Ceritasilat Novel Online

Kampung Setan 3

Kampung Setan Karya Khulung Bagian 3


"Aha! Demikianlah rahasia Kampung Setan ini !"
Mendadak ia diliputi rasa takut demikian hebat, seolah-olah bahaya maut sudah mengintai dirinya.
Khong ciok Gin cee belum pernah menyaksikan Cie lui Kiam khek ini ketakutan demikian rupa, maka lantas menanya:
"Su to Tayhiap, apakah artinya ucapanmu tadi ?"
Cie lui Kiam khek mengerti bahwa apa yang terpikir dalam hatinya itu tidak boleh diberitahukan pada kawan kawannya. Tapi jikalau tidak, semua pasti akan binasa ditangan kawanan orang liar itu, maka ia terpaksa menjawab sambil menggelengkan kepala:
"Tidak berarti apa-apa, masing-masing hati-hati sendiri-sendiri saja!"
Munculnya burung Garuda itu, seolah-olah memberi semangat kepada orang orang liar itu. Mereka berteriak-teriak semakin nyaring. Rombongan Cui lui Kiam khek yang harus menghadapi serangan dari atas dan depan, agaknya mulai kewalahan.
Keadaan berubah dengan cepat, beberapa puluh orang liar tiba-tiba berlompat-lompatan dengan golok terhunus ditangan, mulutnya bersorak sorai.
Cie lui Kiam khek diam-diam menghela napas, pikirnya: "pantas semua orang rimba persilatan yang pergi menyelidiki Kampung Setan ini tidak ada yang kembali, kiranya kecuali serangan manusia liar ini, juga masih harus menghadapi burung Garuda yang sangat ganas dan cerdik itu. Aih, kali ini aku benar-benar juga tidak bisa pulang lagi."
Mengingat itu semua, ia merasa menyesal. Tetapi semuanya sudah terlambat.
Dengan satu serangan tangan kosong ia berhasil memukul mundur dua orang liar. matanya ditujukan kedepan, dimana terdapat rimba lebat dan luas. Harapannya yang sudah pudar timbul lagi, pikirnya, kalau aku sekarang pura-pura kalah dan melarikan diri, selagi sikakek penjinak Garuda itu belum tiba disini, lari masuk kedalam rimba yang lebat itu, sikakek itu barangkali juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Pikirannya itu dengan cepat lantas akan dilaksanakan, ia mendekati Khong ciok Gin-cee, dan berkata padanya dengan suara pelahan.
"Lo enghiong. lekas beritahukan kepada semua kawan, kita harus mencari kesempatan untuk melarikan diri. Kau jangan tanya dulu, nanti setelah tiba dirumah, aku akan beritahukan padamu apa sebabnya!"
Sungguhpun Khong elok Gin cee tidak mengerti kelakuan kawannya itu tetapi karena menyaksikan sikapnya yang sungguh-sungguh, ia tahu pasti ada sebabnya, maka juga tidak menanya. Dengan cepat mendekati semua kawan kawannya untuk memberitahukan maksud Cie lui Kiam khek itu, kemudian mengikuti Cie lui Kiam khek melarikan diri ke dalam rimba.
Hanya jago tombak she Hok, karena panas hatinya dengan kematian muridnya dan luka anaknya, tidak mau lari. Dengan hati panas berkata kepada diri sendiri: "Siapa yang bernyali kecil, boleh kabur, disana ada dunia bebas, tidak ada bahaya!"
Dengan sikap mengejek, ia mengawasi berlalunya kawan-kawan itu, tiba-tiba maju tiga langkah. Dengan senjata yang dapat direbutnya dari tangan salah satu musuh. Ia tetap mengadakan berlawanan dengan gigih sambil melindungi anak muridnya.
Rombongan orang liar itu ketika melihat musuh musuhnya lari kedalam rimba, lalu memukul tambur masing-masing, menimbulkan suara amat riuh.
Kita tinggalkan dulu orang-orang yang berusaha melarikan diri ini, sekarang mari kita balik kepada Ho Hay Hong, yang sembunyikan diri didalam goa yang sangat gelap.
Dengan badan didalam goa, ia tongolkan sedikit kepalanya, untuk menyaksikan pertempuran yang sangat dahsyat itu.
Ia tidak meragukan dari mana datangnya orang liar itu, pikirannya ditujukan kepada burung Garuda yang muncul secara tiba-tiba itu. Karena pelat perak yang tertampak olehnya dibawah sayap burung itu, ternyata sama benar dengan pelat perak dibawah sayap burung Garuda yang dikurung oleh Cie lui Kiam khek.
Tiba-tiba hidungnya dapat mencium bau harum terbawa oleh desiran angin, buru-buru sembunyikan kepalanya. Tetapi ternyata sudah tidak keburu! Sesosok bayangan putih berdiri dihadapannya.
Kedua fihak berdiri berpisah sejarak kira-kira tiga tombak. Karena keadaan dalam goa itu gelap maka Ho Hay Hong tidak melihat nyata wajah bayangan itu.
Munculnya bayangan putih secara tiba-tiba itu. sangat mengejutkannya, Ia berdiri terpaku, lama tidak bisa bicara.
Terlintas suatu pikiran hendak menyingkir tetapi keadaan tidak memungkinkan lagi.
Dalam keadaan kepepet itu timbullah pikirannya hendak memberi perlawanan. Matanya di buka lebar, hendak menegasi siapa adanya bayangan itu.
Bayangan putih itu jelaslah bukan si-Kakek misteri itu, karena bukan rambutnya yang putih, melainkan seluruh pakaiannya. Juga merupakan seorang perempuan muda, yang sepasang kakinya dalam keadaan telanjang.
Hatinya mulai lega, ketenangan perempuan itu meski sangat menakjubkan, tetapi bagaimanapun juga jauh lebih lunak daripada si kakek rambut putih.
Perempuan itu berdiri tidak bergerak, dan ia berdiri juga tidak bergerak, keduanya berdiri tegak saling berpandangan bagaikan patung.
Perempuan muda kaki telanjang itu memandang dirinya dengan sinar mata dingin kemudian, lambat lambat mengeluarkan sepotong kertas dari dalam saku bajunya dan diberikan kepadanya.
Ho Hay Hong menyambar kertas itu dengan tegang. Ketika dibacanya, dikertas itu terdapat tulisan yang berbunyi: "Harap tuan habiskan jiwa sendiri, jangan sampai mengotorkan tanganku."
Meskipun perasaannya masih tegang, tetapi setelah membaca surat itu, Ia lantas berkata dengan nada mengejek:
"Aku tidak ingin mendengar nasihatmu. Jika aku ingin mati, aku bisa pergi sendiri, kalian tidak perlu ikut capek hati !"
Mendengar jawaban itu, wanita muda itu mengeluarkan lagi sepotong surat dan diberikan kepada Ho Hay Hong.
Dikertas itu kini terdapat tulisan yang berbunyi: "Siapa berani membangkang, harus menerima kematian, tanpa ampun."
Ho Hay Hong setelah membaca tulisan itu, bukan saja perasaan tegangnya lenyap seketika, bahkan dianggapnya sangat lucu.
"Kau selalu menggunakan tulisan untuk menggertak orang, apakah aku benar-benar bisa mati?"
Kembali perempuan muda itu mengeluarkan sepotong kertas yang dibeberkan dihadapannya, diatas kertas itu terdapat tulisan: "Itu salahmu sendiri, jangan sesalkan aku buas."
Ho Hay Hong semakin geli katanya:
"Kalau kau mempunyai kepandaian membinasakan aku, sudah tentu aku tidak akan sesalkan perbuatanmu. Tetapi aku kira tulisanmu itu belum tentu dapat dipercaya seluruhnya."
Diam-diam iapun merasa heran mengapa perempuan itu tidak membuka mulut" Apakah ia seorang gagu" Kalau benar demikian halnya, sesungguhnya sayang sekali.
Mata gadis kaki telanjang itu mendadak membelalak, memancarkan sinar tajam. Melihat perubahan itu, Ho Hay Hong dengan sendirinya lantas siap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Tidak sepatah kata keluar dari mulut gadis itu, tetapi kedua tangannya mendadak bergerak, bagaikan ular menyambar Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong yang sudah tidak ada jalan mundur, terpaksa menyambut dengan tangannya. Sebentar terdengar suara beradu yang sangat nyaring, tangan Ho Hay Hong tiba-tiba menjadi lemas, kehilangan tenaga
Dengan membalikkan telapak tangannya, gadis itu telah memukul jatuh Ho Hay Hong.
Dalam satu gebrakan gadis itu telah menjatuhkan seorang yang berkepandaian seperti Ho Hay Hong, kejadian itu sesungguhnya sangat mengherankan.
Ho Hay Hong sendiri juga tidak menduga bahwa gadis cantik molek yang kelihatan lemah gemulai itu mempunyai kepandaian demikian mengherankan. Ketika menyadari bahwa tadi ia agak memandang ringan, lawannya ternyata ia sudah terlambat.
Ia tahu bahwa dirinya telah tidak mempunyai kekuatan tenaga untuk memberi perlawanan, maka ia menyerah menunggu kematiannya.
Gadis kaki telanjang itu mengangkat badan Ho Hay Hong, lantas membawanya pergi.
Ho Hay Hong merasa sangat malu. tetapi ia diam saja. Diam-diam ia berusaha memulihkan kembali tenaganya, tetapi tidak berhasil.
Gadis itu terus berjalan tanpa berhenti. Badan Ho Hay Hong yang berat, diangkatnya.seperti bukan apa apa.
Perjalanan itu nampaknya sangat panjang, gadis itu berjalan cukup cepat, tetapi begitu lama belum tiba juga ditempat tujuannya.
Akhirnya, Ho Hay Hong mendengar suara aneh, kemudian disusul dengan tiupan angin, ia segera mengerti bahwa kini mereka sudah keluar dari jalan dibawah tanah.
Suara aneh itu ia belum pernah didengarnya. Ketika ia membuka mata, benar saja sebuah patung besar berdiri tegak dihadapannya.
Dari penerangan sinar rembulan remang-remang, ia mencuri lihat wajah gadis itu. Bukan main cantiknya, hingga hatinya berdebar-debar.
Ia lupa bahwa jiwanya berada dalam tangan orang. Dengan tenang seenaknya ia menikmati kecantikan gadis itu. Diam diam ia juga membandingkan gadis itu dengan kecantikan Su to Cian Hui, yang disebut duluan adalah mempunyai kecantikan dari gadis agung pendiam, sedang yang tersebut belakangan mempunyai kecantikan dari gadis remaja yang lincah segar.
Gadis itu agaknya sadar bahwa dirinya dipandang orang. Sinar matanya yang tajam segera berubah. Agaknya ia ingin bertanya, tetapi karena merasa yakin keagungan seorang gadis, ia segan untuk menanya. Hanya pipinya kemerah-merahan. Agaknya ia merasa malu.
Sikap kemalu-maluan itu nampaknya semakin menggiurkan. Wajah gadis seperti ini belum pernah dilihat Ho Hay Hong. Aneh dalam segala-galanya. Kalau Ia memandang orang, matanya selalu tidak berkedip.
Orang Kang ouw kawakan seperti Cie lui Kiam-khek pun tidak akan sanggup berhadapan mata dengan gadis itu, apalagi dia. Tetapi ia lupa bahwa ia adalah seorang laki muda belia dan cakap rupawan, sudah tentu berlainan dengan Cie lui Kiam khek.
Dari perubahan sikap gadis itu, Ho Hay Hong telah menarik kesimpulan bahwa gadis itu pastilah seorang yang mempunyai sifat lengkap. Wanita semacam ini kalau bergerak lincah gesit bagaikan kuda liar. Kalau diam, angkuh agung melebihi wanita yang paling agung.
Gadis itu meletakkan Ho Hay Hong di tanah, sedang ia sendiri disamping seolah-olah sedang menantikan apa apa.
Ho Hay Hong yang biasanya diam tidak suka banyak bicara, pada waktu itu entah apa sebabnya, mendadak ingin bicara dengan gadis itu, Lama ia berpikir untuk mencari bahan pembicaraan, akhirnya berkata:
"Aku sudah mengerti, bahwa kau memang seorang penduduk Kampung Setan. Meskipun sekarang kau menguasai jiwaku, tetapi aku juga menguasai salah satu barang pusaka kalian!"
Gadis itu mendengarkan dengan penuh perhatian. Diwajahnya tertulis suatu perasaan kaget.
Ho Hay Hong diam-diam berpikir. Gadis Itu meski tidak bisa bicara, tetapi toh ia masih bisa mendengar,
"Urusan ini aku sebetulnya tidak ingin mengatakan," demikian ia berkata lagi, "tetapi, orang yang hendak berangkat mati, kukatakan juga tidak apa. Kau pasti akan merasa heran, mengapa aku bisa menguasai salah satu barang pusaka kalian" Terus terang, kampung setan ini dua hari berselang aku pernah datang satu kali, waktu itu aku tidak mengetahui segala-galanya mengenai tempat ini, juga tidak diketahui oleh orang-orang kampungmu, kalau kau ingin tahu barang pusaka apa itu yang berada didalam tanganku, harap kau anggukkan kepala!"
Gadis itu setelah mendengarkan uraian yang panjang lebar itu, benar saja lantas menganggukkan kepala. Dengan demikian Ho Hay Hong membuktikan dugaannya.
"Barang itu merupakan sebilah pedang pusaka namanya pedang pedang Garuda sakti!"
Gadis itu mendadak membuka mulut:
"Apa" Kaukah yang mencuri pedang pusaka itu?"
Ia agaknya tersadar bahwa dirinya sudah salah omong. Ini Berarti ia sudah membuka rahasia tempat itu, maka buru buru ia menutup mulut. Tetapi Ho Hay Hong sudah mendengar dengan jelas, sehingga untuk sesaat ia merasa bingung. Pikirnya:
"Hm! Kau jelas bukanlah seorang gagu, mengapa pura-pura tidak bisa bicara?"
Namun demikian, ia tidak mau mengunjukkan perasaan herannya, katanya sambil tertawa hambar.
"Semula aku kira kau seorang gagu, tak kusangka suaramu demikian merdu."
Gadis itu tidak dapat berlaku pura-pura lagi, katanya dingin.
Sikap tadi itu menunjukkan, betapa besar perhatiannya terhadap pedang pusaka itu hingga hati Ho Hay Hong tergerak. Ia pikir pedang itu pasti ada hubungannya dengannya jikalau tidak, tidak nanti menunjukkan perhatiannya demikian besar.
Tiba-tiba ia tidak ingin mati, hendak menggunakan pedang pusaka itu menukar jiwanya.
Maka ia pura-pura bersikap misterius, katanya sambil tertawa:
"Ini maaf aku tidak dapat memberitahukan, kalian perlakukan diriku demikian buruk tanpa sebab, hendak mengambil jiwaku, tidak perlu aku berlaku baik."
"Kau benar-benar seorang pintar, aku kira ketika aku bicarakan soal ini tadi, dalam hatimu sudah ada rencana!"
"Sudah tentu, aku tidak mau mati konyol!"
"Apa artinya ucapanmu ini?"
Ho Hay Hong yang sudah berpikir masak masak pura-pura berlaku hambar. kepalanya menengadah mengawasi rembulan, katanya lambat-lambat.
"Kau juga tahu. bahwa bagi manusia yang terpenting ialah nyawa. Jikalau aku kehilangan nyawa tanpa mengetahui apa sebabnya, bukankah itu sangat penasaran" Maka itu, aku harus berusaha untuk mempertahankan jiwaku."
"Maksudmu, apakah kau ingin menggunakan pedang itu untuk menukar jiwamu?"
Ho Hay Hong pura pura kaget, lalu berkata sambil menganggukkan kepala.
"Ow, kau sungguh pandai, tepat sekali dugaanmu!"
Gadis itu nampak ragu-ragu. "Tentang ini aku harus menanya ayahku dulu baru bisa mengambil keputusan!"
"Ayahmu apakah kakek rambat putih itu ?"
Gadis itu terkejut, katanya sambil menggelengkan kepala.
"Kau keliru, ayahku adalah...."
Dengan sinar mata dingin Ho Hay Hong memandang gadis itu, kemudian memotongnya.
"Kau tak perlu menjelaskan, aku sudah tahu siapa ayahmu!"
Gadis itu kembali terkejut, "siapa?"
"Manusia liar!"
Mendengar ucapan itu, wajah gadis itu berubah seketika, katanya dengan suara keras:
"Kau berani menghinaku."
Tangannya tiba-tiba diangkat, menampar dua kali dipipi Ho Hay Hong, lalu berkata lagi. mengandung peringatan:
"Kalau kau berani mengatakan ucapan serupa itu lagi, jangan sesalkan aku berlaku tak kenal kasihan!"
Ho Hay Hong yang belum pernah terhina orang wanita, setelah ditampar pipinya, dalam hati sangat marah. Tetapi ia adalah seorang laki-laki berjiwa besar, dengan menekan hawa amarahnya, ia berkata dengan nada suara dingin:
"Mengapa membohongiku" Siapa ayahmu kau kira aku tak tahu" Hmm!"
"Pikirkan masak-masak ucapanmu tadi apakah tidak menyakiti perasaan orang" Kau disini menunggu keputusan ayah, aku tak mau bicara denganmu!"
Pada saat itu, telinga Ho Hay Hong mendadak menangkap suara jeritan ngeri. Suara yang mengerikan itu datangnya dari arah selatan. Suara yang mengerikan itu seolah-olah keluar dari mulut seseorang yang mengalami nasib mengenaskan.
Mendadak ia bangkit, tetapi baru berjalan beberapa langkah, Ia sudah jatuh terduduk lagi, tahu bahwa Cie lui Kiam khek dan lain lainnya mungkin sudah ada yang dibinasakan oleh orang-orang dari Kampung Setan. Akan tetapi, ia sendiri nasibnya berada ditangan orang, sekalipun ingin memberi bantuan juga tidak bisa.
Suara jeritan itu, agaknya juga membingungkan gadis itu, matanya ditujukan ke-tempat gelap tanpa berkejap.
Dengan tiba tiba sesosok bayangan orang muncul dibawah patung. Dari mana datangnya dan sejak kapan bayangan itu berada di situ, Ho Hay Hong tidak tahu. Dengan mata tidak berkedip, ia mengawasi gerakan bayangan itu.
Bayangan orang itu diam-diam berjalan kesamping gadis berkaki telanjang, lalu menanya dengan suara perlahan:
"Kemana ayah?"
"Aku tidak tahu," jawab gadis itu agak bingung.
Bayangan orang itu mengangkat tangannya, rambut panjang dan putih yang menutupi kepalanya segera terbuka, lalu tampaklah satu wajah yang tampan.
Ho Hay Hong yang menyaksikan orang itu meskipun masih muda usianya, tetapi berkepandaian sangat tinggi. Semula dikiranya si Kakek yang dilihatnya ditepi danau Lok ing ouw, tetapi anggapan itu dibantahnya sendiri karena wajah yang dilihatnya ditepi danau itu jelas wajahnya seorang tua.
"Adik, disini masih ada yang hidup, bagaimana bisa terjadi?"
Pemuda itu mengedip-ngedipkan matanya yang tajam, berkata lagi kepada diri sendiri:
"Pantas aku tadi mendengar suara angin agak kotor, kiranya adalah suara napasnya?"
Ucapan itu sebetulnya tak disengaja, tetapi Ho Hay Hong yang mendengarkan, diam-diam merasa kaget. Ia sungguh tak menduga bahwa tamu aneh yang masih sangat muda usianya itu, ternyata memiliki kekuatan tenaga dalam demikian sempurna.
"Jangan sentuh dia, tunggu ayah sendiri yang membereskannya." demikian gadis itu berkata.
"Apa yang telah terjadi?" tanya sipemuda aneh.
"Dia adalah orang yang mencuri pedang itu."
Pemuda itu memandang Ho Hay Hong lagi sejenak, Ho Hay Hong lalu berkata:
"Memang benar, pedang Garuda sakti berada ditanganku!"
"Kau adalah orang yang mencuri pedang itu, mengapa tidak mau mengembalikan" Apakah kau tidak tahu bahwa Kampung setan ini angker?"
Melihat sikap pemuda yang amat sombong itu. Hati Ho Hay Hong merasa mendongkol, katanya:
"Aku bukan orang daerah Tionggoan, perduli apa dengan Kampung dewa atau Kampung setan: Asal aku dibebaskan, pedang itu akan kukembalikan kepada kalian, jikalau tidak aku tidak ingin mati konyol."
"Orang yang menginjak tanah Kampung setan, semua harus mati, tidak ada yang hidup, apakah kau belum mengerti?" berkata pemuda itu gusar, tangannya diletakkan dipundak Ho Hay Hong, hingga Ho Hay Hong merasa kesakitan. Pemuda itu berkata pula sambil tertawa mengejek:
"Baru begini saja kau sudah meringis, benar-benar seorang yang tak ada gunanya."
Ho Hay Hong diam saja, ia melihat baju dibawah bagian lengannya sudah hancur semua, entah menggunakan kepandaian ilmu apa pemuda itu dapat menghancurkan bajunya sedemikian rupa. Meskipun ia mengagumi kepandaian pemuda itu, tetapi ia tidak suka dengan sikapnya yang sombong.
Pemuda itu menyentil dengan jarinya, hingga baju yang sudah hancur itu menjadi berantakan. Selagi hendak mengejek lagi. matanya tiba-tiba dapat lihat tanda cacahan seekor burung Garuda dilengan Ho Hay Hong, hingga seketika itu ia memandangnya dengan mata membelalak dan mulut menganga.
Cepat ia membalikkan badan dan berkata kepada gadis kaki telanjang:
"Adik, apakah kau pernah dengar ceritera ayah."
"Pernah, mengapa koko menanyakan soal ini?" jawab gadis itu heran.
"Coba kau lihat !"
Gadis itu tujukan matanya kearah lengan Ho Hay Hong yang ditunjukkan oleh pemuda misteri itu. Mendadak ia terkejut.
"Apa itu ?"
"Kau berani jamin tidak akan memberitahukan hal ini kepada ayah?" berkata pemuda itu, kemudian bisik-bisik ditelinganya: "Aku ingin bunuh dia !"
"Koko, jangan!" demikian gadis itu menentang maksud kokonya, "pedang pusaka itu adalah barang sangat penting bagi kita, tidak boleh hilang untuk selama-lamanya."
"Adik, apakah kau benar benar tidak mengerti?" kata sang koko, kemudian dengan bisik-bisik: "dia bukan orang baik-baik, mau tidak mau harus dibunuh!"
"Jangan koko, kau terlalu egois." Dengan perasaan kurang senang pemuda itu menatap wajahnya, katanya sambil mengibaskan lengan bajunya.
"Baiklah, aku tidak mau perdulikan lagi. Selanjutnya kau juga jangan panggil aku koko lagi!"
Sehabis berkata demikian, ia lantas menghilang.
Gadis itu mengawasi kearah menghilangnya pemuda tadi, otaknya seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. Sebentar kemudian, diwajahnya terlintas suatu perasaan tegas, lambat-lambat membalikkan badan dan berkata kepada Ho Hay Hong:
"Baiklah, aku terima baik permintaan mu, untuk menukar pedang dengan jiwanya, tetapi aku harus ikut pergi mengambil, supaya kau tidak bisa menipu aku!"
"Cara ini baik sekali, setelah mengambil kembali pedangmu, kau lantas bunuh aku!"
Gadis itu mengunjukkan paras cemberut, katanya sambil cibirkan bibirnya:
"Apa katamu" Apa kau kira aku orang semacam itu?"
Ho Hay Hong telah memikirkan bahwa pedang itu sudah berada dalam tangan pemimpin golongan Lempar batu, bagaimana ia harus mengambil kembali"
Karena kesulitan itu, maka akhirnya Ia berkata:
"Aku lebih suka mati ditanganmu tidak mau tertipu !"
"Apa sebetulnya yang kau inginkan!?"
"Aku akan pulang seorang diri untuk mengambil pedang itu akan kuletakkan disuatu tempat yang sudah kita janjikan. Jikalau tidak, diwaktu aku menyerahkan pedang, kau masih mendapat banyak kesempatan untuk melakukan perbuatan yang tidak menguntungkan diriku."
"Kau pintar sendiri, apabila kau pergi tidak kembali, bukankah aku akan kehilangan dua-duanya?"
Ketika mengucapkan kata-kata terakhir, ia agaknya merasa bahwa ucapannya itu kurang tepat, hingga mukanya merah seketika.
Ho Hay Hong tidak memperhatikan perubahan kecil itu, berkata sambil membusungkan dada:
"Kalau kau sedikitpun tidak percaya kepadaku, aku juga tidak bisa berbuat apa apa, terserah pada yang kau kehendaki!"
Melihat sikap Ho Hay Hong yang sungguh-sungguh, gadis itu lantas berkata.
"Baiklah aku mengalah lagi!" Matanya menatap wajah Ho Hay Hong, "hanya kau harus bersumpah dulu terhadap aku, tidak membocorkan rahasia Kampung setan kepada siapapun juga."
Ho Hay Hong terperanjat, Ia berusaha supaya perasaannya itu tidak terlihat oleh sigadis, katanya.
"Kau jangan khawatir, tentang rahasia Kampung setan, apa yang kuketahui sebetulnya sedikit sekali!"
"Sekarang begini saja, setelah kau ambil pedang pusaka itu, kau tanam di bawah pohon kayu putih, satu-satunya pohon yang daunnya putih ditepi danau Lo king ouw. Kuberikan waktu sampai besok, sebelum tengah hari jikalau tidak, besok sore aku akan datang untuk mengambil pedang itu, kalau tidak ada, aku akan mencari kau untuk membuat perhitungan!"
"Tidak bisa, pedang itu kusimpan ditempat yang sangat rahasia, setidak tidaknya masih harus makan waktu tiga hari baru dapat kuambil."
Dalam perhitungannya dalam waktu tiga hari itu masih ada kesempatan untuk minta kembali pedangnya kepada pemimpin golongan lempar batu. Tetapi itu juga merupakan suatu pertanyaan, dalam waktu itu bisa minta kembali pedangnya atau tidak, ia sendiri juga tidak berani memastikan. Meskipun sangat berbahaya, tetapi ia sudah tidak mempunyai pilihan lain, terpaksa menempuh jalan untung-untungan.
Gadis itu setelah menghitung-hitung sejenak kemudian berkata sambil menganggukkan kepala.
"Kuperhitungkan dari sudut yang paling buruk dulu, taruh kata kau kabur, dalam waktu tiga hari, paling banter kau dapat mencapai perjalanan tiga ratus pal, aku masih bisa menangkap kau kembali. Baiklah, aku terima baik permintaanmu ini."
Ho Hay Hong tertawa, "demikianpun kita tetapkan !"
Kesan pemuda pendiam itu, gadis kaki telanjang ini meskipun sikapnya agak galak, tetapi hatinya masih putih bersih.
"Lekas kau pergi, sebentar kalau mereka datang kau tidak bisa pergi lagi! Lagi pula aku juga tidak mempunyai kekuatan untuk melindungi dirimu hingga kedua pihak sama-sama tak ada untungnya!"
"Kenapa aku harus pergi yang agak aman."
"Sekarang ini semua penjuru sudah terkurung rapat kawan kawanmu pasti sih, pergilah menuju kejalan bawah tanah, kemudian kau kabur kedanau lok ing ouw."
"Terima kasih atas kebaikanmu, dilain waktu"
Belum habis kata-katanya, pundaknya mendadak ditepuk oleh si gadis itu. seketika itu juga perasaan lemasnya lenyap, darah dalam tubuhnya mengalir seperti biasa lagi, begitupun kekuatan tenaga dalamnya juga sudah pulih kembali, hingga diam-diam ia merasa girang.
Ia tidak mau membuang waktu, dengan langkah lebar ia masuk kedalam gua, telinganya masih dengar kata-kata si gadis: "Setelah kau keluar dari dalam rimba, itu berarti kau sudah menginjak tanah bebas !"
Setelah, itu, terdengar suara keresekan. Mendadak gua itu gelap gulita, kiranya jalan masak kedalam gua itu sudah tertutup oleh patung besar itu.
Ia tahu bahwa itulah jalan satu-satunya untuk menyelamatkan dirinya maka dengan menindas rasa takutnya, ia berlari-larian didalam jalan dibawah tanah itu.
Keluar dari jalan bawah tanah, terus lari menuju kekota. Saat itu baru saja lewat jam satu malam. Tanpa menoleh ia terus lari menuju ke gedung Kanglam Bu koan.
Tiba didepan pintu gedung, ruangan tamu masih terang benderang, jelaslah sudah terjadi apa-apa. Ia pura-pura jalan-jalan dulu ketaman, kemudian baru masuk keruangan tamu.
Dalam ruangan tamu itu tampak banyak orang sedang duduk dalam keadaan diam, mereka itu adalah Cie lui Kiam khek, Khong ciok Gin cee, si Ayam Emas Song Sie, dan Giok bu Kie su serta yang lainnya, sedang empat serangkai keluarga Liong tidak nampak.
Pakaian orang orang itu sudah hancur, di sana sisi di badan mereka terdapat banyak luka, seolah-olah baru melakukan pertempuran hebat.
Empat orang itu ketika melihat Ho Hay Hong kembali, semua membuka mata dan menganggukkan kepala kepadanya.Cie lui Kiam khek mencoba berlaku tenang, katanya sambil tertawa:
"Menurut keterangan anakku, katanya Ho siauhiap juga pergi ke Kampung Setan?"
-oood0-0wooo- Bersambung jilid 6
Jilid 6 SEBELUM Ho Hay Hong menjawab, ialah melihat Su to Cian Hui dengan tergesa-gesa lari keluar dari dalam kamar, tangannya membawa seember air bersih dan handuk, maka buru-buru ia mengurungkan maksudnya hendak menjawab.
Dengan sangat hati-hati, Su to Cian Hui membersihkan luka-luka empat orang itu dengan air bersih, kemudian diberinya obat luka.
Mendapat perawatan hangat, Khong ciok Gin cee berkata sambil menghela napas:
"Kampung Setan benar-benar merupakan suatu tempat yang amat seram, kalau Su-to Tayhiap tidak cepat-cepat menginsyafi adanya bahaya, kita semua barangkali sudah binasa disana. Ah, kasihan itu orang-orang rimba persilatan yang dahulu pergi kesana tanpa rencana, sehingga mereka tidak bisa kembali lagi."
Si Ayam emas mendadak bangkit dan membuka matanya lebar-lebar, katanya.
"Dengan munculnya manusia liar secara mendadak, empat persaudaraan keluarga Liong telah menjadi korban dalam tangan mereka. Tidak usah dikata lagi. Kipas besi Hok Yauw pasti sudah tidak punya harapan hidup."
Ketika ia mengenangkan kejadian mengerikan itu, perasaan ngeri masih tampak lekat dimukanya. Ia menarik napas panjang, lalu berkata lagi.
"Aku tetap menganggap bahwa kita belum mempunyai rencana yang sempurna, sehingga terjebak oleh kawanan siluman itu. Jikalau tidak, kekalahan kita pasti tidak sampai begini mengenaskan."
Cie-lui Kiam khek berkata sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Bukan, bukan, aku diduga bahwa dalam Kampung Setan itu setiap jengkal terjaga keras, bahkan dalam rimba juga ada orangnya. Kematian keluarga Liong bukan ditangan manusia liar, melainkan diserang senjata gelap oleh orang yang sembunyi didalam rimba. Apakah kau tadi tidak dengar suara ser-seran itu" Itu adalah senjata jarum beracun yang tidak berwujud!"
Khong Ciok Giok cee berkata dengan nada suara sedih:
"Persaudaraan Liong menjadi korban kurang kesiap-siagaan, hingga lebih dulu terkena serangan senjata gelap jarum beracun dan kemudian dibinasakan oleh kawanan manusia liar, kita tahu bahwa empat saudara Liong itu sudah lama mendapat nama, kawanan manusia liar itu meskipun lihay, juga tidak mungkin demikian mudah membinasakan mereka. Aku kira Hok Yauw juga terbinasa oleh serangan gelap jarum beracun, karena jarum beracun itu tanpa suara dan tanpa bayangan, mudah sekali digunakan untuk membokong orang, apalagi musuh bersembunyi ditempat gelap, orang tak bisa berjaga-jaga"
"Aku selalu anggap bahwa orang aneh berpakaian kelabu, berambut putih itu adalah orang yang melakukan penyerangan dengan menggunakan jarum beracun, Khong ciok Lo enghiong, kau tadi telah mengadu kekuatan dengannya, bagaimana kekuatannya kau rasa?" berkata Cie lui Kiam khek.
"Kekuatan tenaga dalam Kakek rambut putih itu jauh lebih sempurna dari padaku, dengan mengorbankan ilmuku Cie yang Ceng khie, aku mengadu kekuatan dengannya sampai dua kali. hingga sekarang aku masih merasa debaran jantungku. Begitupun kaki tanganku, juga masih terasa kejang!" berkata Khong ciok Gin cee.
"Dia adalah pembunuhnya empat saudara Liong!" berkata Cie lui Kiam khek.
"Aku pikir bukan, dengan kepandaiannya yang demikian tinggi, sudah cukup untuk membinasakan kita secara terang-terangan tidak perlu secara gelap-gelapan.
"Pikiran lo enghiong ini juga ada benarnya. Orang aneh berbaju kelabu itu kalau bukan pembunuhnya empat saudara Liong, aku anggap itu adalah perbuatan gadis kaki telanjang itu. Karena senjata jarum beracun yang halus bagaikan bulu kerbau itu, kecuali orang-orang rimba persilatan yang mempunyai kekuatan tangan sangat besar yang dapat menggunakannya. selanjutnya adalah kaum wanita Cie cian Sien sio dulu telah terkenal namanya dengan senjata rahasia jarum beracun ?"
Song Sie agaknya membenarkan pikiran Cie-lui Kiam khek, katanya:
"Dari sinar matanya yang dingin, tajam, sikapnya barangkali juga kejam"
Ho Hay Hong yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka tanpa bersuara, kini tiba-tiba membuka mulut.
"Dia bukan orang perempuan semacam itu. Jarum beracun itu bukan perbuatannya."
Cie-lui Kiam khek terkejut. "Dari keterangan Ho siauhiap ini agaknya ia kenal baik dengan wanita itu. Bagaimana sebetulnya?"
Pertanyaan itu menarik perhatian semua orang, hingga semua mata tertuju kepada Ho Hay Hong.
Su to Cian Hui juga menghentikan pekerjaannya, dengan sepasang matanya yang penuh tanda tanya memandangnya.
Ho Hay Hong terperanjat, ia tahu sudah kelepasan omong, maka terpaksa menjawab:
"Selama pertempuran berlangsung, dia terus berada disampingku, maka aku berani memastikan bahwa jarum beracun itu bukan ia yang menggunakan."
Giok bu Kie su yang terluka paling berat, berkata dengan kebencian yang meluap-luap kepada orang-orang dari Kampung Setan
"Orang-orang dari Kampung Setan semuanya berhati kejam dan bertangan ganas, kali ini Ho siauhiap memasuki goha macan, ternyata bisa pulang keadaan selamat, apakah mendapat perlindungan dari dewa" Ho siauhiap, dapatkah kau memberi keterangan?"
"Aku melarikan diri selagi ia dalam keadaan lengah!" jawab Ho Hay Hong.
"Dalam Kampung Setan, setiap jengkal tanah ada orang yang menjaga, keterangan Ho siauhiap ini sudah jelas bukan dengan sejujurnya." berkata Khong ciok Gin cee sambil menggelengkan kepala.
"Kalian semua tidak percaya keterangan ku. apa yang harus aku katakan?" berkata Ho Hay Hong sambil menghela napas dan berjalan pelahan-lahan menuju ke pintu, "apalagi pengalamanku kali ini, juga tidak bisa dijelaskan dengan singkat."
Ia mendongakkan kepala memandang rembulan kelangit. Hatinya terasa kalut, sebab kalau dalam waktu tiga hari dapat mengambil pedang pusakanya, akan hilanglah kepercayaan gadis kaki telanjang itu kepadanya
Dari jauh, tiba-tiba terdengar suara burung Garuda. Diwaktu tengah malam, dalam keadaan sunyi itu, suara itu benar-benar bisa membuat berdiri bulu roma.
Ho Hay Hong menghenti langkah kakinya. Matanya berputaran mencari-cari di angkasa. Tidak jauh ditempat ia berdiri, tampak satu bayangan lompat melesat setinggi kira-kira empat tombak, Di angkasa bayangan itu melakukan gerakan jumpalitan, kemudian menukik turun ketaman belakang gedung dan sebentar kemudian menghilang.
Gerakannya berjumpalitan di tengah udara itu sungguh indah, ketika Ho Hay Hong menyaksikan itu, terkejutlah hatinya. Katanya kepada diri sendiri: "Celaka, dia adalah toa suheng."
Diwaktu tengah malam toa suhengnya itu mendadak muncul digedung Kang lam Bu koan, dapat dimengerti apa maksudnya. Diam-diam Ho Hay Hong mengkhawatirkan jiwa Cie lui Kiam khek.
Dengan Cie lui Kiam khek ia tidak mempunyai perhubungan erat, tetapi terdorong oleh perasaan keadilan dan prikemanusian, ia telah melupakan semua bahaya yang mengancam dirinya.
Ia merobek sepotong bajunya untuk menutupi mukanya, dibagian kedua matanya ia membuat lobang dengan jari tangannya lain dengan tergesa-gesa lompat melesat mengejar toa suhengnya.
Bayangan tadi agaknya berbalik arah sebab tiba-tiba ia membalikkan badannya, hingga berpapasan dengan Ho Hay Hong.
Tanpa membuka suara, Ho Hay Hong sudah maju dan menyerang dengan dua tangan kearah dua jalan darah Khie hay dan Sian ing
Bayangan orang itu mundur setengah langkah, sambil mengeluarkan suara dihidung menghunus pedangnya, lalu diputar dan membabat tangan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong terpaksa membatalkan serangannya, kaki kirinya digeser maju, tangannya diangkat hendak menggaet pedang lawan, pedang ditangan bayangan orang itu menyontek keatas, hembusan angin menuju ke-muka Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong setengah badannya menggeblak kebelakang, tangannya bergerak mengketok gagang pedang lawannya.
Beberapa gerak tipu serangannya yang digunakan itu, adalah menurut ciptaannya sendiri. Karena ia tahu benar bahwa untuk menghadapi suhengnya itu, sekali-kali tidak boleh menggunakan ilmu silat golongan sendiri.
Oleh karena ia harus berusaha untuk menghindari supaya jangan diketahui oleh suhengnya maka agak berat baginya untuk menyambuti serangan suhengnya yang dilancarkan bertubi-tubi. Apalagi setelah suhengnya menggunakan ilmu silat golongannya yang dikenalnya paling ampuh, maka keadaan Ho Hay Hong semakin berbahaya.
Diluar dugaannya, secara tiba-tiba sang suheng itu undurkan diri dan menengok kelain jurusan. Dibawah sinar rembulan, wajah tampan sang suheng jelas menunjukkan perasaan kaget.
Ho Hay Hong baru tahu pada saat itu didalam tanah itu sudah tambah satu orang.
Orang itu berwajah tampan, mengenakan pakaian sangat mewah. Gerakannya halus merupakan tipenya seorang pemuda dari tingkatan atas. Namun dari mukanya nampak sifatnya seperti seorang pemuda yang gemar pipi licin.
Sangat mengherankan bahwa seorang pemuda demikian, diwaktu tengah malam buta seperti itu mendadak muncul didalam taman gedung Kang lam Bu koan "
Terdengar suara bentakan yang keluar dari suhengnya Ho Hay Hong:
"Ho Sutee, ada keperluan apa kau datang kemari ?"
Pemuda itu tersenyum. tidak menjawab, Ho Hay Hong yang mengenakan kerudung dimukanya, ketika mendengar teguran suhengnya itu terkejut dan terheran-heran.
Ia mengira bahwa suhengnya sudah mengenali dirinya, namun sang suheng itu berjalan mendekati pemuda berpakaian mewah itu.
Pemuda tadi tetap tidak membuka mulut, dengan mendadak mengangkat tangannya yang putih, mendorong kearah anak muda yang menjadi suhengnya Ho Hay Hong.
Pemuda yang tersebut belakangan itu marah, bentaknya,
"Berani sekali hei Ho sutee, kau sudah berontak?"
Tangannya diangkat, menyambuti hembusan angin yang keluar dari tangan pemuda pakaian merah itu.
Dua kekuatan saling beradu, pemuda pakaian merah itu bibirnya masih tersungging satu senyuman, dengan langkah lebar dia maju setindak lagi. Sebaliknya suhengnya Ho Hay Hong mundur tiga langkah, dan kemudian tanpa berkata apa-apa, lompat melesat setinggi tiga tombak lebih, dengan cepat kaburkan diri melalui tembok.
Ho Hay Hong diam diam mengeluh, karena sang suheng salah melihat orang, tanpa mencari keterangan lebih dulu, ia berlalu dengan hati marah. Hal itu dikemudian hari pasti akan menimbulkan kerewelan.
Ia mengawasi pemuda pakaian mewah itu, memang benar. Wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajahnya sendiri, bahkan tindak tanduknya juga sangat mirip sekali.
"Kau juga ingin merampok burung Garuda?" demikian pemuda pakaian mewah itu menegur Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tidak mengerti maksud dalam kata-katanya itu, tetapi ia merasa bahwa perkataan juga ingin, terlalu menghina dirinya, hingga diam-diam ia merasa tidak senang.
Pemuda berpakaian mewah itu maju beberapa langkah, sebelum mendekati Ho Hay Hong mendadak ia menggerakkan lengan bajunya.
Ho Hay Hong menyambuti serangan itu dengan tangannya, mendadak terdorong mundur selangkah, hingga diam-diam terkejut.
"Hm, hanya begitu saja." berkata pemuda berpakaian merah, lalu menyerang lagi dengan tangan kosong.
Ho Hay Hong mengerahkan sepenuh tenaganya, membacok dengan menggunakan belakang telapak tangan. Terdengarlah suara beradunya dua kekuatan, kembali ia terpental mundur oleh kekuatan tenaga yang tidak berwujud.
Dengan demikian, mereka sudah mengadu kekuatan tenaga dalam, masing-masing sudah dapat mengukur kekuatan tenaga dalam lawannya. Ho Hay Hong merasa penasaran dengan alis berjengit, ia menggerakkan kedua lengannya, sehingga mengeluarkan suara keretekan.
Mulutnya menghembuskan hawa putih, semakin lama semakin tebal, sehingga hawa itu tidak buyar. Kemudian barulah mendorong tangannya pelahan-lahan.
Pemuda berpakaian mewah itu dengan sikap yang memandang ringan lawannya, mengibaskan bajunya. Dari situ keluar hembusan angin yang merupakan angin kekuatan tenaga dalamnya.


Kampung Setan Karya Khulung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika kedua kekuatan tenaga saling beradu, Ho Hay Hong roboh ke belakang, sedangkan pemuda baju mewah Itu mundur terhuyung-huyung dengan wajah berubah.
Ho Hay Hong dengan perasaan mendongkol merayap bangun, jidatnya sudah penuh dengan peluh.
Matanya menatap wajah lawannya, tanpa berkata apa apa ngeloyor pergi.
Pemuda berpakaian mewah itu juga tidak melakukan penyerangan lagi, ia membiarkan Ho Hay Hong pergi. Sejenak mulutnya menggumam sendiri, kemudian berseru:
"Hei, Su to Cian Hui, sahabat baikmu sudah datang, lekas keluar!"
Suaranya itu sangat nyaring, didalam suasana sunyi seperti itu, suara itu menggema sampai jauh.
Tidak lama kemudian, tampak sesosok bayangan langsing berkelebat keluar dari ruangan tamu dan menghampiri pemuda itu, lain menegurnya:
"Tang-siang Sucu, aku sedang berpikir hendak membuka kedokmu, tak kuduga kau sudah membukanya sendiri!"
Pemuda Itu tampak tercengang, katanya: "Su to Cian Hui, kau sesungguhnya keterlaluan, kau pikir saja sendiri, dari tempat ribuan pal jauhnya aku datang menengokmu, sebaliknya kau sambut dengan cara yang tidak enak seperti ini !"
"Lekas kau enyah dari sini, mulai hari ini, pintu rumah keluarga Su to sudah tertutup bagimu, mengerti!" berkata Su to Cian Hui marah.
"Apa" suruh aku enyah" Bukankah terlalu kejam keputusanmu ini!" berkata pemuda itu kaget, matanya memandang sinona melotot.
"Hm! kau sungguh hebat, dalam waktu beberapa hari saja, kau sudah pindah tinggal dalam rumahku!"
"Apa katamu?"
"Kau jangan kira bahwa ayah junjung tinggi kau, menghargai kau! Harus kau ketahui, asal aku membuka kedokmu, ayah pasti akan usir keluar kau. Maka aku nasehatkan kau, sebaliknya jangan kau merecoki aku!"
"Aku tak mengerti maksudmu, aku tak tahu siapa sebetulnya yang kau katakan"!"
Su to Cian Hui tertawa dingin, lalu berkata:
"Tidak mengerti yah sudah, nonamu tidak ada tempo bicara dengan kau!" tapi baru saja kata-kata itu diucapkannya, Cie lui Kiam khek, Khong ciok Gin cee dan Song Sie sudah berjalan menghampiri dengan tindakan lebar.
Sebelum Cie lui Kiam khek berbicara sudah didahului oleh Song Sie.
"Hei, lotee, aku sudah kata. jangan terlalu menuruti hawa napsu, tetapi, tetapi kau tidak mau dengar."
Cie lui Kiam khek mendadak bertanya: "Benarkah kau muridnya Lam tiang Tay bong. Tang siang Sucu?"
Tang siang Sucu semula tercengang, ia berkata kepada Song Sie:
"Lo enghiong ini siapa" Aku tak kenal denganmu!"
Song Sie sangat mendongkol, katanya: "Lotee, benarkah kau sudah tidak mengenali diriku lagi?"
Tang siang Sucu tidak menghiraukan, sebaliknya berkata sambil memberi hormat kepada Cie lui Kiam-khek:
"Tuan ini kiranya Cie lui Kiam khek Su to tayhiap, yang namanya sangat kesohor itu" Aku yang rendah merasa sangat beruntung, hari ini bisa berjumpa dengan tayhiap."
Cie lui Kiam khek mendadak tercengang, diam-diam merasa heran, karena sewaktu orang she Ho itu datang hanya membawa se-stel pakaian, tapi sekarang darimana pakaiannya yang demikian mewah itu "
Ia pura-pura bertanya:
"Siauhiap she apa ?"
"Ho !" jawab Tang siang Sucu.
Kembali Cie lui Kiam khek terkejut, dalam hatinya berpikir: "sudah jelas kau adalah Ho Hay Hong, mengapa pura-pura tidak kenal ?"
"Apakah siauhiap bukan Ho Hay Hong?" demikian ia bertanya.
"Bukan, aku yang rendah Ho Hay Thian!"
Semua orang terkejut oleh jawaban pemuda itu. Ho Hay Hong telah berjalan keluar dari taman belakang. Pakaian yang ada dibadannya masih tetap pakaian yang berwarna hijau yang sudah luntur, sedang bagian lengannya indah hancur, tetapi gerak kakinya tetap tegap.
Diri jauh ia dengar Tang-siang Sucu menyebutkan nama Ho Hay Thian. Nama itu bukan saja hanya terpaut satu huruf dengan namanya sendiri, tetapi raut muka dan potongan badan orangnya juga mirip dengan dirinya, hingga sesaat Itu ia merasa bingung.
Tadi ia terlalu banyak mengeluarkan tenaga dalam, sehingga tidak sanggup melanjutkan pertempuran. Kini setelah mendapat waktu beristirahat, kekuatannya sudah pulih kembali. Dengan memainkan potongan bambu ia berkata kepada Tang Siang Sucu:
"Pertempuran kita tadi belum selesai, mari sekarang kita lanjutkan!"
Munculnya Ho Hay Hong bukan saja membuat Cie lui Kiam khek, Khong ciok Gin cee dan si Ayam emas Song Sie lantas sadar dari kekeliruan mereka, tetapi Su to Cian Hui juga lantas mengerti duduk perkaranya. Pikirnya: "Mukanya dan potongan badannya sangat mirip satu sama lain. juga sama-sama she Ho, sudah tentu orang susah membedakan."
Diam diam ia juga merasa menyesal terhadap Ho Hay Hong, karena pemuda pendiam itu selamanya berlaku sopan dan lemah lembut terhadap dirinya, tetapi ia sendiri memperlakukannya dengan sikap ketus.
Tang siang Sucu Ho Hay Thian dengan sikap sopan berkata kepada Cie lui Kiam-khek:
"Jikalau Su to locianpwee tidak menganggap aku yang rendah terlalu kurang ajar, bolehkah kiranya aku yang rendah main-main beberapa jurus dengannya?"
"Urusan siauhiap aku orang tua tiada hak turut campur tangan. Tetapi kalau siauhiap hendak mempertunjukan kepandaianmu, silahkan diluar pekarangan saja. Tempat ini adalah tempatku siorang tua, aku tidak ingin terbawa-bawa dalam pertikaian ini!" kata Su-to Siang dingin.
Jawaban itu kedengarannya memang pantas, tetapi didalamnya ada mengandung maksud "mengusir". Sudah tentu Tang siang Sucu merasa malu untuk berdiam lebih lama disitu. Maka lantas ia berkata sambil memberi hormat:
"Kuucapkan banyak-banyak terima kasih atas kebaikan tayhiap, sampai berjumpa lagi!"
Setelah berkata demikian, ia lantas berlalu.
Su to Cian Hui berkata sambil cibirkan mulutnya:
"Orang itu sangat menjemukan!"
"Saudara Su to, kali ini kau berlaku salah, kau tahu bahwa Lam kiang Tay bong itu adalah seorang jagoan yang berpikiran cupat, orang semacam ini tidak perlu kita ganggu." berkata Song Sie.
"Terhadap Lam kiang Tay bong selamanya memang aku tidak begitu suka, kalau kita tidak unjuk gigi, tentunya ia akan anggap bahwa kepada keluarga Su to dia boleh berbuat sesukanya! Saudara Song, kau tidak usah khawatir, kalau lantaran ini Lam kiang Tay bong merasa tidak senang, aku ada akal untuk menghadapinya!" berkata Cie lui Kiam khek sambil menggelengkan kepala.
"Maksudmu apakah burung garuda itu berkata Song Sie, tetapi mendadak ia tutup mulut.
Cie lui Kiam khek memandang Ho Hay Hong berlaku pura-pura tidak dengar, namun dalam hati diam-diam ia merasa heran. Apa sebabnya Cui lui Kiam khek takut bila orang membicarakan burung garuda yang berada dalam sangkar di tamannya "
Ia pikir dalam hal ini pasti ada sebab musababnya !
Karena ia anggap sudah tidak ada gunanya berada disitu. Maka lantas berkata kepada Cie lui Kiam khek:
"Su to Tayhiap, malam ini harap sedikit hati-hati mungkin ada orang datang mengganggu."
Ia tidak mau bercerita lebih banyak, sehabis berkata demikian, lantas iapun berlalu.
Cie lui Kiam khek ternyata salah tangkap maksud perkataannya. Dianggapnya Tang siang Sucu yang akan mengganggu. Maka lantas tertawa, kemudian berkata sambil anggukkan kepala.
"Ho siauhiap tidak perlu khawatir, kalau benar ada orang berani mengganggu, kita akan lawan sekuat tenaga. Tetapi aku yakin Tang siang sucu masih belum berani berbuat apa apa terhadap aku!"
Kembali kedalam kamarnya, semalam suntuk Ho Hay Hong tidak bisa pejamkan matanya. Hingga pagi hari, barulah pikiran agak tenang.
Pagi itu ia menyaksikan Cie lui Kiam khek sudah berada di pekarangan melatih silat. Salah satu gerak tipu yang dikeluarkannya pagi itu agak mirip dengan gerak tipu golongannya sendiri. Karena ia menganggap hal itu suatu kebetulan. Maka ia tidak ambil perhatian.
Ia berjalan terus, kebetulan berpapasan dengan Su to Cian Hui yang berjalan mendatangi. Nona itu meskipun tidak menyapanya, tetapi sudah tidak menunjukkan sikap tidak senang seperti biasanya. Mungkin nona itu sudah insyaf atas kekeliruannya.
Baru saja ia hendak pamitan kepada Cui lui Kiam khek, jago silat itu sudah menghentikan latihannya, melambaikan tangan kepadanya. Ia melihat wajah Cie lui Kiam khek agar murung, seolah-olah sedang menghadapi persoalan rumit.
"Ho lotee, tadi pagi aku menerima kabar, bahwa suteeku Kam In Kiam khek berada dalam kesulitan, kalau kau sudi membantu aku. sekarang boleh berangkat " berkata Cie lui Kiam khek.
"Aku justru ingin berpamitan denganmu, ada banyak hal yang masih perlu kulakukan." kata Ho Hay Hong.
Cie lui Kiam khek terus terang "Kalau begitu sangat kebetulan, Ho lotee boleh sekalian menengoknya. Dengan terus terang, suteeku sudah mengirim orangnya kerumah makan Yin pin menunggu kau, ia dengar banyak tentang kau, benar-benar sangat mengagumimu."
"Kalau kau nanti tiba di rumah makan Yin pin. apabila melihat seseorang yang didepan dadanya tertancap setangkai bunga bunga merah, kau boleh tegur dia. Orang itu adalah utusan atau orang yang terdekat dengan suteeku. kau boleh minta keterangan darinya, untuk menentukan rencana selanjutnya."
Ho Hay Hong menganggukkan kepala, ia mengerti bahwa tuan rumah agaknya telah mendesak agar ia lekas pergi.
Tetapi sebelum kakinya bergerak, dari luar pintu muncul seorang Kang ouw, yang lari tergesa-gesa seraya menyerahkan sepotong undangan.
Ketika Cie lui Kiam khek membaca surat itu, wajahnya berubah seketika dan kemudian berkata:
"Baik aku akan berangkat segera?"
Tanpa berkata apa-apa lagi, jago tua itu lantas tukar pakaian ringkas, kemudian bersama sama Khong ciok Gin cee, Song Sie, Giok bu Kie su dan lain lainnya serta orang Kang ouw tadi, pergi menuju kearah selatan.
Ho Hay Hong seolah-olah mendapat firasat bahwa Cie lui Kiam khek sedang menghadapi persoalan sulit. Mata orang Kang ouw tadi berputaran tak hentinya, jelas mengandung maksud tidak baik, tetapi ia sudah tidak mempunyai waktu untuk campur tangan.
Tidak lama setelah Cie lui Kiam khek pergi, pintu terbuka lagi. Kembali seorang Kang ouw lari masuk ke dalam ruangan, orang itu memanggil manggil dengan suara nyaring.
"Su to Cian Hui! Kemana nona Su to?" Sepasang mata orang itu terus berputaran, badannya sudah basah dengan air keringat, jelas habis melakukan perjalanan jauh.
"Ada urusan apa?" bertanya Ho Hay Hong.
Orang itu mengawasi padanya sejenak, mulutnya masih berkata .
"Apakah nona Su to ada " Bolehkah saudara tolong sebentar, minta dia keluar?"
"Pergilah kau panggil sendiri, ia berada dalam kamar!" berkata Ho Hay Hong.
Ia mendadak merasa bahwa ruangan belakang sepi, tidak terdengar suara apa-apa, hingga diam diam bertanya tanya kepada diri sendiri: Aneh kemana perginya pemuda-pemuda yang tadi berlatih silat disini"
Ia tidak menghiraukan orang itu lagi. dengan cepat berjalan menuju ke belakang, dari jauh ia melihat puluhan anak muda sedang berdiri bagaikan patung.
Ia juga melihat, dibawah sebuah pohon, berdiri berpencaran empat jago pedang muda-muda berpakaian ringkas, sikapnya sopan sopan. Mereka sedang bercakap-cakap, seolah olah tidak pandang mata orang lain.
Pelayan pelayan laki-laki dan perempuan gedung itu, juga pada berdiri dalam keadaan seperti patung. Mata mereka berputaran, tetapi badan mereka tidak bisa bergerak. Jelas bahwa jalan darah mereka sudah ditotok.
Salah satu diantara empat jago pedang muda itu tiba-tiba berkata dengan suara nyaring:
"Eh mengapa Siangcu masih belum kelihatan?"
Seorang muda yang pinggangnya terselip senjata pecut berkata:
"Kau jangan cemas, kalau Siangcu membereskan Cie lui Kiam-khek, sudah tentu bisa datang sendiri."
Seorang lagi berkata sambil menghela napas:
"Siangcu diam-diam mencintai nona Su-to sudah dua tahun lamanya sejak ia berguru pada Bwee san sin kie. Siancu lantas kurang kegembiraan, Bwee san Sin kie dengan Lam kiang Tay bong tidak ada hubungan, agaknya sudah mempunyai ganjelan hati, pantas kalau Siangcu tidak senang nona Su to berguru di sana."
Ho Hay Hong hendak membalikkan badan. Tiba-tiba orang Kang ouw itu menyerangnya. Ia putar kakinya, mengelakkan serangan tersebut. Selagi hendak menegur, di luar tiba tiba terdengar suara orang berkata sambil tertawa dingin: "Sahabat, kau mirip benar denganku!"
Ho Hay Hong berpaling, ia segera mengenali bahwa orang yang baru datang itu adalah Tang siang Su cu. Seperti biasa, pakaiannya sangat perlente.
"Benar, kau juga mirip dengan aku."
Sehabis berkata, Ia terus berjalan menuju keruangan. Disana ia duduk diatas kursi besar, mengawasi segala perbuatan Tang siang Sucu sambil berpeluk tangan.
Tang siang Sucu sangat mendongkol, selagi hendak menyerang, dari dalam kamar tampak keluar seseorang yang tak lain dari pada Su-to Cian Hui sendiri.
Dengan wajah berseri seri Tang siang Sucu maju menghampiri dan berkata padanya sambil memberi hormat:
"Su to Cian Hui, tanpa diundang kita datang sendiri, sesungguhnya agak kurang sopan !"
Mata Su to Cian Hui menatap wajahnya kemudian beralih kepada Ho Hay Hong. Dalam hati ia berpikir:
"Mereka berdua benar benar seperti saudara kembar."
Ho Hay Hong menundukkan kepala. Ia sebetulnya tidak berani menerima pandangan mata Su to Cian Hui.
"Ada urusan apa ?" bertanya Su-to Cian Hui.
"Tidak ada urusan apa-apa, hanya hendak mengabarkan suatu berita !" menjawab Tang-Siang Su Co.
"Berita apa ?"
"Ayahmu sudah terjatuh dalam tanganku, harap nona pikirkan suatu cara untuk mengambil orang !"
"Apa katamu ?" Su To Cian Hui membuka matanya lebar-lebar menatap wajah pemuda ceriwis itu, mendadak Ia merasa bahwa wajah yang berseri-seri itu sangat menjemukan.
"Kau manusia berhati binatang, perbuatan apa yang kau lakukan itu?"
Demikian marah nona itu, sehingga mukanya merah padam.
"Sekarang kau harus mengadakan suatu pilihan: kalau kau cinta ayahmu, harus korbankan diri sendiri. Jikalau tidak, kepala ayah mu akan pindah dari badannya, dan anak-anak muda dalam taman itu tidak perlu aku jelaskan, kau tentunya mengerti sendiri!"
Su to Cian Hui kini baru tahu apa yang terjadi dengan para pemuda itu. Karena terkejutnya, ia sampai tidak bisa bicara.
Dengan cepat Tang siang Sucu maju menyergap, jari tangannya menotok jalan darah Sam lie hiat sinona, hingga Su to Cian Hui tidak bisa bergerak.
Ho Hay Hong melihat Su to Cian Hui mengucurkan air mata. Perasaan keadilan timbul mendadak dalam hatinya. Ia bangkit dari tempat duduknya, membuka dua tangannya merintangi Tang siang Sucu, mulutnya membentak: "Diam !"
Tetapi, Su to Cian Hui lantas berkata dengan suara sedih:
"Kau jangan campur tangan, biarlah aku ikut dia untuk menjumpai ayah."
Ho Hay Hong tidak bisa berbuat apa. Terpaksa berlalu. Dibelakangnya terdengar suara tertawa mengejek dari Tang siang Sucu, tetapi ia tidak menghiraukan.
Keluar dari pintu gerbang Kang lam Bu koan, ia sudah tahu ada orang menguntit, ia anggap orang itu pasti mata-matanya Tang siang Sucu
Ia tidak habis pikir. Tang siang Sucu sudah tercapai maksudnya, apa maksudnya menyuruh orang menguntit dirinya.
Tiba disebuah rumah makan Yin pin, tanpa menoleh lagi, ia masuk dengan langkah lebar dan mengambil tempat duduk, menggunakan kesempatan minta disediakan barang hidangan matanya melirik kepada orang yang menguntit dirinya. Ternyata sangat asing baginya.
Dilain meja dekat mejanya sendiri, duduk tiga orang Kang ouw, mereka agaknya kenal dengan orang yang menguntit dirinya, masing-masing menganggukkan kepala padanya.
Orang itu memilih tempat duduk yang paling dekat dengannya. Wajah orang itu sangat menjemukan hatinya, singkatnya, ia belum pernah melihat seorang yang demikian menjemukan.
Matanya mencari-cari orang menyematkan setangkai bunga merah didadanya, karena menurut keterangan Cie lui Kiam khek orang itu adalah orang kepercayaan Kan lui Kiam khek.
Dalam khayalannya, orang itu tentunya seorang yang cerdas pandai.
Ia menunggu dengan sabar, dalam isengnya, Ia bertanya kepada orang-orang Kangouw yang dekat dengan mejanya:
"Numpang tanya, dalam rimba persilatan dewasa ini, siapa-siapa yang namanya paling terkenal?"
Orang yang ditanya itu nampaknya sangat gelisah, namun ia tetap menjawab:
"Kecuali si Kakek penjinak Garuda, siapapun tahu nama-nama Thian cee Lojin, Hok-say ceng, Lam kiang Taybong, Bwee san Sin nie dan pendekar baju kuning. Itu adalah lima manusia aneh dalam rimba persilatan. Namun, si Kakek penjinak Garuda sudah beberapa tahun menghilang dari dunia Kang ouw. Ia merupakan seorang yang sudah lewat jamannya. Pengaruh partai Kuda hitam sudah surut, maka Hok say ceng dan Siau lim, Thian tie Lojin dan Bu tong, Pendekar baju kuning dari cong lam, Bwee san Sin nie dari Hoa san dan Lam kiang Tay bong, nama-nama mereka terus menanjak, belakangan ini agaknya sudah menggantikan tempat si Kakek penjinak garuda!"
"Apa itu partai Kuda hitam?" tanya Ho Hay Hong tidak mengerti.
Orang Kang ouw itu agak heran. Matanya terus mengawasi wajah Ho Hay Hong, dalam hatinya ia mau berkata: "tentang ini kau tidak mengerti, bagaimana berani terjun kedunia Kang ouw?"
Tetapi mulutnya menjawab.
"Partai Kuda hitam mewakili orang orang luar biasa dalam rimba persilatan seperti si Kakek penjinak garuda yang namanya sangat terkenal. Sekaligus namanya menggemparkan dunia Kang ouw. Orang-orang semacam ini bagaikan kuda yang terlepas dari talinya, demikian cepat namanya dikenal orang maka semua orang menyebutnya orang-orang dari partai Kuda hitam!"
Ho Hay Hong bertanya tanya kepada diri sendiri: "kalau namaku sudah terkenal, apakah aku juga terhitung orang-orang dari golongan partay Kuda Hitam?"
Pada saat itu, rumah makan itu kedatangan serombongan tamu tamu yang topinya hampir menutupi muka masing masing. Orang orang semacam ini, kebanyakan bukan manusia baik-baik.
Orang yang tadi menguntit dirinya itu tiba-tiba menggumam sendiri. "Ow, delapan tukang pukul Lam kiang Taybong juga datang, sungguh aneh!"
Ho Hay Hong mempunyai daya pendengaran sangat tajam. Kata-kata orang itu sudah masuk kedalam telinganya. Sesaat itu, ia bingung sendiri. Jelas bahwa orang itu bukankah orangnya Tang siang Sucu, tetapi mengapa menguntit dirinya" Dan siapakah sebetulnya orang itu"
Ia berpikir memikirkan persoalan itu, akhirnya menemukan satu akal.
Delapan tukang pukul Lam kiang Tay bong yang baru datang itu, sebentar saja sudah menimbulkan kegaduhan. Mereka berbicara dan tertawa-tawa seenaknya, seperti dirumah sendiri.
Ho Hay Hong tenggak araknya berulang-ulang. Ia pura pura mabok, dengan membawa cawan araknya dia bangkit dari tempat duduknya, perlahan-lahan berjalan menuju ketempat duduk orang yang tadi menguntit dirinya.
Tempat yang terdapat banyak meja kursi itu memang sempit, kalau berjalan kurang hati-hati, bisa menginjak kaki orang.
Ketika ia berjalan sampai didepan orang tadi. sebetulnya ia bisa melangkah. tetapi ia tidak berbuat demikian, sebaliknya menginjak kaki orang itu, kemudian ia berlagak sempoyongan dan akhirnya jatuh di sampingnya.
Dengan menggunakan kesempatan itu, ia mengeluarkan ilmu kepandaiannya, tangannya dengan cepat mencekal pergelangan tangan orang itu, karena khawatir menimbulkan kecurigaan yang lainnya, Ia buru buru minta maaf dan berkata sambil tertawa:
"Ah ya maaf, maaf. apa kau masih merasa sakit?"
Sambil berkata demikian, ia sengaja duduk di sampingnya.
Orang itu dalam keadaan tidak menduga. Ketika tangannya dicekal, jantungnya berdebaran wajahnya berubah seketika.
"Kau ini benar-benar tidak tahu aturan lepaskan tanganmu." demikian jawabnya tidak senang.
Karena semua perhatian para tamu dalam rumah makan itu ditujukan kepada delapan tukang pukul Lam kiang Tay bong, tiada seorangpun yang memperhatikan Ho Hay Hong.
"Sahabat kau jangan berlagak, beritahu terus terang, siapa yang memerintahkanmu menguntit aku?" berkata Ho Hay Hong dengan suara perlahan.
Orang tua itu masih hendak mencekal Ho Hay Hong dengan menggunakan memisahkan urat, menekan urat nadi orang itu.
"Kalau tidak berkata terus terang, sebentar lagi kau akan muntah darah dan mampus disini."
Tubuh orang itu menggigil, keringat dingin mengucur deras, Ia coba pertahankan diri, tetapi akhirnya tidak tahan siksaan hebat itu, hingga terpaksa membuka suara:
"Aku adalah orang dari kawa-kawa."
"Aku tidak mempunyai permusuhan dengan orang dari golongannya, mengapa kau terus menguntit?"
"Aku hanya menjalankan tugas, harap tuan bebaskan aku!"
"Siapakah yang perintahkan kau?"
"Tie cu Sin kun!"
"Mengapa ia perintahkan kau menguntit aku ?"
"Tidak, ia perintahkan aku menguntit orang yang keluar dari rumah Cie lui Kiam-khek, bukan kau yang dimaksudkan!"
"Jelaskan sebab-sebabnya, baru aku membebaskan kau!"
"Tie cu Sin kun menduga Cie-lui Kiam khek pasti mengirim orang untuk membantu suteenya Kan lui Kiam khek, maka ketika aku melihat kau keluar dari rumah Cie lui Kiam khek, lantas mengikutimu. Aduh kalau kau tidak membebaskan aku, apalagi diketahui oleh mata-mata golongan Kawa-kawa, aku pulang juga akan mendapat hukuman mati. Tayhiap, Ampunilah jiwaku!"
Ho Hay Hong telah mengetahui sebab-sebabnya, juga tidak menyusahkan dirinya, tangannya dilepas, katanya dengan suara perlahan:
"Lekas pergi, kalau kau berani berbuat demikian lagi akan kupotong lehermu!"
Tanpa menoleh lagi, orang itu lantas bangkit dan lari keluar, sebentar kemudian sudah menghilang.
Baru saja Ho Hay Hong hendak membayar uang makannya dari luar tampak masuk seorang tamu lagi, kali ini yang datang adalah tamu perempuan.
Perempuan itu mempunyai bentuk badan ramping dan potongan muka cantik, berjalan sambil menundukan kepala, dari air mukanya menunjukan bahwa perempuan itu sedang kesal hati.
Mata Ho Hay Hong berputaran diatas tubuh perempuan muda itu tiba-tiba berhenti kepada setangkai bunga merah yang tersemat diatas dadanya. Bukankah ini orang yang dimaksudkan oleh Cie-lui Kiam khek".
Dengan cepat ia lari menghampiri dan berkata padanya dengan suara pelahan.
"Kau datang agak lambat."
Mendengar perkataan itu, tamu perempuan itu angkat muka, sinar matanya memajukan rasa terkejutnya kemudian berkata:
"Kau adalah ?"
"Silahkan duduk!" berkata Ho Hay Hong. Kembali ketempat duduknya. "Aku adalah sahabatnya Cui lui Kiam khek Su-to Siang, dan kau, siapa namamu?"
Wanita itu tanpa ragu-ragu lantas duduk.
"Aku adalah putrinya Kan lui Kiam khek Toan bok Ban Hwa! Kau datang seorang diri?"
"Ya !"
"Ayah kini telah menerima "Panji membetot nyawa", dari golongan Kawa-kawa. barangkali hari ini, orang-orang golongan Kawa-kawa akan melakukan penyerangan besar besaran. Kau seorang diri?"
"Apa kau anggap kurang cukup tenaga?"
"Tidak, paman Su to sudah minta kau datang seorang diri, kukira kau tentunya seorang jagoan yang gagah perkasa. Terhadap kata-kataku tadi kau jangan marah!"
Melihat sikap nona itu yang agaknya kurang tenang, Ho Hay Hong juga tidak mau membuang waktu, maka lantas mengajak nona itu berlalu.
Setelah membayar uang makan, bersama-sama nona Toan bok, keluar dari rumah makan dan berjalan keluar kota.
Ditengah jalan Ho Hay Hong mendadak berhenti dan berkata:
"Andai aku mati, bagaimana?"
Nona itu terkejut. "Mengapa kau mengajukan pertanyaan demikian ?"
"Jika tidak beruntung aku mati, harap kau melakukan suatu tugas untukku!"
"Kau jangan khawatir, permintaanmu, akan kulakukan sedapat mungkin. Bolehkah aku tahu dulu, urusan apa yang kau kehendaki untuk kulakukan?"
Ho Hay Hong mendongakkan kepala, memandang awan dilangit, pikirannya melayang ketempat jauh.
"Sudahlah, nanti saja kuceriterakan lagi."
Dengan langkah lebar, ia melanjutkan perjalanannya, sedang Toan bok Ban Hwa mengikutinya dari belakang. Saat itu pikirannya Toan-bok Bun Hwa dibingungkan oleh sikap Ho Hay Hong yang aneh.
Sikap aneh dan pendiam pemuda itu, sangat menarik perhatian Toan bok Bun Hwa, Kalau bukan karena ada urusan penting, ia benar-benar hendak menanyakan riwayat diri pemuda itu.
"Apakah tuan Ho tidak membawa senjata?" demikian Toan bok Bun Hwa mengajukan pertanyaan, memecahkan kesunyian.
Karena ia lihat pemuda itu datang dengan tangan kosong, dianggapnya karena tergesa-gesa sehingga lupa membawa senjata. Ia sengaja memberikan senjata pedangnya, tetapi, Ho Hay Hong tidak menyambuti pedang itu, hanya memotong sebatang bambu kecil dipinggir jalan, dan kemudian diunjukkannya kepada Toan bok Bun Hwa terkejut.
Sebagai seorang yang masih belum cukup pengalaman, ia benar-benar tidak dapat mengukur, sampai dimana tinggi kepandaian pemuda pendiam itu.
Dua muda mudi itu berjalan lagi beberapa puluh pal. Ho Hay Hong tiba tiba menarik tangan Toan bok Bun Hwa seraya bertanya:
"Dimana rumahmu?"
Toan-bok Bun Hwa yang lengan tangannya ditarik dengan tiba-tiba, hatinya berdebaran, hawa panas seolah-olah mengalir dalam tubuhnya, menimbulkan suatu perasaan yang tidak dimengerti. Ia tidak melawan dan menjawab sambil menundukan kepala: "Jalan sebentar lagi sudah sampai!"
Tiba didepan sebuah rumah, Toan bok Bun Hwa berhenti dan berkata:
"Inilah rumahku, agak kurang terawat harap jangan dibuat tertawaan!"
Ho Hay Hong angkat muka, tiba-tiba minggir kesamping, hal ini sangat mengherankan Toan bok Ban Hwa.
"Ho sianseng, mengapa kau tidak mau masuk?"
Mata Ho Hay Hong terus menatap wajah Toan bok Bun Hwa, kemudian bertanya:
"Siapa pemuda baju putih yang berada dalam ruangan itu?"
"Dia adalah orang yang diminta oleh Naga lengan satu untuk membantu kita." menjawab Toan bok Bun Hwa agak heran.
"Siapa itu Naga lengan satu?"
"Dia adalah jago nomor satu didaerah Siok-ho, erat setali hubungannya dengan ayahku, perlu apa kau tanya?"
"Bagaimana sifatnya orang ini ?"
Toan-bok Bun Hwa semakin heran, karena melihat sikap serius si anak muda, pikirnya pasti ada sebabnya, maka ia lantas menjawab:
"Biarpun ayah mengatakan bagaimana erat hubungannya dengannya, tapi aku selalu merasa bahwa ia adalah seorang tua yang licik dan mata duitan!"
"Itulah, pantas dia bisa minta pemuda itu datang membantu !"
Toan-bok Bun Hwa mengikutinya sampai kesamping rumah, baru bertanya.
"Ho sianseng, apakah ada apa apa yang tidak beres ?"
"Tahukah kau bahwa ayahmu sudah membawa masuk srigala kedalam rumahnya."
Toan-bok Bun Hwa terkejut. "Maksudmu pemuda yang diminta oleh Naga Lengan Satu untuk membantu ayah itu, tidak menguntungkan ayah ?"
"Benar, pemuda baju putih itu mengandung maksud tidak baik !"
"Aya, Ho sianseng, sekarang bagaimana " Dapatkah kau menolong?"
"Boleh, kau pancing keluar dulu Naga Lengan Satu untuk menemui aku." sampai disini Ho Hay Hong berkata, lalu menyobek sepotong pakaiannya, untuk menutupi mukanya, kemudian membuat dua lubang di bagian matanya.
"Ho sianseng, kau tunggu disini, aku akan ajak ia keluar!" berkata Toan-bok Bun Hwa, buru-buru masuk kedalam.
Ho Hay Hong menggumam sendiri: "Hm, Sam suheng benar-benar sangat licin, dalam waktu beberapa hari sudah berhasil membunuh Siang koan Lo dan kini berhasil pula menempel Naga Lengan Satu. Untung kuketahui, jikalau tidak, Kan lui Kiam khek sampai mati barangkali juga tidak tahu siapa pembunuhnya !
Perasaan setia kawan dan keadilan mendorong ia harus membela kebenaran, sehingga melupakan keselamatan diri sendiri.
Ia juga merasa bahwa tindakan gurunya, Dewi ular dari gunung Ho lan san agak ceroboh, memerintahkan murid-muridnya membunuh orang yang tidak berdosa.
Sejak kematian Hong-lui Kiam khek Siang koan Lo, ia telah mengambil keputusan hendak mencegah usaha gurunya membunuh orang-orang tanpa dosa, sekalipun dikemudian hari diketahui oleh gurunya, ia juga tidak perdulikan lagi.
Tidak lama kemudian, Toan bok Bun Hwa keluar lagi, dibelakangnya diikuti oleh seorang laki-laki tua berusia kira-kira lima puluh tahunan. Orang tua itu kurus kering dan mukanya kuning. Toan bok Bun Hwa ajak orang tua itu kedepan Ho Hay Hong kemudian berkata:
"Paman Hang. tuan ini katanya hendak menemui kau, kalian bicaralah!"
Setelah itu, ia lantas masuk kedalam rumah, sembunyi jauh-jauh.
Naga lengan satu yang berhadapan dengan seorang yang mukanya tertutup oleh kain hijau, merasa heran. "Sahabat, siapa kau?"
"Hong lo enghiong. sudah lama tidak ketemu!" berkata Ho Hay Hong.
Mendengar suara Ho Hay Hong yang agak asing, orang tua itu semakin heran.
"Sahabat mencari aku ada keperluan apa?"
"Hang-lo enghiong, benarkah kau hendak membantu kesulitan Kan lui Kiam-khek ?"
"Benar, sahabat, harap beritahukan nama kau! Supaya aku bisa menyebut namamu!"
"Aku kira kedatangan kau ini hendak mengambil jiwa Kan lui Kiam khek!" jawabnya menyimpang.
Naga lengan satu terkejut, wajahnya mengunjukkan sikap terheran.
"Mendengar suaramu, agaknya mengandung maksud tidak baik, apakah kau kaki tangan golongan Kawa-kawa?"
Sehabis berkata orang tua itu menghunus pedangnya, tetapi Ho Hay Hong bertindak lebih cepat. Begitu bergerak, sudah bersarang kelengan siorang itu yang cuma tinggal satu.
Orang tua itu segera merasa kesemutan dilengannya, pedang ditangannya lantas jatuh di tanah. Ia agaknya mengetahui gelagat tidak pergi, maka buru buru lompat mundur.
Sambil tertawa dingin, Ho Hay Hong mengambil pedang yang ditinggalkan oleh orang tua lengan satu itu, kemudian dilontarkan kearahnya.
Naga lengan satu cacat mengelakkan pedang itu dengan mengeblakan setengah badannya kebelakang, hingga pedang itu lewat diatas kepalanya.
Orang tua itu baru saja merasa lega. tak disangka pedang panjang itu tiba tiba menyerang diri ke belakang, hingga ia mengerti apa sebabnya orang berkerudung itu melontarkan pedangnya.
"Hai. sahabat ternyata kau pandai mengendalikan pedang." demikian ia berkata dengan menggunakan lengan bajunya untuk menyampok pedang itu, hingga pedang itu agak terhalang sebentar kemudian meluncur balik ketangan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tidak mau memberikan si Naga lengan satu itu kabur, kembali melontarkan pedangnya.
Kali ini mengerahkan tenaga sepenuhnya, hingga pedang itu menimbulkan suara mengaung, lalu berpusaran diatas kepala Naga Lengan Satu.
Bukan kepalang terkejutnya orang tua itu. Selagi ia hendak memaksa turun pedang itu dengan kekuatan tenaga dalam, Ho Hay Hong sudah mendorong pedangnya dengan kekuatan tenaga dalam pula, hingga dengan cepat pedang itu meluncur dan menikam perut.
Usaha Naga lengan satu tidak berhasil, ujung pedang sudah sampai diperutnya. Ia mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya untuk mengelakkan serangan pedang itu, tetapi juga tidak berhasil, hingga ujung pedang menancap diperutnya dan mati seketika itu juga.
Toan bok Bun Hwa lari keluar dari tempat sembunyinya, berkata dengan hati cemas:
"Bagaimana kalau ayah mengetahui bahwa ia mati ditanganmu" Lekas kau pikirkan."
"Aku menolong jiwa ayahmu, bagaimana ia akan sesalkan perbuatanku" Kau jangan banyak omong. lekas ajak keluar pemuda baju putih itu."
Tanpa menunggu jawaban si nona, ia sudah mencabut pedang yang menancap diperut Naga lengan satu, kemudian di angkat jenazahnya dan dibawa ketempat gelap.
Tak lama kemudian, Toan bok Bun Hwa sudah ajak keluar lagi pemuda baju putih. Di pertemukannya dengan Ho Hay Hong, kejadian ia sendiri balik kedalam rumah.
Dengan perasaan terheran-heran pemuda baju putih itu memandang tamu aneh yang berada di hadapan matanya.
"Kau siapa?" demikian ia tanya.
Ho Hay Hong tak berani membuka mulut, takut dikenali suaranya, ia hanya perdengarkan suara tertawa dingin dan memandangnya dengan sinar matanya yang tajam.
Di pandang demikian, pemuda baja putih itu tidak dapat menduga apa maksud orang aneh itu, mata lantas berkata lagi:
"Kau tidak mau bicara, hanya mengawasi aku saja, apa maksudmu?"
Pertanyaan itu tidak di hiraukan Ho Hay Hong hanya perdengarkan suara tertawanya yang aneh. Pemuda baju putih merasa dipermainkan, lalu ia hendak berlalu. Tiba-tiba melihat orang berkerudung itu menunjukkan jari tangannya kesuatu tempat yang agak lebat, di sana terdapat si Naga lengan satu yang sudah menjadi mayat.
Melihat bangkai itu, pemuda baju putih itu marah, katanya:
"Hoh, kaukah yang membunuhnya?"
Melihat sikap itu, Ho Hay Hong mengerti bahwa Sam suhengnya agak jeri terhadap ia, maka lantas menggunakan ujung pedang untuk menggores ditanah.
Pemuda baju putih yang menyaksikan goresan pedang itu. tulisan itu berbunyi:
"Untuk sementara aku akan menutup rahasiamu, lekas enyah dari sini"


Kampung Setan Karya Khulung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemuda itu dengan mata terbuka lebar memandang Ho Hay Hong, tetapi karena mukanya tertutup oleh kain Hijau, hanya tampak ujung kedua matanya bersinar tajam, Ia maju selangkah lalu bertanya padanya:
"Kau tahu asal-usulku?"
Ho Hay Hong tak menyahut, tetap dengan menggunakan goresan pedang untuk menjawab: "Lekas enyah! Naga lengan satu itulah contohnya. Tidak percaya, kau boleh coba ilmuku Kiu coan Sin kang!"
Hakekatnya, apa yang dinamakan ilmu Kiu coan Sin kang itu, ia sendiri juga tidak tahu. Hanya dari mulut orang orang Kang-ouw sepanjang jalan, ia dengar nama ilmu itu, yang rupanya bukan ilmu silat biasa. Karena keadaan mendesak, ia katakan seenaknya saja.
Diluar dugaannya, pemuda baju putih itu benar-benar terkejut, dengan perasaan terheran-heran bertanya:
"Tuan murid Oey touw lao hud?" Pertanyaan itu sebaliknya mengherankan Ho Hay Hong, ia tak sangka bahwa sam suhengnya itu kenal orang yang memiliki ilmu silat itu. Dengan sikap jumawa Ia menulis lagi: "benar, kalau kau sudah tahu siapa aku, lekas enyah!"
O0d-w0O Bersambung Jilid 7
Jilid 7 "MURID OEY TOUW LAO HUD, ceng hong kiam telah berbuat salah terhadapku, aku sedang mencarinya untuk membuat perbincangan, hm! Kedatanganmu sangat kebetulan?" berkata pemuda baju putih dengan alis berdiri.
Ho Hay Hong mundur selangkah, kembali menggores dengan pedangnya: "Kalau kau masih banyak bicara, jangan sesalkan pedangku ini tidak ada matanya!"
Diam-diam ia mengerahkan kekuatan tenaganya, siap untuk menghadapi pertempuran.
"Ilmu Kiu coan Sin kang bukan berarti apa-apa sahabat! Hai. lihat serangan!" berkata pemuda itu sambil tertawa dingin dan melakukan serangan dengan tangan kiri.
Ho Hay Hong tahu benar bahwa serangan itu adalah ilmu Bit cong Tay ciu in dari pelajaran perguruannya sendiri, tetapi dalam keadaan tergesa-gesa, ia tidak dapat memikirkan suatu cara untuk menghadapinya, maka terpaksa lompat mundur.
Ia sekarang sudah seperti orang berada di atas punggung harimau, menggunakan gertakan sedikitpun tidak mempan, tapi juga tak bisa membuka kedoknya sendiri, hingga percuma saja semua kepandaiannya, untuk sementara ia tak mampu memberi perlawanan.
Iapun tahu bahwa ilmu Bit cong Tay-ciu in itu harus dilawan dengan ilmu silat yang terdapat dalam ilmu Khun koan sam-kay baru tidak akan terkalahkan. Tetapi ia tidak dapat menggunakan ilmunya itu, karena bagian mana saja dari ilmu Khun goan sana kay, tidak akan lolos dari mata Sam suhengnya yang cerdik itu.
Terpaksa ia menggunakan gerak tipu saja, tapi diam-diam mengandung ilmu dari khun goan sam kay, dengan kaki berputaran seolah-olah gugup menyambuti serangan itu. namun sebenarnya sedang menempuh jalan yang paling aman.
Pemuda baju putih itu diam-diam merasa geli menyaksikan sikap gugup Ho Hay Hong, selagi hendak melakukan serangannya yang kedua, tiba tiba terdengar suara pertempuran, hingga membatalkan maksudnya.
Pada saat itu, api telah berkobar membakar rumah Kan lui Kiam khek.
Kebakaran yang timbul secara tiba-tiba diiringi pula angin sedang meniup kencang, sehingga sudah tidak keburu dipadamkan.
Depan rumah Kan lui Kiam khek terdapat banyak orang yang sedang bertempur sengit.
"Ow! Orang-orang golongan Kawa-kawa sudah mulai menyerang." demikian pemuda baju putih itu mengumam sendiri.
Dengan cepat ia meninggalkan Ho Hay Hong, ia melompat setinggi lima tombak lebih kemudian melayang turun kedalam rombongan orang yang sedang bertempur.
Ho Hay Hong agaknya mengerti maksud suhengnya, seketika itu darahnya menggolak, tanpa banyak pikir lagi, pedang ditangannya dilontarkan kearah suhengnya.
Tapi kemudian ia mendadak sadar bahwa ia tidak boleh menggunakan ilmu pedang terbang, karena ia berarti membuka kedoknya sendiri
Sebab ilmu pedang yang sudah ribuan tahun hampir menghilang dari dunia Kang-Ouw itu, dalam rimba persilatan dewasa itu, kecuali seorang tokoh partay dari ngo bie pay tidak ada lagi orang lain yang sanggup menggunakan.
Dewi Ular dari gunung Ho lan san meskipun juga faham ilmu itu. tetapi tidak sembarang menggunakan, apalagi alirannya juga agak berlainan dengan ilmu yang digunakan oleh tokoh ngo-bie pay. maka kalau Ho Hay Hong menggunakan ilmu itu, dengan sendirinya akan segera diketahui oleh Sam suhengnya.
Sementara itu pemuda baju putih yang mendengar suara angin dibelakangnya. segera mengetahui bahwa dirinya diserang dari belakang dengan cepat ia melayang turun, begitu kakinya menginjak tanah, tanpa menoleh lagi lantas menghunus pedangnya dan dilontarkan kebelakang.
Pedang yang melesat keluar dari tangannya itu beradu dengan pedang Ho Hay Hong hingga menimbulkan suara nyaring. Pemuda baju putih itu mendadak balikkan badannya, matanya terbuka lebar memandang Ho Hay Hong, seolah-olah menemukan kejadian aneh.
Bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong. Pada saat itu, suatu pikiran mendadak terlintas dalam otaknya, menggunakan waktu yang sangat singkat itu. diam-diam mengendorkan kekuatannya, hingga pedangnya yang beradu dengan pedang pemuda baju putih, lantas jatuh ditanah.
Dengan sinar mata tajam pemuda baja putih itu mengawasi dirinya, wajahnya menunjukkan perubahan dengan cepat, nampaknya merasa lega, tanpa berkata apa-apa lantas berlalu.
Perbuatan Ho Hay Hong tadi, maksudnya ialah hendak menunjukkan kepada lawannya bahwa ia tidak paham faham ilmu pedang terbang. Pemuda baju putih yang tidak banyak pikir, benar saja dapat dikelabui matanya.
Ho Hay Hong melihat Sam suhengnya itu kembali kerumah Kan lui Kiam khek, tidak berani berlaku ayal lagi, dengan gencar ia mengejar, sebentar kemudian sudah benda di medan pertempuran. Tetapi ia tidak mengetahui dengan tepat siapa kawan.
Selagi dalam keadaan bingung, mendadak tampak Toan bok Bun Hwa menggapai dirinya, nona itu sedang dikepung oleh tiga orang laki-laki bermuka hitam, yang saat itu hampir roboh ditangan musuhnya karena perhatiannya ditunjukan kepada Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong lompat setinggi dua tombak, dengan satu gerakan sepasang burung elang menyerobot air, dua kakinya menyerang dua laki-laki yang mengepung Toan bok Bun Hwa. Sementara itu mulutnya bertanya dengan suara perlahan. "Mana satu adalah ayahmu" Siapa, siapa yang menjadi musuhmu."
Toan-bok Bun Hwa mendapat kesempatan mengaso, segera menjawab sambil menunjuk.
"Itulah ayah."
Ho Hay Hong melihat seorang laki-laki berusia kira-kira empat puluhan, mukanya bersih, berpakaian ringkas, matanya bersinar tajam, saat itu sedang dikepung oleh empat musuh-musuhnya yang semua berpakaian warna biru.
Meskipun menghadapi empat musuh, tetapi orang tua itu dapat melawan dengan gagah berani, tidak ada tanda-tanda ia akan kalah.
"Kekuatan tenaga dalam ayahmu sungguh hebat." demikian Ho Hay Hong berkata sambil menganggukkan kepala.
"Orang-orang berpakaian warna biru itu, semua adalah orang orang golongan kawa-kawa, pemimpinnya sendiri kini belum unjuk muka, tidak lama lagi barangkali akan tiba." berkata Toan bok Bun Hwa.
Sedang matanya menyapu keadaan disekitarnya, tiba-tiba ia berkata lagi.
"Ho sianseng, pemuda baju putih itu sudah mendekati ayah. Kini."
Tangan kiri Ho Hay Hong mendorong lawan yang berada dekat dengannya, sehingga orang itu sempoyongan mundur tiga langkah, kemudian ia lompat menyerbu pemuda baju putih tanpa berkata apa-apa, lalu menyerang dengan tangan kosong.
Kan lui Kiam khek memandangnya sejenak, sinar matanya menunjukkan perasaan heran.
"Apakah siauhiap orang yang diundang oleh Cie-lui Kiam-khek" " demikian ia bertanya.
Ho Hay Hong hanya menganggukkan kepala, tangannya terus bergerak, jari tangan kiri monotok jalan darah Siang Gung badan pemuda baju putih, tetapi pemuda baju putih itu juga menggerakkan tangannya, lima jari tangannya mengancam batok kepala Ho Hay Hong.
Ia tahu bahwa ini adalah salah satu dari gerak tipu ilmu serangan Naga emas yang paling dahsyat, maka ia tidak berani berlaku gegabah. Dengan cepat ia membalikkan badan kebelakang, menghindarkan serangan tersebut, namun hembusan angin yang keluar dari tangan, yang lewat di mukanya, masih terasa sakitnya.
Tiba-tiba ia menggunakan suara serak yang di buat-buat berkata kata:
"Apakah kau masih ada muka bertempur lagi?"
"Apa maksudmu?" tanya pemuda itu heran.
"Heh heh! Kalau kau tetap membandel aku nanti akan beritahukan maksud kedatanganmu kepada Kan lui Kiam khek, aku lihat kau masih ada muka atau tidak?"
"Kau mengaco belo, kedatanganku ialah hendak membantu mengusir musuh!" berkata pemuda itu gusar.
"Hm! Kalau kau hendak bantu mengusir musuh, mengapa tidak lantas membunuh, satu dua musuh untuk diperlihatkan kepada tuan rumah?" berseru Ho Hay Hong dingin. "Jangan menipu orang, tahukah kau bahwa tentang rahasiamu kini sudah diberitahu oleh Naga lengan satu"!"
Sesudah berkata, ia maju menghampiri dan mementangkan lima jari tangannya, mengancam lima jalan darah pemuda baju putih.
Pemuda baju putih mundur selangkah dan berkata dengan suara keras:
"Siapa kau sebenarnya?"
Ternyata pemuda baju putih itu telah mendapat kesan, bahwa serangan yang digunakan oleh lawannya yang berkerudung itu mirip benar dengan ilmu silat golongannya Khun goan Sam kay, namun disamping itu, juga bagian-bagian berikutnya merupakan gerak tipu campuran, entah dari golongan mana. Diam-diam ia mulai mencurigai asal-usul diri lawannya itu.
Karena Ho Hay Hong tidak memberi jawaban, kembali menggunakan salah satu gerak tipunya yang paling berbahaya dalam ilmu silatnya, ilmu pukulan tangan naga emas, jari tangannya mencakar muka Ho Hay Hong.
Serangan sederhana itu mengandung kekuatan tenaga dalam sangat hebat Ho Hay Hong miringkan kepalanya mengelakkan serangan tersebut, tangan kiri menyodok kedepan dengan secara berani menutup tangan lawannya.
Gerak tipu biasa itu, kalau digunakan dalam waktu biasa, tidak nampak kedahsyatan tetapi digunakan untuk menghadapi serangan serupa itu. sangat menakjubkan, hingga jangan harap pemuda baju putih dapat segera mengetahui asal usul dari gerak tipu serangannya.
Ho Hay Hong tahu bahwa Sam suhengnya itu sudah timbul curiga. Kembali ia menggunakan suara yang dibikin-bikin sambil tertawa dingin.
"Bukankah aku sudah beritahukan padamu bahwa aku." berkata sampai disitu, mendadak ia mendapatkan satu akal maka ia lantas rubah: "baiklah, karena kau mendesak terus hendak mengetahui asal-usulku. Dan kalau aku merahasiakan diriku terus menerus, rasanya juga kurang pantas, salah-salah bisa dikatakan orang bahwa aku takut padamu!"
Ia sengaja berdiam dulu sebentar kemudian berkata pula sambil tertawa dingin "tuan besarmu selalu tidak akan merubah nama, aku adalah murid kepala Lam kiang Tay bong, Tang siang Su cu. Aku berani mempermainkan kau, sudah tentu karena aku tidak takut kau akan menuntut balas. Heh! Aku ingin melihat kau masih mempunyai keberanian atau tidak?"
Dipermainkan demikian rupa, pemuda baju putih itu sangat mendongkol, katanya:
"Tang siang Sucu, kau perlakukan aku demikian tidak tahu aturan, selama aku masih bernyawa, pasti tidak akan tinggal diam,kau tunggu saja!"
Karena ia merasa bahwa rahasia sendiri sudah berada di tangan orang, kalau berdiam lebih lama, mungkin tidak menguntungkan dirinya, maka lantas berlalu begitu saja.
Ho Hay Hong tidak menduga dengan mudah dan berhasil menghentak kabur Sam suhengnya, dalam hati ia merasa girang. Ia berkata kepada diri sendiri. "Muka dan potongan Tang siang Su cu sangat mirip denganku, kali ini aku sengaja menggunakan namanya untuk menggertak Sam suheng, biar Sam suheng dikemudian hari kalau berjumpa dengannya, kecurigaannya akan hilang sendiri"
Pada saat itu. tiba-tiba terdengar suara siulan menggema diudara. Ia pasang mata, mencari-cari siapa orangnya yang mengeluarkan siulan itu.
Diatas tembok pagar tinggi sebelah timur, tampak berdiri tiga orang, salah satu diantaranya, mempunyai bentuk luar biasa, hidungnya melengkung, matanya sipit, rambutnya putih meletak bagaikan perak, memakai pakaian jubah panjang warna merah darah, sedangkan badannya pendek dan kurus, tapi kaki dan tangannya panjang luar biasa.
Begitupun kepalanya, luar biasa besarnya, hingga sepintas lalu mirip dengan kawa-kawa. Orang itu adalah pemimpin golongan kawa-kawa Tie cu Sin kun!
Dikanan kiri Tie-cu Sin kun, adalah dua laki-laki tua yang mempunyai badan seperti raksasa, kekuatan tenaga mereka juga sangat mengejutkan.
Tie cu Sin kun yang berbadan pendek kurus, berdiri ditengah dua raksasa, seperti anak kecil berusia tiga tahun berdiri disamping orang tuanya, setapakpun tidak berani berpindah dari tempat berpijaknya.
Dengan munculnya tiga orang luar biasa itu, semua orang-orang berpakaian warna biru yang sedang bertempur mendadak menghentikan pertempuran dan mengundurkan diri, kecuali berkobarnya api yang membakar gedung Kan lui Kiam khek, tidak terdengar suara orang bertempur lagi.
Dengan muka sedih Kan lui Kiam khek mengawasi bekas kediamannya yang sudah dimusnahkan oleh api. Gedung dan pekarangannya yang di bangun dengan keringat selama hampir seumur hidupnya, kini telah musnah dalam waktu sekejap mata di hadapan matanya sendiri. Bagaimana ia tidak sedih"
Ho Hay Hong diam-diam menghitung orang-orang di pihaknya sendiri, kecuali Kan lui Kiam khek dan putrinya. Hanya ada tiga orang tua berkumis pendek, seorang pelajar pertengahan umur dan tiga pemuda berbadan tegap, berpakaian warna kuning.
Sedangkan pihak musuh, kecuali Tie cu Sin kun yang paling susah dihadapi, masih ada tujuh belas orang kuat dari golongan rimba hijau. Jelas kekuatan kedua belah pihak mempunyai perbedaan yang sangat menyolok, rasanya sudah dapat dibayangkan, bagaimana sulitnya keadaan Kan lui Kiam khek.
Sebentar ia mengawasi berkobarnya api, diam-diam berpikir: "Kan lui Kiam khek meskipun tidak mempunyai hubungan apa-apa denganku, tetapi dilihat dari sepak terjang Tie cu Sin-kun yang sangat ganas ini, mau tidak mau aku harus turun tangan"
Toan bok Bun Hwa diam-diam menghampiri dan berkata.
"Ho sianseng, apakah paman Su to membawakan kau pesan lain lagi?"
Ho Hay Hong memandang padanya. Dari sikap sinona, ia segera dapat menduga apa yang terkandung dalam pertanyaannya. Ia sebetulnya ingin menjawab, ia sendiri hampir tidak sanggup mempertahankan kedudukannya tetapi kata-kata yang sudah sampai diujung bibir, ditelannya lagi, kemudian katanya:
"Aku dapat memahami perasaanmu pada saat ini. Meskipun aku sendiri tidak dapat memperbaiki keadaan yang sedang kita hadapi, tetapi aku bersedia sekuat tenaga untuk memberi perlawanan sehingga titik darah terakhir. Jikalau betul betul sudah tidak sanggup, aku sendiri juga tidak bisa berbuat apa-apa."
Dengan pandangan mata dari seorang yang sudah putus asa, Toan bok Bun Hwa berkata dengan suara sedih:
"Aih, paman Su to benar benar tidak memahami kesulitan ayah."
Ho Hay Hong mendadak tidak sadar, katanya:
"Dia mengirim aku datang kemari, sudah merupakan usahanya yang paling besar, yang ia dapat lakukan. Kalian tidak akan dapat memahami keadaannya, sekarang ini ia sudah dikurung oleh Tan Siang Su cu!"
Toan bok Bun Hwa membuka mata lebar-lebar "Apa" Apakah paman Suto juga.... ?" ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya, pikirannya sudah kalut, banyak urusan ia tak dapat memikirkan lagi. katanya pula sambil menghela napas pelahan:
"Sudahlah, kita semua sedang menghadapi nasib buruk, perlu apa mengharapkan yang bukan-bukan. Ho sianseng, demikian besar perhatianmu terhadap kita, aku tidak tahu bagaimana harus mengucapkan terima kasih padamu."
"Kau tidak perlu mengucapkan terima kasih padaku, aku adalah orang yang dikirim kemari oleh Su to tayhiap, seharusnya kau mengucapkan terima kasih padanya!"
Sehabis berkata, ia lantas berlalu dengan perasaan sedih, ia memikirkan tanggungannya sendiri, agaknya semakin lama semakin berat.
Mata Tie cu Sin kun yang tajam menyapu semua orang sejenak, tiba-tiba berkata:
"Toan bok Tayhiap. sekarang kau sudah menghadapi jalan buntu, mengapa tidak segera menyerahkan kitab pusaka mu Rajawali sakti,supaya aku tidak perlu turun tangan membunuh kalian."
"Tie cu Sin kun, ucapanmu ini sesungguhnya terlalu menghina orang, aku hanya tahu bahwa barang pusaka peninggalan orang tua, harus disimpan oleh keturunannya, belum pernah dengar ada aturan, kalau orang tidak mau menyerahkan barangnya, lantas mau dibunuh seluruh rumah tangganya. Tie cu Sin-kun, kau perintahkan orang-orangmu membakar rumahku, melukai orang-orangku, permusuhan kedua fihak sudah sedemikian dalam, apa kau kira dapat dibereskan dengan sepatah dua patah kata saja" Permintaanmu ini, tidak akan ku terima !" berkata Kan lui Kiam khek.
"Ha ! Ha ! Sedangkan binatang semut saja, masih sayangi jiwanya, apalagi manusia" Toan-bok Tayhiap, sekalipun kau tidak memikirkan dirimu sendiri, kau juga harus memikirkan orang-orangmu dan keluargamu. Harus kau ketahui, begitu aku mengeluarkan perintah, tidak dapat dibayangkan bagaimana akibatnya, nanti kau tidak keburu menyesal!" berkata Tie cu Sin kun sambil tertawa terbahak-bahak.
"Iblis tua, perbuatanmu ini tidak beda dengan binatang, jangan bangga satu hari kelak akan ada orang yang mengambil batok kepalamu!" berkata Toan bok Bun Hwa.
"Nona kecil, kau tentunya anak perempuan Toan bok Tayhiap" Kau tidak perlu khawatirkan diriku, aku dapat menjaga diriku, aku dapat menjaga diriku sendiri sebaik-baiknya." berkata Tie cu Sin kun sambil tertawa besar.
Ho Hay Hong tiba-tiba berkata. "Toan bok Tayhiap, pertempuran ini sudah tidak dapat dielakan lagi, mengapa tidak minta ia lekas menyebutkan caranya?"
Kata-kata Ho Hay Hong ini sudah merupakan satu tantangan, sehingga suasana yang memang sudah tegang, bertambah tegang
Tie cu Sin kun tidak menyangka bahwa fihak lawannya yang sudah berada dijalan buntu, ternyata masih ada orang yang berani menyatakan perang padanya, lalu matanya terus menatap wajah anak muda itu tanpa berkedip.
Karena muka Ho Hay Hong ditutupi oleh kerudung sobekan bajunya, nampak semakin misteri, dengan sendirinya tidak berani berlaku gegabah. Ia berkata kepada raksasa di sebelah kirinya:
"San ceng siu, orang itu tidak berani menunjukkan wajah aslinya kepada orang, kau harus waspada kepadanya, jangan sampai mendapat kesempatan mengeruhkan keadaan."
Raksasa yang disebut San ceng siu itu hanya mengeluarkan siulan dari mulutnya. Badannya bergerak, sebentar kemudian, tubuhnya yang seperti kingkong itu sudah berdiri tegak di tengah taman, semua terheran, sungguh tidak disangka seorang yang bertubuh bagaikan raksasa memiliki ilmu meringankan tubuh demikian hebat. Dari sini dapat diduga bahwa Tie cu Sin kun bukanlah orang sembarangan.
Pemimpin golongan Kawa-kawa itu kembali berpaling dan berkata kepada raksasa di sebelah kanannya:
"Bok khek siu, kau juga harus menjaga keras Kan lui Kian khek, jangan sampai mendapat kesempatan memusnahkan kitab yang di sakunya karena sudah buntu jalan. Kitab ini besar sekali artinya bagiku, sekali-kali tidak boleh dimusnahkan. Mengertikah kau maksudku?"
"Apa Sin kun hendak menggunakan kekerasan." bertanya Bok khek siu.
Tie cu Sin kun tertawa terbahak-bahak, memoyong ucapan Bok khek siu yang bagaikan gertakan, katanya sambil mengulapkan tangannya:
"Jangan. jangan banyak bicara lagi."
Badan Bok khek siu tidak tampak bergerak, tapi tubuhnya yang besar, tahu-tahu sudah berada di hadapan Kan lui Kiam khek. Dengan sendirinya Kan lui Kiam khek dikejutkan oleh kedatangan raksasa itu. Dengan cepat ia menutup dadanya dengan kedua tangannya dan mundur selangkah.
Ho Hay Hong dengan langkah lebar menghampiri seorang seperti bangsa pelajar berpenyakitan kemudian bertanya padanya:
"Kau pikir hendak memilih pertempuran cara bagaimana ?"
Wajah pelajar pertengahan umur yang seperti berpenyakitan itu menjawab acuh tak acuh:
"Lihat saja, kalau saatnya sudah tiba baru memilih rasanya juga masih belum terlambat !"
Mendengar nada suaranya yang seperti tidak bersemangat itu. Ho Hay Hong menggeleng-gelengkan kepala dan berkata:
"Kau agaknya kurang enak badan, aku lihat beberapa orang berpakaian warna biru itu lebih mudah dihadapi, biarlah kau saja yang membereskan mereka!"
Orang itu tersenyum, tidak berkata apa-apa. Tapi ketika empat orang berpakaian biru lari menghampirinya, mulutnya mendadak mengeluarkan suara bagaikan geledek: "Kawanan tikus, kau berani!"
Lengan jubahnya digerakkan, kekuatan tenaga dalamnya yang hebat, menyerang ke-empat orang itu.
Empat orang itu lompat kesamping, tidak berani menyambut. Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu diam-diam merasa heran. Waktu itu menengok kepadanya lagi, sepasang matanya yang tadi seperti mata orang sakit kini mendadak bercahaya terang, hingga ia tertawa sendiri, wajah berpenyakitan ternyata memang sudah pembawaannya.
"Toan bok Tayhiap, aku masih memberi kesempatan untuk kau berpikir masak-masak, kalau tidak mau menurut, aku nanti akan mengeluarkan perintah untuk membasmi serumah tanggamu." berkata Tie-cu Sin kun kepada Kan lui Kiam-khek.
"Kau boleh berbuat sesukamu, aku Kan-lui Kiam khek tidak sudi berdamai dengan musuh." menjawab Kan lui Kiam khek gusar.
Tie cu Sin kun marah, segera mengeluarkan perintah kepada orang-orangnya mulai bertindak.
Mendengar perintah itu, orang-orang dari golongan kawa-kawa dengan serentak bergerak, hingga keadaan menjadi kalut. Tiga orang bertubuh besar memburu Toan bok Bun Hwa, sedang sekelompok orang orang berpakaian biru menyerbu tiga orang tua kumis pendek.
Kan lui Kiamkhek lompat tinggi, sebelum musuhnya, ia sudah turun tangan lebih dulu. dengan menggunakan ilmu silatnya golongan Coan lam pay yang terampuh menyerbu kedalam barisan Sam thay tio yang terdiri dari lima orang.
Dalam waktu singkat barisan itu sudah dipukul pecah, hingga buru-buru undurkan diri.
Bok khek su dengan kegesitannya yang luar biasa, sebentar sudah berada dihadapan Kan-lui Kiamkhek. Jago pedang itu merasakan serangan dari hembusan angin yang hebat, pandangan matanya mendadak menjadi kabur, ia buru-buru lompat mundur, ternyata Bok khek siu berdiri didepan matanya.
Ia tahu benar bahwa musuhnya itu adalah satu pahlawan terkuat Tie cu Sinkun, yang memiliki kepandaian sangat tinggi, maka ia tidak berani berlaku gegabah. Dengan cepat ia menghunus pedangnya, tanpa banyak omong sudah menyerang musuhnya.
Dengan berani Bok khek sin menangkis serangan itu dengan tangan kirinya, Kan lui Kiam khek yang sudah banyak pengalaman, segera dapat mengenali gerak tipu apa yang digunakan oleh musuhnya, dengan cepat ia rubah gerakannya, serangannya ditujukan ke arah lain.
Sementara itu Ho Hay Hong yang belum mendapat lawan, melihat Toan bok Ban Hwa dikeroyok oleh tiga musuh, buru-buru lari kepadanya untuk memberi bantuan.
Dengan satu gerak tipu yang sangat aneh, ia menyerang salah satu musuh Toan bok Bun Hwa yang terdekat, karena serangannya yang tidak terduga-duga, lagi pula cepat luar biasa, musuhnya terperanjat, dalam keadaan tergesa-gesa balas menyerang dengan golok besarnya.
Tapi perbuatan musuhnya itu memberikan kesempatan bagi Ho Hay Hong untuk melancarkan serangannya lebih jauh, golok ditangan musuh terbang keudara, pergelangan tangan tertendang oleh kakinya hingga musuhnya terhuyung-huyung dan jatuh ditanah.
Ho Hay Hong lompat tinggi, tangannya menyambar golok musuhnya yang terbang ketengah udara, ditengah udara golok itu berputaran sebentar, kemudian menurun kebawah.
Pada saat itu, Sun Teng siu telah menghampiri dengan langkah lebar. Ho Hay Hong yang mendengar suara angin, tangannya dengan cepat menyambar golok yang terbang menurun dan digunakan untuk menyontek.
Tapi sebelum bacokannya itu mengenai sasarannya, tiba-tiba golok terlepas dari tangannya, ketika ia berpaling, segera berhadapan dengan San beng siu siraksasa.
Ia tidak dapat membantu Toan-bok Bun Hwa lagi, karena ia hendak mencoba kekuatan si raksasa itu, entah sampai dimana kekuatan tenaga dalamnya.
Diam-diam ia mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya dan didorong melalui kepalan tangannya.
San-ceng siu memandang dengan matanya yang tidak bersinar ketika serangan Ho Hay Hong hendak mengenakan badannya, ia agaknya baru sadar dirinya sedang diserang. Lengannya yang besar bergerak, suatu kekuatan tenaga dalam yang sangat hebat meluncur keluar mendorong mundur Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: "orang ini benar-benar memiliki kekuatan tenaga dalam sangat hebat, tapi nampaknya kurang gesit hingga gampang diperdayakan."
Pikiran itu sepintas lain terlintas dalam otaknya, sepasang tangannya dengan cepat sudah melakukan serangan lagi.
San ceng siu tetap mengawasinya dengan matanya yang tidak bersinar, tetap menggunakan tangannya untuk menyambut serangan Ho Hay Hong.
Setengah jalan, Ho Hay Hong mendadak merubah gerak tipunya, ia menggunakan dua gerak tipu dalam ilmunya Khun hap Sam-kay,hembusan angin kuat menggempur dada si raksasa.
Kalau San ceng sin masih seperti pertama, lengannya yang sangat lambat menyambut serangan lawannya, Ho Hay Hong segera merubah serangannya dengan menggunakan jari tangan, untuk menotok jalan darah Siang seng hiat.
Apabila totokannya itu berhasil, biarpun dewa juga akan binasa.
Tetapi, kali ini Sat-ceng siu mendadak sangat gesit, sepasang lengan tangannya yang besar, nampaknya berat, tetapi kalau bergerak, ternyata gesit sekali. Ho Hay Hong segera dapat merasakan betapa hebat kekuatan tenaga yang keluar dari tangan raksasa itu.
Dengan cepat ia menarik kembali serangannya dan lompat mundur jauh-jauh.
Saat itu ia baru sadar, bahwa gerak lambat yang semula diperlihatkan oleh si raksasa itu tadi, tak lain dan tak bukan, ialah untuk memancing musuhnya masuk perangkap, kemudian diserangnya dengan hebat.
Ia sendiri semula tidak menduga siasat si raksasa itu, hampir saja terjebak oleh akal busuknya. Kini setelah dipikir, diam-diam ia mengucurkan keringat dingin.
Dari sini ia dapat menarik kesimpulan, bahwa si raksasa itu bukan saja berkepandaian tinggi, tapi juga berwatak ganas kejam. Seorang yang diluarnya demikian kasar dan bodoh, ternyata memiliki sipat demikian buas dan kejam, ini paling mudah membuat lawannya terjebak. Orang-orang semacam ini benar-benar sangat berbahaya.
Menggunakan kesempatan selagi ia lompat mundur, ia meninjau seluruh keadaan medan pertempuran. Kecuali pelajar pertengahan umur yang berkepandaian tinggi dan sangat berani, dengan seorang diri melawan empat musuh, dan tokh masih nampak lebih unggul, kawan-kawan yang lainnya semua sudah berada dalam posisi terjepit, terutama Toan bok Bun Hwa, yang keadaannya paling berbahaya.
Meskipun ia tadi sudah merobohkan salah seorang musuhnya, tapi tiga musuh yang mengeroyok padanya, masih tetap membuat si nona itu tidak berdaya.
Ia kini mulai menimbang kekuatan musuh dan kekuatan fihak sendiri. Pihak musuh masih ada seorang yang berkepandaian tinggi sekali, yang masih belum bertindak, sedang dipihaknya sendiri sudah mulai berantakan. Kalau saja kemenangan sudah terbayang di tangan musuh, mungkin jiwa orang-orang di pihaknya juga tidak terjamin semua.
Tiba-tiba ia ingat kepada kepandaian ilmu silatnya sendiri, mengapa tidak menggunakan ilmu pedang terbangnya untuk membantu Toan bok Bun Hwa" Begitu pikiran itu terlintas dalam otaknya, ia lantas bertanya kepada San ceng sin:
"Beranikah kau menyambut pedang terbangku?"
San ceng sin yang sudah mencoba kekuatan tenaga dalam Ho Hay Hong, telah mengetahui bahwa kekuatan anak muda itu masih selisih jauh dengannya, maka lantas menjawab tanpa dipikir lebih dulu:
"Mengapa tidak berani" Kau keluarkan saja semua kepandaiannya!"
Ho Hay Hong sengaja mengeluarkan suara dihidung dulu, baru berkata:
"Sekarang aku tidak membawa pedang, hingga aku tidak dapat menundukkan kau, benar-benar sangat menyesal!"
Sehabis berkata, ia sengaja menarik napas panjang dan menggoyang-goyangkan kepala.
Mendengar ucapan jumawa itu. San ceng-siu sangat marah, katanya:
"Kalau begitu, aku tunggu kau mengambil pedangmu!"
"Baik! demikian kita tetapkan!" berkata Ho Hay Hong kegirangan.
Ia mendapat kesempatan melepaskan diri dari lawannya yang tangguh. lantas menghampiri Toan Bok Bun Hwa. Dengan tiba-tiba membuka serangan dengan menggunakan dua tangan menyerang berbareng kepada dua musuh Toan bok Bun Hwa, setelah itu ia berkata dengan tergesa-gesa.
"Lekas pinjamkan pedangmu padaku!"
Toan bok Ban Hwa segera lompat mundur dengan cepat menyerahkan sebatang pedang berikut sarungnya, Ho Hay Hong menyambuti pedang dari tangan Toan bok Bun Hwa, tangan yang lain digunakan untuk menotok jalan darah Sam lie hiat badan seorang musuh yang memburu Toan bok Bun Hwa.
Musuh yang tidak keburu menyingkir itu, kontan tertotok jalan darahnya, hingga seketika itu berdiri tegak bagaikan patung.
Toan bok Bun Hwa melirik sejenak kepada si anak muda, kemudian terjun lagi ke medan pertempuran untuk melawan dua musuhnya lagi.
Ho Hay Hong berkata padanya.
"Kau harus berusaha keras mempertahankan dirimu, jangan membuat orang lain merasa khawatir!"
Toan bok Bun Hwa yang mendengar perkataan itu, tiba-tiba dapat merasakan maksud yang terkandung dalam ucapannya, hingga kedua pipinya merah seketika.
Entah darimana datangnya tenaga, dalam pertempuran selanjutnya, dengan cepat Toan bok Ban Hwa sudah berhasil mendesak dua lawannya, sehingga terus menerus.
Ho Hay Hong juga tidak mengerti apa sebabnya, dengan perasaan heran ia membalikkan badannya, selagi hendak menghampiri San ceng siu lagi, si raksasa itu sudah menghampiri sendiri dengan marah-marah, katanya dengan suara keras:
"Heh, bocah, kau berani mengingkari janji, aku akan patahkan lehermu!"
Ho Hay Hong tertawa menyeringai, dengan menghunus pedangnya ia berkata:
"Jangan banyak bicara!"
Secepat kilat pedangnya bergerak mengarah perut si raksasa yang mendekat.
Dengan beruntun San ceng sio menggerakkan tangannya sampai tiga kali, setiap kali dari bawah menyampok keatas, serangan itu benar-benar sangat aneh.
Ho Hay Hong merasa ujung pedang tertekan hebat, hampir tidak dapat menggerakkan.
Sambil tertawa besar San ceng siu maju mendesak, Ho Hay Hong tiba-tiba merasa kabur matanya, entah sejak kapan, tangan besar lawannya sudah berada dihadapan matanya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari tekanan musuh, dengan menggunakan jurus-jurus dari gerak tipu ilmu silatnya Khun hap San kay menyerang kepada musuhnya.
Dengan tiba-tiba dari arah selatan terdengar suara jeritan ngeri, Ho Hay Hong dan San ceng siu sama-sama berhenti bertempur, untuk menyaksikan apa yang telah terjadi.
Kemudian ternyata bahwa tiga orang laki-laki tua berkumis pendek dari fihak Kan lui Kiam khek, salah satu diantaranya mundur terhuyung-huyung sambil menekap mukanya dengan kedua tangannya, darah mengucur keluar dari sela-sela jari tangannya.
Dua yang lainnya, pakaiannya hancur, rambutnya awut-awutan, wajah sangat bengis.
Apa yang mengherankan Ho Hay Hong ialah: Bok khek siu, salah satu raksasa yang tadi bertempur melawan Kan lui Kiam khek, entah sejak kapan, sudah ganti lawan. Orang orang baju biru yang semula bertempur dengan tiga laki-laki tua berkumis pendek tadi. Kini mengertilah dia, bahwa tiga laki tua berkumis pendek itu sampai mengalami kekalahan hebat bukan lain karena ganti lawan!
Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu, tidak terkendalikan hawa amarahnya, dengan mengeluarkan suara bentakan keras, pedang meluncur keluar dari tangannya.
Dengan mengeluarkan sinar berkilauan pedang itu terbang meluncur kearah Bok khek sin yang sedang membanggakan kemenangannya. Ketika menyaksikan pedang itu meluncur ke arahnya, wajahnya berubah seketika dengan cepat mengeluarkan seluruh kekuatan tenaganya menyampok pedang terbang itu.
Ho Hay Hong mendengus, hawa putih bagaikan kabut keluar dari mulutnya, pedang yang berterbangan memburu mangsanya, memancarkan sinar semakin terang dengan menembus hembusan angin tenaga dalam Bok khek Sin terus menikam.
Bukan kepalang terkejutnya Bok khek-Siu buru-buru menjatuhkan dirinya kebelakang. sehingga tubuhnya yang gemuk rebah terlentang ditanah. Dengan demikian, pedang itu meluncur melewati dirinya, meskipun tidak kena, tetapi hal itu sudah menggemparkan medan pertempuran, hingga semua orang yang sedang bertempur, lantas menghentikan pertempurannya.
Amanat Marga 3 Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Sepasang Pedang Iblis 26

Cari Blog Ini