"Kau boleh bunuh aku, Sylvia. Tapi dengarkan dulu omonganku!" James dan adiknya terkejut, melihat pistol diarahkan ke mereka tapi segera dibalik moncongnya. "Aku hanya ingin kau mendengar kata-kataku dan permintaan maafku. Setelah itu, terserah kau!"
"Hm!" James kebat-kebit, menarik adiknya dan menyembunyikannya di belakang punggung. "Kau nekat dan tak tahu malu, Fang Fang. Malam begini membuat ribut dan onar. Katakanlah, apa yang ingin kaukatakan dan biar adikku mendengar di sini!"
"Aku". aku tak mencintai Ceng Ceng. Aku hanya mencintai adikmu. Aku ingin adikmu mengetahui ini dan jangan tinggalkan aku!"
"Keparat!" Sylvia melengking. "Kau terkutuk dan tak tahu malu, Fang Fang. Kalau kau tak mencintai gadis itu tak mungkin kau sudah menghamilinya! Kau hina dan tak bertanggung jawab. Aku tak sudi menerima cintamu!"
"Tapi?" Fang Fang mengeluh. "Aku tak dapat menerima gadis itu, Sylvia. Aku tak mencintainya. Apa yang terjadi hanyalah nafsu yang menyeret kami berdua. Aku hanya mencintaimu!"
"Hm, apa ini?" pintu kamar tiba-tiba didorong, tuan Smith muncul. "Kalian ribut-ribut ada apa, anak-anak" Kalian" he!" orang tua itu jelas terkejut. "Fang Fang ada di sini" Bocah ini"."
"Benar," James menyahut cepat. "Fang Fang datang ke mari, ayah, menemui dan ingin mengganggu Sylvia. Dia bicara macam-macam!"
"Hm, tembak saja!" laki-laki itu tiba-tiba marah, meraih senjata api laras panjang di dinding. "Kami semua sudah tak dapat menerimamu lagi, Fang Fang. Pergi atau kau kutembak". dor-dor!" tuan Smith melepas tembakan, bukan kepada pemuda itu tetapi ke samping Fang Fang di mana peluru menembus tirai jendela, bolong dan masih menghantam dinding yang seketika berlubang. Tuan Smith menggertak saja tapi Sylvia sudah menjerit jatuh bangun, mengira ayahnya itu menembak sungguhan. Dan ketika semuanya tertegun dan Sylvia menubruk ayahnya maka gadis itu tersedu-sedu mencoba merebut senjata api itu, yang dielak ayahnya.
"Tidak" jangan bunuh, yah. Jangan bunuh!"
"Hm!" Fang Fang tiba-tiba berseri, bangkit berdiri. "Sylvia ternyata masih mencintaiku, tuan Smith. Kau lihat bahwa dia tak mau kau membunuhku!"
"Keparat!" laki-laki ini marah. "Kau jangan sombong, Fang Fang. Sylvia tidak mencintaimu melainkan takut melihat darah. Kau jangan besar kepala!" dan mendorong puterinya membentak agar mundur orang tua itu bertanya, "Sylvia, kau masih mencintai pemuda ini" Kau benar mencintai dan ingin menghalangi ayahmu?"
"Tidak" tidak"!" Sylvia menjerit. "Aku" aku tak mencintai lagi, ayah. Tadi aku hanya tak ingin melihat mayatnya di sini!"
"Ha-ha, lihat!" tuan Smith tertawa bergelak, melihat muka Fang Fang yang pucat. "Kau salah dan keliru, Fang Fang. Lihat dan dengar kata-kata puteriku tadi bahwa dia tak mencintaimu lagi! Hm, dan kau jangan memaksa-maksa. Mana bukti omongan bahwa kau tak suka memaksa orang" Mana bukti kata-katamu sendiri bahwa katanya kau berwatak gagah dan tak suka memaksa wanita" Hm, semua omonganmu kibul belaka, Fang Fang. Lain di mulut lain di kenyataannya! Sekarang dengar kata-kataku agar kau pergi baik-baik dan tidak mengganggu puteriku lagi atau terpaksa kutembak, benar-benar kutembak!"
Fang Fang pucat. Sylvia tak memandangnya lagi dan tersedu-sedu di belakang sang ayah. Gadis itu telah menolaknya tegas di depan ayah dan kakaknya. Dia harus tahu diri. Dan ketika tuan Smith mengarahkan senjata apinya lagi dan siap menembak, kalau dia tidak mau pergi maka Fang Fang merasa putus harapan tapi tiba-tiba dia bergerak menyambar lengan gadis itu, tak perduli pada lop senjata api yang juga tiba-tiba bergerak dan menodong pelipisnya!
"Berhenti, atau kutembak!"
"Hm," Fang Fang tertawa, acuh. "Kalian bangsa Barat rupanya paling bangga dengan senjata api, tuan Smith. Boleh tembak kalau ingin tembak. Tentu orang sedunia akan mengganggapmu gagah karena mampu menembak seorang yang tidak menyerang!" dan ketika tuan Smith melotot dan marah padanya, tak diperdulikan, Fang Fang sudah mengguncang lengan Sylvia bertanya gemetar, "Sylvia, aku bukanlah seorang pemuda yang suka memaksa-maksa orang, dan aku akan menepati janjiku sendiri. Tapi tatap mataku, katakanlah dengan jujur. Apakah benar kau sudah tak mencintaiku lagi!"
Sylvia tersedu-sedu. Dicengkeram dan dipegang seperti itu ia tak dapat melepaskan diri. Fang Fang berkata lagi bahwa prinsip kejujuran harus dipakai. Gadis ini sendiri berkali-kali berkata sewaktu mereka masih berhubungan bahwa kejujuran adalah pokok dari segala-galanya, kini ia balik ditanya dan disuruh menjawab dengan jujur apakah benar ia tak mencintai pemuda itu, disuruh menatap matanya dan kejujuran akan diuji di situ. Sylvia tersedak dan tercekik. Tentu saja ia tak perani menjawab karena sesungguhnya ia masih mencintai Fang Fang! Hanya karena persoalan di antara mereka sudah sedemikian rupa dan Fang Fang menghamili Ceng Ceng maka cinta di hatinya terganggu dan itulah kini yang terjadi, Sylvia tak dapat menjawab dan Fang Fang terus mencengkeram dan menanyainya berulang-ulang. Tapi ketika pemuda itu mendesak dan Fang Fang menilai bahwa Sylviapun tak jujur mendadak gadis ini melepaskan dirinya dan membentak.
"Tutup mulutmu. Aku tetaplah jujur, tidak seperti kau! Baiklah, dengarlah kata-kataku, Fang Fang. Aku sebenarnya masih mencintaimu tapi cintaku itu akan pupus karena kau yang merusaknya. Dan aku tak ingin menikah denganmu. Kau sudah mengikat diri dengan gadis lain, dan aku tak mau bertiga. Sekarang pergilah dan tunjukkan tanggung jawabmu kepada gadis itu, atau aku akan menganggapmu lebih hina lagi sebagai laki-laki tak bertanggung jawab!"
"Hm"!" aneh sekali, Fang Fang tertawa. "Baiklah, Sylvia. Terima kasih! Kau ternyata tetap jujur dan aku juga akan mempertanggungjawabkan perbuatanku. Inilah memang dosa-dosa yang harus kutebus. Baiklah, terima kasih dan selamat tinggal!" dan Fang Fang yang terhuyung membalikkan tubuhnya lalu mendorong dengan tenang pucuk senjata yang diarahkan ke keningnya itu, mengibas dan tuan Smith pun terpelanting. Laki-laki ini marah namun lega bahwa Sylvia tak diganggu. Kalau Fang Fang berbuat macam-macam dan memaksa puterinya itu, hm" tentu dia dor! Tapi ketika Fang Fang pergi secara baik-baik dan terdengar keluhan serta tawa yang aneh dari pemuda itu tiba-tiba Sylvia yang ada di dalam ruangan roboh, pingsan dan cepat sang kakak menolong. Tuan Smith sudah cepat menutup pintu kamar dan bergegaslah dua orang ini menolong gadis itu. Dan ketika dua orang itu menolong Sylvia yang akhirnya menangis tersedu-sedu, tak dapat dibendung lagi maka Fang Fang di luar yang terhuyung dan mengeluh berulang-ulang, mengutuk dan menyesali semua perbuatannya kepada Ceng Ceng dan lain-lain tiba-tiba bertemu Bu-goanswe dan Koktaijin, yang berdiri menghadang!
"Fang Fang, kau membuat kami kebat-kebit. Pulanglah, Ceng Ceng menunggu-nunggumu!"
?"Benar," Koktaijin, yang menyambung dan berdiri di sebelah Bu-goanswe menganggukkan kepalanya pula. "Gadis itu dan puterimu mengharap kedatanganmu, Fang Fang. Ceng Ceng meminta nama anaknya darimu!"
Fang Fang terkejut. Untuk kesekian kali dia tertampar, berhenti dan tertegun memandang dua orang pembesar itu. Koktaijin melangkah maju dan memegang lengannya serta berkata dengan halus bahwa puterinya belum diberi nama. Fang Fang tersentak dan mundur. Tapi ketika dua orang itu mengajaknya pulang dan ke tempat Ceng Ceng yang dirawat jenderal tinggi besar ini tiba-tiba Fang Fang tertawa aneh, pahit.
"Goanswe, urusan anak biarlah serahkan pada ibunya. Aku tak dapat memberinya nama, aku tak tahu harus memberinya nama apa. Biarkan saja Ceng Ceng memberinya nama dan aku menurut."
"Hm, omongan apa yang kaukeluarkan ini, Fang Fang" Mana bukti kata-katamu di dalam kamar tadi?"
Fang Fang mengerutkan kening. "Bukti apa?"
"Kau bilang akan bertanggung jawab, tapi bukti dan kata-katamu ini lain! Kau acuh, kau tak perduli. Dan ini namanya bukan tanggung jawab!"
Fang Fang terkejut. Bu-goanswe yang marah dan bersinar-sinar sudah siap mendampratnya lagi dengan kata-kata lain, mungkin akan lebih pedas dan lebih tajam. Tapi ketika Koktaijin menahan lengan temannya itu dan mendorong halus maka menteri ini ganti bicara dengan lemah lembut, membujuk.
"Fang Fang, maafkan Bu-goanswe. Dia mudah emosi, terbakar. Tapi kaupun juga sedang tidak gembira dan pepat. Kau benar tapi Bu-goanswe juga benar. Bagaimana kalau kau tengok puterimu itu dan lihat keadaannya" Bocah itu tak tahu apa-apa, Fang Fang, tak berdosa. Kupikir kau sebagai ayahnya memang harus memperhatikannya atau kelak dia akan membencimu dan anak yang tak berdosa bisa melakukan hal-hal yang semakin jahat lagi gara-gara kau tak memperhatikannya!"
"Hm," Fang Fang mengangguk, sadar.
?"Baiklah, taijin. Aku tahu, maaf?" dan Fang Fang yang menunduk serta ditarik Koktaijin lalu mengikuti saja menteri i-tu ke tempat Bu-goanswe, tidak berkata-kata lagi dan Bu-goanswe mengomel panjang pendek. Malam-malam begitu mereka harus keluar karena pemuda ini dilihat penjaga membuat ribut-ribut di tempat tuan Smith. Orang-orang kulit putih itu adalah tamu dan kaisar bisa marah kalau tamu diganggu. Itulah sebabnya kenapa Bu-goanswe dan Koktaijin datang, diam-diam bersama seribu pasukan pendam yang bersembunyi di situ, yang akhirnya diketahui pemuda ini tetapi Fang Fang acuh saja, melihat banyaknya bayangan-bayangan bersembunyi dan merunduk di sana-sini, yang lega dan akhirnya melihat dua pembesar itu menggandeng lengan pemuda ini, lenyap memasuki gedung. Dan ketika Fang Fang memasuki kamar Ceng Ceng dan mendengar tangis bayi maka di sini pemuda itu ditinggalkan berdua.
"Fang Fang".!"
Fang Fang tertegun. Ceng Ceng melihat pemuda itu dan bangkit dari tempat tidurnya. Sang orok disambar dan digendong. Dan begitu Ceng Ceng melompat tapi terhuyung hampir jatuh, belum kuat benar sehabis melahirkan maka gadis a-tau ibu muda ini tersedu-sedu di kaki Fang Fang, menyodorkan anak itu dengan kedua tangan menggigil.
"Anak kita". anak kita". belum diberi nama".!"
Fang Fang terpaku. Melihat dan menyaksikan Ceng Ceng berlutut menengadahkan bayi hasil hubungan mereka tiba-tiba Fang Fang mendekap dada kirinya. Sesuatu yang kuat serasa memukul di situ, menghentak dan Fang Fang tiba-tiba menitikkan air mata. Dan ketika bayi itu menangis dan meraung-raung, entah kenapa mendadak Fang Fang menyambar dan menerima anak ini.
"Diamlah" diamlah" cup-cup!" Fang Fang terharu, menepuk-nepuk dan coba membujuk anak kecil itu tapi si bayi malah menangis keras-keras. Berada di tangan yang asing dan masih canggung, serba kikuk ternyata Fang Fang tidak membuat bayinya diam tapi malah melengking-lengking. Dia tak melihat betapa Ceng Ceng tiba-tiba gembira luar biasa melihat Fang Fang mau menerima anaknya, berseri dan girang serta bersinar-sinar. Tapi ketika sang bocah tak berhenti menangis dan rupanya malah ketakutan dipeluk bapaknya yang masih canggung dan kaku tiba-tiba Ceng Ceng bangkit berdiri meminta anak perempuannya itu.
"Serahkan padaku, dia ingin emik"!"
Fang Fang berdesir. Tanpa canggung dan malu-malu lagi tiba-tiba Ceng Ceng telah meminta bayinya itu. Dan begitu si bayi agak reda dan si ibu membuka kancing bajunya maka segumpal buah dada yang segar dan montok telah mencuat dan putingpun segera disesapkan ke mulut si bocah, yang seketika diam dan lahap menyusu!
"Ah..!" Fang Fang terkesima, kagum tapi juga bangkit berahinya! "Kau" kau pandai, Ceng Ceng. Kau sudah dapat menyusui bayimu!"
"Ih, bayi siapa" Ini anak perempuan kita, Fang Fang. Anakmu dan anakku. Aku pandai karena memang aku harus menyusui anak ini. Kalau saja kau yang dapat menyusui tentu, hi-hik" kuberikan padamu!"
Fang Fang tersenyum lebar. Tiba-tiba dia ingat semua kenangannya yang manis dengan Ceng Ceng ini. Hm, dan sekarang Ceng Ceng tampak begitu montok dan leboh menggairahkan. Buah dada yang disembulkan tadi tampak begitu segar dan penuh air susu. Dan bayinya tampak begitu lahap menikmati buah dada Ceng Ceng. Cleguk! Fang Fang tiba-tiba menelan ludah. Pemandangan sepintas yang tidak sengaja dilihatnya ini entah kenapa tiba-tiba membuat kasih sayang Fang Fang bangkit. Cinta memang berhubungan erat dengan berahi, kalau tak mau dikata berahilah yang justeru mendominir cinta antara pria dan wanita! Dan ketika Fang Fang tertegun dan kagum akan buah dada Ceng Ceng, yang seketika menerbitkan seleranya tiba-tiba Fang Fang yang timbul gairahnya ini lalu maju dan tahu-tahu memeluk gadis itu, mencium keningnya.
"Ceng Ceng, kau cantik sekali!"
"Ooh"!" Ceng Ceng terharu, tak menyangka. "Kaupun" kaupun baik, Fang Fang. Kau mau menengok anakmu dan aku!"
"Hm, dan kau?" Fang Fang bersinar-sinar. "Berapa lama kau di sini, Ceng Ceng" Anak perempuan kita ini, hmm" siapa namanya?"
"Aku tak tahu, aku menunggumu?" dan ketika Fang Fang-memeluk dan mencium lagi, kali ini di bibir maka Fang Fang gemetar menyatakan maafnya, entah kenapa kasih sayangnya timbul lagi dan dipeluk serta diciumnya dua orang itu. Ceng Ceng tentu saja bahagia dan tiba-tiba menangislah gadis ini. Ceng Ceng yang berhari-hari ini bagai daun kekeringan mendadak serasa kejatuhan embun segar. Sikap Fang Fang yang tiba-tiba manis dan penuh kasih sayang membuat gadis itu tersedak. Tapi ketika Fang Fang membuka bajunya dan hendak berbuat lebih, mencium lebih dalam tiba-tiba gadis ini kaget dan melepaskan diri.
"Fang Fang, jangan. Aku". aku baru melahirkan!"
Fang Fang terkejut. Tiba-tiba dia sadar bahwa Ceng Ceng baru melahirkan. Berahinya yang mendesak dan timbul ke permukaan tiba-tiba membuat dia lupa dan hampir membuka pakaian gadis itu. Ceng Ceng yang masih menyusui bayi perempuannya diremas, mula-mula lembut namun akhirnya Ceng Ceng terkejut karena Fang Fang akan berbuat lebih, mendengus dan terkejutlah gadis itu karena Fang Fang terbakar birahi. Sadar dan tertegunlah Ceng Ceng bahwa kekasihnya ini hendak minta jatah! Tapi begitu dia berseru dan melepaskan diri, Fang Fang sadar maka pemuda itu menjauhkan diri menekan segala nafsu yang bergolak, tak berani lagi memandang buah dada Ceng Ceng yang segar dan montok. Buah dada yang tadi diperlihatkan di depannya dalam usaha menyusui bayi mereka!
"Hm, maaf?" pemuda itu menekan kecewa. "Aku lupa, Ceng Ceng. Tapi tak apalah. Kau benar. Aku" aku" biarlah aku pergi dulu dan lihat anak kita menangis!" Fang Fang mau pergi, membetulkan bajunya sendiri tapi Ceng Ceng tiba-tiba berseru menyambar ujung bajunya. Gadis itu berkata biarlah pemuda itu tinggal di situ saja. Bu-goanswe memberikan tempat untuk mereka berdua. Fang Fang tertegun. Dan ketika Ceng Ceng menangis menunjuk anak perempuan mereka yang juga tiba-tiba melengking karena buah dada ibunya dilepas maka Ceng Ceng berlutut dan memohon agar Fang Fang tetap di situ.
"Aku tak mau kau tinggal, aku takut. Bukankah kau masih mencintai aku, Fang Fang" Bukankah kau" kau tak mencintai gadis kulit putih itu lagi?"
Fang Fang tertampar. Diingatkan Sylvia mendadak dia memejamkan matanya beberapa saat. Kata-kata dan suara itu memojokkan dirinya. Teringatlah dia akan kejadian di kamar tuan Smith. Teringatlah dia akan kata-kata Sylvia bahwa gadis itu tak mungkin dapat menerimanya lagi. Dia telah menghamili Ceng Ceng. Ceng Ceng telah mempunyai anak dan i-tulah keturunannya. Tentu saja Sylvia tak mau dan serasa diremaslah perasaan Fang Fang. Tapi ketika Ceng Ceng bertanya lagi dan bayi di gendongan ibu muda itu dibiarkan menangis keras-keras karena ibunya tak memberikan minum maka Fang Fang mengangguk dan membuka matanya, mau tak mau harus menerima gadis ini, melupakan Sylvia!
"Ceng Ceng, kau benar. Hubungan kita telah menghasilkan anak perempuan ini. Aku tentu saja masih mencintaimu. Marilah, bangunlah. Beri minum anak perempuan kita itu dan kita keluar!"
"Ah!" Ceng Ceng girang tapi juga terkejut. "Keluar ke mana, Fang Fang" Kau mau mengajakku ke gunung" Ke Liang-san?"
"Hm, tidak. Kita keluar untuk berpindah tempat. Gedung ini adalah milik Bu-goanswe, padahal aku mendapat gedung sendiri dari Cun-ongya. Mari, kita pindah ke tempat kita sendiri, Ceng Ceng. Dan kita memberi tahu Bu-goanswe!"
"Oh, begitukah" Baik, mari"!" dan Ceng Ceng yang bergegas menyambar pakaiannya, buru-buru menenangkan anaknya dengan sesapan buah dada sehingga bayinya diam akhirnya gembira diajak pemuda itu pindah tempat. Memang Ceng Ceng hanya mendapat pinjaman kamar sementara waktu saja. Fang Fang sendiri sudah diberi tempat tinggal dan ditemuilah Bu-goanswe untuk menyatakan maksud Fang Fang itu. Dan ketika Bu-goanswe tersenyum dan mengangguk-angguk gembira, melihat Fang Fang sudah berbaik dan rupanya mencintai gadis itu lagi maka jenderal ini mengantar dan ikut membawakan barang Ceng Ceng.
"Di sini atau di sana sebenarnya sama saja. Tapi baiklah, mari kuantar dan kalau tidak kerasan di sana boleh kembali lagi ke sini, ha-ha!"
Ceng Ceng akhirnya pindah tempat. Fang Fang lalu berusaha melupakan Sylvia dan berusaha mencintai Ceng Ceng. Hadirnya anak perempuan mereka itu sebenarnya sedikit banyak merupakan hiburan juga pada pemuda ini, meskipun diam-diam Fang Fang kecewa kenapa anaknya perempuan, tidak lelaki. Tapi ketika baru tiga hari semua itu lewat dengan tenang dan Fang Fang agaknya mulai dapat memperhatikan Ceng Ceng mendadak sesuatu yang lain datang mengganggu. Dan begitu gangguan itu datang tiba-tiba "penyakit" Fang Fang kumat dan lupalah dia kepada Ceng Ceng, juga anak perempuannya yang akhirnya diberi nama Kiok Eng!
(Oo-dwkz>
"Fang Fang, tolong. Sylvia dalam bahaya!"
"Apa?" kenangan lama tumbuh, bangkit dan menggetarkan. "Apa katamu, Leo" Syl". Sylvia?"
"Beb" benar..!" pemuda itu tak kalah j. gemetar, gugup dan terputus-putus. "Sylvia dalam bahaya, Fang Fang. Tolong dan selamatkan dia! Dia ditipu, Michael hendak menipunya!"
"Wut!" Fang Fang tahu-tahu sudah menyambar leher baju pemuda itu, mencekiknya. "Aku tak mau tahu tentang gadis itu lagi, Leo. Kau tahu apa yang terjadi denganku dan dengannya. Aku dan Sylvia sudah putus!"
"Beb" benar. Tapi" tapi" yang membuat semuanya itu ternyata adalah si Michael ini, Fang Fang. Dialah biang keladi segala onar. Kau terkena jebakannya dan dicelakai!"
"Jebakan" Dicelakai" Hm!" Fang Fang mendengus. "Kau jangan melempar omongan kosong, Leo. Aku tak merasa dijebak dan dicelakai si Michael itu. Dan lagi, apa yang dapat dia lakukan terhadapku" Meskipun menggunakan senjata api aku tak takut. Pemuda itu dapat kubunuh atau kubanting roboh!"
"Itulah!" Leo berseru. "Justeru karena kau hebat dan bukan tandingannya maka Michael mempergunakan cara lain, Fang Fang. Dan cara yang dipergunakan itu adalah mendatangkan kekasih-kekasihmu yang dulu itu. Michael dengan keji mencari dan menemukan kekasih-kekasihmu itu, mendatangkannya ke mari. Dan karena dia tahu hubunganmu dengan Sylvia maka dia hendak merusak hubunganmu itu dengan cara mendatangkan kekasih-kekasihmu yang lama! Tidakkah kau heran bagaimana berturut-turut Eng Eng dan Ming Ming itu dapat kemari" Tidakkah kau heran bagaimana Ceng Ceng yang sekarang melahirkan anakmu itu datang di saat kau hendak menemui kaisar untuk melamarkan Sylvia" Lihat, dan renungkan. Semua ini adalah ulah Michael, Fang Fang. Dan kau boleh tanya Ceng Ceng apakah betul dia ditemukan Michael atau tidak!"
Fang Fang tiba-tiba pucat. Pemuda ini menggigil hebat dan omongan demi omongan yang diucapkan Leo itu seakan menghunjam dan merobek-robek hatinya. Dia sungguh tak mengira dan kini seakan terbukalah semua kejanggalan-kejanggalan itu. Memang dia tidak merasa curiga a-tau heran bagaimana Eng Eng dan lain-lainnya itu dapat datang berturut-turut. Mejnang dia tidak sampai ke sana karena pikirannya selalu dipenuhi Sylvia. Tapi, begitu sekarang semuanya ini dibuka dan Leo yang dikenalnya jujur dan dapat dipercaya itu menantangnya untuk membuktikan sendiri kepada Ceng Ceng, yang kebetulan datang sehabis mandi mendadak Fang Fang menggeram dan terkejutlah Ceng Ceng mendengar bentakan pemuda itu.
"Ceng Ceng, benarkah kau ke sini atas suruhan Michael" Benarkah kau bertemu pemuda itu dan dibawa ke mari?"
Ceng Ceng, yang tak menyangka teguran ini dan terkejut melihat Leo ada di situ, membelalakkan mata, tiba-tiba tertegun. Apa yang dikata Leo memang benar dan sesungguhnya semua gadis-gadis yang pernah datang mencari Fang Fang adalah atas bujukan si Michael itu. Ceng Ceng pun demikian. Dia dicari dan ditemukan Michael dan pemuda itulah yang membujuknya untuk mendapatkan Fang Fang, di kota raja, di istana. Tentu saja tak tahu segala muslihat atau tipu daya pemuda itu yang hendak merusak hubungan Fang Fang dengan Sylvia, karena Michael mencintai gadis itu pula, puteri tuan Smith. Tapi ketika Fang Fang membentaknya lagi dan anak perempuan mereka menjerit dan menangis, dilempar ke arah Ceng Ceng maka ibu muda yang masih tak mengerti ujung pangkalnya persoalan tiba-tiba mengangguk, gemetar.
"Benar, ada apakah, Fang Fang" Kenapa kau marah-marah?"
Tapi Fang Fang tiba-tiba sudah melengking tinggi. Begitu jawaban sudah didengar mendadak pemuda ini berkelebat ke kompleks gedung rombongan kulit putih itu. Dia langsung menjejakkan kakinya dan Fang Fang sudah terbang ke sana, cepat luar biasa tapi Leo tiba-tiba berteriak di belakangnya. Pemuda itu tahu maksud Fang Fang yang hendak mencari Michael di tempatnya, di belakang gedung tuan Smith. Tapi karena Fang Fang bergerak amat cepat dan pemuda itu tentu saja tak dapat mengejar maka Fang Fang sudah berjungkir balik dan melayang turun di sini, membentak memanggil nama Michael tapi yang dicari tak ada. Ceng Ceng di sana terbengong-bengong tak mengerti namun segera mendiamkan anaknya yang menangis keras-keras. Pagi yang tenang tiba-tiba berobah menjadi ribut dan Fang Fang mengobrak-abrik tempat di mana rombongan orang-orang kulit putih itu tinggal, mencari dan memaki-maki Michael namun yang dicari tak ada. Dan ketika pemuda itu merah padam dan mendelik penuh kemarahan tiba-tiba Leo terengah-engah menyusulnya, terhuyung dan hampir roboh terjerembab, gugup.
"Tidak". tidak ada di sini. Kau salah. Mereka sudah pergi!"
"Pergi" Ke mana?"
Leo ngeri. Dia melihat muka Fang Fang yang seperti singa ganas itu, mata membesar dan tulang-tulangpun berkero-tokan. Agaknya, kalau Michael ada di situ pasti temannya itu akan hancur seperti ayam diinjak gajah. Kemarahan Fang Fang luar biasa sekali dan Leo dapat merasakan ini. Tapi ketika Fang Fang mencengkeram tengkuknya dan bertanya ke mana pemuda keparat itu pergi maka pemuda ini kesakitan dan mengeluh.
"Lepaskan dulu, tanganmu seperti tanggem. Aku" aku tak dapat bicara!"
Fang Fang sadar, mengendorkan cengkeramannya. "Cepat," katanya. "Cepat katakan di mana binatang itu, Leo. Biar kuremuk dan kuhancurkan kepalanya!"
"Michael dan Sylvia sudah pergi, bersama James"."
"Ke mana?"
"Ke Inggeris. Mereka menumpang kapal besar dan tadi pagi ke pelabuhan Matahari Emas"!"
"Apa?"
"Benar. Michael telah membujuk pula tuan Smith untuk menyerahkan puterinya padanya, Fang Fang. Dan minta kembali ke Inggeris untuk merayakan pernikahan di sana. Sylvia sedang bingung, juga putus asa. Dia terpukul hebat oleh perbuatanmu dan ikut saja semua kata-kata ayahnya dan mereka telah diikat cincin pertunangan dua hari yang lalu!"
Fang Fang bagai mendengar geledek di siang bolong. Kata demi kata yang diluncurkan dari mulut Leo ini seakan palu raksasa yang memukul-mukul dirinya. Fang Fang pucat dan biji matanya kian melebar saja. Tapi ketika dia ingat bahwa yang hendak dia cari bukanlah Sylvia lagi melainkan Michael karena pemuda itulah yang merusak segala-galanya tiba-tiba Fang Fang menggeram dan menyambar pemuda kulit putih ini.
"Kalau begitu kau ikut aku. Kita kejar mereka dan kubuktikan apakah semua omonganmu benar!"
"Augh"!" Leo merintih. "Jangan dicekik begini, Fang Fang. Aku bisa mati tak bernapas!"
Fang Fang melepaskan cekikan. Akhirnya dia mencengkeram baju pundak pemuda itu dan dibawanya pemuda ini terbang ke pelabuhan Matahari Emas. Fang Fang tak mendengar jeritan Ceng Ceng di belakangnya, tak melihat anaknya menangis dan menjerit-jerit di pelukan Ceng Ceng-yang tiba-tiba pucat dan tertegun melihat semuanya itu. Ceng Ceng terpukul hebat karena Fang Fang menuju ke tempat tuan Smith, dikira mencari Sylvia dan terhuyunglah gadis atau ibu muda ini. Ceng Ceng mengira Fang Fang sudah melupakan gadis kulit putih itu tapi ternyata kiranya tidak. Ceng Ceng tentu saja tak tahu bahwa Fang Fang sedang marah terhadap Michael, mencari pemuda itu dan bukannya Sylvia. Dan ketika pemuda itu terbang dan menenteng Leo seperti anak domba ditenteng atau dicengkeram seekor garuda besar maka Ceng Ceng roboh sementara Fang Fang di sana sudah melompat dan berjungkir balik melewati tembok pintu gerbang yang amat tinggi. Pemuda kulit putih ini merasa ngeri dan terbang semangatnya ketika dibawa meloncat dan berjungkir balik. Dia membayangkan kalau Fang Fang tak sampai menyentuh bibir tembok, nabrak dan tentu melepaskan dirinya yang bakal hancur terbanting di bawah. Tapi ketika pemuda itu melewati atas tembok dan melayang ke bawah, persis seekor burung besar yang siap mendarat maka Leo kagum bukan main ketika dengan amat ringan dan manis Fang Fang menapakkan kakinya di tanah. Tapi selanjutnya pemuda ini ngeri lagi. Fang Fang sudah melanjutkan larinya dan terbanglah pemuda itu ke timur. Leo tak melihat Fang Fang menginjak tanah dan pemuda itu benar-benar terbang. Ya, terbang. Karena ketika Fang Fang mengeluarkan satu suara aneh di mana pemuda itu mengempos dan membuang napasnya tiga kali mendadak Fang Fang sudah tidak menginjak bumi lagi dan kedua kakinya bergerak cepat di atas tanah, melayang!
"Wah!" Leo kagum. "Ilmu lari cepatmu seperti setan, Fang Fang. Seperti iblis. Kau tak menginjak tanah lagi!"
Fang Fang diam. Dipuji dan dikagumi seperti itu dia acuh saja, mendengus dan bahkan membentak agar pemuda itu diam. Fang Fang bertanya dalam perjalanan bagaimana Leo tahu semuanya itu, dijawab bahwa pemuda ini tahu ketika secara tak sengaja dia melihat kesibukan di tempat tuan Smith, melihat bayangan Michael dan kaget serta pucatlah dia ketika Sylvia diikat cincin pertunangan dengan pemuda itu, Michael yang tak dapat dipercaya dan licik. Dan ketika dia mengamati gerak-gerik temannya itu dan mengadakan jamuan minum arak di mana Michael akhirnya mabok dan mengatakan semua perbuatannya, mencari dan mendatangkan kekasih-kekasih Fang Fang maka tahulah pemuda ini bahwa Michaellah biang keladi semua kejadian.
"Aku lebih baik melihat Sylvia bahagia denganmu daripada dengan Michael. Kau adalah pemuda gagah dan jujur, meskipun ternyata mata keranjang, hal yang kukira akan hilang kalau kau sudah menikah dengan Sylvia. Tapi Michael" Ah, pemuda itu licik dan ambisius, Fang Fang. Kudengar kabar selentingan bahwa dia ingin mendapatkan kedudukan tuan Smith sebagai wakil kerajaan!"
"Hm, begitukah" Lalu kenapa kau demikian memperhatikan nasib Sylvia" Ada apa di balik semuanya ini?"
Pemuda itu tiba-tiba menarik napas. "Fang Fang, jujur saja kuakui bahwa aku-pun diam-diam mencintai Sylvia. Aku akan bertarung mati-matian dengan Michael kalau dia yang mendapatkan Sylvia. Tapi karena Sylvia tak menjatuhkan cintanya kepada Michael dan justeru kepada-mulah dia menaruh hati maka aku lega dan rela kalau kau yang mendapatkan. Aku akan memberontak dan melawan kalau bukan kau. Tapi karena kau benar-benar mencintai Sylvia dan sedikitpun tidak ada tanda-tanda mempermainkannya maka aku terkejut ketika Michael tiba-tiba ikut campur dan merusak semuanya itu. Aku benci kepadanya, meskipun terus terang secara jujur juga kuakui bahwa aku-pun kurang senang kepadamu melihat kau bercinta dengan demikian banyak gadis sebelum bertemu Sylvia!"
"Hm!" Fang Fang merah mukanya. "Aku tak sengaja melakukan semuanya itu, Leo. Aku hanyut dan banyak menjalin kasih dengan gadis-gadis cantik karena ketularan guruku!"
"Sebagian karena itu," Leo menjawab lirih. "Tapi sebagian karena imanmu yang kurang teguh, Fang Fang. Kau suka menjalin cinta dengan banyak gadis-gadis cantik karena bercinta itu memang nikmat, asyik!"
Fang Fang semburat semakin merah. Sedikit kata-kata pemuda ini saja sudah cukup menampar mukanya untuk lebih merah lagi. Hm, pacaran itu memang asyik. Pacaran itu memang nikmat. Kalau tidak nikmat dan asyik mana banyak orang suka melakukannya" Tapi ditampar; bahwa semua itu juga karena kurang teguhnya iman yang dimiliki maka diam-diam Fang Fang mengakui dan tidak mau banyak bicara lagi. Benar, kalau imannya teguh dan dia memiliki pandangan jauh ke depan bukankah pacaran tidak akan sembarang pacaran"
Kenikmatan dan semuanya itu bisa jadi hanya berupa jebakan yang kelak suatu ketika bakal mencelakakan diri sendiri. Dan sekarang dia membuktikan itu! Bukankah kalau Ceng Ceng tidak sampai hamil dia mungkin akan dapat meneruskan cintanya dengan Sylvia" Tapi dia telah hanyut dalam kenikmatan dan kemesraan dia. Dia terbawa oleh keasyikan tiada tara di mana akhirnya dia tersandung, jatuh dan kini menerima pil pahit. Maka tidak bicara dan meneruskan larinya dengan cepat akhirnya Fang Fang tiba di pesisir timur di laut Tung-hai. Dan begitu debur ombak terdengar jelas maka Fang Fang sudah mendengar seruan Leo. "Itu, kapal itu"!" Fang Fang tertegun. Dia sendiri sudah melihat kapal besar yang mulai bergerak ke tengah. Mereka terlambat beberapa menit namun tepat di saat itu tiba-tiba muncul kepala seorang gadis di jendela bagian atas kapal. Gadis itu rupanya tak sengaja untuk melihat Fang Fang karena dia bermaksud memandang daratan, yang baru saja ditinggalkan kapalnya. Maka begitu Fang Fang muncul dan Leo yang sudah diturunkan ke tanah berteriak memanggil gadis itu maka gadis di atas kapal itu tampak terkejut dan tertegun.
"Sylvia"!"
Gadis itu pucat. Mendadak dia mengeluh dan menutupi mukanya. Fang Fang melihat jelas betapa Sylvia, gadis itu, tiba-tiba menangis. Teriakan atau pekik Leo rupanya terdengar jelas dan gadis itu tiba-tiba menutup jendela kapal, membalik. Dan ketika bayangan gadis itu lenyap dan Leo tampak tertegun, menggigil, tiba-tiba pemuda ini mencebur ke laut dan mengejar.
"Sylvia".!"
Fang Fang terkejut. Leo mencebur begitu saja tapi ombak yang besar tiba-tiba menghantam, menolak balik pemuda ini ke daratan. Dan ketika Leo berteriak dan kalap serta mencebur lagi, dipukul dan ditolak lagi maka Fang Fang berkelebat menyambar pemuda ini, yang sudah memekik-mekik seperti orang gila.
"Kau cari perahu, biar aku saja yang menolong!" dan mendorong serta melempar pemuda ini ke tepi pelabuhan menjauh dari ombak yang bergulung-gulung datang tiba-tiba Fang Fang bermaksud menolong dan menyelamatkan Sylvia. Tapi apa yang dilakukan Leo" Pemuda ini justeru marah-marah. Fang Fang dicengkeram dan diseret ke tepi. Leo berkata bahwa di situ tak ada perahu dan satu-satunya jalan hanya berenang, mencebur ke laut dan mengejar kapal besar itu, yang kini kian menjauh saja karena keduanya tiba-tiba bersitegang, cekcok. Tapi ketika Fang Fang melihat seorang nelayan tiba-tiba datang dan muncul melihat keduanya maka Fang Fang menotok roboh pemuda ini dan berkelebat ke tukang perahu yang baru muncul.
"Hei, kusewa perahumu. Bawa pemuda ini mengejar kapal besar itu dan ini pembayarannya!" Fang Fang melempar sepundi-pundi uang emas, berkerincing jatuh di lantai perahu dan Leo ditotoknya bebas dari bekas totokannya tadi. Dan ketika pemilik perahu maupun Leo sama-sama melotot karena Fang Fang berjungkir balik meninggalkan perahu maka pemuda ini sudah berkelebat dan terbang menuju tebing paling tinggi di pesisir itu. Fang Fang mencari tempat yang paling dekat dengan perahu yang dikejar. Lalu begitu dia beriungkir balik dan melayang ke tebing yang tinggi ini Fang Fang segera mengerahkan khikangnya memanggil gadis itu.
"Sylvia".!" dan merentangkan kedua tangan mencebur ke laut tiba-tiba Fang Fang sudah mengejar kapal besar itu. Gila!
Namun jendela kapal tiba-tiba terkuak. Fang Fang berenang dengan cepat dan hebat benar pemuda ini. Timbul tenggelam di antara ombak yang menelan serta coba mengenyahkannya ternyata Fang Fang dapat bertahan. Pemuda ini mengerahkan segenap kekuatannya untuk melawan ombak besar. Di tengah samudera ternyata kekuatan ombak jauh lebih dahsyat daripada di tepi. Beberapa kali Fang Fang harus minum air laut yang asin dalam usahanya berenang mendekati kapal besar itu. Puluhan orang tiba-tiba muncul dan melihat perjuangannya. Dan ketika Fang Fang mendekati kapal besar itu yang tiba-tiba berhenti, aneh sekali, maka terdengar tawa bergelak dan pemuda berambut pirang muncul di geladak kapal.
"Siapkan senjata api kalian dan berondong pemuda itu!" Michael, pemuda ini, tiba-tiba berseru kepada semua awak kapal. Datang dan munculnya Fang Fang akhirnya diketahui juga. Perhatian semua orang tercurah ke sini dan mereka tidak melihat perahu Leo yang jauh di belakang, tertinggal. Fang Fang berenang dengan cepat dan akhirnya seperti hiu ronggeng pemuda ini sudah mendekati kapal. Tapi ketika dia melihat semua awak kapal menyambutnya dengan senjata di tangan dan Michael, pemuda yang dicari-carinya itu ada di sana, siap memberi aba-aba sementara tangan kanan sudah memegang senjata api laras panjang yang ditujukan kepadanya tiba-tiba Fang Fang berteriak dan memaki pemuda itu.
"Michael, kau jahanam keparat. Kau kiranya yang merusak hubunganku dengan Sylvia dan mendatangkan kekasih-kekasihku di kota raja. Keparat, kau licik dan hina. Aku datang untuk duel denganmu dan mari bertanding secara jantan!"
Michael, pemuda di atas kapal yang terkejut dan tertegun tak jadi memberikan aba-abanya. Dia kaget dan heran bagaimana Fang Fang tahu itu. Tapi ketika Fang Fang mendekati pinggiran kapal dan siap meloncat naik, melalui tali yang bergelantungan tiba-tiba pemuda ini yang tentu saja tahu kehebatan Fang Fang sekonyong-konyong membentak dan sadar memberikan aba-aba.
"Tembak!"
Fang Fang mendengar letusan senjata api. Tali yang dipegang tiba-tiba putus dan Fang Fang tercebur ke laut. Beberapa tembakan yang mengenai dirinya dirasakan cukup menyengat namun Fang Fang sudah mengerahkan sinkangnya. Peluru-peluru itu seperti barang-barang karet yang bermentalan ketika mengenai tubuhnya. Dan ketika semua orang terbelalak dan takjub akan penglihatan itu, kekebalan Fang Fang maka Fang Fang sudah berenang lagi dan siap menaiki kapal dari arah yang lain. Namun Michael lagi-lagi mencegatnya dengan berondongan peluru. Pemuda berambut pirang itu berkali-kali mengeluarkan seruan agar awak kapal menghalau Fang Fang. Pemuda Han i-tu berbahaya sekali dan sekali naik tentu mereka semua dibinasakan. Fang Fang datang dengan dendam dan jangan harap mereka diampuni. Michael menakut-nakuti awak kapal dan tentu saja semua pucat, melihat bahwa Fang Fang datang dengan marah-marah. Dan ketika ke manapun pemuda itu coba mendekati kapal dan tali-tali yang bergelantungan akhirnya putus dihajar tembakan-tembakan senjata api akhirnya Fang Fang jatuh bangun timbul tenggelam di laut, tak dapat naik dan Michael akhirnya menyuruh kapal dijalankan lagi. Deru mesin yang memekakkan telinga akhirnya membuat pusaran ombak yang mendorong Fang Fang. Si pemuda memaki-maki dan kapalpun meluncur lagi, berlayar. Dan ketika kapal menjauh namun Fang Fang nekat mengejar, berenang, maka seperti ikan yang selalu mengikuti buruannya murid si Dewa Mata Keranjang itu mengintil dan tetap ada di belakang!
"Keparat!" Michael balik memaki-maki dan geram. "Jaga jangan sampai siluman itu naik, Robert. Suruh semua berjaga dan siap menghalau!"
Robert mengangguk. Dia adalah pembantu Michael dan tentu saja apa yang diperintahkan akan dilaksanakannya dengan baik. Kapal terus berlayar dan sehari penuh tak berhenti. Semua orang diam-diam kagum dan takjub karena "siluman" di belakang itu, Fang Fang, tetap menempel dan dapat mengikuti lajunya kapal. Kecepatan ditambah namun pemuda di belakang itu tetap mengintil juga. Dan ketika malam tiba dan Michael mengharap Fang Fang akan kehilangan jejak, karena laut akan menjadi gelap gulita ternyata harapannya itu kandas karena Fang Fang dapat melihat lampu kapalnya dan mengikuti di belakang.
"Tak usah pakai lampu saja, padamkan!"
"Ah, berbahaya!" Robert, pembantunya, berkata terkejut. "Kita bisa bertabrakan dengan kapal lain, Michael. Atau menabrak batu karang yang tak akan kelihatan!"
"Hm, bedebah, terkutuk!" dan kapal yang terpaksa memakai lampu dan berjalan lagi akhirnya apa boleh buat ditempel dan diikuti Fang Fang, matahari muncul lagi keesokannya dan Fang Fang tampak mengikuti di belakang, memaki-maki. Hari kedua lewat dengan cepat dan semua orang tegang. Hari ketiga Fang Fang tak kelihatan dan Michael hampir bersorak, mungkin semalam pemuda itu kelelahan dan tertinggal. Berteriaklah yang lain-lain karena kini siluman yang ditakuti tak ada lagi. Mungkin Fang Fang disambar ikan hiu! Tapi ketika di buritan kapal terdengar suara berkerincing dan semua orang menoleh mendadak mereka terkejut dan tertegun karena Fang Fang ada di situ.
"Celaka, dia naik melalui rantai jangkar!"
Benar, Fang Fang memang mendaki naik lewat rantai panjang itu. Semalam dia tak kelihatan karena sudah menempel di badan kapal. Fang Fang kedinginan dan kelelahan di situ, bergelantungan. Siapapun tak menyangka bahwa tiga hari tiga malam berenang mengejar kapal ini akhirnya murid Dewa Mata Keranjang itu berhasil juga. Tapi karena Fang Fang menahan lapar dan haus, banyak kehilangan tenaga maka pemuda itu beristirahat danmenempel di tubuh kapal yang dingin, lembab dan tidak bersahabat namun pemuda ini sudah mengerahkan sinkangnya untuk membangun hawa hangat. Dengan hawa itulah dia melawan rasa dingin dan kaku, bergelantungan di rantai kapal dan baru keesokannya Fang Fang merayap naik, menimbulkan bunyi bergerincing karena rantai jangkar itu bergerak-gerak. Namun ketika dia sampai ke atas dan melempar tubuh seperti kalajengking berjoget maka Fang Fang sudah berdiri di atas geladak kapal mengejutkan semua o-rang yang tidak menyangka sama sekali.
"Serang dia! Tembak"!" Fang Fang berkelebat. Dia marah membentak Michael yang tiba-tiba melepas tembakan berondongan. Lawannya vang licik dan gentar itu sudah mendahului yang lain-lain dengan tembakan gencar. Fang Fang benci dan marah sekali kepada lawannya yang satu ini, bergerak dan tahu-tahu sudah menghantam lawannya itu, dengan pukulan jarak jauh. Dan ketika Michael berteriak dan roboh terguling-guling, semua pelurunya mental mengenai Fang Fang maka yang lain sudah berteriak kalang-kabut melepas tembakan ngawur.
"Dor-dor-dorr"!"
Fang Fang mengelak sana-sini. Dia tak takut menghadapi senjata-senjata api itu namun pakaiannyalah yang tak tahan. Baju dan celananya berlubang-lubang karena ditembus timah-timah panas itu. Dan ketika Fang Fang mengibas dan berkelebatan menampar sana-sini maka semua awak kapal jatuh bangun dibalas pukulan-pukulannya, ditendang dan mencelat dan beberapa di antaranya jatuh ke laut, tercebur. Tapi ketika Fang Fang hendak mengejar Michael yang dilihatnya bersembunyi di kamar mesin tiba-tiba muncul Sylvia dan kakaknya, James.
"Berhenti, atau kau kutembak!"
"Sylvia"!" Fang Fang tertegun. "Aku ". aku mencari Michael. Pemuda itu jahat, menipumu. Dia telah merusak hubungan kita dan kau dipsrdayai!"
"Tidak, mundur dan pergilah, Fang Fang. Michael adalah calon suamiku dan tak layak kau mengejar-ngejarku lagi. Aku tak mau mendengar kata-katamu, pergi atau kau benar-benar kutembak. Dan matamu tentu tak tahan bertemu peluru-peluruku ini!"
Fang Fang terkejut. Sylvia memegang sepucuk senjata api laras pendek dan pistol atau senjata api itu diarahkan ke matanya. Tangan gadis itu menggigil namun kesungguhan dan ketetapan hatinya tak perlu diragukan lagi. Sylvia menahan tangis dan sinar kebencian yang terpancar sungguh membuat Fang Fang bergidik. Belum pernah dia melihat gadis itu seperti itu. Dan ketika Fang Fang tertegun dan setengah percaya, masih mau membantah tiba-tiba James sang kakak sudah menggeram padanya, membentak.
"Fang Fang, kau benar-benar menghilangkan kepercayaan dan kekaguman kami. Kau sungguh pemuda yang tak tahu malu dan hina. Adikku sudah bertunangan, akan menikah. Kenapa kau mengejar-ngejarnya dan sampai ke sini" Michael adalah calon suami adikku. Pergi dan mundurlah baik-baik atau aku juga akan membunuhmu. Kedua matamu tentu tak akan kebal menerima timah-timah panas ini!"
(Oo-dwkz>
"Jangan!"
Fang Fang terkejut. Dia sedang memandang kakak adik itu dengan pandangan tidak berkedip. Tembakan dan munculnya Michael di belakang Sylvia mengejutkan dirinya, apalagi ketika peluru tahu-tahu sudah melesat dan menyambar matanya. Kiranya Michael sudah mendengar percakapan itu dan tahu inilah kiranya rahasia kelemahan Fang Fang, mata tak mungkin dilindungi kekebalan dan bergeraklah pemuda itu dengan senjata apinya. Fang Fang tak sempat mengelak karena perhatiannya sedang tertuju pada Sylvia, juga James. Tapi ketika peluru menyambar dengan cepat dan teriakan atau bentakan Sylvia itu sudah disusul gerakan tangannya maka secara luar biasa dan mentakjubkan gadis ini sudah menarik picu dan peluru yang menyambar Fang Fang sudah dibentur atau dihantam peluru yang dilepas gadis ini, tembakan jitu yang amat tepat dan cepat.
"Dor!"
Terlihat kepingan logam pecah. Tepat dan cepat sekali peluru yang ditembakkan Sylvia mengenai atau menghantam peluru yang dilepas Michael. Dua peluru itu rontok dan kepingannya berhamburan ke mana-mana, satu di antaranya mengenai kening Fang Fang yang seketika luka dan berdarah. Dalam keadaan terkejut dan tidak bersiap maka Fang Fang berhenti aliran sinkangnya, tidak terlindung dan pecahlah keningnya oleh hantaman kepingan peluru tadi. Dan ketika pemuda itu terkejut dan terhuyung sementara Michael terbelalak dan kaget karena pelurunya tak berhasil membunuh Fang Fang maka semua orang yang ada di situ berseru kagum memuji ketepatan dan kecepatan Sylvia menembak, nyaris tak mempercayai mata sendiri namun itulah yang terjadi. Sylvia memang ahli tembak tingkat mahir, dan Fang Fang pernah menjadi "muridnya" dalam olah mempergunakan senjata api itu. Tapi ketika semua orang berseru memuji dan tak habis-habisnya mengagumi kecepatan dan kemahiran gadis itu bermain senjata api Sylvia sendiri sudah membalik dan membentak Michael, yang dianggap curang dan licik.
"Kau hina dan pengecut. Kalau ingin bertanding keluarlah secara jantan dan ksatria. Urusan ini urusanku, kau sudah menyembunyikan diri dan tidak berani menghadapi Fang Fang. Nah, pergilah dan jangan ikut campur!"
Michael, yang tersenyum pahit dan mengangguk-angguk tiba-tiba ngeloyor pergi. Tanpa malu-malu atau sebangsanya lagi pemuda ini sudah menyelinap dan menghilang ke dalam. Tapi Fang Fang yang tentu saja marah dan terbakar melihat pemuda itu tiba-tiba bergerak dan mengejar.
"Michael, jangan lari!"
Namun Sylvia melepas tembakan. Fang Fang memang harus melewati gadis ini kalau ingin mengejar lawannya, Michael berlindung di balik gadis itu dan lenyap ke dalam. Dan ketika Fang Fang terkejut namun sudah mengerahkan sinkangnya maka peluru mental mengenai bahunya, persis seperti peluru yang lain-lain namun James tiba-tiba menubruk dirinya. Pemuda ini juga dekat dengan Sylvia dan Fang Fang yang bergerak di samping tubuhnya cepat diterkam. Dan karena Fang Fang memang harus melewati dua kakak beradik itu kalau ingin menangkap Michael maka tubrukan James yang tiba-tiba mempergunakan ilmu banting yang berasal dari negaranya tiba-tiba sudah berhasil menangkap pundak Fang Fang dan membantingnya ke lantai.
"Brukk!" dua pemuda itu sama-sama jatuh. Fang Fang mempergunakan ilmu pemberat tubuh dan lawan terkejut karena tubuh murid Dewa Mata Keranjang ini terasa demikian berat. Namun karena pemuda kulit putih itu lebih dulu menerkam Fang Fang dan pemuda ini kalah sedetik maka jadilah dia terbanting namun James juga ikut terpelanting oleh ilmu pemberat yang dipergunakannya tadi. Dan ketika pemuda itu berteriak kaget karena Fang Fang tak dapat dilumpuhkan sekali gebrak maka Fang Fang yang bergulingan meloncat bangun tahu-tahu terkejut ketika Sylvia menubruk dan" sudah memiting lehernya, juga dalam satu sikap untuk melakukan bantingan!
"Berhenti, atau kau mati!"
Fang Fang terperangah. Sylvia, yang menempel dan menindih tubuhnya dengan dua tangan melingkari leher tiba-tiba seolah bukan Sylvia yang dulu dipeluk dan diciumnya. Gadis itu kini berobah bagai seekor harimau betina yang beringas dan galak, penuh kesungguhan dan pitingannya ke leher itu sudah dipererat. Pistol berpindah ke ujung kaki dan pelatuknya ditekan ibu jari. Bukan main. Gadis itu seolah srikandi yang benar-benar siap tanding. Sekali ibu jari memijat tentu meletuslah sebutir timah panas ke mata Fang Fang. Pistol itu memang mengarah ke mata pemuda ini! Dan ketika Fang Fang tertegun dan membelalakkan matanya lebar-lebar, mengeluh, maka James sudah berkelebat dan menodongkan pistolnya pula ke mata Fang Fang. Siap tembak!
"Fang Fang, kau berjanjilah untuk pergi dari sini atau kami terpaksa membunuhmu. Katakan bahwa kau menyerah dan tidak akan mengejar-ngejar kami lagi!"
"Ugh" ufh"!" Fang Fang merasa tercekik. "Aku tidak mencari kalian, James. Aku mencari jahanam terkutuk itu, Michael, si binatang hina"!"
"Hm, dia adalah calon suami adikku, kau tak boleh mencarinya!"
"Kalau begitu bunuhlah aku, aku juga tak akan melepaskan niatku mencarinya!"
James dan adiknya tertegun. Mereka tahu keberanian dan kesungguhan murid si Dewa Mata Keranjang ini. Jelek-jelek Fang Fang memiliki kekerasan hati dan kekerasan kepala yang tak mudah ditekuk begitu saja. Kalau pemuda itu bilang akan mencari Michael maka jangan harap mereka dapat mencegah itu. Fang Fang tak akan berhenti kalau belum mendapatkan buruannya. Dan ketika James maupun Sylvia tertegun dan merah mukanya, melihat Fang Fang tertawa mengejek tiba-tiba Sylvia yartg harus mengambil keputusan di antara dua alternatip mendadak menarik picu di ibu jari kakinya itu. Dan begitu terdengar suara "klik" dan Fang Fang terkejut, mendengar letusan mendadak pemuda ini sudah mendapat sebuah pukulan miring di atas tengkuknya. "Dor" plak!"
Fang Fang tak ingat apa-apa lagi. Dia sudah kehilangan kesadarannya karena begitu Sylvia menarik picu tiba-tiba dia terkesiap, kaget dan seketika itu juga sinkang di tubuhnya berhenti mengalir. Sebenarnya diam-diam diasudah mempersiapkan diri untukmemberontak, yakin bahwa Sylvia tak akan membunuhnya meskipun pistol di ibu jari kaki gadis itu terarah kepadanya. Tapi begitu picu ditekan dan Fang Fang terkesiap, sinkang di tubuhnya berhenti bergerak maka saat itulah pukulan atau tamparan Sylvia mendarat di tengkuknya, setelah lebih dulu ditotok dan kepala Fang Fang terkulai, merasapinggir kepalanya tahu-tahu perih dan Fang Fang tak ingat apa-apa lagi. Dengan kelihaian dan kemahirannya bermain pistol gadis kulit putih ini teiah lebih dulumengejutkan Fang Fang dengantarikanpicunya,menotokpemuda itu hingga kepala Fang Fang tertunduk dan baru setelah itu lewatlah peluru di samping kanan telinga Fang Fang. Semuanya ini tentu saja berjalan luar biasa cepat dan tak dapat dihitung seberapa detik lamanya. Fang Fang sudah tak sadarkan diri dan mengira melayang ke akherat. Dia terkejut dan kaget oleh perbuatan Sylvia, gadis yang dicintainya setengah mati itu. Dan ketika dia roboh dan tidak tahu apalagi yang terjadi maka tubuhnya sudah dilempar ke laut dan kapal besar itu berangkat lagi, berlayar.
-oo~dewikz~abu~oo"
Entah berapa lama Fang Fang merasa melayang-layang di alam yang aneh. Dia menghadapi kekosongan dan kesunyian yang mencekam. Langit sering berubah-ubah warna, terkadang biru tapi terkadang pula merah. Lalu hijau dan hitam dan entah warna-warna macam apalagi. Yang jelas ketika dia merasa berat dan jatuh melayang-layang ke bumi, berteriak, tiba-tiba tubuhnya diguncang orang dan kepalanya diguyur air, dingin tapi asin!
"Hei, jangan mengigau saja. Bangunlah, kau sudah sembuh!"
Fang Fang membuka mata. Dia berkejap dan kaget karena tahu-tahu dia merasa dipermainkan ombak. Tubuhnya bergerak ke kiri kanan dan oleng seperti layaknya orang berada di atas kapal. Ah, tiba-tiba dia teringat. Dia berada di kapal Sylvia! Dan ketika Fang Fang melompat bangun namun tempat yang dipijak tiba-tiba miring ke kiri mendadak Fang Fang tercebur dan jatuh ke laut.
"Hei..!" suara itu didengar lagi. "Jangan gegabah, anak muda. Lihat dan tenanglah di sini. Aku orang yang menolongmu!"
Fang Fang basah kuyup. Sadar dan baru siuman dari mimpi ganjil di alam "kematian" sana maka tiba-tiba dia melihat tukang perahu itu, orang yang diberinya sepundi uang dan mengantar Leo ternyata ada di situ. Tukang perahu ini cepat menjulurkan lengannya dan menariknya dari air. Fang Fang terkejut dan masih bingung bagaimana tiba-tiba dia bisa bertemu tukang perahu ini. Tapi teringat bahwa dia terjatuh ke bumi setelah mati ditembak Sylvia maka dia mendelong dan bertanya lirih, berbisik,
"Kau" kau juga mati" Kau di sini?"
"He," tukang perahu itu tertawa. "Kau dan aku tidak mati, kongcu. Kita ini masih hidup. Lihatlah, laut ini membiru dan kita berada di tengah samudera!"
"Tidak mati" Masih hidup" Jadi".."
Fang Fang terlongong-longong. "Kita ini tidak di alam baka?"
"Ah, ini uangmu, masih ada!" sang tukang perahu menggemerincingkan pundi-pundi uang yang ternyata masih ada di perahu. "Lihat dan rabalah ini, kongcu. Kau masih hidup dan kita tidak di alam baka. Coba kau cubit lenganmu dan rasakan sakit atau tidak!"
Fang Fang mencubit. Akhirnya dia merasa sakit dan perlahan-lahan kesadarannya pulih. Perlahan tetapi pasti akhirnya dia melihat benda-benda yang bergerak di sekelilingnya itu, ikan dan laut biru serta perahu yang bergoyang-goyang, dipermainkan ombak. Dan ketika dia sadar dan tukang perahu menunjuk dahinya maka Fang Fang terkejut karena dia mengenakan perban.
"Lihat itu, lukamu sudah kering. Kau bekas ditembak orang!"
"Hm!" Fang Fang mengangguk-angguk, tersenyum pahit. "Kau benar, sobat. Aku memang bekas ditembak orang. Dan celaka sekali aku masih hidup! Sial, kenapa aku tidak mati dan masih juga hidup" Apa yang terjadi pada diriku ini?"
Tukang perahu terbelalak. "Kau ini aneh sekali," katanya. "Orang hidup ingin selalu hidup sedang kau malah ingin mati! Eh, kau sama aneh dengan temanmu itu, kongcu. Dan aku tak habis pikir bagaimana kalian yang masih muda-muda begini kok senang menantang maut. Ah, barangkali dunia sudah gila!"
"Hm," Fang Fang tiba-tiba bersinar, menerkam pundak si tukang perahu. "Apa yang terjadi padaku, nelayan" Dan di mana temanku itu?"
"Dia mengejar kapal besar yang kau kejar itu, dan melihat kau terapung-apung di laut!"
"Dia seorang diri" Pakai apa?"
"Berenang!"
"Heh" Dia sudah gila?"
"Ah, kalian berdua kuanggap sama-sama gila, kongcu. Sama-sama tidak waras! Temanmu itu sama seperti kau lalu mengejar dan akhirnya menempel di bawah kapal besar itu, di rantai jangkar!"
Fang Fang terkejut. Akhirnya dia minta tukang perahu ini menceritakan apa yang selanjutnya terjadi, diberi tahu bahwa Leo, temannya itu, mengejar dan akhirnya menempel di bawah kapal, bergelantungan dan akhirnya ikut kapal besar itu sementara si tukang perahu disuruh kembali, pulang. Dan ketika tukang perahu ini diperintahkan untuk merawat dan menolong Fang Fang yang ditemukan terapung-apung di laut yang luas maka tukang perahu ini menutup dengan sedih.
"Aku menyayangkan tindakannya yang nekat itu. Dia terlampau berani, dan tidak waras. Tapi karena aku disuruh merawatmu dan orang-orang di kapal besar itu tampak galak dan kejam maka aku melihat saja dari jauh dan temanmu itu lenyap bersama kapal besar itu!"
"Hm," Fang Fang menggigil, menahan marah. "Dan berapa lama aku di perahumu ini?"
"Tiga hari, kongcu. Pelipis kananmu terluka. Aku mengobatinya dan berkali-kali kau mengigau!"
"Dan temanku itu menempel di bawah kapal, dan aku kehilangan musuh besarku! Keparat, ke mana kapal itu pergi, nelayan" Apakah kau tahu jurusannya?"
"Wah, aku tak tahu. Kapal itu kapal asing, semuanya orang-orang kulit putih. Dan mereka tentu pulang ke lnggeris!"
"Hm, dan aku tak tahu di mana negeri itu! Terkutuk, kalau begitu kita ke daratan saja dan biar kucari orang untuk mencari negeri itu!" dan Fang Fang yang kecewa serta marah tak dapat mengejar Michael akhirnya merencanakan untuk pulang ke kota raja, mencari atau menangkap tuan Smith atau orang-orang kulit putih lainnya untuk disuruh mengantar ke lnggeris. Dia akan meneruskan buruannya sampai dapat! Tapi ketika tukang perahu mengantarnya ke daratan dan Fang Fang membantu lajunya perahu dengan gerakan kedua tangannya di kiri kanan perahu, mirip orang mendayung maka tukang perahu ternganga ketika perahunya terangkat naik dan berulang-ulang meloncat seperti ikan terbang di mana tak lama kemudian daratan di tepian tampak. Fang Fang tak menunggu sampai perahu merapat karena tiba-tiba pemuda ini mengerahkan ginkangnya berjungkir balik, melakukan gerakan-gerakan indah di udara dan akhirnya mendaratlah pemuda itu di pantai. Dan ketika Fang Fang tak menoleh lagi karena sudah terbang meninggalkan si tukang perahu, lupa mengucap terima kasih maka tukang perahu itu bengong dan menggeleng-gelengkan kepala berulang-ulang.
"Luar biasa, hebat dan luar biasa sekali. Tapi sayang, rupanya sinting!"
Fang Fang sudah lenyap. Dia tak mendengarkan kata-kata si tukang perahu itu dan kalaupun mendengar pasti dia hanya ketawa geli saja. Dia dikatakan sinting! Hal yang memang tidak aneh karena tiga hari tiga malam berenang mengejar perahu Inggeris, berhasil tapi rupanya tertangkap, dibuang dan dilempar ke laut dan kini temannya, Leo, ganti menempel dan berada di perahu atau kapal besar itu. Dan ketika Fang Fang mengembangkan kedua lengannya dan terbang seperti burung maka dua hari kemudian dia tiba di kota raja, langsung saja ke istana, mencari tuan Smith.
Tapi Fang Fang terkejut. Di gedung itu, menunggu dengan angker dan penuh wibawa ternyata berdiri Bu-goanswe. Bukan tuan Smith yang didapat melainkan jenderal yang gagah perkasa itu, yang berulang-ulang dimusuhi tapi berbaik lagi. Dan ketika Fang Fang berkelebat dan berdebar kenapa jenderal itu berdiri menghadangnya, jelas tidak senang maka dia mendengar suara berat yang kurang bersahabat.
"Fang Fang, kau dipanggil Cun-ongya. Kau pergi tanpa pamit. Kau melupakan kewajiban!"
"Ah!" Fang Fang teringat, seketika tidak enak. "Ongya sudah kembali, goanswe" Ada urusan apa?"
"Aku tak tahu. Tapi silahkan kau ke sana dan mari kuantar!"
"Nanti dulu, aku mencari tuan Smith!"
"Tuan Smith dan para pembantunya sudah pergi. Tamu-tamu itu pulang!"
"Pulang" Maksudmu kembali ke negeri mereka?"
"Ya, tuan Smith hendak merayakan pernikahan puterinya, Fang Fang. Dan sungguh memalukan sekali kau mengejar-ngejar seorang calon pengantin!"
"Ah, aku tak mengejar-ngejar gadis itu!" Fang Fang terkesiap, merah padam. "Aku mengejar Michael, goanswe. Pemuda itu biang keladi semua kejadian yang menimpaku. Dia manusia binatang, jahanam terkutuk. Dialah yang memanggili semua bekas kekasih-kekasihku untuk merusak hubunganku dengan Sylvia!"
"Hm, aku tak mau turut campur. Kau dipanggil ongya, ada sesuatu yang hendak diberikan kepadamu. Mari!" dan sang jenderal yang tidak perduli dan meminta Fang Fang menghadap akhirnya membuat Fang Fang dag-dig-dug dan tidak nyaman sekali, bertanya apa yang hendak diberikan Cun-ongya itu tapi jenderal ini mendengus. Dia bilang bahwa itu ada hubungannya dengan CengCeng. Dan begitu Fang Fang diingatkan akan Ceng Ceng tiba-tiba dia berkelebat dan mencari gadis itu.
"Hei, kau mau ke mana?"
"Aku mau mencari Ceng Ceng"!"
"Dia tak ada di sana, di tempat Cun-ongya!"
Fang Fang terkejut. Dia jadi menghentikan larinya dan jenderal itu dipandangnya kaget, mata seakan tak percaya. Tapi ketika jenderal ini mengangguk dan menyambar lengannya, mencengkeram kuat maka jenderal itu berkata agar Fang Fang secepatnya saja menemui Cun-ong-ya.
"Kau benar-benar membikin pusing orang tua. Dan sekarang kau akan semakin pusing saja. Hayo, ikuti aku, anak muda. Di sana gurumu menantimu pula!"
Fang Fang terkejut tapi juga setengah girang. Begitu Bu-goanswe menyebut gurunya ada di sana tiba-tiba dia melepaskan diri. Cengkeraman lawan yang kuat dan erat tak banyak mempengaruhinya. Bu-goanswe berteriak tapi Fang Fang sudah berkelebat kegedung Cun-ongya
Dan ketika jenderal itu mengejar dan Fang Fang tak memperlambat larinya maka pemuda ini sudah memasuki gedung dan benar saja melihat gurunya menggelogok arak di samping seorang wanita cantik berwajah lembut, duduk berhadapan dengan Cun-ongya yang tampak tersenyum-senyum dan mereka rupanya terlibat percakapan santai.
"Suhu".!"
Dewa Mata Keranjang, kakek yang sedang menggelogok arak itu menoleh. Segera matanya bersinar-sinar menatap sang murid dan Fang Fang terkejut melihat pandangan marah dari gurunya itu. Dia menjatuhkan diri berlutut namun gurunya tiba-tiba bergerak, menendang dan mencelatlah Fang Fang oleh sapuan gurunya yang kuat. Dan ketika Fang Fang terguling-guling dan meloncat bangun, pucat, maka sang guru sudah berdiri di depannya dengan wajah bengis.
"Fang Fang, apa saja yang kaulakukan di sini" Kau menguber-uber seorang calon pengantin dan meninggalkan isterimu sendiri" Kautak tahu malu mencoreng nama gurumu" Heh, berdiri, bocah. Pertanggungjawabkan perbuatanmu dan hukuman apa yang kau minta untuk penebus semua dosa-dosa yang kaulakukan ini!"
Fang Fang pucat. Tiba-tiba semua orang menjadi salah paham kepadanya yag dikira mengejar-ngejar Sylvia. Segera dia maklum bahwa Cun-ongya rupanya telah menceritakan semua sepak terjangnya, atau mungkin Bu-goanswe. Dan ketika dia terbelalak dan menunduk tak berani mengadu pandang dengan gurunya yang tiba-tiba tampak marah besar maka pemuda ini menekuk kedua lututnya dan malah menjatuhkan diri berlutut lagi, tak mau berdiri.
"Teecu tak melakukan kesalahan seperti yang kau tuduhkan, suhu. Teecu"."
"Bangun!" sang suhu membentak, mencengkeram pundak muridnya. "Banyak saksi di sini, Fang Fang. Jangan coba-coba berbohong atau membuang kesalahan. Kau tak pernah kuajari untuk melakukan dusta. Kau adalah murid si Dewa Mata Keranjang yang mengajarimu untuk bersikap jantan dan penuh tanggung jawab!"
Fang Fang meringis. Cengkeraman suhunya jelas berbeda dengan cengkeraman Bu-goanswe. Jari-jari suhunya itu berkerotok dan Fang Fang merasa sakit bukan main, apa boleh buat dia terpaksa mengerahkan sinkangnya dan melototlah sang suhu karena tenaga perlawanan tampak di tubuh muridnya itu. Dan ketika sang kakek gemas dan marah karena Fang Fang dianggap membangkang, melawan, maka Dewa Mata Keranjang memindahkan jarinya dan tahu-tahu Fang Fang sudah ditampar dan dibanting.
"Kau berani melawan guru, kurang ajar benar". brukk!" Fang Fang jatuh bangun, ditendang dan mencelat lagi terguling-guling namun pemuda ini sudah bertahan dengan sinkangnya. Cepat dia berteriak agar suhunya tidak menyerang, dia akan memberi penjelasan sebagai pertanggung jawaban. Dan ketika Bu-goanswe berkelebat di situ dan masuk setelah menyusul pemuda ini maka jenderal itu menolong serta berseru pada Dewa Mata Keranjang agar tidak bersikap keras kepada murid sendiri.
"Stop, jangan menyiksa muridmu lagi, Dewa Mata Keranjang. Fang Fang sudah cukup menerima pukulan-pukulan berat!"
"Hm, kau mau apa?" sang kakek melotot, tak senang. "Muridku membuat malu aku, goanswe. Dan selayaknya aku memberi hukuman!"
"Benar, tapi muridmu hendak membela diri, dan dia punya hak untuk itu. Maafkan aku dan jangan serang muridmu lagi!" dan membungkuk serta memberi hormat pada Cun-ongya jenderal ini segera berkata, "Ongya, maafkan aku. Aku sedikit terlambat namun pemuda ini sudah kubawa ke mari. Harap kau suka bersabar dan tidak marah-marah seperti kakek itu!"
"Hm, tak apa," Cun-ongya tertawa. "Aku dapat memaklumi keadaan pemuda ini, goanswe. Orang yang lagi putus cinta memang dapat kehilangan kontrol dirinya. Sudahlah, Dewa Mata Keranjang akan berurusan dengan muridnya dan mari kita dengarkan semua."
"Kau," kakek ini mengambil alih percakapan, membentak Fang Fang. "Apa yang kau lakukan, Fang Fang" Pertanggungjawaban apalagi yang hendak kauberikan" Kau sudah jelas mengejar-ngejar calon pengantin, dan aku selamanya tak pernah mengajarimu untuk melakukan seperti itu. Nah, sebutkan pembelaan dirimu dan katakan bagaimana kau tidak bersalah!"
Fang Fang gemetar. Diam-diam dia melirik wanita cantik yang duduk di sebelah suhunya itu. Wanita itu tampak lembut dan anggun. Gerak-geriknya halus dan teringatlah dia akan cerita Bu-goanswe bahwa suhunya menjalin cinta lagi dengan wanita lain, bentrok dan bertemu isteri-isterinya yang lain dan agaknya itulah wanita bernama Mien Nio. Hm, cantik dan masih penuh daya pikat, tak heran kalau gurunya kecantol! Tapi ketika Fang Fang dibentak dan sadar akan kehadiran gurunya maka cepat-cepat pemuda ini berlutut.
"Suhu, aku akan memberikan keterangan, tapi jangan kau marah-marah. Kalau nanti aku tetap dianggap bersalah maka hukuman apapun boleh kaujatuhkan padaku, tapi aku tetap gagah dan bersikap jujur!"
"Hm, jangan banyak cerewet. Katakan padaku kenapa kau mengejar-ngejar calon pengantin wanita!"
"Pertama kuberitahukan pada suhu bahwa aku tidak mengejar-ngejar calon pengantin"."
"Eh, kau mengejar-ngejar gadis kulit putih itu masih juga dibilang tidak mengejar" Kau mau berdusta dan bohong di depan begini banyak orang?" sang guru memotong, melotot. Namun ketika Fang Fang menggeleng dan menyuruh suhunya tidak memotong kata-katanya maka dengan tenang namun penuh kesungguhan Fang Fang menjelaskan.
"Kalau aku dianggap mengejar puteri tuan Smith itu maka dengan tegas kunyatakan tidak. Aku mengejar Michael, pemuda yang kebetulan satu kapal dengan Sylvia. Dan karena yang kukejar adalah pemuda ini dan bukan puteri tuan Smith itu maka tuduhan aku mengejar-ngejar calon pengantin dengan tegas kutolak! Aku memang mengejar pemuda keparatitu, suhu. Karena justeru karena sepak terjang pemuda itu aku mengalami kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan ini. Michael mengadu domba, merusak aku. Dan pemuda macam begitu biarpun suhu tentu tak akan membiarkannya selamat!"
"Hm, mengadu domba bagaimana" Merusak bagaimana?"
"Inilah yang perlu suhu dengar. Tentu suhu sudah tahu bahwa aku didatangi Eng Eng dan lain-lainnya itu?"
"Ya-ya, dan Ceng Ceng sampai hamil!"
"Maaf, itu memang perbuatanku, suhu. Dan aku tidak menyangkalnya, meskipun kejadian itu sebenarnya di luar kesengajaanku."
"Hm, lalu lanjutkan ceritamu tentang pemuda itu!"
"Michael menjadi biang keladi semua kejadian ini. Maksudku, kedatangan kekasih-kekasihku yang lama itu adalah atas perbuatan ini karena Michael mencari dan mendatangkan mereka. Pemuda itu dengan sengaja hendak merusak hubunganku dengan Sylvia! Lihat, kalau suhu sendiri yang mengalami itu apakah tidak marah" Kalau suhu yang dirusak seperti itu apakah bisa diam saja dan tidak mencari serta menghukum musuh suhu" Aku mengejar-ngejar Michael karena ingin menuntut tanggung jawabnya, suhu. Tapi karena kebetulan pemuda itu bersama Sylvia maka aku dikira mengejar-ngejar puteri tuan Smith itu yang memang satu kapal!"
"Hm-hm!" sang guru tertegun, mengurut-urut kumisnya. "Apakah omonganmu bisa dipercaya,Fang Fang" Adakah omonganmu bisa dibuktikan?"
"Tentu saja! Suhu dapat menanya Eng Eng atau Ming Ming, juga Ceng Ceng!"
"Hm, Ceng Ceng sudah tidak ada. Dan dari mana kau mendapatkan keterangan ini?"
"Apa, Ceng Ceng tidak ada?" Fang Fang terkejut, tak menghiraukan pertanyaan gurunya yang terakhir. "Tidak ada bagaimana, suhu" Maksudmu dia pergi?"
"Benar, dan dia meninggalkan puterinya di sini. Lihatlah, itulah anakmu"!" dan ketika Fang Fang tertegun dan membelalakkan mata, kaget, maka terdengarlah tangis bayi dan seorang dayang muncul memberikan anak itu pada Dewa Mata Keranjang. Fang Fang terkesima dan mendelong karena Kiok Eng, anaknya itu, menangis dan melengking-lengking di pelukan gurunya. Dewa Mata Keranjang berusaha menepuk-nepuk namun si bocah masih juga meraung-raung, keras dan nyaring tangisnya. Dan ketika kakek itu kebingungan sementara si dayang sudah disuruh mundur maka Mien Nio, wanita cantik yang sejak tadi duduk tak bergerak tiba-tiba bangkit dan meminta anak itu.
"Kau tak dapat momong anak, kau tak pandai mendiamkannya. Ke sinilah, berikan padaku dan biar kuhentikan tangisnya!" dan ketika si anak berpindah tangan dan sudah berada di pelukan lembut wanita itu, yang mengecup dan mencium pipinya maka benar saja bocah itu tak menangis dan rupanya sudah biasa dengan Mien Nio, terbukti segera menyusupkan mukanya ke dada si wanita dan cepat Mien Nio mengambil botol susu, memberikannya dan si bocah minum dengan lahap. Dan ketika semuanya itu membuat Fang Fang terbengong-bengong dan mendelong, muka sebentar merah sebentar pucat maka suhunya menoleh dan membentak padanya,
"Lihat, kau memberi pekerjaan pada orang tua. Kau yang berbuat tapi hasilnya kau limpahkan pada subomu! Heh. inikah kebijaksanaanmu, Fang Fang" Bagaimana sekarang dengan Ceng Ceng?"
Fang Fang menggigil. "Aku sudah menemaninya, mencoba mencintainya lagi. Tapi kalau dia pergi lalu apa yang harus kulakukan, suhu" Aku bertanggung jawab akan anakku itu, tapi kalau suhu mau menghukum silahkan hukum. Aku mungkin bersalah!"
"Hm-hm!" sang kakek bersinar-sinar, tak puas. "Aku dapat mempercayai kata-katamu tadi, Fang Fang. Tapi untuk anak ini kau harus menerima dosa. Kau harus mencari Ceng Ceng dan membawa anakmu. Atau kau menerima kematian karena kuanggap menyia-nyiakan gadis dan bikin malu orang tua!"
"Teecu sanggup mencari Ceng Ceng, dan tanpa diperintahpun teecu akan menemukan gadis itu. Kemarikan, teecu akan membawa anak teecu, suhu. Dan sekarang juga teecu berangkat!"
"Hm, berikan anak itu kepada bapaknya," Dewa Mata Keranjang menoleh pada Mien Nio. "Dan kau mungkin sudah tahu siapa subomu yang baru ini, Fang Fang. Atau mungkin kau perlu diberi penjelasan!"
"Tidak, teecu sudah tahu. Bu-goanswe sudah memberi tahu," dan Fang Fang yang berlutut menerima anaknya lalu menyebut "subo" (ibu guru) pada isteri gurunya yang baru itu di mana Mien Nio mengangguk dengan muka sedikit kemerahan, menyerahkan anak itu dan Dewa Mata Keranjang meminta Fang Fang mempertanggungjawabkan perbuatannya ketika ribut-ribut di gedung pangeran ini, sewaktu mencari Cun-ongya untuk dimintai tolong melamar Sylvia. Rupanya kakek itu sudah mendengar segala sepak terjang muridnya tapi pangeran itu buru-buru bangkit berdiri. Tertawa dan menepuk pundak Fang Fang agar tak usah melakukan itu, maklum keadaan Fang Fang yang terhimpit justeru pangeran ini mencegah, menolak.
"Sudahlah, yang sudah biarlah sudah, Dewa Mata Keranjang. Aku dapat memaklumi perasaan muridmu yang sedang kacau. Waktu itu dia dilanda kebingungan karena kau maupun aku sama-sama tak berada di sini. Sudahlah, tak perlu minta maaf karena apa yang dilakukan muridmu adalah tidak disengaja?" lalu menarik pemuda ini agar bersabar pangeran itu menyambung, "Dan kau, aku tetap mengagumimu yang suka berterus terang dan jujur, Fang Fang. Maafkan aku bahwa waktu kau mencariku aku sedang tak ada di istana. Bangkitlah, dan anggaplah yang lewat sebagai pil pahit yang menempa dirimu untuk menjadi lebih matang!"
Fang Fang mengangguk, bangun berdiri. Tapi ketika anaknya, Kiok Eng, menangis dan tiba-tiba melengking keras tiba-tiba dia bingung karena tak dapat mendiamkan anak itu. Sudah ditepuk-tepuk namun tak juga reda. Barulah setelah Mien Nio memberikan botol susu itu kepada si bocah maka anak ini diam danFang Fang mengeluarkan keringat dingin karena tak disangkanya bahwa momong bocah sekecil itu, Kiok Eng, justeru jauh lebih repot dibanding bertarung dengan musuh tangguh!
"Kau tak usah bingung. Kalau dia menangis berikan saja susu ini, pasti diam."
"Baik". baik, subo. Terima kasih!" dan Fang Fang yang cepat menerima dan lega melihat anaknya tak menangis lagi lalu menghadapi gurunya dan berpamit pergi. Tapi sebelum dia berangkat ternyata gurunya menahan untuk memberi tahu sejenak.
"Kau tak boleh terlalu lama. Enam bulan sudah harus datang ke Liang-san dan kutunggu di sana."
"Suhu kembali ke gunung?"
"Ya, pemberontak sudah kutangkap, Fang Fang, sudah kuserahkan pada Cun-ongya. Selanjutnya aku ingin ke Liang-san dan hidup tenang di sana."
"Baiklah, suhu. Enam bulan lagi teecu akan ke Liang-san memberi kabar. Mudah-mudahan sudah berhasil menemukan Ceng Ceng!" dan berkelebat setelah memberi hormat sekali lagi maka Fang Fang meninggalkan tempat itu sambil menggendong anaknya. Lucu, tapi juga sekaligus memprihatinkan!
-oo~dewikz~abu~oo"
Dua bulan sudah Fang Fang melakukan perjalanan. Kota raja sudah delapan minggu ditinggalkan namun Ceng Ceng belum juga ketemu. Pemuda ini berputaran ke sana ke mari sementara Kiok Eng, anak perempuan itu, rewel dan sering menangis. Fang Fang teringat kata-kata subonya bahwa setiap kali menangis sebaiknya anaknya itu diberi susu, mungkin lapar atau haus. Tapi ketika pagi itu Kiok Eng menangis terus dan susu tak mau diminum, meraung-raung maka Fang Fang bingung tapi juga jengkel.
"Keparat, kau mau apa" Diam, anak baik". diam!" Fang Fang malah membentak, gagal menguasai anaknya dan marahlah pemuda itu tak tahu apa yang diingini anaknya. Hampir saja dia menampar si bocah kalau tak ingat bahwa anak itu masih kecil. Dan ketika dia membentak-bentak namun Kiok Eng malah menjerit dan menangis melengking-lengking maka lewatlah seorang nenek di jalan itu.
"Ah, kau tak pandai mengurus bayi, dan anak ini masih terlalu kecil. Hei, a-pa yang kaulakukan terhadap anak itu, bocah" Kenapa membentak-bentak" Ke sinikan, coba kulihat!"
Fang Fang terkejut. Nenek yang muncul di persimpangan itu tiba-tiba mendekati dan sudah memegang Kiok Eng. Dan ketika dia girang karena ada penolong, orang yang akan menggantikan kekesalannya maka si nenek sudah meraba sana-sini dan berseru tertahan.
"Ah, bocah ini kedinginan. Kau seharusnya menyelimutinya dengan selimut tebal! Mana ibunya" Kenapa tidak datang?"
"Aku". aku sedang mencarinya. Ah, kau tolonglah aku, nek. Aku bingung meng hadapi anakku satu-satunya ini. Aku kehabisan akal, dia tak mau berhenti meskipun kuberi susu!"
"Tentu saja, anak ini kedinginan. Kenapa membiarkannya di udara terbuka" Hayo, kau tempatku, anak muda. Dan sementara ini berikan kain sarungku padanya!"
Fang Fang berseri. Dia melihat nenek itu melepas selempang atau semacam kain sarung untuk cepat menyelimuti anaknya. Waktu itu musim dingin dan dia lupa. Bingung dan kecewa tak menemukan Ceng Ceng membuat Fang Fang lupa bahwa Kiok Eng bukanlah dirinya. Hawa dingin dapat dilawannya dengan pengerahan sinkang hangat tapi Kiok Eng yang masih kecil itu tentu saja tak dapat melindungi dirinya sendiri. Bocah itu harus dihangati dan Fang Fang lupa, apalagi ketika si bocah terus menangis dan meronta-ronta.
Dua bulan dalam perjalanan membuat Fang Fang lelah dan gampang jengkel. Meskipun dia tahu dan mulai mengenal gerak-gerik anaknya namun Fang Fang tetaplah laki-laki yang kurang luwes dan canggung merawat anak kecil. Seharusnya itu adalah pekerjaan wanita, bukan pria. Dan ketika benar saja Kiok Eng tiba-tiba berhenti menangis setelah diselimuti kain tebal maka si nenek terkekeh dan mencium pipi anak itu.
"Ah, montoknya. Montok dan sehat! Agaknya kau tak lupa memberi minum bocah ini setiap hari. Marilah, kita ke hutan, anak muda. Tapi, eh" siapa namamu?"
"Aku Fang Fang?"
"Dan isterimu?"
"Dia". dia pergi. Aku sedang mencarinya!"
"Heh-heh, rupanya lagi cekcok. Hm, biasa anak muda. Baiklah, mari, bocah. Ikuti aku dan kita ke rumahku!"
Fang Fang terkejut. Si nenek tiba-tiba melangkah lebar dan tahu-tahu sudah berjalan seperti kijang. Langkahnya tampak biasa-biasa saja tapi sekali ayun bisa sepuluh meter lebih! Fang Fang terkejut dan maklum bahwa kiranya dia tidak sedang menghadapi nenek biasa-biasa saja. Dan ketika nenek itu sudah jauh dan hampir lenyap di depan maka Fang Fang yang terkejut tapi sadar tiba-tiba bergerak dan mengejar nenek itu, melawan salju yang tiba-tiba gugur.
"Heii, tunggu, nek. Jangan buru-buru ".!"
Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si nenek terkekeh. Fang Fang yang mengejar tiba-tiba membuat langkahnya dipercepat, kian lama kian cepat dan Fang Fang tersentak karena tiba-tiba nenek itu terbang, bergerak dan melintasi pohon-pohon besar seperti bayangan siluman saja. Terpekik dan kagetlah Fang Fang karena seketika dia pucat menganggap nenek itu akan menculik. Maka ketika dia berseru keras dan berjungkir balik mengerahkan ginkangnya maka si nenek yang ada di depan tiba-tiba terlihat bayangannya dan Fang Fang membentak.
"Berhenti!"
Si nenek terkejut. Fang Fang berjungkir balik dan melewati atas kepalanya untuk akhirnya turun dengan ringan, berdiri dan sudah menghadang, mukanya merah dan matapun berapi-api. Fang Fang gusar karena nenek ini dianggap akan melarikan diri, menculik. Tapi ketika dia membentak dan sudah menghadang, si nenek membelalakkan mata tiba-tiba nenek itu terkekeh dan memutar tubuhnya.
"Wah, kau kiranya bukan bocah sembarang bocah. Baiklah, coba kita mengadu ilmu lari cepat dan kulihat sekali lagi seberapa hebatkah dirimu!"
Fang Fang terkejut. Si nenek berputar dan tahu-tahu sudah bergerak lagi ke a-rah semula. Kedua kakinya melejit dan terkesiaplah Fang Fang karena gerakan nenek itu jelas bukan gerakan mainmain. Langkah kakinya yang ringan dan akhirnya tidak menginjak tanah membuat Fang Fang sadar bahwa si nenek betul-betul lihai. Tapi mendengar orang hendak mengujinya dan rupanya tidak mengganggu Kiok Eng, karena bocah itu tampak tenang dan meneruskan minumnya maka Fang Fang hilang kecurigaannya dan meng i anggap nenek ini betul-betul semata hendak mengujinya.
"Kau nenek aneh, tapi kurang ajar. Baiklah, aku akan mengikutimu ke manapun kau pergi!" Fang Fang berkelebat, mengejar si nenek dan kini nenek di depan tancap gas. Nenek itu terbang kian cepat tapi Fang Fang sudah mengerahkan semua kepandaiannya. Ilmu meringankan tubuhnya, Sin-bian Ginkang (Ginkang Kapas Sakti), sudah dikeluarkan dan terbanglah pemuda itu mengikuti si nenek. Ke manapun si nenek berkelebat ke situ pulalah Fang Fang membayangi. Tubuh keduanya sudah saling berkelebatan dan pohon-pohon besar lewat dengan cepat di sisi mereka, seperti siluman. Tapi ketika Fang Fang dapat menempel si nenek dan perlahan tetapi pasti bahkan dia mulai dapat mendekati maka nnek itu terkejut dan berulang-ulang mengeluarkan teriakan tertahan.
"Iblis, setan terkutuk. Ilmu ginkangmu luar biasa!"
"Hm..!" Fang Fang berseri. "Kau tak dapat melarikan diri, nenek aneh. Ke manapun kau pergi ke situlah aku membuntuti. Berhentilah, dan serahkan anakku!"
"Heh-heh, jangan sombong. Kau juga belum dapat mendahuluiku dan tak dapat dikata menang. Hm, murid siapakah kau, bocah" Dari mana kau memperoleh ilmu meringankan tubuh sehebat ini" Siapa gurumu?"
"Aku murid si Dewa Mata Keranjang. Berhentilah, dan kita bicara baik-baik!" Fang Fang bangga, memperkenalkan gurunya dan benar saja nenek itu tiba-tiba tampak tersentak. Larinya yang kencang mendadak berhenti, Fang Fang yang ada di belakang hampir menabraknya. Dan ketika Fang Fang berjungkir balik dan memaki si nenek, yang tertegun dan gemetar maka pemuda itu melayang turun dan berseru,
"Hei, jangan mengejutkan orang lain. Kalau berhenti jangan begitu mendadak!"
"Hm, kau?" nenek ini menggigil. "Benarkah kau murid si Dewa Mata Keranjang" Maksudmu gurumu itu adalah Dewa Mata Keranjang Tan Cing Bhok?"
"Benar," Fang Fang terkejut juga, melihat kilatan mata yang memancar ganas dari pandangan si nenek. "Kau siapakah, orang tua" Dan kau rupanya mengenal guruku?"
"Heh-heh, tentu saja. Gurumu orang terkenal, dan begitu terkenalnya dia hingga aku tak akan melupakannya seumur hidup! Heh, kebetulan kita bertemu di sini, bocah. Dan biar kuantar mayatmu kepada gurumu". wut!" si nenek berkelebat, cepat dan luar biasa dan tahu-tahu sebuah pukulan panas menyambar Fang Fang. Pemuda ini terkejut karena si nenek menyerangnya tiba-tiba,dia mengelak namun si nenek mengejar. Dan ketika apa boleh buat Fang Fang harus menangkis dan sudah melakukan itu, menggerakkan lengan kirinya maka benturan pukulan menggetarkan tempat itu dan Kiok Eng pun terkejut, menangis keras-keras.
"Dukk!"
Fang Fang terpental. Si nenekjuga terhuyung tapi nenek itu tertawa. Tawanya aneh, antara kagum tapi juga marah! Dan ketika Fang Fang terbelalak karena Kiok Eng segera melengking-lengking, tak dihiraukan si nenek maka nenek itu berkelebat kembali dan pukulan-pukulan padasnya itu menyambar berulang-ulang.
"Heh-heh, kau akan kubunuh. Mampuslah, dan terbanglah ke akherat". plak-plak-plakk!" Fang Fang tergetar, kaget terdorong mundur karena dia gugup melihat puterinya menangis tak keruan. Si nenek sudah kembali menyerangnya dan tak menghiraukan Kiok Eng, tentu saja membuat Fang Fang marah tapi si nenek bergerak kian cepat melepas pukulan-pukulannya. Dan ketika tubuh nenek itu lenyap beterbangan bagai burung walet yang ganas mematuk-matuk maka apa boleh buat Fang Fang terpaksa mengimbangi dan membentak nenek itu untuk melepaskan anaknya.
"Heh-heh, begitukah" Baik, lihatlah". brukk!" dan Kiok Eng yang dilempar dan terbanting di tanah tiba-tiba menjerit kesakitan dan meraung-raung, membuat Fang Fang marah bukan main dan ditangkisnya pukulan nenek itu yang menyambar dahinya, mengerahkan Im-bian-kang atau tenaga Kapas Dingin. Dan ketika si nenek terpental dan kaget berjungkir balik maka Fang Fang sudah menyambar dan berkelebat menolong anaknya itu. Tapi selanjutnya Fang Fang dibuat sibuk. Kiok Eng yang menangis dan menjerit-jerit akibat dibanting si nenek malah kian keras tangisnya disambar si bapak. Anak ini tak mau diam sementara si nenek sudah menyerangnya lagi dan mencabut sebuah tusuk konde, berkeredepan menyambar-nyambar dan Fang Fang tertegun melihat senjata itu terbuat dari emas seluruhnya. Ah, penampilan si nenek yang bersahaja dan berkesan miskin ternyata bertolak belakang dengan apa yang dimiliki. Selain ilmu silatnya yang tinggi juga kiranya memiliki tusuk konde dari emas. Dan ketika Fang Fang kian terbelalak karena dari gagang tusuk konde itu bertaburan butir-butir intan yang menyilaukan mata maka pemuda ini hampir celaka ketika tusuk konde itu melejit dan menyambar bawah alisnya, saat dia melenggong. "Cet!"
Fang Fang melempar tubuh bergulingan. Dia pucat dan berseru keras melihat kecepatan serangan si nenek. Begitu luar biasa, dan juga begitu ganas! Dan ketika dia bergulingan meloncat bangun sementara Kiok Eng menjerit-jerit maka apa boleh buat Fang Fang harus meletakkan anaknya dulu di atas rumput ketika si nenek mengejar, menusuk dengan tusuk kondenya itu sementara tangan kirinya menghantam dengan pukulan panas. Angin pukulan itu tak tahan buat Kiok Eng, si bocah perempuan. Dan ketika Fang Fang meloncat bangun dan menangkis, kedua kaki agak bengkok maka pemuda ini mencelat dan kembali terlempar terguling-guling.
"Hi-hik!" si nenek kelihatan gembira. "Kau tak dapat menyelamatkan diri, anak muda. Sekarang kau mampus dan terimalah lagi pukulanku ini". des-dess!" Fang Fang mengeluh, benar saja terlempar lagi karena dia belum sempat memperbaiki posisi. Nenek itu mengejar dan mendesak, padahal di sana Kiok Eng menangis menjerit-jerit karena diletakkan ayahnya di atas rumput, digigit semut dan Fang Fang tak tahu.Dan ketika Fang Fang panik dan bingung karena anak maupun lawannya sama-sama merepotkan dia maka pemuda itu terbanting lagi ketika sebuah pukulan menghantam telak, tepat mengenai lambung tapi Fang Fang tak apa-apa. Pemuda ini hanya terpelanting setelah i-tu melompat bangun,terhuyung. Beberapa kali pukulan si nenek dapat ditahan karena dia sudah mengerahkan sinkangnya, melindungi diri. Dan ketika si nenek terbelalak dan merah mukanya, karena pemuda itu kebal dan hebat maka tusuk kondenya menyambar di balik serangan tangan kiri, langsung menuju mata dan bagian itulah yang selalu diincar. Rupanya nenek ini tahu bahwa mata tak dapat dilindungi kekebalan, Fang Fang terkejut dan mengelak. Namun ketika kalah cepat dan keningnya tergurat maka nenek itu terkekeh-kekeh dan Fang Fang didesak bagai harimau siap memasuki jebakan.
"Hi-hik, mampus kau, anak muda. Mampus!"
Fang Fang naik darah. Akhirnya dia menjadi gusar setelah si nenek berulang-ulang menghantamnya dengan pukulan, juga dua guratan di alis atau kening. Dan ketika si nenek berkelebatan dan kembali melancarkan serangan-serangan berbahaya yang tak kenal ampun maka Fang Fang menutup telinganya tak mau mendengar tangis sang anak, memusatkan perhatian dan konsentrasi karena nenek ini benar-benar ganas dan berbahaya. Sekali ia meleng tentu bencanalah yang akan diterima. Fang Fang membentak dan tiba-tiba mengerotokkan kedua lengannya, mengerahkan Pek-in-kang (Pukulan Awan Kilat). Dan ketika si nenek menyambar dan melepas pukulan panas maka Pek-in-kang atau pukulan yang juga berhawa panas itu menyambut dan memperlihatkan diri siapa yang lebih unggul.
"Blarr!"
Dan nenek itu mencelat! Rupanya, tak menduga Fang Fang memiliki dua macam pukulan yang dingin dan panas nenek itu terpekik. Pek-in-kang ternyata lebih kuat dan panas dibanding pukulan panasnya. Fang Fang menyambut keras sama keras dan si nenek terbanting! Dan ketika nenek itu mengeluh dan Fang Fang lega, bersinar-sinar, maka nenek itu meloncat bangun namun rasa gentarnya sudah tak dapat disembunyikan lagi.
"Keparat, itu". itu Pek-in-kang?"
"Hm!" Fang Fang mengangguk. "Sekarang tak perlu kau bersombong lagi, nenek siluman. Dan sebutkan siapa dirimu!"
"Aihh"!" dan si nenek yang tidak menjawab melainkan menerjang lagi tiba-tiba marah menghantam Fang Fang, ditangkis dan terpental dan nenek itu melotot. Akhirnya dia melengking-lengking dan tusuk kondenya kembali naik turun menyambar Fang Fang, dielak dan ditangkis dan si nenek menjerit. Ternyata, sekarang Fang Fang dapat membalas dan nenek itu terhuyung. Dan ketika si nenek mundur-mundur dan Fang Fang mendesak, mengerahkan Pek-in-kang karena ilmu itulah yang dapat dipakai untuk menekan lawan maka si nenek tampak pucat dan berkali-kali memaki si Dewa Mata Keranjang.
"Terkutuk, keparat jahanam. Kiranya si tua bangka menurunkan juga Pek-in-kang kepada bocah ini. Augh, kau laki-laki celaka, Cing Bhok. Awas kau kalau kita ketemu!"
"Hm," Fang Fang mengejek. "Tak usah memaki-maki guruku, nenek siluman. Sebutkan saja siapa dirimu dan akan kuberitahukan guruku."
"Ah,kaupun bocah keparat!" dan si nenek yang menghantam tapi ditangkis terpental tiba-tiba mengeluarkan sesuatu dan menghamburkan pelor-pelor kecil ke arah Fang Fang. Fang Fang mengebut namun pelor-pelor itu meledak, isinya berhamburan ke mukanya dan hampir saja pemuda ini celaka. Kiranya pelor-pelor itu menyembunyikan jarum-jarum halus yang tidak disangka. Tapi ketika Fang Fang melempar tubuh ke kiri dan meniup, jarum-jarum itu rontok ternyata si nenek berkelebat ke kiri dan memutar tubuh melarikan diri.
"Heii"!" Fang Fang meloncat bangun. "Jangan lari, nenek siluman. Sebutkan dulu siapa kau!"
Namun si nenek melempar lagi pelor-pelor berbahaya itu. Fang Fang tak berani menangkis karena tak mau isinya meledak, tertahan dan akhirnya membiarkan saja nenek itu melarikan diri, mengusap keringatnya. Dan ketika pemuda itu tersenyum namun tertegun teringat sesuatu, tangis Kiok Eng yang tak terdengar lagi tiba-tiba Fang Fang membalik dan darahnya serasa berhenti mengalir melihat anak perempuannya tak ada lagi di tempat.
"Kiok Eng"!"
Fang Fang terkesiap. Bagai disengat kalajengking saja tiba-tiba pemuda ini melonjak. Kiok Eng, puterinya, tak ada di situ lagi. Fang Fang berteriak dan berkelebat memanggil-manggil anak perempuannya itu. Dia menyangka disambar harimau atau binatang buas. Tapi ketika pemuda ini berkelebatan dan memanggil-manggil, mengelilingi hutan ternyata a-nak perempuannya itu tak ada. Kiok Eng lenyap tanpa bekas dan Fang Fang pucat pasi. Pantas dia tak mendengar tangis anaknya lagi dan dia dapat memusatkan semua perhatiannya pada si nenek, membalas dan akhirnya mengalahkan nenek i-tu yang melarikan diri. Tapi begitu dia sadar dan teringat puterinya maka hilangnya Kiok Eng tiba-tiba membuat Fang Fang seperti gila. Pemuda ini berlarian dan berteriak-teriak memanggil anaknya itu, tak ada jawaban dan hutan bahkan tergetar oleh suara atau bentakannya. Dan ketika Fang Fang panik dan berkelebatan sia-sia akhirnya pemuda ini mengamuk dan menghantami apa saja yang ditemui. Pohon-pohon dicabut, yang besar-besar ditendang dan hiruk-pikuklah suaranya ketika roboh atau tumbang. Dan ketika Fang Fang teringat nenek tadi dan berusaha mengejar ternyata nenek itu sudah lenyap dan Fang Fang tak tahu ke mana nenek itu lari.
Fang Fang terpukul. Untuk pertama kalinya pemuda ini mengalami shock berat dengan hilangnya sang anak. Betapapun sudah terjalinlah ikatan batinnya dengan Kiok Eng, puterinya yang kecil itu. Dan ketika Fang Fang terhuyung sana-sini tak menemukan anaknya, padahal tugas mencari Ceng Ceng belum berhasil maka tak lama kemudian Fang Fang naik ke Liang-san dan tersedu-sedu menghadap gurunya. ,
"Teecu mengalami nasib malang. Sudah jatuh tertimpa tangga!"
"Hm!" sang guru terkejut, tak biasa melihat muridnya mengguguk seperti itu. "Apa yang terjadi, Fang Fang. Dan mana Kiok Eng!"
"Itulah!" pemuda ini tak tahan lagi. "Kiok Eng hilang, suhu. Anakku hilang!"
"Apa?" Dewa Mata Keranjang tersentak. "Hilang" Kau meninggalkan anakmu di mana" Apa yang terjadi?"
"Teecu". teecu bertemu nenek siluman, bertempur dan bertanding dan teecu mengusir nenek itu. Tapi ketika teecu membalik ternyata Kiok Eng tak ada lagi," Fang Fang lalu menceritakan jalannya peristiwa, belum enam bulan sudah datang kepada gurunya karena hilangnya sang anak. Dewa Mata Keranjang tertegun dan berulang-ulang alis putih itu terangkat naik. Tapi ketika Fang Fang berhenti bercerita dan dia bertanya siapa nenek yang disebut-sebut itu ternyata muridnya menggeleng kepala.
"Teecu tak tahu, dia tak menyebutkan nama"."
"Heh, kau tak tahu siapa lawanmu" Dan kau tak menangkap?"
"Nenek ini lihai, suhu. Dan barangkali dari semua isteri-isteri suhu dialah yang amat lihai. Dia melempar pelor-pelor yang meledak kalau ditangkis, senjatanya adalah sebuah tusuk konde emas!"
"Ah, si Kuda Binal So Yok Bi!" Dewa Mata Keranjang terlonjak. "Kau bertemu nenek itu, Fang Fang" Dia masih hidup?"
"Siapa dia ini, suhu" Kenapa aku tak pernah mendengarnya?"
"Ah, dia wanita berbahaya. Dan kalau dia masih hidup berarti suaminya, Ok-tu-kwi (Si Setan Judi), juga ada di bumi ini. Celaka!" dan Dewa Mata Keranjang yang tampak gelisah dan berobah lalu membuat Fang Fang tertegun dan mengerutkan kening, bertanya siapa mereka itu tapi gurunya meloncat bangun. Sang guru tampak tidak senang dan gelap, wajahpun keruh. Dan ketika Fang Fang bertanya lagi tapi dibentak untuk berhati-hati maka kakek itu tampak merona wajahnya dan berkata,
"Lain kali kalau kau bertemu nenek itu lagi jangan diberi ampun. Dia pantas dibunuh. Jangan-jangan Ok-tu-kwilah yang menculik anakmu!"
"Apa?"
"Hm, baru dugaan. Biasanya ada si Kuda Binal pasti ada si Setan Judi, Fang Fang. Kalau kau bertempur dengan isterinya maka biasanya sang suami ada di dekat-dekat situ. Apakah kau tidak melihat siapa pun?"
"Tidak," Fang Fang tergetar. "Aku tak melihat siapa-siapa, suhu. Tapi siapa tahu di saat aku sibuk menghadapi nenek itu maka ada orang lain datang. Yang jelai aku tak melihat Kiok Eng dibawa harimau atau binatang buas karena tak ada bercak-bercak darah di situ!"
"Hm, kalau begitu pasti dibawa orang. Dan mungkin di saat kau sibuk menghadapi nenek siluman itu. Bahaya! Anakmu bisa celaka di tangan suami isteri itu, Fang Fang. Dan rupanya aku harus turun gunung untuk membantumu!"
Fang Fang terkejut. Kalau gurunya sudah berkata seperti itu maka keadaan benar-benar dinilai serius. Tapi karena dia memang membutuhkan bantuan dan tekanan demi tekanan yang diterimanya selalu membuat dia tak tenang berpikir maka Fang Fang menyambut gembira keinginan gurunya ini. Tapi tiba-tiba Mien Nio, kekasih gurunya yang baru, muncul.
"Ada banyak orang di bawah gunung!" wanita cantik itu berseru, gelisah. "Kita kedatangan musuh, suamiku. Aku tak tahu siapa mereka tapi kau harus melihatnya!"
Dewa Mata Keranjang terkejut. Belum persoalan Fang Fang selesai tiba-tiba saja dia mendengar laporan itu. Telinganya bergerak-gerak dan berubahlah muka pendekar ini ketika jauh di bawah sana dia mendengar langkah kaki orang yang tak kurang dari duapuluh jumlahnya. Fang Fang juga mengerahkan pendengarannya dan pemuda ini terkejut karena dia mendengar derap langkah kaki yang ringan yang jumlahnya banyak. Dihitung-hitung, ada duapuluh tiga orang, bukan main! Dan ketika gurunya bertanya dan Fang Fang menoleh maka pemuda itu meloncat bangun dan agak berdebar.
"Berapa orang yang kau tangkap?"
"Duapuluh tiga, suhu. Aku menangkap gerakan kaki dari duapuluh tiga orang yang berjalan mendatangi, naik ke puncak!"
"Hm, bukan duapuluh tiga, tapi duapuluh lima!" sang guru membenarkan. "Ajak subomu ini menjauh, Fang Fang. Sembunyikan dia di kaki gunung sebelah barat!"
"Tidak!" Mien Nio, wanita itu berseru. "Aku di sini siap membantumu, suamiku. Kalau aku disuruh pergi tak ada gunanya aku sebagai isterimu".!"
"Hm, bukan begitu," Dewa Mata Keranjang tersenyum, menyentuh dan merangkul serta tiba-tiba menotok isterinya itu. "Aku tak mau dipecah perhatianku, Mien Nio. Biarlah kau diantar muridku dan beristirahat dulu di sana!" dan tidak memperdulikan teriakan isterinya yang marah dan memaki-maki tiba-tiba Dewa Mata Keranjang itu menyerahkannya pada Fang Fang. "Kau bawa dia di tempat yang kumaksudkan itu. Setelah itu bantulah aku melihat keadaan!"
Fang Fang menerima. Dia sudah mendengar langkah kaki yang banyak itu berkelebatan mendaki gunung. Gerak atau kesiur kaki mereka yang ringan dan enteng jelas menandakan orang-orang yang berkepandaian tinggi. Maka ketika gurunya berkata dan subonya itu sudah diberikan kepadanya tiba-tiba tanpa banyak cakap pemuda ini mengangguk dan berkelebat pergi. Dan begitu Fang Fang lenyap dan kakek itu tersenyum maka Dewa Mata Keranjang pun bergerak dan lenyap meninggalkan rumahnya.
Namun belum seberapa jauh tiba-tiba kakek itu berhenti. Di leher gunung, hampir di puncaknya tahu-tahu sudah berkelebatan bayangan orang yang demikian banyaknya. Duapuluh tiga orang telah mengepung dan mengurung kakek itu. Dan ketika Dewa Mata Keranjang tertegun dan terkejut, melihat bahwa sebelas di antaranya adalah bekas isteri-isterinya sendiri maka Sin-mauw Sin-ni Ang Hoa May atau May-may sudah membentak dan menjeletarkan rambutnya.
"Cing Bhok, berhenti. Serahkan jiwamu!"
Kakek ini tertegun. May-may, dan lain-lainnya itu ternyata bergabung dengan duabelas laki-laki yang berperawakan macam-macam. Ada tinggi ada pendek dan ada yang kurus serta gemuk, juga kekar. Kakek ini terkejut karena samar-samar dia mengenal orang-orang itu, sayang lupa-lupa ingat. Tapi ketika Bi Hwa dan Bi Giok juga membentak dan maju mendesingkan Kiam-ciangnya maka dua nenek itu juga berseru,
"Benar, dan kali ini kau mampus, Cing Bhok. Serahkan jiwamu secara baik-baik atau kami semua mencincangmu!"
"Hm-hm!" kakek ini mengangguk-angguk, tersenyum. "Kalian kiranya, Bi Gok" Datang dengan sepasukan liar untuk mencari dan membunuh aku" Ha-ha, bagus, tapi lucu sekali. Kalian menggelikan!"
"Hm, apanya yang menggelikan!" nenek Lin Lin maju membentak. "Tak ada yang menggelikan disini, Cing Bhok. Kau akan mati dan kami rajam. Barangkali kau kenal orang-orang ini!"
"Hm, aku lupa-lupa ingat," sang kakek berterus terang, memandang duabelas laki-laki yang melotot padanya itu, tertawa dingin. "Tapi kalaupun ingat tentu aku tak takut, Lin Lin. Biarpun kalian datang dibantu seratus siluman aku tak gentar, ha-ha!"
Nenek itu mendelik. "Mereka adalah Cap-ji Koai-liong, Cing Bhok. Dengarlah dan jangan tertawa!"
Dewa Mata Keranjang terkejut. Tiba-tiba kakek itu menghentikan tawanya dan benar saja tampak terkesiap. Tapi begitu dia sadar tiba-tiba kakek ini tertawa lagi dan bahkan tergelak. "Ha-ha! Kiranya Cap-ji Koai-liong (Duabelas Naga Siluman). Wah, selamat datang, Cap-ji Koai-liong, dan sekarang aku ingat siapa kalian. Kiranya tikus-tikus yang dulu pernah kuhajar, ha-ha!"
Duabelas orang itu, Cap-ji Koai-liong menggeram dan melotot. Memang mereka dulu pernah dihajar kakek ini dan tunggang-langgang. Mereka datang memang untuk menuntut balas dan kakek itu segera tahu. Tapi begitu Dewa Mata Keranjang berseru mengejek dan tawanya jelas tidak memandang mata, sikap yang amat menyakitkan maka dua di antaranya membentak hampir berbareng,
"Cing Bhok, jangan pongah. Lain dulu lain sekarang. Kami bukanlah Cap-ji Koai-liong pada belasan tahun yang lalu!"
"Hm, dan akupun bukan Cing Bhok belasan tahun yang lewat. Eh, kau Twaliong kwi (Naga Pertama), bukan" Ha-ha, kuingat kau. Dulu pantatmu kugebuk dan kau meraung-raung. Ah, geli hatiku, Twaliong. Tapi tak apalah. Kau dan adik-adikmu tentu datang untuk merasakan gebukan dariku lagi, tak apalah, aku juga gatal dan kebetulan tanganku sudah lama tidak menggebuk pantat anjing. Siluman-siluman macam kalian tentu tak akan jera kalau belum dihabisi. Nah, majulah, aku siap memberi pelajaran kalian!"
"Jahanam!" dan Twaliong yang maju dengan seruan panjang tiba-tiba membentak dan menghantam kakek itu. Di tangannya tercabut sebatang ruyung dan dengan ruyung ini dia menghantam si kakek. Tapi ketika Dewa Mata Keranjang berkelebat dan kakek itu tahu-tahu lenyap, berada di belakang lawan mendadak yang lain berseru namun sudah terlambat ketika Twaliong menerima sebuah tamparan ringan.
"Awas!"
Twaliong menoleh. Dia baru mendengar angin tamparan itu namun terlambat. Orang ini menjerit dan tahu-tahu terdorong ke depan, roboh terguling-guling. Tapi ketika dia meloncat bangun dan ruyung di tangannya masih tergenggam kuat maka Dewa Mata Keranjang mengangguk-angguk berkata tertawa.
"Ha-ha, ada kemajuan, tapi tak seberapa. Eh, aku masih tak melihat dua temanmu yang lain, Lin Lin. Suruh mereka keluar dan tak usah bersembunyi!"
"Hm, teman apa?" Lin Lin membentak. "Di sini hanya ada kami, Cing Bhok. Tak ada yang lain seperti yang kaukatakan!"
"Ha, kalau begitu kau bohong. Rupanya harus kukeluarkan kalau tak mau keluar sendiri". srutt!" dan Dewa Mata Keranjang yang menjentik dua rumput alang-alang ke balik segerumbulan semak tiba-tiba membuat semua terkejut karena dua bayangan tiba-tiba memaki dari balik gerumbul semak belukar itu, menepis dan dua rumput alang-alang itu hancur. Dua orang berkelebat dan melayang turun. Dan ketika yang seorang tertawa nyaring dan menggelogok arak, dari sebuah bulibuli kulit maka yang lain, seorang nenek berpakaian hitam berpita merah melengking dan memaki.
"Cing Bhok, kau tua bangka jahanam. Memang benar, inilah kami. Nah, apa katamu dan mau apa kalau kami berdua sudah keluar!"
Dewa Mata Keranjang mundur selangkah. Dia tak menyangka dan rupanya terkejut oleh hadirnya dua lawan terakhir ini, terbukti kakek itu terbelalak dan mem buka mata lebar-lebar. Tapi begitu dia sadar dan dapat menguasai diri, tertawa bergelak, kakek ini tiba-tiba berseru nyaring.
"Wah-wah, kiranya Ok-tu-kwi dan si Kuda Binal. Aih, selamat datang, Kuda Binal. Dan selamat bertemu lagi dengan suamimu yang pemabok itu. Ha-ha, kiranya inilah dua orang yang bersembunyi itu. Masih licik dan curang. Hm, tentu kalian yang menghasut mereka semua ini hingga datang ke mari. Heh, akui terus terang perbuatanmu, Ok-tu-kwi. Dan sekarang aku tahu apa yang terjadi di balik semuanya ini!"
"Ha-ha!" Ok-tu-kwi, si Setan Judi tertawa nyaring, menggelogok araknya hingga cegluk-cegluk. "Kau tua bangka masih tajam pendengarannya, Cing Bhok. Sungguh aku kagum. Tapi aku tak membawa orang-orang ini, justeru merekalah yang minta aku mengawal!"
-o~dewikz~abu~-o"
Jilid : XIX "HM, mengawal atau mengeroyok?" si Dewa Mata Keranjang mengejek, tak percaya. "Kau dan isterimu bukanlah orang baik-baik, Ok-tu-kwi. Di mana ada kalian biasanya pasti ada kecurangan. Aku tak percaya!"
"Kalau begitu tanya saja bekas isteri-isterimu ini!" lawan tertawa parau. "Aku bohong atau tidak rasanya tak perlu didebatkan, Dewa Mata Keranjang. Aku datang hanya untuk mengiring mereka!" dan kembali menggelogok araknya hingga berbunyi keras si Setan Judi ini pura-pura tak mau menghiraukan lawan lagi, terbatuk tapi tiba-tiba araknya menyembur. Semburan atau semprotan itu keras sekali dan celakanya jatuh atau menyambar muka si Dewa Mata Keranjang, cepat dan luar biasa dan orang-orang di situ mendengar suara bercuit atau mendesing. Bukan main, butir-butir arak dapat menyerang seperti itu, persis peluru atau pe-lor baja! Tapi ketika kakek ini mengibas dan mendengus, tahu bahwa semuanya itu adalah disengaja oleh lawan, yang menyerang sambil pura-pura batuk maka kebutan ujung lengan baju Dewa Mata Keranjang menolak atau memukul balik arak-arak itu. "Pratt!"
Ok-tu-kwipun terkekeh. Laki-laki ini mengelak dan butiran arakpun akhirnya menancap dan hilang di belakangnya, menyambar pohon yang berderak dan bergoyang keras. Dan ketika May-may dan lain-lain kagum karena demonstrasi khikang atau sinkang itu sudah ditunjukkan keduanya maka nenek berpakaian hitam yang bukan lain So Yok Bi adanya berkelebat dan tahu-tahu sudah di depan si Dewa Mata Keranjang.
"Cing Bhok, kau mau menyerah atau tidak?"
"Ha-ha, menyerah bagaimana" Kalau ingin maju cepatlah maju, nenek bangkotan. Tak usah merayu atau berlenggang lagi di depanku. Kau sudah tidak muda lagi!"
"Keparat!" dan si nenek yang melengking dan membentak marah tiba-tiba menggetarkan lengannya dan berkelebat menampar, cepat dan tahu-tahu sudah menyerang kakek ini sebanyak tujuh serangan berturut-turut. Dewa Mata Keranjang mengelak dan berlompatan namun akhirnya menangkis. Dia mengeluarkan Kapas Dinginnya dan pukulan si nenek disambut. Dan ketika terdengar ledakan dan si nenek mencelat, jungkir balik ke atas maka Ok-tu-kwi menghentikan minumnya dan tiba-tiba tertawa.
"Uwah, hebat, masih luar biasa. Ha-ha!" dan menggelogok araknya lagi seolah tak perduli pada isterinya maka nenek itu menyerang dan membentak lagi, mencabut tusuk kondenya dan menyambar-nyambarlah sinar kuning emas di depan si kakek. Dewa Mata Keranjang menggerakkan kembali pukulan dinginnya dan terdengar suara "ces" ketika pukulan si nenek diredam, terpental dan nenek itu menjerit kaget karena si kakek tak bergeming sedikitpun. Dan ketika nenek itu melengking lengking dan berkelebatan kian cepat akhirnya Dewa Mata Keranjang dikurung tapi dengan enak saja kakek itu menangkis atau mengelak sana-sini.
"Plak-plak-dess!"
Si nenek memaki-maki. Si Kuda Binal ini selalu terlempar dan terpental di udara, pukulan-pukulan si kakek membuatnya tak tahan dan selalu dia berteriak keras karena lawan terlalu hebat. Dan ketika tak lama kemudian Dewa Mata Keranjang mempergunakan Sin-bian Ginkang-nya di mana tubuh kakek itu tiba-tiba berkelebat lenyap dan ganti mengelilingi nenek itu, yang memekik-mekik maka Dewa Mata Keranjang tertawa bahwa sepuluh jurus lagi lawannya itu akan roboh.
"Kau masih tak dapat menandingiku. Sebaiknya suamimu suruh maju dan mari kita berdua main main!"
"Keparat". duk-plak!" si nenek membentak, mau menyerang lagi tapi didahului si kakek yang menotok ulu hatinya. Dewa Mata Keranjang bergerak lebih cepat hingga mau tak mau si nenek menangkis. Tapi karena tenaga kalah kuat dan sudah terbukti berkali-kali bahwa sinkang kakek itu hebat sekali maka nenek ini terpelanting dan roboh terguling-guling.
"Ha-ha, apa kataku!" Dewa Mata Keranjang berkelebat, mengejar si nenek. "Kau tak dapat menandingiku kecuali suamimu membantu, Yok Bi. Hayo menyerahlah atau kau kulempar pada suamimu". dess!" si nenek mencelat, kena sebuah tendangan dan berteriak-teriaklah nenek itu memaki suaminya karena sejak tadi Ok-tu-kwi hanya menenggak araknya saja. Si Setan Judi itu seolah tak perduli tapi ketika si isteri terlempar tiba-tiba dia menangkap, menerima. Dan ketika si isteri sudah ditolong dan menggampar mukanya, marah-marah, mendadak kakek ini berkelebat pergi dan terkekeh-kekeh.
Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 2 Peristiwa Merah Salju Karya Gu Long Lencana Pembunuh Naga 11