Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Harapan 2

Pahlawan Harapan Karya Tang Fei Bagian 2


Habis berpikir tangannya menyerang sepenuh tenaga
dengan ganasnya. Tanpa gugup kedua orang itu melihat
dan memunahi serangan serangan itu. Akan kedudukan
mereka tetap tak berubah, bahkan dapat bekerja sama
semakin erat. Tong Leng mengubah pukulannya. Sekali lagi
pukulan Sian Wan Pai Gwat ditebaskan ke tengah tengah
dua orang. Dengan cepat kedua orang itu mencelat ke
kiri dan kanan.
"Bersiagalah Lo Tjiau To Sin (orang tua memikul buah
sin)." seru Toa Sie-seng.
"Kong Sim Tjiau!" seru Siauw Sie-seng.
Kedua orang tiba dipermukaan bumi kekiri dan kanan
sejauh tiga tumbak. Tong Leng sebenarnya ingin mengulur
tangannya ke kiri dan kanan. Mendadak hal ini dibatalkan
setengah jalan. Bukannya ia menyerang sebaliknya berdiri
memasangkuda-kuda mengawasi kedua orang menantikan
serangan. 58 Kiranya Tong Leng sesudah menyerang dengan Sian
Wan Pai Gwat dan berhasil memisahkan kedua orang.
Menyusul akan menjambak dua orang dengan jurus Lo
Tjiau To Sin.Serangan ini batal sebab sudah disebutkan
terlebih dulu oleh Toa Sie-seng. Mengenai seruan Siau Sie
seng Kong SimTjiang (telapak kosong) apa artinya tidak
diketahui. Dalam bingungnya ini ia mengawasi sambil
memasang besi. "Hei! Bocah bocah berengsek! Sebenarnya kalian dari
golongan mana" Lekas bilang! Jika orang sendiri boieh aku
ampuni." "Pasti dan terang orang lain! Dinyatakan pula bukan
orang sendiri. Belas kasihanmu itu simpan saja dalam
sanubarimu, tunggu sampai ada yang membutuhkan!
Sebaliknya kalau kau yang minta kami kasiani itu sangat
baik. Pokoknya asalnya kau lekas-lekas pulang ke tempat
kediamanmu!" Kalimat ini membuat Tong Leng kalap,
tenaga dalamnya dikerahkan, tangannya melayang ke kiri
dan kanan, menyerang dengan bengis kedua orang itu. long
Leng tahu Toa Sie seng berkepandaian lebih dalam dari
Siauw Sie seng. Dari itu tangan kirinya lebih banyak
menggunakan tenaga. Dalam hati si Hweesio ingin segera
menjatuhkan kedua lawannya. Siauw Sie seng yang berada
di sebelah kanan, merangkap dan mengepalkan kedua
tangannya untuk menangkis dengan setakar tenaga. Toa
Sie seng berada di sebelan kiri melepaskan tangkisan
dengan kedua tangan terbuka. Tong Leng merasakan
tenaga Toa Sie seng menjadi hilang. Sedangkan ia
menggenjot lawannya sepenuh tenaga, alhasil mengenai
tempat kolong, sehingga tenaga itu berbalik mengulung
dia. Tepat pada waktu ini Siauw Sie seng menggempur
tangannya Mau tak mau membuai Tong Leng ternuyung
huyung! Hampir tubuhnya yang besar itu ngusruk.
Kiranya telapak tangan Toa Sie seng bertenaga besar
dan keras seperti petir! Tapi tengah-tengah telapak
tangannya sedikitpun tak bertenaga. Inilah yang disebut
Kong Sim Tjiang. Tong Leng mempunyai pengalaman yang
luas Biasa mendapat Kerugian gerakannya tak menjadi
59 kalut. Sebaliknya otaknya menggunakan akal. Tiba tiba
tubuhnya yang hampir jatuh itu condong kekiri, kakinya
bagai menginjak roda kereta berputar pindah ke kanan.
Kedua orang tidak mengira dan bersiaga atas jurus yang
kukuay dari si Hweesio. tahu - tahu tangan si Hweesio
sudah tiba di muka Siauw Sie seng. sekali putar lengan
Siauw Sie seng. kena dicekal!
Ketika ini dari dalam liang goa muncul Mau San Djie Hoo
Mereka berseru girang waktu melihat Tong Leng berhasil
menangkap Siauw Sie seng. Sebelum kegirangan Mau San
Djie Hoo hilarg menyusul tiga butir batu melayang
ketubuh Tong Leng. Tong Leng begitu melihat batu,
gusarnya bukan main, lengan kanannya menangkis Toa Sie
seng. lengan kirinya mengangkat tubuh Siauw Sieseng
sebagai tameng untuk menangkis senjata rahasia Tjiu Piau.
Katakanlah lambat tapi cepat. Batu batu yang hampir
bersarang di tubuh Siauw Sie seng. entah kenapa
berjatuhan ke bumi. Tong Leng menotok jalan darah Siauw
Sie seng, sudah itu tubuh orang dilempari Pada Djie Hoo.
Tubuhnya sendiri melesat mengejar Tjiu Piau. Tjiu Piau
yang bersembunyi di kumpulan batu batu itu. Tak mungkin
dapat di ketemukan orang jika fajar belum menyingsing.
Tapi waktu melihat kedua orang yang semula menang angin
berbalik kena terdesak Tong Leng Hatinya menjadi gelisah,
tanpa terasa sudah melangkah ke luar Batu batu dilepas
dengan maksud menolong orang, Tjiu Piau menjadi gugup
kala melihat Tong Leng memburu kepadanya. Waktu inilah
seruan keras mendengung di telinganya. "Kawan! Lekas
masuk lagi ke dalam tumpukan batu" Inilah suara Toa Toa
Sie seng. Sedangkan orangnya sendiri lengah mati-mat'an
menerjang Djie Hoo untuk menolong adiknya. Tjiu Piau
melihat tak ada bantuan untunya. Tambahan Tong Leng
bukan lawannya Ia menurut kata kata itu, kembali masuk
ke dalam tumpukan batu. Ketika ini terlihat sebuah batu
bergoyang goyang. Dalam kagetnya, ia tak percaya pada
penglihatannya, kiranya matanya berkunang kunang. Waktu
ditegasi, orang-orangan batu itu benar-benar berjalan. Ah
kiranya bukan batu, melainkan seorang tua berambut putih,
wajahnya sangat welas asih. Rupanya ia sudah lama
60 menonton perkelahian itu. Kini baru menunjukkan diri. Tjiu
Piau merasa kenal akan wajah orang tua ini tapi entah di
mana. Orang tua berambut putih ini memegang tongkat,
tindakannya ringan dan gesit. Ia berkelebat di samping Tjiu
Piau sambil berbisik: "Turut padaku!" sedangkan kakinya terus menjurus pada Mau San Djie Hoo. Tjiu Piau melihat
Tong Leng sudah dekat sekali, lekas - lekas ia mengikuti
orang tua itu dari belakang. Sambil lalu tangannya
melepaskan enam butir batu menghajar Tong Leng.
Dengan maksud menghambat Tong Leng. Tak kira orang
tua itu pun melepaskan juga entah benda apa kepada Tong
Leng.Benda itu melesat demikian cepat dan keras, melebihi
batu-b^tu yang dilepas Tjiu Piau. Tong Leng sebenanya
sudah mengangkat kedua tangannya untuk mengebut batubatu Tiau Piau dengan kekerasan, tapi dikagetkan benda
yang dilepas orang tua itu. Sehingga membuatnya
gedubukan tidak keruan Dengan kelihayannya Tong Leng
berhasil melepaskan diri dari serangan orang tua itu. Tapi
tangan kanannya tak dapat menghindarkan batu batu Tjiu
Piau! Lengan itu segera kesemutan, buru buru tenaga
dalamnya dikerahkan untuk memecahkan totokan batu itu.
Hatinya semakin gusar. Seperti gila ia mengejar Tjiu Piau.
Dalam kesibukan yang sangat ini Tjiu piau masih dapat
berpikir: "Senjata rahasia orang tua ini bukan main
lihaynya. Rupanya tidak salah lagi dialah orangnya yang
menjatuhkan batu-batuku tadi. Kapan waktu kalau aku
mendapat petunjuk darinya, pasti ilmuku dapat maju
dengan pesat." Dilain pihak, Mau San Dji Hoo menyanggapi
tubuh Siauw Sie seng yang dilempar Tong Leng. Anak itu
ditotok lagi dan diletakkan di samping Sedangkan kedua
rasenya sendiri harus bertarung dengan Toa Sie seng.
Kiranya ilmu Hek Hoo dan Pek Hoo tidak seberapa lihay.
Tapi namanya sangat terkenal di dunia Kang ouw berkat
akal bulusnya yang licik. Nuikang dari Toa Sie seng sudah
cukup lihay ditamban berkelahi dengan mati matian. Kalau
satu rase saja yang melawan pasti bukan lawannya, dua
rase bergabung mengerubutinya baru bisa mengimbangi
61 Toa Sie seng ini. Orang tua itu menotolkan tongkatnya ke
muka bumi, tubuhnya meleset seperti terbang, dengan
cepat sudah berada di samping tubuh Siauw Sie seng.
Tangannya sudah siap untuk membebaskan jalan darah
Siauw Sie seng. Sebelum itu terlebih dahulu melesat
sesosok tubuh dari liang goa itu. gerakannya sangat lincah
sekali." Hei aku datang," serunya, "aduh ramai betul di sini!" Inilah suara Tjen Tjen. Tubuhnya yang kecil ramping
itu tiba di depan Tong Leng. dilihatnya Tong Leng tengah
menyerang Tjiu Piau. Tidak banyak pikir lagi diserangnya
Tong Leng dari samping. Hal ini di luar perkiraan Tong Leng.
Ia menjadi heran dan mana datangnya bocah perempuan
ini!" Waktu inilah dipergunakan orang tua itu untuk membuka
jalan darah Siauw Sie seng. Hal ini mengubah jalannya
pertandingan. Sepihak Tong Leng tambah Mau San Djie Hao. Sepihak
lagi orang tua berambut putih, Toa Sie-seng, Siauw Sie
seng tambah Tjiu Piau. Kini pihak Tjiu Piau menang di atas
angin. Sebaliknya Tjen Tjen tidak ke sana kemari. Apa yang
dilakukan demi kesenanganya saja. Nanti Tong Leng
diserang, sewaktu waktu Siauw Sie seng dan Toa Sie-seng
dihantamnya. Nanti Tjiu Piau, dibantu, sebaliknya nanti
Tong Leng dibantu. Sehingga medan perKelahian ini aduk
adukan tidak keruan macam.
Orang tua dan kedua Sie seng itu, semula tak
mengandung niat lama lama berkelahi. Tapi disebabkan
tertangkapnya Siauw Sie seng, baru perkelahian
dilangsungkan dengan mati matian. Kini Siauw Sie
seng sudah tertolong. Kalau terus berkelahi, orang orang
Ban Liu Tjung yang banyak jumlahnya itu, bisa meluruk
datang. Hal ini tidak diingini mereka. Dari itu mereka ingin
segera menyingkir. Orang tua itu bergerak mendesak Tong
Leng mundur. Toa Sie seng berbisik pada Tjiu Piau. "Kawan
turutlah kami berlalu!"
Maksud orang tua ini sudah diketahui Djie Hoo. Dari itu
62 diserangnya Toa Sie seng dengan hebat, sedikit juga tidak
diberi kesempatan untuk mengangkat kaki. Walau pun ilmu
kedua orarg mi lidak memadai Toa Sie seng. Tapi mereka
menang pengalaman dan kelicikan, sehingga tak mengalami
sedikit rugipun. Siauw Sie seng walaupun mengeluarkan
ilmu silat dari perguruan kelas utama, tapi masih kurang
latihan. Dari itu DjieHoo selalu menghatam Siauw Sie seng
ini bertubi tubi. Hal ini membuat Toa Sie seng repot
menolongnya sebab ini keadaan Djie Hoo untuk sementara
berada di atas angin.
Toa Sie seng sesudah berhasil mematahkan beberapa
serangan lawan. Segera mengetahui apa yang dikehendaki
lawan. Dari itu dibiarkannya Pek Hoo menyerang Sie seng.
Sekali kali ia tak menolongnya, sebaliknya kedua
kepalannya dikerahkan dengan mendadak menyerang Hek
Hoo. Hek Hoo mengubah ilmunya untuk menangkis, Kedua
kakinya berputar tak henti hentinya nanti maju nanti
mundur, ke kanan dan ke kiri, tubuhnya menggeleyot ke
kiri bergoyang ke kanan. Dan tangannya terus mengubahubah ilmu silatnya. Sebentar benar benar menyerang,
kemudian hanya menggertak saja, orang yang melihat
ilmunya ini menjadi berkunang kunang dan tak dapat turun
tangan! Inilah ilmu ciptaan Djie Hoo yang dinamai Hoo Po
Kun (oukulan rase bergerak) Ilmu ini demikian licin dan
membingungkan sesuai dengan adat rase yang licik dan
licin. Toa Sie seng mengawasi permainan Hek Hoo sambil
menantikan ketika untuk menyerang letak kematian lawan.
Hek Hoo sebaliknya mengawasi keadaan di belakang Toa
Sie seng. "Bagus" serunya tidak keruan-ruan. Toa Sie seng mengira Pek Hoo sudah berhasil dalam serangannya hatinya
menjadi kuatir adiknya mendapat luka buru buru ia
berpaling. Sekali berpaling ini. artinya ia sudah kena
perangkap bulus Hek Hoo Ketika yang baik ini tidak disia
siakan Hek Hoo. tubuhnya melompat.tangannya terangkat
seperti penggaruk mencakar Toa Sie-seng dari belakang.
Toa Sie-seng merasakan punggungnya sakit dan perih.
Dengan segera tenaga dalamnya dikirim, tubuhnya
63 dibungkukkan dan dibantingnya musuh. Hek Hjo tidak
bersiaga atas ini, tak ampun lagi tubuhnya kena dilempar
beberapa tumbak jauhnya. Toa Sie seng punggungnya
sudah ditandai lima gores tanda darah.
Waktu ini orang tua itu sudah berhasil mendesak Tong
Leng Hweesio sejauh dua tumbak. Segera ia berbalik badan,
diserangnya Pek Hoo taK berani menyambut serangan
lawan, lekas lekas ia mundur. Dengan demikian ketiga
orang itu berhasil membebaskan diri dari libatan lawan.
Tubuhnya susul menyusul melesat masuk ke dalam
tumpukan orang-orangan batu Tjiu Piau tidak bisa lari,
sebab dipegangi Tjen Tjen. "Kau mau pergi main ke mana?"
tanyanya tanpa curiga. Tjiu Piau tidak menjawab, Saat
inilah dari dalam goa datang suara keras. "kawan-kawan
kalau sudah datang, untuk apa tergesa-gesa berlalu!"
Louw Eng menunjukkan diri paling depan. Hal ini
membuat Tjiu Piau terkejut. Sedangkan tiga orang yang
mengajak berlalu sudah hilang dalam tumpukan batu.
Memikiri dirinya yang sendirian saja, mau tak mau merasa
gentar. Fajar sudah menyingsing di ufuk timur, sinar
keemas emasan membawa kehidupan itu menerangi muka
Tjiu Piauw. Louw Eng yang berdiam dari tempat agak gelap
menatap wajah pemuda ini. Seolah - olah matanya itu
melihat kembali wajah Tjiu Tjian Kin yang sudah meninggal
dua puluh tahun lamanya. Hatinya diliputi bermacam
macam rasa bimbang. Dan tidak tahu harus bagaimana
menghadapi pemuda yang berada di depan matanya"
Walaupun Ouw Yu Thian sudah menerangkan, bahwa
pemuda ini adalah keponakan dari Tjiu Tjian Kin. Tapi dalam
batin Louw Eng sudah memastikan pemuda ini adalah anak
dari Tjiu Tjian Kin.
Inilah orang yang sepuluh tahun lebih lamanya
dikerarg dan dicarinya. Dari itu biar bagaimana tidak boleh
dilepas lagi. Hatinya sudah mengambil keputusan dengan
cepat. Ia menindak melalui orang orang yang berada di situ,
menghampiri ke dekat Tjiu Piau.
Tjiu Piau walaupun tidak dapat memastikan Louw Eng
64 sebagai pembunuh dari ayahnya. Tapi entah bagaimana,


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajah Louw Eng ini menimbulkan kesan tak menyenangkan
untuk dilihat. Kedua pasang mata beradu dalam pandangan.
Tjiu Piau hatinya berdenyut terlebih keras dari biasa. Ia
merasakan orang yang berada di depannya ini adalah
manusia yang menjemukan. Tak terasa lagi, ia
menggentakkan tangannya yang dipegang Tjen Tjen dan
mundur beberapa tindak ke belakang. Atas ini Tjen Tjen
menjadi gusar. Mendadak tangannya bergerak melepaskan
tambang Niatnya melibat kedua kaki Tjiu Piuu. Tjiu Piau
tidak memandang, mata atas hal ini, Kakinya perlahan
melompat ke atas. Dua butir batu secepat mungkin menuju
kemata Tjen Tjen. Louw Eng maju melindungi puterinya,
dua butir batu itu dengan mudah diraihnya dari udara.
Menyusul tangan kirinya maju menyerang bagian bawah
Tjiu Piau. Satu tenaga gencetan yang keras dirasakan Tjiu
Piau menyesak dada. Untuk menghindarkan ini, kembali ia
mencelat lagi. Begitu tubuhnya terangkat naik, sebuah
tubuhpun membayangi dan melebihi tinggi tubuhnya. Itulah
Louw Eng. yang berhasil melebihi tubuh Tjiu Piau.
Tangannya terbentang, kakinya ditekuk tak berdaya seperti
seekor elang raksasa. Seketika itu Tjiu Piau merasakan
tubuhnya seperti seekor burung gereja yang tengah
dijadikan korban keganasan elang lapar itu.
Jilid 3 Tjik Piau turun dengan cepat, Louw Eng merapati
tubuhnya dengan cepat pula. Tangannya hampir dapat
mencengkeram tengkuk Tjiu Piau. Tjiu Piau dengan cepat
mengeluarkan ilmu Wo Liong Toh Tju (naga rebah
menyemburkan mustika) tubuhnya berbaring, tangannya
melepaskan enam butir batu menghajar bayang bayang
hitam yang akan menerkam itu.
Ilmu Louw Ecg itu bernama Ngo Eng Pu Tjiok (Elang
lapar memburu pipit) sekali kali jarang mengalami
kegagalan. Tak terkira tak terpikir, bisa menerkam angin.
Lebih - lebih kagetnya dalam keadaan dengan butiran
65 butiran batu. Tubuhnya yang masih berada di uiara tak
dapat megegos hanya dapat dimiringkan. Dengan jalan ini
tiga butir batu dapat dihindarkan ke samping. Tangannya
berhasil menangkap dua butir, sebutir lagi tepat mengenai
tangan kanannya. Sedikit rasa nyeri dinikmatinya. Hal ini
membuat Louw Eng kaget sekali, la diam terpaku sambil
mengusap-usap lengannya yang kena batu itu. Louw Eng
merasakan sesuatu yang gaib. Kejadian delapan belas
tahun di Oey San seperti terulang kembali dalamkelopat
matanya. Bedanya tahun dulu lengannya kena Bwee Hoa
Tok Tju, kini hanya kena batu kecil. Tapi yang lainnya
semua serupa semata-mata. Ilmu senjata ranasia ini, gerak
dan jurusnya satu persatu serupa belaka. Pemuda ini tak
diragukan lagi pasti puteranya Tjiu Tjian Kin. Orang yang
delapan belas tahun dicari-cari, kini berada di depan mata!
Louw Eng sudah tahu harus bagaimana berbuat. Dari itu ia
tersenyum, senyuman yang misterius ini membuat orang
merasa tak keruan rasa!
Tjiu Piau berdiri bengong, tak mengira sama sekali,
bahwa serangannya dapat mengenai seorang lawan yang
demikian targguh.
Diam diam tangannya sudah siap menantikan segala
kemungkinan dengan Bwee Hoa Tok Tjunya. Hatinya
menjadi besar atas hasilnya tadi Sehingga keraguannya
hilang sebagian besar. Pikirnya, bahwa ia masih dapat
mengadu jiwa dengan jago kelas wahid!"
Senyum Louw Eng masih belum pudar, ia berkata. "Tjit
djie." (keponakan) katanya, "kau adalah keponakan dari Tjiu Tjian Kin, dari itu dengan sendirinya menjadi
keponakanku juga. Kau tahu delapan belas tahun lamanya
aku ingin bertemu muka dengan putera dari kakak Tjiu
Tjian Kin. Kini baru bertemu denganmu saja hatimu sudah
merasa girang sekali. Tit djie biar bagaimana kau harus
berdiam di sini untuk beberapa hari lamanya, sekedar untuk
melepaskan kerinduanku kepada kakakku almarhum. Dari
itu kau jangan merasa asing lagi berdiam di sini. Kau akan
mendapat perlakuan seperti anakku sendiri."
66 Louw Eng berkata kata disertai gerak gerik yang penuh
kecintaan. Saat ini matanya membayangkan sinar welas
asih dari seorang itu. Hal ini membuat Tjiu Piau menjadi
terbaru. Tak terasa lagi kakinya melangkah setindak
setindak, tiba tiba ia menubruk ke dalam rangkulan Louw
Eug sambil berseru : "Siok siok"
Dalam sekejap mata, pemuda yang sedari kecil
kehilangan akan kasih ayahnya ini merasakan kehangatan
waktu mendengar perkataan Louw Eng. Dalam hayalnya itu
sang pemuda menganggap Louw Eng adalah orang yang
terdekat dari ayahnya. Air matanya membanjir di kedua
kelopak matanya dan mengalir membasahi kedua pipinya
Tak tertahan lagi akan kesedihannya, ia berseduh sedan
sepuas puasnya.
"Apakah kau Tjiu Piau Tit djie yang selalu menjadi buah
pikiranku siang danmalam?" tanya Louw Eug lemah lembut.
"Siok siok memang benar aku adalah Tjiu Piau," jawab
Tjiu PiaU sambil mendongakkan kepalanya memandang
Loung Eng. Ahhhhb sebuah senyum iblis memenuhi ruang
matanya. Tjiu Piau seperti tersadar dari impian manis!
Tubuhnya seperti diguyur air dingin! Perlahan lahan
lengannya melepaskan Louw Eng, kakinya mundur
beberapa langkah Keadaan menjadi hening dan sunyi,
pasangan-pasangan mata berputar dengan tak wajar.
Mereka menantikan jawab. Untuk menghilangkan suasana
yang janggal ini. "Hei kawan!'* suara mendatang
memecahkan kesunyian, "jagalah diri baik baik! Lain waktu
kita berjumpa pula." Suara itu datang dari tumpukan batu
batu aneh berbentuk orang. Tjiu Piau buru buru menoleh ke
arah suara datang. Pada waktu inilah matanya melihat dua
benda putih melayang datang. Tjiu Piau menangkap senjata
rahasia itu dengan kedua tangannya.
Louw Eng melihat ke angkasa yang luas sambil berkata:
"Surya sudah menunjukkan diri, siapa yang bersedia masuk
ke dalam untuk mengundang beberapa kawan itu?"
"Tumpukan batu batu ini demikian gaibnya, meski sudah
terang tanah, tapi tak boleh sembarangan masuk. Kalau
67 kalau diserang musuh secara menggelap. Cukup kita jaga
dari luar saja. Di mana ada gerakan di situ kita rintangi
dengan cara ini jangan kuatir mereka dapat melarikan diri!"
kata salah satu dari Mau San Djie Hoo.
Louw Eng menggangukkan kepala membenarkan. Pek
Hoo dan Hek Hoo menjelat naik di batu tinggi yang
berdekatan dengan tubuhnya. Matanya celingukan ke dalam
batu, gerak-geriknya tak ubahnya seperti rase yang jahat.
Tjiu Piau mengambil dan memegang senjata rahasia
yang bersinar putih itu, benda itu demikian lemas. Kiranya
tak lain tak bukan adalah dua sobekan kain. Benda itu
dipegangi terus sedari tadian. Kini baru dapat dilihatnya,
waktu orang-orang Louw Eng sibuk dengan orang-orang
yang berada di dalam tumpukan batu. Waktu dibuka kain
itu berhuruf yang mengejutkan Tjiu Piau bukan alang
kepalang. Dua carikan Kain itu bertulisan: "Tamu menanti
malam Tiong Tjiu bulan delapan." "Peristiwa Oey San
membawa dendam bagi lautan." Huruf-huruf itu merah
warnanya sebab ditulis pakai darah.
Tjiu Piau berpikir: "Dua Sie-seng itu Pasti putera dan
puteri Ong Pee-bo. Toa Sie-seng pasti yang disebut A Pang
semasa kecilnya. Siauw Sie-seng seharusnya anak
perempuan, kenapa menyampai anak laki-laki?" Bukankah
ia menyamar" Berpikir sampai di situ Tjiu Pilu bukan main
napsunya untuk segera mendapatkan kedua saudara Ong
itu. Pikirnya, ia akan saling berpelukan dan menangis
sepuas - puasnya!" Di samping itu bersama sama
merundingkan hal membalas dendam dan sakit hati. Ia
menyesali dirinya yang demikian bodoh ! Kenapa ia tak
menyadari sedikit juga, bahwa dua orang itu adalah
saudara-saudara dari keluarga Ong. Untuk mencarinya kini
sukar sekali. Demikianlah ia berpikir atas dirinya sendiri.
Sementara itu Louw Eng dan kawan-kawan masih tetap
mengurung batu-batu aneh itu untuk menjaga ke luarnya
Toa Sie seng, Siauw Sie seng dan orang tua itu. Misalkan
diketemukan pasti terjadi perkelahian yang hebat. Tapi
dapat dipastikan pihak orang tua itu akan menderita rugi,
68 sebab jumlahnya sedikit. Tjiu Piau sangat kuatir atas
keselamatan ketiga orang itu. Hatinya sudah mengambil
ketetapan, bila mana ketiga orang itu tertangkap, Bwee Hoa
Tok Tju pasti akan mengamuk untuk membantu mereka !!!
Tunggu punya tunggu matahari sudah jauh tinggi. Batu
batu yang gaib itu hilang kegaibannya di bawah sinar surya
yang panas itu. Sehingga keadaan di dalam dapat dilihat
dengan tegas. Tapi orang yang dinantikan itu tidak
kelihatan mata hidungnya. Djie Hoo meloncat turun.
"Tumpukan batu batu itu menjorok sampai ke kaki
gunung, sudah dapat dilihat dengan tegas! Tapi sungguh
aneh bayangan kedua orang itu tak kelihatan Sedangkan
gerakan gerakan juga tidak teriihat sama sekali! Apakah di
dalam tumpukan batu batu itu terdapat jalan di dalam
tanah"'' Mendengar ini parasnya Louw Eng agak kaku, tubuhnya
meloncat ke atas bata sambil mengawasi sekeliling.
Kemudian melompat turun dan jalan pulang. Orang-orang
mengikuti dari belakang. Semua kembali ke Ban Liu Tjung.
Tjen Tjen tidak segera berlalu, tapi ia naik sebentar ke atas
batu, kemudian berlari lari menyusul yang lain.
Di tengah jalan Tjea Tjen mengnampiri Tjiu Piau. Ia
berbisik: "Aku mengetahui bagaimana mereka meloloskan
diri. tapi semenetara waktu tak dapat aku menerangkan
kepadamu!" Baru Tjiu Piau ingin bicara. Suara Louw Eng
sudah mendahului
"Saudara-saudara harap datang lagi di Ban Liu-Tjung.
Aku masih mempunyai beberapa hal yang masih per!u
dirundingkan dan minta petunjuk petunjuk dari saudarasaudara." Ramai ramai orang kembali ke Ban Liu Tjung, semua
berkumpul di ruangan tamu. Sesudah semua duduk dengan
teratur. Louw Eng mulai membuka suaranya lagi.
"Kejadian hari ini sudah disaksikan saudara-saudara
sendiri. Yakni Ban Liu Tjung mempunyai jalan di dalam
tanah, yang dapat berhubungan ke luar. Sedangkan mulut
69 goa ini t'dak jauh letaknya dari tumpukan-tumpukan batu
batu aneh. Pada siang hari batu batu itu kelihatannya biasa
saja. Sebaliknya batu batu itu menjadi tempat
persembunyian yang baik di kala malam. Malam tadi
kedapatan orang di dalam goa. Ini semata mata bukan
karena orang orang itu salah jalan dan masuk ke sana!
Orang orang itu menjadi seteru kita yang berbahaya. Orang
orang itu pasti mempunyai bagian dalam pertemuan Tiong
Tjiu di bukit Oey San. Karena demikian kita harus terlebih
waspada!" "Mau San Hek Hoo berkata: "Menurut hematku, orang itu
sudah lama dan sering masuk ke dalam terowongan itu
untuk mencuri dengar rahasia kita. Hari ini kalau bukan
Tjen Tjen mendahului masuk ke dalam, pasti mereka
menyusup dan mendengari rahasia penting kita. Dapat
dikatakan kita masih mujur, bahwa mereka belum
mengetahui sesuatu apa yang kita percakapkan." Louw Eng
mengangguk anggukkan kepalanya mendengar keterangan
Hek Hoo itu. Tiang Bin Kau Tam Tjiu Liong, biasanya sangat pendiam
tak banyak berkata kata, kinipun mengeluarkan pendapat.
"Mengenai Liong Hong Siang Kiam Kek (kedua pendekar
pedang Naga dan Merak) yang demikian berani menyatroni
istana dan meninggalkan surat, ini membuktikan bahwa
mereka bukan orang yang sembarangan! Mungkin mereka
sudah menghimpuni orang orangnya untuk menyelidiki kita,
Tiga orang yang masuk ke dalam tumpukan batu batu,
bukan lain dari pada penyelidik dan sepion mereka."
Louw Eng manggut-manggut mendengar ini seraya
berkata. "Ban Liu Thun sebenarnya kita pergunakan untuk
menyelidiki gerakan gerakan orang orang Kang ouw Siapa
kira sebaliknya kita yang kena di selidiki musuh!" kata kata ini memerahkan selebar muka Ouw Yu Thian. Louw Eng
mengawasi kesemua, mendadak ia berdiri dan berkata lagi ;
"Terhadap hal ini masih adakah pendapat pendapat yang
berharga dari saudara saudara?"
"Kami mempercayai dan menyerahkan semuanya kepada
70 Toako!" jawab mereka serentak.
Suasana menjadi hening seketika, sedikit suarapun tidak
ada. Louw Eng melanjutkan lagi perkataannya:/'Rapat
rahasia diOey San tinggal beberapa bulan lagi. Sebenarnya
masih ada waktu untuk berpikir guna menghadapinya. Tapi
dengan adanya kejadian kemarin malam. Nyata dan tak
perlu di sangsikan lagi, pengacau pengacau itu sudah
bertekad untuk mengadu kekuatan dengan kita. Kita harus
ingat, semenjak tentara Tjeng kita masuk ke wilayah Tiong
Goau. Orang orang gagah dari dunia Kang ouw sudah dua
puluh tahun lamanya tidak mengunjukkan diri. Andaikata
pengacau pengacau itu berserikat dengan mereka. Hal ini
harus dipikirkan secara mendalam. Tak usah dikatakan lagi
saudara saudara yang berada di sini adalah orang orang
gagah kelas utama. Tapi untuk merebut kemenangan
secara meyakinkan, yang rendah berniat mengundang
seorang berilmu yang luar biasa."
Sebenarnya kepandaian Louw Eng sudah sampai di batas
sempurna. Biasanya menganggap dirinya yang terpandai,
sehingga dimatanya tak ada yang dipandang. Tapi kini
mengeluarkan pernyataan yang demikian. Membuat para
hadirin merasa heran bercampur cemas. Mereka sadar
pertemuan Oey San kali ini hebat adanya. Musuh musuh
pasti terdiri dari orang orang berilmu tinggi.
Tong Leng berpikir di dalam hati: "Terhadap bocahnya
saja aku agak kewalahan, apalagi kelak?" Menikir sampai di
sini hatinya menjadi deg degan. Louw Eng berkata pula:


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

''Ban Liu Tjung tidak berjauhan dengan Oey San, cocok
untuk kita berkumpul. Bocah tadi sungguh tak kenal mati,
keberanian datang memenyelidiki kita. Dari itu kita harus
memburu mereka. Untuk membalikkan keadaan kita di
pihak menyerang. Untuk membereskan hal ini kuserahkan
pada saudara Ouw."
"Legakan hati Tjako, hal ini dapat kami lakukan dengan
sempurna," sahut Ouw Yu Thian dengan penuh keyakinan.
"Jangan memudahkan sesuatu hal dengan begitu saja!"
kata Louw Eng memperingati. "'Saudara-saudara mungkin
71 agak heran melihat keadaanku hari ini. Menang dalam hal
ini aku terlalu hati-hati! Inikah yang mengherankan" Hal ini
tidak dapat kujelaskan sekarang. Tunggulah pada saatnya!
Yang perlu saudara saudara ketahui ialah, tersebarnya
jaring jaring sepion musuh untuk menyelidiki kita.
Dari itu cucu kura-kura itu harus pula kira awasi. Kendati
demikian saudara saudara tidak perlu kuatir, sebab
kemenangan pasti di tangan kita. Dalam beberapa bulan ini
aku akan mengadakan perjalanan ke Kwan Tong guna
mengundang Hek Liong Lo Kway (Naga hitam yang gaib)
untuk membantu kita. Bukankah dengan cara ini
kemenangan pasti terjamin secara mutlak?" Kata-katanya
habis ditutup dengan suara tertawa yang aneh.
Orang banyak menjadi heran lagi. Mereka masing masing
berpikir: "Mungkinkah Hek Liong Lo Kway masih hidup?"
Mendengar kata-kata Louw Eng, seolah-olah
hubungannya dengan Hek Liong Lo Kway erat adanya. Tapi
hal ini belum pernah didengar dan diketahui orang.
Perundingan selesai keputusan sudah diambil.Yakni
bagaimana menyelidiki lawan, bagaimana mengundang
kawan, semuanya sudah diatur dengan baik untuk
menghadapi pertemuan Oey San.
Tjiu Piau yang berdiri di samping, hatinya merasa cemas.
Keringat dingin membasahi sekujur badannya. Berbagai
pertanyaan timbul dalam hatinya: Di Oey San kelak akan
terjadi pertempuran dahsyat yang bagaimana" Siapakah
Liong Hong Siang Kiam Kek itu" Kenapa dua pendekar itu
memberi tahu rapat Oey San ini kepada raja" Apakah rapat
Oey San yang dimaksud mereka adalah rapat Oey San yang
akan dihadirinya sendiri" Atau rapat lain lagi" Tapi yang
pasti rapat Oey San kali ini akan menerangkan dan
memberi jawaban tentang kematian ayahnya secara terang.
Sementara itu para hadirin sudah meninggalkan
tempatnya masing masing, Tjiu liau pun bangkit berlalu.
Sebelum itu Lauw Eng sudah membuka mulut. "Tjiu Tit djie,
harap jangan berlalu dulu." Tjiu Pau merasa kaget, entah
72 apa yang menyebabkan Louw Eng menahannya. Sesudah
Louw Eng mengantar para tamu segera merapatkan daun
pintu. Dihampirinya Tjiu Piau, dijabat tangannya dengan
erat. Sedangkan air mata buayanya menggenangi kedua
kelopak matanya.
"Tit djie, delapan belas tabun lamanya aku mencari dan
merindukan kau siang dan malam. Banyak kata kata
memenuhi dadaku, baiklah nanti perlahan lahan kita
bicarakan. Sebaliknya adakah sesuatu pertanyaan dalam
hatimu" Silahkan kau bertanya sekaranng."
Mendapat kesempatan ini Tjiu Piau jadi berpikir.
"Sesuatu pertanyaan yang menyesak dada, kiranya sudah
tiba waktunya kuketahui," Diberanikan dirinya ujcuk
bertanya. "Louw Siok siok, dapatkah kau ceritakan perihal
kematian ayahku dengan sejujur jujurnya?"
Louw Eng sudah menduga bakal mendapat pertanyaan
ini. Tanpa berkata kata digulung lengan baju kanannya. Di
situ tertera dengan tegas setangkai bunga bwee. Inilah
peninggalan Bwee Hoa Tok Tju keluarga Tjiu. Tjiu Piau tidak
mengerti maksud Louw Eng, Akhirnya Louw Eng merunjuk
tanda itu sambil berkata. "Inilah tanda peninggalan dari Tok Tju, tentu kau kenal bukan?" suara mi demikian halus di
ucapkannya, sedikitpuu tak mengandung nada kebencian.
Tjiu Piau menganggukkan kepalanya. "Yah, Tit dje kenal."
"Racun dari Tok Tju Keluarga Tjiu, tak ada duanya di
dunia ini. Barang siapa terkena, hanya keluarga Tjiulah
yang dapat menolong dengan obat pemunah buatan
mereka. Tapi kalau sejam kemudian sesudah terkena, obat
keluarga Tjiupun tak ada gunanya. Betulkah demikian?"
Mendengar ini Tjiu Piau manggut lagi. Di samping itu
hatinya kembali berpikir. "Louw Eng kena racun tapi tidak
mati, tentu seketika juga mendapat obat penawarnya. Obat
pemunah itu hanya berada pada ayah dan hanya ayah pula
yang mengetahui cara menggunakannya. Louw Eng
mendapat kesembuhan pasti mendapat pertolongan dari
ayah. Kalau demikian jadinya, sampai matinya ayah masih
menmpunyai hubungan yang baik dengan Louw Eng. Dari
73 segi ini dapat dipastikan pembunuhan dari ayah adalah
orang lain!" memikir sampai di sini hatinya menjadi panas.
Ia berhasrat mengetahui pembunuhan ayahnya dengan
cepat.Di balik itu kau karena ia seorang yang berhati polos.
Apa yang terkandung dalam pikirannya, semua
digambari dalam wajahnya dengan terang. Dari wajah
curiga sampai ke percaya dari percaya menjadi gusar,
semua perubahan ini nyata dan tegas. Louw Eng melihat
perubahan ini dengan tenang. Sebab kata-kata dari Louw
Eng di atas itu bermaksud untuk menarik kepercayaan Tjiu
Piau semata-mata. Sebelum Tjiu Piau membuka mulut Lou
Eng sudah melanjutkan lagi kata katanya: 'Delapan belas
tahun berselang, kami berempat memenuhi permintaan
Wan Tie No untuk menghadiri rapat Oey San. Hal ini tentu
kau sudah ketahui. Sesudah rapat berjalan, kami sadar
bahwa diri kami ini sudah masuk perangkap tipu keji Wan
Tie No. Tak banyak cerita lagi pertarungan terjadi ketika itu
juga. Tak kira Wan Tie No demikian lihay. Kekuatan
bergabung dari kimi berempat hanva dapat mengimbangi
kekuatan Wan Tie No seorang. Pertarungan bei jalan
dengan hebatnya, tiba-tiba ayahmu terpeleset jatuh,
menggunakan kesempatan ini Wan Tie No mengirimkan
pukulan beSinya!"
"Aiihh!" seru Tjiu Piau tanpa terasa.
Louw Eng melanjutkan lagi kaca-katanya: "Dengan
nekad dan tak menghiraukan nyawaku lagi, kutubruk
punggung Win Tie No, demi keselamatan dari ayahmu.
Entah bagaimana mendadak Wan Tie No meloncat menjauhi
diri" Tidak tahunya ayah mu sambil merebahKan diri
melepaskan Tok Tju, aku tak dapat menghindarkan diri lagi.
lengan kananku tak ampun lagi kena dilukai Tok Tju."
Louw Eng berhenti sebentar untuk menyeka air matanya,
"kalau kuingat kejadian ini hatiku merasa sedih dan hampa.
Ayahmu melihat aku roboh lekas lekas membanguni aku
serta memberikan obat penawar racun dan menitahkan aku
harus bagaimana memakainya. Karena sedikit ini, Wan Tie
No berkesempatan pula untuk mengirimkan pukulan
74 mautnya secepat kilat pada ayahmu. Ah pukulannya itu
demikian ganas, ayahmu terpental sejauh dua tumbak dan
tergelincir ke dalam jurang." Bicara sampai di sini Louw Eng menarik napas sambil mengelah. "Duhhh, apa gunanya
hidup di dunia dengan kehilangan saudara yang kucinta"
Kata kata ini membuat Tjiu Piau mengeluarkan air
matanya secara deras. "Tak nyana pembunuh dari
mendiang ayahku kiranya benar benar Wan Tie No adanya,"
pikir hatinya. Mulutnya sudah hampir bergerak untuk bicara
Tiba tiba sekali dari luar terdengar tertawa dingin. "Louw
Eng lidahmu sungguh beracun!"
Suara ini datang dari atas pohon. Louw Eng mengenjot
tubuhnya mencelat bagai alap alap menerjang wuwungan
rumah. Krakkkk atap rumah hancur menjadi sebuah liang.
Cepat sekali Louw Eng sudah berdiri tegak di atas genteng.
Tjiu Piau meloncat melalui liang itu. Sementara itu pohon
liu di paviliun timur turun naik bagai ombak. Di ujung
ranting tampak dua tubuh orang. Mereka terdiri dari
seorang anak laki - laki dan seorang anak gadis. Usia
mereka lebih kurang tujuh-delapan belas tahun. Mereka
berpakaian yang singset dan pas. Caranya berpakaian ini
bukan main gagahnya. Yang laki laki beralis kereng,
bermata seperii macan, berapi-api penuh semangat. Yang
gadis serupa benar dengan raut wajah yang laki laki. Hanya
gerak-geriknya lebih ayu, Begitu Tjiu Piau melihat mereka,
hatinya tergerak, ia berkata di dalam hati: "Kalau
pemandangan indah mempunyai sukma, pasti sukma itu
masuk di tubuh mereka. Gagahnya cantiknya, manisnya,
segalanya, berkumpul menjadi satu di tubuh mereka."
Louw Eng lebih terkejut lagi. Dalam matanya kedua
muda mudi ini mempunyai paras welas asih yang sudah
dikenal betul, entah di mana rasanya pernah bertemu. Yang
lebih mengherankan, ranting - ranting pohon liu ini
demikian halusnya. Tapi kedua bocah yang masih ingusan
ini, mempunyai ilmu mengentengkan tubuh yang demikian
mengagumkan. Mereka dapat berdiri dengan seenaknya di
ranting yang kecil itu. Kepandaian ini dapat dikatakan sudah
75 sampai di batas yang sukar diselami. Angin bertiup datang
pohon pohon itu bergerak gerak, mereka dengan anteng
mengiKut alunan dahan dahan itu turun naik tanpa
bergerak gerak!
Tanpa berkata kata lagi Louw Eng menghunus pedang.
Kedua tangannya masing-masing memegang sebilah. Kedua
pedang mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata. Pada
pedang itu tertera ukiran burung hong dan naga. Tjiu Pau
menjadi terkesiap hati nya melihat pedang pedang ini.
orang mengenal kepandaian Louw Eng sudah jarang
tandingan. Orang orang Kang Ouw sangat menyeganinya.
Biasanya untuk menghadapi lawan jarang sekali
menggunakan senjata. Tapi hari ini begitu ketemu dua
orang budak ini, entah bagaimana hatinya. Mungkin
dikarenakan gentar" Lebih lebih ia menghunus pedang
untuk menghadapi bocah bocah! Hal ini sebelumnya belum
pernah terjadi Kedua anak muda itu, begitu melihat Louw
Eng menghunus pedang. Matanya tak henti hentinya
mengawasi pedang itu sambil berbisik bisik. Ketawa dingin
ke luar dari mulut pemuda itu: "Louw Eng kau jangan
kuatir, hari ini kami kakak beradik tak mau berkelahi
denganmu, ingat saja hutangmu pada kami, pada suatu hari
harus kau lunaskan. Sebenarnya hutangmu pada kami
sudah terlampau banyak, pedang Liong dan Hong yang kau
pegang itupun harus dibayar kembali kepada kami, tapi
tidak sekarang. Yang penting hari ini dengarlah sepatah
kataku. Jangan mendustakan orang, jangan terlampau
banyak membuat kejahatan!"
Habis bicara matanya melirik pada Tjiu Piau. "Kawan
yang baik, jangan sembarangan percaya pada mulut orang.
Kau harus dapat berpikir secara mendalam, untuk mem
bedakan mana kawan mana lawan. Semoga kau dapat
berlaku terlebih hati-hati Untuk hari hari yang akan
datang." Louw Eng tidak menantikan orang bicara habis, tubuhnya
sudah melesat seperti anak panah. Masuk ke bawah pohon.
Sinar pedang berkelebatan bulak balik, tujuh delapan
76 cabang liu berbareng putus menjadi dua. Menyusul suara
ambruk dahan dahan itu susul menyusul jatuh di bumi.
Kedua muda mudi itupun mengikuti cabang liu turun
hinggap di bumi tanpa kurang sesuatu apa. Sinar pedang
berkelebatan lagi sambil membawa angin yang menderuderu, cepatnya seperti kilat menyerang dua anak muda itu.
Kedua orang itu hanya mengegos egoskan badannya, tanpa
menderita luka. Juga tidak melawan. Pemuda itu berkata
lagi dengan dingin: "Louw Eng kami tidak mau melawan
hari ini, tunggulah nanti. Atas ini kami minta maaf dan
mohon pamit!"
Dua orang itu dengan sebelah tangan memegang cabang
liu, sesudah itu dengan berbareng membal ke atas.
Sesampai di atas pohon mereka melompat lompat dengan
cepat dalam sekejap mata segera hilang dalam pandangan
mata! Lou Eng berdiri di tanah dengan gemas sambil berpikir:
"Kedua pemuda itu pasti, adalah orang yang menyatroni
istana. Aku menjelma menjadi enghiong (orang gagah)
mana mau dipermaini mereka. Biarlah dalam Pertemuan di
Oey San nanti akan kutangkap mereka hidup hidup untuk
melampiaskan kedongkolanku hari ini!"
Kegaduhan ini membuat orang orarg Ban Liu Tjung budal
semua. Tapi mereka datang kesiangan karena Liong Hong
Siang Kiam Kek siang siang sudah menghilang. Apa yang
terlihat mereka hanya cabang cabang pohon liu
bertumpukan di samping tubuh Louw Eng. Melihat lagi pada
cabang cabang liu yang halus bergoyang-goyang ditiup
angin, mereka tak menduga ada orang bisa hinggap di
atasnya. Tak sadar lagi mereka saling pandang memandang
pada kawan kawannya dengan penuh pertanyaan.
Walaupun terjadi demikian, paras Louw Eng sedikitpun tidak
berubah. Akan hatinya siapa yang tahu" Dalam suasana
gaduh dan ribut, tentu saja Tjen Tjen tak mau ketinggalan
"Ada apa, ada apa," tanyanya pada Tjiu Piau.
Tjiu Piau tengah dilandai berbagai soal, mana mau
menghiraukan dia Tjeu Tjen menjadi uring-uringan. "Ayo
77 bilang, ayoo... bilang, bilang tidak! Awas yah kalau nanti
baru kau beritahu, sepatahpun aku tak sudi
mendengarnya!" Tanpa menunggu jawaban ia lari ke luar.
"Tjen Tjen ke mari kau!" panggil Louw Eng.
Tjen Tjen merandek, tanpa menoleh lagi ia menjawab:
"Ada apa ayah?"
"Tjen Djie, ayahmu lama tak mengajak kamu bermain
main. Sebenarnya ayah niat mengajakmu main main di
tempat yang indah dan permai Berjalan jalan di tempat
keramaian untuk membeli mainan. Makan-makan di rumah
makan. Coba kau katakan baik tidak"'' Tjen Tjen
kegirangan, kontan balik badan menubruk ayahnya. "Ayah,
betulkah ayah?"
''Pasti benar benar tapi kini ayah masih sibuk dan belum


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bisa menemani kau."
Tjen Tjen hatinya mencelos, harapan muluknya menjadi
buyar seketika. "Eummm, tuh dibohongi lagi, ayah gitu sih."
Low Eng bergelak gelak tertawa. "Lau Bok, lihat lagak
muridmu!" Peng San Hek Pauw Bok Tiat Djiu pun tertawa: "Kau lihat
anakmu, dari pagi menggerecok saja. Sampai hari siang
masih belum mengasih hormatnya kepada yang menjadi
guru!" Kedua orang lantas tertawa bergelak-gelak.
Tjen Tjen sedari kecil sslalu dimanja-manja. Kini ia masih
mangkel dan sedih atas janji palsu dari ayahnya. Ia diam
sambil ngedumel terus. Orang orang ada yang ikut ikutan
tertawa. Ada yang berpikir di dalam hati: "Bapaknya gelo,
pasti anaknya sableng!"
Louw Eag sengaja membuat suasana menjadi gembira,
semata mata untuk menghilangkan perasaan cemas dan
tegang para tamunya. Sesudah itu ia baru berkata: "Tjen
djie, ayahmu ingin mengurus sesuatu hal yang maha
penting, dari itu tak lama lagi akan meninggalkan Ban Liu
Tjung. Karena ini kau harus memperlakukan tamu istimewa
ini secara memuaskan. Temanilah dia bermain main, agar
78 hatinya tak merasa kesal, dapatkah kau lakukan?"
Tjen Tjen tahu ayahnya menyuruhnya menemani Tjiu
Piau. karena ini hatinya dongkol kembali. Dimonyongkan
mulutnya. "Tamu macam apa" Istimewa segala!"
"Ke mari, ini adalah saudaramu Tjiu Piau! Ia adalah anak
dari saudara angkat ayah yang bernama Tjiu Tjian Kin,
yakni yang sering sering kukemuKakan dan sebut sebut di
depanmu. Tak lain tak bukan dari Tjiu Piau adanya. Mulai
hari ini kau harus berkumpul, sama sama bermain dan
berlatih silat! Kau harus bersungguh-sungguh memanggil
Piau Koko!"
Mendengar ini orang banyak menjadi girang. Yang dicari
cari kini di depan mata. Didapat tanpa banyak membuang
tenaga. Lebih lebih Ouw Yu Thian girang nya bukan main.
"Toako, kiranya pemuda ini Tit djie Tjiu Piau. Berapa lama
dicari cari kini berada di depan mata, hal ini sungguh
menggirangkan. Untuk ini kita harus mengadakan malam
gembira untuk bersuka ria bersama sama!" kata Ouw Yu
Thian. Louw Eng tentu saja melulusi dan setuju.
Pada malam harinya Ban Liu Tjung menjadi ramai sekali,
tapi hal ini tidak perlu banyak diceritakan.
Semenjak itu orang orang di Ban Liu Tjung bersungguh
sungguh memperlakukan Tjiu Piau dengan hangat.
Sampaipun Tong Leng yang pernah merasakan batunyapun,
memperlakukannya secara mesra. Hal ini membuat Tjiu
Piau menjadi syukur dan senang. Beruntun beberapa hari
Louw Eng sering sering mencarinya untuk mengobrol, Tjiu
Piau takut ditanyai kenapa delapan belas tahun yang lalu
keluarganya melarikan diri dimalam buta" Juga takut
ditanyai keadaan sekarang Tapi sungguh heran Louw Eug
tak pernah menyinggurg nyinggung hal ini.
Hari ketiga Louw Eng berangkat pergi. Jago jago yang
berkumpul di Ban Liu Tjung pun satu demi satu berangkat
pergi ke tempatnya masing masing. Akhirnya tinggal enam
Kauw dan para pelayannya saja. Sebelum pergi Louw Eng
memesan pada Tjen Tjen agar ia menemani Tjiu Piau baik
79 baik, setengah bulan kemudian baru ia kembali lagi
Sebaliknya Tjiu Piau tidak menampik untuk tinggal sedikit
lama di Ban Liu Tjung sebab pertemuan Oey San masih
agak lama. Apalagi memikir pembunuh ayahnya sudah
meninggal, apalagi yang akan dibalasnya.
Satu dua hari kembali berlalu tanpa meninggalkan bekas.
Pada suatu hari sehabis bermain main Tjiu Piau merasa
lelah sekali, ia beristirahat dimalam sunyi dengan tenang.
Malam itu bulan tak menampakkan diri. Di cakrawala hanya
terdapat ribuan bintang yang berkelap kelip dengan adem.
Sambil memandang pada bintang bintang itu Tjiu Piau
berpikir: "Bintang bintang ini demikian banyaknya,
membingungkan saja untuk dihitung. Aku Tjiu Piau ingin
mencari saudara saudara dari keluarga Ong dan Tju, tak
ubahnya bagai ingin mencari beberapa bintang kecil tanpa
nama di antara lautan bintang. Entah kapan baru dapat
bersua. Ah sayang hari itu aku menyia-nyiakan ketika,
waktu berjumpa dengan dua saudara Ong. Dapatkah
kiranya aku bertemu dengan mereka sebelum malam Tong
Tjiu" Waktu berpikir sampai di sini, mendadak sekali dari
luar terdengar bunyi langkah-langkah kaki. Satu dengan
tindakan berat, satu dengan langkah ringan agaknya orang
orang itu terdiri dari dua orang.
Tjiu Piau buru buru bangun mencelat dari tempat
duduknya. Pikirnya penjagaan di Ban Liu Tjjng demikian
keras, kenapa dengan mudah kena dimasuki orang.
Jangan - jangan ada jago - jago datang menyelidiki lagi"
Lilin segera dikebut padam. Perlahan lahan ia ke luar pintu.
Terlihat dua bayangan orang, satu besar satu kecil. Dengan
lincah mereka masuk ke kebun liu. Dilihat dari bentuk
badannya. Siapa lagi kalau bukan saudara saudara dari
keluarga Ong. Tjiu Piau bergembira sekali Orang itupun
sampai ditembok luar. Kedua orang itu berbareng
melompati tembok. Tjiu Piau mengikuti jejak mereka.
Sesudah berada di luar masih tetap tak terdengar gerakan
apa apa dari dalam, hal ini membuat Tjiu Piau menarik
napas lega. 80 Tjiu Piau mengikuti kedua orang di depannya itu dengan
jarak yang terrentu. Kira kira sudah satu dua lie dilewati,
jalan selanjutnya sudah dikenal Tjiu Piau. Tak lain ialah
jalanan menuju ke tumpukan di mana terdapat batu batu
aneh. Yang besar berkata, perlahan pada Tjiu Piau: "Mari
kita bicara di dalam." Sesudah berkata tubuhnya, langsung
masuk ke dalam tumpukan batu-batu. Tjiu Piau mengikuti
terus. Di luar tahu ketiga orang ini. bayangan seseorang
mengikuti jejak mereka dari tadian, Orang ini gerakannya
sangat lincah dan gesit. Tapi agaknya acuh tak, acuh
kelihatannya. Siapakah dia" Oh bukan lain dari Tjen Tjen
adanya. Malam ini ia tengah bermain dengan kakak tuanya.
Tiba,tiba dilihatnya bayangan Tjiu Piau berkelebat lari ke
luar. Ia gemar bermain - main segera, diikutinya dari
belakang. Jalanan di Ban Liu Tjung sudah dikenalnya dengan baik.
Diri itu ketiga orang itu tak merasa dirinya dibuntuti sedari
siang siang Tambahan berkat tubuhnya yang ringan dan
lincah. Dia melihat ketiga orang memasuki batu-batu itu. Ia
sadar orang orang itu sudah mengambil kedudukan baik.
Yakni mereka dapat melihat ke luar tanpa dapat dilihat
orang dari luar.
Kiranya batu aneh ini, berantakan dan jadi sendiri. Tapi
sebenarnya teratur dengan rapi dan merupakan satu Tin,
Memang kalau dilihat sepintas lalu berserakan dan kalangkabut. Cobalah perhatikan dengan cermat dari utara ke
selatan, atau dari selatan ke utara. Terdapat dua baris batu
menjadi garis lurus yang saling menutupi. Kalau dari dua
baris batu ini berjalan kita dapat mengandalkan bentuknya
ini untuk bersembunyi.sehingga tidak diketahui orang. Tak
heran waktu dua Sie seng dan orang tua itu dapat
meninggalkan tempat ini tanpa meninggalkan bekas. Hal ini
Waktu itu juga sudah diketahui Tjen Tjen. Kemudian Tjen
Tjen datang seorang diri untuk mempelajari terlebih jauh.
Sehingga keadaan batu batu itu dikenalnya dengan matang.
81 Kini Tjen Tjen berpikir "Kebenaran sekali waktunya untuk
aku mencoba kegaiban dari batu batu ini." Dari itu ia
berputar ke utara dan dari sana perlahan, lahan masuk ke
dalam. Baru saja ia masuk bebe.apa tindak. Terdengar suara
orang bercakap cakap, seorang berkata perlahan-lahan.
"Peristiwa Oey San membawa dendam bagai lautan".
Mendengar ini Tjen Tjen buru buru bersembunyi, untuk
mendengarkan terlebih lanjut apa yang akan dipercakapkan
mereka. Terdengar Tjiu Piau menjawab: "Delapan belas tahun
hidup menanggung perasaan." Suara ini bernada gemetar.
"Ong Toako, Ong Moy-tju kalian bersembunyi di mana"
Kenapa tidak mau ke luar"
"Tjiu Heng teekah?" tanya orang itu.
"Benar, Siau tee bernama Piau. Mendiang ayahku adalah
Tjiu Tjian Kin." Sesaat kemudian baru terdengar pula orang
itu berkata, suaranya tetap perlahan. "Tjiji Heng tee kita
harus hati hati dari itu lebih baik kita bicara dengan cara
ini." Tjiu Piau pikir beralasan. "Ong Toako Siau tee sangat merindukan kalian, mengenai Tju Heng-tee apa ada
kabarnya?"
"Hal ini baru mau dilanjutkan kepadamu."
Tjiu Piau mercelos mendengar ini. "Habis bagaimana"
Moga-moga saja bisa bertemu dan berkumpul di Oey San."
"Yah, semoga demikian hendaknya."
"Ong Toako kini kalian tinggal di mana" Bagaimana
keadaan Pee-bo" Bertahun-tahun ibuku merindukannya!"
"Semua dalam keadaan sehat, ibukupun selalu
mengenang kalian. Entah di mana Siok bo kini berada?"
"Ibuku tinggal di Thian Bok San. Melewatkan hari depan
memetik daun obut-obatan."
Mendengar sampai di sini Tjen Tjen merasakan kenal
suara orang yang bicara dengan Tjiu Piau Sesudah diingat82 ingat terpikirlah bahwa orang ini adalah Pek Sek Sie seng
(Pelajar seratus lidah) yang bernama Ie Kim Wan. Binatang
ini kenapa datang ke sini untuk menipu orang" Hampir
hampir Tjen Tien tertawa atas' penipuan ini.
Ie Kim Wan mempunyai kepandaian yang melebihi orang
lain dalam hal memutar lidah. Yakni ia dapat meniru suara
segala macam burung, ternak dan binatang liar Hal ini
dapat ditiru asal ia sudah mendengar suara iru. Lebih-lebih
suara orang tak peduli perempuan atau laki laki dapat
ditirunya dengan baik sekali. Pagi itu, ketika dua kakak
beradik berkelahi dengan sengit dengan orang-orangnya
Louw Eng, Ie Kim Wan berada di dekat liang goa.
Percakapan antara kakak beradik itu didengarnya dan kini
ditirunya untuk menipu Tjiu Piau. Tambahan ia bertubuh
besar serupa benar dengan Ong Toa Sie seng. Entah dari
mana ia mendapat pembantu yang bertubuh kecil dan
serupa dengan tubuh Ong Siau Sie seng. Sehingga mereka
dapat menyamar demikian sempurna. Tjiu Piau tidak sadar
dirinya kena disengkilit orang. Demi untuk tidak diketahui
Tjiu Piau mereka mengajak bicara dengan terpisah. Ilmu
lidahnya demikian lihay tidak urung kena diketahui Tjen
Tjen yang cerdik.
Makin mendegar Tjen Tjen makin geli dan ingin tertawa.
Sebaliknya Tjiu Piau kian bicara kian serius, sehingga Tjen
Tjen mules dibuatnya, Beberapa kali ia riat ke luar untuk
membuka kedok orang. Tapi ia balik pikir. Biarlah dahulu,
dengari saja si Bocah Tolol itu akan mengeluarkan kata kata
apa lagi. Pek Sek seng bertanya pula: "Tjiu Hian tee, kapan kau
mau ke Oey San?"
"Sebenarnya aku mau terlebih pagi sedikit. Guna mencari
daya guna bertemu dengan Tjiu Piau. Tapi," orang itu agak
terkejut. "Bukan malam Tong Tjiu tapi sebelumnya bukan?"
"Toako kenapa lupa" Sebelum Tiong Tjiu adalah untuk
kita berempat berkumpul. Malam Tiong Tjiu menantikan
orang yang memberikan sajak itu." _"Oh yah aku lupa."
83 "Toako ini kenapa bohelo betul!" pikir Tjiu Piau di dalam hati. Sebelum percakapan mereka berlangsung pula.
Mendadak terdengar suara gemuruh menggelunggung bagai
gunung runtuh. Eutah bagaimana beberapa batu baru besar
berjatuhan roboh. Pecahan pecahan batu beterbangan.
Sesosok bayangan manusia muncul dengan tiba tiba. Kedua
tangannya mulai bergerak gerak memindahkan batu batu.
Membuat satu lirgkaran batu yang menyerupai sebuah
penjara kecil. Orang ini meloncat ke atas batu. menatap ke
bawah seperti harimau lapar. Perubahan ini terjadi dalam
sekejap mata sampat orang tak sempat berjaga. Tapi Tjiu
Piau tidak terkurung di pembuian kecil itu.
Baju orang itu bergeleberan disampok angin.
Dandanannya sangat keren tak ubahnya seperti anak
sekolah. Siapa lagi kalau bukan Ong Toa Sie seng" Tjiu Piau
kegirangan, ia melompat menghampiri. "Toako,aku di sini!"
"Tjiu Heng tee apa yang kau katakan barusan sudah
kudengar semua. Tapi orang yang bicara dengannu
bukanlah aku!"
"Habis siapa?"
Ong Toa Sie seng menunjukkan jarinya ke bawah. "Tuh
lihat!" Dua saudara Ong sejak mengetahui bahwa pemuda itu
Tjiu Piau adanya, segera memberikan kata kata dari sajak
itu. Mulai dari malam itu, siang malam mereka mencari
daya guna bertemu dengan Tjiu Piau. Tapi akalnya kandas
dalam penjagaan pagar manusia Ban Liu Tjung.
Malam ini mereka kembali datang berkeliaran di luar
kampung untuk menyelidiki keadaan. Pada waktu inilah
secara kebetulan dilihatnya dua bayangan terbang!
Menyusul terlihat lagi dua bayangan lagi, satu didepan satu
di belakang. Dua bayangan yang ke belakangan ini salah
satunya adalah Tjiu Piau. Kedua saudara Ong tanpa
membuang waktu membuntuti mereka dari belakang.
Mereka melihat bayang bayang itu masuk ke dalam
Tumpukan batu. Dua kakak beradik-pun masuk ke dalam
84 tumpukan batu batu aneh. Waktu inilah mereka mendengar
Je Kim Wan memalsukan dirinya dan menipu Tjiu Piau.
Gusarnya tidak tertahan. Dia diam dua saudara memberi
tanda. Sang adik mengawasi Tjen Tjen. Sang kakak segera
ke luar sambil mengeluarkan ilmu Tiu San Tjiang (pukulan
menggempur gunung) mengatur batu batu menjadikan
sebuah buaian kecil mengurung dua penipu itu.
Dua orang itu kaget mengalami perubahan yang tiba


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tiba. Dilihatnya musuh sudah berdiri dengan baik di tempat
yang menguntungkan. Dua orang inipun tak merasa
gentar.Masing masing menghunus senjatanya.
Senjata Ie Kim Wan adalah sebatang pipa vang lebih
panjang setengah kali lebih dari pada seruling. Di atas pipa
terdapat banyak liang besar dan kecil yang tidak serupa.
Entah apa runanya belum dapat diketahui. Yang menyamar
sebagai Siau Sie seng bersenjatakan sebilah pedang.
Pedang itu lain dan pedang biasa, karena di ujungnya bulat
mengkilap seperti mutiara. Kiranya orang itu adalah salah
seorang Tjit Kauw yang bergelar Tiat Diiau Kauw (Kauw
berkuku besi) bernama Hoo Pun. Seorang yang terkenal
sebagai ahli totok. Ujung pedang yang bulat itu khusus
digunakan untuk menotok.
Dua orang ini siang siang sudah mempunyai rencana
untuk menghadapi dua saudara Ong. Yakni mengambil
sesaat turun tangan terlebih dahulu. Sehingga tak
memperdulikan lagi aturan Kang Ouw yang tidak
memperbolehkan tingkatan tuan mencabut senjata terlebih
dahulu. Sebaliknya Ong Toa Sie seng mempunyai
perhitungan sendiri pula. Yakni ingin sekali gebrak
mengalahkan orang.
Ong Toa Sie seng segera mengeluarkan ilmu Hong Gwa
Lian Tjiang (ilmu bukit berantai) yang lihay. Mulutnya
berseru panjang, tubuhnya merupakan bayangan hitam
menyergap dari atas menindih datang. Kedua tangannya
membuat lingkaran besar berputar-putar. Jurus ini dinamai
Kie Hong Hui Lay ( puncak gaib terbang mendatang ).
Dalam lingkungan dua lingkaran yang dibuat mengeluarkan
85 angin yang menderu deru dengan dahsyat, tak ubahnya
seperti puncak gunung runtuh dengan bahana gemuruh
gugur ke bawah !
Si Lidah Seratus tertawa panjang, pipa besinya digigit di
mulut, tubuhnya berkelit kesamping, menghindarkan diri
dari serangan maut ini. Menyusul tangannya bergerak
mengeluarkan jotosan keras ke daju Ong Toa Sie seng.
Berbareng dengan jotosan mengiringi semacam suatu
gemuruh yang aneh seperti setan jejeritan. Suara ini
menusuk pendengaran dan membuat kacau pikiran si
pendengar. Sebenarnya Ong Toa Sie-seng akan mengirimkan
kelanjutan dari ilmunya yang bernama Hong Gwa U Hong
(di luar bukit terdipat bukit) dengan sepenuh tenaga. Tak
kira Pek Sek Sie seng mengeluarkan bunyi aneh itu,
sehingga perhatian dari Ong Toa Sie seng agak kacau.
Lekas lekas serangannya dibatalkan untuk memusatkan
kembali pikirannya. Pek Sek Sie-seng tidak berhenti sampai
di sini tangan kanannya menyerang dengan jurus Torg Tju
Tui Tjuang (kacung buka jendela) ke sebelah kiri tubuh Ong
Toa Sie-seng. Waktu mengeluarkan tangan sekalian
mengebas, sehingga pipa besi yang berada di mulut pindah
ke tangan dipakai menghantam bagian kiri orang.
Berbareng mulutnya mengeluarkan gerakan dan mengaum
dari harimau lapar. Ong Toa Sie-seng mengebutkan kedua
lengan bajunya, untuk melindungi di atas dan bawah. Jurus
ini bernama Louw Hong In Pek (Puncak hitam bertembok
mega) sehingga penjagaannya menjadi rapat. Pipa besi Pek
Sek Sie-seng kena dikebut lengan baju, telapak tangannya
merasa tergetar. Pada waktu inilah Ong Toa Sie-seng
merasakan di belakang tubuhnya suara tebasan pedang. Ia
tahu tentu si pemalsu adiknya sudah turun tangan.
Perhatiannya jadi terbagi untuk menghadapi dua musuh,
tiba - tiba terdengar suara mendesingnya senjata rahasia di
samping tubuhnya. Tangan kirinya segera menyampok, tapi
tangannya menyampok angin kiranya suara ini buatan
mulut Si Lidah Seratus" Pada detik inilah Ong Toa Sis seng
merasakan bahu kirinya kesemutan kena totokan lawan.
86 Perlahan lahan tangannya menjadi kaku tak dapat bergerak.
Tiat Djiau Kauw Hoo Pun tertawa sambit berkata: "kiraku
lihay sekali, tidak tahunya hanya begini saja!" Habis berkata pedangnya menjurus ke bahu kanan lawan, dengan maksud
melumpuhkan tangan kanan lawan.
Mendadak berkelebat sebuah bayangan: "Toako aku
datang membantu!" serunya Ini adalan suara Tjiu Piau. Dari
jarak dua depa ia melepas batu-batu kecil menuju Ong Toa
Sie seng, tepat mengenai jalan darah Tjian Kin sehingga
totokan musuh terbuka. Walau pun totokan Hoo Pun
demikian berat, batu itu tidak dapat membuka semua. Tapi
Ong Toa Sie sengmempunyai Nai kang yang cukup baik.
Sekali ia mengirimkan tenaga, lengan kirinya segera dapat
bergerak lagi. Tjiu Piau takut terjadi perkelahian lagi buru buru
berkata: "Ong Toako Hoo Siok-siok, Ie Siok siok. Harap
jangan salah mengerti. Kita adalah orang sendiri."
Hoo Pun terkekeh-kekeh; '"Akupun hanya bermaksud
mengundang mereka ke rumah, siapa kira ia turun tangan
main main, aku tidak berniat menyusahkan atau
mencelakakannya mereka "
Mendengar ini Ong Toa Sie seng menjadi gusar. "Tjiu
Heng tee jangan percaya pada mulut gilanya. Tanyakan
pada mereka apa maksudnya menyamar sebagai kami,
untuk memancing kau ke sini. Tanyakanlah bermaksud
apa?" Tjiu Piau memang mempunyai pertanyaan yang serupa
dengan ini, segera ia menoleh sambil berkata: "Djie-wie
Siok siok, untuk apakah kau bergurau dengan cara
demikian?"
Si Lidah Seratus berkata: "Kenapa heran" Ini toh hanya
main main saja, Louw Siok siokmu berkata bahwa kau
sangat merindukan saudara Ong, Untuk menggirangkan
hatimu kami menyamar sekedar melucu dan berkelakar."
Tjiu Piau setengah percaya setengah tidak.Tapi dua Sioksiok ini sama sekali tidak mempunyai laga kaya anak kecil.
87 Tjiu Piau Jadi bingung.
Ong Toa Sie seng kembali tertawa dingin. "Omongan
macam itu hanya dapat menipu nenek pikun! Tjiu Heng tee
kenapa mereka mengetahui' kata kata sajak itu. Apakah
kau perlihatkan pada mereka-" Tjiu Piau bagai tersadar dari impian, diraba raba tubuhnya, kedua carikan kain itu sudah
hilang dicuri orang. Pikirannya bekerja. "Waktu terjadi
perkelahian di mulut goa aku tidak mengetahui, bahwa
pelajar besar dan kecil ini adalah kedua saudara Ong. Aku
mengetahui diri mereka sesudah menerima kedua baris
sajaknya. Hal ini hanya aku seorang yang mengetahui.
Terhadap Louw Siok siokpun belum pernah kukatakan
Kedua Siok siok ini kenapa bisa mengetahui?" Berpikir
sampai di sini hatinya menjadi curiga. "Djie wie Siok siok
perkataanmu barusan mungkin kata kelakar pula?"
Ong Toa Sie seng berkata. "Kata - kata yang ke luar dari
mulut orang orang Ban Liu Tjung dapat dipercaya! Di dunia
masih ada perkataan lain yang tak dapat dipercayakan" Tjiu
Heng tee Ban Liu Tjung bukan tempat yang baik. Marilah
turut kami berlalu." Mendengar ini Tjiu Piau mengakui katakata itu cukup beralasan. Tapi ada pula sesuatu yang tidak
mengena hatinya. "Ong Toako. Louw Siok siok siang malam
memikiri kita, kenapa kau tak mau menemuinya untuk
membicarakan urusan yang lain dengan jelas?"
Ong Toa Sie seng tidak senang mendengar kata kata ini.
"Louw Siok siok, Lojw Siok siok, hemmmm demikian mesra
kau membahasakan dia!" Tangannya bergerak dengan
sembarangan, tapi bertenaga besar. Tenaga ini sengaja
dikebutkan menuju Tjiu Piau. Dengan sepenuh teaaga Tjiu
Piau baru dapat menangkis kebutan ini. Tjiu Piau. berpikir;
"Hari ini dengan susah payah dapat berjumpa dengan
saudara Ong. Dari itu tidak-boleh membuang kesempatan.
Ia tidak mau tinggal, biar aku mengikuti dia pergi. Sekalian
menjelaskan duduknya hal yang sebenarnya. Segera ia
berkata; "Baiklah kita berlalu!"
Hoo Pan tertawa sambil berkata : "Untung datang
mudah, tapi berlalu tidak semudah datang. Tjiu Tit jie,
88 kenapa kau tak menahan tamu, berbalik kena diajak tamu"
Ketahuilah olehmu tiap tiap tamu yang lewat di Ban Liu
Tjung hari ini. Pasti mendapat penghormatan untuk sama
sama dahar! Sesudah kenyang dan puas baru boleh
berlalu." Sesudah bicara, Tiam Hiat Kiamnya melintang
menghadang jalan. Pek Sek Sie seng (si Seratus lidah)
membunyikan pipa besinya dengan nada irama sedih.
Sehingga suasana berubah menjadi demikian menyayatkan
sukma, hening membenamkan pikiran orang ke dalam
duka--- Tiba tiba ada suara orang dari belakang
memecahkan kesunyian yang sedih ini. "A-pa benar Ong Tit
djie datang?" Kedatangannya ini tidak menerbitkan suara.
Siapa dia, siapa dia, siapa lagi kalau bukan Louw Eng.
Katanya ia ingin ke luar ru nah untuk setengah bulan
lamanya. Tidak tabunya kata kata itu hanya untuk pelabu
saja. Yang benar ia tengah bersandiwara. Hatinya ingin
lekas lekas dapat mengetahui kediamannya dan anak
anaknya mendiang saudara angkatnya dari Tjiu Piau. Orang
ini bekerja tanpa kentara, Tjiu Piau ditahan beberapa hari
tanpa ditanyai hal hal ini, juga dengan sengaja menyuruh
Tjen Tjen untuk menemani Tjiu Piau bermain. Di balik itu
diam-diam mengawasi sepak terjangnya Tjiu Piau. Sesudah
beberapa hari berlalu tanpa dapat mengorek sesuatu dari
mulut Tjiu Piau. Di luar tahu siapa siapa barang barang
bawaan Tjiu Piau digerayanginya dan diperiksa satu peisatu.
Sebab kelalaian Tjiu Piau seketika, yakni tidak membawa
sajak pemberian saudara Ong di badan. Sehingga hal ini
dapat diketahui Louw Eng. Dua baris dilihat Louw Eng
dengan hati hari. Ia sadar dua baris sajak itu mempunyai
hubungan erat dengan peristiwa Oey San dimasa dulu.
Melihat pula bahwa surat itu ditulis memakai darah,
menandakan darah yang baru. Diingat-ingat sesuatu
dengan teliti, sesudah dikaji sebentar, sadarlah dan
mengetahuilah. Dua Sie seng besar dan kecil melepas
senjata rahasia kepada Tjiu Piau. Tapi ia tidak mengetahui
makna dari sajak itu. Juga tidak dapat memastikan bahwa
dua Sie-seng itu adalah keturunan dari keluarga Ong.
89 Untuk mengetahui ini dengan diam-diam Louw Eng
mengatur akalnya. Dicarinya Pek Sek Sie-seng dan Hoo Pun
untuk menyamarsebagai Ong Kee Sie seng. Tjiu Piau dapat
dipancing dengan akal ini. Dengan kepandaian lidahnya Pek
Sek Sie seng berhasil mengorek keterangan dari mulut Tjiu
Piau, sedangkan Louw Eng sendiri sebelumnya sudah
bersembunyi di balik batu untuk mendengari pembicaraan
mereka. Di luar perkiraan hal ini menimbulkan suasana
yang ramai. Persaudaraan Ong menampilkan diri di luar
perkiraan orang. Louw Eng sangat girang. Dipikatnya ikan
besar masuk kedalam jaring, tapi ia tak tergesa-gesa
menarik jalanya itu.
Waktu Pek Sek Sie seng membunyikan pipa besinya, ia
ke luar dari tempat persembunyiannya. Terkecuali dari Pek
Sek Sie seng dan Hoo Pun yang lain terkejut heran.
"Louw Siok siok, saudara ini adalah Ong Toako. Mari
kuperkenalkan." kata Tjiu Piau. Ong Toa Sie seng matanya
membara, memberalak memandang Louw Eng. Dari
matanya seolah olah ke luar api yang menembus dan
menghanguskan tubuh Louw Eng, Louw Eng tak enak rasa,
kena tusukan sinar mata membenci itu. Keadaan menjadi
hening dan sepi untuk seketika lamanya.
Louw Eng berbalik badan menghadapi Hoo Pun dan Pek
Sek Sie seng, lalu berkata: "kalian berdua bukan anak kecil lagi! Kenapa masih gemar melakukan pekerjaan anak kecil
semacam ini" Kalian kira lucu" Apa maksudmu melakukan
permainan ini" Sulgguh tak bermalu!"
Di antara tujuh Kouw Hoo Pun paling akur dengan Louw
Eng, dari itu ia menjadi orang kepercayaan Louw Eng yang
sangat diandalkan. Hoo Pun tentu saja mengerti maksud
Louw Eng yakni ingin menumplekkan semua kesalahan ini
pada mereka berdua. Hoo Pun mengetahui Ie Kim Wan
adalah orang yang kenamaan di dunia Kang Ouw. Tentu
saja tidak mau begitu saja menerima makian serupa itu.
Dari itu lekas-lekas ia berkata: "Toako hal ini semua Siau
tee yang sa'ah. Hal ini dilakukan karena Siau tee bertaruh
dengan Ie-heng, untuk mencoba kepandaian lidahnya itu.
90 Sehingga mengakibatkan terjadinya kelakar ini. Dari itu
mohon beribu maaf?"
"Apakah ini termasuk juga urusan bergurau?" tanya
Louw Eng dengan gusar tubuhnya bergerak seperti kilat,
dua jeriji tangannya berkelebat di samping Hoo Pun Secara
mentah-mentah pedang Hoo Pun kena dijepit dan direbut,
"dasar kuya!" katanya. Berbareng menyusul suara trang tak pedang itu kena dijepit patah jerujinya, Patahan pedang
berjatuhan di tanah!
Amarah Louw Eng masih belum reda, kembali mulutnya
nyapnyap: "Enyahlah kalian dari sini! Menunggu apa lagi di
sini?" Hoo Pun buru buru memungut patahan pedangnya
dan mengundurkan diri sambil mengangguk anggukkan
kepalanya. Sebaliknya Ie Kim Wan. ia merasa tidak senang
"Semula aku datang untuk membantu atas permintaanmu
sendiri. Siapa yang kesudian dimaki maki kamu?" pikirnya.
Sudah itu tanpa ba atau bu, ia berlalu dengan sombong
Sambil meniup lagi pipanya dengan lagu kematian yang
sangat sedih! Louw Eng tidak mau meladeni. Sebaliknya dengan mesra
ia memanggil. "A Pang." ketahuilah inilah nama kecil dari Ong Toa Sie-seng. Biasanya suara panggilan ini hanya
dapat didengar kalau ibunya memanggil. Kini mendadak
mendengar suara ini ke luar dari mulut Louw Eng. Dengan
terpaksa ia menyahut 'eh'.
Louw Eng berkata pula: "A Pang kini kau lebih besar dari
ayahmu. Tuhan sungguh pemurah Ong Toako pun akan
merasa senang di alam baqa. Tit djie kepandaianmu
sungguh lihay, semua sudah kusaksikan barusan. Berlatihlah beberapa tahun lagi, tenagamu pasti menjadi besar dan
ilmumu bertambah lihay. Sehingga bisa menggolongkan diri
di dunia Kang Ouw sebagai orang gagah kelas satu." Sambil
bicara kakinya sambil mendekati, perlahan lahan pundak A
Pang ditepak tepak. A Pang merasa serba salah dan tak
dapat ngadat. Mendengar Louw Eng menyebut nyebut


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ayahnya, teringat ia akan pesan ibunya.
"Louw Eng membunuh ayahmu, itu sakit hati keluarga.
91 Dia sebagai anjing bangsa Boan, entah berapa banyak
penyinta negara binasa di tangannya, ini sakit hati negara.
Sakit hati keluarga belum dapat dipastikan, tapi sakit hati
negara sudah pasti. Hal keluarga adalah kecil, hal negara
adalah besar."
Karena memikir hal ini, perasaannya terhadap Louw Eng
menjadi tetap dan tak merasa sukar pula untuK
menghadapinya. Akan tetapi pada saat ini juga
punggungnya merasakan panas, suatu tenaga maha besar
menindihnya. Dalam kagetnya tenaga dalamnya bergerak
melawan. Siapa kira tenaga menekan itu berat sebagai
gunung Thai San dan ringan seperti kapuk. Kalau ia tak
mengerahkan tenaganya, tenaga menekan itu segera
menjadi ringan. Kalau ia mengerahkan tenaga, tenaga
menekan itu turut bertambah sebanyak tenaga yang
dikeluarkan! Hal ini membuat hatinya A Pang menjadi
cemas, ingin hatinya melepaskan diri dari tangan setan
Louw Eng itu. Tapi tangan Louw Eng yang mengusap-usap
itu tak mau lepas lepas, agaknya sudah melekat saja !
Hal ini membuat A Pang menyesal, hatinya berpikir: "Ah.
sebab kelalaianku aku kena akal Louw Eng. Kini asal ia
mengerahkan tenaganya jiwaku pasti melayang. Ibu .... oh
iba. capai lelahmu untuk mendidik aku guna mengetahui
tentang kematian ayah dan membalas sakit hati, nyatanya
sia sia belaka!" Pikirannya baru Sampai di situ, tenaga di
pundaknya terasa kendur. A Pang tak ragu ragu lagi,
dengan sekuat tenaga ia membalik badan secepat mungkin.
Ber -- ber tangannya bekerja mengirimkan dua serangan
beruntun. Sebenarnya Louw Eng sudah berpikir untuk
membinasakannya, tapi pikirannya berubah dengan cepat,
"empat orang yang kucari sudah tiga berada di tangan.
Lebih baik kuselesaikan saja nyawa mereka terlebih
dahulu". Waktu akan turun tangan hatinya kembili berpikir,
"Kenapa harus tergesa gesa" Biarlah mereka tinggal hidup
dulu, masih ada gunanya." Dari itu tenaga di tangannya
dikendurkan dan A Pang dapat melepaskan diri.
A Pang menyerang dengan ganas, Louw Eng sengaja
mengalah, serangannya itu tidak ditangkis, melainkan
92 diegos ke kiri dan kanan! Sebaliknya A Pang jurus demi
jurus menyerang dengan gencar! Pukulan bukit barisan
dipergunakan dengan cermatnya, sedikitpun tidak memberi
kesempatan kepada lawan. Sampailah pertandingan di jurus
ke tujuh, A Pang dengan tiba tiba saja memutar ke
belakang tubuh Louw Eng. Tangannya berbareng diangkat
dan ditebaskan dengan ganas ke pundak Louw Eng. Louw
Eng terancam serangan ini secara hebat. Serangan ini tak
mungkin untuk diegos atau dikelit lagi. Mau tak mau Louw
Eng terpaksa harus mengeluarkan tangan untuk menakis.
Tubuhnya berbalik, tangannya terangkat naik untuk
menakis. Di luar perkiraan orang tenaga A Pang itu
terlampau keras, tak mungkin dapat disambut oleh
kekerasan. Terpaksa Louw Eng mundur beberapa tindak.
"Kiranya ilmu pukulan Bukit Barisan yang terdiri dari
delapan jurus lihay, kini sudah mendapat tambahan jurusjurus yang indah dan Hoa San Kie Sau," kata Louw Eng
sambil memasang mata.
Kiranya Hoa San Kie Sau yang disebutkan Louw Eng
bukan orang lain. Yakni orang tua berambut putih yang
datang bersama dua saudara Ong. Ia adalah Su-heng. Ia
bernama Nio Tay!
Adapun Nio Tay senang bergelandangan dan mengembara melebihi dari Ong Tie Gwan. Sesudah ia berusia empat
puluh lima tahun. Ia mengundurkan diri dari dunia Kang
Ouw. Sebaliknya untuk melewatkan hari, ia berdiam di Hoa
San. Hoa San adalah gunung indah, di lereng gunung
terdapat kupel untuk beristirahat kaum pelancong. Di kupel
itu terdapat pula tempat bermain catur. Nio Tjay setiap hari
pergi ke sana membawa anak catur untuk melewatkan hari
sambil menghibur diri dengan anak-anak catur. Demikianlah
pekerjaannya setiap hari, yakni mengajak pelancongpelancong itu menanyakan namanya. Jawabnya selalu Hoa
San Kie Sau (biji catur dari Hoa San)
Terkecuali dari bercatur. Setiap hari Nio Tjay menikmati
keindahan pemandangan gunung kenamaan ini Bukitbukitnya yang indah, tebing tebingnya yang keren serta
93 sejuknya udara dan suasana tenang ini, membuat Nio Tjay
mengenangkan pada tempat tempat dan gunung gunung
yang kenamaan yang sudah pernah dijelajahnya. Pikirannya
bekerja siang dan malam. Akhirnya ia berhasil menciptakan
ilmu pukulan tersendiri.
Jurus dan gerakan gerakan dari ilmu pukulannya
mengandung suasana pegunungan. Tenang adem, sejuk
sepi, seram berbahaya, berubah-ubah tak dapat diselami.
Ilmu bukit barisan ini sangat terkenal di dunia Kang Ouw.
Delapan belas tabun yang lalu ilmu pukulan ini hanya terdiri
dari delapan jurus seperti yang disebutkan Louw Eng. Tapi
keanehan di alam fana sungguh luar biasa, perubahan
perubahan terjadi di luar perkiraan orang. Misalkan gunung
runtuh tanah longsor dan lain-lain yang tak perlu disebut
satu demi satu. Dari hal inilah Hoa San Kie Sau sudah
berhasil menambah jurus jurus lihay yang tidak dikenal
Louw Eng. Sesudah Ong Tie Gwan meninggal dunia, isterinya
membawa anak anaknya menemui Nio Tjay. Sesudah
berulang kali memaksa akhirnya Nio Tjay menerima kakak
beradik ini sebagai muridnya. Hoa San Kie Sau terkecuali
memberikan ilmu pukulan dan perburuannya, juga
memberikan ilmu ciptaannya sendiri pada dua muridnya itu.
Kini pertemuan Oey San sudah hampir sampai. Hoa San
Kie Sau menemani Kedua saudara Ong turun gunung.
Sebelum itu ia berjanji lebih dahulu, yakni begitu sakit hati
Ong Tie Gwan terbalas, sebera ia akan kembali ke Hoa San
untuk bermain catur lagi.
Pukulan Ong Toa Sie seng walaupun lihay, tapi
peryakinannya belum sampai, titik sempurna. Biar begitu
tekanan lengannya bagai puncak gunung runtuh kerasnya.
Karena Louw Eng memandang rendah dan mengalah,
dalam gebrakan ini hampir hampir kena dirugikan.
Louw Eng mengawasi dengan teliti setiap pukulan lawan
sambil memasang kuda kuda. Tampak tubuhnya Ong Toa
Sie seng mencelat naik, sepasang lengannya berputar-putar
94 menderu deru membawa angin yang keras. Dari atas
menurun menyergap lawan.
"Inilah pukulan Puncak Gunung Aneh Terbang
Mendatang!" seru Ong Toa Sie seng dengan keras.Louw Eng
tidak menunggu suara habis sudah meloncat sejauh dua
tumbak menghindarkan serangan ini. Ong Toa Sie seng
membayangi dari belakang sambil mengirimkan lagi sebuah
pukulan. Louw Eng tidak mengegos lagi ditangkisnya
serangan itu. Lagi lagi ia tergempur mundur.
"Kembali jurus yang lihay!" puji Louw Eng sambi berseru.
Tidak tahunya Louw Eng sengaja pura-pura tidak kuat
menahan dan mundur beberapa tindak. Semata-mata untuk
mengetahui pukulan baru yang bagaimana sudah diciptakan
Hoa Son Kie Sau. Hal yang sebenarnya tenaga dan
kepandaian Loaw Eng sudah berlebihan untuk menghadapi
bocah umur dua puluhan ini Tapi pertarungan ini agaknya
luar biasa. Walau pun tenaga Ong Toa Sie-seng tidak
memadai tenaga Louw Eng. Tapi pukulan pukulannya dari
ilmunya luar biasa lihay dan tak boleh dipandang enteng.
Louw Eng berhasrat untuk memancing kepandaian lawan
guna mengetahui dan menyelidiki ilmu pukulan lawan.
Kendati kekurangan kekurangan dan lowongan lowongan
didapat dari sang lawan, sekali kali Louw Eng tidak berniat
menurunkan tangan jabat Ia membuat pertarungan selalu
berjalan dengan seimbang. Dengan cara begini tak urung
Louw Eng setengah mati juga menghadapi serangan
serangan bocah ini.
Sepuluh jurus berlalu, Louw Eng sudah menghiturg jurus
jurus baru dari Hoa San Kie Sau yakni tidak lebih dan tak
kurang terdiri dari enam belas rupa, di gabung dengan yang
lama cukup menjadi dua puluh empat jurus. Diam-diam
louw Eng menjadi kaget. Hitinya berpikir: "Apakah pukulan
pukulan ini tak habis-habisnya dan dapat ditambah lagi"
Bagaimana kalau Hoa San Kie Sau sendiri yang memainkan
ilmunya ini. Ah benar benar aku tak boleh memandang
enteng." 95 Ong Toa Sie seng mengetahui Louw Eng mengulur ulur
waktu, tapi tak mergetahui apa maksudnya yang dikandung
Louw Eng. Ia sendiripun sengaja mengulur waktu, untuk
mencari ketika guna melarikan diri. Pertarungan sudah
berlangsung demikian lamanya, Ong Toa Sie seng hatinya
merasa heran dengan tak munculnya sang adik. Sepuluh
jurus kembali berlalu, hatinya semakin cemas, sambil menghalau serangan serangan lawan ia memanggil
adiknya; "Moy Tju (adik perempuan) tiup angin selatan!"
Tanda ini diberikan dengan artian agar sang adik lari
menurut angin ke utara. Berulang ulang ia berteriak-teriak
tanpa mendapat jawsban. Ingin hatinya melompat untuk
menjenguk sang adik. Tapi Louw Eng melibatnya dengan
serangan-serangan hebat.
Dalam kecemasannya Ong Toa Sie seng merasa
menyesal, hatinya mengeluh :"Kalau tahu begini tak:
sepatutnya aku membohongi Suhu untuk melakukan
penyelidikan malam ini."
Kiranya Sesudah terjadi perkelahian di mulut goa tempo
hari. Ong Kee Sie seng ingin menemukan Tjiu Piau dengan
tak sabar. Tapi mereka selalu dilarang oleh gurunya. Kerena
itu kedatangan mereka malam ini ke Ban Liu Tjung adalah
di luar tahu Hoa San Kie Sau.
Ber -- ber--- ber- - Louw Eng melakukan serangan hebat,
Ong Kee Sie-seng tak dapat menangkis, mundur serba
salah. Louw Eng berbasil dengan tangan kirinya menangkis
kedua lengan lawan. Tangan kanannya seperti kampak
membacok turun. Dalam keadaan genting ini Ong Toa Sieseng meng-ambil putusan tekad. Pikir hatinya, kukerahkan
semua tenaga dalamku ini untuk menangkis dan kubarengi
menyerang ulu hatinya. Biar sama sama menemui ajal!" Di
perhatikan turunnya tangannya Louw Eng dengan mantap.
Siapa tahu lengan Louw Eng mendadak terhenti di udara.
Kedua orang ini dia tidak bergerak. Matanya terbuka lebar
saling melotot, kedua mata Ong Toa Sie-seng berapi api,
sebaliknya Louw Eng matanya sayu, sehingga sukar
diketahui hatinya. Kemudian Louw Eng membatalkan
96 serangannya itu sambil mundur ke belakang. Dengan ramah
tamah ia berkata: "A Pang mengertikah kau akan hatiku"
Kita adalah orang serumah. Jika kau menganggap aku Sioksiok silahkan datang ke Ban Liu Tjung. Kita dapat bicara
dengan tenang untuk menghilangkan salah faham ini,"
A Pang tahu apa yang harus dilakukan. Kata kata Louw
Eng sedikitpun tak didengar, seratus kali tak didengar! Ia
bersiul sambil memanggil adiknya: "Moy Tju!"'
"Kau ingin mencari Tit-lie (keponakan perempuan)
akukah" Ia sudah melulusi permintaanku untuk bermalam
beberapa hari diBan Liu Tjung!" kata Louw Eng, "Tjen djie ke luarlah!''
Batu batu aneh itu bergerak, Tjen Tjen sambil tertawa
jalan ke luar. "Ayah, nenek-nenek yang menyamar laki-laki ini,
walaupun tadi berbasil menotok Jalan darahku. Tapi kini
mendapat gilirannya.
*Aku sudah mengikatnya seperti lepat!" Ong Toa Sie
seng agak ragu-ragu mendengar ini. Ia tahu kepandaian
sang adik bukan dari golongan kampungan. Tambahan
mengenal keadaan tempat. Kenapa tidak keruan keruan
dapat dikalahkan bocah berandalan ini"
Tidak tahunya sewaktu dua saudara menampak Tjen
Tjen membuntuti Tjiu Piau.sang adik diam-diam
mendekatinya dengan dialingi batu batu itu tanpa disadari
Tjen Tjen. Dengan cepatnya Tjen Tjen disergap dan ditotok.
Jilid 4 Tjen Tjen merasakan angin dingin berkesiur di belakang
tubuhnya. Ia sadar ada yang membokong, badannya segera
berbalik, tangannya menjambret tangan lawannya.
Lengannya itu seperti ular, ketemu apa, apa dilihat. Tangan
penyerang dengan segera kena dililitnya. Kelincahannya ini
tak ada taranya, tapi tenaganya tidak melawan tenaga
lawan yang demikian kuat. Ia merasakan jalan darahnya
97 menjadi beku kena totokan lawan. Lengannya menjadi kaku
tak berkutik, sebab inilah tangannya terus melilit lengan
sang lawan tak lepas-lepas. Dua dua berlibat menjadi satu
tak dapat melepaskan diri.
Tiba-tiba sebuah bayangan hitam berkelebat di belakang
mereka. Ong Siau Sie seng merasakan punggungnya kaku,
kena totokan orang. Nyatanya orang ini adalah Louw Eng,
yang secara kebetulan sekali tengah menantikan di samping
batu besar ini. Louw Eng buru-buru membebaskan jalan
darah sang puteri. Dititahkannya Tjen Tjen mengawasi
perempuan penyamar laki laki itu. Ia sendiri keluar untuk
menghadapi Ong Toa Sie seng.
Mengingat kena ditotok gadis ini. Tjen Tjen menjadi
dongkol sekali. Tanpa banyak pikir lagi jari-jarinya menotok
berkali kali ke tubuh orang secara keliwatan! Sesudah itu
diikatnya tubuh orang seperti lepat. Ia sendiri menonton
bapaknya bertarung! Tjen Tjen Ke luar dari batu-batu waktu
mendengar panggilan sang ayah.
Louw Eng mendengar ia mengikat gadis itu demikian
macam. Pura pura bergusar sambil membentak: "Begitukah
caranya memperlakukan tamu" Lekas kau persilahkan ia
datang!" Tjen Tjen menbalik badan sambil melelet leletkan
lidahnya. Ong Toa Sie seng melihat dia ke luar lagi


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menenteng tubuh adiknya. Tubuh adiknya yang sudah tak
berdaya itu digabruki ke tanah. Sing adik tidak berdaya,
matanya mendelik menunjukkan kegusarannya yang
memuncak. Kiranya waktu Tjen Tjen melepaskan Ong Siau Sie seng
ke tanah. Tangannya memegang ujung tali pengikat. Begitu
ujung tali ditarik tali itu lepas semuanya. Bahkan tubuh Ong
Siau Sie seng tidak jatuh ke tauah, sebaliknya berdiri tegak
sambil berputar putar seperti gangsing! Tjen Tjen berwatak
senang bergurau. Demikianlah tubuh orang diikat dan
dipermainkan seperti panggal.
Ong Toa Sie seng begitu melihat adiknya segera
98 menubruk seperti terbang Tjen Tjen dengan seenaknya
melempari ujung tali dari tangannya ke arah Ong Toa Sie
seng. Tali itu demikian halus dan tak bertenaga. Sedikit pun
tik diperdulikan dan dipandang oleh Ong Toa Sie seng.
Siapa nyana tali itu seperti seekor ular, melipat tangannya dengan erat sekali. Begitu Tjen Tjen menggerakkan
tenaganya Ong Toa Sie-seng tak dapat bergerak lagi!
Ong Toa Sie seng merasa kaget, "Bocah ini mempunyai
tenaga yang demikian besar sekali" Aneh betul!" pikir
hatinya. Waktu ia menoleh untuk mengawasi, entah kapan
ujung tali pengikat ini sudah berada di tangan Louw Eng. Ia
tak heran lagi tenaga ini demikian besar.
Louw Eng menteriaki orang orangnya untuk membawa
Ong Siau Sie seng ke dalam Ban Liu Tjung untuk
beristirahat. Saat itu juga beberapa orang ke luar dari
tumpukan batu. Yang mempelopori adalah Hek Pek Djie Hoo
Ong Toa Sie seng melihat adiknya di bawa orang, diamdiam hatinya merasa susah. Matanya melirik ke sekeliling,
tampak Louw Eng masih memegangi tali seperti tadi,
sedikitpun tidak menunjukkan habis berkelahi.
Tjen Tjen tertawa tawa kegirangan melihat keramaian
ini. Tjiu Piau berdiri di lampingnya dengan pikiran
melayang-layang tak bertujuan Ong Toa Sie seng berpikir:
"Baiklah aku pergi ke Ban Liung Tjung, sebab adik ku
ditawan orang. Saudara Tjiu pun belum kuketahui
bagaimana pikirannya. Aku harus mencari ketika untuk
bicara dengannya."
"Anak yang baik. Mungkin kau belum puas dengan
pertarungan tadi. Silahkan kau pertunjukan lagi
kepandaianmu!" kata Louw Eng menyindir.
Ong Toa Sie seng diam tidak menjawab. Hanya tampak
ujung tali yang mengikat lengan kirinya tiba tiba menjadi
tegak rata sebagai toya. Louw Eng sedikit kaget, sadarlah ia
bahwa tenaga dalam bocah ini adalah dari golongan kelas
utama. Ia telah bergerak, tahu tahu ujung tali yang berada
di tangannya turut berdiri. Tenaga dalam dari dua orang ini
99 mengalir melalui tali ini dan bertemu di tengah tengah.
Masing-m"sing mengempos tenaganya. Tiba tiba "tas!" tali itu putus menjadi dua. Ong Toa Sie seng diam diam
merasakan dahinya berkeringat. Tangannya dikebaskan
sambil tertawa dingin Tali yang sudah putus itu jatuh di
tanah. "Atas kebaikan tuan tuan demikian besar,yang rendah
terpaksa tak menampik bertandang dan ganggu Bin Liu
Tjung yang mulia."
Ramai ramai orang banyak mengangkat kaki menuju Ban
Lui Tjung. Louw Eng merasa gembira dan puas. Delapan
belas tahun yang lalu, janda-janda dan anak anak dari tiga
saudara angkatnya, tiba tiba hilang dalam semalaman dan
tidak diketahui di mana rimbanya. Hal ini menyebabkan
hatinya tak tenang. Penderitaan batin di derita selama
kurang lebih 30 tahun lamanya. Dalam waktu demikian
lamanya ini, tak pernah wajah mukanya menunjukkan
kekuatiran naiinya itu. Apa yang tampak pada wajahnya
hanya perasaan menanti dan rindu pada keponakan
keponakan dari mendiang saudara saudara angkatnya itu.
Tambahan hal ini sering dikata katakan pada kawan
kawannya selama delapan belas tahun sehingga orang
percaya bahwa ia mempunyai hati yang baik itu.
Bahkan orang orang kepercayaannya seperti Mau San
Djie Hoo, Hoo Pun juga tidak mengetahui hal yang
sebenarnya. Kira mereka Toako sudah mendapatkan
keponakannya. Antara mereka terjadi salah faham,
sehingga terjadi pertarungan.
Louw Eng tergirang mendapatkan tiga diantara empat
anak yatim itu. Tambahan sudah mengetahui di mana ibu
Tjiu Piau bsrdiam. Tinggal dua janda dan seorang anak yang
belum diketahui.
"Pada suatu hari pasti dapat kucari mereka. Kalau sudah
lengkap sekaligus kubersihkan mereka dari permukaan
bumi. Dengan jalan ini perbuatanku yang kurang baik itu
tak dapat diketahui lain orang," pikir Louw Eng dengan
asyik. Pikiran ini semata mata untuk menutupi perbuatan
100 kejinya yang memalukan, di balik itu untuk menjamin
keselamatan jiwanya pula. Memang terkecuali dan ia
sendiri, kiranya hanya beberapa orang ini saja yang
mengetahui sedikit akan perbuatannya yang buruk itu.
Sesudah berpikir demikian Louw Eng merasa gembira,
senyum manis menghias mulutnya! Inilah senyum wajar
yang benar-benar ke luar dari sanubarinya.
Oiang orang tengah bergembira, sambil jalan sambil
bercakap cakap serta tertawa-tawa. Waktu mereka sampai
di bawah kaki gunung, tiba tiba dari atas mendatang
seorang tua berambut putih dengan kecepatan seperti
terbang! "Suhu!" panggil Ong Toa Sie seng. tapi orang tua itu tak menolongnya, sebaliknya menerjang bagai air bah pada
pagar manusia itu. Tanpa diketahui bagaimana caranya,
tahu tahu lengannya sudan mengempit seseorang. Sesudah
itu kembali berlalu bagai bayangan!
Orang orang banyak tak ubahnya seperti kesima. Mereka
hanya dapat mengeluarkan sekali, tapi tidak keburu untuK
menggerakkan tangannya.
Louw Eng otaknya tetap tenang, ia berseru. "Saudarasaudara harap sabar! sekalikah jangan mengejar! yang
penting kita harus melayani tamu-tamu ini!" Dirinya sendiri tetap berdiri dekat kedua saudara Ong. Setengah tindakpun
ia tak berkisar.
Malam hari Hoa San Kie Sau tidak melihat dua saudara
Ong berada di penginapan. Pikirannya memastikan mereka
pergi menyelidiki lagi Ban Liu Tjung. Lekas-lekas ia
menyusul, sebab hatinya tak merasa tenang. Sayang
kedatangannya terlambat. Dua saudara Ong sudah jatuh ke
tangan Louw Eng. Musuh terdiri dari jago - jago rimba
persilatan, sebaliknya ia hanya seorang diri. Pemain catur
ini berpikir : "Lebih banyak celakanya dari untungnya kalau Menteri berani sembarangan masuk wilayah musuh tanpa
pengawal. Lebih baik diam dulu tak bergerak untuk
menantikan ketika."
101 Terlihat rombongan Louw Eng dengan kegirangan
berlimpah limpah kembali pulang. Tjen Tjen gemar bermain
main, lari sana lari sini jauh dari rombongan. Pemain catur
ini mendapat ketika baik, rubuhnya seperti terbang
menyergap Tjen Tjen, Satu langkah yang terlalu berani di
jalankan dengan berhasil!
Dengan cara dan perhitungan caturnya ia mengharapkan
orang orang terpencar untuk menolong Tjan Tjen. Ia sendiri
akan berbalik arah untuk menolong dua muridnya. Harus
diingat kepandaian saudara Ong sudah termasuk lihay Asal
saji Louw Eng dan kawan kawannya berlalu setindak saja,
mereka pasti dapat melolosi diri. Tambahan dapat
sambutan dan gurunya, cara ini pasti berhasil baik.
Bilamana tipu ini gagal, Tjen Tjen sudah di tangan,
keselamatan dua saudara Ong sudah terjamin. Pokoknya
sudah menang satu atap.
Loaw Eng sebagai jago Kang Ouw yang sudah kawakan,
tenang tenang saja waktu melihat Hoa San Kie Sau
menampakkan diri. Tapi ia tak mengira Hoa San Kie Sau
berani mengambil langkah berbahaya ini. Sehingga
puterinya kena ditawan. Hatinya berpikir: "Kie Siu tidak
mungkin mau mecelakakan Tjen Tjen semasa saudara
saudara Ong berada di tanganku. Yang perlu kedua bocah
ini tak boleh terlepas, sekali terlepas sukar didapatnya
kembali." Ia menyuruh kawan-kawannya melanjutkan perjalanan
menuju pulang. Wajahnya sedikitpun tak menunjukkan
perubahan, Sementara itu Hoa San Kie Sau sudah hilang
dari pandangan mata.
Ong Kee Sie seng mengerti maksud gurunya- Hatinya
menjadi lapang. Ia dongak ke langit sambil bersiul-siul
kecil! Louw Eng tidak berkata kata, menurut perhitungannya
Hoa San Kie Sau cepat atau lambat pasti akan datang
menyatroni mereKa. Tiba tiba dipanggilnya Mau San Djie He
dan dibisikinya beberapa patah. Djie Hoo mengangguk
anggukkan kepalanya dan berlalu dengan cepat.
102 Sebenarnya Louw Eng berpikir akan berbelok jalan, tak
kembali ke Ban Liu Tjung. Sesudah bulak balik pikir,
akhirnya diambil keputusan untuk kembali ke Ban Liu Tjung
dulu terlebih baik. Saat ini pasti Kie San
membuntutinya,sesudah kembali ke kampung baru berbalik
jalan. Cara ini di lakukan diam diam tak diduga duga, pasti
dipat melepaskan diri dan Kie Sau. Dari itu disuruhnya Djie
Hoo melakukan tugas ini.
Malam hari dua saudara Ong dan Tjiu Piau menghadiri
perjamuan yang diadakan Tjung Tju. Louw Eng bicara ke
barat ke timur menceritakan keadaan dunia Kang Ouw.
Sedikitpun tidak menyinggung -nyinggung urusan lama atau
bertanya keadaan mereka sekarang. Yang ditanyai ialah
nama kedua saudara Ong. Yang besar bernama Ong Djie
Hai yang kecil bernama Ong Gwat Hee. Dua nama ini
masing masing di ambil dari sajak yang dipunyai mereka
sendiri. Louw Eng sudah mengetahui dua baris kata-kata
dari sajak itu bertalian besar dengan urusan Oey San. Diam
diamnya sajak itu diingatnya di dalam hati.
Ong Djie Hai menggunakan ketika memberi tanda pada
adiknya. Agar tenang dan menunggu ketika baik untuk
bergerak. Mereka minum air kata-kata dengan tenang agar
tidak dicurigai orang orang Ban Lui Tjung. Siapa tahu
perjamuan belum selesai ketiga orang ini sudah mabuk tak
sadar diri. Apa yang diminum mereka kiranya adalah arak.
bercampur obat pulas khas buatan Ban Liu Tjung. Obat ini
sedikitpun tidak mengeluarkan bau, buatannya sangat teliti.
Barang siapa terkena, akan mabuk selama dua belas jam.
Waktu sadar kembali tak ubahnya merasakan diri seperti
mabuk arak biasa. Sehingga takkan mempunyai sangkaan
dikerjakan orang.
Ketiga orang ini tengah mabuk. Tiba tiba terdengar suara
berisik dari para pelayan dan pegawai Ban Liu Tjung,
Mereka berserabutan sambil berteriak: "Api . . api .
kebakarannnnnnnnn! ! !" Kebakaran ini terjadi secara
mendadak. Louw Eng tenang tenang saja melihat kesibukan
orang. Sebab hal ini terjadi atas titahannya pada Mau San
Djie Hoo. Louw Eng menjadi orang selalu berhati penuh
103 curiga, tindakannya selalu hati hati. Ia merasa Ban Liu
Tjung sudah kena diselidiki orang. Sengaja membakarnya,
menggunakan orang sibuk dan kalut, ia berlalu bersama
Djie Hoo. Tong Leng Ho Siang, Peng San Hek Pau serta tiga
anak itu melalui jalan tanah. Di mulut goa Hoo Pun sudah
menantikan, mereka naik kuda dan hilang dalam kepulan
debu. Sebelum berlalu Louw Eng meninggalkan surat pada Hoo
Pun untuk disampaikan pada Ouw Yu Thian. Dalam suratnya
itu Louw Eng memesan untuk melakukan sesuatu menurut
rencana. Hari kedua dikala senja, Ong Gwat Hee pertama tama
yang layap layap sadar dari mabuknya. Ia merasakan tubuh
seperti di ayun ayun dan tidur dalam gumpalan awan.
Matanya terbuka, ia kaget dan neran mendapatkan dirinya
di sebuah perahu kecil yang terumbang ambing di sungai.
Lekas-lekas ia bangun, diamat amati keadaan seKelilirg.
Suatu pemandangan dan hutan belantara yang terawat
manusia terbentang di kiri kanan dengan indahnya.
Perahunya berjalan di sebuah sungai yang berliku liku
dengan cepatnya.
Gwat Hee menjadi merah pipinya. waktu mendapatkan
Tjiu Piau masih tidur nyenyak di sisi tubuhnya. Diperiksa
paVaiannya tak ada perubahan tetap masih seperti
sediakala. Gwat Hee semenjak kecil selalu memakai pakaian
laki-laki. Tambahan sudah lama mengikuti gurunya
mengembara di dunia Kang Ouw Sehingga tidak pemaluan
lagi seperti gadis gadis lain. Kini mendapatkan seorang
pemuda yang sebaya dengannya tidur bersama sama. hal
ini membuat ia merasa mslu. Terkecuali dari juru mudi,
hanya dialah berdua. Kagetnya tak terkira.
"Kakakku" Ke mana dia" Ini tempat apa" Benarkah aku
sudah terlepas dari tangan Louw Eng dan komplotannya?"
Pikir hatinya renuh pertanyaan. Serentak ia berdiri
memandang ke tempat jauh.
Pengemudi perahu itu tertawa tawa melihat kelakuan
Gwan Hee 104 "SiauwKo sudah bangun, nyenyak benar tidurmu!"
ngomong ngomong tandannya tetap mengayuh air.
Pendayungnya itu demikian besar dan terbuat dari logam.
Paling sedikit dua ratus kg beratnya.
Pengemudi itu mengayuh seperti tidak mengeluarkan
tenaga tiap kali kayuh perahu itu seperti terbang dibuatnya.
Perahu maju ke hulu melawan air, air kena diterjang perahu
yang pesat sehingga beterbangan muncrat setinggi dua
tumbak. Membuat satu pemandangan yang langkah dan
indah sekali! Gwat Hee melihat kejadian ini semua. Ia tahu
bahwa pengemudi itu bukan orang sembarangan. Dengan
hormat ia bertanya.
"Toako, numpang tanya sudah berapa lama kami di
perahu ini" Tempat ini apa namanya?"


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalian demikian nyenyak sehingga tak sadar diri.
Setahuku waktu air pasang, kalian naik perahu, kini air
sudah pasang Jagi."
Gwat Hee menghitung sehari dua kali air pasang, kini
sudah senia. Dan itu paling kurang semalam suntuk aku
mabuk. Pengemudi itu berkata pula. "Tak lama lagi kita akan
sampai di Bu Beng Hop (sungai tak bernama).
Pemandangan di situ baru indah!"
'Di mana letak Bu Beng Hoo?"
"Bu Beng Hoo adalah sungai yang mengalirkan air Bu
Beng Ouw (Janau tak bernama)."
"Dari Bu Beng Ouw ada lagikah terusan lain?"
"Di tengah danau terdapat Bu Beng To (pulau tak
bernama), bukankah kalian bertujuan ke sana?"
"Berapa perahukah yang seiring dengan kita?"
"Dua di depan satu di belakang."
Gwat Hee melihat ke depan dan ke belakang, tapi tak
mendapatkan perahu itu.
105 "Kenapa tak tampak?"
"Dua perahu di depan masing masing di kayuh adikku.
Mereka lebih kuat dari pada ku, dari itu aku tak dapat
menyusulnya"
"Masa yang jadi kakak kalah oleh yang jadi adik?"
Pengemudi itu tertawa: "Mereka terkecuali bertenaga
besar, pengayuhnyapun lebih besar dari yang aku!"
Mendengar ini Gwat Hee se makin kaget. Orang ini sudah
begini kuatnya. Tapi masih ada yang melebihinya.
'Bukan main! ' serunya. "Siapakah yang naik perahu di
depan?" "Sebuah dinaiki seorang Hwee-sio gemuk dan dua orang
bermuka lancit seperti rase.
Sebuah lagi dinaiki seorang tua dan seorang muda yang
tidur nyenyak seperti kalian." Gwat Hee agak terhibur
mendengar kakaknya berada di depan.
"Siapa pula yang naik perahu di belakang?"
"Oh, tuan rumah dan tamu tengah asyik ngobrol di
perahu itu."
Gwat Hee menduga tamu itu Louw Eng adanya, tapi
siapa gerangan tuan rumah itu. Diamat amati pengemudi
itu. Kira kira berusia empat puluhan, mukanya persegi,
mulutnya besar, kulitnya hitam manis. Wajahnya cukup
gagah dan simpatik.
"Dapatkah aku mengetahui nama Toako yang besar?"
"Perahu berlalu tanpa meninggalkan bekas di muka air.
Orang hiduppun tak ubahnya demikian. Untuk apakah
meninggalkan nama?"
Gwat Hee kaget mendengar jawaban berfilsafat dari
pengemudi itu. Waktu mau bicara lagi, Gwat Hee
merasakan perahu menjadi miring. Tak tahunya Tjiu Piau
sudah sadar. Ia berbalik berdiri sewaktu merasakan tidur di
tempat yang aneh. Sebab ini perahu hampir diterbalikkan
106 Terlihat pengemudi itu menotolkan pengayuh ke muka air
dengan perlahan, perahu ini menjadi tenang kembali.
Terlihat mulut Tjiu Piau akan bergerak, tetapi sebelum
suannya ke luar terlebih dahulu datang suara ribut terbawa
angin mendatang dari depan.
"Di depan ada orang kecebur." kata pengemudi itu.
Sudah bicara pengayuh besinya dikerjakan terlebih cepat,
sehingga perahu kecil ini lajunya terlebih pesat.
Mendengar ini mau lak mau Ong Gwat Hee merasa
cemas. ia taKut Ong Djie Hai sudah membuat onar dengan
orang orang di depan. Perahu laju seperti terbang tapi dua
orang penumpang itu masih merasa jambat sekali. Baiknya
begitu ke luar dari tikungan, perahu di depan sudah di
depan mata. Herannya tak ada orang di atasnya. Mendadak
dari dalam air muncul sebuah kepala orang. Orang ini Ong
Djie Hai adanya. Huppp"-hup ia menarik napas dan kelelap
lagi. Gwat Hee berteriak tertolong tolong
ia tahu kakaknya yang besar di pegunungan melulu
mempelajari silat. Sama sekali tak dapat berenang seperti
dirinya. Ia minta Tolong pada pengemudi, iapun bertanya
pada Tjiu Piau:
'Tjiu koko kau bisa berenang tidak" Bisa tidak?"Tjiu Piau
hanya melongo saja karena tidak becus berenang.
Pengemudi itu mendekati perahunya sambil tertawa
tawa. Sementara itu tampak beberapa kali tubuh Ong Djie
Hai timbul tenggelam sambil ngengap ngengapan menyedot
hawa. "Lau Sam, jangan mengganggu orang, lekas ke luar!"
teriak pengemudi itu ke dilam air. Sekali ini Ong Djie Hai
muncul ke permukaan air sebatas badan. Tubuhnya
kelepekan mendekati perahu yang terkatung-katung itu.
Dengan susah payah berhasil juga ia menjambret dan naik
ke perahu itu. Sesampai di perahu tubuhnya sudah lemas,
ia terlentang ngengap ngengapan.
107 Saat ini dari dalam air muncul seseorang, dengan muka
persegi usianya masih muda kira kira dua puluhan. Ia
tertawa dan berpaling pada pengemudi perahu Gwat Hee
sambil tertawa: "Toako, bukan aku yang mengganggu dia,
melainkan ia yang mencoba aku!" Habis, berkata kembali ia
menyelam. dalam waktu sekejap kembali ia muncul dengan
sebuah pengayuh besinya yang besar. Pengayuh itu sudah
somplak sebesar pangkal lengan anak kecil.
Kiranya begitu Djie Hai sadar, tampak di sampingnya
berduduk Peng San Hek Pau, di belakangnya berduduk
pengemudi perahu dengan pengayuh besinya yang besar.
Djie Hai tak dapat berenang, tapi jarak perahu ke darat tak
seberapa jauh. pikirnya asal perahu sedikit ke pinggir, ia
dapat melompat ke darat. Sesudah mengambil keputusan.
Di ajaknya tukang perahu ngobrol. Ditanyainya bagaimana
caranya mengemudikan perahu. Sementara tangannya
memegang - megang pengayuh orang, dicobanya sekuat
tenaga mengayuh perahu agak ke pinggir. Begitu
tenaganya dikerahkan, tiba tiba ia merasakan tenaga
balikan yang demikian besar dari pengemudi itu. Djie Hai
memang mengandung pikiran untuk menguji tukang perahu
itu. Semangatnya diempos tenaganya kian bertambah.
Pengemudi itu dengan erat memegang pengayuhnya
dengan dua tangan, sedangkan tubuhnya sedikitpun tidak
bergeming. Sebaliknya pengayuh itu yang tidak tahan
menerima tenaga dua orang itu. Bagian yang dipegang Djie
Hai menjadi cekung, sebaliknya yang dipegang pengemudi
itu menjadi cembung!
Djie Hai mengubah keputusannya secara tiba tiba.
Hatinya berpikir; "Pengemudi itu bertenaga besar sekali,
lebih baik kupinjam tenaganya untuk loncat ke darat" Habis
berpikir tubuhnya mencelat, tangannya menekan pengayuh,
dengan tenaga balikan yang diterima tubuhnya melayang
seperti terbang. Pengemudi ini tidak bersiaga atas tindakan
Djie Hai ini, begitu Djie Hai berialu, ia kehilangan imbangan
badan. Perahunya miring ke sebelah kanan. Buru buru ia
pindah ke sebelah kiri dengan maksud menenangkan
perahu. Siapa tahu Peng San Hek Pau mendadak tubuhnya
108 melayang dengan totolan kakinya! Hampir-hampir
menterbaliKkan perahu. Tukang perahu tergoyang goyang
di atas perahunya. Tubuhnya belum dapat ditetapkan
mendadak Djie Hii jatuh dari atas dan menjambretnya. Tak
ampun lagi dua dua kecebur ke dalam sungai!
Sedari semula Peng San Hek Pau sudah memperhatikan
gerak-gerik Djie Hai. Begitu ia melihat Djie Hai lompat,
tubuhnyapun melayang mengikuti. Ditariknya Djie Hai dari
udara sampai jatuh ke air. Hek Pau sendiri meminjam
tenaga tarikan, sehingga tubuhnya membal beberapa
tumbuk! Perlahan-lahan dan tak bersuara tiba di bumi. Ong
Djie Hai tidak bisa berenang, beberapa teguk air kena
diminum. Semakin ia berontak semakin gelebeKan. Dalam
keadaan setengah mati ia merasakan tubuhnya didorong
orang dari dalam air. Membuat ia dapat mengeluarkan
kepala dari permukaan air. Udara dihirupnya secepat
mungkin. Sesudah mati-matian akhirnya ia berbasil sampai
di perahu. Beberapa saat kemudian pikirannya tenang kembali.
Telinganya mendengar suara ribut ribut. Waktu matanya
melek tampak beberapa perahu, dinaiki Louw Eng dan
komplotannya. Di samping Louw Eng duduk seorang muda
dengan tubuh kurus seperti bambu. Adiknya dan Tjiu Piau
terdapat pula di situ. Ia hanya dapat menarik napas,
Matanya dimerami lagi dan tak berkata-kata.
Begitu Louw Eng mengetahui ketiga orang ini tak bisa
berenang, hatinya bertambah lega. Sesampainya di Bu
Beng To boleh berbesar hati untuk meninggalkan mereka.
Kalau sudah beres pertemuan di Oey San baru kembali lagi
untuk membereskan mereka. Pikir Louw Eng.
Pengemudi dianjurkan meneruskan perjalannya sambil
diburu buru Peng San Hek Pau perlahan lahan melompat ke
perahu. Gwat Hee mengajak kakaknya pindah ke
perahunya. Dua saudara itu tidak berkata-kata. Hatinya
pasti tengah meraba raba pikiran lawan. Merekapun tidak
mengetahui pikiran Tjiu Piau. Ingin mereka bicara, sayang
bukan tempatnya. Sebaliknya Tjiu Piau pun ingin bicara
109 dengan mereka untuk menjelaskan tentang dirinya seterang
mungkin. Sayang tak ada waktu dan ketika. Sesudah ribut
mereda, malampun mendatang, keadaan sangat gelap
sebab gelap bulan. Sesudah perahu jalan tak seberapa
lama. Tiba tiba tampak di muka seolah olah tidak ada jalan
lagi. Waktu didekati kiranya di muka penuh ditumbuh
gelagah yang sangat lebat sekali.
Perahu berputar ke arah timur sebanyak dua kali, dalam
sekejap saja, jalanan menjadi terbuka, di muka terbentang
sebuah danau dengan tenangnya, angin dingin bertiup
perlahan-lahan mengusap air, bintang-bintang kec 1 kelap
kelip berbayang di air, pemandangan menjadi indah
tampaknya. Di tengah-tengah danau tampak sebuah teng dengan
sinar lampunya yang bergoyang goyang tertiup angin. Di
sekeliling teng terlihat bayang bayang gelap yang besar, tak
salah lagi pasti inilah yang disebut Bu Beng To.
Gwat Hee terlentang di atas perahu memandang langit.
Ia melihat bintang tujuh yang terang bergemerlapan.
Perahu membuat suatu garis lurus dengan bintang ini.
Karenanya hatinya menjadi tergerak, jalan ke luar dari Bu
Beng To ialah di sebelah selatan dari Bu Beng To, hal ini
diingatnya betul betul. Waktu ia melihat kakaknya dan Tjiu
Piau, mereKa tengah asyik mendengari pembicaraan Louw
Eng. Tapi sayang sekali yang di bicarakan Louw Eng adalah
lagu lama dari kejadian kejadian di Kang Ouw melulu.
Sehingga kedua orang merasa bosan untuk mendengari
terlebih lanjut.
Perahu sudah sampai di tengah-tengah Bu Beng di depan
mata. Pulau ini tidak lebih tidak kurang sebesar bukit kecil.
Keadaan tanahnya datar. Hanya di tengah-tengahnya agak
menonjol, dan di situlah terdapat beberapa batang pohon,
dari tengah-tengah pohon memancarkan sedikit sinar
terang, mungkin di situ terdapat beberapa rumah. Tempat
ini sangat sepi dan sunyi sekali, tak ubahnya seperti hutan
belantara!. Gwat Hee berpikir: "Siapa gerangan yang mendiami
110 pulau ini" Tempat yang demikian Kecilnya tidak terurus!
"Sementara itu perahu sudah mendarat, orang-orang sudah
merapat, di bawah pimpinan anak muda yang kurus seperti
bambu itu. Mereka berjalan di atas jalan yang terbuat dari
batu-batu yang merupakan tanggul tanggul. Lekak-lekuk.
Sesudah lama kemudian baru sampai di tempat yang tinggi
yakni di mana terdapat rumah-rumah. Kiranya rumah ini
terbuat dari tumpukan batu batu, buatannya sangat kodi
sekali. Ketiga mengemudi sudah memasak nasi, lauk
pauknya terdiri dari ikan dan udang melulu, tapi segar dan
manis serta nyaman akan rasanya.
Tjiu Piau bertiga siang siang sudah merasa lapar sekali,
tak banyak ribut lagi segala hidangan itu disikatnya sepuas
mungkin. Selesai bersantap Louw Eng berkata pada Ong
Djie Hai. "Dalam cuaca malam yang demikian indah sayang
-kalau dilewatkan begitu saja. mati kita berjalan-jalan
mencari angin."
Ong Djie Hai sudah bertekad melihat segala tindak
tanduk Louw Eng. Dengan tak banyak pikir lagi ia menjawab
mau. Pikirnya. "Lagaknya segera akan ke luar." Sebelum berlalu ia mengedipkan dahulu adiknya memberi isyarat.
Louw Eng dan Djie Hai segera naik perahu tanpa
pengemudi, sebab Louw Eng dapat berperahu. Demikianlah
perahu kecil itu sudah mulai jalan perlahan-lahan dikayuh
Louw Eng. Beberapa hari ini 'perlakuan Louw Eng ternadap Tjiu Piau
dan dua saudara sangat aneh sekali. Seolah-olah ia sangat
memperhatikan dan telaten sekali, di balik itu juga sangat
keras menjaganya. Pengikutnya yang terairi dari jago-jago
ulung tidak henti-hentinya mengawasi sepak teijang ketiga
orang ini. Djie Hai gagal usahanya untuk melarikan diri sewaktu di
Bu Beng Hoo. Mereka juga tidak mengusik ngusik hal ini,
seolah olah tidak terjadi sesuatu. Mungkin mereka
mempunyai cara lain yang akan dikeluarkan. Tapi Djie Hai
selalu siap sedia untuk menyelamatkan dirinya.
Di dalam perahu Djie Hai membawa lagak seperti tengah
111 menikmati pemandangan di danau itu, tapi sebenarnya
tengah mengawasi gerak gerik Louw Eng.
Sampaiditengah tengah, keadaan sekeliling sangat sunyi
sekali, hanya tiupan angin halus yang terdengar samar
samar datang dan berlalu. Tiba tiba Louw Eng berkata:
"Djie Hai Tit djie (keponakan) kau tahukah, kenapa aku
ingin dengan kau berjalan jalan ke sini" Aku mempunyai
sesuatu rahasia yang maha penting, yang sudah terbenam


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam dadaku selama delapan belas tahun lamanya.
Terkecuali dari diriku, hanya seorang saja yang
mengeiahuinya. Sayang orang itu sudah meninggal. Hari ini
rahasia itu akan kuberitahukan kepadamu!"
"Apakah rahasia ini sangat erat hubungannya denganku?" "Bukan saja berhubungan dengan kau seorang, tapi
berhubungan pula dengan rakyat seluruh negeri!
Bersumpahlah dahulu untuk mengatakan rahasia ini kepada
orang kedua. Sesudah itu baru aku mau memberi tahu
kepadamu!"
"Aku bukan ahli untuk bersumpah, sumpah apa yang kau
kehendaki dariku?" Kata Djie Hai dengan suara dingin. Louw
Eng melirik, tiba tiba pengayuh di angkat dari air, dengan
tangan kanannya mentah mentah dilepas, sret--- plung!
pengayuh itu menjadi somplak, petelannya jatuh, di temDat
jauh, pengayuh yang sudah rusak itupun dilemparnya ke
tengah danau. Tenaga tangannya memang cukup
mengejutkan orang sesudah itu ia berpaling pada Djie Hai
seraya berkata.
"Bersumpahlah semacam ini! Bilamana kau menceritakan
rahasia ini kepada orang lain, kau mendapat nasib serupa
pengayuh ini."
Tanpa ragu ragu sedikitpun Djie Hai mulai bersumpah.
"Baik! Demi kepentingan rakyat jelata. Bilamana aku Ong
Djie Hai menceritakan sesuatu yang seharusnya tidak
kuceritakan. Kehidupanku semoga seperti pengayuh itu!"
Louw Eng tertegun tak berkata kata, agaknya banyak
112 banyak kata kata yang ingin dibicarakan, tapi untuk
seketika semua kandas di tepi bibirnya. Kini perahu itu
terbawa angin merapung rapung di atas danau, sebab
sudah tidak dikemudikan lagi.
Dengan keren dan mantap Louw Eng memperdengarkan
suaranya: "Ketahuilah Sri Baginda Tjeng jiwanya sudah di
atas tanganku!"
Dengan kata katanya ini Louw Eng melihat tubuh Djie Hai
bergoyang goyang dan berhenti lagi. Tahulah ia bahwa kata
katanya ini mengenai hatinya Djie Hai benar benar. Dari itu
sambungnya pula: "Kini tercapailah cita citaku selama
delapanbelas tahun untuk mendapat kepeicayaan dari raja
Tjeng, sembarang waktu aku dapat mendampinginya. Cita
citaku selama delapan belas tahun ini hanya diketahui oleh
ayahmu seorang Menyesal sekali ia sudah mendahului aKu
pergi ke tanah baka!"
Tak terasa lagi Djie Hai bertanya: "Apa artinya akan kata
kata ini?"
"Diam dulu. jawablah pertanyaanku duhulu. Tahukah kau
akan kematian ayahmu sejelas jelasnya?" Perlahan lahan
Djie Hai menggeleng gelengkan kepala, wajahnya sangat
tenang. "Inipun ada rahasia pula. Delapan belas tahun yang lalu.
Nama Wan Tie No bukan main terkenal dan dimalui
orang. Tak seorang tidak mengetahui, bahwa ia adalah
pengikut dari Giam Ong Lie Tju Seng. Tidak sedikit jasa jasa
didirikan. Sewaktu tentara Tjeng masuk di wilayah Tiongkok
ia menyembunyikan diri di gunung sunyi. Diam diam ia
mengumpulkan orang gagah untuk mengobarkan
pemberontakan pada pemerintah. Siapa kira dan siapa
menyangka, tidak tahunya terlebih dahulu ia sudah
sekongkol dengan penghianat bangsa nomor satu Ang Sin
Tiu!' Bicara sampai di sini Louw Eng berdiam sambil mengawasi dengan tajam. Sekeliling terbenam di dalam
kesunyian seperti mati, perahu terkatung katung tanpa arah
113 tujuan Tanpa diketahui lagi perahu sampai di tepi yang
berumput tebal.
Ong Djie Hai hampir hampir nyeletuk :Benarkah terjadi
hal ini " Tapi kata kata ini tertelan lagi ke dalam mulutnya.
ia berusaha untuk menguasai perasaannya menjadi tenang.
Agar dapat mengetahui betul dan palsunya perkataan
orang, ia tahu yang terbaik, wajahnya tidak boleh berubah,
harus pura pura percaya.
Perlahan lahan Lauw Eng berkata pula "Walaupan
ayahmu mempunyai hubungan yang erat dengan Wan Tie
No, tapi tidak mengetahui hatinya yang sesungguhnya.
Delapan belas tahun yang lalu, ayahmu mendengar
perkataannya, dan mengajak kami empat saudara untuk
menghadiri pertemuan di Oey San, katanya untuk rencana
besar guna menggulingkan pemerintah Tjeng Diluar
perkiraan, ayahmu secara kebetulan sekali mengetahui
perbuatannya dan rahasianya, hal ini akibatnya besar. Dari
kawan baik menjadi musuh besar. Sepontan di situ juga
terjadi gelanggang laga yang besar. Akibat dari pertarungan
itu tertinggallah aku yang tidak berguna ini.
Kejadian delapan belas tahun yang lalu tak ubahnya
seperti dalam impian saja." Louw Eng berkata lagi dengan
nada sedih sesudah diam seketika: 'Yang lebih celaka ialah
salah satu dari persaudaraan kami ini sebenarnya menjadi
pengkhianat pula. Waktu terjadi perkelahian bukan saja ia
tidak membantu kami, bahkan membantu musuh. Hian Tit,
jika kau ingin mengetahui siapa orang itu, lihatlah apa yang
tertera di paugkal lenganku ini!" Digulungnya lengan baju.
di bawah sinar bintang samar-samar terlihat bunga bwee
merah. Ong Djie Hai sudah mengetahui di pangkal lengan
Loaw Eng terdapat bwee merah itu. Kini dilihatnya bunga
itu. sekedar ingin melihat lihat saja.
"Tjiu Tjian Kin Siok-siokkah yang kau maksudkan orang
itu?" "Benar dia adanya. Mutiara beracun itu dilepas tanpa
kukira. Tak ampun lagi aku kena tipu busuknya ini. Untung
dalam bahaya yang demikian hebat itu. ayahmu dapat
Pedang Berkarat Pena Beraksara 1 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Pedang Tanpa Perasaan 2

Cari Blog Ini