Ceritasilat Novel Online

Pedang Kayu Harum 19

Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Bagian 19


Sepasang mata yang indah itu tiba-tiba membelalak dan mukanya ditarik ke belakang seolah-olah takut kepada muka Keng Hong yang mendekat itu. Akan tetapi Yan Cu menjawab juga,
"Kalau hatiku sedang gembira, hemmm... mungkin ada juga perasaan itu karena aku suka padamu dan engkau tampan, Suheng. Akan tetapi sekarang ini... melihat engkau begini kusut, kotor, berhari-hari tidak berganti pakaian... hemm, tentu saja sama sekali tidak persaan itu, Suheng!"
Keng Hong membelalakkan mata dan meloncat bangun. "Wah, celaka, aku sampai lupa..! Nanti dulu, Sumoi... Aku... aku mau mencuci muka dulu...!" Keng Hong lari cepat meninggalkan gadis itu encari air di lereng gunung. Yan Cu tertawa geli, bahkan terkekeh-kekeh seorang diri setelah Keng Hong pergi, akan tetapi ia mengakhiri kegelian hatinya dengan duduk bersunyi sendiri, termenung memikirkan keputusan yang di ambil gurunya. Ia mengerti bahwa agaknya tidaklah sukar baginya untuk jatuh cinta kepada seorang pemuda seperti Keng Hong. Akan tetapi kalau pemuda yang menjadi suhengnya itu telah terang-terangan menyatakan mencinta gadis lain, dan hatinya sendiri tidak merasa sakit mendengar pengakuan itu, dia tahu bahwa dia barulah tertarik dan suka belum jatuh cinta. Untung suhengnya berterus terang sehingga rasa sukanya tidak berlarut-larut menjadi cinta. Akan tetapi subonya telah menentukan hal itu, bagaiamana baiknya"
Yan Cu masih termenung ketika Keng Hong datang kembali. Pemuda itu sudah mencuci muka, bahkan rabutnya masih basah, wajahnya nampak segar. Yan Cu memandang dengan hati geli. Keng Hong duduk lagi menghadapi sumoinya itu dan berkata,
"Nah, aku sudah bersih, tidak menakutkan lagi sekatang. Bagaimana, Sumoi?"
"Bagaimana apa?"
"Apakah sekarang ada perasaan di hatimu, ingin kupeluk dan kucium?"
Yan Cu mengeleng kepalanya. Keng Hong menganguk-angguk girang. "Bagus, itu tandanya kau tidak cinta padaku. Sekarang pertanyaan yang merupakan ujian terakhir! Engkau dengar baik-baik,
"Sumoi! Aku... eh, terus terang saja... aku... Aku pernah melakukan hubungan jasmani dengan Bhe Cui Im si iblis betina, pernah pula melakukan hubungan hanya berdasarkan nafsu berahi dengan tiga orang gadis lain!"
Wajah Yan Cu mendadak menjadi merah sekali dan mulutnya cemberut, matanya memandang merah. "Ihhh, cabul! Kenapa engkau ceritakan hal semacam itu kepadaku, Suheng?"
Episode 303 "Jawablah! Setelah mendengar ini ditambah lagi, aku mencinta seorang gadis bernaa Sie Biauw Eng, aku mencintanya setengah mati, nah, setelah kau mendengar ini bagaimana rasanya hatimu?"
Yan Cu menjawab cemberut. "Rasanya muak mendengar yang pertama, dan terharu mendengar yang ke dua."
"Kau.. kau tidak marah" Aku bermesra-mesraan dengan gadis-gadis lain itu, bagaimana?"
"Bagaimana... bagaimana maksudmu" Aku muak mendengarnya!"
"Tidak cemburu" Tidak iri?"
"Mengapa mesti cemburu dan iri" Kau ingin bermesraan dengan seluruh monyet betina di gunung ini pun silakan!"
Keng Hong tertawa bergelak, memegang pundak Yan Cu, menarik gadis itu berdiri dan berjingkrakan menari-nari saking gembiranya. "Kau tidak cinta padaku! Kau tidak cinta padaku! Aduh, Sumoiku yang baik, engkau telah menolongku!"
Yan Cu menarik tangan Keng Hong. "Jangan bergirang-girang dulu, Suheng. Subo sudah memutuskan perjodohan itu. Bagaimana?"
Keng Hong menjadi serius kebali dan sambil menarik tangan Yan Cu, dia mengajak gadis itu duduk kembali di atas rumput, berhadapan dan saling pandang dengan wajah serius. "Benar, Subo telah mengancam bahwa kalau aku menolak, dia akan membunuhku!" Keng Hong menggigit-gigit kuku telunjuk kanannya, kedua alisnya berkerut.
"Bagaaimana baiknya, Suheng?"
"Menolak perintahnya, berati aku akan menjadi orang yang paling hina, tidak ingat budi, apalagi kalau aku melawannya. Menurut perintahnya, hem.. tanpa cinta, kita berdua kelak akan terseret ke neraka penderitaan, di samping menghancurkan hati Biauw Eng, yaitu kalau dia benar mencintaku. Sumoi, baiknya kita mengambil jalan tengah saja!"
"Jalan tengah bagaimana, Suheng?"
"Kita menghadap Subo dan menyatakan terus terang bahwa kita berdua hendak membuktikan dulu apakah kita berdua saling mencinta. Tanpa cinta kita berdua rela mati di tangan Subo. Aku akan menyatakan terusterang bahwa yang menjadi penghalang sambungan cinta kita adalah karena aku mencinta Biauw Eng, dan aku belum tahu apakah gadis itu mencintaku ataukah membenciku. Kita berdua akan mencarinya, kalau sudah beertemu dan kita mendapatkan bahwa Biauw Eng memang membenciku, kita akan kembali ke sini dan menerima keputusan Subo. Karena, kalau Biauw Eng tidak mencintaku, maka sudah pasti akan menumpahkan seluruh cinta kasihku kepadamu, Sumoi!"
"Aihhh, kenapa cinta kasih kau pindah-pindahkan seenakmu saja seperrti orang memindahkan kursi atau meja, Suheng?"
"Bukan begitu, Sumoi. Cinta kasih memang tidak akan dipindah-pindahkan seperti itu. Akan tetapi seperti dalam sajak tadi, cinta kasih itu harus berimbang dari kedua fihak, saling memberi dan saling meninta, kurang satu saja menimbulkan sengsara. Biarpun aku mencinta Biauw Eng, apakah aku harus menggerogoti hatiku sendiri sampai coplok" Di atas segala maca perasaan, termasuk perasaan cinta, masih ada kesadaran yang paling tinggi, Sumoi, yang akan menuntut kita mengatasi segala akibat perasaan sehingga mencegah kita melakukan hal yang bukan-bukan, misalnya karena asmara gagal lalu minum racun tikus dan lain-lain perbutan rendah dan keji untuk membunuh diri! Eh, kita melantur lagi. Bagaiana pendapatmu, Sumoi" Setujukah engkau?"
Gadis itu mengangguk-angguk. "Baiklah, Suheng. Memang selain engkau harus yakin dulu akan cintamu terhadap gadis itu aku sendiri harus mempelajari dulu bagaimana sebetulnya perasaanku terhadap dirimu. Mudah-mudahan saja kalau kelak ternyata kau tidak dapat melanjutkan tali cintamu dengan gadis itu dan hendak "pindah" kepadaku, aku bisa menerimanya. Siapa tahu, kelak aku jatuh cinta kepada orang lain sehingga tak dapat membalas cintamu."
"Wah, celaka kalau begitu... Biauw Eng putus, engkau luput..., habis bagimana kelak dengan aku" Keng Hong mengaruk-garuk kepalanya dan Yan Cu tertawa. Gadis ini sudah mendapatkan kembali kegembiraannya.
"Kalau memang kelak terjadi begitu yaaaahhh, engkau rasakan saja, Suheng, hitung-hitung engkau melanjutkan nasib mendiang gurumu. Eh, kurasa tidak baik kalau kita menanti Subo. Aku mengenal watak Subo. Di waktu dia sedang marah, hatinya keras bukan main dan mungkin kita akan dibunuhnya seketika. Sebaliknya, kalau hatinya lagi lunak, dia merupakan orang yang paling sabar. Sebaiknya kita jangan mempertaruhkan nyawa. Lebih baik kita pergi saja sebelum dia pulang dan kita meninggalkan surat kepadanya, menjelaskan segala maksud kita. Biarpun dia marah, kalau kita tidak ada, akhirnya hatinya akan lunak dan dia akan memaafkan kita."
Keng Hong memegang kedua lengan gadis itu, memandang dengan mata bersinar-sinar gembira dan berkata, "Yan Cu, kalau di sana tidak ada Biauw Eng kalau kita sudah jelas saling mencinta, saat ini kau sudah kupeluk dan kugigit bibirmu yang manis ini!"
"Ihhh! Pantas kalau Biauw Eng membencimu! Engkau... genit sih!" Gadis itu melepaskan tangannya dan berlari cepat menuruni puncak, kembali ke pondok diikuti Keng Hong. Mereka berdua lalu membuat surat dan pada hari itu juga pergilah mereka meninggalkan tempat itu. Tentu saja pusaka peninggalan gurunya yang telah dia rapas dari Cui Im, dia bawa, demikian pula pedang Siang-bhok-kiam.
*** Sesosok bayangan hitam berkelebat cepat sekali di atas wuwungan rumah gedung Kwan-taijin. Bayangan ini berhenti dan mendeka di balik wuwungan dengan matanya dia menyapu ke bawah dan mata itu bersinar gembira ketika ia melihat bahwa keadaan di situ amat sunyi. Maklum bahwa saat itu telah menjelang tengah malam. bayangan ini lalu bangkit dan berindap-indap ke wuwungan sebelah belakang, kemudian bagaikan seekor burung garuda terbang, dia meloncat ke bawah dan kedua kakinya saa sekali tidak mengeluarkan suara ketika menginjak lantai di ruangan belakang.
Bayangan hitam itu ternyata adalah seorang laki-laki yang berusia empat puluh tahun lebih akan tetapi masih kelihatan tampan dan gagah, tubuhnya tinggi besar dan pakaiannya serba mewah dan indah, di punggungnya tampak pedang yang gaganganya terukir indah. Dia adalah Kim-lian Jai-hwa-ong Siauw Lek, penjahat cabul yang telah melarikan diri dari istana bersama Cui Im. Mereka lari berpencar karena mereka takut kalau-kalau fihak istana melakukan pengejaran. Setelah gagal mengejar kemuliaan di istana dengan menjadi pengawal karena perbuatan Cui Im yang hendak memancing Keng Hong akan tetapi gagal, Siauw Lek yang kini merantau seorang diri telah kambuh lagi penyakit lamanya dan mulailah dia melakukan kekejiannya yang membuat dia dijuluki Jai-hwa-ong (Raja Pemetik Bunga), yaitu dengan menculik dan memperkosa wanita-wanita cantik!
Episode 304 Malam itu dia mencari korban di rumah gedung pembesar Kwan yang tinggal di kota Cin-an, sebuah kota besar yang terletak di tepi Sungai Huang-ho. Siauw Lek yang sudah berpengalaan dalam perbuatan keji seperti ini, menanti sampai para penjaga keamanan yang meronda lewat di ruangan belakang itu, kemudian dia mendongkel jendela samping dan masuk ke ruangan dalam dilihatnya anak tangga yang menuju ke loteng dan dia tersenyum. Biasanya, para wanita tinggal di tinkgat atas itu. Tubuhnya berkelebat dan dia sudah meloncat ke atas.
Tak lama kemudian dia sudah mengintai dari jendela kamar besar dan melihat pembesat Kwan yang setengah tua itu di samping isterinya. Ia lalu mengintai kamar sebelah dan matanya berkilat ketika dia melihat dua orang wanita cantik tidur di kamar yang indah itu. Ia dapat menduga bahwa dua orang wanita muda itu tentulah selir si pembesar. Melihat tubuh muda dan wajah cantik itu, timbullah gairahnya dan tanpa menimbulkan suara berisik, Siauw Lek sudah berhasil membuka jendela dantubuhnya meloncat ke dalam, lalu ditutupnya kembali jendela kamar.
Dengan sikap tenang karena memang sudah biasa dia melakukan perbutan terkutuk ini, Siauw Lek mengambil lilin dari atas meja dan menyinkgap kelambu yang menutup tempat tidur itu. Dia tadi hanya dapat mengira-ngira saja akan kecantikan dua orang wanita itu karena tertutup kelambu yang tipis, dan kini dia hendak memeriksa dulu calon korbannya. Bukan main girang hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa dugaannya benar. Mereka berdua itu adalah wanita-wanita muda, tentu selir bangsawan Kwan, wajah mereka menggairahkan. Dengan halus dan mesra Siauw Lek menggunakan telunjuknya meraba dan membelai bibir yang setengah terbuka dari wanita yang tidur di pinggir, yang memakai pakaian dalam berwarna hijau pupus.
Wanita itu membuka matanya, memandang dan mulutnya sudah bergerak hendak berteriak, akan tetapi jari tangan Siauw Lek menahan bibir merah itu dan Siauw Lek tersenyum, menggelengkan kepala memberi isyarat agar wanita itu jangan menjerit. Sejenak wanita itu terbelalak, memandang wajah Siauw Lek penuh perhatian, wajah yang tampan dan ganteng, jauh lebih menarik daripada kemudian pandang mata wanita itu menurun, menyapu tubuh Siauw Lek yang tinggi besar dan kokoh kuat, jauh bedanya dengan tubuh pembesar Kwan yang perutnya gendut itu.
Pandang mata Siauw Lek bicara banyak selir ini pun bukan seorang wanita yang bodoh, maka ia tersenyum lebar dan bangkit berdiri menarik telunjuk ke depan bibirnya yang merah seolah-olah memberi isyarat kepada Siauw Lek agar tidak berisik, kemudian ia menuding ke arah tubuh temannya dan memgang tangan Siauw Lek lalu menariknya ke sudut kamar itu Siauw Lek agar tidak berisik, kemudian ia menuding ke arah tubuh temannya dan memegang tangan Siauw Lek lalu menariknya ke sudut kamar itu Siauw Lek mengembalikan lilin ke atas meja dan begitu dia membalikkan tubuh menghadapi wanita itu, selir berpakaian dalam warna hijau ini sudah merangkul lehernya dan menciumnya seperti seekor harimau kelaparan!
Siauw Lek mendengus marah, tangan kirinya bergerak ke atas. "Prakkk!" Tanpa mengeluh lagi wanita itu roboh terkulai dengan nyawa melayang karena kepalanya sudah retak oleh hantaman jari tangan Siauw Lek! Memang watak Siauw Lek aneh dan kejam sekali. Dia paling tidak suka akan wanita yang genit, wanita yang menyambutnya dengan rayuan. Dia lebih senang memperkosa wanita yang melawannya! Benar-benar manusia ini memiliki watak binatang. Seperti seekor kucing yang kalau menangkap tikus selalu mempermainkan dan menyiksanya dulu sebelum memakannya, makan daging tikus sebelum mati sebelum mati sehingga terasa di mulut betapa tubuh tikus itu mengeliat-geliat dan meronta-ronta demikianlah watak penjahat cabul itu. Maka dia lalu membunuh begitu saja ketika selir berpakaian hijau itu menyambutnya dengan mesra dan penuh nafsu berahi. Setelah membunuh wanita itu, tanpa menengoknya lagi Siauw Lek lalu menghampiri tempat tidur dan sekali tangannya meraih terdengar suara "brettt!" dan pakaian merah yang dipakai wanita ke dua telah direnggutnya robek. Wanita itu terkejut, membuka mata dan memandang terbelalak, kemudian menjerit sekuatnya! Siauw Lek tidak jadi menotoknya ketika melihat bahwa wanita ini kalah cantik melihat bahwa wanita yang dibunuhnya tadi, memang wanita ini cukup muda dan cantik, berusia paling banyak tiga puluh tahun, akan tetapi karena kalah cantik oleh wanita yang dibunuhnya tadi, maka tampak buruk dalam pandangan matanya.
Jari tangannya yang tadi siap menotok urat gagu wanita itu agar tidak sempat berteriak, kini menyelonong ke arah tenggorokan dan terdengar suara "krekkk!" disusul rebahnya tubuh telanjang itu dalam keadaan tak bernyawa lagi!
Suara ribut-ribut di luar kamar, yaitu suara para penjaga yang terkejut mendengar jerit tadi, membuat Siauw Lek melompat dan tubuhnya sudah menerobos langit-langit dan berada di atas genteng.
"Jaga kamar Siocia...!" terdengar suara orang. Siauw Lek melihat ada beberapa orang penjaga lari ke sebuah kamar di ujung kiri. Ia cepat meloncat mendahului mereka, mendahului mereka, menendang daun jendela dan girang sekali hatinya ketika melihat seorang gadis muda yang amat cantik telah terbangun dari tidur dan duduk di ranjang dengan mata terbelalak ketakutan. Melihat Siaw Lek gadis itu kaget dan hendak lari, akan tetapi sekali sambar saja Siauw Lek sudah menotok lumpuh lalu mengempit tubuh gadis itu dan menerjang ke pintu yang didobrak dari luar oleh para penjaga yang melihat penjahat itu memasuki kamar melalui jendela. Empat orang pengawal itu roboh oleh tendangan kaki Siauw Lek dan dalam sekejap mata saja tubuh Siauw Lek sudah berloncatan ke atas genteng, dikejar oleh beberapa orang pengawal. Tentu saja para pengawal itu jauh kalah cepat sehingga mereka hanya dapat berteriak-teriak bingung ketika bayangan penculik itu lenyap.
Kekecewaan hati Siauw Lek terobati ketika dia mengempit tubuh yang hangat itu, membawanya lari keluar dari kota Cin-an. Sekali ini dia tidak mau gagal. Dia tahu bahwa karena yang diculiknya adalah puteri seorang pembesar, tentu para penjaga keamanan akan mengerahkan pasukan mencarinya. Maka dia terus melarikan diri ke pinggir Sungai Huang-ho dan di sebuah tempat yang sunyi dia membangunkan tukang perahu, menodong dada tukang perahu itu dengan pedangnya.
Tukang perahu yang kaget terbangun melihat dia ditodong ujung pedang oleh seorang laki-laki tinggi besar yang mengempit seorang wanita yang agaknya pingsan, seketika menggigil seluruh tubuhnya. "Hayo lekas seberangkan aku ke sana!"
Tukang perahu tidak berani membantah. Siauw Lek meloncat ke perahu dan tukang perahu itu lalu mendayung perahunya ke tengah menyeberang Sungai Huang-ho yang lebar. Di dalam perahu, Siauw Lek duduk dan memangku tubuh gadis yang tak dapat bergerak karena ditotoknya tadi. Hatinya girang bukan main. Lampu di perahu itu kecil sekali, akan tetapi cukup untuk menerangi tubuh gadis yang montok dan padat dan wajahnya yang cantik manis. Dia akan menikmati korbannya ini, tanpa gangguan. Maka diperintahkannya tukang perahu untuk menyeberangkannya ke bagian seberang yang sunyi.
Episode 305 Malam telah terganti pagi ketika perahu kecil itu mendarat di pantai yang penuh pohon, sebuah hutan yang sunyi dan tak tampak sebuah pun perahu di situ. Siauw Lek menyuruh tukang perahu mengikatkan perahu pada sebatang pohon, kemudian pedangnya berkelebat dan tubuh tukang perahu itu roboh mandi darah, kemudian mencelat ke sungai oleh tendangan kaki Siauw Lek. Sambil tersenyum Siauw Lek melihat mayat tukang perahu terbawa air, kemudian dia memodong tubuh gadis itu dibawa ke dalam hutan!
Melihat betapa tempat itu sunyi sekali dan di pinggir sungai itu terdapat rumput yang hijau tebal, Siauw Lek tertawa, membebaskan totokan gadis itu dan melepaskan tubuh itu ke atas rumput. Dia sendiri duduk memandang sambil tersenyum. Gadis itu mengeluah, tubuhnya masih kaku-kaku, kemudian ia bangkit duduk. Ketika menoleh dan melihat laki-laki tinggi besar yang memandangnya seperti seekor harimau memandang kelinci, ia mengeluarkan jerit tertahan, meloncat berdiri dan lari! Siauw Lek tertawa bergelak, membiarkan gadis itu berlari-lari di atas rumput sampai belasan langkah-langkah kecil, kemudian tubuhnya bergerak mengejar.
*** Gadis yang lari itu tiba-tiba tersentak kaget merasa betapa ujung pakaiannya dibetot dari belakang. Ia meronta dan menggunakan semua tenaga untuk meloncat ke depan. Terdengat bunyi robek dan sebagian baju luarnya tertinggal di tangan Siauw Lek yang tertawa-tawa girang. Sungguh menyenangkan sekali permainan ini baginya. Gadis itu berlari lagi akan tetapi tiba-tiba ia menjerit dan tubunya terjungkal. Ketika ia bangun lagi, kedua sepatunya telah berada di tangan Siauw Lek, juga sebagian celana luar yang robek. Gadis itu mengeluarkan suara seperti dicekik karena rasa ngeri dan takut membuat ia sukar mengeluarkan suara. Akan tetapi ia sudah berdiri lagi, terengah-engah dan memaksa kedua kakinya yang telanjang untuk lari lagi ke depan, kemana saja asalkan menjauhi laki-laki yang baginya lebih menakutkan daripada iblis sendiri.
"Ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha! Engkau manis sekali. Larilah... ha-ha-ha, larilah...!"
Gadis itu berlari. Kakinya yang terasa nyeri tak dihiraukannya. Ia berlari sampai agak jauh, napasnya terengah dan tibalah ia di sekumpulan pohon-pohon besar. Tiba-tiba ia menjerit ngeri ketika melihat laki-laki tinggi itu tahu-tahu sudah berada di depannya, muncul keluar dari balik sebatang pohon sambil tertawa-tawa.
"Aiiihhhhhh.. Ja... jangan..!" Gadis itu menjerit, membalikkan tubuh dan lari lagi ke lapangan rumput hijau.
"Ha-ha-ha-ha-ha! Larilah sekuatmu nona manis!" Siauw Lek berjalan-jalan mengikuti.
Gadis yang sudah hampir kehabisan napas itu akhirnya menjerit dan roboh terguling di atas rumput karena kakinya terjerat oleh sisa pakaiannya sendiri. Sambil tertawa puas Siauw Lek menubruknya.
"Ampunnn... jangan... tolooongggg...!" Akan tetapi tetapi di tempat sesunyi itu, siapa yang mampu menolongnya. Siauw Lek terkekeh-kekeh dan mencium muka yang pucat ketakutan itu.
Tiba-tiba Siauw Lek berteriak kesakitan, ternyata gadis yang sudah putus asa saking ngerinya itu, dan menjadi nekat dan menggunakan kesempatan selagi Siauw Lek yang diamuk berahi itu lengah, telah menggigit lehernya, menggigit dan mengerahkan tenaga tidak mau melepaskan lagi!
"Lepaskan! Keparat! Lepaskan...!" Siauw Lek membentak, akan tetapi gigitan pada lehernya itu makin mengeras. Siauw Lek menjadi marah sekali, tangan kirinya menampar.
"Plakkk!" Gigitan terlepas, gadis itu terkulai, darah keluar dari telinganya dan napasnya empas-empis, akan tetapi matanya masih terbelalak memandang Siauw Lek penuh kebencian.
Siauw Lek bangkit berdiri, meraba kulit lehernya yang berdarah. "Sialan! Anjing betina!" Ia memaki dan melihat ke bawah di mana gadis itu rebah terlentang dalam keadaan hampir mati karena kepalanya retak! Dengan gemas Siauw Lek mengangkat kakinya dan memaki, "Perempuan hina!" Kakinya menginjak dada yang tak tertutup lagi dan yang tadi amat menggairahkan hatinya, menginjak sambil mengerahkan tenaga. "Krakkk!" Tulang-tulang iga gadis itu remuk dan nyawanya melayang!
"Manusia iblis! Kim-lian Jai-hwa-ong Siauw Lek manusia terkutuk!"
Siauw Lek terkejut, cepat membereskan pakaiannya dan membalikkan tubuh. Ketika dia melihat ada dua orang gadis cantik sekali berdiri di situ, wajahnya seketika menjadi berseri. Kiranya yang memakinya itu adalah Song-bun Siu-li Sie Biauw Eng, gadis puteri Lam-hai Sin-ni yang cantik jelita, sumoi dari Cui Im yang masih perawan dan yang pernah membuat dia tergila-gila. Kehilangan gadis bangsawan itu dan belum Biauw Eng sama dengan kehilangan ikan teri mendapatkan kakap! Mata laki-laki itu bersinar-sinar, apalagi ketika melihat bahwa wanita yang berdiri di samping Biauw Eng, yang memakai pakaian serba merah, juga amat cantiknya! Benar-benar dia mendapatkan keuntungan besar, padahal semalam dia tidak bermimpi kejatuhan bulan.
Dia tahu bahwa Biauw Eng bukan seorang gadis lemah, akan tetapi dia memandang rendah karena dia cukup mengenal sampai di mana tingkat kepandaian gadis ini. Dengan mudah dia akan dapat menundukan Biauw Eng dan hemmm... wanita baju merah itu pun bukan main manisnya!
Tentu saja Siauw Lek tidak pernah mimpi bahwa Biauw Eng yang berada di depannya sekarang ini sama sekali tidak boleh disamakan dengan Biauw Eng yang pernah dilawannya dahulu!
"Ha-ha-ha-ha-ha! Terima kasih, Biauw Eng! Memang aku sudah bosan dengan gadis tak tahu malu seperti anjing betina yang suka menggigit ini. Kiranya engkau datang untuk menemaniku! Mari... Marilah manis. Sudah lama aku rindu sekali kepadamu. Tak usah malu-malu, di sini sunyi dan tidak ada orang lain. Kalau temanmu yang manis itu ingin pula main-main denganku, marilah. Aku masih kuat melayani kalian berdua, ha-ha-ha-ha-ha-ha!"
"Hi-hi-hik!" Hun Bwee, wanita pakaian merah terkekeh. "Sumoi, inikah monyet cilik murid tujuh ekor monyet tua Go-bi" Karena hanya macam ini saja" dia tidak seberapa akan tetapi mulutnya amat lebar, menantang kita berdua main-main dengannya" Hi-hi-hik, aku sendiri pun cukup untuk main-main dengannya!"
Diam-diam Siauw Lek terkejut. Wanita muda itu cantik sekali, akan tetapi sikapnya begitu aneh, seperti... Miring otaknya! Dan berani memaki guru-gurunya, yaitu Go-bi Chit-kwi yang terkenal.
Episode 306 "Biarlah Suci, jangan turut campur. Tangannya bernoda darah ibuku, maka harus aku sendiri yang menghadapinya", kata Biauw Eng sambil melangkah maju menghadapi Siauw Lek, sikapnya tenang sekali, akan tetapi sinar matanya mengandung ancaman maut yang mengerikan. Adapun Hun Bwee sudah berlutut di dekat mayat gadis yang telanjang itu, kemudian terdengar ia terisak menangis memondong mayat itu dan membawanya pergi dari situ. Hati wanita ini penuh rasa iba dan terharu melihat korban kebiadaban ini yang mengingatkan dia akan nasibnya sendiri ketika dia diperkosa oleh laki-laki yang tadinya ia kagumi, diperkosa oleh Cia Keng Hong! Hun Bwee lalu mengali lubang di tanah dan mengubur jenazah itu.
Biauw Eng yang menghadapi Siauw Lek berkata, "Siauw Lek, kekejianmu melampaui batas, kejahatanmu sudah melewati takaran. Hari ini, aku Sie Biauw Eng kalau tidak dapat membunuhmu, aku bersumpah takkan mau hidup lagi!" Kemarahan Biauw Eng melihat musuh besarnya, musuh ke dua setelah Cui Im, mendatangkan kemarahan yang memuncak sehingga keluarlah kata-katanya yang amat menyeramkan itu.
Diam-diam Siauw Lek merasa bulu tengkuknya berdiri. Ia dapat merasa ancaman yang dahsyat itu dan maklum betapa hebat itu dan maklum betapa hebat kebencian gadis ini kepadanya. Namun tentu saja dia tidak takut. Dia akan menangkap gadis ini, akan memperkosanya sepuasnya, kemudian dia harus membunuhnya agar kelak tidak menjadi ancaman baginya. Maka untuk melenyapkan rasa serem di hatinya, dia tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, Biauw Eng. Ingin aku melihat engkau melawanku. Memang aku paling suka kalau dilayani wanita, nanti pun aku ingin merasai bagaimana engkau melawan, meronta dan menggeliat dalam pelukanku. Ha-ha-ha!" Mulutnya masih tertawa, akan tetapi dengan curang sekali tiba-tiba tubuhnya sudah menyambar ke depan, meloncat sambil menubruk seperti seekor harimau menubruk kijang.
Biauw Eng masih berdiri, tidak mengelak, malah mengangkat kedua tangan menyambut terkaman kedua tangan Siauw Lek. Jari-jari tangan mereka bertemu Siauw Lek sudah merasa girang karena tentu dia akan dapat menangkap gadis ini mengandalkan tenaga sinkangnya yang lebih besar.
"Cuh! Cuh! Tiba-tiba mulut Biauw Eng meludah dua kali ke arah mata Siauw Eng. Laki-laki yang tubuhnya masih di uadara ini kaget sekali. Belum pernah dia mengalami ilmu berkelahi seperti ini pakai meludah segala. Akan tetapi biarpun yang meludah seorang gadis cantik kalau cara meludahnya disertai sinkang kuat dan yang disambar air ludah adalah sepasang mata, amatlah berbahaya!
Siauw Lek miringkan mukanya, akan tetapi pada saat itu, Biauw Eng sudah melempar tubuh ke belakang. Tentu saja Siauw Lek terbawa pula karena kedua tangan mereka masih saling cengkeram dan begitu punggungnya menyentuh tanah, kedua kaki Biauw Eng diangkat dan menendang perut dan pusar Siauw Lek.
"Celaka..!" Siauw Lek berseru kaget, mengerahkan sinkang ke arah tubuh yang ditendang.
"Blukkk!" Sinkangnya membuat perutnya kebal, akan tetapi tidak dapat menahan tubuhnya yang masih di udara itu terpental sampai lima meter lebih. Untuk bahwa Siauw Lek mempunyai ilmu ginkang yang sudah tinggi sehingga dia dapat berjungkir balik dan turun dengan kedua kaki di bawah tidak terbanting. Cepat dia melompat ke depan dan menghadapi Biauw Eng yang sudah berdiri dengan sikap tenang menghadapinya.
Kedua mata Siauw Lek merah. Hampir saja dia celaka dan sama sekali dia tidak pernah menduga bahwa gadis itu mempunyai cara berkelahi yang begini aneh! Ia marah sekali, akan tetapi kemarahannya masih belum menghapus rasa cintanya yang ingin menguasai tubuh Biauw Eng yang dirindukan, maka dia berseru keras dan cepat sekali menerjang maju dengan tangan diainkan secara hebat. Dari dua tangan yang terbuka itu menyambar angin pukulan yang kuat sekali, bertubi-tubi datangnya dan kedua telapak tangan itu berubah menjadi hitam. Namun Siauw Lek lebih banyak membuat gerakan mencengkeram untuk menangkap gadis itu daripada gerakan memukul. Dia sudah menggunakan ilmu pukulan Hek-liong-ciang-hoat (Ilmu Pukulan Naga Hitam) yang amat lihai.
Namun, dengan masih tenang sekali, Biauw Eng mengelak dan kadang-kadang menangkis semua serangan lawan. Bahkan ketika menangkis dan lengannya yang berkulit halus putih itu bertemu dengan lengan tangan Siauw lek yang besar dan kuat, tubuh Siauw Lek tergetar dan lengannya gatal-gatal! Ia terkejut sekali., maklum bahwa ternyata gadis ini sudah memperoleh kemajuan yang hebat.
*** Ia teringat akan penuturan Cui Im bahwa Biauw Eng mempunyai pukulan Ngo-tok-ciang (Tangan Lima Racun) yang amat berbahaya, maka kini dia berseru hebat dan mempercepat gerakannya. Dengan jurus menyesatkan tangan kanannya menghantam susul-menyusuk dengan tendangan kaki kirinya ke arah perut Biauw Eng, akan tetapi ketika gadis itu mengelak dan menangkis, tiba-tiba tangan kirinya mencengkeram ke arah tengkuk Biauw Eng.
"Plakkk!" tengkuk itu kena disentuh, akan tetapi tiba-tiba tangan Siauw Lek yang mencengkeramnya meleset, tubuh Biauw Eng sudah berputar dan kedua tangan Biauw Eng sudah berputar dan kedua tangan Biauw Eng bergerak cepat menampar ke depan!
"Plak! Plak!"
Bagaikan disambar petir, tubuh Siauw Lek berputaran terhuyung-huyung. Telinganya yang kanan kena ditampar, menimbulkan bunyi mengiang tiada hentinya,kepalanya seperti pecah dan pandang matanya berkunang. Ketika dia meraba mukanya yang terasa nyeri, dia terkejut karena hidungnya ternyata kena taparan pula sehingga ujungnya pecah-pecah berdarah. Hidungnya yang biasanya dia banggakan, yang mancung dan besar, kini pecah berdarah, tidak mancung lagi!
Siauw Lek menggoyang kepala mengusir pening. Ketika bintang-bintang yang menari-nari di depan matanya lenyap dan dia dapat memandang lagi, dia melihat Biauw Eng masih berdiri sambil bertolak pingang. Hal inilah yang membuat jantungnya berdebar penuh rasa ngeri dan takut. Jelas bahwa dia tadi sudah tidak berdaya dan kalau Biauw Eng tadi mengirim susulan serangan maut, tak mungkin dia dapat mempertahankan diri lagi. Akan tetapi gadis itu berdiri saja memandang, sama sekali tidak mempergunakan kesempatan itu. Hal ini hanya mempunyai satu arti, yaitu bahwa Biauw Eng memadang rendah kepadanya, bahwa Biauw Eng percaya penuh akan dapat mengalahkannya! Dan dia pun masih bingung mengapa gadis itu kini menjadi demikian hebat!
Dengan hati gentar Siauw Lek mengambil keputusan nekat. Dia mencabut senjatanya dan tampaklah sinar hitam berkelebat menyilaukan mata. Pedang hitam Hek-liong-kiam telah berada di tangannya dan tanpa memberi peringatan lagi, sesuai dengan wataknya yang curang, tangan kirinya bergerak dan belasan sinar-sinar kecil hitam menyambar ke arah jalan darah di tubuh depan Biauw Eng. Itulah senjata paku-paku hitam beracun yang dilepas dari jarak dekat secara tiba-tiba, kemudian selagi sinar-sinar hitam menyambar, dia sendiri sudah meloncat dan menerjang dengan pedang hitanya!
Episode 307 "Haiiiitttttt!" Biauw Eng terkejut juga melihat datangnya paku-paku yang amat berbahaya ini. Tubuhnya sudah mencelat ke atas dengan loncatan tinggi dan sambil meloncat ini dia telah melolos sabuk sutera putihnya yang dari atas merupakan gulungan sinar putih seperti naga mengeluarkan suara meledak-ledak menyambar ke arah kepala Siauw Lek. Laki-laki ini dengan kemarahan meluap menyabet ke arah ujung untuk membabat, akan tetapi ujung sabuk itu sudah melibat pedang. Melihat ini, Siauw Lek berseru keras dan dengan pengerahan tenaga sinkang, dia melontarkan tubuh Biauw Eng yang belum turun ke tanah Biauw Eng tak dapat menahan tenaga dahsyat ini, libatan sabuknya terlepas dan tubuhnya melayang ke atas! Akan tetapi, dia terjungkir balik dan tubuhnya menukik turun, didahului oleh gulungan sabuknya yang berputaran merupakan gulungan putih yang menyembunyikan tubuhnya!
Harus diketahu bahwa selama digembleng oleh Go-bi Thai-houw, nenek gila yanglihai sekali itu, tidak saja Biauw Eng menerima pelajaran ilmu silat aneh, akan tetapi ia telah memperoleh kemajuan pesat dalam hal sinkang dan ginkang dan dengan petunjuk nenek itu ilmunya Pek-in-sin-pian, yaitu memainkan sabuk putih, menjadi hebat.
Melihat betapa lawannya itu kini meluncur turun dengan bersembunyi di balik gulungan putih seperti awan, Siauw Lek memutar pedangnya menyambut.
Biauw Eng menggerakkan sabuknya, ujung sabuk itu berputar menjadi seperti payung pedang Siauw Lek, ia sendiri meloncat ke pinggir dan menggerakkan ujung sabuk ke dua yang meluncur seperti anak panah menotok ke arah pelipis Siauw Lek. Jai-hwa-ong ini berteriak kaget karena pedangnya bertemu dengan benda lunak berbentuk payung, bahkan pedangnya ikut berputar seperti tersedot oleh daya putar gulungan sabuk itu, dan kini tiba-tiba ada suara meledak dan sinar putih menyambar pelipisnya. Ia menarik pedang dan melelmpar tubuh ke belakang, lalu bergulingan. Ketika dia meloncat bangun lagi dengan keringat dingin membasahi dahi, dia melihat Biauw Eng berdiri dengan sabuk di tangan dan memandang kepadanya sambil tersenyum mengejek!
Siauw Lek menjadi makin panik dan gentar. Jelaslah sudah bahwa Biauw Eng kini memiliki kepandaian yang lihai bukan main dan dia merasa menyesal mengapa tadi dia memandang rendah. Kini untuk melarikan tipis sekali harapannya apalagi karena ketika dia melirik ke belakang, dia melihat nona baju merah tadi berdiri sambil bertolak pingang dan tertawa-tawa, menghadang jalan larinya! Celaka, pikirnya, dia tidak tahu bagaimana kepandaian nona baju merah itu, akan tetapi mengingat bahwa Biauw Eng tadi menyebutnya "suci", dia bergidik dan merasa ngeri! Tangan kirinya mengusap muka yang berpeluh dan dia menahan rintihan sehingga tergosok dan terasa perih. Tangannya penuh darah dan hatinya makin gentar.
"Hi-hi-hik! Kasihan sekali, Suoi. Dia sudah ketakutan setengah mati!" Nona baju merah itu tertawa dan Siauw Lek menjadi makin gelisah. Ia lalu menggereng keras, menubruk maju dengan pedangnya, membabat ke arah pingang Biauw Eng yang ramping dan yang tadi dia bayangkan akan dia lingkari dengan lengannya. Sambil membabat, dia menggunakan tangan kirinya membarengi dengan pukulan Hek-liong-ciang ke arah dada gadis itu!
"Tar-tar-tar..!" Ujung sabuk meledak-ledak dan melecut-lecut, berubah menjadi tiga sinar yang menangkis pedang, menangkis tangan kiri Siauw Lek dan yang ke tiga menotok ke arah hidung Siauw Lek yang sudah pecah! Siauw Lek mendengus arah, miringkan tubuhnya dan terus menerjang ke depan menusukkan pedangnya ke arah tenggorokan Biauw Eng.
Dua ujung sabuk putih itu berputar, yang satu menangkis sambil melibat ujung pedang, yang ke dua berputar dan melibat leher Biauw Eng sendiri, mencekik leher gadis itu! Siauw Lek terbelalak keheranan dan juga kegirangan, akan tetapi inilah kesalahannya. Karena heran dan girang melihat ujung sabuk itu melibat dan mencekik leher Biauw Eng sendiri sehingga gadis itu sampai menjulurkan lidahnya yang kecil merah, maka perhatiannya terlibat dan tak dapat lagi dia menghindarkan diri ketika kaki kecil mungil dari Biauw Eng menyambar dari bawah menggenai perutnya.
"Desss... ngekkk! Uaaak! Tubuh Siauw Lek terlempar ke belakang dan dia muntahkan darah segar. Dia telah menjadi korban jurus aneh yang dipelajari Biauw Eng dari nenek gila Go-bi Thai-houw! Siauw Lek terhuyung-huyung dan dapat berdiri pula mukanya pucat, bibirnya berlepotan darah, matanya beringas dan liar, sebagian pula karena marah. Dadanya terasa sesak dan kepalanya pening. Dia maklum bahwa lari pun tidak ada gunanya. Suara ketawa terkekeh-kekeh di belakangnya lebih menyerakan daripada Biauw Eng yang berdiri tegak dengan sabuk putihnya. Dia tahu bahwa sekali ini dia harus membela diri mati-matian dan harus bertandingn untuk menentukan mati atau hidup. Maka dia menjadi makin nekat. Dengan suara gerengan yang tidak seperti manusia lagi dia menerjang ke depan. Namun Biauw Eng sudah siap dengan sabuknya, digerakkan tangannya dan ujung sabuknya terpecah menjadi banyak sekali mengeluarkan suara ledakan-ledakan dan menotok ke arah tujuh belas jalan darah di tubuh lawan!
Siauw Lek yang sudah pening itu tidak begitu cepat lagi gerakkannya. Ia memutar pedang menangkis, namun tetap saja sebuah totokan menyambar lututnya dan dia roboh terguling. Namun, dengan mengguling-gulingkan tubuh dia membebaskan totokan, sedangkan tangan kirinya bergerak.
"Syut-syut-syuttt...!" Lebih dari tiga puluh batang paku hitam menyambar secara kacau ke arah Biauw Eng. Rupanya dalam keadaan panik ini Siauw Lek menguras habis paku-pakunya dari dalam kantungnya menyambitkan semua paku ke arah lawan. Biauw Eng tertawa dan tangan kirinya bergerak. Serangkum sinar putih menyambar ternyata itu adalah senjata rahasia bola-bola berduri putih yang enyambut datangnya sinar paku hitam sehingga semua paku runtuh di atas tanah, bahkan sebatang tusuk konde bunga bwe yang meluncur di antara banyak bola-bola putih tadi dengan kecepatan luar biasa menyambar ke arah tubuh Siauw Lek, tanpa dapat ditangkis lagi, menyambar ke arah mulut laki-laki itu! Siauw Lek terkejut. Miringkan kepalanya dan dia berteriak kaget dan.. telinga kirinya buntung!
"Hi-hi-hik, anjing bertelinga buntung.. Wah, jelek sekali...!" Hun Bwee tertawa dan bertepuk-tepuk tangan.
Kini Biauw Eng tidak mau memberi hati lagi. Ia menggerakkan tangan dan kedua ujung sabuknya menyambar-nyambar, meledak-ledak, dan melecut-lecut Siauw Lek berusaha menangkis, akan tetapi raa takut ditambah rasa nyeri membuat gerakannya ngawur dan tenaganya pun banyak berkurang, maka dia berteriak-teriak kesakitan, ketika ujung-ujung sabuk itu seperti paruh burung garuda mematuki tubuhnya, pakaiannya robek-robek dan kulitnya berikut sedikit daging di bawah kulit pula robek dan copot!
Dengan seruan keras, Siauw Lek yang sudah habis harapan itu mengangkat pedangnya, disabetkan ke arah lehernya sendiri. Akan tetapi ujung sabuk Biauw Eng menyambar, melihat pedang dan sekali sentakan saja pedang itu terbang dan terlempar ke dalam sungai!
*** Episode 308 Kemudian, sebelum Siauw Lek dapat berbuat sesuatu, ujung sabuk sudah melibat kedua kaki dan kedua tangannya, tubuh terangkat ke atas dan... dalam keadaan terbelenggu ujung sabuk, dia terbanting ke dalam air sungai! Ia gelagapan, menggerakkan kedua kaki yang terbelenggu, tubuhnya dapat timbul di permukaan air, akan tetapi tiba-tiba Biauw Eng menggerakkan tangan yang memegang ujung sabuk, membuat tubuh Siauw Lek yang sudah tidak berdaya itu terlempar ke atas dan terbanting lagi ke air. Demikianlah, dia dilelap-lelapkan oleh Biauw Eng yang pandang matanya sudah liar penuh dendam. Siauw Lek kini hanya dapat megap-megap dan mengeluarkan suara "up-up-up-up", perutnya mengembung, mukanya membiru, matanya melotot.
"Sumoi..! Berikan dia padaku...!" Tiba-tiba Tan Hun Bwee berteriak.
Biauw Eng yang masih memegang ujung sabuk dan membiarkan Siauw Lek megap-megap di permukaan air Sungai Huang-ho seperti seekor ikan kena di pancing, menoleh kepada Hun Bwee, mengerutkan alis dan bertanya,
"Untuk apa Suci" Harap jangan mencampuri urusan pribadiku!"
"Ihhh, Sumoi. Mengapa engkau begitu medit" Dia tukang perkosa, kau ingat" Aku benci kepada semua tukang perkosa di dunia ini, ingat"'
Biauw Eng termenung, lalu mengaguk-angguk. Ia dapat membayangkan dendam sucinya. Sebagai seorang gadis sucinya itu pernah diperkosa orang. Tadi ia melihat gadis yang ati dan diperkosa, tentu saja kebencian sucinya itu terhadap Siauw Lek belum tentu kalah besar oleh kebenciannya kepada Jai-hwa-ong itu. Ia lalu menggerakkan tangannya menyedal sabuk sutera dan tubuh Siauw Lek terlepat ke udara, terlepas dari belenggu dan melayang ke Hun Bwee!
"Hi-hi-hik! Terima kasih, Sumoi! Hun Bwee menyodorkan tangannya dan menangkap kaki Siauw Lek yang masih sadar hanya napasnya megap-megap karena perutnya penuh air yang membuat perutnya mengembung seperti bangkai anjing tenggelam.
Hun bwee menangkap kedua kaki Siauw Lek dan meutar-mutar tubuh laki-laki itu bagaikan kitiran angin cepatnya. Dari mulut Siauw Lek menyembur air sehingga pemandangan itu amat aneh. Seolah-olah Hun Bwee yang berpakaian merah itu sedang bermain sulap, atau seorang penari memperlihatkan tariannya, akan tetapi yang diputar-putar bukannya selendang melainkan tubuh orang yang ujungnya menyenbur-nyemburkan air!
"Augggghhh... Bunuhlah aku... Bunuhlah...!" Setelah air diperutnya habis, Siauw Lek dapat mengeluarkan suara dan minta dibunuh.
Hun Bwee menghentikan putarannya dan sambil terkekeh-kekeh ia melempar tubuh Siauw Lek ke dekat sebatang pohon, menelikung kedua tangan dan kedua kaki laki-laki itu ke belakang dan mengikat kaki tangannya dengan celana Siauw Lek sendiri yang sudah dirobek sambil tertawa-tawa oleh Hun Bwee. Dengan demikian, tubuh Siauw Lek pada batang pohon dan keadaannya amat mengerikan. Baju atasnya robek-robek bekas cambukan-cambukan sabuk Biauw Eng tadi, dan kini tubuh bawahnya telanjang bulat karena celananya direnggut Hun Bwee untuk mengikat kaki tangannya. Biauw Eng membuang muka, tidak sudi memandang, akan tetapi diam-diam ia merasa ngeri mendengar sucinya terkekeh-kekeh. Hatinya penuh keharuan. Sucinya itu tidak noral lagi. Biarpun tidak segila Go-bi Thai-houw, namun dendam sakit hati membuat sucinya tidak seperti manusia biasa lagi. Diam-dia ia berjanji dalam hatinya untuk membantu sucinya kelak membalas laki-laki biadab yang telah merusak kehidupan sucinya.
"Hi-hi-hik, kau tukang perkosa wanita, ya" Heh-heh-heh!" Biauw Eng mendengar sucinya berkata sambil tertawa-tawa. Kemudian ia mendengar suara Siauw Lek yang dibencinya.
"Bunuh saja aku! Bunuhlah aku... ampunkan... bunuh saja!"
"Hi-hi-hik, enak benar! Ingat, tentu telah ratusan kali engkau mendengar ucapan itu dari mulut para gadis yang kauperkosa.
Bukankah mereka pun mengeluh dan merintih, minta kau bunuh saja" hi-hi-hik, ingatkah engkau, anjing busuk?" Suara Hun Bwee penuh kebencian dan pandang matanya membuat Siauw Lek membelalakkan matanya penuh tasa takut.
"Kau tunggulah sebentar, Kim-lian Jai-hwa-ong! Hi-hi-hik!" Hun Bwee meloncat pergi.
"Song-bun Siu-li..., kau.. kau kasihanilah aku.. bebaskan aku dari tangan keji permpuan gila itu.. Kau bunuhlah aku, Sie Biauw Eng..!" Suara Siauw Lek penuh ketakutan dan agak terisak bercampur tangis. Namun Biauw Eng tidak menoleh, hanya berkata dengan suara dingin,
"Aku sudah menyerahkanmu kepadanya. Pengecut hina, kenangkan saja ratap tangis wanita-wanita yang menjadi korbanmu!"
Biauw Eng bergidik penuh muak ketika mendengar suara laki-laki itu benar menangis! Ia muak dan jijik. Orang yang sekeji-kejinya, yang mendapat julukan Jai-hwa-ong, yang telah memperkosa dan membunuh entah berapa ribu orang wanita, kini merengek-rengek seperti anak kecil minta mati dan minta ampun!
Tak lama kemudian Hun Bwee sudah datang kembali tertawa-tawa. Karena tertarik Biauw Eng menoleh dan melirik. Kiranya sucinya itu membawa sarang lebah penuh madu dan kini ia memeras keluar madunya dan memercikkan madu ke arah tubuh Siauw Lek di bawah pusar, ke alat kelamin laki-laki itu.
Siauw Lek merintih-rintih, bukan karena sakit melainkan karena takut. Biauw Eng tidak sudi memandang ke arah Siauw Lek, hanya bertanya, "Suci, apa yang kau lakukan" Bunuh saja anjing itu!"
"Hi-hi-hik, jangan kau kasihan kepadanya, Sumoi. Enak sekali kalau dia dibunuh begitu mudah. Lihat apa yang kubawa ini!" Tan Hun Bwee mengangkat tangan kanan tinggi-tinggi dan melihat itu, Siauw Lek mengeluarkan suara parau saking takutnya. Yang dipegang oleh Hun Bwee adalah sarang terbuat dari daun kering penuh semut-semut api yang merah dan besar-besar.
Siauw Lek menjerit-jerit minta ampun, akan tetapi sambil terkekeh Hun Bwee melemparkan sarang semut api itu ke bagian tubuh Siauw Lek yang sudah tertutup madu. Tentu saja semut-semut itu berpesta pora ketika mencium dan merasai madu. Lalu merubung tepat itu dan menggigiti dengan lahapnya. Siauw Lek meraung-raung seperti babi disembelih dan Biauw Eng membuang muka. Bukan raungan laki-laki yang ikut membunuh ibunya itu yang membuat ia merasa ngeri, melainkan suara ketawa Hun Bwee yang bukan seperti suara ketawa manusia lagi!
Episode 309 Siksaan yang dilakukan oleh Hun Bwee memang hebat sekali. Penderitaan tubuh Siauw Lek amatlah mengerikan. Gigitan-gigitan ratusan ekor semut pada alat kelaminnya itu membuat seluruh tubuhnya terasa gatal dan sakit, semua bulu di tubuhnya berdiri, bahkan rambut kepalanya sampai berdiri satu-satu saking hebatnya rasa nyeri yang di deritanya. Kalau perasaan nyeri yang terlalu hebat akan membuatnya pingsan. Akan tetapi rasa nyeri oleh gigitan semut tidak membuatnya pingsan, melainkan menyengat-nyengat seluruh tubuh dan menggetarkan urat syarafnya! Tiba-tiba dia menjerit lebih menyayat hati lagi ketika Hun Bwee memoles mukanya dengan madu dan melempar segenggan semut merah ke mukanya.
Suara meraung-raung yang amat keras itu sampai membuat kerongkongan Siauw Lek seperti pecah, suaranya serak dan makin lama raungannya makin lemah. Biauw Eng bergidik dan berkata, "Suci, sudahilah saja. Aku muak!"
"Heh-hi-hi-hik! Ha-ha-ha-ha-ha! Rasakan kau sekarang, laki-laki keparat! Rasakan sekarang! Enak, ya" Hi-hik-hik, rasakan pembalasan Tan Hun Bwee kau, Keng Hong!!" Dan Hun Bwee tersedu-sedu menangis!
Biauw Eng tersentak kaget seperti disambar halilintar. Tidak salahkah pendengarannya" Sucinya menyebut nama Keng Hong! Ia cepat menengok dan kagetlah ia melihat sucinya yang tadi ia dengar tersedu itu meringkuk pingsan tak jauh dari tubuh Siauw Lek yang mengerikan. Anggauta kelamin dan muka laki-laki itu penuh semut merah dan tubuh Siauw Lek berkelojotan, akan tetapi tidak ada suara keluar dari mulutnya kecuali suara seperti orang mendengkur dari kerongkongannya. Biauw Eng lalu menyambar tubuh Hun Bwee dan membawanya pergi dari situ, merebahkan tubuh sucinya yang pingsan ke dalam perahu yang tadi mereka naiki dan mendayung perahu ke tengah sungai. Perahu meluncur cepat meninggalkan tempat yang mengerikan itu!
Bagaimanakah kedua orang wanita murid Go-bi Thai-houw itu bisa muncul secara tiba-tiba di tempat itu sehingga manusia sesat Siauw Lek akhirnya menerima hukuman yang demikian mengerikan" Seperti telah dituturkan di bagian depan, secara kebetulan saja, Biauw Eng bertemu dengan Hun Bwee dan Go-bi Thai-houw, kemudian dia diambil murid dan digembleng secara aneh dan hebat oleh nenek yang gila namun luar biasa lihainya itu, bersama Hun Bwee yang menjadi sucinya. Bairpun Hun Bwee lebih dulu menjadi murid Go-bi Thai-houw dan menjadi suci Biauw Eng, akan tetapi karena dasar kepandaiannya jauh kalah tinggi oleh Biauw Eng, maka setelah Biauw Eng digembleng oleh Go-bi Thai-houw, dalam waktu beberapa bulan saja Biauw Eng sudah memperoleh kemajuan pesat sekali sehingga melampaui tingkat sucinya! Biarpun Go-bi Thai-houw otaknya miring, akan tetapi dalam hal silat, ia lihai dan awas sekali sehingga ia dapat melihat bahwa murid barunya ini paling boleh diandalkan. Setelah menggembleng dua orang muridnya secara tekun dan luar biasa, pada suatu hari ia memanggil mereka menghadap dan dengan suara tegas nenek gila ini berkata,
*** "Hun Bwee dan Biauw Eng, sekarang juga kalian harus pergi mencari Sin-jiu Kiam-ong dan membunuhnya mewakili aku!"
Hun Bwee dan Biauw Eng yang berlutut di depan nenek gila ini saling pandang dan diam-diam mereka terkejut karena baru sekarang mereka mendengar suara nenek itu seperti orang normal.
"Subo, Sin-jiu Kiam-ong telah mati." Jawab Hun Bwee.
"Betul, Subo. Sin-jiu Kiam-ong telah mati," Biauw Eng membantu sucinya.
"Kalau begitu, kalian berdua pergi sana mencari kuburannya dan bawa tengkoraknya ke sini!"
Kembali dua orang gadis itu saling lirik. Mereka berdua sudah mendengar bahwa Sin-jiu Kiam-ong meninggal dunia di puncak Kiam-kok-san dan kabarnya jenazah kakek raja pedang itu telah di perabukan, dibakar oleh muridnya.
"Subo, semua orang di dunia kang-ouw mengatakan bahwa jenazah Sin-jiu Kiam-ong tidak dikubur, melainkan di perabukan," kata pula Biauw Eng.
"Bukkk!!" Kaki kiri nenek itu dibanting ke atas tanah sehingga dua orang gadis itu merasa betapa tanah di bawah mereka tergetar, seperti ada gepa bui!
"Kau tidak bohong" Berani mempertaruhkan apa kalau bohong?"
"Teecu berani mempertaruhkan kepala teecu kalau teecu membohong, Subo," jawab Biauw Eng.
"Teecu juga sudah mendengar urusan itu sebelum teecu tiba di sini dan menjadi murid Subo," kata pula Hun Bwee.
"Hoahhh, sialan dangkalan! Siapa yang berani lancang membakar mayatnya sehingga aku tidak membalas orangnya, tidak mampu pula membalas tulangnya" Hayo katakan, siapa yang berani lancang demikian?"
Dua orang gadis itu sudah biasa menyaksikan watak yang aneh dan edan-edanan ini, maka mereka pula melayani terus. "Menurut kabar di dunia kang-ouw, yang membakar jenazahnya adalah murid tunggalnya," kata pula Biauw Eng dan jantungnya berdebar keras karena percakapan ini tanpa di sengaja telah menyinggung diri Keng Hong!
"Hayaaaaah-ha-ha-ha! Murid tunggalnya" Dia punya murid" Yahuuuu! Bagus sekali! Siapakah nama muridya itu" Siapa tahu?"
"Cia Keng Hong..!" Dua orang gadis itu saling lirik dengan heran karena nama itu mereka sebutkan dengan berbareng!
"Baik, sekarang kuperintah kalian pergi dan lekas tangkap muridnya yang bernama Cia Keng Hong itu. Seret dia ke sini! Mengerti?" "Baik, Subo!" kata Hun Bwee penuh gairah.
"Baik, Subo!" Biauw Eng juga menjawab, pikirannya melayang jauh.
"Awas, jangan sampai gagal. Kalau kalian pulang tidak membawa Cia Keng Hong, kalian berdua akan kubunuh!"
"Sumoi, mari kita berangkat!"
Episode 310 ? Demikianlah, kedua orang gadis itu meninggalkan guru mereka dan turun gunung, mulai dengan perjalanan mereka untuk mencari dan menangkap Cia Keng Hong.
"Ke mana kita akan mencari dia?" Tanya Biauw Eng setelah mereka tiba di kaki gunung.
"Aku pun tidak tahu. Kita nanti tanya-tanya kepada orang-orang kang-ouw."
"Kurasa sebaiknya mencari ke kota raja, di sana tentu kita dapat mendengar banyak."
Pada pagi hari itu, mereka melanjutkan perjalanan naik perahu di sepanjang sungai Huang-ho. Mereka tentu tidak akan bertemu Siauw Lek kalau tidak melihat mayat tukang perahu terapung-apung. Biarpun kedua orang gadis ini tidak peduli, akan tetapi sedikit banyak mereka tertarik, maka ketika mereka melihat perahu kosong di tepat sunyi itu, Biauw Eng mendayung perahu dan meloncat ke darat, kedua orang gadis ini tiba pada saat puteri bangsawan yang diperkosa itu menggigit leher Siiauw Lek sehingga dipukul mati oleh penjahat keji itu.
Demikianlah mengapa Biauw Eng dan Hun Bwee dapat tiba di tempat sunyi itu dan Biauw Eng kini mendayung perahunya meninggalkan tempat itu dengan cepat. Jantungnya berdebar keras, teringat ia akan teriakan Hun Bwee yang menyiksa Siauw Lek. Dahulu di depan Go-bi Thai-houw dia tidak merasa terlalu heran mendengar gadis itu menyebut nama Keng Hong sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong amat terkenal, diketahui oleh semua tokoh kang-ouw karena memang menjadi perhatian berhubung adanya Siang-bhok-kiam yang dijadikan rebutan. Akan tetapi, ketika menyiksa Siauw Lek, mengapa sucinya menyebut nama Keng Hong" Apakah karena pikirannya yang sudah tidak waras itu tanpa disadarinya telah mencampuradukkan nama-nama orang"
"...Cia Keng Hong...Kubunuh kau... ahhh...!"
Mendengar ini, Biauw Eng cepat menengok dan ia melihat Hun Bwee sudah siuman dan sucinya itu menangis sambil menyebut nama Keng Hong berkali-kali! Jantung Biauw Eng berdebar keras. Cepat ia mendayung perahunya ke pinggir, mengikat tali perahu ke batang pohon kemudian ia cepat merangkul sucinya yang masih menangis sedih.
"Suci... sadarlah... engkau kenapakah, Suci?"
".... ahhh, Cia Keng Hong.. Betapa kejamnya engkau..!" Kembali Biauw Eng terkejut sekali.
"Suci, ingatlah. Kita berada di perahu dan yang kau bunuh tadi adalah Kim-lian Jai-hwa-ong Siauw Lek." Hun Bwee mengangkat muka memandang sumoinya dan Biauw Eng makin heran karena pandang mata sucinya wajar, tidak membayangkan keruwetan batin. Hun Bwee memegang lengan Biauw Eng dan berkata perlahan sambil menyusut air matanya.
"Jangan khawatir, Sumoi. Aku tidak apa-apa dan aku sadar. Aku tahu bahwa anjing yang kusiksa itu adalah Siauw Lek. Akan tetapi semua itu membuat aku teringat akan pengalamanku dahulu, teringat akan.. Cia Keng Hong dan hatiku sakit sekali."
"Cia Keng Hong..?" Biauw Eng mengulang nama ini penuh pertanyaan.
Tan Hun Bwee menghela napas panjang dan mengangguk. "Diluar kesadaranku, karena hati sakit, aku telah menyebut namanya. Tadinya hendak kurahasiakan dari siapa pun juga, Sumoi, bahkan Subo sendiri tidak tahu. Akan tetapi ... biarlah, karena engkau sudah tahu sekarang. Memang, Cia Keng Hong itulah, orang yang oleh Subo disuruh kita menangkapnya, murid Sin-jiu Kiam-ong itulah yang telah memperkosaku.." Dan kembali air mata mengalir turun dari kedua mata Hun Bwee. "Ah, sungguh tak kusangka.. betapa sakit hatiku memikirkan hal itu.. hu-hu-huuuuuukkk...!" Hun Bwee tersedu-sedu dan Biauw Eng cepat merangkulnya. Sepasang mata Biauw Eng sendiri menitikkan dua butir air mta dan gadis ini menggigit bibir bawahnya, Keng Hong pula!!
"Pemuda yang begitu tampan... begitu gagah perkasa.. Begitu halus budi... mengapa..." Mengapa..?" Ahhh....!!" Hun Bwee terisak-isak dan mencengkeram pundak Biauw Eng, menangis di atas dada sumoinya.
"Sudahlah, Suci. Tenangkan hatimu tak perlu kauceritakan kalau memang hal itu membangkitkan kenangan pahit.."
"Biar kau dengar, Sumoi, agar kau betapa buruknya nasib Sucimu ini...!" Hun Bwee mengangkat mukanya dan Biauw Eng cepat mengusap air matanya sendiri dan mendengar sambil memunduukan mukanya. "Ayah bundaku mengandung dendam kepada Sin-jiu Kiam-ong karena dahulu pernah diganggu ketika ayah bundaku mengawal seorang puteri. Namun ayah bundaku tak pernah berhasil membalas denda, sehingga ayah bundaku meninggal dalam keadaan mengenaskan, menanggung dendam. Aku yang di tinggal mati dan hidup sebatangkara lalu berusaha membalas dendam. Aku yang ditinggal mati dan hidup sebatangkara lalu berusaha membalas dendam atau setidaknya merampas kembali barang-barang berharga yang dahulu dirampas Sin-jiu Kiam-ong. Kemudian aku bertemu dengan Cia Keng Hong! Tutur sapanya yang manis, nasihat-nasihatnya yang amat berharga menyentuh sanubariku, membuat aku insyaf dan aku menerima nasihatnya untuk menghapus permusuhan." Ia berhenti sebentar dan Biauw Eng mendengarkan dengan hati berdebar.
*** Terbayang di depan matanya wajah Keng Hong, terngiang suara yang selalu tak pernah ia lupakan. Kalau sucinya tahu akan semua pengalamannya, akan kekecewaan dan akan penghinaan-penghinaan yang dideritanya, akan cintanya kepada Keng Hong, kemudian betapa cintanya dihancurleburkan, ahhh, pengalaman sucinya itu masih belum apa-apa, masih ringan!
"Malah aku... aku tertarik... dan ketika itu muncul dua orang tosu Kun-lun-pai yang hendak menangkapnya. Aku mati-matian membelanya, malah aku sendiri sampai roboh oleh tokoh Kun-lun-pai. Akan tetapi.. apa yang dia lakukan sebagai balas jasa.." Aku dala keadaan pingsan.. Dan agaknya dia berhasil mengusir dua orang tosu Kun-lun-pai itu.. ketika aku sadar... aku telah diperkosa..!"
"Hemmmmm...!!" Biauw Eng menggigit bibirnya. Awas engkau, Keng Hong! Demikian hatinya berbisik.
"Kalau saja dia berterus terang... Ah, aku sudah seperti gila.. masih dapat diselesaikan dengan baik... akan tetapi dia.. si pengecut itu... Dia menyangkalnya...!" Hun Bwee kelihatan berduka sekali, menghapus air matanya lalu berkata, "Itulah sebabnya mengapa ketika Subo menyuruh kita pergi mencari Keng Hong, aku bersemangat sekali. Ketika tadi aku menyiksa dan membunuh Siauw Lek, terbayang olehku bahwa yang kusiksa itu adalah Keng Hong dan.. dan aku... uhu-hu-huuuh.. aku.... tidak tega.. Sumoi..!"
Episode 311 Biauw Eng memeluk pundak sucinya dan termenung. Hemmmmmm, betapa besar rasa cinta kasih yang berakar di dalam hati sucinya ini terhadap Keng Hong! Biarpun sudah diperkosa dan disangkal pula, kini masih belum lenyap rasa cinta kasih itu sehingga membayangkan betapa dia akan membalas dendam kepada pemuda itu saja membuat ia berduka dan tidak tega!
"Suci, katakanlah terus terang. Aku mohon kepadamu, katakanlah terus terang kepadaku. Apakah engkau mencinta Cia Keng Hong?"
Hun Bwee mengangguk. "Semenjak dia menasehati aku untuk menghapus permusuhan, aku kagum kepadanya, aku tertarik dan aku sudah jatuh cinta kepadanya. Biarpun dia telah memperkosaku, kalau dia mengakui perbuatannya, dahulu pun aku bersedia mengampuninya...... tapi dia...... dia menyangkal........."
"Suci, katakanlah lagi secara terus terang. Andaikata dia itu suka mengakui perbuatannya terhadap dirimu, lalu mohon ampun kepadamu, apakah..... apakah Suci suka mengampuninya dan suka pula menerimanya sebagai ....... sebagai suamimu?"
Hun Bwee memandang sumoinya dengan mata terbelalak. "Mungkinkah......." Mungkinkah dia...... mau........ melakukan hal itu?"
"Aku akan memaksa dia, Suci! Akulah orangnya yang akan memaksa dia agar jangan bersikap pengecut, agar suka mengakui perbuatannya yang keji terhadap dirimu, dan agar minta maaf kepadamu dan mempertanggungjawabkan perbuatannya itu dengan mengawinimu!" Biauw Eng berkata penuh semangat dengan sepasang mata brani dan kedua tangan dikepal.
"Aaahhhh, Sumoi.......!" Hun Bwee merangkulnya smabil menangis. "Aku...... aku lemah. Aku cinta padanya......! Hi-hi-hi-hi-hik! Aku........ aku cinta Keng Hong, ha-ha-ha-ha-ha-ha-hah-hah!"
Biauw Eng bergidik. Hatinya penuh keharuan. Keng Hong bear-benar manusia keparat, pikirnya. Sudah merusak hatinya, merusak cintanya, kini menyebabkan Hun Bwee menjadi gila seperti ini! Ia menghibur dan akhirnya Hun Bwee yang kadang-kadang menangis kadang-kadang tertawa itu dapat tidur pulas di dalam perahu. Biauw Eng melanjutkan perjalanan itu, mendayung kembali perahu itu perlahan-lahan. Wajahnya yang cantik itu kini kelihatan kruh, pandang matanya sayu dan muram. Batinnya makin tertekan dan kalau ia mengenangkan wajah Keng Hong! Tak mungkin ia melenyapkan cinta kasihnya itu yang bersemi semenjak pertama kali ia bertemu Keng Hong. Bahkan ketika ia mengira bahwa Keng Hong sudah mati sekalipun, bertahun-tahun ia menyembahyangi arwahnya dengan hati masih penuh cinta kasih! Siapa mengira, Keng Hong telah menghancurkan hatinya, memandang rendah dan hina kepadanya ketika ia mencoba hati pemuda itu dengan mengatakan bahwa tubuhnya sudah dimiliki Sim Lai Sek. Ternyata bahwa cinta Keng Hong kepadanya tiada bedanya dengan cinta pemuda itu kepada perempuan-perempuan lain, kepada Cui Im umpamanya. hanya mencinta tubuhnya dan wajahnya yang cantik! Dan kini, ternyata Keng Hong bukan hanya mata keranjang seperti...... gurunya atau ayahnya sendiri, akan tetapi malah lebih jahat lagi, sudah memperkosa Hun Bwee!
"Aaahhhh..... Keng Hong, mengapa engkau menjadi begitu.....?" hatinya mengeluh dan hidup ini serasa kosong melompong baginya. Betapa senangnya kalau ia menjadi air Sungai Huang-ho ini saja, tidak mengenal susah tidak mengenal kecewa! Akan tetapi, dia masih mempunyai kewajiban yaitu mencari Cui Im dan balas dendam atas kematian ibunya! Dia sudah berhasil membalas kepada Siauw Lek, tinggal Cui Im dan...... dan....memaksa Keng Hong mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap Hun Bwee Ia percaya bahwa sucinya ini akan sembuh daripada serangan kegilaan itu kalau Keng Hong yang dicintanya itu suka menerimanya sebagai isteri.
Perahu yang didayung Biauw Eng meluncur cepat, akan tetapi lebih cepat lagi pikiran Biauw Eng yang hanyut mendahului perahu berlumba dengan riak air Sungai Huang-ho.
Ternyata peristiwa di tepi Sungai Huang-ho menyiksa Kim-lian jai-hwaong Siauw Lek itu mendatangkan pengaruh yang hebat atas jiwa Hun Bwee. Ketika masih belajar silat dibawah asuhan nenek gila Go-bi Thai-houw, Hun Bwee hanya pura-pura gila kalau berada di antara anak buah gurunya atau di depan gurunya. kalau sedang bicara berbisik-bisik di dalam kamar bersama Biauw Eng, dia waras. Akan tetapi sekarang, setelah penyiksaan atas diri penjahat cabul itu, benar-benar Hun Bwee mengalami perubahan dan hal ini amat kentara oleh Biauw Eng. Di sepanjang jalan, Hun Bwee kadang-kadang merenung, tertawa atau menangis sendiri, akan tetapi ada kalanya pula dia sembuh dan normal. Kalau sedang normal Hun Bwee mudah diajak bicara dan memang dasar watak Hun Bwee peramah, halus dan cerdik. Akan tetapi kalau sudah kumat, Biauw Eng kewalahan dan satu-satunya cara adalah ikut menggila!
Setelah melewati Cin-an, Biauw Eng yang kini selalu menjadi pelopor, mengajak Hun Bwee melanjutkan perjalanan ke utara, ke arah kota raja. Dua orang wanita muda yang cantik ini tentu saja menarik perhatian orang, terutama mata kaum pria, di setiap tempat yang mereka lalui. Akan tetapi sikap mereka yang gagah perkasa, terutama sekali pandang mata Hu Bwee yang liar dan wajah Biauw Eng yang dingin, membuat hati pria yang terbakar menjadi padam kembali.
Hari telah menjelang tengah hari, matahari amat panasnya ketika dua orang gadis ini melalui jalan yang lengang. Tidak tampak seorang pun manusia di tengah hari yang panas di sekitar tempat itu. Akan tetapi selagi mereka berdua jalan cepat agar segera sampai di hutan yang tampak di depan di mana perjalanan dapat dilakukan dalam keadaan tidak begitu panas terbakar matahari, tiba-tiba ada derap kaki kuda dari belakang mereka. Biauw Eng dan Hun Bwee berjalan minggir dan seorang penunggang kuda lewat. Penunggang kuda itu adalah seorang laki-laki setengah tua. Ketika kudanya lewat dia menengok dan sejenak pandang matanya bertemu dengan wajah Biauw Eg.
"Aihhh.....!" Demikian terdengar penunggang kuda itu bersuara, akan tetapi kudanyadibedal makin cepat, meninggalkan debu mengebul di sepanjang jalan.
"Siapakah orang itu, Sumoi?" Hun Bwee bertanya. Suaranya normal. hati Biauw Eng lega karena sudah tiga hari ini Hun Bwee tidak kumat gilanya! Kalau sudah kumat, ia merasa cemas dan bingung.
"Entahlah, Suci. Aku merasa seperti pernah melihatnya, akan tetapi lupa lagi di mana."
"Hemmm, dia mencurigakan. Ketika melihatmu, dia seperti melihat setan, kelihatan takut dan terkejut sekali."
Biauw Eng tersenyum. "Mungkin dia seorang di antara mereka yang pernah mengalami hajaranku dahulu, Suci."
"Mungkin, akan tetapi betapapun juga, kita harus hati-hati, sumoi."
Episode 312 Biauw Eng mengangguk. hari itu tidak terjadi apa-apa. Mereka bermalam di sebuah rumah penginapan di dusun dekat perbatasan Propinsi Shan-tung dan Hopak. Pada keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan ke utara. Matahari belum naik tinggi ketika mereka tiba di perbatasan dan di sebuah jalan hutan yang sunyi Biauw Eng melihat empat orang kakek yang tua berdiri menghadang perjalanan! Melihat bahwa mereka itu adalah tosu-tosu tua dan sikap mereka membayangkan kewibawaan, Biauw Eng maklum bahwa mereka bukan orang-orang sembarangan dan ia menduga-duga sambil meneliti dari jauh. Seorang di antara mereka, yang paling tua dan rambutnya yang jarang itu sudah putih semua, memegang sebatang tongkat bambu dan mata kirinya buta. Dia inilah agaknya yang menjadi pemimpin karena kelihatan dia menggerakan tangan kiri memberi isyarat kepada tiga orang kakek lain yang kelihatannya marah ketika mereka memandang Biauw Eng.
Biauw Eng dan Hun Bwee hendak melewati saja empat orang tosu tua itu, akan tetapi tiba-tiba tongkat bambu di tangan kakek setengah buta dilonjorkan ke depan dan merintangi jalan.
"Song-bun Siu-li Sie Biauw Eng, tibalah saatnya orang berdosa menebus kedosaannya dan menerima hukuman. Eng kau telah membunuh suteku termuda, Kok Cin-cu, dan sekarang engkau harus menyerahkan nyawamu kepada kami agar roh sute kami tidak selalu penasaran!"
*** Biauw Eng terkejut. Mendengar nama Kok Cin-cu disebut, ia dapat menduga siapa mereka ini. Terbayang di depan matanya peristiwa beberapa tahun yang lalu ketika ia membantu Keng Hong menghadapi orang-orang kong-thong-pai ini. karena Keng Hong terancam bahaya dia turun tangan membantu dan dalam pertandingan itu ia berhasil menotok Kok Cin-cu dengan sabuknya yang mengakibatkan tewasnya tosu itu. Kalau ia kenangkan hal itu ia merasa menyesal. Kok Cin-cu adalah tokoh Kong-thong-pai yang terkenal sebagai seorang di antara Kong-thong Ngo-lo-jin (Lima Kakek Kong-thong-pai) dan dia telah kesalahan tangan membunuhnya untuk membela seorang seperti Keng Hong! Sedangkan yang dibelanya akhirnya hanya menghancurkan perasaannya!
"Ah, kiranya Su-wi adalah tokoh-tokoh Kong-thong Lo-jin" Aku Sie Biauw Eng merasa menyesal bahwa dahulu telah kesalahan tangan menewaskan Kok Cin-cu Totiang. Akan tetapi apakah anehnya kalah menang, terluka atau tewas dalam pertandingan" Yang jelas, dahulu sampai sekarang, aku tidak mempunyai permusuhan apa-apa dengan Kong-thong-pai. harap Locianpwe berempat suka menghabiskan saja urusan ini dan membiarkan aku dan Suci lewat dengan aman."
"Hemmm....! Sucimu kau bilang?" Kok Kim Cu, tosu ke tiga dari Kong-thong Ngo-lo-jin, berkata sambil memandang Hun Bwee dengan penuh selidik. "Song-bun Siu-li! Siapakah yang tidak tahu bahwa engkau adalah puteri Lam-hai Sin-ni dan sumoi dari si iblis betina Ang-kiam Tok-sian-li yang sekarang berjuluk Ang-kiam Bu-tek" Dan nona ini sama sekali bukanlah Ang-kiam Bu-tek!"
"Sumoi, empat orang kakek tua bangka yang usianya sudah tidak seberapa lagi akan tetapi suka sekali mencari urusan ini siapakah" Dan mengapa mereka ini menghadangmu di sini?"
Biauw Eng lega bahwa saat ini sucinya waras benar, kalau sedang kumat dan menghadapi halangan seperti ini, bisa berabe sekali!" "Suci, keempat orang Locianpwe ini adalah tokoh-tokoh besar Kong-thong-pai. Dahulu dalam sebuah pertandingan yang terjadi tanpa dasar permusuhan pribadi, aku telah kesalahan tangan membunuh seorang di antara mereka dan sekarang mereka itu hendak menghukum aku."
Hun Bwee mengarahkan pandang matanya kepada empat orang tosu itu, kemudian berkata, "Kalian ini empat orang tosu benar-benar memiliki pandangan yang amat dangkal dan cupat! Di antara kaum persilatan, sudah lumrah kalau terjadi kematian dalam pertandingan mengadu ilmu. Kalau setiap orang yang tewas dalam pertandingan lalu dijadikan urusan dendam, tentu dunia ini akan penuh dengan orang yang saling dendam! Sumoiku sudah mengatakan bahwa ketika dia bertanding sampai berakhir dengan tewasnya temanmu, tidak ada dasar urusan pribadi, tidak ada permusuhan. Mengapa kalian tidak mau mengerti" Bagaimana kalau dalam pertandingan itu kebetulan Sumoiku yang kalah lihai dan tewas, lalu apa yang akan kalian lakukan" Apakah kalian juga mengharapkan balas dendam dari keluarga Sumoi?"
Empat orang tosu itu menjadi merah mukanya. Memang mereka pun maklum bahwa antara Kong-thong-pai dan puteri Lam-hai Sin-ni tidak ada permusuhan pribadi dan yang mereka musuhi adalah Cian Keng Hong sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong yang menjadi musuh Kong-thong-pai. Akan tetapi puteri Lam-hai Sin-ni itu membela Keng Hong sehingga mengakibatkan tewasnya seorang di antara Lima kakek Kok-thong-pai. Sekarang, kebetulan sekali seorang anak murid Kong-thong-pai melihat Biauw Eng di jalan dan melapor, masa mereka harus tinggal diam saja"
"Song-bun Siu-li! Kami berempat datang menemuimu di sini bukan untuk mengobrol dan berdebat! Lekas kau membunuh diri di depan kami atau terpaksa kami yang akan mengantar nyawamu menghadap sute kami!" Kembali si buta sebelah menghardik dan tongkat bambunya di todongkan ke arah Biauw Eng.
Biauw Eng tersenyum mengejek. "Totiang, ucapanmu benar-benar tekebur sekali. Dan kurasa karena kesombongan inilah pula maka dahulu Kok Cin-cu tewas! Aku tidak bersalah, tidak membunuhnya dengan sengaja karena membencinya. Kalau kalian tidak menerimanya dan hendak membalas, silahkan. Aku tidak takut menghadapi kalian dan kalau dalam pertandingan ini kalian nanti sampai tewas pula, hal itu terjadi bukan karena aku sengaja membunuh kalian. Tidak ada dendam dan benci di hatiku, seperti yang terdapat di hati kalian!"
"Hemmm.... mendiang Sin-jiu Kiam-ong banyak dosanya terhadap kami, muridnya akan kami hukum, engkau membelanya! Engkau puteri Lam-hai Sin-ni, mana bisa bicara tentang sopan-santun kang-ouw" Engkau adalah tokoh golongan sesat!" Teriak Kong Liong-cu, tosu ke dua sambil menerjang maju dengan tangannya. Terdengar bunyi berkerotokan dan tangannya telah berubah merah, mencengkeram ke arah pundak Biauw Eng.
Biauw Eng maklun akan kelihaian empat orang tosu itu maka cepat ia meloncat jauh ke belakang sambil melolos sabuk suteranya. Empat orang tosu itu memang lihai. Mereka ini adalah empat di antara Kong-thong Ngo-lo-jin yang amat terkenal dengan ilmu pukulan mereka yang disebut Ang-liong-jiauw-kang (Cakar Naga Merah)! Betapapun lihainya mereka itu, kalau maju seorang demi seorang, tentu saja bukanlah lawan Biauw Eng! Dahulu pun, sebelum Biauw Eng digembleng oleh Bo-bi Thai-houw, seorang di antara mereka, Kok Cin-cu, tewas di tangan dara perkasa ini. Apalagi sekarang setelah ilmu kepandaian Biauw Eng menanjak dengan hebatnya. Akan tetapi, empat orang kakek itu tidak maju satu-satu, melainkan berbareng mereka menerjang Biauw Eng.
Episode 313 Kok Sian Cu yang tertua dan paling lihai sudah menggerakan tongkat bambunya yang ternyata hebat sekali, cepat dan menjadi sinar dengan getaran yang amat kuat mengeluarkan suara mencicit. Kok Liong-cu, orang ke dua, menggunakan pedang dan gerakannya pun hebat, berdesing-desing bunyi mata pedang memecah udara. Kok Kiam-cu orang ke tiga juga menggunakan pedang, sedangkan Kok Seng-cu lebih mengandalkan sepasang tangannya yang membentuk cakar naga!
Diserang oleh empat orang pandai ini, Biauw Eng mengeluarkan pekik melengking dan sabuk suteranya sudah bergulung-gulung dengan hebatnya, menyambut dengan tangkisan dan membalas dengan totokan-totokan yang tidak kalah hebatnya. Namun, pengeroyokan empat orang tokoh Kong-thong-pai yang lihai itu terlalu berat sehingga Biauw Eng terpaksa menggunakan ginkangnya berkelebatan ke kanan kiri.
"Tosu-tosu tua yang tak tahu malu, mengeroyok seorang gadis muda!" Tiba-tiba Hun Bwee berseru keras dan tampaklah sinar pedang hitam bergulung-gulung menimbulkan angin yang dahsyat.
Empat orang kakek itu terkejut dan maklum bahwa suci Biauw Eng ini ternyata juga amat lihai. Maka dua di antara mereka, yaitu Kok Kiam-cu dan Kok Seng-cu, sudah memisahkan diri dan menyambut terjangan wanita baju merah ini. Biauw Eng juga terkejut melihat majunya Hun Bwee. Kalau ia teringat betapa Hun Bwee menyiksa Siauw Lek, ia masih merasa ngeri. Ia tidak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan sucinya itu kalau sudah kumat. Sekarang, selagi masih waras, lebih baik ia cepat memberi peringatan,
"Suci, mereka ini bukan musuh. Harap kau tidak membunuh mereka!"
"Hemmm....baiklah, Sumoi."
Empat orang tosu itu marah bukan main, Ucapan kedua orang gadis itu benar-benar merupakan tamparan bagi mereka. Merupakan penghinaan karena jelas bahwa kedua orang gadis ini memandang rendah! Seolah-olah dua orang itu dapat mengatur untuk mengalahkan, untuk membunuh atau tidak membunuh, seenaknya saja!
*** Akan tetapi, ternyata dua orang gadis itu bukannya memandang rendah atau menghina, melainkan bicara sewajarnya. Hal ini terasa oleh empat orang kakek itu setelah mereka berempat dibikin pening dan bingung oleh sinar hitam pedang Hun Bwee dan sinar putih sabuk sutera Biauw Eng! Benar-benar bingung mereka karena ilmu silat yang dimainkan dua orang gadis itu benar-benar aneh dan gila! Setelah lewat seratus jurus dan kepala Kok Sian-cu berdua Kok Liong-cu sudah pening oleh gulungan sinar putih yang seolah-olah berada disemua jurusan, tiba-tiba kedua tosu ini mengeluarkan seruan kaget melihat betapa Biauw Eng terlibat kedua kakinya oleh sabuknya sendiri sampai roboh terguling! Tadinya kedua orang kakek yang sudah terdesak hebat itu hanya memutar senjata melindungi tubuh, akan tetapi kini melihat betapa sabuk yang bergulung-gulung aneh itu ternyata menjadi kacau-balau dan mejegal kaki gadis itu sendiri sampai terguling roboh, mereka terkejut dan otomatis menghentikan gerakan pedang dan siap menyerang lawan yang sudah roboh itu. Akan tetapi tiba-tiba mereka berdua berteriak kaget dan tubuh mereka terguling karena kaki mereka sudah terbelit ujung sabuk yang mendekati kaki mereka ketika Biauw Eng roboh tadi dan kini seperti ular, tahu-tahu telah melibat kaki mereka dan dibetot dengan tenaga kuat bukan main. Biauw Eng melompat bangun dan cepat menggerakan ujung sabuk yang tadi membelit kakinya, yang tentu saja dilakukan dengan sengaja dan dua kali ujung sabuk itu menotok, tepat di jalan darah yang membuat tubuh Kok Sian-cu dan Kok Liong-cu menjadi lumpuh!
Biauw Eng meloncat dan membantu sucinya, akan tetapi tiba-tiba tubuh Kok Kiam-cu terguling, pedangnya terlepas karena pangkal lengannya tergores pedang Hek-sin-kiam, Kok Seng-cu pun tiba-tiba roboh terkena totokan ujung sabuk sutera Biauw Eng yang meluncur dengan tiba-tiba dan menotoknya selagi Kok Seng-cu sibuk memperhatikan nona baju merah yang sudah melukai suhengnya. Dengan demikian, pertandingan itu selesai. Tiga orang tosu tertotok lumpuh, yang seorang terluka lengannya.
Biauw Eng cepat menggerakan lagi sabuknya dan ujung sabuk itu berkelebat ke kanan kiri, menotok ke arah tubuh Kok Sian-cu, Kok Liong-cu danKok Seng-cu dengan tepat sehingga di lain saat ketiga orang tosu ini sudah dapat bergerak kembali. Mereka bangkit berdiri dan menarik napas panjang, wajah mereka menjadi pucat dan mereka itu benar-benar merasa malu sekali bahwa sebagai tokoh-tokoh terkenal Kong-thong-pai mereka terpaksa mengakui keunggulah dua orang muda! Biarpun kekalahan yang amat memalukan ini tidak disaksikan orang lain, akan tetapi mereka maklum bahwa dengan kekalahan mutlak ini mereka tidak ada muka lagi untuk muncul di dunia kang-ouw sebagai jago-jago tua yang sukar dikalahkan!
Biauw Eng maklum akan perasaan mereka. Maka ia lalu menjura dan berkata, "Harap Sam-wi suka maafkan kami. Adalah Su-wi sendiri yang terlalu mendesak. Akan tetapi, harap Su-wi tidak kecil hati karena Su-wi tidaklah kalah di tangan musuh. Kuulangi lagi, aku bukanlah musuh Su-wi. Kalau dahulu aku kelepasan tangan membunuh Kok Cin-cu, hal itu adalah gara-gara Keng Hong. Dan sekarang, kami berdua sedang mencari Keng Hong untuk menangkap dan menghukumnya! Dengan demikian, akan lenyaplah rasa penasaran Su-wi. Agar memudahkan usaha kami berdua menemukan Keng Hong, sukalah kiranya Su-wi memberitahukan, di mana kami dapat mencarinya."
Kok Sian-cu menghela napas panjang. "Mungkin engkau benar, Nona. Kalau engkau musuh kami, tentu engkau sudah membunuh kami dan sikapmu tidak seperti itu. Dan memang semula penasaran hati kami tertuju kepada Keng Hong murid Sin-jiu Kiam-ong. Nona hanya terbawa-bawa karena dahulu membantunya. Kalau sekarang Nona sendiri memusuhinya biarlah pinto sekalian tahu diri dan menghabiskan persoalan kami dengan Nona. Akan tetapi kami sendiri pun tidak tahu di mana adanya murid Sin-jiu Kiam-ong itu."
Biauw Eng kecewa, akan tetapi ia teringat akan tugasnya ke dua, yaitu mencari Cui Im untuk membalas kematian ibunya, maka setelah bertemu dengan tokoh-tokoh Kong-thong-pai ini, mengapa tidak sekalian bertanya" "Locianpwe, dapatkah Locianpwe mengatakan kepadaku apakah Locianpwe tahu di mana adanya Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im?"
Mendengar disebutnya nama tokoh wanita iblis yang dibenci dan ditakuti ini, wajah empat orang tosu itu membayangkan hati tidak senang dan kembali mereka merasa menyesal mengapa mereka kini berbaik dengan adik seperguruan wanita iblis Ang-kiam Bu-tek itu. Biauw Eng cerdik sekali dan ia dapat menduga isi hati mereka, maka ia cepat berkata,
"Locianpwe, aku mencari dia untuk membalas dendam atas kematian ibuku di tangannya."
"Ahhhhh....!" Kok Sian-cu bersru. "Pinto teringat sekarang, menurut kabar, dia menjadi pengawal di istana kaisar. Kalau Nona pergi ke kota raja, agaknya tentu akan mendengar tentang iblis betina itu."
Episode 314 Girang hati Biauw Eng. Ia lalu berpamit kepada empat orang tosu itu dan mengajak sucinya melanjutkan perjalanan. Empat orang tosu tua itu memandang kagum dan berulang kali menghela napas panjang. Benar-benar mereka tidak menyangka bahwa di dunia kang-ouw kini bermunculan tokoh-tokoh muda yang memiliki ilmu kepandaian luar biasa.
"Lihiap....! Tunggu dulu.......!!" Tiba-tiba Kok Sian-cu berseru sambil mengerahkan khikang sehingga kedua orang gadis itu terkejut, menghentikan langkah dan cepat mereka itu kembali menghampiri empat orang tosu tua itu.
"Ada apakah, Locianpwe?" Tanya Biauw Eng, memandang tajam.
"Setelah menyaksikan sepak terjangmu, kami menyesali kekasaran sendiri dan maklum bahwa Lam-hai Sin-ni ternyata telah melahirkan seorang wanita perkasa yang tidak tergolong kaum sesat! Lihiap, pinto nasihatkan agar engkau tidak mendatangkan keributan di istana, karena hal itu membuat Lihiap dianggap sebagai pengacau atau pemberontak. Di istana terdapat banyak sekali orang sakti......"
"Terima kasih, Locianpwe. Akan tetapi aku tidak takut. Biar dia bersembunyi di neraka, aku akan mencari dan membunuh Cui Im!"
"Jangan salah mengerti, Nona. Kini. Kaisar telah melakukan hal yang menyusahkan hati tokoh-tokoh kang-ouw, yaitu karena Kaisar telah menerima tenaga-tenaga dari kaum sesat untuk menjadi pengawal. Hal itu berbahaya sekali. Apalagi setelah mendengar bahwa orang-orang macam Ang-kiam Bu-tek, Pak-san Kwi-ong, dan banyak lainnya dijadikan pengawal pribadi. Orang-orang macam itu tidak bisa dipercaya. Karena itu, kini akan diadakan pertemuan antara partai-partai besar dan tokoh-tokoh terkemuka di puncak Tai-hang-san, semua tokohnya, bahkan ketua-ketua partai, akan hadir untuk membicarakan urusan itu, kemudian akan mengajukan permohonan dan peringatan kepada Kaisar akan bahayanya tenaga dari kaum sesat yang dipergunakan itu. Oleh karena itu, untuk menghadapi Ang-kiam Bu-tek, tidakkah sebaiknya Nona hadir dipertemuan itu" Kalau bertindak sendir, memang pinto percaya akan kesanggupanmu, akan tetapi pinto khawatir kalau iblis betina itu berlindung di balik kekuasaan Kaisar sehingga Nona akan dicap sebagai pemberontak!"
Biauw Eng mengangguk-angguk, maklum akan pentingnya ucapan kakek itu.
"Terima kasih, Locianpwe. Nasihat Locianpwe tentu akan kuperhatikan. Aku akan ke kota raja lebih dulu mencari Keng Hong dan kalau mungkin menghadapi Cui Im di luar istana. Akan tetapi andaikata aku menemui kesulitan, tentu aku akan ingat pesan Locianpwe untuk berkunjung ke Puncak Tai-hang-san bekerja sama dengan para Locianpwe."
*** Biauw Eng dan Hun Bwee lalu memberi hormata dan pergi menuju ke utara, sedangkan empat orang tuso itu melanjutkan perjalanan menuju ke tai-hang-san karena memang mereka bermaksud menghadiri pertemuan puncak antara tokoh-tokoh persilatan itu, mewakili ketua Kong-thong-pai yang sedang sakit dan berhalangan hadir.
Empat orang tosu Kong-thong-pai melakukan perjalanan perlahan karena waktu untuk pertemuan itu masih banyak. Mereka berjalan sambil bercakap-cakap membicarakan kelihaian Biauw Eng juga keanehan bahwa puteri seorang tokoh utama datuk hitam yang dikenal sebagai iblis betina Lam-hai Sin-ni, kini bersikap baik sekali dan agaknya tidak akan melanjukan jejak ibunya.
Belum lama empat orang kakek Kong-thong-pai ini melanjutkan perjalanan, tiba-tiba mereka berhenti dan memandang dua orang yang datang dari depan dengan mata terbelalak. Kok Seng-cu berbisik,
"Cia Keng hong......!"
Kok Sian-cu si kakek setengah buta sudah berkelebat bersama putaran tongkatnya ke depan Keng Hong yang berjalan bersama Yan Cu, menodongkan tongkatnya dan membentak,
"Cia Keng Hong murid Sin-jiu Kiam-ong, pengacau muda yang jahat! Sekali ini kami takkan melepaskan engkau!"
Melihat tosu tua itu menerjang dengan tongkatnya yang berubah menjadi sinar kehijauan bergulung-gulung, yan Cu cepat melangkah maju dan berkata,
"Eiiitt, eittttt.....! sabar dulu, Totiang!" gadis ini melihat bahwa tiga orang tosu tua yang lain juga sudah melesat ke depan dan mereka berempat itu memandang Keng Hong dengan sinar mata penuh kemarahan. "Kalian ini empat orang tosu yang sudah tua, mengapa berikap begini pemarah" ada urusan boleh dibicarakan, mengapa begitu bertemu terus hendak menggunakan kekerasan seperti sikap serombongan tukang pukul yang berengsek?"
Dengan matanya yang tinggal satu, Kok Sian-cu memandang Yan Cu. Karena Yan Cu hanyalah seorang gadis muda yang cantik dan tosu itu belum pernah melihatnya, tentu saja Kok Sian-cu merasa tidak perlu melayani gadis itu. Karena merasa bahwa gadis itu hanya akan menjadi penghalang saja dan tidak ingin kalau ada orang lain yang terbawa-bawa dalam urusan Kong-thong-pai menghadapi musuh besar murid Sin-jiu Kiam-ong. "Nona, jangan ikut campur. Minggirlah!" Berkata demikian, orang pertama dari Kong-thong-pai mendorong ke arah pundak Yan Cu. Dorongan itu bukanlah merupakan serangan berat, karena maksudnya pun hanya ingin mendorong tubuh nona itu agar terdorong ke pinggir.


Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wusssss!!" dorongan tongkat itu mengenai tempat kosong karena dengan gerakan mudah saja Yan Cu dapat mengelak tanpa menggerakan kedua kakinya. Kok Sian-cu terkejut. Dia adalah seorang tokoh yang lihai dari Kong-thong-pai, biarpun dia tidak ingin melukai nona muda ini, namun dorongan tongkatnya tadi tidak akan dapat dielakan oleh sembarang orang! Dan bocah ini hanya mengelak dengan sikap begitu tenang, tanpa menggerakan kaki seolah-olah memandang rendah serangan itu. Hal ini tentu saja membuatnya menjadi penasaran sekali.
"Bagus, biarlah pinto membuat engkau tak mampu bergerak untuk sementara agar jangan mengganggu!" Setelah berkata demikian, kembali tongkatnya bergerak. Akan tetapi sekali ini bukan bergerak sekedar untuk mendorong, melainkan melakukan totokan untuk menotok jalan darah Yan Cu agar tak mampu bergerak.Karena dia tidak mau gagal lagi seperti tadi, maka sekali ini totokannya bukan hanya berhenti pada sekali totokan saja, melainkan ada lanjutannya untuk menyusul totokan pertama apabila gagal, bahkan merupakan rangkaian totokan dengan ujung tongkatnya sampai beruntun lima kali.
"Wuuuuuuttt! Cus-cus-cus-cus-cus.....!"
Episode 315 Merah sekali muka Kok Sian-cu karena serangannya yang amat hebat itu, totokan beruntun selama lima kali susul menyusul, amat cepat dan mengarah jalan darah di tubuh bagian depan gadis itu, semua dapat dielakan oleh Yun Cu tanpa gugup sedikit pun juga. Bahkan gadis ini melakukan elakan-elakan itu sambil tersenyum mengejek dan berkata,
"Aihhhh...... aiiiihhhhh...... benar-benar galak sekali tosu ini! Eh, Totiang, apa sih kesalahanku engkau datang-datang terus saja mainkan tongkatmu yang buruk dan bau itu?"
Kok Siancu yang tadi terkejut itu kini dapat menduga bahwa gadis ini ternyata bukanlah orang sembarangan. Ia makin penasaran. Baru beberapa jam yang lalu dia dan tiga orang sutenya bertemu dengan Biauw Eng dan Hun Bwee, dua orang gadis yang ternyata memiliki ilmu kepandaian tinggi sehingga mereka berempat tak mampu menandingi dua orang gadis itu. Kini, lagi-lagi muncul seorang gadis yang sama sekali tidak terkenal dan yang ternyata mampu menghadapi totokan-totokannya secara memandang rendah sekali! Mukanya menjadi merah dan mata tunggalnya itu memancarkan cahaya kemarahan, tongkat di tangannya tergetar dan dia sudah siap menerjang dengan sungguh-sungguh, mengirim terjangan maut.
"Totiang, tahan dulu!" Keng Hong cepat berkata dan menarik lengan Yan Cu ke belakang sambil berkata, "Sumoi, mundurlah. Mereka ini adalah keempat orang Locianpwe dari Kong-thong Ngo-lojin dan memang benar, mereka tidak ada urusan dengamu, Sumoi. Biarkan aku menghadapi meeka."
Yan Cu cemberut dan memandang empat orang kakek itu dengan matanya yang lebar dan bening, lalu mengomel, "Aku pun tidak ingin berurusan dengan orang-orang tua yang begini galak, akan tetapi mendengar kau disebut pengacau jahat, mana bisa aku diam saja?"
Keng Hong tersenyum lalu melangkah maju dan memberi hormat kepada empat orang tosu itu. "Keempat Locianpwe, saya mengerti akan kemarahan Locianpwe sekalian terhadap diriku. Tentu karena peristiwa-peristiwa yang lalu yang berhubungan dengan mendiang suhu Sin-jiu Kiam-ong. Akan tetapi, seperti telah para Locianpwe dengar dahulu di Kun-lun-pai, semua peristiwa yang terjadi itu adalah kesalah fahaman belaka, dan semenjak dahulu pun saya tidak ingin melanjutkan permusuhan yang timbul antara Kong-thong-pai dan mendiang suhu. Bahkan sebaliknya saya ingin memperbaiki hubungan dan kalau sampai terjadi korban-korban roboh di antara anak murid Kong-thong-pai, hal itu terjadi dalam pertandingan dan bukan kehendak saya. Dahulu, di puncak Kun-lun-pai saya pernah menuduhkan perbuatan itu sebagai perbuatan nona Sie Biauw Eng, akan tetapi baru-baru kemudian saya tahu bahwa pembunuhan-pembunuhan terhadap anak murid Kong-thong-pai yang diracun adalah perbuatan keji dari Bhe Cui Im!"
Kok Sian-cu menggerakan tongkat di depan dada dan berkata mewakili para sutenya yang memandang marah, "Orang muda, betapapun pandai engkau berputar lidah membela diri, namun kenyataannya baik gurumu maupun engkau adalah orang yang telah melakukan perbuatan-perbuatan tidak benar, di antaranya telah berkali-kali menghina Kong-thong-pai secara hebat. Gurumu menewaskan lima orang murid Kong-thong-pai dalam pertandingan, engkau sendiri telah menyebabkan kematian suteku Kok Cin-cu dan empat orang muridnya......"
"Maaf, hal itu terjadi karena Kok Cin-cu Totiang dan murid-muridnya mendesakku dan muncul orang yang membantuku sehingga mereka tewas......"
"Hemmmm, kami pun tahu bahwa nona Sie Biauw Eng melakukannya demi untuk membantu dan menolongmu. Akan tetapi tetap saja kematian murid-murid Kong-thong-pai terjadi karena engkau! Kemudian, karena engkau pula yang tak tahu malu merayu dua orang murid wanita Kong-thong-pai, enam orang murid Kong-thong-pai mati keracunan!"
"Totiang! Hal itu adalah perbuatan busuk Bhe Cui Im!!!"
*** Kok Sian-cu melotot. "Kaukira kami bodoh tidak mengetahui hal itu" Kami telah menyelidiki ke dusun dan kami tahu semuanya. Akan tetapi, semua itu tidak terjadi kalau engkau tidak menjadi biang keladinya, menjadi sebab timbulnya urusan-urusan itu. Pula, engkau telah bersekutu dengan Ang-kiam Bu-tek, engkau pemuda yang tak berakhlak, engkau menjadi kekasih iblis betina itu, siapakah yang tidak tahu" Engkau malah telah membiarkan semua pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong kepada iblis betina itu sehingga dia menjadi amat lihai, dan semua pusaka milik partai-partai besar telah terjatuh di tangannya! Ahhh, dosamu terlalu besar, Cia Keng Hong! Semua korban yang jatuh di fihak kami, memang benar bukan terjadi karena sengaja engkau yang membunuhnya dan mengingat akan dasar itu, boleh saja kami meniadakan tuntutan. Akan tetapi, engkau penyebab segala bencana dan yang paling hebat adalah turut lenyapnya pula pusaka Kong-thong-pai yang selama ini memang kami rahasiakan agar tak diketahui orang bahwa pusaka kami pun terjatuh ke tangan Sin-jiu Kiam-ong!" Setelah berkata demikian, Kok Sian-cu menggerakan tongkatnya menotok ke arah dada Keng Hong. Pemuda ini sama sekali tidak mengelak seperti yang dilakukan Yan Cu tadi, melainkan memasang dadanya untuk ditotok ujung tongkat yang menjadi sinar kehijauan saking cepatnya gerakan kakek itu.
"Dukkk!!" Totokan ujung tongkat itu tepat mengenai jalan darah di dada Keng Hong, akan tetapi yang ditotok tidak apa-apa, sebaliknya tongkat itu membalik dan Kok Sian-cu merasa betapa tangannya tergetar dan lengannya hampir lumpuh! Ia terkejut sekali dan meloncat mundur. Tiga orang sutenya sudah siap menerjang. Akan tetapi Keng Hong cepat mengangkat ke dua tangan ke atas sambil berkata,
"Sabarlah, para Locianpwe dari Kong-thong-pai yang terhormat! Dengarkan dulu kata-kata keteranganku. tidak benar kalau dikatakan bahw saya bersekutu dengan Bhe Cui Im si wanita jahat! Sebaliknya malah! Pusaka-pusaka peninggalan guruku itu bukan saya berikan kepadanya, melainkan dicurinya dariku! Dan dengan susah payah aku telah berhasil merampasnya kembali."
Empat orang tuso itu memandang penuh harapan dan Keng Hong cepat menghampiri Kon Sian-cu sambil bertanya, "Totiang, yang dimaksudkan dengan pusaka Kong-thong-pai yang telah diambil suhu dan dirahasiakan itu bukankah sepasang golok emas yang amat indah?"
Kok Sian-cu mengangguk-angguk, menelan ludah untuk menekan ketegangan hatinya sambil berkata, "Betul.....betul........"
Keng Hong merogoh baju dalamnya dan mengeluarkan sepasang golok emas, menyerahkan sepasang golok indah itu kepada Kok Sian-cu sambil berkata, "Inikah pusaka Kong-thong-pai" Kalau benar, nah, terimalah disertai permohonan maaf sebesarnya dari mendiang suhu Sin-jiu Kiam-ong!"
Begitu melihat sepasang golok emas itu empat orang tosu Kong-thong-pai terbelalak. Kok Sian-cu menerima dengan kedua tangan gemetar, tongkatnya terlepas dan begitu sepasang golok emas itu dipegangnya, kedua lututnya lalu ditekuk dan tiga orang sutenya pun menjatuhkan diri berlutut pula.
Episode 316 "Kong-thong Siang-sin-to (Sepasang Golok Sakti Kong-thong-pai)....." Terdengar mulut keempat orang tosu itu berkata penuh keharuan sambil memandang sepasang golok emas yang dipegang Kok Sian-cu dan diangkat tinggi-tinggi.
Keng Hong dan Yan Cu saling memandang dan mengertilah dua orang muda ini bahwa sepasang golok itu ternyata adalah pusaka yang amat dihormati oleh tokoh-tokoh Kong-thong-pai, maka pantaslah kalau mereka semenjak dahulu memusuhi Sin-jiu Kiam-ong dan menyimpan rahasia kehilangan sepasang golok itu karena hal ini akan menurunkan nama besar Kong-thong-pai! Dan Keng Hong dapat pula membayangkan betapa besar rasa syukur di hati empat orang tosu itu.
Akan tetapi tiba-tiba Kok Sian-cu meloncat bangun dan berseru marah, "Siapa telah menodai Siang-sin-to kami dengan darah?""
Tiga orang sutenya terkejut dan melompat bangun pula, mendekati Kok Sian-cu dan meneliti sepasang golok emas itu. Mereka semua kelihatan marah dan Kok Sian-cu segera membalikan tubuh menghadapi Keng Hong dan bertanya,
"Orang muda yang sudah berjasa besar mengembalikan Siang-sin-to, apakah engkau begitu keji menggunakan pusaka Kong-thong-pai yang suci ini untuk membunuh orang?"
Keng Hong menjawab tenang dan sabar, "Sepasang kim-to (golok emas) itu memang telah mencium darah orang, Totiang, akan tetapi bukan darah orang lain melainkan darahku sendiri! Setelah berhasil merampas semua pusaka dari Bhe Cui Im, saya bertemu dengan Ang-bin Kwi-bo dan saya ditangkap, pusaka-pusaka itu dirampasnya....."
"Ahhh.....!!" Empat orang kakek Kong-thong-pai itu kaget sekali mendengar disebutnya nama iblis betina yang menjadi datuk hitam itu.
"Sepasang golok emas pusaka Kong-thong-pai itu dipergunakan oleh Ang-bin Kwi-bo untuk membuat saya tidak berdaya, yaitu dibengkokan menjadi kaitan dan dikaitkan tulang-tulang pundak saya. Untung kemudian pusaka-pusaka itu, termasuk sepasang kim-to dapat saya rampas kembali berkat pertolongan Subo dan Sumoi ini. Jangan khawatir, Totiang, golok pusaka yang suci itu tidak pernah dipergunakan membunuh manusia dan darah itu adalah darahku sendiri."
Empat orang tosu yang merasa girang dan bersyukur bisa memdapatkan kembali sepasang golok emas itu menjadi terharu dan ngeri mendengarkan pengalaman Keng Hong yang nyaris tewas mempertahankan pusaka-pusaka itu, termasuk pusaka Kong-thong-pai yang berhasil diselamatkan. Mereka bergidik kalau memikirkan betapa pusaka suci ini bisa terjatuh ke tangan seorang manusia iblis seperti Ang-bin Kwi-bo dan tentu akan kotor dan berubah menjadi pusaka maut yang haus akan darah manusia!
"Orang muda, jasamu tidak kecil dengan mengembalikan pusaka ini, dan biarlah kami membalas budimu dengan menghabiskan semua permusuhan yang pernah timbul. Kami dapat percaya bahwa dalam peristiwa-peristiwa itu, engkau tidak berdosa, atau setidaknya engkau tidak sengaja melakukan kejahatan. Betapapun juga, kami kira perbuatan-perbuatan yang telah engkau lakukan itu, bagaikan tanaman pohon, pasti akan berbuah pula. Siapa menanam dia akan memetik buahnya. Demikian pula dengan perbuatan baikmu mengembalikan pusaka kami ini, biarlah sekarang juga kami membalasmu dengan peringatan bahwa engkau sedang terancam bahaya dan sebaiknya sekarang juga segera pergi dari sini, jangan menuju ke kota raja."
Keng Hong mengerutkan alisnya, kemudian bertanya, "Kalau Totiang sudi menjelaskan, mengapa Totiang melarang saya ke kota raja dan bahaya apakah yang mengancam saya di kota raja?"
Empat orang tosu itu saling pandang, agaknya ragu-ragu, akan tetapi setelah kembali memandang sepasang golok emas di tangannya, Kok Sian-cu berkata, "Baru saja beberapa jam yang lalu ada dua orang mencarimu, Cia-sicu. Mereka itu mencarimu bukan dengan niat baik, melainkan hendak menangkap atau membunuhmu, dan...... dan mereka itu lihai bukan main...... mungkin engkau tidak akan dapat melawan mereka dan akan celaka kalau bertemu mereka. Mereka menuju ke kota raja mencarimu, maka demi membalas kebaikanmu yang telah mengembalikan pusaka kami ini, kami memperingatkan Sicu untuk cepat-cepat pergi dari sini menjauhi kota raja."
*** "Eh, Totiang!" Yan Cu tidak sabar lagi menjawab. "kami berdua memang hendak k kota raja dan kami berdua sama sekali tidak takut menghadapi ancaman mush yang manapun juga. Apakah dua orang yang mengancam Suheng itu bukan manusia"Kalau hanya manusia biasa seperti kami, hemmmm....... kami tidak takut sedikit pun juga!"
Baru sekarang empat orang tosu itu dapat memandang Yan Cu tanpa kemarahan di hati dan empat orang kakek ini diam-diam harus mengakui bahwa gadis itu amat ayu dan menggairahkan. Diam-diam mereka berpikir dari mana murid Sin-jui Kiam-ong ini mendapatkan seorang sumoi" Dan sampai di mana kehebatan ilmu kepandaian gadis yang begini cantik jelita seperti sekuntum bunga mawar" Mereka memandang kagum dan menduga-duga. Apakah dara jelita ini pun memiliki ilmu kepandaian luar biasa dan mengejutkan seperti yang dimiliki puteri Lam-hai Sin-ni dan sucinya yang aneh berpakaian merah itu"
"Mereka itu memang kelihatannya seperti manusia-manusia biasa, bahkan merupakan dua orang dara yang cantik, akan tetapi yang memiliki ilmu kepandaian seperti iblis!"
"Dua orang wanita muda?" Keng Hong memandang tajam. "Siapakah mereka, Totiang" Dan mengapa mengancam saya?"
"Mereka itu adalah dua orang gadis yang memiliki ilmu kepandaian hebat sekali. Kami tidak mengenal orang ke dua, akan tetapi yang pertama adalah puteri Lam-hai Sin-ni, nona Sie Biauw Eng......eh, Sicu.....!"
Akan tetapi Keng Hong tak mempedulikan panggilan itu karena dia telah menggandeng tangan Yan Cu dan sekali berkelebat kedua orang ini telah lenyap dari depan mata empat orang tosu yang melongo. Kemudian Kok Sian-cu menggeleng-geleng kepalanya dan berkata, "Hebat sekali....., berakan mereka begitu cepat...... hemmmmm, tentu akan terjadi geger kalau mereka berempat itu saling jumpa. Tak dapat dibayangkan betapa akan hebatnya pertandingan antara mereka!" Kemudian dia menghela napas dan berkata kepada tiga orang sutenya, "Kita telah ketinggalan jauh oleh orang-orang muda itu. Sebaiknya kalau mulai sekarang, kita mencurahkan lebih banyak perhatian kepada anak-anak murid Kong-thong-pai yang muda-muda agar mereka itu tekun berlatih dan dapat memperoleh kemajuan-kemajuan hebat seperti orang-orang muda ini........ karena hanya dengan adanya orang-orang muda yang pandai saja maka perkumpulan kita akan memperoleh kemajuan dan mereka kelak akan dapat menggantikan kita yang sudah makin tua dan makin mundur....."
Episode 317 Keng Hong begitu mendengar disebtunya nama Biauw Eng, sudah tidak dapat lagi menahan hatinya yang tiba-tiba berdebar keras saking girangnya. Tanpa pamit dia sudah meninggalkan empat orang tosu itu. Juga Yan Cu amat girang mendengar bahwa dua orang yang mencari Keng Hong dan baru beberapa jam lewat menuju ke kota raja itu adalah Biauw Eng dan seorang wanita lain. Memang mereka berdua sedang mencari Biauw Eng! Pertemuan dengan Biauw Eng amatlah penting bagi mereka berdua, karena pertemuan itu akan menentukan nasib mereka berdua dan akan menjadi keputusan apakah mereka akan melanjutkan ikatan jodoh yang diperintahkan dan dipaksakan subo mereka itu ataukah tidak! Maka ketika Keng Hong menarik tangannya, Yan Cu pun mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk berlari cepat sekali mengimbangi suhengnya.
Biauw Eng dan Hun Bwee melakukan perjalanan seenaknya. Kota raja sudah tidak begitu jauh lagi dan perjalanan mereka melalui dusun dan hutan yang tidak liar karena daerah dekat kota raja sudah mulai ramai. Hati Biauw Eng tenang dan lega bahwa Hun Bwee tidak kumat lagi gilanya. Diam-diam ia menaruh kasihan sekali kepada sucinya ini, dan mulailah ia mengutuk Keng Hong di dalam hatinya, sungguhpun tadinya ia merasa ragu-ragu apakah benar Keng Hong sampai hati melakukan perbuatan sekejit itu. Ia sering kali termenung dan menjadi bingung sendiri, apakah yang harus ia lakukan terhadap Keng Hong jika ia bertemu dengan pemuda yang dicarinya itu. Kalau ia bertemu dengan Cui Im yang dicarinya, memang sudah jelas akan ia serang mati-matian. Akan tetapi kalau ia bertemu dengan Keng Hong, bagaimana" Subonya menghendaki agar Keng Hong sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong ditangkap dan diseret di depan kaki Go-bi Thai-houw yang gila itu. Sucinya sendiri ingin membalas dendamnya karena pernah diperkosa oleh Keng Hong, hal yang memang sudah semestinya dan dia sendiri yang akan memaksa Keng Hong untuk bertanggung jawab dan mengawini sucinya yang sudah diperkosanya itu!
Akan tetapi bagaimana dengan dia sendiri" Ah, di antara dia dan Keng Hong memang tidak ada urusan apa-apa! Dia mencinta Keng Hong, dan pemuda itu juga menyatakan cinta kepadanya. Akan tetapi betapa dangkal dan palsu cinta kasih Keng Hong kepadanya! Tidak seperti cintanya, yang mendalam dan tulus ikhlas, cintanya tidak akan luntur oleh kejadian apa pun juga. Benar, sama sekali tidak pernah brubah. Kemarahannya karena kepalsuan Keng Hong menimbulkan benci seketika saja, namun tetap tidak mampu menghapus cinta kasihnya terhadap pemuda itu. Akan tetapi, apakah yang ia lakukan" Bagaimana kalau ia nanti berhadapan dengan Keng Hong" dapatkah ia menguasai hatinya untuk tidak menjadi lemah kalau berhadapan dengan pemuda itu" Ataukah ia tidak akan dapat menguasai kemarahan dan hatinya yang sakit karena cintanya di sia-siakan lalu turun tangan membunuh pemuda itu" Ah, tidak! Tidak! Dia harus dapat menguasai dan mengatasi perasaan pribadinya. Dia harus menangkap Keng Hong sesuai dengan perintah gurunya. Dia harus dapat memaksa Keng Hong untuk bertanggung jawab dan mengawini sucinya yang telah diperkosanya! Setelah itu........dia.......dia akan pergi. Jauh! Entah ke mana! Akan tetapi, sebuah ingatan menyelinap di dalam kepalanya, membuyarkan semua angan-angan tadi. Betapa ia memudahkan persoalan. Seolah-olah ia berani memastikan bahwa dia akan dapat memperlakukan Keng Hong sebagaimana yang dia kehendaki!
Seolah-olah Keng Hong merupakan sebuah boneka yang dapat ia bunuh atau tidak! Sejenak ia tadi lupa bahwa yang dia hadapi bukan Keng Hong yang telah menyia-nyiakan cintanya, Bukan hanya Keng Hong yang telah memprkosa Hun Bwee, akan tetapi juga Keng Hong murid Sin-jiu Kiam-ong yang memiliki ilmu kepandaian tinggi! Memang, dengan tingkat kepandaiannya yang sekarang, apalagi ada Hun Bwee disampingnya, ia tidak takut dan percaya akan dapat mengatasi Keng Hong, namun betapapun juga, dia tidak boleh merasa terlalu yakin akan dapat menangkap pemuda itu.
"Biauw Eng.....!!"
Otomatis Biauw Eng menahan kakinya, berdiri dengan muka pucat. Suara itu! Suara itu! Suara laki-laki yang akan ia kenal di antara suara seribu orang laki-laki lain! Suara Keng Hong! Apakah karena sejak tadi melamunkan Keng Hong, kini telinganya mendengar yang bukan-bukan"
"Biauw Eng........!!"
Biauw Eng meloncat dan membalikan tubuhnya sambil berbisik, "Keng Hong.....!"
Melihat sikap Biauw Eng dan mendengar bisikan itu Hun Bwee juga terkejut dan cepat membalikan tubugnya. Amatlah menarik untuk memperhatikan wajah dua orang gadis cantik ini ketika mereka membalikan tubuh dan melihat Keng Hong datang bersama seorang dara jelita.
*** Wajah Biauw Eng pucat sekali. Mula-mula sekali, begitu ia membalik dan matanya menangkap wajah dan tubuh Keng Hong, tampak sinar memancar keluar dari pandang matanya, sinar penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Namun sinar itu segera menyuram dan lenyap, terganti oleh sinar kilatan penuh cemburu ketika ia melihat dara yang amat cantik jelita di samping Keng Hong. Kilatan cemburu yang terpancar dari sepasang matanya itu pun sebentar saja dan segeraWajahnya yang pucat itu tidak membayangkan apa-apa, tetap dingin tidak membayangkan sesuatu, wajah dan matanya kosong memandang kepada Keng Hong dan Yan Cu yang datang berlari-lari menuju ke tempat mereka berdiri menanti, di dalam hutan yang sunyi itu.
Adapun wajah Hun Bwee brubah menjadi merah sekali. Sulit untuk menduga apa yang bergolak di hati dan pikiran gadis ini. Dia segera mengenal Keng Hong, terbelalak memandang pemuda itu, sama sekali tidak mempedulikan gadis jelita yang berlari di samping Keng Hong dan wajahnya menjadi merah sekali. Entah perasaan apa yang berkecamuk di dalam hatinya, akan tetapi yang sudah jelas sekali, gadis baju merah ini merasa malu dan jengah sekali bertemu dengan orang yang telah memperkosanya, orang yang dikagumi an dicintanya akan tetapi kemudian merusak hatinya. Mungkin saat itu pernyataan Biauw Eng untuk memaksa pemuda itu mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap dirinya itulah yang membuat ia menjadi malu dan bingung!
"Biauw Eng....!" Untuk ketiga kalinya Keng Hong menyerukan nama ini dan kini dia dan Yan Cu telah berdiri berhadapan dengan Biauw Eng dan Hun Bwee. Keng Hong hanya menunjukan pandang matanya kepada Biauw Eng, kepada wajah yang tak pernah dia lupakan barang sedetik pun, kepada mata yang membuat hatinya terharu, mata yang indah dan dingin, terbayang kedukaan amat hebat di dalamnya. Keng Hong memandang Biauw Eng, tidak melihat apa-apa lagi, tidak pula melihat Hun Bwee. Dadanya turun naik, terengah-engah, bukan karena kelelahan, melainkan karena menahan gejolak hatinya yang menggetarkan seluruh tubuhnya.
Yan Cu juga berdiri terengah dan gadis ini terengah karena kelelahan, karena ia tadi harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengimbangi kecepatan lari suhengnya. Kini Yan Cu berdiri memandang dua orang gadis itu dengan penuh perhatian dan penyelidikan. Kedua orang gadis itu sama cantik, sama menarik dan sama gagah perkasa. Akan tetapi amat mudah bagi matanya yang tajam itu untuk menduga yang manakah Biauw Eng. Bukan hanya karena kecantikan Biauw Eng yang indah dingin bagaikan lautan salju di utara, melainkan juga ia dapat melihat ke manakah sasaran pandang mata suhengnya yang seperti orang kena pesona. Dia tidak heran mengapa suhengnya jatuh cinta kepada Biauw Eng yang memang cantik luar biasa itu, akan tetapi keningnya berkerut menyaksikan sikap Biauw Eng yang begitu dingin sehingga tidak wajar dan membuat bulu tengkuknya berdiri. Wanita sedingin ini, mana mungkin dapat dicairkan dengan panasnya api cinta?"
Episode 318 Baik Biauw Eng maupun Keng Hong belum dapat menemukan suara mereka kembali yang lenyap karena gelora hati yang membadai, yang timbul di saat mereka saling bertemu. Dua pasang mata itu bertemu dan seolah-olah bertanding mengadu kekuatan, ataukah saling peluk tak ingin dilepaskan kembali" Keduanya tidak berkedip, seperti terkena sihir.
"Apakah engkau yang bernama Sie Biauw Eng?" Tiba-tiba suara Yan Cu yang nyaring membuat Keng Hong dan Biauw Eng sadar dan gadis ini lalu memandang kepada Yan Cu. Sejenak pandang matanya mengeluarkan sinar kilat penuh cemburu sehingga mengejutkan Yan Cu. Akan tetapi dara ini tersenyum ketika melihat Biauw Eng mengangguk dan ia bertanya dengan suara wajar.
"Jadi kalau begitu Enci Biauw Eng dan Cici itu yang mencari-cari Suheng Cia Keng Hong?"
Kembali Biauw Eng mengangguk, tidak bernafsu untuk bicara dengan dara jelita yang entah menapa menyebut Keng Hong sebagai suhengnya itu.
Wajah Yan Cu berseri gembira. "Sungguh kebetulan sekali! Susah payah kami berdua mencari Enci Biauw Eng sampai ke mana-mana, sekarang dapat bertemu di sini sungguh amat menggirangkan hatiku."
Panji Sakti 2 Hancurnya Sian Thian San Seri Pengelana Tangan Sakti Seri Ke Iv Karya Lovelydear Peristiwa Merah Salju 14

Cari Blog Ini