Ceritasilat Novel Online

Bagus Sajiwo 8

Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Bagian 8


tadi, nama lengkapnya Jaka Salman."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suami isteri itu me mandang Jaka Salman dengan penuh
perhatian, bahkan menga matinya dari kepala sa mpai kaki.
Agaknya mereka suka dengan apa yang dilihatnya karena
saling, pandang, lalu tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Anakmas Jaka Salman, duduklah."
Ki Bangak me mpers ilakan dengan s ikap kasar na mun ra mah. Muntari
tanpa malu-malu lagi me megang tangan Jaka Salman dan
diajak duduk di atas dua buah kursi berjejer, berhadapan
dengan suami isteri itu terhalang meja.
"Terima kasih, paman." kata Jaka Salman dan dia hanya
dia m saja, ingin mengetahui apa sebetulnya kehendak Muntari
dan kedua orang tuanya dengan me maksa dia datang ke
rumah mereka. "Bagaimana pendapat bapak dan ibu?" Muntari bertanya
dengan bangga, seolah me ma merkan apa yang dibawanya
pulang. Setelah berkata demikian, ia me mandang kepada
Jaka Salman sambil tersenyum.
Ki Bangak mengangguk-angguk. "Bagus, bagus sekali. Aku
setuju Mumun, setuju sekali dengan pilihanmu ini. Bukanlah
begitu, nyai?" Dia menoleh kepada isterinya. Wanita itu
tersenyum dan mengangguk-angguk pula.
"Akupun coco k sekali! Aku g irang dapat me mpunyai mantu
setampan ini!"
Jaka Salman mengerutkan alisnya. Kini ta mpak jelas
olehnya bahwa Muntari me warisi kecantikan ibunya akan
tetapi kehitaman kulit ayahnya. Ucapan dua orang itu yang
me mbuat dia mengerutkan alis.
"Mumun, kita bertiga sudah cocok, pernikahan kalian besok
pagi. Akan kusebarkan undangan hari ini juga. Bagaimana
pendapatmu?"
"Wah, aku girang sekali pak. Memang lebih cepat lebih
baik." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar percakapan mereka, Jaka Salman tidak dapat
menahan rasa penasaran yang bergejolak dalam hatinya.
Pernikahan" Dia hendak dia mbil mantu, dinikahkan dengan
Muntari" Gila!
"Mumun, apa artinya semua ini" Aku tidak mengerti.
Jelaskanlah, apa niat ka lian terhadap diriku?"
"Hoa-ha-ha-ha!" Ki Bangak tertawa bergelak. Suara
tawanya yang lantang itu menggema di ruangan itu.
"Anakmas Jaka Salman, kenapa engkau mas ih bertanya lagi"
Engkau beruntung sekali! Selama ini, puluhan orang pemuda
gandrung (jatuh cinta) kepada Mumun, namun tak seorang
pun yang cocok dengan selera ana k kami. Sekarang ia me milih
engkau untuk menjad i jodohnya. Maka bergembiralah, orang
muda! Besok pagi pernikahan kalian a kan kami langsungkan
dan rayakan."
Setelah mengerti dengan jelas niat keluarga yang
dianggapnya gila itu, Jaka Salman bangkit dari kurs inya dan
berseru marah. "Tida k, aku tidak ingin men ikah!" Dia melompat dan
hendak keluar dari ru mah itu untuk selanjutnya melarikan diri.
Akan tetapi terdengar Muntari bertepuk tangan dan muncullah
lima orang la ki-laki menghadang di depan pintu.
"Cegah dia pergi dari sini. Tangkap dia, akan tetapi awas,
jangan lukai dia!", perintah gadis itu.
Lima orang itu me ma ndang rendah Repada Jaka Sa lman.
Mereka lalu menerjang maju untuk menang kap pe muda yang
hendak melarikan diri itu. Akan tetapi betapa kaget hati
mereka ketika sergapan mereka itu hanya menang kap angin
saja. Tubuh Jaka Salman dengan gesitnya telah dapat
menghindarkan diri dari jang kauan tangan lima orang itu! Dia
telah me mainkan ilmu s ilat yang pernah dipelajarinya dari
Sulastri, yaitu Aji Sunya Hasta (Tangan Kosong) dan selain
dapat mengelak dari sa mbaran tangan lima orang itu, dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahkan menggerakkan kaki tangannya secara lembut seperti
orang menar i dan dua orang laki-laki yang hendak
menang kapnya terpelanting oleh ta mparan tangan dan
tendangan kakinya.
"Waduh, dia malah me miliki kedigdayaan pula!" kata Ki
Bangak dengan ge mbira dan dia segera melompat dari
kursinya ke arah pe muda itu.
"Bapak, jangan luka i suamiku!" teriak Muntari.
"Ha-ha-ha, masa seorang bapak mertua hendak melukai
mantunya?" Ki Bangak tertawa. Pada saat itu dengan
penasaran tiga orang laki-la ki
lain menerjang dan menggunakan tangan mereka untuk menangkap Jaka Salman.
Karena ilmu silatnya me mang belum matang benar, apalagi
menghadap i serangan keroyokan seperti itu, Jaka Salman
menggeser kaki dan tubuhnya mundur ke bela kang. Tiba-tiba
dari belakangnya, sepasang tangan yang besar panjang dan
kokoh kuat, berbulu lagi, telah menang kap kedua pergelangan
tangannya. Kedua tangan yang menangkap pergelangan
tangannya itu begitu kuat sehingga Jaka Salman merasa
lengannya nyeri dan tak mungkin dia dapat melepaskan
pegangan kedua tangan Ki Bangak itu.
"Ha-ha-ha, mantuku yang baik! Engkau hendak lari ke
mana se karang?"
Jaka Salman ma klum t idak mungkin baginya untuk
me mbebaskan diri dari orang-orang ini. Selain keluarga ini
me mpunyai banyak anak buah, juga ayah Muntari ini je las
seorang yang digdaya dan me miliki tenaga yang kuat sekali.
"Baiklah, pa man. Aku tidak akan me larikan diri. Lepaskan
tanganku."
"Ha-ha-ha, senang sekali me lihat mantuku selain tampan
juga cukup lumayan ketangkasannya. Ha-ha, pilihanmu
me mang tepat sekali, Mumun!" Dia melepaskan kedua tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jaka Salman yang segera me mutar tubuh menghadapi
Muntari. "Mumun aku tidak akan menolak lagi, akan tetapi lebih dulu
aku ingin bicara denganmu ma la m ini. Berdua saja!"
"Ha-ha-ha, belum juga menikah sudah ingin berduaan"
Boleh, akan tetapi ma la m nanti. Sekarang kita mengobrol dan
berpesta keluarga untuk menya mbut kedatangan mantuku!"
kata Ki Bangak, lalu dengan suara lantang dia me merintahkan
pelayan-pelayan untuk me mpersiapkan pesta makan keluarga.
Muntari tampak girang bukan main dan setelah Jaka
Salman menyatakan tidak akan meno lak lag i, kedua pipinya
menjad i kemerahan, dan ia tersenyum malu-ma lu.
"Bapak, ibu, harap kalian teman i Akang Maman bercakapcakap. Aku hendak membantu me mpersiapkan ma kanan, lalu
mandi dan nanti kita ma kan bersa ma."
"Baiklah, anakku. Siapkan makanan yang paling lezat untuk
suamimu, agar hatinya senang di sini." kata Nyai Ba-ngak.
"Kang Maman aku pergi dulu, ya" Silakan mengobrol
dengan bapak ibuku." Muntari berpa mit kepada Jaka Salman
yang hanya menjawab dengan anggukan kepala.
Setelah Muntari pergi ke dapur, Ki Bangak dan isterinya
menghujani pertanyaan kepada Jaka Salman.
rtAnakmas Jaka Salman, di mana kah tempat tinggalmu,
siapa orang tua mu, ke mana engkau hendak pergi, dan s iapa
pula pemuda yang menurut Mumun bersama mu ketika engkau
diundang ke sini oleh anak kami itu?"
Kalimat itu sudah mengandung semua pertanyaan tentang
dirinya agar dia menceritakan riwayatnya! Jaka Salman
bermaksud membuka rahasia dirinya, akan tetapi yang
terpenting untuk mengetahui tentang itu adalah Muntari.
Biarlah kedua orang tua Muntari mengetahuinya dari gadis itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau lebih baik lagi, hanya Muntari seorang yang mengetahui
dan mudah-mudahan gadis itu mau menyimpan rahasianya.
"Paman aku sudah tidak me mpunyai ayah ibu lagi. Mereka
sudah meninggal dan aku berasal dari Sumedang..."
"Sumedang?" Ki Bangak me motong dengan wajah ge mbira
dan tangan kirinya yang besar berbulu itu me melintir
kumisnya yang sekepal sebelah. "Ha, dulu di waktu aku masih
muda, aku pernah tinggal di Sumedang dan aku me mpelajari
banyak kanuragan di Sumedang! Katakan siapa nama
mendiang bapakmu, mungkin aku pernah mengenalnya."
"Mendiang ayahku berna ma Ki Salmun. Setelah ayahku
men inggal dunia, aku lalu me lakukan perjalanan, dite mani
sahabatku yang bernama Jatmika, menuju ke Dermayu di
mana tinggal seorang pa manku. Aku ber maksud untuk
mondok, tinggal di rumah pa manku di Dermayu."
"Wah, kalau begitu kebetulan sekali. Anakmas Maman,"
kata Nyai Bangak. "Engkau tidak perlu menyusahkan
paman mu di Dermayu. Engkau tinggal di sini, menjad i sua mi
Mumun dan me mbantu pekerjaan ayah mertuamu!"
Sebelum Jaka Salman me njawab, Ki Bangak sudah tertawa
senang. "Ha-ha-ha, ibu mertuamu berkata benar, Anakmas Jaka
Salman. Engkau tinggal dengan isterimu Mumun di s ini
me mbantu pekerjaanku!"
Kesempatan ini dipergunakan oleh Jaka Salman untuk
mengetahui tentang pekerjaan keluarga aneh ini. "Pekerjaan
apakah yang dapat kubantu" Apa sih pekerjaan pa man?"
"Pekerjaanku" Aku menjad i pe mimpin mere ka se mua.
Semua penghuni perkampungan ini adalah anak buahku dan
keluarga mereka. Jumlah anak buahku tidak kurang dari
seratus orang! Nah, engkau sebagai mantuku dapat
me mbantu aku me mimpin mereka."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Me mimpin mereka untuk pe kerjaan apakah?"
"Apalagi" Pekerjaan ka mi selama bertahun-tahun ini adalah
mengumpulkan uang pajak atau uang sumbangan dari mereka
yang berperahu lewat sungai ini dan dari mereka yang
me lewati jalan-jalan juga dari para penduduk yang tinggal di
wilayah-wilayah Le mbah Cimanuk ini."
Jaka Salman terbelalak kaget mendengar keterangan itu.
Saking kagetnya, dia berseru, "... menjadi bajak dan
perampok!" "
Ki Bangak tertawa. "Ha-ha-ha, kami tidak menyebutnya
begitu. Dengan pemberian pajak atau sumbangan itu, kami
bahkan melindungi mereka se mua dar i gangguan orang
jahat." Hemm, sudah je las bahwa pekerjaan me mungut "pajak
paksaan" kepada mereka yang lewat dan kepada penduduk
dusun merupa kan pekerjaan bajak dan perampok, masih tidak
diakuinya malah menganggap diri sebagai "pelindung" dari
orang-orang yang mereka peras. Celaka, dia terjatuh ke
tangan bajak dan perampok. Pantas Muntari berkelakuan
seliar itu! Kiranya ia anak kepala pera mpok yang hidup di
lingkungan orang-orang jahat!
"Bagaimana" Engkau senang me mbantu ku, bukan" E ngkau
akan me miliki seorang isteri yang paling cantik jelita di wilayah
ini, engkau akan dihormati se mua orang, kaya raya dan
hidupmu pasti akan berbahagia seka li, Anakmas Jaka Sa lman!"
Jaka Salman hanya mengangguk. Dia mau berkata apa"
Membantah berarti mencari penyakit. Dia harus bersabar diri
sambil menanti munculnya Jatmika yang dia yakin pasti akan
datang meno longnya.
"Paman, aku merasa lelah dan ingin mengaso, tidur."
katanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, tentu saja boleh! Mari, Anakmas Maman, kuantar
engkau beristirahat di kamar Mumun saja. Mari!" kata Nyai
Bangak dan Jaka Salman lalu bangkit dan mengikut i wanita itu
menuju ke sebelah dalam rumah. Dia dipersilakan me masu ki
sebuah kamar dan Jaka Salman kagum. Kamar itu luas dan
mewah. Pe mbaringan, meja kursi, almar i, semua perabot
dalam kamar itu serba indah dan mewah. Sebuah jendela
samping terbuka daunnya. Jendela besar yang menembus ke
sebuah taman sehingga harum bunga beraneka maca m
me masu ki kamar mendatangkan suasana yang semerbak
harum dan segar.
"Rebahanlah di pembar ingan itu darA mengasolah Anakmas
Maman. Nanti kalau waktu mandi dan ma kan tiba, engkau
akan dibangunkan." kata Nyai Bahgak sambil tersenyum, lalu
ia keluar dari kamar itu dan menutupkan daun pintunya
perlahan-lahan.
Jaka Salman lalu merebahkan diri di atas pe mbaringan
yang lunak dan harum melati itu. Dia me mang merasa lelah,
kelelahan yang lebih banyak timbul dar i hati yang gelisah. Dia
perlu beristirahat untuk menenangkan hati, mengumpulkan
tenaga karena mungkin malam nanti atau kapan saja, kalau
Jatmika muncul menolongnya, dia me mbutuhkan tenaga
untuk me mbantu Jatmika menghadapi musuh yang de mikian
banyaknya. Setelah membayangkan Jatmika, hatinya menjadi
tenang dan Jaka Salman dapat tertidur pulas.
Ketukan lirih di pintu kamar me mbangunkan Jaka Salman.
Ketika dia me mandang keluar jendela, tampa k bahwa cuaca
sudah mulai re mang-re mang, pertanda bahwa saat itu hari
telah menjelang senja.
"Tok-tok-to k!" Daun pintu ka mar diketuk lirih.
"Siapa di luar?" tanya Jaka Salman sa mbil bangkit dan
turun dari pe mbar ingan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya pelayan, denmas, diutus oleh Neng Mumun untuk
mengantarkan pa kaian pengganti kepada Den mas."
Jaka Salman me mbuka daun pintu dan seorang pelayan
wanita setengah tua menyerahkan setumpuk pakaian
pengganti. Jaka Salman menerimanya dan pelayan itu berkata
lagi. "Den mas dipersilakan mandi, kamar mandinya di sebelah
sana," ia menuding ke arah belakang.
"Terima kasih, Bibi." Kata Jaka Salman. Pelayan itu pergi


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan Jaka Salman la lu pergi ke kamar mandi. Setelah dia
selesai mandi dan berganti pakaian lalu kemba li ke
kamar itu, dia me lihat Muntari telah duduk di atas
pembaringan. Gadis itu berpakaian mewah dan indah,
wajahnya cantik berseri dan ia bangkit berdiri ketika Jaka
Salman me masuki kamar itu. Melihat gadis itu, Jaka Salman
lalu ber kata. "Mumun aku ingin berkata pada mu. Penting sekali!"
Akan tetapi Muntari sudah memegang tangannya dan
berkata, "Nanti saja, akang. Kita sudah ditunggu bapak dan
ibu di ruangan ma kan. Setelah makan, nanti kita bicara di s ini
dengan enak dan leluasa. Engkau akan b icara apa saja nanti,
akan kulayani, biar se malam suntuk aku bersedia!" Tanpa
menanti jawaban Jaka Salman, Muntari sudah menarik tangan
"pemuda" itu ke ruangan ma kan.
Ketika mereka berdua me masu ki ruangan makan dengan
bergandeng tangan, atau lebih tepat, Jaka Salman digandeng
gadis itu, ternyata Ki Bangak dan Nyai Bangak sudah duduk
menghadap i meja ma kan yang penuh dengan ber maca m
hidangan yang masih mengepulkan uap.
Aroma masakan yang sedap me mbuat perut Jaka Salman
meronta minta diisi!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha, kalian berdua anak-anak nakal! Makan dulu,
jangan berpacaran saja. Nanti mas ih ada waktu dan besok
pagi kalian sudah menjad i sua mi isteri!" Nyai Bangak juga
tertawa lebar dengan wajah berseri.
Mereka lalu duduk dan makan bersa ma. Dengan penuh
perhatian Muntari melayani Jaka Salman, menga mbilkan lauk
yang paling enak. Jaka Salman menerimanya saja. Dia harus
makan kenyang agar cukup sehat dan kuat kalau nanti
tenaganya diperlukan.
-o000w000o- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 14 SEHABIS makan Ki Bangak dan Nyai Bangak tidak
me mbolehkan Jaka Salman dan Mumun meninggalkan
mereka. Mereka masih ingin berca kap-cakap dengan santai
untuk menyatakan kebahagiaan mereka dengan perjodohan
anak mereka itu. Ki Bangak mencer itakan dengan bangga dan
menurut pandangan Jaka Salman, agak so mbong, tentang
pengalamannya sebagai jagoan sejak dia muda sa mpai
akhirnya menetap di le mbah Sungai Cimanuk me mimpin
gerombolannya yang sekarang ini. Dengan panjang lebar Ki
Bangak me ma merkan kehebatannya sebagai jagoan dan dia
bicara seolah tanpa henti. Tahu-tahu malam telah merayap
sampai larut. Setelah hampir tengah malam, Muntari tidak
tahan lagi. "Bapak, ceritanya dilanjutkan besok saja. Akang Maman
hendak bicara berdua denganku!" Setelah berkata de mikian
kepada ayahnya, Muntari menarik tangan Jaka Salman dan
berkata, "Mari, Kang Maman!" Mereka berdua lalu pergi
men inggalkan ruangan itu, diikuti ge lak tawa Ki Bangak dan
isterinya. Muntari menggandeng tangan Jaka Sa lman me masuki
kamarnya. Setelah me masuki kamar, Jaka Salman menutupkan daun pintu dan daun jendela dan me lihat hal ini,
Muntari tersenyum lebar dengan wajah berseri dan kedua p ipi
berubah kemerahan. Lampu dalam kamar itu oleh pelayan
diselubungi kertas merah sehingga kamar itu ta mpak
kemerahan dan romantis! Dengan jantung berdebar dan
kedua tangan gemetar, Muntari duduk di tepi pembar ingan.
Jantungnya makin berdebar kuat ketika Jaka Salman, tanpa
ma lu-malu, duduk di sa mpingnya.
"Mumun..."
"Ya, kang...?" Muntari me motong kata-kata Jaka Salman.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebelumnya, aku minta maaf kepada-mu kalau a ku akan
me mbuat mu kecewa dan terkejut. Terus terang saja, Mumun,
mustahil kalau kita harus menjadi suami isteri karena..."
"Ehh" Ada apa ini, kang?" Mumun me motong dan kedua
matanya me mandang penuh selidik, alisnya berkerut.
Jaka Salman atau Neneng Salmah me megang kedua
pergelangan tangan gadis itu dan me mbawa tangan itu ke
dadanya. "Karena ini... karena aku juga seorang wanita."
Wajah hitam manis itu ta mpak pucat, mata itu terbelalak
dan seolah kedua tangannya menyentuh bara api, Muntari
menarik kedua tangannya dari dada orang yang me mbuatnya
tergila-gila itu.
"... ahhh...! Kau... kau... kenapa engkau tidak me mberi
tahu sebelumnya...?"
"Maaf, Mumun, aku sedang menya mar, maka aku hendak
menye mbunyikan penyamaranku. Sekarang pun a ku hanya
me mbuka penyamaranku kepadamu seorang, aku tidak ingin
orang lain mengetahuinya."
Sepasang mata Mumun bersinar seperti bara api,
kemarahannya me muncak. "Jahanam kau! Engkau menipuku,
me mper ma inkan dan me mper malukan aku! Se mua orang
sudah mendengar bahwa aku akan men ikah denganmu, tidak
tahunya engkau seorang wanita! Keparat! Engkau me mbuat
aku menjad i bahan ejekan dan tertawaan semua orang!"
Suaranya berubah isak dan Muntari menangis, akan tetapi
dengan air mata bercucuran ia mengamuk mengirim tamparan
keras ke arah muka Jaka Salman. "Pemuda" itu sudah siap
menjaga diri, ma ka dia cepat menge lak. Sa mpai tiga kali
Muntari menyerang, akan tetapi semua serangannya dapat
dielakkan oleh Jaka Salman. Akhirnya sa mbil menangis
Muntari lari, me mbuka pintu dan me lompat keluar.
"Mumun...!" Jaka Salman me manggil, a kan tetapi gadis itu
berlari terus sambil menang is. Jaka Salman terpaksa menanti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam kamar itu, termenung dan menduga-duga apa yang
akan terjadi selanjutnya.
Sementara itu, Muntari berlari ke kamar orang tuanya dan
menggedor pintu kamar yang sudah tertutup itu. Ki Bangak
dan isterinya yang belum tidur dan sedang me mbicarakan
rencana pernikahan anak mereka, terkejut mendengar pintu
digedor dan isak tangis Muntari. Keduanya me mbuka pintu
dan Muntari segera merangkul ibunya sambil menangis
tersedu-sedu. "Aeh, apa yang terjadi, anakku?" Nyai Bangak merangkul
anaknya. "Ada apakah, Mumun?" Akan tetapi Mumun yang
menang is sesenggukan itu tidak dapat menjawab.
Ki Bangak menjadi tidak sabar. "Mumun!" dia me mbentak.
"Hayo ceritakan mengapa engkau menang is!"
Muntari menahan tagisnya lalu menjawab dengan suara
masih terputus-putus disela tangis "Bapak... ibu... dia... dia itu
wanita... yang menyamar pria...hu-hu-hhuuuhh..."
Suami isteri itu terbelalak, terheran-heran, akan tetapi Ki
Bangak segera dapat mengetahui apa yang dima ksudkan
puterinya. "Di mana dia sekarang?" bentaknya. "Di da la m kamarku..."
Mumun menjawab sa mbil mengusap air mata dari kedua
pipinya. "Keparat, biar kuhajar dia!" Ki Bangak lalu berlari keluar,
diikuti Muntari dan ibunya.
Karena daun pintu kamar Muntari sudah terbuka, Ki Bangak
lalu melompat ke dala m dan dia me lihat Jaka Salman duduk di
atas kursi dengan sikap tenang. Akan tetapi ketika melihat
ayah Muntari itu melompat masuk dengan mata melotot dan
muka bengis menyera mkan Jaka Salman segera bangkit
berdiri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Keparat, engkau men ipu p uteriku!" Ki Bangak me mbentak
marah. "Maafkan aku, pa man. Aku tidak menipu, akan tetapi
puterimu yang salah mengenal orang dan ia memaksaku dan
me mbawa ku ke sini." jawab Jaka Salman dengan le mbut.
"He mmm... !" Ki Bangak menerjang ke depan. Jaka Salman
bergerak hendak menge lak kalau-kalau diserang. Akan tetapi
secepat kilat tangan kiri Ki Bangak menya mbar dengan
tamparan kuat sekali ke arah kepala Jaka Salma n. "Pemuda"
itu mengelak ke sa mping, akan tetapi tanpa diduga-duga,
tangan kiri Ki Bangak sudah
mencengkeram ke arah bajunya. "Wuuuttt...
breettt...!!"
Baju di bagian dada Jaka
Salman terkoyak dan tampaklah jelas tanda kewanitaannya pada dadanya. Jaka Salman atau
Neneng Salmah cepat menutupkan bagian
baju yang koyak itu ke dadanya.
"Kubunuh kau, keparat!"
Muntari me mbentak dan ia
sudah mencabut kerisnya
dan menerjang ke arah Neneng Salmah, men usukkan kerisnya
ke arah perut. Neneng Salmah cepat menge lak dan gerakan
ini me mbuat tangannya terpaksa melepaskan baju yang robek
itu sehingga terbuka lagi mene lanjangi dadanya. Serangan
pertama yang luput itu me mbuat Muntari se makin marah dan
ia sudah melompat ke depan hendak menyerang lagi. Akan
tetapi tiba-tiba lengan kirinya dipegang oleh Ki Bangak yang
menarik tangan itu dengan kuat sehingga tubuh Muntari
tertarik ke bela kang dan terhuyung sampa i ke pintu kamar itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bapak...!" Muntari berseru menegur ayahnya dengan
heran. Kiranya Ki Bangak tiba-tiba tertarik kepada Neneng Salmah
setelah melihat tanda kewanitaan gadis itu. "Jangan bunuh ibu
tirimu, Mumun!" kata Ki Bangak sambil menyeringai dan
me me lintir kumisnya yang tebal.
"Ibu tiri...?" Muntari bertanya heran sambil me natap wajah
ayahnya dengan mata terbelalak.
"Ya, ibu tirimu karena ia akan menjad i selirku!" Ki Bangak
me langkah maj u mengha mpiri Neneng Salmah.
"Tida k! Aku tidak sudi menjad i selirmu!" kata Neneng
Salmah, kini menggunakan suaranya sendiri, suara wanita
yang merdu. "Ha-ha-ha, siapa berani menolak kehendak Ki Bangak"
Manis, menyerahlah saja dengan suka rela dan engkau akan
hidup senang di sini sebagai selirku. Itu lebih baik daripada
kalau aku me maksamu dengan kekerasan, bukan" Nah,
katakan siapa na ma mu yang sesungguhnya, manis!" Dia
me langkah maju lagi dan Neneng Salmah mundur menghindar
sampai belakang pahanya tertahan pembaringan seh ingga ia
tidak dapat mundur lag i.
Pada saat kedua lengan Ki Bangak yang panjang dan besar
berotot dan berbulu itu menjulur dan kedua tangannya
hendak menang kap dan merangkul Neneng Salmah, tiba-tiba
terdengar jerit Muntari dan Nyai Bangak.
Ki Bangak terkejut, apalagi ketika melihat wajah Neneng
Salmah berseri dan gadis itu sambil menutupkan bajunya yang
terkoyak berseru girang, "Akang Jat mika"
Ki banga k cepat me mbalikkan tubuhnya dan dia me lihat
betapa Muntari sudah ditelikung tangannya ke belakang tubuh
oleh seorang pe muda dan keris milik gadisnya itu kini berada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di tangan pemuda itu yang menodongkan keris ke leher
Muntari. Nyi Bangak berd in me ma ndang terbelalak ketakutan.
"Ki Bangak, biarkan gadis itu perg i atau terpaksa aku akan
me mbunuh puterimu lebih dulu!" bentak Jatmika dengan
suara menganca m.
"Jangan...! Ah, jangan bunuh anakku...!" Nyai Bangak
menjer it. Ki Bangak marah bukan ma in. Belum pernah ada orang
berani menganca mnya seperti ini. Juga dia merasa penasaran
bagaimana pe muda asing ini berani dan dapat memasu ki
rumahnya seperti ini, padahal perkampungan dan terutama
rumahnya itu terjaga rapat oleh anak buahnya.
"Anak setan!" Dia me maki. "Engkau sudah bosan hidup!" Ki
Bangak lalu menyerang Jatmika dengan pukulan jarak jauh.
Kedua tangang yang besar itu terbuka dan mendorong ke
arah Jatmika. Angin pukulan yang kuat menya mbar ke arah
Jatmika. Pe muda itu cepat menyambut dengan dorongan
tangan kirinya tanpa me mindahkan keris itu dari leher Muntari.
"Wuuuttt... dessss...!!" Dua tenaga sakti bertemu di udara
dan akibatnya, tubuh Ki Bangak yang tinggi besar itu
terjengkang dan terbanting ke atas lantai! Ki Bangak
terengah-engah, dadanya terasa sesak.
"Neneng cepat ke sini!" kata Jatmika. Neneng Salman cepat
berlari mendekati sa mbil me megangi baju yang koyak agar
menutupi dadanya.
Jatmika me ma ndang ke arah Ki Bangak yang mas ih be lum
dapat berdiri, hanya duduk sa mbil me nekan dadanya. "Ka mi
pergi dan anakmu harus mengantar kami sa mpai keluar dari
perkampungan ini. Kalau engkau mengerahkan anak buahmu
mengha langi, akan kubunuh lebih dulu anakmu ini!" Setelah
menge luarkan anca man itu, Jatmika yang kini me nelikung
lengan kanan Muntari ke belakang tubuh, mendorong gadis itu
keluar dari kamar. Neneng Salmah berjalan di sa mping
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Muntari sehingga gadis itu berada di tengah, di antara
mereka. "Jangan bunuh ana kku...!" Nyai Bangak kembali berseru
sambil me ngikuti Jat mika dan Neneng Salmah.
"Ia tidak akan kami ganggu asalkan kami juga t idak
diganggu dan dihalangi kepergian kami!" kata Jatmika dan
sambil terus menodongkan keris ke leher Muntari, Jatmika
menggiring Muntari keluar dari rumah, diikuti oleh Neneng
Salmah. Setibanya di beranda depan, belasan orang berlompatan
dan menghadang di depan, dengan senjata tajam di tangan
dan tampaknya mereka hendak mengeroyok. Akan tetapi
meragu me lihat Muntari ditodong keris.
"Jangan ganggu mereka! Jangan keroyok! Mundur kalian
semua, beri jalan kepada mereka. Se mua mundur...!" Nyai
Bangak menjerit-jerit dan semua orang yang tadinya
mengha lang itu terpaksa mundur dan me mber i jalan kepada
Jatmika dan Neneng Salmah.
Jatmika me mbawa Muntari ke tepi sungai dan mereka
bertiga lalu me masuki sebuah perahu milik gero mbolan itu.
Kepada para anak buah gero mbolan yang mengikuti mereka
dari jarak agak jauh dan kini berdiri di tepi sungai, Jatmika
berseru. "Ka mi akan me mbebaskan gadis ini kalau ternyata kalian
tidak mengejar kami. Kalau kalian mengejar, kami tidak akan
me mbebaskannya!" Lalu dia berkata kepada Neneng Salmah.
"Neneng, pegang keris ini dan kalau ia me lawan, tusuk dan
bunuh saja. Aku akan menge mudikan perahu."
Neneng Salmah menerima keris itu dan sambil duduk di
belakang Muntari, ia menodongkan kerisnya di la mbung kanan
gadis itu. Jatmika segera melepas tali pengikat perahu dan
menggerakkan dayung d i a ir untuk menge mudikan perahu ke
tengah sungai. Dia mendengar suara parau Ki Bangak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me ma ki anak buahnya dan me mbentak mereka agar tidak
me lakukan pengejaran.
Ketika perahu meluncur di tengah sungai, Jatmika
me mandang ke sekeliling dan mendengarkan kalau- kalau ada
yang melakukan pengejaran. Akan tetapi suasana sunyi saja
cuaca remang-re mang diterangi bulan tiga pere mpat.
Neneng Salmah merasa kasihan juga kepada Muntari yang
sejak tadi diam saja dan tampak gadis yang lincah dan galak
itu kini seperti orang gelisah.
"Mumun, kuharap sungguh bahwa pengalaman ini dapat
menjad i pelajaran yang baik untukmu. Ketahuilah, bahwa
caramu me ma ksa seorang pemuda menjad i sua mimu,
bukanlah cara yang baik dan benar dan akhirnya hanya akan
menyusahkan dirimu sendiri. Perjodohan tidak boleh
dipaksakan, harus didorong keinginan kedua pihak yang saling
mencinta. Cinta sepihak, apalagi kalau pihak lain dipa ksa, akan
mendatangkan kegagalan dan kekecewaan. Bayangkan saja
andaikata ada seorang pria me maksamu menjadi isterinya,
padahal engkau tidak cinta kepadanya, apakah engkau akan
dapat menjadi isterinya yang baik" Engkau tentu diam-dia m
akan me mbencinya walaupun secara berterang engkau tidak
berani. Nah, demikian pula kalau engkau me maksa seorang
pria menjadi sua mimu. Dia pasti dia m-dia m me mbencimu dan
hidupmu akan sengsara. Pilihlah seorang pria yang
mencinta mu dan juga kau cinta untuk menjadi sua mimu,
Mumun." Mendengar nasihat Neneng Salmah yang diucapkan dengan
nada bersungguh-sungguh, keluar dari hati yang menaruh iba,
Muntari menang is.
Jatmika berkata, "Nah, engkau sekarang boleh perg i,
Muntari! Loncatlah ke luar dari perahu!"
"Akang Jatmika!" Neneng Salmah berseru. "Pinggirkan dulu
perahunya Agar Mumun dapat mendarat."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He mm, ia pernah me ma ksa aku tercebur di sungai ini.
Kalau sekarang aku minta ia untuk meloncat dengan suka rela,
hal itu masih baik sekali untuknya. Nah, loncatlah keluar!" kata
pula Jatmika yang masih merasa mendongkol atas sikap
Muntari s iang tadi.
"Aku me mang bersalah. Selamat jalan dan maafkan aku!"
kata Muntari dan ia-pun me loncat ke dalam air. Loncatannya
indah dan ketika tubuhnya tiba di air, ia masuk dengan kedua
tangan lebih dulu tanpa mengeluarkan suara.
"Engkau keterlaluan, kang!" cela Neneng Salmah. "Ia bisa
mati tenggela m!" Gadis ini mencari-cari dengan matanya,
mencoba mene mbus cuaca yang remang-re mang itu karena ia
tidak melihat tubuh Muntari muncul lagi setelah gadis itu
terjun ke air. "Ah, Neneng. Apakah engkau tidak me lihat cara ia
me lompat ke dalam air" Begitu lincah seperti ikan! Tidak,
Neneng, ia tidak mungkin tenggelam atau hanyut. Gadis itu
puteri kepala bajak sungai, ingat" Tentu saja ia mahir ber main
dalam air."
"Aku... aku kasihan kepadanya, Kang Jatmika."
Jatmika tertawa. "Itu adalah karena engkau me mang
me miliki budi luhur, Neneng. Aku teringat akan wejangan
mendiang Eyang Tejo Langit. Beliau mengatakan bahwa hanya
orang yang me miliki kasih sayang murni terhadap sesamanya,
dia yang akan dapat merasakan kebahagiaan dala m kehidupan
ini. Aku merasa yakin bahwa engkau adalah seorang yang
telah me mbiarkan hatimu dihuni oleh Kasih murni yang
dimaksudkan itu."
"Ah, engkau bicara tentang kasih sayang murni, Akang
Jatmika. Kalau ada yang murni, tentu ada yang tidak murni
atau palsu, begitukah" Lalu apa perbedaan antara kasih murni
dan kasih palsu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja ada kasih yang tidak murni, Neneng. Sebagian
besar kasih yang didengung-dengungkan oleh kita manusia
dalam kehidupan d i dunia ini, adalah kasih sayang yang tidak
murni itu. kasih sayang nafsu belaka, kasih sayang jual-beli,
kasih sayang yang mengharapkan balas jasa atau imbalan,
kasih sayang berpamrih de mi keuntungan atau kesenangan
diri sendiri. Kasih sayang palsu buatan nafsu ini hanya
merupakan kebalikan saja dari benci, dan timbul tenggela m
silih berganti dengan benci. Mengasihi, akan tetapi minta
imbalan ini dan itu dan biasanya imbalan yang dituntut lebih
besar dan lebih banyak daripada kasih yang diberikan, dan
kalau imbalan itu tidak didapatkan, maka kasih palsu itu
berubah menjadi benci."
"Wah, aku jadi ngeri mendengarnya, kang! Bukankah
banyak cinta kasih murni di dunia ini" Misalnya cinta kasih
antara suami isteri, antara saudara kandung, antara anak dan
orang tua, antara dua orang sahabat."
"Mungkin saja ada, akan tetapi berapa gelintir orang yang
me miliki cinta kasih murni seperti itu" Biasanya, cinta kasih
kita ditujukan kepada diri sendiri, mencinta orang lain hanya
menjad i sarana untuk menyenangkan diri sendiri, berpamrih
untuk me men uhi keinginan diri sendiri. Kita dapat melakukan
penyelidikan kepada diri sendiri, apakah cinta kita itu murni
ataukah tidak. Cinta murni tak pernah padam, dan tidak
mungkin berubah menjad i benci. Andaikata sua mi atau isteri
yang kita cinta itu tidak me men uhi keinginan kita, tidak
menyenangkan bahkan merugikan, me langgar ketentuan yang
kita inginkan, tidak me mba las cinta kita dan sebagainya,
apakah kita akan tetap mencintanya" Ataukah cinta kita itu
berubah menjad i benci" Anda ikata anak, atau orang tua kita
tidak menyenangkan hati kita, mengecewakan, mence markan
nama baik dan berbagai tindakan lain yang tidak kita inginkan
sehingga menyusahkan kita, apakah cinta kita mas ih tetap,
ataukah terganti benci" Kalau seorang sahabat yang sudah
ratusan kali melakukan kebaikan, lalu pada suatu saat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me lakukan satu saja perbuatan yang merugikan, menyusahkan dan tidak menyenangkan hati kita, apakah cinta
kita kepadanya masih tetap" Ataukah berubah menjadi benc i"
Cinta yang berubah menjadi benci bukanlah cinta murni,
me lainkan cinta nafsu, yang dicinta pada ha kekatnya adalah
diri sendiri. Tentu saja ada orang-orang bijaksana yang
hatinya sudah dihuni cinta kasih murni dan orang seperti itu
yang dapat disebut orang bahagia, seorang manusia yang
mengasihi sesa manya tanpa pandang bulu, ikut berduka dan
selalu siap menolong melihat orang lain me nderita, dan ikut
gembira melihat orang lain berge mbira."
"Aduh, kalau begitu cinta kita manusia ini selalu dikotori
oleh nafsu" Lalu baga imana caranya belajar agar kita dapat
me miliki kasih sayang yang murni?"
"Manusia hidup di dunia bergelimang dosa, Neneng. Akan
tetapi ada agama yang mengajarkan bagaimana agar kita
dapat hidup secara baik dan benar. Semua agama menuntun
kita ke arah kebenaran dan kebajikan asal kita benar-benar
me matuhi ajarannya. Tentu saja sebaik-baiknya manusia
masih ada cacat celanya. Yang Maha Baik, Maha Benar, dan
Maha Kasih itu hanyalah Gusti Allah. Kasih suci murni
hanyalah Gusti Allah yang Maha Kasih, tanpa pamrih dan
berkahnya melimpah ruah kepada semua mahluk ciptaanNya.
Sinar matahari itu menghidupkan dan dinikmati siapa saja dan
apa saja. Pendeta maupun penjahat, si kaya maupun si
miskin, si pintar maupun si bodoh, menikmati s inar matahari
yang sama. Bunga mawar yang semerbak, dicium oleh raja
maupun penge mis, oleh pendeta maupun penjahat, tetap
harum. Itulah Kasih sejati, Kasih murni, Kasih Illahi!"
"Akan tetapi Akang Jatmika, mungkinkah bagi manusia
untuk me miliki kasih seperti itu" Bagaimana me mpelajarinya?"
"Kasih bukan ilmu yang dapat dipe lajari, bukan has il a kal
pikiran, me lainkan rasa perasaan dari hati yang paling dalam.
Yang dapat dipelajari dan dilatih hanya kasih nafsu tadi. Cara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk me milikinya juga tidak mungkin dilakukan manusia.
Kasih suci murni merupakan anugerah Gusti Allah, karena
hanya Dia saja yang mampu me mber i. Manusia hanya dapat
menerima dengan kepasrahan, pasrah menyerah kepada Gusti
Allah dengan sepenuh jiwa, dengan sabar tawakal dan ikhlas,
siap menerima apa saja yang ditentukan Gusti Allah dengan
puji sukur dan terima kasih," ba ik yang kita terima itu
menyenangkan ma upun menyusahkan!"
"Tapi mungkinkah itu bagi manusia untuk menerimanya?"
"Mengapa tidak" Bagi Gusti A l ah, tidak ada hal yang tidak
mungkin! Kalau Gusti Allah mengijinkan, menganugerah i kita
dengan Roh Ulah i, Roh Kudus yang berse mayam dalam hati
sanubari kita, maka dengan send irinya kasih murni sejati itu
akan berada dalam hati kita."
"Tandanya kalau Kasih itu ada bagaimana kang?"
"Tandanya" Tidak ada lagi pamrih untuk si-aku, adanya
hanya rasa belas kasihan melihat orang lain menderita,
me mbe la keadilan, sabar, tidak iri, tidak mendendam, rendah
hati dan condong me mbahagiakan orang lain. Semua
perasaan sebagai buah dari pohon Kasih ini timbul dari dalam,
dengan sendirinya, tanpa pamrih untuk si-aku, digerakkan
oleh kasih Ulahi."
"Se moga Gusti Allah menganugerahi kita dengan kasih
seperti itu, Kang Jatmika."
"Kita hanya manusia biasa, Neneng. Kita hanya dapat
berdoa dan mohon bim-binganNya, menyerahkan jiwa raga
kita ke dalam kekuasaanNya. Semoga Tuhan dapat
menga mpuni se mua ke le mahan dan dosa kita dan menyalakan
Api Kasih itu dalam hati kita."
"Amin-a min-a min!" kata Neneng Salmah dan hatinya
menjad i semakin kagum kepada pemuda itu. Ia melihat
betapa Jatmika me miliki kebijaksanaan, mengingatkan ia akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lindu Aji yang pernah dicintanya dan sampai sekarang masih
dicintanya walaupun kini sebagai kakak angkatnya.
Beberapa hari kemudian mereka tiba di Dermayu. Mereka
mendarat dan Neneng Salmah me mbeli pengganti bajunya
yang robek. Perahu rampasan itu mereka berikan kepada
seorang kakek ne layan yang mis kin dan belum me mpunyai
perahu. Tentu saja kakek nelayan itu merasa berbahagia
sekali dan berulang-ulang mengucapkan terima kasih kepada
Jatmika dan Jaka Salman. Melihat wajah kakek yang berseriseri, mulutnya yang tersenyum lebar seh ingga ta mpak
mulutnya yang ompong, dan melihat betapa kedua mata tua
itu basah dan dua tetes air mata menggantung di bulu mata,
Jatmika dan Jaka Salman merasa terharu sekali. Dia m-dia m
mereka merasakan suatu kebahagiaan yang mendalam dan
semakin yakinlah hati nurani mere ka bahwa perbuatan apapun
berdasarkan kasih mendatangkan kebahagiaan besar dalam
hati. *o*dw*o* Kita tinggalkan dulu Jat mika dan Neneng Salmah yang
menya mar sebagai Jaka Sa lman dan kita ikuti perja lanan Lindu
Aji dan Sulastri.
Dapat dibayangkan betapa bahagia rasa hati Lindu Aji dan
Sulastri. Dua orang ini sejak pertemuan pertama dahulu telah
saling jatuh cinta. Walaupun keduanya tidak pernah saling
menyatakan cinta, namun dari pandang mata, suara dan sikap
mereka, keduanya merasa betapa mereka saling mencinta.
Kemudian hubungan kasih itu berubah karena Sulastri
menga la mi kecelakaan sehingga ia kehilangan ingatan, lupa
kepada Lindu Aji dan mengira bahwa ia mencinta Jatmika,
sungguhpun cintanya kepada Jatmika itu cinta seorang adik
seperguruan terhadap kakaknya. Kemudian setelah Sulastri
sembuh, pulih lag i ingatannya dan ia teringat akan cintanya
kepada Lindu Aji, ia menyangka bahwa Lindu Aj i mencinta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Neneng Salmah yang terang-terangan mengaku bahwa ia
mencinta pemuda itu. Di lain piha k, Lindu Aji juga mengira
bahwa Sulastri kini mencinta Jatmika. Keduanya saling
menga lah, saling berkorban. Sulastri mere lakan Lindu Aji
berjodoh dengan Neneng Salmah dan sebaliknya Lindu Aji
juga merelakan Sulastri berjodoh dengan Jatmika! Keduanya


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya ingin me lihat orang yang dicinta itu hidup berbahagia
dan rela menanggung pedih hati karena harus berp isah dari
orang yang dicinta.
Akan tetapi sekarang mereka saling bertemu kembali.
Bukan hanya bertemu orangnya, melainkan juga bertemu dan
bertaut kembali perasaan hati mereka. Mereka merasa
berbahagia karena ternyata keduanya tidak mau berjodoh
dengan orang la in, keduanya tidak mencinta orang lain.
Dengan hati penuh kebahagiaan, Lindu Aji dan Sulastri
me lakukan perja lanan bersama menuju ke Gampingan,
kampung ha la man Lindu Aj i di Pegunungan Kidul untuk,
menghadap Nyi Warsiye m, ibu kandung Lindu Aji. Nyi
Warsiyem yang telah men jadi janda itu t inggal bersama
seorang janda lain berna ma Nyi Ju minten yang mondok di
rumah itu bersama dua orang anaknya, yaitu seorang anak
laki-laki yang berusia sepuluh tahun berna ma Priyadi, dan
seorang anak perempuan berusia delapan tahun bernama
Wulandari. Biarpun Nyi Warsiyem sudah berusia empat puluh
tahun dan Nyi Juminten berus ia tiga puluh tiga tahun, na mun
kedua orang janda ini mas ih ta mpak cantik, ayu man is merak
ati sehingga banyak sudah pria dari dusun Gam-pingan dan
dusun-dusun lain di sekitarnya, mengajukan pinangan. Namun
dengan halus dua orang janda itu meno lak semua pinangan.
Mereka sudah merasa hidup tenang dan tenteram di rumah
itu sebagai janda. Setiap hari berjualan d i warung makan dan
cukup sibuk karena warung itu lar is. Dan dua orang anak dari
Nyi Juminten itu, Priyadi dan Wulandari, juga merupakan
anak-anak yang baik dan penurut sehingga dua orang anak ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjad i hiburan, bukan saja bagi ibu kandung mereka, akan
tetapi juga bagi Nyi Warsiyem yang menganggap mereka
berdua seperti keponakan send iri.
Pada suatu siang, ketika warung Nyi Warsiyem menjadi
sepi setelah semua orang yang makan s iang di situ sudah
men inggalkan warung, Nyi Warsiyem dan Nyi Juminten duduk
santai di atas bangku warung. Mereka istirahat setelah tadi
lelah melavani banyak langganan yang makan siang di situ.
Priyadi dan Wulandari ber main di luar warung bersa ma anakanak dusun da mpingan itu.
Terdengar bunyi derap kaki beberapa ekor kuda
mendatangi ke arah warung itu dan berhenti tak jauh dari
warung. Dua orang janda itu tidak me mperhatikan dan masih
duduk sa mbil me mbungkus bothok yang akan segera dikukus.
Bothok yang dibuat dari parutan kelapa, biji kemlanding, ikan
teri dan bumbu-bumbu itu amat disuka oleh para langganan.
Dibungkus daun pisang.
Priyadi berlari masuk "Bu, ibu ada orang mencari ibu!" kata
anak itu kepada ibunya, Nyi Juminten.
"Eh, siapa yang mencari aku?" tanya Nyi Juminten tanpa
menghentikan pe kerjaannya me mbungkus bothok. la mengira
tentu seorang di antara tetangga yang mencarinya. Selama
tiga tahun leb ih t inggal di rumah Nyi Warsiye m yang sudah
menganggap ia seperti adik sendiri, Nyi Juminten hidup
tenang dan cukup bahagia. Kedua anaknya sehat-sehat, ia
dapat me mbantu Nyi Warsiye m di warung dan pergaulannya
dengan para tetangga di dusun Gampingan itupun akrab.
Maka, ia tidak heran mendengar laporan anaknya bahwa ada
yang mencarinya.
"Entah siapa, ibu. Dia datang naik kuda bersama dua orang
lain dan melihat pakaiannya, dia seorang priyayi!" kata pula
Priyadi yang agaknya bangga kepada teman-temannya bahwa
ibunya dicari seorang priyayi!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyi Ju minten terbelala k heran. Juga Nyi Warsiye m
menghentikan kesibukan tangannya dan memandang anak itu.
"Priyayi?" tanya Nyi Warsiyem. "Bagaimana engkau tahu
bahwa dia mencar i ibumu, Priyadi?"
"Budhe (uwa), orang itu menanyakan rumah Ju minten.
Bukankah di s ini hanya ada ibuku yang bernama Ju minten?"
kata Priyadi. Pada saat itu, tiga orang laki-la ki muncul di pintu warung.
"Kulonuwun (permis i).. .!" kata laki-laki yang berada di
depan. Nyi Warsiyem dan Nyi Juminten bangkit berdiri dan
me mandang ke arah tiga orang itu. Yang ber-kulonuwun dan
berada di depan tadi adalah seorang laki-laki berusia kurang
lebih e mpat puluh lima tahun, bertubuh jangkung kurus,
berkumis tipis dan wajahnya cukup ta mpan dengan mata
bersinar tajam. Pakaiannya jelas menunjukkan bahwa dia
seorang priyayi (bangsawan) yang kaya. Di belakangnya
berjalan dua orang laki-laki yang tinggi besar dan wajah
mereka sera m dan galak, usia mereka kurang lebih e mpat
puluh tahun dan melihat pakaian mereka yang tidak seindah
pakaian la ki-laki pertama, sikap mereka, dan golok mereka
yang tergantung di pinggang, mudah diduga bahwa mereka
tentulah pembantu atau pengawa l pria pertama.
"Monggo.. .!" kata Nyi Warsiyem. "Silakan duduk, denmas.
Apakah andika bertiga hendak makan?" Sa mbutan seperti ini
sudah biasa ia ucapkan pada para k ta mu yang hendak jajan
di warungnya. Akan tetapi priyayi itu tidak menjawab. Dia me mandang
kepada Nyi Ju minten, lalu wajahnya menjadi berseri dan dia
berseru girang, "Juminten! Ah, akhirnya aku dapat juga
mene mukanmu! Sudah tiga tahun lebih aku mer indukanmu,
mencarimu tanpa hasil. Kiranya engkau berada di sini! Walahwalah, engkau sema kin denok saja, Juminten. Lihat, kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pipimu merah seperti kembang mawar, tubuhmu montok
segar. Tentu engkau senang tinggal di sini! Akan tetapi
sayang, engkau tetap miskin!"
Muka Ju minten kemerahan, akan tetapi sinar matanya
me mbayangkan ketakutan. Kedua tangan yang masih
me megang bungkusan bothok yang belum ditusuk lidi itu
menggigil sehingga bungkusan itu terlepas dan is inya
berserakan di lantai. Melihat sikap Ju minten, Nyi Warsiyem
mende kati seolah melindunginya dan matanya ditujukan
kepada laki-laki berpa kaian mewah itu.
"Oh, Raden Kuncoro! Silakan duduk, den. Paduka hendak
dhahar (ma kan) nasi apa?" Biarpun Nyi Ju minten me ma ksa
agar suaranya terdengar ramah dan tenang, namun tetap saja
Nyi Warsiyem dapat mendengar betapa suara adik angkatnya
itu tidak seperti biasa, agak gemetar. Dan iapun teringat akan
cerita Nyi Juminten bahwa wanita dan dua orang anaknya itu
menjad i janda karena suaminya yang perajurit Mataram gugur
dalam perang. Setengah tahun kemudian ia terpaksa
me larikan diri dari kota raja karena hendak diambil menjadi
selir oleh seorang priyayi bernama Raden Kuncoro! Kiranya ini
laki-laki itu! Pantas Nyi Juminten menjad i begitu gugup dan
ketakutan. Pria itu tertawa ketika mendengar ucapan Nyi Ju minten.
"Hendak makan apa" Ha-ha, Juminten..., Juminten! Benarkah
engkau tidak tahu" Kalau disuruh pilih di antara semua
makanan di dunia ini, aku me milih ma kan... engkau!" Pria itu
tertawa lagi setelah mengeluarkan ucapan men ggoda itu.
Wajah Nyi Ju minten men jadi se makin merah. "Ah, raden,
jangan begitu!" tegurnya sambil me nundukkan mukanya,
ketakutan. "Ha-ha-ha, aku hanya main-ma in, Minten! Oya, engkau
menjual nasi apa saja disini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nasi pecel, nasi sambal tu mpang, sambal goreng, goreng
ayam..." "Beri kami tiga nasi pece l dan keluar kan goreng aya m dan
semua lauk yang ada. Minumnya kopi!"
"Baik, raden." kata Nyi Juminten idan bersa ma Nyi
Warsiyem ia lalu me mpersiapkan pesanan makanan itu. Nyi
Juminten selalu menundukkan muka dengan ge lisah. Nyi
Warsiyem berbisik kepadanya.
"Itukah yang dulu henda k menjad ikan engkau selirnya?"
Juminten berbisik kemba li. "Betul, mba kayu. Tolong engkau
saja yang menghidangkan."
"Baik," kata Nyi Warsiyem, maklum bahwa Nyi Ju minten
tentu segan dan takut mendekati pria itu.
Akan tetapi ketika pesanan itu sudah tersedia dan Nyi
Warsiyem menge luarkan hidangan itu ke meja mere ka, pria itu
mengerutkan a lisnya dan berkata. "Ah, tidak! Aku tidak mau
kalau bukan Ju minten yang menghidangkan makanan ini.
Bawa kemba li ke sana
dan suruh Juminten
yang mengantarkan ke s ini!"
Melihat dua orang tinggi besar itu melotot kepadanya, Nyi
Warsiyem terpaksa me mbawa kembali ba ki terisi ma kanan dan
minuman itu ke dalam warung.
"Bagaimana ini, Ju m" Dia menghendaki engkau yang
me layani." bisik Warsiyem. Ju minten menundukkan mukanya
dan menggeleng kepala. Keadaan menjadi menegangkan. Dua
orang wanita itu selain tegang juga mulai merasa gelisah
karena agaknya Raden Kuncoro itu hendak memaksakan
kehendaknya dan tidak ber ma ksud baik dengan kedatangannya di warung itu.
Dala m suasana yang menegang kan itu, tiba-tiba terdengar
suara Priyadi dan Wulandari bersorak gembira. "Bu-dhe! Ibu!
Kakang Aji pulang! Hore! Ka kang Aji pulang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang janda itu merasa begitu lega dan plong hati
mereka sehingga wajah mereka seketika berseri dan keduanya
saling pandang sa mbil tersenyum. Mereka me lihat Lindu Aji
bersama seorang gadis cantik jelita me masuki warung, diikuti
Priyadi dan Wulandari yang ber loncat-loncatan gembira.
"Ibu! Bulik (Bibi) Ju minten!" Lindu Aji berseru ge mbira
sambil me masuki warung.
"Aji...! Syukur engkau datang...!" seru Juminten ge mbira
karena setelah pemuda ini muncul, rasa takutnya terhadap
Raden Kuncoro lenyap.
"Aji engkau sudah pulang" Dan ini..." Warsiyem
me mandang kepada Sulastri.
"Ibu inilah Sulastri!"
Warsiyem terbelalak, lalu me ngembangkan lengannya dan
berseru, "Ah... nak Sulastri..., andika ayu...!"
Sulastri maju menyembah. "Ibu.. ."
Warsiyem merangkulnya dan menciumi pipi gadis itu yang
ia tahu telah menjadi pilihan hati puteranya itu, gadis yang
menjad i calon mantunya!
"Juminten, ke sinilah engkau!" tiba-tiba terdengar suara
lantang. Juminten terkejut me mandang kepada Raden Kuncoro yang me manggilnya. Lindu Aji juga menengo k dan
ibunya berbisik.
"Aji, orang itu hendak me maksa Ju minten menjadi
selirnya."
Aji me mandang kepada Ju minten. "Dan bibi setuju?"
tanyanya. Juminten menggeleng kepala kuat-kuat.
"Juminten apakah engkau tidak me ndengar panggilanku?"
kembali Raden Kuncoro berseru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah yakin bahwa Ju minten tidak mau men jadi se lir
orang itu, Lindu Aji lalu melangkah, mengha mpiri Raden
Kuncoro dan dua orang pengikutnya.
Raden Kuncoro me mandang wajah Lindu
Aji dengan sinar mata
tajam berwibawa, lalu
bertanya dengan alis berkerut. "Andika ini siapa" Dan mau apa
mengha mpiri ka mi?"
Lindu Aji tetap sabar
dan tenang. "Na maku Lindu Aji dan
saya anak pemilik warung
ini. Saya hanya mau
me mber itahu kepada andika bahwa s ikap andika me merintah Bu-lik Ju minten
seperti itu tidak pada te mpatnya. Harap diingat bahwa andika
ini tamu dan seyogianya bersikap sopan terhadap pe milik
rumah, apalagi kalau andika menjadi tamu wanita-wanita yang
patut dihormat ."
"Aha, kiranya andika ini bukan pe muda dusun biasa.
Agaknya memiliki pengertian yang cukup mendalam. Kalau
begitu duduklah dan kita bicara baik-baik agar andika
mengerti duduknya persoalan."
Mendengar ucapan itu, rasa penakaran dalam hati Lindu Aji
mereda karena dari ucapannya, orang berpakaian bangsawan
ini agaknya bukan orang yang suka
men gandalkan kebangsawanannya seperti para bangsawan lain. Maka diapun
menga mbil te mpat duduk berhadapan dengan Raden Kuncoro,
terhalang meja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lindu Aji, per kenalkan, aku adalah Raden Kuncoro dari
kota raja dan aku sudah mengenal Ju minten seja k ia masih
tinggal di kota raja dulu." Orang itu memper kenalkan diri.
"Dan mereka ini adalah dua orang pengawalku."
"Saya pernah mendengar cer ita Bu-lik Ju minten bahwa ia
dan dua orang anaknya me larikan diri dar i kota raja karena
andika henda k me maksanya menjadi selir andika." kata Lindu
Aji terus terang dan langsung saja ke persoalannya. Warsiyem
dan Juminten me mandang dengan sinar mata gelisah. Akan


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi Sulastri tersenyum dan berkata kepada mere ka.
"Harap ibu dan Bibi Juminten tenang saja. Mas Aji tentu
akan dapat mengatasi dan membereskan persoalan ini." la lalu
mengajak dua orang wanita itu duduk di atas bangku panjang.
Ia sendiri tetap berdiri dan memandang ke arah tiga orang
tamu yang duduk di ruangan ta mu, di depan warung.
Mendengar ucapan Lindu Aji, Raden Kuncoro tersenyum
lebar. "Ah, orang muda. Andika t idak tahu dan Ju minten juga
salah paham akan maksudku yang baik. Ketahuilah, aku
telah mengenal mendiang sua minya yang gugur di medan
perang, gugur sebagai seorang satria yang me mbela Mataram.
Aku merasa kasihan sekali kepada Juminten yang menjadi
janda dalam usia muda dan ia harus m mengurus dua orang
anaknya. Mengingat akan jasa mendiang sua minya terhadap
negara, juga karena merasa kasihan kepadanya, maka aku
hendak mengangkat derajatnya sebagai selirku, la akan h idup
makmur, berkecukupan, terhormat dan kedua orang anaknya
mendapatkan pend idikan sebagaimana mestinya. Hal itu akan
jauh lebih baik bagi Ju minten dan anak-anaknya, daripada
hidup di dusun ini, serba kekurangan dan sebagai seorang
janda muda tentu ia menghadap i banyak godaan dan
cemoohan orang, bukan?"
Mendengar ucapan yang enak didengar itu, Lindu Aji
mengangguk-angguk. Dia tidak me lihat keburukan dalam
ucapan Raden Kuncoro itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Se mua kata-kata andika itu tak dapat dibantah lagi
me mang benar, Raden Kuncoro. Akan tetapi andika
me lupakan satu ha l yang terpenting, yaitu bahwa Bu-lik
Juminten bukanlah sepotong benda atau seekor hewan yang
dapat diatur begitu saja menurut kehendak andika, betapapun
baiknya kehendak itu. Ia adalah seorang manusia yang
me mpunyai perasaan hati sendiri. Oleh karena itu, andika
tidak boleh me maksa ia melakukan sesuatu di luar kehendak
perasaan hatinya. 'Maka, agar kita se mua menjad i jelas dan
yakin akan duduknya persoalan, sebaiknya kita tanyakan
pendapat Bu-lik Ju minten. Bu-lik, bagaimana dengan pendapat
Bu-lik" Bu-lik sudah mendengar se mua ucapan Raden
Kuncoro, sekarang bu-lik send iri yang harus menga mbil
keputusan. Maukah bu-lik dia mbil se lir oleh Raden Kuncoro?"
"Tida k, aku t idak mau! " jawab Ju minten dengan suara
nyaring dan tegas.
"Nah, sekarang persoalannya jelas. Bu-lik Ju minten tidak
mau menjad i selir andika, Raden Kuncoro. Oleh karena itu,
saya harap andika bijaksana dan tidak melakukan paksaan,
karena paksaan hanya dilakukan oleh orang yang hadigang
hadigung hadiguna, yang mengandalkan kekuasaan, harta
benda, dan kedudukan untuk me ma ksakan kehendaknya
kepada orang kecil!"
Wajah Raden Kuncoro me njadi merah pada m. "Akan
tetapi...aku sangat cinta kepada Juminten, aku ingin
me mbahag iakan ia dan ana k-anaknya. Apakah itu salah?"
"Raden Kuncoro, mencinta adalah hak setiap orang. Kita
boleh merasa jatuh cinta kepada siapapun juga, hal itu tidak
merugikan siapa-siapa kecuali diri send iri. Akan tetapi untuk
dapat terlaksana perjodohan, haruslah ada cinta kedua pihak,
harus terlaksana dengan suka rela. Kalau andika saja yang
mencinta Bu-lik Ju minten, akan tetapi ia tidak mencinta
andika, tidak mau menjadi selir andika lalu andika hendak
me ma ksanya, maka itu merupakan perkosaan dan suatu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tindak kejahatan. Kalau anda hendak me maksa Bu-lik
Juminten, terpaksa saya yang akan menentang andika!"
"Raden, kenapa melayani bocah ini" Biar kami me labraknya!" Dua orang pengawal tinggi besar itu bangkit
dan mencabut golok besar mereka dengan wajah bengis dan
sikap menganca m.
Tiba-tiba dengan bentakan nyaring. "Tunggu!"
Sulastri telah melompat dekat Lindu Aji dan sa mbil
menudingkan telunjuknya ke arah dua orang tinggi besar itu ia
berkata, "Hei, kalau kalian me ma ng jagoan, jangan bikin ribut
dalam warung. Mari keluar dan kalian berdua lawanlah aku!"
Setelah berkata demikian Sulastri lalu me langkah keluar
warung. Melihat s ikap dan mendengar ucapan gadis itu, Nyi
Warsiyem dan Nyi Ju minten terbelalak keheranan. Mereka
sudah mendengar dar i Lindu Aji bahwa gadis yang dikasihi
Lindu Aji itu seorang wanita yang digdaya, akan tetapi mereka
tidak dapat me mbayangkan betapa gadis cantik jelita dan
halus semuda itu berani menantang dua orang laki-laki tinggi
besar yang menyeramkan itu. Dan te mpat mereka duduk
dalam warung mereka dapat melihat apa yang terjadi di luar
warung. Lindu Aji tampa k tenang saja dan ketika dua orang
pengawal Raden Kuncoro berlar i keluar men gejar Sulastri yang
menantang mereka, dia hanya pergi ke pintu dan menonton
dari situ. Raden Kuncoro hanya berdiri saja dan menonton
dari dalam, akan tetapi wajahnya membayangkan keheranan
dan juga kekaguman melihat gadis cantik yang masih a mat
muda itu berani menantang dua orang pengawalnya yang dia
tahu me miliki aji kanuragan yang cukup tangguh.
"Hei, Jagal dan Bendot, jangan bunuh dan jangan lukai
gadis itu!" teriak Raden Kuncoro dan teriakan ini saja
me mbuat Lindu Aji maklum bahwa biarpun tergila-g ila kepada
janda Juminten itu dan kenekatannya untuk menga mbilnya
sabagai selir dengan me maksa merupakan prilaku yang amat
buruk, namun priyayi ini bukan orang kejam. Dia tidak perlu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mper ingatkan Sulastri karena gadis itu, biarpun berwatak
keras, namun juga bukan orang yang mudah me mbunuh atau
mence lakai orang.
Dua orang jagoan itu kini sudah berhadapan dengan
Sulastri dan mere ka berdua saling pandang, .kemudian
me mandang kepada gadis itu dengan mulut menyeringai.
Mereka tadi mendengar pesan maj ikan mereka. Tentu saja
mereka t idak ingin me mbunuh gadis cantik yang masih muda
itu. Mereka bukan pembunuh, me lainkan pengawal untuk
me layani dan menjaga
Raden Kuncoro, sungguhpun
sebenarnya priyayi itu tidak per lu dijaga karena jauh lebih
digdaya dibandingkan mere ka.
"Anak manis, tidak salahkah pendengaran kami" Engkau
menantang ka mi berdua?" tanya Jagal yang mukanya hita m.
"Ya, karena tadi kalian menganca m hendak me labrak Mas
Aji. Kalau kalian me mang jagoan, hayo labrak aku kalau
ma mpu! " kata Sulastri.
"Aduh, bagaimana mungkin kami harus melawan seorang
bocah man is seperti engkau?" kata
Bandot sa mbil menyarungkan kembali goloknya dan hal ini diikut i oleh Jagal.
"Baru melawan aku seorang saja, aku dapat mengalahkan
engkau hanya dengan sebelah tangan ini!"
Dia me mperlihatkan dan menga mangkan tangannya yang
besar dan kuat sambil menyeringai lebar sehingga mukanya
yang cacat bopeng itu ta mpak menyeramkan.
"Ha-ha-ha!" Jagal tertawa. "Dan engkau boleh me mukul
aku dengan tanganmu yang lunak seperti agar-agar itu, tentu
enak seperti dipijati!"
Sulastri yang pada dasarnya a mat tidak suka me lihat
kesombongan, menjad i panas hatinya mendengar dua orang
itu me mandang rendah dan mentertawakannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Coba rasakan tangan agar-agarku ini!" Kedua tangannya
bergerak ke depan, cepat seperti tatit. Dua orang itu terkejut,
akan tetapi gerakan mereka untuk menangkis atau mengelak
kalah cepat oleh sambaran kedua tangan dara perkasa itu.
"Plak! Pla k!" Dua orang itu mengaduh dan terhuyung ke
belakang, lalu me ludahkan gigi yang copot disertai darah.
Seketika pipi mereka bengkak me mbiru terkena tamparan
yang membuat gigi mereka di samping copot! Jagal dan
Bendot marah sekali. Mereka mencabut golok mereka dan siap
menyerang. "Lastri, jangan...!" Lindu Aji sudah melompat ke dekat gadis
itu untuk mencegah Sulastri menurunkan tangan yang lebih
berat lagi. "Simpan golok
kalian!" terdengar
Raden Kuncoro me mbentak dan diapun sudah melompat dekat dua orang
pengawalnya. Dua orang itu menyimpan lag i golok mereka
dan melangkah mundur, men utupi pipi yang bengkak dengan
tangan sambil meringis menahan rasa nyeri.
Raden Kuncoro me mandang kepada Sulastri dan Lindu
Aji dan mengangguk-angguk penuh kagum. "Hebat, di dusun
sepi seperti ini terdapat sepasang orang muda yang sakti
mandraguna! Pantas saja Juminten berani menolak maksud
baikku, tidak tahunya me mpunyai sanak keluarga yang boleh
diandalkan."
"Ke mbali penila ian dan pendapat andika keliru, Raden
Kuncoro. Bulik Ju minten bukan se mata- mata menolak karena
me mpunyai andalan, melainkan tidak dapat menerima maksud
baik andika karena tidak mau menjadi se lirmu, karena ia tidak
mencinta mu. Karena itu sadarlah, Raden, dan jangan
me lakukan t indakan ma ksiat me maksa wanita yang tidak mau
untuk menjadi selirmu. Sebagai seorang priyayi dari kota raja,
kiranya andika tentu menyadari bahwa Gusti Sultan Agung
sendiri tidak a kan suka melihat perbuatan maksiat itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Kuncoro mengerutkan alisnya. "Lindu Aji, kini
engkau bersikap lancang. Apa yang diandalkan pe muda
sepertimu ini, berani me mbawa-bawa nama Gusti Sultan
Agung dalam urusan ini" Sombong sekali kau!"
Sebelum Lindu Aji menjawab, Sulastri sudah me langkah
maju dan ia yang menjawab dengan suara lantang dan tegas.
"Raden Kuncoro, andika yang so mbong, bukan kami! Dari
sikap mu yang tidak mengenal Ka kangmas Lindu Aji saja sudah
dapat diketahui bahwa andika bukan orang yang ikut me mbela
Mataram ketika melawan Kumpeni Belanda! Andika pasti
bukan seorang priyayi yang setia membela Mataram.
Dengarlah baik-ba ik. Kakangmas Lindu Aji ini pernah
menerima keris pusaka Kyai Nagawelang dar i Gusti Sultan
Agung dan maju di garis depan bersama aku ketika Mataram
W berperang menyerbu Batavia! Andika tidak men genal kami,
terutama Kakangmas Lindu Aji, itu me mbuktikan bahwa ketika
terjadi perang melawan Kumpeni Belanda, andika hanya enakenak mengumbar kesenangan sendiri dalam gedung andika!"
Lindu Aji menyentuh lengan gadis itu agar Sulastri tidak
me lanjutkan ucapan yang mengandung pameran untuk diri
mereka. Akan tetapi mendengar itu wajah Raden Kuncoro berubah
pucat, kemudian menjad i merah. Dia terkejut dan juga ma lu.
"Bagaimana aku dapat percaya?" kata Raden Kuncoro ragu.
Penampilan Lindu Aji de mikian sederhana dan dia masih
begitu muda, rasanya tidak mungkin me nerima keris pusaka
tanda kepercayaan dan kekuasaan yang dianugerahkan oleh
Sang Prabu itu. "Coba perlihatkan kepadaku Kyai Nagawelang
itu!" Lindu Aj i menjawab tenang. "Raden Kuncoro, setelah
perang selesai, saya mengembalikan Kyai Nagawelang kepada
Gusti Sultan Agung karena saya tidak ingin menjadi ponggawa
kerajaan, saya ingin menjadi rakyat biasa saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He mm, bagaimana aku dapat percaya keteranganmu itu
tanpa ada buktinya" Sekarang begini saja. Seorang yang
menerima Kyai Nagawelang dari Gusti Sultan, syaratnya harus
me miliki kesaktian yang tinggi dan harus pula berjasa
terhadap Mataram. Nah, sekarang katakan jasa apa yang telah
kaulakukan terhadap Mataram maka engkau menerima
sebatang keris pusaka Kyai Nagawelang?"
"Sebetulnya itu bukan jasa besar, melainkan hanya
merupakan tugas kewajiban saya. Ketika itu saya melihat
Gusti Puteri Wandansari dikeroyok oleh Wiku Menak Koncar
dan kawan-kawannya. Aku me mbantu sang puteri sehingga
terlepas dari bencana. Nah, Gusti Puteri mengajak saya
menghadap Gusti Sultan Agung dan saya menerima Kyai
Nagawelang itu."
Raden Kuncoro mengangguk-angguk.
Dia pernah mendengar akan hal itu, hanya tidak mengira bahwa penolong
sang puteri itu adalah pemuda yang berada di depannya ini.
"He mm, ceritamu mungkin benar, akan tetapi hal itu tidak
dapat dibuktikan kecuali kalau aku mendengar sendiri dari
Gusti Puteri Wandansari. Aku ingin me lihat buktinya dan kalau
engkau dapat me mbuktikan dengan kesaktian mu."
Lindu Aji me ngerutkan alisnya. "Maksudmu bagaimana,
Raden Kuncoro?"
"Kalau engkau ma mpu menahan pukulan tenaga saktiku,
baru aku percaya kepada mu, Lindu Aj i!"
"Nanti dulu, Raden. Kalau andika sudah percaya, lalu
bagaimana" Engkau berjanji untuk meninggalkan Bu-lik
Juminten dan tidak akan mengganggunya lagi, tidak akan
me ma ksanya untuk menjad i selirmu?"
Raden Kuncoro menghela napas panjang dan berkata,
"Baiklah, Lindu Aji. Kalau engkau ma mpu menahan pukulan ku,
aku percaya kepadamu dan a ku bersu mpah t idak akan
mende kati Juminten lagi. Akan tetapi kalau engkau tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ma mpu menahan pukulanku, engkau jangan menca mpuri
urusanku dengan Juminten."
"Baik, raden. Nah, sekarang lakukanlah pukulan mu itu!"
kata Lindu Aji.
Raden Kuncoro menekuk sedikit kedua lututnya sehingga
tubuhnya agak merendah, kemudian dia me mbuat gerakan


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

silang tiga kali dengan kedua lengannya, lalu mendorongkan
kedua telapak tangannya ke arah Lindu Aji sambil
menge luarkan bentakan lantang.
"Aji Klabangkolo!!"
Lindu Aji ma klum bahwa lawannya menyerangnya dengan
pukulan jarak jauh yang cukup dahsyat, maka diapun
menya mbut pukulan itu dengan pengerahan tenaga Aji Surya
Candra yang dia pergunakan untuk me lindungi diri saja,
bukan untuk menyerang balik.
"Wuuuttt...,
desss...!!"
Raden Kuncoro terlempar ke belakang.
Tenaga pukulannya yang amat kuat itu.
seolah me mbentur dinding baja dan me mba lik sehingga tubuhnya terlempar ke
belakang, terjengkang dan roboh telentang!
Lindu Aji maj u mengha mpiri dan men julurkan tangan,
me mbantu Raden Kuncoro bangkit berdiri.
"Maaf, Raden. Andika tidak terluka, bukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Kuncoro menghirup napas panjang dan menggeleng
kepala. "Hebat, andika sungguh hebat dan pantas pernah
dianugerahi Kyai Nagawelang. Sekarang aku percaya, Lindu
Aji, dan aku juga menyadari kesalahanku. Juminten dan dua
orang anaknya, walaupun tidak hidup mewah, ta mpak
berbahagia hidup di desa ini. Biarlah, aku akan berusaha
sekuatku untuk mengubur rasa cintaku kepadanya. Seperti
yang kujanjikan, aku tidak akan mendekatinya lag i."
Lindu Aj i merasa kasihan. Dia pernah mengalami betapa
nyerinya perasaan hati kalau harus berpisah dari orang yang
dikasihinya, seperti yang pernah dia rasakan ketika dia
terpaksa harus meninggalkan Sulastri yang dia kira mencinta
orang lain. "Raden, tentu saja andika boleh mencinta Bu-lik Ju minten
karena mencinta seseorang itu adalah hak pribadi. Akan
tetapi, cinta bukan berarti harus me njadi sua mi isteri. Kalau
andika mengubah pandangan terhadap diri Bu-lik Ju minten,
andika anggap ia sebagai seorang sahabat atau seorang adik,
saya yakin bahwa cinta dalam hati andika itu mas ih hidup
tanpa keinginan hendak menga mbilnya sebagai selir."
Raden Kuncoro mengangguk-angguk, lalu menoleh dan
me mandang kepada Juminfen. Dia berkata dengan suara lirih,
namun cukup dapat ditangkap Nyi Ju minten.
"Juminten, maafkan sikapku yang sudah-sudah. Mulai
sekarang kuanggap engkau sebagai adikku dan hatiku akan
merasa berbahagia sekali kalau sewaktu-waktu aku mendapat
kesempatan untuk me ndidik anak-ana kmu. Aku tidak
me mpunyai anak dan anak-anakmu akan kuanggap sebagai
anak sendiri." Kemudian dia menghadapi Lindu Aji. "Aku
berterima kasih kepadamu yang telah me mbebaskan aku dari
himpitan nafsu berahi yang selama ini me mbuatku merasa
sengsara. Selamat tinggal!" Raden Kuncoro menga mbil
sepotong dinar emas dan menyerahkannya kepada Nyi
Warsiyem. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ini untuk me mbayar makanan dan minuman kami tadi."
"Ah, ini terlalu banyak, Raden..." kata Warsiyem, tidak mau
menerima uang emas itu.
Raden Kuncoro meletakkan uang itu di atas bangku warung
dan berkata, "Biarlah sisanya untuk anak-anak Juminten."
Setelah berkata demikian, dia keluar dari pekarangan warung,
diikuti dua orang pengawa lnya dan tak la ma kemudian
terdengar derap kaki kuda mere ka men inggalkan te mpat itu.
Lindu Aji menghela napas panjang. "Dia seorang yang
baik," katanya sambil me masu ki warung lagi bersama Sulastri.
Nyi Warsiyem menyuruh Nyi Ju minten menjaga warung dan
ia lalu mengajak Lindu Aji dan Sulastri masuk ke dalam rumah
di mana mereka bercakap-cakap dengan ge mbira. Wanita itu
minta kepada puteranya agar menceritakan se mua pengalamannya sampa i berjumpa dengan Sulastri. Ia merasa
gembira bukan ma in karena akhirnya puteranya memperoleh
jodoh, seorang gadis yang selain cantik jelita, juga gagah
perkasa dan yang lebih penting lag i keduanya saling mencinta.
"Aku merasa berbahagia sekali kalau kalian segera
men ikah!" kata janda itu sambit merangkul Sulastri yang
duduk di sebelahnya.
"Lintuk itu kita harus mengajukan pinangan. Maka, aku
ingin men gajak ibu perg i ke Dermayu untuk me minang
Sulastri kepada orang tuanya di sana." .
Nyi Warsiyem menggeleng kepalanya, akan tetapi ia
menge lus ra mbut kepala Sulastri dan tersenyum. "Tidak perlu
aku sendiri yang pergi me minang, Aji. Aku seorang wanita
yang lemah, tidak kuat melakukan perjalanan begitu jauh nya.
Akan tetapi kalau tidak dilakukan pinangan dengan sah, juga
tidak baik. Karena itu, aku mewakilkan kepada Kang Parto saja
untuk pergi bersa ma kalian ke Dermayu dan mengajukan
pinangan. Bagaimana me nurut pendapat mu, Aji dan Lastri?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sulastri tersenyum. "Bagi saya, terserah kepada Mas Aji
saja. " Lindu Aj i mengangguk-angguk setuju. Dia mengenal dan
tahu dengan baik siapa Parto. Tetangga itu adalah sahabat
baik mendiang ayahnya dan hubungan mereka sudah seperti
saudara saja. Memang, perjalanan ke Dermayu terlalu jauh
bagi ibunya, seorang wanita le mah.
"Baik, ibu. Biar kuundang Pa man Parto ke sini agar dapat
kita bicarakan masalah itu." Lindu Aji lalu keluar dan tak lama
kemudian dia kembali bersa ma Ki Parto, seorang duda berusia
lima puluh tahun. Ki Parto juga merasa gembira sekali dan dia
segera menyanggupi untuk menjad i wakil Nyi Warsiye m dan
menjad i wa li Lindu Aji.
Setelah tinggal di Gampingan selama seminggu, Lindu Aji,
Sulastri, dan Ki Parto berangkat menuju Dermayu dengan
menunggang kuda.
Dala m perjalanan itu mereka tidak mengalami gangguan
atau hambatan dan beberapa hari kemudian tibalah mereka di
Dermayu. Kedatangan mereka disambut oleh Ki Subali dan Nyi
Subali dengan ge mbira sekali. Nyi Subali sudah merang kul
puterinya. Mereka menjadi lebih berbahagia me lihat Sulastri
pulang bersama Lifidu Aji, pe muda yang mereka tahu menjadi
pujaan hati puteri mereka. Apalagi setelah mendengar
keterangan Lindu Aji dan Sulastri tentang keputusan mereka
berdua untuk berjodoh, ditambah lagi kehadiran Ki Parto
sebagai wakil ibu Lindu Aji dan juga menjad i walinya, Ki Subali
dan isterinya menjadi ge mbira bukan main.
Maka, ketika Ki Parto me menuhi tugasnya, menyampaikan
pinangan dari Nyi Warsiyem untuk me la mar Sulastri menjadi
isteri Lindu Aji, Ki Subali dan isterinya mener imanya dengan
rasa sukur dan bahagia. Bahkan Nyi Subali tak dapat menahan
tangisnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tida k perlu menunda terlalu la ma!" kata Ki Subali dengan
gembira. "Aku akan mencari har i baik untuk me langsungkan
pernikahan Sulastri!" Setelah dia menghitung-hitung, hari ba ik
itu terjatuh pada Rebo Legi, empat belas hari lagi. Waktu lima
belas hari itu diperlukan untuk me nyebar undangan. Sebagai
seorang sasterawan dan dalang terkemuka, Ki Subali
menyebar undangan sa mpa i ke Cirebon dan Sumedang.
Sementara itu, sebuah kamar diperuntukkan Lindu Aji dan
Ki Parto selama menanti datangnya hari pernikahan. Menurut
rencana yang disetujui kedua pihak, pernikahan dilangsungkan
di Derma-yu dan Ki Parto menjadi wali Lindu Aji. Setelah
merayakan pernikahan di Dermayu, baru dua pekan kemudian
Lindu Aj i mengajak Sulastri ke Gampingan, di mana Nyi
Warsiyem akan menya mbut sepasang me mpelai itu dengan
perayaan sederhana yang dikunjungi para penghuni dusun
Gampingan. Tiga har i kemudian, pada suatu sore Lindu Aji dan Sulastri
duduk di pendopo rumah Ki Subali. Dua orang yang saling
mencinta ini merasa berbahagia sekali. Kalau menurutkan
gejolak hati mere ka, keduanya tentu saja ingin sekali
bermesraan, ingin menumpahkan rasa cinta masing-masing
satu sama lain. Akan tetapi keduanya menahan gejolak hati,
menekan ga irah berahi de mi kesusilaan. Bagi mereka, duduk
berdekatan saling berpandangan, saling me megang tangan,
sudah merupakan peristiwa yang mendebarkan jantung dan
me mbuat mereka merasa berbahagia sekali. Keduanya adalah
orang-orang yang kuat lahir batin, bukan hanya badannya
yang kuat oleh ge mblengan dan latihan, namun batin mereka
juga kuat. Orang yang kuat batinnya tidak mudah terseret
oleh gelombang nafsu. Batin tak mungkin dapat men jadi kuat
oleh usaha akal pikiran kita. Hanya apabila Gusti Allah
menurunkan KekuasaanNya ke dalam batin kita, maka batin
kita menjad i bersih dan kuat. Batin tidak lagi menjad i hamba
nafsu seperti yang tampak dalam kehidupan manusia pada
saat ini, me lainkan nafsu men jadi ha mba, menjadi a lat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manusia untuk hidup di dalam dunia ini, sebagaimana
kodratnya. Manusia sendiri tidak mungkin me masu kkan
kekuasan Gusti Allah ke dalam hati sanubarinya kalau Gusti
Allah tidak berkenan menganugerahkannya. Manusia hanya
dapat menyerah dengan sabar, tawakal dan ikhlas akan
semua anugerahNya, dan hanya dapat menerima. Kalau Gusti
Allah berkenan segala hal pasti dapat. terjadi, termasuk
masu knya Roh Suci atau Roh Illahii ke dalam hati sanubari
manusia dan me mbimbingnya dalam kehidupan ini.
-ooo0dw0ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 15 "LASTRI ka lau kita mengenang masa-masa lalu, pertemuan
kita yang pertama di Loano dahulu itu seperti baru terjadi
kemarin dulu!" kata Lindu Aji.
"Me mang benar, Mas Aji. Padahal, sejak itu, waktu telah
lewat selama dua tahun lebih. Bahkan kalau kita mengenang
kembali masa kanak-kanak kita yang telah lewat belasan
tahun, rasanya seperti baru beberapa hari saja. Kenapa
begitu, Mas Aji?"
"Itulah perbedaan antara kenyataan dan ingatan, Lastri.
Kenyataan terisi ruang dan waktu, sehingga kalau kita
menghadap i waktu saat ini, sebagai kenyataan, kita seperti
menghitung dan me mperhatikan detik de mi detik maka tentu
saja terasa lambat dan la ma sekali. Sebaliknya masa la mpau
hanya hidup dalam kenangan atau ingatan, bukan kenyataan
dan ingatan tidak mengenal ruang dan waktu. Karena itu
jalannya ingatan lebih cepat dari lajunya kilat. Bagi ingatan
yang bukan kenyataan, puluhan tahun dapat menjadi sebentar
dan betapapun jauhnya menjadi de kat."
Sulastri dia m sejenak me ngunyah kembali apa yang
diucapkan Lindu Aji tadi dalam pikiran untuk dapat me maha mi
maksudnya. Karena ia diam dan Lindu Aji juga dia m, maka
suasana menjadi hening.
Beberapa saat kemudian, Sulastri berkata, "Kata-katamu
tadi me mbuat aku menyadari betapa sebagian besar waktu
kita tenggela m ke dalam ingatan masa lalu, Mas Aji."
"Engkau benar, Lastri. Dan justeru kebiasaan tenggela m
dalam masa lalu itulah yang me mbuat kehidupan manusia
penuh dengan kesulitan. Ingatan akan masa lalu ingatan akan
kejadian yang telah lewat itulah yang mendatangkan
kemarahan, kebencian, ketakutan, kedukaan dan lain-lain.
Bayangan-bayangan masa lalu itu lah yang menyulut segala
maca m api perasaan itu, Lastri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi kalau begitu, kita tidak boleh mengingat masa lalu
karena hal itu hanya akan mendatangkan pertentangan batin
dan kesengsaraan, Mas Aji?"
Lindu Aji menghela napas panjang. "Hal ini me merlukan
penjelasan karena dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Bukan berarti kita tidak boleh menggunakan pikiran untuk
mengingat sesuatu, Lastri. Ingatan itu penting sekali bagi kita,
yaitu untuk mengingat dan mencatat segala sesuatu yang
tidak ada hubungannya dengan perasaan hati (e mos i) karena
tanpa menggunakan ingatan itu kita tidak akan dapat bekerja,
kita akan lupa segala dan menjad i orang tidak waras!"
"Aku me mahami itu, Mas Aji. Lalu apa yang harus kita
lakukan?" "Justeru itu, kita tidak harus melakukan apa-apa. Kita
hanya perlu mengerti akan kenyataan ini bahwa tenggelam ke
dalam kenangan akan peristiwa yang telah lalu hanya akan
men imbulkan denda m atau ketakutan dan duka. Ingatan
hanya berguna kalau dipergunakan untuk mencatat segala hal
yang menyangkut keperluan yang kita butuhkan untu k hidup.
Seorang bijaksana tidak akan tenggelam ke dalam masa lalu,
juga tidak akan mengejar-ngejar bayangan masa depan,
me lainkan selalu ingat dan waspada dalam saat-saat sekarang
yang dihadapi. Menghadapi segala sesuatu tanpa bayangan
masa lalu dan masa depan, menerima apa adanya sebagai apa
adanya, itulah kewaspadaan. Hidup saat de mi saat dengan
selalu ingat dan waspada, ingat akan Gusti Allah yang


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencipta dan menguasai seluruh alam maya pada dan isinya
termasuk diri kita, dan waspada terhadap segala gerak-gerik
hati akal pikiran, ucapan dan perbuatan kita, menjadikan kita
sebagai seorang ha mba Gusti Allah yang utuh."
Sulastri tertegun, terpesona oleh ucapan kekasihnya itu.
Kemudian, setelah menghela napas beberapa kali, gadis itu
berkata, "Alangkah bahagianya hidup seperti itu. Akan tetapi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mas Aji, ma mpukah kita manusia berada dalam keadaan
sempurna seperti itu?"
Lindu Aji tertawa dan menggengga m tangan Sulastri.
"Tida k ada manusia yang sempurna, Lastri. Akan tetapi
berikhtiar menuju kebaikan adalah kewajiban ma nusia.
Dengan ikhtiar sekuat kema mpuan kita, didasari penyerahan
dan kepasrahan kepada kekuasaan Gusti Allah, ma ka kalau
Gusti Allah berkenan, kita akan menerima bimbinganNya. Akal
pikiran tidak dapat me majukan rohani, hanya merupakan a lat
untuk keperluan hidup kita di atas bumi. Kemajuan rohani
hanya mungkin terjadi kalau iman kita kokoh kuat dilandasi
penyerahan kepada Gusti Allah. Akal pikiran
selalu me mperhitungkan untung rugi bagi diri sendiri."
Kembali Sulastri tepekur. Kemudian ia menggenggam kuatkuat tangan kekasihnya seolah ia minta bimbingan calon
suaminya untuk me lanjutkan kehidupan yang penuh liku-liku
ini. Pada saat itu, dua orang me masuki pekarangan rumah itu.
Mereka adalah seorang pemuda dan seorang gadis. Ketika
me masu ki pekarangan dan melihat Lindu Aji dan Sulastri
sedang bercakap-cakap sambil sa ling berpegangan tangan,
keduanya berhenti melangkah dan me mandang dengan mata
terbelalak, akan tetapi wajah mereka berseri. Gadis itu tidak
dapat menahan keharuan hatinya dan ia berseru lirih sa mbil
terisak. "Sulastri...!"
Biarpun ia berseru perlahan saja, namun cukup kuat untuk
me mbuyarkan pasangan yang sedang tenggelam dalam
perasaan dan percakapan mereka. Lindu Aji dan Sulastri
meno leh ke pekarangan dan mereka serentak bangkit berdiri.
"Neneng...!!" Sulastri berseru.
"Kakang Jatmika...!" Lindu Aji juga berseru girang.
Mereka lalu keluar dari pendapa dan lari menyambut
mereka yang datang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sulastri...!"
"Neneng...!" Dua orang gadis itu saling berang kulan dan
Neneng Salmah menangis.
"Lastri..., maafkan aku..." ia berbisik di antara tangisnya.
Sulastri mencium pipi Neneng Salma h yang basah air mata.
"Neneng, hentikan tangis mu dan keringkan mukamu. Nanti
engkau tampa k jelek kalau matamu me mbengka k dan merah.
Tidak ada yang perlu dimaafkan!"
Sementara itu, Jatmika dan Lindu Aji juga saling berpegang
tangan dan menepuk pundak. "Adi Lindu Aji, aku bersalah
padamu, maafkan aku."
Lindu Aj i tersenyum. "Tida k ada yang perlu dimaafkan,
Kakang Jatmika. Jatuh cinta bukan kesalahan, bahkan
me mbahag iakan kalau datangnya dari kedua pihak, seperti...
hemm, seperti andika dan Neneng..."
Wajah Jatmiko berubah kemerahan dan dia me mandang
Lindu Aji dengan mata heran. "Eh" Bagaimana engkau dapat
tahu... eh... menduga beg itu?"
Lindu Aj i tertawa. "Ha-ha! Neneng Salmah itu ad ik
angkatku, ingat" Tentu saja aku mengena lnya dengan baik
dan melihat wajah dan pandang matanya, aku tahu bahwa ia
sedang jatuh cinta dan... kepadamu, kakang!"
"He mm, bisa saja kau!'' Jatmika juga tertawa.
"Hei, apa yang kalian tawakan itu" Menertawakan kami,
ya?" Sulastri menegur sambil menggandeng tangan Neneng
mengha mpiri dua orang pe muda itu.
Neneng Salmah melepaskan tangan Sulastri dan ia
mengha mpiri Lindu Aji, berdiri me mandang pe muda itu
dengan sikap bimbang dan sa lah tingkah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heeii! Neneng, kutahu engkau hendak mengatakan
sesuatu. Nah, katakanlah, adikku yang manis!" kata Lindu Aji
dengan wajah gembira dan suara wajar.
Kewajaran sikap Lindu Aji banyak meno long Neneng
Salmah. Akan tetapi tetap saja ia tergagap ketika bicara.
"Kakang Aji.. ., engkau... sudah berbaik kembali dengan
Sulastri...?"
Lindu Aji tersenyum dan mengangguk, wajahnya berseri
dan senyumnya menyakinkan. Seakan terangkatlah beban
berat yang menghimpit hati Neneng Salmah. Kedua matanya
basah dan dua tetes air mata turun ke pipinya, akan tetapi
mulutnya tersenyum.
"Ohh... Kang Aji, aku girang sekali... girang sekali...!" Ia
merangkul pinggang Lindu Aji dan pe muda itu merang kul
lehernya. Neneng Salmah menang is di dada Lindu Aji.
Lindu Aji menepuk-nepuk pundak Neneng. "Sudah, jangan
menang is, Neneng. Lihat, Kakang Jatmika turut menangis
me lihat engkau menang is!"
Mendengar ini, Neneng Salmah cepat mengangkat
mukanya dari dada Lindu Aji, me mbalikkan tubuh dan melihat
ke arah Jatmika.
Lindu Aji dan Sulastri tertawa geli. Jatmika tersenyum dan
dalam hatinya dia merasa kagum kepada Lindu Aji dan
Sulastri. Mereka adalah dua orang yang sungguh baik budi,
pikirnya. Cinta mereka murni s iap untuk ber korban de mi
kebahagiaan orang la in. Begitu penuh pengertian. Sungguh
pantas dijadikan sedulur s inarawedi (saudara sejati). Neneng
Salmah mengusap pipinya yang basah dan iapun ikut tertawa
geli melihat Lindu Aji dan Sulastri tertawa. Hatinya berbahagia
sekali, lenyap semua ganjalan dan kegelisahan.
Sulastri merangkulnya. "Mari, Neneng, kita menghadap
ayah dan ibu." Lalu digandengnya sahabat yang sudah
dianggap sebagai saudara sendiri itu me masu ki rumah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mari, Kakang Jatmika." kata Lindu Aj i dan dua orang
pemuda itupun mengikuti dua orang gadis itu me masu ki
rumah. Ki Subali dan Nyi Suba li mener ima kedatangan Jatmika dan
Neneng Salmah dengan ge mbira. Akan tetapi ketika
mendengar bahwa Ki Salmun tewas terbunuh Tumenggung
Jayasiran, Ki Subali dan Nyi Subali terkejut sekali. Nyi Subali
segera merangkul Neneng Salmah dan Sulastri bangkit dari
duduknya dengan tangan terkepal.
"Jahanam Tumenggung Jayasiran itu! Aku harus menghajarnya!"
"Kukira hal itu tidak perlu lagi," kata Jatmika, "karena dia
telah tewas ketika terjadi pertempuran antara pasukan
Mataram dan Pasukan Sumedang."
Ki Subali menghela napas panjang. "Ah, siapa kira dia telah
tewas. Padahal baru saja kami bertemu di Sumedang ketika
aku menda lang dan dia me mimpin para penabuh gamelan dan
Neneng yang menjadi waranggana. Setelah wayangan itu
usai, aku terus pulang ke sini, jadi t idak tahu bahwa
ma lapetaka menimpa Ki Salmun dan Neneng."
"Kang Jat mika yang menolong saya, paman." kata Neneng
Salmah dan ia menceritakan pengalamannya dan Jatmika.
Ketika ia mencer itakan tentang pengalamannya menyamar
sebagai Jaka Salman, kemudian ditawan Muntari dan hendak
dipaksa menjad i sua mi gadis puteri kepala bajak dan
perampok Sungai Cimanuk, me ledaklah suara tawa yang
mendengarkan. Sulastri terkekeh- kekeh, bahkan ibunya
terpingkal-pingka l sampai ke luar air mata!
"Ha-ha-ha, untung yang tergila-gila padamu seorang
perempuan, Neneng. Coba dia seorang laki-laki, tentu Kakang
Jatmika menjad i panas dingin!" Ucapan Lindu Aji ini kemba li
me mancing tawa dan dia m-dia m Neneng Salma h merasa
heran mengapa ja lan pikiran Lindu Aji sa ma benar dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jalan pikiran Jatmi-ka yang dulu juga berkata de mikian
kepadanya. Setelah Neneng Salmah berhenti bercerita, Ki Subali lalu
berkata. "Cukuplah semua cerita yang lucu-lucu ini. Sekarang
kita bicara tentang hal yang serius. Anakmas Jatmika, setelah
kini Ki Sa lmun me ninggal dunia, berarti Neneng tidak
me mpunyai keluarga lain Sejak dulu kami berdua sudah
menganggap Neneng Salmah sebagai anak send iri, oleh
karena itu, kini yang men gurus perjodohan Neneng adalah
tanggung jawab kami. Jadi kalau andika hendak mengajukan
pinangan atas diri Neneng Salma h, pinangan itu harus
ditujukan kepada ka mi sebagai orang tua angkatnya."
Neneng Salmah merasa terharu, hanya dapat merangkul
Nyi Subali yang sudah dianggap ibu sendiri sejak ia bersama
ayahnya dulu tinggal mondok di ruma h itu. Jatmika yang
mendengar ucapan Ki Subali itu, sejenak tertunduk dan
wajahnya membayangkan kemuraman. Hatinya risau dan
sejenak dia tidak ma mpu bicara. Lindu Aj i yang mengetahui
bahwa Jatmika juga seorang yatim piatu yang sebatang kara,
segera me mbantunya.
"Bapa dan ibu," kini dia menyebut Ki Subali dan isterinya
bapa dan ibu "agar diketahui bahwa Kakang Jatmika juga
seperti Neneng, yatim piatu dan tidak me mpunyai sanak
kadang sama se kali. Saudaranya adalah saya dan Sulastri
yang masih terhitung saudara seperguruan."
Ki Subali dan isterinya saling pandang, kemudian Ki Subali
me mandang wajah Jatmika yang menunduk itu dan bertanya.
"Benarkah itu, Anakmas Jatmika?"
"Apa yang dikatakan Adi Lindu Aji benar, paman. Saya
adalah seorang yatim piatu yang miskin dan papa,
sesungguhnya saya merasa sungkan dan malu untuk
me minang Neneng, karena saya... tidak pantas..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah, Kakang Jatmika! Kenapa engkau berpendapat sepicik
itu" Saudaraku Neneng ini seorang wanita uta ma, cintakasihnya sa ma sekali t idak me man dang harta atau
kedudukan!" kata Sulastri agak ketus karena ia marah melihat
Neneng Salmah menang is ketika mendengar ucapan Jatmika
tadi. "Sudahlah...!" kata Ki Subali. "Anakmas Jatmika hanya
berkata demikian karena dia rendah hati. Kami se mua percaya
bahwa kalau Anakmas Jat mika mau mencari harta dan
kedudukan, sudah lama ia mendapatkannya karena diapun
berjuang keras dan berjasa terhadap Mataram. Kalau dia mau,
Gusti Sultan Agung pasti akan me mberi anugerah kedudukan
dan harta."
Mendengar omelan Sulastri tadi, Jatmika me mandang
kepada Neneng Salma h dan me lihat gadis itu menangis, dia
segera menyadari bahwa ucapannya tadi, tanpa disengaja
telah mendatangkan kesedihan di hati kekasihnya.
"Neneng, maafkan aku... bukan... bukan maksudku untuk
menyakit i hatimu... ah, maafkan aku..."
Neneng Salmah mengha mpiri Jatmika la lu menjatuhkan diri
berlutut di depan kaki pe muda itu. "Akang Jatmika... jangan
merendahkan diri seperti itu... akang, akupun seorang yang
tak berharga... akulah yang tidak pantas untuk menjadi isteri
seorang satria seperti-mu..."
"Neneng...!"
Jatmika merang kul gadis itu dan mengangkatnya berdiri. Neneng Salmah menang is di dada
Jatmika. Sulastri menyentuh tangan Lindu Aji yang menoleh
kepadanya, keduanya saling berpandangan dan tersenyum
bahagia. Lindu Aji me mberi isarat dengan matanya dan
Sulastri maklum, lalu ia mengha mpiri Neneng Salmah dan
merangkul Neneng, diajaknya duduk kembali. Lindu Aj i juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me megang tangan Jatmika dan diajaknya duduk menghadapi
meja. "Neneng, engkau tidak boleh merendahkan diri seperti itu!
Akang Jatmika me mang seorang pemuda pilihan, akan tetapi
engkaupun seorang gadis pilihan. Tidak ada yang lebih tinggi
atau lebih rendah di antara kalian! Kalau kalian saling
mencinta seharusnya berdiri sama t inggi dan duduk sama
rendah!" kata Sulastri.
"Kakang Jatmika, mengapa engkau merendahkan diri
seperti tadi" Kalau engkau merasa rendah diri, bagaimana
engkau akan dapat menjadi kepala rumah tanggamu" Engkau
harus berdiri tegak dan siap mendayung biduk rumah
tanggamu bersa ma Neneng Sa lmah, harus berani bertanggung-jawab sebagai seorang suami dan kelak sebagai
seorang ayah! Benar kata Sulastri tadi, dua orang yang saling
mencinta dan bersepakat untuk hidup sebagai sua mi isteri,
haruslah hidup bahu-me mbahu, bekerja sa ma, senasib
sependeritaan, ringan sama dijinjing berat sama dipikul,
senang sama dinikmati susah sa ma ditanggung. Bukankah
begitu, bapa dan ibu?" kata Lindu Aji.
Ki Subali dan isterinya saling pandang dan tertawa. "Hehheh, anak sekarang pintar-pintar, ya pak" Di jaman aku muda,
seorang isteri hanyalah menjadi pelayan, melayani suami,
me lakukan se mua pekerjaan rumah tangga, lalu mengandung
dan melahirkan disa mbung dengan momong anak dan
momong bapaknya juga. Pendeknya seorang isteri harus
tunduk dan taat sepenuhnya kepada sua minya, nasibnya
berada di tangan suami, swarga nunut neraka katut (ke Sorga


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ikut ke neraka terbawa)!"
"Ha-ha-ha!" Ki Subali tertawa mendengar ucapan isterinya,
lalu me mandang isterinya sambil tersenyum dan bertanya,
"Ibunya Lastri, apakah aku juga me mperlakukanmu sebagai
seorang pelayan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He mm, kalau engkau sih tidak! Akan tetapi berapa
banyaknya suami sebaik engkau?" kata isterinya sambil
tersenyum bangga.
"Wah, sekarang sih bukan jamannya lagi, ibu! Suami isteri
harus bekerja sama dan sa ma-sama berjuang untuk mencari
kebahagiaan sekeluarga, baik kebahagiaan di dunia maupun
kebahagiaan di sorga!" kata Sulastri.
"Aduh, siapa .yang mengajarkan semua itu kepadamu,
Lastri?" tanya Nyi Subali kepada puterinya.
Dengan manja Sulastri men udingkan telunjuknya kepada
Lindu Aji. "Siapa lagi yang me ngajarkan kalau bukan dia, ibu?"
Semua orang tertawa dan Neneng Salmah yang tadi
menang is karena terharu, kini juga sudah tersenyum man is.
"Cukup se mua gurauan ini, sekarang kita bicara serius!"
kata Ki Subali. "Anakmas Jatmika, karena engkau tidak
me mpunyai sanak keluarga lagi dan yang ada hanya saudarasaudara seperguruanmu, yaitu Lindu Aji dan Sulastri, apakah
mereka berdua yang menjadi walimu dan mengajukan
pinangan kepada kami untuk menjodohkan anak angkat kami
Neneng Salmah denganmu" Akan tetapi, mereka berdua itu
adalah anak dan mantu kami! Bagaimana ini?" Biarpun
keadaannya lucu, akan tetapi Ki Subali bicara serius dan
mengerutkan alisnya.
"Bagaimana kalau diatur begini, bapa" Ibu kandung saya
sendiri mengajukan pinangan atas diri Sulastri dengan
mengirim wakilnya yang sekaligus menjadi wali dalam
pernikahan saya dengan Sulastri. Bagaimana kalau sekarang
saya dan Lastri juga mewakilkan kepada seseorang yang
sekaligus juga menjad i wali dari Kakang Jatmika?" kata Lindu
Aji. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Subali mengangguk-angguk "He mm, gagasan itu baik
sekali. Tentu saja boleh mengirim seorang wakil yang juga
menjad i wali Anakmas Jatmika. Akan tetapi siapa yang akan
menjad i wakilmu sebagai wali Anakmas Jatmika yang akan
mengajukan pinangan itu?"
"Siapa lagi kalau bukan Pa man Parto, orang kepercayaan
ibu dan saya" Biarlah d ia sekalian me njadi wali saya dan wali
Kakang Jatmika." kata Lindu Aji.
"Wah, bagus sekali! Mari, Mas Aji, kita cari Paman Parto!"
kata Sulastri dan dia sudah menarik tangan Lindu Aji diajak ke
belakang mencari Ki Parto. Jatmika dan Neneng Salmah juga
mengikut i mereka ke be lakang.
Setelah mene mukan Ki Parto, Aji lalu mengutarakan
permintaan tolong mere ka agar Ki. Parto suka pula menjadi
wali Jatmika dan melamar kan Neneng Salmah kepada Ki
Subali dan isterinya untuk Jatmika. Dengan senang hati ki
Parto me menuhi per mintaan itu dan pada hari itu juga, secara
"resmi", disaksikan o leh beberapa orang tetangga yang sudah
tua, Ki Parto mengajukan pinangan atas diri Neneng Salmah
sebagai anak angkat Ki Subali dan isterinya kepada kedua
orang tua angkat itu sebagai wakil dari keluarga Jatmika, yaitu
Lindu Aji dan Sulastri! Pinangan diterima dengan baik dan
dia mbil keputusan bahwa pernikahan antara Jatmika dan
Neneng Salmah dilaksana kan perayaannya berbareng dengan
pernikahan Lindu Aji dan Sulastri.
Demikianlah pada hari yang telah ditentukan, upacara
pernikahan dua pasang pengantin itu dilaksana kan dan
diadakan perayaan yang cukup meriah oleh Ki Subali dan
isterinya. Dua pasang pengantin itu tenggela m ke dalam kebahagiaan
berbulan madu. Lindu Aji dan Sulastri tinggal di rumah Ki
Subali, sedangkan Jatmika mengaja k Neneng Salmah ke
pantai laut di sebelah utara Dermayu, mengunjungi dua
makam kakek dan ayahnya yang berada di belakang pondok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pondok itu mas ih kokoh walaupun kotor karena la ma tidak
ditinggali orang. Jatmika dan Neneng Sa lmah me mbersihkan
pondok itu dan mereka melewatkan bulan madu mereka di
pondok tepi pantai lautan itu.
Setelah bersenang-senang sebagai pengantin baru selama
dua minggu, karena maklum bahwa setelah dua minggu Lindu
Aji dan Sulastri akan pergi ke rumah ibu Aji di Gampingan,
Jatmika dan Neneng Salmah ke mbali ke rumah Ki Subali.
Sedih juga rasa hati Neneng Salmah harus berpisah dari
Sulastri yang ia anggap sebagai saudara sendiri dan dari Ki
dan Nyi Subali yang ia anggap sebagai pengganti ayah ibunya.
"Jangan bersedih, Neneng," kata Sulastri ketika mereka
saling berangkulan. "Mula i saat pernikahan dua minggu yang
lalu, engkau adalah isteri Kakang Jatmika dan ke manapun dia
pergi, engkau harus ikut. Demikian pula aku, sebagai isteri
Mas Aji, ke mana pun dia pergi, ke sana pula aku pergi. Kelak,
lain waktu kita pasti dapat saling berjumpa kembali."
Lindu Aj i bercakap-cakap dengan Jat mika. "Kakang
Jatmika, aku dan Lastri akan pergi ke Gampingan dan akan
tinggal di sana bersa ma ibu. Dan engkau akan tinggal di
mana" "
"Aku dan Neneng sudah bersepakat untuk pergi ke
Sumedang."
"Kenapa engkau hendak perg i ke Sumedang, Jatmika"
Kenapa tidak tinggal di s ini saja dan mencari pekerjaan di
sini?" tanya Ki Subali.
"Benar, Jatmika. Sulastri akan pergi ke Gampingan bersama
suaminya. Kalau Neneng juga pergi bersamamu ke Sumedang,
aku akan kehilangan kedua anakku dan akan merasa
kesepian." kata Nyi Subali dengan suara sedih.
"Ah, jangan berpikir seperti itu, ibunya Lastri! Anak-anakmu
sudah bukan kanak-kanak yang me mbutuhkan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemeliharaanmu lagi.
Mereka sudah men ikah, sudah
me mpunyai sua mi. Mana mungkin kita tahan saja untuk tetap
tinggal bersa ma kita" Tentu saja mereka harus mengikuti
suami mereka ke mana suami mereka pergi, seperti yang
dikatakan Sulastri. Setiap orang tua harus siap menghadapi
perpisahan dengan anak pere mpuannya kalau mereka sudah
men ikah. Aku hanya ingin tahu apa yang akan dikerjakan
Jatmika di Sumedang?"
"Begini, Bapa. Kami akan pergi ke Sumedang dan tinggal di
sana karena selain rumah Neneng di sana masih ada, juga
sekarang keadaan Sumedang sudah berubah. Sudah d ipimpin
oleh seorang adipati baru yang ditunjuk oleh Gusti Sultan
Agung. Saya dapat mencari pekerjaan di sana." kata Jatmika.
"Baiklah, kalau begitu,
kami orang tua hanya me mbe kali doa restu semoga kalian dua pasang
anak-anakku mene mukan kebahagiaan di manapun
kalian berada, menjunjung
tinggi dan me muliakan as ma
(nama) Gusti Allah dengan
hidup yang baik dan benar
sehingga kalian akan selalu
diberkahi ketenteraman dan
kebahagiaan."
Pada keesokan harinya,
pagi-pagi sekali, dua pasang pengantin baru itupun berangkat
men inggalkan rumah Ki Subali di Dermayu. Lindu Aji dan
Sulastri, diikut i Ki Parto, pergi menuju Ga mpingan dan Jatmika
berdua Neneng Salma h pergi ke Sumedang.
Ki Subali dan Nyi Subali mengantar sampai ke pintu
halaman rumah mereka, melambaikan tangan sa mpai kedua
pasangan itu tak tampa k lag i. Setelah mereka tak ta mpak,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barulah Nyi Subali me lepaskan kepedihan hatinya dengan
tangis. Ki Subali merangkul pundaknya dan mengajaknya
masu k ke rumah, menghiburnya.
"Mereka itu, anak-anak kita, berbahagia. Mengapa engkau
menang is" Sudahlah, kita doakan saja semoga mereka itu
hidup berbahagia dan... segera mendapat momongan. Aku
sudah ingin sekali menima ng cucu-cucuku! "
Terhibur juga hati Nyi Subali me mbayangkan cucu-cucunya
yang mungil lucu.
-oo0dw0oo- Ki Tejomanik atau yang waktu mudanya terkenal dengan
nama Sutejo berjalan bersama Retno Susilo, isterinya di kaki
Pegunungan Raung. Dataran tinggi Ijen sudah dekat dengan
Gunung Raung. Tujuan mereka adalah dataran tinggi Ijen
untuk mencari Ki Ageng Mahendra yang menurut keterangan
Wiku Menak Jelangger telah mera mpas putera mereka, Bagus
Sajiwo, dari tangan mendiang W iku Menak Koncar yang
menculik putera mereka itu.
Biarpun S utejo sudah berusia e mpat puluh tahun lebih dan
Retno Susilo ha mpir e mpat puluh tahun, na mun sua mi isteri
ini mas ih ta mpak jauh leb ih muda dan orang-orang akan
merasa kagum dan heran kalau melihat mereka berlari cepat
bagaikan sepasang kijang me lalui daerah pegunungan itu.
Akan tetapi yang sudah mengenal sepasang sua mi isteri
pendekar ini, tidak akan merasa heran karena mereka berdua
me mang me miliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Matahari telah naik tinggi ketika me-reka tiba di daerah
Pegunungan Ijen yang me mpunyai banyak bukit-bukit
penuh dengan hutan lebat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, perutku terasa lapar sekali!" kata Retno Susilo. "Pagi
tadi hanya sarapan sedikit ketan. Mari kita mencari dusun
untuk me mbe li makanan, kakang-mas."
Tejomanik tersenyum dan menoleh kepada isterinya.
"Kasihan perut mu, di-ajeng. Biar kulihat dari atas di mana ada
dusun terdekat." katanya dan dia sudah melompat dan
me manjat pohon besar. Setelah tiba di cabang tertinggi, dia
me lihat ke sekeliling. La lu dia melompat ke bawah.
"Adakah tampa k dusun terdekat?" tanya Retno Susilo.
"Ada, tak berapa jauh di sana!" kata Tejomanik sa mbil
menunjuk ke arah timur. Mereka lalu berlari lagi dengan cepat
dan benar saja, tak lama kemudian mereka me lihat sebuah
dusun yang cukup besar di lereng bukit. Mereka me masu ki
dusun itu dan merasa heran mengapa di luar dusun, di mana
terdapat sawah ladang, yang cukup luas dan subur, tidak
tampak seorangpun. Tidak ada yang bekerja di ladang, juga
tidak ada yang berlalu-lalang.
Suami isteri itu saling pandang dan tanpa sepatah kata pun
mereka sudah saling mengerti dan keduanya me masuki dusun
itu dengan hati-hati dan waspada karena mereka merasa
bahwa tentu terjadi sesuatu di dusun itu. Apalagi ketika
pendengaran mereka yang pe ka mendengar gerakan orang
dalam rumah-rumah yang daun pintu dan jendelanya tertutup
rapat. Penduduk dusun itu bersembunyi di dalam rumah
mereka, seolah-olah takut akan sesuatu sehingga tidak berani
me mbuka pintu dan ke luar dari rumah.
Tejomanik mencoba untuk me ngetuk daun pintu dari
rumah ke ru mah, na mun seperti yang telah mereka duga, tak
seorang pun berani membuka pintu. Karena menduga bahwa
penduduk dusun itu tentu takut akan sesuatu yang merupakan
ancaman bagi mereka se mua dan kalau dia dan isterinya
mengetuk daun pintu mereka itu bisa salah duga mengira
yang datang itu yang menganca m mere ka, ma ka Tejoman ik
lalu berseru lantang sambil mengerahkan tenaga saktinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga suaranya terdengar oleh seluruh penduduk yang
bersembunyi dalam ruma h masing-masing.
"Haii ! Saudara-saudara warga dusun! Ketahuilah bahwa
kami sua mi isteri bukan penjahat, bukan musuh kalian.
Bahkan kalau ada sesuatu yang mengancam andika sekalian,
kami berdua sanggup me lindungi dan meno long kalian!"
"Bukalah pintu dan temui kami, saudara sekalian!" Retno
Susilo juga berseru lantang, suaranya bergema sampai ke
ujung dusun. "Jangan takut, biar penjahat maupun iblis yang
berani mengganggu kalian, akan kami binasakan!" Agaknya
para penduduk yang rumahnya berdekatan dengan suami
isteri itu, mengintai dari dalam rumah dan melihat suami isteri
yang tampan dan cantik dengan sikap gagah perkasa, timbul
kepercayaan mereka dan satu de mi satu daun pintu rumahrumah itu dibuka dar i dalam. Mula- mula mereka berindap
keluar dengan takut-takut, akan tetapi setelah melihat sikap
suami isteri yang tersenyum ramah itu, mereka berani
mende kat dan sebentar saja Tejomanik dan Retno Susilo
sudah dirubung banyak orang, tua muda, laki perempuan.
Seorang laki-laki berusia lima puluh tahun me mbuka jalan di
antara orang-orang itu dan dia menghadap i Tejoman ik dan
Retno Susilo, me mberi sala m dengan hormat.
"Den mas dan Masayu, benarkah andika berdua hendak
meno long ka mi warga dusun Krenting ini?" tanya orang itu.
"Tentu saja kalau me mang andika se kalian terancam
bahaya. Akan tetapi bahaya apakah yang mengancam andika
sehingga se mua penghuni dusun menjadi ketakutan seperti
ini?" tanya Tejo manik.
"Mari, mari masuk ke ru mah kami, Denmas. Saya adalah Ki
Selowono, kepala dusun Krenting ini. Mari silakan." Tejoman ik
dan isterinya mengikuti Ki Lurah Selowono me masuki rumah
yang terbesar di antara rumah-rumah di dusun itu. Semua
orang mengikut i mereka dan berkumpul di pekarangan rumah


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu. Agaknya mereka ketakutan dan menggantungkan harapan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka kepada sua mi isteri yang berjanji hendak me lindungi
mereka itu. Suami isteri itu dipersilakan duduk di atas kursi, di pendopo
rumah. Orang-orang yang me menuhi pendopo dan pekarangan tidak ada yang menge luarkan suara karena
mereka se mua ingin dapat mendengarkan percakapan antara
lurah mereka dan suami isteri itu.
"Sebelumnya kami ingin mengetahui, s iapakah na ma
denmas dan masayu yang terhormat dan andika berdua
datang dari mana?"
"Ki Lurah, aku bernama Tejomanik dan ini isteriku berna ma
Retno Susilo. Kami tinggal di lereng Gunung Kawi dan kini
sedang melakukan perantauan sa mpai d i sini. Ceritakanlah, Ki
Lurah, apa yang menyebabkan kalian ketakutan ini?" kata
Tejomanik dan sengaja dia bicara kuat-kuat agar mereka yang
berada di pekarangan ruma h itu dapat mendengarnya karena
dia tahu bahwa mere ka se mua ingin, seka li mendengarnya.
"Untuk menceritakan juga kami takut ..." kata Ki Lurah
dengan wajah pucat dan tubuhnya ge metar.
Retno Susilo mengerutkan a lisnya dan berkata marah.
"Kenapa begini ketakutan, Ki Lurah" Jangan takut, biar iblis
setan brekasakan, akan kuhajar kalau berani mengganggu
penduduk dusun!"
"Ceritakanlah, Ki Lurah dan jangan takut." kata Tejo man ik.
"Ceritakan, Ki Lurah, ceritakan." beberapa suara penduduk
mendesak lurah mereka.
Ki Lurah Selowono menoleh ke kanan kiri, lalu bercer ita
dengan suara lirih. "Telah ha mpir sebulan ini, di daerah ini
muncul... sepasang manusia iblis yang mengaku bernama
Kaladha ma dan Kalajana. Mereka adalah dua orang yang
bertubuh tinggi besar berbulu seperti raksasa. Mereka telah
merajalela di pedusunan daerah ini. Setiap kali mere ka minta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disediakan dua orang anak gadis tercantik dari dusun berikut
domba dan sekantung uang. Kalau permintaan itu tidak
dipenuhi mereka lalu menga muk, me mbunuh beberapa orang
lalu menculik wanita muda. Beberapa dusun sudah berusaha
untuk mengumpulkan para pe muda dan mengeroyok dua
orang manusia iblis yang menyebut diri sebagai Dwi Kala itu,
akan tetapi puluhan orang pemuda mas ih tidak ma mpu
menga lahkan mereka, bahkan setiap dikeroyok, belasan orang
pemuda tewas secara mengerikan. Dua orang itu selain
digdaya, juga berracun. Mereka yang terluka pasti tewas
karena lukanya menjad i kehitaman seperti digigit ular berbisa.
Dan pagi tadi... dusun kami mendapat giliran. Mereka minta
disediakan dua orang gadis cantik, kambing, dan sekantung
uang. Maka, sejak pagi tadi, kami se mua ketakutan dan
menutupkan pintu dan jendela, Den mas..."
"He mm, bagaimana cara mereka minta se mua itu" Apakah
mereka muncul di sini?" Tanya Tejo manik.
"Tida k, Denmas. Yang terdengar hanya suara mereka saja,
seperti geledek, mengajukan permintaan itu pagi tadi. Mereka
bilang bahwa kalau sa mpai tengah hari per mintaan mereka
belum disediakan di pfntu gapura dusun, mereka akan
me mbunuhi' penduduk dusun ini! "
"Keparat!" Tiba-tiba Retno Susilo berseru marah, matanya
mencorong dan alisnya berkerut. "Dan kalian sudah
menyediakan per mintaan iblis keparat itu?"
"Tida k, masayu. Tidak ada orang tua yang mau
menyerahkan anak gadisnya A kepada mereka. Kalau yang
diminta hanya kambing dan ayam tentu akan kami berikan.
Akan tetapi dua orang gadis..." Ki Selowono me mandang
keluar la lu melanjutkan, "dan sekarang... sekarang hampir
tengah hari, denmas... kami takut..."
"Jangan takut. Kami akan menghadapi dua orang setan itu.
Akan tetapi kalian harus me menuhi permintaan kami dan
menurut petunjuk kami." kata Tejo man ik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja, den mas. Apa yang andika perlukan?"
"Begini, sediakan dua orang gadis, seekor kambing, seekor
ayam dan sekantung uang..."
Terdengar seruan dari banyak mulut dan orang-orang itu
mundur dengan muka pucat, mengira bahwa Tejoman ik
mengulangi per mintaan Dwi Kala itu. jangan-jangan suami
isteri ini pen jelmaan dua orang manusia iblis itu!
Tejomanik tersenyum ge li. "Dengarkan dulu kata-kataku.
Aku minta itu semua agar disediakan di gapura, untuk
me mancing datangnya dua jahana m itu. Percayalah, dua
orang gadis itu hanya menjadi umpan, kami yang
menanggung bahwa
mere ka tidak akan ada
yang mengganggu!"
Biarpun Tejoman ik berkata de mikian, orang-orang itu
mengge leng kepala dan t idak ada seorang pun mau
me mber ikan gadis mereka menjadi umpan! Melihat semua
orang tampak me nggeleng kepala ketakutan, Retno Susilo
menjad i marah.
"Kalian ini semua orang-orang pengecut! Kami berani
menja min bahwa dua orang gadis itu tidak ada yang
mengganggu, kenapa masih juga ketakutan" Kalau begitu,
kalian tidak mau me mbantu kami yang bermaksud menolong
kalian dan me mbinasakan dua orang manusia iblis itu?"
Tiba-tiba dua orang gadis berlari keluar dar i da la m dan
me masu ki pendopo itu. "Kami berdua mau menjadi umpan!"
"Sarti dan Sarni...! Apa-apaan ini...?" Ki Lurah Se lowono
me mbentak kedua orang anaknya itu.
"Bapak, kalau semua orang tidak mau me mbantu para
penolong kita ini, lalu mereka perg i, bukankah kita akan tefus
terancam dua orang manusia iblis itu" Berilah kami
kesempatan untuk me mbantu pa man dan bibi yang mau
meno long kami ini!" kata Sarti, gadis berusia sekitar delapan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belas tahun yang cukup manis dengan kulit putih mulus
mengangguk-angguk.
"Den mas... mereka ini adalah dua orang puteri kami, hanya
dua orang ini anak kami, bagaimana kalau sampa i..."
"Tenanglah, aku yang bertanggung jawab, Ki Lurah. Dua
orang anakmu ini ada lah gadis-gadis yang berhati harimau,
tabah dan berani!" kata Retno Susilo. "Mengingatkan aku
ketika masih gadis! Hanya sayang, mereka adalah gadis-gadis
le mah." "Bibi yang cantik dan gagah berani, yakinkah bibi akan
dapat mengalahkan dua orang man usia iblis itu" Mereka
kabarnya sakti mandraguna, dikeroyok tidak kalah, bahkan
kabarnya kebal, tubuhnya keras seperti baja!" kata Sarti
kepada Retno Susilo.
Mendengar ini Retno Susilo mengha mpiri sebuah patung
terbuat dari besi yang berdiri di sudut pendopo itu. Dengan
ringan diangkatnya patung yang berat itu, kemudian ia
bertanya. "Apakah tubuhnya lebih kuat daripada besi ini?" Setelah
berkata demikian, Retno Susilo menge luarkan bentakan
me lengking, tangannya terbuka menghantam patung itu dan
retaklah patung besi itu seolah dihanta m palu goda m yang
kuat dan berat! Semua orang menahan napas melihat ini dan
wajah mereka berseri penuh harapan. Kini Sarti dan Sarni
menjad i se makin berani menjadi umpan untuk me mancing
munculnya Dwi Kala yang ditakuti itu.
Sarti dan Sarni la lu mengenakan pakaian baru, berhias d iri
sehingga tampa k manis dan segar bagaikan dua tangkai
kembang yang sedang mekar. Mereka berdua kini duduk di
atas bangku di gapura dusun dan di s itu terdapat pula seekor
domba ge muk dan seekor aya m. Sarti me mangku sebuah
kantung terisi uang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Penduduk mengintai dengan jantung berdebar penuh
ketegangan, dari rumah-rumah yang berdekatan dengan pintu
ga-puro. Tejoman ik dan Retno Susilo mengintai dar i balik
batang pohon besar yang tumbuh tak jauh dar i pintu gapura.
Setelah matahari berada tepat di atas kepala, tiba-tiba ada
angin bertiup. Padahal tadinya tidak ada angin sama sekali.
Tejomanik dan Retno Susilo dapat
merasakan bahwa angin itu bukan angin sewajarnya, me lainkan angin yang timbul dari kekuatan sihir! Dia m-dia m suami isteri ini waspada
dan berhati-hati karena dari angin
buatan sihir itu saja
mereka berdua maklum bahwa lawan yang mereka
hadapi bukan penjahat biasa, melainkan orang-orang sakti yang pandai pula
menggunakan s ihir yang kuat!
Angin itu me mbuat daun-daun po hon tergetar dan rantingranting pohon naik turun menari-nari. Sarti dan Sarni ta mpak
gemetar dan dengan mata terbelalak dan muka agak pucat
mereka me mandang ke arah pohon besar di balik mana sua mi
isteri pelindung itu berse mbunyi. Bagaimanapun juga, gadisgadis dusun puteri Pa k Lurah Selowono ini hanyalah gadis
dusun yang sejak kecil percaya akan cerita tahyul tentang
setan, iblis, gendruwo me med i, pocongan dan banyak lagi
golongan setan yang menakutkan. Rambut mereka yang
sudah digelung rap i itu kini tertiup angin, agak awut-awutan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan tetapi justeru mena mbah daya tarik dua orang gadis
man is ini. "Hoa-ha-ha-ha, Kakang Kaladha ma, pengantin-pengantin
kita sudah menanti untuk kita jemput dan kita boyong, ha-haha!" Suara itu parau dan dalam, juga lantang se kali sehingga
terdengar menggelegar.
"Hiya, Adi Kalajana! Wah, pengantin kita sekali ini malah
paling baheno l di antara mereka yang terdahulu!" Terdengar
suara kedua yang juga lantang dan mengandung getaran
kuat. Tejomanik dan Retno Susilo maklum bahwa dua orang
manusia iblis itu sengaja mengerahkan tenaga sakti ketika
bicara agar terdengar lantang menyeramkan untuk menakutnakuti warga dusun Krenting. Dan me man g, semua warga,
termasuk Ki Lurah Se lowono, yang mengintai, ketika
mendengar suara itu, mereka menggigil ketakutan dan dengan
hati penuh ketegangan dan ketakutan mereka mengintai ke
arah Sarti dan Sarni yang duduk di bangku dekat pintu gapura
dusun itu. Tiba-tiba angin berhenti bertiup dan entah dari mana
datangnya, tahu-tahu di dekat pintu gapura telah berdiri dua
orang laki-laki yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa.
Yang seorang bermuka hita m, matanya besar melotot kedua
Kemelut Di Cakrabuana 6 Pendekar Naga Mas Karya Yen To Pendekar Cacad 16

Cari Blog Ini