Ceritasilat Novel Online

Playboy Dari Nanking 9

Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 9


"Mien Nio, kau harus ikut aku. Atau kau akan mampus di tangan mereka!" dan menyambar serta memeluk pinggang ramping itu kakek ini tiba-tiba menotok dan robohlah Mien Nio oleh gerakan si kakek, menjerit dan berteriak-teriak namun Dewa Mata Keranjang tak perduli. Kakek ini menoleh pada Bu-goanswe dan berseru biarlah jenderal itu kembali ke kota raja, menyerahkan tawanan dan kakek itu sendiri sudah terbang entah ke mana, yang jelas tidak searah dengan Maymay. Dan ketika semua mendelong dan geleng-geieng kepala menarik napas maka Bu-goanswe segera teringat persoalannya semula dan mengangguk serta menyiapkan pasukan untuk kembali ke kota raja. Mereka telah berhasil menumpas pemberontakan dan Lauwtaijin serta Thaitaijin tertangkap. Dua orang itu sudah ada di tangan mereka dan senjata api milik pemberontak disita, dibawa dan dijadikan bukti pula ke kota raja. Dan ketika semua berangkat dan Bu-goanswe diam-diam menghela napas penuh terima kasih kepada Dewa Mata Keranjang maka kakek itu sendiri sudah tak ada di Lembah Kuning.
(Oo-dwkz-abu-oO)
Pagi itu Fang Fang bangun kesiangan. Menjelang pagi baru dia terlelap dan pemuda ini menguap bangkit berdiri. Ada mimpi-mimpi buruk yang tak enak sekali dialaminya semalam. Pagi itu dia berdebar tanpa sebab namun pemuda ini sudah menenangkan diri, mencuci muka dan membersihkan tubuhnya di kamar mandi yang segar. Dan persis dia selesai berganti pakaian tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dan seorang pelayan memberi tahu bahwa di tempat tuan Smith terjadi keributan.
"Kami tak tahu apa, tapi James meminta agar siauwhiap cepat-cepat ke sana."
Fang Fang berdetak. Tiba-tiba perasaan tak enak itu timbul kembali, kini semakin hebat dan rasa debaran di hatinya itu dag-dig-dug semakin keras saja. Ah, air segar yang baru saja dinikmatinya tiba-tiba terasa panas. Fang Fang berkeringat dan pemuda ini berubah. Kalau ada apa-apa dan James sampai memintanya untuk ke sana tentu persoalan itu serius. Keributan apakah yang terjadi" Dan siapa yang ribut-ribut" Sylvia dengan ayahnya" Hmm, mungkin saja. Dan Fang Fang tiba-tiba berkelebat lenyap.
"Terima kasih, aku akan ke sana!"
Pelayan melongo. Pemuda itu menghilang dengan cepat dan seperti siluman saja tahu-tahu telah lenyap di luar. Tapi karena pemuda itu adalah murid si Dewa Mata Keranjang dan kelihaiannya memang sudah diketahui maka pelayan ini kagum dan segera membersihkan kamar si pemuda, karena tadi Fang Fang tak sempat menghiraukan tempat tidurnya dan begitu saja dia meninggalkan tanpa perduli. Berita dan panggilan dari kakak kekasihnya selalu akan menarik perhatian pemuda ini. Semua bisa dilupakan dan Fang Fang pun sudah berkelebat menuju ke gedung di mana Sylvia dan ayah serta kakaknya tinggal. Dan ketika dia memasuki halaman dan mendengar ribut-ribut serta bentakan di dalam maka tiba-tiba dia bertemu dengan Michael yang mendadak tersenyum mengejek dan menjura padanya.
"Fang-kongcu (tuan muda Fang), di dalam ada tamu yang ingin bertemu denganmu. Silahkan, sudah ditunggu sejak tadi!"
Fang Fang berkelebat mendorong pemuda ini. Dia tahu bahwa pemuda kulit putih itu hanya ingin mengejeknya saja. Mata yang bersinar-sinar dan licik serta culas membuat Fang Fang marah namun menahan kemarahannya itu. Dan ketika dia bergerak dan sudah memasuki tamanan belakang, di mana terdengar bentakan dan ribut-ribut itu maka Fang Fang tersirap ketika melihat seorang gadis berbaju hijau bertengkar hebat dengan Sylvia. Eng Eng
"Aku tak perduli apa katamu. Tapi Fang Fang adalah kekasihku dan kau kuanggap merebut secara tak tahu malu. Heh, katakan di mana pemuda itu, Sylvia Atau aku akan membunuhmu karena kau merampas kekasih orang!"
"Tutup mulutmu!" Sylvia membentak, merah padam. "Kau yang tak tahu malu dan datang-datang seperti kambing kebakaran jenggot, Eng Eng. Aku sama sekali tak merasa merampas atau merebut Fang Fang. Kalau dia tak pernah menceritakan masa lalunya kepadaku tentu aku tak akan mengampunimu karena menganggapmu gila dan sedang tidak sehat! Kau mengacau dan tak tahu malu menghina orang seenaknya!"
"Hm, kau begitu tergila-gila pada si busuk itu" Bangsa kulit putih tak punya lagi pemuda lain hingga jauh-jauh kau ke mari hanya untuk mencari Fang Fang" Cih, kaulah yang tak tahu malu dan tak sehat, Sylvia. Kau gila dan tidak waras! Kalau aku tak menganggapmu bahwa kau tentu sudah dibujuk dan ditipu Fang Fang tentu aku akan membunuhmu?"
"Keparat, kau bermulut busuk!" dan Sylvia yang tak tahan serta meloncat ke depan tiba-tiba menampar dan memukul gadis itu, dikelit tapi Sylvia mengejar dan Eng Eng terkejut karena melihat gerakan-gerakan ilmu silat di situ. Ini jelas ilmu silat orang Han dan tahulah dia bahwa Fang Fang rupanya sudah mengajari gadis ini dengan ilmu silat-ilmu silat miliknya. Gadis itu marah dan merah mukanya. Maka ketika dia dikejar dan Sylvia menyerangnya bertubi-tubi mendadak dia mengerahkan Bhi-kong-ciangnya dan mencelatlah Sylvia karena tentu saja dia masih bukan tandingan murid si Dewi Kilat Biru ini.
"Duk!"
Sylvia menjerit. Gadis itu terpelanting dan jatuh terguling-guling karena betapa pun sinkangnya taklah sekuat lawan. Gadis ini baru saja beberapa bulan melatih ilmu silat Tiongkok, lain dengan Eng Eng yang sejak kecil dan sudah bertahun-tahun digembleng subonya (ibu guru). Dan ketika gadis itu melompat bangun dan Eng Eng tertawa mengejek maka gadis ini bertolak pinggang.
"Sylvia, rupanya kaupun sudah mempelajari ilmu silat segala. Hm, aneh bahwa bangsa Barat mempelajari ilmu orang lain. Apalagi yang Fang Fang berikan padamu" Apakah kaupun sudah menyerahkan pula tubuhmu untuk semua budi kebaikan Fang Fang?"
"Jahanam!" Sylvia marah bukan main, tiba-tiba mencabut pistol. "Mulutmu kotor dan busuk, Eng Eng. Kubunuh kau!" namun ketika picu ditarik dan siap melepas tembakan tiba-tiba James, pemuda yang berdiri di situ merebut dan membentak adiknya itu.
"Jangan tembak!" lalu berapi-api dan merah memandang Eng Eng pemuda ini membungkuk, memberi hormat. "Nona, sungguh tak pantas kiranya kau gadis begini cantik dapat mengeluarkan kata-kata begitu kotor. Apa kiramu adikku ini" Hm Sylvia bukan gadis murahan, nona. Dan aku berani jamin bahwa apa yang kaukatakan tadi tak pernah dilakukan adikku ini. Tolong cabut kata-katamu tadi atau kami akan bersikap tak hormat lagi padamu?"
"Hm, kau mau apa?" Eng Eng mengejek, mengeluarkan suara dari hidung. "Aku tak takut pistol atau senjata api, James. Kalau kau mau tembak tembaklah, aku tak takut!"
"Aku tahu bahwa kau adalah gadis pemberani. Tapi tak pantas kiranya kalau kau mengeluarkan kata-kata seperti itu."
"Memangnya kenapa" Kaukira si Fang Fang itu tak akan merayu dan membujuk adikmu untuk menyerahkan tubuhnya" Cih, aku tahu benar siapa pemuda itu James, murid si Dewa Mata Keranjang yang ingin berpetualang dan mengajak semua wanita-wanita cantik untuk melakukan itu!"
"Hm, apakah nona melakukan itu" Apakah nona sudah pernah diajaknya dan kini hendak mengukur orang lain dengan baju sendiri?"
"Apa?" Eng Eng mendelik. "Kau" kau menghina aku" Keparat, kubunuh kau." dan Eng Eng yang berkelebat dengan pukulan Bhi-kong-ciangnya tiba-tiba membentak dan marah sekali oleh omongan itu, tak mau melihat diri sendiri bagaimana ketika dia melancarkan hinaannya terhadap Sylvia. Memang Eng Eng mengira gadis kulit putih itu sudah melakukan hubungan intim dengan Fang Fang, seperti halnya diri sendiri yang sudah diajak dan hanyut oleh rayuan pemuda itu. Namun ketika James melempar tubuh dan membanting diri menghindari pukulan maut itu maka pemuda ini melepas tembakan ke arah gadis itu, menggertak.
"Tahan, atau aku melawan". dor!" dan letusan senjata api yang menyerempet pangkal lengan gadis ini membuat Eng Eng terhuyung karena melihat pangkal lengannya terluka, mengucurkan darah dan gadis itu mendelik. Eng Eng menggeram namun James sudah meloncat bangun di sana, senjata api siap di tangan dan tembakan yang tanpa meleset jelas menunjukkan bahwa pemuda ini adalah jago tembak kelas satu. Eng Eng harus memperhitungkan itu kalau tak ingin celaka! Dan ketika gadis itu melotot dan mendesis penuh kemarahan, siap bertarung dan mati-matian membela kebenaran sendiri maka pemuda kulit putih itu menarik napas dan membungkukkan tubuhnya, tanda menyesal.
"Aku tak menghendaki ini, tapi kalau kau mendesak apa boleh buat terpaksa aku membela diri. Maaf, semua persoalan dapat diselesaikan baik-baik, nona. Aku sudah memanggil Fang Fang dan sebaiknya kau bersabar sejenak."
"Aku memang ingin berhadapan dengan pemuda itu. Tapi kalau kaupun mau menyerang silahkan. Aku tahu bahwa bangsa Barat memang pengecut-pengecut yang beraninya hanya mengandalkan senjata api!"
"Hm, kau salah. Senjata api tetaplah sama seperti halnya pedang ataupun senjata lain di negeri ini. Kalau kau menuduh bangsa Barat pengecut yang suka dan beraninya mengandalkan senjata api maka akupun dapat mengatakan dan menuduh bahwa bangsa Han-pun tak kalah licik dan curang dengan senjata-senjata gelap mereka, paku-paku beracun atau jarum-jarum beracun!" pemuda itu membela diri. "Apakah bangsa nona tak ada orang-orang pengecut dan hina seperti itu?"
"Kau" kau pintar bicara seperti nenek-nenek bawel. Sudahlah, bawa itu Fang Fang dan tunjukkan dia ke mari!"
"Hm, sebentar lagi dia akan datang, dan pasti datang. Harap nona tunggu sebentar karena Fang Fang bukanlah seorang pengecut yang suka menyembunyikan perbuatan sendiri di depan orang lain!"
Fang Fang terpukul hebat. Tiba-tiba saja kata-kata pemuda itu menusuknya setajam pedang, dia yang bersembunyi memang tak mungkin harus bersembunyi lagi kalau tak ingin disebut pengecut. Dan karena Fang Fang tak mau sebutan ini dan tentu saja harus keluar maka pemuda itu yang tadi bersembunyi dan terpaksa menahan langkah di balik tanaman bunga akhirnya menampakkan diri dan berkereseknya dedaunan tiba-tiba saja membuat semua orang cepat menoleh.
"Itu dia".!"
Dua pasang mata memandang dengan perasaan berbeda. Eng Eng dan Sylvia sudah mengikuti jari telunjuk ini dan mereka melihat Fang Fang muncul di situ, dari balik tanaman bunga. Namun kalau Sylvia menyorotkan kecewa dan marah maka Eng Eng tampak gentar dan jerih setelah pemuda ini muncul.
"Selamat pagi," James sudah menghampiri dan menyambut Fang Fang. "Maaf bahwa aku meminta kau datang ke sini, Fang Fang. Ada persoalan yang minta diselesaikan olehmu juga. Nona ini, mengaku bernama Eng Eng, marah-marah dan memaki-maki adikku. Silahkan kau lihat dan apakah betul gadis ini sudah kenal denganmu!"
"Hm," Fang Fang merah mukanya. "Bukan hanya kukenal, James. Tapi lebih dari itu. Dia" dia bekas kekasihku!"
"Cih!" Eng Eng mencemooh. "Bukan bekas, Fang Fang, melainkan masih kekasihmu. Kau tak tahu malu mencari gadis lain dan meninggalkan aku! Katakan, apakah kau tak pernah membujukku dan membuat aku tersia-sia!"
"Hm!" Fang Fang melihat sorot mata marah dari Sylvia, adik James. "Kau dan aku kukira sudah tak memiliki hubungan apa-apa lagi, Eng Eng. Kau telah meninggalkan aku dan aneh sekali bahwa pagi ini kau datang dan marah-marah kepada semua orang. Sylvia memang kekasihku, tapi aku sudah menceritakan masa laluku kepadanya, termasuk bekas hubunganku denganmu!"
"Keparat! Kau tak bertanggung jawab dengan perbuatanmu" Kau meninggalkan aku begitu saja dengan cara seenak ini?"
"Hm, jangan memutar balik kenyataan. Kau yang meninggalkan aku, Eng Eng, bukan aku yang meninggalkanmu. Dan karena kau pergi dan mengikuti subomu maka hubungan kita putus dan tak perlu kiranya kau datang mencari-cari aku!"
"Jahanam! Kalau begitu kau tak bertanggung jawab, Fang Fang. Setelah menikmati aku kaupun pergi begitu saja mencari bunga-bunga yang lain. Ah, kubunuh kau!" dan Eng Eng yang timbul kemarahannya akibat kata-kata Fang Fang tadi tiba-tiba tak takut dan sudah menerjang pemuda Ini, membentak dan melepas pukulan dan Fang Fang pun mengelak. Gadis itu menyerang lagi dan apa boleh buat Fang Fang menangkis, karena dikejar. Dan ketika gadis itu terpental dan memekik marah maka Eng Eng sudah menyerang lagi dan untuk selanjutnya gadis ini berkelebatan dan menusuk serta membacok, mencabut pedangnya dan dengan senjata itu di tangan kanan serta pukulan-pukulan di tangan kiri murid si Dewi Kilat Biru ini menerjang Fang Fang. Fang Fang mengerutkan kening dan berkelebatan pula mengimbangi lawan. Dan ketika mereka mulai bertanding dan Sylvia terisak menonton kejadian itu maka kakaknya menarik napas dan memeluk adiknya.
"Fang Fang sungguh merepotkan diri sendiri, dan kini merepotkanmu. Ah, apakah kau masih mencintainya, adikku" Kau tahan kalau menghadapi peristiwa-peristiwa seperti ini?"
Gadis itu mengguguk. Fang Fang mendengar percakapan itu dan pemuda ini tak enak bukan main. Kekhawatirannya mulai terbukti, Eng Eng sudah mencarinya dan entah bagaimana gadis itu tahu bahwa dia di kota raja. Dan ketika dia semakin tak enak dengan tangis Sylvia yang jelas kecewa dan amat marah kepadanya maka satu pukulan Bhi-kong-ciang akhirnya mengenai lehernya ketika dia meleng sejenak.
"Dess!"
Fang Fang terpelanting. Pemuda ini mengeluh namun untung sinkangnya kuat menahan, otomatis melindungi diri dan segera gadis itu mengejarnya. Cepat dan bertubi-tubi Eng Eng sudah menyerangnya kembali, pedang di tangan kanan juga menusuk dan menyambar-nyambar. Dan ketika Fang Fang pedih dan lengah lagi maka pundaknya tertusuk dan kali ini pedang menembus kulitnya.
"Crep!"
Fang Fang terhuyung. Sylvia tiba-tiba menjerit dan mendadak saja jeritan ini merupakan angin segar bagi pemuda itu. Jeritan itu jerit kekhawatiran dan Fang Fang gembira, bangga! Ah, itulah jerit tanda cinta kasih! Dan ketika pemuda ini berseri dan membentak ke arah Eng Eng maka Eng Eng melotot ketika tiba-tiba Fang Fang menampar pedangnya, membalas.
"Eng Eng, urusan di antara kita sudah habis. Pergilah, atau aku terpaksa mengusirmu!"
Gadis ini menjerit. Dia terhuyung dan nyaris terlepas kalau tadi pedangnya tidak dicekal erat-erat. Fang Fang mulai menamparnya dengan kuat dan memang sinkang atau tenaga sakti pemuda itu masih jauh di atasnya. Kalau mau, Fang Fang memang dapat merobohkannya. Dan ketika gadis ini melengking dan menyambar-nyambar lagi dengan serangannya untuk menyerang dan menerjang semakin hebat, panas oleh jeritan Sylvia tadi maka murid Dewi Kilat Biru ini membentak dan menyatakan siap mengadu jiwa.
"Fang Fang, aku tak akan pergi. Hanya mayatku yang dapat kauterima!"
"Hm, kau tak tahu diri. Kalau begitu baiklah, aku terpaksa mengusirmu!" dan ketika Fang Fang mengelak dan membiarkan pedang lewat di sisi telinganya, karena tadi Eng Eng menusuk dan menikam matanya maka pemuda ini menampar dan berteriaklah gadis baju hijau itu ketika pedangnya mencelat, terpental dan terlepas dari tangannya tapi Eng Eng membentak mengayun tangan kirinya. Pukulan Bhi-kong-ciang menyambar namun Fang Fang sudah waspada akan itu, karena begitu Eng Eng nekat dan mengayun tangan kiri menghantam dengan Bhi-kong-ciang tiba-tiba dia sudah melepas Pek-in-kang dan Bhi-kong-ciang milik lawan terlontar dan saat itu juga Fang Fang meneruskan pukulannya dengan sebuah totokan lihai.
"Plak-bluk!"
Eng Eng mengaduh tertahan. Gadis ini terlempar dan terbanting dengan tak berdaya lagi, pedangnya terlepas sementara bawah ketiaknyapun ngilu dan kesakitan oleh jari-jari Fang Fang. Tadi Fang Fang menotoknya tepat sekali di jalan darah Ki-ceng-hiat, lumpuh dan robohlah gadis ini tanpa dapat berbuat apa-apa lagi, kecuali menangis. Dan ketika Fang Fang bergerak dan menyambar tubuhnya, berkelebat pergi maka pemuda itu minta ijin pada Sylvia dan kakaknya untuk "membuang" gadis ini di luar kota raja.
"Maaf, aku akan kembali lagi. Gadis ini hendak kulempar di luar tembok kota!"
Sylvia dan kakaknya hanya mengamati saja tanpa berkedip. Pertandingan itu sudah berakhir dan Sylvia juga sudah tidak menangis lagi. Gadis ini hanya berkaca-kaca namun pandang matanya masih berapi. Dia kaget dan marah oleh kedatangan Eng Eng, terutama kata-katanya tadi bahwa dia menyerahkan tubuhnya kepada Fang Fang, hal yang memang pernah diminta pemuda itu namun dia menolak. Untung! Dan ketika Fang Fang lenyap membawa Eng Eng dan kakaknya melepas pelukan maka di sana Fang Fang sudah melempar dan membebaskan totokan Eng Eng setelah keluar dari kota raja.
"Kau gadis tak tahu malu. Enyah dan pergilah!"
Eng Eng tersedu-sedu. Dia melompat, bangun setelah kini Fang Fang membebaskan totokannya. Pedangnya tertinggal di sana namun gadis ini tak menyerang. Dia menyadari kekuatan sendiri bahwa dirinya memang masih bukan tandingan Fang Fang. Maka begitu dibebaskan dan meloncat bangun gadis ini berkata marah, penuh dendam.
"Fang Fang, kau laki-laki tak berjantung. Setelah kau merenggut milikku enak saja kau mengusir aku. Awas, lain kali aku akan membalas dendam, Fang Fang. Tak akan sudah dan jaga pembalasanku!"
"Hm, kau tak tahu diri," Fang Fang juga marah. "Siapa merenggut milik siapa, Eng Eng" Aku tak merenggut milikmu, dulu kita lakukan itu atas dasar suka sama suka!"
"Tapi kau sekarang meninggalkan aku, menghina aku!"
"Hm, aku tak meninggalkanmu. Kaulah yang pergi bersama subomu dan meninggalkan aku. Jangan diputar balik!"
"Aku meninggalkanmu karena aku benci padamu. Kau bermain cinta dan bersenang-senang dengan gadis lain, murid terkutuk si Dewi Rambut Sakti itu! Siapa tak panas dan benci kalau melihat kau seperti itu" Sudahlah, aku tak akan melupakan kejadian ini, Fang Fang. Kelak satu hari aku pasti akan mencarimu lagi!" dan Eng Eng yang tersedu memutar tubuhnya lalu berlari pergi dan mengancam pemuda itu. Fang Fang tak mengejar dan hanya diam mengawasi. Pemuda ini marah tapi juga tak enak menghadapi yang terjadi itu, dia mulai dikejar-kejar hasil perbuatannya dulu dan menyesallah pemuda ini akan apa yang dia lakukan. Kalau saja dia tidak merasa jatuh hati benar-benar kepada puteri tuan Smith itu mungkin dia akan mengejar gadis ini, mengajak nya rujuk. Betapapun Eng Eng adalah wanita pertama yang dulu pernah dicumbu-nya. Kenangan manis itu tak mungkin dilupakan namun kini semua kenangan itu sudah terganti oleh bayangan Sylvia. Gadis kulit putih yang "tak gampangan" dan amat mempesona itu telah membetot sukmanya jauh lebih dalam daripada yang lain-lain. Fang Fang serasa tak sanggup lagi kalau harus putus dengan gadis ini. Maka ketika hari itu peristiwa pertama meng ganggu perasaannya tiba-tiba Fang Fang sudah berkelebat dan kembali ke tempat Sylvia. Tapi apa yang dihadapi" Muka yang gelap dan penuh kemarahan, juga dari James yang tampak tidak senang karena adiknya sudah menjadi korban hinaan yang tidak tanggung-tanggung dan amat memalukan.
"Fang Fang, agaknya kau harus menjauhi adikku," James berkata ketika tiba-tiba Sylvia meloncat ke dalam, masuk dan menangis di kamarnya. "Kupikir peristiwa ini akan mengganggu hubungan kalian kecuali kalau gurumu datang dan sudah melamar adikku, menikah dan pergi saja ke Inggeris. Apakah kau tak dapat menyusul gurumu itu" Kalau adikku mendapat malu lagi tentu aku jadi semakin tak senang padamu, meskipun boleh jadi kau lihai dan mengagumkan!"
"Hm, aku memang bersalah," Fang Fang menyatakan penyesalannya. "Tapi semua itu sudah kukatakan di muka, James. Jangan berkata seperti itu karena aku betul-betul mencintai adikmu. Aku akan menyusul suhu kalau itu memang diperlukan!"
"Mengapa tidak" Aku juga tak ingin adikku menderita kalau putus cinta denganmu, tapi bersikaplah yang baik agar kebahagiaan itu kau rengkuh berdua!"
"Baiklah, besok coba kutanya Cun-ong-ya agar aku boleh berangkat!"
"Terima kasih," dan kejadian pagi itu yang berakhir dengan perasaan sakit di hati Sylvia lalu ingin diselesaikan pemuda ini dengan menyusul gurunya, bermaksud agar dia segera dinikahkan dan Fang Fang sudah bertekad untuk meninggalkan. Tiong-goan dan tinggal di Inggeris! Dia siap meninggalkan tanah leluhur untuk memulai sebuah kehidupan baru dengan kekasihnya, orang yang dicinta. Namun ketika dia menghadap Cun-ongya dan menyatakan maksudnya tiba-tiba pangeran itu menarik napas dalam.
"Suhumu tak ada lagi di perbatasan, dua orang pemberontak itu telah tertangkap. Entahlah, ke mana gurumu itu sekarang, Fang Fang. Tapi kupikir tunggulah saja dia di sini karena pasti dia akan datang."
"Ongya tahu dari mana?"
"Hm, Bu-goanswe telah kembali, dan dari dialah aku mendapat laporannya."
"Ongya tidak menipuku?"
"Eh, untuk apa menipumu, Fang Fang. Kau jadi melantur dan bicara tak keruan. Cobalah menghadap Bu-goanswe dan ta-Niyakan saja kebenarannya. Atau, kalau kau tidak percaya boleh juga kau ke perbatasan, cari gurumu di sana!"
"Maaf," Fang Fang menyadari kekeliruannya. "Hamba sedang bingung, ongya, mudah tertarik emosi. Baiklah, akan kucari Bu-goanswe itu dan kutanyakan di mana suhu, barangkali dia tahu?"
Sang pangeran mengangguk. Dia sudah mendengar sepintas lalu kisah pemuda ini, senyuman aneh tersungging di mulut namun dia tidak marah. Tegurannya tadi kepada si pemuda hanya didorong rasa dongkol saja, bukan marah. Dan ketika Fang Fang menghadap Bu-goanswe, di gedungnya, ternyata informasi yang didapat pemuda ini sama saja.
"Benar, gurumu memang tak ada di sana, entah ke mana. Ada apa kau mencarinya" Kau tak tahan dan ingin selalu berdekatan seperti anak kecil di pelukan ibunya?"
Fang Fang merah mukanya. Jenderal bermuka persegi ini tertawa bergelak dan menyangka dia seperti anak ayam yang harus selalu berdekatan dengan induknya, pemuda ini menggeleng. Dan ketika Fang Fang berpikir sejenak apakah perlu dia memberitahukan maksudnya, karena jenderal ini diketahuinya sebagai orang yang jujur dan baik maka dia menarik napas dan sikapnya yang murung dan sungguh-sungguh akhirnya membuat jenderal tinggi besar itu terkejut juga, tertarik.
"Maaf, agaknya ada sesuatu yang serius, Fang Fang. Baiklah aku tak akan bersendau-gurau lagi kalau kau ingin menyatakan sesuatu. Barangkali ceritaku ini dapat menjadi bahan bagimu pula."
"Cerita apa?"
"Tentang gurumu itu."
"Ada apa dengan suhu?"
"Tak apa-apa, hanya". hm, pertikaian lama dengan bekas isteri-isterinya dulu!"
"Ah!" Fang Fang terkejut. "Bekas iste-ri-isterinya yang mana, goanswe" Siapa yang kaumaksudkan itu?"
"H m, banyak, Fang Fang. Mereka adalah May-may dan Lin Lin serta nenek-nenek yang lain!" Bu-goanswe lalu menceritakan itu, didengar dan Fang Fang pun tertegun. Tak disangkanya gurunya bertemu dengan bekas isteri-isterinya di perbatasan, bahkan yang katanya membantu pemberontak. Dan ketika jenderal itu selesai bercerita dan Fang Fang bengong maka jenderal itu menutup. "Terakhir sekali gurumu telah mendapatkan kekasihnya yang terbaru, sekaligus yang termuda. Mien Nio namanya. Dan karena wanita inilah suhumu lalu menghajar nenek Lin Lin yang pingsan dibuatnya. Selebihnya aku tak tahu, Fang Fang, karena gurumu membawa kekasihnya itu. Tapi kukira pasti kembali juga ke sini."
"Hm-hm"!" Fang Fang berkedip-kedip. "Jadi suhu bersama wanita itu, goanswe" Dan kau tak tahu di mana sekarang berada?"
"Wah, mana tahu, anak muda. Gerakan suhumu seperti siluman menghilang!"
"Ah, benar, aku lupa. Baiklah, terima kasih, goanswe. Barangkali lain kali aku perlu bantuanmu lagi."
"He!" sang jenderal meloncat bangun. "Tunggu dan berhenti sebentar, Fang Fang Kalau kau ada sesuatu yang penting dan dapat kubantu biarlah kubantu. Aku sanggup!"
Fang Fang merandek, tapi tersenyum dan memutar tubuhnya pemuda ini berkelebat pergi meninggalkan sang jenderal. Fang Fang melihat bahwa tak mungkin jenderal itu dapat membantunya, orang yang paling tepat adalah gurunya itu dan biarlah dia menunggu gurunya. Cun-ongya maupun Bu-goanswe benar, gurunya pasti kembali dan biarlah dia bersabar. Dan ketika hal itu dikatakan pada James dan pemuda kulit putih itu mengangkat bahu saja maka Fang Fang hanya mendapat komentar pendek.
"Terserahlah, aku juga tak tahu apa-apa. Tapi sementara ini adikku belum mau menemuimu, Fang Fang. Sylvia masih terpukul dan sakit hati oleh kata-kata Eng Eng!"
Fang Fang menyesal sekali. Dia menjadi gundah sekaligus gelisah. Sekarang kekasihnya tak mau ditemui dan percuma memaksa kekasihnya itu. Sylvia gadis yang keras dan teguh pendirian. Kalau dia memaksa dan salah langkah tentu fatal akibatnya. Maka ketika dia menunggu dan apa boleh buat harus bermurung sendiri tiba-tiba pada hari ketiga gangguan kedua muncul.
Malam itu, ketika Fang Fang duduk bersamadhi dan siap mengheningkan cipta, menarik dan memusatkan diri pada alam siulian (konsentrasi) tiba-tiba saja di luar kamarnya terdengar ribut-ribut. Suara gedobrakan dan entah apalagi disusul oleh jerit dan pekik Sylvia. Kaget sekali pemuda ini. Dan ketika Fang Fang meloncat bangun dan siap mencelat keluar tiba-tiba jendela kamarnya didobrak orang dan Sylvia jatuh terguling-guling di lantai kamarnya, rupanya baru saja bertanding dan dilempar seseorang.
"Aduh, keparat jahanam. Terkutuk!"
Fang Fang kaget dan girang. Dia girang karena tanpa disangka-sangka mendadak saja kekasihnya ada di situ, padahal berhari-hari ini dia tak dapat jumpa. Tapi melihat kekasihnya dilempar seseorang dan rupanya kesakitan maka Fang Fang kaget dan cepat dia menyambar dan mengangkat bangun gadis itu.
"Sylvia, kau bertempur dengan orang" Siapa" Dan mana jahanam itu" Ah, tenang lah di sini, kuhadapi dia!" dan Fang Fang yang girang serta melihat kekasihnya tidak apa-apa tiba-tiba lupa diri dan mencium kekasihnya itu. Rasa rindu tak. dapat ditahan dan pemuda ini langsung saja mendaratkan bibirnya di bibir sang gadis. Tapi ketika sesosok bayangan berkelebat memasuki kamar itu dan Sylvia merah padam tiba-tiba gadis ini meronta dan melepaskan diri dari ciuman pemuda itu.
"Kau pemuda tak tahu malu, lepaskan ".. plak-plak!"
Fang Fang bengap. Dia terhuyung dan saat itu melihat bayangan yang masuk ini, bayangan yang dari luar sudah mengeluarkan bentakan nyaring dan rupanya seorang wanita. Tapi ketika Fang Fang menoleh dan melihat siapa ini, tiba-tiba saja, seperti bayangan itu juga, kedua-duanya berseru kaget dan melangkah mundur.
"Kau?""
Fang Fang pucat dan tertegun hampir tak dapat bicara. Bayangan atau wanita itu juga pucat tapi segera mukanya menjadi merah padam. Dia telah melihat ciuman Fang Fang tadi kepada Sylvia dan tiba-tiba terdengarlah jerit atau lengking dari mulutnya. Dan ketika Fang Fang masih tertegun dan menjublak kaget, tak menyangka, maka bayangan ini sudah bergerak dan rambut panjangnya tiba-tiba menjeletar dan sudah menghantam Fang Fang.
"Kau" jahanam keparat! Kiranya betul apa yang kudengar". plak-plak!" dan Fang Fang yang kembali mendapat serangan dan lecutan rambut tiba-tiba mengeluh dan terhuyung-huyung, tak dapat bicara dan sudah menerima makian atau bentakan wanita itu lagi. Sylvia menjerit-jerit dan kamar pemuda itu menjadi gaduh. Dan ketika Fang Fang terlempar dan mencelat oleh tendangan lawan maka wanita ini sudah mengejar dan bertubi-tubi melepas pukulan, mendarat dan Fang Fang ba-bak-belur. Fang Fang masih tak dapat bicara karena rasa kaget dan tertegunnya belum hilang. Itulah Ming Ming, gadis baju merah murid nenek sakti May-may, kekasihnya nomor dua setelah Eng Eng! Dan ketika Fang Fang tentu saja pucat dan diam saja menjadi bulan-bulanan pukulan maka Ming Ming atau gadis baju merah itu memaki-maki tak keruan.
"Jahanam! Iblis terkutuk! Bangsat! Kau sungguh seperti gurumu, Fang Fang. Kau mempermainkan wanita untuk mencari korban baru lagi. Terkutuk, bedebah keparat. Kubunuh kau". des-dess!" dan Fang Fang yang terlempar keluar dari kamarnya akhirnya kesakitan oleh tandang dan hajaran Ming Ming ini, mendengar teriakan atau jeritan Sylvia agar dia menjawab atau mempertanggungjawabkan semuanya itu. Sylvia mulai tak percaya pada kata-katanya bahwa dia sudah putus dengan semua bekas kekasih-kekasihnya. Buktinya Ming Ming muncul di situ setelah Eng Eng! Semuanya berkata bahwa Fang Fang mempermainkan mereka dan ini menjadikan Sylvia ragu. Kalau Tang Fang benar sudah putus, kenapa dua gadis itu datang dan marah-marah di situ" Bohongkah Fang Fang" Dan ketika gadis ini mulai ragu dan menjerit memaki-maki Fang Fang, yang dikata tak jujur dan penipu maka Fang Fang mulai marah o-leh sikap dan kedatangan Ming Ming ini. Dia tak tahu-menahu lagi sejak gadis itu meninggalkannya, sama seperti Eng Eng. Maka ketika sebuah pukulan dan ledakan rambut menggores pipinya, melecut dan mencambuk sampai dia luka berdarah tiba-tiba Fang Fang menggeram dan meloncat bangun, sinkang di tubuhnya tiba-tiba bekerja.
"Ming Ming, kau gadis tak tahu malu. Ada apa kau datang ke sini dan mencari-cari aku" Bukankah kau sudah meninggalkan aku dan tak mau bertemu lagi" Keparat, kau gadis terkutuk. Kau memalukan aku. Pergilah"!" dan tamparan pemuda ini yang menolak pukulan rambut akhirnya membuat Ming Ming mencak-men cak karena terpelanting. Gadis ini membentak dan marah menerjang lagi, memaki daTi mengutuk Fang Fang sebagai pemuda yang dikata tak tahu bertanggung jawab. Dia datang ke situ karena ingin menuntut tanggung jawab, lari karena dulu subonya yang mengajak, bukan atas kehendak sendiri. Dan ketika Sylvia di sana mengguguk dan mencaci-maki Fang Fang pula maka pemuda ini membentak dan tiba-tiba menangkap dan menyambar rambut lawan.
(Oo-dwkz>Jilid : XVI "KAU pantas dihajar". plak-bret!" dan Ming Ming yang menjerit rambutnya tertarik tiba-tiba sudah diangkat dan dilempar Fang Fang, mengeluh karena sebagian rambutnya berodol, tentu saja sakit bukan main. Tapi ketika dia meloncat bangun dan siap menyerang lagi, nekat dan marah tiba-tiba Fang Fang sudah berkelebat di sampingnya dan sebuah totokan mengakhiri pertandingan ini.
"Bluk!" gadis itu roboh lagi. Ming Ming tak dapat bergerak dan selesailah pertandingan ini. Gadis itu berteriak dan memaki-maki Fang Fang namun Fang Fang sudah menampar mulutnya. Gemas dan marah oleh caci-maki gadis ini Fang Fang sudah menghentikan kata-kata orang, mulut gadis itu pecah berdarah! Dan ketika Ming Ming menangis mengguguk dan tak mampu mengeluarkan kata-kata lagi maka Fang Fang menghadap Sylvia dan berkata bahwa gadis pengacau ini bukan kekasihnya lagi.
"Inilah Ming Ming yang dulu kuceritakan itu, tapi sekarang sudah tak ada hubungan lagi karena dia meninggalkan aku. Jangan salah paham dan marah dulu, Sylvia. Kau lihat aku sudah menghajarnya dan membungkam mulutnya!"
"Tapi dia datang seperti Eng Eng, mencari dan memaki-maki aku. Apakah kalau benar tak ada hubungan lagi mereka-mereka ini tak datang" Tidak, aku tak mempercayaimu, Fang Fang. Kau penipu dan pembohong. Gadis ini datang tentu karena kau telah menggaulinya! Dan tak ada wanita yang tak bakal menuntut kalau hubungan kalian sudah sedemikian intim!"
"Itu" ah, tak sepenuhnya benar, Sylvia. Aku" ah, itu salah gadis ini sendiri ".!"
"Jadi kau mengaku telah menggaulinya?"
"Ini". ini"." Fang Fang pucat, kebobrokannya ditelanjangi. "Aku, ah" aku?"
"Tak usah bicara lagi!" Sylvia tiba-tiba membanting kaki, menangis tersedu-sedu. "Gadis itu telah mengaku bahwa kalian berdua telah melakukan itu, Fang Fang, seperti halnya kaupun menggauli Eng Eng secara tak tahu malu. Dan kaupun dulu juga membujuk aku, untung aku tak mau. Dan sekarang kau bilang itulah kesalahan gadis ini sendiri! Keparat, apa yang kubilang tentang laki-laki, Fang Fang" Bukankah laki-laki biasanya tak suka bertanggung jawab kalau sudah mempermainkan wanita" Dan kau tadinya menolak, marah-marah. Tapi sekarang kau sendiri yang melakukan itu dan kau pemuda tak bertanggung jawab. Aku tak sudi lagi bersahabat denganmu!" dan Sylvia yang mengguguk memutar tubuhnya tiba-tiba berkelebat dan keluar dari kamar itu, menutupi mukanya dan Fang Fang tertegun. Pemuda ini pucat sekali dan tiba-tiba dia mengejar. Dan ketika dia menang kap dan menyuruh gadis itu berhenti maka Fang Fang menangis dan berlutut di depan gadis kulit putih ini.
"Sylvia, tidak". jangan tinggalkan aku. Aku". aku". semuanya itu sudah lewat. Berani sumpah bahwa aku tak mencintai gadis itu lagi dan hanya kau yang kucinta! Sungguh, demi langit dan bumi jangan putuskan tali cinta ini, Sylvia. Aku tak dapat hidup tanpa kau. Aku minta sudilah kau mengerti dan biar nanti kujelaskan. Gadis itu akan kulempar dulu di luar!" dan Fang Fang yang tiba-tiba menotok roboh kekasihnya mendadak membuat Sylvia terkejut, mengeluh namun sudah dibawa Fang Fang kembali ke kamarnya. Pemuda ini ketakutan sekali kalau Sylvia nanti meninggalkannya, tak mau menemui. Maka menotok dan merobohkan gadis itu dan meletakkannya di pembaring an Fang Fang lalu berkelebat dan membawa pergi tubuh Ming Ming. Dia memaki-maki gadis ini dan Ming Ming tersedu-sedu tak dapat bicara lagi. Gadis baju merah ini melihat betapa Fang Fang benar-benar tak memperdulikannya lagi. Pemuda itu jatuh cinta berat kepada si gadis kulit putih. Ah, betapa sakit hatinya. Adegan itu terjadi di depan matanya dan duka serta perasaan sakit hati yang berat tiba-tiba membuat Ming Ming pingsan. Dan ketika Fang Fang melempar gadis itu di luar kota raja, menulis sepucuk surat agar gadis itu tak mencarinya lagi, kalau Ming Ming bukan gadis tak tahu malu maka Fang Fang sudah berkelebat dan kembali ke kamarnya. Di sini pemuda itu melihat Sylvia menangis dengan air mata bercucuran, menunggunya. Tentu saja dengan marah dan benci karena dia menotoknya. Dan ketika Fang Fang membebaskan totokan itu dan Sylvia melompat bangun maka yang pertama kali dilakukan gadis ini adalah menamparnya!
"Kau pemuda terkutuk, mentang-mentang lihai! Ah, jahanam kau, Fang Fang. Terkutuk dan bedebah keparat". plak-plakk!" Fang Fang tak mengelak, membiarkan tamparan mendarat dan bibirnya pecah berdarah. Sekarang Sylvia memaki dan marah-marah kepadanya, mencaci habis-habisan. Dan ketika gadis itu kelelahan sendiri karena didiamkan Fang Fang, yang menunggu dan menyerah seperti seorang pesakitan yang menerima hukuman maka gadis itu roboh terduduk dan barulah Fang Fang memeluk kedua kaki itu, lembut dan gemetar. Air matanyapun juga bercucuran!
"Sylvia, maafkan aku. Aku memang bersalah, tapi semua itu sudah lewat. Tak dapat kusangkal bahwa aku telah bermain-main api dengan Eng Eng dan Ming Ming itu, bercinta dan bersenang-senang dengan mereka. Tapi sumpah, aku tak pernah memaksa atau melakukan hal-hal yang sejenis itu, Sylvia. Aku dan mereka sama-sama suka melakukan itu, bukan paksaan atau desakan satu pihak. Lihat dengan dirimu itu, adakah aku memaksa ketika kau menolak" Adakah aku mendesakmu dan menuntut" Tidak, aku tak pernah melakukan itu kepadamu, Sylvia, seperti juga aku tak pernah memaksa mereka-mereka itu. Adalah mereka yang mau dan tak menolak ajakanku. Selebihnya, itu adalah kesalahan mereka sendiri kenapa mau! Dan merekalah yang lebih dulu meninggalkan aku, bukan aku yang meninggalkan mereka!"
Gadis ini mengguguk menutupi muka. Sesungguhnya kata-kata Fang Fang tadi ibarat pisau tajam yang berkarat-karat yang menusuki hatinya. Pedih dan marah bukan main gadis ini oleh setiap kata-kata Fang Fang. Tapi ketika Fang Fang berkata bahwa tak pernah pemuda itu memaksa bekas kekasih-kekasihnya, seperti halnya Fang Fang juga tak pernah memaksa atau mendesak dirinya dulu maka tiba-tiba gadis ini mau mengerti dan percaya. Memang, Fang Fang juga tak mendesak atau menuntutnya setelah dia menolak. Dipikir-pikir, salah Ming Ming dan "Eng Englah kenapa mereka dapat terbujuk, menyerahkan diri. Dan karena Fang Fang sudah bicara jujur dan kata-katanya dapat diterima, karena Sylvia sudah mengalami dan membuktikan itu maka gadis ini bangkit berdiri dan membuka telapak tangannya, yang tadi dipakai menutupi mu ka.
"Baiklah, aku dapat percaya kepadamu, Fang Fang. Sekali ini kumaafkan kau. "Tapi bagaimana kalau ada gadis-gadis lain yang datang lagi" Bagaimana kalau mereka itu menuntut dan menghina aku yang sebenarnya tidak tahu apa-apa?"
Fang Fang tertegun.
"Kau terlalu," gadis ini menangis lagi. "Sepak terjangmu sungguh tak terpuji dan watak gurumu benar-benar mengalir di tubuhmu. Ah, ngeri aku kalau kelak kau memperlakukan aku seperti gurumu, Fang Fang, bercinta dan mencari wanita-wanita lain padahal sudah beristeri! Aku takut dan ngeri kalau kau seperti itu!"
"Tidak!" Fang Fang tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut. "Sumpah demi nenek moyangku aku tak akan melakukan itu, Sylvia. Hanya kaulah gadis yang kucinta dan akan kujadikan sebagai isteriku satu-satunya!"
"Baiklah, tapi bagaimana kalau bekas kekasih-kekasihmu yang lain datang ke mari" Bagaimana kalau mereka mencari aku dan mencaci-maki pula" Bagaimana jawabmu?"
Fang Fang tak menjawab, pucat.
"Hm, kau memang telah bermain-main api, Fang Fang. Dan kecewa sekali rasanya hati ini melihat perbuatan-perbuatan-mu. Kalau saja kau tak jujur dan ksatria seperti ini tentu aku sudah meninggalkanmu. Sekarang jawab bagaimana kalau ada gadis-gadis lain yang masih menuntutmu!"
"Sebaiknya kalian cepat menikah dan pergi ke negeri Inggeris!" James tiba-tiba muncul, mengejutkan Fang Fang berdua. "Kecewa juga hatiku melihat semua perbuatanmu, Fang Fang. Tapi karena adikku masih mencintaimu dan rupanya juga dapat memaafkan dirimu biarlah kauselesaikan persoalan ini dan kalian cepat menikah!"
"James!" Sylvia tiba-tiba menubruk kakaknya. "Kau telah melihat semuanya" Kau masih juga mendukung aku?"
"Hm, kau adikku satu-satunya perempuan, Sylvia. Apapun yang terjadi tentu aku bakal mengikuti dari dekat. Sebenarnya aku sudah mulai tak senang pada kekasihmu ini, tapi karena Fang Fang masih kau cinta dan rupanya tetap jujur biarlah kudukung kau dan kalian cepat menikah. Fang Fang sudah kusuruh memanggil gurunya namun entah kenapa bersikap ayal-ayalan. Heran dan tak mengerti aku!"
"Suhu tak ada?" Fang Fang menjawab pelan. "Aku sudah berusaha tapi entah kemana guruku itu, James. Aku mendengar kabar suhu sedang pergi."
"Dari mana kau tahu?"
"Dari Bu-goanswe?"
"Kalau begitu minta tolong saja jenderal itu!"
"Maksudmu?" Fang Fang terkejut.
"Jelas," pemuda ini melepaskan adiknya. "Daripada menunggu tak ada kepastian kapan gurumu datang lebih baik kau minta bantuan Bu-goanswe untuk melamar adikku ini, Fang Fang. Suruh dia mewakili gurumu dan cepat-cepat kalian menikah. Tentu persoalan selesai!"
"Ah, benar!" Sylvia berseru. "Begitu juga bagus, Fang Fang. Lebih baik minta tolong jenderal itu dan kau lamar aku!"
"Dan pergi ke lnggeris!" James menyambung, memberi tekanan. "Aku tak ingin kejadian begini berlarut-larut, Fang Fang. Sebaiknya cepat kauselesaikan dan lamar adikku. Atau keadaan semakin parah dan buruk!"
Fang Fang bersinar-sinar. Tiba-tiba saja seolah disentak ke alam yang indah mendadak saja dia girang bukan main. Usul itu bagus, cocok sekali. Kenapa dia lupa" Ah, betapa tololnya! Dan ketika Fang Fang mengangguk dan berkilat gembira tiba-tiba dia berkelebat.
"Benar, aku tak ingat itu, James. Ah, terima kasih. Biarlah malam ini juga kutemui jenderal itu dan besok kalian kuberi tahu!"
Sylvia tersenyum gembira. Persoalan yang berat tiba-tiba seakan sudah menjadi ringan. Ah, inilah berkat kakaknya. Dan ketika dia memeluk dan mencium kakaknya, sebagai tanda terima kasih maka pemuda kulit putih itu sudah membawa pergi adiknya dari tempat itu.
"Mudah-mudahan berhasil. Mari kita tunggu besok!"
Fang Fang sudah berkelebat seperti orang kesetanan. Usul dan gagasan James tadi sungguh ibarat buah nangka jatuh dari pohon, tepat di depan orang kelaparan. Maka berkelebat dan sudah memasuki gedung jenderal Bu pemuda ini tergesa-gesa menemui, melihat sang jenderal kedodoran dalam piyama tidurnya yang kusut.
"Maaf". maaf"!" Fang Fang tak enak juga, namun berseri-seri. "Ada persoalan penting yang ingin kumintakan bantuanmu, goanswe. Teramat penting dan menyangkut mati hidupku! Kau tolonglah aku dan budi baikmu ini bakal tak kulupakan seumur hidup!"
"Eh-eh, ada apa ini" He, bangun, Fang Fang, jangan berlutut begini seperti anak muda menghormat di depan orang tuanya!
"Kau memang orang tuaku!" Fang Fang berseri-seri. "Malam ini aku ingin minta pertolonganmu yang maha penting, goanswe. Kau tolonglah aku dan beri aku seember air kebahagiaan yang tak bakal kulupakan seumur hidup!"
"Sudahlah, jangan kau bermain-main begini. Aku jadi bingung akan teka-tekimu ini. Apa yang kau maksud" Bantuan apa yang dapat kuberikan?"
"Begini, goanswe. Aku mau melamar seorang gadis".."
"Ha-ha-ha!" jenderal itu tiba-tiba tertawa bergelak. "Kau lucu, Fang Fang, juga aneh! Kenapa urusan begini hendak kaumintakan pertolonganku" Bukankah itu urusan pribadimu dan aku orang lain?"
"Tidak" tidak!" pemuda ini tergesa menjawab. "Kau bukan orang lain bagiku, goanswe. Kau sahabat dan teman kental suhuku. Kau dapat membantuku!"
"Baiklah, tapi agaknya aku harus berhati-hati di sini. Eh, sebenarnya tak tepat kau menghadap padaku, Fang Fang. Ada gurumu di sana yang akan menegur aku. Siapa gadis yang menjadi idamanmu itu" Dan kenapa harus datang malam-malam begini" Sebenarnya, kalau kau sabar tentunya kau dapat datang besok, bukan malam-malam begini."
"Maaf," Fang Fang menjatuhkan diri berlutut, tiba-tiba gemetar. "Aku mendapat persoalan berat, goanswe. Dan pihak wanitanya ingin segera kulamar untuk kemudian pergi. Mereka sudah meminta suhu tapi kau bilang sendiri guruku tak ada di perbatasan. Siapa lagi yang dapat kumintai tolong kalau bukan dirimu" Tolonglah, aku betul-betul butuh bantuanmu, goanswe. Dan untuk itu kepalapun rasanya siap kupersembahkan untukmu!"
"Ha-ha, luar biasa sekali. Tapi kau jujur, dan sungguh-sungguh! Hm, aku jadi semakin berhati-hati menerima permintaanmu, Fang Fang. Bukan karena tak mau melainkan semata menjaga kehormatan gurumu sendiri. Kau ini aneh. Guru masih hidup, kenapa meminta orang lain melamarkan gadis pujaannya" Bagaimana kalau aku kena damprat" Maaf, persoalan begini adalah pribadi sifatnya, Fang Fang. Tak baik kalau aku melancangi gurumu dan mewakilimu. Aku bukan sanak atau kadang, mana berani menerima kehormatan sedemikian besar" Dan lagi, siapa calon isterimu itu" Kalau puteri We, terus terang aku tak sanggup!"
"Bukan" bukan!" Fang Fang berseru. "Bukan puteri We, goanswe, tetapi gadis lain, yang lebih cantik dan mempesona bagiku. Aku sudah tak ingat puteri We lagi karena gadis pujaanku ini jauh lebih hebat!"
"Ha-ha, orang kalau lagi jatuh cinta!" jenderal itu tertawa bergelak. "Aku percaya padamu, anak muda. Tapi coba pikirkan bagaimana pertanggungjawabanku kepada gurumu. Apakah ini patut kulakukan" Apakah gurumu tak akan marah besar kepadaku" Coba pikir baik-baik, anak muda. Tolong jangan celakakan aku untuk urusan pribadi begini!"
"Apakah goanswe tak mau?"
"Ah, bukan begitu. Tapi renungkan dulu bagaimana reaksi gurumu kalau kulancangi seperti ini. Gurumu masih hidup, dan aku tak mendapat perintahnya. Kalau ada apa-apa tentu aku yang celaka!"
"Hm!" Fang Fang sadar juga, dapat melihat itu. "Kalau begitu hancurlah harapanku, goanswe. Agaknya nasib sial sedang menimpa padaku. Maaf, kau benar. Tapi apakah benar-benar kau tak dapat menolongku sama sekali" Haruskah aku menerima malapetaka ini" Goanswe, tolonglah aku, beri nasihat. Aku sedang pusing dan bingung!" Fang Fang tiba-tiba menangis, mengejutkan jenderal itu dan tampaklah betapa besar harapan pemuda ini mula-mula kepadanya. Sang jenderal tertegun dan kaget. Rupanya Fang Fang tak mainmain. Dan ketika pemuda itu terguncang dan menahan sedu-sedan, pucat mukanya maka jenderal ini bangkit berdiri menepuk pundak anak muda itu.
"Bocah, tak seharusnya kau menangis. Apakah sedemikian mendesak pihak si wanita untuk segera minta dinikah" Ada apa" Apakah, hmm____ apakah dia sudah berbadan dua?"
Fang Fang terkejut.
"Maaf," jenderal ini buru-buru membungkuk. "Kau sudah membawa persoalan pribadimu, Fang Fang. Agaknya kepalang basah kalau kau tidak menceritakan semua. Aku akan berusaha menolongmu, sekuat tenagaku. Tapi kalau kurasa aku tak sanggup tentu saja aku angkat tangan. Kauceritakanlah kepadaku bagaimana semuanya itu tampak membingungkan dan menggelisahkan hatimu."
Fang Fang duduk lagi. "Aku memang bingung".." kata-katanya tersendat. "Gadis pujaanku minta cepat menikah karena gara-gara perbuatanku juga, goanswe. Semuanya ini memang salahku."
"Hm, siapa dia" Sejak tadi kau belum menyebut namanya!"
"Dia puteri tuan Smith, Sylvia!"
"Hah" Gadis kulit putih itu" Kau akan menikah dengannya?"
"Ya, kami sudah saling jatuh cinta, goanswe. Dan ayah atau kakaknya sudah tahu?"
"Kalau begitu repot sekali. Mereka itu sebetulnya tamu negeri kita!"
"Hm, begitulah. Tapi kami terlanjur jatuh cinta."
"Dan minta cepat-cepat menikah! Ada apakah ini, Fang Fang" Bukankah tak perlu terburu-buru kalau memang dapat ditunda?"
"Tadinya begitu, aku bermaksud menunggu suhu. Tapi, ah" perbuatanku masa lalu timbul lagi sekarang, goanswe. Dan gadis itu marah-marah kepadaku!"
"Coba ceritakan bagaimana itu. Dan maaf kalau aku jadi ikut campur urusan pribadimu."
"Tak apa, aku percaya padamu. Dengarlah?" dan Fang Fang yang mulai bercerita tentang semua sepak terjangnya lalu menceritakan apa yang telah terjadi. Betapa mula-mula kebahagiaan serasa sudah membayang di pelupuk mata. Betapa dia dan Sylvia sudah saling berjanji untuk terikat dan hidup sebagai suami isteri. Tapi ketika perbuatannya di masa lalu didengar dan diketahui gadis itu maka hubungan mereka dibayangi keretakan.
"Mula-mula kejadian itu memang kusembunyikan. Tapi ketika diketahui dan didengar juga maka apa boleh buat aku harus berterus terang. Sylvia marah-marah, tapi karena semuanya sudah lewat dan kejadian itu terjadi sebelum aku berhubungan dengannya maka gadis itu dapat memaafkan masa laluku dan kami berbaik lagi."
"Bagus, kalau begitu seharusnya tak ada persoalan!" Bu-goanswe berseru. "Kenapa malam ini kau begitu pucat dan gelisah, Fang Fang" Ada peristiwa apa lagi?"
"Ini yang menyusahkan," pemuda itu menghela napas. "Gadis-gadis yang dulu menjadi kekasihku tiba-tiba muncul, goanswe, dan mereka meminta pertanggungjawaban!"
"Apa" Mereka datang?"
"Ya, dan membuat ribut di tempat Sylvia. Kekasihku itu didamprat dan tentu saja marah sekali. Sylvia dimaki karena dianggap merampas aku. Dan karena kejadian ini dua kali beruntun maka kekasihku itu ganti marah-marah kepadaku dan hampir saja memutuskan hubungan!"
"Hm-hm, aneh sekali!" sang jenderal mengurut jenggotnya. "Bagaimana mereka itu bisa datang mencarimu, Fang Fang" Apakah benar kau melepas tanggung jawab?"
"Maksud goanswe?"
"Kalau kau tak meninggalkan kekasih-kekasihmu itu tentunya mereka tak perlu datang ke mari. Tapi mereka mencari dirimu, dan ini berarti bahwa hubungan kalian sudah terlalu jauh dan mungkin sudah begitu intim! Hm, apakah kau telah menggauli mereka, Fang Fang" Apakah kau juga seperti gurumu itu" Maaf, aku tak bermaksud menyinggung perasaanmu, tapi barangkali dari sini aku dapat menggambarkan sekaligus memberikan jalan keluar!"
"Hm!" Fang Fang merah mukanya.
"Tak kusangkal bahwa hal itu telah terjadi, goanswe. Aku dan mereka, ah ..bagaimana, ya" Telah melakukan itu dengan suka sama suka. Tapi tentang tanggung jawab, nanti dulu! Aku tak melepas tanggung jawab tapi justeru mereka itulah yang melepaskan aku dan memutuskan cinta kasih!"
"Maksudmu?"
"Mereka pergi meninggalkan aku, dan karena mereka meninggalkan aku maka selanjutnya aku menganggap diri sudah bebas dan tak perlu dituntut lagi!"
"Dan mencari penggantinya?"
"Hal itu memang kulakukan," Fang Fang jujur mengakui. "Tapi salahkah itu, goanswe" Salahkah kalau aku jatuh cinta lagi kepada gadis lain karena kekasihku yang lama meninggalkan aku" Dan ketika aku jatuh cinta pada Sylvia mendadak mereka itu muncul dan menuntut tanggung jawab! Gadis model apa mereka itu" Tak tahu malu dan rendah!"
"Hm-hm, persoalan yang ruwet!" sang jenderal mengurut-urut lagi jenggotnya. "Kalau benar keteranganmu ini maka kau memang tak bersalah, Fang Fang. Tapi mungkin saja ada sesuatu yang merupakan kelanjutan perbuatanmu itu. Mungkin saja mereka datang karena, hmm sudah begitu"."
"Sudah begitu apa?"
"Maaf, kau tak mengerti, Fang Fang?"
"Tidak!"
"Begini maksudku"!" sang jenderal membulatkan perut sendiri, menggerakkan kedua tangan dan merah serta terkejutlah Fang Fang. Itu keterangan dari sang .jenderal bahwa mungkin saja gadis-gadis yang digauli Fang Fang hamil. Eng Eng dan Ming Ming mungkin datang karena mereka telah berbadan dua! Dan ketika Fang Fang pucat dan ngeri membayangkan itu? maka Bu-goanswe berkata lagi sambil batuk-batuk, "Nah, sekarang kau tahu apa yang kumaksud. Apakah mereka begitu, Fang Fang" Apakah mereka sudah hamil misalnya?"
"Aku". aku tak tahu!" Fang Fang tiba-tiba berkeringat, teringat Ceng Ceng! "Tapi kukira tidak! Ah, tak mungkin, goan swe. Aku yakin mereka belum seperti itu."
"Hm, bagaimana merasa yakin sebelum kau tahu pasti" Perbuatan sembrono bisa saja melahirkan sesuatu yang di luar dugaan, anak muda. Dan bermain api selamanya mesti terbakar. Nasihatku sebaiknya kauselidiki dulu keadaan kekasih-kekasihmu itu dan tunda sejenak keinginanmu untuk mengawini Sylvia!"
"Ooh, aku tak sanggup"!" Fang Fang-" tiba-tiba menjatuhkan mukanya ke permukaan meja. "Aku tak sanggup meninggalkan Sylvia, goanswe. Aku mencintainya dengan seluruh jiwa ragaku! Aku tak dapat memenuhi permintaanmu, aku tak dapat meninggalkannya!"
"Ah, kau salah," sang jenderal menepuk pundak pemuda ini. "Aku tak menyuruhmu meninggalkan gadis itu, Fang Fang Melainkan menyelidiki dan menengok dulu keadaan kekasih-kekasihmu yang lain di sana. Kalau betul seperti katamu, hm ". tentu beres. Tapi kalau tidak, ah, aku tak berani membayangkannya!"
Fang Fang bercucuran air mata. Tiba-tiba saja dia menjadi panik dan gelisah mendengar semua kata-kata jenderal itu.
Bukan hiburan atau pertolongan yang didapat melainkan malah bertambahnya beban batin! Dia jadi takut dan pucat oleh bayangan-bayangan ini. Dia segera teringat bahwa satu di antara kekasih-kekasihnya dulu memang sudah ada yang hamil. Ceng Ceng! Dan begitu membayangkan bahwa Eng Eng dan Ming Ming atau lain-lainnya lagi juga hamil dan membawa bibit keturunannya tiba-tiba Fang Fang berteriak dan menggebrak meja.
"Tidak" tidak! Mereka itu tak apa-apa! Ah, kau menambah pepat hatiku, goanswe. Aku jadi kecewa setelah datang ke sini. Biarlah, kucari orang lain atau akal untuk menyelesaikan urusanku sendiri!" dan Fang Fang yang bangun melompat berdiri tiba-tiba berkelebat dan berlari keluar.
"He!" Bu-goanswe terkejut. "Tunggu dulu, Fang Fang. Jangan pergi!"
Fang Fang tak perdulL Tapi ketika sang jenderal menarik tali pintu dan pintu anjlog dengan keras tiba-tiba dia tertegun tak dapat keluar. Dan jenderal itu pun menyambar lengannya.
"Jangan emosi, jangan marah-marah. Aku dapat menunjukkan seseorang untuk membantumu. Pergilah ke Cun-ongya dan mintalah pertolongan padanya. Dia orang yang paling tepat daripada aku!"
"Cun-ongya?"
"Ya, siapa lagi" Dia memiliki kekuasaan dan wewenang yang lebih besar daripada aku, Fang Fang. Cun-ongya akan dapat menolongmu dan kukira dia lebih berani memikul resiko daripada aku. Kemarahan gurumu pasti dapat diterimanya, lain dengan aku. Kau pergilah kepadanya tapi jangan malam-malam begini. Besok saja!"
Fang Fang tertegun. Tiba-tiba dia sadar dan mata yang tadi redup bersinar beringas sekonyong-konyong berobah lagi. Fang Fang berseri dan memeluk jenderal ini, berlutut dan mengucap terima kasih. Dan ketika sang jenderal membangunkan dirinya dan tertawa menggeleng-gelengkan kepala maka jenderal ini berkata agar Fang Fang tidak grusa-grusu lagi.
"Kau ikut membuat aku kelabakan, ah repot mengurus anak muda! Sialan, aku jadi dag-dig-dug melihat sepak terjangmu ini, Fang Fang. Kalau saja bukan kau tentu aku tak mau membantu. Sudahlah, berdiri dan jangan marah-marah lagi kepadaku. Aku orang tua tak sanggup menolongmu, kecuali Cun-ongya!"
"Ya, dan terima kasih, goanswe. Kau sungguh orang tua yang baik! Ah, aku terima petunjukmu dan biar kutemui Cun-ongya!"
"Tidak, jangan sekarang!" Bu-goanswe terkejut, gugup mencengkeram pemuda itu. "Jangan buat namaku jelek di depannya, Fang Fang. Turuti kata-kataku dan besok saja kau ke sana. Ini sudah terlalu malam, tak pantas dan mengganggu orang tidur! Kau turutlah nasihatku dan jangan membuat aku malu!"
"Hm!" Fang Fang tertegun juga, kecewa. Tapi melihat bahwa jenderal itu bersungguh-sungguh dan justeru ide ini muncul dari jenderal itu maka pemuda ini mengangguk dan menerima juga, meskipun hati rasanya sudah tak sabar. "Baiklah, goanswe". baiklah. Aku turut nasihatmu siapa tahu berguna bagiku."
"Tentu berguna, setidak-tidaknya kau tak akan dicap sebagai pemuda kurang ajar!" dan ketika Fang Fang mengangguk dan melihat kebenaran itu maka dia mau kembali ke tempatnya sendiri tapi Bu-goanswe tersenyum.
"Tak usah kembali, tidur saja di sini dan besok bersamaku menghadap Cun-ongya."
"Apa?"
"Benar, di sini atau di sana sama saja, Fang Fang. Tidur di tempatku atau tidur di kamarmu tak banyak bedanya. Di sini juga termasuk kompleks istana, mari, istirahat dan kuantar ke tempat tidurmu!"
Fang Fang terharu. Dia mengucap terima kasih dan kembali menyatakan maaf untuk tingkah lakunya tadi, yang bersikap kasar dan keras di hadapan sang jenderal. Fang Fang tak tahu bahwa dengan tinggalnya di situ maka hati sang jenderal merasa tenang. Kalau Fang Fang di luar siapa jamin pemuda itu tak akan ke gedung Cun-ongya" Dan kalau pangeran itu tahu bahwa kedatangan Fang Fang adalah atas suruhannya tentu dia kena damprat! Maka daripada membiarkan pemuda itu di luar lebih baik disuruh saja tidur di sini, dibujuk dan berhasil dan Fang Fang tentu saja tak tahu jalan pikiran lawannya ini. Janji atau kata-kata Bu-goanswe bahwa besok dia akan diantar dan dibawa ke Cun-ongya lebih menggirangkan hatinya itu. Kemarahannya tadi terhadap sang jenderal tiba-tiba pupus dan tak ada lagi, bahkan terganti oleh penyesalan dan haru yang dalam. Dan ketika Fang Fang tidur dan malam itu beristirahat di rumah jenderal ini maka pagi-pagi sekali, tak dapat tidur dan selalu gelisah untuk pertemuannya dengan Cun-ongya tiba-tiba Fang Fang telah melompat bangun dan bergegas. Dia berterima kasih dan terharu sekali oleh kebaikan jenderal ini, memutuskan bahwa biarlah dia tak usah diantar. Kalau ada apa-apa tentu tuan rumah yang sudah begitu baik akan kena getahnya saja. Maka memutuskan untuk pergi sendiri dan tak perlu diantar Fang Fang tiba-tiba telah berkelebat dan meninggalkan kamar pinjamannya. Pemuda ini langsung wira lni melebarkan mata. Dia tampak dan tak sabar menuju ke gedung Cun-ong-ya, bergegas dan rasanya sudah tak sa-bar untuk berjumpa dan bercakap-cakap dengan pangeran itu. Benar, kenapa dia melupakan pangeran ini dan sama sekali tidak ingat" Bukankah kedudukan dan wewenang pangeran itu jauh di atas Bu-goan- swe" Kalau Bu-goanswe menolak dan ragu menjadi comblangnya adalah tentu pangeran ini tak akan menolak. Pangeran itu akan lebih berani menghadapi gurunya daripada Bu-goanswe, kalau suhunya nanti marah-marah atau menegur misalnya.
Dan ketika Fang Fang sudah berkelebat dan memasuki gedung pangeran ini tiba-tiba saja dia berpapasan dengan Ui-ciang-kun, orang kepercayaan Cun-ongya, satu hal yang kebetulan.
"Eh, ada apa, siauwhiap" Tumben benar pagi-pagi begini datang ke mari?"
"Ah, cepat tolong aku. Aku ingin menghadap ongya dan beritahukan kedatanganku!" Fang Fang langsung saja menuju ke pokok pembicaraan, menyuruh Ui-ciang-kun itu memberi tahu majikannya tapi perwira ini melebarkan mata. Dia tampak tertegun dan Fang Fang tentu saja heran, bertanya dan mengulangi lagi permintaannya agar perwira itu memberi tahu ke dalam. Tapi ketika perwira ini menghela napas dan mengerutkan kening maka dia menggeleng lemah, "Ongya tak ada, semalam mendapat panggilan sri baginda, keluar kota raja. Apakah siauwhiap tak dapat menunda maksud pertemuan itu?"
"Apa?" Fang Fang terkejut, hati pun mendadak kecewa berat. "Tak ada di sini" Keluar kota raja" Jangan bohong, aku ada keperluan penting, ciangkun. Atau aku memeriksa ke dalam dan mencarinya sendiri?
Ah, aku tak bohong. Kalau siauwhiap tak percaya silahkan saja"."
Belum habis ucapan ini tiba-tiba Fang Fang membentak. Dia jadi marah dan geram karena tiba-tiba saja kegembiraannya semalam lenyap. Hanya dengan sebuah pemberitahuan saja tiba-tiba Ui-ciang-kun itu membuyarkan harapannya. Maka begitu sang perwira didorong dan terjengkang ke belakang tiba-tiba Fang Fang telah berkelebat dan memasuki gedung Cun-ongya ini, berlarian dan memanggil-manggil pangeran itu dan suaranya yang serak parau mengejutkan para pelayan atau orang-orang di dalam. Fang Fang tak menemukan pangeran itu dan tiba-tiba dalam marah dan jengkelnya diapun memasuki setiap kamar yang ada, mendobrak daun pintunya dan semakin kagetlah orang orang di dalam melihat sepak terjang pemuda itu. Fang Fang mendadak menjadi beringas dan seperti harimau, muda yang kelaparan. Pemuda itu berteriak-teriak dan memanggil-manggil nama pangeran ini, tak ada dan akhirnya semua kamar habis diobrak-abrik. Gegerlah semua selir dan isteri Cun-ongya yang diperlakukan seperti itu. Ada yang masih tidur dan tahu-tahu selimutnya ditarik. Fang Fang tak dapat mengendalikan dirinya lagi dan beberapa pelayan yang dijumpai akhirnya ditangkap, ditanya tapi tak ada satupun yang tahu ke mana Cun-ongya pergi. Dan ketika Fang Fang naik darah dan teringat perwira she Ui mendadak dia kembali dan mencari-cari perwira ini, menemukannya, langsung menangkap dan membentak,
"Ui-ciangkun, kau juga tak tahu di mana ongya" Kau juga tak dapat menolongku sama sekali?"
Gemparlah istana. Fang Fang yang mengamuk dan marah-marah di sini tiba-tiba membuat perwira itu kaget dan terbelalak. Dia mengejar Fang Fang tapi kalah cepat mengikuti gerak-gerik pemuda ini, berteriak-teriak dan para pengawal di situpun gaduh. Maka ketika kini tiba-tiba Fang Fang berkelebat keluar dan menangkap dirinya, diangkat dan dicengkeram maka perwira ini kaget meronta-ronta merasa napasnya sesak!
"Hei, ah" lepaskan. Leherku tercekik!"
Fang Fang sadar. Akhirnya dia mengendorkan cengkeramannya dan pengawal yang berdatangan sudah pucat mengepung pemuda ini. Fang Fang seperti harimau ganas yang sedang kelaparan, mereka bingung tapi juga takut, gentar. Maklumlah, kelihaian pemuda ini sudah diketahui semua orang dan tak ada satupun yang bakal dapat menandingi. Tapi ketika pemuda itu menurunkan Ui-ciangkun dan Ui-ciangkun tampak marah tapi juga gentar menghadapi lawannya maka Ui-ciangkun bertanya apa yang sebenarnya dikehendaki pemuda itu, menyatakan bahwa dia tak tahu ke mana Cun-ongya pergi.
"Ongya adalah majikan di sini, tak mungkin bawahannya mengetahui ke mana ia pergi, karena ia memang tak memberi tahu. Kenapa siauwhiap marah-marah kepada kami" Aku dan semua orang di sini tak ada yang tahu, siauwhiap. Biarpun kau bunuh kami tak mungkin kami menjawab. Kami hanya tahu bahwa semalam ia dipanggil sri baginda dan setelah itu pergi!"
"Jadi sri baginda yang mengutusnya?"
"Begitulah, dan kami?"
"Baiklah, aku akan menghadap sri baginda!" dan Fang Fang yang memotong ucapan orang dan mendorong Ui-ciangkun tiba-tiba sudah berkelebat dan menuju ke tempat kaisar! Pemuda itu tak mau banyak omong lagi dan Ui-ciangkun tentu saja berteriak, perwira itu jadi semakin kaget dan pucat. Gegerlah nanti tempat sri baginda di sana, apalagi kalau sri baginda masih tidur. Celaka. Tapi ketika perwira ini berteriak-teriak dan mengejar marah, disusul pengawal tiba-tiba bentakan keras mencegah Fang Fang, yang tiba-tiba terkejut.
"Fang Fang, kembali. Atau aku akan menyerangmu!"
Bu-goanswe muncul. Itulah jenderal tinggi besar yang telah mendengar ribut-ribut ini. Sang jenderal terbangun dari tidurnya begitu suara jeritan dan kemarahan terdengar di gedung Cun-ongya. Dia melompat dan teringat Fang Fang dan buru-buru mengejar, lupa dengan pakaian tidurnya dan kini berkelebatlah jenderal tinggi besar itu di depan Fang Fang, setelah melihat dan membentak pemuda itu, mendengar Fang Fang hendak mencari sri baginda. Dan ketika pemuda itu terkejut dan berhadapan dengan jenderal ini, yang sudah berdiri di depannya maka Bu-goanswe mendesis dan mencengkeram pundaknya.
"Fang Fang, jangan kurang ajar. Jangan membuat malu aku. Atau kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu dan kulaporkan kepada gurumu!"
"Ah," Fang Fang gemetar, sadar. "Aku". aku mencari ongya, goanswe. Aku gagal"."
"Hm, gagal atau tidak itu urusan lain, Fang Fang. Tapi caramu tidak benar. Tak seharusnya kau membuat onar seperti ini, di rumah orang. Kau harus kembali dan turut kata-kataku. Atau aku akan melupakan kebodohanku dan siap membela istana dari pengacau!"
"Tidak" tidak" aku, ah!" dan Fang Fang yang menggigil dan jatuh di pelukan jenderal ini akhirnya menangis dan berkata bahwa dia tak bermaksud membuat onar. Bahwa dia tak bermaksud membuat ribut tapi tiadanya Cun-ongya membuat pemuda itu kecewa. Fang Fang dilanda kecewa berat karena dia khawatir sekali akan nasibnya, kalau tidak segera menemui pangeran itu. Tapi ketika Bu-goanswe menepuk-nepuk pundaknya dan lega melihat pemuda ini tidak kalap lagi, seperti orang kesetanan maka Bu-goanswe mengajak pemuda ini kembali ke gedungnya.
"Cun-ongya tak ada di sini, sebaiknya kembali ke tempatku dan kita berbicara di sana." lalu menyuruh Ui-ciangkun dan lain-lain mundur, pemuda itu dapat diatasinya maka jenderal ini sudah mengajak Fang Fang ke gedungnya, duduk di ruangan tamu. "Nah, kau bersamaku hari ini, bersabarlah. Tenangkan hatimu dan biar aku yang akan menanyakan kepada sri baginda ke mana ongya pergi. Kau mau dengar kata-kataku?"
"Goanswe akan ke sri baginda?"
"Benar, kau mau menungguku di sini, bukan?"
"Ah, aku ikut, goanswe. Sekalian saja kita berdua!"
"Hm, ini masih pagi, Fang Fang. Sri baginda barangkali masih tidur! Ketidaksabaran dan kegelisahanmu ini terus terang saja membuat aku khawatir kalau kau ikut. Tidak, kau di sini dan serahkan kepadaku atau aku akan memaki-makimu!"
Terpaksa, karena itu memang benar dan Fang Fang juga tahu bahwa hari juga masih terlalu pagi, karena orang-orang besar seperti sri baginda atau sebangsanya itu tentu masih tidur maka Fang Fang menyerahkan saja persoalan ini kepada Bu-goanswe.
"Lihat akupun masih memakai pakaian tidurku. Kalau bukan gara-gara kau tentu aku juga masih tidur!"
"Maaf, aku salah, goanswe. Aku mengakui?"
"Dan kenapa pergi sendiri ke tempat Cun-ongya" Meninggalkan aku?"
"Aku" aku tak enak padamu, goanswe, merasa hanya mengganggumu saja. Aku sengaja memang pergi sendiri karena tak ingin kau menambah budi lagi. Sudahlah, aku menyesal dan kau cepatlah pergi ke sri baginda!"
Bu-goanswe mengangguk. Dia berkata bahwa Fang Fang harus menepati janjinya, pemuda itu harus tetap di situ sebelum dia kembali. Dan ketika Bu-goanswe masuk dan berganti pakaian, keluar lagi, maka jenderal ini berkata bahwa kalau sri baginda belum bangun terpaksa dia akan menunggu.
"Yang jelas kau jangan menyusul, aku pasti kembali. Kalau sri baginda belum bangun apa boleh buat harus kutunggu!"
Fang Fang mengangguk. Dia berjanji bahwa dia akan menunggu di situ, tak akan menyusul. Dan ketika Bu-goanswe lega dan pergi keluar, menghadap sri baginda maka Fang Fang tepekur di situ menunggu kembalinya jenderal ini. Dan Fang Fang gelisah. Setengah jam ditunggu belum muncul juga" satu jam, dua jam" dan ketika hampir tengahari jenderal itu memasuki gedungnya maka Fang Fang yang mondar-mandir dan hilir-mu-dik di ruangan ini tiba-tiba melonjak begitu melihat Bu-goanswe datang.
"Ah, lama sekali, goanswe. Kau membuatku seperti menunggu jatuhnya bulan!"
"Hm, maaf. Sri baginda kesiangan, aku terpaksa menunggu, seperti janjiku. Tapi sudah kuperoleh kabar, Fang Fang. Cun-ongya ke Lamking untuk mengganti gubernur lama, dan seminggu baru kembali!"
"Apa" Seminggu?" Fang Fang tak menghiraukan Bu-goanswe yang mencari tempat duduk, pucat. "Kau tak salah dengar, goanswe" Kau sungguh-sungguh?"
"Aku sungguh-sungguh, dan aku teringat bahwa gubernur Cek memang sudah habis masa jabatannya. Sudahlah, aku sudah memenuhi keinginanmu, Fang Fang. Tinggal di sini menunggu gurumu atau Cun-ongya itu?"
"Oh, mati aku!" Fang Fang terhuyung mendekap dadanya. "Dua-duanya tak mungkin, goanswe, terlalu lama. Aku takut kekasih-kekasihku ada yang datang lagi! Celaka, aku akan pergi saja ke Lamking dan kususul ongya di sana!"
"Jangan terburu, dengar kata-kataku!" sang jenderal menangkap, tiba-tiba mencengkeram. "Mencari di sana belum tentu ketemu, Fang Fang. Biasanya ongya akan pelesir atau bersenang-senang dulu kalau tugasnya sudah selesai. Daripada kau membuang-buang waktu dan berkeliaran saja di tempat-tempat yang tak kauketahui sebaiknya tinggal saja di sini dan aku yang menemanimu!"
"Tapi?"
"Ingat! Kau sendiri bilang bahwa tak ada di antara kekasih-kekasihmu yang hamil, Fang Fang. Tak perlu takut kalau kau memang tak berbohong! Nah, di sini saja bersamaku atau barangkali kau ingin beristirahat di tempatmu sendiri!"
Fang Fang terbeliak. Tiba-tiba untuk kesekian kali dia menjadi pucat. Kata-kata Bu-goanswe serasa tamparan baginya dan Fang Fang mendadak mengeluh. Dan ketika sang jenderal memandang tajam dan seakan menyelidik padanya, apakah dia berbohong atau tidak tiba-tiba Fang Fang tak kuat lagi dan meloncat keluar, berkelebat pergi.
"Goanswe, biar aku beristirahat di tempatku saja. Terima kasih!"


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bu-goanswe tertegun. Dia mengejar dan melihat Fang Fang ke tempat tinggalnya sendiri, benar, tidak ke mana-mana dan lega tapi juga khawatirlah jenderal itu. Kalau Fang Fang tidak melakukan apa-apa, keributan, dia lega. Tapi kalau sampai pemuda itu melakukan sesuatu dan gurunya belum pulang, wah" jenderal ini tak berani meneruskan lamunannya. Dia cepat memanggil dua pembantunya dan disuruhnya dua pembantunya itu mengawasi si pemuda secara diam-diam. Bu-goanswe lalu kembali ke kamarnya sendiri dan berganti pakaian. Dan ketika sehari dua tak ada keributan dan benar saja Fang Fang juga tak ke Lamking, menyusul Cun-ongya maka jenderal ini lega dan menganggap Fang Fang jujur.
Tapi, benarkan itu" Benarkah Fang Fang jujur" Ternyata tidak. Dua hari ini bersembunyi saja di kamarnya dengan perasaan tak keruan sebenarnya diam-diam Fang Fang gemetar hebat. Dia ditanya Sylvia apakah Bu-goanswe bersedia menjadi wali, begitu pula kakak gadis itu menanya kepadanya kenapa Fang Fang tidak segera memberi tahu. Dan ketika Fang Fang memberi tahu bahwa Bu-goanswe tidak bersedia, takut kepada gurunya dan merasa kurang berhak maka Fang Fang menjawab di balik kemurungannya bahwa ada orang lain yang akan melaksanakan tugas itu, kalau gurunya belum saja datang.
"Bu-goanswe memberi saran kepadaku untuk meminta tolong Cun-ongya. Tapi sayang, Cun-ongya sedang pergi."
?Hm, lalu bagaimana, Fang Fang" Kau tidak berbuat lain?"
"Aku menunggu, siapa tahu malah guruku datang!"
"Baiklah, tapi sebenarnya ini merugikan dirimu sendiri. Kalau terus ditunda-tunda saja jangan-jangan sesuatu yang buruk terjadi. Tapi, ah., sudahlah. Aku hanya ingin menolong adikku dan dirimu!"
Fang Fang memandang kosong. James telah meninggalkannya dan menyampaikan semuanya itu kepada Sylvia. Di sana Sylvia hanya membanting kaki dan kesal. Waktu yang diulur-ulur membuat gadis ini cemas, meskipun kakaknya sudah memberi tahu bahwa Fang Fang bukanlah mengulur-ulur waktu. Pemuda itu dipaksa oleh keadaan dan gadis tapi gadis ini tidak mau tahu. Dan ketika hari ketiga dan keempat berlalu dengan cepat dan Fang Fang girang karena tinggal tiga hari saja pertemuannya dengan Cun-ongya maka dia bertemu lagi dengan kakak gadis itu yang bertanya padanya apakah gurunya sudah datang.
"Belum, suhu belum datang. Tapi waktuku tinggal tiga hari saja, James. Harap bersabar karena Cun-ongya akan datang!"
"Hm, tiga hari lagi?"
"Benar, Cun-ongya pergi untuk seminggu. Dan ini sudah empat hari. Sabarlah, dan beri tahu Sylvia agar tidak membuat aku gugup?"
"Bagaimana kalau seminggu kosong?"
"Maksudmu?" Fang Fang terkejut.
"Bagaimana kalau Cun-ongya itu tak datang juga, Fang Fang. Apakah kau akan menunggu dan menunggu juga!"
"Tak mungkin!" Fang Fang berseru. "Ongya pergi hanya untuk seminggu, James. Dan Bu-goanswe sendiri bilang begitu kepadaku!"
"Baiklah, tapi bagaimana kalau seandainya hal itu terjadi juga!"
"Aku" aku kira tak mungkin!" Fang Fang tiba-tiba menjadi marah. "Atau kucari Cun-ongya itu, James, kususul!"
"Hm, baiklah, kalau begitu mari sama-sama kita lihat!" dan ketika James kembali dan hari-hari sisanya dilewatkan dengan cemas maka benar saja Cun-ongya masih juga belum muncul!
"Nah," James berhadapan dengan Fang Fang dengan muka merah, kesal. "Kau lihat sendiri Cun-ongya belum datang, Fang Fang. Kukira kau harus menyusulnya atau?"
"Atau minta saja sri baginda kaisar menjadi walimu!" sesosok tubuh tiba-tiba berdiri di belakang pemuda kulit putih ini, berkata mengejutkan. Fang Fang dan James seketika menoleh dan terkejut, maklumlah, suara itu datang tiba-tiba dan usulnyapun bagai petir di siang bolong. Dan ketika dua pemuda itu menengok ke belakang dan James melihat siapa itu maka pemuda ini berseru tertahan, "Ayah"!"
Kiranya itu adalah Tuan Smith. Sejak tadi orang tua ini mendengarkan di balik tirai dan kini tiba-tiba dia muncul, secara mengejutkan. Fang Fang tersentak dan mundur begitu calon mertuanya ini datang. Tapi begitu laki-laki itu tertawa mengejek dan puteranya mencengkeram lengannya maka pria setengah baya ini mendengus, mendorong puteranya.
"James, aku sudah mendengar apa yang kalian bicarakan, dan kukira Fang Fang tak perlu menunda-nunda lagi. Kalau dia serius dan benar-benar ingin menikah dengan adikmu minta saja kaisar menjadi wali. Aku curiga bahwa jangan-jangan pemuda ini hanya bohong dan mengada-ada saja dengan berdalih menunggu Cun-ongya atau gurunya, karena mungkin dia punya pamrih untuk mempermainkan adikmu!"
"Ayah"!"
"Tuan Smith!"
Dua bentakan itu hampir berbareng. Fang Fang dan James kiranya sama-sama marah mendengar tuduhan itu. Tuan Smith dipandang gusar tapi yang dipandang enak-enak saja tertawa mengejek. Laki-laki ini berkata bahwa tak perlu lagi Sylvia menunggu-nunggu. Fang Fang dianggap tak serius karena janji tinggallah janji, bukti tak kunjung datang dan kalau Cun-ongya tak dapat tentulah kaisar dapat. Tuan Smith segera berkata bahwa Fang Fang tak boleh mengulur-ulur waktu lagi, itulah batas terakhirnya dan cukuplah sudah pihak wanita menunggu, bersabar. Fang Fang harus menunjukkan iktikad baiknya dan berani menempuh apa saja, demi membuktikan omongan. Dan ketika orang tua itu selalu mendahului mereka dan mengulapkan lengan berkali-kali memotong Fang Fang maupun puteranya yang mau bicara maka orang tua ini menutup.
"Nah, tunjukkan padaku bahwa kau benar-benar serius. Dulu kau mau meminta Bu-goanswe, tapi ternyata jenderal Bu tak berani. Lalu mengharap Cun-ongya tapi ternyata Cun-ongya juga tak datang. Lalu apa yang siap kaulakukan kalau sudah dua kali gagal begini" Menghadap dan mintalah kepada kaisar, Fang Fang. Beri tahu niatmu dan katakan bahwa kau ingin cepat menikah dengan puteriku. Atau bekas kekasihmu yang lama-lama akan datang di sini dan kau tak dapat memperoleh Sylvia!"
"Tapi kaisar tak mungkin mau!" James mendahului Fang Fang, melotot pada ayahnya. "Itu hal yang mustahil, ayah. Kedudukan kita jelas tak imbang. Kaisar akan marah-marah kepada Fang Fang!"
"Apa perduliku" Aku dan adikmu tentu tak mau dipermainkan lagi, James. Dan aku mulai sangsi apakah benar pemuda ini sungguh-sungguh mau membuktikan omongannya. Atau jangan-jangan semuanya itu hanya bujuk rayunya saja a-gar adikmu percaya dan dapat ditipu pemuda ini, digauli!"
"Ayah!" dua orang itu melompat. James marah karena ayahnya mengeluarkan kata-kata seperti itu. Fang Fang menerima hinaan hebat dan selama ini James masih juga menaruh kepercayaan. James melihat bahwa Fang Fang tetaplah pemuda jujur, dapat dipercaya. Tapi ketika Fang Fang bergerak dan menangkap lengannya, yang hampir memukul ayah sendiri maka tuan Smith terkejut sementara Fang Fang menarik mundur pemuda itu, membentak.
"James, jangan kurang ajar. Betapapun dia tetaplah ayahmu!" dan mendorong serta mengibas pemuda itu supaya ke belakang maka Fang Fang berapi-api menghadapi calon mertua yang menusuk perasaan ini.
"Tuan Smith," Fang Fang menekan kemarahan yang ditahan. "Kata-katamu sungguh terlalu dan kejam sekali. Kau tahu bahwa selama ini aku tak pernah melakukan seperti apa yang kaukatakan itu. Aku mencintai Sylvia, bukan didorong nafsu melainkan benar-benar cintaku yang murni dan tulus. Bagaimana kau bisa menuduhku dengan kata-kata semacam itu" Adakah buktinya bahwa cintaku kepada Sylvia tak dapat dipercaya dan bermaksud menipu" Hm, kalau bukan kau yang bicara tentu sudah kuhajar, tuan Smith. Kau kejam dan keji sekali!"
"Ha-ha, kau mau bilang apa kalau aku tahu bahwa kekasih-kekasihmu yang lama pun semuanya sudah kaugauli, Fang Fang" Kau mau bilang apa kalau akupun sekarang berkata bahwa kaupun pernah membujuk dan mengajak Sylvia begituan" Hm, aku orang tua tahu semua, anak muda. Aku bicara berdasar kenyataan. Hayo sangkal kalau kau tidak melakukan itu semuanya!"
Fang Fang kaget. Lawan bicara begitu blak-blakan dan dia kaget. James yang ada di sampingnya tersentak dan tampak pucat pula, pemuda itu tak menyangka dan mengira ayahnya mainmain. Tapi ketika Fang Fang dibentak dan disuruh menyangkal, kalau itu bohong, maka pemuda ini malu dan marah karena ternyata Fang Fang diam saja.
"He!" tuan Smith semakin menjadi. "Sangkal pertanyaanku kalau tidak benar, Fang Fang. Sangkal kalau kau tak pernah membujuk dan mengajak puteriku begituan!"
Fang Fang merah padam. Akhirnya dia mengaku bahwa hal itu benar, tapi segera menyambung bahwa itu biasa bagi anak-anak muda. Tuan Smith pun barangkali juga begitu, kepada isterinya ketika masih muda! Dan ketika laki-laki itu melotot dan memaki Fang Fang, yang tak diperdulikan maka Fang Fang menutup bahwa meskipun begitu dia tidaklah pernah memaksa, terhadap kekasih-kekasih-nya yang lama pun!
"Aku mengakui bahwa hal itu kulakukan, tapi belum pernah aku memaksa Sylvia ataupun yang lain-lain kalau mereka tidak suka! Hm, kau orang tua yang tak tahu malu, tuan Smith. Urusan macam beginipun sampai kaucampuri. Ah, aku benar-benar benci kepadamu. Kalau saja kau bukan ayah Sylvia tentu sudah kuhancurkan mulutmu!" dan Fang Fang yang berkelebat memutar tubuhnya tiba-tiba menendang hancur sebuah patung singa yang ada di situ, berderak dan roboh dan James terpekik berseru tertahan. Pemuda ini terkejut melihat dan mendengar semuanya itu. Ayahnya dianggap juga terlalu karena rupanya mengintai atau mengintip anak muda yang sedang pacaran! Ah, ayahnya inipun ternyata tak tahu malu! Dan ketika pemuda itu mengejar dan berteriak memanggil Fang Fang, yang tiba-tiba berhenti dan membalikkan tubuhnya maka Fang Fang melihat pemuda itu menahan kemarahan tapi juga menangis!
"Fang Fang, kau" kau terlalu. Tapi kau gagah, jantan! Kau masih jujur di mataku! Baiklah kutanya kau, apa yang akan kaulakukan dan ke mana kau mau pergi!"
"Aku mau mencari kaisar," Fang Fang berkerot gigi, menggigil. "Aku mau membuktikan kepada ayahmu bahwa aku tidak mainmain, James. Aku tidak mempermainkan adikmu! Kalau suhu maupun Cun-ongya belum juga datang biarlah aku menghadap sri baginda dan menyuruh beliau menjadi waliku!"
"Kau gila!" pemuda ini berseru. "Kaisar tak mungkin mau, Fang Fang. Ayah hanya hendak mencelakakanmu belaka. Kau jangan bodoh, jangan turuti kemauan-nya!"
"Hm, aku sudah memutuskan. Dan betapapun omongan ayahmu ada benarnya juga. Aku harus berani menempuh bahaya, demi kekasihku, Sylvia!" dan Fang Fang yang memutar tubuh dan tidak perduli lagi tiba-tiba berkelebat dan meninggalkan pemuda itu, diteriaki tapi Fang Fang tak mau mendengar. Pemuda ini sudah lenyap dan menggigil serta pucatlah James di tempatnya. Tapi ketika di sana ayahnya tertawa bergelak dan melompat masuk maka James tiba-tiba memaki ayahnya dan mengejar Fang Fang. Pemuda ini ngeri membayangkan apa yang akan dilakukan Fang Fang, memaksa kaisar untuk menjadi walinya! Tapi ketika pemuda itu mengejar dan Fang Fang sendiri sudah lenyap di sana maka Fang Fang sudah berkerot-kerot berkelebat ke tempat sri baginda,, datang dan siap menghadap dengan wajah yang keras dan dagu terangkat, senyum ditekuk dan siapapun yang melihat pemuda itu di saat itu tentu ngeri. Terbayang kemarahan berkobar yang tak dapat dibendung lagi. Fang
Fang siap mengamuk dan membabat sia pa saja kalau kali ini keinginannya tak .. dipenuhi. Kegagalan menunggu-nunggu o-rang-orang yang berkepentingan yang tak datang juga membuat pemuda itu mata gelap, habis sabar. Tapi ketika Fang Fang tiba di istana dan siap melangkah lebar menaiki undakan batu yang berlapis-lapis mendadak pemuda ini tertegun karena di situ sudah menghadang seribu lebih pengawal bersenjata yang mencegat majunya, dipimpin Bu-goanswe. Dan ketika pemuda itu tertegun dan berhenti, terkesiap, maka Bu-goanswe sudah maju membentak, busur dan anak panah di tangan, siap menjepret.
"Fang Fang, berhenti. Katakan apa maumu!"
Fang Fang terkejut, tapi tiba-tiba tertawa mengejek, tawa yang sudah bercampur kecewa dan kesal. "Hm, aku akan menghadap sri baginda, goanswe, bertemu dan minta tolong. Ada apa kau menghadang maksudku" Bukankah aku tak bermaksud membuat onar?"
"Tidak bisa!" jenderal itu membentak. "Hari ini sri baginda tak mau diganggu, Fang Fang. Kembali dan jangan teruskan niatmu, atau beritahukan maksudmu kepadaku dan biar aku yang menyampaikannya kepada junjunganku!"
"Hm, aku mau meminta sri baginda menjadi waliku, melamar gadis yang kucinta. Aku tak sabar karena suhu maupun Cun-ongya tak datang juga. Katakan kepada sri baginda akan maksud kedatanganku ini!"
Bu-goanswe merah padam. "Fang Fang!" bentakan itu mengguntur dan dahsyat. "Tak tahukah kau siapa dirimu ini" Tak tahukah kau siapa sri baginda dan omongan macam apa yang kauajukan ini" Sri baginda tak bakal sudi mencampuri urusanmu, kecuali atas keinginannya sendiri. Kau pergi dan jangan petingkah di sini!"
"Hm, kalau begitu akan kubuat sri baginda menolongku atas keinginannya sendiri," Fang Fang tiba-tiba menjawab, tak acuh. "Aku tetap menghadap dan ingin menemuinya, goanswe. Siapapun yang menghadang terpaksa kurobohkan!" tapi ketika pemuda itu akan bergerak dan nekat menerjang, seluruh tubuh bergetar tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan Sylvia berkelebat di situ.
"Fang Fang, tahan!" dan ketika Fang Fang tersentak dan kaget, tapi juga girang tiba-tiba Sylvia yang muncul sambil menangis itu sudah berdiri di depannya dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi. "Aku tak mau dilamar, hubungan kita putus. Aku" aku tak dapat menerimamu lagi!" dan Sylvia yang terhuyung menggigit bibir kuat-kuat tiba-tiba roboh dan mengeluh, membuat Fang Fang kaget bukan main dan cepat pemuda itu menyambar gadis ini. Fang Fang seolah mendengar geledek di siang bolong dan pemuda itu hampir berteriak keras. Fang Fang kaget dan tersentak sekali, mukanya seakan tak berdarah, pucat pasi. Tapi begitu dia menyambar dan menahan tubuh ini, yang mengguguk dan tersedu-sedu maka Fang Fang bertanya apa artinya semua itu, gemetar dan menggigil.
"Aku" aku tak dapat menerimamu lagi. Dan jawabannya ada di situ"lepaskan aku!" Sylvia meronta, menangis berguncang-guncang dan Fang Fang menoleh ke belakang karena gadis itu tiba-tiba menunjuk ke sana. Dan ketika Fang Fang menoleh karena saat itu juga terdengar seruan lirih menyebut namanya maka bagai disambar petir untuk kedua kalinya pemuda ini melihat seorang gadis yang hamil tua berdiri di tikungan, Ceng Ceng!
"Kau?"" Fang Fang pucat dan kaget. "Ah, kau" kau di sini, Ceng Ceng?"
Gadis itu, yang memang Ceng Ceng adanya bercucuran air mata dan mengangguk. Dia datang bersama Sylvia dan sudah mendengar sepak terjang Fang Fang. Entah bagaimana gadis itu muncul dan Fang Fang tentu saja kaget bagai disambar petir. Fang Fang terbelalak dan tertegun, hampir tak dapat bicara. Tapi ketika Ceng Ceng terisak dan terhuyung melangkah maju, mendekap perutnya yang buncit maka gadis itu menubruk dan memeluk Fang Fang, gemetar.
"Fang Fang, aku" aku datang mencarimu. Anakmu akan lahir, aku tak kuat sendiri"!"
Fang Fang serasa dihentak palu bertubi-tubi. Pemuda ini tak kuat dan tiba-tiba jatuh terduduk, mendeprok. Terhadap Ceng Ceng tentu saja dia tak dapat bersikap seperti terhadap Eng Eng atau Ming Ming. Apa yang ditakutkan ternyata terjadi, Ceng Ceng muncul dan menyusulnya di situ, dalam keadaan hamil tua! Dan ketika Fang Fang tak tahu lagi harus bicara apa dan Ceng Ceng sudah mengguguk dan menubruk tubuhnya, tersedu-sedu maka di sana Sylvia sudah meloncat pergi dan menangis pula.
"Fang Fang, hubungan kita putus. Kau sudah menjadi calon ayah dari anakmu yang akan lahir!"
Fang Fang tiba-tiba mengeluh. Pemuda ini mendadak pucat dan merah berganti-ganti, jantungnya seolah dipukul-pukul. Tapi ketika ia sadar dan kaget melihat Sylvia meloncat pergi tiba-tiba pemuda ini berteriak dan meloncat bangun, mengejar gadis kulit putih itu.
"Sylvia, tunggu"!"
Ceng Ceng pucat, la terjengkang didorong Fang Fang, melihat pemuda itu mengejar dan menyusul Sylvia. Dan ketika Sylvia tertangkap dan otomatis berhenti, kaget dan marah maka Fang Fang sudah berlutut di depannya minta ampun.
"Aku". aku tak dapat berpisah denganmu. Jangan tinggalkan aku. Maafkan semua perbuatanku dan jangan pergi"!"
"Keparat!" Sylvia membentak, menendang pemuda itu. "Kau penipu dan pembohong, Fang Fang. Aku tak dapat mengampunimu lagi kalau sudah begini. Kau persis gurumu, si mata keranjang. Kau bedebah dan terkutuk". des-dess!" Fang Fang mengeluh, ditendang mencelat tapi tak kapok juga. Pemuda ini terhuyung meloncat bangun dan berlutut lagi di depan gadis itu, meratap, minta agar Sylvia tidak meninggalkannya atau biarlah dia dibunuh. Dan ketika Sylvia memaki-maki dan tentu saja semakin marah tapi juga bingung, Fang Fang membiarkan semua pukulan atau tamparan-tamparannya maka Ceng Ceng di sana tiba-tiba terguling dan memanggil-manggil nama Fang Fang, rupanya mau melahirkan!
"Fang Fang!" Bu-goanswe tiba-tiba berkelebat. "Kaupun juga tak berterus terang kepadaku. Lihat, gadis itu akan melahirkan dan harus kau tolong!"
Fang Fang terkejut. Mendengar dan melihat Ceng Ceng merintih tiba-tiba saja ia pucat. Mukanya berubah-ubah antara ingin membuang kenyataan itu dengan takut kehilangan Sylvia. Cintanya terhadap gadis kulit putih ini ternyata besar sekali, entahlah, mungkin karena Sylvia inilah satu-satunya gadis yang tak dapat dijamah. Hubungannya benar-benar dijaga dan sedikitpun Sylvia tak pernah mau melayani bujuk rayunya. Sylvia memang masih bersih dan itupun akibat daya tahan gadis itu. Gadis yang satu ini tak pernah terjebak bujuk rayunya untuk melakukan hal-hal seperti yang dilakukan Ceng Ceng dan lain-lainnya itu. Sylvia memiliki kepribadian menarik dan kokoh setegar karang, tak bergeming. Itulah barangkali yang justeru membuat dia tergila-gila dan demikian besar cintanya kepada gadis ini, cinta yang berawal dari kekaguman yang tak dapat ditahan lagi! Dan ketika Fang Fang tertegun dan terpecah perhatiannya oleh Ceng Ceng, yang merintih dan memanggil-manggil namanya maka Bu-goanswe mencengkeram pundaknya dan berkata lagi, bengis bagai seorang bapak.
"Fang Fang, kau berkali-kali mengaku sebagai pemuda jujur dan gagah perkasa. Dan kau berkali-kali menunjukkan kepada semua orang bahwa kau bukanlah tipe pemuda yang tak tahu tata aturan. Nah, tolong gadis itu dan pertanggungjawabkan perbuatanmu atau aku akan mewakili gurumu untuk menghajarmu!"
Fang Fang sadar. Akhirnya dia mengeluh dan bangkit berdiri. Sylvia menangis meninggalkannya dan meloncat pergi, kini tak dihalang-halangi. Dan ketika semua orang memandang kejadian itu dan seribu lebih pasukan yang ada berdetak-detak antara takut dan tegang, takut kalau pemuda itu menyerang dan membunuh Bu-goanswe, yang sudah menyimpan busur dan anak panahnya ternyata pemuda ini terhuyung menghampiri Ceng Ceng.
Saat itu Ceng Ceng merintih semakin keras dan menggeliat-geliat. Kandungan gadis ini masih kurang sepuluh hari namun agaknya saat itu ia akan melahirkan. Adegan Fang Fang meratap-ratap di depan Sylvia rupanya menyakitkan hati murid Lui-pian Sian-li Yan Bwee Kiok ini. Pernyataan cinta dan tidak perdulian Fang Fang kepadanya membuat Ceng Ceng bagai ditusuk-tusuk pedang tajam. Maka ketika gadis itu terguling dan memanggil Fang Fang namun saat itu Bu-goanswe sudah mencengkeram dan menyambar pemuda ini maka benar saja Ceng Ceng menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan.
"Cepat panggil tabib, dan angkat gadis ini ke dalam. Panggil uwak Hin!"
Semua orang tiba-tiba ribut. Tujuh orang yang ada paling dekat dengan tempat itu sudah berlarian menolong Ceng Ceng. Bu-goanswe telah membentak mereka untuk memanggil tabib dan uwak Hin, wanita tua yang biasa menolong persalinan di istana. Selir atau ibu-ibu yang akan melahirkan biasanya memang ditangani wanita tua itu, bersama seorang tabib, An-sinshe, yang akan memberikan obat-obat dan segala keperluan yang diperlukan. Dan ketika Ceng Ceng diangkat dan dibawa masuk, kesibukan beralih pada kejadian ini maka Fang Fang diajak Bu-goanswe ke gedung kecil di mana murid Lui-pian Sian-li Yan Bwee Kiok itu ditolong.
"Kau tak jujur kepadaku, kau menyembunyikan sebagian rahasia! Keparat, apa artinya semua ini, Fang Fang" Bagaimana kalau seandainya dulu aku melamar gadis yang kaukejar-kejar itu sementara gadis ini sudah hamil dan siap melahirkan anakmu" Kau menipu aku, tak menceritakan semuanya. Ah, aku tentu bakal kena damprat habis-habisan kalau saja Cun-ongya datang dan sempat melamarkan puteri tuan Smith itu seperti permintaanmu. Dan kau hampir saja memaksa sri baginda kaisar pula. Jahanam, keparat terkutuk!"
(Oo-dwkz>Jilid : XVII FANG FANG diam saja. Dalam keadaan seperti itu memang dia merasa bersalah karena bersikap tak jujur kepada Bu-goanswe, tak memberitahukan terus terang bahwa salah satu kekasihnya, Ceng Ceng, telah hamil akibat perbuatannya dulu. Dia sedikit menyembunyikan rahasia itu kepada jenderal ini karena saking cintanya kepada Sylvia. Dia takut kehilangan gadis kulit putih itu dan sengaja tak jujur sedikit, sedikit saja. Tapi begitu semuanya terbuka dan justeru yang "sedikit" itu kini telah terbuka maka dia tak dapat menjawab apa-apa ketika jenderal Bu itu marah-marah kepadanya, memaki dan mengutuk dan Ceng Ceng di sana mengaduh dan merintih tak keruan. Gadis itu untuk pertama kalinya merasakan sakit yang sangat dari tanda-tanda akan melahirkan. Semua otot-otot perut seakan pecah atau meledak karena desakan dari dalam, gerakan si bayi yang sudah waktunya minta keluar. Akibat hubungan gelap yang tidak terkonrol! Dan ketika di sana uwak Hin dan An-sinshe bekerja keras menolong gadis itu, yang berjuang dan menangis melawan maut maka Bu-goanswe kembali menggeram memandang Fang Fang, yang duduk di sebelahnya.
"Lihat," jenderal itu menuding. "Bagaimana kalau sudah begini, Fang Fang" Siapa yang kaurepotkan" Anak-anak muda yang berbuat tapi orang tua disuruh ikut-ikut merasa susahnya!"
"Aku bersalah?" Fang Fang akhirnya bicara, menitikkan dua tetes air mata. "Aku mengakui semuanya itu, goanswe. Tapi kau sebagai orang tua yang pernah muda tentu dapat merasakan gejolak muda sewaktu bercinta. Sudahlah jangan kau marahi aku terus-terusan. Aku mengaku salah!"
"Hm-hm! Aku tak akan marah kalau kau tak bermaksud mencelakakan aku, Fang Fang. Aku marah karena beberapa kali kau hendak merugikan aku. Lihat maksudmu meminta tolong untuk melamarkan si gadis kulit putih itu. Lihat perbuatanmu yang mengamuk dan seperti kesetanan di gedung Cun-ongya! Apakah semuanya itu tak membuat aku marah dan berang kepadamu" Apakah semuanya itu harus kupendam dan kudiamkan saja" Dan terakhir kau mau memaksa kaisar untuk menjadi walimu, ah, sungguh kurang ajar!"
"Ampunkan aku," Fang Fang tiba-tiba tak tahan lagi, menjatuhkan diri berlutut dan membenturkan dahinya di depan kaki jenderal tinggi besar itu. "Aku bersalah, goanswe. Aku mengaku salah! Sudahlah jangan kau marah-marah lagi atau kaubunuhlah aku!"
"Hm!" sang jenderal terkejut, menarik bangun pemuda ini. "Jangan meminta ampun kepadaku, Fang Fang. Kepada sri baginda dan Cun-ongyalah kau harus menyatakan maksudmu itu. Baiklah, bangun dan aku tak akan marah lagi. Dengar, di dalam ada tangis bayi!"
Fang Fang berdesir. Bagai mendengar sesuatu yang asing namun menghunjam terdengarlah dari dalam kamar itu lengking tangis seorang anak kecil. Ceng Ceng rupanya selesai melahirkan dan kini orok itu menangis, tinggi dan nyaring. Dan ketika di dalam terdengar seruan-seruan girang dan An-sinshe serta uwak Hin rupanya lega berhasil memberikan pertolongan yang selamat maka pintu terbuka dan wanita tua itu sudah membopong seorang anak yang menangis dan menjerit-jerit, memperlihatkannya kepada dua orang di luar kamar itu.
"Goanswe, selamat. Ibu dan anak dalam keadaan baik semua!"
"Ah," sang jenderal melompat. "Laki-laki atau perempuankah?"
"Seperti ibunya," wanita ini tertawa. "Perempuan dan montok, goanswe. Terimalah!"
Bu-goanswe berseri-seri. Menyambar dan menerima anak yang tangisnya melengking-lengking itu jenderal ini tertawa bergelak. Dia melihat bahwa anak itu benar perempuan adanya, memperlihatkannya kepada Fang Fang dan menutup kembali popok si bocah. Jenderal itu tertawa-tawa tapi Fang Fang sendiri justeru berkerut-kerut. Entahlah, tiba-tiba dia kecewa kenapa bayi itu perempuan, tidak laki-laki. Tapi ketika pemuda ini tertegun dan mendelong di tempat, kosong memandang tiba-tiba jenderal Bu menyerahkan anak itu kepadanya.
"Hei, kau bapaknya. Kau yang seharusnya pertama kali menerima!"
Fang Fang terkejut. Dengan ogah-ogahan namun hati-hati dia menerima juga anaknya itu, anak yang mungil, orok yang masih merah. Tapi ketika si bocah malah menangis dan meraung-raung dibopong Fang Fang, yang rupanya kurang gembira mendapat anaknya itu maka di dalam terdengar seruan lemah agar anak itu dibawa masuk.
"Kemarikan anakku". kemarikan anakku, biar bersamaku!"
Uwak Hin meminta anak itu. Memang dia hanya ingin memperlihatkan anak itu kepada bapaknya, juga Bu-goanswe. Maka begitu si bocah menangis dan ibunya memanggil maka buru-buru wanita ini membopong bayi itu masuk ke dalarrt, memberikan kepada ibunya dan Bu-goanswe mengerutkan kening melihat Fang Fang berkerut-kerut. Jenderal itu menegur kenapa Fang Fang tidak gembira, berkata bahwa itulah hasil hubungan cintanya dengan Ceng Ceng. Dan ketika jenderal itu menarik pemuda ini agar masuk ke dalam, menemui Ceng Ceng tiba-tiba Fang Fang ternyata menolak.
"Sudahlah, aku tahu bahwa Ceng Ceng selamat. Aku ada keperluan di luar dan biar goanswe menemani dulu gadis itu."
"Hei!" jenderal ini menyambar. "Kau mau ke mana, Fang Fang" Kalau kau mengacau dan membuat ribut jangan harap aku akar memaafkanmu lagi!"
"Tidak," pemuda ini menggeleng, lemah. "Aku tak akan membuat ribut atau mengacau lagi, goanswe. Aku" aku ingin ke hutan dan menyendiri."
"Hm, kau tidak bohong?" Tapi Fang Fang sudah menarik lepas tangannya. Sang jenderal mencengkeram namun Fang Fang sudah melepaskan diri, melejit dan berkelebat keluar dan lenyaplah pemuda itu di luar pintu. Dan ketika sang jenderal mengejar namun si pemuda sudah menghilang entah ke mana maka Bu-goanswe memilin kumisnya dan memanggil beberapa pembantunya untuk berjaga-jaga, khawatir jangan-jangan Fang Fang tak menepati janji. Namun ketika sehari itu Fang Fang tak nampak di istana dan pemuda ini memang berkelebat ke hutan di luar kota raja maka Bu-goanswe lega dan Ceng Ceng di sana dijaganya.
(Oo-dwkz>Fang Fang membanting pantat di atas batu. Sejak dia meninggalkan Bu-goanswe di kamar Ceng Ceng maka tak ada niatan kembali di hatinya. Pemuda ini merasa terpukul dan mengeluh. Tadi, dia sudah coba menemui Sylvia tetapi gagal. Gadis itu tak ada di kamarnya dan Fang Fang sabar menunggu, dua jam lewat namun si gadis tak muncul juga. Akhirnya dia mendengar kabar bahwa gadis itu sudah pindah kamar, bukan lagi di tempat semula melainkan di kamar ayahnya. Fang Fang tertegun karena itu berarti dirinya sudah tak dapat menemui Sylvia. Kalau dia nekat ke sana tentu ayahnya-lah yang akan dihadapi. Tuan Smith tampak jarang meninggalkan kamar dan dari kejauhan dia mengintai semuanya itu. Dan ketika malam tiba namun gadis yang ada di kamar tak muncul juga akhirnya Fang Fang gelisah untuk menemui atau tidak.
Sebenarnya, kartu baginya sudah mati. Sylvia sudah memutuskan hubungan namun entah mengapa hati ini tak mau ditundukkan. Hati ini tak mau mengerti dan Fang Fang tetap saja ingin bertemu. Dan ketika tengah malam lewat dengan lambat dan sejak tadi pemuda ini menyelinap di balik belandar, bergelantungan di situ maka Fang Fang akhirnya melihat juga gadis kulit putih itu, namun bersama ayah dan kakaknya, James!
"Kau lihat apa kata-kataku dulu. Lihat dan buktikan sepak terjang pemuda itu. Apa yang dilakukan Fang Fang sekarang ini, Sylvia" Bukankah sudah kuberitahu padamu bahwa pemuda itu tak dapat dipercaya" Dan dia adalah murid si Dewa Mata Keranjang. Betapapun dia bilang tidak akan main wanita lagi maka tetap saja pemuda itu adalah hidung belang. Murid tak akan jauh dari gurunya, kalau guru kencing berdiri maka murid a-kan kencing berlari!"
Fang Fang mendengar tuan Smith menegur atau mengomeli puterinya itu. Laki-laki ini bicara penuh semangat namun anehnya tidak tampak kemarahan terlihat di wajah laki-laki itu. Fang Fang bahkan menangkap kesan gembira dan senang, lain dengan James yang merah berapi-api misalnya, yang marah karena Fang Fang yang dianggapnya jujur dan gagah ternyata berbohong juga, sudah menghamili gadis namun masih berani juga menggaet adiknya. Untung tak kena! Dan ketika tuan Smith kembali berkata-kata yang intinya adalah selalu menjelek-jelekkan pemuda itu maka Sylvia yang mengguguk di atas pembaringan akhirnya berteriak,
"Sudah, cukup, ayah. Aku tak mau dengar lagi. Aku tahu bahwa Fang Fang menipuku dan tidak jujur! Jangan sakiti hatiku lagi dengan segala macam omongan yang tidak enak. Aku sudah memutuskan hubunganku dan tak perlu ayah mengungkit-ungkit lagi!"
"Hm, benar?" James, yang sejak tadi diam mendengarkan tiba-tiba juga bicara. "Aku juga tak senang kau selalu mengomeli Sylvia, ayah. Apa yang sudah terjadi takkan terulang lagi. Sylvia telah memutuskan hubungannya, dan tak perlu ayah menyakiti hatinya lagi dengan segala macam omongan tidak enak!"
"Eh-eh, aku bukan mengeluarkan omong an tidak enak melainkan meminta adikmu ini agar lain kali omongan orang tua diperhatikan, didengar. Bukankah sudah dulu-dulu kukatakan agar adikmu ini melepaskan pemuda itu" Tapi kalau tak ada kejadian ini barangkali adikmu ini masih saja membela Fang Fang, dan sekarang baru dia tahu rasa. Hm, itulah omongan orang tua yang disepelekan!"
"Ayah tak berperasaan," James menegur lagi. "Kenapa mengulang yang sudah-sudah" Kau tahu bahwa Sylvia tak senang mendengarkan semuanya ini. Cukup bagi ayah untuk menusuk-nusuk perasaannya lagi dan jangan membicarakan Fang Fang!"
"Hm, aku masih ingin bicara lagi, sedikit," sang ayah menolak. "Sebelum aku mengatakan ini rasanya hatiku tak tenang juga, James. Kausampaikanlah kepada adikmu kalau dia tak mau langsung mendengarnya dariku."
"Apa yang hendak ayah sampaikan?"
"Pemuda itu masih berkeliaran di sini, belum pergi benar. Aku ingin, hmm"." sang ayah mendekati puteranya, berbisik-bisik dan Fang Fang mendongkol karena tak dapat mendengarkan bisikan itu. Jarak terlalu jauh dan setajam-tajamnya telinga tetap saja tak mampu menjangkau jaraknya. Namun ketika James terbelalak dan tertegun sejenak, ayahnya menjauhkan diri maka pemuda itu mengangguk dan kelihatan setuju.
"Baik, aku mengerti, yah. Hal itu merupakan jalan satu-satunya yang terbaik. Aku akan memberi tahu Sylvia akan pesanmu ini."
"Dan jangan keras-keras. Di luar tembok ada telinga!"
James mengangguk. Fang Fang menjadi merah mukanya ketika orang tua itu keluar, pergi dan menutup pintu kamar namun meninggalkan kata-kata seperti itu. Hal itu sama artinya bahwa kehadirannya dicurigai, mungkin diketahui, maksudnya, dirasakan. Semua orang memang tahu bahwa Fang Fang adalah pemuda lihai yang memiliki kepandaian tinggi. Siapa tahu dia ada di luar tembok dan mendengarkan, hal yang membuat pemuda ini terpukul dan marah karena kenyataannya memang begitu. Dia sedang mengintai dan memperhatikan semua yang ada di kamar itu dari atas belandar! Dan ketika laki-laki tua itu pergi dan menghilang di luar, membiarkan Sylvia dan kakaknya di situ maka James ganti mendekati adiknya ini dan berbisik-bisik. Fang Fang tak tahu apa yang dibisikkan tapi Sylvia tampak pucat, berobah mukanya. Dan ketika gadis itu selesai mendengarkan dan kakaknya menarik diri maka gadis kulit putih ini membanting kepala di bantal dan menangis mengguguk, membenamkan muka kuat-kuat di situ.
"Aku". aku tak sanggup. Tapi, ah" apa yang harus kulakukan, James" Haruskah itu kulakukan?"
"Ya, kau harus melakukannya, Sylvia, demi keselamatan dan kebaikan dirimu sendiri. Pesan ayah benar, dan kali ini kau harus menurutinya. Atau kau akan mengalami hal yang tidak baik lagi dan siapa tahu akan lebih memalukan dan hina!"
Gadis itu tersedu-sedu. Selanjutnya James menghibur adiknya dengan kata-kata lembut lagi, mengusap dan membelai pundak adiknya itu dengan penuh kasih sayang. Bisikan demi bisikan dilakukan lagi dan sayang seribu sayang Fang Fang tak mendengarnya jelas. Pemuda itu hanya sempat mendengar penegasan ulang dari pemuda kulit putih itu bahwa Sylvia harus melaksanakan perintah ayahnya, Fang Fang penasaran dan Sylvia akhirnya mengangguk-angguk, tangis dan air mata mengiringi gerakan kepala itu. Dan ketika lonceng berbunyi duabelas kali dan James merasa cukup maka pemuda itu meninggalkan adiknya dan inilah kesempatan besar bagi Fang Fang yang tidak akan meloloskan sasarannya. Karena begitu ia melayang turun dan membuka jendela, tepat di saat pintu tertutup maka pemuda ini sudah berkelebat dan berada di kamar itu, memanggil.
"Sylvia"!"
Si gadis tampak terkejut. Sylvia terperangah tapi segera melompat bangun. Wajah yang kuyu dan pucat itu mendadak berobah kaget, merah. Dan ketika Fang Fang dilihatnya menggigil dan berdiri di situ, gemetar memanggil namanya maka gadis ini yang siap mendamprat dan memaki-maki mendadak melihat Fang Fang menekuk kedua kakinya dan". menjatuhkan diri berlutut.
"Sylvia, maafkan aku". ampunkan aku. Aku memang bersalah, tapi berikan kesempatan padaku untuk menjelaskan semuanya itu"."
"Ah!" gadis ini terlonjak, tiba-tiba mengguguk. "Pergi kau, Fang Fang. Pergi! Aku tak mau menerimamu lagi"!"
"Tidak, nanti dulu!" Fang Fang terkejut, menengadahkan mukanya. "Aku" aku mau menjelaskan semuanya itu, Sylvia. Aku dan Ceng Ceng?"
"Aku tak mau dengar. Kau penipu, pergilah" dess!" dan Sylvia yang menendang serta menyerang Fang Fang tiba-tiba membuat si pemuda terlempar dan jatuh keluar jendela, berdebuk tapi Fang Fang bangun lagi terhuyung-huyung, pucat dan menggigil dan pemuda itu memasuki lagi kamar Sylvia dengan gigi gemeretuk. Fang Fang menjatuhkan diri lagi berlutut dan segera mengatakan bahwa kehamilan Ceng Ceng adalah di luar dugaannya, semuanya terjadi tanpa disengaja. Tapi ketika Sylvia menjerit dan menendang pemuda ini lagi, yang membuat Fang Fang terlempar dan terguling-guling di luar maka gadis itu berteriak memanggil kakaknya, dan James tiba-tiba muncul, mendobrak pintu kamar, melihat pemuda itu.
"Fang Fang"!" James pun terkejut. "Kau" kau di sini" Kau memasuki kamar adikku?"
"Maaf?" Fang Fang terhuyung-huyung, kini menjatuhkan diri berlutut di depan pemuda kulit putih itu. "Aku datang karena tak kuat menahan hatiku, James. Aku ingin menjelaskan semuanya kepada adikmu ini. Aku"."
"Tidak". tidak"!" Sylvia memotong. "Aku tak mau lagi percaya kepadanya, James. Usir dia pergi atau kutembak nanti!"
"Hm!" James membelalakkan mata, melihat adiknya mencabut senjata api dan cepat merebut senjata itu. "Jangan gila, Sylvia. Tak boleh membunuh di rumah orang. Biarkan aku bicara dengan Fang Fang dan kau pergilah dari sini!"
"Tidak, jangan"!" Fang Fang ganti berteriak, melihat Sylvia meloncat dan menangis meninggalkan kamar itu. "Tunggu, Sylvia. Tunggu! Atau kaubunuh aku!"
Sylvia terkejut. Fang Fang telah berkelebat dan berdiri menghadangnya di pintu, dia tak dapat keluar dan tertegunlah gadis ini melihat kenekatan Fang Fang. Tapi ketika dia menjerit dan menampar pemuda itu, mendorongnya, maka Fang Fang terpelanting dan gadis ini sudah menerobos keluar.
"Kau jahanam keparat, tak tahu malu ". plak-plak!" Sylvia tersedu-sedu, melewati Fang Fang namun dengan cepat dan luar biasa tahu-tahu pemuda ini telah menangkap pinggang si gadis. Sylvia meronta dan dua tamparan kembali mendarat di pipi Fang Fang, keras dan Fang Fang kali ini terbanting. Namun karena dia memeluk pinggang ramping itu begitu erat dan Sylvia tak dapat melepaskan diri maka gadis inipun ikut terbanting dan mereka bergulingan bersama.
"Lepaskan adikku!" James berteriak marah, menendang Fang Fang. "Jangan kurang ajar kalau tak ingin kami bertindak, Fang Fang. Lepaskan". des-dess!"
Fang Fang melepaskan Sylvia. Akhirnya tendangan James membuat Fang Fang kesakitan juga, pergelangan tangannya kena sepatu pemuda kulit putih itu, keras. Dan ketika Sylvia meloncat bangun dan memaki-maki pemuda itu, marah, maka Fang Fang juga bangun berdiri dan tiba-tiba merebut pistol di tangan James.
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 13 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Tujuh Pedang Tiga Ruyung 6

Cari Blog Ini