Ceritasilat Novel Online

Pedang Asmara 4

Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


"Hemmm, aku tahu akan semua itu, sudah terlampau sering kauceritakan itu, Ayah. Akan tetapi, coba Ayah ingat baik-baik. Ketika aku terlahir sebagai seorang bayi, ditinggal mati ibu dan ayah kemudian aku dibawa olehmu, siapakan yang minta hal itu dilakukan" Apakah aku pernah minta agar Ayah memeliharaku" Sama sekali tidak! Kemudian, Ayah mengaku aku sebagai anak angkat, apakah itu kehendakku pula" Juga tidak! Dan Ayah mengajarkan ilmu-ilmu kepadaku, sebagai seorang guru. Apukah aku pernah minta menjadi muridmu" Juga tidak sama sekali! Nah, semua adalah kehendak Ayah sendiri, dan aku hanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menurut saja! Dan sekarang Ayah bicara tentang budi!
Siapa yang berhutang budi" Aku tidak pernah minta, tidak pernah merasa hutang. Kalau semua perbuatan Ayah terhadap diriku dulu itu dianggap sebagai menghutangkan dan dulu diberitahukan kepadaku, tentu aku tidak akan sudi menerimanya!"
Terbelalak sepasang mata Yeliu Cutay. Sungguh sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa di balik semua sikap sopan santun dan hormat dari Tiong Sin, terdapat perasaan seperti itu! Apakah artinya semua jerih payahnya selama ini" Hanya akan ditentang dan dilawan oleh pemuda ini, bahkan dihina!
"Keparat, berani engkau bicara seperti itu" Setelah segala yang kulakukan untukmu selama dua puluh tahun ini! Ya Tuhan, akan bagaimana jadinya dengan dirimu?"
"Mengenai diriku, mulai saat ini harap Ayah tidak perlu memusingkannya lagi lan tidak perlu mencampuri lagi. Aku sudah cukup dewasa dan aku dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan bimbingan Ayah lagi!"
Yeliu Cutay mengangguk-angguk. "Bagus! Bagus! Kalau begitu, sekarang kembalikan pedang pusakaku. Pedang Asmara itu adalah pedangku. Yang lain-lain boleh kaubawa, akan tetapi pedang itu harus kaukembalikan kepadaku!"
Tiong Sin tersenyum, bukan senyum ramah dan hormat, melainkan senyum sinis. "Pedang Asmara" Ah, namanya Pedang Asmara" Bagus sekali, memang cocok untukku.
Ayah, pedang ini cocok untukku, maka akan kubawa pergi, aku membutuhkannya untuk membela diri."
"Tidak! Itu adalah pedang pusakaku., Kembalikan!"
"Menyesal sekali takkan kukembalikan!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Apakah kau ingin aku menggunakan kekerasan dan merampasnya dari tanganmu?"
"Hemmm, boleh Ayah coba kalau bisa!"
Kembali mata Yeliu Cutay terbelalak! Betapa beraninya anak ini! Kemarahannya sampai lenyap saking herannya dan sejenak dia hanya memandang dengan mata terbelalak!
Kiranya, domba yang selama puluhan tahun ini dia belai, dia sayangi! dia pelihara, sesungguhnya adalah seekoa harimau yang mengenakan bulu domba dan baru sekarang menanggalkan bulu domba itu, memperlihatkan watak dan sifat aselinya!
"Sudahlah, Ayah. Relakan aku pergi membawa Pedang Asmara, Jangan memaksaku harus melawanmu!"
"Jahanam!" Yeliu Cutay sudah mencabut pedangnya dan menyerang. Namun, Tiong Sin yang sudah siap. siaga itu pun mencabut Pedang Asmara dan mereka pun saling serang dengan dahsyatnya. Sudah biasa mereka saling serang seperti ini, akan tetapi itu hanya terjadi dalam latihan silat. Sekarang, mereka bukan berlatih, melainkan berkelahi dengan sungguh-sungguh, keduanya berpedang dan memainkan Thay-san Kiam-sut dengan dahsyatnya, berusaha merobohkan lawan! Tidak ada lagi hubungan antara ayah angkat dan anak, atau antara guru dan murid, mereka seperti dua orang lawan yang berusaha keras untuk saling membunuh dan saling serang dengan sungguh-sungguh!
Bukan main serunya perkelahian antara kedua orang ini.
Tentu saja kedua pihak sudah mengenal baik semua jurus yang mereka pergunakan untuk menyerang sehingga mampu membela diri dengan baik. Kalau kedua pihak sudah sama mahirnya, maka yang diadu hanyalah kematangan, keuletan, tenaga dan ketahanan, juga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kekuatan napas. Dan dalam hal ini, mereka seimbang juga.
Yeli Cutay menang pengalaman, lebih matang dan lebih ulet. Sebaliknya Tiong Sin menang tenaga, ketahanan dan lebih panjang napasnya.
Yeliu Cutay sudah mulai lelah dan lehernya mulai berkeringat ketika mereka sudah bertanding selama seratus jurus lebih. Tiba-tiba dia yang tahu bahwa kalau dilanjutkan, dia akan kehabisan tenaga dan mungkin akan roboh oleh putera angkatnya sendiri, menggunakan gerakan yang mengejutkan karena secara tiba-tiba dia mengubah serangan dan pedangnya menusuk dari bawah ke arah perut pemuda itu! Serangan ini dibarengi teriakan melengking yang mengejutkan hati Tiong Sin. Pemuda ini terkejut bukan main, cepat dia meloncat ke samping, namun pedang ayah angkatnya me ngejar terus.
"Brettt! Tranggg.....!" Celana Tiong Sin robek tertusuk, dan sedikit kulit dan daging pahanya ikut robek. Darah mengucur, akan tetapi ketika dia menangkis dengan pengerahan tenaga, kedua pedang bertemu dan pedang di tangan Yeliu Cutay mengalami kerusakan, patah dua tiga senti meter di bagian ujungnya!
Yeliu Cutay menarik pedangnya dan meloncat ke belakang. Kesempatan itu dipergunakan oleh Tiong Sin untuk meloncat ke atas punggung kudanya.
"Biarlah aku membiarkan engkau hidup untuk membayar semua kebaikan yang pernah kaulakukan untukku." Kata pemuda itu dari atas punggung kudanya.
Yeliu Cutay marah sekali, akan tetapi patahnya ujung pedang itu saja sudah membuktikan bahwa dia tidak akan menang melawan anak angkatnya itu karena pemuda itu memegang Pedang Asmara. Andaikata tidak demikian, andaikata dia yang memegang Pedang Asmara, dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kematangan ilmunya, kiranya dia yang akan menang. Maka dia pun tidak ingin mengejar pemuda itu, melainkan berseru dengan suara yang penuh kemarahan dan kebencian.
"Jahanam busuk, mulai saat ini tiada lagi hubungan di antara kita. Engkau bukan muridku, bukan pula anak angkatku dan aku melarang engkau mempergunakan nama keturunan keluarga Yeliu!"
Wajah yang tampan itu tertawa mengejek. "Ha-ha-ha, Yeliu Cutay Mulai karang aku telah menjadi orang bebas dan tanpa kaularang sekalipun, aku juga tidak sudi memakai nama keturunan Yeliu. Ayahku she Bu, maka namaku sekarang Bu Tiong Sin." Setelah berkata demikian, sambil tertawa Tiong Sin memutar kudanya dan membalapkan kuda itu meninggalkan orang yang selama ini dianggapnya sebagal orang tua dan juga gurunya.
Yeliu Cutay berdiri bengong, memandang ke arah bayangan pemuda itu yang pergi meninggalkan gema suara ketawanya dan tak dapat ditahankannya lagi beberapa butir air mata menetes turun ke atas pipi Yeliu Cutay yang agak pucat. Dia merasa seolah-olah kematian seorang murid atau bahkan seorang anak yang tadinya amat disayang dan dibanggakannya! Dan dia merasa berduka sekali. Dua puluh tahun dia memelihara, mendidik dan menyayangi Tiong Sin, dan hari ini dia menerima penghinaan sebagai balasannya!
Cinta atau kasih sayang yang berpamrih sesungguhnya bukanlah cinta kasih, melainkan nafsu. Seperti juga semua untuk nafsu, yang diraihnya hanyalah kesenangan untuk diri pribadi. Kalau kita mencinta seseorang baik orang itu kekasih atau anak, akan tetapi kita menghendaki agar yang kita cintai itu membalas cinta kita dengan cinta kasih pula, dengan kepatuhan, kebaktian atau apa saja yang akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyenangkan kita, maka cinta kita itu hanyalah nafsu belaka. Kalau tercapai jangkauan atau pamrih kita, maka kita akan merasa. puas, dan sebaliknya kalau tidak tercapai, kita akan merasa berduka dan kecewa. Dan cinta kasih kita akan berubah menjadi kebencian!. Nafsu hanya akan mendatangkan duka dan sengsara bagi batin kita sendiri.
Kalau Yeliu Cutay kini mengalirkan air mata, bukan karena dia, menyedihi Tiong Sin, melainkan menyedihi kepergiannya, menyedihi kehilangannya, dan yang ditangisinya itu bukanlah Tiong Sin melainkan dirinya sendiri yang merasa kehilangan, yang merasa dikecewakan.
Kasih sayang kepada seseorang seperti itu, sesungguhnya bukanlan cinta kasih yang sejati, karena orang yang katanya dicinta itu hanyalah dijadikan alat dan sarana untuk mencapai kesenangan diri pribadi. Cinta kasih seperti itu tiada bedanya dengan "cinta" kita kepada binatang peliharaan atau benda berharga yang lain. Bisa bosan, dan rasa "cinta" itu bisa sewaktu-waktu berubah benci kalau binatang peliharaan atau benda berharga itu tidak menyenangkan hatinya lagi. Cinta seperti itu melekat, mengikat dan hanya sengsara yang akan menjadi akibatnya.
Selamanya dia atau apa saja masih mendatangkan kesenangan atau keuntungan pribadi lahir batin, maka kita mencintanya! Kalau tidak lagi menjadi sumber kesenangan dan keuntungan, maka cinta kita pun berakhir. Kenyataan ini dapat kita lihat dengan menjenguk keadaan batin kita sendiri dalam apa yang kita anggap cinta kasih kepada mereka yang kita cinta. Kita mencinta apa yang menyenangkan kita saja. Kita menolak, bahkan seringkall kita membenci apa yang tidak menyenangkan kita.
Di dalam hati Yeliu Cutay kini timbul kebencian kepada pemuda yang pernah disayangnya itu. Keadaan seperti yang dialami Yeliu Cutay ini kiranya pernah atau akan dialami juga oleh kita. Keadaan batin yang berubah sepenuhnya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dari rasa sayang menjadi rasa benci. Sebabnya perubahan ini jelas nampak. Karena orang yang disayangnya itu telah mengecewakan hatinya, telah mengubah kesenangan atau keuntungan batin yang ada menjadi kerugian dan kekecewaan. Jelaslah bahwa senang dan susah merupakan kakak beradik kembar yang tak terpisahkan. Di mana ada senang di situ ada susah. Seseorang yang sama, sebuah benda yang sama, bahkan suatu persoalan yang sama, bisa saja mendatangkan senang, bisa juga mendatangkan susah.
Senang susah hanyalah permainan pikiran menurut pertimbangan si aku, kalau diuntungkan senang, kalau dirugikan susah! Bahkan turunnya air hujan pun bisa menjadi sebab senang atau susah, tergantung dari segi mana kita melihatnya. Kalau merasa diuntungkan oleh sang hujan maka senanglah hati dan hujan dipuji puji. Kalau merasa dirugikan oleh sang hujan, maka susahlah hati dan hujan dimaki-maki.
Yeliu Cutay dapat menduga bahwa pemuda itu kelak tentu akan celaka oleh ulahnya sendiri, akan tetapi dia tidak menyesal, bahkan diam-diam ada harapan seperti itu di dalam hatinya. Tentu saja hal ini timbul karena kemarahan, benci dan dendam.
~o-Dewikz-o0o-Budi.S-o~
Kita tinggalkan dulu Yeliu Cutay yang berduka, dan tinggalkan pula Tiong Sin yang kini bagaikan seekor burung terbang bebas di udara, bukan burung merpati yang jinak dan lembut, melainkan seekor burung elang yang amat berbahaya karena selain memiliki ilmu silat yang tinggi, pemuda itu juga memiliki Pedang Asmara, dan berbahayanya, dia memiliki batin yang rapuh! Kita menjenguk kehidupan manusia lain yang hidup di sebuah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dusun kecil di kaki Pegunungan Thian-san dan kita mundur dulu kurang lebih lima tahun.
Pemuda itu berusia kurang lebih lima belas tahun, akan tetapi kalau melihat tubuhnya dari belakang, orang akan mengira bahwa dia sudah dewasa. Tubuhnya tinggi besar dan kokoh kuat. Akan tetapi kalau melihat wajahnya, baru orang tahu bahwa dia masih remaja, bahkan wajah itu agak kekanak-kanakan, dengan mata yang lebar dan membayangkan kepolosan dan kejujuran yang mengarah kepada kebodohan! Mukanya tak dapat dibilang terlalu tampan, namun penuh kejantanan dan keterbukaan yang membuat orang merasa tertarik dan suka. Kaki tangannya berotot dan kokoh, juga tubuhnya yang besar itu penuh otot yang kuat, dengan dada yang bidang, pinggang ramping dan kalau berdiri seperti batu karang kokoh kuat, tegak lurus, kalau berjalan seperti seekor harimau. Kulitnya agak gelap, sebagai akibat jemuran matahari yang selalu menimpa dirinya karena dia setiap hari bekerja di tempat terbuka.
Dia melangkah dengan tegap namun santai, memasuki hutan di lereng Pegunungan Thian-san dan terdengar dia bersenandung dengan suaranya yang besar namun cukup merdu. Lagu rakyat yang sederhana. Di dalam suaranya terkandung kegembiraan, juga wajahnya berseri dan dia nampak berbahagia sekali.
Memang dia seorang pemuda berbahagia walaupun pakaiannya sederhana, dari kain kasar dan tidak baru lagi.
Pemuda remaja ini bernama Kwee San Hong, berusia hampir enam belas tahun. Kwee San Hong ini putera tunggal seorang petani bernama Kwee Cun yang hidup sederhana sebagai petani di dusun Po-lim-cun di kaki Pegunungan Thian-san. Hidup sebagai petani dan tentu saja sejak kecil San Hong juga bekerja di sawah ladang, mencari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kayu bakar, memikul air, menggembala ternak dan kadang-kadang juga berburu binatang di hutan-hutan di lereng Thian-san. Semua pekerjaan berat inilah yang membuat tubuhnya menjadi kokoh kuat. Bukan itu saja, melainkan karena cara hidup yang bersih, hawa udara di pegunungan yang sejuk dan jernih, jauh dari debu dan kotoran, kehidupan sederhana sehingga nafsu-nafsu tidak merajalela.
Di samping semua ini, juga San Hong mempunyai bakat dan pembawaan sejak lahir sehingga dia dalam usia kurang dari enam belas tahun telah memiliki tenaga yang amat kuat, sekuat tenaga tiga orang laki-laki dewasa! Di dusun Po lim-cun, San Hong sudah terkenal sekali sebagai seorang pemuda yang bertenaga gajah, berwatak jujur, polos dan terbuka, dan dianggap agak bodoh oleh kawan-kawannya karena pemuda yang memiliki tenaga sekuat itu, selalu mengalah dan sama sekali bukan "jagoan". Dia tidak pernah berkelahi, dan selalu mengalah, melakukan pekerjaan yang paling berat. Akan tetapi, pernah setahun yang lalu, dalam usianya yang baru lima belas tahun, dia selagi berburu, melihat seorang kawannya diterkam harimau! Tanpa ragu-ragu dan dengan keberanian luar biasa, San Hong menangkap ekor harimau itu, mengangkatnya ke atas dan membanting binatang itu. ke atas batu sehingga kepalanya pecah harimau itu tewas seketika! Karena kekuatan dan kegagahannya, biarpun San Hong tidak mau berkelahi dan selalu mengalah, namun tidak ada orang berari mengusiknya!
Pada pagi hari yang cerah itu, San Hong berjalan seorang diri mendaki lereng Pegunungan Thian-san. Dia hendak berburu binatang karena persediaan daging kering di rumah orang tuanya telah menipis. Kalau dia beruntung mendapatkan binatang yang besar seperti kijang dagingnya akan mereka masak di rumah dan kelebihan daging itu akan dibuat daging asin dan kering. Akan tetapi kadang-kadang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dia hanya mendapatkan beberapa ekor kelinci saja.
Perlengkapannya berburu hanyalah sebuah gendewa dan beberapa belas batang anak panah yang sederhana sekali, buatan sendiri, digantungkan di punggung, dan sebatang tombak di tangannya. Jarang ada orang berani melakukan perburuan seorang diri saja. Biasanya, para pemuda di kaki Pegunungan Thian-san yang suka berburu, dulu berkelompok, sedikitnya lima orang. Berburu seorang diri amat berbahaya, karena di dalam hutan-hutan yang masih liar di pegunungan itu terdapat pula binatang-binatang buas seperti harimau, biruaug dan lain-lain. Namun, San Hong lebih suka berburu seorang diri dan dia sama sekali tidak pernah merasa takut. Biarpun San Hong seorang dusun dan tidak bersekolah, namun Kwee Cun, ayahnya, tidak buta huruf. Ayah ini mengajarkan ilmu membaca dan menulis kepada putera tunggalnya sehingga Kwee San Hong juga tidak menjadi seorang yang buta huruf. Hal ini saja sudah merupakan suatu "kelebihan" bagi para pemuda dusun itu yang rata-rata buta huruf.
Selagi San Hong berjalan memasuki hutan sambil bernyanyi gembira, melihat seorang kakek berjalan di depan, Kakek itu memanggul sebuah buntalan kain di pundak kanan, sedangkan tangan kirinya masih menjinjing sebuah buntalan lain. Kedua buntalan itu besar dan jauh lebih besar daripada tubuh kakek yang kecil pendek itu, dan nampaknya berat sekali.
San Hong adalah seorang yang selalu suka membantu orang lain. Melihat se orang kakek kecil kurus membawa sebuah buntalan yang amat besar itu, merasa kasihan sekali.
Agaknya tak lama lagi kakek itu tentu akan roboh tertindih dua buah barang yang dibawanya, pikirnya. Maka dia menghentikan nyanyiannya dan mengejar dengan langkah lebar. Akan tetapi, dia harus berjalan setengah berlari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
barulah dia akhirnya dapat menyusul kakek kecil kurus yang larinya amat cepat walaupun dibebani dua buntalan besar yang nampaknya berat itu.
Kakek itu berhenti ketika ada seorang pemuda tinggi besar mendahuluinya dan berdiri di depannya. Dan San Hong juga memperhatikan wajah kakek itu. Seorang kakek yang tua renta, mungkin tujuh puluh tahun usianya, badannya nampak ringkih, kulit membungkus tulang, mukanya keriputan dan rambutnya jarang dan putih, namun matanya seperti mata kanak-kanak!
"Eh-eh, tidak malukah engkau orang nuda" Semuda ini, dengan tubuh masih kuat untuk bekerja, hendak merampok orang tua bangka seperti aku ini?"
Orang lain tentu akan marah. Mengejar untuk membantu malah disangka hendak merampok! Akan tetapi San Hong tidak mudah marah. Dia mengenal kebodohan sendiri dan dia menganggap bahwa kakek kecil ini juga bukan orang pintar, maka dapat salah duga. Dia memaafkan kesalahan orang bodoh seperti memaafkan kebodohannya sendiri dan cepat dia menjura. Ayahnya selalu mengajarkan bahwa seorang muda harus bersikap hormat kepada orang tua, tidak peduli orang tua itu dari golongan apa, kaya atau miskin, pria atau wanita.
"Maafkan aku, Kek. Sesungguhnya, aku mengejarmu bukan dengan niat merampok, melainkan aku kasihan melihat engkau yang tua dan ringkih ini harus membawa beban yang begini banyak dan berat. Aku ingin membantumu, Kek."
Mata yang bening itu memandang penuh selidik.
"Hemmm, engkau hendak menipuku, ya" Kau pura-pura membantuku, membawakan barang ini, dan kalau sudah kuberikan dan kaupanggul, lalu engkau melarikannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bukankah begitu" Tak tahu malu! Menipu dan
membohongi seorang tua seperti aku!"
San Hong masih bersikap tenang dan sabar. "Apakah semua orang yang sudah sangat tua begini penuh prasangka buruk terhadap orang lain, Kek" Aku bersungguh-sungguh, kasihan dan ingin membantumu, malah kausangka yang tidak-tidak. Kalau engkau tidak mau dibantu, akupun tidak memaksamu. Akan tetapi harap jangan menuduh aku hendak melarikan barangmu."
Sikap kakek itu kini berubah. "Hemm, jadi engkau benar-benar hendak membantu aku membawa barang ini" Kau tahu" Aku hendak naik ke puncak bukit yang sebelah kiri.
Amat jauh perjalan itu, dan membawa barang ini amat berat. Engkau mau membantuku membawakannya sampai ke sana?"
San Hong terkejut. Mendaki puncak itu bukan pekerjaan ringan, apalagi kalau membawa beban berat. Akan tetapi, dia sudah terlanjur menawarkan bantuan dan kalau dia mundur, tentu akan menimbulkan pula dugaan yang buruk-buruk. Lebih lagi, kalau dia membiarkan kakek ini membawa dua buntalan berat itu mendaki puncak, tentu kakek itu akan roboh dan tewas jauh sebelum mencapai puncak.
"Baiklah, Kek, akan kubantu engkau membawa barangmu itu sampai ke puncak sana."
Tiba-tiba kakek itu tertawa, suara ketawanya terkekeh kekeh sehingga San Hong memandang dengan alis berkerut karena jelas kakek itu mentertawakan dia. "Apakah yang kau tertawakan itu Kek?"
"Tentu saja mentertawakan engkau, Tolol! Apakah engkau kuat membawa buntalan ini ke puncak sana"
Kukira, baru memanggulnya saja sudah tidak kuat kau!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekali ini, San Hong menjadi penasaran. "Kek, engkaulah yang bicara terlalu keras .dan besar. Engkau saja menanggul dua buntalan ini kuat, apa lagi aku! Nah, berikan padaku yang lebih besar itu, akan kupauggul dan kubantu engkau membawanya ke puncak sana."
"Bagus. Yang lebih besar ini yang ringan. Nah, kauterimalah dari pundakku!" kata kakek itu. Diam-diam San Hong mendongkol juga. Tentu saja yang lebih besar itu lebih berat, pikirnya. Dia pun merendahkan dirinya agar kakek itu dapat menurunkan dan memindahkan buntalan yang lebih besar di pundaknya itu ke atas pundaknya sendiri.
"Nah, terimalah buntalan ini, hati-hati, ya" Kerahkan seluruh tenagamu!" kata kakek itu.
Diam-diam San Hong merasa geli hatinya. Masa dia harus mengerahkan seluruh tenaganya" Biarpun buntalan itu kelihatan besar dan berat, namun kalau kakek itu mampu memanggulnya, tentu hanya ringan saja baginya, teramat ringan. Akan tetapi begitu buntalan itu menimpa pundaknya, semua perasaan geli tadi lenyap, matanya terbelalak, mukanya menjadi merah dan dia benar-benar harus mengerahkan seluruh tenaganya kalau tidak ingin roboh tergencet! Buntalan itu benar-benar amat berat!
Orang biasa yang bertenaga besar pun belum tentu sanggup memanggulnya. Kedua kakinya sampai tergetar saking beratnya muatan itu! Dan kakek tadi mampu
memanggulnya, bukan hanya mampu, bahk tangan kirinya masih menjinjing sebuah buntalan lain dan dengan dua beban itu kakek ini malah tadi mampu berjalan amat cepatnya!
Kakek kecil itu sendiri nampak terheran dan kagum melihat San Hong mampu memanggul buntalan itu dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
wajahnya berseri gembira. "Wah, engkau ternyata memiliki tenaga yang kuat, orang muda.,
"Jalanlah, Kek, aku akan membantumu membawa buntalan ini sampai ke puncak....." kata San Hong dan cepat dia berhenti bicara karena begitu bicara, tenaganya berkurang dan dia agak terengah. Kakek itu lalu mengangguk-angguk, berjalan mendaki gunung itu. San Hong terpaksa mengikutinya dan dia memang bertenaga gajah. Biarpun terasa berat, dia mampu berjalan dengan cukup cepat, dan daya tahannya juga kuat. Untuk nenunjukkan kepada kakek ttu bahwa dia tidak berkeberatan membantunya, dia berkata sambil menahan napas.
"Biarlah yang sebuah itu pun kubawakan juga, Kek!"
Kakek itu berhenti dan tertawa. Suara ketawanya tinggi dan terkekeh. "Heh-heh-heh, agaknya karena terlalu berat, engkau ingin membawa buntalan yang lebih kecil ini" Nah, kalau begitu mari kita tukar saja buntalan ini, engkau membawa kecil, aku membawa yang besar."
"Bukan begitu maksudku, Kek....." San Hong membantah, akan tetapi tiba-tiba kakek itu mengulur tangannya dan buntalan di atas pundak San Hong itu telah diambilnya. San Hong terkejut dan tentu saja merasa heran bukan main bagaimana kakek itu demikian mudahnya mengambil buntalan seberat itu dari pundaknya dan ketika dia memandang, ternyata buntalan besar itu telah pindah ke atas pundak kakek kecil itu.
"Nah, terimalah buntalan ini!" kata kakek itu menyerahkan buntalan yang lebih kecil. San Hong menerimanya akan tetapi betapa kaget rasa hatinya ketika dia merasakan beratnya buntalan yang lebih kecil itu. Lebih berat daripada buntalan yang lebih besar! Tentu saja
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mukanya berubah kemerahan. Tadi dia minta buntalan itu agar dia bawa pula. Padahal membawa buntalan kecil ini saja dia sudah setengah mati mempertahankan diri dan mengerahkan seluruh tenaga. Kalau membawa dua buntalan itu, jelas dia tidak kuat! Dan kakek itu mampu, membawa keduanya dan masih berjalan cepat pula!
Manusia ataukah setankah kakek ini" Tubuhnya begitu kurus kecil usianya tua renta, akan tetapi bagaimana mungkin memiliki tenaga yang demikian kuatnya"
"Heh-heh-heh, engkau memang kuat." kata pula kakek itu. "Apakah engkau masih nekat hendak membantuku membawa buntalan itu ke puncak?"
San Hong mengangguk dan melangkah maju, biarpun tertatih-tatih. "Tentu saja, Kek!" katanya.
Kakek itu kini memandang kagum dan wajahnya berseri.
Dia juga melangkah maju dan membiarkan pemuda tinggi besar itu kepayahan membawa barangnya sampai puluhan langkah. Kemudian, tiba-tiba dia mengulur tangan dan buntalan itu pun sudah diambilnya dari pundak San Hong.
Tentu saja pemuda ini terkejut dan ketika dia membalik, kakek itu sudah tersenyum kepadanya, buntalan besar di atas pundak kanan dan buntalan yang lebih kecil dijinjing tangan kirinya seperti tadi. Betapa kuatnya! Dia pun tahu bahwa kakek ini mungkin seorang sakti seperti pernah diceritakan ayahnya tentang adanya orang-orang sakti berilmu tinggi di dunia ini. Maka dia pun lalu menjura dan mengangkat kedua tangan ke dada memberi hormat.
Kakek kecil itu terbelalak, dan memandang wajah yang jujur dan polos itu dengan penuh kagum. Dia bukanlah orang biasa, melainkan seorang di antara Thian-san Ngo-sian (Lima Dewa dari Gunung Thian-san), yaitu lima orang tokoh besar di dunia persilatan. Sebagai seorang tokoh besar sudah banyak Thay Lek Siansi demikian julukan kakek
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kecil itu, menemui banyak macam orang, akan tetapi belum pernah dia menjumpai seorang pemuda dengan watak seperti pemuda tinggi besar itu. Dia merasa kagum sekali Pemuda ini nampaknya belum dewasa benar, sudah memiliki tenaga yang demikian kuat, akan tetapi juga memiliki watak yang demikian polos dan jujur Dan dari gerakannya, pemuda ini agaknya belum pernah mempelajari ilmu silat Tenaganya besar, daya tahannya juga kuat, semangatnya besar dan tahan uji di samping watak yang amat jujur walaupun agaknya kurang cerdik.
"Namamu Kwee Sun Hong" Eh, Sun Hong, berapakah usiamu sekarang?"
"Hampir enam belas tahun, Kek."
"Enam belas tahun" Masih kanak-kanak.....!" kata Thay Lek Siansu semakin kagum. "San Hong, engkau telah memperlihatkan kemauan baik untuk membantu seorang tua seperti aku. Nah, sekarang aku pun ingin membalas kebaikan hatimu itu. Katakan, engkau menginginkan apa dariku" Kalau aku mampu, tentu permintaanmu itu akan kupenuhi." Tentu saja kakek itu mengharapkan pemuda istimewa ini akan minta menjadi muridnya dan dia sudah siap untuk menerimanya.
"Tidak, Kek. Aku tidak membutuhkan apa-apa dan tidak minta apa-apa darimu. Terima kasih, Kek, aku hendak melanjutkan perjalananku berburu, hari sudah mulai siang."
Setelah berkata demikian, San Hong memberi hormat lagi lalu membalikkan tubuhnya pergi meninggalkan kakek kecil itu yang berdiri bengong. Thay Lek Siansu menggeleng-geleng kepalanya dengan penuh kagum dan heran.
"Sayang..... sayang....., sungguh anak yang baik sekali dia....."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
San Hong sudah menyusup ke dalam hutan dan mulai mencari-cari binatang yang dapat dibunuhnya. Dia sudah melupakan lagi kakek kecil yang bertenaga besar tadi. Tiba-tiba dia terkejut, memutar tubuhnya dan cepat mengambil gendewa dan anak panah. Seekor kijang melompat dengan amat cepatnya sehingga dia tidak sempat lagi menggunakan anak panahnya. Dan di belakang kijang itu, dia melihat seorang kakek yang agaknya mengejar kijang itu dengan lari terpincang pincang. Ketika meliha San Hong, kakek itu berhenti berlari dan mengomel.
"Kijang sialan, larinya begitu cepat!" San Hong melihat betapa kakek itu sudah tua, usianya tentu juga mendekati tujuh puluh tahun, sedikitnya enam puluh .lima tahun.
Tubuhnya sedang saja, wajahnya juga seperti wajah seorang kakek petani biasa, dan kaki kanannya pincang sehingga untuk membantu jalannya, kakek itu memegang sebatang tongkat butut Hampir saja San Hong tertawa karena geli hatinya. Akan tetapi rasa kasihan menahan ketawanya dan dia memandang penuh perhatian lalu menarik napas panjang.
"Kakek yang baik, bagaimana mungkin engkau akan mampu menangkap kijang yang larinya amat cepat itu"
Untuk apakah engkau mengejar-ngejar seekor kijang?"
"Hemmm, kau tidak melihat tanduknya tadi" Aku membutuhkan tanduknya, orang muda." jawab kakek itu dan diapun mengamati San Hong dari kepala sampai ke kaki. Betapa gagahnya pemburu ini, pikirnya.
"Membutuhkan tanduknya" Engkau orang aneh, Kek.
Orang lain kalau berburu kijang tentu membutuhkan daging dan kulitnya, akan tetapi yang kaubutuhlan adalah tanduknya. Akan tetapi, bagaimana mungkin engkau dapat menangkap kijang yang muda dan kuat berlari cepat itu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Heh-heh heh, apakah engkau mampu mengejarnya, orang muda?"
"Belum tentu. Akan tetapi setidaknya aku dapat berlari lebih cepat darimu Kek. Maka, kau tunggulah saja di sini!
Biar aku mencoba untuk mengejar dan menangkapnya.
Kalau aku berhasil, maka daging kijang itu untukku, dan tanduknya akan kuberikan kepadamu."
Setelah berkata demikian, tanpa menanti jawaban lagi San Hong lalu meloncat dan berlari secepatnya, mengejar ke arah larinya kijang tadi. Kijang itu berlari ke selatan dan dia tahu bahwa selatan terdapat sebatang sungai. Tentu ke sungai itulah kijang tadi pergi dan di sana akan terhalang sungai. Karena tepi sungai merupakan padang rumput, maka akan mudahlan baginya untuk dapat menemukan kijang yang tadi dikejar oleh kakek pincang.
San Hong berlari secepatnya, mengerahkan seluruh tenaga kaki dan kekuatan napasnya. Betapapun juga, karena jalannya naik turun, setelah tiba di padang rumput di tepi sungai, napasnya terengah-engah dan peluhnya bercucuran Tiba-tiba dia menahan kakinya, memandang terbelalak ke depan. Apa yang dilihatnya" Kakek pincang itu sudah duduk di sana, di atas rumput, memegangi tongkat bututnya. Tentu saja dia menjadi heran bukan main. Akan tetapi, kakek pincang itu agaknya bersikap biasa saja, dan mengnela napas ketika San Hong muncul, lalu berkata, "Wah, kijang itu memang cepat sekali larinya!"
San Hong masih terbelalak saking herannya. Kakek itu bukan saja telah lebih dulu tiba di situ, akan tetapi sedikitpun tidak berkeringat atau terengah-engah seperti dia, dan sama sekali tidak kelihatan lelah.
"Mungkin dia di sana!" Kakek itu bangkit berdiri dan terpincang-pincang lari menuju ke kiri. San Hong yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
merasa penasaran, kini cepat mengejar karena dia merasa penasaran dan selagi kakek itu masih nampak, dia mengejar dan ingin menyusul, seolah-olah hendak berlumba lari dengan kakek itu.
Dan San Hong melihat kenyataan yang lebih aneh lagi!
Biarpun dia melihat kakek itu lari terpincang-pincang dibantu tongkatnya di depannya, dan dia sendiri sudah mengerahkan seluruh tenaga dan berlari secepatnya, namun tetap saja dia tidak dapat menyusul, bahkan makin lama jarak antara mereka menjadi semakin jauh! Kini tidak dapat diragukan lagi bahwa memang kakek itu dapat berlari jauh lebih cepat darinya. Muka San Hong menjadi merah sekali.
Tadi dia menganggap kakek itu cacat dan tidak mungkin dapat mengejar kijang yang larinya amat cepat, bankan dia menawarkan diri membantu kakek itu mengejar kijang.
Dan sekarang, jelaslah bahwa dia kalan jauh dalam hal kecepatan lari. Ini tidak mungkin, pikirnya penuh penasaran dan rasa malu. Masa dia kalah cepat larinya dibandingkan seorang kakek tua yang pincang" Sungguh aneh. Dia masih beberapa lamanya mencoba untuk mengejar sambil mengerahkan tenaga, dan hasilnya hanya keringat bercucuran dan napasnya terengan-engah nampir putus Maka, dia pun berteriak memanggil.
"Kek.....! Kakek..... tunggu dulu.....!"
Kakek itu berhenti dan membalikkan tubuh, terkekeh.
San Hong tiba di depannya dan napas pemuda itu sudah senin kemis hampir putus. Dia memandang kakek itu dengan mata terbelalak, melihat betapa kakek itu masih terkekeh dan napasnya sama sekali tidak memburu, tidak ada keringat, setetes pun membasahi mukanya. San Hong cepat menjura dan mengangkat kedua tangannya ke depan dada, memberi hormat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aduh, Kek. Maafkan aku yang memandang rendah padamu. Aku mengaku kalah! Larimu cepat sekali, lebih cepat dari kijang, pantas tadi engkau mengejar-ngejar kijang!"
"Heh-heh-heh, ada yang cepat tentu ada yang lebih cepat lagi. Kijang itu larinya jauh lebih cepat sehingga buktinya aku tidak mampu menangkapnya. Engkau memiliki sifat yang lebih baik lagi daripada sekedar lari cepat, orang muda, engkau memiliki keterbukaan, budi yang luhur dan hati yang rendah. Siapakah namamu?"
"Namaku Kwee San Hong, Kek. Tentang kijang itu, kalau aku berhasil mendapatkannya, tentu tanduknya akan kuberikan kepadamu. Akan tetapi kemana aku harus mengantarnya?"
"Heh-heh-heh, engkau baik sekali. Aku akan ke puncak sana. Engkau tadi ingin membantuku menangkap kijang, kini akan memberikan tanduk kijang. Hemm, kalau aku dapat memberikan sesuatu, tentu akan kuberikan. Akan tetapi, apakah yang kau harapkan dariku" Mintalah dan aku akan berikan kalau memang dapat, orang muda yang baik."
~o-Dewikz-o0o-Budi.S-o~
Jilid VII Tanpa berpikir panjang lagi San Hong, sesuai dengan wataknya, menjawab, "Terima kasih, Kek. Aku tadi ingin membantumu karena aku kasihan melihat seorang tua mengejar kijang, bukan membantu untuk mendapatkan imbalan. Aku tidak butuh apa-apa dan tidak minta apa-apa.
selamat jalan, Kek dan maafkan kebodohanku yang memandang rendah kepadamu." berkata demikian, San Hong lalu meninggalkan kakek itu untuk mencari kijang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tadi atau binatang lain. Sampai lama kakek itu berdiri memandang padanya sampai pemuda itu lenyap di dalam hutan dan kakek itu menarik napas panjang.
"Siancai....., belum pernan aku melihat seorang pemuda sebaik itu.....!" Diapun lalu membalikkan tubuh dan sekali berkelebat dia pun lenyap dari situ. Kukek ini pun bukan orang sembarangan Dia adalah seorang di antara Thian-san Ngo-sian dan julukannya adalah Bu Eng-Sianjin (Dewa Tanpa Bayangan). Dari julukannya saja mudah diduga bahwa dia adalah seorang sakti ahli gin-kang (ilmu meringankan tubuh) maka tidak mengherankan kalau San Hong tidak mampu menandinginya dalam hal berlari cepat!
San Hong melanjutkan perburuannya akan tetapi kini pikirannya sering melamun. Dua peristiwa berturut-turut itu mau tidak mau mengganggu pikirannya Dua peristiwa yang aneh, pikirnya. Pertama, ada kakek tua bertubuh kecil yang bertenaga raksasa sehingga dia sendiri yang terkenal memiliki tenaga gajah dan masih muda, tidak mampu menandingi tenaga kakek itu. Dan kemudian, seorang kakek tua pula yang memiliki kemampuan berlari cepat melebihi cepatnya kijang! Dua peristiwa itu membuat San Hong merasa betapa dirinya sesungguhnya lemah sekali.
Dalam hal tenaga, kalah oleh seorang kakek tua yang bertubuh kecil! Dan berlari" Belum ada seperempatnya seorang kakek tua renta yang kakinya pincang pula!
Kebetulan sekali ketika dia sedang menyusup-nyusup di antara semak belukar, dari jauh dia melihat seekor kijang yang berdiri terengah-engah. Dia segera mengenal kijang itu sebagai kijang yang tadi dikejar-kejar oleh kakek pincang!
Agaknya kijang yang tadinya sudah berlari cepat dan jauh itu, bertemu dengan binatang buas seperti harimau dan dikejar kejar pula, maka kini kijang itu seperti kehabisan napas dan bersembunyi di balik semak-semak. San Hong
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berindap menghampiri dan setelah cukup dekat, dia mementang gendewanya dan melepaskan anak panah.
Dari jarak yang cukup dekat itu, anak panahnya tepat menembus dada kijang itu dan binatang itu pun roboh tak berkutik lagi kareina anak panah itu menembus dada kijang itu dan binatang itu pun roboh tak berkutik lagi karena anak panah itu menembus jantungnya. Dengan girang Sun Hong meloncat keluar dan mengambil bangkai kijang, lalu memanggulnya dan membawanya pulang. Akan tetapi pikirannya masih selalu teringat kepada dua orang kakek aneh dan begitu menyerahkan kijang kepada ayah ibunya, mengambil tanduknya, dia pun berpamit.
"Ayah dan ibu, aku akan pergi mencari kakek pincang di atas puncak itu dan menyerahkan tanduk ini seperti yang telah kujanjikan kepadanya. Karena perjalanan itu jauh, mungkin besok aku baru pulang."
Tentu saja ayah ibunya merasa khawatir. Puncak itu tidak mudah didaki selain tinggi dan sukar jalannya, juga melalui hutan yang banyak dihuni binatang buas, belum lugi perampok dan setan. Akan tetapi San Hong menghibur hati mereka dan mengatakan bahwa dia mampu menjaga dirinya, dan dengan singkat menceritakan pertemuannya dengan dua orang kakek aneh tadi. Mendengar ini, ayahnya berseru.
"Ahhh.....! jangan-jangan engkau bertemu dengan dua orang manusia sakti anakku. Aku pernah mendengar bahwa dipuncak Pegunungan Thian-san ini terdapat orang orang sakti yang memiliki ilmu seperti dewa."
"Kukira juga begitu. Ayah. Manusia sakti atau bukan, aku hanya ingin menyerahkan tanduk yang sudah kujanjikan pada kakek pincang itu. Tidak enak rasanya kalau terus melanggar janji, Ayah."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Memang seharusnya demikian. Baiklah, pergilah, San Hong, akan tetapi berhati-hatilah engkau."
San Hong segera berangkat. Dia berlari-lari mendaki gunung dan menuju ke puncak. Lembah di puncak itu dinamai orang Pek-ciok-san (Puncak Batu Putih) karena dari jauh sudah nampak sebongkah batu besar di puncak itu yang kalau di timpa sinar matahari siang berwarna putih.
Pernah setahun yang lalu dia iseng iseng mendaki puncak yang tidak pernah dikunjungi manusia itu dan dia pernah terpesona oleh keindahan pemandangan alam di sana.
Tempat yang indah dan sunyi sekali. Di puncak itu terdapat sebidang tanah datar yang hanya ditumbuhi rumput hijau segar dan di tengah-tengahnya terdapat batu putih itulah, Dia merasa heran mengapa kakek pincang itu mengatakan hendak ke puncak itu. Apakah dia seorang pertapa"
Matahari mulai condong ke barat ketika dia tiba di dekat puncak. Karena khawatir kemalaman di jalan, biarpun dia sudah lelah sekali, San Hong mengerahkan tenaganya dan mempercepat pendakiannya.
Tempat di puncak itu memang indah. Bukan saja dari tempat itu orang dapat menyaksikan keindahan tamasya alam di sekelilingnya, juga di waktu matahari terbit atau tenggelam, orang dapat menikmati pemandangan yang menakjubkan sekali. Di bagian tertinggi dari pegununan itu terdapat sebidang tanah yang merupakan petak rumput yang segar, dan di tengah-tengah lapangan rumput itu terdapat sebongkah batu yang besarnya melebihi sebuah rumah yang cukup besar. Putih bersih dan halus permukaannya seperti sebuah batu mata cincin raksasa.
Orang-orang mengatakan bahwa itu adalah batu bulan. Di bagian pinggir petak rumput itu terdapat sebatang pohon yang besar dengan daun yang rindang, seperti sebuah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
payung raksasa yang mendatangkan keteduhan nyaman di waktu matahari sedang panas-panasnya.
Pada waktu itu, di bawah pohon tampak ada lima orang kakek sedang duduk dalam lingkaran. Mereka bersila dan di tengah-tengah antara mereka terdapat sebuah meja besi kecil di mana ada guci arak dan cawan-cawannya. Agaknya mereka bercakap-cakap sambil minum arak. Lima orang inilah yang terkenal di dunia kang-ouw sebagai datuk-datuk persilatan, terkenal dengan sebutan Thian-san Ngo-sian (Lima Dewa Gunung Thian-san)! Dua di antara mereka adalah Thay Lek Siansu, kakek kecil yang bertenaga raksasa dan pernah bertemu dengan San Hong tadi, dan yang ke dua adalah kakek pincang yang berjuluk Bu Eng Sianjin, ahli gin-kang yang juga pernah berjumpa dengan San Hong.
Orang ke tiga dari Thian-san Ngo-sian adalah seorang hweslo berusia kurang lebih enam puluh lima tahun, tubuhnya gendut, mukanya cerah dan selalu tersenyum lebar, bajunya selalu terbuka di bagian dada, agaknya dia selalu merasa gerah, dan dia terkenal dengan sebutan Pek Sim Siansu. Orang ke empat disebut Lui-kong Kiam-sian (Dewa Pedang Guntur) yang terkenal sekali dengan ilmu pedangnya. Dia seorang kakek berusia enam puluhan lebih, bertubuh tinggi kurus sikapnya pendiam dan berwibawa.
Adapun orang ke lima dari Thian-san Ngo-sian adalah seorang kakek hampir tujuh puluh tahun yang pekaiannya seperti sastrawan, bersih dan rapi, sikapnya lemah lembut dan wajahnya tampan. Dia disebut Pek-ciang Yok-sian (Dewa Tabib Tangan Putih), terkenal sekali karena ilmu silatnya dan ilmu pengobatannya.
Lima orang berilmu ini tidak mempunyai hubungan perguruan, namun mereka pernah bersumpah mengangkat saudara sejak muda dan mereka merupakan pendekar-pendekar budiman. Kini mereka sudah tua dan tinggal
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berpencar, akan tetapi sedikitnya sekali setahun mereka pasti mengadakan pertemuan di puncak Pek-ciok-san ini.
Karena mereka mem pergunakan Thian-san sebagai tempat pertemuan, bahkan sebagai pusat, maka mereka dikenal sebagai Lima Dewa Thian-san.
Pada hari itu mereka mengadakan pertemuan darurat, pertemuan penting sekali karena mereka berlima mendengar ukan adanya gerakan di luar Tembok Besar, jauh di utara, gerakan orang-orang Mongol yang kabarnya mempersiapkan diri menjadi suatu bangsa besar yang ?mat kuat dan merupakan ancaman bagi negara dan bangsa.
"Keadaan ini sungguh seperti datangnya mendung tebal dari utara yang akan mendatangkan banjir di negara kita.
Akan tetapi bukan banjir air yang mengandung berkah, melainkan banjir darah. Apa yang akan mampu kita lakukan untuk membuyarkan mendung itu?" demikian Thay Lek Siansu berkata.;
"Hemmm, urusan itu adalah urusan pemerintahan, bukan tugas kita. Biarlah para cerdik pandai dan para bijaksana yang menghambakan diri di Istana memikirkan hal itu. Dari pada pusing-pusing mari kita minum saja. Pek Sim Samheng, mengapa engkau tidak pernah mengisi cawanmu" Apakah engkau masih belum juga makan daging dan minum arak" Heran aku, apa saja isinya perutmu yang gendut itu!" demikian Pek-ciang Yok-sin berseru. Dia menyebut Sam-heng (kakak ke tiga) kepada hwesio itu.
Pek Sim Siansu yang sejak tadi tersenyum lebar, menjadi semakin cerah wajahnya dan dia tertawa bergelak mendengar ucapan itu. Dia memandang kepada saudara termuda itu. "Ha-ha-ha Ngo-te (Adik ke Lima), engkau berjuluk Yok-sian (Dewa Obat), apakah perlu kujawab pertanyaanmu itu" Dan selain tukang obat, engkau pun seorang hwesio, seorang pendeta, hal itu lebih lagi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meyakinkan hatiku bahwa tentu engkau sudah tahu benar mengapa semua hwesio, kecuali engkau tentu saja, pantang minum arak dan makan daging! Dipandang dari segi batiniah maupun lahiriah makan daging dan minum arak merusak kesehatan. Tentang perutku yang gendut"
Omitohud..... inilah perut orang yang tidak dipusingkan banyak persoalan dunia, Ngo-te" Ha-ha-ha-ha-ha!"
Orang ke empat yang berjuluk Lui-kong Kiam-san, yang bertubuh tinggi kurus dan sejak tadi diam saja, kini memandang kepada empat orang saudaranya sebelum dia mengeluarkan suara. "Saudara-saudara sekalian, kita berkumpul hari ini karena menghadapi persoalan yang amat gawat. Kita semua telah mendengar akan ancaman yang datang dari utara itu. Memang amat mengerikan kalau sampai kekuatan yang amat besar dari utara itu menyerbu ke selatan dan terjadi perang. Siapapun yang menang atau kalah, yang jelas rakyat jelata yang menjadi korban dalam setiap peperangan. Banjir darah terjadi, kekejaman yang mengerikan terjadi. Lalu, apa yang dapat kita lakukan" Apa yang harus kita lakukan" Hal inilah yang terpenting bagi kita untuk merenungkan dan merundingkannya dalam pertemuan ini."
"Siancai....., ucapan Si-te (Adik ke empat) memang tepat sekali. Kita harus memikirkan hal itu baik-baik. Bahaya mengancam di depan mata. Akan tetapi kita semua mengetahui bahwa peristiwa peristiwa besar yang terjadi di dunia ini sudah digariskan oleh kekuasaan Thian. Siapa yang mampu membelokkan garis itu" Siapa yang mampu menentang kekuasaan Tuhan" Betapapun pandainya manusia, akhirnya dia harus mengakui bahwa di luar kemampuannya terdapat suatu Kekuasaan yang Maha Kuasa, kekuasaan yang mengatur matahari, bumi dan bintang-bintang, kekuasaan yang menggerakkan awan-awan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di angkasa, gelombang-gelombang lautan, kekuasan yang menumbuhkan rambut kita, menggerakkan jantung kita, kekuasaan yang menghidupkan dan mematikan. Kalau Thian menghendaki suatu saat hujan turun dengan derasnya sehingga terjadi banjir, kita manusia mampu berbuat apakah" Tak mungkin kita mampu menahan atau membatalkan turunnya hujan yang sudah diatur dan direncanakan oleh Yang Maha Kuasa!" kata Bu Eng Siansu penuh semangat.
"Omitohud.....!" Pek Sim Siansu berkata lagi sambil tersenyum lebar. "Itu baru ucapan yang benar dan patut kita renungkan. Ancaman bahaya besar dari utara itu merupakan suatu kenyataan, dan menurut ilmu perbintangan, agaknya sudah digariskan bahwa suatu waktu kekuatan dari utara itu akan menerjang dan menguasai seluruh tanah air di empat penjuru. Tidak ada akibat terjadi tanpa sebab. Thian Maha Adil, maka segala yang diputuskan Nya sudah pasti adil pula. Kalau memang penyerbuan dari utara itu terjadi, maka hal itu sudah dikehendaki oleh Tuhan dan itu sudah benar dan adil pula, walaupun kita tidak mengerti mengapa demikian dan di mana letak keadilannya. Kita hanya dapat memperkuat iman kita, mohon diampuni dosa dan mohon berkah dan kemurahan hati Nya."
"Bagus sekali! Enak didengarnya, memang, akan tetapi pahit sekali hasilnya. Sam-te, apa manfaatnya kalau kita hanya berdoa saja" Rakyat tetap akan dilanda malapetaka, pembunuhan besar besaran, kejahatan merajalela. Kalau kita mendiamkannya saja, apa artinya selain ini kita mempelajari ilmu-ilmu dan bertapa" Akan sia-sia belaka semua kepandaian yang kita miliki. Kita ini manusia ingat"
Seekor hewan pun akan berusaha untuk menghalau bencana yang mengancam dirinya, apalagi manusia seperti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kita. Kalau kita hanya berdiam diri saja kita menjadi lebih rendah daripada binatang!" kata Thay Lek Siansu yang sejak tadi diam saja, "Kita harus berdaya upaya, kita harus bertindak, sesuai dengan kemampuan kita masing-masing."
Semua orang memandang kepada orang pertama dari Thian-san Ngo-sian itu memandang penuh harapan.
"Omitohud kalau Toa-heng (Kakak Tertua) yang bicara, selalu tepat dan menarik. Toa-heng kita tidak mungkin mampu menentang kekuasaan Tuhan yang terjadi di permukaan bumi ini, tidak mungkin berhasil membelokkan garis yang sudah ditentukan oleh Tuhan!" kata Pek Sim Siansu.
"Akan tetapi, tidak mungkin pula kalau kita hanya memandang semua kehancuran terjadi dan hanya berpangku tangan sambil berdoa saja!" kata pula Pek-ciang Yok-sian.
Thay Lek Siansu mengangkat tangan ke atas menyuruh mereka itu diam-diam dan dia lalu berkata suaranya tenang dan lirih namun jelas terdengar di sekitar tempat itu,
"Saudaraku sekalian, dengarlah baik-baik. Semua yang kalian ucapkan tadi memang benar. Segala peristiwa yang terjadi di dunia ini sudah diatur dan digariskan oleh kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa, dan kiranya segala yang dikehendakinya tidak akan mungkin dapat digagalkan oleh kekuasaan apapun juga di dunia ini. Juga benar bahwa semua peristiwa yang sudah dikehendaki oleh Tuhan, mempunyai sebab-sebab yang sudah terjadi, dan bahwa semua itu benar dan baik dan adil belaka. Sungguh tidak benar dan tidak mungkin berhasil kalau kita manusia berniat menentang kekuasaan Tuhan. Akan tetapi, hendaknya diingat bahwa Tuhan menciptakan kita sebagai manusia disertai akal budi dan pikiran, yang harus kita pergunakan dan manfaatkan untuk perbuatan yang benar,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
baik, dan tepat. Dia berhenti sebentar dan. terdengar Pek-ciang Yok-sian dengan suaranya yang lemah lembut.
"Nah, itu benar! Kita harus turun tangan, berdiam saja sambil berdoa tidak ada manfaatnya!"
"Omitohud," kata Pek Sim siansu. "Apa yang mampu dilakukan oleh pikiran akal budi dan kedua tangan kaki kita ini terhadap kekuasaan Tuhan" Tidak ada ilmu untuk mencegah tenggelamnya matahari yang menimbulkan kegelapan!"
"Ji-wi (Kalian Berdua) benar semua. Memang tidak mungkin kita melawan kekuasaan Tuhan, akan tetapi juga tidak mungkin kita berdiam diri saja," kata Thay Lek Siansu dengan suaranya yang lantang dan jelas. "Kalau hujan.
deras jatuh dan terjadi banjir, kita memang tidak dapat mencegah turunnya hujan akan tetapi setidaknya kita dapat melakukan sesuatu, berteduh misalnya, atau memakai payung dan melihat orang menjadi korban banjir, kita dapat menolong mereka semampu kita. Andaikata matahari tenggelam ke batas di senjakala, kita tidak mungkin menahan tenggelamnya matahari, akan tetapi setidaknya kita dapat menghadapi kegelapan malam dengan membuat api unggun atau penerangan lain. Demikian pula dengan ancaman penyerbuan, dari utara. Tentu saja urusan peperangan ditanggulangi oleh pemerintah dan pasukannya, akan tetapi, kita sendiri pun mampu melakukan sesuatu dalam hal. itu. Kalau terjadi perang, tentu terjadi banyak kekacauan dan tentu kejahatan muncul di mana-mana. Nah, di sinilah kita dapat berperan, yaitu mempergunakan kepandaian kita untuk menentang kejahatan yang timbul, melindungi mereka yang lemah tertindas, mencegah terjadinya kekejaman-kekejaman dengan segala tenaga yang ada pada kita."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Empat orang saudaranya yang lebih muda mengangguk-angguk, tidak seorang pun membantah karena mereka tidak dapat melihat suatu pun alasan untuk tidak membenarkan pendapat saudara tertua itu. Memang, kalau mereka ber diam diri saja, menyerahkan segalanya kepada kekuasaan Tuhan, berarti mereka itu tidak mempergunakan anugerah Tuhan yang ada pada mereka, dan tidak mau membantu kekuasaan Tuhan. Andaikata orang terkena penyakit, walaupun sembuh tidaknya berada di tangan Tuhan, namun orang itu wajib untuk berikhtiar mencari obatnya dan menyembuhkan penyakitnya! Hidup merupakan ikhtiar, perjuangan untuk mempertahankan hidup, walaupun kehidupan itu sendiri ditentukan olehi Tuhan.
"Semua itu benar belaka, Toa-heng akan tetapi, usia kita sudah lanjut, Giam-lo-ong (El-maut) sewakt waktu datang menjemput nyawa kita, dan dalam usia yang tua tenaga kita pun semakin lemah. Apa artinya tenaga orang-orang tua yang mulai lemah seperti kita" "
Ucapan Lui-kong Kiam sian ini membuat empat orang tua yang lain termenung. Ucapan itu menyadarkan mereka bahwa betapapun lihainya mereka, betapapun besar semangat mereka, namun mereka harus melihat kenyataan bahwa mereka sudan berusia lanjut.
"Omitohud.....! Kata-katamu seperti air dingin menyiram kepala pinceng yang gundul, Si-te. Pinceng sadar bahwa pinceng ini sudah tua renta dan sebentar lagi tidak ada gunanya. Engkau benar sekali!"
"Ha-ha-ha, baru sekarangkah Sam-heng mengaku tua"
Kalau aku, sudah sejak bertahun-tahun merasa diri sudah tua. Biarlah kita pergunakan segala ketuaan ini, segala sisa umur ini untuk melakukan kebaikan dan menentang kejahatan yang timbul karena adanya perang." kata Pek-ciang Yo-sian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hernmm, ucapan Sam-te tadi memang ada betulnya, biarpun apa yang dikatakan Ngo-te juga benar. Mari kita pergunakan sisa usia kita untuk menentang kejahatan, akan tetapi dengan cara yang tepat. Kalau kita turun tangan sendiri, tenaga kita yang sudah tua ini tentu tidak akan banyak hasilnya. Satu-satunya cara bagi kita adalah mencari seorang murid yang tepat dan baik." kata Bu Eng Sianjin.
"Omitohud, tepat sekali! Seorang murid yang baik, yang dapat kita warisi semua ilmu kita, kemudian dia mewakili kita yang sudah loyo dan tua ini untuk menghadapi semua bentuk kejahatan sehingga ilmu-ilmu yang selama ini kita pelajari tidak akan sia-sia!" kata Pek Sim Siansu. .
"Hemmm, sungguh baik sekali! Akan tetapi, murid yang dapat menerima warisan ilmu kita haruslah yang benar-benar tepat dan cocok, dan dibutuhkan seoang calon murid yang selain bertulang juga berbakat dan berbatin mulia, manakan kita dapat memperoleh seorang murid seperti itu?"
kata Pek-ciang Yok-sian.
"Hemmm, sungguh tepat. Siapakah diantara kita yang dapat mencari murid seperti itu" Siapa yang telah mempunyai calon?" tanya Lui-kong Kiam-sian.
"Aku mempunyai calon!" tiba-tiba Thay Lek Siansu berseru.
"Aku pun punya calon murid yang baik sekali!" kata pula Bu Eng Sianjin.
Selagi tiga orang saudara mereka memandang heran, tiba-tiba seorang pemuda tinggi besar muncul dari balik semak-semak dan berlari menghampiri mereka. Pemuda itu adalah Kwee San Hong yang membawa sepasang tanduk menjangan yang tadi dibawanya dari rumah. Dia sudah berjanji kepada Bu Eng Sianjin, kakek pincang yang dapat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berlari seperti terbang bahwa kalau dia berhasil menangkap kijang atau menjangan itu, dia akan menyerahkan sepasang tanduknya kepada kakek pincang itu. Dan kebetulan sekali dia berhasil menangkapnya, membawa kijang itu pulang, lalu membawa sepasang tanduknya ke puncak bukit. Ketika dia melihat lima orang kakek itu, di antaranya dua orang kakek sakti yang pernah dijumpainya, dia lalu bersembunyi di balik semak-semak untuk mengintai mereka. Karena dia mengintai dari jauh, dia tidak dapat mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Kemudian, setelah mengintai cukup lama, dia pun muncul dan bermaksud menyerahkan tanduk kepada kakek pincang, apalagi melihat bahwa senja telah mendatang dan cuaca mulai gelap.
"Nah, itu dia calonku!" kata Thay Lek Siansu ketika melihat San Hong berjalan ke arah mereka.
"Eh, dia itu calon muridku pula!" kata Bu Eng Sianjin dengan heran.
Tentu saja tiga orang saudara mereka itu memandang penuh perhatian kepada pemuda yang diaku sebagai calon murid yang memenuhi syarat oleh orang pertama dan orang ke dua dari Thian Ngo-sian. San Hong yang tidak tahu apa yang mereka bicarakan, segera menghadap Bu Eng Sianjin, melihat mereka semua duduk bersila di atas tanah, dia pun berlutut sambil menghadap Bu Sianjin dan berkata, "Locianpwe, saya datang untuk menyerahkan sepasang tanduk menjangan yang kebetulan saya tangkap. Inilah tanduk-tanduk itu". Diambilnya sepasang tanduk itu dari ikat pinggangnya dan diserahkannya kepada kakek pincang yang menerimanya dengan gembira.
"Bagus sekali! Engkau seorang pemuda yang dapat memenuhi janji! Sukar jaman ini menemukan orang yang memenuhi janjinya!" katanya sambil menerima tanduk itu tanpa mengucapkan terima kasih. Sementara itu, melihat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Thay Lek Siansu, kakek kecil kurus yang bertenaga raksasa itu memandang kepadanya, dia pun memberi hormat.
"Kiranya Lo-cian-pwe juga berada di sini. Terimalah hormat saya, Lo-cian-pwe."
Thay Lek Siansu tertawa dan mengelus jenggotnya. "Ha-ha-ha, bagus sekali. Engkau seorang yang mengenal aturan!
Bagus! Saudara-saudaraku, inilah pemuda yang kucalonkan tadi, dia pernah menawarkan bantuannya untuk meringankan beban bawaanku, karena dia kasihan melihat aku si tua renta membawa beban berat!"
Mendengar ini, semua orang tertawa. "Ha-ha-ha, membantu Thay Lek Siansu membawa beban berat?"
mereka tertawa lagi.
Bu Eng Sianjin juga berkata, "Dan dialah pemuda yang kucalonkan. Dia Juga menawarkan bantuannya untuk mengejar seekor menjangan yang sedang kukejar!"
Kembali semua orang tertawa. Sim Siansu tertawa paling keras. "Ha ha-ha, orang muda yang baik! Engkau hendak membantu Bu Eng Siansu yang larinya seperti angin?"
Wajah San Hong menjadi kemerahan. Dia tahu bahwa dirinya ditertawakan oleh lima orang kakek yang dia dapat menduga tentulah orang-orang sakti ini. Akan tetapi dia tidak marah karena tahu bahwa dibandingkan mereka, hanyalah seorang yang lemah dan bodoh Dia tahu betapa kakek kurus pendek yang tua renta itu memiliki tenaga yang entah berapa kali lipat lebih besar dari pada tenaganya sendiri yang bagi penduduk dusunnya sudah dikenal luar biasa dan juga dia menyadari betapa kakek pincang itu dapat berlari jauh lebih cepat darinya. Dia pun dapat menduga bahwa tentu tiga orang kakek yang lain itu memiliki kesaktian yang hebat pula maka dia pun merendahkan diri dan memberi hormat kepada mereka.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Saya Kwee San Hong memang telah bersikap lancang dan telah memperlihatkan kebodohan sendiri, harap Ngo-wi Lo cian-pwe (Lima Orang Kakek Pandai) memaafkan saya dan tidak mentertawakan saya. Sekarang, saya mohon diri untuk pulang ke bawah gunung."
"Orang muda, tunggu dulu!" tiba-tiba terdengar seruan Pek Sim Siansu dengan suara lantang. Mendengar ucapan ini San Hong menahan langkahnya, lalu membalik dan menghadapi mereka dalam jarak lima meter lebih.
"Ada apakah, Lo-cian-pwe?"
"Kwee San Hong, kesinilah dulu, kami ingin bicara denganmu." kata Thay lek Siansu.
"Maafkan saya, Lo-cian-pwe. Malam telah hampir tiba, saya harus pulang agar orang tua di rumah tidak mengkhawatirkan diri saya."
"Hai, orang muda" kata Pek-ciang Yok-sian. "Kami ingin bicara denganmu karena kami tertarik dan senang melihat engkau begini jujur, polos dan bodoh. Ha-ha-ha, belum pernah aku melihat seorang pemuda setolol engkau!" Lima orang kakek itu memandang penuh perhatian untuk melihat bagaimana tanggapan pemuda itu yang sengaja direndahkan oleh Si Dewa Obat yang tentu saja sengaja, hendak menguji bagaimana kalau pemuda itu menerima penghinaan orang.
Sejenak sepasang mata San Hong yang lebar itu mengamati wajah kakek yang merendahkan dirinya, akan tetapi pandang matanya sama sekali tidak mengandung kemarahan, melainkan keheranan! mengapa orang tua yang tidak dikenalnya itu begitu kasar dan membodoh-bodohkan dia tanpa sebab. Lalu dia teringat betapa mereka tadi mentertawakan dia karena dia tidak dapat melihat bahwa dia berhadapan dengan dua orang sakti sehingga dia


Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lancang menawarkan bantuannya. Dia pun mengerti betapa bodohnya dia dalam pandang mata lima orang kakek yang sakti ini. Dia lalu menundukkan pandang matanya dan dengan sejujurnya dia pun menjawab, suaranya masih tenang dan sama sekali tidak mengandung kemarahan,
"Lo-cian-pwe berlima memang benar saya seorang yang tolol dan lancang karena itu maafkan saya. Saya tidak tepat berada di sini terlalu lama karena hanya akan mengganggu Ngo-wi Lo-cian pwe. Selamat tinggal." Dia membalikkan tubuhnya lagi dan hendak pergi.
"Nanti dulu, San Hong." Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu Bu Eng Sianjin, kakek pincang telah berdiri di depannya. "Engkau tidak boleh pergi begitu saja!"
San Hong memandang heran. "Mengapa saya tidak boleh pergi, Lo-cian-pwe" Saya tidak mempunyai keperluan lain lagi di sini."
"Tidak, engkau tidak boleh pergi!" kata pula kakek pincang itu. "Aku yang melarangmu untuk pergi dan kau harus tinggal di sini bersama kami!" Dengan sengaja Bu Eng Sianjin meninggikan suaranya seperti orang yang memaksakan kehendaknya. Seperti juga Pek-ciang Yok-sian tadi yang menguji kesabaran dan kerendahan hati San Hong dengan mencelanya tolol, kini Bu Eng Sianjin juga hendak mengujinya bagaimana kalau pemuda itu menghadapi kekerasan dan ancaman.
Kini San Hong mengerutkan alisnya ketika mendengar ucapan kakek pincang itu. "Lo-cian-pwe, mengapa hendak memaksa saya tinggal di sini?"
"Tidak perlu banyak cakap, pendeknya aku melarang engkau pergi dan harus tinggal di sini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hemmm, tak kusangka bahwa, seorang yang sakti seperti Lo-cian-pwe ternyata tidak berbudi baik dan bahkan tidak mengenal budi orang, "Pemuda itu mencela.
"Eh" Kaumaksudkan bahwa karena engkau tadi memberi sepasang tanduk menjangan itu kepadaku, lalu aku harus membalas budimu, begitu?"
"Sama sekali tidak, Lo-cian-pwe Ayahku mengajarkan bahwa kalau memberikan sesuatu kepada siapapun, harus dengan hati ikhlas dan tidak mengharapkan balasan. Saya hanya memperingatkan Lo-cian-pwe bahwa tidak bijaksana membalas niat baik orang dengan kekerasan dan ancaman."
"Ha-ha-ha, pendeknya aku melarang engkau pergi, habis kau mau apa?" kata pula Bu Eng Sianjin dengan suara yang tinggi dan memandang rendah.
Sepasang mata yang lebar itu terbelalak, lebih merasa heran daripada marah. "Tidak akan ada yang dapat melarang saya, Lo-cian pwe. Dilarang dan dihalangi pun, tetap saya akan pergi dari sini, pulang ke rumah."
"Ha-ha-ha, engkau tahu bahwa engkau tidak akan mampu melawan aku, San Hong. Apalagi menghadapi kami berlima. Kau berani menentang kami?"
"Saya tidak berani menentang Ngo-wi Lo-cian-pwe, orang-orang tua yang sakti dan saya hormati, akan tetapi saya berani menentang perbuatan yang tidak benar dari siapapun juga. Sudahlah, saya akan pergi!" San Hong mengangkat kaki hendak melangkah pergi, akan tetapi Bu Eng Sianjin menghalangi jalannya. Melihat ini, San Hong lalu menggunakan kedua tangannya untuk mendorong kakek itu ke samping. Akan tetapi, dia merasa seperti mendorong sebatang pilar saja yang tertanam ke dalam lantai batu. Sedikitpun tidak bergerak tubuh kecil itu oleh dorongannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha, engkau tidak berdaya, engkau kalah.
Berlututlah dan minta ampun, baru nyawamu akan kuampuni, dan engkau harus berjanji untuk mentaati semua perintah kami!" kata pula Bu Eng Sianjin yang merasa puas melihat keberanian dan ketabahan hati pemuda itu, dan ingin menguji terus.
San Hong yang tidak menyadari bahwa dia diuji, kini memandang dengan, mata terbelalak mengandung kemarahan. "Wah, sungguh benar kata ayah bahwa saya harus berhati-hati berhadapan dengan orang. Saya telah salah sangka. Kiranya Lo-cian-pwe, yang saya sangka orang sakti yang bijaksana, hanyalah orang jahat yang menggunakan kepandaian untuk bertindak sewenang wenang!"
"Sudah, jangan banyak cakap. Berlututlah dan minta ampun, atau aku akan membunuhmu sekarang juga!"
bentak Bu Eng Sianjin sambil mengamangkan tongkat bututnya ke atas.
"Tidak! Lebih baik saya mati dibunuh daripada harus berlutut minta ampun karena saya tidak bersalah!"
"Apa" Kau berani melawan?" bentak Bu Eng Sianjin dan tongkatnya bergerak cepat. San Hong hendak merampas tongkat yang menyambar ke arah dadanya itu, akan tetapi terkamannya luput dan tahu-tahu ujung tongkat telah menotok pundaknya dan dia pun roboh lemas. Lalu tongkat itu beberapa kali menotok bagian tubuhnya yang berada di depan dan San Hong merasa betapa tubuhnya nyeri-nyeri seperti ditusuk-tusuk oleh ratusan batang senjata runcing.
"Hayo kau minta ampun, kalau tidak akan kusiksa lebih hebat lagi sebelum kubunuh!" Bu Eng Sianjin berseru.
Pemuda itu menggeliat-geliat menahan kenyerian yang menyiksanya. Wajahnya pucat dan peluh membasahi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seluruh tubuhnya bukan karena takut melainkan karena menahan nyeri, akan tetapi sedikitpun tidak keluar keluhan dari mulutnya Tidak, dia harus menahan diri dan tidak memberi kepuasan kepada kakek iblis ini melihat dia mengeluh, apalagi minta ampun!
"Orang tua jahat, biar kausiksa dan kaubunuh, aku tidak sudi minta ampun" teriaknya.
Kini dia melihat keanehan. Empat orang kakek lainnya sudah berada di situ, mengelilinginya dan kakek yang menyiksanya itu menggerakkan tangan kiri menepuk dan menotok tubuhnya beberapa kali dan dia pun dapat bergerak kembali. Rasa nyeri itu lenyap sama sekali dan kini kakek pincang itu merangkulnya dan membantunya bangkit berdiri.
"Bagus sekali, San Hong. Engkau lulus ujian !"
San Hong memandang bingung, apalagi ketika empat orang kakek yang lain juga memegang lengannya, merangkul pundaknya dan merekapun memuji-muji dengan wajah girang.
"Apa..... apa artinya semua ini" Apakah Ngo-wi Lo-cianpwe hendak mempermainkan saya?"
Kini. Tnay Lek Siansu yang menghadapinya. "Sama sekali tidak, San Hong. Kami tadi hanya mengujimu dan ternyata engkau lulus ujian. Engkau dihina akan tetapi tidak mudah tersinggung. Dikatakan bodoh, engkau melihat kenyataan bahwa engkau memang bodoh dan mengakuinya dengan jujur. Diancam dan disiksa, akan tetapi engkau tetap tabah dan tidak mau menyerah. Ini tandanya bahwa engkau jujur, lembut, penyabar, adil, tidak lemah, gagah perkasa dan pemberani, tabah menghadapi ancaman maut sekalipun. Dan yang lebih pada itu semua, engkau bodoh dan ini yang amat baik sekali!" Semua kakek itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengangguk-angguk dan semua tersenyum ramah kepada San Hong.
San Hong mengerutkan kening karena dia masih belum mengerti apa artinya semua ini dan mengapa pula orangorang aneh ini mengujinya. Dan lebih tidak mengerti dia mengapa kebodohannya membuat mereka menjadi demikian girang dan kebodohannya dipuji oleh mereka.
"Saya harap Ngo-wi Lo-clan-pwe tidak terlalu memuji saya. Akan tetapi sungguh saya merasa heran sekali, mengapa kebodohan saya menerima pujian" Ataukah Locian-pwe hanya hendak mengejek saja?"
"Sama sekali tidak, San Hong. Memang kebodohan dan merasa dirinya bodoh merupakan syarat utama yang paling penting bagi seseorang yang akan mempelajari sesuatu.
Kertas yang terbaik untuk dilukis atau ditulisi adalah kertas yang bersih dan kosong. Gelas yang akan mampu menerima aliran air adalah gelas yang kosong. Seorang murid seperti engkau inilah yang paling tepat untuk menerima ilmu-ilmu dari kami, karena engkau bagaikan kertas masih putih bersih, bagaikan gelas masih kosong!"
"Murid" Menerima ilmu....." Apa yang Lo-clan-pwe maksudkan?"
"San Hong, ketika aku dan juga Ji-te bertemu denganmu, kami sudah tertarik sekali dan ingin mengambil engkau sebagai murid. Kemudian kami berlima bertemu di sini dan kami membutuhkan murid, maka ketika engkau datang, kami sengaja hendak mengujimu. Ternyata engkau lulus ujian dan kami berlima bersepakat untuk mengambil engkau sebagai murid kami! Ketahuilah, kami berlima yang di dunia kang-ouw disebut Thian-san Ngo-sian dan aku sendiri disebut Thay Lek Siansu, Ji-te ini Bu Eng-Sianjin, Sam-te Pek Sim Siansu, Si-te Lui-kong Kiam-sian dan ini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ngo-te Pek ciang Yok-sian. Bagaimana, orang muda maukah engkau menjadi murid kami?" .
San Hong terbelalak. Sedikitpun dia tidak pernah menduga bahwa dia, seorang pemuda dusun yang bodoh, akan diambil murid oleh lima orang sakti yang memiliki kepandaian amat tinggi. Dan sekaligus lima orang sakti menjadi gurunya Tentu saja dia merasa girang bukan main dan seketika dia menjatuhkan diri berlutut.
"Tentu saja saya mau dan menghaturkan terima kasih atas budi kemuliaan Ngo-wi. Saya merasa seperti mendapatkan bulan dan bintang! Akan tetapi, saya harus mendapatkan perkenan dulu dari ayah bunda saya. Oleh karena itu, ijinkanlah saya untuk pulang dan mengabarkan hal ini kepada orang tua saya agar mereka pun berkesempatan menghaturkan terima kasih kepada Ngo-wi Lo-cinn pwe."
Lima orang itu saling pandang. Ada satu segi lagi dari kebaikan pemuda ini yang menyenangkan hati mereka.
Pemuda ini ternyata juga seorang anak yang berbakti! Thay Lek Siansu memberi isyarat kepada empat orang adiknya dan dia pun berkata, suaranya tegas.
"San Hong, kami telah menerima engkau sebagai murid, hal ini bukan main-main. Di antara seratus ribu orang pemuda, belum tentu ada satu yang dapat kami ambil sebagai murid. Engkau boleh mengabarkan kepada orang tuamu, akan tetapi kami pun ingin melihat kesungguhan hatimu. Kami akan menanti di sini sampai besok pagi, menantimu. Begitu matahari bersinar, kami akan meninggalkan tempat ini. Kalau engkau sudah datang kembali, kami akan membawamu sebagai murid, kalau sampai saat itu engkau belum kembali, kami akan meninggalkanmu dan kami tidak jadi menjadi guru-gurumu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Diam-diam San Hong terkejut. Diam-diam dia
menghitung-hitung dan dia harus melakukan perjalanan semalam suntuk, dengan cepat pula kalau dia ingin agar tidak ditinggalkan mereka! Akan tetapi, dia seorang pemuda yang berkemauan keras, maka dia pun menjawab tanpa ragu-ragu lagi.
"Baik, Lo-cian pwe. Saya akan pulang sekarang juga dan secepatnya kembali lagi ke sini!" Berkata demikian, dia lalu memberi hormat dan cepat pergi dari situ selagi cuaca belum gelap benar. Lima orang kakek itu tersenyum-senyum dan Thay Lek Siansu berbisik.
"Ujian terakhir kalinya untuk melihat keteguhan hatinya.
Akan tetapi tanpa bantuan, mana mungkin dia mampu kembali ke sini sebelum fajar menyingsing"
Mereka lalu berkelebat lenyap dari situ. Lima orang kakek ini disebut Thian san Ngo-sian, Lima Dewa Gunung Thian-san dan ilmu kepandaian mereka memang hebat bukan main. Di waktu itu, nama besar Thian-san Ngo-sian terkenal di seluruh, dunia kang-ouw dan tidak ada yang tidak merasa segan mendengar nama mereka, bahkan para datuk sesat sekalipun merasa gentar mendengar nama ini dan tidak ada yang berani sembarangan mencari perkara dengan mereka. Sebaliknya, sudah puluhan tahun mereka ini mengundurkan diri dari dunia kang-ouw, hidup sebagai pertapa-pertapa tanpa keluarga di dalam goa-goa di puncak puncak Pegunungan Thian-san, tempat mereka tersembunyi di dalam goa-goa dan tidak ada orang lain yang mengetahuinya.
Ayah San Hong, yaitu Kwee Cun, seorang petani yang hidup berbahagia di dusun Po-lim-cun, malam itu merasa agak khawatir kalau mereka mengingat putera mereka.
Biarpun San Hong tadi telah berpamit dan mengatakan bahwa putera mereka itu mungkin harus bermalam, namun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Cun dan isterinya tidak urung merasa gelisah juga.
Puncak Thian-san merupakan puncak yang jarang dikunjungi orang, penuh dengan hutan belukar dan binatang buas.
Kwee Cun yang berusia lima puluh tahun itu hidup sederhana namun cukup untuk makan, pakaian, bersama isterinya yang rajin membantunya, dan mereka berdua merasa cukup berbahagia. Putera mereka San Hong yang merupakan anak tunggal tidak mengecewakan, rajin pula bekerja di sawah ladang dan amat berbakti sehingga kini Kwee Cun dan isterinya hanya mengerjakan tugas yang ringan ringan saja. Pekerjaan yang berat semua dilakukan oleh putera mereka yang bertenaga gajah itu.
Malam itu, sampai larut malam mereka belum tidur, masih rebah agak gelisah di atas pembaringan dalam kamar, mereka. Tidak adanya San Hong di kamar sebelah membuat mereka merasa kehilangan, apalagi mereka membayangkan putera mereka itu seorang diri di puncak gunung yang menyeramkan itu.
"Ah, anak kita San Hong itu sungguh keras hati.
Mengapa dia begitu bersusah-payah untuk mengantarkan tanduk menjangan itu kepada seorang kakek yang berada di puncak gunung?" isteri Kwee Cun berkata dengan nada menyesal.
"Seharusnya begitu" jawab suaminya. "Seorang anak yang baik, harus dapat memenuhi janjinya. Apalagi dia berjanji kepada seorang kakek yang menurut dia memiliki kesaktian! Sudah lama aku mendengar bahwa di puncak terdapat banyak orang sakti yang bertapa. Agaknya San Hong berjumpa dengan orang-orang sakti. Siapa tahu hal itu akan memberi hikmah dan menambah
pengetahuannya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Pengetahuan apa lagi?" bantah isterinya. "Dia sudah pandai membaca menulis, pandai bekerja. Mau apa lagi"
Kita hidup di dusun dan seorang dengan pengetahuan seperti anak kita itu sudah jarang terdapat di dusun sini....."
Tiba-tiba dua orang suami isteri itu terkejut dan serentak bangkit duduk di atas pembaringan mereka, mata mereka terbelalak dan mulut ternganga ketika melihat betapa di dalam kamar mereka itu berdiri lima orang kakek! Mereka itu muncul begitu saja seperti setan, dan tahu-tahu pintu kamar mereka telah terbuka. Mereka muncul seperti bayangan saja, tanpa mengeluarkan suara.
"Kwee Cun, kami adalah Thian-san Ngo-sian, sengaja datang untuk bertemu dengan kalian berdua," terdengar suara seorang di antara mereka yang bertubuh kecil kurus dan pendek.
Kwee Cun adalah seorang petani yang banyak membaca kitab dan pengetahuannya lebih daripada para petani biasa Melihat munculnya lima orang kakek secara aneh itu saja sudah timbul dugaan dalam hatinya bahwa mereka ini tentulah orang-orang sakti, berbeda dengan ketahyulan para petani lain yang tentu akan menganggap mereka itu siluman siluman. Maka dia pun cepat berlutut di atas pembaringan, diturut oleh isterinya yang gemetar ketakutan.
"Harap Ngo-wi Lo-clan-pwe maafkan kami, karena tidak mengerti lebih dulu akan kunjungan Ngo-wi, maka kami tidak menyambut dengan sepatutnya."
Melihat sikap dan mendengar ucapan itu, lima orang kakek itu saling pandang dengan sinar mata gembira dan Thay Lek Siansu lalu tertawa dan berkata, "Ha-ha-ha, kiranya ayah San Hong adalah orang yang mengenal sopan santun, bagus, bagus! Kwee Cun, kami datang untuk memberitahu bahwa kami berlima ingin sekali mendidik
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
anak kalian San Hong menjadi murid kami dan mewariskan ilmu-ilmu kepadanya agar kelak dia menjadi seorang yang berguna bagi masyarakat. Kami harap kalian tidak berkeberatan. Sebentar lagi putera kalian itu akan pulang dan memberitahukan hal ini kepada kalian. Kami harap kalian meluluskan permintaannya dan membiarkan dia pergi belajar ilmu kepada kami."
Mendengar ini, bukan main rasa girang dan bangga dalam hati Kwaa Cun. Puteranya menjadi murid lima orang sakti yang memperkenalkan diri sebagai Lima Dewa Gunung Thian-san!
"Kami..... kami bersyukur sekali dan berterima kasih kepada Ngo-wi Lo-cian-pwe..... " kata Kwee Cun.
"Bagus! Sudah kami duga! Seorang pemuda seperti San Hong pasti mempunyai ayah dan ibu yang bijaksana. Kwee Cun, sepergi putera kalian, tentu kalian kehilangan tenaga pembantu kehidupan kalian, oleh karena itu sedikit bantuan kami ini dapat kalian pergunakan untuk hidup yang layak!"
Setelah berkata demikian, Thay Lek Siansu melempar sesuatu ke atas pembaringan, kemudian sekali berkelebat, dia dan empat orang adiknya telah lenyap dari dalam kamar itu dan pintu kamar itu pun tertutup sendiri!
Kwee Cun dan isterinya masih tertegun sehingga sampai lama mereka masih terus berlutut di atas pembaringan mereka. Baru setelah mereka merasa yakin bahwa lima orang kakek itu benar benar telah pergi, mereka saling pandang dan isteri Kwee Cun merangkul suami sambil menangis.
"Aku..... aku takut....." bisik wanita itu.
Kwee Cun menghibur isterinya. "Tidak ada yang perlu ditakuti. Mereka adalah orang-orang sakti. Lihat, apa yang mereka berikan kepada kita ini?" Kwee mengambil sebuah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
buntalan yang ternyata merupakan kantung kain kuning dan ketika dengan tangan gemetar dia membukanya, isinya adalah beberapa potong emas murni yang berkilauan!
Mereka semakin terbelalak dan biarpun dia seorang dusun, namun Kwee Cun tahu bahwa benda yang berada di dalam kantung itu dapat dia pergunakan untuk membeli tanah yang luas, membuat rumah yang cukup besar dan modal bercocok tanam yang lebih dari cukup! Bahkan dia menganggap bahwa mereka seketika menjadi seorang yang kaya raya!
Sementara itu, Kwee San Hong berusaha melakukan perjalanan turun gunung secepatnya. Akan tetapi malam itu gelap sehingga dia harus merangkak, merayap dan kadang-kadang menggunakan kedua tangan kaki untuk meraba-raba di dalam kegelapan malam, mencari jalan turun gunung menuju pulang. Hampir dia putus asa karena malam terlalu gelap dan dia tidak mengenal jalan. Dia segera membuat sebuah obor dari kayu kering yang dibakarnya dengan membuat api secara kuno, menggosok dua batang kayu kering dengan cepat dan kuat. Dengan obor di tangan, dia dapat melanjutkan perjalanan tanpa khawatir terperosok ke dalam jurang. Akan tetapi tetap saja dia bingung karena dia kehilangan arah. Dari atas tidak nampak apa pun di bawah sana dan dia tidak tahu entah di mana adanya perkampungan, apalagi dusun tempat tinggal ayahnya yang masih jauh.
Tiba-tiba, dia melihat sinar api di bawah sana. Di mana ada api, tentu ada manusianya, pikirnya, maka tanpa ragu ragu lagi dia pun mencari jalan turun menuju ke titik api di bawah itu. Aki tetapi, tak pernah dia tiba di tempat api itu.
Apakah pandang matanya yang menipunya, ataukah api itu yang bergerak turun pula menjauhinya, dia tidak tahu Mungkinkah api itu dipegang seseorang yang juga turun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gunung, jauh di bawah sana" Dia terus mengikuti sinar api itu dan ketika api itu tiba-tiba padam, dia juga girang bukan mau, ternyata dia telah tiba di kaki gunung dan dia mengenal jalan menuju ke dusunnya yang sudah dekat sekali! Dia segera berlari pulang dan mendapatkan ayah ibunya masih termangu-mangu di dalam kamar mereka.
"Ayah, Ibu! Aku pulang.....!" katanya di luar kamar orang tuanya.
Kwee Cun dan isterinya keluar dari dalam kamar dan San Hong memandang heran kepada ayah ibunya yang agaknya belum tidur di tengah malam itu, bahkan dari wajah mereka dia tahu tentu telah terjadi sesuatu yang luar biasa.
"Kami tahu, San Hong," kata ayahnya. "Bukankah engkau akan segera pergi lagi untuk mulai menjadi murid Thian-san Ngo-sian?"
San Hong terbelalak. "Eh" Bagaimana ayah dan ibu mengetahuinya?"
Ibunya menghampirinya dan merangkul kedua pundak putera itu. "San Hong, engkau hendak meninggalkan kami.....?" katanya menahan tangis.
"San Hong, tadi kelima orang gurumu telah datang berkunjung dan menceritakan bahwa engkau menjadi murid mereka. Bahkan mereka meninggalkan ini untuk kami, agar sepergimu kami dapat hidup layak." Kwee Cun memperlihatkan kantung berisi beberapa potong emas murni itu.
Kwee San Hong merasa girang sekali. Kiranya guru-gurunya telah memberitahu lebih. dulu kepada ayah ibunya, bahkan memberi emas sehingga dia sendiri tidak akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengkhawatirkan keadaan orang tua itu selama dia tinggalkan.
"Jadi, Ayah dan Ibu setuju kalau aku pergj berguru kepada kelima orang sakti itu?"
"Kenapa tidak, anakku" Tanpa diberi emas ini pun kami setuju. Orang tua mana yang tidak setuju anaknya yang tercinta mempelajari ilmu agar kelak berguna bagi masyarakat" Kami setuju Nak, walaupun dengan hati berat karena harus berpisah darimu."
"San Hong, engkau berhati-hatilah dan..... jangan lupa kepada ayah ibumu." kata ibunya sambil menangis di dada puteranya.
Lega hati San Hohg. Dia tadinya mengkhawatirkan kalau-kalau kedua orang tuanya akan berkeberatan. Akan tetapi ternyata mereka setuju dan ini tentu berkat kebijaksanaan lima orang gurunya yang lebih dulu datang memberi tahu kepada mereka.
"Tenangkan hatimu, Ibu. Aku berguru mempelajari ilmu bukan untuk melupakan Ayah dan Ibu, bahkan dengan ilmu yang kumiliki, aku akan dapat lebih berbakti kepada kalian, dan dapat menjadi seorang anak yang baik dan tidak mengecewakan hati Ayah dan Ibu!"
Diiringi nasihat-nasihat terakhir dari ayahnya dan tangis pesan dari ibunya, San Hong berkemas, mengumpulkan pakaiannya dalam sebuah buntalan, kemudian segera berpamit dan meninggalkan ayah ibunya untuk cepat-cepat kembali ke puncak Thian-san dan tiba di sana sebelum matahari terbit agar tidak ditinggalkan oleh lima orang gurunya.
Kembali terjadi keanehan di perjalanan mendaki puncak itu. Ada lagi muncul sinar api yang terus mendaki, seperti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
manjadl penunjuk jalan baginya dan dengan mudah dia tiba di puncak itu, tepat sebelum matahari muncul di ufuk timur. Dan lima orang gurunya telah berdiri di situ, menanti kembalinya. San Hong segera menjatuhkan diri berlutut di depan kaki mereka berlima.
"Terima kasih teecu (murid) haturkan kepada Suhu berlima yang telah membantu teecu dalam perjalanan pulang pergi tadi." Dia yakin bahwa tentu guru gurunya yang telah mengadakan sinar api itu untuk menuntunnya sehingga dia dapat mudah turun dari puncak kemudian naik kembali.
Lima orang kakek itu tersenyum, "Ha-ha-ha," Pek Sim Siansu tertawa, "ternyata engkau tidaklah sebodoh yang kami kira!"
"Suhu, masih ada sebuah hal yang meragukan hati teecu dan teecu mohon Ngo-wi Suhu (Guru Berlima) suka memberi petunjuk."
"Hemmm, apakah itu" Tanyakanlah dan kami akan mencoba untuk menerangkan padamu kalau kami mampu."
kata Thay Lek Siansu.
"Begini, Suhu. Selama ini teecu hidup berbahagia dan sesungguhnya, teecu masih tidak mengerti dan ragu-ragu untuk apa teecu mempelajari ilmu dari Suhu sekalian.
Selama ini, teecu tidak membutuhkan apa-apa karena tidak merasa kekurangan sesuatu pun. Lalu apa yang akan teecu peroleh kalau teecu sampai menguasai ilmu-ilmu dari Suhu berlima" Hal inilah yang meragukan walaupun teecu merasa gembira sekali akan belajar ilmu dari Suhu berlima.
Mohon penjelasan Suhu."
Lima orang kakek itu saling pandang dan sejenak mereka tidak mampu menjawab. Mereka membayangkan tentang kebahagiaan. Pemuda yang menjadi murid mereka ini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hidup berbahagia karena dia tidak membutuhkan apa-apa.
Keadaan berbahagia adalah keadaan orang yang tidak membutuhkan apa-apa. Tidak menginginkan apa-apa.
Tidak membutuhkan sesuatu itu berarti sudah tidak kekurangan apa-apa dan kalau sudah begini, tentu saja manusia dapat hidup berbahagia. Tidak berbahagia disebabkan karena keinginan tidak tercapai, akan tetapi kalau sudah tidak menginginkan sesuatu yang tidak ada, maka dia akan dapat menerima segala yang ada tanpa mengeluh.
Menerima apa yang ada tanpa menghendaki yang lain merupakan pelaksanaan daripada kepercayaan akan kekuasaan Tuhanl Apapun yang dikehendaki Tuhan pasti terjadi dan segala yang terjadi pasti benar dan wajar karena merupakan kehendak Tuhan. Siapa yang mampu menerima segala peristiwa yang menimpa dirinya tanpa .penilaian baik buruk, untung rugi, tidak menyambut setiap peristiwa dengan tawa atau tangis, melainkan sebagai sesuatu yang wajar, maka dialah orang yang benar-benar memiliki iman dan kepasrahan terhadap kehendak Tuhan! Manusia berikhtiar bukan berlandaskan keinginan akan sesuatu, melainkan berlandaskan kebijaksanaan, namun ikhtiar atau usaha yang dilakukan itu berlandaskan kepasrahan akan kehendak dan keputusan yang diambil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Pemuda ini polos, jujur dan tidak banyak kehendak, maka tentu saja dia merasa bimbang dan bingung ketika diangkat murid oleh mereka berlima.
Di antara lima orang Thian-san Ngo-sian itu, paling cerdik adalah Pek-ciang Yok-sian, maka kini empat orang kakek yang lain memandang kepada saudara termuda ini dengan penuh harapan. Pandang mata mereka seolah-olah menyerahkan jawaban dari pertanyaan yang sulit dari murid .mereka itu kepadanya untuk menjawabnya dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tepat. Sejak tadi, Pek-ciang Yok-sian juga sudah memutar otaknya. Kemudian dia berkata dengan suaranya yang halus dan, sikapnya yang lemah lembut biarpun dia selalu bergembira.
"San Hong, engkau membutuhkan jawaban"
Pertanyaanmu itu tidak dapat dijawab dengan keterangan saja, karena hal itu tentu bahkan akan membingungkan hatimu. Lebih baik kalau engkau melihat sendiri mengapa engkau perlu mempelajari ilmu-ilmu tinggi dari kami. Mari kau ikut bersamaku turun gunung dan kaulihat sendiri!"
Berkata demikian Pek-ciang Yok-sian memberi isyarat dengan pandang matanya kepada empat orang saudaranya lalu menyambar tangan San Hong dan di lain saat San Hong merasa dibawa terbang oleh kakek yang
menggandeng tangannya. Beberapa kali dia terpaksa harus memejamkan matanya karena ngeri dibawa meloncat melewati jurang yang amat lebar dan dalam. Namun diam-diam dia kagum bukan main. Kiranya bukan hanya Bu Eng Sianjin seorang yang memiliki ilmu berlari seperti terbang, akan tetapi kakek ini pun dapat berlari secepat terbang dan memiliki kekuatan yang besar pula karena dapat menggandeng dia melompat jurang jurang yang lebar! Di samping kekagumannya juga San Hong merasa gembira sekali karena dia kini yakin bahwa dia telah diambil murid oleh lima orang yang benar-benar amat sakti.
Pek-ciang Tok-sian membawa San Hong ke kaki gunung yang berlawanan dengan dusun tempat tinggal orang tua pemuda itu. Di sebuah dusun yang cukup besar mereka berhenti dan hari pun sudah mulai terang. Agaknya Pek-ciang Yok sian masih ragu-ragu dan sedang mencari-cari sesuatu, dan sesuatu itu pun terjadilah seperti yang diharapkannya! Dia sudah tahu bahwa di dusun ini seringkali terjadi kejahatan yang dilakukan oleh beberapa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang jagoan yang datang dari kota dan belum lama tiba di dusun itu membuat keributan dan memaksa kehendak mereka kepada orang-orang dusun. Mereka adalah lima orang penjahat atau tukang pukul yang tidak segan-segan untuk memeras penduduk dusun, mengganggu wanita dan melakukan banyak perbuatan sewenang-wenang.
Ketika mendengar ada jeritan wanita dari sebuah rumah, Pek-ciang Yok-sian cepat menarik tangan San Hong ke arah suara itu. Nampaklah oleh San Hong seorang laki-laki tinggi besar bermuka penuh brewok sedang memukuli seorang kakek berusia enam puluh tahunan, sedangkan laki-laki ke dua yang mukanya bopehg sedang menarik-narik seorang gadis yang menjerit-jerit ketakutan.
"San Hong, melihat kejahatan seperti itu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Pek-ciang Yok-sian.
Sejak tadi San Hong sudah marah sekali melihat ada seorang laki-laki tinggi besar yang masih muda memukuli seorang kakek, apalagi melihat seorang laki-laki menyeret tangan seorang gadis. Dia tidak menjawab pertanyaan suhunya, melainkan cepat lari menghampiri ke pekarangan rumah itu,
"Heiii! Apa yang kalian lakukan itu" Berhenti.....!!"
bentak San Hong dengan suaranya yang mengguntur.
Dua orang laki-laki yang berusia tiga puluh tahun lebih itu terkejut mendengar ada orang berani menegur mereka.
Ketika mereka menoleh dan melihat seorang pemuda remaja yang menegur, mereka menjadi marah sekali. Si muka brewok melepaskan kakek yang terkulai di atas tanah sedangkan si bopeng melepaskan tangan gadis itu. Gadis itu sambil menangis menubruk kakek itu yang terengah-engah dan nampak kesakitan. Dua orang tukang pukul itu kini menghampiri San Hong dan dengan sikap pongah mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bertolak pinggang dan memandang kepada San Hong dengan sikap mengejek.
"Hai, engkau ini bocah dari mana berani sekali mencampuri urusan kami! Tidak tahukah engkau siapa kami?" tanya si muka bopeng sambil mengamangkan tinjunya ke arah muka San Hong.
San Hong yang marah itu masih menahan
kemarahannya karena dia tidak tahu apa yang menjadi persoalannya maka dua orang itu melakukan kekerasan seperti itu. Siapa tahu kakek dan gadis itu mempunyai kesalahan walaupun andaikata demikian, tidak sepantasnya kalau dua orang laki-laki menghina seorang kakek dan seorang gadis.
"Nanti dulu, kawan-kawan." katanya dengan suara tenang dan sabar. "Aku sama sekali bukan bermaksud mencampuri, akan tetapi aku hanya mengingatkan kepada kalian bahwa tidak sepatutnya kalau dua orang laki-laki muda yang gagah seperti kalian ini memukuli seorang kakek yang lemah dan menyeret seorang gadis. Kalau ada urusan, dapat diselesaikan dengan cara yang baik, bukan dengan kekerasan. Apakah sebetulnya kesalahan mereka itu terhadap kalian" "
Tentu saja dua orang ayah dan enak itu sebetulnya tidak mempunyai kesalahan apa pun juga terhadap mereka, namun seperti biasa, dua orang itu mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakan mereka.
"Heh, bocah dusun! Sebelum kami menjawab pertanyaanmu, lebih dulu jawablah. Siapa engkau dan mengapa pula engkau mencampuri urusan ini" Apamukah ayah dan anak itu?" tanya si brewok dengan sikap mengancam. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku bukan apa-apa mereka, tidak mengenal mereka, akan tetapi sebagai sesama manusia aku berhak untuk membela mereka kalau-kalau mereka tidak bersalah dan memintakan ampun kalau mereka bersalah. Namaku Kwee San Hong, dari dusun di kaki gunung di sebelah timur sana.
Nah, sekarang katakan! apa sebabnya kalian menggunakan kekerasan terhadap mereka?" Sikap San Hong masih sabar.
Sementara itu, Pek-ciang Yok-sian hanya menonton dari jauh sambil memangku kedua lengan dan tersenyum.
"Mau tahu sebabnya?" bentak si mukai bopeng. "Gadis itu adalah calon istenku, dan tetapi hari ini ketika aku hendak mengajaknya pergi, ayahnya melarang dan gadis itu pun mengingkari janji, tidak mau ikut dengan aku seperti yang telah dijanjikannya."
San Hong mengerutkan alisnya. Kalau benar demikian, kakek dan gadisnya itu memang bersalah. Akan tetapi dia masih ragu-ragu dan dia menoleh kepada ayah dan anak itu.
"Lopek dan Enci, benarkah itu" Kalian telah melanggar janji kepada saudara mi?"
"Bohong! Dia bohong!" Gadis itu berteriak sambil menangisi ayahnya yang babak belur dihajar oleh si brewok tadi. "Mereka memang selalu menggodaku, merayuku akan tetapi aku tidak pernah mau melayani mereka. Hari ini mereka minta kepada Ayah untuk mengajak aku, tentu saja Ayah menolak dan mereka lalu memukuli Ayah dan hendak memaksaku!"
Wajah San Hong berubah merah mendengar ini, dan memang sudah setengah diduganya bahwa ayah dan anak itu tentu tidak bersalah. "Hemmm, mengapa engkau menuduh mereka yang tidak baik Kawan" Dan mengapa pula kalian hendak memaksa Enci itu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hei, anjing dusun! Apa pedulimu" Memang kami menghendaki gadis itu baik dengan suka rela maupun secara paksa. Habis engkau mau apa?" bentak muka bopeng.
Mendengar ini, San Hong tidak dapat menahan lagi kemarahannya.
"Kalau begitu, kalian berdua adalah orang-orang jahat!"
bentaknya. Si muka brewok sudah menerjang memukul San Hong dengan pukulan tangan kanannya. Kuat sekali pukulannja itu dan kepalan tangannya yang melayang ke arah muka San Hong. Pemuda ini cepat melangkah mundur menangkis dengan lengan kirinya.
"Dukkk!" Tangkisan itu membuat muka brewok hampir terpelanting, terkejut. Tak disangkanya bahwa pemuda dusun itu memiliki tenaga sedemikian kuatnya. Dia kaget dan juga marah, lalu sambil mengeluarkan suara menggereng dia sudah meloncat dan menerjang San Hong dengan pukulan-pukulan teratur, dengan jurus-jurus ilmu silat. Sekali ini San Hong kewalahan! Dia berusaha untuk mengelak dan menangkis, namun dia tidak tahu caranya dan karena lawannya memang pandai silat, dia pun segera menjadi bulan-bulanan pukulan dan tendangan. Lebih celaka lagi, si muka bopeng Juga ikut menerjang dan dia pun menjadi permainan mereka. Hanya karena San Hong bertubuh kuat sekali, dan memiliki keberanian seperti seekor singa, maka biarpun tubuhnya menjadi bulan-bulanan pukulan dan tendangan sedangkan dia tidak berkesempatan untuk membalas sama sekali, dia tidak pernah menyerah dan terus melawan dengan nekat dan mati-matian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dua orang tukang pukul itu agaknya kewalahan menghadapi kenyataan dan kebandelan San Hong. "Ah, bocah ini minta dibikin mampus agaknya!" bentak si muka bopeng dan dia pun mencabut sebatang golok yang tergantung di pinggangnya.
"Mampuslah!" bentaknya dan golok itu dibacokkan, menyambar ke arah kepala San Hong. Melihat ini, San Hong maklum bahwa dia terancam bahaya maut, akan tetapi pada saat itu ada bayangan berkelebat dan golok itu pun terlepas dari pegangan si muka bopeng. Di lain saat, si muka bopeng terpelanting dan tidak mampu bergerak lagi karena totokan yang dilakukan Pek-ciang Yok-sian. Si muka brewok menjadi marah. Dia pun mencabut goloknya dan menyerang kakek yang telah merobohkan temannya.
Akan tetapi kembali dua kali tangan Pek-ciang Yok-sian bergerak dan si muka brewok mengeluh, goloknya terlempar dan diapun roboh pingsan
~o-Dewikz-o0o-Budi.S-o~
Jilid VIII Pada saat itu, datang berlarian tiga orang tinggi besar, yaitu kawan-kawan dari dua orang tukang pukul itu, dan melihat betapa dua kawan mereka roboh, tiga orang ini mencabut senjata masing-masing. Akan tetapi, San Hong sudah mendahului seorang di antara mereka dengan serangan pukulannya sebelum orang itu mencabut goloknya. Pukulan tangan San Hong amat kuat dan keras, membuat orang itu terjungkal dan roboh, sedangkan dua orang lainnya, baru saja mencabut golok sudah harus roboh oleh totokan Pek-ciang Yok-sian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Semua penduduk baru berani keluar setelah mendengar bahwa lima orang tukang pukul yang selama ini mengganggu dusun mereka, telah dirobohkan seorang pemuda asing dan seorang kakek. Mereka berbondong-bondong datang membawa senjata seadanya dan mereka hendak mengeroyok dan menghajar lima orang yang sudah roboh itu. Melihat ini, San Hong cepat melompat ke depan.
"Saudara-saudara, tahan semua senjata! Tidak boleh kalian membunuh begitu saja mereka ini!" Melihat bahwa pemuda dan kakek itu yang sudah berjasa merobohkan lima orang penjahat mencegah, biarpun mereka masih penasaran dan tidak puas, namun orang-orang dusun itu menahan senjata mereka.
Pek-ciang Yok-sian hanya menjadi penonton saja sambil tersenyum, ingin dia melihat apa yang akan dilakukan muridnya itu. Dia merasa puas bahwa kebetulan sekali terjadi kejahatan itu sehingga muridnya mengalami hal yang amat dibutuhkan untuk menjawab pertanyaannya tadi tentang manfaat mempelajari ilmu.
"Saudara sekalian, kenapa selama ini kalian mau saja ditekan oleh lima orang penjahat ini?" tanya San Hong kepada mereka.
Seorang pria berusia lima puluhan tahun melangkah maju. "Orang muda yang gagah, aku adalah kepala dusun di sini. Apa yang dapat kami lukukan terhadap mereka"
Mereka adalah orang-orang jahat yang tidak segan-segan memukul bahkan membunuh orang. Mereka itu kejam sekali dan kami takut kepada mereka. Sekarang, setelah mereka dpat dirobohkan, kami ingin membunuh mereka!"
San Hong menggeleng kepala "Sungguh keliru sekali, Paman. Paman menjadi seorang kepala dusun tidak memberi contoh yang baik kalau membunuh mereka ini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
begitu saja! Apalagi setelah mereka tidak berdaya.
Semestinya dengan kekuatan sekian banyaknya orang laki laki di dusun ini, kalau mau serentak bangkit menghadapi mereka, jangankan baru lima orang ini, biar ada sepuluh orang pun Paman dan teman-teman penduduk dusun tentu akan mampu membasmi mereka."
Kepala dusun itu meugangguk-angguk dan semua pria penduduk dusun di situ juga menyatakan setuju. Mereka berjumlah hampir seratus orang, sungguh bodoh sekali kalau selama ini mereka membiarkan diri dihantui oleh para penjahat yang hanya lima orang. Kalau melawan satu lawan satu tentu mereka kalah, akan tetapi kalau semua penduduk maju, lima orang penjahat itu dapat mereka jadikan bubur!
San Hong lalu menghampiri si muka bopeng yang agaknya menjadi pemimpin lima orang penjahat itu.
"Kalian dengar baik-baik!" katanya dengan suara lantang.
"Sekali ini Suhu dan aku, dan juga para penduduk dusun ini, tidak membunuhmu dan memberi kesempatan kepada kalian untuk kembali ke jalan benar. Kalau lain kali kalian berani lagi mengganggu dusun ini, kalian akan menghadapi perlawanan puluhan bahkan ratusan orang dan nyawa kalian tentu takkan dapat diselamatkan lagi!"
"Terima kasih....." kata si muka bopeng yang tadi sudah ketakutan setengah mati karena kalau para penduduk yang sakit hati itu dibiarkan, tentu tubuh mereka sudah hancur dihujani pukulan senjata para penduduk dusun yang marah itu. "Kami..... kami tidak berani lagi....." Dia melirik ketakutan ke arah kakek berpakaian sastrawan yang berdiri sambil tersenyum-senyum itu. "..... akan tetapi... mohon dibebaskan totokan dari tubuh kami..... "
San Hong tidak mengerti akan tetapi melihat betapa mereka itu tidak mampu bergerak, dia pun dapat menduga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bahwa tentu suhunya yang menjadikan mereka seperti itu, maka dia pun menghadapi kakek itu. "Suhu, harap Suhu suka mengampuni mereka."
Pek-ciang Yok-sian mengangguk angguk, kemudian berkata, 'Orang-orang seperti mereka ini, selalu mengandalkan, kekuatan untuk memaksakan kehendak mereka kepada orang lain, oleh karena itu, sebelum mereka dibebaskan, kekuatan itu harus dirampas dari tubuh mereka!" Berkata demikian, beberapa kali tangannya bergerak ke arah tubuh lima orang itu. Lima orang penjahat itu dapat bergerak kembali, akan tetapi mereka meringis kesakitan karena tulang-tulang pundak mereka telah remuk!
Cacat ini dapat disembuhkan, akan tetapi kekuatan mereka akan lenyap untuk selamanya, kalaupun ada, maka kekuatan itu tidak akan melebihi kekuatan orang dewasa biasa dan tentu saja hal ini tidak memungkinkan lagi bagi mereka untuk bertindak sewenang-wenang. Apalagi, dengan cacat itu, mereka tidak akan melakukan gerakan silat dengan baik dan mengadu kekuatan dapat membahayakan pundak mereka lagi. Tanpa berani mengeluarkan suara karena masih takut akan sikap para penduduk yang memandang mereka penuh kebencian, lima orang itu lalu pergi meninggalkan dusun itu.
Para penduduk dusun, dipimpin kepala dusun mereka, menjatuhkan diri berlutut dan memberi hormat kepada San Hong dan gurunya, akan tetapi ketika mereka mengangkat muka, pemuda dan kakek itu telah lenyap dari depan mereka!
"Bagaimana, San Hong?" tanya Pek-ciang Yok-sian kepada pemuda itu setelah mereka kembali ke puncak di mana empat orang kakek lain masih menunggu.
"Sudahkah engkau memperoleh jawaban pertanyaanmu apa manfaatnya engkau belajar silat dari kami?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
San Hong mengangguk-angguk. "Kalau tidak ada Suhu, tentu teecu tadi telah tewas di tangan lima orang penjahat dan teecu tidak akan mampu menolong gadis dan ayahnya itu. Teecu kini tahu bahwa untuk dapat menolong orang lain, untuk dapat mencegah terjadinya kejahatan, menentang para penjahat, teecu harus memiliki ilmu kepandaian untuk mengalahkan mereka. Kini teecu.
maklum betapa pentingnya ilmu kepandaian silat bagi teecu dan terima kasih atas petunjuk Suhu sekalian."
Lima orang kakek itu tersenyum gembira dan mereka mengambil keputusan untuk tinggal di puncak yang indah itu untuk bersama-sama menggembleng murid mereka.
San Hong memperlihatkan kecakapan dan kerajinannya dengan membuatkan pondok-pondok untuk kelima orang gurunya dan untuk dia sendiri, dibangun dengan kayu yang diambilnya dari hutan. Pondok-pondok kecil sederhana yang kokoh kuat dan para gurunya merasa senang bukan main.
Mulailah pemuda itu berlatih ilmu-ilmu silat yang tinggi dari lima orang gurunya dan dia berlatih amat tekun dan rajin. Tepat sepeti, dugaan guru-gurunya, wataknya yang jujur dan pikirannya yang kosong bodoh bahkan mampu menerima ilmu-ilmu yang tinggi itu dengan mudah, Bakatnya amat baik dan didorong pula oleh ketekunannya, maka pemuda itu memperoleh kemajuan pesat sekali.
Di bawah bimbingan Thay Lek Siansu, tenaga raksasa, dari San Hong, tenaga alami yang dibawanya sejak lahir, dapat dikembangkan semakin hebat sehingga pemuda itu bukan hanya memiliki tenaga luar yang dahsyat, akan tetapi juga tenaga dalam yang amat kuat. Dari gurunya ke dua, Bu Eng Sianjin, dia mewarisi ilmu gin-kang (meringankan tubuh) yang membuat tubuhnya yang tinggi besar itu mampu bergerak amat lincahnya, dan dia dapat berlari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
cepat seperti seekor kijang jantan. Gurunya yang ke tiga, di samping memberi pelajaran ilmu kekuatan batin untuk menolak kekuatan sihir lawan, juga memperdalam pengertian akan hidup, mempertajam kewaspadaannya terhadap lahir dan batinnya sendiri, terhadap segala yang terjadi di sekelilingnya. Gurunya yang ke empat, Lui-kong Kiam-sian, mewariskan ilmu pedang yang ampuh, yang diberi nama Pek-lui Kiam sut ((Ilmu Pedang Halilintar).
Gurun yang ke lima dan terakhir, Pek-ciang Yok-sian, selain mengajarkan ilmu silat tangan kosong juga mengajarkan ilmi ilmu pengobatan yang pokok bagi seorang ahli silat seperti mengobati luka beracun luka dalam dan salah urat, patah tulang dan sebagainya.
Selama lima tahun San Hong digembleng oleh lima orang gurunya. Setelah lima orang kakek itu menganggap bahwa murid mereka sudah boleh diandalkan pada suatu hari mereka memanggil San Hong menghadap. Mereka berlima sudah berkumpul di puncak, di lapangan rumput dan mereka berlima duduk bersila di atas rumput. San Hong menghadap gurunya dan berlutut di depan mereka.
"San Hong," kata Thay Lek Siansu yang mewakili saudara-saudaranya bicara "Kami berlima sudah bersepakat untuk melepasmu pergi hari ini. Kami menganggap bahwa ilmu yang kaupelajari sudah cukup untuk kaubawa sebagai bekal hidupmu. Dan sekarang kami hendak memberimu sebuah tugas, dan untuk tugas itulah sebenarnya kami bersusah-payah memilihmu dan mendidikmu sebagai murid kami."
Diam-diam San Hong terkejut. Dia mulai merasa sayang kepada lima orang kakek yang selalu bersikap baik kepadanya itu, lima orang kakek aneh yang sakti yang wataknya berbeda-beda. Akan tetapi, berkat latihan yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
didapatnya dari Pek Sim Siansu, rasa kaget itu dapat lebur dan lenyap seketika sehingga tidak nampak pada wajahnya.
"Ngo-wi Suhu, teecu merasa baru sebentar teecu mempelajari ilmu dari para suhu, mengapa Suhu hendak melepas teecu pergi" Sesungguhnya, teecu masih ingin memperdalam apa yang teecu pelajari dari Suhu berlima."
"Ha-ha-ha, jangan tamak, San Hong!" kata Pek Sim Siansu. "Ilmu-ilmu yang sudah kaupelajari itu sudah cukup banyak, tinggal mematangkannya saja dalam latihan. Kalau engkau sudah matang bahkan kami pun kalau satu lawan satu tidak akan mampu menandingimu. Engkau telah menerima penggabungan dari semua ilmu kami yang menjadi andalan kami."
San Hong memberi hormat. "Kalau memang Suhu sekalian menghendaki demikian, teecu hanya mentaati perintah. Tugas apakah yang Ngo-wi berikan kepada teecu"
Akan teecu laksanakan sebaik mungkin menurut kemampuan teecu. "
"Bagus, bagus!" Demikianlah seharusnya sikap yang baik, San Hong." kata pula Thay Lek Siansu. "Ketahuilah bahwa sekarang ini, di utara terdapat suatu kekuatan yang amat hebat, yaitu pasukan orang-orang Mongol yang makin lama semakin kuat. Bahkan kabarnya mereka telah bergerak ke perbatasan, semua suku bangsa di utara sudah mereka tundukkan dan mereka merupakan ancaman yang amat berbahaya bagi Kerajaan di selatan. Kalau tidak keliru perhitungan Pek Sim Siansu, mereka akhirnya akan membobolkan Tembok Besar dan membanjir ke selatan sebagai kekuatan yang tak dapat dibendung."
San Hong mengerutkan alisnya. Dia sejak kecil hidup di dusun dan dia sama sekali tidak pernah tahu apa yang dinamakan perang. Akan tetapi, karena dia tidak buta huruf
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan banyak pula membaca, apalagi setelah menjadi murid Pek Sim Siansu yang memberinya banyak kesempatan untuk membaca kitab, dia mengerti apa yang dinamakan oleh Thay Lek Siansu.
"Apakah Suhu sekalian menghendaki agar teecu membantu pemerintah untuk menentang penyerbuan pasukan Mongol dari utara itu?"
"Omitohud.....!" Pek Sim Siansu berseru. "Engkau seorang diri, apa dayamu untuk menentang garis yang sudah ditentukan oleh Tuhan?"
"Dia benar, San Hong," kata pula Thay Lek Siansu.
"Jangankan engkau seorang diri, biar ada seratus orang seperti engkau, apa artinya dibandingkan dengan ratusan ribu pasukan dari utara Tidak, perang adalah urusan pemerintah. Untuk menghadapi pasukan haruslah dikerahkan pasukan pula dan itu merupakan urusan pemerintah."
"Kalau begitu, tugas apakah yang Suhu berikan kepada teecu?" San Hong bertanya.
"Biasanya, apabila terjadi perang maka iblis-iblis bermunculan untuk menyebar racun kejahatan. Keadaan menjadi kacau dan yang paling menderita hebat adalah rakyat jelata. Perang itu sendiri sudah sangat kejam karena pasukan pihak pemenang biasanya melakukan
pembunuhan, perampokan dan perkosaan secara kejam sekali. Semua ini ditambah dengan para penjahat yang mempergunakan kesempatan selagi keadaan menjadi kacau untuk mengumbar nafsu kejahatan mereka. Nah, di sinilah engkau dapat bertugas, San Hong. Biarpun tidak mungkin engkau mencegah terjadinya semua kejahatan, setidaknya engkau dapat mengurangi terjadinya beberapa peristiwa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kejahatan itu, menentang kejahatan dan melindungi yang lemah dan menjadi korban. "
"Kami sudah tua, San Hong," kata Pek-ciang Yok-sian.
"Karena itu, kami memilih engkau menjadi murid agar engkau dapat mewakili kami."
San Hong mengangguk mengerti dan dia pun memberi hormat. "Teecu berjanji akan mentaati semua perintah Suhu dan semoga teecu tidak akan mengecewakan harapan Suhu sekalian."
Setelah menerima banyak nasehat dari lima orang gurunya, San Hong menerima pula hadiah sebatang pedang pusaka dari Lui-kong Kiam-sian. Pedang pusaka yang biasanya dipergunakan San Hong untuk berlatih silat pedang di bawah pimpinan gurunya yang ke empat itu.
Sebatang pedang pusaka yang mengeluarkan sinar berkilat dan amat ampuh.
"San Hong," demikian kata Lui-kong Kiam-sian kepada muridnya sambil menyerahkan pedang itu. "Pedang Pek lu kiam (Pedang Kilat) ini selama puluhan tahun menjadi sahabatku dan tidak pernah terpisah dariku. Sekarang kuberikan kepadamu sebagai wakilku untuk
mempergunakannya menentang segala bentuk kejahatan di dunia ini."
Kasih Diantara Remaja 14 Kisah Sepasang Bayangan Dewa 8 Jurus Lingkaran Dewa 2 Karya Pahlawan Tujuh Pedang Tiga Ruyung 11

Cari Blog Ini