Ceritasilat Novel Online

Badai Awan Angin 27

Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Bagian 27


Menyaksikan kehebatan Wan Ceng Liong, komandan kapal perang itu ketakutan. Dia perintahkan agar kapal perangnya mundur teratur. Sedangkan kapal perang kerajaan Song yang berhasil direbut oleh Kiauw Sek Kiang dan Ciong Bu Ba sudah sampai di tepi danau, kedua orang itupun sudah sempat melarikan diri.
"Kami kawan kalian," teriak Ong It Teng. "Kenapa kalian memanah kami. Dulu kita pernah bertempur bersama-sama melawan musuh!"
Suara Ong It Teng nyaring sekali, sedang anak panah dari kapal kerajaan pun sudah berhenti. Saat itu perahu-perahu anak buah Ong It Teng sudah berkumpul, siap melawan jika kapal perang kerajaan Song terus memanahi mereka. Menyaksikan perahu anak buah Ong It Teng siap bertempur, komandan kapal perang kerajaan Song jadi cemas. Dia memerintahkan agar menghentikan memanah dan menarik mundur angkatan lautnya.
1922 Karena Kiauw Sek Kiang dan Ciong Bu Pa sudah mendarat dan kabur, Ong It Teng tak mungkin lagi mengejar mereka. Maka itu dengan terpaksa Ong It Teng memerintahkan anak buahnya kembali ke pangkalan mereka di Thay-ouw.
Sekalipun angkatan perang kerajaan Song dan Ong It Teng tak berhasil menangkap Kiauw Sek Kiang dan Ciong Bu Pa. namun anak buah bajak itu sudah tersapu habis.
Lima buah kapal bajak berhasil dirampas, itu berarti kemenangan bagi Ong It Teng.
Setiba di markas besarnya baru Ong It Teng sempat memperkenalkan Wan Ceng Liong kepada Kok Siauw Hong.
"Oh, kau Kok Siauw-hiap, sudah lama aku mendengar namamu dari Ci Giok Phang," kata Wan Ceng Liong.
"Kau telah banyak membantu kami," kata Ong It Teng.
"Kenapa anda bisa ada di daerah ini?"
"Aku dengar puteriku pernah ke mari, benarkah begitu?"
tanya Wan Ceng Liong. "Hari ini aku sedang mencari dia!"
"Pada permulaan musim semi tahun ini, putrimu dan Ci Giok Phang pernah ke mari, saat itu Kok Siauw Hong pun ada di sini!" kata Ong It Teng.
"Apa kau tahu, ke mana mereka sekarang?"
"Menurut yang kuketahui, mereka akan ke Kim-kee-leng tapi saat aku di sana mereka belum tiba. Sekarang aku sudah dua bulan me-ninggalkan Kim-kee-leng, mungkin mereka sudah ada di sana!" kata Kok Siauw Hong.
"Mengenai Ci Giok Phang pernah ke tempatku, pasti kalian sudah mengetahuinya, bukan?" kata Wan Ceng Liong.
1923 "Aku dengar dari Ci Giok Phang, Anda yang mengobatinya, kami berterima kasih sekali," kata Kok Siauw Hong.
"Dia bilang begitu?" kata Wan Ceng Liong sambil tertawa. "Tahukah kalian, puteriku dijodohkan dengannya?"
"Sudah aku duga, tapi aku tak enak menanyai mereka,"
kata Ong It Teng sambil tertawa.
"Apa lukamu sudah sembuh?" tanya Wan Ceng Liong.
"Sudah," jawab Kok Siauw Hong. "Semula putrimu mengira kau tak buru-buru pulang, maka itu dia ke Kimkee-leng. Ternyata kau datang ke mari!"
"Apa Kong-sun Po itu kawanmu juga?" kata Wan Ceng Liong.
"Ya, apa To-cu juga kenal padanya?" kata Kok Siauw Hong.
"Aku dengar dia akrab dengan putri Hek-hong To-cu,"
kata Wan Ceng Liong. "Akrab sekali, bahkan mereka saling jatuh cinta," kata Kok Siauw Hong. "Tapi aku dengar ayah Nona Kiong tak senang dan ingin membatalkan perjodohan mereka! Mereka seolah bermusuhan saja." kata Kok Siauw Hong.
"Kasihan," kata Wan Ceng Liong.
"Memang hubungan mereka penuh dengan pengalaman yang pahit. Aku dengar puterimu pun banyak membantu hubungan mereka!" kata Kok Siauw Hong.
"Kiong Mi Yun dan putriku sahabat sejak kecil," kata Wan Ceng Liong. "Tapi dengan ayahnya aku juga masih punya masalah, malah masalahnya ada hubungannya dengan Kong-sun Po!"
1924 "Ah, masalah mertua dengan menantu sampai kau ikut terlibat di dalamnya," kata Kok Siauw Hong.
"Kau salah paham, bukan urusan perjodohan mereka, tapi masalah lain!" kata Wan Ceng Liong. "Saat Kiauw Sek Kiang datang ke pulauku, untung aku dibantu oleh ayah nona Kiong. Sebagai balasannya aku harus merebut kitab ilmu racun milik keluarga Suang!"
"Kitab itu berada di mana" Apa ada di tangan Kong-sun Po?" tanya Kok Siauw Hong.
"Bukan! Tapi ada di tangan See-bun Souw Ya!" jawab Wan Ceng Liong.
Kok Siauw Hong mengangguk.
"Demi masalah itulah aku ke Tiong-goan. Tapi sekarang aku menyesal ayah Nona Kiong justru ikut bangsa Mongol.
Aku rasa dia tertipu oleh Liong Siang Hoat-ong!" kata Wan Ceng Liong.
"Jadi Kiong Cauw Bun sudah menjadi pengikut bangsa Mongol," kata Ong It Teng. "Terima kasih atas penjelasanmu."
"Hak-su Mongol dan See-bun Souw Ya bersekongkol.
Sekarang Kiong Cauw Bun jadi konco mereka," kata Wan Ceng Liong. "Tapi apakah See-bun mau menyerahkan kitab racun itu" Apalagi janjiku pada Kiong Cauw Bun harus kutepati!"
"Jika See-bun mau memberi kitab itu, kau tak perlu lagi menepati janjimu," kata Ong It Teng. "Apalagi sekarang Kiong Cauw Bun sudah jadi anak buah mereka."
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0o1925 BAB 70 Kok Siauw Hong Dibius; Seng Liong Sen
Bertemu Uh-bun Tiong Mendengar Ong It Teng membenarkan tindakannya, Wan Ceng Liong menganggukkan kepalanya. Dia setuju pada pendapat Ong It Teng, jika dia membantu Kiong Cauw Bun mendapatkan kitab racun itu, berarti dia ikut membantu kejahatannya.
"Benar," kata Wan Ceng Liong sambil tertawa. "Apalagi aku dan See-bun Souw Ya punya sedikit persengketaan.
Nanti jika aku berhasil merebut Tok-kang-pit-kip (kitab ilmu racun) itu darinya, maka orang yang akan kuberi kitab itu pasti Kong-sun Po. Dengan demikian aku mengembalikan barang itu pada pemilik yang sebenarnya, bukan kepada Kiong Cauw Bun! Ah, aku hampir lupa, ada khabar yang harus ku-sampaikan padamu Kok Siauw-hiap!"
Ucapan Wan Ceng Liong seolah akan menyampaikan khabar khusus, hingga Kok Siauw Hong agak kaget juga.
"Khabar apa itu?" kata Kok Siauw Hong.
"Tentang Seng Cap-si Kouw, kau ingat dia?" kata Wan Ceng Liong.
"Ya, kenapa dia?"
"Dulu semasa mudanya dia sahabat baik calon mertuamu Han Tay Hiong, apa kau juga tahu tentang itu?"
kata Wan Ceng Liong. "Yang aku ketahui dia musuh Han Tay Hiong!" kata Kok Siauw Hong.
"Kau benar, karena tak bisa mendapatkan cinta dari mertuamu, naka timbullah rasa bencinya pada mertuamu,"
kata Wan Ceng Liong. "Dia racun istri Han Tay Hiong, tapi dia fitnah Beng Cit Nio sebagai orang yang meracuni istri 1926
Han Tay Hiong. Hal ini baru belum lama aku ketahui dari Thio Thay Thian. Aku dengar Han Tay Hiong sudah berhasil membalasdendam padanya!"
"Memang begitu ceritanya," kata Kok Siauw Hong. "Aku dengar saat mertuamu bertarung dengan Seng Cap-si Kouw. tiba-tiba muncul Kiong Cauw Bun, benar begitu?"
kata Wan Ceng Liong. "Ya, tapi dengan munculnya Kiong Cauw Bun membuat pertarungan ke-duanya terhenti karena Kiong Cauw Bun mengusulkan agar Seng Cap-si Kouw mengakui
kesalahannya dan memusnahkan ilmu silatnya!" kata Kok Siauw Hong.
"Apa kau tahu, di mana sekarang Iblis Perempuan itu berada?"
"Sayang, aku tidak tahu," jawab Kok Siauw Hong.
"Rupanya Kiong Cauw Bun punya rencana, sebab sesudah Seng Cap-si Kouw kehilangan ilmu silatnya, dia dibawa ke Hek-hong-to oleh anak buah Kiong Cauw Bun,"
kata Wan Ceng Liong. "Untuk apa dia bawa perempuan jahat itu?" kata Kok Siauw Hong.
"Dia ahli racun nomor satu di dunia Lang-ouw, ketika itu Kiong Cauw Bun belum menjadi konco bangsa Mongol.
Mungkin karena tidak yakin bisa merebut ilmu racun dari tangan See-bun Souw Ya, dia ingin belajar ilmu racun dari Iblis Perempuan itu! Maka itu Seng Cap-si Kouw diserahkan pada pengawasan anak buahnya. Tapi sekarang aku dengar Iblis Perempuan itu sudah kabur dari Hek-hongto! Apa kau belum mendengar khabar itu?" kata Wan Ceng Liong.
1927 "Apa" Bukankah ilmu silat dia sudah musnah"
Bagaimana dia bisa kabur dari sana?" kata Kok Siauw Hong.
"Dia berhasil mencuri obat mujarab milik Kiong Cauw Bun, hingga lukanya sembuh. Kebetulan saat itu Kiong Cauw Bun tidak ada di pulau. Dengan demikian tak ada orang yang bisa menghalangi dia kabur! Anak buah Kiong Cauw Bun hanpir seluruhnya dibunuhnya. Hanya yang membawa dia ke pulau itu cuma luka parah." kata Wan Ceng Liong.
Mendengar keterangan itu Kok Siauw Hong jadi kuatir.
Jika dia kabur pasti dia mencari Han Tay Hiong untuk balasdendam.
"Khabar ini harus segera aku sampaikan pada Paman Han," pikir Kok Siauw Hong.
Sesudah itu Wan Ceng Liong pamit pada Ong It Teng.
"Apa kau tak mau bermalam dulu di tempatku?"
"Tidak, terima kasih. Aku akan mencari putriku dulu!"
kata Wan Ceng Liong. "Apa Wan To-cu akan ke Kim-kee-leng?" kata Siauw Hong.
"Ya, apa kau ada pesan?"
"Benar, katakan pada Nona Ci, orang yang dia cari jejaknya belum kuketahui!" kata Kok Siauw Hong.
"Siapa yang sedang dicari oleh Nona Ci?"
"Pendekar muda bernama Liong Sin," jawab Kok Siauw Hong.
"Baik, pesanmu akan kusampaikan," kata Wan Ceng Liong. "Ong Cee-cu, aku pamit!"
1928 "Baiklah," kata Ong It Teng.
Tak lama Kok Siauw Hong pamit pada Ong It Teng.
"Kau berpesan pada Wan Ceng Liong, berarti kau tak akan segera kembali ke Kim-kee-leng?" kata Ong It Teng.
"Ya, aku ingin segera menyampaikan pesan Wan Ceng Liong itu pada Paman Han," kata Kok Siauw Hong.
"Kau benar, tentang kaburnya iblis perempuan itu harus segera kau beritahu Han Tay Hiong," kata Ong It Teng.
"Dengan demikian dia bisa waspada. Kau juga perhatikan tentang Liong Sin!"
"Baik," kata Kok Siauw Hong.
Dalam perjalanan meninggalkan Thay-ouw Kok Siauw Hong masih menyaksikan sisa-sisa pertempuran. Banyak mayat yang belum diselamatkan bahkan banyak yang terbawa arus danau. Entah di mana "Liong Sin?" Dia anggap pemuda itu sekalipun cacat wajahnya tapi baik hatinya.
"Dia mirip dengan Seng Liong Sen, kasihan Giok Hian!"
pikir Kok Siauw Hong. Kemudian pemuda itu terkenang pada Han Pwee Eng.
"Jika si iblis bebas, dia akan mencari Paman Han.
Bagaimana jika di tengah jalan dia bertemu dengan Pwee Eng" Ah, tak mungkin. masakan di dunia seluas ini bisa kejadian seperti itu?" pikir Kok Siauw Hong. "Tapi yang lebih mencemaskan, Pwee Eng belum pernah ke daerah suku Biauw, aku yakin dia belum tentu menemukan tempat ayahnya."
Ketika itu Han Tay Hiong masih istirahat di daerah suku Biauw ditemani oleh Thio Thay Thian. Dia sedang 1929
mengobati luka-lukanya sehabis bertarung dengan Seng Cap-si Kouw.
Sudah setahun Kok Siauw Hong berbaikan lagi dengan Han Pwee Eng, walau mereka belum pernah berkumpul.
Sekarang dia akan menyampaikan khabar pada Han Tay Hong. maka itu dia berharap bisa bertemu dengan Han Pwee Eng, kekasihnya itu. Maka itu dengan sangat tergesagesa Kok Siauw Hong melakukan perjalanan akan mencari calon mertuanya.
Pada suatu hari Kok Siauw Hong sampai di daerah Siamsay. daerah suku Biauw yang berada di ujung barat-laut. Jalan menuju ke sana harus melewati Bu-kang-kwan dan Peng-tiankwan.
Di Peng-tian-kwan tinggal keluarga Ciauw, kakak beradik Ciauw Siang Hoa dan Ciauw Siang Yauw. Karena pernah ke Thay-ouw, mereka pun kenal dengan Kok Siauw Hong. Sedangkan calon istri Ciauw Siang Hoa, Yo Kiat Bwee alias Tik Bwee, bekas pelayan Seng Cap-si Kouw, dia sahabat baik Han Pwee Eng.
Kebetulan Kok Siauw Hong lewat Peng-tian-kwan.
Maka itu dia akan singgah dulu di rumah Ciauw Siang Hoa. Rumah keluarga Ciauw berada dekat kaki gunung.
Ketika Kok Siauw Hong sedang berjalan saat itu jarang ada orang yang lalulalang. Tapi ketika Kok Siauw Hong sampai di rumah keluaga itu, pintu rumahnya tertutup rapat.
Bahkan kelihatan seolah sudah ditinggalkan lama. Di sanasini kelihatan kotor penuh sarang laba-laba. Kok Siauw Hong heran.
"Ke mana mereka" Apa mereka sedang berpergian atau mereka sudah pindah?" pikir pemuda ini.
Kok Siauw Hong penasaran, dia mengetuk pintu.
1930 "Siapa?" jawab suara dari dalam rumah. Hati Kok Siauw Hong lega juga. Ternyata seorang gadis suku Biauw membukakan pintu. Kok Siauw Hong heran. Untung nona Biauw itu pandai berbahasa Han hingga bisa diajak bicara.
"Tuan mencari siapa" Apa Tuan mencari majikanku?"
kata gadis Biauw itu. Mendengar pertanyaan itu Kok Siauw Hong mengangguk, sekarang dia yakin barangkali budak nona ini budak keluarga Ciauw. Sudah lumrah di daerah itu banyak orang Han yang memakai orang suku Biauw sebagai pelayan mereka.
"Aku mencari majikan mudamu, kau siapa?" kata Kok Siauw Hong.
"Aku pelayan Nona Ciauw, namaku Say Hoa!" jawab gadis itu. "Tuan siapa?"
"Aku orang she Kok, kenalan kedua majikan mudamu itu," kata Kok Siauw Hong.
"Silakan masuk!" kata si nona.
Kok Siauw Hong masuk, sampai di dalam keadaannya sepisepi saja.
"Apa majikanmu sedang tak ada di rumah?" kata Kok Siauw Hong.
"Benar, semua sedang pergi ke Bu-kang-kwan ke tempat keluarga Bu," jawab si nona.
"Oh, sayang kedatanganku tidak kebetulan. Lain kali saja aku singgah lagi," kata Siauw Hong akan segera pergi.
"Barangkali enam bulan lagi aku akan ke sini lagi!"
"Sabar Tuan, akan kupanggil dan kuberi tahu mereka!
Nona Yo pasti akan segera pulang!" kata pelayan itu.
"Jangan merepotkan!" kata Kok Siauw Hong.
1931 "Tidak! Ini pesan Nona Yo sendiri, dia bilang jika ada tamu aku harus memberitahu mereka!" kata Say Hoa.
"Mungkin kau tahu adat Nona Yo?"
"Aku tahu, tapi heran kok nona Yo bisa tahu akan kedatangan tamu" Apa kau ingat pernahkah ada seorang nona she Han ke mari?" kata Kok Siauw Hong.
"Nona Han" Ah, aku ingat, beberapa hari yang lalu memang datang seorang nona cantik. Mungkin dia yang kau
maksud?" kata Say Hoa.
Kok Siauw Hong senang sekali.
"Kalau begitu, baiklah aku tunggu," katanya.
"Tunggu sebentar," kata nona itu.
Dia pun masuk saat keluar lagi dia membawa sepoci teh dan makanan kecil untuk Kok Siauw Hong. lalu dia menuang teh ke sebuah cangkir yang dia suguhkan pada Kok Siauw Hong.
"Silakan diminum, Tuan," kata Say Hoa.
"Terima kasih," kata Kok Siauw Hong. "Kalau kau bisa silakan kau cari majikanmu!"
Ketika nona Biauw itu meninggalkannya, Kok Siauw Hong mengangkat cangkir air teh yang harum itu dan akan diminumnya. Tiba-tiba Kok Siauw Hong tak jadi minum, lalu cangkir teh yang sudah diangkat itu dia letakan kembali di
atas meja. 1932 "Ah, hampir saja aku lupa!" tiba-tiba gadis Biauw itu berkata.
Dia mengambil sebuah ember air untuk menyirami salah satu pot bunga terletak di atas meja dekat jendela. Sudah menjadi kebiasaan di Tiongkok, keluarga orang mampu menggunakan pot bunga sebagai pajangan, tetapi jenis bunga anggrek hitam yang tumbuh di pot itu memang lain daripada yang lain.
Rasa curiga Kok Siauw Hong timbul. Dia merasa heran kenapa pelayan yang dia minta pergi memanggil majikannya itu masih memikirkan pekerjaan iseng seperti menyiram bunga segala" Tak lama terdengar pelayan itu berkata seperti pada dirinya sendiri.
"Bunga anggrek hitam ini diperoleh Majikan Tua kami dengan susah payah, setiap hari bunga ini harus aku sirami, jika tidak dengan cepat bunga ini akan layu. Nona Yo sangat suka pada bunga ini, sebelum pergi dia berpesan padaku agar aku menjaganya dengan teratur. Oh, silakan diminum tehnya, mengapa tidak diminum tehnya?"
Sesudah gadis Biauw itu pergi, Kok Siauw Hong tertawa sendiri, dia pikir dia tidak perlu terlalu curiga dengan sangat berlebihan. Tadi dia tidak jadi minum teh itu karena dia ingat pengalaman 'Liong Sin' yang pernah terjebak musuh ketika bermaksud berobat ke rumah tabib Ong di Souw-ciu.
Hal itu karena sebelumnya dia tidak tahu kalau kediaman tabib sakti itu sudah dikuasai oleh musuh.
Meskipun gadis Biauw itu tampak bukan orang jahat, tapi tidak ada salahnya jika dia berhati-hati sedikit. Maka itu dia tetap tidak berani minum teh itu maupun makan makanan yang disuguhkan nona Biauw itu.
Kok Siauw Hong seorang penggemar bunga, karena iseng, dia dekati anggrek hitam yang disirami nona Biauw 1933
tadi. Dia lihat bunga itu sudah rontok dan hanya ada beberapa kelopak bunganya saja yang masih menempel.
Tetapi bunga anggrek itu tampak indah sekali dan bau harumnya terasa memabukkan. Mau tak mau Kok Siauw Hong harus memuji bunga yang bagus itu. Di Pek-hoa-kok meski pun terdapat bermacam-macam bunga, tetapi belum pernah dia melihat di sana ada anggrek berwarna hitam jenis ini, pantas jika kata nona Biauw itu Nona Yo Kiat Bwee sangat menyukainya.
Ketika Kok Siauw Hong ingat pada Yo Kiat Bwee, dia jadi memikirkan nasib nona yang malang itu. Sejak kecil dia diculik orang, sesudah besar tertipu cintanya oleh Seng Liong Sen. Betapa pedih dan getir perasaannya. Sekarang dia telah menemukan pemuda yang benar-benar mencintainya, hal itu dia berharap dapat menghibur hatinya.
"Kejadian di dunia ini sering tidak terduga." pikir Kok Siauw Hong. "Seng Liong Sen telah mempermainkan Nona Yo, tapi akhirnya pemuda itu mati tak wajar! Entah aku tak tahu jika khabar itu kuberitahukan pada Tik Bwee. Apakah Tik Bwee akan merasa kasihan atau masih membencinya?"
Saat mengawasi bunga anggrek itu Kok Siauw Hong ingat pada Pek-hoa-kok dan dia terkenang kepada Ci Giok Hian. Tanpa terasa kepalanya tiba-tiba pening dan bayangan Ci Giok Hian terbayang di depannya. Bayangan itu membuat kepalanya semakin pening, lalu dia tidak ingat apa-apa lagi.....
Entah sudah berapa lama dia tak sadarkan diri" Dalam keadaan setengah sadar, tiba-tiba kepalanya terasa dingin segar seperti tersiram air, segera dia buka matanya. Saat itu Kok Siauw Hong melihat gadis Biauw itu berdiri di depannya sambil tersenyum manis. Ternyata gadis itu sedang mencipratkan air ke wajahnya.
1934 "Eehm! Rupanya kau" Mana majikanmu" Apa yang terjadi dengan diriku?" kata Kok Siauw Hong.
"Orang yang kau cari sudah ada di sini!" kata nona Biauw itu sambil tertawa.
Baru saja kata-kata nona Biauw itu selesai, terdengar suara dengusan yang menyeramkan.
"Kok Siauw Hong, bagaimana pun cerdiknya kau, tapi kau sekarang masuk ke dalam perangkapku!" kata orang itu.
Kok Siauw Hong kaget karena dia mengenali orang itu adalah Seng Cap-si Kouw. Semula dia khawatir Han Pwee Eng akan bertemu dengan Iblis Perempuan itu. Tidak terduga justru dia yang masuk perangkap Iblis Perempuan jahat itu. Kok Siauw Hong berniat melawan, tapi tubuhnya lemas bukan buatan.
"Kau tidur saja!" kata nona Biauw.
"Hm! Kok Siauw Hong," kata Seng Cap-si Kouw. "Kau beruntung bisa dilayani olehnya. Tahukah kau siapa dia"
Hm! Dia adalah Sam Kiong-cu (Putri ketiga) kepala suku Biauw di Siam-say Barat!"
"Namaku Bong Say-hoa, aku pernah melihatmu di Siamsay Barat, mungkin waktu itu kau tak tahu siapa aku?" kata nona Biauw itu sambil tersenyum manis.
Setelah Seng Cap-si Kouw melarikan diri dari Hek-hongto pertama-tama dia datang ke daerah Biauw di Siam-say Barat. Dia berusaha mencari Han Tay Hiong, sedang Tong-cu (Ketua) suku Biauw bernama Bong Tek Cie, adalah sahabat baik Seng Cap-si Kouw. Bong Say Hoa putri ketua Biauw itu menjadi anak angkat Seng Cap-si Kouw.
Saat Bong Tek Cie membantu Seng Cap-si Kouw memusuhi kaum persilatan bangsa Han, dia mendapat 1935
omelan dari Cong Tong-cu (Pemimpin Besar bangsa Biauw). Maka itu dia tidak berani membantu lagi si Iblis Perempuan itu. Saat dia datang lagi, dia hanya menyambutnya sebagai tamu dan sahabat lama saja.
Ternyata sifat Bong Say Hoa cocok dengan Seng Cap-si Kouw. Malah Seng Cap-si Kouw telah berjanji akan mengajari dia ilmu silat, dengan sengaja dia menguraikan tentang keindahan dan kemewahan di luar daerah Biauw.
Dengan demikian Bong Say Hoa berhasil dia bujuk dan dia kabur bersama Seng Cap-si Kouw ke daerah Tiong-goan.
Kepergian Seng Cap-si Kouw hendak mencari tiga orang, yaitu Han Tay Hiong, Beng Cit Nio dan Yo Kiat Bwee alias Tik Bwee. Dia mencari Han Tay Hiong dan Beng Cit Nio karena hendak membalas dendam, sedangkan Tik Bwee katanya orang yang paling dia benci! Dia benci pada bekas pelayannya itu karena dengan licik telah meracuni keponakannya, yaitu Seng Liong Sen hingga pemuda itu tak bisa menjalankan kewajiban sebagai suami atau tidak bisa berhubungan badan dengan istrinya.
Sekarang Seng Cap-si Kouw pun sudah tahu, bahwa Kitab Racun milik keluarga ibu Kong-sun Po berada di tangan Ciok Leng. Sedangkan Ciok Leng sendiri ayah kandung calon suami Kiat Bwee atau ayah Ciauw Siang Hoa!
Semula Yo Kiat Bwee tinggal di rumah keluarga Ciauw, tapi untuk menghindari musuh, keluarga Ciauw sudah lama pindah rumah. Sedang musuh besar keluarga Ciauw ialah Kiauw Sek Kiang.
Ketika Seng Cap-si Kouw dan Bong Say Hoa tiba di rumah keluarga Ciauw, rumah itu sudah kosong. Yo Kiat Bwee entah sudah pindah ke mana" Mereka kemudian tinggal sementara di rumah itu sambil menunggu musuhnya itu pulang. Tidak diduga keluarga Ciauw khususnya Yo 1936
Kiat Bwee belum pulang juga. Mendadak muncul Kok Siauw Hong yang terperangkap oleh mereka.
Saat Kok Siauw Hong tiba Seng Cap-si Kouw tak ada di tempat. Dia sedang keluar rumah. Dengan cerdik Bong Say Hoa berhasil mermbius Kok Siauw Hong sehingga pemuda itu tidak berdaya. Lalu Bong Say Hoa mencari Seng Cap-si Kouw dan melaporkan hasil kerjanya itu. Saat itu Kok Siauw Hong kehilangan tenaganya dia tak mampu bergerak sedikitpun.
Terpaksa dia berbaring saja. Sambil tertawa si Iblis Perempuan berkata pada Kok Siauw Hong.
"Siauw Hong, kau telah menghirup bau harumnya 'Cian-jitcui' *) ilmu silatmu sudah punah, percuma saja kau hendak melawan! Lebih baik kau turuti apa yang akan kukatakan padamu." kata Seng Cap-si Kouw sambil tertawa terkekeh.
*). Obat bius bunga anggrek hitam yang mampu membuat mabuk seribu hari.
Kok Siauw Hong sadar sekalipun ilmu silatnya tidak punah, dia bukan tandingan si Iblis Perempuan itu. Maka itu dia geram sekali.
"Aku terperangkap muslihatmu, lebih baik aku mati saja!
Kau jangan berharap aku mau menyerah padamu!" kata Kok Siauw Hong.
"Kau calon menantu sahabat baikku, mana tega aku membunuhmu?" kata Seng Cap-si Kouw sambil tertawa.
"Tapi, jika kau tidak tunduk padaku, terpaksa aku akan membuatmu mati tidak hidup pun tidak!"
Sesudah itu si Iblis Perempuan menoleh ke arah Say Hoa. "Anak manis, pergilah kau urus bunga anggrek itu, jangan ladeni dia!" kata Seng Cap-si Kouw.
1937 "Ya, Bu! Dia berhasil kita tangkap karena jasa bunga anggrek hitam itu!" kata Bong Say Hoa. "Kok Siauw-ya kau jangan marah, kami suku Biauw senang menerima tamu.
Jika tidak dengan cara demikian, mana mau kau tinggal di tempat ini!"
Bunga anggrek hitam itu sejenis bunga aneh khusus tumbuh di daerah suku Biauw, air yang dipakai menyiram bunga anggrek itu pun air murni yang mengandung belerang dan bunga itu akan berbau aneh. Maka itu diberi nama 'anggrek pembuat mabuk seribu hari'. Jika ada orang yang mencium bau bunga itu dia akan mabuk dan tak sadarkan diri.
Kok Siauw Hong sengaja memejamkan matanya dan berbaring menghadap ke arah dinding. Dia tidak mengacuhkan ucapan nona Biauw itu. Tentu saja hal itu membuat si Iblis Perempuan dongkol, dia balikkan tubuh Kok Siauw Hong agar menghadap pada mereka.
"Jika kau tidak mau menjawab semua pertanyaanku, itu artinya kau mencari susah sendiri!" kata Seng Cap-si Kouw mengancam.
Dengan gemas Seng Cap-si Kouw mengusap kelopak mata Kok Siauw Hong yang dipejamkan. Tak lama Kok Siauw Hong merasa matanya perih bukan main. Tanpa bisa ditahan air mata pemuda itu bercucuran.
"Bunuh saja aku!" teriak Kok Siauw Hong kesal.
"Sudah kubilang aku tidak akan membunuhmu!" kata Seng Cap-si Kouw. "Tak mudah kami menjebakmu, kenapa aku harus membunuhmu begitu mudah. Katakan padaku di mana Han Tay Hiong berada" Jika kau mau
mengatakannya kau akan kuberi obat penawar untuk matamu!"
1938 "Kau Iblis yang kejam bagaikan seekor ular!" kata Kok Siauw Hong. "Melihatmu saja Paman Han muak sekali!
Kau perempuan tak tahu malu, kau menginginkan Paman Han. Hm! Memalukan!"
Mendengar ejekan itu bukan main gusarnya Seng Cap-si Kouw sampai matanya mendelik saking gusarnya.
"Hm! Sengaja kau pancing kemarahanku agar aku membunuhmu! Aku tidak akan tertipu oleh akal busukmu itu. Malah kau akan kusiksa secara perlahan-lahan, nanti kau tahu rasa! Jika kau tahu bahaya, sebaiknya kau katakan di mana Han Tay Hiong dan perempuan she Beng itu berada?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Kau Iblis Perempuan hina dan jahat!" jawab Kok Siauw Hong. "Aku tidak tahu Beng Cit Nio ada di mana, andaikan aku tahu pun, tak akan kuberitahu kau!"
"Sekarang katakan di mana budak busuk bernama Tik Bwee itu" Apa kau juga tahu di mana keponakanku! Tentu kau tahu, bukan?"
"Ya, memang aku tahu di mana keponakanmu itu berada, cuma sayang siapapun tidak akan mampu menemukannya!" kata Kok Siauw Hong sambil tertawa sinis.
"Kenapa?" tanya Seng Cap-si Kouw penasaran.
"Jika kau ingin mencarinya, susul saja dia di neraka!"
kata Kok Siauw Hong. "Apa kau bilang" Seng Liong Sen sudah meninggal" Kau yang membunuhnya?" kata Seng Cap-si Kouw geram.
"Dia orang yang kukagumi, tapi sayang aku tak bisa menolongi dia!" kata Kok Siauw Hong.
1939 "Aneh, bagaimana kau bisa kagum padanya" Jika demikian katakan terus-terang, siapa pembunuh keponakanku itu" Apa Tik Bwee?"
"Kau terlalu bodoh menilai orang dengan ukuran sifatmu yang busuk!" kata Kok Siauw Hong. "Pendapat seorang pengecut sepertimu dipakai menilai seorang pendekar!"
"Hm! Kau kira kau seorang pendekar?" ejek Cap-si Kouw.
"Sekalipun aku bukan seorang pendekar, tapi aku tahu membedakan yang jahat dan yang baik!" kata Kok Siauw Hong sengit. "Dengar baik-baik, Nona Yo bukan perempuan jahat sepertimu! Masalah keponakanmu, karena dia yang memulai maka jika Nona Yo membalas perbuatan keponakanmu itu aku kira wajar saja! Tetapi dia tidak akan tega membunuh keponakanmu itu!"
"Kau bilang kau kagum pada keponakanku, tapi sekarang kau ejek dia!" kata Seng Cap-si Kouw.
"Benar harus dibilang benar salah harus dikatakan salah!
Semua yang kuucapkan itu kenyataan semuanya!" kata Kok Siauw Hong.
"Kau jangan banyak bicara," kata Seng Cap-si Kouw,
"katakan saja siapa yang membunuh dia?"
"Orang itu bernama Wan-yen Hoo! Apa yang bisa kau lakukan?" kata Kok Siauw Hong mengejek.
"Apa katamu" Dia dibunuh oleh Wan-yen Hoo"!" si Iblis Perempuan kaget bukan kepalang.
"Benar, pembunuhnya Wan-yen Hoo!" jawab Kok Siauw Hong tegas. "Oleh karena itu aku kagum padanya. Bicara terus-terang, aku pernah membenci keponakanmu itu, tapi ketika melihat kegagahannya melawan musuh dan pantang 1940
menyerah, hal ini membuat aku mau tak mau harus mengaguminya. Hm, keponakanmu jauh lebih baik dibanding denganmu! Kau tidak bisa dibandingkan dengannya. Apa kau mau menuntut balas pada Wan-yen Hoo?"
Kelihatan si Iblis Perempuan sangsi.
"Aku kenal sifat licik keponakanku, saat keadaan kritis tidak mungkin dia tak menakluk pada lawan. Tetapi aku juga tahu Wan-yen Hoo seorang yang keji dan licik! Jika dia tak bisa membujuk keponakanku, tidak mustahil dia akan membunuh keponakanku itu!" pikir Seng Cap-si Kouw. "Sebaiknya masalah ini akan kuselidiki dulu!"
Melihat si Iblis Perempuan itu sangsi, Kok Siauw Hong mengejeknya.
"Hai, akal busuk apa yang sedang kau rencanakan" Jika kau tidak berani pada Wan-yen Hoo untuk apa kau tanyakan soal keponakanmu itu?" kata Kok Siauw Hong.
"Membalas atau tidak itu urusanku," kata Seng Cap-si Kouw. "Tapi jika benar dia mati seperti ceritamu, kaupun tidak berguna lagi bagiku."
Sesudah itu Seng Cap-si Kouw menyentil dengan jari tangannya. Tak lama berhamburan obat bubuk yang menaburi tubuh Kok Siauw Hong yang tidak berdaya itu.
Ternyata sejak tadi Bong Say Hoa masih mendengarkan pembicaraan Seng Cap-si Kouw di luar, ketika si Iblis Perempuan menaburkan obat. Bong Say Hoa berteriak. Dia coba mencegah Seng Cap-si Kouw berbuat begitu. Sayang obat itu sudah telanjur tertabur di tubuh Kok Siauw Hong.
"Anakku, aku sudah berjanji padamu, mana boleh aku membunuh dia" Tapi dia telah mencaciku, aku harus 1941
memberi sedikit hukuman kepadanya. Kau jangan meminta ampun untuknya. Mari kita keluar saja."
Terpaksa Bong Say Hoa ikut Seng Cap-si Kouw keluar.
Seng Cap-si Kouw menutup pintu kamar itu sambil berkata pada Kok Siauw Hong,
"Sekarang kau boleh rasakan!" kata Seng Cap-si Kouw.
Tak lama Kok Siauw Hong merasakan seluruh tubuhnya gatal seperti digigit ribuan semut. Begitu sakitnya hingga terasa masuk ke tulang sumsum. Sakitnya sudah tak terasa tapi gatalnya bukan main. Tak hentinya Kok Siauw Hong menggaruk seluruh tubuhnya. Tetapi semakin digaruk semakin terasa gatalnya. Akhirnya kulit tubuhnya mulai lecet dan dagingnya berdarah-darah.
Saat itu Kok Siauw Hong benar-benar tersiksa. Sedang pikirannya kacau sekali. Keadaan pemuda ini serba salah, dia merasakan geli dan gatal bukan kepalang. Begitu lelahnya Kok Siauw Hong hingga untuk menggaruk tubuhnya saja dia sudah tak bisa.
Ketika keadaannya benar-benar tersiksa dan hampir pingsan, tiba-tiba Kok Siauw Hong merasakan tubuhnya nyaman. Sekarang rasa gatal itu mulai hilang. Sesudah otaknya jernih kembali dia lihat Bong Say Hoa berdiri di depannya. Nona itu sedang mengobati tubuhnya dengan obat entah obat apa" Ternyata pakaian pemuda ini sudah dilepas dari tubuhnya oleh Bong Say Hoa. Melihat pemuda itu mengawasinya, nona Biauw itu berkata halus.
"Bagaimana, apa sudah enakan tubuhmu?" kata si nona.
Kok Siauw Hong tidak menjawab pertanyaan itu. Dia jengkel karena nona manis itu membantu si Iblis Perempuan berbuat jahat. Ternyata obat itu manjur sekali, sekarang rasa gatalnya sudah hampir hilang seluruhnya.
1942 Kok Siauw Hong yang kesal tak mengucapkan terima kasih pada nona Biauw itu.
"Aku tahu kau benci kepadaku," kata si nona. "Sungguh aku tidak tahu kalau kau akan disiksa begini."
"Hm! Kau datang atas perintah Iblis Perempuan itu agar kau mendekatiku, bukan?" ejek Kok Siauw Hong. "Dasar perempuan keji, kalian jangan main sandiwara! Apa sebenarnya maumu?"
Tiba-tiba Bong Say Hoa menangis.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dengan tidak berpikir takut dimarahi oleh Suhu, aku mengobatimu, tetapi maksud baikku kau ejek begitu keji!
Maafkan aku bersalah padamu, apa kau tidak bisa memaafkan kesalahanku?" kata Bong Say Hoa.
Melihat nona Biauw itu tidak berpura-pura baik, akhirnya pemuda itu jadi ragu-ragu.
"Jika bukan sedang berpura-pura, bagaimana Iblis itu bisa mengizinkan kau datang ke kamar ini?" kata Siauw Hong.
"Suhu pergi, aku ke sini di luar tahu Suhu," kata Bong Say Hoa sambil menyeka air matanya.
"Kau tidak takut ketahuan oleh gurumu?" kata pemuda itu.
Wajah nona itu berubah merah.
"Aku telah menyusahkanmu, sekalipun aku dihukum aku tidak menyesal!" kata si nona.
"Jika kau bukan orang jahat, mengapa kau mau diperalat oleh iblis perempuan itu?"
"Suhu telah menyiksamu, pantas jika kau mencaci dia!
Tetapi dia baik pada Ayahku. Ketika daerah Biauw 1943
diserang penyakit menular, berkat bantuan Suhu penyakit itu bisa dimusnahkan!" kata Bong Say Hoa. "Jiwa kami sekeluarga, dialah yang menolongnya. Lalu kuanggap dia sebagai ibu angkatku. Tentang permusuhanmu dengan Ibu angkatku, aku tidak tahu-menahu. Aku hanya menjalankan perintahnya. Dia berpesan jika ada orang asing mencarinya, aku harus membius tamu itu hingga pingsan. Jika aku tahu kau akan disiksa, itu tidak akan kulakukan!"
"Aku senang ternyata kau sangat baik," kata Kok Siauw Hong. "Harus kau sadari, betapa kejamnya Seng Cap-si Kouw itu!"
"Kami Ayah dan aku hutang budi kepadanya, oleh karena itu, sebelumnya kuanggap dia itu orang baik."
"Apa yang dilakukannya atas diri kalian itu cuma untuk memperalat kalian menghadapi orang-orang baik dari bangsa Han." kata Kok Siauw Hong.
"Dulu dia menyuruh kami membantu menghadapi seorang kakek she Han, yaitu calon mertuamu itu, bukan"
Sesudah kejadian itu, Cong Tong-cu kami mengutus seorang she Ciok untuk memberitahu kami tentang kejahatan ibu angkatku itu. Waktu itu aku tidak percaya, tapi sekarang baru aku percaya." kata Bong Say Hoa.
"Kenapa kau baru percaya?" tanya Kok Siauw Hong.
"Kaulah yang mengatakan kejahatannya tadi,"jawab nona itu.
Kok Siauw Hong heran bagaimana gadis yang baru dia kenal mempercayai kata-katanya" Tapi Kok Siauw Hong tidak menanyakannya.
"Mengapa kau dimusuhinya" Oh, apa barangkali karena dia bermusuhan dengan mertuamu, lalu dia juga membencimu?" kata nona itu.
1944 "Mungkin begitu! Dia meracuni mertua perempuanku!"
kata Kok Siauw Hong. "Kenapa dia meracuni mertua perempuanmu?" tanya Bong Say Hoa.
Tampak Kok Siauw Hong enggan menjelaskan kejadian itu. Sambil tertawa nona itu berkata lagi.
"Aku tahu, mungkin soal cinta! Tapi di mana isterimu?"
kata nona Say Hoa. "Terus-terang kami belum menikah, tapi kedatanganku ini justru hendak mencari bakal istriku itu, sebab aku kuatir dia akan kepergok oleh ibu angkatmu!"
"Eh, kau seorang yang berbudi dan setia. Tentu nona Han itu sangat cantik, bukan?"
"Cantik atau tidak seseorang tidak perlu dinilai dari keadaan fisiknya. Barangkali benar calon istriku itu cantik, tapi jiwanya lebih baik lagi."
Mendengar ucapan Kok Siauw Hong, tiba-tiba wajah Bong Say Hoa berubah merah dan kedua tangannya gemetar sehingga botol obat yang dipegangnya terjatuh.
Tapi untung tidak pecah.,
"Sungguh beruntung nona Han mempunyai seorang suami yang demikian cinta padanya sepertimu," kata Bong Say Hoa sambil menjemput botolnya yang tadi jatuh.
Saat si nona akan bicara lagi, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki sedang mendatangi. Nona Biauw itu kaget.
"Oh, Ibu angkat sudah pulang. Eh, dia membawa seorang kawannya!" kata si nona. "Biar aku keluar, tapi kau pura-pura belum sadar, supaya tidak ketahuan oleh Ibu angkatku!"
1945 Segera Bong Say Hoa berjalan keluar dari kamar itu, tak lama suara langkah kaki dua orang itu sudah sampai di depan pintu.
Kok Siauw Hong tahu sifat Seng Cap-si Kouw yang tidak pernah punya teman baik di kalangan Kang-ouw. Jika dia membawa seseorang Kok Siauw Hong heran.
"Kenapa dia membawa orang, dengan demikian identitasnya diketahui orang lain. Pasti orang itu hubungannya luar biasa dengan si Iblis Permpuan ini?" pikir Kok Siauw Hong.
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0oDikisahkan keadaan Seng Liong Sen, karena dia tidak bisa berenang, sesudah mengadu napas di dalam air dan dia berhasil menenggelamkan dua bajak laut, akhirnya Seng Liong Sen kehabisan napas. Untung tubuhnya berhasil terdampar gelombang dan pingsan.
Ketika Seng Liong Sen sadar dari pingsannya, dia tidak tahu sudah berapa lama dia pingsan. Dia mulai mencoba membuka matanya, kiranya dia sekarang ada di atas sebuah perahu kecil.
Saat matanya melirik mencoba mengawasi, di samping dia masih duduk dua orang, salah seorang sedang menatap ke arahnya sambil tersenyum. Bukan main kagetnya Seng Liong Sen saat dia mengenali siapa orang itu" Ternyata dia Uh-bun Tiong yang pernah bergaul lama dengannya.
"Rupanya kau sudah sadar, Saudara Liong," kata Uhbun Tiong sambil tersenyum manis. "Pasti kau tidak mengira aku bisa menyelamatkan kau, bukan ?"
Bukan main kesal hati Seng Liong Sen yang menganggap nasibnya sedang sial, karena untuk kedua kalinya dia jatuh 1946
ke tangan orang ini. Terpaksa dia berpura-pura gembira dan mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih, sedikitpun aku tidak mengira kau bisa menyelamatkan aku!" kata Seng Liong Sen.
"Kita ini sahabat yang pernah sependeritaan, kau pernah membantuku, mana bisa aku tinggal diam tanpa menolongimu," kata Uh-bun Tiong.
"Dari mana kau tahu ada malapetaka yang menimpa diriku?" tanya Seng Liong Sen sambil tersenyum.
"Kebetulan saja," kata Uh-bun Tiong. "Aku memang mengetahui kau berada di Thay-ouw, ketika angkatan laut kerajaan Song memasuki Thay-ouw, perahu ini ikut memasuki perairan itu. Baiklah sekarang kita bicara terbuka saja, aku kira kau sudah bertemu dengan It Beng To-jin dan Pek Hweshio di tempat Ong It Teng, bukan" Sekarang pasti kau sudah mengetahui asal-usulku dari mereka, bukan?"
"Walaupun aku sudah tahu, tapi sama sekali aku tidak ber maksud jahat kepadamu." kata Seng Liong Sen.
"Pasti, jika kau bermaksud jahat, masa aku bersedia menyelamatkanmu," kata Uh-bun Tiong. "Nah, sekarang kau sudah mengetahui siapa isteri Gak Liang Cun itu, bukan" Dia itu Bibiku, kali ini panglima angkatan laut yang memasuki Thay-ouw pun, Bupati Yang-ciu, pamanku itu.
Kau jangan heran jika aku bisa masuk ke perairan ini bersama angkatan laut Kerajaan Song. Yang dikejar oleh angkatan laut kerajaan Song sisa bajak laut anak buah Su Thian Tek dan Kiauw Sek Kiang. Tapi jika mereka bertempur dengan Ong It Teng, aku menguatirkan keselamatanmu."
Seng Liong Sen pernah salah sekali, saat dia terperangkap oleh Wan-yen Hoo. Dengan demikian 1947
kesalahan itu tidak boleh terulang lagi. Tapi dalam keadaan tidak berdaya, kepandaiannya bukan tandingan Uh-bun Tiong, maka terpaksa dia bersikap mengikuti arah angin saja. Dia mengucapkan terima kasih pula. Uh-bun Tiong girang sekali.
"Kedatanganku sangat kebetulan, dari jauh aku lihat perahumu berpapasan dengan kapal bajak Kiauw Sek Kiang. Kebetulan aku bisa menyelamatkanmu!" kata Uhbun Tiong bangga.
"Apa pasukan kerajaan berhasil menangkap Kiauw Sek Kiang?" tanya Seng Liong Sen.
"Aku kurang tahu," jawab Uh-bun Tiong sambil tersenyum. "Perahuku berada di bagian depan pasukan Song, begitu berhasil menyelamatkan kau, kami segera meninggalkan Thay-ouw. Sekarang sudah hari yang kedua, jadi kau tidak sadar selama sehari penuh."
"Sudah selang sehari?" kata Seng Liong Sen terkejut.
"Sekarang, kita ada di mana, di Thay-ouw?"
"Bukan di Thay-ouw! Kita sudah melintasi Cay-ciok-kie!" kata Uh-bun Tiong.
"Kalau begitu kita sudah memasuki perairan Tiangkang!" kata pemuda itu.
"Benar. Aku kira kau tidak ingin kembali lagi ke tempat Ong It Teng, bukan" Kunasihati agar kau jangan berharap bisa pulang lagi. Apalagi kita sudah pernah mengalami kesukaran bersama, sesungguhnya aku pun merasa berat berpisah denganmu."
Diam-diam Seng Liong Sen mengelah napas panjang, kembali dia berada dalam cengkraman iblis ini. Kali ini mungkin sukar untuk dia bisa melepaskan diri lagi.
Terpaksa dia menjawab. 1948 "Benar, ini merupakan pertemuan kembali dua sahabat lama, sudah tentu Siauw-tee ingin berkumpul lebih lama lagi denganmu. Kita sekarang mau ke mana?" kata Seng Liong Sen.
"Sebentar lagi akan kuberitahu kau, sekarang kau boleh makan dulu, sudah kusiapkan sedikit bubur," kata Uh-bun Tiong.
Karena tidak tahu apa tujuan Uh-bun Tiong, mengapa dia melayani dengan baik, hati pemuda ini jadi tidak tentram. Setelah selesai makan bubur sekadarnya, Uh-bun Tiong berkata lagi.
"Ini bajumu yang kau kenakan tempo hari, ini pedang dan beberapa potong uang perak serta botol obat yang ada di bajumu. Coba kau periksa apa ada yang hilang atau tidak" Eh, tampaknya botol itu berisi obat. Obat apa itu?"
"Obat kuat dari Tabib Ong," jawab Seng Liong Sen.
"Jangan membohongiku, aku kira itu botol milik Khie Wie!" kata Uh-bun Tiong. "Sebaiknya kau bicara jujur saja!"
Melihat sang kawan kurang senang, Seng Liong Sen jadi tak enak hati.
"Kau benar, itu botol obat dari Khie Wie, aku diminta memakannya setiap bulan sekali. Aku juga tidak tahu apa khasiatnya?" kata Seng Liong Sen.
"Benar kau tidak tahu" Aku malah tahu!" kata Uh-bun Tiong. "Ini obat penawar yang harus kau minum setelah kau melatih tenaga dalam ajaran Khie Wie. Jika tidak kau minum, kau pasti akan menderita. Semakin lama tenaga dalammu berkurang. Ada kemungkinan kau akan terkena penyakit Cauw-hwee-jip-mo dan mengalami kelumpuhan total"
1949 "Apa betul begitu" Tapi Khie Wie tidak menjelaskan hal ini padaku, dia hanya menyuruhku minum obat ini setiap bulan sekali," kata Seng Liong Sen.
"Khie Wie memberi batas waktu untuk pulang ke sana dalam setengah tahun, kini sudah empat bulan berlalu, seharusnya sisa pil ini masih ada dua buah lagi, tapi kenapa masih ada tiga buah lagi?" kata Uh-bun Tiong.
"Karena tabib Ong memberiku obat, selama aku minum obat darinya, aku dilarang menggunakan obat lain,"
terpaksa Seng Liong Sen berbohong. Tentu saja Uh-bun Tiong tahu kebohongannya itu, tapi dia sengaja tidak membongkar kebohongan itu. Karena dia masih ingin memperalat Seng Liong Sen, maka itu sambil tertawa dia berkata.
"Baik, jika obat ini tidak kau perlukan lagi, berikan saja padaku, Saudara Liong aku harus berterima kasih padamu, kau telah mengajarkan dasar ilmu tenaga dalam aliran Khie Wie, selama sebulan telah kulatih dan memang ada kemajuan. Itu artinya ilmu yang kau ajarkan itu asli!"
"Mana berani aku menipumu, kita ini kawan yang pernah menderita bersama-sama," kata Seng Liong Sen.
"Tapi sayang kau lupa memberitahuku akibat buruk bagi orang yang meyakinkan tenaga dalam itu," kata Uh-bun Tiong. "Untung aku pun sudah tahu tenaga dalam Khie Wie ini hingga tidak sampai menyulitkan diriku!
Sebenarnya aku pun tidak takut akibat yang akan kualami, tapi ada yang kukhawatirkan juga, apa Saudara Liong tahu?"
"Kepandaianmu sangat tinggi, lalu apa yang kau takutkan?" kata Seng Liong Sen.
1950 "Gunung yang tinggi masih ada gunung yang lain yang lebih tinggi lagi! Sekalipun aku lihay, tapi dibandingkan dengan Khie Wie aku belum bisa menyamainya," kata Uhbun Tiong. "Bukan aku takut pada Khie Wie, tapi yang aku khawatirkan jika bangsat itu keburu mati."
Seng Liong Sen heran oleh keterangan tersebut.
"Terus terang aku tak tahu apa maksudmu?" kata Liong Sen.
"Masalahnya sederhana sekali," kata Uh-bun Tiong sambil tertawa. "Jika dia keburu mati, aku tidak bisa menuntut balas dengan tanganku sendiri. Eh,dia itu calon mertuamu jika aku menuntut balas padanya, kau akan membantu siapa?" tanya Uh-bun Tiong.
"Toa-ko, kau sendiri sudah tahu sebenarnya aku tidak ingin menjadi menantunya,"jawab Seng Liong Sen.
"Bagus, jadi kau akan membantuku," kata Uh-bun Tiong.
Karena terdesak, terpaksa Seng Liong Sen menjawab.
"Saudara Uh-bun kau telah menyelamatkan jiwaku, sudah tentu aku akan membantumu!" kata Seng Liong Sen.
"Bagus kalau begitu! Sekarang aku sudah tidak sabar menunggu keberhasilan tenaga dalam yang kulatih, mari ikut aku ke Sun-keng-san untuk mencari dan balas dendam pada Khie Wie! Setiba di sana baru akan kuberitahu kau bagaimana kita akan menyergapnya. Khie Wie tidak akan curiga jika dia melihatmu pulang karena tepat waktunya dengan waktu yang dia tentukan. Nah, mulai sekarang kita kawan sehidup-semati. Aku tahu isi hatimu, Saudara Liong, meski pun kau suka pada Khie Kie, tapi isteri lamamu sulit kau lupakan, betul tidak?"
1951 Dalam hati Seng Liong Sen tidak setuju pada pendapat Uh-bun Tiong, tapi terpaksa dia jawab.
"Ah, kau senang berkelakar Toa-ko! Aku bertunangan dengan nona Khie hanya untuk mencari keselamatan saja.
Sesungguhnya nona Khie juga sangat baik kepadaku dan tidak pantas jika aku berbalik mencelakainya." kata Seng Liong Sen.
"Jangan kuatir, aku pasti akan memenuhi cita-citamu.
Tapi tua bangka she Khie itu akan kubinasakan, putrinya akan kuserahkan kepadamu. Apakah kau masih setia pada Ci Giok Hian terserah kau saja! Bagaimana" Apa aku cukup baik tidak padamu?" kata Uh-bun Tiong.
Seng Liong Sen mengucapkan terima kasih, tapi otaknya bekerja.
"Pada suatu hari kau juga pasti akan merasakan pembalasanku yang setimpal!" pikir Seng Liong Sen.
Kedua orang itu sama-sama liciknya, sekalipun di mulut mereka bicara manis. Setelah dua hari istirahat di atas perahu, tenaga Seng Liong Sen sudah pulih lagi. Kedua orang itu turun ke darat dan berjalan ke Sun-keng-san untuk mencari Khie Wie.
Suatu hari sampailah mereka di suatu kota kecil, Uh-bun Tiong ingin menambah perbekalannya. Kebetulan Seng Liong Sen pun ingin membeli sesuatu. Hari itu merupakan hari pasar di kota kecil itu, kedua orang itu langsung berbelanja.
Di tengah pasar yang penuh sesak itu, tiba-tiba Seng Liong Sen melihat dua orang yang mencurigakan. Dia sengaja mendekati mereka, kedua orang itu sedang bercakap-cakap dengan bahasa rahasia kalangan Kang-ouw.
Tentu saja Seng Liong Sen mengerti apa yang mereka 1952
bicarakan. Lalu dia ikuti kedua orang itu. Uh-bun Tiong kurang sepakat pada niat Seng Liong Sen itu, terpaksa menuruti saja. Saat Seng Liong Sen masuk ke sebuah toko, dia membeli sebuah kipas. Dia pun pinjam alat tulis pada pemilik toko itu, lalu membuat lukisan tengkorak di kipas tersebut. Sesudah itu baru dia kejar kedua orang itu.
"Untuk apa kau lukis gambar itu?" tanya Uh-bun Tiong.
"Lalu siapa kedua orang itu?"
"Mereka anak buah Kiauw Sek Kiang," jawab Liong Sen.
"Kawanan bajak Kiauw Sek Kiang menggunakan tanda pengenal panji tengkorak, pantas saja kau membawa kipas bergambar tengkorak. Apa maksudmu" Apakah kau ingin menuntut balas?"
"Karena pergaulan Uh-bun Toa-ko yang luas, pasti kau juga kenal pada Kiauw Sek Kiang, bukan ?"
"Memang aku pernah bertemu sekali dengannya belasan tahun yang lalu, malah aku pernah bertukar pikiran tentang ilmu silat. Cuma kau jangan khawatir. Aku tidak akan merintangimu, jika kau ingin membunuh mereka berdua!"
kata Uh-bun Tiong. "Tapi aku perlu bantuanmu, Uh-bun Toa-ko," kata Seng Liong Sen.
"Kepandaian mereka berdua tidak seberapa, kenapa kau ragu dan takut tak mampu mengalahkan mereka?"
"Aku bukan mau minta bantuan untuk membunuh mereka! Aku hanya ingin kau mendekati mereka untuk mencari informasi!"
1953 "Oh, jadi kau ingin aku mengorek rahasia dari mereka!
Sesudah itu baru kau bunuh mereka. Boleh saja! Kenapa tidak?" kata Uh-bun Tiong.
Mereka mengejar kedua orang itu. Dengan tenaga dalam mereka yang tinggi, hanya sebentar kedua orang itu sudah terkejar.
Melihat ada dua orang menyusul mereka, kedua orang itu heran dan sangsi. Lalu mereka siap siaga. Tapi sesudah dekat, Seng Liong Sen sengaja membuka kipas di tangannya sambil mengibas-ibas kipas itu.
"Hai saudara masih ingatkah kalian padaku?"
Gambar tengkorak yang ada di kipas yang dipegang oleh Seng Liong Sen tampaknya mengejutkan kedua orang itu.
Salah seorang di antara mereka langsung menjawab.
"Siapa saudara ini" Rasanya kita belum pernah berkenalan?"
Seng Liong Sen membeberkan kipasnya perlahan-lahan, lalu berkata dengan gagah.
"Semula aku memang selalu mendampingi Su To-cu, tapi karena Kiauw To-cu senang padaku, dia memintaku pindah untuk mendampinginya. Bulan lalu aku baru masuk Pang ini. Bukankah kalian juga ikut bertempur di Thay-ouw tempo hari?" kata Seng Liong Sen.
Kawanan bajak pimpinan Kiauw Sek Kiang dan Su Thian Tek yang jumlahnya sampai tiga ribu orang, sudah tentu tidak semua anak buah bajak itu saling nengenal satu sama lain. Maka itu meski pun mereka merasa sangsi, terpaksa orang itu menjawab.
"Ah, pantas saja sepertinya kita sudah saling mengenal, kiranya kita pernah bertempur bersama-sama di Thay-ouw."
1954 -o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0oBAB 71 Seng Liong Sen Lawan Uh-bun Tiong; Kok
Siauw Hong Kabur Bersama Nona Biauw
Jumlah bajak laut pimpinan Kiauw Sek Kiang dan Su Thian Tek tidak sedikit maka tak mungkin merreka saling mengenal satu sama lain. Itu sebabnya Seng Liong Sen tidak merasa kikuk di tengah-tengah mereka.
"Kau siapa?" tanya salah seorang bajak pada Seng Liong Sen. "Aku juga anak buah bajak, mungkin karena kita tidak dalam satu kapal, maka kau tidak mengenaliku, tapi aku tahu siapa kau. Bukankah kau di kapal yang dipimpin oleh Ciong Hu-to-cu." kata Seng Liong Sen.
Sebenarnya ucapan Seng Liong Sen diucapkan
sekenanya, tapi untuk menunjukkan bahwa orang yang diajak bicara oleh Liong Sen bukan orang rendahan dalam kelompok bajak laut, orang itu langsung berkata. "Kau benar, aku ingat kau ada di kapal Kiauw To-cu (Ketua Kiauw)! Untung saat itu Ciong Huto-cu bisa merebut sebuah perahu musuh dan menerjang keluar dari kepungan musuh. Di bawah pengawalanku dan kawan yang lain akhirnya kita selamat sampai di darat. Sayang banyak kawan kita yang terpencar!"
Kemudian dia mengawasi ke arah Uh-bun Tiong, dan bertanya pada Seng Liong Sen.
"Siapa dia, apa dia kawan kita juga?" kata orang itu.
"Dia sahabat Kiauw Pang-cu," jawab Seng Liong Sen sambil tersenyum.
"Namaku Uh-bun Tiong, kau tentu belum kenal padaku, kan?" kata Uh-bun Tiong.
1955 "Oh, maaf, rupanya Uh-bun Sian-seng!" kata orang itu sedikit kaget.
Kekagetan orang itu bisa dimaklumi, karena dia tahu siapa Uh-bun Tiong. Dia seorang jago kalangan Kang-ouw.
Tapi heran kenapa Uh-bun Tiong mau berkenalan dengan bajak laut rendahan.
"Selama belasan tahun sejak Kiauw To-cu datang ke Tionggoan (Tiongkok), dalam pertempuran yang tidak diduga, kami saling mengadu kepandaian masing-masing, ternyata kekuatan kami setara." kata Uh-bun Tiong.
Sesudah itu dia mengambil tiga buah batu kecil yang segera dia kepal erat-erat. Saat dia membuka tangannya, batu-batu itu sudah hancur bagaikan tepung saja. Tentu saja kedua anak buah bajak itu kaget dan kagum melihat kepandaian Uh-bun Tiong itu.
Sengaja Uh-bun Tiong memamerkan kepandaiannya itu, dengan maksud ingin menunjukkan bahwa dia memang Uh-bun Tiong yang sejati.
"Agaknya sudah lama aku tidak bertemu dengan Kiauw Tocu," kata Uh Bun Tiong. "Aku dengar dia mengalami kekalahan besar hingga aku mencemaskan keadaannya.
Saat aku bertemu dengan saudara Liong ini, aku minta penjelasan darinya. Akhirnya kita berkenalan."
"Dia benar, hingga sekarang pun aku tidak tahu keadaan Kiauw To-cu, apakah kalian tahu bagaimana keadaannya sekarang?" kata Seng Liong Sen.
"Sayang kami juga berpencar dengannya, maka itu kami tidak tahu di mana Kiauw To-cu berada" Padahal temanku baru dari Laut Timur dia tidak tahu keadaannya!" kata orang itu.
1956 "Jadi kau datang dari laut Timur, kalau begitu kau diutus oleh Kiauw To-cu untuk menyelidik. Benar begitu?" tanya Liong Sen.
"Benar sekali," jawab orang itu. "Maka itu sudah mendapat berita bagus tentang kaburnya tahanan Hek-hong To-cu, aku harus segera kembali untuk melaporkan hal itu pada Kiauw To-cu!"
"Apa yang kau maksudkan tahanan yang kabur itu seorang nenek bernama Seng Cap-si Kouw?" tanya Seng Liong Sen.
"Benar sekali, dia sudah kabur," jawab orang itu. "Aku dengar dia berhasil mencuri obat mujarab milik Hek-hong Tocu dan mengobati luka-lukanya. Maka itu akan kusampaikan kabar ini pada To-cu agar beliau waspada!"
Mendengar jawaban itu, Uh-bun Tiong baru sadar kenapa Seng Liong Sen berusaha ingin mengikuti kedua bajak itu.
Rupanya karena percakapan mereka menyinggung tentang kaburnya Seng Cap-si Kouw! Mendengar keterangan itu bukan main girangnya Seng Liong Sen walau dia tak menunjukkannya di depan mereka.
"Tahukah kalian, di mana si Iblis Perempuan itu bersembunyi?" kata Seng Liong Sen.
"Aku dengar dia tinggal di rumah keluarga Ciauw, karena calon menantu keluarga itu, katanya bekas pelayan Seng Capsi Kouw!" jawab orang itu.
"Kenapa kau tanyakan soal itu?" kata kawan orang yang bicara pada Seng Liong Sen. "Rasanya aku pernah melihatmu, dan setahuku kau tidak ada di kapal kami tempo hari!"
1957 Ternyata orang ini memang ada di kapal Ciong Bu Pa ketika menyaksikan sendiri perahu pemuda itu terbalik dihajar jangkar yang dilontarkan Ciong Bu Pa. Tapi dia melihatnya dari jarak agak jauh.
Ketika rahasianya sudah ketahuan, Seng Liong Sen menganggap tak perlu lagi menyembunyikan identitasnya, segera dia robek kipas bergambar tengkorak itu.
"Kau benar, matamu tajam juga! Memang akulah musuh besar To-cumu! Kau hebat mengenaliku. Tapi sayang sudah terlambat!" kata Seng Liong Sen.
Kedua bajak laut itu kaget dan menyesal karena telah tertipu oleh Seng Liong Sen. Mereka langsung maju.
Dengan tipu "Siang-liong-cut-hay" (Dua naga keluar dari dasar laut), kedua telapak tangan mereka menghajar Seng Liong Sen. Tapi Seng Liong Sen dengan gesit menyelinap di antara kedua orang itu. Walau kepalan kedua orang itu berhasil mengenai tubuhnya, tapi tebasan kedua telapak tangan Seng Liong Sen tepat mengenai tengkuk kedua lawannya. Sesudah itu tengkuk kedua orang itu dicengkram dan diputar.
Seng Liong Sen ingin mempermainkan kedua orang itu.
Tidak diduga dia mengeluarkan tenaga keras luar biasa. Tak lama dua orang itu diam karena tulang lehernya patah semua dam langung binasa. Menyaksikan kejadian itu, Uhbun Tiong terperanjat, sambil tersenyum dia berkata,
"Selamat, Saudara Seng! Ternyata kau berhasil dan memperoleh dua keuntungan secara bersamaan!" kata Uhbun Tiong.
Sejak dia kenal Uh-bun Tiong, orang she Uh-bun itu memanggil dia "Saudara Liong". Tapi sekarang tiba-tiba Uh-bun Tiong memanggil marga yang sebenarnya, marga 1958
Seng. Sudah tentu Seng Liong Sen pun kaget bukan kepalang, walau tak diperlihatkan.
"Keuntungan apa?" kata Seng Liong Sen. "Bukankah nasibku ada di tanganmu, apa yang untung!"
"Kau jangan kaget, saudara Seng," kata Uh-bun Tiong.
"Walaupun kita sudah tahu rahasia masing-masing, tetapi kita telah bersumpah akan setia-kawan dan tidak membuka rahasia kita kepada orang lain. Baiklah, selanjutnya kau kupanggil Saudara Liong saja!"
"Terima kasih," kata Seng Liong Sen. "Tapi apa maksud Uhbun-heng mengenai keuntungan itu?"
"Aku yakin kau sudah tahu, kenapa bertanya lagi?" kata Uh-bun Tiong. "Pertama kau mendapat khabar tentang bibimu yang kedua tenaga dalammu maju pesat! Maka itu kuucapkan selamat padamu!"
Tidak diduga, tadi saat membekuk kedua orang itu dengan mudah dia bisa membinasakan mereka. Sebenarnya dia juga kaget ketika itu. Dia tahu tenaga dalamnya sudah maju pesat.
Sekarang dia hebat, tapi untuk melawan Uh-bun Tiong mungkin belum bisa. Seng Liong Sen sengaja berpura-pura lesu dan batuk-batuk.
"Kenapa kau batuk-batuk?" kata Uh-bun Tiong.
Seng Liong Sen berpura-pura dadanya sesak.
"Kalau begitu kau istirahat dulu, jika perlu kuperiksa!"
kata Uh-bun Tiong. "Terima kasih," kata Seng Liong Sen. "Aku bisa mengatasinya. Tapi tolong saudara berjaga-jaga!"
Sesudah itu Seng Liong Sen pergi ke semak, duduk untuk mengumpulkan seluruh kekuatannya. Saat itu dia gunakan 1959
ajaran Tabib Ong untu mengatur pernapasan dan memusatkan pikirannya. Saat berkonsentrasi itu Seng Liong Sen seolah mati rasa, maka itu dia minta Uh-bun Tiong menjaganya.
Sedikit pun Uh-bun Tiong tidak curiga. Dia malah senang karena Seng Liong Sen percaya kepadanya untuk menjaga keselamatannya. Dengan setia dia menunggu.
Sesudah cukup lama Seng Liong Sen mengakhiri semedinya lalu menghampiri Uh-bun Tiong.
"Saudara Uh-bun, terima kasih!" kata Seng Liong Sen.
Sekarang Seng Liong Sen merasa segar kembali, tenaga dalamnya juga sudah pulih. Rupanya dia pun puas karena suatu saat dia mencoba akan melawan Uh-bun Tiong. Dia ingin terlepas dari cengkramannya walau ada bahayanya.
Tetapi jika tidak dicoba dan takut, bagaimana bisa berhasil"
"Mari kita berangkat!" kata Uh-bun Tiong.
Dia segera berjalan di muka.
"Saudara Uh-bun, kita mau ke mana" Mengapa kita berjalan ke sana?" kata Seng Liong Sen.
"Eh, bagaimana kau ini. Melamun, ya" Kan sudah kukatakan dari awal, kita akan ke Sun-keng-san mencari Khie Wie!" kata Uh-bun Tiong kesal juga.
"Bukan aku yang salah, tapi kaulah yang berjanji akan menemaniku ke Siam-say mencari Bibiku?" kata Seng Liong Sen.
"Kata-kataku itu hanya untuk membohongi kedua orang yang kau bunuh itu!" kata Uh-bun Tiong. "Tapi kenapa kau anggap benaran!"
"Walau kau tidak sungguh-sungguh, aku yang sungguhsungguh," kata Seng Liong Sen. "Nah, kalau kau 1960
tidak mau ikut aku ke Siam-say Barat, aku akan pergi sendiri saja!"
"Ke Sun-keng-san dulu, baru aku ikut kau ke Siam-say,"
kata Uh-bun Tiong. "Bukankah kau sudah berjanji, maka janji itu harus kau tepati! Kenapa kau ingkar" Janji seorang enghiong harus ditepati!"
Seng Liong Sen tertawa. "Kita berdua bukan "eng-hiong" tapi dua orang yang bertabiat rendah," kata Seng Liong Sen.
Mendengar ucapan itu Uh-bun Tiong kurang senang lalu mengancam.
"Ingat, rahasiamu ada di tanganku! Aku bisa memburukkan nama baikmu, atau kalau perlu kubunuh kau!" kata Uh-bun Tiong.
"Boleh saja kalau kau ingin menghancurkan namaku di depan umum, karena sekarang aku sudah tidak peduli lagi!"
kata Seng Liong Sen. "Jika kau ingin membunuhku, silakan kau coba! Tapi aku kira sekarang tidak semudah itu kau bisa melakukannya!"
"Bagus! Kau ingin menantangku, jangan sombong! Apa yang kau andalkan" Ingat aku tidak akan membunuhmu, tapi justru akan menyiksamu dulu!" kata Uh-bun Tiong.
"Silakan, aku tidak takut!" kata Seng Liong Sen.
Mendadak Seng Liong Sen melancarkan sebuah
serangan maut ke arah Uh-bun Tiong.
"Roboh kau!" kata Seng Liong Sen.
Diserang demikian mendadak bukan main marahnya Uh-bun Tiong ketika itu.
1961 "Bangsat! Baiklah, akan kubunuh kau!" kata Uh-bun Tiong.
Uh-bun Tiong maju menyerang sambil menghindari serangan lawannya. Tangan kanannya menghantam ke arah Seng Liong Sen. Ternyata Seng Liong Sen sudah siap untuk menghadapinya. Dia berkelit sambil menyerang lawan.
Uh-bun Tiong maju, tangan Seng Liong Sen berhasil dia cengkram dengan jurus "Kim-na-ciu-hoat". Ternyata Uhbun Tiong ini lihay. Jika dia berhasil mencengkram lawannya, pasti lawan sulit terlepas dari cengkramannya.
Jika dipaksa melepaskan cengkramannya tulangnya akan hancur.
Uh-bun Tiong mengira lawannya tidak berkutik saat dicengkram. Tak disangka Seng Liong Sen mengerahkan kekuatannya. Ototnya mengeras bagaikan baja. Saat Uhbun Tiong menarik tangannya, Seng Liong Sen mendorongnya.
Sekarang dia bukan Seng Liong Sen yang dulu. Diserang begitu dia akan roboh tertarik oleh Uh-bun Tiong. Sekarang tenaga dalamnya sudah tidak selisih banyak. Saat Uh-bun Tiong menariknya, Seng Liong Sen mendorong. Maka itu tenaga tarikan bergabung dengan dorongan membuat Uhbun Tiong terdorong hebat.
Melihat lawan terdorong mundur beberapa langkah, Seng Liong Sen maju menggunakan kesempatan itu untuk menyerang dengan jurus "Siang-liong-cut-hay" atau
"Sepasang naga muncul dari lautan". Kedua tangan Seng Liong Sen mengancam lawan. Tapi Uh-bun Tiong tangguh, dia berkelit ke samping, telapak tangannya menebas tangan Seng Liong Sen. Melihat tangannya terancam Liong Sen membatalkan serangannya. Semula dia menyerang dengan kepalan tangannya. Tapi sekarang dia mengubah telapak 1962
tangannya. Maka itu terjadilah sebuah benturan keras hingga baik Uh-bun Tiong maupun Seng Liong Sen terpental mundur.
"Hm! Kepandaianmu cuma begitu saja! Tapi kau berani main gila!" kata Uh-bun Tiong mengejek.
Tiba-tiba Liong Sen melompat dan membentak.
"Hm! Baik aku kalah satu pukulan, tapi sekarang akan kubayar!" kata Seng Liong Sen.
"Baik, silakan kau maju jika berani!" kata Uh-bun Tiong.
Sebenarnya Uh-bun Tiong kaget menyaksikan kemajuan lawannya, tapi hal itu tidak dia perlihatkan. Dia sadar tak mudah mengalahkan pemuda itu. Bahkan bukan tidak mungkin jika Uh-bun Tiong bertarung lebih lama, keduanya akan hancur bersama-sama.
Seng Liong Sen senang karena bisa mengimbangi lawan, namun dia khawatir setelah merasakan pukulan lawan hebat. Namun, dia yakin, dia mampu melawan Uh-bun Tiong. Setelah bertarung cukup lama sekarang Uh-bun Tiong tidak berani meremehkan lawannya. Sedangkan Seng Liong Sen pun tampak semakin gagah saja. Suatu saat Uhbun Tiong melihat titik lemah lawan, dia segera menghantam ke titik tersebut.
"Duuk!" Kembali Uh-bun Tiong berhasil menghantam lawan.
Tapi lawannya hanya terdorong sedikit. Melihat Seng Liong Sen tetap tegar, Uh-bun Tiong kaget karena dia tidak mampu merobohkan lawannya. Karena dongkol dia bernapsu akan membunuh lawan. Uh-bun Tiong sadar, pemuda itu tak bisa ditaklukkan. Jika berhasil membunuh Seng Liong Sen sekalipun, dia tak bisa menggunakan 1963
tenaga pemuda itu, paling tidak dia bisa meminta bayaran kepada Wan-yen Hoo.
Sesudah Uh-bun Tiong melakukan serangan mautnya, tenaga kedua orang itu mulai berkurang. Tak heran jika Uhbun Tiong sadar, bahwa dia tidak mungkin membunuh lawannya.
Saat itu Seng Liong Sen sudah berkali-kali terkena pukulan Uh-bun Tiong hingga napasnya mulai sesak.
Terpaksa dia bertarung mati-matian. Melihat Seng Liong Sen mulai kalap, hal ini membuat Uh-bun Tiong gentar juga, terpaksa dia mundur jika lawan melancarkan serangan.
"Kau harus membayar hutangmu berikut bunganya!"
kata Seng Liong Sen. Dia lalu maju menyerang ke titik jalan darah lawan yang berbahaya. Saat serangan itu datang Uh-bun Tiong sempat merunduk menghidari totokan lawan. Tak terduga totokan itu mendadak berubah menjadi tamparan yang keras, Uhbun Tiong terpukul roboh. Begitu jatuh Uh-bun Tiong segera melompat bangun.
"Bangsat! Hari ini kau harus mati!" bentak Uh-bun Tiong.
Tak lama keduanya sudah bertarung kembali. Tapi serangan mereka sudah mulai lamban.
Seng Liong Sen girang dan senang sekali, karena itu untuk pertama kalinya dia berhasil menghantam Uh-bun Tiong hingga roboh. Tapi saat dia hendak melancarkan serangan lagi, napasnya tiba-tiba sesak. Langkahnya terasa ringan, pukulannya pun sudah tidak bertenaga lagi. Jelas tenaga maupun kepandaian Seng Liong Sen masih kalah setingkat dari Uh-bun Tiong. Apalagi dia sudah belasan kali 1964
terpukul, hingga dia sadar kini dia mulai payah. Keduanya sudah mulai lemah.
Ketika Uh-bun Tiong melancarkan pukulan ganda, kedua kepalan Uh-bun Tiong tepat mengenai tubuh lawan.
Tapi pada saat yang sama Seng Liong Sen pun sempat menghajar Uh-bun Tiong. Karena keduanya sama-sama terkena pukulan, mereka terhuyung ke belakang dan akhirnya roboh. Seng Liong Sen mengeluh, dia pikir karena tenaganya sudah habis jika mau mengadu jiwa pun tidak akan mampu. Dia tidak menduga jiwanya bakal melayang di tangan Uh-bun Tiong. Tapi karena tak mau mati begitu saja, dengan sekuat tenaga dia berusaha berontak bangun.
Tapi sebelum bangun dia lihat Uh-bun Tiong sedang duduk.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seng Liong Sen tidak mengira, sebenarnya Uh-bun Tiong lebih kaget. Dia khawatir akan dibunuh oleh pemuda itu.
Karena Uh-bun Tiong baru latihan tenaga dalam aliran Khie Wie, tenaga dalamnya belum menyatu dengan tenaga dalam yang dipelajarinya. Biasanya hal itu tidak terasa.
Tapi setelah bertarung hebat, karena kedua macam tenaga dalam itu bertentangan, maka dia harus duduk tenang untuk mengatur pernapasannya agar tenaga murninya yang mulai kacau tidak sampai bergolak. Jika dia tak bisa tenang kemungkinan dia bisa lumpuh. Seng Liong Sen heran.
"Kenapa Uh-bun Tiong tidak langsung menyerangku?"
pikirnya. Akhirnya kesempatan itu dia gunakan untuk istirahat, keduanya saling mengawasi. Tiba-tiba Uh-bun Tiong menghela napas.
"Kau pernah menyelamatkan jiwaku, sedang akupun pernah menyelamatkan jiwamu. Sebenarnya kita bersaudara senasib dan sepenanggungan! Tidak diduga sekarang menjadi musuh! Baiklah, aku sekarang tidak akan 1965
memaksakan kehendakku. Kau boleh pergi jika ingin mencari bibimu untuk selanjutnya kita masih tetap bersahabat!" kata Uh-bun Tiong.
Saat itu Seng Liong Sen sadar bahwa yang dikatakan Uhbun Tiong tidak tulus. Tetapi dia tidak tahu saat itu Uh-bun Tiong sedang menghadapi bahaya lumpuh. Dia hanya mengira Uh-bun Tiong kehabisan tenaga dan tidak berani bertempur lagi.
Karena keduanya sama-sama takut mati, akhirnya Seng Liong Sen berkata, "Baiklah, sejak saat ini kita sama-sama tidak berhutang budi satu sama lain."
Uh-bun Tiong yang menginginkan Seng Liong Sen segera pergi, sengaja menghela napas dengan agak menyesal.
"Jika kau tak mau lagi menganggapku sebagai sahabatmu lagi" Terserah kau saja!" kata Uh-bun Tiong.
"Ingat, aku berjanji tak akan membocorkan rahasiamu!"
Sesudah itu Seng Liong Sen langsung mendahului pergi meninggalkan Uh-bun Tiong. Dengan menggunakan sarung pedangnya yang dia jadikan tongkat, dia melangkah pergi.
Sekeluar dari hutan dia sudah tidak melihat Uh-bun Tiong, itu berarti dia tidak dikejar hingga Seng Liong Sen merasa lega. Sekarang dia sudah tahu, di mana bibinya berada. Maka itu dia bergegas ke desa Ciauw-yang-kwan!
Setiba di desa itu dia langsung bertanya pada penduduk.
"Di mana rumah keluarga Ciauw?" kata Seng Liong Sen.
"Di sana!" jawab orang yang ditanya.
Ternyata keluarga Ciauw sangat terkenal. Begitu sampai di depan rumah itu, dia langsung mengenali seorang nenek, itu bibinya.
1966 Saat itu Kok Siauw Hong sudah terjebak oleh nona Biauw. Sekarang Kok Siauw Hong di bawah pengawasan nona Biauw.
Ternyata gadis itu jatuh hati kepada Kok Siauw Hong dan hal itu sudah diketahui Seng Cap-si Kouw. Maka itu dia biarkan Bong Say Hoa menjaga Kok Siauw Hong. Dia memberi kesempatan kepada gadis Biauw itu untuk melepaskan Kok Siauw Hong. Menurut perkiraan si Iblis Perempuan, jika kedua muda-mudi itu melarikan diri, pasti Siauw Hong akan mencari Han Tay Hiong! Dengan demikian dengan mudah dia bisa menemukan orang yang sedang dicarinya itu. Agar siasatnya berjalan dengan baik, sengaja dia tidak berunding dulu dengan Bong Say Hoa.
Begitu si Iblis Perempuan keluar dari rumah keluarga Ciauw, dia mengawasi rumah itu dari kejauhan. Tiba-tiba dia melihat seorang lelaki bermuka buruk sedang mendatangi ke arahnya. Dia heran dan kaget ketika merasa orang itu sudah dikenalnya. Tanpa terasa dia berteriak keras.
"Hai, bukankah kau Seng Liong Sen, keponakanku?"
kata si Iblis Perempuan. "Benar, Bibi, ternyata kau masih mengenaliku!" kata Seng Liong Sen.
"Kenapa wajahmu berubah begitu" Siapa yang telah menyusahkanmu" Lekas katakan padaku?" kata si Iblis Perempuan geram. Seng Liong Sen menghela napas.
"Semua ini akibat perbuatanku sendiri, kita tidak bisa menyalahkan siapa pun!" kata Seng Liong Sen. Si Iblis Perempuan menatap ke arah Seng Liong Sen dengan heran.
1967 "Baru berpisah setahun, wajahmu telah berubah, bahkan watakmu pun rasanya sudah berubah! Khabarnya kau telah menikah dengan Nona Ci dari Pek-hoa-kok, mana istrimu?"
"Di Kim-kee-leng," jawab Seng Liong Sen.
"Kenapa dia ada sana" Apa kalian sudah berpisah?"
tanya si Iblis Perempuan.
"Giok Hian mengira aku sudah mati, bahkan guruku dan sahabatku, juga semua orang yang kukenal mengira aku sudah mati. Sekarang seolah-olah aku ini orang mati yang hidup kembali! Semua kejadian dulu tidak ingin aku membicarakannya lagi!" kata Seng Liong Sen.
"Ah, kau keponakanku yang bernasib malang! Ternyata kau mengalami nasib buruk seperti aku yang selalu bernasib malang. Sekarang kau katakan, apa masalahmu itu pada Bibi!"
"Jika aku kisahkan terlalu panjang, Bi! Tapi syukur kita bisa bertemu lagi, nanti akan kuceritakan semua pengalamanku itu!" kata Seng Liong Sen.
"Baiklah, mari ikut aku pulang. Aku tinggal di rumah besar milik Ciauw Goan Hoa yang sekarang telah kududuki!" kata si Iblis Perempuan.
"Aku sudah tahu," kata Seng Liong Sen.
"Kau sudah tahu" Jadi kau sengaja mencariku ke sini"
Dari mana kau tahu aku tinggal di sini?" kata si Iblis Perempuan.
"Dari salah seorang anak buah Kiauw Sek Kiang. Jangan kuatir, Bibi, orang itu sudah kubunuh sebelum sempat bertemu dengan pemimpinnya." kata Seng Liong Sen.
Kelihatan si Iblis Perempuan senang dan lega.
1968 "Sekalipun Kiauw Sek Kiang mencariku untuk menuntut balas, aku tidak takut! Tapi memang sebaiknya tempat tinggalku ini dirahasiakan!" kata si Iblis Perempuan itu.
"Di mana orang-orang keluarga Ciauw" Apa mereka telah Bibi bunuh semua?"
"Tidak! Tidak satupun mereka kubunuh! Malah orang yang sangat kau benci ada di sini! Orang itu sudah tertangkap. Dia boleh kau apakan saja sesukamu!" kata Seng Cap-si Kouw.
"Maksud Bibi dia Tik Bwee! Jangan ganggu dia, sebenarnya aku yang salah! Pribahasa mengatakan : Permusuhan lebih baik diakhiri saja! Tahukah Bibi, penyakitku pun sudah sembuh. Aku sudah tak ingin membalas dendam kepadanya." kata Seng Liong Sen.
Mendengar ucapan keponakannya, sang bibi
menatapnya dengan perasaan heran sekali.
"Eh, apa yang terjadi" Sekarang kau begitu berubah Liong Sen!" kata sang bibi. "Kau boleh tak membalas dendam padanya, tapi urusanku lain! Kau jangan kaget, karena orang itu bukan Tik Bwee!"
"Apa" Bukan Tik Bwee, lalu siapa?" kata Seng Liong Sen.
"Nanti akan kau ketahui sendiri," jawab sang bibi. "Aku rasa dia orang yang paling kau benci. Malah perasaan dendammu lebih besar kepadanya dari pada kepada Tik Bwee!"
Si Iblis Perempuan yakin benar, jika Seng Liong Sen bertemu dengan Kok Siauw Hong, pendirian keponakannya itu akan berubah total.
1969 Sesudah berpesan pada Kok Siauw Hong agar berpurapura belum sadar. Nona Bong meninggalkan Kok Siauw Hong.
Bong Say Hoa langsung keluar. Tak lama dia lihat Seng Cap-si Kouw datang bersama seorang pemuda berwajah buruk. Dia terkejut. Melihat muridnya kaget sang guru berkata,
"Dia keponakanku, kau boleh memanggil dia Toa-ko!"
Seng Cap-si Kouw memperkenalkan Say Hoa pada keponakannya. Nona itu memberi hormat dan memanggil toako.
"Apa orang itu sudah sadar?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Be.....belum," jawab Say Hoa agak gugup.
Seng Cap-si Kouw langsung mengetahui, apa arti jawaban itu. Tetapi dia berpura-pura tidak tahu.
"Ya, jika sudah sadar laporkan, supaya Toa-komu bisa bicara dengannya!" kata Seng Cap-si Kouw.
Semua pembicaraan itu didengar oleh Kok Siauw Hong.
Ketika mendengar kata "keponakan" Siauw Hong tahu karena si iblis hanya punya seorang keponakan, yaitu Seng Liong Sen.
"Seng Liong Sen sudah mati, lalu siapa yang dimaksud
"keponakan" itu?" pikir Kok Siauw Hong.
Saat itu Seng Liong Sen sudah melangkah masuk bersama si Iblis Perempuan. Saat mata Seng Liong Sen bentrok dengan mata Kok Siauw Hong, keduanya kaget.
"Oh, kiranya kau masih hidup Liong Toa-ko!" teriak Kok Siauw Hong sangat gembira.
1970 Sesaat si Iblis Perempuan terkejut melihat sikap kedua pemuda yang aneh itu. Dia heran kenapa Kok Siauw Hong memanggil Seng Liong Sen "Liong Toa-ko?" Itu panggilan baru untuknya.
Sesaat Seng Liong Sen tertegun. Tiba-tiba dia tutup wajahnya langsung kabur bagai dikejar setan. Bibinya pun tak sempat mencegahnya. Semula si Iblis Perempuan mengira Seng Liong Sen akan membalas dendam. Dia kaget sang keponakan bukan menemuinya, malah kabur.
Sungguh di luar dugaan bibinya. Si Iblis Perempuan bingung, dia kejar keponakannya itu!
Kok Siauw Hong masih kaget, saat Bong Say Hoa berkata, "Wah, bisa berabe!" .
"Apa yang berabe?" tanya Kok Siauw Hong.
"Karena kedatangan keponakannya, berarti kau tidak diperlukan lagi. Karena kau menolak mencari mertuamu, aku duga kau akan segera dibunuhnya," kata Bong Say Hoa.
Ketika itu Kok Siauw Hong pun berpikir, apa yang dikhawatirkan nona Biauw itu ada benarnya. Dia juga tahu kekejaman Iblis Perempuan itu. Mengenai orang yang mengaku bernama "Liong Sin" itu, ternyata dia Seng Liong Sen, keponakan si Iblis Perempuan. Ini memang di luar dugaan Kok Siauw Hong. Dia perhatikan nona Bong yang mengerutkan keningnya kelihatan khawatir sekali.
"Kau jangan cemas, paling-paling aku mati dibunuhnya!"
kata Kok Siauw Hong. "Tapi aku yakin karena kau kepercayaan wanita jahat itu, dia tidak akan berbuat kejam padamu!"
"Tapi.. .aku tidak bisa membiarkan kau dibunuh olehnya," kata nona Biauw itu.
1971 "Baiklah, kau akan kubawa kabur!"
"Tapi aku tidak bisa berjalan," kata pemuda itu.
"Aku punya obat penawar, minum ini!" kata Say Hoa.
"Kenapa kau mengkhianati gurumu, apa kau tidak akan diapa-apakan olehnya?" kata Kok SiauwHong khawatir.
Dengan tidak banyak bicara lagi nona Bong
memasukkan sebutir obat penawar ke mulut Kok Siauw Hong, dan memijatnya sebentar.
"Bagaimana, sudah enakan tubuhmu?" kata si nona.
"Ah, aku sudah bisa berjalan sekarang, tapi...."
"Sudah jangan banyak bicara, mari kita pergi!" kata nona itu pada Siauw Hong.
Karena pemuda itu tidak sempat berpikir lagi, terpaksa dia kabur bersama Bong Say Hoa. Nona itu berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Mereka menuju ke pegunungan dan hutan lebat. Sesudah yakin si Iblis Perempuan tidak mengejar mereka, mereka merasa lega.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Nona! Budimu kelak akan kubalas," kata Kok Siauw Hong.
"Kenapa kau berkata begitu?" kata nona Biauw. "Kau akan
meninggalkan aku?" Kok Siauw Hong bingung lalu mengangguk.
"Begini, Nona. Maksudku, agar kau tidak terlibat hingga dihukum oleh gurumu!" kata Kok Siauw Hong.
1972 "Tapi sekarang mau tak mau aku sudah terlibat, apa kau kira aku bisa kembali pada Guruku lagi?" kata Bong Say Hoa.
"Bukankah kau bisa pulang ke rumahmu?" kata Siauw Hong.
"Dia kan bisa mencariku ke rumahku, malah sebelum aku sampai di rumah, mungkin aku sudah tertangkap olehnya! Sebenarnya aku ingin bersamamu. Bukankah kau mau ke daerah Biauw mencari mertuamu?"
"Benar, lalu kenapa?" tanya Kok Siauw Hong.
"Kau orang Han, jadi tidak bisa bicara bahasa Biauw.
Jika aku ikut kau ke sana, pasti hal itu bisa mengurangi kesulitanmu!"
Kok Siauw Hong berpikir. "Ucapan dia ada benarnya juga," pikir Kok Siauw Hong.
"Tapi apa nona ini tidak punya rencana lain atas diriku"
Saat itu seolah nona Biauw bisa menerka apa yang ada di otak anak muda itu.
"Kau jangan takut, sesudah kau bertemu dengan mertuamu, aku akan pergi. Aku berjanji tidak akan menyusahkanmu!" kata Bong Say Hoa sambil tersenyum manis. "Jika kau izinkan aku bersamamu beberapa hari saja aku sudah bersyukur sekali!"
Mendengar ucapan nona Biauw yang tulus itu, mau tak mau hati Kok Siauw Hong terharu juga.
"Baiklah, jika kau mau menganggapku sebagai Toakomu, akupun mau mengakuimu sebagai adikku. Aku yakin Pwee Eng pun suka padamu jika dia bertemu denganmu nanti."
1973 "Aku ingin bertemu dengan calon istrimu yang cantik itu," kata Bong Say Hoa sambil tersenyum pedih. "Mari kita jalan!"
Sedikitpun Seng Cap-si Kouw tidak mengira
keponakannya akan lari saat melihat Kok Siauw Hong.
Dengan melupakan Kok Siauw Hong dan Bong Say Hoa, si nenek mengejar keponakannya. Karena jalan keluar hanya satu, tidak lama Seng Liong Sen sudah terkejar oleh Seng Cap-si Kouw.
"Bibi, jangan kau paksa aku kembali ke sana! Biarkan aku pergi!" kata Seng Liong Sen setengah meratap.
"Aneh, mengapa kau takut pada Kok Siauw Hong?" kata si Iblis Perempuan. "Dia kan sudah tak mampu lagi melawan, kau dapat menyiksa dia sesukamu!"
"Aku ingin memohon sesuatu padamu, Bibi!"
"Mengenai apa" Katakan saja!"
"Kumohon kau lepaskan Kok Siauw Hong!"
"Dengan susah payah aku menangkapnya, kenapa kau minta aku melepaskannya?"
"Bibi, apa kau puas mengikat permusuhan sebanyak ini, kenapa ingin mencelakai Kok Siauw Hong" Bibi, demi aku, mohon kau bebaskan dia," sambil berkata tak tertahan kagi air mata pemuda itu bercucuran.
Si nenek menatap ke arah Seng Liong Sen, dia tertegun seakan-akan keponakannya itu orang yang baru dikenalnya.
Sejenak baru dia bicara lagi.
"Aneh sekali, kenapa kau malah memintakan ampun untuknya!" kata Seng Cap-si Kouw. "Liong Sen, sekalipun kau tidak mengatakannya, aku tahu masalah kalian berdua.
Kok Siauw Hong itu calon suami Ci Giok Hian. Maka itu 1974
aku yakin kau cemburu padanya, tapi mengapa kesempatan yang baik itu kau sia-siakan" Kenapa tidak kau bunuh saja dia! Jika aku tidak membuka rahasia ini, siapa yang akan mengetahuinya?"
"Aku tidak mau Bi, lebih baik kau bunuh saja aku dari pada kau membunuh dia," kata Seng Liong Sen.
"Aneh, kenapa sekarang kau malah tidak cemburu dan benci kepadanya" Apa sebabnya?" kata si Iblis Perempuan heran.
"Dulu memang aku benci dan cemburu padanya, tapi sekarang aku malah berterima kasih kepadanya," jawab Seng Liong Sen.
"Bukankah tadi kau dengar sendiri dia memanggilku
"Liong Toa-ko?" Betapa girangnya dia ketika mengetahui aku masih hidup! Jelas perhatian dia kepadaku tidak dibuat-buat, tapi begitu tulus hatinya bukan"!"
"Aku malah ingin tahu masalah itu?" kata si nenek.
"Kau tidak mengetahuinya, Bi" Aku ini seolah sudah mati tapi hidup kembali," kata Seng Liong Sen. "Sekalipun dia tahu aku ini "Seng Liong Sen" dan dia tahu aku cemburu dan benci kepadanya, tetapi dia anggap aku ini sebagai sahabatnya! Ketika aku sudah berganti nama pun, dia tetap menganggapku sahabatnya! Dia pernah berusaha menyelamatkan aku, sekalipun aku selamat bukan olehnya!
Tapi aku harus berterima kasih kepadanya!"
"Kenapa kau harus berganti nama" Kenapa kau jadi berubah" Kau belum menjelaskannya kepadaku," kata si nenek.
"Aku berbuat kesalahan, maka itu aku malu bila bertemu dengan semua sahabatku," kata Seng Liong Sen dengan suara parau, "Jika aku tetap memakai nama lama, aku 1975
yakin Suhu pun tidak akan mengakuiku lagi sebagai muridnya. Selain itu Ci Giok Hian tidak akan sudi mengakuiku sebagai suaminya. Untung wajahku sudah berubah begini! Maka itu aku anggap Seng Liong Sen yang dulu sudah mati, dan aku berganti nama jadi Liong Sin!"
"Sebenarnya kesalahan apa yang telah kau lakukan?"
tanya Seng Cap-si Kouw. Ditanya demikian bukan main kesal dan menderitanya Seng Liong Sen, tanpa terasa air matanya menetes.
"Jika aku ingat-ingat peristiwa itu, Bi, lebih baik aku mati saja! Malah sekarang aku tidak ingin menyinggung lagi masalah itu!" kata Seng Liong Sen.
"Baik, sekarang apa yang kau inginkan?"
"Semula aku mengira aku masih bisa mengembara di kalangan Kang-ouw," kata Seng Liong Sen. "Maka itu kugunakan nama Liong Sin. Tetapi Kok Siauw Hong sudah mengetahui rahasiaku, maka itu kuputuskan akan menghilang dari kalangan Kang-ouw untuk selamanya.
Bibi, kaulah satusatunya orang tuaku, maukah Bibi mengabulkan dua permintaanku?"
"Tadi kau telah meminta sesuatu padaku, sekarang tambah lagi satu permintaan. Baiklah, katakan saja! Jika aku bisa permintaanmu itu akan kukabulkan!"
"Kedua permintaanku itu sebenarnya juga demi kebaikan Bibi dan kebaikanku juga." kata Seng Liong Sen.
"Baik buruknya bagiku aku sendiri yang menentukan!
Katakan saja!" kata sang bibi.
"Pertama bebaskan dulu Kok Siauw Hong seperti permintaanku tadi. Mari kita pulang ke kampung halaman kita Bi! Jangan ikut campur lagi masalah di luaran.
1976 Sebenarnya Bibi pantas menjadi Maha Guru suatu aliran persilatan sendiri. Jika kau mengasingkan diri dan memperdalam ilmu sendiri, kelak namamu pasti akan harum sepanjang masa! Bukankah cara ini jauh lebih baik darpada kau pusing memikirkan musuh. Ini permintaanku yang kedua."
"Apa masih ada permintaanmu yang lain?" kata si Iblis Perempuan.
"Tidak, Bi, jika kau mau memenuhi dua permintaanku itu, aku sudah senang. Tak ada yang kuinginkan lagi!" kata Seng Liong Sen.
Sang bibi kelihatan ragu-ragu melihat sikap keponakannya begitu tulus itu.
"Aku hanya punya keponakan satu-satunya, jika keponakanku ini meninggalkanku, aku benar-benar tidak punya keluarga lagi!" pikir Seng Cap-si Kouw.
Keduanya termenung tanpa bicara sesaat lamanya.
Sesudah selang sekian lama Seng Cap-si Kouw menghela napas panjang.
"Permintaan yang pertama, akan kukabulkan," kata si Iblis Perempuan. "Untuk permintaan yang kedua aku hanya bisa mengabulkannya sebagian saja!"
"Benarkah Bibi akan membebaskan Kok Siauw Hong?"
tanya Seng Liong Sen girang dan tak percaya.
"Kau tidak tahu, sejak tadi dia sudah kubebaskan!" jawab bibinya sambil tertawa. "Sebelum aku pergi Say Hoa sudah kuberitahu agar membebaskan dia! Jika kau tak yakin kau boleh lihat sendiri ke sana."
Rupanya si nenek jahat ini sudah tahu Bong Say Hoa pasti akan mengobati Kok Siauw Hong dan mengajaknya 1977
kabur. Benar saja ketika Seng Cap-si Kouw dan Seng Liong Sen kembali lagi ke rumah keluarga Ciauw, mereka sudah tidak ada di sana.
"Bagaimana, kau percaya tidak padaku?" kata sang bibi.
Seng Liong Sen sangat mengenal sifat bibinya ini, saat dia melihat Seng Cap-si Kouw tersenyum aneh, dia kaget juga.
"Eh, apa ini bukan tipu-muslihat Bibi?" pikir pemuda ini.
"Bagaimana dengan permohonanku yang kedua?" kata Liong Sen. "Kenapa Bibi bilang hanya dikabulkan sebagian saja?"
"Karena masih ada masalah yang belum aku selesaikan, maka itu aku tidak mau pulang bersamamu!" kata Seng Cap-si Kouw.
"Masalah apa itu, Bi?" tanya Seng Liong Sen.
"Setiap orang pasti punya masalah dan rahasia pribadi yang tak dapat dikatakan kepada siapapun. Kau juga tidak bisa memberitahu kesalahanmu padaku, bukan" Jika kau ingin tahu. baik nanti akan kuberitahu. Mari ikut aku mengurus masalahku itu!"
"Karena aku pernah bersalah, aku tidak ingin melakukannya lagi!" kata Seng Liong Sen.
Kelihatan si nenek tidak senang.
"Liong Sen, apa kau ingin menasihatiku" Kau ini keponakanku dan kau sudah kenal watakku!" kata si Iblis Perempuan sengit. "Kau tahu aku selalu menuntut balas sakit hatiku. Aku tak pernah mengampuni musuh-musihku!
Aku tak mau tahu, apakah aku salah atau benar! Siapapun tak bisa mengubah pendirianku, termasuk kau!"
1978 "Bibi tak bersedia menerima saranku, baik! Tetapi sejak saat ini aku pun tidak mau ikut dengan Bibi lagi!" kata Seng Liong Sen.
"Ketika masih kecil kau selalu menuruti perkataanku.
Sekarang aku sudah menuruti sebagian dari permintaanmu.
Mengapa kau masih belum puas juga dan kau ingin meninggalkan aku?"
"Jadi Bibi masih ingin menyusahkan orang lain?" kata Seng Liong Sen.
"Mengapa kau bertanya begitu kasar kepadaku" Orang lain telah membuat susah kepadaku, kenapa aku tidak boleh membalas dendam" Kau tidak tahu duduk persoalannya, malah kau menyalahkan aku!"
"Aku tahu Bibi hendak mencari Han Tay Hiong. Aku kira dia bukan orang jahat yang tak bisa kau ampuni!"
Si Iblis Perempuan semakin gusar.
"Apa maumu" Kau mau membantu dia?"
"Mana aku berani, Bi! Jika Bibi tak mau menerima saranku, maka aku pun tak mau mengikuti jejakmu!" kata Seng Liong Sen.
"Sejak kecil aku membesarkan dia seperti anak kandungku, tetapi sekarang dia membantah keinginanku.
Ah, betapa pun baiknya seorang keponakan, tetap keponakan! Jika aku punya anak kandung, tentu tidak akan jadi begini"! Aku seorang yang hidup sebatang kara dan kesepian. Cintaku pada Han Tay Hiong tak terbalas. Aku menyesal dan sakit hati! " pikir Seng Cap-si Kouw.
Sesudah diam sejenak tiba-tiba dia marah bukan main.
"Baik, lekas kau pergi dari sini!" kata si Iblis Perempuan.
1979 Pemuda ini ketakutan dan berduka, tanpa berkata apaapa lagi terpaksa dia tinggalkan bibinya dengan perasaan yang masgul.
Suasana senja ketika itu sudah mulai remang-remang dan keadaan di sekitarnya sudah mulai sepi. Ketika pemuda yang malang itu sedang berjalan sendirian, dia menoleh dan tidak tampak lagi bayangan bibinya. Hatinya hampa, sebab sekarang dia benar-benar tidak mempunyai famili lagi.
"Aku tidak peduli wajahmu cakap atau jelek, asal hatimu baik tidak ada permintaanku yang lain. Aku akan bersikap baik padamu berlipat ganda," demikian ucapan tulus dan ikhlas dari Khie Kie.
Ucapan itu seakan-akan terngiang kembali di telinganya.
Tanpa terasa dia merasa malu sendiri.
"Benar, paling tidak di dunia ini masih ada seorang dara yang merindukanku! Orang itu ialah Khie Kie," pikir pemuda itu.
Sedangkan kecantikan dan kebaikan Ci Giok Hian jelas tidak bisa dia lupakan, tetapi sejak menjadi suami istri secara resmi, mereka belum pernah berhubungan sebagai suami-isteri sesungguhnya. Malah sebagian waktu yang dilaluinya, serasa berada di neraka saja. Memang, dia pernah mencintai Ci Giok Hian, malah cintanya masih bertahan sampai sekarang. Tetapi selama ini dia belum merasakan kebahagiaan. Mendadak dari lubuk hatinya yang dalam timbul pertanyaan: "Apakah benar aku mencintai Giok Hian dengan setulus hati tanpa sesuatu pamrih lain?"
Hal yang dianggap benar itu, kini setelah dipikir lagi dengan kepala dingin, tak terasa timbul pertanyaan dalam batinnya.
1980 "Aku mencintai kecantikannya. Aku mencintai kepandaiannya. Aku mencintai kebesaran keluarganya. Dia puteri keluarga tokoh silat ternama. Mempunyai istri seperti dia, aku bisa berbangga di depan umum. Aku ingin dia membantuku sebagai istri seorang Bu-lim Beng-cu. Kelak aku bisa menggantikan Suhu. Oleh sebab itu dengan akal licik, aku nikahi dia! Sekalipun aku harus berbohong mengatakan Kok Siauw Hong telah meninggal. Ya, aku memang cinta kepadanya, tetapi dalam cintaku itu tercampur pikiran lain yang sangat buruk. Maka itu pantas jika di antara suami istri tidak ada perasaan bahagia.
Padahal ketika Giok Hian menikah denganku, sebenarnya dia merasa terpaksa, sebab dia mengira Kok Siauw Hong sudah meninggal. Setelah kupancing dengan kedudukan sebagai istri calon Bu-lim Beng-cu yang akan datang, dia rela menikah denganku. Dia memang baik sekali padaku, diapun berharap aku bisa menjadi suami kebanggaannya.
Akan tetapi, aku telah melakukan perbuatan rendah. Jika dia mengetahui aku masih hidup, tentu dia akan merasa jijik kepadaku."
Begitu bayangan Ci Giok Hian dan Khie Kie berturutturut muncul di benaknya. Tiba-tiba dia merasa Khie Kie jauh lebih tepat baginya. Malah dia merasa lebih banyak bersalah kepada Khie Kie nona yang polos itu.
"Dia seorang nona yang suci bersih, dalam kehidupannya selama ini belum pernah ada lelaki kedua di hatinya. Mana boleh aku membohongi dia dan
meninggalkannya?" pikir Liong Sen.
Dia masih ingat ucapan Khie Kie.
"Akan kuhitung hari demi hari hingga kau kembali, kau jangan melupakan janjimu, waktu setengah tahun itu!" kata Khie Kie.
1981 Dia jadi malu sendiri dan terharu ketika teringat kepada pesan Khie Kie sebelum mereka berpisah.
"Meski perbuatan Bibiku tak baik, tapi ada satu ucapannya yang tepat, yakni kita harus jelas membedakan budi dan dendam. Bagi gadis yang masih suci seperti Khie Kie, aku menerima budi dan pertolongannya. Lalu mana boleh aku tidak membalas kebaikanya itu" Sekarang orang she Uh-bun sedang ke sana untuk menyergap mereka ayah dan anak. Sekalipun kepandaian Khie Wie tinggi, tetapi bukan tidak mungkin mereka akan terjebak oleh Uh-bun Tiong. Seandainya aku tidak menikahi Khie Kie pun paling tidak aku harus mengirim berita penting ini kepada mereka!
Dalam pertarungan denganku, Uh-bun Tiong terluka. Aku yakin dia harus istirahat dulu, sebelum dia ke sana. Jika aku kirim kabar sekarang, aku yakin Khie Kie masih sempat siaga!"
Sesudah itu Seng Liong Sen yang sudah mengambil keputusan melanjutkan perjalanan dengan hati yang lega.
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0oKetika itu Kok Siauw Hong dan Bong Say Hoa sedang melakukan perjalanan menuju ke daerah suku Biauw. Kok Siauw Hong ketika itu sedang mengkhawatirkan keadaan Han Pwee Eng. Siapa tahu Han Pwee Eng mengalami sesuatu di tengah jalan. Sedang pada Bong Say Hoa, dia merasa berhutang budi. Dia tidak tahu entah bagaimana dia harus membalas budinya"
Karena ingin segera sampai, mereka berjalan cepat. Tapi jalan yang mereka lewati jalan pegunungan yang sunyi.
Karena itu dia harus menggunakan ilmu meringankan tubuh, nona Biauw itu agak tertinggal. Semula Siauw Hong mengira nona Biauw itu tak bisa berjalan cepat. Tetapi terbukti kemudian, si nona bisa menyusul dia. Sekarang 1982
mereka bisa berjalan bergandengan. Malah nona Biauw ini tidak kalah cepatnya saat berjalan bersamanya. Di daerah Biauw pasti Bong Say Hoa sering berburu, sehingga ilmu meringankan tubuhnya pun sempurna sekali. Dia gesit dan lincah sekali. Melihat hal itu Kok Siauw Hong pun puas juga. Malah lama kelamaan Kok Siauw Hong merasakan langkah kakinya bertambah berat. Tanpa terasa dia tertinggal, bahkan tubuhnya terasa ringan dan tidak bertenaga. Ketika nona Bong menoleh, kelihatan dia kaget melihat Kok Siauw Hong tertinggal olehnya.
"Kok Toa-ko, mungkin kau kurang kenyang makan, karena lapar kau tak mampu berjalan jauh," kata si nona.
Kok Siauw Hong memperlambat langkahnya, karena sekarang dia merasa lapar.
"Benar, kau benar. Aku memang sedikit lapar. Tapi kita tidak membawa bekal!" kata Kok Siauw Hong.
"Tenang saja, mari kita cari tempat istirahat dulu!" kata si nona. "Aku akan mencari makanan untuk kita. Tak jauh dari sini ada kelenteng Yo Ong-bio. Mari kita bermalam di sana!"
Ketika mereka sampai di kelenteng, ternyata itu sebuah kelenteng tua yang pintunya sudah rusak semuanya. Bong Say Hoa berusaha membersihkan kotoran atau sampah dengan sebuah sapu seadanya. Sesudah itu dia menyalakan api, dia pergi akan mencari makanan. Selang beberapa saat Bong Say Hoa sudah kembali sambil membawa ubi-ubian.
"Ubi ini enak juga dibakar, tak kalah dengan ubi yang biasa di makan oleh orang Han!" kata si nona sambil tersenyum.
Kemudian ubi-ubi itu dimasukkan ke dalam api unggun.
Setelah ubi itu masak, mereka mulai menikmatinya.
1983 "Ah, enak juga, aku belum pernah makan ubi seperti ini.
Ternyata daerahmu penghasil makanan beraneka macam juga!"
"Itu sebabnya kami selalu waspada terhadap orang Han, jika mereka masuk ke wilayah kami, selalu kami usir. Kalau perlu mereka kami bunuh, karena takut mereka rebut wilayah kami." kata Bong Say Hoa.
"Ah, kenapa sukumu kejam sekali. Aneh?" kata Kok Siauw Hong sambil mengawasi nona itu.
"Kau bilang bangsa kami kejam" Aku kira orang Han lebih kejam dibanding suku Biauw!" kata Bong Say Hoa.
"Dari cerita orang tua kami, bangsa Han telah merampas tanah pertanian milik kami. Mereka pun merampas rumah kami dan mengambil wanita-wanita suku Biauw. Sedang kaum prianya mereka bunuh! Maka itu dengan sangat terpaksa kami mengungsi ke pegunungan. Walau demikian bangsa Han atau pemerintah Song masih saja menyerang kami hampir setahun sekali! Ketika Ayahku menjadi Tong-cu (Ketua suku Biauw), suku kami disarankan untuk belajar ilmu beladiri agar mampu melawan bangsa Han. Akhirnya karena bangsamu mengalami kerugian berulang-ulang mereka jarang datang, sekarang hidup kami tentram!"
"Bangsa Han juga ditindas oleh pemerintah Song. Bila bangsa Biauw disusahkan oleh pemerintah Song, kau jangan samakan semua rakyat jelata bangsa Han jahat pada bangsamu!" kata Kok Siauw Hong membela diri. "Maka jelas aku pun mengutuk penindasan terhadap bangsamu oleh pemerintah Song!"
"Tetapi orang Han yang datang ke daerah Biauw pada umumnya sangat licin dan ingin mengakali suku kami.
Sebagai contoh bila orang Han berdafang garam, kami harus membayarnya dengan sepuluh kati jamur. Karena 1984
kami tak tahu berapa harga garam sebenarnya, terpaksa kami terima saja!" kata Bong Say Hoa. "Tapi setelah kami selidiki, ternyata harga satu kati jamur di sana bisa bernilai lima kati garam. Coba kau bayangkan, apa itu tidak licik namanya?"
Kok Siauw Hong diam. "Kami telah dibodohi oleh pedagang petualang itu.
Selain itu bangsa Han yang datang ke daerah kami sering menculik anak dan gadis suku kami. Bahkan ada yang datang menjadi mata-mata pembesar bangsa Han." kata nona Bong. "Semua perlakuan buruk itu mau tak mau telah membuat prasangka buruk kami kepada bangsamu!"
"Apa barangkali kalian tidak pernah bertemu dengan bangsa Han yang baik?" kata Kok Siauw Hong.
"Orang Han yang baik memang ada, misalnya Thio Thay Thian dan Ciok Leng, Mereka pernah membantu bangsa Biauw melawan pasukan pemerintah Song. Ilmu silat mereka pun tinggi, apa kau kenal dengan mereka?"
"Aku kenal mereka!" kata Siauw Hong. "Kalau begitu di antara bangsa Han pun ada yang baik, bukan?"
"Jumlahnya sangat sedikit dibanding yang jahat! Aku tahu kau orang Han yang baik!" kata Bong Say Hoa wajahnya tibatiba berubah merah. "Selain kau, Ibu angkatku Seng Cap-si Kouw. Dia pernah menolong dan mengobati suku kami dari penyakit menular! Tapi sayang antara Ibu angkatku dan kedua orang Han yang aku sebut baik itu bermusuhan satu sama lain! Sedang kau juga bilang Ibu angkatku jahat! Mungkin benar! Maka itu aku lebih percaya pada ucapanmu!"
"Dia berpura-pura berbuat kebaikan pada bangsamu, maksudnya untuk memperalat bangsamu melawan para 1985
pendekar bangsa Han. Maka itu aku bilang dia bukan orang baik yang sebenarnya! Nona Bong, di dunia ini terdapat bermacam-macam orang. Mereka berakal licin dan licik.
Padahal pada umumnya orang baik selalu lebih banyak dibanding dengan orang jahat."
"Pendapatmu ini sepaham dengan pandapat Cong Tong-cu kami, oleh karena itu akhir-akhir ini Ayahku tidak begitu benci lagi kepada bangsa Han."
"Bangsa Han punya pepatah: 'Semua orang di seluruh penjuru dunia adalah saudara'. Artinya semua bangsa di dunia ini, meski pun berbeda warna kulit dan berlainan suku, tapi darahnya tetap sama merah! Sebab itulah aku harap sepulangmu, kau dapat lebih banyak membantu ayahmu agar mengubah pandangan bangsa Biauw terhadap bangsa Han."
"Tapi kalau orang jahat apa kami harus bersahabat juga dengan dia" Padahal baik atau jahat terkadang sukar dibedakan."
"Benar, perbedaan baik dan jahat memang tidak dapat dinilai dari satu dua perbuatan, tapi harus dinilai dari apa yang diucapkan dan apa yang dilakukannya. Lama-lama tentu akan dapat dibedakan apakah dia orang baik atau jahat."


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0oBAB 72 Chu Kiu Sek Muncul lagi; Persekongkolan
Seng Cap-si Kouw Dan Kiauw Sek Kiang
Ketika itu Bong Say Hoa menunduk, seolah-olah dia sedang berpikir. Tetapi tiba-tiba dia berkata dengan kaget.
Wajah Beng Say Hoa sedikit berubah. "Ah, mungkin ada 1986
orang datang ke mari!" kata nona Bong. Dugaan nona Bong memang tak salah, baru saja dia selesai bicara mereka sudah mendengar orang bicara dengan bengis.
"Ternyata dunia ini memang sempit," kata orang itu. "Ke mana pun aku pergi pasti aku bertemu denganmu! Aku yakin kau tidak menyangka akan bertemu denganku di sini, bukan?"
Ketika itu Kok Siauw Hong dongak dia mengenali orang itu sahabat See-bun Souw Ya, yaitu Chu Kiu Sek yang terkenal jahat itu musuh besar Han Tay Hiong. Dulu saat bertarung dengan Chu Kiu Sek, orang she Han itu harus terbaring selama beberapa tahun menyembuhkan lukanya.
Saat Kok Siauw Hong datang ke rumah Han Tay Hiong yang maksudnya untuk membatalkan pertunangannya dengan Han Pwee Eng, Kok Siauw Hong bertemu Chu Kiu Sek untuk pertama kalinya. Selang dua tahun, sekarang bertemu lagi di tempat ini.
"Siapa dia?" bisik Bong Say Hoa pada Kok Siauw Hong.
"Dia penjahat besar, aku pun tak akan bisa menghadapinya, ayo kau lari saja!" kata Kok Siauw Hong.
Sesudah memperingatkan Bong Say Hoa, Kok Siauw Hong langsung menghunus pedangnya lalu maju menyerang ke arah Chu Kiu Sek. Dia melancarkan serangan mendadak dengan tujuan agar nona Bong sempat melarikan diri.
Kok Siauw Hong kaget saat dia melirik, dia lihat Bong Say Hoa dengan tenang masih duduk sambil menikmati ubi bakar. Dia tak bergerak sedikit pun dari tempat duduknya.
Dia tak menghiraukan peringatan dari Kok Siauw Hong.
Malah saat itu dia menganggap tidak terjadi apa-apa di 1987
tempat itu. Saat serangan Kok Siauw Hong tiba, Chu Kiu Sek menyentil dengan tangannya.
"Tring!" Pedang itu melenceng dari sasaran dan saat itu juga Kok Siauw Hong merasa ada hawa dingin menyerang pada dirinya. Maka tak ampun lagi dia mundur beberapa langkah.
"Say Hoa, lari! Kenapa kau diam saja?" kata Kok Siauw Hong cemas bukan main.
Chu Kiu Sek tertawa terbahak-bahak.
"Ternyata kau orang yang tahu diri, merasa tidak mampu menghadapiku, kau suruh temanmu kabur!" kata Chu Kiu Sek. "Kok Siauw Hong, tadi kau katakan aku ini orang jahat, apa kau kira kau orang baik-baik" Kau juga orang jahat!"
"Tutup mulutmu! Kaulah orang jahat!" kata Bong Say Hoa.
"Hm! Dasar nona bodoh, apakah kau belum tahu dia sudah punya dua orang perempuan simpanan" Tetapi dia masih main gila denganmu. Apa kau sangka dia bukan orang jahat?"
"Tutup mulutmu bangsat! Rasakan pedangku!" bentak Kok Siauw Hong langsung menyerang lagi.
"Nona lari!" kata Kok Siauw Hong lagi.
Anehnya nona Bong diam saja.
Chu Kiu Sek sudah tahu jurus Cit-sat-ciang yang digunakan Kok Siauw Hong ampuh, maka dia tidak berani menganggap ringan lawannya. Maka itu serangan pemuda itu dia tangkis dengan tiga serangan jurus Siu-lo-im-sat-kang andalannya. Angin pukulan ilmu itu terasa dingin hingga 1988
tanpa terasa Kok Siauw Hong kedinginan sekali. Maka itu serangan pemuda ini jadi lamban seolah tidak bertenaga.
Kok Siauw Hong kaget. Dia melangkah mundur dua langkah ke belakang, pedangnya sengaja disiagakan untuk menangkis suatu serangan dari lawan. Dia heran kenapa seolah dia tidak bertenaga. Melihat lawan kebingungan Chu Kiu Sek malah tertawa.
"Hm! Kau tahu rasa. Ayo menyerah jika kau ingin jiwamu kuampuni!" kata Chu Kiu Sek mengejek.
Kok Siauw Hong memiliki ilmu andalan yaitu Cit-satciang dan Siauw-yang-sin-kang. Kedua ilmu itu sebenarnya tandingan Siu-lo-im-sat-kang milik lawan. Tapi karena ketika itu tenaga Kok Siauw Hong belum pulih, ditambah lagi memang tenaga dalam Kok Siauw Hong kalah jauh dari lawannya, tak heran jika dua ilmu andalannya ada di bawah angin. Ternyata serangan hawa dingin dari pukulan Chu Kiu Sek mengenai Bong Say Hoa yang duduk dekat api unggun, gigi nona Bong terdengar gemeretuk karena kedinginan. Seandainya sekarang dia akan lari, rasanya sudah terlambat!.
"Sekarang kalian berdua tidak bisa kabur!" kata Chu Kiu Sek. "Hm! Nona, kau tergila-gila pada orang Han ini! Jika kau ingin menolong pemuda she Kok ini, jawab pertanyaanku, pasti dia akan kuampuni!"
"Jangan kau hiraukan ocehan gilanya itu!" teriak Kok Siauw Hong.
"Eh, orang ini lihay dan Kok Toa-ko seolah tak mampu melawannya," pikir nona Bong. "Aku harus berusaha membantu Kok Toa-ko!"
Tiba-tiba nona Biauw itu bangun dari tempat duduknya.
1989 "Hm! Kau mau menggertakku" Sekalipun kami berdua kalah olehmu, tetapi guruku akan membunuhmu!" kata nona Bong.
Mendengar ucapan nona Biauw itu, Chu Kiu Sek tersentak diam.
"Eh, namamu Say Hoa, kan" Bukankah kau she Bong?"
kata Chu Kiu Sek. "Kalau begitu kau puteri kepala suku Biauw, bukan" Katakan, siapa gurumu?"
"Memang aku puteri kepala suku Biauw, nama guruku Seng Cap-si Kouw! Mau apa kau bertanya tentang guruku?"
kata Bong Say Hoa. Chu Kiu Sek tertawa terbahak-bahak.
"Kebetulan! Kebetulan!" kata dia. "Aku dan gurumu sahabat baik. Aku sedang mencari dia! Jadi kalian kabur tanpa setahu gurumu, ya?" ejek Chu Kiu Sek.
Chu Kiu Sek datang ke daerah Biauw karena ingin mencari Han Tay Hiong dan mengajak Seng Cap-si Kouw untuk bergabung. Dia juga sudah tahu si Iblis Perempuan itu punya seorang murid perempuan bangsa Biauw.
Sebenarnya semula nona Bong ingin menakut-nakuti Chu Kiu Sek dengan nama gurunya, tapi sebaliknya dia justru sahabat gurunya. Tiba-tiba Chu Kiu Sek menyerang Kok Siauw Hong yang sudah terdesak hebat.
"Trang!" Di luar dugaan pedang di tangan anak muda itu terlepas dari cekalannya. Melihat Kok Siauw Hong dalam bahaya nona Bong berteriak.
"Hai tua bangka, jangan bunuh dia! Jika kau bunuh, maka kau tidak akan bertemu dengan guruku dan kau pun tak akan bisa keluar dari daerah kami!" kata Bong Say Hoa.
1990 Ternyata ancaman itu ada pengaruhnya juga, sebab kelihatan Chu Kiu Sek agak ragu sebelum mengulangi serangannya.
"Baik! Tapi katakan, di mana Han Tay Hiong bersembunyi?" kata Chu Kiu Sek.
"Jelas aku tahu!" kata Bong Say Hoa sambil tertawa.
"Jika kau mau aku bisa mengantarkan kau menemui dia dan guruku!"
"Baik, asal kau beritahu di mana Han Tay Hiong, dia akan kubebaskan!" kata Chu Kiu Sek.
"Suhu menyuruhku membawa dia memancing Han Tay Hiong, aku kabur bersamanya. Baiklah, akan kugambar tempat persembunyian Han Tay Hiong untukmu!" kata Bong Say Hoa.
Nona Biauw lalu jongkok dia mengambil sebuah ranting, lalu mencorat-coret di tanah, seolah dia sedang membuat sebuah peta tempat Han Tay Hiong. Sedang tangan yang lain memegang sesuatu entah apa" Ketika itu Kok Siauw Hong sedang kebingungan. Dia mencemaskan kata-kata nona Bong.
"Apa dia berbohong atau sungguh-sungguh?" pikir Kok Siauw Hong.
Saat Chu Kiu Sek berjalan menghampirinya untuk melihat peta yang sedang dibuat nona itu. Ketika itu jarak Chu Kiu Sek sudah semakin dekat saja, tiba-tiba...
"Terima ini untukmu!" bentak nona Biauw itu.
Dalam sekejap segumpal asap tebal meluncur dari tangan nona Biauw itu hingga mengagetkan Chu Kiu Sek. Tapi karena dia seorang jago silat kawakan, sambil membentak dia mencengkram nona itu.
1991 "Hm! beraninya kau main gila di depanku! Rasakan ini!"
kata Chu Kiu Sek. Sekarang nona Biauw itu berada dalam cengkraman Chu Kiu Sek. Tapi tak lama Chu Kiu Sek kelihatan mulai limbung dan terhuyung-huyung......
"Kok Toa-ko, lari!" teriak Bong Say Hoa.
Asap yang menggumpal itu ternyata bubuk bunga anggrek beracun, siapa pun yang mencium baunya akan pingsan atau terbius. Sekalipun tenaga dalam orang hebat dan dia sempat menahan napas, tapi tak urung Chu Kiu Sek merasakan kepalanya pening sekali. Melihat betapa baiknya nona Biauw itu terhadapnya, mana mau Kok Siauw Hong meninggalkan nona itu dalam bahaya. Buru-buru pemuda ini menjemput pedangnya yang tadi jatuh, lalu maju mengancam ke arah Chu Kiu Sek.
"Lepaskan dia jika kau ingin selamat!" ancam Kok Siauw Hong.
Saat itu Chu Kiu Sek merasakan kepalanya pusing dan matanya pedih sekali, dia menggigit lidahnya hingga dia merasa sakit, dengan cara itu agar dia tetap sadar. Ketika itu pedang Kok Siauw Hong sudah sampai ke arahnya.
"Sreet!" Pedang itu mengenai bajunya, sedang Chu Kiu Sek buruburu mendorong nona Biauw yang dia jadikan perisai dari serangan pedang lawan.
"Ayo tusuk, jika kau ingin kekasihmu ini mati!" ancam Chu Kiu Sek. "Jika kau tak ingin membunuhnya, baik kami pergi!"
Pemuda ini khawatir pedangnya akan melukai nona Bong. Tetapi selain itu dia juga tidak rela kalau nona itu 1992
dibawa kabur. Maka itu saat Chu Kiu Sek pergi dia mengikutinya.
"Aku harap obat bubuk itu mampu merobohkannya!"
pikir Kok Siauw Hong. Sesudah dikejar-kejar sekian lama ternyata Chu Kiu Sek memang kuat. Dia masih tetap menggendong tubuh nona Bong hingga si nona tak berdaya.
"Lepaskan dia, jika kau mau...." kata Kok Siauw Hong.
"Mau apa?" ejek Chu Kiu Sek.
Kok Siauw Hong bingung dia tidak berani menggertak karena kuatir membuat salah paham pada Bong Say Hoa.
Nona Bong seolah mengerti apa maksud pemuda itu.
"Jangan hiraukan aku! Jika aku mati dia juga akan mati!
Bunuh saja dia, aku yakin dia tak berani membunuhku!"
kata nona Bong. "Hm! Sekalipun kau memohon tidak akan kuserahkan dia padamu!" kata Chu Kiu Sek.
Bukan main panas hati pemuda itu. Dia mengejar lebih cepat. Tapi saat sudah dekat tiba-tiba Chu Kiu Sek berbalik lalu menyerang. Kok Siauw Hong kaget saat merasakan hawa dingin menyerangnya. Chu Kiu Sek sedang berjuang melawan racun bunga anggrek, ternyata dia berhasil memunahkan pengaruh racun bunga itu. Saat menyerang pun dia tak mampu menggunakan seluruh kekuatannya, sehingga serangan itu mampu diatasi oleh Kok Siauw Hong yang terus mengejarnya.
"Hai, bodoh apa benar kau mencari mati?" kata Chu Kiu Sek.
Pemuda ini sadar bukan tandingan Chu Kiu Sek, lalu di dia berpikir, "Sebelum tenaga Chu Kiu Sek pulih, mengapa 1993
alu tak mencobanya. Jika dia sudah sehat lagi, mana mungkin dia mampu melawannya?"
Sudah tiga kali Chu Kiu Sek menyerang, tapi tenaganya tak begitu kuat lagi. Saat pemuda itu berhenti karena kuatir serangan lawan, Chu Kiu Sek justru mempercepat larinya.
Sekarang jarak mereka semakin jauh saja. Saat kejar-kejaran berlangsung, tiba-tiba Kok Siauw Hong mendengar suara gemuruh air terjun. Sedang Chu Kiu Sek yang sedang menggendong nona Bong itu, berlari ke arah air terjun.
Begitu sampai dia langsung melompat menembus air terjun, lalu berbalik dan membentak.
"Bajingan! Kau kira aku takut pada-mu?" kata Chu Kiu Sek. "Rasakan ini!"
Tiba-tiba Kok Siauw Hong merasakan hantaman hawa dingin.
Dia juga heran bagaimana tenaga Chu Kiu Sek bisa secepat itu pulihnya. Ternyata ketika Chu Kiu Sek melompati air terjun untuk membasahi kepalanya. Sekarang rasa pening itu mulai berkurang.
Lambang Naga Panji Naga Sakti 8 Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Istana Kumala Putih 8

Cari Blog Ini