan, anak-mas. Keperluan apakah gerangan yang
hendak anda sa mpaikan kepadaku?"
Joko Wandiro menggandeng tangan adiknya dan berkata,
"Inilah dia adikku, paman. Inilah adikku Ayu Candra. Seperti
pernah saya katakan kepada paman, mengenai pesan paman
Adibroto, adikku Ayu Candra ini dengan putera paman Joko
Seto... eh, di mana pula adanya adimas Joko Seto" Mengapa
tidak pa man perkenalkan kepada kami?"
Ayu Candra mendengarkan se mua ini dengan muka
tertunduk, wajahnya agak pucat dan hatinya seperti diiris-iris
rasanya. Ia tidak rela me ndengar betapa nasib hidupnya diatur
dan dibicarakan oleh dua orang itu, ia tidak re la untuk
berpisah dari Joko Wandiro dan untuKi menjadi isteri siapapun
juga. Akan tetapi ia tidak me lihat jalan la in. Ia harus tunduk
dan taat kepada pesan terakhir ayahnya, pula ia harus taat
kepada Soko Wandiro, kakaknya yang kini menjad i walinya,
menjad i wakil dan pengganti ayah bundanya. Ingin ia
menang is, namun ia tidak berani.
o)O---dw---O(o Jilid 39 tmt Kl DARMOBROTO menarik napas panjang. Begitu jelas
elahan napas panjang ini, me mbayangkan kedukaan besar
sehingga Joko Wandiro menjadi terkejut dan mengangkat
muka me mandang. Dilihatnya wajah tua itu berkerut-kerut,
pandang matanya sayu dan dagunya mengeras dalam usaha
menekan kedukaan hati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada apakah, paman" Apa yang terjadi?"
"Kedatanganmu terlambat, anakmas. Belum la ma ini, ketika
mendapat tugas me mimpin pasukan yang diperbantukan oleh
sang prabu untuk me mbantu Jenggala dan me mukul
Nusabarung, anakku Joko Seto telah tewas dalam medan
perang. Tewas.... gugur sebagai seorang senopati muda....!"
Suara itu menggetar, tanda keharuan dan kedukaan hati
seorang ayah yang ditinggal mati puteranya yang tunggal.
Futera satu-satunya yang amat disayang, diharap-harapkan
menjad i seorang penyambung riwayat hidupnya yang
berguna, telah mati muda!
Tiba-tiba terdengar isak tangis dan Ayu Candra sudah
menubruk Joko Wandiro, me meluk dan menangis. Joko
Wandiro dapat mengerti perasaan gadis itu, perasaan lega dan
lapang seperti yang dirasainya sendiri pula. Dan Ki
Darmobroto yang tak dapat menyelami isi hati gadis itu,
menjad i ma kin terharu, juga terheran. Benarkah gadis ini
menjad i sedih dan menangis karena kematian Joko Seto yang
dipertunangkan kepadanya" Berjumpapun belum pernah.
Akan tetapi sudah menangisi kematiannya" Akan tetapi
setelah mendengar bisikan-bis ikan yang keluar dari mulut
gadis itu, pandangannya menjad i lain dan di dalam hatinya ia
mengangguk-angguk. Gadis itu berkata dengan suara lirih,
"Kakang.. dewata telah menentukan, sekarang kau t idak
bisa melarangku lagi, aku...aku selamanya takkan mau
men ikah dengan orang lain. Aku akan melayanimu selama
hidupku, kakang... jangan paksa aku men ikah dengan orang
lain !" Ki Darmobroto merasa jantungnya perih. Bibirnya bergerakgerak dan keluarlah ucapan lirih, "Anakku Joko Seto, kiranya
kematian mu mas ih dapat me mbahag iakan hati orang lain"
Ayu Candra adalah seorang gadis yang memiliki dasar
pribudi tinggi dan mulia. Memang tak dapat disangkal lagi
bahwa berita kematian Joko Seto ini mendatangkan rasa lega
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan lapang di dalam dagjanya, seakan-akan berita itu telah
mengusili batu besar yang tadinya selalu menekan dan
men indih perasaannya. Saking girangnyalah ma ka tadi ia
menubruk dan me meluk Joko Wandiro, lupa akan keadaan
sekelilingnya. Akan tetapi ketika ia mendengar bis ikan lirih
Darmohroto, ia dapat menangkap rintih hati yang hancur.
Maka ia segera melepaskan pelukannya, me mandang Ki
Darmobroto dan menyembah di depan orang tua itu sambil
berkata, suaranya gemetar,
"Ampunkanlah saya, paman Darmobroto. Sudah seringkali
ayah saya dahulu bercerita tentang paman dan tentang
kebaikan pa man. Saya tidaklah sekeji itu, paman. Saya tidak
hendak menarik kesenangan dari pender itaan paman. Saya
tahu betapa hancur dan duka hati paman karena kehilangan
putera paman. Saya sendiri ikut be duka mendengar berita
kematian... kakangmas Joko Seto. Saya... tadi lupa diri dan
bergembira bukan karena kematian puteramu, melainkan
karena aku tidak bisa berpisah dari kakang Joko Wandiro,
pengganti orang tuaku..." Gadis itu menang is perlahan.
Ki Darmobroto me maksa senyum dan meraba kepala gadis
itu. "Ah, anakku bocah ayu. Engkau mewarisi watak ayahmu.
Seakan kulihat adikku Adibroto dalam dirimu, Ayu Candra. Dia
benar sekali dengan menjodohkan kau dengan puteraku. Akan
tetapi, dewata kuasa atas mati hidup manusia. Dan kakakmu
ini, dia seorang satria perkasa, satria utama yang me mang
patut sekali kau junjung tinggi, patut sekali kaucinta. Akan
tetapi Ayu Candra, Anak-mas adipati ini adalah seorang jejaka
dan baru saja menerima pangkat. Dia akan sibuk sekali
mengurus kadipaten. Agaknya akan lebih baik kalau untuk
sementara engkau tinggal bersa maku, Ayu, sebagai pengganti
puteraku yang gugur. Biarkan anak-mas adipati menyelesaikan
tugasnya. Setelah ia berumah tangga....... barulah kau ikut
dengannya. Kurasa setelah me mbereskan Kadipaten Selopenangkep, anak-mas adipati tentu akan me milih seorang
wanita untuk menjadi timbangannya "


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya....... saya takkan menikah pa man!" Tiba-tiba Joko
Wandiro berkata gagap. "Dan.. saya rasa tidak ada salahnya
kalau saya mengajak Ayu Candra ke Kadipaten Selopenangkep. Sebagai kakak kandungnya, saya adalah
walinya, saya pengganti ayah bundanya."
"Kakak kandung.. ?" Ki Darmobroto bertanya, suaranya
meragu. Joko Wandiro mengira bahwa kakek ini belum tahu akan
duduknya persoalan, maka ia la lu ber kata,
"Paman Darmobroto, agaknya paman belum tahu. Ketika
ibu saya menikah dengan pa man Adibroto, ibu telah
me mpunyai anak saya. Oleh karena itu, saya dan Ayu Candra
adalah saudara sekandung, seibu berlainan ayah. Ibu kami
telah tiada, juga ayah kami kedua-duanya sudah tiada, kami
berdua adalah anak-anak lola (yatim piatu), maka kalau bukan
saya yang menjadi pengganti orang tuanya, siapa lag i?"
Ki Darmobroto tersenyum dan mengangguk-angguk,
kemudian dengan suara halus ia berkata,
"Sesungguhnya tepat sekali ucapan anak-mas adipati. Akan
tetapi, melihat Ayu Candra, saya merasa seakan-akan
berjumpa dengan saudara saya tercinta Adibroto. Biarpun Ayu
Candra gagal menjadi anak mantu saya, namun d ia ini masih
keponakan saya. Ayahnya adalah sahabat baik dan juga
saudara seperguruan saya. Maka, harap kalian suka menaruh
kasihan kepada saya orang tua. Saya masih kangen, ingin
bercakap-cakap dengan Ayu Candra. Biarkan dia mene mani
saya untuk beberapa hari, anak-mas, sementara anak-mas
adipati mengurus dan me mpersiapkan keberangkatan ke
Selopenangkep. Sebelum berang kat, saya rasa banyak hal
harus dibicarakan lebih dahulu dengan Ki Patih Suroyudo,
tentang peraturan dan sebagainya mengenai tugas-tugas
anak-mas. Setelah se mua se lesai dan henda k berangkat,
barulah anak-mas datang menje mput Ayu Candra di pondok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saya ini. Tentu saja kalau anak-mas dan nini Ayu Candra
menyetujui."
Tak enak hati Ayu Candra mendengar per mintaan ini.
Orang tua ini a mat baik, bekas calon ayah mertuanya, juga
sahabat baik serta saudara seperguruan ayahnya. Maka ia lalu
me mber i isyarat, mengangguk kepada Joko Wand iro. Pemuda
itu merasa lega. Memang iapun merasa kebenaran omongan
kakeKitu. Ia harus me mpersiapkan segalanya dengan Ki Patih
Suroyudo. Maka berpamitlah Joko Wandiro dengan hati lapang. Ia
percaya penuh bahwa di tangan Ki Darmobroto, Ayu Candra
akan berada dalam keadaan aman sentausa. Ia segera
menghadap Ki Patih Suroyudo untuk menerima segala
petunjuk dan me mpersiapkan segalanya sebelum ia berangkat
me mbawa pasukannya ke Selopenangkep. Di lubuk hatinya, ia
merasa terharu sekali karena ia akan melanjutkan jabatan
kakeknya yang belum se mpat dipegang ayahnya. Ia akan
menjad i adipati, menjadi yang dipertuan dan menjadi orang
pertama yang bertanggung jawab, berwenang, berhak dan
berkewajiban di Se lopenangkep, di rumah di mana ia dahulu
dilah irkan! Ia akan kembali ke te mpat asalnya, tempat di
mana seharusnya ia berada.
Persiapan itu ma kan waktu sampa i tiga hari. Pada hari ke
tiga, Joko Wandiro sudah berubah, dari seorang pemuda yang
berpakaian sederhana dan berjalan kaki menjadi seorang
adipati muda yang berpakaian indah dan menunggang seekor
kuda putih sehingga wajahnya menjadi ma kin ta mpan dan
gagah. Pagi hari itu pasukannya sudah siap. Pasukan terdiri dari
perajurit-perajurit pilihan, muda- muda dan gagah perkasa.
Setelah bermohon diri dan mendapat restu dari sang prabu
sendiri, Joko Wandiro yang kini menjadi Adipati Tejolaksono
me mimpin pasukannya menuju ke pondok Ki Darmobroto. Ia
bergegas mengeprak kudanya mendahului pasukan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mesan agar pasukan siap menantinya di alun-alun karena
ia hendak singgah di pondok Ki Darmobroto untuk menje mput
Ayu Candra. Hagiya berdebar keras. Apa yang akan dikatakan
Ayu Candra melihat ia kini telah berubah me njadi seorang
adipati muda ini" Adiknya tentu akan girang dan bangga, dan
ia sudah mereka-reka bagaimana adiknya itu harus
berpakaian, sebagai seorang puteri bangsawan, adik seorang
adipati yang terkasih!
Pondok Ki Darmobroto sunyi. Seorang pelayan menya mbutnya dengan sembah. Joko Wandiro tidak sabar
lagi. "Di mana kah paman Darmobroto" Dan di mana pula
diajeng Ayu Candra?"
Pelayan itu sambil me nyembah ber kata, "Hamba telah
dipesan oleh gusti puteri bahwa apabila paduka datang
berkunjung, paduka dipers ilahkan terus saja masuk ke taman
sari menjumpa i beliau." Sa mbil berkata demikian, pelayan
wanita ini dengan ibu jarinya menunjuk ke pintu samping yang
menuju ke taman bunga.
Joko Wandiro hampir tak dapat menahan ketawanya.
Benar-benar canggung dan aneh rasanya disambut oleh
seorang pelayan dengan sikap menghormat. Dan apa pula
sikap kekanak-kanakan dan aneh dari Ayu Candra ini"
Mengapa tidak langsung menya mbutnya dan di mana pula Ki
Darmobroto" Akan tetapi karena ingin cepat-cepat bertemu
dengan Ayu Candra, maka ia segera me masuki pintu kecil itu
dan berjalan me masu ki taman bunga yang amat indah.
Dari jauh ia sudah melihat Ayu Candra. Tentu Ayu Candra
yang duduk me mbelakanginya, menghadapi sebuah kola m
ikan itu, di antara kembang-kembang mawar yang semerbak
harum. Memang pakaiannya amat indah, serba baru dan
pakaian seorang puteri bangsawan. Akan tetapi rambut terurai
yang hitam itu, bentuk tubuh itu, di dunia ini takkan ada gadis
lain dengan rambut dan bentuk tubuh seperti itu kecuali Ayu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Candra, adiknya yang terkasih. SejenaKia menahan napas,
matanya menatap gadis itu seperti orang mengagumi
matahari muncul di pagi hari, seringkali dilihat akan tetapi tak
pernah berhenti mengaguminya. Kemudian ia berlari maju dan
berteriak me manggil,
"Ayu Candra....!!"
Gadis itu terkejut, bangkit berdiri dan me mutar tubuhnya.
Joko Wandiro sudah lari mendekat. Mereka berdiri,
berhadapan, saling pandang seakan-akan baru bertemu
setelah berpisah berbulan-bulan. Padahal baru tiga hari
mereka sa ling berpisah. Bukan saling me lihat pa kaian mereka
yang indah-indah, sama sekali bukan. Pakaian indah itu bagi
mereka t idak ada artinya, dan orangnyalah yang penting.
Pandang mata mereka bertaut, akhirnya, aneh sekali, Ayu
Candra menundukkan matanya dan kedua pipinya kemerahan!
"Kakang.. mas... adipati "
Gadis Ttu me mbuka mulut, suaranya gemetar, mukanya
menunduk. Joko Wandiro coba mengusir suasana lucu dan aneh itu
dengan ketawanya.
"Ha-ha-ha! Ayu Candra! Apa-apaan ini" Aku mas ih tetap
kakang Joko, kakakmu yang nakal, kakakmu yang terkasih.
Mengapa mesti mengubah kebiasaan" Bagi orang lain aku
adalah kanjeng adipati, akan tetapi bagimu tetap kakang Joko
Wandiro Kau anak na kal, mana paman Darmobroto?"
Joko Wandiro me lompat dan me megang tangan yang halus
dan aneh sekali. Tangan yang biasanya hangat dan jari-jari
tangan yang biasanya mencengkeram jari-jarinya itu kini
menggigil dingin. Muka itu masih belum terangkat, bahkan kini
Ayu Candra menarik tangannya yang terpegang Joko Wandiro.
"Ayah... ayah... masih bersamadhi... silahkan duduk,
kakang-mas adipati aku... aku
" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, eh, bocah nakal! Hentikan kelakarmu! Apa artinya
semua ini" Ayah" Siapa ayahmu" Kau mengapa, Ayu?"
Kembali Joko Wandiro me megang tangan adiknya, dan sekali
lagi Ayu Candra merenggut lepas tangannya.
"Aku... telah menjadi anak ra manda Darmobroto, dan kau
.." "Apa katamu" Mengapa begitu " Eh, Ayu Candra, bukannya
aku melarang engkau men jadi anak angkat pa man
Darmobroto, akan tetapi, mengapa kau tidak tanya dulu
kepadaku" Aku pengganti ayah bundamu, aku walimu, aku
kakak kandungmu!"
"Bukan..!" Tiba-tiba Ayu Candra mengangkat mukanya
yang kemerahan, membentak keras. "Bukan apa-apakul Bukan
kakak kandung, sama sekali bukan. Kakak tiripun bukan! Di
antara kita tidak ada hubungan darah...!"
"Apa...?"" Ayu Candra, apa artinya ...semua ini" Kau bukan
adikku?"" Joko Wandiro me mandang adiknya dengan mata
terbelalak dan kerling ber kerut. Gilakah gadis ini" Atau...
jangan-jangan...terkena bujukan orang lain. Apakah Ki
Darmobroto juga berhati pa lsu dan sejahat Ki Jatoko"
Gadis itu dengan muka mas ih kemerahan akan tetapi sinar
matanya tajam dan nakal seperti biasa, agaknya sudah pulih
ketegangan hatinya, menggeleng kepala dan berkata lag i,
"Bukan adikmu, bukan apa-apa, karena itu jangan kau
pegang-pegang tanganku, tidak pantas dilihat orang, tidak
sopan.... !"
Saking kaget dan herannya, Joko Wandiro t idak me lihat
betapa gadis itu menggigit bibir dengan s ikap nakal
menggoda. "Ayu... Siapa bilang begitu" Dari mana kau
tahu...?" Kini suara Joko Wandiro ge metar. Urusan ini bukan
kecil artinya bagi dia, hampir sa ma dengan urusan mati atau
hidup! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ramanda Darmobroto yang bilang. Dia mengenal ayah
semenjak muda, dan dia tahu bahwa ibuku berna ma Rasmi,
sudah men inggal dunia ketika aku masih kecil. Jadi, ayah
adalah seorang duda dan sudah mempunyai anak aku ketika
bertemu dengan ibumu dan men ikah dengannya, ibumu yang
sudah meninggalkan anak, yaitu engkau. Jadi... kita ini...
bukan apa-apa, tidak seayah tidak seibu.. "
Jantung Joko Wandiro berdebar keras, kedua kakinya
menggigil. Ia. mengucek mata dengan tangan kanan, seakanakan ia tidak percaya akan semua yang dihadapinya ini,
khawatir kalau-kalau ini hanya terjadi dalam mimpi. Melihat
keadaan pemuda ini, Ayu Candra melangkah maju setindak
dan bertanya, "Kau..... kau kenapa. ..?""
Joko Wandiro menang kap tangan gadis itu, me mandang
tajam, bertanya dengan suara lirih gemetar, "Jadi kau.. kau
bukan adikku. ...... ?"
Ayu Candra menggeleng kepala. "Bukan, bukan apa-apa"
"Siapa bilang bukan apa-apa" Kau bukan adik me mang dan
terima kasih kepada Dewata bahwa kau bukan adikku, akan
tetapi kau... kau... kekasihku..!" Sebelum Ayu Candra sempat
menjawab, Joko Wandiro sudah menarik tangannya,
me me luknya erat-erat.
"Aahhhh, kakang.. ....."
Akan tetapi Joko Wandiro sudah me motong protes le mah
ini dengan menutup mulut yang mungil itu dengan bibirnya.
Naik sedu-sedan dari dalam rongga dada Ayu Candra dan
gadis itu merangkulkan kedua lengannya, memeluk ketat.
Demikian besar rasa bahagia hati mereka berdua, dan Ayu
Candra hanya meramkan kedua mata dengan a ir mata
bercucuran ketika orang yang paling dikasihinya di dunia ini
me me luk dan menciu mi se luruh mukanya. Air mata itu
bagaikan air e mbun menyegarkan hati Joko Wandiro, dikecup
dan dihisapnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayu....... Ayu.. tidak mimpikah kita.....?" Akhirnya setelah
ma mpu menguasai hatinya, ia berbis ik di dekat telinga.
Suara Ayu Candra juga gemetar dan hanya dapat berbisik
le mah, "... entahlah, kakang... entahlah... serasa.. mimpi.."
Memang kebahagiaan itu terlalu besar bagi mere ka, serasa
tidak mungkin terjadi. Rasa cinta kasih yang besar sejak
dahulu me menuhi perasaan hati mereka, akan tetapj, secara
terpaksa harus mereka tindih dengan kesadaran akan
kenyataan bahwa mereka itu saudara sekandung, tak mungkin
dilanjutkan pertalian cinta kasih antara pria dan wanita itu.
Akan tetapi sekarang keadaan berubah sama sekali. Mereka
bukan saudara sekandung, bahkan saudara tiripun bukan.
Mereka orang-orang lain!
"Kalau begitu, mari mari kita buktikan, Ayu. Kalau hanya
mimpi, biar kita sadar !"
Sebelum gadfc itu mengerti a kan maksud kata-katanya,
Joko Wandiro sudah me mondong gadis itu dan langsung
me mbawanya....... terjun ke dalam kola m ikan!
"Byuuurrr...!!"
Kolah itu t idak terlalu dalam, hanya sebatas dada. Akan
tetapi karena Joko Wandiro yang mabuk kebahagiaan itu
me mbawa Ayu Candra terjun dengan kepala lebih dahulu,
gelagapan juga dan basah kuyup. Mereka tertawa-tawa dan
saling rangkul dalam keadaan basah kuyup, berdiri di dalam
kola m ikan. "Eh-eh... auuupphh... kau nakal,.. kakang......!" Ayu Candra
gelagapan, akan tetapi me mba las peluk cium pe muda i,tu
dengan mesra dan penuh kasih.
"Ha-ha-ha! Kita tidak mimpi...!"
"Aiihhh...!!" Tiba-tiba Ayu Candra menjerit kegelian dan
Joko Wandiro terbahak tertawa sambal menar ik keluar seekor
ikan e mas kecil yang dengan nakalnya menyusup di balik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemben Ayu Candra. Kembali mereka tertawa-tawa sambil
berpelukan, seperti dua orang anak-anak bermain dalam
kola m air. Pada saat itu terdengar suara Ki Darmobroto yang tahutahu sudah berada di taman, "Eehh.... ehhh ......
anakku..... Ayu Candra, engkau sedang apa itu" Dan....siapakah orang
muda yang kurang.... eh, kiranya anak-mas adipati! Wah-wah,
bagaimana ini" Kola m ikan bukan tempat mandi, anak-mas
adipati. Anakku Ayu Candra, bagaimana kau ini" Tamu agung
kita kauajak mandi dalam kola m ikan" Ataukah anak-mas
adipati yang me maksamu mandi di situ?"
Sejenak muka kedua orang muda itu menjadi merah sekali.
Akan tetapi Joko Wandiro lalu menuntun Ayu Candra, diajak
keluar dari da la m kola m. Basah kuyup tubuh mereka. Pakaian
yang basah itu menempel ketat di tubuh Ayu Candra,
mencetak tubuh itu sehingga ta mpak jelas bentuk tubuh yang
mengga irahkan. Gadis itu cepat-cepat duduk bersimpuh di
depan Ki Darmobroto. Joko Wandiro juga cepat-cepat
me mber i hormat kepada Ki Darmobroto. Kini pandangannya
terhadap Ki Darmobroto berubah sama sekali, bukan lagi
sebagai sahabat, melainkan sebagai seorang tua. Bukankah
orang tua ini sekarang men jadi ayah Ayu Candra"
"Mohon maaf sebanyaknya, paman. Baru saja saya
mendengar dari Ayu Candra bahwa.... bahwa di antara kami...
tidak ada ikatan keluarga. Maka dari ...itu..... eh, saking
girang..... eh, bukan,....karena merasa aneh dan ingin
mendapat kepastian apakah kami mimpi, kami lalu.. eh, .......
mandi di kola m!" Baru kali ini selama hidupnya Joko Wandiro
tergagap-gagap.
Ki Darmobroto tertawa, suara ketawanya seorang tua yang
maklum akan keadaan dan menganggapnya sebagai sebuah
lelucon yang wajar. Iapun pernah muda dan tahu apa artinya
sikap aneh-aneh orang muda yang mabuk as mara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tahu, anak-mas. Saya sudah mendengar dari Ayu
tentang hubungan andika berdua sebelum terjadi sa lah sangka
antara kalian sebagai kakak beradik itu, Sayapun sudah dapat
menduganya ketika melihat sikap andika berdua pada waktu
mendengar tentang kematian puteraku. Karena itulah maka
saya mengangkat Ayu Candra sebagai anak. Dia seorang
bocah lola, dan se karang akulah yang menjadi walinya. Aku
me mang seperti saudara atau kakak sendiri dengan mendiang
ayahnya. Dengan ada walinya, maka derajatnya sebagai
seorang gadis akan pulih kembali sebagai seorang gadis
terhormat, anakmas. Saya yakin anakmas maklu m akan
maksud hati saya."
Joko Wandiro mengangguk-angguk.
Tentu saja ia maklum. Setelah ternyata bahwa Ayu Candra
bukan adiknya, berarti ia akan dapat melanjutkan tali
perjodohan yang terputus, melanjutkan tali as mara yang
tadinya terpaksa diputuskan. Dan alangkah buruknya dalam
mata umum apabila ia menga mbil Ayu sebagai isteri begitu
saja, seakan-akan seorang adipati me mungut seorang
perawan terlantar di tepi jalan. Kini Ayu me mpunyai ayah
angkat, me mpunyai wali yang cukup terhormat. Sehingga ia
dapat mengajukan pinangan secara, terhormat pula dan
dengan demikfap, derajat Ayu Candra sebagai calon isterinya,
sebagai calon isteri adipati, akan terangkat naik di mata
umum. Tanpa ragu-ragu lagi Joko Wandiro lalu maju dan
menghaturkan se mbah dengan khidmat. Cepat-cepat Ki
Darmobroto mencegahnya.
"Harap anakmas jangan sungkan-sungkan. Percayalah, apa
yang Saya lakukan ini sa ma sekali bukan untuk menana m
budi, bukan pula menolong andika, melainkan menjad i sebuah
kebahagiaan bagi saya orang tua. Dengan me mpunyai
seorang anak seperti Ayu Candra dan kelak me mpunyai mantu
seperti andika, akan terobati luka di hati kehilangan Joko
Seto. '' Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Joko Wandiro terharu hatinya. Orang tua ini amat
bijaksana, mulia budinya.
"Terima kasih saya kepada paman, hanya Dewata yang
mengetahuinya. Semua yang paman nyatakan benar adanya.
Setelah kini Ayu Candra di tangan yang tepat dan mempunyai
wali yang terhormat, sayapun hendak menemui bibi saya
sebagai pengganti orang tua saya."
"Baik sekjali, anak-mas. Memang sebaiknya de mikian.
Anak-mas berangkatlah ke Se lopenangkep dengan hati lapang
dan setelah urusan di Selopenangkep beres, anak-mas boleh
me milih hari ba ik mengajukan pinangan resmi."
Joko Wandiro ingin sekali menar i-nari saking girangnya.
Kalau nasib sedang mujur, bertu mpuk-tu mpuk dan berlimpahlimpah ber kat menghujani dirinya. Diangkat menjadi Adipati
Selopenangkep dis usul ber ita bahagia bahwa Ayu Candra
bukan adiknya sehingga tiada ha langan untuk menjadi
isterinya, ditambah lagi campur tangan Ki Darmobroto yang
me lancarkan segala urusan!
"Terima kasjh, paman. Kalau begitu, saya bermohon diri
untuk me mimpin pasu kan ke Selopenangkep."
"Selamat jalan, anak-mas. Doa restu paman saja mengiringi
anak-mas."
"Terima kasih, paman. Ayu, kau di sini dulu, Ayu, aku
hendak me mbereskan urusan di Selopenangkep."
"Kakang, jangan terlalu la ma....!"
"Tentu saja tidak, Ayu. Aku sendiri mana senang bersunyi
diri berjauhan dengan engkau" Se la mat tinggal, Ayu."
"Selamat jalan, kakang..!"
Setelah pandang mata mereka sejenak bertaut penuh kasih
mesra, Joko Wandiro lalu me mba likkan tubuh dan me langkah
keluar dari ta man sari.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang.. !"
Joko Wandiro menengok. Kiranya Ki Darmobroto sudah
tidak ada di situ dan ta mpak Ayu Candra berlari-lari
mengejarnya. "Ada apa, Ayu?"
Ayu Candra memegang tangannya. "Pakaianmu itu,
kakang. Basah se mua. Masa engkau a kan melakukan
perjalanan dalam pa kaian basah kuyup begitu?"
"tidak apa, sayang."
"Engkau masuk angin nanti, kakang."
"Ah, tidak, Ayu. Pula, pasukanku telah lama menanti di
alun-alun. Aku harus berangkat sekarang, dewiku. Selamat
tinggal." Joko Wandiro me mbalikkan tubuhnya.
"Kakang-mas..."
Joko Wandiro kembali me mbalikkan tubuh. "Ada apakah,
sayang?" Ayu Candra terisak dan menubruknya. "Jangan la ma-lama,
kakang. Aku tak tahan terlalu la ma kaut inggalkan "
Joko Wandiro tersenyum, me meluk dan mengangkat muka
yang jelita itu, lalu menciumnya mesra. "Tidak sayang. Aku
segera datang bersama bibi Roro Luhito untuk me minangmu
secara resmi."
Sejenak mereka berpelukan dan berciuman, kemudian Joko
Wandiro melepaskan rangkulannya dan melangkah pergi
dengan tindakan lebar, diikuti pandang mata Ayu Candra yang
berlinang a ir mata bahagia!
0o"dw"o0
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semenjak pusaka Mataram kembali ke tangan sang prabu
di Panjalu, keadaan menjadi berubah. Memang agaknya tidak
percuma kepercayaan umum bahwa pusaka Mataram itu
sedemikian a mpuhnya sehingga apabila berada di te mpatnya,
yaitu di kerajaan, maka seluruh kerajaan akan menjad i a man,
tenteram dan damai.
Entah sampai di mana kebenaran ini, akan tetapi nyatanya,
pengiriman pasukan besar untuk kedua kalinya telah dapat
bekerja sama amat baiknya dengan pasukan Jenggala
sehingga pemberontakan di Nusabarung dapat dipadamkan
dengan segera. Adipati Jagalmanik di Nusabarung dapat
ditawan, pasukannya dihancurkan dan Nusabarung ditaklukkan. Dengan kemenangan besar pasukan Panjalu
kembali. Demikian pula pasukan Jenggala pulang sa mbil
me mbawa tawanan yang segera dijatuhi hukuman mat i oleh
sang prlbu di Jenggala. Bukan hanya kemenangan atas
Nusabarung saja yang mengarangkan hati rakyat. Juga
bantuan Panjalu itu merupakan je mbatan pendamai antara
kakak beradik, antara Kerajaan Panjalu dan Kerajaan
Jenggala. Pertama tama, untuk menyatakan terima kasihnya
atas bantuan kakaknya, sang prabu di Jenggala mengirim
upeti dan mengirim sebagian harta ra mpasan Nusabarung
berikut sejumlah wanita-wanita cantik hasil ra mpasan dari
Kerajaan Nusabarung kepada sang prabu di Panjalu. Kiriman
ini diterima dengan hati gembira dan dibalas dengan kiriman
berharga disertai doa restu seorang ka kak terhadap adik
"Hubungan dilanjutkan dan tak lama kemudian sang prabu
di Jenggala berkenan datang mengunjungi kakaknya di
Panjalu. Semenja k itu, kedua keirajaan menjad i akur kembali.
Peristiwa mengge mbirakan ini disa mbut rakyat kedua kerajaan
dengan penuh kegembiraan. Terhentinya perang berarti
terhentinya segala malapetaka dan kesukaran bagi rakyat.
Hubungan ba ik itu bahkan kemudian dipererat dengan
pernikahan antara Pangeran Darmokusumo, Pangeran Panjalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tampan, dengan Puteri Mayagaluh, Puteri Jenggala!
Rakyat berpesta-poral
Tentu saja tidak semua orang di Panjalu dan Jenggala
menya mbut hubungan baik antara kedua kerajaan itu dengan
hati ge mbira. Banyak pula yang menaruh hati dengki, dan
tidak kurang pula yang merasa terancam kedudukannya atau
dirugikan. Mereka adalah orang-orang yang mendapat
keuntungan dengan adanya permusuhan. Dia m-dia m mereka
ini berprihatin dan mencari kesempatan untuk mengeruhkan
suasana, mengacaukan keadaan. Namun pengaruh mereka
tidak besar dan usaha-usaha buruk mere ka itu tidak ada
artinya, tenggelam dalam lautan da mai.
Seperti telah direncanakan se mula, Roro Luhito dihubungi
Joko Wandiro atau Adipatf Tejolaksono. Ketika Joko Wandiro
tiba di Pulau Se mpu, ia hanya mendapatkan Kartikosari dan
Roro Luhito, Endang Patibroto tidak berada di pulau itu lagi.
"Dia telah pergi.......! Tidak mau disini bersa maku. Dia
merasa hancur hatinya, dia merasa tidak ada orang di dunia
ini yang mengasihinya, dia ingin h idup sendiri, entah di mana.
Ahh, aku tidak dapat me mbayangkan apa jadinya dengan
Endang Patibroto," kata Kartikosar i dengan wajah mura m.
Dia m-dia m Joko Wandiro menaruh kasihan kepada Kartikosari
yang banyak menga la mi penderitaan ini.
"Salahku sendiri," wanita itu melanjutkan, "aku tidak
menyalahkan Endang Patibroto........ terlahir dalam keadaan
tidak sewajarnya, dia pernah dilanda kebencian dalam hatiku,
pernah kule mparkan dia dalam badai. Sekarang semua ini
hanyalah buah yang harus kupetik dari pohon yang kutanam
sendiri. Dewata adil, dan aku akan menerima sega la derita
dan hukuman nya..."
Joko Wandiro dan Roro Luhito menghibur dan akhirnya
Kartikosari yang sudah mengandung tua itu menurut juga
ketika diajak o leh Joko Wandiro dan Roro Luhito untuk tinggal
di Selopenangkep, bersama Joko Wand iro yang menganggap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka berdua seperti orang-orang tua yang harus ia hormati
dan junjung sebagai pengganti orang, tuanya. "Mendiang
paman Pujo adalah ayah saya di dalam hati, bibi," katanya
antara lain, "karena itu, bibi sebagai isterinya juga sudah
sepatutnya kalau kuanggap sebagai ibu sendiri Bersa ma bibi
Roro Luhito, sudilah bibi tinggal bersa ma saya di
Selopenangkep."
Pinangan terhadap Ayu Candra dilakukan dan se mua
berlangsung lancar sampa i tiba saat pernikahan dirayakan.
Ramai dan meriah pesta pernikahan ini. Bahkan sang prabu di
Panjalu sendiri ber kenan hadir dan me mber i doa restu.
Seluruh rakyat Selopenangkep bergembira ria. Mereka semua
menaruh harapan baik atas diri ad ipati muda di Selopenangkep yang kabarnya a mat adil, arif bijaksana, dan
sakti mandraguna itu. Menaruh harapan agar di bawah
bimbingannya, rakyat daerah pantai selatan akan hidup a man
makmur, tata tenteram, kerta raharja.
Hanya dapat dibayangkan, sungguh sukar dituturkan,
betapa bahagia rasa hati Joko Wandiro dan Ayu Candra ketika
mereka berte mu sebagai sepasang me mpelai. Mereka tidak
hanya saling mencinta dengan hati tulus ikhlas, juga, yang
terpenting dani sebuah ikatan pernikahan, mereka sudah
saling mengenal watak masing-mas ing, sudah melihat dengan
mata terbuka segala segi sifat buruknya. Karena hanya
pengertian dan pemakluman akan se mua sifat baik maupun
buruk dari sisihannya inikah yang akan menge kalkan cinta
kasih sua mi isteri, akan me mperbesar toleransi, saling
mengasuh, saling
mengalah, saling mengasih, saling mengolah sehingga tercapailah keluarga bahagia yang
menjad i ida man semua pasangan di dunia ini.
Jauh di pantai Laut Selatan, di tempat yang sunyi sepi, di
antara batu-batu karang yang berdiri kokoh kuat dan tegak
bagaikan raksasa-raksasa, duduklah seorang wanita di atas
batu karang menghadapi Laut Se latan yang menggelora.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pantai itu adalah pantai Karangracuk di Baron dan wanita itu
bukan lain ada lah Endang Patibroto!
Di s inilah ia hidup sejak kecil. Di sinilah ia dahulu diasuh
ibunya, dige mbleng dan dididik. Batu-batu karang ini tetap
tidak berubah. Semua manusia berubah. Ibu kandungnya
sendiripun kini me mbencinya. Joko Wandiro me mbencinya.
Bibi Roro Luhito me mbencinya. Apalagi Ayu Candra. Tak
seorangpun di dunia ini suka kepadanya. Hanya batu karangbatu karang di tepi pantai Ka- rangracuk tidak berubah. Masih
seperti dahulu ketika ia kecil. Dan ombak-ombak yang tak
kunjung henti itupun tidak pernah berubah. Masih berdendang
menyanyikan lagu bada i, menghiburnya.
Endang Patibroto sudah berhar i-hari duduk di situ seperti
arca. Rambutnya kusut masai dan terurai berkibar-kibar ditiup
angin Laut Selatan. Wajahnya pucat, pandang matanya sayu,
hatinya perih dan duka. Masih terngiang di telinganya suara
ibunya di Pulau Se mpu, "Engkau anak durhaka, engkau anak
yang mengotori pesan kakang-mas Pujo. Engkau pantas
menjad i anak Jokowanengpati, karena itu engkau patut pula
menjad i musuhku!"
Hebat kata-kata ini, menusuk jantungnya sampa i te mbus.
Ucapan itulah yang me mbuat ia segera pergi meninggalkan
Sempu setelah ia s iuman dalam pe lukan ibunya. Ibunya
menang isinya, menahannya, namun ia tidak mau. Ia tahu
bahwa di lubuk hati ibunya sudah terdapat keraguan, mengira
ia anak Jokowanengpati yang harus dibencinya!
Endang Patibroto menutupi muka dengan kedua tangannya. Pundaknya terguncang tanda bahwa ia menang is.
Semenjak kemarin dulu ia selalu begini. Termenung atau
menang is. Ia tidak tahu batava udara menjadi gelap, tidak
tahu bahwa mendung mulai berkumpul, tidak tahu betapa laut
menjad i tenang, terlalu tenang sebagai tanda akan datangnya
badai yang menga muk. Biasanya kalau badai >akan
menga muk, Laut Selatan menjad i tenang, tenang sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seakan-akan raksasa yang tidur atau sa madhi mengumpulkan
tenaganya sebelum menga muk dahsyat. Ia tidak tahu pula
betapa angin seperti berhenti me niup.
"Apa dosaku?" Pertanyaan ini ber kali-kali menghanta m hati
dan pikirannya. "Apa salahku kalau aku benar keturunan
Jokowanengpati" Salahkah aku kalau aku menjad i murid Dibyo
Mamangkoro" Salahkah a ku kalau aku me mbenci Joko
Wandiro dan Ayu Candra karena mereka saling mencinta dan
karena pemuda itu t idak me mperdulikan diriku" Salahkah aku
kalau aku mencinta Joko Wandiro dengan sepenuh hatiku,
kemudian berbalik benci karena dia tidak me mperdulikan ku"
Salahkah aku kalau aku me mbunuh Jokowanengpati"
Salahkah aku kalau a ku me mbunuh Listyakumolo yang telah
me mbunuh Pujo ayahku?"
Pertanyaan-pertanyaan ini selalu mengiang di telinganya
dan tiada seorang- pun menjawab. Jawaban yang ia terima
hanya dari Laut Selatan yang bergemuruh seperti kakek-kakek
mengguma m dan tiupan angin yang me lengking seperti tangis
perawan cengeng.
Kini angin mulai bertiup kencang. Air mulai mendidih. Makin
la ma angin bertiup ma kin kencang, air laut mula i berguncang
dan menggelora. Badai mula i datang. Cuaca makin gelap.
Akan tetapi Endang Patibroto seperti tidak merasakan itu
semua. Ia menang is tersedu-sedu, persis seperti Kartikosari
dulu menangis, di atas batu karang itu pula. Hanya bedanya,
kalau Kartikosari menangis karena teringat Pujo, Endang
Patibroto kini menangis bukan hanya teringat kepada Joko
Wandiro, melainkan terutama sekali teringat akan keadaan
dirinya. ! Tiba-tiba Endang Patibroto me mandang ke depan. Ombak
Laut Selatan mengamuk setinggi bukit, saling terjang dengan
omba k yang kembali dari pantai, menimbulkan suara
menje legur, bergemuruh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
'Kenapa' Endang Patibroto me mekik, seakan-akan ia
bertanya, kepada badai. "Kenapa se mua orang me mbenciku?"
Sebagai jawaban, lWiah ombak yang besar menyambar dan
menubruknya, kemudian pecah di se kitar tubuhnya. Namun
Endang Patibroto masih duduk di situ, tak bergeming. Hanya
tubuhnya basah kuyup. Terasa asin di mulutnya dan tidak
tahu lagi, air laut kah atau air matanya yang asin itu. Ia tictyk
peduli akan a mukan badai Laut Selatan karena badai di dala m
hatinya menga muk leb ih hebat, mengge lora daripada badai
Laut Selatan. Makan sering lah ombak menca mbuknya, makin la ma
makin kuat. Kalau saja Endang Patibroto seorang b iasa, tentu
tubuhnya sudah rusak-rusak dibanting lidah omba k yang amat
kuat itu kepada batu karang. Akan tegapi Endang Patibroto
merasa seperti dielu-elukan, seperti dibuai dan dicumbu.
Wajahnya berubah, makin bersinar mukanya dan kini ia
bangkit berd iri tegak menanti datangnya lidah ombak dengan
penuh penyerahan, seperti menanti datangnya kekasih yang
hendak menje mputnya.
"Tida k ada manusia yang cinta kepadaku! Tapi badai Laut
Selatan mencintakan Mengapa tidak" Marilah, badai majulah.
Marilah kekasihku, je mput lah aku"
Bagaikan seorang gila, Endang Patibroto menyambut
datangnya serbuan ombak yang a mat kuat. Kalau tadi ia
duduk, lidah ombak mene lannya dan kekuatan lidah ombak
yang menca mbuk itu lewat di atas kepalanya. Akan tetapi kini
lidah ombak itu langsung men ghantam tubuhnya yang berdiri.
Ia kuat menahan, namun tubuhnya bergoyang-goyang.
Terdengar suara lengking tawanya di antara ge muruh suara
omba k. Suara ketawa yang nyaring dan bebas sewajarnya,
seperti anak-anak bermain atau seperti seorlng gadis manja
digoda ke kasihnya.
"Endangggg...! Endaannng.....,.! Endang Patibroto"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara panggilan ini sebetulnya sudah sejak tadi diteriakkan
orang. Seorang laki-laki yang dengan susah payah mene mpuh
angin badai. Beberapa kali orang roboh terjengkang tertiup
angin bergulingan, akan tetapi ia berhasil me megang batu
karang dan merangkak maju lagi. Kini ia sudah dekat dengan
batu-batu karang besar yang berbans di tepi pantai, di mana
lidah-lidah ombak me mecah dahsyat. Ia maju terus. tertatih
tatih, terhuyung-huyung, kadang-kadang merangkak, maju
demi seduit terus berteriak me manggil dengan suara serak,
"Endaaaangggg...!!"
Lidah ombak melampaui batu karang, menyambar laki-laki
itu, menyeret kakinya sehingga ia jatuh dan terbawa Ke darat
kembali. Namun ia bangkit berdiri dan lari ke pinggir, tidak
perduli badai yang menga muk hebat, tak perduli, bahwa
keselamatan nyawanya sendiri teranca m kalau ia se mpat
diseret ombak ke tengah, dibanting ke atas batu karang
sampai tubuhnya akan hancur berkeping-keping.
Ia terhuyung-huyung maju, memanggil-manggil na ma Endang
Patibroto Sudah tampak olehnya tubuh gadis tu berdiri tegak
di atas batu karang, menantang ombak dan badai, dengan
kedua lengan direntangkan, seperti hendak me me luk kekasih
yang datang dari depan. Sudah terdengar olehnya suara
ketawa Endang Patibroto, dan semua itu me mbangkitkan
tekadnya, memper kuat tenaganya yang sudah rnulai lelah.
"Endang.. .....! Eindang.. ! Jangan.... jangan pergi, Endang
kekasihku..... Tunggulah aku........ tunggu.......!!"
Sebuah omba k yang besar datanp menerjang melenyapkan
tubuh Endang Patibroto, terus menelan batu karang dan
menelah tubuh la ki-laki itu. Laki-laki itu meramkan mata,
mulutnya menyebut nama dewata dan ia tertelungkup,
merangkul sebuah batu karang.
Ketika ombak itu menipis dan kembali ke laut, Endang
Patibroto masih berdiri tegak, dan laki-laki itu setengah
pingsan. Namun ia mas ih me ma ksa diri mendaki, batu karang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang runcing tajam-tajam dan amat tinggi itu. Akhirnya
dengan susah payah sampailah ia di puncak batu karang, lalu
tanpa memperdulikan anca man ombak badai ia menubruk dan
merangkul kaki Endang Patibroto sambil me mekik,
"Endang Patibroto..., kekasihku...... aku cinta kepadamu,
Endang.......!" Laki-laki itu jatuh bergelimpangan, pingsan
sambil me meluk kedua kaki Endang Patibroto!
Bagaikan sadar dari sebuah mimpi buruk, Endang Patibroto
menundukkan mukanya, terkejut melihat la ki-laki itu.
"Pangeran Panjiraw it.......!!"
Pada saat ifcu, kembali ombak besar datang menyerbu.
Endang Patibroto yang sudah sadar, cepat meraih tubuh itu
dan mengangkatnya naik, mengerahkan tenaganya dan sambil
me mondong tubuh itu melompat ke atas batu karang yang
lebih tinggi, satu-satunya batu karang yang tak pernah dilanda
omba k dalam badai itu, hanya dihujani percikan ombak yang
pecah menjadi atom.
Laki-laki itu sudah s iuman, segera sadar dan ingat akan
keadaannya yang sudah dirangkul. Keduanya berangkulan.
Bertangisan. "Endang.. . Endang Patibroto.... aku menyusulmu dan
bertanya-tanya ke... Selopenangkep..... aku mendengar dari
ibumu....... beliaulah yang mengatakan bahwa mungkin kau
kembali ke te mpat ini, tempat kau dibesarkan... aku.......aku
khawatir sekali Endang, aku mencintamu engkau dewi pujaan
hatiku, tak tahukah engkau" Aku cinta kepadamu ....... eh,
betapa bahagia me lihat mu masih hidup.. ....."
"Sstttt, diamlah....... diamlah.......biarkan aku menikmati
kebahagiaan iri tanpa suara. ......" Endang Patibroto
merangkul, mencium, menang is, kemudian ia menjatuhkan
Bara Naga 3 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong 8

Cari Blog Ini